Perkampungan Misterius 1

Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila Bagian 1


PENDEKAR CINTA Original Author: Tabib_gila
JILID 4. PERKAMPUNGAN MISTERIUS
Malam kelam, angin berhembus pelan, udara dingin selapis kain tipis, menusuk tulang, menghinggapi jalanan kota Gui-Lin di malam yang panjang. Tampak penjaga malam
menyisir jalan membawa lentera sambil sesekali membunyikan lonceng sebagai penanda waktu, memecahkan keheningan malam. Jalanan terlihat lenggang dan sepi, dikejauhan terdengar lolongan anjing. Hanya tampak sesekali beberapa orang pemabuk yang
berusaha berjalan pulang ke rumah dengan sempoyongan.
Tiba-tiba saja keheningan dan suasana yang tenang itu dipecahkan oleh teriakan
seseorang, yang di kuti dengan kemunculan seorang pemuda berwajah tampan dengan
garis wajah yang halus seperti seorang siucai lemah, berlari keluar dari sebuah rumah di pojokan jalan dengan baju tak keruan, di kuti dengan ketat oleh seorang pria berusia sekitar lima puluh tahunan dengan wajah merah padam dan mata melotot. Di tangannya terlihat sebatang golok yang di acung-acungkannya ke arah pemuda tersebut.
"Bangsat, kemari kau, jangan lari, akan kubeset hidup-hidup. Berani-beraninya selagi aku pergi, engkau main pat gulipat dengan biniku" teriaknya dengan marah.
Si pemuda tampaknya saja lemah lembut namun larinya sangat cepat, dalam sekejab
mata telah menghilang di belokan jalan, tinggal si pria itu menyumpah-nyumpah tak keruan. Sambil mengancingkan bajunya, pemuda tersebut terus berlari membelah malam sambil sesekali tersenyum kecil menginggat kejadian barusan. Dia tidak menyangka sang suami begitu cepat kembali, biasanya baru tiba ketika fajar hampir menyingsing. Dengan demikian dia masih memiliki waktu beberapa jam berduaan dengan Ling-Ling, bini si pria tadi yang bahenol.
Perkenalannya dengan Ling-Ling bermula ketika ia hendak membeli seperangkat baju baru di toko pakaian milik pria tadi. Kedatangannya dilayani pelayan toko tersebut dengan ramah. Satu persatu dia mencoba pakaian-pakaian yang direkomendasikan si pelayan disaksikan sepasang mata bening di balik meja kasir toko tersebut. Mata tersebut milik seorang gadis muda dengan wajah yang manis, berusia belum dua puluh tahunan. Gadis tersebut adalah bini pemilik toko pakaian tersebut, biasa di panggil Ling-Ling oleh sang suami. Sejak tiga tahun yang lalu dia menikah dengan pemilik toko ini, dijodohkan sanak saudaranya. Seperti gadis seusianya, Ling-Ling tidak dapat menolak perkawinan tersebut.
Sejak itu dia menjadi istri si pemilik toko dan membantu menjalankan usaha jual-beli pakaian sebagai kasir toko. Kehidupan perkawinan mereka awalnya cukup bahagia, hanya saja suaminya sangat pecemburu dan suka main pukul bila marah. Di samping itu,
hubungan suami istri jarang dilakoni sang suami yang sudah mulai menua dan tidak begitu mampu melakukan tugasnya sebagai seorang suami. Hingga saat ini mereka belum juga dikarunia seorang anak hingga membuat Ling-Ling makin kesepian. Tidak jarang ketika sang suami bepergian keluar kota mencari bahan-bahan pakaian bermutu untuk stok toko pakaian mereka, Ling-Ling menghabiskan malam-malam yang panjang seorang diri,
kesepian. Kedatangan seorang pemuda, apalagi berwajah sangat tampan, sungguh jarang terjadi di tokonya. Tidak heran Ling-Ling yang masih muda dan cantik serta haus kasih sayang seorang pria, menjadi tertarik dan hatinya berdebar-debar melihat ketampanan calon pembeli ini.
Si pemuda tentu saja mengetahui ada sepasang mata milik seorang gadis manis sedang menatap dirinya. Sambil tersenyum simpul dia balas menatap Ling-Ling, dengan tersipu malu Ling-Ling menundukkan mukanya yang berwajah merah. Tapi tak berapa lama
kemudian sambil mengerlingkan matanya yang lentik, Ling-Ling kembali melirik ke arah si pemuda. Ternyata si pemuda masih menatap ke arahnya dengan wajah tersenyum-senyum, sungguh malu rasanya Ling-Ling, kepergok begitu rupa. Wajahnya yang manis kembali merona merah, menambah kecantikannya di mata si pemuda.
Demikianlah singkat cerita, si pemuda saban beberapa hari datang ke toko pakaian tersebut untuk membeli pakaian baru dan akhirnya bisa berkenalan dengan Ling-Ling.
Bahkan dengan alasan berbelanja ke pasar, Ling-Ling dan pemuda tersebut sering
mengadakan pertemuan di rumah makan di tengah kota di dalam ruangan khusus tamu
terhormat. Keakraban diantara keduanya makin melekat hingga akhirnya pada suatu malam yang
dingin, si pemuda datang melompati tembok belakang toko pakaian tersebut untuk
bertemu secara rahasia dengan Ling-Ling. Kebetulan sang suami sedang bepergian
beberapa hari hingga mereka berdua sepakat untuk bertemu di malam tersebut.
Si pemuda yang sudah hafal seluruh kediaman Ling-Ling, segera menuju kamar terbesar di sisi kiri toko pakaian tersebut, yang segera terbuka menyambut kedatangannya. Malam itu Ling-Ling khusus menghabiskan sore berdandan lain dari biasanya, khusus untuk malam ini. Mengenakan pakaian tidur berwarna pink merah muda yang tipis menerawang, memperlihatkan baju dalam berwarna biru dengan lekak-lekuk tubuh yang melekat ketat di baliknya, di bagian tengah terlihat tonjolan sepasang buah dada yang membusung di balik baju dalam tersebut. Mata si pemuda tak berkedip melihat penampilan spesial Ling-Ling tersebut, jakunnya bergerak-gerak berirama seiring lengak-lengok gemulai Ling-Ling, menghampiri dirinya. Wajahnya yang cantik dengan hidungnya yang bangir dan bibir kecil menawan hati si pemuda.
Tanpa sepatah kata pun yang keluar dari keduanya, seolah-olah sudah sepakat, keduanya saling berpelukan dengan mesra. Terasa oleh si pemuda, tubuh lembut dan aroma harum seorang gadis muda, perlahan-lahan si pemuda menundukkan kepalanya mencium rambut Ling-Ling yang panjang sambil sesekali mengusap-usapnya. Tubuh Ling-Ling bergetar diperlakukan sedemikian lembut, sudah lama sekali rasanya dirinya tidak diperlakukan sedemikian rupa. Gairah kewanitaannya segera bangkit, dengan mata yang sayu Ling-Ling menengadahkan wajahnya dengan mulut setengah terbuka seolah-olah menanti sesuatu.
Penantiannya tidak lama, bibirnya yang merah delima dikecup dengan mesra oleh si pemuda, membuat Lin-Ling melambung tinggi. Kecupan kemudian berubah dengan
pagutan-pagutan panas keduanya.
Dengan satu tangannya, si pemuda membuka pakaian Ling-Ling yang tipis, sehingga
akhirnya baju Ling-Ling di bagian depan terkuak sudah. Sebuah baju dalam biru muda membungkus sepasang bukit ranum, yang padat membusung itu terlihat turun naik dengan cepat. Jemari si pemuda tak tertahankan, menelusup masuk ke bawah baju dalam,
merayapi salah satu bukit ranum tersebut. Hangat sekali rasanya kedua gumpalan yang hanya sedikit lebih besar dari telapak tangan si pemudau. Kenyal dan lentur dan halus Ling-Ling menggeliat-geliat kegelian, merasakan kenikmatan baru yang sudah lama belum pernah diterimanya lagi. Ia dulu memang pernah mengalaminya, tetapi sungguh-sungguh disentuh seperti ini....., berbeda sekali rasanya.
Si pemuda merasakan puting Ling-Ling langsung mengeras ketika tersentuh ujung jarinya.
Ia putar-putarkan ujung jari itu dengan ringan di sana. Ah, puting itu terasa panas seperti menyimpan air mendidih. Kenyal pula, seperti terbuat dari karet berkualitas tinggi. Bukit kecil di bawahnya terasa padat dan halus-licin. Berkali-kali telapak tangan si pemuda seperti tergelincir di sana, seperti meluncur gembira di bukit bersalju.
Ling-Ling kini mengerang di sela desahan-desahan nafasnya. Sebuah aliran kehangatan, kecil saja bagai sebuah parit, terasa mulai terbentuk di pangkal kakinya. Dengan gelisah, Ling-Ling merapatkan kedua kakinya, tetapi berbarengan dengan itu, juga ada rasa nikmat yang makin lama makin kuat terasa. Semakin ia merapatkan pahanya, justru semakin nikmat rasanya. Membingungkan sekali, segalanya terasa penuh paradoks. Segalanya terasa janggal sekaligus memikat. Ling-Ling akhirnya menyerah saja, membiarkan apa pun yang terjadi. Ia cuma bisa mengerang ketika tangan si pemuda mengelus-elus pahanya, perlahan-lahan mengangkat gaunnya semakin tinggi.
Si pemuda mengelus perlahan, menikmati paha yang lembut-hangat-mulus tersebut.
Telapak tangannya seperti sedang menjalani pualam yang hangat, membuat ujung-ujung saraf di sana bergairah. Sesekali ia tak tahan meremas, merasakan tubuh Ling-Ling bereaksi cepat terhadap setiap remasan tersebut. Si pemuda merasa seperti seorang pemain harpa, yang dengan gerakan tangannya mampu mengatur lagu, kapan mengalun
perlahan dan kapan menggelora penuh semangat.
Dengan mata terpejam, Ling-Ling mencari-cari mulut si pemuda. Ketika ditemukannya, ia mengulum bibir pemuda itu, sambil mendesah si pemuda pun menyambut pagutan
bergairah terebut, sementara tangannya kini telah sampai di pinggir pinggul Ling-Ling, naik mengusap ke arah atas. Kain tipis terasa halus di telapak tangannya, juga terasa hangat karena tak mampu mencegah panas yang muncul dari tubuh yang diselaputinya. Dengan lembut dan mesra, si pemuda mengelus-elus kewanitaan Ling-Ling yang masih diselimuti sesuatu.
Ling-Ling meregang, diusap-dielus di bagian tersebut, ia merasa seakan-akan sebuah ledakan sedang bersiap-siap meletus di dalam tubuhnya. Geli sekali rasanya. Nikmat sekali rasanya. Tangan si pemuda bagai sedang mengirimkan berjuta-juta rasa, dan semua rasa itu berpangkal pada kenikmatan belaka. Ling-Ling tanpa sadar
merenggangkan kedua pahanya, membiarkan tangan si pemuda menjelajah lebih ke
bawah lagi, ke bagian yang kini lembab. Ling-Ling kini tak lagi kuatir, ia sungguh tak peduli.
Dengan jari tengahnya, si pemuda mulai menelusuri celah yang terbentuk di antara dua punuk kecil di bawah sana yang masih terlindung kain tipis. Perlahan-lahan jarinya menelusur ke bawah, ujung jari si pemuda melesak sedikit, menyentuh bagian terbawah lembah tersebut. Ling-Ling mengerang merasakan kegelian-kenikmatan menyerbu tubuh bagian bawahnya. Ia mengangkat sedikit tubuhnya, sehingga tangan si pemuda bisa
menelusup lebih ke bawah. Lalu, jari itu naik lagi perlahan, menelusuri jalur yang sama yang ditempunya ketika turun. Tubuh Ling-Ling pun terhenyak kembali, dan bergeletar pelan ketika ujung jari itu menyentuh sebuah tonjolan kecil di bagian atas. Apalagi kemudian si pemuda berlama-lama di sana, memutar dan menekan tonjolan tersebut.
Tanpa dapat ditahan oleh Ling-Ling, tubuhnya meregang. Sebuah gemuruh bagai air terjun memenuhi tubuhnya. Air terjun tersebut menerjang segala yang menghalanginya,
menyerbu seperti hendak membuat tubuh Ling-Ling meledak. Si pemuda mempercepat
usapan dan gosokan jari tangannya; ia tahu sebentar lagi Ling-Ling akan tiba di puncak kenikmatan yang telah didakinya dengan sabar. Si pemuda tahu, dari pengalamannya, sebentar lagi tubuh mungil ini akan menggelepar dilanda sesuatu. Maka ia mempercepat gerakan tangannya, dan menekan tubuh Ling-Ling lebih dalam.
Walaupun sudah mengantisipasinya, si pemuda tak urung terkejut juga ketika akhirnya Ling-Ling mencapai puncak. Terkejut karena gadis yang lembut itu berteriak cukup keras, seperti seorang yang disengat kelabang. Cepat-cepat si pemuda membungkamnya
dengan mencium mulut Ling-Ling. Agak sulit melakukan hal ini, karena Ling-Ling seperti menghindar, menggelepar dan menggelengkan kepalanya dengan mulut terpejam. Ketika akhirnya si pemuda berhasil mengulum bibirnya, Ling-Ling pun masih mengerang keras, walau kali ini ia hanya mengeluarkan suara "Oohh....".
Tak kurang dari seperminuman teh lamanya diperlukan Ling-Ling untuk melepaskan
semua desakan hasrat yang menggumuruh di tubuhnya. Setelah itu, ia merasa lunglai dan tak bertulang. Ia merengkuh leher si pemuda, mencoba mencari kekuatan darinya.
Matanya seakan tak bisa membuka, karena kepalanya masih berenang-renang di danau kenikmatan. Untuk sejenak, Ling-Ling khawatir ia sudah tidak ada di dunia ini lagi. Ia sudah berada di dunia lain! Hanya kemudian sebuah gigitan kecil dari si pemuda di cuping telinganya yang membuat ia sadar, bahwa tadi itu bukanlah dunia lain.
Si pemuda menciumi leher Ling-Ling dengan mesra. Ia seakan sedang mensyukuri
kejadian barusan. Ia pun merasa bangga telah berhasil membawa Ling-Ling ke puncak hasratnya. Dengan gadis ini, si pemuda hanya dipenuhi birahi, dan ia adalah nahkodanya.
Cepat dan nyaris otomatis, si pemuda mulai menindih tubuh Ling-Ling dengan gerakan-gerakan sensual segera mempertemukan dua badan yang terdahaga. Tanpa terlalu
banyak upaya, bagian bawah tubuh mereka yang polos sudah terpaut-terkait seperti kunci dengan gemboknya. Kedua kaki Ling-Ling yang panjang dan mulus tersebut memeluk erat pinggang si pemuda, seperti catut raksasa terbuat dari kekenyalan yang halus harum.
Pembaringan sedikit berderit, tetapi si pemuda kini tak lagi peduli. Ia merasakan jepitan lembut dan licin dan basah, seperti penjara yang mustahil melepaskan penghuninya.
Gerakan-gerakan Ling-Ling di bawah tubuh pemuda itu semakin mengundang rasa nikmat yang tak bisa terhindarkan. Si pemuda menimpalinya dengan gerakan-gerakan
berlawanan, menciptakan sinergi birahi yang semakin lama semakin kuat.
Ling-Ling meraih tengkuk si pemuda yang menindihnya, melumat bibirnya dan menyedot nafasnya seperti seorang yang kehabisan udara. Si pemuda merengkuh bahu gadis itu sambil menekan dan mendorong. Erangan Ling-Ling keluar seperti orang yang tertikam belati.
Kegulitaan langit yang sudah meninggalkan malam menuju pagi, keramaian jangkerik dan serangga, dingin yang terbawa oleh embun ..... semua itu menjadi tidak relevan ketika keduanya bergerak-gerak cepat dan kuat. Ling-Ling mengerang-erang semakin panjang dan keras. Si pemuda merasakan seluruh ototnya bekerja keras menghasilkan energi mentah yang membawa nikmat.
Pembaringan berderit ramai. Ling-Ling menjerit kecil, meregang kejang dalam kenikmatan panjang yang datang dari hentakan hujaman si pemuda di atasnya. Kedua kakinya tak lagi sanggup memeluk pinggang si pemuda, melainkan menjejak pembaringan yang sudah
berantakan, membuat pinggulnya naik sedikit, tapi lalu terhenyak karena terdorong keras dan dalam. Ling-Ling seperti memberontak ingin melepaskan diri, walaupun tentu saja itu adalah gerakan-gerakan penyerahan belaka.
Si pemuda tidak berhenti, melainkan tambah menggebu.
"Oooh ...," Ling-Ling mengerang panjang, merasakan untaian geli-gatal di seluruh tubuhnya berlanjut menjadi gelombang pasang kedua.
"Aaah ..," gadis itu mendesah gelisah karena sibuk melayani kegairahan pemuda yang kini sedang mendaki puncak.
Lalu disertai ledakan dinamit tak kasat mata, si pemuda menghenyakkan tubuhnya berkali-kali, membuat Ling-Ling tersentak-sentak dalam nikmat luar biasa, sebelum akhirnya mereka berdua terhempas di pantai birahi yang adalah pembaringan lembut tetapi kini basah di sana-sini oleh keringat keduanya.
Suasana di luar tetap sepi. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Peristiwa pertama kemudian dilanjuti dengan peristiwa berikutnya, setiap kali ada kesempatan keduanya pasti tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada hingga terjadinya peristiwa malam tadi yang mengakhiri segalanya.
--- 000 --- Sambil bersenandung kecil, si pemuda melanjutkan perjalanannya yang tertunda beberapa hari lamanya di kota Gui-Lin ini. Setiba di luar kota, dia segera mengembangkan ilmu meringankan tubuh, melayang di atas rerumuputan ke arah Barat Daya. Ilmu meringankan tubuh si pemuda sungguh menakjubkan, kakinya seolah-olah tidak menginjak bumi,
berkelabat dengan ringan dan cepat sambil sesekali ujung sepatunya menotol pucuk rerumputan. Sungguh pemandangan yang membuat siapa pun yang melihatnya pasti
menganggapnya hantu yang sedang menampakan diri di kegelapan malam, terlebih baju yang dikenakan si pemuda tersebut berwarna putih polos. Tapi apabila yang melihatnya adalah kaum kangouw, mereka akan terkagum-kagum melihat demonstrasi ilmu
meringankan tubuh sesempurna ini bagaikan kupu-kupu beterbangan kesana-kemari
dengan lincahnya.
Siapakah pemuda yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat lihai ini "
Dia bernama Tan Hong, seorang jago muda persilatan yang baru terjun di sungai telaga dua tiga tahun belakangan ini namun namanya cukup di kenal di kalangan jago-jago muda kangouw lainnya.
Ketampanan wajahnya mengundang decak kagum gadis-gadis muda kangouw baik dari
murid-murid partai terkenal seperti Bu-Tong-Pai, Hoa-San-Pai, Thai-San-Pai, maupun dari anak keluarga persilatan terkenal seperti keluarga Tong di Tiong-Goan tengah, keluarga Toan di Taylie, keluarga Buyung di Tembok besar. Gadis-gadis ini berlomba-lomba untuk berkenalan dengan si pemuda bernama Tan Hong ini dan tentu saja dilayani dengan
sukacita oleh Tan Hong yang memiliki sifat yang romantis dan mengagumi gadis-gadis cantik. Asmaranya dengan beberapa orang gadis kangouw telah menerbitkan keributan-keributan kecil yang membuat pusing Tan Hong, terlebih apabila pihak keluarga gadis ikut turut campur hingga kadangkala harus diselesaikan dengan ilmu silat. Keromantisan Tan Hong segera terkenal ke seluruh penjuru dunia persilatan, jauh melebihi kelihaian ilmu silatnya yang tak diketahui seberapa dalam tingkatnya. Dalam waktu singkat dia di beri julukan Pendekar Romantis, yang diterimanya dengan mesem-mesem saja.
Mengenai ilmu silatnya, tidak ada yang mengetahui seberapa tinggi, berasal dari
perguruan mana, siapa gurunya. Kaum kangouw yang pernah bergebrak dengannya,
umumnya mengatakan ilmu silatnya termasuk kelas satu, sejajar dengan murid-murid utama partai-partai besar. Ini dipercayai sebagian besar kaum muda kangouw karena sejauh ini, Tan Hong mampu meloloskan diri dari kesulitan-kesulitan yang ditimbulkannya bersama gadis-gadis keluarga kangouw terkenal tersebut.
Suatu kali pernah dirinya di hadang tuan muda keluarga Buyung, Buyung Hok yang
terkenal sudah mewarisi seluruh ilmu silat keluarga Buyung yang terkenal tersebut, dikarenakan asmaranya dengan adik bungsu Buyung Hok, Buyung Hoa. Namun entah
bagaimana hasil pertempuran tersebut tapi yang jelas sampai sekarang Tan Hong masih segar bugar, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, apakah Tan Hong berhasil mengalahkan Buyung Hok atau melarikan diri dari Buyung Hok. Baik Tan Hong dan
Buyung Hok, masing-masing berdiam diri bila ditanyakan hasil pertandingan keduanya.
Kembali ke diri Tan Hong di luar kota Gui-Lin, di tengah kegelapan malam. Tak lama kemudian dirinya menemukan sebuah kelenteng tak berpenghuni dengan kondisi yang
rusak di beberapa bagian, tempat yang cocok melewatkan malam menunggu fajar
menyingsing. Suasana gelap dan sunyi tanpa penerangan membuat sekelilingnya dilingkupi keheningan yang syahdu. Tan Hong memasuki ruangan depan kelenteng tersebut, dalam keadaan
gelap Tan Hong bersandar di patung Buddha yang berada di tengah ruangan. Akibat pergi terburu-buru, dia tidak sempat membawa buntalan pakaian, lilin, bumbu masakan, yang tertinggal di kediaman Ling-Ling. Dia berusaha bersamadhi memulihkan tenaga. Tak berapa lama kemudian dalam keadaan hampir kosong, telinganya mendengar gerakan lirih di depan kelenteng. Apabila tidak dalam keadaan samadhi, dapat dipastikan suara lirih tersebut tidak akan dapat didengarnya. Dengan sigap Tan Hong menyelinap di balik patung Buddha tersebut, nalurinya mengatakan untuk bersembunyi. Entah siapakah
gerangan jago lihai yang datang ke kelenteng ini di tengah malam buta.
Dalam sekejap mata, sesosok bayangan hitam memasuki ruangan kelenteng. Bayangan
tersebut berdiri diam tak bergerak di tengah ruangan, seolah-olah hendak memeriksa keadaan sekelilingnya yang gelap gulita. Tak berapa lama kemudian, terpancar kerlip cahaya kecil dari tangan bayangan tersebut. Cahaya lilin tersebut hanya cukup untuk menerangi ruangan kelenteng yang luas tersebut samar-samar, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.
Dari balik patung Budda tersebut, Tan Hong tidak berani menarik nafas terlalu keras. Dari gerakan si bayangan tersebut, dia tahu bayangan tersebut memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna. Firasatnya mengatakan bakal terjadi suatu peristiwa yang menarik di dalam kelenteng ini. Selain romantis, sifat Tan Hong yang lain yaitu rasa ingin tahu yang besar, telah beberapa kali membuat dirinya terjerumus dalam kesulitan namun Tan Hong tak kapok-kapok juga. Demikian juga kali ini, dengan keingintahuan yang besar, Tan Hong sedikit menjulurkan kepalanya untuk melihat lebih jelas, siapa gerangan bayangan tersebut.
Nampak bayangan tersebut mengenakan baju ya-heng-ie (pakaian berjalan malam
berwarna hitam) dengan kedok hitam diwajahnya, yang tampak hanyalah sepasang mata bersinar tajam. Tubuh bayangan tersebut sedang-sedang saja, sesuai dengan tinggi tubuhnya yang rata-rata, tidak dapat dibedakan apakah pria atau wanita, tua atau muda dibalik pakaian hitam tersebut.
Sehabis meletakkan lilin di atas meja, bayangan tersebut kembali berdiri diam, gelagatnya seperti menunggu kedatangan seseorang. Benar saja tak berapa lama kemudian, telinga Tan Hong menangkap langkah lirih seseorang di depan kelenteng. Namun langkah
tersebut kalah ringan dari langkah bayangan tadi, menandakan ilmu silat bayangan berkedok hitam ini lebih tinggi setingkat.
Orang yang datang kali ini pun memakai pakaian hitam berkedok, mirip sekali dengan bayangan pertama, hanya saja tubuhnya cukup gemuk dengan tinggi sekitar dua kaki lebih. Sambil terbatuk sedikit, bayangan kedua ini tiba dihadapan bayangan pertama.
Dilihat dari suara batuknya, jelas bayangan kedua ini adalah lelaki, Cuma usianya tidak dapat dipastikan.
Begitu berhadapan, bayangan ke dua mengangkat tangan kanannya di dada sambil
mengatupkan ke tiga jari di tengah dan menyisakan ibu jari dan kelingking, yang
diputarnya ke arah kiri dan kanan sebelum kembali ke posisi semula. Menyaksikan si bayangan ke dua ini memberi isyarat yang benar, barulah bayangan pertama
membalasnya dengan gerakan tangan mengepal di depan dada dan diputar ke kanan dan ke kiri sebelum kembali ke posisi semula. Dengan heran Tan Hong menyaksikan semua peristiwa barusan, tanpa disadarinya semua gerakan tangan kedua bayangan tersebut terekam dalam ingatannya.
Tanpa sepatah kata pun, bayangan pertama menyerahkan sepucuk surat kepada
bayangan ke dua. Sehabis menerima sepucuk surat tersebut, bayangan ke dua tersebut segera membalikkan badan dan meninggalkan kelenteng tersebut dengan cepat. Begitu pula, tak lama kemudian bayangan pertama turut meninggalkan kelenteng tersebut,
meninggalkan Tan Hong yang kebingungan menyaksikan peristiwa tersebut. Entah
seberapa penting isi surat tersebut hingga harus diserahterimakan di kelenteng yang jauh dari keramaian serta di tengah malam buta pula.
Segera si bayangan pertama pergi, Tan Hong keluar dari balik patung Buddha tersebut.
Dengan gerakan liok-tee-hui-teng (terbang di atas bumi) Tan Hong mengikuti bayangan pertama tersebut. Dengan ketajaman mata yang hanya dimiliki oleh ahli silat kelas satu, Tan Hong mengikuti dengan ketat bayangan tersebut namun dia bersikap hati-hati sekali dan tidak mau sembrono. Walaupun dari luar kelihatan ugal-ugalan dan tak pedulian tapi dalam menghadapi peristiwa yang menarik perhatiannya, sikap tak pedulian tersebut segera lenyap digantikan keseriusan yang terpancar di wajahnya yang tampan.
Ilmu meringankan tubuh bayangan tersebut sangat hebat, tubuhnya melayang di sela-sela batang pepohonan yang tampak hitam pekat dikegelapan malam. Dengan susah payah
Tan Hong terus menguntit bayangan tersebut, diam-diam dia kagum melihat kelihaian ilmu meringankan tubuh bayangan tersebut dan menduga-duga siapa gerangan bayangan
tersebut. Orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh setinggi itu, pasti memiliki latar belakang yang hebat.
Beberapa li kemudian, mereka tiba di sebuah kaki bukit. Bayangan tersebut terus mendaki bukit tersebut, diam-diam Tan Hong mengeluh melihat tingginya perbukitan tersebut, tenaganya sudah mulai terkuras habis tapi keingintahuannya yang tinggi mengalahkan segalanya.
Kira-kira sepertanakan nasi kemudian, tiba-tiba bayangan tersebut membalikkan badan dengan kecepatan kilat ke arah Tan Hong. Tan Hong tidak menyangka sama sekali
bayangan tersebut membalikkan badan hingga dia tidak sempat menyembunyikan diri di balik semak belukar.
Tanpa sepatah kata pun, bayangan tersebut langsung menyerang Tan Hong dengan
gerakan hui-hong-pay-liu (angin meniup pohon liu) diikuti dengan gerakan hun-kin-co-kut (memecah otot memindahkan tulang) mengincar pundak kanannya. Dengan hati tercekat melihat keganasan serangan tersebut, Tan Hong mengelak dengan susah payah. Melihat serangannya dapat dipunahkan lawan, bayangan tersebut sedikit tertegun, rupanya dia pun tidak menyangka penguntit tersebut memiliki ilmu silat yang tangguh.
Dengan penasaran, bayangan tersebut terus melancarkan serangan demi serangan, yang semakin lama semakin hebat. Dengan gerakan yang aneh, bayangan itu melancarkan
pukulan yang disertai kesiuran angin ke arah dada Tan Hong yang terbuka.
"Dukkk!" Dua tangan mengandung tenaga sakti saling berbenturan. Tan Hong sedikit mendoyongkan tubuh akibat tangkisan tersebut. Akan tetapi akibat benturan ke dua lengan itu membuat bayangan tersebut terhuyung dua langkah. Dalam hal tenaga dalam Tan
Hong masih sedikit lebih unggul.
Melihat lawannya terhuyung, Tan Hong tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan gerakan tui-it-cung-bong-goat (mendorong jendela melihat bulan) ke arah lawan, Tan Hong membarengi dengan gerakan liong-heng-coan-cian (naga menembus tangan) yang
mengincar dada lawan.
Masih dalam kedudukan yang goyah, bayangan tersebut masih mampu menghindarkan
serangan pertama Tan Hong dengan gerakan yang cukup aneh namun serangan kedua
tak sepenuhnya berhasil dihindarinya, telapak tangan kanan Tan Hong berhasil
mencengkram dada sebelah kiri.
"Iih"!" seru Tan Hong terkejut sambil melepaskan cengkramannya. Begitu tangan berhasil mencengkram dada lawan, terasa tangannya mencengkram sesuatu yang kenyal, yang
cukup familiar bagi Tan Hong yang memiliki segudang pengalaman dengan banyak wanita.
Rupanya bayangan tersebut adalah seorang wanita, bahkan berdasarkan pengalamamnya Tan Hong dapat memastikan, perempuan tersebut masih muda. Bukit kenyal yang di
cengkramnya tadi masih terasa hangat di tangan kanannya.
Bayangan tersebut juga tak kalah kaget mengetahui buah dadanya berhasil di cengkram lawan, dengan reflek dia mundur beberapa langkah menjauhi Tan Hong. Mata di balik kedok tersebut mengeluarkan sinar berapi-api seolah-olah hendak membakar Tan Hong hidup-hidup. Selama hidupnya belum pernah tubuhnya di sentuh lelaki mana pun, terlebih buah dadanya yang ranum tersebut. Namun rupanya si bayangan tersebut menyadari
kelihaian ilmu silat Tan Hong hingga akhirnya sambil mengeluarkan dengusan marah, bayangan tersebut pergi meninggalkan Tan Hong yang masih berdiri terkesima.
Akhirnya beberapa lama kemudian, sambil tersenyum getir, Tan Hong meninggalkan
tempat tersebut. Tan Hong menduga-duga siapakah gadis berkedok tersebut, mengapa mengadakan pertemuan di kelenteng rusak di luar kota Gui-Lin, apakah isi surat tersebut.
Semua pertanyaan tersebut bergayut di kepalanya sepanjang perjalanannya beberapa hari berselang.
Sungai telaga menyimpan banyak misteri yang belum terpecahkan selama puluhan tahun ini, diantaranya adalah kemunculan orang-orang yang berasal dari perkampungan
misterius. Tersiar kabar, orang"orang ini memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, sudah beberapa jago silat binasa di tangan mereka dalam bentrokan dengan perkampungan
misterius ini. Kemunculan orang-orang dari perkampungan misterius ini kabarnya adalah untuk
mengumpulkan berbagai macam jenis bahan obat-obatan yang langka seperti jinsom
berusia ratusan tahun, sejenis buah tho yang berkhasiat menyembuhkan luka bakar, jamur langka berusia 1000 tahun, katak beracun dari suku Miao, dan lain-lain. Semua obat-obatan mestika tersebut sungguh jarang dan susah untuk didapatkan. Kalaupun ada, pasti menjadi barang mestika keluarga atau partai dan di simpan dengan ketat serta tidak sembarang orang dapat melihat atau memintanya.
Demi mendapatkan bahan-bahan obat-obatan tersebut, orang-orang perkampungan
misterius tidak segan-segan merampasnya dari mereka yang diketahui menyimpannya.
Bahkan baru-baru ini, orang-orang perkampungan misterius ini berani menyantroni
keluarga Tong yang terkenal dengan kelihaian senjata rahasianya, guna mendapatkan bahan-bahan beracun yang digunakan keluarga Tong untuk melumuri senjata rahasia
kebanggaan keluarga mereka.
Dalam pertempuran tersebut walaupun berhasil mengambil beberapa jenis ramuan-
ramuan rahasia keluarga Tong, korban dari pihak perkampungan misterius cukup banyak akibat perlawanan gigih perkampungan keluarga Tong. Dari pihak keluarga Tong sendiri juga tidak sedikit yang menjadi korban keganasan orang-orang perkampungan misterius.
Bahkan tuan muda pertama keluarga Tong, Tong Ki Lam, yang merupakan orang ke dua setelah ayahnya, Tong Jin, terluka cukup parah dan harus di rawat selama beberapa bulan.
Peristiwa penyerbuan orang-orang perkampungan misterius terhadap keluarga Tong telah mengemparkan dunia persilatan dan menjadi bahan pembicaran di mana-mana.
Perkampungan misterius sendiri mulai dikenal dunia persilatan sekitar dua puluh tahun yang lalu dalam peristiwa pembumihangusan perkampungan pedang keluarga Thio yang terkenal akan kelihaian ilmu pedangnya. Seluruh anggaota perkampungan keluarga Thio terbasmi habis dalam waktu semalam saja oleh penyerbuan perkampungan misterius.
Perkampungan pedang keluarga Thio di kenal dunia persilatan sebagai perkampungan pedang yang berpengaruh besar dengan kepala keluarga Thio Kin Liong berusia sekitar enam puluh tahunan. Ilmu silat Thio Kin Liong ini boleh disejajarkan dengan ketua-ketua partai besar seperti Bu-Tong-Pai, Thai-San-Pai, Kun-Lun-Pai dan lainnya. Memiliki dua orang putera yang masing-masing memberikan cucu, total tiga orang.
Tidak ada yang tahu apa dan mengapa sampai terjadi penyerbuan tersebut, yang pasti peristiwa tersebut menghebohkan sungai telaga. Tapi anehnya setelah penyerbuan
tersebut, perkampungan misterius pun menghilang dan tak pernah terdengar kabar
beritanya lagi hingga kini, dua puluh tahun kemudian.
Letak perkampungan misterius juga simpang siur, ada yang mengatakan terletak di suatu perbukitan di keresidenan Hubei di antara kota Wuhan dan Yichang tapi ada pula yang mengatakan terletak di dekat danau di keresidenan Henan. Tapi yang pasti, mereka yang berusaha mencari letak perkampungan tersebut semuanya gagal.
Tokoh-tokoh di balik perkampungan misterius tersebut juga serba misterius, tidak seorang pun yang mengetahui jati diri mereka karena selama beroperasi atau menampakkan diri di dunia persilatan, orang-orang perkampungan misterius ini mengenakan pakaian serba hitam dan berkedok serta selalu bergerak di malam hari.
Akibat penyerbuan tersebut, keluarga Tong menjadi sedikit lemah dan tentu saja merasa sangat marah terhadap serangan mendadak perkampungan misterius tersebut. Mereka
berniat membalas serbuan tersebut. Hanya saja kendalanya letak perkampungan misterius tersebut tidak diketahui dengan pasti. Untuk itu, kepala keluarga Tong, Tong-Jin meminta bantuan besannya, perkampungan ayam emas (kim-khe-san-ceng).
Perkampungan Kim-khe-san-ceng ini sangat terkenal selama dua puluh tahun belakangan ini, keterkenalan perkampungan ini bukan karena kelihaian ilmu silat mereka, namun keahlian mereka dalam melakukan penyelidikan. Setiap perkara yang mereka tangani selalu berhasil mereka bongkar dengan tuntas sehingga memuaskan para pelanggan
mereka. Selama dua puluh tahun ini, tak satu pun perkara yang tidak bisa dibongkar oleh perkampungan kim-khe-san-ceng ini. Dengan puluhan petugas-petugas penyelidikan yang dilatih dengan keras oleh pemimpin perkampungan Kim-khe-san-ceng, Kim-Jiu-Tok,
berjuluk si mata elang, nama besar perkampungan ini termashur ke segala penjuru dunia persilatan bahkan tidak jarang petugas-petugas penyelidikan dari kerajaan meminta bantuan perkampungan ini dalam memecahkan kasus-kasus kriminal yang rumit.
Kemasyhuran perkampungan Kim-khe-san-ceng tidak terlepas dari kepemimpinan Kim-
Jiu-Tok yang disiplin dan di bantu oleh pembantu andalannya, Bok-Lam yang berjuluk anjing pemburu. Boleh di bilang, sejak Bok-Lam bergabung dengan perkampungan Kim-khe-san-ceng lima tahun yang lalu, nama besar perkampungan ini semakin cemerlang hingga ada anggapan Bok-Lam merupakan cukat liang-nya perkampungan ini. Daya pikir dan analisanya dalam setiap perkara sangat tajam, sebagian besar kasus yang diterima lima tahun belakangan ini berhasil dibongkar berkat ketajaman analisa Bok-Lam, hingga Kim-Jiu-Tok sangat mempercayai dan mengandalkannya. Setiap petugas penyelidikannya di latih berbagai macam teknik penyelidikan seperti menyamar, cara-cara penyelidikan dan lainnya. Satu hal yang keras diterapkan Kim-Jiu-Tok bagi petugasnya adalah tidak boleh minum arak. Ia punya alasan untuk itu; anak buahnya harus tetap waras, berpembawaan tenang, dan selalu waspada setiap saat.
Mengenai kelihaian ilmu silatnya Kim Jiu Tok tentu saja tergolong kelas satu namun seberapa tinggi ilmu silatnya jarang diketahui sebab selama ini, perkampungan Kim-khe-san-ceng lebih mengandalkan otak dalam memecahkan setiap perkara yang datang.
Kabar yang beredar, ilmu silat Kim Jiu Tok telah mencapai tingkat kesempurnaan.
Sejak lima tahun terakhir, Kim Jiu Tok makin jarang tampil, semua urusan perkampungan di wakili putera satu-satunya, Kim Han Seng. Sedangkan untuk urusan penyelidikan diserahkan kepada Bok-Lam. Boleh di bilang keduanya merupakan pembantu-pembantu
yang paling diandalkan Kim Jiu Tok.
Selama bertahun-tahun, para pelanggan mereka selalu puas dengan kinerja
perkampungan ini diantaranya perusahaan piauwkiok, petugas kerajaan, keluarga
hartawan atau bangsawan, dan lain-lain, guna memecahkan masalah pembegalan,
pembunuhan, pencurian, perampokan yang rumit.
Kim Han Seng sendiri beristrikan salah satu putri keluarga Tong yaitu Tong-Lan, dengan demikian kedua keluarga berbesanan hingga tidak heran apabila permintaan bantuan dari keluarga Tong, segera ditindaklanjuti oleh Kim Jiu Tok dan anaknya dengan serius. Kim Jiu Tok pribadi segera meminta pembantu andalannya untuk memimpin langsung
penyelidikan kasus tersebut dengan target utama menemukan letak perkampungan
misterius secepat mungkin.
Latar belakang Bok-Lam sendiri misterius, tidak ada yang tahu masa lalu Bok-Lam
sebelumnya. Dirinya mulai di kenal kaum sungai telaga sejak bergabung dengan
perkampungan Kim-khe-san-ceng lima tahun yang lalu. Bahkan Kim Han Seng sendiri juga tidak tahu latar belakang Bok-Lam, mungkin hanya Kim Jiu Tok yang mengetahuinya.
Apabila Kim Han Seng menyinggung masa lalu Bok-Lam pada ayahnya, Kim Jiu Tok
hanya tersenyum saja dan menjawab, hal tersebut bukan masalah, yang penting prestasi kerja Bok-Lam yang hebat, itu sudah cukup.
Hubungan Kim Han Seng dan Bok-Lam, biasa-biasa saja, dalam arti tidak bermusuhan dan juga tidak terlalu akrab. Hanya saja diam-diam ada persaingan yang terselubung di antara keduanya dalam merebut perhatian Kim Jiu Tok. Hal ini tidak dapat dihindarkan, yang satu adalah anak sedangkan yang lain adalah pembantu yang paling diandalkan. Hal ini terutama dirasakan oleh Kim Han Seng, sebelum kedatangan Bok-Lam, dirinya adalah satu-satunya andalan ayahnya. Semua urusan perkampungan baik masalah sehari-hari maupun masalah penyelidikan, ayahnya selalu meminta pendapatnya. Namun sejak
kedatangan Bok-Lam, dalam masalah penyelidikan, ayahnya selalu meminta pendapat
Bok-Lam. Lebih-lebih setelah banyak kasus yang dipecahkan Bok-Lam dengan gemilang, perlahan tapi pasti peran Kim Han Seng sedikit berkurang, terutama di bidang
penyelidikan. Namun hal tersebut diluaran tidak nampak sama sekali, keduanya baik Kim Han Seng dan Bok-Lam bersikap profesional dalam mengerjakan tugas masing-masing.
Pembagian tugas memang dilakukan Kim Jiu Tok dengan tepat, masalah sehari-hari
perkampungan diserahkan kepada Kim Han Seng sedangkan Bok-Lam diserahkan tugas
sebagai kepala penyelidikan yang membawahi puluhan anak buah, dengan tugas pokok memecahkan setiap order yang diterima dengan cepat dan tuntas
Tidak heran perkampungan Kim-khe-san-ceng dianggap salah satu dari empat
perkampungan yang paling berpengaruh di dunia persilatan selama dua puluh tahun
belakangan ini. Ketiga perkampungan yang paling kesohor lainya adalah perkampungan keluarga Buyung, perkampungan pedang keluarga Thio dan perkampungan misterius.
Perkampungan keluarga Buyung terletak di suatu kaki perbukitan di keresidenan Huang-Zhou dengan ratusan rumah yang terdiri dari puluhan kepala keluarga. Pemimpin
perkampungan Buyung ini adalah Buyung Tiong, berusia sekitar lima puluh tahunan
dengan dua orang anak. Yang paling tua bernama Buyung Hok, berusia sekitar dua puluh lima tahun dan sudah menguasai sebagian besar ilmu silat keluarga Buyung. Buyung Hok termasuk salah satu jago muda paling cemerlang di dunia kangouw saat ini. Adiknya yang bernama Buyung Hoa, seorang dara muda yang terkenal akan kecantikannya, berusia
sekitar delapan belas tahunan. Beberapa waktu yang lalu, adiknya terlibat asmara dengan seorang jago muda bernama Tan Hong, berjuluk Pendekar Romantis. Hubungan mereka
berdua tidak direstui Buyung Hok, sebab kabar yang ia dengar di kalangan sungai telaga mengenai sepak terjang Tan Hong yang memiliki banyak teman wanita. Dia tidak ingin adiknya dipermainkan oleh Tan Hong hingga akhirnya dia berhasil berhadapan dengan Tan Hong dan melangsungkan pertempuran yang mengejutkan.
Dia, Buyung Hok, dari keluarga terkenal lihai ilmu silatnya sejak ratusan tahun, harus mengeluarkan seluruh ilmu andalan keluarganya dalam menghadapi Tan Hong. Pada
jurus-jurus awal, keduanya masih saling menjajaki. Kemudian di belasan jurus berikutnya, Buyung Hok yakin akhirnya akan mampu mengalahkan lawan, terbukti setiap serangannya mampu mendesak mundur Tan Hong. Namun selang beberapa puluh jurus kemudian, Tan
Hong masih dapat melayani serangan-serangannya bahkan akhirnya dengan hati yang
sangat mendongkol, Buyung Hok mengeluarkan jurus-jurus simpanan yang belum pernah dia keluarkan selama terjun di dunia kangouw, baru kali ini dia menemukan lawan
setanding. Suatu ketika dengan tubuh Buyung Hok bergerak didahului sinar pedangnya yang
berkelabat, terdengar suara berdesing tanda gerakannya sebat sekali dan tenaga yang menggerakkan pedang memiliki lweekang yang sempurna, ujung pedang Buyung Hok
menyambar ke arah pundak Tan Hong dan menutup semua celah hingga Buyung Hok
yakin sekali jurus pamungkasnya ini tidak dapat dielakkan lawannya. Beberapa dim sebelum ujung pedang Buyung Hok mengenai pundak lawan, sekonyong-konyong dengan
gerakan yang sangat aneh, Tan Hong berhasil mengelakkan diri sambil jari tangan
kanannya menyentil punggung pedang yang lewat tipis di samping badannya.
"Triiing!".. hanya dalam sekejap mata, Buyung Hok merasakan suatu arus yang sangat kuat menghalau pedangnya hingga ia tidak mampu mempertahankan pedangnya lagi dan jatuh ke tanah. Tangannya terasa sedikit kesemutan akibat arus tenaga yang sangat kuat tersebut.
Dengan mata mendelong saking kaget dan takjub, Buyung Hok menatap Tan Hong
dengan terkesima. Dia tidak habis mengerti, lawannya yang dia kira mampu dikalahkannya ternyata masih menyimpan kekuatan yang tersembunyi. Diam-diam dirinya sedikit bergidik menyaksikan demonstrasi sentilan jari sakti Tan Hong. Kelihatannya sangat mudah untuk menyentil pedang namun sesungguhnya hanya seorang jago silat yang telah mencapai puncak kesempurnaan saja yang sanggup melakukannya. Dibutuhkan tenaga lweekang
yang sangat kuat, ketepatan dan kecepatan yang tinggi untuk melakukan hal tersebut, terlebih lagi apabila lawannya adalah lawan setimpal. Dalam dunia persilatan saat ini, hanya beberapa jago muda saja yang mampu melawan Buyung Hok, hingga tidak heran, Buyung Hok sangat memandang tinggi kedudukan dirinya.
Begitu berhasil menyentil lepas pedang Buyung Hok, Tan Hong langsung berkelabat
menghilang tanpa menoleh ke arah Buyung Hok. Dia tahu, Buyung Hok pasti akan merasa malu, hingga untuk menjaga muka lawan, Tan Hong segera meninggalkan tempat
tersebut. Dari ke empat perkampungan di atas, perkampungan misterius merupakan perkampungan yang paling menarik perhatian kaum kangouw. Di samping sepak terjangnya yang serba misterius, perkampungan misterius ini tidak segan-segan menyerang perkampungan-perkampungan lain seperti pembasmian perkampungan pedang keluarga Thio dan
penyerangan perkampungan keluarga Tong baru-baru ini.
Tak ada seorang pun yang tahu letak, pemimpin, aliran, anggota-anggota perkampungan misterius. Rahasia perkampungan misterius ini merupakan salah satu dari lima rahasia sungai telaga yang belum terpecahkan sampai saat ini.
Di lembah luas membentang
sesaat setelah terguyur hujan
udara sejuk segar
terasa akhir musim gugur 'kan tiba
senja nanti rembulan menyinari hutan pohon pinus
oh, air kali jernih
gemericik mengalir di antara bebatuan.
Di tengah rumpun bambu, terdengar risik suara
perempuan-perempuan yang pulang
sehabis mencuci pakaian
daun teratai bergoyang
muncul perahu-perahu kecil penangkap ikan
Oh walau musim semi yang merbak
telah berlalu namun pemandangan di gunung
masih juga menambatku untuk tinggal di sini.
Syair buah kalam penyair terkenal Wang Wei di atas sangat cocok menggambarkan
suasana pagi yang cerah dengan sinar matahari lembut menerpa permukaan sungai yang jernih, mengalir deras melintasi lembah menuju ke arah kota Lijiang.
Agak jauh ke dalam, dikelokan sungai yang mengarah ke bagian dalam hutan tampak
seorang gadis muda dengan wajah yang manis sedang mandi membersihkan diri dengan gembira. Bentuk wajahnya yang oval dengan sepasang lesung pipit di kedua pipinya membuat siapa pun yang melihatnya akan terpana dan mengakui kemanisan gadis
tersebut. Gadis ini baru saja tiba di tepi sungai tersebut dan langsung tergoda untuk membersihkan diri begitu melihat kejernihan air sungai tersebut. Di dukung suasana yang sunyi sepi, sesekali terdengar kicauan burung yang saling bersahutan dan udara pagi yang nyaman, membuat si gadis tanpa ragu melepaskan semua pakaian yang dikenakannya
dan segera terjub ke dalam sungai. Airnya dingin dan sangat menyegarkan semangat, sambil bersenandung kecil gadis tersebut mengosok-gosok tubuhnya yang puith mulus.
Saking jernihnya air sungai tersebut, bayangan tubuh bagian atas gadis tersebut terlihat cukup jelas. Sepasang buah dada yang ranum tersembul dengan indahnya, begitu pula punggung si gadis yang mulus, membuat pria mana pun yang melihatnya pasti akan
tertegun kagum.


Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benarkah cinta padaku
Janganlah berdiam kepadaku
Di malam berbulan indah ini
Sedang apakah dirimu"
Suara gadis tersebut sangat merdu tidak terdengar sumbang sedikitpun, berkumandang di sela-sela dedaunan, dibawakan dengan alunan yang sangat merdu membuat suasana
hutan yang sunyi menjadi semarak. Nyanyian cinta tersebut dilantunkannya dengan
semangat seolah-olah dia sangat meresapi setiap baitnya.
Tanpa disadari gadis tersebut, dari balik pepohonan yang rimbun muncul sesosok tubuh seorang pemuda yang muncul karena tertarik mendengar senandung sang gadis. Pemuda tersebut adalah Tan Hong, dia tidak mengira di tengah hutan begini, melihat seorang gadis yang manis sedang mandi di sungai sambil bernyanyi. Dikucak-kucak matanya untuk
menyakinkan apa yang dilihatnya saat ini, sebuah pemandangan yang mengairahkan
tersaji di depan matanya. Wajahnya yang lembut tapi terbayang sedikit kenakalan seorang bocah menyunggingkan senyum iseng, perlahan tapi pasti Tan Hong semakin mendekati tepian sungai. Sambil melompat di atas bebatuan sungai yang besar, dia duduk
mengamati si gadis yang masih bersenandung riang di bawahnya. Letak batu besar
tersebut, agak tinggi di atas permukaan sungai hingga Tan Hong dapat mengamati tanpa di sadari si gadis kecuali mendongakkan kepalanya.
Benarkah cinta padaku
Janganlah berdiam kepadaku
Di malam berbulan indah ini
Sedang apakah dirimu"
Si gadis mengulang nyanyiannya namun tiba-tiba di atas kepalanya terdengar suara seorang pemuda"
Tentu saja aku mencintaimu
Perlukah kubuktikan dengan
Membelah dadaku ini
Oh kasihku"
Sambil menjerit lirih si gadis mendongakkan kepalanya, tampak olehnya seorang pemuda dengan wajah nakal sedang cengar-cengir menatap tubuhnya yang polos. Secara reflek tangannya menutupi buah dadanya yang indah itu dengan mendekam semakin ke dalam
sungai. Dengan wajah dan sinar mata yang marah, gadis tersebut berteriak
"Siapa engkau, sungguh kurang ajar berani-beraninya mengintip orang sedang mandi.
Lekas pergi sebelum ku..kku" si gadis tak dapat menyelesaikan perkataannya saking emosinya.
Masih dengan cengar-cengir, Tan Hong tak beranjak sedikit pun dari tempatnya duduk,
"Lho apa salahku, bukannya tempat ini tempat umum, siapa saja boleh datang ke sini"
katanya sambil mengoda.
"Awas kau, jangan lari" kata si gadis sambil berenang menjauh dan berusaha mengambil tumpukan pakaiannya, tapi segera disadarinya untuk mengambil pakaian tersebut, dirinya harus keluar dari dalam sungai sedangkan keadaannya telanjang bulat.
"Jangan khawatir, aku tidak akan lari, masakan pemandangan yang begini indah harus ditinggalkan" sahut Tan Hong sambil cengengesan.
"Ka..kau.." sahut si gadis sambil mengepalkan tangannya saking gemasnya namun segera disadarinya buah dadanya kembali tak tertutup hingga dengan tersipu-sipu kembali tangannya menutupi di depan dadanya.
Dengan wajah kebingungan gadis tersebut tetap berdiam di dalam sungai dengan semakin mendekamkan tubuhnya ke dalam air. Tak terasa dari balik matanya yang indah, keluar air mata kebingungan. Keadaannya memang serba salah, kalau tetap di dalam sungai akan menjadi bahan permainan pemuda kurang ajar ini tapi kalau keluar mengambil
pakaiannya, tubuhnya yang telanjang akan dilihat seluruhnya oleh pemuda tersebut.
Mulanya Tan Hong memang hendak mengoda gadis tersebut namun ketika dilihatnya si gadis mengeluarkan menangis mengeluarkan air mata, dengan tergopoh-gopoh dia
berkata "Jangan menangis, aku khan sedang bercanda saja, baiklah aku segera pergi"
Dengan cepat Tan Hong menghilang ke dalam hutan. Melihat pemuda tersebut benar-
benar pergi, dengan cepat gadis tersebut keluar dari dalam sungai dan mengenakan pakaiannya dengan tergesa-gesa namun saking terburu-buru, pakaian yang dikenakannya terbalik hingga dia harus melepaskannya lagi.
Akhirnya dengan lega setelah mengenakan baju kembali, gadis tersebut dengan wajah gemas berlari menyusul ke arah di mana Tan Hong tadi menghilang. Dia ingin memberi hajaran yang setimpal buat pemuda kurang ajar tadi, hatinya benar-benar merasa gemas, belum pernah seumur hidupnya merasa dipermalukan sedemikian rupa.
Namun sekian lama berlari mengubek-ubek hutan tersebut, bayangan pemuda kurang ajar tadi tak kelihatan sama sekali hingga akhirnya sambil membanting kaki kirinya, gadis tersebut berlalu dari hutan tersebut.
--- 000 --- Tan Hong memasuki kota Lijiang dengan santai, langkah kakinya perlahan dan tidak terburu-buru. Dia menikmati suasana kota yang sarat lalu lalang orang yang mulai sibuk dengan kegiatan-kegiatan hari itu.
Di sebuah warung makan yang menguarkan aroma masakan yang harum, Tan Hong
berhenti sejenak menghirup bau wangi masakan cap-cay, membuat perutnya yang
keroncongan berbunyi keras memprotes untuk diisi. Dimasukinya warung makanan
tersebut disambut pelayan yang ada, suasana warung makan tersebut masih lenggang, memang belum waktunya makan siang. Dia lalu memesan beberapa macam sayur dan
sepoci arak buatan kota Siangyang yang terkenal akan keharumannya.
Selagi menikmati masakan yang mengepul panas dengan mulut sesekali mengecap-
ngecap memuji kelezatan masakan tersebut, dari luar warung masuk seorang pemuda
berusia sekitar dua puluh limaa puluh tahunan dengan sorot mata yang setajam sembilu, kening yang menonjol dan sikap tubuh yang waspada. Seraut wajah yang agak keras dan bentuk tubuh yang kekar, menandakan pemiliknya memiliki tingkat kebugaran yang tinggi.
Pemuda tersebut melirik sekejap ke arah Tan Hong sebelum mengambil tempat duduk di pojok ruangan hingga leluasa mengamati seluruh ruangan warung makan tersebut.
Kedatangan pemuda tersebut telah menarik perhatian Tan Hong, entah apa yang
membuat Tan Hong tertarik, mungkin gerak-geriknya yang lincah atau pembawaannya
yang tenang, mungkin juga perbawa yang tak kasat mata dari pemuda tersebut. Dari dalam tubuh pemuda tersebut seolah-olah keluar hawa yang membuat siapa pun yang
berdekatan dengannya akan merasakan sesuatu yang menimbulkan rasa segan.
Tak berapa lama kemudian, warung makan tersebut kembali kedatangan tamu yaitu
seseorang yang mengenakan pakaian petugas kerajaan, berusia sekitar tiga puluh
tahunan dengan kumis tipis di wajahnya. Pria tersebut langsung menghampiri pemuda yang duduk di pojokan ruangan.
"Selamat bertemu kembali Bok-heng, bagaimana kabarmu" kata si pria yang datang
terakhir sambil menjurakan badan memberi salam.
"Wah, rupanya Sie-heng, selamat..selamat bertemu kembali, beberapa tahun ini rupanya karir Sie-heng semakin menanjak, terakhir kali aku dengar engkau sudah menjabat
sebagai kepala penyelidikan di kota raja" kata pria yang duduk di pojokan tersebut.
"Ah..Bok-heng bisa saja, kalau dulu aku tidak dibantu olehmu dalam peristiwa
pembunuhan di kota Peking, entah bagaimana memecahkan kasus tersebut"
Rupanya kedua pria tersebut kenalan lama. Pria yang pertama datang adalah Bok-Lam dari perkampungan Kim-khe-san-ceng yang sedang berusaha menyelidiki markas
perkampungan misterius. Sedangkan pria ke dua bernama Sie Ban Tiong, seorang
petugas penyelidik dengan pangkat kepala penyelidikan di kota Peking. Tugasnya adalah memecahkan kasus-kasus kejahatan mulai dari pencurian, perampokan, perkosaan dan pembunuhan. Beberapa tahun yang lalu dalam penyelidikan perkara pembunuhan Wan-wangwe (hartawan Wan) yang cukup pelik, dia di bantu Bok-Lam hingga akirnya perkara tersebut dapat dipecahkannya. Sejak itu karirnya sebagai petugas penyelidik kerajaan semakin maju hingga akhirnya dipercaya sebagai kepala penyelidikan di kota Peking.
Prestasinya tersebut sangat mengagumkan karena dalam usia semuda ini telah berhasil menjabat sebagai kepala penyelidikan kerajaan, lebih-lebih di kota raja yang merupakan pusat kerajaan. Kekuasaannya dalam melakukan penyelidikan sangat besar bahkan
anggota keluarga kerajaan pun harus dapat dimintai keterangan dalam pemecahan kasus tanpa perlu ijin dari kaisar.
"Bagaimana kota Peking sekarang, tentu semakin aman berkat adanya Sie-heng" kata Bok-Lam.
"Ya, cukup aman, akhir-akhir ini tidak banyak kasus-kasus pelik, hanya masalah pencurian dan perampokan kecil-kecilan saja" jawab Sie Ban Tiong.
"Terakhir kudengar, Sie-heng berhasil memecahkan kasus pencurian di istana. Kalau boleh aku ingin sekali mendengar bagaimana Sie-heng menangkap pencurinya?"
"Sebenarnya hanya sebuah perkara pencurian biasa dengan akhir yang tragis. Awalnya congkoan istana datang ke kantor penyelidikan untuk memberikan informasi terjadinya beberapa kali pencurian di dalam salah satu istana putri kerajaan. Perhiasan-perhiasan putri istana raib entah kemana dan telah terjadi beberapa kali hingga membuat sang putri sangat marah. Para dayang yang melayani putri jadinya saling mencurigai dan keadaan menjadi tidak nyaman. Kasus ini diserahkan padaku untuk diselesaikan dan aku pergi ke istana."
"Setelah mendengarkan keterangan masing-masing dayang, aku minta diantarkan ke
kamar sang putri dimana perhiasan-perhiasan tersebut hilang. Ruangan putri raja sangat besar dan mewah, perhiasan-perhisan mahal disimpan dalam kotak perhiasan yang tidak di kunci sehingga siapa pun dapat mengambilnya dengan leluasa. Aku lalu menanyakan para dayang, apakah mereka mencurigai seseorang. Menurut para dayang, mereka
memang mencurigai seseorang yaitu kasim yang biasa mengurut putri raja. Jadi
berdasarkan informasi tersebut, aku lalu menyelidiki si kasim dan hasilnya berdasarkan analisaku, kasim tersebut tidak bersalah. Kecurigaanku mengarah pada para dayang, satu diantara mereka pastilah pencurinya. Jadi aku meminta ijin sang putri untuk bersembunyi di dalam kamar tidurnya pagi-pagi sekali sebelum para dayang datang membersihkan ruangan.
"Demikianlah singkat cerita aku bersembunyi di bawah tempat tidur sang putri yang cukup luas, ditutupi kelambu sampai ke lantai hingga tempat persembuyianku tidak terlihat dari luar."
"Setelah beberapa saat, dua tiga orang dayang berdatangan membersihkan kamar tidur tersebut sambil berbicara tentang segala hal tanpa menyadari ada seseorang bersembunyi di bawah pembaringan. Aku mengamati ke tiga dayang tersebut dengan seksama dari
salah celah di bawah pembaringan. Mereka bekerja dengan rajin tapi salah satu dayang mempunyai gerak-gerik yang sedikit mencurigakan, matanya yang lentik sering berputar-putar ke arah kotak perhiasan yang terletak di atas meja hias sang putri. Seorang dayang yang manis dengan tubuh yang ramping dan mungil. Naluriku mengatakan dayang inilah pencurinya dan akan datang kembali sewaktu-waktu."
"Jadi aku tetap bersembunyi di bawah pembaringan. Setelah beberapa jam berlalu
akhirnya si dayang tadi kembali muncul memasuki kamar sang putri dengan mengendap-endap dan dengan cepat membuka kotak perhiasan dan mengambil seuntai kalung
permata. Selagi si dayang hendak memasukkan kalung tersebut ke saku bajunya, aku merangkak keluar dari bawah pembaringan dan matanya bertatapan dengan mataku.
"Lalu, bagaimana nasib si dayang selanjutnya" tanya Bok-Lam tertarik.
"Sayang sekali, selama menunggu persidangan, si dayang meracuni dirinya sendiri hingga mati. Aku dengar si dayang terpaksa melakukan pencurian tersebut karena keluarganya butuh uang."
"Memang kisah pencurian dengan akhir yang tragis" celetuk Tan Hong tanpa sadar.
Rupanya sejak tadi dia ikut mendengar penuturan Sie Ban Tiong.
Bok-Lam dan Sie Ban Tiong menoleh ke arah Tan Hong, mereka melihat seorang pemuda yang tampan dengan potongan seperti seorang siucai berjalan mendekat.
"Maafkan siauwte telah ikut lancang mendengarkan cerita looheng, nama siauwte Tan Hong."
"Oh..rupanya jago muda yang terkenal dengan julukan Pendekar Romantis" kata Bok-Lam sambil membalas salam Tan Hong.
"Ah..tidak berani, nama poyokan tersebut pemberian kawan-kawan kangouw saja"
"Mari silahkan duduk Tan-heng, cayhe senang berkenalan jago muda seperti Tan-heng"
kata Sie Ban Tiong.
Mereka bertiga akhirnya saling berkenalan dan mengobrol ke sana kemari dengan akrab.
Ternyata mereka bertiga sangat cocok hingga tidak heran dengan cepat akrab satu sama lain. Dalam kesempatan tersebut Bok-Lam menceritakan misinya mencari perkampungan misterius dan meminta bantuan sahabat-sahabatnya ini apabila mendapat kabar.
"Kebetulan aku sedang luntang-lantung, bagaimana kalau siauwte ikut membantumu Bok-heng?" tanya Tan Hong.
"Wah.. dengan senang hati Tan-heng, biar bagaimanapun dua kepala lebih baik dari satu kepala, bukan?" jawab Bok-Lam tersenyum gembira.
Seorang kakek berambut putih yang memakai baju biru tua nampak seorang diri memasuki warung makan, wajahnya yang agung membawa perbawa yang misterius. Kedatangan
kakek tersebut merubah suasana yang santai menjadi sunyi senyap, entah siapa duluan, percakapan otomatis berhenti dan ketiganya menatap ke arah kakek tersebut. Sebenarnya wajah kakek tersebut biasa saja, tidak ada yang istimewa, hanya saja dari balik tubuh yang tua tersebut seolah-olah keluar hawa tak berwujud yang mempengaruhi sekelilingnya.
Perawakan tubuh si kakek masih tegak dan bugar, sinar matanya bening bagaikan
permukaan sungai yang jernih.
Tiba-tiba tubuh Bok-Lam tergetar hingga menggagetkan kedua sahabatnya, gelagatnya Bok-Lam telah mengenali siapa adanya kakek tersebut.
"Bok-heng, apa engkau tahu siapa gerangan kakek tersebut" tanya Sie Ban Tiong lirih.
Bok-Lam sedikit menganggukkan kepalanya dan memberi isyarat dengan matannya,
seolah hendak menyuruh ke dua kawan barunya tersebut untuk tidak menyinggung kakek itu lagi.
Perlahan Bok-Lam mengapai ke arah pelayan dan memberikan sepotong tael perak untuk membayar pesan mereka, lalu memberi isyarat kepada kedua sahabatnya untuk lekas
berlalu dari warung makan tersebut.
Dengan penuh keheranan, Tan-Hong dan Sie Ban Tiong mengikuti Bok-Lam keluar
warung dan berjalan cepat ke arah luar kota.
"Wuih"syukur kita tidak bentrok dengan kakek tadi" kata Bok-Lam sekeluarnya mereka dari pintu gerbang kota.
"Bok-heng, aku sungguh tidak mengerti mengapa engkau kelihatannya begitu jeri dengan kakek tadi" tanya Tan-Hong sambil mengernyitkan keningnya.
"Ya Bok-heng, sejak aku berkenalan denganmu, belum pernah aku melihat mimik mukamu seperti tadi, seolah melihat hantu di siang hari bolong" sahut Sie Ban Tiong.
"Kalian tidak tahu siapa kakek tersebut, kalau kalian sudah mengenalnya, sikap kalian pun akan sama sepertiku tadi" jawab Bok-Lam misterius.
"Memangnya kakek tersebut memiliki latar belakang yang hebat?" tanya Tan-Hong.
"Menurutmu penglihatanmu, bagaimana kakek tadi?" tanya Bok-Lam
"Seorang kakek yang memiliki ilmu silat yang susah diukur, memiliki perbawa yang misterius"
"Tepat sekali, kalau dugaanku tidak salah, kakek tersebut adalah jago tua yang telah menghilang selama dua puluh tahun belakangan ini"
"Siapa kakek itu, jangan berputar-putar Bok-heng" desak Sie Ban Tiong tidak sabar.
"Kakek itu bernama Thio Kin Liong, kepala keluarga perkampungan pedang Thio yang musnah dibasmi oleh perkampungan misterius dua puluh tahun yang lalu."
"Bagaimana mungkin!, bukannya cianpwe tersebut binasa di tangan ketua perkampungan misterius" seru Sie Ban Tiong kaget.
"Itulah, cayhe juga heran kok setelah sekian lama Thio Kin Liong bisa muncul kembali atau jangan-jangan aku salah lihat orang" jawab Bok-Lam sedikit ragu.
"Bukankah Bok-heng sedang mencari letak perkampungan misterius, mengapa kita tidak menanyakannya kepada cianpwe tersebut, siapa tahu dia tahu" kata Tan-Hong
"Benar juga tapi apakah dia tahu letak perkampungan misterius?" kata Bok-Lam ragu-ragu.
"Tidak ada salahnya untuk di coba daripada meraba dalam kegelapan" sahut Sie Ban Tiong.
"Nanti dulu, tadi Bok-heng bersyukur kita tidak bentrok dan kelihatan begitu jeri dengan kakek tersebut, bisa dijelaskan dulu sikap Bok-heng barusan?" tanya Tan-Hong
"Thio Kin Liong selain terkenal memiliki ilmu pedang yang sangat lihai, sejajar dengan para ketua partai utama seperti Bu-Tong-Pai, Hoa-San-Pai, dan lainnya, dia juga memiliki tabiat yang aneh bahkan boleh di bilang eksentrik, siapa pun yang tidak disukainya atau sedikit menyinggung dirinya, pasti akan mengalami kesukaran yang tidak kecil. Dengan tabiatnya yang aneh tersebut, tentu saja sahabatnya tidak banyak bahkan memiliki musuh-musuh yang cukup banyak baik di kalangan bu-lim mau pun liok-lim namun lawan-lawannya
umumnya sedikit mengalah karena kelihaian ilmu pedang Thio Kin Liong yang tidak dapat di anggap enteng."
"Sekarang kita hendak menemuinya, anggap saja terjadi hal terburuk, cianpwe tersebut tidak senang terhadap kita, adakah kita bertiga sanggup menghadapinya?" tanya Bok-Lam serius.
"Untuk mendapatkan hasil, kita harus menanggung segala resiko, lagipula cayhe rasa tokoh setingkat Thio Kin Liong tidak akan menyusahkan kaum muda seperti kita ini" jawab Tan Hong.
"Baiklah, kalau begitu, mari kita kembali ke warung makan" ajak Sie Ban Tiong.
Begitu tiba kembali di depan warung makan tersebut, mereka melihat si kakek tua tadi sedang bertempur melawan seseorang. Lawannya adalah seorang pria berusia sekitar lima puluh tahunan dengan gerakan pedang yang berkelabatan laksana naga mengamuk melingkupi seluruh tubuh Thio Kin Liong. Dengan gerakan lugas dan cepat, Thio Kin Liong melayani semua serangan mati-matian tersebut, jelas kelihatan walaupun di serang sedemikian rupa, tingkatan ilmu pedang Thio Kin Liong melampaui lawannya tersebut.
Dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, pedangnya menangkis dan membalas dengan tidak kalah ganasnya. Pedangnya menyambar-nyambar dengan ujung pedang yang
berubah banyak sekali, mengincar titik-titik tubuh yang mematikan.
Breett..ujung pedang Thio Kin Liong berhasil menyontek pundak kanan lawannya, segera nampak darah deras mengucur dari pundak tersebut. Posisi pria tersebut semakin
terdesak namun sebisa mungkin dia bertahan sekuatnya namun ujung pedang Thio Kin Liong terus menyerangnya bertubi-tubi hingga membuatnya terpaksa mundur menjauhi lawan.
"Hmm..karena lohu baru muncul kembali, kali ini lohu ampuni dirimu tapi tidak untuk lain kali" kata Thio Kin Liong sambil menarik pedangnya ke samping tubuhnya.
"Heh-heh-heh..engkau makin hebat..! baiklah aku mengaku kalah tapi jangan senang dahulu, tunggu saja pembalasan Tiang-pek-sam-kiam-hiap (tiga jago pedang dari gunung Tiang-Pek)" kata pria tersebut sambil melotot meninggalkan tempat tersebut.
"Jangan khawatir, cuma Tiang-pek-sam-kiam-hiap tidak masuk dalam hitunganku, setiap waktu kunanti kau dan konco-koncomu itu" sahut Thio Kin Liong tawar.
Dengan muka guram, Thio Kin Liong berjalan kembali ke warung makan di kuti Tan-Hong bertiga.
"Mau apa kalian bertiga kembali ke sini?" tegur Thio Kin Liong sambil membalikkan badan menghadapi ke arah mereka bertiga.
"Maafkan kami cianpwe, bukankah cianpwe ini adalah kepala perkampungan pedang
Thio?" tanya Bok-Lam sambil menjura ke arah Thio Kin Liong.
"Hmm..matamu cukup tajam, benar lohu ini Thio Kin Liong adanya. Ada urusan apa kalian mencariku?"
"Kabar di sugai telaga yang kami dengar, dua puluh tahun yang lalu, Thio-cianpwe binasa di tangan ketua perkampungan misterius, tak nyana kabar tersebut bohong belaka" kata Tan-Hong cepat.
Dengan mata berkilat, Thio Kin Liong menjawab "Lohu tidak ingin mendengar kata
perkampungan misterius di depanku lagi, mengerti!.
"Kami mengerti, cianpwe" sahut Sie Ban Tiong cepat-cepat melihat gelagatnya Tan-Hong masih hendak mengajukan pertanyaan kepada Thio Kin Liong. Dia takut Thio Kin Liong akan tersinggung dan membuat persoalan semakin runyam.
"Kabar di sungai telaga banyak yang tidak benar, kalian yang baru terjun sebaiknya tidak terlalu mempercayai segala omong kosoang tersebut. Walaupun perkampunganku
musnah tapi perkampungan misterius juga tidak sedikit yang menjadi korban bahkan ketuanya pun terluka parah di tanganku, bukan tidak mungkin dia sudah binasa dua puluh tahun yang lalu akibat luka-lukannya" kata Thio Kin Liong sambil mendengus.
"Kalau boleh tanya, apakah Thio-cianpwe tahu letak perkampungan misterius tersebut?"
tanya Tan-Hong.
Tiba-tiba serangkum sinar putih dengan kecepatan kilat menyambar ke arah Tan-Hong, suaranya mendesing ke segala penjuru.
"Ayaa"!" dengan gerakan aneh Tan-Hong berhasil menghindari serangan tersebut,
sekonyong-konyong matanya mengeluarkan sinar mencorong bagaikan mata seekor naga sakti namun dalam sekejap menghilang kembali.
Melihat gerakan menghindar Tan-Hong yang aneh tersebut, sorot mata Thio Kin Liong berubah menjadi sinar kekagetan, seolah dia mengenali gerakan tersebut.
"Apa hubunganmu dengan"." Kalimat yang dilontarkan Thio Kin Liong terhenti di tengah jalan begitu melihat sorot mata Tan-Hong, paras wajahnya berubah menjadi sedikit kepucatan.
Tanpa sepatah kata pun, Thio Kin Liong berlalu meninggalkan warung makan tersebut.
Sambil termangu keheranan, baik Bok-Lam maupun Sie Ban Tiong menatap kepergian
Thio Kin Liong, lalu secara bersamaan menoleh ke arah Tan-Hong dengan sorot mata yang mengandung seribu satu pertanyaan.
Dengan wajah tenang, Tan hong berkata "Syukur Thio cianpwe tidak ingin menyusahkan kaum muda seperti kita ini, hanya sayang dia tidak sempat memberitahu keberadaan perkampungan msterius tersebut, padahal aku yakin sekali, dia mengetahuinya."
Melihat Tan-Hong bersikap biasa seolah-olah kepergian Thio Kin Liong tersebut murni atas kehendaknya sendiri, Sie Ban Tiong dan Bok-Lam saling bertatapan, seolah sepakat untuk tidak mengemukakan keheranan mereka tadi. Mereka berdua tahu, Tan Hong tidak ingin membahas hal tersebut dan mereka tentu saja tidak enak hati untuk mendesak, terlebih mereka baru saja saling mengenal satu sama lain.
"Maafkan cayhe Bok-heng, rasanya aku tidak dapat menemanimu melacak perkampungan misterius, tiba-tiba teringat masih ada urusan yang harus keselesiakan" kata Tan Hong
"Tidak apa-apa Tan-heng, paling tidak sekarang aku sudah menemukan sedikit titik terang mengenai perkampungan misterius tersebut, mungkin bos-ku dapat membujuk Thio-cianpwe untuk memberitahu letak perkampungan tersebut."
"Baiklah kalau begitu, cayhe harus segera pergi. Senang berkenalan dengan kalian, Bok-heng , Sie-heng" kata Tan Hong cepat dan berlalu meninggalkan tempat tersebut menuju ke arah yang sama dengan kepergian Thio Kin Liong.
"Cayhe lihat Tan-heng seolah menyembunyikan sesuatu dengan latar belakanganya dan sepertinya Thio cianpwe mengetahui siapa gurunya Tan-heng" kata Sie Ban Tiong
menduga-duga. "Ya, cayhe juga punya dugaan demikian. Mungkin Tan-heng memiliki kesulitan-kesulitan tersendiri" jawab Bok-Lam memaklumi.
"Menurut Bok-heng, bagaimana ilmu silat Tan-heng ?"
"Susah di tebak, tapi yang pasti gerakan menghindari seranagan Thio-cianpwe tadi benar-benar menakjubkan dan aneh, belum pernah aku melihat gerakan sedemikian aneh dan cepat, bahkan sejujurnya aku sendiri ragu dapat mengelak dari serangan Thio cianpwe tadi."
"Cayhe juga sama dengan Bok-heng, dunia persilatan akan gempar dengan kemunculan kembali kepala perkampungan pedang keluarga Thio, Thio Kin Liong"
"Firasatku mengatakan tidak lama lagi, sungai telaga akan kembali bergolak dengan kemunculan Thio cianpwe, dia pasti tidak akan melupakan dendam berdarahnya"
Setelah naik takhta, Kaisar Shi-Huang-Ti ingin sekali untuk panjang usia. Dia diberitahukan bahwa di tengah Laut Pohai terdapat sebuah gunung mukjizat dan obat abadi. Namun, menurut Dewa Besar yang menetap di gunung mukjizat tersebut, untuk mendapatkan obat abadi diperlukan muda-mudi dan tukang seleksi ke gunung itu.
Untuk itu, Kaisar Shi-Huang-Ti dengan selekasnya memerintah Xu Fu dengan memimpin tiga ribu anak laki-laki dan perempuan serta sejumlah tukang trampil pilihan untuk meminta obat abadi. Setelah berlayar beberapa waktu di laut, Xu Fu kembali melaporkan kepada Kaisar Shi-Huang-Ti, bahwa dia belum mendapatkan obat abadi karena gangguan naga laut dan ikan besar.Kaisar Shi-Huang-Ti percaya apa yang disebut Xu Fu dan
memerintahkannya untuk membunuh naga laut dan ikan besar demi membuka jalur ke
gunung mukjizat. Siapa tahu, walau berdaya upaya, gunung mukjizat dan obat abadi belum juga ditemukan, jadi Xu Fu tidak berani lagi menemui Kaisar Shi-Huang-Ti dan membawa tiga ribu anak laki-laki dan perempuan serta tukang trampil berlayar ke Jepang dan hidup turun temurun di Jepang. Pada akhirnya, Xu Fu meninggal dunia di kaki Gunung Fujiyama Jepang.
Keinginan manusia berusia panjang, hidup abadi hampir di setiap jaman selalu di dam-idamkan manusia namun sayangnya ada beberapa gelintir yang menempuh segala cara
untuk mememnuhi ambisi tersebut. Tidak jarang logika mereka tertutup oleh keinginan tersebut, demkian juga dengan kaisar Shi-Huang-Ti di atas. Tapi manusia semacam kaisar Shi-Huang-Ti tersebut selalu ada di setiap jaman seolah-olah tidak belajar dari
pendahulunya. Demikian juga dengan berita yang beredar di dunia persilatan baru-baru ini. Diperoleh kabar di atas salah puncak pegunungan Kun-Lun-San yang membentang luas, tumbuh
sejenis pohon yang berbuah hanya sekali dalam 50 tahun, dinamakan buah dewa yang mampu meningkatkan tenaga lweekang seseorang dua kali lipat dari sebelumnya.
Kabarnya 50 tahun yang lalu, buah tersebut berhasil didapatkan oleh ketua Kun-Lun-Pai saat ini, See-Yan-cinjin yang pada waktu itu baru berusia dua puluh tahunanan. Berkat memakan buah dewa tersebut, Li Bun Hok, nama See-Yan-cinjin di waktu muda, menjagoi kaum muda persilatan saat itu.
Sekarang tepat lima puluh tahun berselang, buah dewa akan kembali berbuah hingga tidak heran sejak jauh-jauh hari kaum kangouw berbondong-bondong mendatangi pegunungan Kun-Lun-San untuk memperebutkan buah dewa tersebut. Kaum kangouw yang
berdatangan ke puncak di mana pohon buah dewa tersebut tumbuh meliputi segala
kalangan baik kalangan bu-lim maupun liok-lim, mulai dari murid-murid partai terkenal, pengemis, siucai, dan lainnya.
Pegunungan Kun-lun-san merupakan salah satu lima gunung terbesar di Tiong-Goan
selain Bu-tong-san, Thai-san-pai, dan lainnya. Sebagian besar puncak-puncak yang berada dalam lingkup pegunungan Kun-Lun ini diselimuti salju abadi sepanjang tahun dan sangat jarang dikunjungi manusia, selain jalanan yang sangat sukar didaki dan jurang-jurang yang curam, letaknya yang jauh dari perbatasan membuat sebagian besar puncak di pegunungan Kun-Lun jarang di jamah manusia.
Di salah satu puncak tertinggi pegunungan Kun-Lun berdiri markas besar Kun-Lun-Pai, salah satu partai utama dunia persilatan, dengan ciangbujin saat ini di pegang oleh See-Yan-Cinjin yang sudah berusia tujuh puluh tahunan, salah satu tokoh terbesar sungai telaga jaman ini. Kelihaian ilmu silatnya tidak dapat di ukur dan di bawah
kepemimpinannya, Kun-Lun-Pai mencapai puncak kejayaannya serta diakui seluruh insan persilatan. Walaupun sangat jarang berkecimpung di sungai, murid-murid partai Kun-LunPai sangat diperhitungkan kelihaiannya. Di antara mereka, yang paling di kenal kaum kangouw adalah murid pertama See-Yan-Cinjin, Tiong-Khi-Cinjin yang berusia hampir lima puluh tahunan. Kabarnya Tiong-Khi-Cinjin ini merupakan calon pengganti See-Yan-Cinjin, semua urusan partai selama belasan tahun belakangan ini lebih banyak ditangani Tiong-Khi-Cinjin hingga secara de facto, Tiong-Khi-Cinjin sudah siap menggantikan gurunya sebgai ketua Kun-Lun-Pai. Begitu pula dengan ilmu silatnya, Tiong-Khi-Cinjin merupakan orang kedua terlihai setelah See-Yan-Cinjin.
Jauh-jauh hari, partai Kun-Lun-Pai telah mempersiapkan diri untuk mendapatkan buah dewa. Sejak See-Yan-Cinjin berhasil mendapatkan buah dewa lima puluh tahun yang lalu, murid-murid Kun-Lun-Pai menganggap buah dewa sebagai hak partai Kun-Lun-Pai,
terlebih pohon buah dewa tersebut terletak dalam lingkup pegunungan Kun-Lun. Selama puluhan tahun ini, puncak "Buah Dewa" telah beberapa belas kali dikunjungi murid-muird Kun-Lun-Pai yang mengawasi pertumbuhan buah dewa tersebut hingga tidak heran, seluk-beluk puncak "Buah Dewa" sangat dikenal murid-murid Kun-Lun-Pai dan ini menambah keyakinan murid-murid Kun-Lun-Pai dalam memperebutkan buah dewa tersebut.
Letak puncak "Buah Dewa" dari markas partai Kun-Lun-Pai sebenarnya cukup jauh,
dibutuhkan dua hari untuk mencapai puncak "Buah Dewa" tersebut. Tidak sembarang
orang dapat mencapai puncak ini, selain hawa udara yang membekukan, jalanannya
sangat curam dan dipenuhi jurang-jurang yang sangat dalam, mengangga menanti siapa pun yag tidak berhati-hati. Hanya mereka yang memiliki lweekang dan ilmu meringankan tubuh kelas satu saja yang mampu mencapai puncak ini. Begitu berhasil mencapai puncak
"Buah Dewa" yang diselimuti kabut yang sangat tebal, kaum kangouw harus sangat
berhati-hati karena jarak pandang yang sangat pendek. Salah melangkah, niscaya jurang yang dalam sudah menanti.
Pohon buah dewa itu sendiri tumbuh di salah satu dinding jurang terdalam, kira-kira puluhan kaki dari pinggir jurang. Mereka yang hendak mengambil buah tersebut harus menuruni dinding jurang yang sangat licin dan terjal, yang bisa dilakukan dengan dua cara.
Cara yang pertama adalah dengan menggunakan tali yang bisa terbuat dari akar-akar pohon, sedangkan cara yang kedua tidak sembarang orang dapat melakukannya, hanya mereka yang sudah menguasai ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di tembok) yang sempurna dapat menuruni jurang tersebut.
Untuk dapat memetik buah dewa harus dilakukan pada saat yang tepat, dalam arti buah dewa tersebut harus dipetik ketika buah dewa tersebut sudah matang dan siap dipetik.
Apabila buah dewa tersebut dipetik dalam keadaan belum masak benar, khasiatnya akan sangat jauh berkurang.
Selama beberapa hari ini, puncak "Buah Dewa" telah didatangi beberapa orang kaum kangouw. Sebenarnya kaum kangouw yang berdatangan ke pegunungan Kun-Lun ini
jumlahnya ratusan orang, namun yang berhasil mencapai puncak buah dewa hanya
beberapa belas orang saja sedangkan yang lainnya kalau tidak jatuh ke jurang, tidak tahan dingin, kebanyakan langsung mengundurkan diri begitu melihat sulitnya medan.
Pagi itu suasana puncak buah dewa tenang dan syahdu dengan kabut pekat menghalangi pandangan. Nampak bayangan beberapa jago persilatan di sekitar puncak terutama di dekat jurang di mana pohon buah dewa tumbuh. Suasana yang sunyi membuat keadaan
menjadi semakin mencekam, di permukaan suasana sangat tenang namun dibaliknya
sangat terasa hawa pembunuhan meliputi puncak buah dewa. Para jago silat yang hadir sebagian besar masih berdiam diri menunggu perkembangan selanjutnya.
Tiba-tiba kesunyian pagi itu dipecahkan dengan kedatangan seorang kakek tua
berpakaian hitam dengan rambut yang telah putih semua. Di samping kakek tua tersebut, berdiri seorang pemuda berwajah cukup tampan dengan sinar mata yang tajam
mencorong dingin dan mengidikkan hati. Wajahnya yang halus dengan senyuman dingin membuat siapapun yang melihatnya pertama kali akan merasa tidak nyaman, seolah-olah sorot mata tersebut menelisik jauh ke dalam.
Begitu tiba, keduanya langsung menuju jurang di mana pohon buah dewa berada. Si
pemuda langsung menuruni jurang yang terjal tersebut, gerakannya sangat cepat dan lincah tanda ilmu meringankan tubuhnya sangat sempurna. Sambil mengembangkan ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di tembok), si pemuda merayap dengan hati-hati
sekali di diniding jurang yang licin. Dalam sekejab mata bayangan tubuh pemuda tersebut semakin kabur dan mengecil. Si kakek tua berjaga-jaga di pinggir jurang. Sikap tubuh si kakek yang tenang membuat para jago silat yang menyembunyikan diri di sekitar jurang tersebut tidak berani bertindak sembarangan. Dari tubuh kakek tersebut seolah-olah teruar aura pembunuhan yang sangat kuat meliputi sekelilingnya. Belum nampak tanda-tanda gerakan dari jago-jago silat yang bersembunyi, hampir semuanya mempunyai pikiran yang sama membiarkan si pemuda menempuh bahaya mengambil buah dewa lalu
merampasnya dari tangan si pemuda. Suasana di sekitar puncak buah dewa semakin
lama semakin menegangkan, pertempuran yang seru akan segera berkecamuk.
Seperminuman teh kemudian dari balik kabut putih yang pekat, bayangan si pemuda
kembali nampak, semakin lama semakin membesar, hanya saja belum terlihat jelas
apakah dia berhasil memetik buah dewa tersebut atau tidak.
Sekonyong-konyong berkelabat beberapa bayangan tubuh di pinggir jurang tersebut, dipapaki segera oleh si kakek tua yang khawatir beberpa bayangan tersebut bertindak merugikan pihaknya.
"Ha..ha..ha..apa kabar Ban-Li-Tok-Heng (si kelana tunggal berlaksa li), sudah puluhan tahun mengasingkan diri ternyata tanpa terduga-duga muncul di sini untuk memperebutkan buah dewa" tegur seorang pria tua berusia sekitar lima puluh tahunan, berpakaian seperti seorang tosu. Dibelakangnya nampak beberapa orang murid-murid Kun-Lun-Pai dengan sikap waspada, bersiap sedia terhadap segala sesuatu yang akan terjadi.
"Hmm..lohu kira siapa yang berani mati menghalangi urusanku, tak nyana murid
kesayangan See-Yan-Cinjin adanya. Mengapa gurumu tidak datang, lohu ingin sekali membalas kebaikannya dua puluh tahun yang lalu berikut dengan bunganya" sahut si kakek tua sambil tersenyum dingin.
"Suhu sedang tarekat dan sudah jarang sekali mencampuri urusan kangouw, segala
urusan baik urusan partai maupun urusan masa lalu suhu, dapat dilimpahkan kepadaku sebagai muridnya" jawab Tiong-Khi-Cinjin ramah.
"Selamat..rupanya engkau sudah menguasai semua ilmu Kun-Lun-Pai hingga berani
sesumbar demikian" sindir si kakek tua dengan sinar mata memandang remeh Tiong-Khi-Cinjin. Walaupun diluaran si kakek tua seolah memandang enteng Tiong-Khi-Cinjin namun sebenarnya dia sekali-kali tidak berani rendah Tong-Khi-Cinjin. Nama besar Tiong-Khi-Cinjin cukup diketahuinya, terlebih dia sendiri pernah kecundang di tangan See-Yan-Cinjin, dua puluh tahun yang lalu, disaksikan Tiong-Khi-Cinjin yang baru berusia sekitar tiga puluh tahunan waktu itu.
Kakek tua berjuluk Ban-Li-Tok-Heng (si kelana tunggal berlaksa li) ini sebenarnya adalah seorang jago tua yang sangat terkenal namanya dua puluh tahun berselang. Kelihaian ilmu silatnya diakui dunia persilatan saat itu sebagai salah satu tokoh yang sangat disegani selain para ketua partai utama dan ke empat pemimpin perkampungan berpengaruh di sungai telaga. Tindak tanduknya susah di tebak, selain suka menyendiri, jarang sekali ia menampakkan diri. Pernah seorang diri dia mendatangi markas perguruan Bu-Kek-Bun dan mengalahkan ketuanya saat itu, Master Li Yong Bung, yang sangat terkenal dengan ilmu Hok-Liong-Sin-Ciang (Tangan sakti penakluk naga) yang diakui umat persilatan sebagai salah satu ilmu pukulan terlihai. Kabar terakhir darinya adalah pertempurannya dengan ketua Kun-Lun-Pai, See-Yan-Cinjin, dengan hasil See-Yan-Cinjin berhasil
mengalahkannya. Sejak itu Ban-Li-Tok-Heng menghilang dari dunia persilatan dan baru muncul kembali sekarang, dua puluh tahun kemudian.
Tiong-Khi-Cinjin sendiri juga tidak berani bertindak sembarangan. Dalam pertempuran dua puluh tahun yang lalu, dirinya hadir di samping gurunya, dan menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kehebatan Ban-Li-Tok-Heng dalam menghadapi serangan-serangan
ilmu silat Kun-LunPai. Walaupun akhirnya gurunya menang sejurus tapi dia tahu
kemenangan yang diraih gurunya itu tidaklah mudah.
Selagi kedua belah pihak terlibat pembicaraan, puncak buah dewa sudah dipenuhi belasan orang kaum kangouw yang mulai menampakkan diri untuk memperebutkan buah dewa.
Diantara mereka nampak murid-murid partai utama seperti Bu-Tong-Pai, Hoa-San-Pai, Thai-San-Pai, perkumpulan Kay-Pang dan lainnya.
Perhatian mereka semua tertuju pada si pemuda yang sebentar lagi tiba di atas
permukaan jurang. Nampak wajah kebingungan di muka si pemuda tersebut, tidak
kelihatan buah dewa di tangannya. Begitu keluar dari jurang tersebut, si pemuda langsung menghampiri Ban-Li-Tok-Heng.
"Anak Cong, bagaimana" tanya Ban-Li-Tok-Heng dengan tergesa-gesa, hatinya ikut
berdebar-debar melihat gelagat si pemuda, terlebih ia tidak melihat buah dewa di tangan cucunya tersebut.
"Kakek, sungguh celaka tiga belas, ketika aku hampir sampai di pohon dewa itu, hidungku sudah mencium bau harum semerbak dari buah dewa. Yakin kali ini buah dewa akan
berhasil kurebut, aku dengan cepat sampai di dekat pohon depan tapi ketika tanganku hampir menyentuh buah dewa tersebut, sekonyong-konyong seekor monyet berbulu hitam terlebih dahulu menyambar buah tersebut dan menghilang dengan lincah di balik kabut, entah kemana. Dengan penasaran aku memeriksa pohon dewa itu dan berharap masih
ada buah dewa lainnya tapi nihil" kata si pemuda dengan wajah kecewa.
"Apaaa..seekor monyet?" tanya Ban-Li-Tok-Heng dengan wajah kebingungan dan tak
percaya. "Benar kek, tapi aku yakin monyet tersebut pasti bukan monyet sembarangan, pasti peliharaan seseorang yang sudah dilatih terlebih dahulu, buktinya monyet tersebut tahu pasti letak pohon dewa dan apa yang harus dilakukannya" jawab si pemuda sambil
memandang sekelilingnya dengan sorot mata sedingin es.
Perkataan pemuda tersebut di sambut geger oleh kaum kangouw yang hadir, masing-
masing pihak saling menduga siapa majikan si monyet tersebut, yang pasti pemilik monyet tersebut pasti seorang yang sangat cerdik, mampu melatih seekor monyet merebut buah dewa di hadapan jago-jago silat kelas satu seperti Tiong-Khi-Cinjin dan Ban-Li-Tok-Heng.
"Ayoo! kita turun" " tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda berusia dua puluh
tahuanan berpakaian rapi dengan pedang tersoreng di punggungnya, berjalan ke pinggir jurang. Kaum kangouw cukup mengenal siapa adanya pemuda itu. Pemuda tersebut
adalah Cia Han Li, murid kesayangan ketua Bu-Tong-Pai yang baru dilantik beberapa bulan yang lalu, Bu-Siang-Tojin. Nama besar Cia Han Li sudah mulai di kenal beberapa tahun belakangan ini. Dia dianggap salah satu tokoh muda yang paling cemerlang di dunia kangouw saat ini. Ilmu silatnya, terutama Bu-Tong-Kiam-Hoat (ilmu pedang Bu-Tong) sudah dikuasainya dengan sempurna dan jarang ada tandingannya. Boleh dibilang, Cia Han Li adalah angkatan muda yang paling lihai ilmu silatnya di antara ribuan angkatan muda partai Bu-Tong-Pai lainnya.
Ditemani salah seorang sutenya, Cia Han Li mulai menuruni jurang tersebut. Gerakannya tidak kalah lincah dibandingkan pemuda cucu Ban-Li-Tok-Heng. Kaum kangouw lainnya yang masih penasaran segera mengikuti jejak Cia Han Li, menuruni jurang tersebut, mereka belum puas bila tidak melihat sendiri buah dewa tersebut benar-benar sudah tidak ada lagi. Sebagian lagi segera meninggalkan puncak buah dewa mencari jejak monyet hitam, mereka berharap masih ada waktu merampas buah dewa dari tangan monyet atau majikan monyet hitam tersebut. Seperti yang diketahui, begitu dipetik buah dewa harus segera dimakan sebab dalam waktu satu jam setelah di petik, khasiat buah dewa secara perlahan akan berkurang.
Ban-Li-Tok-Heng sendiri bersama cucunya juga segera meninggalkan puncak buah dewa, mereka menjelajahi hutan sekitar dengan harapan dapat menyandak monyet hitam


Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut. Hanya tertinggal rombongan parti Kun-Lun-Pai dan kaum kangouw yang
menuruni jurang saja. Tak lama kemudian, rombongan partai Kun-Lun-Pai pun berlalu di kuti rombongan lainya hingga akhirnya puncak buah dewa kembali sunyi senyap seperti sediakala.
--- 000 --- Pohon-pohon di hutan belantara yang lebat berdiam diri pada tempatnya. Tegak lurus menengadahkan ujungnya ke atas. Tampak berusaha menjangkau langit hitam. Berdiri merapat satu sama yang lainnya. Bersejajar bersebelahan dalam kelebatan. Daunnya yang rimbun memayungi tanah gelap di bawahnya. Melingkar tak beraturan saling
bersentuhan dengan dedaunan pohon sebelahnya. Memayungi semak belukar yang
menjalar liar di sela barisan pohon.Pucuk ranting-ranting bergoyang tenang tertahan tertiup angin.Bergerak condong searah aliran angin yang menyentuh ujung-ujungnya.Sebagian diantaranya meluruhkan beberapa lembar daun. Jatuh ke tanah yang gelap.
Asap kabut putih bersih tebal bergerak mengambang. Lambat-lambat menutupi lereng puncak buah dewa. Berarak ringan menyatu merendahkan diri ke tanah yang lembab dan basah. Gumpalan kapas putih bersih membelai setiap apa saja yang dilaluinya.
Membungkus seluruh tubuh pegunungan pada bagian tengah ke bawah. Hanya
menyisakan puncak hitam yang menyembul gelap ke atas. Kabut putih terus bergerak ringan dan perlahan menjelajah lebih dalam. Menyusuri dinding-dinding lembah. Terus mengalir pelan turun hingga ke dasar-dasar. Mengisi lekukan jurang yang menganga gelap. Melumuti bayang-bayang hitamnya malam dengan gumpalan putih yang menyebar.
Seekor monyet hitam berekor panjang dengan mata bersinar cerdik bergelayutan diantara pucuk cabang-cabang pohon. Gerakannya sangat gesit dan lincah walaupun tangan
kanannya memegang sesuatu. Dengan cepat monyet tersebut menyelinap semakin jauh
ke dalam hutan belantara, nampak sekali monyet itu sangat mengenal medan hutan.
Monyet tersebut berhenti di sebuah sungai yang diapit oleh tebing curam dengan air sungai mengalir dengan tenang. Warnanya jernih dengan pantulan cahaya matahari
menerawang jauh ke bagian dalam sungai. Di tepi sungai tersebut dari kejauhan tampak sesosok tubuh tegap seorang pemuda seolah sudah menanti kedatangan monyet tersebut.
Sambil bercerowetan gembira monyet tersebut berlari menghampiri pemuda tersebut.
Setelah dekat langsung melompat di atas pundak pemuda tersebut sambil mengacak-acak rambut pria tersebut.
"Monyet pintar, maaf sudah membuat susah dirimu" kata pemuda tersebut sambil
mengambil barang yang berada di tangan si monyet.
Ternyata barang tersebut adalah sebuah buah berwarna hijau muda dengan permukaan kulit yang licin. Ukuran buah tersebut bulat dan tidak terlalu besar, kira-kira seukuran buah tho. Tidak nampak sesuatu yang aneh dari buah tersebut namun kelihatan sekali pemuda tersebut sangat senang mendapatkannya dan memegangnya dengan hati-hati.
Sambil mengusap-usap kepala monyet peliharaannya tersebut, pemuda tersebut
mengunyah buah tersebut perlahan-lahan. Rasanya yang manis, tekstur yang lembut
membuat pemuda tersebut mengunyah buah dengan cepat. Dalam waktu sekejap seluruh bagian buah sudah ditelannya. Pemuda tersebut lalu dengan tenang duduk bersamadhi di bawah pohon besar yang rindang di tepi sungai tersebut. Suasana yang tenang dan
syahdu membuat si pemuda dengan cepat mencapai keheningan. Si monyet itu sendiri entah sejak kapan telah menghilang berkeliaran di dalam hutan.
Dengan ketenangan bak permukaan sungai yang berada dihadapannya, pemuda terus
bersamadhi. Wajahnya sebentar merah sebentar kepucatan, silih berganti. Kadang-kadang wajahnya menegang dengan kerut muka seolah menemukan sesuatu yang baru. Nafasnya pun kadang kala berubah cepat dan berat. Hal ini terus berlangsung kira-kira sepertanakan nasi sebelum akhirnya ekspresi wajahnya kembali tenang. Perlahan wajahnya yang
tampan kembali berona kemerahan dan nampak lebih segar. Ada keteduhan di raut
wajahnya. Tanpa sepengetahuan pemuda tersebut yang sedang tenggelam dalam keheningan,
berdiri dihadapan pemuda tersebut sesosok tubuh dengan jubah panjang seperti pakaian seorang tosu. Wajahnya yang tua dengan sinar mata welas asih menatap pemuda yang duduk di hadapannya. Entah sejak kapan orang tua tersebut menampilkan diri.
Sepertanakan nasi kembali berlalu, si orang tua tetap berdiri di hadapan pemuda tersebut seolah-olah berjaga-jaga melindungi si pemuda. Tak berapa lama kemudian, perlahan-lahan pemuda tersebut menyudahi samadhinya, kelopak matanya mulai membuka sedikit demi sedikit. Pemandangan pertama yang ditangkap matanya adalah sosok tubuh milik orang tua tadi. Kini dengan mata terbuka lebar, pemuda tersebut langsung bangkit berdiri dengan sikap waspada.
"Jangan takut anak muda, lohu hanya kebetulan lewat saja dan melihat dirimu sedang dalam tingkat keheningan tertinggi. Sungguh beruntung dirimulah yang berhasil
mendapatkan buah dewa yang diperebutkan banyak orang" kata orang tua tersebut sambil tersenyum sabar.
Menampak di hadapannya adalah seorang kakek tua dengan wajah yang suci dan agung, pemuda tersebut tahu dia sedang berhadapan dengan seorang tokoh Bu-Lim angkatan
tua. "Siapakah cianpwe ini dan mengapa tahu cayhelah yang berhasil mendapatkan buah
dewa ?" tanya pemuda tersebut hati-hati.
"Apalah arti sebuah nama. Lima puluh tahun yang lalu, kira-kira seumuran dengan dirimu saat ini, lohu juga pernah merasakan lezatnya buah dewa yang barusan engkau makan tadi."
"Kiranya cianpwe adalah ketua Kun-Lun-Pai adanya, maaf kalau boanpwe berlaku kurang hormat" kata pemuda tersebut dengan wajah kaget. Rupanya kakek tua tersebut adalah See-Yan-Cinjin, seorang tokoh tua yang dianggap paling lihai saat ini, sekaligus orang yang berhasil mendapatkan buah dewa lima puluh tahun yang lalu.
Sambil tersenyum lebar, See-Yan-Cinjin berkata "Sungguh cerdik dirimu dapat melatih seekor monyet untuk mengambil buah dewa tanpa sepengetahuan kaum kangouw lainnya"
"Terima kasih cianpwe"
"Lohu lihat dari gerakanmu tadi, engkau memiliki ilmu silat yang cukup sempurna.
Pertemuan ini mungkin sudah takdir, kita sama-sama pernah memakan buah dewa hingga tidak ada salahnya bila lohu memberikan petunjuk bagaimana memanfaatkan khasiat buah dewa tersebut hingga engkau dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya."
"Terima kasih banyak apabila cianpwe sudi memberikan petunjuk yang sangat berharga tersebut" jawab pemuda itu dengan gembira.
"Sebenarnya buah dewa di samping mampu meningkatkan tenaga dalam seseorang dua
kali lipat dari sebelumnya, masih ada khasiat lainnya. Sayang waktu itu lohu sama seperti dirimu saat ini, hanya tahu khasiat buah dewa untuk meningkatkan tenaga dalam
sedangkan khasiat yang lainnya tidak dapat lohu peroleh."
"Apakah buah dewa masih memiliki khasiat lain?" tanya pemuda tersebut dengan terkejut.
"Ya, beberapa tahun setelah lohu makan buah dewa, barulah dari penuturan seorang tabib sakti yang lohu jumpai di pegunungan Himalaya, lohu tahu khasiat buah dewa lainnya yaitu mampu membuat orang yang memakannya menjadi kebal terhadap segala macam racun
bagaimanapun hebatnya racun tersebut. Khasiat lainnya, apabila orang yang memakan buah dewa tersebut seorang ahli silat, dengan makan buah dewa, dirinya mampu
memindahkan, menutup seluruh urat nadi yang ada di tubuh. Dengan demikian orang
tersebut tidak dapat ditotok roboh oleh siapapun"
"Wah, tak di sangka buah dewa masih mempunyai khasiat sedemikian hebat"
"Cuma untuk mendapatkan khasiat-khasiat tersebut, engkau membutuhkan seorang ahli silat yang memiliki tenaga dalam yang lebih tinggi darimu untuk membuka dua urat nadi terpenting yang berada di dalam kepala. Apabila dibantu oleh orang yang tenaga
dalamnya lebih lemah darimu, bukan manfaat yang engkau peroleh melainkan
malapetaka, aliran darahmu bisa tersesat dan bias menyebabkan cap-hwe-jip-mo (tersesat aliran darah). Di samping itu penyaluran tenaga sakti itu tidak boleh melebihi dua belas jam setelah makan buah dewa, kalau lewat dari dua belas jam percuma saja, tidak ada
manfaatnya sama sekali. Tapi jangan khawatir, seperti lohu bilang tadi, pertemuan ini adalah takdir dan lohu bersedia membantumu mendapatkan khasiat-kasiat buah dewa
secara lengkap"
"Cayhe sangat bersyukur atas kesediaan cianpwe membantuku dengan suka rela"
"Baiklah, agar tidak membuang-buang tempo yang berharga sebaiknya engaku kembali duduk bersamadhi dan lohu akan mulai menyalurkan tenaga untuk membantumu
membuka urat nadi tersebut."
Sambil menganggukkan kepala, si pemuda buru-buru duduk dan mulai mengosongkan diri.
See-Yan-Cinjin menaruh telapak tangannya di punggung pemuda itu,ia mulai menyalurkan tenaga sakti hasil latihan puluhan tahun ke dalam tubuh bercampur baur dengan tenaga sakti si pemuda.Hal yang sangat mengherankan See-Yan-Cinjin adalah kedua tenaga sakti tersebut dapat berbaur tanpa halangan, mungkin khasiat buah dewa berperan di sini, duganya. Hal lain yang mengejutkan See-Yan-Cinjin adalah tingkat tenaga dalam pemuda ini yang sangat tinggi untuk ukuran seorang pemuda yang baru berusia sekitar dua puluhlimatahunan.Entah siapa guru yang mengajarkan ilmu lweekang selihai itu kepada pemuda ini, pasti salah satu tokoh utama dunia kangouw saat ini, kalau bukan ketua partai utama, bisa jadi kepala perkampungan yang paling berpengaruh saat ini, demikian batin See-Yan-Cinjin.Namun pada dasarnya See-Yan-Cinjin tidak suka ikut campur urusan
orang hingga dengan cepat keheranannya ditepiskan dan mengkonsentrasikan tenaga dan pikirannya untuk membantu si pemuda membuka urat nadi terpentingnya.
Pemuda itu sendiri hanya merasakan segulungan tenaga tak berwujud mengalir dengan deras ke dalam tubuhnya, menyatu cepat dengan tenaga dalamnya, perlahan-lahan
semakin kuat. Sepenuh hati si pemuda membawa arus sakti tersebut mengelilingi seluruh tubuh dua tiga kali putaran sebelum membawanya ke arah urat nadi di kepalanya.
Gabungan tenaga sakti serta buah dewa mampu dengan mudah membobol ke dua urat
nadi di kepala si pemuda. Dia merasakan arus sakti tersebut mengalir dengan lancar dan seluruh tubuhnya sangat nyaman dan segar sekali. Tanpa tertahankan, si pemuda bersiul keras mengeluarkan hawa sakti yang mendesak keluar melalui mulutnya. Suaranya
berkumandang jauh beberapa li, membuat kaget binatang-binatang di dalam hutan
tersebut. Tubuh See-Yan-Cinjin sedikit terguncang akibat pergolakan tenaga sakti tersebut, perlahan-lahan dia mengurangi penyaluran tenaga saktinya. Dilihatnya si pemuda masih berusaha beradaptasi dengan tenaga barunya. Sambil tersenyum, See-Yan-Cinjin berlalu meninggalkan pemuda yang dikaguminya tersebut, dia yakin kelak si pemuda namanya akan termashur seantero sungai telaga.
Dunia persilatan kembali mendapatkan misteri baru yaitu hilangnya buah dewa yang diperebutkan kaum kangouw. Tak ada seorang pun yang tahu siapa yang akhirnya
berhasil mendapatkan buah dewa. Kabar yang tersiar buah dewa tersebut di gondol
seekor monyet yang sangat lincah tepat sebelum cucu Ban-Li-Tok-Heng (si kelana tunggal berlaksa li), seorang tokoh tua yang telah mengasingkan diri puluhan tahun, hendak memetiknya. Banyak yang menduga monyet tersebut pasti peliharaan orang, bukan
monyet liar yang biasa berkeliaran di dalam hutan di sekitar puncak dewa. Namun siapa pemiliknya tiada seorang pun yang tahu.
Dalam waktu yang bersamaan muncul peristiwa yang mengemparkan sungai telaga,
seorang gadis muda cantik bernama Hu Bi Li, anak gadis satu-satunya ketua partai Hoa-San-Pai, Master Hu, ditemukan tewas dalam keadaan telanjang bulat. Jelas gadis tersebut diperkosa terlebih dahulu sebelum di bunuh.
Tewasnya murid Hoa-San-Pai ini merupakan kali ke tiga dalam beberapa bulan ini, setelah sebelumnya seorang dara muda murid partai O-Mei dan anak gadis satu-satunya
ciangbujin Ceng-Sia-Pai, ditemukan binasa dalam keadaan telanjang bulat.
Ketiga peristiwa tersebut diyakini kaum kangouw saling berkaitan, dasarnya adalah ketiganya gadis muda yang cantik, berasal dari keluarga kangouw serta binasa dalam keadaan diperkosa terlebih dahulu.
Berita tersebut tentu saja tidak luput dari telinga perkampungan Kim-khe-san-ceng. Kim-Jiu-Tok segera memanggil Kim-Han-Seng untuk membahas masalah tersebut. Master Hu dengan Kim-Jiu-Tok merupakan sahabat di masa muda.
"Han-Seng, engkau sudah mendengar berita tentang Bi-Li, teman sepermainanmu?"
"Sudah ayah, memang kasihan sekali Bi-Li-moi" jawab Kim-Han-Seng dengan wajah duka.
Dia dan Bi Li merupakan kawan sepermainan sejak kecil, setiap kali datang berkunjung, Master Hu selalu membawa serta Bi Li menginap beberapa hari di perkampungan mereka.
Begitu pula, bila Kim Jiu Tok berkunjung ke Hoa-San-Pai pasti membawa serta Kim Han Seng. Baru beberapa bulan yang lalu, Master Hu dan Hu Bi Li berkunjung di
perkampungan mereka, tak disangka itu adalah pertemuanya yang terakhir dengan Bi Li.
Walaupun Bi-Li berkunjung dua tiga kali dalam setahun namun sejak Bok-Lam bergabung lima tahun yang lalu, hanya beberapa kali bertemu dengan Bi Li karena sibuk dengan berbagai kasus yang ditanganinya hinga seringkali tidak berada di perkampungan.
Sebenarnya Kim Jiu Tok dan Master Hu sudah berencana menjodohkan Kim Han Seng
dan Bi Li namun terlambat, Kim Han Seng telah mempunyai pilihannya sendiri.
"Memang niatku memanggilmu adalah menyuruhmu ke Hoa-San-Pai, temui Master Hu dan kita bantu sebisa mungkin"
"Baik ayah, hari ini juga aku akan berangkat ke Hoa-San-Pai"
--- 000 ---- Pegunungan Hoa San merupakan salah satu pegunungan yang sangat terkenal akan
keindahan panoramanya. Sungguh sukar menggambarkan dengan kata-kata untuk
melukiskan betapa indahnya pemandangan pegunungan Hoa San dengan udara yang
begitu segar, sejuk dan bersih mendorong kita untuk menarik nafas sedalam mungkin bahkan sambil merentangkan tangan sekuat tenaga seolah kita ingin memasukkan semua udara bersih itu ke dalam dada. Kicau merdunya suara burung-burung bak sebuah
orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni. Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah
hutan. Bahkan melebihi keindahan hening pegunungan sunyi pada suatu malam musim
salju. Indahnya hamparan dan pesona keindahan bunga persik disekitarnya sambil
menatap indahnya matahari beranjak keluar dari peraduannya, sungguh merupakan
pemandangan yang tiada duanya. Kemegahan pegunungan Hoa San yang menjulang
menembus awan membuat pendiri Hoa-San-Pai waktu itu terkesima hingga akhirnya
memutuskan untuk mendirikan markas partai Hoa-San-Pai di salah satu puncak tertinggi pegunungan Hoa-San.
Namun keindahan pa
Pendekar Satu Jurus 5 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 32
^