Perkampungan Misterius 3

Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila Bagian 3


radaan perkampungan misterius dengan bertanya kepada kaum kangouw yang
menurut cayhe memiliki sedikit hubungan dengan perkampungan tersebut namun hingga sekarang tiada satupun kabar yang menggembirakan. Benar-benar perkara yang paling rumit yang pernah kupecahkan." Jawab Bok_lam sambil mengeleng-gelengkan kepalanya tanda hatinya benar-benar ruwet memikirkannya.
"Sudahlah Bok-Lam jangan terlalu dipikirkan, kasus yang kutangani sekarang inipun belum juga menampakkan petunjuk-petunjuk yang mengembirakan" kata Kim Han Seng
menghibur Bok-Lam.
"Jadi benar kabar yang kudengar bahwa Bi Li mati terbunuh, Han Seng?" tanya Bok-Lam
"Benar Bok-Lam tapi penyelidikan yang kulakukan selama ini belum berhasil
mengungkapkan siapa pembunuhnya"
"Sungguh kasihan Bi Li, aku sungguh tak menduga siapa yang begitu tega membunuhnya"
kata Bok-Lam prihatin.
"Memang akhir-akhir ini dunia persilatan mengalami beberapa peristiwa yang
menggemparkan, menurut pengamatanku masa-masa tenang sungai telaga telah berlalu"
kata Tan Hong "Engkau benar Tan-heng bahkan berita terbaru yang aku dengar, kabarnya partai Mo-Kauw dari Persia yang tak pernah terdengar kabar beritanya selama tiga ratus tahun belakangan ini, ternyata sudah mengirimkan jago-jagonya ke Tiong-goan" kata Bok-Lam serius.
"Sungguhkah kabar tersebut Bok-Lam", kalau berita tersebut benar, dunia persilatan Tiong-goan benar-benar menghadapi ujian berat" kata Kim Han Seng terkejut.
Sinar mata Tan Hong sedikit berkilat mendengar berita yang baru disampaikan Bok-Lam namun segera menghilang.
"Bok-heng, cayhe tidak begitu jelas mengenai sepak terjang partai Mo-Kauw, apakah Bok-heng bisa menceritakan lebih jelas?" tanya Tan Hong.
"Sebenarnya partai Mo-kauw ini sudah menghilang selama tiga ratus tahun semenjak ketua partai Mo-Kauw saat itu, berjuluk Sin-Kun-Bu-Tek kalah di tangan jenius silat, Master Li Kun Liong. Sejak itu partai Mo-Kauw tidak pernah berkecimpung lagi di sungai telaga.
Kabarnya partai tersebut mengalami kemunduran yang cukup berarti akibat tewasnya Sin-Kun-Bu-Tek dalam pertempuran besar dengan Master Li. Anak murid partai Mo-Kauw tidak mampu meneruskan kejayaan ketua lama mereka, bahkan ilmu silat andalan partai
mereka yaitu Thian-Te-Hoat (ilmu langit bumi) punah, tak ada seorangpun anak murid partai Mo-Kauw yang mewarisi ilmu dasyhat tersebut. Ilmu itu sendiri terdiri dari sembilan tingkat dan sepanjang sejarah partai Mo-Kauw, hanya Sin-Kun-Bu-Tek saja yang berhasil mempelajarinya sampai tingkat ke sembilan. Menurut kabar yang tersiar, saat dikalahkan.
Master Li sebenarnya Sin-Kun-Bu-Tek telah terlebih dahulu terkuras tenaganya
menghadapi empat tokoh ketua partai besar saat itu. Master Li sendiri saat itu juga terluka cukup parah akibat menahan ilmu Thian-Te-Hoat tingkat ke sembilan tersebut. Namun kabarnya partai Mo-Kauw kembali bangkit belakangan ini berkat ditemukannya kembali ilmu silat Thian-Te-Hoat oleh salah seorang murid partai Mo-Kauw, bahkan kabarnya murid tersebut berhasil menguasai ilmu dasyhat tersebut sampai tingkat ke delapan. Yang lebih menghebohkan, murid partai Mo-Kauw tersebut kabarnya adalah seorang pemuda berusia belum tiga puluh tahun, katanya bakat yang dimiliki murid Mo-Kauw tersebut tidak berada di bawah ketua lama mereka, Sin-Kun-Bu-Tek. Hanya masalah waktu saja
sebelum dia berhasil mencapai tingkat ke sembilan ilmu Thian-Te-Hoat tersebut. (baca Pendekar Cinta)"
"Lalu bagaimana dengan keturunan Master Li, selama ini belum penah cayhe mendengar kabar tersebut di sungai telaga?" tanya Tan Hong.
"Semenjak pertarungan besar tersebut, Master Li menghilang dan tidak pernah
menampakkan diri kembali di dunia kangouw. Demikian juga mengenai keturunannya,
tidak ada yang tahu apakah beliau punya anak atau tidak. Tapi yang jelas, sejak
berkecimpung di sungai telaga, Master Li memiliki beberapa teman wanita, bahkan satu diantaranya adalah anak gadis Sin-Kun-Bu-Tek sendiri."
Kim Han Seng menambahkan, "Aku dengar dari ayah, kabarnya walaupun luka-luka yang diderita Master Li akhirnya dapat disembuhkan tapi ilmu silatnya punah. Mungkin itulah sebabnya kenapa Master Li menghilang dari sungai telaga. Cuma menurut Sip-Hong-Siucai cianpwe, ketika ia berkelana ke negeri Thian-Tok, nama besar Master Li cukup dikenal di sana hingga menurut dugaan Sip-Hong-Siucai cianpwe, bisa jadi Master Li mengembara dan menetap di negeri Thian-Tok hingga akhir hayatnya."
Di lain pihak, walaupun masih diliputi kesedihan, entah kenapa Thio Siu Ci selalu memperhatikan gerak-gerik Tan Hong. Dirinya sebenarnya ingin sekali menuangkan
segala kesedihaan yang dialaminya kepada seseorang. Perasaan nelangsa makin
menghinggapi dirinya. Walaupun terus dihibur Kwee Sian, perasaan sedihnya hanya
berkurang sedikit.
Selesai upacara penguburan, Kwee Sian mengajak Thio Siu Ci masuk ke dalam. Ia
bersikeras meminta Thio Siu Ci berdiam dirumahnya beberapa hari lamanya.
Tan Hong sendiri sebenarnya hendak berpamitan pada Kwee Sian, namun sekian lama
dicari tak nampak bayangan tubuh si nona, hingga akhirnya dengan terpaksa ia ikut menginap di perkampungan Paviliun Seribu Pedang dan melanjutkan perbincangannya
dengan Bok-Lam mereka di kamar.
Tan Hong mendengarkan cerita sepak terjang kawannya, Bok-Lam dalam membongkar
kasus-kasus yang ditangganinya dengan setengah hati. Sebagian pikirannya melayang-layang entah kemana, ujung-ujungnya seraut wajah sendu milik seorang gadis terbayang dalam lamunannya. Dirinya tidak habis piker, membayangkan kemiripan wajah Thio Siu Ci dengan seseorang di masa lalunya. Luka lama yang hampir sembuh kembali terkuak,
menimbulkan rasa perih dihatinya.
"Tan-heng, engkau kenapa, wajahmu sangat pucat, jangan-jangan engkau sakit sebaiknya merebahkan diri dulu" kata Bok-Lam prihatin melihat wajah Tan Hong sangat pucat.
"Terima kasih Bok-heng, memang kepalaku sedikit pusing" jawab Tan Hong.
Ia lalu merebahkan diri di pembaringan, sedangkan Bok-Lam keluar dari kamar untuk menemui Kim-Jiu-Tok dan melaporkan hasil penyelidikannya.
Setelah bergulak-gulik sekian lama, tidak bisa memejamkan mata, akhirnya Tan Hong keluar dari kamar menuju taman kecil tidak jauh dari kamarnya. Suasana hari sudah menjelang malam, matahari sedang bersiap-siap kembali keperaduannya.
Keadaan taman saat itu sunyi senyap. Tan Hong berjalan perlahan menyusuri bukit buatan yang dihiasi bunga-bunga mekar berkembang, ia berhenti sejenak menghirup harum wangi bunga yang teruar. Kemudian ia meneruskan langkahnya sampai di tepi kolam dengan gemericik air mancur menembus keheningan malam itu. Kolam tersebut cukup lebar,
ditengah-tengah kolam terdapat jembatan yang menghubungkan kolam dengan sebuah
paviliun kecil. Jarak tepi kolam dengan paviliun itu cukup jauh, lamat-lamat terlihat nyala lentera di paviliun tersebut. Ragu sejenak, akhirnya Tan Hong melangkah ke arah
jembatan menuju paviliun tersebut.
Semakin mendekat, semakin jelas keadaan paviliun tersebut. Nampak di tengah-tengah paviliun sebuah meja bundar terbuat dari batu granit dan beberapa kursi batu berbentuk bundar. Agak ke dalam tampak bayangan tubuh seseorang membelakangi jembatan.
Terkejut karena tidak menyangka akan menemui seseorang di malam selarut ini, Tan Hong menghentikan langkahnya tiba-tiba namun terlambat. Orang tersebut telah
membalikkan badannya.
Seraut wajah yang sangat dikenalnya membuat mata Tan Hong melebar seketika.
Ternyata bayangan punggung itu adalah milik Thio Siu Ci, gadis yang telah memenuhi benaknya salama beberapa hari belakangan ini.
Keduanya saling bertatapan sekian lama, sebelum akhirnya dengan wajah sedikit tersipu Thio Siu Ci melenggos kearah lain.
"Maaf nona, kalau cayhe menganggu ketenangan. Cayhe Tan Hong turut berduka cita atas meninggalnya paman nona" kata Tan Hong sambil menjura.
"Terima kasih, siangkong (tuan muda). Rupanya siangkong inilah yang disebut-sebut Sian-moi?"
"Cayhe dan Sian-moi kebetulan baru kenal beberapa waktu yang lalu" jawab Tan Hong buru-buru seolah-olah khawatir Thio Siu Ci memiliki persepsi tertentu terhadap
hubunganny dengan Kwee Sian.
Sambil tersenyum, Thio Siu Ci berkata
"Sian-moi sudah menceritakan semua kejadian tersebut, sungguh beruntung Sisn-moi memiliki sahabat sebaik siangkong"
"Ah itu bukan apa-apa nona, sebagai sesama insan persilatan kita wajib saling membantu, kalau tidak entah bagaimana kacau balaunya sungai telaga"
Thio Siu Ci menganggukkan kepalanya, hatinya merasa kagum mendengar perkataan Tan Hong barusan.
"Nona..mengapa.."
"Jangan panggil nona, cukuppanggil nama saja. Engkau kan teman Sian-moi, otomatis juga temanku"
Hati Tan Hong berdegup kencang mendengar permintaan gadis ini, dirinya bagaikan
melambung ke atas nirwana langit ke tujuh.
"Baiklah Siu Ci-moi, mengapa engkau belum tidur?"
"Aku tidak bisa tidur, lagipula setiap kali aku berkunjung ke perkampungan ini, aku selalu menghabiskan waktu di taman ini. Taman ini suasananya cukup nyaman dan teduh, kalau di pagi hari akan terdengar kicau merdu burung-burung dan hembusan angin pagi yang sepoi-sepoi. Engkau tidak akan kecewa dan merasa betah sekali duduk-duduk di sini berjam-jam."
"Engkau benar Siu-Ci-moi, walaupun baru pertama kali datang ke taman ini namun aku merasa betah sekali. Suasananya memang sangat nyaman, aku rasa taman ini dibuat oleh seorang ahli taman kenamaan."
"Dugaanmu tepat sekali, Hong-ko. Menurut Sian-moi, taman ini dibuat oleh seorang kawan lama ayahnya, seorang ahli bangunan terkenal."
"It-kiam-tin-thian-lam benar-benar pandai menikmati hidup, tidak heran ia jarang bepergian, perkampungannya ini sangat nyaman dan membuat betah siapapun yang tinggal di sini."
puji Tan Hong. "Menurut Thio-pek, semenjak istri Kwee cianpwe meninggal dunia, ia sangat jarang berkelana. Waktunya dihabiskan membesarkan Sian-moi, berlatih silat, melatih anggota-anggota perkampungan."
"Siu-Ci-moi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Tan Hong
"Entahlah Hong-ko, yang pasti aku akan mencari Li Han Bun dan membalas dendam
kesumat ini. Tidak peduli berapa lama waktu yang kubutuhkan, aku pasti dapat membalas dendamku" jawab Thio Siu Ci dengan sinar mata membara.
"Engkau sungguh anak berbakti, walaupun tahu ilmu silat Li Han Bun sangat tinggi tapi engkau tidak takut sama sekali" kata Tan Hong kagum.
"Walaupun saat ini ilmu silatku masih jauh ketinggalan tapi aku bertekad berlatih keras agar dendam kesumat ini dapat segera kutuntaskan."
Kemudian Thio Siu Ci menghela nafas panjang dan berkata
"Sayang ilmu pedang keluarga Thio kami belum dapat kupelajari semua"
"Engkau jangan khawatir Siu-Ci-moi, aku dengar jago pedang nomer satu saat ini adalah See-Yan-Cinjin. Mungkin engkau dapat berguru padanya"
"Tidak Hong-ko, aku tidak ingin meminta pertolongan siapapun, biarlah dendam ini kubalas dengan usahaku sendiri. Lagipula aku sudah punya rencana sendiri"
"Siu-Ci-moi, kalau engkau tidak keberatan, apakah rencanmu itu?"
Thio Siu Ci ragu-ragu sejenak sebelum menjawab
"Sebenarnya ini merupakan rahasia besar yang mungkin hanya diketahui oleh Hong-Lam-taisu, Kwee cianpwe dan kepala keluarga Tong, Tong Jin. Seperti engkau ketahui, Kwee-cianpwe dan Thio-pek merupakan sahabat sehidup semati, hingga tidak heran rahasia besar ini ikut diketahui Thio-pek"
"Jadii..kalau dugaanku tidak salah, engakupun mengetahui rahasia tersebut dari
pamanmu" "Benar sekali, pada pertemuan kami yang terakhir, Thio-pek memberitahuku rahasia perkampungan misterius dan mewanti-wantiku untuk tidak memberitahu orang lain"
"Oh..begitu" kata Tan Hong
"Tapi keadaan telah berubah, kematian Thio-pek membuatku mau tidak mau harus
menyelidiki rahasia tersebut"
"Lalu apa hubungannya dengan niatmu membalas dendam?"
"Engkau tidak tahu, alasan apa yang membuat perkampungan misterius menyembunyikan diri"
"Siu-Ci-moi, sebaiknya engkau tetap menyimpan rahasia tersebut sesuai permintaan pamanmu" kata Tan Hong mengingatkan.
"Tidak apa Hong-ko, engaku sudah kuanggap teman sendiri" kata Thio Siu Ci lirih, wajahnya sedikit memerah.
Mendengar perkataan Thio Siu Ci barusan, hati Tan Hong kembali berdebur kencang.
Sungguh ia merasa gembira bahwa Thio Siu Ci begitu mempercayainya, padahal mereka baru saja bertemu.
"Terima kasih Siu-Ci-moi" kata Tna Hong terbata-bata.
Sambil tersenyum, Thio Siu Ci melanjutkan perkataannya
"Selama ini, kaum sungai telaga menganggap ilmu silat perkampungan misterius sangat lihai, tapi tidak ada yang tahu selama puluhan tahun ini mereka bersembunyi karena takut akan pembalasan musuh-musuh mereka."
"Apaa. jadi perkampungan misterius yang begitu lihaipun masih memiliki lawan yang ditakuti?" tanya Tan Hong terkejut.
"Benar, kalau tidak dengan kelihaian ilmu silat mereka, pasti mereka sudah menjagoi sungai telaga.berpuluh-puluh tahun."
"Siapakah musuh yang begitu lihainya hingga dapat membuat perkampungan misterius menyembunyikan diri selama puluhan tahun."
"Kabarnya musuh mereka adalah partai Mo-kauw dari Persia"
"Wah.. sungguh tak disangka sama sekali, baru tadi siang aku mendengar kabar mengenai partai Mo-kauw"
"Hong-ko, berita apa yang engaku dengar mengenai partai Mo-Kauw?" tanya Thio Siu Ci penasaran.
Tan Hong lalu menceritakan pembicaraannya dengan Bok-Lam dan Kim-Han-Seng
kepada Thio Siu Ci.
"Kalau begitu, tidak heran Li Han Bun begitu takut letak perkampungannya diketahui kaum persilatan hingga tidak segan-segan menyerbu keluarga Tong dan partai Shao-Lin.
Rupanya mereka juga telah mendengar kabar bangkitnya kembali partai Mo-Kauw" kata Thio Siu Ci
"Sebenarnya masih ada rahasia lainnya yang membuat perkampungan misterius begitu takut letak perkampungannya diketahui khalayak ramai" sambung Thio Siu Ci.
"Oh ya, rahasia apakah itu Siu-Ci-moi, itupun kalau engkau tidak keberatan"
"Tidak sama sekali Hong-ko, aku percaya engkau pasti menjaga rahasia ini. Di samping menyembunyikan diri dari kejaran pihak partai Mo-Kauw, perkampungan misterius juga masih menyimpan rahasia besar lainnya yaitu asal muasal keluarga mereka. Rahasia ini berhasil diketahui Thio-pek dari penuturan anaknya, Siang-hoa-cici, yang menikah dengan Li Han Bun."
"Jadi benar anak Thio-cianpwe menikah dengan Li Han Bun dari perkampungan
misterius?" tanya Tan Hong menegaskan.
Thio Siu Ci menganggukkan kepalanya dan berkata,
"Peristiwanya terjadi kira-kira dua puluh tiga tahun yang lalu, aku sendiri tidak begitu tahu bagaimana Siang-hoa-cici dan Li Han Bun berkenalan dan kemudian menikah. Pernikahan tersebut dilangsungkan di perkampungan kami, atas permintaan ayah Li Han Bun, Li Kim Tong. Dan hanya dihadiri oleh anggota kedua keluarga saja. Beberapa hari kemudian, Siang-hoa-cici diboyong ke perkampungan misterius. Sejak itu, hanya setahun sekali, Siang-hoa cici dan Li Han Bun kembali ke perkampungan kami, menemui Thio-pek.
Sebenarnya Thio-pek tidak begitu menyetujui pilihan putrinya, terlebih semenjak menikah, Siang-hoa-cici mengikuti suaminya. Pernah suatu ketika, Thio-pek menyampaikan
maksudnya kepada menantunya, Li Han Bun untuk mengunjungi perkampungan mereka
namun dengan halus ditolak Li Han Bun. Hal inilah yang membuat Thio-pek semakin tidak menyukai Li Kim Tong dan Li Han Bun, namun apa daya anak kesayangannya sangat
mencintai Li Han Bun. Thio-pek sebenarnya lebih menyetujui mantan kekasih anaknya, yang merupakan anak dari kerabat jauhnya, bernama To-Chi-Ki. Siang-hoa-cici sebelum berkenalan dengan Li Han Bung, pernah berpacaran dengan To-Chi-Ki namun kemudian putus. Beberapa bulan kemudian, Siang-hoa-cici berkenalan dengan Li Han Bun dan
menikah. Di tahun ke tiga perkawinan, barulah mereka dikaruniai seorang bayi perempuan.
Thio-pek sangat gembira melihat kelahiran cucunya itu, dia memohon Siang-hoa-cici untuk berdiam lebih lama di perkampungan kami sambil merawat bayinya. Merasa kasihan dan sedih mendengar permintaan ayahnya tersebut, Siang-hoa-cici memohon suaminya untuk berdiam sementara di perkampungan kami. Pada mulanya, Li Han Bun menolak namun
keesokan harinya ia menerima sepucuk surat yang dari ayahnya yang dikirim melalui burung merpati. Rupanya ada urusan yang harus diselesaikan Li Han Bun hingga akhirnya ia menyetujui untuk tinggal beberapa bulan di perkampungan kami. Thio-pek sangat gembira mendengar permintaannya dikabulkan, semenjak Siang-hoa-cici menikah, ia
merasa sangat kesepian. Li Han Bun sendiri hanya tinggal beberapa hari saja untuk kemudian pergi menyelesaikan tugas yang diberikan ayahnya. Ia berjanji akan kembali begitu urusannya telah selesai, yang diperkirakan kurang lebih tiga bulan lamanya. Satu bulan pertama berlangsung dengan cepat, selama itu Siang-hoa-cici merawat anaknya dengan telaten. Demikian juga Thio-pek, suasana hatinya kembali riang dengan
kembalinya Siang-hoa-cici. Di bulan kedua, perkampungan kami kedatangan tamu yang sudah di kenal baik oleh Thio-pek dan Siang-hoa-cici, tak lain tak bukan ialah To-Chi-Ki.
Semenjak putus dengan Siang-hoa-cici tiga setengah tahun yang lalu, To-Chi-Ki tidak pernah berkunjung ke perkampungan kami. Kedatangan To-Chi-Ki disambut gembira oleh Thio-pek, bahkan Thio-pek meminta To-Chi-Ki tinggal beberapa hari di perkampungan kami. To-Chi-Ki sendiri sebenarnya datang untuk Siang-hoa-cici tapi ketika mengetahui Siang-hoa-cici telah menikah, ia putus harapan. Di hari kedua, ia pamitan dengan Thio-pek dan Siang-hoa-cici. Yang tidak diketahui Thio-pek dan Siang-hoa-cici, ketika To-Chi-Ki diantar keluar perkampungan, Li Han Bun melihat mereka dari kejauhan dan merasa
sangat cemburu. Belakangan barulah diketahui bahwa Li Han Bun sangat pecemburu dan ringan tanggan terhadap Siang-hoa-cici. Begitu kembali, di malam harinya Li Han Bun dan Siang-hoa-cici ribut dikamar mereka dan keesokan harinya pamitan. Thio-pek sendiri sebenarnya merasa sangat penasaran namun berhasil ditahannya, demi kebahagiaan
anaknya. Tapi dua bulan kemudian, tiba-tiba Siang-hoa-cici kembali ke perkampungan Thio sambil membawa bayinya bersama-sama To-Chi-Ki!."
"Wah, sebenarnya apa yang terjadi" tanya Tan Hong penasaran.
"Rupanya semenjak menikah, Siang-hoa-cici merasa tertekan dan kesepian, terlebih harus tinggal di perkampungan yang jauh dari keramaian dan hanya setahun sekali mengunjungi ayahnya. Hal ini sebenarnya tidak masalah apabila Li Han Bun menyayangi Siang-hoa-cici.
Li Han Bun sangat sibuk, kadang-kadang pergi selama berhari-hari, entah kemana. Kalau Siang-hoa-cici bertanya, dijawab dengan kasar untuk tidak ikut campur urusan
perkampungan misterius bahkan selang setahun kemudian tidak jarang Li Han Bun main tanggan. Siang-hoa-cici menutupi kemelut rumah tangga mereka terhadap Thio-pek, ia tidak mau ayahnya ikut mencampurinya. Namun semenjak peristiwa kepergian To-Chi-Ki yang disaksikan Li Han Bun, Li Han Bun semakin sewenang-wenang hingga akhirnya
Siang-hoa-cici tidak tahan dan diam-diam kabur kembali ke perkampungan ayahnya. Apa lacur, dalam perjalanan kembali, Siang-hoa bertemu dengan To-Chi-Ki di salah satu rumah makan dikota Gui-Yang. Bertemu dengan seseorang yang pernah dekat dengan dirinya, Siang-hoa-cici akhirnya menceritakan kemelut ruamh tangganya kepada To-Chi-Ki. To-Chi-Ki sangat marah mendengar penderitaan Siang-Hoa-cici dan memaksa mengantar
Siang-hoa-cici ke perkampungan kami. Sebagai seorang yang sudah menikah, Siang-hoa-cici masih memegang teguh aturan pernikahan, hingga selama perjalanan mereka berlaku sesuai adat istiadat. Li Han Bun sendiri baru mengetahui kaburnya Siang-hoa-cici beberapa hari kemudian, sekembalinya ia dari suatu urusan. Mendengar kabar tersebut Li Han Bun sangat marah, bersama ayahnya dan beberapa anggota perkampungan
misterius, mereka menuju perkampungan keluarga Thio untuk menjemput kembali Siang-hoa-cici. Namun malang tak dapat ditolak, salah satu anggota perkampungan misterius memergoki Siang-Hoa-cici berjalan bersama To-Chi-Ki dan menyampaikannya kepada Li Han Bun dan Li Kim Tong. Kedua ayah beranak tersebut semakin marah dan mata gelap hingga akhirnya terjadilah peristiwa penyerbuan terhadap perkampungan kami, dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu kebetulan, Thio Kin Liong sedang menjamu beberapa
sahabatnya ketika Siang-hoa-cici datang bersama To-Chi-Ki. Penyerbuan itu sendiri terjadi pada malam hari, segenap anggota perkampungan binasa di tangan perkampungan
misterius. Li Han Bun yang gelap mata menyerang Siang-hoa-cici dan To-Chi-Ki dengan membabi buta dan berhasil membinasakan keduanya. Anak Siang-hoa-cici sendiri
akhirnya berhasil direbut Li Han Bun dan dibawa kembali ke perkampungan misterius.
Sedangan Thio-pek dibantu oleh beberapa sahabatnya melawan Li Kim Tong dengan
gigih, namun sayang ilmu silat lawan sangat tinggi, hingga akhirnya Thio-pek terluka parah dan harus menyembunyikan diri selama dua puluh tahun. Tak disangka dua puluh tahun kemudian harus tewas mengenaskan di tangan bekas menantunya sendiri" hela Thio Siu Ci mengakhiri ceritanya.
"Sungguh kasihan Siang-hoa-cicimu, mendapatkan seoarng suami yang begitu
pecemburu, kejam dan ringan tangan" kata Tan Hong gegetun.
"Hong-ko, kabarnya perkampungan misterius merupakan keturunan dari jenius silat jaman dahulu, Master Li Kun Liong" kata Thio Siu Ci.
"Apa!, benarkah berita tersebut?" tanya Tan Hong sangat kaget.
"Benar, menurut penuturan Siang-hoa-cici pada ayahnya, garis keturunan perkampungan misterius berasal dari wanita bernama Liok In Hong. Menurut penuturan Li Han Bun, Master Li semasa hidupnya memiliki beberapa teman wanita, salah satu diantaranya adalah Liok In Hong. Hanya saja, Li Han Bun sendiri tidak begitu jelas bagaimana hubungan nenek buyutnya itu dengan Master Li. Yang jelas mereka menganggap keluarga mereka adalah keturunan langsung Master Li. Lima puluh tahun yang lalu, kakek Li Han Bun menemukan sebuah surat wasiat keluarga yang ditulis langsung oleh nenk buyut mereka, Liok In Hong. Dalam surat itu diungkapkan bahwa Master Li meninggalkan
segenap ilmu silat yang ia yakini pada suatu lembah di mana Master Li berdiam bertahun-tahun lamanya. Hanya saja di dalam surat itu, nenek buyut mereka tidak mengetahui dengan jelas di mana tempat penyimpanan kitab-kitab pusaka tersebut. Ia hanya memberi perincian letak lembah tersebut. Demikianlah akhirnya dengan membawa segenap
anggota keluarganya, kakek Li Han Bun berhasil meneukam lembah tersebut dan
semenjak itu berdiam di sana hingga kini."
"Jadi letak perkampungan misterius adalah di lembah di mana Master Li pernah berdiam?"
"Benar sekali, tapi semenjak berdiam di sana, perkampungan misterius tidak berhasil mendapatkan tempat penyimpanan kitab-kitab pusaka hasil jerih payah Master Li tersebut.
Itulah sebabnya mereka sangat takut letak perkampungan mereka diketahui khalayak ramai."
"Entah tindakan apa yan akan dilakukan perkampungan misterius menghadapi Enghiong-tay-hwe bulan depan di Shao-Lin" renung Tan Hong
"Aku rasa pasti akan timbul pertumpahan darah besar-besaran. Pihak perkampungan
misterius sudah pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya mencegah letak
perkampungan mereka diketahui khlayak ramai. Apakah engkau akan hadir pula di sana, Hong-ko?" tanya Thio Siu Ci.
"Entahlah Siu-Ci-moi, aku harus membereskan sesuatu hal terlebih dahulu. Tidak tahu apakah sempat datang ke Shao-Lin" jawab Tan Hong mengambang..
Malam semakin larut, angin dingin mulai menggigit. Bayangan-bayangan hitam berkelebat di udara, cicit suara makhluk malam terdengar sesekali. Tak terasa pembicaraan keduanya semakin lama semakin mendalam dan semakin akrab satu sama lain. Walaupun baru
sekali ini berkenalan namun keduanya dapat merasakan diantara mereka terdapat
keakraban yang aneh, seolah-olah telah mengenal satu sama lain bertahun-tahun lamanya hingga tanpa disadari keduanya berbicara lebih terbuka dan bebas bagaikan sahabat lama yang baru bertemu kembali.
Sekonyong-konyong Tan Hong berdiam diri sejenak, kepalanya agak dimiringkan kearah belakang, telinganya yang tajam menanggkap sayup-sayup suara denting logam,
menyelusup lirih di sela-sela malam yang semakin larut.
"Ada apa Hong-ko?" tanya Thio Siu Ci melihat gerak-gerik aneh Tan Hong. Rupanya Thio Siu Ci tidak mendengar sesuatu yang aneh.
"Siu-Ci-moi rasanya aku mendengar suara senjata pedang yang beradu di sebelah Timur sana. Mari kita lihat" ajak Tan Hong sambil berjalan menuju arah Timur.
Bagian Timur paviliun Seribu Pedang merupakan hutan bambu yang sangat luas. Hutan bambu itu sangat rapat pepohonannya, dan juga tanahnya berbukit-bukit. Di kegelapan malam tampak bayangan hitam ranting-ranting bambu bergerak ke sana kemari di tiup hembusan angin malam. Suasana hutan tersebut sunyi senyap, sesekali diselingi bunyi mahluk malam.
Mereka melintasi turunan tajam di bagian dalam hutan, suara beradunya denting logam terdengar semakin keras. Dari suara yang terdengar, Tan Hong menduga suara itu berasal dari dua buah pedang pusaka, bunyinya sangat jernih tanda pedang yang digunakan
berasal dari logam pilihan. Tan Hong mengira-ngira entah siapa jago pedang yang sedang bertempur di malam yang demikian larut.
Semakin mendekati asal suara, Tan Hong dan Thio Siu Ci semakin diliputi keingintahuan yang besar. Tan Hong sendiri menduga mereka yang sedang bertarung memiliki ilmu silat yang sangat tinggi. Perlahan-lahan dari balik rerimbunan pohon bambu, mereka
menyaksikan dua bayangan orang berkelabat dengan sangat cepat hingga sukar
mengetahui siapa yang sedang bertempur. Sinar pedang bergulung-gulung membentuk
lingkaran yang menyelubungi keduanya dengan leletupan sinar setiap kali kedua pedang tersebut bentrok satu sama lain.
Gerakan ilmu pedang ke dua bayangan itu sangat cepat dan ganas. Setiap serangan
selalu mengincar bagian-bagian tubuh yang mematikan, sungguh suatu ilmu pedang yang sangat hebat. Thio Siu Ci sendiri berasal dari salah satu perkampungan pedang terkenal di rimba persilatan namun menyaksikan pertempuran dihadapannya ini, hatinya sangat
kagum dan heran. Belum pernah selama hidupnya menyaksikan jurus pedang yang
demikian ganas dan cepat bagaikan kilat menyambar-nyambar. Dia sendiri ragu apakah dapat menghadapi pertempuran demikian hebat.
Kalau Thio Su Ci termanggu mengagumi kehebatan jurus pedang yang dimainkan kedua bayangan tersebut, Tan Hong memperhatikan kedua bayangan tersebut. Matanya yang
tajam dapat melihat keduanya memakai kedok hitam menutupi seluruh wajah mereka. Hal lain yang menarik perhatiannnya adalah jurus-jurus yang dimainkan keduanya sangat mirip satu sama lain, pertanda kedua orang itu berasala dari perguruan yang sama. Cuma yang mengherankan hatinya adalah mengapa keduanya tidak tampak seperti dua orang yang sedang berlatih silat melainkan tampak seperti pertempuran hidup mati.Dari kelincahan dan kegesitan kedua bayangan itu, Tan Hong menduga keduanya adalah laki-laki.
Mereka tiba tepat pada saat pertempuran sedang memuncak. Bayangan yang menghadap mereka berdua melakukan gerakan yang sangat aneh, pedangnya meluncur bagaikan
elang yang menyambar mangsa menutup semua jalan keluar yang ada. Jelas kelihatan jurus yang dilancarkannya adalah jurus-jurus pamungkas, perbawanya sangat hebat dan menggiriskan hati.
Bayangan lain menampak lawannya mengeluarkan jurus simpanan, tidak mau kalah.
Sambil mengeluarakn siutan nyaring, pedangnya tiba-tiba berubah arah mengancam
tenggorokan lawan dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Traang"traang"creep..cress. Pertemuan dua jenis serangan pedang yang sangat hebat itu menghentikan pertempuran dashyat yang telah berlangsung sekian lama dengan hasil yang mengejutkan. Begitu kedua pedang tersebut bentrok satu sama lain, tak lama
kemudian kedua bayangan itu mundur beberapa langkah dari pusat gelanggang
pertempuran. Tampak bayangan yang menghadap kearah Tan Hong dan Thio Siu Ci
memegang pundak kirinya, darah berceceran dari balik pundak tersebut. Sedangkan
bayangan yang lain tidak lebih baik keadaannya, bagian perutnya tergores cukup dalam, mengeluarkan darah yang cukup banyak. Di lihat dari luka yang diderita, bayangan yang menghadap Tan Hong lebih ringan keadaanya walaupun jelas keduanya tidak dapat
melanjutkan pertempuran.
"Hutang itu akan kucatat baik-baik, tunggu saja pembalasanku" terdengar bayangan yang terluka di bagian perut sambil menatap lawannya dengan mata berapi-api, lalu
membalikkan tubuh berlalu dari situ dengan cepat, menghilang di balik pepohonan bambu dibelakangnya. Kelihatannya ia khawatir lawannya mengetahui luka yang dideritanya cukup parah.
Bayangan ke dua diam saja, nafasnya sedikit memburu tanda luka yang dideritanya tidak ringan. Sambil menutup jalan darah di pundak, bayangan itupun berlalu dari tempat pertempuran.
Thio Siu Ci kembali sadar dari keterpukauannya, dia menoleh kearah Tan Hong yang masih kelihatan termenung dengan serius.
"Hong-ko, apa yang sedang engkau pikirkan"Apakah engkau tahu asal usul kedua
bayangan tersebut?"tanya Thio Siu Ci.
"Entahlah Siu Ci moi, aku baru menduga-duga saja namun aku tidak berani menarik
kesimpulan terlebih dahulu sebelum aku yakin seratus persen." jawab Tan Hong sambil mengelus dagunya yang licin.
"Ilmu pedang yang mereka mainkan sungguh-sungguh hebat dan misterius, selama
berkelana belum pernah aku menyaksikan jurus-jurus pedang yang mereka mainkan" kat Thio Siu Ci lebih lanjut.
"Memang, hal itulah yang membuatku ragu-ragu tentang asal usul kedua bayangan itu sebab setahuku ke dua orang yang aku curigai tersebut memiliki ilmu silat yang berlainan dengan ilmu pedang yang barusan kita saksikan.Cuma satu hal yang aku yakin, keduanya merupakan saudara seperguruan" jawab Tan Hong.
"Benar juga, gerakan keduanya sama hanya jurus terakhir yang mereka lancarkkan sangat berbeda. Tapi aku rasa ilmu pedang mereka tidak kalah dengan perguruan-perguran
pedang ternama" kata Thio Siu Ci.
"Wah hari semakin larut rupanya, sebaiknya kita kembali" kata Tan Hong.
Mereka berdua kemudian kembali ke paviliun Seribu Pedang dan berpisah kembali ke kamar masing-masing.
Tan Hong berjalan perlahan menyusuri lorong kearah kamar tidurnya.
Sekonyong-konyong kupingnya menangkap gerakan lirih di atas genting, tanpa bersuara tubuhnya melayang ke atas hinggap di atas wuwungan. Sekelabatan matanya menangkap bayangan hitam menghilang di sebelah dalam paviliun tersebut. Dengan gerakan tanpa suara, tubuh Tan Hong melayang ke tempat bayangan tadi menghilang. Sambil mendekam merapat di atap bangunan, mata Tan Hong berkeredepan mengeluarkan sinar
kegembiraan, seolah-olah berhasil memecahkan sebuah teka-teki yang sulit. Ujung jari Tan Hong tampak ada darah segar yang berasal dari salah satu genting tempat dirinya mendekam. Rupanya bayangan itu adalah bayangan yang bertempur di hutan bambu tadi.
Walaupun berhasil membuka tabir misteri kedua bayangan tersebut namun ada beberapa hal yang masih belum dapat ia pecahkan. Tan Hong melayang turun dari wuwungan dan kembali ke dalam kamarnya.
Teman sekamarnya, Bok-Lam belum juga kembali. Sambil tersenyum misterius Tan Hong merebahkan diri di atas pembaringan dan langsung pulas. Satu kentongan kemudian
pelan-pelan pintu kamar terbuka, Bok-Lam telah kembali dan merebahkan diri di samping Tan Hong. Suasana kamar sunyi dan tenang, yang terdengar hanyalah hembusan nafas teratur Tan Hong tanda tidurnya cukup pulas.
--000-- Pagi yang cerah!. Matahari pagi bersinar bendarang menerangi langit timur. Cahayanya menyapa daun dan bunga-bunga Tho di taman, menyeruak ramah di sela-sela batang
pepohonan Liu. Tan Hong berjalan menuju jendela, membuka lebar-lebar daun jendela.
Angin dan sinar matahari pagi menyeruak masuk. Dia bertengger di jendela sambil
menjulurkan kepala memandang keindahan pagi dengan pemandangan taman yang
dihiasi bunga Tho berwarna-warni, menyebarkan bau harum menyegarkan hati.
Beberapa saat kemudian Bok-Lam mendusin dari tidurnya, wajahnya terlihat pucat.
"Engkau sakit Bok-heng" tanya Tan Hong prihatin.
"Hanya masuk angin sedikit saja Tan-heng, mungkin kondisiku agak kurang fit tapi tidak apa-apa hanya sedikit lemas saja" jawab Bok-Lam
"Sebaiknya engkau berisitrahat saja, nanti aku minta pelayan untuk mengantarkan
makanan buatmu" kata Tan Hong
"Terima kasih banyak Tan-heng, merepotkan dirimu"
Tan Hong mengulapkan tangan tanda tidak apa-apa. Dia keluar kamar menuju ke ruang depan, tampak Thio Siu Ci dan Kwee Sian sedang asyik berbicara satu sama lain.
Menampak kedatangan Tan Hong, Kwee Sian berseru "Hong-ko, bagaamana tidurmu
cukup nyaman?"
Sambil tersenyum Tan Hong menganggukan kepalanya dan berkata jenaka"Terima kasih Sian-moi engkau sudah berbaik hati memberi penginapan cuma"
Kwee Sian memonyongkan mulutnya, "Huuh engkau lihat Siu Ci cici, orang baik-baik menanyakan keadaannya malah dijawab sembarangan"
Thio Siu Ci hanya tersenyum geli melihat kelakuan Kwee Sian.
Tiba-tiba terdengar bunyi keruyukan dari perut Tan Hong, suaranya terdengar cukup nyaring.
Baik Thio Siu Ci dan Kwee Sian tertawa nyaring mendengarnya, Tan Hong sendiri sambil nyengir mengusap-usap perutnya yang keroncongan.
"Hong-ko mari kita sarapan, kalau tidak cacing yang ada diperutmu itu akan berontak terus" kata Kwee Sian sambil tertawa lebar.
Tan Hong menganggukan kepalanya dan berkata "Oh ya Sian-moi, Bok-heng sedikit tidak sehat, bisakah engaku meminta pelayan mengantarkan makanan buatnya?"
"Nanti aku suruh pelayanku Cim-Li mengantarkan makanan ke kamarmu" jawab Kwee
Sian. Sehabis menyantap sarapan pagi, Kwee Sian mengajak jalan-jalan mengelilingi
perkampungannya. Perkampungan paviliun Seribu Pedang cukup luas, di samping taman, kolam dengan jembatan ditengahnya, hutan bambu di sebelah Timur, di belahan Barat tampak rumah-rumah buat para pelayan. Di bagian belakang perkampungan Seribu
Pedang dibatasi oleh bukit-bukit yang ditumbuhi pohon-pohon liar yang lebat.
"Ayah kalau lagi senang berburu binatang biasanya pergi ke balik bukit di sebelah sana"
kata Kwee Sian sambil menunjuk bukit yang namapak cukup tinggi di hadapan mereka.
"Tempatmu ini sungguh indah dan nyaman, Sian-moi. Sungguh membuat betah orang
yang mendiaminya" puji Tan Hong.
"Terima kasih Hong-ko, kalau suka engkau boleh setiap saat datang ke sini" kata Kwee Sian penuh arti.
Thio Siu Ci melirik kearah Tan Hong yang menangguk-anggukkan kepalanya, dia melihat hubungan Kwee Sian dan Tan Hong cukup akrab.
Tiba-tiba terdengar suara Kwee Sian menyapa Thio Siu Ci, "Siu Ci cici engaku dari tadi berdiam diri saja, apa yang engkau pikirkan?"
"Ah, tidak apa-apa Sian-moi" jawab Thio Siu Ci gelagapan.
"Jangan terlalu dipikirkan, ayah pasti akan membantumu sekuat tenaga membalas
dendam Thio-pek-pek" sambung Kwee Sian simpati.
"Terima kasih Sian-moi, aku sudah merepotkan engkau dan Kwee-pek-pek."
Suasana yang tadi riang gembira tiba-tiba berubah menjadi kesunyian.
"Wah matahari sudah semakin meninggi, sebaiknya kita kembali" ajak Tan Hong
memecahkan keheningan.


Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekembalinya mereka, sebagain besar tamu yang menginap sudah berpamitan. Tampak
It-kiam-tin-thian-lam sedang mengantar keberangkatan beberapa tamu di depan pintu gerbang.
"Ayah1" seru KweeSianmenghampiri It-kiam-tin-thian-lam.
It-kiam-tin-thian-lam menoleh kearah putrinya, "Kwe Sian kemana saja engkau sepagian ini, harusnya engkau melayani para tamu" tegur It-kiam-tin-thian-lam.
"Aku mengajak Siu Ci cici dan Hong-ko keliling perkampungan kita ini ayah. Apakah para tamu sudah berpamitan semua?"
"Ya, mereka harus segara menyiapkan diri menghadapi pertemuan di Shao-Lin bulan
depan. Kim Jiu Tok dan anaknya juga sudah berangkat beberapa waktu yang lalu."
"Maafkan cayhe cianpwe, berarti Bok-heng juga ikut berangkat bersama rombongan Kim-cianpwe" tanya Tan Hong
"Benar, kelihatannya mereka ada urusan mendesak yang perlu ditangani segera. Lohu sendiri sebenarnya meminta mereka menginap satu dua hari lagi" jawab It-kiam-tin-thian-lam.
"Kalau begitu cayhe juga mohon diri cianpwe, kebetulan cayhe masih ada urusan yang terbengkalai" kata Tan Hong sambil menjura.
"Kenapa terburu-buru Hong-ko, tinggalah beberap hari lagi?" tanya Kwee Sian terkejut.
"Terima kasih Sian-moi, jangan merepotkan" jawab Tan Hong sambil melirik kearah Thio Siu Ci yang diam saja. Dirinya sebenarnya berat berpisah namun benar-benar ada sesuatu urusan yang harus ia selesaikan.
Setelah berpamitan pada It-kiam-tin-thian-lam, Tan Hong segera berlalu dari
perkampungan Seribu Pedang diiringi tatapan mata Thio Siu Ci dan Kwee Sian.
Tan Hong sendiri tanpa menoleh lagi ke belakang segera mengembangkan langkah
mengentengkan tubuh, berkelabat dengan cepat seolah mengejar sesuatu. Berdasarkan penuturan It-kiam-tin-thian-lam, rombongan Kim Jiu Tok belum lama berlalu, dia berencana menguntit rombongan tersebut.
Akhir-akhir ini, dirinya telah melakukan penyelidikan mendalam terhadap perkampungan Kim-khe-san-ceng pimpinan Kim Jiu Tok. Hal ini bermula kira-kira satu setengah tahun yang lalu, suatu hari Tan Hong tiba di sebuah dusun yang makmur. Dusun ini memiliki tanah yang subur dan hasil pertanian yang mampu membuat penduduknya hidup serba
kecukupan. Selain itu dusun ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang bijaksana dan disegani oleh segenap penduduk. Dahulu dusun ini tidak berbeda jauh dengan dusun-dusun sekitarnya, hanya dapat memenuhi kebutuahn sehari-hari secara pas-pasan.
Namun sejak di pimpin kepala desa yang baru, perekonomian dusun terangkat berkat kerja keras kepala desa memobilisasi segenap warga untuk bekerja keras membuka lahan dan menanami sayur-mayur yang dapat di jual di kota terdekat dengan harga tinggi. Kepala desa yang baru itu sebenarnya bukanlah penduduk asli dusun tersebut. Kira-kira lima belas tahun yang lalu baru menetap di dusun tersebut dan dikenal dengan panggilan tabib Loh karena pekerjaannya adalah seorang tabib yang sangat pandai mengobati penyakit-penyakit yang diderita para penghuni dusun tersebut. Hanya berselang beberapa minggu saja semenjak tabib Loh tinggal di dusun itu, ia telah menyembuhkan banyak penyakit yang diderita warga dusun. Tidak heran hari demi hari ke depan, tabib Loh terkenal ke seluruh pelosok dusun bahkan sampai ke dusun-dusun tetangga yang jaraknya bermil-mil jauhnya. Sebelumnya para penduduk berusaha meyembuhkan sendiri penyakit yang
mereka derita, kalaupun tidak dapat diatasi barulah mereka pergi ke kota terdekat untuk berobat pada tabib kota. Dusun mereka tidak mempunyai tabib sebab siapa yang mau membuka praktek di sebuah dusun yang miskin dan jauh dari kota.
Di samping pandai mengobati penyakit, tabib Loh juga disegani karena kepandaian ilmu silatnya. Hal ini baru diketahui penduduk dusun ketika beberapa bulan kemudian, di tengah malam yang hujan, dusun mereka didatangi serombongan perampok yang
melewati dusun mereka. Apabila tidak ada tabib Loh dapat dipastikan penderitaan yang harus dialami para penduduk menghadapi para perampok yang ganas, tidak segan-segan melukai, memperkosa bahkan membunuh para penduduk yang melawan. Namun berkat
kelihaian ilmu silat tabib Loh, dusun tersebut terlepas dari bahaya yang mengancam.
Seorang diri dengan tangan kosong tabib Loh mampu membuat para perampok yang
berjumlah belasan dan bersenjata pedang maupun golok tunggang langgang bahkan
pemimpinnya binasa di tangan tabib Loh sedangkan sisa-sisa gerombolan tersebut
dilepaskan tabib Loh setelah terlebih dulu dimusnahkan ilmu silatnya. Sejak itu tabib Loh semakin disegani penduduk dan akhirnya didaulat menjadi kepala dusun yang baru
setahun kemudian setelah kepala dusun yang lama meninggal dunia.
Selama belasan tahun dipimpin tabib Loh perlahan tapi pasti dusun mereka berubah dari dusun yang miskin menjadi makmur. Tabib Loh sendiri tinggal di sebuah rumah di pinggir dusun yang tidak terlalu besar , agak terpisah dari rumah-rumah yang lain, ditemani putri satu-satunya yang biasa di panggil nona Loh oleh para penduduk. Putri tabib Loh berusia sekitar tujuh belas tahun dan kecantikannya terkenal di seluruh dusun dan menjadi kembang desa bagi para pemuda dusun. Selain ramah dan supel, Loh Bwe Li juga pandai mengobati seperti ayahnya. Wajah Loh Bwe Li putih mulus, berbentuk oval dengan
sepasang mata yang jernih dan bibir yang mungil serta setitik tahi lalat di pipinya, membuatnya tambah manis.
Tan Hong sendiri begitu memasuki dusun ini merasakan kemakmuran yang ada dari wajah setiap penduduk yang ditemuinya, penuh canda dan tawa. Sangat berlainan dengan
dusun-dusn lain yang pernah disinggahinya, hingga tidak heran ia merasa betah dan memutuskan tinggal beberapa hari lamanya di sebuah losmen penginapan satu-satunya di dusun tersebut. Losmen itu sendiri hanya terdiri dari beberapa kamar saja, selain letaknya yang cukup jauh dari kota, dusun ini juga jarang dikunjungi tamu dari luar. Paling banter mereka yang menginap di losmen ini adalah para pedagang yang hendak membeli sayur-mayur hasil pertanian dusun tersebut. Hingga tidak heran kedatangan Tan Hong disambut dengan ramah tamah dan dikenalkan dengan kepala dusun.
Begitu berjumpa dengan tabib Loh, Tan Hong segera mengetahui kepala dusun tersebut memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi, seorang jago silat yang menyembunyikan diri di sebuah dusun. Entah apa yang menyebabkannya sampai harus bersembunyi di dusun
yang jauh kemana-mana, duga Tan Hong waktu itu. Tabib Loh sendiri yang waktu itu sudah berusia sekitar enampuluh tahunan sangat senang berkenalan dengan seorang
pemuda yang ia ketahui berasal dari rimba persilatan dan ia taksir memiliki ilmu silat yang tinggi. Saking senangnya berbincang-bincang dengan Tan Hong seputar kabar terbaru sungai telaga, tabib Loh mengundang Tan Hong berdiam di tempat kediamannya namun Tan Hong menolaknya dengan halus. Ia beralasan hanya beberapa hari saja tinggl di dusun ini, sebelum melanjutkan perjalanannya. Tan Hong sendiri bukannya tidak tahu maksud tabib Loh mengundangnya tinggal bersama mereka. Ia tahu tabib Loh ingin
menjodohkan putri kesayangannya kepada dirinya. Loh Bwe Li sendiri begitu berjumpa dengan Tan Hong yang berwajah tampan segera jatuh hati, sangat lain dengan para
pemuda dusun ayng dikenalnya selama ini.
Baru lima hari Tan Hong tinggal di dusun tersebut, terjadilah peristiwa yang tidak disangka-sangka. Hari itu malam baru tiba beberapa saat, Tan Hong sedang bersamadhi melatih tenaga dalamnya. Entah beberapa lama, tiba-tiba pintu kamarnya diketok seseorang.
Terjaga dari samadhinya, Tan Hong membuka pintu kamarnya, ternyata pemilik losmen tersbut yang mengetuk pintu.
"Maaf siangkong menganggumu tapi ada peristiwa yang sangat mengejutkan, di rumah tabib Loh terjadi keributan besar."
"Apa yang terjadi?" tanya Tan Hong kaget
"Entahlah siangkong, para penduduk tidak berani mendekat. Rumah tabib Loh disantroni belasana perampok berkedok hitam. Begitu mendengar berita tersebut aku buru-buru mengabarkannya ke siangkong, mungkin saingkong dapat membantu tabib Loh untuk
mengusir para perampok itu" jawab pemilik losmen dengan hati cemas.
Tanpa menunggu kelanjutan omongan si pemilik losmen, Tan Hong meluncur kearah
rumah tabib Loh. Selama berbincang-bincang dengan tabib Loh beberapa hari ini, ia mendapat kesan yang sangt baik terhadap tabib Loh. Selain memiliki pengetahuan yang sangat luas, mereka juga berdiskusi mengenai ilmu silat. Tan Hong sendiri sangat kagum dengan pengertian ilmu silat tabib Loh dan menarik manfaat yang tidak sedikit dari hasil diskusi tersebut. Beberapa pengertian ilmu silat yang masih samar-samar baginya waktu itu, dapat diselaminya lebih mendalam berkat uraian tabib Loh. Bagi jago silat yang sudah mencapai tingkat yang tinggi seperti Tan Hong, menemukan lawan atau teman yang
mampu mengimbangi atau bahkan memebri petunjuk-petunjuk berharga bagaikan
berusaha menemukan jarum di setumpuk jerami. Tidak heran Tan Hong sangat
bersemangat tiap kali berdiskusi dengan tabib Loh, begitu pula sebaliknya. Selama belasan tahun ini ibarat orang yang kehausan, menjumpai seoarng pemuda yang lihai sangat mecocoki kehausannya tersebut. Segala pengetahuaan yang diselaminya selama puluhan tahun tersebut, ia tumpahkan semuanya. Ini merupakan rejeki bagi Tan Hong, tak disangka-sangka di sebuah dusun yang terpencil menjumpai seorang tokoh yang memiliki pengertian ilmu silat setingkat guru besar partai-partai besar di sungai telaga.
Namun sayang kedatangannya terlambat, Tan Hong hanya menjumpai tubuh tabib Loh
yang bersimbah darah, binasa dengan mata melotot terbuka. Perlahan Tan Hong
mengatupkan mata tabib Loh agar dapat beristirahat dengan tenang. Tiba-tiba matanya melihat kearah tangan tabib Loh, nampak sebelum mati tabib Loh menulis sesuatu di tanah dengan jarinya. Hanya satu kata tertera di situ yaitu kata Kim. Tan Hong mengingat kata tersebut dalam hati, lalu memeriksa sekeliling rumah. Di bagian dalam rumah ia
menemukan dua sosok tubuh berpakaian hitam dengan kedok diwajahnya. Kedua sosok
yang terbujur kaki dilantai itu kemungkinan binasa di tangan tabib Loh. Tan Hong mengeledah badan kedua mayat tersebut tapi tidak menemukan tanda-tanda apapun
kecuali pedang milik kedua penyerang tersebut. Pedang tersebut dibuat dari bahan-bahan pilihan, walaupun bukan termasuk pedang mestika namun mereka yang memiliki pedang sekualitas ini pasti memiliki asal usul yang luar biasa.
Loh Bwe Li sendiri tak dapat ia temukan. Merasa khawatir, Tan Hong segera memeriksa lebih cermat jejak para penyerang tersebut. Dia tahu para penyerang tersebut pasti memiliki ilmu silat kelas satu hingga mampu membinasakan seorang jago silat seperti tabib Loh, yang memiliki ilmu silat setingkat ketua partai besar. Tanpa menunda waktu, Tan Hong segera meluncur kearah belakang rumah tabib Loh yang mengarah ke sebuah hutan belukar tempat dimana biasanya tabib Loh mencari tanaman-tanaman berkhasiat.
Namun sekali lagi kedatangannya sudah terlambat, di salah satu semak-semak yang
tumbuh di hutan tersebut, Loh Bwe Li ia temukan binasa dengan tubuh bugil. Tubuhnya yang ramping dengan sepasang buah dada yang mampu membuat pria manapun bertekuk
lutut, sekarang hanya tinggal seonggok tubuh tak bernyawa. Dengan tangan gemetar saking emosinya, Tan Hong melepaskan jubahnya, ditutupinya tubuh Loh Bwe Li yang telanjang tersebut. Wajah yang cantik dan selalu tersenyum manis kepadanya selama beberapa hari ini sekarang tinggal ah kenangan. Tan Hong bersumpah dalam hati akan menyeldidiki peristiwa menyedihkan ini dan membalas kematian tabib Loh dan Loh Bwe Li.
Walaupun baru berkenalan beberapa hari dengan ayah beranak tersebut, namun bagi Tan Hong mereka sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri.Iasungguh merasa kehilangan mereka berdua.
Dua hari kemudian setelah melakukan upacara pemakaman yang diiringi oleh seluruh penduduk dusun tersebut, Tan Hong meninggalkan dusun kediaman tabib Loh dan
memulai serangkaian penyelidikan yang melelahkan selama kurang lebih satu setengah tahun lamanya.Selama itu hasil penyelidikannya mengarah kepada perkampungan Kim-khe-san-ceng. Ada beberapa hal yang membuat kecurigaannya mengarah kepada
perkampungan tersebut. Pertama adalah kata "Kim" yang digores jari tanggan tabib Loh sebelum binasa, yang kedua berdasarkan ilmu silat para pengeroyok tabib Loh. Menurut dugaannya, hanya perkampungan Kim-khe-san-ceng memiliki jago-jago silat kelas satu yang mampu membinasakan tokoh sekelas tabib Loh. Ketiga, pedang yang ditinggalkan kedua mayat tersebut sangat mirip dengan pedang para agen penyelidikan perkampungan Kim-khe-san-ceng. Namun kecurigaan-kecurigaan di atas masih lemah hingga ia tidak berani berlaku gegabah. Itulah sebabnya beberapa bulan yang lalu ia berusaha
berkenalan dengan para penyelidik perkampungan Kim-khe-san-ceng. Akhirnya di kota Lijiang ia berhasil berkenalan dengan petugas penyelidikan perkampungan Kim-khe-san-ceng bahkan tidak tanggung-tanggung, ia berkenalan dengan Bok-Lam, yang mengepalai seluruh petugas penyelidik perkampungan tersebut.
Hal terakhir yang membuat kecurigaannya semakin menebal adalah peristiwa semalam di hutan bambu di paviliun Seribu Pedang. Ilmu silat kedua bayangan tersebut sangat hebat, namun gaya dan gerak-gerik salah satu bayangan tersebut membuatnya curiga. Ia
menduga salah satu bayangan tersebut adalah Kim Han Seng. Beberapa waktu yang lalu ia pernah melihat cara bertempur ketika Kim Han Seng dan Thio Siu Ci mengeroyok Ban-Li-Tok-Heng di sebuah rumah makan. Kemudian ia berhasil mengkonfirmasi
kecurigaannya tersebut ketika melihat salah satu bayangan itu menyelinap menuju kamar tempat Kim Han Seng menginap di paviliun Seribu Pedang.
Hanya saja yang masih belum ia mengerti adalah mengapa ilmu silat Kim Han Seng maju demikian pesat apabila dibandingkan ketika Kim Han Seng membantu Thio Siu Ci
mengeroyok Ban-Li-Tok-Heng. Penjelasan yang masuk akal adalah baik Kim Han-Seng
dan Bok-Lam menyembunyikan tingkat ilmu silat mereka yang sebenarnya. Pertempuran semalam di hutan bambu mengungkapkan kelihaian sejati keduanya.
Tan Hong terus mengembangkan ilmu meringankan tubuh sampai tingkat tertinggi.
Tubuhnya melayang-layang melintasi keluasan padang rumput. Melayang pesat di atas permukaan tanah ditengah hembusan angin yang merambat pelan, ujung sepatunya
menutul perlahan di atas ujung rumput yang satu ke ujung rumput yang lain. Sungguh merupakan demontrasi ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai puncaknya.
Dengan cepat belasan li dilaluinya, sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan hijau rerumputan bagaikan permadani halus. Agak jauh di depan terlihat setitik hitam bergerak perlahan. Melihat itu Tan Hong semakin bersemangat, dia yakin titik hitam tersebut adalah rombongan Kim-khe-san-ceng.
Semakin mendekati rombongan tersebut Tan Hong memperlambat larinya, sadar
berhadapan dengan lawan yang tangguh dan tidak dapat di anggap enteng, terutama Kim Jiu Tok. Sekali-sekali ia tidak berani terlalu mendekat, buruannya kali ini adalah ahli penguntit nomer wahid di rimba persilatan. Tan Hong meningkatkan kewaspadaannya
sampai tingkat yang tidak pernah dialaminya selama terjun di sungai telaga. Jantungnya berdebur kencang, keringat dingin tampak di dahinya, wajahnya yang biasa acuh tak acuh, kali ini terlihat sangat tegang dan serius.
Bagaikan seorang pemburu yang mengejar mangsa, kadang-kadang ia menyelinap di balik pepohonan, mendekam di permukaan tanah. Instingnya mengatakan kepergian mendadak rombongan Kim-khe-san-ceng ini pasti mempunyai tujuan tertentu.
Penguntitan itu berlangsung berhari-hari lamanya, keadaan Tan Hong pada awalnya
bersih dan rapi berubah menjadi kotor dan lusuh. Wajahnya terlihat lelah dan capek.
Selama beberapa hari ini, apabila rombongan Kim Jiu Tok tersebut berhenti di sebuah losmen, ia tidak berani ikut masuk. Agak jauh dari losmen tersebut, ia melewatkan malam di jalanan, tidak berani terlalu pulas tidur, kadang-kadang ia bangun untuk memastikan ketiga orang yang ia kuntit masih berada di dalam losmen.
Pada hari ke empat, hampir saja ia kehilangan jejak buruannya. Ketika itu saking capeknya ia tertidur lelap di emperan rumah penduduk, tidak jauh dari rumah penginapan di mana buruannya menginap. Begitu mendusin dari tidurnya, hari sudah menjelang pagi. Tampak jalanan dusun sudah mulai hidup, beberapa orang penduduk sudah bangun, melakukan aktifitas rutin.
Tan Hong melentik bangun buru-buru, ia segera menghampiri rumah penginapan tersebut.
Seorang pelayan hotel sedang menyapu halaman depan, Tan Hong berjalan mendekat
sambil menyesapkan sepotong tael perak ke tangan si pelayan ia bertanya. "Lopek, apakah tiga orang tamu yang datang kemarin malam sudah berangkat?"
Melihat seorang pemuda yang halus tahu-tahu demikian royal memberinya sepotong tael perak, si pelayan tertegun sebentar namun kemudian dia menjawab pertanyaan Tan Hong.
"Kira-kira sepertanakan nasi yang lalu, ke tiga tamu yang siangkong tanyakan sudah berangkat kearah sebelah timur dusun ini" kata si pelayan sambil menunjuk arah perginya rombongan Kim Jiu Tok.
"Terima kasih, lopek" kata Tan Hogn sambil buru-buru mengejar kearah Timur.
Sambil berlari ia mengutuk diri sendiri yang begitu ceroboh, Tan Hong khawatir kehilangan jejak buruannya.
Keterangan dari si pelayan losmen ternyata benar, beberapa mil ke depan Tan Hong berhasil menyandak rombongan Kim Jiu Tok. Rupanya mereka tidak menyangka sama
sekali dikuntit oleh Tan Hong.
Beberapa hari kemudian setelah melalui padang rumput, kota, dusun terpencil dan hutan belantara, rombongan Kim Jiu Tok sampai di suatu pegunungan dengan puncak yang
dipenuhi kabut. Suasana terasa mulai dingin dan segar. Tak lama kemudian mereka
sampai di suatu lembah menghijau, dengan kabut menggantung rendah dan jalan yang menanjak, dengan dinding batu terjal di sebelah kiri dan jurang"jurang menganga di sebelah kanan. Setelah melalui tanjakan"tanjakan terjal yang seolah tak berujung itu, tampak sebuah tempat yang bagaikan dunia lain. Pada ketinggian ratusan li, tiba"tiba seluruh tanjakan terjal dan kontur pegunungan hilang dari pemandangan. Terlihat sebuah dataran, betul"betul tempat yang sangat datar, di lembah yang dilingkari gelang raksasa dinding perbukitan, berwujud seperti mangkuk atau baskom raksasa. Lembah tersebut selalu diliputi kabut sepanjang tahun, sosok bangunan-bangunan yang kaku dan berwarna kelabu tertutup kabut asap, langit yang sama kelabunya, dan angin dingin yang tiba"tiba berembus, mengingatkan pada tempat yang jauh.
Tan Hong sendiri merasa sangat kagum dengan pemandangan yang terhampar di
depannya, sekaligus bertanya dalam hati apakah ini tujuan akhir rombongan Kim Jiu Tok.
Tampak di mulut lembah tersebut keluar beberapa orang menyambut kedatangan
rombongan Kim Jiu Tok. Dari kejauhan Tan Hong tidak dapat mendengar pembicaraan
mereka, namun yang jelas tak lama kemudian rombongan Kim Jiu Tok memasuki lembah tersebut.
Tan Hong menimbang-nimbang dalam hati, apakah ia harus mengikuti masuk ke dalam
lembah atau tidak. Ia tidak tahu keadaan lembah tersebut, apakah di jaga ketat atau bahkan dipasangi perangkap. Dia memutuskan untuk berhati-hati sebelum memasuki
lembah tersebut. Sambil berputar mengelilingi lembah tersebut, Tan Hong berusaha mencari tahu keadaan, jalan alternative memasuki lembah tersebut. Semua ini ia lakukan dengan kewaspadaan yang tinggi. Hasil pengamatannya, di beberapa tempat yang
strategis tampak beberapa orang penjaga. Hanya saja penjagaannya kurang ketat,
mungkin di samping letaknya yang sangat terpencil dan jarang dikunjungi tamu tak diundang, para penjaga tampak bermalas-malasan.
Sambil tersenyum kecil, Tan Hong meneruskan penyelidikannya, ia memutuskan setelah hari gelap akan mencoba menerobos masuk. Sementara menunggu Tan Hong naik ke
atas pohon yang rimbun dan bersamadhi memulihkan tenaga.
Waktu berjalan tanpa terasa malampun tiba, suasana tampak sunyi, gelap menyeramkan.
Cahaya bulan memancar bermalas-malasan. Angin berdesir lembut menerpa wajah Tan
Hong, sayup-sayup terdengar lolongan serigala dan mahluk hutan dari sela-sela
pepohonan. Sesaat kemudian Tan Hong meenyudahi samadhinya, dirinya merasa tenaganya pulih dan segar. Semangatnya mulai bangkit mengebu-gebu. Jantungnya berdetak sedikit lebih kencang daripada biasanya. Adrenalinnya bergerak cepat seiring semakin dekat dirinya ke pintu masuk lembah. Tan Hong sadar jalan satu-satunya untuk mengetahui rahasia Kim Jiu Tok adalah dengan menempuh bahaya memasuki lembah tersebut.
Semakin mendekati mulut lembah, Tiba-tiba Tan Hong merebahkan diri di permukaan
tanah. Sambil merayap perlahan dengan sorot mata yang tajam, dia memandang
sekitarnya dengan waspada. Merayap bagaikan seeokr ular, setiap beberapa belas kaki, Tan Hong berhenti diam tak bergerak sama sekali selama beberapa saat. Dia berusaha meresapi keadaan sekitarnya, lalu mulai merayap kembali semakin mendekati lembah tersebut.
Ternyata setelah melewati mulut lembah, tak kelihatan seorang penjagapun. Namun Tan Hong tetap waspada dan kewaspadaannya itu membawa hasil yang positif. Sambil
merayap beberapa kaki melewati mulut lembah tersebut, dia berdiam diri sejenak
mengamati segala sesuatu yang kelihatan tidak wajar. Tidak ada gerakan yang
mencurigakan. Baru saja Tan Hong memutuskan untuk bergerak kembali, telinganya yang tajam menangkap suara halus patahan ranting kecil di sebelah kanannya. Tidak jauh dari situ terdapat sebatang pohon yang besar dengan dikelilingi semak belukar, tampak bayangan hitam besar.
Tan Hong tidak jadi bergerak, seluruh panca indera pendengarannya ia fokuskan ke arah sebelah kanan. Beberapa saat tak terdengar suara apa pun namun tak lama kemudian telingganya menangkap suara batuk kecil. Ternyata di balik pohon besar tersebut ada penjaganya. Perlahan tapi pasti, sambil menutup pernafasannya, Tan Hong mendekati sumber suara tersebut. Sedikit mengitari kearah belakang pohon tersebut, tak lama kemudian mata Tan Hong berhasil menangkap sesosok tubuh, sedang bersandar di balik batang pohon. Jarak Tan Hong dan si penjaga hanya tiga empat langkah jauhnya namun si penjaga belum menyadari bahaya yang mengancamnya.
Tan Hong sendiri tidak berani gegabah, ia takut si penjaga tidak sendirian. Siapa tahu di sekeliling daerah ini masih terdapat beberapa penjaga yang bersembunyi. Jadi Tan Hong tetap berdiam diri, menunggu.
Diam-diam Tan Hong mengagumi kesabaran si penjaga, dalam suasana malam yang
tenang dan sunyi namun tetap bediri tak bergerak sama sekali. Hanya kadang-kadang sanya terdengar gerakan tangannya mengusir nyamuk. Apabila tadi ia tidak mendengar si penjaga batuk kecil, niscaya ia pasti konangan. Hal ini semakin membuat diri Tan Hong waspada. Entah siapa gerangan penjaga di depannya ini, ia menduga bukan sembarang penjaga seperti beberapa penjaga yang ia temui sebelumnya. Ia merasa ilmu silat si penjaga tidak boleh dianggap enteng.
Satu kentongan sudah berlalu, sekonyong-konyong dari arah depan si penjaga muncul sesosok tubuh. Entah dari mana tahu-tahu sesosok bayangan melayang tiba di depan si penjaga.
"Sie toako, sekarang giliranku berjaga. Silakan engkau berisitirahat" sapa si sosok bayangan yang baru tiba tersebut.
"Baiklah, berjagalah yang benar Tiong Lam" sahut sosok pertama yang dipanggil oleh sosok kedua dengan panggilan Sie Toako, tanda orang she Sie ini lebih senior.
"Jangan khawatir Sie Toako, selama bertahun-tahun lembah ini khan belum pernah
disantroni siapapun juga, cayhe rasa sistem penjagaan kita sudah kuat" sahut si penjaga yang di panggil Tiong Lam tersebut.
"Engkau tidak boleh bersikap begitu Tiong Lam, apabila sampai di dengar Thio-taoko engkau tahu apa akibatnya" tegur Sie toako.
Mendengar perkataan Sie toako, Tiong Lam mengeluarkan keringat dingin. Semua
penghuni lembah ini tahu betapa disiplinnya Thio toako, sedikit kesalahan sudah cukup baginya menghukum si pelanggar dengan seberat-beratnya. Sebagai pemimpin yang
bertugas menjaga keamanan lembah, Thio toako terkenal tidak kompromi terhadap
kesalahaan seperti tertidur waktu menjaga. Mereka yang kedapatan tertidur, dapat dipastikan akan tidur selamanya. Itulah sebabnya begitu mendengar teguran Sie toako, Tiong Lam sampai mengeluarkan keringat dingin.
"Maafkan cayhe Sie toako, cayhe hanya bercanda saja" kata Tiong Lam dengan wajat pucat.
"Sudahlah tidak apa-apa, cuma lain kali sebaiknya kita menjaga mulut kita, jangan sembarangan berbicara. Engkau berjagalah dengan waspada" jawab Sie toako sambil
berjalan menjauh.
"Huuuhh?" si penjaga bernama Tiong Lam melepaskan ketegangan. Hatinya lega namun dia tidak berani bertindak sembarangan, dengan waspada ia berdiam diri di balik
pepohonan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Suasana sunyi senyap, sesekali terdengar sayup-sayup suara burung. Sekian lama
mengamati keadaan sekelilingnya, Tan Hong yakin mulut lembah ini hanya di jaga oleh seorang penjaga saja. Kedudukannya saat ini berdekatan sekali dengan posisi penjaga yang bernama Tiong Lam tersebut. Dengan perlahan sambil namun pasti, Tan Hong
semakin mendekati si penjaga dari arah belakang. Tiong Lam sendiri belum menyadari bahaya yang mengancamnya, perhatiaanya sedang diarahkan ke bagian depan. Namun
ketika Tan Hong semakin mendekat, instingnya yang tajam seolah memberitahu ada
sesuatu yang tidak beres tapi sudah terlambat. Baru saja kepalanya menoleh ke belakang, tubuhnya kaku seketika di tutuk Tan Hong.
Sebenarnya ilmu silat Tiong Lam termasuk kelas satu, hanya saja ia baru berjaga sebentar hingga belum sepenuhnya menyatu dengan keadaan sekitarnya. Terlebih dirinya tak
menyangka sama sekali, ada penyusup didekatnya, hingga tidak heran dengan mudah
Tan Hong berhasil menyergapnya tanpa perlawanan sama sekali. Apabila tadi Tan Hong berusaha menyergap penjaga sebelumnya, belum tentu hasilnya sedemikian mudah
seperti saat ini.
Tanpa memperdulikan Tiong Lam, Tan Hong bergegas menyusul kearah di mana si
penjaga yang dipanggil Sie toako tadi pergi. Dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, tubuhnya berkelabat diantara pepohanan lebat disekelilingnya.
Mengambil resiko ketahuan, Tan Hong mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya setinggi-tingginya tapi sejauh ini dugaanya benar. Sepanjang perjalanan tidak ada halangan apa pun, dalam sekejap mata Tan Hong berhasil menyandak buruannya tapi ia tidak berani terlalu mendekat. Ia menguntit ketat di belakang Sie toako, tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh.
Mereka melalui jalanan yang cukup terjal dan berkelok-kelok, melewati sebuah bukit kecil.
Di balik bukit kecil tersebut ternyata masih terdapat sebuah lembah. Sebuah lembah di dalam lembah, sungguh pemandangan yang mengejutkan dan jarang ada.
Lembah tersebut memiliki kedalaman sekitar ratusan langkah membentang sepanjang
belasan li. Patahan-patahan perbukitan membentuk dinding yang curam, bahkan ada yang tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau, hasil gerakan turunnya kulit bumi di masa lalu.
Jalan masuk menuju lembah tersebut hanya satu yaitu tempat di mana si penjaga
bernama Sie toako berhenti. Apabila tadi Tan Hong tidak mengikuti Sie toako, belum tentu ia dapat menemukan jalan masuk lembah sedemikian mudah.
Baru saja Sie toako berhenti, dari balik bebatuan besar yang mengapit pintu masuk lembah, keluar sepasang penjaga berpakain hitam gelap menghampiri Sie toako.
"Engkau sudah kembali, Sie toako" tanya salah seorang penjaga.
"Hmm..bagaimana dengan rombongan yang tadi datang" tanya Sie toako. Jelas kelihatan kedudukan Sie toako ini tidaklah rendah.
"Mereka tadi di sambut Thio toako dan saat ini sedang di jamu kauwcu di ruang utama.
Thio toako berpesan jika Sie toako kembali agar segera menjumpainya" sahut si penjaga.
"Sekarang Thio toako berada di mana?"
"Thio toako saat ini mengontrol sekeliling, mungkin sekarang ada di sebelah Timur."
Sie toako menganggukkan kepala dan berjalan masuk ke dalam lembah tersebut dan
berbelok kearah Timur sedangkan para penjaga kembali ke pos mereka masing-masing.
Keadaan segera sunyi kembali.
Tan Hong ragu-ragu sejenak, ia tidak tahu seberapa banyak penjaga yang bertugas malam itu. Lembah itu dikelilingi jurang dan terjal, tidak mungkin dilalui manusia. Satu-satunya jalan masuk hanyalah celah sempit yang berada dihadapannya.
Ahirnya setelah sekian lama menimbang-nimbang keadaan, Tan Hong beranjak dari
persembunyiaannya. Ia memutuskan memasuki lembah tersebut dengan terang-terangan.
Jika dugaannya tidak salah, pintu masuk lembah ini hanya di jaga dua orang tadi.
Baru saja ia menampilkan diri, tahu-tahu ke dua penjaga tadi kembali muncul dari balik bebatuan.
"Siapa yang datang!..harap perkenalkan diri" bentak salah seorang penjaga.
Tanpa membuang waktu Tan Hong segera melancarkan serangan kepada kedua penjaga
tersebut. Serangan yang dilakukannya tidak main-main. Ia tahu kedua penjaga tersebut pasti ahli silat kelas satu, jika tidak, tidak mungkin pintu masuk lembah yang sedemikian misterius hanya di jaga kedua penjaga ini saja.
Ternyata dugaannya tidak salah, dengan gerakan yang sebat kedua penjaga tadi
berpencar, menghindari serangan Tan Hong. Dengan posisi mengurung, satu di depan dan satu lagi di samping kanan, keduanya menyerang balik dengan jurus-jurus pedang yang mematikan. Syukur Tan Hong sudah bersiap sedia menghadapi keduanya, jika tadi ia memandang enteng ilmu silat lawan dan hanya menyerang dengan jurus biasa, dapat
dipastikan dirinya akan kerepotan di tekan lawan. Sekarang posisinya berada di atas angin, ia tidak memberi kesempatan pada kedua penjaga tersebut bernafas ataupun
membunyikan tanda bahaya.
Kedua penjaga itu terkesiap melihat musuh memiliki ilmu silat yang sangat mengejutkan.
Selama ini mereka menganggap ilmu silat pedang yang mereka kuasai, jarang ada
bandingannya. Namun kali ini mereka ketemu batunya. Baru belasan jurus berjalan, keringat dingin keluar dari tubuh mereka. Jurus pedang yang dilancarkan Tan Hong benear-benar mengiriskan hati, baru kali ini mereka mengalami pertempuran sedemikian hebat. Diam-diam mereka bersyukur menghadapi lawan berdua, jika sendirian sudah sejak tadi mereka menderita kekalahan.
Tan Hong sendiri harus mengakui kelihaian kedua lawannya ini, jurus-jurus yang
dilancarkannya merupakan jurus-jurus simpanan dan baru kali ini ia keluarkan selama berkecimpung di sungai telaga.
Dengan gerakan kilat Tan Hong terus menerjang maju dan permainan pedangnya benar-benar sukar dilukiskan dengan kata-kata. Pedang ditangannya berkelabatan berubah menjadi sinar bergulug-gulung dan mengeluarkan bunyi berdesingan memecahkan
kesunyian malam. Pertempuran sudah mendekati akhir.
Dengan kecepatan yang luar biasa, ujung pedangnya mengincar dada lawan di sebelah kiri, kemudian di susul gerakan membacok leher. Serangan ini sungguh hebat karena sekaligus dalam satu gerakan saja mengancam kedua lawan.
Hasilnya sungguh tidak mengecewakan.
Aduuhh! Aaahh..croott! Pedang Tan Hong berhasil mengenai sasaran dengan telak tanpa mampu ditangkis lawan-lawannya.
Lawan yang berada dihadapannya terhuyung-huyung mundur sambil melepaskan pedang
sebelum jatuh terlentang, putus nyawanya. Sedangkan lawan di sisi kiri Tan Hong, berdiri diam dan kaku sebelum tubuhnya yang tegap jatuh ke tanah. Dari balik dadanya mengucur darah kental yang deras. Binasa dengan mata melotot, penasaran.
Sambil membersihkan pedang, raut wajah Tan Hong terlihat sangat serius. Walaupun berhasil membinasakan kedua lawan namun hatinya semakin kelam. Hasil pertempuran dengan kedua orang penjaga ini, membuat dirinya sadar, lawan yang bakal ia hadapi adalah musuh yang sangat menakutkan. Entah siapa gerangan kauwcu yang mampu
merekrut orang-orang yang demikian lihai, duganya dalam hati.
Perlahan-lahan dengan kewaspadaan yang tinggi Tan Hong berjalan memasuki celah kecil yang diapit batu besar di kedua sisinya.Melewati celah tersebut, tak lama kemudian jalanan setapak yang dilaluinya mengarah ke bawah lembah, terlihat kelap-kelip lentera di tengah-tengah lembah tersebut.Baru berjalan kira-kira sepuluh langkah, di salah satu sisi jalan terdapat bongpai yang cukup besar seukuran tubuh laki-laki dewasa, terbuat dari batu.Dalam kegelapan malam terlihat bongpai tersebut seolah-olah bagaikan sosok hitam mengerikan.
Dibantu sinar rembulan yang redup dan cahaya pedang puska ditangannya, terlihat tulisan yang cukup mencolok di tengah-tengah bongpai tersebut.
"Bagi siapa yang memasuki lembah kematian tanpa ijin, hanya kematian yang akan
dihadapinya"
Ternyata lembah ini bernama lembah kematian, kata Tan Hong dalam hati. Selama
berkelana di dunia kangouw ia belum pernah mendengar tentang lembah ini. Namun yang jelas, bila rombongan Kim Jiu Tok datang sebagai tamu, ini berarti kauwcu lembah ini memiliki hubungan yang erat dengan perkampungan Kim-khe-san-ceng pimpinan Kin Jiu Tok.
Firasatnya mengatakan rahasia lembah kematian ini sangat erat hubungannya dengan kejadian-kejadian yang menimpa dunia persilatan saat ini.
Tan Hong meneruskan perjalanan menuju ke arah tengah lembah, dari kejauhan terlihat sinar lentera menerangi sesosok bangunan yang lumayan besar. Dengan kewaspadaan
tinggi Tan Hong mendekati gedung tersebut. Suasana malam yang semakin kelam dengan langit yang suram menambah seram keadaan sekelilingnya. Bangunan yang berada
dihadapannya ini terlihat cukup megah, di kedua sisi pintu masuk terdapat sepasang patung singa besar. Namun anehnya tidak ada seorang penjagapun. Tan Hong merasakan perasaannya tidak enak hingga ia semakin hati-hati dalam bertindak. Ia mengamati keadaan sekitarnya beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk memasuki
bangunan tersebut. Dengan gerakan yang luwes tapi gesit, tubuhnya melayang ke atas tembok tinggi yang mengelilingi bangunan tersebut. Begitu kakinya menginjak bagian atas tembok, tanpa membuang tempo Tan Hong segera melayang turun, hinggap di permukaan tanah dan dengan kecepatan kilat bersembunyi di balik pepohonan. Ternyata ia berada di sebuah taman yang cukup luas dengan bukit-bukit kecil dan kolam ikan di dalamnya.
Belum sempat ia beranjak dari tempat persembunyian, pendengarannya menangkap
sesuatu dari arah sebelah Timur. Tan Hong semakin mendekam, tak lama kemudian
nampak muncul sesosok tubuh dari salah satu ruangan gedung tersebut. Seorang gadis yang cantik nampak berjalan perlahan menuju taman, ia mengenakan baju putih dengan lengan baju berwarna hijau muda. Wajahnya sangat cantik namun terlihat sedikit pucat dengan sinar mata yang mengandung kemurungan. Walaupun raut mukanya terlihat
murung namun tidak dapat menyembunyikan kecantikannya. Tubuhnya yang langsing,
sungguh serasi dengan baju yang dikenakan, rambutnya yang hitam panjang tergelung dengan rapi. Alisnya sangat lentik dengan sinar mata yang sendu, membuat pria manapun yang melihatnya jatuh hati seketika. Raut mukanya berbentuk oval di balut kulit wajah yang putih mulus, dihiasi bibir mungil dan dagu yang lembut. Usia gadis tersebut tidak lebih dari dua puluh tahun, usia di mana seorang gadis sedang mekar-mekarnya. Namun sayang di wajahnya terbayang keangkuhan yang tinggi dan garis bibir yang tegas. Namun hal itu tertutupi oleh kecantikannya yang khas. Hanya pria-pria yang berpengalaman saja seperti Tan Hong yang dapat mengenali sifat-sifat gadis tersebut begitu melihatnya pertama kali.
Dengan langkah yang gemulai namun dapat dilihat, di balik gerakan yang gemulai itu tersembunyi kegesitan dan kekuatan yang tidak dapat dipandang remeh. Gadis itu berjalan melewati tempat persembunyian Tan Hong, ia dapat mencium aroma wangi tubuh yang
teruar dari tubuh si gadis. Hati Tan Hong berdesir, ia seolah-olah pernah mencium aroma wangi seperti ini namun entah di mana ia tidak ingat. Selagi termenung mencoba
mengingat-ingat, gadis tersebut berhenti di depan kolam ikan. Sambil duduk di bangku panjang, gadis tersebut menatap kosong ke depan, keindahan kollam ikan yang diselingi air mancur kecil seolah tak ia perdulikan, entah masalah apa yang membuat seorang gadis demikian cantik bersedih, batin Tan Hong.
Tan Hong tak berani bergerak sedikitpun dari tempat persembunyian, ia belum tahu seberapa tinggi kepandaian gadis tersebut namun perasaannya mengatakan untuk tidak bertindak sembarangan.
Demikianlah untuk beberapa saat, keadaan taman tersebut tetap sunyi senyap, dua orang yang berada dalam taman tersebut sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tan Hong sendiri merasa serba salah, kalau ia bergerak takut ketahuan, ia hanya berharap agar gadis tersebut segera berlalu.
Tiba-tiba telinganya yang tajam menangkap langkah kaki seseorang, tak lama kemudian nampak seorang pemuda berjalan keluar menghampiri gadis itu. Pemuda itu ternyata adalah Kim Han Seng dari perkampungan Kim-khe-san-ceng.
Nampaknya gadis itu juga merasakan kehadiran seseorang, ia menoleh ke arah Kim Han Seng.
"Nona Li, engkau belum tidur?" tanya Kim Han Seng sambil berjalan mendekat.
"Oh rupanya Kim-heng, apakah perjamuan telah selesai?" tanya gadis yang di panggil nona Li tersebut.
"Hampir, ayahmu terlihat begitu gembira menyambut kedatangan rombongan kami.
Dengan bekerjasama dengan perkampungan kami, kekuatan kita pasti semakin kuat"
jawab Kim Han Seng.
"Hmm..aku tidak begitu peduli dengan hal semacam itu, yang penting cita-cita kakek, ayah dan paman dapat tercapai" sahut gadis tersebut dengan dingin.
"Aku sendiri awalnya tidak menyangka lembah ini ada hubungannya dengan
perkampungan misterius. Jadi aku sangat heran ketika ayah mengajak kami segera berlalu dari paviliun seribu pedang, mengunjungi lembah ini" kata Kim Han Seng melanjutkan.
Sambil tersenyum tawar gadis itu menjawab "Sebenarnya lembah ini merupakan tempat tinggal keluarga kami selama beberapa turunan sebelumnya, tak di sangka akhirnya kami kembali ke sini."
"Oh jadi semenjak kalian pergi, lembah ini kosong tak berpenghuni?" tanya Kim Han Seng
"Tidak, keluarga Pek-pek (paman tertua) bertugas menjaga lembah ini sedangkan ayah dan kakek meninggalkan tempat ini untuk mencari tahu rahasia ilmu silat keluarga kami."
"Ya, siapapun pasti tak akan menyangka keluarga kita masih memiliki hubungan erat" kata Kim Han Seng tersenyum.
"Hal itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan, kerjasama keluarga kalian dengan kami semata-mata berdasarkan hubungan saling menguntungkan. Aku berharap dengan
kerjasama ini maka rahasia selama puluhan tahun ini dapat dibongkar" sahut gadis bernama Li tersebut.
"Aku percaya kita pasti bisa membongkarnya jika kedua potongan peta kuno itu disatukan, selama ini masing-masing pihak kesulitan memecahkan rahasia tersebut karena masing-masing hanya menyimpan setengah bagian saja"
"Ya, tapi keluarga kami yang pertama kali mengetahui tempat rahasia tersebut" sambung gadis tersebut
"Betul tapi selama dua puluh tahun ini keluarga kalian tetap tidak bisa mendapatkan rahasia ilmu silat tersebut. Walaupun kalian telah menemukan lembah yang dimaksud tapi lembah tersebut sangat luas sedangkan letak persisnya di mana Master Li menyimpan peninggalannya hanya keluarga kami yang mengetahuinya dengan jelas" sahut Kim Han Seng.
"Sudahlah kita lihat saja nanti apakah rahasia tersebut akhirnya dapat dibongkar"
"Aku rasa dalam satu dua hari ke depan rombongan kita akan segera berangkat, baik keluargamu dan keluargaku pasti tidak sabar lagi menunda pencarian yang telah dilakukan puluhan tahun tanpa hasil. Apakah engkau ikut serta nona Li?" tanya Kim Han Seng.
"Entahlah aku rasa sebaiknya tinggal sementara di sini, mungkin ayah bersama pek-pek dan murid-muridnya lebih dari cukup. Bagaimana dengan Kim-heng?"
Kim Han Seng menghela nafas dan berkata "Sebenarnya aku ingin sekali ikut tapi ayah berpesan agar aku kembali dulu ke perkampungan kami, menengok istriku dan menjaga agar perkampungan tetap berjalan seperti biasa. Ayah akan pergi bersama Bok-Lam dan beberapa petugas andalan kami."
"Hari semakin larut sebaiknya aku kembali ke kamar" kata nona Li
"Baiklah, sebaiknya aku kembali ke perjamuan. Selamat malam nona Li"
"Malam Kim-heng" jawab nona Li sambil berjalan pergi
Kim Han Seng menatap kearah berlalunya nona Li, sorot matanya mengeluarkan sinar aneh, entah apa yang dipikirkannya. Tak lama kemudian iapun berlalu, kembali ke ruang utama.
Tan Hong keluar dari tempat persembunyiannya, hatinya berdebar gembira, tak sia-sia penguntitannya selama beberapa hari ini. Akhirnya ia berhasil mengetahui seluruh rahasia yang menyelimuti perkampungan misterius selama puluhan tahun ini.
Ia kemudian berjalan menuju ruang utama dimana perjamuan sedang berlangsung, namun kali ini ia melakukan kesalahan besar. Tanpa sepengetahuannya, kehadiran dirinya telah diketahuinya seseorang yang sedang meronda sekeliling lembah tersebut. Orang tersebut biasa di panggil sebagai Thio toako dan sangat disegani oleh seluruh penghuni lembah ini.
Orang ini sebenarnya bernama Thio Jing Han, murid utama Li Man Tho, kakak Li Han Bun atau Pek-peknya nona Li.
Thio Jing Han sendiri semenjak kecil dipelihara dan dididik oleh Li Man Tho yang hidup membujang dan dianggap sebagai anak sendiri. Bakat Thio Jing Han mempelajari ilmu silat telah terlihat semenjak kecil, diantara murid-murid asuhan Li Man Tho, dialah yang paling berbakat dan terpandai hingga tidak heran Li Man Tho sangat tergantung pada murid kesayangannya ini dalam mengatur segala keperluaan lembah kematian ini. Sifat Thio Jing Han sangat keras, ia tidak segan-segan menghukum para sutenya yang
melakukan pelanggaran peraturan lembah. Sifat ini kemungkinan ia warisi dari gurunya, walaupun menyayangi Thio Jing Han tapi Li Man Tho mendidik Thio Jing Han dengan
keras. Di samping itu usia Thio Jing Han dengan sute-sutenya terpaut cukup jauh. Saat ini Thio Jing Han berusia sekitar akhit tiga puluh tahunan, sebagian besar sute-sutenya itu ialah yang membimbing mereka hingga boleh di bilang Thio Jing Han merangkap sebagai suheng dan guru bagi mereka. Li Man Tho sendiri sangat jarang turun langsung mendidik murid-muridnya, di samping ia sibuk menciptakan sejenis ilmu silat yang menjadi intisari seluruh kepandaiannya, juga ia sibuk berusaha menyembuhkan ayahnya. Di samping
memiliki ilmu silat yang tinggi, Li Man Tho juga seorang ahli pengobatan. Selama puluhan tahun ini semenjak ayahnya mengalami luka berat hasil pengeroyokan Thio Kin Liong dan begundalnya, Li Man Tho sibuk meracik obat-obatan guna menyembuhkan luka-luka
ayahnya. Sejauh ini usahanya cukup berhasil, hanya saja bahan-bahan ayng diperlukan merupakan bahan obat-obatan yang langka. Itulah sebabnya ia memerintahkan adiknya Li Han Bun mencari bahan-bahan obat yang diperlukan hingga terjadi peristiwa-peristiwa penyerbuan perkampungan misterius terhadap perkampungan lain dalam usaha
mendapatkan bahan-bahan obat berkualitas. Li Man Tho sendiri mempelajari ilmu


Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengobatan dari sebuah kitab pusaka warisan keluarga, yang ditulis Master Li beberapa ratus tahun yang lalu. Seperti diketahui, Master Li dikenal sebagai jenius silat jaman lampau, disamping memiliki ilmu silat nomer satu dijamannya, ia juga menguasai ilmu pertabiban dan ilmu perbintangan.
Kembali pada situasi malam itu, tanpa sengaja ketika ia sedang meronda Thio Jing Han melihat sekelabatan bayangan orang di taman belakang menuju ruang utama. Melihat gerakan orang tersebut sangat gesit hatinya tercekat, dia tahu lembah mereka kedatangan musuh yang sangat lihai. Buru-buru ia mengejar ke a rah menghilangnya bayangan
tersebut sambil membunyikan tanda bahaya.
Tan Hong sendiri begitu mendengar bunyi tanda bahaya segera menyadari dirinya telah konangan. Sambil celingukan ia berusaha mencari jalan keluar atau tempat
persembunyian sementara. Namun belum sempat ia bereaksi lebih lanjut, dari arah
belakang terdengar kesiur angin mengancam punggungnya.
Menyadari ia dibokong dari belakang tanpa menoleh Tan Hong maju beberap tindak
sambil menjatuhkan diri ke tanah, menghindari bokongan tersebut. Kemudian dalam posisi masih di permukaan tanah Tan Hong menyerang balik dengan gerakan sapuan kaki
memutar kearah perut lawan. Lalu dengan cepat melentik bangun dengan gerakan lee-hie-tha-teng (ikan gabus melentik) menghadap lawan.
Dalam gebrakan pertama ini masing-masing pihak menyadari lawan yang mereka hadapi bukan sembarang orang. Dengan mata mencorong tajam Thio Jing Han menatap Tan
Hong dan berkata..
"Siapa gerangan saudara, mengapa menyusup ke lembah ini di tengah malam buta?"
Belum sempat Tan Hong menjawab, dari ruang utama muncul rombongan perkampungan
Kim-khe-san-ceng, diantaranya Kim Jiu Tok, Bok-Lam dan Kim Han Seng. Sedangkan dari pihak tuan rumah nampak Li Han Bun dan seorang pria berusia sekitar pertengahan enam puluh tahunan di samping kiri Li Han Bun. Wajahnya terlihat keras berbentuk tirus dengan kulit wajah sedikit kekuningan dan janggut yang mulai memutih. Sinar matanya sangat tajam mencorong dengan bentuk pelipis yang licin tanda ilmu silat yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan. Inilah kauwcu lembah kematian, Li Man Tho.
"Suhu, orang ini tecu lihat menyusup diam-diam ke dalam lembah kita, entah apa
maksudnya" lapor Thio Jing Han pada Li Man Tho.
"Hemm"coba engkau tanya apa maksud saudara muda ini datang ke tempat kita malam-
malam buta" jawab Li Man Tho kepada muridnya.
Tapi belum sempat Thio Jing Han mengiyakan terdengar suara keheranan"
"Rupanya Tan-heng..bagaimana bisa sampai di sini?" seru Bok-Lam bingung.
"Haa..ha..haa Bok-Lam, rupanya kali ini kita kecolongan. Lohu rasa sahabatmu ini menguntit kita semenjak dari paviliun seribu pedang" kata Kim Jiu Tok tiba-tiba. Rupanya melihat keadaan Tan Hong yang lusuh, ia sebagai seorang dedengkot penyelidik dapat menarik kesimpulan dengan cepat dan tepat.
"Entah apa maksud Tan-heng mengikuti perjalanan rombongan kami sampai di sini" tanya Kim Han Seng sambil berkerut kening. Diam-diam ia dapat merasakan kekecewaan
ayahnya, sebagai perkampungan yang ahli di bidang penyelidikan dan penguntitan, hal ini merupakan sebuah aib yang dapat merusak nama besar perkampungan mereka. Ahli
penguntitan bisa di kuntit orang selama beberapa hari tanpa disadari, benar-benar mencoreng nama besar mereka.
Sambil tersenyum tenang Tan Hong menjawab"
"Maafkan cayhe Kim-heng dan Bok-heng, sewaktu kalian meninggalkan paviliun seribu pedang tanpa berpamitan, aku mencari tertarik hati sebab pasti ada sesuatu yang luar biasa. Aku tahu perkampungan Kim-khe-san-ceng terkenal akan keberhasilannya
memecahkan setiap masalah, jadi rasa ingin tahu bagaimana cara kerja kalian membuatku mengikuti rombongan kalian sampai di sini" jawab Tan Hong sambil menjura minta maaf.
"Benar-benar seorang pemuda yang cerdik" puji Kim Jiu Tok. Ia tahu alasan yang
dikemukakan Tan Hong adalah alasan yang di buat-buat. Ia memberi isyarat tertentu pada Kim Han Seng dan Bok-Lam.
Menyaksikan percakapan yang berlangsung, membuat Thio Jing Han tidak sabar dan
berseru "Tidak peduli alasan apa yang engkau katakana, barang siapa yang berani memasuki lembah kematian ini tanpa ijin, kematianlah ganjarannya. Apakah engkau tidak melihat bongpai peringatan di mulut lembah?"
Ketika Bok-Lam hendak mengatakan sesuatu, bahunya di towel Kim Han Seng tanda agar tidak ikut campur dan membiarkan pihak tuan rumah untuk memutuskan perkara ini.
"Ha..ha..ha aku adalah orang kasar yang biasa berkelana kesana kemari tanpa tujuan, segala macam aturan demikian tentu saja tak berlaku buatku" jawab Tan Hong memancing kemarahan lawan.
"Kurang ajar, rasakanlah ini" kata Thio Jing Han sambil maju ke depan melancarkan serangan maut kearah Tan Hong.
Thio Jing Han adalah murid kesayangan kauwcu lembah kematian, sekarang ini ia telah menguasai hampir seluruh ilmu silat Li Man Tho. Tentu saja serangan yang ia lancarkan tidak boleh di anggap enteng dan tentu saja hal itu disadari sepenuhnya oleh Tan Hong. Ia tidak berani gegabah, sambil bergerak menghindar, Tan Hong melancarkan serangan
yang tak kalah sebatnya. Ia tahu posisinya saat ini dalam bahaya besar, dikurung oleh beberpa ahli silat kelas wahid. Oleh karena itu ia memutuskan menyelesaikan pertarungan secepatnya, menghemat tenaga untuk pertarungan-pertarungan selanjutnya.
Beberapa puluh jurus berlalu dengan cepat, awalnya kauwcu lembah kematian
menganggap majunya Thio Jing Han terlalu berlebihan dalam menghadapi penyusup
tersebut tapi kemudian berubah menjadi kekagetan yang besar begitu melihat jalannya pertempuran. Bukannya lawan tertekan habis malah sebaliknya, muridnya terlihat sangat tegang menghadapi lawannya ini. Penglihatan Li Man Tho memang tidak salah, kekagetan Thio Jing Han melebihi suhunya. Selama ini ia menganggap dirinya sangat tinggi bahkan dalam hati ia berpendapat kalau ia terjun di dunia persilatan, tak seorangpun yang setimpal berhadapan dengannya. Namun belum lagi ia berkelana, menghadapi lawan
dihadapannya ini saja ia mulai merasa berat. Belum lagi pertarungan tersebut disaksikan para sutenya, membuatnya semakin malu.
Melihat lawannya mulai goyah, semangat Tan Hong semakin berkobar. Ia tidak tahu
apakah dapat meloloskan diri dari kepungan ini namun yang pasti ia berusaha keras merobohkan lawan secepat mungkin.
Dalam suatu kesempatan pedang Tan Hong menusuk cepat ke pundak kiri lawan. Belum lagi serangan itu mengenai sasaran, Thio Jing Han sudah menggeser ke samping dan menyerang balik ke arah leher kanan Tan Hong. Tan Hong menegakkan pedangnya,
traaang, kedua pedang saling berbenturan dan menerbitkan suara nyaring, menyusul sinar pedang bergemerlapan pula, dalam sekejap keduanya saling bergebrak lagi dan
berlangsung cepat lagi tepat, pertempuran sudah mencapai tahap saling mengadu jiwa.
Pertarungan sengit yang terjadi disaksikan segenap penghuni lembah kematian dengan perasaan tegang, baru kali ini mereka menyaksikan toako mereka kesulitan mengatasi lawan. Baik Li Man Tho, Li Han Bun dan Kim Jiu Tok yang termasuk tokoh-tokoh kosen saat ini sangat kagum melihat kelihaian ilmu pedang Tan Hong yang demikian misterius dan aneh. Pengalaman mereka bertempur selama puluhan tahun belum juga bisa meraba asal usul pemuda tersebut. Entah tokoh kosen dari mana pemuda itu mendapat ajaran ilmu pedang sedemikian hebat. Yang lebih mengejutkan hati Li Man Tho sekalian adalah tenaga dalam yang dimiliki Tan Hong sangat hebat, hal ini salah satu sebab mengapa Thio Jing Han sejak awal berada dalam tekanan lawan, tenaga dalam yang dimilikinya kalah dalam.
Sekonyong-konyong terjadi perubahan yang mendadak di gelanggang pertempuran,
tampak Tan Hong sedikit kehilangan keseimbangan dan terhuyung sedikit ke belakang.
Kontan melihat kejadian tersebut, Thio Jing Han tidak melewatkan kesempatan sebaik itu.
Segera tubuh Tan Hong dihujaninya dengan berbagai serangan maut, sinar pedangnya menyambar ke sana kemari, mengurung tubuh Tan Hong dengan sinar bergulung-gulung.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba keduanya saling menjauh beberapa langkah ke belakang dan berhenti saling bertatapan satu sama lain, membisu. Para penonton tampak terdiam, diwajah mereka terbayang kebingungan akan hasil pertempuran barusan. Namun tidak bagi tokoh-tokoh wahid yang hadir, wajah Li Man Tho terlihat kelam, begitu pula Li Han Bun.
Kebingungan para penonton tidak berlangsung lama, sewaktu kedua pihak menjauh
tampak keduanya tidak terluka namun beberapa saat kemudian dari balik perut Thio Jing Han merembes sedikt darah segar, makin lama makin deras hingga tampak wajah Thio Jing Han pucat pasi. Tubuhnya bergoyang limbung dan akhirnya jatuh ke tanah dalam posisi terduduk, di wajahnya terbayang rasa nyeri yang hebat sekaligus kengerian.
Serta merta kehobohan terjadi, terlihat beberapa sute Thio Jing Han maju ke depan menghampiri suhengnya. Kehebohan yang terjadi tak dilewatkan Tan Hong sekejappun, tanpa membuang tempo ia membalikkan tubuh berusaha menyelinap di balik kegelapan malam. Arah yang ditujunya adalah bagian belakang lembah tersebut, namun apabila ia berpikir dapat meloloskan diri sedemikian mudah, agaknya masih terlalu dini. Entah sejak kapan begitu Tan Hong baru beberapa langkah jauhnya, Li Han Bun sudah menghadang di depan, di susul Li Man Tho di belakangnya.
Tan Hong tidak berusaha menghentikan langkahnya, sedikit menggegoskan tubuh, arah tubuhnya melenceng menjauhi kepala perkampungan misterius. Kejadian ini berlangsung sekejap mata, kecepatan dan ketepatan perhitungan Tan Hong boleh dibilang sudah
cukup bahkan Li Han Bun pun tercengang melihat kemampuan Tan Hong berubah arah
sedemikian piawai. Namun ia lupa memperhatikan faktor Kim Jiu Tok, tanpa disadarinya justeru arah yang ditujunya tepat berhadapan dengan Kim Jiu Tok. Tanpa basa basi sedikitpun Kim Jiu Tok mengulapkan tangannya ke depan, serangkum kekuatan yang
sangat dashyat memancar dari balik lengan bajunya.
Dengan hati terkejut Tan Hong berusaha menghindar, ia tahu kekuatan tenaga dalam Kim Jiu Tok tidak bisa dibayangkan. Mengandalkan kelincahan dan kegesitan tubuh, usaha Tan Hong hampir berhasil, hanya sebagian kecil kekuatan itu menghantam sisi kiri tubuhnya. Tapi pada saat yang bersamaan, Kim Jiu Tok kembali melancarkan sentilan jari dewa (Tan Chi Sheng Tong) dari balik jari kanan, mengeluarkan serangkum cahaya kecil berisi delapan bagian tenaga dalam, menghantam dengan telak pinggang kanan Tan
Hong. Tan Hong merasakan pinggang kanannya nyeri sekali, sebagian isi perutnya terluka hebat.
Tanpa memperdulikan lukanya Tan Hong masih mampu meloloskan diri dari hadangan
Kim Jiu Tok. Belum sempat ia menarik nafas panjang, dari balik punggungnya terasa angin keras menyapu kencang. Kekuatan angin tersebut tidak kalah dengan sentilan jari dewa Kim Jiu Tok, bahkan boleh dibilang setingkat lebih kuat. Buru-buru Tan Hong
mengeluarkan segenap kemampuan yang dimilikinya menghadapi serangan maut
tersebut. Syukur beberapa bulan berselang ia berhasil meningkatkan kekuatan tenaga dalamnya hingga dua kali lipat sehingga ia masih mampu menahannya. Coba kalau jago kelas satu lain setingkat Tan Hong, dapat dipastikan punggung orang itu pasti remuk. Tapi bukan berarti Tan Hong tidak terluka sedikitpun, tulang punggungnya berderak mau patah, sakitnya jangan ditanya, selama hidup belum pernah ia mengalami kesakitan sedemikian rupa. Matanya menjadi gelap gulita, namun dengan kekuatan tekad yang besar Tan Hong terus berlari menjauh. Ia tidak tahu arah yang dituju, insting menuntunnya menjauhi lembah tersebut sejauh mungkin. Namun karena matanya gelap gulita, Tan Hong justeru berlari kearah taman di mana ia pertama kali datang. Perasaannya saat itu sungguh sukar dilukiskan, seluruh tubuhnya sangat nyeri, otot-otot tubuhnya seolah kaku semua, susah untuk digerakkan, hanya kekuatan tekad saja yang membuat dirinya masih mampu berlari kencang.
Namun sekuat-kuatnya seorang manusia pasti ada batasnya, walaupun otot tubuh sekuat baja tapi apabila sudah terluka sedemikian parah seperti yang dialami Tan Hong, niscaya semenjak dari tadi orang tersebut semaput. Akhirnya kekuatan tubuh Tan Hong habis bagaikan sebatang lilin yang mau padam, cahayanya kadang kala berkelap, kadang kala berkelip kecil hingga akhirnya padam.
Seorang gadis dengan kecantikan yang khas nampak duduk termangu di samping
pembaringan batu. Diatas pembaringan tersebut terlihat seraut wajah tampan seorang pemuda namun pucat pasi, dengan garis-garis wajah yang terukir sempurna, membuat gadis manapun yang melihatnya akan jatuh hati seketika. Wajah pemuda itu terbilang tampan namun apabila kita pergi ke kota raja, masih banyak pemuda-pemuda yang lebih tampan dari pemuda ini. Tapi ada sesuatu yang membedakan ketampanan pemuda ini
dengan pemuda-pemuda bangsawan lain atau pangeran-pangeran kerajaan, seolah dari balik wajahnya yang tampan teruar daya tarik laki-laki yang sangat kuat.
Gadis tersebut masi termangu memandangi wajah pemuda tersebut, ia teringat kembali kejadian yang berlangsung kira-kira setahun yang lalu. Tanpa disadari tangan kanannya meraba gundukan buah dadanya sebelah kiri.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Flashback : Saat kabut tiba"tiba bertiup menutup puncak"puncak atap, sesosok bayangan hitam
berkedok memasuki lembah tersebut. Dengan gerakan cepat seolah-olah sudah sangat hapal dengan keadaan lembah, bayangan tersebut langsung menuju ke bagian tengah
lembah di mana berdiri kokoh sebuah bangunan yang besar.
Jangan di kira sembarang orang dapat dengan mudah memasuki lembah ini, di samping dikelilingi dinding-dinding pegunungan yang terjal dan curam, satu-satunya pintu masuk lembah tersebut dijaga dengan sangat ketat. Di samping itu, kabut di mulut lembah tersebut merupakan kabut putih beracun, siapa saja yang menghirupnya walaupun hanya sedetik akan segera pingsan keracunan dan apabila tidak segera diberi obat pemunah, akan binasa dalam waktu satu jam saja. Begitu lolos dari mulut lembah, penyusup akan berhadapan dengan jalan-jalan setapak berlika-liku yang disusun berdasarkan barisan pat-kwa. Hanya penghuni lembah tersebut yang bisa memecahkan barisan pat-kwa tersebut, sepanjang jalan bertebaran perangkap-perangkap yang mematikan. Dengan demikian
tidak heran walaupun tidak di jaga sama sekali, lembah ini tidak pernah dikunjungi sembarang orang, selain letaknya yang sangat susah dicapai, juga kabut-kabut beracun, barisan pat-kwa dengan perangkap-perangkap mautnya merupakan rintangan terbesar
bagi penyelusup.
Begitu memasuki bangunan besar tersebut, bayangan hitam itu di sambut seorang pria berusia lima puluh tahunan dengan raut muka sudah mulai berkerut di sana sini namun garis-garis ketampanan di masa lalu masih membayang dengan jelas.
"Bagaimana misimu anak Lan" tanya pria tersebut.
"Sudah selesai ayah. Suratmu sudah kusampaikan ke tangan yang aman" jawab bayangan tersebut sambil membuka kedoknya.
Tampak seraut wajah seorang dara muda yang sangat cantik dengan mata yang bening, alis yang lentik serta hidung yang mungil, berusia mendekati dua puluh tahunan. Garis-garis wajahnya terukir halus di permukaan pipinya yang putih tersebut. Sungguh
merupakan ciptaan yang sempurna.
"Syukurlah, semoga surat itu sampai di tangan yang berhak" kata pria yang dipanggil ayah oleh si gadis cantik tersebut.
"Anak Lan sebaiknya engkau berisitirahat dul. Kiu suhengmu dengan beberapa anggota, ayah suruh turun gunung untuk mengumpulkan bahan-bahan obat yang diperlukan tabib Siang".
"Bagaimana dengan keadaan kakek, apakah sudah ada kemajuan ayah?"
"Belum ada kemajuan sama sekali, moga-moga setelah segala ramuan yang dibutuhkan terkumpul, Pek-pekmu dapat segera membuat obat yang dibutuhkan kakekmu"
Si gadis menganggukkan kepalanya dan berlalu dari ruangan depan menuju kamarnya
yang terletak di sebelah kiri. Setiba di dalam kamar, gadis tersebut membuka pakaian hitam yang dikenakannya. Tampak sepasang pundak yang putih mulut di balut pakaian dalam berwarna merah muda dengan hiasan renda di pinggirnya dengan cetakan
sepasang buah dada berukuran sedang terlihat menonjol dengan ketat di balik pakaian dalam tersebut. Tangan si gadis lalu mulai melepaskan cantelan pakaian dalam tersebut dan jatuh ke lantai. Terpampanglah sebuah pemandangan yang sangat memukau dan
mengairahkan, tubuh bagian atas gadis tersebut polos tanpa sehelai kain pun. Kedua buah dada si gadis yang montok dan ranum segar dengan puting susu kemerahan berdiri
menonjol dengan kencang. Bentuk payudara yang bulat tersebut sungguh serasi dengan tubuh gadis yang ramping dengan perut yang rata dan pinggul yang aduhai.
Di salah satu dinding permukaan buah dada sebelah kiri gadis tersebut, seolah melingkari daerah puting susunya, terlihat tanda-tanda bekas jari jemari sedikit kemerahan. Si gadis menghampiri cermin di dekat pembaringan untuk melihat lebih jelas. Sambil termangu, gadis tersebut mengusap-usap bagian buah dadanya yang terlihat memerah tersebut.
Wajahnya yang cantik terlihat bersemu merah menambah kerupawanannya. Tanpa
disadari si gadis, usapan tangannya membuat sepasang buah dada tersebut semakin
membusung ke atas dan indah di lihat serta puting yang mengeras tanda pemiliknya dilanda gairah tertentu. Rupanya si gadis teringat kembali peristiwa di kelenteng beberapa hari yang lalu, kadangkala sorot matanya kadang-kadang bersinar terang namun kadang kadang menyorot tajam seolah-olah kebingungan menentukan pilihan.
----------------------------------------------------------------------------------------
Sekarang tanpa diduga sama sekali ia kembali bertemu dengan pemuda yang selama
setahun belakangan ini selalu terbayang di dalam mimpi-mimpinya. Namun kali ini
pertemuan itu berbeda dengan yang pertama, keadaan pemuda itu sekarang antara hidup dan mati, wajahnya terlihat pucat pasi seolah-olah semua darah menghilang dari balik wajahnya yang tampan. Hati gadis ini terombang-ambing kebingungan, resah dan
berdebar-debar.
Oh, rumput musim semi tanah Yan
baru hijau tua seperti sutera,
sementara pohon murbeiku di tanah Qin
terlebih dulu merunduk berat
tangkai lunaknya hijau muda
ketika hari-hari engkau rindu kembali ke rumah
hari-hariku jua
rindu dendam padamu
Oh, engkau angin musim semi yang mengusik,
engkau dan aku tak saling kenal,
mengapa tanpa sebab musabab
menyelinap memasuki tirai dan kelambuku"
(Rindu Di Musim Semi, Li Bai)
T A M A T Jodoh Rajawali 16 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 1
^