Petualang Asmara 17

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


ya yang tertawa-tawa mengejek.
"Huah-ha-ha, mukamu yang halus akan kugurat-gurat malang melintang, tubuhmu yang
montok akan kurobek dengan senjataku, huah-ha-ha!" kakek itu agaknya girang sekali
dapat mendesak Hwi Sian yang merupakan makanan empuk baginya. Namun Hwi Sian
menggigit bibir dan tak pernah mau menyerah, bahkan memutar pedangnya dengan
gerakan nekat. "Wirrrr...!" Senjata gergaji itu menyambar dengan gerakan berputar. Hwi Sian
menangkis. "Plak... krekkk!" Hwi Sian mengeluh karena hampir saja telapak tangannya terkupas
kulitnya ketika dia hendak mempertahankan pedangnya yang kena dikait dan diputar
oleh senjata lawan sehingga akhirnya patah-patah. Tangan kiri kakek itu menyambar ke
arah kepala Hwi Sian, ketika dara itu mengelak, tiba-tiba saja tangan itu menghantam ke
bawah. "Plakkk!" Telapak tangan kiri kakek itu telah menampar paha kanan Hwi Sian dengan
sikap kurang ajar sekali, akan tetapi karena tamparan itu mengandung hawa sin-kang
yang beracun, akibatnya Hwi Sian terpelanting.
"Huah-ha-ha!" Kakek itu maju dengan senjatanya digerakkan ke arah muka Hwi Sian.
"Plak! Bukkk...! Aadouuuhhh...!" Kakek raksasa itu terhuyung mundur. Tadi lengannya
yang memegang senjata kena ditampar tangan Kun Liong kemudian pinggangnya
dihantam pemuda itu. Untung bahwa Hwi Sian terancam maut, Kun Liong melihatnya
maka pemuda ini cepat meninggalkan Kwi-eng Niocu yang sebetulnya sudah terdesak
untuk menolong nyawa Hwi Sian dan dia berhasil.
"Kun Liong, aku... terluka... ahhh..." Hwi Sian mengeluh tak dapat bangkit kembali,
pahanya terasa panas dan kakinya lumpuh.
"Jangan khawatir, aku melindungimu!" Kini Kun Liong menyambar pedang buntung
bekas milik Hwi Sian dan dengan senjata ini, dia mainkan ilmu Silat Siang-liong-pang,
diimbangi tangan kirinya yang dipergunakan sebagai tongkat. Hebat bukan main
permainan ini sehingga biarpun kakek raksasa dan Kwi-eng Niocu mengeroyoknya, dia
tetap dapat mempertahankan diri dan sekaligus juga melindungi tubuh Hwi Sian yang
rebah miring. Tiba-tiba terdengar sorak-sorai dan muncullah pasukan yang dipimpin oleh Tio Hok
Gwan! Jumlah mereka banyak sekali dan terjadilah perang campuh yang seru dan kacau
balau di mana anak buah Kwi-eng-pang mengalami himpitan yang luar biasa sehingga
mereka menjadi panik.
Adapun Tio Hok Gwan ketika melihat Kun Liong dikeroyok dan Hwi Sian menggeletak
dilindungi oleh Kun Liong, segera menerjang maju. Di tangannya terpegang sabuk pecut,
yaitu senjata joan-pian (ruyung lemas) yang amat lihai. Ketika dia menggerakkan
pecutnya, terdengar bunyi ledakan-ledakan keras dan terdengar dia berseru, "Tua
bangka Thian-ong Lo-mo, tak tahu malu melakukan pengeroyokan, Akulah lawanmu!"
Jelas nampak betapa kakek raksasa ini jerih ketika melihat kakek tinggi kurus yang
seperti orang pengantuk itu. Dia sudah mengenal Tio Hok Gwan, mengenal pengawal
nomor satu dari Panglima The Hoo yang berjuluk Ban-kin-kwi (Iblis Bertenaga Selaksa
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
475 Kati) dan amat lihai ini. Namun dia juga menggereng keras, dan senjatanya juga berupa
sabuk akan tetapi berbentuk gergaji, digerakkan dengan cepat. Terjadilah pertandingan
antara dua orang sakti ini. Kini Kun Liong kembali menyerang Kwi-eng Niocu yang
menjadi makin panik.
"Kun Liong... kuserahkan pusaka Siauw-lim-pai... tetapi engkau bebaskan aku dari
sini..." Nenek itu memohon, akan tetapi Kun Liong tidak menjawab, melainkan mendesak
terus dengan pedang buntungnya.
"Cring-trak-trakkk... aihhh...!" Kwi-eng Niocu memekik ngeri ketika kuku jari tangan
kanannya semua buntung terbabat pedang buntung! Dengan nekat dia lalu
menghantamkan kebutannya ke arah kepala Kun Liong. Pemuda ini menggerakkan
pedang buntungnya dan segera bulu kebutan melibat pedangnya sehingga tak dapat
ditarik kembali, sedangkan tangan kiri nenek itu sudah mencengkeram ke arah ubun-
ubun kepalanya.
Kun Liong juga menggerakkan tangan kiri, menyambut. Dia merasa sakit sekali ketika
kuku-kuku runcing mencengkeram telapak tangannya, namun segera nenek itu menjerit
dan jatuh berlutut, ketika tenaga sin-kangnya membanjir keluar disedot melalui telapak
tangan pemuda yang dicengkeramnya.
"Auuughhh... celaka...!" Dia berseru dan berusaha untuk menarik kembali tangannya.
Celakanya kebutannya melibat pedang buntung dan tak dapet digerakkan pula dan
ketika dia mengerahkan seluruh tenaga sin-kang untuk menarik tangannya yang
melekat, makin banyak sin-kangnya memberobot keluar. Makin dia mengerahkan sin-
kang, makin banyak pula tenaga saktinya keluar.
"Oughhh... lepaskan aku... ampunkan aku..." Tanpa malu-malu lagi nenek itu memohon.
Kun Liong mengeraskan hatinya dan tidak mau menghentikan Thi-khi-i-beng sambil
membayangkan kematian ayah den ibunya di tangan nenek ini dan datuk"datuk hitam
lain yang telah tewas.
Wajah nenek itu menjadi pucat sekali dan dia merasa betapa tenaga sin-kangnya makin
lama makin habis membanjir keluar melalui tangannya yang melekat pada telapak
tangan pemuda itu. Tahulah dia apa artinya ini. Dia maklum pula bahwa pemuda ini tak
mungkin mau mengampuninya, karena sudah tahu bahwa ayah bundanya dibunuh oleh
dia dan teman-temannya ketika itu. Maka sebagai seorang yang berkedudukan tinggi,
sebagai Ketua Kwi-eng-pang, sebagai seorang di antara para datuk kaum sesat, Kwi-eng
Niocu tidak mau terbunuh oleh lawan seorang pemuda seperti ini. Lebih baik bunuh diri!
Dilepasnya gagang kebutannya dan secepat kilat dia mengerahkan seluruh tenaga yang
masih ada, menggunakan tangan kanan yang sudah tidak ada kukunya itu
mencengkeram ke arah kepalanya sendiri.
Pada saat itu, Kun Liong sudah melepaskan Ilmu Thi-khi-i-beng karena di dalam hatinya
timbul perasaan tidak tega untuk membunuh nenek itu. Tepat pada saat dia melepaskan
tangan nenek yang menempel pada telapak tangannya, nenek itu telah mencengkeram
ubun-ubun kepalanya sendiri dengan tangan kanan.
"Crottt.. aughhh...!" Nenek itu roboh, kepalanya pecah dan otak serta darahnya
berhamburan, matanya melotot memandang ke arah Kun Liong!
Kun Liong berdiri seperti arca, matanya terbelalak memandang mayat Kwi-eng Niocu,
hatinya merasa ngeri dan menyesal sekali. Dia tahu bahwa nenek itu membunuh diri
sendiri, akan tetapi dia merasa bahwa dialah yang membunuh nenek ini. Dia membunuh
karena nenek ini telah membunuh ayah bundanya. Kalau dia menganggap nenek ini
jahat karena membunuh ayah bundanya, lalu apa bedanya dengan dia sendiri kalau dia
sekarang membunuh nenek itu" Baik nenek itu, maupun dia, apa pun alasannya,
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
476 keduanya adalah sama-sama pembunuh! Kun Liong menutupi muka dengan kedua
tangannya. "Kun Liong... aduh... kakiku...!"
Keluhan suara Hwi Sian ini menyadarkan Kun Liong. Dia menurunkan kedua tangannya,
membalik dan tidak melihat lagi kepada mayat Kwi-eng Niocu. Ketika melihat betapa Tio
Hok Gwan mendesak hebat kakek brewok tinggi besar yang lihai itu dan para perajurit
kerajaan juga mendesak anak buah Kwi-eng-pang, dia lalu membungkuk dan
membangunkan Hwi Sian. Dilihatnya paha kanan dara itu terluka parah dan matang biru,
tahulan dia bahwa Hwi Sian telah menderita pukulan beracun, maka dipondongnya tubuh
dara itu. "Ke mana Nona Cia Giok Keng?" tanyanya sambil menoleh ke kanan kiri karena dia tidak
melihat gadis itu.
"Dia... tadi kulihat dia mengejar Liong Bu Kong ke sana... aduh..." Hwi Sian merintih dan
merangkul leher Kun Liong.
"Hemmm, jangan-jangan dia terjebak musuh. Mari kita kejar!" Kun Liong berlari cepat
menuju ke arah yang ditunjuk Hwi Sian sambil memondong tubuh dara ini.
Akan tetapi sampai di pantai pulau, mereka tidak melihat bayangan Giok Keng dan Bu
Kong yang dikejar gadis itu. "Mereka tentu telah menyeberang ke darat, sebaiknya kita
kejar mereka!" Kun Liong merebahkan tubuh Hwi Sian ke dalam sebuah perahu kecil,
kemudian mendayung perahu itu dengan cepat dengan harapan akan dapat menyusul
Cia Giok Keng yang dikhawatirkannya.
Melihat kegelisahan Kun Liong, Hwi Sian yang merasa makin lemah, tubuhnya panas
semua itu berkata, "Kun Liong... jangan takut... dia... dia memiliki ilmu kepandaian
tinggi... takkan kalah oleh Liong Bu Kong... aku... aku... ahhh..." Dara ini tak dapat
bertahan lagi dan pingsan.
Barulah Kun Liong terkejut. Cepat dia memeriksa dan diam-diam dia memaki kakek
raksasa yang memukul gadis ini. Paha itu matang biru dan menghitam, dan seluruh
tubuh Hwi Sian panas sekali. Kalau dia tidak cepat mendapatkan obat pemunah tentu
akan berbahaya sekali keadaannya. Maka dia menghentikan usahanya mencari Giok
Keng dan mendayung perahunya menuju ke sebuah hutan di seberang. Kemudian
setelah perahunya mendarat, dia memondong tubuh Hwi Sian dan meloncat ke darat,
terus membawa dara itu memasuki hutan karena dia harus cepat-cepat berusaha
mengobatinya sebelum terlambat.
Hwi Sian merintih lirih, membuka matanya. Pertama-tamna yang menarik pandang
matanya adalah nyala api unggun di sebelah kanannya, api unggun yang bukan hanya
mendatangkan hawa hangat nyaman, akan tetapi juga mendatangkan penerangan
sehingga dia dapat melihat bahwa dia berada di dalam sebuah kamar kuil tua, di atas
lantai yang agaknya baru saja disapu bersih. Dan Kun Liong duduk di atas lantai, dekat
dia, memeriksa dan mengobati paha kanannya dengan cara menempelkan telapak
tangannya ke atas paha.
Hwi Sian merasa heran sekali. Dia dapat merasakan betapa dari telapak tangan pemuda
itu keluar hawa yang menyedot pahanya, dan dia merasa betapa panas yang tadi
menyerangnya telah menurun, kepalanya tidak pening lagi, rasa nyeri pada pahanya
sudah mengurang. Ketika Kun Liong menghentikan pengobatannya menyedot hawa
beracun dari paha dara itu, dia lalu memandang Hwi Sian, tersenyum dan berkata,
"Tenanglah, Hwi Sian. Hawa beracun telah lenyap dan untung tidak ada tulang dan urat
yang rusak oleh pukulan keji itu."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
477 Sejenak Hwi Sian tidak menjawab, hanya memandang wajah pemuda berkepala gundul
itu, bibirnya tersenyum akan tetapi dari matanya keluar dua titik air mata. Mula-mula
Kun Liong juga hanya memandang. Mereka saling pandang di bawah cahaya nyala api
unggun yang kemerahan dan yang membuat wajah mereka nampak indah dan aneh.
Kemudian pemuda itu melihat keluarnya dua titik air mata, maka dia berseru,
"Heiii! Ada apa lagi ini" Mengapa kau sekarang berubah menjadi cengeng (mudah
menangis)?"
Ditanya dengan suara sendau gurau ini, makin bertambah air mata mengalir di atas
sepasang pipi yang halus itu, bahkan kini Hwi Sian terisak.
"Eh-eh...! Kau kenapakah?" Kun Liong mengangkat bangun dara itu sehingga terduduk,
dan menggunakan tangannya menghapus air mata yang membasahi pipi. Tak
disangkanya bahwa perbuatannya ini bahkan membuat Hwi Sian tersedu-sedu dan dara
itu menjatuhkan mukanya di atas dada Kun Liong.
Kun Liong bingung dan bengong, tak tahu dia apa yang berada di dalam hati dara ini dan
tak tahu pula apa yang harus dilakukannya. Maka dia diam saja, hanya mengelus rambut
yang halus dan harum itu.
"Kun Liong..." Akhirnya Hwi Sian dapat juga bicara setelah tangisnya mereda.
"Hemmm...?" Kun Liong tidak berani bicara banyak, khawatir kalau kata-katanya akan
mendatangkan lebih banyak air mata lagi.
"Kau terlampau baik kepadaku..."
"Ehh..." Masa...?" Dia masih belum berani bicara banyak, karena belum tahu kata-kata
bagaimana yang harus dia keluarkan agar tidak mendatangkan tangis lagi.
"Berkali-kali kau menolongku, menyelamatkan aku dari malapetaka, seolah-olah
memberikan kembali nyawaku yang sudah terancam maut, dan aku... aku hanya
menghinamu..."
Kun Liong tersenyum di balik rambut-rambut yang harum itu. Kini lega hatinya. Kiranya
itu yang membuat Hwi Sian menangis. Dara ini diserang perasaan terharu! Untuk
membuyarkan perasaan haru, satu"satunya jalan adalah sendau- gurau. "Ah" Masa" Kan
engkau sudah memberi upah berkali-kali kepadaku! Engkau pernah memberi upah cium,
ingatkah?"
Seketika Kun Liong merasa betapa tubuh yang merapat di dadanya itu menggigil,
kemudian terdengar suara Hwi Sian dari dadanya. "Itulah... dan aku menganggapmu...
ahhh..." Kembali dara itu menangis!
Celaka, pikir Kun Liong. Dibawa sendau gurau, malah menangis lagi. Apa akalnya"
Bagaimana kalau dipancing biar dara ini marah saja" Kemarahan dapat menghilangkan
haru dan duka, biasanya begitu.
"Eh, Hwi Sian!Kau menangis lagi?"
"Aku... berhutang budi terlalu banyak kepadamu..."
"Budi apa" Sudah lunas" Dan sekarang juga akan lunas kalau kau mau memberi upah
cium kepadaku!" Ucapan ini sengaja dikeluarkan oleh Kun Liong, bukan hanya karena
setiap kali melihat Hwi Sian, melihat mulut dara ini yang luar biasa manisnya membuat
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
478 dia ingin menciumnya, akan tetapi juga dia keluarkan dengan maksud agar dara itu
menjadi marah kepadanya.
Benar saja. Tubuh itu meregang dalam pelukannya, akan tetapi Kun Liong yang sudah
mengharapkan gadis itu marah dan menampar atau memakinya, merasa betapa tubuh
itu lemah kembali dan terdengar suara halus menggetar, "Kalau begitu... kau...
kauciumlah aku, Kun Liong..."
Kun Liong terkejut dan menunduk. Inilah salahnya. Begitu menunduk, dia melihat wajah
gadis itu yang diangkat sehingga dia melihat mulut yang bibirnya merah membasah,
terbuka sedikit dan seperti menantang itu. Tidak kuat dia bertahan lagi, apalagi ciuman
ini disetujui dan diminta oleh Hwi Sian! Dan dia memang suka menciumnya. Apa
salahnya" Tanpa bicara lagi, dia menunduk dan bertemulah dua buah mulut itu dalam
ciuman yang mesra dan lama. Kun Liong merasa betapa mulut dara itu menggetar,
kemudian mengeluarkan rintihan dan kedua lengan Hwi Sian merangkulnya ketat
sehingga ciuman mereka makin melekat.
Setelah mereka menghentikan ciuman dengan napas terengah-engah, Hwi Sian
merangkul Kun Liong dan berkata dengan suara merintih, dengan tubuh panas dan mata
terpejam, "Kun Liong... Kun Liong... aku cinta padamu..."
"Aih, Hwi Sian, jangan bicara tentang cinta. Kau sudah tahu..."
"Memang, aku sudah tahu. Kau tidak cinta padaku. Kau hanya suka menciumku.
Bukankah begitu?"
"Maafkan aku..."
"Kun Liong, aku... aku akan membunuh diri saja..."
"Heiii! Gila kau...!"
"Ketahuilah, aku... telah ditunangkan dengan Ji"suheng (Kakak Seperguruan ke dua)..."
"Ah, dengan Tan Swi Bu" Bagus sekali! Tan-enghiong itu seorang laki-laki yang gagah
perkasa!" Ucepan ini keluar dengan setulus hatinya.
"Tidak, setelah ini, aku tidak mungkin dapat menjadi isterinya atau isteri siapagun juga.
Aku... aku akan membunuh diri saja!"
"Hushh, jangan bicara ugal-ugalan kau!" Kun Liong menegur setengah menggoda. "Aku
takkan membiarkan engkau membunuh diri."
"Dengan kepandaianmu, kau tentu bisa mencegahku, akan tetapi apakah selamanya
engkau akan menjagaku" Tidak, Kun Liong. Engkau takkan dapat mencegahku, dan aku
bukan bicara main-main, aku benar-benar akan membunuh diri. Aku cinta kepadamu,
aku diam-diam telah menyerahkan jiwa ragaku kepadamu, akan tetapi kalau aku
terpaksa harus berpisah darimu dan menjadi isteri orang lain yang tidak kucinta, biarlah
aku membunuh diri saja daripada membikin susah hati orang lain."
"Wah-wah, kaubikin aku bingung, Hwi Sian. Kau tahu aku tidak mencintamu, tidak
mencinta siapa-siapa dan aku jujur dalam hal ini. Aku suka kepadamu, akan tetapi tidak
mencinta seperti yang kaumaksudkan, cinta yang membawa pernikahan antara pria dan
wanita. Aku... aku... wah, aku jadi bingung karena khawatir. Jangan kau bunuh diri, Hwi
Sian. Berjanjilah, bersumpahlah bahwa kau tidak akan membunuh diri. Kalau tidak,
selamanya aku takkan dapat nyenyak tidur dan enak makan!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
479 "Kun Liong, keputusanku sudah bulat. Aku akan membunuh diri begitu kita saling
berpisah, kecuali... kecuali kalau kau menaruh kasihan kepadaku."
"Lho! Kau ini benar-benar aneh! Ataukah iblis penjaga hutan dan kuil tua ini yang sudah
menggoda pikiranmu" Tentu saja aku menaruh kasihan kepadamu, Sayang."
"Benarkah" Kau kasihan kepadaku dan mau melakukan apa saja untuk menolong diriku
dari kenekatan membunuh diri?" Hwi Sian memandang wajah itu. Kun Liong juga
memandang tajam penuh selidik, hendak menjenguk isi hati yang tersembunyi di balik
wajah yang basah oleh air mata itu. Dia tahu bahwa Hwi Sian tidak main-main bahkan
belum pernah dia melihat dara yang berwatak jenaka dan periang itu bersikap serius
seperti saat ini. Akan tetapi dia harus cerdik, tidak boleh membiarkan diri diakali.
"Aku memang kasihan kepadamu, suka kepadamu, dan tentu saja aku suka melakukan
apa saja untuk menolongmu dari kenekatan gila itu, asal saja bukan untuk... untuk
menikah denganmu!" Bangga hati Kun Liong karena dia sudah dapat mendahului gadis
itu sehingga menutup jalan bagi Hwi Sian untuk mengakalinya. Akan tetapi dia kecele
ketika mendengar dara itu berkata.
"Tidak, aku pun tahu bahwa tak mungkin aku menikah denganmu, karena selain engkau
tidak mencintaku, juga aku sudah ditunangkan dengan orang lain. Aku hanya minta
tolong kepadamu agar engkau suka menjadikan aku sebagai isterimu..."
"Heiii! Gila kau! Tidak ingin menikah denganku tapi ingin menjadi isteriku, apa artinya
ini?"

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kun Liqng, hanya... hanya untuk malam ini... kaupenuhilah hasrat hatiku, aku hanya
dapat menyerahkan hati dan tubuhku kepadamu. Kalau kau sudi memenuhi
permintaanku, aku... aku bersumpah tidak akan membunuh diri... bahkan aku akan rela
menjadi isteri Ji-suheng..."
"Wah, apa-apaan ini" Aku..."
Hwi Sian sudah merangkulnya lagi. "Kau suka kepadaku, bukan" Kau suka menciumku,
bukan" Kun Liong..." Dara itu mendekap dan menciuminya.
Gairah yang membuat Hwi Slan seperti berkobar-kobar itu akhirnya membakar Kun
Liong juga. Pemuda yang pada dasarnya memang romantis ini, tak dapat menahan
gelombang dahsyat yang menyerangnya, yang datang dari dara yang mencintanya lahir
batin itu. Tak mampu dia menahan diri dan sebentar saja keduanya sudah dikuasai oleh
berahi yang amat kuat dan tidak ada seorang pun manusia yang kuat bertahan apabila
sudah diamuk berahi.
Sekali nafsu mencengkeram manusia, akan mendatangkan keadaan yang tidak mengenal
puas. Diberi sejengkal ingin sedepa. Belaian dan dekapan, ciuman mesra sudah tidak
memuaskan lagi, ingin lebih, ingin yang terakhir, bagaikan mabuk, dan memang sudah
mabuk oleh nafsu yang membuatnya buta akan segala hal, lupa akan segala hal, dengan
mata seolah-olah terselubung, Kun Liong menciumi seluruh tubuh Hwi Sian, dari ubun-
ubun kepala sampai ke telapak kakinya bahkan mereka berdua sudah tidak merasa atau
melihat lagi betapa api unggun menjadi padam, keadaan di dalam kuil menjadi gelap
sama sekali, seolah-olah sang api sengaja melarikan diri karena tidak tahan menyaksikan
peristiwa yang amat mengharukan itu, peristiwa di mana dua insan hanyut oleh
dorongan hasrat dan nafsu, yang membuat mereka lupa akan diri... lupa akan segala
sehingga lenyaplah sang aku, lenyaplah segala pikiran, segala ingatan, segala keruwetan
dan lenyap pula batas antara suka dan duka.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
480 Di dalam kegelapan kuil dalam hutan itu, tidak tampak apa"apa. Hutan itu pun sunyi
tidak disentuh angin. Namun terdengar suara-suara di dalam hutan. Suara malam yang
penuh rahasia, suara mahluk-mahluk kecil yang tak tampak, kutu-kutu belalang dan
jengkerik, burung malam dan segala macam binatang. Suara yang bersatu padu tanpa
diatur, yang menciptakan suara yang aneh penuh rahasia, kadang-kadang terdengar
seperti rintihan lirih dan desah napas manusia dalam derita dan siksa, kadang-kadang
terdengar seperti jerit kemenangan, jerit kesukaan dan penuh kegembiraan. Sukar
menentukan garis pemisah antara kecewa dan kepuasan, antara derita dan nikmat
kesenangan! Pada keesokan harinya, setelah cahaya matahari pertama memasuki kuil, tampak Kun
Liong duduk bersandar dinding, dan Hwi Sian rebah terlentang di atas lantai. Keduanya
tidak mengeluarkan kata-kata, dan Kun Liong membelai rambut Hwi Sian yang kusut
masai itu. Wajah keduanya agak pucat, namun di balik kepucatan wajah Hwi Sian,
terbayang kepuasan dan kebahagiaan yang membuat bibirnya tersenyum, mata yang
masih kelihatan mengantuk itu mengeluarkan cahaya berseri, biarpun ada air mata di
pipinya. Kun Liong kelihatan tidak sebahagia Hwi Sian, biarpun dia kelihatan masib
terpesona oleh pengalaman luar biasa yang baru pertama kali dialaminya selama
hidupnya, namun terbayang kekhawatiran dan keraguan pada wajahnya yang agak
pucat. Baru teringat olehnya sekarang betapa mereka berdua telah menjadi seperti
orang mabuk, tidak ingat akan sesuatu kecuali pencurahan gairah hati, menuruti nafsu
berahi tak kunjung berhenti sampai semalam suntuk. Barulah dia meragukan apakah
yang diperbuatnya bersama Hwi Sian itu bukan merupakan suatu perbuatan yang amat
kotor dan jahat" Dengan keras dia menggeleng kepalanya! Dia tidak melakukan sesuatu
paksaan! Dan bahkan lebih dari itu, dia terpaksa oleh Hwi Sian yang mengancam akan
membunuh dirl! Dan bagi Hwi Sion sendiri" Berdosakah dia" Kotorkah perbuatannya itu"
Hinakah wanita ini yang ingin menyerahkan tubuhnya dengan suka rela kepada pria yang
dikasihinya sebelum dia terpaksa menyerahkm diri kepada pria lain yang tak dicintanya
akan tetapi yang harus menjadi suaminya" Entahlah, Kun Liong tak mampu
menjawabnya. "Kun Liong..." Suara Hwi Sian lirih dan serak, suara orang yang kurang tidur dan
kelelahan. "Hemm..."
"Aku... aku tidak bisa berpisah darimu lagi...!"
"Heiii!" kun Liong melepaskan pelukannya, menjauhkan diri dan membereskan
pakaiannya. "Jangan begitu kau, Hwi Sian! Betapapun aku masih percaya bahwa kau
adalah seorang wanita gagah yang takkan melanggar janji!"
Hwi Sian tersenyum masam, membereskan pakaiannya dan duduk berhadapan dengan
Kun Liong mengangkat kedua tangan membereskan rambutnya. Melihat gadis itu
mengangkat kedua lengan membereskan rambut, melihat wajah kusut yang agak pucat,
melihat mulut yang membayangkan kepahitan, merupakan penglihatan yang amat mesra
dan hampir meluluhkan hati Kun Liong. Ingin dia mendekap Hwi Sian, menciuminya dan
menghiburnya, mengatakan bahwa dia selamanya takkan meninggalkannya. Akan tetapi
dia tahu bahwa hal ini hanyalah seretan perasaan sejenak saja, maka dia tidak membuka
mulut. "Kun Liong," kata Hwi Sian setelah selesai menyanggul rambutnya sehingga kelihatan
manis sekali. "Aku tadinya mengharap, setelah peristiwa semalam, kalau-kalau engkau
akan jatun cinta kepadaku. Akan tetapi aku lupa bahwa engkau adalah seorang pria yang
luar biasa, yang jujur dan tidak pernah mengingkari kata-kata sendiri. Akan tetapi aku....
ahhh, betapa makin mendalamnya perasaan cintaku mengukir di dalam hatiku. Betapa
mungkin aku dapat berpisah darimu, Kun Liong?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
481 "Hwi Sian!" Kun Liong berkata agak keras. "Ingatlah bahwa engkau yang minta sehingga
terjadi peristiwa semalam. Engkau tahu bahwa aku melakukannya, bukan semata-mata
karena aku memang suka kepadamu, bahwa aku memang suka melakukannya, akan
tetapi terutama sekali karena hendak menolongmu terhindar dari kenekatanmu.
Sekarang, berjanjilah bahwa engkau takkan membunuh diri dan akan baik-baik menjadi
isteri Tan-enghion."
Mata itu terpejam dan air matanya tertumpah keluar seperti diperas oleh bulu-bulu mata
yang panjang itu. Kepalanya mengangguk dan bibirnya berbisik, "Aku berjanji."
"Kau bersumpah?"
"Aku bersumpah."
"Nah, begitulah baru Hwi Sian seperti yang kukenal dan kupercaya! Kau yakinlah bahwa
selamanya aku tidak akan lupa kepadamu, Hwi Sian dan dengan sepenuh hatiku aku
doakan semoga kau dapat menemukan bahagia bersama Tan-enghiong. Percayalah
bahwa cinta yang kaukira terukir dalam hatimu terhadap aku itu akan mudah terhapus
oleh ukiran cinta lain yang mungkin kautemukan bersama Tan-enghiong..."
"Tidak mungkin!" Hwi Sian berseru dengan suara merintih dan dia menangis!
"Jangan bilang tidak mungkin. Cinta seperti ini, yaitu mencintai sesuatu akan tertutup
oleh cinta kepada sesuatu yang lain lagi. Cinta seperti yang kaurasakan terhadap diriku
hanyalah nafsu berahi yang didorong oleh rasa suka dan kecocokan, yang kita sebut
cinta dan cinta seperti itu takkan kekal. Hari ini cinta, besok bisa berubah menjadi benci.
Aku tidak cinta kepadamu, aku hanya suka dan kasihan kepadamu, karena itu apa pun
yang terjadi, aku tidak akan bisa benci kepadamu. Cinta yang bersifat memiliki bukanlah
cinta, karena memiliki berarti kehilangan, memiliki berarti kecewa dan sengsara apalagi
menjadi benci. Nah, lebih baik kita berpisah di sini, Hwi Sian. Selamat tinggal."
"Kun Liong...!"
Kun Liong yang sudah melangkah itu terhenti di pintu bekas kamar kuil itu dan menoleh
sambil tersenyum.
"Sudahlah, Hwi Sian. Ingat, engkau akan jauh lebih bahagia hidup di samping Tan-
enghiong daripada di sampingku. Mencinta tanpa balasan merupakan siksaan jauh lebih
berat daripada dicinta tanpa membalas. Selamat tinggal!" Kun Liong meloncat jauh dan
cepat lari meninggalkan tempat itu.
"Kun Liong...!" Hwi Sian mengeluh dan menangis. Tak lama kemudian dia sudah terjun
ke dalam sungai tak jauh dari kuil itu, merendam tuhuhnya sebatas dada dan masih
terus menangis sampai matanya menjadi merah.
Setelah berlari cepat keluar masuk beberapa buah hutan, baru legalah hati Kun Liong,
tidak khawatir kalau-kalau Hwi Siap mengejarnya. Dia lalu berjalan seenaknya dalam
hutan yang sunyi itu.
Pikirannya melayang, mengenangkan peristiwa semalam. Peristiwa luar biasa yang
merupakan pengalaman pertamanya, demikian pula bagi Hwi Sian dan seribu satu
macam pikiran mengaduk diotaknya.
Berdosakah dia dengan perbuatannya itu" Bagaimana kalau kelak Tan-enghiong, calon
suami Hwi Sian, mengetahuinya" Bagaimana kalau sampai peristiwa semalam bersama
Hwi Sian itu berbuah menjadi anak" Bagaimana kalau... kalau... kalau... makin
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
482 dibayangkan, makin khawatirlah hati Kun Liong dan mulailah dia menyesali
kelemahannya sehingga dia membiarkan dirinya terseret. Itu bukan cinta! Itu hanyalah
nafsu berahi yang menyeret dia dan Hwi Sian. Berdosakah kalau dia menikmati akibat
dorongan nafsu berahi" Dengan suka rela Hwi Sian mengajaknya, menyerahkan dirinya.
Kalau dia menolak dan gadis itu benar-benar membunuh diri, apakah penolakannya itu
bukan merupakan dosa pula" Kalau diterima dosa, ditolak dosa, lalu bagaimana" Dia
bergidik. Bergidik dan merasa ngeri membayangkan kembali perbuatan dia dan Hwi Sian
semalam. Celaka dia dan Hwi Sian telah seperti gila semalam, menikmati bujukan nafsu
berahi tak kenal puas. Akan dapatkah dia menahan diri kalau kelak berhadapan dengan
wanita cantik" Jangan-jangan dia memang mata keranjang, menjadi hamba nafsu
berahi, jangan-jangan dia kelak akan menjadi jai-hoa-cat (penjahat pemerkosa)!
Memperkosa wanita" Tidak sudi!
"Dessss! Kraaaakkkk!"
Suara hatinya "tidak sudi" tadi disuarakan melalui mulutnya dan diikuti dengan meninju
sebatang pohon di dekatnya sehingga pohon itu patah dan tumbang!
"Aku sudah gila!" katanya sambil menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Mengangkat
kedua lutut ke atas dan menunjang dagunya dengan telapak tangan kanan, termenung
seperti patung.
Harus diakuinya, sejak dulu dia suka berdekatan dengan wanita, suka menyentuh,
mendekap dan mencium wanita. Sekarang, setelah dia mengalaminya semalam, dia
harus mengakui pula bahwa dia suka bermain cinta dengan wanita! Akan tetapi semua
itu harus terjadi dengan suka rela dan dia tidak akan sudi memaksa siapapun juga,
betapa pun cantiknya, betapa pun menariknya!
Salahkah ini" Inikah yang dikatakan mata keranjang" Gila wanita" Salahkah dia kalau dia
suka memandang yang indah-indah diantaranya wajah dara yang cantik dan bentuk
tubuhnya yang menggairahkan" Salahkah dia kalau dia suka mencium yang harum-
harum dan sedap, diantaranya mencium bunga dan mencium bibir seorang dara"
Salahkah dia kalau dia suka mendengar yang merdu-merdu, diantaranya suara seorang
gadis manis" Salahkah kalau dia merasakan yang lezat-lezat, salahkah kalau dia
menikmati hidup" Salah siapa" Semua itu sudah ada padanya, dan dia sama sekali tidak
mengada-ada, tidak mencari"cari! Rasa suka akan semua itu memang sudah ada
padanya! Kalau tidak ada dara yang suka kepadanya, tentu semua itu tidak akan terjadi. Semua
pengalamamya dengan Yuanita, dengan Nina, dengan Li Hwa, Giok Keng, Hwi Sian dan
Bi Kiok, sungguhpun semua itu tidaklah sejauh dengan Yuanita, atau terutama sekali
dengan Hwi Sian. Kalau dara-dara itu tidak suka kepadanya, tentu dia pun tidak akan
berani mendekati mereka! Betapa pun cantik menariknya, kalau tidak suka kepadanya
dia tidak akan memaksa! Memperkosa"
"Tidak sudi! Desss... pyuuuurr...!" Sebuah batu besar yang berada di sampingnya pecah
berantakan terkena hantaman kepalan tangannya!
Dan setelah debu yang mengepul tebal karena pecahan batu itu menghilang, muncul
seorang dara jelita yang langsung menegur. "Apakah engkau sudah menjadi gila" Pohon
dan batu dipukuli sampai tumbang dan pecah!"
Tadinya Kun Liong terkejut sekali, mengira bahwa Hwi Sian yang menyusulnya. Dia tidak
ingin berkepanjangan dengan dara itu, setelah apa yang mereka perbuat bersama
semalam. Akan tetapi setelah melihat bahwa yang muncul adalah Cia Giok Keng, dia
menjadi gugup dan wajahnya berubah merah!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
483 "Ah, tidak... Nona. Saya... sudah latihan... dan... eh, bagaimana Nona dapat tiba di sini"
Saya sudah mengkhawatirkan dirimu..."
GIOK KENG meragu untuk menjawab. Bagairnana dia dapat menjawab setelah apa yang
terjadi kemarin" Seperti diketahui, dara perkasa ini mengejar Liong Bu Kong yang
melarikan diri. Bu Kong sengaja melarikan diri menjauh, akhirnya berhasil memancing
Giok Keng mengejarnya dengan perahu meninggalkan pulau di Telaga Kwi-ouw dan
mendarat memasuki hutan. Giok Keng terus mengejarnya. Hati gadis ini merasa
penasaran sekali kalau dia tidak dapat merobohkan atau menawan pemuda putera Ketua
Kwi-eng-pang itu.
Hari telah menjadi senja ketika akhirnya Giok Keng dapat menyusul Liong Bu Kong di
dalam sebuah hutan lebat. Pemuda itu sengaja menantinya dan begitu Giok Keng
muncul, pemuda itu menjura dan berkata, "Nona Cia Giok Keng, mengapa Nona
mengejarku terus" Apakah Nona begitu benci kepadaku" Padahal, aku cinta padamu,
Nona. Sampai kini pun belum pernah lenyap harapan hatiku untuk dapat berjodoh
dengan seorang dara jelita dan perkasa seperti Nona. Aku cinta kepadamu dengan
sepenuh jiwa ragaku, apakah Nona tega untuk mengejarku dan hendak membunuhku?"
Wajah Giok Keng menjadi merah sekali. Entah mengapa, semenjak pemuda ini datang ke
Cin-ling-san dahulu itu untuk meminangnya, dia tidak pernah dapat melupakan pemuda
ini yang sekarang kelihatan lebih matang dan lebih gagah daripada dahulu! Dia sendiri
heran mengapa segala gerak-gerik pemuda itu, gerak mulutnya, gerak matanya, dan
suaranya, semua amat menyenangkan hatinya. Apalagi pengakuan cinta pemuda itu,
membuat jantungnya berdebar tidak karuan dan diam-diam hatinya telah terpikat! Akan
tetapi, sebagai puteri pendekar sakti ketua dari Cin-ling-pai, tentu saja dia tidak sudi
tunduk begitu saja, maka dia pura-pura marah dan membentak, "Manusia jahat! Siapa
sudi bicara denganmu" Engkau adalah anak dari datuk sesat Kwi-eng Niocu, dan aku
adalah puteri dari Ketua Cin-ling-pai yang selalu bertugas membasmi kaum sesat. Antara
engkau dan aku terdapat jurang yang amat dalam, dan kita hanya dapat berhadapan
sebagai musuh!"
"Aku memusuhimu" Demi Tuhan, tidak! Aku cinta padamu, bagaimana aku tega untuk
mengangkat senjata melawanmu" Jangankan kepandaianku tidak mungkin menandingi
ilmu kepandaian puteri Pendekar Sakti Cia Keng Hong, andaikata kepandaianku lebih
tinggi sekalipun, aku tidak akan tega untuk melawanmu, Nona."
"Singggg...!" Giok Keng sudah mencabut pedangnya dan tampak sinar putih berkilau
ketika Gin-hwa-kiam (Pedang Bunga Perak) terhunus.
"Hayo cabut pedangmu, tak perlu banyak bicara!" Dara itu membentak.
"Srettt...!" Liong Bu Kong mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar kilat, akan
tetapi dia melemparkan pedang Lui-kong-kiam yang ampuh itu ke atas tanah. "Lihat, aku
telah membuang pedangku, Nona. Aku tidak akan melawan seorang dara yang kucintai
sepenuh jiwa ragaku."
Giok Keng terkejut bukan main. Tadinya dia masih meragukan ketulusan hati pemuda
putera datuk sesat ini, maka dia masih mempertahankan hatinya dan menekan
perasaan. Kini melihat pemuda itu benar-benar tidak mau melawannya dan membuang
pedang, hatinya terguncang. Namun dia bukanlah seorang dara yang bodoh dan mudah
dibujuk orang. Biarpun hatinya terguncang, dia masih membentak. "Ambil pedangmu
dan lawanlah, kalau tidak... hemmm, aku akan membunuhmu!"
Liong Bu Kong tersenyum dan memang pemuda ini tampan dan gagah sehingga
senyumnya menambah ketampanan wajahnya. "Silakan serang dan bunuh aku, Nona.
Mati di tangan seorang dara yang kucinta merupakan kematian yang amat bahagia."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
484 "Siapa percaya bujukanmu" Mampuslah!" Giok Keng sudah menerjang maju,
menggerakkan pedangnya menyerang dahsyat dengan tusukan ke arah leher pemuda
itu. Dapat dibayangkan betapa kaget hati Giok Keng melihat betapa pemuda itu sama sekali
tidak mengelak, hanya memandang kepadanya dengan senyum di bibir.
"Aihhh...!" Giok Keng yang terkejut itu berusaha menyelewengkan tusukannya karena
tentu saja dia sebagai seorang dara perkasa tidak mau membunuh orang yang tidak
melawan, namun usahanya itu tidak berhasil sepenuhnya dan pedangnya sudah
menembus pundak kiri Bu Kong!
Ketika Gin-hwa-kiam dicabutnya dan ditariknya kembali, darah mengucur dari pundak
pemuda itu yang berdiri dengan tubuh bergoyang menahan rasa nyeri yang hebat akan
tetapi yang masih memandang Giok Keng dengan pandang mata mesra penuh cinta dan
mulut tetap tersenyum.
"Ahhh... apa yang kaulakukan..." Mengapa kau tidak mengelak" Mengapa tidak
menangkis" Mengapa...?" Giok Keng terbelalak, melepaskan pedangnya jatuh ke atas
tanah dan bagaikan dalam mimpi dia menghampiri pemuda itu, merobek baju di bagian
pundak yang terluka dan ternyata pedangnya telah mengakibatkan luka yang cukup
hebat karena pedang yang runcing tajam itu telah menembus pundak kiri pemuda itu!
"Celaka... kau... kau membiarkan aku melukai seorang yang tidak melawan... darahnya
mengucur deras, kalau tidak dihentikan, bisa berbahaya..."
"Hemm, biarlah, Nona. Kalau kau memang benci kepadaku, apa artinya luka ini"
Kaubunuh pun aku akan rela, karena biarpun kau benci, aku tetap cinta padamu..."
Giok Keng sudah mengeluarkan saputangannya. "Bodoh! Siapa benci padamu?" katanya
dan tanpa bicara lagi dia membalut luka di pundak itu dengan saputangannya. Mula-mula
ditaruhnya obat luka yang dibawanya ke atas luka di depan dan belakang pundak,
kemudian dia menggunakan saputangannya yang bersih menutupi luka itu, dan
membalutnya dengan robekan baju pemuda itu sendiri sampai erat sekali sehingga


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

darahnya berhenti mengucur.
"Nona... nona... Giok Keng... benarkah itu" Benarkah kau tidak membenciku?" Kedua
tangan Bu Kong menekan kedua pundak dara itu dengan gemetar semua jari tangannya,
suaranya juga menggetar penuh perasaan. "Kalau begitu... kalau begitu engkau pun...
cinta kepadaku seperti aku cinta padamu...?"
Wajah Giok Keng menjadi pucat, kemudian merah sekali. Dia telah selesai membalut dan
menghadapi pertanyaan itu, dia menundukkan mukanya. "Entahlah..."
Jari-jari tangan yang gemetar itu memegang muka dara itu, dipaksanya dengan halus
muka itu tengadah. "Giok Keng... Moi-moi... kaupandanglah aku... kau... kau... kau juga
cinta padaku" Benarkah ini" Demi Tuhan... kau juga cinta padaku seperti aku cinta
padamu...?"
Sejenak mereka berpandangan, dan Giok Keng lalu memejamkan matanya, dan dua
butir air mata bertitik turun.
"Moi-moi...!" Bu Kong mengecup kedua pipi, mengecup air mata itu, kemudian dia
mencium bibir Giok Keng.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
485 Kalau hati sudah tertarik memang membuat orang atau tepatnya seorang dara muda
gampang sekali jatuh! Giok Keng menggigil, seluruh tubuhnya menggigil ketika mula-
mula merasa betapa air mata di pipinya dikecup pemuda itu, kemudian bumi serasa
goyah seperti ada gempa bumi hebat, dunia seperti berputar ketika dia merasa betapa
mulutnya dicium oleh pemuda itu, dicium dengan mesra sekali. Hampir dia pingsan dan
sejenak dia menyerah, menyerah bulat-bulat dengan setulusnya hati, dengan hati yang
penuh kebahagiaan, merasa dicinta dan mencinta. Akan tetapi dia segera teringat,
meronta dan melangkah mundur. Dengan muka pucat dipandangnya pemuda itu yang
kini menunduk, dengan kedua lengan tergantung lepas di kanan kiri tubuh, lalu berkata
dengan suara penuh penyerahan. "Ampunkan aku, Giok Keng. Aku... aku cinta padamu...
dan kalau kauanggap perbuatanku tadi terlalu kurang ajar, ambillah pedangmu, jangan
berlaku kepalang. Kalau kau tidak membalas cintaku, bunuhlah aku. Tusuklah tembus
dada ini agar berakhir penderitaanku...!"
Wajah yang pucat itu menjadi merah lagi. Giok Keng cepat menyambar pedang Gin-hwa-
kiam, disarungkannya dan dia memaksa hatinya untuk dapat bicara, suaranya gemetar,
"Aku... aku tidak benci padamu... aku tidak tahu apakah cinta... akan tetapi aku sudah
ditunangkan dengan orang lain. Selamat tinggal...!" Giok Keng lalu melarikan diri
secepatnya. Dia mendengar suara pemuda itu memanggilnya, dan hampir saja dia berlari
kembali, akan tetapi ditahannya hatinya dan ditulikannya telinganya. Air matanya
bercucuran dan dia mempercepat larinya sehingga tak lama kemudian panggilan pemuda
itu lenyap, tak terdengar lagi olehnya.
Semalam suntuk dia melanjutkan perjalanannya dan pada keesokan harinya dia
mendengar suara tangis di dalam sungai dekat kuil tua. Ketika dia menghampiri sungai
itu, dilihatnya Hwi Sian sedang merendam tubuh di dalam air yang jernih sambil
menangis! "Hwi Sian...! Mengapa kau" Mengapa pula menangis?" Giok Keng menegur penuh
keheranan, dan seketika dia lupa akan urusannya sendiri yang selama semalam telah
mengganggu pikirannya.
Hwi Sian terkejut, menengok dan melihat Giok Keng, dia merasa makin berduka
sehingga tangisnya mengguguk, dari mulutnya hanya terdengar suara tangis dan kata-
kata yang tak dapat dimengerti oleh Giok Keng.
"Hwi Sian, ada apakah?" kembali dara ini mendesak penuh keheranan.
"...aku cinta padanya... hu-hu-huuh, aku cinta padanya..." Akhirnya Hwi Sian dapat
menjawab, akan tetapi jawabannya hanya "aku cinta padanya" yang dikatakan berkali-
kali. Ucapan ini merupakan ujung pedang yang menusuk hati Giok Keng karena seolah-olah
merupakan sindiran akan cintanya kepada Liong Bu Kong! Akan tetapi melihat bahwa
Hwi Sian menangis benar-benar, dia lalu memutar otak dan menduga-duga siapakah
gerangan yang dicinta oleh gadis itu!
"Siapa" Siapa yang kaucinta itu?"
"Aku cinta padanya... aaahhh, aku cinta padanya!" Hwi Sian berkata lagi.
Giok Keng menjadi tidak sabar. "Ke mana dia sekarang?"
"Dia pergi... meninggalkan aku... huhuuhhh, aku cinta padanya tapi dia pergi..."
"Ke mana?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
486 Hwi Sian seperti seorang anak kecil, hanya menudingkan telunjuknya ke depan dan Giok
Keng segera meloncat dan berlari cepat, menuju ke arah yang ditunjuk oleh gadis itu.
Tak lama kemudian, di dalam sebuah hutan, dia mendengar suara keras disusul
robohnya sebatang pohon. Dia cepat menghampiri dan melihat Kun Liong yang
merobohkan dengan pukulannya tadi. Kemudian dia melihat pemuda itu menjatuhkan
diri duduk di atas tanah, termenung-menung, kemudian berteriak. "Tidak sudi!" dan
memukul hancur sebuah batu besar di dekatnya. Maka muncullah Giok Keng sambil
menegur karena perbuatan Kun Liong itu amat mengherankan hatinya.
Demikianlah, Kun Liong yang ditegur menjadi gugup dan menjawab bahwa dia memukul
pohon dan batu untuk latihan! Akan tetapi, betapa kagetnya ketika dia mendengar dara
itu berkata dengan suara bernada penuh teguran, "Yap Kun Liong, engkau sungguh
seorang yang berhati kejam!"
"Cia Giok Keng, apa maksudmu?" Kun Liong bertanya dan memandang heran.
"Mengapa engkau begitu kejam terhadap Hwi Sian!"
Seketika pucat wajah Kun Liong mendengar ini. Celaka, pikirnya. Temyata Hwi Sian
seorang yang tidak bisa dipercaya! Betapa mudahnya Hwi Sian menceritakan peristiwa
itu kepada orang lain begitu saja! Saking kaget dan bingungnya, dia tidak mampu
menjawab, hanya memandang dengan mata terbelalak.
"Mengapa engkau pergi meninggalkan Hwi Sian begitu saja, padahal dia sanget
mencintamu" Aku melihat dia menangis dan seperti orang kehilangan ingatan, hanya
bilang bahwa dia mencintaimu berkali-kali dan bahwa engkau pergi meninggalkan dia.
Apakah itu tidak kejam?"
Lega hati Kun Liong dan dia merasa kasihan sekali kepada Hwi Sian. Kiranya dara itu
tidak menceritakan peristiwa semalam, hanya mengatakan cinta kepadanya dan ditinggal
pergi karena ketahuan menangis oleh Giok Keng. Dia menarik napas panjang lalu
berkata, "Giok Keng, betapa cinta kasih dapat dipaksakan" Betapa mungkin cinta kasih
dapat memilih orangnya" Memang Hwi Sian menyatakan cinta kepadaku, akan tetapi
kalau tidak ada perasaan seperti itu di dalam hatiku kepadanya, salahkah aku?"
"Kun Liong, Hwi Sian adalah seorang dara yang cantik dan gagah, seorang wanita yang
baik. Bagaimana mungkin engkau tak dapat membalas cintanya?"
"Dia sudah bertunangan dengan Ji-suhengnya..."
"Pertunangan bisa saja diputuskan! Ikatan jodoh haruslah diadakan oleh dua orang yang
bersangkutan, oleh pria dan wanita itu sendiri karena hal itu menyangkut kehidupan
mereka selamanya! Mereka berdualah yang akan menghadapinya, yang akan
berdampingan selama hidupnya, bukan orang tua atau guru yang menjodohkan!" Ucapan
ini dikeluarkan dengan penuh semangat oleh Giok Keng sehingga mengherankan hati
Kun Liong. "Apalagi, engkau sendiri pun sudah bertunangan. Sebaliknya engkau dan dia,
kalau memang saling mencinta, membatalkan pertunangan masing-masing dan..."
"Giok Keng, apa maksudnya ucapan ini" Aku bertunangan" Bagaimana ini, aku tidak
mengerti."
Giok Keng menarik napas panjang. "Tentu saja kau tidak mengerti. Nah, kaubacalah ini
dulu." Dia mengeluarkan sesampul surat dari saku bajunya, menyerahkannya kepada
Kun Liong kemudian meninggalkan pemuda itu, duduk di atas sebuah batu besar tak
jauh dari situ, termenung dan membelakangi Kun Liong.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
487 Pemuda gundul ini menjadi makin heran. Dengan hati berdebar den merasa tidak heran.
Dengan hati berdebar dan merasa tidak enak dia membuka sampul dan membaca surat
yang ditulis dengan gaya coretan yang indah dan gagah. Tulisan Pendekar Sakti Cia Keng
Hong, ditujukan kepadanya! Membaca kalimat-kalimat terakhir, mukanya berubah
menjadi merah sekali, dan matanya terbelalak.
"Karena ayah ibumu telah meniggal dunia, sebagai supekmu boleh dibilang aku adalah
walimu. Karena itulah, maka kuharap kau datang ke Cin-ling-san bersama Giok Keng,
dan kita dapat membicarakan tentang perjodohan antara kau dan Giok Keng."
Dia dijodohkan dengan Giok Keng! Otomatis dia memandang ke arah punggung dara
yang duduk termenung di atas batu besar itu. Sepatutnya dia bersyukur! Sepatutnya dia
menerima berita ini dengan girang. Cia Giok Keng adalah seorang dara yang cantik jelita,
berkepandaian tinggi, dan puteri pendekar sakti yang terkenal. Dan dia harus mengakui
bahwa dia suka kepada Giok Keng, terutama sekali kepada hidung dara itu yang
bentuknya amat manis! Tapi, membayangkan betapa selamanya dia akan hidup
berdampingan dengan Giok Keng sebagai suami isteri, tidak bebas lagi, terikat dan
diancam bahaya pertengkaran karena cemburu dan kesalahpahaman yang lain, dia
merasa ngeri juga! Kemudian teringatlah dia akan bujukan Giok Keng agar supaya dia
membatalkan perjodohan ini dan membalas cinta Hwi Sian! Apa artinya ini" Hanya satu,
ialah bahwa Giok Keng sendiri di dalam hatinya menentang perjodohan ini!
Cepat dia menghampiri Giok Keng dan duduk pula di atas batu, di depan dara itu, setelah
menyimpan surat di sakunya. Mereka saling berhadapan, saling berpandangan sejenak,
kemudian Kun Liong bertanya, "Engkau sudah tahu tentang ini?" Dia menepuk saku
bajunya. Giok Keng mengangguk.
"Dan bagaimana pendapatmu?"
Giok Keng menggeleng kepala. "Aku tidak tahu."
"Engkau agaknya tidak setuju."
"Memang, mana bisa hal perjodohan diatur orang lain" Pula, engkau dicinta oleh Hwi
Sian yang mengaku sendiri kepadaku. Mana mungkin aku merampas orang yang sudah
dicinta oleh dara lain?"
"Giok Keng, aku sudah menjawab bahwa aku tidak membalas cinta Hwi Sian."
"Dan kau... kau... eh, bagaimana pendapatmu dengan surat ayah?"
"Tidak tahulah. Aku menjadi bingung, urusan ini dikemukakan begini tiba-tiba."
Sepasang mata dara itu yang amat jernih dan tajam kini memandang penuh selidik
seolah-olah hendak menembus dan menjenguk isi hati Kun Liong, kemudian terdengar
pertanyaannya yang terang-terangan, "Kun Liong, apakah engkau cinta kepadaku?"
Kun Liong cepat menggelengkan kepalanya yang gundul. "Aku tidak mencinta siapa-
siapa, Giok Keng. Hati dan pikiranku jauh daripada cinta seperti yang kumaksudkan itu.
Tidak, aku rasa aku tidak cinta padamu, sungguhpun hal ini bukan berarti bahwa aku
tidak suka kepadamu, terutama kalau aku memandang... hidungmu. Aku suka padamu,
akan tetapi cinta" Entahlah, kukira tidak!"
Sepasang mata itu makin tajam pandangnya ketika Giok Keng bertanya lagi, "Kalau
begitu, mengapa dahulu itu di Siauw-lim-si engkau... menciumku?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
488 Bukan main kaget hati Kun Liong mendengar ini. "Kau... bagaimana kau bisa tahu" Kau
pingsan dan..."
"Aku telah siuman ketika engkau menciumku, karena terlampau kaget melihat
perbuatanmu dan melihat pula Ayah datang, aku diam saja, pura-pura masih pingsan.
Kenapa engkau dahulu menciumku seperti itu dan sekarang kau bilang tidak cinta
padaku?" "Aihh, harap jangan salah paham, Giok Keng. Kau pingsan dan aku melihat bahwa
pernapasanmu terhenti oleh serangan asap, maka jalan satu-satunya pada saat itu
adalah pernapasan bantuan. Aku tidak menciummu, melainkan meniupkan hawa melalui
mulutmu untuk jalankan kembali paru-parumu yang berbenti bekerja. Mengertikah kau?"
Giok Keng mengangguk, di dalam hatinya timbul dua macam perasaa. Lega dan kecewa!
Dia merasa lega karena ternyata bahwa Kun Liong tidak mencintanya sehingga
perjodohan itu dapat dibatalkan, karena dia harus mengaku bahwa dia jatuh cinta
kepada Liong Bu Kong. Akan tetapi pada saat itu pula dia kecewa karena ternyata Kun
Liong yang disangkanya menciumnya karena cinta kepadanya, ternyata tidak! Wanita
memang ingin sekali digilai dan dicinta oleh semua pria di dunia ini, walaupun dia hanya
akan menjatuhkan hatinya kepada seorang saja di antara mereka!
"Kun Liong, aku ingin sekali tahu. Apakah engkau suka menciumku?"
Mata Kun Liong terbelalak. Betapa anehnya dara ini! Begitu terus terang, maka dia pun
harus bersikap jujur dan dia mengangguk. "Tentu saja aku suka!"
Mata Giok Keng mengeluarkan sinar marah. "Kau bilang tidak cinta kepadaku akan tetapi
mengapa kau suka menciumku?"
"Mengapa tidak?" Kun Liong menjawab dengan terus terang pula. "Aku suka sekali
melihat bunga yang indah, aku suka mencium bunga yang harum sungguhpun aku tidak
berniat memiliki bunga itu. Aku suka mencium dara yang cantik menarik, apalagi seperti
engkau, Giok Keng, akan tetapi kesukaanku itu bukan berarti bahwa aku ingin
memilikimu sebagai jodohku. Aku akan bohong kalau aku bilang bahwa aku cinta
kepadamu."
Diam-diam Giok Keng menjadi heran sekali dan juga kagum akan kejujuran Kun Liong.
Agaknya, semua pemuda di dunia ini takkan segan-segan mengaku cinta dengan sumpah
seribu macam untuk memancing dan mendapatkan sekedar ciuman seorang dara,
apalagi kalau untuk mendapatkan tubuhnya! Akan tetapi Kun Liong dengan terang-
terangan pula menyatakan tidak cinta! Dia pun mulai bingung dan menduga-duga
apakah rasa sukanya kepada Liong Bu Kong itu benar-benar cinta seperti yang
diduganya"
"Kun Liong, bagaimanakah cinta itu" Tadinya kukira bahwa kalau storang pria suka
kepada seorang wanita atau sebaliknya adalah cinta. Bagaimanakah sebenarnya dan
apakah cinta itu?"
Kembali kepala yang gundul itu bergerak digelengkan. "Aku sendiri pun tidak tahu. Aku
hanya tahu bahwa kalau orang ingin selamanya bersanding dengan seorang dara, berarti
dia mengundang datangnya penderitaan karena sudah pasti akan timbul kebosanan,
pertentangan, cemburu, kemarahan dan mungkin kebencian. Kalau perasaan suka itu
cinta, maka aku tidak berani jatuh cinta seperti itu! Tidak, aku tidak akan jatuh cinta.
Aku tidak mau mengikatkan diriku kepada seorang wanita. Apalagi menikah. Setahuku,
wanita adalah mahluk lemah akan tetapi aneh dan luar biasa sekali. Satu kali aku
menikah dan mengikatkan diri, tentu aku akan sengsara, tidak bebas lagi, setiap hari
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
489 menghadapi kerewelannya, cemburunya, kemanjaannya, dan celakalah aku. Tidak, aku
tidak akan mencinta wanita, sungguhpun aku suka sekali kepada mereka, terutama yang
cantik seperti kau, Giok Keng."
Alis Giok Keng berkerut. Betapa tidak menyenangkan ucapan Kun Liong! Betapa
meremehkan dan merendahkan wanita. Betapa bedanya dengan ucapan Bu Kong!
"Kun Liong...!" Tegurnya dengan kemarahan ditahan.
"Hemm..."
"Kurasa engkau ini seorang yang..."
"Ya...?"
"Seorang pemuda yang sombong, memandang rendah wanita, terlalu tinggi hati, merasa
suci dan bersih sendiri, dan kepala angin!"
Makin lebar mata Kun Liong, apalagi mendengar makian terakhir itu. "Kepala angin?"
"Ya! Kepalamu hanya terisi angin kosong belaka! Kau bilang tidak pernah mencinta
seorang wanita, akan tetapi kau pandai berceramah tentang cinta, ceramah tolol dan
ngawur. Betapa bodohnya Hwi Sian yang menangisi dan jatuh cinta kepada seorang tolol
macam engkau. Engkau memualkan perutku! Betapa benci aku kepadamu!"
"Eh" Benci" Sayang sekali, Giok Keng. Itulah yang tak kusukai tentang cinta. Kalau tidak
cinta, lalu benci. Apakah hanya ada dua macam peraaaan itu dalam hati wanita" Kalau
tidak cinta, benci" Apakah tidak ada perasaan di antara cinta dan benci" Tidak cinta akan
tetapi juga tidak benci?"
Giok Keng makin bingung dan marah. "Sudahlah, dari mana kau mendapatkan
kepandaian hebat dan pengertian tentang cinta kalau kau sendiri tidak pernah jatuh
cinta?" "Eh, dari... dari kitab-kitab dan dari kesadaran..."
"Huh, kitab! Mempelajari cinta dari kitab! Aku muak dan benci kepadamu!"
"Benarkah" Sayang sekali."
"Akan tetapi aku pun berterima kasih kepadamu bahwa kau tidak cinta padaku, Kun
Liong." "Eh, apa pula ini" Muak dan benci akan tetapi berterima kasih?"
"Setelah kau menyatakan dengan jujur bahwa kau tidak cinta kepadaku, tentu kita tidak
setuju dengan ikatan jodoh di antara kita yang diadakan oleh ayah ibuku."
"Ya, begitulah."
"Dan kau tentu suka untuk menyatakan secara terus terang pula kepada ayahku bahwa
kau tidak bisa menerima ikatan jodoh ini karena kau tidak cinta padaku, dan aku pun
tidak cinta padamu."
Kun Liong mengangguk-angguk. "Sudah sepantasnya begitu. Aku akan menghadap
ayahmu dan aku akan minta agar ikatan jodoh kita ini dibatalkan."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
490 Giok Keng bersorak girang, meloncat dan merangkul Kun Liong, lalu... mencium kepala
gundulnya! "Terima kasih, Kun Liong. Terima kasih!" Dia meloncat pergi dan lari dari
tempat itu, sehingga Kun Liong yang termangu-mangu, bengong meringis bingung dan
mengusap-usap kepala gundulnya yang dicium tadi. Makin tidak mengertilah dia akan
perangai wanita, terutama Giok Keng!
Dua orang wanita muda itu beristirahat di bawah sebatang pohon besar di dalam hutan
itu. Mereka telah tiba di kaki Pegunungan Go-bi-san yang amat luas, penuh dengan
hutan lebat dan amat sunyi itu. Mereka adalah Pek Hong Ing dan sucinya, Lauw Kim In.
Keduanya berwajah muram dan Pek Hong Ing masih mengenakan pakaian seorang
nikouw. Juga wajah Kim In yang cantik manis itu kelihatan muram sekali dan dia selalu


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghindarkan pandang matanya kepada sumoinya. Mereka berdua telah semenjak kecil
menjadi murid Go-bi Sin-kouw, tinggal di pegunungan sunyi berdua, rukun dan saling
mencinta seperti kakak beradik. Maka dapat dibayangkan betapa duka hati Kim In bahwa
dia terpaksa harus menangkap sumoinya dan memaksanya menghadap subo mereka,
padahal dia tahu benar bahwa sumoinya itu tidak suka dinikahkan dengan Pangeran Han
Wi Ong yang usianya sudah lima puluh tahun itu. Sedih hatinya memikirkan nasib
sumoinya. Akan tetaph dia pun marah dan penasaran sekali melihat sumoinya yang
sudah menjadi nikouw itu bersendau-gurau dengan seorang pemuda tampan berkepala
gundul! Andaikata dia tidak melihat mereka dan hatinya yakin bahwa mereka bermain
gila, agaknya dia tetap tidak akan tega menangkap sumoinya dan dia akan pulang
dengan tangan kosong, nekat membohongi gurunya bahwa dia gagal mencari sumoinya!
Akan tetapi, perbuatan sumoinya bermain cinta dengan pemuda gundul aneh yang luar
biasa itu membuat hatinya penasaran dan marah sekali.
"Suci, sudah berkali-kaii kukatakan kepadamu bahwa Kun Liong bukanlah seorang
hwesio..." terdengar suara Hong Ing penuh kedukaan.
Sucinya tidak menoleh, hanya menghela napas dan diam saja. Hening sekali keadaan di
situ dan akhirnya Kim In berkata lirih, "Mungkin dia bukan hwesio, mungkin hanya
seorang pemuda ugal-ugalan yang sengaja menggunduli kepalanya. Akan tetapi apa
bedanya" Tetap saja engkau bermain dengan dia, padahal engkau sudah menjadi
nikouw. Betapa memalukan ini, Sumoi. Sebagai encimu, tentu saja hal ini merupakan
tamparan hebat dan aku malu sekali. Kalau aku tidak sayang kepadamu, bukankah
perbuatan itu cukup bagiku untuk menjadi alasan membunuhmu" Akan tetapi aku tidak
tega, dan aku hanya akan membawamu kembali kepada Subo. Selanjutnya terserah
kepada Subo, dan aku pun tidak akan menceritakan tentang peristiwa di balik semak-
semak itu."
"Suci, engkau benar kejam sekali! Pernahkah aku membohong kepadamu semenjak kita
menjadi saudara di Go-bi-san! Kami tidak bermain gila seperti yang Suci sangka.
Memang aku tidak dapat menahan ketawa, dan ketawa kami berdua tertawa itu sema
sekali bukan sedang main gila, bermain cinta atau bersendau-gurau seperti yang kau
duga. Dia memang lucu sekali..."
"Ya, lucu dan tampan!"
"Aihh Suci. Bukan demikian maksudku. Kalau engkau sendiri mendengar kata-katanya,
sikap dan pandangan hidupnya, tentu engkau akan tertawa juga. Kun Liong seorang
yang baik, Suci. Pertama-tama aku bertemu dengannya adalah ketika aku terluka parah
oleh jarum beracun dari Ouwyang Bouw putera Ban-tok Coa-ong Ouwyang Kok dan dia
yang telah mengobatiku secara luar biasa! Dan tahukah engkau bagaimana aneh dan
lucunya" Katanya, kepalanya menjadi gundul juga karena jarum beracun Ouwyang
Bomw itu! Aku telah berhutang budi kepadanya, maka ketika aku melihat dia tertawan
pasukan, aku lalu menolongnya. Dan kau melihat sendiri betapa dia kembali
mengorbankan diri menolongku ketika hui-tomu menyambar."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
491 Kim In membalikkan tubuhnya, duduk menghadapi sumoinya dan menatap wajah
sumoinya dengan tajam penuh selidik, kemudian bertanya lantang, "Sumoi, apakah kau
jatuh cinta kepada pemuda gundui itu?"
Seluruh wajah yang cantik dan kepala yang gundul kelimis itu menjadi merah sekali.
Dengan suara gemetar Hong Ing menjawab, "Mengapa Suci bertanya demikian" Aku
baru saja bertemu dengan dia. Aku kagum kepadanya, aku suka... akan tetapi, aku tidak
tahu... tentang cinta... hemmm, entahlah."
"Itu tandanya kau mulai jatuh cinta. Hemm, laki-laki semua penipu, tak dapat dipercaya!
Jangan kau mudah menjatuhkan hati kepada seorang pria, Sumoi. Kau akan kecewa!"
Hong Ing memandang sucinya dengan sinar mata penuh iba. "Aku tahu, Suci. Kau sakit
hati karena kau pernah tertipu. Akan tetapi aku yakin bahwa sampai detik ini pun kau
mas1h... masih mencintanya."
Berubah wajah Kim In dan cepat dia menghapus dua titik air mata yang membasahi bulu
matanya. "Memang, tapi dia sudah mati. Andaikata dia masih hidup, belum tentu aku
dapat memaafkan perbuatannya yang terkutuk! Berjina dengan isteri muda Thian-ong
Lo-mo! Cihh! Akan tetapi dia sudah mati dan bagaimana pun juga aku akan
membalaskan kematiannya kepada Thian-ong Lo-mo."
"Tapi kabarnya kakek itu lihai sekali, Suci. Bahkan kabarnya tingkatnya seimbang
dengan Subo."
"Akan tiba masanya aku dapat membalaskan kematian tunanganku kepada kakek itu!"
kata Kim In berkeras.
Tiba-tiba dua orang dara yang cantik itu meloncat berdiri dan memutar tubuh. Mereka
mendengar suara langkah kaki orang, akan tetapi ketika mereka meloncat dan memutar
tubuh, tidak ada bayangan orangnya! Selagi mereka terheran-heran dan saling pandang,
di sebelah belakang mereka terdengar suara orang tertawa, suara tertawa seorang laki-
laki! Cepat mereka kembali memutar tubuh dan... tidak melihat apa-apa di situ kecuali
pohon-pohon yang lebat dan sunyi. Padahal gema suara ketawa itu masih terdengar oleh
mereka. Kim In dan Hong Ing saling pandang dan merasa ngeri. Mereka tidak percaya akan
adanya setan. Telah belasan tahun mereka tinggal di Pegunungan Go-bi-san, telah
belasan tahun mereka mengenal hutan-hutan lebat namun belum pernah mereka
bertemu setan. Mereka sebagai murid-murid orang pandai, tahu bahwa mereka kini
berhadapan dengan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
"Harap Locianpwe suka memperlihatkan diri kalau ada keperluan dengan kami berdua
murid Subo Go-bi Sin-kouw!" Kim In berkata dengan sikap hormat akan tetapi dengan
suara berwibawa mengandalkan nama besar subonya.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak lagi di belakang mereka. Ketika mereka
memutar tubuh mereka berdua menjadi bengong keheranan karena yang disebut
locianpwe (orang tua gagah) oleh Kim In itu temyata adalah seorang laki-laki muda,
berusia paling banyak dua puluh lima tahun, berwajah tampan, bertubuh tegap, dan
pakaiannya mewah!
"Ha-ha-ha-ha, kukira tadi dua orang bidadari penunggu hutan yang berada di sini,
kiranya dua orang wanita yang cantiknya melebihi bidadari. Hemm, biarpun yang
seorang menjadi nikouw, namun cantik juga."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
492 Melihat pemuda itu, segera muka Hong Ing berubah dan dengan desis marah dia
berkata, "Engkau... Ouwyang Bouw!"
Pemuda itu memang Ouwyang Bouw. Terkejut juga dia mendengar namanya disebut
oleh nikouw muda itu, akan tetapi dia tersenyum dan berkata, "Engkau sudah mengenal
namaku, Nikouw muda" Bagus sekali. Aku memang Ouwyang Bouw."
Kim In sudah mencabut pedangnya, bahkan dia melemparkan pedang ke dua kepada
sumoinya. Mendengar bahwa pemuda ini yang pernah melukai sumoinya, apalagi bahwa
pemuda ini adalah putera datuk sesat Ban-tok Coa-ong, dia sudah menjadi marah sekali
walaupun diam-diam dia kagum bukan main menyaksikan kepandaian pemuda ini yang
dapat muncul tanpa mereka ketahui.
"Kiranya anak datuk kaum sesat yang pernah melukaimu, Sumoi. Mari kita hajar dia!"
Sambil berkata demikian, tubuh Kim In sudah berkelebat ke depan dan dia sudah
menyerang dengan pedangnya, mengirim tusukan kilat ke arah tenggorokan Ouwyang
Bow. Namun sambil terkekeh, dengan mudahnya Ouwyang Bouw mengelak dan memang
pemuda ini memiliki gin-kang yang amat tinggi. Ketika Hong Ing juga menerjang maju,
pemuda itu masih enak-enak melayani kakak beradik sperguruan itu dengan
mengandalkan kegesitannya, mengelak den berloncatan ke sana-sini sambil tertawa-
tawa. "Eh, tahan dulu! Aku mau bicara!" Tiba-tiba dia meloncat ke belakang sedemikian
cepatnya sehingga dua orang dara itu mendadak kehilangan lawan, den baru tahu
setelah Ouwyang Bouw berdiri belasan meter jauhnya di depan mereka.
"Hemm, bicara apalagi?" bentak Kim In, dan dia melintangkan pedangnya di depan dada,
sikapnya gagah sekali.
"Aku baru datang, tidak merasa mengganggu kalian, mengapa kalian memusuhiku?"
"Tidak mengganggu, ya?" Hong Ing menudingkan telunjuknya ke arah muka pemuda itu.
"Lupakah kau ketika bersama ayahmu kau datang ke Kuil Kwan-im-bio, membunuh
Biauw Kui Nikouw ke kuil, kemudian secara menggelap menyerangku dengan jarum
merah beracun?"
Berkerut alis Ouwyang Bouw dan matanya yang liar itu sejenak menghentiken
gerakannya, seolah-olah dia mengingat-ingat. Kemudian dia mengangguk-anggukkan
kepalanya den berkata, "Aihh, kiranya engkaukah itu" Aku tidak tahu, kalau aku tahu
bahwa dia itu engkau yang cantik ini, tentu aku tidak akan menyerangmu dengan jarum!
Wah, kau lihai juga dapat menyelamatkan diri dari jarumku. Dengar, jangan menyerang
dulu. Kalian takkan menang. Dengar dulu kata-kataku. Aku sekarang hidup sebatang
kara. Teringat aku betapa Ayah dahulu seringkali membujukku untuk memilih seorang
gadis yang baik dan menikah. Tadi aku melihatmu, Nona, dan mendengar engkau
menaruh dendam kepada Thian-ong Lo-mo." Dia memandang Kim In dengan sinar mata
kagum. "Ha-ha, tua bangka itu hampir saja mampus di Telaga Kwi-ouw, tapi kakek licin
itu masih berhasil menyelamatkan diri dari kepungan pasukan pemerintah dan sekarang
bersembunyi. Hanya aku yang tahu tempatnya. Nona, begitu melihatmu, aku tertarik
sekali kepadamu. Kau gagah dan cantik, terbayang kekerasan hati di balik kelembutan
dan kehalusan kulitmu. Hebat! Aku sudah jatuh cinta kepadamu, Nona, dan aku tahu,
hanya engkaulah yang pantas menjadi isteriku!"
"Tutup mulutmu, keparat!" Kim In sudah menerjang dengan dahsyat, dan sumoinya juga
cepat membantu sucinya mengeroyok pemuda yang lancang mulut dan kurang ajar itu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
493 "Trang-cringgg...!" Dua orang dara itu meloncat mundur ke belakang dengan kaget
ketika merasa betapa telapak tangan mereka panas setelah pedang mereka tertangkis
oleh sebatang pedang yang bentuknya seperti ular.
"Ha-ha-ha, percuma saja kalian melawan. Biar subo kalian takkan menang bertanding
melawanku!" Ouwyang Bouw mengejek.
Kim In yang sudah marah sekali, kembali menerjang dibantu oleh Hong Ing. Terjadi
pertandingan yang hebat, namun Ouwyang Bouw hanya menggunakan pedangnya untuk
melindungi tubuh, sama sekali tidak membalas. Bahkan dia masih dapat bicara
seenaknya. "Nona, sampai mati kau takkan mampu melawan Thian-ong Lo-mo. Jadilah isteriku dan
aku akan menyeret tua bangka itu ke depan kakimu!"
"Keparat!" Kim In berteriak lagi dengan marah dan menggunakan jurusnya yang paling
ampuh untuk menyerang lawan yang tangguh ini. Juga Hong Ing menjadi marah dan
membantu sucinya, menyerang sekuat tenaga.
"Cring! Cringgg... aughhh...!" Dua orang dara itu roboh tak dapat bergerak lagi karena
telah terkena totokan jari tangan kiri Ouwyang Bouw yang lihai bukan main itu.
Dua orang dara itu memandang dengan mata melotot, setengah ngeri ketika Omyang
Bouw berlutut di dekat mereka sambil tertawa-tawa. Dengan tangan kirinya, Ouwyang
Bouw mengelus dagu Kim In, memandang penuh kagum dan dia berkata, "Bagaimana,
Nona" Apakah kurang lihai dan kurang berharga aku untuk menjadi suamimu" Maukah
kau menjadi isteriku, isteri tercinta dan aku bersumpah untuk menjadi seorang suami
yang setia, yang baik, yang akan menuruti segala kehendakmu, manis?"
"Tidak sudi!" Kim In yang memang sudah merasa sakit hati terhadap pria setelah
tunangannya menyeleweng itu, membentak. Dia dapat bicara akan tetapi tidak mampu
menggerakkan kaki tangannya lagi.
"Hemm, begitukah" Aku jatuh cinta padamu, tidak seperti kepada wanita lain. Aku tidak
suka memaksamu, tidak tega memperkosamu. Akan tetapi kalau kau tidak menerima
lamaranku secara baik-baik, apa boleh buat! Kalau kau berkeras tidak mau, akan
kubunuh sumoimu ini, aku ngeri untuk memperkosa seorang nikouw, takut kelak di
neraka mengalami hukuman yang terlampau berat! Setelah membunuh sumoimu, aku
akan memperkosamu, walaupun dengan hati terluka, dan hendak kulihat apakah kau
akan terus berkeras hati menolakku."
Setelah berkata demikian, Ouwyang Bouw menghampiri Hong Ing. Dara ini sama sekali
tidak takut menghadapi kematian, namun mati secara konyol demikian sungguh
mengerikan dan membuat dia penasaran. Kalau dia mati dalam pertandingan, hal itu
bukan apa-apa. Akan tetapi untuk mati dalam keadaan tertotok seperti itu, benar-benar
mengerikan juga, maka dia memandang pemuda yang menghampirinya itu dengan mata
terbelalak dan muka pucat.
"Ha-ha-ha, kau dulu dapat menyelamatkan diri dari jarum-jarumku, bukan" Mungkin
hanya mengenai bagian yang tidak berbahaya. Sekarang hendak kulihat, apakah goresan
jarum-jarumku di dadamu akan dapat kaupertahankan. Ha-ha-ha-ha!" Sambil tertawa-
tawa, Ouwyang Bouw mengeluarkan dua batang jarum kecil merah. Jari tangan kirinya
bergerak cepat dan... jubah pendeta yang menutupi dada Hong Ing telah terbuka,
memperlihatkan pakaian dalamnya berikut belahan dadanya yang membusung keluar.
Ketika pemuda itu sudah mengangkat jarum ke atas hendak diguratkan pada kulit dada
yang membusung dart halus itu, tiba-tiba Kim In menjerit. "Tahan dulu!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
494 "Ha-ha-ha, kau kasihan kepada sumoimu, Manis" Baik benar hatimu, dan aku menjadi
makin cinta kepadamu."
Kim In mengerutkan alisnya dan memutar otaknya yang sejak tadi sudah menimbang-
nimbang. Jelas bahwa pemuda ini amat lihai, mungkin tidak kalah oleh subonya dan
tidak kalah oleh Thian-ong Lo-mo! Keadean dia dan sumoinya sudah tidak berdaya sama
sekali. Sumoinya tentu akan tewas dalam keadaan tersiksa dan mengerikan, dan
bagaimana dia akan dapat menghindarkan dirinya dari perkosaan dan penghinaan"
Hanya ada satu jalan, yaitu menerima lamaran pemuda itu yang betapapun juga
merupekan seorang pemuda yang tampan, tegap dan gagah.
"Aku mau menerima pinanganmu, akan tetapi dengan tiga syarat!" katanya.
Sekali meloncat, Ouwyang Bouw sudah menghampiri Kim-In, tangannya bergerak dan
dara itu telah terbebas dari totokan. Kim In bangkit berdiri, dibantu oleh Ouwyang Bouw
dengan gerakan lemah lembut dan mesra, kelihatannya gembira bukan main mendengar
kesanggupan Kim In.
"Apakah syaratnya, Manis!"
"Pertama, kau harus membebaskan sumoi."
"Suci! Jangan korbankan diri untukku!" Hong Ing berseru ngeri.
"Tidak, Sumoi. Hanya inilah jalan terbaik, untukmu dan juga untukku. Kau bebas dan
asal kau menjadi nikouw dan bersembunyi di dalam bio yang terasing, kiranya Subo
takkan dapat menemukanmu," kata Kim In sambil menarik napas panjang.
"Dan... kau...?" Hong Ing berbisik dengan mata terbelalak.
"Aku..." Tak perlu kau memikirkan aku. Aku akan menjadi isterinya dan aku akan
membalas dendam kepada musuh-musuhku."
"Apa syaratnya yang ke dua dan ke tiga" Syarat pertama tentu saja kulaksanakan
sekarang juga!" Ouwyang Bouw yang kegirangan itu sudah meloncat ke dekat Hong Ing
dan berkata, "Adikku yang baik, sumoiku. Maafkan cihumu (kakak iparmu), ya?" Dia
membebaskan totokan Hong Ing dan dengan sopan menutupkan kembali jubah Hong Ing
yang terbuka! Hong Ing bangkit berdiri, menalikan lagi ikat pinggangnya dan memandang sucinya
dengan muka pucat. Benarkah sucinya hendak mengorbankan diri seperti itu, menjadi
isteri pemuda gila putera datuk sesat itu"
"Syarat ke dua, mulai saat ini engkau harus tunduk kepada semua keinginanku."
"Baik, baik, tentu aku akan tunduk kepada keinginan isteriku yang tercinta."
"Dan syarat ke tiga, engkau harus menurunkan seluruh kepandaianmu kepadaku."
"Ha-ha-ha, isteriku yang manis. Tentu saja! Aku menerima semua syarat itu!"
"Bersumpahlah!"
Ouwyang Bouw lalu berlutut dan bersumpah. "Disaksikan Langit dan Bumi, aku Ouwyang
Bouw bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama... eh, siapa
namamu?" Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
495 Mau tak mau Kim In merasa geli hatinya sedangkan Hong Ing memandang ngeri.
"Namaku Lauw Kim In,"
"Wah, namanya seindah orangnya!"
"Teruskan sumpahmu."
"O ya... aku bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama Lauw
Kim In dan mengajarkan semua ilmuku kepadanya. Kalau aku melanggar sumpah, biar
aku tidak akan lama menjadi suaminya!"
Dia meloncat bangun dan langsung merangkul dan mencium pipi Kim In! Gadis ini
menjadi merah sekali mukanya, berpaling kepada sumoinya dan berkata, "Nah, Sumoi.
Kau pergilah, dan semoga kau berbahagia dengan... Kun Liong..." Dia mengusap air
matanya dan berkata kepada Owyang Bouw. "Mari kita pergi!"
"Isteriku yang tercinta!" Owyang Bouw bersorak, lagsung memondong tubuh Kim In,
berjingkrak seperti anak kecil. "Isteri yang manis, Kim In... Moi-moi..., mari kita
berbulan madu di puncak gunung... di tepi telaga... ha-ha-ha...!" Cepat seperti terbang
pemuda yang memondong tubuh Kim In itu lari dan lenyap dari depan Hong Ing yang
masih bengong dengan air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya.
Peristiwa itu seperti mimpi saja bagi Hong Ing. Sungguh merupakan hal yang sama
sekali tidak terduga-duga. Begitu saja pemuda itu datang, dan begitu saja terjadi
perubahan hebat dalam hidup Kim In dan dia sendiri! Dalam beberapa menit saja
keadaen hidup mereka telah berubah sama sekali, dan sedikit pun hal itu tidak pernah
mereka sangka. Betapa anehnya hidup! Begitu saja kini sucinya menjadi isteri Ouwyang
Bouw, dan dia yang sudah putus asa kini bebas sama sekali! Dengan jantung berdebar-
debar Hong Ing menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Dia memikirkan keadaan
sucinya. Mengapa sucinya demikian mudahnya menerima pinangan Ouwyang Bouw,
pemuda yang biarpun tampan dan lihai sekali namun seperti berotak miring itu" Dia
mengenangkan lagi apa yang baru saja terjadi, dan dia merasa terharu setelah dia


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerti akan keputusan yang diambil sucinya. Sucinya adalah seorang yang telah patah
dan hancur hatinya, patah oleh penyelewengan tunangan yang dicintanya, kemudian
hancur oleh kematiannya. Hatinya dirundung dendam terhadap Thian-ong Lo-mo yang
sukar untuk dibalas dan dia selalu menantikan kesempatan untuk membalasnya.
Kemudian terjadi peristiwa pertemuan dengan Ouwyang Bouw itu. Agaknya dalam waktu
singkat, sucinya telah dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bulat.
Kalau dia menolak, tentu Ouwyang Bouw akan membunuh Hong Ing dan kemudian akan
memperkosanya, mungkin kemudian membunuhnya pula. Dan selain bahaya ini, juga
sucinya menghadapi keadaan yang amat tidak enak dengan memaksa Hong Ing kembali
menghadapi subo mereka. Kalau dia menerima, tidak saja Hong Ing akan terbebas, juga
dia mendapat kesempatan baik untuk membalas dendam kepada Thian-ong Lo-mo dan
memperoleh ilmu-ilmu yang hebat! Keuntungannya jauh lebih besar kalau dia menerima
dan kerugiannya amat hebat kalau dia menolak. Itulah sebabnya!
Hong In menarik napas panjang. "Terima kasih atas pengorbananmu, Suci... semoga
engkau berbahagia..." Dan sambil menghapus air matanya, nikouw muda ini
meninggalkan hutan, meninggalkan kaki Pegunungan Go-bi-san, menjauhkan diri dari
tempat tinggal subonya di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Go-bi-san.
Akan tetapi karena pikirannya masih terpengaruh oleh peristiwa tadi dan dia merasa
berduka mengenangkan nasib sucinya, Hong Ing salah jalan. Benar dia menjauhi puncak
tempat tinggal subonya, akan tetapi dia memasuki daerah lain dari Pegunungan Go-bi-
san yang tak dikenalnya, daerah selatan yang penuh dengan hutan besar dan kabarnya
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
496 merupakan daerah yang sukar dan amat berbahaya sehingga subonya sendiri seringkali
mengatakan agar kedua orang muridnya itu jangan memasuki daerah ini.
Hong Ing sadar babwa dia salah jalan setelah malam tiba dan dia terseret dalam sebuah
hutan yang amat lebat. Karena tidak mungkin mencari jalan keluar dalam cuaca gelap
itu, terpaksa Hong Ing bermalam di hutan itu setelah mendapatkan sebuah guha yang
cukup besar. Dia membuat api unggun dan dapat pulas sejenak, cukup untuk
menghilangkan lelahnya.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong Ing sudah keluar dari guha dengan niat
mencari buah yang dapat dimakan. Perutnya terasa lapar sekali. Setelah makan, baru
dia akan mencari jalan keluar dari hutan itu.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara berkeredepan disusul berkelebatnya bayangan
banyak orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri tiga belas orang wanita muda yang
cantik-cantik mengurungnya! Melihat sikap mereka yang galak dan seperti arca hidup
itu, Hong Ing terheran dan teringat bahwa dia adalah seorang nikouw, maka cepat dia
merangkap kedua telapak tangannya dan berkata. "Omitohud, Cuwi (Anda Sekalian) mau
apakah mengurung pinni (aku) yang sedang mencari buah untuk menghilangkan rasa
lapar?" Seorang di antara mereka melangkah maju. Mereka itu adalah gadis-gadis berusia
antara lima belas sampai dua puluh lima tahun, ada yang membawa pedang, golok atau
tombak, sikap mereka membuktikan bahwa mereka itu rata-rata pandai limu silat akan
tetapi ada sesuatu yang aneh pada pandang mata mereka yang seperti pandang mata
sebuah boneka! "Nikouw (Nona pendeta) siapakah dan tidak tahukah bahwa engkau telah melanggar
wilayah kami tanpa ijin?" tanya wanita yang melangkah maju. Seperti semua temannya,
pakaiannya indah akan tetapi berwarna kuning semua, dan rambutnya digelung dua di
kanan kiri dan dibungkus sutera merah merupakan sepasang bunga mawar.
"Pinni adalah Pek Nikouw dan maafkan kalau pinni melanggar wilayah Cuwi karena
sesungguhnya pinni tidah sengaja."
Wanita yeng memimpin pasukan aneh ini bermain mata dengan teman-temannya,
kemudian berkata, "Kalau engkau bukan seorang nikouw, tentu sudah kami tangkap dan
kami seret ke depan Siocia. Akan tetapi, karena engkau seorang nikouw, maka kami
harap Sukouw suka ikut bersama kami menghadap Siocia (Nona) agar Siocia sendiri
yang memutuskan."
Hong Ing adalah seorang dara perkasa, yang tentu saja memiliki keberanian besar dan
memiliki watak tidak mau dihina atau ditundukkan orang begitu saja. Biarpun dia
berpakalan nikouw dan kepalanya gundul, akan tetapi dia menjadi nikouw karena
terpaksa, maka wataknya sebagai seorang, dara perkasa masih tetap ada. Dia
mengerutkan alisnya dan berdiri dengan tegak, memandang mereka dan berkata,
"Aturan apakah ini" Andaikata benar ini wilayah kalian, mana tanda-tandanya" Dan aku
masuk kesini bukan sengaja, mengapa hendak ditangkap" Kalau aku tidak mau
ditangkap, kalian mau apa?"
Mendengar ini, tiga belas orang gadis itu berseru marah dan pemimpin mereka segera
membentak, "Tangkap dia!"
Dua orang menubruk, akan tetapi dengan mudah Hong Ing mengelak sambil
menggerakkan kaki tangannya menendang dan memukul. Akan tetapi betapa kagetnya
ketika melihat bahwa dua orang itu dapat pula mengelak dan menangkis serangan
balasannya dan mulailah dia dikeroyok! Dengan marah Hong Ing mencabut pedang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
497 pemberian sucinya dan membentak. "Mundur semua, kalau tidak ingin mati di ujung
pedangku!"
"Phuihh, perempuan sombong!" bentak mereka dan tiga belas orang wanita itu
menggunakan senjata masing-masing untuk mengeroyok Hong Ing.
Hong Ing cepat memutar pedangnya dan diam-diam dia terkejut karena ternyata olehnya
bahwa biarpm kepandaiannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan mereka ini,
namun sebagai anak buah, tingkat mereka itu sudah hebat dan jumlah mereka yang
banyak membuat dia repot juga. Apalagi karena senjata yang mereka pergunakan ada
tiga macam, ada yang menggunakan pedang, ada yang mainkan golok dan ada pula
yang bersenjata tombak gagang panjangdan mereka semua adalah ahil-ahli dalam
mainkan senjata mereka. Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan jurus-
jurus yang terpilih dari ilmu pedangnya agar dapat melindungi diri dengan baik dan balas
menyerang. Akan tetapi, setelah lewat seratus jurus lebih, dia hanya baru dapat melukai
pundak dua orang pengeroyok dan ini bukan berarti dia menjadi ringan karena dua orang
itu biarpun sudah terluka, masih terus ikut mengeroyoknya!
Mulailah Hong Ing merasa khawatir dan menyesal mengapa dia tidak menyerah saja tadi.
Kalau sekarang, dia pantang menyerah sebelum kalah karena sudah terlanjur
bertanding. Siapa tahu, mereka itu biarpun aneh bukanlah golongan jahat dan orang
yang mereka sebut siocia itu kiranya seorang wanita sakti yang baik-baik! Dengan
demikian, dialah yang kelihatan buruk, sebagai seorang melanggar "wilayah" yang
melawan dengan kekerasan ketika ditegur dan hendak dihadapkan kepada yang
berkuasa di daerah itu!
"Hi-hi-hi, bodoh kalian, mengeroyok seekor anjing gundul saja tidak mampu
mengalahkannya. Mundurlah!"
Seruan ini disusul berkelebatnya bayangan merah dan tahu-tahu di situ telah berdiri
seorang gadis berpakaian merah yang lebih cantik daripada tiga belas orang tadi,
seorang gadis berusia dua puluhan tahun yang memegang sebatang golok yang
berkilauan saking tajamnya. Tiga belas orang yang mengeroyok Hong Ing tadi sudah
mundur semua dan membentuk lingkaran lebar, berdiri sambil menonton.
Hong Ing memandang dara baju merah itu penuh perhatian, kemudian merangkapkan
kedua tangan sambil berkata, "Omitohud... agaknya Nona yang disebut Siocia oleh
mereka tadi."
Gadis itu tertawa terkekeh dan kagetlah hati Hong Ing melihat betapa gigi yang
bentuknya bagus berderet rapi itu semua berwarna hitam, hitam mengkilap! Betapa
sayang, pikirnya, gadis secantik itu giginya hitam semua. Dia tidak tahu bahwa warna
giginya itulah yang menjadi kebanggaan gadis itu.
"Hi-hi-hik, bukan, Sukouw. Aku hanyalah Amoi, pelayan ke due dari Siocia. Pelayan
pertama adalah Cici Acui. Mengapa engkau berkelahi dengan pasukan peronda kami?"
Hanya pasukan peronda! Dan hanya tiga belas orang dan dia tidak mampu menangkan
mereka! Benar-benar hal ini membuat Hong Ing penasaran sekali. Dia sudah kepalang
melawan, kalau sekarang berhadapan hanya dengan seorang pelayan saja dia bersikap
mengalah, benar-benar amat memalukan. Lain lagi kalau umpamanya yang datang
adalah Si Suocia yang menjadi kuasa daerah itu, kiranya lebih baik dia mengalah karena
tentu Siocia itu lihai bukan main melihat betapa pasukan perondanya saja sudah begitu
lihai. "Aku hendak ditangkap, tentu saja aku tidak mau karena tidak merasa bersalah."
jawabnya. Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
498 "Hi-hi-hik, ada nikouw bersikap kasar dan suka mainkan pedang. Sungguh lucu! Siocia
tentu akan suka melihatmu. Sukouw, siapa pun yang lewat di sini tanpa ijin harus
ditangkap, maka tidak ada kecualinya, biarpun engkau seorang nikouw muda berkepala
gundul, tetap saja harus menghadap Siocia."
"Aku tidak mau, kecuali kalau Siocia kalian itu datang sendiri ke sini, jika hendak bicara
dengan pinni," kata Hong Ing dengan sikap angkuh.
"Bagus, ingin kulihat sampai di mana sih kepandaianmu! Sambut golokku ini!" Wanita
baju merah itu sudah menerjang dengan goloknya. Gerakannya cepat dan mantap, maka
Hong Ing tidak berani memandang rendah, cepat dia melangkah mundur sambil
menangkis dengan pedangnya.
"Cringgg!!" Bunga api berpijar dan keduanya terpental mundur, membuat Hong Ing
makin terkejut karena ternyata tenaga sin-kang yang dikerahkannya tadi hanya
seimbang saja dengan lawannya.
"Hi-hik, bagus sekali! Tenagamu lumayan! Mari kita main-main sebentar!"
Gadis baju merah itu menyerang lagi setelah tertawa-tawa dan Hong Ing kini cepat
mainkan ilmu pedangnya, memutar
pedangnya secepat kitiran, menjaga diri sambil balas menyerang dengan dahsyat.
Karena dia maklum bahwa biarpun hanya seorang pelayan, kepandaian Amoi ini benar-
benar hebat dan amatlah memalukan kalau dia sampai kalah oleh seorang pelayan saja!
Dia mainkan limu Pedang Pek-eng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Garuda Putih) yang
merupakan ilmu pedang kebanggaan subonya. Benar saja, begitu dia mainkan ilmu
pedang yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi-pai ini, wanita baju merah menjadi
kaget dan mengeluarkan seruan nyaring, kemudian goloknya dimainkan sedemikian rupa
yang membuat Hong Ing terheran-heran dan kagum.
Ilmu golok itu amatlah aneh dan lucunya, kelihatannya kacau-balau akan tetapi justru
kekacaubalauan gerakan ini yang membuat lawan menjadi bingung! Di balik kekacauan
ini terdapat gerakan inti yang amat kuat, membuat gadis itu dapat menangkis semua
serangan pedang Hong Ing, bahkan membalas dengan tiba-tiba, tak terduga-duga dan
tidak kalah dahsyatnya! Semua ini dilakukan oleh gadis baju merah itu sambil terkekeh-
kekeh genit! Dengan penasaran sekali Hong Ing lalu mengeluarkan suara melengking nyaring,
menerjang maju dan mainkan jurus yong paling berbahaya dari Pek-eng-kiam-hoat.
Pedang itu mula-mula menangkis golok lawan yang menyambar, lalu dari tenaga lawan
yang dipinjamnya, pedangnya meluncur ke atas, berputaran dan berubah menjadi sinar
bergulung-gulung, kemudian sinar ini meluncur ke bawah dengan gerakan masih
membentuk lingkaran akan tetapi dari lingkaran itu menyambar sinar kilat ke arah dua
tempat secara bertubi dan susul-menyusul sedemikian cepatnya sehingga hampir
berbareng, yaitu ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan tusukan yang disambung
dengan babatan ke arah leher. Inilah jurus yang dinamakan Pek-eng-to-coa (Garuda
Putih Mematuk Ular), sebuah jurus pilihan yang amat sukar dihindarkan lawan saking
cepatnya dua serangan susul-menyusul itu.
"Hi-hik... haiii...! Cringgg... trangg...!" Gadis baju merah yang tadinya terkekeh itu
menjerit kaget, cepat menggunakan goloknya menangkis dua kali, namun karena agak
terlambat, goloknya terlepas dari pegangannya dan pada saat itu juga, sambil terkekeh
lagi gadis itu sudah menubruk maju hendak memeluk pinggang Hong Ing!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
499 Hong Ing masih merasa betapa lengan kanannya tergetar ketika pedengnya ditangkis
tadi, maka terkejut melihat lawan meraih pinggangnya. Dia meloncat ke belakang dan
menjerit karena ternyata bahwa gerakan gadis baju merah itu hanya merupakan tipuan
belaka dan sebenarnya, pada saat itu gadis baju merah yang lihai ini sudah melakukan
tendangan tersembunyi dari bawah yong tepat mengenai pergelangan tangan kanan
Hong Ing yang memegang pedang. Karena lengannya masih tergetar maka tendangan
itu tepat sekali, membuat pedangnya juga terlepas dan terlempar!
"Hi-hi-hik, sekarang kita sama-sama, tidak bersenjata!" kata gadis beju merah yang
mengaku bermma Amoi itu.
Hong ing menjadi marah dan penasaran sekali. Masa dia harus kalah menghadapi
seorang pelayan saja" Dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang lihai, maka tentu saja
dia tidak gentar untuk bertanding dengan tangan kosong. Sambil berseru marah dia
menerjang maju.
"Bagus! Mari kita berlatih sebentar!" Amoi berseru dan cepat mengelak ke belakang
menghindarkcn diri dari tendangan Hong Ing, kemudian tendangan berantai itu hendak
digagalkannya dengan sambaran tangannya yang hampir saja berhasil menangkap
sepatu kiri Hong Ing. Dara ini terkejut, cepat menarik kembali kakinya dan pada saat itu
Amoi sudah membalas menyerang dengan cengkeraman ke arah leher kanannya yang
juga dapat dihindarkan dengan baik oleh Hong Ing. Terjadilah pertandingan yang amat
seru. Keduanya sama gesit dan sama lincah sehingga setiap gerakan lawan kalau tidak
dapat dielakkan tentu dapat ditangkis dengan baik. Terdengarlah berkali-kali suara
beradunya kedua lengan yang berkulit putih dan kelihatan halus lemah namun yang
sebenarnya mengandung tenaga sin-kang kuat itu menyelingi suara gerakan mereka
yang menimbulkan angin. Tadinya kedua orang gadis itu mengandalkan kelincahan
mereka untuk saling mengalahkan lawan, akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus,
bukan main kagetnya hati Hong Ing, kaget dan terheran-heran melihat perubahan aneh
dalam permainan silat gadis baju merah itu. Lawannya kini mulai terkekeh-kekeh lagi
dan ilmu silatnya amat luar biasa, kadang-kadang lawannya itu bergerak dengan halus
dan lemah gemulai seperti bukan sedang bertanding melainkan sedang menari-nari
bersamanya, akan tetapi tiba-tiba saja tarian indah itu berubah menjadi gerakan kaku
dan buruk sekali seperti gerakan seekor monyet pincang! Bahkan lebih aneh lagi,
kadang-kadang Amoi menjatuhkan diri ke atas tanah, bergulingan sambil menangis,
menjambak-jambak rambutnya sampai awut-awut, akan tetapi dalam keadaan seperti
itu, selagi Hong Ing terbelalak kaget, dia mencelat ke atas dan menyerang dengan
hebat! "Aihhhh...!" Hong Ing menjerit kaget dan untung masih dapat melempar tubuh ke
belakang terhindar dari hantaman yang amat dahsyat ke arah dadanya.
Mulailah Hong Ing bersikap hati-hati. Kini dia tahu bahwa ilmu silat aneh seperti gila itu
bukan semata-mata ilmu yang dimainkan oleh seorang gila, melainkan ilmu silat yang
terselubung sikap gila-gilaan yang bukan tidak ada gunanya, karena sikap gila-gilaan itu
justeru untuk memancing lawan dan mengacaukan perhatian lawan! Kini dia bersikap
hati-hati sekali kalau Amoi menjambak-jambak rambutnya atau jatuh terduduk dan
menangis seperti seorang anak kecil yang merengek minta makanan, tidak peduli lagi
kalau Amoi membanting-banting kaki atau bahkan merangkak-rangkak seperti anak kecil
belajar merangkak! Dan memang dia benar karena di tengah-tengah gerakan aneh ini
tiba-tiba sekali Amoi mencelat ke atas dan menyerangnya dengan dahsyat. Karena dia
tidak mempedulikan gerakan-gerakan aneh dari lawan, maka kini dia dapat menghadapi
serangan mendadak itu dengan baik sehingga semua serangan Amoi dapat
digagalkannya. "Robohlah!" Tiba-tiba Hong Ing membentak dan dia menerjang maju dengan tendangan
berantai, tendangan yang hanya dilakukan untuk mengacaukan posisi lawan, dan selagi
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
500 Amoi sibuk mengelak dan menangkis, Hong Ing melihat lowongan baik lalu
"memasukinya", tangan kirinya dengan jari terbuka menampar ke arah leher kanan
lawan. "Hayaaaa...!" Amoi menjerit dan berusaha mengelak, namun tetap saja pundaknya kena
ditampar sehingga dia terpelanting dan jatuh miring. Akan tetapi, sambil menangis
tersedu-sedu dia sudah meloncat lagi ke atas dan kedua tangannya membentuk cakar.
Melihat ini, Hong Ing bersiap-siap karena maklum bahwa lawan hendak menggunakan
ilmu silat semacam Eng-jiauw-kang atau Houw-jiauw-kang (Ilmu Silat Cakar Harimau)
yang berbahaya. Dia melihat Amoi menerjang maju, menggerakkan kedua tangannya
untuk mencakar mukanya.
"Heiiii!" Hong Ing berteriak kaget dan maju untuk mencegahnya. Dia merasa kasihan
kepada Amoi yang dikalahkannya dan menangis itu, sikap seperti seorang anak kecil saja
dan kini Amoi agaknya merasa kesal dan jengkel, hendak mencakar muka sendiri.
Perhuatan ini tentu saja berbahaya, bisa merobek hidung atau mencokel mata sendiri!
"Hi-hik...! Dukkk!"
"Kau curang...!" Hong Ing berteriak akan tetapi karena sambungan lututnya kena
disentuh ujung sepatu Amoi, tentu saja dia jatuh berlutut dan pada saat itu terdengar
suara bersiutan dan tahu-tahu tali-tali hitam telah menyambar dan membelenggu
tubuhnya. Kiranya belasan orang gadis lain telah menggunakan tali hitam yang
berbentuk lasso dan melempar lasso itu dengan baik sekali sehingga semua lemparan
tepat mengenai dirinya. Lingkaran-lingkaran lasso itu semua tepat menelikung tubuhnya.
Dia kaget sekali akan tetapi diam-diam tersenyum mengejek ketika merasakan dengan
lengannya betapa tali-tali itu tidaklah kuat. Dia akan menanti sampai rasa kesemutan di
lututnya lenyap, baru akan memutuskan semua tali yang mengikatnya.
Dengan pura-pura tak berdaya Hong Ing masih berlutut, ditertawakan oleh semua gadig
itu. Kemudian, setelah lututnya tidak kesemutan, dia bangkit berdiri dengan tubuh
terbelenggu seperti seekor domba hendak disembelih dan memandang kepada Amoi dan
tiga belas orang gadis yang tertawa dengan mulut terbuka lebar, bebas lepas ketawa
mereka, seperti segerombolan laki-laki kasar saja. Hemmm, tunggu saja kalian, pikir


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong Ing dengan gemas. Diam-diam dia mengerahkan sin-kangnya dan tiba-tiba dia
menggerakkan kaki tangannya sambil menjerit dengan suara melengking nyaring
"Haaaiiittt!"
"Hi-hi-hik!"
"Heh-heh-hi-hik!"
Belasan orang gadis itu cekikikan tertawa dan merahlah muka Hong Ing. Beberapa kali
dia mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dan mencoba lagi, namun sia-sia saja dan
akhirnya dia maklum, bahwa tidak akan mungkin baginya untuk membebaskan diri dari
ikatan tali-tali yang ujungnya masih dipegangi oleh para gadis yang mengurungnya itu.
Betapa mungkin memutuskan tali yang sifatnya seperti karet, dapat mulur ketika dia
mengerahkan sin-kang akan tetapi segera mengkeret dengan ketat lagi setelah itu"
Tenaga hanya dapat menghancurkan atau mematahkan benda keras, betapa mungkin
dapat melawan benda lunak yang sifatnya mulur akan tetapi yang mempunyai keuletan
luar biasa"
Seperti menerima komando tak bersuara, tiba-tiba tiga belas orang gadis itu menyendal
ujung tali dan tubuh Hong Ing melayang ke atas! Ketika tubuhnya yang sudah tak dapat
bergerak itu meluncur turun, beberapa buah lengan menyambutnya dan sambil tertawa-
tawa para gadis itu menggotong tubuh Hong Ing yang sudah ditelikung seperti ayam itu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
501 Hong Ing bergidik melihat wajah muda-muda dan cantik-cantik yang tertawa-tawa
seperti siluman-siluman ini. Dia tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi
dengan dirinya di tangan orang-orang seperti ini. Segala bisa terjadi dengan dirinya di
tangan mereka. Apakah dia akan dipanggang seperti seekor anak babi (babi guling")
sampai kulitnya menjadi kering kemerahan untuk kemudian mereka makan bersama
arak wangi dan dagingnya dikerat-kerat dan dicocolkan kecap" Hong Ing membelalakkan
matanya penuh kengerian, apalagi ketika Amoi Si Gadis Baju Merah yang lihai itu di
tengah perjalanan mengelus kepalanya yang gundul sambil tertawa dan berkata, "Hi-hik,
kepalanya gundul pelontos. Haluuuusss... hi-hi-hik!"
Hong Ing bergidik. Celaka. Mereka ini adalah orang-orang yang gila atau setidaknya
adalah orang-orang yang sudah terasing dari dunia ramai sehingga menjadi seperti
orang-orang biadab. Tiba-tiba dia teringat. Gila" Subonya, Go-bi Sin-kouw, pernah
menceritakan bahwa dahulu, dua tiga puluh tahun lalu, di Go-bi-san terdapat seorang
nenek yang saktinya seperti siluman. Kalau dia tidak salah ingat, julukan nenek yang
disebut-sebut oleh gurunya itu adalah Go-bi Thai-houw (Ratu Pegunungan Go-bi-san).
Ketika Go-bi Thai-houw masih berada di daerah Pegunungan Go-bi, tidak ada tokoh lain
yang berani tinggal di situ, bahkan gurunya sendiri dahulu tidak berani mendekati Go-bi-
san. Akan tetapi menurut gurunya, Go-bi Thai-houw dikabarkan sudan tewas di tangan
Pendekar Sakti Cia Keng Hong yang amat terkenal pula sebagai ketua Cin-ling-pai.
Jangan-jangan nenek sakti yang menurut gurunya adalah seorang gila itu belum mati
dan yang menangkapnya ini anak buahnya! Dia bergidik lagi.
Akan tetapi matanya terbelalak kaget ketika rombongan itu tiba di sebuah puncak yang
dikelilingi hutan gelap, karena dari tempat dia digotong tergantung dengan kepala di
bawah itu dia melihat sebuah bangunan besar den megah di tempat sunyi itu! Pantas
kalau dinamakan sebuah istana dan dugaannya makin tebal bahwa nenek siluman Go-bi
Thai-houw agaknya benar-benar belum mati seperti yang diceritakan gurunya.
Dia digotong masuk, melalui lorong yang panjang dan dengan dinding yang terhias
lukisan-lukisan indah dan kain sutra bergantungan di mana-mana. Akhirnya, Amoi
mengempit tubuh Hong Ing dan meninggalkan tiga belas orang anak buah yang agaknya
tidak diperbolehkan memasuki sebuah ruangan besar di tengah rumah itu. Amoi
mengempitnya dengan ringan dan masuklah gadis berbaju merah itu ke dalam ruangan
yang amat mewahnya. Begitu masuk, hidung Hong Ing mencium bau dupa wangi yang
dibakar orang di dalam raungan itu.
"Brukkk!" Tubuhnya dilempar ke atas lantai yang terbuat dari batu marmer putih, begitu
bersih sampai mengkilap. Mata Hong Ing memandang ke sekeliling dangan
menggerakkan lehernya. Dia melihat Amoi berlari menghampiri seorang wanita gemuk
yang duduk setengah rebah setengah terlentang di atas kursi yang lebih patut disebut
pembaringan saking lebarnya, kemudian Amoi berlutut dan mencium kaki yang tertutup
sepatu kain sutera itu.
"Siocia..."
"Hemm, Amoi. Kau baru datang" Agaknya engkau membawa seorang tawanan." kata
wanita gemuk itu.
Hampir saja Hong Ing tertawa. Itukah yang menjadi nona majikan istana ini dan yang
disebut Siocia" Ataukah Si Gendut ini puteri dari Go-bi Thai"houw" Dia memperhatikan
wanita itu. Usianya kurang lebih tiga puluh tahun. Tubuhnya amat subur, gemuk dan
sehat sehingga wajahnya menjadi seperti buah masak, kemerahan. Perutnya yang
gendut tak dapat disembunyikan di balik jubah yang indah dan mewah, demikian pula
buah dadanya yang amat besar. Wajahnya biasa saja, cantik tidak akan tetapi juga tidak
terlalu buruk, bahkan kulit mukanya putih bersih dan halus. Ketika tertawa,
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
502 mulutnya yang lebar terbuka memperlihatkan gigi besar-besar akan tetapi putih bersih
dan ketika tertawa kepalanya agak diangkat sehingga tampak jelas gerakan lehernya
dan dagunya yang bersusun empat! Telinganya dihias anting-anting besar dan memang
pantas dan sesuai dangan dirinya. Wajahnya kelihatan ramah, tersenyum selalu akan
tetapi dari matanya yang lebar itu keluar wibawa yang kuat.
Seorang gadis lain yang juga berpakaian merah seperti Amoi, yang lebih cantik malah
dari Amoi dan lebih tinggi tubuhnya, segera menyusul pertanyaan Siocia itu. "Moi-moi,
siapakah tawanan itu" Kelihatannya seperti seorang nikouw?"
Amoi tersenyum dan duduk di dekat majikannya, bersanding dangan gadis yang
menegurnya. Hong Ing dapat menduga bahwa tentu gadis itu yang disebut oleh Amoi
sebagai Acui. "Siocia, dia adalah seorang nikouw yang bernama Pek Nikouw. Dia melanggar wilayah
kita dan ketika hendak ditangkap, dia melawan. Ilmu kepandaiannya boleh juga, Siocia.
Hampir saya kalah olehnya," kata Amoi.
"Ahhh, begitukah" Sungguh kebetulan sekali kalau begitu! Nikouw muda bangunlah!"
Wanita gendut itu berkata dan suaranya ramah sekali, tangannya dangan telapak
terbuka bergerak ke depan. Angin pukulan yang dahsyat menyambar, mendorong
sebuah tusuk sanggul emas yang menyambar seperti kilat, menembus putus tali
pengikat tubuh Hong Ing dan seperti hidup, tusuk sanggul emas itu melayang kembali ke
tangan wanita gendut itu yang mengenakannya kembali ke atas sanggulnya sambil
tersenyum. Menyaksikan kepandaian yang seperti sulapan Hong Ing menelan ludah. Bukan main!
Maklumlah dia bahwa dia tidak akan mampu menandingi wanita gendut itu maka begitu
dia meloloskan tali yang telah putus itu dari tubuhnya, dia lalu berdiri dan menjura
dangan sikap penghormatan seorang pendeta, kedua tangannya dirangkap di depan
dada. "Harap maafkan pinni karena pinni telah tanpa sengaja melanggar wilayah Siocia,"
katanya. "Tidak apa, Pek Nikouw. Engkau datang dari kuil apakah, Pek Nikouw?" tanya wanita
gendut itu dengan suara ramah.
"Pinni datang dari kuil Kwan-im-bio."
"Aihhh... sungguh kebetulan sekali. Agaknya Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan In) sendiri
yang mengutusmu untuk menolongku! Di sini aku telah mempunyai segala sesuatu
dengan lengkap, kecuali satu, seorang yang berhati suci, seorang nikouw seperti engkau
inilah. Apalagi kalau memiliki kepandaian yang baik, tidak akan memalukan istanaku. Hi-
hi-hik! Lihat, setiap saat aku berdoa, setiap saat aku membakar dupa untuk
menyenangkan para dewa, akan tetapi agaknya para dewa tidak berhasil menyampaikan
doaku kepada Thian! Maka aku membutuhkan seorang nikouw untuk berdoa dan
kebetulan engkau datang, dan engkau adalah murid Kwan Im Pouwsat, Dewi Welas Asih
yang agaknya menaruh iba kepadaku. Pek Nikouw, demi Dewi Kwan Im yang welas asih,
engkau tentu mau berdoa untukku, tentu mau menolongku agar Thian mengabulkan
permintaanku, bukan?"
Diam-diam Hong Ing bergidik. Wanita ini dengan begitu saja menyebut-nyebut nama
segala dewa. Kwan Im Pouwsat, bahkan Thian, seolah-olah semua itu diadakan hanya
untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan wanita gendut ini! Biarpun kata-katanya
terdangar ramah dan lembut, namun di balik itu terdapat sesuatu yang tidak normal dan
membuat Hong Ing menduga bahwa juga Siocia ini tidak bisa dibilang waras otaknya!
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
503 "Siocia, sebagai seorang nikouw, tentu saja pinni bertugas untuk berdoa bagi
kesejahteraan manusia dan sedapat mungkin menolong manusia terhindar dari
kesengsaraan. Doa apakah yang harus pinni lakukan untuk Siocia?"
"Ada dua hal yang bertahun-tahun mengganggu hatiku, Pek Nikouw, dan setiap hari aku
berdoa kepada Thian agar mengabulkan permohonanku ini, pertama-tama adalah agar
aku dapat menemukan jodohku..." Suara wanita gendut itu menjadi gemetar oleh
keharuan sehingga diam-diam Hong Ing harus menahan geli hatinya mendengar ini.
Wanita gendut itu berhenti bicara dan menggunakan lengan bajunya yang lebar untuk
mengusap air matanya! Kemudian dia melanjutkan, "Adapun hal yang ke dua adalah
agar supaya aku dapat segera membalas dandam kepada musuh besarku."
"Maaf , Siocia. Untuk berdoa, pinni harus mengetahui siapakah musuh besar Siocia, dan
mengapa orang itu menjadi musuh besarmu." kata Hong Ing memancing karena dia
ingin sekali mendangar riwayat wanita aneh ini.
"Siapa lagi kalau bukan Cia Keng Hong, Ketua Cin-ling-pai! Dia telah membunuh
majikanku. Kematian Go-bi Thai-houw harus dibalas dan siapa lagi kalau bukan aku
sebagai ahli warisnya yang dapat membalaskan kematiannya?"
Diam-diam Hong Ing terkejut sekali. Tak salah dugaamya, atau setidaknya tidak meleset
terlalu jauh. Wanita ini, tempat ini, pasukan wanita gila itu, ada hubungannya dengan
Go-bi Thai-hou seperti yang diberitakan subonya. Pantas saja mereka begitu lihai.
Kiranya wanita ini adalah keturunan nenek iblis itu.
"Namaku Kim Seng Siocia (Nona Bintang Emas)," wanita gendut itu menerangkan.
"dahulu ketika Thai-houw masih hidup, aku adalah seorang pelayannya yang paling kecil.
Aku baru berusia delepan tahun. Akan tetapi sebelum beliau pergi, beliau meninggalkan
semua pusaka dan kitab-kitabnya kepadaku, maka akulah yang berhak mewarisi semua
peninggalannya, termasuk ilmu kepandaiannya dan juga istananya ini yang sudah
kuubah menurut seleraku. Nah, kau sudah mendengar, Pek Nikouw, sekarang kau harus
tinggal di sini untuk berdoa sampai terkabul kedua permintaanku itu. Aku harus
menemukan jodohku, seorang laki-laki yang memiliki ilmu kepandaian tinggi agar dapat
membantuku membunuh Cia Keng Hong. Kalau kau menolak, kau akan kubunuh dan
kalau kau menerima, kau akan menjadi tamu kehormatan kami, dan hidup terhormat
dan mulia di istana ini."
Hong Ing tidak dapat menjawab, mukanya agak berubah. Bagaimana mungkin dia berani
menolak" Sekali menolak dan wanita itu turun tangan, tentu dia akan tewas. Akan tetapi
bagaimana pula dia dapat menerima diharuskan tinggal di tempat ini bercampur dengan
orang-orang yang miring otaknya"
"Baiklah, Siocia. Pinni akan berdoa untukmu don tinggal sementara di sini. Semoga saja
segera terkabul pormohonanmu itu."
Wanita itu tertawa dAn mukanya berseri gembira. "Yahuuuu...! Sediakan hidangan yang
paling lezat untuk Pek Nikouw!"
Hong Ing memang bukan seorang nikouw tulen, maka tentu saja dia tidak keberatan
makan daging dan minum arak yang disuguhkan. Sambil makan minum, Kim Seng Siocia
lalu memerintahkan anak buahnya menabuh musik dan menari-nari. Hong Ing makin
mengenal keadaan di situ dan tahulah dia bahwa Kim Seng Siocia memang merupakan
seorang "ratu" di tempat ini, dangan anak buahnya yang berjumlah lima puluh orang
lebih, rata-rata pandai ilmu silat seperti pasukan yang menawannya. Adapun dua orang
pembantunya yang paling dipercaya dan yang paling lihai pula adalah Acui dan Amoi
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
504 itulah, yang bukan hanya merupakan pelayan pribadinya, akan tetapi juga wakil-
wakilnya dan murid-muridnya!
Benar saja seperti yang dijanjikan Kim Seng Siocia, Hong Ing diperlakukan dangan
penuh hormat oleh semua orang, mendapatkan sebuah kamar yang
Pendekar Pemetik Harpa 33 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 17
^