Pukulan Naga Sakti 10

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 10


ingkan bahu kanannya sehingga
cengkeraman Bu naynay meleset, dengan cepat nenek itu merubah
ancamannya dengan membabat pinggang sinona. Namun Ciu Tin tin
564 kembali tidak bergeser, tangan kanannya mendadak dibalik
kebelakang mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Bu
naynay dengan jurus Huan kian kim lian (sambil membalik
menggulung kaki).
"Bagus!" puji Bu naynay, "tampaknya kewaspadaanmu makin
lama semakin hebat!"
Sambil berseru dia lantas mundur sejauh lima depa dan tertawa
terkekeh kekeh. Rupanya Bu naynay hanya bermaksud untuk
menjajal kepandaian silat dari Ciu Tin tin saja. Gadis itu segera
berpaling sambil berseru manja :
"Nenek, kau selalu tidak memberi kesempatan kepada Tin ji
untuk merasakan ketentraman!"
"Tin tin," kata Bu naynay sambil tertawa, "berbicaralah terus
terang, benarkah pikiranmu pada saat ini setenang air telaga?"
Ciu Tin tin segera menundukkan kepalanya dengan tersipu sipu,
merah padam selembar pipinya. Sambil tertawa keras kembali Bu
naynay berkata :
"Keadaanmu persis seperti keadaan suhumu dikala masih muda
dulu, apa yang terpikir dalam hati pasti terasa jelas diatas wajahnya
...." "Bu naynay, kau lagi lagi hendak mengatai soal diriku dibelakang
orang .....!" tiba tiba dari balik kuil berkumandang suara teguran
yang merdu. Meski sudah tua ternyata sikap Bu naynay seperti anak kecil saja,
ia segera membuat muka setan dan buru buru menarik tangan Ciu
Tin tin seraya berkata keras :
"Tin tin, mari kita melihat apakah buah Tiang kim ko sudah
matang atau belum."
Dua orang dengan membentuk menjadi sesosok bayangan
manusia langsung meluncur kebelakang bukit sebelah timur. Setelah
melewati sebuah tebing yang terjal, mereka langsung menuju
puncak Sam yang hong.
565 Puncak Sam yang hong menjulang tinggi ke angkasa, pada
puncak mana terdapat sebidang tanah datar seluas lima kaki
ditengahnya terdapat sebuah kolam berair jernih, di tengah kolam
terdapat sebatang tumbuhan dengan sembilan lembar daun
berwarna biru, diantara kesembilan lembar daun tadi terdapat
sebatang putih berwarna putih keperak perakan dengan diujungnya
tumbuh sebiji buah berwarna merah.
Bu naynay dan Ciu Tin tin berdiri berjajar di tepi telaga, sambil
menuding kearah buah mana, nenek Bu berkata :
"Kurang lebih masih ada lima jam lagi buah Tiang kim ko itu akan
berubah menjadi hijau."
Ciu Tin tin jadi amat keheranan, serunya :
"Masa setelah menjadi merah dapat berubah jadi hijau?"
"Kalau tak dapat berubah menjadi hijau masa namanya Tiang kim
ko. Satu satunya perbedaan antara Tiang kim ko dengan buah yang
lain adalah buah itu baru menjadi matang bila sudah berubah
warnanya menjadi hijau."
"Selain dapat membuat orang menjadi awet muda, apakah buah
Tiang kim ko mempunyai kasiat untuk mengembalikan yang tua
menjadi muda kembali?"
"Tentu saja!" sahut nenek Bu sambil tersenyum.
Ciu Tin tin segera tertawa merdu.
"Kalau begitu aku tak akan makan buah Tiang kim ko ini!"
sahutnya cepat.
"Hey, rencana apa lagi yang sedang kau susun?" seru nenek Bu
kemudian dengan wajah tercengang.
"Aku tahu, seandainya Tin tin tidak naik gunung, suhu pasti akan
memberikan buah Tiang kim ko tersebut buat kau orang tua, coba
bayangkan kedatangan Tin tin justru menambah kesulitan untuk kau
566 orang tua, malah sekarang hendak merampas buah Tiang kim ko
milikmu lagi, sekalipun Tin tin masih muda dan tak tahu urusan juga
tak akan melakukan perbuatan seperti ini, pokoknya Tin tin sudah
bertekad tidak akan makan buah Tiang kim ko tersebut."
Sewaktu mengutarakan ucapan tersebut, Ciu Tin tin berbicara
dengan wajah sungguh sungguh dan nada cepat lagi gencar, sama
sekali tidak memberi kesempatan kepada nenek Bu untuk
menimbrung. Sekalipun demikian, nenek Bu telah dibuat terharu
sekali oleh ketulusan hati Ciu Tin tin sehingga air matanya jatuh
bercucuran dengan deras.
Sambil membelai rambut Ciu Tin tin dengan penuh kasih sayang,
serunya dengan suara lirih :
"Ooh, anak baik, anak baik!"
Ketika Ciu Tin tin sudah menyelesaikan kata katanya, dengan
suara parau dia baru berkata :
"Nak, nenek tahu kalau hatimu sebaik hati gurumu, tapi kaupun
harus tahu usia nenek sudah amat tua bila saat ajalku sudah tiba,
jiwaku pasti akan melayang meninggalkan raga. Betul buah Tiang
kim ko merupakan buah yang mustika dan tak ternilai harganya,
akan tetapi tak dapat menambah usia seseorang. Oleh karena itu,
meski buah Tiang kim ko dianggap benda yang langka didunia ini,
dalam pandangan nenek justru tak ada harganya, pada mulanya
ketika aku hendak memberikan buah Tiang kim ko tersebut padamu,
entah berapa banyak perkataan yang mesti kuucapkan guna
membujuk gurumu, sekarang kau lagi lagi menggunakan cara yang
sama untuk membujukku, tampaknya kehidupan aku si nenek di
dunia ini selain hanya bisa membonceng ketenaran orang.
Kesempatanku untuk menunjukkan rasa baktiku kepada orang lain
pun tak punya, aai, lebih baik aku cepat cepat mampus saja."
Sehabis berkata, dia benar benar akan terjun ke air telaga
berwarna biru yang tak terukur dalamnya itu. Dengan cemas Ciu Tin
tin segera menarik tangannya sambil berteriak keras :
"Nenek, nenek kau orang tua tak boleh mati, Tin tin ucapakan
banyak terima kasih dulu atas maksud baikmu itu."
567 Nenek Bu segera menarik kembali gerakan tubuhnya seraya
tertawa terbahak bahak.
"Haahhh.... haaahhh..... haaahhh..... anak Tin, kau kira nenek
benar benar memiliki kepandaian untuk terjun ke dalam air telaga
ini?" "Nenek, jadi kau bukan sungguhan hendak mati?" seru Ciu Tin tin
agak tertegun. "Asal kau bersedia makan buah Tiang kim ko tersebut, tentu saja
nenek tak ingin mati!"
Sekarang Ciu Tin tin baru tahu kalau ia sudah ditipu oleh nenek
Bu, dengan manja segera serunya :
"Nenek jahat, nenek jahat, Tin ji tak mau menggubris dirimu lagi
...." "Berbicara yang sebenarnya," kata nenek Bu dengan wajah
serius, "air suci langit biru bukan sembarangan air, benda apapun
jangan harap bisa mati disana."
Ciu Tin tin menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, ia
tidak habis mengerti apa yang dimaksudkan nenek Bu, sementara
otaknya masih berputar kencang, mendadak dari atas langit
meluncur datang seekor burung bangau berwarna abu abu yang
meluncur di atas air telaga tersebut.
Sambil menuding kearah burung bangau itu, nenek Bu segera
berkata lagi : "Anak Tin, coba kau lihat suatu peristiwa aneh akan segera kau
saksikan."
Ciu Tin tin segera mengalihkan sorot matanya untuk
memperhatikan burung bangau itu, tampaklah burung itu sewaktu
terbang diatas telaga Kim khong leng swan, mendadak seperti
terhadang oleh segulung tenaga tak berwujud yang amat kuat,
ternyata ia tak mampu terbang untuk melintasinya.
568 Burung bangau itu bertindak cukup cekatan, mendadak ia
miringkan tubuhnya ke samping membuat satu gerakan busur,
begitu menghindari dari wilayah sekitar telaga Kim khong leng swan
tersebut, ia terbang lagi membumbung ke angkasa.
Ciu Tin tin yang menyaksikan kejadian itu hanya berdiri tertegun
belaka, dia tak berhasil memahami arti dari kesemuanya itu.
Sementara Ciu Tin tin masih melongo, mendadak nenek Bu
mengerahkan tenaganya mendorong Ciu Tin tin ke belakang, dalam
keadaan tak siap dan lagi tenaga dorongan itu sangat kuat, gadis itu
tak sanggup berdiri tegak lagi, dengan cepat ia jatuh terjengkang ke
dalam telaga. Terpaksa Ciu Tin tin harus memejamkan matanya rapat rapat
sambil bersiap sedia mandi dalam air telaga itu. Siapa tahu, sewaktu
tubuh Ciu Tin tin hampir terjatuh ke tepi telaga tadi, seakan akan
membentur selapis dinding hawa murni yang lunak, tubuhnya segera
memental balik kembali.
Yang aneh adalah tenaga pantulan itu ternyata persis telah
mementalkan kembali tubuhnya ke tempat semula. Dengan
keheranan Ciu Tin tin lantas bertanya :
"Sebetulnya apa yang telah terjadi?"
"Sejak dulu, diatas air telaga kim khong leng swan tersebut
sudah terdapat semacam hawa lunak yang amat kuat untuk
melindungi sekeliling telaga tersebut, bagaimana pun lihaynya
seseorang, jangan harap bisa mendekati tempat tersebut."
"Kalau manusia tak bisa masuk ke dalam sana, lantas bagaimana
cara kita untuk bisa memetik buah Tiang kim ko tersebut?"
"Inilah satu kemujijatan yang diciptakan oleh Thian alam semesta
ini!" sahut nenek Bu.
Setelah berhenti sejenak, ketika dilihatnya Ciu Tin tin tidak
menimbrung, ia menyambung lebih jauh :
"Untuk menembusi hawa murni pelindung telaga tersebut guna
mengambil buah Tiang kim ko, hanya ada satu saat yang singkat
569 dapat dilakukan, bila saat mana bisa dipergunakan dengan sebaik
baiknya maka buah Tiang kim ko baru bisa didapat, bila waktunya
sudah lewat maka itu berarti harus menunggu orang yang pernah
makan buah Tiang kim ko untuk memetikkan. Sebab terhadap orang
yang pernah makan buah Tiang kim ko, hawa sakti pelindung telaga
tersebut tak bisa mewujudkan kekuatannya..... "
"Anak Tin ingin memetik sendiri buah Tiang kim ko tersebut,
harap nenek suka memberitahukan kepada anak Tin pada saat yang
bagaimanakah aku baru bisa menembusi pertahanan hawa sakti
tersebut."
"Pada saat buah Tiang kim ko akan menjadi masak, hawa sakti
Leng swan ceng khi tersebut akan kehilangan kekuatannya."
Ciu Tin tin yang berotak cerdas lagi cermat segera termenung,
sambil berpikir sebentar kemudian katanya :
"Seberapa singkatkah hawa murni Leng swan ceng khi itu
kehilangan kekuatannya?"
"Anak Tin, kau memang cermat sekali, hal ini memang
merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab saat hawa sakti
Leng swan ceng khi kehilangan kekuatannya hanya berlangsung
amat singkat, kurang lebih hanya satu atau dua kali lompatan orang
biasa, sedemikian singkatnya waktu tadi hingga sukar rasanya untuk
dihitung secara tepat."
Diam diam Ciu Tin tin lantas memperhitungkan waktu satu
lompatan dari manusia biasa, walaupun seseorang memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna pun waktu sesingkat itu hanya bisa
digunakan untuk menyeberangi telaga, padahal untuk mengambil
buah Tiang kim ko tersebut seseorang musti melambung di udara.
Namun untuk hal itu bukan suatu masalah buat Ciu Tin tin, sebab
baginya melakukan gerakan melambung hanya merupakan suatu
perbuatan yang gampang sekali.
Yang paling penting sekarang adalah bagaimana menggunakan
waktu yang setepatnya sehingga tidak sampai mengalami
570 kegagalan, karena kunci dari kesuksesannya terletak pada
penggunaan waktu yang tepat.
Menyaksikan Ciu Tin tin termenung belaka tanpa berbicara,
nenek Bu segera menegur sambil tertawa ;
"Anak Tin, apakah kau telah berhasil menemukan cara yang
baik?" Didengar dari nada ucapan tersebut, seolah olah dia sedang
berkata begini :
"Menyerah saja kalau tidak bisa menemukan cara yang baik biar
nenek yang memberitahukan kepadamu."
Mendadak berkilat tajam sepasang mata Ciu Tin tin, katanya tiba
tiba : "Anak Tin telah berhasil menemukan suatu cara untuk
mengendalikan soal waktu, hanya ada satu hal yang kurang
kupahami, harap nenek suka memberi petunjuk."
"Dalam hal yang mana kau tidak mengerti" Katakan saja dengan
terus terang?" ucap nenek Bu sambil tertawa.
"Dikala buah Tiang Kim ko hendak masak, gejala istimewa
apakah yang akan terlihat" Dan jaraknya dengan waktu yang amat
singkat itu selisih berapa lama?"
"Bila buah Tiang Kim ko akan masak, warnanya dari merah akan
berubah menjadi putih, putih bercahaya keperak perakan, kurang
lebih setengah perminum teh kemudian warnanya baru akan
berubah menjadi hijau dan masak."
Ciu Tin tin tidak berbicara lagi, dia lantas mematahkan sebatang
ranting dan ditutulkan kearah lapisan tenaga sakti itu, sewaktu
menyentuh dengan kekuatan mana ranting tersebut segera
memantul dan tak mampu bergerak lagi.
Ciu Tin tin mencobanya beberapa kali lalu baru berkata :
"Anak Tin sambil menghimpun tenaga dalam siap melakukan
gerakan, ranting tersebut kutempelkan terus diatas hawa sakti Hu
571 swan ceng khi, asal tenaga pelindung itu lenyap, anak Tin akan
segera mengetahui jika saatnya telah tiba, pada waktu itulah tenaga
yang telah kupersiapkan akan segera kukerahkan guna memetik
buah tadi, aku rasa cara ini pasti tidak akan meleset."
Cara semacam itu sesungguhnya amat sederhana, justru karena
kesederhanaannya sering kali dilupakan orang, maka jarang sekali
ada yang bisa menemukan cara tersebut.
Begitu selesai mendengar ucapan tadi, dengan gembira nenek Bu
segera memuji :
"Anak Tin, caramu itu persis seperti cara yang digunakan suhumu
untuk mengambil buah Tiang kim ko dimasa lalu, tak kusangka kalau
kau dapat menemukannya!"
Mendadak nenek Bu menemukan sesuatu, dengan wajah tegang
segera serunya lagi:
"Anak Tin, coba kau lihat, warna merah dari buah Tiang kim ko
itu sudah makin tawar!"
Ternyata sementara mereka berbicara, warna buah Tiang kim ko
itu sudah hampir berubah menjadi. Ciu Tin tin segera
mempersiapkan gerakannya seraya berkata :


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nenek Bu, coba kau lihat anak Tin akan memetik buah Tiang kim
ko itu dengan mudah!"
Nenek Bu tertawa.
"Nenek ucapkan semoga kau ......"
Belum habis dia berkata, mendadak dari atas puncak diseberang
sana melayang turun seorang kakek jelek berbaju serba hitam,
bukan saja kakek itu mengenakan pakaian warna hitam, bahkan
wajahnyapun berwarna hitam pula.
Ditangannya juga membawa sebatang ranting, sambil berdiri tak
berkutik di tepi telaga ia tidak berbicara tapi gayanya persis
menirukan gaya dari Ciu Tin tin. Rupanya saking asyiknya nenek Bu
572 berbincang bincang dengan Ciu Tin tin, mereka sama sekali tidak
menyangka kalau di seberang bukit itu bersembunyi seseorang.
Tapi kalau dilihat dari kemampuan orang berbaju hitam itu untuk
mengelabui ketajaman mata dan pendengaran nenek Bu serta Ciu
Tin tin dapat diketahui kalau kepandaian silat yang dimilikinya
sangat lihay ......
Dalam keadaan seperti ini mustahil bagi Ciu Tin tin untuk turun
tangan menghadapi kakek berbaju hitam itu, terpaksa dia berlagak
seakan akan tidak melihat dia dan memusatkan perhatiannya untuk
menunggu datangnya saat yang dinanti nantikan.
Sebaliknya nenek Bu merasa gusar sekali sambil tertawa dingin ia
segera menerjang ke depan, teriaknya :
"Setan hitam, siapakah kau" Hayo cepat menggelinding pergi dari
tempat ini."
Sepasang telapak tangannya segera didorong ke depan, angin
pukulan yang amat kuat dengan cepat menggelundung kearah kakek
berwajah hitam tersebut. Meski diluar berwajah bengis, nenek Bu
tidak berniat melukai orang, maka meski angin pukulannya kencang,
serangan tadi hanya gertak sambal belaka.
Walaupun begitu, perlu diketahui Bu naynay adalah seorang jago
yang berilmu tinggi sekalipun kepandaian silatnya agak selisih bila
dibandingkan dengan Sim ji sinni, namun selisihnya tak banyak,
betul cuma gertak sambal belaka, namun kakek bermuka hitam itu
juga tak akan tahan. Aneh bila ia tak sampai tergulung jatuh ke
bawah bukit. Tapi dibilang aneh, kenyataannya memang aneh, kakek bermuka
hitam itu cuma tertawa melulu, membalaspun tidak, akan tetapi
ketika angin pukulan dari Bu naynay menggulung diatas badan
kakek jelek itu, tahu tahu kekuatannya punah. Jangankan melukai,
mengibarkan ujung bajunya pun tidak.
Kontan saja Bu naynay merasa seperti kehilangan muka, dari
malu dia jadi marah, segera bentaknya keras keras :
573 "Tenaga dalam yang amat sempurna, coba kau rasain sebuah
pukulan lagi!"
Kali ini dia menghimpun tenaga dalamnya mencapai sepuluh
bagian lebih, lalu dilontarkan kedepan. Walaupun disertai kekuatan
sebesar sepuluh bagian, dalam kenyataan serangan itu malah sama
sekali tak menimbulkan suara seolah olah suatu serangan tipuan
belaka. Tampak paras muka kakek bermuka hitam itu menunjukkan
suatu perubahan yang sangat aneh, tiba tiba dia berguman :
"Yaa, bagaimanapun juga aku memang terbiasa kau hajar,
dihajar sekali lagi pun tidak menjadi soal!"
Ucapan itu amat ringan seakan akan tak pernah terjadi peristiwa
semacam itu saja, seperti serangan yang dilepaskan Bu naynay tadi
memang cuma serangan kosong saja. Berkilat sepasang mata Bu
naynay menyaksikan kejadian itu, timbul perasaan sangsi diatas
wajahnya, dia bukannya sangsi akan kesempurnaan tenaga dalam
yang dimiliki kakek berwajah hitam itu melainkan sangsi atas
ucapannya. Perkataan tersebut telah mengingatkannya akan seseorang,
sebab hanya orang itu saja yang akan mengutarakan kata kata
semacam itu kepadanya. Tapi..... kakek bermuka hitam itu sama
sekali bukan orang yang dipikirkan, sebab itu mau tak mau dia harus
putar otak untuk memikirkan persoalan ini sedang matanya
berusaha untuk memperhatikan wajahnya.
Mendadak dengan wajah berubah hebat dia menghampiri kakek
bermuka hitam itu dengan sempoyongan, lalu dengan wajah tegang,
serunya : "Kau, kau ......"
"Berhenti!" tiba tiba kakek bermuka hitam itu membentak keras,
"Jangan datang kemari, sebab dengan begitu justru akan mencelakai
dirimu sendiri."
574 Bu naynay benar benar berhenti, tapi katanya lagi dengan suara
tergagap. "Dengan mendengar ucapanmu itu, aku semakin dapat
memastikan kalau kau benar benar adik Im."
"Benar, siaute memang Bu Im, saudaramu yang telah toaci
anggap mampus sejak dulu," sahut si kakek bermuka hitam dengan
sikap yang jauh lebih lemah.
Bu naynay segera dipengaruhi oleh luapan emosi, teriaknya
dengan setengah melengking :
"Kau ..... kau.... mengapa kau bisa berubah menjadi begini
rupa?" Bu Im menghela napas panjang.
"Aaai..... oleh karena siaute harus melatih semacam sinkang yang
maha dahsyat, aku harus membuat sejenis obat, dasar sial aku salah
mencampurkan bahan obat itu sehingga jadi beginilah mukaku."
"Mengapa kau hendak melatih ilmu khikang tersebut?" Bu naynay
bertanya dengan rasa kuatir.
"Sebab siaute ingin mencari suatu kesempatan guna
memenangkan cici!"
Mendengar perkataan itu, Bu naynay merasa semakin sedih,
segera ujarnya :
"Saudaraku, maksud hatimu kelewat mendalam, apakah kau
telah menganggap cicimu sebagai musuh besarmu?"
"Yaa, siaute telah salah melangkah sehingga menyesalpun tak
ada gunanya, aku mohon enci suka memandang atas hubungan
persaudaraan kita untuk menolong diri siaute."
"Bantuan apakah yang dapat kuberikan?" Bu naynay tampak ragu
ragu. 575 "Siaute mohon kepada cici agar mau menghadiahkan buah Tiang
kim ko tersebut kepadaku, agar racun yang mengeram dalam
tubuhku bisa punah dan wajah asliku pulih kembali!"
Bu naynay hanya menundukkan kepalanya tidak menjawab, jelas
timbul pertentangan di dalam hatinya. Rupanya Bu naynay dengan
adik kandungnya Bu Im sejak kecil sudah mempunyai hubungan
persaudaraan yang akrab, hanya dalam hal ilmu silat Bu Im selalu
mengagumi kehebatan encinya, dengan segala daya dan upaya dia
tak pernah berhasil memenangkan dirinya.
Sebaliknya Bu naynay amat menyayangi adiknya, dalam hal
apapun dia selalu mengalah kepadanya, tapi justru hanya dalam
ilmu silat ia enggan mengalah, setiap kali pertarungan berlangsung,
rasa ingin menangnya selalu meliputi benaknya sehingga ia tak
pernah bermaksud untuk mengalah.
Itulah sebabnya, Bu Im tak pernah meraih keuntungan apa-apa
ditangannya. Kemudian, dikarenakan suatu kejadian kakak beradik ini harus
hidup terpisah tapi setiap lima tahun sekali mereka berdua pasti
melangsungkan sekali pertarungan, hingga enam puluh tahun
berselang, ketika Bu Im sekali lagi menderita kekalahan diatas bukit
Bu gi san, mulai saat itulah dia tak pernah lagi datang mencari Bu
naynay untuk beradu kepandaian.
Dalam keadaan begini, Bu naynay tentu saja kehilangan kabar
beritanya, puluhan tahun lewat tanpa terasa, siapa tahu akhirnya
mereka harus bersua kembali dalam keadan seperti ini, tak heran
kalau Bu naynay dibuat serba salah.
Pertentangan batin yang hebat segera berkecamuk dalam dada
Bu naynay, sampai lama kemudian dia baru mengambil keputusan
tegas, katanya dengan cepat :
"Adik Im, tahukah kau bahwa aku tak dapat meluluskan
permintaanmu itu?"
Bu Im nampak agak kecewa.
576 "Kau kuatir kalau ilmu silatku jauh melampaui kemampuanmu?"
katanya segera.
"Aku tahu, ilmu silatmu sudah jauh melampaui diriku, hal ini
sudah terbukti dengan jelas dalam kegagalanku melepaskan dua
buah serangan tadi...."
"Itulah ilmu pukulan Hua lek sin kang yang baru saja siaute
kuasai!" sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Bu Im.
"Hua lek sin kang?" seru Bu naynay terkejut, "ilmu silat Hua lek
sin kang adalah suatu ilmu silat sakti yang sudah ratusan tahun
lenyap dari dunia persilatan. Ilmu itu bukan termasuk ilmu sesat,
mengapa kau membutuhkan bantuan obat?"
Bu Im tertawa getir.
"Tanpa sengaja siaute berhasil menemukan ilmu silat sakti
tersebut pada enam puluh tahun berselang, sesudah kulatih ilmu
tersebut selama lima puluh tahun tapi kenyataannya tidak berhasil
mencapai apa yang kuharapkan, tingkatan yang paling tinggi masih
jauh dari raihanku!"
"Bakat merupakan faktor terpenting dalam melatih ilmu silat,
bukan enci mengatai dirimu, kau bukan seorang yang berbakat
untuk belajar silat, sebab itu harapanmu untuk berhasil terasa nihil."
"Siaute cukup memahami titik kelemahanku ini, itulah sebabnya
dengan mengorbankan waktu selama dua tahun, aku berusaha
untuk mencari bahan obat-obatan yang bisa membantuku untuk
menambah tenaga, siapa tahu meski semua bahan obat obatan
telah siap, lantaran aturan percampuran obat tersebut tidak benar,
meski setelah obat itu kuminum, tenaga yang kuharapkan bisa
tercapai juga seperti yang diharapkan, namun timbul pula suatu
reaksi lain, yang mengakibatkan aku berubah menjadi begini rupa
sekarang ...."
577 "Aaai..... semuanya sudah digariskan oleh takdir, manusia
memang tak dapat merubahnya dengan paksa, kau ...."
"Tekad siaute untuk melawan takdir bukankah bakal berhasil bila
tindakan yang terakhir inipun bisa kucapai" Asal enci mau membantu
siaute, niscaya aku dapat melawan takdir," tukas Bu Im cepat.
Bu naynay segera menggelengkan kepala.
"Adik Im, harap kau jangan memaksa enci untuk mengatakan
"Tidak...!" " katanya.
Bu Im nampak amat sedih sekali.
"Cici, bila ...."
Belum habis dia berkata, mendadak hawa sakti diatas telaga itu
telah punah dan lenyap. Tapi sayang dia sedang memecahkan
perhatiannya untuk berbicara, sehingga ketika dia melakukan
tindakan, sudah banyak waktu yang hilang, baru saja setengah
badan lewat setengah badan yang lain telah terhisap kembali oleh
hawa sakti telaga tersebut, betul ia sudah mengerahkan ilmu Hue
lek sin kangnya, toh tiada yang diperoleh.
Terpaksa dia harus menarik diri untuk mundur dan nyatanya
sewaktu mundur, ia sama sekali tidik menjumpai kesulitan apa apa.
Berbeda dengan Ciu Tin tin, dia dapat memanfaatkan waktu
tersebut secara tepat, begitu hawa pelindung telaga punah, dengan
jurus Tan hong tian ci (burung Hong pentang sayap) dia melayang
keudara, kemudian dengan gerakan Tiang hong sip sui (pelangi
panjang menghisap air) dia hisap buah Tiang kim ko itu ke
tangannya lalu dengan cekatan melayang turun tepat di samping
badan Bu naynay.
Rupanya apa yang dibicarakan Bu naynay dengan Bu Im tadi
telah didengar semua oleh Ciu Tin tin, maka dia lantas mengambil
keputusan didalam hatinya, dengan memandang diatas wajah Bu
578 naynay, dia bertekad hendak menghadiahkan buah Tiang kim ko
tersebut untuk Bu Im.
Sudah barang tentu diapun cukup tahu akan tabiat Bu naynay,
apa yang telah diucapkan selamanya tak pernah dirubah. Bila secara
terang terangan buah Tiang kim ko itu disodorkan kepada Bu Im,
niscaya Bu naynay tak akan terima, selain itu hal inipun
menunjukkan seakan akan dia tidak berniat sungguh sungguh untuk
menghadiahkan kepada orang.
Maka, munculkah satu ingatan dalam benaknya. Sewaktu
tubuhnya melayang turun keatas tanah tadi, seperti sengaja tak
sengaja dia timpuk buah Tiang kim ko tersebut kearah mulut Bu Im,
kemudian baru berkata :
"Boanpwe bersedia menghadiahkan buah Tiang kim ko tersebut
untuk menghormati Bu locianpwe."
Buah Tiang kim ko tersebut dengan merubah diri menjadi sekilas
cahaya hijau langsung meluncur ke mulut Bu Im.
Bu naynay yang menyaksikan peristiwa itu, menjadi panik,
sepasang tangannya segera mencakar sekenanya kedepan, dua
gulung tenaga murni segera meluncur ke depan siap menghisap
kembali buah Tiang kim ko itu.
Berbicara soal tenaga dalam yang dipunyai Bu naynay,
semestinya bukan suatu pekerjaan yang sukar untuk menghisap
kembali buah mana, siapa tahu Ciu Tin tin telah menduga sampai
kesitu, diam diam ia telah sertakan tenaganya sebesar sepuluh
bagian lebih .....
Dengan demikian, kecuali tenaga dalam yang dilancarkan Bu
naynay satu kali lipat lebih besar dari tenaga yang dipancarkan Ciu
tin tin, kalau tidak, jangan harap dia mampu menghisap balik buah
Tiang kim ko tersebut.
Di dalam kenyataan, tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tin tin
sekarang telah mencapai tingkatan yang luar biasa, apalagi akibat
579 pengaruh obat mustajab yang sudah banyak dimakannya, membuat
kekuatannya tidak kalah dengan kemampuan Bu naynay.
Oleh sebab itu, terlihatlah buah Tiang kim ko tersebut dengan
membawa desingan angin lirih langsung masuk ke mulut Bu Im dan
lenyap tak berbekas.....
Dengan hati mendongkol, Bu naynay langsung mendamprat :
"Adik Im, Sinni telah menghadiahkan buah Tiang kim ko tersebut
kepada nona Ciu, kau tak boleh menelannya, hayo cepat muntahkan
kembali." Dengan gelisahnya dia seperti tak berpikir, benda yang sudah
masuk ke mulut orang lain apakah mau dimakan lagi oleh Ciu Tin
tin. "Bu naynay!" cepat Ciu Tin tin berseru, "kau anggap aku sudi
makan buah bekas mulut orang lain?"
Bu naynay tertegun, lalu sambil mendepak depakkan kakinya
berulang kali, ia menjerit :
"Kau..... kau.... betul betul menggemaskan!"
Yaa, apalagi yang dapat ia ucapkan"
Bu Im gembira setengah mati, sambil tertawa ia lantas berseru :


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Buah Tiang kim ko mencair begitu bertemu dengan air liur,
sekalipun siaute ingin muntahkan keluar juga tak mungkin bisa
terjadi." Ia membalikkan badannya dan segera menjura kepada Ciu Tin
tin, katanya lebih jauh :
"Nona Ciu, kau berbudi luhur dan berjiwa pendekar, budi yang
amat besar ini tak akan Bu Im lupakan untuk selamanya, harap nona
suka menerima hormatku."
Orang persilatan tak pernah menyatakan rasa terima kasihnya
dengan mulut, sekalipun demikian, dalam hati kecil mereka selalu
akan mencatat budi kebaikan itu untuk dibalas kemudian hari.
580 Oleh karena hubungannya dengan Bu naynay, tentu saja Ciu Tin
tin enggan menerima penghormatan Bu Im, buru buru dia
menyingkir ke samping, lalu sambil tertawa dan menggoyangkan
tangannya berulang kali katanya :
"Bu locianpwe, harap kau jangan begitu, Tin tin tak berani
menerima penghormatanmu itu!"
Karena nasi telah menjadi bubur, marah pun tak ada gunanya,
maka dengan mata mendelik Bu naynay lantas berkata :
"Bu Im, kau harus menyatakan dulu janjimu."
"Haahhhh..... haaahhhh...... haaahhhh..... tepat sekali ucapan
dari cici....!" Bu Im tertawa nyaring.
Dia lantas berpaling ke arah Ciu Tin tin sambil ujarnya :
"Nona Ciu, apakah kau berminat untuk mempelajari ilmu sakti
Hua lek sin kang?"
Ciu Tin tin tahu kalau tawaran dari Bu Im ini muncul dari hati
yang tulus, maka buru buru dia memberi hormat seraya menjawab :
"Terima kasih banyak atas maksud baik Bu locianpwe!"
"Terima kasih apa," tukas Bu naynay, "ilmu sakti Hua lek sin kang
mana bisa dibandingkan dengan hatimu yang tulus dan mulia itu?"
Walaupun ia berkata demikian, toh pesannya juga kepada Bu Im
: "Cepat cari suatu tempat yang terpencil dan wariskan simhoat
tenaga dalam dari ilmu Hua lek sin kang tersebut kepada nona Ciu."
"Tak usah mencari tempat lain lagi, disinipun cukup baik."
"Kalau begitu aku akan berangkat selangkah lebih duluan, adik
Im, kau harus baik baik terhadap nona Ciu, kaupun musti
menyampaikan rasa terima kasihmu kepada Sim ji sinni, aku akan
menunggu kalian di kuil Sam sin an...!"
581 Selesai berkata dia lantas membalikkan badannya siap pergi
meninggalkan tempat itu.
"Cici, jangan pergi dulu," Bu Im segera berseru, "kini jalan pikiran
siaute pun telah terbuka, siaute tak ingin memenangkan cici lagi,
apa salahnya kalau cicipun ikut mendengarkan penjelasanku tentang
kehebatan ilmu Hua lek sin kang?"
Bu Im bisa berjiwa besar seperti ini, tentu saja kejadian mana
membuat Bu naynay yaa girang yaa menyesal. Menyesal karena dia
memang merasa tak puas atas kehebatan ilmu Hua lek sin kang,
terutama dua kali serangannya yang gagal melukai Bu Im tadi.
Bagaimanapun juga hal mana membuatnya tak puas, maka rasa
ingin menang masih membara di dalam dadanya. Siapa tahu Bu Im
bisa menyesal kesalahannya lebih dulu, bagaimana mungkin hatinya
tidak menyesal"
Ia girang karena adiknya mempunyai kebesaran jiwa yang
mengagumkan itu berarti keluarga Bu akan muncul kembali sebagai
manusia yang berjiwa ksatria.
Dalam girang dan menyesalnya Bu naynay jadi rikuh sendiri
untuk turut mempelajari ilmu Hua lek sin kang, maka dia tak
merubah tujuannya dengan tetap meneruskan gerakan tubuhnya
melayang pergi dari tempat itu.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Bu Im menghela
napas panjang, terpaksa ia membiarkan encinya pergi. Kemudian
diapun mulai mewariskan simhoat dari ilmu Hua lek sin kang
tersebut kepada Ciu Tin tin dengan ilmu menyampaikan suara.
Bu Im memang cukup waspada, terutama sebagai jagoan
kawakan dari dunia persilatan, untuk menghindari segala hal yang
tak diinginkan dia putuskan untuk memberi pelajaran dengan ilmu
menyampaikan suara.
Sebagaimana dia sendiri sewaktu bersembunyi di balik bukit
sambil menyadap pembicaraan antara Bu naynay dengan Ciu Tin tin
tadi, dia tak ingin ada orang turut menyadap pula pelajaran silatnya.
582 Tatkala simhoat ilmu Hua lek sin kang telah selesai diwariskan
kepada Ciu Tin tin, Bu Im lantas berkata :
"Setan cilik takut bertemu dengan Pousat, akupun tak akan pergi
ke kuil Sam sim an lagi, bila ada jodoh kita berjumpa lagi lain waktu,
terima kasih banyak atas bantuanmu kali ini."
Tidak menanti bagaimanakah pernyataan dari Ciu Tin tin, dia
lantas berjumpalitan dan turun dari bukit itu.
Ciu Tin tin menghela napas panjang, diapun segera mengerahkan
tenaga dalamnya untuk kabur kembali ke kuil Sam sin an. Belum lagi
mencapai kuil tersebut, dari kejauhan ia sudah mendengar suara
makian Bu naynay serta suara pukulan yang menderu deru.
"Heran, siapa yang begitu bernyali berani datang mencari gara
gara disini" Padahal suhu ada dalam kuil?" demikian Ciu Tin tin
berpikir. Dia segera mempercepat larinya seperti anak panah yang lepas
dari busur, dengan cepat tubuhnya melesat kedepan kuil. Akan
tetapi setelah diketahuinya orang yang sedang bertarung melawan
Bu naynay adalah Thi Eng khi, dengan cepat teriaknya lagi :
"Naynay, hentikan seranganmu, adik Eng adalah orang sendiri!"
Dia tidak menyuruh adik Eng nya yang menghentikan serangan,
melainkan minta kepada Bu naynay yang hentikan serangan lebih
dulu, dalam anggapannya hal itu merupakan suatu yang wajar.
Sebab walaupun dia menaruh rasa cinta kepada Thi Eng khi, tapi
berhubung sikap Thi Eng khi, hal ini membuatnya enggan untuk
menegur pemuda tersebut dalam perjumpaan tersebut, serta merta
diapun meminta kepada Bu naynay untuk menghentikan
serangannya lebih dulu.
Padahal Bu naynay sudah merasa tak berhasil menangkan Thi
Eng khi, maka ketika didengarnya Ciu Tin tin hanya menyuruh dia
seorang yang menghentikan serangan, dianggapnya Ciu Tin tin
hanya memikirkan adik Eng nya dan melupakan Bu naynay.
583 Akibat dari semuanya itu, bukan saja serangannya tidak
dihentikan, malahan dia melancarkan serangan dengan sepenuh
tenaga dan lebih gencar lagi. Bersamaan itu pula dia berseru sambil
tertawa : "Bocah keparat ini pada hakekatnya bukan manusia baik baik,
sudah tahu kalau penghuni kuil semuanya perempuan, dia masih
bersikeras hendak menyerbu masuk kedalam kuil, coba bayangkan
saja apakah dia pantas untuk dihajar atau tidak?"
Sudah jelas dia tahu kalau Thi Eng khi adalah kekasih Ciu Tin tin,
tapi lagaknya masih tetap seolah olah tidak tahu, hal ini membuat
Ciu Tin tin menjadi amat jengah dan rikuh untuk buka suara.
Terpaksa sorot matanya yang jeli saja dialihkan ke wajah Thi Eng
khi. Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sekarang sudah bukan
tandingan dari Bu naynay lagi, tapi berhubung dia berniat memohon
bantuan orang, maka pemuda itu sungkan untuk menggunakan
kekerasan yang kelewat batas. Dalam pertarungan yang
berlangsung, dia lebih mementingkan melindungi keselamatan
sendiri daripada merebut kemenangan, dengan demikian Bu naynay
tak sampai dikalahkan.
Kemunculan Ciu Tin tin secara mendadak itu sama sekali di luar
dugaannya, karena di masa lalu hubungan mereka pernah dilewati
dalam suasana tak enak, sehingga membuat hatinya menyesal,
maka diapun merasa canggung untuk menegur Ciu Tin tin lebih
dulu. Dia kuatir bila gadis itu tak sudi menggubriskan dirinya
sehingga membuatnya mendapat malu.
Tapi kemudian, ketika dilihatnya Ciu Tin tin berpaling dan
memandang kearahnya dengan sikap seakan akan ada perkataan
tapi sukar diutarakan, dia menjadi tak tahan lagi, dengan cepat
tubuhnya melompat mundur kebelakang kemudian memanggil :
"Enci Tin."
Dalam keadaan demikian, Bu naynay tak dapat melanjutkan
serangannya lagi, terpaksa dia mengundurkan diri pula ke samping
584 sambil marah marah. Ciu Tin tin memandang sekejap wajah Thi Eng
khi lalu menghela napas sedih katanya :
"Adik Eng, apakah ayahmu yang memberitahukan kepadamu
bahwa aku berada di bukit Bu gi san?"
Ciu Tin tin mengira Thi Eng khi datang kesana untuk mencarinya,
maka diajukannya pertanyaan tersebut. Sudah barang tentu Thi Eng
khi dapat memahami pula apa yang dimaksudkan, namun dalam
kenyataan dia sama sekali tak tahu kalau Ciu Tin tin sedang belajar
silat disitu. Dia datang ke bukit Bu gi san karena ingin mendapatkan Si toan
kim khong yang langka itu. Oleh karena itu, dia sudah menaruh
perasaan menyesal terhadap Ciu Tin tin, saat inipun dia tak ingin
berbohong, maka sahutnya dengan kening berkerut :
"Enci Tin, terus terang siaute katakan siaute kemari karena ingin
meminta Si toan kim khong."
Dalam kecewanya, sempat terlintas rasa heran diatas wajah Ciu
Tin tin, segera tanyanya :
"Adik Eng, demi siapakah kau telah melakukan perjalanan sejauh
ini....?" "Demi keselamatan Pek leng siancu adik Leng serta pembenci
raja akhirat Kwik Keng thian, siaute datang kemari untuk memohon
Si toan kim khong dari sinni."
Mendengar kalau Thi Eng khi bersusah payah demi Pek leng
siancu So Bwe leng, Ciu Tin tin segera merasakan hatinya amat
perih, sepasang matanya kontan terasa panas, hampir saja
airmatanya jatuh bercucuran. Buru buru dia melengos ke samping
dan berusaha menenangkan hatinya yang bergolak.
Thi Eng khi sendiripun merasakan hatinya bergetar keras, dia
turut merasa amat sedih, tapi dewasa ini dia tak dapat
mengutarakan isi hatinya maka sambil membusungkan dada dan
mengeraskan hati katanya :
"Siaute ingin sekali berjumpa dengan Sim ji locianpwe, apakah
enci Tin bersedia untuk membawaku menghadap?"
585 "Yaa, enci memang sudah sepantasnya melaporkan kunjunganmu
itu, harap adik Eng tunggu sebentar, aku segera kembali," sahut Ciu
Tin tin cepat meski hatinya amat pedih.
Dia lantas membalikkan badan dan melayang masuk kedalam
kuil. Mendadak Bu naynaya berseru :
"Sinni sudah pergi berpesiar!"
"Bukankah tadi orang tua masih berada di situ?" bantah si gadis.
Bu naynay melirik sekejab ke arah Thi Eng khi lalu sahutnya :
"Tadi adalah tadi, Sinn toh tak tahu kalau bocah keparat ini akan
datang kemari."
Ia selalu menyebut dengan nama bocah keparat, dari sini dapat
diketahui bahwa amarahnya belum pudar. Mendadak Ciu Tin tin
teringat kalau suhunya pernah berkata hendak memberi nasehat
kepada Thi Eng khi, tanpa terasa serunya dengan gelisah :
"Dia orang tua mengatakan kapan baru kembali?"
Sewaktu Thi Eng khi mendengar bahwa Sim ji sinni tak ada di
kuil, diapun nampak sangat gelisah, serunya pula :
"Aduuuh celaka, kalau aku datang sedetik lebih awal, bukankah
akan kujumpai dia orang tua" Waah, sekarang bagaiman baiknya"
Bagaimana baiknya ....."
Bu naynay sama sekali tidak memandang Thi Eng khi, bahkan
melirik pun tidak, hanya ujarnya kepada Ciu Tin tin :
"Sinni telah meninggalkan pesan tadi, kau diperintah untuk duduk
semedi selama sehari penuh untuk melatih ilmu sinkang yang baru
dipelajari, mulai sekarang dilarang berbicara dengan siapapun."
"Aah, aku rasa suhu tak akan memberikan perintahnya seketat
ini, Naynay, ijinkanlah Tin tin berbicara lebih banyak dengan adik
Eng, boleh bukan?"
586 "Sinni menitahkan kepada Naynay untuk mengawasi dirimu
secara ketat, sekalipun Naynay yang melarangmu untuk berbicara
lagi dengan bocah keparat ini, apakah kau berani membangkang?"
kata Bu naynay dengan suara dingin.
Ciu Tin tin segera menghela napas panjang, setelah memandang
sekejap ke arah Thi Eng khi, terpaksa dia berjalan masuk ke dalam
kuil. Sekali lagi Bu naynay memandang sekejap ke arah Thi Eng khi
kemudian diapun ikut masuk ke dalam kuil dan ....."Blaam!" pintu
gerbang dibantingnya keras-keras.
Sewaktu Ciu Tin yin akan berlalu tadi, beberapa kali Thi Eng khi
hendak memanggilnya untuk mencari tahu kabar tentang Si toan kim
khong, akan tetapi sikap Bu naynay yang bengis dan galak itu,
ucapan yang sudah sampai diujung bibir segera ditelannya kembali.
"Kini sinni tak ada di rumah, kalau merekapun dilepaskan begitu
saja, kemana kita harus mencari Si toan kim khong tersebut?"
demikian ia berpikir.
"Bodoh!" setelah mendamprat diri sendiri, dia segera melayang
ke depan pintu kuil dan siap mendorongnya. Siapa tahu belum
sempat dia mendorong pintu itu, pintu kuil telah membuka dengan
sendirinya, kemudian muncullah kepala Bu naynay dari balik
ruangan. Dengan mata melotot besar, nenek itu kembali mendamprat :
"Hei, katanya saja kau adalah seorang ciangbunjin, mengapa
begitu tak tahu adat" Kau tahu tidak kalau tempat ini adalah sebuah
kuil nikou" Hmm..... masih muda, sudah tak tahu adat, bagaimana
jadinya setelah dewasa nanti?"
Kontan Thi Eng khi merasakan mukanya menjadi panas karena
jengah, darah panas tersirap diatas benaknya, tanpa mempedulikan
keadaan luka dari So Bwe leng dan Kwik Keng thian, dia
membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
"Blaammm....." pintu gerbang di belakang tubuhnya kembali
dibanting keras keras.
587 Suara yang keras itu mendadak menyadarkan kembali anak muda
itu, dia jadi menyesal dengan sikapnya sendiri yang begitu mudah
terpengaruh emosi, coba kalau dirinya merengek dengan kata halus,
siapa tahu si nenek yang menjemukan itu akan berubah pikiran"
Berpikir demikian, dia lantas berjalan balik lagi dan siap
mengetuk pintu kuil. Sekarang dia sudah tahu, sekalipun dia harus
merengek kepada orang lain demi kepentingan orang, hal mana
sama sekali tak akan mempengaruhi nama baik serta wibawanya,
malah sebaliknya bila sampai mencelakai jiwa orang, keadaan
seperti itu lah yang baru pantas disesalkan.
Maka dia berjalan kembali lagi kedepan pintu kuil, kemudian
sambil mengerahkan tenaga serunya kemudian :
"Thi Eng khi berbuat demikian bukan demi kepentingan sendiri,


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harap locianpwe suka berbuat kebajikan dengan menghadiahkan
sedikit Si Toan kim khong kepada boanpwe. Benda itu, boanpwe
butuhkan untuk mengobati dua orang korban dari Huan im sin ang."
Suasana amat hening, dari dalam kuil Sam sim an sama sekali tak
terdengar sedikit suarapun. Dengan tenang Thi Eng khi menunggu
beberapa saat lamanya, ketika belum ada juga jawaban yang
bergema, kemarahannya segera berkobar, teriaknya kemudian :
"Baiklah, bila kalian enggan menerima permintaan boanpwe ini,
terpaksa Thi Eng khi akan menggunakan kekerasan!"
Sepasang telapak tangannya segera dirangkap menjadi satu
kemudian hawa sakti Sian thian bu khek ji gi cin khinya dihimpun
sebesar tiga bagian. Tatkala pukulan tersebut hampir dilontarkan ke
depan, tiba tiba ia mendengar suara Ciu Tin tin bergema di sisi
telinganya : "Adik Thi, diatas kata sabar adalah sebilah golok, akibat dari
kecerobohan hanya akan merugikan orang lain, juga akan merugikan
diri sendiri, aku .... "
Belum habis ucapa tersebut diutarakan mendadak perkataan itu
terhenti sampai di tengah jalan, jelas perbuatan si nona telah
ketahuan. 588 Jilid 18 Sikap Ciu Tin tin yang begitu memperhatikan dirinya membuat
anak muda itu teringat pula akan sikapnya terhadap Ciu Tin tin
dimasa lalu, rasa malu dan menyesal segera timbul dalam benaknya
membuat anak muda itu pelan pelan menurunkan kembali sepasang
telapak tangannya.
Baru saja amarahnya sirap, pintu gerbang kembali dibuka orang,
lalu muncullah Bu naynay dengan wajah dingin dan kaku serunya :
"Budak Tin menjadi kehilangan semangat gara gara aku melarang
berbicara denganmu, demi dia terpaksa aku akan mengijinkan kalian
untuk bertemu sekali lagi."
Begitu mengetahui kalau dia boleh berjumpa sekali lagi dengan
Ciu Tin tin dan ia tahu bila sampai bertemu dengan gadis itu berarti
dia dapat mencari tahu kabar tentang Si toan kim khong, Thi Eng khi
menjadi girang sekali.
Tidak menanti Bu naynay menyelesikan kata-katanya, dia segera
menjura sambil ujarnya :
"Boanpwe ucapkan banyak terima kasih atas kebaikan locianpwe
ini." Dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk ke dalam
ruangan kuil Sam sim an. Mendadak Bu naynay membentak lagi :
"Lelaki tak boleh memasuki kuil ini, Tin tin akan keluar untuk
menjumpai dirimu disini, tunggu saja di tempat!"
Berada di bawah kekuasaan orang, terpaksa Thi Eng khi harus
menerima semua perintah, sahutnya dengan cepat :
"Baik!"
Diatas wajahnya, ia sama sekali tak berani memperlihatkan rasa
tak senangnya. Untung Ciu Tin tin tidak menyuruhnya menunggu
terlalu lama, hampir bersamaan waktunya dengan mundurnya Bu
naynay dari situ, gadis tersebut telah muncul pula di depan pintu.
589 Dalam pertemuan kali ini, tanpa menunggu Ciu Tin tin bersuara,
Thi Eng khi segera berkata lebih dulu :
"Enci Tin, siaute merasa bersalah kepadamu!"
Airmata bercucuran membasahi wajah Ciu Tin tin, dia tertawa
hambar. "Adik Eng, kau jangan terlalu menyalahkan dirimu, kau toh tidak
berbuat apa-apa terhadap enci."
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh :
"Adalah Si toan kim khong yang adik Eng kehendaki, enci betul
betul tidak mampu untuk mendapatkannya."
"Kenapa" Apakah sinni tak mau menolong jiwa orang?" teriak Thi
Eng khi dengan cemas. Dibalik perkataan itu, lamat lamat dia
sertakan pula nada menegur.
Ciu Tin tin lantas membeberkan ........
Page 6 " 7 (missing)
Oleh sebab itu, dengan membawa keyakinan pasti berhasil dan
tak boleh sampai gagal, dia mundur ke tepi puncak dimana terdapat
sebuah tanah lapang yang datar. Kemudian hawa sakti Sian thian bu
khek ji gi sin kangnya dikerahkan mencapai dua belas bagian, diiringi
suara yang amat nyaring, kesepuluh jari tangannya yang disertai
tenaga penuh langsung menerjang ke tengah telaga.
Berbicara menurut tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi
sekarang, sekalipun selembar lempengan besi baja pun mungkin tak
akan sanggup menahan serangan yang dilancarkan dengan sepenuh
tenaga itu. Waktu itu, tubuhnya masih melayang di tengah udara, meski
jaraknya hanya beberapa tombak namum membawa suara desingan
yang memekikkan telinga, dari sini bisa diketahui betapa dahsyatnya
tenaga serangan yang disertakan dalam serangan tersebut.
590 Ketika Thi Eng khi menerjang sampai di tepi telaga, mendadak
terjangannya yang dahsyat itu seolah olah terhadang oleh selapis
tenaga tak berwujud yang besar sekali, jangankan maju lebih depan
bahkan di kala badannya terhenti muncullah suatu tenaga pantulan
yang sangat kuat melemparkan badannya ke belakang.
Cepat nian tenaga lentingan tersebut, dalam sekejap mata
tubuhnya sudah terlempar sejauh beberapa kaki lebih dari tempat
semula. Merasa tubuhnya dilemparkan keluar tebing, Thi Eng khi
sama sekali tidak gugup atau panik, pikirnya:
"Di bawah awan putih sana, paling cuma tebing tebing bukit
belaka apanya yang perlu kutakuti?"
Dia lantas menghimpun tenaga dalamnya lalu menggunakan ilmu
bobot seribu untuk mengerem tenaga lentingan tersebut, sehingga
badannya lurus jatuh ke bawah jurang. Beberapa kaki permulaan,
hatinya masih tenang sekali, bahkan dia berencana begitu mencapai
tanah maka dia akan mencobanya sekali lagi.
Siapa tahu daya luncur tubuhnya kian lama kian bertambah
cepat, bahkan permukaan tanah yang ditunggu tunggu tak kunjung
datang. Dalam waktu singkat, ia telah menembusi beberapa lapis
awal tebal, bahkan meluncur terus ke bawah.
Dengan cepat, dia melongok ke bawah, begitu menyaksikan
jurang yang menganga dibawah sana, terkesiaplah hatinya, ia
merasa sukma serasa melayang meninggalkan raga.
Rupanya tempat dimana Thi Eng khi mulai dengan terjangannya
tadi justru merupakan tepian yang paling ujung dekat jurang namun
oleh karena awan amat tebal, sulit untuk melihat keadaan di bawah,
akibatnya terjadilah kesalahan yang fatal.
Thi Eng khi sudah mempunyai pengalaman dua kali tercebur
kedalam jurang, rasa kaget hanya melintas sesaat dalam benaknya
untuk kemudian menjadi tenang kembali.
Mula-mula dia himpun dulu semua perhatiannya menjadi satu,
lalu keempat anggota badannya direntangkan lurus kedepan
591 berbentuk seperti burung sedang terbang kemudian sambil
mengerahkan tenaganya untuk menggembungkan pakaiannya, dia
mencoba untuk menggerem daya luncur badannya sehingga jauh
lebih lamban. Sementara itu sepasang matanya yang tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu untuk mencari tempat untuk berpijak. Tiba-tiba
dia berpekik panjang, tubuhnya segera menukik kesamping dan
meluncur ke atas sebatang pohon siong lebih kurang tiga empat kaki
di hadapannya. Ketika menimpa batang pohon yang pertama, oleh tenaga
tekanan yang kuat pohon itu segera patah menyusul kemudian
batang pohon kedua secara beruntun dia menumbuk lima batang
pohon sebelum daya luncurnya yang kuat itu sudah terpunahkan
sebagian besar.
Berada dalam keadaan begini, kembali dia berpekik nyaring,
sambil menekuk pinggang badannya segera melayang turun diatas
batang pohon yang terakhir, waktu itu daya luncurnya sudah hampir
hilang, sehingga ketika mencapai diatas dahan, daya luncurnya
sudah tidak mirip dengan orang yang terjatuh dari ketinggian lagi.
Baru saja badannya berdiri tenang dan siap melompat keatas
permukaan tanah, mendadak ia mendengar suara helaan napas lirih
berkumandang datang dari samping kirinya. Dengan cepat pemuda
itu meluncur ke arah mana berasalnya suara itu, sementara dalam
hati ia berpikir :
"Bila disini ada orang, berarti jalan menuju ke lembah pasti ada,
biar kumohon petunjuk darinya ."
Tiba di tempat tujuan, ternyata tempat itu adalah sebuah dinding
batu yang besar, datar dan licin, namun tak nampak sesosok
bayangan manusiapun. Baru saja dia kan memanggil, mendadak
suara itu berkumandang lagi dari arah lain, dengan cepat dia
menerjang ke sana, tapi suara tersebut telah berpindah lagi ke arah
yang lain, begitu seterusnya, Thi Eng khi harus menubruk kesana
menubruk kemari tanpa berhasil menemukan orangnya.....
592 Merasa dirinya dipermainkan, timbul rasa gusar dalam dada anak
muda itu, dia segera bertolak pinggang dan berteriak keras :
"Jika punya kepandaian, hayolah keluar untuk beradu tiga buah
pukulan denganku, jika kau main sembunyi terus, aku segan untuk
menggubris dirimu lebih jauh."
Dari empat delapan penjuru segera berkumandang pula suara
yang sama. Terdengar orang itu menjawab :
"Kau tak usah berlagak dulu, kalau punya kepandaian coba
temukan lohu, jangan toh baru tiga buah pukulan, seratus pukulan
pun tak menjadi soal."
Menyusul kemudian suara yang sebentar di timur sebentar di
barat berkumandang kembali di sisi telinga Thi Eng khi. Thi Eng khi
benar benar tak sanggup menahan rasa mendongkolnya, dengan
cepat dia kerahkan ilmu Thian liong sin hoat untuk melacaki sumber
dari suara itu.
Lambat laun diatas wajah Thi Eng khi segera muncul rasa kaget
dan tercengang yang sangat tebal, tapi kemudian suatu sikap seperti
memahami akan sesuatu menyelimuti wajahnya, dengan cepat
badannya mulai menari kian kemari mengikuti bergemanya suara
yang melambung tak menentu.
Rupanya sudut arah berasalnya suara itu selalu tertentu,
waktunya bergema pun tetap dan sangat berirama, hal ini dengan
cepat menimbulkan suatu ilham bagi Thi Eng khi untuk mengikuti
arah suara dan irama tadi dengan seksama.
Karena dengan cepat dia mengetahui kalau gerak perpindahan
badan itu sesungguhnya adalah serangkaian ilmu meringankan
tubuh tingkat tinggi, bahkan kedahsyatannya jauh melebihi ilmu
Thian liong sin hoat dari Thian liong pay.
Sejak Thi Eng khi menyelesaikan pelajaran silat aliran Thian liong
pay, sikap kakunya untuk tidak mempelajari ilmu silat aliran lain
sudah mulai mengalami perubahan, maka dalam keadaan seperti
itulah diam diam ia terima kebaikan orang tersebut.
593 Ketika untuk ketiga kalinya orang itu mewariskan ilmu gerakan
tubuhnya yang sangat lihay dengan ilmu petunjuk suara, Thi Eng khi
telah berhasil menguasai segenap kepandaian itu secara sempurna.
Menghadapi bakat yang begitu bagus dari Thi Eng khi, orang itu
segera menghela napas panjang, katanya :
"Aaai..... kau benar benar berbakat bagus, akhirnya ilmu Hu kong
keng im (cahaya kilat lintasan bayangan) lohu ini berhasil juga
mendapatkan pewarisnya!"
Mungkin saking girangnya mendapatkan pewaris yang pandai,
orang itu jadi teledor, helaan napas tersebut sama sekali tidak
disampaikan dengan ilmu Hwe ing to siang (gema suara
mengacaukan arah) sehingga Thi Eng khi segera dapat
mengenalinya berasal dari tengah pohon dimana dia berada semula.
Thi Eng khi segera menggunakan ilmu Hu kong keng im yang
baru dipelajarinya untuk menyelinap kedepan pohon besar itu
sebelum orang tadi menyelesaikan kata-katanya, sambil menjura dia
lantas berkata :
"Boanpwe Thi Eng khi dari Thian liong pay mengucapkan banyak
terima kasih atas pelajaran ilmu sakti dari locianpwe!"
Orang itu benar benar sangat aneh, mendengar ucapan terima
kasih itu, dia malah berkata dengan dingin :
"Kau tak usah berterima kasih kepadaku, lohu tidak memberikan
kebaikan apa apa kepadamu, hal ini hanya bisa dianggap sebagai
jodohmu yang baik ...."
Thi Eng khi segera mendongakkan kepalanya, lebih kurang satu
kaki diatas pohon itu terlihatlah sebuah lubang kecil, ditengah
lubang itu muncullah seraut wajah yang warnanya hampir persis
dengan warna kulit pohon, seandainya dia tidak memiliki sorot mata
yang tajam sehingga memancing perhatian orang, sulit rasanya
untuk menemukan raut wajah orang itu.
Thi Eng khi saling bertatapan mata sekejap dengan orang dalam
pohon itu. Dia merasa sorot mata orang itu tidak sedingin nada
594 suaranya, baru saja ia merasa bingung apa yang musti diutarakan,
tiba tiba dengan senyuman dikulum orang itu telah berkata lagi :
"Apakah kau dipantulkan oleh tenaga pantulan yang terpancar
dari telaga diatas bukit sana?"
"Dari mana locianpwe bisa tahu?" seru Thi Eng khi keheranan.
"Lohu adalah orang yang sudah berpengalaman, tentu saja dapat
menebaknya dengan tepat, cuma nasib lohu tidak sebaik nasibmu,
boleh juga dibilang tenaga dalam lohu pada enam puluh tahun
berselang tidak sesempurna tenaga dalammu sekarang, sehingga
akhirnya aku jadi mati tidak hiduppun tidak."
"Locianpwe menderita luka?"
"Bukan hanya terluka saja, seandainya tidak ada pohon Ciang
siong ini, lohu sudah tewas semenjak enampuluh tahun berselang."
"Jadi pohon siong ini adalah pohon Ciang siong?"
Perlu diketahui, Ciang siong adalah sejenis pohon siong yang
mengandung bau harum seperti kayu cendana, kasiatnya luar biasa
dan dapat melanjutkan kehidupan manusia sakit atau lemah, boleh
dibilang pohon itu termasuk sebatang pohon aneh.
Thi Eng khi pernah membaca keterangan tentang pohon ini dari
kitab pertabiban milik Kwik Keng thian, tak heran kalau dia berseru
kaget dan heran.
"Sewaktu terjatuh kemari, nadiku sudah putus tiga bagian," kata
orang dalam pohon itu, "coba kalau tak ada pohon Ciang siong ini,
bayangkan saja, apakah aku bisa hidup sampai kini?"
"Walaupun luka yang locianpwe derita amat parah, setelah
melalui pengobatan selama puluhan tahun, tentunya lukamu itu
sudah sembuh bukan?"
Orang itu segera tertawa getir.
595 "Dengan kasiat pohon Ciang siong, semestinya lukaku sudah
sembuh dan kini sudah meninggalkan lembah ini, sayang nasib lohu
memang jelek, justru sesaat sebelum latihanku selesai, jalan darah
Jin tiong hiatku kena dipatuk oleh seekor burung sehingga usaha
lohu selama ini gagal total, jangankan meninggalkan lembah untuk
keluar dari pohon pun tak mampu."


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thi Eng khi tahu akan kasiat pohon Ciang siong yang dapat
menyambung hidup manusia, sekalipun kakek itu tidak makan tidak
minum diatas pohon karena ia mendapat saluran hawa dan sari
makanan dari pohon tersebut, sepanjang hidup ia tak perlu murung
atau kuatir kelaparan.
Hanya saja untuk menyembuhkan luka memang dibutuhkan
kekuatan sendiri untuk mengobatinya.
Dewasa ini, Thi Eng khi sudah merupakan seorang tabib sakti,
selain itu, diapun masih memiliki sebutir pil Toh mia kim wan,
dengan wataknya sudah barang tentu dia tak akan sayang untuk
mengorbankan sebutir Toh mia kim wan guna menolong kakek
dalam pohon itu, apalagi dia sudah menerima kebaikan lebih dulu,
sudah barang tentu dia tak akan sayang untuk mengorbankannya.
Sambil menarik napas panjang, Thi Eng khi segera melompat
naik ke atas pohon, tanpa menerangkan alasannya, dia segera
menjejalkan sisa pil Toh mia kim wan yang dimiliknya itu ke mulut
kakek, kemudian telapak tangannya ditempelkan diatas jalan darah
pek hwee hiat kakek itu dan menyalurkan hawa murninya.
Sepertanak nasi kemudian Thi Eng khi baru melayang turun
kembali ketempat semula, katanya sambil tersenyum :
"Silakan locianpwe coba mengerahkan tenaga, coba periksalah
apakah lukamu telah sembuh?"
Kakek dalam pohon itu segera bersemedi beberapa saat,
mendadak ia berpekik nyaring, menyusul kemudian dari balik pohon
berkelebat lewat sesosok tubuh yang putih bersih dan menyelinap
masuk ke dalam hutan.
596 Kiranya kakek itu sudah terkurung selama delapan puluh tahun
lamanya dalam pohon Ciang siong, pakaian yang dikenakan sudah
hancur dan rusak, dia merasa sungkan pula untuk berjumpa dengan
Thi Eng khi dalam keadaan telanjang, maka untuk sementara waktu
dia menyembunyikan dirinya.
Tak lama kemudian, kakek itu muncul kembali dengan bagian
vitalnya tertutup dedaunan, begitu muncul dari hutan, dengan wajah
berseri karena gembira katanya:
"Lohu masih bisa lolos dari bencana, kesemuanya ini adalah
pemberian dari Thi sauhiap, mulai sekarang ....."
Ketika didengarnya nada suara orang itu kurang beres, dia kuatir
ucapan orang itu melampaui batas sehingga akhirnya sukar diatasi,
buru buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil
menukas. "Tadi locianpwe telah mewariskan ilmu gerakan tubuh Hu kong
keng im kepada boanpwe, apa pula arti dari sebutir pil Toh mia kim
wan" Bagaimana kalau kita berdua sama sama tidak berhutang?"
Lama sekali kakek itu mengawasi wajah Thi Eng khi yang tampan
berbicara, akhirnya dia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
"Haaahhhh...... haaahhhhh..... haaahhh..... bagus, bagus, bagus,
suatu keputusan yang bagus sekali, kalau begitu marilah kita
berteman saja."
"Kalau toh locianpwe begitu memandang tinggi diri boanpwe,
lebih baik tak usahlah bertindak kelewat sungkan...."
"Bagus sekali, kalau memang begitu kita berteman, tolong
lepaskan dulu satu stel pakaianmu agar bisa kukenakan."
"Aaah.... maaf kalau boanpwe lupa akan hal itu!" Thi Eng khi
tertawa. Cepat dia meloloskan jubahnya dan diberikan kepada kakek
itu. 597 "Hei, kalau toh kita sudah berteman apalagi mengikat tali
persahabatan yang akrab, janganlah menyebut aku sebagai
locianpwe, locianpwe terus, tak sedap rasanya didengar," kata kakek
itu lagi, "aku lihat lebih baik kau memanggil lo kian kepadaku dan
aku memanggil Thi lote kepadamu, bagaimana?"
Pengalaman yang diperoleh Thi Eng khi selama ini sudah
bertambah banyak, dia tahu bila bersahabat dengan manusia
manusia aneh dalam dunia persilatan, paling baik kalau bersikap blak
blakan dan tanpa disertai segala adat kesopanan, maka kemudian
sahutnya : "Jika Lo kian berkata begitu, biarlah Eng khi menurut!"
Lo kian manggut manggut sambil tertawa.
"Bagus, bagus, akupun sungkan untuk meributkan soal sebutan
lagi, Lo kian atau Kian lo keduanya sama saja, sekarang mari kita
berusaha mencari akal untuk keluar dari lembah ini."
Waktu itu Thi Eng khi sendiripun tak sempat menanyakan asal
usul dari Lo kian lagi, tapi tanpa disengaja justru dia bersahabat
dengan seorang asli yang bakal membantu usahanya dalam
menanggulangi keganasan kaum iblis dikemudian hari.
Begitulah, mereka berdua segera berputar putar di bawah
lembah itu untuk mencari jalan keluar, setengah harian sudah lewat,
namun empat penjuru hanya bukit yang menjulang ke angkasa,
pada hakekatnya tiada jalan yang ditemukan untuk keluar dari
lembah tersebut.
Thi Eng khi masih teringat akan usahanya untuk mendapatkan Si
toan kim khong tanpa terasa serunya dengan cemas :
"Benarkah sudah tak ada jalan keluar dari lembah ini?"
Mendadak Lo kian menepuk kepala sendiri sambil berseru :
"Aah, aku telah mempunyai sebuah harapan yang dapat dicoba."
598 Dengan cepat dia lari menuju kebelakang sebuah batu besar di
kaki tebing sana, tak lama kemudian terdengar ia bersorak gembira :
"Thi lote, cepat kemari! Disini benar benar terdapat hal yang
mencurigakan."
Mendengar teriakan itu, dengan cepat Thi Eng khi lari
menghampirinya, tiba di belakang batu ia saksikan munculnya
sebuah gua kecil diatas dinding bukit, dari dalam gua itulah suara Lo
kiankembali berkumandang keluar :
"Thi lote, cepat masuk!"
Tanpa sangsi lagi Thi Eng khi segera menerobos kedalam gua
kecil itu, matanya segera terasa silau, ternyata ruangan di dalam
gua itu tinggi dan lebar, suasanapun terang benderang bagaikan di
tengah hari bolong saja.
Waktu itu Lo kian sedang berdiri ditepi sebuah kolam ditengah
gua, matanya terbelalak lebar dengan mulut melongo, lama sekali
dia berdiri termangu mangu. Thi Eng khi segera lari menghampirinya
tapi apa yang kemudian terlihat olehnya membuat pemuda itu pun
menjerit kaget :
"Si toan kim khong!"
Saking gembiranya untuk beberapa saat diapun tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun. Ternyata di tengah kolam kecil
yang dikelilingi pagar kemala putih tumbuh sekelompok Si toan kim
khong yang hijau dan subur, tumbuhan itu nampak jauh lebih segar
dan besar bila dibandingkan dengan Si toan kim khong yang berada
di puncak Sam yang hong.
Yang lebih menggembirakan lagi adalah di tengah rumpun Si
toan kim khong itu, terdapat pula sebiji buah Tiang kim ko. Thi Eng
khi yang sudah kenyang membaca buku pelajaran ilmu pertabiban
milik Kwik Keng thian, begitu melihat bentuk buah Tiang kim ko, dia
segera tahu kalau sast masak sudah hampir tiba, kenyataan ini
membuat hatinya kembali bergolak keras.
599 Ia menaruh perasaan menyesal yang amat mendalam terhadap
Ciu Tin tin, oleh karena itu, timbul hasratnya untuk memetik buah
Tiang kim ko itu dan menghadiahkan kepada Ciu Tin tin.
Sementara itu terdengar Lo kian sedang menghela napas
panjang, lalu gumamnya :
"Aaai, sudah terlambat, sudah terlambat, bila segala sesuatunya
berlangsung pada enam puluh tahun berselang, ooooh, betapa
indahnya waktu itu ...."
"Lo kian, darimana kau bisa tahu kalau didalam ini terdapat
sebuah gua ....?" mendadak Thi Eng khi bertanya dengan
keheranan. "Sudah lama aku tersekap dalam batang Ciang siong, meski
orangnya tak dapat bergerak, namun pandanganku bisa mencapai
tempat yang sangat luas, aku masih ingat setiap sepuluh tahun
sekali pasti ada sepasang monyet putih yang berjalan keluar dari
batuan di belakang sana, setelah melakukan pemeriksaan sebentar
disekeliling tempat ini, merekapun pergi dengan begitu saja. Aku
lihat di hari hari biasa sepasang monyet itu tak pernah munculkan
diri, dari sini dapat ditarik kesimpulan kalau mereka datang dari
tempat luar, tapi kalau dipikirkan lagi tempat yang dimasuki monyet
itu, bisa kuduga kalau dibelakang batu pasti terdapat sebuah lorong
yang berhubungan langsung dengan tempat lain, sungguh tak
kusangka ternyata disini terdapat Si toan kim khong."
Thi Eng khi kembali menuding kearah kolam yang dipagari
dengan batu kemala putih itu kemudian ujarnya :
"Jika dilihat dari pagar batu kemala putih di tempat ini, bisa
diketahui kalau si toan kim khong tersebut ada pemiliknya, sekarang
tuan rumah tak ada di sini, bila kita harus mengambil barangnya
tanpa permisi, rasanya hal ini kurang sesuai, tapi jauh jauh siaute
datang kemari tujuannya adalah untuk mendapatkan Si toan kim
khong tersebut, aaai..... kenyataan ini benar benar membuat siaute
jadi serba salah."
Mendengar perkataan itu, Lo kian segera tertawa terbahak
bahak. 600 "Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhhh...... Thi lote, kau betul
betul kelewat displin, seandainya benda ini ada pemiliknya, masa
tiada orang yang menjaga disini?"
"Kalau benda itu tiada pemiliknya, apakah pagar batu kemala
putih itu merupakan barang ciptaan alam?"
"Mungkin saja Si toan kim khong tersebut ada pemiliknya dimasa
lalu, tapi sekarang sudah merupakan benda tanpa tuan."
"Apa maksud Lo kian berkata begini?"
"Sudah enam puluh tahun lamanya lohu tinggal disini, seandainya
tuan rumah masih ada, masa dia tak pernah keluar dari gua tersebut
walau hanya satu kalipun?"
Thi Eng khi berpikir sebentar, dia segera merasa kalau ucapan Lo
kian ada benarnya juga, namun hatinya belum lega, maka dia pun
berteriak memanggil pemilik gua. Siapa tahu suasana tetap sepi dan
tak seorang manusia pun yang munculkan diri, kenyataan ini segera
membuat anak muda tersebut menjadi lega hati.
Ia sudah pernah merasakan kelihayan dari Leng swan ceng khi,
mau tak mau dia harus mempercayai ucapan Ciu Tin tin maka kali ini
dia mengikuti caranya dengan menempelkan ranting diatas kolam
sambil menantikan tibanya waktu.
Siapa tahu sewaktu dicoba, diatas permukaan kolam itu tidak
diliputi oleh kabut leng swan ceng khi. Dengan begitu, berarti Si toan
kim khong bisa diambil setiap saat bilamana dibutuhkan.
Thi Eng khi bukan seorang yang terlalu kemaruk dengan benda
mestika, apalagi harus memburu waktu pulang, dia tak sempat
untuk menunggu sampai masaknya buah Tiang kim ko lagi.
Ujung kakinya segera menutul permukaan tanah lalu melejit ke
udara, begitu badannya mencapai tiga depa diatas kolam, tangannya
segera menyambar daun Si toan kim khong. Apa yang terjadi" Ketika
601 tangannya menyentuh daun Si toan kim khong, ternyata benda itu
hancur menjadi bubuk, secara beruntun Thi Eng khi mencabut lagi
beberapa batang, tapi kenyataannya begitu semua.
Hal mana membuat anak muda itu menjadi tertegun, sehingga
tanpa terasa tangannya menyentuh buah Tiang kim ko yang belum
matang. Anehnya, begitu buah Tiang kim ko tersentuh, mendadak
dari dasar tanah berkumandang suara gemuruh yang amat keras.
Pada saat itulah, Lo kian berteriak keras :
"Thi lote, cepat kembali, semua benda dalam gua ini aneh sekali,
jangan kelewat gegabah."
Tidak menanti ucapan Lo kian selesai diutarakan, Thi Eng khi
telah melayang kembali ke samping tubuh Lo kian.
"Daun Si toan kim khong itu palsu ...." serunya tertahan.
Belum habis dia berkata, dinding gua di seberang mereka telah
bergerak turun ke bawah, lalu muncullah sebuah pintu dibalik itu
suasana gelap gulita, tampaknya dalam sekali.
Pada saat itulah, tiba tiba dari dalam pintu memancar keluar
kilatan cahaya tajam, kemudian muncul sebuah kereta dari balik
pintu, diatas kereta duduk seorang kakek berbaju pendeta yang
tersenyum simpul.
Begitu sampai di depan pintu, kereta itu segera berhenti.
Berhubung kereta itu bergerak dan berhenti secara otomatis tanpa
ada yang mendorong, kedua orang itu sama sama merasa
keheranan. Tangan kanan tosu tua diatas kereta itu lurus kedepan dada
dengan gaya mendorong tapi tangan itu sudah kaku tanpa bergerak.
Thi Eng khi maupun Lo kian dapat membaca, diatas telapak tangan
tosu tua itu tertera beberapa huruf yang berbunyi :
"Pintu Thio Biau liong!"
602 Thi Eng khi tak tahu siapakah Thio Biau liong itu, sebaliknya
paras muka Lo kian segera berubah serius setelah membaca tulisan
itu, sambil menarik tangan Thi Eng khi serunya :
"Thi lote, kita telah bertemu dengan seorang locianpwe."
Dengan cepat dia memberi hormat lebih dulu sambil berkata :
"Angkatan muda dari dunia persilatan Kian kim siang menjumpai
Thio locianpwe."
Melihat Lo kian sudah memberi hormat, Thi Eng khi merasa
walaupun dirinya seorang ciangbunjin, namun usianya masih muda
meski terhadap ketua partai lain dia bersikap sama sederajat, namun
berbeda halnya bila berhadapan dengan seorang bu lim cianpwe.
Maka diapun segera turut memberi hormat sambil berkata :
"Boanpwe Thi Eng khi memberi hormat."
Baru saja kedua orang itu membungkukkan badannya memberi
hormat tiba tiba terdengar suara senjata rahasia berkelebat lewat
tepat dari atas kepala mereka. Andaikata mereka tidak lagi
membungkukkan badan untuk memberi hormat, niscaya tubuh
mereka akan menjadi sasaran senjata rahasia.
Menyusul kemudian terdengar senjata rahasia itu menghajar
diatas semacam benda besi dibelakang tubuh mereka dan
menimbulkan tujuh kali suara dentingan nyaring. Ternyata senjata
rahasia itu semuanya berjumlah tujuh batang.
Sudah barang tentu dengan kepandaian silat yang mereka miliki
sekarang, jangankan baru tujuh batang senjata rahasia, sekalipun
lebih banyak juga jangan harap bisa melukai mereka sekalipun tak
bisa ditangkap paling tidak, akan terpukul rontok.
Namun bila sampai benar benar terjadi demikian, keadaannya
akan menambah runyam. Sebab asal senjata rahasia itu ada
sebatang saja yang tidak mengena diatas lempeng besi dibelakang
situ, maka Thi Eng khi dan Kian Kim siang jangan harap bisa keluar
lagi dari dalam gua tersebut.
603 Ternyata disitu telah dipasang semacam alat rahasia yang amat
lihay, seandainya Thi Eng khi dan Kian Kim siang tidak mempunyai
niat untuk menghormati angkatan tua, maka berarti pula mereka tak


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu sopan santun. Seseorang yang tak tahu sopan santun tentu
akan menganggap senjata rahasia yang menyambar lewat sengaja
ditujukan kepada mereka.
Maka serta merta mereka akan merontokkan senjata rahasia itu.
Bila senjata rahasia itu tak bisa menghajar lempengan besi
dibelakang mereka, maka hal ini akan berakibat alat rahasia
berikutnya yang jauh lebih lihay tak dapat dikendalikan.
Jadi sesungguhnya, justru karena sopan santun mereka itulah,
tanpa disadari mereka berdua telah berhasil meloloskan diri dari
suatu bencana besar. Begitu ketujuh kali dentingan tersebut
berkumandang lewat, Thio Biau liong menarik tangan kanannya dan
meluruskan telapak tangan kirinya.
Diatas telapak tangan itu tertera pula dua patah kata yang
berbunyi : "Silakan masuk!"
Menyusul kemudian, kereta itu secara otomatis mundur kembali
kebalik pintu. Thi Eng khi tidak tahu akan asal usul dari Thio Biau
liong, maka ia tidak turut maju, kedepan Kian Kim siang segera
bisiknya : "Lo kian, Thio locianpwe ....."
"Thio locianpwe adalah seorang tokoh sakti pada ratusan tahun
berselang," sela Kian Kim siang dengan wajah serius, "mari kita ikuti
dia orang tua masuk ke dalam lebih dulu, urusan lain kita bicarakan
belakangan...."
"Dia orang tua menggunakan tulisan sebagai pengganti kata,
betul betul aneh sekali," kembali Thi Eng khi berkata.
"Manusia aneh, kejadian aneh banyak sekali di dunia ini. Thi lote,
kau jangan sembarangan menerka."
604 Sementara mereka bercakap cakap, Thio Biau liong yang berada
diatas kereta telah mengundurkan diri ke dalam ruangan. Thi Eng
khi dan Kian Kim siang segera bersama sama masuk ke dalam
ruangan, setelah mengitari sebuah penyekat yang terbuat dari batu
kemala hijau, dihadapan mereka terbentang sebuah ruangan besar
yang amat lebar dan beralaskan batu kemala putih.
Di tengah ruangan diatas pembaringan yang terbuat dari batu
kumala, Thio Biau liong telah duduk bersila disitu menantikan
kedatangan mereka. Thi Eng khi dan Kian Kim siang bersama sama
menuju ke hadapan Thio Biau liong, kemudian setelah memberi
hormat, katanya :
"Entah ada persoalan apakah locianpwe mengundang boanpwe
sekalian berkunjung kemari?"
Lagak dari Thio Biau liong waktu itu sungguh amat besar,
terhadap pembicaraan mereka berdua ternyata tidak menggubris
maupun menanggapi. Berulang ulang mereka berdua menyampaikan
kata katanya, namun Thio Biau liong tetap tidak menggubris, hal ini
membuat mereka jadi tersipu sipu dan kehilangan muka.
Dengan cepat Thi Eng khi berpikir :
"Kau pun terhitung seorang tokoh persilatan, tidak sepantasnya
bersikap begitu tak tahu adat kepada orang lain?"
Dengan perasaan tak puas dia lantas berpaling kepada Kian Kim
siang, lalu katanya:
"Lo kian, siaute merasa tak punya jodoh untuk tinggal lebih lama
disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu."
Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari sana.
Sebenarnya Kian Kim siang sendiripun sudah curiga, tapi berhubung
ia merasa pertemuannya dengan manusia seperti Thio Biau liong
jarang bisa terjadi, apalagi mereka toh sampai disitu, apa salahnya
menunggu beberapa saat lagi"
Tapi, dihadapan Thio Biau liong, diapun merasa kurang leluasa
untuk memanggil Thi Eng khi, terpaksa sambil membalikkan
badannya dia menghadang jalan pergi si anak muda itu.
605 Sementara itu, Thi Eng khi telah berubah ke arah lain, ia saksikan
pintu depan telah tertutup secara otomatis, sedang diatas pintu
tertera sebaris tulisan yang berbunyi :
"Setelah memasuki gua ini berarti kau berjodoh, mengapa tidak
menanti sejenak lagi?"
Dalam keadaan begini, sekalipun hendak pergi juga tak mungkin
bisa pergi. Tidak menanti Kian Kim siang buka suara, Thi Eng khi
telah berkata lebih dulu :
"Tampaknya Thio locianpwe sudah melakukan persiapan disemua
bidang, agaknya kita tak bisa berbuat sekehendak hati."
Terpaksa mereka berdua balik kembali ke depan pembaringan
Thio Biau liong. Waktu itu pikiran dan perasaan mereka sudah jauh
lebih tenang, dengan seksama mereka mulai memperhatikan
keadaan disekeliling tempat itu.
Kian Kim siang yang berpengalaman dengan cepat dapat melihat
bahwa Thio Biau liong jauh berbeda dengan manusia hidup biasa.
Betul wajahnya mirip orang hidup, namun sama sekali tidak
membawa unsur kehidupan.
Agaknya Thi Engkhi pun berhasil menjumpai sesuatu yang tak
beres, dengan suara lirih dia lantas berbisik :
"Jangan jangan Thio locianpwe yang berada di pembaringan itu
adalah loyannya setelah meninggal?"
Kian Kim siang manggut manggut.
"Ketajaman mata lote memang mengagumkan, betul, Thio
locianpwe yang berada diatas pembaringan memang sudah
meninggal cukup lama."
Thi Eng khi berpikir sebentar, lalu ujarnya lagi :
"Tampaknya Thio locianpwe selain lihay dalam ilmu silat, dia pasti
lihay pula didalam ilmu alat jebakan serta senjata rahasia.?"
"Dari mana lote bisa tahu?" Kian Kim siang bertanya keheranan.
606 "Bukankah Thio locianpwe yang berada diatas kereta itupun
hanya orang orangan?"
Kian Kim siang mengangguk, secara ringkas dia menceritakan
kisah yang menyangkut tentang Thio Biau liong. Ternyata Thio Biau
liong sudah termashur namanya semenjak dua ratusan tahun
berselang, ia tersohor karena lihay dan tiada manusia yang bisa
mengalahkan dirinya.
Ilmu silat yang dimilikinya lihay bukan kepalang, diapun lihay
dalam ilmu pertabiban, ilmu bintang, ilmu alat rahasia, ilmu
bangunan serta pelbagai macam kepandaian lainnya.
Jangan dilihat dia berdandan sebagai tosu padahal sama sekali
bukan anggota Sam cing kau, sepanjang hidupnya dia selalu berbuat
kebajikan, berbudi luhur dan tak pernah banyak bertingkah,
sehingga orang persilatan baik dari golongan putih maupun
golongan hitam menghormatinya sebagai Cu sim ci cu (manusia
polos berhati merah).
Sebenarnya rasa hormat Thi Eng khi terhadap Thio Biau liong
boleh dibilang cuma rasa hormat biasa, tapi setelah mendengar
penjelasan dari Kian Kim siang, apalagi setelah mendengar julukan
sebagai si hati merah yang mulia, dari itu ia dapat menarik
kesimpulan bagaimanakah watak orang tersebut, tanpa terasa rasa
hormatnya segera meningkat berlipat ganda.
Di dalam ruangan besar berbatu kemala itu tidak ditemukan
bekas bekas pintu, di sini pun tidak nampak ruangan lainnya. Di
bawah dinding gua sebelah timur terdapat sebuah rak kemala
sebanyak dua buah, yang satu besar dan yang lain kecil.
Kalau dirak besar bertumpuk aneka buku yang berisi pelajaran
ilmu aneh, maka diatas rak kecil terletak berbagai macam bentuk
botol kemala yang besar kecil tak menentu, isinya jelas adalah obat
mestika semuanya.
607 Waktu itu, Thi Eng khi buru buru ingin mendapatkan Si toan kim
khong maka ia tidak tertarik untuk memperhatikan kitab kitab
pusaka tersebut sebaliknya dia sangat menaruh perhatian pada
tumpukan botol porselen berisi obat, karena ia berharap bisa
menemukan obat Si toan kim khong sehingga apa yang diharapkan
dapat terpenuhi. Oleh karena perhatiannya segera ditujukan ke arah
rak kecil yang berisi obat obatan tersebut.
Setelah mencari sekian lama, akhirnya dia menemukan sebuah
botol yang berisikan Kim khong giok lok wan. Tak terlukiskan rasa
kejut dan girang Thi Eng khi setelah berhasil menemukan obat
tersebut, buru buru dia masukkan kim khong giok lok wan tersebut
ke dalam sakunya, sedang terhadap obat obatan lainnya ia sama
sekali tidak tertarik. Sebaliknya Kian Kim siang sedang dibuat
kesemsem oleh sejilid kitab yang sedang dibaca isinya.
Perlu diketahui, kemujaraban obat Kim khong giok lok wan yang
berhasil didapatkan oleh Thi Eng khi itu beratus kali lipat lebih hebat
daripada buah Tiang kim ko, setetes saja sudah cukup untuk
membuat orang awet muda, bayangkan saja sampai dimanakah rasa
gembira Thi Eng khi sekarang.
Kini satu satunya yang diharapkan olehnya adalah menemukan
pintu keluar dari gua tersebut. Tapi empat penjuru ruangan besar itu
merupakan dinding yang datar dan licin, bagaimanapun dia untuk
berusaha untuk mencari dan memeriksa dengan seksama namun
tiada suatu tanda pun yang berhasil dijumpai, terpaksa ia menghela
napas panjang dan menghentikan usahanya.
Mendadak ia menemukan cahaya yang memancar dalam ruangan
itu makin lama semakin redup bahkan warnanya turut berubah
ubah. Kalau cahaya yang memancar membawakan satu warna,
maka cahaya itupun menyorot kesuatu sudut arah tertentu, dari
sana iapun menyaksikan banyak sekali garis garis lekukan yang
tertera diatas dinding, ia menganggap garis garis tersebut pasti
menyimpan rahasia pintu keluar, maka dengan perasaan gembira dia
melakukan pemeriksaan kembali.
608 Tapi akhirnya kembali anak muda itu dibikin kecewa. Menyusul
kemudian, dia seperti berhasil menemukan sesuatu di balik garis
garis yang melengkung tak karuan itu, dengan cepat ia seperti orang
gila saja, menari dan mencak mencak tiada hentinya sehingga
seluruh ruangan itu seakan akan dipenuhi dengan bayangan
tubuhnya. Perubahan cahaya yang berwarna warni itu dari melamban kini
semakin cepat, akhirnya perubahannya sedemikian cepatnya
sehingga tak bisa diraba lagi. Sebaliknya bayangan tubuh dari Thi
Eng khi pun seolah olah telah membaur dengan cahaya warna warni
itu sehingga tidak nampak pula bayangan tubuhnya.
Waktu itu, Kian Kim siang sedang terbuai oleh kitab pusaka yang
sedang dibaca, terhadap apa yang dialami Thi Eng khi ternyata sama
sekali tidak merasakan.
Menanti ia selesai membaca kitab itu dan menutupnya kembali, ia
baru menyaksikan Thi Eng khi dengan wajah merah membara
sedang berdiri di tengah ruangan tanpa bergerak. Kian Kim siang
menjadi terkejut sekali, segera ia menegur :
"Thi lote, kenapa kau?"
Untuk sesaat lamanya, Thi Eng khi tidak memberikan reaksi apaapa,
karena itu kakek itu segera menarik tangannya. Siapa tahu
belum lagi telapak tangannya menyentuh tubuhnya Thi Eng khi,
mendadak dirasakan olehnya seluruh badan Thi Eng khi panas sekali
bagaikan kobaran api, pada hakekatnya sama sekali tak bisa
didekati. Kian Kim siang termasuk seorang jago persilatan yang sudah
lama termashur namanya dalam dunia persilatan, ketika
menyaksikan kejadian itu tanpa terasa timbullah keinginannya untuk
mencari menang sendiri maka dia lantas menghimpun tenaga
dalamnya kedalam tangan dan kemudian ia mencoba sekali lagi
untuk menyentuh anak muda tersebut.
Setelah tenaga dalamnya disalurkan kedalam lengan, jangankan
baru menyentuh barang yang panas membara, sekalipun suhu
609 panasnya beberapa kali lebih hebat pun tak bakal sampai melukai
dirinya. Tapi kenyataan berbicara lain, ketika tangan yang dipenuhi
tenaga dalam itu mendekati tubuh Thi Eng khi, panas yang
seharusnya makin berkurang kini justru beberapa kali lipat lebih
menghebat. Dalam keadaan seperti ini tanpa terasa dia lantas
menjerit tertahan :
"Sam kui cing hwee"
Dengan cepat dia menarik kembali tangannya dengan wajah
kaget bercampur tercengang. Tak lama kemudian, dari tempat Thi
Eng khi berpijak muncul asap berwarna hijau yang makin lama
semakin tebal, lalu batu kumala yang diinjak oleh anak muda itu
mencair dan musnah, dari tempat itulah tiba tiba muncullah sebuah
gua besar. Sebaliknya tubuh Thi Eng khi yang berdiri masih tetap berdiri
mengambang pada posisi semula, dia tidak menjadi lebih rendah
badannya karena punahnya batu kemala tadi.
Setelah menyaksikan tenaga dalam Thi Eng khi yang sempurna,
Kian Kim siang tidak tahu haruskah merasa terkejut ataukah memuji,
dia hanya merasa bila dirinya dibandingkan dengan pemuda itu
sekarang maka keadaannya seperti rembulan dan kunang kunang,
kendatipun dia berhasil menguasai kepandaian silat yang baru
dipelajarinya dari kitab pusaka, belum tentu kemampuannya bisa
menyusul kemampuan anak muda itu.
Padahal, darimana dia bisa tahu kalau keberhasilan Thi Eng khi
barusan diperoleh sewaktu tubuhnya menari-nari tadi. Ternyata
mengikuti perubahan cahaya yang berlangsung dalam ruangan itu,
diatas garis garis pada dinding yang disoroti secara bergantian itulah
tercantum intisari tenaga dalam yang dimiliki Thio Biau liong.
Dasar Thi Eng khi memang seorang pemuda yang cerdas, maka
hal mana segera menimbulkan satu ingatan cerdik dalam benaknya
dan membuat simhoat tenaga dalam itupun segera dipelajari sampai
selesai. 610 Perlu diketahui, simhoat tenaga dalam milik Thio Biau liong
merupakan sejenis tenaga dalam yang amat lihay dengan
keistimewaan yang lain daripada yang lain. Inti sari dari tenaga
dalam itu merupakan ketenangan yang diimbangi dengan gerakan,
oleh sebab itu didalam saat saat latihan, dia harus menari-nari dan
mencak mencak bagaikan orang gila.
Betul dengan cara seperti ini, orang sukar untuk memahaminya
tapi justru lebih mudah untuk dipelajarinya, tak heran kalau
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sekarang
boleh dibilang merupakan nomor satu di dunia. Mengenai hal ini, Thi
Eng khi pribadi pun belum mengetahuinya.
Begitulah, semakin tebal asap hijau yang mengepul keluar dari
bawah kaki Thi Eng khi semakin besar pula gua yang muncul diatas
permukaan lantai ruangan itu. Tak lama kemudian, dibawah sana
telah muncul kembali sebuah ruangan batu lainnya.
Saat itulah, Thi Eng khi baru berpekik panjang dan menarik
kembali tenaga dalamnya. Dengan wajah berseri, ia lantas berseru :
"Akhirnya kita berhasil juga menemukan jalan untuk keluar dari
gua ini." "Thi lote, sebenarnya apa yang telah terjadi" Aku benar benar
telah kau bikin kebingungan," seru Kiam Kim siang.
Dengan sejujurnya Thi Eng khi lantas menceritakan apa yang
berhasil ditemukannya barusan. Mendengar perkataan itu, Kiam Kim


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siang menghela napas tiada hentinya sambil memuji. Menyusul
kemudian, Thi Eng khi pun berkata lebih jauh :
"Thio locianpwe telah meninggalkan surat yang menyatakan ilmu
Heng kian sinkang berhasil dikuasai maka dengan meleburnya
dinding batu kumala kita bisa memasuki ruang penghubung rahasia
di bawah ruangan ini untuk menemukan jalan keluarnya."
"Seandainya Thi lote tidak berhasil menguasi ilmu Heng kian
singkang, apakah kita tak akan berhasil menemukan jalan
keluarnya?"
611 Thi Eng khi segera tertawa.
"Waah.... aku rasa kecuali kita mengikuti Thio locianpwe untuk
berdiam disini selama hidup sudah tiada kemungkinan lagi untuk
bisa keluar dari gua ini."
Sambil bergurau, kedua orang itupun melompat masuk ke ruang
rahasia lain dibawah tanah. Luas ruangan batu itu cuma satu kaki,
diatas dinding penuh bergantungan batuan berwarna merah hijau
yang berwarna warni, sedangkan pada dinding lainnya penuh
tergantung lukisan peta.
Ternyata peta peta tersebut melukiskan perut dari gua tersebut,
tampaknya ruangan itu bukan hanya dua buah saja, sedangkan batu
batu berwarna warni diatas dinding lain adalah kunci untuk
membuka pintu rahasia menuju ke ruangan lain. Sedang pada
dinding sisanya yang satu, tidak terdapat benda apa apa sedangkan
lainnya berisikan penuh dengan tulisan.
Pada kalimat yang pertama dicantumkan tulisan yang berbunyi
demikian : "Barang siapa dapat memasuki ruangan ini, dialah pemilik baru
dari gua ini, segala benda yang berada di gua ini dihadiahkan
kepada penemu tersebut. Kemudian diterangkan pula orang yang
berjodoh itu tak perlu mempunyai ikatan hubungan sebagai guru
dan murid dengan Thio Biau liong, tapi dilarang pula
membocorkannya kepada orang lain. Pemilik gua baru boleh
mengambil benda apa saja yang berada dalam ruangan itu, daripada
barang barang tadi tidak terpakai."
Apa yang dipikirkan Thi Eng khi sekarang adalah berusaha
secepatnya meninggalkan gua itu dan menyelamatkan jiwa si
Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian serta Pek leng siancu So
Bwe leng yang terluka. Dia tidak ingin membuang waktu untuk
menyelidiki gua lainnya, maka dengan suatu gerakan yang cepat dia
segera menekan ke delapan puluh satu butir batu yang berada di
atas dinding itu.
612 Sedemikian cepatnya gerakan tangan itu, membuat Kian Kim
siang yang begitu lihaypun tak sempat mengikuti gerakan tangannya
itu. Ketika Thi Eng khi selesai menekan kedelapan puluh satu buah
batu warna warni tadi tampaklah dinding yang kosong tadi
tenggelam kebawah dan muncullah sebuah lorong rahasia.
Tanpa membuang waktu lagi Thi Eng khi segera melompat
masuk kedalam lorong rahasia tadi. Kian Kim siang ragu ragu
sejenak, dengan berat hati dia berpaling dan memandang sekejap
seluruh isi ruangan itu akhirnya dia pun mengikuti di belakang Thi
Eng khi dan menelusuri lorong rahasia tadi.
Begitu mereka berdua sudah tiba dalam lorong tersebut, dinding
batu tadi secara otomatis menutup kembali seperti sedia kala.
Bentuk lorong rahasia itu menukik keatas setiap puluhan langkah
terdapat sebutir mutiara yang menerangi tempat itu.
Dengan tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini, tidak sulit
bagi mereka untuk melambung naik keatas udara, begitulah setelah
melakukan perjalanan berat selama satu jam lebih, lorong itu baru
berubah menjadi datar.
Kembali mereka berjalan berbelok-belok sekian lama sebelum
tiba di ujung lorong dimana terdapat sebuah dinding batu
menyumbat jalan pergi mereka. Thi Eng khi segera melepaskan tiga
sentilan keatas langit langit gua tersebut, mendadak diatas dinding
batu itu muncul sebuah gua kecil yang luasnya Cuma beberapa
depa. Segulung hawa dingin yang amat tajam segera berhembus lewat
dan menyegarkan badan. Thi Eng khi segera melongok kebalik gua
itu, tenaga dalamnya dihimpun dan memandang keluar dengan sorot
mata yang tajam, ternyata di luar gua merupakan sebuah sumur
yang sangat dalam, mulut gua itu berada tiga kaki diatas permukaan
air tapi masih ada sepuluh kaki dari mulut permukaan sumur bagian
atas. Beberapa butir bintang berkelip kelip di mulut gua sana,
tampaknya waktu itu hari sedang malam. Dengan menggunakan
613 ilmu Sut kut sinkang (ilmu mengecilkan tulang) mereka menerobos
keluar dari gua kecil itu, kemudian Thi Eng khi menekan tombol
rahasia untuk menutup kembali mulut gua tadi, setelah itu bersama
Kian Kim siang, ia baru melompat keluar dari sumur tadi.
Waktu itu rembulan sudah condong kesebelah barat, bayangan
kuil Sam sin an berada didepan mata. Ternyata sumur itu letaknya
berada di kebun belakang kuil Sam sin an. Disisi sumur tadi berdiri
sebuah tugu peringatan yang bertuliskan :
"Bu sim cing"
Setitik cahaya lentera yang amat lirih memancar keluar dari balik
kuil, secara lamat lamat terdengar suara isak tangis berkumandang
keluar memecahkan keheningan.
Tak usah dipikirpun Thi Eng khi sudah tahu kalau orang yang
sedang menangis adalah Ciu Tin tin, mungkin gadis itu mengetahui
kalau dia tercebur ke dalam jurang maka dengan sedihnya menangis
tersedu sedu. Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi panas,
tubuhnya segera bergerak ke depan.
Sebenarnya dia hendak menghibur gadis itu, tapi kemudian kuatir
kalau perjalanannya akan tertunda lagi, terpaksa sambil
mengeraskan hati dia mengurungkan niat tersebut, bersama Kian
Kim siang berangkatlah mereka berdua menuju kebawah gunung.
Setelah berlarian sepertanak nasi kemudian, Thi Eng khi segera
berpekik nyaring tampak kuda hitamnya meringkik panjang dan
segera berlarian mendekat, begitu bertemu dengan pemuda
tersebut, kuda tadi segera mencak mencak kegirangan.
Oleh karena Thi Eng khi harus buru buru kembali ke rumah untuk
menolong si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, ia tak dapat
melakukan perjalanan bersama Kian Kim siang, maka kedua orang
itupun berjanji akan bertemu lagi di kuil Siong gak bio dibukit Siong
san bahkan meminta kepadanya agar menyampaikan kepada Tiang
pek lojin bahwa dia akan pulang beberapa hari lagi. Diiringi ucapan
sampai jumpa, Thi Eng khi segera melarikan kudanya kencang
kencang menuju ke Oulam.
614 Sementara itu, Sam ji sinni sebenarnya ada maksud untuk
memenuhi keinginan Thi Eng khi, sewaktu pemuda itu berkunjung
ke puncak Sam yang hong, sebenarnya dia orang tua tidak pergi,
setelah mengetahui maksud kedatangan Thi Eng khi, dia lah yang
memerintahkan Bu naynay untuk mengucapkan kata kata tersebut
sedang dia pergi mengambil Si toan kim khong.
Tentu saja dia berkata demikian kepada Thi Eng khi bukan
lantaran maksud jahat, dia berhasrat untuk mencoba si anak muda
itu. Kemudian sewaktu Thi Eng khi berangkat sendiri ke puncak Sam
yang hong untuk memetik daun Si toan kim khong, Ciu Tin tin yang
merasa tidak tentram hatinya secara diam diam mengikuti dari
belakang. Tapi akhirnya dia menyaksikan Thi Eng khi terjatuh ke dalam
jurang tanpa mampu untuk memberikan bantuannya. Peristiwa yang
berlangsung secara tiba tiba dan diluar dugaan ini tentu saja
membuat Ciu Tin tin menjadi sedih sekali.
Tujuan mereka semula sebenarnya hanya ingin mencoba diri Thi
Eng khi, walaupun niat tersebut kemudian berhasil tercapai, tapi
akibatnya pemuda itu tercebur ke jurang, bagi Ciu Tin tin hal ini
boleh dibilang merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan.
Siapa sangka justru gara gara mendapat bencana, Thi Eng khi
malah berhasil menemukan suatu penemuan yang luar biasa,
bahkan berhasil melepaskan diri dari bahaya. Tapi oleh karena Thi
Eng khi terburu buru hendak menyembuhkan luka dari Pek leng
siancu, ia sampai tidak menjumpai Ciu Tin tin lebih dulu, gara gara
peristiwa ini akhirnya terjadilah banyak kejadian yang memusingkan
kepala dikemudian hari, tapi apa boleh buat" Mungkin itulah yang
dinamakan sebagai takdir.
Dalam pada itu, Thi Eng khi dengan melarikan kudanya siang
malam tanpa berhenti akhirnya pada hari kesepuluh ia berhasil tiba
didepan lembah dimana si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
berdiam. 615 Waktu itu Thi Eng khi benar benar merasa gembira sekali
sehingga tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan berpekik
nyaring. Berpisah hanya sepuluh hari, tenaga dalamnya telah
mendapat kemajuan yang pesat sekali, begitu pekikan tersebut
berkumandang, bergemalah suara keras yang memekakkan telinga
membelah angkasa.
Beberapa tebing dapat dilalui dengan cepat, akhirnya sampailah
dia didepan rumah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian.
Saking girangnya, Thi Eng khi merasakan jantungnya seolah olah
hendak melompat keluar, ia menarik napas panjang panjang untuk
menyegarkan pikirannya, kemudian baru melambatkan larinya kuda
mendekati gua tersebut.....
Siapa tahu baru saja dia berada di beberapa kaki dari gua
tersebut, mendadak dari balik gua itu terdengar seseorang
membentak keras :
"Bocah keparat, licik benar kau! Jangan harap kau bisa melarikan
diri lagi pada hari ini, hayo cepat turun dari kudamu dan
menyerahkan diri, daripada nona harus turun tangan sendiri!"
Karena mendengar bentakan keras, Thi Eng khi serta merta
berpaling kearah mana berasalnya suara bentakan itu. Ternyata
nona yang sedang marah marah itu tak lain adalah nona Tin atau
Tin Un yang pernah dijumpai di bukit Huan keng san tempo hari.
Di belakang tubuhnya sekarang selain berdiri sinenek yang
berwajah penuh keriput, tampak juga empat orang kakek, ditinjau
dari sorot mata mereka yang tajam, dapat diketahui kalau mereka
memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Wajah keempat orang itu penuh diliputi oleh perasaan gusar dan
hawa membunuh yang tebal, dengan sorot mata yang tajam mereka
sedang mengawasi Thi Eng khi tanpa berkedip.
Thi Eng khi jadi tertegun dan tidak habis mengerti, dia tak tahu
dalam hal apakah telah menyalahi nona Tin Un sehingga begitu
benci dan marahnya nona itu kepadanya.
616 Dia segera melompat turun dari kuda hitamnya, kemudian sambil
menjura ia berkata:
"Aku adalah Thi Eng khi, nona Tin mungkin kau telah salah
melihat orang?"
"Hmmm, sampai menjadi abu pun nonamu tetap bisa mengenal
kau sebagai Thi Eng khi," jawab si nona Tin dengan suara dingin,
"sungguh keji hatimu! Kau.... kau adalah manusia keparat yang
membalas air susu dengan air tuba..."
Ketika berbicara sampai disitu, meledaklah isak tangisnya dengan
amat sedih. Thi Eng khi yang didamprat menjadi semakin termangu
dan tidak habis mengerti, dia tidak mengerti apa gerangan yang
sebenarnya terjadi.
Ketika si nenek itu menyaksikan Tin Un menangis dengan amat
sedihnya, cepat cepat dia menghibur :
"Nona Un, jangan sedih, inilah kesempatan yang baik bagimu
untuk menuntut balas, kau seharusnya gembira, kenapa sekarang
malah menangis" Kalau kau merasa sedih, keparat itu pasti akan
makin gembira."
Kemudian dengan wajah bengis dan penuh perasaan dendam, ia
membentak kearah Thi Eng khi :
"Manusia bermuka orang berhati binatang, tunggu saja
pembalasan dari kami nanti, sekarang hayo masuk ke dalam!"
Thi Eng khi melongo dan merasa tidak habis mengerti, dia tidak
tahu apa yang telah berlangsung disana, hanya pikirnya :
"Aah, setelah bertemu dengan si pendendam raja akhirat Kwik
cianpwe, duduknya persoalan pasti akan menjadi terang kembali,
buat apa aku musti banyak berbicara sekarang?"
Maka tanpa membantah atau mengucapkan sepatah katapun dia
lantas membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam gua. Tin
Un, si nenek dan keempat orang kakek itu segera mengikuti dari
belakang Thi Eng khi seolah olah sedang mengiringi buronan saja.
617 Walaupun Thi Eng khi tidak takut dituduh melakukan sesuatu tapi
dengan berlangsungnya peristiwa ini, maka semua rasa gembira
yang semula menyelimuti hatinya kini hilang lenyap tak berbekas.
Gua yang berapa li jauhnya itu terasa begitu jauh dan tak habis
habisnya untuk dilalui dalam perasaan gundah seperti ini. Ketika
mereka hampir keluar dari gua tersebut, si nenek yang berada
dibelakangnya segera bersuit nyaring, seakan akan sedang memberi
tanda rahasia kalau mereka telah kembali.
Betul juga, baru saja Thi Eng khi keluar dari gua dan memasuki
kebun bunga tampaklah Hwee cun siucay Seng Tiok sian telah
munculkan diri dengan langkah cepat. Thi Eng khi segera merasakan
hatinya lega sekali setelah melihat Hwee cun siucay Seng Tiok sian
juga berada disana, sekalipun perkenalannya dengan orang itu cuma
sebentar tapi dia merasakan suatu kecocokan dengannya membuat
ia menaruh pandangan lain terhadap orang she Seng ini.
Maka diapun lantas berseru.
"Saudara Seng, kebetulan sekali kalau kaupun berada disini,
siaute sengaja mencarikan obat untuk gurumu dan sekarang telah
kudapatkan, tapi entah mengapa ternyata nona Tin menaruh
kesalahan paham terhadap diriku, harap saudara Seng bersedia
untuk menjelaskannya."
Ucapan hangat dari Thi Eng khi ini hanya disambut dengan
dengusan dingin dari Seng Tiok sian, malah kemudian dia berkata
ketus ; "Kau tak usah menguatirkan keadaan luka yang diderita oleh
guruku lagi."
Ucapan mana segera membuat Thi Eng khi tertegun, dia segera
salah mengartikan perkataan itu, maka kembali ucapnya :
"Bagaimana dengan keadaan Kwik locianpwe" Siaute sampai
datang terlambat."
"Guruku telah sembuh!" Hwee cun siucay Seng Tiok sian
mendengus dingin.
618 Ia tidak banyak berbicara, jelas terhadap Thi Eng khipun sudah
menaruh kesalahan paham. Bagaimanapun Thi Eng khi adalah
seorang yang angkuh dan tinggi hati, setelah pembicaraannya terasa
tidak cocok, maka dia pun tidak banyak bicara lagi, dengan langkah
lebar pemuda itu melangkah masuk kedalam rumah gubuk.
Didepan pintu tampak si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
berdiri disitu. Dengan luapan gembira, Thi Eng khi segera berteriak :
"Kwik locianpwe ...."


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sikap maupun mimik wajah dari si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian segera menyumbat kata kata berikutnya. Tampak si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkelit ke samping,
kemudian katanya :
"Kebetulan sekali Thi tayhiap datang kembali kesini, silahkan!"
Ternyata nada pembicaraannya pun tidak bersahabat.
Diperlakukan secara kasar berulang kali, berubah juga paras muka
Thi Eng khi, dengan hati mendongkol dia segera melangkah masuk
kedalam rumah gubuk itu.
Jilid 19 Ternyata yang ikut masuk ke dalam ruangan hanya Si
Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Hwee cun siucay Seng
Tiok sian serta Ting Un tiga orang. Dalam ruangan itu sudah ada
pula dua orang kakek lainnya, sehingga berikut Thi Eng khi, kini
jumlahnya mencapai enam orang.
Thi Eng khi segera dipersilahkan untuk duduk di sudut ruangan
yang diapit dua belah dinding, sementara dibagian pintu dan bawah
jendela ditempati kelima orang tersebut, seakan akan mereka takut
kalau pemuda itu sampai melarikan diri. Lama kelamaan habis sudah
kesabaran Thi Eng khi, sambil tertawa dingin segera tegurnya:
"Entah dalam hal apakah aku telah menyalahi kalian sehingga
kalian bersikap begini kasar kepadaku?"
619 Si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian balas tertawa dingin
kemudian menjawab :
"Thi tayhiap tak usah terburu napsu, kau tidak bertanya kepada
kami, kamipun akan bertanya kepadamu! Sekarang mari
kuperkenalkan dulu dengan dua orang tayhiap ini, mereka berdua
adalah jagoan yang bermata tajam maka didalam pembicaraan nanti
kau harus berhati hati, jangan sekali kali mencoba untuk
berbohong."
Tidak menunggu Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
memperkenalkan, kakek yang berada disebelah kiri telah
menyebutkan dulu nama sendiri,
"Lohu adalah To Jit hwi"."
Sedang kakek yang berada di sebelah kanan melanjutkan :
"Lohu adalah To Gwat hwi."
Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera menyambung lebih jauh :
"Kedua orang To locianpwe ini adalah Jit gwat siang beng
(matahari dan rembulan sama terang) yang termasyur karena
ketajaman matanya, setelah kau berhadapan dengan mereka maka
kuanjurkan kepadamu agar berbicaralah secara terus terang saja."
Menghadapi ucapan ucapan yang begitu bernada menuduh, Thi
Eng khi tak tahan, segera teriaknya :
"Kalian telah menganggap aku Thi Eng khi sebagai manusia
apa?" Sekalipun diluar dia berkata ketus namun hatinya merasa amat
tidak tenang, dia tak tahu apa yang telah menyebabkan mereka
bersikap demikian kepadanya. Dia cukup mengetahui akan kelihayan
Huan im sin ang, ia takut si kakek bayangan semu tersebut telah
menjiplak wajahnya untuk melakukan pelbagai kejahatan.
Sebab andaikata sampai terjadi keadaan seperti itu, sekalipun ia
menerangkan dengan cara apapun sulit rasanya untuk membuat
persoalan menjadi jelas, maka tak heran kalau dia merasa sangat
kuatir. Terdengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berkata
: 620 "Kalau dilihat dari luarnya, kau nampak seperti jujur dan berbudi
luhur, sungguh tak nyana kau adalah seorang manusia licik yang
berwajah manusia berhati binatang. Bukan saja kau telah mencuri
belajar ilmu pertabiban milik lohu, bahkan berani pula melakukan
perbuatan yang amat keji, perbuatanmu itu benar benar tak bisa
diampuni lagi."
Baru saja Thi Eng khi ingin bertanya perbuatan keji apakah yang
dituduhkan kepadanya, Kwik Keng thian telah berseru lebih dulu :
"Tiok sian, ambil keluar tanda bukti itu daripada banyak berbicara
yang tak berguna."
Hwee cun siucay Seng Tiok sian segera meminta sebuah
bungkusan kecil dari tangan Ting Un dan membukanya. Thi Eng khi
segera dapat menyaksikan kalau benda tersebut adalah panah
pendek bermoncong tiga yang lupa dia simpan itu. Benda tersebut ia
dapatkan dari tubuh mayat seorang kakek yang dijumpainya dalam
rumah gubuk itu.
Begitu melihat benda tersebut, dia segera menghembus napas
panjang, hatinya merasa lega sekali karena dia menganggap
kesalahan paham ini dapat segera diselesaikan. Ketika To Jit hwi
yang duduk di sebelah kanan menyaksikan paras muka Thi Eng khi
berubah menjadi mengendor dan lega, dengan suara dalam ia
segera menegur :
"Sekarang apalagi yang hendak kau ucapkan?"
Baru saja Thi Eng khi akan menjawab, To Gwat hwi yang berada
di sebelah kanan berkata pula :
"Inilah yang dinamakan serapat rapatnya bangkai dibungkus,
akhirnya berbau juga, seandainya kau tidak meninggalkan panah
pendek bermoncong tiga yang amat beracun ini, aku pasti tidak bisa
menemukan kejahatan yang kau lakukan ini."
Belum sempat Thi Eng khi membantah, Hwee cun siucay Seng
Tiok sian telah berkata pula :
"Tahukah kau, siapakah orang yang telah kau bunuh itu?"
Sambil menuding kearah Ting Un, dia melanjutkan :
621 "Orang tua itu tak lain adalah ayahnya adik Ting, cengcu dari
perkampungan Huan keng san ceng yang disebut sebagai Hau hau
sianseng Ting tayhiap!"
Thi Eng khi tidak begitu mengetahui tentang nama nama jago
persilatan yang ada di dunia persilatan, kini untuk sesaat dia tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun. Sambil menangis terisak
terdengar Ting Un mencaci maki pula dirinya dengan penuh
kebencian : "Bajingan keparat! Apa dosa dan kesalahan keluarga Ting kami
dengan dirimu" Mengapa kau begitu tega membunuh ayahku?"
Teringat akan budi kebaikan Ting Un yang telah memberi
petunjuk kepadanya sehingga ia berhasil menemukan tempat tinggal
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, Thi Eng khi merasa amat
sedih sekali, selembar wajahnya berubah menjadi merah membara.
Baru saja dia membuka mulutnya hendak berbicara, To Jit hwi
telah berkata kembali:
"Tahukah kau bahwa panah pendek bermoncong tiga ini tak
pernah dipergunakan oleh keluarga lain?"
Kali ini Thi Eng khi telah mempersiapkan diri, ia tak ingin
melepaskan setiap kesempatan untuk berbicara maka begitu To Jit
hwi selesai berkata, buru buru serunya :
"Aku tidak tahu panah pendek itu merupakan senjata rahasia dari
golongan mana, memangnya merupakan senjata rahasia dari Thian
liong pay?"
To Jit hwi segera menggebrak meja sambil berteriak keras :
"Tepat sekali! Panah pendek ini memang merupakan senjata
rahasia khas dari Thian liong pay!"
Mula mula Thi Eng khi agak tertegun lalu sambil melompat
bangun teriaknya keras-keras :
"Omong kosong, aku sebagai ketua Thian liong pay masa tidak
tahu kalau senjata rahasia itu adalah senjata rahasia perguruan
Thian liong pay atau bukan!"
622 "Hmm, ucapan itu betul betul suatu ucapan yang
menggemaskan," sambung To Gwat hwi dengan segera, "didepan
orang lain mungkin kau masih bisa berdebat, tapi di depan lohu
bersaudara, percuma saja semua perdebatanmu itu."
Setelah berhenti sebentar, kembali dia melanjutkan :
"Selama seratus tahun belakangan ini, Thian liong pay memang
tak pernah mempergunakan lagi panah pendek bermoncong tiga ini
sebagai senjata rahasia khas dari Thian liong pay, dan hal ini
merupakan suatu kenyataan yang tak akan terbantahkan oleh
siapapun."
Ketika Thi Eng khi menyaksikan orang itu sengaja membuat
cerita bohong untuk menyudutkan dirinya, ia menjadi gemes sekali
sambil menggigit bibirnya kencang kencang, saking marahnya ia
sampai tak sanggup berkata apa apa lagi.
To Gwat hwi melirik sekejap kearah Thi Eng khi, menyaksikan
paras muka pemuda itu berubah menjadi merah padam saking
gusarnya, dia menjadi bangga sekali. Setelah menarik muka, kembali
ujarnya : "Sejak seratus lima puluh tahun berselang, ketika partai Thian
liong pay dipegang oleh ciangbunjin angkatan ke tujuh Thian ci cu
Go it, oleh karena panah pendek bermoncong tiga yang lebih dikenal
sebagai Giam ong tiap (undangan raja akhirat) ini dianggap sangat
keji, maka dia melarang setiap anggota perguruan untuk
mempergunakannya, semenjak saat itulah Giam ong tiap baru
lenyap dari dunia persilatan hingga saat ini."
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lebih jauh :
"Sekalipun demikian Thi tayhiap sebagai ketua Thian liong pay
berani mengatakan kalau tidak tahu menahu tentang senjata rahasia
beracun ini?"
Walaupun Thi Eng khi merupakan ketua angkatan kesebelas dari
perkumpulan Thian liong pay, sesungguhnya ia tidak begitu paham
623 terhadap senjata rahasia tersebut, maka setelah titik kelemahannya
ini dipegang orang, ia jadi serba salah.
Mau mengaku, rasanya tidak cocok dengan kenyataan, tidak
mengaku rasanya juga tidak masuk diakal, maka setelah mendengus
dingin, katanya :
"Alasan apa lagi yang hendak kalian utarakan, hayo katakan
semua, emas yang murni tak akan takut dengan api, akan
kudengarkan semua tuduhan kalian itu!"
Ia segera memasang telinganya baik baik dengan harapan bisa
menemukan titik kelemahan dari balik ucapan tersebut untuk
kemudian menyerangnya balik. To Jit hwi mengelus jenggotnya dan
mendehem pelan, lalu ujarnya lebih jauh :
"Atas dasar bukti bukti yang ada maka lohu pun dapat
memperoleh gambaran terhadap garis besar perbuatan Thi tayhiap
didalam melaksanakan pembunuhan ini, entah apa pun tujuan dari
Thi tayhiap datang mencari Kwik Keng thian tapi yang pasti kau pasti
menjadi kemaruk akan harta yang berada di dalam rumah ini setelah
menemukan penghuninya tak ada di dalam rumah ....."
Melihat orang itu menodai kesucian dan kebersihan namanya,
dengan kening berkerut Thi Eng khi segera berseru :
"To cianpwe, kalau berbicara harap yang jelas lagi, perbuatan
tidak senonoh apakah yang telah kulakukan?"
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera menjawab
dengan wajah gusar :
"Lohu telah kehilangan Pek giok cian cu yang bisa memunahkan
berbagai macam racun keji!"
"Kalau kehilangan barang, apa pula sangkut paut persoalan ini
dengan diriku?"
"Aku harap Thi tayhiap suka memberikan bukti yang kuat kalau
perbuatan i Dendam Iblis Seribu Wajah 21 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kembar 5
^