Pukulan Naga Sakti 12

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 12


tana Ban seng kiong yang pernah berada di
samping Pek leng siancu So Bwe leng dan menyaru sebagai
penggantinya. 682 Sedangkan dua orang lainnya pun pernah dijumpai Thi Eng khi
sebelum kejadian ini. Ternyata mereka adalah dua orang yang
pernah dijumpai Thi Eng khi sewaktu dia lolos dari kuil yang dibakar
dan berlarian dalam lorong rahasia bawah tanah itu. Sebab tak lain
adalah si kakek berwajah putih berjubah hijau serta si perempuan
yang cantik jelita.
Begitu Kiongcu dari istana Ban seng kiong munculkan diri,
suasana di arena menjadi sangat ramai, pelbagai seruan bergema
memenuhi seluruh ruangan :
"Bagus ..... untung saja Kiongcu telah datang.... kita tenang dulu,
nantikan perintah dari Kiongcu!"
Dengan cepat Kiongcu dari istana Ban seng kiong itu
mengebaskan ujung bajunya, kemudian berkata :
"Disini tidak membutuhkan kalian lagi, sekarang juga kalian boleh
kembali ke tempat masing masing, bila ada persoalan kami akan
mengumumkannya nanti."
Diantara kawanan iblis itu segera terdengar seseorang berseru
keras : "Sancu telah terluka parah, Kiongcu kau tak boleh melepaskan
merek pergi!"
"Siapa suruh kalian banyak mulut?" hardik Kiongcu dari Ban seng
kiong dengan wajah dingin, "hayo cepat pergi semua dari sini."
Dalam waktu singkat kawanan jago itu segera mengundurkan diri
dari dalam ruangan istana. Dalam waktu singkat didalam ruangan itu
tinggal delapan orang kakek yang tidak mau menuruti perintah dari
Kiongcu nya, mereka masih tetap berdiri ditempat semula dengan
wajah tidak puas.
Ban seng kiongcu yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa
dingin tapi diapun tidak menggubris mereka, dengan langkah yang
lemah gemulai dia berjalan ke hadapan Thi Eng khi. Kemudian
setelah melirik sekejap kearah Ciu Tin tin, katanya sambil menghela
napas panjang :
683 "Tampak kematian dari Pek leng siancu So Bwe leng hanya suatu
kematian yang sia sia belaka!"
Oleh karena Ciu Tin tin tidak tahu kalau Thi Eng khi pernah
berjanji akan menyusul So Bwe leng ke alam baka, untuk sesaat dia
menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa dia
mengerling sekejap ke wajah pemuda itu.
Tampak sorot mata Thi Eng khi sangat tidak tenang, dia pun tak
berani menatap langsung wajah Ban seng kiongcu tersebut.
Sementara ia masih keheranan, tiba tiba terdengar Ban seng kiongcu
berkata lagi dengan wajah iba :
"Aku benar benar turut merasa kasihan kepadamu, bukan saja
melanggar perintah ayahmu juga melanggar permintaan isterimu
...." Kemudian dengan wajah serius katanya lebih jauh :
"Hari ini aku tak akan menyusahkan dirimu, pergilah! Apakah kau
seorang enghiong atau seorang cecunguk, kita saksikan saja
dikemudian hari ....."
Benarkah Ban seng kiongcu berbaik hati dengan melepaskan Thi
Eng khi dengan begitu saja" Tidak, sesungguhnya dia merasa kuatir
sekali dengan kepandaian silat yang dimiliki Thi Eng khi, oleh karena
itu, dia ingin mempergunakan akalnya yang licik untuk menyudutkan
si anak muda itu ke suatu jalan kematian sendiri.
Beberapa patah kata yang diucapkan olehnya tadi mungkin tak
akan menimbulkan kesan apa apa bagi pendengaran orang lain, tapi
bagi pendengaran Thi Eng khi justru jauh lebih memedihkan hatinya
daripada membunuhnya sekaligus.
Ucapan tersebut artinya sama dengan memaki dia tak berbakti
kepada ayah, tak berbakti kepada sahabat, buat apa kau hidup terus
di dunia ini" Lebih baik mati saja.
Thi Eng khi yang mendengar perkataan semacam itu benar benar
merasa malu sekali tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera
684 membopong jenasah Huang oh siansu dan tanpa menyapa Ciu Tin
tin lagi, tiba tiba saja membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Waktu itu Ciu Tin tin sedang memikirkan arti dari ucapan Ban
seng kiongcu tersebut, ketika ia berpaling tahu tahu Thi Eng khi
telah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula. Buru buru
dia lantas berseru :
"Adik Eng, tunggu aku sebentar!"
Bagai sambaran petir cepatnya, dia segera menyusul dari
belakangnya. Walaupun Ciu Tin tin hanya sebentar saja mengikuti
Sim ji sinni untuk memperdalam ilmunya, tapi berhubung Thi Tiong
giok telah membantunya dengan pelbagai obat obatan yang
mujarab, ditambah pula dengan kasih sayang yang luar biasa dari
Sim ji sinni, maka selain tenaga dalamnya berhasil mendapat
kemajuan yang amat pesat, bahkan urat jih meh nya berhasil
ditembusi. Bagi seorang jago silat, andaikata jih meh dan toh meh nya
berhasil ditembusi, itu berarti ilmu silatnya telah mencapai
ketingkatan yang paling tinggi, atau dengan perkataan lain,
kemajuan yang dapat diraih dalam ilmu silat akan mencapai ke
tingkatan yang luar biasa.
Tak heran kalau dalam waktu singkat saja dia telah berhasil
menyusul si anak muda itu sampai di depan pintu gerbang. Orang
bilang diluar langit masih ada langit, diatas manusia masih ada
manusia lain, kecepatan gerakan tubuh Ciu Tin tin benar benar luar
biasa sekali, siapa tahu justru ada orang lain yang lebih cepat
daripadanya. Baru saja dia akan melangkah dari pintu gerbang, tahu tahu
seseorang telah menghadang jalan perginya. Ternyata orang itu tak
lain adalah si kakek bermuka putih berjubah hijau yang muncul
bersama sama Ban seng kiongcu tadi.
Ciu Tin tin enggan untuk membuang waktu, pada saat itu dia
hanya bertujuan untuk menyusul Thi Eng khi, maka sewaktu
dilihatnya ada orang yang menghadang jalan perginya, tanpa
685 ditanya dulu apakah dia teman atau lawan, sebuah pukulan dahsyat
segera dilontarkan ke depan.
"Minggir!" bentaknya.
Sedangkan gerakan tubuhnya berbareng dengan serangan itu
ikut menerjang kemuka. Dalam anggapannya, setelah jih meh dan
toh meh nya berhasil ditembusi, otomatis kekuatan serangannya itu
amat dahsyat sekali dan tak sulit untuk menggetarkan tubuh lawan.
Siapa tahu sewaktu angin pukulan itu menerjang diatas badan si
kakek bermuka putih itu, bukan saja tidak berhasil melukainya,
malahan tenaga pukulan itu segera memantul dan menghantam
ketubuh sendiri.
Akibatnya, bukan saja gerakan tubuhnya terhambat, bahkan
tubuhnya ikut terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih. Dengan
wajah tercengang Ciu Tin tin segera mengalihkan sorot matanya
kewajah lawan, dia tahu musuh yang berada di hadapan matanya
adalah seorang musuh yang amat tangguh.
Sementara itu, si kakek bermuka putih itu dengan senyum tak
senyum telah berkata :
"Nona, jangan pergi dulu! Pun tee kun ada urusan hendak
dibicarakan denganmu!"
Ciu Tin tin kuatir menggusarkan orang itu, terpaksa sambil
menahan diri dia bertanya :
"Kau ada urusan apa?"
"Nona, tolong tanya apa hubunganmu dengan Sim ji sinni?"
Diam diam Ciu Tin tin merasa terkejut juga atas ketajaman mata
kakek bermuka putih itu hanya menyaksikan dari gerakan tubuhnya
saja segera asal usulnya berhasil diketahui. Ia tak berani berbohong,
maka segera sahutnya :
"Dia adalah guruku!"
686 "Bagus, bagus, bagus sekali!" seru kakek bermuka putih itu
sambil tertawa kering, setelah kembali dari sini, katakanlah kepada
gurumu bahwa Ban seng kiong berniat untuk memberi kedudukan
Cu ciok tongcu kepadanya, kuperintahkan kepadanya dalam tiga
bulan mendatang harus datang memberi laporan kepadaku!"
Selain lagaknya besar, ucapannya juga amat tak sedap didengar.
Kontan saja Ciu Tin tin naik pitam dibuatnya, sambil tertawa dingin
dia segera berseru :
"Aaah, kau ini adalah manusia macam apa?"
Ternyata kakek bermuka putih itu tidak menjadi gusar, sambil
melemparkan sekerat tulang sepanjang satu inci, katanya :
"Benda ini merupakan tanda pengenalku. Asal gurumu sudah
melihat benda tersebut, dia akan mengetahui siapakah aku, nah
pergilah!"
Tidak melihat dia menggerakkan tangannya, tahu tahu Ciu Tin tin
merasakan adanya segulung angin pukulan yang kuat muncul dari
atas tanah dan melemparkan tubuhnya ketengah udara. Begitu
berhasil melemparkan tubuh Ciu Tin tin dari situ, bagaikan bayangan
setan, si kakek bermuka putih itu sudah berkelebat kembali kedepan
delapan orang kakek yang membangkang perintah tadi, katanya
kemudian dengan suara dingin :
"Kalian setiap orang mengutungi sebuah lengan sendiri sebagai
hukuman atas pelanggaran kalian!"
Kedelapan orang kakek itu merupakan Thian lam pat koay yang
diundang datang oleh Huan im sin ang dengan pembayaran tinggi,
mereka semua selain berilmu tinggi juga memiliki tenaga dalam yang
sempurna bahkan kemampuan mereka hanya setingkat dibawah
Huan im sin ang.
Di hari biasa biasa, Ban seng kiongcu selalu memanggil mereka
dengan sebutan locianpwe tapi barusan kiongcu tersebut bersikap
angkuh dan jumawa terhadap mereka, hal ini segera menimbulkan
rasa tak senang di hati mereka berdelapan, itulah sebabnya mereka
sengaja hendak memberikan kesulitan untuk perempuan itu.
687 Padahal mereka mana tahu kalau perubahan sikap dari Ban seng
kiongcu ini justru dikarenakan ia sudah mempunyai tulang punggung
yang cukup kuat untuk menunjang dirinya. Sebagai seorang manusia
yang berpengalaman, sudah barang tentu kedelapan orang kakek
itupun tahu kalau manusia bermuka putih itu berilmu sangat lihay,
bahkan jauh lebih lihay daripada Huan im sin ang pribadi.
Tapi orang bilang, manusia punya nama pohon punya bayangan,
demi gengsi dan nama sendiri, sudah barang tentu mereka enggan
untuk mengundurkan diri mereka dengan begitu saja. Apalagi
merekapun sangat mengandalkan ilmu kerja sama yang amat lihay
dengan tenaga gabungan mereka berdelapan, orang-orang itu yakin
kalau di kolong langit belum ada orang yang mampu mengalahkan
mereka. Maka dari itu, ketika si kakek bermuka putih tersebut selesai
berkata, pemimpin dari Thian lam pat koay, Kim bi siu (si kakek
bermuka emas) Ui Hong segera tertawa seram,
"Heeehhhhh..... heeehhhh..... heehhhh..... engkau berani
berbicara sesumbar, apakah tidak tahu siapakah kami" Hmmm, lebih
baik sebutkan dulu siapa namamu?"
Kakek bermuka putih itu segera mengeluarkan sekeping tulang
kering dan diletakkan diatas telapak tangannya, kemudian katanya :
"Kalau kuandalkan benda ini, apakah aku cukup berhak untuk
menghukum kamu semua?"
Tadi Thian lam pat koay belum melihat jelas benda tersebut, tapi
sekarang setelah dapat menyaksikan benda itu dengan jelas,
kemarahan mereka kontan menjadi lenyap tak berbekas, bahkan
seluruh tubuh mereka menggigil keras bagaikan seseorang yang
baru keluar dari gudang salju yang amat dingin.
Tiba tiba ji koay (siluman kedua) Gin tay siu (si kakek berkepala
perak) Thio Beng berbisik :
"Toako, mungkin dia adalah gadungan!"
Tapi tujuh orang lainnya tetap berwajah murung, tak seorang
pun diantara mereka yang penuju dengan pandangan tersebut.
688 Sementara itu, dengan suara keras si kakek bermuka putih itu telah
berkata lagi : "Sudah selesaikah kalian berunding" Waktu yang ditetapkan tidak
terlalu lama lagi!"
Si kakek bermuka emas Ui Hong seraya menghela napas
panjang, tiba tiba serunya :
"Saudara sekalian mari kita pasrah pada nasib saja!"
Begitu selesai berkata, telapak tangan kanannya segera
diayunkan lebih dulu untuk membacok kutung lengan kiri sendiri,
kemudian dengan cepat ia menotok jalan darahnya untuk
menghentikan aliran darah. Menyusul kemudian tujuh orang lainnya
juga melakukan perbuatan yang sama, hanya di waktu singkat
seluruh permukaan tanah telah berserakan lengan lengan yang
kutung. Dengan wajah tanpa berubah, si kakek bermuka putih itu berseru
: "Hmm, anggap saja kalian masih tahu diri, lain kali kalau berani
lagi, jangan salahkan kalau aku bertindak keji."
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan masuk
kedalam ruang tengah Ban seng kiong, ia sama sekali tidak
menggubris kedelapan orang itu lagi. Sedangkan Thian lam pat koay
pun bagaikan domba yang menurut dengan kepala tertunduk segera
mengikuti di belakangnya, jangan toh membantah, untuk bernapas
keras keras pun tak berani.
Tentu saja semua adegan tersebut dapat disaksikan pula oleh
kawanan iblis yang lainnya. Kalau sampai Thian lam pat koay yang
termashur karena kelihayannya pun tak berani membangkang, siapa
lagi yang berani melawan" Maka semua iblis yang bergabung dalam
istana Ban seng kiong tak berani berkutik lagi, mereka kuatir kalau
sampai memancing perhatian kakek bermuka putih itu.
Setelah masuk kedalam ruangan tengah, Ban seng kiongcu
segera mengangkat kursi kebesaran sendiri ke tengah ruangan,
kemudian mempersilahkan kakek itu untuk duduk. Setelah itu tanpa
689 mengucapkan sepatah katapun, bersama si gadis yang datang
bersama kakek berwajah putih itu, ia berdiri dibelakangnya.
Kakek bermuka putih itupun tidak mengumumkan siapakah
dirinya, begitu duduk dia lantas berseru :
"Gotong masuk Ui Sam ciat!"
Empat orang dayang cantik segera menggotong tubuh Huan im
sin ang dan masuk kedalam ruangan istana. Kakek itu lantas
berpaling kearah gadis yang datang bersamanya, kemudian berkata
: "Cun ji, hari ini aku akan mencoba untuk menguji
ketrampilanmu!"
Nada ucapan tersebut amat lembut sekali, walaupun bukan
diucapkan kepada orang lain, tapi setiap orang ikut merasa lega hati
setelah mendengar kata kata lembut itu. Si gadis yang bernama Cun
ji itu segera maju kedepan dan menempelkan telapak tangannya


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diatas pusar Huan im sin ang, setelah itu katanya dengan alis mata
melenting. "Orangnya sih tidak bakal mati, sedang tenaga dalamnya juga
bisa dipertahankan sebesar enam bagian."
Tampaknya kelihatan dalam menganalisa keadaan Huan im sin
ang masih dua tingkat lebih lihay daripada Thi Eng khi, hal ini bukan
dikarenakan ilmu pertabiban yang dimiliki Thi Eng khi masih kalah
kalau dibandingkannya, adalah dikarenakan aliran ilmu silat yang
dimiliki Huan im sin ang sealiran dengannya, maka dia lebih jelas
mengetahui keadaan tersebut.
Tampak kakek bermuka putih itu manggut manggut, kemudian
katanya lagi dengan lembut :
"Kalau begitu bekerjalah!"
Gadis yang bernama Cun ji itu segera duduk bersila di samping
Huan im sin ang, setelah menghimpun tenaganya mendadak sambil
melompat bangun ia membentak keras. Kesepuluh jari tangannya
serentak diayunkan kedepan, sepuluh jalur cahaya putih dengan
690 cepat memancar keluar dan menotok jalan darah penting di seluruh
badan Huan im sin ang.
Yang paling aneh adalah setelah dia menotok jalan darah di
depan tubuh Huan im sin ang, ternyata secara otomatis orang itu
bisa membalikkan badannya sendiri sehingga berbaring dengan
posisi tertelungkup. Ketika jalan darah di belakang punggung juga
selesai ditotok, gadis itu baru mengayunkan tangannya menghantam
dada Huan im sin ang sehingga iblis itu jatuh bergulingan sebanyak
sembilan kali, tapi setelah itu melompat bangun dari tanah, ternyata
luka yang dideritanya itu telah sembuh kembali.
Huan im sin ang pelan pelan membuka matanya kembali, ketika
mengetahui kalau orang yang telah menyembuhkan lukanya adalah
seorang gadis cantik berusia dua puluh tahunan, dia hendak
mengucapkan rasa terima kasihnya. Tapi sebelum dia mengucapkan
sesuatu gadis itu telah mengulapkan pula tangannya sambil berkata
: "Cepat berterima kasih dulu kepada Tee kun!"
Waktu itu, berhubung Huan im sin ang berdiri dengan panggung
menghadap kedalam, maka dia tak sempat melihat si kakek bermuka
putih yang duduk dibelakangnya. Setelah diperingatkan oleh gadis
itu, dia baru membalikkan badannya, tapi begitu dilihatnya gaya
maupun tingkah laku kakek bermuka putih itu segera timbullah
perasaan tak senangnya didalam hati.
Sekalipun luka yang dideritanya berhasil disembuhkan berkat
bantuan dari kakek bermuka putih itu namun tindakan lawan yang
menempati kursi singgasannya itu juga merupakan suatu tindakan
yang melanggar pantangan besar bagi umat persilatan.
Berbicara baginya, kejadian itu merupakan suatu aib atau
penghinaan yang amat memalukan. Apalagi setelah menyaksikan
Ban seng kiongcu yang belum lama diangkat olehnya itu berdiri di
belakang si kakek bermuka putih dengan senyuman mengejek, hawa
amarahnya kontan saja menggelora didalam dadanya.
691 Perasaan terima kasih yang semula menyelimuti perasaannya
seketika lenyap tak berbekas. Pada dasarnya dia memang seorang
yang tidak kenal budi, apalagi setelah timbul perasaan tak senang
dalam hatinya, tentu saja dia tak ingin kehilangan pamornya sebagai
Sancu dari istana Ban seng kiong.
Maka dengan suara lantang serunya keras keras :
"Mana pengawal" Cepat ambilkan kursi buat tamu agung kita!"
Seandainya berada di masa lampau, pasti ada orang yang
menyahut dan segera melaksanakan perintahnya. Tapi sekarang
keadaannya telah berbeda, Thian lam pat koay merupakan suatu
contoh yang jelas sekali, sebelum semua orang memahami maksud
hati dari kakek bermuka putih itu, siapapun tak berani menyahut,
otomatis tidak ada orang yang melaksanakan perintah itu.
Huan im sin ang merupakan seorang iblis yang licik dan cekatan,
dari situisi yang terlintas dihadapannya sekarang, dengan cepat dia
telah menyadari bagaimana keadaan yang sesungguhnya dari istana
Ban seng kiong yang dibinanya dengan susah payah itu.
Tampaknya dia sudah bukan majikan dari istana Ban seng kiong
lagi, kedudukan mana telah dirampas oleh si kakek bermuka putih.
Akhirnya dengan sorot mata mohon bantuan dia mengerling sekejap
kearah kawanan iblis yang dianggapnya berpihak kepadanya,
pertama tama dia berpaling kearah Thian lam pat koay. Tapi si
kakek bermuka emas segera menggelengkan kepalanya dengan
wajah apa boleh buat.
Namun dia pantang menyerah sampai disitu saja, kembali sorot
matanya memandang sekejap kawanan iblis yang lain. Ternyata
semua orang berdiri dengan wajah kaku tanpa memberikan reaksi
sedikitpun, melihat itu semua, dia lantas berpikir :
"Waaah, tampaknya kali ini habis sudah riwayatku ....."
Tapi pikiran lain segera melintas kembali didalam benaknya:
"Aaah, tidak, lohu bukan seorang yang pantang menyerah
dengan begitu saja, sekalipun mereka berani membantuku, aku
yakin mereka pun tak akan menentangku, asal aku dapat
692 menaklukkan si kakek bermuka putih ini, bukankah istana Ban seng
kiong akan terjatuh kembali ke tanganku?"
Berpikir sampai disitu terasa keningnya berkerut. Kakek berwajah
putih itu benar benar memiliki ketenangan yang luar biasa, ternyata
dia tidak mengganggu Huan im sin ang untuk berpikir dengan jalan
pikirannya. Selang sesaat kemudian, dengan suara dingin baru
katanya : "Ui Sam ciat, setelah bertemu dengan Tee kun, mengapa kau
tidak tahu memberi hormat?"
Agaknya dia maksud untuk memancing kobaran hawa amarah di
dalam dada Huan im sing ang. Sekali lagi Huan im sin ang
mengerutkan dahinya, kemudian sambil mendongakkan kepalanya
dia tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhhh.... pun sin ang sih tidak
ambil peduli orang lain mengeritikku sebagai seseorang yang lupa
budi, aku hanya ingin bertanya dulu atas dasar apakah kau berani
berlagak besar dengan maksud merampas kedudukanku?"
Kakek bermuka putih itu segera mendengus :
"Hmmm, jalan pemikiranmu benar benar polos dan kekanak
kanakan!" Sambil berpaling kearah Ban seng kiongcu segera katanya :
"Gunakanlah kepandaian silat ajarannya untuk merobohkan dia
didalam satu gebrakan."
Ban seng kiongcu segera mengiakan, sahutnya :
"Turut perintah!"
Setibanya dihadapan Huan im sin ang, dengan nada sinis katanya
lebih jauh : "Ui Sam ciat, sekarang kau boleh melancarkan serangan lebih
dahulu ...!"
693 Menyaksikan tingkah laku dari Kiongcunya itu, Huan im sin ang
benar benar merasa gusar sekali sampai matanya terbelalak amat
besar, segera teriaknya :
"Ciu lan, kau berani?"
"Kau anggap nama Ciu lan boleh kau sebut seenaknya?" teriak
Ban seng kiongcu dingin, "lihat serangan!"
Dengan suatu gerakan yang sederhana dia segera melepaskan
sebuah pukulan dahsyat kedepan. Dengan penuh kemarahan Huan
im sin ang melancarkan serangan balasan berbareng itu pula
serunya sambil tertawa seram.
"Tampaknya kau ingin mampus."
Belum lagi kata mampus selesai ducapakan, dia sudah merasakan
tenaga pukulan yang dilancarkan Ciu lan menindih tubuhnya seperti
batu karang, seketika itu juga dia kena terhajar sampai mundur
sejauh tiga langkah dari posisi semula.
Waktu itu Huan im sin ang belum tahu kalau setelah sembuh dari
luka dalamnya, sisa tenaga dalam yang dimilikinya tinggal enam
bagian, maka dia sangat berharap bisa menangkan pertarungan
tersebut. Tapi setelah terjadinya bentrokan tersebut dia baru sadar
apa sebabnya orang lain memandang hina kepadanya, ternyata
dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang, dia hanya bisa
mencapai kedudukan kelas tiga saja disitu.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak sekujur
badannya terasa menjadi kaku tahu tahu jalan darahnya sudah kena
ditotok oleh Ciu lan sehingga tak mampu berkutik lagi.
Setelah berhasil menotok Huan im sin ang dengan langkah yang
lemah gemulai Ciu lan segera kembali ke belakang tubuh si kakek
bermuka putih itu. Pada saat itulah, si kakek bermuka putih itu baru
mengeluarkan sekerat tulang kering dan diperlihatkan ke seluruh
ruangan, kemudian dengan suara dalam katanya :
"Lohu adalah Hian im Tee kun!"
694 Sembari berkata, sorot matanya yang tajam segera menyapu
sekejap sekeliling arena. Ketika semua orang yang berada di
ruangan istana mendengar nama "Hian im Tee kun" tersebut, kontan
saja paras muka mereka berubah menjadi pucat dan tubuh mereka
menggigil keras karena ketakutan.
Terutama sekali Huan im sin ang yang berdiri kaku di tengah
arena, perasaan terkejut dan tercengang segera menyelimuti seluruh
wajahnya. Dengan bangga sekali kakek bermuka putih itu
mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... mulai hari ini, lohu
adalah pemilik istana Ban seng kiong yang baru, lohu akan bersama
sama dengan saudara sekalian berjuang untuk menguasai seluruh
dunia persilatan!"
Jelas sekali ucapannya itu, dia mengartikan bahwa semua iblis,
yang berada disitu telah dianggapnya pula sebagai anak buah
sendiri. Diantara manusia manusia yang berada disitu, mana
mungkin ada seorang pun yang terhitung manusia baik" Bagi
mereka mengikuti Huan im sin ang ataukah mengikuti Hian im Tee
kun adalah sama saja.
Kontan saja sorak sorai yang gegap gempita berkumandang
memecahkan keheningan. Pelan pelan Huan im Tee kun
mengulapkan tangannya, segera suasana yang gaduh menjadi
tenang kembali, kemudian dia membebaskan totokan jalan darah
dari Huan im sin ang dan menantikan reaksinya.
Padahal sewaktu Hian im Tee kun mengumumkan namanya tadi,
diam diam Huan im sin ang telah mengambil keputusan di dalam
hatinya, bagi manusia munafik seperti dia tentu saja nyawa lebih
dipentingkan daripada nama serta kedudukan maka dari itu
keputusan yang diambilpun sudah barang tentu adalah "menyerah".
Tapi diapun seorang manusia licik yang tahu melihat gelagat, dia
tahu bahwa tindakan Hian im Tee kun yang membebaskan jalan
darahnya tanpa mengucapkan sesuatu itu merupakan kunci yang
menentukan mati hidupnya.
695 Dia kuatir Hian im Tee kun mencurigai ketulusan hatinya, maka
begitu jalan darahnya bebas, dengan cepat dia segera menjatuhkan
diri berlutut dan berseru dengan wajah bersungguh sungguh :
"Ui Sam ciat bersedia berbakti untuk Tee kun!"
"Kau akan mendendam kepadaku?" Tanya Hian im Tee kun.
Dengan ketakutan buru buru Huan im sin ang menyahut :
"Ilmu silat hamba berasal dari kitab pusaka Jit sat hian im
cinkeng, adapun tujuan mendirikan istana Ban seng kiong juga
hanya ingin mengembangkan kepandaian sakti Hian im, sebaliknya
Tee kun merupakan pemimpin dari perguruan Hian im bun, kalau
dibicarakanpun kau masih angkatan tua ku, hamba bisa
menunjukkan baktiku kepada mu hal ini sudah merupakan sesuatu
yang luar biasa, bila Tee kun hendak memberikan perintah, sampai
matipun hamba tak akan menampik."
Diam diam dia menjelaskan pula hubungan diantara mereka
dalam ucapan tersebut. Hian im Tee kun segera memerintahkan
Huan im sin ang agar berdiri di samping. Dengan sikap yang sangat
menghormat Huan im sin ang mengucapkan terima kasih, kemudian
dengan munduk munduk dia baru menyingkir ke samping.
Kegagahan dan kekerenannya di masa lalu, kini sudah hilang lenyap
tak berbekas. Hian im Tee kun memandang sekejap kearah Huan im sin ang,
sikapnya ternyata berubah sambil tertawa ramah, katanya :
"Sam ciat, apakah kitab pusaka Jit sat hian im cinkeng yang kau
dapatkan itu berhasil kau temukan diatas batu hijau dalam sebuah
lembah buntu di bukit Lay pa san pada empat puluh tahun
berselang?"
Nada ucapannya sekarang ternyata amat lembut dan ramah.
Mendengar perkataan itu, dengan perasaan kaget bercampur
keheranan, Huan im sin ang segera membelalakkan matanya lebar
lebar, serunya dengan nada tanda tanya.
"Dari .... darimana kau .... kau orang tua bisa ..... tahu..."
696 Dia berbicara dengan terbata bata sampai lamanya sebelum
berhasil mengutarakan semua maksud ucapannya.
"Tahukah kau bahwa pun Tee kun lah yang bermaksud untuk
menjadikan dirimu?" ucap Hian im Tee kun lagi.
Ucapan itu mau tak mau harus dipercayai oleh Huan im sin ang,
sebab ketika secara kebetulan dia berhasil menemukan kitab pusaka
Jit sat hian im cinkeng itu, tiada orang kedua yang hadir disitu,
selama ini diapun belum pernah menyinggungnya kepada orang lain,
apalagi kitab pusaka Jit sat hian im cingkeng memang berasal dari
Hian im bun, maka setelah persoalan itu disinggung sendiri oleh Hian
im Tee kun.....
Begitu ingatan tersebut melintas didalam benaknya, Huan im sin
ang cepat cepat menjatuhkan diri berlutut diatas tanah sambil
berseru : "Insu, tecu ...."
Belum habis dia berkata, Hian im Tee kun telah mengulapkan
tangannya sembari berkata :
"Kau tidak bisa dihitung sebagai muridku, karena kitab pusak Jit
sat hian im cinkeng bukan merupakan ilmu silat yang diandalkan
dalam perguruan kami, kepandaian tersebut hanya bisa dikatakan
sebagai suatu ilmu sampingan belaka didalam perguruanku."
Huan im sin ang segera merasakan hawa dingin menyelinap ke
dalam benaknya, dia merasa kecewa sekali. Tiba tiba Hian im Tee
kun berkata lagi :
"Oleh karena aku memang berhasrat untuk menjadikan kau,
maka dari itu aku menjadikan kepadamu untuk memanggil Cun
Bwee dan Ciu lan sebagai Su koh (bibi guru)!"
Begitu selesai berkata, sepasang matanya yang tajam segera
dialihkan ke wajah Huan im sin ang, seakan akan dia bermaksud
agar Huan im sin ang segera memberi hormat. Huan im sin ang
memang seorang yang luar biasa, kulit mukanya pun tebal sekali,
walaupun berada di hadapan anak buahnya, ternyata dia tidak
697 berubah muka, seakan akan pada dasarnya dia memang keponakan
muridnya Cun Bwee dan Ciu lan saja, ternyata dengan sikap yang
sangat menghormat ia menjalankan penghormatan besar dihadapan


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka. "Siautit memberi hormat buat sukoh berdua, dikemudian hari
harap sukoh bersedia memberi banyak petunjuk."
Cun Bwee masih tidak merasakan apa apa, sebab dia memang
sebelumnya tidak kenal dengan Huan im sin ang, dengan tanpa
canggung dia menerima penghormatan tersebut. Berbeda sekali
dengan Ciu lan, dahulu dia adalah muridnya Huan im sin ang,
sekalipun mukanya lebih tebalpun, sekarang dia merasa amat
canggung untuk menerima penghormatan dari Huan im sin ang,
kontan saja dia dibikin tersipu sipu.
Hian im Tee kun segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhhh.... haahhhh.... Cun ji kau hanya
melaksanakan tugas belaka, jadi bukan benar benar mempunyai
hubungan guru dan murid dengan dirinya, jadi sebutan sukoh
tersebut, sesungguhnya pantas untuk kau terima."
Dari ucapan tersebut, Huan im sin ang baru merasa terkesiap,
sekarang ia baru tahu kalau kedudukannya sudah lama diincar
orang, bahkan Ciu lan yang diterima sebagai muridnya dan diangkat
menjadi Ban seng kiongcu pun tak lain merupakan mata mata yang
sengaja disusupkan oleh lawan ke dalam tubuh perguruannya.
Meski begitu, dia sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa
apa di atas wajahnya, malah mengikuti nada pembicaraan dari Hian
im Tee kun dia berkata :
"Perkataan dari Tee kun memang benar, harap memaafkan
ketidak tahuan siautit!"
Selanjutnya Hian im Tee kun berkata lagi kepada Huan im sin ang
: "Sebenarnya pun Tee kun ada maksud untuk memupuk dirimu
untuk membangun kembali kejayaan perguruan kita, siapa sangka
698 walaupun usia mu telah lanjut, namun cara kerjamu agak gegabah,
hal ini membuat aku merasa kecewa sekali, itulah sebabnya terpaksa
aku harus turun tangan sendiri untuk mengambil alih pimpinan."
Setelah mengetahui kalau separuh hidupnya telah terjatuh
didalam hitungan orang lain, Huan im sin ang tak dapat berkata apa
apa lagi kecuali diam diam menghela napas panjang.
Mendadak Hian im Tee kun mengalihkan kembali pokok
pembicaraannya ke soal lain, ujarnya kepada segenap anggota
perguruan : "Mulai sekarang di dalam istana Ban seng kiong sudah tidak
berlaku lagi kedudukan Sancu dan Kiongcu, dibawah pun Tee kun
adalah Hian im ji li (dua gadis hian im), selanjutnya terbagi dalam
empat bagian yang masing masing merupakan Cing long tong, Cu
ciat tong, Pek hou tong dan Han bun tong, di bawah keempat bagian
tersebut pula menjadi ruang cabang, dibawah ruang cabang adalah
bagian ranting, sedang sisanya merupakan anggota anggota biasa."
Berbicara sampai disitu, sorot matanya segera dialihkan kearah
Thian lam pat koay. Thian lam pat koay yang sudah patah
semangat, secara tiba tiba timbul kembali harapannya, mereka
berharap bisa menduduki sebuah kepala bagian atau paling tidak
wakil dari kepala bagian.
Siapa sangka Hian im Tee kun hanya memerintahkan mereka
berdelapan untuk berbakti kepada Huan im sin ang sebagai mencari
berita atau penyampai berita atau tegasnya sebagai kurir.
Sedangkan Huan im sin ang hanya mendapatkan bagian sebagai
ketua cabang dari bagian "kurir" yang berada di bawah kekuasaan
kedua orang nona tersebut.
Sedangkan kedudukan yang lain, untuk sementara waktu
dipangku semua oleh Hian im ji li, tentu saja orang orang yang
digunakan Huan im sin ang dulu, tak seorangpun diantaranya berhak
memangku jabatan sebagai kepala cabang atau kepala ranting.
699 Begitulah setelah Hian im Tee kun menunjuk Huan im sin ang
sebagai kepala cabang bagian "kurir", dia lantas mengeluarkan tiga
ruas tulang kering dan berkata kepadanya :
"Ui Sam ciat, sekarang juga kau turun gunung dan atas nama Pek
kut leng (lencana tulng putih) ku ini sampaikan kepada Keng thian
giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong
Kian Kim siang untuk masing masing menduduki jabatannya sebagai
ketua bagian Cing long tong, Pek hou tong dan Han bun tong, beri
waktu kepada mereka untuk dalam waktu tiga hari kemudian datang
melaporkan diri."
Padahal Huan im sin ang Ui Sam ciat hanya tahu kalau Tiang pek
lojin berada di kuil Siong gak bio dibukit Siong san, sedangkan mati
hidup Keng thian giok cu Thi Keng serta Bu im sin hong Kian Kim
siang sama sekali tidak diketahui olehnya, tentu saja untuk
mencarinya bukan sesuatu yang gampang.
Tak heran kalau dia menjadi ragu sesudah menerima perintah
tersebut.... Hian im Tee kun segera menyentilkan jari tangannya, dua titik
cahaya putih dengan cepat terjatuh ke tangan Huan im sin ang,
katanya kemudian dengan lantang :
"Laksanakan saja perintahku itu!"
Huan im sin ang tahu didalam gulungan kertas yang dilontarkan
kepadanya itu pasti sudah tercantum petunjuk yang diperlukan maka
tanpa membuang waktu lagi, dia segera berangkat meninggalkan
tempat itu. Begitulah, sejak Hian im Tee kun menguasai istana Ban seng
kiong, situasi dalam dunia persilatan kembali terjadi perubahan
besar. Tapi justru karena itu pula Thi Eng khi menjadi semakin
berpengalaman dan nama besarnya makin memancar keempat
penjuru. Dalam pada itu, Thi Eng khi yang dimaki oleh Ciu lan sebagai
mahkluk berdarah dingin yang tidak berbakti dan tidak setia kawan,
dengan mata berkunang kunang karena malu dia berlalu dari situ.
700 Dalam keadaan seperti itu, tentu saja tiada semangat lagi
baginya untuk melangsungkan pertarungan. Sambil membopong
jenasah Huang oh siansu, sekaligus dia menempuh perjalanan
sejauh ratusan li sebelum akhirnya berhenti.
Pada saat itulah, dia baru membaringkan jenasah Huang oh
siansu dibawah pohon siong, kemudian ia berlutut disampingnya.
Rasa sedih yang menyelimuti perasaan waktu itu tak terlukiskan
dengan kata kata. Diapun tak tahu berapa lama sudah dia
termenung disitu, akhirnya dia baru menyembah tiga kali dihadapan
jenasah Huang oh siansu sambil berguman :
"Ananda cukup mengetahui akan maksud hati dari kau orang tua,
semenjak empek Ciu meninggal dunia, sambil menanggung derita
kau sudah berhasrat untuk menyusulnya, tapi demi enci Ciu dan
ananda, kau orang tua telah memperpanjang hidupmu selama dua
puluh tahunan lagi ...."
Menyinggung soal enci Ciu, satu ingatan segera melintas dalam
benaknya, sesudah termenung beberapa saat, dia baru berkata lagi :
"Oleh karena kau orang tua sudah berhasrat untuk mengakhiri
hidupmu demi teman dan lagi bermaksud untuk melindungi putramu
maka hari ini kau orang tua baru mengambil tindakan untuk beradu
jiwa dengan Huan im sin ang, tindakan ayah untuk melenyapkan
bibit bencana bagi umat persilatan ini sungguh membuat ananda
merasa amat kagum."
Setelah menyembah lagi tiga kali, dengan wajah yang
bersungguh sungguh dia berguman lebih lanjut :
"Kau orang tua selalu mengutamakan kesetiakawanan, kalau toh
ayah memang berhasrat untuk menyusul empek Ciu, ananda dengan
tulus hati menghantar keberangkatan kau orang tua!"
Setelah memberi hormat, dia baru mencari sebuah gua yang sepi
untuk menyimpan jenasah ayahnya, kemudian mulut gua disumbat
dengan batu besar agar tiada binatang buas yang merusak
jenasahnya. 701 Kemudian dia baru kekota untuk membeli peti mati, menyewa
kereta dan berganti pakaian berkabung, untuk berangkat pulang ke
tempat dimana jenasah Huang oh siansu disimpan.
Setelah semua persiapan selesai dan siap berangkat, tiba tiba Thi
Eng khi baru menjerit keras. Kusir kereta itu adalah seorang kakek
kecil yang memakai topi besar, ketika mendengar jeritan kaget dari
Thi Eng khi, dia turut menjadi ketakutan, buru buru serunya dengan
gemetar. "Kongcu, ada urusan apa yang membuatmu kaget?"
"Aku tidak tahu jalan yang musti dilalui," sahut Thi Eng khi
tersipu sipu. Yaa, dimanakah Ciu Cu giok disemayankan bukan saja tidak
diketahui oleh Thi Eng khi, mungkin Ciu Tin tin dan ibunya juga tak
tahu, maka untuk sesaat dia menjadi tidak tahu apa yang musti
dilakukan. Tentu saja si kusir kareta tak tahu urusan yang sedalam
dalamnya, ia hanya merasa kongcu ini benar benar seorang manusia
yang gegabah sehingga jalanan untuk pulang pun tidak diketahui.
Maka sambil menahan gelinya, diapun berkata :
"Aku sudah pernah menjelajahi seluruh kolong langit, harap
kongcu katakan saja nama tempat itu, niscaya aku dapat
menghantarmu sampai di tempat tujuan!"
"Aku tidak tahu!" jawab Thi Eng khi cepat.
Tentu saja yang dimaksudkan sebagai tidak tahu adalah tempat
Ciu Cu giok dikubur. Tapi si kusir kereta itu salah menganggap Thi
Eng khi tak tahu alamat rumahnya sendiri, dia lantas merasa kalau
penyakit kongcu ini sudah tak tertolong lagi, tak kuasa lagi dia
menjadi tertawa geli. Tapi begitu tertawa, dia lantas menyadari
kesilapannya, buru buru pikirnya :
"Aku benar benar pikun, orang lagi kesusahan masa aku malah
tertawa geli."
702 Untung saja, Thi Eng khi sedang diliputi persoalan pelik, sehingga
tidak begitu memperhatikan perbuatan dari kakek itu. Setelah
berhasil memenangkan diri dan melihat Thi Eng khi belum juga
mengemukakan sesuatu sambil menghela napas, kusir itu berkata :
"Kongcu, daripada tidak tahu tempat tujuanmu, bagaimana kalau
aku saja yang mengusulkan suatu tempat?"
"Harap lotiang suka memberi petunjuk!" sahut Thi Eng khi sambil
sadar kembali dari lamunannya.
Sambil menunjuk ke depan sana, kusir itu berkata :
"Setelah membelok sebuah tikungan didepan bukit sana terdapat
sebuah kuil yang bernama Bu tok si, lantaran tempat itu terpencil
dan letaknya jarang sekali dikunjungi jemaah lagipula dalam kuil itu
sering dipakai orang untuk menyimpan peti mati, andaikata kongcu
tidak dapat mengambil keputusan bagaimana kalau untuk sementara
waktu peti mati itu disimpan saja dalam kuil tersebut, kemudian bila
tempat yang kau tuju telah ditemukan kembali, barulah diangkut
kembali?" Thi Eng khi memang tidak berhasil menemukan cara yang lain
lagi, terpaksa dia menuruti perkataan dari kakek itu dan untuk
sementara waktu menyimpan peti jenasah tersebut dalam kuil Bu
tok si. Mungkin dimasa lalu kuil Bu tok si adalah sebuah kuil yang sering
dikunjungi orang, buktinya walaupun keadaannya sekarang sudah
porak poranda, namun dekorasi didalam ruangan kuil itu masih tetap
megah dan menarik. Kuil itu mencakup suatu wilayah yang amat
luas, ruangan kuil pun banyak sekali, namun di dalam kuil hanya
terdapat seorang hwesio tua dan seorang hwesio kecil, oleh karena
itu banyak ruangan diantaranya tertutup oleh debu dan sarang labalaba.
Dalam suasana sedih dan banyak pikiran yang berkecamuk dalam
benaknya, sepanjang hari Thi Eng khi merasa murung sekali, maka
untuk sementara waktu diapun berdiam di dalam kuil Bu tok si itu
untuk beristirahat sambil menenangkan pikiran.
703 Hwesio tua yang menghuni dalam kuil itu seorang pendeta yang
saleh dan ramah, sedangkan si hwesio cilik itu masih bersifat
kekanak kanakan, sekalipun mereka adalah pendeta, namun
pergaulannya dengan manusia lain amat luwes.
Tak heran walau baru dua hari berkumpul masing masing pihak
dapat berkumpul seperti sahabat yang telah berkenalan selama
puluhan tahun lamanya. Malam itu, Thi Eng khi telah mengambil
keputusan untuk meninggalkan kuil tersebut pada keesokan harinya.
Sungguh tak disangka olehnya, walau hanya berdiam dua hari
saja didalam kuil itu, dalam hati kecilnya telah timbul suatu kesan
yang amat mendalam sekali, bahkan pikirannya terasa menjadi tidak
tenang. Bagi seorang yang memiliki tenaga dalam amat sempurna,
namun bisa mengalami keadaan seperti ini, sesungguhnya kejadian
ini boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh.
Dengan perasaan yang gundah, akhirnya dia mendorong pintu
dan berjalan keluar, dia bermaksud untuk berjalan jalan disekeliling
kuil tersebut. Memandang rembulan yang sudah condong kebarat,
pikiran Thi Eng khi pelan pelan menjadi tenang kembali, entah
berapa saat kemudian, pelan pelan iapun berjalan siap kembali
kekamarnya. Tiba tiba .... pada saat itulah dia menyaksikan dari dalam kuil
melayang keluar sesosok bayangan manusia yang kecil, tak
disangkal lagi jelas orang itu adalah si hwesio kecil. Dengan cepat
Thi Eng khi menyembunyikan diri kebalik tempat kegelapan, dia
saksikan hwesio itu berputar dua kali disekitar halaman kuil,
tampaknya sedang melakukan pemeriksaan apakah disekitar tempat
itu terdapat jago persilatan yang menyembunyikan diri.
Untung tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, kalau
tidak niscaya jejaknya akan ketahuan. Akhirnya hwesio itu dengan
ilmu menyambut Liu seng kan gwat (bintang jatuh mengejar
rembulan) melepaskan dua biji batu kecil ke udara.
"Taaak!" ketika batu yang belakang menumbuk batu yang depan,
segera terdengarlah suara benturan nyaring. Menyusul suara
704 benturan tersebut, tampaklah si hwesio tua itu melompat keluar dari
balik kuil. Kedua orang itu segera berbisik bisik dengan suara lirih kemudian
hwesio cilik itu lari kedepan sejauh beberapa kaki dari tempat
semula dan berjaga jaga di sana. Sedang hwesio tua itu sekali lagi
melakukan penggeledahan yang seksama atas sekeliling tempat itu.
Thi Eng khi merasa amat keheranan menyaksikan ketelitian
mereka dalam melakukan pemeriksaan, apa sebenarnya tujuan
mereka" Dalam pada itu, si hwesio tua telah kembali ke depan kuil
dia berjalan menuju ke undak undakan batu yang keempat, lalu
meletakkan telapak tangan kirinya pada batu yang ketiga dari
sebelah kanan. Setelah itu, dengan sangat berhati-hati sekali dia mengangkat
batu itu setinggi beberapa depa dan meraba permukaan tanah
dibawah batu itu, akhirnya dia mengeluarkan sebuah bungkusan
yang disimpan kedalam sakunya dengan hati hati sekali.
Akhirnya setelah memberi tanda kepada hwesio cilik itu,
berangkatlah mereka berdua menuju ke timur. Sesungguhnya Thi
Eng khi menaruh kesan yang sangat baik terhadap kedua orang
pendeta ini, akan tetapi setelah menyaksikan gerak gerik mereka
yang mencurigakan segera timbul perasaan ingin tahu didalam
hatinya, serta merta diapun melakukan pengejaran dari belakang.


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia ingin tahu apa gerangan yang sebenarnya dilakukan oleh
kedua orang hwesio itu. Sungguh lihay kepandaian silat yang dimiliki
hwesio tua itu, sekalipun harus menggandeng tangan si hwesio cilik,
namun kecepatan geraknya masih tetap luar biasa sekali.
Akan tetapi, bila dibandingkan dengan Thi Eng khi, dia masih
selisih amat jauh. Setelah berlarian sekian lama, akhirnya sebuah
sungai besar terbentang di depan mata. Kedua orang itu langsung
menuju ketepi sungai, kemudian menyambitkan sebutir batu ke
tengah sampan yang menggantungkan lampu berwarna kuning di
tengah sungai. 705 Sambitan itu amat tepat, mula mula batu itu jatuh diatas
bumbungan ruangan perahu, setelah itu baru jatuh ke atas geladak,
sehingga suara yang ditimbulkan adalah dua kali. Mungkin kode
rahasia tersebut telah dijanjikan mereka sebelumnya.
Betul juga, lampu kuning yang berada diatas perahu itu, segera
berubah menjadi lampu berwarna merah.
"Ada bahaya diatas perahu!" hwesio cilik itu segera berseru
dengan perasaan tegang. Paras muka hwesio tua itu berubah
menjadi amat serius, dia mengeluarkan bungkusan kecil itu dari
sakunya dan diserahkan kepada hwesio cilik itu, kemudian
memesannya agar menunggu di tepi sungai.
Setelah itu, sebelum dia berlalu pesannya lagi :
"Seandainya aku menemukan sesuatu musibah yang berada
diluar dugaan, kau harus segera kembali kekuil dan memohon
kepada Thi siangkong yang menginap di kuil kita itu untuk
mengambil keputusan."
"Apakah dia dapat membantu kita?" Tanya hwesio cilik itu ragu
ragu. Sambil membelai kepala si hwesio cilik yang gundul, sahut hwesio
tua itu : "Thi siangkong adalah orang yang berilmu tinggi, dia sudah pasti
akan sanggup untuk membantu dirimu."
Seandainya dia tidak bersedia membantu :
"Tidak mungkin! Walaupun Thi siangkong sedang diliputi
kemurungan, namun jiwa pendekarnya amat mengagumkan, asal
kau menceritakan keadaan yang sebenarnya, niscaya dia akan
membantumu. Kau harus mempercayai dirinya!"
Thi Eng khi yang diam diam menyadap pembicaraan tersebut,
menjadi terharu sekali setelah mendengar perkataan itu, dia merasa
darah panas didalam dadanya mendidih sedang dalam hati kecilnya
segera bertekad untuk mencampuri urusan ini.
706 "Suhu!" bisik si hwesio cilik itu agak berisik, "mengapa kita tidak
segera kembali untuk mengundang Thi siangkong agar membantu
kita?" "Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana dalam dunia
persilatan, tapi belum pernah memohon bantuan orang lain, apakah
kau tidak mengetahui hal ini?" seru hwesio tua itu dengan wajah
bersungguh sungguh.
"Kalau memang begitu, mengapa suhu tidak menyuruh tecu saja
yang pergi memohon kepadanya?"
"Hal itu merupakan urusan pribadiku sendiri, dengan kau sibocah
yang masih kecil, mana mungkin bisa dibandingkan dengan diriku?"
Hwesio cilik itu tidak puas, dia segera berseru :
"Kalau memang ambisi perguruan kita amat besar, tecupun
bersumpah tak akan memohon bantuan orang."
Mula mula hwesio tua itu agak tertegun kemudian sahutnya :
"Bagus! Bagus! Bagus!"
Setelah menatap hwesio cilik itu sekian lama katanya lagi sambil
menghela napas :
"Kau memang tak malu menjadi murid aku Hud sim giam ong
(raja akhirat berhati buddha) hanya sayang aku tak punya banyak
waktu lagi untuk memberi pelajaran kepadamu!"
Dari sakunya ia mengeluarkan sejilid kitab kecil dan diserahkan
kepada hwesio itu, kemudian lanjutnya :
"Di dalam kitab ini tercantum rahasia ilmu silat dari perguruan
kita, baik baik kau menjaga diri."
Tampaknya dia sudah bertekad untuk mati, hal mana mambuat
Thi Eng khi beriba hati. Setelah mengebaskan ujung bajunya, hwesio
tua itu segera menggunakan jurus Toa tiau tian ci (rajawali raksasa
membentang sayap) melompat ke tengah sungai tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.
707 Dengan termangu mangu hwesio cilik itu menyaksikan hwesio tua
tersebut melompat naik keatas perahu, kemudian ia baru
menyembunyikan diri dibalik semak belukar. Mendadak dari atas
perahu berkumandang suara gelak tertawa yang memekak telinga.
"Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh...... rupanya kau siraja
akhirat berhati Buddha yang mengacau dari tengah!"
Begitu Thi Eng khi mendengar suara tertawa yang muncul dari
atas perahu dan penuh dengan pancaran tenaga dalam yang amat
sempurna itu, dalam hati kecilnya segera berpekik :
"Aduh celaka!"
Buru buru ia mengerahkan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im
untuk melambung ditengah angkasa lalu dengan mengandalkan
hawa murninya yang sempurna, dia langsung meluncur keatas
perahu ditengah sungai tersebut.
Hwesio cilik itu masih belum tahu kalau bintang penolong telah
datang, ia masih menguatirkan keselamatan dari gurunya. Waktu itu
Thi Eng khi melayang turun diatas perahu, seakan akan enteng
bagaikan kapas begitu entengnya gerakan tubuh itu sehingga boleh
dibilang semua orang yang berada dalam ruangan sampan tersebut
kena dikelabui olehnya.
Dengan cepat dia mencari tempat yang strategis didalam ruangan
perahu dan mulai mengintip kedalam. Ternyata di dalam ruangan
perahu itu hadir empat orang yang seorang duduk membelakanginya
sedangkan tiga orang lainnya dapat terlihat wajah mereka dengan
jelas. Si hwesio yang bernama Raja akhirat berhati Buddha itu duduk
dibagian tengah, di sebelah kirinya duduk seorang kakek berumur
lima puluh tahunan yang berwajah bersih, sedangkan di sebelah
kanannya duduk seorang sastrawan yang berusia tiga puluh
tahunan. Kedua orang itu nampak lemas sayu dan mengenaskan sekali
keadaannya, jelas mereka baru saja menderita siksaan hebat.
708 Dengan wajah penuh rasa heran dan ingin tahu, raja akhirat berhati
Buddha merangkap tangannya dan menjura kepada orang yang
duduk membelakangi Thi Eng khi itu, lalu katanya :
"Ooooh ...... rupanya Bu im sin hong (angin tanpa bayangan)
Kian tayhiap yang sakti telah datang, selamat bersua, selamat
bersua!" Benarkah orang ini adalah Bu im sin hong Kian Kim siang"
Kenyataan tersebut hampir saja membuat Thi Eng khi tidak
percaya dengan telinga sendiri, didalam hati :
"Pikun! Sewaktu dibukit Siong san tempo hari, kenapa aku lupa
untuk mengadakan perjanjian dengannya?"
Sebenarnya dia akan turun munculkan diri untuk melerai itu tapi
dengan cepat ingatan lain melintas dalam benaknya :
"Aaah, lebih baik aku menanti sebentar lagi coba kulihat
kesalahan paham apakah sebenarnya telah terjadi diantara mereka
barulah setelah duduknya perkara menjadi jelas, baru munculkan diri
lagi untuk melerai."
Karena berpikiran demikian, maka diapun lantas mengurungkan
niatnya untuk menampilkan diri. Dalam pada itu, Bu im sin hong
telah berseru sambil tertawa dingin :
"Bu kay kwesio, tak nyana kau masih ingat dengan raut wajah
lohu .... benar benar tak kusangka...."
Tampaknya si raja akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio merasa
amat jeri sekali terhadap Bu im sin hong Kian Kim siang, mengikuti
nada ucapannya itu buru buru dia berseru :
"Pinceng masih ingat, pada enam puluh tahun berselang, ketika
pinceng mengikuti mendiang guruku mengunjungi tayhiap, berkat
petunjuk tayhiap lah pinceng ...."
Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba tiba Bu im sin hong
Kian Kim siang membentak keras :
"Tak usah banyak berbicara, aku harus selesaikan dulu tugas ini
sebelum berbincang bincang kembali denganmu, sekarang aku ingin
bertanya kepadamu, apakah barangnya sudah kau bawa kemari?"
709 Paras muka Raja Akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio berubah
hebat, ia tak berani menjawab pertanyaan Bu im sin hong Kian Kim
siang secara terang terangan, dengan sinar matanya dia
memandang sekejap kearah kakek yang berada disampingnya,
seakan akan ingin tahu apa saja yang telah dia ucapkan.
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu
hanya tertawa dingin tiada hentinya, dia sama sekali tidak
bermaksud untuk menghalangi perbuatan mereka. Terpaksa kakek
itu mengucapkan sepatah kata secara ringkas :
"Dia sudah tahu kalau benda tersebut berada ditangan siansu!"
Kemudian dengan wajah memerah dia menundukkan kepalanya
rendah rendah. Di masa dahulu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu
kay hwesio terhitung pula sebagai seorang pendekar besar yang
termashur namanya dala dunia persilatan, dia termashur karena
tindakannya yang tegas seperti raja akhirat tapi berhati welas kasih
bagaikan Buddha.
Pada usia tuanya meski sudah mencukur rambutnya menjadi
seorang pendeta akan tetapi jiwa kependekarannya sama sekali
tidak berkurang. Sambil menarik muka dia lantas berseru :
"Yu sicu, kau bukan terhitung seorang prajurit tak bernama di
dalam dunia persilatan, mengapa tindakanmu justru melanggar
kesetiaan kawan yang diperlukan seorang jago persilatan?"
Kakek yang ditegur itu hanya membungkam diri dalam seribu
bahasa, tiba tiba dia mengayunkan telapak tangan untuk
menghantam keatas ubun ubun sendiri. Serta merta Bu im sin hong
Kian Kim siang mengangkat tangannya sambil menotok jalan darah
kakek itu, dengan demikian niatnya untuk membunuh diri jadi
tercegah. Setelah itu sambil tertawa seram katanya :
"Heeehhh.... heeehhh.... heeehhhh..... sebelum urusan menjadi
jelas jangan harap kalian bisa mati dengan seenaknya sendiri,
apakah kau melupakan kembali perkataan dari lohu" Kalau tidak, tak
710 ada salahnya jika kau merasakan ilmu jari Siau hun ci hoatku sekali
lagi!" Seraya berkata dia lantas menggerakkan jari tangannya seperti
siap melakukan totokan. Dengan cepat si raja akhirat berhati Buddha
melompat kedepan dan menghadang dihadapan kakek itu serunya :
"Dengan nama besar Kian tayhiap dalam dunia persilatan, tak
nyana kalau perbuatanmu begitu rendah, sehingga terhadap seorang
angkatan muda dari dunia persilatan pun melakukan tindakan sekeji
ini, kalau begitu pinceng telah salah menegur Yu sicu."
Perlu diketahui ilmu jari Siau hun ci hoat merupakan salah satu
ilmu beracun dari dunia persilatan, barang siapa yang terkena
totokan tersebut, dia tak akan merasa sakit ataupun gatal, tapi akan
merasa linu sekujur badannya seakan akan seluruh tulang
belulangnya menjadi lepas dan sukmanya melayang meninggalkan
raganya. Jilid 22 Siksaan tersebut melebihi penderitaan ditusuk tusuk dengan
senjata tajam, sekalipun seseorang terdiri dari otot kawat tulang
besi, jangan harap bisa menahan siksaan semacam itu.
Kakek she Yu itu terdiri dari darah dan daging, sudah barang
tentu dia tak akan sanggup menahan diri, dalam keadaan demikian
siapapun pasti akan berbicara dengan terus terang. Cuma saja cara
semacam ini merupakan sebuah cara yang amat keji dan rendah,
kebanyakan jago persilatan dari golongan lurus enggan untuk
menggunakan cara tersebut sehingga menodai nama baiknya.
Pada enam puluh tahun berselang, nama besar Bu im sin hong
Kian Kim siang sudah termashur didalam dunia persilatan, terutama
empat propinsi di wilayah selatan, kebesaran namanya dan
kebesaran kedudukannya boleh dibilang sejajar dengan kedudukan
Keng thian giok cu Thi keng maupun Tiang pek lojin So Seng pak
sekalian. 711 Sungguh tak disangka enam puluh tahun kemudian, wataknya
telah berubah sama sekali dan berubah menjadi seorang manusia
yang dibenci setiap umat persilatan. Bu im sin hong Kian Kim siang
sedikit pun tidak nampak malu ataupun menyesal, jari tangannya
masih tetap digerak gerakkan diatas wajah Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu sembari mengancam :
"Aku akan mengajukan sebuah pertanyaan lagi, sudah kau
bawakan barang itu?"
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu segera tertawa
terbahak bahak.
"Haaahhhh".. haaahhhhh?" haaahhhh".. kau hendak
menggertak pinceng dengan mempergunakan ilmu jari Siau hun ci
hoat" Sayang sekali kau salah mencari sasaran, sampai matipun
pinceng tak nanti akan takut menghadapi dirimu."
Sembari berkata dia lantas menotok jalan darah Khek swan hiat
ditubuhnya lebih dahulu. Dengan demikian, sekalipun dia kalah
dalam pertarungan dan tertangkap lawan. Bu im sin hong Kian Kim
siang tak mungkin bisa menggertak dirinya lagi. Sebab dengan
menotok jalan darah Khek swan hiat tersebut, hal itu merupakan
satu satunya cara untuk menghindari diri dari siksaan Siau hun ci
hoat. Yang dimaksud sebagai "menghindarkan diri" adalah jika ilmu
totokan siau hun ci hoat tersebut ditotokkan keatas tubuhnya maka
dia akan segera tewas, sehingga dapat terhindar dari siksaan akibat
totokan ilmu jari siau hun ci hoat tersebut.
Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu
menjadi mendongkol sekali, teriaknya sambil mencak mencak karena
kegusaran : "Kau anggap lohu sudah tidak punya cara lain lagi untuk
menyiksa dirimu ....?"
Tiba tiba dia mementangkan cakarnya dan secepat kilat
menyambar bahu kiri si Raja akhirat berhati Buddha. Dengan wajah
serius, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menghindarkan
712 diri ke samping untuk meloloskan diri dari ancaman cengkeraman
itu. Bu im sin hong Kian Kim siang bergerak secepat sambaran petir,
tampak ia sama sekali tidak berganti jurus, sambil membalikkan
telapak tangannya tahu tahu dia sudah mencengkeram tubuh Hud
sim giam ong secara telak .....
Berbicara soal tenaga dalam, Hud sim giam ong Bu kay siansu
terhitung mempunyai kemampuan yang sederajat dengan
ciangbunjin pelbagai partai besar dalam dunia persilatan, akan tetapi
bila dibandingkan dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, maka


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selisihnya masih cukup jauh, apalagi ruangan dalam perahu amat
sempit dan tidak leluasa untuk dipakai menghindarkan diri.
Begitu cengkeramannya berhasil dengan telak, Bu im sin hong
Kian Kim siang segera mengerahkan tenaganya untuk menekan
tubuh lawan, setelah itu diseretnya tubuh Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu sehingga bergeser satu langkah ke sebelah
kiri. Waktu itu si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah
bertekad untuk mati, ia sama sekali tidak memperdulikan
keselamatan dirinya, menggunakan kesempatan tersebut
pergelangan tangannya segera diputar dan balas membabat jalan
darah Ciang bun hiat dipinggang sebelah kiri Bu im sin hong Kian
Kim siang. Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Bu im sin hong Kian
Kim siang tertawa dingin, jengeknya :
"Kau anggap masih bisa banyak bertingkah dihadapan lohu"
Lebih baik roboh saja kau!"
Sekali lagi hawa murninya disalurkan keluar untuk menekan
tubuh lawan, seketika itu juga tubuh si Raja akhirat berhati Buddha
Bu kay siansu yang sedang menerjang kemuka malah terdesak
mundur selangkah, kakinya tak sanggup berdiri tegak dan ia segera
menubruk ke depan.
713 Bu im sin hong Kian Kim siang berdiri dengan telapak tangan
kanannya disilangkan didepan dada, kemudian secepat kilat
menghantam jalan darah ciang tay hiat ditubuh Hud sim giam ong
Bu kay siansu tersebut, katanya sambil tertawa jengah :
"Bila lohu tidak sanggup untuk merobohkan dirimu, tidak pantas
aku menjabat sebagai tongcu ruangan Hian bu tong dalam istana
Ban seng kiong ....."
Serangan dari Bu im sin hong Kian Kim siang dilancarkan bertubitubi,
seandainya sampai terkena serangan itu secara telak, niscaya si
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu bakal mampus seketika.
Rupanya Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan ilmu
Huan cing hui hiat (membalik otot memutar darah) suatu
kepandaian yang lebih dahsyat dari ilmu jari Siau hun ci hoat untuk
menghadapi lawannya.
Mendadak dari luar ruangan perahu terdengar seorang
membentak nyaring :
"Kian lo tunggu sebentar!"
Tampaknya Thi Eng khi sudah tak tahan menyaksikan tindak
tanduk yang dilakukan rekannya, dia segera menerobos masuk
kedalam ruangan dan mencegah Bu im sin hong Kian Kim siang
untuk melanjutkan serangan kejinya ....
Bu im sin hong Kian Kim siang agak menghentikan sebentar
ancaman itu, tapi kemudian setelah mendengus dingin, ia
meneruskan kembali ancamannya. Thi Eng khi sama sekali tidak
menyangka kalau perpisahannya selama puluhan hari telah
mengakibatkan perubahan besar bagi Bu im sin hong Kian Kim
siang, bukan saja bertambah keji bahkan sama sekali tidak
mengenali dirinya lagi.
Kenyataan tersebut membuat hatinya menjadi marah sekali,
sambil miringkan badan lantas membacok keatas urut nadi pada
pergelangan tangan Bu im sin hong Kian Kim siang. Berada dalam
keadaan demikian andaikata Bu im sin hong Kian Kim siang tidak
segera menarik kembali serangannya, bisa saja dia meneruskan
ancamannya dan membunuh Hud sim giam ong Bu kay siansu
714 diujung telapak tangannya, akan tetapi lengannya pun akan
terpapas kutung pula di tangan Thi Eng khi.
Dalam keadaan terpaksa menarik kembali ancamannya dan
menyongsong datangnya ancaman dari Thi Eng khi. Begitu sepasang
telapak tangan mereka saling bertemu segera terjadilah benturan
keras yang memekikkan telinga, seketika itu juga Bu im sin hong
Kian Kim siang terdesak mundur selangkah.
Sebaliknya Thi Eng khi tetap berdiri tak berkutik di tempat
semula. Masih untung Thi Eng khi cuma mempergunakan tenaga
sebesar lima bagian saja, kalau tidak, mungkin tubuh Bu im sin hong
Kian Kim siang sudah mencelat keluar dari ruangan perahu.
Dengan perasaan terperanjat Bu im sin hong Kian Kim siang
membentak keras :
"Siapakah kau?"
Pertanyaan tersebut membuat Thi Eng khi menjadi tertegun,
segera pikirnya :
"Baru berpisah puluhan hari, masa dia sudah tidak kenal lagi
dengan aku...?"
Tapi ingatan lain dengan cepat melintas didalam benaknya :
"Jangan jangan karena aku mengenakan pakaian berkabung,
maka dia tak melihat jelas wajahku?"
Berpikir demikian, sambil tertawa segera ujarnya :
"Siaute adalah Thi Eng khi!"
Lima orang yang berada dalam ruangan perahu itu sama sama
menjadi tertegun dan segera mengalihkan sorot matanya ke wajah
Thi Eng khi. Perlu diketahui, semenjak pertemuannya di bukit Siong
san serta keberaniannya untuk mendatangi istana Ban seng kiong
seorang diri, nama besar Thi Eng khi sudah diketahui oleh setiap
umat persilatan yang berada dalam dunia persilatan.
Tapi semua orang hanya mengetahui kalau dia adalah seorang
yang berjiwa panas, siapapun tidak ada yang mengira kalau tenaga
715 dalam yang dimilikinya begitu sempurna sehingga mampu untuk
bertarung menghadapi Bu im sin hong Kian Kim siang.
Yang paling tersipu sipu keadaannya adalah Bu im sin hong Kian
Kim siang sendiri apalagi setelah dipaksa mundur oleh seorang anak
muda dihadapan orang lain, kemarahannya makin berkobar.
Mendadak dia membentak keras :
"Ooh, rupanya kau, sambutlah pukulanku sekali lagi!"
Sepasang telapak tangannya segera diayunkan ke depan
melancarkan sebuah pukulan dahsyat. Dengan kening berkerut, Thi
Eng khi segera berpikir :
"Tampaknya dari malu Kian lo menjadi naik darah!"
Dia tak ingin terlalu memaksa orang, maka kali ini dia hanya
mempergunakan tenaga sebesar enam bagian untuk menyongsong
datangnya ancaman tersebut. Ketika sepasang telapak tangan saling
membentur, segera terjadilah suatu ledakan yang memekikkan
telinga. Sekalipun Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan
tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian, sedangkan Thi Eng khi
hanya enam bagian ternyata keadaannya masih tetap seimbang,
kedua belah pihak sama sama tidak tergoyah barang setengah
langkah pun. Tapi akibatnya perahu itu menjadi oleng dan bergoyang keras
sekali akibat tekanan hawa pukulan mereka berdua. Si Raja akhirat
berhati Buddha Bu kay siansu sekalian tidak mengetahui keadaan
yang sebenarnya, dalam anggapan mereka kekuatan yang dimiliki
kedua orang itu seimbang, sehingga tanpa terasa mereka
menghembuskan napas dingin dan hatinya amat tak tenang.
Berbeda sekali dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, dia merasa
terperanjat sekali dan malu untuk berbincang bincang dengan Thi
Eng khi lebih jauh, begitu menghajar dinding perahu sampai ambrol
sebagian, dia segera melompat keluar dari ruang perahu dan
melarikan diri dari tempat tersebut.
716 Thi Eng khi hanya berdiri dengan penuh tanda tanya, tapi diapun
tidak menghalangi. Sambil menggelengkan kepalanya dan menghela
napas, dia membangunkan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay
siansu dari atas perahu, katanya :
"Siansu kau dibuat terkejut."
Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu memegang sepasang
bahu Thi Eng khi sambil tertawa terbahak bahak, kejut dan girang
menyelimuti seluruh wajahnya.
"Haaahhh..... haaahhhh.... haaahhh..... walaupun pinceng sudah
tahu kalau Thi sauhiap adalah seorang pandai tapi sama sekali tak
kusangka kalau kau adalah ketua Thian liong pay yang termashur
namanya dalam dunia persilatan, maaf ..... aku benar benar minta
maaf. Untung saja Thi ciangbunjin bersedia untuk turun tangan dan
membantu kami hari ini, kalau tidak pinceng sekalian pasti akan mati
secara mengenaskan!"
Di tengah ucapan terima kasih itu, si kakek setengah tua dan
sastrawan muda itu telah bangun berdiri dan memberi hormat
kepada Thi Eng khi. Dari pembicaraan tersebut, baru diketahui
bahwa kedua orang inipun terhitung manusia kenamaan dalam dunia
persilatan. Yang tua bernama Kim gin siang pian (sepasang ruyung
emas perak) Yu Cian hian, sedangkan si sastrawan muda itu
bernama Hek pek san (Kipas hitam putih) Ong Liu tong.
Semua orang mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk di kursi
utama, Thi Eng khi tahu dalam keadaan demikian tak ada gunanya
untuk mengalah maka untuk menyenangkan hati semua orang,
tanpa sungkan sungkan lagi dia segera duduk di kursi utama.
Sementara itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu telah
menghembuskan napas panjang seraya berkata :
"Bu im sin hong Kian tayhiap sudah lama termashur sebagai
seorang pendekar besar yang suka membantu kaum lemah dan
membantu kesulitan orang, sungguh tak disangka puluhan tahun
kemudian, wataknya bisa berubah menjadi begitu jelek, bahkan
telah bergabung pula dengan pihak Ban seng kiong untuk melakukan
717 kejahatan, peristiwa ini benar benar merupakan suatu ketidak
beruntungan bagi umat persilatan.
Thi Eng khi segera teringat pula hubungannya dengan Bu im sin
hong Kian Kim siang, katanya pula :
"Kesemuanya ini merupakan kesalahan diriku yang masih muda
dan berpengalaman cetek hingga aku telah salah menolong orang."
Mendengar perkataan itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay
siansu menjadi keheranan, serunya kemudian :
"Entah apa maksud Thi ciangbunjin mengucapkan perkataan itu?"
Page 16-17 missing
dengan sikap hina banyak jago terhadap perguruan Thian liong
pay, dia mengira Raja akhirat berhati Buddha merasa tak sudi untuk
bergaul dengannya, maka dengan wajah sedingin es, segera ujarnya
: "Jika siansu menganggap aku tak cocok untuk bergaul
denganmu, baiklah aku hendak mohon diri dulu."
Selesai menjura, dia segera melangkah keluar dari ruang perahu
tersebut..... Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menjadi amat
gelisah, buru buru serunya sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali :
"Thi ciangbunjin, harap jangan salah paham, pinceng sama sekali
tidak bermaksud demikian."
Selain gugup, dia pun nampak panik sekali. Ketika Thi Eng khi
menyaksikan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu berbicara
dengan wajah bersungguh sungguh, hatinya menjadi rikuh sendiri,
dia kuatir kalau niatnya untuk pergi dilanjutkan maka orang akan
menganggapnya berjiwa sempit, maka dia lantas melangkah balik ke
tempat semula. Gerakannya baik sewaktu pergi maupun sewaktu kembali
dilakukan secepat kilat, semua orang hanya merasa dia
718 menggeserkan posisinya tapi tidak tahu ilmu gerakan tubuh apakah
yang digunakan.
Terkesiaplah Si Raja akhirat berhati Buddha sekalian setelah
menyaksikan kejadian itu, mereka tidak tahu sampai dimanakah
kelihayan dan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi.
Setelah menghela napas panjang, Si Raja akhirat berhati Buddha
Bu kay siansu segera berkata :
"Sahabatku itu tak lain adalah Cang ciong sin kiam Sangkoan
tayhiap, kepala kampung dari perkampungan Ki hian san ceng
dibukit Hong san."
Dengan kening berkerut Thi Eng khi hanya mengucapkan "aah,
aah, oh, oh" tanpa sanggup untuk melanjutkan kata-katanya.
Agaknya si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah
menduga kalau Thi Eng khi bakal menunjukkan sikap seperti ini,
maka paras mukanya sama sekali tidak berubah, pelan pelan
katanya : "Walaupun pinceng tidak menyaksikan sendiri persengketaan
yang terjadi antara Cang ciong sin kiam Sangkoan tayhiap dengan
Thi ciangbunjin, tapi pinceng cukup mengenali watak dari Sangkoan
tayhiap. Dilihat dari tabiatnya itu aku pun tahu kalau kesalahan
tersebut pasti bukan terletak pada diri Thi ciangbunjin. Setelah
berjumpa hari ini, hal tersebut makin mempertebal dugaanku kalau
dugaan pinceng tak salah. Cuma ..... entah bersediakah Thi
ciangbunjin memandang pada gawatnya situasi dalam dunia
persilatan untuk mengesampingkan dulu perselisihan pribadi dan
mau bersatu padu untuk bersama sama menanggulangi krisis dalam
dunia persilatan" Pinceng bersedia menjadi perantaranya dalam hal
ini..... bila benar benar bisa terwujud, hal ini sungguh merupakan
suatu keberuntungan bagi umat persilatan."
Thi Eng khi adalah seorang pemuda yang berjiwa besar, dengan
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong juga tidak mempunyai dendam
kesumat, cuma saja lantaran sikap mereka yang keterlaluan, hal ini
memaksanya mau tak mau harus mengambil tindakan pula.
719 Maka setelah disinggung kembali oleh si Raja akhirat berhati
Buddha Bu kay siansu, dengan cepat diapun menyatakan
kesediaannya. Sementara dia hendak mengemukakan sikapnya, tiba
tiba si hwesio cilik itu menimbrung :
"Suhu, Thi ciangbunjin adalah seorang pendekar sejati yang
mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi,
tentu saja ia bersedia untuk memperbaiki hubungan tersebut, yang
dikuatirkan adalah Sangkoan tayhiap yang keras kepala dan sampai
mati tak mau mengaku salah!"
Thi Eng khi memang tak malu disebut seorang manusia yang luar
biasa, dengan wajah bersungguh sungguh dia lantas berkata :
"Maksud mulia siansu tak berani kutampik, begitulah, kuserahkan
persoalan ini kepada siansu! Asal Sangkoan tayhiap bisa melupakan
kejadian masa lalu, akupun setiap saat bersedia untuk
menjumpainya!"
Sikap Thi Eng khi yang terbuka dan berjiwa besar ini segera
disambut oleh Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sekalian
dengan perasaan kagum tanpa merasa mereka berseru bersama :
"Bagus!"
Rasa kagum mereka terhadap Thi Eng khi pun otomatis semakin
bertambah .... Dengan penuh kegembiraan si Raja akhirat berhati Buddha Bu
kay siansu segera mengambil keputusan untuk mengajak hwesio
cilik itu bersama Kim gin siang pian Yu Cian hian serta Hek pek san
Ong Liu tong untuk bersama sama berangkat ke perkampungan Ki
hian san ceng di bukit Hong san.
Setelah berpisah dengan keempat orang itu, Thi Eng khi merasa


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

munculnya suatu perasaan kosong dalam hatinya, tapi karena
persoalan yang harus diselesaikan terlalu banyak, untuk sesaat dia
tak bisa mengambil keputusan dan tak tahu kemana harus pergi.
Dengan tanpa tujuan akhirnya dia berjalan menelusuri sungai.
Walaupun dia hanya berjalan dengan santai, tapi tanpa terasa
720 sampai juga dijalanan menuju ke rumah. Setelah melewati Swan
hong, diapun menembusi kota Sah si.
Di depan matanya kini tampak kuil tokoan yang pernah
digunakan untuk menjebaknya dan hampir saja membunuhnya dulu.
Sekarang kuil tersebut sudah hancur dan tinggal puing puing yang
berserakan. Sementara ia masih memandang sekitar tempat itu, dari depan
sana tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, ketika
orang itu menjumpai Thi Eng khi, mendadak tubuhnya melambung
ke tengah udara, kemudian setelah berjumpalitan beberapa kali,
tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia melayang turun dibelakang
tubuh si anak muda tersebut.
Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi memang sangat lihay,
walaupun berada dalam keadaan melamun, namun suatu gerakan
yang mencurigakan saja dibelakang tubuhnya segera meningkatkan
kewaspadaannya.
Dengan cepat dia membalikkan badan dengan menyilangkan
telapak tangannya didepan dada kemudian bentaknya keras keras :
"Siapa di situ .....?"
Dengan wajah berseri seri orang itu menerjang tiba, kemudian
teriaknya keras keras:
"Saudara Thi, kau benar benar membuat aku Lo Kian menjadi
kelabakan setengah mati!"
Dengan cepat ia mendekat dan maksud untuk merangkul bahu
Thi Eng khi. Serta merta Thi Eng khi berkelit ke samping dan
mundur sejauh tiga langkah dengan perasaan muak, lalu sambil
melintangkan sepasang telapak tangannya di depan serunya dingin :
"Sejak berpisah diatas perahu, beberapa hari baru lewat, ada
urusan apa kau datang mencariku?"
Menghadapi sikap Thi Eng khi yang dingin dan kaku, orang
tersebut nampak agak tertegun dan segera menghentikan
721 langkahnya, kemudian setelah membalikkan matanya berulang kali,
dia berseru : "Sejak berpisah denganmu di bukit Bu gi san tempo hari, di
tengah jalan aku telah berjumpa dengan seorang sahabat karibku
hingga perjalananku agak tertunda, tak disangka ketika tiba di bukit
Siong san, kau telah pergi lebih dulu, dengan susah payah aku
mencari dirimu hingga hari ini tapi mengapa sikapmu terhadap
sahabat karib berubah sekasar ini" Siapakah yang telah berjumpa
denganmu didalam sampan" Coba perhatikan lagi dengan seksama,
siapakah diri lohu ini?"
"Hmm, kau masih pandai sekali berlagak pilon," sumpah Thi Eng
khi dalam hati.
Dengan wajah dingin dan kaku dia berseru :
"Nama besar Bu im sin hong Kian tayhiap sudah termashur di
seluruh kolong langit, sekarang pun sudah menjadi Tongcu ruang
Hian bu tong di istana Ban seng kiong, aku tak berani mengikat tali
persahabatan denganmu, lebih baik kita bersua lagi di dalam istana
Ban seng kiong, waktu itu aku tak akan berbicara sesungkan hari
ini." Selesai berkata dia lantas miringkan badan dan berlalu dari
tempat tersebut. Bu im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago
tua yang amat berpengalaman dalam dunia persilatan, setelah
menyaksikan hal tersebut dia lantas menduga kalau Thi Eng khi
telah menganggap seseorang lain sebagai dirinya.
Tentu saja dia tak membiarkan Thi Eng khi pergi dengan begitu
saja, karena bila sampai berbuat demikian, kesalahan paham
diantara mereka pasti akan bertambah mendalam. Maka sambil
menghalangi jalan pergi Thi Eng khi katanya :
"Thi lote, tunggu dulu, dibalik peristiwa ini pasti ada hal hal yang
tak beres, jangan kelewat menuruti napsu, kita mesti selidiki dahulu
dengan baik baik!"
Thi Eng khi menjadi terkejut sekali dan menghentikan langkahnya
sambil membungkam, dia teringat kembali dengan kemampuan
Huan im sin ang untuk menyaru sebagai wajah orang lain.
722 Ditinjau dari kejadian mana bisa disimpulkan kalau orang yang
dijumpainya dalam sampan tempo hari adalah Bu im sin hong
gadungan, tapi siapa pula yang percaya kalau Bu im sing hong Kian
Kim siang yang berada di hadapannya sekarang adalah Bu im sin
hong Kian Kim siang yang sesungguhnya.
Sekalipun yang berada di hadapannya adalah yang asli, namun
siapa pula yang bisa membuktikan kalau dia belum menggabungkan
diri dengan pihak Ban seng kiong" Siapa tahu dia datang dengan
maksud untuk membohongi dirinya ....."
Pertanyaan pertanyaan ini tak mungkin bisa dibuktikan dengan
segera, untuk sesaat Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya. Bu
im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago kawakan yang
sangat berpengalaman, dalam sekilas pandangan saja dia sudah
dapat meraba jalan pikiran Thi Eng khi, maka dengan cepat dia
mengemukakan suatu rahasia untuk membuktikan keaslian dari
dirinya. "Cahaya aneh melindungi badan, tiada perasaan melepaskan
naga.... "
Sebagaimana diketahui, ilmu sakti Heng kian sinkang yang
dimiliki Thi Eng khi sekarang berasal dari gua pertapaan Thio Biau
liong, peristiwa itu pun hanya diketahui Thi Eng khi dan Bu im sin
hong Kian Kim siang yang asli.
Maka dengan perasaan sangsi, Thi Eng khi segera berkata :
"Kian lo, siaute masih ada satu persoalan yang tidak kupahami,
harap kau suka memberi penjelasan!"
Nada suaranya sekarang jauh lebih lembut dan lunak. Bu im sin
hong Kian Kim siang mengenyitkan alis matanya, lalu berkata pelan :
"Thi lote, bila dalam hatimu tumbuh kecurigaan, silahkan saja
diutarakan dengan berterus terang!"
"Harap kau suka membuktikan kalau dirimu bukanlah tongcu
ruangan Hian bu tong dari istana Ban seng kiong?"
723 Tapi bagaimana caranya untuk membuktikan hal ini"
Walaupun Bu im sin hong Kian Kim siang berpengalaman luas,
toh dia dibikin serba salah juga oleh tindakan Thi Eng khi ini, sebab
sulit untuk membuktikan hal itu. Sementara kedua orang itu
bertatapan muka dengan mulut membungkam, dan Thi Eng khi
dengan paras muka berubah sudah siap siap untuk meninggalkan
tempat itu, mendadak dari jalan raya muncul sesosok bayangan
manusia. Begitu menyaksikan kedatangan orang itu, Thi Eng khi nampak
semakin tersipu sipu, dengan perasaan apa boleh buat segera
panggilnya : "So yaya!"
Kemudian ia menundukkan kepala dan membungkam dalam
seribu bahasa. Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi gembira
sekali, segera teriaknya keras keras :
"Saudara So, tepat kedatanganmu, Thi lote sedang mencurigai
siaute telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan menjadi
tongcu dari ruangan Hian bu tong, padahal kita belum lama
berpisah, harap kau suka menjadi saksi!"
Tiang pek lojin So Seng pak segera mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhhh..... haaahhh...... apa jeleknya menjadi
tongcu dari istana Ban seng kiong" Saudara Kian, apa salahnya jika
kau mengaku secara terus terang saja?"
Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim
siang menjadi berdiri melongo, dia mengira Tiang pek lojin So Seng
pak sengaja mengajaknya bergurau, buru buru serunya dengan
gelisah : "Kau... kau ..... jangan jangan kau sedang mabuk?"
Paras muka Tiang pek lojin So Seng pak kembali berubah
menjadi amat serius, ujarnya lebih jauh :
724 "Lohu berada dalam keadaan yang sadar, mungkin kau sendiri
yang sedang pikun sehingga melupakan diri, Eng ji toh orang sendiri,
sudah seharusnya kita bersama sama mengajaknya, buat apa kau
main sembunyi" Apakah hal inilah yang menjadi watakmu?"
Thi Eng khi sedang berkerut kening, dia merasa perkataan dari
Tiang pek lojin So Seng pak amat menusuk pendengaran. Sementara
dia masih termangu, terdengar Tiang pek lojin So Seng pak telah
berkata lebih jauh :
"Ban seng kiong telah dipimpin langsung oleh Hian im Tee kun,
lohu sudah ditarik menjadi tongcu ruangan Pek hou tong bersama
Kian lo ...."
Paras muka Thi Eng khi berubah berulang kali, tidak menunggu
Tiang pek lojin menyelesaikan perkataannya, dengan sekujur tubuh
gemetar keras ia telah menutupi sepasang telinganya sambil
berteriak keras :
"Tidak! Tidak! Aku tak mau mendengarkan ...."
Kemudian dia menjerit lagi :
"Ooo Thian!"
Tanpa membuang waktu dia segera membalikkan badan dan
berlalu meninggalkan tempat itu. Dari belakang tubuhnya
kedengaran suara Tiang pek lojin So Seng pak sedang berkata
sambil tertawa terbahak bahak.
"Haahhh.... haaahhhh..... haaahhhh...... kakekmu Keng thian giok
cu Thi loko pun telah menerima perintah dari Tee kun untuk
menjabat sebagai Tongcu ruangan Cing liong tong! Dia telah
meninggalkan pesan yang memerintahkan kepadamu untuk segera
menjumpainya dan menerima perintah!"
Sekali lagi Thi Eng khi berteriak keras, larinya tampak bertambah
cepat lagi. Dalam keadaan seperti ini, Bu im sin hong Kian Kim siang
tak sempat untuk menganggapi ucapan Tiang pek lojin lagi, dia
segera berteriak keras :
"Thi lote!"
725 Dengan cepat, dia mengejar dibelakangnya. Melihat itu, Tiang
pek lojin So Seng pak tertawa tergelak semakin bangga lagi.
Ketika Ciu Tin tin mencapai di luar pintu gerbang Ban seng kiong
setelah terhalang oleh Hian im Tee kun, ia kehilangan jejak dari Thi
Eng khi, ia tahu setelah kehilangan jejaknya, maka bila ingin
menyusulnya hal itu jauh lebih sulit daripada naik ke langit.
Dalam keadaan begini, dia lantas menundukkan kepalanya dan
memandang sekejap kearah tulang kering sepanjang satu inci
ditangannya itu, sementara otaknya berpikir kembali akan ucapan
Hian im Tee kun yang meminta gurunya agar menjabat sebagai
Tongcu ruangan Cu ciok tong dalam istana Ban seng kiong.
Setelah mempertimbangkan berat ringannya, sambil menggertak
gigi akhirnya diputuskan untuk pulang ke gunung lebih dulu.
Mengapa Ciu Tin tin bisa munculkan diri dalam istana Ban seng
kiong kali ini"
Ternyata pada malam ketika Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian
Kim siang berpisah di bukit Sam yang hong tempo hari, karena Thi
Eng khi telah berpekik lirih untuk memanggil kuda berbulu hitamnya,
maka dalam keadaan ilmu Heng kian sinkang yang baru berhasil
dipelajari dan belum mampu dikendalikan sebaik baiknya, ditambah
lagi malam itu hening, akhirnya suara tersebut didengar pula oleh
Ciu Tin tin yang sedang menangis.
Mendengar suara tersebut, Ciu Tin tin segera mengetahui
siapakah orangnya, dia segera menyusul kedepan, sayang
kemunculannya terlambat selangkah dan ia tak berhasil menjumpai
bayangan tubuh dari Thi Eng khi.
Walaupun masih murung namun rasa sedih yang semula
mencekam hatinya telah jauh berkurang. Paling tidak, ia sudah tahu
kalau Thi Eng khi telah berhasil meloloskan diri dari bahaya maut.
Terdorong oleh gejolak perasaan pada hatinya, dia segera
memutuskan untuk secara diam diam meninggalkan bukit Bu gi san,
726 karena ia beranggapan sebelum dapat bertemu muka dengan adik
Eng, sekalipun tinggal di Bu gi san, dia tak akan merasa lega hati.
Sewaktu dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan
Thi Eng khi akan mendatangi istana Ban seng kiong seorang diri, Ciu
Tin tin segera menyusul ke istana Ban seng kiong, akhirnya dia
berjumpa dengan Thi Eng khi dan menghantar keberangkatan
Huang oh siansu berpulang ke alam baka.
Walau sudah berjumpa, ternyata mereka tak mengucapkan
sepatah katapun dan harus berpisah kembali, rasa sedih yang
mencekam perasaan Ciu Tin tin benar benar tak terlukiskan dengan
kata. Akan tetapi bagaimanapun juga Ciu Tin tin memang seorang
gadis yang luar biasa, berada dalam situasi yang amat kritis ini, dia
memutuskan untuk mendahulukan soal tugas umum daripada
kepentingan pribadi.
Maka ia mengurungkan niatnya untuk mencari Thi Eng khi dan
berangkat pulang ke kuil Sam sim an dibukit Bu gi san untuk
menyampaikan dahulu pesan dari Hian im Tee kun.
Sementara itu, Sim ji sinni yang telah membagikan Si toan kim
khong kepada pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan Pek leng
siancu So Bwe leng, dengan perasaan lega telah kembali ke kuil Sam
sim an. Karena itulah dia tak tahu kalau Thi Eng khi telah mendatangi
istana Ban seng kiong seorang diri, waktu itu dia malah sedang sedih
karena peristiwa terjatuhnya Thi Eng khi kedalam jurang dan
perginya Ciu Tin tin tanpa pamit.
Sebenarnya Sim ji sinni bertindak semacam itu selama ini hanya
bermaksud baik untuk Thi Eng khi, siapa sangka justru kebalikannya
yang ditemui peristiwa tragedi ini segera membuat Sim ji sinni amat
sedih bercampur menyesal.
727 Tatkala Ciu Tin tin tiba kembali di kuil Sam sim an, Sim ji sinni
saat itu sedang berdiri seorang diri diatas tebing sambil menahan
rasa sedih dalam hatinya. Ciu Tin tin menjadi amat sedih setelah
menyaksikan kejadian itu, dia segera berseru lirih :
"Suhu ...!"
Dengan cepat dia menubruk ke dalam pelukan Sim ji sinni dan
menangis tersedu sedu. Agak lega juga hati Sim ji sinni menyaksikan
Ciu Tin tin telah kembali dengan selamat, dibelainya rambut nona itu
dengan kasih sayang, kemudian hiburnya :
"Anak Tin, dalam perjalananmu turun gunung kali ini apakah
telah menjumpai suatu kejadian yang memedihkan hatimu?"
Setelah menangis sekian waktu, pelan pelan Ciu Tin tin baru
dapat menenangkan kembali hatinya, dia lantas mengeluarkan
lencana tulang putih pemberian Hian im Tee kun, kemudian tanya :
"Suhu, apakah kau kenal dengan lambang tulang kering ini?"
Begitu menyaksikan benda tersebut, paras muka Sim ji sinni
segera berubah hebat serunya tanpa terasa :


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Omitohud .... dari mana kau dapatkan lencana Pek leng kut
tersebut ....?"
Suaranya kedengaran gemetar keras, jelas nikou sakti dari kolong
langit ini dibuat terperanjat setelah menyaksikan lencana pek leng
kut tersebut ....
Meninjau dari perubahan wajah gurunya, Ciu Tin tin segera sadar
kalau masalahnya amat gawat, maka secara ringkas dia lantas
melaporkan semua pengalamannya sejak turun gunung.
Tatkala Sim ji sinni mendapat tahu kalau Thi Eng khi belum mati,
hatinya merasa lega sekali, sambil memandang wajah Ciu Tin tin
sekulum senyuman segera tersungging diujung bibirnya.
Akan tetapi, ketika ia mendengar Hian im Tee kun menitahkan
kepadanya untuk menjabat tongcu ruangan Cu ciok tong dalam
istana Ban seng kiong, paras mukanya kembali menjadi tegang, ia
tampak tidak tenang sekali.
728 Ciu Tin tin sama sekali tidak menyangka kalau gurunya bakal jeri
terhadap manusia yang bernama Hian im Tee kun tersebut, dalam
hatinya ia merasa sangat tidak puas, serunya :
"Tua bangka itu sungguh mengemaskan, lain kali jika anak Tin
berjumpa lagi dengannya pasti akan kutunjukkan sedikit kelihayanku
kepadanya!"
Rasa tegang yang semula mencekam perasaan Sim ji sinni
agaknya terbuka juga oleh kepolosan Ciu Tin tin, dia segera
tersenyum, katanya :
"Anak Tin, tahukah kau manusia macam apakah Hian im Tee kun
tersebut...?"
"Hmmm .... tak lebih cuma seorang tua bangka berjubah hijau,
apanya yang luar biasa?"
Dengan kening berkerut, Sim ji sinni segera berkata :
"Berbicara soal Hian im Tee kun, dia merupakan seorang manusia
yang paling hebat dalam dunia persilatan dewasa ini, aku belum bisa
membayangkan siapakah diantara jago jago persilatan yang ada
sekarang dapat mengalahkan dirinya."
Ciu Tin tin segera teringat dengan kegagahan dari Keng thian
giok cu Thi Keng, kakek dari Thi Eng khi, seharusnya dialah yang
terhitung berilmu paling lihay, maka dengan riang gembira ujarnya :
"Kalau Keng thian giok cu Thi yaya masih berada di dunia,
andaikata bisa menjumpai dia orang tua, rasanya tak sulit untuk
merobohkan Hian im Tee kun tersebut!"
"Tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi tayhiap
berada seimbang denganku, padahal dengan kepandaian yang
kumiliki sekarang paling banter hanya bisa tahan sebanyak seratus
gebrakan belaka, aku rasa Thi lotoa juga tak akan lebih hebat
daripada diriku."
Sekarang Ciu Tin tin baru merasa sangat tegang, serunya dengan
cepat : 729 "Sebetulnya manusia macam apakah dia" Mengapa bisa
sedemikian lihaynya.....?"
"Berbicara soal asal usul dari gembong iblis ini, tak mungkin bisa
selesai dalam sepatah dua kata saja, pokoknya dia merupakan
seorang gembong iblis yang berkepandaian paling tinggi selama
ratusan tahun belakang ini, sejak dua puluh tahun terjun ke dunia
persilatan sampai sekarang belum pernah ada tandingannya, bahkan
pada seratus tahun berselang, dunia persilatan sempat dibikin porak
poranda oleh perbuatannya itu ...."
Ketika berbicara sampai disitu, dia segera menghembus napas
panjang .... Ciu Tin tin segera menimbrung :
"Suhu, apakah kau tidak terlalu menyanjung kehebatan dari Hian
im Tee kun itu" Seandainya dia lihay, sejak dulu dia sudah merajai
dunia persilatan dan rasanya tak perlu untuk menunda sampai
sekarang dan baru muncul serta mengalahkan para angkatan
muda." Sim ji sinni segera tertawa.
"Anak Tin, kau jangan menimbrung dulu toh perkataanku belum
selesai kuucapkan!"
"Tecu merasa amat tidak leluasa menyaksikan sikap congkak dan
jumawa dari keparat tua itu, rasanya ingin sekali kuhajar dirinya
habis habisan untuk melampiaskan rasa gemas didalam hati."
"Untung saja pada waktu itu muncul seorang jago lihay yang
sangat hebat dan berilmu tinggi, dalam suatu pertarungan yang
hebat akhirnya dia berhasil mengalahkan Hian im Tee kun dan
menghindarkan dunia persilatan dari tragedi yang mengenaskan."
Ciu Tin tin segera merasakan semangatnya berkobar kembali,
buru buru serunya :
"Siapakah dia .... dia orang tua" Masih hidupkah dia di dunia ini"
Mengapa kita tidak mengundang kemunculannya?"
730 Sim ji sinni mendongakkan kepalanya dan memandang
sekumpulan awan putih yang sedang bergerak diangkasa, setelah itu
katanya lebih jauh :
"Dia...... sebelum mengalahkan Hian im Tee kun, dia hanya
seorang manusia tanpa nama dari dunia persilatan, tapi setelah
mengalahkan Hian im Tee kun, belum lagi orang lain mengetahui
namanya, dia sudah lenyap dari dunia persilatan, seakan akan
sebuah bintang di langit saja, walaupun memancarkan sinar
terangnya keempat penjuru namun sifatnya hanya sementara."
Ciu Tin tin menjadi kecewa sekali, dia segera menghela napas
panjang : "Aaai..... sungguh sayang."
Mendadk hatinya tergerak, ia merasa sikap maupun cara gurunya
berbicara nampak aneh sekali dan jauh berbeda dengan keadaan di
hari hari biasa. Sorot mata yang memancar keluar dari balik matanya
itu nampak begitu lembut dan halus, seakan akan tersimpan sesuatu
dibalik kesemuanya itu.
"Aaaah, jangan jangan dia adalah ....."
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi segera teriaknya tertahan
: "Suhu, kau orang tua kenal dengannya?"
Tiba tiba paras muka Sim ji sinni berubah menjadi merah padam
karena jengah, dipandanginya Ciu Tin tin sekejap, kemudian
menjawab : "Tidak, suhu tidak kenal dengannya!"
Kemudian setelah menghela napas panjang, lanjutnya :
"Suhu hanya tahu kalau dia adalah seorang murid dari Thio Biau
liong locianpwe, bahkan akupun pun tahu kalau goa tempat tinggal
dari Thio locianpwe terletak disekitar puncak Sam yang hong ini."
Ciu Tin tin adalah seorang gadis yang cerdik, sekalipun gurunya
selalu berusaha untuk menyangkal, tapi hal ini sama artinya dengan
731 dia mengakui kalau punya hubungan yang luar biasa dengan
manusia aneh tersebut, kalau tidak mengapa imamnya yang sudah
tebal karena pertapaannya selama seratus tahun bisa menjadi
goyah" Cuma saja jalan pemikiran tersebut dia simpan dalam hati saja,
sementara di wajahnya dia bertanya lagi sambil tersenyum :
"Suhu, dari mana kau bisa tahu kalau Thio locianpwe mempunyai
tempat tinggal dekat dengan puncak Sam yang hong ini?"
"Kita adalah sama sama dalam pertapaan, tentu saja aku
mengenalnya ...."
"Suhu kalau kau menerangkannya sejak tadi, bukankah hal ini
menjadi beres ...?"
Terdengar Sim ji sinni menghela napas panjang, kemudian
berkata lebih jauh :
"Ya.... dia pula yang memberitahukan kepadaku letak gua
pertapaan dari Thio locianpwe itu."
Setelah berhenti sejenak, dengan wajah penuh kepedihan, dia
berkata lebih jauh :
"Sayang sekali karena luka yang dideritanya terlampau parah,
akhirnya dia terjatuh diatas batu hijau dan menghembuskan napas
penghabisan ...."
Sembari berkata, dia lantas menuding sebuah batu hijau di
bawah sebatang pohon siong yang berada tak jauh dari sana.
"Jadi maksudmu, dia orang tuapun akhirnya kalah juga?" Kata
Ciu Tin tin dengan sepasang mata agak basah.
"Siapa yang mengatakan dia kalah?" ujar Sim ji sinni serius,
"hanya bisa dibilang dia terluka parah karena pertarungannya
dengan Hian im Tee kun dan dia ..... karena hendak
memberitahukan kepadaku soal yang menyangkut tentang gua
pertapaan dari Thio locianpwe, siang malam dia menempuh
732 perjalanan jauh datang kemari, akibatnya luka yang dideritanya
makin parah dan akhirnya malah mencelakai jiwa sendiri."
Sewaktu berbicara sampai disitu, dia tak sanggup menahan diri
lagi, dua titik air mata segera jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Walaupun dibalik perkataannya itu masih terdengar suara cintanya
dalam, namun Ciu Tin ti turut mengucurkan air matanya juga karena
sedih, dia tak berani bertanya lagi karena kuatir akan semakin
menyedihkan hati gurunya.
Guru dan murid saling berpandangan beberapa saat lamanya,
mendadak Sim ji sinni menguasai kembali emosinya dan berkata
dengan wajah bersungguh sungguh :
"Asal kita dapat menemukan gua pertapaan dari Thio locianpwe,
kita pasti akan menemukan sebuah cara untuk menaklukkan Hian im
Tee kun!" Mendadak pada saat itulah dari atas pohon siong dekat batu hijau
yang ditunjuk oleh Sim ji sinni tadi, berkumandang suara gelak
tertawa amat nyaring.
"Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... gua pertapaan dari Thio
locianpwe telah didatangi lebih dulu oleh orang lain!"
Bersamaan dengan berkumandangnya suara itu, Bu im sing hong
Kian Kim siang telah munculkan diri didepan mata. Setelah menjura,
dia lantas berkata :
"Puluhan tahun tak bersua, tak nyana kalau keadaanmu masih
seperti sedia kala, sungguh patut digirangkan, sungguh patut
diucapkan selamat."
Padahal berbicara tentang tenaga dalam yang dimiliki Sim ji sinni,
kendatipun Bu im sin hong Kian Kim siang memiliki ilmu
meringankan tubuh hu kong keng im yang lihay, tak mungkin
jejaknya tak akan diketahui olehnya dalam jarak lima kaki.
Akan tetapi berhubung dia sedang dicekam oleh suatu masalah
yang memedihkan hatinya, maka akibatnya dia menjadi teledor dan
kurang waspada.
733 Sim ji sinni segera menitahkan kepada Ciu Tin tin untuk memberi
hormat kepada Bu im sin hong Kian Kim siang, setelah itu ujarnya
dengan wajah serius :
"Kian sicu mengatakan kalau gua pertapaan dari Thio locianpwe
telah didatangi orang, benarkah itu?"
Sebenarnya Bu im sin hong Kian Kim siang mengucapkan
perkataan itu tanpa sengaja, setelah ditanya oleh Sim ji sinni, dia
baru teringat dam pesan dari Thio Biau liong yang melarang untuk
membocorkan rahasia itu kepada orang lain.
Kontan saja paras mukanya berubah merah padam serunya
dengan nada terbata-bata :
"Aku hanya salah berbicara saja, harap sinni sudi memaafkan,
lohu tak berani melanggar perintah dari Thio locianpwe."
"Oooh .... rupanya locianpwe yang telah berkunjung lebih dulu ke
situ ....!" seru Ciu Tin tin cepat. Sim ji sinni juga mengawasi wajah
Bu im sin hong lekat lekat, sementara senyuman menghiasi ujung
bibirnya. Dengan cepat Bu im sin hong Kian Kim siang menggoyangkan
tangannya berulang kali sambil membantah :
"Bukan aku, bukan aku, masih ada orang lain, masih ada orang
lain! Lohu hanya secara kebetulan saja mengiringi dirinya dan
beruntung dapat menjumpai Thio locianpwe, jadi tak bisa dibilang
sebagai ahli waris Thio locianpwe."
Baru saja Ciu Tin tin hendak mendesak lebih jauh, sambil tertawa
Sim ji sinni telah menukas :
"Anak Tin, kau tak usah bertanya lagi, orang yang bisa berada
bersama dengan Kian sicu sudah pasti bukan manusia sesat, dengan
begitu pinni pun boleh berlega hati."
Sim ji sinni segera mempersilahkan tamunya untuk duduk,
setelah menghidangkan air teh, kebetulan Bu naynay baru pulang
dari luar, semua orang pun merupakan kenalan lama, maka begitu
734 Bu naynay menyaksikan kehadiran Bu im sin hong Kian Kim siang,
dengan paras muka berubah hebat serunya keras keras :
"Kian lotau, mau apa kemari" Apkah kau hendak membujuki sinni
kami agar menerima kedudukan Tongcu tersebut?"
Rupanya dalam perjalanannya turun gunung kali ini, Bu naynay
sempat mendengar orang bercerita tentang diadakannya ruangan
Cing liong, Pek hou, Cu ciok dan Hian bu dalam istana Ban seng
kiong, dimana sinni dicantumkan pula, maka diapun mengajukan
pertanyaan tersebut.
Akan tetapi menyaksikan Ciu Tin tin juga hadir disitu, dia
kesampingkan diri Bu im sin hong Kian Kim siang dan berkata
kepada gadis tersebut :
"Tin ji, baik baiklah kau" Mengapa kau pergi tanpa pamit"
Membuat aku dan suhumu panik setengah mati! Lain kali kalau ingin
pergi, kau mesti memberitahukan dulu kepada nenek, bila nenek
menemanimu maka kita tak usah kuatir dengan segala tipu muslihat
dalam dunia persilatan lagi..."
Luapan cinta kasih yang ditunjukkan membuat setiap orang
merasa sangat terharu. Ciu Tin tin segera menggengam tangan Bu
naynay yang telah berkeriput itu dan berkata dengan gembira :
"Dengan mengandalkan nama besar dari suhu dan nenek, siapa
lagi yang berani mempermainkan diriku?"
Diumpak oleh Ciu Tin tin, Bu naynay kelihatan gembira sekali.
"Anak Tin, pergilah beristirahat atau mungkin kau sudah lapar,
nenek akan segera menyiapkan hidangan untukmu!"
Sambil tertawa dia lantas mengundurkan diri dari situ.
"Bu toanio," teriak Bu im sin hong Kian Kim siang dengan
lantang, "jangan lupa bagian lohu!"
Dalam kuil memang tersedia sayur dan nasi, maka dengan cepat
hidangan telah disiapkan, cuma dia khusus buatkan dua macam
sayur lagi yang diletakkan di depan Ciu Tin tin. Bu im sin hong Kian
735 Kim siang yang menyaksikan hal itu segera menggoda Bu naynay
yang dikatakan pilih kasih.
Selesai bersantap, mereka pun membicarakan lagi situasi dunia
persilatan dewasa ini. Dalam pembicaraan itu, Sim ji sinni baru tahu
kalau dalam setengah bulan saja, istana Ban seng kiong telah
berganti pemilik dan muncul dengan wajah baru.
Yang membuat Sim ji sinni mendongkol bercampur marah adalah
ucapan sesumbar dari Hian im Tee kun, dimana selain dia sendiri,
Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im
sin hong Kian Kim siang telah diundang untuk menjabat sebagai


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tongcu. Menurut Bu im sin hong Kian Kim siang, sewaktu dia berjumpa
dengan Thi Eng khi dekat kota Sah si beberapa hari berselang, Thi
Eng khi telah memandangnya sebagai Tongcu dalam istana Ban
seng kiong. Bahkan dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan Tiang pek
lojin menerima jabatan tersebut, bahkan konon Keng thian giok cu
Thi Keng juga telah tiba di istana Ban seng kiong. Oleh karena tak
kuat menahan pukulan batin inilah, Thi Eng khi telah lenyap dari
keramaian dunia persilatan.
Atau dengan perkataan lain, diantara empat manusia aneh dari
kolong langit, sudah ada dua orang yang bergabung dengan Hian im
Tee kun, sedangkan sisanya tinggal Sim ji sinni dan Bu im sin hong
Kian Kim siang. Sim ji sinni sekalian bertiga menjadi murung dan
amat kesal. Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghela napas panjang,
katanya : "Ada pun kedatangan lohu kemari mempunyai dua tujuan,
pertama untuk merundingkan cara untuk menanggulangi persoalan
ini, kedua menemukan kembali jejak Thi Eng khi."
Kemudian setelah berhenti sejenak dan tertawa jengah, katanya
lebih lanjut : 736 "Sekarang persoalan telah berkembang jadi begini, lohu pun tak
bisa memenuhi permintaan dari Thio locianpwe lagi, hendak
kusampaikan sebuah kabar penting untuk kalian."
"Kami akan mendengarkan dengan seksama!" Sim ji sinni
sekalian bertiga segera menyahut dengan wajah bersungguh
sungguh. Dengan serius Bu im sin hong Kian Kim siang berkata :
"Perkataan ini muncul dari mulut lohu, semoga hanya berakhir
dengan sampai di telinga kalian bertiga saja, jangan sampai ada
orang lain yang mengetahuinya lagi."
"Tak usah kuatir Kian sicu, kami semua akan menjaga rahasia ini
dengan sebaik baiknya," janji Sim ji sinni dengan wajah serius.
Bu im sin hong Kian Kim siang segera mendongakkan kepalanya
berdoa dulu, kemudian baru berkata :
"Thi lote tak lain adalah orang yang telah mendapat warisan dari
Thio locianpwe, lohu duga di dalam putus asanya kemungkinan
besar dia masuk kembali ke gua pertapaan Thio locianpwe, maka
dari itu aku sengaja datang kemari untuk mencarinya."
"Oooooh!"
"Oooooh!"
"Oooh..."
Ketiga orang itu saling berpandangan sekejap dengan wajah
tertegun, siapapun tidak menyangka kalau orang yang berhasil
mendapatkan warisan dari Thio locianpwe adalah Thi Eng khi.
Setelah jeritan kaget agak mereda, Sim ji sinni baru berkata lagi
sambil tersenyum :
"Pinni sudah seratus tahun lamanya mencari tempat itu, tak
nyana orang yang akhirnya berjodoh adalah Thi Eng khi, tampaknya
Thian memang mengatur segala galanya. Nah, anak Tin, sekarang
kau boleh merasa gembira bukan?"
737 Tentu saja kegembiraan Ciu Tin tin melebih siapapun, segera
tanyanya dengan cepat:
"Gua pertapaan dari Thio locianpwe itu berada dimana" Mari kita
segera pergi untuk mencarinya!"
"Pintu keluar dari gua pertapaan itu letaknya berada di dalam
sumur Bu sim cing di belakang kebun kuil." Bu im sin hong Kian Kim
siang kembali menerangkan.
Untuk kesekian kalinya ketiga orang itu menjadi tertegun dan
berdiri termangu mangu. Sambil memandang kearah Ciu Tin tin, Bu
im sin hong Kian Kim siang berkata lebih jauh :
"Sewaktu kami lolos dari kurungan tempo hari, Thi lote
mendengar pula keluh kesah dari nona Ciu, sebenarnya dia hendak
menjumpai nona, tapi entah apa yang terjadi kemudian dia telah
bertekad untuk pergi meninggalkan tempat ini."
Ciu Tin tin segera berkerut kening setelah mendengar perkataan
itu, jelas nampak ia merasa kecewa dan sedih, pikirannya pun
segera terjerumus dalam lamunan. Tak selang beberapa saat
kemudian, dia baru berwajah cerah kembali, ujarnya sambil tertawa
: "Adik Eng adalah seorang yang mengutamakan kesetiaan kawan,
mungkin dia kuatir kalau sampai menunda urusan penting lainnya
maka dia baru tidak memperdulikan soal ....."
Kata "cinta" yang seharusnya dikatakan, mendadak disabot dan
diurungkan ....
Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... nona Ciu nampaknya
kau sangat memahami perasaan hatinya!"
Ciu Tin tin menjadi tersipu sipu dibuatnya, dia segera
membalikkan badan dan lari menuju ke kebun belakang, serunya :
"Mari kita segera mencari adik Eng!"
738 Setibanya di tepi sumur Bu sim cing, dia siap sedia untuk
melompat masuk ke dalam sumur itu. Siapa tahu baru saja, dia
hendak melompat masuk, terasa lengannya ditarik orang, ternyata
Bu im sin hong Kian Kim siang telah mencekalnya kencang kencang.
Terdengar Bu im sin hong Kian Kim siang berkata lagi :
"Tunggu sebentar nona Ciu, air dalam sumur dingin sekali!"
Ciu Tin tin membelalakan matanya lebar lebar lalu berseru
dengan wajah tertegun :
"Locianpwe, bukankah kau mengatakan sumur ini?"
Sim ji sinni dan Bu naynay memandang pula kearah Bu im sin
hong Kian Kim siang dengan sorot mata yang sama. Menyaksikan
itu, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata :
"Mulut masuk menuju ke gua pertapaan Thio locianpwe terletak
pada dinding sumur tiga kaki dari permukaan air, bila kau tak tahu
letak pintu masuknya, sekalipun terjun ke air juga tak akan
menemukan pintu tersebut, lebih baik lohu yang berjalan di depan!"
"Anak Tin, ucapan Kian sicu memang benar," ucap Sim ji sinni
pula, "mari kita menuju ke tepi sumur sambil menunggu petunjuk
dari Kian sicu ...."
Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghimpun tenaga
dalamnya dan berjalan ke tepi sumur, baru saja dia akan melompat
turun, mendadak dari luar kebun nampak sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat, kemudian terdengar seseorang berteriak
keras : "Hati hati Sinni, jangan sampai tertipu oleh tipu muslihat orang,
cepat cegah dia terjun ke sumur!"
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak Sim ji sinni,
cepat dia mengebaskan ujung bajunya melepaskan pukulan Boan
yok sinkang untuk menutup mulut sumur itu, kemudian serunya :
"Kian sicu, harap tunggu sebentar, yang datang adalah Tiang pek
lojin So sicu!"
739 Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Tiang pek lojin So
Seng pak telah munculkan diri disitu. Dalam waktu singkat, Bu im sin
hong Kian Kim siang, Tiang pek lojin dan Sim ji sinni berdiri pada
posisi yang berbeda dan saling bertatapan dengan sorot mata tajam.
Tiga orang dengan tiga hati dan tiga macam pikiran, tapi
semuanya diliputi tanda tanya besar. Sebaliknya Bu naynay dan Ciu
Tin tin hanya berdiri tertegun ditepi arena dengan mata terbelalak.
Yang datang memang Tiang pek lojin So Seng pak, dia muncul
dengan membawa sikap seratus persen perasaan curiga terhadap
maksud jelek Bu im sin hong Kian Kim siang.
Karena dalam pengejarannya terhadap Thi Eng khi, bukan saja
dia telah mendengar tentang diangkatnya empat orang Tongcu oleh
Ban seng kiong, bahkan dia telah menerima selembar surat
permohonan. Yang paling membuatnya tidak tahan adalah dengan mata kepala
sendiri, dia menyaksikan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan
mengandalkan nama Ban seng kiong telah banyak melakukan
perbuatan jahat dan keji di tempat luaran.
Sebaliknya Bu im sin hong Kian Kim siang juga mencurigai Tiang
pek lojin sebagai utusan yang mendapat perintah dari Hian im Tee
kun untuk mengadu domba mereka serta membujuk Sim ji sinni
masuk perangkap.
Sim ji sinni berdiri dengan perasaan bingung dan tidak habis
mengerti ..... Begitulah, untuk setengah harian lamanya ketiga orang itu berdiri
saling berhadapan dengan wajah tegang. Kemudian Tiang pek lojin
So Seng pek menjura kepada Sim ji sinni dan berkata :
"Tempo hari berkat bantuan dari sinni, cucuku Bwe leng berhasil
selamat dari ancaman bahaya, waktu itu aku betul betul sudah pikun
sehingga sama sekali tidak mengetahui kehadiran sinni, bilamana
pelayananku kurang memadai, harap sinni sudi memaafkan."
740 Sim ji sinni segera tertawa setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian :
"Yang kurang hormat seharusnya adalah pinni, harap So sicu
jangan menertawakan."
Setelah sopan santun dilewatkan, Tiang pek lojin baru menuding
kearah Bu im sin hong Kian Kim siang sembari berkata :
"Sinni, apakah kau mengetahui latar belakang yang sebenarnya
dari orang ini?"
Melihat dirinya dituding oleh Tiang pek lojin, dengan cepat si
angin sakti tanpa bayangan Kian Kim siang berseru pula :
"Sinni, hati hati dengan orang ini, perkataannya berbisa dan
membahayakan persatuan kita."
Baru saja Sim ji sinni hendak buka suara, Tiang pek lojin telah
menimbrung kembali:
"Orang itu sudah menggabungkan diri dengan pihak Ban seng
kiong kini dia menjabat sebagai ketua tongcu dari ruangan Hian bu
tong!" Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim
siang melototkan sepasang matanya bulat bulat, teriaknya dengan
cepat : "Orang ini telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan kini
sebagai ketua tongcu ruangan Pek hou tong!"
"Omong kosong!" teriak Tiang pek lojin dengan gusar.
"Kau sendiri yang omong kosong," balas Bu im sin hong Kian Kim
siang tak mau kalah.
"Kau ...."
"Kau ...."
Keduanya tak mampu melanjutkan cekcoknya karena tak
sanggup berkata kata lagi. Dengan cepat Sim ji sinni menenangkan
741 hatinya, kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali
dia berkata : "Harap sicu berdua jangan cekcok disini, pinni tak mau
mendengarkan perkataan kalian semua, sekarang lebih baik kalian
berdua turun saja dari bukit ini."
Tampaknya karena tak berdaya menghadapi kesulitan yang
dihadapinya itu, terpaksa dia mengambil tindakan dengan
mempersilahkan tamunya untuk pergi. Tiang pek lojin So Seng pak
menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, segera serunya :
"Lohu datang kemari karena sedang mengejar Thi Eng khi, harap
sinni segera mengundang keluar Thi Eng khi, lohu ingin
mengucapkan beberapa kata kepadanya sebelum pergi dari sini!"
Agaknya orang tua ini bermaksud untuk menjelaskan soal mati
hidup Pek le Kuda Putih 2 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Harpa Iblis Jari Sakti 20
^