Pukulan Naga Sakti 7

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 7


kukan sesuatu?"
Dari dalam sakunya Thi Eng khi segera mengeluarkan Giok bei
yang diperolehnya dari Sau tee si bun Lu Put Ji, kemudian sambil
diangsurkan ke hadapan pemuda tampan itu katanya :
"Apakah kau kenal dengan benda ini?"
"Giok bei itu memang milik siaute, sekarang kalau toh sudah
berada ditangan saudara Thi, harap saudara Thi simpan saja baik
baik, anggap saja sebagai kenang kenangan dariku."
380 Tentu saja Thi Eng khi tak berani menerima pemberian yang
sangat berharga itu, dia bersikeras minta pemuda tampan itu untuk
menerimanya kembali, setelah saling mendorong akhimya pemuda
tampan itu berseru dengan wajah marah :
"Kalau memang saudara Thi begitu memandang asing diriku, biar
siaute segera mohon diri!"
Sambil menerima kembali giok bei itu, dia lantas melangkah
keluar dari ruangan itu.
Dalam keadaan begini, Thi Eng khi tak sempat mengucapkan
sesuatu kepada Lim Biau lim lagi, dengan cepat dia mengejar dari
belakangnya. Dengan mengerahkan segenap tenaga dalamnya, Thi Eng khi
harus mengejar sejauh puluhan kaki sebelum berhasil menyusulnya.
Terpaksa sambil tebalkan muka dia menjura kepada pemuda
tampan itu, katanya :
"Kalau memang saudara bersikeras untuk menghadiahkan benda
itu kepadaku, baiklah siaute terima saja."
Pemuda tampan itu segera tersenyum, senyuman itu bagaikan
aneka bunga yang sedang mekar, indah menawan hati.
"Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Thi," katanya
kemudian, dengan cepat dia angsurkan giok bei itu ke tangannya.
Setelah menerima giok bei itu, Thi Eng khi baru berkata sambil
tertawa : "Saudara adalah naganya manusia, siaute kuatir tak pantas untuk
menjadi temanmu!"
Pemuda tampan itu memandang sekejap ke arah Thi Eng khi,
kemudian tanyanya :
"Tolong tanya, tahun ini saudara Thi berusia berapa?"
"Tahun ini siaute berusia sembilan belas tahun lebih delapan
bulan." 381 Sambil tertawa pemuda tampan itu berkata:
"Hari ini usiaku tepat mencapai dua puluh tahun, kalau dihitung
aku lebih tua tiga bulan dibandingkan dengan dirimu."
Terpaksa Thi Eng khi harus memberi hormat seraya berkata :
"Siaute menjumpai toako?"
Pemuda tampan itu mengalihkan sorot matanya kewajah Thi Eng
khi setelah itu sambil menghela napas katanya :
"Saudara, apakah kau merasa keberatan untuk menyebutku
dengan panggilan itu?"
"Setiap kataku ibarat gunung karang, mengapa toako berkata
demikian..." ucap Thi Eng khi dengan kening berkerut.
Pemuda tampan itu segera tertawa tukasnya lagi.
"Kalau memang hiante bersungguh hati untuk mengikat
persaudaraan denganku, masa kau tak sudi menanyakan namaku?"
Merah padam selembar wajah Thi Eng khi karena jengah, agak
tergagap dia berseru :
"Toako, terus terang saja kukatakan, berhubung dalam hati
siaute sedang diliputi oleh suatu persoalan yang mencurigakan
hatiku, maka pikiran dan perasaanku menjadi kalut tak karuan bila
aku sampai lupa menanya?kan nama toako, harap kau sudi
memaafkan."
Pemuda tampan itu menghela napas sedih ujarnya :
"Padahal sekalipun kau tidak lupa bertanya ih heng juga tak akan
memberitahukan kepadamu!"
Setelah berhenti sejenak, dia balik bertanya :
"Saudaraku, bersediakah kau untuk berkenalan dengan seorang
toako yang merahasiakan nama sendiri?"
Thi Eng khi segera merasakan bahwa tindak tanduk pemuda
tampan itu sangat aneh sekali membuat orarg sukar untuk
382 merabanya dengan pasti tapi sikap tersebut tidak menghilangkan
sifat kejujuran dan kelurusan hatinya, terutama sekali dia memang
sedang membutuhkan sesuatu terhadap orang itu maka dengan
cepat sahutnya :
"Setelah kita mengikat diri sebagai saudara, sekalipun kau
mempunyai kesulitan untuk merahasiakan sesuatu, hal inipun bisa
dimaklumi, kenapa aku musti menampik?"
Tiba tiba pemuda tampan itu mengulurkan tangannya kedepan
kemudian ujarnya :
"Barusan ih heng telah menghadiahkan sebuah giok bei sebagai
kenangan untukmu apakah hiante juga punya sesuatu barang yang
akan diberikan kepadaku sebagai kenangan?"
Thi Eng khi mencoba untuk merogoh ke dalam sakunya dan
mencari sesuatu benda yang rahasia pantas untuk diberikan kepada
pemuda itu, tapi kemudian terbukti kalau dia tak punya apa apa,
terpaksa sambil tertawa malu katanya :
"Siaute tidak mempunyai apa apa, bagaimana baiknya?"
Pemuda itu segera menunjuk ke arah pita pedang yang berada
diujung gagang pedang Thian liong Kim kiam tersebut lalu katanya :
"lh heng suka sekali dengan pita pedang itu!"
Thi Eng khi mengerutkan dahinya rapat-rapat, tapi dilepas juga
pita pedang itu dan diserahkan ketangan pemuda tampan itu.
Setelah menerima pita pedang tadi, pemuda tampan tersebut
baru tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh.... haaahh... saudaraku, bila kau hendak
mengajukan suatu pertanyaan, sekarang boleh kau ajukan
kepadaku!"
Thi Eng khi menghembus napas lega, ka?tanya kemudian :
"Bukankah toako penuh membeli secarik kertas dari sastrawan
penyapu lantai Lu Put ji?"
Pemuda tampan ini mengangguk.
383 "Benar, suara itu adalah tulisan dari Pek bo yang ditujukan buat
hiante, oleh karena ih heng kuatir benda itu terjatuh ke tangan
orang, maka aku telah membelinya dengan harga tinggi dan
selanjutnya kubakar sampai habis."
Thi Eng khi menjadi terkejut sekali, serunya dengan gelisah :
"Apakah toako masih ingat dengan isi tulisan tersebut?"
"Tentu saja masih ingat, tapi Thi hiante tak dapat
memberitahukan kepadamu!"
Dengan gelisah Thi Eng khi segera menjura berulang kali, lalu
sambil bermuram durja katanya :
"Harap toako jangan menyulitkan siaute, katakanlah berterus
terang kepadaku."
Tapi pemuda tampan itu tetap menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Saudaraku, bukannya ih heng enggan memberitahukan hal ini
kepadamu, adalah disebabkaa pek bo telah menambahkan beberapa
patah kata diantara kertas tadi sehingga aku tak bisa
memberitahukannya ke?padamu."
"Tulisan apakah yang ditambahkan ibuku diatas kertas itu?" tanya
Thi Eng khi gelisah.
"Garis besarnya dia bilang seandainya kertas itu bukan diperoleh
hiante sendiri melainkan terjatuh ditangan seorang kuncu sejati
maka diminta kertas tersebut dibakar sampai habis dan
merahasiakan isi surat tersebut. Nah, saudaraku, coba kau bilang
apakah in heng tak boleh menjadi seorang kuncu sejati?"
Sekalipun dalam surat itu dicantumkan tulisan tersebut tapi Thi
Eng khi adalah putra Yap Siu ling yang membuat surat itu.
Seharusnya dia tidak termasuk dalam hitungan akan tetapi pemuda
tampan itu telah berkata demikian, sudah barang tentu Thi Eng khi
tak bisa berbuat apa apa lagi.
384 Terpaksa sambil menghela napas panjang katanya :
"Tentang soal ini... tentang soal ini......... bagaimana baiknya"
Bagaimana baiknya?"
Tiba tiba pemuda tampan itu tertawa manis, ujarnya :
"Ih heng masih mempunyai suatu cara untuk menolong keadaan
tersebut."
"Sungguh?" Thi Eng khi segera merasakan semangatnya
berkobar kembali.
"Walaupun didalam surat itu dicantumkan agar menutup mulut
rapat rapat merahasiakan isi surat itu, namun sama sekali tidak
dicantumkan kalau orang yang menerima surat ini tak boleh pergi
mencari mereka, kini kita sudah bersaudara asal hiante turut serta
disamping Ih heng ke mana Ih heng pergi, bukankah apa kau
inginkan bisa terpenuhi segera?"
Sebetulnya kata kata semacam ini lebih tak pakai aturan lagi,
rupanya ia sengaja berbuat kesemuanya itu tak lain hanya ingin
berada bersama sama dengan Thi Eng khi selama berapa waktu.
Thi Eng khi ingin cepat cepat menemui ibunya, diapun tidak
banyak berbicara lagi, dengan girang serunya :
"Toako, Kau baik sekali, siaute ucapkan terima kasih dahulu..."
Sampai disini, tentunya pembaca sekalian dapat menduga bukan
siapa gerangan pemuda tampan ini"
Dia memang tak lain adalah Ciu Tin tin, putri dari Gin san kiam
kek Ciu Cu giok yang pernah dijumpainya dipuncak Bong soat hong
bukit Wusan pada setahun berselang.
Dia telah salah menyangka ayah Thi Eng khi yang telah menjadi
pendeta, Lan Ih cu tok Thi Tiong giok sebagai ayahnya sendiri,
dengan tekad untuk menebus dosa ayah?nya, dia telah
mencurahkan segenap semangat dan pikirannya untuk melindungi
Thian liong pay, disamping itu lantaran ia mengagumi kegagahan Thi
385 Eng khi, secara diam diam ia telah berencana untuk menyerahkan
tubuhnya kepada pemuda itu.
Dalam setahun ini, dia telah berhasil menyelidiki banyak sekali
rahasia dunia persilatan, juga secara diam diam telah melakukan
banyak pekerjaan untuk Thian liong pay.
Diantara sekian banyak usaha yang dilakukannya, antara lain
adalah usahanya untuk menggagalkan rencana Huan im sin ang
untuk menghasut Tiang pek lojin dan menariknya untuk membantu
pihak iblis tersebut.
Orang bilang siapa punya hati yang mulia dia akan memperoleh
pembalasan yang setimpal, walaupun dalam tugasnya itu hampir
saja jiwanya melayang tapi diluar dugaan iapun berhasil bertemu
kembali dengan Thi Eng khi.
Sejak diobati lukanya oleh Thi Eng khi setelah berpisah sekian
lama, rasa cintanya kepada pemuda itu makin membara, dia te?lah
bertekad untuk mengikuti terus disamping pemuda pujaan hatinya
ini. Sebagai gadis yang cerdik, diapun memahami kemungkinan
kemungkinan yang akan menjadi rintangan dalam usaha
menggalang cinta kasih dengan pemuda itu.
Karenanya dia segera menggunakan kecerdasan otaknya untuk
mengajak Thi Eng khi angkat saudara, kemudian saling tertukar
barang kenangan, hal mana akan menjalinkan hubungan yang lebih
akrab lagi diantara mereka berdua.
Kemudian diapun menggunakan alasan isi surat yang
diperolehnya untuk menciptakan suatu kesempatan untuk
melakukan perjalanan bersama dengan pemuda pujaan hatinya.
Setelah segala sesuatunya berlangsung dengan lancar, dia baru
membawa Thi Eng khi untuk pergi mencari ibunya.
Sepanjang jalan menuju kearah timur, dia selalu berusaha untuk
memilih jalan yang lebih jauh, sehingga perjalanan yang seharusnya
386 bisa ditempuh dalam tiga hari telah mereka tempuh selama dua
puluh hari lebih.
Betul juga, dalam dua puluh hari yang amat lama ini, hubungan
antara "kakak" dan adik ini terjalin akrab sekali, bahkan boleh
dibilang sudah mencapai keadaan yang tak bisa dipisahkan lagi.
Thi Eng khi merasa 'toakonya' ini mempunyi pengetahuan serta
kecerdasan yang luar biasa, sifatnya lembut dan cara kerjanya amat
cermat sehingga hubungannya dengan sang "toako' inipun terasa
akrab sekali. Hari itu mereka telah tiba di Kang-im.
Kang im merupakan sebuah kota yang terletak ditepi sungai,
selain merupakan pusat perdagangan juga merupakan bandar yang
penting artinya bagi daerah sepanjang sungai Tiang kang.
Jilid 12 SETELAH bersantap malam, menelusuri cahaya matahari senja,
mereka berjalan ditepi sungai sambil menikmati keindahan alam.
Jalan punya jalan, tiba tiba Thi Eng khi berkerut kening dan
menghela napas tiada hentinya, Ciu Tin tin mengerti apa yang
menjadi beban pikiran Thi Eng khi, maka dengan lembut, katanya :
"Adik Eng, lagi lagi kau tak senang hati?"
Thi Eng khi tidak berbicara apa apa, dia hanya tersenyum belaka.
Tiba tiba Ciu Tin tin berkata lagi :
"Adik Eng, sekarang Ih heng hendak memberitahukan suatu
kabar gembira kepadamu, besok kita sudah akan mencapai ditempat
tujuan." "Sungguhkah itu?" jerit Thi Eng khi dengan gembiranya.
387 "Kapan sih toakomu pernah membohongi dirimu?" jawab Ciu Tin
tin sambil tersenyum.
Thi Eng khi segera menggenggam tangan Ciu Tin tin dan berseru
: ''Oooh toako.... toako .... aku tak tahu bagaimana harus
berterima kasih kepadamu?"
Agak merah sepasang mata Ciu Tin tin, ujarnya kemudian :
"Asal kau tidak merasa muak atau bosan kepada toako, toako
sudah merasa puas sekali."
Tentu saja Thi Eng khi tak akan mengerti akan rasa cinta Ciu Tin
tin kepadanya, melihat sepasang matanya menjadi merah, dengan
perasaan tak tenang ia berseru :
"Toako, kau.... kau...."
Ciu Tin tin segera memaksakan diri un tuk tertawa, tukasnya.
"Aku tidak apa apa, cuma mataku kemasukan debu saja...."
Pada saat itulah, dari depan sana muncul seorang lelaki kekar,
ketika berpapasan muka kebetulan Ciu Tin tin mendongakkan
kepalanya dan menengok sekejap ke arahnya.
Mendadak dengan paras muka berubah hebat, dia menjerit
tertahan. Thi Eng khi tak tahu apa yang telah terjadi, dengan perasaan
kuatir dan ingin tahu dia lantas menegur :
''Toako kenapa kau?"
Ciu Tin tin segera membentur tubuh Thi Eng khi dengan bajunya,
kemudian menjawab :
"Aduuh hiyung..... giginya sakit lagi!"
Dengan cepat Thi Eng khi mengerti pasti ada sesuatu yang tak


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beres, tapi dia menahan diri dan membungkam diri dalam seribu
bahasa. 388 Menanti lelaki itu sudah pergi jauh, Ciu Tin tin baru menuding
bayangan tubuh lelaki itu sambil berkata :
"AdiK Eng, tahukah kau siapa gerangan orang tadi?"
"Siaute belum lama terjun kedalam dunia persilatan, orang yang
kukenalpun masih terbatas sekali, toako tak usah mengetes diriku
lagi." "Dia tak lain adalah Hek bin bu pa (raja lalim bermuka hitam) To
Thi gou, salah seorang diantara Cap sah Tay poo yang per?nah kau
sebutkan kepada kami."
Berbicara sampai disitu, biji matanya segera diputar, mendadak
dia menjerit tertahan.
"Aduh celaka! Adik Eng, kita tak bisa berdiam lebih lama lagi di
Kang im ini!"
Kemudian sambil menarik tangan Thi Eng khi, dia segera
mengejar ke arah mana Hek bin bu pa To Thi gau melenyapkan diri
tadi. Dalam waktu singkat kedua orang itu berhasil mengejar si raja
lalim bermuka hitam To Thi gou, tampak orang itu memasuki rumah
suatu keluarga miskin.
Dengan suara lirih Thi Eng khi segera berbisik.
"Toako, mari kita menyelinap kesana, coba kita lihat apa yang
sedang ia lakukan di sana?"
Ciu Tin tin segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya. "Tak usan dilihat lagi, Ih heng sudah dapat menebak garis
besarnya."
389 "Darimana kau bisa menduganya" Coba terangkan kepada
siaute." Sambil memperketat larinya sehingga tubuhnya meluncur
kedepan secepat sambaran kilat, Ciu Tin tin berkata :
"Sekarang aku tak sempat memberikan keterangan, nanti saja,
setelah berjumpa dengan Pek bo, kau akan tahu dengan sendirinya!"
Mendengar kalau perjalanan itu menuju ke rumah ibunya, Thi
Eng khi menjadi girang sekali, diapun tidak bertanya apa apa lagi,
dengan suatu gerakan cepat dia turut meluncur ke depan.
Setelah melakukan perjalanan sekian waktu akhirnya muncullah
sebuah bukit kecil didepan sana, dikaki bukit terdapat beberapa
buah rumah petani, sambil menuding ke arah salah satu rumah
gubuk berdinding batu yang berdiri sendiri didepan sana, Ciu Tin tin
berkata : "Pek bo berada didalam rumah gubuk itu."
Ternyata dia hapal sekali dengan jalanan ditempat itu, seakan
akan sedang kembali ke tempat yang dikenal saja, hal mana segera
menimbulkan kecurigaan dalam hati Thi Eng khi, dengan cepat dia
menegur : "Toako, tampaknya kau sudah pernah datang kemari?"
Ciu Tin tin segera tertawa.
"Kali ini kau berhasil menebaknya de?ngan jitu, benar, memang
akulah yang menghantar pek bo sekalian datang kemari!"
Tak terlukiskan rasa haru Thi Eng khi menghadapi kenyataan ini,
tiba tiba serunya dengan tercengang :
"Toako, sebenarnya siapakah kau?"
Ciu Tin tin tidak langsung menjawab pertanyaan itu, sebaliknya
hanya bergumam seorang diri :
"Setelah Ing heng menghantar Pek bo sekalian datang kemari,
akupun pergi mencari kabar tentang dirimu, diluar dugaan
390 kutemukan surat yang ditinggalkan Pek bo telah terjatuh ke tangan
Sastrawan penyapu lantai Lu Put ji."
"Maka toako pun menukar kertas surat itu dengan giok bei
milikku?" sambung Thi Eng khi sambil menghela napas panjang.
Setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut dia
melanjutkan : "Lantas, mengapa toako tidak memberitahukan hal itu kepada
siaute semenjak dulu?"
Paras muka Ciu Tin tin berubah agak merah, sahutnya dengan
segera : "Tentu saja dibalik kesemuanya itu masih ada alasan lain yang....
yang tak dapat diberitahukan kepadamu!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang itu
sudah sampai didepan pintu rumah gubuk.
Ciu Tin tin segera menyingkir ke samping memberi jalan lewat
untuk Thi Eng khi.
Sebelum masuk kedalam rumah, Thi Eng khi telah berteriak
berulang kali. "Ibu! Ibu! Eng ji telah pulang....... anak Eng telah pulang...."
Dia langsung menyerbu masuk kedalam.
Tiba dalam ruangan tampak ibunya sedang berdiri diruang
tengah dengan wajah termangu, sepasang matanya terbelalak lebar,
sekujur tubuhnya gemetar keras, jelas saking terkejut dan girangnya
ia sampai gelagapan dibuatnya.
Kecuali ibunya, dalam ruangan itu tidak tampak Thian liong ngo
siang lainnya. 391 Berhadapan dengan ibunya, Thi Eng khi belum sampai berpikir ke
soal lain, deng?an cepat dia memburu ke depan dan menjatuhkan
diri berlutut,katanya de?ngan air mata bercucuran :
"Ibu.... ananda telah kembali...."
Yap Siu ling segera sadar kembali dari lamunannya dan menahan
air matanya yang hampir meleleh keluar.
Kemudian dengan wajah dingin seperti es katanya :
"Sewaktu pergi dulu, kau nampak gagah dan perkasa, apakah
sekarang kau pulang kembali dengan tiada suatu perubahanpun!"
Oleh karena pada mulanya dia menolak Thi Eng khi berlatih silat
maka akibatnya sekarang dia menginginkan anaknya bisa cepat
cepat menjadi seorang pendekar yang luar biasa.
Dengan ketakutan Thi Eng khi berseru :
"Ananda sama sekali tidak mengecewakan harapan kau orang
tua, ananda telah berhasil menemukan kembali kitab pusaka Thian
liong pit kip."
"Oooh....oohhh...." Yap Siau ling berseru tertahan, ia segera
menarik tubuh Thi Eng khi dan memeluknya erat erat, katanya
sambil melelehkan air mata karena girang.
"Oooh anakku,...oooh anakku! Betul betul aku telah
menyusahkan dirimu...."
Kini Thi Eng khi sudah berusia dua puluh tahun, dia telah menjadi
seorang pemuda tanggung malah tubuhnya jauh lebih tinggi dari
tubuh ibunya, tentu saja ia merasa rikuh dalam pelukan ibunya
terutama sekali berada dihadapan seorang toakonya yang hingga
kini belum diketahui namanya.
Maka setelah menenangkan hatinya, diapun berkata kepada
ibunya dengan suara lembut.
"Ibu, kita masih ada tamu ..."
392 Kemudian sambil berpaling, teriaknya :
"Toako".."
Siapa tahu bayangan tubuh dari toakonya yang masih belum
diketahui namanya itu sudah lenyap tak berbekas.
Yap Siu ling semenjak tadi berdiri didepan pintu, kecuali Thi Eng
khi, boleh dibilang ia belum menyaksikan ada orang kedua yang
memasuki ruangan itu, maka dengan keheranan tanyanya :
"Toako apa?"
Thi Eng khi sampai kini masih belum mengetahui siapa nama
"toako" nya itu, mendapat pertanyaan tersebut, pipinya berubah
menjadi merah padam, katanya agak tersipu.
"Toako adalah si manusia bermantel perak yang telah mengatur
kau orang tua untuk menetap ditempat ini."
"Oooh". rupanya dia (perempuan), apakah dia juga turut datang
kemari?" "Atas petunjuk dari toakolah, ananda baru berhasil sampai disini."
"Apa toako, toako"'' tegur Yap Siu ling sambil berkerut kening,
"Eng ji, usiamu sudah tidak muda lagi. Kenapa dalam hal sopan
santun makin lama semakin berkurang" Orang lain telah berjuang
mati matian demi keluarga Thi kita, sedang kau..."
Belum habis dia berkata, mendadak dari balik ruangan muncul
seorang nona berbaju putih yang segera menukas pembicaraan itu.
"Pek bo, Tin tin mengucapkan selamat kepadamu atas
keberhasilan kau orang tua berjumpa kembali dengan putramu!"
Yap Siu ling segera meninggalkan Thi Eng khi dan maju ke depan
memeluk Ciu Tin tin, katanya sambil membelai tubuh gadis itu
dengan penuh kasih sayang :
393 "Nak Pek bo tak tahu bagaimana caranya untuk berterima kasih
kepadamu...?"
"Oooh Pek bo, kau". kau orang tua terlalu baik kepada keluarga
Ciu kami!"
Agaknya Yap Siu ling merasakan pula kepedihan yang dalam
namun diluaran dia bersikap seperti amat riang, katanya :
"Nak, jangan kau pikirkan persoalan yang lain, apalagi siapapun
tidak bersalah, hanya nasib kita semualah yang kurang baik."
Dia lantas berpaling bermaksud untuk memperkenalkan Thi Eng
khi tapi dijumpainya pemuda itu sedang berdiri tertegun disana
tanpa berkutik sedikitpun juga, seakan akan sedang merasa sedih
dan murung. "Heran, kenapa dengan bocah ini?" demikian Yap Siu ling
berpikir. Dengan cepat dia lantas menegur :
"Anak Eng, kenapa kau hanya termangu mangu saja?"
Dengan cepat Thi Eng khi tersentak bangun dari kagetnya, untuk
sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi
situasi yang serba rikuh ini.
Ketika ia berjumpa dengan "toako"nya untuk pertama kali dulu
walaupun terasa olehnya kalau wajah orang itu pernah dikenalnya,
namun ia tak mengira orang itu adalah Ciu Tin tin, setelah melihat
Ciu Tin tin mengenakan pakaian perempuan, ia baru menyadari
keadaan yang sesungguhnya.
Ia bukan seorang pemuda yang bodoh, terbayang kembali apa
yang dialaminya di sepanjang jalan sudah barang tentu dapat diduga
olehnya apa gerangan yang dipikirkan Ciu Tin tin.
Dia cukup memahami posisi Ciu Tin tin, lebih lebih menambah
simpatik terhadap sikap gadis itu, tapi ia telah salah menganggap
terhadap perasaan nona yang sebenarnya.
394 Ia menggangap gadis itu membaiki dirinya dan selalu membantu
usahanya karena dia ingin menebus dosa ayahnya, sebagai seorang
lelaki sejati mana mungkin dia dapat menerima pelampiasan cinta
yang bukan timbul dari dasar hati yang jujur ini"
Tentu saja kalau dibilang ia sama sekali tidak menaruh perasaan
tertarik dan kagum terhadap gadis cantik dan pintar seperti Ciu Tin
tin ucapan itu hanya perkataan bohong namun dia mempunyai jalan
pemikirannya sendiri, ia boleh saja tidak mempersoalkan pertikaian
antara Gin san kiam kek dengan keluarganya, akan tetapi dia
enggan untuk menerima pembalasan yang tidak menurut jalan yang
sebenarnya itu.
Oleh karenanya, dia harus mengelabuhi perasaan sendiri, juga
mengesampingkan perasaan Ciu Tin tin kepadanya.
Pelbagai pikiran segera berkecamuk dalam benak pemuda ini,
pikir punya pikir, dia menjadi agak terlena.
Setelah ditegur oleh ibunya, dia baru cepat cepat menyahut :
"Aaah.... tidak apa apa!"
Yap Siu ling sendiripun merasa tidak leluasa untuk mendesak
anaknya dihadapan Ciu Tin tin, maka sambil tersenyum dia lantas
berkata : "Anak Eng, coba lihat bukankah enci Tin adalah toakomu" Nak,
kau benar benar terlalu gegabah!"
Thi Eng khi tak sempat menghindarkan diri lagi, terpaksa dia
menjura lalu ujarnya dengan nada yang tak leluasa :
''Aku menjumpai nona Ciu!"
Sikapnya semakin menjauh dan seakan akan berusaha untuk
memberikan suatu jarak tertentu.
Ciu Tin tin tampak agak sedih, tapi dia pun membalas hormat
tanpa mengucapkan sepatah katapun.
395 Yap Siu ling yang merasa tidak leluasa menyaksikan keadaan itu,
kepada Thi Eng khi segera tegurnya :
"Kini sang kakak telah berubah menjadi enci, anak Eng, kau
seharusnya menyebut enci Tin kepadanya!"
Thi Eng khi memang seorang anak yang berbakti ia tak berani
membangkang perintah ibunya, terpaksa dengan nada kaku
panggilnya : "Enci Tin!"
Ciu Tin tin merasakan hatinya amat gundah, getir dan pahit
terasa bercampur aduk dalam hatinya, diapun berseru :
"Adik Eng!"
Dia merasa usahanya selama ini hanya sia sia belaka, tak
terlukiskan rasa sedih yang mencekam hatinya kini.
Tapi dia tetap mempertahankan sikapnya yang terbuka dan supel
sambil memaksakan sebuah senyuman, katanya kepada Yap Siu ling
: "Pek bo, setelah berjumpa dengan anakmu, sudah pasti banyak
persoalan yang hendak kalian bicarakan, biarlah titli mohon diri lebih
dulu untuk sementara waktu, sekalian menyiapkan hidangan untuk
adik Eng."
Selesai berkata dia lantas mengundurkan diri dari situ.
Yap Siu ling segera menemukan suatu kekakuan dan ketegangan
diantara kedua orang ini tapi berhubung Thi Eng khi baru pulang, dia
merasa kurang leluasa untuk menekannya terlalu hebat, terpaksa
masalah itu disimpan dalam hati sambil mencari kesempatan lain
untuk dibicarakan lebih jauh.
Yap Siu ling mengawasi Thi Eng khi beberapa saat lamanya,
kemudian sambil menghela napas panjang katanya :
"Eng ji, cepat ceritakan kisah pengalamanmu selama setahun
lebih ini kepada ibu."
396 Thi Eng khi segera manggut manggut, diapun menceritakan apa
yang dialaminya selama ini dengan seksama.
Yap Siu ling mendengarkan dengan serius, adakalanya dia
merasa berdebar dengan perasaan tercekat, kemudian kejut
bercampur girang sampai lama kemudian ia baru menghembuskan
napas panjang, katanya :
"Terima kasih langit, terima kasih bumi, rupanya Kong kong dia
orang tua masih hidup sehat didunia ini."
Thi Eng khi manggut manggut, katanya :
"Oleh karena ananda berhasil mempelajari kitab pusaka itu lebih
awal dua bulan dari waktu yang ditentukan, maka ananda
bermaksud untuk menunggu saat untuk berjumpa dengan dia orang


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tua, tapi kemudian setelah kutemukan pesan dari dia orang tua ada
urusan harus pergi dan bisa menunggu lebih jauh, terpaksa dengan
perasaan kecewa ananda kembali kedaratan Tionggoan."
Menyusul kemudian, Yap Siu ling pun mengisahkan
pengalamannya sampai pindah ketempat itu kepada Thi Eng khi.
Ternyata sejak kepergian Thi Eng khi setiap hari Yap Siu ling dan
Thian liong su siang merasa kuatir dan tak tentram.
Semenjak terluka oleh ilmu jari Jit sat ci dari Huan im sin ang,
makanan sehari hari dari Thian liong su siang harus disediakan oleh
Yap Siu ling, sudah barang tentu tak mungkin bagi mereka untuk
pergi mencari kabar berita diluaran.
Sebaliknya Yap Siu ling sendiripun tak lebih hanya seorang
perempuan yang belum pernah keluar rumah, soal dunia persilatan
sama sekali tidak dipahami olehnya, tentu saja lebih lebih tak
mungkin baginya untuk mengadakan kontak dengan dunia luar.
Maka, semua orangpun terpaksa hanya tinggal di "rumah" sambil
menahan rasa gelisah yang makin hari makin meningkat.
Masa masa selama ini bagi mereka boleh dibilang merupakan
masa masa yang paling berat, ketika ditunggu sampai tujuh delapan
397 bulan lamanya tetap tak nampak Thi Eng khi balik kembali, saking
cemasnya hampir saja mereka menjadi gila.
Suatu hari, ketika malam telah tiba, ruangan Thian liong Tong
hanya diterangi oleh sebuah lentera kecil.
Waktu itu Yap Siu ling sedang menyiapkan hidangan didalam
dapur, sedangkan Thian liong su siang ngobrol diluar.
Pada saat itulah tiba tiba tampak sekilas cahaya perak berkelebat
lewat, tahu tahu seorang yang bermantel perak telah melayang
turun didepan pintu ruang Thian liong tong.
Mantel berwarna kuning perak merupakan ciri khas dari Gin san
kiam kek (jago pedang berbaju perak) Ciu Cu giok, sebagai sahabat
karib ayah Thi Eng khi yakni Thi Tiong giok, tentu saja Thian liong su
siang mengetahui dengan jelas tentang hal ini.
Itulah sebabnya begitu melihat mantel berwarna perak muncul
disana tanpa berpikir panjang lagi mereka lantas mengira Gin san
kiam kek Ciu cu giok telah datang kesana.
Sejak Thian liong pay mengalami musibah, Gin san kiam kek Ciu
Cu giok tak pernah berkunjung lagi ke gedung Bu lim tit it keh ini,
oleh karena itu didalam pandangan Thian liong su siang, ia sudah
bukan sahabat karib partai Thian liong pay lagi.
Sin lui jiu (si tangan geledek) Kwan Tin say yang paling
berangasan kontan saja tertawa dingin tiada hentinya, kemudian
tegurnya : "Hey orang she Ciu, kau masih ingat kalau dirimu adalah sahabat
Thian liong pay."
Ciu Tin tin merasa amat terkejut, sama sekali tak disangka
olehnya kalau pihak lawan menegurnya seperti itu.
Untuk sesaat dia menjadi tertegun dan berdiri kaku didepan
pintu, untuk beberapa saat lamanya ia tak berani masuk kedalam
ruang sin tong.
398 Melihat orang itu berhenti dan tidak berani masuk, sekali lagi Sin
liu jiu Kwan Tin say menegur dengan suara dalam :
"Ciu Cu giok, partai kami tidak membutuhkan teman seperti kau,
lebih baik kembali saja!"
Sekarang Ciu Tin tin baru tahu kalau orang telah menganggap dia
sebagai ayahnya maka dia lantas melangkan masuk ke da?lam
ruangan Sin tong.
Tatkala Thian liong su siang berhasil melihat jelas raut wajahnya,
tanpa terasa mereka menjerit tertahan, kemudian tegurnya :
"Nona, siapakah kau" Ada urusan apa datang kemari?"
Ciu Tin tin berusaha keras berbicara dengan nada seramah dan
selembut mungkin, katanya :
"Boanpwe bernama Ciu Tin tin, ayahku bernama Ciu Cu giok,
sengaja ayah mengutus aku datang kemari untuk menyambangi
locianpwe, sekalian hendak menyampaikan suatu persoalan
penting." San tian jiu (Si tangan kilat) Oh Tin lam mendengus dingin.
"Hmm, kalau toh ayahmu sudah tak sudi lagi melangkah masuk
ke gedung ini, buat apa dia menyuruh kau datang kemari?"
Ciu Tin tin sama sekali tidak mengubris suasana ditempat itu,
katanya lagi dengan lembut :
"Sejak sembilan belas tahun berselang ayahku telah mencukur
rambut menjadi pendeta, bahkan rumah sendiripun belum pernah
pulang satu kali, mana mungkin ia berkunjung ke tempat lain" Bukan
berarti beliau telah melupakan cianpwe sekalian."
Mendengar perkataan itu, Thian liong su siang menjadi tertegun,
hampir pada saat yang bersamaan mereka berseru :
"Oooh.... rupanya ayahmu telah menjadi pendeta, kalau begitu
kami telah salah menegurnya."
399 Sam ciat jiu (si Tangan sakti) Li Tin tiong segera tertawa getir,
katanya : "Kami berempat telah terluka parah dan tidak leluasa untuk
berjalan, terpaksa kami mempersilahkan nona Ciu untuk duduk
disembarangan tempat, bila pelayanan kurang baik, harap nona suka
memaafkan."
Ciu Tin tin memandang sekejap sekeliling ruangan, menyaksikan
dinding ruangan yang kotor dan penuh sarang laba laba, kejut juga
perasaannya, ia lantas mencari sebuah kursi dan duduk.
Menanti nona itu sudah duduk, Pit tee jiu (Tangan sakti penutup
tanah) Wong Tin pak baru berkata :
"Boleh aku tanya ada urusan apakah nona Ciu datang kemari hari
ini.....?"
Dengan berterus terang Ciu Tin tin segera membeberkan maksud
kedatangannya. "Dalam dunia persilatan tersiar kabar yang mengatakan kalau Thi
sauhiap, ciangbunjin angkatan kesebelas dari Thian liong pay telah
dibekuk orang di Benteng keluarga So di luar perbatasan, Tiang pek
lojin So locianpwe telah menuduh perbuatan ini hasil pekerjaan dari
Siau lim dan Bu tong dua partai besar. Kini ia telah membawa jago
jago dari luar perbatasan datang mencari keadilan disini, sekarang
mereka telah saling bersitegang dengan pihak partai Siau lim pay."
Mendengar kabar tersebut, Thian liong su siang merasa
terperanjat sekali sehingga tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Dari luar pintu kedengaran suara mangkuk yang terjatuh ke lantai
dan pecah lalu nampak Yap Siu ling, ibu Thi Eng khi lari masuk
kedalam ruangan dengan wajah pucat pias, dengan suara yang tak
jelas serunya tergagap.
"Apa kau bilang" Kenapa dengan anak Engku?"
400 Begitu gelisah dan cemasnya menguatirkan keselamatan Thi Eng
khi sehingga dia tak sempat memberi hormat kepada Ciu Tin tin.
Mendengar dari ucapan tersebut, Ciu Tin tin segera mengetahui
siapa gerangan perempuan ini, buru buru ia memayang Yap Siu ling
sambil sahutnya :
"Menurut kabar yang tersiar dalam dunia persilatan, konon Thi
sauhiap telah ditawan oleh pihak Siau lim dan Bu tong pay, aku rasa
tak mungkin ada bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya,
pek bo, kau harus baik baik menjaga kesehatan tubuhmu, jangan
sampai karena memikirkan yang bukan bukan berakibatkan kau
orang tua menjadi jatuh sakit."
Yap Siu ling adalah seorang perempuan yang berpengetahuan
luas, sesudah tenang hatinya maka sikappun pulih kembali seperti
sedia kala, kepada Ciu Tin tin ujarnya sambil tersenyum :
"Aku terlampau dipengaruhi emosi, harap kau jangan
menertawakan."
Sesudah berhenti sejenak ditatapnya wajah gadis itu lekat lekat,
kemudian ujarnya lebih lanjut :
"Tadi nona memanggilku sebagai Pek bo entah...."
Buru buru Ciu Tin tin menerangkan :
"Ayahku dan Empek Thi adalah sahabat karib, itulah sebabnya
titli sudah sepantasnya memanggil Pek bo kepadamu!"
"Ayahmu adalah....?" Yap Siu ling kelihatan ragu.
Diam diam Ciu Tin tin menyumpahi dirinya yang berbicara tidak
jelas sehingga tidak menerangkan asal usulnya lebih dulu.
Dengan wajah merah padam lantaran jengah, dia lantas berkata :
"Boanpwe she Ciu bernama Tin tin, ayahku bernama Ciu Cu giok,
dengan empek Thi dibuat orang persilatan sebagai Bu lim siang giok
(sepasang kemala dari dunia persilatan), masih ingatkah Pek bo?"
Sekulum senyuman segera menghiasi wa?jah Yap Siau ling,
cepat cepat serunya :
401 "Oooh.... rupanya Ciu Hian titli, silahkan duduk! Silahkan
duduk.....!"
Ciu Tin tin segera membimbing Yap Siu ling duduk dikursi yang
lain, sedangkan dia sendiri berdiri disamping perempuan itu, setelah
mengulangi kembali apa yang dikatakan tadi, sambungnya lebih
lanjut : "Pihak Siau lim dan Bu tong pay tidak mau mengakui kalau pihak
merekalah yang telah menculik Thi sauhiap, maka semua orang
beranggapan hanya setelah Thi sauhiap ditemukan maka kesalahan
paham ini baru dapat terselesaikan, kini akan berdatangan pelbagai
manusia untuk mencari kabar dari para locianpwe sekalian."
"Bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya, dari mana kita bisa
tahu?" kata Yap Siu ling.
Sin lui jiu Kwan Tin say berseru pula dengan suara keras :
"Kami akan menutup pintu dan menolak untuk berjumpa dengan
siapapun".!"
Dengan kening berkerut, Ciu Tin tin segera menambahkan :
"Menurut hasil penyelidikan titli dan ayahku, dapat diketahui
kalau masih ada kelompok manusia yang sebetulnya sedang
menciptakan kekacauan dalam dunia persilatan walaupun mereka
tahu kalau locianpwe sekalian tidak tahu tentang jejak Thi sauhiap
akan tetapi sengaja mereka susun rencana busuk untuk mencelakai
kalian semua agar pihak siau lim dan Bu tong disatu pihak semakin
menaruh kesalahan paham terhadap Tiang pek lojin dilain pihak."
Mendengar perkataan itu Yap Siu ling sekalian menjadi amat
terperanjat, buru buru serunya :
"Aaaah, masa telah terjadi peristiwa semacam ini?"
"Ayahku telah melihat dan mendengar dengan mata kepala
sendiri, sudah barang tentu berita ini dapat
dipertanggungjawabkan!"
Tergerak hati sam ciat Li Tin tiong setelah mendengar ucapan ini,
tiba tiba muncul kewaspadaan dihatinya, dia lantas berseru cepat :
402 "Kalau toh berita ini diperoleh ayahmu, mengapa ia tidak datang
sendiri kemari" Sedang menurut perkataan nona Ciu tadi, semenjak
menjadi pendeta ayahmu belum pernah pulang ke rumah, lantas
darimana nona Ciu bisa mengetahui akan persoalan ini?"
Rasa sedih segera menyelimuti wajah Cui Tin tin, sahutnya :
"Dalam kenyataan sudah dua puluh tahun lamanya ayahku
meninggalkan rumah, setengah tahun berselang, titli mendapat
perintah dari ibuku untuk mencari jejak ayahku, sampai akhirnya
berhasil kujumpai secara tak terduga di bukit Wu san, selama
setengah tahun ini, titli selalu melangsungkan hubungan kontak
dengan ayahku, itulah sebabnya kali ini ayahku telah menitahkan
kepada titli untuk datang menyampaikan kabar, sekalian
mengaturkan tindakan yang harus cianpwe sekalian ambil."
Yap Siu ling dan Thian liong su siang berpandangan sekejap,
kemudian termenung dan membungkam dalam seribu bahasa, untuk
sesaat lamanya mereka tak dapat mengambil keputusan.
Untuk berlomba dengan waktu, Ciu Tin tin segera mengeluarkan
sebilah pedang pendek dari dalam sakunya, lalu diserahkan kepada
Yap Siu ling, ujarnya :
"Sebelum meninggal dunia dulu, empek Thi telah menyerahkan
pedang pendek ini kepada ayahku sambil berpesan untuk melindungi
keselamatan Pek bo, setelah Pek bo memeriksa pedang ini, tentunya
akan mengetahui kalau perkataan titli bukan kosong belaka."
Pedang pendek itu merupakan tanda pengenal dari Thi Tiong
giok selama berkelana didalam dunia persilatan, menyaksikan benda
tersebut Yap Siu ling menjadi teringat kembali dengan pemiliknya,
tak tahan lagi ia menangis tersedu sedu.
"Apakah ayahmu telah menyaksikan sendiri kematian dari empek
Thimu?" katanya.
Ciu Tin tin cukup mengerti, seandainya ia membeberkan keadaan
yang sesungguhnya sudah pasti hal mana akan berakibat timbulnya
keadaan yang tidak diinginkan, terpaksa jawabnya :
403 "Persoalan ini panjang sekali kalau dibicarakan, dikemudian hari
pasti akan titli ceritakan, sekarang harap pek bo sekalian percayai
diri titli untuk....."
Dengan menggunakan kerlingan matanya Yap Siu ling minta
pertimbangan dari Thian liong su siang, kemudian katanya dengan
wajah serius : "Titli jauh jauh datang kemari dengan maksud baik, masa aku
akan menaruh curiga kepadamu!"
Ciu Tin tin segera menghembuskan napas panjang katanya :
"Titli sengaja datang kemari untuk mengajak Pek bo sekalian
mengungsi ke suatu tempat yang aman guna menghindarkan diri
dari bencana besar ini."
Yap Siu ling segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku rasa kami tak bisa pergi dari sini," katanya, "selain itu,
kamipun tak bisa pergi sebab seandainya Eng ji sampai balik kemari
dia harus pergi kemana untuk mencari kami sekalian."
"Demi Thi sauhiap, Pek bo sekalian sekalian sepantasnya kalau
segera mengungsi sebab andaikata Pek bo sekalian sampai ketimpa
sesuatu musibah, apakah Thi sauhiap bisa hidup dengan hati yang
tentram?" Setelah perundingan dilakukan akhirnya Yap Siu ling memutuskan
untuk meninggalkan sepucuk surat buat Thi Eng khi dan pada
malam itu juga dipimpin oleh Ciu Tin tin mereka berangkat ke bukit
Hong san dekat kota Kang im untuk menetap.
Kemudian ke empat orang dari Thian liong ngo siang yang terluka
parah, tahu tahu pada suatu tengah malam telah diobati seseorang
sehingga luka dalam yang mereka derita sembuh sama sekali.
Selesai mengobati mereka, orang itu pun telah meninggalkan
catatan tentang beberapa macam kepandaian sakti aliran Thian liong
pay, untuk mempelajari kepandaian tersebut, kini mereka telah
berpindah kesuatu tempat lain yang lebih sepi dan terpencil.
404 Ciu Tin tin sendiri membutuhkan waktu selama hampir satu bulan
lebih untuk menarik kesan baik dari Yap Siu ling, kemudian ia baru
membeberkan kisah sedih yang telah menimpa keluarga Ciu serta
keluarga Thi. Mendengar kisah sedih itu, sudab barang tentu Yap Siu ling
merasa sedih sekali tapi dia adalah seseorang yang cukup
mengetahui tentang keadaan, lagipula kejadian sudah berlangsung,
bukan saja dia tidak menyalahkan Ciu Tin tin ataupun ayahnya Ciu


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu giok, malahan dia merasa terharu sekali oleh semangat serta
pengorbanan yang diberikan Ciu Tin tin selama ini, hal mana
membuatnya semakin menyayangi gadis itu dan menganggapnya
sebagai putri kandung sendiri.
Demikianlah, ketika Yap Siu ling dan Thi Eng khi sedang saling
menuturkan pengalaman yang telah mereka alami, mendadak dari
luar pintu sana kedengaran Ciu Tin tin sedang membentak keras :
"Siapa disitu" Berhenti!"
Thi Eng khi sangat terkejut, dengan cepat dia melompat ke
depan pintu pula untuk memeriksa.
Tampaklah seorang pengemis tua yang berpakaian compang
camping dan berwajah dekil, berambut kusut sedang melompat
mendekat dengan kaki tunggalnya.
Pengemis berkaki tunggal itu sudah tua, bila dilihat dari
kemampuannya untuk melompat mendekat, bisa diketahui kalau
tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna sekali.
Dalam sekilas pandangan saja Thi Eng khi dapat mengenalinya
sebagai kakak seperguruan dari ketua Kay pang sekarang, si
pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po yang bernama To kak
thi koay (kaki tunggal tongkat baja) Li Goan gwee atau dengan
perkataan lain salah seorang diantara Cap sah tay poo ciptaan Huan
im sin ang. 405 Memandang atas hubungan pengemis berkaki tunggal ini dengan
si pengemis sakti bermata harimau tanpa terasa Thi Eng khi berkerut
kening dan menunjukkan keragu-raguannya.
Sementara Thi Eng khi masih termenung sikaki tunggal bertoya
baja Li Goan gwee telah berhenti dihadapan Ciu Tin tin dan
membuka suara untuk berbicara.
Suaranya keras dan lantang ibarat guntur yang membelah bumi
ditengah hari bolong.
Terdengar ia berkata dengan sikap yang amat menghormat :
"Lohu adalah To kak thi koay (kaki tunggal toya baja) Li Goan
gwee dari Kay pang boleh aku bertanya kepada nona, apakah ketua
Thian liong pay Thi sauhiap, saudara kecil Thi tinggal disini?"
Didalam dunia persilatan si Kaki tunggal tongkat besi Li Goan
gwee mempunyai nama yang amat termashur, tentu saja Ciu Tin tin
juga mengetahui akan hal ini, tapi oleh kerena dalam hatinya masih
ada urusan, maka dia tak berhasil mengenalinya tadi.
Tapi setelah mendengar pihak lawan menyebutkan namanya,
diam diam ia baru berseru dalam hati kecilnya :
"Sungguh memalukan!"
Sambil tersenyum, dia lantas menyahut :
"Ooooh... rupanya Li locianpwe yang telah datang, boanpwe Ciu
Tin tin telah bersikap kurang hormat, harap locianpwe
memakluminya!"
To kak thi koay, Li Goan gwee memperhatikan beberapa kejap ke
arah mantel berwarna perak yang dikenakan Ciu Tin tin itu,
kemudian dengan wajah tercengang serunya lagi :
"Nona mengenakan mantel berwarna perak milik Gin san kiam
keh Ciu lote, entah apa hubungan nona dengannya?"
"Dia orang tua adalah ayah boanpwe," jawab Ciu Tin tin cepat
sambil menundukkan kepalanya.
406 To kak thi koay Li Goan gwee semakin gembira lagi, serunya
dengan cepat : "Aku sipengemis tua adalah sahabat karib ayahmu dimasa lalu,
sudah sepantasnya bila aku menyebutmu sebagai Hian titli
(keponakan perempuan)!"
"Sudah hampir dua puluh tahun lamanya ayahmu tak pernah
muncul didalam dunia persilatan, apakah belakangan ini dia berada
dalam keadaan baik baik?"
Sikap Ciu Tin tin berubah menjadi amat sopan sekali, dia lantas
memanggil pengemis itu sebagai empek Li.
"Empek Li!" sahutnya, "ayahku telah merasa jemu dengan
kehidupan keduniawian, maka sekarang beliau sudah menjadi
seorang pendeta semenjak dua puluh tahun berselang!"
Mendengar itu, si kaki tunggal bertongkat besi Li Goan gwee
menghela napas panjang.
"Aaai.... dimasa mudanya dulu ayahmu adalah seorang pendekar
yang sangat lihay sungguh tak disangka dia adalah seorang yang
berjodoh dengan kaum Buddha!"
Menyusul kemudian sambil menepuk kaki tunggal sendiri dan
menunjukkan wajah menyesal, lanjutnya :
"Tempo dulu, seandainya aku si pengemis ini tidak memperoleh
pertolongan dari ayahmu, mungkin kaki tunggalku ini berikut
selembar nyawa tuaku juga turut melayang, aaai... kalau teringat
oleh kegagahan ayahmu dimasa lampau, aku merasa amat sedih
sekali." Pengemis tua itu hanya ribut dengan perasaan sendiri, ternyata
dia telah melupakan tugasnya datang ke situ.
Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian itu diam diam lantas
berpikir : 407 "Entah rencana busuk apakah yang sedang dipersiapkan olehnya"
Aku tak boleh membiarkan dia untuk mengembangkannya lebih
lanjut, bisa amat berbahaya nantinya!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas berpekik nyaring dan melangkah
keluar pintu dengan tindakan lebar.
Ciu Tin tin segera menyingkir kesamping sambil memperkenalkan
: "Empek Li, dialah Thi sauhiap kita!"
Si Kaki tunggal bertongkat besi Li Goan gwee segera
mendongakkan kepalanya dan terbahak bahak.
"Haaaahhh.... haahhh.... haaahhhh.... pangcu pernah
membicarakan tentang kelihayan saudara cilik serta keberanian yang
luar biasa, hal mana sungguh membuat aku si pengemis tua merasa
kagum sekali!"
Sembari berkata dengan sepasang telapak tangannya yang besar
dia siap menepuk bahu anak muda itu.
Dengan cekatan Thi Eng khi mundur selangkah kebelakang dan
menghindarkan diri dari tepukan sepasang tangannya itu, Si Kaki
tunggal bertongkat baja Li Goan gwee agak tercengang tapi
kemudian ia tertawa tergelak kembali :
"Haaahh.... haaahhh..... haahhh.... saudara cilik....."
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapksn, Thi Eng khi
kembali telah berkata :
"Belum berapa lama aku pulang ke rumah, cepat benar kabar
berita yang kalian peroleh!"
Untuk kesekian kalinya si kaki tunggal bertongkat baja Li Goan
gwee dibuat tertegun kemudian dia merasa rikuh sekali.
Dari pada pembicaraan si anak muda itu, Ciu Tin tin segera
mendapat tahu kalau Thi Eng khi telah menyamakan si kaki tunggal
bertongkat baja Li Goan gwee sebagai satu komplotan dengan Hek
408 bin bu pa To Thi gou sekalian, buru buru dia menjelaskan : "Empek
Li adalah kakak seperguruan dari ketua Kay pang Cu locianpwe .....!"
"Aku tahu, julukannya adalah To kak thi koay!" tukas Thi Eng khi
dengan cepat. Dia memang amat membenci akan segala macam
kejahatan, terutama sekali terhadap tindak tanduk Cap sah tay poo
ciptaan Huan im sin ang, apalagi sejak Lak bin wangwee melepaskan
serangan yang mematikan, timbul perasaan bencinya terhadap
orang orang itu.
Maka dari itu, ucapan yang kemudian diutarakan pun amat ketus
sekali, sedikitpun tidak bersahabat.
Ciu Tin tin tidak tahu kalau Thi Eng khi sudah mempunyai
pandangan jelek terhadap si Kaki tunggal bertongkat baja Li Goan
gwee, disangkanya pemuda itu memang sengaja hendak
menyusahkan dirinya, tanpa terasa dia mundur selangkah dengan
wajah sedih, sementara air matanya jatuh bercucuran membasahi
pipinya. Si pengemis berkaki tunggal itupun kontan melototkan sepasang
matanya bulat bulat dengan kemarahan yang berkobar ia
mendengus dingin berulang kali.
Kemudian setelah mendengus, dia menggunakan kesabaran yang
paling besar ia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring
untuk melampiaskan semua kemarahan yang mencekam perasaan
hatinya sekarang.
Setelah hening beberapa saat kemudian, ia berkata pelan :
"Anak murid kay pang tersebar diseluruh kolong langit gerak
gerik sauhiap tak bisa lolos dari pandangan mata anggota
perkumpulan kami, itulah sebabnya aku si penge?mis tua dapat
segera menemukan dirimu di tempat ini....."
"Sekarang kau sudah menemukan aku, ada urusan apakah yang
hendak kau sampaikan?"
409 Si pengemis berkaki tunggal Li Goan gwee benar benar merasa
tidak tahan menghadapi keketusan dan keangkuhan Thi Eng khi
tersebut, dengan wajah gusar dia menjawab :
"Aku si pengemis tua mendapat perintah dari pangcu kami untuk
menyampaikan sesuatu!"
"Akan kudengarkan dengan seksama!" jawab Thi Eng khi dengan
nada suara yang jauh lebih lunak.
"Pangcu kami telah bertemu dengan Tiang pek lojin So
locianpwe, atas pesan dari So locianpwe, dipersilahkan Thi
cianbunjin berangkat kebukit Siong san untuk bersama sama
menyusun rencana guna menolong keselamatan nona Bwe leng!"
Thi Eng khi memang senang sekali akan kepolosan serta
kelincahan So Bwe leng, itulah sebabnya diapun sangat
memperhatikan keselamatan jiwanya, mendengar perkataan itu, dia
menjadi tertegun, kemudian serunya :
"Mengapa dengan adik Leng?"
Sikap yang amat menaruh perhatian ini segera menimbulkan
perasaan sedih dalam hati Ciu Tin tin.
"Lohu hanya menyampaikan kabar saja, keadaan yang
sebenarnya kurang begitu jelas!" ucap Li Goan gwee segera.
Tiba tiba tergerak hati Thi Eng khi, se?gera pikirnya :
"Jangan jangan hal inipun merupakan siasat busuk yang disusun
oleh Huan im sin ang?"
Setelah mempunyai ingatan semacam itu dia tak ingin banyak
berbicara lagi dengan Li Goan gwe, sambil menjura katanya
kemudian : "Terima kasih banyak atas pemberitahuanmu itu!"
Bukan saja tiada niatnya untuk mempersilahkan tamunya masuk,
bahkan jelas sekali kalau dia sedang mengusir tetamunya.
410 Si pengemis berkaki tunggal bertongkat baja Li Goan gweed
segera menghentakan kaki tunggalnya keatas tanah, sepasang
matanya melotot besar karena gusar, sambil mendengus dingin
serunya : "Lohu akan mobon diri lebih dahulu!"
Dengan gaya ikan lehi melentik, tubuhnya segera mencelat
sejauh beberapa kaki, kemudian didalam beberapa kali lompatan
saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan pungungnya itu, Thi Eng khi menghela
napas panjang, gumamnya :
"Aku sih tak akan termakan oleh siasatmu itu!"
Gumamnya itu amat lirih lagipula tidak jelas ucapannya, Ciu Tin
tin tidak sempat mendengarnya dengan jelas, sehingga tak tahan dia
bertanya pula keheranan :
"Nona So cantik jelita dan cerdik sekali, bila dia sampai terjatuh
ketangan Huan am sin ang hal mana benar benar mencemaskan
sekali hati orang, apa rencana adik Eng selanjutnya?"
Dengan ucapannya itu sesungguhnya dia ingin menyelidiki sejauh
manakah perasaan Thi Eng khi terhadap So Bwee leng.
Sebagai seorang pemuda yang cerdas su?dah barang tentu Thi
Eng khi dapat menangkap maksud Ciu Tin tin yang sesungguhnya,
mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya.
"Lebih baik kuutarakan saja beberapa patah kata yang mesra dan
hangat terhadap Leng, agar diapun bisa memadamkani niatnya
untuk menebus dosa ayahnya...."
Berpikir sampai disitu, dia segera berlagak amat menguatirkan
keselamatan gadis tersebut, sahutnya :
"Pikiran dan perasaan siaute sekarang amat kalut, terpaksa akan
kusampaikan kepada ibuku untuk segera melanjutkan perjalanan."
Ciu Tin tin menundukkan kepalanya rendah rendah, dia segera
membalikkan badannya dan lari masuk keruangan dalam.
411 Dari kejauhan Thi Eng khi masih sempat mendengar suara isak
tangisnya, hal mana justru melegakan hati pemuda ini.
"Sekarang tentunya kau akan mengurungkan niatmu itu!"
demikian dia berpikir.
Kemudian dengan kening berkerut, dia rnenghela napas panjang,
gumamnya lagi :
"Aaaai....enci Tin, seandainya diantara kita tidak terdapat
peristiwa yang memedihkan hati itu, hal mana sungguh baik sekali!"
Jelas terhadap Ciu Tin tin, sesungguhnya diapun menaruh
perasaan cintanya....
Dalam keadaan demikian, Thi Eng khi merasa segan untuk
kembali ke ruangan dalam, ia tak ingin menimbulkan kerikuhan pada
diri Ciu Tin tin, maka ia lantas berjalan jalan disekitar rumah gubuk
itu. Tanpa terasa, dia telah berjalan sejauh puluhan kaki dari tempat
semula. Mendadak ia teringat kembali akan sebab musabab dia dan Ciu
Tin tin sampai memburu pulang ke rumah, waktu itu adalah
dikarenakan bertemu dengan Hek bin bu pa To Thi gou, itu berarti
Huan im sin ang telah berhasil mengetahui tempat persembunyian
ibunya dan bermaksud untuk mencelakai ibunya itu.
Padahal dia sudah balik ke rumah sekarang, mengapa tidak ia
laporkan hal ini kepada ibunya agar mereka dapat mempersiapkan
diri untuk menyingkir dari tempat tersebut"
Berpikir sampai disitu, diam diam dia lantas memakai diri sendiri :
"Aku benar benar semberono!"
Ia lantas membalikkan badannya siap berjalan balik.
412 Siapa tahu baru saja dia membalikkan badannya, tampaklah
enam orang kakek berwajah menyeringai menyeramkan telah
menghadang jalan perginya.
Dalam kagetnya dia segera berpaling ke aran depan sana,
tampaklah puluhan manusia lainnya telah mengurung rumah gubuk
itu rapat rapat.
Dalam cemasnya pemuda itu segera meloloskan pedang Thian
liong kim kiam dari sarungnya, kemudian sambil menuding ke aran
ke enam orang kakek tadi serunya :
"Harap kalian menyingkir dari sini!"
Bunga pedang menggulung di udara dan langsung menerjang ke
muka. Ke enam orang kakek itu tetap berdiri tak berkutik ditempat
semula, salah seorang diantaranya berkata sambil tertawa dingin :


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anak muda, kau membawa pedang Thian liong kim kiam,
rupanya engkaulah yang bernama Tni Eng khi?"
Sembari berkata, dia menggerakkan sepasang senjata kaitannya
untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Tujuan Thi Eng khi pada saat ini hanyalah berusaha untuk
menerjang pulang ke rumah gubuk itu, dia sama sekali tidak berniat
untuk terlibat dalam pertarungan melawan mereka.
Oleh sebab itu secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan
berantai yang memaksa kakek bersenjata kaitan itu terdesak mundur
sejauh tiga langkah dari tempat semula.
"Tahan!" mendadak seorang kakek lainnya membentak keras.
Thi Eng khi segera menarik kembali serangannya, kemudian
bertanya dengan suara dingin :
"Kalau ingin berbicara, mari kita berbicara didepan rumah gubuk
sana.........."
413 Kakek itu segera tertawa licik, sahutnya :
"Tak usah kuatir Thi sauhiap, sebelum mendapat tanda perintah
lohu, mereka tak akan bertindak kurang sopan terhadap ibumu."
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi :
"Thi Sauhiap, tahukah kau siapa lohu sekalian" Ada urusan apa
datang kemari?"
"Hmmm... paling paling juga kaki tangan Huan im sin ang, aku
merasa tak perlu un?tuk mengetahui nama nama kalian!"
Kakek bersenjata kaitan itu menjadi gusar sekali, segera
bentaknya keras keras :
"Omong kosong! Siapa yang kesudian menjadi kaki tangannya
Huan im sin ang."
Ketika dilihatnya orang orang itu menyangkal diri mereka sebagai
komplotannya Huan im sin ang, Thi Eng khi tampak agak tertegun
juga, katanya kemudian :
"Lantas siapakah kalian semua?"
Suaranya juga jauh lebih lunak.
"Lohu sekalian adalah Yan san lak kiat (enam orang gagah dari
bukit Yan san)!" jawab kakek kedua.
Setelah berhenti sejenak, dia memperkenalkan dirinya satu
persatu : "Lohu adalah Sin kou (kaitan sakti) Tio Yan kim!"
Kemudian yang lainpun menyusul :
" Lohu adalah Pak cui (Palu maut) Tio Yan Im!"
"Lohu adalah Im to (golok dingin) Tio Yan ci!"
"Lohu adalah Yang cay (tombak panas) Tio Yan sang!"
"Lohu adalah Tong tang (borgol tembaga) Tio Yan leng!"
414 "Lohu adalah Tong huan (gelang temba?ga) Tio Yan siau!"
Thi Eng khi tidak begitu mengetahui tentang asal usul Yan san
lak kiat tersebut terpaksa katanya :
"Selamat berjumpa!"
Dengan menegur, si kaitan sakti Tio Yan kim segera berkata :
"Sauhiap, pandai benar kau mencari kesenangan sendiri dengan
menyusahkan orang lain! Tahukah kau bahwa para jago dari daratan
Tionggoan dan luar perbatasan sudah siap melangsungkan
pertumpahan darah gara gara hilangnya dirimu?"
Dengan nada menyesal Thi Eng khi menyahut :
"Aku merasa menyesal sekali terhadap terjadinya kesalahan
paham diantara sahabat sahabat persilatan atas terjadinya ini,
sekarang aku memang bermaksud untuk berangkat ke bukit Siong
san untuk memberikan penjelasan agar sahabat dari luar maupun
dalam perbatasan bisa bersatu padu untuk bersama sama
menghadapi musuh kita yang sebenarnya."
Sin kau Tio Yan kim kembali tertawa dingin :
"Kalau memang sauhiap ada maksud un?tuk memunahkan
kesalah pahaman itu kenapa kau tidak cepat cepat berangkat ke
bukit Siong san untuk melerainya, sebaliknya bersikeras hendak
menunggu sampai diselenggarakannya pertemuan besar itu?"
Thi Eng khi segera dibikin terbungkam dalam seribu bahasa.
Seharusnya ia memang musti berangkat dulu ke bukit Siong san
untuk menjelaskan duduknya persoalan kemudian baru
menyelesaikan persoalan lainnya.
Sayang pengalaman yang dimiliki anak muda ini masih amat
cetek, dia hanya memikirkan keselamatan ibunya serta ke empat
orang susioknya yang terluka oleh pukulan Jit sat ci, oleb karenanya
hal mana telah mengesampingkan persoalan yang sebenarnya maha
penting itu. Dengan perasaan tidak tenang dia lantas bertanya :
415 "Apakah Tio tayhiap berharap agar aku berangkat ke bukit Siong
san sekarang juga?"
"Benar! Kami mendapat perintah dari ketua Siau lim dan ketua Bu
tong untuk mengundang kehadiranmu."
"Baik!" kata Thi Eng khi kemudian de?ngan wajah serius,
"sekarang juga aku akan berangkat bersama kalian!"
Sambil berkata dia lantas melangkah maju kedepan dengan
maksud menembusi ke punggung Yan san lak kiat untuk mengajak
ibunya bersama sama berangkat kebukit Siong san.
Siapa tahu.. meskipun dia sudah maju beberapa langkah, namun
Yan san lak kiat masih tetap berdiri ditempat semula tanpa maksud
untuk menyingkir kesamping.
Thi Eng khi mengira mereka tidak memahami maksudnya, maka
segera ujarnya :
"Harap kalian mau menunggu sebentar, setelah urusan
kuselesaikan, kita segera berangkat."
Menanti Yan san lak kiat belum juga menyingkir kesamping, Thi
Eng khi baru curiga pikirnya :
"Engkoh tua pengemis telah berangkat ke bukit Siong san untuk
menyampaikan pesanku kepada ketua Siau lim pay dan Bu tong pay,
agaknya mereka tidak perlu mengirim orang lagi untuk
menjemputku, sekalipun mereka mengirim orang juga tak akan
bersikap seakan akan menghadapi mnsuh besar saja, apalagi
mengirim orang dalam jumlah begini banyak... yaaa, dibalik
kesemuanya ini pasti ada sesuatu yang tak beres, aku tak boleh
bertindak terlalu gegabah."
Sementara kedua belah pihak masih saling berhadapan dengan
suasana tegang, mendadak dari balik rumah gubuk itu terdengar
seseorang menjerit keras, menyusul seseorang melompat keluar dari
balik rumah gubuk tersebut.
416 Waktu itu malam sudah menjelang tiba, walaupun Thi Eng khi
dapat melihat ada sesosok bayangan manusia melompat keluar dari
balik rumah gubuk itu namun ia tak sempat melihat jelas siapa
gerangan orang tersebut.
Tercekat perasaan hatinya, dia tahu sesuatu kejadian telah
berlangsung dalam rumah tersebut, sambil mengangkat pedang
Thian liong kim kiamnya dia membentak gusar :
"Hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian, enyah kalian semua
dari sini!"
Tubuhnya merendah lalu tubuh berikut pedangnya dengan
menciptakan serentetan cahaya tajam langsung menerjang kearah
Yan san lak kim kiam kiat.
Bagaimana keadaan Thi Eng khi selanjutnya yang gagal
mendekati ruangan gubuk tersebut untuk sementara kita tinggalkan
dulu. Dalam pada itu, Ciu Tin tin telah balik ke dalam ruangan dengan
hati yang hancur luluh semakin dipikirkan dia merasa semakin sedih,
sehingga akhirnya sambil menggertak gigi sambil menulis surat
perpisahan yang ditinggalkan kedalam kamarnya.
Ia merasa lebih baik cepat cepat menyingkir saja dari situ
daripada dirinya makin la?ma dirinya makin terperosok kedalam
kesalah pahaman yang makin melebar. Bila sampai mengakibatkan
kerugian bagi kedua belah pihak jelas hal ini tak diinginkan.
Ciu memang seorang gadis yang cerdik dan cukup mengerti
duduknya persoalan, dia lebih suka mengorbankan diri daripada
membiarkan Thi Eng khi bersedih hati karena kejadian itu.
Baru saja tubuh melompat keluar dari pintu gerbang mendadak
dilihatnya ada sekelompok lelaki kekar yang berjumlah empat lima
orang sedang berjalan mendekati rumah gu?buk tersebut.
Dalam pada itu Thi Eng khi juga baru saja berjumpa dengan Yan
san lak kiat, pemuda itu hanya menyaksikan ada puluhan orang jago
417 persilatan mengurung rumah tadi, ia tak tahu kalau sesungguhnya
ada beberapa orang diantaranya yang telah berhasil menyusul
masuk ke dalam.
Ciu Tin tin segera balik kembali kedalam ruangan, ketika
diawasinya orang orang itu, tampak Hek bin bu pa To Thi gou
terdapat diantaranya.
Dengan kehadiran orang itu maka persoalannya menjadi jelas,
dapat diketahui pula siapa yang menjadi dalang dalam pengepungan
ini serta apa maksud kedatangan mereka.
Dengan suatu gerakan cepat, Ciu Tin tin meloloskan pedangnya
sambil menghadang di depan pintu ruangan, dia kuatir pendatang
itu melukai ibu Thi Eng khi, maka sambil mempersiapkan senjata dia
membentak gusar :
"Ada urusan apa kalian menyerbu masuk kemari?"
Tampaknya Hek bin bu pa To Thi gou adalah pemimpin dari
rombongan tersebut, sambil tertawa terbahak bahak sahutnya :
"Haaahhhh" haaahhh". Haaahhhh".. dihadapan orang yang
jujur tak perlu berbohong, siapakah kami dan apa tujuan kami
datang kemari masa tidak kau ketahui?"
Setelah berhenti sejenak dan mendengus dingin, lanjutnya :
"Kau bukan anggota keluarga Thi, kami pun tidak bermaksud
mengusikmu, asal kau serahkan ibu dari Thi Eng khi si bocah keparat
itu, kami akan mengampuni selembar jiwamu!"
Air muka Ciu Tin tin segera berubah menjadi dingin seperti es,
sahutnya ketus :
"Selama aku Ciu Tin tin masih bisa bernapas, tak akan kubiarkan
kalian membawa pergi Thi pek bo."
"Nak, menyingkirlah kau, biar kutanyakan kepada mereka,
sebenarnya apa maksud mereka mendesak diriku terus menerus."
Rupanya dia menampakkan diri setelah mendengar suara ributribut
diluar rumahnya.
418 Jangan dilihat Hek bin bu pa To Thi gou bertubuh kasar seperti
kerbau, sesungguhnya dia berakal licik sekali, dengan wajah
tersenyum simpul segera katanya :
"Hujin, apakah kau adalah ibu Thi ciangbunjin" Aku Hek bin bu
pa To Thi gou memberi hormat untukmu!"
Selesai berkata dia benar-benar merangkap tangannya sambil
memberi hormat.
Yap Siu ling adalah seorang perempuan yang berpendidikan,
ketika dilihatnya orang lain memberi hormat dengan sopan, tentu
saja diapun enggan memperlihatkan sikap kasarnya, maka sambil
memberi hormat dia?pun menjawab :
"To tayhiap tak usah sungkan sungkan, silahkan duduk dulu
untuk minum teh!"
"Terima kasih banyak harap Thi hujin tak usah repot repot, aku
datang untuk melaksanakan tugas, sedang majikan kami masih
menantikan kabar beritanya!"
Dengan kening berkerut Yap Siu ling segera menukas :
"To tayhiap bila ada persoalan utarakan saja berterus terang dan
blak blakan!"
Paras muka Hek bin bu pa To Thi gou segera berubah menjadi
merah padam seperti kepiting rebus, dia merasa semua perkataan
yang telah disusun menjadi perkataan dan tak mampu digunakan
lagi, terpaksa diapun berkata apa adanya :
"Majikan kami adalah Lo sancu dari istana Ban seng kiong, oleh
karena amat mengagumi Thi sauhiap maka sengaja mengutus kami
untuk mengundang kehadiran hujin untuk berkunjung keistana Ban
sen kiong."
Diam diam tercekat juga hati Yap Siu ling setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu Huan im sin ang hendak menggunakan
dirinya sebagai sandera agar Thi Eng khi bisa diperalat olehnya.
419 Untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun dan tak tahu
bagaimana harus menjawab pertanyaan tadi.
Hek bin bu pa To Thi gou segera tertawa kering, lalu ujarnya :
"Bagaimanakah maksud hujin" Majikan kami sedang menantikan
jawabannya?".."
Pada waktu itu pikiran dan perasaan Yap Siu ling merasa sangat
kalut, ia tahu bila mana dirinya sampai terjatuh ke tangan Hu?an im
sin ang, maka jangan harap Thi Eng khi bisa melepaskan diri dari
cengkeraman Huan im sin ang untuk selamanya, itu berarti jangan
harap ia bisa membangun kembali kejayaan partai Thian liong pay.
Walaupun selama tahun tahun belakang ini diapun mulai belajar
silat di bawah petunjuk dari keempat orang suhengnya, namun
bagaimanapun juga karena waktu yang terbatas membuat
keberhasilannya tidak memuaskan, sudah barang tentu diapun
bukan tandingan dari musuh musuhnya itu.
Maka walaupun sudah dipikirkan pulang pergi, dia belum berhasil
juga untuk menemukan suatu cara yang baik.
Akhirnya setelah termenung sekian lama dia bertekad untuk
menghabisi nyawa sendiri seandainya tidak berhasil meloloskan diri
dari cengkeraman musuhnya nanti, asal dia mati maka akan
musnahlah harapan Huan im sin ang untuk menyandera dirinya serta
memperalat Thi Eng khi demi kepentingannya.
Begitulah, tatkala Hek bin bu pak To Thi gou mengulangi kembali
perkataan itu untuk kedua kalinya, dia telah mengambil keputusan
dalam hatinya, maka dengan wajah bersungguh sungguh jawabnya :
"Maksud baik Sancu kalian sungguh mengharukan hatiku, sayang
aku tak lebih hanya seorang perempuan lemah, aku rasa kurang
leluasa bagiku untuk berangkat ke istana Ban sen kiong, lebih baik
To tayhiap sampaikan saja rasa terima kasihku!"
Dengan cepat Hek bin bu pa To Thi gou mengerutkan sepasang
alis matanya yang tebal, betul dia adalah salah satu diantara cap sah
tay poo dibawah pimpinan Huan im sin ang, namun berhubung
420 wataknya memang tidak termasuk keji atau kejam, lagipula dia
merasa mencelakai seorang perempuan lemah hanya akan merusak
nama baiknya saja, maka untuk sesaat dia menjadi ragu dan tak
tahu apa yang mesti dilakukan.
Pada saat itulah, tiba tiba kedengaran seorang lelaki yang berada
dibelakangnya menegur sambil tertawa seram :
"Heeehhh... heeehhh... heehhh....To tay?hiap, jangan lupa
dengan perintan dari Sancu!"
Hek bin bu pa To Thi gou nampak agak terkesiap, kemudian buru
baru serunya : "Hujin, bila kau menampik untuk berangkat ke istana Ban seng
kiong, terpaksa aku harus bertindak keras kepadamu!"
Mendadak dia mementangkan telapak tangannya yang besar dan
segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Yap Siu
ling.

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciu Tin tin yang berada disampingnya segera menggerakkan
pedangnya sambil melangkah ke depan, dengan jurus Sia ci im khi
(awan miring menutupi panji) dia menggulung tubuh Hek bin bu pa.
Dari serangan mencengkeram, buru buru Hek bin bu pa merubah
ancamannya menjadi sebuah pukulan telapak tangan yang langsung
menghajar ke tubuh pedang Ciu Tin tin, sementara tangannya yang
lain dengan jurus Kim si cian wan (serat emas membelenggu
tangan) mencengkeram tubuh Yap Siu ling.
Serangan yang dilancarkan tersebut telah disertakan tenaga
dalam yang amat dahsyat, ternyata pedang Ciu Tin tin kena
ditangkis sehingga tergetar keras dan mencelat setinggi beberapa
depa keudara. Walaupun tangkisan tangan tanan Hek bin bu pa To Thi gou
berhasil menggetarkan pedang Ciu Tin tin, akan tetapi tangan kirinya
yang mencengkeram tubuh Yap Siu ling telah mengenai sasaran
yang kosong 421 Ternyata walaupun Yap Siu ling belum memiliki pengalaman
dalam menghadapi suatu pertarungan, tenaga dalam yang
dimilikinya juga masih jauh bila dibandingkan dengan kemampuan
Hek bin bu pa, namun ilmu silat aliran Thian liong pay merupakan
suatu kepandaian yang maha sakti, dalam pandangan remeh Hek
bin bu pa yang tidak memandang sebelah matapun terhadapnya,
dengan gampangnya dia berhasil menghindarkan diri dari
cengkeraman musuhnya itu.
Begitu Hek bin bu pa To Thi gou gagal mencengkeram
korbannya, Ciu Tin tin telah mengembangkan permainan ilmu
pedang Liu soat kiam hoat perguruannya.
Cahaya perak segera menyelimuti seluruh angkasa, untuk kedua
kalinya dia melancarkan serangan dahsyat kedepan.
Ciu Tin tin adalah seorang gadis yang berbakat bagus, tenaga
dalam yang dimilikinya sekarang jauh melebihi kemampuan Hek bin
bu pa setelah memperoleh tambahan dari Huan im sin ang, apalagi
setelah mengembangkan permainan ilmu pedang liu soat kiam hoat
yang maha dahsyat itu". kontan saja Hek bin bu pa kena
dikurungnya rapat rapat sehingga tak mampu lagi untuk mengusik
Yap Siu ling. Mengetahui kalau kemampuannya masih belum cukup untuk
mengalahkam Ciu Tin tin, dengan cepat Hek bin bu pa To Thi gou
memberi perintah kepada ke tiga orang lelaki lainnya dengan kata
kata sandi untuk membekuk Yap Siu ling.
Berbicara yang sebenarnya ketiga orang lelaki itu merupakan
jago jago yang termashur pula didalam dunia persilatan walaupun
tenaga dalamnya masih jauh dibandingkan dengan Hek bin bu pa To
Thi gou, namun dengan kemampuan mereka bertiga untuk
menangkap Yap Siu ling boleh dibilang gampangnya seperti merogoh
barang didalam saku sendiri.
Itulah sebabnya tak sampai dua tiga gebrakan keadaan Yap Siu
ling sudah kritis sekali. Agaknya Yap Siu ling cukup mengerti kalau
422 dia sudah tiada harapan untuk meloloskan diri lagi,dalam repotnya
menghindari serangan lawan segera serunya kepada Ciu Tin tin.
"Nak, aku serahkan anak Eng kepadamu, semoga kau bisa baik
baik menjaga dirinya selain itu, beritahu kepadanya kalau ibunya
minta dia ingat terus untuk menegakkan keadilan dan kebenaran
sebagai tanda kebaktiannya kepadaku!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan telapak tangan kanan
menghantamnya keatas ubun ubun sendiri.
Siapapun tidak menyangka kalau perempuan itu akan mengambil
keputusan pendek untuk bunuh diri.
Tentu saja keadaan tersebut bukan keadaan yang diharapkan
oleh anak buah Huan im sin ang, untuk sesaat ketiga orang lela?ki
yang mengurungnya menjadi gugup dan berubah muka dalam kaget
dan tercengangnya mereka sampai lupa untuk memberi pertolongan.
Ciu Tin tin serta Hek bin bu pa To Thi gou yang sedang bertarung
juga sama sama menerjang kearah Yap Siu ling dengan harapan
bisa mencegah niatnya untuk bunuh diri.
Tapi sayang, secepat cepatnya gerakan tubuh mereka, tak akan
lebih cepat daripada gerakan tangan Yap Siu ling.
Dalam waktu singkat telapak tangannya itu sudah berada
beberapa inci di atas ubun ubun perempuan itu.
Di saat yang amat kritis inilah mendadak terdengar suara
bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, lalu
tampak sekilas cahaya perak menyambar jalan darah Ci ti hiat diatas
tubuh Yap Siu ling, kontan saja semua tenaga yang dimiliki Yap Siu
ling punah tak berbekas, walaupun akhirnya telapak tangan itu
menyentuh juga diatas ubun ubun, namun sama sekali tidak
menimbulkan luka apa apa.
423 Jilid : 13 MENYUSUL kemudian tampak sesosok bayangan putih meluncur
masuk ke dalam ruangan ketika tubuhnya masih berada ditengah
udara, tangannya telah menyambar tubuh Yap Siu ling yang
dibawanya mundur beberapa langkah, kemudian dia baru melayang
turun dihadapannya.
Yap Siu ling hanya merasakan pandangan matanya menjadi silau,
tahu tahu sesosok bayangan punggung telah menghalangi
pandangan matanya.
Dia tak sempat melihaf jelas paras muka penolongnya, akan
tetapi kalau dilihat dari bayangan punggungnya tak sulit untuk
diketahui bahwa penolongnya juga seorang perempuan.
"Siapa gerangan orang ini?" baru saja ingatan tersebut melintas
dalam benaknya tiba tiba terdengar Ciu Tin tin berteriak dengan
penuh kegembiraan :
"Ibu....!"
Tubuhnya segera meluncur kedepan dan melayang turun
disamping kanan perempuan berbaju putih itu, kemudian berdiri
berjajar disisinya.
Ternyata orang yang baru saja rnenampakkan diri itu tak lain
adalah ibunya Ciu Tin tin, istri Gin ih kiam kek Ciu Cu giok, dua puluh
tahun berselang perempuan ini termashur dalam dunia persilaian
sebagai Cay hong sian ci (Dewi cantik burung hong) Liok Sun hoa.
Mengetahui kalau orang yang datang adalah ibu Ciu Tin tin, Yap
Siu ling segera menghembuskan napas panjang, sebab dari mulut
Ciu Tin tin dia sudah mengetahui akan kemampuan dari perempuan
ini. Hek bin bu pa To Thi gou yang harus bertarung melawan Ciu Tin
tin tadi meski merasa punya kemampuan untuk meraih kemenangan
namun diapun mengerti bahwa hal ini hanya bisa berlangsung
setelah bertarung sebanyak seratus gebrakan kemudian.
424 Maka dikala mengetahui kalau perempuan yang datang ini adalah
ibunya Ciu Tin tin, apalagi menyaksikan kepandaian silatnya begitu
lihay tanpa terasa kewaspadaannya ditingkatkan, ia segera memberi
tanda agar ketiga orang lelaki itu balik kesisi tubuhnya.
Dengan demikian maka posisinya sekarang menjadi tiga melawan
empat. Sebenarnya Cay hong sian ci Liok Sun hoa adalah seorang
perempuan setengah umur akan tetapi paras mukanya justru mirip
seorang nona yang baru berusia dua puluh lima enam tahunan,
wajahnya yang cantik diliputi oleh hawa dingin yang kaku.
Saat itu dia sedang melotot gusar ke arah Hek bin bu pa To Thi
gou sambil membentak gusar.
"Mengapa kalian belum juga menggelinding pergi dari sini!"
Hek bin bu pa To Thi gou segera tertawa terbahak babak.
"Haaahh". Haaahh".. haaahh". Hanya mengandalkan sepatah
kata saja, apakah kau kira sudah dapat membuat kami kabur
ketakutan?"
Ciu Tin tin segera mendekati telinga ibunya sambil berbisik :
"Ilmu silat yang dimiliki Hek bin bu pa paling lihay diantara
beberapa orang ini asal ibu dapat menaklukkan dirinya, niscaya yang
lainpun akan menuruti perkataan kita."
Cay hong sian ci Liok Sun hoa manggut manggut, dia lantas
mengayunkan pedangnya menotok jalan darah Hian ki hiat ditubuh
Hek bin bu pa, setelah itu bentaknya :
"Lebih baik kau enyah lebih dulu!"
"Aah, belum tentu!" jawab Hek bin bu pa To Thi gou cepat.
425 Sambil berdiri dengan tangan sebelah diangkat ke atas, hawa
murninya segera dihimpun menjadi satu, kemudian dilancarkannya
sebuah pukulan ke arah mana datangnya ancaman tersebut.
Darimana dia bisa tahu kalau ilmu jari Liok hoa ci yang dimiliki
Cay hong sian ci Liok Sun hoa merupakan salah satu kepandaian
andalannya di masa lalu, tentu saja dengan mengandalkan
kemampuan pukulannya mustahil serangan tersebut bisa ditahan.
Tapi dia bersikeras juga untuk menyambut ancaman tersebut
dengan keras lawan keras, kalau tidak dipecundangi boleh dibilang
mujur sekali nasibnya.
Begitulah, tatkala serangannya telah dilancarkan, telapak
tangannya segera bergetar keras, kekuatan jari tangan Cay hong
sian ci ternyata berhasil menembusi pertahanannya itu.
"Aduuuh celaka!" diam diam ia berpekik.
Buru buru badannya berputar kekanan untuk menghindarkan diri,
walaupun begitu toh bahu kirinya termakan juga oleh serangan
dahsyat dari Cay hong sian ci, Liok Sun hoa tersebut.
Kontan saja sekujur badannya menjadi kaku walaupun tak
sampai terluka parah toh tenaga serangannya punah tak berbekas,
untuk sesaat dia tak mampu untuk menghimpun kembali tenaganya.
Cay hong sian ci Liok Sun hoa sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada Hek bin bu pak To Thi gou untuk menghimpun
kembali tenaganya, sepasang ujung bajunya segera dikebaskan
kedepan dengan jurus Cay siu hui im (ujung baju menyapu awan).
Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat
mementalkan tubuh Hek bin bu pa sehingga mencelat keluar rumah.
Itulah bayangan yang tampak oleh Thi Eng khi mencelat keluar
dari rumah gubuk tersebut.
Sementara Thi Eng khi dengan menggunakan pedang emasnya
secara beruntun melancarkan serangan dengan jurus Cun han cah
426 tian (udara dingin mengembang kejagad) serta Jin yan sia hui
(burung walet terbang miring) untuk mendesak Yan san lak kiat dan
berusaha menjebolkan suatu titik kelemahan.
Menghadapi ancaman mana, Yan san lak kiat segera tertawa
terkekeh kekeh.
"Heeehhh..... heeehhh...... heeehhh.... Thi sauhiap, kau terlalu
memandang remeh kami enam bersaudara."
Enam sosok bayangan manusia bagaikan gerakan ular lincah,
dengan cepat mengurung tubuh Thi Eng khi rapat rapat.
Walaupun Thi Eng khi telah mempelajari ilmu silat aliran Thian
liong pay yang maha dahsyat serta tenaga dalam yang sempurna
hasil perpaduan empat macam obat mestika, bagaimanapun juga
pengalamannya masih cetek dan kepandaian itu baru dipelajarinya
belum lama, otomatis kekuatan yang dapat dipancarkan juga amat
terbatas sekali.
Alhasil, dia hanya mampu bertarung seimbang melawan Yan san
lak kiat, sedang untuk menembusi kepungan tersebut sulitnya bukan
kepalang. Walaupun demikian, hal mana sudah cukup menggusarkan Yan
san lak kiat, sebab dengan nama besar enam jagoan dari bukit Yan
san yang begitu termashur dalam dunia persilatan ternyata tak
mampu membereskan seorang bocah muda yang belum ternama,
bagaimanapun juga kejadian ini benar benar merupakan suatu
kejadian yang amat memalukan.
Perlu diketahui, semenjak terjun ke dalam dunia persilatan,
dengan kekuatan hubungan mereka berenam, belum pernah ada
orang yang sanggup bertahan sebanyak dua puluh gerakan ditangan
mereka. Oleh sebab itu, nama besar Yan san lak kiat makin lama
semakin tenar, selama berkelana didalam dunia persilatan, belum
pernah ada yang berani melawan mereka.
427 Tapi kenyataannya sekarang, mereka tak berhasil merobohkan
Thi Eng khi, seorang pemuda ingusan.
Dalam kejut dan gelisahnya, ke enam orang itu segera
menghimpun tenaga dalamnya hingga mencapai tingkatan yang
semaksimal mungkin, serangan kekuatan merekapun makin berlipat
ganda. Lama kelamaan, akhirnya Thi Eng khi mulai menunjukkan tanda
tanda tak sanggup untuk menahan diri.
Dipihak lain, walaupun Hek bin bu pa To Thi gou berhasil
dilemparkan keluar dari dalam rumah gubuk tadi, namun mereka
tidak berhasil mengusir tiga orang lainnya malah sebaliknya
mengundang lebih banyak jagoan yang menyerbu kedalam rumah
gubuk itu. Suatu pertarungan sengit yang amat menggetarkan hatipun
segera berlangsung disitu.
Cay hong sian ci Liok Sun hoa dan Ciu Tin tin yang memiliki
kepandaian silat tinggi, berhubung harus melindungi pula
keselamatan Yap Siu ling maka kemampuan mereka tak mampu
dikembangkan sehebat mungkin, keadaanpun menjadi seimbang dan
sama kuat. Cay hong sian ci Liok Sun hoa sesungguhnya tidak kenal dengan
Yap Siu ling, juga tidak tahu maksud serta tujuan Ciu Tin tin
terhadap keluarga Thi, kali ini dia turun ke dunia persilatan karena
hendak mencari jejak putrinya yang sudah lama pergi men?cari
ayahnya tanpa kembali.
Mental perak merupakan ciri khas yang mudah dikenal, itulah
sebabnya sepanjang jalan mengejar kemari, secara kebetulan dia
telah menemukan peristiwa tersebut.
Dia cukup mengetahui akan watak putrinya yang amat
memandang serius suatu masalah yang sedang dihadapinya, maka
tatkala dilihatnya anak gadisnya membelai Yap Siu ling mati matian,
428 dia tak sempat bertanya lagi, dia tahu putrinya pasti mempunyai
alasan yang kuat maka sikapnya menjadi menaruh perhatian pula
terhadap Yap Siu ling.
Walaupun tenaga dalamnya tinggi akan tetapi setelah muncul
beban didepan mata, kekuatannya menjadi tak berkembang,
sekalipun kekalahan bisa dihindari, untuk mengundurkan musuh
bukan suatu yang gampang.
Dalam pada itu, Thi Eng khi tampaknya sudah tidak tahan dan
segera akan menderita kekalahan dan dibekuk, mendadak tampak
Sin kou Tio Yan kim terpeleset kesamping dan sepasang senjata
kaitannya tanpa sebab terjatuh ketanah menyusul kemudian sambil
melompat mundur dia menggoncangkan lengannya kencang
kencang sambil membentak keras.
Menyusul kemudian Im to Tio Yan ci turut melompat mundur pula
sambil berkoak-koak.
Melihat kejadian ini, sisa empat orang dari Yan san lak kiat
tersebut menjadi amat terperanjat, mereka lantas tahu kalau ada
orang yang secara diam diam telah membantu Thi Eng khi.


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya Thi Eng khi segera merasakan semangatnya berkobar
kembali, sambil berpekik tiada hentinya dia menyerang semakin
menghebat, dalam waktu singkat ke empat orang jago itu sudah
kena didesaknya sehingga kalang kabut tak karuan.
Sin kou Tio Yan kim yang sudah tak mampu untuk melanjutkan
pertarungan itu segera memeriksa sekejap situasi dalam arena,
begitu menyadari kalau kekalahan lebih besar daripada
kemenangan. Dia lantas berpekik nyaring tiada hentinya, enam
sosok bayangan rranusia dengan kecepatan luar biasa segera
mengundurkan diri dari sana.
Berbareng itu juga, kawanan lelaki yang mengurung disekitar
rumah gubuk itu mengundurkan diri dari arena, dalam waktu singkat
bayangan tubuh mereka sudah lenyap tak berbekas.
429 Menanti Thi Eng khi memburu ke depan pintu rumah, waktu itu
Yap Siu ling beserta Cay hong sian ci Liok Sun hoa serta Tin tin
sedang memburu keluar dari dalam ruangan.
Melihat ibunya sehat sehat saja, Thi Eng khi segera berteriak
keras : "Oooh....ibu!"
Ibu dan anak berdua segera saling berangkulan.
"Nak, kau tidak apa apa bukan?" tanya Yap Siu ling kemudian
dengan suara lirih.
"Ibu, kau juga tidak terluka?" tanya Thi Eng khi pula dengan
perasaan bergolak.
Mereka berdua hanya menanyakan keadaan masing masing
sehingga untuk sesaat menjadi lupa dengan Ciu Tin tin serta ibunya.
Dalam pada itu, Cay hong sian ci Liok Sun hoa telah
memperhatikan sekejap diri Thi Eng khi, lalu memandang pula ke
arah putrinya yang sedang berdiri terpesona, dengan cepat ia
menjadi sadar kembali apa gerangan yang telah terjadi.
Diam diam ia menjadi gembira sekali, sebab sudah diketahui
olehnya mengapa selama setahun lamanya putri kesayangannya ini
tidak pulang ke rumah.....
Tanpa terasa diawasinya pemuda itu, makin teliti makin dilihat
semakin senang sehingga untuk beberapa saat lamanya ia menjadi
termangu mangu belaka.....
Lewat lama kemudian, Ciu Tin tin baru menghembuskan napas
panjang, sambil menarik ujung baju ibunya dia berkata :
"Ibu, mari kita pergi saja!"
"Mengapa?" tanya Cay hong sian ci Liok Sun hoa agak tertegun.
430 Saking sedihnya dua titik air mata jatuh berlinang membasahi
wajah Ciu Tin tin.
"Ibu!" katanya kemudian, "setelah meninggalkan tempat ini nanti
akan keberitahukan kepadamu!"
Cay hong sian ci Liok Sun hoa ingin menyapa Yap Siu ling, tapi
kembali dicegah oleh Ciu Tin tin :
"Ibu lebih baik kita pergi tanpa memberitahukan kepada mereka
lagi...." Kemudian ditariknya perempuan itu meninggalkan ruangan dan
lenyap dibalik kegelapan sana. Menanti Thi Eng khi berdua teringat
kalau disampingnya masih ada tamu, bayangan kedua orang itu
sudah lenyap tak berbekas.
Yap Siu ling segera mengomel :
"Nak, coba kau lihat, Ciu pek bo telah menyelamatkan jiwa
ibumu,tapi kita hanya ribut untuk berbicara sendiri dan lupa
menyapa tamu, perbuatan semacam ini benar benar merupakan
suatu perbuatan yang kurang sopan!"
"Mereka ibu dan anakpun sudah lama tak bersua muka, siapa
tahu mereka sengaja menyingkir untuk berbincang bincang sendiri?"
"Nak, cepat cari mereka berdua untuk datang, aku akan
persiapkan hidangan malam sekalian menambah dengan beberapa
macam sayur, sebentar kau harus menghormati enci Tin dengan dua
cawan arak sebagai tanda rasa terima kasihmu atas bantuan ibu dan
anak berdua."
Kemudian sambil tersenyum dia berjalan masuk keruangan
dalam. Thi Eng khi segera melakukan pencarian disekeliling tempat itu
ketika tidak menjumpai jejak kedua orang tersebut, terpaksa dia
pulang kerumah dengan tangan hampa.
431 Baru saja dia sampai didepan pintu, tiba tiba dari arah jalan bukit
tampak sesosok bayangan manusia berlari mendekat.
Pada saat itu, Thi Eng khi sedang diliputi oleh rasa gusar dan
mendongkol, sambil rnendengus dingin ia lantas menerjang kearah
bayangan manusia itu sambil membentak:
"Anjing sialan, kau anggap apa aku benar be?nar mudah
dipermainkan" Lihat serangan!"
Tenaga dalamnya segera dihimpun dan melepaskan sebuah
pukulan kearah orang itu dengan tenaga sebesar delapan bagian,
dari sini dapat diketahui kalau dia benar benar sudah diliputi oleh
hawa amarah sehingga kalau bisa ingin membinasakan orang itu
dalam sekali pukulan.
Tak terlukiskan betapa dahsyatnya serangan Thi Eng khi yang
telah disertakan tenaga sebesar delapan bagian itu, dimana
desingan angin tajam menyambar lewat, orang itu tak kuasa
menahan ancaman tersebut.
Kontan saja seluruh tubuhnya mencelat sejauh beberapa kaki dan
muntah darah segar.
Menyusul serangan itu, Thi Eng khi segera melompat ke hadapan
orang itu, sekarang dia baru melihat jelas paras muka pendatang
tadi, kemarahannya makin memuncak.
"Pengemis berkaki tunggal," teriaknja, "seandainya aku tidak
memandang diatas wajah Cu loko, tak akan kubiarkan kau pergi dari
sini dengan selamat, apa maksudmu lagi pada saat ini" Andaikata
kau tidak menjelaskan kepadaku, jangan harap bisa pergi lagi dari
sini dalam keadaan hidup"
Orang yang baru saja munculkan diri itu tak lain adalah To kak
thi koay (kaki tunggal bertongkat baja) Li Goan gwee, kakak
seperguruan dari pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po.
Walaupun ilmu silat yang dimilikinya termasuk jago kelas satu
didalam dunia persilatan, akan tetapi dia masih bukan tandingan dari
432 Thi Eng khi, apalagi diserang dengan tenaga sebesar delapan bagian
dan dikala badannya melambung diudara, tak heran kalau luka yang
dideritanya amat parah sehingga tak sanggup untuk menjawab.
Sesungguhnya dia bukanlah salah satu di antara Cap sah tay poo
seperti apa yang dikatakan oleh Huan im sin ang. Ketika Huan im sin
ang menyebut nama dari ketiga belas orang Tay poo ketika berada
diluar perbatasan tempo dulu, ada separuh diantara memang benar
benar merupakan anggota dari tiga belas pangerannya tapi ada pula
diantaranya yang cuma bualannya belaka untuk membesar besarkan
kemampuannya. Sebab pada waktu itu meski dia berhasrat untuk membentuk Cap
sah tay poo namun jumlahnya belum komplit.
Tentu saja, orang orang yang disebutkan oleh Huan im sin ang
tersebut merupakan orang orang yang diincarnya, cuma kemudian
kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga
tujuannya tidak tercapai.
Kini, To kak thi koay telah dianggap Thi Eng khi sebagai salah
seorang diantara tiga belas pangerannya Huan im sin ang, boleh
dibilang kejadian ini amat mengeneskan pengemis tua itu.
Setelah memperoleh caci maki dari Thi Eng khi pada pagi harinya
tadi, dengan penuh rasa mendongkol dia mengundurkan diri dari
sana, boleh dibilang kesannya terhadap Thi Eng khi jelek sekali,
kalau bisa dia ingin segera berangkat pulang dan menegur adik
seperguruannya yang punya mata tak berbiji sehingga salah memilih
teman. Siapa tahu justru dia menyaksikan Huan im sin ang menyusun
rencana untuk menculik Yap Siu ling dan menguasai Thi Eng khi.
Sebagai seorang lelaki sejati yang berjiwa pendekar, dengan
cepat ia melupakan semua sikap kasar Thi Eng khi terhadap dirinya
dan balik kesana dengan harapan bisa membantu Thi Eng khi untuk
menghalau musuh tangguh.
433 Siapa tahu dia telah datang terlambat sehingga tindakannya itu
menambah kesalahan paham Thi Eng khi terhadapnya. Itulah
sebabnya pula, dia sampai terhajar terluka parah.
Pada saat itu, rasa sedihnya tak terlukiskan dengan kata kata,
sebab dia sama sekali tidak tanu kalau Thi Eng khi telah menaruh
kesalahan paham atas dirinya. Dia menganggap Thi Eng khi tak lebih
hanyalah seorang manusia kasar yang tak tahu diri.
Tak heran kalau kesannya terhadap pemuda inipun semakin
jelek. Masih mendingan kalau hanya memukul saja, ternyata Thi Eng
khi mencaci maki pu?la dirinya, ini semua membuat hatinya
meledak ledak saking mendongkolnya dalam gusarnya dia
membungkam diri dalam seribu bahasa, dia mau melihat apa yang
hendak dilakukan Thi Eng khi terhadap dirinya.
Tatkala Thi Eng khi menyaksikan To kak thi koay Li Goan gwee
memandangnya dengan wajah menghina, bahkan tak rnengucapkan
sepatah katapun, kontan saja hawa amarahnya semakin memuncak
teriaknya : "Jika kau masih membungkam terus, jangan salahkan kalau aku
tak akan sungkan sungkan lagi."
Jari tangannya segera ditegangkan seperti tombak, kemudian
siap disodokan ke bawah.
To kak thi koay Li Goan gwee mendengus dingin, jengeknya :
"Apa yang hendak kau lakukan,lakukan saja kepadaku, anggap
saja aku sipengemis tua telah salah melihat orang!"
Thi Eng khi segera mendengus dingin.
"Hmmm... jangan dianggap aku Thi Eng khi masih berusia muda
maka bisa ditipu seenaknya, kau sendirilah baru orang yang tak
bermata." 434 Jari tangannya segera disodok kedepan, segulung desingan angin
tajam segera menyebar kearah jalan darah Hian ki hiat di tubuh To
kak thi koay Li Goan gwee agaknya dia memang berniat untuk
memberikan sedikit pelajaran kepada pengemis tua tersebut.
To kak thi koay Li Goan hanya melototi wajah Thi Eng khi,
kemudian tertawa pedih. Tampak serangan tersebut segera akan
menerjang ke tubuh To kak thi koay, pada saat itulah tiba tiba Thi
Eng khi menemukan sikap gagah dan pantang menyerah yang
terpancar dari wajah pengemis tersebut.
Tercekat hatinya setelah menyaksikan hal ini, dia kuatir apa yang
dilakukannya sekarang kelewat batas.
Tapi golok sudah keburu diloloskan, apalagi hatinya terpengaruh
oleh emosi walaupun timbul ingatan tersebut, serangannya sama
sekali tidak dibatalkan.
Siapa tahu pada saat itulah dari samping arena meluncur datang
segulung angin pukulan yang menghantam serangan dari Thi Eng
khi tersebut, kemudian dengan cepatnya membawa tubuh To kak thi
koay menyingkir ke samping.
Thi Eng khi segera membalikkan badan sambil menerjang ke arah
sebatang pohon, bentaknya :
"Siapa disitu?"
Pohon itu berada lebih kurang dua kaki jauhnya dihadapan Thi
Eng khi, baru saja pemuda itu melompat kedepan, dari atas po?hon
telah melayang turun seorang pendeta berkerudung.
"Thi sauhiap, tenaga dalammu telah memperoleh kemajuan yang
amat besar, sekarang boleh dibilang sudah cukup untuk menjagoi
dunia persilatan, entah masih kenali teman lama tidak?" tegurnya.
Didengar dari ucapan itu, bisa diketahui kalau pendeta tersebut
merasa sangat tidak puas.
435 Buru buru Thi Eng khi mengerahkan ilmu bobot seribu untuk
melayang turun ke tempat semula, lalu serunya agak tertegun :
"Kalau memang kau adalah temanku, kenapa...."
Akan tetapi bicara sampai disitu, satu ingatan segera terlintas
kedalam benaknya, dengan cepat dia mengetahui siapa gerangan
pendeta tersebut. Sebab semenjak dia terjun kedalam dunia
persilatan, hanya dua orang pendeta saja yang bisa dianggap
sebagai rekan lamanya.
Yang seorang adalah Ci kay taysu yang dikenalnya dalam
perkampungan Ki hian san ceng, sedangkan yang lain adalah Huang
oh taysu, ayah Ciu Tin tin.
Kalau Ci kay taysu berperawakan tinggi besar maka mustahil dia
adalah pendeta berkerudung dihadapannya sekarang itu berarti satu
satunya kemungkinan adalah Huang oh siansu.
Terhadap Ciu Tin tin dia memang sudah menaruh rasa menyesal,
maka terhadap Huang oh siansupun tak berani bertindak kurang
hormat, setelah mundur selangkah katanya.
"Ternyata siansu yang telah berkunjung kemari, terimalah hormat
dari boanpwe."
Seraya berkata dia lantas menjura sementara dalam hatinya diam
diam ia berpikir.
"Setelah menjadi pendeta, masa dia ma?sih memiliki kesulitan
yang tak bisa diketahui orang" Kalau tidak, kenapa dia mengenakan
kain kerudung untuk menutupi wajahnya?"
Sementara itu Huang oh siansu telah mengulapkan tangannya
sembari berkata :
"Kalau memang Thi sauhiap ingat dengan pinceng, apakah kau
pun bersedia memberi muka kepadaku?"
Thi Eng khi memandang sekejap kearah To kak thi koay Li Goan
gwee, kemudian ujarnya:
436 "Apakah Siansu meminta agar boanpwe melepaskan sampan
masyarakat ini?""
Mendengar dirinya dimaki sebagai "sampah masyarakat", kontan
saja To kak thi koay mencak mencak kegusaran, bentaknya :
"Sudah puluhan tahun lamanya lohu berkelana dalam dunia
persilatan, belum pernah satu kalipun kulakukan perbuatan yang
biadab atau melanggar kebenaran, kau masih berusia muda, kenapa
sudah menfitnah orang seenaknya sendiri?"
"Kau adalah salah seorang dari cap sah tay poo nya Huan im sin
ang, perbuatan ini sudah merusak nama baik Kay pang, orang lain
memang tak tahu, tapi aku telah mendengar hal ini dari mulut Huan
im sin ang sendiri, memangnya aku sengaja memfitnahmu?"
To kak thi koay Li Goan gwee semakin gusar lagi setelah
mendengar tuduhan tersebut sampai sekujur tubuhnya gemetar
keras, dengan suara yang tak jelas katanya :
"Kau". Kau".."
Dia ingin mengucapkan sesuatu, namun tak tahu apa yang musti
diutarakan keluar. Baru saja Thi Eng khi bermaksud untuk
membongkar rencana busuk seperti apa yang diduganya semula,
Huang oh siansu telah menggoyangkan tangannya berulang kali
sambil mencegah.
"Omintohud! Thi sauhiap, kau sudah ditipu oleh Huan im sin ang,
pinceng berani jamin, Li tayhiap bukanlah salah seorang diantara


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cap sa tay poo!"
Thi Eng khi masih belum mau percaya, gumamnya :
"Soal ini". Soal ini ". "
"Kalau kulihat dari wajah sauhiap, tampaknya kau sudah percaya
penuh dengan apa yang dikatakan Huan im sin ang, aaai ".. "
Helaan napas panjang itu mencakup sisa perkataan yang belum
terungkapkan. 437 Walaupun ucapan tersebut tidak dilanjutkan, akan tetapi peluh
telah jatuh bercucuran membasahi tubuh Thi Eng khi, ia cukup
memahami kekecewaan Huang oh siansu terhadap dirinya.
Tanpa terasa dia lantas berpikir :
"Huang oh siansu adalah seorang manusia yang jujur dan saleh,
kalau tidak kupercayai perkataannya, apakah harus percaya dengan
perkataan Huan im sin ang" Andaikata Huan im sin ang benar benar
berniat jelek, bukankah aku telah diperalat olehnya tanpa sadar?"
Tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, diapun berpikir
lebih jauh : "Andaikata To kak thi koay benar benar adalah salah satu dari
Cap sah tay poo pimpinan Huan im sin ang, masa Huan im sin ang
bisa bertindak bodoh dengan mengutusnya lagi untuk menipu diriku"
Hanya berdasarkar hal ini saja sudah lebih dari cukup yang
membuktikan kalau aku telah terkecoh olehnya."
Pada dasarnya pemuda itu memang seorang lelaki sejati yang
berjiwa besar, setelah memahami hal itu, paras mukanya berubah
menjadi serius, cepat dia memburu ke hadapan To kak thi koay
sambil berkata seraya menjura :
"Thi Eng khi telah termakan oleh hasutan manusia laknat yang
mengatakan engkoh tua sebagai salah satu dari tiga belas pangeran,
harap engkoh tua suka memandang diatas wajah Cu lo koko untuk
memaafkan kesilapan siaute ini."
Agaknya To kak thi koay Li Goan gwee sama sekali tidak
menyangka kalau Thi Eng khi adalah seorang yang berani mengakui
kesalahan sendiri, berani berbuat berani pula bertanggung jawab,
sikap gagah semacam ini makin jarang ditemui dalam dunia
persilatan ini.
Maka sambil tertawa terbahak babak dia menarik tangan Thi Eng
khi seraya berkata :
"Aaaah, mana, mana! Kalau tidak saling bertarung mana bisa
saling berkenalan" Harap saudara cilik jangan memikirkan persoalan
ini didalam hati, kalau harus disalahkan maka harus salahkan aku si
pengemis yang sudah berkelana setengah abad ini masih tidak
438 berhasil menyaksikan keanehan pada sikapmu itu, haaahh....
haahhh.... haaahhh.... aduh!"
Karena tak tahan dengan penderitaan yang dialaminya, dia lantas
berteriak kesakitan, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran
dengan amat derasnya.
Dengan cepat Thi Eng khi membimbingnya bangun, kemudian
dengan nada menyesal dia berkata :
"Engkoh tua, parahkah luka yang kau derita?"
"Aaah, tidak menjadi soal," sahut To kak thi koay sambil
meluruskan pinggangnya, "aku si pengemis tua masih sanggup
untuk mempertahankan diri."
Walaupun dimulut dia berkata demikian, sekujur badannya masih
tetap bergetar keras.
Buru buru Thi Eng khi menempelkan telapak tangannya diatas
punggung pengemis tua itu lalu katanya :
"Biar siaute membantu engkoh tua untuk menyembuhkan luka!"
Segulung aliran hawa panas dengan cepat menyusup masuk
kedalam tubuh To kak thi koay, lebih kurang setengah pertanak nasi
kemudian, Thi Eng khi baru menarik kembali tangannya.
Sekali lagi pengemis tua itu tertawa terbahak bahak.
"Haaahh....haaahh...haaahh....sungguh amat sempurna tenaga
dalam yang saudara cilik miliki, berkat bantuanmu aku sipengemis
tua telah memperoleh kesembuhan total!"
Setelah saling merendah dari lawan kedua orang itupun menjadi
sahabat karib. Ketika Huang oh siansu menyaksikan Thi Eng khi dapat membaiki
kesalahannya, dia menjadi gembira sekali, meski demikian katanya
pula dengan wajah bersungguh sungguh :
439 "Hanya suatu kesalahan yang kecil sekali bisa mengakibatkan
dunia persilatan menjadi kacau balau, aku harap kejadian pada hari
ini dianggap sebagai suatu pelajaran untuk sauhiap, semoga saja
mulai sekarang kau bisa berpikir tiga kali lebih dulu sebelum
bertindak, jangan bertindak lantaran emosi, mencelakai orang sama
dengan mencelakai diri sendiri, perlu kau ketahui memberi selangkah
jalan mundur buat orang lain berarti rnelakukan suatu kebaikan.
Thian menghendaki umatnya hidup rukun daripada orang jahat
dibunuh lebih baik nasehatilah agar bertobat, entah bagaimanakah
pendapat Thi sauhiap dengan ucapan pinceng ini?"
"Boanpwe mengucapkan banyak terima kasih atas nasehat dari
siansu, sepanjang hidup akan kucamkan baik baik nasehat itu,"
jawab anak muda itu dengan wajah bersungguh sungguh.
Huang oh siansu segera manggut manggut.
"Kalau begitu lolap akan mohon diri lebih dulu!" katanya
kemudian. Tanpa menggerakkan tubuhnya tahu tahu dia sudah berada lebih
kurang beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Siapa tahu, pada saat itulah mendadak terdengar seseorang
membentak gusar : "Kau...kau.. berhenti kau!"
Huang oh siansu berjalan lagi sejauh beberapa kaki dengan
langkah lamban, kemudian baru berhenti, agaknya dia berniat untuk
balik kembali. Sementara itu Yap Siu ling telah melangkah keluar dari dalam
rumah, kemudian dengan sorot mata yang amat tajam mengawasi
Huang oh siansu tanpa berkedip. Tiga orang enam buah mata
bersama sama tertuju ke tubuh Huang oh siansu.....
Mendadak Huang oh siansu menggelengkan kepalanya berulang
kali, kemudian sepasang bahunya bergerak, agaknya dia ada
maksud untuk pergi meninggalkan tempat itu.
440 Buru buru Thi Eng khi maju ke depan, lalu setelah memberi
hormat ka?tanya :
"Ibuku berharap siansu suka berhenti sejenak!"
Huang oh siansu membungkam diri dalam seribu bahasa
walaupun wajahnya berkerudung hitam sehingga tidak nampak
perubahan mimik wajahnya, namun tak sulit untuk diduga kalau ia
merasa amat tak tenang dengan situasi yang terbentang didepan
matanya sekarang.
"Siancu!" kembali Thi Eng khi berseru, "ibuku adalah seorang
yang dapat membedakan antara jahat dan benar, harap siansu pun
bersedia untuk menjumpainya."
Huang oh siancu masih tetap membungkam dalam seribu bahasa,
agaknya dia merasa ragu untuk rnengambil keputusan apakah harus
tetap tinggal atau pergi dari situ.
Terdengar suara Yap Siu ling telah berkumandang lagi dari
belakang diiringi helaan napas panjang :
"Aaai... dari nada suaramu dan potongan badanmu, aku sudah
tahu siapakah dirimu itu, kalau kulihat dari keraguanmu, hal mana
menunjukkan kalau rasa cintamu belum putus, aku kini sudah tidak
memikirkan apa apa lagi."
Mendadak ia berhenti sejenak, kemudian serunya kepada Thi Eng
khi : "Eng ji! Minggir, beri jalan untuk sian?su ........"
"Baik!" jawab Thi Eng khi dengan perasaan bingung. Kemudian
setelah menyingkir dan memberi hormat katanya :
"Boanpwe menghantar kepergian siansu!"
Huang oh siansu rupanya belum dapat melupakan diri sendiri,
tampak sekujur badannya gemetar keras, mendadak kain
kerudungnya terlepas sehingga tampak raut wajahnya yang tampan.
Sambil memandang ke arah Thi Eng khi ia berkata sembari
tertawa getir :
441 "Nak, mari kita kesana!"
Sebutan "nak" tersebut membuat Thi Eng khi tertegun, dia
menjadi tidak habis mengerti dan berdiri tertegun.
Mendadak ia merasa pergelangan tangannya menjadi kencang,
tahu tahu ia sudah diseret oleh Huang oh siansu kembali ketempat
semula. Dengan kebingungan dia memperhatikan sekeliling tempat itu,
tampak ibunya sedang berdiri dengan air mata berlinang, namun
tidak terdengar suara isak tangisnya yang jelas ditahan dengan
sepenuh tenaga.
Huang oh siansu sendiripun menatap ibunya dengan pandangan
tajam, diatas wajahnya yang saleh itu telah memancarkan cahaya
kemerah merahan..
Pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benak Thi Eng khi,
akhirnya dia menjadi sadar dan segera berseru tertahan :
"Aaaah"..!"
Seruan setelah itu dengan cepat menyadarkan kembali Huang oh
siansu dan Yap Siu ling dari lamunannya. Dengan perasaan terkesiap
Huang oh siansu dan Yap Siu ling sama sama berusaha menahan
gejolak perasaan masing masing.
"Omitohud!" bisik Huang oh siansu kemudian, "lolap adalah orang
yang telah melupakan diri, harap hujin suka memaklumi."
Yap Siu ling segera menyeka air matanya dengan ujung baju
kemudian ujarnya sambil menahan isak tangisnya :
"Eng ji, cepat kau jumpai ayahmu yang telah menjadi pendeta."
Thi Eng khi segera menjatuhkan diri berlutut serunya :
"Ooh... ayah, kau benar benar tega!"
442 Huang oh siansu mengebaskan ujung bajunya sambil
membangunkan Thi Eng khi, tanpa terasa dua titik air mata jatuh
berlinang membasahi pipinya, ia berkata :
"Gin ih lan san (baju perak baju biru) telah mati bersama, Tin tin
sudah kehilangan kasih sayang ayahnya, nak, apakah kaupun masih
boleh mempunyai ayah?"
Thi Eng khi merasakan hatinya terkesiap, serunya kemudian :
"Maafkanlah ananda bila telah salah berbicara!"
Huang oh Siansu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah To
kak thi koay, kemudian katanya sambil tersenyum :
"Siauseng tak bisa melupakan diri, harap Li tayhiap jangan
mentertawakan...."
To kak thi koay Li Goan gwee adalah seorang yang sama sekali
berada diluar garis, dia tidak tahu akan perselisihan antara Gin ih
kiam kek Ciu Cu giok dengan Lan san cu tok Thi Tiong giok, dia lebih
lebih tidak memahami arti dari pembicaraan ketiga orang itu, namun
ada satu hal yang dipahaminya, yakni Huang oh siansu yang berada
dihadapannya sekarang adalah sahabat karibnya pula, yakni Lan san
cu tok Thi tiong giok yang amat tersohor itu.
To kak thi koay Li Goan gwee adalah seorang yang berjiwa besar,
setelah tertegun sejenak, ia segera tertawa terbabak bahak.
"Haaahh.... haahhh.... haaahh.... aku si pengemis tua bagaikan
baru sadar dari impian saja, sungguh tak kusangka kalau Thi tayhiap
bisa mencukur rambut menjadi pendeta, apakan dibalik berita yang
tersiar pada dua puluh tahun berselang, masih terdapat banyak
rahasia lain yang tersembunyi?"
Huang oh siansu segera manggut manggut.
"Pinceng merasa menyesal sekali, lebih baik tak usah dibicarakan
lagi...." katanya.
Orang lain tidak berbicara, tentu saja To kak thi koay Li Goan
gwee merasa sungkan bertanya, selain itu sebagai seorang
443 kenamaan, bila harus menanyakan rahasia orang lain, hal itu
merupakan suatu perbuatan yang tidak sopan, sudah barang tentu
To kak thi koay tak ingin melakukan perbuatan seperti itu.
Rupanya dia tahu kalau tempat itu tak bisa didiami lebih lama
lagi, maka sambil menjura katanya kemudian.
"Saat bertemunya ayah dan anak merupakan saat paling bahagia,
aku si pengemis tua tak ingin mengganggu lebih lama lagi, maaf
kalau aku hendak mohon diri lebih dulu!"
Dia segera menjejakkan kakinya ke tanah dan melompat pergi
dari situ. Huang oh siansu memandang sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian katanya tiba-tiba:
"Tin tin sekarang berada dimana?"
Thi Eng khi segera merasakan kepalanya menjadi kaku, ia
tertunduk rendah rendah dan tak mampu menjawab barang sepatah
katapun. Sebenarnya Yap Siu ling munculkan diri dari dalam ruangan
karena berhasil menemukan surat yang ditinggalkan Ciu Tin tin. Dia
keluar karena hendak menegur Thi Eng khi, sungguh tak disangka
secara kebetulan telah bertemu dengan suaminya dan berhasil
menyingkap wajah Huang oh siansu yang sebenarnya, kejut dan
girang segera berkecamuk bersama rasa sedih yang amat tebal.
la merasa terkejut dan girang karena Thi Tiong giok belum mati,
bahkan telah datang kembali. Tapi diapun amat sedih karena Thi
Tiong giok begitu tega menjadi seorang hwesio, itu berarti dia tetap
akan kehilangan dirinya untuk selamanya. Mengenai hal ini, dia
merasa tak dapat menerimanya dengan begitu saja, itulah sebabnya
dia merasa seperti kehilangan semangat.
Menanti Huang oh siansu menyinggung soal Ciu Tin tin, dia baru
teringat dengan kertas yang masih berada dalam genggamannya itu,
kepada Thi Eng khi segera teriaknya :
444 "Nak, kau telah berbuat suatu kesalahan besar, bagaimana
tanggung jawabmu nanti terhadap enci Tin" Coba kau lihat, inilah
surat yang ditinggalkan enci Tin mu!"
Thi Eng khi merasa menyesal sekali dia segera membuka kertas
surat itu dan membacanya :
"Pek bo yang terhormat,
Titli tak dapat berdiri disini lagi, dari pada mempengaruhi
perasaan adik Eng untuk itu aku minta maaf yang sebesar besamya
untuk ayahku dan diriku sendiri.
Keponakan : Ciu Tin tin.
Belum habis Thi Eng khi membaca tulisan itu, air matanya sudah
jatuh bercucuran.
Setelah orangnya tidak ada, dia baru merasakan bahwa Ciu Tin
tin adalah seorang gadis yang menyenangkan dan patut dihormati,
selain itu rasa cinta yang selama ini tertanam dalam hatinya turut
bergolak pula dengan hebatnya.
Huang oh siansu merasa kurang leluasa untuk menegur Thi Eng
khi, dia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
menghela napas panjang.
"Setelah kepergian Tin tin, pinceng semakin merasa malu
terhadap sobat lamaku di alam baka!"
Dengan cepat Thi Eng khi berseru :
"Sekarang juga ananda akan berangkat untuk menyusul enci Tin,


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seandainya ia tak dapat memaafkan ananda, anandapun merasa tak
punya muka lagi untuk berjumpa dengan kalian orang tua berdua."
"Anak Eng, kau harus ingat," kata Yap Siu ling dengan sedih,
"keluarga Thi serta partai Thian liong tak bisa kekurangan dirimu."
Huang oh siansu dengan sepasang mata yang memancarkar sinar
tajam menatap pula wajah Thi Eng khi tanpa berkedip katanya
dengan wajah serius :
445 "Tugas berat untuk membangun kembali Thian liong pay berada
ditanganmu, aku harap kau jangan melupakan tugasmu. Selain itu,
bulan delapan tanggal lima
Pendekar Cacad 6 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 11
^