Pukulan Naga Sakti 9

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bagian 9


lu pil Toh mia kim wan tersebut,
kita tak usah menganggu ketenangan anak Leng disini, mari kita
berunding diluar sana sambil berusaha untuk mencari akal lain."
Tidak menanti jawaban lagi, dia lantas menarik Thi Eng khi, dan
diajak menuju ke ruangan lain. Didalam kamar itu, selain Tiang Pek
lojin dan putranya, juga hadir Thi Eng khi, Boan san siang koay,
Tiang pek sam nio serta ketua Kay pang si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po.
Secara ringan Tiang pek lojin menjelaskan keadaan luka yang
dialami Pek leng siancu So Bwe leng, kemudian sambil memberi
tanda dengan kerlingan mata kearah si pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po, katanya :
"Hei, orang she Cu, lohu sudah lama tak pernah terjun kedaratan
Tionggoan, kini aku menjadi seseorang yang picik pengetahuannya,
tolong lote suka memperkenalkan seorang tabib sakti yang bisa
menyelamatkan jiwa Leng ji, lohu dan Eng ji tentu akan terima kasih
sekali kepadamu."
Si pengemis sakti bermata harimau bukannya tidak melihat
kerlingan mata dari Tiang pek lojin, akan tetapi ia tidak memahami
maksud hati dari orang tua tersebut, maka sambil menggelengkan
kepala dia berkata lebih jauh :
"Dalam daerah seputar daratan Tionggoan selama puluhan tahun
ini minim dengan tabib kenamaan, aku si pengemis tua benar benar
tidak berhasil menemukan nama dari seorang tabib kenamaan yang
mempunyai ilmu tinggi dan bisa menyelamatkan nona Leng dari
musibah ini."
Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi kecut sekali,
tanpa terasa titik-titik air mata jatuh bercucuran. Dengan gelisah
506 bercampur panik, Tiang pek lojin mendepak depakkan kakinya
berulang kali ke atas tanah, kemudian serunya lagi :
"Enam puluh tahun berselang, lohu masih ingat terdapat seorang
tabib kenamaan didunia ini yang bernama ..... apa ...... seperti
memakai julukan boneka...... "
Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po bukannya seorang
yang bodoh, akan tetapi menghadapi pertanyaan yang tidak
diketahui ujung pangkalnya ini, untuk sesaat dia menjadi gelagapan
sendiri dan tak tahu bagaimana musti menjawab. Dalam keadaan
apa boleh buat, terpaksa dia harus menjawab dengan berterus
terang : "Satu satunya tabib sakti yang pernah menggetarkan dunia
persilatan pada enam puluh tahun berselang adalah Giam lo heng
(pendendam raja akhirat) Kwik Keng thian, selama masa jayanya
belum pernah ia gagal menyelamatkan jiwa manusia sehingga
pekerjaannya itu seolah olah memusuhi tugas raja akhirat, itulah
sebabnya orang persilatan menghadiahkan nama Pembenci Raja
akhirat kepadanya. Aai.... sayang sekali pada akhirnya dia toh tak
berhasil juga memenangkan kekuasaan raja akhirat, konon selembar
jiwanya juga telah menghadap ke depan Giam lo ong!"
Saking kagetnya Thi Eng khi menjerit tertahan, tubuhnya segera
gontai karena sedih. Tiang pek lojin menjadi gusar sekali, teriaknya
kemudian keras keras :
"Omong kosong .....! Ucapanmu benar benar ngaco belo belaka!
Siapa yang mengatakan kalau si Pembenci raja akhirat sudah mati"
Bukankah dia..... dia..... tinggal ditempat.... apa namanya?"
Sekarang pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po baru
memahami maksud hati yang sebenarnya dari Tiang pek lojin,
dengan gugup buru buru dia berganti ucapan :
"Aaah, betul betul! kemudian dia mula yang mengatakan kalau
berita kematian dari Pembenci raja akhirat tak lebih cuma berita
isapan jempol belaka, yang benar dia sudah tidak mencampuri
urusan keduniawian lagi dan mengasingkan diri kebukit Huan keng
San." 507 Dalam pembicaraan terakhir itu hanya satu dua bagian
merupakan kenyataan, sedang delapan sampai sembilan puluh
persen sisanya merupakan karangannya sendiri. Sekalipun Thi Eng
khi terhitung seorang pemuda yang amat cerdas, tapi berhubung
pikiranya sedang kalut, maka apa yang didengar hanya terbatas
pada apa yang ingin diketahui saja, sedangkan penyakit di balik
ucapan tersebut boleh dibilang sama sekali tidak ditemukan olehnya.
Semangatnya segera berkobar kembali setelah mendengar
perkataan yang terakhir itu, sambil melompat bangun serunya :
"Yaya, kamu mesti berusaha untuk mencari akal guna
memperpanjang kehidupan adik Leng selama beberapa
hari,sekarang juga Eng ji akan berangkat ke bukit Huan keng san!"
Begitu selesai berkata dia lantas melompat keluar dari ruangan
dengan menerobosi jendela.Tiang pek lojin segera melemparkan
seuntai mutiara kepadanya seraya berseru :
"Gunakanlah seuntai mutiara ini sebagai ongkos selama
perjalananmu, kami akan berusaha dengan segala macam
kemampuan untuk memperpanjang kehidupan anak Leng sampai
kedatanganmu kembali."
Thi Eng khi tidak banyak berbicara lagi, setelah menerima untaian
mutiara itu, secepat kilat dia berlalu dari sana. Menanti pemuda itu
sudah berlalu, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po yang
sudah diliputi pelbagai pertanyaan yang membingungkan hatinya,
tak tahan segera berkata :
"Locianpwe, barusan kau telah memberikan teka teki apa saja
kepada aku si pengemis tua?"
Tiang pek lojin segera berkerut kening kemudian dia
membeberkan niat Thi Eng khi yang hendak menghabisi nyawa
sendiri, setelah mendengar keterangan tersebut, semua orang baru
menghela napas gegetun.
Dengan nada sedih bercampur murung, pengemis sakti bermata
harimau Cu Goan po segera berkata :
508 "Aku tahu, watak saudara cilikku ini memang keras dan panas,
sekalipun untuk se?saat aku dapat membohonginya, bukan berarti
bisa membohonginya terus menerus, bagaimanakah selanjutnya?"
Seperti sudah mempunyai rencana tertentu, Tiang pek lojin
segera berkata :
"Sekarang Eng ji sedang berada dalam perjalanan menuju bukit
Huan keng san padahal jarak dari sini ke tempat itu tidak dekat,
menanti dia tidak berhasil menemukan jejak Pembenci raja akhirat
dan kembali kesini, paling tidak hal itu akan terjadi dua bulan
kemudian. Nah, selama ini kita bisa pergunakan kesempatan yang
ada untuk berusaha menyembuhkan penyakit dari Leng ji disamping
mencari akal lain yang jauh lebih baik. Kemudian mengutus orang
pula untuk mencari seseorang yang berwajah mirip dengan Leng ji
untuk menggantikan kedudukan Leng ji dan menipunya sekali lagi."
"Suadara cilikku adalah seseorang pemuda yang amat cerdas,
aku rasa bukan suatu pekerjaan yaag gampang untuk
membohonginya. Apalagi untuk mencari seseorang yang berwajah
kembar bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang."
"Apa susahnya" Asal kita berhasil menemukan seseorang yang
berwajah agak mirip saja, aku sudah mempunyai akal untuk
membohongi dirinya."
"Boanpwe siap mendengarkan semua keterangan dari cianpwe,"
ucap pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po kemudian.
"Asal kita bisa menemukan seseorang yang mirip, maka kita bisa
saja mengatakan kalau Leng ji telah meloloskan diri dari ancaman
maut dan menembusi soal keduniawian sehingga diputuskan ia
hendak mencukur rambut menjadi pendeta, setelah mengenakan
dandanan yang berbeda bisa dipastikan sulit buatnya untuk
menemukan perbedaan tersebut. Di samping itu, kitapun bisa
menggunakan alasan ini guna menjauhkan anak Leng dari Eng ji,
agar Eng ji hanya bisa memandangnya dari kejauhan saja, bukankah
cara ini manjur sekali?"
509 "Tapi dengan terjadinya peristiwa ini, entah sampai dimanakah
rasa sedih saudara cilikku itu?" seru Pengemis sakti bermata harimau
Cu Goan po dengan wajah iba.
"Yaa, kita sedang menghadapi suatu masalah yang amat pelik,
asal Eng ji mengetahui kalau Leng ji masih hidup, dia tak akan
mencari kematian untuk diri sendiri dan inilah pekerjaan yang harus
kita lakukan sekarang."
Walaupun Tiang pek lojin dapat berkata demikian tapi sampai
akhirnya dia sendiripun tak dapat menahan emosinya sehingga
suasana menjadi sesenggukan.
Thi Eng khi melakukan perjalanan cepat menuju kekota Yap sian
setelah menjual sebutir mutiara dia membeli seekor kuda jempolan,
dengan kecepatan paling tinggi melanjutkan kembali perjalanannya.
Menanti kudanya sudah tak sanggup menahan diri untuk berlari lebih
jauh, dia membeli seekor kuda baru untuk menyambung kembali
perjalanannya. Begitulah seterusnya, secara beruntun dia telah membeli puluhan
ekor kuda, sementara dia sendiripun sudah tiba di Se te si?an dalam
keresidenan Sam siang. Pada waktu itu kudanya benar benar sudah
kehabisan tenaga dan tak sanggup melanjutkan perjalanan lagi.
Se te sian merupakan suatu tempat pemberhentian yang cukup
besar, manusia yang berlalu lalang disitu cukup ramai.
Dengan uang sebesar lima puluh tahil perak Thi Eng khi kembali
membeli seekor kuda berbulu serba hitam yang cuma berwarna
putih pada keempat kakinya. Sepintas lalu kuda hitam itu kelihatan
gagah sekali, meski demikian harganya tidak sampai mencapai lima
puluh tahil, tapi penjual kuda itu selain menawarkan dengan harga
murah, lagi pula setelah menerima uang segera melarikan diri,
seakan akan kuatir kalau Thi Eng khi sampai merasa menyesal.
Thi Eng khi hanya berpikiran bisa cepat melanjutkan perjalanan,
meski diapun merasakan keanehan dari penjual kuda itu, namun dia
510 beranggapan mungkin kudanya kelewat binal dan sukar ditunggangi,
maka penjual kuda itu keburu merat.
Thi Eng khi dengan kepandaian silatnya yang luar biasa tentu
saja tidak kuatir gagal menundukkan seekor kuda binal maka diapun
tidak begitu menaruh perhatian. Sambil meningkatkan
kewaspadaannya, dengan cepat dia melompat naik keatas punggung
kuda itu. Ternyata kuda berbulu hitam itu cukup jinak, sama sekali tidak
melakukan perlawanan apa-apa. Maka Thi Eng khi pun lantas
menganggap kuda itu sudah cocok dengannya maka menganggap
dia sebagai majikannya dan sama sekali tidak melakukan
perlawanan. Berpendapat demikian, sikapnya terhadap kuda itupun bertambah
simpatik, dengan perasaan yang lega dia membedal kudanya cepatcepat.
Dalam sekejap mata puluhan li sudah dilewatkan tanpa
terasa. Kuda berbulu hitam ini memang seekor kuda yang jempolan,
langkah kakinya lebar lebar dan larinya amat stabil, memang tak
malu disebut seekor kuda jempolan.
Thi Eng khi sangat menguatirkan perubahan penyakit yang
diderita Pek leng siancu So Bwe leng, maka dia melakukan
perjalanan dengan kecepatan tinggi, sekarang setelah memperoleh
kuda jempolan tersebut, sudah barang tentu dia merasa girang
se?kali. Dalam waktu singkat, puluhan li kembali sudah dilewati,
mendadak berkumandang suara pekikan nyaring, berkumandang
datang dari balik sebuah lembah bukit. Ketika mendengar pekikan
tersebut, kuda berbulu hitam itu segera menggerakkan telinganya
sambil balas berpekik panjang, kemudian dengan kecepatan tinggi
binatang tersebut berlarian menuju kearah mana berasalnya pekikan
nyaring tadi. "Berhenti!" Thi Eng khi segera membentak keras. Sambil
membentak dia menggerakkan ta?li lesnya untuk membawa kuda
berbulu hi?tam itu menuju kearah lain. Tapi kali ini kuda tersebut
511 tidak menuruti perkataannya lagi, walaupun tali lesnya sudah
digerakkan berulang kali, kuda itu masih berlarian dengan
kencangnya me?nuju ke arah mana berasalnya suara pekikan tadi.
Thi Eng khi berusaha beberapa kali la?gi, ketika usahanya itu
belum mendatangkan hasil juga, akhirnya dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa dia membiarkan bina?tang tersebut melarikan
dirinya menuju ke?arah suara pekikan tadi. Dengan mengendornya
tarikan tali les kuda berbulu hitam itu lari semakin kencang lagi,
dalam waktu singkat dia telah memasuki lembah bukit tersebut.
Dalam lembah itu penuh dengan tumbuhan pohon bambu,
suasana amat hijau dan rindang. Setelah melewati hutan bambu,
sampailah mereka didepan sebuah air terjun yang berpemandangan
alam sangat indah. Air itu dimuntahkan lewat sebuah celah jurang
yang amat dalam dan memancar kedalam sebuah telaga yang luas,
oleh karena pancaran air terjun tersebut sangat kuat membuat
gulungan ombak amat meninggi dan butiran air memercik sampai
dimana-mana. Disamping kiri telaga besar itu terdapat sebuah bangunan rumah
berloteng yang megah, bangunan tersebut dibangun menghadap ke
arah telaga sehingga tampak mungil dan menarik hati.
Kuda berbulu hitam itu sama sekali tidak mengurangi kecepatan
larinya, dengan cepat binatang tadi lari menuju ke depan bangunan
berloteng itu dan berhenti, sejak itu binatang tadi tidak bergerak
lagi. Jelas kuda ini mengerti akan inti sari ilmu silat tingkat tinggi,
sebab gaya yang ditunjukkan kuda itu sekarang merupakan gerakan
Teng im lik ki (berhenti diawan berdiri tegak) dari suatu ilmu
meringankan tubuh tingkat tinggi.
"Aaaai....!" Thi Eng khi segera berseru tertahan wajahnya segera
menunjukkan perasaan kaget bercampur tercengang.
Belum lagi dia melompat turun dari kudanya, mendadak dari balik
jendela bangunan rumah berloteng itu sudah melayang turun
512 sesosok bayangan manusia berbaju putih, dia adalah seorang
sastrawan yang amat tampan sekali.
Begitu melayang turun dihadapan kuda tersebut, tegurnya sambil
tertawa : "Siauseng memang kurang sopan sehingga tiba tiba saja
menganggu perjalanan Thi ciangbujin!"
Thi Eng khi ketika itu hanya rnemikirkan tentang keselamatan
dari Pek leng siancu So Bwe leng belaka, ia tidak berniat turun dari
kudanya. Maka sambil menjura dari atas punggung kudanya, dia
berkata : "Saudara mengundang aku datang kemari, tolong tanya ada
urusan apakah yang hendak disampaikan?"
Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa ramah, ujarnya :
"Siaute she Seng bernama Tiok sian, sudah lama mengagumi
kegagahan saudara Thi bersediakah saudara Thi bersahabat dengan
diriku....?"
Sejak berjumpa dengan Seng Tiok sian, Thi Eng khi sudah
mempunyai kesan yang mendalam terhadap orang ini, tapi lantaran
kuatir kalau perbincangan mereka akan menunda perjalanannya,
terpaksa ia menjura kembali dari atas kudanya sambil berkata:
"Saudara Seng adalah seorang yang gagah siaute kuatir tak


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sanggup untuk menerima uluran tanganmu itu?"
Seng Tiok sian segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh" haaahhh.... haahhh". saudara Thi kalau toh kau
bersedia memberi muka kepada siaute, mengapa tidak turun dari
kudamu dan beristirahat sebentar dalam ruangan agar kita bisa
berbincang bincang semalam suntuk."
Thi Eng-khi segera tertawa getir.
"Maaf, kebetulan siaute ada urusan penting yang harus segera
diselesaikan sehingga tak mungkin bisa berdiam kelewat lama di sini,
513 bagaimana kalau perbincangan ini kita tunda sampai di kemudian
hari saja?"
Sambil berkata dia lantas menggerakkan tali les kudanya siap
berlari dari situ. Tapi aneh sekali, bagaimanapun Thi Eng khi
berusaha untuk menggerakkan tali les kudanya, ternyata kuda
berbulu hitam itu hanya meringkik belaka tanpa bergerak da?ri
tempat semula. Seng Tiok-sian segera menepuk-nepuk kepala kuda berbulu
hitam itu seraya berkata :
"Meh-ji, hantarlah saudara Thi ke belakang, kemudian kau baru
balik kembali!"
Thi Eng khi yang mendengar perkataan itu jadi tertegun, sambil
berseru tertahan dia segera melompat turun dari atas punggung
kuda berbulu hitam itu. Setelah melompat turun dari kuda tersebut,
Thi Eng khi baru berkata agak gugup :
"Ooh.... rupanya kuda jempolan ini adalah kuda milik saudara
Seng...?" Seng Tiok sian segera manggut manggut.
"Yaa, berhubung siaute kuatir saudara Thi enggan datang
kernari, maka kugunakan sedikit akal untuk mengundangmu kemari,
harap kau bersedia tinggal disini!"
Pada mulanya Thi Eng khi mengira dirinya sudah membeli seekor
kuda jempolan, siapa tahu kuda tersebut sudah ada pemiliknya,
kehilangan kuda adalah soal kecil, menelantarkan persoalan baru
merupakan masalah yang besar. Maka setelah memandang sekejap
ke arah kuda berbulu hitam itu dengan pandangan berat hati, tiba
tiba dia membusungkan dadanya dan berseru lagi :
"Baiklah, kalau toh begitu, harap saudara Seng bersedia untuk
menerima kembali kudamu itu, siaute ingin mohon diri lebih dulu."
Dia lantas membalikkan badannya siap berlalu dari situ. Seng
Tiok sian segera melayang ke depan menghadang jalan pergi dari
Thi Eng khi, katanya :
514 "Saudara Thi, jika kau tidak bersedia berbincang bincang dengan
siaute, harap kau suka mengutarakan kesulitan hatimu, siaute
bersedia untuk membantumu dengan sepenuh tenaga."
Walaupun Thi Eng khi merasa Seng Tiok sian adalah seorang
yang gagah tentu saja dia tak menyangka kalau orang itu
merupakan seorang ahli waris dari seorang tabib kenamaan dalam
dunia persilatan.
Sambil bermuram durja dan tertawa getir, sahutnya cepat :
"Siaute ada urusun penting hendak pergi ke bukit Huan keng san
untuk mencari seorang locianpwe!"
Ketika Seng Tiok sian menyaksikan Thi Eng khi tak mau berbicara
terus terang, diapun tidak banyak bertanya lagi, sambil memanggil
kuda berbulu hitamnya dia lantas berkata:
"Bila saudara Thi tidak keberatan, bagaimana kalau kau gunakan
kudaku untuk melanjutkan perjalanan?"
Melihat maksud baik orang, Thi Eng khi pun tidak menampik lagi,
dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kuda berbulu
hitam itu seraya ujarnya :
"Terima kasih banyak atas maksud baik saudara Seng, bila
urusan telah selesai nanti, siaute pasti akan berkunjung kembali ke
sini sambil menyampaikan rasa terima kasihku."
Dengan cepat dia mencemplak kuda itu dan kabur meninggalkan
tempat tersebut. Seng Tiok sian hanya memandang bayangan
punggung Thi Eng khi yang menjauh dengan termangu mangu, lama
kemudian dia baru menghela napas panjang dan balik ke dalam
rumahnya. Sementara itu Thi Eng khi telah membedal kudanya secepat
hembusan angin, dalam waktu singkat dia telah keluar dari lembah
itu menuju ke jalan raya. Sebelum hari menjadi gelap sorenya, dia
telah tiba di Lu si. Thi Eng khi kuatir kudanya yang lari kelewat cepat
akan mengejutkan orang orang yang hendak masuk ke dalam kota
maka diapun melambankan lari kudanya sambil memasuki kota.
515 Ketika baru sampai puluhan kaki didepan pintu kota mendadak ia
saksikan ada dua orang manusia sedang berlarian keluar dari balik
kota tersebut. Thi Eng khi buru buru menjalankan kudanya
menyingkir ke samping, dengan kecepatan tinggi kedua sosok
bayangan manusia itu segera berkelebat lewat dari sisinya. Menanti
kedua sosok bayangan manusia itu sudah lewat berapa saat
lamanya, Thi Eng Khi batu teringat akan sesuatu, dia segera berseru
tertahan. "Aaai". Bukannya orang yang lari di depan seperti dikejar orang
itu adalah Ban li tui hong Cu tayhiap" Yaa, sudah pasti dia..... "
Menyusul kemudian dengan suara kaget dia lantas berteriak
dengan suara dalam :
"Sekarang dia dikejar kejar orang, aku tak dapat berpeluk tangan
belaka." Dengan cepat dia membalikkan kudanya dan mengejar dari
belakang. Ban li tui hong (Selaksa li pengejar angin) Cu Ngo merupakan
orang persilatan pertama yang dijumpai Thi Eng khi, demi
keselamatannya pihak Thian liong pay juga telah menghadiahkan
sebutir pit Toh mia kim wan yang merupakan mestika dari perguruan
naga langit itu untuknya, itulah sebabnya Thi Eng khi mempunyai
kesan yang mendalam sekali terhadap orang itu.
Justru karena timbulnya suatu perasaan yang tak terlukiskan
dengan kata kata didalam hatinya maka diapun segera menyusul
dari belakang dengan perasaan kuatir. Dari kejauhan sana, dia
saksikan sesosok bayangan manusia kembali menampakkan diri dari
sisi jalan untuk menghadang jalan pergi dari Ban li tui hong Cu Ngo.
Tergerak hati Thi Eng khi setelah menyaksikan kejadian itu, dia
ingin mencari tahu lebih dulu apa gerangan yang telah terjadi
diantara beberapa orang itu. Dengan suatu gerakan yang ringan dia
lantas melayang turun dari kudanya dan pelan pelan berjalan
mendekat. 516 Sementara itu rembulan telah rnuncul diangkasa dan
memancarkan sinarnya yang keperak perakan diatas wajah ketiga
orang itu, sehingga raut wajah maupun potongan badan mereka
dapat terlihat jelas.
Tak salah lagi, orang yang terkurung itu memang tak lain adalah
Ban li tui hong Cu Ngo. Sedangkan dua orang lainnya adalah kakek
berusia lima puluh tahunan, yang seorang bersenjatakan sebuah
senjata aneh, sedangkan yang lain membawa sebilah pedang
panjang. Tampak sikakek yang bersenjatakan aneh itu berkata dengan
suara dalam : "Orang menyebut Ban li tui hong Cu Ngo sebagai seorang lelaki
sejati dalam dunia persilatan, dimasa lalu lohu percaya seratus
persen dengan perkataan itu, tapi sekarang apa yang bisa kau
katakan lagi" Hayo jawab!"
Tampaknya Ban li tui hong Cu Ngo seperti merasa amat panik,
dia mundur selangkah seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi
kemudian niat tersebut diurungkan kembali, dengan mulut
membungkam dalam seribu bahasa dia berdiri tak berkutik ditempat
semula : "Cu Ngo, kami tak akan banyak berbicara lagi, aku harap kau
mempertimbangkan dirimu sendiri dan berikanlah suatu pertanggung
jawaban kepada kami!"
Didesak secara begini, terpaksa Ban li tui hong Cu Ngo baru buka
suara, dia menghela napas panjang, lalu ujarnya :
"Yan ciangbunjin, Pi tayhiap, asal kalian berdua suka bermurah
hati dengan melepaskan diriku dikemudian hari aku pasti tak akan
membuat kalian berdua menjadi kecewa, tapi dewasa ini aku benar
benar mempunyai kesulitan yang tak bisa dielakkan lagi, sulit bagiku
untuk menerangkan kesemua itu kepada kalian."
Yan ciangbunjin tak lain adalah si kakek yang bersenjatakan aneh
itu sambil menahan marahnya dia mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak bahak amat nyaring.
517 ''Haaahhhh.... haaaahhh... haaaahhhh... hari ini saja kau sudah
tidak memandang sebelah matapun terhadap aku orang she Yan,
apalagi dikemudian hari, siapa yang akan mempercayai dirimu" Bila
kau tidak menerangkan hal yang sebenarnya, jangan salahkan kalau
aku Yan Ceng wi tak akan berbuat sungkan sungkan lagi."
Sam siang kiam kek (jago pedang dari sam siang) Pi Kiat atau si
kakek bersenjata pedang itu turut membentak pula :
"Cu Ngo, dalam sepasang mata aku orang she Pi telah
kemasukan pasir, kau anggap kami benar benar tidak mengetahui
latar belakangmu itu?"
Ban li tui hong Cu Ngo benar benar terdesak sehingga tak
marnpu berkata apa-apa lagi. Melihat lawannya membungkam, Sam
siang kiam kek Pi Kiat segera menuding kearah ujung hidung Ban li
tui hong Cu Ngo sambil mencaci maki kalang kabut :
"Semenjak kapan kau menjadi kaki tangannya pihak Ban seng
kiong" Rencana keji apakah yang kau bawa dengan kehadiranmu
dikota Seng ciu ini?"
"Jika kau tahu diri, cepat utarakan semua rencanamu itu dengan
sejelas-jelasnya, hari ini pun kami berjanji tak akan menyusahkan
dirimu." Thi Eng khi yang mendengarkan pembicaraan itu menjadi kaget
bercampur tercengang, sebab dia tahu Ban li tui hong Cu Ngo
hampir saja tewas di tangan Huan im sin ang dimasa lalu, kalau
dibilang dia bergabung dengan pihak Ban seng kiong sekarang,
kejadian ini benar-benar membuatnya tidak percaya.
Tampaknya rahasia hati Ban li tui hong Cu Ngo tersentuh,
sehingga diapun turut naik darah, dengan cepat suaranya berubah
makin ketus dan kasar, katanya :
"Aku tak bisa berkata apa-apa lagi jika kalian berdua mempunyai
suatu kemampuan, akan kusambut semuanya dengan lapang dada!"
Seraya berkata, dia lantas mengeluarkan sepasang senjatanya
dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak
518 diinginkan. Sam siang kiam kek Pi Kiat benar-benar amat gusar,
sambil tertawa keras teriaknya :
"Bagus! Bagus sekali, biar aku Pi Kiat yang mencoba dahulu
kelihayan ilmu silat Cu tayhiap!"
"Nguuunnng.!" diiringi desingan angin tajam, pedang ditangan
Sam siang kiam kek Pi Kiat menyambar ke muka dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir, kekuatannya amat lihay, jelas dia
mempunyai kesempurnaan yang menyakinkan didalarn permainan
ilmu pedangnya.
Ban li tui hong Cu Ngo merasa terkejut sekali, dengan perasaan
bergetar keras dia menarik napas panjang-panjang, senjatanya
segera di putar dengan jurus Tay lian wang gwat (mengungkap tirai
menengok rembulan) balas menggulung ke atas.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera tertawa dingin.
"Sambutlah sebuah seranganku ini!" serunya.
Pedangnya dengan membawa desingan angin tajam, dengan
taktik menotok, mencukil dan menusuk tiga macam perubahan
se?gera meneter musuhnya habis-habisan. Kesempurnaan tenaga
dalam yang menya?kinkan ditambah dengan kelincahan gerakan
tubuhnya membuat serangan tersebut berlipat ganda kehebatannya.
Keistimewaan dari kepandaian yang dimiliki Ban li tui hong Cu
Ngo adalah ilmu meringankan tubuh, kalau berbicara tentang
kepandaian silat yang sebenarnya dimiliki, dia masih kalah setingkat
kalau dibandingkan dengan kemampuan dari Sam siang kiam kek Pi
Kiat. Tanpa terasa perasaannya menjadi tercekat, serangan tersebut
tidak berani disambut dengan kekerasan, sambil membalikkan
tubuhnya dengan gaya Hwee hong wu liu (pusaran angin menarikan
daun) dia meloloskan diri dari ancaman pedang itu sambil mundur
sejauh lima langkah.
519 Sam siang kiam kek Pi Kiat sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada musuhnya untuk menghindar, berikut
pedangnya berputar kencang lalu diiringi desingan angin serangan
yang memekikkan telinga,dia mengurung seluruh tubuh Ban li tui
hong Cu Ngo. Kedahsyatan dari serangan itu pada hakekatnya benar benar
mengerikan sekali. Dalam keadaan seperti ini, terpaksa Ban li tui
hong Cu Ngo harus memberikan perlawanan dengan sekuat tenaga,
sepasang kaitan bajanya dengan menciptakan selapis cahaya tajam
langsung menyongsong datangnya ancaman lawan, sekaligus dia
sambut kelima jurus serangan tanpa gentar.
Walaupun dalam soal tenaga dalam Ban li tui hong Cu Ngo masih
belum sanggup untuk menandingi Sam siang kiam kek Pi Kiat,
namun ilmu gerakan tubuhnya yang sempurna telah menutupi
kelemahannya disektor tenaga dalam, itulan sebabnya untuk
sementara waktu dia masih mampu untuk menghadapi serangan
serangan gencar dari lawannya.
Begitu berpisah tubuh kedua orang itu saling menubruk maju
lagi, dalam waktu singkat kedua puluh jurus sudah lewat tanpa
terasa. Begitu pertarungan berlangsung agak lama akhirnya toh Ban
li tui hong Cu Ngo kena terdesak juga sehingga kalang kabut sendiri,
langkahnya makin lamban dan gerakan tubuhnya semakin kaku.
Sekarang dia mulai sadar, bila keadaan seperti ini dilangsungkan
lebih jauh, maka sulit baginya untuk bertahan sebanyak sepuluh
gebrakkan lagi. Tampaklah cahaya pedang yang memancar keluar
dari permainan Sam siang kiam kek Pi Kiat makin lama semakin
memancar keempat penjuru, diiringi berkumandangnya suara
pekikan nyaring, terdengar jagoan tersebut membentak keras :
"Lepas tangan!"
"Traang....!" benturan nyaring berkumandang memecah
keheningan, ditengah kegelapan malam tampak dua titik cahaya
berkilauan diangkasa, tahu tahu senjata kaitan pendek milik Ban li
tui hong Cu Ngo sudah tergetar lepas dari cekalannya. Dengan suatu
gerakan cepat Ban li tui hong Cu Ngo melayang mundur sejauh satu
520 kaki, akan tetapi dia belum berhasil juga meloloskan diri dari
ancaman ujung pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat yang telah
menempel diatas dadanya itu.
Untuk sesaat suasana menjadi hening, sepi dan tak kedengaran
sedikit suarapun, namun suasananya justru jauh lebih tegang.
Dengan suara menggeledek, Sam siang kiam kek Pi Kiat,
membentaknya nyaring :
"Cu Ngo, apa yang kau hendak katakan lagi?"


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ban li tui hong Cu Ngo segera memejamkan matanya rapat-rapat,
jawabnya tenang :
"Aku akan menanti kematianku!"
Jawaban ini sangat menggusarkan Sam siang kiam kek Pi Kiat,
dia mendengus dingin, lalu serunya :
"Kau anggap lohu tidak berani membunuh orang?"
Pedangnya digetarkan kedepan dan ..... "Breeet!" pakaian bagian
dada yang dikenakan Ban li tui hong Cu Ngo segera tersambar robek
sepanjang lima inci lebih, di antara lekukan dada yang kekar tampak
ujung pedang tersebut sudah mengancam diatas dadanya, asal
senjata mana digerakan lebih ke muka, niscaya kulit dada yang
kekar tersebut akan terobek dan berdarah.
Yan Ceng wi segera maju ke depan dan menangkis senjata
pedang Sam siang kiam kek Pi Kiat dengan senjata swastikanya, ia
berseru : "Saudara Pi, harap ampuni selembar jiwanya, mungkin saja Cu
tayhiap memang benar-benar mempunyai kesulitan yang tak bisa
diutarakan kepada orang lain, lebih baik kita lepaskan dirinya saja."
Jelas dia membatalkan niatnya semula karena menyaksikan
kegagahan Ban li tui hong Cu Ngo yang tidak gentar menghadapi
ancaman bahaya maut. Sam siang kiam kek Pi kiat segera menarik
kembali senjatanya, kemudian berkata :
"Baiklah, hari ini kuampuni selembar jiwamu, semoga saja kau
bisa tahu diri dan jangan membantu kaum penjahat untuk berbuat
kekejian lagi.... "
521 Ban li tui hong Cu Ngo berdiri dengan wajah amat sedih, tanpa
menggubris senjata kaitan pendeknya yang terlepas dari cekalan
lagi, dia segera menjejakkan sepasang kakinya ke tanah dan
meluncur sejauh tiga kaki dari tempat semula.
"Cu tayhiap tunggu sebentar!"
Thi Eng khi segera menampakkan diri dan mengha?dang jalan
perginya Ban li tui hong Cu Ngo tentu saja tak akan menyangka
kalau orang yang akan munculkan diri dan menghadang jalan
perginya adalah Thi Eng khi, dalam gusarnya dia segera membentak
keras : "Mau apa kau?"
Sepasang telapak tangannya segera didorong kemuka
melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Dengan cepat Thi Eng khi
menyambut sebuah serangan dari Ban li tui hong Cu Ngo kemudian
katanya : "Cu tayhiap jangan salah paham, aku adalah Thi Eng khi."
Dengan cepat Ban li tui hong Cu Ngo mundur sejauh tiga
langkah, dengan wajah kebingungan dan ragu dia berseru kemudian
: "Saudara Thi, kau?"
Sementara mereka sedang bertanya jawab, Yan ciangbunjin dan
Sam siang kiam kek Pi Kiat telah berjalan mendekat. Kedua orang itu
segera memperhatikan Thi Eng khi sekejap kemudian dengan penuh
kewaspadaan berjalan makin mendekat. Sam siang kiam kek Pi Kiat
telah menganggap pemuda itu sebagai komplotan dari Ban li tui
hong Cu Ngo, dengan suara dingin dia segera menegur.
"Siapakah kau?"
Melihat kedua orang itupun menaruh kesalahan paham pada
dirinya, Thi Eng khi tertegun dan tak tahu bagaimana harus
menjawab. Ban li tui hong Cu Ngo yang sikapnya sama sekali telah
berubah, buru buru memperkenalkan :
522 "Dia adalah Thi ciangbunjin dari partai Thian liong pay!"
Yan ciangbunjin Yan Ceng wi dan Sam siang kiam kek Pi kiat
sama sama tertegun pula, kemudian katanya :
"Oooh.... rupanya Thi ciangbunjin!"
Perlu diketahui, semenjak pertemuan para jago dibukit Siong san,
walaupun Thi Eng khi tidak mendemonstrasikan kepandaian silatnya
dalam pertemuan itu namun kegagahannya yang luar biasa telah
tersiar luas sampai diseluruh dunia persilatan. Betul waktu itu
kepercayaan orang kepadanya berkurang separuh akibat hasutan
dari Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, tapi Yan Ceng wi dan Sam
Siang kiam kek Pi kiat tetap mengagumi dirinya.
Sekali lagi Thi Eng khi memberi hormat kepada kedua orang itu,
kemudian dengan wajah serius dia baru berkata kepada Ban li tui
hong Cu Ngo : "Cu tayhiap, bila kau bersedia memberi muka kepadaku, harap
jawablah pertanyaan dari Yan tayhiap dan Pi tayhiap tadi!"
Thi Eng khi mempunyai kesan yang sangat baik terhadap Ban li
tui hong Cu Ngo maka dia tak ingin rekannya ini dicurigai orang,
maka diputuskan akan menerangkan semua persoalan sampai jelas.
Berada dihadapan Thi Eng khi, ternyata Ban li tui hong Cu Ngo telah
berubah semua sikapnya tadi, tanpa banyak alasan dia segera
menyanggupi permintaan orang.
Sam siang kiam kek Pi kiat dan Yan Ceng wi segera saling
berpandangan sekejap setelah menyaksikan kejadian itu, mereka
sama sekali tidak menyangka kalau Ban li tui hong Cu Ngo bisa
bersikap begitu hormat kepada Thi Eng khi. Oleh karena itulah,
merekapun lantas mempunyai pandangan yang lain pula terhadap
Thi Eng khi. Mereka berdua lantas menawarkan kepada Thi Eng khi dan Ban li
tui hong Cu Ngo untuk berbincang bincang didalam kota raja. Thi
Eng khi sendiri memang ada minat untuk bermalam di kota Lu si,
tentu saja dia tidak menampikkan tawaran tersebut. Sebaliknya Ban
li tui hong Cu Ngo segera berkerut kening seraya berkata :
523 "Dalam kota banyak orang dan kurang leluasa untuk berbincang
bincang, menurut pendapatku lebih baik kita mencari suatu tempat
disekitar tempat ini saja untuk berbicara."
Ketika Sam siang kiam kek Pi Kiat menyaksikan Ban li tui hong Cu
Ngo berbicara dengan amat serius, dia lantas menduga kalau apa
yang hendak dibicarakan orang she Cu itu adalah suatu masalah
yang maha penting dan tak ingin diketahui orang lain. Maka setelah
berpikir sebentar katanya :
"Aku mempunyai suatu tempat yang cukup rahasia letaknya
harap kalian suka mengikuti diriku."
Thi Eng khi segera menuntun datang kuda berbulu hitamnya,
ketika Sam siang kiam kek dan Yan ciangbunjin menjumpai Meh
liong kou atau kuda naga hitam itu, diatas wajah mereka segera
terlintas suatu perubahan yang sangat aneh, tapi mereka tidak
berbicara apa apa lebih jauh.
Begitulah, dipimpin oleh Sam siang kiam kek Pi Kiat, berangkatlah
mereka menembusi sebuah hutan memasuki sebuah lembah dan
setelah berbelok kesana kemari akhirnya tiba didepan sebuah gua.
Sam Siang Kiam kek Pi Kiat segera menggerakkan tangannya
meraba dinding gua itu mendadak diiringi suara nyaring muncul
sebuah pintu gua yang lebar.
Semua orang berikut kuda segera melangkah masuk kedalam gua
tersebut, begitu mereka tiba dalam ruangan, pintu gua itupun
menutup kembali secara otomatis. Yang lebih mengagumkan adalah
suasana dalam ruangan yang terang benderang. Sambil membawa
sebuah lentera Sam siang kiam kek Pi Kiat mengajak mereka
menelusuri sebuah lorong yang panjang dan mema?suki sebuah
ruang batu yang mirip sekali dengan sebuah kamar baca.
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera mempersilahkan semua orang
duduk, kemudian sambil tertawa katanya :
"Tempat ini merupakan tempat siaute untuk menghindarkan diri
dari keramaian bila Cu tayhiap ingin mengucapkan sesuatu, katakan
saja berterus terang, kujamin tak akan sampai bocor keluar!"
524 Menyusul kemudian penuturan dari Ban li tui hong Cu Ngo
membuat semua orang menjadi tertegun.
Jilid 16 Kiranya setelah Ban li tui hong Cu Ngo ditolong jiwanya oleh
Thian liong ngo siang dengan obat Toh mia kim wan dan
meninggalkan perkumpulan Thian liong pay, tak lama kemudian ia
terjatuh kembali ke tangan Huan im sin ang.
Tapi kali ini Huan im sin ang tidak menghendaki selembar
jiwanya, melainkan mengancam dengan menggunakan nyawa dari
Thi Eng khi serta Thian lion ngo siang sebagai taruhannya, Ban li tui
hong Cu Ngo diperintahkan untuk menuruti semua perkataannya.
Ban li tui hong adalah seorang pendekar sejati di dalam dunia
persilatan, sebagai seorang yang mengutamakan budi, setelah
selembar jiwanya ditolong pihak Thian liong pay, tentu saja dia tak
ingin disebabkan dirinya sehingga berakibat mencelakai jiwa tuan
penolongnya. Itulah sebabnya dengan syarat Huan im sin ang tak akan
mencelakai jiwa Thi Eng khi dan Thian liong ngo siang, dia bersedia
menjadi anak buahnya Huan im sin ang dan berbakti baginya.
Itulah sebabnya ketika Thi Eng khi datang ke perkampungan Ki
hian san ceng tahun lalu, pemuda tersebut tidak bertemu dengan
dirinya. Kemudian Ban li tui hong Cu Ngo mendengar pula banyak kabar
tentang Thi Eng khi, Huan im sin ang kuatir dia berkhianat maka
kecuali mengancam dengan menggunakan keselamatan orang-orang
Thian liong pay, diapun menggunakan suatu cara yang keji untuk
mencelakai dirinya sehingga membuat jago ini tak berani menaruh
perasaan untuk memberontak .....
Di samping itu, Ban li tui hong Cu Ngo yang sudah lama bergaul
dengan Huan im sin ang, lama lama timbul juga perasaan ngeri
525 bercampur takut terhadap car kerja serta kepandaian yang dimiliki
Huan im sin ang ......
Betul, dia bisa saja tak usah menggubris keselamatan jiwanya,
tapi ia tak bisa tidak harus memikirkan keselamatan dari orang orang
Thian liong pay yang merupakan tuan penolongnya.
Ketika selesai mendengarkan kisah tersebut, Thi Eng khi segera
menghela napas panjang, katanya :
"Padahal sikap Huan im sin ang terhadap diriku bukannya
berubah karena Cu tayhiap bersedia mendengarkan perkataannya,
penipuan semacam ini bukan cuma dialami oleh Cu tayhiap seorang,
cucu kesayangan dari Tiang pek lojin pun merupakan suatu contoh
yang paling baik."
Menyusul kemudian dia lantas menceritakan kembali kisah tragis
yang telah menimpa So Bwe leng. Setelah mendengarkan penuturan
itu, Ban li tui hong Cu Ngo menghela napas panjang, katanya
kemudian : "Aaai, itu berarti pengorbananku selama ini untuk menuruti
perkataan bajingan itu hanya sia-sia belaka, mulai sekarang
sekalipun aku harus tersiksa dan menderita, tak akan kuturuti lagi
perkataan dari bajingan tua itu."
Thi Eng khi segera menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Menurut pendapatku, untuk sementara waktu lebih bak Cu
tayhiap tetap berada dalam istana Ban seng kiong lebih dulu!"
katanya. "Thi ciangbunjin, harap kau jangan mengejek diriku!" seru Ban li
tui hong Cu Ngo sambil tertawa getir.
"Cu tayhiap selanjutnya bila kau dapat menyampaikan semua
kabar atau rahasia yang kau ketahui tentang Huan im sin ang,
bukankah hal ini berarti akan menguntungkan dunia persilatan?"
"Baiklah, aku akan menuruti perintah!" ucap Ban li tui hong Cu
Ngo kemudian dengan wajah sungguh sungguh.
526 Maka merekapun membicarakan pula cara untuk saling
mengadakan kontak rahasia, sehingga untuk sesaat membuat Sam
siang kiam kek dan Yan ciangbunjin melupakan persoalan yang
paling dikuatirkan oleh mereka. Menanti persoalan tersebut sudah
ada keputusannya, dengan agak tersipu sipu Sam siang kiam kek Pi
Kiat baru menyinggung kembali persoalan lama.
"Cu tayhiap, sebenarnya tugas apakah yang kau bawa dalam
kedatanganmu ke propinsi Sam siang ini?"
"Siaute datang untuk menyelidiki jejak dari seorang locianpwe
....." jawab Ban li tui hong Cu Ngo tanpa tedeng aling aling lagi.
"Siapakah locianpwe itu?" Tanya Yan Ciangbunjin.
"Pada puluhan tahun berselang, locianpwe itu merupakan
seorang tabib sakti yang amat termasyur dalam dunia persilatan,
orang menyebutnya sebagai Giam lo heng (pembenci raja akhirat)
Kwik Keng thian, Kwik locianpwe."
"Kwik locianpwe?" seru Yan Ceng wi dan Sam siang kiam kek
hampir berbareng, "Bukankah dia orang tua telah meninggal dunia?"
"Locianpwe itu benar-benar sudah meninggal dunia?" seru Thi
Eng khi pula dengan wajah tegang.
Sam siang kiam kek Pi Kiat manggut manggut.
"Walaupun Kwik locianpwe adalah penduduk Sam siang, tapi
sudah lama ia meninggal dunia, dan lagi dimasa lalu diapun tidak
berdiam disekitar tempat ini."
Thi Eng khi segera merasakan hatinya menjadi dingin dan sedih,
untuk sesaat dia tertunduk dengan wajah murung.
Tiba-tiba Sam siang kiam kek Pi Kiat berkata lagi :
"Cuma orang persilatan memang sukar diketahui mati hidupnya,
bisa saja orang yang masih hidup dianggap sudah mati, bisa saja
527 orang yang sudah mati dianggap hidup, bila tidak disaksikan dengan
mata kepala sendiri, siapapun tak dapat mengatakan secara pasti."
Perasaan Thi Eng khi yang sudah diliputi perasaaan kecewa itu
segera berkobar kembali setitik pengharapan, walaupun
pengharapan itu sedemikian tipisnya, namun dia tak akan
melepaskannya dengan begitu saja.
Yan Ceng wi lantas bertanya lagi :
"Tahukan Cu tayhiap, apa yang menjadi tujuan Huan im sin ang
dalam usahanya menemukan jejaknya dari Giam lo heng Kwik
locianpwe?"
"Dalam memberikan perintahnya kepada seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan, gembong iblis itu tak pernah
menerangkan alasannya, tugasku hanya melakukan pemeriksaan di
sekitar tempat ini, tentang persoalan selanjutnya bila jejak Kwik
locianpwe diketahui, aku kurang bergitu mengerti."
"Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu hasil?" buru buru Thi
Eng khi bertanya.
Ban li tui hong Cu Ngo segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya :
"Mencari sebatang jarum di dasar samudera, apakah pekerjaan
ini bisa dianggap gampang" Sudah setengah tahun lamanya aku
bekerja keras, namun setitik bayangan pun tidak berhasil
kutemukan, malahan jejakku ini menimbulkan kecurigaan dari Yan
ciangbunjin dan Pi tayhiap."
Sam siang kiam kek Pi Kiat segera tertawa lebar, ujarnya :
"Yan ciangbunjin sudah menaruh perasaan was was terhadap
kemunculan Huan im sin ang di dalam dunia persilatan, oleh sebab
itu semua anggota perguruannya melakukan pengawasan yang ketat
terhadap setiap umat persilatan yang datang dari luar, apalagi
kedatangan Cu tayhiap ke tempat ini sudah mencapai setengah
tahun lamanya, apakah hal ini tak akan menimbulkan kecurigaan
orang?"

Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

528 Ban li tui hong Cu Ngo segera menghela napas panjang setelah
mendengar perkataan itu, katanya :
"Andaikata setiap umat persilatan di pelbagai daerah bisa berwas
was seperti Yan ciangbunjin, sudah pasti Huan im sin ang tak akan
berhasil memperoleh hasil seperti apa yang dia capai pada saat ini."
Jelas dari ucapan tersebut menunjukkan kalau kekuasaan Huan
im sin ang telah meliputi seantero jagad. Mendengar perkataan itu,
Thi Eng khi bertiga menjadi murung, kesal dan sedih.
Mendadak Ban li tui hong Cu Ngo bangkit berdiri, kemudian
ujarnya dengan keras :
"Sekarang jejakku sudah ketahuan, sudah jelas aku tak dapat
berdiam disini lebih lama lagi, aku harus segera kembali untuk
menyampaikan laporan."
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh :
"Setelah kepergianku, harap kalian berdua suka memperhatikan
dengan lebih seksama lagi terhadap daerah di sekitar di tempat ini,
kemungkinan besar gembong iblis tua itu akan mengirim orang lain
untuk datang kemari."
Thi Eng khi segera menyampaikan pula pesannya tentang tempat
tempat untuk mengadakan kontak, tapi toh dia tetap bersabar tidak
mengungkapkan tujuannya untuk mencari si pendendam raja akhirat
Kwik Kong thian, bukannya dia tak percaya terhadap mereka,
melainkan kuatir kalau sampai terjadi hal-hal yang sama sekali diluar
dugaan. Setelah semua orang keluar dari lembah, merekapun berpencar
menuju ke tempat tujuan masing-masing. Thi Eng khi menginap
semalam di kota Lu si, untuk kemudian pada keesokan harinya
melanjutkan kembali perjalanannya.
Walaupun bukit Huan keng san terletak di propinsi Kui ciu, tapi
letaknya berada di antara sungai Wan kang dan Hu kang, sehingga
bersambungan dengan bukit Bu leng san. Dengan melewati Kan sia,
Thi Eng khi berangkat ke Siong tho dan masuk propinsi Oulam.
529 Baru saja dia bersiap siap untuk mendaki bukit itu, mendadak
suara ringkikan kuda berkumandang dari balik sebuah lembah bukit.
Ketika mendengar suara pekikan tersebut, kuda hitam Hek liong kou
turut meringkik keras, kemudian dengan suatu gerakan yang amat
cepat menerjang masuk kedalam lembah itu.
Setelah ada pengalaman sekali, Thi Eng khi tidak mengekang
jalan lari kuda Hek liong kou tersebut, dia membiarkan kuda itu lari
semaunya sendiri disamping rasa ingin tahunya membuat diapun
bernapsu untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi di situ.
Kuda Hek liong kou yang ditunggangi Thi Eng khi berlari amat
kencang sekali, sebelum memasuki lembah bukit tersebut mendadak
tampak sesosok bayangan hitam sedang meluncur keluar dari balik
lembah dengan kecepatan tinggi. Ternyata bayangan hitam itupun
merupakan seekor kuda Hek liong kou pula, dengan gerak gerik
seperti gembira, kuda hitam tersebut menyongsong kedatangan
mereka. Kuda hitam yang ditunggungi Thi Eng khi segera meluncur maju
beberapa kaki kemudian saling bergesekan dengan kuda hitam yang
baru muncul. Melihat hal itu, Thi Eng khi segera melompat turun dari
punggung kudanya dan membiarkan sepasang kuda hitam itu saling
bermesraan, pikirnya :
"Jika kuda Hek liong kou ini tiada pemiliknya, ooh, sungguh
menyenangkan sekali."
Maka diapun segera mengamati pelana kuda Hek liong kou itu
dengan seksama, dia ingin tahu apakah diatas punggung kuda itu
terdapat barang lain. Mendadak terdengar ujung baju tersampok
angin bergema datang dari belakang tubuhnya, buru buru dia
membalikkan badannya sambil bersiap siap.
Tampaklah seorang kakek berjubah lebar berwarna kuning telah
berdiri tak jauh di belakang tubuhnya. Agaknya kakek itu tak
menyangka kalau Thi Eng khi memiliki kepandaian silat yang begitu
tinggi, sehingga gerakan tubuhnya segera diketahui pemuda itu
begitu dia mencoba untuk mendekat, rasa tercengang dengan cepat
menyelimuti wajahnya.
530 Kakek berjubah kuning itu tertegun beberapa saat lamanya,
mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa gelak.
"Haaahhh.... haaahhh.... haahhhh.... anak muda, tajam benar
pendengaranmu! Benar benar tak malu disebut seorang jagoan
muda dalam dunia persilatan. Yaa, lohu memang sudah tua, orang
baru memang harus menggantikan yang tua!"
Baru pertama kali ini Thi Eng khi dipuji orang, mukanya yang
putih kontan saja berubah menjadi merah padam karena malu.
"Locianpwe terlalu memuji, membuat aku menjadi malu saja,"
katanya sambil tersenyum, "Locianpwe gagal dan berwajah anggun,
sudah pasti seorang tokoh sakti, bolehkah aku tahu siapa namamu?"
Kakek berjubah kuning itu menghela napas sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sudah puluhan tahun lamanya lohu tak pernah menginjakkan
kaki dalam dunia persilatan, nama yang lalu tak usah disinggung
kembali! Kulihat engkoh cilik menyoren pedang Thian liong kim
kiam, apakah kau adalah Thi ciangbunjin dari Thian liong pay?"
Padahal Thi Eng khi tak usah berpikir panjang pun dia dapat
menemukan banyak sekali titik kelemahan dibalik ucapan si kakek
berjubah kuning itu, seandainya dia benar benar tidak mencampuri
urusan dunia persilatan, darimana pula bisa mengetahui namanya"
Cuma saja dia merasa rikuh untuk mengungkapkan titik
kelemahan orang, apalagi mereka baru berjumpa satu kali, maka
diam diam dia merasa geli, tapi paras mukanya masih tetap tenang
seperti sedia kala.
"Yaa, benar boanpwe memang Thi Eng khi dari partai Thian liong
pay ....." sahutnya kemudian.
Mendadak paras muka kakek berjubah kuning itu berubah
menjadi tak senang hati, katanya tiba-tiba :
531 "Apakah bocah keparat she Seng yang suruh kau datang mencari
lohu disini?"
Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi menjadi tertegun tapi
dengan cepat diapun menjadi mengerti. Mungkin kakek berjubah
kuning itu tak suka berjumpa dengan orang luar, maka
kedatangannya membuat ia jadi tak senang hati.
Buru buru katanya :
"Harap locianpwe jangan salah paham, boanpwe hanya secara
kebetulan salah lewat disini, bukannya ada maksud untuk
mengganggu ketenangan locianpwe."
Kemudian diapun menerangkan kisah yang sebenarnya terjadi,
dimana kuda hitamnya lari ke tempat itu. Akhirnya tanpa
mempedulikan apakah kakek berjubah kuning itu bersedia
memaafkan dirinya atau tidak, dia segera menjura seraya berkata :
"Boanpwe ingin mohon diri lebih dulu!"
Dengan cepat dia melompat naik keatas punggung kudanya,
menarik tali les dan siap berlalu dari situ. Sungguh aneh sekali gerak
gerik dari kakek berjubah kuning itu, menyaksikan Thi Eng khi
hendak pergi, rasa tak senang hati yang semula menghiasi wajahnya
kontan lenyap tak berbekas.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhhh.... Thi sauhiap, apakah kau
marah kepada lohu?" tegurnya.
Sesungguhnya Thi Eng khi memang merasa agak mendongkol,
akan tetapi setelah mendengar perkataan dari kakek berjubah
kuning itu, terpaksa dia harus menahan lari kudanya lagi seraya
berkata : "Harap locianpwe jangan berpikir yang bukan bukan,
sesungguhnya boanpwe benar benar masih ada urusan penting yang
harus diselesaikan dengan cepat, maka aku tak bisa berdiam terlalu
lama disini!"
Mendadak kakek berjubah kuning itu menghadang jalan pergi Thi
Eng khi, kemudian ujarnya :
532 "Selamanya lohu mempunyai suatu watak yang sangat aneh,
yakni selamanya tak akan menerima orang yang datang untuk
mencariku, tapi bila orang itu bertemu dengan lohu tanpa disengaja,
lohu pasti akan memberi sedikit kebaikan kepadanya."
Setelah berhenti sebentar, dia menuding kearah kuda yang
berada di sampingnya, kemudian sambungnya lebih jauh :
"Bukankah kau tertarik dengan kuda Meh liong kou milik lohu ini"
Nah, lohu akan menghadiahkan kuda itu kepadamu!"
Thi Eng khi sama sekali tak menyangka kalau kakek berjubah
kuning itu berwatak begini aneh, baru berbicara dua tiga patah kata,
kuda jempolan miliknya telah dihadiahkan kepada orang, tentu saja
hal ini membuat hatinya amat gembira. Sekalipun demikian, dimulut
dia masih berkata agak sungkan :
"Pemberian locianpwe yang begitu besar, mana berani boanpwe
terima" Lebih baik locianpwe menarik kembali ucapan itu."
Tampaknya kuda Meh liong kou tersebut memahami ucapan dari
si kakek berjubah kuning itu, dengan sikap seperti berat hati, dia
mendekati kakek tersebut dan menarik narik ujung bajunya.
Kakek berjubah kuning itu segera mengebaskan ujung bajunya
seraya berseru :
"Tak usah banyak berbicara lagi, cepat bawa dia pergi!"
Termakan oleh kebasan tangan kakek berjubah kuning itu, kuda
hitam tadi segera terhantar ke hadapan Thi Eng khi. Terpaksa Thi
Eng khi mengucapkan banyak terima kasih kepada kakek berjubah
kuning itu, satu orang dengan dua ekor kuda segera berlari keluar
dari lembah tersebut.
Lari kuda Meh liong kou memang cepat luar biasa, tak lama
kemudian puncak Huan keng san secara lamat lamat sudah muncul
didepan mata. Thi Eng khi segera berpekik nyaring, dia melarikan
kuda Meh liong kounya semakin cepat lagi.
Menyaksikan bukit Huan keng san setapak demi setapak semakin
dekat, Thi Eng khi merasa gembira sekali. Pada saat itulah,
533 mendadak tampak sesosok bayangan manusia berwarna merah
melompat keluar dari samping jalan seperti sekuntum awan merah
dan melompat naik keatas kuda kosong yang mengikuti dibelakang
Thi Eng khi. Bersama itu pula terdengar seseorang tertawa cekikikan sambil
berseru dengan gembira:
"Engkoh Tiok, kau sangat baik, kau telah membawakan ....."
Belum habis ucapan tersebut diutarakan terdengar kuda Meh
liong kou itu meringkik panjang, kaki belakangnya menyepak nyepak
keras, lalu berputar satu lingkaran, dia melempar tubuh si nona
berbaju merah itu dari atas punggungnya.
Kebetulan Thi Eng khi sedang berpaling karena mendengar suara
tersebut, menyaksikan nona berbaju merah itu terlempar dari atas
punggung Meh liong kou, kuatir dia sampai terluka, dengan cepat
tubuhnya melejit ke tengah udara dengan jurus Thian liong sip sui
(naga langit menghisap air) untuk menyambar tubuh nona berbaju
merah itu. Tampaknya ilmu silat yang dimiliki nona berbaju merah itu pun
cukup tangguh, justru lantaran panik dia baru kena dilemparkan dari
atas punggung kuda tersebut. Dengan cepat tubuhnya berjumpalitan
dengan jurus cay hong keng tian (burung hong mematahkan sayap)
dan melayang turun di samping tubuh Thi Eng khi.
Ketika dua orang itu saling bertatapan, muka nona berbaju
merah itupun baru membentak secara tiba tiba dengan kening
berkerut : "Bocah keparat, siapakah kau" Berani benar menggunakan kuda
Meh liong kou untuk mengelabui nona?"
Seraya berkata telapak tangannya segera diayunkan kemuka
untuk menampar wajah Thi Eng khi. Menyaksikan nona berbaju
merah itu mengayunkan telapak tangannya secepat kilat, dengan
cekatan Thi Eng khi berkelit ke samping lalu mundur, kemudian
sambil mengoyangkan tangannya berulang kali serunya cepat cepat
: 534 "Nona, kau sendiri yang kurang berhati hati, mengapa sekarang
malahan memukul aku?"
Dalam malu dan gusarnya, nona berbaju merah itu sama sekali
tidak menggubris pertanyaan dari Thi Eng khi, begitu serangannya
mengenai sasaran yang kosong, telapak tangan yang lain segera
melancarkan serangkaian serangan berantai.
Secara beruntun Thi Eng khi menghindarkan diri dari tiga buah
serangan lawan, ketika dilihatnya nona berbaju merah itu semakin
kalap tiada hentinya, lama kelamaan hawa amarahnya berkobar
juga, diam diam dia mengerahkan sian thian bu khek ji gi sin kang
untuk melindungi wajah lalu tanpa berkelit lagi dia sambut tamparan
tersebut, tujuannya ingin memberi pelajaran kepada sang nona
tersebut. Sudah barang tentu nona berbaju merah itu tidak menyangka
kalau Thi Eng khi ada niat untuk memberi pelajaran kepadanya,
melihat gerakan tubuhnya menjadi lambat sehingga terbuka sebuah
titik kelemahan, dengan cepat tubuhnya menerobos maju ke depan
sambil mengayunkan telapak tangannya berulang kali.
"Plaak, plaaak!" beberapa kali tamparan keras bersarang telak di
atas pipi Thi Eng khi, tapi dia segera merasakan telapak tangannya
seperti menghajar diatas baja yang amat keras, membuat telapak
tangannya tergetar keras dan akibatnya sakit bukan kepalang.
Akhirnya sambil menjerit kaget, bayangan merah tampak
berkelebat lewat dan tahu tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan mata. Walaupun Thi Eng khi berhasil memukul
mundur nona berbaju merah itu, akan tetapi dia sendiripun merasa
amat tak enak hatinya, sambil mencemplak kudanya dengan wajah
lesu pelan pelan melanjutkan kembali perjalanannya.
Ketika ia tiba di tepi bukit Huan keng san, tampaklah nona
berbaju merah itu telah muncul kembali diiringi seorang nenek yang
sudah berkeriput. Begitu menampakkan diri, nona berbaju merah itu
535 segera menuding ke arah Thi Eng khi dan berseru kepada si nenek
dengan manja. "Popo, keparat itulah orangnya, dia hendak menggunakan cara
yang licik untuk membohongi orang. Lihat, kuda Meh liong kou milik
engkoh Tiok pun telah dirampas olehnya!"
Nenek itu memang berangasan sekali orangnya, tanpa
menanyakan duduk persoalan lagi, dia segera membentak keras :
"Bocah keparat, kau berani mempermainkan nona kami" Aku
harus membacok tubuhmu hidup hidup!"
Sambil bergerak maju ke depan dia melepaskan serangannya
dengan jurus Tui bun kian san (mendorong pintu melihat bukit),
serangannya tertuju ke dada si anak muda itu.
Thi Eng khi segera berkerut kening :
"Hmm!"
Sambil mendengus dingin, kelima jari tangannya yang
dibentangkan seperti kaitan menyambar jalan darah Tay leng hiat
pada nadi pergelangan tangan si nenek dengan jurus Kim liong than
jiau (naga emas mementangkan cakar).
Nenek itu Nampak terkesiap, buru buru dia menarik kembali


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya sambil mundur lima langkah, kemudian sambil menatap
tajam wajah Thi Eng khi, tegurnya dengan nada dingin :
"Kau berasal dari perguruan Thian liong pay?"
Thi Eng khi tak ingin sembarangan melakukan kesalahan
terhadap orang yang tak dikenalnya, apalagi kedatangannya ke bukit
Huan keng san adalah untuk mencari orang. Mendengar perkataan
itu, buru buru dia membungkukkan badannya seraya menjawab :
"Aku adalah ciangbunjin angkatan sebelas dari Thian liong pay,
Thi Eng khi adanya!"
Nenek itu memandang sekejap kearah nona berbaju merah itu
dengan sorot mata sangsi, kemudian serunya :
"Nona Un, kau ....."
536 Nona berbaju merah itu segera mencibirkan bibirnya dengan
wajah tak senang hati.
"Popo, apa yang kau takuti" Apa sih hebatnya dengan Thian liong
pay" Hajar saja orang itu, pokoknya aku yang bertanggung jawab."
Mendadak nenek itu tertawa tergelak.
"Haaahhhh.... haaahhh.... haaahhhh...... nona Un, berani aku
untuk menghajarnya."
"Kalau memang berani, mengapa popo tidak segera turun
tangan?" kata si nona berbaju merah itu dengan nyaring.
Si nenek segera mendelik besar, ujarnya :
"Seandainya dia sahabat karib dari engkoh Tiok mu dan bila kita
hajar dia sekarang, bagaimanakah pertanggung jawabanmu
terhadap engkoh Tiok dikemudian hari?"
Nona berbaju merah itu menjadi tertegun lalu sambil berpaling
kearah Thi Eng khi, bentaknya :
"Eeeh.... apakah kenal dengan Hui cun siukay (sastrawan
penolong manusia) Seng Tiok sian?"
"Aku dan saudara Seng berkenalan secara kebetulan, karena
merasa cocok satu sama lain maka bersahabat, kuda Meh liong kou
ini adalah pinjaman darinya."
Tahu kalau Thi Eng khi adalah sahabatnya Seng Tiok sian, sikap
nona berbaju merah itu segera berubah seratus delapan puluh
derajatm dengan wajah berseri katanya kemudian:
"Kalau begitu, apakah dia menitipkan seekor kuda Meh liong kou
yang lain itu kepadamu untuk dihadiahkan kepadaku?"
"Kuda Meh liong kou yang lain adalah pemberian seorang kakek
berjubah kuning untukku!"
"Kau kenal dengan kakek berjubah kuning itu?" kembali nona
berbaju merah itu bertanya.
537 Thi Eng khi segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku sama sekali tidak kenal dengan dia orang tua."
"Kalau toh kalian tidak saling mengenal apa sebabnya dia
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadamu?" Tanya si
nona tersebut lebih jauh.
Thi Eng khi merasa alasan dari si kakek berjubah kuning ketika
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadanya tak bisa
dianggap sebagai suatu alasan yang bisa diterima dengan akal
sehat, terpaksa sambil tertawa getir katanya :
"Aku tak dapat menjawab pertanyaan dari nona itu."
Mendadak si nona berbaju merah itu berkerut kening, kemudian
dengan wajah dingin katanya :
"Omong kosong, aku sudah berapa tahun meminta kuda itu dari
dia orang tua, tapi dia orang tua selalu pelit dan tak sudi
memberikan kepadaku, masa sekarang tanpa sebab musabab dia
menghadiahkan kuda Meh liong kou tersebut kepadamu" Benar
benar sebuah lelucon yang tidak lucu....! Cepat katakan, siapakah
kau" Dan ada urusan apa datang ke bukit Huan keng san ini" Bila
kau berani bermain licik lagi, jangan salahkan kalau nona tak akan
sungkan sungkan kepadamu."
Menghadapi keadaan seperti ini, Thi Eng khi dibuat naik darah
juga, pikirnya kemudian :
"Sikap orang ini terhadap orang lain benar benar tak sungkan
sungkan." Baru saja dia akan mengumbar hawa amarahnya, mendadak
teringat kembali olehnya akan nasib Pek leng siancu So Bwe leng
yang terancam bahaya maut, apakah nona itu masih ada harapan
untuk hidup atau tidak, semuanya tergantung pada Giam lo heng
Kwik Keng thian yang dicarinya selama ini.
Berada dalam keadaan begini, dia merasa tidak seharusnya
mencari banyak urusan dengan orang lain. Berpikir demikian,
538 amarahnya segera mereda, kemudian sambil menahan gejolak
perasaannya, dia berkata :
"Aku datang kemari untuk memohon kepada si Pembenci raja
akhirat Kwik locianpwe agar dia suka menyembuhkan penyakit
seseorang, bila nona bersedia memberitahukan tempat tinggal Kwik
locianpwe kepadaku, aku akan merasa berterima kasih sekali."
Mendadak nona berbaju merah itu tertawa terpingkal pingkal
seperti menghadapi suatu kisah cerita yang menggelikan sekali.
"Haaahhh.... haahhhhh.... haaahhh..... kau hendak mencari si
Pembenci raja akhirat Kwik locianpwe" Popo, percayakah kau
dengan perkataan itu?"
Si nenek yang mendengar perkataan itu turut merasa geli
sehingga tertawa tergelak, menyusul kemudian sambil mengerutkan
wajahnya yang telah berkeriput, dia berkata :
"Dia orang tua tidak berada di bukit Huan keng san!"
Berada di bukit Huan keng san atau tidak adalah suatu persoalan,
paling tidak dari pembicaraan tersebut Thi Eng khi ingin mengetahui
apakah si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian masih berada di
dunia ini atau tidak, malah dari pembicaraan orang, tampaknya
mereka tahu akan tempat tinggal dari pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian, hal ini membuat pemuda tersebut menjadi girang sekali.
Buru buru dia menjura dengan hormat kepada nenek itu, lalu
pintanya dengan nada memelas :
"Popo, harap kau bermurah hati dengan memberitahukan tempat
tinggal dari Kwik locianpwe itu kepadaku, atas kebaikanmu itu,
boanpwe pasti akan merasa berterima kasih sekali."
Nenek itu menghela napas panjang.
"Aaai.... bukannya aku tak ingin memberitahukan kepadamu,"
katanya pelan, "tapi setiap orang yang kenal dengan dia orang tua,
tak nanti akan memberitahukan tempat tinggalnya kepadamu!"
"Mengapa?" Tanya Thi Eng khi dengan perasaan cemas.
539 "Itulah satu satunya permintaan yang dia orang tua pintakan
untuk menjaga hubungan persahabatan diantara kami semua,
siauhiap, tentunya kau tak akan menyalahkan diriku bukan?"
Walaupun masa Thi Eng khi terjun dalam dunia persilatan amat
pendek, namun dia cukup mengenal tentang watak aneh dari orangorang
persilatan serta sifat memegang janji yang selalu mereka
pegang teguh. Dia tahu bahwa nenek itu tak nanti akan memberitahukan alamat
dari si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian kepadanya, maka
diapun tidak terlalu memaksa sebaliknya menyusun rencana lain.
Rupanya dari pembicaraan si nenek tadi, ia mendapat kesan
bahwa si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian meskipun tidak
tinggal di bukit Huan keng san, paling tidak tempat tersebut tak jauh
letaknya dari sana.
Orang bilang : Tiada pekerjaan yang sulit di dunia ini, yang
penting adalah kemauan.
Tiba tiba timbul perasaan tinggi hati dalam benaknya , dia tidak
percaya kalau tabib sakti tersebut tak bisa ditemukan dengan
pencarian yang dilakukan sendiri. Maka setelah mengucapkan terima
kasih kepada nenek itu, dia membalikkan badannya siap pergi. Siapa
tahu nona berbaju merah itu segera menghadang jalan perginya
sambil berseru :
"Kau hendak mengundang dia orang tua untuk menyembuhkan
penyakit siapa?"
Thi Eng khi memang seorang yang pintar, mendengar dari nada
suaranya, dia lantas tahu kalau pertanyaan sinona itu ada maksud
tertentu, maka dia lantas mengisahkan bagaimana Pek leng siancu
So Bwe leng terluka dan tak mau menerima pengobatan dari lawan
...... Nona berbaju merah itu nampak terharu sekali, sehabis
mendengar kisah tersebut, airmatanya jatuh bercucuran membasahi
540 pipinya, kebinalan dan kekasarannya kontan lenyap tak berbekas,
mendadak ia memanggil lirih :
"Popo...."
Cepat cepat nenek itu melengos kearah lain tanpa menggubris
dirinya. Nona berbaju merah itu segera mendepak depakkan kakinya
keatas tanah, seperti sudah mengambil keputusan , tiba tiba serunya
: "Biar aku yang memberitahukan kepadamu!"
Nenek itu tampak terperanjat, buru buru serunya :
"Nona Un, kau lupa dengan janji kita kepada dia orang tua?"
"Enci dari keluarga So itu cukup mengenaskan sekali nasibnya,"
kata nona berbaju merah itu dengan sedih, "kita tak usah
mempersoalkan hal itu lagi, apalagi jika kita melihat si sakit tanpa
menolong, lantas apa gunanya membicarakan keadilan kek, soal
berkelana dalam dunia persilatan kek.... aku pikir sekalipun ayah
tahu, dia juga tak akan menyalahkan aku."
Ternyata nona berbaju merah itu hanya berkata dengan emosi
saja tanpa menyebut alamat dari si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian, kepalanya kemudian tertunduk seperti lagi termenung.
Thi Eng khi menarik napas panjang panjang untuk menahan
denyutan jantungnya yang serasa melompat keluar dari rongga
dadanya itu, dengan tenang dia berdiri di situ sambil menunggu
keputusan terakhir dari si nona.
Mendadak sekulum senyuman menghiasi wajah nona berbaju
merah itu, sambil bertepuk tangan serunya :
"Aaah, aku punya sebuah cara yang bagus, cara itu amat
sempurna dan tak akan merugikan kedua belah pihak, mari kita
bermain teka teki saja!"
Thi Eng khi tidak tahu teka teki apa yang hendak diucapkan
olehnya, saking kuatirnya tak bisa menebak sehingga
membengkalaikan urusan besar, dengan wajah tegang ia memasang
telinga baik baik.
541 Pelan pelan nona berbaju merah itu mengalihkan sorot matanya
keatas punggung si kuda hitam tanpa pelana itu, Thi Eng khi
mengira dia ingin mendapatkan kuda hitam tersebut, maka buru
buru serunya : "Jika nona suka dengan kuda hitam ini, bagaimana kalau
kuhadiahkan saja kepada nona?"
Nona berbaju merah itu segera tersenyum.
"Terima kasih atas maksud baikmu," katanya, "kuda itu toh
hadiah dari dia orang tua untukmu!"
Sewaktu mengucapkan kata "dia orang tua" sengaja aksennya
diperberat. Dasar memang cerdas, Thi Eng khi segera menyadari
sesuatu, buru buru dia menjura kepada nona berbaju merah itu
seraya berseru :
"Terima kasih banyak nona atas petunjukmu!"
Lupa menanyakan lagi dia lantas melompat naik ke atas kuda
hitam itu dan melarikannya menelusuri jalan semula. Dari arah
belakang sana, ia masih sempat mendengar nona berbaju merah itu
berseru nyaring :
"Bila berjumpa dengan engkoh Tiok, tolong sampaikan
kepadanya, mengapa sudah lama dia tak pulang ke bukit Huan keng
san?" Dengan kecepatan bagaikan hembusan angin, Thi Eng khi
melarikan kudanya kembali ke lembah dimana dia berjumpa dengan
kakek berjubah kuning itu, lalu kepada kuda hitam pemberian si
kakek berjubah kuning, serunya nyaring :
"Hayo jalan! Kembali ke tempat kediaman majikan tuamu!"
Kuda hitam itu segera meringkik panjang dengan melewati Thi
Eng khi segera berlarian lebih dulu dimuka. Thi Eng khi benar benar
merasa gembira sekali, diapun turut berpekik nyaring hingga
suaranya menggetarkan seluruh lembah.
542 Dua ekor kuda ditambah seorang pemuda segera berputar
kesana putar kemari setengah harian kemudian akhirnya mereka
menelusuri sebuah gua yang panjang beberapa li.
Ketika keluar dari gua itu, dihadapannya terbentang sebuah
kebun yang luas dengan bau bunga yang harum semerbak. Tanpa
terasa Thi Eng khi merasakan semangatnya berkobar kembali,
dengan cepatnya mereka melanjutkan perjalanan ke depan dan
akhirnya berhenti didepan sebuah rumah gubuk.
Thi Eng khi segera melompat turun dari kudanya, tapi tak berani
langsung masuk ke dalam. Dari depan pintu dia hanya berseru
dengan suara lantang :
"Boanpwe Thi Eng khi mohon berjumpa dengan Kwik locianpwe."
Suasana dalam ruangan itu sunyi senyap, tak kedengaran suara
jawaban, dua kali Thi Eng khi berseru lantang, namun tak
kedengaran juga suara sahutan. Terpaksa Thi Eng khi harus
mendorong pintu dan berjalan masuk ke dalam.
Pada ruangan pertama merupakan ruangan tamu, kursi dan meja
terbuat dari perabot yang sederhana, hanya lantainya bersih tanpa
debu sehingga menimbulkan perasaan segar bagi yang melihatnya.
Pada dinding sebelah kiri tergantung sebuah lukisan "Tong thian
san tong" pemandangannya indah dan juga menawan. Sedang di
sebelah kanan juga tergantung sebuah lukisan, itulah lukisan
pemandangan salju dari pelukis kenamaan pada ahala Lam song.
Kedua buah lukisan itu merupakan lukisan pelukis kenamaan, dari
sini membuktikan kalau orang tua itu merupakan seorang ahli seni
yang baik. Berhubung tuan rumah belum pulang, Thi Eng khi tak berani
memasuki kamar yang lain, maka dia menanti di ruang tamu sambil
menikmati hasil karya pelukis kenamaan tersebut. Lambat laun
suasana di depan rumah makin suram, malam telah menjelang tiba
membuat suasana dalam ruangan tamu pun semakin remang
remang. 543 Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi amat sempurna, dia
sudah memiliki kepandaian untuk melihat didalam kegelapan, tapi
berbicara tentang sopan santun dia tak ingin duduk seorang diri
dalam kegelapan seperti seorang pencuri, sebab bukan saja hal ini
tidak menunjukkan kejujuran, juga sedikit agak mencurigakan orang.
Keadaan semacam ini gampang sekali menimbulkan kecurigaan
serta sikap memandang rendah tuan rumah bila secara kebetulan
kembali kerumahnya. Maka dia mencari dulu disekeliling di ruangan
tamu itu, ketika tidak dijumpainya lentera, dia ragu untuk memasuki
ruangan kedua, terpaksa pemuda itu duduk menanti kembali
beberapa saat. Setengah jam kembali sudah lewat, tampaknya hari ini Si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tak mungkin akan segera
kembali. Dalam keadaan begini, mendadak Thi Eng khi mendapatkan


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suatu pikiran aneh, orang persilatan biasanya bebas tanpa mengikat
diri pada peraturan serta segala tetek bengek adat istiadat, malah
tindakannya ini justru mencerminkan kesempitan jiwanya.
Maka sambil menertawakan kebodohan sendiri, dia bangkit dan
berjalan masuk ke bilik sebelah kanan, tempat itu merupakan suatu
ruangan untuk bersemedi, kecuali sebuah pembaringan bambu
ditambah sebuah kasur untuk duduk, tiada lain yang terlihat.
Maka diapun memasuki ke dalam bilik lain, tempat itu merupakan
sebuah kamar baca. Meja tulis diletakkan dekat jendela bambu,
ternyata di depan meja terlihat sesosok tubuh manusia duduk di
sana. Dengan terkejut, Thi Eng khi mundur dua langkah sambil
menjerit tertahan :
"Siapa kau?"
Pada hakekatnya pertanyaan semacam itu tidak berguna, tak
heran kalau Thi Eng khi segera tertawa geli setelah mendengar
pernyataan mana diutarakan, kalau orang itu bukan Pembenci raja
akhirat Kwik Keng thian, siapa lagi dirinya"
544 Untung saja pihak lawan tidak bermaksud untuk
menertawakannya, dia cuma cukup membungkam diri dalam seribu
bahasa. Pelbagai rasa curiga segera berkecamuk dalam benak Thi
Eng khi, meski begitu ujarnya pula dengan hormat :
"Boanpwe Thi Eng khi telah memasuki ruangan locianpwe tanpa
permisi, untuk itu harap locianpwe sudi memaafkan!"
Belum ada juga sesuatu reaksi dari bayangan manusia tersebut.
Satu ingatan lantas melintas dalam benak Thi Eng khi, pikirnya
kemudian : "Jangan jangan dia bukan Kwik locianpwe?"
Dengan cepat dia melompat ke depan sambil menyambar bahu
bayangan hitam itu. Ternyata tangannya menyentuh sebuah badan
yang sudah dingin dan kaku, sewaktu kena tersentuh olehnya tadi,
tubuh itu segera roboh terjengkang ke samping.
Mimpipun Thi Eng khi tidak menyangka kalau bayangan hitam itu
adalah sesosok mayat, pertama karena dia tak siap, kedua iapun
belum berpengalaman menyentuh mayat, sekalipun ilmunya sangat
tinggi, tak urung anak muda itu mundur juga beberapa langkah
dengan perasaan amat terkejut.
"Blaaammm....!" mayat itu segera roboh terjengkang keatas
tanah dengan menimbulkan suara keras. Thi Eng khi merasa
terkesiap sekali oleh suara mayat yang roboh menyentuh tanah itu,
segera pikirnya lagi :
"Habis sudah, semuanya habis sudah... punah seluruh harapanku
kali ini!"
Semacam perasaan sedih dan kecewa membuat Thi Eng khi
merasakan pandangan matanya menjadi gelap dan tubuhnya
mundur lagi beberapa langkah dengan gontai. Akhirnya dia berusaha
keras untuk menenangkan hatinya, mula mula dicarinya sebuah
lentera kecil untuk membuat lampu, begitu cahaya api memancar
keempat penjuru seluruh ruangan menjadi terang benderang
bermandikan cahaya.
545 Mayat itu masih terbaring dibawah bayangan gelap dari meja
tulis..... Dengan memberanikan diri, Thi Eng khi menggeserkan cahaya
lentera itu ke depan sambil membalikkan mayat tadi.....
Tapi apa yang kemudian terlihat membuatnya segera
menghembuskan napas panjang, harapan yang semula sudah
punah, kini muncul kembali. Ternyata mayat itu bukanlah mayat dari
si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian. Dengan cepat Thi Eng
khi berhasil mendapatkan kembali ketenangan hatinya, sekali lagi dia
melakukan pemeriksaan yang seksama atas mayat serta seluruh isi
ruangan itu. Mayat itu mengenakan jubah panjang berwarna coklat, usianya
sudah lanjut dan sebilah anak panah sepanjang beberapa inci
menancap di atas punggungnya, ujung panah itu berwarna biru tua,
jelas mengandung racun yang amat keji.
Tak heran kalau kakek itu tak sempat menggerakkan tubuhnya
setelah terkena hantaman panah beracun itu hingga akhir hidupnya.
Diatas meja terletak sejilid kitab buku yang sedang terbalik pada
halaman tengah. Selain daripada itu, empat dinding penuh dengan
rak buku dengan pelbagai macam buku yang diatur secara rapi, jelas
terlihat kalau buku buku tadi tak pernah dijamah orang.
Dari sini dapat diketahui atas jalannya peristiwa hingga kematian
kakek itu. Sudah pasti kakek itu adalah seorang sahabat karib si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, suatu hari dia datang
berkunjung kesitu, tapi lantaran Kwik Keng thian tak ada di rumah
maka diambilnya sejilid buku untuk dibaca.
Siapa tahu pada saat itulah muncul seseorang yang membidikkan
sebuah panah beracun maka kakek itupun menemui ajalnya tanpa
diketahui oleh sang korban sendiri. Mungkin saja jalannya peristiwa
ini hampir mirip dengan apa yang diduga oleh Thi Eng khi, tapi kalau
dipikirkan lebih ke depan, penemuan beberapa hal yang
mencurigakan ini sulit rasanya untuk memperoleh penjelasan....
546 Seperti misalnya tujuan dari pembunuh itu sebetulnya kakek ini
yang diincar sebagai sasarannya" Ataukah si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian" Selain itu, kakek ini apakah seorang jago persilatan
pula" Kalau diapun seorang jago persilatan, hal ini menunjukkan
kalau pembunuh tersebut memiliki kepandaian silat yang amat lihay,
kalau tidak, mustahil dia bisa mendekati korbannya sedemikian
dekat tanpa diketahui oleh sang korban.
Selain itu, kemana perginya si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian" Apakah selama ini dia belum pernah pulang" Ataukah dia
telah melakukan pengejaran karena menemukan jejak musuh"
Satu malam suntuk Thi Eng khi duduk termenung disitu sambil
berusaha untuk memecahkan teka teki itu, namun akhirnya tidak
berhasil menemukan kesimpulan apa apa, sementara si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian juga tidak nampak muncul kembali di
rumahnya. Terpaksa pada keesokan harinya Thi Eng khi mengubur jenasah
kakek itu, disamping diapun bertekad untuk tinggal sementara waktu
disana hingga si pendendam raja akhirat Kwik keng thian balik
kembali kerumahnya.
Sabab hanya duduk sambil menanti baru merupakan cara yang
paling baik untuk menghadapi segala macam perubahan, kalau tidak
kendatipun dia musti menjelajahi seluruh kolong langit, belum tentu
orang yang dicari bisa ditemukan.
Hari pertama, Thi Eng khi berada dalam keadaan menganggur
sekali, ternyata si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tidak
kembali. Hari kedua, pemuda itu harus menunggu dengan perasaan
murung. Hari ketiga dilewatinya dalam kegelisahan. Hari keempat,
Thi Eng khi malah jauh lebih tenang karena pikirannya bertambah
dewasa, untuk membunuh waktu, dia mulai mengambil buku buku
milik si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian untuk dibaca,
ternyata orang yang ditunggu belum datang juga.
547 Kitab bacaan yang disimpan pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian dalam kamar bacaannya banyak sekali, sebenarnya Thi Eng khi
memang seorang anak sekolahan sebelum terjun ke arena
persilatan. Biasanya orang sekolahan gemar membaca buku, begitu
mendapat buku bacaan maka sebagian persoalan yang memenuhi
benaknya pun jadi terlupakan sama sekali.
Ternyata buku yang disimpan si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian terbagi menjadi tiga kelompok besar : ilmu sastra, ilmu
silat dan ilmu pertabiban. Thi Eng khi datang karena ingin
mendapatkan pertolongan , itulah sebabnya tanpa sadar ia menaruh
perhatian khusus terhadap kitab kitab ilmu pertabiban milik
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, maka dia
mengesampingkan kitab ilmu sastra dan ilmu silat dan
mengkhususkan diri membaca buku buku pertabiban.
Semenjak empat puluh tahun berselang, si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian sudah merupakan seorang tabib sakti nomor
wahid dikolong langit, kitab pertabiban yang disimpan boleh dibilang
semuanya merupakan kepandaian sakti yang langka sekali di dunia
ini. Thi Eng khi yang cerdik menjadi makin tertarik dengan pelajaran
baru tersebut, tak sampai belasan hari lamanya, bukan saja dia telah
menghafalkan seluruh isi kitab ilmu pertabiban yang dimiliki si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, malah semua kepandaian
tersebut telah diserapnya dan bisa dia manfaatkan.
Perlu diketahui ilmu pertabiban bukan hanya mengandalkan
dalam soal obat obatan saja, yang penting adalah mengetahui jenis
penyakit yang diderita sebelum mengetahui obat apa yang musti
diberikan. Dewasa ini, Thi Eng khi boleh dibilang sudah termasuk seorang
ahli pertabiban, hanya saja pengalaman belum ada, cuma dia
sendiripun tidak menyadari akan hal ini. Di samping itu, oleh karena
dia sudah memahami ilmu pertabiban, hal ini membuat dia
mengenal organ tubuh manusia, akibatnya dalam bidang ilmu silat
pun dia memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
548 Ketika semua kitab pertabiban dari si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian sudah selesai dibaca namun tuan rumah belum balik
juga, anak muda itu mulai gelisah. Maka untuk membunuh waktu,
dia mulai menyelidiki gejala penyakit yang diderita oleh Pek leng
siancu So Bwe leng.
Beberapa hari sudah lewat, akhirnya jerih payahnya itu
mendatangkan hasil juga terhadap penyakit yang diderita Pek leng
siancu So Bwe leng, ia berhasil mendapatkan suatu gambaran
tertentu serta cara pengobatannya.
Tak tahan lagi dia segera menggebrak meja sambil berseru :
"Aaah, betul! Begitulah caranya....."
Tapi dengan cepat wajahnya menjadi murung kembali, sambil
menghela napas gumamnya :
"Tapi kemanakah aku harus pergi mencari Si toan kim khong?"
Sementara dia masih belum sadar, mendadak terdengar
seseorang membentak dengan suara parau :
"Siapa yang berani memasuki kamar baca lohu" Kau ....."
Belum habis perkataan itu diucapkan, terdengar seseorang
terjatuh ke atas tanah dengan menimbulkan suara keras. Pada
waktu itu, perhatian Thi Eng khi sedang terpusat kedalam satu
persoalan, maka dia tidak merasa kalau ada orang mendekatinya,
bahkan apa yang diucapkan orang itupun tidak terdengar olehnya.
Dari sini dapat diketahui betapa kuatir serta besar perhatian Thi
Eng khi terhadap penyakit yang diderita Pek leng siancu So Bwe
leng....... Menanti orang itu jatuh ke tanah, Thi Eng khi baru tersentak
kaget dan melompat bangun, segera bentaknya :
"Siapa di situ?"
Dia membalikkan badannya sambil menengok, menyusul
kemudian sambil berseru tertahan, tegurnya :
549 "Mengapa dengan kau orang tua?"
Ternyata orang yang roboh keatas tanah itu adalah si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian, hanya saja waktu itu dia
sudah menderita luka yang cukup parah sehingga keadaannya
sangat menguatirkan.
Buru buru Thi Eng khi menghampiri si kakek itu dan
membaringkannya keatas ranjang, lalu dengan bekal apa yang
dibacanya selama ini, dia mulai memberikan pengobatan. Ketika jari
tangan Thi Eng khi menyentuh diatas urat nadi Si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian, saking kagetnya sampai untuk beberapa
saat lamanya pemuda itu membungkam terbengong.
Ternyata di dunia ini bisa terjadi suatu peristiwa yang begitu
kebetulan, luka yang diderita si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian sekarang ternyata persis seperti luka yang diderita oleh Pek
leng siancu So Bwe leng. Berada dalam keadaan seperti ini, kecuali
menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir, Thi Eng khi tak
sanggup berbuat banyak.
Bagaimanapun juga, tenaga dalam yang dimiliki si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian memang amat sempurna, walaupun
luka yang dideritanya sama seperti yang dialami oleh Pek leng siancu
So Bwe leng, akan tetapi dia masih sanggup menahan diri dan
bertahan dengan mengandalkan tenaga murninya.
Lebih kurang setengah sepertanak nasi kemudian, pelan pelan si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tersadar kembali dari
pingsannya, bahkan dengan suara yang lirih dia perintahkan kepada
Thi Eng khi agar mengambil sebotol obat dari kolong ranjang dan
sebungkus jarum dari laci meja tulis.
Mula mula dia menyuruh Thi Eng khi mempergunakan jarum
perak yang paling kecil untuk menusuk jari dari kesepuluh jari
tangannya, kemudian diapun menyuruh anak muda itu untuk
menusuk jalan darah Hap kok hiat, Kit ham hiat, Thian keng hiat,
Ciong bun hiat, Im tok hiat, Im lian hiat, Tiong hu hiat, Hee kwan
hiat, Tong thian hiat, Hong ti hiat, Kwan goan hiat, Mia bun hiat,
550 Thian ti hiat, Khek swan hiat, serta Sau hay hiat lima belas buah
jalan darah. Untung saja selama belasan hari ini Thi Eng khi mempelajari ilmu
pertabiban dengan tekun, ditambah lagi petunjuk dari si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian sekarang, tusukan jarumnya bisa
dilakukan dengan tepat dan mantap, tak ada bedanya dengan
seorang ahli, hal ini membuat pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian diam diam merasa terkejut bercampur keheranan.
Setelah tusuk jarum, dia baru menitahkan kepada Thi Eng khi
untuk mengeluarkan sembilan butir obat dan memasukkan ke dalam
mulutnya .... Kemudian dia pun menyuruh anak muda itu untuk mengerahkan
tenaga dalamnya membantu dia. Tatkala tenaga dalam yang
dipancarkan Thi Eng khi masuk kedalam tubuh Kwik Keng thian,
dengan cepat pemuda itu dibikin kaget bercampur keheranan.
Ternyata peredaran darah di dalam tubuh si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian sekarang bukan saja sudah berjalan lancar
kembali, bahkan reaksi yang timbul sama sekali berbeda dengan
keadaan yang diderita Pek leng siancu So Bwe leng, seakan akan dia
sudah sembuh sama sekali.
Menyaksikan hasil tersebut, sekali lagi Thi Eng khi mengulangi
kembali seluruh pelajaran ilmu pertabiban yang telah dihapalkannya
selama ini, akan tetapi hasilnya dia tetap tidak berhasil menemukan
alasannya, hal ini membuat anak muda itu semakin tertarik untuk
menyelidiki keadaan dari So Bwe leng.
Mendadak timbul satu ingatan dalam benaknya, jika si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian yang menderita penyakit
yang sama bisa membaik setelah diberikan pertolongan dengan cara
itu, mengapa cara tadi tidak diterapkan pula pada diri Pek leng
siancu So Bwe leng"
Tentu saja pada saat itu, dia tak berani mengusik ketenangan
Kwik Keng thian dengan persoalan pribadinya sehingga mengganggu
551 hasil latihan tabib sakti itu. Tak sampai sepertanak nasi kemudian, si


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendendam raja akhirat Kwik Keng thia telah menyelesaikan
semedinya dan duduk seperti orang biasa.
Hal ini membuat Thi Eng khi menjadi terkejut bercampur
keheranan sehingga untuk beberapa saat dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun jua....
Dengan termangu mangu si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian mengawasi pula wajah Thi Eng khi setengah harian kemudian
ia baru menghela napas panjang sambil berkata :
"Aaai.... lohu tersohor sebagai tabib sakti nomor wahid di kolong
langit, sungguh tak disangka selembar nyawa sendiri harus ditolong
kembali dengan mengandalkan bantuan orang lain!"
Menyusul kemudian dia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak.
"Haahhh..... haaahhh.... haaahhhh..... menggelikan, benar benar
menggelikan, masa seorang tabib sakti nomor wahid di kolong langit
musti minta bantuan orang lain, peristiwa ini betul betul suatu
lelucon yang amat besar!"
Thi Eng khi kuatir kalau gelak tertawa itu akan mempengaruhi
keadaan lukanya, tak tahan dia lantas menghibur sambil katanya :
"Locianpwe, yang penting adalah kesehatan badanmu, janganlah
kelewat emosi!"
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera mengayunkan
telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan yang menembusi
dinding rumah dan mematahkan sebatang pohon di luar halaman
sana, kemudian sekali lagi dia tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... kau anggap lohu bakal
mampus?" Pohon itu besarnya beberapa depa tapi hanya termakan sekali
pukulan saja sudah patah menjadi dua, kesempurnaan tenaga dalam
seperti ini hakekatnya jarang sekali dijumpai didunia ini, tapi
552 kenyataannya sekarang tenaga dalam sesempurna itu diperlihatkan
oleh seorang kakek yang sedang terluka parah, hal ini kontan saja
membuat Thi Eng khi terbungkam dalam seribu bahasa.
Kalau sedang terluka saja tenaga dalam yang dimiliki si
pendendam raja akhirat Kwik Keng thian sudah begitu lihaynya,
apalagi jika dia sedang berada dalam keadaan sehat, kepandaiannya
benar benar tak terlukiskan dengan kata kata.
Sementara Thi Eng khi masih termenung dengan pelbagai
pikiran, mendadak pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
menghentikan gelak tertawanya, kemudian sambil menggelengkan
kepalanya berkata :
"Jika tiada Si toan kim khong lohu pun tak mungkin bisa hidup
lebih jauh!"
Sebentar mengatakan tak bakal mati sebentar lagi mengatakan
tak bisa hidup, pernyataan yang simpang siur ini segera membuat
Thi Eng khi menjadi tertegun sehingga tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Pelan pelan paras muka si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian berubah menjadi amat serius sekali, kemudian terdengar ia
berkata : "Sejak lohu pura pura mati dan mengasingkan diri di sini, belum
pernah kumohon bantuan dari seseorang, sekarang kita
kesampingkan dulu secara bagaimana sauhiap bisa menemukan
tempat tinggal lohu ini, kalau dilihat dari kesabaran sauhiap
menunggu kedatangan, dapat diketahui jika sauhiap mempunyai
persoalan penting yang hendak dirundingkan dengan lohu, nah bila
sauhiap ada persoalan, katakan saja, waktu yang tersedia tidak
banyak, sebentar lohu harus pergi lagi."
Seandainya Thi Eng khi adalah seorang yang egois, terlalu
mementingkan kepentingan sendiri, dia pasti mengutarakan
persoalannya kemudian buru buru berangkat pulang untuk
menyembuhkan luka yang diderita oleh Pek leng siancu So Bwe leng.
553 Akan tetapi, dia bukan seorang manusia macam begitu, benar
mati hidup So Bwe leng menempati posisi yang penting dalam
hatinya, namun setelah menyaksikan gerak gerik si pendendam raja
akhirat Kwik Keng thian yang serba aneh, timbul jiwa pendekarnya
untuk memberi pertolongan .
Sekarang dia sudah tidak memikirkan kepentingan dirinya lagi,
melainkan berpikir demi kepentingan tabib sakti itu. Demikianlah,
dengan penuh rasa kuatir dia lantas berkata :
"Locianpwe, kau ada persoalana apa yang hendak diselesaikan"
Harap kau suka menyampaikannya kepada boanpwe, agar aku yang
melakukan bagimu, sedang mengenai persoalan boanpwe, biar nanti
saja baru kumohon petunjuk locianpwe."
Mencorong sinar tajam dari balik mata si pendendam raja akhirat
Kwik Keng thian :
"Lohu pergi hendak mencari mati, apakah kau dapat
mewakilinya" Ada persoalan apakah yang hendak kau utarakan,
cepat kau katakan, daripada menghalang halangi perjalanan lohu
saja." Mendengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian hendak
pergi mencari mati, dengan cepat Thi Eng khi menghadang di depan
pintu dengan wajah gelisah, serunya :
"Locianpwe adalah seorang yang mulia dan berilmu tinggi,
sekalipun kau dilukai orang, tidak seharusnya kalau mempunyai
pikiran pendek. Orang bilang selama gunung nan hijau, tak akan
kuatir kehabisan kayu bakar, harap locianpwe suka berpikir tiga kali
sebelum bertindak!"
Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tertawa getir :
"Thi sauhiap, apakah kau mengira aku sudah putus asa dan
bermaksud untuk membunuh diri?" serunya.
Thi Eng khi memang tak dapat meraba jalan pikiran tabib sakti
nomor wahid di kolong langit ini, dia mengira pandangannya keliru,
maka sambil tertawa rikuh katanya :
554 "Boanpwe benar benar tidak mengerti apa yang locianpwe
maksudkan ....."
Tampaknya si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian juga
sudah tahu kalau Thi Eng khi adalah seorang pemuda yang keras
kepala, jika persoalannya tidak dijelaskan, mustahil dia dapat
meninggalkan rumah itu. Kalau menerjang dengan kekerasan bukan
saja hal ini akan menurunkan derajatnya, lagipula terhadap daya
tahan tubuhnya akan merupakan suatu kerugian besar. Karena itu
dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia mesti bertanya dengan
terus terang. "Thi sauhiap, tahukah kau luka apakah yang lohu derita?"
Tanpa ragu-ragu Thi Eng khi segera bertanya :
"Apakah locianpwe telah dipukul oleh Huan im sin ang dengan
ilmu Jit sat hian cin khinya yang telah menyusup ke dalam jantung?"
Selintas rasa tercengang segera menghiasi wajah si pendendam
raja akhirat Kwik Keng thian, tanya kemudian :
"Apakah Thi sauhiap mengerti cara pengobatannya?"
Thi Eng khi berpikir sebentar, lalu sahutnya :
"Menurut apa yang boanpwe ketahui kecuali menggunakan tusuk
jarum, hanya si toan kim khong saja yang ada harapan untuk
menyembuhkan penyakit tersebut."
Tak tahan si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian segera
berseru tertahan, jelas dia merasa kaget bercampur tercengang atas
luasnya pengetahuan Thi Eng khi dalam ilmu pertabiban.
Tapi dengan cepat dia bertanya kembali :
"Sauhiap, tahukah kau Si toan kim khong itu hanya bisa
ditemukan dimana?"
"Justru persoalan inilah yang hendak boanpwe tanyakan kepada
locianpwe, dimanakah Si toan kim khong itu baru bisa ditemukan?"
jawab Thi Eng khi dengan wajah tegang.
555 Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thia salah mengartikan
maksud dari Thi Eng khi itu, dia mengira anak muda tersebut hendak
mencari Si toan kim khong untuk menyembuhkan lukanya. Dengan
ucapan rasa terima kasih segera serunya :
"Terima kasih banyak atas maksud baik sauhiap, paling banter
lohu hanya bisa hidup selama sepuluh hari lagi, sekalipun sauhiap
memiliki Si toan kim khong juga tak sempat untuk dipakai menolong
selembar nyawa lohu."
Mendadak Thi Eng khi teringat kalau dia hampir sebulan lamanya
berada disini, kalau si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian saja
hanya bisa bertahan selama sepuluh hari, bukanlah hal ini berarti
Pek leng siancu So Bwe leng sudah lama meninggal dunia" Berpikir
sampai disitu, paras mukanya segera berubah dan hatinya mulai tak
tenang. Jilid 17 Terdengar si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian menghela
napas panjang, lalu katanya :
"Usia lohu sudah mencapai seratus sembilan tahun, kehidupan
yang kelewat lama kadangkala justru menjemukan, tapi lohu tidak
rela kalau disuruh mati karena terkena sergapan orang secara licik.
Oleh karena itu, buru buru aku berangkat pulang ke rumah, aku
ingin menggunakan segenap pengetahuanku tentang ilmu
pertabiban serta ilmu tusuk jarum untuk menambah kekuatanku,
kemudian dengan mengandalkan sisa kekuatan yang kumiliki akan
kucari penyergap itu guna membuat perhitungan sekalian
melenyapkan bencana dari dunia persilatan, siapa tahu luka tersebut
kambuh kelewat cepat, seandainya tidak berjumpa dengan sauhiap,
maka usahaku selama ini akan sia sia belaka."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan kembali :
"Ilmu Kim ciam kok hiat gi kang ci hoat (ilmu tusukan jarum
emas menghimpun tenaga) telah membuat sisa tenaga murni
terakhir yang lohu miliki terpancar keluar walaupun untuk sementara
waktu aku tak bakal mati bahkan tenaga dalam ku berlipat ganda,
tapi selewatnya sepuluh hari aku akan kehabisan tenaga ibaratnya
556 lentera yang kehabisan minyak, dan saat itulah merupakan saat bagi
lohu untuk meninggalkan dunia yang fana ini."
Sekarang Thi Eng khi baru mengerti apa sebabnya secara tiba
tiba semangat si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian bisa
berkobar dengan hebatnya, meski begitu ada satu hal yang masih
membingungkan hatinya maka tak tahan dia lantas bertanya :
"Locianpwe, andaikata kau tidak mempergunakan ilmu Kim ciam
kok hiat gi kang ci hoat, maka kau bisa ....."
Meskipun perkataan itu tidak dilanjutkan, namun apa maksudnya
sudah cukup jelas.
Dengan cepat tabib sakti itu menjawab :
"Itu berarti aku masih harus menderita selama seratus hari
lamanya, sauhiap menurut pendapatmu cara kematian macam
apakah yang paling baik....?"
Mengetahui kalau luka tersebut masih dapat bertahan seratus
hari lamanya Thi Eng khi merasa agak lega juga untuk keselamatan
So Bwe leng tapi bila teringat kalau tenaga dalam serta kondisi
badan So Bwe leng tidak seprima keadaan dari Kwik Keng thian, dia
mulai meragukan lagi waktu yang seratus hari itu.
Namun kekuatiran tersebut hanya berlangsung sebentar saja,
karena dengan cepat dia telah melimpahkan segenap harapannya
pada kakek yang berada di hadapannya sekarang. Maka dengan
cepat dia memusatkan perhatiannya untuk berpikir bagaimana
caranya menjawab pertanyaan terakhir dari Kwik Keng thian itu.
Dengan kening berkerut katanya kemudian :
"Menurut pendapat boanpwe, keputusan locianpwe untuk beradu
jiwa dengan gembong iblis itu dalam waktu sepuluh hari bukanlah
suatu cara yang tepat!"
Mendengar jawaban tersebut, si pendendam raja akhirat Kwik
Keng thian menjadi tertegun.
"Sauhiap, jelaskan perkataanmu itu!"
557 "Tahukah locianpwe, keparat manakah yang telah melukai dirimu
itu .....?"
"Agaknya sauhiap telah menyinggung tadi, dia adalah Huan im
sin ang hanya saja lohu kurang jelas manusia macam apakah Huan
im sin ang tersebut."
Dengan mempergunakan kesempatan itu, Thi Eng khi lantas
menerangkan garis besar tentang gembong iblis itu, akhirnya dia
menambahkan lagi :
"Selain berhati keji dan banyak akal muslihatnya, gembong iblis
tua itupun pandai sekali ilmu menyaru muka, jangan toh batas
waktu sepuluh hari amat singkat sehingga harapan locianpwe untuk
menemukan dirinya amat minim, sekalipun bisa berhadapan muka
dengannya juga belum tentu bisa membedakan asli atau tidaknya
orang itu, tolong tanya cianpwe, bila berada dalam keadaan seperti
ini bagaimanakah cara locianpwe untuk bertarung melawannya, bila
sepuluh hari sudah lewat dan locianpwe tidak berhasil menemukan
sasarannya, kau akan mati sambil menanggung dendam, aah,
kematian semacam itu benar benar suatu kematian yang sama sekali
tidak berharga!"
Berubah juga muka si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian
setelah mendengar perkataan itu, sambil menghela napas katanya
kemudian : "Aaai, kalau begitu lagi-lagi lohu salah berpikir, lantas bagaimana
baiknya sekarang?"
"Harap locianpwe memberitahukan kepadaku dimanakah Si toan
kim khong itu bisa didapatkan, dengan kuda hitam pemberian
locianpwe, siapa tahu kalau dalam sepuluh hari mendatang boanpwe
dapat kembali kemari?"
Setelah berhenti sebentar, diapun mengemukakan pula maksud
hati sendiri. "Selain itu, boanpwe sendiri juga membutuhkan Si toan kim
khong tersebut untuk menyembuhkan luka seorang gadis, jadi
558 tindakan boanpwe ini boleh dibilang sekali tepuk dua lalat, harap
locianpwe jangan memikirkannya di dalam hati."
"Ooh... kalau begitu sauhiap datang mencari lohu karena hendak
menolong gadis itu" Tapi heran .... sejak lohu pura pura mati dan
mengasingkan diri di sini, jarang sekali ada yang mengetahui kalau
lohu masih hidup, kenapa kau bisa menemukan tempat ini?"
Thi Eng khi segera menceritakan kembali bagaimana Pek leng
siancu So Bwe leng terluka dan bagaimana ketua Kay pang si
pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po memberi petunjuk
kepadanya agar pergi ke bukit Huan keng san.....
Padahal si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po sendiri
tidak tahu kalau si pendendam raja akhirat belum mati dan tinggal
disitu. Ia bisa berkata demikian karena ia pernah mendengar kalau
tabib sakti itu berasal dari wilayah sekitar sana, itulah sebabnya dia
lantas menyebutkan nama bukit Huan keng san. Siapa sangka
petunjuk yang mengawur itu ternyata secara kebetulan
menunjukkan tempat yang benar.
"Aah betul!" seru pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tiba
tiba," sudah pasti budak dari keluarga Ting menyaksikan kuda hitam
milik engkoh tioknya berada bersamamu maka dia lantas
membocorkan rahasia lohu, betul betul kurang ajar!"
Tampaknya dia menjadi marah, tapi kemudian gumamnya


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali : "Tapi .... budak yang cerewet itupun tidak mengetahui alamatku
yang pasti!"
Sambil tertawa Thi Eng khi lantas berkata :
"Padahal locianpwe sendiri yang memberi petunjuk kepada
boanpwe, harap kau jangan salahkan nona dari keluarga Ting."
"Apa maksud perkataan itu?" seru Kwik Keng thian agak
tertegun. 559 "Bukankah locianpwe telah menghadiahkan seekor kuda berbulu
hitam buat boanpwe."
Mendengar perkataan itu, si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhhh.... haahhhh.... haaahhh..... rupanya binatang itu yang
menghantar sauhiap sampai kesini, betul betul takdir namanya .....
Yaa, coba kalau aku tidak menghadiahkan kuda itu kepadamu,
bagaimana mungkin aku bisa berjumpa dengan sauhiap hari ini, dan
mana mungkin kau bisa menyelamatkan jiwa lohu?"
Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata :
"Tentunya sauhiap sudah berapa hari tinggal disini bukan"
Mengapa kau begitu sabar menunggu hingga hari ini?"
"Sejak boanpwe mendapat hadiah kuda hitam dari locianpwe, aku
telah balik kemari tetapi berhubung locianpwe belum juga kembali
maka untuk membunuh waktu, aku telah membaca buku pertabiban
milik locianpwe yang berada di rak buku itu."
"Dulu kau pernah belajar ilmu pertabiban dari siapa?"
"Dulu boanpwe belum pernah belajar ilmu pertabiban,
pengetahuan ilmu pertabiban yang boanpwe miliki sekarang berasal
dari kitab bacaan milik locianpwe."
Mendengar perkataan itu, Si pendendam raja akhirat Kwik Keng
thian tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh..... haaahhhh..... haaahhhhh.... pengetahuan ilmu
pertabiban" Kau maksudkan pengetahuan" Di kolong langit dewasa
ini mungkin tak akan dijumpai orang ketiga yang memiliki
pengetahuan tersebut."
Kejut dan girang Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian :
"Apakah boanpwe telah ......"
560 Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian tidak mempedulikan
ucapan dari anak muda itu lagi, terdengar ia bertanya :
"Apakah sauhiap telah hapal dengan semua ilmu pertabiban yang
lohu miliki?"
Bukan saja Thi Eng khi sudah hapal dengan semua ilmu
pertabiban tersebut, bahkan sudah memahaminya pula. Meski
begitu, dimulut dia tetap merendah :
"Ya, kalau dipaksakan memang boanpwe sudah hapal semua."
Rasa kaget bercampur kagum segera menghiasi wajah Kwik Keng
thian, dengan sorot mata yang memancarkan cahaya aneh, katanya
: "Bagian obat obatan merupakan bagian yang paling susah untuk
dihapalkan, satu satunya murid lohu Seng Tiok sian sudah terhitung
manusia pintar yang berbakat dalam pandangan lohu, tapi untuk
mempelajari kitab pengobatan itu, dia membutuhkan waktu selama
setahun sebelum berhasil menguasainya, sedang sekarang sauhiap
cuma membutuhkan waktu belasan hari saja sudah dapat hapal,
kalau bukan menyaksikan dengan mata kepala sendiri, sampai
robekpun mulut orang untuk membicarakan soal ini, lohu pasti tak
akan percaya. Aaai..... dari sini dapat diketahui kalau kemampuan
sauhiap masih sepuluh kali lipat lebih hebat daripada muridku."
Sekarang Thi Eng khi baru tahu kalau Seng Tiok sian adalah
murid dari kakek ini, andaikata dia tahu akan hal itu, mungkin tak
nanti ada penemuan aneh yang bakal dialaminya seperti sekarang
ini. Agak rikuh juga Thi Eng khi mendengar pujian orang, buru buru
serunya merendah :
"Saudara Tiok sian gagah perkasa dan pandai, dia adalah naga
diantara manusia, mana mungkin boanpwe dapat menandinginya."
"Jika kau tak mampu melebihi muridku mengapa lohu hadiahkan
kuda berbulu hitam itu kepadamu?"
Kedua orang itu segera saling berpandangan sekejap, lalu
tertawa terbahak bahak.
561 Saat itulah si Pendendam raja akhirat Kwik Keng thian baru
menerangkan kalau "Si toan kim khong" merupakan benda mestika
milik Sim ji sinni di bukit Bu gi san.
Dari Oulam menuju ke Bu gi san mencapai dua ribu li perjalanan,
itu berarti bolak balik mencapai empat ribu li sekalipun ada kuda
hitam yang bisa berlari cepat mustahil dalam sepuluh hari saja bisa
balik kembali ke situ. Mengetahui keadaan tersebut, Thi Eng khi
menjadi terbungkam dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Sebaliknya Si pendendam raja akhirat Kwik Keng thian berlagak
seakan akan tidak melihat, sambil tersenyum dia lantas menyuruh
anak muda itu berangkat. Thi Eng khi segera mempersiapkan kuda
hitam pemberian dari Kwik Keng thian itu, baru akan berangkat,
kakek itu memanggilnya lalu sambil menyerahkan sejilid kitab
berwarna kuning, dia berkata :
"Kitab Ih keng ini merupakan kepandaian terakhir yang lohu
miliki, dengan kecerdasan dari sauhiap sudah pasti kau dapat
menguasai kepandaian itu secara sempurna, silahkan sauhiap terima
untuk mempelajari."
Mendengar itu, Thi Eng Khi lantas berpikir :
"Kitab ini merupakan hasil karya dari segenap kepandaian yang
dimilikinya, ilmu tersebut lebih pantas kalau diwariskan kepada
muridnya, sedang aku bukan sanak bukan keluarga dengannya,
masa kitab tersebut mesti kuterima?"
Berpikir demikian, dia lantas mengambil suatu keputusan dalam
hatinya, bila berjumpa dengan Seng Tiok sian dikemudian hari maka
kitab tersebut akan dikembalikan kepadanya. Itulah sebabnya tanpa
banyak berbicara lagi, dia segera menerima pemberian kitab itu.
Kemudian setelah menghibur Kwik Keng thian dengan beberapa
patah kata, ia segera berangkat meninggalkan tempat itu.
Thi Eng khi berangkat terlalu tergesa gesa, bukan saja dia tak
bertanya jelas kisah Kwik Keng thian hingga menderita luka, bahkan
562 diapun lupa memberitahukan kepadanya bahwa ia telah menemukan
sesosok mayat orang tua dan membiarkan panah pendek beracun
itu tetap diatas meja baca.
Keteledorannya itu entah bakal menimbulkan beberapa banyak
kesulitan lagi baginya dikemudian hari"
Bu gi san terletak di propinsi Hok kian di sebelah selatan
keresidenan Tiong san pegunungan itu memanjang beratus ratus li
dengan puncak Sam yang hong sebagai puncak tertinggi.
Diatas puncak itulah terdapat sebuah kuil yang bernama Sam Sim
an. Ketua kuilnya tak lain adalah Sim ji sinni, nikou nomor wahid di
kolong langit. Kalau dulu didalam kuil itu hanya berdiam dua orang
saja, kecuali Sim ji sinni hanya ada seorang nyonya tua yang
bertubuh tinggi besar dan berambut putih. Maka sekarang dari dua
menjadi tiga, sebab disitu telah bertambah lagi dengan nona Ciu Tin
tin. Hari kedua setelah Sim ji sinni membawa pulang Ciu Tin tin,
secara resmi, dia telah menerima gadis itu sebagai muridnya.
Setelah mempunyai ahli waris, tak terlukiskan lagi rasa gembira Sim
ji sinni, tapi yang membuat Ciu Tin tin tidak habis pikir adalah
kegembiraan si nenek berambut putih yang beberapa kali lipat
melebihi Sim ji sinni.
Di samping itu, ada satu hal lagi yang tidak dipahami Ciu Tin tin
yakni hubungan antara nenek berambut putih itu dengan Sim ji
sinni. Terhadap nikou tersebut, sikap nenek berambut putih itu luar
biasa hormatnya, sedangkan Sim ji sinni juga amat menaruh hormat
kepada si nenek, hal ini membuat hubungan mereka bagaikan ibu
dan anak, seperti juga hubungan majikan dengan pembantu ....
Ciu Tin tin mendapat perintah untuk memanggil nenek berambut
putih itu sebagai Bu nay nay (nenek Bu), oleh karena itu dia hanya
tahu kalau nenek itu she Bu, tapi kecuali itu dia tidak tahu apa apa
..... 563 Ada kalanya diapun menanyakan hal ini kepada mereka, namun
tiada sesuatu hasil pun yang diperoleh.
Sim ji sinni pernah makan buah Tiang kim ko maka ia nampak
amat muda sekali sehingga mirip adiknya Ciu Tin tin. Buah Tiang kim
ko adalah buah yang dihasilkan oleh Si toan kim khong setiap
seratus tahun, konon belakangan ini kembali ada sebiji buah yang
sudah hampir masak.
Dari sini dapat diketahui kalau Sim ji sinni makan buah Tiang kim
ko tersebut pada seratus tahun berselang atau dengan perkataan
lain, usianya sekarang sekitar seratus sepuluh sampai seratus dua
puluh tahunan. Menurut rencana dari kedua orang cianpwe itu, buah Tiang kim
ko yang hampir masak itu akan diberikan untuk Ciu Tin tin. Padahal
semenjak tiba di bukit Bu gi san, Ciu Tin tin sudah makan banyak
ragam obat mustajab, meski hanya dalam waktu bulan saja, namun
kemajuan tenaga dalam yang diraihnya sudah tak terlukiskan
dengan kata kata, itulah sebabnya dia tidak terlalu memperdulikan
soal buah Tiang kim ko tersebut.
Sekarang satu satunya persoalan yang menjadi beban dalam
pikirannya adalah sikap adik Eng kepadanya, dia mempunyai alasan
untuk mendendam kepadanya, namun rasa benci itu tak dapat
mengalahkan rasa cintanya yang tebal, hingga saat itu dia berdiri
melamun dibalik kabut sambil membayangkan kekasihnya itu.
Tampaknya dia sudah begitu kesemsem sehingga lupa daratan.
Mendadak Bu nay nay melompat keluar dari balik kuil dan melompat
ke belakang tubuh Ciu Tin tin, kemudian sambil mementangkan
kelima jari tangannya mencengkeram bahu kanan gadis itu.
Serangan dari Bu naynay dilakukan secepat kilat dan tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, tampaknya cengkeraman itu segera
akan bersarang diatas bahu gadis itu.....
Mendadak Ciu Tin tin mir
Pendekar Sadis 1 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 27
^