Rahasia Ciok Kwan Im 6

Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Bagian 6


dikejar-kejar perempuan, maka dia menyaru
seorang yang bermuka buruk menakutkan?" berpikir sampai di sini, tak
urung dia tertawa geli sendiri.
Tapi urusan sedikitpun tidak mengerikan, Coh Liu hiang pasti sedang
menghadapi mara bahaya, kalau tidak apa perlunya dia menyamar dan ganti
rupa, apa lagi setelah menyamar, jejaknya lantas menghilang dan tiada
beritanya. Oh Thi hoa mengerut kening, dia dorong batu ini, sedikitpun tak
bergeming tapi dia tidak putus asa, kembali dia mendorong ke batu-batu
lain di sekitarnya, suatu ketika ia berhasil angkat sebuah batu, pasir di
bawah batu amat empuk dan longgar sehingga dia mengeduk dengan
jarinya, tak lama kemudian berhasil dikeduknya keluar sebuah bungkusan
besar yang membuatnya amat bergirang dan kejut sekali.
Didalam buntalan ini terdapat sebuah handuk ada diukir satu huruf "Ki",
botol kecil terbuat dari kayu, waktu dia buka tutupnya terenduslah bau
harum yang merangsang hidung "Maling Romantis meninggalkan bau harum
ditengah malam "Coh Liu hiang biasanya memang selalu membawa bahanbahan
wangi seperti ini.
Kecuali itu masih ada sebutir mutiara hitam sepasang Boan koan pit,
sebungkus mas dan berlian, serenteng kunci, sebuah pipa rokok yang
terbuat dari batu pualam, sebatang pisau perak. Kan lebih aneh lagi
didalam bungkusan ini terdapat pula sepatu perempuan peranti tidur
berwarna merah jingga yang bersulam sepasang teratai, sebuah kutang
"BH" warna merah lombok yang tersulam masing-masing sekuntum
kembang seruni pada kanan kirinya.
Oh Thi hoa tersenyum geli. "Botol kayu kecil mutiara hitam dan handuk ini
sudah tentu adalah milik Ulat busuk, tapi huruf "Ki" yang tersulam di
ujungnya ini siapa" Mungkin". mungkinkah nama kecil dari tuan putri yang
romantis itu".Ha! Ulat busuk memang pintar dan lihai dengan sedikit
permainan pat-gu-li-pat, dengan mudah dia sudah mendapatkan barang
tanda matanya."
Sepasang Boan koan pit itu berkilauan ditimpah sinar api, sepasang potlot
baja ini bukan saja jauh lebih berat bobotnya dari senjata jenis yang
pernah dilihatnya, di kalangan Kang ouw, malah buatnyapun lebih halus dan
mungil. Kembali Oh Thi hoa menggumam "Boan koan pit pipa rokok, kunci, pisau
perak dan sebungkus berlian ini tentu adalah milik Jago Mampus, dia ini
memang brengsek seperti nyonya galak, sampai gantungan kuncipun
dibawa-bawa kemari, memangnya takut setelah dia pergi orang lain bakal
menggerayangi kamar dan menguras habis harta miliknya! Hehehe!
Agaknya dia harus diberi julukan lain yang lebih serasi, yaitu si Brengsek
yang kikir!"
Selamanya dia sendiri tidak pernah bawa kunci, maka begitu melihat orang
membawa serenteng kunci jadi merasa geli, terpikir olehnya bahwa Coh Liu
hiang akhirnya berhasil menemukan Ki Ping yan, hatinya sungguh senang.
Bertepuk tangan, katanya pula tertawa "Kalau kedua orang ini sudah
kumpul jadi satu, langit ambrukpun bisa mereka sanggah dan atasi, kenapa
aku harus kuatir bagi mereka?"
"Tapi sepatu tidur dan kutang ini milik siapa lagi" Oh Thi hoa mengerut
kening "Memangnya Ulat busuk berhasil mendapat kekasih baru" Walau
demikian masakah dia sudi minta pakaian dalam orang. Ulat busuk ini
masakah sudah berubah sedemikian cabul?" diangkatnya kutang itu serta
diciumnya, lalu melelet-lelet lidah, katanya tertawa geli "Wangi benar!"
Tiba-tiba ia merasa bau wangi seperti ini sudah amat dikenalnya benar,
segera terpikir olehnya dengan malam itu, waktu dirinya menggusur dua
bidadari dari rumah Ki Ping yan itu. Ternyata Ki Ping yan selalu membawa
bawa pakaian dalam gundik kesayangannya kemanapun dia pergi, mungkin
untuk menghibur hati, tak tertahan Oh Thi hoa terloroh-loroh, katanya
"Ternyata Ki siau sing teman kita yang buruk rupa ini adalah seorang lakilaki
romantis!"
Tiba-tiba didengarnya seorang berkata "Romantis lebih baik dari pada
tidak punya rasa cinta, benar tidak?"
Romantis lebih baik dari pada tak punya rasa asmara, betapa indah dan
mesra kata-kata seperti ini, apa lagi kata-kata ini diucapkan oleh suara
yang merdu nyaring seperti kicauan burung bukankah jauh lebih menarik
dan serasa menyedot sukmanya.
Tapi dalam keadaan sekarang ditempat ini pula Oh Thi hoa mendengar
kata-kata ini bukan kepalang kagetnya, teriaknya tertahan "Siapa?"
Suara orang serba putih tadi juga merdu genit dan aleman, tapi begitu
turun tangan jiwa manusia direnggutnya dengan kejam, maka dalam
pendengaran Oh Thi hoa, suaranya yang merdu ini jadi lebih jelek dan
menusuk kuping dari suara gembreng bobrok.
Suara yang merdu nyaring berkata pula "Oh to enghiong yang bernama
besar dan kenamaan, kenapa hari ini menjadi begini penakut dan bernyali
kecil?" seiring dengan kata-kata ini dari balik gundukan batu di sana
muncullah bayangan orang, dai bukan lain adalah Pipop kongcu.
Oh Thi hoa menghela napas lega, katanya getir "Ternyata kau, tidak
dirumah kau memetik harpamu, buat apa kau lari ke tempat seperti ini?"
"Tanpa didengar seorang ahli musik yang benar-benar bisa menikmati
petikan harpaku, buat apa aku harus buang-buang tenaga."
"Tanpa memetik harpa apa kau tiada punya urusan lain?"
Pipop kongcu melotot kepadanya, katanya "Jangan kau kira aku terlalu
iseng lalu kelayapan kemari, waktu seperti ini memangnya aku tidak ingin
tidur dirumah saja. Tapi permaisuri bilang kepadaku "Oh-congsu itu meski
punya kepandaian tinggi tapi otaknya dogol dan sederhana, bukan mustahil
bakal ditipu orang, lebih baik lekas kau susul dia untuk mengawasi dan bila
perlu menolongnya!" oleh karena itu aku lantas susul kemari.
Jikalau tidak kena tipu mentah-mentah mungkin Oh Thi hoa tidak akan
marah, tapi dia benar-benar ditipu dengan konyol, mendengar olok-olok ini
rasanya seperti dikorek boroknya yang sudah mulai sembuh. Belum lagi
Pipop kongcu bicara habis raut mukanya sudah merah padam, otot
merongkol di lehernya katanya dengan suara keras "
"Kalau aku ini dogol, memangnya kau ini apa" Bantal sulaman?"
"Tidak perlu kau marah-marah dan unjuk perbawa di hadapanku, kau bukan
aku yang bilang demikian, kalau tidak terima boleh kau buat perhitungan
kepada orang yang mengatakannya?" tiba-tiba ia tertawa manis, katanya
pula "Mungkin begitu kau berhadapan sama dia, mulutmu sudah terkancing
tak kuasa bicara lagi.
Saking gusar napas Oh Thi hoa sampai memburu, benar-benar tak mampu
bicara lagi. "Tapi aku langsung menuju ke arah barat, jejak kalian tidak kutemukan
dengan menempuh jarak jauh ditengah malam buta rata yang dingin ini aku
berputar mengelilingi daerah seluas ini, kebetulan kulihat sinar api di sini.
Aku kuatir orang lain yang berada di sini, maka kusuruh orang-orangku
menunggu ditempat yang rada jauh seorang diri diam-diam aku merunduk
kemari." "Tidak perlu kau memberi penjelasan kepadaku, yang terang aku sudah
tahu bahwa kau punya penyakit seperti itu, tiap kali selalu kau merundukrunduk
untuk menemui orang."
Pipop kongcu naik pitam katanya keras "Tidak perlu kau mengumbar
adatmu di hadapanku memangnya aku pernah berbuat sesuatu kesalahan
terhadap kau?"
"Hm.." OH Thi hoa menggeram.
Lama juga Pipop kongcu melototinya, tiba-tiba wajahnya dihiasi senyuman
manis, katanya halus "Seumpama aku tidak jadi nikah sama kau, masakah
ketemu lantas kau marah-marah kepadaku!"
Merah pula selebar muka Oh Thi hoa, otot merongkol pula di lehernya.
"Semakin galak sikapmu ini, semakin membuktikan kau diam-diam
mencintai aku oleh karena itu baru kau naik pitam lantaran aku tak kawin
dengan kau, maka kau merasa jelus dan iri hati terhadap Ulat busuk
temanmu itu."
Oh Thi hoa balas pelototi, mendadak ia bergelak tawa, serunya
"Perempuan seperti kau ini, jikalau benar-benar kawin dengan aku, orang
akan heran kalau aku tidak bikin mati karena jengkel."
Pipop kongcu mencibir bibir katanya "Tak bisa makan anggur, lantas bilang
anggur itu kecut, sungguh tak tahu malu."
Kisah anggur kecut, memang adalah dongeng yang amat disenangi oleh
rakyat negeri Kui je, hakekatnya Oh Thi hoa tidak tahu kisah ini, maka
diapun tidak marah, cuma dia ingin ceritakan pengalamannya untuk
mengembalikan Ki loh ci sing itu, kini niatnya batal, sebetulnya ingin dia
segera berlalu, niatnya inipun dia urungkan.
Pipop kongcupun tidak banyak tanya namun diapun tidak berlalu malah
mencari tempat duduk di atas sebuah batu, dari dalam bajunya dirogohnya
keluar sebuah botol perak berisi arak dengan tutup botol sebagai cangkir
dia minum seorang diri, mulutnya mengoceh sendiri "Hawa sedingin ini,
kalau tidak minum arak menghangatkan badan untuk menghilangkan rasa
dingin, mungkin bisa mati kaku."
Oh Thi hoa sendiripun sedang menggerutu seorang diri "Jikalau ada orang
hendak bikin aku marah karena arak, sekarang begitu mengendus bau arak,
kepalaku lantas terasa pening." mulut berkata demikian hakekatnya
sedikitpun kepalanya tidak pening hati terasa keri seperti dikili-kili, cacing
dalam perutnya sedang bergelak dan mau berontak. Tapi baru saja dirinya
perang mulut sama orang, masakah enak minta arak kepadanya" Terpaksa
Oh Thi hoa menahan diri melirikpun tidak kesana.
Sebaliknya bukan saja cara minum Pipop kongcu sengaja dibikin-bikin
begitu rupa, malah mulutnya sering mengoceh pula "Baik sekali arak ini,
sekali tenggak saja seluruh badannya terasa hangat."
Tak tahan lagi Oh Thi hoa segera berseru keras "Anak perempuan minum
arak sampai kecap-kecap begini keras, begini rakus kau ini, sungguh tak
punya aturan."
Pipop kongcu tersenyum, katanya "Memangnya aku sengaja melanggar
aturan, dengan demikian baru aku bisa bikin orang yang punya aturan
jengkel sampai mati."
Mendadak darah terasa mendidih di kepalanya, memang hampir saja Oh
Thi hoa dibikin marah sekali, waktu matanya mengerling tiba-tiba
dilihatnya sapu tangan yang berhuruf "Ki" itu, seketika bersinar sorot
matanya, dijemputnya sapu tangan itu lalu di beber di bawah cahaya api,
mulutnya pun menggumam "Secarik kain si kumal ini, rasanya cocok untuk
membersihkan ingus saja."
Belum habis dia bicara, tiba-tiba Pipop kongcu sudah berjingkrak berdiri
serta menubruk maju, bentaknya keras "Kau". dari mana kau peroleh sapu
tangan ini?"
Oh Thi hoa tertawa berseri, sahutnya "Ku temukan!"
"Lekas". lekas kembalikan kepadaku." suara Pipop kongcu gemetar.
"Kembalikan kau" Kenapa aku harus kembalikan kepadamu. memangnya
milikmu?" Merah muka Pipop kongcu, sahutnya tergagap "Ya" kalau milikku
bagaimana?"
"Aneh kalau begitu!" "Apanya yang aneh?"
"Jelas sekali aku dengar Ulat busuk itu berkata "Kuntilanak itu suka main
romantis, dikiranya aku sudi menyimpan secarik kain kumal seperti ini!"
Memangnya kau ini kuntilanak yang dia maksudkan itu?"
"Kentut!" damprat Pipop kngcu marah-marah sampai biji matanya merah,
"Kau". kau bukan manusia!" saking jengkel ia membanting-banting kakinya.
Kenapa kau marah-marah kepadaku, toh bukan aku yang bilang demikian,
kalau kau tidak terima kau cari orang yang bicara."
Oh Thi hoa bergelak tawa lalu menambahkan "Mungkin begitu kau
berhadapan dengan orang itu, bicarapun mulutmu takkan bisa!"
Mendadak Pipop kangen menjatuhkan diri ke atas pasir, pecah tangisnya
gerung-gerung. Tingkah laku orang yang tak pernah diduganya ini membuat
oh Thi hoa melongo malah, tujuannya semula hendak bikin orang marah
saja, melihat orang benar-benar begitu sedih, terpaksa Oh Thi hoa maju
mendekati katanya tertawa "Sudah jangan kau terlalu bersedih, aku cuma
ngapusi kau saja."
Pipop kongcu sibuk dengan tangisnya, bujukan kata orang tidak dihiraukan
sama sekali. Memang akulah yang terlalu, aku patut mampus, bahwasanya Ulat busuk
tidak pernah mengatakan kau ini seperti kuntilanak, semua itu adalah
karangan bualanku yang keparat ini."
Dengan sesengukan berkata Pipop kongcu "Tapi" kenapa barang yang
kuberikan kepadanya sembarangan dibuang?"
"Itulah karena"." hampir saja lidah Oh Thi hoa putus baru berakhir dia
ceritakan persoalan itu. Setelah menghela napas, dia menambahkan
"Sekarang, terserah bagaimana kau hendak makipun tak jadi soal, cuma
kumohon jangan kau menangis lagi!"
Pipop kongcu kucek mata, katanya "Kalau kau mengakui bahwa dirimu
keparat istimewa aku takkan nangis lagi."
"Bukankah tadi sudah ku akui" ai"!"
Kata Pipop kongcu setelah gigit bibir "Kalau sudah mengaku kenapa
menghela napas panjang pendek, memangnya kau tak rela?"
Oh Thi hoa elus-elus hidung, gumamnya "Secara suka rela aku mau
mengakui aku ini keparat istimewa, sudah cukup belum". ai! celaka memang
aku ini seorang laki-laki, kalau laki-laki memaki perempuan lantas dia ikut
keparat, seumpama perempuan memaki laki-laki dogol atau telur busuk
juga tidak menjadi soal, karena perempuan pandai menangis, kepandaian
seperti ini, laki-laki manapun tak ada yang bisa pandai."
"Apa katamu?" damprat Pipop kongcu, mendelik, "Coba katakan sekali
lagi!" "Aku" kukatakan laki-laki semua adalah bedebah, perempuan adalah".
adalah orang baik."
"Lumayan juga ucapanmu ini." ujar Pipop kongcu tertawa. Lalu ia sesalkan
botol araknya ke tangan Oh Thi hoa, tapi disaat sorot matanya bentrok
dengan setumpukan barang-barang, seketika kunci seri tawanya, roman
mukanya tegang kaku.
Oh Thi hoa sedang melongo tawa dan menggumam "Jikalau mengakui
dirinya sendiri sebagai bedebah lantas diberi arak, setiap hari kuakui
sekalipun tak menjadi soal" baru saja dia hendak menuang arak ke dalam
botol ke dalam perutnya, tiba-tiba Pipop kongcu merebut balik botol arak
itu, serunya "Aku sudah merubah niatku semula, arak ini sekali-kali takkan
kuberikan kepadamu."
"Kau" apakah perubahanmu tidak terlalu mendadak?"
"Barang-barang ini semua adalah milik Ulat busuk bukan?"
"Sepatu tidur dan kutang itu milik Jago Mampus, sekali-kali jangan kau
cemburu kepadanya, sekali jelas, arak takkan bisa kuminum lagi."
"Bukan begitu maksudku." katanya Pipop kongcu menghela napas, "Coba
kau pikir barang-barang ini biasanya selalu digembol di atas badan Ulat
busuk, tapi sekarang dia pendam di sini?"?"?"
"Itulah lantaran dia menyamar dan menyaru, jikalau barang ini dia bawa,
kuatir membocorkan asal usulnya."
"Tapi coba kau pikir lagi, kalau barang-barang ini dia simpan di atas
badannya, cara bagaimana bisa tahu" Kecuali dia menginsyapi bahwa"
perjalanannya kali ini kemungkinan bisa ditawan oleh musuh."
Berubah roman muka Oh Thi hoa. "Benar memang aku tak boleh minum
lagi, jikalau mereka sudah pada tahu perjalanan yang ditempuh ini teramat
bahaya, sekali-kali Jago Mampus takkan sudi mengeluarkan barang-barang
pribadinya yang dia rahasiakan kepada orang lain yang ditinggal di sini."
"Ya, memang begitulah"
Oh Thi hoa menepuk-nepuk batok kepalanya, katanya "Perempuan memang
lebih cermat dari laki-laki, persoalan begini penting kenapa tidak pernah
terpikir olehku."
"Bukan lantaran perempuan lebih cermat dari laki-laki, soalnya terhadap
orang yang dia sukai, biasanya perempuan jauh lebih prihatin dari keadaan
diri sendiri."
Tiba-tiba Oh Thi hoa mencelat bangun dikeluarkan Ki loh ci sing lalu
diserahkan ke tangan Pipop kongcu, katanya Inilah Ki loh ci sing lekas kau
bawa pulang!"
"Kau mau kemana?"
"Aku harus menemukan ulat busuk lebih dahulu."
"Tapi kau sudah berjanji kepada Permaisuri untuk membawa pulang barang
ini."

Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, malah banyak persoalan pula yang pernah kujanjikan kepadanya
tapi setelah aku tahu Ulat busuk dan Jago Mampus mengalami bahaya,
urusan setinggi langit juga harus ku sampingkan dulu."
"Kalau toh kita sudah tahu bahwa dia sedang menghadapi bahaya,
memangnya aku bisa tentram tinggal pulang?"
"Jadi kau hendak ikut aku?" tanya Oh Thi hoa melongo.
"Sudah tentu!"
"Lalu". bagaimana dengan Ki loh di sing ini?"
"Kau sendiri sudah bilang, urusan sebesar langitpun boleh dikesampingkan
dulu, benar tidak?"
Sebentar Oh Thi hoa menepekur, baru saja dia hendak mengangguk, lekas
geleng-geleng pula, katanya "Tidak mungkin aku tak bisa bawa kau!"
"Kenapa?"
"Kalau perjalanan kali ini amat berbahaya, kau sebaliknya gadis besar
putri raja yang suka aleman tak pernah kerja berat, kalau sampai
terjadi?"?"
"Jangan kau lupa, di sini adalah gurun pasir, di sini aku jauh lebih berguna
dari pada kau." tukas Pipop kongcu. "Dan lagi, seumpama benar kau tak mau
bawa aku pergi, aku toh bisa mengintil di belakangmu."
Kembali Oh Thi hoa mengelus-elus bidangnya katanya tertawa getir
"Tiada perempuan terasa sepi dingin, sebaliknya setelah ada perempuan,
anjing dan itikpun tak merasa tentram, ucapan ini memang sedikitpun tak
salah. Di sana adalah lautan cadas, besar kecil berserakan dengan bentuk dan
model yang warna warni pula, yang besar menjulang tinggi laksana
menembus langit mengarungi mega, paling kecilpun ada puluhan tombak,
dengan corak seperti binatang-binatang purba yang liar dan buas, sedang
mendekam diam-diam saja menunggu mangsanya untuk ditelan. Di sini
bukan saja seolah-olah sudah tercapai ujung dari gurun pasir, hampir
terasa ujung dunia yang berpadu dengan sengit, kalau perjalanan
dilanjutkan ke depan, kau akan terjungkal jatuh ke dalam jurang yang tak
terhitung dalamnya.
Waktu fajar menyingsing kapal setan itupun sudah berlabuh ditempat ini,
melepas pandang dari jendela, tampak puncak-puncak gunung berjajar dan
tersebar luas tak berujung pangkal kalau diteruskan ke depan, kapal setan
ini bakal menerjang dinding-dinding gunung.
Walau biasanya Coh Liu hiang berlaku tabah dan tenang tak urung hatinya
terkejut juga tampak sebuah puncak batu gunung yang aneh dan menjulang
tinggi ditelan mega, tahu-tahu laksana mulut binatang purba ukuran
raksasa menubruk dari depan menyongsong ke arah mereka.
Siapa tahu tiba-tiba kapal ini membelok dengan angler dan pelan-pelan
menyusup ke dalam celah-celah batu itu. Coh Liu hiang menghela napas
katanya dalam hati "Sungguh suatu daerah yang berbahaya mungkin
disinilah pusat pangkalan Ciok koan im." sedang pikirannya bekerja, tibatiba
hatinya melonjak kaget kegirangan. Terasa kapal semakin lambat dan
akhirnya berhenti dilekukan sebuah batu besar.
Maka terdengar orang serba putih itu berkata "Kaki kalian masih mampu
bergerak tidak?"
Dengan terdorong Coh Liu hiang masih mengawasinya, mulut tidak bicara.
Orang serba putih itu menjadi gusar, dampratnya "Apa kau ingin aku
korek keluar biji matamu?"
Baru sekarang Coh Liu hiang tertawa, ujarnya "Supaya orang mengira nona
adalah Ciok hujin, maka sejak tadi nona mengenakan kerudung, tapi
sekarang kalau Cayhe sudah tahu bahwa nona bukan Ciok hujin, kenapa
nona tidak lekas."
Orang serba putih tiba-tiba terkial-kial, nada tawanya kedengaran begitu
perih memilukan wajahku?"
"Sudah lama kami dengar bahwa setiap murid Ciok hujin semuanya cantikcantik
laksana bidadari, jikalau nona sudi memperlihatkan wajahmu yagn
rupawan, meskipun mampus, terhitung setimpallah sepasang mataku ini."
"Diam-diam Ki Ping yan sedang membatin "Agaknya dia sedang
menggunakan ketampanannya hendak menipu orang, tapi bagaimanapun
manis dan pandai tutur katamu, memangnya dia bakal melepaskan kau?"
Terdengar nona serba putih itu terkial-kial seperti orang kesurupan setan
serunya "Cantik rupawan". baik, biar kuberi kesempatan kepadamu melihat
rupaku yang cantik rupawan ini!" pelan pelan jari-jari tangannya
menanggalkan kerudung yang menutupi kepala dan raut wajahnya,
senyuman Coh Liu hiang seketika membeku kaku.
Masakah itu raut muka manusia, boleh dibilang mirip wajah gembong iblis
yang ganas. Takkan pernah terpikir oleh Coh Liu hiang gadis yang punya
perawakan langsing padat menggiurkan ini, ternyata memiliki seraut wajah
yang seram, bengis dan begitu menakutkan.
Tiba-tiba terlintas dalam ingatannya, akan wajah Jin hujin Chi Ling siok
itu, bukankah muka orang mirip seperti ini jadinya, apakah lantaran jelus
menghadapi kecantikan gadis ini, maka Ciok koan im lantas merusak
wajahnya. Didengarnya gadis itu berkata dengan tertawa menyeringai "Sekarang kau
sudah melihat jelas" Memang matamu cukup beruntung maka selanjutnya
kau harus selalu ingat Ki Buyong adalah perempuan yang paling jelek di
seluruh jagat raya ini, tiada orang yang akan bisa menandingi
keburukannya."
Tapi Coh Liu hiang malah tersenyum, ujarnya "Buruk atau cantik wajah
seseorang tergantung penilaian manusia, kalau wajah nona tidak cantik
molek masakah mukamu dibikin cacat sedemikian rupa, jikalau nona semula
memang rupawan, apa pula halangannya bila mukamu memang sudah rusak".
karena meski orang lain bisa merusak wajah nona, namun keagungan dan
keluwesan nona akan tetap abadi, siapapun takkan kuasa merusaknya."
Sesaat Ki Buyong termenung mendadak ia memaki pula dengan "Turun"
turun di sini tiada tempat untuk kau banyak mulut."
Setelah menjura Coh Liu hiang segera beranjak turun. Setitik Merah
mengikuti di belakangnya. Waktu tiba di hadapan Ki Buyong mendadak
Setitik Merah menghentikan langkahnya, katanya "Kau tidak jelek kau
amat cantik." meski dia hanya mengucapkan enam patah kata, tapi enam
patah kata yang keluar dari mulut seperti dirinya, sungguh jauh lebih kuat
dan punya pengaruh lebih besar dari sanjung puji orang lain.
Agaknya Ki Bu-yong sendiripun tidak menyangka, orang yang biasanya
jarang mau mengeluarkan sepatah kata ini, hari ini mendadak melontarkan
kata-kata seperti itu, sekilas tampak badannya bergetar, tanyanya
tergagap "Kau" apa katamu"
Setitik Merah tak mau banyak kata lagi, dengan langkah lebar dia
memburu ke belakang Coh Liu hiang yang sudah tiba di bawah. Dengan
terlongong Ki Bu-yong mengawasinya, kerlingan mata nan dingin dan bekuk
tak berperasaan itu, kini menampilkan gelombang perubahan yang tak
pernah terjadi selama ini.
Diantara puncak-puncak batu itu, ternyata ada sebuah jalan kecil yang
berliku-liku berputar kian kemari, amat rumit dan bisa menyesatkan. Yang
menggusur Coh Liu hiang bertiga adalah seorang laki-laki besar, tanyanya
kepada Ki Bu Yong sambil menjura "Apakah sekarang juga kita ikat mata
mereka?" Ki Bu yong kembali bersikap dingin dan keren, katanya dingin "Tak perlu
banyak urusan lembah rahasia dengan jalanan setan seperti ini seumpama
aku bawa mereka mondar mandir beberapa kali, merekapun takkan bisa
membedakan arah, dalam kolong langit ini, siapa pun bila dia berada di sini,
jangan harap dia bisa keluar sendiri dengan tetap hidup, beberapa patah
kata-katanya yang terakhir sudah tentu dia tujukan kepada Coh Liu hiang.
"Masa benar?" ujar Coh Liu hiang tertawa. "Kalau kau ingin keluar dari
sini, kecuali kau digotong keluar!" jengek Ki Bu-yong dingin.
Sebetulnya lapat-lapat Coh Li hiang sudah dapat merasakan dari keadaan
puncak-puncak batu di sekelilingnya, disamping tumbuh secara alamiah,
ditata dan dilengkapi pula dengan tenaga manusia, diantaranya jalanan yang
liku-liku dan berputar ini, terasa mengandung sesuatu rahasia barisan yang
serba rumit perubahannya, seakan-akan mirip Pat tin toh ciptaan Cukat
Liang, disampingnya ditambal oleh penataan dari buah karya otak manusia,
terutama mementingkan situasi alamiah yang serba berbahaya, sungguh
suatu proyek besar karya gabungan tenaga manusia dan kekuatan alam.
Hembusan angin keras menggulung pasir kuning bergulung-gulung di celahcelah
selat yang sempit itu, menambah suasana yang seram semakin
menakutkan, dua puncak gunung jajar berdiri, langit dan bumi seolah olah
menempel jadi satu.
Berjalan ditengah selat sempit itu, yang kelihatan hanya pasir kuning
melulu, sampai langitpun tak kelihatan lagi.
Coh Liu hiang menghela naps, katanya "Tempat yang amat berbahaya,
bahwasanya Ciok hujin tidak perlu memeras keringat mengerahkan tenaga
besar-besaran untuk membuat bentuk barisan sesukar dan serumit ini."
"Apa tempat seperti ini sudah terhitung berbahaya" Tempat yang betulbetul
berbahaya belum lagi kalian lihat dan alami sendiri lho!" goda Ki Bu
yong. "Dimana?" tanya Coh Liu hiang.
Ternyata Ki Bu-yong tidak hiraukan pertanyaannya, segera ia pimpin di
depan, belok ke timur menikung ke barat, tiba-tiba menjurus ke utara,
tahu-tahu sudah menuju ke selatan, langkahnya enteng dan gampang saja
seperti berjalan di lapangan luas, sedikitpun tidak nampak dimana letak
bahayanya. Tapi Coh Liu hiang cukup tahu bila mereka tidak ditunjukkan jalannya,
umpama setahun lamanya, mungkin sampai jiwamu mendekati ajal, kau akan
tetap berada dalam lingkungan tempat-tempat ini juga.
Dari tengah-tengah hembusan angin yang membawa taburan pasir kuning
itu, tiba-tiba muncul bayangan beberapa orang, agaknya mereka sedang
membawa sapu dan menyapu tanah, gerak-gerik mereka sedemikian
lambatnya, namun setiap gerakan sapu mereka sedemikian teratur pula,
selintas pandang mereka tak lebih adalah mayat-mayat hidup, seakan-akan
sejak jaman dulu kala, mereka sudah bekerja disini, terus menyapu tanah
berpasir sampai dunia kiamat.
Setelah mereka beranjak lebih dekat, pandangan Coh Liu hiang lebih
jelas, tampak budak-budak mayat hidup ini, meski rambutnya awut-awutan
dan pakaian kumal, tapi tiada satupun diantara mereka yang tak berparas
ganteng dan tampan. Cuma raut muka dan sorot mata mereka menampilkan
warna yang beku kaku, sorot matanya guram dan kehilangan sinar
kehidupan, agaknya bukan saja sudah melupakan asal usul dirinya bahwa
mereka itu adalah manusia.
Namun Coh Liu hiang cukup tahu, laki-laki tampan dan ganteng seperti
mereka-mereka ini dahulu kala tentu mereka mempunyai lembaran hidup
masing-masing yang cemerlang dan sukses, mereka mempunyai kehidupan
yang bahagia, senang punya gengsi dan pamor yang tinggi pula.
Tapi sekarang mereka justru sudah beku sama sekali, tapi yang jelas pasti
masih memiliki banyak orang yang tidak akan melupakan mereka, orang lain
sedang merindukan kedatangannya, sedang meneteskan air mata dengan
pilu. Tiba-tiba Coh Liu hiang merasa hatinya amat tertekan dan batinpun
ikut prihatin. Manusia jikalau pada memiliki watak welas asih dan tahu
kasihan terhadap sesamanya yang sedang ditimpa kemalangan, masakah dia
setimpal dipandang sebagai orang gagah, seorang pendekar" Tapi orangorang
ini justru terus menyapu pasir, terus menyapu takkan hentihentinya,
seolah-olah mereka hidup untuk menyapu pasir, menyapu pasir
untuk hidup. Tak tertahan Coh Liu hiang segera menghampiri orang terdekat lalu
menepuk pundaknya katanya "Saudara kenapa tidak berhenti istirahat
dulu?" Orang itu angkat kepala dengan pandangan kosong hambar dia awasi Coh
Liu Hiang, cepat sekali kepalanya sudah tertunduk pula, sahutnya "Tidak
perlu istirahat!" kembali tangannya bekerja menyapu pasir.
"Saudara ini apa kau memang senang menyapu?" tanya Coh Liu hiang
tertawa. "Ya, senang!" sahut orang itu pula tanpa angkat kepala.
Coh Liu hiang tertegun, katanya menghela nafas "Tapi pasir di sini,
selamanya takkan bisa disapu habis!"
"Yang ku sapu bukan pasir lho!" tiba"tiba" kata orang itu.
"Lalu apa yang kau sapu?" tanya Coh Liu hiang.
"Tulang-belulang orang mati!" sahut orang itu setelah berpikir sebentar.
"Tapi disini tiada orang itu, apa lagi tulang belulang mereka."
Kembali orang itu angkat kepala mengawasi dirinya, tiba-tiba tersimpul
senyuman di raut mukanya, senyuman yang mengerikan katanya pelan-pelan
"Walau sekarang tiada, sebentar akan banyak tercecer di sini."
Entah kenapa, sekonyong-konyong terasa segulung hawa dingin timbul
dalam benak Coh Lliu hiang, sebetulnya banyak pertanyaan yang ingin dia
ajukan kepada orang ini, menanyakan siapakah dia sebenarnya"
Jilid 23 Kenapa bisa berubah begini rupa" Tapi mendadak ia sadar hakikatnya
tidak berguna dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini. Karena dari
bayangan orang ini, seolah-olah diapun ada melihat bayangan Ciok Tho,
kecuali bentuk muka dan perawakannya yang berbeda, apa pula bedanya
kelakuan orang ini dengan Ciok Tho" Mereka sudah lupa masa silam, lupa
segalanya, bahwa badan kasar mereka masih utuh, namun jiwa mereka
sebetulnya sudah mati, mereka tidak lebih cuma mayat-mayat yang masih
hidup belaka. Karena mereka sudah mempersembahkan jiwa raga mereka
kepada Ciok koan im.
Seketika terasa oleh Coh Liu hiang kaki tangannya mendadak berkeringat
dingin, diam-diam hatinya membatin "Ciok koan im, Ciok koan im, apa benar
kau mempunyai kekuatan iblis yang begini besar?" entah berapa jauh
berapa lama mereka berputar-putar ditengah hembusan angin yang sepoisepoi
tiba-tiba terendus bau kembang yang harum semerbak. Yang jelas
bau kembang ini bukan Seruni, bukan kembang melati, bukan mawar juga
bukan kembang padma, begitu harum dan menusuk hidung, bau kembang ini
seolah-olah kembang yang cuma ada di sorga.
Hawa di sini semakin hangat, malah hampir boleh dikata hampir panas,
seluruh lembah sempit ini seolah-olah berubah menjadi sebuah tungku,
disinilah tempat jagal manusia, tungku untuk merenggut nyawa atau sukma
manusia. Diantara tumpuan ribuan puncak-puncak batu di sana ternyata
tersebar luas lautan kembang warna warni yang sedang mekar. Selayang
pandang, seolah-olah dunia ini diliputi kembang yang sedang mekar dan
segar, sampaipun Coh Liu hiang yang banyak pengalaman dan tukang kelana
inipun tidak tahu nama dan jenis kembang-kembang apa yang tertanam
subur di sini. Tapi terasa olehnya kembang mekar itu begitu segar, semarak dan elok,
tak tahan dia menghela nafas ujarnya "Siapa akan mau percaya ditengahKoleksi
Kang Zusi tengah gurun pasir, ternyata terdapat lautan kembang yang sejenis lain
seperti ini."
Ki Bu yong tiba-tiba mengejek "Memangnya kembang-kembang seperti ini
takkan bisa dimiliki dan diimpikan oleh sembarang manusia."
"Apakah kembang ini hasil petikan dari sorga?" tanya Coh Liu hiang.
Tak nyana Ki Bu yong manggut-manggut sahutnya "Ya memang dipetik dari
langit." Coh Liu hiang melirik kepada KI Ping yan "Kalau demikian beruntung sekali
biji mata kami bisa menikmati lautan kembang seperti ini!."
Ki Ping yan diam saja.
Karena terasa olehnya, kedua kakinya tiba-tiba terasa lemas, mata
berkunang-kunang, otak serasa gelap dan mata rasanya ingin tidur, seolaholah
sedang mabuk arak, namun lebih nikmat dari orang mabuk arak.
Akhirnya Ki Ping yan menyadari lebih dulu bahwa dalam bau kembang ini
ada gejala gejala yang tidak normal, tapi meski sudah tahupun sudah
terlambat, sementara Coh Liu hiang masih mengoceh, dia lantas
membanting betapapun Lwe-kangmu memang lebih tinggi ketabahanmu
lebih kuat"."
Terdengar Coh Liu hiang sedang berkata "Tadi nona bilang tempat yang
benar-benar berbahaya belum lagi sampai, tentunya sekarang sudah
sampai bukan?"
Ki Bu-yong terdiam sesaat lamanya, lalu bertanya kalem "Menurut kau apa
tempat ini amat berbahaya?"
Dengan tersenyum berkatalah Coh Liu hiang "Pada suatu benda yang
terlalu cantik, kadang kala sering mengandung mara bahaya aroma bau


Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harum yang luar biasa, kemungkinan besar mengandung racun?" belum
habis ia bicara, badannya tiba-tiba meloso jatuh ke tanah lemas lunglai.
Ki Ping yan kembali tertawa getir dalam hati, katanya "Ternyata dia tidak
selihai apa yang pernah kubayangkan." Waktu dia melirik kepada Setitik
Merah, terpasang mata yang dingin dan teguh itu, kini sudah mulai pudar
dan kacau. Ki Ping yan merasa dirinya seolah-olah kembali menjadi anak-anak kecil,
bermimpi buruk karena biasanya cuma anak-anak kecil saja yang benarbenar
bisa menikmati mimpinya yang begini nyaman, segar dan nikmat.
Waktu dia siuman, didapatinya dirinya berada dalam sebuah rumah yang
megah seperti dialam mimpi saja, Ki Bu yong sedang duduk dihadapannya,
dengan termenung sedang mengawasi dirinya. Tapi orang yang dia pandang
bukan Ki Ping yan, tapi adalah Setitik Merah, begitu pesona dan kesima
sorot pandangannya, sedikitpun tidak menyadari bahwa Ki Ping yan sejak
tadi sudah siuman dan memperhatikan dirinya.
Melihat sepasang biji matanya yang kaku dan seperti linglung ini, hati Ki
Ping yan mencelos kaget, namun merasa aneh dan ketarik batinnya
"Masakah budak liar ini sudah jatuh cinta kepada manusia batu ini?"
Sayang sekali Coh Liu hiang tidak melihat apa-apa, dia masih tidur
nyenyak, malah mulutnya kadang-kadang mengigau. Dari luar beranjak
masuk dua orang gadis lainnya. Salah seorang yang berpakaian atas bawah
serba kuning berkata mengawasi dirinya "Apakah dia ini perampok ganteng,
atau bajingan romantis yang kenamaan dalam dongeng itu.
Gadis yang lain pakai gaun panjang dengan baju panjang pula, katanya
berseri tawa "Dalam dongeng tentunya dikatakan betapa tinggi dan besar
kelihaiannya, jikalau ia benar-benar selihai itu, masakah kini rebah di sini?"
Gadis baju kuning itu berkata pula "Tapi kelihatannya dia lebih
mempesonakan dan lebih tampan dari apa yang pernah kudengar dari
dongeng itu. Tak heran banyak gadis-gadis remaja yang khawatir dia tidak
menggerayangi barang-barang milik keluarganya, ternyata maksudnya
hanya untuk bisa berkesempatan bertemu muka sama dia."
Disanjung puji oleh seorang perempuan boleh dikata merupakan peristiwa
yang paling menggembirakan bagi seorang laki-laki dalam dunia ini. Tapi
jikalau perempuan itu begitu buruknya, rasa senang dan gembira itu
dengan sendirinya menjadi sirna dan menjadikan dingin hatinya.
Memang pakaian kedua gadis ini serba mewah dengan mode yang mutakhir,
terbuat dari bahan yang mahal harganya, tapi raut mukanya justru
memualkan setiap orang yang memandangnya, oleh karena itu Coh Liu hiang
jadi patah semangat, cuma dalam hati diam-diam dia tertawa getir,
batinnya "Untung raut muka kalian terlalu biasa, sehingga tidak sampai
dibikin cacad seperti Ki Bu yong, sering aku dengar orang suka bilang gadis
yang bermuka buruk katanya jauh lebih besar rejekinya, baru sekarang
aku tahu dan membuktikan kenyataan ini."
Karena pikirannya ini, hati menjadi geli dan tak tertahan dia unjuk
senyuman kepada kedua gadis ini. Seketika berobah rona muka gadis
berpakaian kuning, mimik wajah yang wajar tadi kini berubah sinar tajam
dan sikapnya menjadi kikuk dan genit. Sebaliknya gadis yang lain tetap
berseri tawa, seakan-akan dia tak pernah berhenti tertawa. Ki Bu yong
mengerut alis, tanpa bicara tiba-tiba ia berpaling muka terus tinggal pergi.
Gadis pakaian kuning mencibir bibir, jengeknya "Budak jelek, tahu bahwa
dirinya disukai orang, lantas pura-pura unjuk harga diri. Hm..! Kau merasa
sebal terhadap kami, kami justru pandang sepele kepadamu!."
Berputar biji mata Coh Liu hiang, sengaja merendahkan suaranya "Nona
kalau bicara lebih baik pelan-pelan dan lirih saja, jangan sampai
kedengaran oleh dia."
"Memangnya kenapa kalau didengar olehnya" Aku tidak takut! jengek
gadis baju kuning.
"Menurut pandangan Cayhe, nona Ki itu adalah orang penting ditempat
kalian ini, sebaliknya nona berdua agaknya belum lama masuk perguruan,
jikalau sampai berbuat kesalahan dan membuatnya marah, bukankah tidak
leluasa." Gadis baju kuning mendelik, tiba-tiba ia tertawa lebar, katanya "Tak perlu
kuatir bagi kami, suhu selamanya bertindak adil terhadap para muridnya,
kami tidak perlu takut kepadanya."
Gadis yang lain ikut menimbrung dengan malu-malu "Asal kau bersikap baik
terhadap kami, kamipun bisa saja bikin kau hidup nikmat dan bersenangsenang
disini." Coh Liu hiang menatapnya bulat-bulat, tiba-tiba ia menghela nafas.
"Kenapa kau menghela nafas?" tanya gadis gaun panjang ini.
"Sayang sekali Cayhe tidak punya tenaga sama sekali, kalau tidak"."
dengan sikap yang dibuat-buat dia hentikan kata-katanya, matanya dengan
nanar menatap mereka.
Merah muka gadis bergaun panjang, pelan-pelan bibirnya digigit lalu
katanya kalem "Kau tidak perlu gelisah, akan datang suatu hari"."
"Masakah kau sendiri tidak gelisah, dan ingin lekas?"" tanya Coh liu hiang.
"Memangnya kau sendiri" Kau ini memang kau tidak bernama kosong, kau
memang seorang bangsat romantis yang manis mungil dan menyenangkan."
Coh Liu hiang memancing "Sungguh aku tidak mengerti sebetulnya aku ini
terkena obat bius apa, kenapa begini lihai?" mendadak ia hentikan katakatanya,
lalu tertawa getir lalu katanya lebih lanjut "Tentunya nona
berdua pun tidak tahu obat bius apa yang meracuni badanku, seharusnya
tadi aku bertanya kepada nona yang ke satu tadi."
"Kau kira hanya dia saja yang tahu" ejek gadis gaun panjang.
"Jadi nonapun ada tahu?" seru Coh Liu hiang unjuk senyum girang.
Tiba-tiba gadis baju kuning sadar, sejak tadi sepasang mata Coh Liu hiang
hanya mengawasi temannya yang satu ini, lama sudah tidak melirik
kepadanya. Maka segera ia menimbrung "Apa kau sudah melihat kembangkembang
itu?" "Jikalau Cayhe tidak melihat, masakah sekarang sudah bisa rebah tak
bertenaga seperti ini?"
"Tahukah kau apa nama kembang-kembang itu?" tanya gadis baju kuning.
Coh Liu hiang gelengkan kepala, sahutnya "Jenis kembang seperti ini,
selama hidupku belum pernah melihatnya."
Gadis baju kuning tersenyum puas dan bangga, katanya "Baik..baik kuberi
tahu kepada kau, kembang itu dinamakan Eng siok hoa, sedang rumputrumput
kembang di bawahnya adalah Toa ma hasil cangkokan suhu yang
dibawanya dari negeri asing. Thian tiok, hanya ditempat yang bersuhu
panas seperti ini baru bisa tumbuh subur."
Diam-diam tersirap darah Coh Liu hiang namun mulutnya berkata "Eng
siok.. toa ma! Namanya aneh benar."
"Obat bius yang kau sadap adalah hasil perpaduan Eng siok hoa dan
rumput Toa ma itu, kalau orang terlalu banyak makan bahan-bahan obat ini,
orang akan dibikin gila, tapi kalau makannya secara pas-pasan, boleh dikata
bisa memabukkan seperti hidup di kahyangan, jauh lebih nyaman, segar dan
nikmat dari apa saja."
"Apa kalau makan terlalu banyak bisa gila?" tanya Coh Liu hiang terkejut.
"Kalau makan terlalu banyak, bukan saja bisa gila, malah pandanganmu
bakal menciptakan berbagai khayalan-khayalan muluk, hakikatnya yang kau
lihat itu adalah gambaran-gambaran kosong yang tidak pernah ada."
Kini gadis gaun panjang juga sadar bahwa temannya sedang berebutan
sama dirinya, segera ia merebut kesempatan menimbrung lebih dulu
"Ditambah kesadaran mereka sudah pudar, pikiran tidak genah lagi, maka
ada kalanya mereka berloncatan menari-nari seperti sedang berkelahi
dengan lawan yang tidak kelihatan, begitu besar napsu mereka merobohkan
lawan, sampai akhirnya kehabisan tenaga dan binasa." sampai di sini ia
tersenyum genit lalu menambahkan pula. "Suatu yang tak pernah ada,
siapapun tak bisa merobohkannya, meski dia itu seorang tokoh silat maha
sakti, berkepandaian setinggi langit, jikalau terkena obat bius ini, palingpaling
kuat bertahan beberapa kejap saja, cepat atau lambat akhirnya
roboh juga."
Gadis baju kuning segera menyela "Oleh karena itu bila kaupun bisa
memanfaatkan obat bius ini, berarti kau berubah dirimu sebagai orang
yang takkan dapat dirobohkan oleh siapa saja, coba kau katakan bukankah
khasiatnya jauh lebih besar daripada kepandaian silat betapapun lihainya?"
Serasa copot jantung Ki Ping yan mendengar hal-hal yang luar biasa ini,
Coh Liu hiang malah tertawa "Tapi dalam pandangan mata Cayhe sekarang,
yang kulihat hanyalah dua nona cantik molek yang manis dan mesra, tak
pernah kulihat musuh yang menakutkan"semoga kedua nona jangan bikin
pikiranku melayang kealam khayalan."
Gadis gaun panjang terkikik geli, katanya "Soal obat bius yang kau sedap
tidak banyak, oleh karena itu paling hanya badanmu saja yang lemas
lunglai." Gadis baju kuning menimbrung pula "Letak dari pada kemujaraban obat ini,
adalah khasiatnya, menurut kadar dan dosis dari penggunaannya dapat
merubah keadaan si korban, kalau dosisnya terlalu banyak, obat ini adalah
racun obat dewa kesenangan.
Coh Liu hiang menarik napas panjang, katanya "Nona berdua sungguh
pintar dan banyak pengetahuan".."
Tiba-tiba seseorang menyeletuk dingin "Cuma sayang mereka terlalu
banyak bicara."
Suara ini kedengaran amat tawar dan dingin tapi merasuk pendengaran.
Daya tarik yang luar biasa seperti ini, jauh lebih besar dari pada suara
merdu dari pada rayuan genit yang sedang kehausan cinta.
Coh Liu hiang sudah banyak pengalaman dalam bidang ini dan sudah bisa
mendengar suara genit dan rayuan halus, mendengar suara ini seketika
terbangkit semangatnya.
Sebaliknya mendengar kata-kata ini kedua nona dihadapannya seketika
berubah rona mukanya, begitu pucat dan ketakutan setengah mati.
Tampak sesosok bayangan putih tinggi semampai, seiring dengan katakatanya
beranjak masuk ke dalam kamar dengan langkah gemulai. Gayanya
berjalan sebetulnya tidak luar biasa, tapi cukup membuat setiap laki-laki
merasa betapa cantik elok dan menawan serta menggiurkan, tanggung
kata-kata paling manis dan muluk-muluk dari segala bahasa di dunia ini
takkan bisa melukiskan keindahannya.
Badannya tertutup kain sari panjang yang putih merah, dalam rumah tiada
angin, tapi siapapun merasakan orang seperti datang menunggang mega
menyetir angin setiap saat kemungkinan bisa lenyap terhempas oleh angin
besar. Wajahnyapun tertutup cadar yang terbuat dari kain sari putih pula.
Walaupun tiada orang yang bisa melihat raut wajahnya, tapi orang pasti
menduga bahwa seorang perempuan cantik ayu tiada bandingannya sejagat
ini. Perawakan Ki Bu yong sudah cukup cantik dan menggiurkan, bentuk
badannya kira-kira sebanding tapi jikalau Ki Bu yong yang mengenakan
model pakaian seperti ini, dengan mengenakan cadar kain sari pula, sekali
pandang orang bisa membedakan dengan jelas. Karena gaya dan keagungan
dirinya tanggung takkan ada orang yang bisa menjiplaknya, itulah buah
karya dari Yang Maha Kuasa yang mengkaruniai badan elok dan rupawan
hasil gemblengan dari pengalaman dan tempaan bertahun-tahun lamanya.
Tiada orang yang bakal mempunyai pengalaman seaneh dan setinggi itu,
oleh karena itu selintas pandangan dia selamanya akan selalu berada di
puncak tertinggi, tiada orang yang bisa menandinginya, tiada orang yang
bisa mencapainya.
Coh Liu hiang menarik napas panjang pula katanya "Ciok koan im, akhirnya
aku bisa berhadapan juga dengan kau! Seorang laki-laki sejati bisa
berhadapan dengan perempuan macammu ini, sungguh besar rejeki
sepasang mataku ini, tapi aku lebih suka lebih baik tiada manusia seperti
kau ini saja."
Sementara itu kedua gadis itu sudah mendekam di lantai dan menyapa
"Menghadap Suhu."
Berkata Ciok koan im dingin "Selamanya aku pandang kalian sama tingkat
dan kedudukan, kalian sendiri tadi sudah bilang, benar tidak?"
Dengan mendekam kedua gadis ini manggut-manggut sahutnya gemetar
"Itulah kebijaksanaan kau orang tua!"
"Bagus sekali!" ujar Ciok koan im, tiba-tiba dia menggape tangan kepada Ki
Bu yong yang tadi mengikuti langkahnya katanya tawar "Jikalau kau tidak
bisa membunuh mereka, biar mereka saja yang membunuh kau!" dengan
suara tawar yang dingin dia tentukan mati hidup jiwa orang lain, nilai jiwa
orang lain didalam sanubarinya, seolah-olah lebih murah dari jiwa anjing
atau babi. Pelan-pelan Ki Bu yong melangkah keluar raut mukanya sedikitpun tidak
menampilkan perubahan apa-apa, katanya dingin "Tidakkah lekas kalian
berdiri dan turun tangan?"
Tak tahan Coh Liu hiang segera berkata "Mereka hanya bilang dua tiga
patah kata Hujin lantas hendak mencabut jiwa mereka, apakah tindakan ini
tidak terlalu kejam?"
"Kalau toh aku selalu selalu berlaku adil kepada mereka, maka adu jiwa ini
merupakan keputusan yang adil pula, mana boleh dikatakan aku kejam?"
kata-katanya datar dan kalem, tapi orang yang mendengar takkan bisa
mendebatnya lagi.
Coh Liu hiang mengelus hidung katanya tertawa getir "Bagaimana juga,
mohon Hujin suka mengampuni jiwa mereka."
"Tahukah kau, kenapa mereka sendiri tidak mohon ampun kepadaku?"
tanya Ciok koan im.
Benar juga kedua gadis itu sudah berbangkit ternyata tanpa banyak
bicara, dengan badan gemetar segera mereka turun tangan. Coh Liu hiang
menghela napas, belum lagi bicara, Ciok koan im sudah menyambung dengan
kalem "Itulah lantaran mereka tahu setiap patah kata yang pernah
kuucapkan, selamanya takkan dirubah lagi."
"Kalau demikian bukankah mereka jadi berkorban lantaran aku?" ujar Coh
Liu hiang menghela napas pula.
"Kau tidak perlu bersedih dan merasa salah aku ingin mereka mati, bukan
lantaran mereka sudah membocorkan rahasiaku! Jikalau aku tidak ingin kau
tahu rahasia ini, sejak tadi aku sudah sikap mulut mereka!"
"Benar, seseorang yang toh harus menghadapi kematian, peduli rahasia
apapun yang dia dengar, juga tidak menjadi soal."
"Nah, begitulah!"
"Kalau demikian, kenapa pula Hujin menghendaki mereka mati?"
"Mereka sendiri yang ingin mati?" seru Coh Liu hiang melongo.
Ciok koan im tidak menjawab. Ki Ping yan justru membatin "Kenapa kau
jadi pikun" Kalau toh dia sudah naksir kepadamu para budak ini justru
berani main-main dihadapannya lebih dulu, bukankah mereka sendiri
mencari mampus?"
Tatkala itu gadis baju kuning dan gadis gaun panjang serempak
menggerakkan kaki tangan menyerang dengan sengit dan kalap. Lwekang
mereka masih terlalu rendah, karena itu tadi Coh Liu hiang mengatakan
bahwa mereka masuk perguruan belum lama tapi serangan kerja sama
kedua orang ini ternyata cukup lihai dan aneh serta cepat, di luar dugaan
orang. Maklumlah pertempuran ini bukan merebut harta benda, juga bukan demi
gengsi dan pamor tapi demi mempertahankan jiwa raga mereka, menang
adalah hidup, kalah tentu mati, betapa mereka tidak bertempur matimatian
dan nekad. Tampak sepuluh jari-jari gadis gaun panjang runcing-runcing setajam
cakar-cakar serigala yang ganas dan buas, kertak gigi dan menjerit sengit
mencengkeram ke tenggorokan Ki Bu yong. Kedua biji mata gadis baju
kuningpun membara beringas, telapak tangan kanan laksana golok, dengan
seluruh kekuatan membelah ke dada Ki Bu yong pula, kepalan kiri
digenggamnya kencang sampai memutih, sekali jotos ia serang ke bawah
perut Ki Bu yong.
Serangan telapak tangan jotosan kepalannya ini kelihatannya memang
biasa tak mengandung perubahan apa-apa, tapi posisi serangan dan gayanya
yang aneh, sungguh sulit orang menyelamatkan diri arah mana orang
menyerang. Coh Liu hiang diam-diam membatin "Ilmu silat Ciok koan im memang hebat,
aneh dan lihai, orang-orang seperti mereka saja sudah mampu melancarkan
serangan dengan perbawa yang begitu dahsyat, bila dia sendiri yang
mempraktekkan, tentu lebih luar biasa."
Tampak Ki Bu yong bergerak lincah dan tangkas, sekali berkelebat,
sekaligus ia luputkan diri dari tiga jurus serangan kedua lawannya.


Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kelihatannya kepandaian silatnya memang jauh lebih tinggi dari kedua
lawannya namun agaknya dia tidak rela main kekerasan dengan cara
serangan musuh yang ganas dan nekad, oleh karena itu begitu berkelit dia
tak bertindak lebih jauh hanya bertahan saja tanpa balas menyerang.
Sebaliknya jurus demi jurus serangan kedua gadis lawannya semakin
gencar, makin ganas dan berbahaya dan aneh-aneh pula, sampaipun orang
seperti Coh Liu hiangpun sukar mengikuti dan tak melihat asal-usul dari
tipu-tipu permainan mereka.
Jurus silat yang dimainkan ketiga orang ini ternyata jauh berbeda dari
seluruh golongan silat di Tionggoan yang pernah dia selami, permainan
gadis gaun panjang agaknya rada mirip dengan Eng jiau kang, tapi lebih
mirip ke Kim na jiu pula, setelah diteliti lebih cermat, ternyata lebih mirip
ilmu gumul dan gulat dari kepandaian orang-orang Mongol tapi tidak
sekasar dan sekeras itu.
Ilmu pukulan telapak tangan yang dimainkan gadis baju kuning,
kelihatannya seperti menggunakan tipu-tipu ilmu pukul telapak tangan dari
aliran Lwekeh, tapi cara gerak dan serangannya secara praktek jelas sekali
amat berbeda. Bukan menabas atau membacok, tapi telapak tangannya itu
selalu memotong, padahal ilmu pukulan dari aliran manapun dalam bilangan
Tionggoan tiada jurus-jurus pukulan yang menggunakan tipu-tipu memotong
ini. Cuma orang-orang yang bersenjata golok saja baru ada yang
menggunakan tipu memotong ini.
Makin lama makin tersirap darah Coh Liu hiang menonton pertempuran ini.
"Dilihat dari permainan mereka ini, jadi kepandaian silat Ciok koan im
bukan mustahil dipelajari dari negeri seberang"
Tatkala itu kedua pihak sudah bergebrak puluhan jurus. Selama ini Ki Bu
yong tetap bertahan belum pernah balas menyerang.
Tiba-tiba Ciok koan im tertawa dingin "Bu yong kapan sih hatimu sudah
mulai lemah" Masakah kau tidak tega turun tangan?"
Belum habis kata-kata Ciok koan im tiba-tiba Ki Bu yong sudah lancarkan
serangan balasan. Sejurus serangannya ini ternyata jauh berbeda pula
dengan gaya permainan kedua lawannya.
Sudah tentu gadis baju kuning tidak berani melawan pukulan ini secara
keras, dengan lemas pinggangnya gemulai tertekuk, badan terbalik kaki
berkisar, tahu-tahu badannya menyusup lewat dari samping pundak kiri
orang terus menggeser ke belakangnya, tahu-tahu telapak tangannya
membelah ke punggung Ki Bu yong.
Kali ini gerakan kakinya amat lincah dan cekatan serba wajar dan gemulai
lagi, langkah-langkah kaki mereka yang berseliweran, cepat lagi tepat
sehingga tidak saling tumbuk ditengah jalan, begitu tiba di belakang Ki Bu
yong telapak tangannya sudah membelah dengan gempuran dahsyat laksana
dampratan ombak, sedikitpun tidak kelihatan gerakan kaku atau tidak
dipaksakan, dari permainan silatnya dapat dinilai, bahwa gadis baju kuning
ini memang berbakat menjadi tokoh kenamaan.
Maklumlah didalam mempraktekkan suatu ajaran silat yang diperlakukan
adalah keluwesan dan kewajaran dari gerak-gerik badan serta kaki tangan
yang kerja serasi, kalau tidak meski tipu silat itu sendiri amat lihay dan
aneh kalau dilancarkan tentu menunjukkan gerakan yang sedikit
dipaksakan, maka dari sini dapat dinilai bahwa orang ini belum boleh
dikategorikan sebagai tokoh kosen.
Bahwa gadis bermuka biasa, tindak-tanduknya genit dan kasaran ini
ternyata dapat melancarkan jurus-jurus ilmu silat tingkat tinggi yang
begini menakjubkan, Coh Liu hiang menonton menjadi bersorak dan memuji
dalam hati. Ciok Koan im sendiripun sedikit mengangukkan kepala, katanya "Dapat
melancarkan jurus ini sebaik itu, tiga tahun pelajaran silatmu tidak
terhitung sia-sia." tapi waktu ucapan kata-katanya ini selesai, tampak
gadis baju kuning itu sudah terkapar di atas lantai.
Ternyata dikala telapak tangan gadis baju kuning membelah ke punggung
Ki Bu yong, telapak tangan kiri Ki Bu-yong tetap mengincar urat nadi
pergelangan tangan gadis gaun panjang, memaksanya menarik mundur
serangan dan terdesak mundur, tahu-tahu telapak tangan kanan mendadak
menyelonong lewat dari bawah ketiaknya ke belakang, dimana kelima jarijarinya
rada tertekuk tapi pukulan telapak tangan dirubah menjadi cakar,
maka tebasan telapak tangan gadis baju kuning berarti disodorkan ke
depan dan tepat berhasil dengan digenggamnya. "Krak" lengannya seketika
teremas remuk dengan menjerit ngeri seketika ia terkapar roboh tak
bergerak. Tak terasa Coh Liu hiang sampai berseru memuji "Bagus, hebat sekali."
Memang cengkeraman Ki Bu yong dari depan menyelonong ke belakang ini
siapapun dikolong langit ini bila melihat permainannya ini takkan tahan
pasti memuji. Maklumlah betapa sulit sebelah tangan menyelonong ke
belakang melalui ketiak merupakan gerakan yang amat sulit dilakukan dan
serangan balasan yang terlalu dipaksakan pula demi menyelamatkan jiwa
sendiri. Tapi kali ini Ki Bu yong bisa mempraktekkan dengan seenaknya dan wajar,
lengan tangannya itu seolah-olah tidak bertulang, dapat ditekuk atau
diputar ke arah mana saja menurut sesuka hatinya, sedikitpun tidak
menunjukkan gejala-gejala yang menyangsikan.
Gadis bergaun panjang seketika berobah roman mukanya, mendadak dia
berpekik nyaring terus menubruk kalap seperti serigala buas kelaparan
menubruk mangsanya, meski serangannya tidak begitu menakjubkan, tapi
bahwa serangan ini cukup mengejutkan juga.
Berkilauan sorot mata Setitik Merah, mukanya yang kaku dingin selama ini
tiba-tiba memancarkan cahaya cemerlang.
Sebat sekali Ki Bu yong tutulkan kaki mencelat menyingkir seenteng
burung walet, sembari berkelit lekas telapak tangannya terayun balas
membelah. Sebetulnya gadis gaun panjang paling ketat melindungi batok
kepalanya sejak permulaan gebrak tadi siapa tahu begitu telapak tangan Ki
Bu yong terayun, dengan telak dia masih tepat membelah batok kepalanya.
Ternyata Ki Bu yong yang berkepandaian tinggi dan apal juga akan ilmu
silat lawannya sudah memperhitungkan dengan cepat gerak perubahan
tipu-tipu lawannya, di sela-sela antara bersilangnya kedua tangan, telapak
tangannya segera membelah dengan sekuat tenaga tangannya, waktu dan
sasarannya tepat sekali.
Jadi menggunakan cara atau tipu serangan gadis baju kuning ki Bu yong
membunuh gadis gaun panjang, demikian pula sebaliknya menggunakan tipu
serangan yang digunakan gadis gaun panjang dia bunuh gadis baju kuning
malah didalam angkat tangan menggetarkan kaki saja, cepat sekali dia
sudah berhasil merobohkan kedua lawannya. Agaknya kalau dia mau, sejak
gebrak pertama tadi, sebelum kedua gadis lawannya ini menyerang dirinya
sebetulnya dia sudah bisa mencabut jiwa mereka.
Setitik Merah dan Ki Ping yan saling berpandangan dengan terkesima,
cuma Coh Liu hiang sebaliknya mengerut kening seolah-olah sedang
memikirkan pemecahan suatu masalah yang mempersulit dirinya.
Terasa oleh Coh Liu hiang gerakan Ki Bu yong yang dipraktekkan barusan
agaknya sudah amat apal sekali, dalam pandangan matanya tapi satu
persatu dia bayangkan semua ajaran silat seluruh cabang atau aliran di
seluruh cabang atau aliran di seluruh dunia ini, tapi tak terpikir olehnya
dari cabang persilatan yang mana ada jurus-jurus silat yang mirip dan sama
dengan permainan silat yang dilakukan Ki Bu yong barusan.
Dilihatnya sikap Ki Bu yong tetap kaku dingin, mimik wajahnya tidak
berobah, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu apa, pelan-pelan dia
menghampiri ke depan Ciok koan im katanya sambil membungkuk "Kau
orang tua masih ada pesan apa?"
Ternyata Ciok koan im, termenung lama sekali, mendadak dia terkikik geli,
katanya "Lama sekali tidak melihat kau bersilat, tak nyana ilmu silatmu
sudah maju demikian pesat, sungguh harus dipuji."
Sahut Ki Bu yong menunduk "Bukan kepandaian silat Tecu ada kemajuan,
soalnya mereka berdua biasanya kurang giat berlatih."
Ciok koan im berkata tawar "Sampaipun Maling Romantis Coh Liu hiangpun
memberi pujian tinggi kepandaianmu, buat apa kau merendah dan
sungkan?" "Ya, berkat didikan dan ajaran kau orang tua yang benar dan besar
manfaatnya."
Kembali Ciok Koan im terbenam dalam lamunannya sampai lama tiba-tiba ia
tertawa pula dan berkata "Buka mulut tutup mulut kau selalu panggil aku
orang tua, apa benar aku ini sudah tua?"
Tertunduk kepala Ki Bu yong, tak berani banyak bicara lagi.
Ciok koan im menghela nafas, ujarnya "Memang, aku sudah tua, dalam
beberapa tahun lagi kau tentu dapat membunuhku, benar tidak?"
"Tecu tidak berani!" tersipu-sipu Ki Bu yong menjawab sambil menjura.
"Apanya yang kau tidak berani, dinilai dari kepandaian silatmu sekarang,
sampaipun Tiang sun Hongpun takkan kuat melawan tiga ratus jurus
seranganmu, beberapa tahun lagi, untuk membunuh aku bukankah
segampang kau mengangkat tangan?"
Lama juga KI Bu yong berdiam diri, tiba-tiba dari dalam lengan bajunya,
dia merogoh keluar sebilah pisau perak seperti milik Tiangsun Hong itu
sekali iris kontan ia kutungi pergelangan tangan kanannya sendiri. Darah
segar menyembur dengan deras, menyemprot sederas bidikan anak panah."
Tanpa menunjukkan perubahan perasaannya, berkata Ki Bu yong pelanpelan.
"Sekarang suhu kau" kau tentunya sudah percaya" percaya kepada
Tecu?" belum habis bicara, air mata sudah bercucuran, namun kulit
mukanya sudah pucat pasi tak berdarah, akhirnya pelan-pelan badannya
meloso jatuh dan semaput.
Coh Liu hiang, Ki Ping yan sama menghela napas, mata dipejamkan, tak
tega melihat kejadian tragis ini, selain halnya Setitik Merah matanya
malah terbelalak lebar, dengan tajam dia mendelik kepada Ciok koan im.
"Budak bodoh ini sendiri yang memotong tangannya, kenapa kau mendelik
kepadaku?" kata Ciok koan im dengan suara merdu "Apa kau beranggapan
aku sedang memaksa dia?"
"Hmm!" Setitik Merah hanya menggeram dengan suara berat.
"Tak nyana Setitik Merah yang kenamaan dan sudah banyak membunuh
manusia ternyata punya hati welas dan tahu belas kasihan, apa kau sudah
jatuh cinta kepadanya?"
Sepatah demi sepatah Setitik Merah berkata "Aku hanya ada maksud
terhadap kau, aku bermaksud membunuhmu."
"Sayang sekali, selamanya kau tidak akan bisa melaksanakan cita-citamu
ini." tanpa hiraukan Setitik Merah, Ciok koan im berpaling dan
menambahkan "Coh Liu hiang, apa kau masih mampu berjalan?"
Coh Liu hiang tersenyum, sahutnya "Kalau Hujin ingin aku berjalan
seumpama aku tak mampu bergerak, akupun akan bisa berjalan."
"Kalau demikian, silahkan Coh Liu hiang pindah tempat, mari silahkan ikut
aku, dengan langkah gmulai dia beranjak keluar pintu, tiba-tiba ia berpaling
pula kepada Setitik Merah katanya "Adakah kau membawa obat untuk
menyembuhkan luka-luka terpotong?"
Setitik Merah hanya mendelik kepadanya tanpa menjawab.
"Orang yang suka membunuh orang, tentu sewaktu-waktu bersiaga supaya
dirinya tidak terbunuh orang, jadi selalu pasti membawa obat luka-luka,
kalau kau sudah punya maksud terhadap budak bodoh, kenapa tidak segera
kau tolong mengobati dia?"
Coh Liu hiang tersenyum ujarnya "Tidak salah, sekarang dia selamanya
takkan mungkin bisa unggul dari kau, tentunya kau masih memerlukan
tenaganya."
"Maling Romantis ternyata memang dapat menyelami isi hati orang lain,
disitulah letaknya kenapa banyak gadis-gadis rupawan sama jatuh hati
kepadamu!"
Setitik Merah benar-benar menolong Ki Bu yong membubuhi obat pada
pergelangan tangannya yang kutung, biasanya dia membunuh orang tanpa
banyak membuang tenaga, namun hanya untuk mengerjakan tugas seringan
ini dia malah merasa amat berat dan tersipu-sipu.
Ki Ping yan menghela napas, serunya "Eng siok hoa". eng siok hoa". tak
nyana kembang yang begini elok dan indah ternyata adalah racun berbisa
yang dapat menghilangkan daya ingatan manusia, tanpa disadari oleh
manusia sedikit demi sedikit jiwanya dan sukmanya digerogotinya sampai
binasa." Setitik Merah segera menyambung "Aku sebaliknya tidak menduga bahwa
dia sudi pergi mengikuti Ciok koan im"
"Kau anggap dia tidak punya pambek?"
"Hm!"
"Jikalau kau, seumpamanya Ciok koan im akan membunuhmu, kaupun
takkan sudi ikut dia, benar tidak?"
"Hm!"
"Orang seperti kau ini selamanya takkan bisa memahami dan menyelami
karakter dan martabat Coh Liu hiang, tapi boleh aku memberi tahu
kepadamu sesungguhnya, dalam dunia ini tiada orang yang bisa memaksanya
untuk melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak mau melakukannya."
Setitik Merah tidak bicara.
Berkata pula Ki Ping yan "Boleh juga aku jelaskan lebih jauh, kelihatannya
ia amat sembarangan, tapi selama hidupnya belum pernah dia melakukan
sesuatu yang membuat seseorang temannya malu atau dirugikan, bahwa
kau bisa berkenalan dengan kawan seperti dia, boleh kau mengelus dada
senang, bahwa kau punya rejeki, sebesar ini."
Tiba-tiba terdengar Ki Bu yong mengeluarkan rintihan, pelan-pelan dia
siuman dari pingsannya. Diwaktu tak sadarkan diri raut mukanya
menampilkan rasa derita yang luar biasa tapi begitu dia sadar raut
mukanya seketika berubah dingin kaku, tanpa menunjukkan ekspresi
wajahnya. "Kau" kau masih kesakitan tidak?" tanya Setitik Merah.
Tak nyana sikap dan reaksi Ki Bu yong ternyata jauh lebih kaku dinginnya
"Aku sakit atau tidak apa sangkut pautnya dengan kau" Menyingkirlah jauh
sedikit!" Sesaat lamanya Setitik Merah tertunduk diam akhirnya pelan-pelan dia
menyingkir ke samping.
Dengan menahan sakit pelan-pelan Ki Bu yong merangkak berdiri,
mendadak dilihatnya perban membalut kutungan tangannya, tiba-tiba dia
menjerit beringas "Kaukah yang membalutnya?"
"Ya!" sahut Setitik Merah pendek.
"Siapa suruh kau bertingkah?"
"Tidak ada."
Tiba-tiba Ki Bu yong renggut kain perban itu lalu dicopotnya dengan
cepat, lalu diapun bersihkan pula bubuk obat yang melekat pada lukalukanya
sampai bersih, bahwasanya luka-lukanya itu belum rapat, seketika
darah bercucuran pula.
Walaupun kesakitan sampai kepalanya basah keringat dingin, namun
mukanya bersikap dingin dan tawar, segera ia membanting perban putih itu
katanya sambil mendelik kepada Setitik Merah "Urusanku sendiri,
selamanya tidak perlu orang lain turut campur," habis berkata, tanpa
memandang kepala Setitik Merah pula, dengan menahan sakit dia meronta
keluar. Ki Ping yan geleng-geleng kepala dan menghela napas, katanya "Perempuan
sekeras dan setabah ini, jarang kulihat."
Sesaat berdiam diri, akhirnya Setitik Merah berkata "Dia baik sekali!"
"Baik sekali!" kembali Setitik Merah ulangi pujiannya.
"Bagaimana juga, apa yang kau lakukan adalah baik baginya, seumpama dia
tidak sudi terima kebaikanmu tiada sepantasnya sikapnya begitu galak."
Setitik Merah pejamkan mata, selanjutnya dia tidak bicara lagi.
Ki Ping yan mengawasinya sebentar, akhirnya tertawa, batinnya "Jikalau
kedua orang ini dapat menjadi jodoh, tentunya memangnya pasangan yang
setimpal."
Tiada toilet, tiada lemari, tiada kelambu, juga tiada segala perabot antik
atau pajangan yang mewah-mewah didalam kamar ini. Tapi keadaan kamar
ini sudah cukup baik dan mungil, seumpama perempuan cantik yang
dikaruniai Thian, jikalau dia merias diri berkelebihan, malah melunturkan
kecantikan dan keagungannya.
Duduk di kamar ini, Coh Liu hiang merasa nyaman dan segar, selama hidup
boleh dikata belum pernah dia berada dirumah senikmat ini, dalam hati
diam-diam dia sedang berkeluh kesah.
Bagaimanapun juga Ciok koan im manusia yang satu ini memang bukan
manusia sembarangan. Sekarang terpikir oleh Coh Liu hiang hanya ingin


Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selekasnya melihat wajah asli Ciok koan im. Sekarang masih belum bisa ia
bayangkan sebetulnya betapa cantik molek wajah perempuan aneh yang
serba misteri ini. Akan tetapi sesudah dia berhadapan dan melihatnya,
diapun sudah membayangkannya.
Kecantikan dan keelokan Ciok koan im, ternyata sukar dibayangkan oleh
siapa saja yang pernah melihatnya, karena keelokannya, boleh dikata sudah
mempengaruhi seluruh daya pikiran untuk membayangkannya.
Banyak pujangga menggunakan, bintang kejora, untuk melukiskan keelokan
biji mata perempuan cantik, tapi sinar bintang masakah dapat
dibandingkan sepasang sorot matanya yang bercahaya bening dan lembut.
Tak tahan Coh Liu hiang menghela napas panjang untuk melapangkan
dadanya. Ciok koan im tersenyum simpul, ujarnya "Bukankah kau selalu ingin
bertemu muka dengan aku, kini kalau toh keinginanmu sudah terlaksana,
mengapa kau menghela napas setelah melihat mukaku?" suara memang
amat merdu menarik, kini setelah melihat raut mukanya lagi, mendengar
tutur katanya, orang lebih terpesona dan semangat seolah-olah copot dari
badan kasarnya.
"Aku menghela napas lantaran kuatir orang bisa menganggap aku
membual." Sekilas CIok koan im tertegun, lalu tanyanya tertawa "Membual"..
selamanya aku selalu bisa memahami setiap patah kata-kata orang lain,
tapi omonganmu ini sungguh aku tidak paham."
"Kelak kalau ada orang bertanya kepadaku "Pernahkah kau melihat Ciok
hujin?" sudah tentu kujawab sudah pernah, kalau orang itu bertanya lebih
lanjut "Bagaimana bentuk muka Ciok Hujin?" tentunya aku tidak bisa
menjawabnya," dia tertawa getir, lalu melanjutkan "Melihat aku mendadak
kelakep, tentu orang itu anggap aku sedang membual, di luar tahunya
bahwa kecantikan wajah Hujin, bahwasanya tiada seorang ahli tulis yang
pandaipun yang mampu melukiskannya dengan kata-kata."
Ciok koan im tertawa manis, katanya "Selama hidupku tidak jarang aku
mendengar kata-kata puji sanjung yang muluk-muluk tapi selamanya tak
pernah ku dengar kata-kata yang betul-betul membuat hatiku riang."
Sudah tentu didalam kamar ini ada sebuah ranjang, lebar empuk dan
nyaman. Pelan-pelan CIok koan im duduk di pinggir ranjang dengan tenang
tanpa banyak gerakan dia mengawasi Coh Liu hiang. Dia hanya duduk
tenang dan diam saja, mengawasi dengan sorot matanya yang redup, tiada
gerakan tidak menggunakan kata-kata pancingan, tapi ketenangan dirinya
ini justru lebih besar daya tariknya dari gerak-gerik yang genit dan bujuk
rayu yang menggiurkan.
Badannya mengenakan kain sari panjang yang tipis untuk menutupi seluruh
badannya, hanya sepasang lengan tangan dan sepasang telapak kakinya saja
yang menongol di luar. Tapi keadaannya ini jauh lebih menggerakkan
sanubari setiap laki-laki yang melihat perempuan molek yang telanjang.
Demikianlah keadaan Coh Liu hiang, tanpa berkedip matanya mendelong
mengawasinya seperti orang linglung.
Ciok koan im tersenyum manis pula, katanya "Sudah sejak lama kau pernah
mendengar namaku bukan?"
"Em..!" Coh Liu hiang menjawab dengan suara dalam tenggorokan.
"Tapi sampai sekarang, baru kau dapat melihat muka asliku."
"Em..!"
"Apa kau kecewa?"
"Apa Hujin melihat keadaanku seperti orang kecewa?"
"Kau tidak merasa aku terlalu tua?"
"Bagi perempuan, "Tua" memang merupakan musuh yang paling ditakuti,
tapi agaknya Hujin sudah berhasil menundukkan musuhmu itu."
Ciok koan im tertawa-tawa, katanya pula. "Tahukah kau tempat apakah
ini?" "Kecuali kamar tidur Hujin, masalah ada tempat ini seperti ini di dunia
ini?" "Tahukan kau kenapa aku mengundangmu kemari?"
Kali ini Coh Liu hiang hanya manggut-manggut.
Kerlingan mata Ciok Koan im tiba-tiba jadi redup, katanya lembut "Kalau
kau sudah tahu, kenapa tidak kemari dan lekas mulai?"
Dalam dunia ini tanggung takkan ada laki-laki yang kuasa menahan diri
untuk melawan rayuan ini bukan" Akhirnya Coh Liu hiang sudah mendekap
dan memeluknya kencang-kencang. Ternyata badannya selembut dan
sehalus kaca yang bisa menari-nari di atas telapak tangannya yang mulai
nakal. Sorot matanya seolah-olah ditaburi selaput kabut tebal, suaranya
berbisik lembut dan mengasyikkan "Perduli bagaimana kejadian
selanjutnya, dengan adanya kejadian malam ini, selamanya kau tidak akan
menyesal."
"Selamanya aku memang tidak pernah menyesal, mendadak dia kerahkan
sisa tenaganya dia angkat badan orang terus dilempar sejauh-jauhnya.
Maka badan Ciok koan im lantas melayang seperti daun melambai, mesti
dilempar dengan keras, namun meluncur turun dengan enteng, Cuma air
matanya berubah.
Bukan saja marah, diapun kaget dan heran selama hidupnya belum pernah
dia mengalami mimpi seaneh dan sebrutal ini, tapi mimpipun tidak pernah
terpikir olehnya bahwa Coh Liu hiang bakal melakukan ini, melemparkan
dirinya. Coh Liu hiang tertawa meringis mengawasi dirinya, katanya "Melihat
sikapmu agaknya kau kira aku ini orang edan, ya toh?"
Sekilas itu cepat sekali Ciok koan im sudah pulih dalam sikap dan gayanya
yang molek katanya tawar "Memangnya kau bukan orang edan?"
Coh Liu hiang tertawa besar katanya "Aku hanya gegetun, kenapa
sekarang aku tidak punya tenaga untuk melemparmu lebih jauh."
"Masa kau tega?" ujar Ciok koan im lembut aleman. Dengan gemulai dia
melangkah beberapa tindak lalu berdiri tegak pasang gaya kain sari laksana
salju yang menutupi badannya itu pelan-pelan melorot ke bawah, maka
terpampanglah sebentuk badan yang padat montok menggiurkan dengan
kulit putih halus laksana gading.
Tiba-tiba napas Coh Liu hiang menjadi berat dan memburu, agaknya dia
tidak mau percaya dalam dunia ini ada bentuk badan yang seelok dan
menggiurkan seperti ini, pinggangnya yang ramping, dada yang montok
dengan lekuk-lekuk badan yang jelas serta pahanya yang "."
Kulit badan yang segar halus hangat dan licin ini, kini sudah mendekapnya
kencang-kencang seperti ulat membelitnya, sepasang bukit yang kenyal
tahu-tahu sudah menindih dadanya, suara nan merdu sedang berbisik di
pinggir telinganya "Kau adalah laki-laki sejati yang hebat dan
berpengalaman, bukan?"
"Ehm..!"
Seperti sedang mengigau bisikan Ciok koan im "Tentunya kau sudah tahu,
bahwa sekarang aku amat memerlukan kau, masakah kau tega menolak
keinginanku?" Jari-jari Coh Liu hiang mulai nakal lagi, pelan-pelan
merambat dan menggeremet dari atas punggungnya terus melorot turun,
sekujur badan Ciok koan im mulai gemetar, tiada sesuatu peristiwa dalam
dunia ini yang benar-benar dapat menyedot sukma jiwa seorang laki-laki
lantaran adanya getaran badan yang wajar ini. Matanya memincing,
kepalanya rebah di atas pundak Coh Liu hiang, katanya gemetar "Di sini
sudah termasuk sorga, apalagi yang sedang kau tunggu?"
Coh Liu hiang menghela napas, mulutnya menggumam "Benar badan
telanjang seorang perempuan molek, memang adalah sorga dunia bagi lakilaki".
cuma sayang letak sorga itu terlalu dekat dengan akherat."
Mendadak jarinya mencubit pada tempat yang paling halus licin, paling
empuk dan paling menarik di atas badannya, lalu sekeras-kerasnya pula dia
dorong badan orang sampai rebah terlentang ke atas ranjang.
Ciok koan im rebah terlentang di atas ranjang di bawah sinar pelita yang
redup, menyoroti seluruh kulit badannya yang putih laksana susu namun
pada sela-sela tertentu masih juga meninggalkan bayangan-bayangan hitam
yang tak terpandang oleh mata telanjang. Itulah bayangan yang menarik
dan menyedot sukma, biasa membuat laki-laki gila dan kehausan.
Dia tetap menunggu, itulah gaya sedang menunggu, gaya mengundangmu
untuk segera mencemplak naik ke punggung kuda. Tak nyana Coh Liu hiang
mendadak meraih cangkir emas yang berada di ujung ranjang, diangkatnya
tinggi, lalu pelan-pelan dituangnya arak yang berada dalam cangkir, arak
merah dadu yang berada dalam cangkir segera mengalir turun laksana
benang sutra, bercucuran di atas badannya, tepat di atas bayangan gelap
itu sampai ke atas pusar dan dadanya.
Coh Liu hiang tertawa besar, katanya "Sekarang kau tentu lebih yakin
bahwa aku ini benar-benar orang edan, benar tidak?"
Ciok koan im masih tetap rebah diam saja, tidak bergerak, dia diamkan
saja arak itu membasahi badannya, mengalir melalui celah bukit di atas
dadanya terus turun ke perutnya yang cekung dan datar, membasahi kasur.
Akhirnya dia menarik napas panjang, katanya "Kau bukan edan, palingpaling
kau ini seorang pikun yang tak tertolong lagi."
Coh Liu hiang tersenyum, ujarnya "Kau kira seorang laki-laki yang normal,
selamanya takkan kuasa menolak keinginanmu ya?"
"Ya, selamanya takkan pernah terjadi."
"Jadi budak-budak didalam lembah itu, mungkin lantaran mereka terlalu
normal." Mendadak Ciok koan im bergegas duduk teriaknya "Apa katamu?"
"Jikalau aku tidak menolak keinginanmu, akupun bakal seperti mereka,
menyapu pasir yang selamanya takkan bersih, sampai ajalnya tiba baru
berhenti. Karena setiap kali kau melihat seorang laki-laki yang luar biasa,
maka kau lantas ingin menundukkan dia, memilikinya akan kau peras supaya
sukma dan raganya, dia persembahkan demi kepuasanmu, tetapi setelah
laki-laki itu betul-betul sudah mencurahkan segala miliknya kepadamu,
maka kau akan segera merasa bahwa semua laki-laki ini terlalu rendah dan
tak berguna lagi, paling berharga mereka cuma cocok menjadi kacungmu
untuk menyapu pasir belaka."
Ciok koan im menatapnya tajam, lama dan lama sekali tidak bersuara.
"Mungkin lantaran hatimu terlalu kosong dan kau terlalu kehausan, maka
tak henti-hentinya kau mencari dan mencari terus tak pernah berhenti,
ingin kau mencari laki-laki untuk mengisi kekosongan dan menghilangkan
rasa hausmu itu, tapi selamanya kau takkan pernah mendapatkannya."
Mendadak Ciok koan im tertawa pula, katanya lembut "Mungkin laki-laki
yang sedang kucari dan hendak kucari bukan lain adalah kau!"
"Sekarang mungkin kau masih merasa bahwa aku rada berbeda dengan
laki-laki lain, tapi setelah aku dapat kau kuasai dan kau tundukkan, maka
keadaanku takkan berbeda dengan mereka."
Ciok koan im tertawa manis dan berkata hangat "Masa terhadap dirimu
sendiri kau tidak punya keyakinan?"
"Bukan aku tidak punya keyakinan, cuma aku tidak mau menyerempet
bahaya ini."
Coh Liu hiang menggosok-gosok hidungnya katanya tertawa "mungkin aku
merasa tiada perempuan dalam dunia ini yakin patut membuatku harus
menyerempet bahaya demi dirinya."
"Bagaimana kalau Soh Yong yong?" tanya Ciok koan im.
Serasa tenggelam hati Coh Liu hiang, tapi lahirnya tetap bersikap wajar,
katanya dengan tertawa tawar "Dalam pandanganku, mereka bukan
perempuan, mereka tidak lebih sebagai sahabat baikku saja. Dan untuk
sahabat karibnya sendiri, sering laki-laki suka menyerempet bahaya."
Sirna senyum manis yang menghias muka Ciok koan im, katanya dingin
"Tapi kau tidak tahu, laki-laki yang menolak kehendakku apakah
akibatnya?"
"Kecuali aku, masakah ada laki-laki lain yang pernah menolak kau?"
"Ada satu, beberapa tahun yang lalu pernah ada satu, sorot matanya
menampilkan senyuman sadis, katanya menambahkan "Tahukah kau dengan
cara apa aku menghukumnya?"
"Kau membunuhnya?"
"Membunuhnya" Masakah begitu gampang, aku menelanjanginya lalu
kujemur diteriknya matahari, biar sinar surya yang panas itu membakar
kulit mukanya, membuat picak sepasang matanya, lalu kusuruh dia
menyurung gilingan seperti keledai, selamanya tak pernah kuberi
kesempatan istirahat kepadanya".." sampai d isini dia terkekeh-kekeh, lalu
menyambung "Tahukah kau akhirnya dia berubah menjadi apa?"
Maka terbayang dalam benak Coh Liu hiang akan keadaan Ciok Tho,
katanya menghela napas "Aku tahu."
"Apa kaupun ingin berubah menjadi seperti itu?"
"Aku hanya tahu bahwa akhirnya dia tidak mati, belakangan malah dia
berhasil meloloskan diri, akupun tahu mesti ia sekarang amat menderita
dan sengsara hidupnya, tapi keadaannya akan jauh lebih baik dari pada
budak-budak yang menyapu pasir itu."
Berubah rona muka Ciok koan im, katanya kertak gigi "Tapi kau"
selamanya jangan harap bisa lari dari sini!."
Aku masih tahu, terhadapku kau belum sampai putus asa, tentulah tidak
akan menyiksaku demikian rupa.
Mendadak Ciok koan im meraih bantal terus ditimpukkan sekuatnya ke
arah Coh Liu hiang, bentaknya "Enyah! Disaat aku belum berniat
membunuhmu, lekas enyah dari sini."
Coh Liu hiang tersenyum sambil menjura, sahutnya "Aku patuh akan
perintahmu." dengan tetap tersenyum dia melangkah keluar, didengarnya
napas Ciok koan im di belakang sana masih ngos-ngosan.
Selangkah demi selangkah Coh Liu hiang kembali ke kamar asalnya. Maling
Romantis yang Gingkangnya nomor satu di seluruh kolong langit, kini setiap
langkah kakinya, seolah-olah harus mengerahkan seluruh kekuatan dirinya.
Dua orang gadis lain mengintil di belakang, jarak mereka cukup jauh,
agaknya seperti kuatir bila mereka rada dekat, akan datang bencana
menimpa dirinya.
Tiba-tiba Coh Liu hiang menghentikan langkahnya, katanya berpaling "Aku
tak mampu berjalan lagi, sukakah nona memayangku kembali?"
Gadis itu mendelik, semprotnya "Tuh sudah hampir sampai tinggal
menikung didepan sana, jarak cuma dua langkah memangnya kau tidak bisa
jalan?" "Masakah nona begitu tega, memangnya kau ingin aku merangkak balik
kesana?" Gadis yang lain segera menyela "Toa siauya kumohon kepadamu, jangan
kau mencari kesulitan bagi kami, sudah dua jiwa berkorban secara konyol
lantaran kau, seorang terkutung tangannya demi kau, masih kau belum
puas?" "Tapi sekarang". aku hanya minta nona suka memayang aku". kalau tidak,
terpaksa aku mendeprok di sini saja."
Kedua gadis itu membanting kaki, keluhnya. "Kau ini memang bintang Iblis,
perempuan yang berhadapan dengan kau pasti sebal atau celaka."
Ki Ping yan melihat kedua gadis ini memayang Coh Liu hiang masuk,
keadaan Coh Liu hiang sudah kempas-kempis kehabisan tenaga, sungguh
geli dongkol dan gemes pula hatinya.
Tak tertahan dia mengolok dingin "Agaknya kau amat membuang tenaga
bagi Ciok hujin itu."
Coh Liu hiang menghela napas, ujarnya "Tak nyana daya pikiran dan
rekaanmu begini subur, cuma sayang apa yang kau bayangkan salah sama
sekali?" belum habis dia bicara kedua sikutnya tiba-tiba disodokkan kedua
samping, tapi mengeluarkan jeritan kedua gadis yang memayang itu
seketika roboh terkulai.
Coh Liu hiang menghela naps pula, katanya "Sungguh harus dimaafkan,
bukan Cayhe ingin membalas kebaikan dengan perbuatan tercela, tapi demi
melarikan diri, ya tiada jalan lain."
Setitik Merah dan Ki Ping yan sama melotot saking terkejut. "Kau"."
teriak Ki Ping yan tertahan "Dari mana kau mendapatkan tenagamu?"
"Agaknya seperti sejak pembawaan." sahut Coh Liu hiang tertawa.
"Tapi" tapi bau wangi yang memabukkan itu"."
"Kau kira akupun seperti kalian berdua terbius dan mampus oleh bau wangi
kembang candu itu?"
Ki Ping yan melengak, katanya tertawa meringis "Benar, tentunya kau
memang pura-pura kalau tidak masakah kau bisa jatuh semaput lebih dulu
dari kami, kau siuman lebih akhir dari kami pula" Tapi sebelum Ciok koan
im belum kembali, kenapa tidak lekas kau melarikan diri?"
"Waktu itu aku masih ingin bertemu dan berhadapan sama dia, mulutnya
berkata sewajarnya, tapi Ki Ping yan cukup tahu, bahwa waktu itu dia tidak


Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau tinggal pergi, karena dia kuatir setelah dirinya tidak lari seorang diri,
jiwa mereka berdua yang bakal celaka.
Berkata pula Coh Liu hiang "Sekarang aku sudah bikin Ciok koan im itu
marah-marah hampir gila dalam satu atau setengah jam takkan keluar ke
sini, kalau kita hendak pergi, sekaranglah saatnya yang paling baik."
"Tapi kami masih belum punya tenaga, mungkin tak kuat berjalan jauh."
Coh Liu hiang tidak segera menjawab, dia lucuti kain ikat pinggang dua
gadis itu lalu berkata dengan suara berat "Terlebih dulu kau gendong Ang
heng di punggungmu, diikat kencang dengan kain ini lalu ku gendong kau,
tenaga untuk berdiri saja tentunya kau masih kuat bukan?"
Itulah sebuah rumah yang dibangun dari sebuah batu, sejalur sumber
angin tengah mengarah keluar melalui sumber air diatas dinding batu, dua
orang gadis yang telanjang, sedang mandi di bawah pancuran air sumber
ini. Wajah mereka tidak terhitung cantik tapi badan yang kekar dan montok
berisi dengan dua bukit halus yang kenyal dan menjulang masih asli
mengandung daya tarik yang membangkitkan napsu birahi setiap laki-laki,
mereka sedang senda gurau sambil bermain air dengan cekikikan.
Sekonyong-konyong, tiga orang menerjang keluar bersama, ketiga orang
ini ternyata bertumpuk, seperti karung-karung yang distapel tinggi,
keadaan mereka mirip benar dengan orang sedang main akrobatik.
Keruan kedua gadis seketika kaget melongo dan terbelalak matanya, suara
cekikikan mereka seketika sirap, salah satu diantaranya lekas berjongkok
dengan kedua tangan berusaha menutupi dadanya, seorang yang lain
tersipu-sipu meraih pakaian.
Coh Liu hiang berkata dengan tersenyum "Nona-nona tak usah kuatir,
kami bertiga meski laki-laki sejati tapi kami bukan laki-laki bangor atau
hidung belang, mata kamipun tidak sembarang melihat, dimana jarinya
menjentik, gadis itu seketika merasa setengah badannya linu kemeng
seperti tersetrom aliran listrik, pakaian yang sudah berhasil diraihnya
seketika jatuh pula.
Saking malu sampai kuping gadis inipun merah mengangah seperti kepiting
direbus, suaranya gemetar "Laki-laki sejati kenapa". kenapa melarang
orang pakai baju?"
"Karena Cayhe cukup tahu, bila seseorang bertelanjang, tentunya dia
tidak akan berani berbohong."
"Dan lagi tentu tak enak dan malu untuk turun tangan," timbrung Ki Ping
yan. Gadis itu gertak gigi, terpaksa diapun berjongkok dan menutupi dada
dengan menyilangkan kedua tangannya.
Coh Liu hiang mendongak melihat cuaca katanya "Sekarang aku cuma ingin
bertanya kepada nona, dimana Ciok Hujin mengurung Soh Yong yong, Li
Ang siu dan Song Thian ji?"
Gadis itu melengak, tanyanya "Tiga orang" Laki-laki atau perempuan?"
Gadis itu menggigit bibir, sahutnya "hujin selamanya belum pernah
menyembunyikan orang perempuan." seorang gadis yang lain menambahkan
"Di sini seluruhnya adalah lima enam puluh saudara-saudara, tapi tiada
seorangpun yang she Soh."
Coh Liu hiang mengerut alis, ujarnya berpaling ke belakang. "Menurut
pengelihatanmu apakah mereka bicara sejujurnya?"
"Didalam keadaan seperti mereka perempuan tanggung takkan berani
bohong lagi."
"Kalau demikian jadi mereka benar-benar memang tidak berada disini."
sekilas dia melirik kedua gadis itu katanya dengan menghela napas
"Sedikitnya setiap hari ada sepuluh manusia yang mati kekeringan
ditengah gurun pasir, nona-nona malahan enak-enak mandi disini". ai.!"
Seiring dengan helaan napasnya yang terakhir, kembali jarinya menyentik
dua kali, seketika kedua gadis telanjang ini lemas tidak bisa berkutik.
Serambi panjang ini sunyi senyap, tiada terdengar sesuatu suara, tak
kelihatan ada bayangan manusia. Dengan suara prihatin Ki Ping yan
bertanya "Apa kau tahu jalan untuk keluar":
"Waktu mereka menggotongku masuk kemari, sudah kuingat-ingat betul."
Jilid 24 "Kalau Yong ji tidak berada di sini, kenapa tidak lekas kau menyingkir dari
tempat ini" Gadis-gadis ini semua berkepandaian silat yang tidak lemah,
jikalau kau kebentur beberapa gadis yang berpakaian, mungkin kesulitan
harus kau atasi."
"Aku memang ingin mencari seseorang," tiba-tiba Setitik Merah
menimbrung. "Siapa?" tanya Ki Ping yan mengerut alis.
Coh Liu hiang malah tersenyum ujarnya "Apakah nona Ki itu?"
Agaknya Setitik Merah menghela napas, katanya "Aku hanya merasa tidak
boleh meninggalkan dia ditempat ini."
"Tapi apa kau kira dia sudi pergi bersama kita?" tanya Ki Ping yan.
"Mungkin tidak mau." sahut Setitik Merah sesaat kemudian.
"Kalau kau tahu dia takkan pergi bersama kita, untuk apa pula kau hendak
mencari dia?" desak Ki Ping yan.
Kata Setitik Merah dengan nada berat "Tapi aku malah tahu, paling tidak
dia takkan merintangi maksud kita.
Sekonyong-konyong terdengar seorang menjengek dingin "mengandalkan
apa kau yakin benar bahwa aku tidak akan merintangi kau" Kalau hanya
mengandalkan keadaan kalian bertiga sekarang, jikalau mampu melarikan
diri, mungkin tempat ini telah lama menjadi puing-puing.
Oh Thi hoa tidak rebah di atas gundukan pasir, napasnya sengal-sengal,
mungkin sekarang dada orang yang akan dapat mengenali bahwa inilah Oh
Thi hoa, mungkin dia sendiripun takkan bisa mengenali dirinya sendiri.
Dia sedang merasakan siksaan lapar, letih, haus dan kotor,
tenggorokannya sudah mulai terbakar, begitu panas kering rasanya sampai
hampir saja dia gila dibuatnya, seakan-akan badannya hampir meledak
karena gerah. Pipop kongcu rebah tak jauh disampingnya, keadaan putri raja ini jauh
lebih mengenaskan pakaian mahal model terakhir yang dikenakannya ini
sekarang sudah dedel dowel tak karuan pahanya yang putih malah tampak
tergores luka berdarah yang dikotori lumpur. Terik mata hari pelan-pelan
menggeremet ke arah barat, namun suhu panasnya masih merangsang
badan, menyoroti muka mereka, tidak jauh di depan sana adalah sebuah
tempat berteduh yang sejuk, tapi mereka sudah tidak punya tenaga untuk
merayap kesana.
Sekuat tenaga Oh Thi hoa coba membuka kedua matanya, mulutnya
menggumam "Selama hidup sampai setua ini, mungkin kita takkan punya
harapan untuk menemukan si Ulat busuk itu.
Pipop kongcu menimbrung "Sebetulnya kita tidak boleh menempuh
perjalanan lewat jurusan ini."
Tiba-tiba terpancar sorot kemarahan dari mata Oh Thi hoa, katanya
keras dan serak "Tidak salah memang kita tidak seharusnya lewat jalan ini,
tapi memangnya kau harus menyalahkan kepadaku" Bukankah kau sendiri
yang mengunggulkan diri di padang pasir kau jauh lebih berguna dari aku"
Kenapa sekarang kau mirip aku, seperti anjing kelaparan rebah di
sampingku tak bisa berbuat apa-apa."
Bercucuran air mata Pipop kongcu, katanya sesenggukan serak
"Memangnya sebetulnya aku tidak ikut kau kemari, bikin susah kau saja,
kalau tidak sekantong air itu cukup kau minum seorang diri, paling tidak
masih bisa bertahan beberapa waktu lebih lama lagi."
Sesaat Oh Thi hoa terlongong, akhirnya menghela napas panjang katanya
getir "Aku ini memang keparat, soal begituan mana boleh salahkan kau"
Aku ini laki-laki besar seorang gadis saja aku tidak mampu melindunginya,
memangnya masih punya muka muring-muring kepadamu dalam keadaan
seperti ini."
Pipop kongcu tiba-tiba menubruk ke atas badannya, tangisnya pecah
semakin keras, katanya mewek-mewek "Tak bisa salahkan kau, akulah yang
salah". sekarang aku cuma ingin mati lebih baik kalau bisa segera mati!"
Pelan-pelan Oh Thi hoa mengelus rambutnya, mulut menggumam pula
"Seumpama kita tidak ingin mampus, mungkin kitapun takkan bisa bertahan
hidup." Selayang pandang, pasir kuning terbentang luas tak berujung pangkal,
seluruh kolong langit dan luas ini, seolah-olah tinggal mereka berdua
manusia yang sedang meronta melawan maut di dunia serba kuning kering
ini. Pelan-pelan Pipop kongcu angkat kepalanya, ujung mulutnya mengulum
senyum getir, katanya pula "Ternyata aku bakal mampus bersama kau,
mungkin siapapun takkan pernah menduganya?"
Oh Thi hoa tiba-tiba tertawa besar, katanya "Bisa mati bersama kau,
memang suatu hal yang patut dibuat girang kau" kau sebenarnya seorang
gadis rupawan yang cantik molek, kau kau". tiba-tiba tenggorokannya
seperti tersumbat sesuatu, suara tawanya yang serakpun seketika kelelap
dengan pandangan napas seperti melamun, dia pandang biji matanya,
katanya serak "Tapi umpama harus mampus kita harus mati dalam suasana
gembira bukan?"
Agaknya badan Pipop kongcu rada gemetar suaranyapun rada ngeri
"Kau"kau ingin aku"."
Sorot mata Oh Thi hoa dari biji matanya beralih ke pahanya yang
terbuka, paha yang terluka dan kotor ini, masih tetap kelihatan halus
panjang elok dan berisi Kala menjing di tenggorokan Oh Thi hoa naik turun
menelan ludah, sorot matanya semakin membara, seolah-olah saking panas
hampir saja menyela, jari-jari tangannya pelan-pelan bergerak beralih ke
arah pinggangnya dengan rabaan gemetar, katanya sepatah demi sepatah.
"Aku ingin kau".aku ingin benar-benar ingin kau, kecuali kau, aku tidak
tahu apa pula yang kuinginkan."
Pipop kongcu hanya bergemetaran terus tak henti-hentinya, kulit mukanya
yang pucat pias tadi, kini merah membara, diulurkannya tangannya,
ditariknya kain bajunya yang sobek untuk menutupi pahanya. Tapi kain yang
sudah dedel-dowel itu mana bisa menutupi sesuatu, malah gerak-geriknya
ini menambah daya tarik, seperti gaya memikat, bukan saja memikat orang
lain, sekaligus memikat diri sendiri. Terasa olehnya jantungnya serasa
hampir melonjak keluar dari rongga dadanya.
Manusia, memang binatang aneh yang lain dari binatang umumnya. Nafsu
birahi manusia, sering terjadi dan merangsang jiwa disaat bukan waktunya,
begitulah waktu keadaan jasmani dan kondisi badan manusia dalam keadaan
keletihan nafsu birahinya malah mendadak bisa merangsang lebih besar
keinginannya. Akhirnya dengan kencang Oh Thi hoa memeluknya, dibawa bayangan
kematian, nafsu birahinya mendadak berkobar laksana bara yang menyala,
maka dia tak kuat lagi menahan dan kendalikan diri sendiri, Pipop kongcu
pejamkan mata, seolah-olah dia sudah pasrah nasib dan memang siap
menerima segala akibatnya. Suka ria dan kenikmatan menjelang ajal
bukankah setiap manusia yang hampir mampuspun suka menghalalkannya?"
Pasir begitu empuk dan lembut, tapi juga terasa panas menyengat kulit.
Oh Thi hoa membalik badan menindih di atas badannya, kesedihan,
kepiluan, derita dan keputus-asaan mereka, seolah-olah sudah tersapu
bersih dan berkobar menjadi abu ditengah-tengah gelora nafsu birahi
yang sudah memuncak ini.
Tapi pada saat itulah, Oh Thi hoa menjerit kesakitan melompat bangun,
dengan kedua tangannya dia pegangi dan tutup anunya itu dengan rasa
kaget dan mendelik kepada Pipop kongcu, suaranya serak "Kau".kenapa
kau" kenapa begini" Memangnya kau tidak mau?"
Bercucuran air mata Pipop kongcu, katanya perlahan "Aku" aku mau,
sebelum ajal ini aku sudah bertekad memberikan apa saja kepadamu, tapi
tidak bisa tidak aku harus memberi satu hal kepadamu."
"Hal apa?"
Pipop kongcu pejamkan matanya, katanya "Baa badanku sudah tidak suci
lagi, sudah kuserahkan kepada orang lain."
Terkepal kencang jari-jari Oh Thi hoa, serunya "Siapa?"
"Dia!" sahut Pipop kongcu tegas. Siapakah itu dia yang dimaksudkan Pipop
kongcu, memangnya Oh Thi hoa tidak tahu" Seperti tiba-tiba diguyur
segayung air dingin di atas kepalanya, seketika Oh Thi hoa berdiri
menjublek tak bergerak.
Pipop kongcu tertawa pilu, katanya "Aku pun ingin merasakan punyamu,
sungguh aku pun tak kuasa kendalikan diriku lagi, cuma ingin aku melakukan
segalanya, mati didalam pelukanmu, tapi". entah kenapa, aku tidak bisa
mengelabuhi soal ini kepada kau."
Mendadak Oh Thi hoa mencelat berjingkrak, mulutnya menjerit "jangan
katakan lagi". jangan katakan lagi"." seperti orang gila dia tendang pasir
kian kemari, setiap kali tendangan kakinya, mulai membarengi memaki Ulat
busuk. Pasir beterbangan memenuhi udara, seluruh badannya sudah
terkurung oleh debu yang bergulung-gulung menguning itu.
Berkata Pipop kongcu dengan suara sayu " Apa sekarang kau amat
membencinya?"
"Hm.." OH Thi hoa hanya menggeram.
"Seumpama kau amat membencinya, akupun tidak bisa salahkan kau, ada
kalanya aku sendiripun membencinya". perduli siapapun bila berada
bersama dia, kemenangan dan bangga selalu hak miliknya, isi hati dan alam
pikiran siapapun, cukup sekilas matanya memandang matamu, dia sudah
bisa tahu dengan jelas, sebaliknya bagaimana jalan pikirannya, selamanya
tiada orang lain yang bisa menyelaminya."
Mendadak Oh Thi hoa menghentikan katanya mengawasinya "kau kira bila
kami berada bersama dia selalu dipihak yang rugi?"
"Em..!" Pipop kongcu bersuara dalam tenggorokan.
"Tapi dengan senang hati dan sukarela kami berada bersama dia,
hakekatnya dia tidak pernah paksa kita, kau tahu?"
"Em..!" tertunduk kepala Pipop kongcu.
Mendadak Oh Thi hoa tertawa besar, katanya "Bicara pulang pergi, kami
berdua boleh terhitung punya penyakit sama yang harus saling menaruh
belas kasihan, mesti sama-sama membencinya, tapi tak sama-sama
menyukainya pula."
Pipop kongcu menghela napas, katanya "Adakalanya aku sendiri jadi
kebingungan dan tidak tahu lantaran apa."
"Karena Ulat busuk memang pantas disukai oleh siapa saja, benar tidak?"
Sesaat Pipop kongcu menepekur akhirnya dia pun tertawa berseri,
katanya "Memang kau tidak malu dan tidak dirugikan menjadi sahabat
baiknya?" mendadak ia hentikan kata-katanya dengan mendelong ia awasi
Oh Thi hoa sorot matanya lama kelamaan berubah kaget takut dan seram,
meski mulut sudah terbuka, tapi tidak mampu mengeluarkan suara.
Oh Thi hoa tertawa, katanya "Kau lihat apa" Memangnya kepalaku
mendadak berubah jadi dua?" segera ia ulur tangannya untuk meraba
kepalanya, seketika mulutnya pun melongo matapun terbelalak, sorot
matanyapun diliputi rasa kejut dan ketakutan dengan melotot diawasi
kedua tangannya, mulutpun terbuka tidak bisa bersuara.
Ternyata kedua telapak tangannya sudah berlepotan darah segar. Darah
ternyata membasahi seluruh kepalanya.
Tapi batok kepala Oh Thi hoa tidak terluka tidak pecah, tidak terasa
sakit, lalu darimana datangnya darah" Lekas Oh Thi hoa menengadah,
udara nan gelap diliputi debu kuning itu dilihatnya dua titik bayangan hitam
sedang terbang melayang berputar-putar, malah semakin melayang
semakin rendah, agaknya sebentar lagi bakal terjatuh.
Darah tak perlu disangsikan lagi pasti jatuh dari badan dua ekor elang
yang sedang berputar-putar diangkasa itu. Terang bahwa elang ini sudah
terluka, jikalau perasaan Oh Thi hoa tidak beku karena derita yang dialami
sekarang ini, sejak tadi seharusnya dia sudah tahu dan merasakan.
Heran Pipop kongcu dibuatnya, katanya "Darimana datangnya elang tadi"
Kenapa pula bisa terluka Memangnya tak jauh dari sini ada orang?" pada
kata-kata terakhir, rasa herannya berubah jadi gembira asal ada orang
kemari, maka mereka punya setitik harapan untuk hidup.
Tapi raut muka Oh Thi hoa sebaliknya makin kaku prihatin tiba-tiba dia
teringat elang-elang yang menggondol barang mestika yang dibawa oleh
para Piausu-piausu yang gila dan akhirnya roboh mati karena keletihan itu.
Elang-elang di padang pasir ini, terang sekali adalah budak-budak Ciok
koan im. Maka terdengarlah suara "Bluk, bagai meteor jatuh, seekor elang
tiba-tiba meluncur jatuh tak jauh di depannya. Lekas Oh Thi hoa memburu
maju dan menjemputnya, bulu-bulu lembut bagian perut elang yang putih
itu sudah berlepotan darah, perutnya pun sudah terbelah, itulah luka-luka
bekas tusukan pedang. Agaknya diwaktu elang ini menubruk hendak


Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang kepada seseorang, maka dia terluka oleh tebasan pedang orang
itu. Oh Thi hoa mengerut kening mulutnya menggumam "Ilmu pedang yang
cepat sekali."
Kembali terbetik sinar harapan pada sorot mata Pipop kongcu katanya
"Apakah dia yang bakal datang?"
"Bukan, jikalau dia yang turun tangan ke dua elang ini pasti tak bisa
terbang begini jauh, apa lagi, meski hanya seekor binatang diapun tidak
akan membunuhnya."
Waktu itulah elang yang lainnya itupun melayang jatuh, luka-luka yang
membuat ajalnyapun sama tebasan pedang yang membelah perutnya.
"Jadi, mungkin tidak salah seorang teman kalian yang lain itu?" tanya
Pipop kongcu pula.
"Oh Thi hoa geleng-geleng kepala, sahutnya "juga bukan, Ki Ping yan
selamanya tidak pernah menggunakan pedang!" mendadak dia tertawa
sendiri, katanya "Bagaimana juga, kedatangan kedua ekor elang ini tepat
pada waktunya."
Belum lagi Pipop kongcu menyadari makna dari ucapannya, tahu-tahu
dilihatnya Oh Thi hoa menyodorkan seekor elang kepadanya, katanya
"Makan sekenyangmu!"
"Makan elang mentah?" teriak Pipop kongcu terkejut. "Mana bisa dimakan
mentah-mentah begini?"
Oh Thi hoa mendelik "Jikalau kau tidak ingin mati, kan harus memakannya,
betapa banyak kau bisa makan, gareslah sekuatmu, lebih banyak lebih baik,
tahu tidak?"
Bagi orang-orang yang suka gegares berbagai makanan daging binatang
bersayap, aging elang adalah daging yang paling besar dan liar, seumpama
kau godok sampai masakpun belum tentu dapat kau kunyah sampai lembut,
apalagi digares secara mentah-mentah.
Dengan kerahkan sisa tenaganya Pipop kongcu mengiris secuil daging terus
dijejalkan ke dalam mulut seperti dia menelan pil obat yang pahit, dengan
mengerut kening dia mengunyah sekuat-kuatnya, beberapa kali sudah
hampir tak tahan hendak memuntahkannya.
Oh Thi hoa segera memberi tahu kepadanya "Dengan cara makanmu ini
selamanya kau tidak akan bisa memulihkan tenagamu. Tirulah cara makan
seperti aku, coba lihat"." dia mengiris segumpal daging elang yang masih
berlepotan darah dijejalkan ke mulut dan terus ditelannya bulat-bulat.
Jangan toh melihat melirikpun Pipop kongcu merasa jijik "Aku" aku tidak
bisa makan dengan cara itu, aku tak bisa makan" tiada selera."
Walaupun daging elang kasar dan liat, meski darah elang amis dan
memualkan, tapi bagi seorang yang sudah kekeringan menjelang ajal,
sungguh jauh lebih berharga, nikmat dan menyegarkan dari segala makanan
lezat atau obat-obatan penguat badan. Setelah habis melahap seekor
elang yang cukup besar itu, lambat laun muka Oh Thi hoa sudah mulai
merah, dengan demikian pula Pipop kongcu sudah kuasa menghela napas
pelan. Pada saat itulah didalam keheningan padang pasir yang lelap ini,
sekonyong-konyong terdengar jeritan menyayat hati dari gundukan pasir
dibalik sana. Sedikit berubah muka Oh Thi hoa, katanya dengan suara berat "Kau
tunggu aku di sini biar kutengok kesana."
"Tidak aku juga mau ikut kesana."
"Baiklah, marilah ?" agaknya kecuali Ulat busuk itu, tiada orang lain yang
kuasa mengurusi dirimu " tapi kau harus berhati-hati.
Dibalik gundukan pasir sebelah sana tampak sinar golok berkelebat,
cahaya pedang seliweran saling sambar. Darah segar sudah berceceran
diatas pasir kuning, beberapa mayat orang sudah malang melintang tak
bergerak, tapi masih ada puluhan laki-laki seragam hitam yang sedang
mengepung dan mengeroyok dua orang yang sedang melawan mati-matian.
Akan tetapi dua orang yang terkepung itu memiliki kepandaian silat yang
jauh lebih tinggi, permainan ilmu golok lawannya cukup hebat dan ganas,
lebih menakutkan lagi, karena orang ini menampilkan napsu membunuh yang
begitu tebal, agaknya mereka sudah kerasukan setan, ingin rasanya
memecah hancur badan kedua musuhnya ini menjadi berkeping-keping."
Bahwa para laki-laki serangan hitam yang mengepung itu sudah beringas
dan nekad untuk mengadu jiwa, namun kedua musuh mereka pun masih
teramat lihai, sinar pedang laksana bianglala memanjang menggubat dan
menabas pergi datang seperti menari-nari di udara merangsak kian kemari,
jelas sekali ilmu pedang hebat ini adalah ajaran murni dari golongan Hoa
san pai yang terkenal dan disegani di daerah pedalaman.
Cuma sayang tenaga mereka kelihatannya sudah mulai terkuras dan lemah,
sebaliknya jumlah lawan-lawan mengeroyoknya terlalu banyak, kalau
pertempuran dilanjutkan terus seperti ini, umpama tidak sampai terbacok
mampus merekapun akan mati keletihan.
Pipop kongcu dan Oh Thi hoa sembunyi dibalik pasir, tiba menjerit kaget
"Kau lihat itu" bukankah dia itu tukang kuda kalian?"
Sudah tentu Oh Thi hoa juga melihat bahwa salah satu dari kedua orang
yang terkepung ditengah, bukan lain adalah Ciok Tho, tampak gerakgeriknya
mulai lamban dan serangannya pun rada kaku.
Seorang yang lainnya sebaliknya memainkan pedang yang lincah enteng dan
jelas dia bukan lain adalah tokoh tersembunyi ahli pedang Ong Tiong yang
jejaknya serba misterius, orang mengejar jejak Ciok Tho lantas ikut
menghilang. Sementara laki-laki seragam hitam yang mengeroyok mereka
itu, jelas adalah anak buah Ciok koan im.
Sekian lama Oh Thi hoa perhatikan dengan seksama, akhirnya dia tidak
sabar lagi, katanya "Kali ini, kau harus dengar kata-kataku dan tunggu aku
di sini." Pipop kongcu menggigit bibir, sahutnya "Tapi kalau ada orang lari kemari,
aku tidak akan berpeluk tangan saja lho?"
Oh Thi hoa manggut-manggut dengan tertawa, mendadak dia menghardik
bagai geledek, badannya meluncur terbang menubruk ke tengah
gelanggang. Laki-laki seragam itu sudah bertempur setengah harian dengan semangat
menyala dan berani mati, tidak sedikit diantara mereka yang sudah terluka
dan menemui ajalnya sesudah sekian lamanya baru mereka pelan-pelan
mendesak kedua musuhnya di bawah angin, jelas sebentar lagi merasa
bakal berhasil membacok hancur dua orang yang sudah mereka kejar-kejar
beberapa hari lamanya ini.
Siapa tahu, pada saat-saat yang hampir menentukan ini mendadak
terdengar bentakan laksana guntur menggelegar, seorang seperti terjun
dari tengah udara laksana panglima langit, tahu-tahu menggencet batok
kepala seorang laki-laki, berbareng sebelah kakinya menendang, sehingga
laki-laki kekar itu terpental terbang tiga tombak, kembali kepalanya
menjotos, dia pukul rontok seluruh gigi yang depan seorang laki-laki yang
lain. Sementara batok kepala laki-laki yang pertama yang diserangnya tadi
sudah gepeng. Dalam bergebrak menggerakkan tangan mengayunkan kaki ini, sekaligus
dia sudah merobohkan tiga orang. Begini gagah perwira dan perkasa,
sungguh menciutkan nyali dan menggetarkan sukma. Sudah tentu para lakilaki
seragam hitam yang sedang bernapsu hendak merajang kedua
musuhnya ini kaget dan tersiak mundur berpencar.
Di sebelah sana Ciok Tho dan Ong Tiong berdua seketika bergetar kaget
dan terbangkit semangat mereka, dua bilah pedang bersilang ke depan,
dimana sinar golok berkelebat, dua laki-laki seketika roboh dengan kepala
kutung. Oh Thi hoa segera membentak memperingatkan "Orang she Oh tidak suka
membunuh yang tidak berdosa, asal kalian mau meletakkan golok aku pasti
tidak akan melukai kalian."
Tak nyana semua laki-laki itu seperti sudah gila, dengan mata membara,
mereka menubruk maju pula dengan kalap serta menyerang membabi buta.
Pedang ditangan Ong Tiongpun dikembangkan, bentaknya "Orang-orang ini
sudah hilang kesadarannya, semua tidak terkontrol dan tidak bisa
ditundukkan, kecuali membunuhnya seluruhnya."
Oh Thi hoa menghela napas, dilihatnya dua batang golok bagai angin puyuh
membela datang, biji mata kedua laki-laki ini sudah merah, keadaan
mereka tak ubahnya seperti dua ekor anjing yang benar-benar sudah gila.
Sedikit memiringkan badan, badan Oh Thi hoa tiba-tiba berkelebat lewat
diantara sela-sela samberan sinar golok, berbareng sikut kiri menyodok
keluar, sekaligus tangan kanan menyanggah ke atas, entah bagaimana golok
ditangan laki-laki sebelah kanan tahu-tahu sudah terampas olehnya "krak"
disusul suara suatu benda keras pecah retak, ternyata seluruh tulangtulang
iga laki-laki sebelah kiri remuk disodok oleh sikutnya. Tapi setelah
terpental mundur beberapa langkah, mendadak dia menerjang maju pula
dengan menggempur kalap "Buat apa kau senekat ini?" ujar Oh Thi hoa
menghela napas. Belum sehabis kata-katanya dua orang susul menyusul
sudah roboh terkapar mandi darah.
Dari kejauhan Pipop kongcu menonton pertempuran sengit yang seram ini,
tampak semua laki-laki seragam hitam itu tubruk sana terjang sini, yang
satu roboh yang lain menggantikan, sambung menyambung maju menerjang,
meski tahu bahwa mereka hanya mengantar kematian, namun sedikitpun
mereka tidak gentar, ternyata tiada satupun yang melarikan diri. Tak
tahan diapun menghela napas, ujarnya "Kalau dalam negeri kita punya
pahlawan-pahlawan segagah dan seberani ini, masakah kita sampai
menderita begini mengenaskan seperti ini." Memang tanpa disadarinya
bahwa semua laki-laki ini sudah rela menjual jiwanya untuk kepentingan
Ciok koan im, bahwasanya mereka tidak ubahnya seperti mayat-mayat
hidup yang tinggal menunggu ajal belaka.
Pertempuran berdarah sesengit itu akhirnya berakhir juga, pasir kuning
jadi merah oleh banjirnya darah, mayat bergelimpangan dimana-mana.
Kedua tangan Ciok Tho memegangi pedang napasnya tersengal-sengal,
namun kulit mukanya masih tetap kaku seperti batu-batu keramik yang
kasar itu, Ong Tiong segera maju menghampiri menjura kepada Oh Thi
hoa, katanya setelah menarik napas "Budi besarmu ini tak berani aku
mengucapkan terima kasih yang berkelebihan. Tanpa bantuan Tayhiap, hari
ini kami bersaudara terang akan mampus disini tanpa ada liang kubur."
Oh Thi hoa memandangnya, lalu memandang Ciok Tho pula, tanyanya
heran. "Kalian bersaudara?"
"Meski bukan sedarah daging, persaudaraan kita laksana kakak adik
kandung sendiri," sahut Ong Tiong.
Oh Thi hoa heran bertanya pula "Kalau demikian jadi kalian sudah lama
berkenalan?" Ong Tiong menghela napas katanya "Cayhe menjelajah dunia,
tujuannya adalah untuk mencarinya, kalau dihitung-hitung".. sudah hampir
dua puluh tahun."
Dengan tajam Oh Thi hoa awasi pedang di tangannya itu, tiba-tiba
berkata pula dengan tertawa "Selama dua puluh tahun ini jarang kulihat
ilmu pedang Hoa san pai kalian yang betul-betul murni di kalangan Kang
Ouw, jurus Kiong hong koan jit yang tuan lancarkan tadi sungguh dapat
menggetarkan dunia dan dapat menjagoi Bulim!"
Sedikit berubah air muka Ong Tiong katanya sambil unjuk tawa
dipaksakan "Oh Thay hiap terlalu memuji!"
Dengan mata berkilat Oh Thi hoa menatapnya "Menurut apa yang Cayhe
ketahui, meski pada pihak Hoa san kalian jaya dahulu, yang betul-betul bisa
melancarkan jurus King hong boan jit sebaik tadi, dan tidak lebih hanya
beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari, sebaliknya diantara tokohtokoh
kosen ahli pedang dari pihak Hoa san pai kalau terang tiada seorang
yang bernama Ong Tiong. Sekarang tentunya tuan sudi memberi tahu nama
asli tuan yang sebenarnya?"
Ong Tiong gelagapan katanya "Cayhe tidak lebih hanya seorang keroco
saja dikalangan Kang ouw, buat apa tuan?""
Oh Thi hoa segera menukas dengan tertawa besar "Sampai detik ini,
masalah tuan masih tidak mau menerangkan asal usulmu sendiri
terhadapku" Ketahuilah nama seseorang meski dapat mengelabuhi orang
lain, tapi permainan ilmu pedangnya takkan bisa mengelabuhi pandangan
seorang ahli."
Lama Ong Tiong berdiam diri, akhirnya menarik napas panjang, katanya
tertawa getir "Jiwa Cayhe berkat pertolongan Tayhiap, sebetulnya aku
pun tidak berani memperkenalkan diri dengan nama palsu, sebentar dia
merandek lalu melanjutkan "Bicara terus terang. Cayhe she Liu bernama
Yan hwi." "Liu Yan hwi!" Oh Thi hoa menjerit tertahan!" jadi kaulah murid penutup
dari Hoa san pai Ciangbun yang terakhir dulu, di luar Hoa san chit kiam,
Sie liong siau kiam khek yang paling ternama dan paling disegani itu?"
Liu Yan hwi tertawa rawan, katany "Sang waktu menyiksa orang, anak
muda yang gagah berani dulu sekarang sudah menjadi kakek tua yang
berjenggot memutih."
Berkilat dan jelalatan biji mata Oh Thi hoa, sekilas ia mengerling kepada
Ciok Tho, tanyanya "Kalau tuan ternyat aadalah Liu Tayhiap, dia?""
Agaknya Liu Yan hwi sudah ambil keputusan dan bertekad, katanay
sepatah demi sekata "Dia adalah Toa suhengku Hongbu Ko."
"Jadi dia inilah tetua dari Hoa san chit kiam?" seru Oh Thi hoa tersirap
darahnya. "Jiwa kependekaran tersebar luas disegani di seluruh dunia
kaum Bulim di seluruh jagat sama segan dan menghormatinya sebagai
Jinggi kiam khek" Pendekar pedang bijaksana dan setia kawan?"
"Ya, memang dialah adanya." Ong Tiong membenarkan.
Kembali Oh Thi melirik kepada Ciok Tho, Tampak sorot matanya kosong
hambar menatap lempang ke depan nan jauh di sana, keadaannya tetap
seperti semula seolah-olah apapun ia tidak mendengar dan tidak melihat
pendekar pedang yang gagah dan disegani pada masa jayanya dulu,
bagaimana pula terjadinya sampai berubah demikian rupa" Tak terasa Oh
Thi hoa merasa kasihan dan prihatin, tak tahan ia berkata "Sebetulnya
bermusuhan apa adanya antara Ciok koan im dengan Hongbu Tayhiap" Tega
hati dia menyiksanya sampai demikian rupa?"
"Seluk beluk persoalan ini amat panjang dan berbelit-belit" ujar
Pendekar Kelana 10 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Pendekar Panji Sakti 16
^