Rahasia Peti Wasiat 12

Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Bagian 12


aku ikut penasaran bagi kalian
berdua, kalian terkenal sebagai pendekar naga dan harimau,
tokoh muda dunia persilatan yang menonjol, tapi kalian mau
diperalat olehnya tanpa sadar, sungguh lucu dan menggelikan
'' Mana It-hiong mau percaya Toh Po-sit adalah manusia yang
kemaruk harta benda, segera ia tuding orang dan mendamperat,
"Lekas katakan. apakah dia sudah kau bunuh ?"
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam menyeringai, ucapnya. "Ia
berusaha menperalat adik perempuanku untuk menangkap
diriku, padahal sebelumnya setiap tindak-tanduknya sudah
kuketahui dengan jelas. Memang betul, dia sudah kubunuh "
Kejut dan gusar It-hiong tidak kepalang, serentak ia melolos
pedang dan berteriak bengis, "Ayo maju kemari, biar ku
tempur bangsat tua macam dirimu ini!"
"Hehe. buat apa?" ujar Oh Kiam-lam dengan tertawa, sikapnya
tetap sabar. "Kabarnya hubunganmu dengan adik
perempuanku cukup intim, malahan aku juga sangat berharap
akan mempunyai ipar semacam dirimu, bilamana . . . "
"Tutup mulut"' bentak It-hiong "Hubunganku dengan adik
perempuanmu hanya sampai di sini saja. Sukarang harus
kupenggal kepalamu untuk membalas sakit hati Tohlocianpwe"
"Hehe.apa betul begini kehendakmu?" jengek Oh Kiam-lam
dengan menarik muka.
"Sekalipun bukan untuk Toh-locianpwe juga akan kubinaskan
bangsat tua yang licik dan licin serupa dirimu ini." teriak Ithiong
tegas Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam berdiri dan berkata "Baik, dengan
senang hati akan kupenuhi kehendakmu, anak muda. Mari
kita keluar saja." Segera lima orang sama keluar ruangan
pendopo dan menuju ke lapangan.
Segenap anak buah sarang bandit itu sudah menerima kabar
tentang datangnya kedua pendekar naga dan harimau dan
sejauh ini sama memperhatikan perkembangan keadaan, kini
melihat pemimpin besar mereka menuju ke lapangan bersama
kedua tamu muda itu, segera para anak buah tahu bakal ada
tontonan menarik, seketika suasana menjadi riuh ramai dan
berkerumun maju.
Satu di antara penonton itu ternyata dikenal Pang Bun-hiong,
orang ini seorang perempuan, dia bukan lain daripada Coakat-
bijin Loan Kiau-kiau, si wanita cantik berbisa. Perempuan
ini sebenarnya terkurung di ruang bawah tanah di Ma-cik-san
oleh Toh Po-sit, tapi sekarang sudah muncul di sarang bandit
ini. Maka dapat dimengerti apa yang dikatakan Oh Kiam-lam
bukan bualan belaka. Toh Po-sit memang benar telah
terbunuh olehnya.
Melihat Coa-kat-bijin Loan Kiau-kiau muncul di situ, segera
Pang Bun-hiong memberi salam dan menegur dengan tertawa,
"Aha, selamat berjumpa pula nona Loan"
Kiau-kiau hanya mendelik sekejap saja padanya tanpa
menjawab. Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam memandang mereka
berdua, katanya kemudian dengan rasa curiga, "Mengapa kau
kenal istriku ini.anak muda?"
Bun-hiong menjawab dengan tertawa, "Bukan cuma kenal saja
malahan ?"
Kiau-kiau tampak gugup dan membentak "Pang Bun-hiong,
hendaknya kau tahu batas kalau omong, meski kita memang
sudah lama kenal, tapi perkenalan kita berlangsung secara
bersih " "Kiau-kiau," sela Oh Kim-lam dengan kurang senang, "dia
yang kutanya dan bukan tanya dirimu"
Lalu ia berpaling dan tanya Bun-hiong, "Anak muda, kau
bilang tidak hanya kenal saja, malahan
apa?" "Malahan timbul semacam "semacam perasaanku," kata Bunhiong
dengan tertawa.
Sinar mata Oh Kiam-lam tampak mencorong tajam, tanya
dengan suara berat, "Perasaan apa?"
"Begini, aku ini ada semacam ciri yaitu bilamana melihat
perempuan cantik lantas kukejar terus menerus," tutur Bunhiong.
"Beberapa tahun yang lalu secara kebetulan kulihat dia,
aku terkejut akan kecantikannya, maka segera kuatur siasat
dan mulai melancarkan serangan padanya. Namun dia bilang
aku terlampau muda dan tidak sudi menerima cintaku. Tentu
saja aku sangat kecewa karena bertepuk sebelah tangan, aku
sakit rindu dendam dan hampir saja jiwa melayang."
Keterangan ini membuat Oh Kiam-lam tersenyum kembali,
katanya, "Hm, dengan muka tebese serupa dirimu juga ingin
meinikat perempuan cantik, huh, jangan inimpi'"
"Ya, ya, memang!" kata Bun-hiong dengan tertawa. Hati Loan
Kiau-kiau merasa lega karena Bun-hiong tidak bercerita
kejadian yang sesungguhnya. Lalu Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam
berpaling dan berkata kepada Liong It-hiong, "Kau tahu anak
muda, Toh Po-sit saja bukan tandinganku, apalagi dirimu. Jika
kamu tetap ingin menantangku maka bagimu cuma ada satu
jalan, yaitu kematian. Biarlah sekarang kusuruh seorang anak
buahku coba-coba beberapa jurus denganmu "
Segera ia menoleh dan berkata kepada si gemuk yang aneh
itu, "Ong-siwi, boleh coba kau layani dia."
Si gemuk aneh itu mengiakan, segera ia melolos senjata
andalannya, yaitu toya tiga ruas, ia melangkah maju, katanya
sambil terkekeh, "Hehe, anak muda, biar kuantar kamu pulang
ke nenekmu. Nah, boleh serang lebih dulu?"
It-hiong acungkan pedangnya, ucapnya dengan mendongkol,
"Mengingat kamu dapat dipilih jadi jago pengawalnya tentu
kepandaianmu tidak rendah "
Si gemuk putar toyanya sehingga menerbitkan suara
gemuruh, katanya sambil menyeringai, "Hehe asal kan cukup
untuk membereskan anak muda seperti dirimu ini kan
bolehlah! ' "Baik, akan kuberi tiga kali serangan padamu " kata It-hiong.
"Huh, masa kau mampu?" ejek si gemuk
"Tentu saja mampu, coba saja." jawab It-hiong. Panas juga
hati si gemuk, ia terkekeh dan membentak, "Baik, ingin kulihat
apakah kau mampu menahan sampai tiga kali seranganku'"
Begitu melangkah maju langsung toya ruas pertama
menghantam batok kepala It-hiong. Cepat, it-hiong mengegos
ke samping sehingga serangan lawan terelak. Namun toya tiga
ruas itu memang senjata serba banyak variasinya baru saja lthiong
menghindarkan jurus pertama tahu-tahu serangan
kedua si gemuk sudah menyabet pinggangnya, betapa cepat
perubahan serangannya sungguh sukar dibandingi senjata
umumnya. Selain cepat dan aneh jurus serangan si gemuk,
tenaganya juga sangat kuat. Baru saja It-hiong menyurut
mundur, kembali ia dipaksa harus menghindar lagi ke
samping. "Roboh'" bentak si gemuk, berbareng jurus ketiga menyabot
pinggang lagi. Justru jurus serangan inilah merupakan
serangan maut andalannya, dipandang sepintas babatan toya
tiga ruas itu menyambar pinggang It-hiong, tapi pada detik
hampir mengenai sasarannya itulah, sekonyong-konyong pada
ruas toya kedua tiba-tiba berbunyi "cret", tahu-tahu menjeplak
keluar sepotong belati terus memkam dada It-hiong.
It-hiong tidak menyurut mundur, juga tidak melompat ke atas,
tapi mendadak ia berputar cepat serupa gasingan, sekaligus ia
berputar ke sisi kanan lawan, pedang berputar dan langsung
balas menusuk. "Aduhh!" si gemuk menjerit dengan mata melotot tertampak
wajahnya yang meringis menahan derita, tubuh sempoyongan
akan roboh. Rupanya ia terkena tusukan maut It-hiong.
Pedang masuk melalui pingang kanan dan tembus pinggang
kiri. Air mukanya yang meringis penuh derita itu dengan
cepat membeku, setiap orang dapat melihat napasnya sudah
putus, namun dia tidak roboh, eebab pedang yang menembus
pmggangnya itu masih terpegang di tangan It-hiong.
Dengan sikap gagah perkasa it-hiong berdiri diam sejenak,
habis itu baru pedang ditariknya berbareng sebelah kakinya
mendepak, "blang'' tubuh si gemuk terpental lebih setombak
jauhnya. Air muka Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam berubah merah padam, ia
tatap It-hiong sampai sekian lama, lalu mendengus, "Hm.
tidak nyana kamu memang mempunyai sejurus dua, bagus,
bagus sekali".
Sembari bicara sambiI menanggalkan jubahnya, nyata ia siap
maju sendiri "Congtocu," seru seorang mendadak, "biar kucoba dia dulu'"
Kiranya si kurus aneh yang ininta izin untuk menantaog Liong
It-hiong. Oh Kiam-lam berpaling, ia mengangguk peelahan dengan
tersenyum katanya. "Boleh juga, cuma jangan meremehkan
lawan serupa Ong-siwi."
Si kurus aneh mengiakan, segera ia lolos senjatanya, yaitu
cambuk kulit, sekali lompat ia maju
ke depan Liong It-hiong
"Babak ini serahkan padaku saja, Liong It-hiong," seru Bunhiong
berbareng ia pun melompat menghadapi si kurus.
"Enyah, keparat!" teriak si kurus dengan gusar "Aku ingin
menuntut balas bagi kawanku !".
Bun-hiong tertawa, katanya, "Hari ini hanya ada permusuhan
dinas dan tidak ada dendam pribadi, terlalu sempit jiwamu bila
kau bicara tentang menuntut balas. Lebih baik kita berdua pun
coba main-main beberapa jurus."
"Apakah kaucari mampus"!" si kurus berjingkrak murka, sekali
cambuk kulit berputar, "tarr", langsung terus menyabet ke
pinggang Pang Bun-hiong. Cepat Bun-hiong melompat ke
atas, ia tidak balas menyerang dengan pedang, katanya
dengan tertawa "Aku pun memberi tiga jurus serangan
padamu, nah, satu kali?" Tambah kalap si kurus karena
ejekan Bun-hiong itu kembali cambuk berputar dan berbunyi
nyaring, ujung cambuk terus membabat kedua kaki Bun-hiong
serupa ular hidup.
Namun kaki Bun-hiong keburu ditarik ke atas sehingga
sabetan lawan terhindar pula, serunya dengan
terbahak,."Haha, ini jurus kedua . . . ."
"Tarrr", secepat kilat cambuk si kurus menyambar pula, sekail
ini cambuk dapat membelit tubuh Bun-hioag dan menyeretnya
ke bawah. Melihat kejadian tak terduga ini. lt-hiong terkejut,
teriaknya cepat, "Hei,awas!"
Terlampau cepat kejadian itu untuk diceritakan, tahu-tahu
tubuh Pang Bun-hiong sudah terseret jatuh di tanah, siapa
tahu anak muda itu lantas membentak, begitu tubuh jatuh di
tanah mendadak ia menggelinding ke dekat kaki si kurus,
menyusul melihat sinar pedang berkelebat, lalu terdengar
suara jeritan, kontan si kurus roboh terjungkal.
Kiranya kedua kakinya tertabas buntung sebatas dengkul oleh
pedang Pang Bun-hiong, darah segar pun muncrat serupa air
mancur. Semua orang sama melongo kaget sebab mereka
tidak sempat melihat Bun-hiong melolos pedang, yang terlihat
cuma berkelebatnya cahaya perak dan tahu-tahu kedua kaki si
kurus sudah buntung, sungguh tabasan pedang secepat kilat.
Bun-hiong membuang cambuk kulit yang membelit tubuhnya
itu dan melompat bangun, ia kebut debu yang mengotori
tubuhnya, katanya dengan tertawa, "Tidak cukup tegang,
tidak cukup terangsang.
Muka Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam tambah merengut, sorot
matanya seakan-akan menyemburkan api, ia memberi tanda
kepada anak buahnya agar membawa pergi si kurus yang
terluka parah dan si gemuk yang sudah menjadi mayat.
"Baik, jika kalian mencari rangsangan kukira kalian takkan
kecewa," katanya kemudian sekata deini sekata "Di mana Cappek-
to-jiu (18 ahli golok)?". Serentak terdengar suara orang di
sana-sini, seketika 18 orang lelaki tegap tampil ke muka.
Ke-18 lelaki kekar ini semuanya berdada lebar dan telanjang
perut, otot daging kelihatan padat kuat, masing-masing
membawa golok tebal sikapnya garang sekali jelas mereka
adalah jago golok yang telah mengalaini latihan keras
Eng jiau-ong Oh Kiam-lam tampak menyerengai, ucapnya
dengan geram, "Apakah kalian tidak berani menempur ke-18
jago golok ini?"
It-hiong mengangkat pedangnya dan menjawab dengan
tertawa, "Jika mereka sudah kau tampilkan, kenapa main
sungkan lagi?".
Segera Oh Kiam-lam memberi tanda sambil membentak,
"Maju'"
Sejak tampil ke18 orang itu sudah mengepung Bun-hiong di
tengah, begitu menerima aba-aba, serentak mereka
melangkah maju dengan teratur sehingga It-hiong berdua
terkurung semakin rapat
It-hiong rapatkan punggung dengan Bun-hiong dengan sikap
sewajarnya ia berkata, "Pang Bun-hiong, apakah sekarang
kamu menyesal?"
"Haha, menyesal apa?" jawab Bun-hiong dengan tertawa
"Menyesal karena kamu ikut kemari bersamaku " kata Ithiong.
"Kentut!" omel Bun-hiong "Tempat yang dapat kau datangi
tentu aku pun berani datang'"
"Tapi kedatanganmu sekali ini mungkin cuma akan mati tanpa
hidup lagi" kata It-hiong.
"Hari ini mati, 20 tahun kemudian kan sudah tumbuh kembali,
takut apa ?" jawab Bun-hiong dengan tertawa. Keduanya
bicara dengan santai, ke 18 ahli golok yang terus mendesak
maju itu seakan-akan tidak terpandang oleh mereka.
Sebaliknya ke-18 ahli golok itu kelihatan sangat prihatin
dengan sikap serupa sedang menghadapi musuh besar,
sungguh sangat kontras bila dibandingkan sikap It-hiong
berdua yang acuh-tak acuh itu
Menyusul jarak kedua pihak yang semakin dekat, suasana
pertempuran sudah hampir membuat sesak napas orang,
namun It-hiong dan Bun-hiong masih terus bicara seenaknya
seperti tidak terjadi apa-apa
"Ciaatt?" terdengar teriakan ramai, dua ahli golok bagian
tengah mendahului melancarkan serangan, golok tebal segera
membacok. Bun-hiong dan It-hiong tertawa panjang, serentak mereka
berkelit, tanpa berjanji tapi bergerak serupa keduanya sama
menggeser ke samping. Akan tetapi dengan cepat luar biasa
mereka memperlambat langkah dan kembali berdiri tegak
dengan santai. Sebaliknya kedua ahli golok yang membacok
tadi serupa kena ilmu sihir, wajah keduanya menampilkan rasa
kejut dan bingung tak terkatakan, biji mata mereka melotot
serupa hendak melompat keluar, sampai sekian lama baru


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar suara "blak-bluk", berturut-turut keduanya roboh
terkapar, darah segar pun menyembur keluar dari perut
mereka. Sisa ke-16 jago itu sama terkesiap, tanpa terasa sama
menyurut mundur satu langkah, nyata mereka sama gentar
terhadap ilmu pedang It-hiong dan Bun-hiong yang Iuar biasa
itu. "Jangan takut, maju bersama'' bentak Oh Kiam-lam dengan
bengis. Segera terdengar suara bentakan dan teriakan dari
sana sini ke-16 ahli golok terus menyerbu maju dengan ganas.
Maka terjadilah pertarungan sengit, sinar golok dan cahaya
pedang berkelebat kian kemari.
Di tengah gerak kelebat bayangan manusia. terdengar pula
gema suara jeritan dua kali, kembali dua ahli golok itu terkena
pedang, seorang kontan roboh binasa, seorang lagi terguling
keluar kalangan pertempuran dan melolong kesakitan sambil
memegangi perut.
Namun sebenarnya tidak ringan cara It-hiong dan Bun-hiong
menghadapi kawanan jago golok itu, keadaannya sama
bertempur mati-matian dan mengeluarkan segenap
kemahiran masing-masing, dengan begitu barulah sekadar di
atas angin. Maklumlah, apa pun juga sukar melawan
kerubutan gerombolan kera. Jika setiap orang harus melayani
tujuh golok dengan sebatang pedang, betapapun memang
tidak sederhana.
Setelah bertarung sengit sebentar lagi, sedikit meleng, tahutahu
paha kanan Bun-hiong terkena golok, la menjerit
kesakitan, pedang menangkis sekuatnya tiga golok yang
membacok tiba, menyusul tubuh berputar cepat, telapak
tangan kiri meraih dan dapat mencengkeram punggung golok
seorang lawan terus didorong sekuatnya
"Aduhh!" terdengar jeritan orang itu
Rupanya karena didorong sekuatnya oleh Bun-hiong, dengkul
sendiri terbacok golok sehingga jatuh terkulai. Tanpa ayal
Bun-hiong berputar lagi, pedang bekerja cepat, kembali
seorang lawan kena tertutuk lehernya
Di sebelah lain It-hiong juga harus menghadapi tujuh orang
lawan, ia masih sempat tanya Bun-hiong, "Hai, kawan apakah
kamu dapat tanda jasa?"
"Ya, cuma terluka ringan, tidak apa," jawab Bun-hiong.
Mendadak It-hiong berguling di tanah, pedang berputar,
sekaligus betis dua lawan tertusuk olehnya. Meski kaki lawan
tidak sampai terkutung tapi sudah membuiat mereka terluka
dan berdarah dan cepat melompat pergi.
"Hah hebat benar, kawan" seru Bun-hiong dengan tertawa
Segera It-hiong melompat bangun, tangan kiri memampok
golok yang menyabet dari samping,
pedang terus menusuk ke belakang sambil tertawa. "Haha,
kukira engkau terlebih hebat dari padaku"
"Aduhh'" terdengar jago golok yang menyerang dan belakang
itu menjerit. sebab perutnya tertusuk oleh pedang It-hiong
dan kontan roboh terkapar. Sekarang di antara ke 18 jago
golok itu tersisa sembilan orang saja. Sampai di sini Eng-jiauong
Oh Kiam-lam menyadari ke-18 jago golok itu jelas takkan
menang, segera ia membentak, "Mundur semuanya !"
Kesembilan jago golok itu seperti menerima pengampunan
tanpa perintah lagi cepat mereka melompat mundur. It-hiong
dan Bun-hiong juga tidak melancarkan serangan lagi, mereka
sama berdiri tegak dengan pedang terhunus wajah mereka
tampak tersenyum cerah. Sebaliknya wajah Eng-jiau-ong Oh
Kiam-lam justru beringas murka, kesepuluh jari tangannya
terpentang dan mengeluarkan suara pletak-pletuk, ucapnya
sambil menyeringai, "Pendekar naga dan harimau ternyata
benar tidak bernama kosong, agaknya aku telah salah menilai
kalian ?" It-hiong membungkuk tubuh sebagai rendah hati katanya
"Terima kasih atas pujian mu, sungguh sangat beruntung dan
bahagia sekali "
Oo Kiam-lam melangkah ke tengah kalangan dengan
semangat tempur yang menyala-nyala ia menjengek, "Baik,
bilamana dalam sepuluh jurus tak dapat kubereskan kalian,
biar kupotong kepala dan kuserahkan kepada kalian''
"Sekali bicara harus pegang janji," ucap It-hiong dengan
tertawa. Lalu ia berpaling dan memberi tanda kepada Bunhiong,
"Minggir dulu, biar kubelajar kenal dengan gembong
Liok-lim yang ter masyhur ini!"
Namun Bun-hiong tetap berdiri di tempatnya katanya dengan
tertawa, "He, telingamu kan cukup sehat bukan?"
"Oo"ada apa?" tanya It-hiong bingungKANG
ZUSI website http://cerita-silat.co.cc/
"Kan jelas dia menyatakan akan membereskan 'kalian' dan
tidak bilang cuma dirimu seorang saja" ucap Bun-hiong.
"Tapi kakimu terluka.orang yang terluka kan layak bila mundur
dan istirahat dulu," ujar It-hiong
Bun-hiong tertawa, jawabnya sambil menuding luka pada kaki
sendiri, "Coba kau lihat, kakiku cuma terluka lecet oleh ujung
golok, hanya luka ringan begini, biarpun anak kecil juga tahan
" It-hiong menghela napas ucapnya dengan gegetun. "Kamu ini
memang orang aneh, mengapa sengaja hendak mengantar
nyawa bersamaku"'*
"Jika kamu saja tidak takut antar nyawa, masa aku mesti
takut?" jawab Bun-hiong.
It-hiong tidak bicara apa-apa lagi, ia berpaling dan memberi
salam kepada Oh Kiam-lam, katanya dengan tertawa. "Sadah
lama kudengar Eng-jiau-kang Oh-congtocu maha lihai,
beruntung hari ini diberi kesempatan untuk belajar kenal,
sungguh sangat bahagia dan menggembirakan"
"Jika kalian sudah siap silahkan serang saja'" jengek Ob Kiamlam.
It-hiong tahu lawan yang dihadapinya sekarang adalah
tokoh golongan hitam yang sangat menakutkan, sebab itulah
meski tampaknya dia bersikap santai, tapi di dalam hati
sebenarnya sangat tegang, ia berpaling dan tanya Bun-hiong
dengan tertawa. "Apakah engkau sudah siap kawan?"
"Ya, siap" Bun-hiong mengangguk,
"Jika begitu, ayolah maju'" begitu kata terakhir itu terucap,
serentak pedang bergerak, dengan lurus "hek-hou-tau-sim"'
atau harimau kumbang mencuri hati, langsung ia tusuk hulu
hati Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam.
Pang Bun-hiong tidak tinggal diam, berbareng pedang juga
menyabat ke bagian kaki Oh Kiamlam
dengan jurus "Cui-te-Iau-gwe" atau meraih bulan di
bawah air. Kedua orang membagi serangan bagian atas dan
bawah dengan kerja sama yang sangat rapi.
Oh Kiam-lam bersuit panjang, serentak ia meloncat ke atas,
kaki kanan terus mendepak dada Pang Bun-hiong, tangan kiri
menghantam batok kepala Liong It-hiong, gerakannya indah,
serangannya jitu dan berbahaya. It-hiong dan Bun-hiong kenal
kelihaian lawan, cepat mereka menarik senjata dan
menghindar. Oh Kiam-lam memang tidak malu sebagai tokoh lok-lim nomor
satu, begitu serangan sudah mendahului segera ia berputar
lagi, serupa angin puyuh cepatnya mendadak ia menubruk ke
arah It-hiong, kelima jari terpentang terus mencengkeram
muka anak muda itu
Inilah Eng-jiau-kang atau takar earng sakti yang maha lihai,
kelima jari sekeras baja, entah sudah Berapa banyak tokoh
dunia persilatan yang dicederai oleh tenaga cakar elang sakti
yang lihai ini.
Dengan sendirinya Liong It-hiong kenal akan kelihaian kungfu
lawan, cepat ia mendak ke bawah, dengan gaya "pan-liong-jihou"
atau naga melingkar menanduk harimau, pedang
berputar terus balas menusuk ke atas.
"Plak", kelima jari Oh Kiam-lam yang mencengkeram itu
mendadak menggenggam batang pedang Ii-hiong dengan
erat.serupa tangan memegang toya saja, sedikit pun tidak
takut akan ketajaman pedang
Keruan It-hiong terkejut, sekuatnya ia mendorong, lalu ditarik
ke bawah, tapi dirasakan pedang sendiri seakan akan lengket
dengan tangan lawan, satu senti pun tidak dapat ditolak, satu
inci pun sukar ditarik.
Bun-hiong tidak tinggal diam, mendadak ia membentak keras,
pedang terus menusuk pinggang kiri musuh, tujuannya
memaksa Oh Kiam-lam melepaskan pedang Liong It-hiong. Oh
Kiam-lam menyeringai, dengari cekatan telapak tangan kiri
terus meraih ke bawah, kembali terdengar "plak", tahu-tahu
pedang Bun-hiong juga tercengkeram olehnya.
Dengan kesepuluh jari telanjang Oh Kiam-lam dapat
menangkap mata pedang yang tajam dan sama sekali tidak
kuatir jari dan telapak tangan akan tersayat oleh mata pedang
kedua lawan. Tentu saja Bun-hiong rada cemas, cepat ia angkat kaki kanan
terus mendepak pinggang musuh. "Blang", dengan tepat
pinggang terdepak. Betapa hebat tendengan Bun-hiong itu,
biasanya biarpun pohon juga akan terguncang bila tidak
tumbang, tapi sekarang Oh Kiam-lam ternyata berdiri tegak
tanpa cedera apa pun, malahan kedua kaki sama sekali tidak
bergeser selangkah pun.
Mendadak Oh Kiam-lam tertawa panjang, tenaga dalam
dikerahkan serentak pada kedua tangan sambil membentak
"Patah"
Terdengar suara "pletak" dua kali, kedua pedang Liong Ithiong
dan Pang Bun-hiong seketika patah menjadi dua.
Merinding kedua anak muda itu melihat kesaktian lawan,
cepat mereka melompat mundur dan menatap lawan dengan
terkesiap. "Hm, kalian mau lari ?" ejek Oh Kiam-lam sambil menyeringai.
Sekali bergerak, dengan cepat luar biasa ia memburu maju,
kelima jarinya lantas mencengkeram, 'crat", tanpa ampun
bahu kiri Liong It-hiong tercengkeram. Seketika It-hiong
merasa sepotong daging bahu seperti terbeset, saking
kesakitan ia menjerit dan langsung roboh terjungkal.
Melihat kawannya roboh, kuatir lawan turun tangan keji lebih
lanjut, tanpa pikir keselamatan sendiri Bun-hiong menerjang
maju, dengan pedang kutung yang masih dipegangnya ia
menabas kuduk musuh. Namun Oh Kiam-lam sempat putar
telapak tangan ke belakang dan menabas pergelangan
tangan Bun-hiong yang memegang pedang sehingga pedang
kutung tergetar ke samping, menyusul tangan yang lain terus
mencengkeram pula ke depan, katanya dengan tertawa,
"Kaupun roboh saja." Kontan Bun-hiong menjerit sambil
memegang perut dan berjongkok, keringat tampak mengucur
dari dahinya. "Hm," Oh Kiam-lam mendengus, ia memberi tanda kepada
anak buahnya yang berkeliling di luar kalangan, katanya,
'Ringkus mereka dan gantung"
Terdengar suara ramai mengiakan segera beberapa orang
berlari ke tengah kalangan dan meringkus lt-hiong dan Bunhiong
dengan erat. Di samping kiri lapangan Itu ada sebuah
kerekan bayu, beberapa anggota bandit segera meringkus kaki
dan tangan It-hiong berdua, lalu menyeret mereka ke bawah
kerekan, tali keretkan ditarik turun untuk diikat lagi pada
kedua tangan It-hiong dan Bun-hiong, lalu tali ditarik, mereka
dikerek ke atas. Kiranya It-hiong dan Bun-hiong cuma terluka
oleh cakaran Eng-jiau-kang Oh Kiam-lam sehingga kehilangan
daya perlawanan, mereka tidak mati, malahan pikiran mereka
masih cukup jernih.
Oh Kiam-lam ikut ke depan kerekan, dengusnya, "Tanggalkan
baju mereka, naga takut di keletek sisiknya, harimau takut
dibetot uratnya sekarang hendak kukeletek sisik dan
membetot otot mereka."
Dua anak buahnya mengiakan dan berlari maju, dengan pisau
mereka merobek baju It-hiong berdua, baju mereka ditarik
sehingga terlepas semua hanya tersisa celana dalam saja.
Coa-kat-bijin Loan Kiau-kiau menggelendot di samping Oh
Kiam-lam ucapnya dengan tertawa genit, "Bocah she Pang ini
punya urat, tapi bocah she Liong itu tidak bersisik, cara
bagaimana juragan akan mengeletek sisiknya"
"Membeset kulitnya sama artinya mengeletek sisiknya." jawab
Eng-jiau-ong Oh Kiam-lam dengan tertawa.
"Oo, kiranya begitu." Kiau-kiau tertawa ngikik
"Belum pernah kulihat orang dibeset kulitnya, kukira pasti
sangat menarik "
"Ya, memang sangat menarik," kata Oh Kiam-lam dengan
mengangguk. "Lantas cara bagaimana kulitnya akan dibeset?" tanya Kiaukiau
"Mudah?" tutur Oh Kam-lam "Sayat saja sebuah lubang pada
kulit kepalanya, dari situ dituang air raksa, kau tahu lubang
betapa kecil pun akan disusupi air raksa. Maka begitu air raksa
dituangkan, dia akan terus mengalir ke bawah melalui bawah
kulit sehingga kulit akan berpisah dengan urat daging, dengan
sendirinya, pada waktu air raksa mengalir ke bawah
menyusupi bawah kulit akan menimbulkan sedikit derita''"
Kiau kiau terkikik-kikik, ucapnya, "Ai, juragan kita ini, kalau
bicara selalu lucu dan menarik. memangnya cuma
menimbulkan sedikit derita saja ?"
"Apakah sangat sakit atau tidak hanya diketahui orang yang
langsung bersangkutan" kata Oh Kiam-lam dengan tersenyum.
Perlahan Kiau-kiau mendekati Liong It-hiong, ia
memandangnya sekejap dengan tersenyum, katanya, "Liong
lt-hiong, kukira sekarang engkau tentu sangat meuyesal
karena memakai gelar Pendekar Naga, betul tidak "''
Meski tubuh tergantung, namun sifat It-hiong yyang nakal
tidak berubah, ia tertawa dan menjawab.
"Aku cuma menyesal satu hal".."
"Hal apa?" tanya Kiau-kiau
"Aku menyesal salah lahir," kata It-hiong, "Apabila aku
dilahirkan menjadi Pang Bun-hiong, wah, alangkah baiknya".
"Kamu berharap dirimu menjadi Pang Bun-hiong?" Kiau-kiau
menegas dengan melengos.
"Ya," it-hiong mengangguk '
"Sebab apa ?" tanya Kiau-kiau
"Sebab Pang Bun-hiong pernah tidur denganmu," kata Ithiong.
"Dapat tidur dengan orang secantik serupa dirimu,
sungguh boleh di katakan mati pun tidak perlu menyesal "
Seketika muka Kiau-kiau menjadi merah teriaknya gusar,
"Ngaco-belo sembarangan omong,
Orang macam apa diriku ini, mana ku sudi tidur dengan Pang
Bun-hiong "
Tiba-tiba Bun-hiong menyambung dengan tertawa, ''Kiau-kiau,


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan cantik macam dirimu memang menyenangkan
cuma sayang, di antara kecantikanmu yang mulus terdapat
setitik kekurangan."
Kiau-kiau berpaling dia melotot kepada Bun-hiong,
damperatnya dengan gusar, "Berani lagi kamu sembarangan
omong seketika dapat ku binasakanmu "
Namun Bun-hiong tidak peduli ia bicara pula, "Harus diakui
sekujur badanmu cukup sempurna hanya saja setitik tahi lalat
yang terdapat di bawah perutmu itulah yang kurang menarik"
Kejut dan murka Kiau-kiau, sambil membentak segera sebelah
tangannya menghantam muka Pang Bun-hiong.
"Berhenti" bentak Oh Kiam-lam mendadak
Pukulan Kiau-kiau itu sudah hampir mengenai sasarannya,
bilamana diteruskan, seketika muka Bun-hiong bisa hancur
dan binasa. Tapi demi mendengar bentakan Oh Kiam-lam
itu.mau-tak mau Kiau kiau harus menahan pukulannya.
Sebab ia cukup paham perangai Oh Kiam-lam setiap orang
harus tunduk kepada perintahnya.
Dengan sikap manja diam minta dikasihani Kiau-kiau menoleh
dan berkata kepada Oh Kiam-lam. "Juraganku, janganlah
engkau percaya kepada ocehannya, hamba tidak pernah
berbuat sesuatu yang tidak setia terhadapmu "
Sikap Oh Kiam-lam kelihatan kaku dan dingin katanya, "Jika
benar kamu tidak pernah berbuat sesuatu yang tidak setia
padaku dari mana ia tahu di bawah perutmu ada setitik tahi
lalat?"' Muka Kiau-kiau tampak merah jengah, jawabnya dengan
gelagapan, "O..itu.. itu karena ...karena kebetulan dilihat
olehnya " "Kebetulan dilihatnya bagaimana'" desak Oh Kiam-lam
dengan ketus. Beberapa bulan yang lalu mendadak ia menerobos masuk ke
tempat tinggal kita di Hoai-giok-tan, waktu itu hamba sedang
"sedang mandi "
"Kemudian?"" desak Oh Kiam-lam
"la bilang"ia bilang dalam perjalanan tidak mendapatkan
rumah penginapan, maka mohon mondok semalam, tapi
hamba tidak mengizinkan dan dia lantas"lantas pergi," tutur
Kiau-kiau dengan tergegap.
"Apakah betul begini, anak muda?" tanya Kiam-lam terhadap
Bun-hiong/ Bun-hiong hanya menjawab dengan tersenyum tanpa bicara
Mata Oh Kiam-lam mendelik, bentaknya bengis, "Lekas
bicara''" "Sabar, jangan terbaru nafsu," kata Bun-hiong dengan tertawa
"Engkau ini sungguh sangat aneh.
jika engkau kuatir dia menyeleweng, seharusnya jangan
kautinggalkan dia di pegunungan sunyi tanpa diawasi".
Oh Kiam-lam mendesak maju satu langkah tanyanya dengan
gregetan, "Coba katakan, apa benar pernah kau tidur dengan
dia?" "Oo. tidak, aku tidak suka kepada perempuan yang ada tahi
lalat di bawah perut' jawab Bun-hiong sambil menggeleng
Wajah Oh Kam-lam yang gusar itu tampak rada mereda,
seperti merasa lega. Sungguh Loan Kiau-kiau tidak percaya
Pang Bun-hiong masih mau menjaga rahasianya, tertarik juga
hatinya, ia melirik sekejap ke arah anak muda itu dengan
sorot mata penuh terima kasih.
"Meski kamu tidak mengganggu perempuanku tapi anak
buahku telah kau bunuh, tetap akan kubeset kulitmu." bentak
Kiam-lam. "Wah, caramu ini bukankah membalas susu dengan tuba"'"
jawab Bun-hiong
Oh Kiam-lam tidak menggubrisnya lagi, mendadak ia berteriak
kepada anak buahnya. "Lekas siapkan alat-alat untuk
membeset kulit dan membetot urat "
Serentak dua orang anak buahnya mengiakan terus berlari
pergi "Ambilkan sebuah kursi"' teriak Kiam-lam pula
Kembali seorang anak buahnya mengiakan dan berlari pergi
lagi. Tidak lama kemudian kursi dan peralatan yang
diperlukan sudah dibawa kemari. Oh Kimn-lam duduk di kursi
yang dibawa datang itu, lalu membentak "Lebih dulu beset
bocah she Liong itu''
Dua orang anak buahnya mengiakan dan melangkah maju, Ithiong
di kerek turun beberapa kaki sehingga kedua kakinya
masih mengambang beberapa inci dari permukaan tanah.
Salah seorang anggota bandit itu merangkul erat kedua kakinya agar It-hiong
tidak mampu meronta. Lalu kawannya membuka sebuah peti
dan mengeluarkan sebilah pisau serta sebuah botol porselin la
buka sumbat botol, lalu botol ditaruh di samping, kemudian
pisau dipegang dan segera hendak memotong kulit kepala
Liong It-hiong Pada detik berbahaya itulah sekonyong terdengar teriakan
nyaring seorang, "Nanti dulu'"
Menyusul sesosok bayangan ramping kecil berlari dalang
dengan cepat. Ternyata yang datang ini tak-Iain-tak-bukan
adalah Oh Beng-ai. Melihat yang muncul ini adalah adik
perempuan sendiri, bekernyit kening Oh Kiam-lam, katanya
dengan tidak senang, "Untuk apa kau keluar ke sini?"
Beng-ai lari ke samping sang kakak terus berlutut dan
menyembah, ratapnya sambil menarik tangan Oh Kiam-lam,
'"Koko kumohon dengan sangat, janganlah engkau membunuh
dia " Sinar mata Oh Kiam-lam mencoreng bengis dengusnya, "Hm,
dia pernah menawanmu dan diserahkan kepada Toh Po-sit,
tapi sekarang kamu malah mintakan ampun baginya"
Dengan air mata berlinang Beng-ai berucap."Koko, percayalah
padaku, dia orang baik.dia senantiasa sangat baik padaku"
"Hm, kau bilang dia orang baik?" jengek Oh Kiam-lam "Jadi
kakakmu ini orang busuk begitu'"
"Tidak, adik tidak bilang kakak kurang baik, adik cuma
memohon engkau sudi mengampuni jiwanya"
"Budak hina dina enyah lekas" bentak Oh Kiam-lam dengan
bengis "Bila tidak ingat antara saudara eakundung, hm, tentu
kau pun kubunuh sekalian,"
Beng-ai malengak, ucapnya dengan terbelalak "Ka"kakak
mencaci adikmu hina dina?"
"Kamu sudah terjerumus ke dunia pencomberan dan
melakukan perbuatan yang memalukan, apakah itu bukan
hina dina?" kata Oh Kiam-lam.
Tertampi rasa derita pada wajah Oh Beng-ai tak tertahan lagi
air matanya bercucuran, ucapnya
pedih "Mengapa kakak tega bicara hal-hal begini".Jika kakak
sejak dulu sudi menjaga kehidupan adik, tentu adik tidak
sampai terjerumus ke limbah kolor itu "
Mendadak Oh Kiam-Iam menarik muka, dampratnya, "Berani
kau bicara lagi segera ku usir, lekas enyah!"
Hancur hati Oh Beng-ai, ratapnya, "Koko, boleh kau maki atau
pukul diriku, aku cuma memohon
agar engkau jangan mencelakai mereka, lepaskan mereka
pergi saja "
Oh Kiam-lam tidak menggubrisnya pula ia memberi tanda dan
berseru "Turun tangan.. beset"
"Jangan!" jerit Beng-ai sambil menubruk ke tubuh Oh Kiamlam.
Seketika Oh Kiam-Iam tampak melongo, menyusul lantas
terunjuk rasa derita yang aneh. La duduk mematung sekian
lamanya baru mendadak menggertak dengan keras, kedua
tangan menyengkelit sekuatnya sehingga Beng-ai terlempar
dua tombak jauhnya.
Beng-ai menjerit ngeri, serupa layang-layang putus ia
terlempar, waktu terbanting ke tanah orangnya sudah
pingsan, dari ujung mulut tampak mengeluarkan darah
Baru sekarang semua orang melihat jelas sebab apa wajah
Oh Kiam-lam menampilkan rasa derita, kiranya tepat pada
hulu hatinya tertikam sebuah gunting, cukup dalam tikaman
gunting itu sehingga darah pun mengucur.
Ia berdiri dengan terhuyung-huyung dan melangkah ke
tempat menggeletak Oh Beng-ai, sorot matanya tampak
beringas menakutkan, sesudah berada di depan nona itu,
pelahan ia angkat telapak tangannya dan bermaksud
menghantam?" Akan tetapi akhirnya pukulannya tidak
sempat dijatuhkan, sebab tubuhnya lantas tergeliat,lalu roboh
dan mengembuskan napas terakhir.
Meski sudah mati namun kedua matanya masih mendelik,
agaknya mati pun dia tetap tidak rela.
Keruan kawanan bandit yang menyaksikan itu lama
melenggong.tidak ada seorang pun yang menyangka akan
terjadi begitu sungguh tak terduga bahwa Oh Beng-ai yang
lemah itu ternyata punya kaberanian membunuh kakak
sendin, sedang gembong iblis dunia bandit yang disegani dan
jarang ada tandingannya itu ternyata bisa mati di tangan adik
perempuan sendiri yang sama sekali tidak mahir ilmu silat.
Semua orang sama berdiri terkesima dan melongo, sampai
sekian lama baru ada seorang melompat ke samping Oh Kiamlam
dan berjongkok untuk merangkul jenazahnya sambil
berteriak dengan emosi. "Oo, Congtecu, engkau "
Orang yang memburu maju ini adalah Liok Wi-yang yang
bertugas menjaga pos ke-18 itu, belum lanjut teriakannya
tidak diteruskan lagi, sebab telah dilihatnya keadaan Oh KiamKANG
ZUSI website http://cerita-silat.co.cc/
lam yang sudah mati itu, biarpun dewa turun dari kayangan
juga tidak mampu menghidupkannya kembali.
Pelahan ia menaruh kembali jenazah Oh Kiam-lam, lalu berdiri
tegak dan berpaling kepada kedua anak buah yang hendak
membeset kulit Liong lt-hiongg, teriaknya dengan bengis "Ayo
kenapa diam saja, lekas turun tangan!'.
Kedua orang itu mengiakan dengan gugup dan segera
mereka hendak menguliti Liong lt-hiong
"Tunggu dulu'" teriak seorang mendadak kiranya Loan Kiaukiau
adanya. Liong Wi-yang menoleh, tanyanya, "Nona ada
pendapat lain?"
"Begini," kata Kiau-kiau, "Ada suatu caraku yang lebih bagus."
"Oo, cara apa?" tanya Liok Wi-yang. Kiau-kiau melangkah
maju dengan lenggang-lenggok, sesudah berhadapan dengan
Liok Wi-yang, ia berlagak hendak membisikinya tapi diluar
dugaan mendadak sebelah tangannya terus menghantam.
"Biang", tepat dada orang kena digenjotnya
dengan keras Liok Wi-yang menjerit, tubuhnya yang besar itu mencelat jauh
ke sana dan terbanting serta tidak mampu bangun lagi.
Kawanan bandit terperanjat, beramai-ramai mereka melolos
semata. Loan Kiau-kiau lantas membentak, "Jangan bergerak,
sekarang akulah yang menjadi pemimpin besar Cap-pek-pannia.
Asal kalian tunduk padaku tentu kalian akan mendapat
hadiah yang setimpal'
Seketika kawanan bandit menjadi ragu dan sangsi, namun
tidak ada semangat untuk bertempur lagi. Kiau-kiau lantas
melolos sebilah belati, ia mendekati Pang Bun-hiong ucapnya
dengan tertawa terkikik, "Hihi, Pang Bun-hiong, tentu kamu
tidak menyangka akan berakhir dengan demikian bukan?"
"Ya, memang," jawab Bun-hiong. Habis bicara ia terus
memejamkan mata dan menunggu ajal.
Mendadak Kiau-kiau ayun belatinya dengan cepat, tapi bukan
membunuh Pan Bun-hiong melainkan memotong tali pengikat
tangan anak muda itu. setelah Bun-hiong jatuh terbanting ke
lantai, cepat pula ia memotong tali pengikat kakinya.
Segera Bun-hiong pulih akan kebebasannya, ia merasa seperti
habis mimpi saja dan tidak percaya kapada apa yang baru
terjadi, sembari meraba pergelangan tangannya yang masih
pedas ia pandang Kiau-kiau dengan melenggong.
"Sering kudengar cerita tentang sifat orang perempuan yang
gampang berubah pendirian, tapi tidak kusangka ada
perempuan bisa berubah pikiran sejauh ini" ucap Bun-hiong
sambil menggeleng kepala
Kiau-kiau tidak menjawab, kembali ia menyayat tali pengikat
kaki dan tangan Liong It-hiong. setelah anak muda itu juga
sudah bebas barulah ia berkata dengan tertawa. "Bagaimana,
kalian sudah dapat bergerak bukan ?"'
Bahu It-hiong terluka oleh cakaran Eng-jiau-kang Oh Kiamlam,
meski tidak begitu parah sehingga sukar bergerak, ia
tidak menjawab pertanyaan Kiau-kiau, tapi segera berlari ke
samping Oh Beng-ai dan mengangkatnya bangun sembari
berseru, "Giok-nio!... Giok-nio!"
"Hah, masih kau panggil dia Giok-nio'" kata Kiau-kiau dengan
tertawa Segera It-hiong berganti panggilan, serunya, "Beng-ai,
sadarlah Beng-ai. Lekas sadar, engkau tidak boleh mati!"
Tubuh Beng-ai terasa lemas lunglai tanpa reaksi sedikitpun
cuma dapat terlihat jelas dia tidak mati, masih bernapas
dengan lancar"..
Kiau-kiau ikut mendekat ke sana, ia mengeluarkan sebuah
botol porselin kecil dan menuang keluar satu biji pil merah
serta disodorkan kepada It-hiong katanya, "Ini Tai-hoan-tan.
mungkin dapat menyelamatkan nyawanya"
Lekas It-hiong menerima obat itu dan dijejal kan ke dalam
mulut Oh Beng-ai, katanya dengan rasa kuatir, "Tulang iganya
patah tiga, entah melukai isi perut atau tidak, bilamana isi
perut juga terluka, wah . . ."
"Jika isi perut terluka tentu sejak tadi ia meninggal, ujar Kiaukiau.
Namun apa pun juga memang harus cepat ditolong."
Bicara sampai di situ ia berpaling dan tanya kepada kawanan
handit yang berdiri di sekelilingnya.
"Ke mana perginya Hoa-loji ?"
"Hamba berada di sini" seru seorang. Lalu seorang tua tampil
ke muka "Harap kau periksa keadaannya." pinta Loan Kiau-kiau
Orang tua alias Hoa-loji itu mendekat dan berjongkok,
diperiksanya kelopak mata Beng-ai lalu meraba lagi tulang
iganya, katanya kemudian sambil mengangguk, "Rasanya
masih besar harapan akan tertolong."
"Jika begitu lekas kau tolong dia." kata Kiau-kiau cepat.
"Baik, harap Liong-hiap membawanya ke da lam rumah " kata
Hoa-loji. Habis berkata ia lantas mendahului melangkah ke
sana "Siapa dia?" tanya lt-hiong
Dia seorang tabib di markas kami ini, ia suka mengaku
sebagai keturunan Hoa To (tabib sakit di jaman Sam-kok),'


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tutur Kiau kiau dengan tertawa "'Meski kebanyakan orang
tidak percaya.namun kepandaiannya mengobati orang
memang terbukti nyata "
Cepat It-hiong mengangkat Oh Beng-ai dan ikut Hoa-loji ke
dalam rumah Melibat mereka sudah masuk ke sana, Bun-hiong mendekati
Kiau-kiau dan bertanya dengan suara tertahan, "Apakah dapat
kau atasi orang banyak?"
Kian-kiau tersenyum, katanya "Untuk sementara ini dapat
kuatasi mereka yang berada di sini, tapi anak buah ke-17
markas yang lain apakah mau tunduk padaku atau tidak
belum berani ku jamin"
"Mengapa engkau menolong kami?" tanya Bun-hiong dengan
tertawa , "Biasa." ucap Kiau-kiau dengan tertawa manis."Aku tidak suka
kepada Oh Kiam-lam lagi, dia kan sudah tua "
Tersenjum Bun-hiong, tanyanya. "Mulai kapan kamu tidak
suka padanya?"'
"Tadi." jawab Kiau-kiau, "pada waktu engkau tidak mengaku
pernah tidur bersamaku ketika ditanya Oh Kiam-lam."
''Hah, perempuan semacam dirimu memang menarik," seru
Bun-hiong dengan terbahak
Tiba-tiba Kiau-kiau bicara dengan serus, "Sekarang aku sudah
menjadi pemimpin besar Cap-Pek-pan-nia maka kamu harus
tunduk kepada perintahku. Kalau tidak sekali kuberi perintah,
betapapun kamu tetap tidak terbebas dari kematian"
"Baik," kata Bun-hiong sambil membungkuk, "Ada perintah
apa.silahkan bicara "
Kiau-kiau tertawa geli katanya, Sekarangg belum ada, namun
sebentar lagi sangat mungkin ada,"
"Oo?" Bun-hiong bersuara heran.
Dengan suara tertahan Kiau-kiau berkata. Bila pemimpin ke-I7
markas yang lain tidak mau tunduk kepada pimpinanku, maka
harus kau bela diriku.''
"Cara bagaimana membelamu"'' tanya Bun-hiong dengan
suara pelahan "Tolol." omel Kiau-kian "Dengan sendirinya menolongku kabur
dari sini"
"Masa engkau tidak ingin tetap bercokol di singgasana
pemimpin basar Cap-pek-pan-nia ini"' tanya Bun-hiong
"Asalkanada orang suka padaku, segala apapun tidak kuminta
lagi,' jawab Kiau-kiau. "Yang kuharapkan sekarang adalah
menjadi menantu orang.".
"Jika kara ingin menjadi menantu keluarga Pang kami. maka
kamu harus setia pada tata susila orang perempuan." ujar
Bun-hiong "Hal ini kuyakin dapat kulaksaaakan." Jawab Kiau-kiau
"Dan cara bagaimana akan kau selesaikan beratus anak buah
ini''" tanya Bun-hiong.
"Bubarkan saja dan beri pesangon." Jawab Kiau-kiau
"Baik, biar kita tunggu dulu sampai ke-17 pemimpin markas
yang datang ke sini, kita lihat
bagaimana sikap mereka habis itu baru mengarnbil
keputusan."
Kiau-kiau mengangguk setuju, segera ia memandang kawanan
bandit yang berdiri di sekeliling. teriaknya, "Dengarkan
saudara-saudara. Congtocu kita tanpa terduga telah dibunuh
oleh adik perempuannya sendiri sekarang aku menjabat tugas
Congtocu untuk sementara, asalkan kalian tunduk kepada
punpinanku, mulai bulan ini gaji kalian diIipatkan satu kali"
"Hora! Bagus!"
"Setuju! Kami mendukung Hujin'
Demikian segera didengar sorak-sorai orang banyak
Rupanya janji kenaikan gaji satu kali lipat itu sangat
menggembirakan kawanan bandit itu, tanpa pikir mereka
bersorak dan menyatakan dukungan kepada Loan Kiau-kiau "
"Tapi ada suatu syarat,"seru Kiau-kiau pula dengan tertawa
"Bila nanti ke-17 pemimpin markas yang lain menyatakan
tidak setuju atas kepemimpinanku, kalian harus bersedia
membantuku menghadapi mereka "
"Setujuu!" serentak kawanan bandit bersorak gemuruh pula.
"Dan sekarang hendakkya kalian menyingkirkan jenazah
Coogtocu dulu ke-18 jago golok,' kata kiau-kiau pula. ''Nanti
kita kuburkan mereka setelah memilih hari yang baik"
Kawanan bandit serentak bekerja keras, mayat Oh Kiam-lam
dan beberapa jago golok itu diusung keluar lapangan.
Sampai di sini barulah Loau Kiau-kiau menghela napas,
katanya kemudian terhadap Pang Bun-hiong, "Semoga ke 17
gembong markas itu tidak naik kemari dan urusan pun akan
mudah diselesaikan."
"Apakah mereka terhitung orang kepercayaan Oh Kiam-lam"''
tanya Bun-hiong
Mungkin begitu, cuma aku sendiri pun tidak begitu jelas, baru
dua-tiga hari kudatang kemari" tutur Kiau-kiau
"Sebelum ini mengapa tidak kau katakan padaku tentang
muslihat Oh Kiam-Iam yang pura-pura
mati itu?"
"Aku sendiri tidak tahu dia pura-pura mati, baru kuketahui hal
ini ketika ia muncul di Ma-cik-san, saat itulah kutahu dia masih
hidup di dunia ini. Di sini pula timbulnya perasaanku yang
tidak suka padanya, ternyata dia seorang licin dan culas, yang
terpandang olehnya hanya harta benda belaka dan tidak
peduli sanak keluarga "
"Apakah Toh Po-sit benar telah dibunuh olehnya?" tanya Bunhiong
"Entah aku tidak menyaksikan sendiri, menurut cerita Oh
Kiam-lam. Toh Po-sit terkena cakar elangnya dan telah jatuh
ke dalam danau Thay-oh," jawab Kiau-kiau.
"Menurut cerita Oh Kiam-lam, katanya Toh Po-sit juga
mengincar harta kekayaannya, entah betul tidak
keterangannya ini''' tanya Bun-hiong
"Memang betul" kata Kiau-kiau "Kemarin juga nona Oh
memberitahukan padaku akan hal ini, katanya Toh Po-sit
memang pernah menggunakan dia sebagai sandera dan
memaksa Oh Kiam-lam membayar satu juta tahil perak
kepadanya."
"Ai.sungguh tidak nyana Toh Po-sit juga manusia yang tamak
dan kemaruk harta," kata It-hiong dengan gegetun. "Pantas
sejauh itu dia tidak mau menjelaskan orang yang hendak di
pancing dan ditangkapnya adalah Oh Kiam-lam "
"Kamu dan Liong It-hiong sama tololnya, diperalat dia sama
sekali tidak sadar" kata Kiau-kiau.
"Soalnya dia seorang detektif ulung yang sudah pensiun,
sebab itulah kami percaya penuh kepada pribadinya." jawab
Bun-hiong. "Sungguh tak terduga pada masa tua dia justru
hidup tidak prihatin dan rela mengorbankan nama baik selama
hidupnya, sungguh harus disayangkan"
Tengah bicara, tiba-tiba dua sosok bayangan orang melayang
masuk dari gerbang sana dan berlari ke arah lapangan sini
secepat terbang. Air muka Loan Kiau-kiau tampak berubah,
serunya, "Itu dia sudah datang, mereka It-jiau-hoan-thian
(dengan satu tangan membalik langit) Sun Pek-hong dan Kuitui
(kaki setan) Hoan Ciaug, pemimpin markas ke-16 dan ke-
17 " "Jangan takut," kata Bun-hiong. "Jika mereka berani ngotot
dan melawan, biar kubereskan mereka "
"Apakah lukamu tidak beralangan," tanya Kiau-kiau dengan
penuh perhatian.
"Tidak menjadi soal."jawab Bun-hiong. "Meski pukulan Oh
Kiam-lam itu sangat lihai, tapi sebelumnya aku sudah siap
mengerahkan tenaga untuk melawan, maka terluka tidak
parah " Baru habis bicara, tahu-tahu It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong
dan Kui-tui Hoan Ciang sudah sampai di depan mereka dan
berhenti serentak. Yang namanya Sun Pek-hong dan berjuluk
sebelah tangan membalik langit itu berwajah lebar dan penuh
daging menonjol, dengan sorot mata beringas ia tatap Loan
Kiau-kiau sambil bertanya "Nona Loan, kabarnya Congtocu
meninggal"'
"Betul," jawab Kiau-kiau dengan mengangguk
"Dia kutikam mati secara mendadak dengan gunting."
"Lantas bagaimana dengan adik perempuannya?" tanya Sun
Pek-hong pula dengan sorot mata jelalatan memandang
sekelilingnya "Dia juga terluka parah, mungkin sukar hidup lagi," tutur Kiaukiau.
Sun Pek-hong menuding Pang Bun-hiong dan bertanya
pula dengan gusar, "Dan kenapa kau lepaskan bocah ini?"
"Congtocu sudah mati kita kan tidak ada permusuhan apa-apa
dengan mereka berdua, memangnya mau apa kalau tidak
lepaskan mereka saja' ujar Kiau-kiau
"Hm," jengek Sun Pek-hong, "namun menurut berita yang
kuterima konon Congtocu sebenarnya
sudah memberi perintah agar mereka dihukum mati"
"Sekarang aku yang mengambil alih kedudukan congtocu dan
keputusan itu kubatalkan aku tidak ingin menghukum mati
mereka," jawab Kiau-kiau dengan tertawa
"Hah apa katamu" Kau ambil alih kedudukan Congtocu?"
teriak Kui-tui Hoan Ciang mendadak
"Ya, mana tidak boleh " ujar Kiau-kiau dengan tersenyum.
" "Cuhh'" mendadak Kui-tm Hu.tn Ciang meludah "Memangnya
kamu terhitung apa" Berani menjadi Congtocu segala, untuk
itu perlu kau tanya dulu kami bertujuh belas orang apakah
setuju atau tidak"
"Memangnya kalian tidak setuju"' tanya Kiau-kiau.
"Huh, orang macam dirimu mendingan jika kau mau jadi
babuku, tapi"..aduhhh " belum lanjut ucapannya, mendadak
ia menjerit sambil memegangi perut, lalu mundur dengan
terhuyung-huyung, akhirnya jatuh terduduk dengan muka
pucat. Kiranya pada perutnya telah menancap sepotong tusuk
kundai kemala. "Hihi apa yang kaukatakan tadi tidak jelas bagiku coba ulangi
bicara lagi satu kali," ucap Kiau-kiau dengan tertawa ngikik
Si kaki setan Hoan Ciang berteriak, "Sun tua, lekas turun
tangan dan binasakandia tunggu apa lagi"
Serentak It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong meraung murka,
dengan gaya "harimau lapar menerkam kambing", segera ia
menubruk maju dan menghintam muka Loan Kiau-kiau
Bun-hiong tidak tinggal diam ia menyelinap maju dan
menangkisnya sambil membentak, "Jangan kurang ajar'"
'Biang", kedua tangan berada, kontan lt-jiu hoan-thian Sun
Pek-hong terpental, ia berjumpalitan di udara sekali dan
terlempar ke sana. Namun dia pun cukup cekatan waktu turun
bisa kaki lebih dulu sehingga tidak sampai terbanting.
'Bagus," puji Pang Bun-hiong, "ternyata kamu lebih hebat
daripada ke-18 jago golok, tapi kamu tetap tak terhindar dan
kematian" Sembari bicara segera ia membayangi orang, ia
menubruk maju sebelah telapak tangan lantas menabas leber
Sun Pek-hong Namun It jiu-hoan-thian Sun Pek-hong memang bukan jago
rendahan, cepat ia mengegos sehingga tabasan tangan Bunhiong
terhindar, menyusul tangan kanan terus menghantam,
ia balas menggenjot perut Bun-hiong.
Mendadak Bun-hiong angkat dengkul kanan sehingga pukulan
lawan tertahan, menyusul ia pun ganti serangan, sekali ini ia
mencolok kedua mata musuh.
Cepat It-jiu-hoan-thian Sun Pek-hong menyurut mundur
setengah langkah, tangan kiri terus berputar ke atas,
maksudnya hendak menangkap pergelangan tangan Bunhiong
"Hah, mimpi!" ejek Bun-hiong dengan tertawa mendadak ia
berbalik meraih urat nadi pada pergelangan tangan musuh,
menyusul dengkul kanan terangkat lagi dan "huk", Sun Pekhong
bersuara tertahan, dengan tepat pinggang kena
didengkul Keruan Sun Pek-hong meringis kesakitan lagi dan terpental ke
belakang hingga beberapa meter jauhnya dan akhirnya jatuh
terjengkang, ia bermaksud merangkak bangun, tapi hanya
setengah saja segera terkapar lagi, tampaknya kalau tidak mati juga
paati akan menjadi cacat selama hidup.
Kiau-kiau sangat senang, ia bersorak, 'Bagus sekarang tinggal
15 orang saja"
"Asalkan mereka tidak datang bersama ku yakin dapat
membereskan mereka, datang satu bunuh satu, datang dua
sikat sepasang,'seru Bun-hiong dengan tertawa
"Kukira mereka takkan datang bersama, sebab setiap markas
itu berjarak sebuah bukit,' kata
Kiau-kiau. Tengah bicara, It-hiong tampak memburu keluar dari sana
sambil bertanya, "Siapa itu yang datang?"
Bun-hiong menuding kedua orang yang menggeletak dan
merintih kesakitan di tanah itu, katanya dengan tertawa, "Ini,
kedua bangsat keparat ini "
"Masih ada 15 orang lagi, mungkin serentak akan menyusul
kemari," kata It-hiong.
"Ya, cuma mereka tidak tinggal bersama di satu tempat, maka
tidak mungkin akan datang sekaligus," ujar Bun-hiong "Eh,
bagaimana dengan nona Oh''
lt-htong tampak sedih, katanya, "Dia masih belum sadar,
sekarang Hoa-Ioji sedang berusaha menolongnya" .
"Kuyakin dia akan sembuh." kata Bun-hiong dengan prihatin
"Semoga demikian adanya," ucap It-hiong dengan cemas.
"Ilmu pertabiban Hoa-loji sangat tinggi, asalkan "ah, itu dia,
datang lagi dua orang," seru Kiau-kiau mendadak. Memang
betul, kembali ada dua Koancu atau kepala pos jaga berlari
lagi ke arah lapangan ini.
"Mereka Koancu ke-14 dan ke-15, bukan?"tanya Bun-hiong,
"Betul,' jawab Kiau-kiau "Yang di depan bernama Siangciang-
kek (si tombak) Nyo Hun hoan, dan yang di belakang
bernama Peng-niau (si kucing sakit) Li Sam, sebaiknya kalian
menyikat mereka dengan segera, kalau tidak, bila ke-13
Koangeu yang lain menyusul tiba, tentu kita bisa repot "
'Betul" seru Bun-hiong sambil berkeplok, lalu ia lolos pedang
dan memapak kedatangan kedua orang itu. Dengan sendirinya
Liong It-hiong tidak tinggal diam, ia pun melolos pedang dan
ikut menyongsong ke sana. Sementara itu Siang-ciang-kek
Nyo Hun-hoan dan Peng-niau Li Sam sudah mendekat juga,
melihat Sun Pek-hong dan Hoan Ciang menggeletak di situ,
pula melihat It-hiong dan Bun-hiong memapak mereka dengan
pedang terhunus, tanpa bicara lagi segera mereka membentak
terus melabrak lt-hiong berdua.


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bun-hiong langsung menghadapi Siang-jiang-kek Nyo Hunhoan,
sedang It-hiong menandangi si kucing sakit Li Sam. Ithiong
dan Bun-hiong menyadari berharganya waktu sekarang,
mereka tidak boleh main-main dengan lawan, maka begitu
maju mereka terus mengeluarkan segenap kepandaiannya,
pedang berputar secepat kilat, hanya beberapa gebrakan saja
Nyo Hun-hoan dan Li Sam sudah dicecar hingga cuma
mampu menangkis dan tidak sanggup balas menyerang sama
sekali. Melihat kelihaian ilmu pedang Liong It-hiong, si tombak Nyo
Hun-hoan menyadari bukan tandingan orang, segera timbul
maksudnya untuk ngacir. Mendadak tombaknya menangkis
pedang It-hiong yang sedang menusuk, berbareng itu ia terus
melompat mundur sambil berteriak, ' Losam, ayo mundur
dulu!" "Jangan lari'" bentak It-hiong. Pedang berputar dan orangnya
lantas memburu maju, secepat kilat pedang menyabet. 'Cret'",
di mana sinar pedang berkelebat, tahu-tahu si tombak Nyo
Hun-hoan sudah roboh sambil menjerit ngeri iamiasih mampu
merangkak bangun dan melompat ke depan, ia kabur dengar
menderita luka.
Si kucing sakit Li Sam juga ingin kabur, namun gagal,
dengkulnya tertusuk pedang Pang Bun-hiong, seketika ia
meraung kesakitan dan terguling di tanah. Mendadak Loan
Kiau-kiau melompat maju, ia jemput tombak yang
ditinggalkan Nyo Hun-hoan, dengan cepat ia putar ke samping
si kucing sakit Li Sam, tanpa ampun ia tusuk hulu hati orang
dengan tombak "Crait",darah muncrat. Li Sam menjerit ngeri.
kaki dan tangan meronta sejenak, lalu tidak bergerak lagi.
Kemudian Kiau-kiau melompat ke depan Sun Pek-hong dan
Hoan Ciang tombak bekerja cepat, susul menyusul kedua
orang itu pun dibunuhnya. Bun-hiong menggeleng-geleng
kepala, katanya,
"Ai. orang perempuan janganlah sekejam itu, mereka kan
sudah kehilangan daya perlawanan, tidak perlu dibinasakan
cara begitu "
Kiau-kiau tertawa ucapnya. "Babat rumput tidak seakarakarnya
setelah hujan segera tumbuh kembali. Orang-orang
ini memang manusia berlamuran dosa apa salahnya mereka
dihabiskan saja. Tidak kau sikat mereka, kelak tentu akan
mendatangkan penyakit.
"Meski beralasan menumpas kejahatan, tapi aku tidak setuju
membunuh orang yang sudah terluka dan tak bisa berkutik
kata It-hiong."Terlebih dirimu, orang perempuan mana boleh
main bunuh begitu saja, kan. ".huh" itu. dia dalang lagi tiga"
Benar juga waktu mereka berpaling tertampak tiga orang
berlari datang pula. Mereka adalah Koancu ke-11, ke-12 dan
ke-13, mereka masing-masing bersenjata pedang, golok dan
toya, dengan cepat mereka menerjang tiba.
Ebook oleh : Dewi KZ
Scan book oleh : BBSC
Jilid 20 Segera Loan Kiau-kiau tampil kemuka dan menuding mereka
dengan menghardik, "Hai, dengarkan kalian bertiga, Congtocu
sudah mati, sekarang ku ganti kan kedudukannya sebagai
pimpinan, bila kalian tunduk padaku tentu akan mendapat
pahala setimpal, jika berani melawan, kalian pasti akan
binasa. Ketiga Koancu itu berhenti beberapa meter di depan Kiau-kiau,
koancu yang berdiri di tengah dan bersenjata pedang
mendengus, "Huh, berdasarkan apa kau berani mengangkat
dirimu sebagai Congtocu untuk mengganti Oh-congtocu?"
"Kan aku ini istri Oh Kam-Iam, maka aku berhak mewarisi
segala hak miliknya," jawab Kiau-kiau. Koancu yang
berpedang itu menengadah dan tertawa latah teriaknya.
"Hahahaha, istri Congtocu kami, setahuku terlampau banyak
dan hampir sukar dihitung kalau boleh kutanya, kamu ini
terhitung istrinya yang nomor berapa?"
"Hm, dari nada ucapanmu, agaknya kamu tidak mau tunduk
padaku'' jengek Loan Kiau-kiau kurang senang
Koancu itu memutar pedang yang dipegangnya dan tergelak,
katanya, "Jika kau ingin ku tunduk padamu lebih dulu boleh
kau tanya kepada pedangku ini?"
"Baik, akan kutanya padanya," kata Loan Kiau-kiau. Habis
berkata dengan berlenggang ia melangkah maju. Koancu
berpedang itu memberi tanda kepada kedua Koancu yang lain,
ia sendiri lantas memapak Loan Kiau-kiau pedang terangkai
dan segera menabas.
Kedua Koancu yang bergolok dan bergada gigi serigala juga
lantas menerjang Liong It-hiong, dan Pang Bun-hiong.maka
terjadilah pertarungan tiga partai dengan serunya.
Meski Loan Kiau-kiau bertangan kosong, namun sejak mulai
ilmu pukulannya sudah memberi kesan Iain daripada yang
lain, kedua telapak tangan bergerak naik-turun tidak menentu,
serupa kupu-kupu menari di antara kuntum bunga, ia hadapi
musuh bersenjata pedang dan, ternyata masih lebih sering
menyerang daripada bertahan.
Kedua Koancu yang lain bagi Liong It-hiong dan Pang Bunhiong
juga bukan lawan yarg kuat, baru bergerak beberapa
jurus saja It-hiong berdua sudah di atas angin. Sembari
melayani serangan lawan yang cukup gencar, Bun-hiong
sempat berolok dengan tertawa,
"Huh, orang yang bisa lihat gelagat adalah pahlawan. Apakah
berangkah kamu sengaja hendakantar nyawa di sini?"
Lawannya yang bersenjata gada gigi serigala itu diam saja
tanpa menanggapi, ia terus menyerang dengan nekat
"Baik, mulai sekarang, awas telinga kananmu'" kata Bun-hiong
dengan tertawa. Mendadak gerak pedangnya berubah ia tidak
mematahkan serangan lawan lagi melainkan mulai
melancarkan serangan balasan.
Hanya tiga-empal jurus saja Koancu bergada gigi serigala
sudah mulai kelabakan, namun dia sangat bandel, sedikitpun
ia pantang menyerah.
"Kena'" terdengar Bun-hiong membentak nyaring, sinar
pedang berkelebat dan darah segar pun Muncrat. Seketika
Koancu bersenjata gada gigi serigala merasa telinga kanan
"nyes" dingin, waktu ia meraba barulah diketahui daun telinga
sudah lenyap. Baru sekarang ia terkejut dan cepat melompat
mundur untuk mencari selamat. Pang Bun-hiong tidak
memburu musuh yang sudah kalah, ia memberi tanda malah,
"Ayo lekas lari, kalau tidak nyawamu bisa melayang!'' Koancu
besenjata gada gigi serigala itu ternyata sangat penurut,
langsung ia kabur sipat kuping.
Pada saat itu juga Liong It-hiong pun sudah lebih unggul,
mendadak ibu jari kanan Koancu bergolok itu tertabas putus,
ia pun tidak mendesak lebih lanjut melainkan lantas
membentak, 'Ayo lekas enyah. Kalau tidak, bisa kupenggal
kepalamu!" Cepat Koancu bergolok itu melompat mundur
dan memeriksa ibu jari sendiri yang terkutung, dengan murka
ia mengucap, "Awas sampai lain kali "
Habis itu segara ia kabur ke bawah gunung. Melihat Liong Ithiong
dan Pang Bun-hiong sudah mendapat kemenangan,
timbul juga rasa ingin menang Loan Kiau-kiau serentak ia
melancarkan jurus serangan maut ?hingga lawan terdesak
mundur berulang ulang.
Bun-hiong tahu bilamana Koancu itu tidak lekas angkat kaki.
akhirnya pasti akan mati di bawah pukulan Kiau-kiau.segera ia
bersuara "Hai,kedua kawanmu sudah kabur, mengapa kamu
tidak lekas angkat langkah seribu, memangnya kamu ingin
gugur sebagai pahlawan?"
Koancu berpedang itu tentu saja juga ingin cari selamat,
segera ia putar haluan dan lari secepatnya
"Lari ke mana"!" bentak Loan Kiau-kiau mendadak, secepat
kilat ia memburu maju, suatu pukulan langsung dilancarkan
"Prak" dan "Auhh'" Koancu berpedang itu tidak sempat
mengelak, batok kepala bagian belakang kena pukulan dan
pecah dengan otak berantakan setelah menjerit terus
terbanting dan binasa.
Kening Bun-hiong bekernyit melihat keganasan Loan Kiau-kiau
namun ia lantas tersenyum dan berkata, "Wah, hendaklah kau
tahu, aku tidak akan menikahi perempuan yang suka main
bunuh Lain kali bila kau bunuh orang lagi, terpaksa kita harus
berucap selamat tinggal"
"Baiklah, lain kali aku takkan membunuh orang lagi," jawab
Loan Kiau-kiau dengan tertawa. Tapi hendaknya kaupun
maklum, masih ada sepuluh orang Koancu belum kemari,
apakah kalian yakin dapat menasihati mereka agar menurut
dan tunduk kepada kita'"
"Jika mereka membangkang, tentu saja boleh kita memberi
hajaran setimpal, biarlah nanti aku dan It-hiong saja yang
melayani mereka," kata Bun-hiong
Kiau-kiau hanya tersenyum saja tanpa menanggapi lagi. Ithiong
memprihatinkan keadaan luka Oh Beng-ai, setelah
simpan kembali pedangnya segera ia berkata, "Biar kupergi
menjenguk Beng-ai dan segera kukembali ke sini."
Habis berkata segera ia berlari masuk ke dalam rumah. Waktu
ia masuk ke sebuah kamar, dilihatnya Hoa-Ioji sedang duduk
di tepi tempat tidur Oh Beng-ai dan sedang memeriksa denyut
nadi nona itu. Beng-ai kelihatan masih belum sadar, tentu saja It-hiong
merasa cemas, ia coba tanya, "Bagai mana keadaannya?"
Hoa-loji menggeleng kepala, katanya. "Denyut nadinya sangat
lemah, bisa jadi".."
Perasaan It-hiong serasa disayat-sayat, katanya kuatir,
"Pokoknya harus kau sembuhkan dia tidak boleh mati begitu
saja." "Tapi ".tapj aku sudah berusaha sekuat tenaga," ujar Hoa-loji
dengan menyengir. It-hiong mendekati tempat tidur, serunya
perlahan, "Beng-ai, Beng-ai, aku Liong It-hiong disini dengar,
tidak suaraku" Sadarlah lekas sadarlah!'
Namun Beng-ai sama sekali tidak menyahut atau memberi
reaksi. "Tulang iganya yang patah sudah kusarnbung dengan
baik, cuma mungkin ada tulang iga patah lain yang melukai isi
perut".." Hoa-loji berlutut dengan menyesal.
Tentu saja It-hiong tambah cemas, tanyanya, "Wah. lantas
bagaimana akibatnya?"
"Baru saja kuberi minum obat luka dalam yang berkhasiat
menghentikan pendarahan " tutur Hoa-loji pula "Bila luka
bagian dalam tidak terlalu parah, ku yakin lumbat-laun
lukanya akan sembuh, namun ". "
"Namun apa ?" desak It-hiong.
"Menurut keadaan secara umum, saat ini seharusnya dia
sudah siuman," tutur Hoa-loji ''Sebab itulah kusangsikan
sangat mungkin luka dalamnya tidak ringan "
"Adakah obat mujarab yang dapat menyembuhkan dia'' tanya
It-hiong "Tan-hoa tan milik nonh Oh sendiri dan obat luka buatanku
cukup manjur, apabila obat kami ini tetap tidak dapat
membuatnya siuman, wah rasanya sukar"."
Sampai di sini, Hoa-loji tidak melanjutkan melainkan cuma
menyengir saja. Sampai lama It-hiong diam saja dengan
kening bekernyit, ucapnya kemudian, "Engkau boleh berusaha
sekuat tenaga, asalkan dapat menyelamatkan jiwanya, tentu
akan kuberi tanda terima kasih sebesarnya '
Hoa-loji menyengir dan berkata, "Tentu saja akan ku
usahakan sebisanya, jika dapat menyembuhkan nona Oh,
tidak perlu kuminta hadiah apa-apa, kumohon dibebaskan
pulang saja dan sudah cukup bagilku."
"Kamu bukan anak buah Oh Kiam-lam"'' tanya Liong It-hiong.
"Bukan," jawab Hoa-loji sambil menggeleng
"Sebabnya ku tinggal di sini karena diculik kemari. kata
mereka di markas mereka memerlukan seorang tabib tetap?"
"Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya lt-hiong
"Tiga tahun." tutur Hoa Ioji
"Baik, jika dapat kau sembuhkan nona Oh. kujamin kamu akan
pulang dengan selamat, bahkan
akan kuberi pesangon yang memuaskan, percayalah padaku,"
kata It-hiong. Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula,
"Jika keadaan nona Oh ada perkembangan hendaknya segera
aku diberi tahu, sekarang kukeluar dulu melihat keadaan
sana." It-hiong kembali lagi ke pelataran sana, dilihatnya Pang Bunhiong
dan Loan Kiau-kiau masih berdiri di tempat tadi mayat
yang menggeletak di situ juga tetap mayat tadi, semua itu
menandakan kesepuluh Koancu yang lain belum lagi datang.
Ia mendekati Bun-hiong dan bertanyanya, "Mengapa mereka
belum datang ?"
"Siapa tahu?" jawab Bun-hiong. Tapi dia sudah mengirim
orang untuk mencari kabar, Eh, nona Oh sudah siuman
belum''" Dengan perasaan berat It-hiong menjawab.
"Belum, menurut keterangan Hoa-loji, denyut nadinya sangat
lemah, mungkin jiwanya sukar tertolong "
"Wah dia seorang nona baik, tidak boleh mati begitu saja,"
kata Bun-hiong.
It-hiong menengadah, memandang langit, gumamnya "Jika
usiaku dapat dikurangi untuk menyelamatkan jiwanya, kurela
berbuat demikian"
Selagi Loan Kiau-kiau hendak bicara, tiba-tiba terlihat seorang
anak buah lari datang dengan gugup. Cepat It-hiong
menyongsong ke sana dan menegurnya, "Hei ada apa?"
Kiranya anak buah inilah orang yang dikirim ke bawah
gunung untuk mencari informasi, wajah
anak buah ini tampak kuatir, serunya, 'Wah. celaka, Hujinl
Mereka mulai menyerbu ke atas sini!" Air muka Loan Kiaukiau
berubah, tanyanya "Berapa banyak jumlah mereka?"
"Kesepuluh Koancu ditambah delapan ratusan anak buah."
tutur anak buah tadi
Saat ini kira kira berjarak berapa jauh dari sini"." tanya pula
Kiau-kiau dengan gugup juga
"Sudah sampai di pos jaga ke-15 dan segera akan sampai di
sini," lapor anak buah itu
"Lekas beri perintah agar segenap anggota disini membawa
senjata dan panah, semuanya berkumpul di lapangan depan,
seru Kiau-kiau segera. Liaulo atau anak buah tadi mengiakan,
segera ia berlari ke dalam markas untuk menyampaikan
perintah itu Dengan prihatin Pang Bun-hiong coba bertanya, "Berapa
banyak seluruh liaulo yang berada disini ?"
"Cuma seratus lebih," tutur Kiau-kiau


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wah.cuma seratus orang dan harus menghadapi serangan
delapan ratus orang, apa sanggup ?" ucap Bun-hiong dengan
kuatir "Sabar jangan kuatir " ujar Kiau-kiau "Kita berada di bagian
atas, dapat kita bendung serbuan mereka dengan panah,
tentu dapat mengakibatkan korban besar di pihak mereka.
Apabila cara begitu masih juga kewalahan, dapat pula kita
gunakan kayu gelondongan dan batu padas untuk
menghujani musuh."
Tengah bicara, tertampak serombongan liaulo dengan golok
terhunus dan menyandang busur dan panah telah muncul dari
berbagai jurusan, semuanya menuju dan berkumpul di
lapangan depan.
Segera Kiau-kiau berteriak, "Wahai para saudara kesepuluh
Koancu di bawah tidak mau tunduk kepada ptmpinanku,
mereka telah memberontak dan membawa 800 anak buahnya
menyerbu kemari dan bermaksud menduduki markas pusat
kita ini, tentu juga mereka berniat merampas harta benda
milik kita. Ayolah, beramai-ramai kita menghadapi mereka,
harus kita gempur mereka, asalkan mereka sudah kita
runtuhkan, setiap orang akan kuberi hadiah seratus tahil
perak" Menyusul ia mengayun sebelah tangannya dan berteriak pula,
"Ayo ikut padaku!'
Segera ia mendahului berlari ke pintu gerbang perbentengan.
Para liaulo ikut dia berlari naik benteng yang terbuat dari
kerangka kayu, semuanya Iantas siap tempur, masing-masing
membentang busur dan memasang panah, dengan penuh
waspada mereka menanti kedatangan musuh.
It-hiong dan Bun-hiong juga ikut semua orang ke atas
"benteng", waktu mereka memandang jauh ke depan sana,
tertampak bayangan orang di bawah bukit berseliweran ke
800 anak yang dipimpin kesepuluh Koancu itu sudah merayap
sampai di pos jaga yang k e16.
Bun-hiong coba mendekati Kiau-kiau dan bertanya, "Di mana
kayu gelondong dan batu padas yang kau katakan siap
menggilas musuh itu?"
"Itu di sebelah sana." jawab Kiau-kiau sambil menuding semak
pohon di sebelah kiri benteng.
"Asalkan tali ikatannya dipotong, seketika beratus kayu
gelondong dan batu padas besar akan menggelinding ke
bawah serupa air bah dan tentu musuh akan digilas habishabisan."
"Eh, semula kau bilang baru tiga hari kamu berada di tempat
ini, mengapa sekarang kamu sedemikian apal terhadap
keadaan sarang bandit ini. terutama pertahanannya" tanya
Bun-hiong Semua ini kudengar dari Oh Kiam-lam, pada hari pertama
kudatang kemari dia lantas memberitahukan padaku semua
yang teratur di sini," tutur Kiau-kiau "Oh Kiam-lam
membawaku berkeliling memeriksa sarangnya ini dia
memperlihatkan padaku setiap tempat yang telah diaturnya
dengan baik "
Sementara ilu kesepuluh Koancu dan delapan ratus anak
buahnya sudah membanjir sampai di pos jaga ke 17, mereka
merayap serupa barisan ular, berbondong-bondong menyerbu
ke atas gunung sambil berteriak-teriak sehingga suaranya
menggema angkasa raya pegunungan
'Hendaknya kalian berdua yang memimpin pertahanan di sini,
biar kupergi ke sana untuk menyiapkan kayu gelondong dan
batu padas agar serentak dapat digunakan untuk
menghancur-kan musuh," cepat Kiau-kiau berseru.
Habis berkata, dengan enteng ia melompat turun dan berlari
ke semak pohon sana bersama beberapa anak buah
"Wah, sekali ini pasti akan jatuh korban yang tidak sedikit,"
kata Liong It-hiong dengan menyesal.
"Ya, memang," ucap Bun-hiong. "Tapi peduli amat, kalau
mereka tidak dihancurkan, tentu kita yang akari diganyang
mereka" "Apakah kamu benar-benar berniat menikahi dia" ' tanya Ithiong.
"Bagaimana pendapat mu jika aku berbuat demikian?" jawab
Bun-hiong dengan tersenyum.
"Aku tidak tahu," kata It-hiong, "semua itu bergantung
kepadamu sendiri, jika kamu anggap dia dapat menjadi istri
dan ibu yang bijaksana maka apa salahnya kauambil dia
sebagai istri."
Bun-hiong hanya tersenyum saja tanpa menanggapi.
Mendadak terdengar suara teriakan ramai "Serbu!" -
"Bunuh" - "Sikat habis'" Ternyata kesepuluh Koancu bersama
delapan ratus anak buahnya telab menyerbu ke atas gunung
serupa air bah, hanya dalam waktu sekejap jalanan di luar
benteng pertahanan itu sudah penuh dengan manusia
It-hiong menjawil Liong Bun-hiong, tanyanya. ' Bagaimana,
kau kira dia sanggup menjadi istri baik dan ibu bijaksana atau
tidak" Pasukan musuh membanjir tiba, tapi dia justru ikut
memperhatikan urusan kawin Liong It-hiong
Bun-hiong angkat pundak, katanya, "Kukira masih bolehlah.
Orang perempuan bilamana busuk bila jadi sangat busuk,
apalagi baik pun bisa sangat baik. Apabila kuda galak harus
juga ditunggangi orang galak, kuyakin masih mampu
mengendalikan dia, dapat kubuat dia tunduk sepenuhnya
padiku " Sementara itu dilihiatnya kesepuluh Koancu bersama delapan
ratusan anak buahnya sudah menyerbu tiba, cepat ia
memberi tanda sambil berteriak, "Ayo sikat para saudara''
Begitu menerima perintah. Serentak para liaulo yang berjaga
di atas benteng segera berdiri dan melepaskan anak panah.
Terdengar suara mendesir riuh, seketika anak panah
berhamburan seperti hujan deras, berapa puluh liaulo yang
paling depan kontan roboh terkena panah, terdengar jeritan
ngeri berjangkit di sana sini.
"Ayo serbu!"
"Terjang ke atas!"
"Hancurkan benteng musuh!"
Namun begitu mereka sukar menghadapi hujan parah yang
bertebaran dari atas, dalam waktu singkat beberapa ratus
orang kembali dirobohkan pula. Koancu yang memimpin
penyerbuan dari belakang itu juga berteriak teriak dengan
bengis dan mendesak anak buahnya menerjarg ke atas dan
dilarang mundur.
Karena itu serombongan liaulo terpaksa menerjang maju
dengan mati-matian sambil putar senjata masing-masing
"Terjang'"
"Serbu"'
"Panjat ke atas!"
Demikian teriakan ramai tidak berhenti henti, segera seorang
Koancu mendahului menyerbu ke atas, ia putar senjatanya
berbentuk golok tebal berkepala setan, ia tangkis anak panah
yang menyambar tiba bagai hujan, dengan gagah berani ia
dapat menerjang hingga di depan benteng
"Yang ini harus disikat'' kata Bun-hiong ke pada kawannya.
Berbareng ia lolos sebatang panah dari tempat panah yang
tersandang di punggung seorang liaulo terus disambitkan
Jika Koancu dapat menghalau hujan anak panah yang
dihamburkan kawanan liaulo, ternyata dia tidak mampu
menyampuk jatuh panah yang disambitkan Pang Bun-hiong
dengan tepat dahinya terkena panah itu, ia menjerit dan
roboh terjungkal.
Anak buahnya menjadi gentar melihat salah seorang Koancu
mereka roboh binasa, betapapun nyawa mereka sendiri lebihh
penting, maka tanpa menghiraukan bentakan Koaucu yang
memimpin di belakang, beramai-ramai mereka sama menyurut
mundur, masing-masing, sama mencari tempat sembunyi
untuk menghindarkan hujan anak panah yang deras itu
Beberapa Koaucu lain yang berbaur di tengah para liaulo
menjadi murka semuanya menerjang kalap ke kaki benteng,
mereka bermaksud menyerbu ke dalam benteng untuk
menggempur kawanan liaulo yang berjaga di atas.
Akan tetapi baru saja mereka menerjang sampai di kaki
benteng, dua orang sudah roboh lagi terkena panah, Dua
orang lagi sempat membobol pintu gerbang dan menyerbu ke
dalam benteng, segera mereka melompat ke atas benteng
untuk membunuh musuh
Cepat Bun-hiong dan It-hiong memapak dan megempur
mereka. Seketika terjadilah pertarungan sengit antara mereka
berempat. Tapi seru bergabrak beberapa jurus, kedua Koancu
itu tidak mampu melawan It-hiong yang lebih lihai, dengan
ilmu pedang mereka It-hiong berdua mendesak, kedua
Koancu itu terpaksa melompat keluar benteng lagi. pada saat
itulah kembali serombongan liaulo musuh menerjang ke dekat
benteng. "Lepas panah lagi'' cepat It-hiong memberi perintah. Serentak
sebaris anak panah dihamburkan lagi. sehingga sedikitnya 50
liaulo terbunuh yang menyerbu tiba itu dirobohkan dan jelas
takkan hidup lagi. Malahan kedua Koancu yang baru saja
melompat turun ke sana juga ikut terpanah dan binasa di
tengah pertempuran gaduh itu.
Sampai di sini, kesepuluh Koancu itu sudah mati lima orang
melihat gelagat tidak menguntungkan, Maka kelima Koancu
yang lain segera berteriak-teriak, "Mundur, lekas mundur,
saudara" Tak terduga, belum lenyap suaranya, mendadak terdengar
suara gemuruh berjangkit dari semak pohon sebelah kiri sana.
sekonyong-konyong beratus kayu gelondong menggelinding
dari atas bagai gugur gunung dahsyatnya, seketika bumi
bergetar dan langit seakanambruk.
Keruan para liaulo yang sedang mundur itu terperanjat dan
ketakutan, suasana menjadi kacau balau, namun lebih celaka
lagi seketika mereka tidak sempat menghindar dan juga sukar
mencari tempat berlindung. Dalam sekejap saja ratusan orang
telah tergilas oleh kayu gelondong, ada yang kepala pecah
dan tubuh hancur, kulit daging bertebaran di mana-mana. Ada
sebagian lagi yang ikut tergulung oleh kayu gelondong dan
tergusur ke bawah. suasana sungguh mengerikan, membuat
orang tidak sampai hati menyaksikannya.
"Lekas jongkok Lekas tiarap!" demikian salah seorang Koaucu
memberi komando. Beberapa ratus liaulo yang berada di
belakang cepat merebahkan diri. Dengan demikian korban
yang jatuh banyak berkurang, banyak jiwa liaulo itu selamat.
paling-paling cuma terluka saja.
Maklumlah pada waktu kayu gelondong menggelinding ke
bawah, kecepatannya makin lama makin bertambah, tapi bila
kebentur batu padas kayu gelondongan itu lantas melejit
tinggi ke atas untuk kemudian jatuh ke bawah. Karena itulah
banyak kawanan liaulo itu terbebas dan kematian.
Melihat kedelapan ratus liaulo musuh dalam sekejap saja
sudah mati dan terluka lebih dari separoh, hati Liong it-hiong
merasa tidak tega, dengan kening bekernyit ia berkata,
"Mereka sudah diperintahkan mundur, mengapa dia
menghamburkan lagi kayu gelondong untuk membunuh
musuh?" "Entah, dari mana kutahu?" jawab Bun-hiong. "Akan kucegah
dia'" Habis berkata segera ia berlari secepat terbang ke sana. Siapa
tahu pada saat itu juga suara gemuruh keras kembali
berjangkit lagi. Seketika bumi seakan gempa, batu padas
besar yang sangat menakutkan tahu-tahu berhamburan juga
ke bawah bukit.
Batu padas itu ada besar ada kecil, namun yang paling kecil
sedikitnya juga berbobot ratusan kati, kini digusur dari atas
bukit dan menggelinding ke bawah, keruan dahsyatnya sukar
dilukiskan. Seketika bumi serasa gempa dan gunung seperti
meletus, "Aduh!"
"Mati aku!'
Begitulah jeritan ngeri seketika bergema memenuhi angkasa
pegunungan. Pang Bun-hiong tidak jadi berlari ke sana, ia
berhenti dan berdiri terkesima. Menyaksikan beberapa ratus
liaulo itu kembali digilas hancur lebur oleh bujan batu padas
itu, betapapun hatinya tidak tega dan pedih seperti disayatsayat,
berbareng juga timbul rasa gusar yang tak terkatakan
Dia serupa Liong It-hiong, meski lahirnya kelihatan dugul dan
suka menuruti kehendak hatinya, namun batinnya sebenarnya
sangat manusiawi, ia tidak sanggup menerima cara
membunuh dengan kejam serupa ini. la berdiri terkesima
sekian lama. baru saja ia bermaksud mencari Loan Kiau-kiau,
tiba-tiba dilihatnya nona itu sudah naik ke atas benteng.
Dengan tertawa senang Kiau-kiau berucap "Lihat, semuanya
sudah beres bukan " Sederhana dan cepat".
Sampai sekian lama Bun-hiong memandangi nona itu tanpa
bicara, mendadak sebelah tangannya menggampar "Plak",
dengan telak muka Kiau-kiau tertampar hingga jatuh
terduduk. Keruan Kiau-kiau terkejut dan juga marah sambil meraba
pipinya yang kesakitan ia tanya."Kenapa kau pukul diriku?"
Kau lihat sendiri, mereka kan sudah siap untuk mundur
mengapa kamu malah menghujani mereka dengan kayu
gelondong dan batu besar sehingga timbul korban sebanyak
ini"' jengek Bun-hiong.
"Kamu tolol, maha tolol," damperat Kiau-kiau dengan gusar
"Mereka menyerbu sekalap itu, kalau kita tidak membunuh
mereka, kita yang akan terbunuh. Kesempatan ini harus kita
hancurkan mereka, kalau tidak tentu mereka akan menerjang
kemari lagi "
"Benar, alasanmu pun benar " kata Bun-hiong.
"Akan tetapi, coba kaulihat . . " Ia tuding mayat yang
berserakan di lereng bukit dan banyak bagian mayat yang
hancur lebur, dengan gusar ia menyambung pula, "Nah,
semua itu mati kau bunuh, apa kamu tidak punya rasa kasihan
terhadap sesamanya" Meski mereka menjadi anak buah
bandit, dosa mereka kan juga tidak harus dihukum mati
semua?" "Tapi, seperti sudah kukatakan, tidak kau bunuh mereka,
kamu yang akan dibunuh mereka. apakah kamu lebih rela
mati dibunuh mereka?" jawab Kiau-kiau
Dengan suara berat Bun-hiong berkata, 'Menangkap penjahat
harus tangkap gembongnya, asalkan para Koancu itu sudah
kita tangkap, anak buahnya dengan sendirinya tidak ada
artinya lagi."
Mendadak Kiau-kiau menangis sedib, katanya, "Oo, jadi


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia memang serba susah. Bermaksud baik ternyata tidak
mendapatikan ganjaran baik pula. Demi orang banyak
kugempur mundur musuh, kamu berbalik menyalahkan
tindakanku ini dan menghajarku malah, Kau berani
memukulku, ini menandakan pada hakikatnya kamu tidak suka
padaku, buat apa"buat apa aku hidup lagi?"
Habis berkata, mendadak ia merampas sebatang golok dari
seorang liaulo terus hendak meng-gorok leher sendiri. Cepat
It-hiong merampas goloknya dan berkata, "Ah, sudahlah, buat
apa urusan begini dipersoalkan. Ia cuma menamparmu sekali
dan engkau malah hendak membunuh diri. Bagaimana pula
kalian akan sanggup hidup bersama selama hidup?"
Kiau-kiau mendekap mukanya dan menangis terlebih sedih.
Caranya menangis, rupanya juga ada seninya. begitu memelas
sehingga menimbulkan rasa iba orang yang melihatnya.
Akhirnya hati Bun-hiong dibuat lunak juga, katanya
kemudian, "Ya, sudahlah, aku berjanji selanjutnya takkan
memukulmu lagi. Sekarang boleh kau pulang dulu ke markas"
Pelahan Kiau-kiau berbangkit lalu melangkah pergi dengan
masih menangis. Bun-hiong menyengir terhadap It-hiong dan
angkat pundak sebagai tanda apa boleh buat, katanya.
"Sialan, aku memang tidak sampai hati bila ditangisi orang
perempuan. Bagaimana jika kamu menjadi aku "'"
"Sama saja," jawab lt-hiong dengan tertawa.
"Aku juga lunak bilamana ditangisi orang perempuan. Tangis
orang perempuan bagiku rasanya seperti langit sudah hampir
runtuh." Lalu ia pandang kawanan liaulo yang masih berjaga di atas
benteng, teriaknya segera, "Wahai, saudara-saudara. harap
kerja bakti lagi sebentar, ayolah beramai-ramai keluar sana
untuk pembersihan. Yang sudah mati hendaknya dikubur, yarg
belum mati supaya dibawa masuk kemari untuk diberi
pertolongan." Kawanan liaulo ternyata sangat menurut,
perintah itu segera dilaksanakan, mereka menaruh senjata
dan berbondong-bondong lari keluar benteng untuk
membersihkan mayat yang berserakan itu.
Segera It-hiong berpaling dan berkata kepada Bun-hiong.
"Akan kujenguk keadaan Beng-ai, hendaknya kamu
mengawasi keadaan di sini "
Habis berkata ia terus meninggalkan perbentengan dan lari
masuk ke dalam rumah. Setiba di kamar Oh Beng-ai,
dilihatnya kedua mata si nona masih terpejam rapat, sama
sekali tidak kelihatan ada kemajuan oleh pengobatan Hoa-loji
tadi, dengan menyesal ia berkata, "Hoa-locianKANG
ZUSI website http://cerita-silat.co.cc/
pwe, hendaknya engkau bicara terus terang padaku,
sesungguhnya bagaimana keadaannya, masih ada harapan
atau tidak akan kesembuhannya?"
Hoa-loji menggeleng kepala sahutnya ke mudian, "Sukar
kukatakan dengan pasti, keadaannya memang agak gawat.
Biarlah sampai besok mungkin akan dapat kukatakan dengan
pasti." "Bagaimana denyut nadinya'' tanya it-hiong pula dengan
cemas. "Sama saja, masih lemah," tutur Hoa-loji.
Kembali lt-hiong menghela napas, la duduk di tepi tempat
tidur dan memandangi Oh Beng-ai yang tidak sadar itu
dengan termangu-mangu dan tidak keruan perasaannya.
-ooo- Pelahan cuaca sudah mulai gelap, malam sudah tiba.
Seluruh lereng kedelapan belas bukit (Cap-pek-pan-nia)
tenggelam dalam suasana sunyi kelam.
Mayat kawanan liaulo penyerbu sudah dikumpulkan dan
dikubur, liaulo yang terluka juga sudah mendapatkan
pertolongan seperlunya. Suasana lereng bukit sekarang tidak
ada lagi berbau anyirnya darah
Bun-hiong masuk ke kamar dan mendekati tempat tidur untuk
menjenguk keadaan Oh Beng-ai, ia tanya, "Sudah lebih dua
jam dia tidak sadarkan diri, kukira sudah waktunya dia harus
siuman " "Dia, mungkin dia sukar hidup lagi," ucap It-hiong dengan
muram Bun-hiong menghiburnya. "Ah, jangan putus asa, juga jangan
menyerah begitu saja, kita tetap berusaha, kuyakin dia pasti
akan sembuh, kamu harus mempunyai keyakinan "
"Dia seorang nona yang harus dikasihani. "ujar It-hiong,
"Hidupnya selalu dirundung malang banyak sekali penderitaan
yang telah dialaminya. Thian seharusnya memberi
kesempatan hidup bahagia baginya dan janganlah merenggut
nyawanya"."
Pada saat itulah mendadak Kiau-kiau masuk ke dalam hamar,
ucapnya dengan tertawa manis
"Eh, sudah waktunya makan, ayolah makan dulu kalian "
"Silahkan kalian saja sana," jawab It-hiong
"Kamu tidak makan ?" Kiau-kiau menegas dengan
melenggong. "Biar kutunggui dia," kata It-hiong
"Kutahu perasaanmu tentu engkau sangat sedih baginya,"
kata Kiau-kiau pelahan. "Tapi kesehatanmu sendiri juga harus
dijaga, kau perlu makan agar tidak masuk angin "
"Tidak aku tidak ada nafsu makan,"' jawab It-hiong. Kiau-kiau
berpaling dan tanya Bun-hiong
"Dan bagaimana engkau?"
"Aku juga tidak bernafsu makan," ucap Bun-hiong tanpa emosi
"Ai, bagaimana kalian ini," ujar Kiau-kiau dengan kening
bekernyit "Masa kalian tidak pikirkan kesehatan sendiri lagi"
Mana boleh tidak makan"
"Melihat keadaan gawat nona Oh, siapa yang punya nafsu
makan lagi?" ucap Bun-hiong
"Tapi sedikit banyak kan harus makan, perut jangan sampai
kosong," kata Kiau-kiau "Begini saja, akan kusuruh masak tiga
mangkuk mi pangsit,"
"Baiklah" jawab Bun-hiong. Segera Kiau-kiau berlari pergi ke
dapur untuk menyiapkan santapan itu. Melihat orang sudah
pergi, tiba-tiba Hoa-loji tersenyum kecut dan berkata, "Ai,
perempuan ini sungguh sangat lihai, pandai melihat arah
angin dan putar haluan dengan cepat!"
"Oo, ada apa?" tanya Bun-hiong
"Anda lihat sendiri," kata Hoa-Ioji. "Siang tadi, waktu kalian
berdua diringkus oleh Oh Kiam-lam. sama sekali perempuan
itu tidak ada maksud menolong kalian. Tapi selelah nona Oh
menikam mati Oh congtocu, seketika sikapnya berubah arah
sama sekali. coba, tindakannya itu bukankah Iicin dan pintar
putar haluan menurut arah angin?"
"Betul," kata Bun-hiong. "Kalau saja saat itu dia tidak
membebaskan kami, rasanya kami tetap tidak terhindar dari
Kematian. Sebab itulah?" Sampai di situ mendadak ia tidak
melanjutkan lagi melainkan cuma tersenyum saja penuh arti.
Hoa-loji menjadi bingung katanya pula, "Sebenarnya hamba
tidak jelas apa hubungan kalian dengan dia, hanya saja
kurasakan dia rada-rada".hehe, pendek kata. .hendaknya
..kalian berlaku hati-hati sedikit terhadap dia "
"Ya kutahu,' kata Bun-hiong. "Ada maksudku hendak
mengambil dia sebagai istri"
"Ahhh..!" seketika Hoa-loji agak kelabakan sikapnya menjadi
kikuk, serba susah. Katanya cepat, "Kiranya begitu. Maaf jika
hamba sembarangan omong, mohon Pang-siaubiap jangan
marah padaku,' "O, tidak, tidak apa," jawab Bun-hiong tertawa "Kutahu kamu
bermaksud baik, aku sangat ber-terima kasih atas
peringatanmu, tidak nanti ku marah "
"Sekarung tempat ini serupa naga kehilangan kepala Ialu apa
tindakan kalian selanjutnya?" tanya Hoa-loji. "Apakah kalian
akan tinggal pergi atau tetap tinggal di sini ?"
"Tidak, kami takkan menetap di sini." Jawab Bun-hiong. "Bila
sakit nona Oh sudah sembuh. kami bermaksud membubarkan
segenap liaulo. Lalu kami pun meninggalkan tempat ini "
Kabarnya dari hasil usaha Oh-congtocu dulu banyak sekali
harta benda yang disembunyikan di sini. lalu cara bagaimana
kalian akan mengatur kegunaannya?" tanya Hoa-loji.
"Tentu saja akan kuatur dengan baik," jawab Pang Bun-hiong.
"Akan kukeluarkan sebagian untuk dibagi-bagikan kepada para
liaulo dan membubarkan mereka. Sisa harta benda yang lain
akan kami gunakan untuk dana sosial, membantu kaum miskin
dan menolong rakyat yang tertimpa musibah bencana alam
dan sebagainya "
"Wah, bagus, sungguh ide yang bagus" kata Hoa-loji sambil
manggut-manggut.
Tengah bicara, datanglah Loan Kiau-kiau dengan membawa
nampan yang berisi tiga mangkuk
besar mi pangsit kuah. Nampan ditaruhnya dimeja, ketiga
mangkuk mi pangsit disuguhkan kepada it-hiong bertiga,
tatanya dengan tersenyum.
"Ayo, silahkan, makanlah mumpung masih panas "
Masakan mi pangsit itu ternyata berbau lezat tidak kalah
dibanding mi pangsit di restoran besar
"Kau sendiri sudah makan belum?" tanya Bun-hiong dengan
tertawa "Sudah," jawab Kiau-kiau dengan tersenyum manis
"Makan lagi sedikit mau?" tanya Bun-hiong
"Ah. sudah kenyang, masa makan lagi" sahut Kiau-kiau manja.
Bun-hioug berdiri, ia menuju ke samping pintu kamar, di situ
ia berdiri dengan bertolak pinggang lalu berseru dengan
senyum ejek, "Loan Kiau-kiau"
"Ada apa?" jawab Kiau-kiau sambil menoleh seketika ia
melenggong dengan air muka berubah pucat demi melihat
sikap Bun-hiong.
"Berapa banyak racun yang kau tarub di dalam mi pangsit
itu?" tanya Bun-hiong dengan ketus
Dari pucat muka Kiau-kiau berubah merah padam, teriaknya
dengan berjingkrak murka, "Apa katamu" Ngaco-belo"
"Tidak sama sekail aku tidak ngaco." Jawab Bun-hiong "Hm,
jangan kau kira kami gampang ditipu dan dijebak. Terus
terang, siang tadi ketika kamu membebaskan kami berdua,
saat itu juga sudah kuduga ada intrikmu yang keji, kutahu
maksud tujuanmu adalah ingin memperalat kami untuk
menghadapi ke-18 Koancu yang tidak mungkin mau tunduk
padamu itu. Bila kami sudah mem-bantumu menumpas ke-18
Koancu itu dan kawanan liaulo yang anti dirimu, kemudian
kamu akan membunuh kami dengan cara keji umpamanya
dengan racun dalam mi pangsit seperti sekarang
ini. Dengan begitu dapatlah kamu mengangkangi harta karun
tinggalan Oh Kiam-lam. Nah, betul
tidak ucapanku?"
Kembali Kiau-kiau berjingkrak murka dan berteriak-teriak,
"'Omong kosong, ngaco-belo belaka, Kamu memfitnah!
Dengan maksud baik kuselamatkan kalian, dengan setulus hati
aku ingin hidup bersamamu sampai tua, mengapa kamu
berbalik sembarangan omong mengenai tindakanku" Apabila
kamu menyangsikan kejujuranku, baiklah, biar kupergi saja".
Habis berkata, dengan cepat ia berputar terus hendak
melangkah keluar. Namun Bun-hiong lantas pentang kedua
tangan dan merintanginya,
"Eh, nanti dulu, tunggu sebentar'" Kata anak muda itu dengan
tertawa "Memangnya kau mau apa?" teriak Kiau-kiau dengan gusar
"Kau bilang dengan setulus hati ingin hidup bersamaku hingga
tua, jika betul begitu, hendannya dapat kau beri bukti nyata
padaku" kata Bun-hiong
"Memangnya kau minta bukti nyata apa ". Apa perlu kukorek
hatiku untuk diperlihatkan padamu!" kata Kiau-kuau.
Bun-hiong menggeleng kepala ia berpaling kepada Hoa-loji
dan berucap, "Hoa-losiansing bilamana ada racun di dalam mi
pangsit, apakah dapat engkau mengujinya?"
"Tentu saja dapat," kata Hoa-Ioji, Sembari berkata ia lantas
mengeluarkan sepasang sumpit perak, lalu mendekati meja
makan.sumpit perak itu segera dicelupkan ke dalam mi
pangsit itu Mendadak Loan Kiau-kiau membentak murka, sebelah tangan
bergerak, dari jauh ia hantam Pang Bun-hiong. Tampaknya dia
seperti memukul dari jauh yang benar menghamburkan am-gi
atau senjata rahasia. Cepat Bun hiong mengegos ke samping
jari tangan kanan terus terangkat ke atas, dengan tepat
sebuah tusuk kundai kemala dapat dicepitnya.
"Hah, ada berapa banyak senjata rahasia yang kau bawa
boleh coba hamburkan seluruhnya," kata Bun-hiong dengan
tertawa. Air muka Kiau-kiau berubah hebat, kembali la
membentak nyaring, kedua tangan bekerja sekaligus terus
menubruk maju tampaknya ia menjadi nekat dan ingin
mengadu nyawa. Namun baru saja ia menubruk maju, tahu-tahu roboh
terbanting, "blang", hanya berkelojotan beberapa kali, lalu
tidak bergerak lagi. Kiranya tepat di tengah keningnya
tertancap oleh tusuk kundai, cukup dalam tusuk kundai itu
ambles ke dalam kepala sehingga hampir lenyap, terlihat
darah tegar menitik keluar dari lukanya.
Bun-hiong menghela napas, ucapnya pelahan. "Kamu
sebenarnya seorang perempuan cantik, bilamana kamu
mengerti cara hidup layak tentu kamu dapat hidup dengan
bahagia " It-hiong memberi tanda kepada kawannya itu, "Lekas kau
seret mayatnya keluar, aku tidak suka melihat dia lagi."
Bun-hiong tersenyum, ia berjongkok dan menyeret mayat
Kiau-kiau keluar, tapi belum lagi keluar pmtu, di mana ia
memandang, seketika ia melenggong. Kiranya pada saat itu
juga di depan pintu kamar muncul seorang kakek. Ternyata
kakek ini bukan lain daripada Tui-beng poan-koan Toh Po-sit.
Kemunculan, Tuh Po-sit juga dilihat Liong it-hiong, dengan
tercengang ia berdiri dan menyapa.
"Toh-lociaopwe, engkau tidak meninggal?"
Wajah Toh Po-sit menampilkan senyum misterius, jawabnya
pelahan, "O, tidak, aku tidak mati. Selama hidupku bersusah
payah da belum pernah menikmati kehidupan yang
menyenangkan mana boleh kumati begitu saja?"
Kejut dan girang Liong it-hiong, serunya "Tetapi mengapa
".mengapa Oh Kiam-lam bilang engkau sudah meninggal?"
"Ah, dia membual." kata Toh Po-sit menggeleng. "Aku cuma
terkena suatu pukulannya dan jatuh terjerumus ke dalam
danau " "Ah, bagus," kata It-hiong. "Oh Kiam-lam bilang engkau


Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengincar harta bendanya, tapi aku tidak pecaya kepada
ocehannya yang tidak berdasar itu "
"Tapi kamu harus percaya, sebab apa yang dikatakan itu
memang benar," ujar Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit.
"Hahhh!" lt-hiong melenggong. "Ah, janganlah Toh-locianpwe
bergurau "
"Tidak, aku tidak bergurau," kata Tui-beng-poan-koan Toh Posit.
"Sebab aku sudah bukan
lagi Tui-beng-poan-koan yang dulu. Tui-beng-poan-koan Toh
Po-sit yang lama terlampau bodoh, selama beberapa puluh
tahun dia menjabat kepala polisi, tidak terhitung jumlahnya
penjahat yang pernah ditangkapnya, dia mengabdi bagi
kepentingan umum, berjasa bagi pemerintah, sebaliknya tidak
sedikit tokoh dunia persilatan yang dimusuhinya, banyak
gembong penjahat yang dendam padanya, namun apa
manfaat yang dipetiknya"''
"Tidak ada, sama sekali tidak ada. Waktu dia minta pensiun,
sama sekali dia tidak mendapat anugerah apapun, tidak ada
hadiah, tidak ada pujian. Dengari tangan hampa ia
meninggalkan kota raja dan pulang ke kampung halaman.
"Sebab itulah, ia masa bodoh. la tidak peduli tentang
memberantas kejahatan dan membela kaum lemah serta
mengabdi bagi rakyat jelata apa segala, semuanya, itu cuma
omong kosong belaka. Jadi bertekad akan mencari rejeki
besar, ia ingin hidup nikmat sebaik-baiknya "
It-hiong berkerut kening mendengar ucapan orang tua itu,
katanya, "Jadi, maksud tujuanmu tidak ada lain kecuali ingin
merampas harta karun tinggalan Oh Kiam lam itu"'
"Betul, hartanya kan juga hasil merampok, harta benda yang
diperoleh secara tidak halal, bila ku ambil dari dia kan tidak
merugikan pihak lain ?" kata Toh Po-sit.
"Ah, engkau salah," kata It-hiong. "Bahwa sejak mula ku rela
bekerja bagimu, apakah engkau tahu apa sebabnya?"
"Aku tidak tahu coba jelaskan." pinta Tui-beng-poan-koan Toh
Po-sit "Yaitu lantaran ku hormati dirimu, ku segan padamu
mengingat jasa-jasamu yang sering kudengar," tutur It-hiong.
"Apa yang pernah kau lakukan itu telah mendapatkan
penghormatan dan kekaguman orang banyak, ini jauh lebih
berharga daripada harta benda."
"Tidak, omong kosong" ucap Toh Po-sit.
"Nama baik kan tidak dapat dimakan, tidak dapat membuat
perut kenyang''
"Tapi betapapun engkau kan tidak perlu kuatir tidak bisa
makan'' ujar It-hiong "Jika engkau sampat tidak bisa makan,
tentu sudah lama engkau mati kelaparan "
Mendadak Toh Po-sit menarik muka, jengeknya, "Hm,
pokoknya tidak ada maksudku hendak bicara peraturan
denganmu. Aku cuma ingin bicara suatu bisnis padamu "
"Tidak, tidak ada bisnis apapun yang dapat dibicarakan,'
jawab It-hiong dengan ketus sambil menggeleng.
Tui-beng-poan-koan melirik sekejap Oh Beng-ai yang
ternggetak di tempat tidur itu. lalu berucap dengan dingin.
"Ada semacam obat mujarab padaku yang dapat
menyelamatkan jiwa budak itu apakah kau mau?"
"Obat apa'' Dan bagaimana syaratnya?" tanya It-hiong dengan
hati tergetar "Mudah saja," jawab Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit. "Segera
kalian angkat kaki dan sini dan sama sekali tidak boleh ikut
campur urusanku "
"Oo, atau dengan lain perkataan, engkau hendak
menggunakan semacam obat penyelamat Oh Beng-ai untuk
menukar segenap harta karun tinggalan Oh Kiam-lam,
begitu?" It-hiong menegas.
"Ya betul, pinter juga kamu." jawab Tui-beng-poan-koan Toh
Po-sit sambil mengangguk
"Dan bilamana kutolak ?" kata It-hiong
"Wah, jika begitu, terpaksa harus ditentukan secara
kekerasan." kata Tiu-beng-poan-koan Toh Po-sit,
Mendadak Liong It-hiong bergelak tertawa, katanya "Hahaha
untung aku tidak jadi mengangkat guru padamu, sebab itulah
pertarungan ini tidak sulit untuk dilangsungkan "
"Tapi hm, urusan ini menyangkut keselamatan jiwamu,
sebaiknya kau pikirkan lagi lebih masak " jengek Tui-beng
poan-koan Toh Po-sit.
"Kukira tidak perlu pikir apa lagi, ucap It-hiong. "Marilah,
boleh kita bereskan di lapangan luar sana "
"Baik.ayo keluar,'' kata Toh Po-sit.
Segera ia mendahului membalik tubuh dan melangkah keluar.
It-hiong melolos pedangnya dan menyusul keluar menuju ke
lapangan. Dengan suara tertahan Bun-hiong berkata kepada
Hoa-loji, "Hendaknya kau jaga nona Oh dengan baik.aku harus keluar
dan membantunya sekuat tenaga "
Habis bicara mayat Loan Kiau-kiau diseret keluar terus
menyusul ke lapangan untuk membantu Liong it-hiong. Ketika
ketiga orang sampai di lapangan, banyak kawanan liaulo juga
sudah ikut berkerumun di Iapangan yang luas itu untuk
menonton pertempuran.
Kawanan liaulo itu sekarang mengambil sikap netral, mereka
ingin menunggu dan melihat dulu hasil pertarungan itu.
Setelah membuang mayat Loan Kiau-kiau segera Bun-hiong
mendahului bicara, "Toh-losiansing, aku pun ingin belajar
kenal dengan kungfumu yang terkenal ".
"Hah, bagus, boleh saja'" jawab Toh Po-sit dengan tertawa
"Jago kelas tinggi serupa Kim-kong Taisu dan Koh-ting Tojin
saja sudah ku bunuh, masa menghadapi dua anak muda
serupa kalian tidak mampu kubereskan?"
"Oo..apa betul" Engkau benar telah membinasakan Kim-kong
Taisu dan Koh-ting Tojin?"Bun-hiong menegas dengan
terkejut. "Kenapa tidak benar" Kalau tidak percaya boleh kau periksa
mayat mereka di bawah gunung." kata Toh Po-sit.
Diam-diam Bun-hiong terkejut, tapi ia berlagak tertawa dan
berkata, "Jika mereka dapat kau bunuh, suatu tanda
kungfumu memang luar biasa. Jika sekarang kami berdua
menghadapi engkau seorangkan juga pantas "
Begitu selesai ucapannya, serentak pedang terangkat, secepat
kilat ia lantas menusuk muka orang tua itu. Cepat Toh Po-sit
menggeser ke samping, berbareng tangan kiri balas
memotong pergelangan tangan Bun-hiong.
Melihat mereka sudah bergebrak, It-hiong tidak tinggal diam.
segara ia pun menusuk dengan pedangnya sambil membentak
"Awas serangan'"
Namun Toh Po-sit sempat berputar, sebelah kaki terus balas
mendepak. Nyata setiap gerakannya membawa tipu serangan
yang mematikan, sungguh sangat lihai. Begitulah terjadi
pertarungan sengit antara ketiga orang. Dengan satu lawan
dua tiada kelihatan Toh Po-Mt kewalahan, sebaliknya ia
menyerang terlebih gesit dan dahsyat sehingga It-hiong
berdua tidak memperoleh keuntungan apa pun.
Gelisah juga it-hiong melibat kelihaian lawan, segera ia ganti
siasat, ia tidak lagi keras lawan keras melainkan menggunakan
kelincahan ilmu pedangnya untuk mengulur waktu dan
bertempur jangka lama mengingat usia lawan yang sudah tua.
la bertekad harus menang, sebab rasa bencinya terhadap Toh
Poh-sit ini sekarang jauh lebih mendalam daripada terhadap
Oh Kiam-lam. Ia benci karena orang telah mempermainkan
dia, semula ia sangka dirinya membantu orang tua itu
melakukun tindakan terpuji siapa tahu yang diperbuatnya
sama sekali kebalikannya, hanya untuk mencapai ambisi
pribadi. Karena rasa menyesalnya, maka serangan Bun-hiong tidak
sungkan lagi dan diluncarkan sekuat tenaga.
Beberapa puluh jurus kemudian, suatu pukulan cepat Toh Posit
tak dapat dihindarkan Bun-hiong "plak", anak muda itu
terpental beberapa tombak jauhnya
"Hei.bagaimana keadaanmu kawan'' tanya It-hiong kejut dan
kuatir. "Huh. sempat kau perhatikan orang lain"!" jengek Toh Po-sit
sambil menubruk maju dan membentak, "Kena'"
"Plok", dengan tepat bahu It-hiong juga kena dihantamnya
dengan keras, kontan anak muda itu terjungkal. Malahan Toh
Po-sit lantas memburu maju pukulan kedua disusulkan lagi
tanpa kenal ampun. Apabila terpukul lagi, pasti jiwa It-hiong
akan melayang. Siapa tahu mendadak tubuh Toh Po-sit
gemetar dan kaku serupa terkena aliran listrik. Kedua matanya
terbelalak lebar penuh rasa
kejut dan bingung, pukulan yang sudah,dilontarkan gagal
setengah jalan.
Kiranya pada waktu roboh terjungkal tadi Liong It-hiong telah
menggunakan sarangan maut terakhir, pedng telah
disambitkan dan tepat masuk perut Tob Po-sit dan tembus.
Setelah menimpukkan pedang It-hiong terus menggelinding
jauh ke sana, waktu melompat bangun baru dilihatnya
timpukan pedangnya berhasil, rasa tegangnya menjadi
longgar. It-hiong tidak menyangka akan membunuh orang tua
yang pernah dihormatinya sebagai malaikat dewata, hatinya
terasa pedih, ia menghela napas dan berkata, "Coba lihat,
apabila engkau tahu mawas diri, tentu takkan terjadi seperti
ini " Perlahan Toh Po-sit menengadah, kulit mukanya tampak
berkejang. ucapnya lemah "Terima kasih pudamu!"
"Terima kasih padaku?" lt-hiong menegas.
"Ya. Sudah".sudah lama aku sendiri ingin membunuh . .
membunuh Toh Po-sit yang berubah busuk, namun"namun
aku tidak sanggup turun tangan" ucap orang tua itu dengan
senyum getir. "Tapi han ini engkau telah"telah mewakilkan diriku
membunuhnya, aku sangat . . . sangat berterima kasih " Habis
bicara, kepalanya terkulai ke bawah dan tidak bergerak lagi
Timbul perasaan bimbang dan bingung, dengan sendirinya Ithiong
dapat menangkap makna ucapan Toh Po-sit itu, hal ini
membuatnya sangat terharu. la menggeleng kepala dan
bergumam, "Selama hidup engkau berbuat kebaikkan, waktu
tua engkau justru tidak sanggup menahan nafsu angkara
murka mengapa bisa begitu"''
Sementara itu Pang Bun-hiong yang rebah di tanah itu sedang
bertanah. "Hai, kawan, coba kemari, periksalah lukaku!"
"Bagaimana terluka?" tanya It-hiong.
"Di sini," Bun-hiong meruding bagian pinggang.
Setelah diraba, Bun-hiong mengomel, "Tulangnya tidak patah
masa berkaok-kaok serupa anak kecil"
Bun-hiong merintih kesakitan.
Mendadak terdengar teriakan, "Liong-siauhiap".Liong-
Siauhiap, nona Oh sudah siuman"
Berbareng itu tampak Hoa-loji berian keluar sambil berkaokkaok.
Tentu saja It-hiong kegirangan, tanpa terasa melonjak
dan bersuit terus berlarian ke dalam rumah secepat terbang.
"Hai,apa apaan kamu, teringat pada perempuanmu lantas
tidak pedulikaudiriku lagi"!" teriak Bun-hiong.
It-Hiong menoleh sambil melambai tangan dan tertawa
ngakak. TAMAT Pendekar Sadis 23 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Peristiwa Burung Kenari 8
^