Kisah Bangsa Petualang 1

Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Bagian 1


"Kisah Bangsa Petualang
Judul aslinya "Thay Tong Yoe Hiap Toan" (Hokkian)
"Da Tang You Xia Zhuan" (Mandarin)
Karya : Liang Ie Sheng Saduran : OKT
1. Karangan Liang Ie Shen ini Judul aslinya "Thay Tong Yoe Hiap
Toan" (Hokkian) atau "Da Tang You Xia Zhuan" (Mandarin).
2. Mulai dimuat sebagai cerita bersambung di koran Hongkong
pada 1 Januari 1963, dan berakhir pada 14 Juni 1964.
3. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh OKT di tahun 1964,
diterbitkan oleh penerbit Mekar Djaja, Jakarta, dalam 16 jilid.
Kemudian oleh Penerbit Sejahtera Indah Tahun 1980.
4. Termasuk dalam seri karya Liang Ie Shen yang disebut sebagai
"Serial Dinasti Tong", karena menceritakan kisah di jaman
pemerintahan Kaisar Lie.
5. Tokoh-tokoh ceritanya a.l. Toan Kui Ciang, Tiat Mo Lek, Hee
Leng Song, Khong-Khong Jie, dll.
6. Urutan Trilogi Dinasti Tong adalah :
a. Pendekar Aneh [Nu Di Qi Ying Zhuan Lie Tee Kie Eng]
disadur oleh Boe Beng Tjoe terdiri dari 12 jilid diterbitkan
oleh Mekar Jaya.
b. Kisah bangsa Petualang, Serial ini dilanjutkan dengan
"Tusuk Konde Pusaka" atau "Liong Hong Po Tjhee Yan"
(Hokkian) atau "Long Feng Bao Chai Yuan" (Mandarin),
dengan tokoh-tokoh ceritanya a.l. Toan Kek Shia, Su Jiak
Bwee, dll., di samping masih munculnya juga tokohtokoh
dari "Kisah Bangsa Petualang". Diterjemahkan ke
bahasa Indonesia oleh S. D. Liong di tahun 1965,
diterbitkan oleh penerbit Pantja Satya, Semarang, dalam
18 jilid. c. Serial ini diakhiri dengan cerita ke-3, berjudul "Jiwa
Ksatria" atau "Hui Kiam Sim Mo' (Hokkian) atau "Hui Jian
Xin Mo" (Mandarin), dengan tokoh-tokoh ceritanya a.l.
Can Pek Sin, Tiat Ceng, Tiat Leng, Thie Po Leng, Lauw
Bong, Liong Seng Hong, dll., di samping masih
munculnya juga tokoh-tokoh dari "Kisah Bangsa
Petualang" dan "Tusuk Konde Pusaka". Diterjemahkan
ke bahasa Indonesia oleh O. P. A. di tahun 1967,
diterbitkan oleh penerbit Marga Raya, Jakarta, dalam 16
jilid. Jilid 1 "Selamat Tahun Baru!"
"Selamat Tahun baru !"
Demikian ucapan kebahagian pada pagi hari tanggal satu
bulan satu dari tahun Thian Po ke dari masa kerajaah Tong
dan ucapan itu dihaturkan kepada seorang She Su bernama It
Jie, yang tinggal di dusun Su Kee Cun dusun pegunungan
terpisah enam puluh lie lebih di luar kota Tiang an. It Jie ini
pada tahun Kay Goan ke 22 pernah lulus sebagai Cin Su, ujian
tingkat tiga, oleh karena ia tidak suka memangku pangkat,
belum sampai usia pertengahan, ia sudah pulang ke kampung
halamannya, untuk hidup dalam ketenangannya si orang desa.
Oleh karena ia memiliki gelarnya itu dan hidupnya damai,
penduduk kampung menghormati nya dan biasanya mereka
datang pagi-pagi menghaturkan selamat pertukaran tahun.
Hari itu, habis mengantar tetamunya pulang, It Jie
menggeleng-geleng kepala dan sambil. menghela napas, ia
berkata seorang diri : "Selagi suasana begini rupa, apakah yang
harus dibuat girang ?"
Justeru itu, dari dalam rumahnya ia mendengar suara "eyah !
eyah" dari bayi yang baru dilahirkan, di susul dengan letusannya
petasan bambu yang berisik dan ramai !
Mendengar tangisan itu, Cin Su tersenyum dan berkata
dalam hatinya : "Kalau toh kegirangan maka itu mulainya saat
hari ini ! Tambahnya satu anak akan membikin rumah tanggaku
tambah gembira !"
Seorang pembantu lalu daiang. akan memberitahukannya
atas lahirnya seorang anak lalu ia berkata pada pembantunya:
"Kau sediakan empat macam barang antarkan untuk Toan
Toaya, antarkan sekarang juga sekalian kau undang dia datang
kemari untuk minum arak !" Sambil berkata demikian ia heran
dan berpikir : "Setiap tahun baru dia lah yang datang paling
dulu memberi selamat padaku, kenapa hari ini dia tidak datang
atau mungkin terlambat?"
Pembantu itu menerima baik perintah majikannya, akan
tetapi belum ia pergi, ia sudah tertawa dan berkata : "Loo ya,
tak usah Toan Toaya di undang! lihat, bukankah ia sedang
berjalan kemari?"
Pembantu itu menoleh sambil menunjuk keluar dan dari luar
terlihat seseorang sedang menuju rumahnya sambil mulutnya
ber-senandung. "Haha, saudara Toan !" tertawa tuan rumah.
"Kenapa kau baru datang " aku telah menyediakan arak
untukmu!" Toan Toaya itu namanya, Kui Ciang, berumur empat puluh
lebih sedikit, tubuhnya kekar seperti orang yang mengerti ilmu
silat, sebaliknya Su It Jie seorang sastrawan, maka
persababatan mereka agak ganjil. Tapi kenyataannya tidak
demikian. Disamping ilmu silat, Kui Ciang paham ilmu surat.
Tapi ia bukan penduduk asli Su Kee Cun. la datang baru
sepuluh tabun lebih. Sebab ia jujur dan Bun Bu Coan Cay
mengerti silat dan surat berbareng, maka It Jie suka bergaul
dengannya, bahkan keduanya menjadi sahabat yang kekal
Atas sambutan tuan rumah itu, Kui Ciang tertawa. "Ada
sebabnya kenapa aku terlambat, saudara Su !" katanya.
"Apakah itu ?",
"Istriku baru melahirkan seorang bayi !"
,.Oh! selamat, selamat!" seru It Jie. "Sungguh kebetulan !
apakah anakmu itu pria, atau wanita ?"
Pria! sahut Kui Ciang. "Eh, kau berkata begitu apakah enso
pun melahirkan."
It Jie tertawa. "Ya." sahutnya. "Aku hanya memperoleh anak
perempuan."
"Kalau begitu aku mesti menambah pemberian selamatku !"
It Jie heran. Kui Ciang tertawa "Saudara tahukah kejadian-kejadian
belakangan in" ".
"Raja sudah merampas Yo Tay Cin Kui Hui. Yo Tay Cin itu
isterinya pangeran Siu Ong Lie Mo Itulah ke jadian selama
tahun Thian Po ke empit. Yo Khui Hui bukan main disayang
Raja. Belum tiga tahun, ketiga kakaknya telah di angkat
menjadi Tay Jin. Bahkan menurut kabar bulan yang lalu. kakak
sepupunya, Yo Kok Tiong telah diang kat menjadi perdana
mentri, hingga kedudukannya jadi sangat tinggi dan mulia.
Inilah yang mengubah suasana, hingga kalau ada orang yang
mendapat anak perempuan, sanak dan sahabat-sahabatnya
pada berduyun-duyun datang memberi selamat. Katanya jaman
sekarang mengutamakan anak perempuan bukan jaman
menghargai anak lelaki, Kau telah mendapat anak perempuan,
saudaraku, bukankah kau pantas diberi selamat dua kali lipat?"
Tapi It Jie tidak senang : "Jika aku meng hargai pangkat,
pada sepuluh tahun yang lalu tidak nantinya aku pulang ke
kampungku untuk hidup sebagai orang desa seperti sekarang
ini !" katanya. "Tidak puas aku menyaksikan segala manusia
hina main gila. memenuhkan istana ! mana dapat aku menelad
contoh Yo Kok Cong?",
Kui Ciang tertawa." Jangan gusar saudara Su!. Mustahil aku
tidak kenal sifatmu" aku hanya bergurau!" ia lantas menthela
napas dan menambahkan lesu: "keadaan sekarang
menyedihkan hingga harus ditangiskan " makin lama
pemerintahan makin buruk, hingga entah bagaimana jadinya .
. . . " "Sudahlah buat apa kita perbatikan urusan itu !" kata It Jie.
"Mari kita minum sampai mabuk lalu keduanya minum sampai
mabuk!. Lalu keduanya itu minum arak mereka masing-masing"
It Jie berjanji sambil mengetuk-ngetuk meja. Ia
menyanyikan syairnya Lie Tay Pek tetapi ia mengagumi Touw
Hoe. Katanya "Touw Hoe ada di Tiang an, diharuskan Raja
berdiam didalam Istana, kalau tidak. Pasti suka aku pergi
menemuinya,. .. "
Disebutnya nama Touw Hu membuat Kui Ciang ingat
syairnya penyair itu. Ia tertawa dan katanya : "Saudara Su, di
antara syairnya Touw Hu ada kata kata mengenai terlahirrya
anak anak laki dan perempuan, bahwa anak perempuan baik
sekali, maka itu pantas kau diberi selamat berlipat kali,
sekarang jaman kacau perang meminta korban kalau diingat
memang lebih baik mendapat anak perempuan !"
It Jie mengeringi tawanya. Masa bodoh syairnya Touw Hu itu
! katanya. "Tetapi sekarang aku ingat suatu ?"
"Tentang anak-anak kita, bukankah mereka terlahir
bersamaan dalam satu malam" Bagaimana jika kita berbesan ?"
Kui Ciang diam sejenak lantas ia menjadi girang sekali.
"Sebenarnya," katanya, "begitu aku mendengar kau
memperoleh anak perempuan, telah ada dalam pikiranku itu
banya aku tidak berani buka mulut, sekarang saudara yang
mengajukannya, bagus sekali kebetulan aku mempunyai
sepasang tusuk kondai kemala, baiklah itu dijadikan tanda
mata. Ini dia !"
Orang she Toan ini merogo sakunya dan mengeluarkan
perhiasan rambut itu. Melihat tusuk Kondai itu It Jie melengak.
Kemala itu licin dan bersinar, indah mirip kemala Kothein, pula
di kepalanya ada bertaburan mutiara, yang terang bercahaya.
"Bagaimana dia mempunyai kemala mustika ini ?" pikirannya
heran. Semenjak pindah ke Su Kee Cun, hidup-nya Toan Kui Ciang
sempit sekali. Dia cuma mengandalkan beberapa murid, yang
belajar silat padanya. Ada kalanya dia ditolong sahabatnya she
Su. Sekarang dia mempunyai pesalin kemala berharga itu aneh,
bukan" Meski demikian, ia percaya kejujuran orang ia tidak
menyangka jelek.
Kui Ciang dapat menerka hati sahabatnya, tanpa bertanya, ia
memberikan penjelasannya. "Selama tahun Ceng Koan kakekku
tutut Jenderal Lie, Ceng berperang dengan bangsa Turki, di
sana di Kotheun ia mendapatkan sepasang tusuk kundai
kemala. Pulang perang, Baginda Thay Coang menghadiahkan
sepasang mutiara asal Lam Hay. Kakekku memanggil tukang
yang pandai, mutiara itu ditaburkan pada tusuk kundai itu.
Selanjutnya barang perhiasan itu disimpan sebagai pusaka
keluarga Toan-Inilah sebabnya, meski aku hidup melarat, tak
mau aku jual kemala ini."
"Pantas saudara gagah, tak tahunya kau-lah turunan
Jenderal !" kata It Jie. Di mulut ia berkata demikian, dihati ia
heran, kenapa tak pernah Kui Ciang menuturkan sesuatu
tentang leluhurnya itu. Itu toh suatu kehormatan "
Kui Ciang minum araknya, lalu ia berkata pula : , Aku tidak
mempunyai ba-rang simpanan lainnya, kecuali ini, maka tak
pernah aku pisahkannya dari tubuhku. Nama tusuk kundai ini
ialah Liong Hong Poo Cee. Tusuk kondai yang satu berukiran
naga-nagaan, dan yang lainnya burung hong. Sekarang yang
burung hong ini aku jadikan tanda mata."
"Kau memakai pesalin mustika, saudara, aku berterima
kasih, " kata It Jie. Ia sebenarnya berat menerimanya, akan
tetapi mengingat, dibelakang hari barang toh akan kembali
pada keluarga Toan ia menerima juga. Kemudian ia periksa
kemala itu ia girang dan kagum.
Ukirannya sangat bagus dan hidup la memuji. "Sekarang
coba saudara lihat yang naga ini, " Kata Kui Ciang, sambil
menunjuk-kan yang satu lagi.
Kembali It Jie menjadi kagum. Yang naga ini tak kalah
indahnya. Kembali ia memberikan pujiannya. "Sekarang ini
dorna, mengusai Negara, entah bagaimana jadinya nanti," kata
Kui Ciang kemudian "maka ada maksudnya kenapa sepasang
kemala ini aku pisahkan, aku jadikan pesalin ia agak sangsi ia
tidak berkata terus."
"Apa maksudnya ?" It Jie bertanya, "kita sudah jadi sanak,
diantara kita tak ada lagi. yang tak dapat diutarakan."
"Kau sadar saudara, meski hari ini harian tahun baru, aku
percaya kau tidak akan menganggap aku bicara sial..
.aku maksudkan, andai kau di belakang hari keluarga kita
bercerai , disebabkan bencana perang. anak anak kita bisa
menggunakan kemala ini sebagai bukti untuk mereka
melanjutkan pecakapan mereka. . . "It Jie tertawa.
"Saudara terlalu memikir jauh !" katanya. Tapi dalam hatinya
ia berkata "Kita tinggal bersama didalam sebuah desa. Umpama
benar terjadi perang kita tetap akan bersama juga ! mana bisa
kita berpisah ?" walaupun demikian, karena orang bicara
dengan sungguh-sungguh ia mau, percaya itu mungkin suatu
alamat buruk. Ia paksa tertawa. Ia kembalikan kemala yang
satu, "Anakku belum diberi nama. " kata Kui Ciang kemudian,
"mengingat pengetahuan saudara luas tolong kau yang
memilihkan dan memberikannya."
"Anakku juga belum diberi nama! kata It Jie tertawa.
Waktu itu di luar rumah terlihat salju berterbangan, ada yang
nempel di pohon bu-nga bwee. Melihat itu, tuan rumah
menghirup araknya dan Katanya sambil tertawa. "Aku paling
suka bunga bwee. maka itu aku akan berikan nama Jiak Bwee
pada anakku. Karena sekarang dorna memerintah dan mungkin
saatnya datang untuk satu anak anak laki menunggang kuda
untuk berperang, baik anak saudara dinamakan Kek Sia,
Saudara setuju?".
Koei Ciang menepuk tangan. "Bagus! bagus! ia memuji, Jiak
Bwee berarti mirip bunga Bwee dan Kek Sia berarti menakluki
kesetanan. maka nama nama itu ialah nama nama yang tepat."
"Hah semoga setelah besar mereka tak menyia-nyiakan
pengharapan orang tua mereka!" It Jie pun girang dan turut
bertepuk tangan.
Tapi pada waktu itu d luar terdengar suara berisik, dari
terompet, dan jeritan anak anak. "Eh terjadi perkara apakah di
luar?" kata It Jie heran "hari ini harian tahun baru, apa mungkin
pembesar negeri memerintahkan hamba hamba nya memungut
pajak" Mari kita lihat!"
Koei Ciang setuju, maka keduanya bangkit dan ke luar Maka
setibanya di depan kedua besan ini dapat melibat debu
beterbangan,yang disebabkan sebarisan serdadu, yang
seragam dan senjatanya berkilau dan kudanya pilihan serdadu
yang paling depan membawa sehelai bendera sulam benang
emas yang lebar dan mentereng yang bersulamkan huruf "An"
yang huruf sulamnya indah. Disusul oleh dua pembawa
bendera lain, hanya kedua bendera ini bersulamkan huruf huruf
"Peng Louw Ciat Touw Su" dan "Hoan yang ciat touw su".
Dijaman Tong, pangkat Ciat Touw Su suatu pangkat penting.


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Didalam suatu kota, atau daerah, Ciat Touw Su menguasai
pemerintah militer dan sipil, hingga dia mirip Raja kecil.
Sekarang satu orang merangkap jabatan Ciat Touw Su dari dua
kota. itulah hebat dan belum pernah terjadi dulu.
"Akhirnya An Lok San!". kata Su It Jie, hatinya bercekat.
Dijaman itu, nama An Lok San tak ada yang tak tahu atau
mendengamya, hanya orangnya baru kali ini Su It Jie
melihatnya. Seragamnya mentereng sekali sikapnya garang. Dia
duduk diatas kudanya, dan diiringi oleh hamba dan hanya
sambil berseru-seru anak anak jangan perduli segala kunyuk di
tengah jalan: "Injak mati pada mereka. Tidak ada perkara-nya!
larikan kudamu! hari ini Tayjin hendak pergi ke kota Tiang an
untuk memberi selamat tahun baru pada Kui Huei Nin nio!".
"Kui huei Nio nio" ialah "Yang Mulia selir Raja". An Lok San
ketika baru tiba di Tiang-an kota Raja, dia langsung menempel
Yo Kui. Meskipun dia berusia lebih tua, selir Raja itu mengakui
dia sebagai anak angkatnya. Karena itu dihari tahun baru ini dia
mesti memberi selamat tahun baru kepada ibu angkatnya itu!
Dia sudah diangkat jadi Ciat Touw Su kedua kota Peng louw
dan Yang Hoan, dia belum puas dan ingin menjadi Ciat Touw
Su wilayah Hoo Tong. Maka ia perlu mengambil hati ibu
angkatnya itu! Di hari tahun baru semua orang bersuka ria,
demikian juga di dusun Su Kee Cien dan sekitarnya orang saling
berkunjung dan memberi selamat, anak anak tak terkecuali
banyak diantara bermain melempar uang didepan jalan. Pada
saat itu lewatlah An Lok San dengan barisan pengiringnya yang
garang, maka tidak ampun lagi rombongan anak-anak itu
menjadi korban cambukkan bitigga menangis menjerit dan lari.
Diantara dewasapun ada beberapa korban hingga tak ada
orang yang berani menolong anak-anak itu. Tiga bocah
dibawah usia sepuluh tahun menjadi lemas, tak dapat
nienyingkir. Berarti mereka akan jadi korban kaki kuda.
Tiba-tiba melesat sesosok bayangan. menyambar kedua
bocah di tangan kiri dan kanannya, kedua bocah itu dileparkan
kepinggir jalanan. Tinggal bocah yang ketiga. Dan waktu itu
seekor kuda lari kearahnya, dan penunggangnya memukulkan
cambuk kearahnya Melihat ada orang ditengah jalan, kuda itu
berjingkrak mengkat tinggi kedua-kaki depannya, celakalah
penolong itu berikut sibocah, tapi dia gesit dan berkelit ke kiri.
Hanya tak dapat dia lolos dari cambuk, sehingga bajunya
robek Su It Jie mulanya mengira Toan Kui ciang, sahabatnya
tetapi setelah ia melibat jelas ternyata penolong itu ialah
seorang desa yang muda. Ketika barisan sudah lewat, pemuda
itu menurunkan sibocah seraya berkata :"Tolong paman
antarkan anak ini". Dan kebetulan orang tua anak-anak itu
datang mencari anaknya masing-masing. Juga sejumlah orang
lainnya datang berkumpul. Ketika iiu. diam-dlam pemuda desa
itu pergi ketika orang hendak menghaturkan terima kasih
padanya, ia sudah lenyap . . .
Su It Jie tidak kenal pemuda itu Tanpa menoleh, ia bertanya
kepada Toan Kui ciangg: "Apakah saudara kenal dia?" dan
ternyata dia tidak memperoleh jawaban Ketika ia berpaling
sahabatnya itu tak ada disisinya langsung ia mencari. Dan ia
melihat sahabat-nya sudah pergi jauh dan cepat sekali dengan
kepalanva dikerobongi seperti takut dingin. Sebentar saja Kui
ciangg sudah sampai dibawah pohon besar di depan rumahnya.
It Jie mau memanggil sahabatnya itu, tetapi ia merasa heran
"Kui ciangg" suka menolong orang dan bukannya seorang
pengecut tetapi kenapa tadi dia tak suka menolong anak-anak
itu dan dengan diam-diam dia berlalu sampai dia tidak
menyapa lagi padaku" Ah mungkin dia takut ada yang
mengenalinya " tanpa memanggil lagi, ia berjalan cepat pulang,
Sampai didepan rumah-nya Kui ciangg sudah menanti
diambang pintu. begitu ia masuk pintu langsung ditutup
sahabatnya itu, yang terus bertanya : "apakah barisan serdadu
itu sudah pergi jauh " "
"sudah", sahut It Jie
"mari kita bicara di dalam!" Kui ciangg memotong, It Jie
heran bukan main. Mereka masuk, disini Kui ciangg mengunci
pintu pula. "Saudara Koan?" tanja It Jie, karena heran sehingga
ia jadi curiga, "apakah kau pernah melakukan suatu
pelanggaran "
Kui ciangg menyeringai. Ia menuang arak dan
menghirupnya sekali teguk, Apakah saudara mencurigai aku
pernah melanggar undang-undang?" dia bertanya sambil
menatap. "Tidak sama sekali !"
It Jie mengawasi. "Yang benar ialah aku pernah bentrok
dengan satu bajingan!"
"Saudara" kata It Jie, heran , "kau bukannya seorang
pengecut, kenapa kau nampak jeri terhadapnya?"
Kui Ciang menghela napas. "Panjang untuk menutur",
katanya masgul. ,Saudara kira siapa bajingan itu" dialah An Lok
San si Ci at Touw Su dari Peng Louw dan Hoan Yang yang
barusan lewat itu!?"
"Ah, An Lok San", It Jie terkejut,
"Ya" sahut Kui Ciang. "Sudah beberapa tahun belum pernah
aku menuturkan hal-ikhwalku, sekarang waktunya. Aku anak Yu
Ciu, aku pindah kemari untuk menghindar dari An Lok San itu!"
It Jie mengawasi, ia tidak memotong kata-kacanya, Kui
Ciang menghirup pula arak-nya, lalu melanjutkan ; "kakekku
berulang-ulang membuat jasa hingga dia diangkat menjadi
panglima di kota Ya Ciu. suatu jabatan militer tak tinggi dan tak
rendah. Sayang sekali ayahku mati muda maka itu aku
mewariskan kepandaian silat kakekku itu Dalam usia muda aku
bercampur dengan pemuda-pemuda yang tak karuan aku
menganggap diriku sebagai seorang gagah yang. berhati mulia,
dan aku suka mencampuri urusan yang tak adil. separuh dari
kawan-kawan itu hanya mengharapkan menggemblok pelesiran
kepadaku, Diantara yang satu ialah An Lok San, Ketika itu dia
belum memakai she An"
Masih It Jie berdiam. ia mendengarkan sambil mengawasi
sahabatnya. "Lok San berasal orang bangsa Ouw diwilayah Barat", Kui
Ciang melanjutkan "Dia she Khong ibunya orang Turki, yang
menikah dengan An Yan Yan sehingga dia memakai she ayah
tirinya." "Sudah tak perduli asal usulnya!" kata It Jie. tertawa, "Dia
An Lok San, dia tetap An Lok San!, kemudian bagaimana"."
"An Lok San rnengerti enam bahasa asing, maka itu dia
menjadi Hoe Sie Long, Di Yu Ciu itu tinggal bercampuran
pelbagai bangsa, tugas Hoa Sie Long ialah mengurus segala
urusan dagang dan lainnya diantara bangsa itu juga menjadi
juru bahasa. penterjemah andaikata mereka tak mengerti jelas
pembicaraan satu dengan yang lain. Dengan demikian dia
mendapat ketika mengakali kaum saudagar. Di muka umum dia
tampak mulia dan murah hati, suka menolong sesamanya dia
juga mengerti silat. Mulanya aku tidak tahu sifat aslinya itu
aku jadi suka bersahabat dengannya. Baru belakangan aku
mengetahuinya. Pernah aku memberi nasihat padaaya. Di
depanku dia mendengar, dibelakangku tindakkannya makin
jadi. Demikian satu kali, dengan surat palsu dia memeras
seorang saudagar, dia minta gadisnya saudagar itu, baru
urusan akan dibikin habis. Hal itu ketahuan olehku aku hajar
dia. Sesudah iiu aku putuskan persahabatanku An Lok San lalu
besoknya dia menghilang. Selang beberapa tahun, tahu-tahu
dia telah menjabat Peng Ma Su dalam pasukan tentara kota
Peng Louw. Dia ditolong ayah tirinya yang memperkerjakannya
di bawahan Ciat Touw Su Thio Yu Kui dari kota-Yu Ciu. Dia
pandai bekerja, dia cepat meningkat. Belum dua tahun, dia
sudah diangkat jadi Ciat Touw Su muda kota Peng Louwdengan
kedudukannya di kota Yu Cie. Ketika itu, aku telah
menghambur-hamburkan warisan kakekku, aku telah ditinggal
pergi kawan-kawanku. Aku tahu An Lok Sin bangsa Soauwjin,
manusia rendah hina-dina. Aku kuatir dia membalas dendam
padaku, maka aku langsung meninggalkan tempat kediamanku
itu. Buat beberapa tahun aku merantau, sampai aku tiba
menetap di sini. Siapa sangka, hari ini aku bertemu dengannya.
di sini. Saudara Su, aku kuatir hari ini pun hari perpisahan kita
?" Mendengar keterangan itu, Su It Jie tidak menjadi kaget.
"Aku kira perkara besar bagaimana," katanya. "Itu hanya
perkara di masa muda, setelah lewat beberapa tahun mungkin
An Lok San sudah tidak ingat lagi !"
"Sebaliknya, saudara Su. An Lok San menganggap itu
sebagai malu besar, sampai dia matipun mungkin dia tak akan
melupa-kannya. Jika aku tidak menyingkir, bencana mungkin
menjadi hebat. Aku tidak takut mati tapi aku tak suka
perkaraku merembet kepada anak isteriku dan sababat
atausanakku juga! An Lok San sedang berpengaruh. Tidakkah
saudara lihat bagaimana sikapnya barusan?"
It Jie mengerti tetapi ia masih tidak memandang sehebat
pandangan sahabatnya. Iapun berat berpisah dengan sahabat,
yang telah menjadi besarnya ini. Tadi ada banyak orang tak
mungkin dia melihat kau, saudara," katanya menghibur. "Tetapi
pepatah mengatakan berjaga-jaga paling baik. Kita harus
memandang dan sudut yang buruk kalau kita menanti sampai
bencana datang pasti sukar kita menghindarnya. An Lok San
menjadi anak angkat Yo Koei, dia tentu sering mundar mandir
dan lewat disini, lama-lama mesti dia melihat aku. "Kita
bersahabat, kitapun telah berbesan." kata It Jie. Maka kalau
saudara mau pergi mari kita pergi bersama."
Kui Ciang heran, iapun bersusah hati. "Kau baik sekali,
saudaraku." katanya, masgul. "Mana dapat kau rnengikuti aku"
itu berarti penderitaan, lagi pula sekarang isterimu baru
melahirkan". "
It Jie tertawa. "Apakan isteri saudara juga baru bersalin
bukan?" dia balik menanya.
"Isteriku mengerti silat, tubuhnya kuat?" kata Kui Ciang,
?"kapan perlu. dia dapat berangkat sembarang waktu. Tidak
demikian dengan istrimu! mana dia sanggup menderita dalam
perantauan?".
"Meski begitu, buat berangkat tak mungkin saudara
berangkat sekarang juga," kata It Jie yang masih tetap
memandang urusan secara enteng. "Sekarang An Lok San pergi
ke Tiang an sedikitnya sehabis Goan siauw baru dia pulang ke
Yu ciu. Benar istrimu kuat , ia tidak seharusnya menempuh
perjaianan sekarang. Aku pikir baiknya saudara menanti lagi
sepuluh hari atau setengah bulan, baru kita berangkat bersama
sama." Kata kata itu beralasan, Kui Ciang dapat
mempertimbangkannya. Memang. tak mungkin An Lok San
lekas pulang ke Yuciu. Kalau An Lok San mau mencari dia,
tentu itu dilakukan nanti dalam pcrjalanannya pulang ke Yu
ciu. "Baiklah," katanya kemudian. "Baik kita berangkat satu hari
di muka Goan siauw." Goan siauw adalah cap go me, perayaan
tahun baru hari kelima belas. Sampai disitu It Jie bertanya
kepada sahabatnya kalau ia kenal pemuda tadi, yang gagah
dan hatinya mulia.
Kui Ciang menggeleng kepala. "Aku tidak kenal, melihatpun
tidak, " katanya heran." Aku menyingkir selekasnya aku melihat
An Lok San. Kalau begitu, itulah peristiwa tadi?"."
Kui Ciang masih duduk berbicara sekian lamanya, sesudah
rombongan An Lok San pergi sepuluh li. ia meminta diri seraya
mengundang It Jie besok datang kerumahnya.
Sesudah mengantar sahabatnya sampai diluar. It Jie masuk
kedalam, melihat isterinya. Isterinya lemah, sebaliknya bayinya
sehat dan mungil, hingga ia menjadi girang sekali. Ia tuturkan
kepada isterinya mengenai perjodohan bayinya Kui Ciang
dengan bayinya sendiri dan menunjukkan tusuk kundai kemala
yang bertaburan mutiara mustika itu. Tapi tentang niatnya
menyingkir dari ancaman An Lok San, ia beium memberi
tahukan isterinya ia kuatir isterinya yang masih lemah, menjadi
terkejut. Nyonya Su, Louw Sie. Dari keluarga hartawan di Hoo tong.
Tetapi melihat tusuK kundai kemala itu. Dia kagum. "Aneh
saudara Toan mernpunyai kemala ini! katanya. inilah sebab ia
tahu Kui Ciang miskin."
Louw sie tidak memandang hina kemiskinan keluarga Toan,
ia tidak menentang keputusan suaminya berbesan dengan
keluarga itu. Ia memang lebih setuju puterinya dinikahkan
dengan orang yang mengerti silat.
"Hanya, aku agak kuatir ?" katanya.
"Apa itu,isteriku ?"
"Dia meski tapi dia mempunyai kemala ini ?"
"Apakah kau mengira kemala ini didapat dari jalan tak halal?"
"Bukan. Aku percaya dia bukan sembarang orang. Kalau dia
bukan turunan orang berpangkat tinggi, dia mesti dari golongan
orang gagah. sebangsa "Keng Ko atau Liap Ceng". Mengapa dia
puas hidup melarat disini" tak mungkinkah dia pernah
menerbitkan, onar besar ?"
Diam-diam It Jie mengagumi pandangan. isterinya itu. "Aku
pun mulanya mencurigai saudara Toan harya aku tak menerka
sebagai isteriku," katanya di dalam hati. Masih ia
menyembunyikan urusan Kui Ciang dengan An Lok San,
melainkan ia katakan: "Kau benar saudara Toan dari keluarga
panglima perang. Mungkin saudara Toan ada musuh-nya tetapi
aku rasa tak usalah kita menguatirkannya.
Habis memesan isterinya menyimpan tanda mata itu. It Jie
keluar pula untuk mengunjungi saudaranya yang usianya lebih
lanjut maka sekalian ia mendengar sesama penduduk
kampungnya masih ramai membicaran kegalakan An Lon San,
yang mereka kutuk, sebaliknya mereka puji si anak muda tidak
dikenal. Ia pun lega hatinya. Ia tidak mendengar bicara
didusunnya ada orang asing. Maka pikirannya: "kalau An Lok
San mengenali Kui Ciang seharusnya dia mengirim orang untuk
menyelidikinya."
Sampai malam baru It Jie pulang sehabis bersantap setelah
jauh malam ia masuk ke kamar tulisnya. Isterinya baru
melahirkan, ada bidan yang menemaninya. Ia tidur pisah,
Ketika itu sudah jam dua kira-kira. Begitu ia masuk kamar tulis
ia tercengang .. Di situ ada seorang yang tidak dikenal
mukanya orang itu berewokan dan karena, pakaiannya
seragam militer. Belum ia sempat menyapa orang itu sudah
bangkit dan memberi hormat padanya sambil tertawa dan
berkata: "maafkan aku yang menjadi tamu tanpa diundang.
Mengingat saudara To An pun orang Kang ouw, kau tentu
tidak merasa aneh bukan?"
Meski ia pelajar lemah, It Jie tidak kaget Begitu ia dipanggil
?"saudara Toan" ia langsung menduga kepada duduknya


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkara. Pikirnya : "tadi Kui ciangg menyingkir ke rumahku ini,
pantas orang salah menerka."
"Kau siapa tuan?" ia bertanya. "Ada urusan apa tuan datang
kemari" tolong kau terangkan". Ia berlaga pilon. Baru sekarang
ia mulai kuatir.
Opsir itu mengawasi. ia berpikir : "An Tayswee bilang dia
pandai silat dan lihay, kenapa dia sekarang mirip pelajar yang
lemah-lemah" apakah dia terkejut dan takut atau dia berpurapura?"
ia langsuig duduk dan berkata; "Aku Tian Sin Su
berpangkat Piau kie Jiang kosen dibawahan An Tayswee, Jiat
touw su dari Peng louw." Ia mengulangi she dan namanya itu
dan menulisnya juga dimeja dengan air teh, tetapi tangannya
kuat di meja itu terlihat tapak jarinya. Ia bicara dengan lagu
suaranya orang Shoatang.
Sengaja opsir ini berlaku melit demikian. Dia orang kang ouw
atau Sungai telaga, kalangan Hek Too. Jalan Hitam, yang
kesohor, dia ingin orang mengenalnya dan menjadi ciut
hatinya. Dia menghendaki "Toan Kui Ciang " jeri kan tak berani
melakukan perlawanan. Tapi Su It Jie tidak mengerti silat dan
tidak kenal dia. It Jie pun sudah lantas berpikir.
"Kiranya Tian Jiang kosen!" katanya, tawar tak nampak dia
jeri. "Memang sudah lama aku mendengarnya. Silakan
Jiangkosen memberi tahukan maksud kedatangan jiangkosen".
"Benar dia pandai berpura-pura," pikir Sin Su, yang melihat
orang tak takut. Maka ia makin percaya orang benar Toan Kui
Ciang Ia merabah kemeja, membikin lenyap tulisnya yang
sedikit melesak itu, Ia tertawa dan kata : "Aku tidak sangka
tuan telah mengenal namaku, Kita sekarang berkedudukan lain
tetapi kita asal dunia Kang Ouw, dari itu aku minta sukalah kau
memberi muka padaku supaya aku tak merasa sulit.Tuan, mari
kita berangkat bersama!"
It Jie tetap berpura pilon. "Kau aneh, Tian Jian Kun. Kita
tidak kenal satu dengan lain. kau hendak mengajak aku pergi
kemana " Aku belum pernah mengalami ada orang
mengundang tetamu tengah malam buta-rat begini"
Mendadak Tian Sin Su berjingkrak bangun, wajahnya tegang.
"Tuan Toan", katanya, keras "kau orang kenamaan dan aku
datang memakai cara hormat kaum Kang Ouw, mustahil kau
menghendaki tak meminum arak kehormatan hanya arak
dendaan" Kau mau turut atau tidak, kau bilanglah! Jangan kau
berpura-pura saja! Apakah begini caranya seorang
enghiong?"
It Jie tertawa.
"Aku bukan enghiong: aku memang tak ketahui maksud Tiah
Jiangkosen ! mengundang orangpun harus dengan penjelasan
maksudnya undangan?"
"Oh, kau rnenghendaki maksudnya?" Sin Su mengulangi.
"Baiklah. kau boleh tanyakan kepada An Tayswee kami nanti !"
"Oh, undangan jadi datang dari An Lok San ?" tanya It Jie,
menegasi. "Ya, An Tayswee pun memesan, biar bagaimana, kau mesti
dapat diundang datang. tak dapat kau tak pergi !" ia berhenti
sedetik, la!u merobah suaranya menjadi lunak : "Tuan Toan,
kau cerdas, tak usah aku menjelaskannya Aku ini diperintah,
aku bekerja turut perintah. maka itu aku minta janganlah kau
persulit aku."
It Jie lagi mengulur waktu. Ia sangsi, pergi atau tidak " Kalau
ia pergi, tak tahu ia apa jadinya nanti. Ia benci bangsa dorna,
dengan begitu dengan sendirinya ia membenci An Lok San si
hina-dina Kalau ia tdak pergi, ia kuatir untuk Kui Ciang, sahabat
dan besannya itu. Dengan tidak pergi, ia mesti menjelaskan hal
itu bukankah hal itu berbahaya untuk Kui Ciang sendiri.
"Ah, baiklah aku pergi," pikirnya. "Kalau An Lok San tahu
orangnya salah menangkap. dia tidak akan bunuh aku. Kalau
Toan Toako yang pergi, ia pasti akan dihina ! mana mungkin ia
mau mengerti ?" maka ia tertawa dan berkata : "An Tayswee
kenal aku dan dia mengutus satu jenderal mengundang aku,
inilah satu keborinatan besar ! inilah harapan baik untukku !
siapa tahu kalau aku akan memperoleh pangkat" hahahaha !
aku telah diundang tak dapat tidak aku pergi !"
Hati Sin Su sudah tegang. ia meraba bahwa ia akan
menggunakan kekerasan, maka legalah hatinya mendengar
perkataan orang itu. Ia tertawa dan berkata : "Benar-benar
tuan cerdas katanya kau dan An Tayswee sahabat-sahabat
lama, maka asal kau suka bicara baik. pasti tentulah kau
memperoleh pangkat. Tuan Toan, aku telah menyiapkan kuda,
mari kita berangkat !?""
"Eh, begitu kesusu!" kata tuan rumah "Mana mungkin bilang
berangkat langsung berangkat!"
Sin Su terperanjat, wajahnya suram, Tapi lekas dia tertawa.
"Tuan mempunyai urusan apa?" dia bertanya "An Tayswe
pesan supaya. tuan datang sebelum terang tanah! aku dapat
menanti tetapi Tayswee sendiri tak dapat menganggur
menunggui kau!"
"Aku toh harus pamitan dengan keluargaku. bukan?" tanya It
Jie. Sin So tertawa, "Jika bukannya aku sudah mengetahui kau
pasti aku menyangka kaulah satu Siu cai si-kutu buku buat apa
main pamit-pamitan lagi" lagi pula mana ada tempo untuk kau
bicara banyak" bagaimana kalau isterimu menangis" sampai
siangpun tentu kita belum tentu berangkat! lagi pula sekarang
tengah malam, mana dapat kau membuat terkejut
keluargamu?" ia berkata begitu, didalam hati ia pikir; "Toan Kui
Ciang ternama besar mengapa dia tidak tahu aturan Kang
Ouw" kenapa tak miripnya ia dengan orang sungai telaga?"
It Jie dapat membaca hati opsir ini. ia memang bukan mau
pamitan dari isterinya itu. Tak mau ia membuat takut dan
kuatir. Ia memikir lain. Ia telah menduga Sin Su pasti akan
menolak, Ia merasa lega mengetahui Sin Soe tidak menyebutnyebut
keluarganya "Kau benar, Ciangkun," ia berkata "Tapi aku sedikitnya harus
meninggalkan surat bahkan aku tak tahu kapan aku akan
pulang" surat perlu untuk membuat isteriku tidak terkejut,
bingung dan kuatir."
Sin Soe terlihat terdesak. "Baiklah kata nya, kau boleh
menulis sarat tapi jangan kau sebut sebut An Tayswee cukup
kau beritahukan kepergianmu itu kalau nanti kau pulang akan
memperoleh kehormatan."
"Aku mengerti!" It Jie tertawa. "Aku tidak akan sebut An
Tayswee!" dan ia langsung menulis suratnya bunyinya
memberitahu kan ia pergi untuk satu urusan, dan berpesan
kalau ada kesulitan, isterinya boleh minta bantuan saudara dan
sahabatnya. Sin Soe melihat orang menulis dia berdiam saja. It Jie
melipat suratnya, ia letakkan di tengah meja sambil melakukan
itu ia berkata dalam hatinya : "isteriku cerdik kalau besok kau
membaca suratku ini, tentu kau dapat menerka aku dalam
bahaya, dengan demikian dia pasti akan memberitahukannya
Toan Toako. Isteriku tentu berduka tapi itu lebih baik dari pada
ia berduka sekarang. Toan Toako pasti dapat mengantar
keberangkatan mereka bersama-sama. , . "
Sin Su orangnya pandai tapi dia kurang pengalaman. Tian
Sin Su pandai bekerja, terutama An Tayswee nya . . . . .
"perlahan sedikit," katanya ketika mereka hendak berjalan
keluar, Setibanya diluar, ia langsung lompat naik ke atas
genteng. Ketika ia menoleh ia tidak melihat ada orang,
kemudian apapun turun.
"Apakah kau tidak jadi pergi?"
"aku berada di rumahku untuk pergi keluar rumah tak pantas
aku berlaku seperti !" sahut It Jie , "Kita dapat mengambil jalan
pintu depan".
Kata-kata itu tepat. Demikian seharusnya tindakan orang
kang ouw kenamaan. walaupun dia diancam dan dipaksa, tapi
dia harus jalan melalui pintu depan. Itu nama-nya kehormatan.
Kembali Sin Soe kalah meskipun di dalam hatinya ia merasa
tidak senang tetapi ia menurut dan mengambil jalan dari pintu
depan. Tiba di luar It Jie melihat tiga ekor kuda sudah siap dengan
pelananya, gopsir dengan pakaian hitam maju sambil memberi
hormat ia berkata: "Inikah tuan Toan " Aku Sie Siong. Dahulu
aku pernah tinggal di Yu Cie, dan aku pernah mengagumi nama
tuan maka hari ini aku senang bertemu denganmu !"
An Lok San mempunyai beberapa bawahannya yaitu Ko Sen,
dan Sie Siong ini adalah salah satu diantaranya.
It Jie membalas hormat seraya berkata ia pernah dengar
nama besar orang she Sie itu. Kata kata ini membuat orang
senang dan tertawa terbahak bahak.
"Kabarnya", kata Sin Soe "untuk urusan keluarga Lie di Ceng
Hoo Kauw kamu hampir bentrok, benarkah itu ?".
"Benar" sahut Sie Siong, gembira. "Waktunya juga sudah
ditetapkan tapi kemudian muncul muridnya Hong Jam Kek,
pertempuran di batalkan secara damai, sehabis itu kita
berpisah. Hahaha ! inilah peristiwa empat belas tahun yang
lalu. Sin Su tertawa." Selanjutnya kita akan jadi kawan sejati,
maka kami bergaulah erat-erat.
It Jie tidak tahu peristiwa Ceng Hoo Kauw itu, ia hanya
bicara sekedarnya. Ia mau selekasnya berangkat jadi tak ada
waktu untuk mengobrol.
Sin Su berjalan di depan, Sie Siong di belakang. It Jie diapit
di tengah Sie Siong asalnya seorang penjahat besar, mahir
dalam ilmu pedangnya San Kog Kiam Hoat. Ia di-tugaskan
mengikuti Tian Sin Su supaya ia dapat membantu apabila Sin
Su menghadapi perlawanan.
It Jie duduk di punggung kuda dengan pikiran yang kacau.
Ia berpaling ke arah rumahnya. Ia sangsi memikirkan isterinya.
ia tak tahu ia dapat bertemu dengan isterinya lagi atau tidak.
Begitu pula dengan anak perempuannya. Bagaimana sedihnya
si anak apabila sampai besar dia tak pernan melihat, ataupun
mengenali ayahnya " ia juga heran kenapa, selama Sin Su
berada di rumahnya tetap sunyi " bukankah ia berdua telah
berbicara beberapa kali agak keras suara mereka" Mungkin
isterinya tidur nyenyak, tapi bagaimana dengan pembantunya
serta bidan "
Cin Su ini tidak bisa menunggang kuda tapi ia tidak
memperoleh kesulitan, Kudanya itu kuda biasa dipakai di
medan perang, tanpa kendalian, dia dapat lari.
Kota Tiang-an terpisah hanya enampuluh lie, maka dalam
tempo dua jam, mereka bertiga sudah tiba. Mereka berhenti di
kaki bukit di mana ada sebuah rumah besar, yaitu gedungnya
An Lok San. Ketika itu sudah jam lima, Sin Su dan Sie Siong
tamunya masuk dari pintu pojok dimana tamu tersebut diminta
menunggu di Pek Houw Tong, diruang harimau putih, tempat
berkumpulnya para wie su pengiring atau pahlawan pribadi.
Dengan gembira Sie Siong memperkenalkan, "Tuan ini ialah
tuan Toan Kui Ciang abli pedang kenamaan Yu ciu, dan di
belakang hari kamu dapat memohon pelbagai petunjuk
darinya." Di dalam ruangan itu ada beberapa wie-su. Mereka semua
heran dan ada yang beseru "Oh !" mereka bangkit untuk
memberi hormat. Diantaranya ada yang heran kenapa Toan Kui
Ciang itu mirip Siucay seorang pelajar.
Su It Jie membawa sikap luar biasa. Ia duduk dengan
tenang, siapa memberi hormat padanya, dibalas dengan
mengangguk secara tawar.
Seorang wie-su berkata : "Toan Tayhiap luas
pengetahuannya, aku ingin menanyakan sesuatu, dapatkah ?"
"Jangan menggunakan banyak adat peradatan. Bicaralah !"
kata It Jie seraya mengangkat tangan, mencegah.
"Selama belakangan ini ada Khong Khong Jie yang terkenal
lihay apakah tayhiap ketahui hal-ikhwal dia " kami berniat
mengundang orang kenamaan itu, apakah tayhiap dapat
menunjukkan jalannya?"
"Apa itu Khong Khong Jie " Aku belum pernah
mendengarnya," sahut It Jie. Para wiesu terkejut. Mereka
bungkam, mereka beranggapan Toan Kui Ciang ini tak memandang
pada Khong Khong Jie. Mungkin benar Kui Ciang pandai
luar biasa. Sin Su tersenyum. "Bagaimana ?" tanya seorang wie-su.
"Sulit" sahut wie-su itu." Yang tua pandai, entah ilmu silat dari
kalangan mana Ada lagi yang muda, entah muridnya atau
bukan, dia mirip anak dusun tetapi dia hebat sekali. sampai
Thio Tong-nia kena dilukai."
"Apakah parah lukanya ?" Sin Su bertanya. "Syukur dia tak
cacad. tapi sedikitnya dia meski istirahat tiga bulan Tian Ciang
Kun tampaknya kau harus turun tangan sendiri ?"
Mendengar disebutnya si pemuda dusun, It Jie ingat
peristiwa didepan rumahuya. Piauw-kie Ciangkoan tertawa.
"Toan Toako sudah datang, biarlah jasa ini diserahkan
padanya!, Toan Toako, bukan kah kau dapat menolong luka
tusukan jarum rabasia Bwee-hoa ciam "
Belum sempat It Jie menyahut, di ambang pintu terdengar
suara nyaring : "Tayswee menitahkan Tian Ciangkun berdua Sie
Ciang Kun mengajak Toin Kui Ciang menghadap ! Itulah tanda
terang tanah dan An Lok San sudah datang di kantornya. Sin
Su dan Sie Siong langsung membawa It Jie, baru mereka
menaiki tangga sudah terdengar suara An Lok San tertawa dan
berkata dengan nyaring : "Sahabat Toan, dahulu kau
mengatakan aku pengangguran dan bajingan tak ada gunanya,
hari ini kita lihat bagaimana " kau yang maju atau aku ?"
It Jie sengaja tunduk dan menutup mulut Sin Su jauh lebih
tinggi darinya, maka An Lok San tidak dapat melibat jelas
padanya. "Toan Kui Ciang, kau takut toh ?" katanya pula. "Mengingat
persahabatan kita, kau mengangguklah padaku dan mengaku
salah, suka memberi jabatan pada kau ! Aku kekurangan
seorang tukang rawat kuda, suka aku menghadiahkan jabatan
itu padamu !" la berkata demikian tetapi di dalam batinnya ia
berpikir : "Setelah kau mengangguk dan mengaku salah aku
akan perintah orang memotong lututmu dan memusnahkan
ilmu silatmu, agar seumur hidupmu terhina ! Itu lebih baik
daripada aku membabat kutung tubuhmu menjadi dua potong!"
Ketika An Lok San kesenangan tiba-tiba Su It Jie
mengangkat kepalanya dan berkata nyaring : "Aku yang rendah
pernah lulus sebagai Cinsu dan pernah memangku pangkat
longkoan. Sekarang Tayswee menghendaki aku merawat kuda,
itu tak cocok dengan undang-undang pemerintah agung !
untuk itu mungkin harus diajukan dahulu surat permohonan
kepada Sri Baginda Raja untuk meminta perkenan dan supaya
kedudukanku dihapus dulu !"


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang ada aturannya Kaisar Tong Cong Lie Sie Bin, yang
menghargai kaum pelajar, untuk memberi kebebasan kepada
setiap pelajar yang pernah turut dalam ujian negeri, lagi pula
pelajar pelajar yang telah mencapai tingkat tiga, seperti Cinsu
itu. An Lok San terkejut, dia langsung mengawasi dengan mata
membelalak. "He, siapa kau ?" tanyanya keras. "Mengapa kau
datang kemari ?"
"Akulah Cinsu dari kerajaan Tong yang agung, namaku Su It
Jie !" sahut Cinsu itu. "Tentang sebabnya meugapa aku dalang
ke-mari, kau tanya saja ini kedua Ciangkun!"
An Lok San langsung memukul-mukul meja. "Gila-gila ! Aku
perintah kamu membekuk Toan Kui Ciang, kenapa kau tangkap
orang ini ?"
Tian Sin Su kaget bukan main, dia rnengeluh ditempat yang
salah, ia berkata cepat. "Benar-benar kami sudah pergi
kerumah siorang sbe Toan Benar-benar aku telah mengatakan
Tayswee mengundang Toan Kui Ciang langsung orang ini
mengikuti kami"
"Kapan aku katakan bahwa aku Toan Kui Ciang?" tanya It
Jie. "Kamu sendiri memaksa aku mengaku jadi Toan Kui Ciang.
kamu paksa tingkahmu galak seperti malaikat jahat " mana
dapat aku membantah " mana berani aku melawan
paksaanmu " kau sendiri yang mengatakan kau sudah
mendatangi dan memuasiki rumah keluarga Toan !, Ciat-touw
su boleh kau mengirim lagi orang-orang untuk melakukan
pemeriksaan! Di kampungku tak ada orang yang tak
mengenal aku! Agar kau mendapat kepastian rumahku
keluarga Su atau rumah keluarga Toan!"
Sie Siong terpaksa maju kemuka, "Mungkin kami membuat
kekeliruan," katanya "akan tetapi Tayswee sendiri melihatnya
di siang hari orang yang berkerundung kepala itu lari masuk
kerumah dia ! Tayswee mengenalnya sebagai Toan Kui Ciang
dan dia masuk ke dalam rumah ini untuk bersembunyi, maka
bagaimanapun dia harus dicurigai! mereka ada hubungannya
satu dengan yang lain ! untuk menangkap Toan Kui Ciang,
Tayswee harus bertindak dari orang ini!"
Dia orang itu menjadi Kee-ciang yang dipercaya, An Lok San
suka memberi muka kepada maka itu, habis menegur ia
memandang Su It Jie.
"Kau juga bukan mahluk baik-baik !" bentaknya, "jangan kau
andalkan gelar Cinsumu itu! dimataku gelarmu tak berharga
sedikitpun! untuk membunuh kau sudah seperti menginjak
semut! Lekas katakan, dimana Toan Kui Ciang itu"
Tepat pada waktu itu, seorang hamba masuk.
"Ada apa?" tanya An Lok San membentak. wiesu itu
menekuk sebelah kakinya, "harap Tayswee ketahui keluarga
Toan Kui Ciang sudah diundang datang."
Tian Sin Su berdusta waktu dia mengatakan It Su bahwa
keluarga Cinsu itu tidak diganggu. An Lok San ingin membekuk
Toan Kui Ciang dan tidak akan keluarga Toan dberi lolos. Sin Su
berdua ragu-ragu melayani Kui Ciang, maka itu mereka
menggunakan akal bulusnya. Mereka berdua menangkap "Kui
Ciang" dengan akal kawan mereka, yang bersembunyi diatas
genting! Nyonya Su semua ditahan dengan mudah, sebab
sedang Sin Su melayani It Su bicara, Sie Siong Su dan
menyulut hio yang asapnya membuat istrinya tidur tak
sadarkan diri. An Lok San tertawa. "Bagus! "katanya" sekarang aku mau
lihat, kau menghendaki isteri dan anakmu atau tidak" kau
menyerah atau tidak" Hahaha?"
Belum berhenti tertawanya Ciat-touw-su, It Jie sudah
membentak: "Bajingan jahat jangan kau keterlaluan! apakah
salahnya Toan Toako terhadapmu! sungguh menyedihkan
Pemerintah Agung telah memakai kau sebagai jenderal! jika
aku mati sebagai setanpun aku tidak memberi ampun padamu."
Mendengar anak-isterinya ditangkap Cin-su menjadi naik
darah hingga ia lupa segalanya. An Lok San terkejut. tentu
sekaii ia menjadi gusar. Akan tetapi sebelum ia membentak
akan memberikan perintahnya, sudah ada pahlawan pribadinya
yang turun ingin Dadanya It Jie ditinju sehingga dia roboh
dengan muntah darah, tubuhnya rebah dan pingsan.
Ciat-touw-su itu menghela napas. "Seorang pelajar begini
keras hati. sungguh jarang ada katanya. Kau menghendaki
kemauan baik aku akan membuat kau hidup terus! aku akan
siksa kau hingga kau menderita! aku akan lihat, kau tunduk
atau tidak!". Cinsu ini terlalu menuruti suara hatinya," kata Su
Su Beng yang berada di sampingnya An Lok San. "Kalau
sebentar dia sadar, dia pasti ingat isteri dan anaknya, kalau
Goanswee memberi budi padanya, mustahil dia tak akan
menyerah ".
Su Su Beng ialah Hu ciat-touw-su dari Peng Jouw,
kedudukannya hanya dibawahan An Lok San. diapun menjadi
saudara angkat orang she An ini, meskipun demikian. dalam hal
kecerdasan, dia mengatasi sepnya itu.
"Kau benar," kata An Lok San, yang! langsung menitahkan
membawa pergi cinsu untuk ditahan.
Sie-su yang menawan Nyonya Su It Jie menanyakan, apa
yang harus diperbuat terhadap tawanannya ini.
"Masukan dia da lam ternpat tahanan wanita!" An Lok San
memerintah, singkat.
"Baik," sahut wie su itu tapi ketika dia mengundurkan diri,
sepnya bertanya "Tahan dulu! bagaimana rombongan wanita
itu bawa dia kemari!"
"Tayswee, dia berwajah biasa saja!" Sie Siong berkata "Dia
baru saja habis melahirkan anaknya . .."
"Sial, Sial" kata An Lok San tanpa menanti orang bicara
habis. "Hai, kau telur busuk! kenapa wanita habis bersalin
dibawah kemari" "
Di jaman itu orang banyak pantangannya wanita bersalin
dianggap sial, maka itu Ciat-touw-su menjadi gusar.
Wi-su yang malang itu mendongkol, katanya dalam hati:
"Kau yang menyuruh aku menangkap, bagaimana aku tidak
menangkapnya " . . . .
Ketika itu It Jie sudah siuman, dia berkata gusar: "Kau
memandang enteng jiwa manusia aku ini sudah tahu ! Tapi aku
tidak takut. tidak nanti aku datang kemari"
Semua orang heran atas keberanian Cin su itu.
An Lok San gusar sehingga dia memukul meja."Seret dia
pergi teriaknya "Hajar dia sampai mati!
"Sabar, Goanswee, ?"kata seseoreng yang berada di sisi Ciattouw
su. "Harap Goanswee mau mendengar perkataanku. "
Dialah Su Su Beng, sang adik angkat.
"Apa katamu, saudara Su" An Lok San bertanya.
"Su It Jie ini sastrawan te kenal dia terkenal juga karena
keberaniannya, " kata Su Su Beng.
"Kabarnya belum lama ia lulus sebagai Cin su dia pernah
mengajukan bagaimana keamanan negara yang terdiri dari
sepuluh fasal di antaranya dia menyerang Sin jiang Lie Lim
Hoa, hingga kesudahannya dia meletakan jabatannya. Maka
kalau sastrawan seperti dia dibinasakan, akibatnya buruk.
Bukankah pernah terjadi Lie Thay Pek mengacau Istana.yaitu
sewaktu Su dia dipengaruhkan akhirnya dia menyuruh Kho Lek
Soe membuka sepatunya dan Yu Kui-Hui menggisik bak "
Terhadap sastrawan gila itu Sri Baginda pun dapat mengalah,
dari itu mengapa Goanswee tidak mau mengalah terhadap Cin
su ini " Membinasakan dia tidak adi artinya, sebaliknyai dunia
akan mengetahui bahwa Goanswee menghargai orang orang
pandai surat. Bagaimana Goanswee pikir ?"
An Lok San kasar tetapi dia dapat ber-pikir. kata-katanya Su
Su Beng masuk dalam otaknya. Memang dia diam-diam ada
maksud besar untuk merampas takhta kerajaan Tong.
"Hahaha" dia tertawa. "Raja dapat mengampuni Lie Thay
pek kenapa aku tidak dapat mengampuni kau " Baiklah, aku
saka dengan keberanianmu yang besar ! Agaknya kau pandai,
suka aku mengangkat kau menjadi Kie-sit ! Mengenai Toan Kui
Ciang, kau jangan kuatir, kau bantu aku mencarinya, dia pun
aku akan berikan suatu pangkat dalam pasukan tentaraku ! kau
setuju, bukan ?"
Tapi Su It Jie tetap gusar untuknya, pangkat Kie-sit itu
semacam sekertaris pribadi tak ada harganya.
"Aku si orang she Su bodoh tetapi pernah aku membaca
kitabnya nabi dan rasul-asul !" dia membentak. "Maka itu aku
dapat, membedakan si pengkhianat dari menteri setia ! Pangkat
anugerah pemerintah Agung aku tampik, mana aku sudi
merendahkan diri sendiri menghamba pada satu pengkhianat."
Itu hinaan hebat dan tak dapat An Lok San menerimanya. Su
Su Beng pun menjadi pucat.
"Kau . , . kau ". tak tahu diri ?" katanya, suaranya gemetar.
"Baiklah!" An Lok San berseru.
"Kamu bangsa pelajar tak memandang padaku, aku juga
tidak membutuhkan kamu ! tanpa kau, aku masih dapat
sesuka hatiku !"
Tengah ketegangan itu. Su Su Beng habis daya, ada seorang
Wiesu yang datang menghadap. Dia heran juga mengapa Sie
Siong mengatakan isteri It Jie tak cantik, tetapi sedang ia yang
membantu Louw-sie naik ke kereta. dan melihat sendiri
kecantikan nyonya itu.
Itu waktu Sie Siong berkata : "Isterinya It Jie habis bersalin,
untuk menempatkan dia dalam kamar tahanan istana ini pun
tidak tepat. Maka baiknya dia dibawa ke rumah Pie cit saja."
"Buat apakah itu ?" tanya An Lok San. "Anak Pie cit yang
paling kecil belum berhenti menyusu," kata hamba itu.
"Kebetulan istri It Jie baru melahirkan, jadi ia dapat menyusui
anak Pie cit itu."
"Sie Ciangkun, hari ini kau menjadi murahhbati sekali," kata
sep itu. "Baiklah, jika kau tidak memandang sial, kau bawalah
dia!" Sie Siong mengucap terima kasih. Dia senang bukan main.
Dia memang setan paras elok yang selalu kelaparan. Dia
tertarik ter-hadap Louw sie sehingga dia berani mengatakan
nyonya itu wajahnya tak cantik Dia telah memikir setelah Louwsie
pulih kesehatannya, dia hendak merebutnya ".
"Toan Kui Ciang belum tertangkap," kata An Lok San
kemudian," maka itu, Tian Ciangkun, Sie Ciangkun pergi kamu
sekali lagi mencarinya. Dia mungkin belum pergi jauh."
Sehabis berkata, Ciat-toew-su menyerahkan Leng-cian,
lencana titahnya. Ia pun menugaskan empat Wiesu lain, untuk
membantu kedua pengawalnya itu.
Kedua pengawalnya itu menerima tugas, mereka langsung
mengundurkan diri.
Sehabis berpisah dari Su It Jie, Toan Kui Ciang langsung
pulang untuk menemui isterinya.
Nyonya Kui Ciang, Touw Sie, ada buyut-nya Touw Kian Tek
di jaman Cap Pee Loo Hoan Ong jaman pemberontak dari
delapan belas Raja-raja muda. Ketika Touw KianTek berhasil
ditumpas Lie Sie Bio, turuTiannya tetap bidup dalatn Lot Lim,
dunia Rimba. Hijau. terus melakukan pekerjaan "tanpa modal. "
Touw sie, yang bernama Sian Nio, bida dari saudara
saudaranya. Da pandai silat, dia tak setuju menjadi begal atau
berandal. Pada suatu hari dia bertemu Kui Ciang. ke duanya
bertempur, tidak ada yang kalah din menang. hingga mereka
jadi tertarik satu dengan yang lain, dan langsung mereka
menikah, sebagai isteri Sian Nio pandai membawa diri, hingga
semua tetangganya mengira dialah wanita pedusunan yang
biasa saja. Begitu bertemu isterinya Kui Ciang menuturkan masalahnya
babwa ia sudah mengikat jodoh bayi mereka dengan keluarga
Su, Touw-sie senang menerima kabar itu. Ia setuju keputusan
suaminya, setelah itu Kui Ciang menuturkan masalabnya ia
melihat An Lok San, karena ia sudah memperoleh keputusan
dengan It Jie untuk pindah dari Su Kee Cun ini untuk
menyingkir dari bajingan yang bintangnya sedang cemerlang.
"Menghindar adalah tindakan yang baik" kata Touw-sie .
"Sekarang kita harus waspada, Kita mesti jaga kalau-kalau
sebelum Goan siauw, An Lok San nanti mengirim orangnya
untuk menangkap kau."
"Kau benar," kata Kui Ciang.
"Kau pikir bagaimana?"
"Dihari-bari biasa, biasanya An Lok San mempunyai banyak
orang Tak usah kita kuatir," kata Sian Nio. "Sekarsng ini lain
habis bersalin, tenagaku kurang banyak se-kali. Lagi pula ada
bahaya, aku berdua anak kita dapat mengganggu
kebebasanmu . . . . "
"Apa katamu?" tanya Kui Ciang "Sebagai suami isteri,
bukankah kita harus hidup dan mati bersama" mana bisa aku
menyesalkan kau" "
"Bukan begitu!" isterinya tertawa. "Kita mati bersema, itu
bagus! Tapi, apa kau tak pikirkan keturunanmu" Maka itu, aku ,
. . " "Kau bicaralah!" suaminya mendesak. "Kau sangsikan apa?"
"Aku bicara tetapi kau jangan gusar" kata sang isteri "Aku
pikir baiknya kau ijinkan aku berangkat terlebih dulu,
maksudku, aku berangkat lebih dulu kau belakangan. Artinya
kau menanti sampai nyonya Su sudah sehat baru kau
berangkat bersamanya. Untuk sekalian melindunginya. Kau
menyusul kerumahku ?"."
"Apa?" mata Kui Ciang membelalak. "Kau mau pulang
kerumahmu?"
"jangan kau kuatir!" Sian Nio tersenyum. "Sekarang ini
mungkin aku tidak dapat bertahan terhadap prajurit-prajuritnya
An Lok San, tetapi kalau baru segala kurcica di tengah jalan aku
tidak takut maka itu kau ijinkan aku membawa anak kita aku
mau berlindung dulu di rumah kakakku yang sulung untuk.
sementara waktu saja, Bersama keluarga Sa itu kau menyusul
aku kesana."
Kui Ciang masih tidak puas, "Isteriku kau ingat apa katamu
ketika dulu kau mengikuti aku keluar pintu?" tanyanya.
"Pasti aku ingat!" sahut isterinya. "Dahulu paman dan
kakakku mengajak kau bekerja sama kau menolak keras.
Sampai kita bentrok, Ketika itu aku telah katakan kecuali
mereka mencuci tangan tidak nanti aku pulang lagi, tak sudi
aku menjadi orang jahat!"
"Nah ! apakah sekarang mereka sudah cuci tangan ?"
"Sekarang kita lagi menghadapi ancaman bencana . . . ."
"Tidak ! kehormatan kita tidak dapat dirintangi kesukaran!
lagi pula sekarang, selagi kita terancam bahaya kita pergi ke
sana, seperti mereka tidak mentertawai, aku sendiri tidak
punya muka !"
Sian Nio tahu benar tabiatnya suaminya. la menghela napas.


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika kau tidak setuju, sudah ah . . . ." katanya, masgul.
Kui Ciang kuatir isterinya berduka, lalu ia menghiburnya "An
Lok San sedang menempel Yo Kui-hui." katanya," dia sekarang
lagi bersenang-senang di kota Raja, belum tentu dia begitu
perlu mencari kita. Atau kalau toh dia berani mencarinya, tak
mungkin dalam beberapa hari ini, maka itu biarlah aku
memikirkannya Tubuhmu kuat, tapi kau baru melahirkan, kau
jangan banyak pikir. Pergilah kau beristirahat !"
Kui Ciang hidup melarat, tak kuat ia memelihara pembantu
atau bidan untuk merawat isterinya, maka ia sendiri mesti
mem-bantu isterinya itu. Kemudian ia pergi memeriksa
senjatanya, pedang dan senjata rahasia. Ia membersihkan
pedangnya itu. "Pedang, Oh pedangku," ia berkata perlahan. "Sudah
belasan tahun aku menyimpan kau, mulai hari ini aku akan
menggunakan kau pula "
Tengah ia termenung itu Kui Ciang mendengar suara
perlahan-lahan di luar rumahnya. Seorang yang ahli, tahulah ia
apa artinyai suara itu. Maka ia berkata dalam hatinya : "Baik
kau datang ! rupanya malam ini aku mesti membuka pantangan
membunuh !"
Malam ini malam tanggal satu rembulan! belum ada hanya
bintang-bintang bertaburan maka itu, pekarangan rumahnya
menjadi gelap. Ia langsung bersembunyi di pojok tembok,
tangannya mencekal pedang dan senjata rahasiannya itu.
Mulanya ia mengambil dua Samleng Touw-kut-piauw, piauw
yang beracun, kemudian ia tukar itu dengan dua potong thie
lian cie, biji teratai besi yang tak ada racunnya.
Pada saat itu dua sosok bayangan berkelebat lewat di atas
tembok. "Kau rebah" membentak Kui Ciang seraya bergerak dari
tempat persembunyiannya, dan tangannya terayun. Ia
membentak karena tak mau ia main bokong.
Habis menyerang, Kui Ciang tercengang. Kedua thie-lian-cie
seperti kecemplung di laut, tak mengenai sasaran, tak
terdengar suara jatuhnya di tanah Itulah bukti liehay-nya pihak
lawan. Segera terdengar suara tertawa yang nyaring dan kata
katanya "Moay-hu senjata rahasiamu makin liehay !"
Kui Ciang kenal suara itu, dia heran "Oh, shaku !" dia
menyambut. Suara tadi suara dari seorang berusia lanjut,
terdengar pula: "kiranya kau masih ingat sanakmu ! sudah
sepuluh tahun lebih kita berpisah, mengapa kau tidak pernah
memberitakan sesuatu ?"
Touw Sian Nio mempunyai lima kakak laki-laki , dan orang
tua itu ialah kakaknya yang ketiga, namanya Leng Hu. Kui
Ciang tak suka bekerja sama dengati ipar iparnya itu tetapi ia
mengakui sanaknya. Maka ia langsung menyambut iparnya
yang ketiga itu, ia mengundang masuk. Cepat cepat ia
menyalakan lilin
Heran Kui Ciang melibat iparnya itu yang bajunya
berlumuran darah. Sang ipar pun datang bersama seorang
muda berumurl kira-kira delapan belas tahun, yang mirip anak
petani sikapnya pendiam, dia berdiri disisi Leng Hu dengan
mengawasi tuan rumah secara tawar.
"Tengah malam mereka datang kemari, mau apakah
mereka?" Kui Ciang menduga-duga. Rupanya dia menderita
luka " "Anak tolol, kau tidak mengenal aTuran " Leng Hu menegur
kawannya. "Kau bertemu saudara yang lebih tua mengapa
kau tidak memberi hormat ?"
Bocah itu langsung memberi hormat dengan bertekuk lutut
dan menganguk tiga kali dan memanggil : " Kouwthio!"
Kui Ciang membungkuk untuk membangunkan, di dalam hati
kecilnya ia berkata : "Ketika kita berpisah. shako hanya
mempunyai seorang anak perempuan, kalau ini puteranya tak
nanti dia sebesar ini . . . "
Anak tanggung itu menolak tangan orang seperti yang tak
suka dibangunkan. Ia bangkit sendiri. Bersamaan dengan itu,
sepotong thie-lian-cie jatuh dari tangannya, dia pun berkata
dingin : ..Kouwthio, ini aku kembalikan thie lian cie Kouwthio !"
Kui Ciang melengak. Ia mengira kepada kaki tangannya An
Lok San, maka ia mengambil sikap turun tangan lebih dulu.
Meski demikian ia tak mau menggunakan senjata rahasia yang
beracun, dan di waktu melempar, ia memakai tenaga tujuh
bagian. Ia tidak menduga yang datang saudara sendiri. Lagi
pula tak heran kalau Leng Hu dapat menyambutnya senjata itu,
tidak demikian dengan bocah ini.
"Hm !" terdengar suaranya Leng Hu, yang menegur bocah
itu : "Sungguh dungu! Kau sudah memasuki dunia Kangouw
selama dua tahun, mengapa lagakmu seperti si hijau ?"
Anak muda itu berdiri diam, matanya mengawasi Kui Ciang.
Leng Hu berkata pula : "Lain kali diwaktu malam gelap jangan
lancang menyambut senjata rahasia ! syukur teratai besi
kouwthiomu tidak ada racunnya kalau tidak, dengan tenaga
dalammu mana dapat kau menutup jalan darahmu " kalau
terkena racun, walaupun kau tidak mati pasti tanganmu akan
cacad seumur hidupmu !"
---oo0dw0ooo---
Jilid 2 Ia mengeluarkan sebuah thie-lian cie dari tangan bajunya.
mengembalikan kepada Kui Ciang, kepada si bocah ia terus
berkata : "Bukankah kau telah mempelajari mendengar suara
senjata rahasia " Dari suaranya saja kau sudah mesti tahu
senjata itu dilempar-kan dengan tenaga berapa besar, maka itu
kau harus mengimbangi suara itu. Kalau kau sanggup kau
sambutlah dengan ujung baju, kalau tidak, kau mesti berkelit !"
"Terima kasih, sha-cek!" kata si anak muda, yang memanggil
sha-cek, paman yang nomor tiga, "Nasihat ini
hanya benar separuhnya,"
Pikir Kui Ciang. "Kalau orang bertemu ahli yang pandai,
suara anginnya tak dapat diandalkan lagi . . . " ia melirik si
anak rruda yang jari tangannya hitam. Cepat-cepat ia
mengeluarkan obatnya dan kata nya : "Tanpa pengalaman
tanpa pengetahuan! untuk anak muda, tambah
pengalaman tambah bagus! tapi aku sendiri, semasa aku
berusia sebaya dengannya, aku tak sepandai dia! Apakah
tanganmu sakit" sambil dipakaikan obat ini kau akan cepat
sembuh!" Kata kata yang terakhir ini ditujukan kepada si anak muda.
Tapi dia menolak tangan yang berikutnya untuk diberi obat,
sambil berkata dingin : "Tak usah! luka ini tak menghancurkan
tulang, nyeri sedikit tak apa! kalau mesti memakai obat
dapatkah orang disebut enghiong."
Touw Leng Hu menyaksikan itu, dia tertawa dan berkata :
"Sudah, moayhu, jangan layani dia! Dia mau jadi enghiong,
maka tak apa dia tersiksa terasa nyeri sedikit !"
"Ha, anak yang bertabiat keras!" pikir Kui Ciang.
"Mungkinkah dia tak senang terhadapku?" ia menyenangi anak
ini walaupun sikapnya sargat dingin, tiba-tiba ia ingat sesuatu,
maka ia berkata pula dalam hatinya; "Mungkinkah dia ini bocah
yang tadi menolong anak-anak dari injakan daki kuda?" ia
hendak menanyakan Leng Hu, atau iparnya itu sudah
mendahului bertanya; "Eh, mana adikku" . . , , .
Belum suara itu berhenti, belum sempat Kui Giang
menjawab dari atas genting sudah terdengar tertawa geli dan
halus, disusul dengan lompat turunnya sesosok tubuh, yang
langsung berkata; "Shako, angin apa yang meniup kau datang
kesini?" Dan Touw Sian Nio muncul diantara mereka, Nyonya Kui
Ciang juga mendengar suara datangnya tetamu malam karena
ia tahu, pasti suaminya sudah berjaga-jaga, ia keluar dari
belakang, untuk merondai rumahnya, setelah melihat dan
merasa yakin tidak ada mu suh, baru ia kembali, kebenaran ia
mendengar suara kakaknya yang ia kenal itu, ia langsung
menyahut dan memberi hormat.
"0h, Liok-moay, kau tak melupakan kebiasaanmu kaum
rimba hijau. kata sang kakak tertawa juga. Eh. mengapa
mukamu pucat" Apakah kau sakit?"
Sian Nio tertawa tanpa menjawab. Kui Ciang tertawa dan
menjawab; "Dia bukannya sakit hanya tadi malam dia
melahirkan seorang bayi laki-laki!"
"Kionghie! Kionghie!" kata Leng Hu girang. "Oh, sayang aku
si shaku, aku tidak membawa apa-apa untuk hadiah!"
Si anak muda langsung memberi hormat kepada nyonya,
Sian Nio heran, orang memanggil kouwthio kepada suaminya.
"Keponakan yang mana ini?" tanyanya, "aku tidak
mengenalnya?" "
"Apakah adikku masih ingat Tiat Cee-cu dari Yan san?" Leng
hu balik menanya,
"Oh," kata Sian Nio. "Jadi dialah keponakan yang nama
kecilnya di panggil Mo lek" aku ingat sekarang diharian aku
menikah dencan Kui Ciang Tia, ceecu datang kepesta dengan
membawa putranya ini!"
"Memang dialah bocah ini!" kata leng hu.
"Ah sungguh cepat sekali hari berlalu" kata Sian Nio "tanpa
terasa belasan tahun sudah berlalu. Dia telah menjadi seorang
enghiong!"
"Apakah Tiat Ceecu baik?"
Ditanya begitu, mata si anak muda menjadi merah. "Tiat
Ceecu menutup mata dua tahun sepeninggalnya kamu" kata
Leng Hu memberitahu "Anak ini langsung dipungut anak oleh
Toako. Dia berotak cerdas sekali, dalam belajar silat dia
mengungguli anak-anak yang lain Itulah sebabnya aku
membawa dia. Mo lek, apakah kau ingin belajar ilmu jarum
rahasia Bwee hoa ciam" nah lain kali kau belajar pada bibimu!"
Mo lek ini puterannya Tiat Ceecu, yang bernama Kun Lun.
orang suku Ouw. Dijaman Tong itu, diwilayah utara orang Han
tinggal bersama dengan orang Ouw, isterinya Tiat Kun Lun
ialah gadisnya Hong Kui Siang, seorang jago dari kota Hoan
yang. Keluarga Hong ada hubungannya dengan keluarga Touw.
Tiat Kun Kun pandai, dia bergaul erat dengan Touw maka
setelah meninggal, Mo lek diserahkan pada kakaknya Leng Hu.
Kemudian Sian Nio bertanya kepada kakaknya ; "shako,
kenapa bajumu ada darahnya" apakah dijalan kau telah
melukai atau membunuh orang ?""
"Aku pernah membunuh banyak orang kali ini hampir aku
dibunuh orang" sahutnya.
Nyonya Toan heran, "shako bertemu dengan musuh yang
tangguh" Apa yang terjadi dirumah kita?"
"Baru hari ini aku sampai disini," kata Leng Hu, sebenarnya
aku ingin minta bantuan bantuan kamu dalam urusan dua
urusan ini !"
"Silakan tuturkan," kata Kui Ciang, singkat. la mendahului
isterinya. "Pertama-tama aku mau minta moayhu memberi obat
padaku," kata ipar yang nomor tiga itu" "Sebenarnya aku
sangat malu, Inilah yang pertama kali aku mengalami
kekalahan dan terluka juga!",
Kui Ciang heran. "Dia agaknya terluka sedikit. kerapa dia
sampai minta obat padaku ?" pikirnya.
Tengah ia berpikir itu tiba-tiba ia mendengar suara cita
sobek. Itulah Touw Leng Hu, yang tanpa menanti membuka
bajunya, sudah sobek itu, untuk memberi lihat dadanya dimana
ada sebuah titik merah sebesar tusukan jarum. Dia pun
langsung berkata "Kau lah ahli, kau tentu kenal ini!"
Kui Ciang kaget, mukanya pucat. "Inilah jarum Pee bie ciam
!" serunya. "Apakah shaku dengan keluarga Tong dari Kiam-lam
bermusuhan ?"
Jarum Pee-bie ciam itu jarum alis putih lihay sekali. Siapa
terlukakan itu dan racunnya masuk ke jantung. akan tewaslah
jiwa-nya Leng Hu terluka di dada dekat dengan jantungnya,
maka itu dia terancam bahaya maut.
"Orang yang rnelukai ini belum aku tahu hal ikhwalnya," kata
jago she Touw itu," meski demikian aku merasa pasti dia
bukanlah orang keluarga Tong."
"Apakah shako kena dibokong tanya Sian Nio"
"Bukan !" sahut kakak itu. "Kami berdiri depan berdepan,
kami bertempur secara laki-laki, rneski benar dia telah
menggunai senjara rahasia yang beracun ini, tak dapat aku
membilang apa-apa."
Jikalau Tong itu kesohor sebagai ahli senjata rahasia tetapi
dalam ilmu silat mereka bukanlah lawan keluarga Touw kalau
mereka hendak mengalahkan Leng hu, mereka mesti main
curang. Sekarang kejadiannya tidak demikian.
"Orang itu dapat melukai dengan senjata rahasia, kenapa dia
masih melukai juga sedikit dengan pedang?" ia heran tapi ia
tidak mau menanya. sebab Leng Ho sendiri membungkam.
Maka ia kata : "Obatku. Leng ce Kie Tok Wan bukan obat tepat
untuk luka senjara rahasia tetapi dengan dibantu tenaga dalam
shaku, aku rasa cukup dengan sebutir luku shaku akan
sembuh." Ketika dulu hari kakeknya Kui Ciang berperang ke Barat
disana dia mendapatkan pohon obat Leng cie dan ribuan tahun,
maka pohon obat itu diambil dan dijadikan bahan obat
menyembuh racun, biasanya cocok untuk pelbagai macam
keracunan, maka juga Leng Hu memintarnya.
Sian Nio lantas pergi ke dalam, akan mengambi obatnya,
sembari kaluar pula ia tertawa dan kata: "Anak kita tidur
nyenyak sekali, aku dapat tempo urtuk menemani kamu bicara
shako apa itu hal yang kedua?"
Leng Hu mengawasi tajam, romannya sungguh sungguh.
"Adikku, aku tak tahu kau masih ingat persaudaraan kita atau
tidak ?" tanyanya sebelum dia menjawab.
"Hebat pertanyaan kau ini shako! "kata si nyonya. "Kita
bersaudara kandung mengapa aku tidak ingat".
"Jikalau kau masih ingat kita bersaudara" kata Leng Hu,
masih berharap aku minta kau bersarna moyhu pulang ke
rumah kita, untuk kamu menolongi jiwa kami!".
Leng Hu kenal balk sifat Kui Ciang sebagai turunan Jenderal,
Ia tidak mau bergaul dengan keluarga orang jahat, karena ini
dia tidak mau bicara langsung hanya secara tidak langsung
kepada adiknya.
Kakak itu mengawasi adik perempuannya, dan Sian Nio
mengawasi suaminya. Adik ini bersangsi sekali.
"Shako, baiklah kau bicara dulu biar jelas, "kata kemudian.
"Apakah yang telah terjadi ?"
Tauw Leng Hu tetap memandang adik-nya. "Orang keluarga
Ong di Peng Yang belum lama ini sudah bentrok dengan
keluarga kita, dia berkata, " Kita bertempur hebat tetapi,


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh malu. beberapa kakakmu yang tidak punya guna telah
kena dikalahkan mereka ".
Keluarga Ong itu sama dengan Keluarga Touw. Mereka
turunan Ong Sie Tong. Setelah Ong Sie Tong ditumpas Lie Sie
Bin anak cucunya seperti anak cucunya Touw Kian Tek semua
hidup sebagai orang orang jahat. Kedua keluarga pun
bermusuh, tidak heran kalau mereka bermusuh turun temurun
sering mereka bentrok." berterang" atau bergelap. Hanya kali
ini, heran Sian Nio mendengar perkataan kakaknya ini.
Sampai kepada turunan mereka ini. Keluarga Ong itu kalah
dari pada keluarga Touw Lima saudara laki-laki keluarga Touw
gagah semuanya, murid mereka pun berjumlah puluhan, semua
tersohor dalam Rimba Hijau, keluarga Ong terdiri cuma dari
satu orang, Yaitu Ong Pek Thong. Dia ini gagah tapi dia kalah
dibanding dengan lima saudara Touw, jangan kata dikepung
berlima satu awan satu juga dia masih tak nempil, Ong Pek
Thong mempunyai dua anak, satu pria dan satu wanita dan
murid muridnya juga lebih sedikit maka itu setiap mereka
bentrok pihaknya yang tentu kalah. Maka akhirnya, pihak Ong
selalu mengalah kalau bersamprokan, mereka menyingkir lebih
dulu. Inilah sebab yang mengherankan Sian Nio.
"Kau tidak tahu Liok moay, " kata Leng Hu yang bisa
membadi keragu-raguan adiknya itu "Sekarang ini dunia Jalan
Hitam beda dari pada dulu, sekarang jamannya anak muda dan
kita kaum tua, kita kena tertindih mereka."
Sejak ia turut suaminya Sian Nio sudah mengundurkan diri,
maka itu ia asing dengan perubahan jaman. Tapi mengenai
keluarganya, ia ingat baik sekali, ia tetapi memperhatikannya.
"Apakah Ong Pek Thoang telah mengundang bantuan orang
liehay " Siapakah pembantunya itu" Apakah kakak yang lainnya
pun pada terluka ?"
"Benar Ong Pek Thong mengundang orang liehay, ialah Ceng
Ceng Jie."
"Ceng Ceng Jie ?" mengulangi si nyonya. "Aku belum pernah
mendengarnya . . . ."
"Kita tinggal bersembunyi di dusun ini sudah belasan tahun,
pantas kita menjadi si tuli !" kata Kui Ciang, bersenyum.
"Selama uang belakangan ini dalam dunia Kang Ouw telah
muncul dua orang yang liehay sekali," Touw Leng Hu
menerangkan pula. "Mereka masih sangat muda, barangkali
usianya belum dua puluh tahun. Ceng Ceng Jie satu
diantaranya Yang lainnya ialah Khong Khong Jie. Kami belum
pernah melihat Khong Khong Jie tapi dia kabarnya lebih liehay
daripeda Ceng Ceng Jie, katanya liehay luar biasa. . . .!"
Alisnya Sian Nio berbangkit. "Liehay luar biasa bagaimana ?"
tanya dia. "Bicara dari hal Ceng Ceng Jie saja, benarkah dia
dapat mengalahkan kakak berlima ?"
Sian Nio nampak halus tapi sebenarnya tabiatnya keras.
Leng Hu kenal tabiat adiknya ini, ingin dia membangkitkan
kemarahannya. Maka dia menghela napas dan kata dengan
lesu : "Sudahlah, buat apa disebut-sebut pula. Kali ini keluarga
kita roboh benar-benar. Toako terlukakan, dan Sie-tee juga
terkena sebatang jarum Pee bie ciam"."
Toako itu, sang kakak sulung, Leng Ciok namanya, menjadi
pemimpin Rimba Hijau di wilayah Utara, ilmu silatnya liehay
sekali, sampai Kui Ciang pun mengaguminya. Sekarang ia
mendengar Toako itu, ipar pertama, mendapat luka juga, ia
terkejut. Dari tak ada perhatiannya, ia menjadi ketarik hati.
"Pada suatu hari Ong Pek Thong dagang dengan membawa
Ceng Ceng Jie," kata Leng Hu, meneruskan keterangannya.
"Ceng Ceng Jie itu kurus kering mirip seekor kunyuk, kami tak
memandang mata padanya. Tapi dia justeru menantang kami
berlima melayani dia seorang diri. Tentu sekali kami tidak mau
meruntuhkan nama kami. maka itu. kami mengajukan dulu
Jieko. Baru beberapa jurus, sudah terkurung sinar pedangnya.
Soetee dan Ngo tee melihat gelagat buruk terpaksa mereka
maju membantui. Nyatanya mereka bertiga kena terdesak
mundur. Oleh karena terpaksa, aku maju bersama Toako.
Toako menggunakan tamengnya, Thian Su Sin-pay, ia tidak
takut senjata tajam, ia maju di depan, kami berempat dikiri dan
kanan. Hebat kami bertempur. Dalam setengah jam dapat kami
mengurung dia. Tepat dia terkurung, dia mengeluarkan jarum
rahasianya itu Pee bie ciam . . . !
Kui Ciang berpikir : "Kamu mengeroyok orang, pantas orang
menggunakan senjata rahasianya."
"Jikalau dia ialah orang lain, jarumnya itu pasti tidak dapat
berbuat apa apa atas diri kami " Leng Hu melanjutkan, "Dia
benar benar liehay. Di samping pedangnya yang liehay itu, dia
menggunai senjata rahasianya itu kami dijadapi kesulitan Kalau
kami menyingkir dari pedang sukar kami menghindari jarum
rahasia. Begitu juga sebaliknya. Akhirnya terpaksa kami
bersedia terkena jarum daripada tertikam atau terbabat
pedansr Syukur toako liehay dengan tamengnya, Jieko dan ngo
tee dapat membela dirinya. Aku ber sama sietee ayal sedikit,
lantas kita terkena jarum aku di dada, sie tee di kaki. Toako
berkelahi terus, celaka ia terpapas kutung dua jeriji tangan
kirinya. Di saat kalap, kamipun dapat mengguratkan pedang
kami dua kali padanya. Sampai di situ berhentilah pertempuran
itu." Sian Nio menghela napas lega. "Masih beruntung, itulah
bukan roboh runtuh!" katanya.
"Ceng Ceng Jie terluka. cuma di kulit." kata Leng Hu. "Kami
terluka parah. Bukankah itu berarti keruntuhan?"
"Bagaimana dengan lukanya sieko?" Adik perempuannya
memberati kakaknya yang ke empat. Kalau kakak tuanya,
terkutung dua jerijinya, tidak seberapa, "Syukur sie-tee terluka
bukan ditempat yang berbahaya," kata Leng Hu, "Racun jarum
tak nanti menyerang cepat, ke jantung, Sedikitnya sietee dapat
bertahan satu bulan."
Meski begitu sampai itu waktu dua puluh hari sudah lewat.
Kui Ciang pikir, kalau begitu Ceng Ceng Jie benar lihay sekali.
Touw Leng Hu berkata pula; "Liok moay kau anggauta
keluarga Touw, kau ketahui baik sifat kami. Belum pernah
minta bantuan pihak luar. Tapi kau termasuk Keluarga Touw,
maka itu tak terhina kalau aku minta bantuan kamu!"
Sian Nio tetap bersangsi, ia mengawasi suaminya, tak berani
ia lancang membuka mulutnya.
Leng Hu melihat keadaan itu. ia berkata pula: "Turut
penglihatanku, di jaman ini cuma ilmu pedang moayhu yang
dapat melayani Ceng Ceng Jie. Mengenai kau Liok moay, toako
semua mengharapi jarum rahasiamu. Kau telah mewariskan
sempurna kepandaian ayah, ilmu pedang dan senjata rahasia.
Toako minta aku menyambut kau suoaya selagi moayhu
melayani musuh kau hajar dia dengan Bwee hoa ciam. Dengan
begitu barulah kita mempunyai harapan dapat kemenangan
dan nana baik Keluarga Touw dapat dilindungi. Maka juga kami
sangat mengandal kepada kamu berdua suami isteri! "
Sian Nio tetap diam, ia tidak berani mengambil putusan. Ia
terus mengawasi suaminya Kui Ciang nampak kurang puas.
"Shako." ia berkata,adikmu baru saja habis bersalin", Juga
Ceng Ceng Jie dia maui merawat lukanya dulu," kata Leng Hu.
"Sebelum sembuh tidak nanti dia berani datang menantang.
Lagi pula adikku tidak ber tempur langsung, dia menanti
dipinggiran untuk melepaskan jarum rahasianya, Aku rasa habis
sebulan baru kita dapat bertempur pula."
"Toan Long. kau pikir bagaimana akhirnya Sian Nio tanya
suaminya. Inilah menandakan lagi ia sudah tidak ada soal lagi
tinggal putusan sisuami.
"Rumah tangga kau mempunyai urusan, kau hendak pulang,
aku tidak dapat menghalang-halangi" sahut Kui Ciang. "Ilmu silatku
sudah banyak tahun tak dilatih pula, maka itu aku merasa
tak dapat aku melawan Ceng Ceng Jie yang demikian lihay."
Mukanya Leng Hu menjadi pucat. Tak puas dia. "Jikalau kau
tidak suka pergi, bilanglah terus terang!" katanya keras "Kaulah
bangsa enghiong, bangsa hiap kek, kau tidak sudi mengaku,
kami sebagai sanak, meka juga keluarga Touw tak demikian
tebal mukanya berani minta banuanmu!"
"Shako, tak tepat kau bicara begini." kata Kui Ciang, "Aku
ingin bicara kau sudi mendengar atau tidak terserah padamu."
"Bicaralah !"
"Ingin aku memberi nasihat supaya kamu menggunai ini
ketika yang baik untuk mencuci tangan, buat mengundurkan
diri," kata Kui Ciang, terus terang.
"Bukankah Ong Pek Thong itu cuma memperebuti nama
kosong sebagai jago Rimba Hijau" jikalau ke tempat yang sepi,
apakah dia dan Ceng Ceng Jie masih akan mencarinya buat
membikin habis Keluarga Tauw?"
"Nasihat yang berharga"!" kata Leng Hu. mengejek. "Kau
bukan anggauta Keluarga Touw. Tetapi kau menikah putrinya,
keluarga itu kau tentunya ketahui ajaran Keluarga kami! Kami
lebih suka binasa daripada terhina! Sudah seratus tahun lebih,
tak pernah ada orang yang menghina kami! Tak dapat kami!
mengelepoti kepala kami! Taruh kata kami hendak mencuci
tangan" itu mesti terjadi sehabis kami membalas dulu sakit hati
in!" "Bicara dari hal pembalasan rasanya kamu lebih banyak,
rasanya kamu lebih banyak berhutang jiwa orang," kata Kui
Ciang, sungguh-sungguh. "Orang Rimba Hijau hidup diatas
golok, maka itu bagi mereka terkalahkan atau terbinasakan
adalah soal tak dapat dihindarkan. Jikalau kamu terus main
balas-membaias tak lapisnya, seteleh Ceng Ceng Jie terbunuh,
siapa berani jamin tak nanti muncul Ceng Ceng Jie yang
kedua ?" Kui Ciang tidak pandai bicara, hebat kata katanya ini, sedang
itu waktu, Leng Hu lagi panas hatinya Sian Niopun serba salah.
Ia kenal sifat suaminya itu hingga tak berani ia membantui
adiknya meskipun ia telah memikirkannya.
Touw Leng Hu mengibas tangannya, ia kata dengan
kemendongkolan yang ditahan : "Anggap saja aku datang ke
pintu yang salah ! Aku membikin kehilangan muka sendiri !
Nah, aku meminta diri!"
"Shako!" Sian Nio berkata, "Shako. Kau duduk dulu! mari kita
bicara baik-baik!"
Tapi Kui Ciang berkata : "Shako telah berkeputusan untuk
menuntut balas ! sesuatu orang ada cita-citanya sendiri, tidak
berani aku mencegah atau mengasi pikiran lagi. Ini dua butir
obat Leng cie Kie Tok Wan harap kau bawa pulang untuk
sieku." Leng Hu sudah berbangkit. "Tak usah!" dia kata "Taruh kata
dia dapat disembuhkan, dia toh bakal terluka pula di tangannya
Ceng Ceng Jie!"
"Sekarang sudah malam, shako," kata Sian Nio, berduka.
"Kalau kau mau berangkat, berangkatlah besok pagi . . ."
Leng Hu berdiam, dingin sikapnya, Si anak muda, yang sejak
tadi berdiam saja, yang cuma tertawa dingin, mendadak
membuka mulutnya. Katanya : "Berdiam di sini satu malam
tidak apa, hanya kalau sebentar datang sahabatnya kouwthio,
sahabat yang memangku pangkat kalau dia melihat disini ada
penjabat besar, itulah tidak bagus, pasti berabe dan sulit!,
paling benar mari kita berangkai sekarang juga! "
Kui Ciang melengak ia berjingkrak. "Mo Lek, apa katamu?"
tanyanya La heran bukan main ia berpikir: "Seumurku, aku
tidak mempunyai sahabat pembesar negeri. "Mungkinlah
mereka maksudkan Su It Jie" Tapi Su Toako sudah lama
meletakan jabatannya. Laginya, mereka ini berdua baru saja
sampai disini mana mereka ketahui Su Toako itu sahabatku?"
Mo Lek minggir ke samping. "Sahabatmu itu sahabat jempol
!" dia kata pula, keras. "Apakah kau takut aku menyebutnya "
kau tidak mau membiarkan kami pergi, apakah kau hendak
membekuk kami untuk diserahkan pada sahabatmu si
pembesar negeri itu supaya kau memperoleh jasa " Benar tadi
yang menolongi anak-anak dari kaki kuda ialah aku ! Aku pula
yang menyerbu An Lok San ! kau mau apa ?"
Touw Leng Hu membentak : "Bukankah ayah angkatmu
telah memberi pengajaran kepadamu " Tujuan tak sama, tak
dapat orang bekerja sama, maka itu, buat apa kau banyak
omong lagi, tidak apa kau menerbitkan onar tetapi dengan
begitu kau bawa-bawa tulang tuaku ini ! Bisa-bisa kau nanti
mengantarkan jiwaku di sini !"
Kata-kata itu ditujukan kepada Tiat Mo Lek, akan tetapi di
lain pihak, dimaksudkan juga terhadap Toan Kui Ciang.
Touw Sian Nio terperanjat. "Shako, shako katanya Apakah
artinya perkataanmu ini ?"
Sekalipun Kui Ciang tidak dapat turut kau pergi menghadapi
Ceng Ceng Jie. dia tidak nanti memusuhkan kau apapula untuk
menangkap kamu buat diserahkan kapada pembesar negeri !
kau . . kamu pandang dia orang macam apa ?"
Kui Ciang lompat ke pintu, untuk menghalangi. "Shako"
katanya. Dingin, "kau omong dulu biar jelas, baru kau pergi!"
"Enak kau bicara !" kata Leng Hu, dingin. "Sesuatu orang
ada pikirannya sendiri tak dapat orang dipaksa ! kau hendak
pergi ke tempatnya An Lok San untuk memperoleh jasa dan
pangkat, tak heran kau tak sudi mengenal sanak lagi ! Tapi aku
mau minta sukalah kau ingat persabatan kaum Kang-Ouw. kau
tunggu sesudah aku pergi, baru kau pergi memberi kisikan
kepada pembesar negeri ! Tak dapatkah iru " Andaikata kau
benar-benar hendak kami, meski Tou Leng Hu bukan lawan
kau, dia tak nanti manda diam saja diringkus kau !"
"Shako !" Sian Nio berkata keras. "Apakah shako bilang kau
tidak tahu, An Lok San justeru musuhnya Toan Long kami
justeru baru saja mendamaikan soal mengangkat kaki dari sini,
buat menyingkir dari ancaman bencana ! "
Ketika itu, Kui Ciang sudah lantas menjadi tenang "Shako, di
sini mesti terjadi salah mengerti," katanya sabar. "Coba kau
jelaskan, mengapa kau menyangka aku mau pergi kepada An
Lok San untuk mengharap pangkat"
Leng Hu menjadi heran timbullah keraguannya ia melihat
orang tidak lagi main sandiwara ia menjadi mau percaya.
"Di bawahnya An Lok San ada dua punggawanya yang
sangat diandalkan," ia kata pun menjadi sabar. "Merekalah Tian
Sin Su dan Sie Siong Bagaimana pergaulan kau dengan mereka
itu ?""
"Pernah aku mendengar nama mereka itu," Kui Ciang jawab.
"Dulu hari karena urusan keluarga Lie di Ceng Hoo Kauvv, Sie
Siong telah menantang aku mengadu pedang-Ketika itu muncul
adiknya Kong Jiam Kek, maka urusan dapat didamaikan hingga
batal kita bertempur. Semenjak itu, terus sampai di saat ini,
aku belum pernah bertemu pula dengan mereka itu."
Touw Leng Hu heran bukan main. "Benarkah perkataan kau
ini ?" ia menegasi. ,Ah, benar benar aneh?" Ia mehentak.


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Taruh kata kau tidak percaya aku, kau mesti percaya
adikmu !" sahut Kui Ciang. "Kau tanyalah dia. apakah aku
pernah mendusta !"
"Memang mereka itu berdua tidak ada hubungannya dengan
kami," kata Sian Nio. "Shako mengapa kau menuduh mereka
ada sangkutannya dengan Kui Ciang ?"
Touw Leng Hu mengawasi adiknya. .,Di muka desa ini ada
sebuah rumah," ia kata, di depan rumah itu ada tiga buah
pohon cemara, tuan rumahnya seorang berumur lebih kurang
empatpuluh tahun, dialah seorang pelajar berkulit putih dan tak
berkumis. Benarkah orang itu tidak ada sangkutannya dengan
kamu ?" "Dia itu benar sahabat karibku," sahut Kui Ciang. "Dia sie
Su dan namanya It Jie Benar dia pernah menjadi pembesar
negeri akan tetapi dia sudah meletaki jabatan sejak belasan
tahun yang lalu. Dia dipecat karena dia berani menyerang
menyerang menteri dorna Lie Lim Hu ! Ha ! kau menyebutnyebut
aku bergaul dengan pembesar negeri, jadi kau
maksudkan dia ! Dialah sastrawan satria, meski dia pernah
memangku pangkat dialah orang berhati mulia !"
"Dia menjadi pembesar, apakah kau tahu dia mempunyai
perhubungan apa dengan An Lok San ?" Leng Hu tanya pula.
"Su Toako bersahabat denganku selama sepuluh tahun, aku
tahu dia justeru sangat membenci An Lok San, hingga tak ada
soalnya bahwa dia bersahabat dengan pembesar buruk itu !"
"Masih ada satu hal yang shako belum ketahui," Sian Nio
menyela. "Tadi malam isterinya Su Toako itu telah melahirkan
seorang anak perempuan, lantas kita kedua Keluarga mengikat
ini perjodohan anak anak kita. Dengan sendirinya Su Toako itu
juga cin kee kau."
Lcng Ha mengurut-urut kumisnya. "Benar-benar aku tidak
mengarti!" ujarnya. "Baik aku menjelaskan dari mula mula."
Kui Ciang dan isierinya mendengari. "Pada beberapa tahun
yang telah lewat ada seorang sahabat yang memberitahukan
aku bahwa ia pernah melihat kau di kota Tian-an, ketika kau
tengah berjalan dengan tergesa gesa," Leng Hu menutur. "Aku
lantas menduga kau tinggal di dekat kota Tiang-an. Maka
bersama Mo Lek aku menyusul kemari Pada tiga hari yang lalu
kami bertemu dengan delapan pahlawannya An Lok San di
jalan Hong siang. Kita bentrok."
"Apakah kau bermusuhan dengan An Lok San?" Sian Nio
bertanya. "kau meninggalkan Rimba Hijau belum sepuluh tahun,
mengapa kau masih tak mengerti duduknya hal ?" kakak itu
balik bertanya "Rumah kita keluarga Touw berada di dalam
wilayah pengaruhnya An Lok San Itu berarti kita harus
menerima baik undangannya untuk bekerja di bawah
perintahnya. Bukankah ini sederhana dan singkat?"
"Aku tahu itu!" kata si adik tertawa. "Hanya ketika aku
meninggalkan rumah kita An Lok San belum menjadi cat-touwsu,
hingga aku tidak tahu bahwa rumah kita ber ada dalam
daerah kekuasaannya."
"Kita bukan saja tidak menerima baik undangannya untuk
menghamba terhadapnya," Leng Hu menyambung, "Bahkan
diharian dia menggabung menjabat pangkat ciat-touw su dari
Hoan-yang-sie tee sudah berguru dengan dia, ialah sie tee
sudah curi sepotong baju bulu rase yang mahal miliknya Yo Kui
Hui yang dihadiahkan kepadanya. Maka itu sudah sejak lama
dia hendak membekuk kita. Ong Pek Thong itu sahabatnya Tian
Sin Sie yang bawahannya An LoK San sahabat-sahabat Jalan
Hitam. Setelah Tian Sin Sie menghamba pada An Lok, San Pek
Tbong lantas menghubunginya. Maka itu aku menduga,
bentrok-anku dengan orang-orangnya An Lok San di jalan
Hong-siang itu disebabkan bisikannya Ong Pek Thong. Kita
dipegat hendak ditawan."
Kui Ciang berpikir: "Di dalam Rimba Hijau ada tingkat yang
tinggi dan yang rendah. Ipar-iparku itu tidak sudi bekerja sama
pembesar negeri, kalau dibanding dengan Ong Pek Tbong
mereka menang banyak ?"
Touw Leng Hu menyambangi "Kami di kepung delapan
pahlawan pribadi An Lok San itu. Mereka bukan dari kelas satu
tetapi ilmu silat biaca. apapun satu diantaranya,Thio Tiong Cie.
dia bekas orang Jalan Hitam yang berkenamaan. Senjata ialah
sepasang Houw tauw kauw gaetan berkepala macan-macanan
luka dilenganku ini ialah bekas gaetannya itu yang lihay itu , . ,
. . " "Sha cek. kau biasa mengangkat musuh!" kata sikacung
menyela sambil tertawa."Sebenarnya kalau bukannya sengaja
sha Cck menggunai tipu mana dapat dia mendekati sha cek?"
"Mo lek!?" kata paman itu sungguh-sungguh "orang muda
semacam kaulah yang paling mudah dihinggapi penyakit
memandang enteng kepada musuh! Jikalau kau tidak meng
ubah cacatmu ini dibelakang hari kau bisa menderita
karenanya! Kau ketahui pengajaran musuh, merebut
kemenangan ialah yang paling utama! Lebih cepat kita menang
lebih baik pula, supaya tak usah terjadi hal-hal di luar dugaan.
Sekalipun sang singa untuk menerkam kelinci dia mesti
menggunakan seluruh tenaganya, sedang kita bukannya singa
dan pihak sana bukannya kelinci, ingat lah kejadian hari itu Aku
telah terluka jarum Pee-bie ciam dan mereka mengeroyok.
Sudah terang mereka ingin sekali dapat membekuk kita. Coba
aku tidak menggurat siasat, untuk memancing Tio Tiong Cie,
pasti, sukar kita meloloskan diri. Caramu berkilat itu waktu
main keras saja. Itulah berbahaya"
Habis menegur keponakan itu, Leng Hu menoleh kepada Kui
Ciang untuk menerus kan keterangannya.
"Aku benci pada Thio Tiong Cie sebab-perbuatannya yang
busuk itu mau mencelakai orang golongan sendiri,-" Katanya
"aku, memancing, hingga dia datang dekat padaku. Aku hajar
dia dengan Pek Lek Ciang, hingga patah tulang iganya. Justeru
itu, dia pun menggaet aku."
"Apakah di antara mereka ada Tian-Sin Su dan Sie Siong?"
Sian Nio tanya "Mereka itu termasuk punggawa, perang, mereka tidak
bercampuran dengan kawanan pahlawan pribadi An Lok San
itu" sahut Leng Hu "Atau mungkin mereka anggap delapan
orang itu sudah cukup untuk melayani aku si tua bangka!" Ia
tertawa, ia melanjuti : "Syukur delapan orang itu tidak
memandang mata padaku. Umpama kata Tian Sin Su dan pie
Siong turut serta, selagi aku terluka itu pastilah aku bukan
lawan mereka, tentu sekali sekarang aku tidak dapat bertemu
dengan kau, adikku."
Sian Nio heran. "Shako," katanya, "habis kata-katamu
barusan . . ."
Leng Hu dapat menerka. "Kau tentu tidak mengerti kenapa
tadi aku menyebut-nyebut nama mereka itu berdua, bukankah
hari itu aku tidak berjodoh bertemu dengan kedua punggawa
itu, tetapi malam ini " "
Kui Ciang pun heran. "Malam ini ?" dia tanya. "Di mana
kamu bertemunya "
"Justeru di dalam desa ini ! Belum satu jam !"
"Sebenarnya, bagaimana hal itu ?" Sian Nio tanya.
"Kau jangan kesusu. Nanti aku jelaskan menurut
tuntunannya."
Dan Leng Hu .melanjuti : "Kita lewat di jalan Hong siang itu
tepat di harian tahun baru. Ketika kita sampai di muka desa ini,
kita bertemu dengan pasukan tentaranya Aa Lok San, yang
katanya lagi menuju ke kota Tiang-an, guna An Lok San
memberi selamat tahun baru kepada Yo kui hui. Kami takut
menimbulkan onar, kami sembunyi di lembah. Lain dengan ini
bocah, dia seperti anak kerbau yang tak takut harimau, dia
justrru pergi ke mulut lembah, untuk menonton"
"Syukur aku pergi melihat!" Mo Lek memotong. "Aku jadi
dapat melihat kouwthio. Kouwthio menutupi kepala dengan
baju kulit jalannya pesat seperti lari. hingga aku menduga ialah
ssorang ahli silat yang mahir ilmunya enteng tubuh."
"Liehay matanya bocah ini," Kui Ciang pikir. "Ketika itu,
tanpa sengaja aku berjalan cepat, dua tindak menjadi satu.
Karena dia dapat melihat lariku itu. tentu begitu juga dengan
orang-orangnya An Lok San yang banyak yang, mesti ada yang
memergoki aku " ", Di situlah terjadi anak anak diganggu
kudanya para pahlawan pribadi an Lok San itu ! Mo Lek
memotong. "Sejumlah anak kecil mau ditabrak dan diinjak kuda
aku lantas menolongi mereka . . . "
Touw Leng Hu tertawa." Syukur mereka repot melanjuti
perjalanan, tak ada temponya untuk mencekuk kau!" kata
paman ini. " Lebih syukur ialah kau melihat kouwthio-mu Tidak
demikian pasti aku tidak lantas mendapat tahu kamu tinggal di
sini! kau tahu. begitu Mo Lek menyebut kau, aku lantas
menduga Mo Lek melihat ke rumah mana kau masuk, aku
merasa itulah rumahmu."
"Jadi kamu sudah pergi ke rumah keluarga Su" Kui Ciang
tanya. "Benar. Justeru di depan rumah dia itu aku melihat Tian
Sin Su berdua Sie Siong !"
Kui Ciang terkejut hingga ia berseru. "Apakah kamu tidak
masuk ke dalam rumah Keluarga Su itu?" Ia tanya. "Entah bagaimana
dengan Su Toako ?"
"Aku melihat seorang sasterawan usia lebih kurang empat
puluh tahun yang mukanya putih dan tanpa kumis, ia ada
bersama mereka itu kedua pihak bicara sambil terawa-tawa.
Tentu sekali tidak berani aku masuk ke dalam rumah itu. "
Kui Ciarg heran. "Apakah kau dengar pembicaraan mereka "
Apakah katanya mereka itu ?"
"Bersama Mo Lek aku sembunyikan diri di atas pohon kami
melihat mereka menunggang kuda. Aku mendengar suaranya
sie siong, yang mengatakan : Taysu tentu akan memberikan
pangkac tinggi padamu. Dua kali aku mendengar disebutnya
tuan Toan. Karena kuda mereka dilarikan kesas, aku tak dengar
apa-apa lagi Agaknya mereka sangat menghargai si yuan Toan
itu ?" "Pantas kamu menduga mereka itu berdua sahabat
sahabatku! kemudian bagaimana?"
"karena aku mendapat kenyataan rumah itu bukan rumah
kau, aku meninggalkannya. Aku pergi menanyakan setiap
rumah. Dengan banyak susuh barulah aku dapat mencari ke
sini. Coba bukan karena kau beri anak denganku pasti aku
tidak berani menemui kau! Baiklah telah aku menjelaskan
semua moku sekarang terserah kepada kau. kau hendak
membiarkan kami pergi atau tidak. Umpama kata benar kau
hendak menangkap kami, untuk diserahkan pada An Lok san silahkan
turun tangan!"
Kata kata yang belakangan ini dikeluarkan secara dingin.
Bertepatan dengan dikeluarkannya kata-kata penutup itu turun
tangan, Kui Ciang berteriak seraya berlompat untuk berlari
keluar. Leng Hu terkejut hingga dia pun berseru: " Kau ! . . . kau ! . .
. Benarkah kau ?" Dia menduga kepada ipar itu mau lari
kepada An Lok San. Dia kaget dia mau lari menyusul.
Sian Nio lompat menyamber baju kakak nya itu. "Shako kau
sembrono sekali! "sang adik berkata keras.
,Apa" "kakak itu tanya heran. "Jikalau dia mau mencelakai
kau, tak dapatkah dia lantas keturunan ditangan sendiri" "adik
itu kata. "Mustahil dia diketulungannya mencari kawan
pembantu " Apakah kau tidak menyargka bahwa diapun dapat
menduga kau bisa melarikan diri ?"
Leng Hu berpengalaman, pasti ia mengerti adiknya ini hanya
barusan saking kaget tak sempat ia berpikir lagi. Maka ia tidak
memaksa lari, ia manghentikan tindakannya seraya berpalirg.
Justeru itu ia melihat Mo Lek dengan pisau belati di tangannya
lagi meneancam punggung Sian Nio Bocah itu menyangka bibi
ini melupakan kakaknya dan hendak mencelakainya.
"Mo Lek, jangan" Leng Hu membentak. Terus ia memandang
adiknya dan berkata : "Liok Moay kau bicara, kau bcaralah !
Aku serahkan jiwaku kepada kau !"
Touw SianNio sebaliknya tertawa. "Shako jangan kau gelisah
tidak karuan !" katanya. "Kau dengar aku."
Nyonya Kui C:ang menyingkirkan sumbu lilin, membikin lilin
itu tambah terang, habis itu ia tuturkan permusuhan suaminya
dengan Lok San, begitupun hal persahabatan Kui Ciang dengan
Su It Jie, hingga kedua keluarga mau menyingkir bersama.
Leng Hu menjadi tenang. Baru sekarang ia begitupun Mo Lek
tahu duduknya penrsoalan. Ketika itu terdengar suara kokok
ayam, tanda sudah jam lima, sedang bayinya Kui Ciing
mendusin dan menangis.
"Sekarang aku mau memberi susu kepada anak itu," kata
Sian Nio, sembari tersenyum.
"Anak itu tahu diri. dia tidur sampai fajar, baru dia mendusin
Dia harus bertemu dengan shakonya !"
Nyonya ini masuk ke dalam, kemudian ia keluar pula sambil
mengempo anaknya. "Anak ini berbakat." kata Leng Hu, "Dia
dapat belajar silat nanti ?"
Baru orang she Touw itu berkata, demikian, tiba tiba mereka
mendengar siu!an nyaring dari Kui Cang yang terus berkata
seorang diri : "Pedang mau keluar dari sarungnya, untuk
mengutungi kepalanya si orang jahat ! Inilah pembalasan
bukan untuk perkara kecil !" Menyusul itu terdengar juga ,
suara pedang disentil.
Ketika suami itu bertindak masuk, Sian Nio heran. Belum
pernah ia menyaksikan suaminya gusar demikian. Alis dan
kumisnya bangun berdiri, matanya berapi, tindakannya tetap
tubuhnya tegak, la sampai melengak.
Tiba-tiba Mo Lek menghampirikan. "Aku bersalah, kouwthio
!" katanya, seraya terus berlutut untuk mengangguk-angguk
tiga kali sampai kepalanya membentur lantai !"
Kui Ciang membungkuk, akan memimpin bangun bocah itu.
Dia tertawa. "Bagus !" katanya. "Kau dapat membedakan salah
dan benar, kaulah seorang laki laki sejati !"
Leng Hu juga telah jelas segala apa, maka ia menghampiri
ipar itu, guna mengakui kekeliruannya.
Shako itu mau memberi hormat, Kui Ciang menyingkir "Di
waktu begini, buat apa pakai adat-peradatan," katanya. "Shako,
ada satu urusan untuk mana aku hendak minta bantuan kau . ."
Sekarang Leng Hu yang tertawa. "Di-antara sanak sendiri,
mana ada permintaan brntuan ?" kata dia.
Sengaja Leng Hu tertawa sebab ia melihat Kui Ciang
bersungguh-sungguh Tertawa itu dapat mambantu melegakkan
hati mereka. Kui Ciang menunjuk anaknya, ia kata" "Shako, aku minta kau
suka merawat anak serta ibunya, sebentar lagi, setelah cuaca
terang, kau ajaklah mereka pergi!" Ia tidak menanti jawaban, ia


Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan sejilid buku, yang mana ia serahkan pada
isierinya; "Sian Nio, baik-baik kau rawat anak kita ! setelah dia
dewasa, kitab ilmu pedangku ini kau serahkan padanya!"
Sian Nio mengawasi sang suami, tidak lantas ia menyambuti
buku itu. Ia memang mau membawa anaknya pulang kerumah
ibunya siapa sangka sekarang getas sekali suaminya itu berkata
demikian. Berbareng dengan itu, ia merasakan firasat jelek.
"Kau ambillah!" kata Kui Ciang, menghela napas. Ia mengerti
kesulitannya isteri itu. "Ada kemungkinan kita juga tak bakal
bertemu pula satu dengan lain " ."
"Toan long, kau hendak pergi kemana ?" sang isteri
menanya. Ia menanya meski ia sudah bisa menduga tujuh
sampai delapan bagian.
"Aku mau pergi mencari Sa Toako!" sahut suaminya itu.
"Apakah kau telah pergi ke rumahnya" sebenarnnya apa
sudah terjadi " Bagaimana dengan isteri dan anaknya Su
Toako?" "Mereka telah dibawa pergi kaki tangannya An Lok San" Sian
Nio terkejut hingga dia menjerit.
"Benarkah?"" tanya dia "Sungguh tak kusangka"."
"Sebenarnya itu sudah dapat diduga" kata sang suami.
"Kemarin aku keliru, aku lari menyingkir ke rumahnya.
Begitulah An Lok San penyangka Su Toako sebagai aku!"
Sian Nio heran "Su Toako seorang cinsu mengapa dia tidak
membantah?"
Leng Hu menyahuti adiknya itu. Ia kata; "Aku mendengar
Tian Sin Su membilang hendak memberi pangkat padanya!
Maka itu, moayhu, aku lihat manusia sukar diduga! Kau?"
"Tidak!" Kui Ciang memotong Sian Nio. jangan kau tidak
ketahui sifatnya Su Toako! untuk keselamatanku maka dia
berdiam saja dirinya disangka aku. Ketika aku barusan tiba
dirumahnya itu sudah kosong Aku masuk ke kamar mereka,
aku dapat membaui sisa asap pulas. Dikamar tulis aku
menemui suratnya Su Toako. Ini, kau baca sendiri!"
Sian Nio menyambut surat itu dan membaca. "Kau lihat,
bagaimana Su Toako telah memikir jauh!" kata pula Kui Ciang.
"Inilah suratnya untuk kita. Suratnya itu menganjuri isrerinya
mencari sahabat itu, yang tak ditulis she dan namanya" siapa
kalau bukannya kita" kau cerdas, Sian kau mesti dapat
menerka! "
Pasti sekali Touw Sian Nio mengerti. Maka ia menjadi
mendongkol sekali ?"Tian Sin Su dan Sie Siong asal orang Kang
Ouw, kenapa sekarang mereka jadi begini rendah?" katanya
sengit. "Sampaipun wanita dan anak kecil mereka tak mau
melepaskannya! "
"Begitulah, keluarga Su mendapat susah karena aku, apakah
aku dapat berdiam saja?" tanya Kui Ciang.
Sian Nio merasa hatinya sakit, ia sangat berkuatir. An Lok
San mempunyai banyak orang kosen. Kepergian Kui Ciang ke
sana pasti berarti menghampirkan ancaman bahaya besar.
Celakanya, ia insaf, umpamakan ia menjadi suaminya itu, pasti
ia akan berbuat demikian juga.
Suami isteri itu sama-sama berdiam, mata mereka saling
mengawasi. Baru kemudian, dengan tangan bergemetar, Sian
Nio menyambuti kitab suaminya "Toan Long, kau pergilah!"
katanya-"Semoga orang baik dilindungi Thian, supaya kau
bersama-sama Su Toako dan Su Toa So dapat kembali dengan
selamat Aku menyesal, karena habis bersalin, tak dapat aku
mengikut kau . , ."
Kui Ciang bersenyum. "Kau harus merawat dan mendidik
anak kita sampai dia besar!" katanya. "Perbuatan kau itu lebih
berharga daripada kau turut aku mengadu jiwa!. Itulah tugas
yang jauh terlebih sulit!" Aku tidak dapat memisah diri
mengiring kau, maka itu aku cuma dapat minta bantuannya
shako." Ia menguatkan hati, untuk berlalu tetap tenang, toh
muaranya berat, senyumnya tak dapat menyelimuti kedukaan
hatinya. Leng Hu menyaksikan itu, dia tertawa, "Kui Ciang!" katanya,
"mengandal kepada ilmu silatmu, belum tentu kau tidak dapat
kembali dengan tak kurang suatu apa! Kau harus ingat bahwa
kami lagi menantikan kau untuk menghadapi Ceng Ceng Jie"
Kata-kata ini juga melainkan alibi. Kui Ciang boleh gagah luar
biasa tetapi sekarang dia mesti memasuki kedung naga dan
guna harimau. Dapatkah sepasang tangan melawan empat"
Buat menolong diri sendiri masih sukar, apalagi buat sekalian
menolongi lain orang"
Kembali terdengar ayam berkeruyuk. "Sudah sampai
waktunya!" kata Kui Ciang "Nah, mari kita berangkat bersama,
sebentar dimulut desa baru kita berpisah."
Malam itu orang tidur nyenyak, di tengah jalan belum
nampak lain penduduk Rumah Kui Ciang di mulut desa dari
itu, ia mesti melewati rumahnya Su It Jie, Disitu mendadak Kui
Ciang berhenti,
"Mari kasih aku lihat muka anak kita!" katanya. Sian Nio
mengangsurkan anaknya Kui Ciang mencium anak itu, terus ia
kata, berat ; "Umpama kata aku tidak dapat pulang dan Su
Toako tak pulang juga, setelah anak kita ini besar kau harus
cari tahu tentang acaknya Su Toako itu! Harap iaja ia dapat
tetap berada didalam dunia?"seandainya lama kau tidak dapat
keterangan, kau tunggulah sampai tiga puluh tahun usia
mereka baru kau nikahkan anak kita kepada lain nona. Tusuk
Kundai itu kausimpan baik-baik, sebagai tanda mata."
"Kau jangan kawatir segala apa aku nanti beritahukan dia,"
sahut Sian Nio, air matanya melele.
"Sepuluh tahun kiia menjadi suami isteri, selama itu aku
cuma membikin kau bercapai lelah," kata Kui Ciang, "maka itu
kau terimalah hormatku!"
"Aku telah mendapat suami gagah sebagai kau, tak perduli
bagaimana jadinya nanti, aku puas," berkata Sian Nio. "Maka
kau pun terima hormatku !"
Lantas suami isteri itu saling memberi hormat. Kui Ciang
sudah lantas berlompat, untuk berangkat tanpa menoleh lagi.
Ia kuatir istrinya melipat air matanya.
"Kouwthio. tunggu !" mendadak ia dengar suaranya Tiat Mo
Lek. "Mau apa kau?" ia tanya. , Aku mau turut kouwthio pergi ke
Tiang-an !" kata bocah itu
"Mau apa kau turut aku?"
"Untuk meluaskan pandangan mata di kota ini !"
Kui Ciang tertawa.
"Tahukah kau buat apa aku pergi ke Tiang-an ?" ia tanya,
"Ini bukan kepergian uniuk main-main ?"
"Aku tahu kouwthio mau pergi ke rumahnya An Lok San
untuk menolongi orang mulia she Su itu !" sahut si anak muda.
"Bibi baru melahirkan, dia masih lemah. dan sha-cek pun
terluka sekarang ia mesti lekas pulang jadi mereka semua tak
dapat turut kouw thio dari itu selagi aku menganggur, baiklah
aku yang ikut untuk menjadi kawan kouwthio ?"
"Inilah perjalanan adu jiwa !" kata paman itu sungguhsungguh.
"Kau tahu tidak " Tak dapat aku mengajak kau !"
"Kouwthio. kau terlalu memandang enteng kepadaku!"
katanya, sungguh-sungguh. "Apakah cuma kouwthio seorang
yang diijinkan menjadi seorang enghiong atau hoohan" Tak
perduli kouwthio suka atau tidak, aku mau ikut !"
Hati Kui Ciang tergerak. "Baik!" katanya. "Kau bersemangat,
suka aku mengajak kau. Hanya ingat, setibanya,di Tiang-an kau
mesti dengar kataku !"
"Pasti !" sahut si anak muda. Leng Hu kurang setuju anak itu
turut pergi, tetapi ia sendiri tidak dapat membantu, ia terpaksa
membiarkan. Ia juga tahu tabiat dari si bocah yang sukar
dibujuki. Maka ia berkata : "Kepandaian anak ini sudah
lumayan. Sedikitnya ia pun dapat menjadi juru kabar. Kau
ajaklah dia, memperoleh pengalaman !"
"Baik, shako," kata Kui Ciang. "Jangan kuatir. aku akan
jaga baik baik padanya sampai di Tiang-an, aku pun dapat
mengaturnya. Andainya aku dapat melindungi jiwaku dan dapat
mengajak Su Toako pulang, pasti aku nanti pergi ke Yi ciu
menemui kamu untuk sekalian mencoba main-main dengan
Ceng Ceng Jie ! "
Di dalam hatinya, Kui Ciang sudah mengambil keputusan
untuk mewariskan kepandaiannya kepada Tiat Mo Lek, untuk
mencegah bocah ini turut ia memasuki gedungya An Lok San.
Mo Lek sangat cerdas, ia dapat menangkap maksudnya
pembicaraan dua orang itu, maka ia pun kata dalam hatinya:
"Setibanya di Tiang an aku pun ada dayaku ! kau- hendak
memisahkan aku, tak dapat!" Ia berpikir, terus ia berdiam saja.
Leng Hu puas, hingga ia merasa girang. Perjalanan Kui Ciang
berbahaya tetapi segala apa belum tentu. Ia mengharapi
kembalinya ipar ini, untuk dia menghadapi Ceng Ceng Jie,
su(aya urusan dua keluarga Touw dan Oag daAat dibereskan.
Sian Nio juga lega hatirya mengetahui Mo Lek bakal turut
suaminya maka ia kata: "Toan Long, baiklah di Tiarg an kau bekerja
dengan melihat gelagat, jikalau sulit untuk turun tangan
jangan dipekakan, umpamama kata kau membutuhkan
bantuan, suruhlah Mo Lek lekas pularg !"
"Aku mengerti," sahut Kui Ciang- "istriku, kau rawat saja
dirimu baik-baik ! Ingat pesanku, rawat anak kita !" habis
berkata ia lantas berangkat, diikuti Mo Lek. Ia menuju langsung
ke Tiang an, yang terpisahnya cuma enam puluh lie, tak lebih.
Tiga hari kemudian maka di dalam sebuah rumah makan di
samping pintu Beng-hong-mui, dari kota Tiang-an, terlihat
munculnya dua tetamu asing untuk rumah makan tersebut
Pintu kota Bong hong-mui adalah pintu kota terbesar untuk
wilayah istana Kerajan Tong. Rumah makan itu justem terletak
d sampingnya Maka itu tetamu tetamunya tidak sembarang
orang banyak pembesar, sipil dan militer, yang rumahnya jauh,
yang tak keburu pulang untuk bersantap. Yang lainnya ialah
pegawai pegawai istana yang lagi lepas berdinas serta sahabatsahabatnya.
Maka itu, kalau lain rumah makan ramainya
malam, rumah makan ini di siang hari, Dengan begitu, para
tetamu umumnya kenal satu dengan lain.
Demikian kedua tetamu baru itu, yang tak ada yang kenal.
Yang satu berumur empat puluh lebih romannya gagah
tubuhnya dilapis baju kulit, di pinggangnya ada pedangnya.
Kawannya ialah seorang muda umur tujuh atau delapan belas
tahun, potongan, stau romannya, mirip anak hartawan atau
berpangkat. Dia pun mempunyai mata yang tajam.
Walaupun dua orang ini asing, lain lain tetamu tidak
memperhatikannya. Mereka itu menyangka orang tentu datang
ke kola Raja untuk pesiar atau hendak mencari pangkat, hal
mana adalah umum.
Dua orang itu ialah Toan Kui Ciang dan Tiat Mo Lek.
Setibanya Kui Ciang dikota Raja lantas ia menumpang pada Hoy
Jin, seorang pendeta kenalannya. Dulunya, kake
Kisah Para Pendekar Pulau Es 13 Pendekar Cacad Karya Gu Long Kisah Sepasang Rajawali 7
^