Kisah Pedang Bersatu Padu 20

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 20


" Ia lantas memasang pula telinganya.
"Bagaimana?" tanya Sin Cu.
"Yang menempur Kiauw Pak Beng itu bukannya satu
orang," kata In Tiong.
Sin Cu heran. Kalau orang ialah ketua Siauwlim Si atau
Binsan Pay, tidak nanti mereka berkelahi sambil
mengeroyok. Hanya, kalau bukan mereka itu, siapa dapat
menandingi Kiauw Pak Beng"
Tapi Siangceng Kiong sudah tertampak, maka tak
usahlah orang menduga-duga terlebih lama. Mereka
berlari-lari menghampirkannya. Tidak lama atau mereka
lantas melihat, benar-benar Kiauw Pak Beng tidak
menghadapi satu musuh, hanya musuh-musuh itu
bukannya ketua-ketua dari Siauwlim Pay dan Binsan Pay!
Di depan kuil Siangceng Kiong di mana ada
pekarangan yang lebar telah penuh dengan banyak
orang yang bertempat di empat penjuru, di tengahtengah
mereka, yang merupakan sebuah gelanggang,
terlihat empat orang lagi bertempur. Atau lebih benar,
tiga orang pendeta tengah mengepung Kiauw Pak Beng
si jago Siulo Imsat Kang. Dari tiga orang suci itu, yang
dua bersenjatakan tongkat Kiuhun Sianthung, dan yang
satunya lagi bergegaman kebutan Hiansi Hudtim. Kiauw
Pak Beng sebaliknya bertangan kosong. Yang hebat ialah
1420 kekebalan Pak Beng. Beberapa kali dia terhajar
lawannya, bukan dia roboh atau terluka, bagian
tubuhnya yang terhajar itu mengasi dengar suara
nyaring. Tubuhnya itu seperti juga terdiri dari besi atau
baja! "Ah, itulah tiga toasinceng dari Siauwlim Si!" kata In
Tiong separuh berseru. Karena ia mengenali mereka, ia
menjadi heran sekali.
Toasinceng itu ialah pendeta-pendeta yang terhormat.
Ketua dari Siauwlim Si ialah Bu Cu Siansu. Ia
mempunyai tiga sute, adik seperguruan, yang paling
lihai, yang masing-masing diberi tugas penting, ialah
kamsi, pengawas kuil. hokkeng, pelindung kitab-kitab,
dan hengteng, penjabat pelaksaan hukuman. Merekalah
Bu Sek, Bu Ngo dan Bu Siang. Orang mengatakan
mereka bertiga sangat lihai tetapi kecuali berdiam terus
di dalam gereja di mana mereka menjalankan ibadat dan
mengajar murid, belum pernah mereka bertanding
dengan orang luar. dari itu taklah ada orang ketahui
sampai di mana kelihaian mereka. Maka anehlah
sekarang mereka berada di gunung Laosan ini, dan
berbareng bertiga, bersama-sama, mengepang Kiauw
Pak Beng. In Tiong lantas dapat melihat Bu Siang mengebut
dengan kebutannya, yang lantas menjadi buyar ribuan
lembar, hingga tubuh Kiauw Pak Beng seperti ketutupan
karenanya. Setiap lembar benang kebutan itu mencari
jalan darah musuh.
Kebutan ialah senjata luar biasa, siapa tidak mahir
tenaga dalamnya, tidak dapat membikin tali kebutan
1421 menjadi kaku sesuka hatinya In Tiong memuji di dalam
hati menyaksikan lihainya pendeta Siauwlim Si itu.
Diserang secara berbahaya itu, Kiauw Pak Beng
berseru, meniup dengan keras, tubuhnya pun mencelat
tinggi, kedua tangannya dipentang. Dengan gerakannya
itu, dia membebaskan diri dari bahaya. Kedua tangannya
menangkis tongkatnya Bu Ngo dan Bu Sek, hingga kedua
tongkat mental menghajar pohon kayu di samping
mereka sampai kedua pohon tergetar, daun-daunnya
rontok meluruk.
Dari kagum dan girang, In Tiong terkejut.
"Ketiga pendeta ini benar-benar lihai," pikirnya.
"Hanya heran, mereka toh tidak dapat berbuat banyak
terhadap Kiauw Pak Beng. Pantaslah Thio Tan Hong telah
memandang hantu itu sebagai musuh yang tangguh..."
Lain keanehan ialah halnya ketiga pendeta itu.
Menurut martabat mereka, mestinya mereka menempur
Pak Beng satu lawan satu. Dengan mengepung bersama,
derajat mereka tak berarti lagi. Akan tetapi sekarang
buktinya mereka main keroyok...
Dalam hal ini, In Tiong melihat hanya satu pihak. Ia
seperti melupai Pak Beng dengan Siulo Imsat Kang, ilmu
silatnya, yang istimewa itu.
Sebenarnya juga terpaksa Bu Sek bertiga mengepung
Pak Beng. Mereka telah didesak turun tangan oleh Siulo
Imsat Kang dari Pak Beng itu.
Thio Tan Hong telah minta bantuannya Siauwlim Si, ia
telah mengundang Bu Cu Siansu sendiri. Kebetulan
pendeta kepala itu hendak "menutup diri," maka dia
mengirim Bu Sek bertiga sebagai wakilnya. Tan Hong
1422 girang sebab ia percaya mereka itu akan dapat
melebihkan Boa Cu seorang diri. Ketiga pendeta tidak
berangkat bareng bersama Tan Hong. Tan Hong masih
hendak mengundang ketua Binsan Pay serta mesti
mengurus satu hal lain. Maka ia minta ketiga pendeta
berangkat lebih dulu sekalian untuk menilik kawan-kawan
lainnya yang datang membantu.
Nyatalah kesudahannya bantuan untuk Tan Hong itu
masih kurang. Rombongannya In Bwee Kok roboh di
tangannya Kiauw Pak Beng yang telengas itu. Kiauw Pak
Beng tidak sudi pakai aturan Kangouw, dia main rabuh.
Orang tiba belum lama, dia memegat dan menyerang.
Untuk mencegah jago itu mengambil lebih banyak
kurban, terpaksa Bu Sek bertiga mengepung dia, hingga
dia tidak dapat berpesta dengan pukulan-pukulan Siulo
Imsat Kang-nya itu.
Kiauw Pak Beng sudah mencapai tingkat terakhir dari
ilmu kepandaiannya itu, dia jadi sangat lihai, hingga Bu
Sek, Bu Ngo dan Bu Siang, tidak dapat berbuat banyak
terhadapnya. Bahkan ketiga pendeta telah terserang
hawa dingin sampai keuletan mereka menjadi berkurang.
Karena itu, sambil berkelahi mereka bertiga mesti
mengerahkan tenaga dalamnya, buat mengobati luka di
dalam itu sambil terus memperkuat diri. Demikianlah,
untuk sementara, merekajadi sama unggul.
Ketika rombongan Sin Cu tiba, Kiauw Pak Beng lantas
dapat melihatnya. Dia mengenali Nyonya Yap Seng Lim,
mendadak napsu amarahnya bangkit.
"Ketiga toasinceng, kamu beristirahatlah!" dia berseru.
Dia lantas bersiul nyaring, terus dia berlompat, tangan
kirinya menyamber tongkat Bu Sek, tangan kanannya
1423 menyamber tongkatnya Bu Ngo. Dia mengadu kedua
tongkat hingga bentrok keras, hingga muncrat lelatu
apinya, lalu dia pinjam tenaga kedua tongkat itu untuk
berlompat lebih jauh. lompat ke arah Sin Cu.
Bu Sek dan Bu Ngo kena tergempur tenaga dalamnya,
tubuh mereka terhuyung, terus mereka jatuh duduk,
muka mereka pucat.
Bu Siang kaget, ia lompat kepada dua saudaranya,
untuk menolongi, hingga ia seperti melupai kewajibannya
untuk memegat dan merintangi Kiauw Pak Beng.
Sangat cepat seperti burung garuda, tubuh Kiauw Pak
Beng sudah mencelat ke arah Sin Cu.
"Tahan!" berteriak In Tiong, yang segera lompat
menyerang. Dia menggunakan dua-dua tangannya. Dia
hendak melindungi Nyonya Yap Seng Lim.
Kiauw fak Beng mesti menoleh, bahkan ia mesti
menangkis serangan itu. Tidak dapat ia berkelit lagi.
Tangan kedua pihak beradu satu pada lain. keras
sekali, hingga terdengar suara beradunya itu. Kiauw Pak
Beng mengasi dengar suara tertahan "Hm!" dan
tubuhnya mental dua tombak.
Taylek Kimkong Ciu dari In Tiong hebat walaupun
Kiauw Pak Beng sudah mempersatukan kemahirannya
ilmu sesat dan ilmu lurus, dia masih terhajar terpental
itu. Syukur dia tak tergempur anggauta tubuhnya bagian
dalam. Di lain pihak In Tiong, oleh karena bentrokan itu,
segera merasakan tangannya dingin dan rasa dingin itu
terus tersalurkan ke tubuhnya. Hawa dingin bagaikan es
1424 itu menyerang ke ulu hatinya. Lantas ia menggigil. Ia
sebenarnya mau mengulangi serangannya, apa mau
tenaganya seperti habis, hingga ia tidak dapat melakukan
keinginannya itu. Ia terkejut, hatinya berdebaran.
Sungguh lihai orang she Kiauw itu dan sungguh
berbahaya keadaannya apabila musuh menyerang pula
padanya. Kiauw Pak Beng terpental tetapi tak terluka apa-apa,
begitu ia melihat ke arah Sin Cu, begitu ia lompat untuk
mengejar. Belum lagi ia lari, dua sinar pedang berkelebat
dihadapannya. Ia dirintangi Thian Touw dan In Hong,
yang lompat menghadang di depannya.
Hanya dalam segebrakan itu, Kiauw Pak Beng lantas
mendapat tahu berapa pesat majunya sepasang suami
isteri itu. Ia bercekat. Maka ia lantas menggunakan
kepandaiannya untuk melayani kedua musuh ini. Ketika
ia diserang pula, dengan tangan kirinya ia mengibas,
dengan jari tengah tangan kanan ia menyentil. Dengan
begitu ia mempunahkan pedangnya In Hong. pedang
pedangnya Thian Touw kena terpentil hingga
menerbitkan suara nyaring.
Thian Touw terkejut, juga jago tua itu. Jago ini kaget
lantaran ujung bajunya kena dirobek pedang si nyonya.
Thian Touw sebaliknya terkejut lantaran pedangnya kena
tersentil mental, segera ia merasakan tangannya dingin
luar biasa, sampai hampir-hampir tak dapat ia mencekal
terus pedangnya itu. Mau atau tidak, ia mundur setindak.
Dengan begitu, pedang mereka suami isteri tak dapat
bersatu padu dalam sejenak itu.
Kiauw Pak Beng tertawa berkakak. Dengan adanya
lowongan, dia lompat untuk menyingkir dari kepungan.
1425 "Hok Thian Touw!" dia berkata, nyaring, "ilmu pedang
Thiansan Pay kamu benar-benar telah dapat
disempurnakan, maka sebentar aku akan menempur pula
kamu!" Habis berkata, ia memutar tubuhnya, untuk mengejar
pula le Sin Cu.
Nyonya Yap Seng Lim telah memisahkan diri tiga
tombak dari si jago tua, ketika ia dikejar pula, ia lari.
In Tiong, juga Thian Touw dan isterinya, mengejar.
Mereka hendak melindungi Sin Cu tak perduli jago tua itu
lihai sekali. Hanya ketika itu mereka ketinggalan belasan
tombak. Sin Cu cerdik. Ia lari ke dalam rimba di mana, dengan
menggunakan ilmu "Coanhoa jiauwsi." ia berputaran di
antara pohon-pohon yang tumbuh tak teratur. Ia
bergerak dengan sangat cepat dan lincah.
Sia-sia Kiauw Pak Beng mengejar, tak dapat ia
menghajar tubuh orang. Akhirnya ia menjadi sangat
mendongkol. "Bayar pulang jiwa anakku!" ia berteriak, menyusul
mana ia menyerang ke arah pohon di belakang mana Sin
Cu berlindung. Hebat serangan itu. Dengan satu suara berisik, pohon
itu roboh. Sin Cu lompat menyingkir. Ia toh terhalang pohon itu.
Justeru begitu, mendadak ada orang berlompat dari
samping rujuk rumput dekatnya, orang mana
membarengi menikam dengan pedangnya.
1426 Yang hebat ialah segera dikenali penyerang itu Koan
Sin Liong adanya, yang rupanya telah bersembunyi di
dalam rimba lebat itu.
Sin Cu menangkis serangannya Koan Sin Liong itu. Ia
bingung sekali. Ia terkepung oleh Sin Liong dan Pak
Beng, dua-duanya musuh sangat lihai. Habis menangkis
ia menjadi kaget sekali. Tak dapat ia menarik pulang
pedangnya, sia-sia belaka ia mencobanya
Sin Liong lihai, ia menyerang untuk terus menempel
pedang si nyonya. Di dalam hal ilmu "Menempel," ia lihai
luar biasa. Melihat orang tidak dapat lolos, ia tertawa.
Sebenarnya, kalau ia mau, ia bisa meneruskan menikam
nyonya itu dan mungkin orang terlukakan, akan tetapi ia
sudah tidak berbuat demikian, ia mau memberi jasa
kepada Kiauw Pak Beng, ia ingin mendapat muka dari
jago tua itu, ia mau membiarkan Pak Beng yang
membunuhnya. Pak Beng hendak menuntut balas jiwa
puteranya. Leng In Hong telah menyusul, ia kaget. Ia tahu Sin Cu
terancam bahaya. Oleh karena tidak ada jalan, sebelum
datang dekat, ia menyerang dengan menimpuk dengan
pedangnya Ia mengarah punggung Kiauw Pak Beng,
yang sudah lompat ke arah Nyonya Seng Lim.
Pak Beng lihai, ia mendengar suara angin menyamber.
Tanpa menoleh, ia menjejak tanah, untuk berlompat
melewati pohon di samping. Ia tidak ungkulan menangkis
timpukan yang sangat berbahaya itu.
Pedang In Hong meluncur terus, baru berhenti setelah
menancap pada sebuah pohon.
1427 Pak Beng berlompat terus, hingga ia datang dekat
pada Sin Cu. Jarak di antara mereka berdua tak ada tiga
tombak lagi. Juga Koan Sin Liong telah ada yang serang seperti Pak
Beng itu. Ia tertawa belum berhenti ketika serangan itu
datang. Ia merasakan dorongan angin yang keras sekali.
Tidak ayal lagi, ia menyerang ke belakang. Lalu ia
terkejut. Serangannya itu seperti serangan pada tembok
kokoh tegar, sasarannya itu tak bergeming.
"Kau rebahlah!" begitu ia mendengar bentakan habis


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia menghajar ke belakang itu. Ia terkejut, lantas ia tidak
berdaya lagi. Ia satu jago tetapi ia dengar kata, tubuhnya
lantas roboh terjengkang!
"Han Locianpwee!" terdengar In Tiong memanggil,
suaranya nyaring dan bernada kegirangan.
Penyerangnya Koan Sin Liong itu ialah Sinkun Butek
Han Tiat Ciauw si Kepalan Tak Tandingan, ciangbunjin,
atau ketua, dari Binsan Pay. Kalau Koan Sin Liong
melawan dia dengan pedang, ia mungkin bisa melayani
sampai lima puluh jurus, tapi ia lagi menempel pedang
Sin Cu, terpaksa ia menangkis dengan tangan kosong.
Maka tempo ia diserang pula, ia roboh tak ampun lagi.
Ketika itu Kiauw Pak Beng telah menyandak. Dia telah
melihat apa yang sudah terjadi.
"Kau pun roboh!" dia berteriak padaHan Tiat Ciauw,
yang dia serang dengan pukulan Siulo Imsat Kang
tingkat ke sembilan. Serangan itu keras sekali dan
hawanya pun dingin luar biasa.
1428 "Kau lihat siapa yang roboh!" kata Tiat Ciauw sambil
tertawa. Ia tidak takuti serangan orang, ia segera
menangkis. Ketua Binsan Pay ini telah berlaku keliru dengan ia
mengasi dengar suaranya. Justeru ia membuka mulut,
justeru hawa dinginnya Pak Beng menyerang masuk ke
dalam mulutnya itu. Ia kaget dan gelagapan. Berbareng
dengan itulah kedua kepalan beradu satu dengan lain.
Hebat bentrokan itu, Pak Beng terhuyung mundur tiga
tindak. Tiat Ciauw sebaliknya, kecuali dia terhuyunghuyung
hampir jatuh, tubuhnyajuga menggigil keras.
Kiauw Pak Beng tidak menggubris perintahnya itu.
mau terus mengejar pula Sin Cu. Nyonya itu sembunyi di
belakang pohon. Dalam murkanya. Pak Beng menyerang
keras kepada pohon yang menjadi penghalang di
depannya itu. "Bruk!" demikian pohon itu roboh ambruk.
Habis itu, Pak Beng berlompat. Sin Cu terpegat pohon
itu. Tiat Ciauw terperanjat, ia menyamber dengan
tangannya. Apamau. ia tak punya tenaga lagi, tangannya
tidak sudi turut perintahnya. Pak Beng tidak kena
terjambret. Syukur Pak Beng lagi mengarah Sin Cu, coba dia
menyerang pula, ketua Binsan Pay ini bisa menemui
ajalnya. "Kau masih memikir untuk lolos?" Pak Beng bentak Sin
Cu. Ia lompat seraya mengulur tangannya yang panjang.
1429 Tengah isterinya Seng Lim itu terancam bahaya maut,
di antara mereka terdengar satu siulan yang lama dan
nyaring, di situ cuma ada Sin Cu dan Pak Beng berdua
tetapi Pak Beng mendengar suara ini: "Kau
membanggakan diri sebagai seorang guru besar yang
tidak ada tandingnya, kau justeru menghina seorang
anak perempuan, apakah kau tidak malu?"
Pak Beng terkejut hingga tercengang. Dengan begitu
dengan sendirinya serangannya kepada Sin Cu menjadi
tertunda Ia bukan kaget disebabkan suara itu. yang di
kirim menurut ilmu "Coanim jipbit," suara yang dari jauh
seperti terbawa angin sampai di telinganya orang yang
dimaksudkan. Ia kaget sebab ia kenali orang yang
mengasi dengar suara itu. Ialah musuh besarnya yang
satu-satunya: Thio Tan Hong!
Benar di saat itu muncullah Tan Hong itu, yang
nerobos di antara pepohonan. Paling nyata ialah
pakaiannya yang putih.
"Suhu!" Sin Cu berteriak ia telah melihat gurunya itu.
Ia girang hingga ia menangis.
Pak Beng mengawasi, ia heran atas datangnya orang,
yang seperti tak terlihat munculnya.
Tan Hong bertindak dengan sabar, ketika ia berkata
kepada muridnya, ia tertawa. Katanya: "Sin Cu,
bukankah ini yang pertama kali kau kena dihinakan
orang" Baiklah, gurumu akan mencoba membikin lampias
penasaranmu ini!"
Pak Beng tidak takut, sembari tertawa ia mendahului
bicara. Ia tidak mau menunggu sampai ditegor. Ia kata:
"Ketika dulu hari kita bertempur di kuil Hianbiauw Koan
1430 di Sesan, aku si orang she Kiauw telah mendapat
kefaedahan yang tak kecil, selama dua tahun, tak pernah
aku melupakannya! Dulu hari itu aku pernah berjanji
terhadapmu, yaitu asal mendapat kemajuan satu dim
saja, aku akan membikin kunjungan kepada kau untuk
memohon pengajaran pula dari kepandaian kau yang
istimewa, maka syukur sekali hari ini kau datang kemari
tanpa diundang! Inilah ada baiknya untuk aku, sebab aku
jadi dapat menghemat segalanya, tak usah aku pergi
membikin perjalanan jauh ke bukit Chongsan! Thio Tan
Hong, kau boleh utarakan apa saja yang kau kehendaki!
Aku si orang she Kiauw, aku bersedia menerima baik
cara apa juga! Hanya sebelum kita bergerak, ingin aku
memberi penjelasan lebih dulu. Kau mengatakan aku
menghina muridmu! Hm! Hm! Kau hendak melampiaskan
penasarannya muridmu, bagaimana dengan aku" Kau
tahu, anakku terbinasa secara kecewa! Apakah aku si
orang she Kiauw tak dapat membalaskan sakit hati
anakku?" *
Mendengar itu, Sin Cu tertawa mengejek.
"Siluman tua bangkotan she Kiauw!" katanya tanpa
menanti gurunya menyahuti, "apakah benar-benar kau
menyangka aku yang membinasakan anak mustikamu
itu?" Kiauw Pak Beng mementang kedua matanya lebarlebar.
"Jikalau bukannya kau, siapa?" tanyanya bengis.
"Orangmu sendiri!" sahut Sin Cu. "Dialah Yang Cong
Hay!" 1431 "Ngaco belo!" Pak Beng berseru. "Mana bisa Yang
Cong Hay membinasakan Siauw Siauw" Laginya dia
terang-terang telah terkena bunga emasmu! Apakah kau
tetap menyangkal?"
Sepasang alisnya Sin Cu terbangun. Dia mendongkol
bukan main. "Jikalau kau tidak percaya, terserah padamu!" ia
berseru. "Anakmu itu memang bagian mampus! Taruh
kata benar aku yang membinasakan, dia pantas
menerima bagiannya itu!"
Matanya Pak Beng menjadi merah seperti bara, tetapi
di depan Tan Hong, ia tidak berani segera menurunkan
tangan jahat terhadap nyonya muda itu.
Thio Tan Hong tidak gusar menghadapi peristiwa di
depannya itu, sebaliknya, ia tertawa, la kata dengan
tawar: "Kiauw Pak Beng, jangan gusar dulu! Coba kau
lihat di sana, siapa itu yang lagi mendatangi?"
Pak Beng lantas menoleh.
Dari dalam rimba terlihat munculnya empat orang.
Tiga yang di sebelah depan ialah Butong Kiamkek Ku Kiu
Gi. Thianloei Kiam In Bwee Kok dan Pangcu Liap Tong
Ceng dari partai Tinhay Pang dari Kanglam. Yang paling
belakang yaitu Sinie Kok Tiok Kun si tabib pandai. Dan
mata mereka itu, selagi mendatangi itu, merah sebagai
api, tandanya mereka gusar tak kepalang kepada si
orang she Kiauw.
Bukan main herannya Pak Beng, hatinya sampai
berdebaran. Ia tahu baik, dengan pukulan-pukulan dari
1432 Siulo Imsat Kang ia telah menghajar roboh tujuh
orang gagah terhitung Ku Kiu Gi bertiga ini, ia percaya
mereka semua sudah terbinasakan, siapa tahu mereka ini
bertiga masih hidup.
"Sayang aku berlaku hemat dengan tenagaku."
pikirnya, menyesal, "aku cuma menyerang dengan
tenaga tingkat ke lima dari Siulo Imsat Kang..." Tapi
segera ia berpikir lebih jauh: "Dengan tenaga dalam
mereka ini bertiga, taruh kata mereka dapat hidup,
mereka mestinya terus-terusan batuk-batuk dan
bernapas sesak, tidak nanti mereka menjadi begini segar
bugar seperti sediakala. Kok Tiok Kun dijulukkan Sinie,
tetapi tidak nanti dia dapat menyembuhkan begini cepat!
Ah, tidak bisa lain, mereka tentu ditolong Tan Hong,
yang sudah mengusir hawa beracun dari dalam tubuh
mereka. Kalau begini, meskipun aku telah mencapai Siulo
Imsat Kang tingkat ke sembilan, mungkin aku tidak bisa
merebut kemenangan..."
Thio Tan Hong mengawasi tajam pada jago Siulo
Imsat Kang itu.
"Muridku ini belum pernah omong dusta!" katanya
nyaring, "tetapi karena kematian anakmu itu sukar dicari
saksinya, tak usahlah aku banyak omong lagi untuk
membantahnya. Baiklah, kau boleh anggap saja anakmu
benar dibunuh muridku! Tapi kau dengar! Dengan
tangan dingin kau telah membinasakan empat belas
orang Kangouw yang kenamaan, di antara mereka itu,
setiap orangnya tak ada satu yang kurang berharganya
daripada anakmu, bahkan jauh melebihkannya! Oleh
karena yang satu hendak dibikin impas dengan jiwa
anakmu, sekarang kau masih berhutang tiga belas jiwa
lagi!" 1433 Pak Beng tidak dapat menyangkal atau membantah
lagi, akan tetapi dia sudah norek, maka sepasang
matanya mendelik.
"Memang aku yang membunuh mereka itu, habis kau
mau apa?" dia kata dingin. "Jangan kata baru tiga belas
jiwa mereka, sekalipun seratus tiga puluh jiwa, aku akan
mengakuinya, aku akan bertanggung jawab atasnya!
Jikalau kau dapat menagih jiwa, kau tagihlah! Thio Tan
Hong, apakah sekarang juga kita bertanding?"
Thio Tan Hong menunjuki sikapnya yang keren dan
agung. Ketika iamemberikan jawabannya, ia berlaku
sabar. "Dulu hari di waktu bertempur Di kuil Hianbiauw Koan
di Sesan, aku tidak mau menang sendiri daripada kau,"
sahutnya. "Sekarang begitu juga, tetap aku tidak mau
menang sendiri. Dulu hari itu kau habis menempur hebat
Hek Pek Moko, aku berikan kau pil Siauwhoan Tan untuk
kau dapat memulihkan tenagamu. Sekarang pun kau
baru saja melayani ketiga toasinceng, maka seperti dulu
hari itu. suka aku memberikan sebuah pil lagi, habis
makan itu, kau boleh beristirahat secukupnya. Dengan
begitu, setelah menempur aku, andaikata kau mati, kau
tidak akan menyesal dan penasaran!"
Habis berkata, Tan Hong mengeluarkan peles obat,
akan mengambil sebutir obat, sambil disentil dengan
kedua tangannya, ia meluncurkan itu kepada Pak Beng.
Kiauw Pak Beng sekarang bukannya Kiauw Pak Beng
dulu hari itu. Benar dia habis menempur ketiga pendeta
dari Siauwlim Si tetapi tenaganya yang dia pakai cuma
kira-kira tiga bagian, hingga .itu taklah berarti banyak
untuknya. Sebenarnya tak ingin ia menerima pil itu,
1434 tetapi ia mendengar kata-kata terakhir dari Tan Hong,
supaya ia mati "tak menyesal dan penasaran," hatinya
menjadi panas, la merasa kata-kata itu benar. Maka
tanpa merasa ia menyambuti obat Siauwhoan Tan itu.
Ia lantas mendengar pula perkataannya Thio Tan
Hong, yang melanjuti bicara dengan setiap kata-katanya
terdengar jelas sekali.
"Dulu hari itu kejahatan kau masih belum terlihat
tegas," kata orang she Thio itu, "maka suka aku memberi
ketika padamu untuk kau mengubah perbuatanmu yang
keliru, untuk kau memperbaiki diri. tetapi sekarang ?"
kali ini kita bertempur, aku tidak akan menaruh belas
kasihan lagi! Itu artinya, jikalau bukan kau yang mati,
tentulah aku!"
Mukanya jago tua itu menjadi pucat, tapi hanya
sebentar, segera dia tertawa bergelak-gelak.
"Aku si orang she Kiauw berani muncul pula di muka
umum," ia kata, keras, "dan aku berani menempurpula
padamu, sudah pasti aku telah mengambil keputusan
untuk kita bertempur hingga kau hidup atau aku
terbinasa! Maka kata-katamu itu tak usahlah kau
sebutkan! Kau telah melepas budi besar padaku dengan
kau memberikan obatmu yang mustajab, untuk itu tidak
berani aku menghaturkan terima kasihku. Sebentar aku
si orang she Kiauw pasti akan melawan kau dengan aku
akan mengeluarkan semua tenaga dan kepandaianku,
pasti aku tidak bakal membuat kau hilang harapan dan
kecewa! Haha, Thio Tan Hong, kau hebat sekali, pantas
orang menyebutmu sebagai tayhiap, seorang pendekar.
Sebentar tak perduli aku terbinasa di tanganmu atau kau
1435 terbinasa di tanganku, terangnya aku telah
mengagumimu!"
Benar-benar Kiauw Pak Beng kagum terhadap
lawannya itu. Habis berkata itu, dihadapan orang banyak
itu, yang mengawasi tajam padanya, ia lantas telan obat
Siauwhoan Tan dari Tan Hong.
Tatkala itu semua orang sudah berkumpul, tak
terkecuali ketiga toasinceng, pendeta-pendeta dari
Siauwlim Si, yang sudah pulih kesehatannya. Mereka
menemui Tan Hong sambil mendahului berkata: "Kami
malu sekali..."
Tan Hong sebaliknya lantas bilang: "Aku telah datang
terlambat satu tindak, hampir aku membikin gagal
urusan besar, aku pun telah membikin capai kepada
sinceng bertiga, aku menyesal sekali. Sinceng bicara
tentang malu, aku terlebih-lebih malu lagi. Baiklah
sinceng ketahui, hantu ini sudah berhasil meyakinkan


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siulo Imsat Kang tingkat ke sembilan, sinceng dapat
melayani mereka dengan tidak kurang suatu apa, itu
tandanya tenaga dalam sinceng sangat mengagumi,
kamu membuatnya aku tunduk!"
Tan Hong tidak bicara merendah. Sehabisnya
menolongi Ku Kiu Gi, In Bwee Kok dan Liap Ceng Tong
bertiga, benar-benar ia telah mengurbankan tenaga
dalamnya tidak sedikit, karena itu insaflah ia hebatnya
Siulo Imsat Kang tingkat sembilan dari Kiauw Pak Beng
itu. Thio Tan Hong berlaku jujur dan sebagai laki-laki
sejati ketika ia membagi obat mujarab kepada Kiauw Pak
Beng. Pula perbuatan itu ada baiknya untuknya. Ia
membutuhkan waktu sebanyak bisa untuk ia diam-diam
1436 menyalurkan tenaga dalamnya, guna dikumpul pula,
guna membikin ia segar seperti sediakala.
Ketika itu orang-orang gagah yang hendak menghadiri
rapat telah tiba. Tadinya mereka berjalan bersama Thio
Tan Hong, tetapi sebab Tan Hong dan Han Tiat Ciauw
mendengar suara pertempuran, dua orang ini lantas
mendahului, untuk melihat, dengan begitu mereka jadi
ketinggalan. Kiauw Pak Beng girang sehabisnya ia makan pil
Siauwhoan Tan pemberian Tan Hong. Ia merasa sangat
nyaman. Jalan darahnya tersalur baik sekali,
pernapasannya menjadi lega. Maka ia menduga, untuk
menjadi segar seperti sediakala cukup asal ia dapat
beristirahat setengah jam. Karena ini ia lantas berpikir
sambil matanya menyapu ke seluruh arah.
"Thio Tayhiap telah mengundang begini banyak orang
pandai, sungguh kedatangan mereka menambah bukan
sedikit kegembiraan untuk pertemuan ini," katanya
kemudian. "Aku si orang tua juga mempunyai beberapa
sahabat Rimba Persilatan, dengan pertempuran kita
ditunda untuk sementara waktu, aku pikir
mengecewakan buat membiarkan mereka duduk
menantikan saja, pasti mereka menjadi iseng sekali. Oleh
karena itu, menurut aku, bukankah tidak ada
halangannya untuk mereka itu memilih sendiri
tandingannya guna bertempur terlebih dulu" Bagaimana
pikiran tayhiap?"
"Benar," Tan Hong menjawab. "Jikalau sahabatsahabat
Kiauw Losianseng sudi main-main secara
sahabat, guna melatih diri, tidak ada halangannya apa
juga." 1437 Baharu berhenti suaranya Tan Hong itu maka dari
sampingnya Pak Beng muncul seorang dengan tubuh
kate dampak, terus saja dia berkata nyaring: "Sudah
lama aku mengagumi julukan Nona Ie sebagai Sanhoa
Lihiap, sekarang aku si orang she Cui yang bodoh, suka
aku minta Nona Ie mengadu senjata rahasia!"
Dialah Cui Poo San, orang yang tadi di lereng gunung
menggunakan pahat terbang melakukan pembokongan.
Diam-diam Kiauw Pak Beng girang sekali. Orang she
Cui itu saudara angkat dari Le Kong Thian. Dia sudah
lama mengandung keinginan buat mengangkat ia
menjadi guru. Dia tahu ia membenci Ie Sin Cu sebab
Nona Ie dituduh sudah membunuh Kiauw Siauw Siauw.
maka dia memikir menggunakan ketika baik ini
membinasakan Nyonya Yap Seng Lim itu. Dia sudah pikir
baik-baik, setelah dia membinasakan Sin Cu, dia akan
mengajukan permintaannya itu. Dia akan minta
tunjangannya Kong Thian. Dia menduga pasti ia tidak
bakal menampik. Ia dapat membade hati orang, dari itu
ia mengawasi dengan sinar matanya yang menganjuri
aksi orang itu.
Thio Tan Hong tidak berkeberatan muridnya
ditantang, akan tetapi ia kuatir muridnya tidak kenal
siapa penantang itu, maka ia berkata: "Sin Cu, kau tahu.
di jaman ini. di kolong langit, ada dua ahli senjata
rahasia yang paling kenamaan! Yang satu yaitu Keluarga
Tong di kecamatan Bankoan di propinsi Sucoan. yang
lainnya Keluarga Cio di Pooteng. Hoopak. Dan ini Cui
Busu adalah muridnya Chungcu Cio Sam Tay dari dusun
Cio Keechung dari Pooteng itu. Sekarang baik-baiklah
kau mohon pengajaran dari Cui Busu!"
1438 Sin Cu tertawa. "Dengan kepandaiannya Cui Busu, aku
pernah belajar kenal satu atau dua kali!" katanya,
"karena itu tak usahlah suhu memesan, muridmu tahu
bagaimana harus menemani dia main-main."
Cui Poo San mendengar pembicaraan di antara itu
guru dan muridnya, ia menjadi tidak senang. Ia
mendapat kesan orang sangat tidak memandang mata
terhadapnya. "Sebentar kau tahu rasa!" katanya dalam hati.
Kedua pihak sudah lantas berdiri berhadapan sejarak
tiga tombak satu dengan lain.
"Silahkan, Ie Lihiap!" kata Poo San hormat.
"Tuan rumah tak mendahului tetamu, silahkan kau
yang mulai, Cui Busu." sahut Sin Cu.
Cui Poo San tidak berlaku sungkan, baru si nona
menyahutnya "Silahkan," ia sudah lantas menyerang.
Sebatang pusutnya sudah lantas terbang menyamber. Ia
telah tidak menghiraukan bahwa perbuatannya ini dapat
merendahkan dirinya sebagai seorang kenamaan.
Biar bagaimana, itulah satu cara membokong. Sedang
serangannya itu pun telah dipikir matang dan dengan
inceran. Sin Cu tidak menjadi kaget karena dibokong dengan
cara itu. Ia bahkan tertawa. Sebuah kimhoa, bunga
emasnya, sudah lantas terbang, menyambuti senjata
rahasia musuh. Hingga kedua senjata bentrok di tengah
jalan, keduanya lantas jatuh ke tanah, hanya bunga
emas masih melesat ke samping, hinggajatuhnya jadi
belakangan. 1439 Kimhoa merupakan senjata terlebih kecil dan terlebih
enteng, tenaganya Cui Poo San juga terlebih besar
daripada tenaganya si nyonya muda, akan tetapi kedua
senjata bentrok dengan kesudahan si kecil yang menang,
kejadian itu dapat dilihat oleh orang-orang gagah kedua
pihak, mereka lantas mendapat tahu Sin Cu
menggunakan tipu silat "meminjam tenaga untuk
memukul tenaga." Maka itu lantas orang bersorak
memuji. Air mukanya Poo San tak berubah, ia pun turut
memuji: "Bagus!" Di dalam hati, ia sebenarnya terkejut
dan mendongkol. Sudah kepalang tanggung, ia
menyerang pula tanpa mau memberi ketika pada
lawannya. Ia menyerang beruntun dengan tiga potong
senjata rahasianya, masing-masing mengarah jalan
darah yangpek di alis. lenghu di dada, dan kiauwim di
iga. Serangan pun terlebih hebat daripada yang pertama
Sin Cu melihat serangan itu, ia menimpuk dengan
enam biji bunga emasnya. Setiap dua buah Kimhoa
dipakai menyambut sebatang senjata lawannya Kali ini ia
mengambil sikap tak meruntuhkan senjata lawannya itu,
ia cuma menyambutnya membikin ketiga senjata itu
nyasar dari sasarannya. Ia tahu, lawan tentu
menggunakan tenaga luar biasa besar.
"Benarlah nama kesohor dari Sanhoa Lihiap!" Cui Poo
San berseru memuji. "Nah, sambutlah lagi sekali!"
Kata-kata itu dibarengi dengan ulapan tangan, setiap
tangan menerbangkan tiga batang, akan tetapi di waktu
menyerang, masing-masing ke atas, ke tengah dan ke
bawah, dari itu, Sin Cu diserang dengan masing-masing
1440 sepasang pusut. Pula setiap sepasang pusut terpecah ke
kiri dan kanan, hingga ia menjadi terkurung.
Membela diri dari serangan sangat berbahaya itu, Sin
Cu menangkis sambi! tubuhnya berlompat tinggi, dalam
gerakan "Cecapung terbang menowel air" atau "Kupukupu
menembusi bunga." Ia dapat membebaskan diri,
sedang senjata musuh menghantam tanah, hingga
debunya mengepul, hingga pakaiannya kena terkotorkan.
Para penonton kaget dan kagum. Cui Poo San tertawa
menyeringai, sebelum Sin Cu menaruh kakinya di tanah,
dia sudah menyerang pula sambil menyerukan: "Bagus!
Sambutlah pula!" Kali ini tangannya terulapkan dengan
meluncurkan sebuah barang bundar sebesar kepalan,
menyambernya pun menerbitkan suara "swing!"
Sasarannya adalah kepala lawannya Akan tetapi,
sebelum mengenai sasarannya, tepat di atasan
kepalanya Nyonya Yap. senjata itu lantas meledak
sendirinya hingga meletiklah banyak lelatu seperti
kembang api! Jadinya senjata rahasia itu senjata yang dicampuri
barang meledak seperti peluru.
Sin Cu terkejut, dengan sebat ia lompat melesat ke
kanannya. Untuk ini ia memiliki kepandaian ringan tubuh
yang sempurna. Cui Poo San sudah menduga orang bakal menyingkir
ke arah mana, tepat si nona lompat ke samping itu, ia
menimpuk pula. Sekarang ia menggunakan Bweehoa
ciam, jarum "Bunga Bwee," yang halus seperti bulu
kerbau. Hingga sulitlah senjata halus itu ditangkisnya
1441 Menampak demikian, Sin Cu lantas menyerang dengan
kedua tangannya. Ia menggunakan tenaga dalamnya,
yang pun sudah mahir. Ia bukannya menangkis, hanya
membarengi menyerang, untuk mempunahkannya. Maka
itu. belum lagi jarum-jarum itu mengenai tubuhnya,
semuanya telah kena tersampok balik, semua jatuh ke
tanah. Di saat si nyonya menyerang jarumnya itu. hingga
orang pun tak nanti sempat menggunakan bunga
emasnya, kembali Cui Poo San sudah mendahului
menyerang terlebih jauh. Dia telah menggunakan duadua
tangannya, yang diulapkan berbareng. Bahkan kali
ini ia menggunakan senjata rahasia paling istimewa dari
Keluarga Cio. yaitu dua belas batang Tokliong Cui, pusut
Naga Beracun, sebab semuanya senjata rahasia itu telah
dicelup dalam bisa!
Itulah bukan lagi pertandingan senjata rahasia untuk
mengadu kepandaian, itulah sama dengan percobaan
merampas jiwa, untuk membunuh. Melihat demikian
maka beberapa penonton yang keras tabiatnya lantas
mengasi dengar cacian mereka
Dalam pada itu, diserang secara demikian telengas, Ie
Sin Cu tidak berdiam saja. Ia berlompat untuk melindungi
dirinya, tubuhnya terapung. Orang terkejut melihat dia
seperti menghampirkan tiga buah pusut yang membawa
bahaya maut itu. Hanya ia bukan memasang dirinya
sebagai sasaran, ia justeru berjumpalitan, hingga senjata
rahasia lewat di tempat yang kosong. Itulah suatu tipu
dari "Coanhoajiauwsi," ilmu "Menembusi Bunga Memutari
Pohon." Ia juga bukan cuma main lompat jumpalitan,
sembari berjumpalit itu, tangannya menghunus
pedangnya, maka dengan pedang itu ia sekalian
1442 menyampok pusut lainnya. Ia menyampok dengan
pukulan "Tianghong Kengthian," atau "Bianglala
Melintang! Langit," sinar pedangnya berwarna hijau.
Maka terdengarlah berulangkali suara nyaring, tandanya
pelbagai pusut kena dirabuh runtuh pedang itu. sedang
enam yang lainnya lewat tanpa hasil.
Lantas si nyonya berseru: "Jikalau ada kunjungan tak
dibalas, itu namanya kurang hormat! Kau juga sambutlah
bunga emasku!" Belum lagi ia turun ke bawah, sebelah
tangannya sudah terayun. Itulah timpukan "Thianli
Sanhoa," atau "Bidadari menyebar bunga." Tidak
kepalang tanggung, ia menyebar sama sekali dua puluh
empat buah kimhoa!
Pusutnya Cui Poo San, semuanya berjumlah dua puluh
empat potong. Pertama kali ia menyerang, ia
menggunakan satu biji, kedua kalinya tiga biji, ketiga
kalinya enam biji, lalu ke empat kalinya dua belas biji,
jumlah sudah dua puluh dua, maka itu ia masih
menyimpan sisanya dua potong. Tentu sekali dengan sisa
dua potong itu ia tidak dapat menangkis dua puluh
empat kimhoa si nyonya, maka terpaksa ia menggunakan
lain macam senjata rahasia ialah tiat poutee atau biji
boddhi dari besi. Kali ini ia cuma mengharap dapat
meruntuhkan semua senjata rahasia lawannya, sebab tak
ada kesempatannya guna menyerang pula.
Kelihatannya kimhoa Sin Cu kacau tetapi sebenarnya
serangan itu ada sasarannya. Maka juga, ketika kimhoa
kena dihajar tiat poutee, selagi biji boddhi besi itu terus
jatuh, kimhoa mental nyamping menyamber terus!
Cui Poo San kaget bukan main. Untuk menolong diri,
lupalah ia bahwa ialah seorang yang berkenamaan. Tadi
1443 pun ia melupakan nama baiknya ketika pertama kali ia
menyerang separuh membokong. Ia tidak mau
menangkis lagi dengan senjata rahasianya, hanya ia
menjatuhkan diri untuk terus bergulingan di tanah. Tak
malu ia dengan keadaannya yang menyedihkan itu.
Walaupun demikian, meski juga ia sangat gesit, ia masih
tidak dapat membebaskan diri seluruhnya. Ia
mengeluarkan jeritan yang menyayatkan hati ketika tujuh
buah kimhoa nancap di tubuhnya, hingga tubuhnya tak
dapat bergulingan terlebih jauh, sebaliknya ia mesti
berkoseran! Kimhoa-nya Sin Cu mengenai otot-otot di tangan dan
kaki, putuslah semua otot yang menjadi kurban itu,
benar Poo San tidak sampai terbang nyawanya, tetapi
lukanya itu tak dapat ditolong lagi, yaitu otot-ototnya


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak bisa disambung pula maka selanjutnya habislah
ilmu kepandaiannya
Thio Tan Hong mengurut-urut kumisnya. Ia
bersenyum. Ia kata dalam hatinya: "Sin Cu bertindak
rada telengas, tetapi tak apalah, karena jahanam she Cui
ini telah memulainya, sedang juga, sebagai muridnya
guru silat kenamaan -- dan dia sendiri berkenamaan juga
?" dia sudah membantu orang jahat, jadi dia pantas
menerima ganjarannya ini!"
Tan Hong girang karena ia mendapat kenyataan
kepandaian muridnya ini telah melebihkan isterinya ?"
In Loei ?" dulu hari itu.
Le Kong Thian sudah lantas lari ke tengah gelanggang,
guna mengangkat pergi saudara angkatnya itu, guna
ditolongi. 1444 Kiauw Pak Beng kaget dan gusar. Hebat
kesudahannya pertandingan itu. Ia. tengah memulihkan
kesegarannya, hampir ia tersesat saking kaget dan
murkanya itu. Syukur ia lekas dapat menenteramkan diri.
Ia pun pikir: "Sekarang ini yang paling penting ialah
merobohkan Thio Tan Hong! Buat apa aku perdulikan Cui
Poo San hidup atau mati?" Maka ia berdiam terus.
Justeru itu, Tek Seng Siangjin mengajukan diri.
"Pada sepuluh tahun dulu." katanya nyaring, "aku
pernah menerima pengajarannya kedua tayhiap Thio dan
In, dan selama sepuluh tahun itu, tak pernah aku
melupakan budi besar itu, maka sekarang, ingin aku
membalas budi. Oleh karena Thio Tayhiap sudah berjanji
dengan Kiauw Losianseng, baiklah, sekarang aku ingin
minta menambah pelajaran dari In Tayhiap, sedikitnya
untuk beberapa jurus!"
Ketika sepuluh tahun dulu Tan Hong dan In Tiong
mengacau di dalam istana, In Tiong telah membinasakan
Tokliong Cuncia, sahabatnya Tek Seng Siangjin. dan Tek
Seng sendiri bertempur seri dengannya, maka juga
sekarang orang suci ini berani mengajukan tantangan.
Selama sepuluh tahun ia telah berlatih keras, ia percaya
ia sudah memperoleh kemajuan. Jadi sekarang tepat
waktunya untuk ia mencari balas sekalian membalaskan
juga sakit hati sahabatnya itu.
In Tiong tertawa mendengar tantangan orang.
"Aku pun mengandung serupa maksud!" katanya.
"Dulu hari itu belum terdapat kepastian siapa kalah,
maka hari ini mesti ada hasil kesudahannya! Siangjin,
silahkan kau maju!"
1445 "Terima kasih!" mengucap Tek Seng sambil segera ia
menyerang dengan "Tek Seng Ciu," pukulan "Memetik
Bintang." Ia bergerak sangat cepat dan jitu incarannya.
Selagi menyerang itu, ia membuka lima jari tangannya,
guna dipakai menjambak. Jikalau ia berhasil, ia akan
melukai musuh hingga ludaslah tenaga melawan dari
musuhnya itu. "Bagus!" In Tiong berseru kapan ia melihat cara
menyerangnya si orang suci. Ia bukannya berkelit atau
menangkis, ia justeru meluncurkan tangannya untuk
menghajar. Ialah menyambuti serangan dengan
terjangan! Tek Seng terperanjat. Ia melihat orang bergerak
lambat, akan tetapi kesudahannya, ia merasai penolakan
keras. Dengan lekas ia menarik pulang tangannya,
dengan sebat ia berkelit. Tapi ia gagal. Tangannya In
Tiong mampir pada pundaknya, hingga ia merasakan
sakit sampai di ulu hatinya!
Selama sepuluh tahun itu, In Tiong ada bersama Thio
Tan Hong, maka itu latihannya maju secara luar biasa.
Itu artinya, ia punya ilmu Taylek Kimkong Ciu telah
memperoleh tambahan tenaga dalam yang lurus dari Tan
Hong, hingga sekarang ini ia tak usah kalah dari ketiga
toasinceng, ketiga pendeta dari Siauwlim Si itu.
Tek Seng menyangka, setelah digempur Kiauw Pak
Beng. tenaganya In Tiong pasti berkurang, atau orang
terluka hawa dingin Siulo Imsat Kang, siapa tahu,
dugaannya itu meleset.
Memang benar, tenaga In Tiong berkurang dua bagian
tetapi sisanya masih cukup untuk menandingi si orang
suci. 1446 In Tiong tidak berhenti dengan serangan yang
pertama itu, lalu ia mengulangi buat kedua kalinya,
bahkan kali ini dengan tenaga yang diperlipat besarnya.
Para hadirin telah melihat tegas, dalam halnya tenaga
dalam, In Tiong lebih unggul daripada Tek Seng Siangjin,
maka itu menyaksikan serangan ulangan itu, mereka
menduga si orang suci tak bakal lolos dari tangannya
orang she In itu. Melainkan Tan Hong, menampak cara
menyerangnya ipar itu, ia menggoyang-goyang kepala.
Segera juga orang mendengar satu suara nyaring.
Lantas terlihat tubuh Tek Seng terpental hingga
setombak lebih. Sebaliknya In Tiong, dia terhuyung dua
tindak. Hebat In Tiong. Ia berseru, tubuhnya teras berlompat.
Ia hendak mengulangi lebih jauh serangannya. Ia seperti
tak sudi mengasi hati kepada lawannya.
Dari antara para penonton, tujuh sampai delapan
bagian tak ada yang melihat jelas apa yang terjadi.
Mereka itu menyangka Tek Seng telah terhaj ar hehat.
Tapi yang dua bagian, orang-orang yang terpandai,
melihat tegas justeru In Tiong yang terkena tangannya si
orang pertapaan. Maka juga mereka ini menjadi heran
dan di pihak In Tiong, orang terkejut.
Thio Tan Hong pun melihatnya, tetapi dia aneh, kalau
tadi dia menggeleng kepala menampak In Tiong
mendesak, sekarang dia bersenyum. Sama-sama toh ln
Tiong yang menerjang pula.
Thio Giok Houw mendampingi gurunya itu. ia heran
akan sikapnya sang guru. Tapi ia mengerti baik sekal i,
tak nanti tak ada sebabnya kenapa guru itu bergirang. Ia
1447 tidak berani mengajukan pertanyaan kepada gurunya,
hanya di dalam hati, ia pun girang. Ia percaya In Tiong
bakal mendapat kemenangan.
Sebenarnya, dalam sepuluh tahun ini, Tek Seng
Siangjin telah memperoleh kemajuan berarti. Dia
mengambil pokok cepat, telengas dan banyak
perubahan. Maka mengenai keringanan tubuh, atau
kegesitan, dia menang daripada In Tiong. Demikian
hasilnya barusan disebabkan di saat sangat genting itu ia
menunjuki kesehatannya. Dia yang diterjang tetapi dia
yang beruntung dapat menghajar penyerangnya. Itulah
terjadi saking gesitnya iarrfenggeraki tubuhnya guna
mementahkan diri.
Hanya karena In Tiong menang tenaga dalam,
kedudukannya jauh terlebih kokoh kuat. In Tiong kena
terhajar sebelah tangan musuh, dia tergempur, tubuhnya
terhuyung. Tidak demikian dengan Tek Seng, meski dia
yang berhasil, diajugayang terpental jauh. bahkan
telapakan tangannya terasakan sangat sakit. Karena itu,
ln Tiong penasaran, tak mau ia mensia-siakan tempo,
lantas ia menerjang pula
Setelah dua gebrakan itu. Tek Seng Siangjin mengerti
baik sekali bahwa dia kalah tenaga dalam. Itu berarti tak
cocoklah dugaannya bahwa dengan pukulan Siauw
Liokchee, atau Enam Bintang Kecil, dapat ia
menggempur pembelaan diri In Tiong. Oleh karena ini, ia
menjadi jeri sendirinya. Tapi ia pun insaf bahwa ia sudah
menunggang harimau, tak dapat ia turun dengan begitu
saja. Terpaksa ia mesti menggunakan segala
kebisaannya guna melayani terus pada musuh yaug ia
tantang itu. 1448 In Tiong terhajar lawan, ia menerjang pula.
Berhubung dengan terhajar itu, ia menggunakan
pikirannya. Ia kata dalam hati kecilnya: "Ketika suhu
mengajari aku Kimkong Ciang, ia pernah membilangi
bahwa ilmu silat itu keras sekali, di waktu dipakai
bertempur, dapat terjadi karena sangat ingin menyerang
musuh, pembelaan diri jadi teralpakan. Itulah satu cacat.
Tan Hong juga sering menunjuki aku kelemahan ini. Aku
selalu ingat pengajaran suhu dan Tan Hong tetapi aneh
di waktu bertanding, kenapa aku melupakannya?"
Oleh karena keinsyafan ini, In Tiong lantas menukar
siasat. Ia maju tapi tak lupa ia pada pembelaan diri.
Demikianlah, hebat serangannya tapi rapat tubuhnya
terlindung. Tek Seng Siangjin membebaskan diri dari terjangan
barusan, habis itu, ia melakukan penyerangan membalas.
Sekarang ia menghadapi kesukaran. Tidak ada lagi
lowongan seperti tadi hingga walaupun ia diserang, ialah
yang berhasil meninju musuh. Sekarang ia seperti
digabruki pintu, sia-sia belaka ia mencoba mendesak.
Di dalam waktu yang singkat, lima puluh jurus sudah
lewat. Segera setelah banyak jurus, hati Tek Seng
menjadi semakin kecil. Tenaganya seperti menentang
hatinya. Tak dapat ia bergerak sebal seperti
kehendaknya. Peluhnya lantas mengucur keluar umpama
kata turunnya hujan deras...
"Jikalau begini terus-terusan, aku dapat mati letih..."
pikirnya, bingung. Maka ia menggigit giginya atas dan
bawah, ia menjadi nekad. Dengan berani ia mendesak.
In Tiong melihat desakan lawan, ia menyambut.
Dengan tangan kiri ia membabat ke pinggang, dengan
1449 tangan kanan dari atas ia membacok ke bawah. Itulah
pukulan Taylek Kimkong Ciang yang lihai.
Tek Seng Siangjin melawan juga. Ia menyambut
dengan totokan jari tangan kanan, sedang dengan
tangan kiri ia pun membabat, menghajar sikut lawannya
itu. Oleh karena kedua pihak sama-sama menggunakan
tenaganya, tangan mereka beradu keras. Akibatnya itu
ialah Tek Seng Siangjin roboh terguling ke tanah, sedang
In Tiong berdiri diam dengan muka pucat dan peluhnya
menetes dalam titik-titik sebesar kacang kedele.
Orang keduapihak kaget, beberapa di antaranya
lompat ke dalam gelanggang, untuk menolongi jago
masing-masing. Tek Seng Siangjin menyerang dengan dua tipu
silatnya. "Coanin Ci" atau jari tangan "Menembusi Mega,"
dan "Tek Seng Ciu," atau tangan "Memetik Bintang."
Itulah dua rupa tipu silatnya yang ia harapkan akan
membawa kemenangan untuknya. Kalau ia berhasil, In
Tiong dapat dibikin putus otot-ototnya dan dibetot tulang
selangkanya. Jikalau hal terjadi sebelum In Tiong insaf dan tak
menjaga diri, mungkin si orang pertapaan berhasil.
Sayang waktunya tak tepat lagi. lawannya sudah
menukar siasat.
In Tiong melihat musuh merangsak, ia menduga
musuh mesti mengandalkan sesuatu. Ia tidak mau
membarengi menyerang, ia juga tidak mau lantas
menangkis. Ia hanya menunggu waktu. Begitu totokan
tiba, ia menyambut dengan cengkeraman. Tenaga jeriji
1450 tangannya memang kuat bagaikan baja. Tek Seng
merasakan jepitan sepuluh jari tangan, habislah
tenaganya saking sakitnya, seketika juga dia roboh
pingsan. Tapi In Tiong pun tak bebas seluruhnya.
Nadinya kena tersentil juga, benar ototnya tidak putus
tetapi ia terluka dan sakitnya bukan kepalang. Maka
lekas-lekas ia menelan sebutir pil Siauwhoan Tan, hingga
dengan perlahan-lahan ia mendapat pulang
kesegarannya. Kiauw Pak Beng terkejut dan mendongkol melihat
orangnya kembali kena dikalahkan. Ia tidak berani
mengumbar kemarahannya, dari itu. ia mengerutkan
alisnya. Ia lantas memikir untuk minta Koan Sin Liong
yang turun tangan. Belum sempat ia membuka mulut,
atau ia melihat pada pihak lawan ada seorang yang
bertindak maju. Ia batalkan niatnya. Ia pun lantas
mendengar suara orang pihak sana itu: "Han Tiat Ciauw
dari Binsan Pay ingin minta pengajaran dari Tiatleng
Samsinkun!"
Tiatleng Samsinkun itu ialah tiga Sinkun, atau
Malaikat, dari gunung Tiatleng. Mereka bukan lain
daripada tiga saudara kandung yang telah menjagoi di
Kwangwa di tapal batas, dengan pusat kedudukannya di
gunung Tiatleng, Gunung Besi, di tepi sungai Bouwtan
Kang. Untuk Kwangwa, belum pernah ada tandingan
untuk mereka karenanya mereka menjadi kepala besar,
mereka menjuluki diri sendiri. Malaikat, singkatnya Tiga
Malaikat. Malaikat yang tertua memakai gelaran Tinthian
Sinkun, Malaikat Penunggu Langit. Yang kedua yaitu
Hunthian Sinkun, Malaikat Pengacau Langit. Dan yang
1451 ketiga si bungsu, ialah Kengthian Sinkun, Malaikat
Mengagetkan Langit.
Kira belasan tahun yang lalu. Tinwan Piauwkiok dari
Pakkhia, kota raja. telah mengantar dan melindungi
piauw untuk Kwangwa. Itulah pengangkutan yang
pertama kali. Di luar dugaan, piauw itu, yang berharga
sejuta tahil perak, dirampas ketiga Malaikat.
Kesudahannya itu, Tinwan Piauwkiok rudin dan mesti
ditutup, sedang pemiliknya, atau piauwsu kepala, In Bok
Ya namanya, terluka parah, sepulangnya ia ke kota raja,
karena luka atau sakitnya itu, tak lama ia meninggal
dunia. In Bok Ya itu sahabatnya Han Tiat Ciauw, benar ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak meninggal pesan untuk Tiat Ciauw menuntut balas
untuknya, tetapi sebagai sahabat, orang she Han ini
telah memikir untuk membikin pembalasan. Sekian
banyak tahun dilewatkan Tiat Ciauw, ia belum juga dapat
kesempatan mewujudkan niatnya itu. Sebab yang
terutama dari kelambatan ini, kesatu karena letaknya
Kwangwa yang jauh, dan kedua, tak lama Tiat C iauw
diangkat menjadi ketua Binsan Pay, partainya itu, hingga
tak ada waktunya yang luang untuk pergi ke Bouwtan
Kang. Kali ini Tiat Ciauw dapat datang juga karena ia
mendapat kabar dari pihak Kaypang, partai Pengemis,
bahwa di antara orang-orang undangannya Kiauw Pak
Beng ada Tiatleng Samsinkun. Warta itu disampaikan Pit
Keng Thian, yang mengutus pesuruh istimewa. Kebetulan
sekali Thio Tan Hong datang mengundang, tidak ayal
lagi, Tiat Ciauw menerima baik undangan itu.
Tiatleng Samsinkun tidak kenal Han Tiat Ciauw,
karena itu, mereka pun tidak ingat urusannya In Bok Ya.
1452 Mereka minta keterangan pada Le Kong Thian, si
manusia raksasa.
"Dialah ketua dari Binsan Pay," Kong Thian
menerangkan, "dia yang orang gelarkan Sinkun Butek
Han Tiat Ciauw. Harap saja sinkun bertiga berhati-hati."
"Hm!" Tin Thian Sinkun mengejek, la kata dalam
hatinya: "Apa itu Sinkun Butek" Bukankah tadi dia tak
sanggup menyambut satu hajaran saja dari Kiauw Pak
Beng" Dasar ahli-ahli silat dari Tionggoan doyan ngepul!"
"Sinkun Butek" berarti "Malaikat Tanpa Lawan."
Julukan Sinkun itu menjadi bentrok dengan julukan
ketiga Malaikat itu.
"Kalau begitu orang she Han ini ialah seorang yang
berkenamaan kosong!" berkata Hunthian Sinkun,
memandang enteng. "Hahaha! Kiranya dia pun kenal
nama kita Tiatleng Samsinkun!"
Saudara yang tua turut tertawa, juga yang bungsu.
Jadi tiga-tiganya mereka memandang tak mala kepada
ketua Binsan Pay itu.
Tinthian Sinkun lantas dongak melenggak, bertiga
bersama saudaranya ia maju ke tengah gelanggang,
lantas dengan jumawa ia tanya: "Orang she Han, apakah
kau sendiri saja?"
"Benar!" sahut Tiat Ciauw. "Di sini ini, kecuali aku satu
orang, siapa lagi yang kenal kamu?"
Jawaban itu pun berupa penghinaan halus.
Hunthian Sinkun tertawa lebar.
"Jadinya kau datang kemari karena kau mengagumi
nama kami?" ia kata, mengejek. "Nah, kami bertiga
1453 saudara berada di sini, sekarang kau bilang, siapa satu di
antara kami yang kau hendak minta tolong memberi
pengajaran padamu" Baiklah kau ijinkan aku memikir
dan memilihnya untukmu! Toako kami bukanlah lawan
kau, dari itu baiklah kau main-main dengan aku saja!"
Hunthian Sinkun rada tolol, dia menyangka orang
kagum terhadap mereka bertiga.
Han Tiat Ciauw bersenyum ewah. Ia kata dingin: "Aku
tidak mempunyai kesabaran untuk melayani kamu satu
demi satu, sudah tentu aku mengundang kamu bertiga
maju berbareng!"
Ketiga Sinkun terperanjat, lantas yang tua menjadi
gusar. "Orang she Han, kau sangat jumawa!" bentaknya.
Justeru itu terdengar suara nyaring dari Kiauw Pak
Beng: "Han Toaciangbun seorang diri mau melayani
ketiga Sinkun, inilah pertandingan yang paling tepat,
maka kita semua pastilah bakal dibuka mata kita!"
Kengthian Sinkun, Malaikat yang termuda, adalah
orang yang paling berhati-hati di antara tiga saudara itu.
mendengar suaranya Kiauw Pak Beng, ia mengerti itulah
pemberian ingat untuk mereka agar mereka berhati-hati.
Maka ia mau menduga.
mungkin benar Tiat Ciauw lihai. Karena ini ia lantas
kata pada saudaranya: "Toako, karena Han Toaya ini
menantang kita bertiga, baiklah kita menerimanya,
jangan kita berlaku kurang hormat. Mari kita iringi segala
kehendaknya!"
1454 Tinthian Sinkun juga disadarkan kata-kata Kiauw Pak
Beng, tetapi dia mementang kedua matanya dan kata
dengan nyaring: "Baiklah, orang she Han! Kaulah yang
cari mampusmu sendiri, jangan nanti kau sesalkan lain
orang! -- Kau humuslah senjatamu!"
Han Tiat Ciauw memperlihatkan kedua tangannya
yang kosong. Ia tertawa lebar.
"Selama beberapa puluh tahun, belum pernah ada
orang yang menyuruh aku si orang she Han
menggunakan senjata!" katanya. "Kecuali sepasang
kepalanku aku tidak mengerti menggunakan senjata apa
juga!" Tinthian Sinkun menjadi sangat gusar.
"Oh, tua bangka sangat terkebur!" dia berteriak.
"Baiklah, aku mau lihat kau benar Sinkun Butek atau
bukan!" Dengan serentak, tiga saudara itu menghunus
senjatanya masing-masing. Si tua ialah sebatang pedang
besi yang berat, yang kedua golok yang tajam di dua
mukanya, dan yang ketiga sepasang ruyung kuningan.
Di antara tiga saudara itu, Tinthian Sinkun yang
bertenaga paling besar, pedangnya itu berat empat puluh
tiga kati, maka itu begitu dihunus, terdengar suara
menjeredetnya yang nyaring dan terlihat sinarnya
berkilauan. "Pantas mereka terjulukkan Sinkun," pikir Tiat Ciauw.
"iidak aneh In Bok Ya roboh ditangan mereka." Karena
ini, ia mau berlaku waspada. Ketika ia diserang Tinthian
Sinkun, lantas ia berkelit, sembari berkelit, kedua
1455 tangannya terbuka, yang satu untuk mengimbangi diri.
yang lain menyampok!
Hanya segebrak itu, Tinthian Sinkun terkejut.
Pedangnya telah tersampok mental. Inilah ia tidak
sangka. Samberan angin tangannya lawan pun keras.
Hunthian Sinkun lantas bekerja. Dia membacok
dengan goloknya yang bermuka dua itu, dan bacokannya
ialah tipu silat "Menggempur gunung Hoasan."
Han Tiat Ciauw berlompat ke samping kiri lawannya
itu begitu golok orang mengancam kepalanya, terus
dengan tangan kiri ia menyangga batang golok, sedang
dengan tangan kanan ia meninju. Begitu cepat ia turun
tangan, maka menjeritlah lawannya itu, yang dua tulang
iganya kena dibikin patah!
Kengthian Sinkun memutar sepasang ruyungnya untuk
merangsak, guna mencegah saudaranya kena didesak.
Karena ia maju dari kiri, Tinthian Sinkun maju dari kanan,
untuk menggencet.
Mau atau tidak. Tiat Ciauw membatalkan menyerang
pula pada Hunthian Sinkun. Ia terus mendak seraya
mementang kedua tangannya dalam gerak "Menarik
gendewa, memanah garuda." Dengan begitu dapatlah ia
menyampok senjatanya kedua musuh itu.
Hunthian Sinkun si sembrono atau tolol itu berteriak:
"Hai, kau hebat, ya! Nyata tenagamu lebih besar
daripada tenagaku! Baiklah, julukan Sinkun Butek itu aku
serahkan kepada kau!"
Di antara tiga saudara itu, Hunthian paling kuat, maka
kalau ia berburu ke atas gunung, biasa ia menempur
biruang dengan tangan kosong, karena tubuhnya kebal,
1456 ia tak dapat dilukai cakar binatang liar itu. Sekarang ia
terlukakan Han Tiat Ciauw ia kaget berbareng kagum,
saking jujurnya, ia suka mengaku kalah. Hanyalah, ia
sungkan menyerah, maka itu bertiga saudaranya, ia maju
pula tanpa ia menghiraukan luka di iganya itu.
Kali ini tiga saudara itu dapat berkelahi dengan rapi.
Dengan berani Hunthian merangsak. Ia mengandalkan
tenaga kerbaunya. Tinthian menggunakan pedangnya
dengan sempurna, ia pun cerdik. Dan Kengthian dengan
ruyungnya mengimbangi kedua saudaranya itu.
Han Tiat Ciauw gagah tetapi tidak dapat ia membentur
senjata tajam dengan tangan kosongnya, dalam
pertempuran dahsyat itu, sering ia terdesak, tetapi lain
pihak, ada kalanya ia merangsak hingga ketiga
musuhnya mesti mundur dengan cepat.
Para penonton kagum sekali, mereka sampai
menonton dengan melongo.
Menghadapi musuh-musuh tangguh itu. Han Tiat
Ciauw mesti menggunakan kecerdikannya. Ketika ia
berhasil, ia membuatnya senjata mereka itu beradu keras
dan nyaring sekali.
Dengan satu kebutan, Tiat Ciauw dapat melibat
pedangnya Tinthian Sinkun. Dengan sebat ia teruskan
menyamber lengan orang, untuk ditarik hingga pedang
musuh bentrok dengan ruyungnya Kengthian. Menang
pedang itu, ruyung kena tertabas kutung. Selagi begitu,
ia berkelit lincah ke belakang Hunthian, maka berhasillah
ia mengirim tinju ke punggung musuh itu.
Hunthian Sinkun kedot, tetapi tak sanggup dia
bertahan dari kepalan Sinkun Butek, kembali dia
1457 menjerit, mulutnya terus memuntahkan darah hidup,
sedang goloknya terlepas dari cekalannya.
Baru itu waktu Han Tiat Ciauw berseru: "Apakah kamu
masih ingat Piauwtauw In Bok Ya dari Tinwan Piauwkiok"
Ketika itu tangan kamu semua telah berlumuran darah!
Tapi hari ini aku tidak mau membunuh kamu, cukup asal
kamu menggantinya dengan tiga pasang tangan kamu!"
Kata-kata itu disusul dengan gerakan yang sangat
cepat, belum suaranya berhenti, tangannya sudah
bergantian mematahkan kedua lengannya Tinthian
Sinkun dan Kengthian Sinkun, setelah mana menyusul
patahnya tangan kanan dari Hunthian Sinkun. Kepada si
jujur ini ia kata: "Mengingat kau seorang laki-laki, suka
aku meninggalkan sebelah lenganmu, supaya kau dapat
mengurus kedua saudaramu ini!"
Tinthian dan Kengthian telah roboh pingsan karena
dipatahkannya tangan mereka, sedang Hunthian selain
iganya patah dan muntah darag, dua buah giginya pun
rontok hingga dia mesti mengasi dengar suara dari
kesakitannya! Hebat kekalahan itu untuk Kiauw Pak Beng. Le Kong
Thian lantas menolongi ketiga Sinkun itu.
Koan Sin Liong mengawasi Kiauw Pak Beng.
"Tunggulah lagi sebakaran sebatang hio..." kata jago
tua itu perlahan. "Segera setelah tenagaku pulih, aku
akan bertindak. Sekarang kau layanilah mereka untuk
satu giliran..."
Terpaksa Koan Sin Liong menebalkan kulit mukanya.
Dia muncul. Dia menantang Hok Thian Touw dan Leng In
Hong suami isteri.
1458 Ketika itu In Hong berdiri di sisi Tan Hong.
"Apakah kau merasa pasti?" tanya jago she Thio itu
bersenyum. "Jikalau aku melawan dia bersama Thian Touw, belum
tentu kami dapat dikalahkan," berkata si nyonya muda.
"hanya untuk merebut kemenangan, aku tidak merasa
pasti..." "Tadi aku telah menyaksikan ilmu pedangmu, itulah
bagus," kata Tan Hong. "Kau telah menyampaikan
puncak tertinggi. Untukmu sekarang tinggal
memperhatikan gelagat dan kecerdikanmu harus
digunai!" Habis berkata, Tan Hong menunjuki pelbagai
kelemahan orang yang tadi ia lihat seraya memberikan
petunjuknya, mendengar mana, In Hong gembira sekali
hingga sepasang alisnya bangun bergerak-gerak.
Koan Sin Liong mendapat lihat orang berbicara itu, dia
tertawa dingin dan berkata mengejek: "Apakah kamu
masih hendak belajar lagi tiga tahun baru kamu mau
mengadu pedang pula denganku?"
"Jangan tergesa-gesa!" berkata In Hong bersenyum.
"Sebenarnya sudah bagus untukmu yang aku telah
berikan ketika untuk kau hidup lagi sekian lama!"
Habis berkata, berbareng bersama suaminya, In Hong
bertindak maju. Suami isteri yang tampan cantik dan
gagah ini jalan berendeng. Thian Touw maju begitu lekas
isterinya meliriknya habis si isteri bicara dengan Tan
Hong. 1459 Koan Sin Liong melihat orang bersikap tenang, diamdiam
hatinya gentarjuga.
Setelah berdiri di hadapan lawan, In Hong tertawa dan
berkata: "Kau ingin lekas-lekas pergi ke lain dunia untuk
menitis pula, kenapa kau tidak mau lantas maju
menyerang?"
Sin Liong mendongkol bukan main, ia menjadi gusar
sekali. "Hari ini jikalau bukan kau yang mampus tentulah aku
yang binasa!" dia berteriak, dan dia menghunus
pedangnya hingga bersuara nyaring, anginnya pun
menyamber. Dengan lantas dia menyerang Thian Touw.
Suaminya In Hong berlaku sebat. Ia memang sudah
siap sedia. Ia menangkis.
Koan Sin Liong menyerang tetapi tak sudi ia mengadu
senjata, begitu musuh menangkis begitu ia menarik
pulang pedangnya seraya tubuhnya berkisar dengan
tindakan kaki "Iekiong hoanwi," ialah "Menukar istana,
mengganti kedudukan." Ia bukannya menyingkir, hanya
pedangnya terus ditikamkan ke arah isteri orang!


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bukan melainkan In Hong yang dapat petunjuk dari
Thio Tan Hong, juga Koan Sin Liong dari Kiauw Pak
Beng. Pak Beng pernah menempur suami isteri itu, ia
kenal baik ilmu pedang bersatu padu dari mereka itu,
iamengisiki kawannya itu. Ia melihat, In Hong lebih
telengas daripada Thian Touw, sebaliknya Thian Touw
terlebih pandai mengurung diri. Ia melihat juga sifatnya
suami isteri itu berlainan: In Hong lebih berani, Thian
Touw lebih tenang. Itu artinya, Thian Touw terlebih
1460 lambat, In Hong terlalu gesit. Itulah sifat yang dapat
mengganggu persatu paduan suami isteri itu.
Inilah sebab kenapa hati Sin Liong menjadi lebih
mantap. Ia telah mempunyai rencananya. Begitulah
mula-mula ia menyerang Thian Touw, lalu ia
meninggalkannya selagi Thian Touw membalas
menyerang kepadanya, untuk ia meneruskan menyerang
In Hong. Tapi In Hong pun telah mempunyai
rencananya. Petunjuk Tan Hong barusan berarti besar
sekali untuknya sekalipun petunjuk itu ringkas dan sambil
lalu. Sama sekali Nyonya Thian Touw tidak tergesa-gesa
atas datangnya serangan, ia menunggu sampai pedang
lawan sudah tiba, baru ia menangkis. Ia bersikap tenang
tetapi gesit. Justeru itu, Thian Touw telah mengambil sikap
menyerang, maka ketika isterinya berbalik menyerang
juga, bersatu padulah bekerjanya pedang-pedang
mereka, cepat sekali mereka menyerang berbareng; baru
dua kali mereka mengulangi, Sin Liong sudah kelabakan.
biarpun dia berlaku gesit, tidak urung tangan baj unya
kiri dan kanan telah kena dicoblos ujung pedang
sepasang suami isteri itu!
Bukan main kagetnya Sin Liong lantaran hampirhampir
kedua pedang lawan menggores kulit dan
dagingnya! Dia lantas mengeluarkan keringat dingin.
Mendapatkan hasil itu, Thian Touw dan In Hong
menjadi bersemangat, segera mereka menyerang pula,
1461 dalam gerakan "Jiliong chiocu," atau "Dua ekor naga
berebut mutiara."
Koan Sin Liong boleh gagah perkasa tetapi sesaat itu
ia telah kena dilibat, tubuhnya terkurung sinar pedang
suami isteri itu. Syukur untuknya, ialah jago mayang
berhati tabah dan berpengalaman, untuk sementara itu
tak dapat ia lantas kena dirobohkan. Dapat ia bertahan
dari rangsakan, dapat ia memecahkan setiap serangan,
baik dengan menangkis maupun dengan berkelit. Ia
mengambil kedudukan "kiukiong patkwa" atali garis
delapan penjuru.
Thio Giok Houw gembira bukan main menonton
pertempuran itu, dengan sendirinya ia memperoleh
banyak kefaedahan. Maka berkatalah ia sambil tertawa
pada Liong Kiam Hong di samping siapa ia berdiri: "Ilmu
pedang enci In Hong telah merupakan satu cabang
sendiri, meski mungkin ia belum dapat mengalahkan
suaminya tapi ia taklah ada di sebelah bawah! Hm, aku
ingin lihat apakah Thian Touw masih memandang tak
mata padanya! Ah, sayang, sayang!"
Ketika itu In Hong sedang menyerang dengan tipu
"Burung hitam menggaris pasir," ia sudah menyontek
ujung bajunya Koan Sin Liong, apamau Thian Touw
lambat sedikit, maka jago tua itu keburu membebaskan
diri. Thian Touw gagal sejurus itu tetapi dia sangat cerdas,
ia lantas menginsafinya. Ia pun memang terlebih lihai
daripada isteriny". itu. Hanyalah, lantaran In Hong dapat
petunjuknya Tan Hong, kali ini ia ketinggalan. Karena
cerdasnya, ia lantas mengadakan perubahan, maka juga
1462 selang tiga puluh jurus, lantas ia dapat mengimbangi
isterinya itu. Koan Sin Liong lantas terdesak benar-benar, sia-sia
belaka dia berpengalaman dan lihai, dia tidak sanggup
lagi melakukan penyerangan membalas, dia dipaksa
mesti selamanya menjaga dan membela dirinya.
Tan Hong menonton sambil bersenyum. Ia mengurut
kumisnya dan berkata pada Sin Cu, murid wanita yang
berada di dampingnya: "Di dalam negara kita bakal ada
orang yang baru yang akan muncul, demikian di
kalangan sastera, demikian di kalangan ilmu silat! Ilmu
pedang ciptaan Thian Touw dan In Hong, apabila
dibandingkan, dapat diimbangi dengan syair-syairnya Li
Thay Pek dan Touw Hok! Kelak dikemudian hari, ilmu
silat mereka akan merupakan suatu cabang baru!"
Sin Cu mengangguk-angguk. Ia cocok dengan
pendapat gurunya itu. Hanya ketika ia ingin minta
keterangan, mendadak Kok Tiok
Kun datang pada mereka, untuk melaporkan kepada
Tan Hong. katanya: "Kira-kira belasan li dari kaki gunung
ini rupanya ada sebuah pasukan tentara besar lagi
bergerak ke arah sini!"
"Tidak apa!" menyahut Tan Hong dengan tenang. Tapi
lantas ia menambahkan: "Kok Sinshe, lihatlah itu! Ilmu
pedang semacam itu sungguh sukar untuk dapat dilihat
lagi!" Dan ia menunjuk kepada pertempuran Thian Touw
bersama In Hong melawan Sin Liong.
Tiok Kun heran berbareng kagum. Bukankah aneh
orang tak bergeming dari warta yang dia anggap penting
1463 itu dan sebaliknya lebih memperhatikan pertempuran
perseorangan" Meski begitu, ia pun mempunyai
kepercayaan besar, maka ia kata di dalam hatinya: "Thio
Tayhiap pandai berpikir, jikalau dia bilang tidak apa
tentulah tidak ada halangannya!"
Maka ia pun lantas berdiri mengawasi ke gelanggang
pertempuran. Ketika itu Thian Touw dan In Hong tengah menyerang
dengan semakin seru, dengan rapi dan keras mereka
mendesak. Thian Touw telah menggunakan ketika akan
menyerang setelah mengerahkan tenaganya. Sin Liong
membela dirinya. Justeru begitu, In Hong tidak mau
mengasi kesempatan pada lawannya itu --- ia lantas
membarengi menikam! Sin Liong repot menangkis, atau
ia pun segera diserang pula Thian Touw. Begitu cepat
serangan ini, datangnya seperti berbareng dengan
serangan si nyonya. Pedang In Hong telah mencari iga
kanan, sedang pedang Thian Touw mengincar ke kiri.
Kedua pedang berkilauan sinarnya. Dua-dua itu mesti
ditangkis atau dikelit. Untuk Sin Liong, sulit untuk
menangkisnya. Ia cuma dapat menangkis salah satunya,
lantas lengan tunggalnya bakal terbabat kutung... Di
dalam keadaan seperti itu, tidak dapat ia berayal.
Sebenarnya ia telah menggunakan otaknya, tapi ia masih
kalah cepat. "Bret!" begitu satu suara nyaring, tahu-tahu bajunya
dibetulan iga telah dirobek pedang In Hong. Dia kaget
dan gusar, maka dia menjerit, pedangnya lantas
dilunjurkan. Bisalah dimengerti jikalau dia telah
menggunakan tenaga sebesar-besarnya. Dia menangkis
1464 satu kali untuk menghalau kedua pedang, tubuhnya
sendiri digeser mundur secepat kilat!
Ketiga senjata lantas bentrok keras sekali,
kesudahannya itu, pedang Sin Liong terkutung dua!
Bentrokan itu mempunyai tenaga membal yang keras
sekali, walaupun In Hong berhasil, ia toh mesti
terhuyung mundur dua tiga tindak.
Thian Touw dapat bertahan, tetapi di dalam hatinya ia
kata: "Orang ini benarlah seorang guru besar! Dia sudah
kalah, biarlah!"
Memang, di saat ln Hong dapat berdiri tegak. Koan Sin
Liong sudah berlompat jauh untuk terus lari ke dalam
rimba di dekat mereka. Dari dalam rimba itu lantas
terdergar suaranya: "Maafkan aku, aku tidak punya
guna. hendak aku berlalu terlebih dulu!"
Jago tua ini telah menutup diri, maka itu lukanya tidak
parah, hanyalah hatinya sudah lemah. Musuhnya
tangguh semua dan di belakang mereka ada Thio Tan
Hong sebagai tulang punggung, dia menjadi hilang
harapan, dengan terpaksa dia meninggalkan kawan.
"Hm!" bersuara Pak Beng, yang mendengar nyata
suara kawan tak setia itu. "Baiklah, kau boleh pergi biar
jauh, supaya selanjutnya tak usah kau bertemu pula
denganku!"
Koan Sin Liong sebaliknya berkata di dalam hatinya:
"Jikalau sebentar Thio Tan Hong mengambil jiwamu, aku
kuatir apabila aku ingin menemui kau, kau pun tak dapat
melihat aku lagi!..." Dan tanpa ragu-ragu, dia lari terus!
1465 "Bus!" mendadak terdengar satu suara meletus, tepat
di sisinya jago tua yang licik ini, lalu api berkobar,
beberapa cahaya terang menyamber ke arahnya. Tak
ampun lagi dia menjerit keras, tubuhnya roboh terguling.
Berbareng dengan itu, dari atas pohon di depannya
Sin Liong ini, sepasang muda-mudi terlihat berlompat
turun dengan berbareng, yang pria mendahului lompat
lebih jauh, ketika ia mengayun goloknya, kepalanya jago
tua itu terpisah dari tubuhnya sebatas leher, setelah
mana pemuda itu berkata dengan sedih: "Ayah. hari ini
anakmu telah membalas sakit hatimu!"
Itulah Ban Thian Peng dan Im Siu Lan, yang
datangnya tepat selagi Koan Sin Liong mengangkat kaki,
maka mereka lantas turun tangan. Paling dulu Im Siu Lan
telah menimpuk dengan Tokbu Kimciam Hweeyam tan,
peluru apinya yang berupa jarum emas dengan uapnya
yang beracun, karena mana, siapa terkena senjata
rahasia itu, selain lukanya juga napasnya tertutup uap
beracun itu, hingga dia mesti roboh pingsan. Sudah
begitu, celakanya untuk Sin Liong, selagi dia roboh itu,
Thian Peng telah membarengi menyerang juga dengan
tujuh batang kimpit, senjata rahasia yang berupa seperti
alat tulis, hingga dia terkena jalan darahnya, luka-luka
mana membuatnya tak berdaya lagi, dia roboh tak
sadarkan diri dan terus batang lehernya dipenggal!
Demikianlah akhirnya satu jago buruk, yang mesti
menerima bagiannya dari dua anak muda.
Ketika Liong Kiam Hong menampak munculnya Nona
Im, ia girang bukan kepalang. Ia berseru dan
menggapai-gapai dengan kegirangan.
1466 Im Siu Lan tahu aturan, lebih dulu ia menghampirkan
Thio Tan Hong, guna memberi hormat seraya
mengucapkan beberapa kata-kata perlahan, habis itu
baru ia menemui Nona Liong.
"Bagaimana caranya kau lolos dari bahaya?" Kiam
Hong tanya. "Panjang untuk menuturkan itu," sahut Siu Lan
tertawa. "Tidak lama kau bakal ketahui sendiri! Juga.
enci Liong, sebentar kau akan menyaksikan suatu
pertunjukan yang ramai sekali, maka kau tunggu saja!"
Kiam Hong heran, ia berpikir: "Dia baru sampai, cara
bagaimana dia ketahui Thio Tayhiap bakal bertempur
dengan Kiauw Pak Beng" Apakah mungkin dia bicara dari
lain hal yang jauh terlebih hebat dari pertempuran
tayhiap ini?"
Sementara itu Kiauw Pak Beng telah mengasi lihat
wajah yang bermuram durja. Empat kali sudah ia kalah
dan enam jago pilihannya telah roboh, kekalahan itu
membikin gentar hati kawan-kawannya. Dengan suara
dalam ia berkata: "Kong Thian, mari, serahkan
bonekamu padaku!"
Le Kong Thian, sang murid, menyerahkan senjatanya
yang luar biasa dan berat itu.
Dengan membawa boneka kuningan itu. dengan
tindakan perlahan, Pak Beng maju ke arah gelanggang.
"Suhu. inilah pedang!" berkata Sin Cu pada gurunya.
Ia melihat musuh membekal senjata, ia menyerahkan
pedang mustikanya, ?" pedang Cengbeng kiam.
1467 Thio Tan Hong tidak membekal senjata. Ia bersikap
tenang. Agaknya ia berpikir. Akhirnya ia kata: "Baiklah!"
Lantas ia menyambuti pedang dari tangan muridnya,
dengan membawa itu, ia pun maju dengan tindakan
sabar. Sudah sepuluh tahun Tan Hong tidak pernah
menggunakan senjata, sedang ketika baru ini ia
menempur Pak Beng, ia menggunakan pedang biasa
saja. Baru sekarang ia membutuhkan gegaman dan
justeru ia mendapatkan pedang mustika.
Dalam sebentar saja, dua orang musuh sudah berdiri
berhadapan di tengah medan adu jiwa. Yang satu ialah
kiamkek atau ahli pedang nomor satu di kolong langit ini,
dan yang lainnya yaitu hantu nomor satu di dalam dunia.
Maka dengan wajar mata para hadirin diarahkan
terhadap dua jago itu.
Kedua jago itu berdiri berhadapan dengan mata
mereka saling memandang tajam. Keduanya tenang,
yang beda ialah Pak Beng suram, wajah Tan Hong
sungguh-sungguh.
Thio Tan Hong dapat melihat sinar mata orang, ia
dapat menerka orang yang asal sesat itu telah
mendapatkan pelajaran tenaga dalam yang lurus, hingga
sesat dan lurus tergabung menjadi satu. Sinar mata Pak
Beng itu tajam tetapi tidak jernih.
"Sayang! sayang!" katanya seorang diri. Ia
menyayangi i-.i|>m lelah Pak Beng mempelajari kedua


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu sesat dan lurus, setelah berhasil, sepak terjangnya
tetap sesat. 1468 Mendengar suara itu, cuma Sin Cu yang dapat
membade hati gurunya. Guru itu sangat menyayangi
kepandaian orang, maka juga Tan Hong menyesal mesti
melayani orang pandai dan kosen yang bandel itu.
Kiauw Pak Beng, yang pun mendengar suara orang,
berkata dengan tawar: "Jikalau kau terbinasa di
tanganku, kau pun sama harus dikasihani! Di kolong
langit ini, ada banyak sekali urusan yang harus disayangi,
dari itu tak usahlah kita membicarakannya banyakbanyak!"
Tan Hong mencabut pedangnya, ia mengpngguk.
"Kau benar," sahutnya. "Nah, kau majulah!"
Kiauw Pak Beng menggeraki tokkaktongjin, boneka
kuningannya itu, ia mendorong dengan jurus "Badak
memandangi sang rembulan."
Thio Tan Hong meluncurkan pedangnya, akan
menowel boneka itu,
-perlahan ia menowelnya akan
tetapi kedua senjata bentrok dengan menerbitkan
suara yang nyaring dan lama mengaumnya, bagaikan
genta mengalun. Pula sedikit lelatu kuningan telah
meletik buyar! Sebagai kesudahan terbenturnya kedua senjata satu
dengan lain itu Thio Tan Hong merasakan hawa dingin
yang tersalurkan ke tangannya terus ke nadinya. Ia
lantas menghembuskan napas perlahan, guna mengasi
keluar hawa dingin itu.
Atas itu Kiauw Pak Beng merasai angin dingin bertiup
ke mukanya, meski hanya sekelebatan, hawa itu dingin
1469 sekali, baru selewatnya itu, mukanya terasa nyaman.
Sebagaijuga iklim musim dingin ditukar dengan iklim
musim bulan tiga!
"Heran!" pikirjago tua ini. Ia tidak pernah menyangka
tenaga dalam Tan Hong sedemikian mahirnya.
Sebaliknya Tan Hong pun berkata dalam batinya:
"Benar-benar dia telah mencapai Siulo Imsat Kang
tingkat kesembilan!"
Tan Hong menyambuti hawa dingin yang tersalurkan
kepadanya dengan segera ia mengemposnya keluar,
karena hawa dingin itu kembali pada Pak Beng, dia ini
merasai dingin dan lantas nyaman. Hawa nyaman itu
ialah hawa asli dari Tan Hong, sedang hawa dingin ialah
hawanya sendiri yang dikembalikan.
Dari kejadian sepintas lalu itu menjadi ternyata, hawa
dinginnya Pak Beng menyerbu Tan Hong sebagaijuga
sebutir batu dilemparkan ke dalam telaga, bukan telaga
bergelombang dahsyat tapi cuma airnya bergoyang
sedikit... Oleh karena percobaan ini, Thio Tan Hong lantas
mengambil keputusannya. Ia tahu berbahaya untuk
hanya bertahan dari hawa dingin musuh. Jadi ia
memerlukan pertandingan cepat. Putusan yang cepat
pun akan mencegah kedua-duanya sama-sama
mendapat kecelakaan.
Pak Beng juga sependapat dengan lawannya itu. Habis
bentrokan yang pertama itu, ia lantas menyerang pula,
dengan sekeras-kerasnya, hingga bonekanya bergerakgerak
sambil menghembuskan angin keras.
1470 Thio Tan Hong tidak bersangsi untuk melayani dengan
sama serunya. Maka juga sering sekali terdengar suara
nyaring yang memekakkan telinga. Sebab di mana perlu,
tak takut Tan Hong mengadu pedang yang kecil dan
enteng dengan boneka yang besar dan berat. Sebagai
kesudahan dari bentrokan itu, setiap kali beradu, boneka
kena dibikin sedikit bercacat, kuningannya pecah hancur
sedikit dan hancurannya itu pada meletik.
"Hebat!" berseru Pak Beng di dalam hati.
Tengah bertarung itu, Tan Hong menyerang dengan
tipu silat "Bianglala panjang melintangi langit."
Pedangnya menyambar dari samping.
Kiauw Pak Beng menghindarkan diri dengan menolak
dengan bonekanya. Hebat permainan senjatanya itu, ia
membikin kedua tangan boneka dapat bergerak sebagai
tangan manusia hidup, tangan itu menyamber ke dada
untuk menotok jalan darah!
Demikian kalau kedua jago bertempur, setiap gerakan
mereka cepat seperti kilat.
Totokan itu segera tiba pada dada, segera terdengar
suaranya. Sin Cu dan Giok Houw terperanjat, hampir mereka
berseru, akan tetapi setelah berkelebatnya sinar hijau
dari pedang cengbeng kiam, hati si nyonya muda
menjadi lega, dengan perlahan ia kata pada orang di
dampingnya: "Ah, suhu tidak terlukai"
Thio Tan Hong telah menangkis totokan dengan
babatan pedangnya, yang membikin kedua jari tangan
boneka itu terpapas kutung!
1471 Habis itu, setelah beberapa gebrakan, keduanya
nampak lambat gerak-geriknya. Kelincahan mereka
semula seperti lenyap secara tiba-tiba. Sebaliknya
daripada saling serang dengan cepat dan bengis, mereka
justeru jalan berputaran, mata mereka saling mengawasi
tajam, senjata mereka masing-masing siap sedia.
Setelah lewat banyak detik, maka Kiauw Pak Beng-lah
yang mulai pula dengan penyerangannya. Rupanya dia
telah selesai dengan pengerahan tenaganya. Dia
bergerak berbareng dengan seruannya. Tokkak tongjin
menyerang dari atas ke bawah. Itulah kemplangan
sangat dahsyat.
Atas datangnya serangan itu Thio Tan Hong bersikap
tenang tapi sebat. Ia menangkis menyontek sambil
berkelit sedikit, kaki kirinya diajukan, maka itu tangannya
yang kiri dapat sekalian diluncurkan guna membalas
menyerang. Kedua senjata beradu keras. Tubuhnya Kiauw Pak
Beng seperti terangkat akibat sontekan Tan Hong itu.
Dengan tubuh berada "di tengah udara" itu. selagi turun,
ia menyerang dengan tangan kirinya.
Kedua tangan bentrok, lalu Kiauw Pak Beng
berjumpalitan, mundur hingga tiga tombak jauhnya.
Semua berjalan dengan cepat, tak terlihat tegas para
penonton. Selagi Pak Beng itu mental mundur, tubuh Tan Hong,
yang berdiri di tempatnya, bergoyang sedikit seperti juga
sebuah perahu kecil di antara gelombang.
Itulah akibat bentrokan tangan mereka masingmasing.
Inilah bentrokan yang terlebih hebat dari
1472 bentrokannya boneka dengan pedang. Teranglah kedua
pihak sama-sama tergempur. Terang sudah Pak Beng
kalah unggul, sebab tubuhnya terpental. Tapi Tan Hong
pun tak menang seluruhnya, hingga tubuhnya itu
bergoyang-goyang untuk mempertahankannya. Itulah
hawa dingin dari Siulo Imsat Kang tingkat sembilan, yang
menyerang ke dalam tubuh lawan.
Setelah itu, kedua pihak sama-sama berdiam,
melainkan mata mereka saling memandang tajam. Samasama
mereka menenangkan diri, untuk mengumpul
tenaga mereka yang barusan terhamburkan itu. Kiauw
Pak Beng nampak mandi peluh, sedang Tan Hong dari
embun-embunannya kelihatan mengepulnya uap putih.
Perlu waktu beberapa menit untuk mereka mendapat
pulih tenaga mereka.
Dalam pada itu, bonekanya Kiauw Pak Beng telah
menjadi tidak "tuh lagi, selain duajerij inya yang tadi
kena terpapas putus, bagian-bagian anggauta yang
lainnya pada bercacad akibat ujung pedang Tan Hong,
bahkan kuping dan hidungnya kutung juga-
Kiauw Pak Beng sangat mendongkol dan berduka dan
berkuatir. Kemarahan membuat rambutnya yang kusut
pada bangun berdiri, kumis dan jenggotnya menjadi
kaku, sedang otot-ototnya pada keluar hingga terlihat
cahayanya hijau matang. Maka itu, berdiri berendeng
dengan bonekanya itu, dia nampak mirip sepasang hantu
yang bengis. Aneh pemandangannya itu tetapi tidak ada
orang yang berani mentertawainya. Semua hadirin
tegang dan cemas hatinya, sesuatunya bergelisah
sendirinya. 1473 Selagi kedua pihak beristirahat sambil mengumpul
semangat itu, maka dari kejauhan terdengar suara
bergerak dan meringkiknya kuda-kuda peperangan,
begitu juga suara bentroknya banyak alat senjata, semua
itu terbawa angin, mulanya samar-samar, lalu perlahanlahan
menjadi terang dan nyata sekali. Teranglah itu
suara tentera bertarung di kaki gunung, hingga suasana
menjadi terlebih menggelisahkan.
Luar biasa sungguh suasana di medan adu jiwa ini.
Tidak perduli suara pertempuran pasukan perang itu,
meskipun sesuatunya cemas dan bergelisah, mereka
tetap memasang mata kepada Kiauw Pak Beng dan Thio
Tan Hong. Mereka seperti tak menghiraukan lagi
ancaman bahaya besar.
Pihaknya Tan Hong mungkin berpikir: "Perduli apa
tentara musuh datang, mereka toh tidak bakal dapat
membinasakan aku tetapi pertempuran ini, inilah tak
dapat dikasih lewat atau orang akan menyesal sampai
hari matinya!..."
Juga Tan Hong dan Pak Beng tidak menghiraukan
segala apa di luar gelanggang mereka, bagaikan tuli dan
buta. Mata mereka, perhatian mereka, ditumplak saja
satu kepada lain. Sambil mengumpul tenaga, mereka
memasang mata. Jarak di antara mereka ada lima atau enam tombak
jauhnya. Segera juga datang saatnya kedua pihak mulai
bergerak lagi. Mereka bertindak menghampirkan satu
pada lain. Ayal tindakan mereka masing-masing.
1474 Setiap tindakannya Kiauw Pak Beng meninggalkan
tapak kaki yang dalam. Itulah bukti dari tegangnya
hatinya, dari hebatnya ia menancap kaki, memasang
kuda-kuda. Tan Hong sebaliknya, tindakannya tak menyebabkan
debu mengepul. Ie Sin Cu dapat melihat nyata gurunya itu, hatinya
menjadi lega. "Pastilah guru kita bakal dapat kemenangan," ia kata
perlahan pada Giok Houw. "Kau lihat, bangsat tua she
Kiauw itu telah mencapaikan puncak ketegangannya, ia
sangat bergelisah, sebaliknya suhu tetap tenang, bahkan
ia lebih tenang dari biasanya!..."
Di saat sangat tegang itu maka terdengarlah suara
memanggil nyaring berulangkah : "Thio Tayhiap! Thio
Tayhiap!" Dengan sendirinya semua hadirin menoleh ke arah
dari mana panggilan datang. Itulah suaranya sepasang
pria dan wanita, yang muncul dari tikungan gunung
dibalik sebuah batu besar. Mereka itu lari mendatangi ke
arah gelanggang.
"Ah!" Thio Giok Houw mengasi dengar suara
herannya. Ia menoleh sebentar, lantas ia mengawasi
pula gurunya. Ia tidak mau berlaku alpa.
Liong Kiam Hong sebaliknya berseru: "Ah. itulah enci
Cio dan SengToako!"
Di dalam saat sesunyi itu, suaranya nona itu terdengar
mendengung, hingga banyak mata diarahkan ke
arahnya. Agaknya ia jengah sendirinya, mukanya
1475 menjadi bersemu merah. Dengan lantas ia menoleh pula
ke arah Tan Hong.
Kedua pihak, yang maju terus tanpa memperdulikan
segala apa di sekitarnya, sudah mendekati hingga tujuh
kaki satu pada lain. Paras mukanya Pak Beng gelap
sekali. Dia diliputi hawa keinginan membunuh.
Sebaliknya Thio Tan Hong bersenyum sabar, ia sangat
tenang. Walaupun demikian, nyata sekali keduanya
sama-sama siap sedia...
Sepasang pria dan wanita yang lari mendatangi itu,
yang tadi memanggil-manggil Tan Hong, benar Cio Bun
Wan dan Seng Hay San adanya. Ketika mereka tiba,
mereka lantas berdiri diam, mata mereka pun
mengawasi. Dengan sendirinya mereka terpengaruh
ketegangan medan pertempuran itu.
Kok Tiok Kun menghampirkan Hay San, untuk menarik
lengan orang, buat mengajak dia duduk di sisinya.
Hay Sah lantas berbisik: "Pasukan tentera negeri telah
kita kurung di dalam lembah. Yang Cong Hay dan Law
Tong Sun ada di dalam barisan pemerintah itu."
Tiok Kun mengangguk tandanya ia mengerti.
Seng Hay San datang untuk minta bantuan, tetapi
melihat suasana di gelanggang, tidak dapat ia
mengajukan permintaannya itu. Ia turut menjadi ketarik
pengaruh yang luar biasa itu.
Di dalam gelanggang, orang tak dapat berdiam terus
lama-lama. Akhir-akhirnya kedua matanya Kiauw Pak
Beng dipentang lebar-lebar begitupun mulutnya.
Mendadak dia berseru:
1476 "Jikalau bukan kau yang mati tentulah aku!" Terus
dengan bonekanya ia menghajar dengan bengis sedang
tangan kirinya menyerang juga dengan Pekkhong ciang,
pukulan "Udara Kosong." Dia telah menggunakan tenaga
dari Siulo Imsat Kang tingkat sembilan, yang baru saja
dia kerahkan pula. Dan inilah tenaga seluruhnya. Jurus


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dia gunakan juga satu durus dari "Hokchio
Sinkang," ilmu "Menaklukkan Gajah." Dia hebat sekali
sebab dia dapat menggunakan dua-dua tangannya
dengan tenaga yang sama besarnya.
Ketiga pendeta dari Siauwlim Si, Han Tiat Ciauw dan
yang lainnya, terkejut hingga mereka mengeluarkan
seruan tertahan. Mereka semua ahli tapi mereka toh
heran dan terperanjat.
Tan Hong di pihaknya tidak berdiam saja. Orang
menyerang ia dengan dua-dua tangan, ia juga
menyambut dengan dua tangannya. Dengan pedang ia
menangkis boneka, dengan tangan kosong ia
menyambut tangan kosong lawan.
Bentrokan hebat terdengar karenanya. Kali ini pedang
Cengbeng kiam berhasil membabat kutung kedua
lengannya tokkak tongjin. Sebab pedang itu tak dapat
segera ditarik pulang, sekalian saja rambutnya Pak Beng
pun kena terbabat kutung. Syukur jago tua itu masih
sempat berkelit mendak.
Akan tetapi Pak Beng tidak menjadi gugup, dengan
kesehatan luar biasa, ia berkelit terus ke belakang
musuh, maka tempo ia menghajar dengan tinju kirinya,
ia berhasil mengenai punggung musuhnya. Tan Hong
terjerunuk karenanya. Tapi jago ini lihai. kakinya terus
menjejak tanah, tubuhnya mencelat balik. Tengah orang
1477 masih kaget, ia sudah membalas menyerang, hingga
sinar pedangnya berkelebatan seperti bunga pedang.
Di antara para hadirin cuma Bu Siang Siansu yang
dapat melihat tegas serangan Tan Hong ini. Untuk
hadiah satu tinju pada punggungnya, ia membalas
dengan tujuh buah tikaman pedangnya, yang semuanya
mengenai tepat kepada sasarannya!
Kiauw Pak Beng berseru keras sekali, dengan
bonekanya ia menimpuk!
Pasti sekali itulah timpukan dengan setakar tenaganya.
Thio Tan Hong dapat melihat serangan mati hidup itu.
Sekarang ia tidak berani menyambuti dengan menangkis
dengan pedang di tangan. Ia juga menelad contoh. Ia
lantas menimpuk juga dengan pedangnya.
Kedua senjata tepat masing-masing sasarannya, maka
itu di tengah jalan, keduanya beradu. Cengbeng kiam
yang tajam luar biasa nancap di tubuh boneka kuningan,
terus nembus. Boneka tertahan sedikit lajunya, terus
jatuh ke tanah. Pedang sebaliknya meluncur, nancap di
sebuah pohon di sebelah depannya!
Orang semua terkejut, tetapi cuma sebentar, lantas
semuanya sadar.
Pertempuran boneka melawan pedang itu sudah
berhenti tetapi kedua jagonya tidak turut berhenti
karenanya. Keduanya sama-sama maju, untuk melanjuti
pertarungan dengan sama-sama bertangan kosong.
Kedua tangan mereka sama-sama diluncurkan, guna
saling bertahan, karena itu, tubuh mereka pun samasama
diam, hingga mereka mirip dua buah patung hidup.
1478 Habis terluka dan menimpuk, Kiauw Pak Beng telah
menutup dirinya, maka itu ia dapat mencegah mengalir
keluarnya darah dari liang lukanya akibat tikamam
pedang Tan Hong. Ia mengerahkan tenaganya, ia lompat
menerjang musuhnya.
Jikalau ia mau, Tan Hong dapat menyingkir dari
serangan dahsyat itu, akan tetapi ia dapat membade
maksudnya Kiauw Pak Beng, ia bersedia untuk melayani.
Pak Beng penasaran, dia menjadi nekad, maka di detik
terakhir ini, dia menyerang dengan Siulo Imsat Kang
dengan tenaganya yang penghabisan. Ia tahu, kalau ia
berkelit, Pak Beng bakal mati tak puas, dari itu, ingin ia
mempuaskan hati orang. Ia pun, dengan begitu, hendak
menguji tenaganya sendiri. Ia menyambut dengan duadua
tangannya. Kecuali ketiga pendeta dari Siauwlim Si, tidak ada
orang lainnya yang ketahui pengerahan tenaga terakhir
dari Pak Beng ini. Meskipun dia telah ditikam tujuh kali,
darahnya masih belum mengucur keluar, cuma mukanya
sajayang tampak bengis dan seram, kedua matanya
merah mendelik.
Sin Cu percaya gurunya lihai tetapi ia toh berkuatir
juga. Semua orang menonton dengan menahan napas.
Tenaganya Pak Beng sudah disalurkan ke tangannya.
Itulah tenaga terakhir tetapi dahsyatnya bukan main.
Benar-benar Siulo Imsat Kang tak dapat dibuat
permainan. Thio Tan Hong bertahan hingga terdengar sambungan
tulang-tulangnya bersuara meretek. Kecuali kudaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1479 kudanya, ia pun memusatkan tenaga di tangannya, guna
menangkis hawa din|in. Ia merasakan desaKan" tenaga
Pak Beng seperti tak ada habisnya, bagaikan gelombang
mendampar saling susul.
Sayangnya untuk Pak Beng, meski ia telah berhasil
menggabung dua ilmu sesat dan lurus, tempo latihannya
masih terlalu pendek, tak dapat ia menandingi Tan Hong
yang lurus seluruhnya. Umpama kata ia belum ter'nka,
masih belum tentu ia dapat melawan terus.
Tepat di saat ia insaf bahwa ia kalah, habislah
tenaganya Pak Beng, tubuhnya menjadi lemah.
Thio Tan Hong merasakan lenyapnya tolakan keras
seperti tadi, ia lalu mendorong dengan perlahan, sembari
berbuat begitu, ia kata sabar: "Kiauw Pak Beng, kau
pergilah baik-baik!"
Pak Beng menghela napas, segera tubuhnya roboh,
begitu tenaganya habis, begitu luka-lukanya mengalirkan
darah. Tak dapat ia menutup diri lagi.
"Kiauw Pak Beng, apa pesanmu?" tanya Tan Hong,
suaranya berduka.
"Aku puas terbinasa di ujung pedangmu, kebinasaan
ini berharga," kata Pak Beng lemah. "Hanya sayang
pelajaranku, yang aku latih seumur hidupku, bakal
lenyap dari dunia ini..."
"Di dalam hal ini, aku tak berdaya menolongmu," kata
Tan Hong, menghela napas.
Orang bengong, orang kagum. Orang pun terharu.
Itulah pertempuran paling dahsyat dan luar biasa.
1480 Sampai sekian lama orang masih berdiam saja, sampai
akhirnya mereka disadarkan suaranya satu orang: "Kiauw
Pak Beng sudah mati!"
Mendengar itu rombongannya Pak Beng pun
mendusin, tetapi mereka bukan lantas bertindak
menuntut balas, hanya saking takut, mereka lari
serabutan guna menyingkirkan diri, cuma satu yang lari
ke arah Pak Beng, guna mengangkat tubuhnya, buat
terus dibawa lari turun gunung!
Orang itu ialah Le Kong Thian, muridnya jago Siulo
Imsat Kang itu. Dia bukan lari mendaki gunung, hanya ke
arah jurang. "Le Kong Thian, kau hendak kabur ke mana?"
membentak Thio Giok Houw, yang terus mencabut golok
?" goloknya Bianto " dan mengejar.
"Thio Houwcu, biarkan dia pergi!" Tan Hong
mencegah. Murid itu melengak, dia menghentikan larinya.
Ketika itu cepat sekali Le Kong Thian sudah sampai di
tepi jurang, lantas orang melihat, sambil terus
memanggul tubuhnya Pak Beng, gurunya itu, dia terjun
ke dalam jurang, hingga lantas juga terdengar suara air
menjubiar keras. Sebab katanya jurang itu penuh air
yang nembus ke laut...
Orang banyak lantas menduga tindakannya Le Kong
Thian itu ialah tindakan si murid untuk melindungi
keutuhan tubuh gurunya, karenanya dia tak sayangsayang
lagi mengurbankan jiwanya bersama-sama. Tentu
sekali tidak ada orang yang menyangka bahwa itulah
1481 tindakan satu-satunya guna dia mencoba menolongi
gurunya itu. Hal yang sebenarnya ialah jurang itu berdasarkan air
di mana pun terdapat sebuah guha mirip guha Cuiliam
Tong, dari guha mana orang bisa merayap keluar ke
tempat yang aman.
Le Kong Thian pernah tinggal selama beberapa bulan
di dalam kuil Siangceng Kiong di atas gunung Laosan ini.
Imam dari kuil itu, Hay Jiak Tojin, adalah sahabat
kekalnya. Karena pernah berdiam lama di gunung itu, ia
menjadi mendapat tahu tentang jurang itu serta guhanya
Maka itu, ia bukan bawa gurunya lari ke bawah gunung,
hanya justeru ke jurang tersebut. Ia menduga, kalau ia
lari turun gunung, orang bakal mengejarnya. Ia tentu
tidak tahu sikap laki-laki dari Tan Hong.
Terjun ke dalam jurang itu, Kong Thian tidak nampak
rintangan oyot pohon atau lainnya, langsung mereka
tercebur ke air, maka di akhirnya berhasillah ia
membawa gurunya ke tempat yang aman. Kiauw Pak
Beng belum putus jiwa benar-benar, karena terkena air
dan tertolong muridnya, napasnya bekerja pula,
jantungnya berdenyut lagi. Pula dari kitab Pektok
Cinkeng pernah ia dapat resep dan membuat obat
pemunah racun yang luar biasa, obat mana dapat
menguatkan tubuhnya. Ia telah menyiapkan dua rupa
obatnya, ia serahkan itu pada Kong Thian untuk
disimpan, guna dipakai di saat yang tepat, sekarang
murid itu telah menggunakannya.
Pertolongan Kong Thian inilah yang mengakibatkan
Kiauw Pak Beng selamat jiwanya, hingga kemudian dia
menyingkir ke sebuah pulau mencil, di mana dia
1482 melewatkan sisa hidupnya dalam kesunyian, dan sampai
berumur seratus tahun lebih, barulah dia meninggal
dunia. Semua orang menganggap Kiauw Pak Beng sudah
menemui ajalnya, bahkan Thio Tan Hong tak menduga
juga. Ie Sin Cu bersama Thio Giok Houw, Seng Hay San, Cio
Bun Wan dan lainnya lantas menghampirkan Tan Hong.
Mereka mendapatkan sesuatu yang gelap di punggung
jago tua itu. Itulah tapak tangan yang hitam pada kulit
tetapi saking tedasnya terlihat nembus di baju sutera
putih yang tipis. Semua menjadi kaget.
Tengah orang heran itu, Thio Tan Hong berkata,
lancar: "Bagus! Kepala penjahatnya sudah disingkirkan,
selanjutnya tak usah aku bekerja sendiri lagi! Sin Cu,
Giok Houw, pergi kamu membantui Cio Locianpwee!"
Thio Tan Hong telah bekerja sempurna sekali.
Sebelum turun tangan, ia sudah menyerapi kabar, terus
ia membuat persiapan.
Yang Cong Hay bersama Law Tong Sun sudah siap
sedia. Mereka kuatir kawanan Tan Hong nanti
menyulitkan dan menggagalkan ichtiar mereka, lantas
mereka menyembunyikan tiga ribu serdadu. Mereka
berniat menyapu dari meringkus rombongan Tan Hong,
supaya tak ada seorang jua yang dapat meloloskan diri.
Tan Hong sebaliknya mengatur daya untuk melawan
tentera negeri itu. Maka Cio Keng To diminta membawa
datang semua sisa tentera rakyat dari pulau. Di lain
pihak, selagi kota Hangciu kosong. Seng Hay San
ditolongi dari dalam penjara, hingga pemimpin tentera
rakyat itu dapat datang bersama
1483 Tindakan Tan Hong ini yang membikin ia datang
sedikit lambat.
"Suhu, apakah kau tidak kurang suatu apa?" tanya
Giok Houw sebelum pergi.
Guru itu bersenyum.
"Kiauw Pak Beng belum mempunyai kepandaian cukup
untuk mengajak aku pergi bersama-sama dianya!"
sahutnya. "Kau jangan kuatir!"
Giok Houw. begitu juga Sin Cu, sangat cerdas, tetapi
mereka tidak dapat menangkap bahwa dalam katakatanya
Tan Hong itu ada tersembunyi maksud lainnya.
Mereka percaya betul guru mereka tidak kurang suatu
apa. Maka pergilah mereka dengan hati tetap, untuk
membekuk Yang Cong Hay.
Hal yang sebenarnya tidaklah seperti dikatakan Tan
Hong. Kecuali hajaran di punggung itu, ia pun menderita
sangat gempuran Siulo Imsat Kang dari Kiauw Pak Beng.
Ia menyambuti gempuran itu dengan maksud membikin
Pak Beng kalah dengan puas. Ia terluka bukannya
ringan. Syukur untuknya, tenaga dalamnya telah mahir
sekali, ia dapat bertahan hingga orang tidak melihat pada
wajahnya tanda-tanda penderitaannya itu. Menurut
latihannya, Tan Hong dapat hidup sedikitnya sampai
seratus tahun, tetapi lukanya ini membikin ia mati
sebelum masuk usia enam puluh.
Ie Sin Cu semua mengajak rombongannya turun
gunung. Segera mereka mendapat kenyataan satu
pasukan tentera negeri kena dikurung pihaknya. Tentera
negeri itu berdiam di dalam lembah, sebaliknya barisan
tentera rakyat di bawah pimpinan Cio Keng To, meski
1484 jumlahnya lebih kecil, dapat menguasai mereka dari
sebelah atas, dari sela-sela gunung. Sering sekali tentera
negeri dihajar dengan batu besar dan balok-balok yang
digelindingkan turun hingga tentera itu, yang tidak
berdaya, pada menjerit-jerit. Untuk kabur, jalan mereka
sudah terhalang dan terpegat.
Ie Sin Cu maju di muka, ia berteriak nyaring: "Bangsat
tua Kiauw Pak Beng telah terbinasakan! Apakah kamu


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih hendak berkelahi mati-matian tanpa ada perlunya,
seperti binatang yang sudah mogok terkurung?"
Mendengar itu, hati Cong Hay mencelos. Dia justeru
paling mengharap Kiauw Pak Beng, dan mengharap juga
Pak Beng nanti naik ke gunung, guna memecahkan
pengurungan atas diri mereka ini. Sekarang habislah
harapannya. Dia melihat yang datang ialah semuanya
musuh. Maka dia percaya, kalau Pak Beng tidak binasa,
Pak Beng tentulah telah kena dikalahkan. Maka tahulah
dia harus mengambil sikap bagaimana.
Law Tong Sun pun tahu sikapnya. Dia mengibarkan
lengki, bendera perintah, seraya berteriak nyaring
berulang-ulang: "Toblos kurungan!"
Sementara itu rombongannya Sin Cu sudah maju
menerjang. "Apakah kamu masih berniat kabur?" Sin Cu berteriak
sambil ia maju terus. Ia nyeplos pergi datang di antara
tentera negeri, guna mencari Yang Cong Hay. Sama
sekali ia tidak mengganggu tentera negeri itu.
Di pihak musuh, Sat Lek Hiong masih percaya betul
atas ketangguhannya. Ia memutar sepasang
gembolannya untuk menghajar setiap musuh yang
1485 menghadang di hadapannya. Ia hendak mentaati titah
Law Tong Sun untuk nerobos dan kabur bersama barisan
negeri itu. Ia sudah merobohkan beberapa tauwbak
tentera rakyat ketika ia mendengar bentakan: "Berhenti!"
Sat Lek Hiong tidak mau memperdulikan perintah itu,
ia menyerang terus secara membabi buta. Tiba-tiba ia
menjadi kaget. Gembolannya itu kena orang tanggapi,
untuk ditangkap, sia-sia belaka ia menggunakan seluruh
tenaganya untuk menarik pulang, buat dilepaskan.
"Kau masih hendak berontak?" tanya orang yang
menangkap gembolan itu.
Memang Sat Lek Hiong hendak berontak, akan tetapi
belum ia sempat berdaya atau melihat lawannya,
tubuhnya telah kena ditarik. Lantaran ia bertahan, ia
tidak dapat melepaskan kedua senjatanya. Ia pun kalah
sebat. Tahu-tahu kedua tangannya sudah dicekal keras,
lantas ia merasa tubuhnya yang besar dan berat itu
diangkat, diteruskan diputar, maka di lain detik, ia sudah
dilemparkan! Celaka untuknya, ia jatuh menimpa seorang
opsir tentera negeri yang lagi mengayun goloknya, maka
tubuhnya menimpa golok itu. Ketika ia roboh, ia mandi
darah, jiwanya melayang. Di lain pihak, si opsir pun
tertimpa dan tertindih untuk terus mati bersama!
Orang ypng merobohkan Sat Lek Hiong ialah In Tiong.
Tidak perduli Lek Hiong bertenaga raksasa, ia masih
kalah dengan tenaga Taylek Kimkong Ciu dari orang she
In itu, maka gembolannya ditangkap, tubuhnya disamber
dan diangkat, untuk dilemparkan!
Ketika itu Yang Cong Hay si licik sudah kabur sampai
di mulut selat. Tiba-tiba ia mendengar suara mengaung,
1486 lalu tertampak sinar-sinar terang berkelebatan
menyamber ke arahnya. Itulah senjata rahasia.
Ie Sin Cu berhasil mencari musuhnya. Dia lantas
menyerang dengan kimhoa, bunga emasnya, lantaran
orang terlalu licin dan gesit. Dengan menggunakan ilmu
ringan tubuh, yaitu "Coanhoa jiauwsi" -- "Menembusi
bunga, mengitarkan pohon." ia memegat dan terus
menimpuk. Thio Giok Houw pun terus mencari, tepat Sin Cu
merintangi, ia pun tiba di samping Yang Cong Hay.
Orang licik itu menangkis serangan Sin Cu sambil ia
terus menyingkir. Ia tidak mau membuat perlawanan
sebab itu berarti bahaya. Karena di sampingnya ada Giok
Houw, ia lari ke lain arah. Sekarang barulah ia merasa
jeri benar-benar. Baru beberapa tindak, In Hong muncul
di depannya. "Mari, Yang Tayjin! Mari!" mengundang Nyonya Hok
Thian Touw tertawa riang. "Mari aku belajar kenal pula
dengan ilmu pedangmu!"
Di damping In Hong itu ada suaminya.
Semangat Cong Hay terbang, tanpa membilang apaapa,
ia lari ke lain arah. Sudah ia jeri terhadap Sin Cu
dan Giok Houw, sekarang ia lebih jeri pula terhadap
suami isteri dari Thiansan itu.
Baru beberapa tindak Cong Hay menyingkir dari
hadapan In Hong dan Thian Touw, atau ia kaget pula
ketika ada suara meledak dihadapannya, api segera
menyamber ke arahnya.
1487 Itulah ledakan Tokbu Kimciam Hweeyam tan. peluru
api yang berasap racun dan mengandung jarum emas
kepunyaannya Im Siu Lan, puterinya Cit Im Kauwcu.
Siu Lan muncul bersama Ciu Ci Hiap. dia memegat
dengan lantas menyerang dengan senjata rahasianya
yang meledak dan beracun itu.
Di hari-hari biasa, walaupun Siu Lan lihai, Yang Cong
Hay tidak takut, atau sedikitnya, ia tidak akan biarkan
dirinya terhajar senjata rahasia itu. Tapi sekarang, selagi
mogok dan ketakutan itu, bokongan itu membuatnya
tidak berdaya. Begitu senjata rahasia meledak, begitu
jarum emasnya melesat mengenai ia, sedang
pernapasannya, juga matanya, terganggu uap. Tengah ia
merasa kepalanya pusing dan matanya kabur, dari arah
belakangnya, datang Cio Keng To bersama Kok Tiok Kun.
"Biar bagaimana aku pernah menjadi congkoan dari
istana, jikalau aku mesti mati tidak nanti aku mati di
tangan kamu!" Cong Hay berteriak. Dengan pedangnya,
ia lantas menikam tenggorokannya, maka robohlah ia
dengan napasnya lantas berhenti jalan! Di situ ia rebah
sebagai mayat yang mandi darah.
"Lepaskan senjatamu!" Kok Tiok Kun berteriak kepada
tentera negeri. "Kamu boleh berlalu dari sini!"
Tentara negeri itu memang lagi mati jalan, mendengar
suara itu, hampir serempak mereka melemparkan senjata
mereka, lantas semua berlerot ngeloyor pergi, hingga
lembah itu menjadi penuh dengan golok dan tombak
mereka. Semua orang menarik napas lega karena kemenangan
ini, hanya kemudian orang menyesal tidak mendapatkan
1488 Law Tong Sun, yang semenjak tadi tak kelihatan mata
hidungnya. Rupanya dia dapat menyamar sebagai
serdadu biasa dan lolos.
Cio Keng To mengatur barisan rakyat itu, yang ia
serahkan kepada beberapa tauwbak, untuk mereka
mengundurkan diri terlebih dulu, ia sendiri bersama Thio
Giok Houw semua mendaki gunung, guna melihat Thio
Tan Hong. Kelentingnya Hay Jiak Tojin luas dan besar serta
banyak kamarnya, akan tetapi ketika Thio Tan Hong
pergi kesana, seluruhnya sudah kosong. Hay Jiak
menyingkir bersama semua muridnya. Maka kebetulan
sekali, semua orang dapat memakai semua kamar itu.
Tan Hong lagi beristirahat di dalam sebuah kamar.
Keng To tidak berani lantas menemui, dari itu mereka
lantas mengatur persiapan barang hidangan. Di kelenting
itu terdapat banyak barang makanan, yang tadinya
disediakan Hay Jiak Tojin untuk rombongannya Kiauw
Pak Beng, guna Yang Cong Hay merayakan kemenangan
mereka... Tatkala itu sudah magrib, orang berkumpul di
pekarangan dalam. Perjamuan dilakukan selama
rembulan terang. Semua orang bergembira, kecuali Hok
Thian Touw. Jago Thiansan itu duduk seorang diri di suatu pojok
dari mana ia memandang In Hong, isterinya, lagi
memasang omong dengan asyik dengan Sin Cu, Giok
Houw, Kiam Hong dan lainnya.
Setelah tiga idaran arak, Cio Keng To mengumumkan
dua buah berita, yang satu buruk, yang lainnya bagus.
1489 Berita itu ialah tentera negeri, habis merampas Hokpo
To, pulau yang menjadi markas mereka, sudah berhasil
merampas beberapa pulau lainnya. Karena itu, Yap Seng
Lim mengajak barisannya mengundurkan diri. Seng Lim
tidak mau bentrok dengan tentera negeri, sebab itu
berarti mengurbankan anak buahnya. Meski begitu, ada
sebagian tentera rakyat itu yang ditinggalkan di pesisir di
mana mereka hidup seperti rakyat jelata dengan begitu,
kapan perlu, mereka dapat bersatu menentang
perampok-perampok bangsa kate. Yang lainnya semua
berangkat ke Utara, untuk mempersatukan diri dengan
barisannya Ciu San Bin. Dengan menyatukan diri, mereka
itu dapat melanjuti usaha mereka memperkuat diri, untuk
mencapai cita-cita luhur mereka. Ketika itu timbul
ancaman dai i suku bangsa Tartar di Barat Daya serta
juga dari suku Nuchen di Manchuria, yang setiap waktu
dapat menyerbu Tionggoan. Pemerintah lagi
memperkuat tenteranya tetapi itu diperuntukan
menumpas tentera rakyat.
"Maka itu Ciu San Bin membutuhkan bantuan banyak
orang," kata Keng To akhirnya.
Semua orang berduka mengetahui ludasnya markas
Seng Lim. sebaliknya mengetahui persiapan San Bin,
semua bergembira. Maka juga pesta ini mereka jadikan
sekalian pesta untuk bersumpah bekerja sama
menentang serbuan bangsa asing.
Hok Thian Touw terus memperhatikan isterinya. Ia
melihat In Hong sangat ketarik dengan keterangan Cio
Keng To, ada kalanya dia mementang mata dan
mengertak gigi, ada saatnya dia bergembira dan
bersemangat. Jadi hati isteri itu tetap ada pada gerakan
kebangsaan itu.
1490 "Apa aku mesti bilang?" pikir jago Thiansan ini. Ia
merasa sulit untuk membujuki isteri itu. bahkan sukar
juga untuk membuka mulutnya. Maka ia menjadi masgul
dan tawar hatinya. Ia menjadi merasa sangat kesepian.
Ia membayangi: ia dan isterinya benar-benar berada di
dalam dua benua yang terpisah.
Lama setelah memperhatikan isterinya itu, Thian Touw
melihat In Hong berbangkit dan bertindak ke arahnya.
Itulah terjadi sesudah sang isteri celingukan, rupanya
untuk mencari padanya. Ia menduga pasti isteri itu bakal
bicara kepadanya. Ia lantas mengawasi isteri itu, sebagai
isyarat, lalu diam-diam ia ngeloyor keluar.
Ketika itu Thio Giok Houw bersama Liong Kiam Hong
juga sudah pergi keluar, menuju ke rimba. Liong Kiam
Hong telah mengambil keputusan untuk berangkat ke
Utara. Tadi pun mereka sudah minum arak sumpah
persatuan, hingga tak perlu mereka bicara banyakbanyak
lagi. Sampai itu waktu, sang Puteri Malam telah naik tinggi
dan sinarnya indah permai. Maka di darat terlihat
puncak, di air nampak lautan di mana air dan langit
seperti nempel satu pada lain. Alam di detik itu benarbenar
indah sekali. Suara menderunya Laut Kuning pun
terdengar tegas.
Dan hati Kiam Hong dan Giok Houw berjengut
bagaikan ombak itu. Mereka sama-sama berhati muda.
Tiba-tiba mereka mendengar tertawa yang sangat
gembira. "Dengar, itulah adik Siu Lan bersama Ciu Toako!" kata
Kiam Hong. 1491 Giok Houw sedang mendengarnya, tetapi ia menarik
tangan nona didampingnya.
"Mari kita pergi kesana, jangan kita ganggu mereka!"
ia mengajak. Di lain bagian dari rimba itu mereka melihat
bayangannya dua orang, yang berendeng, yang
kepalanya tunduk, nempel satu dengan lain. Mereka itu
tidak tertawa, rupanya keduanya tengah berbisik.
"Itulah enci In Hong dan Hok Toako," kata Giok Houw.
"Sungguh mereka erat hubungannya."
"Ya, mereka beda sekali dari hari-hari yang sudah,"
kata Kiam Hong heran. "Sekarang mereka tidak berselisih
mulut lagi. Baik, mari kita pergi kesana, supaya mereka
jangan memergokinya, nanti mereka menjadi tak enak
hati..." Keduanya dapat saling mengerti, maka Giok Houw
mengajak isterinya bertindak ke lain jurusan.
Semua orang, habis pesta itu, seperti pada
menggadangi rembulan.
"Ha, langit bakal jadi terang!'" kata Kiam Hong setelah
berselang lama. Ia agaknya terperanjat menyaksikan
sang fajar mulai menyingsing.
Giok Houw pun seperti tersadar.
Ketika itu terlihat Ciu Ci Hiap dan Im Siu Lan lagi
bertindak pulang.
"Eh, lihat di sana!" Kiam Hong berkata kemudian,
tangannya menunjuk.
1492 Giok Houw menoleh ke arah yang ditunjuk itu. Di
sana, di bawah sebuah pohon besar, terlihat In Hong
berjalan seorang diri. Bersama Kiam Hong, ia segera
menghampirkan. Mereka mendapatkan nyonya itu
beroman berduka, air matanya masih mengembeng.
Teranglah In Hong dan Thian Touw telah bentrok pula
dan kali ini tak ada jalan untuk mendapatkan pula
kecocokan satu dengan lain. Hanya kali ini mereka tidak
bercedera seperti biasanya beberapa kali yang lalu.
Giok Houw dan Kiam Hong sangat masgul. Tapi, apa
mereka bisa bilang"
Sekian lama In Hong berdiam, lalu mendadak kedua
tangannya menyamber masing-masing sebelah


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengannya Kiam Hong dan Giok Houw seraya ia berkata
bernapsu: "Mari kita mengambil jalan yang sama! Mari
kita pulang!"
"Ya, sekarang pun matahari sudah mulai naik!" kata
Giok Houw dan Kiam Hong berbareng!
Demikianlah: Sekor burung hong terbang sendirian.
Bercerai dari rombongan di saat pertemuan.
Ikatan lama lepas, habis bagaimana"
Nyali keras, hati lunak,
Keduanya kosong harapannya...
Itulah mirip, Goe Long dengan Cit Li,
Si gembala dan si nona tukang tenun.
Di gunung Thiansan, hati putus, nyasar...
1493 T A M A T Hati Budha Tangan Berbisa 16 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Petualang Asmara 7
^