Kisah Pedang Bersatu Padu 5

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 5


diganggu tentara negeri itu dan agar terdapat ketika
untuk mereka memelihara diri.
Ci Hiap mengerutkan kening.
"Aku tidak menyangka sama sekali di dalam kalangan
kangouw ini seperti ada orang yang berani melanggar
dato..." katanya, masgul "Nampaknya makin lama urusan
menjadi makin melibat..."
Siauw Houw Cu tertawa.
"Aku melihat Nona Liong itu tidak bersikap
menyaterukan kamu." ia kata, "dan pertaruhannya sama
aku melulu disebabkan keinginan hendak menang
sendiri, maka aku merasa, dia tidak berbahaya untuk
kita. Adalah si berewokan itu yang mesti diperhatikan
benar-benar."
Tidak lama mereka sudah tiba di tempat berlabuh. Ci
Hiap mengajak Siauw Houw Cu pergi kc tempat di mana
306 orang-orangnya mementahkan diri. Mereka lantas
disambut. "Yo Cecu dari Shoatang ada mengirim surat kilat,"
demikian Ci Hiap segera diberitahukan.
Ci Hiap menerima warta itu dengan hati tidak
tenteram, setibanya di dalam, ia baca suratnya Yo Cecu
yang disebutkan itu. setelah mana surat itu ia serahkan
pada Siauw Houw Cu sambil ia berkata: "Bingkisan dari
Shoatang juga dirampas orang itu pada delapan hari
yang lalu. terjadinya perampasan sama seperti
pengalaman kita." Giok Houw membaca. "Apakah kau
telah membaca jelas?" ia tanya. "Di sini masih ada
keanehannya!"
"Ya," Ci Hiap mengangguk. "Lauw Chungcu dari dusun
Tongpeng chong di Shoatang telah mendapat lihat Yang
Cong Hay di tepi gunung Cilay San. Aku ingat
pembilangan kau bahwa baru-baru ini kamu telah
berdiam di gunung itu"
"Surat ini memberitakan dua urusan," kata Giok Houw,
"menurut bunyinya, tiga hari semunculnya Yang Cong
Hay maka terjadilah perampasan bingkisan oleh si
berewokan itu..."
"Apakah toako mencurigai dua urusan itu ada
hubungannya satu dengan lain?" tanya Ci Hiap.
"Bukankah dulu hari yang Cong Hay itu menjadi
congkoan di dalam istana kaisar" Mungkinkah sekarang
dia menjadi penjahat?"
"Sekarang ini aku belum dapat menduga pasti, hanya
kau tahu. Yang Cong Hay sangat licin, maka kalau dia
muncul pula di dalam dunia kangouw, itu artinya bukan
307 alamat baik. Dia dan si berewokan muncul saling susul,
itu pasti bukannya kejadian yang kebetulan saja. Ciu
Jiko. karena kita bakal berangkat ke kota raja, baiklah
besok kita berangkat ke Hoayan dulu, baru kita pergi ke
Shoatang, kepada Yo Cecu. untuk berangkat bersamasama
ke Utara."
Demikian diambil keputusan. Maka besoknya dengan
menunggang kuda, berdua mereka --- Giok Houw dan Ci
Hiap --- membikin perjalanan mereka ke Utara. Di
Hoayan mereka mampir, untuk menyelidiki hal ichwalnya
si berewokan. Di sini ada beberapa sahabat orang Rimba
Persilatan. Dua hari mereka menyerep-nyerepi kabar,
mereka tidak memperoleh hasil. Tidak saja si berewokan
tidak dikenal, juga selama beberapa hari ini, tidak ada
orang yang melihat orang atau orang-orang asing di
wilayah ini. Rupanya si berewokan itu seperti bekerja
seorang diri. tanpa kawan atau pembantu.
Setelah dua hari, mereka berjalan terus. Selang dua
hari. mereka tiba di Siucian. Di hari ketiga, mereka
melewatinya. Justeru itu habis hujan, jalanan menjadi
becek dan licin. Di tengah jalan ini. mereka bertemu
sama sebuah kereta yang mendam di lumpur, yang
penumpangnya seorang pria usia lanjut beroman mirip
sasterawan dan yang lainnya seorang nona berumur
belum dua puluh tahun, keduanya turun untuk
membantui menolak keretanya itu. Hanya kereta
agaknya mendam makin dalam. Menampak demikian
mereka turun dari kuda mereka, buat membantui
mengangkat dan menolak kereta itu hingga bebas dari
rintangan itu. 308 Orang tua itu menghaturkan terima kasih berulangulang
dan si nona juga memberi hormatnya sebagai
tanda terima kasihnya.
Oleh karena ini, Ci Hiap menjadi mengajak orang tua
itu bicara, hingga ketahuanlah mereka itu, ayah dan
gadisnya, mau pergi ke Limki, Shoatang. Si orang tua
menanya, apa kedua itu mendengar kabar bahwa jalanan
yang mereka lagi ambil ini tidak aman.
"Orang jahat itu berada di mana-mana, tidak
melainkan di wilayah Shoatang ini," berkata Giok Houw.
"Katanya begal kuda di Shoatang ini sangat lihai." kata
pula si orang tua, berduka, "kalau bukan terpaksa aku
hendak mengantari anakku yang akan menikah ini. tidak
sudi aku melakukan perjalanan ini."
"Apakah losianseng kuatir penjahat nanti merampas
barang-barang pesalinmu?" Giok Houw tanya tertawa
"Bukan, bukan." menyahut si orang tua cepat. "Kami
orang miskin, apakah yang kami memiliki" Aku hanya
kuatir anakkulah yang nanti diganggu..."
Si nona tunduk, mukanya menjadi merah.
Ci Hiap menganggap kekuatiran si orang tua
beralasan. Maka ia pikir, perjalanan ke Limki cuma tiga
empat hari, ada baiknya kalau ia turut mengantari. Tapi
sebelum ia mengutarakan itu. Giok Houw telah
mendahului ia berkata.
"Penjahat itu biasa muncul di waktu malam," katanya
anak muda ini tertawa. "Losiansengjalan dijalan besar
umum di mana ada banyak orang berlalu lintas, laginya
losianseng berjalan di waktu siang, maka tidak nanti ada
309 penjahat yang begitu bernyali besar membegal di siang
hari. Nah, hujan pun sudah berhenti, sudah boleh kita
berangkat!" Ia lantas lompat naik atas kudanya, yang ia
terus cambuk, maka berangkatlah ia tanpa ia mendengar
lagi kata-kata si orang tua.
Ci Hiap heran. Ia menyusul, "Congtocu," katanya.
"Kita mengambil satu jalanan, kenapa kita tidak mau
berjalan bersama mereka itu?"
"Kuda kita dapat berlari keras, mana aku mempunyai
kesabaran akan mengikuti kereta keledainya yang jalan
demikian perlahan?" menyahut si anak muda.
"Ah. toako, kau heran!" kata Ci
Hiap. "Aku tahu kau tidak biasanya begini. Biarnya kita
mempunyai urusan penting, terlambat satu dua hari toh
tidak ada halangannya, bukan?"
Giok Houw mengawasi kawannya itu, ia tertawa.
"Apakah kau benar-benar berkuatir penjahat nanti
merampas gadisnya yang muda belia itu?" ia tanya
Mukanya Ci Hiap menjadi merah.
"Buat saudara-saudara dari beberapa rombongan yang
besar, yang mentaati tata tertib, aku tidak berkuatir
sama sekali," ia menyahut. "Aku hanya kuatir buat
mereka yang bathinnya buruk. Orang toh tidak dapat
diserambikan, bukan?"
Giok Houw tertawa pula.
"Aku melihat wajahnya nona itu, aku menyangsikan
sifatnya," ia kata. "Dia tidak mirip-miripnya gadis
keluarga sasterawan. Jiko, kau lebih tua satu tahun
daripada aku tetapi mengenai segala apa dalam kalangan
310 kangouw, aku mungkin lebih menang daripada kau. Hati
manusia itu tidak dapat diterka! Maka itu mau aku
memberi nasihat, baiklah kau mengurangi minatmu
mencampuri segala urusan luar..."
Setelah kematian ayahnya, belum lewat umur dua
atau tiga belas tahun, Thio Giok Houw sudah masuk
dalam dunia kangouw, dari itu meskipun ia masih muda,
pengalamannya sudah banyak, bahkan sekarang ia
menjadi kenamaan. Ciu Ci Hiap benar menjadi anaknya
Ciu San Bin, bengcu atau pemimpin dari ikatan kaum
Rimba Persilatan di Utara, akan tetapi dia lebih banyak
hidup di dalam kalangan tentara rakyat, dari itu
pengalamannya lain sekali. Maka itu adalah maksudnya
San Bin mengirim dia sebagai pembantunya Siauw Houw
Cu agar dia berpengalaman juga di dalam kalangan
kangouw atau dunia Sungai Telaga. Ini juga sebabnya,
meski dia lebih tua satu tahun, dia memanggil toako
pada Siauw Houw Cu.
Mendengar perkataan kawan ini. Ci Hiap tidak
membantah lagi, hanya di dalam hati ia tidak percaya. Ia
menjadi kurang puas. Pikirnya: "Perlu apa kau usil dia
wanita berbathin baik atau berbathin buruk" Apakah
karena dia bukan wanita baik-baik lantas dia boleh
dibiarkan dirampas orang" Kau bicara dari hal hati orang
sukar diterka, itulah lucu! Dengan kepandaian kita
berdua, apakah kita mesti jeri terhadap itu ayah dan
anaknya yang tidak mempunyai tenaga umpama kata
untuk mengikat ayam?" Maka. makin dipikir, makin ia
tidak menyetujui sikapnya kawan ini.
Magrib itu mereka tiba di dusun Ciangsan tin. mereka
mengambil rumah penginapan. Habis mereka bersantap
malam, orang tua dan anaknya tadi tiba dengan kereta
311 keledai mereka, dan mereka itu mengambil rumah
penginapan yang sama. Melihat kedua anak muda, si
sasterawan berulang-ulang menghaturkan pula terima
kasihnya. Ci Hiap yang jujur menjadi kurang enak hati, tetapi
Houw Cu bersikap tawar, malah lantas dia menarik
tangannya, untuk diajak masuk ke dalam kamar, untuk
beristirahat. Karenanya ia menjadi semakin tidak puas.
Kira jam lima Giok Houw mengasi Ci Hiap bangun.
"Aku telah menyewa perahu." katanya. "Selekasnya
terang tanah, kita berangkat!"
Puteranya San Bin menjadi heran sekali.
"Bukankah jalan darat terlebih cepat?" tanyanya. "Dari
Ciangsan tin ke Limki, kita akan tiba dalam tempo tiga
hari. tetapi kalau kita ambil jalan air di sungai Kihoo,
sedikitnya kita akan ambil tempo empat hari."
"Sekarang ini musim rontok, aliran air deras sekali."
kata Giok Houw. "dari itu jalan darat dan jalan air
seimbang saja. Dengan menunggang kuda terus
menerus, pinggang kita pada meluang. Bukankah lebih
enak naik perahu?"
Ci Hiap tidak bisa membantah, ia menurut. Ketika
mereka tiba di tepi sungai, di sana ada sasterawan tua
dan gadisnya, mereka itu lagi menanti perahu.
Giok Houw sebat tetapi sebelum ia membilang apaapa.
si sasterawan telah mendahului ia, sambil memberi
hormat, orang tua itu berkata: "Apakah jiwi juga mau
naik perahu" Aku pikir, jalan air ada terlebih aman. maka
dengan jiwi turut bersama, itulah terlebih bagus lagi"
312 Apakah jiwi menggunakan sebuah perahu atau
barangkali kamu mempunyai lain kawan lagi?"
Lagu suara orang tua ini menunjuki ia ingin sekali
diajak naik perahu bersama.
"Di sini ada banyak perahu, gampang untuk
menyewanya." sahut Giok Houw. "Baiklah losianseng
menanti sebentar."
Itulah jawaban atau kata-kata yang berupa penolakan.
Orang tua itu tidak memaksa. "Baiklah!" katanya
tertawa. "Harap kita nanti bertemu pula di Limki!"
Giok Houw lantas naik ke perahunya. Di saat ia
mengangkat kakinya, ia melihat mendatanginya dua
pengemis yang pakaiannya banyak tambalannya,
sembari mendatangi mereka itu menyanyikan lagu
keistimewaan mereka yaitu "Lian Hoa Lok" atau "Daun
teratai rontok," begini:
"Sekuntum ialah setangkai bunga teratai! Tuan
besaryang mempunyai uang, janganlah kau mentertawai
kami. Sekalipun Han Sin, ada harinya yang dia
mengemis nasi, sedang Ngo Cu Sih, melintasi kota
Ciauwkwan, rambutnya berubah ubanan. Manusia itu ada
saatnya malang dan beruntung, bencana dan rejekinya
hanya bergantung sama seputaran detik. Maka itu tuan
besar, jikalau kau suka mengamat uang di sepanjang
jalan bintangmu akan cemerlang terus, sampai di
rumah!" Nyanyian itu diiramakan dengan keprokan bambu,
setelah itu keduanya memohon amal dari Giok Houw dan
Ci Hiap. 313 Giok Houw mengeluarkan sepotong perak, dengan dua
jari tangannya ia memotes itu hingga terpatah dua.
Selagi berbuat demikian, matanya melirik cepat kepada si
ayah dan gadisnya serta juga kepada kedua pengemis
itu. Mata si nona bersinar, mata si ayah tetap berdiam.
"Dasar si tua, dia berpengalaman," kata Giok Houw di
dalam hatinya. Kedua pengemis itu tertawa.
"Terima kasih, tuan besar!" kata mereka seraya
mereka mengangkat bungbung bambu mereka,
menyusul mana terdengarlah dua suara dari nyemplung
masuknya dua potong perak Giok Houw, yang
dilemparkan tepat ke dalam bungbung itu.
Setelah berada di atas perahu, dengan perlahan Giok
Houw mengasi dengan suara bersenandung.
"Toako, kau benar banyak curiga!" kata Ci Hiap
tertawa. "Apa mungkin kedua pengemis itu juga tak
benar asal-usulnya?"


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan begitu, sahabatku," sahut si anak muda.
"Nyanyian mereka itu ada artinya dan caranya mereka
menyambuti uang juga menunjuki mestinya mereka
pernah belajar silat."
Ci Hiap tertawa.
"Selama di Utara sering aku mendengar nyanyian
kaum pengemis itu." katanya.
"Itulah nyanyian umum dari mereka. Itulah nyanyian
untuk memohon amal. Tentang kepandaian mereka
menyambuti uang, itu juga tidak aneh. Mereka sudah
biasa, kepandaian itu mereka telah pelajarkan, hingga
314 tidak pernah mereka gagal. Juga aku sering melihat itu.
Laginya, apakah sangkutannya mereka dengan kita
seandainya benar mereka mengerti ilmu silat atau tidak"
Sudah banyak orang gagah dapat kita menemui, apa
mungkin kita jeri terhadap mereka itu berdua?"
Giok Houw tidak mau menarik urat dalam urusan itu.
"Barang bingkisan beberapa propinsi yang kau telah
dapat rampas, sudahkah itu diangkut pulang atau
belum?" ia tanya. Inilah pertanyaan tiba-tiba.
"Aku telah minta sejumlah saudara membawanya
pulang," Ci Hiap menyahuti. "Hanya gioktay, yaitu ikat
pinggang, dari propinsi Ouwpak, karena gampang
dibawanya, aku bawa sendiri."
Adalah perjanjian bahwa semua barang bingkisan,
yang dirampas mereka, mesti dikumpulkan pada Ciu San
Bin, untuk nanti dibagi-bagi. Inilah sebabnya mengapa
Giok Houw menanya demikian.
Ditanya begitu, Ci Hiap tidak segera menyahuti. Ia
merasa sedikit tidak senang.
"Toako," katanya sesaat kemudian, "jikalau kau tidak
tenang hati dan berkuatir nanti terjadi sesuatu, baiklah
kau saja yang pegang."
Giok Houw tertawa.
"Tidak usah!" sahutnya. "Cukup asal masing-masing
berhati-hati. Hanya lucu kalau barang yang telah kita
rampas lalu kena dirampas lain orang!"
Ci Hiap kata di dalam hatinya: "Aku melibat gioktay di
pinggangku, mana bisa itu dirampas orang" Kecuali aku
ialah satu mayat..."
315 Giok Honw mendapat lihat roman orang tidak senang,
ia berhenti membicarakan itu.
Tidak lama seberangkatnya perahu mereka, mereka
mendapatkan si sasterawan dan gadisnya sudah naik
sebuah perahu lain. perahunya itu lagi mengikuti. Giok
Houw pesan tukang perahu supaya perahu kecil di
belakang itu jangan dikasih datang dekat perahunya.
Dua hari orang telah berlayar, tidak ada terjadi
peristiwa apa juga. Ci Hiap mentertawai dalam hatinya
kecurigaan hebat dari Giok Houw, sebab congtocu itu
mencurigai siapa saja.
Giok Houw bicara tentang pelbagai kecurangan atau
kelicikan dalam dunia kangouw sama sekali ia tidak
menyebut-nyebut si sasterawan berdua gadisnya itu.
Malam itu ketika perahu mulai mendekati tepian,
waktu sudah mendekati tengah malam. Mendadak di
dalam kesunyian, diantar oleh sang angin, terdengar
teriakan minta tolong, di antara mana terdengar juga
jeritan tajam dari seorang wanita.
Ci Hiap yang mendengar teriakan itu, ia lantas
mengasi Giok Houw bangun. Keduanya terus pergi ke
kepala perahu. Di tepian terlihat pelbagai bayangan
bergerak-gerak, di sana juga terdengar ringkik kuda.
Tidak jauh dari perahu mereka terlihat terbaliknya
sebuah perahu kecil, tukang perahunya dengan selulup
timbul lagi berenang ke arah perahu mereka, dia
berteriak-teriak minta tolong.
"Lihat toako!" kata Ci Hiap kaget. "Itulah perahunya si
orang tua dari gadisnya yang kena dibajak!"
316 Itu waktu terdengar jeritan si nona, datangnyajauh
dari daratan, terdengar tak hentinya.
"Bagaimana, toako?" tanya pula Ci Hiap, yang tadi
tidak memperoleh jawaban dari kawannya, la menjadi
tidak puas, pada matanya nampak sinar tidak senang
hati. "Lebih perlu menolong orang!" menjawab Giok Houw.
"Mari kita kejar kawanan begal itu!"
Anak muda ini ragu-ragu, sebab ia pikir: "Ayah dan
anaknya itu mencurigai tapi mereka belum pasti orangorang
busuk... Dialah satu nona remaja, kalau dia sampai
diganggu penjahat tanpa kita menolongi, itulah benar
satu dosa!" Ci Hiap girang. "Maaf, toako. kemarin ini aku
keliru menyesalkan kau," katanya.
"Di mana kita bisa, kita harus berhati-hati." kata si
anak muda. "Kalau kita menghadapi perbuatan tidak
selayaknya, sudah seharusnya kita memberikan bantuan
kita. Mari kita berangkat!"
Tanpa menanti perahu sampai nempel sama tepian,
kedua pemuda ini sudah lompat ke darat.
Ketika itu suara berisik sudah mulai sirap.
Malam itu langit terang dan rembulan bercahaya,
maka itu mereka bisa lari keras ke arah dari mana datang
jeritan-jeritan si nona tadi. Hanya, mereka rupanya tidak
dapat menyandak kuda musuh, tidak lama kemudian,
mereka tidak mendengar suara apa-apa lagi. Terpaksa
Giok Houw memperhatikan tapak kaki kuda. Ia menjadi
ragu-ragu ketika ia menghadapi jalan cagak dan di duadua
jalan itu ada tapak kudanya, sesudah meneliti, ia
lantas mengambil jalan yang tapak kakinya lebih sedikit.
317 Ci Hiap heran, ia menanya.
"Inilah akal mereka," Giok Houw menerangkan.
"Mereka membikin di dua-dua jalan ada tapaknya,
supaya kita menjadi bingung, supaya kita mengambil
jalan dengan tapak kaki lebih banyak. Aku tidak sudi
mengasi diriku dipedayakan!"
Mereka berlari-lari kira setengah jam. tibalah mereka
di kaki sebuah bukit. Di sini kembali terdengar jeritan si
nona tadi, meskipun dengan lapat-lapat. Giok Houw
mengikuti suara itu.
"Gunung ini ialah sarang penjahat," berkata si anak
muda. la maju terus, diikuti kawannya, sampai, kuping
mereka dapat mendengar lebih nyata, bahkan ada suara
tertawanya si orang jahat. Kembali si nona menjerit.
Segera juga mereka sampai di atas bukit, di mana ada
sebuah tempat yang luas. Kawanan penjahat berkumpul
di situ, untuk berpesta. Mereka menyalakan tabunan. Si
nona ditambat pada sebuah pohon. Seorang penjahat
lagi mencambuki si sasterawan.
"Anakmu menjadi ratu gunung, apa itu tidak bagus?"
berkata satu penjahat sambil tertawa. "Perlu apa anakmu
nangis saja" Aku tidak suka memaksa orang apa pula si
cantik manis..."
"Memang benar!" berkata si tukang siksa, yang terus
berkata kepada si orang tua, "Kau dengar tidak"
Maksudnya tay ong ialah supaya puterimu menurut
dengan suka rela. Kau suka membujuki anakmu itu atau
tidak?" Tay ong itu, ialah raja gunung, artinya kepala
berandal. 318 Orang tua itu menutup rapat mulutnya.
"Aku tidak percaya kau ada terlebih tangguh daripada
cambuk ini!" kata si tukang siksa, yang lantas
mencambuk, bahkan itu diulangi setiap kali ia habis
tertawa. Giok Houw menahan hawa marahnya.
"Pergi kau tolongi itu ayah dan puterinya!" ia kata
pada Ci Hiap. "Aku akan membereskan kawanan
penjahat kejam ini!"
Kata-kata ini dibuktikan seketika juga, sambil
membentak, si anak muda berlompat lari ke arah si tay
ong. Raja gunung itu kaget sampai ia tidak sempat
menghunus senjatanya, maka itu ia menyambar
sepotong kayu yang menyala dengan apa ia menyambuti
penyerangnya. Ia menimpuk.
Giok Houw tidak terhalang majunya meskipun ia
ditimpuk api. Sambil berlari, ia mendupak api itu, sambil
maju terus, goloknya bekerja, maka sebelah lengan si
penjahat lantas saja terbabat kutung. Lantas ia bekerja
terlebih jauh, menyerbu kawanan penjahat itu, hingga
paling dulu ia membuatnya sapat beberapa senjata
musuh, yang tidak tahu bahwa goloknya ialah golok
mustika. Segera setelah itu. kawanan penjahat memencar diri.
Selagi Giok Houw menoyor pundaknya satu penjahat,
dari sampingnya datang serangan yang dahsyat, hingga
ia heran dan pikir orang gesit dan mestinya lihai sekali.
Terpaksa ia berkelit, setelah mana. ia berpaling, la
319 mendapat kenyataan penyerangnya ini ialah seorang
wanita yang bertubuh kasar, alisnya gompiok, matanya
gede, hingga dia lebih mirip dengan seorang pria.
Setelah itu ternyata lebih jauh, dia mempunyai sepuluh
jari tangan dengan setiap kukunya hitam mengkilap dan
tajam, setiapnya dipakaikan cincin yang berbunyi di
waktu beradu atau kebentur satu dengan lain. Kuku itu
panjangnya sedikitnya tiga dim.
Baru Giok Houw berkelit atau kuku itu sudah
menyambar pula. la hendak menangkis atau mendadak
ia membatalkan niatnya. Ia melihat telapakan tangan si
wanita hitam legam. Terpaksa ia berkelit pula.
Wanita itu benar-benar hebat sekali. Dua kali ia telah
gagal dengan penyerangannya itu atau ia menyusuli
untuk yang ketiga kalinya. "Bret!" demikian ujung baju
Giok Houw pecah --- dibikin pecah olehnya sendiri, untuk
menggunakan ujung baju itu memapaki dan melibat
tangan orang. Inilah tindakan guna mencegah kena
tercengkeram kuku itu, yang dikuatir ada racunnya.
Tatkala itu si tay ong kembali maju. Dia menggunakan
sepasang poankoan pit, senjata yang mirip pena
Tionghoa, hebat serangannya, ke kiri dan kanan. Di kiri
menotok jalan darah yangpek hiat, di kanan jalan darah
thaychong hiat.
"Bagus!" berseru Giok Houw. yang mendapatkan
musuh ini tidak kurang lihainya. Ia juga memperlihatkan
kesehatan dan kelihaiannya. Dengan satu tarikan, ia
membikin tangan si wanita, yang ia telah kena libat,
menjadi patah, setelah mana, ia menyambar leher baju si
tay ong sambil goloknya membabat, menabas poankoan
pit tay ong itu. Kedua senjata bentrok keras, sampai
320 poankoan pit itu mental dan hampir mengenai muka
pemiliknya! Tay ong itu hebat, dengan kecerdikannya ia membikin
senjatanya tidak kena terbabat dan cuma terbentur,
kalau tidak, mesti senjatanya itu kutung putus. Ia pun
dapat berkelit hingga leher bajunya terhindar dari ia mau
melakukan pembalasan, atau mendadak ia mendengar si
wanita berseru tajam sekali!
Giok Houw menghadapi bahaya akibat seruan luar
biasa itu. Si wanita mengayun tangannya yang kiri, lalu
lima buah cincin dari tangannya itu melesat menyambar
ke arahnya. Dia menimpuk sambil dia sendiri berlompat
maju dengan kegesilannya yang luar biasa.
Giok Houw kaget dan kagum menyaksikan orang
masih demikian kosen meskipun sebelah tangannya
sudah patah. Dengan menjejak tanah, ia berlompat
menyingkir dari serangan sembari berlompat, ia
menyampok dengan goloknya. Maka itu, dua buah cincin
lolos di bawahan kaki, dua buah kena tersampok mental,
hanya yang ke lima yang berbahaya, yang mengarah
belakang kepala. Itulah disebabkan lihainya wanita itu
menggunakan senjata rahasianya itu, secara saling susul
dengan cepat sekali.
Giok Houw menyangka, habis menyerang empat kali,
wanita itu akan menyingkir dari hadapannya, untuk
menjauhkan diri dari penyerangan pembalasan, tidak
tahunya, dia mengulangi serangannya yang ke lima itu.
Saking terpaksa, ia menangkis bahaya ini dengan
menyentil dengan Tiatci Sinkang.
Cincin itu mental balik, agaknya muka si wanita yang
bakal kena tersambar, tetapi dia benar-benar lihai, dia
321 dapat menghindarkan dirinya. Dia nampaknya mau
berlompat maju, guna menyerang pula untuk ke sekian
kalinya, tetapi waktu dia berlompat, bukan dia maju, dia
berlompat mundur, terus dia memutar tubuh dan kabur.
Perbuatannya itu diturut si tay ong. yang segera kabur
bersama. Giok Houw gusar bukan main, ia mendongkol sekali.
Kalau ia mau, ia bisa dengan lekas membinasakan si tay
ong, tetapi ia memikir untuk menangkap orang hiduphidup,
supaya keterangannya dapat didengar, siapa tahu,
dia licik, dia turut si wanita menyingkirkan diri. Dalam
murkanya itu, ia lantas mengejar, atau mendadak ia
mendengar jeritan Ci Hiap. Tentu sekali ia menjadi
sangat kaget, hingga ia lantas merandak. Itu waktu
hampir ia dapat menyandak mereka.
Si wanita turut merandak dan mengasi dengar
tertawanya yang tidak sedap untuk telinga, terus dia
berkata: "Sebuah lengan ditukar dengan dua jiwa, itulah
sangat setimpal! He, Thio Giok Houw, kau berani atau
tidak bertempur pula sama aku si nyonya tua untuk lagi
tiga ratus jurus?"
Sesaat itu Thio Giok Houw lantas mengerti bahwa ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah kena dipedayakan. Ia mesti menahan
mendongkolnya, tanpa melayani nyonya itu, ia memutar
tubuh untuk lari balik, guna melihat Ci Hiap. Ia baru lari
beberapa tindak, atau ia merasakan gatal luar biasa di
jari tangannya. Ia lantas mengangkat tangannya, guna
melihat. Ia mendapatkan jari tengahnya hitam di bagian
ujungnya, tanda hitam itu bergerak naik ke arah
telapakan tangan. Ia menjadi sangat kaget. Sekejap itu
juga ia mengerti, cincin wanita tadi ada racunnya yang
lihai. Pantas si wanita menyebut-nyebut sebuah lengan
322 berharga ditukar sama dua jiwa. Meski ia kaget, ia tidak
menjadi gugup. Segera ia memusatkan semangatnya, ia
menyalurkan darahnya, guna memegat bekerjanya racun
itu. untuk mendorong balik ke ujung jari dan berdiam di
situ. Untuk ini syukur ia mempunyai kepandaian tenaga
dalam yang mahir. Hanya ia bingung juga sebab kembali
ia mendengar jeritannya Ci Hiap. jeritan dari kemarahan
dan putus asa, hingga ia jadi heran sekali. Kenapa
sahabat itu" Mustahil dia tidak sanggup melawan, satu
penjahat" Tanpa banyak pikir lagi, ia lari terus.
Sebenarnya, di saat Giok Houw mengejar si tay ong
dan penjahat wanita yang lihai itu, Ci Hiap mengalami
bahaya yang di luar dugaan. Menuruti pesan Giok Houw,
ia lari ke pohon, guna menolongi si nona. Ketika itu.
diikat di pohon, nona itu lagi merintih. Di samping itu si
orang tua, yang dianiaya orang jahat, pada robek
pakaiannya, balan tubuhnya, dia rebah lemas, mulutnya
memperdengarkan suara parau. Saking gusar, Ci Hiap
menghajar hebat kepada si penjahat, hingga orang roboh
hanya dengan satu kali hajar. Lantas ia menotok
kurbannya itu. Tanpa menanti memeriksa orang itu, ia
lari kepada si nona, guna menolongi dia dari ikatan.
Dengan air mata berlinang, nona itu mengangguk,
tanda terima kasihnya. Ia tidak bisa lantas bicara karena
mulutnya disumbat juiran kckainan. Sesudah ikatannya
dilepaskan, baru ia memberi hormat sambil berlutut
seraya berkata: "Tuan, budimu yang besar ini tidak nanti
aku lupakan!"
Ci Hiap menganggap budi itu tidak berarti, ia
membungkuk untuk mengasi bangun nona itu, atau tibatiba
ia ingat, tidak pantas ia menyentuh tubuh gadis
orang. Ia menarik pulang kedua tangannya di saat ia
323 baru mulai membentur baju si nona. Ia tengah likat itu
ketika ia merasakan sambaran angin di belakangnya.
Tentu sekali ia menjadi kaget. Itulah bokongan dengan
senjata tajam. Ia lantas memutar tubuhnya, guna
melihat, guna membela diri. Justeru ia lagi memutar
tubuh, mendadak si nona berlompat bangun, telapakan
tangannya yang halus dipakai menekan dadanya sambil
dia membilang sambil tertawa: "Banyak-banyak terima
kasih, tuan!"
Ci Hiap tidak menyangka jelek, maka itu, ia menangkis
untuk serangan dari belakang itu. Baru lawan itu
mundur, atau ia merasakan dadanya sesak, matanya pun
berkunang. Dan entah bagaimana, penjahat yang tadi ia
pukul roboh dan totok, sekarang berlompat bangun dan
terus menyabet ia dengan cambuknya. Ia menguatkan
hati. ia mengangkat tangan, untuk menangkis, guna
menangkap cambuk itu dan dirampas. Justeru itu, datang
serangan dari satu penjahat lain, yang nampak
bayangannya menubruk belakangnya. Ketika ia telah
berbalik. ia menjadi heran sekali. Ia menampak si
sasterawan tua, ialah orang yang ia tolongi tetapi
sekarang membokong padanya. Dengan tangan
menyekal golok, orang tua itu tertawa menyeringai!
Ci Hiap heran hingga ia percaya tengah bermimpi.
Karena ini, ia bergerak ayal ketika si orang tua
menyerang padanya, maka itu pecahlah ujung bajunya,
yang kena terbacok. Ia berteriak dengan tegurannya
"Kenapa kau membalas kebaikan dengan kejahatan?"
Tak dapat ia menahan kemendongkolannya, sekonyongkonyong
ia memuntahkan darah hidup!
"Terima kasih tuan untuk budimu yang besar!" berkata
si nona tertawa geli. "Karena budimu itu. kami suka
324 memberikan kau mati dengan tubuh utuh. Cit-siok,
ambillah ikat pinggang kumalanya, lantas lekas
berangkat! Dia telah terkena pukulanku tangan Citciang!"
Sasterawan tua itu mengasi dengar suaranya: "Hm!"
Dengan dingin ia menambahkan: "Hendak aku melihat
sendiri sampai dia mati, dengan begitu barulah hatiku
tenang. Kau heran, aku agaknya menjadi murah hati!
Pekerjaan kita ini mesti ada seumpama memotong
rumput berikut akarnya! Kau toh bukannya tidak tahu!"
"Aku hanya berkuatir sahabatnya nanti keburu
datang," menjawab si nona
"Kalau bocah itu datang, kita tentunya telah selesai
bekerja!" kata si orang tua.
Ci Hiap mendongkol bukan kepalang. Tahulah ia
bahwa ia telah kena dijual. Dari pembicaraan mereka itu,
mereka bukannya ayah dan puterinya, merekalah
penjahat-penjahat dari satu rombongan. Dalam
murkanya ia lantas menyerang hebat. Di belakang ia ada
golok, di depan ia ada cambuk. Ia mengeluarkan
kepandaiannya ilmu Golok Emas, atau Kimto Tohoat.
"Sungguh besar tenagamu!" berteriak si nona tempo
dia dibacok. Dia menangkis bacokan itu dan dapat
membebaskan diri, dari itu dia ketahui tenaga besar dari
si anak muda. Selagi Ci Hiap gagal membacok si nona, ujung cambuk
mengenai pundaknya hingga lukanya pecah, hingga
makin cepat bekerjanya racun. Di dalam keadaan itu
iapun kena terbacok si nona pada lengannya, syukur
lengan itu tidak sampai kutung. Hanya ia merasakan
sakit yang tidak dapat ia pertahankan. Pandangan
325 matanya, dengan sendirinya menjadi kurang terang.
Tentu sekali, permainan silatnya menjadi kacau.
"Paman Cit, kau tidak mau turun tangan, kau hendak
menunggu sampai kapan?" si nona tanya si orang tua.
"Kau gesit, kaulah yang sontek tulang piepee-nya!"
menyahut orang tua itu.
Ci Hiap berkelahi seperti mengamuk, itulah sebabnya
kedua musuhnya tidak berani mendesak rapat. Ia
membuatnya kalangannya menjadi ciut hingga
penjagaannya menjadi rapat. Ia terutama membelai
tulang piepee-nya dan tenggorokan. Hatinya menjadi
kecil sebab makin lama silatnya makin tidak keruan,
tenaganya makin berkurang, sedang pandangan matanya
sudah guram. Si nona, yang menurut si orang tua lincah gerakannya,
benar-benar berkelebatan di depan pemuda ini. Ia
rupanya mengetahui orang sudah kehilangan tenaga dan
kurang awas, lantas ia menyerang dua kali beruntun,
serangannya sangat cepat.
Ci Hiap melihat samar-samar, ketika datang serangan
ke atas. ia menangkis, tetapi si nona, habis menyerang
itu, yang merupakan ancam belaka, mendadak menekuk
kedua kakinya, untuk mendekam, goloknya menyambar
ke kaki. "Aduh!" Ci Hiap berteriak, terus tubuhnya roboh. Jitu
sekali bacokan itu, yang kenanya hebat.
Itulah jeritan yang Giok Houw dengar hingga ia lantas
lari untuk menolongi. Jeritan itu disusul sama yang
lainnya ketika si sasterawan menghajar dengan
cambuknya. 326 Lagi sekali si orang tua mengirim cambuknya, kali ini
ke arah batok kepala si anak muda, hanya kali ini dia
gagal, cambuknya itu menyerang ke samping. Sebab
Giok Houw keburu sampai dan dengan teratai besinya, ia
dapat menggagalkan serangan hebat itu, menyusul
mana. ia segera membacok orang tua itu!
Sasterawan itu terkejut untuk lihainya anak muda ini,
ia bukan melawan hanya ia lompat berkelit, untuk terus
lari menyingkir.
Si nona hendak membantui si orang tua. ia membacok
dengan sepasang goloknya --- golok Liuyap to.
Ketika kedua senjata beradu, ternyata goloknya itu
kalah kuat. Dua potong golok terbabat kutung hingga
menjadi empat potong, kedua telapakan tangannya pun
pecah, hingga ia kaget bukan kepalang. Untuk menolong
diri, ia membuang tubuhnya jatuh bergulingan, terus ia
menggulingkan diri hingga turun ke bawah bukit. Ia tidak
perduli lagi banyaknya batu atau duri. Syukur untuknya,
ketika ia dibacok pula, cuma sebagian rambutnya yang
kena terbabat kutung.
Kapan Giok Houw memandang Ci Hiap. kawan itu
telah menjadi seperti orang darah. Tentu sekali, di dalam
keadaan seperti itu, tidak dapat ia mengejar musuhmusuhnya
walaupun ia sangat membenci mereka Ia
menghampirkan puteranyaKimto Cecu Ciu San Bin,
hingga ia melihat baju orang di betulan dada robek dan
di dadanya itu berbekas tapak tangan yang berwarna
hitam. Tanpa mensia-siakan waktu lagi. pemuda ini
membungkus tangannya, lantas ia memencet lengannya
327 Ci Hiap, dan dengan jeriji tangan, ia menekan jalan
darah kwangoan hiat. Itulah pertolongan pertama.
Tubuh Ci Hiap bergemetar sedikit, terus terdengar
suara di tenggorokannya. Tidak selang lama atau ia telah
memuntahkan reak darah. Sesudah itu, perlahanperlahan
ia membuka matanya. Dengan begitu, ia jadi
bisa mengawasi kawannya itu.
"Toako," katanya perlahan, "Aku menyesal sudah tidak
mendengar nasihatmu..."
Nyata sekali ia sangat menyesal dan masgul.
Giok Houw bercekat hati. Ia heran orang tidak
berteriak karena pencetan atau tekenannya itu. Itulah
suatu tanda dari luka parah. Tapi ia paksa bersenyum,
untuk membesarkan hatinya kawan itu.
"Siapakah yang hidup di dalam kalangan kangouw
tidak pernah terpedayakan?" katanya "Jangan kau
pikirkan itu."
Giok Houw memberikan pula pertolongannya, ialah
dengan memborehkan obat luar pada luka si kawan,
disusul sama urutan jalan darah, hanya pertolongan ini
tidak memberikan hasil. Muka Ci Hiap. yang bersemu
hitam, menjadi semakin hitam.
"Toako, coba kau periksa pinggangku!" mendadak Ci
Hiap berkata. Ia baru saja ingat.
Giok Houw menurut, setelah meraba, ia berdiam saja.
Ci Hiap menghela napas. "Tidak usah kau berkata, aku
sudah tahu." katanya berduka. "Bingkisan dari propinsi
Ouwpak "-" itu ikat pinggang kumala --- telah dirampas
penjahat... Aku menyesal, bukan saja aku tidak dapat
328 membantu kau. bahkan aku membikin kau bertambah
sulit..." "Biarlah penjahat mengambil itu, nanti juga dapat kita
merampas pulang," berkata Giok Houw menghibur. "Jiko,
ke mana perginya semangat laki-laki dari kau" Kenapa
baru terpukul sedikit kau sudah lesu?"
Giok Houw sendiri sangat berkuatir dan berduka akan
tetapi ia berhasil menguasai diri, untuk berlaku tenang,
hanya Ci Hiap bukannya satu bocah, dan dia mengetahui
baik yang dia telah terluka parah.
"Sekarang ini beban merampas pulang bingkisan itu
aku serahkan pada kau, toako," katanya. "Tenteram
hatiku karena kaulah yang bertanggung jawab. Sekarang
aku hendak minta satu pertolongan, ialah tolong kau
menghiburkan ayahku..."
"Jiko. jangan kau pikir yang bukan-bukan," berkata
Giok Houw. Di dalam hatinya ia tetap berkuatir sekali.
Keadaan Ci Hiap terus memburuk.
Selagi Houw Cu berduka dan tak berdaya itu,
kupingnya mendengar suara rumput berkelisik di
sampingnya di mana ada gombolan lebat.
"Bagus, jahanam!" pikirnya. "Kamu terlalu menghina
aku! Rupanya kamu datang untuk mencari tahu kita
sudah mampus atau belum... Bagus kamu datang, lebih
dulu aku akan membalaskan sakit hatinya Ciu Jiko!"
Ia lantas menjumput beberapa potong batu. untuk
menimpuk begitu lekas ia melihat orang muncul.
Segera terdengar suara tindakan kaki.
329 "Kepandaian mereka ini tidak berarti," Giok Houw
berpikir. Kalau orang lihai, tindakan kakinya tidak bakal
kedengaran. Ia terus memasang mata.
Mendadak di dalam rujuk itu terdengar suara orang
bernyanyi, menyanyi lagu "Bunga teratai rontok" dari
kaum pengemis. Ia mendengari:
"Sekuntum ialah setangkai bunga teratai! Tuan besar
yang mempunyai uang, janganlah kau mentertawai kami.
Sekalipun Han Sin, ada harinya yang dia mengemis nasi,
sedang Ngo Cu Sih, melintasi kota Ciauwkwan,
rambutnya berubah ubanan. Manusia itu ada saatnya
malang dan beruntung, bencana dan rejekinya hanya
bergantung sama seputaran detik. Maka itu, tuan besar,
jikalau kau suka mengamal uang, di tengah jalan
bintangmu akan cemerlang terus sampai di rumah!"
Itulah nyanyian yang Giok Houw dengar ketika ia
hendak menaiki perahu. Maka ia melepaskan batunya, ia
berlompat bangun.
"Mau apa kamu datang kemari?" ia tanya.
Di sana muncul dua orang pengemis, keduanya
tertawa.

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa mendapatkan uang orang, dia harus
memberikan pertolongannya!" kata satu di antaranya.
"Dan kami datang untuk menolongi kedua tocu supaya
bencana atas dirimu buyar!" Hati Giok Houw terkesiap.
"Jadinya kamu sudah ketahui dari siang-siang apa yang
bakal terjadi hari ini?" ia tanya.
"Aku melihat bintang di atasan kepala kamu
cemerlang sekali, jiwi tocu," sahut orang yang ditanya,
"kami telah dapat menduga, hanya kami tidak
330 menyangka bahwa mereka turun tangan secara sangat
telengas begini."
"Adakah kamu anggauta-anggauta Kaypang?" Giok
Houw tanya. Ia ingat kepada Kaypang yaitu Partai
Pengemis. "Thio Tocu." menyahut pengemis itu. "jikalau kau
percaya kami. kami minta sukalah kau menyerahkan
sahabatmu ini pada kami untuk kami menolong
mengobatinya, kalau tidak, tidak usahlah tocu mencari
tahu hal ichwal kami."
Dijawab demikian rupa, Giok Houw mengawasi dua
pengemis itu, lantas ia tertawa terbahak.
"Sahabat-sahabat kaum kangouw cuma
mengutamakan kepercayaan," bilangnya. "Baiklah, aku
menyerahkan saudaraku itu kepada kamu!"
Giok Houw bukanlah seorang yang gampang
mempercayai orang hanya dia dapat melihat keadaan
sedang keadaannya Ci Hiap berbahaya sekali. Umpama
kata kedua pengemis jahat hatinya, tidak usah mereka
menggunakan akal busuk lagi akan merampas jiwa Ci
Hiap itu. Lagi pula, kepandaian mereka ini tidak berarti,
ia sangsi mereka berani main gila di depannya.
Kedua pengemis itu lantas memeriksa lukanya Ci Hiap.
"Thio Tocu." katanya kemudian, "kami minta sukalah
tocu serta sahabatmu ini pergi ke tempat kami untuk
singgah beberapa hari".
"Apakah di sini dia tidak dapat diobati?" Giok Houw
tanya. Kedua pengemis itu tertawa. "Jikalau luka ini
331 gampang di obati, tidak nanti pukulan mereka itu disebut
Cit Im Ciang yang beracun jahat." kata mereka.
Giok Houw luas pergaulannya tetapi ia belum pernah
mendengar tentang Cit lm Ciang yang disebutkan ini. dari
itu. hatinya bercekacuga.
Pengemis yang sebelah kiri mengeluarkan tiga batang
jarum perak, dengan diatur tersusun, satu di atas dan
dua di kiri kanan, dia menusuki itu di dada Ci Hiap,
masuknya jarum hingga separuhnya. Lekas sekali, jarum
itu terlihat berubah menjadi hitam.
Menampak itu, Giok Houw kaget. Ia menginsafi
jahatnya racun itu.
"Inilah daya untuk mencegah bekerjanya racun
menjadi hebat," si pengemis memberikan keterangan.
"Buat dapat menyingkirkan seluruh racun, dibutuhkan
waktu sedikitnya tiga hari. Thio Tocu, kau terkena cincin
beracun, kau tidak terluka parah sebagai sahabatmu ini,
maka itu di sini juga dapat kami mengobati kau, asal kau
suka menahan sedikit rasa nyeri."
Giok Houw heran yang kedua pengemis itu juga tahu
ia telah terlukakan, sedang ia tidak mengasi kentara apaapa.
"Jiwi benar lihai," ia berkata tertawa. "Lukaku tidak
berarti, tidak usah kamu menguatirkannya."
Habis berkata, pemuda ini menghunus goloknya,
dengan ujung golok ia membelek jari tangannya yang
terluka racun itu. dengan begitu darahnya lantas
mengucur keluar. Ketika darah itu mengenai rumput,
rumput itu layu dengan segera. Lekas sekali darah hitam
332 itu keluar habis, disusul sama darah yang segar. Luka itu
lantas juga dibalut.
"Mohon tanya, jiwi, apakah racun pada lukaku ini
sudah bersih?" ia tanya kedua pengemis itu.
Kedua orang Kaypang itu heran dan kagum.
"Tocu sangat lihai, jarang orang seperti kau!" mereka
memuji, "Pantaslah kaum kangouw dari golongan tertua,
kalau mereka menyebut nama tocu, mereka
mengeluarkan jempol mereka."
Sebenarnya Giok Houw hendak memberikan
tangannya diobati kedua pengemis itu atau ia memikir
baiklah ia kasi lihat kepandaiannya supaya orang kagum
dan heran, supaya mereka jangan memikir yang tidaktidak.
Nyata ia berhasil. Ia pun melihat orang sungguhsungguh
hendak mengobati Ci Hiap, pada mereka tidak
tampak sedikit kecurigaan juga, dari itu ia lantas
mengangkat tubuh kawannya itu, untuk dipanggul, buat
dibawa turun gunung bersama kedua pengemis itu.
Satu jam kira-kira mereka berjalan, mereka tiba di
sebuah rumah besar, yang kelihatan kekar bagaikan
bentengan, sebagaimana tiga lapis pintunya terbuat dari
besi dan setiap pintu ada pengemis yang menjaganya.
Giok Houw dipimpin memasuki sebuah ruang di mana
segala perabotan nampak mahal harganya tetapi
penghuni-penghuninya adalah orang-orang dengan
pakaian banyak tambalannya.
"Tolong turunkan sahabatmu, tocu." berkata satu di
antara kedua pengemis itu, setelah mana ia memanggil
seorang pengemis, yang agaknya bertenaga besar, buat
membawa Ci Hiap ke ruang belakang. Dari ruang besar
333 itu, Giok Houw melihat samar-samar cahaya api, yang
kemudian disusul sama bunyinya air bergolak. Maka ia
berbangkit, akan mendekati loneng. guna melihat ke
ruang belakang itu.
Di sana orang tengah memasak air di dalam sebuah
kwali besar, apinya berkobar, airnya berdidih. Tubuh Ci
Hiap ditelanjangi, tubuhnya itu mau disusuri air panas
itu. Satu di antara kedua pengemis tadi menghampirkan si
anak muda. "Apakah hati tocu tidak tenang?" dia menanya
tertawa. "Meski kami bangsa pengemis bakal menjadi
kelaparan hebat, tidak nanti kami masak sahabatmu ini
untuk dagingnya dijadikan barang makanan..."
Giok Houw mengangkat kedua tangannya.
"Tuan-tuan bergurau!" katanya. Ia pernah mendengar
dari Hek Pek Moko bahwa di India ada semacam cara
pengobatan memunahkan bisa, ia hanya tidak mendapat
tahu ilmu pengobatan itu telah masuk ke Tiongkok di
antara kaum Kaypang ini.
Lantas pemuda ini dipersilahkan duduk.
"Aku menghaturkan terima kasih yang jiwi sudah sudi
menolongi sahabatku itu," kemudian Giok Houw berkata.
"Dapatkah aku mengetahui she dan nama jiwi yang
besar?" Kedua pengemis itu tertawa. "Kami ada tukang
putar kayun, kami tidak dapat berbuat apa-apa," kata
yang satu, merendahkan diri. "Kami bangsa pengemis,
mana kami mempunyai nama" Maka itu baiklah tocu
tidak menanyakan."
334 "Kalau begitu, apakah tongcu jiwi ada di rumah?"
tanya Giok Houw pula "Apakah dapat siauwtee
dipertemukan dengannya?"
Di dalam Kaypang, ketuanya dipanggil pangcu, dan
tongcu ialah semacam ketua cabang, yang
kedudukannya di setiap propinsi, mengurus semua
saudaranya dalam satu propinsi di mana dia berdiam.
Dengan melihat rumah orang begini besar dan tegar,
Giok Houw menduga kepada satu tongcu. Demikian ia
mengajukan pertanyaannya.
"Di sini tidak ada tongcu," ia mendapat jawaban. "Di
sini tidak ada orang yang melayani tocu, maka itu kami
mohon diberi maaf saja."
Giok Houw menjadi masgul.
"Mungkinkah mereka ini berdua si tuan rumah?" ia
menduga-duga. "Dengan melihat kepandaian mereka ini,
tidak layaknya mereka mengepalai Kaypang dari sebuah
propinsi..."
Selagi berpikir itu. kupingnya mendengar suara dari
kerepotan di dalam ruang belakang itu, bahkan ada
suara menggosok golok atau pedang terbentur. Ia tidak
takut, ia tidak mau menanyakan, hanya hatinya tidak
tenang sendirinya. Kedua pengemis itu sebaliknya bicara
tidak sudahnya, ada saja yang mereka bicarakan.
Selang sekian lama Giok Houw habisjuga sabarnya.
"Tentang kaum Rimba Persilatan di wilayah Shoatang,
siauwtee ketahui juga sedikit-sedikit," katanya "hanya
belum pernah siauwtee mendengar halnya rombongan
mereka, yang demikian telengas, maka itu, selagi jiwi
ada penduduk asli di sini, tahukah jiwi mengenai mereka
335 itu" Aku berterima kasih sekali jikalau jiwi suka
menuturkan hal ichwal mereka."
"Siapa yang pandai menggunakan pukulan tangan Cit
Im Ciang dengan apa dia melukai orang, sudah pasti
dialah kaum Cit Im Kauw," menyahut salah satu
pengemis. "Apakah Cit Im Kauw itu suatu partai sesat yang baru
bangun?" Giok Houw tanya.
"Begitulah kiranya," menyahut pengemis yang satu.
"Kita pun tidak mengetahui jelas," menjawab yang
lain. "Thio Tocu, kau mempunyai seorang sahabat lama,
mungkin sahabatmu itu mengetahuinya"
"Sahabat lama dari aku?" si anak muda tanya, heran.
"Apakah ia berada di sini?"
"Kami telah mengirim orang mengundang sahabatmu
itu, tocu, hanya entahlah, ia suka datang atau tidak..."
"Sebenarnya, siapakah dia?"
Kedua pengemis itu tertawa.
"Kalau sebentar tocu menemuinya, pasti tocu
mengenalnya!" sahut salah satu di antaranya. "Kami
tidak berani menyebutkan namanya langsung!"
Kembali pemuda itu menjadi masgul. Untuk menanya
memaksa, ia tidak mau. Maka itu sebisa-bisa ia
menungkuli diri dengan bicara dari lain-lain urusan saja.
Kedua pengemis itu lantas berbicara tentang
penghidupan kaumnya, bagaimana harus berpura-pura
bercacad untuk dapat memohon amal, bagaimana
mereka mencuri ayam, dan bagaimana mereka
336 menakluki anjing jahat dan lainnya. Menarik hati
ceritanya mereka itu. Hanya Giok Houw sendiri, karena
pikirannya berada di lain jurusan, ia tetap tidak tenang
hati. Berselang lagi sekian lama maka terlihatlah datangnya
seorang pengemis yang pakaiannya tambalan dari tujuh
warna yang berlainan, melihat siapa, kedua pengemis
pelayannya segera berbangkit, untuk berdiri tegak
dengan kedua tangan dikasi turun.
"Akhir-akhirnya datang juga si tuan rumah," kata Giok
Houw di dalam hatinya. Ia baru hendak menegur, atau
mendadak pengemis itu mengangsurkan sebatang
tongkat bambu kepadanya, dengan sikap sangat
menghormat, dia berkata: "Harap dengan tongkat ini
Thio Tocu mengetuk tiga kali pada meja suci itu! Jikalau
tocu masih kurang puas, aku sendiri bersedia mewakilkan
pangcu kami menerima hukuman rangket!"
Mendengar itu, Giok Houw heran sekali. Tentang
kaum Kaypang ini, ia mengetahui banyak juga. Umpama
ini satu pengemis, dialah dari golongan atau tingkat ke
tujuh atau "kantung tujuh." Jadi kedudukannya sudah
tinggi sekali. Sekalipun tongcu dari sebuah propinsi,
belum tentu dia dari tingkat ke tujuh ini. Sekarang satu
pengemis tingkat ke tujuh ini berlaku sebagai pelayan
tetamu, itulah sangat aneh. Yang lebih aneh pula, ia pun
mengenali tongkat yang diangsurkan kepadanya itu.
Tongkat itu hijau bagaikan kumala, tekukannya ada
sembilan. Jadi itulah tongkatnya pangcu, tongkat
keramat dari Kaypang. Dengan pengemis tingkat tujuh
ini meminta orang mengetuk meja suci hingga tiga kali,
itu artinya pangcu mereka lagi menghaturkan maaf atau
meminta ampunan. Maka itu apakah tidak aneh seorang
337 pangcu yang kedudukannya tinggi sekali sekarang
meminta maaf kepada orang --- di dalam ini hal,
terhadapnya" Bukankah aneh, pengemis ini juga
bersedia menggantikan pangcu-nya menerima hukuman
rangket" Saking herannya, Giok Houw menjadi berdiam saja.
"Apakah Thio Tocu menolak permohonan pangcu
kami?" tanya pengemis tingkat tujuh itu, romannya dia
cemas hatinya. "Sebenarnya, apakah artinya ini?" Giok Houw tanya.
"Tolong kau memberikan penjelasannya."
Pemuda ini menjadi memikir banyak. Hingga ia mau
menduga, mungkin si perampas bingkisan ada orang
Kaypang" Atau mungkinkah pangcu mereka telah keliru
membunuh orang, yang menjadi sahabatnya" Kalau
tidak, apakah perlunya ini upacara luar biasa" Ia pun
heran sebab sebegitu jauh yang ia ingat, semenjak
Pangcu Pit Kheng Thian bercacad, Kaypang belum lagi
mempunyai pangcu yang baru dan kedudukan pangcu
mereka diwakilkan Tianglo The Kok Yu dari Pakkhia.
Kalau pangcu yang dimaksudkan ini benar The Kok Yu
adanya maka dengan Kok Yu ia tidak mempunyai
sangkutan apa-apa. Lagi pula, kenapa The Kok Yu
berada di sini"
"Kami semua cuma tahu menurut titahnya pangcu
kami," berkata pula pengemis tingkat tujuh itu, "segala
yang lainnya, kami tidak tahu menahu. Jikalau tocu tidak
sudi memberi maaf maka pangcu kami tidak ada muka


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk bertemu sama tocu!"
338 Giok Houw menjadi masgul. Tidak ada jalan lain, ia
menyambuti tongkat dan mengetuk tiga kali perlahanperlahan.
Begitu lekas ketukan tiga kali itu berhenti, begitu lekas
terlihat terbukanya pintu pojok dari mana muncul
seorang pengemis dengan pakaian sembilan warna yang
tidak keruan tambalannya, jalannya dibantu dengan
tongkatnya. Begitu melihat pengemis itu. bukan main
kagetnya Siauw Houw Cu hingga dia melengak.
"Pit... Pit Toako!" serunya. "Oh, kiranya kau!"
Keng Thian --- demikian pengemis itu --- menjura
dalam hingga kepalanya hampir mengenai lantai.
"Saudara Thio," katanya perlahan, "sebenarnya aku
tidak punya muka untuk bertemu pula denganmu, maka
itu aku sangat bersyukur yang kau suka memberi maaf
padaku." Kesalahannya Pit Keng Thian ini ialah dulu hari, karena
ia berkhianat kepada tentara rakyat --- karena ia suka
dipanggil bekerja oleh pemerintah --- ia menyebabkan
penderitaan hebat dari Yap Cong Liu dan Yap Seng Lim
paman dan keponakan itu, hingga mereka ini mesti kabur
jauh, hanya kemudian, sebab ia dicurigai pemerintah, ia
terluka di tangannya Gilimkun Tongnia Law Tong Sun,
maka syukur untuknya, ia dapat ditolong Thio Tan Hong.
Sebenarnya Tiauw Im Hweeshio dan yang lainnya
hendak membunuh padanya tetapi Tan Hong suka
memberi ampun mengingat leluhurnya --- yaitu Pit Leng
Hie, sang kakek, pernah membantui Thio Su Seng
mengusir bangsa Mongolia, sedang Pit To Hoan,
ayahnya, adalah pemimpin kaum Rimba Persilatan.
Begitu, rangsakan tentara negeri dirintangi dan ia dikasih
339 lolos. Sebagai kesudahan dari penderitaannya itu, yang
disebabkan ia salah pikir, Pit Keng Thian bertobat,
selama delapan tahun, ia mengeram diri, tidak pernah ia
keluar dari rumahnya. Sambil bersembunyi, ia
meyakinkan terus ilmu kepandaian Keluarga Pit, yang ia
ajari kepada kaum pengemis, yang masih suka takluk di
bawah pimpinannya. Ia pun berhasil berbuat jasa untuk
Kaypang. Maka kemudian, sekalian tianglo tetap
mengangkat ia sebagai pangcu, ketuanya.
Thio Giok Houw girang sekali hingga ia bertepuk-tepuk
tangan. "Bagus! Bagus!" serunya. "Kaummu berpencar di
dunia kangouw, kamu telah membantu padaku, maka
kamu seperti juga menambah bukan sedikit kuping dan
mata bagiku!"
"Aku berbuat sedikit sekali, untuk menebus
kesalahanku dulu hari," kata Kheng Thian, "maka itu,
harap itu jangan dibuat pikiran. Yang penting sekarang
ialah selentingan yang aku peroleh. Kauwcu dari Cit Im
Kauw hendak memusuhkan kau, Thio Tococ."
"Siapakah itu kauwcu dari Cit Im Kauw?" tanya Giok
Houw. "Bagaimana sebenarnya Cit Im Kauw itu?"
"Di dalam dunia Rimba Persilatan ada seorang imam
tertua yang disebut Ci Hee Tojin. Bukankah kau kenal
imam itu?"
"Aku tidak melainkan kenal dia," sahut Giok Houw.
"Pada kira sepuluh tahun yang lalu Ci Hee Tojin telah
mengepalai sejumlah orang lihai dari golongan sesat,
mereka datang ke Chongsan untuk menantang
thaysucouw kami. Mulanya dia melawan guruku,
340 kekuatan mereka seimbang, kemudian dia dilabrak oleh
kakek guruku hingga kabur tunggang langgang.
Pertempuran itu aku telah menyaksikannya sendiri. Murid
nomor dua dari Ci Hee Tojin. yaitu Yang Cong Hay. yang
pernah menjadi congkoan dari istana kaisar, adalah
musuh besar kami."
Pit Kheng Thian mencegluk air tehnya, untuk
membasahkan kerongkongannya.
"Nah, urusanmu ini pun mulanya dengan Yang Cong
Hay itu. Thio Tocu." ia berkata pula. menyambungi, "Ci
Hee Tojin mempunyai tiga orang murid, semua orang
mengetahuinya..."
"Murid kepalanya ialah Poan Thian Lo," berkata Giok
Houw, "murid nomor dua yaitu Yang Cong Hay dan
murid nomor tiga Bong Goan Cu. Semua mereka bertiga
pemah bertempur sama aku, mereka bukanlah orangorang
terlalu luar biasa."
"Tetapi dia masih mempunyai satu murid lain tentang
siapa sedikit sekali yang mengetahuinya," kata Pit Kheng
Thian. Giok Houw heran.
"Siapakah dia?"
"Dialah seorang wanita."
"Benar-benar aku belum pernah mendengar Ci Hee
Tojin mempunyai murid wanita."
"Sebenarnya murid wanita ini ialah yang paling dulu
berguru kepada Ci Hee Tojin. Belum lewat lima tahun ia
belajar, ia telah meninggalkan rumah perguruannya.
341 Ketika ia berpisah dari gurunya itu, Poan Thian Lo bertiga
masih belum masuk berguru."
"Dengan begitu dia menjadi murid kepala..."
"Tidak salah. Dia bernama Im Oen Giok. Asalnya
dialah anaknya sahabat "Iji Hee Tojin. Ketika sahabat itu
mau menutup mata, ia menitipkan anaknya itu kepada si
imam. Waktu itu si anak baru berumur dua belas tahun.
Selang lima tahun kemudian, ia menjadi besar dan
cantik. Di luar dugaan. Ci Hee Tojin terpincuk kecantikan
muridnya itu. hendak dia memperkosanya. Saking
takutnya, Im Oen Giok buron, lalu dia bersembunyi di
wilayah suku bangsa Biauw. Entah bagaimana, dia
berhasil meyakinkan kepandaian membuat obat-obatan
beracun bangsa Biauw itu. Ia pun menikah sama satu
jago silat yang pandai menggunakan racun. Dia murid
kesayangan Ci Hee Tojin, dia telah mewariskan
kepandaian gurunya, maka itu, setelah belajar lebih jauh
di tanah Biauw, dia jadi semakin lihai, hingga dia bukan
lagi tandingan dari ketiga muridnya Ci Hee yang
belakangan itu. Tiga puluh tahun semenjak buron dari
gurunya, Im Oen Giok juga menerima murid. Mulanya dia
bersiap sedia untuk membela diri, sebab dia kuatir
gurunya nanti datang menyerang padanya, lalu lamalama
diajadi membangun partai sendiri.
"Apakah Ci Hee Tojin pernah mencari muridnya itu?"
"Mana mau Ci Hee Tojin mencari muridnya" Dia telah
menjadi seorang tertua, dia mesti memegang derajat.
Lagi pula, dia malu kalau lain orang mendapat tahu
rahasianya itu. Meski begitu. Im Oen Giok terus
menyekap diri, tidak berani dia muncul di dunia
kangouw." 342 "Pantas orang tidak mengenalnya." "Im Oen Giok
mengambil she-nya sebagai dasar, maka itu ia
menamakan partainya partai Cit Im Kauw."
Tepat Pit Kheng Thian baru berbicara sampai di situ,
telinganya mendengar tindakan kaki berlari-lari. Ia lantas
kata: "Kauwcu dari Cit Im Kauw memimpin sendiri orangorangnya
datang ke mari! Baiklah aku mengatur dulu
sebentar, baru aku menutur lebih jauh." Dan ia
memberikan pelbagai titahnya, singkat dan cepat. Terus
ia melanjuti: "Ci Hee Tojin mati pada tahun yang baru
lalu. Selekasnya ia mendapat tahu kematian gurunya itu.
Im Oen Giok lantas berani memunculkan diri. Ini
sebabnya kenapa orang mulai mendengar halnya Cit Im
Kauw. Pada musim dingin yang baru lewat, si kaisar
anjing akhirnya mampus juga. lantas itu disusul sama
rapat kamu kaum orang kosen dengan kesudahannya
bingkisan pelbagai propinsi dirampas-rampasi! Ah,
saudara Thio. bagus sepak terjangmu, sungguh itu
menggembirakan! --- Lekas keluarkan arak!"
Pit Kheng Thian dibujuk menakluk oleh Kaisar Eng
Cong, kesudahannya dari itu usahanya gagal, namanya
rusak, tubuhnya bercacad, maka itu ia benci sangat
kaisar itu, yang ia namakan "kaisar anjing." Banyak
tahun ia berduka dan menyesal dan mendendam, maka
itu. sampai di saat itu, ia tetap membenci Ki Tin, ialah
kaisar itu. Ketika itu, orang mulai mendengar seruan-seruan
berisik. Itulah tanda telah datang dekatnya rombongan
Cit Im Kauw. Kemudian lantas terdengar suara nyaring:
"Kawanan pengemis, kamu dengar! Bukankah di antara
kita tidak ada sangkutan apa-apa, seperti air sumur tidak
mengganggu air kali" Oleh karena itu jikalau kamu
343 mengerti keadaan, lekas kamu antar keluar itu dua
bocah!" Rombongan Cit Im Kauw berada di luar --- di luar tiga
lapis pintu "-" tetapi suara itu telah terdengar tajam
sekali. Giok Houw terperanjat.
"Kauwcu dari Cit Im Kauw ini benar tidak boleh
dipandang ringan." pikirnya.
"Biarlah dia menjerit-jerit bagaikan hantu di luar!"
berkata Pit Kheng Thian. "Masih belum waktunya untuk
melayani dia!"
Suara tajam di luar itu terdengar pula: "Bagus ya!
Kamu tidak mau memberi muka padaku, maka jangan
kamu sesalkan aku tidak menaruh belas kasihan!"
Segera terdengar suara digempurnya pintu besi, dari
hancurnya batu. Pula ada suara menyambarnya anakanak
panah. Menyusul itu terdengar banyak tindakan
kaki, juga dari mereka yang memanjat tembok. Sekarang
terdengar seruan dari kawanan Cit Im Kauw itu serta
sejumlah orang Kaypang.
Sampai di situ. Pit Kheng Thian mengasi dengar
suaranya yang juga nyaring: "Baiklah! Ke sorga yang ada
jalannya kamu tidak mau masuk, kamu justru nerobos ke
noraka yang tidak ada pintunya! Kamu hendak
mengantarkan jiwa kamu sendiri, nah. kamu masuklah!"
Suara ini melintasi tiga lapis pintu besi. terdengar
tegas di lapis yang paling luar itu, maka juga, segera
terdengar suaranya besi beradu yang menulikan telingga.
Giok Houw heran mendengar suara nyaring itu.
344 "Pit Kheng Thian telah dibikin remuk tulang piepeenya
pada delapan tahun yang lalu oleh Law Tong Sun,
benar ketika itu guruku sudah memberikan ia pel
Siauwhoan Tan akan tetapi itu cuma guna menolong
jiwanya, ilmu silatnya telah habis, kenapa sekarang
tenaga dalamnya masih begini lihai?" demikian ia
menanya di dalam hatinya.
Habis mengasi dengar suaranya itu, Pit Kheng Thian
tidak mempedulikan lagi yang di luar orang membuat
berisik sebagai mengamuk.
"Barang bingkisan pelbagai propinsi kena dirampasrampas.
kejadian itu sangat menggemparkan," demikian
ia melanjuti. "Sementara ilmu pedang dari Yang Cong
Hay telah dilatih sempurna, dia mulai bergerak pula,
untuk itu, lebih dulu ia bertindak secara diam-diam. Dia
mau mengumpul banyak orang kosen guna menentang
kau, saudara Thio." Giok Houw tertawa. "Dia rupanya
bermimpi untuk menjadi pula congkoan dari istana
kaisar!'" katanya.
"Perampasan telah terjadi dan sangat
menggemparkan," meneruskan Pit Kheng Thian, "meski
begitu pelbagai tokbu atau sunbu tidak berani
melaporkan itu kepada junjungan mereka. Berhubung
dengan itu. Yang Cong Hay lantas mendapat akal
kejinya. Ialah dia mengatur pekerjaan merampas semua
barang bingkisan yang telah dirampas oleh pihakmu,
saudara Thio. Usahanya ini tentu saja ada jauh terlebih
berjasa daripada si pelindung bingkisan yang bekerja
terang-terangan!"
Giok Houw lantas ingat si berewokan yang tangguh
yang telah melakukan perampasan di atas perahu
345 perang, yang senjatanya boneka berkaki satu, hanya
belum sempat ia menanya, Pit Kheng Thian sudah
melanjuti penuturannya.
"Setahu bagaimana jalannya, Yang Cong Hay telah
mendapat tahu rahasia gurunya dan bahwa gurunya ada
mempunyai seorang murid wanita yang lihai, maka ia
lantas pergi membujuki kakak seperguruannya itu guna
bekerja sama dengannya. Im Oen Giok tidak ingat lagi
rumah perguruannya, tetapi sebab Ci Hee Tojin sudah
mati, ia jadi berpikir untuk menggunakan ketika ini guna
membikin tersohor partainya, dari itu dia seperti mengasi
dirinya dibujuk Yang Cong Hay. Demikianlah ia turun
tangan, ia menyeterukan pihakmu, saudara Thio."
Berbicara sampai di situ. Keng Thian dihampirkan
seorang muridnya, yang melaporkan bahwa kawanan Cit
Im Kauw sudah berhasil mendobrak pintu besi lapis yang
kedua. Menerima laporan itu, Kheng Thian mencegluk
araknya berulang-ulang.
"Kau pentang lebar pintu yang ketiga, kau biarkan
mereka masuk!" ia memberi titahnya. Dan ketika murid
itu mengundurkan diri, ia memerintahkan lain muridnya
yang berada di sampingnya: "Lekas kau membawa ke
mari sebuah guci arak yang besar!"
Habis menenggak pula araknya, pangcu dari Kaypang
ini nampaknya menjadi sangat gembira, hingga ia seperti
tidak memikir bahwa ia lagi didatangi musuh yang lihai
dan berbahaya. "Setelah hidup menyendiri delapan tahun, hari ini
kembali aku menemui saat dari kagembiraan!" katanya.
346

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saudara Thio, mari kita menonton pertempuran sambil
minum arak!"
Sesaat ini Giok Houw seperti melihat pula Pit Kheng
Thian di saat dia memimpin tentara rakyat, meski orang
telah bercacad, dia nampak gagah sekali, ia hanya tidak
mengerti, meskipun agaknya dia bakal melakukan
pertempuran, dia mengatakan "menonton pertempuran
sambil minum arak."
Di sebelah depan ada satu pekarangan yang luas,
yang menjadi tempat berlatih silat, ke sana Kheng Thian
menitah orang-orangnya memindahkan meja perjamuan.
Segerajuga pintu lapis yang ketiga telah dipentang,
maka di situ terlihat masuknya rombongan Cit Im Kauw,
di antara siapa terdengar suara wanita yang tajam tadi:
"Bagus! Kiranya si bocah ada di sini! Ha, dia bahkan
menjadi tetamu mulia dari pangcu! Aku si perempuan tua
hendak meminta orang, maka itu, Pit Pangcu,
sebenarnya kau hendak menyerahkan si bocah atau
tidak?" Giok Houw melihat, wanita itu ada seorang wanita tua
yang tubuhnya kurus kering, rambutnya teriap awutawutan,
mukanya ada cacatnya di sana-sini, romannya
sangacelek. "Adakah dia Im Oen Giok?" ia tanya dalam hatinya.
Menurut dugaannya, kauwcu dari Cit Im Kauw ini
mestinya cantik, jikalau tidak, tidak nanti Ci Hee Tojin
menjadi tergila-gila terhadapnya sampai dia melupakan
diri. Atau sedikitnya, ia tidaklah sejelek ini. Pemuda ini
tidak pernah memikir bahwa selama berdiam di wilayah
suku bangsa Biauw. karena kegemarannya sama bisa,
Oen Giok sudah berkawan dengan pelbagai ular beracun,
347 tubuhnya biasa diuji dengan pagutan ular-ular itu,
kalajengking, kelabang dan lainnya yang berbisa.
Pit Kheng Thian menenggak pula araknya, baru ia
membuka mulutnya. Lebih dulu ia tertawa terbahakbahak.
Katanya: "Cuma bangsa pengemis yang meminta
apa-apa dari lain orang, tidak sebaliknya, lain orang
memohon apa-apa dari bangsa pengemis!"
Cit Im Kauwcu menjadi gusar, tanpa membilang apaapa
lagi, ia mengibaskan tangannya, menyusul mana
orang-orangnya segera merangsak ke depan.
Siauw Houw Cu mau turun ke lorak, guna menyambut
mereka itu, tetapi Pit Kheng Thian menahan padanya
seraya berkata: "Tunggu sebentar."
Rombongan Cit Im Kauw ini lantas disambut oleh
orang-orang Kaypang, yang tadi menjaga di pintu lapis
kesatu, kedua dan ketiga. Mereka semua menggunakan
semacam toya. Jumlah mereka seimbang sama jumlah
musuh. Adalah senjata musuh itu ada dipakaikan bisa,
sedang di antaranya ada yang sudah mahir tangan Cit Im
Ciang-nya. Cit Im Kauwcu melihat Pit Kheng Thian dan Thio Giok
Houw tidak segera turun tangan, ia pun terpaksa
berdiam saja, ia cuma saban-saban memberikan
pimpinannya. Di dalam pertempuran itu, pihak Kaypang nampak
sedikit lebih lemah, hanya mereka itu maju dan mundur
dengan teratur, saban-saban mereka dapat
membendung rangsakan musuh. Dengan banyak
menyaksikan sebentar. Giok Houw mengetahui mereka
itu mengambil kedudukan patbun dan ngopouw. ialah
348 patbun atau delapan pintu menurut garis patkwa, dan
ngopouw atau lima tindak menurut ngoheng atau ke lima
unsur emas, kayu, air. api dan tanah.
Maka itu, meski mereka lebih lemah, beberapa kali
mereka bisa merangsak dan mengurung.
Rombongan Cit Im Kauw itu terdiri sebagian dari
wanita, karena mereka saban-saban berseru, suara
mereka menjadi lebih nyaring dan tajam.
Dalam tempo yang pendek, ada orang-orang yang
telah terluka. Untuk Kaypang, luka di pihaknya itu tidak
mengasi pengaruh, sebabnya ialah mereka bertarung di
sarang sendiri dan mereka juga mempunyai obat
pemunah racun. Di pihak Cit Im Kauw, pengaruhnya
terasa. Inilah pertempuran mereka yang terdahsyat.
Hajaran tongkat pun hebat, siapa roboh karena itu, dia
merintih-rintih dan suara rintihan itu mempengaruhi hati
kawan-kawannya yang belum terluka. Dengan demikian,
sendirinya rombongan mereka mulai rancu.
Cit Im Kauwcu dapat melihat nyata kelemahan
pihaknya itu, ia lantas berseru lama, habis berseru, ia
lompat maju, untuk turut turun tangan. Dengan lekas ia
dapat menyengkeram seorang musuhnya dari tingkat ke
tujuh. Ia memang mempunyai jari tangan yang panjang
dan tajam kukunya. Setelah itu, ia menangkis satu
serangan dari pengemis tingkat tujuh yang lainnya. Ini
artinya terbuka sebuah lowongan, maka ia berlompat ke
arah tangga lorak. Di sini ia dipapaki sepuluh pengemis,
yang toyanya turun berbareng. Ia menggunakan dua
tangannya, untuk menangkis dan menangkap, maka
empat lima batang toya dapat ia patahkan. Hanya,
karena ia pun kena terhajar dua kali, hatinya panas
349 bukan main. Ia menyerang bagaikan kalap. Lagi-lagi
iamelukakan dua lawan tingkat tujuh, hingga dada
mereka ini ringsak. Dengan ia membantu, ia membikin
pihaknya tidak terdesak lagi seperti tadi. Maka lagi sekali
ia mendesak ke undakan tangga.
"Thio Giok How!" tegurnya dingin. "Kaulah si biang
gara-gara, cara bagaimana sekarang kau main berdiam
diri di luar kalangan."
"Saudara Thio," berkata Kheng Thian, memesan, "hatihatilah
kau melayani dia. Jangan lupa akan perubahan
patbun dan ngopou."
Mendengar ini Giok Houw mengerti maksudnya
pangcu itu mengatakan minum arak sambil menonton,
kiranya dia menghendaki ia memperhatikan garis-garis
pertempuran di pihak Kaypang itu. Ia lantas merobek
ujung bajunya, juiran itu ia pakai menggubat kedua
tangannya. "Cit Im Kauwcu!" ia berkata, "mengapa kau demikian
tega membiarkan murid-muridmu yang wanita dengan
luka-lukanya itu Marilah kita bertempur satu lawan satu!"
Kauwcu itu tertawa dingin.
"Dirimu sendiri sukar kau membelainya, sekarang kau
memohon keampunan untuk orang-orang Kaypang!"
sahutnya. "Cit Im Kauw paling mengerti membedakan
budi dan permusuhan, maka itu. dengan kaum Kaypang
melukakan murid-muridku, mereka harus membayarnya
sepuluh kali lipat!..."
Suaranya kauwcu ini belum berhenti atau tangannya
sudah menyerang kepada Thio Giok Houw, dan
serangannya dahsyat sekali.
350 Giok Houw berkelit. Ia percaya, dengan kelitan itu
bahaya sudah lewat, maka ia lantas membalas. Ia
menggunakan ilmu silat Taylek Kimkong, yang keras
sekali. Ia ingin mencoba mengadu tenaga.
Im Oen Giok lihai, serangan dahsyat itu ia hindarkan
dengan tipu silatnya yang lunak, dengan tangan kirinya,
menyusul mana, ia menyerang pula, dengan tangan
kanannya, yang ke lima jarinya ia pentang. Ke lima jari
itu mempunyai kuku panjang lima dim masing-masing,
warnanya hitam mengkilap, pula ada menyiarkan bau
bacin. Giok Houw terkejut. Ia tidak menyangka lawannya
mempunyai kuku-kuku sepanjang itu, hampir mukanya
kena dicakar, syukur ia mempunyai ilmu yoga hingga
dapat ia berkelit dengan lincah. Ke lima kuku wanita itu
lewat di pundaknya, cuma merobek baju, tidak melukai
daging atau kulit pundak. Tapi ia tidak mau jadi orang
yang hanya diserang, ia mau membalas. Maka itu, di saat
ia bebas itu, ia membalas. Dengan jeriji Tiatci Sinkang, ia
menotok lengan jago wanita itu!
Cit Im Kauwcu terkejut. Begitu kenatertotok, ia
merasakan lengannya itu tidak bertenaga lagi, lengan itu
meroyot turun. Telapakan tangannya pun terasa kaku.
Dengan lantas ia mengumpul tenaganya di jari
tangannya, dengan lekas ia memutar tubuhnya, dengan
lekas juga ia menyerang lagi. Kembali ia menggunakan
lima jerijinya yang beracun itu.
Giok Houw terperanjat mendapatkan totokannya tidak
memberi hasil memuaskan, ia hanya tidak ketahui, kaget
dan herannya kauwcu itu jauh melebihkan kagetnya itu.
Kauwcu ini melatih diri beberapa puluh tahun di wilayah
351 Biauw, ia percaya ia lihai tanpa tandingan, ingin ia
menjagoi, siapa tahu, pertama kali ini ia bentrok, ia
justeru menghadapi satu anak muda yang begini lihai. Ia
kata di dalam hatinya: "Syukur dia takut pada kukuku,
tangannya digubat, jikalau tidak, pasti aku celaka. Pantas
Yang Cong Hay memesan aku untuk berlaku hati-hati.
katanya dia ini muridnya Thio Tan Hong...
Pertempuran kedua jago ini berjalan terus, hanya
selanjutnya, kedua pihak bersikap semakin waspada.
Dua-duanya sama-sama tidak mau sampai menjadi
kurban totokan atau cengkeraman masing-masing.
Pit Kheng Thian kagum menyaksikan pertempuran itu.
Lama-lama, Cit Im Kauwcu menjadi penasaran, maka
ketika ia mencoba menyerang, ia menyerang sambil
mengasi dengar seruan nyaring, la tetap menggunakan
Cit Im Ciang, serangannya merupakan totokan jari dan
cengkeraman bergantian.
Giok Houw berlaku tenang tetapi gesit. Dengan
"Coanhoa jiauwsi" atau "Menembusi bunga melibat
pohon," ia senantiasa berkelit dengan lincah. Untuk
membalas menyerang, dengan tangan kiri ia
menggunakan Hian Ki Cianghoat. dengan tangan kanan
ia menggunakan Ngoheng kun. Dengan begini ia berlaku
keras dan lunak bergantian.
Sesudah bertempur sekian lama tanpa ia memperoleh
hasil. Cit Im Kauwcu lantas menggunakan racunnya. Ia
menyentil-nyentilkan jari tangannya, atas mana lantas
terhembus bau bacin atau amis. Mulanya Giok Houw
dapat mempertahankan diri tetapi tidak lama kemudian,
ia merasakan kepalanya pusing dan matanya mulai
berkunang-kunang, ia lantas merasa mual dan ingin
352 tumpah-tumpah. Dengan begini tidak saja perhatiannya,
tenaganya pun menjadi berkurang sendirinya. Ia
menginsafi bahaya yang mengancam dirinya, lekas-lekas
memusatkan pikirannya. ia mengerahkan tenaga
dalamnya. Biar bagaimana, karena ia mesti memisah
perhatian, ia menjadi kalah unggul.
Selagi pertempuran berjalan dahsyat itu. si orang
wanita, yang kemarin ini tangannya dipatahkan Giok
Houw, lantas berseru dengan tajam: "Suhu. aku minta
kau patahkan kedua tangannya! Dia telah mematahkan
tanganku, dia mesti mengganti kerugian berikut
bunganya!"
Wanita itu beroman kasar seperti pria. begitu juga
suaranya. "Baik!" jawab Cit Im Kauwcu, yang dipanggil suhu itu.
"Aku nanti balaskan sakit hatimu!"
Perkataan itu segera diwujudkan. Dengan mendadak
ketua Tit lm Kauw ini melonjorkan tangannya yang
panjang, untuk menyengkeram ke batok kepala
lawannya. Inilah serangan berikut siasat. Ia telah pikir,
guna melindungi diri, Giok Houw bakal menangkis
dengan dua-dua tangannya, bila terkaannya jitu. hendak
ia sekalian menyambar tulang piepee si lawan. Kalau ia
berhasil, celakalah kedua tangan si anak muda.
Di saat kauwcu itu lagi menyerang, tiba-tiba terdengar
satu seruan nyaring tetapi halus: "Ibu. jangan bikin dia
bercacad! Baik tangkap hidup saja! Kami masih harus
menukar dia dengan barang yang bagus!"
Seruan itu membikin Im Oen Giok bersangsi. justeru
mana. Giok Houw kembali menggunakan ilmu yoganya,
353 maka pundaknya bebas dari cengkeraman yang
berbahaya itu. Im Oen Giok kagum hingga ia memuji: "Bagus!" Di
luar dugaannya itu, si anak muda tidak melawan keras
dengan keras, serangannya tidak ditangkis hanya
melainkan dikelit. Dengan ilmu yoga. kecuali lincah, Giok
Houw dapat membuat tulang-tulangnya dan dagingnya
seperti ciut ringkas.
Giok Houw sebaliknya berseru di dalam hatinya:
"Sungguh berbahaya!" Kalau si wanita tidak bersangsi,
mungkin ia kenajuga terserang. Untuk ia. lecet kulit saja
sudah berarti bahaya.
Lantas si anak muda melirik ke arah suara yang
memanggil ibu itu. Ia lantas mengenali si nona yang
memancing dan menipu padanya, si nona yang mengaku
jadi anaknya si sasterawan palsu. Menurut PitKheng
Thian, nona itu bernama Im Siu Lan dan dialah puteri
tunggal yang sangat disayang Cit Im Kauwcu itu.
Nona Siu Lan melihat Giok Houw melirik kepadanya, ia
tertawa manis dan menanya: "Apa kabar dengan
kesehatannya sahabatmu" Aku sangat memikirkan dia!
Tadi malam aku ditolongi, aku berterima kasih, maka itu
hari ini aku minta ibuku memberi ampun kamu!"
Giok Houw mendongkol sekali. Bukankah si nona telah
menggunakan tipu keji untuk mencelakai mereka
terutama Ci Hiap" Maka ia mendamprat: "Siluman wanita
yang sangat kejam!" Tapi ia tidak melainkan
mendamprat ia juga bekerja. Dengan satu lompatan
"Coanhoa jiauwsi," dengan sekonyong-konyong saja ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan Cit Im Kauwcu, buat berlompat kepada si
354 nona, pundak siapa ia samber. Ia ingin merusak tulang
piepee nona itu.
Cit Im Kauwcu lihai sekali, ia pun sangat menyayangi
puterinya, sudah tentu ia tidak akan mengijinkan
puterinya itu dibikin celaka, maka ia pun berlompat
menyusul sambil berteriak: "Tahan!" tangannya yang
panjang dan bau itu diulur, guna menghalangi tangan si
anak muda. "Kau sambarlah!" Giok Houw berseru. Ia berhasil
menyambar si nona, tubuh siapa ia tidak lantas lukai,
hanya ia tarik, untuk memakai tubuh itu menjadi
sasarannya si kauwcu!
Im Oen Giok tidak membatalkan serangannya
meskipun tubuh anaknya dipakai sebagai pelindung diri si
anak muda. Ia benar-benar lihai. Ia tidak menyambar
pundak puterinya itu. tangannya dikasih lewat di atasan
pundak si puteri. dikasih lewat terus, hingga ia tetap
mengarah si anak muda.
Giok Houw terkejut. Inilah ia tidak sangka. Terpaksa ia
melepaskan tangannya hingga si nona menjadi merdeka,
sedang ia pun bebas dari tangan beracun si nyonya.
Hanya ada satu hal yang kembali berada di luar
dugaannya. Sambil menyerang, kaki si nyonya diayun
sekalian. Maka tidak tempo lagi, si anak muda kena
terdupak dengkulnya, hingga ia kaget dan terhuyung
mundur beberapa tindak.
Cit Im Kauwcu hendak merangsak, guna mengulangi
serangannya, tetapi ia terhalang. Dengan tiba-tiba si
nona berteriak "Aduh!" dan tubuhnya roboh di rangkulan
ibunya itu. 355 "Apakah kau terluka?" tanya si ibu kaget.
"Aduh!" menjerit pula si nona, yang terus mengatakan
sakit tulang piepee-nya, ialah tulang selangkanya
Tentu sekali inilah kedustaan belaka, kalau benar
tulang selangkanya terluka. tidak dia dapat bersikap
demikian. Mulanya Cit Im Kauwcu kaget, akhirnya dia tertawa.
Sebab dia lantas mengerti.
"Jangan kuatir, aku nanti tangkap hidup padanya!"
katanya tertawa.
Di dalam pertempuran beramai. pihak Cit Im Kauwcu
lebih unggul. Lebih banyak orang Kaypang yang terluka,
di antaranya ada empat pengemis tingkat ke tujuh.
Untuk mereka, syukurnya ialah barisan mereka masih
belum terdobrak, mereka tetap membela diri dalam
siasat patbun dan ngopouw.
Giok Houw melihat kelemahan pihaknya itu. selagi ia
tidak terlihat si nyonya, ia lompat menyerbu ke dalam
barisan musuh, untuk menyerang, maka lantas juga ia
dapat merobohkan dua musuh, setelah mana. ia masuk
dalam rombongan Kaypang. Ia menempatkan diri dalam
kedudukan cinbun, ia memungut sebatang tongkat yang
terletak di tanah, dengan begitu, ia bisa lantas
membantui pihak Kaypang itu. Di dalam ilmu toya
Hangliong Panghoat, ia belum mahir, tetapi meski
demikian, ia merupakan satu bantuan besar. Begitulah
kedudukan pihak Kaypang jadi dapat dipertahankan.
Cit Im Kauwcu menjadi gusar dan penasaran, ia
lompat maju, niatnya menyusul si anak muda sambil
menggempur rombongan musuh. Baru ia maju atau
356 belasan tongkat menghalang di depannya. Tentu sekali,
jangan harap ia dapat menangkap hidup pada anak
muda itu. Selagi bertempur itu, lagi beberapa orang Cit Im Kauw
roboh terlukakan.
Dalam murkanya, Cit Im Kauwcu memaksa maju. Ia
berhasil menjambak dua orang Kaypang. Untuk ini ia
tidak memperdulikan yang satu kemplangan mengenai
tubuhnya. Ia mempunyai tenaga dalam yang lihai.
Dengan begitu, ia dapat maju ke tengah, hingga
pihaknya kembali menjadi unggul.
Tengah orang berkutat hebat itu, mendadak terdengar
suaranya Pit Kheng Thian. Mulanya ketua
Kaypang ini tertawa terbahak, baru dia berkata
nyaring: "Kamu boleh bertempur terus! Kamu
menggunakan tanganmu, aku akan menggunakan
mulutku!" Ia benar-benar tidak berlompat maju. untuk
menyerang, hanya ia mengangkat guci arak untuk
menggelogoki isinya, habis mana. ia membuka mulutnya,
ia menyemburkan arak dari dalam mulutnya itu.
Bagaikan air tumpah, arak itu menyembur keluar!
Beberapa murid wanita dari Cit Im Kauw. yang berada
di paling depan, lantas kena kesemperot. Dengan lantas
mereka menjadi gelagapan, mereka berteriak-teriak. Bau
arak itu membikin mereka mual, kepala atau rambut
mereka basah, mata mereka perih dan sakit, sampai
tidak dapat dibuka.
Menyusuli "penyerangan" dari Pit Kheng Thian ini,
ialah serangan yang dinamakan "gelombang arak," kaum
Kaypang lantas menyerang dengan seru, hinggga
357 beberapa musuh roboh seketika juga. Mereka mirip
menempur serombongan orang buta melek.
Kheng Thian berdiri di undakan tangga, terus menerus
ia menyemburkan araknya.
Cit Im Kauwcu menjadi gusar sekali, ia maju untuk
melindungi orang-orangnya, tetapi usahanya ini tidak
memberi hasil yang memuaskan. Arak yang tersampok
olehnya kembali mengenai orang-orangnya sendiri, arak
itu berhamburan. Ia sendiri pun, terutama sepasang
tangan bajunya, basah terkena arak itu.
Pit Kheng Thian melanjuti terus semburannya, makin
lama makin gencar. Pula ada tetesan arak, yang
mendatangkan rasa nyeri pada kulit yang terkena tepat.
Maka akhirnya, tanpa titah dari ketuanya lagi. kawanan
Cit Im Kauw itu lantas pada melarikan diri.
Ketika delapan tahun yang lalu tulang piepee-nya
dirusak oleh Law Tong Sun, Kheng Thian hidup dengan
putus asa. Dengan ilmu silatnya telah ludas. apa ia bisa
bikin" Untuk tungkuli diri, ia saban-saban menenggak
arak. Makin lama ia minum, makin bertambah kekuatan
minumnya itu. Mendadak ia mendapat pikiran, kenapa
iatidak mau meyakinkan semacam ilmu, ialah ilmu
menyemprot atau menyembur dengan arak" Segera ia
mengambil putusan, lantas ia mencoba. Selang sekian
lama, ia memperoleh hasilnya. Arak itu dapat digunai
sebagai senjata rahasia Maka ia meyakinkan terus
dengan sungguh-sungguh. Dari perlahan, semburannya
menjadi cepat, dari kendor menjadi keras. Karena ia kuat
minum, araknya itu jadi tidak ada habisnya. Untuk
menambah, ia pun siap sedia dengan guci araknya. Oleh
karena itu tadi, ia minum arak banyak-banyak selaku
358 persiapan. Semakin ia mendekati sinting, makin hebat
serangannya itu.
Giok Houw tertawa bergelak-gelak ketika ia telah
menyaksikan kesudahannya pertempuran itu, sebab
musuh kabur, tinggal si kauwcu sendiri. Dia ini hendak
menghajar Pit Kheng Thian tetapi dia dirintangi Giok
Houw. Akhirnya dia kalah hati, dia ajak orang-orangnya
mengangkat kaki, hanya sembari sipat kuping mereka
mencaci kalang kabutan...
Seberlalunya musuh, Pit Kheng Thian mengasi
perintah akan menutup pintu, guna membikin betul
pintu-pintu yang rusak dan menyingkirkan segala bekasbekas
pertempuran, terutama untuk menolongi mereka
yang terluka yang berjumlah delapan belas orang.
Sebagai hasil "peperangan" itu, pihak Cit Im Kauw
meninggalkan empat belas anggautanya, antaranya
delapan anggauta wanita. Mereka ini lantas ditahan.
Tidak lama seberesnya pertempuran itu. salah seorang
yang merawati Ciu Ci Hiap datang melapurkan, yang Ci
Hiap sudah berhasil ditolong, dia telah diberi obat, dia
tinggal beristirahat saja. Untuk itu, dia diberikan sebuah
kamar sendiri. "Mari kita lihat!" Giok Houw mengajak.
KengThian setuju, bersama-sama mereka pergi ke
kamar Ci Hiap, yang sedang merebahkan diri. la masih
lemah dan mukanya masih sedikit bengkak tetapi ia
sudah bebas dari ancaman bahaya racun. Ia mirip
dengan orang sehat, la girang ketika ia diberitahukan
kesudahannya pertempuran barusan.
359 "Sayang..." katanya mendapat tahu Siu Lan lolos.
Kepada Kheng Thian ia menghaturkan terima kasihnya ia
telah ditolong dan dilindungi.
"Kita tidak berhasil membekuk Im Siu Lan tetapi kita
dapat menawan empat belas anggauta Cit Im Kauw,"
Giok Houw memberi keterangan terlebih jauh.
Bagus !" Ci Hiap memuji. "Bagaimana hendak diatur
dengan orang-orang tawanan itu" Kalau toako setuju,
aku mempunyai sebuah pikiran..."
"Apakah itu, jiko?" Giok Houw tanya.
"Aku pikir baiklah mereka itu ditukar dengan bingkisan
dari Ouwpak."
Giok Houw agaknya setuju.
"Entah pikiran Pit Toako?" ia tanya Kheng Thian.
Kheng Thian tertawa sebelumnya ia menyahuti. Ia
kata: "Kami bangsa pengemis, pekerjaan kami setiap hari
ialah membuka mulut untuk minta amal dari lain orang,
tetapi sekarang kami mempunyai orang-orang tawanan,
itu artinya kami mesti memelihara mereka, mereka yang
menggantikan kami mementang mulut. Inilah tidak tepat!
Maka itu, kalau daya kita ini dapat dijalankan, itulah baik
sekali!" Ci Hiap senang yang pikirannya itu dapat persetujuan.
"Kalau begitu, Pit Toako, silahkanlah kau bekerja,"
Giok Houw bilang.
Pit Kheng Thian setuju, maka ia lanta's menulis
sepucuk surat untuk Cit Im Kauw dan menitahkan
seorang Kaypang membawa itu kepada Cit Im Kauwcu.
360 Ketika itu Giok Houw lantas ingat si berewokan yang
lihai, maka ia tanya Kheng Thian kalau-kalau ketua
Kaypang ini ketahui siapa dia itu. Ia menjelaskan
potongannya si berewokan itu serta kekosenannya.
"Tidak salah lagi, dia tentulah Taylek Sin Le Kong
Thian si Malaikat Kuat," berkata Kheng Thian. "Yang
Cong Hay benar-benar lihai, dia sampai dapat minta
bantuannya orang kosen itu."
"Le Kong Thian itu orang bagaimana ?" Giok Houw
tanya pula. "Kenapa sebelumnya ini aku belum pernah
mendengar orang sebut-sebut namanya?"
"Tentang asal-usul dia adalah sebuah teka-teki,"
menyahut Kheng Thian. "Pernah aku mengirim dua belas
muridku kepada pelbagai orang-orang Rimba Persilatan
yang kenamaan, untuk mencari keterangan perihalnya,
tidak ada seorang jua yang dimintai keterangannya
sanggup menuturkannya dengan jelas. Apa yang orang
ketahui ialah ia biasa muncul di wilayah Barat daya,
pernah ada yang melihat ia membegal saudagar dalam
perjalanan dan juga ada yang pernah menemui ia lagi
merampas wanita muda. Pada tiga tahun yang lalu, jago
wanita dari Cengshia Pay, yaitu Nona Cio Tiok Kun serta
dua kakak seperguruannya yang pria, ketika lagi lewat di
pegunungan Bekcek San di propinsi Kamsiok, hampir
kena dibegal si berewokan itu. Nona Cio itu mau
menjaga mukanya, dia tidak menguwarkan peristiwa itu
hanya secara diam-diam dia minta bantuannya orang
dari tingkatan lebih tua, yang bersahabat kekal sama
pihak perguruannya, untuk mencari Le Kong Thian itu,
apamau, dua orang yang diminta bantuannya itu telah
kena dikalahkan. Kemudian lagi, sesudah mencari
keterangan dengan susah payah, barulah diketahui she
361 dan namanya itu. Ia bertenaga besar sekali, maka itu
orang-orang Jalan Hitam di'Kamliang, yang belum
mengetahui she dan namanya, menamakannya Taylek
Sin si Malaikat Kuat. Ia tidak mau memperdulikan orang
dari Jalan Putih atau Jalan Hitam, kalau ia mau bekerja,
iakerjakan saja. Iajugajarang muncul. Hanya setiap kali
ia muncul, mesti-mesti ada orang yang malang
peruntungannya, yang menjadi mangsanya. Demikian
telah terjadi pada bulan yang lalu, bingkisan dari
Shoatang, yang pihakmu baru saja dapat rampas, lantas
dirampas olehnya. Peristiwa itu aku ketahui sesudahnya
terjadi." "Bukan bingkisan dari Shoatang saja, yang dari
Kangsouw pun ia rampas menurut caranya itu", Giok
Houw menambahkan. "Ia memegat dan merampas di
saat kita baru berhasil. Hanya ketika ia merampas
bingkisan dari Ciatkang, ia bertemu sama kami, ia tidak
berhasil. Boleh dibilang itulah satu pukulan baginya."
"Orang luar biasa sebagai ia, yang bekerja sendirian
dan sewaktu-waktu, paling sukar dijaganya," berkata
Kheng Thian pula. "Umpama rombongan dari Cit Im
Kauw, meski mereka lihai, dengan mereka merupakan
satu rombongan, kedatangannya lantas diketahui."
"Cit Im Kauwjuga bangsa sesat," kata Giok Houw,
"entah biasanya, bagaimanakah sebenarnya sifat mereka
itu?" "Cit Im Kauw baru muncul tahun ini. Memang mereka
nampaknya sesat tetapi belum terdengar mereka pernah
melakukan kejahatan besar. Itu pula sebabnya kami
kaum Kaypang ingin hidup rukun dengannya. Kalau
menurut dugaan umum, Cit Im Kauw tentulah setuju


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

362 empat belas anggautanya ditukar dengan bingkisan dari
Ouwpak itu."
Giok Houw setuju sama pendapat ketua Kaypang ini.
Sampai di situ berhenti sudah pembicaraan mereka,
untuk mereka sama-sama beristirahat. Mereka masuk
tidur sehabisnya bersantap tengah hari. Ketika mereka
mendusin, hari sudah magrib. Tepat habis mereka
bersantap, utusan Kaypang kepada Cit lm Kauw pulang
dengan laporannya, katanya Cit Im Kauwcu setuju
dengan usul menukar orang dengan barang bingkisan
hanya dia mengajukan syarat supaya Giok Houw yang
datang sendiri untuk bertemu dengan Im Oen Giok untuk
membicarakannya terlebih jauh. Cit Im Kauw
mengemukakan alasan di dalam urusan mereka,
Kaypang cuma sebagai pembantu, maka itu, untuk
bicara, mesti Giok Houw yang bicara sendiri.
Mendengar laporan itu, Pit Kheng Thian berdiam. Ia
tidak puas sekali, ia merasa bahwa ia tidak dilihat mata.
"Memang Cit Im Kauwcu itu tidak pantas sekali," kata
Giok Houw. "Sekarang bagaimana pendapat Pit Toako?"
"Aku tidak menghiraukan dia tidak memandang
partaiku," kata Kheng Thian. "Aku hanya menguatirkan
kelicikannya. Siapa tahu kalau-kalau dia mau
menggunakan tipu muslihat?"
"Apakah toako berkuatir dia nanti menahan aku?" Giok
Houw tanya tegas.
"Kau pergi seorang diri, artinya kau masuk ke guha
harimau." berkata ketua Kaypang itu. "maka itu, apakah
itu bukannya urusan yang menguatirkan?"
363 "Kalau begitu, kita tetap menahan dulu empat belas
orangnya, untuk dijadikan manusia tanggungan. Apakah
masih kita berkuatir?"
"Tetapi harga diri kau. saudara Thio. jauh lebih mahal
daripada empat belas orangnya itu!"
"Toako, kau mengangkat aku terlalu tinggi! Untuk
mendapatkan pulang barang bingkisan, aku tidak takut
untuk mencoba menempuh bahaya. Lagi pula. masih
belum tentu dia nanti mencelakai aku..."
Melihat niat orang keras sekali, Kheng Thian tidak
mencegah lebih jauh. Ia hanya berkata: "Karena Cit Im
Kauwcu pandai menggunakan racun, baiklah berhatihati."
Giok Houw terharu mendapatkan orang demikian
memberati dirinya, maka di dalam hatinya ia kata:
"Ketika dulu hari suhu menolongi dia, aku tidak setuju,
melihat sifatnya sekarang ini, sungguh tepat perbuatan
suhu itu. Memang, kita selalu harus berbuat baik kepada
sesama manusia kecuali orang jahat yang sudah tidak
dapat ditolong pula, kita masih harus mencoba
memperbaikinya..."
Setelah itu, Kheng Thian menitahkan orangnya yang
menjadi pembawa suratnya untuk turut pada Giok Houw,
sebagai pengantar dan kawan.
Cit Im Kauwcu berdiam di sebuah gunung di selatan
sungai Ki Sui. Di situ ada sebuah balai istirahat
kepunyaan salah seorang muridnya yang berharta. Ketika
Giok Houw tiba di sana hari sudah mendekati jam tiga. Di
muka pintu, ia sudah ditunggui dua murid wanita dari Im
364 Oen Giok. Ia lantas disambut dan dipimpin masuk ke
dalam tetapi pengantarnya diminta menunggu di luar.
Di dalam. Giok Houw melihat ruang bersih dan
dipajang, nampaknya itu disiapkan untuk menyambut
tetamu yang dihormati tetapi ia diajak masuk terus ke
pintu samping, jalan di beberapa lorong yang berliku. Ia
tidak disambut nyonya rumah. Ia diperlakukan bukan
sebagai tetamu yang dihormati itu, hingga ia lantas jadi
bercuriga. Meski begitu, ia tidak takut, ia turut terus.
Akhir-akhirnya ia dipimpin masuk ke dalam sebuah
kamar yang bersih dan sepi di mana ia dipersilahkan
duduk, lalu disuguhkan air teh. Salah satu dari kedua
pengantar itu berkata: "Harap tocu suka menanti
sebentar, Kauwcu kami tengah melayani seorang
tetamunya, selekasnya tetamu itu berlalu, dia akan
menemui tocu."
Giok Houw menjadi tidak senang. Nyata si tetamu
bukannya ia hanya lain orang. Pikirnya: "Dia
mengundang aku tetapi dia menyambut tetamunya yang
lain. Inilah perbuatan kurang ajar. Mungkin benar dia
mengandung maksud tidak bagus..."
Kemudian ia berpikir lagi. Ia heran untuk tetamunya
kauwcu itu. Siapakah dia itu, yang disambutnya sampai rumah
dipajang" Habis menyuguhkan teh, kedua wanita itu
mengundurkan diri.
Giok Houw periksa air teh itu, yang harum, tidak ada
tandanya dicampuri racun, tetapi untuk menjaga diri, ia
tidak minum hanya ia buang. Kemudian ia perhatikan
365 kamar itu, yang terawat baik dan perlengkapannya
menyenangkan. Kamar itu mempunyai dua pintu
samping, satu di antaranya menghadapi taman. Itulah
pintu dari mana tadi ia diantar masuk. Pintu yang
satunya lagi tertutup rapat, dikunci dengan tambahan
rantai. Di atas itu ada sebuah kaca rasa yang tebal. Kaca
semacam itu pernah ia lihat di istana Bhok Kokkong.
Dengan adanya kaca itu, orang dari luar tidak dapat
melihat ke dalam, sebaliknya orang di dalam bisa melihat
keluar. Pemuda ini berbangkit, akan mendekati kaca itu, maka
itu ia bisa melihat, kamar yang di sebelahnya itu ialah
sebuah kamar lebar dengan perabotannya mentereng.
Sementara itu, cepat sang tempo berjalan.
"Heran," pikirnya. Sudah sekian lama ia masih
dibiarkan bersendirian saja. Maka lama-lama, ia menjadi
tidak sabaran Adalah di itu waktu, kupingnya mendengar
suara tertawa yang keras yang seperti menulikan telinga.
Ia lantas mengawasi ke kaca.
Cit Im Kauwcu tertampak lagi mengantarkan satu
orang masuk ke dalam ruang besar itu. Melihat tetamu
itu, Giok Houw terkejut. Ia mengenali si berewokan. yang
menurut Kheng Thian adalah Le Kong Thian dan
julukannya Taylek Sin si Malaikat Kuat. ialah itu jago dari
Barat daya. "Benar-benar Cit Im Kauwcu bermaksud tidak baik." ia
berpikir. "Dia mengundang aku datang ke mari untuk
mengadakan pembicaraan, kiranya undangan itu
melainkan pancingan belaka..."
366 Bagaimana juga, hatinya pemuda ini bercekat.
Melayani Cit Im Kauwcu. ia merasa ungkulan. Atau kalau
perlu, ia merasa bahwa ia bisa menyingkirkan diri.
Sekarang kauwcu itu dibantu si berewokan. Itulah hebat!
Mana bisa mereka suka satu melawan satu"
"Tuan Le, mengapa kau tertawa?" terdengar
pertanyaannya lm Oen Giok.
"Kauwcu berbahagia sekali, mana boleh aku tidak
memberi selamat padamu?" kata Kong Thian.
"Apakah itu yang kau menyebutkannya bahagia?"
"Aku mendengar kabar kauwcu telah mengalahkan
kaum Kaypang dan dari tangannya Thio Giok Houw telah
mendapatkan sebuah ikat pinggang kumalayang berhara
seperti harganya sebuah kota," menyahut si berewokan
itu. "Inilah tindakan pertama dari kauwcu, umpama kata
itulah percobaan pertama dari golok mustika, telah
ternyata tajamnya golok itu. maka itu, apakah itu
bukannya satu hal yang membahagiakan, yang
menggirangkan?"
Cit Im Kauw tidak berhasil mengalahkan Kaypang
tetapi mereka telah mendapat ikat pinggang kumala itu,
hal itu membikin mereka girang sekali, mereka
menganggap muka mereka bercahaya terang, maka
juga, meskipun ia likat, Cit Im Kauwcu toh tertawa.
"Sebenarnya di dalam hal itu kami mengandal kepada
pengaruh besar dari Tuan!" katanya.
Giok houw heran. Dari pembicaraan mereka itu
berdua, rupanya Le Kong Thian tidak tahu bahwa antara
Cit Im Kauwcu dan ia ada janji pertemuan. Maka ia
berpikir pula: "Jikalau Cit Im Kauwcu berniat mencelakai
367 aku, mestinya dia telah lantas memberitahukan
maksudnya itu kepada Le Kong Thian, mestinya mereka
sudah lantas turun tangan menawan aku. Dengan
berhasil membekuk aku. bukankah itu pun suatu hal
yang menggirangkan mereka" Sekarang mereka sudah
tidak berbuat demikian..."
Dalam herannya itu, anak muda ini menjadi berpikir
banyak. "Habis, kenapa Cit Im Kauwcu menempatkan aku
dalam kamar ini" Bukankah dia seperti sengaja membikin
supaya aku dapat mendengar pembicaraan mereka itu?"
Kembali terdengar tertawanya Le Kong Thian, yang
terus berkata: "Aku pun mempunyai satu kabar girang
yang bakal menambah kebahagian Kauwcu hingga pasti
Kauwcu girang mendengarnya!"
Oen Giok agaknya heran.
"Apakah itu?" ia tanya.
"Aku telah datang ke mari atas titah tuanku, untuk
merekoki jodohnya tuanku yang muda!" sahutnya.
"Bukankah itu satu hal hal yang sangat menggirangkan?"
"Siapakah yang dipenujui tuanmu itu?" Cit Im Kauwcu
menanya. "Ah, Kauwt'oe bernura-nura saja!" Kong Thian
tertawa. "Aku datang memberi selamat pada Kauwcu,
dari itu tentu sekali aku datang untuk minum arak
kegirangan dari puterimu!"
Mendengar kata-kata itu. Giok Houw heran ditambah
heran. Ia heran sebab Le Kong Thian datang sebagai
orang pertengahan, sebagai comblang. Itulah tugas di
368 luar dugaannya. Lalu ia menjadi lebih heran pula
mengingat, satu jago sebagai Kong Thian toh masih
mempunyai tuan atau majikan. Tidak pantasnya si
berewokan ini masih diperintah orang pergi datang, tak
selayaknya dia menjadi budak orang. Kalau begitu,
siapakah majikannya itu" Majikan itu mesti bukan
sembarang orang!
Atas kata-kata itu, Cit Im Kauwcu tidak lantas mengasi
dengar suaranya. Ia menuang dan meminum tehnya
dengan perlahan-perlahan.
"Kenapa Kauwcu bersangsi?" Kong Thian tanya.
"Bukankah tuan mudamu sudah mempunyai isteri?"
kemudian tanya si nyonya rumah.
Kong Thian tertawa.
"Isteri tetapi bukan isteri sah, bukannya isteri yang
pertama," dia menyahut, "yang benar ialah tuan muda
kami itu telah mengambil dua gundik. Untuk seorang
lelaki, bukankah umum dia mempunyai tiga isteri dan
empat gundik" Apakah Kauwcu memberati ini" Baiklah,
jikalau Kauwcu masih kurang puas, aku mengajukan pula
suatu jaminan!"
"Jaminan apakah itu?" Cit Im Kauwcu tanya.
"Pada harian nikah nanti, majikan mudaku sendiri
yang akan datang ke mari untuk menyambut
pengantinnya, dia akan sekalian membawa kedua
gundiknya untuk mereka bersama menghunjuk
hormatnya kepada Kauwcu. lalu di hadapan para tertua
Rimba Persilatan yang menghadiri pesta nikah itu, akan
dibikin secara sah surat pernikahan dengan mana
ditetapkan puteri Kauwcu menjadi isteri pertama dan
369 sah! Apakah dengan begini masih ada yang meraguragukan
Kauwcu?" Menurut Giok Houw, jaminan itu ialah jaminan tidak
keruan. Bukankah selayaknya saja di harian nikah si
mempelai laki-laki datang sendiri menyambut isterinya"
Bukankah surat nikah ada keharusan umum" Bukankah
tak umumnya yang gundik atau gundik-gundik datang
menghunjuk hormat kepada nona pengantin atau orang
tua nona pengantin itu" Tapi Cit Im Kauwcu agaknya
setuju dengan jaminan itu. Dia tertawa dan berkata:
"Agaknya Keluarga Kiauw bersungguh-sungguh!"
"Jika Keluarga Kiauw tidak bersungguh-sungguh,
mana aku sudi datang ke mari untuk menjadi orang
pertengahan bagi tuan mudaku itu?" kata KongThian.
"Dengan main gila, apakah tiga nama Le Kong Thian
masih dapat mendengung di dalam dunia Rimba
Persilatan" Maka itu, Kauwcu, aku suka memberi pikiran
kepada kau untuk kau jangan ragu-ragu pula. Untuk kau,
perangkapan jodoh ini akan menguntungkan bukan
main, bukan saja Cit Im Kauw menjadi ada senderannya
juga mustika yang kamu rampas itu boleh tidak usah
dipeserahkan kembali!"
Giok Houw bertambah herannya. Ia memikirkan:
"Siapakah Keluarga Kiauw itu" Kenapa dia begini
berpengaruh" Bukankah perjodohan semacam begini
bukannya perjodohan yang wajar" Kenapa Cit Im Kauw,
yang demikian berpengaruh, nampaknya tidak menjadi
mendongkol bahkan sudi menundukan kepala" Pula aneh
Le Kong Thian ini. Benar-benarkah dia budaknya
Keluarga Kiauw itu" Kalau budak, mengapa dapat
menjadi comblang, bahkan dia dapat mengambil
keputusan?"
370 Siauw Houw Cu muda. tetapi pengalamannya sudah
banyak, pengetahuannya luas, hanya kali ini, ia dibikin
bingung agaknya. Ia pula lantas dibikin bingung oleh
sikapnya Cit Im Kauwcu, yang mulanya nampak


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyetujui lamarannya Kong Thian itu.
Sesudah berdiam sekian lama, kauwcu itu memberikan
jawabannya: "Aku menghaturkan banyak-banyak terima
kasih untuk kebaikan Le Toaya! Aku menghaturkan
banyak-banyak terima kasih kepada majikanmu yang
telah menghargai padaku, hanya tentang perjodohan ini,
aku tidak dapat menerimanya."
Kong Thian terperanjat.
"Kenapakah?" ia tanya heran sekali.
"Anakku telah ada jodohnya," menyahut nyonya
rumah singkat. Itulah alasan belaka untuk menampik. Sekalipun Giok
Houw, ia tidak mempercayainya. Kalau alasan itu alasan
benar, perlu apa Im Oen Giok menanyakan tentang
gundik orang"
"Kauwcu!" berkata Le Kong Thian. Ia tertawa, tetapi
dingin tertawanya. "Mengapa Kauwcu tidak hendak
omong terus terang bahwa kau mencela keluarga Kiauw
itu?" Cit Im Kauwcu pun mengasi lihat roman sungguhsungguh.
"LeToaya, berat kata-katamu ini!" sahutnya.
"Tetapi, Kauwcu," kata pula Kong Thian, "sebelum aku
mengajukan lamaran ini, telah aku menyelidikinya
terang, sama sekali puterimu belum ada jodohnya!"
371 "Perjodohan itu baru saja ditetapkan."
Kong Thian bertambah heran.
"Siapakah pihak laki-laki itu?"
"Maaf, aku tidak dapat menyebutkan nama pihak lelaki
itu." "Hm, Kauwcu!" kata KongThian dengan suara di
hidung, "benar-benar kau hendak mempersulit aku!
Baiklah, pembicaraanmu ini akan aku sampaikan kepada
majikanku, tidak sepatah kata juga yang akan aku
sembunyikan."
"Urusan perjodohan ini berhasil atau gagal, itulah
tetap satu urusan, persahabatan kita tetap ada," kata Cit
Im Kauwcu. "Le Toaya, kau tidak menjadi kurang
senang, bukan?"
"Aku hanya mewakilkan majikanku yang muda untuk
mengajukan lamaran," kata I e Kong Thian. "Bahwa aku
kecele atau tidak, itulah bergantung nanti kepada cara
berpikirnya majikanku yang muda itu. Hanya, Kauwcu,
maafkan aku omong terus terang, sekalipun benar
puterimu telah dijodohkan kepada lain orang, akan tetapi
perlulah kau menimbang masak-masak kecuali
memangnya Cit Im Kauw tidak berniat mengangkat
kepala di dalam dunia kangouw ini!"
Untuk sejenak, nampaknya Cit Im Kauwcu ragu-ragu,
tetapi setelah berpikir, ia berkata: "Membatalkan
perjodohan itu atau menetapkan perjodohan yang baru.
semua itu bergantung kepada anakku sendiri!"
Kong Thian heran tapi ia tertawa.
372 "Kalau begitu ayah dan ibu jadi sudah tidak dapat
berkuasa lagi?" tanyanya.
"Anakku itu anak satu-satunya, terpaksa aku
menyayangi dia secara berlebih-lebihan," menjawab si
nyonya. "Di dalam urusan perjodohannya, terpaksa aku
mesti memerlukan persetujuannya sendiri, segala apa
harus dijelaskan kepadanya."
Kong Thian mendapat harapan pula, maka ia memikir
untuk jangan terlalu memaksa.
"Kalau begitu, aku minta sukalah Kauwcu berdamai
sama puterimu itu," katanya. "Aku akan menanti kabar di
sini." Cit Im Kauwcu lantas mengundurkan diri.
Kong Thian berada sendirian, ia berjalan mundarmandir.
Beberapa kali ia mengasi dengar tertawa aneh.
tertawa kepuasan.
Giok Houw di dalam kamarnya tetap menantikan,
iajadi tertarik hati dan ingin mengetahui akhirnya
pembicarahan hal jodoh itu. Tapi ia segera diganggu oleh
munculnya wanita yang tadi melayaninya. Dia itu muncul
dari pintu yang menghadap ke taman itu. Dia datang
tanpa bicara, hanya mengulapkan tangan menggapai,
untuk mencegah ia bicara, supaya ia suka ikut dia itu.
Bukan main herannya anak muda ini tetapi ia
bertindak perlahan, mengikuti anggauta wanita dari Cit
Im Kauw itu. Ia diajakjalan berliku-liku pula, melewati
beberapa lorong, sampai di depan sebuah kamar.
"Kau masuklah!" berkata pengantar itu.
373 Giok Houw menurut. Ia menolak daun pintu, untuk
bertindak masuk. Di dalam situ ia melihat Cit Im Kauwcu
lagi duduk menantikan. Ia heran sekali.
"Bukannya dia berdamai sama puterinya, dia
menantikan aku di situ," pikirnya. "Apakah perlunya?"
Im Oen Giok menunjuk sebuah kursi di sampingnya.
Dia menyuruh duduk.
"Bukankah gurumu itu Thio Tan Hong?" dia lantas
menanya. "Benar," menyahut Giok Houw dengan sikap
menghormat. "Kabarnya ketika di Chongsan dia pernah
mengalahkan Ci Hee Tojin... Ah, itu pun bisa dibilang dia
telah membantu aku melampiaskan dendamanku..."
Kauwcu itu bicara seorang diri dan dengan perlahan
sekali. Giok Houw tidak menyangka Oen Giok mengeluarkan
kata-kata itu di depannya. Itulah pengutaraan kesebalan
atau kejemuan terhadap gurunya yaitu Ci Hee Tojin.
Tapi, ia masih mesti menghadapi lain keanehan pula.
Cit Im Kauwcu mengawasi dengan tajam, sinar
matanya dimainkan. Ia melihat itu, ia merasa lucu.
Pikirnya: "Aku toh bukannya si tuan muda keluarga
Kiauw itu! Perlu apa kau memandangi aku?"
Cit Im Kauwcu masih mengawasi, lalu terlihat dia
bersenyum. "Eh, bocak cilik, kau sudah menikah atau belum?"
sekonyong-konyong dia menanya.
374 Itulah puncaknya keheranan si anak muda.
"Aku datang ke mari untuk membicarakan pertukaran
barang bingkisan dengan orang-orangmu!" ia berkata.
"Perlu apa kau menanya urusan pribadiku sendiri?"
"Bukankah kau telah mendengar pembicaraan Le Kong
Thian barusan?" si nyonya tanya. Ia mengawasi, ia tidak
menjawab pertanyaan orang.
"Apakah sangkutannya itu dengan aku?"
"Anakku tidak dapat menerima baik lamaran keluarga
Kiauw itu, kau tahu apa sebabnya?"
Hati Giok Houw bercekat.
Cit Im Kauwcu tidak memperdulikan apa yang si anak
muda pikir. "Aku tidak sangka kau beruntung sekali, bocah!"
demikian katanya Dia seperti bicara sama dirinya sendiri.
"Anakku penuju padamu!"
Melihat sikap nyonya ini, agaknya ia menghendaki si
anak muda bersyukur karenanya.
Giok Houw tapinya tidak puas.
"Eh, kau mau bicara atau tidak?" ia tanya. "Mana ikat
pinggang kumala itu" Mari serahkan itu padaku, untuk
aku bawa pulang, nanti aku lantas memerdekakan empat
belas muridmu!"
Mendadak kauwcu itu bangun berdiri.
"Ah, apakah benar kau tidak puas dengan anakku?"
dia tanya. 375 "Heran!" menjawab Giok Houw. "Keluarga Kiauw
memaksa melamar anakmu, kau tidak mupakat! Kenapa
sekarang kau memaksa aku?"
"Bagus ya!" berseru si nyonya. "Ikat pinggang kumala
itu! Kau hendak membawanya pulang atau tidak!"
"Jangan kau lupa!" Giok Houw pun mengancam.
"Masih ada empat belas orangmu di tangan Kaypang!"
"Hm!" kata si nyonya dingin. "Asal aku menerima baik
lamaran Keluarga Kiauw itu, tidak usah sampai si mahluk
aneh she Kiauw sendiri yang turun tangan, asal aku
bekerja sama dengan si orang she Le, sudah cukup akan
aku menyerbu ke sarang
Kaypang! Siapa dapat menahan kami" Apa aku mesti
takut tidak dapat menolongi orang-orangku itu"
Sekalipun kau. bocah, jangan harap kau dapat pulang
dengan masih hidup!"
Giok Houw mengibaskan tangan bajunya sambil
berbangkit, niatnya untuk menerjang keluar, guna keluar
dari kamar itu, atau hampir berbareng, ia mendengar
suara keras dan tajam di luar kamar: "Kejar! Kejar
penjahat perempuan itu!"
Di tempatnya Cit Im Kauwcu ada penjahat, itulah
keanehan paling besar, maka juga Cit Im Kauwcu
mencelat bangun, berbareng bersama si anak muda, dia
maju ke jendela, untuk memandang ke luar. Mereka
melihat seorang nona. dengan pakaiannya berkibar-kibar,
tengah lari menuju ke arah tembok pekarangan, lincah
gerakannya itu.
Segera menyusul masuknya Im Siu Lan. gadisnya Oen
Giok, romannya sangat bingung. Segera dia berkata
376 dengan suara tajam: "Ibu. lekas! Bangsat perempuan itu
membawa lari ikat pinggang kumala!"
Dialah yang tadi itu berseru tajam memerintahkan
mengejar penjahat.
Giok Houw heran akan menyaksikan si nona pembawa
lari ikat pinggang kumala itu. yang ia lantas kenali ialah
Nona Liong yang ia tak dapat melupakannya!
Tengah pemuda ini melongo saking herannya, ia
mendengar suara "Ser!" keras.
Itulah Cit Im Kauwcu, yang telah menimpuk dengan
sebatang Tokci hoan atau cincinnya yang beracun,
menyusul mana tubuhnya juga berlompat tinggi, melesat
melintasi jendela, untuk menyusul si penjahat wanita.
"Awas. Tokci hoan!" Giok Houw berseru. Hanya, belum
lagi berhenti suaranya itu atau Cit Im Kauwcu sudah
menghalang di depan Nona Liong, guna mencegah si
nona kabur terus.
"Aku tahu!" demikian suara si nona. yang tangannya
mengibas, hingga cincin beracun itu gagal mengenai
sasarannya. Terus si nona tertawa manis. Tapi hanya
sejenak, lantas terdengar suara memberebet. Inilah
disebabkan ujung bajunya, yang barusan dipakai
mengibas, sudah robek disamber tangannya nyonya
rumah yang bengis itu!
Gebrakan itu telah segera menunjuki lihainya kedua
pihak. Cincin beracun telah kena dihalau oleh si nona,
tetapi si nona. sendiri robek ujung bajunya yang
panjang. Biar bagaimana, si nona masih menang seurat.
Hanya habis itu, Cit Im Kauwcu sudah mengulangi
serangannya, beruntun tiga kali.
377 Nona Liong melayani, bukan dengan membalas
menyerang, hanya sambil main berkelit. Dan ia
senantiasa berhasil menyelamatkan dirinya.
"Kauwcu. tahan!" akhirnya Giok Houw berseru.
Ketika itu Im Siu Lan telah tiba di antara mereka, ia
sudah lantas membacok Nona Liong, akan tetapi
goloknya dirintangi si pemuda. Ia terkejut hingga ia
mundur tiga tindak, mukanya pucat.
"Apakah kau satu golongan dengan bangsat
perempuan ini?" ia tanya bengis, goloknya disiapkan
untuk mengulangi serangannya.
"Bocah tidak tahu diri!" Cit Im Kauwcu pun berseru.
"Hari ini jangan kau mengharap dapat lolos dari tangan
nyonya tuamu, kecuali dalam impian!"
"Sabar, kauwcu!" Giok Houw berkata pula. la tidak
menggubris cacian. "Aku hendak bicara."
"Ibu. coba dengar perkataannya," berkata Siu Lan.
"Kauwcu," kata Giok Houw selagi si nyonya belum
menjawab gadisnya, "sebagaimana kau sudah ketahui,
aku datang ke mari untuk merundingkan soal pertukaran
barang dengan manusia. Tentang nona ini, baiklah aku
menjelaskan. Ia benar-benar sahabatku. Maka itu,
setelah dia mendapat ikat pinggang kumala itu, itulah
sama saja dengan aku yang mendapatkannya. Perihal
orang-orangmu yang menjadi tawananan pihak Kaypang,
kau serahkan mereka padaku, akulah yang menanggung,
nanti aku merdekakan mereka! Cara pertukaran ini toh
tepat dan kamu tidak menampak..."
Alisnya Siu Lan bangun berdiri.
378 "Pernah apakah dia denganmu?" ia menanya bengis.
Giok Houw tidak menyahuti, bahkan dia lantas berdiri
berendeng di samping Nona Liong, sambil memandang
Cit Im Kauwcu, ia kata: "Kauwcu. terserah pada kau, kau
ingin bertempur atau damai! Cukup dengan satu katakatamu!"
"Lebih dulu kau suruh bangsat perempuan itu
membayar pulang ikat pinggang kumala itu!" berkata Cit
lm Kauwcu. "Habis itu, dapat aku membiarkan dia pergi!"
Nona Liong tertawa, dia mendahului si pemuda
menyahuti. "Sahabatku ini berlaku terus terang dan mulia,"
katanya, "dia sengaja membiarkan aku menang bertaruh,
maka itu mana bisa aku pun membiarkan dia?"
Nona Liong dan Giok Houw lagi bertaruh, tentu sekali
Im Siu Lan tidak ketahui itu. ia hanya menjadi
mendongkol saking jelusnya mendengar lagu suara si
nona itu terhadap si anak muda-lagu yang manis sekali.
Maka akhirnya ia membanting kakinya: "Sudahlah, ibu,
jangan perdulikan dia! Kau turun tanganlah!"


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan "dia." ia maksudkan Giok Houw.
Nona Liong tidak takut, bahkan dia tertawa geli
"Ah, nona, kau sungguh menarik hati!" katanya,
menggoda. "Jadinya, pada sebelumnya kamu turun
tangan, lebih dulu kamu masih memperdulikan sana
sini"..."
Siu Lan menjadi gusar, ia maju untuk membacok.
Nona Liong mengeluarkan Tiatsiu Kanghu, kepandaian
Tangan Baju Besi, maka sekali ia mengibas, tangan
379 bajunya menangkis golok, dengan berbunyi nyaring,
golok Liuyap to dari Siu Lan lantas tersampok terbang,
jatuh di tanah.
Justru Pendekar Satu Jurus 13 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Laknat 2
^