Kisah Pedang Bersatu Padu 9

Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 9


nya ke Pakkhia ini. Nyonya
Yap Seng Lim cuma membutuhkan tiga pembantu. Yang
satu ialah Thio Giok Houw, yang satu lagi Liong Kiam
Hong, dan yang ketiga Cit Seng Cu. Ia membutuhkan
seorang pembantu istimewa, guna mengatur sesuatu di
Pakkhia, maka ia minta bantuannya Tie Goan, hupangcu
dari Kaypang di Pakkhia itu. Bahkan hupangcu ini diminta
berangkat terlebih dulu. Maka mereka jadi berangkat
dalam dua rombongan.
Cio Cui Hong berat dengan perpisahan ini, ia
mengantar turun gunung, la pun memesan kata-kata
untuk In Loei. Di lain pihak ia sesalkan In Hong, yang
dikatakan cuma berdiam satu hari dan pergi tanpa
pamitan lagi! Giok Houw dan Kiam Hong juga heran atas sikapnya
In Hong itu. "Sebenarnya aku berkuatir untuk enci In Hong," Kiam
Hong mengaku. "Kalau dia benar turut Hok Toako pulang
ke Thiansan, dia bisa mati lantaran jengkel. Tapi, kalau
dia tidak pulang, aku kuatir mereka bentrok hebat..."
603 Karena ini, bertiga mereka jadi tidak gembira. Mereka
tidak menghendaki ln Hong dan Thian Touw bentrok,
sebaliknya, mereka tidak ingin juga In Hong bagaikan
burung di dalam sangkar, yang hilang kemerdekaannya
Toh mereka tidak mempunyai daya untuk memecahkan
kesulitannya suami isteri itu. Pasangan itu menyinta satu
dengan lain --- tadinya mereka sangat menderita ----
tetapi sekarang mereka terhalang oleh pandangan
masing-masing. Perjalanan ke kota raja ini, bukan perjalanan
pelesiran, di tengah jalan mungkin ada gangguan, akan
tetapi selama dua hari. mereka tidak menemukan
sesuatu, bahkan tiada juga orang atau orang-orang yang
sikapnya mencurigai.
Di hari ketiga, tengah hari, selagi mereka berempat
melarikan kuda merekadi jalan besar, telinga mereka
mendengar suara roda-roda kereta disebelah belakang,
suara mana dicampur sama tindakan dan ringkik kuda.
Siauw Houw Cu lantas meraba gagang goloknya.
"Siauw Houw Cu, jangan sembrono!" Sin Cu memberi
ingat. "Lihat dulu mereka hamba negeri atau bukan..."
Ketika itu kereta di belakang datang semakin dekat,
suaranya pun berisik sekali. Itulah sebab kendaraan
dikasih jalan cepat. Kereta kuda itu, di kiri dan kanannya
ada masing-masing pengiringnya dua penunggang kuda.
Maka terlihatlah abu mengepul naik.
Segera dapat dilihat nyata, dua pengiring yang di kiri
adalah dua orang oppas, dan yang di kanan dua boosu,
guru silat atau pahlawan, yang dandan sebagai bangsa
Boan. Yang bercokol di atas adalah seorang pembesar
604 berpangkat tinggi bangsa Boanciu. Rupanya pembesar
itu sedang bergembira, duduk di atas keretanya itu dia
bernyanyi dengan nada tinggi. Nyanyiannya ialah
nyanyian ketenteraan Boan.
Giok Houw menjadi panas hati. Justeru di belakang
dia. salah satu opas berkata dengan nyaring: "Utusan
Boanciu telah tiba, mengapa kamu tidak lekas-lekas
minggir?" Kata-kata ini dibarengi sama sampainya rombongan
kereta dan penunggang-penunggang kuda itu, kawanan
penunggang kuda menggunakan cambuknya.
Bukan main gusarnya Giok Houw, maka sebelah
tangannya lantas menyamber ke belakang. Ia ingin
menangkap cambuk orang, guna ditarik dengan keras.
Hanya saja, baru tangannya bergerak, ia sudah dibentur
Sin Cu, demikian keras, hingga ia terjungkal dari
kudanya. Busu Boanciu itu mengira orang kaget dan jatuh
karena menyingkirnya terlalu terburu napsu, mereka
tertawa berkakakan.
Ketika Giok Houw bangun berdiri, ia mendapatkan
kereta dan ke empat penunggang kuda sudah lewat
jauh. Sin Cu tertawa. "Siauw Houw Cu, jangan kau sesalkan
aku!" katanya. "Aku tidak menghendaki kau
membangkitkan keruwetan!"
"Tapi orang Boanciu itu serta segala busu-nya sangat
jumawa!" kata Giok Houw. "Tidak puas aku melihat
tingkah polanya itu! Bukankah mereka berada di dalam
negara kita?"
605 "Memang bangsa Boanciu itu sering mengganggu
tapal batas." berkata Sin Cu, "akan tetapi di antara kedua
negeri belum dimaklumkan perang, sedangjuga. mereka
ini adalah utusan yang resmi, tidak dapat kita berlaku
kasar. Apakah kau kira dapat kita melabrak mereka itu?"
"Kau benarjuga," kata Giok Houw setelah berpikir.
"Hanya aku tetap tidak puas! Lagaknya kedua oppas itu
terlalu menjilat-jilat bangsa asing, mereka cuma pandai
menghina bangsa sendiri!"
Sin Cu tertawa pula. "Buat apa bergusar tak
perlunya?" katanya. "Mari kita berangkat!" Giok Houw
menahan hati. Setelah jalan serintasan. di depan terlihat
pula kereta dan kuda tunggang. Keretanya tidak nampak
mentereng dan agung seperti kereta si utusan Boanciu
tetapi toh indah, bahkan kedua ekor penariknya ada
binatang-binatang yang tubuhnya tinggi dan besar,
pelananya tersulam, hingga menjadi menarik perhatian.
Yang duduk di atas kereta ialah seorang usia
pertengahan, kepalanya besar, kupingnya lebar,
tubuhnya terkerebong baju bulu. Hingga dengan sekali
lihat saja tahulah orang bahwa dia seorang hartawan.
Dia menoleh ketika dia mendengar tindakan kaki kuda di
belakangnya. Melihat muka orang itu. Sin Cu melengak. Ia merasa
mengenali, entah di mana pernah ia bertemu dengan dia
itu. Orang itu pun heran melihat rombongannya Sin Cu, ia
menahan keretanya dan mengawasi, atau segera ia
lompat turun dari kudanya, untuk menghampirkan.
"Kau... kau toh Nona le"..." katanya.
606 Baru sekarang Nyonya Yap ingat, maka ia tertawa
"Khoan Tayjin. kiranya kau!" katanya.
Muka orang itu menjadi merah, dia nampak jengah.
"Aku telab kehilangan pangkatku." katanya malu-malu.
"Tidak dapat aku menerima panggilanmu ini!"
Sin Coc kenal hartawan ini, Khoan Ki namanya, yang
pada belasan tahun yang lalu menjadi Yamoensu,
pembesar pengurus garam dari kedua propinsi Ouwpak
dan Ouwlam, karena dia dibegal Pit Keng Thian untuk
seharga tiga puluh laksa tail perak, dia dipecat dari
pangkatnya. Ayahnya bernama Khoan Tiong. ialah Khoan
Tiong saudara angkatnya Thio Hong Hu. ayahnya Siauw
Houw Cu. Bersama-sama, Khoan Tiong dan Hong Hu
menjadi opsir Gilimkun dari Kaisar Eng Cong di tahun
Ceng-tong, dan bersama-sama Hoan Tiong, merekalah
yang dikenal sebagai Kengtouw Samtoa Khociu. ialah tiga
jago kota raja. Ketika Khoan Tiong terbegal itu. dia
pernah minta Hoan Tiong memohonkan bantuannya Thio
Hong Hu, hanya ketika Hoan Eng. anaknya Hoan Tiong.
tibadi rumah Thio Hong Hu. Hong Hu tengah ngalami
kecelakaan dan terbinasa karenanya, maka Hong Hu
tidak dapat membantu dia. Kemudian Hoan Eng toh pergi
kepada Pit Keng Thian tetapi Keng Thian cuma
mengembalikan separuh, yang separahnya Keng Thian
suruh Khoan Tiong mengodol sakunya sendiri
menggantinya. Selama Sin Cu merantau, dia bertemu
sama Khoan Tiong ini, ialah di tempatnya Pit Keng Thian
itu. Ketika itu Hoan Eng pun ada bersama. 4)
607 Muak Sin Cu terhadap bekas pembesar ini. Dia telah
locot pangkatnya tetapi sekarang nampak dia hidup
mewah. Lalu sambil tertawa mengejek, ia berkata:
"Perkara pangkat ada soal kecil! Bukankah sekarang raja
baru telah naik di tahta" Nah, sekaranglah saatnya untuk
Khoan Tayjin berbangkit pula! Bukankah tayjin lagi
menuju ke kota raja untuk mencari pangkat" Raja baru
justeru memerlukan menteri-menteri pintar yang pandai
mengurus keuangan negara!"
Cepat sekali Khoan Ki berkata: "Aku baru saja
mengalami badai dan gelombang, mana berani aku
menjabat pangkat pula" Begitulah selama belasan tahun
ini, setelah melepas kepangkatan, aku belajar menjadi
orang dagang, mencampurkan diri di dalam pasar.
Untukku sekarang asal cukup makan dan tubuh hangat,
itu saja sudah cukup, sama sekali aku tidak berani pula
mengandung semangat yang besar..."
Mendengar pembicaraan orang, Thio Giok Houw
merasa sebal, maka ingin ia mengajak kakak
seperguruannya untuk melanjuti perjalanan. Justeru itu,
matanya Khoan Ki bersinar mengawasi kepadanya.
Sin Cu melihat perhatiannya si bekas pembesar yang
telah menjadi saudagar itu.
"Siauw Houw Cu, mari!" ia memanggil sang sute, si
adik seperguruan. "Mari menemui Khoan Tayjin!"
"Sudahlah," berkata si anak muda, "kami bangsa
semut, kami tak dapat naik tinggi..."
Khoan Ki sendiri terperanjat mendengar disebutnya
nama Siauw Houw Cu, hanya sejenak, dia lantas tertawa
terbahak. 608 "Ah. kiranya Thio Siheng telah menjadi begini besar!"
katanya, kagum. "Aku ialah Khoan Ki. Ayahku dan ayah
siheng adalah saudara-saudara angkat."
Mengetahui orang itu siapa adanya muak atau tidak,
Houw Cu mesti menemuinya. Ia menghampirkan sambil
mengulur tangannya untuk berjabatan. Khoan Ki
menyambutnya. Puteranya Khoan Tiong mengerti juga ilmu silat, akan
tetapi tatkala tangannya berjabatan sama tangannya
Siauw Houw Cu. dia berjengit. hampir dia mengeluarkan
air mata. Karena sengaja Giok Houw mengerahkan
tenaganya tiga bagian. Dengan lekas dia menarik pulang
tangannya itu, dia pun paksakan tertawa.
"Tidak kecewa puteranya panglima perang!" ia
memuji. "Saudaraku, saudaramu sangat mengagumimu!"
"Sekarang ini Khoan Tayjin hendak pergi ke mana?"
Sin Cu tanya kemudian. Ia terus memanggil tayjin atau
tuan besar. "Aku mau pergi kekecamatan Thongkoan." menyahut
Khoan Ki. "Apakah nona dan Thio Siheng lagi menuju ke
kota raja?"
"Benar!" sahut Sin Cu, lancar.
"Maukah nona meninggalkan alamatmu di kota raja?"
Khoan Ki minta. "Jikalau lain kali aku pergi kesana, pasti
aku akan pergi menjenguk."
Sin Cu tertawa.
"Kami tidak mempunyai kenalan di kota raja, kami
akan menyewa kamar hotel saja" demikian sahutnya
609 "Aku sendiri ada mempunyai beberapa kenalan di kota
raja sana" Khoan Ki mengasi tahu.
"Terima kasih, aku tidak berani mengganggu sahabatsahabat
tayjin itu," kata Sin Cu. "Ya kebetulan tayjin
menyebut-nyebut sahabat, aku mohon tanya tentang
satu orang."
"Sahabat yang mana itu, nona?" Khoan Ki segera
menanya. "Hoan Eng," menjawab Nyonya Yap Seng Lim.
"Oh, Hoan Toako!" kata saudagar bekas pembesar itu.
"Sayang, dengan Hoan Toako itu sudah belasan tahun
aku tidak pernah bertemu."
"Kalau begitu, tak apalah," berkata Sin Cu, yang tidak
menanyakan apa-apa lagi, makajuga, kedua pihak lantas
berpisahan. untuk mengambil jalannya masing-masing.
Khoan Ki berangkat lebih dulu.
"Sungguh apes, bertemu sama orang macam
demikian!" kata Giok Houw sesudah mereka berpisah
jauh. "Lebih celaka, kita pun mengaku kakak dan adik!"
"Setelah hilang pangkatnya, dia menjadi saudagar,
lumayan juga," bilang Sin Cu. "Maka tidak dapat kita
bersikap keterlaluan terhadapnya. Memang benar
ayahmu dengan ayahnya telah mengangkat saudara."
"Telah lama aku mendengar lelakonnya kehilangan
pangkat," kata Siauw Houw Cu. "Hoan Toako telah
melepas budi banyak kepadanya tetapi toh dia tidak
memperdulikan Hoan Toako itu, sampai dia tidak
mengetahui alamatnya juga! Aku melihat matanya tidak
610 pernah mau berdiam, dia mestinya bukan satu manusia
baik!" "Tidak dapat kita memastikan orang menurut caramu
ini," Sin Cu bilang. "Peribahasa tua pun bilang, kalau
kesalahan dapat dirubah. diperbaiki, itulah baik sekali.
Memang dulu dia kemaruk pangkat dan harta, benar
selama sepuluh tahun ini kita tidak ketahui sepak
terjangnya, tetapi bahwa dia telah tidak mencari pangkat
pula. itulah sudah baik." Siauw Houw Cu tertawa. "Suci,
selamanya kau berpendapat begini tentang manusia,
sungguh aku tidak dapat menelad kau!" katanya.
Sampai di situ, mereka berhenti membicarakan Khoan
Ki. sebab semua muak kepada orang she Khoan itu yang
pandai menjilat. Mereka melanjuti perjalanan dengan tak
rintangan, maka selang dua hari, sampailah mereka di
luar kota Pakkhia. Di situ mereka langsung mencari
kelenteng Hianbiauw Koan, karena koancu, atau imam,


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mendiami kelenteng itu. ialah Hian Eng Tojin.
sahabatnya Cit Seng Cu, sedang Sin Cu pun mengenal
dia. Hian Eng menyambut tetamu-tetamunya dengan
manis, bahkan dia senang menerima permintaan Cit
Seng Cu beramai ingin menumpang di kelentengnya itu.
Sin Cu mengambil keputusan menumpang di
Hianbiauw Koan ini, yang letaknya di gunung Sesan, di
luar kota Pakkhia itu, mengingat Khoan Ki telah
menanyakan alamat mereka di kota raja. Bahwa ia tidak
suka memberi keterangan, itulah bukti yang ia tidak
percaya orang she Khoan itu.
Segera setelah mendapat kepastian akan berdiamnya
dikelenteng itu, Sin Cu ingat akan maksudnya datang ke
611 kota raja ini. Tindakannya yang pertama ialah mencari
tahu tentang "fiat Keng Sim karena ia telah memikir
untuk menggunakan Keng Sim sebagai jembatan, supaya
Keng Sim mendayakan hingga ia dapat bertemu sama
kaisar. Thio Giok Houw tidak berkesan manis terhadap Keng
Sim, akan tetapi karena Sin Cu sudah mengatur
rencananya, ia tidak dapat mencegah, ia menurut saja.
Mencari keterangan perihal Tiat Keng Sim itu bukanlah
pekerjaan sukar. Tie Goan, hupangcu atau ketua muda,
dari Kaypang, Partai Pengemis di Pakkhia, kota raja,
yang telah sampai terlebih dulu di kota raja ini. sudah
membuat penyelidikan terlebih dahulu. Demikian, di hari
ketiga, pemimpin pengemis ini lantas menjenguk Sin Cu
di Hianbiauw Koan.
"Sekarang ini Tiat Keng Sim si bocah telah naik
namanya!" demikian berkata Tie Goan. "Dari seluruh
negara datang bingkisan untuk kota raja tetapi yang tiba
dengan selamat cuma dia seorang, ialah bingkisan dari
propinsi Inlam. Kejadian itu membuatnya kaisar sangat
girang dan menyukai dia, apapula dialah menantunya
Bhok Kokkong. Maka juga kecuali dia dihadiahkan
pangkat kehormatan turun temurun Liongki Touwoet, dia
pun merangkap Hutongnia. yaitu komandan muda, dari
pasukan Gilimkocn. Bahkan dia pun dihadiahkan sebuah
gedung baru yang pernahnya di depan gedungnya
Gilimkun Tongnia Chian Tiang Cun. Maka sekarang ialah
seorang besar!"
Mendengar itu, Sin Cu menghela napas.
"Harap saja dia tidak melupakan dirinya cuma
disebabkan kedudukannya yang mulia ini." katanya.
612 "Haraplah dia pun tidak melupakan juga asal dirinya
sebagai seorang pelajar..."
Sekarang Sin Cu memikirkan jalan untuk dapat
bertemu sama Keng Sim.
Memang juga, Keng STm telah mendapat
kedudukannya yang mulia itu. yang membuatnya girang
bukan kepalang. Sebenarnya dia tidak gila kepangkatan,
sedang kemuliaan ini ia terimanya secara di luar dugaan.
Semua orang, dari raja sampai kepada menteri-menteri,
semua memuji padanya, hingga ia menerima kehormatan
melebihkan seorang yang berpangkat besar sekali.
Demikian, beberapa hari setelah keangkatannya itu. tak
sempat ia pergi ke kantor Gilimkun, untuk bertugas.
Senantiasa ia repot menyambut pelbagai kunjungan
kehormatan, sampai akhirnya ia menjadi kewalahan
sendiri dan mulai merasa sebal.
Demikian itu hari, pagi-pagi, kebetulan senggang, ia
pergi ke tamannya. Seorang diri ia mengawasi bujang
kebun tengah mengurusi bunga-bunga. Ia segera
teringat kepada Bhok Yan, isterinya. Pikirnya: "Jikalau
aku menyambut Bhok Yan kemari, pasti dia dapat
mengatur taman ini menjadi indah sekali..."Hanya, begitu
ia ingat Bhok Yan. kontan ia ingat Sin Cu. Hingga ia
menjadi berdiri menjublak saja.
Justeru begitu, seorang kimie wisu, ialah pahlawan
yang berbaju sulam, muncul di dalam taman itu. Ia
segera mengenalinya. Pahlawan itu ialah seorang
anggauta Gilimkun, yang ia pernah lihat digedungnya
Chian Tiang Cun.
Dengan hormat sekali, pahlawan itu menghaturkan
surat undangan.
613 "Chian Tayjin mengundang Tiat Touwoet berkunjung
untuk bersantap bersama." katanya. "Sekarang Chian
Tayjin tengah menantikan Touwoet."
Oleh karena Chian Tiang Cun itu Toatongniadari
Gilimkun. ialah komandan kepala, yang menjadi
seatasannya, Keng Sim lantas menduga bahwa ia
tentulah hendak diajak membicarakan sesuatu mengenai
Gilimkun, pasukan tentara kerajaan, yang berada di
bawah pimpinan mereka berdua
"Adakah itu untuk bersantap tengah hari?" ia
menegaskan. "Benar," menyahut si pahlawan. "Hanyalah Chian
Tayjin minta Touwoet suka datang lebih cepat, sebab
katanya ada urusan penting yang hendak didamaikan."
"Ah, benar saja!" pikir Keng Sim, yang terus
memberikan jawabannya: "Baiklah, aku sudah tahu.
Silahkan kau pulang terlebih dulu, aku hendak menyalin
pakaian. Kita tinggal depan berdepan, inilah
menggampangi kita" Pahlawan itu memberi hormat
untuk mengundurkan diri.
"Apakah siauwkongtia sudah kembali!" tanya Keng
Sim kepada si tukang kebun seberlalunya orang suruhan
Chian Tiang Cun itu.
"Siauwkongtia keluar dari pagi-pagi, sampai sekarang
ia masih belum kembali," sahut orang yang ditanya. Keng
Sim mengerutkan alis. "Dasar bocah!" katanya di dalam
hati. "Adik Lin tidak bisa lantas membuang sifat kekanakkanakannya,
dia sangat gemar memain, begitu sampai di
kota raja ini, dia menjadi mirip kuda liar!"
614 Memang juga senang Bhok Lin setelah tibanya ia di
kota raja. Raja pun suka kepadanya. Raja ingin
mengambil hatinya Bhok Kokkong. Dua kali hertog, atau
raja muda, yang muda ini, diundang ke istana, sedang
beberapa raja muda dan menteri mengundangnya untuk
main-main. Karena sikapnya sekalian raja muda dan
menteri itu, walaupun ia girang, Keng Sim pun repot,
hingga ia memohon maaf dari mereka itu disebabkan
iparnya ini, yang masih muda, dikuatir nanti melakukan
sesuatu yang di luar tata sopan santun. Semua raja
muda dan menteri itu sebaliknya mengatakan tidak apa,
katanya mereka pun tahu Bhok Lin masih seorang
bocah... Habis memberikan jawabannya, si tukang kebun
melanjuti tugasnya. Taman itu luas, ketika itu pun
dimusim rontok bulan sembilan, bunga seruni sedang
pada mekar, hingga taman itu bagaikan tertabur bunga
tersebut itu. Puas Keng Sim memandang taman itu, hingga
pikirannya melayang.
"Tidak kusangka hari ini aku memperoleh ini
kedudukan mulia..." demikian lamunannya. "Tanpa
mengandal Bhok Kokkong, aku juga dapat bangun atas
kaki sendiri! Untukku, kemuliaan tak berarti seberapa
hanya sekarang di dalam tanganku telah tergenggam
kekuasaan atas angkatan perang. Haha! Thio Tan Hong
sangat menghargai Yap Seng Lim, dimata dia. Yap Seng
Lim jauh terlebih pandai dari pada aku, akan tetapi
sekarang --- Haha! --- Yap Seng Lim tak lebih tak kurang
cuma pemimpin gerombolan, sedang aku, akulah
pemimpin nomor dua dari pasukan pribadi Sri Baginda
Raja! Dengan kedudukanku sekarang, dengan Sri
615 Baginda sangat menghargai aku. kenapa kemudian aku
tidak bakal memegang kekuasaan paling besar atas
angkatan perang negara?"
Baru menantu Bhok Kokkong ini melayangkan
pikirannya demikian macam, atau tiba-tiba ia menginsafi
bahwa sebenar-benarnya kedudukan ini hadiah dari Yap
Seng Lim suami isteri. Tanpa pertolongan Sin Cu, mana
bisa bingkisannya tiba dengan selamat di kota raja"
Mengingat demikian, hati Keng Sim menjadi tawar, ia
kecele sendirinya
Untuk sekelebatan, Keng Sim seperti melihat
bayangannya Seng Lim di depan matanya. Cuma
sekelebatan, bayangan itu lantas digantikan
bayangannya Sin Cu, yang cantik dan manis, yang
menarik hati. Hanyalah mata Nona Ie yang tajam dan jeli
itu bersinar bagaikan lagi menegurnya.
"Jikalau aku tamak akan pangkat tinggi dan
penghidupan mewah ini, mungkin aku bakal terpisah
jauh dengannya..." pikirnya sekonyong-konyong.
Entah kenapa, walaupun masing-masing sudah
menikah dan waktu pun telah lewat tahunan, katakatanya
Sin Cu masih teringat baik sekali oleh Keng Sim.
Tidak selamanya ia menyetujui si nona, bahkan ada
kalanya ia membuat nona itu gusar, akan tetapi, tetap ia
ingat Nona Ie. Maka kalau ia hendak melakukan sesuatu,
ia berlaku hati-hati.
"Enci Sin Cu," katanya dalam hati. "kau boleh
melegakan hati, meski juga aku telah peroleh pangkatku
ini, tidak nanti aku membiarkan diriku kanyut tanpa
616 tujuan. Aku Tiat Keng Sim. aku tetap Tiat Keng Sim dulu
hari!" Segera setelah ingatannya itu, Keng Sim pulang ke
dalam gedungnya, naik ke loteng, untuk menyalin
pakaian, la baru selesai dandan ketika seorang keeteng,
atau pegawainya, datang menghampirkan seraya
berkata: "Ada Yang Tayj in, ia mohon bertemu sama
tayjin." Heran orang muda ini. Ia tidak kenal orang she Yang
di kota raja. "Yang Tayj in yang mana itu?" ia tanya.
"Ialah Yang Tayjin yang dulu hari pernah menjadi
Taylwee Congkoan," sahut si keeteng.
Keng Sim terkejut, alisnya pun mengkerut.
"Kiranya Yang Cong Hay!" katanya. Inilah ia tidak
pernah menyangka. Ia sebal dan jemu terhadap Cong
Hay. Akan tetapi, ia bisa lantas menggunakan otaknya.
"Sekarang lain daripada dulu hari. Dulu aku seorang
pelajar, tanpa pangkat tanpa kedudukan, boleh aku tidak
memperdulikan dia. Sekarang aku memangku pangkat,
bahkan Hutongniadari Gilimkun. Di dalam pasukan raja
ini, siapa yang menjadi orang lama, dia pasti bekas
sebawahannya Yang Cong Hay.
Maka haruslah aku ingat itu pepatah, 'Lebih baik
bersalah terhadap seorang kuncu daripada terhadap satu
manusia rendah!..."
Oleh karena ini. ia segera mengambil keputusannya.
"Silahkan ia masuk!" ia memberi titah. Ia mencoba
menguasai diri.
617 Kapan Yang Cong Hay menampak Keng Sim, ia
mengunjuki roman manis buatan, ia bersenyum bikinan,
kedua tangannya diangkat tinggi.
"Kionghie. Tiat Tayjin!" ia berkata dengan pemberian
selamatnya. Keng Sim membalas hormat secara wajar.
"Yang Tayjin adalah seorang cianpwee. aku justeru
perlu memohon pengajaran dari tayjin," ia berkata.
Cong Hay tertawa terbahak.
"Tiat Tayjin muda dan tampan, pandai ilmu surat dan
ilmu silat." ia berkata, "dan dengan tayjin memperoleh
tunjangan Bhok Kokkong bagaikan gunung es, pasti kau
bakal manjat tinggi! Hari kemudian tayjin ada demikian
penuh pengharapan, untuk bersahabat saja denganmu,
aku kuatir aku tidak mampu, dari itu mana berani aku
memernahkan diri sebagai seorang cianpwee?"
Muak Keng Sim mendengar kata-kata menjilat itu. Ia
paksakan diri tertawa.
"Yang Tayjin guyon saja!" katanya.
Tiba-tiba air mukanya Yang Cong Hay berubah
menjadi sungguh-sungguh.
"Tidak. Tiat Tayjin. sama sekali aku si orang she Yang
tidak bergurau." katanya. "Memang benar-benar aku
datang untuk meminta pengajaran dari kau!"
Hati Keng Sim terkesiap. Heran ia menyaksikan lagakluguk
bekas congkoan dari istana kaisar ini. Ia lantas
memberi hormat.
618 "Yang Tayjin, ada pengajaran apakah dari kau
untukku?" ia tanya.
Yang Cong Hay memandang tajam tuan rumahnya,
sinar matanya itu memain.
"Selama beberapa tahun ini entah tayjin telah
meyakinkan ilmu silat apa yang lihai?" tanyanya. Ia
masih mengawasi.
Kembali Keng Sim terkesiap.
"Apakah Yang Tayjin datang dengan niatan menguji
aku?" ia tanya. Ia lantas membalas memandang tajam.
"Tidak, tidak! Mana aku berani?" menyahut Cong Hay,
sambil tertawa, nadanya mengejek. "Sri Baginda Raja
kita baru saja naik di atas tahta kerajaan, maka dari
pelbagai propinsi telah datang masing-masing
bingkisannya yang dilindungi oleh orang-orang yang
pandai, akan tetapi kesudahannya melainkan bingkisan
yang dilindungi tayjin saja yang tiba di kota raja ini
dengan selamat. Jikalau ilmu silat tayjin tidak luar biasa,
mana bisa terjadi demikian" Haha! Sungguh aku tidak
menduga, baru beberapa tahun kita tidak bertemu, ilmu


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

silat tayjin telah maju demikian pesat! Sungguh tayjin
pantas diberi selamat!"
Keng Sim seorang cerdas maka tahulah ia maksudnya
bekas congkoan ini. Ia ingat bagaimana dulu hari.
sebelum menjadi menantu Bhok Kokkong, beberapa kali
ia pernah bertempur sama si congkoan. Tentu saja ketika
itu ia bukanlah tandingannya Cong Hay. Sekarang orang
datang untuk menguji padanya. Ia menjadi mendongkol
sekali. Meski demikian, tidak bisa ia melampiaskan
619 kemendongkolannya ini. Dengan menguasai diri, ia
berpura-pura tenang.
"Yang Tayjin terlalu memuji aku!" ia berkata.
"Kepandaianku rendah sekali, bahwa kali ini aku telah
berhasil, semua itu aku mengandal kepada rejeki Sri
Baginda Raja yang sangat besar."
Kembali Yang Cong Hay tertawa berkakak.
"Jangan terlalu merendahkan diri. Tiat Tayjin."
katanya pula. "Aku kuatir kau bukannya telah mengandal
i rejeki Sri Baginda Raja! Hanya Tiat Tayjin mengandal
pada muka terang tayjin sendiri! Haha! Tiat Tayjin
mempunyai pergaulan yang luas sekali, pergaulan yang
membuatnya lain orang mengiri dan kagum!"
Tidak senang Keng Sim mendengar kata-kata orang
itu, air mukanya sampai berubah.
"Yang Tayjin, apakah maksudnya kata-katamu ini?" ia
kata keras. Cong Hay tidak kalah desak.
"Tiat Tayjin," ia berkata, "kau bukan saja bersahabat
dengan sekalian menteri bun dan bu di dalam istana juga
kau bersahabat dengan orang-orang yang melakukan
perampasan itu! Bukankah aku tidak keliru menyebut
tentang pergaulanmu yang luas itu?"
Keng Sim menjadi gusar sekali.
"Bagus!" teriaknya. "Jadi kau sengaja hendak mencari
gara-gara! Biarnya kau menyembur dengan darah, aku
tidak takut!"
Yang Cong Hay tertawa bergelak.
620 "Tiat Tayjin, kau keliru!" kata ia habis tertawa. "Segala
sesuatu tak meninggalkan kenyataan, mana bisa kau
menyebutnya aku menyembur dengan darah" Tidak, aku
bukannya memfitnahmu! Kali ini orang-orang yang
melakukan perampasan bingkisan itu ialah muridmuridnya
si pembrontak Thio Tan Hong! Bukankah kau
bersahabat kekal dengan le Sin Cu" Thio Giok Houw
telah mengalahkan kau tetapi dia sengaja melepaskan
kau pergi! Bahkan le Sin Cu telah memberikan kau
sehelai bendera Rimba Persilatan! Bukankah semua ini
bukannya dibuat-buat" Tiat Tayjin, kau telah kenyang
membaca Kitab Syair, maka aku pikir tidaklah nanti kau
berani menyangkal ini!"
Paras mukanya Keng Sim menjadi merah padam, ia
lantas berbangkit sambil mengangkat cawan tehnya
"Yang Cong Hay, pergilah menghadap Sri Baginda
untuk mengadui aku!" ia berkata keras. "Kau lihatlah,
aku takut atau tidak!"
"Tiat Tayjin, aku masih hendak bicara pula!" kata Cong
Hay membandel. "Aku masih belum memikir untuk
berlalu! Kenapa kau mengangkat cawanmu untuk
mengantar tetamumu pergi" Apakah kau takut
mendengar perkataanku?"
Keng Sim bergusar hingga seluruh tubuhnya
gemetaran. Jikalau ia tidak ingat kepada kehormatan
dirinya, tentulah ia sudah mementang bacol untuk
mendamprat tetamu yang kurang ajar ini.
Yang Cong Hay lantas tertawa dan berkata: "Tiat
Tayjin, kau salah menampa maksud kedatanganku ini!
Sebenarnya aku bermaksud baik terhadap dirimu!
Sebenarnya aku datang untuk mengantarkan kopia
621 kepangkatan kepadamu! Apakah kau tidak memikir untuk
mendapatkan pangkat yang besar?"
Keng Sim heran hingga ia mendelong. Inilah di luar
terkaannya "Yang Cong Hay, apakah maksudmu?" ia
bilang. "Mengapa kau mengaco belo?"
Cong Hay kembali tertawa terbahak-bahak.
"Tiat Tayjin, mengapa kau mengatakan aku mengaco
belo?" kata dia. "Apakah kau menganggap aku ialah
orang yang telah dicopot pangkatnya hingga aku tidak
dapat membantu kau naik pangkat" Terus terang aku
bilang padamu, aku dapat mencopot pangkatmu, aku
juga dapat membuat kau manjat terus! Maka sekarang
terserah kepada kau, kau hendak memilih yang mana,
keagungan atau kehinaan!"
Keng Sim ingin ketahui maksud orang, ia mencoba
mengendalikan diri. Ia lantas berduduk pula.
"Baiklah." ujarnya. "Sekarang kau bicara, aku ingin
mendengar."
Yang Cong Hay menghirup tehnya dengan sikapnya
tenang sekali. "Menurut apa yang aku dengar." ia mulai berkata,
suaranya ditekan perlahan, "le Sin Cu dan Thio Giok
Houw telah datang ke kota raja ini. Merekalah orangorang
utama yang melakukan perampasan bingkisan.
Mengingat persahabatan mereka dengan kau, ada
kemungkinan mereka itu nanti mencari padamu. Atau
andaikata mereka tidak datang mencari, aku mempunyai
daya untuk mempertemukan kau dengan mereka itu.
Hm! Tiat Tayjin, kaulah seorang yang berotak terang,
622 maka kau niscaya telah ketahui bagaimana kau harus
bertindak, tidak usah sampai aku mengajari lagi!"
Keng Sim girang berbareng kaget mendengar
datangnya Sin Cu dan Giok Houw ke kota raja.
"Tiat Tayjin." berkata pula Cong Hay tanpa
memperdulikan sikap orang, "seperti aku telah bilang
barusan, keagungan atau kehinaan, terserah padamu
untuk memilihnya! Itu hanya sebuah kata-kata! Apakah
kau sudah memikir9"
"Apa katamu?" menegaskan Keng Sim, yang masih
terpengaruh kegirangan dan herannya.
"Aku minta Tiat Tayjin menginsafi kata-kata tua,"
berkata Cong Hay, "ialah 'Tay gi biat cin'! Di dalam ini
hal, untuk negara orang dapat membinasakan orang
tuanya! Apapula Sin Cu itu bukannya sanakmu. Kau
bekuk dia bersama-sama Thio Giok Houw! Bukankah itu
berarti kenaikan pangkat?"
Mendengar penjelasan itu, Keng Sim tertawa dingin.
"Kiranya demikianlah maksudmu!" bilangnya.
"Apakah kau tidak dapat meninggalkan le Sin Cu?"
Cong Hay menegaskan.
"Angin busuk!" membentak Keng Sim menggcprak
meja Cong Hay mengawasi tajam. "Mengapa kau gusar
tidak keruan?" tanyanya tertawa dingin. "Karena
persahabatan dengan seorang penjahat wanita, kau
bersedia mengurbankan hari depanmu yang gilang
gemilang" Kau pikirlah pula baik-baik! Jikalau kau turut
perkataanku, semua-semua ada baiknya, artinya, kau
623 akan naik pangkat dan aku akan memperoleh kembali
pangkatku! Jikalau kau tidak suka dengar padaku, nah,
maafkan saja, terpaksa aku mesti mendakwa kau!"
Baru sekarang Keng Sim ketahui maksud orang yang
sebenarnya, bahwa kunjungannya ini ialah tindakan
untuk dia memperoleh pulang pangkatnya. Jadi ia
hendak digunai sebagai alat! Tentu saja ia menjadi
mendongkol. "Yang Cong Hay. silahkan kau pergi keluar!" ia kata.
"Pergi kau menghadap Sri Baginda Raja untuk mendakwa
aku!" Yang Cong Hay tertawa. "Apakah kau menyangka aku
tidak dapat mendakwa roboh padamu?" ia kata,
mengejek. "Hm! Gurumu ialah Cio Keng To! Pedangmu di
atas tembok itu ialah pedang istana! Kau telah
berkongkol sama kawanan perampas bingkisan! Semua
itu telah berada di dalam genggamanku, maka jikalau
aku mengadu kepada Sri Baginda, mungkin sekali Bhok
Kokkong juga tidak bakal sanggup melindungi kau!"
Tiat Keng Sim berbangkit bangun. "Yang Cong Hay,
kau mau pergi atau tidak?" dia berseru. "Benarkah kau
menghendaki aku mengusirmu?"
Yang Cong Hay tertawa bergelak-gelak.
"Hari ini kau sedang murka, kau tidak dapat memikir
masak-masak!" katanya. "Sekarang aku minta kau suka
memikirkan berulang-ulang, nanti tiga hari kemudian,
aku akan datang pula mendengar keputusanmu!"
"Jikalau kau datang pula. aku akan mengunci pintu,
aku tidak bakal menyambut kau!" kata Keng Sim sengit.
624 Lagi-lagi Cong Hay tertawa.
"Hanya aku kuatir," dia berkata, "sampai itu waktu,
mungkin kau yang mempunyai urusan dan akan meminta
sesuatu kepadaku! Apakah kau menganggap pangkat
copot lantas sudah saja" Baiklah, hari ini kita bicara
sampai di sini, tanpa kau mengeluarkan titahmu
mengusir, aku akan berangkat pergi!"
Setelah orang berlalu, selang sesaat, barulah
kemendongkolannya Keng Sim menjadi sedikit reda. Ia
menjadi dapat menggunakan otaknya dalam ketenangan.
Mau tidak mau. hatinya menjadi tidak tenteram. Ia tidak
takut kehilangan pangkatnya. Hanyalah, kalau rahasianya
itu benar terbuka, ia tidak cuma hilang pangkatnya itu. ia
juga malu untuk nama baiknya. Pasti sekali Yang Cong
Hay bakal membeber nama baik itu yang didapat bukan
dengan cara yang layak. Bisa sekali menjadi semua
orang gagah pelindung bingkisan pelbagai propinsi bakal
menuding padanya seraya berkata: "Kiranya kau bukan
mengandalkan kepandaianmu tetapi karena orang jahat
memandang persahabatan di antara kamu! Bangsat
merampas barang kita, barangmu tidak, melainkan kau
sendiri yang lolos, bagaimanakau gagah!" Kalau sampai
terjadi begitu, ia akan menjadi sasaran panah. Dan kalau
ia tidak mengangkat kaki. raja pasti bakal menanya ia,
kenapa bingkisan lain dirampas, bingkisannya sendiri
tidak. Memang ia bersalah besar, apapula kalau ia
dituduh berkongkol sama kawanan perampas itu.
Umpama kata raja memandang Bhok Kokkong, ia tidak
dihukum mati, sedikitnya ia bakal dipenjarakan seumur
hidup! Bagaimana kalau ia meninggalkan pangkat nya,
sekarang ia buron" Kalau ia buron, ke mana buronnya"
Pulang ke Inlam, ke istana Bhok Kokkong" Belum tentu
625 hertog itu bakal melindunginya. Bhok Kokkong tentu
tidak dapat melindungi, bahkan tak mau melindungi ia
Habis, apa ia mesti pergi pada Sin Cu, masuk dalam
rombongan "penjahat?" Inilah ia tidak menghendaki. Dan
dulupun ia tidak menghendakinya. Pula ia memang tidak
puas terhadap Yap Seng Lim. Apakah ia mesti merantau
seorang diri, hidup seumurnya dalam dunia kangouw"
Inilah agaknya jalan satu-satunya Dengan begitu ia
kehilangan pangkat dan rumah tangga. Bagaimana
dengan isterinya yang cantik manis, yang lemah lembut
itu" Bukankah ia bercita-cita luhur tetapi karena buron,
cita-citanya bakal menjadi kanyut hilang"
Ruwet pikiran Keng Sim memikirkan urusannya ini.
Benarkah di dalam dunia yang luas ini tidak ada tempat
untuknya memernahkan diri" Jadi, apakah ia mesti
menuruti ajarannya Yang Cong Hay, menipu dan
membekuk Ie Sin Cu dan Thio Giok Houw, untuk
menyerahkan mereka itu kepada raja" Inilah hebat! Hal
itu tak pernah ada dalam benak pikirannya.
Akhirnya Keng Sim mengertak gigi dan diam-diam
bersumpah sendirinya: "Biarnya tubuhku hancur lebur
dan pangkatku musnah, biar aku bakal termusnah
serumah tangga, sekali-kali tak nanti aku melakukan
tindakan yang mencelakakan enci Sin Cu!"
Sekarang Keng Sim mesti mengambil putusan.
Menangkap Sin Cu, ia sungkan! Buron, ia tidak
menghendakinya. Maka ia menghiburi dirinya sendiri
dengan memikir: "Belum tentu Sri Baginda bakal
mempercayai laporannya Yang Cong Hay! Katanya Thio
Giok Houw melepaskan aku, mengasi aku lewat. Bukti
apa dia punya" Tentang pedang guruku, dapat aku,
menerangkan pada Sri Baginda ketika aku menerima itu.
626 aku tidak tahu jelas tentang pedang itu. Sri Baginda
menyayangi orang gagah dan orang pandai, mustahil
karena sebatang pedang ia nanti menghukum aku" Pula
Yang Cong Hay telah memberi tempo tiga hari padaku,
kenapa aku tidak mau bersabar" Siapa tahu selama tiga
hari itu akan terjadi sesuatu yang akan dapat merubah
malapetaka menjadi keselamatan atau kebaikan?"
Demikian Keng Sim mengambil keputusannya akan
"tidak menjual" Sin Cu. Ia lantas menjadi lega hati.
Ketika ia memandang ke jendela, matahari sudah
mencorong masuk. Lantas ia ingat undangannya Chian
Tiang Cun, sepnya itu. Maka ia lantas menenangkan diri,
terus ia dandan, terus ia berlalu dari gedungnya, menuju
ke gedung sep itu, yang berada di depan gedungnya
sendiri. Hanya, selagi mau keluar, ia menanya
pengawalnya apa Bhok Lin sudah pulang atau belum. Ia
diberi jawaban, bahwa iparnya itu belum juga kembali.
Tatkala tiba di gedung Chian Tiang Cun dan
mengasikan karcis namanya. Keng Sim disambut oleh
Tiang Cun sendiri, yang mementang pintu tengah. Tuan
rumah lantas tertawa berkakak.
"Sungguh inilah yang dibilang, orang besar pelupaan!"
katanya riang gembira. "Aku justeru hendak menyuruh


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang untuk menyusuli kau!"
Keng Sim turut tertawa. Ia menghaturkan maaf karena
terlambat datangnya ini.
Kemudian orang masuk ke dalam ke ruang besar di
mana sudah berkumpul banyak orang, bahkan mereka
semua pada berbangkit untuk menyambut.
627 Keng Sim datang dengan pikirannya sudah terang,
melihat banyak orang, ia merasa senang, akan tetapi
setelah melihat tegas orang banyak itu. ia menjadi heran
dan ketenangan dirinya kembali terganggu. Ia melihat
banyak wajah yang dikenal olehnya hingga ia
terperanjat. Di situ ada Coa Hok Ciang, busu dari Kwitang, ada Wi
Kok Ceng dari Kwisay. ada kedua tianglo dari Kiangsi Bun
dari Sin-ciu, Ouwlam, ialah dua saudara Ciok --- Ciok Hu
dan Ciok Ciat. Pula ada Lim Kim Goan. piauwsu tua dari
propinsi Hokkian. Dan yang lain-lainnya lagi. pelindungpelindung
bingkisan dari pelbagai propinsi, yang
bingkisannya dirampas Thio Giok Houw atau Liong Kiam
Hong. Sungguh ia tidak menyangka atas beradanya
mereka itu di kota raja, bahkan di tempatnya pemimpin
utama pasukan Gilimkun ini. Tanyanya dalam hati:
"Kenapa mereka semua datang kemari" Mungkinkah
mereka semua mengetahui rahasiaku" Mungkinkah
mereka menjadi mengiri akan pangkatku ini dan mereka
datang untuk meruntuhkannya?"
Coa Hok Ciang menyambut sambil memberi hormat
dan berkata: "Sungguh malu, sungguh malu, tak ada
muka aku si orang tua menemui kongcu! Syukur itu hari
kongcu telah menangkis musuh hingga aku dapat
meloloskan jiwaku, hingga cuma bingkisan yang
dilindungiku yang lenyap..."
Keng Sim mengetahui kejadian itu.
"Kejadian itu tak usahlah dibuat pikiran," katanya,
menghibur. Tapi Wi Kok Ceng mencampur bicara, katanya
nyaring: "Jikalau kongcu yang kehilangan bingkisan,
628 mungkin tidak ada halangannya, tidak demikian dengan
kami yang tidak mempunyai tulang punggung, hilangnya
bingkisan berarti diri kita terancam bahaya! Mana dapat
kami bertenang diri?"
"Maka itu juga sekarang kami, dengan menebali muka.
ingin mohon bantuan kongcu," menambahkan Lim Kim
Goan. Keng Sim bingung. Sungguh ia tidak tahu maksud
orang. "Tuan-tuan terlalu mengangkat padaku," ia berkata.
"Di dalam peristiwa itu, aku bersyukur kepada Thian
yang aku dapat melindungi diriku. Kalau aku memikirnya,
aku pun jeri bukan main."
Sampai di situ, Chian Tiang Cun datang sama tengah.
"Tiat Kongcu, silahkan duduk!" ia berkata. "Sebentar
kita bicara pula."
Keng Sim mengangguk. Diam-diam ia memperhatikan
wajah orang. Semua nampak berduka, tidak ada yang
memandang rendah atau mengejek padanya Biar
bagaimana, hal itu melegakan juga sedikit hatinya.
Mereka pergi ke ruang tetamu di mana sudah ada
orang lain. Chian Tiang Cun lantas mengajar kenal. Katanya:
"Tuan ini ialah sahabat kami, maka kamu berdua, tuantuan.
silahkan kamu mengikat persahabatan!"
Keng Sim melihat tetamu itu berumur kira tiga puluh
tahun, romannya tampan, mirip dengan seorang pelajar.
Orang itu memberi kesan baik terhadapnya. Maka ia
mengulur tangannya untuk berjabatan.
629 "Siauwtee Tiat Keng Sim," ia berkata. "Siauwtee
mohon menanya she mulia dan nama besar dari
saudara." "Siauwtee Kiauw Siauw Siauw," menyahut orang itu.
"Baru saja siauwtee tiba di kota raja ini, Siauwtee
bersyukur sekali jikalau saudara suka memberi
pengajaran padaku."
Berbareng dengan perkataan "memberi pengajaran"
itu mendadak Keng Sim merasai tangannya tergenggam
keras, telapakan tangannya terdesak suatu tenaga kuat,
hingga ia menjadi kaget sekali, maka lekas-lekas ia
mengerahkan tenaganya untuk mempertahankan diri.
Justeru ia menggunakan tenaganya, tenaga pihak sana
lenyap dengan tiba-tiba, hingga tanpa merasa --- tanpa
ia berdaya --- tubuhnya terjerunuk ke depan.
Ia mesti menahan diriniasebisa-bisa, kalau tidak,
tentulah ia bakal menubruk lantai. Ia menjadi sangat
mendongkol, di dalam hatinya, ia kata. "Kiranya kau
sengaja menguji aku!" Ia sebenarnya hendak menegur,
tapi Chian Tiang Cun telah maju untuk memegangi ia.
"Lantai baru dicuci, harap tuan-tuan berdua berhatihati!"
katanya tertawa.
Keng Sim masih melihat tubuh si orang she Kiauw
terhuyung, seperti juga dia baru mempertahankan diri. Ia
menjadi heran. Pikirnya: "Aku terjerunuk, mengapa dia pun
terhuyung?" Tapi segera ia insaf. Teranglah, orang itu
jauh terlebih lihai dari padanya! Bahwa orang sengaja
terhuyung, berpura-pura untuk menutupi malunya.
630 Memang juga ada orang-orang yang melihat mereka
ini mengadu kepandaian secara diam-diam. Itulah hal
umum di dalam dunia Rimba Persilatan. Maka pun ada
orang yang berseru dengan pujiannya: "Tuan-tuan, kamu
lihai sekali!"
Tanpa disengaja, karena masing-masing mengerahkan
tenaganya, kaki Keng Sim dan Siauw Siauw
meninggalkan bekas atau tapak di 'lantai, hingga kecuali
Keng Sim sendiri, semua orang menyangka kepandaian
mereka, berdua berimbang.
Keng Sim menjadi bingung. Iatidak tahu Kiauw Siauw
Siauw ini orang macam apa. Ia tidak mengerti kenapa
tidak keruan-keruan orang menguji padanya. Ia tidak
puas. Akan tetapi, melihat orang toh melindungi
mukanya ia tidak jadi mengubar hawa amarahnya itu.
"Maaf." berkata Siauw Siauw sambil bersenyum. "Ilmu
silat Tiat Tayjin lihai sekali, pantaslah di antara bingkisanbingkisan
dari seluruh negara, cuma bingkisan Tayjin
seorang yang dapat dilindungi dengan selamat sampai di
kota raja"
Keng Sim tidak menduga bahwa perbuatannya Siauw
Siauw itu dilakukan atas anjurannya Chian Tiang Cun.
Maka sekarang, mengetahui kepandaian Keng Sim cuma
sebegitu. Tiang Cun dan si penguji itu. Siauw Siauw.
menjadi heran. Di dalam hatinya, mereka kata:
"Kepandaian Tiat Kongcu ini tidak dapat dibandingkan
dengan kepandaian Thio Giok Houw, lebih-lebih tidak
terhadap Sin Ijoe. heran, kenapa dia dapat melindungi
bingkisannya sampai di kota raja dengan selamat"
Mungkinkah benar apa yang teruwar di luaran?"
631 Chian Tiang Cun berpengalaman luas, mengingat
kedudukan teguh dari Keng Sim, walaupun ia bercuriga
ia tidak mengasi kentara kecurigaannya itu.
Segera setelah orang pada berduduk. Keng Sim mulai
dengan perkataannya.
"Hari ini Chian Tayjin memanggil aku. entah ada
urusan apakah?" demikian ia tanya.
"Tugas dalam Gilimkun besar dan berat sekali,"
menyahut sep itu. "maka dengan aku memperoleh
bantuan Tiat Tayjin, aku merasa sangat bersyukur. Tiat
Tayjin, cap kebesaranmu telah selesai dibikin, dari itu
aku minta sukalah ini hari kau menerimanya, supaya
besok Tayjin dapat lantas mulai menjabat pangkatmu
dan bekerja"
Keng Sim bersangsi.
"Kalau ini ditunda sampai lain hari. tidak ada
halangannya bukan?" tanyanya.
Chian Tiang Cun tertawa.
"Tiat Tayjin," katanya manis, "sudah belasan hari
semenjak Tayjin tiba di kota raja ini, maka itu tentang
adat kebiasaan menyambut dan melayani pelbagai
tetamu dapatkah Tayjin kurangkan sedikit! Titah dari Sri
Baginda Raja sudah keluar, maka itu jikalau bukannya
ada urusan yang istimewa, aku minta sukalah Tayjin
mulai bekerja lebih siang!"
Tiat Keng Simjusteru mempunyai "urusan yang
istimewa." Karena urusan itu, ia ingin menunda menjabat
pangkatnya itu. Tapi, bagaimana ia dapat
632 menjelaskannya" Alasan apa ia mempunyai untuk
menunda" Dalam keadaan sulit itu. terpaksa ia menyambut cap
kebesarannya. Dengan serempak semua hadirin bertempik sorak,
setiap orang memberi selamat kepada ini hutongnia yang
baru dari pasukan Gilimkun.
Teranglah sudah bahwa semua ini telah diatur terlebih
dulu oleh Chian Tiang Cun, guna dia dapat menyambut
pembantunya secara terbuka dan terhormat itu.
Tiat Keng Sim mengerti juga urusan di dalam dunia
pembesar negeri, ia menjadi memikir apa-apa, maka ia
kata di dalam hatinya: "Aku telah menerima cap
kebesaranku, ini artinya aku telah menerima dengan
resmi pangkatku. Sebenarnya aku dapat menerima cap
berbareng di hari mulai bekerja, sekarang dia
menerimakannya dulu cap ini, dan dia pula mengatur ini
pesta, apakah maksudnya" Apakah dengan begini dia
sengaja menghormati aku" Menghendaki menetapkan
dulu secara resmi pangkat dan kedudukanku ini, agar
aku tidak dapat menampik lagi" Ah, mungkin dia hendak
lantas memberikan sesuatu tugas padaku..."
Terkaan Keng Sim yang belakangan ini --- ialah bahwa
dia bakal diserahi tugas --- telah terbadek itu.
Lantas terdengar Chian Tiang Cun tertawa riang.
"Tiat Tayjin," dia berkata, "Tayjin telah menerima cap
kebesaranmu, hatiku lega separahnya!" Dia berhenti
sebentar, lalu dia meneruskan dengan sungguh-sungguh:
"Tayjin, pertemuan hari ini sebenarnya ialah pertama aku
mengundang kau untuk menerima cap kebesaranmu ini
633 dan kedua ialah ada urusan yang aku hendak damaikan
bersama Tayjin."
Keng Sim sudah menerima capnya menyesal pun
sudah kasip. Maka ia kata: "Siapa makan gaji
Junjungannya, dia mesti mengicip separuh dari kesulitan
Junjungannya itu, maka itu. urusan apakah itu, Chian
Tayjin, silahkan kau titahkan saja!"
"Siapa makan gaji Junjungannya, dia mesti mengicip
sebagian dari kesulitan Junjungannya itu, sungguh
benar, sungguh benar!" berkata Chian Tiang Cun.
"Memang benar ada satu urusan yang besar dan penting
untuk mana aku mau memohon Tiat Tayjin suka
mengicip sebagian dari kesulitannya Sri Baginda Raja!"
Mendengar kata-kata tongnia itu. mata semua hadirin
ditujukan kepada Tiat Keng Sim.
Tiang Cun cuma berhenti sebentar.
"Sri Baginda naik di tahta sudah setengah tahun
lebih," ia melanjuti, "akan tetapi cuma bingkisan dari
Inlam yang telah tiba, yang lainnya semua kena
dirampas penjahat di tengah jalan. Di samping itu,
perampasan itu mempunyai akibat lainnya yang hebat
sekali, yang mengenai keluarga atau jiwanya pelbagai
piauwsu atau pelindungnya yang bersangkutan. Mulanya
kami telah memikir untuk menyembunyikan perampasan
itu terhadap Sri Baginda, kami mengharap nanti dapat
berdaya mendapatkannya kembali, lalu ternyata, hal itu
tidak dapat ditutup lebih lama pula. Demikianlah kami
memohon pertolongannya
Huljongkoan untuk melaporkan kepada Sri Baginda.
Mengenai perampasan itu, Sri Baginda menjadi gusar
634 sekali, dari itu sekarang telah dikeluarkan firman untuk
mencari si orang-orang jahat. Oleh karena itu, Tiat
Tayjin, kami terpaksa memohon bantuanmu..."
Keng Sim terkejut dalam hatinya.
"Apa bilangnya firman itu?" ia tanya.
"Sri Baginda menyerahkan tugas di atas diri kita
berdua." Tiang Tioen menjawab. "Kita ditugaskan
menangkap si orang-orang jahat serta merampas pulang
semua bingkisan yang hilang itu."
Keng Sim kaget sekali.
"Apakah ada diberikan batas waktu?" ia tanya pula.
"Ya. satu bulan," kata Tiang Cun. "Jikalau sampai
batas itu kita masih belum berhasil, tidak cuma kita yang
mesti bertanggungjawabjuga banyak orang lain yang
bersangkutan."
"Bagaimana itu?"
"Tokbu dari pelbagai propinsi yang bersangkutan itu
bakal dipecat pangkatnya, dan semua pembesar propinsi,
yang mengurus pengiriman bingkisan itu, berikut semua
piauwsu atau busu. akan ditangkap dan dimasuki ke
dalam penjara, untuk diperiksa dan dihukum berat.
Sebaliknya, jikalau kita berhasil, besar sekali faedahnya.
Pertama-tama ialah Sri Baginda tidak hendak
mengumumkan peristiwa perampokan ini dan kedua,
karena baru naik di singgasana, Sri Baginda tidak sudi
menghukum banyak orang. Maka juga, tidak melainkan
kita berjasa besar, pula semua tokbu akan ketolongan
masing-masing kedudukannya, dan semua pembesar
yang bersangkutan itu serta semua piauwsu, turut


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

635 tertolong juga. Begitulah maka sekarang ini semua
piauwsu telah berkumpul di sini, untuk menantikan
segala titah Tayjin."
"Untuk menantikan segala titahku?" Keng Sim
mengulangi, hatinya berdebaran.
"Tiat Tayjin dapat melindungi bingkisan hingga di kota
raja," kata Chian Tiang Cun, "maka itu, untuk
menghadapi kawanan perampas, Tayjin tentu
mempunyakan daya upayanya. Untuk dapat membekuk
si penjahat itu, tidak dapat tidak kami semua mengandal
kepada Tayjin seorang!"
"Aku, aku mana dapat memikul tanggungjawab besar
ini?" kata Keng Sim. "Kemampuanku sangat terbatas..."
"Jangan terlalu merendah. Tayjin!" Tiang Cun
mendesak. "Dengan seorang diri Tayjin dapat melindungi
bingkisan dan berhasil memukul mundur pada orangorang
jahat, maka justeru sekarang sudah berkumpul
jago-jago dari pelbagai propinsi, yang diperbantukan
pada pasukan Gilimkun, mustahil perkara tidak dapat
dipecahkan" Jikalau Tayjin menolak, mungkin semua
piauwsu dan busu di sini tidak akan mau mengerti!"
Atas kata-kata tongnia Gilimkun itu, lantas semua
piauwsu atau busu itu mengajukan permintaan
tolongnya, bahkan ada yang berkata dengan nyaring:
"Tiat Tayjin, apakah kau cuma mengingat saja
kedudukanmu yang mulia dan kau tidak mau
memperdulikan lagi keselamatan jiwa kami serta
keluarga kami?"
Keng Sim cerdas tetapi sekarang ia kena dibikin
bingung. 636 Tengah suasana buruk itu untuk menantunya Bhok
Kokkong, seorang pengawal bertindak masuk dengan
laporannya. "Hu Congkoan Hu Tayjin tiba!"
Semua orang lantas berdiam.
Tanpa menanti lagi titah Chian Tiang Cun, untuk
mengijinkan orang masuk atau untuk menyambut,
diambang pintu lantas terlihat masuknya satu orang yang
berpangkat besar dan romannya keren.
Keng Sim terkejut. Ia lantas mengenali Hu Kun Cip,
Taylwee Congkoan yang baru, yang telah menggantikan
tempatnya Yang Cong Hay.
Chian Tiang Cun lantas maju untuk menyambut
dengan hormat. "Hu Congkoan datang kemari, adakah ini berhubung
sama perkara perampokan barang-barang bingkisan?"
Keng Sim tanya.
"Benar!" mejawab Hu Kun Cip. "Sri Baginda Raja telah
menerima baik usulku supaya urusan ini di kepalai oleh
Tiat Tayjin. Tiat Tayjin sendiri telah berada di sini, inilah
bagus sekali! Bukankah kau telah memberi keterangan
kepada Tiat Tayjin?"
Congkoan ini berbicara bergantian pada Tiang Cun
dan Keng Sim, akan akhirnya berbicara pula dengan tuan
rumah, si tongnia dari Gilimkun.
"Ya, aku telah memberitahukannya," menyahut
tongnia itu. "Hanya Tiat Tayjin sendiri yang masih raguragu..."
Hu Kun Cip tertawa terbahak.
637 "Tiat Tayjin!" katanya nyaring, "ketika ini ialah ketika
paling baik untukmu membangun jasa besar, mengapa
kau bersangsi?"
"Sebab tempo satu bulan terlalu pendek!" Keng Sim
menjawab. "Kawanan penjahat itu tidak ketentuan
tempat kediamannya dan kita sama sekali belum
memperoleh endusan..."
"Oh, demikian kiranya kesulitan Tayjin?" berkata
congkoan itu, yang kembali tertawa. "Umpama kata
Tayjin mendapat tahu tentang penjahat itu, apakah
Tayjin hendak segera berangkat untuk turun tangan?"
Di dalam hatinya, Keng Sim kaget bukan main.
Terpaksa ia mesti memberikan jawabannya.
"Itulah pasti!" demikian ia menyahut.
"Selamat, Tiat Tayjin, selamat!" berkata Kun Cip
sambil tertawa bergelak-gelak. "Aku si Hu tua hendak
mengantarkan jasa besar kepadamu! Perkara itu dapat
diurus beres tanpa satu bulan tempo! Hanya sekarang
juga si orangjahat akan dapat dibekuk!"
Kata-kata ini membuat kaget semua hadirin. Bahkan
Keng Sim sampai suaranya bergemetar ketika ia berkata:
"Hu Congkoan, kau... kau berguraukah?"
"Urusan begini penting, mana dapat kita bergurau?"
berkata Kun Cip. "Aku telah mendapat keterangan jelas
sekali, si biang penjahat pria dan wanita sekarang berada
di kota raja ini! Kita tidak dapat berayal lagi, Tiat Tayjin,
aku minta sekarang juga Tayjin turun tangan!"
638 Kagetnya Keng Sim bukan kepalang. Ia telah mencoba
menenangkan diri tetapi masih kentara roman
bingungnya. Justeru suasana sangat tegang itu, pula ada pengawal
yang bertindak masuk untuk melaporkan: "Bhok
Siauwkongtia tiba!"
Belum lagi kata-kata itu berhenti mendengung, Bhok
Lin nampak bertindak masuk dengan diikut dua orang
pengiring. Dia bertindak masuk terus tanpa menanti
Chian Tiang Cun keluar menyambut.
Dua pengiring anak hertog dari Inlam itu, yang satu
tua, yang lainnya muda. Yang tua berumur hampir lima
puluh tahun, yang muda baru dua puluh lebih. Kulit
mereka berdua bcrsemu kuning, roman mereka tidak luar
biasa. Melainkan sinar mata mereka yang tajam sekali
dan mereka mengintil rapat di belakangnya si anak
muda. Keng Sim mengawasi dengan heran. Ia tidak kenal
dua pengiring dari iparnya itu. Ia pun heran atas
datangnya ipar ini. Adakah Bhok Lin lagi main sandiwara"
Dari mana Bhok Lin memperoleh dua pengiring itu"
Bhok Lin mendatangi dengan matanya menyapu
semua hadirin, ketika ia mengawasi Keng Sim, cihu-nya
itu, sinar matanya memain, seperti ada maksudnya,
setelah mana tiba-tiba ia tertawa dan berkata kepada
Chian Tiang Cun: "Ha, begini ramai! Chian Tayjin,
mengapa kau tidak mengundang aku?"
Dengan kedudukannya itu, orang siapakah tidak mau
mengangkat, atau sedikitnya, menghormati Bhok Lin itu"
639 Maka itu Chian Tiang Cun, sebaliknya daripada kurang
senang, lantas tertawa
"Aku kuatir tidak dapat aku mengundang
siauwkongtia!" katanya "Sekarang siauwkongtia sudi
datang kemari, sungguh aku girang sekali!"
"Aku memang paling menggemari keramaian!" kata
Bhok Lin, tetap tertawa. "Aku tidak suka pergi ke tempat
lain, kesini adalah lain! Di sini ada arak harum yang
dapat diminum, ada urusan baru yang sedap didengar!
Lebih pula, aku akan berkenalan dengan begini banyak
orang gagah perkasa! Ha, aku memang lagi pepat sekali
pikiranku, kenapa aku tidak sudi datang kemari" Lihat,
begitu aku tiba aku seperti mendengar kamu sedang
berniat menangkap orangjahat. Dan sekarang juga!
Bukankah di antara penjahatnya ada wanitanya?"
"Benar, benar!" menyahut Chian Tiang Cun. "Aku
justeru lagi minta cihu-mu bertindak sekarang juga!"
"Aku turut, dapatkah?" tanya Bhok Lin.
"Sebenarnya tidak berani aku mengganggu
siauwkongtia..." sahut Tiang Cun tertawa
Busu Sin Kok Ceng dari Kwisay turut bicara.
"Siauwkongtia turunan panglima perang,
kepandaiannya lihai sekali," katanya "Ketika di tengah
jalan aku bertemu sama kawanan penjahat, siauwkongtia
telah memperlihatkan kepandaiannya itu!"
"Jikalau siauwkongtia pasti-pasti ingin turut, marilah
turut kita!" kata Chian Tiang Cun. "Hanyalah, baiklah
siauwkongtia turun tangan kalau ternyata kami telah
tidak berdaya!"
640 Kali ini Tiang Cun omong sesungguh hatinya. Ia kuatir
Bhok Lin sembrono. Jikalau anak hertog itu terluka,
hebat tanggung jawabnya.
Bhok Lin sebaliknya tertawa haha-hihi.
"Nah, kau ajaklah aku!" katanya. "Untukku ialah asal
ada keramaian yang dapat dilihat!"
Selagi puterahertog dari Inlam itu berbicara demikian
akrab dengan Chian Tiang Cun, dua pengiringnya
mendekati Tiat Keng Sim.
"Ada kabar apa dari rumah?" tanya Keng Sim pada
mereka itu. Ia heran dan lantas ingat sesuatu apa
"Ada beberapa tayjin yang datang menjenguk kouw
loya." menyahut pengiring yang muda. "Kartu nama
mereka itu telah aku simpan. Ada lagi surat dari satu
tuan dari Ciatkang Hwee Koan. Nah. ini suratnya aku
bawa" Mendengar suara orang itu, Keng Sim girang bukan
main, tetapi ia mengendalikan dari untuk tidak mengasi
kentara kegirangannya itu, bahkan sebaiknya, ia
menunjuki roman jengkel dan tidak senang, alisnya
dikerutkan. "Segala gegobrak!" katanya, tak puas. "Segala orang
sesama kampung, kalau dia tidak minta tolong sesuatu
tentu dia minta duit, sungguh menyebalkan! Tapi
baiklah, karena kau telah membawa suratnya itu. mari
kasih aku lihat!"
Pengiring itu memberikan surat yang disebutkan itu.
Keng Sim membuka surat itu, ia membaca dengan
cepat, terus ia melemparkannya.
641 "Benarlah dugaanku!" katanya sengit. "Benar-benar
dia minta tolong! Surat ini kau bawa pulang, kau catat
namanya, kau serahkan pada tuan sekretaris, bilang
cobalah mendayakan dia itu pekerjaan apa saja di
kecamatan. Tentang ini, aku tidak ingin dibikin pusing
lagi!" "Baik, Tayjin." menyahut si pengiring. Ia membungkuk
akan memungut surat yang dilemparkan itu
Selama itu. Kiauw Siauw Siauw senantiasa
memperhatikan kedua pengiringnya Bhok Lin itu. karena
ia merasa aneh. Di dalam hatinya pun ia berkata: "Aku
seperti pernah ketemu sama ini pengiring muda. Kenapa
aku tidak ingat" Dilihat dari sinar matanya dia mestinya
mengerti ilmu silat... Dilihat gerak-geriknya dia tak
mungkinnya menjadi bujang orang... Inilah aneh..." Ia
juga heran melihat orang menyerahkan surat itu, meski
ia bercuriga, ia tidak berani maju untuk melihat surat itu.
Tapi saking curiga, ketika orang sudah mengundurkan
diri, ia menghampirkan kedua pengiring itu.
"Apakah jiwi koankee mengikut siauwkongtia dari
Inlam?" ia tanya mereka Ia bersikap ramah tamah,
sebagaimana ia pun menyebut orang koankee, kuasa
rumah. "Pasti jiwi banyak capai! Bolehkah aku numpang
tanya she mulia dan nama besar jiwi koankee?" Lantas ia
mengulur tangannya, untuk berjabatan.
Sebenarnya Siauw Siauw menyodorkan tangan kepada
si pengiring muda, akan tetapi si pengiring tua
mendahului kawannya menyambut tangannya itu.
Begitu lekas mereka sudah berjabatan. Kiauw Siauw
Siauw mengerahkan tenaga dalamnya, ia menyalurkan
642 itu ke tangannya, untuk disalurkan terlebih jauh ke
tangan orang. Si orang tua berjabat tangan sambil berkata dengan
hormat sekali: "Aku yang rendah bernama Thio Sam. Aku
bersyukur yang tuan begini baik hati terhadap kami.
Bolehkah aku numpang tanya she mulia dan nama besar
tuan?" Kiauw Siauw Siauw telah meyakinkan ilmu Siulo Imsat
Kang sampai di tingkat ketiga, biasanya sekalipun orang
kangouw kelas satu, tidak nanti sanggup bertahan
berjabat tangan dengannya apabila ia menggunakan
ilmunya itu yang luar biasa, akan tetapi kali ini ia
mengalamkan kejadian yang luar biasa sekali. Penyaluran
tenaganya itu tidak mendatangkan perubahan apa juga
pada si pengiring tua, tidak ada akibatnya sama sekali,
orang seperti tidak merasakan sesuatu, hingga ia
menjadi sangat heran. Justeru ia heran itu, justeru ia
merasai suatu hawa dingin yang menyerang padanya,
menyerang terus sampai ke uluhatinya sejenak saja, ia
merasa seperti tercebur ke dalam guha es, dinginnya luar
biasa, sukar tertahankan. Maka ia lantas mengertak gigi,
lekas-lekas ia melepaskan jabatannya, dengan menggigil,
ia menyahut: "Thio Koankee lihai sekali, maaf, maaf! Aku
yang rendah she Kiauw dan namaku Siauw Siauw..."
"Oh, kiranya Kiauw Toaya!" berkata si pengiring muda,
yang bertindak mendekati.
Siauw Siauw takut pemuda itu pun lihai seperti si
pengiring tua ia takut untuk saling berjabat pula, maka
itu, ia menggunakan alasan untuk menyingkir. Ada
sebabnya kenapa ia menjadi ketakutan. Ialah tenaga
Siulo Imsat Kang yang ia salurkan kepada orang, selain
643 tenaga itu sudah tidak memberi hasilnya, sebaliknya ia
tertolak keras tenaga dalam si pengiring tua, tidak dapat
ia lawan itu. Ia menjadi kaget karena ia ketahui baik
sekali, selagi ia tidak dapat melukai orang, ia sendiri yang
akan terluka. Maka lekas-lekas ia melepaskan tangannya
itu. Ia heran sekali. Ia tahu cuma ia dan ayahnya yang
mempelajari Siulo Imsat Kang, maka itu, kecuali orang
yang tenaga dalamnya sangat mahir, tidak nanti ada
yang dapat melawan mereka berdua. Si pengiring tua


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak terserang, bahkan dia dapat membalas. Tidakkah
itu hebat" Syukur untuknya, ia pandai ilmu
menyelamatkan diri, guna lolos dari serangan si
pengiring tua. Walaupun demikian, masih mesti lewat
beberapa saat sebelum hawa dinginnya buyar lenyap.
Chian Tiang Cun heran melihat orang mundur ke pojok
bagaikan lagi menyembunyikan diri dan mukanya pun
menjadi pucat sekali. Ia lantas menghampirkan.
"Saudara Kiauw. apakah kau kurang sehat?" ia tanya.
Ia memang tidak mendapat tahu apa yang telah terjadi
selama orang bersalaman sejenak itu.
"Tidak, tidak apa-apa," menyahut orang yang ditanya.
Tapi ia ingat suatu apa, segera ia menambahkan: "Dua
pengiringnya siauwkongtia itu rada aneh, maka baiklah
kau memperhat i kan nyai"
"Bagaimana anehnya?" Tiang Cun tanya.
"Barusan aku telah menguji mereka, nyata mereka
lihai ilmu silatnya."
"Kalau begitu, tidak aneh. Kokkong mempunyai
siauwkongtia sebagai anak satu-satunya, untuk
644 melindungi puteranya dia pasti memakai orang-orang
yang lihai."
"Tetapi ilmunya itu lihai luar biasa," kata Siauw Siauw
pula. "Saudara Chian maafkan aku bicara terus terang.
Menurut pandanganku, mungkin kita bukan tandingan
mereka itu!"
Baru sekarang Tiang Cun terkejut.
"Pengiring yang tua itu menyebutkan diri bernama
Thio Sam," kata pula Siauw Siauw. "Aku percaya itulah
nama palsu. Pula yang aneh dari mereka itu. dengan
kepandaian mereka demikian tinggi, kenapa mereka sudi
menjadi pengiring?"
Chian Tiang Cun pun heran, ia lantas berpikir.
"Turut penglihatanku." katanya kemudian, "mungkin
ini sebabnya Tiat Keng Sim berhasil melindungi
bingkisannya. Mungkin Keng Sim mengandali ini dua
orang. Jadi apa yang orang omongkan di luaran tidak
dapat dipercaya habis."
Apa yang Tiang Cun dengar di luaran itu ialah halnya
Keng Sim kenal baik orang-orang yang merampas
bingkisan. Ketika itu. Keng Sim dan Kun Cip seperti lagi perang
dingin. Keng Sim mencoba memperayal urusan, supaya
ia mendapat tempo, Kun Cip sebaliknya mendesak, minta
penangkapan dilakukan segera, tidak perduli waktu
malam. Kesudahannya Keng Sim kalah desak, ia
kewalahan. Ia tahu, kalau ia terus menolak, rahasianya
bisa pecah. 645 "Karena penjahat itu telah ketahuan tempat
berdiamnya," ia berkata "baiklah sebentar malam jam
tigaTayjin datang berkumpul, untuk kita berangkat
bersama-sama."
Hu Kun Cip tertawa.
"Tidak usah aku pulang ke keraton!" katanya. "Aku
akan berdiam terus di sini, untuk menunggu saudara,
guna kita berangkat bersama-sama Sehabisnya pesta ini,
kita pun mesti mengatur sesuatu, dari itu, saudara Tiat,
kau pun baik tak usah pulang lagi!"
Keng Sim mengeluh di dalam hati, sedang ia telah
memikir sebubarnya pertemuan hendak ia menggunakan
ketika untuk pulang ke gedungnya. Dengan desakannya
Hu Kun Cip itu, ia menjadi tidak bisa berkisar dari tempat
pesta ini. Terang Kun Cip mau menahan ia sampai selesai
penangkapan orang jahat.
"Mungkinkah dia bekerja begini karena kisikannya
Yang Cong Hay?" pikirnya kemudian. "Tapi Yang Cong
Hay telah memberikan tempo tiga hari padaku"...
Agaknya malam ini aku tidak bakal lolos, maka baiklah
aku bertindak seperti bunyinya surat barusan, umpama
kata aku mesti mati, aku mati tak kecewa terhadap enci
Sin Cu..."
Keng Sim menduga jelek kepada Yang Cong Hay,
dugaannya itu meleset. Sebaliknya, Hu Kun Cip telah
memperoleh endusan yang Yang Cong Hay lagi berichtiar
untuk mendapatkan pulang pangkatnya, pangkat
Taylwee Congkoan itu. Karena ini, Kun Cip lantas bekerja
cepat, untuk mendahului Cong Hay, mendahului
menangkap kawanan perampas bingkisan yang mereka
cari itu. Dari lain sumber ia telah mendapat tahu halnya
646 le Sin Cu telah datang ke kota raja bahkan pembawa
berita itu menjelaskan bahwa Keng Sim dan Sin Cu ada
sahabat-sahabat lama dan perhubungan mereka berdua
sangat akrab. Ini pula sebabnya maka KoTh Cip
mengatur rencana mendesak Keng Sim menangkap Sin
Cu itu. Segera setelah selesai pembicaraan, Chian Tiang Cun
mulai dengan perjamuannya. Hu Kun Cip duduk di sisi
Keng Sim, sedang Chian Tiang Cun menemani Bhok Lin
di lain meja Setelah orang minum tiga idaran, Hu Kun Cip
mengangkat cawannya, sambil tertawa, ia kata: "Malam
ini Tiat Tayjin bakal bekerja sendiri, pastilah kawanan
penjahat menjadi seperti binatang pie di dalam korang,
pasti mereka bakal kena dibekuk! Mari kita memberi
selamat lebih dulu pada Tiat Tayjin!"
Girang sekalian piauwsu dan busu pelbagai propinsi
mendengar yang perampas bingkisan yang dilindungi
mereka bakal dibekuk sebentar lagi, itu artinya mereka
bakal bebas dari malapetaka, maka semua menjadi
sangat gembira.
"Benar, benar!" mereka berseru-seru, terus mereka
mengangkat cawan mereka, untuk turut memberi
selamat. Semua mata lantas diarahkan kepada Keng Sim, siapa
sebaliknya diam-diam memperhatikan kedua
pengiringnya Bhok Lin. Ia tetap bingung tetapi ia
mencoba menguasai diri. Ia mendapat kenyataan,
mereka itu berdua juga memperhatikan padanya.
647 Hu Kun Cip bermata tajam, ia merasa sikapnya Keng
Sim lain. "Tiat Tayjin. mengapa kau tidak minum?" tanyanya
seraya membentur cawannya hutongnia dari pasukan
Gilimkun itu. Keng Sim menyambuti, tetapi kemudian, mendadak ia
menanya "Hu Congkoan. kau bilang bahwa kau telah mendapat
tahu halnya si orang jahat, siapakah mereka itu?"
"Kapan nanti telah tiba waktunya kau akan ketahui
sendiri," sahut si congkoan.
"Hu Congkoan. apakah kau tidak percaya aku?" Keng
Sim tanya. "Aku telah dipujikan kamu berdua untuk aku
yang mengepalai penangkapan penjahat ini. habis,
apakah aku tidak boleh mengetahui sekalipun siapa si
penjahat itu?"
"Bukan begitu, bukannya tayjin tidak dipercaya."
menyahut Hu Kun Cip. "Di sini ada banyak orang, "aku
kuatir rahasia nanti bocor..."
"Mana bisa rahasia bocor!" Keng Sim mendesak.
"Hadirin di sini semuanya busu yang bingkisannya
dirampas penjahat! Lagi pula, sekarang kita semua
berkumpul di sini, kita tidak bakal berpisah pula sampai
sebentar jam tiga. mana bisa rahasia bocor?"
Hu Kun Cip terdesak. Memang tidak pantas Keng Sim
tidak ketahui penjahat yang bakal ditangkap itu siapa
adanya. Untuknya, yang penting ialah agar Keng Sim
suka terus ikut padanya.
648 "Dua orang jahat yang hendak dibekuk itu. merekalah
pria dan wanita," ia memberikan keterangannya. "Yang
pria bernama Thio Giok Houw, yang wanita Ie Sin Cu,
dan mereka semua murid-muridnya Thio Tan Hong. Ilmu
silat mereka lihai, maka itu malam ini kita semua harus
bekerja keras. Aku mengundang semua saudara turut
bersama." Mendengar disebutnya dua nama itu. yang mereka
juga baru dengar, semua hadirin itu mengasi dengar
suara heran atau kaget. Di antaranya ada Sanhoa Lihiap
yang tersohor. "Bukankah kau menyebutkan nama Ie Sin Cu?" Keng
Sim tanya, keras. "Lain orang siapa juga dapat aku pergi
menangkapnya, kalau nona itu, tidak, tidak dapat aku
turut kamu!"
Hu Kun Cip heran hingga ia melengak.
"Kenapa orang itu tidak dapat ditangkap?" dia tanya
kemudian, suaranya pun keras. "Kau toh bekerja untuk
Sri Baginda Raja! Apakah dalam urusan ini orang boleh
mementingkan urusan pribadi?"
Tiat Keng Sim mengerti kesulitannya. Memang tidak
dapat ia mengelakkan titahnya raja Tapi juga benar,
tidak dapat ia menawan Sin Cu. Terpaksa ia mesti
mengambil jalan yang ditunjuk. Mendadak ia menghunus
pedangnya menikam ke arah tenggorokannya!
Chian Tiang Cun duduk di lain mejatetapi dekat sama
mejanya Keng Sim dan Hu Kun Cip itu, selama itu ia pun
memperhatikan pembicaraan orang hingga ia mengerti
suasana tegang itu, maka itu ia mendapat lihat
kenekatannya Keng Sim. Tanpa ayal lagi ia bertindak
649 ialah ia menyampok pedangnya menantu Bhok Kokkong
itu, hingga tikaman itu nyasar dari tujuannya. Meski
begitu, Keng Sim pun terus roboh hingga tubuhnya tidak
berkutik lagi. Hu Kun Cip kaget bukan kepalang. Ia berbangkit untuk
menghampirkan Keng Sim, untuk melihatnya sambil
membungkuk. Kesudahannya ia menjadi terlebih-lebih
kaget, hingga ia menjerit-jerit: "Celaka! Celaka! Dia mati!
Dia mati!..."
"Apa" Mati?" tanya Tiang Cun kaget. Ia heran hingga
ia kata di dalam hatinya: "Toh pedang Keng Sim kena
aku sampok mental! Toh pedang itu tidak menusuk
tenggorokan, cuma mengenai kulit sedikit! Kenapa dia
lantas mati?"
Mukanya Kun Cip pucat, seorang diri dia mengoceh:
"Tiat Tayjin... dia"... dia membunuh diri dengan merusak
nadinya, dia tidak dapat ditolong lagi..."
Tiang Cun tercengang.
"Benarkah?" ia menanya, saking heran. Ia lantas
memegang hidung orang. Di situ tidak ada hawa panas,
dan hidung mulai dingin. Yang lebih hebat, kecuali luka
di nadi, dari mulut, hidung, mata dan kuping Keng Sim
juga keluar darah.
Selagi Chian Tiang Cun hendak melanjuti memeriksa
tubuhnya Keng Sim itu, Bhok Lin, yang menangis
menggerung-gerung, lantas berteriak: "Bagus ya! Kamu
mendesak hingga cihu-ku membunuh diri! Mari kita
menghadap Sri Baginda!" Kun Cip menjadi bingung.
"Mari kita bicara dulu!" ia berkata. "Celaka!" bentak Bhok
650 Lin. "Kamu telah memaksa cihu hingga mati, apakah
kamu masih hendak mendesak dia?"
Selagi begitu, mendadak Tiang Cun merasai
pinggangnya kaku, tubuhnya pun terhuyung hingga
beberapa tindak, ketika iamelihat, ia mendapatkan
pengiring yang tua dari si pangeran muda telah
mengambil tempatnya berdiri, sambil membungkuk
hamba tua itu lagi memeriksa tubuhnya Keng Sim. Ia
kaget bukan main. Sebab ia telah dibentur hamba tua
itu. Ia kepala Gilimkun, ilmu silatnya lihai, tetapi orang
dapat membentur ia secara demikian, bahkan tanpa
ketahuan lagi. Hamba tua itu memeriksa hidung Keng Sim.
"Benar-benar ia sudah meninggal dunia," kata dia
kemudian seraya berpaling kepada Bhok Lin. "Napasnya
sudah berhenti jalan!"
Tiang Cun menjadi jeri. bahkan ia tidak berani turut
memeriksa. Bhok Lin melihat semua orang diam, sambil masih
menangis sesenggukan, ia lantas pondong tubuhnya
Keng Sim, untuk dipanggul, buat lantas dibawa pergi. Ia
hendak membawanya pulang.
"Bhok Siauwkongtia, kau tunggu sebentar," berkata
Hu Kun Cip, mencegah. Ketika itu ia mulai dapat berpikir.
"Mari kita bicara dulu..."
"Apa lagi yang hendak dibicarakan!" kata si pangeran
muda keras. "Aku mau pergi kepada Sri Baginda untuk
Sri Baginda yang memutuskan!"
651 "Tadi Tiat Tayjin mengeluarkan kata-kata yang berarti
melawan titah, siauwkongtia, bukankah kau
mendengarnya?" kata Kun Cip.
"Tidak, aku tidak dengar!" Bhok Lin menyangkal.
"Siauwkongtia tidak mendengar tetapi orang di sini,
semua mendengarnya!" katapuIaKun Cip. Dia tidak mau
kalah desak. "Baiklah, kita berpegang kepada pengakuan masingmasing!"
kata Bhok Lin. "Kita lihat saja nanti, Sri Baginda
mempercayai siapa! Di sini semua orang sebawahanmu,
atau ada mereka yang mengharap-harap sesuatu dari
kau, tentu sekali mereka akan bicara baik untukmu! Eh,
Thio Sam, kau dengar apa katanya cihuku tadi?"
"Hamba tidak dengar apa-apa," menjawab si hamba
tua. Semua hadirin ketahui Bhok Lin mendusta, tetapi
karena sudah terang Tiat Keng Sim mati karena didesak
Chian Tiang Cun dan Hu Kun Cip, karena mereka
berpangkat rendah, mereka memikir untuk tidak


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbantahan dengan pangeran muda itu, maka itu,
karena Hu Kun Cip tidak menanya tegas pada mereka,
mereka berdiam saja
Hu Kun Cip berpikir sejenak, lantas dia tertawa.
"Mungkin siauwkongtia tidak mendengarnya terangterang,"
katanya. Ia bersikap ramah. "Apakah benar
siauwkongtia hendak menghadap Sri Baginda untuk
meminta keadilan" Di sini ada banyak orang, jikalau Sri
Baginda ingin mengetahui duduknya hal yang benar, aku
kuatir... aku kuatir... Tiat Tayjin tetap mati dan
perkaranya tak dapat diputuskan, bahkan Kokkongya
652 sendiri bakal turut ke rembet-rembet... Mengingat samasama
rekan, benar-benar aku tidak berniat
memperpanjang urusan, maka turut aku, baiklah
peristiwa ini tidak diumumkan. Aku rasa baiklah dibilang
sajaTiat Tayjin mati mendadak, lalu siauwkongtia yang
melapurkannya kepada Sri Baginda. Tidakkah itu bagus?"
Biar bagaimana, Taylwee Congkoan ini jeri. Keng Sim
adalah orang yang baru berjasa dan dihargai raja, dia
pun menantu dari Bhok Kokkong dari Inlam. jikalau
perkara ditarik panjang, dia bakal kalah pengaruh. Bhok
Kokkong berkuasa besar di Inlam, tenteranya pun kuat,
mestinya raja menghargakan padanya Kalau katakatanya
Keng Sim sampai dikuping raja, mesti perkara
berubah menjadi besar dan hebat. Keng Sim sudah mati,
dia tidak bisa didengar kesaksiannya. Atau umpama kata
dia yang menang, peristiwa toh tidak memberi
keuntungan apa-apa untuknya. Di lain pihak lagi, ia takut
untuk memberikan ketika kepada Yang Cong Hay, yang
lagi berdaya untuk memperoleh kembali pangkatnya itu.
Jadi untuknya, jangan menanam permusuhan adalah
paling baik. Maka itu, suka ia mengalah dan
merendahkan diri...
"Jadi kau memikir untuk menyudahi urusan ini secara
diam-diam saja?" tanya Bhok Lin. Ia bagaikan mengejek.
Ia seperti menolak penyelesaian.
Chian Tiang Cun segera datang sama tengah. Ia pun
membujuki agar si pangeran muda suka berpikir pula,
untuk menyudahi perkara secara diam-diam itu. Katanya,
kalau ditarik panjang, perkara bakal merembet kesana
kemari. 653 Bhok Lin tetap tidak puas, tetapi ia kata: "Sudahlah,
sudahlah, orang mati tidak dapat hidup pula! Sebenarnya
aku tidak niat membuat permusuhan dengan kamu!"
"Itulah yang kita harapkan!" kata Tiang Cun. "Pula,
dengan mengatakan Tiat Tayjin mati mendadak,
namanya telah dapat dilindungi dan mukanya menjadi
terang sekali!"
"Sebenarnya aku masih memikir untuk membuat muka
c iehu menjadi terlebih terang lagi!" kata Bhok Lin, yang
mendelik terhadap tongnia dari Gilimkun itu.
"Sebenarnya aku memikir meminta kamu mengenakan
pakaian berkabung untuk cihu-ku!" Hu Kun Cip
menyeringai. "Untuk menyatakan berduka cita kami
bersedia," katanya terpaksa
Sampai di situ, Bhok Lin mengangkat pula tubuh Keng
Sim, yang tadi ia telah meletakkannya
"Pergi antar siauwkongtia," kata Chian Tiang Cun pada
beberapa orangnya.
"Tidak usah!" kata Bhok Lin, yang terus berjalan,
diiringi dua hambanya Berapa orang Gilimkun mau
mengantar tetapi mereka dicegah oleh si pengikut tua,
hingga Chian Tiang Cun tidak dapat memaksa pula ia
cuma bilang: "Kalau siauwkongtia tidak menghendaki
kami menggerecok, baiklah, terserah kepada kau sendiri.
Umpama kata siauwkongtia memerlukan bantuan, kau
perintah saja kami."
Bhok Lin tidak membilang apa-apa lagi, dia ngeloyor
pergi. Tiang Cun dan Kun Cip saling memandang.
654 "Kematiannya Keng Sim ini sungguh di luar dugaan."
kata Tiang Cun selang sesaat. "Sebenarniaaku hendak
memakai Keng Sim sebagai umpan guna memancing dan
menangkap Ie Sin Cu. Sekarang kita mesti memikirkan
lain daya lagi..." Semua orang lantas berpikir. Lim Kim
Goan, yang menjadi kepala dari busu pelbagai propinsi,
berbicara. "Kita berjumlah begini besar, apakah kita tidak dapat
melawan dia?" ia tanya.
"Menurut berita yang aku terima, dia datang
berjumlah berempat." Hu Kun Cip memberi keterangan.
"Ialah Ie Sin Cu, Thio Giok Houw, Liong Kiam Hong serta
Cit Seng Cu si iman tua dari Butong Pay. Mereka semua
memang lihai, jikalau kita menggunakan kekerasan,
mungkin kita tidak kalah tetapi tidak dapat dicegah
andaikata ada di antara mereka yang bisa lolos dan
kabur..." Tiang Cun bersangsi meski ia ketahui di pihaknya ada
Kiauw Siauw Siauw dan Hu Kun Cip yang lihai itu.
Tengah orang lagi berpikir itu. tiba-tiba datang
lapuran: "Losianseng Kiauw Pak Beng datangi!"
Bukan main girangnya Tiang Cun.
"Dengan dalangnya Kiauw Losianseng. empat orang
itu sudah menjadi kura-kura di dalam korang!" serunya.
Lantas dia memburu keluar, untuk menyambut.
Kiauw Pak Beng muncul bersama-sama Le Kong Thian.
Dia tertawa terbahak-bahak .
655 Kiauw Siauw Siauw pun girang sekali, hingga ia
menghampirkan sambil berkata: "Oh, ayah! Kedua kaki
ayah pun sudah sembuh!"
"Jikalau bukan karena kedua kakiku, siang-siang aku
sudah datang di sini!" berkata ayah itu.
Kiauw Pak Beng terluka kena dikepung Hok Thian
Touw suami isteri serta Thio Giok Houw dan Liong Kiam
Hong, ia dapat meloloskan diri karena ia menggunakan
Siulo Imsat Kang, lantas ia mengundurkan diri, mencari
tempat untuk beristirahat dan berobat. Ia mesti
menggunakan tempo sembilan hari sembilan malam,
baru ia sembuh, bahwa kaki kirinya sembuh sekalian. Itu
artinya, sakit lumpuhnya telah sembuh.
Hu Kun Cip mengetahui baik orang tua ini, ia berlaku
sangat hormat. "Malam ini kami handak menangkap orang jahat, kami
memohon sangat bantuan Losianseng," katanya.
"Orang jahat macam apa itu yang hendak dibekuk
hingga mesti aku turut bersama?" tanya Pak Beng
jumawa. Kun Cip memberitahukan siapa-siapa yang hendak
ditawan. "Melainkan itu beberapa bocah?" kata pula Pak Beng
sambil menggeleng-geleng kepala.
"Sebenarnya kedatangan aku si orang tua ke Selatan
ini ada dengan niat menempur Thio Tan Hong, atau
sedikitnya Hok Thian Touw dan isterinya apabila suami
isteri itu bergabung menjadi satu... Jikalau lain orang,
656 hm! Mereka tidak ada di mataku, jikalau aku turun
tangan maka aku membikin turun juga derajatku!"
"Empat bocah itu," kata Tiang Cun, turut bicara,
"meski mereka anak-anak muda merekalah yang
memegang peranan penting dalam perampasan pelbagai
bingkisan untuk Sri Baginda, maka jikalau mereka itu
dapat diringkus, pasti nama Losianseng akan tersohor
diseluruh negeri serta Sri Baginda juga niscaya akan
menghadiahkan sesuatu kepada Losianseng."
"Ya, ayah, cukup asal kau turut mengantar kami!" kata
Siauw Siauw kepada ayahnya, membantu suara. Kiauw
Pak Beng berpikir. "Baiklah!" bilangnya kemudian.
"Malam ini aku akan menemani kamu, untuk membantu
meramaikan, andaikata kamu tidak berhasil, tidak apalah
aku turut turun tangan juga. taklah terlambat..."
Pak Beng berkata demikian sebagai pelabi saja,
maksudnya yang benar ialah ia datang untuk membantu
anaknya mendapatkan nama. Ia telah mendapat tahu
Hok Thian Touw sudah pulang ke Thiansan. maka ia
tidak berkuatir lagi. Umpama kata Thian Touw ada
bersama, dengan penyakitnya sudah sembuh, ia tidak
takut. Ia telah memikir mengandalkan anaknya dan Le
Kong Thian guna membekuk Sin Cu beramai yang telah
pergi ke kota raja, ia cuma hendak membantu secara
diam-diam. Bukan main girangnya Kun Cip mendengar Pak Beng
suka membantu, ia lantas menjamu jago tua itu. Pula di
situ ia lantas mengatur rencana penyerbuan, guna
membekuk Ie Sin Cu semua. Karena ia kuatir nanti
kurang tenaga, ia menambah bantuan, di antaranya
delapan wisu terpandai dari keraton.
657 Habis berjamu, orang masih menanti, baru pada jam
dua, mereka mulai berangkat. Tatkala mereka lewat di
depan gedung Keng Sim, di sana terdengar suara
pendeta sedang bersembahyang, suatu tanda orang
tengah mengurus jenazah orang she Tiat itu.
Dengan tertawa dingin Chian Tiang Cun berkata:
"Bocah itu takut bersalah, dia membunuh diri! Dengan
tidak adanya dia, jasa tidak akan terbagi kepada lebih
banyak orang, inilah ada baiknya untuk kita!..."
Kiauw Siauw Siauw sebaliknya ingat kepada kedua
pengikutnya Bhok Lin, yang ia curigai, maka ia
memberitahukannya kepada ayahnya. Ia bicara bisikbisik.
Pak Beng terkejut mendengar ada orang dapat
mengalahkan anaknya itu yang sudah mengerti Siulo
Imsat Kang. maka ia kata di dalam hatinya:
"Sebentar, sesudah pulang, aku cari orang itu, untuk
mencoba kepadanya!"
Rombongan, yang berjumlah besar, dipecah empat.
Tujuan mereka langsung ke Sesan, Gunung Barat.
Selama di tengah jalan, mereka tidak bertemu sama
orang, atau orang-orang yang mencurigakan. Kira jam
tiga, mereka tiba di kaki gunung.
"Kecewa Ie Sin Cu dan Thio Giok Houw telah hidup
banyak tahun dalam dunia Kangouw," kata Hu Kun Cip
tertawa "Lihat, bagaimana teledor mereka menjaga diri!"
"Tetapi," berkata Chian Tiang Cun, "mana mereka
ketahui tindakan kita ini" Mimpi pun tidak mereka bahwa
kita bakal datang mengepung mereka!"
658 Segera juga empat rombongan berkumpul semua,
mereka terus mengurung kuil Hianbiauw Koan. Untuk
sekian lama, mereka tidak mendengar suara apa-apa dari
dalam kuil itu. Mau atau tidak, mereka menjadi heran.
"Coba kamu masuk dan melihat," Chian Tiang Cun
lantas menitahkan dua wisu dari Taylwee, keraton. Ia
memilih dua orang yang lihai ilmu ringan tubuhnya. Perlu
diselidiki, Sin Cu beramai lagi bikin apa di dalam kuil.
Tongniadari Gilimkun itu tidak mau lancang menyerbu.
Ia tahu Sin Cu lihai bunga emasnya tak sudi ia nanti
jatuh kurban-kurban dipihaknya.
Kedua wisu itu masuk ke dalam kuil dengan melompati
tembok pekarangan. Mereka seperti terjun ke dalam laut
atau kejeblus ke dalam lumpur. Lama mereka tidak
kembali, tidak terdengar juga suaranya
"Taruh kata mereka kena dibokong, mereka tentu bisa
kabur atau berteriak..." pikir Tiang Cun, yang menjadi
menduga-duga "Mereka pun lihai ilmu ringan tubuh
mereka Mustahil mereka tidak dapat meloloskan diri?"
Sekian lama Tiang Cun masih menanti, lantas ia
mengirim dua orang lain. yang dipesan untuk berhatihati.
Segera juga ternyata, dua wisu yang belakangan ini
juga tidak ada gerak-geriknya seperti dua yang pertama
Semua orang menjadi heran, semua menjadi
penasaran. "Aku tidak takut pada bunga emas Ie Sin Cu, nanti aku
yang masuk berdua Le Kong Thian," kata Kiauw Siauw
659 Siauw kemudian. "Nanti aku usir mereka keluar, kamu
menjagalah hati-hati, agar mereka tidak dapat lolos!"
Tiang Cun semua setuju Siauw Siauw yang masuk ke
dalam kuil. Pemuda itu lantas mengajak Le Kong Thian.
Ia menyiapkan kipasnya yang lihai, guna menjaga diri
dari serangan bunga emas.
Kuil Hianbiauw Koan gelap dan sunyi. Tidak terlihat
apa-apa, tidak terdengar apa-apa juga. Siauw Siauw dan
Kong Thian masuk terus ke dalam. Mereka lantas
mencari atau memeriksa belasan kamar. Mereka tidak
memperoleh sesuatu. Kuil itu kosong dari manusia
"Mungkinkah mereka telah mendengar selintingan dan
lantas kabur lebih dulu?" tanya Siauw Siauw kepada
kawannya. Le Kong Thian tidak dapat membilang apa-apa
"Di sana masih ada pendopo Lokun Tian, mari kita
pergi melihat," dia mengajaki.
Siauw Siauw setuju. Maka bersama-sama mereka
pergi ke pendopo yang disebutkan itu. Pintu pendopo
dikunci. "Pantasnya mereka sembunyi di dalam!" kata Kong
Thian tertawa. Lantas ia memanggil, suaranya jumawa.
"Eh, Sin Cu! Kau mau keluar atau tidak?"
Tidak ada jawaban, hanya samar-samar terdengar
suara tertawa mengejek.
"Mari kita masuk!" Kong Thian berkata. "Hati-hati
untuk senjata rahasianya!"
Kata-kata yang belakangan ini nasihat untuk Siauw
Siauw. 660 Lantas dengan bonekanya yang berkaki satu, ia


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menolak daun pintu.
Cuma dengan satu tolakan keras, daun pintu, yang
berlapis besi, lantas terpentang.
Di dalam pendopo dipuja patung dari Thay Siang Li Lo
Kun, yang diapit delapan belas patung malaikat guntur
dan lainnya. "Terang aku mendengar suara orang tertawa, kenapa
sekarang tidak ada orangnya?" kata Siauw Siauw.
Kong Thian memasang matanya tajam, hingga ia
melihat di kedua samping ada masing-masing patung
yang luar biasa romannya. Kedua patung itu kusut
rambutnya dan hidungnya bengkung, dan kulit mereka,
yang satu putih, yang lain hitam.
"Entah malaikat sesat apa ini?" pikir si manusia
raksasa matanya memandang si malaikat muka hitam.
Tiba-tiba ia menjadi heran. Ia melihat mata malaikat itu
bergerak terbuka dan mukanya tersungging senyuman.
Ia heran tapi hanya sejenak, lantas ia sadar.
"Siapa main gila menyaru jadi malaikat di sini?" ia
membentak seraya lantas menyerang.
Hebat tenaga Kong Thian, maka itu pukulannya ini ada
pukulan berat seribu kati, kalau tubuh si malaikat kena
terhajar, mesti tubuh itu hancur lebur. Tapi "malaikat" itu
tidak berdiam saja. Setelah mata dan mukanya dapat
bergerak, juga tubuhnya, lalu sembari tertawa aneh, dia
mengangkat tangannya. Sungguh aneh, dia dapat
menahan turunnya boneka si manusia raksasa.
661 Justeru itu, Kiauw Siauw Siauw juga mendapatkan
keanehan pada malaikat yang bermuka putih, ia hanya
sangat licik, ia tidak mau bertindak sembrono seperti Le
Kong Thian. Tanpa membuka suara lagi. ia menekan alat
rahasia pada kipasnya, maka itu melesatlah dua batang
panah beracunnya, menyamber ke dada si malaikat...
Jitu sekali serangan membokong ini, kedua anak
panah mengenai dadanya si malaikat muka putih itu.
yang matanya bisa dibuka, yang mukanya dapat
bersenyum. Hanya aneh, walaupun serangan mengenai
tepat, malaikat itu tidak terluka. hanya kedua anak
panah yang runtuh sendirinya, jatuh kelantai.
Tidak kepalang kagetnya anak Pak Beng ini.
Adalah di ketika itu, dengan berbareng kedua malaikat
itu membuka mulutnya, untuk tertawa nyaring dan
berkata keras: "Ke sorga ada jalannya, kamu tidak mau
pergi! Neraka tidak ada pintunya, kamu lancang
memasukinya! Hai kamu dua setan cilik, kamu hebat!"
Dalam kagetnya Le Kong Thian sudah lantas lompat
mundur. Berbareng dengan itu terlihat sinar hijau
berkeredep menyamber dari tangannya si malaikat
hitam, menyerang si manusia raksasa Itulah tongkat
Lektiok thung. Kong Thian mengangkat tokkak tongjin. untuk
menangkis. Kedua senjata beradu keras, nyaring
suaranya. Boneka itu berat dan kuat tetapi toh tongkat
hijau itu meninggalkan bekas karena benturan itu.
bahkan Kong Thian kaget sebab telapakan tangannya
bergemetar dan terasakan nyeri, hampir dia membikin
senjatanya itu terlepas dari pegangannya
662 Juga si malaikat muka putih berlompat maju untuk
menyerang. Kiauw Siauw Siauw tidak berlaku berani dan sembrono
seperti Kong Thian, dia bahkan menunjuki kelicikannya.
Itulah disebabkan heran dan kagetnya. Ia tidak
menangkis, ia berkelit ke samping, dari situ, ia membalas
menyerang. Tiga kali beruntun ia menotok ke jalan darah
wito, kwichong dan kikoat. Karena ia lihai, lihai sekali
totokannya itu: gesit dan hebat. Kalau totokan mengenai,
celakalah lawannya. Ia sengaja segera bertindak
demikian karena ia tahu pasti dua "malaikat" itu mestinya
lihai sekali. Dengan mengasi dengar suara, ketiga totokan itu
mengenai sasarannya saling susul, akan tetapi untuk
herannya Kiauw Siauw Siauw, kurban totokannya itu
tidak roboh, sebaliknya ia merasakan tolakan yang keras,
hingga ia sempoyongan ke depan hampir ia roboh,
syukur ia masih dapat mempertahankan diri, sedang
telapakan tangannya terasakan kaku.
Si malaikat muka putih tertawa bergelak.
"Kiranya begini saja totokannya si siluman tua she
Kiauw!" katanya mengejek.
Maka ternyatalah, dia sengaja mengasi dirinya tertotok
cuma untuk menguji totokan orang yang istimewa.
Siauw Siauw kaget hingga hatinya menjadi ciut, ia
lantas memutar tubuhnya, untuk pergi menyingkirkan
diri. Ketika itu ia mendengar suara tingting-longtong, dari
beradunya tokkak tongjin Le Kong Thian dengan Lektiok
thung si malaikat muka hitam, tujuh atau delapan kali
beruntun. 663 Menyusul itu terdengar kedua malaikat itu berseru
berbareng: "Anak tolol! Kau telah tiba di sini, apakah kau
masih memikir untuk kabur?" Kata-kata itu disusul sama
lompatan tubuh yang tinggi, melewati Kiauw Siauw
Siauw berdua. Sebab Kong Thian pun mau turut lari
keluar memenuhi ajakan majikan mudanya Kedua
tangannya masing-masing malaikat itu lantas
menyamber! Ketika itu Hu Kocn Cip semua, di luar kuil, telah
mendapat dengar suaranya senjata beradu. Chian Tiang
Cun, yang terkejut berbareng girang, berkata: "Mereka
tengah bertempur! Mari kita masuk!" Ia mengibaskan
tangannya, sebagai titah maju.
Seorang pemimpin Gilimkun, yang bersenjatakan
gembolan, mengibaskan juga senjatanya, maka semua
orang lantas bergerak memasuki kuil itu.
Kiauw Pak Beng menyangka orang lagi menempur Sin
Cu berempat, ia tidak menghiraukannya, ketika kemudian
ia mendengar suara semakin riuh, baru ia heran bahkan
kaget, maka sambil berseru, ia turut maju. Dengan satu
lompatan tinggi dan jauh, ia mendahului belasan busu.
Maka di lain saat, ia telah masuk ke dalam Hianbiauw
Koan. Hpe Kun Cip bersama delapan wisu terlihay tiba paling
dulu di dalam pendopo Lokun Tian. justeru mereka tiba,
justeru mereka menyaksikan tubuhnya Le Kong Thian
dilemparkan lawan, menyusul mana. dua pembantunya
juga kena dicekuk dan dilemparkan saling susul. Mereka
ini, dengan tidak mengenal takut, sudah lantas maju
menyerang, hanya baru beberapa gebrak, mereka sudah
tersamber dan kena dilemparkan itu.
664 Dalam heran dan kagetnya, Hu Kun Cip memasang
mata kepada kedua malaikat itu.
"Hek Pek Moko!" akhirnya ia berteriak dengan kaget.
Tidak ayal lagi, ia memutar tubuh, untuk mengangkat
tubuhnya Le Kong Thian, buat dibawa pergi.
"Kau juga rebah!" berteriak Hek Moko sambil tertawa
besar. Bentakannya itu disusuli serangannya.
Hu Kun Cip menyekal pedangnya dengan sebelah
tangan, ia menyambut serangan dengan satu tabasan.
Hek Moko berkelit, habis berkelit. duajari tangannya
menusuk ke kedua mata orang.
Pahlawan raja itu menjadi repot. Tak dapat ia
melakukan perlawanan, meski ilmu pedangnya lihai.
Terdesak secara demikian, ia melenggak. Sia-sia belaka
ia berkelit. Hek Moko menyusul padanya, maka di lain
saat; tubuhnya pun roboh terkapar tak berdaya...
Hek Pek Moko biasa berdagang dengan orang-orang
kaum Rimba Hijau, meski begitu, terhadap kaum Jalan
Hitam dan Jalan Putih yang tidak lurus, mereka biasa
berlaku telengas, karena mereka lihai. mereka tidak takut
siapa juga. Bahkan karena sikapnya itu, mereka ditakuti.
Sebenarnya sudah beberapa tahun mereka tidak pernah
muncul, hingga ada yang menduga mereka sudah
berhenti dagang, sudah mencuci tangan dan pulang ke
negerinya untuk hidup sebagai hartawan-hartawan yang
berbahagia, maka tidak disangka-sangka, sekarang
mereka muncul di kota raja ini.
Dengan dirobohkannya Hu Kun Cip, semua wisu dan
orang Gilimkun, juga kawanan busu, menjadi kaget dan
jeri. Sekarang mereka semua mengenali itu dua jago dari
665 India. Tidak ragu-ragu lagi, mereka memutar tubuh,
untuk menyingkir dari kuil Hianbiauw Koan itu.
Chian Tiang Cun menyaksikan kejadian itu. ia kaget
dan heran. Ia mencoba berteriakan. mencegah orangorangnya
mengangkat kaki, ia tidak berhasil. Ia lantas
lari ke depan, untuk menghalang-halangi. Ia mengharap
tibanya Kiauw Pak Beng, guna membikin tetap hati
mereka itu. Hek Pek Moko tertawa berkakak sesudah ia
merobohkan Hu Kun Cip. Selagi ia tertawa itu, mendadak
ia merasakan serangan yang keras, yang datangnya dari
arah belakang. Ia terkejut. Ia menduga kepada musuh
yang lihai. Cepat sekali ia memutar tubuh ke belakang,
guna menangkis. Maka ia lantas merasakan tangannya
membentur sesuatu yang dingin seperti es. Ia heran dan
kaget, lantas ia berkelit dengan ilmu yoga, setelah mana,
ia membalas menyerang!
Itulah serangan di luar dugaan, walaupun si
penyerang secara membokong itu lihai, dia toh kena
terhajar hingga tubuhnya terangkat tinggi dan mental.
Tapi karena menghadapi lawan tangguh, Hek Moko juga
terhuyung mundur tiga tindak!
Nyatalah penyerang gelap itu Kiauw Pak Beng adanya.
Pak Beng telah mencapai Siulo lmsat Kang tingkat ke
tujuh, dia beda jauh dari puteranya maka itu, karena
hajarannya itu, Hek Moko merasakan seluruh tubuhnya
menjadi dingin. Maka syukur untuknya, ia masih dapat
bertahan, ia juga bisa membikin lawannya terpental.
Karena ini keduanya insaf bahwa mereka lagi
menghadapi lawan tangguh.
666 Hek Moko lantas mengenali lawannya, ia berkata:
"Siluman tua she Kiauw, mari, mari! Kita belum kalah
atau menang, mari kita main-main pula sampai tiga ratus
jurus!" Kiauw Pak Beng tidak menjawab tantangan itu, sebab
begitu ia menginjak tanah habis ia terpental itu. terus
berjumpalitan, ia terus menerjang ke arah Pek Moko.
Sebab ketika itu, Pek Moko lagi mengejar Siauw Siauw
yang licik dan lincah, yang tidak kena disamber untuk
dilemparkan. Kiauw Siauw Siauw mengerti tipu silat "Ieheng
hoanwi." atau "Memindahkan wujud, mengubah
kedudukan," maka melebihi Le Kong Thian, bisa ia
berkelit dari setiap samberannya si malaikat muka putih.
Tiga kali ia lolos dari serangan, tempo ia didesak terus, ia
kewalahan juga. Begitulah, ketika ia lari ke undakan
tanggalorak, iagagal, kali ini ia kena tersampok hingga
tubuhnya terhuyung, bajunya pun robek. Ketika itu
terdengarlah seruannya Hek Moko menyebut "siluman
tua she Kiauw," mendengar mana. gerakan Pek Moko
menjadi lambat, hingga Siauw Siauw tidak terhajar lebih
jauh. sebaliknya Pak Beng telah tiba, maka mereka
berdua lantas bergebrak.
Ketika tangan mereka bentrok, ia mundur tiga tindak,
sedang Kiauw Pak Beng mundur dua tindak. Hanya di
samping itu, ia merasakan serangan hawa dingin, hingga
ia mesti mengempos semangat, untuk melawan, tetapi
tidak urung, untuk sejenak ia menggigil juga.
"Bagus, Hek Pek Moko!" kemudian Kiauw Pak Beng
mengasi dengar suaranya. "Nyata kamu berani menghina
667 anakku! Mari, mari! Mari hari ini kita mengambil
keputusan siapa jantan siapa betina!"
Tanpa menjawab, Hek Moko menggeraki tongkat
hijaunya, ia bergerak dalam jurus "Naga berlompat
keluar dari dasar laut." Tongkatnya itu bersinar hijau,
sasarannya ialah punggung lawan.
Kiauw Pak Beng telah mencoba tenaga orang, maka
itu ia bisa menduga, kali ini serangan mestinya
berbahaya. Orang pun tidak ada di sebawahannya, ia
menjadi tidak boleh memandang enteng. Maka segera ia
berkelit dengan gerakannya "Naga melingkar
mengangkat kaki." Karena orang bersenjata ia pun tidak
mau bertangan kosong terus, dari itu sambil bertindak,
tangannya menyamber sebuah hiolouw atau tempat abu
besi, sembari memutar diri, ia memutar itu. guna
membuat perlawanan.
Di saat itu. Pek Moko sudah dapat memperbaiki diri. Ia
tidak mau berdiam saja, ia maju untuk membantui
kakaknya. Dengan Pektiok thung, tongkat kemala putih,
ia menyerang. Ia kena menghajar hiolouw lawan, sedang
tongkatnya Hek Moko mengenai juga. Maka terdengarlah
suara nyaring dua kali dari bentroknya ketiga senjata,
suaranya hiolouw mengaung bagaikan genta gereja...
Pertempuran ini pun menyebabkan meja terbalik dan
patung-patung malaikat pada jatuh ke lantai.
Semua busu kagum dan kaget melihat hebatnya
pertempuran itu, mereka jadi jeri. lantas mereka berebut
mengundurkan diri, untuk menyingkir.
Kiauw Siauw Siauw berlari-lari keluar dengan
bercampuran sama orang banyak, ketika tiba di lorak
668 tangga, ia memikir untuk melihat Le Kong Thian guna
menyaksikan bagaimana lukanya kawan itu. Justeru itu
kupingnya lantas mendengar satu suara nyaring dan
panjang, disusul sama senandung terang dan bersih:


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pedang mustikaku tak puas mengikuti aku sehingga
tua, di dalam sarungnya dia masih bergeram bagaikan
naga!" Bukan main kagetnya ia, karena ia segera ingat
kepada seorang orang. Lupa kepada Le Kong Thian, ia
kabur terus. Baru ia tiba di luar kuil maka ia menampak
keadaan yang kacau di antara kawanan busu dari
pelbagai propinsi serta pemimpin barisan Gilimkun.
Mereka itu lari serabutan. mulut mereka
memperdengarkan seruan-seruan kaget. Seperti juga
mereka telah menghadapi musuh, atau musuh-musuh,
yang terlebih tangguh daripada Hek Pek Moko. la lantas
mengangkat kepalanya, untuk memandang ke depan.
Atau tiba-tiba ia terkejut pula.
Entah kapan datangnya, mendadak di hadapannya
berdiri seorang berusia empat puluh lebih, pakaiannya
putih, gerak-geriknya halus sebagai seorang sastrawan.
Orang itu tidak beroman bengis, sebaliknya, dia
bersenyum berseri-seri. Ia kaget karena ia lihai akan
tetapi ia tidak mendapat tahu munculnya orang itu.
"Kiauw Siauw Siauw!" berkata orang itu sambil
bersenyum, "tadi siang kita telah bertemu satu dengan
lain, apakah kau masih ingat?"
Lagi-lagi puteranya Kiauw Pak Beng kaget. Ia ingat
lagu suara orang ini. Dialah si orang tua yang tadi
dibawa sebagai pengikut oleh Bhok Lin, cuma sekarang
roman orang, dandanannya juga, berbeda. Sekarang dia
669 tak mirip-miripnya dengan si hamba pengiring tua tadi
siang. "Kau... kau siapakah?" ia menanya, suaranya sedikit
parau. Sastrawan pakaian putih itu tertawa.
"Aku mendengar kabar orang tuamu datang dari
tempat yang jauh," dia menyahut manis, "katanya dia
sengaja hendak mencari aku, maka itu, sekarang kau
bertemu sama aku. Kenapa kau tidak mengenali aku?"
Lagi-lagi Siauw Siauw kaget. sekarang bukan main
kagetnya itu. "Kau... kaukah Thio Tan Hong?" ia
menanya dengan suara bergemetar.
Sastrawan itu tertawa. "Tidak salah, akulah Thio Tan
Hong!" jawabnya "Sekarang kau berdiamlah bersama aku
di sini!" Kiauw Siauw Siauw tidak ingat apa-apa lagi kecuali
untuk membela dirinya, untuk mendapatkan
kebebasannya. Tanpa membilang apa juga ia menekan
pesawat rahasia pada kipasnya yang lihai, maka
menyusuli itu belasan batang tulang kipasnya lantas
berubah menjadi seperti anak-anak panah beracun, yang
melesat menyamber ke arah sastrawan itu. Ia tahu yang
ia tidak bakal dapat melukakan Thio Tan Hong tetapi ia
hendak menggunakan siasat ini untuk ia bisa
mengangkat kaki.
Thio Tan Hong seperti telah dapat menerka hati
orang, ketika serangan datang, ia mengedut dengan
tangan bajunya membikin semua anak panah itu mental
tinggi ke udara. Tidak ada sebatang juga yang berbal i k
menyamber kepada pemiliknya oleh karena tidak ada
670 niatnya untuk membikin orang terluka. Dengan
dikibaskan ke udara, dapatlah dicegah anak panah yang
berbahaya itu melukai siapajuga.
Kiauw Siauw Siauw menjalankan siasatnya itu seraya
ia lantas berlompat, untuk menyingkir dari Tan Hong,
atau belum tubuhnya melesat, tahu-tahu ia merasakan
iganya kaku. Ia tidak melihat bagaimana Thio Tan Hong
bergerak, ia cuma tahu ia telah lantas tertotok hingga
tubuhnya roboh tanpa berdaya.
Habis merobohkan pemuda itu. dengan tidak
perdulikan orang-orang yang kabur itu. Tan Hong
bertindak ke arah kuil untuk memasukinya, sambil
tertawa ia lantas berkata: "Saudara-saudara Hek Pek.
silahkan kamu keluar untuk melakukan penangkapan!
Aku mengharap kamu jangan membikin lolos barang
seorang jua! Tentang si siluman tua. kau serahkanlah dia
padaku!" Ketika itu Hek Pek Moko justeru lagi mengepung
Kiauw Pek Beng. Jago tua itu belum kalah tetapi dia
sudah sangat terdesak, umpama kata tidak dapat dia
membuang napas. Dia mendengar suara orang. Ketika
Hek Pek Moko menghentikan pengepungannya dengan
lantas menarik pulang tongkat mereka tahu-tahu dia
mendapat Thio Tan Hong sudah berada dihadapannya.
Dua saudara Moko itu sudah lantas meninggalkan
pendopo L ookun Tian itu.
Kiauw Pak Beng mencoba mengendalikan hatinya
yang berdebaran keras, ia pun mencoba menyalurkan
pernapasannya maka dengan begitu, dia mendapat
kesempatan untuk memandangi orang di depannya itu.
671 "Adakah kau Thio Tan Hong?" dia menanya. Dia
mendapat ketika untuk menegur terlebih dahulu karena
orang berdiri mengawasi padanya. Dia agaknya heran.
Dia telah mendengar nama kesohor dari Tan Hong, tidak
tahunya orang masih berumur muda...
Tan Hong mengangguk, terus tertawa
"Aku mendengar kabar kau mencari aku untuk
menguji padaku." ia menyahut. "Aku mau menghaturkan
terima kasih padamu yang telah menghargai sekali
padaku. Mana dapat aku membuatnya kau hilang
pengharapan" Maka itu sekarang sengaja aku datang
menemui kau, supaya kau tak usahlah berjalan jauh
pergi ke gunung Chongsan!" Ia berhenti sejenak, ia
melirik kepada jago tua itu. Lagi-lagi ia tertawa dan
berkata, menambahkan: "Aku tidak mau menang sendiri!
Barusan kau telah bertempur sama Hek Pek Moko, dari
itu suka aku memberikan, ketika padamu untuk
beristirahat dulu! Ah, benar, baru aku ingat, di sini aku
mempunyai sebutir pel Siauwhoan Tan. Inilah obat yang
dulu hari aku diberikan oleh ketua dari Siauwlim Si. Benar
obat ini bukannya obat dewa yang mempunyai
kemustajaban membuat hidup lagi orang yang telah
meninggal dunia, tetapi ini sedikitnya ada faedahnya
untuk menambah kesegaran, untuk memperkuat
semangat. Tegasnya, obat ini besar faedahnya. Ini, kau
boleh makan, sebentar kita bisa lekasan sedikit mengadu
tenaga!" Kiauw Pak Beng mempercayai Thio Tan Hong. Sebagai
orang gagah di jamannya itu. tidak nanti Tan Hong mau
berlaku licik dengan main racun. Ia sendiri seorang yang
berkepala besar, tetapi ia dapat menggunakan otaknya.
Coba lain orang, pastilah orang tak kesudian menerima
672 obat kuat dari Tan Hong itu. Coba Tan Hong itu lain
orang, pasti Pak Beng tidak sudi menerima budinya. Tapi
ia memikir lain. Ia menginsyafi inilah saat mati dan
hidupnya. Jadi ia memerlukan tenaga yang sempurna.
Bukankah tadi menghadapi Hek Pek Moko ia sudah
mengeluarkan tenaga besar luar biasa, hingga ia merasa
letih" Maka itu tanpa sungkan-sungkan, ia menyambuti
pel Siauw Hoan Tan dari Tan Hong, lantas ia
menelannya. Tan Hong pun senang melihat kelakuan orang itu.
Diam-diam ia memuji Pak Beng sebagai seorang gagah.
Pantas dia disebut orang si kepala iblis! Ia memang ingin
bertempur selagi orang segar-segar, agar ia bisa menguji
kepandaian orang itu, agar kalau orang kalah, orang
kalah dengan puas dan ichlas.
Ketika Kiauw Pak Beng sudah menelan pel itu, dengan
lantas ia merasakan hawa panas di dalam perutnya hawa
yang tersalurkan ke segala penjuru dari sekujur
tubuhnya. Ia turut menyalurkan pernapasannya, maka juga di
dalam tempo yang pendek sekali, ia merasa
kesegarannya telah pulih kembali, melebihkan daripada
biasanya. Bahkan kaki kirinya, yang jalan darahnya
belum bekerja, sekarang turut bekerja pula, hingga ia
tidak merasakan sesuatu rintangan lagi.
"Marilah!" katanya selang sesaat seraya ia menepuk
thiehiolouw, ialah tempat abu besi, yang menjadi
senjatanya yang luar biasa. Ia menantang dengan suara
tinggi. "Apakah senjatamu itu tepat?" Tan Hong tanya.
673 "Kaulah seorang guru besar dari satu jaman,"
menyahut Kiauw Pak Beng, "dan aku juga bukannya
orang tra mempunyai nama, maka itu di dalam hal
menggunakan senjata, tidak usah kita terlalu rewel!"
"Baiklah!" Tan Hong bilang. "Karena kau tetamu dari
jauh, silahkan kau yang mulai!"
Kiauw Pak Beng tidak mau berlaku sungkan, tak sudi
ia mengalah. "Maafkan kelancanganku!" katanya seraya ia
mengangkat senjatanya yang luar biasa itu, terus ia
menghajar. Hiolouw itu turun dari atas. mengarah ke
batok kepala. Tan Hong tertawa. "Hebat!" katanya.
"Sudah hampir sepuluh tahun tidak pernah aku
menggunakan pedang, kali ini aku berlaku dengan
melanggar kebiasaan itu, terhadapmu hendak aku
menggunakannya!"
Pedang Cengbeng kiam orang she Thio ini telah
dihadiahkan kepada Sin Cu, muridnya maka sekarang ia
memakai pedang Cengkong kiam yang ia buatnya
sendiri. Selekasnya senjata lawan tiba, ia lantas
menangkis ke atas.
"Traang!" demikian suara beradunya kedua senjata.
Dengan satu gerakan "Mengangkat obor menerangi
langit," hiolouwnya Pak Beng telah ditangkis, walaupun
senjata istimewa itu berat lima puluh kati. toh telah kena
dibikin mental ke samping dan meninggalkan tanda
bekas dari pedang yang kecil dan panjangnya cuma tiga
kaki, pula itu bukannya pedang mustika
674 Pak Beng kaget, di dalam hatinya ia kata: "Thio Tan
Hong kesohor bukan nama kosong belaka di dalam ilmu
tenaga dalam, dia berada di atasan Hek Pek Moko!"
Tapi juga Tan Hong, dia tidak mau memandang
enteng kepada lawannya ini. Benar dia bisa menangkis,
akan tetapi sedikit hawa dingin telah menyerang
kepadanya Hawa dari Siulo Imsat Kang dari Pak Beng.
yang sudah mencapai tingkat ke tujuh, tersalurkan ujung
pedang yang bentrok dengan hiolouw, tiba di telapakan
tangan, mengalir ke nadi, terus ke seluruh tubuh
terutama bagian dalam.
Tan Hong menjadi kagum, di dalam hatinya, ia kata
"Ini siluman tua benar-benar lihai, dengan hawa
dinginnya itu dia dapat menyerang dengan perantaraan
senjata. Di antara kaum sesat, dialah yang terlihail"
Dengan lantas Tan Hong mengerahkan semangatnya,
untuk membuyarkan hawa dingin itu. Sebenarnya ia
sudah menutup diri, tidak urung hawa itu dapat
menyerang kepadanya. Maka untuk bertempur terus, ia
tetap menutup dirinya.
Merekalah jago lawan jago, pertempuran mereka
lantas menjadi seru sekali. Setiap pukulan mereka ada
pukulan dari kematian, dari itu bisa dimengerti jikalau
mereka masing-masing bersiap sedia menjaga diri.
Baru lewat kira tiga puluh jurus, Tan Hong sudah
merasakan seluruh pedangnya menjadi dingin bagaikan
sepotong es, tetapi ia sudah bersedia, tubuhnya sendiri
terhindar dari ancaman bahaya dingin itu.
"Eh. siluman tuasheKiauw!"Tan Hong menegur sambil
tertawa, "apakah kau tidak takut nanti telah
675 menggunakan tenaga berlebihan" Umpama kata Siulo
Imsat Kang tidak dapat melukai aku, kau toh akhirnya
bakal mendapat sakit berat!"
Kiauw Pak Beng kaget bukan main. Siulo Imsat Kang
itu ia pelajari dari sebuah kitab warisannya seorang guru
besar dari kaum Lhama Putih, ia ketahui baik lihainya itu,
akan tetapi sekarang Tan Hong membuka rahasianya.
Sebenarnya kebanyakan guru silat, jangan kata
mengetahui caranya melawan ilmunya itu. mendapat
tahu namanya saja jarang, tetapi Tan Hong ini, selain
dapat melawan, juga telah mendapat tahu apa yang
bakal jadi akibatnya Ia heran dan kagum. Ia pun mesti
mengakui kebenaran perkataannya Tan Hong ini.
Memang, ia sekarang telah berkelahi sungguh-sungguh
dan itu berarti ia menggunakan tenaga berlebihan,
kesudahannya itu, apabila ia gagal, akan membuatnya
mendapat sakit. Tapi ia bagaikan seorang yang
menunggang hariman, turun salah, bercokol terus di
punggung harimau, juga salah. Tidak ada lain jalan, ia
mesti berkelahi terus, sedikitnya supaya sama-sama
binasa.. Hebat lweekang, atau tenaga dalam, dari Tan Hong.
Dia telah mencapai puncak yang dinamakan, "bertemu
musuh kuat menjadi kuat sendirinya, karena serangan
dapat membalas menyerang, dan menarik pulang atau
menyerang dapat menurut sesukanya hati."
Kiauw Pak Beng tetap menggunakan Siulo Imsat Kang.
setingkat demi setingkat. Ia mencoba mendesak. Maka
itu, sering sekali senjata mereka bentrok satu pada lain,
hingga saban-saban terdengar suara yang nyaring dan
berisik, yang membikin telinga ketulian.
676 Tan Hong telah menyerang hebat, ia senantiasa
mencari lowongan, tetapi tidak bisa ia lantas
mengalahkan lawannya itu. Dengan hiolouwnya. Pak
Beng dapat membela diri dengan baik. dia pun bisa


Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membikin pedang saban-saban terpental. Karena
seringnya senjata mereka mengadu kekuatan, hiolouw
itu menjadi bertambah cacadnya, sampai puluhan
bekasnya tikaman atau babatan.
Di dalam ruang Lokun Tian itu duajago mengadu
kepandaiannya, di luar kuil itu pun berlaku pertempuran
hebat yang dinamakan "Kawanan kambing melawan
harimau." Semua orang lihai dari istana, dari pasukan Gilimkun,
beserta sekalian busu dari pelbagai propinsi, kaget sekali
menampak munculnya Hek Pek Moko dan Thio Tan Hong
saling susul, tanpa dapat dikendalikan pula oleh Chian
Tiang Cun, mereka kabur serabutan, akan tetapi mereka
menyingkir belum jauh, mereka sudah kena dicandak
Hek Pek Moko. "Sekalian sahabat, jangan kamu takut!" berkata Hek
Moko sambil tertawa. "Kamu telah datang kemari, maka
aku minta sukalah kamu berdiam di sini untuk beberapa
hari!" Pek Moko pun berseru: "Kamu telah datang kemari
tanpa diundang! Sekarang tuan rumah memohon kamu
berdiam di sini, tidak dapat kamu tidak berdiam!"
Lantas dua saudara ini melompat maju, untuk
memulai penyerangan mereka. Mereka menerjang bukan
Pendekar Riang 8 Pendekar Riang Karya Khu Lung Rahasia 180 Patung Mas 2
^