Kitab Pusaka 2

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 2


untuk menaklukkan orang, kau
harus tahu, dunia persilatan merupakan gudang orang pintar,
diatas gunung masih ada gunung, diatas manusia pandai
masih ada manusia pandai yang lain, dengan kepandaian yang
kau miliki sekarang, meski cukup tangguh kemampuanmu,
tapi kalau tidak baik-baik melatih diri, tak akan lama kau bisa
tenar dalam dunia persilatan......."
Setiap patah kata dari Put Go cu merupakan nasehat yang
tiada tara harganya, dengan hati yang tulus Suma Thian yu
mendengarkan dengan seksama, diam-diam dia mengingat
semua perkataan itu didalam hati.
"In su!" ujarnya kemudian, "Yu ji pasti akan melaksanakan
pesan kau orang tua dengan bersungguh hati, pasti akan
kuhadapi orang de?ngan cinta kasih dan menyelamatkan
umat manusia dari penindasan."
"Bagus sekali, aku selalu percaya dengan watakmu, mulai
besok kau tak usah datang kemari lagi.
"In su, kau orang tua........"
"Tak usah banyak bicara lagi" tukas Put go cu hambar "aku
cukup mengetahui maksud hatimu, kau berharap agar aku
jangan meninggal kan dirimu bukan!"
"Betul!" Suma Thian yu manggut-manggut, wajahnya
penuh dengan air mata membuat pandangan matanya
menjadi kabur. Dengan cepat Put Go cu menghibur:
"Di dunia ini tiada perjamuan yang tak buyar, asal dalam
hatimu selalu teringat dengan perkataanku, meski terpisah
oleh samudra yang luas, sesungguhnya aku tak berbisah dari
hati mu. Anak bodoh, kau sudah bukan anak kecil lagi, setelah
belajar silat kaupun harus terjun ke dunia persilatan untuk
melatih diri, asal kau bersedia melakukan perbuatanperbuatan
yang bermanfaat bagi umat manusia, membantu
kaum lemah dan menegakkan keadilan, aku sudah merasa
puas sekali."
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan:
"Kalau ilmu silat hanya dipendam terus di atas pegunungan
yang sepi, maka kepandaian tersebut tersebut ibarat barang
yang tak berguna, apalagi kau toh masih ada dendam
keluarga yang harus dituntut balas"
Menyinggung kembali soal "dendam keluarga", Suma Thian
yu segera merasakan darah yang beredar dalam tubuhnya
bergolak keras, tadi dia masih merasa berat hati untuk
meninggalkan gurunya, tapi sekarang keadaannya menjadi
berbeda, api dendam telah membara dalam dadanya, pada
saat ini dia malah berharap bisa terbanh meninggalkan tempat
itu. Memandang hawa amarah yang mulai menyelimuti wajah
Suma Thian yu, Put Go cu menggelengkan kepalanya secara
diam-diam sambil menghela napas panjang.
Jilid 3. Kitab pusaka yang tidak ada tulisannya
"Dunia persilatan yang banyak urusan dan banyak
kesulitan, kini telah ber?tambah lagi dengan seorang bintang
pembuluh, napsu mem- bunuh yang berkobar didada orang ini
kelewat besar!"
Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya,
"Siapakah musuh besarmu ?"
Sebenarnya Suma Thian-yu sudah terjerumus dalam
pengaruh api dendam yang membara, mendengar perkataan
itu dia menjadi tertegun lalu menghela napas panjang, dan
sahutnya : "Hingga kini tecu masih belum tahu siapa musuh besarku"
Tampaknya Pu Go cu juga merasa agak tercengang oleh
kejadian tersebut, masa siapakah musuh besar pembunuh
ayahnya juga tidak di Ketahui" Dengan cepat dia mendesak
lebih jauh: Dunia luas, kemana kau hendak mencari musuhmu?"
Apakah sedikit jejakpun tidak kau temukan?"
"Tidak" Suma Thian yu menghela napas Panjang. Ketika
peristiwa itu terjadi, tecu baru berusia lima tahun, akupun
dibopong oleh Thio popo untuk melarikan diri, oleh karena itu
siapakah pembunuh ayahku belum kuketahui"
"Hm, apa yang pernah dikatakan Thio popo"
"Dia hanya pernah berkata pada tecu bahwa musuh
besarku adalah seorang penjahat pemetik bunga (Jai hoa cat)
yang berhasil buron dari penjara, namanya kurang jelas, suhu,
apakan kau tahu siapakah penjahat pemetik bunga tersebut?"
Put Go cu termenung dan berpikir sebentar, kemudian
sahutnya: "Aaahh jumlahnya terlalu banyak, sulit bagiku untuk
mengingat ingat begitu banyak orang, untung saja masih ada
setitik cahaya terang ini, cepat atau lambat pasti akan berhasil
kau temukan orangnya"
Selesai berkata, dia memandang sebentar keadaan cuaca,
kemudian katanya lagi kepada Suma Thian yu:
"Waktu sudah tidak pagi lagi, kaupun harus pulang, tapi
sebelum perpisahan ini aku inun sekali menyaksikan hasil
latihanmu selama de lapan tahun ini, ilmu pedang Kit hong
kiam hoat telah berhasil kau ketahui inti sarimu pukulan Tay
cing to liong pat si ajaranku itu satu kali"
Mendengar perkataan itu, Suma Tian yu se?gera
merasakan semangatnya bangkit kembali, sahutnya.
"Tecu terima perintah!"
Menyusul kemudian dia melompat ke tengah lapangan dan
memberi hormat dulu kepada Put Go cu, kemudian tenaga
dalamnya dihimpun kedalam telapak tangan dan sejurus demi
sejurus dimainkan depan penuh semangat.
Dalam waktu singkat seluruh arena telah di liputi oleh
deruan angin pukulan yang memekikkan telinga, demikian
dahsyatnya permainan tersebut sehingga bayangan tubuhnya
hampir saja tidak terlihat lagi.
put Go cu yang menyaksikan kejadian itu merasa gembira
sekali, apalagi setelah mengetahui betapa pesatnya kemajuan
yang telah dicapai muridnya itu, tanpa terasa ia lantas
men?dongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tu ji, berhenti!" mendadak Put Go cu mera bentak keras.
"Suhu, apakah tecu salah ?"
Put Go cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak, tidak salah, aku merasa gembira sekali setelah
menyaksikan hasil yang berhasil kau capai itu"
Suma Thian yu tidak memahami apa yang dimaksudkan
gurunya, mendengar perkataan itu, dia lantas bertanya.
Cepatlah pulang pulang, dalam gua telah terjadi peristiwa"
tukas Put Go cu cepat.
"Apa?" Suma Thian-yu menjerit keras saking kagetnya.
Put Gho cu tidak menjawab pertanyaan itu, dia segera
menarik tangan Suma Thian-yu sambil serunya dengan
gelisah: "Cepat, hayo cepat berangkat, kalau terlambat kau tak
akan sempat melihat pamanmu lagi"
Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu
sudah melayang sejauh satu kaki le?bih, kemudian dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat meluncur ke arah gua
kuno tersebut. Hingga detik itu, Suma Thian yu masih tertegun dan tidak
habis mengerti, dia tak tahu apa gerangan yang sebenarnya
telah terjadi. Selama sepuluh tahun berdiam disitu, puncak Gi im hong
selalu berada dalam keadaan tenang, bayangan musuh yang
selalu dikuatirkan Kit hong kiam kek Wan Liang tak pernah
muncul disana, dia yakin hal ini mungkin disebabkan
perubahan pintu guanya, atau mungkin juga dia sudah
dilupakan oleh umat persilatan.
"Tapi, siapa tahu....."
Ketika Put Go cu dan Suma Thian-yu berdua tiba didepan
gua, pemandangan yang terbentang dihadapan mereka
membuat kedua orang itu merasakan tubuhnya bergetar
keras. Ternyata dalam mulut gua itu penuh dengan tanda darah
yang mem basahi hampir semua lapangan yang berada disitu,
rumput-rumput telah berubah menjadi merah, tiga sosok
mayat yang bermandikan darah terkapar kaku disitu.
Dengan cemas Put Go cu segera berseru:
"Kau cepat masuk ke dalam gua!"
Waktu itu Suma Thian-yu sudah kehilangan pegangan,
mendengar perkataan itu dengan cepat dia menyelinap masuk
kedalam gua. Namun baru saja masuk ke gua, mendadak kakinya terikat
oleh sesuatu benda sehingga hampir saja kakinya jatuh
terjungkal ke atas tanah, ketika ia mengamati benda itu,
ternyata dia adalah bangkai Siau-hek, si kuda kurus yang setia
kepada majikannya.
Sementara itu Put Go cu jaga telah masuk ke dalam gua,
menyaksikan pemandangan yang terbentang didepan mata
itu, ujarnya dengan sedih:
"Jangan gugup, jangan panik, anak Yu! Yang penting
sekarang adalah mencari pamanmu."
Selesai berkata, mereka berdua segera melakukan
pemeriksaan keseluruh gua, namun tak dijumpai bayangan
tubuh dari Kit hong kiam kek. Suma Thian yu semakin gugup
bercampur gelisah, gumamnya berulang kali.
"Aduh celaka, aduh celaka...."
"Tampaknya Put Go cu pun merasakan kalau gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia menarik tangan suma thian yu
dan mengajak nya keluar, seluruh bukit telah diperiksa namun
bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang belun juga
ditemukan. Perasaan hati mereka dewasa ini berat bagaikan dibanduli
barang seberat ribuan kati, terutama Suma Thian-yu, dia
merasakan jantung nya berdebar debar keras, seakan-akan
hendak melompat keluar dari rongga dadanya saja....
Pemuda itu sudah mendapat firasat jelek, sudah pasti
paman Wan nya mengalami nasib tragis, sejak kematian
Siauw hek dan ditemu?kannya tiga sosok mayat didepan gua,
tak bisa disangkal lagi suatu pertarungan sengit pasti telah
berlangsung disana, dan besar kemungkinannya paman Wan
telah mengalami musibah dalam pertarungan itu.
Berpikir sampai disini, Suma Thian yu sema kin gugup dan
panik, kalau bisa dia ingin ce?pat cepat menemukan paman
Wan. Bagaikan orang kalap saja dia segera melepaskan diri dan
cekalan tangan Put Gho cu, kemudian sambil lari ke depan,
teriaknya ber ulang kali:
"Paman, paman, kau berada di mana...."
"Paman! Paman....."
Dia berteriak dengan sekuat tenaga, sambil berteriak
sembari berlari, semua jalan di telusuri tanpa tujuan.
Tapi tiada jejak apapun yang berhasil ditemukan, tidak
terdengar pula suara jawaban.
"Habis sudah, habis sudah sekarang, paman lelah lenyap
tak berbekas... habis sudah sekarang!"
"Paman, Yu ji berada disini, paman...kau berada
dimana....?"
Put Go cu yang menyaksikan kejadian itu turut merasakan
hatinya menjadi kecut, dia kuatir kesedihan yang memuncak
akan berakhir dengan isi perut yang terluka, buru buru
serunya: "Yuji, Yu ji,.. hati-hati dengan kesehatan badanmu,
pamanmu tak bakal tertimpa kejadian apa apa."
Ucapan tersebut tentu saja terbatas pada menghibur saja,
sebab bahkan Put Go cu pribadipun tidak berani menjamin
kalau kit hong kiam kek tak tertimpa kejadian apa apa.
Mendadak terdengar Suma Thian-yu menjerit kaget,
dengan kecepatan tinggi dia melesat kedalam hutan sebelah
depan sana dan meluncur kebawah sebatang pohon.
Ketika Put Go cu turut menyusul ke situ tampaklah Suma
Thian yu sedang memeluk seorang kakek yang berpelepotan
darah, orang itu tak lain adalah Kit-bong-kiam kek Wan Liang.
Put Go cu tak berani berayal lagi, buru-buru dia berjongkok
sambil menguruti dada Wan Liang, kemudian mengambil
keluar buli-buli kecil dari sakunya dan mengeluarkan sebutir pil
berwarna kuning.
Dengan cekatan dia membuka mulut Kit hong kiam kek dan
menjejalkan obat itu keda lam mulutnya, kemudian diapun
membantunya untuk menguruti kembali dadanya.
Tak lama kemudian put Go cu menghentikan usahanya,
sambil menghela napas dia mengelengkan kepalanya berulang
kali. "Aaaai......lukanya kelewat parah, bajingan itupan amat
kejam, tak dengan cara se?keji ini dia melukai dirinya,
sekalipun ada obat mestika, paling-paling hanya akan
memperpanjang kehidupannya beberapa waktu saja"
Mendengar perkataan itu, Suma thian yu merasakan
hatinya dingin separuh, dengan sedih dia menundukkan
kepalanya, lalu sambil me-meluk tubuh paman Wan nya ia
menangis tersedu-sedu.
"Paman...ooh paman... dengarkah kau suara panggilanku"
Paman...aku adalah Yuji...Yuji yang paling kau sayang,
dengarkah kau... paman"
"Jangan berteriak lagi" cegah Put Go cu dengan cepat,
"sebentar dia akan mendusin, kalau bisa jangan membuat
hatinya sedih"
Benar juga, tak lama Put Go cu menyelesaikan katakatanya,
Kit hong kiam kek Wan liang segera menggerakkan
badannya dan membuka matanya lebar-lebar, tapi kemudian
menutup kembali.
Setelah lewat beberapa saat lagi dia baru membuka
matanya yang telah pudar dan memandang sekejap kearah Yu
ji, sambil menahan rasa sakit katanya:
"Aku sudah tak sanggup lagi, nak, paman sudah tua ...
aaai, dia kelewat kejam....dia....."
"Paman, jangan banyak berbicara lagi," buru-buru suma
Thian yu berseru, "kau pasti akan sembuh kembali,
beristirahatlah dengan tenang, kau pasti akan sembuh
kembali." Kit hong kiam kek Wan Liang mengerutkan dahinya
menahan rasa sakit yang luar biasa, pelan-pelan suma Thian
yu membaringkannya ke tanah, tapi dengan susah payah Kit
hong kiam kek berusaha menahan tubuhnya dan meronta
bangun, ujarnya sambil menggelengkan kenapanya berulang
kali :

Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nak, aku salah.... aku.... aku tidak baik....baik...
memelihara dirimu.... semua urusanmu telah ku....
kuketahui.... aduh, aduuh... apakah Locianpwe ini adalah
gurumu....?"
Suma Thian yu segera mengangguk, sahutnya dengan
jujur. "Benar paman, Yu ji, paman, tahukah kau bahwa Yu ji tak
seharusnya mengelabuhimu"
Pelan-pelan Kit hong-kiam-kek Wan Liang mengangguk,
sahutnya sambil tertawa getir.
"Nak, paman tak akan menyalahkan dirimu, tidak
seharusnya paman me......melarang kau untuk...untuk belajar
ilmu silat"
Ketika secara tiba-tiba dia menyaksikan Put Go cu berjalan
masuk dari tepi hutan, tanpa terasa bisiknya dengan lirih.
"Siapa dia?"
Tak heran kalau Kit hong-kiam-kek wan Liang tidak kenal
dengan Put Go cu, sebab ke?tika Kit hong kiam kek wan Liang
terjun kedalam dunia persilatan, Put Go cu telah
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan
Dengan suara rendah dan hormat Suma Thian yu
menjawab: "Dia orang tua adalah Put Go cu, nama yang
sesungguhnya tidak Yu-ji ketahui"
Begitu mengetahui kalau guru dari Suma Thian yu adalah
Put Go cu, salah seorang dari Tionggoan Jicu yang amat
termasyhur itu, Kit hong kiam kek Win Liang merasa tertegun,
kemudian dengan perasaan lega bisiknya lirih :
"Inilah rejekimu nak, paman terlalu gembira, sangat
gembira sekali........."
Berkata sampai disitu, mendadak tubuhnya mengejang
keras dan muntah darah segar.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu menjadi
terperanjat sekali, buru-buru teriak nya:
"Suhu cepat kemari, pamanku sudah parah
keadaannya....."
Baru habis dia berkata, Put Go cu yang sedang meronda
ditepi hutan itu telah melayang datang, sambil
membangunkan kepala Kit hong kiam kek dan menekan
nadinya, diam-diam me?nghela napas sambil menggelegnkan
kepalanya. "Aaai, tampaknya ia sudah tak bisa bertahan lagi"
Sembari berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya
untuk menguruti nadinya, tak lama Kemudian Kit hong kiam
kek Wan Liang membuka kembali matanya.
Setelah memandang sekejap kearah Suma thian yu dan Put
Go cu, katanya sambil tertawa getir.
"Locianpwee, boanpwe sudah tak sanggup lagi untuk
bertahan, tidak kusangka akhirnya aku harus tewas di tangan
perempuan rendah itu, mati bukan sesuatu yang menakutkan,
tapi jika dendam sakit hati ini belum terbalas......penasaran
rasanya hatiku Ia lantas berpaling kearah Suma thian yu, kemudian
lanjutnya. "Yu ji, paman mati penasaran, setelah... setelah sampai
dalam dunia persilatan, jangan... jangan kau sebut naa...
nama dari paman tak akan ada orang yang bi... bisa
mengam?puni dii.... dirimu"
Berbicara sampai disitu. dia seperti teringat akan sesuatu,
sekujur badannya gemetar keras, mukanya berubah menjadi
merah, sambil mi?ringkan badannya dan menuding ke arah
pedangnya yang tergelecak empat kaki dihadapannya, dia
berkata. "Sebenarnya pedang itu ingin kuhadiahkan kepadamu, tapi
jika kau membawa pedang tersebut malah justru akan
mendatangkan ketidak beruntungan saja.....'
Tatkala Suma Thian yu menyaksikan kesegaran Kit hong
kiam kek Wan Liang tiba-tiba pulih kembali, ucapan yang
diutarakan juga ti dak terputus-putus lagi, dia mengira lukanya
sudah membaik, hatinya, menjadi girang sekali.
Paman kau pasti akan menjadi baik, teri?aknya dengan
gembira "bukankah kau sudah merasa agak baikan sekarang?"
Kit hong kiam kek segera menggelengkan kepalanya
berulangkali, sahutnya sambil tertawa rawan.
"Anak bodoh, terlampau sedikit yang kau ketahui, ingat...
ingat de.. dengan ke.. kelicikan kebusukan dunia persilatan...
Ketika berbicara sampai disitu, tiba-tiba ha?tinya terasa
amat sakit, dengan memaksakan diri ia berusaha untuk
mengendalikan rasa sakit tadi lalu berkata lebih jauh.
Bila bertemu de...dengannya.... Siauhu yong .... kau... kau
mesti.... Belum habis dia berkata, mendadak sekujur badannya
mengejang keras, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat
dan seorang jago pe?dang yang amat termashyur dalam
dunia persilatan pun telah mengakhiri hidupnya.
Dia sebenarnya masih ingin meninggalkan pesan-pesannya,
banyak persoalan yang harus ditinggalkan, tapi mampukah dia
mengutara?kan semua isi hatinya itu"
Seorang pendekar besar telah mengakhi hidupnya disebuah
bukit yang terpencil, jauh dari keramaian dunia.
Apa yang berhasil diperolehnya" Susah payah hidup
didunia, mengandalkan kepandaian silatnya menumpas kaum
penjahat, tapi apakah yang berhasil diraihnya atas jerih
payahnya" Menyaksikan paman Wannya berpulang ke alam baka,
Suma thian yu merasa sedih sekali, dia segera memeluk
jenasahnya dan menangis tersedu-sedu.
Put Go cu adalah seorang jago yang sudah lama
mengasingkan diri dari keramaian dunia, terhadap segala
persoalan dia memandang ham bar, soal mati hiduppun bukan
masalah besar baginya, tapi sekarang toh menundukkan juga
kepalanya dengan wajah sedih.
"Bu liang siu hud" bisiknya lirih.
Perasaan hatinya yang tenang kini mulai bergejolak lagi,
entah ia sedih karena kematian pendekar besar itu" Ataukah
merasa terharu menyaksikan nasib Suma thian yu yang
mengenaskan"
Sampai lama, kemudian, Put Go cu baru berkata lagi:
"Anak Yu, tak usah menangis, ia tak akan mendengar suara
isak tangismu lagi, orang yang sudah matipun tak akan bisa
hidup kem bali, apa gunanya meui menangis" Kau harus
teguhkan hatimu dan melakukan suatu pekerjaan besar yang
menggemparkan dunia persilat an sehingga tak sampai
menyia-nyiakan harapannya."
Ketika mendengar ucapan tersebut, Suma thian yu
bukannya berhenti menangis, dia makin sedih.
Ia terkenang kembali kejadian dimasa lalu, yakni pada
sepuluh tahun berselang, waktu itu ada suatu ketika dia takut
kepada pamannya yang berwatak aneh ini, dia membencinya,
karena dia tidak mengerti.
Teringat Wan Liang pernah berkata begini kepadanya: "Kau
masih muda, bagaimanapun juga yang kau pahami masih
terlampau sedikit."
Yaa, benar, dia memang mengetahui sedikit tentang
pamannya itu, mengetahui secara sepintas saja.
Siapa tahu ketika Suma thian yu sudah mulai merasa
betapa kasih dan ramahnya paman Wan, ternyata paman Wan
telah pergi mening galkannya untuk selamanya, padahal Thian
yu masih membutuhkan banyak petunjuk tentang kehidupan
didunia ini tapi siapa yang akan memberi petunjuk
kepadanya"
Berpikir sampai disini, tanpa terasa air matanya kembali
jatuh berlinang.
Dia tahu, mulai sekarang dia akan menjadi anak tanpa
sanak tanpa keluarga dan tanpa rumah. Sewaktu Thio Popo
membawanya meninggalkan rumah dulu, dia masih belum
tahu apa menderitanya "tak punya rumah", kini nasib jelek
menimpa dirinya tanpa terasa, bagaimana mungkin kejadian
ini tidak membuat sedih dan mencucurkan air mata."
Bagian KETIGA "BANGUNLAH Thian-yu" tiba tiba Put Gho cu memecahkan
kesunyian, "cepat kubur jenasah pamanmu, karena suatu
persoalan aku tak dapat tinggal kelewat lama disini"
Dengan air mata bercucuran Suma thian yu bangkit berdiri
dari atas tanah, lalu memandang sedih ke arah Put Gho cu,
sepasang mata nya yang merah telah basah oleh air mata.
Put Gho cu tak tega menyaksikan kajadian itu, segera
hiburnya: "Kesempatan dimasa datang masih amat panjang, suatu
ketika kita murid dan guru pasti akan berjumpa lagi,
sepeninggal aku nanti, cepatlah kebumikan jenasah pamanmu,
tinggalkan tempat ini dan ingat baik baik pesan terakhir dari
pamanmu, dunia persilatan penuh de ngan mara bahaya, lebih
baik kau jangan kelewat menonjolkan diri, dalam menghadapi
semua persoalan pun harus berhati-hati"
Sembari berkata dia membelai rambut pemuda itu dengan
lembut, setelah memperhatikannya beberapa lama, ia baru
berkata: "Nah, aku pergi dulu!"
Selesai berkata, tampak sepasang bahunya bergerak, tahutahu
dengan kecepatan luar biasa dia lenyap dari pandangan
mata Yu ji. Bagaikan baru bangun dari impian, buru-buru Suma thian
yu berlutut dan menyembah tiga kali, katanya:
"Suhu diatas, tecu tak akan menyia-nyiakan harapanmu"
Ketika ucapan tersebut diucapkan, Put Gho cu mungkin
sudah berada setengah li jauhnya dari tempat tersebut.
Setelah Put Gho cu pergi, Suma Thian yu gera memungut
pedang Kit hong kiam milik paman Wan yang tergeletak di
tanah, lalu sambi1 memandang ujung pedang, itu gumannya:
"Paman, kau orang tua tak akan pernah mati, Thian yu
pasti akan mempergunakan pedang ini untuk membangun
kembali nama besar serta kegagahan kau orang tua seperti
dimasa lalu. "Paman, sekalipun dunia persilatan amat berbahaya dan
penuh dengan siasat, Thian yu juga akan menelusurinya demi
membalaskan dendam bagi sakit hatimu.
"Beristirahatlah dengan tenang paman, berbaringlah disini
dengan segala kedamaian, tak usah kuatir, tiada sesuatu yang
ber harga untuk kau orang tua pikirkan, tak lama kemudian di
dalam dunia persilatan akan muncul kembali seorang Kit hong
kiam kek (jago pedang angin puyuh), dialah Thian yu, juga
merupakan duplikat dari kau orang tua!"
Sambil berkata dia mendongakkan kepala?nya memandang
awan tebal di angkasa, awan yang melayang jauh di udara
dan tak mungkin bisa diraba seperti juga meraba impian.
Suasana disekeliling tempat itu serasa begitu, seakan-akan
keadaan pun turut berduka ci?ta atas meninggalnya pendekar
besar itu. Mungkin gempa bumi yang terjadi tadi merupakan pertanda
datangnya nasib buruk paman" Kalau memang begitu, ooh...
betapa agungnya paman"
"Yaa, paman memang seorang yang agung" gumam Suma
thian yu dengan suara lirih.
Kemudian ia mempergunakan pedangnya untuk menggali
liang dan membaringkan jerazah Kit hong kiam kek kedalam
liang tersebut, tak selang beberapa saat kemudian disitu telah
ber?tambah dengan sebuah kuburan baru, seorang pendekar
besarpun beristirahat untuk selamanya disana, yaa untuk
selama-lamanya...
Dengan termangu Suma thian yu memperhatikan kuburan
tersebut, tanpa bicara, sorot matanya kaku dan tak bersinar,
tanpa berkedip memandang keatas pusara, sementara titik air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Ia tak perlu berkat apa-apa lagi, tiada orang yang
mendengarkan suaranya lagi.
Dia berdoa, diam-diam dan secara bersungguh-sungguh...
Pikirannya amat kalut seakan dia jauh dari dunia ini, jauh dari
mmasyarakat tanpa sanak, tanpa keluarga, yang ada hanya
keheningan bukit yang mencekam seluruh jagad.
Lama...lama sekali...akhirnya dia bangkit berdiri, baru saja
akan membalikan badan, tiba-tiba....
Dua sosok bayangan manusia entah sendiri kapan telah
berdiri dibelakangnya, mereka datang tanpa suara berdiri
disitu tanpa bergerak membuat Suma thian yu benar-benar
merasa terperanjat sekali.
Padahal dengan kepandaian silat yang miliki sekarang,
secarik daun yang jatuh dari jarak sepuluh kakipun dapat
didengar olehnya dengan jelas, tapi mengapa dia tak
mendengar apa-apa akan kehadiran kedua orang itu"
Setelah menenangkan hatinya, Suma thian yu baru
memperhatikan kedua orang itu dengan seksama, mereka
berdua adalah kakek berusia kira-kira lima puluh tahun yang
berwajah serupa, kedua-duanya mengenakan jubah panjang
hitam. Waktu itu, kedua orang kakek tersebutpun sedang
mengawasi Suma Thian-yu tanpa berkedip, mereka hanya
berdiri mematung disana tanpa bergerak barang sedikitpun
juga. Satu-satunya perbedaan yang terdapat pada kedua orana
kakek itu adalah diatas pipi sebelah kiridari kakek yang ada
disebelah kanan terdapat sebuah tahi lalat sebesar kacang
kedelai. Bila dilihat dari raut wajah kedua orang ini, tampaknya
bukan termasuk orang jahat, agak lega juga Suma Thian yu
menjumpai hal ini.
Buru buru dia menjura seraya menegur:
"Entah ada urusan apa cianpwee berdua datang kemari?"
Kedua orang Kakek itu tidak menjawab, ha?nya senyuman
hambar menghiasi bibirnya', mereka tidak bersuara pun tidak
bergerak. Suma Thian yu lantas mengira kedua orang itu kalau bukan
bisu tentu tuli, maka dengan suara yang lebih keras serunya:
"Entah ada urusan apa cianpwe berdua...."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba terdengar kakek bertahi
lalat hitam disebelah kanani itu menukas dengan suara
lembut. "Kau tak usah bertanya lagi, aku sudah tahu kuburan
siapakah itu.... "
Sambil berkata ia lautas menuding ke arah gundukan tanah
baru di belakang Suma Thian yu.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suma Thian yu tidak kenal dengan kedua, orang kakek itu,
mendengar mereka berdua langsung menanyakan soal
kuburan pamannya begitu bertemu, dikiranya kedua orang ini
ada sangkut pautnya dengan orang jahat pembunuh
pamannya, kontan saja amarahnya berkobar.
"Ada kepentingan apa kau menanyakan tentang persoalan
ini?" bentaknya kemudian.
Dua orang kakek itu tidak menjadi gusar lantaran peristiwa
tersebut, malah justru tertawa bodoh.
Dengan suara yang tenang dan halus kakek bertahi lalat itu
segera bertanya lagi:
"Yang berada didalam sana tentunya orang mati bukan"
Siapakah orang mati itu?"
Geli dan mendongkol Suma thian yu dihadapkan
pertanyaan bloon semacam itu, dengan cepat dia berpikir:
"Aaah, jangan-jangan kedua orang ini cuma orang bodoh"
karena berpendapat demikian maka tanpa terasa anmarahnya
menjadi reda, dengan suara lembut ia menyahut:
"Orang mati siapakah yang berada disitu, tak usah kalian
urus, aku rasa andaikata kalian mempunyai urusan penting
lainnya, lebih baik cepatlah tinggalkan tempat ini"
Mendengar ucapan mana, kedu orang kakek itu segera
mendongakkan kepalanya dan terta?wa terbahak-bahak,
suaranya keras hingga memantul diseluruh hutan.
Sedemikian kerasnya suara tertawa tersebut akhirnya Suma
thian yu merasa tak tahan, dengan suara keras jeritnya:
"Hey, apa yang kau tawakan" Menjemukan"
Dua orang kakek itu menghentikan suara tertawanya
kemudian memandang bodoh ke arah Suma Thia yu, setelah
itu katanya: "Bocah muda, masih kecil sudah berangasan sekali, lain kali
pasti sukar mendapat bini!"
Selesai berkata, lagi lagi mereka tertawa terbahak-bahak.
Pada hakekatnya Suma Thian yu dibikin ke?bingungan
setengah mati oleh tingkah lakunya kedua orang itu. coba
kalau Kedua orang itu tidak bermaksud jahat kepadanya,
niscaya dia sudah memburu kedepan untuk menghajar
me?reka berdua.
"Hmm, rupanya kaliau berdua ada maksud un?tuk
memperolok orang" Apa yang lucu" Kalau ada orang mati
seharusnya turut berduka cita. masa kalian malah tertawa
tergeletak di depan kuburan seseorang yang baru saja mati..."
Teguran dari Suma Thian yu ini amat keras tapi tidak
pantas untuk dipakai menegur orang yang berusia lanjut,
semestinya, dua orang Kakek itu akan mencak-mencak
kegusaran setelah mendengar teguran itu, siapa tahu apa
yang kemudian terjadi justru merupakan kebalikannya.
Terdengar kakek bertahi lalat disebelah kanan itu segera
berkata: "Perkataan bocah ini benar juga, kita me?mang seharusnya
bersedih hati, hei hiante, mari kita bersedih hati!"
Begitu selesai berkata, ternyata ia benar-benar menangis
tersedu sedu, disusul kemudian oleh kakek yang ada disebelah
kirinya. Dalam waktu singkat, isak tangis mereda telah
menyelimuti seluruh angkasa.
Menyaksikan dua orang kakek sinting yang sebentar
tertawa sebentar menangis ini, suma thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil menghela nafas panjang:
"Cukup, cukup.. . tangisan kalian berdua su?dah cukup,
asal..." cegahnya dengan cepat.
Dua orang kakek itu segera berhenti menangis, seperti
merasa sayang sekali dengan butiran air matanya, begitu
berhenti menangis, air mata merekapun berhenti mengalir.
"Nah bocah cilik" kata kakek bertahi lalat itu kemudian,
"permintaanmu telah kulakukan dengan baik, sekarang
gantian kami bersaudara yang ingin memohon kepadamu"
Tingkah laku yang kocak dan tata bahasa kedua orang
kakek yang halus segera mendatangkan perasaan simpatik
dalam hati Suma Thian yu, maka diapun segera mengangguk.
"Baiklah, asal bisa kulakukan pasti akan ku lakukan,
katakanlah terus terang"
"Nah begitu baru anak pintar, kakek bertahi lalat itu
tertawa, "sekarang aku hendak bertanya dulu, kau tinggal
dimana?" "Buat apa kau menanyakan tentang soal ini!"
"Tak usah kaugubris, jawab saja pertanyaan ku itu!"
"Maaf, sebelum kuketahui asal usul kalian berdua yang
sebenarnya, jangan harap bisa mendapat jawaban dariku"
"Wah, itu tak benar namanya" desak kakek bertahi lalat
dengan cepat, "bukankah kau sendiri yang telah berjanji akan
melakukan permintaanku, jangan kuatir, kami berdua bukan
penjahat" Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Siapa yang akan mempercayai ucapanmu" Kalau di lihat
dari cara kalian yang datang secara sembunyi-sembunyi saja
sudah diketahui kalau kamu berdua agak tidak beres, masa
aku tidak boleh curiga?"
Mendengar perkataan itu, si kakek bertahi lalat tersebut
segera manggut-manggut memuji, sambungnya cepat:
"Baiklah, kubatalkan pertanyaanku ini dan sekarang jawab
saja kepada kami siapakah orang yang telah tiada ini?"
"Maaf, pertanyaan inipun tak dapat kujawab"
"Waah... aneh betul kau ini. kalau tidak ingin berterus
terang katakan saja secara blak-blakan. Hei, bocah cilik,
sebenarnya apakah maksudmu?"
"Tidak karena apa apa, hanya sepatah kata bisa kujawab,
aku tidak memahami maksud tujuan kalian berdua."
Kakek bertahi lalat itu segera garuk-garuk kepala yang tak
gatal, lalu sambil berpaling ke arah kakek yang lain, dia
berseru: "Hiante, lebih baik kita jangan mencampuri urusan lagi,
mari kita pulang saja dan tidur"
Kakek kedua ini macam orang bisu saja, se?jak muncul
sampai sekarang ia tak berbicara sepatah katapun, kakaknya
menangis, diapun menangis, kakaknya tertawa, diapun
tertawa, sekarang kakaknya hendak pergi ternyata dia pun
benar-benar membalikkan badan dan pergi semua tingkah
lakunya sungguh tidak habis di-mengerti.
Yaa, manusia aneh! Kedua orang itu betul-betul aneh,
meski dalam dunia terdapat banyak urusan aneh, namun
belum pernah di jumpai manusia seaneh kedua orang ini.
Sebelum pergi, kakek bertani lalat ini sempat berpaling dan
tertawa bodoh kepada Suma Thian yu seraya berkata:
"Hei bocah, sekalipun kau tidak bilang aku juga tahu, kami
berbuat begini tak lain Cuma ingin mengetahui apakah kau
bisa tutup mulut memegang rahasia atau tidak, padahal
suhumu itu sudah memberitahukan semuanya ini kepadaku,
setelah berjumpa hari ini, hah ... haah.... ternyata apa yang
dikatakan memang tidak bohong!"
Berbicara sampai disini, dia lantas bersama adiknya
berjalan seenaknya menuju ke hutan.
Waktu itu suma thian yu tak sempat berpikir untuk
memberitahu asal usul kedua kakek tersebut karena pertama
dia sedang sedih, ke?dua diapun sudah dibikin pusing oleh
ulah ke?dua kakek kembar itu.
Tapi setelah mendengar perkataan terakhir si kakek bertahi
lalat, hatinya kontan berge?tar keras, pikirnya cepat.
"Heran, darimana ia bisa kenal dengan su?huku?"
Baru saja ingatan tersebut meiintas dalam benaknya, satu
ingatan lain secepat kilat telah melintas dalam benaknya,
dengan suara lan?tang segera bentaknya.
"Cianpwee berdua, harap tunggu sebentar"
Waktu itu, kedua orang kakek kembar tersebut telah tiba
ditepi hutan, mendadak mereka berhenti, kemudian sambil
membalikkan ba-dan, satu dari kiri yang lain dari kanan
mereka bersama-sama berjalan balik, sementara senyuman
bloon masih menghiasi bibirnya.
Dengan seksama Suma Thian yu segera mengamati wajah
kedua orang kakek itu begitu merasa dugaannya tak meleset
dan tahu kalau mereka adalah tokoh persilatan yang pernah
disingung suhunya, diam-diam ia menyesali dirinya yang
bermata tak berbiji hingga hampir saja menyia nyiakan suatu
kesempatan ba?gus.
Buru-buru dia berlutut ketanah, lalu berseru.
"Locianpwee berdua, harap kalian suka memaafkan Thian
yu yang punya mata tak berbiji sehingga berbuat kurang ajar
kepada kalian, atas kesalahanku tadi, mohon cianpwee berdua
sudi memaafkan"
Hiiii hiiii hiiii... kau hilang apa bocah cilik?" kakek hertahi
lalat itu tertawa terkekeh-kekeh, apa itu cianpwe" Aku tidak
mengerti, siapa sih cianpwe mu itu?"
Suma Thian yu tahu kalau manusia aneh semacam mereka
adalah manusia manusia yang tak suka akan segala adat
istiadat dan tata cara yang menjemukan, meski demikian,
sebagai se?arang angkatan muda, ia tidak ingin bersikap
kurang hormat, maka ia bertanya dengan hormat:
"Benarkah Locianpwe berdua adalah... "
Kakek bertahi lalat itu segera menggoyangkan tangannya
berulang kali mencegah dia berbicara lebih jauh, ujarnya:
"Bukan, bukan, apakah hanya di karenakan persoalan ini
saja kau undang kami kemari?"
Belum habis dia berkata, si kakek disebelah kiri yang
bersikap macam orang bisu itu sudah menepuk bahu
rekannya, kemudian menuding ke luar hutan, anehnya dia
tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Si Kakek bertahi lalat itu segera berpaling dan tertawa,
sahutnya tak sabar:
"Sudah tahu adikku, kawanan anjing cilik itu belum pergi
bukan" baik, mari kita pergi!"
Kepada Suma Thian yu lanjutnya:
"Hei bocah, kita jumpa lagi malam nanti!"
Nadanya amat terburu-buru seperti sudah tidak sabar
untuk menunggu suatu persoalan sehingga begitu selesai
berkata, buru-buru dia sudah membalikkan badan dan berlalu
dari situ. Tapi kasihan sekali, langkahnya justeru se?demikian
lambannya hingga selangkah demi selangkah persis seperti
langkah seorang nenek berusia delapan puluh tahunan.
Tapi anehnya, gerakan tubuh yang nampak sangat lamban
itu justru cepat sekali bagaikan sambaran kilat, hanya didalam
sekejap mata saja ia sudah lenyap dari pandangan sianak
muda itu. Memandang arah lenyapnya bayangan tubuh kedua orang
itu, Suma Thiau yu menggelengkankepalanya berulang kali
sambil bergumam:
"Manusia aneh, benar-benar manusia aneh!"
Malam kembali menyelimuti seluruh angkasa dan
meninggalkan keheningan yang luar biasa, terutama sekali
ditengah pegunungan yang jauh dari keramaian manusia.
Bukit Kiu gi san kembali diliputi oleh keheringan yang mati,
seram dan menggidikkan hati.
Suma Thian yu masih ingat dengan ucapan yang diutarakan
kedua orang manusia aneh itu menjelang kepergiannya tadi,
maka dia telah menelusuri seluruh bukit, semak belukar, sejak
kentongan pertama sampai tengah malam, tapi ia gagal
menemukan jejak dari kedua orang manusia aneh tersebut.
Ia sangat gelisah, tapi tak bisa menyalahkan kepada
pemuda ini, bagaimana tidak"
Sewaktu akan pergi meninggalkannya tadi kedua orang
manusia aneh itu hanya mengatakan "kita jumpa lagi malam
nanti", tanpa menerang kan waktunya, maupun tempat
pertemuan, pada hal bukit Kiu gi san begitu besar, kemana dia
harus pergi mencarinya"
Manusia aneh memang selalu berwatak aneh, bila ia tak
ingin berjumpa denganmu, meski kau jelajahi seluruh bukit
juga tak akan menemukan nya, sebaliknya bila ia ingin
bertemu dengan dirimu, sekalipun kau kabur keujung langit,
dia tetap akan muncul juga dihadapanmu.
Justru karena alasan inilah, akibatnya Suma Ghian yu mesti
lari semalaman suntuk tanpa hasil, meski badan sudah basah
kuyup namun hasilnya tetap nihil.
Akhirnya dengan kecewa dia duduk dibawah sebatang
pohon siong sambil bergumam:
"Aaii, tampaknya aku tertipu, tahu begini aku tak akan
kemari untuk dihembus angin barat laut sambil menahan
kedinginannya."
Sambil mengomel dia mengambil sebutir batu kecil dari
atas tanah, lalu ditimpuk secara gemas kedalam hutan sana.
"Sialan, aku tak akan mencari lagi, anggap saja aku sedang
sial!" omelnya lagi.
Batu yang ditimpuk kedalam hutan bagaikan tenggelam ke
dasar samudera saja, hilang lenyap dengan begitu saja,
kemudian disusul suara seorang bergema dari balik hutan:
"Aduuuh .... sialan, manusia kurang ajar darimana yang tak
punya mata, apakah tidak tahu kalau dalam hutan ada
orangnya" Aduuh biyung ... sakit betul kepalaku!"
Suma Thian yu terperanjat sekali setelah mendengar
perkataan itu, buru-buru dia melejit ke udara dan melesat ke
dalam hutan. Dari situ ia saksikan ada dua orang kakek sedang keluar
bersama dari balik pepohonan.
Dan begitu mengetahui siapakah kedua kakek itu, Suma
Tnian yu bersorak kegirangan :
"Ohh cianpwee, rupanya kau?"
Dari balik hutan berjalan keluar sepasang kakek berbaju
hitam, dengan pandangan kebodoh-bodohan mereka sedang
mengawasi wajah Suma Thian yu tanpa berkedip, kemudian
terdengar kakek bertahi lalat itu mengomel:
"Hei bocah, rupanya kau sudah tak sabar untuk menanti
sejenak lagi" Anak muda sudah tak bisa bersabar, ketemu
orang memanggil cian pwe, cianpwe melulu, sungguh
menjemukan"
Tertebak jitu isi hatinya, merah padam selembar wajah
Suma Thian yu karena jengah, sungguh menyesal hatinya.
Lama kemudian ia baru berkata agak tergagap.
"Entah ada persoalan apakah cianpwee menyuruh Thian yu
datang kemari?"
"Siapa yang suruh kau kemari?" bentak kakek bertahi lalat


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, "anak muda tidak belajar baik, justru senang berbohong,
aku toh hanya mengatakan akan bertemu lagi entar malam,
siapa yang menyuruh kau kemari?"
Sekali lagi paras muka Suma Thian yu berubah jadi merah
padam sesudah mendengar teguran itu, ia tersipu-sipu hingga
tak bisa menjawab, sedangkan didalam hati pikirnya:
"Wu san sian gi siu (Sepasang kakek tolol dari bukit Wu
san) betul-betul terhitung manusia paling aneh didunia ini,
coba kalau suhu tidak berpesan agar menahan sabar terhadap
manusia semacam ini, aku benar-benar segan untuk
berurusan dengan mereka!"
Baru saja dia berpikir sampai disitu, mendadak kakek
bertahi lalat itu telah membentak gusar:
"Bocah, kau jangan memikirkan akal busuk dalam hatimu,
kesabaran dapat menghindari segala malapetaka, kau tahu hal
ini bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan!
Bila kau tak memiliki kesabaran tersebut, lebih baik cepatlah
tinggalkan tempat ini!"
Suma Thian yu merasa amat terperanjat, segera pikirnya:
"Sungguh lihay, jangan jangan diatas mukaku tertera
tulisan besar" Kalau tidak, mengapa ia dapat menebak suara
hatiku secara jitu?"
Berpikir sampai disitu, buru-buru dia berkata:
"Boanpwe tidak berani."
Menyaksikan tampang pemuda yang macam monyet
kepanasan itu, kakek bertahi lalat tersebut segera tertawa
lebar. "Haah...haaah.... kalau bicara tidak sejujurnya, si bocah
tidak bisa diajar, hiante mari kita pergi saja!"
Selesai berkata kedua orang itu segera membalikkan badan
siap pergi meninggalkan tempat itu.
Suma Thian yu menjadi amat gelisah setelah menyaksikan
peristiwa tersebut, buru-buru dia maju beberapa tindak
kedepan menghadang dihadapan kedua kakek tersebut,
kemudian sambil menjatuhkan diri berlutut katanya:
"Locianpwe, jangan pergi dulu, boanpwe masih ada urusan
hendak dilaporkan"
Kakek bertahi lalat itu segera membalikan badannya sambil
melototkan matanya besar-besar, serunya dengan gusar.
"Huuh..... dasar bertulang lunak, maunya belajar
merangkak macam anjing budukan. Hmm.. Seorang lelaki
sejati tak akan sembarangan berlutut!"
Mendengar ucapan tersebut, tidak menunggu lebih lama
lagi Suma Thian yu segera melompat bangun, kemudian
dengan wajah serius.
Diam-diam kakek bertahi lalat itu mangut-manggutlalu
berpaling dan memandang adiknya yang berada disamping,
tampak kakek itu pun turut manggut-manggut .
Seolah-olah telah mendapat ijin, kakek itu berpaling
kembali kearah Suma thian yu sambil katanya:
"Hei bocah, apa tujuanmu memohon sesuatu kepada lohu?"
Agak tertegun Suma Thian yu mendapat pertanyaan
tersebut untuk sesaat lamarya dia tak sanggup menjawab.
"Yaa, benar! Karena apakah aku memohon kepadanya?"
"Tiada suatu permintaan bukan?" kakek bertahi lalat itu
tersenyum, "bagus sekali! Tapi lohu menyuruh kau
menghadap justru karena aku hendak memohon sesuatu
kepadamu" "Selama boanpwe sanggup untuk melaksanakannya, pasti
akan kulaksanakan dengan sebaik-baiknya"
Dia mengira kakek itu hendak menanyakan kembali
persoalan yang menyangkut diri paman Wan, dulu ia belum
memahami asal usul kakek ini, maka rahasia tidak dibocorkan,
tapi sekarang, setelah tahu kalau kakek ini adalah seorang
pendekar sejati yang berilmu tinggi, ia lantas berpendapat
bahwa tiada pentingnya untuk merahasiakan hal tersebut.
Maka dia telah bersiap-siap, jika seandainya kakek itu
bertanya kembali tentang paman Wan maka diapun akan
menjawab dengan sejujur nya.
Kakek bertahi lalat itu segera berseri wajahnya.
Sungguh?" dia berseru, "ahaa .. . kalau begitu tak salah lagi
pilihanku, aku tahu dengan bakat serta kecerdasanmu, sudah
pasti tak akan muncul persoalan apa-apa"
Dari dalam sakunya dia lantas mengeluarkan secarik kertas
yang telah berwarna kuning lantas diserahkan kepada Suma
thian yu sambil katanya berseru menjawab.
"Dalam tiga hari, kau mesti memahami isi tulisan yang
tertera diatas kertas ini, kalau tidak jangan harap bisa
meninggalkan bukit kiu gi san barang setengah langkahpun."
Suma Thian yu menerima kertas kuning itu dan
memperhatikannya sekejap, mendadak ia berseru dengan
wajah tercengang.
"Kertas ini...."
"Kertas ini berisikan ranasia ilmu silat yang maha sakti,
bukankah kau gila silat"Kertas ini kutemukan beberapa hari
berselang diatas bukit ini, sayang lohu tak becus dan tak
sanggup memahami rahasia dari kepandaian silat tersebut,
maka sekarang kuberitahukan kepada mu agar dalam tiga hari
harus bisa menyelesaikan apa yang lohu perintahkan,
beranikah kau untuk mencobanya?"
Setelah termenung sejenak, akhirnya dia berkata.
"Boanpwe bersedia untuk mencoba, tapi aku tidak
mempunyai keyakinan untuk pasti berhasil"
"Tidak bisa!" teriak kakek bertahi lalat ini dengan gusar,
"tanpa suatu keyakinan, pekerjaan apapun tidak akan berhasil
dilaksanakan, bisa juga mesti dkerjakan, tidak bisa juga mesti
dilakukan, pokoknya kau tak boleh putus asa, tak boleh
berhenti ditengah jalan, mengerti?"
Ucapan tersebut dengan cepat menimbulkan perasaan anti
pati dalam hati Suma thian yu, dia merasa kakek ini terlalu
berlagak, memaksa orang lain untuk menuruti kemauannya
sehingga menimbulkan perasaan jemu bagi yang
mendengarkan. Setelah termenung sejenak, akhirnya ia berkata:
"Pentingkah kertas ini bagimu" Seandainya boanpwe tidak
bersedia atau tidak bisa, apa pula yang bisa kau lakukan?"
"Tidak mau harus mau, tidak bisa harus bisa, tiga hari
kemudian kita berdua akan kembali" sahut si kakek bertahi
lalat sambil menarik wajahnya.
Dia segera melemparkan kertas itu kehadapan Suma Thian
yu, kemudian sambil membalikkan badannya bagaikan
hembusan angin melun- cur masuk ke dalam hitan, sekejap
kemudian bayangan tubuh kedua orang itu sudah lenyap dari
pandangan. Suma Thian yu ingin menghalangi kepergian mereka, tapi
terlambat, akhirnya sambil gelengkan kepalanya dia menghela
napas panjang. "Aaaai.... dasar orang aneh tetap orang aneh....masa
memaksa orang untuk melakukan pekerjaan yang tak ingin
dilakukan olehnya?"
Diambilnya kertas itu dan diperiksnya dengan seksama,
kemudian dibalik dan diteliti bagian yang lain, namun itu
segera berdiri tertegun. Kitab pusaka apakah itu" Ternyata
kertas itu kosong melompong sama sekali tak ada isinya baik
cuma satu huruf maupun sebuah garispun.
Dengan gemas dia lantas menyumpah:
"Sialan, lagi-lagi aku tertipu, aaai.... Wu san siang gi
memang manusia manusia yang gemar menggoda orang,
baik! Tiga hari kemudian, bila aku tidak merobek-robek kertas
itu di hadapan mereka, aku tak akan bernama Suma Thian
yu!" Sambil berkata diapun masukkan kertas itu ke dalam
sakunya, suatu perasaan sedih karena dipermainkan orang
segera menyelimuti perasaannya, dia ingin menangis, ingin
menggunakan kesempatan itu untuk melampiaskan keluar
semua kekesalan yang mencekam perasaannya.
Ia mendongakkan kepalanya memandang bintang yang
bertaburan di angkasa, lalu memandang sungai dan daratan
rendah dibawah bukit, pemuda itu merasa ia tak boleh tinggal
dalam bukit terus menerus, sebagai seorang lelaki, ia harus
berkelana ke mana-mana, harus mencari pengaman dan
memperjuangkan suatu karya yang besar bagi sejarah
hidupnya. Apalagi dendam orang tuanya yang belum dibalas, sakit
hati paman Wan juga belum di tuntut....
"Aku harus pergi!"
Lama kemudian ia baru mengucapkan kata-kata tersebut.
Tapi dengan cepat ia teringat kembali kalau janji
pertemuannya tiga hari mendatang belum dipenuni, entah
baeaimana pun, janji tetap janji, ia tak ingin mengingkar janji,
dia ingin menuntut suatu keadilan dari orang yang telah
mempermainkan dirinya, Wu san sian gi.
Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san merupakan
sepasang pendekar yang bernama besar dalam dunia
persilatan, mereka berdua adalah saudara sekandung.
Kakek bertahi lalat adalah kakaknya Ma Khong Sian dengan
julukan Tay gi siu (kakek bodoh pertama), sedangkan adiknya
ji gi siu (kakek bodoh kedua) Khoug Bong, jangan dilihat dia
seperti orang bisu, sesungguhnya kakek ini merupakan
seorang jago pendebat yang pandai sekali bersilat lidah.
Usia Wa san siang gi telah mencapai enam puluh tahun,
sepanjang hidupnya mereka selalu berjiwa pendekar,
menolong kaum yang lemah dan membabat kaum alim, nama
besarnya sudah termasyur diseluruh dunia persilatan.
Sejak terjun ke arena persilatan, kedua orang ini selalu
muncul bersama, bahkan lagaknya macam orang bloon,
padahal Toa gi siu Khong Sian yang berlagak bodoh adalah
seorang yang amat cerdas, sedang Ji gi siu Khong Bong yang
berlagak macam orang bisu adalah seorang pendebat yang
pandai bersilat lidah.
Sekalipun demikian, mereka gemar berlagak seperti orang
bloon, bahkan sewaktu berada di hadapan Suma Thian yu,
gerak gerik mereka macam orang yang terkena oleh sebuah
penyakit ingatan.
Berapa hari berselang, ketika kedua orang kakek itu sedang
berpesiar di lembah Ong im kok di bukit Kiu gi san, tanpa
sengaja mereka telah menemukan kertas kulit itu, sebagai
manusia yang berpengalaman luas, dalam sekilas pandangan
saja mereka sudah tahu kalau ker?tas kulit ini bukan benda
sembarangan. Mereka tahu kalau kertas kulit itu bukan berisikan ilmu silat
maha sakti peninggalan dari seorang tokoh silat dimasa
lampau, tentulah secarik peta rahasia yang berisikan harta
karun, maka kertas itupun segera disimpan kedalam saku.
Dengan watak Wu san siang gi yang tawar terhadap nama
serta keuntungan meterial, pe?nemuan tersebut tidak
dianggap kelewat serius, mau ilmu silat juga boleh, barang
mestika juga boleh, mereka berdua sama-sama merasa tidak
tertarik. Mereka berpendapat tujuan belajar silat adalah untuk
menyehatkan badan dan menjauhkan diri dari segala macam
penyakit, bukan bertujuan untuk mencari nama atau
kedudukan, harta kekayaan pun dipakai untuk menolong kaum
miskin, bukan uniuk mencari keuntungan bagi kepentingan
sendiri. Oleh karena itu, mereka berdua berhasrat untuk mencari
seseorang yang dapat dipercaya dan menghadiahkan kertas
kulit yang ditemukan itu kepadanya, dari pada membiarkanya
hingga terjatuh ketangan kaum sesat dan menimbulkan
kerugian bagi umat persilatan.
Karena itulah mereka lantas mencari Suma thian yu yang
jujur dan dapat dipercaya dan menyerahkan kertas itu
kepadanya untuk dise lidiki. Dengan tanpa tujuan Suma thian
yu berjalan kesana kemari diatas bukit Kui gi san, pelbagai
ingatan berkecamuk dalam benaknya sampai pikirannya belum
dapat juga menjadi tenang kembali.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang bocah yang berusia
enam belas tahun, lagi pula tak pernah terjun kedunia
persilatan, padahal begitu luas, kemanakah dia harus pergi
sekarang" Mendadak terdengar suara benturan nyaring, "Plaak" entah
dari mana datangnya segulung kertas, ternyata dengan tepat
menghantam diatas kakinya.
Suma thian yu merasa amat terkejut cepat-cepat
dipungutnya kertas itu dan diperiksa isinya.
Terbaca diatas kertas itu terasa beberapa huruf yang
berbunyi demikian:
"Hati yang tenteram dapat menjernihkan pikiran, Pikiran
yang jernih dapat menemukan kesimpulan, batas waktu tiga
hari akan berlalu dengan singkat, harap pergunakan setiap
detik sebaik-baiknya."
Dibawah surat itu tidak dicantumkan tangan, tapi dalam
sekilas pandang saja, Suma thian yu mengetahui kalau surat
itu ditulis oleh Wu san siang gi, itu berarti kemurungan serta
kegelisahan yang mencekam perasaanya semalam diketahui
semua oleh kedua orang kakek tersebut.
Atau dengan perkataan lain, kedua orang kakek itu tentu
berada disekeliling sana sambil mengawasi gerak-geriknya
setiap saat. Berpikir sampai disitu, peluh dingin segera membasahi
badannya, karena ngeri buru-buru teriaknya:
"Locianpwe, harap segera menampilkan diri , boanpwe
hendak berbicara dengan mu"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar suara yang
amat lirih berkumandang disisi telinganya.
"Tiada pekerjaan yang sukar didunia, yang penting adalah
kemauan. Maksud hatimu dapat lohu mengerti, kau harus tahu
tinggi persoalan yang sukar didunia ini, yang penting asal kau
ada kemauan dan dan bersedia untuk berjuang, dengan
begitu masalah besar baru dapat tercapai. Jangan kau lihat
kertas itu tidak berhuruf, sesungguhnya adalah Bu Khek."
Pembicaran tersebut dilakukan orang kakek tersebut dari
berapa li jauhnya dari tempat itu, demonstrasi ilmu
menyampaikan suara yang amat sempurna ini segera
membuat Suma Thian yu merasa kagum sekali.
Mendengar kata "Bu khek" yang diutarakan Wu san siang
gi, Suma Thian yu yang cerdas tiba-tiba saja teringat dengan
perkataan dari gurunya Put Gho cu:
"Bu khek menimbulkan unsur panas dan dingin. Unsur
panas dan dingin atau Tay khek akan menimbulkan Ji gi, akan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan Sam cay lalu menjadi Bu siu, lalu dari Bu siu
menjadi ngo heng, lak hap, jit seng dan akhir nya menjadi pat
kwa...." Maka bila mendengar kata Bu khek yang di ucapkan kakek
itu, jangan-jangan diatas kertas tanpa kata ini sesungguhnya
tersimpan suatu rahasia yang amat besar"
Memikir sampai disini, satu ingatan segera terlintas dalam
benaknya, rasa percaya pada diri sendiripun muncul kembali,
buru buru dia mengeluarkan kertas itu dan diperiksanya
dengan seksama.
selang berapa saat, ia menggelengkan kepala berulang kali
sambil menghela napas panjang, gumamnya:
"Wahai Thian yu. .. benarkah kamu begitu bodoh, tak
becus, tak punya kemampuan?"
Dengan gemas di cengkeramnya kertas itu lalu beranjak
pergi meninggalkan tempat itu.
Baru berjalan sepuluh langkah, mendadak dari arah bawah
bukit sana berkumandanglah suara pekikkan nyaring yang
amat memekikkan telinga, ia tertegun dan segera berpaling
kearah sana, tampaklah dua sosok bayangan hi?tam dengan
kecepatan bagai hembusan angin bergerak mendekat.
Sekejap mata berkumandang kembali suara keras bergema
tinggi ke angkasa, mendengar pekikan itu Suma Thian yu
tertegun, cepat ia mendongakkan kepalanya, tahu-tahu dua
sosok bayangan manusia telah muncul dihadapannya.
Menyaksikan kejadian itu, diam-diam Suma Thian yu
menggerutu dalam hatinya;
"Sungguh cepat gerakan tubuh orang ini!"
Ingatan tersebut baru lewat, sipendatang tadi telah
melayang turun dihadapan mukanya.
Orang yang disebelah kiri adalah seorang kakek berusia
lima puluh tahunan, bermata garang bermulut lebar,
bertelinga tikus dan memelihara jenggot hitam yang panjang,
dia memakai jubah pendeta dengan sebilah pedang
tergantung dipunggungnya, tapi rambutnya yang panjang
dibiarkan terurai panjang, sehingga tampangnya amat tak
sedap dilihat. Orang kedua adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahunan, berwajah persegi dengan mata seperti mata elang,
hidung membengkak besar, mulut model paruh, berpakaian
ringkas dan membawa senjata sepasang martil besar,
tampangnya sangat garang.
Begitu sampai disitu, kedua orang iut dengan keempat
buah mata bajingannya mengawasi Suma thian yu sekejap
lalu mendengus dan segera melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan.
Suma Thian yu menjadi melongo menyaksikan tingkah laku
kedua orang yang tak dikenalnya itu, ia tak habis mengerti
mengapa kedua orang itu muncul secara tergesa-gesa,
berhenti sebentar dihadapan nya, lalu setelah mendengus
berlalu pula dengan tergesa-gesa"
Yang lebih aneh lagi, selama dua hari belakangan ini
hampir semua orang yang dijumpainya adalah manusiamanusia
persilatan yang serba aneh dan mencengangkan.
Setelah termanggu-manggu berapa saat lamanya, pemuda
itu melanjutkan kembali perjalanannya menuruni bukit itu,
sembari berjalan benaknya berputar terus memikirkan kertas
tanpa kata yang konon berisi ilmu silat lihay itu.
Tak terasa sampailah anak muda itu ditepi sebuah selokan
dengan air yang jernih dan deras.
Pikiran yang kusut selama beberapa hari belakangan ini
serta badannya yang penat, membuat pemuda itu murung,
amat kusut dan sedih, tanpa terasa ia duduk ditepi sungai dan
mengawasi air yang mengalir dengan termangu.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya keheningan itu
dipecahkan oleh berkumandangnya suara pekikan keras
dikejauhan sana.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu berpaling, dari
kejauhan sana ia saksikan dua sosok bayangan manusia
sedang meluncur da?tang dengan kecepatan tinggi.
Tak usah diamati lebih jauh pun ia dapat mengenalinya
sebagai dua orang manusia kejam yang pernah dijumpainya
tadi. Begitu sampai disitu, kedua orang manusia buas itu
melangkah kedepan menghampiri Suma Thian yu, mereka
baru berhenti setibanya satu kaki di depan pemuda tersebut,
sementara keempat biji matanya mengawasi terus pedang
dipunggung pemuda itu tanpa berkedip.
Jilid 4 TIBA-TIBA lelaki setengah umur itu mem?bentak keras:
"Hei, bocah cilik! Apa hubunganmu dengan she Wan
tersebut?"
Suma thian yu mambalikan badannya dan melirik sekejap
kearah orang itu dengan pandangan dingin, lalu sahutnya:
"Tak usah kau urus!"
Jawaban ini bukan menggusarkan lelaki setengah umur itu,
dia malah tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, sambil
menuding kearah Suma thian yu katanya kepada tosu tua itu:
"Coba kau lihat! Bocah keparat ini benar-benar tak tahu
tingginya langit dan tebalnya bumi, ternyata dia berani
bersikap kurang ajar kepada kaum tua, heehh... heehh,..
heehh..." Suma thian yu merasa gusar sekali menyaksikan sikap hina
lawannya, dengan cepat ia melompat bangun kemudian
bentaknya: "Hei, apa yang kau tertawakan" jangan cengar-cengir
dihadapanku. Lelaki setengah umur itu segera menarik kembali
senyumannya dan berhenti tertawa.
"Hmm, bocah cilik, apa Hubunganmu dengan orang she
Wan" Cepat katakan..hardiknya kembali.
"Sauya justru tak mau menjawab, mau apa kau?" dengan
nada yang lebih ketus Suma thian yu menyahut.
Ucapan tersebut segera menggusarkan lelaki setengah
umur itu, sorot matanya memancarkan kebuasan, hawa napsu
membunuhpun menyelimuti seluruh wajahnya, dengan
menyeramkan dia membentak:
"Hei bocah, orang she Wan itu pun tak berani bersikap
kurang ajar dihadapanku, kau sibocah kunyuk yang masih
berbau air tetek berani kurang ajar kepadaku" Hmm, benarbenartak
tahu diri"
Bukannya takut, Suma Thian yu malah selangkah demi
selangkah maju kedepan menghampiri kedua orang itu.
Kagum sekali sitosu tua itu menyaksikan keberanian orang,
segera katanya pula:
"Hei bocah muda, lohu tak tega membunuhmu, asal
pedang yang kau gembol diserahkan kepadaku, kau segera
akau kulepaskan."
Mendengar itu, Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaahh..... rupanya pedang inilah yang kau
incar, apa susahnya?"
Sembari berkata dia lantas meloloskan pedang Kit hong
kiam peninggalan paman Wan nya dan disodorkan kedepan,
katanya lagi sam bil tertawa dingin:
"Pedang ini sudah berada ditangan sauya sekarang, nih
ambillah sendiri........"
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring.
"Bocah muda lihat serangan."
Tosu tua itu mengayunkan pedangnya dari bawah keatas
dengan jurus Sit gou huang gwat (badak sakti menengok
rembulan) dan menu suk tenggorokan Suma Thian yu.
Si anak nuda itu berilmu tinggi dan bernyali besar, ketika
menyaksikan pedang lawan menusuk ke arah dadanya, dia
miringkan kepalanya sambil membuang bahunya kesamping,
lalu tertawa nyaring.
Denean cepat gerakan tubuhnya dirubah, pedang Kit hong
kiam kek menusuk balik ketenggorokan tosu tua tersebut
dengan jurus Ciong liong ji hay (naga sakti masuk samudera).
"Kalau diberi tanpa membalas, tidak sopan namanya!" dia
berseru. Tindakannya yang tenang dalam menghadapi bahaya dan
serangannya yang cepat daLam perubahan, mau tak mau
membuat lelaki setengah umur yang menyaksikan jalannya
pertarungan itu diam-diam bersorak memuji.
He. tarungan segera berlangsung d* nya. roareka berdua
saling m"n*
Pertarungan segera berlangsung dengan serunya, mereka
berdua saling menyerang dan saling mendesak, semua
ancaman dilakukan dengan
cepat lawan cepat, dengan cepat menak?lukkan cepat.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat,
ternyata kekuatan mereka berdua seimbang.
Bagi Suma Thian yu, meski pertarungan kali ini adalah
penarungannya yang pertama, tapi oleh karena latihannya
teratur dan tekun, maka sewaktu di praktekkan ia sama sekali
tidak gugup atau tegang, malahan semua ancaman di lakukan
secara tepat dan sempurna.
Tosu tua itu makin bertarung semakin kaget pikirnya
kemudian: "Sewaktu orang she Wan itu masih hidup, namun
kemampuannya sudah mencapai taraf yang begitu hebat,
kalau dibiarkan hidup nis?caya dia akan merupakan ancaman
besar dikemudian hari, aku tak boleh membiarkan ia hidup
terus!" Berpikir begitu, gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah,
serangan yang dilancarkanpun makin lama semakin dahsyat.
Lambat laun Suma Thian yu kena dikurung kembali oleh
gerakan ilmu pedang lawan yang amat dahsyat itu.
Mendadak Suma Thian yu berpekik, pedang Kit hong
kiamnya di rubah menjadi gerakan Kian hou in liang (harimau
muncul naga ber- sembunyi), telapak tangan kirinya di
ayunkan kemuka cepat, pedangnya di iringi kilauan cahaya
tajam langsung meluncur ke tubuh tosu tua itu.
Di tengah jeritan mana, tampak bayangan orang saling
memisah dan mundur kebelakang.
Suma Thim yu telah bendiri kembali ditempatnya semula
dengan wajah tidak berubah, sikapnya sangat tenang seakanakan
tak per?nah terjadi sesuatu apapun.
Sebaliknya keadaan dari tosu tua itu mengerikan, jubah
sebelah kirinya telah robek sebagian oleh sambaran pedang
Kit hong kiam, dibawah ketiak kirinya telah bertambah dengan
sebuah jalur luka yang memanjang, darah segar bercucuran
amat deras. Waktu itu dia sedang mundur dengan sempo?yongan.
Walaupun berhasil dengan serangannya, Suma thian yu tidak
melakukan pengejaran lebih jauh, dari sini dapat diketahui
betapa mulia dan bajiknya pemuda ini, dia tidak ingin mencari
keuntungan disaat orang sedang tak siap atau berada diposisi
lemah. Lelaki setengah umur yang menonton jalannya pertarungan
itu dari samping arena maju memayang tosu tua itu buru-buru
tegurnya: "Tidak pernah menduga bukan It tim totiang?"
"Tidak mengapa, tak kusangka bocah keparat itu sangat
lihay, Sim kong! Bereskan dia, ja?ngan biarkan dia hidup"
Ternyata lelaki setengah umur itu bersama Hek hong hou
(harimau angin hitam) It im kong sedangkan tosu tua itu
adalah It tim tootiang dari partai Hoa san.
Perlu diketahui, suhu dan si Harimau angin malam Sim
Kong adalah seorang gembong iblis kelas satu dari golongan
Liok- lim dewasa ini, dia merupakan seorang manusia yang
paling disegani baik oleh golongan putih maupun golongan
hitam. Asal orang mendengar nama Hoat Kang-si (si mayat hidup)
Ciu Jit hwe, bulu kuduknya pasti pada bangun berdiri Karena
ngeri Si Mayat hidup Ciu Jit hwe mempunyai tiga orang murid,
murid yang pertama adalah Hek hong hou (Harimau angin
hitam) Sim kong murid kedua bernama Cing bin kui (setan
muka hijau) kang Tham, sedang murid yang ketiga adalah
seorang perempuan, mereka menyebutnya Yan tho hoo
(Gadis cantik bunga tho) Hoo hong, selain b banyak sudah
kejahatan yang telan dilakukan, merekapun memiliki segenap
kepandaian silat dari Si Mayat hidup Ciu Jit hwe.
000O000 IT TIM TOJIN termasuk jago pedang nomor satu pula
didalam partai Hoa san pay, ia sudah mempunyai pengalaman
selama puluhan tahun dalam permainan ilmu pedang, orang
ini pun merupakan seorang tosu Siluman yang sukar dihadapi.
Tak heran kalau Suma Thian yu menjadi tertegun sesudah
mendengar pembicaraan mereka, mimpipun dia tak
menyangka kalau lelaki se tengah umur itu tak lain adalah Hek
hong hou yang termasyur itu.
Setiap kali paman Wan membicarakan soal dunia persilatan
dengannya, dia selalu menyinggung pula tentang kebuaasan
serta keganasan Sim Kong, bahkan selalu berpesan kepadanya
agar berhati hati bila bila suatu hari bertemu dengannya.
Seperminuman teh kemudian, Hek hong hou Sim kong
telah selesai membalut luka yang diderita It tim tojin, dengan
sorot mata yang memancarkan sinar kebuasan, selangkah
demi selangkah dia maju mendekati Suma thian yu dan
berhenti satu kaki dihadapannya.
Tiba-tiba dia tertawa seram, katanya:
"Bocah keparat, toaya akan menggunakan tangan telanjang
untuk mencoba kelihayan Kit hong kiam hoat yang tersohor
itu, nah lancarkan seranganmu!"
Suma thian yu tidak sungkan-sungkan lagi, dengan alis
berkernyit, dia tusuk jalan darah Kiu wi hiat diatas dada Hek
hong hou Sim kong dengan jurus Im liong tham jiu (naga
mega merentangkan cakar).
"Serangan yang bagus!" seru Hek hong hou Sim kong
sambil tertawa dingin.
Sepasang tangannya segera direntangkan dengan juris
Hiong ciau kian sui (ular ganas mengunting air), ia tangkis
datannya serangan pedang itu dengan tangan telanjang.
Suma thian yu tak menyangka kalau musuhnya bakal
menghadapi serangan tersebut dengan tangan kosong belaka,
ia jadi terperanjat.
"Taak!" ketika pedang dan lengan saling beradu ternyata


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengan si harimau angin hitan Sim Kong sama sekali tidak
menderita cedera apa-apa, sebaliknya lengan kanan Suma
Tihan yu yang menggenggam pedang tergetar keras sampai
kesemutan, telapak tangan menjadi panas, hampir saja
pedangnya terlepas dari genggaman.
Kejadian ini semakin mengejutkan hati Suma Thian yu,
cepat-cepat dia menarik kembali pedangnya sambil melompat
mundur. Ketika matanya dialihkan kewajah lawan, di lihatnya si
harimau angin hitam Sim Kong sedang memandangnya sambil
tertawa dingin, wa jahnya diliputi oleh sikap sinis dan
menghina. Suma Thian yu menjadi sedih sekali, hatinya terasa sakit
bagaikan diiris-iris dengan pisau, sedihnya bukan kepalang ia
tak menyangka sudah sepuluh tahun belajar ilmu dan akhirnya
nyaris terluka ditangan orang pada gebrakan yang pertama,
rasa malu dan menyesal bercampur aduk menjadi satu.
Si Harimau angin hitam Sim kong segera tertawa seram,
ejeknya: "Bocah keparat, hari ini toaya akan menyuruh kau
menyerah dengan hasil takluk, ayolah!"
Bagi seorang laki-laki, kepala boleh dipenggal namun harga
diri tak boleh digadaikan, dengan menggertak gigi, Suma thian
yu segera membentak keras:
"Bajingan busuk, aku akan beradu jiwa denganmu,
serahkan nyawa anjingmu!"
"Sreet! sreet! sreet! Secara beruntun ia lepaskan tiga buah
serangan berantai yang amat dahsyat.
Namun si harimau angin hitam sim kong masih tetap
berlagak pilon, seakan-akan serangan ini dianggap enteng
saja, tampak tubuhnya berkelit kekiri menggegos kekanan,
dengan amat mudah sekali dia telah meloloskan diri dari
serangan itu. "Bocah keparat" ejeknya dengan tertawa dingin, "lebih baik
berlatihlah sepuluh tahun lagi, saat itu boleh datang lagi untuk
bertarung melawanku. Nah, hati-hati, toaya akan menyuruh
kau minum air"
Mendadak bayangan tubuh Hek hong hou lenyap tak
berbekas, sementara Suma thian yu masih tertegun, tiba-tiba
dadanya terasa menjadi kencang, ketika ia merasakan ada
suatu ancaman bahaya, sayang keadaan sudah terlambat,
segulung angin pukulan yang dahsyat telah mendorong
tubuhnya hingga terjengkal kebelakang.
Baru saja ia menjejakkan kakinya untuk melompat
kedepan, tahu-tahu kakiknya terasa dingin dan...."Byuuur"
seluruh badannya tercebut ke danau.
Padahal ilmu silat yang dimiliki Suma thian yu terhitung
tangguh, cuma sayang pengalamannya masih cetek, sedang
Hek hong hou Sim kong adalah seorang jago yang tangguh,
sepanjang hidupnya entah sudah berapa banyak pertarungan
sengit dialaminya, karena itu baik dibidang pengalaman
maupun taktik, ia sepuluh kali lipat lebih hebat dari Suma
thian yu. Tak heran kalau begitu pertarungan berlangsung, dia lantas
memilih posisi yang lebih menguntungkan dengan memaksa
Suma thian yu membelakangi sungai, dengan tanah dekat
sungai yang gembur tanpa disadari keadaan tersebut
melemahkan posisi kekuatan yang dimiliki pemuda itu sebesar
tiga bagian lebih.
Kasihan Suma Thian yu yang tak tahu keadaan yang
sebenarnya, dia mengira ilmu silat sendiri yang tak becus.
Begitu tercebur ke dalam air, Suma Thian yu segera
menjejakkan kakinya dan muncul kembali dipermukaan air, ia
saksikan Hek hong hou Kim Kong sedang tertawa terpingkalpingkal.
Ia memandang searahnya dengan wajah mengejek,
sedangkan It tim tojin yang terlukapun sekarang ikut tertawa
tergelak. Suma Thian yu merasa sedih sekali tanna terasa air
matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya, sambil
menggigit bibir dia bersiap sedia naik kembah ke daratan
untuk beradu jiwa dengan lawan.
Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, dia
merasa kemampuannya masih seli?sih jauh bila dibandingkan
dengan musuhnya, naik ke atas daratan untuk melanjutkan
perta?rungan berarti hanya mencari penyakit buat diri sendiri,
tapi kalau tidak naik ke daratan, dia merasa sukar untuk
menelan penghinaan tersebut dengan begitu saja....
Pelbagai ingatan sagera berkecamuk didalam benaknya,
sekarang dia tidak sangsi lagi, dia harus pergi meninggalkan
tempat itu, sekali?pun dianggap sebagai pengecut dia juga
harus pergi, karena dia tak ingin mampus dengan begitu saja.
Seorang lelaki yang ingin membalas dendam tiga tahun pun
belum terlambat, asal bukit nan hijau,kenapa dia kuatir
kekurangan kayu bakar," Maka sekali lagi ia menyelam
kedalam air dan tak muncul kembali.
Dengan amat tenang kedua orang manusia bengis itu
menunggu ditepi sungai, tapi setelah tunggu punya tunggu
Suma Thian yu belum juga menampakkan diri, mereka segera
berseru tertahan:
"Kita tertipu!"
Hek hong-hou Sim Kong yang melongok ke air lebih dulu,
ketika bayangan tubuh dari Suma Thian yu tidak ditemukan,
dia segera men- depak-depakkan kakinya sambil menyumpah:
"Bocah keparat, sialan kau! Hmm, sekalipun kau kabur
keujung langit, suatu ketika kau pasti akan terjatuh kembali ke
tangan toaya!"
It tim tojin yang terluka ikut memburu ke tepi sungai
memandang air sungai yang tenang, ia berkata:
"Tampaknya bocah keparat itu pandai ilmu berenang,
tampaknya hari ini kedatangan kita sia-sia belaka, sialnya
pedang mustika itupun di bawa kabur keparat tersebut, waah,
bagaimana pertanggung jawabku nanti kepada guruku?"
"Hmm, keenakan buat keparat itu, baiklah, untuk
sementara waktu pedang Kit hong kiam itu biar disimpan
olehnya, tapi cepat atau lam bat pedang itu pasti terjatuh
kembali ketangan kami. Mari berangkat, kita menuju kehilir,
mungkin keparat itu sudah berenang menuju kearah sana.
Sambil membimbing It tim tojin, dia segera melakukan
pengejaran menuju kearah hilir.
Benarkah Suma Thian yu menuju kehilir" Ternyata pemuda
itu belum pergi jauh, dia masih berada dalam air didekat
tempat kejadian, hanya saja membunyikan diri dibalik
tumbuhan gelaga yang amat lebat, dengan menahan napas
dia bersembunyi terus disana sampai kedua orang itu pergi
meninggalkan tempat itu.
Ketika kedua orang manusia bengis itu pergi, dia baru
menampakkan diri dari tempat persembunyiannya dan naik
keatas daratan, kemudian dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dia kabur meninggalkan tempat itu.
Sekarang dia sudah basah kuyup, terhembus angin gunung
yang dingin, tubuhnya segera mengigil karena kedinginan,
dengan sedih tubuhnya berbaring diatas tanah
membayangkan kembali pendidikan paman Wan nya selama
sepuluh tahun, didikan gurunya selama delapan tahun,
ternyata semua yang diharapkan gagal total, baru tejun
kearena untuk pertama kalinya, dia harus menderita
kekalahan secara mengenaskan....
Makin dipikir hatinya makin sedih, wajahnya menjadi amat
murung dan kesal.
Mendadak ia teringat kembali pada kertas tanpa kata yang
masih berada dalam sakunya.
"aahh... habis sudah, habis sudah, sudah pasti kertas kulit
itu sudah basah kuyup..."
Sambil berkata dia memandang gulungan kertas yang
berada dalam genggamannya, karena binggung dia sampai
tak mempunyai keberanian untuk membuka kertas itu dan
diperiksa isinya.
Saking gelisahnya dia menangis tersedu-sedu, kini batas
waktu yang ditentukan tiga hari tinggal dua hari, tapi bukan
saja ia tak dapat membongkar rahasia dibalik kertas tanpa
kata itu, bahkan kertasnya menjadi kumal, bagaimana
mungkin dia dapat memberikan pertanggungan jawabnya
kepadi Wu san Siang gi nanti"
"Thian yu wahai Thian yu, kenapa nasibmu seburuk itu"
Aaai.... sudahlah, biar aku menerima semua penderitaan
tersebut" Sambil berkata dia lantas membuka genggaman tangannya
dengan sangat berhati hati, ternyata kertas itu sudah melekat
menjadi satu karena terendam dalam air.
Dengan sangat berhati-hati Sama Thian yu segera
memisahkan kertas yang melekat itu satu persatu, mendadak
ia menjerit kaget.
"Aaaaah...!"
Sepasang matanya segera memancarkan cahaya tajam,
sementara kemurungan yang mencekam pikirannya tadi
seketika lenyap tak berbekas. Rupanya diantara kertas yang
kosong tadi, kini sudahmuncul beberapa buah garis hitam.
Penemuan ini segera menggirangkan hati Suma thian yu,
bagaikan menemukan harta pusaka saja, dia bersorak sorai
kegirangan. Buru-buru dia menggunakan kukunya untuk mengorek
lapisan lilin yang melekat diatas kertas tersebut.
Lambat laun garis garis hitam tadi kini telah berubah
menjadi sebaris tulisan.
Jantung Suma thian yu pun ikut berdebar keras mengikuti
munculnya sebarisan tulisan itu.
Akhirnya dia melompat bangun dan berjingkak-jingkrak
seperti orang gila, semua kemurungan yang semula
mencekam perasaannya, kini sudah lenyap tak berbekas, dia
berterima kasih kepada Hek hong hou sekarang, betapa tidak"
seandainya ia tidak mendorongnya sehingga tercebur kedalam
air, bagaimana mungkin rahasia dari kertas tanpa kata itu
dapat diketahui olehnya"
"Aku telah menemukannya, aku telah mene?mukannya..."
seperti orang gila Suma Thian yu berteriak-teriak keras.
"Hei bocah, apa yang telah kau temukan?" suara seorang
kakek menegur secara tiba-tiba.
Mendengar teguran tersebut, dengan terperanjat Suma
Thian yu segera berpaling, tapi de?ngan copat dia berdiri
tertegun. Entah sedari kapan, dibelakang tubuhnya berdiri seorang
pengemis tua yang berambut ku?sut dan pakaian compangcamping
tak karuan... Cepat-cepat Suma thian yu masukan kertas itu ke dalam
sakunya, kemudian menyahut:
"Aaah, aku cuma main-main, tidak ada apa-apa"
Pengemis tua itu segera memejamkan matanya, lalu
tertawa tarbahak-bahak.
"Ha ha ha ha.....bocah, kau tak usah membohongi aku,
kertas apa yang berada dalam genggamanmu itu ?"
"Oooh, tadi rfcu telah kehilangan sebuah surat, tapi
sekarang telah kutemukan kembali"
Oooh kau adalah anaknya Wan Liang" kembali pengemis
tua itu bertanya.
Suma Thian yu merasa keheranan, selama beberapa hari
belakangan ini, setiap orang yang dijumpainya selalu
menanyakan soal paman Wan padanya, mungkinkah paman
Wan telah menyalahi begitu banyak orang" Kalau tidak,
mengapa begitu banyak orang yang datang menanyakan
dirinya dan mencari jejaknya"
"Ada urusan apa kau bertanya tentang dirinya" Dia orang
tua sudah tiada, dia adalah pamanku"
"Ooh, tidak apa-apa, oleh karena aku sipengemis tua
menyaksikan pedang yang kau bawa itu adalah miliknya maka
aku menjadi teringat akan dirinya dan bertanya kepadamu"
Setelah berhenti sebentar, dia bertanya lagi.
"Hei bocah, siapakah namaamu?"
Suma Thian yu menyaksikan pengemis tua itu berwajah
gagah dan berwibawa, meski memakai pakaian yang kotor
dan penuh tambalan, namun tidak menutupi kegagahannya,
dengan cepat dia menduga kalau pengemis tua inipun seorang
pendekar lihay.
Maka dengan suara yang tulus dan hormat, sahutnya:
"Boanpwe she Suma bernama Thian yu
"Oooh....... dimanakah rumahmu?"
"Aku tak punya rumah!"
Teringat rumah, tanpa terasa Suma Thian yu menjadi amat
sedih sekali hampir saja air matanya jatuh bercucuran.
"Apa hubunganmu dengan Suma Tiong ko?"
"Dia adalah mendiang ayahku, mengapa lo cianpwee
menanyakan soal ini?"
Pengemis tua itu tidak menjawab, dia hanya mengawasi
Suma Thian yu dari atas kepala sampai kakinya dengan
seksama, sekulum senyuman segera tersungging diujung
bibirnya. Sementara itu Suma thian yu berusa untuk mengingat-ingat
siapakah gerangan pengemis tua itu, maka diingatnya kembali
wajah serta ciri khasnya setiap jago persilatan yang pernah
didengar dari paman Wan nya itu, akhirnya dia teringat
dengan seseorang, dengan sikap lebih menghormat, pemuda
itupun bertanya:
"Locianpwe, apakah kau she wi....?"
"Aahh sudah lupa, aku si pengemis tua sudah melupakan
nama serta julukan kusendiri"
Dari sini bisa diketahui kalau pengemis ini tak lain adalah
she "wi" yang dimaksudkan Suma thian yu tadi.
Sebahgai seorang yang cerdas, tentu saja Suma thian yu
mengetahui akan hal itu, buru-buru dia membungkukkan
badanya untuk memberi hormat, lalu ujarnya;
"Maafkan kalau boanpwe punya mata tapi tidak berbiji, dari
mulut suhiku boanpwe tahu kalau locianpwe adalah seorang
pendekar gagah dan besar, sungguh beruntung hari ini
boanpwe bisa bertemu muka, kejadian seperti ini merupakan
suatu kemujuran bagiku"
"Ciiss, kaupun suka akan segala macam adat istiadat, apa
itu locianpwe ...locianpwe, huuh, sungguh aku si pengemis tua
jadi jemu, kalau kau tak segera meluruskan punggungmu,
jangan salahkan kalau aku si pengemis tua akan menggebuk
orang..." Rupanya ternyata pengemis tua ini adalah Siau yau kuy


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau penge mis yang hidup senang Wi Kian, umurnya sudah
tua tapi masih suka berkelana kesana kemari tanpa aturan, ia
merupakan seorang lawan paling tangguh dari kawanan iblis
dari golongan hitam.
Siau yau kuy Wi Kian amat membenci segala macam
kejahatan, setiap penjahat yanp terjatuh ketangannya, jarang
sekali ada yang bisa lolos dalam keadaan hidup.
Kepandaian yang paling diandalkan adalah, Tan ci kang dan
Kui goan khi kang, dihari-nari biasanyadiapun menciptakan
Siau yau pang hong yand dikombinasikan dengan ilmu toya
penggebuk anjingnya, kepandaian tersebut amat lihay dan
disegani banyak orang.
Semenjak Sian yau kay menampakkan diri, Suma Thian yu
lantas mengingat-ingat siapa gerangan tokoh persilatan ini,
akhirnya dia dapat menginggat juga akan diri Siau yau kay ini.
Sementara itu, Siau yau kay sedang mengangkat tongkat
Ta kau pangnya sambil berlagak mau memukul, sedang
dimulut dia bertanya:
"Bocah, barang apa yang berada dalam saku mu" Basanya
bukan hanya sepucuk surat biasa, bukan" Hayo cepat jawab,
kalau tidak aku si pengemis segera akan membereskan
dirimu!" Suma Thian yu menjadi tertegun setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu kalau hal ini tak bisa dirahasiakan lagi,
maka diambilnya kertas tanpa kata itu dan disodorkan
kehadapan Sian yau kay seraya berkata:
"Yaa, kertas ini memang bukan sepucuk surat melainkan
selembar kitap pusaka yang berisikan ilmu silat maha sakti,
silahkan locian pwe periksa."
Seraya berkata dia lantas menceritakan secara ringkas
bagaimana berhasil menjumpai Wu san siang gi siu, bagaima
tercebur keair dan lantaran bencana jadi untung dengan
ditemukannya rahasia kitab tanpa kata itu.
Setelah mendengar penuturan tersebut, Siau yau kay Wi
Kian segara tertawa, ujarnya:
"Nak, simpan baik-baik benda itu, aku sipengemis bukan
bermaksud untuk mendapatkan nya, melainkan hanya ingin
tahu saja. Sebab benda mustika semacam ini biasanya
hanyaakan diperoleh oleh mereka yang berjodoh, sekarang
kau berhasil mendapatkannya, ini berarti kau punya jodoh,
dikemudian hari hasil yang kau peroleh tentu hebat, simpanlah
baik-baik dan jangan diperlihatkan kepada orang lain."
"Locianpwe, mengapa ilmu silat si lelaki she Sim itu begitu
lihaynya?"
"Hek hong hou atau harimau angin hitam Sim kiong atau
setan muka hijau Sam Tham serta Yan too hoa atau
perempuan cantik bunga too ho Hong adalah jago-jago lihay
dari golongan Liok lim yang sangat iihay, kecuali kalah dengan
berapa orang gembong iblis, ilmu silat mereka boleh dibilang
sudah terhitung tangguh"
Berbicara sampai disini, Siau yau kay berhenti sebentar
untuk menelan air liur kemudian sesudah berhenti sejenak,
lanjutnya lebih jauh.
Terutama si Mayat hidup, gembong iblis ini cukup
pusingnya banyak orang, jangankan aku sipengemis tidak
mampu mengalahkan dia, biar empek bodohmu berdua juga
hanya mampu bertarung seimbang, aai...dalam dunia
persilatan dewasa ini timbul suasana yang memedihkan yang
tragis, hawa sesat dan dan hawa iblis sudah merajai dunia
persilatan, sementara kawanan pendekar yang mengaku
di?rinya orang putihpun sudah berbondong-bon?dong
menyeberang ke golongen sesat, coba bayangkan sendiri
suasana begini pantas untuk disedihkan atau tidak?"
Suma Thian yu segera merasa hatinya terdengar keras
sesudah mendengar perkataan itu, dengan cepat serunya.
"Locianpwee, setelah mendengar perkataan itu, aku
menjadi keheranan, apakah dalam du?nia persilatan sudah
tidak terdapat lagi seorang lelaki sejati yang mau menjunjung
tinggi keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan serta
melenyapkan kaum durjana serta kaum iblis dari muka bumi?"
"Siapa" Siapa yang bersedia memikul tang?gung jawab
yang amat berat ini" Sekalipun ada, mereka juga tak tahu
bagaimana mesti turun tangan.
Misalnya saja seserti paman Wan mu itu, dia terasing
dalam dunia persilatan karena menjunjung kebenaran dan
keadilan, tapi tiada orang yang mau memahami citacitanyaitu,
setelah ada contoh yang nyata, aai...siapakah yang
sudi mengorbankan diri lagi meneruskan cita-cita luhurnya
itu?" "Aku Suma Thian yu pasti akun berusaha keras untuk
melanjurkan cita-cita luhur paman Wan yang belum
terselesaikan itu, sekalipun harus terjun ke lautan api atau
menyerempet bahaya, aku tak akan menolak, aku pasti akan
lenyapkan kaum durjana dari muka bumi dan menegakkan
kembali keadilan serta kebenaran dalam dunia persilatan!"
Siau yau kay memuji tiada hentinya sehabis mendengar
perkataan itu, tanpa terasa ia memperhatikan pemuda itu
beberapa kejap lagi, kemudian katanya:
"Nak, kegagahanmu sungguh mengangumkan, tapi...aaii,
bukanya aku si pengemis tua ini hendak menghinamu, dengan
kepandaian silat yang kau miliki sekarang, meski kau terhitung
juga seorang jago pilihan dari golongan muda tapi kalau ingin
di bandingkan dengan angkatan yang lebih tua, kepandaian
silatmu masih ketinggalan jauh sekali."
Setelah berhenti sesaat, dia berkata lebih jauh. "Dengan
usia kamu yang begitu muda sudah sepantasnya bila kau
mencari guru yang pandai lari serta belajar ilmu silat yang
lebih hebat, sehingga begitu munculkan diri, kepandaianmu
akau mengejutkan setiap orang."
Suma Thian yu merasa sangat tidak puas setelah
mendengar perkataan itu, ia me?rasa sudah tak dapat
berdiam lebih lama lagi disitu, betul melatih diri di gunung
yang sepi dapat mendidik disiplin yang tinggi baginya, tapi dia
harus segera melaksanakan cita-citanya serta tugas yang di
bebankan kepadanya.
Ia memang tidak sangsi terhadap perkataan dari Siau yau
kay, sebab apa yang dialami barusan dimana tubuhnya simpai
tercebur dalam air sudah merupakan suatu bukti yang nyata,
Siau yau kay yang berpengalaman luas, sekali pandang ia
dapat menebak isi hatinya, maka sambil tertawa katanya.
"Nak, sewaktu muda dulu, aku si pengemis juga
mempunyai watak seperti kau, itulah seperti kau, itulah
sebabnya penderitaan yang baru kualami amat banyak, bila
kau bersike?ras ingin turun gunung, tentu saja aku si
pengemis tua tak akan menghalangi mu, tapi kau harus
mampu menyentuh ujung bajuku didalam sepuluh gebrakan"
Ucapan tersebut segera dirasakan oleh Suma Thian yu
sebagai suatu penghinaan terhadap kemampuannya, dia
merasa dengan mengandal kan ilmu Kit hong kiam hoat seria
Lay cing to liong pat si yang telah dipelajarinya selama
belasan tahun, mustahil dia tak mampu menyentuh ujung baju
lawan. Maka dengan cepat dia memutar otaknya mencari jalan,
sementara diluarnya dia berkata dengan wajah tak berubah.
"Boanpwee tak berani"
"Kau tak berani" Hmm, Aku si pengemis tua tak akan
membiarkan kau menganggur dengan seenaknya"
Selesai berkata tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, "plaak.!" bahu kanan Suma Thian yu sudah terhajar
telak. "Hayo balas!" teriak Siau yau kay dengan lantang, "hei
bocah apakah kau hanya akan berdiri melulu disitu untuk
menantikan kema-tianmu...?"
Karena tanpa sebab dirinya dihajar orang, tentu saja Suma
Thian yu mandah menyerah, buru buru dia mengembangkan
permainan jurus silat Tay cing To liong pat si untuk
menghadapi serangan lawan.
Siau yau kay segera tersenyum begitu dilihatnya Suma
Thian yu melancarkan serangan balasan, mendadak dia
memutar badannya kencang sambil berkelit kesamping,
setelah itu diapun mengambangkan ilmu meringgankan
tubuhnya yang sempurna menerobos kesana kemari bagaikan
kupu kupu yang terbang diantara aneka bunga, sebentar
kekekiri sebentar ke kanan, tiada hentinya ia berPUtar
mengelilingi tubuh Suma Thian yu.
Semakin bertarung, Suma Thian yu merasa semakin
bersemangat, serangan demi serangan yg dilancarkan dengan
ilmu Tay cing to liong pai si dikembangkan semakin gencar
dan kuat, bahkan diepaskan secara beruntun tanpa henti.
Namun anehnya, setiap kali serangannya sudah hampir
menyentuh tubuh lawan, tiba-tiba saja bayangan tubuh lawan
hilang tak berbe kas, bahkan sebagai balasannya dia seringkali
merasa dijawil orang dari belakang punggungnya atau ditiup
tengkuknya, akan tetapi bila dia membalikkan badan untuk
menyerang, tahu-tahu bayangan tubuh lawan hiiang lagi.
Pertarungan semacam ini pada hakekatnya tidak mirip lagi
sebagai suatu pertarungan, melainkan mirip joged kera saja,
bagaimanapun Suma thian yu mengerahkan segenap tenaga
dan kemampuannya untuk melancarkan serangan, dia selalu
tak mampu mengapa-ngapakan lawannya.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah lewat, dengan
wajah sedih Suma Thian yu segera menghela napas, dia
mengendorkan kembali tangannya dan menundukkan kepala
dengan air mata bercucuran.
Menyaksikan kejadian itu, Siau ya kau segera tertawa
terbahak bahak, "Haaa..haaa.. haaa.." tak usah bersedih hati
bocah muda, de ngan usiamu yang begitu muda ternyata
sudah memiliki kemapuansetaraf ini, hal mana sudah
merupakan sesuatu yang luar biasa, aku si pengamis tua ingin
bertanya kepadamu, siapa gerangan yang telah mewariskan
ilmu pukulan Tay cing to liong ciang tersebut kepadamu."
"Ilmu itu diajarkan oleh guru boanpwee, Put Gu cu!"
"Aaah, dia masih hidup?" seru Siau yau kay tercengang,
kemudian gumamnya lagi, "tak heran kalau kau lebih tangguh
dari Wan liong, rupanya orang itulah yang telah mewariskan
kepandaian silatnya kepadamu"
"Locianpwee, Thian yu tidak ingin turun gunung lagi,
mohon kau orang tua sudilah kiranya mewariskan sedikit
kepandaian kepadaku agar memperbaiki kemampuan
boanpwee yang amat minim ini." pinta Suma Thian yu
kemudian dengan wajah murung.
"Haaah ...haaah .. .haaah. .. aku si pengemis memang
berwatak malas, selamanya tak pernah mengajar orang lain,
ditambah pula aku orangnya suka lari kesana kesini, kalau
menyuruh aku tinggal disisni untuk mengajar murid, jangan
toh setahun, seharipun aku bisa mampus kekeringan."
"Tapi "Aku tahu, kau merasa putus asa bukan" Padahal dengan
kepandaian silat yang kamu miliki sekarang, semestinya tak
bakal kalah ditangan si harimau angin hitam Sim kong, aku
curiga dengan peristiwa terceburnya engkau kedalam air...
sebab menurut penilaianku, ketidakbecusan dirimu,
semestinya kalian bisa bertarung seimbang!"
"Tidak !" Aku tak mampu mengalahkan dia, bahkan
bayangan tubuhnya pun tak sempat ku lihat, tahu-tahu aku
sudah tercebur ke dalam air, jangankan mengalahkan,
berbicara seimbang saja tak mungkin"
"Kau keliru anak muda" ucap Siau yau kay cepat "dilihat
dari sinnar matamu, seharusnya kau sudah memiliki tenaga
dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan, sepantasnya
tak mungkin bisa kalah di tangan Sim Kong, apalagi ilmu
pedang Kithong kiam hoat dan Tay cing lo liong pat si
merupakan ilmu sakti didalam dunia persilatan, salah saja
diantara kepandaian tersebut sudah cukup untuk menjagoi
dunia peralatan, aku lihat.... mungkin hal ini disebabkan
kurang tahu dalam menghadapi lawan, seandainya aku
sipengemis tua tahu kalau kau sudah menguasahi ilmu Tay
cing lo liong pat si, aku benar benar tak berani sesumbar
dengan mengatakan akan melayanimu sebanyak sepuluh
jurus.!" Setelah mendengar penjelasan dari Siau yau kay, dan
melihat pengemis itu tidak bermaksud mencemooh dirinya,
tanpa terasa rasa percaya pada diri sendiri muncul kembali
dalam benak Suma Thian yu, buru-buru dia menceritakan
kembali apa yang dialaminya.
Mendengarkan penuturan itu, Siau yau kay mengelus
jenggotnya sambil tersenyum, setelah itu katanya:
"Nah itulah dia, tak heran kalau dikalahkan. Baiklah, aku
sipengemis tua akan berbuat baik kepadamu untuk
mengajarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh tersebut
untukmu, anggap saja tanda mata atas penemuan kita ini"
Sembari bcrkata, dia lantas merentangkan sepasang
lengannya dan mundur sejauh satu kaki.
Tiba tiba nampaklah Siau yau kay Wi Kian menggerakkan
tubuhnya dengan cepat, terasa bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu dia sudah berkelebat kian kemari dengan
ke?cepatan bagai sambaran petir, namun gerakkan tersebut
tak pernah lebih dari wilayah seluas lima langkah.
Suma Thian yu segera memusatkan segenap pikiran dan
perhatiannya untuk mengikuti ge?rakan tadi, namun dia
menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela
napas, sebab ia sama sekali tidak berhasil menyaksikan
rahasia dari ilmu langkah tersebut.
Hal ini membuat pemuda itu diam-diam menyumpahi
kebodohan dirinya.
Dalam waktu singkat Siau yau kay itu telah selesai
melakukan ilmu langkah Ciok tiong luan poh tersebut dan balik
kehadapan Suma Thian yu, tanyanya: "Bagaimana" Sudah kau
lihat jelas?"
Dengan perasaan menyesal Suma thian yu menggelengkan
kepalanya berulang kali, dengan wajah merah padam seperti
kepiting rebus, sahutnya tergagap.
"Boanpwe bodoh, tak berhasil kusaksikan rahasia dari ilmu
langkah tersebut"
"Anak bodoh, masa karena soal itu saja harus bersedih
hati" Bila sekilas pandangan saa kau sudah dapat menangkap
rahasia ilmu langkah tersebut, lantas apa artinya ilmu rahasia
tersebut" bagaimana perasaanmu ketika berhadapan dengan
aku si pengemis tua tadi?"
"Benar-benar sukar diraba gerakannya, tak dapat ditangkap


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangannya, bagaikan sedang mengejar angin menangkap
bayangan saja" puji Suma Thian yu tanpa berpikir panjang
lagi. "Padahal aku bisa berbuat demikian karena mengandalkan
ilmu langkah tersebut" kata Sian yau kay menerangkan, "nak,
kau harus baik-baik melatih diri, bila ada jodoh kita akan
bersua lagi dikemudian hari. Sekarang, aku si pengemis tua
hendak pergi mencari empek bodohmu itu"
Selesai berkata, tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu bayangan tubuh dari Siau yau kay sudah
lenyap tak berbekas.
Kejadian ini sekali lagi membuat sepasang mata anak muda
itu terbelalak lebar-lebar dengan mulut melongo.
Sampai lama kemudian, dia baru bergumam:
"Untuk memahami saja tak bisa, bagaimana mungkin bisa
dilatih" Sekalipun dewa juga tak mungkin bisa memahami ilmu
langkah sema?cam itu bila Cuma memandang dalam sekejap
mata saja!"
Berpikir demikian, pelan-pelan dia berjalan turun gunung,
tapi sewaktu melewati tempat dimana Siau yau kay
mendemonstrasikan ilmu serakan tubuhnya itu, mendadak.....
"Aaaah!" dia menjerit kaget.
Tampak diatas permukaan tanah telah muncul enam belas
buah bekas telapak kaki yang amat dalam, setiap telapak kaki
itu mendesak dalam tanah sedalam setengah depa, rumput
yang semula tumbuh diatas bekas telapak kaki itu, kini sudah
melayu dan dan mati membuat Suma Thian yumerasa terkejut
sekaligus keheranan.
Penemuan mana tentu saja membuat Suma thian yu
merasa amat berterima kasih, buru-buru dia berpaling kearah
mana Siau yu kay melenyapkan diri dan menjura dalam,
katanya: "Terima kasih banyak locianpwc atas petunjukmu!"
Kemudian dengan perasaan gembira, penuh rasa percaya
pada diri sendiri, selangkah demi salangkah dia mulai melatih
diri dengan mengikuti bekas telapak kaki yang sudah ada.
Seringkali kejadian yang ada di dunia ini memang aneh
sekali, sesuatu pekerjaan yang mungkin sederhana
nampaknya, kadangkala justru semakin sukar untuk dipelajari.
Ketika Suma thian tu menyaksikan keenas belas bekas
telapak kaki yang tertera diiatas tanah itu, pada mulanya dia
mengira asal dilatih maka kepandaian itu mudah untuk
dikuasahi, siapa tahu begitu kakinya mulai menginjak diatas
bekas telapak kaki tersebut, ia menjadi kebingungan.
Anak muda itu tak tahu bagaimana mesti bergerak
mengikuti bekas telapak kaki itu, sebab keenam belas buah
bekas telapak kaki itu semuanya mirip "langkah pertama",
juga mirip "langkah terakhir".
Suma Thian yu yang cerdik, kontan saja terjerumus dalam
suasana bingung yang amat tebal.
Tapi, semakin sukar persoalan yang dihadapi, semakin
mengobarkan rasa ingin tahu dari Suma Thian yu, dia tahu
suatu pekerjaan yang makin sukar dicapai, biasanya semakin
hebat bila telah diketahui, apalagi waktu yang tersedia
baginya tak terbatas.
Maka dengan seksama dia lantas mulai menyelidiki
kepandaian tersebut dengan sabar. Sekali gagal dicoba untuk
kedua kalinya, gagal lagi dicoba lagi, sekali demi sekali dia
berusaha terus menerus pantang menyerah.........
Kegagalan memang merupakan guru yang baik dan
pangkal dari kesuksesan, tanpa kegagalan darimana mungkin
datangnya kesuksesan, kalau tidak pernah merasakan getirnya
kegagalan, mana mungkin bisa merasakan nikmatnya
kesuksesan"
Sang surya telah terbit diufuk timur, lambat laun bergeser
ketengah angkasa, dan akhirnya tenggelam dilangit barat.
Maka kegelapan malampun menyelimuti kembali bukit Kiu
gi san, angin gunung yang dingin berhembus kencang.
Mendadak diantara hembusan angin kencang terdengar
suara Suma Thian yu yang sedang bersorak sorai.
"Aku telah berhasil...ooh, Thian! Aku telah berhasil, ha ha
ha ha...."
Lembah Cing im kok ditengah fajar yang menjelang tiba,
diliputi kabut yans amat tebal, hari itu merupakan hari yang
amat indah. Sang surya bagaikan panglima perang yang ampuh
menaklukan iblis kegelapan, munculkan diri diufuk timur dan
memancarkan sinar ke emas-emasan menyoroti seluruh jagad.
Namun Suma Thian yu masih tertidur nyenyak dibalik
rerumputan, semalam dia kelewat gembira, kelewat lelah,
sudah seharian penuh dia melatih ilmu tersebut, meski pada
langkah kelima ia berhasil menemukan kunci rahasia dari ilmu
langkah tersebut, tapi dia sendiri telah kelelahan.
Sekalipun lelah, namun perasaan yang mendekam didalam
hatinya adalah perasaan yang manis dan hangat, sehingga
walaupun sedang tidur nyenyak, sekulum senyum manis
masih sempat menghiasi ujung bibirnya.
Disaat ia sedang tidur dengan nyenyak inilabh tampak dua
sosok bayangan manusia berwarna hitam muncul ditempat itu
dan berhenti dihadapannya.
Mendadak terlihat sebatang buluh dmasukan kedalam
lubang hidung Suma Thian yu dan menkilik-kiliknya berulang
kali, kontan saja sianak muda itu bersin dan melompat
bangun dari tidurnya.
Begitu ia membuka matanya, maka tampaknya dua orang
kakek telah berdiri dihadapannya.
"Locianpwe, rupanya kalian!" serunya keras.
Ternyata yang datang tak lain adalah Siang gi siu
(sepasang kakek bodoh) dari bukit wu san, buru-buru Suma
Thian yu menjura dan memberi hormat, katanya:
"Boanpwe tak tahu akan kedatangan cianpwe berdua,
harap cianpwe berdua sudi memaafkan keteledoran boanpwe
yang molor terus."
Toa gi siu (sikakek bodoh pertama) Khong sian tertawa
terkekeh kekeh, lalu berkata:
"Heeeeehh.....heeeeehh.......heeeeehh....siapa tak tahu dia
tak bersalah, kau tak usah banyak adat"
Kemudian setelah menggelengkan kepalanya berulang kali,
dia melanjutkan.
"Seandainya disini muncul seekor ular beracun, atau
muncul seorang malaikat bengis, apakah kau anggap masih
bisa hidup segar bugar"
"....Dengan cepat Suma Thian yu menundukkan kepalanya
rendah-rendah. "Kemana larinya kertas tanpa kata itu" Apakah kau telah
berhasil memecahkan rahasianya?" tanya Toa gi siu Khong
Sian dengan wajah serius.
"Ya, sudah berhasil kupecahkan rahasianya Suma Thian yu
bersorak gembira.
Cepat-cepat dia merogoh ke dalam sakunya untuk mencari
kitab itu, tapi sesaat kemudian dengan perasaan terkejut,
paras mukanya berubah hebat, serunya lagi:
"Aduh celaka, ke mana larinya kertas itu?"
Rupanya kertas yang semula berada dalam sakunya itu, kini
sudah lenyap tak berbekas.
"Hayo ganti! Kau harus mengganti! Suusah payah
kutemukan mestika yang tak ternilai harganya itu, tapi
sekarang kau menghilangkannya, hayo cepat cari sampai
ketemu, kalau tidak ku penggal batok kepalamu!"
Dengan kemarahan yang meluap-luap, Toa gi siu Khong
Sian berteriak-teriak.
Suma Thian yu menjadi gelisah setengah mati bagaikan
semut diatas kuali panas, peluh dingin bercucuran deras,
wajahnya memucat bagaikan mayat, semalam dia masih
memeriksanya sekali lagi, hari ini kenapa bisa lenyap tak
berbekas?"
"Bocah keparat, mengapa bisa hilang" Hayo cepat jawab,
cepat cari sampai ketemu!" lagi-lagi Toa gi siu Khong Sian
berteriak dengan marah.
Berada dalam keadaan seperti ini, apa lagi dapat diucapkan
Suma Thian yu" Terpaksa dia mengiakan berulang kali dan
beranjak untuk pergi.
Pada saat itulah, Ji gi siu (kakek bodoh ke dua) Khong
Bong yang selama ini membung?kam terus, berseru dengan
cepat: "Tunggu sebentar!" Kau hendak mencarinya ke mana?"
"Yaa, betul juga perkataan ini!" pikir Suma Thian yu setelah
mendengar perkataan itu, dia lantas berhenti.
Kemana ia mesti mencari kini" Kalau dicuri orang selagi dia
tidur nyenyak, pencuri itu pasti sudah kabur meninggalkan
tempat itu, kemana ia mesti mengejarnya"
Berpikir sampai disitu, dia menjadi tertegun, lalu dengan
wajah tersipu ia menundukkan kepalanya rendah-rendah,
seandainya disitu ada lubang maka ia pasti sudah menerobos
masuk untuk menyembunyikan diri.
Tiba tiba si Kakek bodoh kedua Khong Bong mengayunkan
tangan kanannya seraya berkata:
"Disini terdapat selembar, apakah milikmu?"
Suma Thian yu segera berpaling, begitu melihat kertas
tersebut adalah kertas miliknya yang hilang, buru-buru
sahutnya: "Benar! benar! Benar...." Melihat tingkah laku sang pemuda
itu, Wu san siang gi segera memegangi perut sendiri sambil
tertawa terpingkal pingkal, tertawa sampai air matapan turut
jatuh bercucuran
Selesai tertawa, Toa gi siu Khong Sicu baru berkata:
"Inilah sebuah pelajaran yang sangat berharga bagimu, kau
harus selalu waspada dan berhati-hati dalam menghadapi
setiap persoalan. Ketahuilah dunia persilatan itu amat
berbahaya dengan manusia yang licik dan keji, sedikit saja
lengah maka akibatnya bencana besar akan tiba, bencana
paling kecil adalah rusak nama badan terluka, kalau bencana
besar.... nyawamu pasti akan terbang ke akherat, ingatlah
baik-baik pelajaran ini. ingatlah baik baik!
Suma Thian yu segera mengiakan berulang kali, sekarang
dia baru mengerti kalau tindakan Wu san gi siu
mempermainkan dirinya, sebetulnya mempunyai arti yang
mendalam. Tanpa terasa dia menjadi terharu sekali dan menerima
nasehat tersebut dengan perasaan yang tulus.
Ji gi siu Khong Bong segera menyerahkan kertas tersebut
ketangan Suma Thian yu, lalu tanyanya.
"Apakah berbasil kau pahami?"
"Ya, boanpwee telan memahami rahasia dari kertas tanpa
kata ini, tapi isi kertas itu..."
Secara ringkas dia lantas bercerita tentang pengalaman
yang dijumpainya semalam, dimana ia berjumpa dengan Siau
yau kay Wi kian. bagaimana menerima warisan ilmu langkah
dan sebagainya.....
Mendengar kisah tersebut, dengan wajah serius Toa gi siu
Khong Sian berkata:
"Aku sudah mengetahui semua kejadian itu, pengemis tua
itu sudah menceritakan segala sesuatunya kepadaku, kalau
tidak begitu, darimana aku bisa tahu kalau kau sedang
bersembunti disini dan molor" Kau bisa lupa makan lupa tidur
dan berusaha terus untuk mempelajari dan menekuninya,
semangat semacam ini memang pantas dihargai. Ketahuilah,
ilmu langka Ciok tiong luan poh cap lak tui (enam belas
langkah kacau pembingung sukma) meski tak sedap
kedengarannya, tapi tak terkirakan manfaatnya, kepandaian
itu merupakan kepandaian yang paling diandalkan sipengemis
untuk ber kelana dalam dunia persilatan, asal kau dapat
memahaminya, sekalipun berjumpa dengan iblis tua dari dunia
persilatan, kendatipun tak sanggup mengalahkannya, paling
tidak kau masih sanggup untuk menghindarkan diri dari setiap
ancaman" Suma Thian yu merasa gembira sekali, dia tak mengira
kalau hanya dalam sehari saja sudah memperoleh petunjuk
yang sangat berharga dari seorang tokoh persilatan yang amat
lihay, apalagi mewariskan kepandaian rahasianya, kejadian ini
betul-betul merupakan suatu perkah yang sangat besar bagi
dirinya. Akan tetapi dia tidak pernah berpikir lebih mendalam lagi,
mengapa orang lain bersedia mewariskan kepandaian
andalannya itu kepada dia" Apa sebenarnya tujuan orang itu"
Mung?kinkah hal ini hanya dikarenakan dia menarik
perhatiannya"
Tanggung jawab yang di bebankan diatas pundaknya dari
hari kehari semakin bertam?bah berat, namun ia masih belum
merasakan nya, dunia persilatan yang penuh pembunuhan,
dunia yang penuh noda sedang menggapai kearahnya, dia
harus bertanggung jawab untuk meredakan badai
pembunuhan yang sedang melanda dunia persilatan,
menegakkan keadilan dan kebenaran dalam masyarakat,
bayangkan saja betapa berat dan pentingnya tugas serta
tanggung jawabnya.
"Nak, tahukah kau apa yang tercantum didalam kitab
tersebut?" Terdengar Tay gi siu Khong Sian bertanya.
"Entahlah, meskipun boanp telah berhasil membongkar
rahasia ker tas tanpa kata itu, namun belum sempat untuk
membaca apalagi mempelajari isi kitab tersebut
"Tak usah dibaca lagi, kertas ini hanya selembar kertas
rongsok yang tak yang tak berguna"
"Apa" Cianpwee bilang kertas ini palsu" Aah, mana
mungkin?" "Sebenarnya aku pun berpendapat demikian kata Toa gi siu
Khong Sian, kemudian sambil berpaling kearah Ji gi siu Khong
Bong, kata nya. "Hiante, lebih baik kau saja yang
menerangkan"
suma Thian yu segeras mengalihkan sorot matanya
keewajah Ji gi siu Khong Bong, dia buru-buru ingin tahu
rahasia yang kerada dibalik kertas tanpa kata tersebut.
"Apalagi yang mesti dibicarakan" palsu ya palsu apa lagi
yang musti dijelaskan" sahut Ji gi siu Khong Bong cepat.
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
"Semoga saja lembaran yang asli jangan sampai terjatuh
ketangan iblis, kalau tidak, kebenaran dan keadilan pasti akan
diinjak-injak, dunia persilatan tak pernah akan menjadi tenang
kembali!" Setelah mendengar perkataan itu, Suma Thian yu dibuat


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin kebingungan setengah mati, ditatapnya wajah si
kakek bodoh kedua Khong Bong, kemudian sambungnya:
"Locianpwee, dapatkah kau memberi penjelasan lebih
jauh?" "Boleh saja. Cuma selesai lohu berbicara nanti, kembali ada
sebuah tugas yang hendak kuserahkan kepadamu, dan kau
tak boleh me nolak tugas tersebut."
"Haai, lagi-lagi sebuah tugas." pikir Suma Thian yu didalam
hati kecilnya. Namun diluarnya dengan cepat dia menjawab.
"Baik, boanpwee akan melaksanakannya dengan baik."
Ia tak pernah mempertimbangkan akibatnya karena
sekarang dia hanya ingin mengetahui rahasia di balik kitab
tanpa kata tersebut.
Si Kakek bodoh kedua Khong Bong manggut-manggut,
ujarnya kemudian:
"Ditinjau dari apa yang tercantum dalam kitab ini, dapat
dikelahui bahwa isinya adalah sejenis kitab maha sakti
peninggalan Ku hay siansu, seorang pendeta lihay yang hidup
pada empat ratus tahun berselang, kitab itu berna?ma Kun
tun kan kun huan siu cinkeng dan me?rupakan sebuah kitab
pusaka yang sudah pasti merupakan sejenis kepandaian yang
luar biasa akan tetapi... "
Berbicara sampai disitu, dia sengaja ber?henti sebentar,
seakan akan hendak menggoda Suma Thian yu.
Ketika itu pemuda tersebut sedang mende?ngarkan
dengan seksama, ketika orang tua itu berhenti berbicara,
segera dia membuka mulut hendak bertanya, tapi dengan
cepat Ji gi siu Khong Bong telah berkata lebih dahulu:
"Tapi kenyataannya jauh berbeda sekali, tulisan yang
tercantum didalam kertas ini adalah tulisan bahasa Han,
padahal Ku hay siansu adalah seorang Tibet, sekalipun sudah
berkelana cukup lama didaratan Tionggoan, namun sepatah
kata tulisan Han pun tidak dipahami olehnya. Dan sini dapat
diketahui kalau kertas ini adalah barang palsu"
Dengan wajah termangu-mangu Suma Thian yu
mendengarkan penje-lasan tersebut, sementara Tay gi siu
Khong Sian manggut-manggut de ngan perasaan puas,
tanyanya lagi: "Hiante, menurut dugaanmuu, mungkinkah Cinkeng
tersebut sudah keluar dari tanah?"
"Tentu saja sudah keluar dari tanah, bahkan telah diambil
orang. Sudah pasti orang itupun seorang yang licik, kalau
tidak, tak mungkin dia menirukan Cinkeng asli untuk
membuat sebuah yang palsu!"
"Kalau begitu orang itu pintar sewaktu bodoh sesaat?"
tanya Toa gi siu Khong sian.
"Ya, tentu saja cerdik!"
"Tapi aku anggap orang itu merupakan seorang yang
'paling bodoh." ucap Toa gi siu Kong Sian sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Setelah ia berhasil
mendapatkan kitab yang asli, mengapa harus membuat yang
palsu" Bukankah ibarat melukis ular di beri kaki?"
"Benar! Inilah sebabnya orang itu boleh dibilang seseorang
yang paling pintar, tetapi juga seseorang yang paling bodoh."
Ji gi siu Khong Bong menyatakan setujunya pula dengan
pernyataan tersebut.
Ketika selesai mengucapkan perkataan tersebut, mendadak
dengan wajah serius Ji gi siu Khong Bongberpaling kearah
Suma thian yu, kemudian katanya:
"Bocah, sekarang kau telah mendengar habis semua
perkataanku, maka kaupun harus segera melaksanakan
sebuah tugas yang amar sulit, yakni setelah turun gunung
nanti, bila kau berhasil mendengar kalau kitab pusaka tersebut
telah muncul, maka kau harus berusaha dengan sepenuh
tenaga untuk melindungi kitab pusaka itu agar tidak sampai
terjatuh kembali ketangan orang-orang laknat, mengerti?"
"Baik, boanpwee akan turut perintah!" jawab Suma Thian
yu dengan wajah bersungguh-sungguh.
Tapi ketika ia teringat akan dendam keluarga, sakit hati
paman Wan dan kini ditambah lagi tugas berat tersebut,
timbul perasaan yang sangat berat didalam hatinya.
Tiba-tiba Ji gi siu Khong Bong menuding kearah kitab
pusaka palsu ditangan Suma Thian yu, lalu berkata:
"Lebih baik kitab palsu itu dirobek saja, toh disimpan juga
tak ada gunanya"
Suma Thian yu memperhatikan sekejap kertas tersebut.
sesungguh nya dia hendak merobeknya seketika itu juga, tapi
ingatan lain seakan melintas dalam benaknya, bagaimanapun
juga ia telah bersusah payah sebelum berhasil menemukan
rahasia kitab itu, kalau belum dilihat isinya sudah dirobek,
rasanya hal ini amat disayangkan.
Jilid 5 Maka dia menyimpan kitab tersebut kedalam sakunya,
kemudian baru berkata kepada sepasang kakek bodoh dari
bukit Wu san itu.
"Cianpwe berdua, besok boanpwe hendak meninggalkan
bukit Kiu gi san untuk melacaki jejak musuh besarku, sebagai
seorang anak yang berbakti, boanpwe merasa berkewajiban
untuk membalaskan dendam bagi sakit hati orang tuaku,
entah cianpwe berdua masih ada petunjuk apa yang hendak
disampaikan?"
Sambil tertawa, Toa hi siu Khong Sian manggut-manggut,
sahutnya: "Bakti kepada orang tua memang merupakan soal utama
yang paling penting, bila kau bisa berbakti kepada orang tua
maka seluruh penjuru dunia dapat kau lewati, aku tahu kau
polos dan jujur, hatimu penuh welas kasih dan mulia,
dikemudian hari pasti berhasil, menciptakan suatu pekerjaan
besar, tapi dunia persilatan amat berbahaya, maka berhatihatilah
dalam mencari kawan.
Baru selesai Toa gi siu Khong Sian berkata, Ji gi siu Khong
Bong telah menyambung:
"Walaupun dewasa ini dunia persilatan diliput? oleh tabir
iblis dan hawa sesat, suasana macam ini tak akan bisa
bertahan lama, se jak dulu sampai sekarang, kejahatan tak
pernah bisa menenangkan kebenaran, bagaimana pun
brutalnya perbuatan kaum iblis dan manusia laknat, suatu
ketika mereka pasti akan tertumpas habis. Berbuatlah
kebajikan dan kemuliaan bagi umat manusia, mesti harus
mendaki bukit golok, menyeberangi samudera api, walaupun
harus menembusi sarang naga dan gua harimau, tapi
perbuatanmu tidak menyalahi hukum alam dan suara hati,
majulah pantang mundur, kendatipun akhirnya harus mati
demi membela kebenaran, kau akan mati sebagai seorang
pahlawan" Dengan perasaan yang tulus Suma Thian yu mene
Harpa Iblis Jari Sakti 29 Pendekar Kembar Karya Gan K L Bentrok Rimba Persilatan 6
^