Kitab Pusaka 6

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 6


i. Garunya Sip hiap jin mo (Manusia iblis penghisap darah) Pi
Ciang hay merupakan jago paling lihay dalam kalangan iblis,
bersama Hoat seng si (Mayat kaku hidup) Ciu Jit hwee mereka
disebut Ih Lwe ji mo (sepasang iblis dari kolong langit).
Waktu itu, binatang berkepala sembilan Li Gi menatap
sekejap ketiga orang itu dengan sorot mata buas, lalu ujarnya:
"Apakah kalian bertiga tidak kenal tulisan?"
"Kalau kenal kenapa" Kalau tidak kenal kenapa pula?"
Suma Thian yu balik bertanya.
Kiu tausiu Li Gi mengawasi Suma Thian yu dengan sorot
mata setajam sembilu, kemudian tanyanya penuh kegusaran:
"Siapa kau" Apakah sudah bosan hidup?"
"Hmm, dengan mengandalkan tampangmu semacam ini,
kau masih belum pantas untuk menanyakan nama sauyamu!"
"Li lote" pada saat itulah terdengar Hui cha cun cu Kiong
Lui berkata dengan suara dingin, "jagal saja dia kan beres"
Buat apa mesti banyak bersilat lidah dengan dirinya"
Kiu tau siu Li Gi tertawa seram, tulang belulang diseluruh
tubuhnya bergemerutuk keras, mukanya berubah menjadi
merah padam, sepasang lengannya menjadi merah membara,
agaknya dia siap sedia melancarkan serangan.
Thi pit suseng Thia Cuan melompat ke depan dan berdiri
diantara Li Gi dengan Suma Thian yu, lalu sambil tertawa
terbahak-bahak serunya:
"Hiante, harap jangan marah, serahkan saja setan tua itu
kepadaku... Dalam perkirarn Kiu tau siu Li Gi, Suma Thian yu masih
muda dan gampang diroboh kan, baru saja dia akan memberi
pelajaran kepada sang pemuda, siapa tahu dari tengah jalan
muncul seorang Tuia Kau kim.
Melihat kemunculan Thi pit suseng, terkesiaplah hatinya,
dia tahu kalau musuhnya yang ini sangat tangguh.
Tapi setelah berada dalam keadaan demikian terpaksa ia
harus bulatkan tekad untuk meng hadapinya.
Sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya
melancarkan sekuah pukulan yang dahsyat menghantam
tubuh Thi pit suseng.
Melihat serangan yang begitu berbahaya dari lawannya,
meledak hawa amarah dalam dada Thia Cuan, telapak tangan
yang satu digunakan untuk menyapu ke bawah, sementara
telapak tangan yang lain digunakan untuk membacok ke atas,
dengan jurus Siang hong tiau yang (sepasang burung hong
menghadap mata hari) dia sambut datangnya ancaman lawan
dengan sepasang tangannya berbareng.
"Blaaammm...!" terdengar suara ledakan keras menggema
memecahkan keheningan, tiga dua gulung angin serangan itu
saling ber tubrukan di tengah udara terjadilah pusingan angin
yang menyebar ke empat penjuru.
Terdesak oleh sisa angin pukulan itu, masing-masing pihak
terdorong mundur selangkah ke belakang.
Kiu tausiu Li Gi tidak menyangka kalau tenaga dalam yang
dimiliki lawan begitu sempurna, termakan oleh pukulan yang
memaksa nya mundur, dia terkejut bercampur mendongkol.
Baru saja tubuhnya dapat berdiri tegak, mendadak dia
berpekik nyaring, tubuhnya seperti elang raksasa menerjang
ke tengah udara, sepasang tangannya diluruskan ke depan,
kesepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, dengan
jurus Ciang ing phu toh (Elang sakti menerjang kelinci) dia
lansung mencengkeram batok kepala Thi pit suseng Thia
Cuan. Sebagai murid kesayangan dari Heng si Cin jin, Thia Cuan
memiliki ilmu silat yang tinggi serta warisan langsung dari Kun
lun-pay, begitu menyaksikan Kiu tau siu Li Gi menerjang ke
bawah dengan dahsyatnya, ia sama sekali tidak menjadi
gugup, dengan memperkuat posisi kuda-kudanya, dengan
jurus Kiau cong ki ku (memukul genta menghantam tambur)
sepasang tangannya bersama-sama di sodok ke depan
menghajar tubuh Li Gi.
Jurus serangan ini merupakan salah satu jurus yang
dahsyat dari empat macam kepandaian Kun lun kim hoat.
Hui cha cun cu Kiong Lui yang menonton jalan-nya
pertarungan dari sisi arena menjadi tetegun oleh kejadian itu,
mendadak bentaknya keras-keras.
"Tahan!"
Sepasang telapak tangan dua orang yang sedang bertarung
sudah terlanjur di lancarkan, dihentikan jelas tak sempat lagi,
disaat Kiong Lui membentak keras itulah, ditengah udara
kembali terjadi suatu bentrokan keras yang menimbulkan
suara ledakan dahsyat.
Menyusul kemudian tampak debu dan pasir beterbangan
memenuhi angkasa, udara menja di gelap dan Kiu tau siu Li Gi
mendengus ter tahan, tubuhnya seperti bintang yang jatuh
roboh ke tanah, mukanya pucat pias seperti mayat, ujung
bibirnya basah oleh noda darah.
Thi pit suseng Tia cuan sendiri, walaupun terpengaruh juga
oleh gelombang angin sera ngan itu, namun dia tetap sehat
wal'afiat seperti sedia kala, pelan-pelan dia bangkit berdiri
kemudian ditatapnya Hai cha cun ca Kiong Lui tanpa berkedip.
Kiong Lui mendeham beberapa kali, kemudian dengan
seorang tua yang berpengalaman dia bertanya:
"Aoa hubunganmu dengan Bi kun lun Siau Wi goan?"
"Aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini" jawab Thia
Cuan tegas. "Bocah keparat, kau berani mengelabuhi aku" Hmmm,
melihat gerakan tubuhmu jelas semuanya merupakan
kepandaian silat aliran Kun lun pay, padahal Bi kun lun Siau
Wi goan adalah murid kesayangan dari Leng-go cinjin, ketua
Kun lun pay sekarang, masa kau tidak kenal dirinya?"
Mendengar perkaraan tersebut, Thi Pit suseng segera
memperhatikan Hui cha cun cu se kejap kemudian balik
bertanya: "Maaf, kalau mataku buta, tolong tanya siapakah nama
besarmu?" "Bocah keparat, mengingat usiamu masih muda dari tak
tahu urusan, aku enggan ribut denganmu, setiap jago
persilatan yang berkelana dalam dunia persilatan hampir
semuanya kenal dengan lohu, masa kau tidak tahu?"
Berbicara sampai disitu dia berkerut kening, kemudian
sambil menuding keujung hidung sen diri serunya:
Suma Thian yu paling benci dengan sikap latah dan takabur
semacam ini mendengar, per kataan tersebut ia mendengus
dingin, matanya memandang sinis dan senyuman dingin
menghiasi ujung bibirnya.
Hui cha cun cu Kiong Lui dapat menyaksikan sikap sinis
anak muda tersebut, mendadak sepasang matanya melotot
besar, sinar buas me mancar keluar, sesudah tertawa seram,
serunya: "Bocah keparat, kau tidak puas?"
Suma Thian yu memandang sekejap wajah Kiong Lui
dengan pandangan sinis, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Habahahahana......belum pernah sauya dengar seorang
manusia she Kiong dalam dunia persilatan, mungkin kau
hanya seorang pra jurit tak bernama yang rendah
kedudukannya. Tapi lantaran malu mengakui hal tersebut,
maka sengaja kau pakai kata-kata yang mem buat untuk
menggertak?"
Padahal setelah mendengar lawannya she Kiong tadi, Suma
Thian yu sudah mengerti siapa gerangan orang yang
dihadapinya, tapi dia sengaja mengejek, maksudnya adalah
untuk memancing kemarahan musuhnya yang latah dan
takabur ini. Betul juga, Hui cha cun cu Kiong Lui kontan dibuat mencakmencak
karena kegusaran, selapis hawa pembunuhan yang
amat tebal dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, ia
maju selangkah mendekati anak muda itu, kemudian toya
berbentuk bulan sabitnya diayun ke pinggang lawan dengan
jurus Heng sau jian kun (menyapu rata seribu prajurit).
"Bila kau ingin mampus, lohu akaa memenuhi keinginanmu
itu!" makinya sambil menahan geram.
Gembong iblis kenamaan memang berbeda dengan
kawanan jago lainnya, ayunan toya tersebut paling tidak
mempunyai kekuatan sebesar lima ratus kati, jangankan tubuh
Suma Thian yu terdiri dari darah dan daging, sekali pun terdiri
dari baja aslipun tak sanggup menahan pukulan mana.
Tatkala Suma Thian yu menyaksikan ayunan senjata Hou
tou pang berbentuk bulan sabit itu amat gencar dan cepat,
buru-buru dia melejit ke tengah udara.
"Weess! diiringi desingan angin tajam yang kuat, senjata
toya Hou topang berbentuk bulan sabit itu menyambar lewat
hanya beberapa inci dibawah kaki anak muda tersebut.
Begitu serangan toyanya mengenai sasaran yang kosong,
Hui cha cun cu Kiong Lui segera menahan tubuhnya dan
menarik kembali senja ta Hou topang berbentuk bulan sabit
yang di ayunkan ke muka tadi.
Setelah itu dia mempertinggi serangannya satu depa lebih
ke atas, kali ini yang diancam adalah pinggang lawan.
Suma Thian yu tahu lihay terpaksa dia gunakan ilmu bobot
seribu, membawa tubuhnya melayang turun kebawah, senjata
Hou to pang berbentuk bulan sabitnya menyapu bagian bawah
tubuh dengan membawa desingan angin tajam.
Berhubung tenaga serangannya begitu dahsyat, dimana
serangannya menyambar lewat secara lamat-lamat Suma
Thian yu merasakan kulit badannya amat sakit.
Dalam pada itu, Liat bwee siu Li Hiong sudah melompat
kehadapan Toan im siancu Thia Yang, telapak tangannya
segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah bacokan.
Menanti lengannya diayunkan kedepan itulah dia baru
membentak. "Budak rendah! loya akan menemanimu bergembira!"
Toan im siancu Thio Yong menduga sampai disitu, melihat
serangan yang datang begitu dahsyat ibarat bukit Thay san
yang menindih kepala, dengan perasaan terperanjat ia
menyingkir kesamping, gadis itu tak berani menyambut
ancaman mana dengan kekerasan.
Begitu lolos dari ancaman, Toan im siancu Thin Yong
meloloskan sembilan pedang mestika dari pinggangnya lalu
sebelum Lian hWee siu li hiong menyerang lagi, ia sudah
mengembangkan jurus-jurus mautnya sambi1 menerjang
kedepan. Tatkala Thi pit suseng Thia Cun menyaksikan adiknya
sudah terjun ke arena pertarungan, tanpa terasa ia
memusatkan seluruh per?hatiannya mengikuti jalannya
pertarunan, tangannya meraba diatas gagang pedang dan
siap memberi penolongan bilamana perlu,
Dipihak lain, Suma Thian yu yang bertarung dengan tangan
kosong menghadapi toya Hou to pang berbentuk bulan sabit
sudah mulai tak sanggup menahan diri, bayangkan saja Hui
cha cun cu sebagai tokoh kelas satu dalam dunia Liok lim
dewasa ini, baik lwekang maupun gwakangnya boleh dibilang
sudah mencapai tingkat yang sempurna, toya Hou to pang
seberat berapa ratus kati yang berada dalam permainannya
ringan bagaikan toya kayu, selain serangannya berat, gerakgeriknya
juga enteng, gesit dan cekatan.
Sejak terjun ke dunia persilatan, belum pernah Suma Thian
yu menghadapi mu suh setangguh ini, untuk sesaat dia dibikin
geleng kepalanya oleh gerakan tubuh orang yang aneh dan
cekatan, belum mencapai sepuluh gebrakan, ia sudan keteter
hebat dan hanya sangaup menangkis belaka.
Beraba dalam situasi yang kritis dan tegang seperti ini,
mendadak ia berpekik nyaring, tu-buhnya melejit lima kaki ke
tengah udara dengan gaya burung bangau terbang ke
angkasa, pedangnya segera dicabut keluar dari sarung.
Serentetan cahaya biru memancar keempat penjuru dan
amat menusuk pandangan mata.
Suma Thian yu memainkan selapis kabut pe dang berwarna
biru untuk melindungi badan, bagaikan sebuah jala perangkap
ikan yang besar dan datang dari langit, dengan cepat tubuh
Hui cha cun cu dikurung rapat.
Hui cha cun cu Kiong Lui terhitung seorang gembong iblis
yang sukar dihadapi, dia mendongakkan kepalanya
memperhatikan sekejan ancaman lawan, kemudian setelah
tertawa dingin jengeknya:
"Hehehehenehe...... kiranya kau adalah ahli waris dari
orang she Wan"
Sambil berkata tongkat Hou to pang nya di angkat keatas
dan diputar bagaikan sebuah roda kereta, diantara perputaran
yang kencang itulah pelan-pelan dia menyongsong bayangan
pedang yang diciptakan Kit hong kiam tersebut.
Dalam waktu singkat terdengar dua kali ben turan keras
ditengah udara, pedang dan tongkat Hou to pang telah saling
membentur keras hingga menimbulkan percikan bunga api.
Menggunakan kesempatan dikala pedangnya bentrok
dengan toya lawan, Suma Thian yu segera melayang turun
keatas tanah, sebaliknya Hui cha cun cu Kiong Lui kena
tertekan oleh kekuatan lawan hingga kakinya amblas tiga inci
kadalam tanah, namun ia tetap berdiri tak bergerak.
Dengan mengandalkan serangan tersebut, Suma Thian yu
segera mengembalikan posisi nya yang terdesak menjadi lebih
mantap, pedangnya segera berputar sambil melancarkan
serangan gencar, dengan Kiong Lui segera ber lempur sengit.
Selama ini Thi pit suseng hanya berpeluk belaka sambil
menonton jalannya petrarungan massal, dia tidak berani
membantu karena kuatir menimbulkan suatu pertarungan
massal, dia dapat melihat bahha kepandaian silat yang dimiliki
kedua belah pihak berada dalam keadaan seimbang, dia pun
mengerti menang kalah tidak bisa di temukan dalam waktu
singkat, maka dia sendiripun tak kelewat terbaru napsu untuk
turun tangan. Kurang lebih seperminuman teh kemudian empat orang
yang sedang bertarung sengit di tengah arena teiah berhasil
menentukan siapa menang siapa kalah. Toan im siam cu yang
melancarkan serangan berantai mendesak musuhnya habishabisan,
kalau di lihat dari keadaan si Liat hwee sin Li hiong
sekalian, tampaknya tiga jurus kemudian ia tentu keok.
Di pihak lain keadaan pertarungan antara Suma Thian yu
melawan Hui cha cun cu justru merupakan ke balikannya, kini
anak muda tersebut hanya memiliki sisa kekuatan untuk
mempertahankan diri belaka, ia tak memiliki tenaga lagi untuk
mempertahanan diri, ia tak memiliki tenaga untuk


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melancarkan serangan balasan.
Sedangkan Kiong Lui sendiri justru makin bertarung
semakin perkasa, senjata pentungan Hou to pangnya tak
pernah mengendor sedikit pun, serangan demi serangan
dilancarkan se cara gencar dan semuanya membawa deruan
angin tajam yang memekikkan telinga, semua ini membuat
suasana dalam arena pepertarungan berubah lebih
mengerikan. Thi pit suseng Thia Cian yang menyaksikan peristiwa ini
menjadi sangat gelisah, dengan suara dalam ia lantas
memrmembentak: "Tahan!"
Suaranya keras bagaikan guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, Liat bwee siu Li Hiong segera melepaskan
dua buah serangan berantai dan melompat mundur lebih
duluan. Tentu saja Toan im siancu tak ingin membangkang perintah
kakaknya, sambil menarik kembali pedangnya ia membentak:
"Hmmm, keenakan kau si setan tua!"
Dihak lain, Hui cha kun cu Kiong Lui seakan tak mendengar
suara bentakan itu, bukan nya berhenti dia malah
melancarkan serangan-nya makin gencar, senjata Hou to pang
nya dengan membawa deruan angin tajam membacok seluruh
tubuh Suma Thian yu secara bertubi-tubi.
Setelah melalui pertarungan yang seru, sesungguhnya
Suma Thian yu sudah kehilangan banyak tenaga, kepalanya
terasa pening dan badannya lemas tak bertenaga.
Suara bentakan dari Thi pit suseng barusan baginya ibarat
sebaskom air dingin yang diguyurkan keatas kepalanya,
segera membuatnya sadar kembali, cepat dia
mengembankaan gerakan tubuhnya dan meloloskan diri dari
kepungan lawan.
Hai cha cun cu Kiong Lui tak rela melepas kan usaha yang
berhasil dicapainya selama ini, senjatanya kembali diputar
membelah angkasa dengan jurus kay san to liu (membuka
bukit air mengalir), kali ini dia membacok jalan darah Pek
bwee hiat dibelakang kepala Suma Thian yu.
Menyaksikan peristiwa tersebut, Thi pit su seng Thia Cuan
segera berkerut kening, menda dak ia berpekik nyaring......
Tampak ujung bajunya berkibar terhembus angin kemudian
tubuhnya menerjang kedepan secepat kilat, sepasang telapak
tangannya dilontarkan kedepan, secara keras lawan keras, dia
menggetar pergi senjata Hou to pang lawan, kemudian
menghadang jalan pergi Kiong Lui.
Melihat itu, Hui cha cun cu Kiong Lui menghimpun tenaga
dalamnya sambil membentak keras:
"Orang sbe Thia, jadi kau ingin mencari keuntungan dalam
air keruh. Bagus sekali, hmm! Seandainya lohu tidak teringat
kalau kau masih punya hubungan dengan Bi kun lun (Kun lun
indah), kau anggap nyawamu masih bisa dipertahankan
hingga sekarang" Hmm, mung-kia sedari tadi sudah berpulang
ke alam baka"
Thi pit suseng Thia Cuan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haah... terima kasih banyak atas
kebaikanmu, cuma sayang toaya sama se kali tidak ada
sangkut pautnya dengan Siau Wi goan, selain itu akupun tidak
saling mengenal dengannya, bila kau menginginkan nyawaku,
lebih baik ambillah dengan mengandalkan pandaian silatmu
sendiri." Suaranya datar, tidak tidak meninggikan kepala
merendahkan derajat sendiri dibalik kelembutan terdapat nada
keras, ucapan mana sege ra membungkamkan mulut
gembong iblis itu.
Tapi justeru karena hal tersebut, dari malu nya si gembong
iblis itu menjadi naik darah, dia segera tertawa dingin tiada
hentinya: "Heeeh...heeeh...heeeh... barang siapa berani masuk hutan
harus mampus, kau tidak menyaksikan jenasah diatas pohon
itu" Inilah contoh yang paling baik bagi mereka yang
bersikeras ingin melanggar peraturanku, berbicara dan cara
tindak tanduk kalian semua, sebetulnya hanya ada satu jalan
kematian saja. Akan tetapi berhubung lohu mempunyai
sumpah yang mengatakan bahwa setiap sahabat Bi kun lun
akan kulepas, maka kau boleh pergi dari sini, tapi bocah
keparat yang menggemaskan ini tak boleh meninggalkan
tempat ini barang setengah langkah pun.
Yang di maksudkan sebagai bocah keparat tak lain adalah
Suma Thian yu. Pada dasarnya Suma Thlan yu adalah seorang bocah yang
berjiwa keras dan tinggi hati, mendadak dia membalikkan
tubuhnya sambil tertawa mengejek, katanya:
"Dengan mengandalkan kepandaianmu itu kau hendak
menahan aku disini" Lebih baik gerakkan lagi senjata
rongsokanmu itu, sauya akan melayanimu untuk bertarung
seratus gebrakan.
Suma Thian yu rugi didalam tenaga dalam yang tak
berhasil melampaui kesempurnaan Kiong Lui, maka dia
mengusulkan untuk ber tarung sebanyak seratus gebrakan
dalam permainan ilmu pukulan.
Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui malah tertawa
terbahak-bahak dengan seramnya
"Hehehebebehe....memang hal itu paling bagus, bocah
keparat, hari ini aku akan suruh kau menderita kekalahan
secara puas lahir batin, kemudian aku akan menggantungmu
hidup-hidup diatas pohon agar ditonton semua orang!"
Dengan lemah gemulai Toan im siancu dihadapan Hui cha
cun cu, lalu serunya:
"Jika kau berani, mengganggu seujung ram butnya, Thia
Yong yang pertama-tama akan beradu jiwa paling dulu
denganmu, sampai wak tunya jangan salahkan lagi kalau nona
tidak mengenal ampun!"
Sambil berkata dia lantas menggeserkan ba dannya dan
berdiri disamping Suma Tbiau yu. Mencorong sinar bengis dari
balik mata Kiong Lui, sambil mementangkan mulutnya yang
lebar dia membentak:
"Lebih baik kalian bertiga maju bersama, dalam sepuluh
gebrakan bila aku gagal meng hancur lumatkan kalian, dengan
tangan terbuka lohu akan menghantar kalian pergi dari sini!"
Benar-benar suatu ucapan yang amat sesumbar.
Bayangkan saja ke tiga orang muda mudi itu adalah jagojago
pilihan dari kaum muda, Thia si hengte (dua bersaudara
Thia) telah memperoleh warisan langsung dari Heng si cinjun,
sedangkan Suma Thian yu mendapat warisan keluarganya,
kesempurnaan mereka terhitung jagoan nomor wahid dikolong
langit. Untuk bertarung satu lawan satu, mungkin saja mereka
masih belum sanggup, tapi kalau tiga orang bekerja sama,
belum tentu ia sanggup merobohkan mereka dalam sepuluh
gebrakan saja. Diatas wajah mereka bertiga serentak terlintas perasaan
memandang rendah yang amat sinis.
Dalam sekilas pandangan saja Hui cha cun cu Kiong Lui
sudah dapat menembusi jalan pemikiran ke tiga orang
lawannya, mendadak ia melemparkan senjata Hou to pang
nya ke depan kaki Liat hwee siu Li Hiong, kemudian sambil
menggulung bajunya hingga nampak lengan yang kekar,
berbulu dan berotot besar itu, ia bersiap sedia melancarkan
serangan. "Perkataan seorang lelaki sejati berat bagaikan
bukit karang", dalam sepuluh gebrakan kemudian kalian pasti
akan mampus diatas genangan darah segar!
Suma Thian yu tidak banyak bicara, segera menghimpun
segenap tenaga dalamnya kedalam lengan, lalu sambil
menggunakan ilmu pukulan Tay cing to liong ciang ajaran
gurunya Put gho cu, dia membacok tubuh Kiong Lai dengan
jurus Ci kou thian bun (mengetuk pintu langit selatan).
Toan im siancu tidak ambil diam, dari samping ia
menyerang dengan jurus Im liong tham jiau (naga sakti
mementang cakar), ketika sampai ditengah jalan, dia
mengubah serangan pu kulannya menjadi cengkraman dan
mencengkeram belakang kepala lawan.
Hanya Thi pit suseng seorang yang tidak berkutik, dia
masih menanti serangan balasan dari Hui cha cun cu dengan
tenang, untuk kemudian melancarkan serangan dahsyat bila
kesempatan baik telah tiba.
Serangan yang dilancarkan Suma Thian yu maupun Thia
Yong sesungguhnya cuma serang an tipuan belaka, sekilas
pandangan serangan mana kelihatannya cepat seperti
sambaran kilat, sesunguhnya dibalik ancaman mana
tersembunyi dua gerakan lain yang dipersiapkan untuk
mundur. Benar-benar lihay Hui cha cun cu ini, agaknya ia telah
berhasil menebak jitu suara hati kedua orang lawannya,
menghadapi ancaman tersebut ia tidak menjadi gugup atau
panik. Ditunggunya serangan lawan hampir menca pai tubuhnya
ketika secara tiba-tiba dia memutar tubuhnya melancarkan
serangan balasan, jurus serangannya ganas dan mengerikan,
seakan-akan dia bermaksud memanah dua ekor burung dalam
sekali bidikan.
serangan yang berkelebat secepat sambaran kilat, tahutahu
sudah tiba di depan Thia Yong.
Mendadak Thi pit suseng membentak nyaring, tubuhnya
menerobos masuk kedalam arena kemudian telapak
tangannya diayunkan ke muka membabat jalan darah Leng
tay hiat di punggung Hui cha cun cu.
Waktu itu sesungguhnya Hui cha cun cu Kiong Lui sedang
bersyukur karena serangannya akan segera berhasil mencapai
sasaran, mendadak dia merasakan tibanya desingan angin
tajam dari arah belakang, kenyataan tersebut kontan
membuatnya menjadi tertegun.
Berada dalam keadaan begini harus mengesampingkan
dulu kedua orang musuhnya yang berada didepan, ia
membalikkan badan dan melepaskan serangan balasan.
Serangan ini dilepaskan dalam keadaan gusar, tenaga
dalam yang disertakan benar-benar luar biasa dahsyatnya.
Ketika Thi pit suseng Thia Cuan termakan oleh sapuan
tangan pukulan itu, badannya sege ra mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, dadanya terasa sakit sekali,
sadarlah dia bahwa isi perutnya telah terbakar.
Masih untung Hui cha cun cu Kiong Lui masih teringat akan
sumber perguruannya serta hubungan-nya dengan Siau Wi
goan, coba kalau tidak begitu, asal dia menambah tenaga
serang annya dengan dua bagian tenaga saja, niscaya Thi pit
suseng sudah tewas seketika.
Begitu Thi pit suseng mundur kebelakang, kini didalam
arena tinggal Suma Thian yu serta Toan im siancu yang sudah
lelah karena kehabisan tenaga, tak selang dua gebrakan
ke?mudian, Toan im siancu mengalami nasib seperti
kakaknya, isi perutnya menderita luka dan roboh terduduk
diatas tanah. Dengan demikian tinggal Suma Thian yu seorang yang
harus berjuang mempertahankan diri, diam-diam ia mengertak
giginya keras-keras, secara beruntun dia melepaskan tiga
buah serangan berantai masing-masing dengan jurus Kun kun
to coan ( Dunia diputar balik) Kui seng ti to (Bintang kejora
jatuh jumpalitan) dan Sian hong sau soat ( Angin berpusing
menyapu salju), semuanya merupakan jurus penolong dari
ilmu pukulan Tay cing to liong ciang.
Betapa hebatnya serangan itu bisa dilihat dari Hui cha cun
cu Kiong Lui yang tak berani menyongsong serangan itu
dengan kekerasan, secars beruntun dia mengegos sebanyak
tiga kali, kemudian melompat sejauh satu kaki lebih.
Tampaknya dari sepuluh gebrakan yang di janjikan kini
tinggal dua gebrakan lagi, bila Hui cha can cu Kiong Sui gagal
merobohkan musuhnya, terpaksa dia harus menghantar
lawan-lawannya ini untuk berlalu dari daerah terlarang itu.
Mendadak Hui cha cun cu Kiong lui berpekik nyaring,
tubuhnya melejit setinggi tiga kaki ketengah udara, bagaikan
seekor naga bengis meninggalkan samudra, dengan
membawa deruan angin puyuh dia menyambar keatas kepala
Suma Thian yu. Thi pit suseng Thia Cuan yang menyaksikan peristiwa itu
segera melupakan tenaga dalam yang dideritanya, sambil
berpekik nyaring degan membawa luka dia menerjang ke arah
Suma Thian yu. "Hiante, cepat mundur! Dia telah menggunakan Pek lek si
hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma)!"
Baru selesai Thi pit suseng berseru, di tengah angkasa
telah bergema suara geledek yang menggelegar dengan
nyaringnya. Ketika Suma Thian yu mendongakkan kepala, dia jadi
terperanjat, wajah berubah pucat, tak sempat memandang
sekejap lagi, dia sudah me lesat kesamping untuk
menghindarkan diri.
Disaat yang amat kritis inilah, ditengah udara
berkumandang pekikan nyaris yang memekakkan telinga, lalu
seperti sekilas cahaya yang membuyarkan awan hitam,
petikan nyaring ter sebut seketika itu juga menawarkan suara
gemuruh guntur yang mengelegar diangkasa.
Semua orang yang semula tertegun oleh suara guntur,
dengan cepat merasakan hatinya menjadi tenang kembali,
untuk sesaat mereka seperti melupakan tragedi yang sedang
terjadi didepan mata.
Ketika memandang lagi kearah Hui cha cun cu, seketika itu
dia sedang mengayunkan sepasang telapak tangannya dan
secepat kilat meng hantam tubuh Suma Thian yu, siapa tahu
pada saat itulah suatu kejadian aneh telah berlangsung.
Tampaknya suara pekikkan nyaring yang membetot sukma
itu telah mengacaukan pikiran Hui cha chun cu, tampak
tubuhnya buru-buru berjumpalitan di tengah udara, lalu
sepasang telapak tangannya segera ditarik kembali, seperti
barung yang hinggap dia atas tanah, dengan entengnya dia
melayang turun kembali kepermukaan tanah.
Sementara semua orang masih tertegun, sesosok bayangan
manusia nampak berkelebat lewat dari balik hutan, hanya
sekejap kemudian, tahu-tahu ditengah arena telah berdiri
seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan.
Heran! Mungkinkah suara pekikan tadi berasal dari bocah
lelaki yang masih ingusan ini"


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau memang begitu, bukankah bocah lelaki ini adalah
seorang bocah ajaib didunia ini"
Tapi rasanya hal ini mustahil, tak bisa ma?suk akal, hal ini
mana mungkin bisa terjadi" Seorang bocah lelaki yang masih
berusia sebelas dua belas tahunan, masih bersifat kekanakkanakkan,
bagaimana mungkin bisa memiliki ilmu silat yang
begitu lihaynya"
Tapi cahaya kilat yang terlibat tadi sudah jelas merupakan
bayangan tubuh dari bocah ini selain dia siapa lagi"
Tampak sepasang kening bocah lelaki itu menonjol tinggi
sekali, dia sedang berdiri ber tolak pinggang sambil mencaci
maki: "Kiong Lui, lagi-lagi kau membuat kejahat an disini",
seandainya aku tidak datang tepat waktunya, kembali ada jiwa
yang akan mela. yang disini, hmmm...! Apakah kau sudah
melu pakan dengan kata-katamu tempo hari...?"
Sungguh menggelikan sekali keadaan Hui cha cun cu Kiong
Lui yang telah berusia enam puluh tahunan itu, kalau tadi
sikapnya garang angkuh dan jumawa sekali, maka setelah
berjumpa dengan bocah lelaki itu, keadaannya berubah
seperti tikus berjumpa kucing, sikapnya menghormat dan
tunduk sekali. Semua orang lantas mengalihkan perhatian nya kewajah
bocah itu, tampak dia mengena kan baju berwarna putih
bersih, rambutnya di gulung menjadi satu, matanya besar lagi
bulat, wajahnya menarik dan menyenangkan, kecuali itu tidak
terlihat sesuatu gejala lain yang istimewa.
Akan tetapi sikap Hui cha cun cu Kiong Lui bagaikan sedang
menghormati dewa pujaannya saja, dengan sikap yang amat
menghormati dia berkata:
"Sobat kecil, kenapa sudah lama kau tidak bermain kemari"
Lohu sangat rindu kepadamu!"
"Huuuuh, siapa yarng kesudian bermain disini?" Ibuku
bilang kau adalah telur busuk terbesar didunia ini, ia
melarangku bermain denganmu" sahut bocah lelaki itu terus
terang. Suma Thian yu yang mendengar perkataan itu menjadi
amat geli sekali sehingga tak tahan ia tertawa terkekeh.
Mendadak bocah lelaki itu berpaling, sepasang matanya
melotot besar dan memancarkan sinar berkilauan.
"Benar-benar lihay sekali tenaga dalam orang ini, entah
bagaimana cara berlatih?" anak muda itu segera berpikir.
Sementara itu sibocah telah memperlihatkan dua baris
giginya yang putih bersih sambil menegur:
"Siapa yang bernama Suma Thian yu?"
Agak tertegun Suma Thian yu mendengar pertanyaan itu,
setelah termangu sesaat buru-buru sahutnya:
"Akulah orangnya"
Bocah lelaki itu segera mengamati Suma Thian yu sekejap,
kemudian katanya:
"Tak heran kalau ibuku mencarimu, nih! Disini ada sepucuk
surat untukmu, ambil dan bacalah sendiri!"
Suma Thian yu makin terperanjat lagi sete lah mendegar
perkataan itu, buru-buru dia menyambut surat itu dan dibuka
lalu dibaca isi-nya, diatas surat itu hanya tercantum beberapa
huruf yang berbunyi:
"Datanglah segera selesai membaca surat ini"
Dibawahnya tidak nampak tanda tangan atau kode tertentu
dari penulis surat itu.
Dengan wajah termangu Suma Tnian yu mengawasi wajah
si bocah itu lekat-lekat, pelbagai ingatan segera berkecamuk
didalam be naknya membuat dia terasa pusing umuk
memikirkannya. Siapakah bocah ini" Siapa pula ibunya"
Ada urusan apa dia khusus datang kesitu untuk
mencarinya"
Siapa musuh besanya" Apa sangkut pautnya dengan
dirinya" Serentetan pertanyaan tersebut membuat Suma Thian yu
menjadi sangat murung dan tak tahu apa yang mesti
dilakukan, untuk sesaat dia menjadi gelagapan hingga tak
sepatah katapun sanggup diutarakan.
Sambil tertawa cekikikan bocah lelaki itu segera menegur:
"Bila kau selesai membaca, mari kita segera berangkat!"
"Tolong tanya sobat kecil, kita akan kemana?" Suma Thian
yu segera bertanya:
"Tentu saja ke rumahku!"
Sambil menyahut bocah itu segera menarik tangan Suma
Thian yu dan siap berlalu dari situ.
Mendadak terdengar Hui cha cun cu Kiong Lui membentak
keras: "Tungqu sebentar! Sobat kecil, dia masih berhutang kepada
lohu....!"
Bocah lelaki itu segera berpaling, mencorong sinar tajam
dari matanya, setelah menatap sekejap wajah Kiang Lui
dengan gusar, serunya kembali:
"Kau kuatir tidak bisa menagih kembali" Hutang apa sih"
Biar aku saja yang membayarkan baginya"
"Oooh, tidak, tidak!" Hui cha cun cu segera menampik, asal
sobat kecil telah mengambil alih hutang tersebut, tentu saja
lohu tak bisa berkata apa-apa lagi, sekembalinya kerumah
nanti, sampaikan salamku untuk ibumu!
Bocah lelaki itu mendengus dingin, ia segera berlalu
meninggalkan hutan tersebut.
Tiba-tiba dua bersaudara Thia berpekik nysring, kedua
orang itu segera melompat ke depan dan menghadang jalan
pergi bocah itu.
Sambilmenjura Th i pit suseng Thia Cuan segera menegur:
"Tolong tanya sobat cilik, siapa namamu dan dimana
rumahmu?" Dengan tak sadar bocah lelaki itu menukas:
"Kau takut aku akan melalapnya hidup-hidup" Paling cepat
sebulan paling lambat dua bulan, tanggung dia dapat
berjumpa lagi dengan kalian berdua"
Walaupun usia bocah lelaki ini masih muda, namun caranya
berbicara seperti orang dewasa, sehingga dua bersaudara Thia
pun turut merasa keheranan.
Dengan cepat Toan im-siancu Thia Yong bertanya:
"Dimanakah rumah kediamanmu?"
Kali ini si bocah lelaki itu tertawa cekikikan.
"Tak usah kuatir, bukan aku yang berhak menjadi mak
comblang, dua bulan kemudian dia pasti akan mengunjungi
kalian berdua di bukit Kun san telaga Tong ting ou".
Begitu bocah lelaki itu selesai berkata, se lembar wajah
Toan im-siancu Thia Yongpua turut berubah menjadi merah
padam seperti apel yang masak, dia lantas mendesis dan
berseru sambil melotot:
"Hmmm, tampaknya kau mencari penyakit!"
Sambil berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya
menghantam wajah bocah lelaki itu.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini segera
berseru dengan amat gelisah:
"Nona Thia......"
Belum habis dia berkata, bocah lelaki itu telah membentak
pula dengan suara keras:
"Ayo berangkat! Tempat ini bukan tempat yang aman"
Kalau dibicarakan sesungguhnya sukar masuk diakal, Suma
Thian yu hanya melihat bocah kecil itu mengangkat
lengannya, tahu-tahu seluruh badan Toan im siancu sudah
melayang ditengah udara seperti selembar daun yang ter
hembus angin puyuh, tahu-tahu ia sudah dikirim ke sisi badan
kakaknya... Dengan demikian, kendatipun Toao im sian cu Thia Yong
lebih bina1 dan wataknya lebih aneh pun, mau tak mau dia
harus merasa kagum dan tunduk terhadap bocah itu.
Buru-buru dia memberi tanda kepada kakaknya dan berlalu
dari situ. Melihat kejadian tersebut, wajah bocah lelaki itu nampak
berseri, dia memarik tangan suma thian yu dan menembusi
hutan itu. Kali ini mereka tidak bergerak ke arah bukit Han-san
melainkan justru berbalik ke jalan kecil, semua jalanan yang
mereka lalui sebagian besar adalah jalan perbukitan yang
sempit dan curam.
Untung saja Suma Thian yu memiliki ilmu silat yang hebat.
Ilmu meringankan tubuhnya pun amat sempurna, dengan
begitu dia masih bisa membuntuti selalu lima langkah di
belakang bocah lelaki itu.
Sekarang Suma Thian yu baru benar-benar dapat
menyaksikan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki bocah lelaki itu, jangan dilihat bocah itu bergerak
dipaling de pan, namun langkahnya enteng dan cepat hing ga
kalau dilihat dari tempat kejauhan, sepa sang kakinya seakanakan
tidak menempel di atas tanah.
Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang,
pikirnya: "Diluar langit masih ada langit, diatas ma nusia masih ada
manusia, tampaknya soal ilmu silat memang tiada tara
dalamnya" Apa yang di katakan orang kuno memang tidak salah,
setinggi-tingginya sebuah bukit, tentu ada bukit lain yang jauh
lebih tinggi, selihay-lihaynya kepandaian seseorang, sudah
pasti ada orang lain yang jauh lebih lihay daripadanya.
Bayangkan saja berapa usia bocah lelaki yang masih bau
kencur ini" Tapi dalam kenyataan-nya, baik ilmu lwekang,
gwakang maupun ginkang semuanya telah mencapai puncak
kesem purnaan, sekalipun sejak berada dalam kandungan
ibunya dia sudah mulai melatih diri, belum tentu kepandaian
silatnya bisa mencapai tingkatan demikian hebatnya.
Bila ditinjau dari kepandaian silat yang di miliki bocah ini,
bisa dibayangkan pula sampai dimanakah taraf kepandaian
silat yang di miliki ibunya" Tapi dalam dunia persilatan belum
pernah terdengar nama seorang jagoan perempuan semacam
itu, siapakah dia"
Sambil berlarian menempuh perjalanan be nak Suma Thian
yu dipenuhi oleh pelbagai per soalan yang memusingkan
kepalanya, terutama sekali dalam surat tersebut tidak
dicantumkan nama maupun tanda tangan, mungkinkah bocah
ini salah mencari orang"
Malam itu udara gelap gulita, tiada rembulan, hanya
bintang yang betebaran memenuhi angkasa.
Walaupun Suma Thian yu memiliki kepandaian untuk
melihat dalam kegelapan, tapi saat itu dia tak sanggup melihat
pemandangan yang berada satu kaki dihadapannya, hal ini
membuat hatinya diam-diam merasa amat gelisah.
Sebenarnya dia ingin bertanya kepada bocah itu ke
manakah mereka hendak pergi, tapi dia pun kuatir
ditertawakan oleh pihak lawan, padahal kalau tidak ditanyakan
hatinya terasa amat kesal dan gugup.
Mendadak bocah lelaki yang sedang berlarian di muka
berpaling seraya berseru:
"Sudah hampir sampai, bagaimana kalau kita mempercepat
sedikit perjalanan kita?"
Selesai berkata, tanpa menunggu persetujuan dari Suma
Thian yu lagi dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan
berganti gerakan tubuh, kali ini dia menempuh perjalanan
dengan meng gunakan ilmu meringankan tubuh Pat pah kan
cian (delapan langkah mengejar comberet).
Tentu saja Suma Thian yu tak berani berayal pula, buruburu
dia menghimpun tenaga murnuinya dan
mengembangkan ilmu meringankan tubuh Leng kong siu tok
yang sangat lihay itu, bagaikan peluru yang melejit kedepan,
ia mengejar lawannya dengan ketat.
Tiada hentinya bocah lelaki didepan itu ber paling dan
melihat apakah Suma Thian yu ber hasil menyusulnya atau
tidak, namun sepanjang jalan dia tak pernah berbicara lagi
walau se patah kata pun, hal mana semakin menambah
misteriusnya suasana.
Setelah menempuh suatu perjalanan yang cukup panjang,
menembusi beberapa bukit, entah oerapa jauh sudah mereka
berjalan akhirnya terdengar bocah lelaki itu bersorak gembira:
"Sudah sampai, didepan sana adalah rumahku"
000O000 WAKTU ITU Suma Thian yu sudah kehabisan tenaga,
dengan badan lemas, napas tersengkal-sengkal, seluruh
badannya basah kuyup oleh keringat, membuatnya untuk
sesaat tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Menyaksikan keadaan itu, si bocah lelaki itu segera berkata
sambil tertawa cekikikan:
"Tampaknya aku telah membuatmu kepayahan, padahal
waktu kedatangan kita masih terlambat setengah kentongan
daripada waktu telah kutetupkan sebelumnya!"
Ucapan tersebut tak ubahnya menyindir ketidak becusan
Suma Thian yu dalam melakukan perjalanan, kontan saja
paras muka anak mu da itu berubah menjidi merah sebentar,
hijau sebentar, panas sebentar, dingin sebentar, rasanya tak
terlukiskan dengan kata kata.
Sedemikian jengahnya pemuda itu, sehingga seandainya
disana terdapat sebuah lubang gua, niscaya dia sudah
menerobos masuk ke dalam untuk menyembunyikan diri.
Dengan cepat dia berpaling ke arah puncak bukit didepan
sana, mendadak ia tidak men?jumpai rumah seperti yang
dikatakan bocah uu, kecurigaan segera timbul, sambil meman
dang wajah si bocah itu tanyanya agak terdengung:
"Sobat cilik, dimana rumahmu?"
"Itu dia, dibelakang bukit sana" jawab si bocah sambil
menunjuk kedepan sana.
Suma Thian yu melihat tempat yang ditunjuk adalah bukit
didepan sana, hatinya lantas menjadi lega, akan tetapi
sewaktu tidak menjum pai jalan tembus disitu, keningnya
lantas ber kerut dan wajahnya memperlihatkan rasa ke
sulitan. Ternyata antara tempat dimana mereka ber ada sekarang
dengan bukit yang berada dise berang sana dipisahkan oleh
sebuah jurang yang lebarnya kurang lebih tiga puluh kaki,
jangankan manusia, sekalipun binatang juga belum tentu bisa
melampauinya. Orang hanya mungkin mencapai puncak seberang bila dia
menuruni lembah jurang itu le bih dulu, atau bila dia bersayap
dan sanggup terbang melampauinya.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana cara kita menyeberang kesana?" dengan
perasaan tercengang akhirnya Suma Thian yu berseru.
"Tentu saja ada caranya, harap kau kau jangan kelewat
terburu napsu" sahut si bocah cepat.
Diam-diam Suma Thian yu berpikir lagi:
"Kau punya cara apa" Memangnya bisa ter bang
menyeberangi jurang ini" Kalau memang demikian, bukankah
dia sudah menjadi dewa bukan manusia lagi...?"
Sementara itu terdengar sibocah sedang ber gumam
seorang diri. "Ing ji memang cukup binal, tahu kalau aku bakal datang
terlambat, dia tak mau menunggu aku sebentar lagi, hmmm,
sebentar aku harus menghukum dia"
Ketika Suma Thian yu mendengar dikebut kannya nama
"Ing ji", dia semakin keheranan, segera pikirnya lagi:
"Mungkinkah bocah lelaki ini masih mempunyai seorang
adik perempuan yang lebih kecil?"
Sementara dia masih berada dalam keadaan bingung dan
tidak habis mengerti...
Mendadak bocah kecil itu berpekik nyaring kearah bukit
disebrang sana, suara pekikannya amat nyaring memekikan
telinga, seperti suara genta dari kuil yang menggaung
diseluruh tanah perbukitan, nyaring, keras dan mengagumkan.
Cukup dilihat dari kemampuannya berpekik nyaring, jika
seseorang tidak memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh
tahun hasil latihan, jangan harap ia bisa berbuat demikian.
Diam-diam Suma Thian yu menghela napas panjang, suatu
perasaan rendah diri segera muncul dihati kecilnya.
Begitu suara pekikan tersebut sirap, dari seberang bukit
sana berkumandang suara pekikan burung hong, kemudian
tampak seekor burung raksasa berwarna hijau terbang
mendekat. Dengan cepat Suma Thian yu menjadi mengerti, rupanya
yang dimaksudkan sebagai "Ing-ji" adalah burung yang
sedang melintasi jurang sekarang, atau dengan perkataan
lain, burung tersebutlah sebagai sarana angkutan untuk
menyeberangi jurang itu.
Dalam waktu singkat burung yang berwarna warni itu
sudah melintasi dua buah puncak bukit, tampaknya ia seperti
ada maksud untuk mempermainkan si lelaki tersebut, sambil
terbang merendah dan berputar beberapa kali, dia berkaok
tiada hentinya.
Menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan geli bercampur
mendongkol bocah itu membentak:
"Ing-ji, waktu sudah siang, mengapa kau tidak segera
turun" Apakah kau menunggu sampai kubekuk batang
lehermu nanti?"
Ing ji masih saja berkaok sambil putar kian kemari,
tampaknya ia makin sengaja tak mau melayang turun
kebawah. Akhirnya dengan marah bocah itu berteriak: "Jika
kau tidak turun lagi, lihat saja nanti sekembalinya dari sini
akan kulaporkan kepada ibu agar kau dihukum!" Menurut
aturan, Ing ji pasti akan menuruti perkataan itu dan melayang
turun kebawah, sekalipun dia hendak berubah, paling tidak
ulahnya tak akan sampai menggusarkan majikan mudanya.
Suma Thian yu adalah seorang pemuda yang cerdas, ia
segera merasakan ada sesuatu yang tak beres, sepasang
matanya yang tajam dengan cepat menyapu sekejap sekitar
sana, akhirnya dia menjerit kaget:
"Aaaah, coba lihat, apakah itu?"
Mendengar seruan tersebut, si bocah itu segera berpaling,
paras mukanya kontan berubah.
Ternyata diatis batang pohon raksasa dibelakang mereka
berdua, melingkar seekor ular raksasa sebesar baskom,
kepalanya berbentuk segitiga, sepasang matanya seperti
lampu lentera dan memancarkan cahaya bengis, kalau dilihat
dari sikap dan gayanya, tampaknya ular itu sudah bersiap
sedia melancarkan sergapan kearah mereka berdua.
Dengan marah bocah itu segera membentak:
"Rupanya binatang keparat ini yang sedang mengacau, tak
aneh kalau Ing-ji tak berani turun kebawah..."
Sambil berkata telapak tangan-nya segera diayunkan
kedepan menghantam ular beracun itu, angin pukulan yang
menderu-deru langsung menghajar tubuh binatang tadi.
Siapa tahu ular beracun itu amat cekatan, dia segera
miringkan kepalanya menghindarkan dirinya dan menyusul
kemudian sambil mementangkan mulutnya dia menyemburkan
segumpal kabut tebal.
"Hati-hati ada racunnya" Suma Thian y menjerit kaget, lalu
sambil mencabut keluar pedangnya serunya lagi kepada bocah
itu, "sobat kecil, seranglah dia agar menjadi marah, tapi hatihati
dengan semburan udara beracun-nya"
Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil anti racun
dan menyerahkan sebutir kepada si bocah sebelum sebutir
yang lain ditelan ke perut, kemudian dia baru menjejak tanah
melejit ke udara, dari atas dahan pohon itulah dia
mengayunkan pedangnya membacok ekor ular rersebut.
Si bocah yang berada dibawah segera mele paskan pukulan
dahsyat pula ke atas kepala ular beracun itu setelah
menyaksikan Suma Thian yu turun tangan.
Menghadapi ancaman dari muka dan belakang, ular
beracun itu berpekik marah, matanya yang buas makin
memancarkan sinar tajam, tanpa perdulikan ancaman
terhadap ekornya, "Weesss" mendadak ia melejit ke depan
dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari
busjrnya, lalu mementangkan mulutnya lebar-lebar dan
menyemburkan kabut beracun yang berbau busuk.
Mimpipun si bocah itu tak menyangga kalau ular beracun
itu tidak takut dengan ancaman pukulannya, begitu terkena
semburan kabut beracun tersebut, kendatipun ia sudah
menelan pil anti racun, toh kepalanya terasa pusing juga,
dengan sempoyongan tubuhnya mundur ke belakang.
Disaat pikiran si bocah sedang bercabang inilah, secepat
angin ular beracun itu mener jsng ke depan.
Bocah lelaki itu menjerit kaget, lalu mundur ke belakang.
Lihay sekali ular beracun itu, ekornya segera disapu
kedepan dan mentalkan tubuh bocah itu.
"Blaaam!" bocah itu segera terbanting keras-keras diatas
tanah, mssih untung tempat dimana ia terjatuh adalah tanah
berumput, kalau tidak, niscaya pantatnya akan robek.
Sementara itu, Suma Thian yu telah menerjang kebawah
berbareng dengan kebasan ekor ular beracun itu, pedangnya
langsung menembusi punggung binatang itu.
Sepantasnya dengan tertusuknya punggung si ular, paling
tidak binatang itu, akan terluka, namun kenyataannya bukan
sajs tidak mati malahan justru menimbulkan sifat buas dan
garang dari ular raksasa tersebut.
Terdengar ular raksasa itu berpekik kesakitan, tubuhnya
bergulingan diatas tanah, ekornya dikibaskan keatas dan
segera menggurung ke tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi ancaman tersebut, Suma Thian yu berlagak
seolah-olah tidak melihatnya, se?cara berputar dia
melepaskan tiga buah tusu?kan berantai yang semuanya di
tujukan kebagian mematikan ditubuh sang binatang.
Dengan kejadian ini, sifat buas si ular raksasa itu makin
menjadi, sambil mementangkan taringnya dia menyemburkan
kabut beracun yang makin tebal mengurung seluruh tubuh
anak muda tersebut.
Suma Thian yu makin menggila, secara beruntun dia
melepaskan tujuh delapan buah serangan tubuh ular itu.
Termakan oleh bscokan pedang Kit Hong kiam yang tajam,
seketika itu juga si ular beracun itu terbelah menjadi tiga
bagian, tetapi ular itu belum mati juga.
Padahal berada dalam keadaan seperti ini, asal bagian
"tujuh inci" dari ular yang mematikan itu kena di gencet,
niscaya ular beracun itu akan mati seketika.
Sayang Suma Thian yu merasa asing terhadap keadaan
semacam itu, dia tidak mengerti rahasia tersebut, oleh sebab
itu dia harus menggorbankan tenaganya untuk berjuang mati
matian. Akibatnya bukan saja dia gagal membinasakan ular beracun
itu, malah sebaliknya karena kelewat lama terkurung oleh
kabut beracun si ular, meluruh tubuhnya menjadi kaku dan
akhir nya jatuh tak sadarkan diri.
Begitu dia roboh kebetulan tubuhnya jatuh vdiatas perut
ular itu, dengan cepat si ular raksa sa itu membalikkan badan
sambil mementangkan mulutnya lebar-lebar siap menerkam
tubuh anak muda tersebut.
Disaat yang amat kritis inilah, menndadak dari tengah
udara berkumandang suara pekikak burung hong yang amat
nyaring. si Ing-ji me nutup kembali sepasang sa yapnya dan
secepat kilat menukik kebawah serta menotol bagian "tujuh
inci" dari ular beracun itu.
Sementara itu ular beracun itu sedang memusatkan
perhatiannya untuk menelan Suma Thian yu, mimpipun dia tak
menyangka kalau "Belalang menubruk comberet, burung nuri
mengincar dari belakang" tiba-tiba saja bagian dari "tujuh inci"
nya terasa amat sakit, darah sege ra menyembur keluar dari
mulutnya, lalu sete lah mengejang beberapa saat, tubuhnya
roboh menindih diatas badan Suma Thian yu.
Ular beracun itu paling tidak berbobot lima ratus kati lebih,
begitu jatuh menindih badan Suma Thian yu yang sedang
pingsan, si anak muda itu segera muntah darah segar.
Ing-ji seperti pahlawan yang menang perang segera
mentangkan sayapnya terbang keangkasa dan berpekik
kegirangan. Dalam pada itu, si bocah lelaki tersebut sudah mengatur
napas dan mendesar keluar hawa beracun yang mengeram
didalam tubuhnya, melihat si ular raksasa tersebut menindih
diatas badan Sumi Thian yu, dengan cepat dia memburu
mendekat, lalu bekerja keras menyingkirkan bangkai ular
raksasa itu. Kemudian dia memanggil Ing ji, membopong
tubuh Suma Thian yu keatas punggung ular itu dan diiringi
pekikan nyaring, Ing-ji menye berangkanmereka kepuncak
sebelah depan. Selama ini Suma Thian yu berada dalam
keadaan tidak sadar, bagaimanakah cara mereka
menyeberangi jurang tersebut, boleh dibilang dia sama sekali
tidak tahu. Tatkala pemuda itu sadar kembali dari pingsannya,
dia merasakan tubuhnya sudah dibaringkandidalam
sebuah rumah kecil yang rapat dan tak tembus angin. Dengan
cepat dia melompat bangun, tapi kepalanya terasa pusing
sekali, dia segera roboh dan tertidur kembali.
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, dia seperti
mendengar pintu kamar dibuka orang, lalu bocah lelaki itu
berjalan ke dalam ruangan.
Suma Thian yu segera mendongakkan kepalanya, ternyata
bocah lelaki itu adalah bocah yang membawanya ke sana.
Maka sambil memaksakan diri untuk duduk, segera
tegurnya: "Tolong tanya dimanakah aku sekarang?"
"Di rumahku!" sahut bocah itu sambil membelalakkan
matanya lebar-lebar.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" kembali Suma Thian yu
bertanya?"bagaimana caraku menyeberang ke mari?"
Bocah lelaki itu tertawa cekikikan.
"Ing-ji yang membopongmu kemari"
"Oooh" sambil berkata Suma Thian yu beru saha untuk
bangkit berdiri.
Siapa tahu begitu ia berdiri, seketika itu juga kepalanya
terasa pusing sekali, ia menjadi sempoyongan dan hampir saja
roboh ter jengkang keatas tanah.
Buru-buru bocah lelaki itu memayangnya lalu berseru
dengan cemas: Hawa racun yang mengeram dalam tubuh mu belum
hilang, lebih baik berbaringlah dulu, ibuku segera akan tiba"
Suma thian yu menurut dan membaringkan tubuhnya lagi,
pada saat itulah tirai pintu ter singkap dan masuk seseorang.
Suma Thian yu merasakan pandangan msta nya menjsdi
silau, tahu-tahu seorang perempuan cantik jelita telah berdiri
dihadapannya. Suma thian yu merasakan pandangan mata nya menjadi
silau, dengan cepat dia amati perempuan itu lebih seksama.
Ternyata perempuan itu berusia tiga puluh tahunan,
berwajah bulat telur, beralis lentik, bermata jeli, hidung
mancung dan bibir yang kecil mungil, ia benar-benar cantik
sekali. Dengan cepat dia menyadari kalau perempuan
cantik jelita ini tak lain adalah 'ibu' yang dimaksudkan
bocah lelaki itu.
Buru-buru dia melompat bangun sambil menjura.
"Berkat pertolongan anda, aku merasa berterima kasih
sekali". Perempuan cantik itu tertawa hingga nampak sepasang
lesung pipinya yang indah, katanya:
"Berbaringlah lebih dulu. bila ada persoalan lebih baik kita
bicarakan nanti saja". Kemudian kepada si bocah katanya
pula: "Liong ji, cepat ambil kuah jinsom itu dan bawa kemari".
Liong-ji segera berlalu dengan cepat, tak selang berapa
saat kemudian dia sudah muncul kembali dalam ruangan
dengan membawa se mangkuk kuah jinsom.
Perempuan cantik itu menerima mangkuk tersebut dan
segera disuapkan kemulut Suma Thian yu, kemudian sambil
menyuruh pemuda itu ber baring kembali, tangannya yang
halus, lembut dan hangat itu ditempelkan diatas dadanya,
segulung hawa murni lantas menyusup masuk ke dalam
tubuhnya. Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak Suma thian
yu merasakan ada segulung hawa panas mengalir melalui
dada dan terus masuk ke pusar, kemudian mengalir ke
sepasang kakinya sedang dari sepuluh jari kakinya terbuang
keluar. Tak selang beberapa saat kemudian, Suma Thian yu
merasakan semangatnya berkobar kembali, ia merasa sesar,
terutama kuah jinsom yang barusan diteguknya kini sudah
mulai menyebar keseluruh hadan, tubuh yang semula
lemahpun kini telah pulih kembali.
Selama hidup belum pernah Suma Thian yu menjumpai
cara penyembuhan semacam ini, dari sini dapat ditarik
kesimpulan kalau tenaga dalam yang dimiliki perempuan
cantik ini benar-benar telah mencapai puncak
kesempurnaannya.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Liong ji menyaksikan mukanya berubah menjadi
merah dadu, sadarlah dia kalau hawa racunnya telah punah,
dia bersorak gembira dan lari menghampiri ke sisi Suma Thian
yu, serunya sambil menarik tangan anak muda itu:
"Terima kasih langit, terima kasih bumi akhirnya kau toh
sembuh kembali, ayo bangun. Mari kita bermain-main diluar
sana" "Liong-ji!" perempuan cantik itu segera membentak, "jika
kau nakal lagi, hati-hati kalau lbu menghajarmu, kini
kesehatan badan siauhiap baru saja pulih, dia harus
beristirahat be berapa hari lagi sebelum benar benar sembuh"
Liong ji menjulurkan lidahnya sambil membuat muka setan,
lalu, secara diam-diam menyingkir kesamping perempuan
cantik itu dan tak berani berbicara lagi.
Sambil tersenyum perempuan cantik itu berkata lagi kepada
Suma Thian yu: "Tahukah kau apa sebabnya kuundang kemari?"
Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.
"Boanpwe tidak tahu, harap diberi petunjuk"
"Kau merasa keheranan bukan" Apa sebab nya tanpa
sebab tanpa musabab Liong ji mengundangmu berkunjung ke
gua Hui liong tong?"
Berbicara sampai dlsitu, perempuan cantik itu lantas
menuding kearah Liong ji seraya berkata:
"Dia adalah putraku, Gak Kun liong, bocah ini mengikuti
nama marga orang tuaku"
Suma Thian yu hanya mendengarkan dengan tenang,
sedang dihati kecilnya merasa keheran sebab sudah setengah
harian lamanya perempuan cantik itu berbicara, namun dia
belum pernah menyinggung tentang alasannya mengundang
ia kesitu. Agaknya perempuan cantik itu dapat menebak suara hati
orang, dia dapat menangkap kecurigan dalam hati kecil Suma
Thian yu, maka ujarnya lagi:
Jilid : 12 Pernahkah kau mendengar nama Kau ih li (perempuan
berbaju putih)...
"Boanpwe berpengetahuan cetek, tidak me ngetahui
tentang nama tersebut..." sahut pe muda itu cepat.
"Tentu saja kau tak mengetahui, orang per silatan pun
jarang sekali mengetahui nama ter sebut, Kau ih li adalah
julukanku ketika aku masih melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan dulu. Dua puluh tahun berselang, aku pernah
melakukan pengembaraan didunia persi latan serta melakukan
beberapa macam peker jaan yang menggemparkan
masyarakat, tapi akhirnya aku dibelenggu oleh suatu
persoalan yang mana membuatku putus asa sehingga akhir
nya balik kebukit ini".
Setelah berhenti sejenak, perempuan itu berkata lebih
jauh: "Sejak itu aku bersumpah tak akan turun gunung lagi,
suhuku pun memperingatkan kepadaku agar tidak meninggal
gua ini lagi, sebab mendapat pukulan batin yang berganda
datang nya ini, seluruh pikiran dan perhatianku hana
kucurahkan untuk mendidik Liong-ji, kini ilmu silat yang
dimiliki Liong-ji sudah mencapai delapan sembilan bagian
kepandaianku, yang masih kurang baginya hanya pengalaman
serta kesempurnaannya belaka"
"Berapa hari berselang, kebetulan guruku berpesiar kemari,
dia telah meninggalkan beberapa tugas kepadaku yang
mengatakan bahwa berapa hari lagi akan lewat seorang yang
ber nama Suma Thian yu hendak pergi ke bukit Han san, aku
ditugaskan untuk menahanmu lama berapa hari di sini...
Sedang mengapa sebabnya dia orang tua datang kemari
aku sendiripun kurang begitu jelas"
Beberapa patah perkataan itu semakin membuat Suma
Thian yu keheranan, akhirnya dengan perasaan tercengang
dia bertanya: "Tolong tanya cianpwe, siapakah nama guru mu itu?"
Hui Hong tongcu( pemilik gua naga terbang) perempuan
berbaju putih Gak Say bwee menyahut:
"Dia bernama Cang liong, orang persilatan menyebutnya
sebagai Cang Iiong lo sian jin" Begitu mendengar nama
julukan tersebut kontan saja Suma Thian yu berseru tertahan:
"Oooh..... rupanya tokoh persilatan itu" Ternyata Cang liong lo
sian jin adalah se orang pendekar aneh yang sudah termashur
dan menggemparkan dunia persilatan sejak enam puluh tahun
berselang, berbicara soal tingkatan kedudukannya dalam
dunia persilatan serta soal tingkatan ilmu silatnya, mungkin
tiada orang yang bisa menandingi kelihayannya.
Lo sianjin ini sudah berusia seratus tahun lebih, dia pun
sudah amat menguasai ilmu aga ma Buddha maupun ilmu
silat, kepandaian silat yang dimilikinya begitu sempurna
hingga dalam sekali kebasan tangannya saja, dia mampu
untuk membunuh orang dari jarak sepuluh kaki, meniup patah
ranting pohon dari jarak jauh, menotok jalan darah diudara
kosong dan melukai orang dengan pedang terbang.
Sewaktu dia berhasil membunuh Cuan San ji sat (dua
malaikat bengis dari bukit Cuan san) dilembah Cui im kok
bukit Lu san dengan pe dang terbangnya, oleh umat persilatan
dia di sebut sebagai dewa pedang nomor wahid dari dunia
persilatan. Selama hidupnya Cang liong Lo-Sianjin ha nya menerima
seorang murid saja yakni Hui liong tongcu, konon dia masih
mempunyai hu bungan famili dengan Lo-sianjin tersebut, soal
apakah hubungan mereka itu, tidak seorang manusiapun yang
tahu. Hui liong Tongcu Gak Say-bwee adalah se orang
perempuan yang gemar akan ketenangan oleh sebab itu
semua pekerjaan yang dia laku kan tak pernah disinggung
kepada orang lain, semuanya dikerjakan secara diam-diam
tanpa menimbulkan berita, keadaannya ibarat 'naga sakti yang
nampak kepalanya tak kelihatan ekornya'.
Orang persilatan yang tahu kalau dalam
dunia persilatan terdapat seorang Pendekar perempuan
yang bernama Kau ih li, merekapun tahu kalau pendekar
perempuan itu suka meno long orang tanpa pamrih, karena
mereka hanya tahu nama tak parnah melihat orangnya, oleh
sebab itu semua orang hanya menyebut nya sebadai Kau ih li.
Kau ih li Gak Say-bwe pernah terlibat dalam jaring
percintaan, siapa tahu setelah melahir kan Liong-ji, suaminya
mati karena sakit, di tambah pula dia memang sudah bosan
berkelana didalam dunia persilatan, maka dia lantas
mengundurkan diri dari keramaian dunia dan kembali kegua
Hu liong tongnya ini.
Itulah sebabnya diantara orang persilatan, kecuali beberapa
orang tokoh silat dari angkat an tua, pada hakekatnya tak
seorangpun yang mengetahui asal usulnya yang sebenarnya.
Dari gurunya Put Gho cu, Suma Thian yu mendapat tahu
kalau dalam dunia persilatan ter dapat seorang pendekar aneh
yang bernama Cong liong Lo sianjin, oleh karena itu setelah
mengetahui nama dari gurunya Hui liong Tong cu, dia
merasakan hatinya bergetar keras, tan pa terasa diapun
mempunyai penilaian yang berbeda lagi terhadap perempuan
cantik itu. "Tak heran kalau Liong-ji dengan usianya yang masih
begitu muda ternyata memiliki ke pandaian silat yang luar
biasa, ternyata ibunya adalah anak murid dari Cang liong lo
sianjin demikian ia berpikir.
Sementara Suma Thian yu masih berbincang-bincang
dengan mereka ibu dan anak, mendadak dari depan sana
berkumandang beberapa kali suara pekikan burung hong.
Dengan cepat Hui liong tongcu Sak Say hwe berseru:
"Liong ji, ada tamu agung tiba, cepat ke?luar dan
menyambut kedatangannya"
"Gak Kun liong segera menarik langan Su?ma Thian yu
sambil berseru:
"Engkoh Thian yu, bagaimana kalau kau ikut aku?"
Hui liong Tongcu Gak Say hwee segera tertawa geli,
serunya: "Tampaknya kau sudah memperoleh rekan yang cocok,
kalau begitu ajaklah dia serta"
Suma Thian yu segera melompat bangun, rasa pening yang
semula mendarat di kepalanya kini tersapu lenyap, setelah
menjura kepada Hui liong tongcu, katanya:
"Terima kasih banyak cianpwe atas pengobatanmu!"
"Pergi, pergi, orang sudah hampir tiba didepan gua!" desak
Gak Say hwee cepat.
Agaknya Gak Kun liong seperti amat terbu ru-buru, sambil
menarik tangan Suma Thian yu, seperti segulung angin puyuh
dia lari ke arah mulut gua....
Belum lagi mereka berdua sampai di mulut gua, dari luar
sana kedengaran suara serak se orang tua sedang berseru:
"Tamu agung sudah datang, masih belum ada orang yang
datang menyambut, beginikah cara si hwesio gundul itu
mengajarkan kalian menerima tamu...?"
Begitu mendengar suara tersebut, Gak Kun Hong segera
berteriak: "Aai, rupanya si pengemis tua yang datang!"
Sambil berseru dia lantas memburu kemulut gua.
Baru saja mereka berdua meninggalkan gua, tampak
bayangan manusia depan mata, tahu-tahu seorang pengemis
tua sudah muncul dihadapan mereka.
Begitu melihat paras muka pendatang itu, Suma Thian yu
turut berteriak keras:
"Oooh, rupanya Wi Lo-cianpwe yang datang". Siapa
sebenarnya yang telah datang" Dia memang tak lain adalah
Siau yau kay (penge mis yang suka pelancongan) Wi Kian
yang su dah menggetarkan seluruh dunia persilatan!
Dengan wajah cemberut, tanpa memandang sekejap pun
kearah Suma Thian yu, pengemis itu langsung mencengkeram
arah baju Gak Kun liong, kemudian mencaci maki kalang kabut
"Bocah cilik! Apa yang pernah aku si pengemis tua katakan
kepadamu" Setelah mendengar suaraku, mengapa kau masih
bersembunyi disini, apakah kau takut kulalap dirimu?"
"Oooh....engkoh pengemis, kau jangan marah, hadiah yang
kau janjikan untukku sudah kau bawah belum?" tegur Gak
Kun liong sambil tertawa cengar cengir.
Begitu mendengar ucapan mana, Siau yau kay Wi Kian
segera melepaskan cengkeraman-nya dan bergumam sambil
menepuk kening sendiri:
"Aduh celaka, sudah setua ini, kenapa aku begitu pelupa?"
"Waaah... tidak bisa jadi, tidak bisa jadi, kau membohong
saja, aku tak akan memper kenankan kau masuk.
Siau yau Kay Wi Kian menjadi amat gelisah, kembali dia
berseru: "Bocoh cilik, kau harus menunggu dengan sabar, baiklah,
aku si pengemis akan pergi dulu, pasti akan kubawa
hadiahnya bila datang lagi nanti...."
Sambil berkata, dia lantas membalikkan badan siap berlalu
dari tempat itu.
Menyaksikan kejadian ini, dengan gugup Gak Kun liong
mencegah: "Tak usah, tak usah, pokoknya lain kali mesti kau ingat
baik-baik, ibu sedang menung gu kau di dalam, masuklah
kedalam" Sambil mengangkat bahu, Siau yau kay wi Kian membuat
muka setan, kemudian katanya lagi sambil membalikkan
badan: "Tak usah yaa tak usah, lain kali aku si pengemis tua tentu
akan mengintai baik-baik" Selesai berkata dia lantas berjalan
menuju kedalam gua, sedang Suma Thian yu dan Gak Kun
liong mengikuti dibelakangnya.
Sekarang Suma Thian yu baru berkesempatan untuk
memperhatikan keadaan di dalam gua Hui liong tong,
namanya saja sebuah gua, pada hal mulut guanya saja mirip
gua, sedang dalamnya mana lebar, besar lagi, tiang besar
yang penuh ukiran dengan dinding yang gemerlapan tak kalah
indahnya dengan ruang besar keluarga kaya.
Didalam sana penuh bergelantungan lukisan-lukisan orang
kenamaan, ditengah ruangan terdapat selembar meja berkaki
delapan yang terbuat
dari batu dengan delapan buah kursi batu, diatasnya
berjajar tempayan yang berisi buah-buah segar.
Kedua sisi ruangan tengah adalah kamar tamu, disebelah
kiri adalah kamar tidur Suma Thian yu, sedangkan sebelah
kanannya mungkin merupakan kamar tidur Gik Say hwe
dengar putranya.
Untuk sesaat Suma Thian yu dibuat tertegun oleh berbagai
barang yang ada disana, tanpa terasa dia mulai berpikir
bagaimana caranya barang-barang tersebut dipindah ke dalam
sana dan siapa yang membuatnya"
Rasa ingin tahu membuat dia terjerumus kedalam lamunan.
Sementara itu Siau yau kay Wi Kian sudah masuk kedalam
ruangan, bagai kan pulang ke rumah sendiri saja dia langsung
menuju ke kursi utama dan duduk disana, teri aknya keras:
"Hei bocah, cepat kau buatkan air teh, mengapa kau masih
belum juga masuk kedalam?"
Gak Kun liong segera mencibirkan bibirnya membuat muka
setan, sahutnya setengah meng ejek:
"Aduh, besar amat lagakmu, aku sengaja tak mau buatkan
air teh untukmu, mau apa kau" Tunggulah saja sampai
hadiahnya diberikan kepadaku, pasti akan kubuatkan sepoci
air teh wangi untukmu"
Mendengar perkataan itu, Siau yau kay wi Kian tertawa
terbahak-bahak, suaranya keras hingga menggetarkan seluruh
ruangan tersebut, Ditengah gelak tertawa itulah, pintu kamar
sebelah kiri terbuka dan muncullah seorang perempuan muda
berparas cantik.
Dengan wajah penuh senyuman, Hui liong Tongcu Gak Say
bwee berjalan ke depan Siau yau kay Wi Kian dan menjura
dalam-dalam, lalu ujarnya amat lembut:
"Putraku memang nakal sekali, harap Wi tayhiap sudi
memakluminya"
"Mana, mana, kalau seorang bocah tidak nakal,
keberhasilannya dikemudian hari tentu amat terbatas, kalau
seorang sudah jadi goblok, kau suruh dia nakal pun belum
tentu ia bisa nakal.
Berbicara sampai disitu, dia lantas merogoh ke dalam
sakunya dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil, sambil


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disodorkan kehadapan Liong-ji, katanya:
"Nih, hadiah dari aku si pengemis tua, ayo buatkan air teh
untukku!" Melihat hadiah tersebut, Gik Kun liong membelalakan mata
lebar-lebar, lama kemudian dia baru berseru:
"Terima kasih!"
Dia segera lari ke ruangan dalam, tampaknya setelah
menerima hadiah, dia lantas mem buatkan air teh untuk
tamunya. Memandang bayangan punggung Liong-ji yang lenyap di
balik gua sana, Hui liong Tongcu menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas panjang, katanya:
"Semenjak kecil bocah ini kehilangan orang tuanya,
ditambah lagi sudah terbiasa kumanja, akhirnya jadilah watak
tidak takut langit tidak takut bumi, aku sungguh menguatirkan
dia!" Siau yau kay Wi Kian terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaah... bocah ini berbakat baik, berhati
mulia, masa depannya pasti cemer lang, buat apa kau meski
menguatirkan keselamatan jiwanya?"
Mendengar perkataan itu, Hui liong Tongcu Say bwee baru
merasa sedikir agak tenang. Sejak datang sampai kini, Siau
yau kay sama sekali tidak mengajak Suma Thian yu bicara
barang sepatah katapun, hal ini membuat anak muda itu
seperti tersingkirkan dan berdiri disamping dengan kepala
tertunduk dan wajah tersipu-sipu.
Dalam sekias pandangan saja, Hui liong tongcu Gak Say
bwee dapat melihat akan hal itu, kepada Wi Kian segera
ujarnya: "Sauhiap ini adalah..."
"Aku tahu" tukas Siau yau kay Wi Kian dengan dingin,
kemudian kepada Suma Thian yu serunya, "mengapa kau
berkomplot dengan orang membegal barang kawalan Sin
Hong piauklok?" Rupanya Siau yau kay Wi Kian bersikap
dingin terhadap Suma Thian yu karena dia salah paham
terhadap anak muda itu,
dianggapnya dialah yang telah berkomplot dengan
kawanan perampok berkerudung untuk membegal dan
menyerbu Sin Hong pioukiok.
Agak tertegun Suma Thian yu setelah mendengar
perkataan itu, dia segera melompat bangun, kemudian dengan
gagahnya dia membantah:
"Locianpwe, kau anggap Thian yu adalah seorang manusia
rendah yang terkutuk dan tak
tahu malu?"
"Justru karena kau tidak mirip, maka aku si pengemis tua
baru dapat ber sabar hingga kini, coba kalau tidak, sekali hajar
kubinasakan di rimu semenjak tadi" teriak Siau yau kay Wi
Kian dengan ludah yang muncrat kesana-kemari.
Secara ringkas Suma Thian yu menceritakan keadaan yang
dialaminya ketika itu, kemudi an bercerita pula bagaimana dia
berkunjung kerumah Sin kun lun Siau Wi goan hingga
akhirnya lari kesana.
Dengan tenang Siau yau kay mendengarkan penuturan
tersebut hingga selesai, pelan-pelan bawa amarahnya
mengendor. Pada saat itulah Gak Kun liong telah cul sambil
menghidangkan air teh.
Terdengar Siau yau-kay Wi Kian berkata:
"perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan
kuda, persoalan yang lama memperlihatkan watak manusia.
Bagaimanakah ke adaan yang sebenarnya tak lama kemudian
ba kal terbongkar, sampai waktunya akan diketahui siapa
benar siapa salah"
Baru saja Siau yau kay Wi Kian menyelesaikan
perkataannya, mendadak berkumandang suara tertawa dingin,
suara itu meski rendah
dan lemah akan tetapi setiap orang yang bera
da dalam gua itu bisa mendengar dengan jelas sekali.
Hui liong Tongcu Gak Say bwe tanpa ber paling tertawa
tergelak, lalu tegurnya:
"Aaaah rupanya dua orang empek bodoh telah berkunjung
kemari, bila tidak disambut dari kejauhan, harap sudi
dimaafkan"
Mendengar ucapan mana, semua orang segera berpaling ke
arah mulut gua, entah sedari kapan, dimulut gua sudah berdiri
dua orang kakek.
Begitu melihat siapa yang datang, Suma Thian yu segera
bersorak kegirangan: "Aaah, locianpwe!"
Benar juga, ternyata yang datang adalah Wu sao siang gi
siu (sepasang kakek bodoh dari bukit Wu san) seperti juga
tempo hari, dalam kemurculan mereka kali ini, raut wajah ke
dua orang itu tetap dingin kaku, tidak berbi cara tidak tertawa,
keadaan mereka ibaratnya dua sosok manusia yang terbuat
dari kayu. Hui liong Tongcu Gak Say bwee sebagai tuan rumah segera
bangkit dan menyambut kedatangan mereka, setelah
memperasilahkan ke dua orang tamunya duduk, baru sapanya
sambil ter tawa:
"Angin apakah yang membawa kalian berdua kemari?"
"Angin pengemis!" jawab Tay gi siu Khong Sian sambil
menuding Siau yau kay.
"Angin pengemis?" Hui liong Tongcu tertegun sesudah
mendengar perkataan itu.
Belum pernah ia mendengar tentang angin pengemis,
hingga jari tangan Tay gisu menuding ke arah Siau yau kay, ia
baru memahami apa yang dimaksudkan, maka ujarnya lagi
sambil tersenyum.
"Ooh, rupanya kau sejalan, mengapa Oi tay hiap sudah
masuk begini lama namun ia tak pernah menyinggung tentang
kalian berdua?"
"Huu, siapa yang sudi melakukan perjalanan bersama
mereka berdua" Hmm, tak tahu malu" sela Siau yau kay Wi
Kiam cepat, selamanya aku si pengemis tua melakukan
perjalanan seorang diri, sedang kalian berjalan meng ikuti
dibelakang pantat aku si pengemis tua, memangnya itu berarti
melakukan perjalanan bersama" Hmm, tak tahu malu!"
Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lagi
kepada Tay gi siu Khong sian:
"Bagaimana" Apakah urusan itu sudah diselesaikan?"
"Urusan apa?" Tay gi su berlagak bodoh.
"Tentu saja urusan Sin liong piau kiok"
"Kapan sih kau serahkan urusan itu kepadaku?"
"Hmmm, sekalipun tanpa kalian berdua, aku si pengemis
tua sama saja bisa menyelidiki persoalan ini sampai tuntas"
Tay gi siu Khong Sian tertawa terbahak:
"Haahh...haah...haah... itu namanya tak usah di suruh
mengaku sendiri, biniku, kita kan melakukan perjalanan
bersama....?" Merasa dirinya salah berbicara hingga
ra?hasianya terbongkar, Siau yau kay Wi Kian turut
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Manusia-manusia berilmu tinggi ini memang kebanyakan
berwatak aneh, bila berjumpa selalu di sertai dengan suara
ribut atau cekcok, andaikata orang lain tidak memahami watak
mereka yang sebenarnya, mendengar ucapan mereka yang
bernada panas serta saling menyindir itu, niscaya hati mereka
akan berdebar karena kuatir.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Tay gi si Khong Sian
berkata: "Semua perkataan dari bocah ini adalah benar dan nyata,
peristiwa diperusahaan Sin liong piau kiok bukan dia yang
melakukan, Siau yau Kay Wi Kian segera manggut-manggut,
"Aku percaya bukan dia yang melakukan, saudara Kiong,
sebenarnya bajingan keparat manakah yang melakukan
perbuatan ini?"
Tay gi siu Khong Sian kembali mengelengkan kepalanya
berulang kali. "Tahuku, mereka adalah perampok berkerudung!"
Sambil mengepali sepasang tinjunya dan menggebrak
meja, Siau yau kay Wi Kian berseru lagi:
"Aku, sipengemis tua akan menyelidiki peristiwa ini sampai
tuntas!" Ketika kedua orang itu selesai berbicara Suma Thian yu
segera manfaatkan kesempatan itu untuk bangkit berdiri,
katanya sambil menjura dalam dalam-dalam:
"Boanpwe ucapkan banyak-banyak terima kasih atas
kesudian cianpwe membersihkan namaku"
Siapa tahu Tay gi siu Kiong Sian yang memandangi Suma
Thian yu segera melototkan matanya lebar-lebar, kemudian
dengan nada gusar tegurnya .
"Kau bocah keparat yang tak becus, masih punya muka
untuk berjumpa denganku?"
Ucapan tersebut ibaratnya guntur yang mem belah bumi
disiang bati bolong, seketika itu juga membuat Suma Thian yu
menjadi amat terperanjat.
Dia tak menyangka kalau satu gelombang belum mereda,
gelombang lain telah muncul kembali.
Baru saja kecurigaan Siau yau kay terhadap Suma Thian yu
dibikin terang, sekarang Tay gi siu Khong Sian telah
mendamprat anak muda itu lagi dengan marah.
Tampak Suma Thian yu berdiri termangu-mangu sambil
memandang Tay gi siu dengan tercengang, ia tidak mengerti
perbuatan salah apakah yang telah dilakukan olehnya.
Melihat Suma Thian yu membungkam, Tay gi siu Khong
Sian makin naik darah, sambil mencengkeram baju pemuda
itu, bentaknya lagi.
"Ke mana perginya kitab Cinkeng tersebut?"
Mendengar soal Kitab pusaka tanpa tulisan paras muka
Suma Thian-yu berubah hebat, segera pikirnya:
"Habis sudah riwayatku kali ini, tanggung seperangkat
tulang badanku bakal rontok semua...."
Dengan gugup dia menyahut:
"Telah kuhadiakan kepada Sam yap koay mo!"
"Apa" Telah kau serahkan kepada iblis buas itu" Kau anak
tolol, cucu kura-kura, manusia goblok semacam kau tak bisa
diampuni dengan begitu saja...."
Selesai berkata, tangannya segera diayunkan kedepan
dan..."Plok!" sebuah tamparan yang amat keras bersarang
diatas pipi Suma thian yu, membuat kepalanya pusing tujuh
keliling, matanya berkunang-kunang dan wajahnya merah
separuh. Siau yau kay Wi Kian yang menyaksikan kejadian ini
merasa tak tega, buru-buru cegahnya:
"Tay gi pak, lepaskan dia, kalau ada urusan mari kita
bicarakan secara pelan-pelan, buat apa sih kau mesti berbuat
macam monyet kena terasi saja."
Dengan gemas dan mendongkol Tay gi siu Khong Sian
membanting Suma Thian yu keras-keras ketanah, lalu serunya
dengan keras: "Tahukah kau betapa pentingnya benda itu?"
"Aaah, apa sih pentingnya sebuah kitab pusaka palsu" Suma
Thian yu segera membantah. "Telur busuk, benda itulah baru
benda yang asli!" teriak Tay gi siu Khong sian dengan mata
mendelik. "Haaah!" Suma Thian yu menjerit kaget, mukanya berubah
menjadi hijau membesi untuk sesaat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, kembali
Tay gi siu Khong sian berkata:
"Coba kau menuruti perkataanku dari merobek nya, mana
mungkin terjadi peristiwa seper ti hari itu" Aku minta kau
menggantinya. Sambil berkata, kembali Tan gi siu Khong Sian
mengayunkan tangannya siap menampar wajan Suma Thian
yu lagi. Mendadak dan luar gua berkumandang suara gelak tertawa
yang amat nyaring, disusuli seseorang berseru dengan
suaranya yang tua tapi amat nyaring:
"Tak usah kuatir bocah, benda itu barang palsu"
Beberapa orang tokoh persilatan yang hadir dalam gua
sama-sama tertegun setelah mendengar perkataan itu, sedangkan Hui
im tongcu Gak say bwe segera melayang keluar lebih dahulu
dari dalam gua.
Gak Kun liong Juga turut bersorak dengan gembira:
"Hore, sucou datang!"
Buru-buru dia mengikuti dibelakang ibunya memburu
keluar dari gua tersebut.
Ketika para jago melihat Gak Kun liong ikut keluar, mereka
baru berpaling kemulut gua.
Tampak bayangan manusia berkelebatan lewat, semua
orang hanya merasakan pandangan manyanya menjadi silau
tahu-tahu seorang kakek berkepala botak tapi berjenggot
warna perak telah muncul dalam gua.
Siau yau kay Wi kian yang selamanya acuh tak acuh dan
berbuat semuanya sendiri, kini menunjukkan pula sikap yang
hormat dan serius setelah Berjumpa dengan tokoh tua
tersebut, "Aaah, kami tak tahu kalau locianpwe akan nadir,
kami tidak menyambut dari terapat jauh harap sudi
dimaafkan" buru-buru serunya dengan wajah serius.
Pendeta tua berjenggot perak itu manggut-manggut
kepada setiap orang yang berada dalam gua sambil tertawa,
kemudian ujarnya:
"Silahkan duduk, semuanya tak usah banyak adat"
Sejak kemunculan pendeta tua berjenggot perak itu, Gak
Kun liong tak pernah melepas kan genggaman tangannya,
meski orangnya kecil bocah ini memang berotak setan,
terdengar ia berseru!
"Sucou, jika kau orang tua ingin datang, mengapa tidak kau
kabarkan terlebih dulu kepada Liong Ji, gara-gara ini aku
sampai gelisah selama beberapa hari.
Pendeta tua berjenggot perak itu membelai rambut Gak
Kun liong dengan penuh kasih sayang, ujarnya sambil tertawa
ramah: "Lain kali aku pasti akan memberitahukan kepadamu lebih
dulu, tapi aku lihat kau bukan buru-buru ingin berjumpa
dengan sucou, kau hanya ingin cepat-cepat menerima hadiah
dari sucou!"
Merah padam selembar wajah Gak Kun liong sesudah
mendengar perkataan itu, sambil menyembunyikan wajahnya
dalam pelukan pendeta tua itu, katanya manja:
"Sucou hanya beraninya menganiaya anak kecil, sucou
jahat, aku toh tidak minta hadiah kepadamu, sekalipun ingin


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minta, terpaksa hanya minta kepada sucou untuk
mengajarkan kepandaian kepadaku?"
Pendeta tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah... nah coba lihat, belum disuruh kau
toh sudah mengaku sendiri"
Kontan seluruh ruangan diramaikan oleh gelak tertawa
yang ramai, sehingga Gak Kun liong menjadi tersipu-sipu dan
tak berani men dongakkan kepalanya lagi:
Sementara itu, Ji gi siu Khong Bong telah bertanya kepada
pendeta tua itu dengan hormat:
"Locianpwe, tadi kau mengatakan bahwa kitab cinkeng itu
palsu, benarkah hal ini?" Pendeta tua itu tersenyum.
"Sesungguhnya yang dimaksudkan sebagai Kitab pusaka
tanpa kata adalah sejilid kitab yang palsu tapi nyata, kitab
pusaka yang palsu dan nyata selalu menggunakan yang palsu
men jadi benar, yang asli menjadi palsu, dibilang asli dia asli,
dibilang palsu dia palsu, sampai akhirnya tergantung pada
siapa yang berjodoh dengan kitab pusaka itu. saat itulah asli
paltu nya baru diketahui"
Semua orang dibuat kebingungan setengah mati oleh
perkataan itu, tapi mereka mengerti kalau dibalik ucapan
mana sesungguhnya tersimpan suatu rahasia yang amat sulit,
tapi bila rahasia mana bisa dipahami, dalam sekali artinya.
Suma Thian yu merasakan hatinya bertambah berat setelah
mendengar ucapan pendeta tua itu, seandainya kitab pusaka
itu asli, padahal dia sendiri yang menyerahkan kepada
manusia iblis berkepala ular Sim Moay hing, maka dosanya ini
sulit untuk ditebus lagi.
Sebaliknya bila cinkeng itu palsu, berarti yang asli ada
didunia ini, dia pernah berjanji kepada sepasang kakek bodoh
dari Wu san untuk menemukan kembali kitab pusaka itu dan
melindunginya hingga tidak sampai terjatuh ke tangan musuh,
hal ini berarti dia harus memikul tanggung jawab yang berat,
suatu kesalahan bertindak bisa berakibat dia menyesal
sepanjang masa.
Beberapa orang jago lihay yang hadir di arena pun diamdiam
sedang mencelah ucapan dari pendeta tua itu.
Sebagaimana diketahui, pendeta berjenggot perak ini
merupakan seorang tokoh silat yang berkedudukan sungguh
amat tinggi didalam dunia persilatan, baik jago dari golongan
hitam maupun dari golongan putih semuanya menaruh hormat
kepadanya, bagi orang persilatan, nona Cong liong ceng sama
halnya dengan nama Kwan-im, Pusat bagi rakyat awam.
Dalam pada itu, Cong liong Losiansu telah mengalihkan
sorot matanya ke wajah Suma Thian yu, mendadak ia
menemukan setitik noda darah yang melekat dipakaian bagian
dada anak muda tersebut, ketika noda darah itu terkena
pantulan sinar matahari, ternyata membiaskan setitik cahaya
tajam yang menyilaukan mata.
Cong liong Losiansu segera berseru tertahan, kemudian
serunya: "Hei bocah, darimana datangnya noda darah diatas
dadamu?" Suma Thian yu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu,
sebelum sempat menjawab, Gak kun liong yang berada
disisinya telah menjawab lebih dulu.
"Socou, itulah kenangan yang diperoleh sewaktu
membunuh ular beracun .
Sambil berkata Gak Kun liong lantas mengi sahkan kembali
peristiwa pertarungan dengan ular beracun tadi.
Selesai berkata sapasang matanya segera di alihkan
kewajah sucounya seperti menunggu be berapa patah kata
pujian darinya.
Siapa tahu paras muka Cong liong lo siansu berubah
menjadi amat serius setelah mendengar perkataan itu, segera
tegurnya: "Apakah kepala ular itu..... segera tegurnya:
"Apakah kepala ular itu sudah dipukul sampai hancur?"
"Belum" Gak Kun long segera menggeleng.
Paras muka Cong liong Lo siansu berubah aneh sekali,
kembali dia berseru cemas:
"Cepat, kita ambil mutiara dikepala ular itu" Sambil berkata,
tangan yang satu menyambar Suma thian yu, tangan yang
lain mengepit Gak Kun liong, dia segera beranjak lebih dulu
meninggalkan gua.
Para jago lainnya baru sadar setelah mendengar perkataan
dari pendeta tua itu, buru-buru mereka turut menyusul dari
belakang. Tiba diluar gua, terdengar Hui im tongcu Gak say bwe
berkata sambil tertawa:
"Waah, kita tak bisa menyebrang kesana..." Ketika semua
orang mengalihkan perhatian-nya kedepan, benar juga,
tampak pendeta tua itu telah menyeberang ke lembah
seberang dengan menumpang burung hong.
Sementara itu, Cong liong lo siancu yang baru saja
menyeberangi jurang,dari tempat kejauhan secara lamatlamat
Suma Thian yu telah menyaksikan ada beberapa sosok
bayangan manusia berada diatas puncak seberang.
Sebelum dia mengucap sesuatu, Cong liong lo siansu telah
berseru dengan cemas:
"Aduh celaka, kawanan penjahat telah mendahului kita."
Ing ji yang membawa mereka menyeberangi jurang
agaknya mengerti perkataan manusia, mendadak ia menukik
kebawah dan menyambar keatas puncak bukit dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Sebelum Ing ji berhenti, ketiga orang penumpangnya
sudah berlompatan sendiri keatas tanah.
Gak Kun liong yang paling gelisah, dia yang pertama-tama
memburu kesisi bangkai ular beracun itu, ketika di lihatnya
kepala sang ular sudah hancur berantakan, dia segera
berteriak: "Sucoa mutiara ularnya sudah dilarikan orang!" Ketika Cong
liong Losiansu dan Suma Thian yu memburu pula kesitu, betul
juga, mereka saksikan mutiara dalam kepala ular beracun itu
sudah lenyap tak berbekas.
Pendeta tua itu menghela napas panjang, ujarnya
kemudian sambil menggeleng.
Sudah, sudahlah, ternyata benar-benar sudah dicuri orang,
sayang kalau sampai mustika berharga itu terjatuh ketangan
orang jahat, aaai, aaai, takdir, takdir, kalau takdir berkata
demikian, apa yrng bisa kita lakukan" Mari kita kembali saja"
Suma Thian yu segera maju sambil berseru. "Locianpwe,
bagaimana kalau kami kejar penjahat itu?"
"Tak usah dikejar lagi, penjahat itu sangat lihay tak
mungkin ia bisa terkejar, bagaimanapun juga lolap sudah tahu
siapa yang mencuri mutiara ular itu, masa kita takut ia bisa
kabur ke langit?"
"Siapa" Suocu siapa yang telah melarikan mutiara ular itu"
Gak Kun liong rmendesak dengan perasaan mendongkol.
"Bila ditinjau dari bentuk badan bayangan hitam yang
sedang melarikan diri tadi, sudah pasti dia adalah Hui cua
Cung cu Kiong Lai.
Setelah berhenti sebentar, pendeta tua itu melanjutkan:
"Sampah masyarakat itu merupakan satu-satunya murid
dari Sin hiat jin mo (Manusia iblis menghisap darah), ilmu
silatnya sangat lihay, kepandaian andalannya adalah Pek lek si
hun ciang (Pukulan geledek pembetot sukma), keampuhannya
ilmu pukulan ini boleh di
bilang merupakan salah satu kepandaian ampuh dikalangan
hitam, tapi kalau dibanding kan dengan ilmu pukulan Luan si
im hong ciang (pukulan angin dingin bangkai busuk) dari Hoat
si si (Mayat hidup) Ciu Jit hui, akan terlihat mana yang lebih
jelek dan mana yang lebih unggul"
Gak Kun liong dan Suma Thian yu menja di tertarik sekali
setelah mendengar cerita itu, ketika dilihatnya pendeta itu
berhenti sejenak, dengan cepat dia menyambung:
"Kenapa" Cepat beri penjelasan"
Cong liong lo siansu sengaja mendehem untuk membasahi
kerongkongannya dengan air ludah kemudian pelan-pelan
melanjutkan: Ilmu pukulan angin dingin bangkai busuk amat beracun
sekali, barang siapa yang bertarung melawannya terkena
sapuan ancin pukulannya, maka seluruh badannya akan
membusuk, bahkan hanya menyerempet dikulit badan pun
akan berakibat suatu pembengkakan seperti tersengat api
sebelum akhirnya membusuk pula, oleh sebab itu dia menjadi
satu-satunya orang yang bisa menandingu Hui cha Can cu.
Maka Manusia iblis penghisap darah Pi-Ciang hay pun
menitahkan anak muridnya untuk mencari ular beracun yang
telah berusia seribu tahun, sebab ular itu pasti memiliki
mutiara penolak racun yang berkhasiat bagi tubuhnya, asal
mutiara penawar racun itu telah berhasil di dapatkan, berarti
dia dapat bertarung lagi dengan si Mayat hidup Ciu jit hwe
tanpa kuatir keracunan lagi" Berbicara sampai disitu, dia
berhenti sejenak, lanjutnya dengan tertawa ramah:
"Siapa tahu Hui cha cun cu Kiong Lui yang menjadi nelayan
yang beruntung, bukankah hal inipun merupakan suatu
takdir?" "Tidak bisa!" teriak Gak Kun liong dengan perasaan tidak
puas, "aku pasti akan mencari nya sampai ketemu, engkoh
Thian yu, mari kita pergi mencarinya untuk membuat
perhitungan!"
"Kau yakin dapat menangkan dia?" tanya Cong liong lo
siancu dengan perasaan tak puas.
"Tentu saja dapat menangkan dia dengan pasti, engkoh
Thian yu, bukankah tempo hari dia hanya bisa membiarkan
aku membawamu pergi dari sini...?"
"Benar" Suma Thian yu manggut-manggut sambil
mengiakan. Cong liong lo siansu tertawa panjang.
"Haaahh...haaah... haaah... ini yang dinamakan si rase
takut dengan keganasan harimau, dia bukan takut kepadamu,
melainkan jeri terhadap kepandaian silat ibumu, maka dia
baru mengalah tiga bagian kepadamu, seandainya kau benarbenar
bisa mengalahkan dia, buat apa dia menjadi seorang
jago kelas wahid dalam kalangan rimba hijau?"
Taktik memanasi hati orang yang digunakan Cong liong lo
siansu ini ibaratnya api yang bertemu minyak, kontan saja
membuat Gak kun liong yang pada dasarnya bersifat ingin
menang merasa terbakar hatinya, dia segera melompat
bangun, lalu sambil menarik tangan Suma Thian yu siap
melakukan pengejaran.
Mendadak terdengar suara pekikan burung hong bergema
memecahkan keheningan, Cong liong lo siansu segera
berseru: "Long ji, buat apa mesti tergesa-gesa macam orang takut
tak kebagian makanan, coba lihat ibumu telah datang, dia
pasti mempunyai cara yang baik untuk mengatasi persoalan
ini." Baru selesai dia berkata, dari tengah udara telah
kedengaran suara hembusan angin tajam, kemiiian tampak
Ing-ji dengan membawa Hui im tongcu dan Siau yau kay Wi
Kian telah melayang turun ke atas tanah.
Begitu bertemu dengan ibunya, Gak kun liong segera
menubruk kedalam pangkuannya sambil berseru manja:
"Ibu, kau harus mencarikan akal bagiku"
"Ada urusan apa Liong-ji?" Hui im Tongcu tidak mengerti
akan peristiwa yang barusan terjadi, maka dia bertanya
dengan perasaan tercengang.
Secara ringkas Cong liong lo siansu menceritakan apa yang
telah terjadi. Siau yau kay Wi Kian yang berada disisinya dengan capat
berseru penuh semangat:
"Hiiih...hiihh...hiiih...biasanya kasus semacam ini paling
cocok dengan seleraku, bagaimana kalau aku sipergemis tua
yang menemanimu membuat keramaian?"
Suma Thian yu merasa girang sekali setelah mendengar
Siau yau kay menyanggupi untuk menemaninya, sementara
Gak Kun liong juga telah melepaskan diri dari pelukan ibunya
dan berlari menghampiri sipengemis sambil mere ngek agar
cepat membawa mereka pergi.
Menyaksikan kemanjaan putranya, tanpa terasa Hui im
Tongcu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
menghela napas, ka tanya:
"Aaai, kalau bocah sudah terbiasa dimanja, di kemudian
hari entah siapa yang bisa mengurusi nya?"
Cong liong lo siansu hanya tersenyum belaka tanpa
menjawab. Berapa saat kemudian dia baru berpaling kearah Suma
Thian yu seraya berkata: "Anak Yu, kaupun boleh ikut, perduli
berhasil atau tidak, kau harus kembali kesini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
menambahkan: "Setelah kau kemari nanti, ada tugas yang jauh lebih
penting lagi hendak kuserahkan ke padamu"
"Baik!" Suma Thian yu mengiakan, Kemudian bersama Siau
yau kay dan Gak Kun liong berangkat meninggalkan bukit
tersebut. Siau yau kay wi kian langsung membawa kedua orang
pemuda itu menuju ke bukit Han san, sepanjang jalan dengan
tiada jemu-jemunya Siau yau kay wi kian menanyai Suma
Thian yu terus-menerus tentang masalah perusahaan Sin liong
piaukiok dan perselisihan-nya dengan congpiautau mereka Mo
im si liong Wan Kiam ciau.
Untuk kesekian kalinya Suma thian yu mengulangi kembali
kisah kejadian tersebut, dan akhirnya diapun dengan perasaan
jemu ia balik bertanya:
Locianpwe, sebenarnya apa hubungan mu dengan Wan
congpiautau?"
"Aku si pengemis tua adalah susioknya" kini Siau yau kay
baru mengutarakan indentitas yang sebenarnya.
Ooh....." dalam hatinya Suma Thian yu lantas berpikir, "tak
heran kalau dia mendamprat ku habis-habisan begitu bersua
muka denganku tadi, rupanya mereka mempunyai hubungan
yang begitu akrab!"
Tatkala matahari sudah mulai tenggelam, sampailah ketiga
orang itu didepan hutan yang amat lebat, Siau yau kay Wi
Kian lantas memanggil kedua orang pemuda itu dan membisik
kan sesuatu kepada mereka, kemudian baru meneruskan


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perjalanan menembusi hutan.
Dan setelah keluar dari hutan, Siau yau kay telah berseru:
"Sudah beres! Kita boleh melaksanakan tugas seperti apa
yang direncanakan Lo siang, masing-masing harus berjaga
pada posnya masing-masing, tak boleh kemaruk akan pahala
sehingga menggagalkan rencana kita ini"
Seusai berkata, mereka bertiga segera sama-sama
menyusup masuk kedalam hutan, bagaikan memasuki daerah
tak bertuan, begitu berada dalam hutan, mereka bertiga
lantas memencarkan diri. Ditengah kegelapan malam, tampak
tiga sosok bayangan manusia terbagi menjadi tengah kiri dan
kanan bersama-sama menerjang masuk kedalam hutan.
Tiba ditepi tanah lapang ditengah hutan, Siau yau kau Wi
Kian tidak maju lagi, sambil berdiri ditengah lapangan
tersebut, dia lantas berteriak teriak macam orang gila.
"Hari ini ada arak hari ini mabuk, besok ada kesulitan besok
baru murung. Bila masuk istana iblis dianggap istana malaikat,
angkat cawan minum bersama bidadari..."
Belum habis dia bergumam, terdengar dua kali bentakan
nyaring bergema memecahkan keheningan, lalu nampak dua
titik cahaya tajam
yang disertai dengan suara-suara desingan angin tajam
langsung menyambar ke tubuh Siau yau kay wi kiam.
Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam Siau yau kay
merasa amat girang, pikirnya:
"Anjung keparat, masuk jebakan kalian!"
Baru saja ingatan tersebut lewat, dua macam senjata
rahasia itu sudah muncul di depan mata.
Siau yau kay segera berteriak kesakitan:
"Aduuh mak, habis sudah riwayat aku si pengemis tua!"
Entah gerakan apa yang dipergunakan, tahu-tahu senjata
rahasia yang meluncur datang itu
lenyap bagaikan batu yang tenggelam di tengah samudra,
punah tak berbekas, tapi pada saat yang bersamaan pula Siau
yau kay telah rubuh terjungkal ke atas tanah.
Tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang memecahkan ke heningan, tampak dua sosok
bayangan manusia bagaikan sambaran petir cepatnya telah
mela yang turun didepan mata.
Terdengar salah seorang diantaranya segera mencaci maki
kalang kabut. "Pengemis busuk yang tak punya mata, tidak dilihat dulu
tempat apakah ini, hmm, memangnya dianggap setiap orang
boleh memasuki tempat ini sekehendak hati sendiri?"
Sambil berkata dia lantas membungkukkan badan sambil
memeriksa apakah Siau yau kay Wi Kian sudah mati atau
belum. Siapa tahu, baru saja dia membungkukkan badannya,
mendadak terdengar pengemis itu tertawa dingin, seperti
mayat yang bangkit kembali, tahu-tahu Wi kian mengebaskan
ujung bahunya ke depan...
Orang itu segera mendengus tertahan dan roboh terkapar
ke atas tanah....
Bersamaan waktunya, Siau yau kay Wi kian juga melompat
bangun, serunya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haah...haah...haah... berani melukai orang segera
sembunyi, kalian memang pantas mampus!"
Selesai berkata, dia mengawasi wajah ke dua orang itu
dengan lebih seksama, kemudian sambil menjerit kaget dia
berteriak: "Aduuh mak, rupanya kalian berdua dari Tiang pek san,
waduh, kelewat besar keonaran yang ku buat kali ini, berapa
butir batok kepala aku si pengemis tua bisa ludas terpenggal
nanti" Selesai berkata buru-buru dia melarikan diri ke luar hutan.
Rupanya orang yang melepaskan senjata rahasia tadi
adalah Kiu tau siu (bintang berkepala semblan) Li Gi serta Liat
hwee siu (bintang berapi) Li Hiong dua orang, yang tergeletak
diatas tanah sekarang adalah Liat hwee siu Li Hiong.
Di dalam kegelapan tadi, Kiu tau siu Li Gi tidak dapat
melihat jelas pendatang tersebut, tapi kini setelah mengetahui
kalau pengemis tua yang mereka sergap tak lain adalah Siau
yau kay yang disegani setiap orang, kontan sa ja mereka
menghembuskan napas dingin.
Tak heran kalau mereka tak berani melakukan pengejaran
meski menyaksikan Siau yau kay melarikan diri.
Tampaknya Siau yau kay akan segera keluar dari hutan itu,
mendadak dari dalam hu tan bergema suara bentakan rendah:
"Lihat serangan!"
Beberapa titik cahaya tajam yang disertai desingan angin
tajam segera meluncur kedepan dan menyergap tubuh Siau
yau kay. Wi Kian memang sangat lihay, menyaksikan datangnya
sergapan senjata rahasia, tanpa gugup barang sedikitpun jua,
dia membuang tubuhnya kebelakang dengan gerakan
jembatan gantung, lalu menghimpun tenaga dalamnya
kedalam dan melayang mundur dari situ dengan gerakan
datar, lalu setelah berhasil berdiri tegak segera ejeknya:
"Waaah, untung tidak sampai mampus!"
Mendadak dari balik hutan melayang keluar sesosok
bayangan manusia, meminjam cahaya bintang Siau yau kay
segera mengamati wajah orang itu lebih seksama, ternyata dia
adalah orang pemuda yang berwajah amat tampan.
"Bocah, kalau dilihat tampangmu yang begitu tampan,
sungguh tak kusangka kalau hatimu kejam, orang muda sudah
belajar berbuat kalau sudah dewasa nanti mau jadi apa kau?"
Siau yau kay berpura-pura mendamprat:
Pemuda ganteng itu sesungguhnya tak lain adalah Cun gan
siucay (sastrawan berparas tampan) Si Kok seng, pemuda
bermuka manusia berhati binatang ini sesungguhnya hendak
menghantar Suma Thian yu serta dua bersauda ra Thia
kedalam hutan dan meminjam kekuatan Hui cha Cun cu
hendak membasmi mereka bertiga, maka begitu sampai dalam
hutan dia lantas melaporkan namanya dan memberi kabar
kepada Hui cha Cun cu akan kehadiran-nya.
Kemudian sambil berlagak menghancurkan tugu dan
mencaci maki, dia memancing kehadiran Hui cha Cun cu,
sedang dia sendiri berlagak seakan-akan jalan darahnya
tertotok dan roboh tak sadarkan diri ditanah....
Dengan tindakan mana, selain bisa menghin darkan diri
dari tugas, diapun dapat mencuci bersih kejahatannya, sayang
perhitungan manusia takkan menangkan takdir, akhirnya
Suma Thian yu berhasil ditolong oleh Gak Kun liong sedang
dua bersaudara Thia pun berhasil lolos pula dengan selamat,
dengan demikian rencana busuknya mengalami kegagalan
total. Dalam pada itu, Cun gan siuacay Si kek seng yang
menyaksikan pengemis tua itu sanggup memunahkan
sergapan-nya secara mudah, dengan cepat ia menjadi sadar
bahwa pengemis tua ini mustahil datang tanpa membawa
suatu maksud tertentu.
Maka diapun tanpa sungkan- sungkan meloloskan
pedangnya, kemudian sambil berdiri empat langkah dihadapan
Siau yau kay Wi Kian, serunya dengan suara lantang:
"Pengemis busuk, jalan ke sorga tidak kau tempuh, jalan ke
neraka justru kau terjang, nampaknya kau sudah bosan hidup
sehingga sengaja datang kemari untuk menghantar nyawa
mu" Baru selesai pemuda iblis itu berkata, Kiu tausiu Li Gi
yang kuatir rekannya kelewat memandang enteng lawan
segera memberi peringatan:
"Si hiante, dia adalah Siau yau kay yang bernama besar,
kau tak boleh bersikap kelewat gegabah!"
Sekarang Cun gan siaucay Si Kok seng baru terkesiap, dia
tidak mengira kalau pengemis tua yang sama sekali tidak
punya keistimewaan apa-apa ini sesungguhnya adalah Siau
yau kay Kian yang disegani dan ditakuti setiap orang, diamdiam
ia menarik napas dingin. Tapi rasa jerinya itu hanya
disembunyikan dalam hati, sedang diluaran ia lantas berseru
sambil tertawa dingin:
"Aku mengira siapa yang begitu bernyali berani membuat
keonaran disini, rupanya hanya pengemis busuk yang dibenci
oleh setiap orang, sungguh beruntung sauya bisa bersua
denganmu hari ini, mumpung ada kesempatan aku hendak
memberi pelajaran kepadamu, agar kau tahu bahwa diluar
langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia
pandai lain-nya"
Sedemikian jumawa dan takaburnya perkataan itu,
membuat Kiu tau siu Li Gi yang berdiri tenang disisinya turut
bergidik hingga bulu kuduknya pada bangun berdiri, peluh
dingin segera jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Siau yau kay Wi Kian menengadah dan tertawa tergelakgelak.
"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, hari ini aku si
pengemis tua memang ingin membuka mataku, mari, mari,
lebih baik kalian berdua maju bersama saja, dengan tangan
kosong akan kulayani kalian berdua sebanyak tiga ratus
gebrakan. Semhari berkata, telapak tangannya segera diayunkan
kedepan dengan jurus Liong su yu hay (naga berpesiar ke
empat samudera), sasa rannya adalah Can gan siucau Si Kong
seng, tapi sewaktu sampai ditengah jalan, dia memutar
gerakannya dan merubah pukulan menjadi serangan jari, kali
ini dia mengancam jalan darah Tiong teng hiat di depan dada
Kiu tau siu Li Gi.
Dalam satu jurus mempunyai dua kegunaan yang berbeda,
kontan saja mendesak Si Kok seng dan Li Gi harus turun
tangan memberikan perlawanan.
Terdengar dua kali bentakan gusar bergema memecahkan
keheningan, Si kok seng telah mengayunkan pedangnya
dengan jurus Lan kang to cay (Membendung sungai
mengeringkan samudra), dia menyerang dari sisi sebelah
kanan, sementara Kiu tau siu Li Gi mengangkat goloknya
membacok dari sebelah kiri.
Tujuan Siau yau kay yang sebetulnya tak lain hanya ingin
membelenggu kedua orang itu, jadi sama sekali tiada maksud
membunuh mereka.
Maka diapun mengembangkan ilmu langkah Ciok tiong luan
pon hoat untuk berputar-putar mengitari mereka berdua.
Dalam waktu singkat seluruh arena sudah dipenuhi dengan
bayangan manusia yang sebentar bergerak kekanan, sebentar
kekiri, se bentar keatas dan sebentar lagi kebawah, hal mana
membuat dua orang bajingan itu berkaok-kaok kegusaran.
Sambil bertarung mempermainkan ke dua orang itu, Siau
yau kay mulai merasa kuatir, apa sebabnya hingga kini Hui
cha Cun cu belum juga menampakkan diri, coba kalau
tujuannya bukan untuk memancing kemunculan Hui cha Cun
cu, kedua orang bajingan ini tak akan mampu bertahan
sebanyak sepuluh gebrakan.
Dalam pada itu, Gak Kun liong dan Suma Thian yu berdua,
satu dari kiri yang lain dari kanan secara terpisah telah
menyelundup masuk kebelakang hutan, sebab tempat tinggal
Hui cha Cun cu terletak dibelakang hutan tersebut.
Sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh Siau yau
kay, sementara pengemis itu ber kaok-kaok memancing
kemunculan musuh, Suma Thian yu dan Gak Kun liong berdua
akan menyelundup kedalam rumah dan menyelesaikan tugas
mereka. Taktik suara ditimur menyerang dibarat ini bernama pula
siasat memancing harimau turun gunung, kelihayannya luar
biasa sekali. Tanpa menjumpai hadangan apapun Gak Kun liong telah
berhasil menyusup masuk ke dalam hutan, tampak sepuluh
kaki selewatnya jalan kecil itu dia akan sampai dirumah
kediaman Hui cha Cun cu.
Disaat tubuhnya baru mencapai jalanan kecil inilah,
mendadak dari jalan berkumandang suara tertawa dingin yang
amat mengerikan.
Mendengar suara tertawa tersebut, Gak Kun Hong mundur
satu langkah kebelakang, mendadak dari sisi jalan ia saksikan
sesosok bayangan manusia menampakkan diri dan
menghadang jalan perginya.
Gak Kun liong segera angkat kepalanya, tapi ia jadi
tertegun setelah mengetahui siapa gerangan orang itu,
pikirnya: "Heran, mengapa setan tua ini belum lari kesana?"
Dengan suara lantang diapun menegur:
"Kiong Lui, hampir saja mengejutkan hati ku! Kenapa kau
bersembunyi seorang diri ditepi jalan" Apakah menyambut
kedatanganku?"
Ternyata orang yang menghadang jalan pergi Gak Kun
liong adalah Hui cha Cun cu Kiong Lui.
Tampak ia meludah, kemudian serunya dingin:
"Jawab dulu, mengapa kau malam-malam datang kemari"
Apakah kaupnn sengaja datang dari gua Hui im tong untuk
menyambut kedatangan ku?"
Gak Kun liong melototkan sepatang matanya yang besar
dan bulat itu sambil menyahut.
"Aku hendak mencarimu untuk bermain, sekalian hendak
memberitahukan satu hal kepadamu"
"Hmm, mencari aku hendak bermain" Masa membawa
orang?" Hui cha Cun cu Kiong Lui mendengus dingin.
"Membawa siapa?" Gak Kun liong mencibir.
"Sipengemis busuk itu. Mau mungkir?"
Setelah mendengar kalau gembong iblis tersebut hanya
menyebut Siau yau kay seorang, Gak Kun liong segera tahu
kalau jejak Suma Thian yu belum ketahuan, kontan hatinya
merasa lega. Sambil menggigit bibir dia lantas berpikir sejenak, akhirnya
dia berhasil menemukan suatu siasat bagus, katanya cepat:
"Ibuku tak suka kalau aku pergi jauh, setiap kali ia tentu
mengutus orang untuk mengikutiku, apa boleh buat"
"Heeeh...heeeh...heeeh...bocah, lohu toh bukan anak
berusia tiga tahun, kau ingin mengelabuhi ku" Tadi kau bilang
hendak menyampaikan sebuah kabar untukku, cepat katakan"
seru Hui cha Cun cu sambil tertawa licik.
"Coba lihat, galak amat kau ini! Ya sudahlah, aku tak ingin
main, tak ingin bicara lagi, selamat tinggal!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badai dan kabur
dari situ. Menyaksikan hal itu Hui cha Cun cu segera membentak
gusar, kemudian sambil mengejar, dia mencengkeram kerah


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baju Gak Kun liong.
"Bocah keparat! Sebelum mengemukakan alasannya,
jangan harap kau bisa meloloskan diri dari sini!" dampratnya.
Merasakan datangnya desingan angin dingin dibelakang
tubuhnya, Gak Kun liong segera merendah sambil melejit
kesamping, teriaknya:
"Hei, kau ingin bertarung?"
"Aku ingin memberi pelajaran kepada mu, mau apa kau?"
Sambil berseru, Hui cha Cun cu mencengkeram batok
kepala Gik Kun liong lagi dengan jurus Cong eng phu toh
(elang sakti menerkam kelinci).
Gik Kun liong sendiripun bukan manusia sembarargan,
meski usianya masih muda, ke pandsian silatnya telah
mendapat warisan langsung dari ibunya, baik dalam soal
tenaga dalam, maupun soal ilmu meringankan tubuh,
kepandaiannya tidak kalah dari seorang jago kelas satu dalam
dunia Persilatan.
Padahal Hui cha cun cu Kiong Lui sendiripun menaruh
perasaan was-was terhadap Gak kun liong, semua serangan
yang dilancarkan boleh dibilang tidak menggunakan tenaga
penuh, dengan begitu ia justru termakan oleh siasat Gak kun
Liong. Tampak bocah itu melompat kekiri mengegos kekanan,
gerakan tubuhnya sangat aneh, dia selalu berputar mengitari
sekeliling Hui cha cun cu sambil menggoda.
Sebagai manusia yang berpengalaman, dalam sekalian
pandangan saja Hui cha Cun cu sudah mengetahui kalau
bocah ini mempunyai sesuatu maksud tertentu, tanpa terasa
bentaknya dengan gusar:
"Bocah keparat, cepat katakan rencana busukmu, kalau
tidak, jangan salahkan kalau lohu akau bertindak keji
kepadamu" Memukul anjingpun harus melihat pemiliknya, Gak Kun
liong memang dasarnya cerdik, diapun pandai menduga setiap
persoalan yang bakal terjadi, dari ucapan lawan dia tahu kalau
musuh hanya gertak sambal belaka. Sambil cengar-cengir
segera sahutnya: "Aku toh sudah bilang, hendak mencarimu
untuk diajak main, suruh kau menebak dulu toh bukan
persoalan" Padahal aku memang hendak memberitahu
kepadamu, aku telah mem bunuh seekor ular beracun"
"Kentut!" Hui cha Cuncu membentak gusar, "apa sangkut
pautnya antara ular beracun denganku" Kau ingin
mempermainkan lohu?"
"Aduuh mak, kenapa sih kau galak amat?"
Aku dengar kau sedang berusaha keras untuk mencari ular
beracun berusia seribu tahun, maka sengaja kusampaikan
berita ini kepadamu, sepantasnya kau berterima kasih atas
jerih payahku ini. Sekarang kau malah galak amat kepadaku,
hmm, lihat saja nanti, akan ku laporkan kepada ibuku agar
kau diberi pelajaran yang setimpal"
Mendengar ucapan mana, Hui cha Cun cu merasakan
jantungnya berdebar keras, tapi setelah dipikir kembali, dia
merasa bocah itu jelas lagi membohonginya, mana mungkin
ular beracun ditemukan secara gampang..."
Kontan saja dia mencaci maki penuh kemarahan:
"Keparat, hukuman mati boleh dihindari tapi hukuman
hidup jangan diharap bisa dihindari, aku tak doyan dengan
permainan begitu, kau harus ditempeleng atas kebohongan
mu itu" Gak Kun liong tahu, sewaktu berbicara penjagaan lawan
pasti menendor, buru-buru dia menerobos kedepan sambil
mengayunkan telapak tangannya.
"Plaaaaakkkk!" sebuah tamparan keras menghajar telak
diatas pipi Hui cha Cun cu, membuat dia berkaok-kaok
kesakitan. Dalam marahnya Hui cha Cun cu segera men dorong pula
sepasang lengannya kedepan dan melepaskan sebuah pukulan
yang maha dahsyat.
Gak Kun liong bukan anak bodoh, dengan cepat dia berkelit
kesamping, bukan mundur ia justru menyerobot maju kemuka
dan memotong dada Kiong Lui, kepalan-nya yang digenggam
kencang lantas dihantamkan keras-keras, kemudian dia
menerobos kebelakang punggung musuhnya lewat bawah
ketiak. "Hei, sauya berada disini!" teriakannya sambil bersorak
kegirangan. Secara beruntun Hui cha Cun cu harus menderita dua kali
pukulan, bisa dibayangkan be tapa gusarnya orang itu, dari
malu dia jadi naik darah sambil memutar badan, sebuah
pukulan dengan tenaga sebesar lima bagian segera
dilontarkan kemuka.
Gak Kun liong sedang asyik bertarung, tentu saja dia jeri
menghadapi ancaman semacam itu, hawa murninya segera
dihimpun ke dalam telapak tangan dan siap menyongsong
datangnya ancaman lawan dengan keras lawas keras.
"Blaaaamm!" suatu ledakan keras menggelegar diangkasa.
Akibat dari bentrokan tersebut, kedua belah pihak samasama
tergetar keras badannya, tapi tidak sampai menimbulkan
cedera apapun. Atas kejadian tersebut, Hui cha Cun cu makin naik darah, ia
segera menerkam lagi kemuka dan membacok dada Gak Kun
liong dengan jurus Im liong tham- ciau (naga sakti
mementang cakar).
Tiba-tiba dari tengah hutan sana berkumandang dua kali
jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Hui cha Cun cu menjadi tertegun, tanpa terasa gerak
serangannya menjadi terhenti.
Gak Kun liong segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya:
"Hahahahahaha....... bagus sekali! Rupanya kedua ekor
anjing budukan itu sudah dibikin mampus"
Selesai berkata dia lantas ngeloyor pergi meninggalkan
tempat itu. Menyaksikan keadaan tersebut, Hui cha Cun cu menjadi
teramat gusar, sambil menggertak gigi menahan diri makinya:
"Bocah keparat, rupanya kau memang sengaja datang
mencari gara-gara, bagus, bila kubiarkan kau lolos dari hutan
ini sekarang, mu lai hari ini aku bukan she Kiong lagi".
Seraya berkata dia lantas mengejar sampai lima langkah
dibelakang Gak Kun liong.
Menghadapi kejaran tersebut, Gak Kun liong sama sekali
tidak berpaling, dia malah menyusup masuk ketengah
lapangan ditengah hutan dan persis menyongsong kedatangan
Siau yau kay Wi Kian.
Tolong, tolong, dibelakang ada srigala buas!" buru-buru ia
berteriak minta tolong.
Siau yau kay Wi Kian menyelinap melalui sisi Gak Kun Hong
dan segera menghadang dihadapan Hui cha Cun cu, lalu
tegurnya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Selamat bersua kembali
Pendekar Panji Sakti 4 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Jodoh Rajawali 11
^