Naga Naga Kecil 11

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 11


tiada penjagaan apapun, dan
mengesankan tidak siap diserang pagi itu. Karena hanya seorang atau 2 orang yang
dilepaskan berjalan-jalan meronda seperti biasanya, sementara para murid lainnya,
sejak menjelang pukul 4 malam sudah diperintahkan untuk rebah dan tiarap dengan
tetap memegang senjata, terutama anak panah dan senjata bertempur jarak pendek.
Karenanya, ketika hari semakin terang, pihak Thian Liong Pang masih mengira
Benteng Keluarga Bhe tidak menyangka mereka menyerbu di pagi hari. Karena, total
hanya 5-6 orang yang nampak sepanjang 20 meter panjang benteng yang memagari
pintu masuk ke lembah. Dua orang diujung kiri kanan, 1 orang di masing-masing sisi
pintu dan menjaganya dan 2 orang yang berjalan di masing-masing sisi ke sudut-sudut
benteng. Keadaan yang memang dikesankan seperti itu, bisa menjebak Thian Liong
Pang karena mereka menyerang dengan memandang enteng pihak lawan.
Dan akhirnya, tanda serangan datang juga, diawali dengan sebuah suitan yang sangat
nyaring dan memekakkan telinga, kemudian nampak bayangan mengirimkan senjata
rahasia ke arah penjaga yang berjaga di kedua sisi. Tidak membuang waktu, Mei Lan
mengibaskan lengannya dan serangkum tenaga lembut merontokkan piauw-piauw
yang mengarah ke parah penjaga yang berjaga di masing-masing sudut.
Sementara di sudut lainnya, Bhe Thoa Kun bertindak sama, merontokkan dan
menghalau piauw yang diarahkan kepada tiga anak muridnya yang berjaga. Mei Lan
bahkan bertindak lebih sebat, pengirim piauw diserangnya dengan cara yang sama,
tetapi sayang, karena orang itu juga cukup cerdik dan menghindari serangan Mei Lan.
Tetapi, bersamaan dengan mundurnya penyerang dengan senjata rahasia tersebut,
tiba-tiba ratusan orang yang bersembunyi di hutan meluruk datang. Di hadapan
mereka nampak para pemimpin yang berusaha untuk melindungi para penyerang
dengan berusaha mendahului menyerang benteng dan menguasai bagian atas benteng.
Sayangnya, mereka tidak memperhitungkan kehadiran Mei Lan yang berada di atas
benteng dan mencegah masuknya para penyerang pada tahapan awal pertempuran.
Sesuai strategi, maka musuh harus dikurangi sebanyak mungkin sebelum membiarkan
mereka masuk benteng. Dan itulah yang dilakukan Mei Lan, dan lebih beruntung lagi,
karena ternyata yang menyerang belum termasuk Hu Pangcu yang masih menahan
diri untuk ikut menyerang, dan inilah kekeliruan para penyerang. Mereka gagal atau
memang tidak peduli atas siapa siapa yang berada di benteng yang mereka tetapkan
untuk diserang dan dihancurkan. Bahkan, merekapun tidak menyertakan Hu Pangcu
pada awal penyerbuan yang membuat Mei Lan leluasa dalam membantu orang
benteng untuk mengurangi jumlah penyerang.
Ketika para pemimpin menerjang tiba, Mei Lan memilih menyerang seorang nenek
yang dilihatnya bergerak paling cepat bersama seorang nyonya berpakaian bagaikan
harimau yang menyerang sisi kanan. Sementara di sisi kiri, Pesolek Rombeng Sakti
dihadapi oleh Bhe Thoa Kun ayah beranak. Ledakan hebat terdengar di sisi kanan,
ketika serangan Houw Ong, si nenek raja harimau terbentur keras oleh serangan Pik
Lek Ciang Mei Lan. Serangan itu memacetkan terjangan si nenek, sementara nyonya
pertengahan umur berpakaian loreng layaknya harimau, malah terpental jauh ke
belakang dan nampaknya terluka berat.
Dan bersamaan dengan itu, Pesolek Rombeng Sakti juga tertahan terobosan mereka
oleh Bhe Thoa Kun dan Bhe Kong berdua. Ketika keempat orang itu terpental ke
bawah, pada saat itu anak buah mereka, juga sudah berada dalam jarak tembak anak
panah, dan meluncurlah komando Bhe Thoa Kun, "SERAAAAAAAANG".
Serentak anak murid Benteng Keluarga Bhe yang mendekam di balik tembok bangkit
dan meluncurlah puluhan anak panah silih berganti kearah para penyerang yang sudah
berada di bawah tembok. Dalam waktu sekejap, sekurangnya 10 orang penyerang
sudah tertembus anak panah, untungnya Houw Ong bergerak-gerak menghalau
serangan anak panah tersebut, jika tidak, tentunya akan jauh ebih banyak lagi korban
yang jatuh. Dan kebetulan hal itu disaksikan oleh Mei Lan, dia melirik sekali lagi ke arah Bhe
Thoa Kun untuk mengulangi perintah memanah, dan ketika dilakukan dengan
kecepatan tinggi dia melayang turun dan menyerang Houw Ong dengan hebat.
Kembali serangan dengan menggunakan Pik Lek Ciang dilancarkannya kearah Houw
Ong yang dengan segera berkelit, tetapi akibatnya lebih banyak lagi anak buah
mereka yang tertembus anak panah.
Sementara di tempat lain Pesolek Rombeng Saktipun dihajar dengan piauw dari Bhe
Thoa Kun dan Bhe Kong, akibatnya mereka tidak mampu menghalau anak panah
yang menerjang anak buah mereka. Dalam dua kali serangan anak panah, setidaknya
30 penyerang tertembus panah, sebagian besar meinggal dan sebagian terluka tetapi
praktis tidak mampu berkelahi lagi. Sementara di pihak Benteng Keluarga Bhe,
bahkan yang terlukapun belum ada karena dipihak yang menguntungkan.
Disinilah letak kekeliruan penyerang yang memberi keleluasaan kepada pihak lawan
untuk mengurangi jumlah mereka akibat memandang sebelah mata keampuan yang
tersimpan dalambenteng itu. Bahkan akibat kelalaian dengan tidak menyertakan Hu
Pangcu, membuat mereka kehilangan banyak anak buah dan kekuatan. Karena Houw
Ong sendirian ternyata tidak sanggup menahan serangan Mei Lan, kekuatan tak
terduga dalam benteng itu.
Pada saat itu, kembali Mei Lan melambaikan tangan agar serangan dilakukan lagi,
dan sesaat kemudian puluhan anak panah nampak kembali meluncur dari atas ke arah
anak buah Thian Liong Pang. Tetapi kali ini, anehnya puluhan anak panah tersebut
seperti membentur badai dan nampak berbelok arah dan tidak satupun para penyerang
berhasil dilukai.
Dan Mei Lan tahu apa artinya. Sambil kembali tangannya melambai ke arah Bhe
Thoa Kun, sebuah serangan kilat diarahkannya ke Houw Ong yang kembali
menghindar, tetapi sebuah serangan dari Ban Hud Ciang yang disempurnakannya
diarahkan ke sebuah gundukan semak-semak sambil berteriak dengan lengkingan
yang luar biasa. Nampak serangkum hawa pukulan yang berkeredep kebiruan
mengarah ke semak-semak tersebut, dan orang yang berada dibaliknya mau tidak mau
harus menangkis atau berkelabat meinggalkan tempatnya. Tetapi nampaknya dia
memilih untuk mengukur kekuatan penyerangnya, karena itu terdengar benturan yang
luar biasa dahsyatnya:
"Blaaaaaar", bahkan rumput dan semak sekitarpun nampak berguguran akibat
benturan pukulan tersebut. Tetapi, tubuh Mei Lan yang sempat terdorong mundur,
sudah dengan cepat kembali melayang dengan menimbulkan bayangan laksaaan
telapak tangan yang mengarah kepada orang yang menangkis pukulannya tadi.
Orang itupun dengan sigap segera menyiapkan dirinya untuk memapaki pukulan
yang perbawanya menggetarkan hatinya, dan tidak menyangka ada orang selihay itu
dalam benteng keluarga Bhe. Hatinya mencelos, karena dalam tangkisannya tadi,
terasa benar kalau tenaga lawan tidak berada di bawah kekuatannya. Apalagi, melihat
kembali hampir 20 orang anak buahnya tertembus anak panah lawan, dan nampaknya
akan terus terjadi apabila dibiarkan terus keadaan tersebut.
Tetapi, pada saat Mei Lan melakukan serangan-serangan ke arah Hu Pangcu yang
memang lihay itu, Houw Ong dengan segera berkelabat keatas benteng, dan dari
sanalah musibah mulai menimpa Benteng Bhe juga. Beberapa tangkisan dan
pukulannya dengan segera membawa korban yang tidak kecil diantara anak murid
keluarga Bhe. Terlebih kemudian dari balik para penyerang berjubah hitam, tiba-tiba
bermunculan barisan warna-warni yang memang diandalkan untuk menggedor
benteng keluarga Bhe ini.
Dan inilah juga kekeliruan kesekian kalinya dari para penyerang. Keadaan dan
medan di perkampungan keluarga Bhe, berbeda dengan perkampungan lain. Medan
disini berbatu-batu dan tanah bertingkat-tingkat, hal yang membuat barisan warnawarni
tidak bisa bertarung mengandalkan keampuhan barisannya, tetapi hanya bisa
mengandalkan kemampuan silat anggotanya. Sedangkan kemampuan silat mereka per
anggota, terhitung tidak istimewa, mereka menjadi sangat berbahaya bila bertarung
dalam satu barisan. Yang memiliki kemampuan lebih dan cukup tinggi, hanya
pemimpin masing-masing barisan.
Tetapi, begitu melihat medan pertempuran, sadarlah mereka bahwa keadaan kurang
menguntungkan, karena posisi berubah menjadi sama kuat. Tetapi apa boleh buat,
serangan sudah terlanjur dilakukan dengan optimisme berlebihan, seakan takkan ada
perlawanan yang cukup dari lembah ini. Ternyata kenyataan yang ditemukan, berbeda
jauh dengan yang kemudian mereka hadapi. Selain medannya tidak bersahabat, juga
ada tokoh lihay yang bahkan sanggup menghadapi Hu Pangcu yang selama ini
dianggap dan menganggap dirinya tiada lawannya, kecuali Pangcu Thian Liong Pang.
Dalam posisi sama jumlah pasukan, di dataran yang lapang dan luas, maka penyerang
pasti dengan mudah dan cepat akan menerkam Benteng Keluarga Bhe. Tetapi, dengan
kondisi saat ini, maka keunggulan penyerang berkurang banyak. Paling mereka
mengandalkan Houw Ong, dan ke-4 Pemimpin Barisan Warna-Warni, serta Pesolek
Rombeng Sakti. Apalagi, karena lebih 50an manusia berjubah hitam sudah terbantai
di luar, pertandingan relatif menjadi berimbang.
Memang masih ada keuntungan karena Houw Ong nampaknya bisa menekan Bhe
Thoa Kun, sedangkan Pesolek Rombeng Sakti dengan Hwe Tok Ciangnya hanya
mampu bertanding seimbang dengan Bhe Kong. Sedangkan pemimpin barisan warnawarni
dikeroyok anak murid Bhe Thoa Kun sehingga menimbulkan keseimbangan,
meski sedikit mengkhawatirkan keadaan Benteng keluarga Bhe. Meskipun memang
anak murid benteng Bhe bertarung habis-habisan dan terbiasa dengan medan, tetapi
apabila dilanjutkan keadaannya cukup mengkhawatirkan juga.
Pertandingan semakin lama semakin seru, korban dikedua pihak semakin lama
semakin bertambah. Keadaan Bhe Thoa Kun semakin lama semakin
mengkhawatirkan, jatuh dibawah tekanan Houw Ong. Karena betapapun Houw Ong
memang adalah tokoh kaum sesat yang memang lihay, dia adalah Pek Bin Houw Ong.
Kelihayannya sebenarnya bukan olah-olah, Bhe Thoa Kun sendiri sudah jatuh dalam
kesukaran yang sulit ditanggulanginya. Bahkan beberapa bagian pakaian dan kulitnya
sudah terkena cakaran harimau yang dimainkan dengan lincah dan akurat oleh si
nenek. Sedangkan anak buahnya, juga sebagian besar mulai mengalami kelelahan akibat
mengeroyok ke-4 pemimpin duta warna dan barisan warna-warni penyerang. Yang
bertempur seimbang hanyalah Liang Mei Lan melawan Hu Pangcu dan Bhe Kong
yang menghadapi Pesolek Rombeng Sakti dengan posisi sedikit lebih unggul. Jelas,
pertarungan bila dilakukan dalam waktu yang lebih lama, keunggulan Houw Ong
akan menentukan hasil pertempuran. Dijatuhkannya Bhe Thoa Kun akan membuat
keseimbangan hilang dan dikhawatirkan banyak korban akan dijatuhkan si Houw Ong
ini. Dalam keadaan yang gawat bagi Benteng Keluarga Bhe, tiba-tiba melayang dari
bawah dan langsung terjun ke pertempuran sesosok tubuh dengan jubah kelabu. Dia
langsung menyerang Pek Bin Houw Ong dan berbisik kepada Bhe Thoa Kun:
"Bhe Hengte, bantulah anakmu dan anak muridmu, biarkan iblis ini menjadi
lawanku" Bhe Thoa Kun melihat bagaimana tangkisan si pendatang berjubah kelabu ini
mementalkan cakar harimau Houw Ong dan segera percaya, bahwa si pendatang ini
sanggup menahan Houw Ong.
Dan benar saja, beberapa gerakan si pendatang segera membuat Bhe Thoa Kun
tersenyum. Tidak salah, itu adalah ilmu Bu Tong Pay, dan tidak perlu dicemaskannya
orang dengan gerakan selincah dan selihay itu dengan dasar Bu Tong Pay. Dia segera
melirik medan, dan melihat anaknya bisa mengatasi Pesolek Rombeng Sakti, tetapi
anak buahnya kepayahan mengahdapi 4 pemimpin duta warna.
Dengan segera dia berkelabat mendatangi mereka dan tanpa tedeng aling-aling
menyerang para pemimpin duta tersebut. Anak murid Benteng keluarga Bhe yang
mulai putus asa menjadi kembali bersemangat dan kembali dengan dahsyat
menggempur lawan ketika keempat lawan lihay kini dihadapi Ketua mereka. Bahkan
dengan cepat keempat lawan tersebut sudah jatuh di bawah angin dan keteteran
menghadapi Bhe Thoa Kun yang sedang meluap kemarahannya.
Keadaan kembali bergeser, korban kembali berjatuhan dan semakin banyak di pihak
Thian Liong Pang. Bahkan, meskipun harus terluka tangan kirinya, tetapi Bhe Kong
nampak sanggup mendaratkan tongkat besinya ke pinggang Pesolek Sakti dan
membuatnya muntah darah. Dan belum sempat pesolek sakti kembali memperbaiki
posisinya yang terpukul, meskipun Rombeng Sakti mengincar tangan dan pundak
kanannya, dengan menggunakan Sin Coa Cun, dia menotok mengundurkan serangan
Rombeng Sakti dan sebuah sodokan kedada Pesolek sakti tak terhindarkan lagi.
Pesolek sakti mendengus tertahan dan kemudian nampak rebah tak berdaya, tak
ketahuan mati hidupnya. Sementara itu, Rombeng Sakti yang melihat pasangannya
roboh menjadi mata gelap, dengan kalap dia menyerang dengan segenap kekuatan
Hwe Tok Ciangnya. Tetapi hawa api beracunnya bisa dikelit dengan tangkasnya oleh
Bhe Kong yang menggunakan Yan Cu Hui Kun dan dengan gesitnya balik
mengancam kedua tangan Rombeng Sakti. Keduanya terus saling serang, tetapi
karena serangan Rombeng Sakti sudah tidak teratur dan cenderung nekad dan kalap,
sementara Bhe Kong bersilat dengan tenang, mantap dan kokoh, mengganti-ganti
serangannya dengan Sin Coa Kun dan Yan Cu Hui Kun, akhirnya suatu saat mampu
mematahkan serangan Rombeng Sakti dengan melepaskan totokan maut yang dengan
telak mengenai jalan darah kematian Rombeng Sakti dibagian kening sebelah kiri.
Tanpa mengeluh panjang Rombeng Sakti kemudian roboh perlahan, terlentang dan
seperti tak percaya menjumpai ajal di tangan anak muda ini. Kemenangan Bhe Kong
semakin memperbesar rasa percaya diri orang-orang Benteng Bhe yang terus
mendesak dan menyerang para penyerang dari Thian Liong Pang.
Sementara itu, Pek Bin Houw Ong yang dihadapi si pendatang yang bukan lain Sian
Eng Cu Tayhiap segera menyadari dengan siapa dia berkelahi. Tetapi, apabila dulu
dia masih sanggup mengimbangi, jikapun kalah tidak terlalu jauh jaraknya, kini dia
bahkan selalu terdesak. Adalah wajar, karena kemajuan Sian Eng Cu, terutama
beberapa tahun terakhir adalah karena kemurnian dasar Sinkang dan Ilmu Silat.
Sebaliknya, Pek Bin Houw Ong, selain mempelajari ilmu sesat, juga sering
membiarkan konsentrasinya buyar oleh banyak keinginan sesat lainnya. Tidaklah
heran bila sekarang jurang perbedaan ilmu keduanya justru demikian lebar. Baik
ginkang maupun sinkang, apalagi ilmu pukulan, dia sudah tertinggal dari Sian Eng
Cu, dan hanya karena kasihan terhadap nenek ini sajalah maka Sian Eng Cu menahan
tangan mautnya terhadap pek Bin Houw Ong.
Keseimbangan pertarungan mereka semakin lama semakin pincang, karena Houw
Ong sudah kehilangan selera berkelahinya. Selalu dalam desakan Sian Eng Cu
membuatnya kalut, ditambah dengan memperhatikan medan yang makin tidak
mengtungkan. Bahkan, diapun melihat Hu Pangcu dilawan secara ketat oleh seorang
nona, sungguh tiada harapan menaklukkan benteng keluarga Bhe ini. Kemenangan
semakin lama dirasakannya semakin menjauh dan semkain sulit diupayakan.
Sementara itu, dua diantara 4 pemimpin duta warna juga sudah menggeletak tak
berdaya terkena hantaman tangan Bhe Thoa Kun. Dan di sisinya, berkelahi anak
buahnya dengan penuh semangat dan semakin lama semakin mengurangi jumlah
penyerang mereka, meskipun jumlah korban di pihak keluarga Bhe juga sudah cukup
banyak. Tetapi, pertempuran di dalam benteng nampaknya akan segera selesai,
terutama setelah Houw Ong tertahan, Pesolek Rombeng Sakti keok dan sekarang Bhe
Kong ikut membantu anak buah mereka melawan para penyerang.
Tidak beberapa lama kemudian, kedua pemimpin duta warna lainnya mengerang lirih
dan terpukul jatuh, sementara jumlah penyerang juga terus menyusut, bahkan
menyusul jatuhnya para pemimpin duta warna, para anggota barisan duta warna juga
menyusut dengan drastis. Tetapi, hebatnya, tiada seorangpun yang menyerah, tiada
seorangpun yang mengedorkan perlawanan meski semangat mereka sudah kabur.
Karena, jikapun selamat dari pertempuran ini, hukuman yang lebih berat malah
menanti mereka di Thian Liong Pang.
Karena itu, tiada kata menyerah, dan dengan terpaksa dan berat hati, Bhe Thoa Kun
dan Bhe Kong melanjutkan usaha untuk membasmi para penyerang sampai habis.
Menjelang tengah hari dan bahkan matahari mulai miring ke barat, akhirnya
pertempuran berhenti. Bahkan Houw Ong yang sudah kewalahan menghadapi Sian
Eng Cu, dibiarkan meloloskan diri dengan membawa luka-luka dalam yang cukup
parah. Bagaimanakah keadaan Mei Lan" Keputusannya mengikat Hu Pangcu dalam
pertempuran memang tepat, meskipun dia keliru menilai kemampuan Houw Ong.
Untungnya, diluar sepengetahuannya, Suhengnya Sian Eng Cu juga datang ketempat
ini membayanginya sehingga kehancuran Benteng Keluarga Bhe bisa dihindari.
Setelah menggempur Hu Pangcu dengan Ban Hud Ciang, Mei Lan dengan cepat dan
pesat sudah kembali menyusulkan pukulan-pukulan dari jurus yang sama.
Tetapi, kecepatannya yang menggiriskan itu yang membuat Hu Pangcu tertegun dan
seakan susah mempercayai bahwa dara mungil yang cantik ini mampu bergerak
secepat itu. Untungnya, diapun memiliki bekal yang luar biasa, dan dengan cepat bisa
menemukan keseimbangan dan cara bagaimana menghadapi Mei Lan. Benturan dan
adu ilmu selanjutnya tak terhindarkan antara mereka, hal yang semakin lama semakin
mengejutkan Hu Pangcu. Semakin dilawan semakin terasa betapa besar kandungan
ilmu sakti dalam diri dara muda yang nampak masih bau kencur itu.
Bagaimana tidak terkejut, lawannya adalah seorang anak gadis remaja, tetapi bahkan
kekuatan sinkangnya bukan olah-olah hebatnya, apalagi kecepatan dan ginkangnya.
Kecepatan yang sungguh tak tertandingi leh kemampuannya sendiri. Sungguh dia
sadar takkan sanggup menandingi kecepatan lawannya itu. Bahkan ketika bersilat
dengan Ilmu Siang Ciang Hoan Thian " Sepasang Tangan Membalik Langit Mei Lan
tetap sanggup menandinginya. Pukulan-pukulan Thai Kek Sin Kun dan Pik lek Ciang
digunakannya untuk menandingi dan mengimbangi Ilmu Pukulan Hu Pangcu yang
membahana. Keduanya tidak sanggup saling mengungguli dalam penggunaan
masing-masing ilmu tersebut, meskipun Hu Pangcu menang matang dan latihan,
tetapi kecepatan Mei Lan membuatnya sulit bernafas dan menarik keuntungan dari
kematangannya. Hu Pangcu menjadi semakin heran dan terkejut, karena ketika meningkatkan
penggunaan ilmunya dengan Hai Liong Kiang Sin Ciang (Ilmu Silat Tangan Sakti


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menaklukan Naga Laut), toch tetap bisa dilayani dengan baik oleh Mei Lan yang
bersilat dengan Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa). Tidak nampak anak
gadis itu terdesak dan jatuh di bawah angin, sebaliknya malah memberi serangan
balasan yang mampu membuatnya kerepotan dalam menghindar dan menangkis.
Berkali-kali tangannya menggapai, menerjang dan menotok seakan sudah akan
menyentuh badan Mei Lan, tetapi dengan gerakan yang tak masuk di akal, masih tetap
bisa dielakkan dan nyasar. Bahkan terus dibarengi dengan pukulan dan sentilan
balasan yang tidak kurang berbahayanya dan yang harus dielakkan atau ditangkis
dengan sepenuh tenaga. Lama-kelamaan Hu Pangcu ini menjadi berkeringat dingin,
baru menghadapi anak remaja semacam ini, selaku Hu Pangcu dia sudah kerepotan.
Apa kata kawan-kawannya" Apa kata Pangcu terhadap hasil kerjanya ini" Terlebih
dia tidak mengetahui nasib anak buahnya yang sudah meluruk masuk kedalam
benteng keluarga Bhe. Untuk melepaskan diri dari belitan anak ini bukan buatan
sukarnya, karena dia tidak sama sekali unggul melawan anak ini. Sinkangnya
dirasakannya tidak melebihi anak gadis ini, sementara ginkangnya jelas tertinggal.
Satu-satunya kelebihan Hu Pangcu hanyalah pada pengalaman dan kematangan dalam
latihan. Selebihnya, dia tidak berani mengklaim memenangkan pertandingan atau
setidaknya berada diatas kemampuan Mei Lan.
Berpikir akan kegagalan yang membayang dimatanya, tiba-tiba dia mulai bersilat
dengan gaya yang agak aneh. Inilah Ilmu ciptaannya bersama Pangcu thian Liong
Pang yang misterius itu, yakni Thian-ki-te-ling Sin Ciang (Pukulan bumi sakti rahasia
alam). Dengan ilmu tersbeut beberapa kali dia semburkan keluar dengan menyertakan
hawa keji yang terkandung dalam pukulan Tok-hiat-coh-kut (Pukulan Meracuni
Darah Melepaskan Tulang). Hebat akibatnya, Mei Lan mengenal pukulan dan hawa
beracun, dan untungnya gurunya adalah seorang maha guru dunia persilatan
Tionggoan yang mengerti segala jenis Ilmu Pukulan sesat.
Dia membiarkan tubuhnya sedikit terbawa angin pukulan lawan, dan pada saat
melayang mundur itulah, dia mengelilingi tubuhnya dengan hawa saktinya untuk
mengusir hawa sesat Tok-hiat-coh-kut. Dan setelah merasa tiada halangan, tubuhnya
kembali mumbul ke atas dan dari atas tiba-tiba kedua tangannya berubah laksana
laksaan telapak tangan dewa yang turun bagaikan hujan di bumi. Itulah gaya jurus
pertama Ban Hud Ciang "Laksaan Tapak Budha Menerjang Bumi", hanya bedanya di
tangan Mei Lan bukan hanya kerasnya hawa "yang" yang menonjol, tetapi juga
kelemasan dalam gerak dengan hawa "im" yang membuat jurus-jurus Ban Hud Ciang
menjadi sangat ampuh. Nampak laksaaan telapak tangan seperti beradu cepat, beradu
tepat dengan gerak tangan Hu Pangcu, dan sedetik kemudian mereka berpisah.
Tetapi, dan disinilah keunggulan Mei Lan, dengan cepat dia meletik dengan cara
mematahkan hukum gravitasi dan kembali melesat dengan gaya "Laksaan Tapak
Budha Membayangi Udara", jurus Kedua dari Ban Hud Ciang. Hu Pangcu terkesiap,
dia belum siap benar, tetapi laksaan tapak Budha sudah kembali mengurung
tubuhnya, dengan gopoh dia mainkan gaya "Bumi merana, alam menggelepar",
tubuhnya seperti bergoyang-goyang mudah roboh, tetapi dengan cepat kokoh kembali
dan menyerang lawan dengan kedua tangan kosongnya. Tetapi efeknya hanya
menghalau sementara Pukulan Ban Hud Ciang, karena dengan cara yang sama, jurus
ketiga sudah kembali mengarah dirinya dengan gaya "Laksaan Tapak Budha laksana
halilintar".
Tetapi, Hu Pangcu juga bukan orang sembarangan, terlebih Ilmu yang dimainkannya
juga bukan ilmu sembarangan. Hanya karena kecepatan mendesak dan memilih jurus
yang tepat yang membuatnya jatuh di bawah angin dan selalu didesak Mei Lan
dengan jurus-jurus berat. Tetapi, karena kecepatan dan ketepatan mengganti jurus,
maka sampai jurus kedelapan dari Selaksa Tapak Budha, yakni ketika Mei Lan
mainkan gaya "Tapak Budha Mendorong Awan", tidak terasa kembali terjadi
benturan dahsyat antara keduanya.
Tapi posisi dan kedudukan Hu Pangcu yang tercecar membuatnya dalam posisi
kurang kuat dan kurang baik dalam adu tenaga. Dan dia sadar betul, bahwa Mei Lan
pasti dengan cepat akan mematahkan tenaga luncurannya untuk kembali menyerang,
karena itu, dibiarkannya tubuhnya meluncur dan bahkan dari jauh dikerahkannya
ilmunya yang terakhir Pek Pou Sin Kun (Pukulan Sakti Ratusan Langkah), juga jurus
ciptaan bersama Pangcu thian Liong Pang.
Dan Mei Lan segera mengenali pukulan maut, dan dengan merasa terpaksa
dikerahkannya puncak penggunaan Ban Hud Ciang pada jurus ke-11 "Budha
Merangkul Langit dan bumi" dan dari kedua tangannya meluncur cahaya biru sembilu
menyambut lontaran tenaga sakti Hu Pangcu. Dan sekali lagi terdengar benturan
dahsyat: "Blaaaaaaar, dhuaaaaaar" batu-batu sekitar tubuh keduanya beterbangan, bahkan
rerumputan dan daun di sekitar tubuh Mei Lan berguguran. Sementara itu, Hu Pangcu
nampak memang sudah berniat untuk mengundurkan diri setelah menemukan
kenyataan betapa kuat dan betapa lihay lawan mudanya ini. Karena itu, dibiarkannya
dirinya terbawa dorongan pukulan Mei Lan, tetapi masih sempat disaksikan Mei Lan
bahwa di bibir bawah Hu Pangcu meleleh darah segar.
Nampaknya Hu Pangcu terluka, tetapi dia sendiripun tidak luput dari getaran
terhadap tenaga sinkangnya. Karena itu, ketimbang mengejar Hu Pangcu,
dipusatkannya pikiran, apalagi setelah melihat suhengnya Sian Eng Cu mendatangi.
Dengan cepat dia bersila, berkonsentrasi dan mengedarkan tenaga saktinya keseluruh
tubuh, bahkan mengusir hawa racun yang sempat menyusup dan tidak berapa lama
kemudian pernafasannya terasa lega dan semangatnyapun pulih kembali. Dan yang
pertama dilihatnya ketika membuka mata adalah pandangan khawatir dan sayang dari
suhengnya: "Suheng, aku sudah tidak apa-apa. Bagaimana keadaan di dalam?" aku sempat
melihat suheng berkelabat masuk, tetapi Hu Pangcu ini ternyata lihay luar biasa.
Pantas suhu mati-matian mempersiapkan kita. Hebat, hebat benar Hu Pangcu itu"
bisik Mei Lan, karena baru pertama kali ini dia menghadapi lawan yang begitu sakti
dan kuatnya. Bahkan sanggup menggetarkan kekuatan sinkangnya dan membuatnya
harus melakukan samadhi mengusir hawa racun dari tubuhnya yang sempat masuk
melalui hawa pukulan Hu Pangcu.
"Sudahlah sumoy, bahaya telah lewat. Tiada seorangpun kelompok perusuh yang
bersedia menyerah, yang terakhir hiduppun menenggak racun yang telah disiapkan,
tiada jejak sekalipun yang bisa membawa kita ke markas mereka. Tapi keluarga Bhe
sudah bebas dari bahaya" Sian Eng Cu menghibur sumoynya dengan informasi
keberhasilan membantu benteng keluarga Bhe.
"Nona, sungguh mimpipun lohu tidak membayangkan kepandaian nona begitu luar
biasa. Sungguh keselamatan keluarga Bhe adalah akibat bantuanmu yang tidak kecil,
juga jasa Sian Eng Cu Tayhiap yang menarik nyawaku dari jurang kematian" Bhe
Thoa Kun mendatangi dan menyampaikan ucapan terima kasihnya. Sementara di
dalam, puluhan murid yang tidak terluka sedang membenahi keadaan. Hampir 25
anak murid mati terbunuh, sementara sekitar 12 luka berat dan sisanya sekitar 15 lagi
luka ringan. Artinya, lebih dari setengah jumlah anak murid keluarga Bhe menjadi
korban dari penyerangan brutal ini.
Sementara itu, Bhe Kong juga mendatangi, kali ini perasaannya sudah lebih
terkontrol, apalagi setelah menyaksikan pertarungan bagian terakhir Mei Lan
melawan Hu Pangcu. Sungguh tergetar hatinya melihat kesaktian Mei Lan yang sulit
diukurnya lagi, baik pergerakannya, sinkangnya yang melahirkan dan mendatangkan
cahaya kilat biru yang menusuk tajam, sungguh membuat matanya silau.
Seandainya dia yang harus menangkis, mungkin baru kilatan cahaya biru dari kedua
tangan Mei Lan sudah merontokkan nyali dan perasaannya, apalagi harus menerima
hentakan sinar kilat membiru itu. Karena itu, dengan tulus disampaikannya ucapan
terima kasih: "Liang Kouwnio, atas nama seluruh keluarga Bhe, sayapun berterima kasih. Nona
sungguh hebat. Paman kakek buyut memang tidak kecewa mendidik nona hingga
sedemikian lihay" terkandung rasa iri terhadap paman kakek buyutnya, Wie Tiong
Lan yang menjadikan Mei Lan selihay itu. Mengapa bukan dirinya yang mewarisi
kehebatan ilmu itu"
"Sudahlah Kong Toako, persoalan yang harus diselesaikan masih sangat banyak.
Lebih baik kita selesaikan urusan di lembah ini secepatnya, karena korban yang jatuh
nampaknya tidaklah kecil" jawab Mei Lan yang segera diiyakan oleh Bhe Kong,
karena memang diapun melihat korban di pihaknya juga bukannya sedikit. Meskipun
jauh lebih banyak korban dipihak para perusuh yang boleh dikata selain Houw Ong
dan Hu Pangcu semuanya tewas terbunuh dalam pertempuran, atau bunuh diri dengan
menenggak racun yang agaknya memang dipersiapkan apabila mereka menghadapi
kegagalan. Sayang bagi Mei Lan dan Sian Eng Cu, mereka tidak menemukan anak
buah perusuh yang hidup untuk dimintai keterangan.
Sian Eng Cu dan Mei Lan masih tinggal selama 4-5 hari di Lembah Siau Yau kok,
menemani Bhe Thoa Kun dan Bhe Kong serta Wie Hong Lan dalam membenahi
Lembah. Untuk kemudian pada hari kelima, sesuai amanat guru mereka Wie Tiong
Lan untuk membawa Wie Liong Kun menghadap dan berguru kepadanya. Sian Eng
Cu Tayhiap bahkan menjelaskan bahwa Wie Liong Kun hanya akan dididik selama 5
tahun oleh suhunya, dan setelah itu akan mengikuti Sian Eng Cu yang akan menjadi
gurunya sampai tamat mempelajari Ilmu-Ilmu pusaka Bu Tong Pay dan ilmu Pusaka
ciptaan Wie Tiong Lan.
Tentu saja, setelah menghadapi kejadian yang begitu mengerikan, Bhe Thoa Kun
menjadi gembira anak bungsunya pergi mengikuti paman kakek buyutnya di Bu Tong
Pay. Meskipun hanya 5 tahun, tetapi dia sadar apa artinya 5 tahun bagi seorang sesakti
Wie Tiong Lan yang sanggup menciptakan gadis remaja nan sakti seperti Mei Lan.
Bahkan Mei Lanpun menyatakan kesediaannya dan berjanji untuk ikut mendidik
Liong Kun kelak sebagai sutenya. Hal yang menambah kegirangan keluarga Bhe,
terlebih Wie Hong Lan.
Diiringi ucapan terima kasih penghuni lembah Siau Yau Kok, akhirnya Mei Lan dan
Sian Eng Cu Tayhiap tong Li Koan pergi meninggalkan lembah dengan membawa
Wie Liong Kun. Keduanya juga kemudian berpisah, karena Mei Lan ingin
melanjutkan penyelidikannya atas Thian Liong Pang yang konon akan meluruk ke
keluarga Yu. Sementara Sian Eng Cu, harus kembali sejenak ke Bu Tong San untuk
mengantarkan Wie Liong Kun dan kemudian kembali turun gunung membantu tugas
sumoynya. Karena dia sadar benar, bahwa tenaga Mei Lan seorang diri masih belum memadai,
sebagaimana disaksikannya di lembah Siau Yau Kok. Untungnya dia membayangi
Mei Lan, sehingga bisa membantu Lembah Siau Yau Kok tepat pada waktunya.
Karena itu, Sian Eng Cu kemudian mempercepat langkahnya ke Bu Tong Pay dan
berusaha mempersingkat waktu perjalanan, karena masalah dunia persilatan juga
bergerak sangat cepat.
Episode 20: Menjadi Duta Agung
Setelah ditempah kembali selama 2 tahun setengah oleh suhunya, Kiang Ceng Liong
akhirnya kembali turun gunung. Kali ini, Kiang Ceng Liong yang telah menjadi anak
muda berbadan kokoh dan tegap ini turun dari bukit tempat gurunya bertapa dengan
langkah penuh keyakinan. Wajahnya yang gagah dan tampan nampak menjadi lebih
berwibawa, apalagi dengan ketenangan yang memang dimilikinya secara lahiriah
telah menyatu dengan kematangan penguasaan baik ilmunya maupun dirinya.
Kepercayaan atas dirinya sendiri telah meningkat jauh seiring dengan semakin
matang usianya dan semakin sempurna Ilmunya. Terlebih, kini dia telah mengenal
siapa dirinya, mengenal keluarganya, dan sadar bahwa dia berasal dari keluarga
terhormat yang punya sejarah panjang dalam dunia persilatan. Kakeknya atau
gurunya, telah menceritakan selengkapnya keadaan keluarganya, sejarah lembahnya,
tokoh-tokohnya dan juga apa yang pernah terjadi pada masa lampaunya.
Bahkan apa yang terjadi dimasa dia kehilangan ingatan, sudah diceritakan dan
diketahuinya dari Tek Hoat, Kim Ciam Sin Kay dan juga tentu gurunya. Dan kini,
memasuki usia yang ke-20, dia kembali memasuki lembah keluarganya, Lembah
Pualam Hijau dan sebagaimana amanat gurunya, dia harus memasuki dengan cara
terhormat, memperkenalkan dirinya dan mengatasi masalah yang sedang dialami
Lembah itu. Dan itulah tugas utamanya dewasa ini.
Pada saat-saat terakhir sebelum turun gunung, Ceng Liong masih didesak gurunya
untuk mendalami ilmu mujijat lainnya "Tatapan Naga Sakti". Anehnya dia kadang
mampu melakukannya melontarkan hawa mematikan melalui matanya, tetapi kadang
juga macet. Dia sendiri masih belum mengerti mengapa kadang dia mampu
melakukannya, dan kadang tidak mampu. Padahal, beberapa kali dia menguji sesuai
petunjuk Kian Ti Hosiang ketika di dibangunkan malam hari dan secara terpisah
diajak bicara oleh Padri tua Siauw Lim Sie itu.
Dibukakanlah oleh Kian Ti Hosiang soal kemungkinan pengembangan ilmu itu.
Berdasarkan hal itu, maka Ceng Liong melatihnya, dan setelah setahun lebih, dia
mulai bisa melontarkan kekuatannya melalui matanya. Mulanya kekuatan yang biasa
saja, hanya sanggup menggoyangkan dedaunan, tetapi lama kelamaan kekuatan
tersebut berkembang seiring dengan latihan konsentrasi yang diajarkan Kian Ti
Hosiang. Bahkan, kekuatannya berkembang jauh setelah dia melakukan samadhi 3
hari 3 malam yang membuatnya mulai mampu melontarkan cahaya berkilat yang
menghancurkan. Tetapi, toch, setelah semakin berkembang sangat kuat dan mematikan, Ceng Liong
menemukan kenyataan pahit dan yang membingungkannya. Kadang dia sanggup
melontarkannya dengan hasil yang mencengangkan, tetapi tidak jarang tidak sanggup
melontarkan kekuatan itu sama sekali. Dia sendiri bingung menghadapi kenyataan
tersebut dan tidak sanggup menguraikannya, karena dia merasa tidak ada yang salah
dari apa yang dipelajarinya.
Apalagi, bisa jadi hari ini dia gagal, eh tapi besoknya dia berhasil, dan bisa jadi
esoknya lagi gagal. Ketika dibahas bersama gurunyapun, ternyata tetap saja belum
ada kemajuan yang menjadi pegangan kenapa kadang dia mampu melakukannya dan
kadang tidak mampu. Padahal, sepengetahuannya, semua tahapan yang dinyatakan
Kian Ti Hosiang sudah dilengkapinya dengan tekun. Biasanya, sesuai petunjuk Kian
Ti Hosiang, Ceng Liong melatih ilmu itu pada waktu malam.
Setelah didesak gurunya untuk turun gunung, akhirnya Ceng Liong menyerah dan
menyerahkan kepada kehendak alam, apakah dia akan mampu menguasainya suatu
saat atau tidak. Biarlah kesempurnaannya dia temukan dalam pengembaraannya
kelak. Apalagi, menurut gurunya, dengan kemampuan Ceng Liong sekarang ini, tanpa
ilmu itupun sudah sangat luar biasa. Bahkan tanpa disadari oleh Ceng Liong, pada
puncak pengerahan Soan Hong Sin Ciang dengan menggunakan paduan atau varian
yang dikelolah Tek Hoat, dari tubuh mereka memancar hawa panas yang sangat tajam
menusuk. Begitupun ketika dia memainkan Pek Lek Sin jiu, badannya mampu memancarkan
hawa panas menusuk yang akan sangat mempengaruhi lawannya ketika bertarung.
Kemampuan ini diperolehnya setelah dia menggunakan waktu 3 hari 3 malam untuk
merenung Ilmu Tatapan Naga Sakti, yang efek lainnya adalah menilai kembali
kemampuan Ilmu lainnya. Justru dengan cara ini, dia mampu meningkatkan
penguasaan dan penggunaan Ilmu-ilmu sakti lainnya.
Bahkan sudah bisa merendengi kemampuan 4 tokoh besar pada 40 tahun
sebelumnya, ditambah dengan kemajuannya yang masih sangat muda, maka ilmunya
pasti akan berkembang sangat pesat. Itulah sebabnya, gurunya berani untuk
mengatakan bahwa tanpa ilmu tersebut, Ceng Liong sudah sangat memadai
kepandaiannya. Bahkan untuk mencari padanannya di Tionggoan saja sudah sangat
sulit. Begitulah, akhirnya Ceng Liongpun turun gunung, dengan tujuan pertama sesuai
perintah kakekny adalah Lembah Pualam Hijau. Dan anehnya, entah bagaimana,
dengan mudah Ceng Liong bisa mencapai pintu masuk lembah, bahkan jalan-jalannya
terasa sangat dihafalnya di luar kepala. Kakinya seperti secara otomatis melangkah,
dan tidak lama setelah turun dari pertapaan kakeknya, dia sudah berdiri di pintu
masuk lembah. Dia tidak merasa asing dengan pintu masuk itu, bahkan dia bisa
dengan mudah menerobosnya, tetapi dia teringat pesan kakeknya merangkap gurunya.
Bahwa, jika dia sendiri tidak menghormati tata krama lembahnya, mana bisa orang
lain diharapkan melakukannya" Karena itu dengan sabar dia menunggu. Dan
memang, tidak lama kemudian nampak ada orang yang menyongsongnya untuk
menanyakan keperluannya. Tetapi, belum sempat orang yang datang menyelesaikan
kalimatnya untuk bertanya maksud kedatangan Ceng Liong, dia justru terbelalak
melihat anak mudah gagah yang berdiri dihadapannya, nampak asing tetapi seperti
sangat dekat dan sangat dikenalnya:
"Anak muda, ap...ap...apa maksud kedatanganmu?" tanya orang itu pangling dan
nampak seperti setengah linglung memandangnya.
Bahkan bicaranyapun terdengar gagap saking tegangnya memandang Ceng Liong.
Samar-samar, Ceng Liongpun seperti masih mengenali orang yang berada
dihadapannya, tetapi ingatan yang hilang dan dalam waktu yang lama tidak melihat
orang ini, membuatnya sulit untuk menentukan alias lupa-lupa ingat. Meskipun
demikian, dia tahu, bahwa didalam lembah ini, kerabat dekatnya yang tertinggal,
hanyalah bibinya yang bernama Kiang Sian Cu, yang merupakan kakak dari ayahnya,
Kiang Hong. Karena itu, perlahan Ceng Liong menjura bahkan kemudian menyembah
dengan haru dan berkata:
"Bibi yang baik, ponakanmu Ceng Liong datang menghadap"
"Ceng Liong?" ya tentu saja, wajahmu adalah wajah ayahmu. Kening dan alismu
adalah milik ibumu, Bi Hiong. Tidak salah lagi dan takkan mungkin salah" Wajah
yang sayu itu, nampak berbinar gembira dan terharu sejenak. Tapi tidak lama
kemudian dengan suara yang lebih tenang setelah sanggup menguasai dirinya dan
perasaannya, dia menarik dan membangunkan Ceng Liong. diraba-rabanya wajah
anak muda itu, karena sudah lama dia tidak bertemu baik dengan anak ini yang hilang
di usia hampir 8 tahun, maupun kedua adik kembarnya yang juga sudah 10 tahunan
lebih lenyap tidak bertemu dengannya. Karena itu dengan penuh rasa haru dan
gembira, dirabanya wajah Ceng Liong dan kemudian kembali dia berdesis:
"Ya, tidak mungkin salah. Kamulah satu-satunya penerus keluarga Kiang kita yang


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang merosot tajam saat ini. Untunglah kamu datang anakku, bibimu ini sudah
terlalu lelah menanggung beban ini sendirian" Setelah mengucapkan hal tersebut,
tiba-tiba wanita perkasa ini menangis sedih di dada Ceng Liong. Airmatanya menetes
deras membasahi pakaian Ceng Liong yang juga menjadi terharu dengan keadaan dan
beban yang dipikul bibinya.
Meskipun bibinya juga adalah wanita perkasa, tetapi dengan begitu banyak beban
yang harus dipikul untuk kebesaran nama keluarga dan lembah ini, wajar bila dia
menangis menemukan orang yang tepat dan berhak melanjutkan tugasnya. Selama ini,
betapa ingin dia membagi dengan orang lain, tetapi selain suaminya yang juga
menjadi Duta Hukum dan sekarang menjaga lembah mereka, siapa lagi" Padahal yang
seharusnya memikul itu adalah adiknya, jika bukan Kiang Liong yang sakit jiwa, ya
harusnya Kiang Hong. Tetapi keduanya hilang dan mengharuskan dia yang
menanggung beban berat nama besar keluarga itu. Sementara pada saat yang sama,
kedua tokoh utama Lembah Pualam Hijau yang masih diketahuinya, juga ikut menjadi
misteri, yakni ayahnya Kiang Cun Le dan Kiang In Hong. Jadi, bisa dibayangkan
betapa gembira dan terharunya ketika dia menerima kedatangan Ceng Liong.
"Bibi, siapa-siapakah kerabat kita yang masih tinggal di lembah ini" Mengapa
lembah ini seperti menjadi demikian senyap?" bertanya Ceng Liong setelah sekian
lama membiarkan bibinya melepaskan bebannya. Karena diapun mengerti
sebagaimana disampaikan kekek buyutnya, betapa berat beban yang disandang
bibinya ini dalam mempertaruhkan dan menjaga kehormatan Lemba mereka. Setelah
lama dia membiarkan ikut hanyut dan kemudian bisa menguasai dirinya, dia bertanya.
"Ceng Liong, seharusnya di Lembah ini tinggal Duta Agung, yakni ayahmu Kiang
Hong dan duta Luar, yakni ibumu. Sementara bibimu adalah Duta Dalam. Selanjutnya
kita memiliki 3 duta Hukum, salah seorang duta Hukum hilang bersama ayah ibumu,
sementara dua sisanya adalah pamanmu dan salah seorang murid Kakekmu Kiang
Cun Le menggantikan Duta Hukum yang terbunuh dahulu kala.
Diantara kerabat kita, Kiang Cun Le kakekmu masih sering muncul di lembah ini,
meski teramat jarang karena lebih banyak bersamadhi. Kemudian Pamanmu, kakak
kembar ayahmu Kiang Liong, tetapi dia juga menghilang belasan tahun. Masih ada
Kiang In Hong, tetapi Bibi itu sudah menjadi Liong-i-Sinni, Padri Wanita Sakti di
daerah Lautan Timur. Kemudian 6 duta perdamaian, semua adalah didikan kakekmu
tidak ada lagi yang berani meninggalkan Lembah karena yang bisa memerintah
mereka adalah ayahmu, Duta Agung" Jelas bibi Sian Cu.
"Mari Ceng Liong, kita masuk ke lembah dan nanti ceritakan pengalamanmu selama
menghilang dan mengembara. Ayah cuma sering mengatakan bahwa suatu saat
engkau akan kembali, tapi jelasnya ayah tidak pernah memberitahu" sambung Kiang
Sian Cu. Melihat kehangatan dan rasa kasih bibinya, serta juga beban berat yang dipikul
bibinya, akhirnya Ceng liong kemudian menceritakan semua apa yang diketahuinya.
Yakni sejak dia ditemukan Tek Hoat dan Mei Lan, kemudian diambil murid kakek
buyutnya, berguru selama 10 tahun, pergi membantu Kay Pang dan membebaskan
Kim Ciam Sin Kay Kay Pang Pangcu, untuk kemudian kembali digembleng kakeknya
di tempat pertapaannya. Semua diceritakan dengan gamblang, kecuali beberapa
bagian yang dia sendiri tidak ingat lagi.
Seperti ceritanya dengan Giok Hong yang nampaknya hanya dia dengan Kim Ciam
Sin Kay yang mengetahui dan menyimpan cerita itu rapat-rapat. Selebihnya, dia juga
merahasiakan tempat pertapaan gurunya, sebagaimana yang dipesankan oleh guru
sekaligus kakek buyutnya. Dan juga akhirnya dia bercerita akhirnya kakek buyut
memintanya untuk kembali ke lembah dan mengatasi persoalan yang dihadapi
Lembah Pualam Hijau.
"Ach, bahkan ternyata engkau secara ajaib diselamatkan dan diambil murid oleh
Kakek Buyut. Lebih mengagetkan lagi, ternyata kakek Sin Liong masih hidup. Ach,
jodoh, jodoh, siapa sangka engkau begitu beruntung dididik langsung oleh orang tua
itu Ceng Liong. Bagaimana kabar kakek Buyut itu?"
"Usianya sudah lebih dari 100 tahun bibi, tetapi masih tetap sehat. Bahkan sesekali
dia datang ke lembah ini untuk menengok keadaan dan keselamatan lembah kita ini"
berkata Ceng Liong.
"Ach, pantaslah tetap tidak ada yang berani menyatroni lembah ini. Ternyata selain
ayah, kakek buyut juga sering datang melindungi lembah" Berkata Kiang Sian Cu
sambil mengingat beberapa kali dia secara aneh terlepas dari kesulitan ketika sedang
dibawah tekanan tokoh tertentu. Dan tiba-tiba tekanan tersebut menjadi lepas sama
sekali, dan tanpa berkata apa-apa tokoh tersebut, termasuk Siangkoan Tek dan juga
seorang sesepuh Lam Hay, berlalu dari hadapannya. Ternyata bukan Cuma ayah,
tetapi ada juga campur tangan kakek buyut. Syukurlah, pikirnya. Perasaan senang,
tenang dan nyaman mengetahui ternyata Lembah Pualam Hijau masih memiliki
sandaran yang luar biasa hebatnya, segera terpancar dari sinar mata Kiang Sian Cu.
"Baiklah Ceng Liong, berhubung orang tertua di tempat ini adalah bibimu ini, dan
peraturan Lembah Pualam Hijau menyebutkan harus ada pemegang kekuasaan
Lembah Pualam Hijau dalam menanggulangi bencana rimba persilatan, maka rasanya
sudah waktunya engkau yang mengemban tugas ayahmu. Ayahmu sudah menghilang
hampir 10 tahun, dan akibatnya rimba persilatan menjadi morat-marit oleh teror
banyak pihak. Sudah saatnya engkau tampil. Terlebih engkau dididik oleh kakek
buyut, bibimu percaya engkau bahkan tidak kalah dari ayahmu. Tapi untuk
meyakinkan diriku, pamanmu dan para tetuah lembah, biarlah besoh kita melakukan
ujian dan proses pengangkatan Duta Agung Lembah Pualam Hijau" berkata Sian Cu.
"Bibi, tetapi aku masih terlalu muda, bagaimana mungkin mampu dan bisa
mengemban tugas seberat ini?"
"Tidak mungkin ditunda lagi. Begitu engkau lulus ujian besok, Medali Pualam Hijau
harus kau kalungi. Untunglah hanya Pedang Pualam Hijau yang dibawah ayahmu
dulu. Sehingga masih ada satu tanda pengenal Duta Agung yang memiliki kekuasaan
untuk memerintah dan mengatur" tegas bibinya.
"Tapi, bibi Sian Cu, bukankah"
"Tidak ada tapi lagi. Kakek dan ayahmu juga menerima pengangkatan di usia muda,
hanya kamu sedikit lebih muda dibandingkan ayahmu" Potong Kiang Sian Cu
sebelum Ceng Long menyelesaikan kalimatnya.
"Kecuali, jika tidak ada lagi rasa hormatmu atas kebesaran dan kehormatan
keluargamu dan Lembah ini" tambah Kiang Sian Cu keren dan dengan suara bergetar
menahan tangis. Suara Bibinya itu menggetarkan sukma Ceng Liong, dan otomatis
juga menyentuh rasa hormat dan kebanggaannya atas kebesaran keluarganya. Karena
itu, setelah beberapa lama termenung, akhirnya dengan suara bergetar dia berkata:
"Baiklah bibi, demi nama besar dan kehormatan keluarga Kiang dan Lembah Pualam
Hijau, biarlah tecu memberanikan diri menerima hal itu" Akhirnya dengan berat hati
Ceng Liong mengiyakan dan dengan demikian selanjutnya tinggal menunggu ujian
besoknya. Karena dalam aturan Lembah Pualam Hjau, ada syarat minimal yang harus dipenuhi
oleh calon Duta Agung yang akan mewarisi Pedang Pualam Hijau dan Medali Pualam
Hijau. Sungguh beruntung, Kiang Hong ketika pergi, hanya membawa Pedang
Pualam Hijau dan meninggalkan medali pualam hijau. Dengan demikian, maka
meskipun Kiang Hong, Duta Agung Lembah pergi membawa Pedang Pualam Hijau,
tetapi masih ada tanda pengenal Duta Agung yang lain. Bilapun Kiang Hong kembali
suatu saat, toch yang menggantikannya adalah anak sulungnya, tidak akan terjadi apaapa.
Besoknya, di Lian Bu Thia Lembah Pualam Hijau, nampak sudah berbaris para
tetuah Lembah Pualam Hijau. Di barisan paling depan, hanya diduduki 1 orang, yakni
Kiang Sian Cu, 2 kursi lainnya kosong, yang harusnya ditempati Ayah dan Ibu Ceng
Liong selaku Duta Luar dan Duta Agung. Pada baris kedua, ada 2 kursi yang terisi,
merupakan baris dari Duta Hukum, satu kursi kosong dan belum terisi karena
petugasnya hilang bersama Kiang Hong.
Sementara baris ketiga, 6 kursi penuh terisi, para Duta Perdamaian yang tidak bisa
bertugas selama Bengcu atau Duta Agung tidak memberikan perintah. Setelah semua
siap, tiba-tiba Kiang Sian Cu memerintahkan Ceng Liong untuk maju kedepan,
bersamaan dengan dirinya juga mencelat ke panggung Lian Bu Thia. Nampaknya,
upacara pengangkatan Duta Agung yang harus diawali dengan ritual pengujian calon
Duta Agung akan segera dilakukan. Sebagai keturunan keluarga Kiang tertua di
Lembah Pualam Hijau dewasa ini, maka menjadi tugas dan kewajibannyalah untuk
melaksanakan ujian dan pengangkatan. Semua sesuai dengan aturan turun temurun di
Lembah. Kemudian nampak Kiang Sian Cu dengan penuh hikmat berkata sambil
memegang Medali Pualam Hijau:
"Menurut aturan Lembah, maka pewaris Duta Agung, wajib memiliki tato giok ceng
dipundak kanan. Ceng Liong, tunjukkan pundak kananmu kepada semua orang di
ruangan" Ceng Liong yang seba sedikit mengerti upacara keluarganya, segera membuka jubah
di pundak kanannya, dan memang disana ada tato Giok ceng, sebagai tanda dia benar
keturunan keluarga Kiang. Kemudian, kembali terdengar suara Kiang Sian Cu sambil
memegang Medali Pualam Hijau:
"Menurut aturan kedua, calon Duta Agung harus sanggup memainkan Giok Ceng
Cap Sha Sin Kun dan Giok Ceng Kiam Hoat. Kiang Ceng Liong, perlihatkan
penguasaanmu atas kedua Ilmu Pusaka Keluarga"
"Baik, maafkan kebodohanku" sambil berkata demikian, Ceng Liong segera
membuka jurus Giok Ceng Cap Sha Sin Kun, dan kemudian bersilat mengikuti ajaran
gurunya. Gerakannya mantap, bahkan angin berkesiutan dari kedua tangannya yang
bergerak-gerak kokoh. Sinkangnya, sudah pasti adalah gemblengan Giok Ceng, dan
dengan demikian dia sanggup memainkan semua jurus maut keluarganya itu dengan
sempurna. Sangat sempurna malah. Bahkan ketika memainkan Giok Ceng Kiam Hoat, tanpa
menggunakan pedang, hanya dengan memanfaatkan Hawa Pedang di tangannya,
semua orang menahan nafas. Karena yang sanggup memainkan Ilmu ini sedemikian
tajam, berkesiutan bagai benar ada pedang di tangan, bahkan Kiang Hongpun masih
belum sanggup. Seingat mereka, hanya Cun Le dan In Hong yang terakhir sanggup
melakukannya, itupun di usia mereka yang memasuki 30tahunan. Dan saat ini, Ceng
Liong sanggup melakukannya bahkan dengan baik dan seperti sudah terbiasa. Setelah
menyelesaikan semua Ilmu itu, kemudian Ceng Liong menjura kepada Kiang Sian
Cu: "Bibi, sudah selesai, bagaimana penilaian bibi dan para tetuah Lembah Pualam
Hijau?" bertanya Ceng Liong polos tanpa maksud dan keinginan untuk mendapatkan
pujian. "Menurutku lulus, bagaimana menurut saudara sekalian?" Sian Cu bertanya
"Lulus" semua berteriak sepakat.
"Baiklah Ceng Liong, engkau telah melalui dua ujian awal. Ujian ketiga dan yang
terakhir adalah, engkau harus sanggup bertahan dari sergapan 6 duta perdamaian
selama sedikitnya 50 jurus. Keenam duta ini dilatih khusus dengan barisan pedang
Giok Ceng, dan selama 50 tahun terakhir digunakan sebagai ujian terakhir calon duta
agung. Ayahmu, sanggup bertahan sampai 65 jurus waktu menghadapi Barisan 6
Pedang, kakekmu sanggup bertahan sampai 70 jurus, dan sekarang terserah sampai
berapa jurus engkau bisa bertahan" Berkata Kiang Sian Cu. Dan kemudian
melanjutkan: "Enam duta perdamaian"
"Siap"
"Maju dan uji calon Duta Agung Lembah"
"Baik" dan dengan tangkas ke-6 duta perdamaian sudah melesat ke panggung. Dan
dengan tidak banyak bicara, sudah langsung menerjang Ceng Liong dengan Pedang
terhunus di tangan masing-masing. Tidak lama terdengar desing pedang menderuderu
diseputar Ceng Liong, seakan-akan hawa pedang sudah mengurung tubuhnya.
Tetapi, meskipun masih sangat muda, Ceng Liong sudah mengalami beberapa
pertarungan yang mendebarkan. Karena itu, dia tidak menjadi gugup.
Sebaliknya, dengan tangkas dia bergerak, dan yang lebih luar biasa lagi, terkadang
dia berani menyentil ujung pedang, baik ujung tajamnya maupun bilah ketajaman
pedang. Dan dengan segera Ceng Liong bersilat dengan Ilmu keluarganya, Giok Ceng
Kiam Hoat untuk mengimbangi desing dan cicit pedang yang membahana. Tetapi,
Ilmu Pedang dengan menggunakan kekuatan sinkang tangannya, ternyata sanggup
menahan semua serangan yang dilakukan oleh 6 duta perdamaian yang menyerang
dan bertahan dengan sangat cepat, tepat dan lincah. Bahkan ketika Ceng liong
mencoba mengadu tenaga, dia terkejut karena ke-6 orang ini, sanggup
menggabungkan tenaga mereka dan menindih kekuatan Sinkangnya. Hebat, pikir
anak muda ini. Tetapi, bukan berarti Ceng liong kehilangan pegangan menghadapi barisan pedang
keluarganya. Dia sadar, bahwa mengadu tenaga dengan membiarkan mereka berenam
menyatukan kekuatan, lebih banyak merugikannya, dan karena itu dia harus mencoba
dengan kecepatan. Karena itu, dia kemudian memainkan Ilmu Langkah Sakti
berputar, dan dengan langkah ini dia bisa menyelematkan diri sampai 20 jurus lebih.
Dengan Giok Ceng Kiam Hoat, dia bertarung selama lebih 20 jurus, dengan demikian
masih dibutuhkan 10 jurus lagi baginya untuk lulus. Apakah Soan Hong Sin Ciang
dan Toa Hong Sin Ciang ada gunanya" Pikirnya. Coba saja, mungkin bermanfaat.
Maka kembali dia mengganti ilmu Silatnya dengan mengandalkan Soan Hong Sin
Ciang dan Toa Hong Kiam Sut yang digabungkannya. Tangan kanannya
menggunakan Ilmu pukulan, sementara tangan kiri menggunakan hawa pedang, dan
kembali dengan jurus ini dia sanggup bertahan bahkan selama lebih dari 15 jurus, dan
sampai disini dengan demikian sebenarnya dia sudah lulus.
Tetapi, tiada perintah berhenti dari Sian Cu, dan nampaknya ke-6 duta perdamaian
tahu bahwa mereka tidak boleh berhenti sampai ada ketentuan yang mengatur selesai
tidaknya ujian tersebut. Dengan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, Ceng
Liong sudah melampaui batas jurus ayahnya bisa bertahan. Dan sekarang dia
mencoba memainkan kembali Soan Hong Sin Ciang yang disempurnakan oleh ide
Tek Hoat, dari mengandalkan kelemasan, tiba-tiba dia memasukkan unsur "yang"
dalam serangan tangannya. Dan efeknya cukup luar biasa, selama ini hanya angin dan
badai membahana yang dikenal sebagai efek dari Soan Hong Sin Ciang,.
Tetapi tiba-tiba Ceng Liong memainkannya dengan sedikit perbedaan. Dan ternyata,
dia sanggup menggetar mundur setindak beberapa pedang yang mengancamnya.
Ketika kemudian mencoba lagi, beberapa pedang yang mengitarinya, kembali tertolak
oleh sejenis hawa khikang yang lahir dari paduan tenaga "im" dan "yang" yang lahir
secara otomatis disekitar tubuhnya. Ceng Liong menjadi gembira, dan baru menyadari
bahwa ternyata temuan Tek Hoat sungguh sangat bermanfaat mengahadapi barisan
pedang. Kini bahkan dia tidak ragu, hanya dengan memanfaatkan gabungan sinkang "im" dan
"yang" ternyata membuatnya menjadi memiliki khikang pelindung badan. Khikang
itu nampaknya cukup ampuh dan tangguh, dan dengan tenaga itu dia kemudian berani
menangkis dan menghalau bayangan ribuan pedang yang mengancamnya. Kembali
hampir 20 jurus berlalu, tetapi jelas selama ini, Ceng Liong memang lebih banyak
diserang daripada menyerang.
Sekarang, bahkan batas bertahannya Cun Le sudah bisa dilampauinya, dan dia
bahkan masih sanggup bertarung terus. Apalagi, kemudian dia memainkan Pek Hong
Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), dengan
Sinkangnya yang telah matang terlebur. Bayangan pedang memang tetap
mengejarnya, tetapi awan sakti yang mengepul mengitari tubuhnya membuat semua
bayangan pedang tersebut terpental menjauh dan tak sanggup mendekatinya.
Kekuatan Khikang atau hawa pelindung badan Ceng Liong, tanpa disadarinya sudah
meningkat sangat jauh, hingga mampu membelokkan arah serangan dan tebasan
pedang. Nampaknya, Ceng Liong sendiri belum begitu menyadarinya. Bahkan awan
yang diciptakan tangan dan tubuhnya, sesekali menyerang kelompok dan barisan
pedang tersebut, dan sesekali terdengar teriakan kaget mereka. Karena itu, akhirnya
barisan pedang tersebut, nampak merapatkan diri, dan seolah menjadi satu. Sementara
Ceng Liong yang terus bersilat dengan indah dan bebas dengan ilmunya yang
terakhir. Anak muda ini tidak mau menggunakan Pek Lek Sin Jiu yang bukan ilmu
keluarganya, tetapi dengan ilmunya dia nampak semakin aman dengan kabut dan
awan khikang yang dihasilkannya. Tetapi, justru pada saat itu, barisan pedang 6 duta
perdamaian, merasa baru kali ini bertarung sampai tingkat yang sangat menentukan.
Dan di kalangan keluarga Lembah Pualam Hijau, juga baru kali ini Barisan Pedang
Enam Duta Perdamaian disaksikan dimainkan sampai pada tingkat tertingginya untuk
menguji seorang calon Bengcu.
Nampak Ceng Liong semakin meningkatkan perbawanya, sementara 6 duta
perdamaian sudah tiba pada puncak penggunaan barisan dan menyiapkan jurus
terakhir, "6 pedang terbang pualam hijau", yang bahkan melawan musuhpun belum
pernah dilakukan. Karena biasanya, lawan terberat yang mereka hadapi dalam sebuah
pertempuran, paling banyak bertahan sampai pada jurus ke 50, jikapun ada yang
melampauinya paling-paling Kiang Hong dan Kiang Cun Le itulah. Karena itu, bukan
hanya keenam duta perdamaian yang memegang pedang dan sedang menguji itu yang
dihinggapi ketegangan, tetapi bahkan seluruh isi ruangan menahan nafas untuk
menyaksikan akhir dari pertempuran yang sebetulnya merupakan sebuah ujian
tersebut. Tetapi pada saat kedua pihak sudah siap melakukan puncak penggunaan
ilmu masing-masing pada jurus ke 110, terdengar sebuah seruan dan bentakan halus:
"Tahan, Liong Jie tahan dirimu" dan kibasan tangan kakek tua yang baru datang
kemudian membentur Ceng Liong, yang goyah sesaat tetapi kemudian tenang
kembali. Selain itu, kakek itu juga berseru:
"Barisan 6 pedang pualam hijau, tarik tenaga kalian" sebuah kibasan tangan kini juga
diarahkan kearah 6 orang yang nampak menyatu itu. Dan terdengar kemudian suara
desisan dan mencicit, ketika tenaga bersatu ke-enam orang ini membentur tenaga
kibasan orang tua yang baru datang.
"Kakek buyut" Kiang Sian Cu yang sudah puluhan tahun tidak melihat Kiang Sin
Liong memandang dengan tercengang orang tua yang datang mencegah benturan


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puncak pada ujian Silat tersebut. Dan dengan tergesa kemudian datang berlutut
melihat orang tua yang mereka sangat kagumi sejak kecil, dan ternyata masih tetap
hidup hingga saat ini meski kelihatannya sudah sangat tua renta. Da sudah mendengar
dari Ceng Liong bahwa orang tua ini masih hidup. Betapa terharu hatinya ketika dia
masih diberi kesmepatan bertemu dengan kakek buyutnya yang dikenal sebagai salah
satu tokoh gaib rimba persilatan dewasa ini.
"Hm, Sian Cu, kupahami, betapa begitu berat kamu menanggung beban ini sendirian
bersama suamimu dan saudaramu yang lain. Karenanya hari ini kukirim
keponakanmu datang" ujar kakek gaib itu sambil mengelus kepala Sian Cu yang
merasa terharu karena ternyata Kakek Buyutnya selama ini melindunginya.
Melindungi lembah mereka secara diam-diam dan memperhatikan bagaimana
perjuangannya dalam menjaga nama baik Lembah mereka.
"Kalian, 6 pedang Giok Ceng, jika berbenturan dengan Pek Hong Cao-yang-sut Sin
Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari) dari Liong Jie, bisa dipastikan
kalian semua akan bercacat. Dan mungkin Liong Jie juga akan terluka cukup parah.
Tentunya hal ini tidak kita inginkan bersama" Dan semua orang tercekat mendengar
kemungkinan yang terjadi bila benturan itu terjadi. Semua tentu tidak meragukan
penjelasan Kakek buyut mereka yang sudah berusia sangat lanjut ini.
Dan, semua jadi kaget membayangkan betapa saktinya anak muda ini sekarang,
bahkan jauh melampaui ayah dan kakeknya ketika menerima jabatan Duta Agung.
Tetapi semua segera maklum mengingat anak muda yang akan segera menjadi Duta
Agung ini, merupakan didikan dan binaan langsung manusia ajaib dari Lembah
Pualam Hijau, Kiang Sin Liong dan Kiang Cun Le.
"Baik lohu maupun cucuku Cun Le, sudah mengorbankan banyak tenaga dan pikiran
untuk melatih Liong Jie, tentu saja kita tidak ingin merusaknya dan bahkan merusak
kekuatan lain lembah ini hanya karena sebuah ujian yang jelas sudah dilewatinya".
Kemudian kakek tua ini menoleh kepada Kiang Ceng Liong dan melanjutkan ujaranujarannya:
"Liong Jie, sudah saatnya pembersihan atas keluarga kita dilakukan. Temukan Ayah
dan Ibumu dan bersihkan nama baik lembah ini. Ingat, sekali lagi, bertindak tegas
bagi yang bersalah, siapapun. Sekali lagi siapapun dia, dan jangan sekali bimbang.
Karena taruhannya adalah nama dan kehormatan keluarga dan juga masa depan dunia
persilatan. Karena untuk itulah kakekmu Cun Le berkorban dan untuk itulah Kakek
buyutmu ini keluar dari pertapaan.
Kakekmu Cun Le dengan sengaja menghindari tugas ini dan menyerahkan ke
angkatan yang lebih muda, karena ada persoalan keluarga kita yang sekarang
mengguncang dunia persilatan. Dengarkanlah Bibimu Sian Cu, karena selama ini
beban berat nama baik lembah sudah diembannya, bahkan dengan melebihi
tanggungjawab dan kemampuannya. Sian Cu, kurestui sejak saat ini Ceng liong
menggantikanmu menanggung beban yang memang harus dipikulnya" ujar kakek
sakti ini kepada semua yang hadir yang kini bersujud dan menyebahnya.
"Sekarang, kalian semua berdiri, lanjutkan upacara keluarga untuk menetapkan Liong
Jie menjadi Duta Agung, dan kemudian lakukan yang harus dikerjakan. Sekaligus,
sejak hari ini aku akan kembali melanjutkan tapaku untuk menyongsong ujung usiaku.
Inilah untuk terakhir kalinya kukunjungi lembah ini, karena inilah tugas hidupku yang
terakhir".
"Kong chouw, mengapa tidak berada di lembah ini saja?" berkata Sian Cu
"Selama ini, memang aku berada di lembah ini, cuma sambil bertapa. Tetap lakukan
tugas kalian masing-masing dan biarlah aku orang tua memberkati semua yang kalian
kerjakan" dan begitu kalimat itu berakhir, tiada orang yang sempat menyaksikan
bagaimana Kiang Sin Liong menghilang dari depan mereka semua. Yang pasti
dihadapan mereka sudah tidak terlihat Kiang Sin Liong dengan semua rambutnya
yang telah memutih. Raib begitu saja, kendati dalam ruangan itu terdapat begitu
banyak tokoh sakti Lembah Pualam Hijau.
Akhirnya, dengan penuh rasa takjub atas Kiang Sin Liong dan Kiang Ceng Liong,
upacara terus dilanjutkan. Rasa penasaran 6 Duta Perdamaian yang sekaligus menjadi
Barisan Pedang Pualam Hijau hilang terhapus sama sekali begitu Kiang Sin Liong
mengingatkan mereka. Bahkan mereka memandang Duta Agung muda yang akan
ditetapkan sebentar lagi itu dengan wajah kagum dan takjub, karena belum pernah
mereka mengalami bertarung dengan tokoh seliat dan selihay Kiang Ceng Liong.
Dan upacara dipimpin oleh Kiang Sian Cu, sebagai keturunan Kiang yang tertua yang
hadir pada saat itu. Dia memimpin Kiang Ceng Liong untuk memberi hormat kepada
leluhurnya, memberi hormat kepada Lembah Pualam Hijau dan mengucapkan janji
sebagai Duta Agung. Pada bagian akhir upacara itu, Kiang Sian Cu mengalungkan
Medali Pualam Hijau kepada Kiang Ceng Liong. Upacara itu hanya kurang dengan
penyerahan Pedang Pualam hijau, tetapi tetap sah, karena simbol Medali Pualam
Hijau sama dengan Pedang Pualam Hijau, sebuah pertanda kekuasaan Duta Agung
sekaligus Bengcu Dunia Persilatan. Dan sejak saat itu, Kiang Ceng Liong resmi
memegang jabatan sebagai Duta Agung Dunia Persilatan. Bagi Lembah Pualam
Hijau, Ceng Liong menjadi Duta Agung termuda dalam sejarah lembah itu meskipun
secara terpaksa didorong oleh keadaan yang teramat mendesak.
Dan belum lagi sempat Kiang Ceng Liong menarik nafas panjang dalam membenahi
Lembah Pualam Hijau dengan belajar dari bibinya yang tetap bertindak sebagai Duta
Dalam, sudah datang permintaan bantuan. Kali ini, bukan hanya meminta
tanggungjawabnya sebagai Bengcu menggantikan ayahnya, tetapi bahkan juga
tanggungjawab terhadap keluarga. Karena permohonan bantuan, datang dari
Perguruan Keluarga ternama di Luar Kota Lok Yang, Perguruan Keluarga Yu.
Alias perguruan keluarga neneknya, ibu Kiang Hong, Kiang Liong dan Kiang Sian
Cu yang bernama Yu Hwee. Kiang Sian Cu tersentak mendengar ancaman terhadap
keluarga ibunya dan secara otomatis dia terkenang akan Kakeknya, pamannya dan
keluarga Yu lainnya yang darah mereka juga mengalir dalam darahnya dan darah
adik-adiknya termasuk darah Kiang Ceng Liong. Karena itu, dengan segera
permohonan bantuan keluarga Yu dijawab secara spontanitas oleh Kiang Sian Cu,
bahwa Lembah Pualam Hijau akan datang membantu Keluarga Yu.
Hari-hari awal menjadi Bengcu dilalui Ceng Liong dengan penuh kesibukan dan
sangat melelahkannya. Lebih melelahkan dari belajar ilmu Silat, pikirnya. Tetapi, dia
memang harus mengerti aturan serta tata krama menjadi Duta Agung sekaligus
Bengcu bagi dunia persilatan. Karena itu, dia harus mengenal tokoh-tokoh utama
dunia persilatan dan hubungannya dengan Lembah Pualam Hijau, bagaimana bersikap
dan seterusnya. Sebuah pelajaran baru yang sangat meletihkannya.
Tetapi selepas mempelajari aturan-aturan dan tata krama, Ceng Liong juga ikut
berlatih bersama Barisan 6 Pedang Pualam Hijau, yang juga adalah duta-duta
perdamaian Lembah Pualam Hijau. Dengan segera diketahuinya tingkat kepandaian
masing-masing Duta Perdamaian yang rata-rata dilatih oleh Kiang Cun Le kakeknya.
Semuanya mampu memainkan Soan Hong Sin Ciang, Toa Hong Kiam Sut dan
Sinkang keluarga Giok Ceng Sinkang, serta juga mahir Giok Ceng Kiam Hoat.
Menilik kebutuhan menghadapi arus persaingan dunia persilatan, Kiang Ceng Liong
kemudian menurunkan gubahan Tek Hoat atas Soan Hong Sin Ciang yang
dipergunakannya menggetar Barisan 6 Pedang Pualam Hijau.
Bahkan dia juga menurunkan beberapa bagian Ilmu Gerak berdasarkan Ilmu Jouwsang-
hui-teng (Terbang Di Atas Rumput). Karena dia meyakini, bahwa kecepatan
gerak yang meningkat, akan sangat meningkatkan kemampuan Barisan 6 Pedang
tersebut. Khusus untuk duta perdamaian yang tertua dan yang termuda, masingmasing
bernama Suma Bun dan Tee Kui Cu, dia menurunkan secara lengkap ilmu
Terbang Di atas Rumput. Pertama karena keduanya memang berbakat bagus dalam
Ginkang, dan bentuk tubuh mereka juga lebih ramping dan yang cocok dengan
kebutuhan melatih dan memperdalam ginkang, serta kedua, dia bertujuan untuk lebih
memfokuskan kedua orang ini guna menyusur jejak maupun menguntit musuh.
Karena itu, Suma Bun dan Tee Kui Cu, menerima warisan lengkap Jouw Sang Hui
Teng yang membuat mereka merasa sangat gembira. Selain itu, 4 Duta Perdamaian
yang lain dilatihnya cara menggunakan gabungan Toa Hong Kiam Sut dengan Soan
Hong Sin Ciang untuk meningkatkan kemampuan Duta Perdamaian Lembah Pualam
Hijau. Setelah mengerti dan melatih secara penuh ginkang Jouw Sang Hui Teng, maka Duta
1 dan duta 6 kemudian ditugaskan Ceng Liong untuk mendahuluinya menuju ke Lok
Yang. Tetapi dilarang sekalipun untuk berbenturan dengan siapapun, karena tugas
utama mereka adalah mencari berita dan informasi mengenai Keluarga Yu dan
rencana serangan Thian Liong Pang. Pada awal bulan ke-8, kedua orang ini kemudian
berangkat mendahului Kiang Ceng Liong yang rencananya akan datang sendiri ke
rumah asal neneknya, Keluarga Yu di Lok Yang bersama dengan 4 orang Duta
Perdamaian lainnya.
Sementara Duta Hukum bersama Duta Dalam, diminta untuk tetap berada di Lembah.
Kiang Ceng Liong tidak merasa khawatir dengan keadaan lembahnya, karena dia tahu
baik Kakeknya Kiang Cun Le maupun Kakek buyutnya Kiang Sin Liong selalu
mengawasi keadaan lembah tersebut. Selain itu, Liang Tek Hoat juga masih berada
disekitar Lembah berlatih bersama gurunya.
Selain mempelajari aturan, tata krama dan mengajar 6 Duta Perdamaian, Kiang Ceng
Liong juga tidak lupa pesan kakeknya agar terus memperkuat Kekuatan "Im" melalui
pembaringan Giok Ceng. Kali ini, pembaringan Giok Ceng memang menjadi
pembaringannya setiap malam, karena pembaringan Giok Ceng rahasia
keberadaannya hanya diwariskan kepada setiap pewaris Duta Agung. Dan kebetulan,
Ceng Liong sejak kecil memang sudah diarahkan sebagai pewaris Duta Agung dan
sudah sering berbaring di pembaringan ini sejak masa kecilnya.
Begitupun, waktu sebulan setiap malam berbaring di atasnya, tanpa disadarinya terus
memperkuat dan meningkatkan penguasaan dan pengendapan tenaga "im" dalam
tubuhnya, yang kemudian pada subuhnya diimbanginya dengan meningkatkan
kekuatan "yang" melalui latihan Pek Lek Sin Jiu. Latihannya dalam penggunaan Pek
Lek Sin Jiu boleh dikata sudah sangat matang, karena selain melatih geraknya, dia
juga membangkitkan dan memperkuat kekuatan "yang" melalui latihan Pek Lek Sin
Jiu. Dan pada awa bulan kedelapan, seminggu setelah keberangkatan 2 orang duta
perdamaian, Ceng Liong kembali meleburkan kekuatan "?m" dan "yang" yang
dilatihnya secara tekun dalam sebulan terakhir. Dengan bertekuns emacam itu, maka
dia terus mengalami peningkatan, termasuk pematangan hawa khikangnya yang
kemudian menyemburkan hawa sangat panas ketika sedang dalam pengerahan Ilmu
saktinya. Hari Ceng Liong memutuskan meninggalkan Lembah Pualam Hijau, adalah hari
dimana Liang Mei Lan bertarung mati-matian dengan Hu Pangcu Thian Liong Pang.
Seorang pemimpin tertinggi Thian Liong Pang yang pertama kali memunculkan diri
selama ini, terhitung sejak mulai mengganas 10 tahun berselang. Kiang Ceng Liong
menyuruh 4 Duta Perdamaian mendahului jalannya, dan inilah perjalanan turun
gunung pertama anak muda ini dalam kedudukan sebagai Bengcu Dunia Persilatan,
atau Duta Agung Lembah Pualam Hijau.
Kiang Ceng Liong yang menggunakan kuda dalam perjalanan ini, melakukan
perjalanan dengan kecepatan seadanya, karena dia memang tidak tergesa-gesa untuk
mencapai Lok Yang. Dia memperhitungkan akan tiba di Lok Yang sekitar 3-4 hari
sebelum batas akhir keputusan keluarga Yu, dan tidak ingin hadir disana
sepengetahuan pihak Thian Liong Pang. Itulah sebabnya dia mewanti-wanti Duta
Perdamaian untuk tidak mempertunjukkan jati diri mereka. Begitu juga dengan 4 Duta
perdamaian yang mengiringinya, dilarang untuk menunjukkan identitas untuk
membuat lawan menjadi lengah dan jadinya sempat menyadari keberadaan mereka.
Sepanjang perjalanan menuju Lok Yang, beberapa kali Kiang Ceng Liong
menghubungi pusat-pusat Kay Pang di kota yang dilaluinya. Tidak kesulitan baginya
untuk menghubungi markas Kay Pang di beberapa kota, karena dia membekal sebuah
Tanda Pengenal Kim Ciam Sin Kay. Selain itu, nama Ceng-i-Koai Hiap yang adalah
sahabat Kay Pang sudah terlanjur terkenal sebagai penyelamat Kay Pang Pangcu.
Namanya seharum Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah) Liang Tek Hoat bagi
Kay Pang, dimana yang terakhir ini sudah ditetapkan banyak orang sebagai Pangcu
Generasi mendatang.
Tidak akan ada yang menolak, karena anak ini adalah murid kesayangan Kiong Siang
Han Kiu Ci Sin Kay yang legendaris dan banyak berjasa bagi Kay Pang. Dari Kay
Panglah kemudian Ceng Liong memperoleh banyak kabar baru mengenai
mengganasnya kembali Thian Liong Pang. Baik serbuan ke Tiam Jong Pay,
pembunuhan 5 ahli pedang serta ancaman terhadap Benteng keluarga Bhe. Bahkan
dari Kay Pang jugalah, Ceng liong mendengar kabar dipukul habisnya kekuatan Thian
Liong Pang di benteng keluarga Bhe yang dibela oleh Sian Eng Li Liang Mei Lan dan
Sian Eng Cu Tayhiap.
Terbersit rasa mesra Ceng liong mendengar nama Mei Lan, sebab gadis mungil nan
manis itu, selain bersama kakaknya menolong jiwanya dari sungai diwaktu
kehilangan ingatannya, juga banyak mengalami kebersamaan, terutama sebelum
ingatannya pulih. Sementara ketika ingatannya pulih, justru persaingan keduanya
yang terjadi, yakni ketika mereka bertarung di tebing Peringatan 10 tahunan.
Mengingat pertarungan tersebut dan mengingat Mei Lan sungguh membuat hatinya
berdebar-debar aneh. Tetapi, sayangnya, ingatannya atas Giok Hong membuat Ceng
Liong memutuskan untuk tidak berhubungan mesra dengan siapapun juga pada masa
mendatang. Dia merasa memang Mei Lan sangat hebat dalam ilmu Ginkang, bahkan sedikit
mengatasinya, meskipun sebenarnya dia lebih banyak mengalah dalam pertarungan
tersebut. Dan, hal ini seperti mengulang pengalaman gurunya untuk tidak mau terlalu
menonjol dalam Ilmu Silat, meski kesaktian mereka sendiri memang luar biasa. Tapi,
selain memang merasa berhutang budi terhadap Mei Lan, terdapat alasan lain dalam
dirinya untuk tidak dapat menggerakkan tangan keras terhadap gadis manis yang
cantik mungil itu.
Bahkan dia tidak rela untuk melihat gadis itu marah atau terluka oleh suatu sebab.
Perasaan itu, bukan lain adalah perasaan suka, bahkan mungkin cinta. Tapi beranikah
dia mencintai Mei Lan setelah mendengar masalahnya dengan Giok Hong yang
bahkan diketahui juga oleh Pangcu Kay Pang" Entahlah, karena bahkan Ceng Liong
sendiri belum mengerti masalah-masalah semacam itu secara dalam, meski dia sadar
perasaan itu bukan sesuatu yang terlalu aneh dan perlu dirisaukan. Ceng Liong
memang berada dalam posisi sulit, disatu sisi dia menyadari sangat menyukai gadis
mungil yang sakti itu, tetapi disatu sisi, dia menyadari bahwa dia kurang layak untuk
hal tersebut. Pada saat itu, memang semakin berkibar nama Sian Eng Li atau Sian Eng Niocu
sebagai seorang Pendekar Wanita Sakti dari Bu Tong Pay. Bahkan nama Bu Tong Pay
semakin berkibar karena secara bersamaan juga muncul Sian Eng Cu dalam
menentang Thian Liong Pang. Sementara Lembah Pualam Hijau terkesan masih
"setengah-setengah" dalam pertarungan melawan Thian Liong Pang. Padahal kali ini
Lembah Pualam Hijau sudah turun dengan kekuatan utamanya kedalam kancah
pertarungan tersebut.
Dunia Persilatan nampaknya akan kembali geger, karena salah seorang tokoh utama
Lembah Pualam hijau, kali ini turun dalam status Duta Agung, dan akan langsung
berhadapan dengan Thian Liong Pang. Apalagi, karena Kiang Ceng Liong sendiri
sudah memiliki nama besar dengan julukan Ceng-i-Koai Hiap, yang banyak
menentang Thian Liong Pang sebelum kembali menutup diri untuk melakukan latihan
terakhir bersama gurunya.
Sepanjang perjalanan, Kiang Ceng Liong selalu memperoleh dan mendapat kabar
terbaru dari markas Kay Pang. Dan ketika mendekati Kota Lok Yang, dia meminta
ke-4 duta perdamaian untuk menyamar menjadi anak murid Kay Pang. Bahkan Ceng
Liong sendiri, kemudian juga didandani bagaikan Pengemis untuk menyusup dan
memasuki kota Lok Yang beberapa hari kedepan. Sampai pada waktu masuknya Ceng
Liong ke Lok Yang, kira-kira masih 4 hari lagi sebelum batas waktu penyerbuan.
Karena paham bahwa mengintai berita dan menyampaikan berita adalah keahlian
Kay Pang, maka secara khusus kemudian Ceng Liong dengan menggunakan Medali
kepercayaan yang diberikan Kim Ciam Sin Kay meminta bantuan kepada Kay Pang.
Khususnya untuk terus menerus mengawasi pergerakan Thian Liong Pang di sekitar
Lok Yang dan menyampaikannya ke Perguruan Keluarga Yu di luar kota Lok Yang.
Belum lagi permohonan itu disetujui dan dijawab oleh Tancu Kay Pang di Lokyang,
dan sudah pasti wajib disetujui, tiba-tiba terdengar suara:
"Yang akan menjadi penyampai berita memasuki Perguruan Yu adalah Chit Cay Sin
Tho (Maling Sakti 7 Jari)" dan bersamaan dengan itu, seorang dengan kecepatan
tinggi telah berdiri di depan mereka semua. Siapa lagi kalau bukan Maling Sakti yang
memang sudah memutuskan membaktikan diri kepada Ceng Liong yang sangat
dikagumi dan dihormatinya.
"Chit cay sin tho memberi hormat kepada Kiang Bengcu, dan Sin tho sudah bersedia
sejak dulu untuk bekerja bagi Kiang bengcu" berkata si Maling Sakti begitu masuk.
Tetapi ucapannya yang memperkenalkan Kiang Ceng Liong sebagai Bengcu,
membuat seluruh anak murid Kay Pang terperangah. Bahkan bingung.
"Kiang Bengcu?" beberapa tokoh pengemis di Lok Yang bertanya bingung. Benarbenar
bingung. "Benar, belum ada sebulan Ceng-i-Koai Hiap Kiang Ceng Liong diangkat
menggantikan ayahnya sebagai Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Dan sekaligus
sebagai Bengcu Dunia Persilatan secara otomatis. Bukankah begitu Kiang Bengcu?"
berkata Maling Sakti sambil menegaskan kepada Kiang Ceng Liong. Sejenak Ceng
Liong terkejut, betapa cepat Maling Sakti mendengar kabar itu. Tapi, betapapun dia
harus memberitahukan keadaan dirinya sekarang ini kepada kawan-kawan dunia
persilatan; "Saudara-saudara, Maling Sakti dan kawan-kawan Kay Pang, memang aku telah
diangkat menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau, baru beberapa waktu lalu. Dan
sekarang sedang bertugas untuk membasmi Thian Liong Pang yang mengganas
disekitar sini. Mohon bantuan kawan-kawan Kay Pang" Berkata Ceng Liong.
"Ach, Kiang Bengcu, jangankan sebagai Bengcu, sebagai Ceng-i-Koai Hiap yang
adalah pahlawan bagi Kay Pang, bahkan dengan tanda pengenal Pangcu, sudah


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kewajiban kami melakukannya. Apalagi bahkan sebagai Bengcu, kami semua akan
dihukum Pangcu apabila tidak memenuhi permintaan Bengcu" berkata tokoh
pengemis Lok Yang kepada Kiang Ceng Liong yang menjadi bangga sekaligus
terharu. "Jika demikian saudara-saudara Kay Pang, aku akan memasuki Perguruan Yu malam
ini juga. Upaya mencari berita mengenai kekuatan lawan, diserahkan kepada Maling
Sakti dan kawan-kawan Kay Pang. Dan berita itu akan disampaikan setiap hari oleh
Maling Sakti. Tentunya Maling sakti tidak akan menolak?" Ceng Liong melirik
Maling Sakti sambil bercanda.
"Tanpa menjadi Bengcupun, Maling Sakti sudah bersedia mengabdi bagi Ceng-i-
Koai Hiap" balas Maling Sakti tegas.
"Baiklah, adakah cara dan jalan terbaik bagi kami semua, bertujuh untuk memasuki
Daerah Perguruan Yu tanpa ketahuan pihak Thian Liong Pang?" bertanya Ceng
Liong. "Cara terbaik adalah menunggu hari esok. Karena jika tidak salah, besok adalah
waktu berbelanja kebutuhan Perguruan bagi Perguruan Keluarga Yu. Bengcu bersama
Duta Perdamaian bisa menyamar sebagai pegawai keluarga Yu, sementara pegawai
pengangkut beneran akan rebah dalam gerobak sepanjang perjalanan" Berkata tokoh
pengemis Lok Yang yang bernama Lauw Cu Si, Si Pengemis Kepala Batu dari Lok
Yang. "Baiklah, jika demikian mohon bantuan saudara Lauw Cu Si untuk mengatur
semuanya. Mungkin lebih baik kita menyamar sejak dari pasar, sehingga tidak
menimbulkan kecurigaan di jalanan" berkata Ceng Liong yang kemudian disepakati
untuk dikerjakan esoknya. Lauw Cu Si yang akan mengatur segala keperluan tersebut,
termasuk mengatur penyamaran tersebut dengan para pegawai pengangkutan
makanan Keluarga Yu.
Semua rencana kemudian dibahas kembali secara lebih terperinci, terutama mengenai
bagaimana melawan serbuah Thian Liong Pang dan bagaimana membatasi gerak
pasukan mereka, sebelum maupun sesudah serangan. Tetapi, Ceng Liong lebih
mengusulkan untuk melokalisasi penyerang di daerah perguruan keluarga Yu dan
kemudian mengatasi mereka disana. Yang dibutuhkan hanyalah informasi berapa
besar jumlah kekuatan penyerang, dan siapa-siapa pula tokoh mereka yang akan
dikerahkan untuk menyerang.
Mengetahui keadaan lawan adalah setengah porsi dari kemenangan itu sendiri, begitu
kata para ahli strategi. Dan menjadi tugas penting bagi Kay Pang dan bagi Maling
Sakti untuk mendapatkan informasi itu. Informasi yang akan sangat penting dalam
menentukan strategi mencapai kemenangan.
Besoknya, seperti yang telah direncanakan, nampak petugas angkut makanan
keluarga Yu sudah mulai berjalan meninggalkan kota Lok Yang. Sudah tentu para
petugas tersebut sebagian telah bertukar wajah dan identitas, karena petugas beneran
hanya tinggal 2 orang belaka. Sedangkan sisanya berbaring enak-enakan dalam
gerobak menyusuri hutan yang cukup jauh ke arah perkampungan perguruan keluarga
Yu. Untungnya, masih ada dua orang pegawai atau petugas angkut, sebab jika tidak,
belum tentu mereka bisa dengan mudah memasuki perkampungan perguruan keluarga
Yu yang dikenal dikelilingi oleh barisan sakti yang gaib. Dan untung jugalah Maling
Sakti saat ini ikut serta sehingga membuatnya mengenal jalan dan cara memasuki
perkampungan dengan melalui barisan-barisan yang dipasang di tengah jalan.
Tetapi, rupanya pertempuran sudah ditakdirkan berlangsung lebih awal. Thian Liong
Pang yang menyadari sulitnya menembus barisan ajaib keluarga Yu, ternyata juga
mengincar para petugas angkut makanan kerluarga Yu untuk dikompres keterangan
memasuki lembah. Sayangnya, mereka telah keduluan rombongan Kiang Ceng Liong.
Karena itu, ketika serombongan orang berpakaian hitam yang dipimpin oleh Hektiauw
Lo-Hiap (Pendekar Tua Rajawali Hitam) bekas Tancu di Cin an yang pernah
dikalahkan oleh Tek Hoat menyerbu para petugas, yang terjadi justru sebaliknya.
Dengan mudah penyerbu yang berjumlah sekitar 20an orang dibekuk oleh para duta
perdamaian dan Maling Sakti, bahkan Hek Tiauw Lo Hiap juga dalam waktu singkat
sudah tertotok oleh Kiang Ceng Liong. Sayang, ketika ingin mengompres keterangan
mereka, ternyata semua anak buah Thian Liong Pang tersebut telah bunuh diri dengan
racun yang bisa dipecahkan di mulut mereka. Semua mati dengan cara bunuh diri
menenggak racun, karena mereka lebih ngeri mengalami siksaan akibat kegagalan
dalam bertugas.
Sungguh cara kerja yang keji. Tetapi untuk menghilangkan jejak para penyerbu,
terpaksa rombongan itu kemudian bekerja keras menguburkan mayat penyerbu, sebab
bila dibiarkan bisa meracuni banyak mahluk hidup lainnya. Karena itu, dikuburkan
adalah cara terbaik. Tetapi, menimbun kembali dan mengembalikan tiumbunan dalam
keadaan normal kembali menimbulkan masalah. Itu sebabnya rombongan Ceng Liong
baru memasuki perkampungan keluarga Yu selepas tengah hari, sekitar jam 2 atau
jam 3 memasuki sore hari.
Sore itu juga Kiang Ceng Liong yang identitasnya tidak diberitahukan kepada para
petugas pengangkut makanan keluarga Yu, segera menghadap Paman kakeknya Yu
Siang Ki. Yu Siang Ki memandang sangsi kehadiran Ceng liong yang masih nampak
terlampau muda, tetapi karena anak muda itu adalah cucu keponakannya, maka dia
merasa terharu atas perhatian Ceng Liong.
Tetapi, yang membuatnya kaget ketika Duta Perdamaian yang berada lengkap
mendampingi anak muda itu memanggil dan memberi hormat dengan memanggil
"Bengcu" kepada anak muda itu. Apa-apaan, pikirnya. Anak semuda ini sudah
menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau dan bahkan bengcu Dunia persilatan"
Sungguh tidak masuk di akal Yu Siang Ki, meski anak itu adalah cucu keponakannya
sendiri. "Kiang Ceng Liong, apakah benar engkau telah menjadi Duta Agung Lembah
Pualam Hijau?" bertanya Yu Siang Ki, karena orang tua ini terkenal jujur dan suka
berterus terang.
"Benar paman kakek" berkata Ceng Liong.
"Kalau begitu, maafkan aku akan mengujimu" Sambil berkata demikian, orang tua
yang gagah ini segera mengulurkan tangan dengan telapak berbentuk paruh bangau
telah menyerang ke arah Ceng Liong, nampaknya ingin menutuk pangkal lengan
Ceng Liong. Tetapi Ceng Liong membiarkannya, dan ketika tutukan itu dengan tepat
mengenai sasaran Yu Siang Ki terkejut, karena daerah yang ditujunya pangkal lengan
telah keras membesi.
Dengan cepat dia berganti gaya dengan pukulan lemas Kim Si Biang Ciang (Pukulan
Kapas Benang Emas). Bila Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah) gagal,
masakan dengan Pukulan Kapas juga gagal" Pikir orang tua itu. Tetapi, ketika
Pukulan Kapas itu kembali terbentur lengan Ceng Liong, Ilmu Lemas lainnya dengan
hawa "im" yang digunakan Ceng Liong telah membuat Ilmu Kapas bagaikan
tenggelam dalam lautan yang luas dan tak berbekas. Bahkan sebaliknya, pentalan
tenaga kapas membalik kearah dirinya dan mendorongnya mundur sampai dua
langkah, sementara Ceng Liong nampak tersenyum belaka.
Tapi Yu Siang Ki masih belum terima kalah, apalagi dia sadar yang akan dilawan
Perguruannya adalah tokoh-tokoh hebat, maka dia tidak mau mengorbankan anak
muda ini. Kembali dia maju dengan Toat-beng Bian-kun (Silat Lemas Pencabut
Nyawa, yang lebih cepat dan ganas.
Tetapi, meskipun sekali lagi menyerang dengan Ilmu Lemas, tetap tidak membuat
Ceng Liong goyah sedikitpun. Malah dengan hanya menyentakkan tangannya, IImu
Silat lemas pencabut nyawanya seperti melayang entah kemana, sementara Ceng
Liong masih tetap senyum-senyum saja. Orang tua ini, semakin penasaran dan tambah
penasaran ketika salah seorang dari Duta perdamaian mengatakan:
"Yu Locianpwe, bahkan barisan 6 Pedang Pualam Hijaupun nyaris kecundang
ditangannya setelah melewati 100 jurus lebih". Wah, ini bukan berita biasa lagi, Yu
Siang Ki berpikir. Karena dia tahu aturan Lembah dan kekuatannya, bila anak ini
mampu mengimbangi bahkan nyaris mempecundangi Barisan Pedang, maka
kepandaian anak ini sudah sulit untuk dijajagi.
"Anak muda, benarkah kalimat Duta Perdamaian itu?"
"Ach, paman kakek, mereka melebih-lebihkan saja. Benar bisa kutandingi sampai
100 jurus lebih, tetapi mempecundangi mereka masih belum sanggup rasanya".
Tapi Yu Siang Ki tahu betul, belum ada calon Bengcu yang sanggup menandingi
barisan itu bahkan sampai 100 jurus. Sampai dimanakah gerangan kehebatan anak
ini" Pikirnya masih penuh penasaran. Tapi betapapun, semua pukulan saktinya bisa
ditepis dengan muda oleh si anak muda, padahal di dunia Kang Ouw, dia bukan tokoh
sembarangan. "Sudahlah, ombak di belakang memang selalu mendorong ombak yang didepan"
akhirnya Yu Siang Ki menyerah atas kepenasarannya dan memandang Ceng Liong
dengan wajah yang sulit dimengerti.
Malamnya Yu Siang Ki mengadakan percakapan yang bersifat agak rahasia dan
tertutup dengan Kiang Ceng Liong yang ditemani 2 Duta Perdamaian. Karena 4 Duta
Perdamaian lainnya sudah menyebar untuk mempelajari medan dan keadaan
Perkampungan Perguruan Keluarga Yu. Sementara bersama Yu Siang Ki hadir
adiknya Yu Siang Bun, seorang kakek berusia 60 tahun dan berwajah lebih lembut
dibandingkan Yu Siang Ki yang keras dan berterus terang.
Kemudian juga hadir 2 putra Yu Siang Ki, masing-masing bernama Yu Ciang Bun,
pria gagah berusia 40 tahunan, dan wataknya mirip ayahnya yakni terbuka dan
berterus terang dan Yu Liang Kun yang berusia hampir 40 tahun, mungkin sekitar 38-
39 tahun agak lebih lembut dan tidak banyak bicara seperti ibunya. Sebenarnya di
Perguruan Keluarga Yu, masih terdapat seorang tokoh kosen lainnya, yang bahkan
masih lebih lihay dibandingkan Yu Siang Ki, yakni kakak tertuanya, bahkan masih
kakak Yu Hwee, yakni Yu Liang Tan yang usianya terpaut 7-8 tahun dengan Yu
Siang Ki. Justru kakek inilah yang paling dekat hubungannya dengan Yu Hwee, dan
dia jugalah yang menghantarkan adik perempuannya itu ke Lembah Pualam Hijau
setelah dipersunting Kiang Cun Le.
Kakek Yu Liang Tan ini bahkan pernah menerima pelajaran 1-2 jurus Ilmu Lihay
dari Kiang Sin Liong selama tinggal beberapa pecan di Lembah Pualam Hijau. Tetapi,
kakek Yu Liang Tan akhir-akhir ini lebih sering menyepi setelah memasuki usia yang
ke-70, lagipula dia memang tidak terlalu memusingkan urusan perguruan, tetapi lebih
gemar mengembara dan memperdalam ilmunya. Yu Liang Tan hanya mempunyai 2
keturunan, yang pertama bernama Yu Liang San, putra sulungnya yang sekarang
menjadi wakil Yu Siang Ki, dan berusia pertengahan, hamper mencapai usia 50an,
dan adik perempuannya bernama Yu Lian Hong, seorang nyonya muda yang menikah
dengan pendekar pengembara bernama Tio Hok Bun.
Keduanya sekarang menetap di luar perguruan keluarga Yu, bahkan agak jauh dari
pintu perguruan keluarga, namun tetap memiliki hubungan dekat. Pada saat
pertemuan, hanya Yu Liang San yang hadir, sementara ayahnya Yu Liang Tan sudah
lebih banyak beristirahat dan tidak banyak mencampuri urusan perguruan. Sementara
tokoh keluarga Yu terakhir yang hadir adalah putra bungsu Yu Siang Bun bernama
Yu Ko Ji, yang baru berusia menjelang 20an sama dengan Ceng Liong. Bahkan anak
ini masih belajar kepada pamannya Yu Liang Tan, tetapi dia memang sangat berbakat,
juga berwatak terbuka seperti pamannya Yu Siang Ki.
Perguruan keluarga Yu ini memang agak unik. Seharusnya, pewaris Perguruan
adalah Yu Liang Tan, sebagai anak tertua dari generasi keluarga Yu seangkatan Yu
Liang Tan, Yu Hwee, Yu Siang Ki dan Yu Siang Bun. Tetapi, Yu Liang Tan yang
lebih senang bebas mengembara dan memperdalam Ilmu Silatnya merasa kurang
cocok menjadi pewaris kedudukan Ketua Perguruan Keluarga Yu.
Dia malah mengusulkan Yu Siang Ki untuk jabatan itu langsung kepada ayah mereka
semasa masih hidup dan tetap menetap di Lembah perkampungan keluarga untuk
membantu adiknya. Dan memang kemudian Yu Siang Ki yang menjadi Ketua
Perguruan Keluarga Yu, tetapi hampir semua generasi di bawah mereka, yakni anakanak
Yu Siang Ki dan Yu Siang Bun, dilatih Ilmu Silatnya oleh Yu Liang Tan.
Karena itu tidaklah mengherankan bila kemampuan bersilat Yu Ciang Bun, Yu Liang
Kun dan generasi mereka, justru hebat-hebat dan bahkan sudah mampu mengimbangi
kemampuan Yu Siang Ki dan Yu Siang Bun sendiri.
Tetapi, untuk penguasaan Ilmu Tin atau Ilmu Barisan, jago utamanya sebetulnya
adalah Yu Hwee, satu-satunya anak gadis di generasi Yu Siang Ki. Dialah ahlinya
yang mewarisi kemampuan mengatur barisan langsung dari kakek mereka, karena
ayah merekapun kurang mahir dalam mengatur barisan gaib itu. Dan selain Yu Hwee,
maka Yu Siang Bun juga memahami secara baik, meskipun masih belum semahir Yu
Hwee dalam tata barisan ini. Itulah sebabnya, ketiga saudara lelaki Yu Hwee sangat
menghormatinya dan bahkan sangat mencintai satu-satunya saudara perempuan
mereka itu. Dan rasa mesra itu, sangat kentara mereka tunjukkan kepada satu-satunya cucu lelaki
saudara perempuan mereka yang bernama Kiang Ceng Liong ini. Dan entah kebetulan
entah bukan, Kiang Ceng Liong seperti memiliki mata yang mirip dengan neneknya,
meskipun cahayanya dan perbawanya agak berbeda, malah cenderung mengerikan
bila sedang marah.
Dalam pertemuan itu, kemudian Kiang Ceng Liong menceritakan keadaan Lembah
Pualam Hijau, termasuk menceritakan sebagian riwayat hidupnya. Karena betapapun
keluarga Yu ini adalah keluarganya juga, darah keluarga Yu juga mengalir dalam
tubuhnya melalui garis keturunan neneknya, Yu Hwee yang merupakan putri
kebanggaan keluarga Yu generasi Ketua Keluarga Yu sekarang ini. Dan begitu
mendengar bahwa Ceng Liong malah dididik oleh orang tua yang sudah dikenal
sebagai manusia gaib setengah dewa rimba persilatan dewasa ini, baru Yu Siang Ki
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Baru dia mengerti mengapa anak ini menjadi demikian aneh dan demikian sakti,
bahkan sanggup melawan Barisan 6 Pedang hingga melewati 100 jurus. Dalam
kesempatan itu juga, Ceng Liong kemudian setelah menceritakan keadaan Lembah
Pualam Hijau dan riwayat hidupnya kemudian berkenalan dengan semua keluarga di
pihak neneknya. Yaitu semua paman kakeknya, paman-pamannya, kecuali yang
kebetulan tidak hadir. Sementara dengan Yu Liang Tan, Ceng Liong menyempatkan
menghadap keesokan harinya.
Pertemuan malam itu juga dipergunakan untuk membahas keadaan dan situasi
terakhir. Batas waktunya tinggal 3 hari lagi, sementara informasi lengkap mengenai
kekuatan penyerang masih belum diperoleh. Tetapi Ceng Liong yakin dengan
kemampuan Kay Pang dalam mengendus informasi, apalagi dia masih dibantu Maling
Sakti yang selalu rela melakukan apa saja baginya. Karena itu, Ceng Liong
mengatakan selambatnya besok atau lusa, setidaknya sudah diketahui siapa dan
kekuatan berapa para penyerang tersebut.
Meskipun demikian, Ceng Liong menyarankan agar dibagian terdepan dalam
menghalau musuh, ditempatkan Barisan 6 Pedang Pualam Hijau yang akan sanggup
menghambat masuknya puluhan atau bahkan ratusan musuh. Dia sendiri mengenal
keampuhan barisan Lembahnya yang sudah teruji dan memang sangat luar biasa
digunakan. Bahkan dia sebagai Bengcu pernah mengalami kesulitan dalam
menghadapinya. Wajar bila kemudian Ceng Liong menaruh harapan besar atas
Barisan 6 Pedang Giok Ceng itu.
Tetapi Siang Ki juga ternyata memiliki strategi lain. Apabila penyerang terlampau
banyak, maka strategi mengurangi jumlah musuh ketika kebingungan memasuki
lembah dan berhadapan dengan barisan gaib bisa digunakan. Menurut Siang Ki,
barisan yang paling hebat diciptakan oleh kakek mereka di samping kiri dan kanan,
dan nyaris mustahil ditembus oleh tokoh-tokoh utama sekalipun. Sementara di bagian
belakang Rimba, juga sudah diatur barisan gaib lainnya yang disusun secara saksama
oleh Yu Hwee pada usia mudanya, bahkan Yu Hwee bersama Yu Siang Bun juga
yang telah menyusun dan menyempurnakan barisan gaib yang terdapat dimana-mana
seputar Lembah itu.
Menurut Yu Siang Bun sendiri, Tin yang paling sulit ditembus adalah di sisi kiri dan
kanan, juga di sisi belakang yang disusun oleh Yu Hwee berdasarkan ajaran mendiang
kakek mereka. Karena itu, paling mungkin musuh masuk melalui sisi belakang,
kecuali ada ahli tin lainnya di pihak musuh. Tetapi, keberadaan ahli tin itu tetap butuh
waktu yang sangat lama untuk meloloskan jumlah banyak penyerang atau apalagi
merusak barisan gaib tersebut. Karena itu, masih menurut Yu Siang Bun, upaya
mengurangi penyerang baik dilakukan ketika mereka berusaha menerobos barisan
gaib itu, entah dari depan, belakang ataupun sisi kiri dan kanan. Untuk melakukannya,
maka ke-4 anak muda harapan keluarga Yu, yakni Yu Ciang Bun, Yu Liang Kun, Yu
Liang San dan Yu Ko Ji sudah lebih dari cukup. Karena mereka sudah diberi
pengertian dan pemahaman mengenai barisan itu sejak lama, terutama si bungsu Ko
Ji, yang nampaknya mewarisi bakat istimewa dalam Ilmu Silat dan Ilmu Barisan
keluarga Yu. Hari kedua dan ketiga, Ceng Liong banyak bertanya dan mendapat pengetahuan baru
mengenai Ilmu Barisan dari ahlinya di Keluarga Yu, yakni Yu Siang Bun. Yu Siang
Bun yang merasa sayang dengan cucu keponakannya ini menceritakan rahasia-rahasia
Ilmu Barisan yang penting-penting agar Ceng liong tidak terperosok kedalamnya.
Tetapi untuk Barisan gaib di samping kiri dan kanan, Yu Siang Bun menutup mulut,
kecuali karya nenek Ceng Liong di belakang Lembah yang juga mengandung daya
gaib yang hebat.
Sebagai bagian dari keturunan Kleuarga Yu yang darahnya juga mengaliri darah
Ceng Liong, Siang Bun beranggapan peninggalan neneknya perlu dikenal oleh Ceng
Liong. Selain memahami barisan gaib itu, Ceng Liong juga bertemu dengan Yu Liang
Tan yang terkejut dan terharu melihatnya. Terlebih mengetahui kedatangan Ceng
Liong sebagai Bengcu untuk membela keluarga neneknya. Kakek tua itu begitu
terharu dan terkenang dengan adik perempuannya Yu Hwee, adik yang paling dekat
dan paling disayanginya. Bahkan yang juga dinikahkannya karena kedua orang tua
mereka sudah almarhum ketika Yu Hwee menikah.
Dan tepat seperti dugaan Ceng Liong, tengah hari, 2 hari sebelum batas akhir
jawaban Maling Sakti datang membawa berita yang sangat mengejutkannya. Dengan


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergesa-gesa Maling Sakti datang menjumpainya dengan dikawal beberapa orang
murid keluarga Yu dan juga Yu Ko Ji yang memang masih rada nakal itu.
"Bengcu, sungguh celaka. Ternyata gertakan serangan ke Benteng Keluarga Bhe dan
Keluarga Yu adalah untuk mengalihkan perhatian banyak orang. Perguruan Cin Ling
Pay, baru beberapa hari lalu terkena serangan yang sama dengan Tiam Jong Pay.
Hanya karena mereka lebih siap, jauh lebih banyak anak muridnya yang diselamatkan
para tokohnya. Ciangbunjin dan beberapa ahli mereka bertarung gagah dan mati di
medan pertempuran, tetapi banyak juga tokoh mereka yang meloloskan diri melalui
jalan rahasia membawa semua pusaka dan banyak anak murid mereka" Maling Sakti
memberi laporan.
"Apa dengan demikian maksud serangan mereka kemari hanya isapan jempol?"
Tanya Ceng Liong gusar.
"Tidak juga, kota Lok Yang sekarang dipenuhi banyak sekali tokoh yang aneh-aneh,
termasuk beberapa tokoh misterius yang sangat lihay. Dari beberapa informasi,
jumlah penyerang ke Perguruan Yu tidak kurang dari 200 orang, lebih 2 kali lipat
anak murid keluarga Yu" berkata Maling Sakti.
"Hm, sudah kuduga. Mereka pasti akan banyak mengerahkan kekuatan, tetapi bukan
jumlah anak buahnya yang mengkhawatirkan" Potong Ceng Liong.
"Benar Bengcu. Kay Pang sudah menyediakan hampir 50 tenaga untuk memasuki
lembah segera setelah Bengcu menurunkan perintah" tambah Maling Sakti.
"Baiklah, akan kuputuskan malam ini masalah itu. Tetapi, apakah engkau
memperoleh gambaran tokoh mereka yang akan datang nanti?"
"Serangan kemari menjadi serius setelah kegagalan di Benteng Keluarga Bhe.
Nampaknya Hu Pangcu yang terluka di Benteng Bhe juga akan ikut bergabung, selain
dirinya masih ada lagi See Thian Coa Ong, Pek Bin Houw Ong, Liok te Sam Kwi dan
kabarnya salah seorang dari 4 Hu Hoat Thian Liong Pang akan datang. Bahkan
beberapa Lhama jubah merah, juga nampak berkeliaran di Lok Yang, dan kota Lok
Yang tertimpa beberapa keributan akhir-akhir ini" tambah Maling Sakti.
Ceng Liong nampak mengerutkan keningnya. Dia mengenal keampuhan See Thian
Coa Ong, dan sedikit mendengar kemampuan Pek Bin Houw Ong dan Liok te Sam
Kwi, padahal ternyata kemampuan orang orang itu ternyata bukan dalam kedudukan
penting dalam Thian Liong Pang. Masih ada Hu Pangcu dan Hu Hoat, yang biasanya
dalam tata urut kepandaian sebuah perguruan justru jauh lebih hebat. Dengan
demikian, ada 2 lawan yang sangat berat untuk dihadapi, yakni Hu Pangcu dan
seorang Hu Hoat. Dia mendengar bahwa seorang Hu Pangcu sempat bertarung rapat
dan sedikit imbang dengan Mei Lan, dan itu artinya kemampuan Hu Pangcu ini tidak
jauh dengan dirinya. Bila ada 2 tokoh semacam ini, sungguh berat untuk dihadapi.
Dengan suara berat Ceng Liong berkata:
"Maling sakti, apakah tokoh-tokoh yang kau sebut itu sudah pasti akan ikut meluruk
datang?" "Bengcu, kecuali See Thian Coa Ong dan seorang Hu-Hoat, selebihnya sudah
munculkan diri. Hu Pangcu sudah terlibat di benteng keluarga Bhe dan jejaknya
konangan disekitar Lok Yang oleh anak murid Kay Pang. Pek Bin Houw Ong muncul
bersama Hu Pangcu yang meributkan kekalahan mereka di benteng Bhe dan harus
menebus disini bila tidak ingin dipermalukan. Liok te Sam Kwi juga sudah membuat
onar di sekitar kota Lok Yang, bahkan membunuh 2 orang pendekar pengelana yang
belum punya nama di Kang Ouw dengan ganas. Tinggal See Thian Coa Ong dan
seorang Hu-Hoat yang disebut-sebut yang belum kelihatan. Tetapi, Thian Liong Pang
nampaknya tidak merahasiakan penyerbuan ini, mereka begitu yakin dan percaya diri
dengan kekuatan yang mereka miliki" jawab Maling Sakti.
Ceng Liong jadi benar-benar khawatir, karena tidak mungkin dia membagi dirinya
untuk menghadapi beberapa orang sekaligus. Apalagi, sangat boleh jadi, Thian te Tok
Ong si raja diraja racun juga muncul, bila demikian apa yang bisa dilakukan" Atau
bagaimana bisa menghadapi mereka" Benar-benar memusingkan dan sulit dicarikan
jalan keluarnya.
"Baiklah Sin tho, malam ini terpaksa aku akan melakukan peninjauan langsung ke
Lok Yang. Biar kita bertemu disana tengah malam nanti" Demikian Ceng Liong
memutuskan percakapan.
Malam itu juga dilakukan pertemuan dengan status yang sangat darurat. Ceng Liong
menceritakan hasil pengintaian dan pengamatan Kay Pang, terutama mengenai tokohtokoh
sesat yang sudah terkumpul dan bersiap menyerang Perguruan Keluarga Yu.
Menurut penilaian Ceng Liong, serbuan banyak orang, masih bisa ditangkal oleh
Barisan 6 Pedang Giok Ceng, tetapi melawan pemimpin mereka, yakni Hu Pangcu,
Hu Hoat, See Thian Coa Ong, Pek Bin Houw Ong dan Liok te Sam Kwi, terlebih bila
Thian te Tok Ong juga muncul, adalah sungguh sulit.
Karena itu, harus diupayakan agar para penyerbu sudah banyak berkurang ketika
memasuki Perguruan Keluarga Yu. Hal ini penting agar para pemimpin yang disebut
di atas, boleh di lawan oleh masing-masing tokoh keluarga Yu dibantu beberapa anak
murid. Demikianlah, malam itu banyak hal yang dibicarakan, terutama terkait strategi
dan cara melakukan perlawanan. Dengan keterlibatan Kay Pang, maka perlawanan
Keluarga Yu, telah berubah menjadi perlawanan Dunia Pendekar terhadap keganasan
Thian Liong Pang.
Sebelum melakukan peninjauan terhadap keadaan di Lok Yang, Ceng Liong kembali
sejenak ke kamarnya. Tetapi, alangkah terkejutnya ketika ditemukannya sehelai kertas
dan terdapat tanda pengenal Giok Ceng atau Pualam Hijau di atasnya. Isi surat tidak
panjang, tetapi membuat perasaan Ceng Liong menjadi lebih tenang. Isi surat
berbunyi: Liong Jie, tidak perlu ke Lok Yang. Liong-i-Sinni mengirim bantuan, seorang
muridnya, juga tokoh Bu Tong Pay sudah di Lok Yang bahkan juga jago Bengkauw.
Kekuatan cukup memadai.
Tidak ada nama pengirim surat, tetapi yang memanggilnya Liong Jie selama ini
hanya Gurunya dan Kakeknya Cun Le. Bibinya Kiang Sian Cu sudah berganti
panggilan menjadi "Duta AGung" setelah dia ditetapkan menjadi Duta Agung
Lembah Pualam Hijau. Selain itu, dia teringat sosok misterius yang selalu
membantunya, bahkan sejak masih kehilangan ingatan. Sosok itupun selalu
memanggilnya dengan "Liong Jie" dan bahkan dengan nada yang sangat penuh kasih
sayang. Tapi, yang pasti bukan gurunya dan bukan kakeknya.
Tapi siapakah gerangan" Tapi peduli siapa orangnya, apa yang disampaikan melalui
surat tersebut membuatnya menjadi sangat tenang. Dia menduga-duga, siapakah
utusan Bu Tong Pay" Siapa pulakah murid Bibi Neneknya Liong-i-Sinni" Apakah
Mei Lan" Atau murid yang lain" Siapa pula jago dari Bengkauw" Persetan dengan
semuanya, yang pasti keadaan sudah jauh lebih memadai. Dan dengan pengertian itu,
akhirnya Ceng Liong membatalkan kepergiannya ke Lok Yang, dan berbareng dengan
pembatalannya itu, beruntun masuk ke Pekarangan perguruan kurang lebih 50 orang
murid Kay Pang yang langsung minta melapor ke Bengcu dan Ketua Perguruan
Keluarga Yu. Sudah tentu Ceng Liong menjadi gembira dan dengan cepat memapak
kedatangan rombongan Kay Pang tersebut. Demikian juga Yu Siang Ki dengan cepat
menemui rombongan Kay Pang tersebut.
Hari terakhir dari batas waktu yang ditetapkan, sementara semua keluarga Yu
nampak tegang, kecuali Yu Siang Ki yang sudah dibisiki Ceng Liong serta Ceng
Liong sendiri, semua orang nampak semakin tegang. Semua murid Keluarga Yu
sudah bersiap, demikian pula Barisan 6 Pedang Giok Ceng dan 5 anak murid Kay
Pang yang menempatkan posisi mereka di bawah komando Ceng Liong secara
langsung. Bahkan menjelang malam, tanda tanya seputar siapakah tokoh Bu Tong Pay
dan anak murid utusan Liong-i-Sinni terjawab.
Dan Ceng Liong menjadi sangat gembira menyambut kedua tokoh tersebut, yakni
Sian Eng Cu Tayhiap mewakili Bu Tong Pay serta Sian Eng Li Liang Mei Lan
mewakili Bu Tong Pay dan guru keduanya, Liong-i-Sinni.
"Kiang Bengcu, lohu Tong Li Koan mewakili Bu Tong Pay datang membantu
Bengcu dan keluarga Yu disini" begitu bertemu Sian Eng Cu Tong Li Koan langsung
menjalankan tata krama dunia persilatan dengan menyapa dan menemui terdahulu
Kiang Ceng Liong dan Yu Siang Ki. Dia sudah mendengar kehebatan anak muda ini
dari gurunya Wie Tiong Lan, karena itu diam-diam dia mengagumi kesederhanaan
anak muda yang nampak bersahaja namun berisi itu. Bahkan, secara tersirat dia
berniat untuk menjodohkan sumoynya dengan anak muda itu.
Setelah itu, Liang Mei Lan juga kemudian memperkenalkan diri, "Kiang Bengcu dan
Yu Pangcu, aku Liang Mei Lan mewakili Suhu Liong-i-Sinni dan juga Bu Tong Pay
datang membantu disini".
Kiang Ceng Liong dan Yu Siang Ki menyambut dengan sangat gembira, baik Sian
Eng Cu maupun Sian Eng Li yang merupakan tenaga bantuan yang sangat berarti.
Terutama Kiang Ceng Liong, sangat jelas kelihatan dia gembira bertemu dengan Mei
Lan. Tetapi rasa gembiranya sedapat mungkin ditahannya, terlebih karena dimata Mei
Lan juga tersimpan "rasa" yang sama. Hanya, penyambutannya yang sangat antusias
terhadap keduanya tak dapat disembunyikannya. Bahkan dia menyapa dan bertanya
kepada Mei Lan:
"Ach, Lan Moi, engkau tambah gagah dan terkenal saja. Terima kasih atas
kedatangan dan bantuanmu. Bagaimanakah gerangan kabar suhumu yang kedua"
Liang Mei Lan juga bukannya tidak bergirang bertemu dengan Ceng Liong. Apalagi,
setelah melihat Ceng Liong ternyata sudah menjadi Bengcu yang bahkan suhengnya
nampak sangat menghormatinya. Tetapi, meskipun gembira dan terasa getar lain
dihatinya, tetapi betapapun rasa penasarannya atas kehebatan Ceng Liong yang
menjadi Bengcu tetap susah ditahannya. Sungguh keadaan mereka berdua terhitung
rumit. Meski hati masing-masing terisi cinta, tetapi tembok yang teramat tebal
membatasi langkah mereka untuk cepat menyatu. Dengan alas an masing-masing
yang sangat berbeda.
"Ach, maafkan Bengcu, suhu Liong-i-Sinni menemuiku dan memintaku mewakilinya
membantu keluarga Yu. Dia orang tua, keadaannya baik-baik saja, hanya dia
menitipkan pesan kepada Bengcu untuk hati-hati dalam membawa diri"
"Ach, terima kasih atas perhatian dia orang tua. Lan Moi, engkau diutus gurumu
untuk membantu keluarga keponakannya atau iparnya. Sayang aku belum pernah
berkesempatan menemuinya, juga menemui adik perempuanku yang berada di tangan
dia orang tua" Ceng Liong bergumam, sambil membayangkan bagaimana kiranya
bentuk dan tabiat bibi neneknya, atau adik kakeknya Kiang In Hong yang sangat
terkenal itu. Sementara selintas rasa kaget nampak di wajah Mei Lan mengetahui
bahwa keluarga Yu ternyata memiliki hubungan erat dengan guru keduanya.
Pantas dia menerima pesan dan tugas dari gurunya untuk membantu keluarga Yu,
meskipun pesan itu diterimanya hanya melalui sehelai surat yang disampaikan oleh
gurunya itu kepadanya. Sudah tentu dengan penuh sukacita dan rasa terima kasih
yang dalam Mei Lan memenuhi permintaan subonya tersebut. Orang tua yang juga
sangat dihormatinya karena menyelamatkan nyawanya dan bahkan menghadiahkan
kemajuan Silat yang luar biasa, termasuk Ilmu Ginkang nomor satu yang melontarkan
kemampuan ginkangnya pada tataran teratas dewasa ini.
Sementara itu, Yu Siang Ki juga sudah sedang beramah tamah dengan Sian Eng Cu
yang membiarkan sumoynya bicara dengan Ceng Liong. Sebagai orang yang sudah
banyak makan asam garam, dia mengerti bahwa sumoynya seperti menyimpan rasa
penasaran dan rasa kagum sekaligus terhadap Bengcu yang masih muda ini. Dan
diam-diam, dia memang mengharapkan hal itu terjadi, sungguh pasangan yang luar
biasa, pikirnya.
Bila dibutuhkan, nampaknya diapun bersedia untuk membantu kedua anak muda ini
untuk merangkap jodohnya. Tidak berapa lama, akhirnya Yu Siang Ki
mempersilahkan Sian Eng Cu dan Sian Eng Li untuk beristirahat sejenak, karena
malamnya merekapun diundang untuk membicarakan persiapan terakhir. Bahkan,
tidak berapa lama kemudian, muncul juga Maling Sakti si pembawa berita terakhir
mengenai keadaan Lok Yang dan rencana para penyerang.
Episode 21: Ceng Liong Vs Hu Hoat Thian Liong Pang
Sebagaimana diduga, serangan Thian Liong Pang dilakukan secara terbuka,
bukannya sembunyi-sembunyi. Bahkan, sepertinya, serangan terhadap Keluarga Yu
ini seperti disengaja
Harpa Iblis Jari Sakti 18 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Pukulan Si Kuda Binal 4
^