Naga Naga Kecil 4

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 4


bagaimana, siapa dan mengapa Pedang Pusaka leluhur mereka dan yang
telah menjadi symbol dan pusaka Bu Tong Pay bisa dicuri tanpa ketahuan. Terjadi
dalam Kuil tanpa ketahuan dan tanpa ada tanda-tanda pengrusakan, pembongkaran
ataupun penyerangans eorang anak murid.
Dalam keadaan bersiaga dan hati panas di hampir semua tokoh Bu Tong Pay seperti
itulah Ciu Sian Sin Kay yang angin-anginan tiba. Dia bisa dengan mudah melewati
tanpa ketahuan penjagaan lapis pertama, kedua dan ketiga dengan mempergunakan
Ginkangnya yang tinggi.
Tetapi, memasuki lapis keempat dan kelima, Ciu Sian Sin Kay sudah terlacak dan
dengan cepat informasi masuknya penyusup disampaikan ke markas Bu Tong Pay,
atau Kuil Bu Tong Pay yang berada di puncak gunung Bu Tong. Ciu Sian Sin Kay
memang bukan tandingan Pendeta-Pendeta Kelas atau tingkatan 3 di lapisan keempat
dan Pendeta Tingkatan 2 di lapis kelima.
Tetapi, di lapisan ke-enam, tepat di luar pintu gerbang Kuil Bu Tong Pay, Ciu Sian
Sin Kay dicegat oleh barisan pedang Tian-cik-kiam-ceng yang dimainkan oleh 7
pendeta Bu Tong Pay dari tingkatan 1. Barisan terkenal dari Bu Tong Pay ini dengan
segera mengurung Ciu Sian yang hingga pintu gerbang Bu Tong Pay masih belum
mau memperkenalkan dirinya, dan karena itu harus menggunakan kepandaiannya
untuk melewati lapis demi lapis penjagaan di Gunung Bu Tong.
Keadaan seperti ini, justru memang kesukaan pengemis yang memang aneh dan suka
bertindak ugal-ugalan, apalagi dalam soal altihan dan tanding ilmu silat.
Baru pada barisan pedang inilah Ciu Sian Sin Kay kemudian bisa ditahan cukup
lama. Barisan pedang yang diatur oleh Pendeta-pendeta Bu Tong Pay tingkatan 1 ini,
bukanlah barisan-sembarang barisan.
Kehebatannya sudah terkenal di dunia persilatan, tidaklah di bawah perbawa Lo Han
Kun ataupun Barisan 6 Pedang Pualam Hijau. Keadaan ini sungguh merepotkan Ciu
Sian Sin Kay yang bahkan harus mempergunakan "Langkah Sakti Pengemis Mabuk"
untuk bisa bertahan.
Tentu saja dia tidak berani menggunakan jurus keras Hang Liong Sip Pat Ciang
ataupun Ciu Sian Cap Pik Ciang untuk membuyarkan barisan ini. Justru itu, maka dia
terlibat kesulitan dengan membentur tembok pedang di kiri dan kanan, kecuali pintu
belakang yang ditinggalkan untuk tempat Ciu Sian mengundurkan diri.
Tapi bukan Pengemis Sakti angin-anginan apabila Ciu Sian demikian gampang
menyerah dan mengundurkan diri, sebaliknya malah, dia merasa tertarik dan
tertantang dengan main-main yang baginya "permainan" meski bagi barisan itu, justru
serius. Cius Sian Sin Kai malah kelihatan terkekeh-kekeh senang dikerubuti:
"Hahahaha, barisan Pedang ciptaan Pek Sim Siansu memang benar-benar hebat.
Kagum-kagum" celotehnya gembira, karena memang Kakek Sakti ini sungguh gemar
bertarung. Dikurasnya kemampuan langkah sakti dewa mabuk dan sesekali menggunakan jurus
Tah Kauw Pang Hoat untuk menangkis dan balas menyerang.
Tetapi barisan pedang yang sangat hebat dalam bekerjasama ini menghadirkan
ancaman-demi ancaman saat demi saat, dan bahkan kemudian mulai menjadi lebih
sering memojokkan Ciu Sian dalam situasi sulit. Tapi kesulitan justru membuat
pengemis sakti ini semakin bersemangat mengeluarkan kepandaiannya dan terus
mencoba bertahan sampai berlama-lama.
Bahkan kembali terdengar dia terkekeh-kekeh dan berkata:
"hahahaha, mampu juga barisan ini membuatku meneguk arak keramatku ini untuk
tambah tenaga dan semangat" ucap si pengemis sambil mulai nampak meneguk arak
di buli-buli hijaunya.
Dan setelah itu, jurus Langkah Sakti Pengemis Mabuk mulai menjadi lebih cepat,
lebih aneh dan lebih bervariasi, sementara daya tahan Tah Kauw Pang juga menjadi
semakin rapat. Tetapi, itupun hanya mampu buat modal bertahan bagi si Pengemis
Sakti gemar mabuk ini.
Keseimbangan pertempuran kembali terjadi, sementara Pengemis Pemabuk semakin
bersemangat, karena baginya bertanding sama saja dengan berlatih. Karena itu,
sesekali dia menyela seorang pendeta yang menurutnya kurang lincah atau kurang
kuat menambal pengaruh Barisan Pedang itu.
Saking asyiknya, Pengemis Sakti tidak menyadari kalau Jin Sim Tojin dan Ci Hong
Tojin, Ciangbunjin Bu Tong Pay sudah ikut keluar menyaksikan pertandingan yang
sudah ribut sejak mulainya itu. Pertandingan yang dianggap latihan dan bersenangKoleksi
Kang Zusi senang oleh Ciu Sian Sin Kay, nampak ditonton serius sejenak oleh tokoh Bu Tong
Pay, tetapi begitu mengenal siapa yang datang, mereka malah tersenyum maklum.
Maklum akan keanehan dan kebinalan Pengemis Mabuk yang memang dalam berapa
pertimbanganpun sering "mabuk".
Jin Siam Tojin dan Ciangbunjin Bu Tong Pay kebetulan memang sedang membahas
langkah pengamanan Bu Tong Pay setelah mengalami kecurian pedang. Apalagi bagi
Jin Siam Tojin, Pedang Bunga Seruni adalah Pedang kesayangan gurunya, dan karena
itu dia merasa sangat berkepentingan untuk mendapatkannya kembali.
Di tengah percakapan serius itulah tiba-tiba telinga mereka yang tajam mendengar
desing-desing tajam sejumlah pedang yang dengan segera mereka sadari adalah
desingan barisan pedang Tian-cik-kiam-ceng yang sedang digunakan menghalau
musuh. Tapi, tidak lama kemudian Jin Siam Tojin dan Ciangbunjin Bu Tong Pay tersenyum
sendiri setelah sadar siapa yang sedang dikurung oleh barisan pedang tersebut, dan
karenanya mereka kemudian bergegas keluar untuk menyaksikan pertandingan itu.
Selain itu, merekapun sekaligus menyambut tamu terhormat yang merupakan salah
satu sesepuh Kay Pang yang terkenal itu. Keduanya segera geleng-geleng kepala
melihat pola Pengemis Sakti yang masih belum berubah banyak sejak dulu, tetapi
mereka tidak khawatir barisan itu mengalami kerugian karena melihat Ciu Sian Sin
Kay tidak mempergunakan ilmu-ilmu keras untuk menghadapi barisan itu.
Selain dari merekapun yakin akan kehebatan barisan itu dalam kerjasamanya. Tapi
tiba-tiba Jin Siam Tojin yang bersahabat erat dengan Ciu Sian memerintahkan:
"Barisan 7 pedang menggempur langit"
Bersamaan dengan perintah itu, barisan pedang yang sebelumnya tidak berniat
menyerang tajam, tiba-tiba menggempur bagaikan gelombang dari seluruh penjuru.
Akibatnya, Ciu Sian harus pontang-panting menyelamatkan diri dari serangan
membadai itu. Tetapi dengan langkah sakti pengemis mabuknya, dia masih sanggup menyelematkan
dirinya, tetapi itupun dilakukan dengan sangat susah payah. Apalagi, belum tegak
benar Ciu Sian Sin Kay berdiri, terjangan dari atas dan bawah sudah tiba-kembali.
Mau tidak mau pemgemis sakti ini kembali berkelabat, tetapi kemanapun dia
menghindar selalu sedikitnya 3 pedang menyerangnya dan 2 pedang menghalau
serangan balasannya.
"Barisan 7 pedang menutup langit di pintu selatan" kembali terdengar suara Jin Siam
memberi komando.
"Pendeta alim, enak saja kamu berteriak-teriak dari sana, maju juga sekalian jika
berani" Tantang Ciu Sian yang disambut tertawa ringan dari Jin Siam melihat
kedongkolan Ciu Sian.
Tapi Ciu Sian Sin Kay tidak mungkin berlama-lama bicara, karena kembali serangan
membadai mengarah ke sisi kiri tubuhnya dan nyaris tanpa jalan keluar.
Tanpa pikir panjang akhirnya dikeluarkannya jurus-jurus ampuh dengan tenaga
terukur dari Tah Kau Pang Hoat, tetapi meskipun jurusnya ampuh, tetap saja dia
keteteran menghadapi serangan tujuh pedang tersebut yang sanggup bekerjasama
sama baiknya dalam menyerang maupun bertahan.
"Barisan 7 pedang bersama menggugurkan langit" kembali komando dari Jin Siam
Tojin. Tapi pada saat itu, sambil terkekeh-kekeh, Ciu Sian meneguk araknya dan
kemudian juga menyelingi serangannya dengan tangan kiri menggunakan Pek Lek Sin
Jiu dan tangan kanan dengan Tah Kauw Pang Hoat.
Ciu Sian sadar betul bahaya menggempur barisan itu, baik bagi ke-7 pendeta itu,
maupun bagi dirinya sendiri. Karena itu, diapun mulai menggunakan Pek Lek Sin Jiu
untuk menahan gempuran membadai dari barisan tersebut.
Tetapi dengan pukulan halilintar yang memang sakti dipergunakan menghadapi ilmu
pukulan, hanya sanggup melencengkan pedang lawan, tetapi tak sanggup menahan 5
batang pedang lainnya yang harus dia hadapi dengan Tah Kauw Pang Hoat dan
sisanya dihindari.
Ciu Sian memang sanggup menahan serangan membadai tersebut, tetapi nampaknya
semakin lama dia akan semakin kepayahan, padahal pertandingan mereka bila
dihitung sejak awal sudah mendekati 70 jurus, dan Ciu Sian Sin Kay nampak semakin
terdesak. "Barisan 7 pedang menantang bianglala"
Barisan Pedang kemudian bergerak semakin cepat dan menghadirkan cahaya
gemilang dalamnya, dan segera membuat Ciu Sian Sin Kay menyadari bahaya dibalik
cahaya gemilang itu. Dengan cepat dia kemudian mainkan langkah sakti pengemis
mabuk tetapi dalam penggunaan jurus-jurus andalannya Hang Liong Sip Pat Ciang
yang mampu bergerak cepat, keras dan handal.
Kembali benturan-benturan dan saling menghindar terjadi, jurus barisan tersebut
sanggup dihadapi oleh Ciu Sian Sin Kay, bahkan kemudian mencoba membarengi
dengan Ciu Sian Cap Pik Ciang yang mencampurkan Hang Liong Sip Pat Ciang
dengan Pek Lek Sin Jiu. Bahkan langkah kakinya yang aneh tetapi mantap, mulai
membingungkan barisan pedang.
Dan melihat itu, tiba-tiba Jin Siam Tojin berteriak, Barisan 7 Pedang mundur, dan
dengan cepat dia mencelat menggempur Ciu Sian yang masih bersilat dengan Ciu
Sian Cap Pik Ciang. Melihat serangan Jin Siam, kedua sahabat itu sambil tersenyum
kemudian saling serang dengan serunya. Ciu Sian terdengar mengomel:
"Barisan 7 pedang bu Tong nyaris membuatku gila dan kehilangan kewaspadaan.
Sialan kau pendeta alim"
"Makanya terpaksa aku yang maju, sebelum ada yang terluka karena benturan berat
itu" jawab Jin Siam Tojin.
Tokoh ini sadar, bahwa baik Ciu Sian maupun Barisan Pedang mereka bakal terluka
kalau dilanjutkan, karena yang memainkannya adalah murid tingkat pertama. Bila
yang memainkannya para murid utama, maka Jin Siam Tojin tidaklah akan
mengkhawatirkannya.
Kembali sebuah pertempuran dahsyat terjadi, kali ini antara kedua murid dari
legenda-legenda persilatan yang masih hidup. Murid Wie Tiong Lan menghadapi
murid Kiong Siang Han.
Hanya, Jin Siam Tojin sadar, bahwa dari perguruannya yang nempil menghadapi Ciu
Sian justru adalah sutenya, sementara dia sendiri dengan toa suhengnya masih seusap
dibawah kedua tokoh ini. Tetapi Ciu Sian yang memang senang bertempur,
membentur-benturkan ilmunya, baik Pek Lek Sin Jiu maupun Hang Liong Sip Pat
Ciang dengan Thai Kek Sin Kun dan Bu Tong Kiam Hoat yang dikuasai dengan
sangat sempurna oleh Jin Siam Tojin.
Bahkan langkah sakti pengemis mabuk yang lihai juga bisa diimbangi dengan ciosiang-
hui! Ilmu lari terbang dari Bu Tong Pai yang disempurnakan oleh Wie Tiong
Land an diturunkan bukan hanya kepada murid-muridnya, tetapi juga diturunkan
kepada tokoh-tokoh utama Bu Tong Pay.
Sudah lebih 50 jurus kedua kakek sakti ini bertukar jurus dan pukulan, tetapi keadaan
masih tetap seimbang. Bahkan ketika Jin Siam Tojin mainkan Thai kek Sin Kiam, dan
bahkan juga Liang Gie KIam Hoat, Ciu Sian Sin Kay yang memilih memainkan Tah
Kauw Pang Hoat tetap bisa mengimbangi.
Tubuh keduanya yang bergerak berdasarkan langkah-langkah sakti dari perguruan
masing-masing jadi seperti bayangan yang saling belit membelit. Meksipun hanya
membekal buli-buli dan belum menggunakan ranting, tetapi Ciu Sian sanggup
mengimbangi kedua ilmu sakti dari Bu Tong Pay tersebut. Tetapi untuk itupun si
pengemis sudah dengan berkali-kali mereguk arak dari buli-bulinya yang selalu
menambah semangat dan kekuatan, terutama kelincahannya menggunakan Langkah
Sakti Pengemis Mabuk.
Dengan arak, Ciu Sian Sin Kay memang menjadi lebih bersemangat, terutama dalam
menjalankan langkah kaki menurut Ilmunya "Langkah Sakti Dewa Mabuk". Langkahlangkah
sakti yang aneh namun ajaib yang cocok dengan keadaan dirinya yang
pemabuk dan aneh, tetapi kokoh dan sangat efektif.
"Ji Suheng, ijinkan aku mencoba Ciu Sian Cap Pik Ciang pengemis angin-anginan
ini" Tiba-tiba sebuah suara berdenging di telinga Jin Siam.
Jin Siam Tojin sangat gembira mendengar kedatangan sutenya yang sudah puluhan
tahun raib dan tak bertemu itu. Sekaligus tertegun, bila sutenya muncul berarti ada
sesuatu yang maha penting yang mungkin akan dan sedang berlangsung di Bu Tong
San. Tidak mungkin sutenya itu muncul tiba-tiba tanpa alasan satupun. Dan untuk hal
yang satu ini, dia sudah teramat mengenal sutenya yang juga sangat mencitai Bu Tong
Pay ini. Karena itu dengan tiba-tiba dia melejit tinggi, melontarkan sebuah serangan
tajam dari Liang Gie Kiam Hoat yang kemudian mampu memaksa Ciu Sian Sin Kay
untuk mundur berkelit, dan kemudian Jin Siam Tojin mengundurkan diri sambil
berkata: "Ciu Sian masih tetap digdaya, tapi biarlah suteku akan menemanimu bermain-main
selanjutnya" Dan belum selesai dia bicara di depan Ciu Sian sudah berdiri seorang
kakek lainnya, yang nampaknya belum setua Jin Siam Tojin, tetapi yang dikenal baik
olehnya. Ini dia, Sian Eng Cu Taihiap, murid Wie Tiong Lan yang selalu bertanding seurat dan
seimbang dengannya. Entahlah, apa juga sebabnya hingga saat ini keduanya masih
belum sanggup saling mengalahkan alias selalu seimbang dan setanding. Bukan baru
sekali mereka bertanding, baik berlatih, maupun terbawa emosi keduanya untuk saling
membuktikan kepandaian. Tetapi, pertarungan mereka selalu berakhir sama kuat.
Sementara itu, Ciangbunjin Bu Tong Pay dan beberapa anak murid Bu Tong Pay
sudah menjura memberi hormat kepada salah seorang sesepuh mereka yang sudah
sekian lama menghilang dari dunia ramai itu. Tetapi, Sian Eng Cu Tayhiap yang
terkenal itu, sedang memusatkan perhatiannya kepada Ciu Sian Sin Kay.
"Susiok, terimalah salam hormat kami" Ciangbunjin malah yang mendahului
memberi hormat.
"Sudahlah Ciangbunjin sutit, lupakanlah penghormatan itu. Biarkan aku mencobacoba
urat-urat liat pengemis pemabuk ini. Entah dia masih sekuat dulu atau sudah
melempem" Jawab Sian Eng Cu Tayhiap sambil melirik Ciu Sian Sin Kay.
Keduanya memang sejak dulu saling menyegani dan tahu betul batas kekuatan
masing-masing. Hanya, Ciu Sian Sin Kay berpikir, setelah menyempurnakan Pek Lek
Sin Jiu sampai mendekati kemampuan suhunya dan bahkan menekuni Ciu Sian Cap
Pik Ciang, apakah Sian Eng Cu masih sanggup menandinginya?"
Padahal, sementara itu, Sian Eng Cu Tayhiap sendiri sedang berpikir dengan cara
yang sama dengan Ciu Sian Sin Kay. Apakah setelah semakin matang mendalami
Liang Gie Sim Hwat dan menyempurnakan semua Ilmu-Ilmu Bu Tong Pay warisan
gurunya. Dan bahkan sama dengan Ciu Sian Sin Kay juga menekuni ilmu baru yang idenya
datang dari gurunya dan dikembangkannya sendiri yakni Sian-eng Sin-kun (Silat
Sakti Bayangan Dewa) dengan memadukan sari dari Thai Kek Sin Kun dan Beberapa
gerak sakti dari Liang Gie serta ilmu gerak Cio Siang Hui, masihkan Pengemis Sakti
ini mampu menandinginya.
Meskipun keduanya sudah tahu bahwa lawan masing-masing sudah dan sedang
menekuni ilmu baru, tetapi keduanya belum pernah saling bertanding lagi dengan
bekal ilmu baru masing-masing. Padahal, baik Ciu Sian Sin Kay maupun Sian Eng
Cu, sudah hampir mampu mematangkan ilmu gurunya masing-masing.
Ciu Sian sudah hampir mampu mematangkan Pek Lek Sin Jiu pada tingkat ke-7,
sementara Hang Liong Sip Pat Ciang sudah sanggup dia mainkan dengan sempurna,
hanya sayang dia kurang mampu menyempurnakannya karena pernah menikah.
Sementara dilain pihak, Sian Eng Cu juga sudah sanggup menyempurnahkan Liang
Gie Sim Hwat, meski masih belum nempil dengan capaian gurunya.
Disaat-saat saling menilai dan saling menghormat di kalangan Bu Tong Pay itu, Ciu
Sian Sin Kay memecahkan kebuntuan:
"Li Koan, nampaknya tidak sedikit kemajuan yang kau capai selama menghilang dari
dunia ramai"
"Ah, dengan Ciu Sian Cap Pik Ciang, tentu pengemis pemabuk tidak merasa takut
denganku lagi" Sian Eng Cy Tayhiap atau namanya Tong Li Koan menjawab Sin
Kay. "Baik, jika tidak dicoba bagaimana lagi. Padahal sudah lebih 10 tahun kita tidak
bergebrak lagi. Rasanya sudah rindu dengan kepalan tanganmu, asal saja kamu tidak
benar-benar menjadi bayangan dan menjadi terlalu cepat bagiku" Demikian Ciu Sian
sambil bersiap menyerang.
"Mari, akupun sudah siap" sambut Sian Eng Cu yang juga merasa senang
mendapatkan lawan yang sepadan, lawan yang sudah tahunan tidak lagi pernah
dijumpai dan ditempur.
Benturan pertama dengan tenaga Sinkang menunjukkan bahwa Ciu Sian Sin Kay
masih bisa mengimbangi kekuatan Sian Eng Cu, bahkan nampaknya masih menang
seusap. Tetapi dalam hal bergerak atau ilmu gerak, nampaknya Ciu Sian memangnya
masih sanggup menandingi, meskipun sadar bahwa dia kalah seusap.
Dari gerak dan benturan pertama, masing-masing sudah tahu kelebihan dan
kekurangannya. Ciu Sian nampak akan banyak bergantung pada Ciu Sian Cap Pik
Ciang dan Pek Lek Sin Jiu, sementara Sian Eng Cu akan terus memaksa bergerak dan
bergerak sesuai dengan kelemasan ilmu dan ilmu geraknya yang membuatnya
memperoleh julukan Sian Eng Cu Tayhiap.
Keduanya sadar, sungguh bukan pekerjaan mudah untuk saling mengalahkan.
Apalagi, ilmu-ilmu lama sudah saling kenal mengenal, baik kegesitan, keampuhan
pukulan dan gaya menghindar. Maka seperti memiliki kesamaan pikiran, keduanya


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat melakukan pertukaran ilmu untuk sekedar saling menjajaki kemampuan,
dan keduanya saling mengagumi karena penguasaan ilmu-ilmu perguruan masingmasing
yang semakin sempurna dan meningkat tajam.
Baik Ciu Sian maupun Sian Eng Cu sadar bahwa keduanya ternyata tidak menyianyiakan
waktu dalam memperdalam Ilmu Perguruan masing-masing, benturan hanya
akan berakibat sia-sia bagi keduanya.
Bahkan ketika Ciu Sian meledakkan petir-petir dari tangannya dengan ilmu
Halilintar, Sian Eng Cu juga melakukan gerak-gerak luar biasa gesit dari Liang Gie
Kiam Hoat, melawan kekerasan dengan kelemasan.
Petir menyambar kemana-mana, tetapi tidak sanggup menangkap bayangan Sian Eng
Cu yang bergerak lemas, bahkan kadang menerima lecutan petir itu dengan telapak
tangannya dan tidak terbakar. Bahkan benturan itu menyebabkan keduanya meringis.
Maklum, tenaga keduanya memang berimbang, hanya berbeda tipis saja. Ledakanledakan
dahsyat itu memekakkan telinga semua penonton di Bu Tong Pay yang
menyaksikan pertandingan persahabatan yang langka ini. Untungnya latihan dan
pertandingan ini tidak dilakukan di dalam ruangan, jika demikian, maka sudah pasti
dinding ruangan akan melepuh dengan sengatan petir yang menyambar-nyambar dari
tangan Ciu Sian Sin Kay. Sementara bayangan Sian Eng Cu Tayhiap, sudah sulit
ditangkap oleh mata telanjang banyak orang.
Juga ketika Siang Eng Cu menyerang dengan Pik Leng Ciang atau Tangan Kilat
menandingi Pek Lek Sin Jiu, maka nampaklah ledakan-ledakan yang hampir sama
dengan kecepatan yang berbeda. Hanya, bila petir yang menyambar dari tangan Ciu
Sian Sin Kay, maka Tangan Kilat Sian Eng Cu digunakan dengan kecepatan yang
tinggi, dan hanya terlihat bagaikan kilatan tangan yang mengejar dan mengancam Ciu
Sian Sin Kay. Api dan dan kecepatan kilat seperti menyambar-nyambar dan membuat penonton
dengan terpaksa harus lebih menjauh lagi. Bahkan Ciangbunjin Bu Tong Pay
terkagum-kagum dengan kedua Pendekar Sakti yang sedang mengadu ilmu-ilmu
langka dari kedua perguruan terbesar masa itu.
Keduanya seperti mencerminkan guru masing-masing yang bertanding dimasa
mudanya, sama kuatnya, sama uletnya dan saling tidak mau mengalah. Keduanya
menghabiskan waktu bertempur dengan menggunakan semua ilmu perguruan masingmasing,
dan keduanya, seperti biasa tidak nampak ingin saling mengalah.
Maklum, karena keduanya menyertakan gengsi guru dan gengsi perguruan masingmasing.
Pertempuran ini, nampak bahkan lebih seru dibandingkan dengan Jin Siam
Tojin melawan Ciu Sian, karena keduanya bersahabt dengan baik. Tetapi dengan Sian
Eng Cu, keduanya sudah lama saling bersaing di bawah pintu perguruan yang
berbeda, karenanya keduanya nampak tidak mau saling mengalah. Bahkan bila bisa
menang, mengapa harus kalah"
Ketika kemudian Ciu Sian mundur, sama dengan Sian Eng Cu mengambil jarak dan
nafas, nampaknya keduanya akan memasuki taraf menggunakan kepandaian baru
yang sama-sama sudah meyakininya selama 10 tahun terakhir. Ciu Sian meneguk arak
dan menyiapkan Ciu Sian Cap Pik Ciang, sementara Sian Eng Cu menyiapkan Sianeng
Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa).
Perbawa kedua ilmu ini sudah bisa dibayangkan, karena merupakan sari dari pintu
perguruan yang berbeda dan dibawa bertarung oleh kedua tokoh utama dewasa ini
dari kedua pintu perguruan. Sehingga meskipun sebetulnya hanya merupakan
pertandingan persahabatan, tetapi gengsi yang dipertaruhkan didalamnya tidaklah
kecil, karena itu keduanya nampak berkonsentrasi penuh di bawah tatapan khawatir
Jin Siam Tojin.
Tojin ini mengenal kedua orang tersebut dengan baik, yang satu adalah sahabat
akrabnya, sementara yang satu adalah adik seperguruannya. Tentu dia berharap pintu
perguruannya menang, tetapi diapun tidak ingin sahabat baiknya kemudian terluka
parah. Menghentikan juga sudah sulit karena keduanya sudah berada dipuncak
pengerahan ilmu masing-masing.
Dan Jin Sim Tojin tahu dan paham benar kemampuan kedua orang yang sedang
mempersiapkan diri masing-masing untuk memasuki tahapan penggunaan Ilmu-ilmu
baru mereka. Dan selagi Jin Siam Tojin berkhawatir dan tidak tahu apa yang
sebaiknya dilakukannya, tiba-tiba terdengar suara bentakan-bentakan yang
dikeluarkan masing-masing masing-masing oleh Ciu Sian Sin Kay dan Tong Li Koan
Sian Eng Cu Tayhiap:
"Hiyaaaaat " blaaaar" dan setelahnya nampak Ciu Sian seperti pontang panting ke
kiri dan kekanan, sementara dari tangannya menderu-deru petir berganti-ganti dengan
pukulan bagaikan Naga mengamuk.
Tetapi, disekelilingnya berkelabat-kelabat bayangan yang juga menyambar-nyambar
dengan pukulan dan lebih banyak dengan berkelit dan lalu balas memukul.
Keistimewaan Ciu Sian Cap Pik Ciang berada pada langkah kaki dan pukulanpukulan
berhawa keras, sementara Sian Eng Sin Kun terletak pada kelemasan dan
kecepatan melontarkan pukulan hawa lemas atau im.
Akibatnya ledakan-ledakan keras terjadi diselingi pukulan-pukulan dengan hawa
mendesis-desis tetapi dengan ketajaman yang mengerikan, tidak kalah merusak
dengan Pek Lek Sin Jiu.
Jika perbawa Pek Lek Sin Jiu dan Hang Liong Sip Pat Ciang nampak dari ledakan
dan hawa keras berpusing yang dihasilkannya, maka Sian Eng Sin Kun terletak pada
angin pukulan yang mendesis-desis tajam dan sanggup memotong daun bagaikan
pedang yang menabasnya.
Keistimewaan keduanya benar-benar dinampakkan dalam pertandingan kali ini, dan
seperti juga 10 tahun sebelumnya, tiada dari kedua orang ini yang mampu
mengendalikan pertempuran. Alias tiada yang bisa menarik keuntungan bagi
kemenangannya. Meskipun Sian Eng Cu memiliki gerak yang lebih mantap dan berkali-kali
memperoleh peluang menyerang, tetapi pukulan-pukulan keras yang bertiup terus
menerus membuat pakaiannya seperti berkibar-kibar. Terlebih keduanya harus
berkonsentrasi menyalurkan kekuatan batin untuk mengisi perbawa lebih hebat pada
kedua pukulan dan jurus yang dikembangkan.
Semakin lama, pukulan petir semakin mencengkram, semakin kuat ledakan dan daya
rusaknya, karena nampaknya dalam jurus Ciu Sian Cap Pik Ciang, selingan
penggunaan pukulan petir sudah dituntaskan pada tingkatan ketujuh meski belum
sempurna benar.
Sementara Sian Eng Sin Kun juga sudah dimainkan sampai pada puncak
penggunaannya oleh Sian Eng Cu. Akibatnya penonton harus semakin menjauh dan
menjaga jarak, selain angin pukulan yang menusuk, juga menghindari perbawa yang
lebih merusak karena tekanan tenaga batin yang menyertai pukulan-pukulan tersebut.
Bukan hanya telinga dan mata yang sakit dengan kecepatan gerak dan sambaran
petir, tetapi juga efek dari ledakan-ledakan petir memang mengerikan.
Pada puncak penggunaan kedua ilmu tersebut, nampak Ciu Sian bergerak semakin
lamban, terhuyung-huyung dan dikejar-kejar bayangan Sian Eng Cu. Sementara Sian
Eng Cu sudah tidak kelihatan bayangannya mengelilingi Ciu Sian, tetapi benturan
sudah makin jarang terjadi, nampaknya angin pukulan yang dimanfaatkan oleh
masing-masing untuk memenangkan pertandingan.
Lingkaran pertarungan semakin meluas, penonton semakin menjauh kecuali Jin Siam
tojin dan Ci Hong Tojin. Sementara itu nampaknya kedua bayangan tersebut semakin
samar, Ciu Sian terhalang oleh petir yang mengelilingi tubuhnya, sementara Sian Eng
Cu terus mengelilinginya bagaikan bayangan maut yang mengintai nyawanya.
Tetapi, seperti yang sudah-sudah, nampaknya tidak akan ada yang sanggup dengan
telak memenangkan pertempuran, keduanya sadar akan hal tersebut, tetapi sudah sulit
untuk menahan diri. Sebab siapa yang duluan menarik hawa pukulan akan menderita
kerugian yang tidak kecil.
Akibatnya keduanya saling melibas dan saling melibat tanpa kemampuan lagi untuk
memisahkan diri, bila memaksakan diri justru merugikan, tapi jika diteruskan, juga
hampir dipastikan keduanya akan terluka sangat parah.
Keadaan menjadi sangat mengkhawatirkan bagi keduanya, dan nampak Jin Siam
Tojin juga mulai merasa khawatir. Tetapi, dia sadar bahwa dia tidak berkemampuan
untuk menghentikan mereka. Karena untuk menghentikan pertempuran ini,
dibutuhkan kesaktian yang melampui kedua orang yang sedang bertanding itu.
Dalam keadaan yang sangat genting bagi keduanya, karena bisa dipastikan keduanya
akan segera menderita luka dalam akibat pengerahan tenaga sampai pada puncaknya
dan telah saling melibat, tiba-tiba berhembus angin pukulan yang luar biasa hebatnya.
Tenaga lembut menggempur Ciu Sian Sin Kay sehingga terpental kebelakang,
sementara tenaga keras mendorong Sian Eng Cu ke belakang, tetapi keduanya tidak
terluka. Mata tajam keduanya hanya sanggup dan sempat melihat sesosok bayangan
berkelabat cepat dan kemudian menghilang dibalik gunung dengan memondong
seorang anak kecil, nampaknya perempuan.
Tetapi, baik Jin Siam maupun Sian Eng Cu mendapatkan bisikan mendenging di
telinganya: "Berjaga di Bu Tong Pay, jangan tinggalkan Gunung, bangunkan Suheng kalian dari
semedinya. Tunjukkan tanda ini (tiba-tiba di tangan keduanya sudah ada bunga seruni
kecil, pengenal guru mereka). Kalian berdua temui aku di belakang gunung, jangan
katakan kepada siapapun aku di belakang gunung, termasuk jangan kepada
Ciangbunjin".
"Luar biasa, kekuatan seperti ini hanya mungkin dimiliki generasi guru kita Li Koan"
desis Ciu Sian Sin Kay setelah menyadari bahwa ada orang yang bisa memisahkan
mereka dalam puncak pertarungan mereka barusan.
"Benar, jika bukan Kiong Locianpwe yang menolong kita, kemungkinan adalah Suhu
sendiri. Aku terdorong oleh kekuatan yang kang yang luar biasa besar, yang bisa
melakukannya hanyalah Kiong Locianpwee"
"Tapi aku terdorong oleh tenaga im kang, yang hanya mungkin dilakukan Kiang
Locianpwee atau Wie Locianpwee" Ciu Sian Sin Kay menarik nafas dengan tetap
menduga-duga, siapa gerangan yang menolong mereka".
"Masih adakah tokoh misterius lainnya yang menyamai kekuatan 4 manusia dewa
rimba persilatan?" Jin Siam menengahi, tentu dengan berusaha untuk menyamarkan
bahwa gurunya sudah muncul dan tepat seperti dugaannya, sutenya muncul bukan
tanpa alasan. Nampaknya memang muncul bersamaan atau setidaknya mendahului guru mereka di
Bu Tong Pay. Ada apakah gerangan" Adakah sesuatu yang hebat akan terjadi"
======================
Ciu Sian Sin Kay tidaklah berlama-lama di Bu Tong Pay, dengan didampingi oleh Jin
Siam Tojin dan Sian Eng Cu, dia mendiskusikan apa yang dipercakapkannya dengan
Kiang Hong di Markas Besar Kay Pang.
Dan nampaknya, Bu Tong Pay sudah sangat tanggap dengan keadaan terakhir dunia
persilatan, bahkan mendukung penuh langkah yang diupayakan oleh Kiang Hong,
yakni memperkuat Gunung (Bu Tong) dan kemudian mencoba menghubungi Lam
Hay Bun untuk menjernihkan keadaan.
Mengenai perjalanan ke Lam Hay Bun, nampaknya Bu Tong Pay agak kesulitan
menetapkan tokoh yang bisa mendampingi Kiang Hong dan Ciu Sian Sin Kay.
Terutama karena Kay Pang telah mengerahkan sesepuh sekelas Ciu Sian, sehingga
harusnya dari Bu Tong Pay juga adalah tokoh yang sejajar dengan Ciu Sian.
Dan saat itu, harusnya Sian Eng Cu atau Jin Siam yang tepat untuk menemani
mereka, tetapi baik Jin Siam maupun Sian Eng Cu, nampaknya berkeberatan untuk
menemani rombongan ke Lam Hay. Terutama karena keduanya menyadari bahwa
Guru mereka secara tiba-tiba balik ke Bu Tong San dan maknanya tentu tidaklah
biasa, pastilah dengan alasan yang luar biasa.
Karena itulah akhirnya Ci Hong Tojin akhirnya menugaskan wakil Ciangbunjin,
seorang pendeta tua seangkatan dengannya yakni Ci Siong Tojin, yang masih
terhitung sutenya untuk menemani Ciu Sian Sin Kay dan Kiang Hong menuju Lam
Hay. Yang aneh, Bu Tong Pay tidaklah sangat antusias untuk menemukan Pedang Bunga
Seruni. Kendatipun kehilangan itu sangat memalukan mereka. Bahkan dalam
percakapan dengan Ciu Sian Sin Kay, tidaklah terkesan Bu Tong Pay ngotot mencari
Pedang Pusaka tersebut (Belakangan diketahui karena Wie Tiong Lan telah
membisiki murid2nya bahwa sudah ada yang akan bertugas mendapatkan kembali
Pedang tersebut).
Ciu Sian Sin Kay masih tinggal selama 2 hari di Gunung Bu Tong San, bercakap
banyak dengan Jin Siam serta juga dengan Ciangbunjin Bu Tong Pay, bahkan juga
mendiskusikan Ilmu Silat dengan Sian Eng Cu.
Baru setelah banyak bercakap dengan Jin Siam Tojin serta juga dengan Ciangbunjin
Bu Tong Pay mengenai rencana menjaga perdamaian di Dunia Persilatan, akhirnya
kemudian pada hari ketiga Ciu Sian Sin Kay meninggalkan Bu Tong Pay dan bersama
Ci Siong Tojin.
Mereka kemudian berjalan menuju selatan untuk bergabung dengan Kiang Hong dan
rombongan dari Lembah Pualam Hijau. Dan nampaknya perjalanan mereka, Kiang
Hong dan rombongan, Ciu Sian Sin Kay, Ci Siong Tojin dan Kong Hian Hwesio yang
menantang bahaya menuju Lam Hay, adalah perjalanan mereka yang terakhir.
Perjalanan mereka ke Selatan juga menandai dan mengawali puncak kekisruhan
dunia persilatan. Karena mereka kemudian tidak pernah sampai ke Lam Hay Bun,
tetapi juga tidak ketahuan jejaknya di Tionggoan. Dan untuk waktu yang lama tokohtokoh
ini malah menghilang tak tentu rimbanya. Peristiwa tersebut, memukul sendi
utama dunia persilatan di Tionggoan.
Kepanikan melanda banyak pihak. Dan bahkan rasa aman akibat tampilnya ke-4
Perkumpulan Silat utama tersebut menjadi sirna berganti rasa takut dan rasa seram.
Karena ternyata perusuh dunia persilatan kali ini sungguh sangat mesterius, bergerak
di kegelapan dan bahkan sanggup mencelakai tokoh tokoh utama rimba persilatan
dewasa itu. Jika para tokoh utama yang diandalkan masih bisa dicelakai, bagaimana pula dengan
yang lainnya"
Perjalanan yang tak pernah diketahui apakah dilakukan atau tidak, sampaikah mereka
ke Lam Hay Bun atau tidak, dimana jejak tokoh-tokoh itu jadinya, bagaimana nasib
dunia persilatan kelak" Merupakan pertanyaan pertanyaan yang untuk waktu yang
sangat lama menjadi misteri dunia persilatan.
Dan akibat misteri ini, dunia persilatan kehilangan pegangan. Kekisruhan semakin
menjadi-jadi dan mulailah kelompok misterius yang awalnya bergerak dibalik
samaran, jadi bergerak semakin berterang. Mereka yang membangkang, siapa saja,
apakah perguruan silat, perusahaan ekspedisi, perkumpulan atau apapun, akan dengan
cepat dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan mereka.
Bersamaan dengan itu, nama besar 4 Perguruan Silat terbesar tercoreng atas
hilangnya beberapa tokoh utama Perguruan Silat tersebut pada waktu bersamaan.
Bahkan Kay Pang yang ahli mencari jejak, juga tak mampu mengendus kemana para
tokoh utama itu pergi, atau dimana mereka disembunyikan, atau apakah gerangan
yang menimpa mereka.
Rahasia ini, sama seramnya dengan dunia persilatan yang mulai terang-terangan
dikangkangi para durjana. Empat Perkumpulan Utama kelimpungan, sibuk dengan
urusan dalam masing-masing. Dan juga dipusingkan oleh kehilangan beberapa tokoh
utama mereka masing-masing. Terlebih Lembah Pualam Hijau.
Episode 7: Tampilnya Naga Muda " Membersihkan Kay Pang
Hari itu, memasuki akhir bulan kesembilan, meskipun masih musim rontok, tetapi
udara mulai terasa dingin menggigit. Karena itu, wajar apabila kemudian warung
arak, warung teh ataupun rumah makan menjadi tempat yang sangat digemari orang,
apalagi terutama warung arak.
Pada musim-musim dingin, biasanya warung arak bisa dijejali para pejalan kaki
maupun kaum pengembara dari luar kota. Dan pada hari itu seorang pemuda yang
berwajah tampan dan nampak selalu riang gembira, wajahnya seperti selalu
tersenyum, berbadan sedang sedang memasuki Kota Cin an di lembah Sungai Kuning.
Pemuda itu sendiri nampak aneh, meskipun berpakaian tambal-tambalan ciri khas
pengemis Kay Pang, tetapi pakaian tersebut nampak bersih. Bahkan kulit tubuhnya
juga bersih. Dan nampaknya pemuda berwajah riang dan tampan tersebut langsung
mencari sebuah Warung Arak.
Dan tidak lama berselang, dia nampak sudah duduk dalam warung dan menghadapi
sepoci arak dimejanya.
Hari memang mulai menjelang sore, dan karena itu banyaklah pengunjung warung
arak di kota Cin-an ini. Pemuda Pengemis berwajah riang itu nampak duduk disebuah
sudut, dan tidak henti-hentinya menyebar senyum kepada siapa saja yang
memandangnya. Senyumnya itu memang menghadirkan rasa nyaman dan simpatik bagi siapapun yang
memandangnya. Terlebih dengan menggunakan pakaian pengemis namun yang
bersih, orang mengira bahwa Pemuda berwajah riang itu tentulah tokoh dari Kay
Pang. Tetapi meskipun kesimpatikannya mendatangkan rasa nyaman bagi yang
memandangnya, tetapi tidak sanggup menghilangkan rasa tegang dan rasa takut di
kalangan kaum persilatan yang berada di warung tersebut. Bahkan nampaknya rasa
saling curiga antar para kaum persilatan nampak tersirat dari cara pandang satu
dengan yang lain. Dan hal itu tidak bisa disembunyikan.
Di sebuah meja sudut yang sejajar dengan pemuda pengemis berwajah riang tadi,
duduk empat orang yang dari dandanannya nampaknya adalah kaum rimba persilatan.
Mereka masing-masing membekali diri dengan Pedang, kecuali salah seorang
diantaranya nampak membekal sebuah Golok.
Mereka nampak bercakap-cakap dengan serius, dan sepertinya sedang membahas
keadaan dan kondisi terakhir dunia persilatan. Terdengar mereka kemudian bercakapKoleksi
Kang Zusi cakap seputar keadaan rimba persilatan:
"Tan Hengte, apakah kau orang berpikir bahwa keadaan yang buruk ini sudah tiada


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harapannya lagi?" Seorang yang berwajah brewokan dan berbadan tegar nampak
berbisik sambil bertanya kepada orang yang dia panggil dengan nama she Tan tadi.
"Saudara Si, coba kau bayangkan, bahkan seorang Kiang Bengcu yang sakti
mandraguna lenyap tak ketahuan jejaknya. Kuil Siauw Lim Sie di Siong San
kecolongan kitab pusaka Tay Lo Kim Kong Sin Kiam, Pedang Bunga Seruni bisa
dicolong dari Bu Tong Pay, sementara Kay Pang sendiri berhasil dibelah menjadi 2
aliran yang saling bermusuhan. Apa kau pikir ada perkumpulan lain yang nempil
melawan 4 perkumpulan terbesar ini?" jelas orang yang dipanggil she Tan tersebut.
"Tapi apakah keadaannya memang sudah tak ketulungan lagi" Tanya seorang yang
lain, yang duduk tepat didepan orang she Tan itu. Nampak dari tampangnya dia juga
sangat penasaran.
"Bahkan kekuatan Kun Lun Pay, Tiam Jong Pay, Hoa San Pay, terus menerus
dirongrong untuk menyatakan takluk. Selebihnya, Go Bie Pay bahkan tercerai berai
dan baru mulai seorang penerusnya tampil untuk menyatukan dan menegakkan
kembali Go Bie Pay. Adakah kemungkinan melawan kekuatan kekuatan yang
semakin mencengkeram dunia persilatan sekarang ini", sulit untuk dikatakan"
"Jika demikian, apakah tampaknya keadaan ini akan dibiarkan dan tidak ada lagi
perlawanan?" Tanya si brewok she Si kembali, nampaknya selain penasaran, dia juga
sangat berangasan, tetapi jelas penuh semangat.
"Apakah masih ada kekuatan yang nempil dengan kekuatan yang sekarang begitu
menghadirkan rasa takut itu?" SI orang she Tan, malah balik bertanya kepada kawankawannya.
"Siauw Lim Sie kan masih berdiri, Bu Tong dan Kay Pang juga, Lembah Pualam
Hijau meski menutup diri tapi masih banyak jagonya" tambah Brewok she Si, tetap
penasaran. "Tapi ingat, setengah Kay Pang terutama di bagian utara mereka miliki dan kuasai.
Setelah itu, masih ada juga kekuatan Lam Hay Bun yang mulai memasuki Tionggoan
melalui penguasaan sungai Yang Ce yang nyambung ke laut, belum lagi kabarnya
juga ada jago-jago dari Tang ni (Jepang) yang juga ikut berduyun masuk ke
Tionggoan dan lebih banyak bergabung dengan kelompok perusuh tersebut. Dan
adalagi konon 2 jago dari India yang akan berusaha mencari Kiang Cun Le. Benar,
meskipun mereka tidak bermusuhan dengan kaum persilatan, tetapi lebih condong
bersekutu dengan Lam Hay Bun" jelas si orang she Tan.
"Benar-benar memang sangat runyam jika demikian" keluh seorang yang satu lagi
yang sejak tadi diam saja.
Sementara itu, si pemuda berwajah riang nampak terus dengan santai menikmati
araknya. Meskipun demikian semua percakapan di meja sudut sejajar dengannya
diikutinya dengan saksama.
Bahkan tiada satupun yang terlewatkan oleh telinganya yang sangat tajam itu. Tetapi,
ditutupinya dengan seolah olah terus sibuk dengan makanannya.
Kembali terdengar si orang she Tan melanjutkan, sambil mengomentari keluhan
kawannya yang terakhir;
"Benar, memang sangat runyam. Bahkan mereka sekarang sudah mulai berani
mengganggu secara langsung dan terang-terangan. Baik terhadap Bu Tong Pay
maupun Siauw Lim Sie"
"Maksudmu?" tanya si Brewok she Si yang malah bertambah penasaran.
Nampak si manusia she Tan menarik nafas masygul dan kemudian menerangkan;
"Sekarang ini, mereka sudah berani berlawanan terang-terangan dengan Bu Tong Pay
dan Siauw Lim Sie. Beberapa bulan lalu, terjadi bentrokan antara Pendeta Kong Hian
Hwesio dengan beberapa tokoh dari kelompok perusuh ini. Begitu juga dengan Bu
Tong Pay, sudah berani mereka tempur secara terang-terangan"
"Benar-benar mereka sudah sangat berani saat ini" keluh orang yang di depan
manusia she Tan itu.
"Ya bahkan konon merekapun membangun kerjasama dengan Kerajaan Cin di
Pakkia (Peking), terutama melalui Patih kerajaan utara itu. Itu juga sebabnya Kay
Pang sekte utara bisa direbut dan terpisahkan dari Kay Pang di bagian Selatan. Dan
dukungan itu jugalah yang membuat kelompok perusuh ini bisa menjadi lebih berani
berhadapan dengan Kay Pang, Siauw Lim Sie dan bahkan Bu Tong Pay dan Lembah
Pualam Hijau"
"Tapi anehnya, menurut selentingan kabar, tidak ada seorangpun yang tahu dimana
sebenarnya markas kelompok ini. Begitu rahasia" sela orang yang di depan she Tan
tadi. "Benar, mereka memang masih tetap misterius, meskipun mereka kini bekerja
terang-terangan. Mereka sudah punya cabang di hampir semua kota besar di Sung
Selatan maupun Cin di utara" papar orang she Tan.
Sedang seru-serunya dan nikmatnya setiap orang menikmati araknya, dan sedang
seru-serunya mereka bercakap-cakap, baik bisik-bisik maupun dengan seuara keras
dan tawa ngakak, tiba-tiba berdesing sebuah piauw.
Dan tepatnya di tengah-tengah warung, di meja paling tengah, telah menancap
sebuah tanda pengenal. Tanda pengenal seekor naga tertera di tengah piauw tersebut.
Dan tidak sampai hitungan 5, hampir semua meja yang memang tidak banyak, sudah
dikosongkan. Semua pengunjung dengan segera membayar rekeningnya dan dengan tergesa-gesa
meninggalkan warung tersebut, termasuk juga 4 orang yang tadinya bicara dengan
bisik-bisik dan suara lirih seputar keadaan dunia persilatan. Tetapi, ke-4 orang dari
dunia persilatan ini nampak rada heran melihat seorang pemuda berjubah pengemis
tapi bersih masih tetap santai dengan araknya.
Bahkan wajahnyapun tetap tersenyum-senyum seperti tidak terjadi satu apapun. Si
Brewok yang terkesan dengan keramahan dan senyum pemuda itu masih sempat
mengingatkan, "Orang muda, tanda pengenal Thian Liong (Naga Langit) sudah muncul, lebih baik
segera menyingkir supaya tidak menjadi korban" katanya sambil bergegas keluar
warung. Dan memang, tidak lama setelah warung itu kosong dengan sangat cepat, muncul 5
orang yang begitu menerobos memasuki warung, segera menyapu keadaan warung
dengan mata beringas. Dan semakin beringas ketika melihat seorang pemuda
menyapa mereka dengan senyuman simpatik. Si Pemuda bersikap seakan tiada
sesuatu yang luar biasa yang sedang terjadi.
Tetapi senyuman itu ternyata tidak cukup ampuh melunakkan hati kelima orang
beringas itu. Malah sebaliknya.
"He kongcu miskin, apakah engkau tidak melihat tanda pengenal Thian Liong itu?"
Tanya seorang dari kelima orang beringas itu
Si pemuda memandang sebentar kepada si penanya yang bersikap beringas itu, dan
menyahut: "Ach, mataku khan belum buta, jadi jelas kulihat" jawab si pemuda tetapi tetap
dengan senyum. "Apakah kau tahu arti dari tanda tersebut" seorang yang lain dari kelima pendatang
beringas itu bertanya berang.
"Tidak, bisa tuan jelaskan?" tanya si pemuda santai
"Dimana tanda pengenal thian liong muncul, maka siapapun dilarang untuk berada di
dekatnya" "Maaf, tapi aku belum tahu. Dan karena kebetulan warung ini sudah kosong, silahkan
kalian menempati kursi-kursi yang kosong saja, rasanya tidak enak minum arak
sendirian" si pemuda tetap santai dan senyum
"Kurang ajar, kamu belum mengenal Thian Liong rupanya?" seorang dari 5
pendatang beringas itu bertanya, tetapi sekaligus sudah langsung menyerang dengan
sebuah tepukan kearah bahu kanan si pemuda.
Tapi si pemuda seperti tidak sadar dan tetap melanjutkan menunjuk-nunjuk kursi
kosong yang tersedia di ruangan warung tersebut. Tetapi, gerak-gerak menunjuk
sembarangan itu sudah mampu membuat tepukan si orang beringas luput.
Bahkan ketika melanjutkan tepukan menjadi pukulanpun, dengan gaya seakan sudah
waktunya duduk di kursi, pukulan itupun luput dengan sendirinya. Bahkan si pemuda
menunjukkan wajah seakan tidak tahu jika dia baru saja diserang 2 kali. Bahkan
kemudian terdengar dia berkata:
"Bagaimana, apakah kalian tidak ingin menggunakan kursi-kursi kosong itu untuk
menikmati arak di sore yang dingin ini?" tanyanya tetap dengan nada biasa, riang
dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya.
Tetapi si penyerang tadi menjadi semakin gusar. Maka sambil menggeram, dia
kemudian melangkah maju untuk menyerang lebih dahsyat lagi. Tetapi belum sempat
pukulan yang lebih dahsyat dikerahkan, tiba-tiba dia merasa seperti ada sebuah tenaga
yang menahannya untuk bergerak lebih jauh.
Bahkan kemudian tenaga yang menahannya itu, diiringi dengan kumandang sebuah
suara bentakan. "Tahan", dan dipintu masuk sudah berdiri dengan keren seorang yang
bertubuh besar dan kekar. Orang itu berjubah hitam dan nampak gagah menyeramkan.
Sementara di belakangnya, juga berdiri 3 orang lain yang berdandanan hampir sama.
Hanya saja, mereka memiliki perbawa yang kurang dibanding orang yang didepan
mereka. Jelas bahwa orang yang berwibawa dan berteriak menahan serangan tadi
adalah pemimpin para pendatang yang baru tiba itu.
"Jit Hui Houw (Tujuh Harimau Terbang), kalian harus lebih sopan melayani sahabat.
Biarkanlah lohu minum-minum arak sebentar dengan anak muda yang perkasa ini" Si
pendatang yang rupanya pemimpin dari rombongan yang ingin menikmati arak ini,
menegur Tujuh Harimau Terbang.
Kebetulan dari ketujuh orang, yang saat itu hadir hanya berlima, karena 2 yang lain
sudah tewas terbunuh dalam tugas-tugas yang dibebankan sebelumnya.
"Baik tancu (pemimpin Cabang)" Seru si penyerang. Nampak jelas dia sangat
menghormat orang yang baru datang itu.
"Kalau begitu, silahkan tancu mengambil tempat di meja tengah saja" Salah seorang
yang nampaknya pemimpin dari Harimau Terbang mempersilahkan si Pemimpin.
Tempat duduk sang tancu, baik kuris maupun meja dibebenahi. Dan kemudian sang
Tancu mengambil tempat duduk di meja tengah ruangan warung arak itu. Setelah itu,
si Pemimpin kemudian duduk dan berpaling kepada si Pemuda riang, dan terdengar
seperti menawarkan:
"Entah saudara muda bersedia menemani lohu untuk menikmati air kata-kata ini
ataukah tidak?" sebuah tawaran yang tentu saja sangat simpatik dan berbeda 180%
dengan Jit Hui Houw yang tinggal lima orang itu.
"Ditawari oleh orang yang lebih tua dan terhormat, sungguh tidak sopan untuk
ditolak" si Pemuda sambil tertawa riang kemudian berjalan dan bergabung bersama si
pemimpin cabang. Dan kemudian dengan tidak canggung dia duduk tepat berhadapan
dengan si pemimpin.
Si pengundang, yang ternyata tancu atau pemimpin cabang daerah Cin an,
memandang kagum si pemuda. Sungguh sportif dan berani, tidak mengenal takut.
"Hahahaha, sungguh seorang yang berani dan selebihnya sangat menghormati orang
tua, kagum, sungguh lohu kagum"
"Sungguh tidak menyenangkan bila menolak undangan orang yang lebih tua dan
terhormat" balas si pemuda.
"Keberanianmu untuk tidak menyingkir dari tempat dimana tanda pengenal Thian
Liong hadir, sungguh mengagumkan" si pemimpin berdesis. Sementara semua Hek
Houw sudah menempati meja di sudut, demikian juga para pengawal si pemimpin
sudah menempati meja di belakang si pemimpin. Tentu mereka memang harus
menjaga keselamatan sang tancu.
"Ach, aku hanya sayang saja, arakku belum habis terus harus ditinggal pergi. Kan
namanya tidak menghormati arak dan tidak menghargai uang yang dibayarkan untuk
arak itu" Si Pemuda riang tetap bicara dengan penuh senyum di wajah.
"Dan apakah kalau tidak salah tecu sedang berhadapan dengan Hek-tiauw Lo-Hiap
(Pendekar Tua Rajawali Hitam) seorang tancu Thian Liong dari Koita Cin an ini"
"Sungguh tajam mata kongcu, sementara lohu malah sama sekali belum
mengenalmu" Si pemimpin sedikit tersentak, tetapi tetap tenang. Toch hanya seorang
muda pemberani, dan nampaknya sedikit membekal kepandaian. Tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. "Apalah artinya nama, tapi bilapun Hek Tiauw Tancu membutuhkan namaku, maka
sebutlah Si-yang-sie-cao, begitu orang-orang memanggilku" si Pemuda riang
akhirnya menyebutkan namanya.
"Hm, kiranya engkau yang disebut orang dengan Si-yang-sie-cao (matahari bersinar
cerah), seorang pengemis muda yang baru-baru ini angkat nama".
"Ach, orang memang mengada-ada . Mungkin karena siauwte senang tersenyum dan
jarang marah, maka kawan-kawan sering menyebut ada matahari diwajahku, jadinya
orang senang berkawan denganku"
"Hebat, hebat, semuda ini sudah angkat nama di kalangan pengemis, sungguh patut
diucapkan selamat dengan secawan arak" Hek Tiauw Tancu mengangkat cawan
menghormati Si-yang-sie-cao. Si Pengemis bermuka riang tentu tergopoh-gopoh
menyambut ucapan selamat berkenalan itu.
Setelah beberapa cangkir arak berpindah ke perut, akhirnya Hek Tiauw berkata
perlahan: "Sungguh senang memiliki sahabat seriang Si-yang-sie-cao. Tetapi sayangnya
peraturan perserikatan kami mengharuskan lohu memberi 2 kemungkinan atau pilihan
kepada kongcu"
Wajah si pengemis yang menyebut panggilannya Si yang sie Cao itu tidak berubah,
tetap riang tetapi dengan heran bertanya:
"maksud tancu?"
"Berlaku aturan di kalangan Thian Liong Pang, bahwa siapa yang telah melihat tanda
pengenal Thian Liong dan tidak menyingkir, maka bagi yang anggota bila tidak
menyambut dengan hormat, akan dihadiahi kematian. Dan bagi yang bukan anggota,
hanya diberikan 2 (dua) pilihan....." Jelas Hek Tiauw Tancu.
"Hm, pilihan apa gerangan tancu?"
"masuk bergabung dengan Thian Liong Pang, atau kalau tidak, dengan terpaksa harus
dilenyapkan alias dibunuh"
"Hahahahaha, sungguh aturan yang aneh. Sayangnya sudah tidak mungkin bagi Siyang-
sie-cao untuk berpindah perguruan"
"Ya, sudah bisa lohu duga. Justru karena itu, pilihan kedua sungguh sangat
memberatkan lohu. Terlebih karena harus bertindak atas orang yang begitu simpatik
semacam kongcu"
"Tidak ada yang perlu disesalkan Tancu. Hanya, bila tidak keberatan, bolehkah
pelaksanaan pilihan kedua itu dilakukan di lain tempat?"
"Tentu, tentu. Bagi orang sesimpatik Kongcu, biarlah lohu banyak memberi
kelonggaran, dan harap tidak disesalkan. Biarlah kita bertemu setengah jam lagi di
pintu utara, lohu percaya kongcu akan datang"
Kedua orang yang membicarakan pilihan mati hidup dan bertarung dalam suasana
persahabatan sungguh sangat mengherankan.
Tentu sungguh aneh. Bagi Hek Tiauw Lo Hiap, pekerjaan membunuh bukan
pekerjaan yang asing. Sebaliknya malah, karena dia sudah banyak dan terlalu sering
membunuh orang. Karena itu, membicarakan pembunuhan dan kematian bukanlah
barang asing dan baru baginya.
Dan dia bisa atau sanggup membicarakannya tanpa perasaan. Tetapi, memang dia
merasa simpatik terhadap Si-yang-sie-cao. Bahkan merasa suasana yang aneh dengan
sikap dan ekspresi bersahabat pemuda pengemis itu.
Tetapi, diapun tidak merasa keberatan untuk melaksanakan kewajiban bagi pelanggar
tanda kepercayaan Thian Liong Pang. Sebuah tanda yang hanya dimiliki petinggi
Thian Liong tingkat Tancu ke atas, dan harus ditegakkan wibawanya. Jika tidak, dia
yang akan kehilangan bukan hanya jabatan, tetapi bahkan kepalanya.
Dan tentu, dia lebih memberatkan kepalanya ketimbang kepala orang lain.
Sementara bagi Si-yang-sie-cao, membicarakan pertarungan dan dibunuh, anehnya
juga seperti sebuah hal yang biasa. Bahkan dia masih menunjukkan rasa humor dan
riang gembiranya. Padahal dia terancam di bunuh oleh Hek Tiauw, seorang tancu
Thian Liong Pang di Cin-an.
Bahkan dengan bantuan 5 orang dari Jit Hui Houw dan 3 orang lain dari Thian Liong
Pang, nampaknya membunuh seorang Si-yang-sie-cao bukanlah perkara yang terlalu
sulit. Setidaknya demikian dalam perhitungan Hek Tiauw. Tetapi sayang, kali ini Hek
Tiauw sudah salah hitung.
Dia mengira Si-yang-sie-cao adalah seorang pengemis muda yang dengan empuk
dapat ditaklukkannya, dihukum dan kemudian dibinasakannya seusai aturan
perkumpulan. Dia menyangka bahwa anak muda atau pengemis muda ini terlampau
dibesar-besarkan namanya pada 2 bulan terakhir ini.
Dia sama sekali buta dengan latar lain dari pengemis muda riang gembira ini. Dan
kesalahannya, dia tidak pernah berusaha menyelidiki latar belakang pemuda ini. Jika
dia tahu, dia akan berpikir seribu kali untuk mengganggunya. Setidaknya dengan
kekuatan yang terkesan pas-pasan.
Hek Tiauw Lo Hiap adalah seorang pendekar tua yang berdiri bebas, bisa melakukan
kejahatan dan bisa pula melakukan kebaikan. Perbuatannya sering didasarkan atas
mood atau suasana hatinya. Kebetulan, moodnya sedang bagus ketika bertemu Siyang-
sie-cao, karena itu dia suka bergurau dan banyak bercakap.
Selain, memang Si-yang-sie-cao sendiri orang yang supel, pandai bergaul dan
memiliki kemampuan menarik simpati orang lain melalui senyum dan gaya bicaranya.
Dan sekarang, keduanya berdiri berhadapan karena Hek Tiauw memang harus
menegakkan wibawa perkumpulannya, dan Si-yang-sie-cao tentu tidak ingin mati
konyol. Anehnya, ketika akan membuka pertarungan, keduanya masih dalam suasana
bersahabat. Wajah penuh senyum Si yang sie Cao masih belum hilang dari wajahnya.
Wajah Hek Tiauw juga tidak diliput bara dan amarah untuk membinasakan lawan.
Sungguh suasana yang kontras dan membingungkan.
"Haiit", Hek Tiauw Lo Hiap akhirnya memutuskan membuka serangan, dan sesuai
dengan namanya jurus andalannya adalah Hek Tiauw Kun Hoat. Nampaknya dalam


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertarung dia tidak mengenal basa-basi, begitu menyerang langsung ingin
menamatkan riwayat mangsanya.
Cakar-cakar yang nampak menyeramkan ditambah dengan jubah hitamnya membuat
gerakan Hek Tiauw jadi nampak mengerikan. Tangannya bergerak cepat, terulur pesat
untuk mencengkram peipis kanan si anak muda. Tetapi sayang, yang dihadapinya kali
ini adalah seorang Pengemis Muda yang sakti.
Dengan langkah-langkah santai, Si-yang-sie-cao menghindari semua serangan yang
dilakukan Hek Tiauw. Bahkan kibasan lengannya beberapa kali menghalau seranganserangan
Hek Tiauw bila datang terlampau dekat. Dan bahkan pada kibasan ketiga,
terjadi benturan yang cukup keras:
"Blaar, desss" Hek Tiauw terdorong ke belakang, sementara Si-yang-sie-cao tetap
tersenyum ditempatnya.
"Sudahlah Tancu, perkelahian ini tidak ada gunanya" desis Si-yang-sie-cao yang juga
sebenarnya merasa sayang kepada Hek Tiauw. Tetapi Hek Tiauw Lo Hiap mana mau
terima, dia malah menyerangnya semakin ganas, semakin cepat dan semakin
berbahaya. Beberapa kali cakar rajawalinya menyambar dan berusaha menjangkau tempat
tempat mematikan ditubuhnya. Serangannya menjadi lebih berisi dan lebih
mengerikan. Sementara Si-yang-sie-cao masih melawannya dengan santai, terkadang
menangkis pukulan dan terkadang menghindarinya.
Dari benturan tenaga, dia segera mengerti bahwa Hek Tiauw masih dibawahnya,
masih jauh malah. Sementara soal kegesitan dan ginkang, apalagi. Karena itu Si-yangsie-
cao paham bahwa tidak perlu dia mengeluarkan ilmu-ilmu ampuhnya untuk
mengalahkan Hek Tiauw.
Kemanapun arah dan sasaran amukan Hek Tiauw dengan mudahnya dipunahkan Siyang-
sie-cao, bahkan beberapa kali Hek Tiauw terseret oleh gerakan menyedot yang
dilakukannya. Menyadari bahwa dia sulit menang, akhirnya Hek Tiauw yang tadinya optimist
menjadi khawatir dan terkejut. Meski dia menduga Si-yang-sie-cao memiliki
kepandaian, tetapi diluar sangkanya jika kepandaiannya ternyata bahkan jauh
melampaui dirinya sendiri.
Setelah mengeluarkan banyak kepandaian andalannya, Si-yang-sie-cao nampak
masih santai-santai saja. Bahkan anak muda itu, belum sekalipun menyerangnya
dengan sungguh-sungguh. Karena itu, watak kependekarannya sirna dan dengan keras
dia memerintahkan anak buahnya untuk maju mengeroyok.
Tidak tanggung-tanggung, kali ini baik 5 orang sisa dari Jit Hui Houw dan 3 orang
lain pengawalnya maju menyerang dengan pedang dan golok. Begitu mengepung Siyang-
sie-cao, langsung mereka menghujaninya dengan gempuran dan serangan, baik
dengan tangan kosong maupun dengan senjata tajam.
Si-yang-sie-cao menyadari keadaan berbahaya, karena itu dengan cepat tangannya
menggait sebuah ranting pohon dan memainkannya secara lihai. Semua serangan
lawan dengan sangat mudah dipunahkannya, bahkan beberapa dari pengeroyoknya
menerima lecutan ranting kayu ditangan yang segera terasa pedih.
"Tah Kauw Pang Hoat Kay Pang" berdesis Hek Tiauw khawatir. Benar saja, tidak
sanggup mereka bersembilan untuk menembus permainan ranting Si-yang-sie-cao,
ranting itu seperti berada dimana-mana.
Bahkan ranting itu tidak putus ditabas pedang, sebaliknya malah mementalkan
pedang dan membuat tangan pemegangnya menjadi perih. Untungnya Si-yang-sie-cao
tidak menganggap mereka musuh besar. Karena itu dia tidak berniat menjatuhkan
tangan keras atas orang-orang ini.
Tetapi, kekesalan karena mengusir banyak orang dari warung tetap dijadikan alasan
untuk menghukum kelompok takabur ini. Terlebih terhadap 5 Harimau yang rada
kurangajar itu. Setelah bergerak dengan cepat beberapa kali, tiba-tiba terdengar
lengkingan dari mulut Si-yang-sie-cao, diiringi gerakan yang cepat, dia kemudian
memutar ranting di tangannya, dan beberapa saat kemudian semua senjata tajam di
tangan 5 orang Hui Houw dan 2 pedang di tangan pengawal Hek Tiauw melayang
entah kemana. Bahkan tidak lama kemudian, terdengar bunyi "duk, duk", dan Hek Tiuaw serta
pengawal yang satu lagi tergetar mundur sambil mendekap dada yang terkena
sodokan Si-yang-sie-cao. Bahkan, kelima harimau beringas itu sudah terduduk karena
terkena gempuran si anak muda.
Nampaknya mereka terluka. Semua lawannya diberi persenan yang berbeda-beda.
Dan setelah itu, semuanya hanya sempat mendengar suara Si-yang-sie-cao.
"Lain kali, jangan tunjukkan kegarangan kalian di hadapan Si-yang-sie-cao. Kali ini
aku tidak sedang muram dan banyak kerjaan, biarlah gebukan kali ini menjadi
peringatan bagi kalian".
Begitu lenyap suara itu, Si-yang-sie-cao pun lenyap dari pandangan mereka. Begitu
cepat anak muda itu bergerak dan bagaikan menghilang dari hadapan mereka. Berita
munculnya seorang pengemis muda bernama Si yang sie Cao dengan cepat menyebar
di Cin an, bukan hanya kaum pengemis yang sibuk, tetapi Thian Liong Pang juga
menjadi sibuk. Karena mereka sudah dipermalukan si anak muda.
===================
"Anak muda awas" Sebuah serangan tiba-tiba mencegat Si-yang-sie-cao, si pengemis
muda. Tapi karena si penyerang memperingatkan Si-yang-sie-cao terlebih dahulu.
Karena itu si anak muda masih mampu mengantisipasi serangan dengan baik.
"Blar", terdengar benturan tangan yang keras terjadi. Si-yang-sie-cao si anak muda
segera maklum lawan kali ini jauh lebih kuat dari rombongan tancu Than Liong yang
dihadapinya barusan.
Dan sekarang dihadapannya berdiri seorang yang nampaknya tidak terlalu besar,
malah agak kurus. Orang ini memiliki suara yang agak melengking nyaring, tetapi
tubuhnya diselubungi dengan kain hitam, kecuali bagian wajahnya.
Si-yang-sie-cao terkesiap melihat wajah dan kepala yang riap-riapan seperti tak
terurus dari penyerangnya. Tetapi dia tidak memiliki waktu yang lama untuk meneliti
lebih detail karena si penyerang kembali menghantamnya. Kali ini malah lebih berat,
karena itu dia tidak berani main-main lagi. Secepat penyerangnya bergerak, secepat
itu pula dia bereaksi.
Dan karena menyadari penyerangnya kali ini lebih hebat, maka kali ini dia
memutuskan menyambut keras lawan keras.
"Duar", kembali terjadi benturan keras. Si-yang-sie-cao yang telah mengerahkan
setengah bagian tenaganya merasa bahwa tenaga penyerangnya cukup mampu
mempengaruhinya. Terlebih ketika kemudian benturan demi benturan terjadi, dan
diapun terpaksa menambah tenaganya sampai 6 bagian.
Tetapi, semakin lama dia diserang dan menyerang, segera nampak keanehan dari
gerakan lawannya. Terutama ketika dengan terpaksa dia terus menyerang lawannya
dengan jurus-jurus ampuh dari Tah Kauw Pang Hoat, unsur-unsur pergerakan yang
sama juga dilakukan oleh lawannya.
Lama-kelamaan diapun maklum bahwa lawannya tidak berniat melukainya. Tetapi
juga belum berniat menghentikan penyerangan, bahkan kemudian mainkan Hang
Liong Sip Pat Ciang yang juga dikenalnya baik. Akhirnya serang menyerang terjadi,
karena menggunakan 2 ilmu yang sama, perkelahianpun terkesan menjadi sebuah
latihan. Kematangan nampak ditunjukkan oleh si penyerang, tetapi variasi dan pengenalan
kedalaman ilmu justru ditunjukkan oleh Si-yang-sie-cao si anak muda. Berganti-ganti
Tah Kauw Pang Hoat dan Hang Liong Sip Pat Ciang dimainkan oleh si penyerang
dengan hebat. Tetapi tetap tidak mampu mengalahkan Si-yang-sie-cao yang juga menggunakan
ilmu yang sama. Akhirnya si penyerang tertawa, tawa yang khas, dan kemudian
menghentikan gerakannya sambil berkata;
"Dari tokoh Kay Pang mana engkau memperoleh kepandaianmu" Tanya si penyerang
sambil melepas jubah hitamnya. Dan tampaklah pakaian sebenarnya yang merupakan
pakaian pengemis penuh tambalan dan nampak sangat dekil.
"Memberi hormat kepada sesepuh Kaypang" Ujar Si-yang-sie-cao yang kemudian
memberi hormat bahkan kemudian bersujud. Karena dia sadar di hadapannya adalahs
eorang tokoh Kay Pang. Dan memang, dia sedang berhadapan dengan si Pengemis
yang ternyata adalah Pengemis Tawa Gila, Hu Pangcu Bagian Luar dari Kay Pang.
Seorang yang menerima tugas khusus dari Kay Pang Pangcu, sebelum sang Pangcu
menghilang. "Hm, siapakah engkau, dan dari siapa kamu belajar" Tanya si Pengemis Tawa Gila.
"Siauwte Tek Hoat, she Liang, memberi hormat kepada Hu Pangcu, sekaligus
penolong tecu dan adik tecu" Sahut Si-yang-sie-cao yang ternyata adalah Liang Tek
Hoat. Tentu pembaca masih ingat sepasang anak Pangeran Liang Tek Hong yang
diselamatkan Pengemis Tawa Gila waktu kecil, tetapi yang kemudian menghilang.
Peristiwa yang membuat Pengemis Tawa Gila dan Kong Hian Hwesio dari Siauw Lim
Sie kalang kabut.
Dan anehnya, ketika dicari tidak diketemukan, tetapi ketika tidak dicari malah nongol
sendiri. Sebuah kejutan bagi Pengemis Gila Tawa.
"Hahahahahaha, dicari tidak kedapatan, tidak dicari malah muncul sendiri. Mari
bangunlah anak muda" Si Pengemis Tawa Gila sambil tertawa, tawa khasnya,
kemudian mendekati Tek Hoat sambil membimbingnya berdiri.
"Luar biasa, kamu segagah ayahmu, malah lebih hebat lagi dengan kepandaianmu
itu. Tapi, siapakah gurumu, apakah sesepuh Ciu Sian yang pemabuk" Dimana pula
adikmu sekarang ini, dan sudahkah engkau menemui orang tuamu?" Banyak sekali
pertanyaan si Pengemis.
Terlebih karena dia kagum melihat Tek Hoat yang sudah bahkan melampaui
kemampuannya. Dan juga mengagumi watak gagahnya yang tidak turun tangan kejam
atas kawanan Thian Liong Pang tadi waktu diintipnya.
"Kepada Hu Pangcu, biarlah tecu berterus terang. Suhu Kiong Siang Han
mengangkatku menjadi murid penutup, dan .... eh, Hu Pangcu, kau" Tek Hoat
kebingungan, karena ketika menyebut gurunya adalah Kiong Siang Han, Pengemis
Tawa Gila justru menjura memberi hormat kepadanya sambil berkata:
"Maaf, lohu salah melihat sesepuh Pang kita"
"Ach, dengarlah dulu Hu Pangcu, suhu mengangkatku menjadi murid penutup dan
meminta segera membantu Kay Pang. Siauwte diminta membantu sebagai anggota
Kay Pang dan mendengarkan perintah Pangcu dan Hu Pangcu. Dan sekali-kali tidak
boleh menempatkan diri sebagai sesepuh seperti Suheng Ciu Sian dan Sai Cu Lo Kay.
Bahkan suhu meminta tecu mencari Hu Pangcu untuk berangkat ke utara, karena
menurut suhu yang paling paham keadaan di utara adalah Hu Pangcu".
"Ach, bila Hiongcu Kiu Ci Sin Kay locianpwe masih hidup dan mengutusmu, tentu
dia sudah menyiapkan segalanya. Tapi, di markas besar kita hanya tertinggal Sai Cu
Lo Kay, bersama Hu Pangcu bagian dalam. Padahal sementara ini, para pengganas
semakin berani menyerbu kita, juga menyerbu baik Bu Tong Pay, Lembah Pualam
Hijau dan Siauw Lim Sie"
"Jangan khawatir Hu Pangcu, suhu sudah mengirim Cap It Sin Kay (11 Pengemis
Sakti) suheng, yang dilatih khusus selama lebih 10 tahun oleh suhu untuk menjaga
Markas kita" menjelaskan Tek Hoat yang ternyata selama beberapa bulan berkelana
sudah dinamai kaum persilatan dengan nama yang bagus Si cang sie Cao.
Mendengar penjelasan Tek Hoat, nampak berseri wajah Hu Pangcu Pengemis Gila
Tawa. Dia bisa memastikan bahwa ke-11 Pengemis Sakti gemblengan sesepuhnya,
sudah pasti bukan tong kosong tak berguna.
"Baiklah, jika demikian kita tuntaskan urusan di Cin-an ini, kemudian kita menuju ke
Utara" katanya dengan bersemangat.
Tidak terasa hampir 10 tahun sudah berlalu. Terhitung sejak Tek Hoat bersama 4
anak lainnya diangkat dari sungai yang sedang meluap oleh 4 tokoh gaib pada masa
itu. Liang Tek Hoat yang dibawa pergi oleh Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay, sudah
tumbuh menjadi pemuda berusia hampir 18 tahun setelah selama 9 tahun digembleng
hebat oleh Kiu Ci Sin Kay. Murid penutup ini, yakni Liang Tek Hoat, bahkan
menerima warisan seluruh kepandaian Sin Kay secara lengkap.
Apalagi karena memang dia sengaja disiapkan menjadi pewarisnya melawan murid 3
tokoh gaib lainnya. Selain disiapkan untuk mengatasi badai dunia persilatan yang
sejak 10 tahun sebelumnya tanda-tandanya sudah ditemukan dan diantisipasi olehnya
bersama rekan seangkatannya.
Sebagai tokoh tertua dari 4 tokoh gaib Tionggoan yang sudah berusia di atas 100
tahun, Kiu Ci Sin Kay menggembleng Tek Hoat habis-habisan. Dan dia sungguh
bangga karena muridnya memiliki bakat yang sangat baik, bahkan melebihi ke-2
muridnya terdahulu.
Lebih dari itu, Tek Hoat bahkan memiliki kepandaian bu dan bun pada saat
diambilnya sebagai murid. Sejak menjadi muridnya 9 tahun lalu, Tek Hoat sudah
dilatih menghimpun tenaga sakti melalui siulian. Kemudian bahkan melalui
pengetahuan akan benda-benda sakti dan mujarab, Kiu Ci Sin Kay membantu
pemupukan tenaga dalam muridnya.
Tidak heran, bila dalam waktu 7 tahun pertama saja, dia sudah sanggup mengimbangi
dan bahkan mengalahkan 11 Pengemis Sakti yang dilatih khusus oleh Sin Kay ini
untuk menyelamatkan Kay Pang.
Pengemis Sakti ini tidak keberatan, dan malah bersemangat memburu benda-benda
berkhasiat tinggi hingga ke Gunung Kun Lun San dan Himalaya. Semua dilakukannya
hanya untuk memperkuat tulang-tulang Tek Hoat dan meningkatkan kemampuan
tenaga sinkangnya.
Dia memburu ular api berusia ribuan tahun, memburu jinsom pengganti tulang dan
darah dan bahkan memburu ikan ajaib berjambul merah api di hulu sungai Yang Ce.
Tapi dari semua benda ajaib yang diburunya, dia hanya berhasil menemukan Ular Api
berusia 1000 tahun setelah sebulan lebih menungguinya di sebuah goa di pegunungan
Himalaya. Khasiat ular sakti itulah yang membuat Tek Hoat menjadi kebal racun dan bahkan
kemudian meningkatkan kemampuan tenaga dalamnya secara ajaib. Ular aneh ini,
hanya dikenali oleh orang-orang aneh pula. Di ketinggian yang membekukan, gua
ular ini malah tidak terdapat es, karena bisa dicairkan oleh hawa panas dari tubuh ular
itu. Padahal panjangnya cuma 1,5 meter belaka. Tetapi warnanya merah api dan sungguh
menyeramkan. Dengan meminum darah ular api dan memakan dagingnya, Tek Hoat
seperti mendapatkan kekuatan tenaga hasil latihan 30 tahun, seusai ular itu darah dan
dagingnya diramu oleh gurunya secara khusus.
Pada saat itu usianya baru menginjak 15 tahun, dan memang ramuan itu sengaja
disiapkan baginya untuk mewarisi kepandaian khusus Kiu Ci Sin Kay dengan
Sinkang yang memadai. Sejak meminum khasiat ular api itu, selama sebulan lebih
Tek Hoat berlatih mengendalikan tenaga sakti hasil latihannya.
Dan kemudian membaurkannya dengan khasiat yang ditimbulkan oleh darah ular api.
Sinkang Kiu Ci memang berhawa "yang" atau keras, dan cocok dengan khasiat ular
api yang juga berjenis "yang" berhawa panas dan keras. Saking panasnya, goa sarang
ular ini tidak pernah membeku meski diketinggian yang sudah mampu membekukan
air. Setelah mampu menyatukan dan meleburkan khasiat ular api dengan tenaganya,
maka Tek Hoat baru kemudian dilatih dengan Ilmu Pamungkas Kiu Ci Sin Kay. Baik
Hang Liong Sip Pat Ciang yang juga berjenis "keras", dan juga Ilmu Pukulan
Halilintar atau Pek Lek Sin Jiu yang diciptakannya dan menjadi salah satu ciri
khasnya. Bisa dibayangkan, bahwa memang kakek ini sangat mengasihi dan mengandalkan
murid terakhirnya ini. Usaha keras ini dilakukannya, karena melihat bahwa murid
Kiang Sin Liong telah berbekal lebih dari cukup waktu ditemukan. Luar biasa malah.
Itulah yang memotivasi Kiong Siang Han mencari Ular Api.
Ketika memainkan Hang Liong Sip Pat Ciang, Tah Kauw Pang dan Pek Lek Sin Jiu,
Tek Hoatpun bingung dan ngeri dengan hasil yang dicapainya. Semua meningkat
begitu pesat setelah meminum darah ular itu. Dari tangannya menderu angis keras
yang sangat tajam ketika bermain Hang Liong Sip Pat Ciang.
Sementara Petir menyambar dan meledak serta menghasilkan suara memekakkan
telinga bila dia memainkan Pek Lek Sin Jiu. Selama 6 bulan lebih dia membiasakan
diri memainkan dan mematangkan ilmu-ilmu pusaka Kay Pang tersebut.
Tentu sambil terus menerus memupuk kekuatan dan meningkatkan kemampuannya
dalam latihan Sinkang. Meskipun Kiu Ci Sin Kay masih belum membuka rahasia
percakapan-percakapan dan peleburan ilmu saktinya sebagai pendalaman diskusinya
dengan Kiang Sin Liong.
Karena dia merasa tanpa pengalaman memadai, latih tanding yang cukup, sangat
sulitlah bagi muridnya ini untuk memahinya.
Pada 2 tahun terakhir sebelum diutus turun gunung, Tek Hoat menerima ilmu-ilmu
ciptaan baru dari Kiong Siang Han. Yang pertama adalah penyempurnaan dari Ilmu
Ciu Sian Cap Pik Ciang, Ilmu yang diciptakan muridnya Ciu Sian Sin Kay.
Tetapi ilmu tersebut kemudian disempurnakannya selama 10 tahun terakhir dan
dinamakannya Sin Liong Cap Pik Ciang (Delapan Belas Pukulan Naga Sakti).
Sebagaimana juga ide muridnya Ciu Sian, Kiu Ci Sin Kay memadukan kehebatan
Hang Liong Sip Pat Ciang dengan Pek Lek Sin Jiu, hanya saja dia tidak meniru gerak
langkah Dewa Mabuk, tetapi mengikuti jejak langkah naga sakti.
Perbedaan mendasarnya adalah, bila Ciu Sian Sin Kay menciptakan Lang kah Sakti
Pengemis Mabuk yang cocok dengan dirinya yang suka mabuk, maka Kiu Ci Sin Kay
yang tidak gemar arak menyempurnakan gerak langkah kakinya dalam ilmu Tianliong-
kia-ka" (naga langit menggerakkan kakinya).
Keistimewaan lainnya adalah, dalam jurus ini, juga bisa diselipi dengan Tah Kauw
Pang Hoat apabila lawan yang dihadapi menggunakan senjata, maka yang dipadukan
adalah bisa Hang Liong Sip Pat Ciang dengan Tah Kauw Pang atau Pek Lek Sin Jiu
dengan Tah Kauw Pang.
Gerak Tian-liong-kia-ka" (naga langit menggerakkan kakinya) juga menjadi gerak


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ginkang maha sakti yang ditemukan dan diciptakan Kiu Ci Sin Kay pada masa-masa
tuanya saat menggembleng muridnya yang terakhir.
Ilmu terakhir yang diciptakan tokoh gaib yang sudah tua renta ini adalah Sin-kun
Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti), sebuah Ilmu Silat yang dimaksudkan untuk
menghadapi Kekuatan Sihir. Ilmu ini sebenarnya adalah kembangan dan ciptaan baru
sebagai hasil percakapan dengan Kiang Sin Liong yang menciptakan Soan Hong Sin
Ciang yang dibarengi kekuatan Batin.
Karena itu, selama 2 tahun terakhir, dengan meningkatnya kekuatan Sinkang Tek
Hoat, diapun mulai melatih kekuatan batin dan kekuatan sinkangnya secara
bersamaan. Kekuatan Batin sangat ditentukan oleh kekuatan Iweekang.
Semakin kuat kekuatan Iweekang, maka kekuatan batin dan mental juga dapat
meningkat tajam. Sementara bagi Tek Hoat, dengan meminum darah ular api,
kemajuannya dalam latihan Sinkang bagaikan meluncurnya bola salju, sungguh luar
biasa. Tetapi, kepada Tek Hoat, juga dipesankan bahwa penguasaan sempurna atas ilmu Sin
Kun Hoat Lek akan tergantung kemampuannya memadukan kekuatan "Yang" dan
"Im". Kesempurnaan Sin Kun Hoat Lek yang dimiliki Kiu Ci Sin Kay sangat berbeda
dengan Tek Hoat, karena Kiu Ci Sin Kay sudah mampu memadukan kekuatan Im dan
Yang dalam tenaga saktinya, meski dominan kekuatan Yang, mirip dengan Kiang Sin
Liong yang dominan kekuatan Im.
Setelah menamatkan pelajaran selama lebih kurang 9 tahun, Tek Hoat kemudian
ditugaskan untuk membantu penyelesaian kericuhan di Kay Pang. Bahkan Tek Hoat
dibekali dengan tanda pengenal nomor 1 pada saat itu, yakni Kiam Pai emas, Kiu Ci
Kim Pay. Tanda pengenal Kiong Siang Han yang bisa membuat Tek Hoat bertindak sebagai
Kay Pang Pangcu apabila Pangcu berhalangan. Selain itu, Tek Hoat diminta untuk
meluaskan pengalaman, karena tanpa pengalaman bertanding, maka Ilmu Silat juga
bisa mubazir. Dan sebagaimana janji pertemuan 10 tahun, Tek Hoat juga diharuskan datang ke
Tebing Pertemuan 4 Tokoh Gaib dimana mereka menemukan pewaris masingmasing.
Dan perjalanan Tek Hoat menandai awal dari perjalanan para Naga Muda nan
sakti dalam rimba persilatan Tionggoan yang sedang gonjang-ganjing.
Yang mengherankan dan mengharukan Kiong Siang Han adalah, Tek Hoat sebagai
putera seorang pangeran, ternyata bersedia dan tidak risih berkehidupan sebagai
pengemis. Memilih kehidupan dengan mengikuti keadaan seperti gurunya. Tidak ada
tanda anak itu tertarik kemewahan.
Dan anak itu sangat jelas menunjukkan sikap jantan dan gagah, bahkan sangat
menghormatinya. Itulah sebabnya sang Guru tidak pernah merasa menyesal telah
melakukan banyak hal, malah melampaui apa yang dia lakukan kepada kedua murid
pendahulu. Tetapi kematangan dan kekuatan batin Kiong Siang Han tidak ditampakkan ketika
melepas kepergian muridnya. Tidak ke markas besar Kay Pang, tetapi langsung
disuruh mencari Pengemis Gila Tawa untuk memperoleh informasi lengkap seputar
kericuhan di Utara.
Sementara pada saat bersamaan, diapun melepas dan menugaskan ke 11 Pengemis
Sakti untuk atas namanya menjaga Markas Kay Pang.
================
Malam itu nampak 2 sosok bayangan bergerak cepat mendekati sebuah kuil bobrok
sebelah selatan Kota Cin-an di Propinsi Shantung. Sementara di dalam kuil yang
ternyata merupakan markas Kaipang cabang Cin-an, pusat Kay Pang di Propinsi
Shantung nampaknya sedang diadakan sebuah jamuan makan.
Tetapi yang aneh, jamuan makan di markas Kay Pang, nyaris tidak ada tokoh
pengemis yang berada di meja jamuan. Lebih aneh lagi, ternyata Hek Tiauw Lo Hiap
malah menjadi undangan dalam jamuan makan itu, tidak nampak tokoh-tokoh
pengemis di dalam.
"Hahahaha, kionghi jiwi susiok. Tugas kita mengambil alih Kay Pang cabang Cin-an
nampaknya berjalan sukses" terdengar suara Hek Tiauw.
"Tugas kita di Cin-an boleh dibilang sudah selesai. Tidak ada salahnya kita saling
menyulang untuk sukses yang kita capai" Seorang kakek tinggi kekar dengan wajah
penuh brewok berkata.
"Benar, tidak ada salahnya kita bersenang-senang untuk malam ini" sahut seorang
Kakek lainnya disamping si Brewokan yang dipanggil susiok oleh Hek Tiauw Lo
Hiap. Sementara mereka saling bersulang, kedua bayangan yang mendekati kuil bobrok
tersebut nampak menyebar. Sosok yang lebih tua berpakaian pengemis penuh
tambalan dan dekil, nampak berbelok ke belakang kuil bobrok tanpa mengeluarkan
suara. Sementara pengemis lainnya yang nampak masih muda, dengan gerakan yang lebih
manis hinggap di wuwungan kuil tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Dan tidak
beberapa lama kemudian dia menjadi tertegun dan kaget ketika mendengar
percakapan di meja perjamuan yang tepat berada di bawahnya;
"Untuk selanjutnya, kita harus berusaha memperluas penguasaan Thian Liong Pang
atas cabang-cabang Kay Pang di Selatan ini. Karena itu..." suaranya terputus dan tibatiba
mengayunkan tangannya keatas, sebuah senjata rahasia dengan pesat mengarah
ke tempat dimana si pengemis muda menguping.
Tetapi, dengan cepat dan cekatan, si pengemis mudah sudah berpindah tempat, dan
senjata rahasia yang dilontarkan ke atas tidak mengenai sasaran. Tetapi yang pasti,
suasana di ruangan perjamuan menjadi gaduh.
"Siapa yang begini berani mati menguping percakapan Kay Pang?" Sebuah suara
berat terdengar.
"Sobat, silahkan unjukkan diri, jangan seperti kelompok kaum pengecut yang gemar
bergerak dari kegelapan" sambung suara kakek lainnya.
Tek Hoat secara tidak sengaja lalai, bukan karena mengeluarkan suara di wuwungan
kuil. Tetapi karena menghalangi sinar bulan yang lagi bersinar penuh, tepat di meja
perjamuan depan kedua kakek yang dipanggil susiok oleh Hek Tiauw.
Tahu bahwa kedatangannya sudah konangan, anak muda ini secara tiba-tiba malah
menunjukkan dirinya;
"Hahahaha, selamat berjumpa para locianpwe. Dan kau Hek Tiauw Lo Hiap, ternyata
kau termasuk perusuh Thian Liong Pang yang mau merebut kuasa di Kay Pang. Hm,
pantas tidak kutemukan tokoh-tokoh Kay Pang di Cin-an, rupanya sedang diserang
dari luar" Begitu masuk dan memberi salam, Tek Hoat sudah langsung menegur
orang. Kehadirannya sungguh menggemparkan, membuat banyak orang dalam ruangan mau
tidak mau mengagumi keberanian si anak muda.
"Sungguh berani", desis beberapa orang yang memandang kagum atas keberanian si
anak muda. Hek Tiauw yang memang agak jerih dengan Tek Hoat setelah pertempuran tadi
siang, menjadi lebih berani karena mengandalkan kedua susioknya. Karena itu dengan
tenangnya dia berkata:
"Bila tadi kami gagal menghukummu, maka rasanya belum terlambat bila dilakukan
saat ini" Tek Hoat hanya meliriknya sebentar kemudian terdengar dia berkata dengan suara
jenaka: "Apakah sekarang dengan mengandalkan kedua locianpwe ini kemudian engkau tiba
tiba menjadi berani lagi Hek Tiauw?"
"Kedua susiokku tentu akan mengerahkan kekuatan Kay Pang di Cin-an untuk
membekuk pengemis muda pengganggu macam engkau"
"Hahahahaha, apa kau pastikan Kay Pang di Cin-an akan berani menyerangku?" Tek
Hoat sambil tertawa-tawa gembira.
Sementara Hek Tiauw Lo Hiap dengan wajah mulai kelam dan merasa malu,
memandangnya dengan gemas. Sampai kemudian salah seorang dari kedua susioknya
menyela: "Orang pengemis muda inikah yang kau maksud tidak dapat kalian hukum hari ini"
bertanya si Brewok.
"Iya susiok, ternyata dia sangat tangguh" sahut Hek Tiauw meninggikan Tek Hoat
agar kekalahannya tidak terdengar sangat memalukan.
"Tapi mungkinkah anak ingusan begini menjatuhkanmu yang sudah cukup matang
ilmumu itu?" si Jangkung bertanya, dan jelas dia merasa kurang percaya atas
perkataan Hek Tiauw Lo Hiap.
Kedua susiok Hek Tiauw Lo Hiap ini memang jauh lebih tangguh darinya, bahkan
masih lebih tangguh dari gurunya. Mereka dikenal dengan nama Hek-Pek-Tiauw-tosim
(Rajawali Hitam-Putih Penyambar Jantung), dan sudah lama menebar pengaruh
di sekitar Sungai Kuning.
Keduanya terkenal sebagai tokoh yang lebih dekat dengan dunia hitam dan tidak
jarang merampok orang. Tetapi setelah makin tua dan makin liahy, akhirnya mereka
hidup dari anak murid mereka, termasuk dari Hek Tiauw Lo Hiap yang angin-anginan
dan tidak berpendirian.
Pada akhirnya, mereka semua dengan rela menakluk dan mengabdi kepada Thian
Liong Pang yang terus bertumbuh dan mengepakkan sayapnya nampak berambisi
hingga ke langit. Dan kebetulan ambisi Thian Liong Pang mencocoki selera orangorang
itu. Hek-Tiauw-to-sim (Rajawali Hitam Menyambar Jantung) yang brewokan nampak
lebih temberang dibandingkan Pek-Tiauw-to-sim (Rajawali Putih Menyambar
Jantung) yang agak jangkung. Karena itu, dengan segera dia berkata:
"Jika begitu, biarlah aku mencoba pengemis muda ini".
Tangannya yang berbentuk cakar dengan cepat menyerang pundak Tek Hoat, seakan
ingin meremukkannya dengan sekali terjangan. Tetapi, tidak memalukan Tek Hoat
menjadi pewaris salah satu tokoh gaib rimba persilatan.
Meskipun serangan Hek Tiauw To Sim lebih cepat, lebih kuat dan lebih segalanya
dibanding Hek Tiauw Lo Hiap, tetapi masih belum cukup untuk menggetarkannya.
Dengan langkah ringan satu dua, dia sudah sanggup membebaskan dirinya dari
sergapan Hek Tiauw To Sim, bahkan jika mau bisa mengirimkan serangan balasan.
Bukannya membalas, Tek Hoat kemudian berkata:
"Karena ada kesediaanmu untuk sejenak membimbing Kay Pang di Cin-an, maka
biarlah kuhormati kau orang tua dengan mengalah 3 jurus serangan"
Hek-Tiauw-to-sim menggereng murka dan kembali menerkam, kali ini dengan
kecepatan dan kekuatan yang berlipat. Bahkan dari serangan cakarnya seperti
berhembus angin serangan yang tajam menusuk.
Melihat Hek-Tiauw-to-sim meningkatkan kekuatan dan kecepatannya, Tek Hoat
mulai sedikit nampak serius menghadapinya. Jika sebelumnya dia berayal dalam
bergerak, maka sekarang pada serangan kedua dia tidak berani angin-anginan.
Serangan Hek-Tiauw-to-sim dengan cepat dan manis dielakkannya, bahkan jurus
ketiga yang lebih cepatpun tidak sanggup menggoyahkan dan mendekatinya. Selepas
jurus ketiga itu, bukan lagi gerakan menghindar yang diperagakannya, tetapi sebuah
gerakan dari Hang Liong Sip Pat Ciang, jurus pertama dikeluarkan.
Dengan segera semua serangan Hek-Tiauw-to-sim bisa dibendung, bahkan jurus
balasan dari ilmunya sempat menghadirkan angin ancaman di rusuk sebelah kiri Hek-
Tiauw-to-sim. "Hang Liong Sip Pat Ciang" dengus Hek-Tiauw-to-sim, dan nampak dia menjadi
sedikit gentar.
"Hebat juga kau bisa mengenalinya orang tua" ejek Tek Hoat sambil tersenyum.
Senyum khasnya yang riang dan gembira.
"Karena kalian berani mengusik Kay Pang, maka biarlah jurus ampuh Kay Pang yang
mengajari kalian untuk tidak usilan" tambahnya masih dengan senyum nakal. Sembari
kemudian dikeluarkannya rangkaian ilmu Hang Liong Sip Pat Ciang, sampai jurus
ketiga Hek-Tiauw-to-sim masih mampu mengelak dengan tergesa-gesa.
Tetapi pada jurus serangan ke-4, pahanya terlanggar "Gerakan Ekor Naga Mengibas"
dan segera terdengar "prakkk", pahanya nampak terlanggar keras dan Hek-Tiauw-tosim
terdorong keras hingga terjengkang. Meskipun bisa berdiri kembali, tetapi jelas
sudah sulit baginya melanjutkan pertandingan.
Setidaknya tulang pahanya retak, dan bila memaksakan diri cederanya bisa tambah
parah. Jatuhnya Hek-Tiauw-to-sim mengejutkan Pek-Tiauw-to-sim, orang tertua dari
Perguruan Rajawali Sakti itu. Dengan segera dia maju kedepan, tetapi sambil
mengeluarkan perintah mengepung: "Kepung dia"
Tiba-tiba dari luar ruangan menyerbu banyak anggota Kay Pang. Benar mereka
mengepung orang, tetapi bukannya Tek Hoat yang dikepung, sebaliknya justru Hek
Tiauw Lo Hiap, Hek-Pek Tiauw To Sim dan gerombolannya yang dikepung.
Menjadi lebih mengejutkan karena diantara pengepung nampak tokoh-tokoh Kay
Pang Cin-an yang mereka sekap ikut serta dalam pengepungan itu. Bahkan tidak lama
kemudian disusul dengan masuknya Pengemis Tawa Gila, Hu Pangcu Bagian Luar
dari Kay Pang yang kesaktiannya sudah mereka kenal.
Seketika mereka sadar, bahwa keadaan sudah kasip bagi mereka. Ruangan sudah
dikuasai anggota Kay Pang, dan nampaknya gerombolan mereka yang kurang dari 10
orang yang berjaga diluar, juga sudah dijinakkan oleh Kay Pang. Pada saat itu,
Pengemis Tawa Gila kemudian berkata:
"Para pengacau Kay Pang kami perintahkan menyerahkan diri, jika tidak jangan
salahkan kami Kay Pang bertindak kasar"
"Hahahaha, kami memasuki Kay Pang dengan menggunakan kekuatan. Bila keluar
juga harus menggunakan kekuatan yang sama" Pek Tiauw To Sim bersuara.
"Mungkin anda orang tua beranggapan mampu melewati jurus ke-5 dan ke-6 dari
Hang Liong Sip Pat Ciang, tapi bila jatuh di jurus yang lebih tinggi, maka cacatmu
kelak akan jauh lebih parah dibandingkan dia" Tek Hoat berkata sambil menunjuk
Hek Tiauw To Sim.
Sementara itu, anggota Kay Pang yang mengepung di dalam ruangan setidaknya ada
20an orang, belum yang berada dan bersiaga di luar ruangan, bisa dipastikan lebih
banyak lagi. Pek Tiauw To Sim nampak bergidik membayangkan perbawa Hang Liong Sip Pat
Ciang. Tetapi seorang disamping Hek Tiauw Lo Hiap yang sejak awal berdiam diri
nampak bicara dengan suara dingin:
"Hang Liong Sip Pat Ciang memang hebat, bagaimana bila lohu yang
menghadapinya" desisnya. Meskipun mendesis, tetapi semua orang mendengar
dengan jelas. Pengemis Tawa Gila tercekat, ternyata masih ada seorang tangguh lain
dalam ruangan itu. Ditatapnya orang tersebut, dan dari cirri-cirinya kemudian dia
berkata: "Jika tidak salah, anda adalah salah seorang Lhama pelarian dari Tibet. Hm, tidak
salah dugaan banyak orang bahwa beberapa pelarian lhama di Tibet bersembunyi di
sebuah Organisasi rahasia di Tionggoan"
"Sungguh tajam pengamatan mata Pengemis Tawa Gila" gumam si lhama pelarian
dari Tibet. "Jika demikian, baiklah. Pek Tiauw sudah menantang adu kekuatan untuk
menentukan mereka layak di hukum atau tidak. Silahkan maju bila memang itu yang
dikehendaki. Biarlah Kay Pang menunjukkan bagaimana kejantanannya menghadapi
kalian" "Baiklah, biarlah diawali dariku menantang Pengemis Tawa Gila" Pek Tiauw To Sim
maju meladeni Pengemis Tawa Gila. Dia cukup cerdik, dari pengamatan tadi dia sadar
belum tandingan Tek Hoat. Anak muda itu dengan santai menjatuhkan Hek Tiauw To
Sim. Dengan Pengemis Tawa Gila, meski dia tahu kesaktiannya tetapi masih memiliki
harapan. Padahal, harapan itupun sebenarnya tidaklah tepat. Hu Pangcu bagian luar
yang sedang murka karena Kay Pang diacak-acak meladeni Pek Tiauw To Sim
dengan keras. Pengemis Tawa Gila mempunya keunikannya sendiri, meski tidak sempurna
menguasai Tah Kauw Pang Hoat dan Hang Liong Sip Pat Ciang, tetapi dia
mempunyai ilmu khas yang dinamakannya Pay-san Sin-ciang (Tangan Sakti Menolak
Gunung) dan bahkan menimba ilmu Tertawa mengikuti Sai Cu Ho Kang yang
dipelajarinya dari Kong Hian Hwesio.
Karena marahnya, Pengemis Tawa Gila langsung menghadapi Pek Tiauw dengan Pay
San Sin Ciang yang berat, yang lebih dikuasainya dengan sempurna bahkan pernah
memperoleh petunjuk Kiong Siang Han. Karena itu, pertarungan mereka nampaknya
tidak akan berjalan lama.
Permainan ilmu cakar rajawali Pek Tiauw To Sim sudah kacau balau, dan benar saja
dalam jurus ke-30, sebuah sodokan Pengemis Tawa Gila dengan telak mengenai dada
sebelah kiri Pek Tiauw To Sim.
Biarpun tidak merenggut nyawanya, tetapi sudah tentu akan mengalami kesulitan di
kemudian hari untuk mengerahkan Ilmu Silat dan Sinkang, bisa dipastikan Ilmunya
musnah. "Hm, Pek Tiauw To Sim sudah memperoleh hukuman setimpal. Terserah, kamu
masih mau berada disini atau ingin segera merat" jengek Pengemis Gila Tawa yang
selanjutnya tidak lagi memperhatikannya. Selanjutnya pandangan matanya dialihkan
kepada Hek Tiauw Lo Hiap dan Lhama Pelarian dari Tibet;
"Kalian telah memanfaatkan kekisruhan di Kay Pang untuk menimbulkan keonaran.
Silahkan kalian memilih, menghukum diri sendiri, ataukah ingin dihukum. Cukup
kalian pahami, bahwa kekuatan kalian diluar sudah kami lucuti semuanya" Pengemis
Tawa Gila menegaskan.
"Jika demikian, perkenankan aku menggunakan kekerasan untuk keluar dari tempat
ini" Sambil berbicara, Lhama dari Tibet tersebut sudah mengenjotkan kakinya dan
tiba-tiba melayang keatas menerjang wuwungan kuil untuk melarikan diri. Disaat
yang bersamaan, tubuh Hek Tiauw Lo Hiap juga mengapung mengikuti jejak Lhama
pelarian dari Tibet.
Tetapi, ketika keduanya menjejakkan kaki di luar, bukannya kepungan anggota Kay


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pang yang mereka temukan, tetapi Tek Hoat yang telah menghadang mereka dengan
senyum simpatiknya.
"Ach, kalian kan belum membayar hutang masing-masing, untuk apa cepat-cepat
merat dari sini?"
"Anak keparat, rasakan ini" Lhama dari Tibet menyerang, bahkan diikuti oleh
serangan dari Hek Tiauw Lo Hiap. Tetapi Tek Hoat yang menyadari bahwa lawannya
dari Tibet ini lebih kuat, dengan cepat menghindari pukulan Lhama tersebut.
Sebaliknya sebuah pukulan dari Hang Liong Sip Pat Ciang, Naga Mengamuk
Menggelorakan Sungai dengan cepat menyongsong serangan Hek Tiauw Lo Hiap.
Tidak dalam hitungan ketika, sebuah suara mengerikan terdengar dari mulutnya
sambil menyemburkan darah segar, Hek Tiauw Lo Hiap tersungkur dan jatuh pingsan.
Sementara itu, Lhama dari Tibet yang melihat peluang ketika Tek Hoat memusatkan
pukulan menjatuhkan Hek Tiauw Lo Hiap segera memanfaatkan momentum.
Pukulan-pukulan berat dari Lhama Tibet segera dikerahkannya tidak tanggungtanggung.
Sekitar 7 pukulan beruntun diberondongkannya ke semua bagian
mematikan Tek Hoat seakan tidak memberi jalan keluar.
Jurus-jurus Budha aliran Tibet seperti Kong-jiu cam-liong (Dengan Tangan Kosong
Membunuh Naga) dan bahkan sejenis ilmu Tam Ci Sin Thong (Selentikan Jari Sakti)
bergantian dihamburkan. Sayang, bahkan Ilmu Budha yang lebih lihaipun seperti
Selaksa Tapak Budha, Kim Kong Ci dan Tay Lo Kim Kong Ciangpun pernah diadu
dengan Hang Liong Sip Pat Ciang.
Karena itu semua serangan dan pukulan beruntun tersebut, masih sanggup ditangani
Tek Hoat, meskipun menjadi kehilangan ketika untuk melakukan serangan balasan.
Lhama Tibet yang bernama Hoat Ho Lhama ini, memang memiliki kedudukan yang
cukup tinggi di Tibet. Artinya dia memang memiliki kemampuan Ilmu Silat yang
sangat tinggi, tetapi sayang menjadi seorang pemberontak.
Kekuatan ilmu itulah yang kemudian digunakannya bersama 4 tokoh hebat Tibet
lainnya yang melarikan diri ke Tionggoan dan bersembunyi.
Tek Hoat menyadari bahaya yang berada di balik pukulan-pukulan berat dan sentilan
jari sakti Lhama Tibet ini. Bahkan, Pengemis Tawa gila yang sudah menyelesaikan
tugasnya, juga memandang kagum akan kehebatan Lhama ini.
Dia sadar bahwa melawan Lhama ini nampaknya paling tidak dia hanya akan
bertarung seimbang, tetapi Tek Hoat nampaknya meski sedang terserang, tetapi tidak
mengalami kerepotan. Padahal, Ilmu yang digunakan menyerangnya adalah Ilmu-
Ilmu Pilihan dari Lhama di Tibet.
Sentilan Jari Sakti bahkan beberapa kali menutuk pohon hingga berlubang ketika
dielakkan Tek Hoat. Bahkan jurus Menaklukan Naga dan Harimau membawa
pengaruh yang tidak kalah dengan Hang Liong Sip Pat Ciang.
Untunglah Tek Hoat masih cetek pengalaman bertarungnya, jika tidak, sebetulnya
Lhama Tibet ini tidak akan bertahan sekian lama. Apalagi karena dalam diri bocah
belasan tahun ini tersembunyi sejumlah Ilmu Silat yang mengerikan. Bahkan untuk
menggunakan Pek Lek Sin Jiu yang menggetarkan, Tek Hoat masih belum sampai
hati. Selain diapun masih belum sanggup secara sempurna memainkan jurus atau tingkat
ke-7, Sejuta Halilitar Merontokkan Mega. Tetapi nampaknya lambat tapi pasti Tek
Hoat mulai menyelami jurus permainan lawannya.
Masih dengan Hang Liong Sip Pat Ciang, dia kemudian menggerakkan tangannya
dan mulai memainkan jurus serangan dari jurus ke-7, Naga Menggelorakan Air
Menerjang Ombak, dengan segera serangan membadai Hoat Ho Lhama tertahan.
Bahkan kemudian mulai tersedia ketika yang cukup bagi Tek Hoat untuk mendesak
lawan. Jurus ke 8 dan kesembilan kemudian menempatkan Lhama itu dalam
kesulitan, dan tidak sampai jurus ke sebelas, sebuah kibasan tangan penuh hawa
pukulan tidak sanggup ditahan pinggang Hoat Ho Lhama yang segera terjungkal
dengan luka di tubuhnya.
Dan seketika dia melenting bangun sambil mengeluarkan sebuah pukulan dorongan
hawa Sinkang. Tek Hoatpun menyambutnya dengan hawa pukulan keras, tetapi
kekurang pengalamannya memberi kesempatan Hoat Ho Lhama untuk menyingkir.
Ketika benturan terjadi, Tek Hoat tiba-tiba sadar tenaga tolakan atau dorongan
kerasnya memang dipancing lawan buat melontarkannya lebih jauh untuk kemudian
melarikan diri.
Hoat Ho Lhama yang melarikan diri dibiarkan saja oleh Pengemis Tawa Gila.
Baginya Hek-Pek Tiauw To Sim dan Hek Tiauw Lo Hiap sudah lebih dari cukup
untuk memberi pelajaran balik kepada Thian Liong Pang. Bahkan esoknya, markas
Thain Liong Pang di Cin-an kemudian diserbu dan dihancurkan oleh Kay Pang tanpa
perlawanan berarti.
Dan sejak saat itu, pertarungan terbuka antara Thian Liong Pang yang misterius
dengan Kay Pang dimulai. Setelah pembersihan Kai Pang di Shan Tung, Pengemis
Gila Tawa dan Tek Hoat kemudian melanjutkan upaya pembersihan mereka di
beberapa propinsi di Selatan, seperti di Se Cuan dan tentu di sekitar Kota Raja Hang
Chouw. Ada sekitar 2 bulan mereka berkeliling melakukan inspeksi dan pembersihan untuk
kemudian keduanya menghilang dari Selatan. Dan keduanya menuju kearah Utara
menyusuri jejak Pangcu Kay Pang Kim Ciam Sin Kay yang menghilang ketika
melakukan pembersihan ke utara.
Tugas yang harus secepatnya dilakukan, mengingat tinggal beberapa bulan waktu
yang diberikan suhunya untuk berkelana dan diwajibkan datang ke Tebing pertemuan
4 Tokoh Gaib. Episode 8: Dara Sakti Dari Bengkauw
Daerah Bing lam sangat terkenal terutama sebagai daerah penghasil teh. Bahkan
terkenal di dunia persilatan bahwa jika ingin mencicipi teh terbaik, datanglah ke
warung teh di daerah Bing lam. Ada banyak jenis dan variasi cara menyeduh teh
disana. Baik teh yang diseduh kental dan pahit, maupun yang terasa ringan dan halus.
Bahkanpun, ada aturan dan tata minum teh yang dianggap etis di Bing lam ini,
berbeda dengan tata cara minum teh di tempat-tempat lain.
Di daerah ini, minum teh sebaiknya dan dipandang seharusnya dengan cawan-cawan
kecil. Apabila minum teh dengan menggunakan cawan besar, dianggap sebagai orang
dungu, bodoh dan masih kurang beradab.
Variasi rasa juga luar biasa banyaknya, ada yang pahit, ada yang tidak berasa, ada
yang terasa harum hingga yang terasa sedikit manis. Bahkan belakangan ada juga
rasa-rasa buah, seperti rasa mangga, rasa nenas ataupun rasa papaya.
Sementara ada lagi variasi lainnya, yakni yang diminum terasa ringan dan
mendatangkan hawa hangat di perut, ada lagi yang ketika diminum tidak terasa apaapa
di lidah, tetapi perut terasa hangat.
Bahkan ada yang ketika diminum terasa pahit, tetapi dimulut lama-kelamaan terasa
menyiarkan bau wangi dan harum dan tidak hilang dalam waktu yang lama.
Pendeknya, datanglah ke Bing lam untuk mencicipi sejuta variasi rasa dan jenis teh.
Dijamin tidak akan kehabisan jenis dan rasa selama sebulan melanglang di daerah
Bing lam. Apalagi, menjadi kebiasaan penduduk sekitar Bing Lam untuk bersosialisasi di
warung teh pada setiap sore menjelang malam, bahkan terkadang sampai jauh malam
di warung teh tertentu. Menemukan warung teh di daerah Bing lam sungguh mudah,
karena warung teh hampir bisa ditemukan di banyak tempat dan sudut kota maupun
desa di daerah itu.
Bahkan menikmati teh yang berkualitas baikpun, kadang bisa dengan hanya bertamu
ke rumah-rumah penduduk yang akan dengan rela hati menjamu tamunya dengan teh
terbaik yang mereka miliki. Karena teh Bing lam memang menjadi trade mark dan
alat pengenal bagi mereka yang berasal dari Bing lam.
Daerah Bing lam ini, untuk waktu yang panjang nyaris kurang tersentuh oleh gejolak
rimba persilatan. Tetapi bukan berarti Bing lam tidak menghasilkan tokoh-tokoh
terkenal di dunia persilatan.
Setidaknya, Pendekar-pendekar jebolan Keluarga Lim yang selalu menunjukkan
prestasi di dunia Kang ouw berasal dari Sian yu, kota terbesar di daerah Bing lam.
Selain rumah keluarga Lim yang termashyur dari Bing lam, ada lagi satu tempat yang
dianggap keramat di daerah ini.
Tempat itu adalah Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian, yang bisa ditempuh kurang dari
setengah hari berkuda dari Sian Yu. Keberadaan Kuil Siauw Lim Sie cabang Poh
Thian ini cukup menguntungkan Bing lam, karena bersama dengan keluarga Lim
yang terkenal dari daerah ini, membuat keamanan Bing lam menjadi terjamin.
Siang itu dua orang anak muda berbadan kokoh tegap nampak sedang dalam
perjalanan menuju kota Sian yu, tetapi nampaknya keduanya tidaklah sedang tergesagesa.
Malahan nampaknya seperti sedang melancong atau menikmati keindahan alam Bing
lam. Karena salah seorang anak muda berkali-kali berhenti dan bergumam menikmati
keindahan alam. Sementara anak muda yang lainnya lagi, tidak memprotes atau
bahkan membiarkan kawan seperjalanannya menikmati keindahan pemandangan di
sepanjang perjalanan mereka menuju kota Sian yu.
Sesekali dia juga ikut menikmati keindahan alam menemani kawan seperjalanannya.
Dari gelagatnya, keduanya nampak masih asing dengan daerah Bing lam. Mungkin
baru sekali ini menginjakkan kaki mereka di alam permai bermandikan perkebunan
teh yang luas ". Bing lam.
Bila diteliti lebih jauh, kedua anak muda ini nampak agak istimewa. Keduanya
berbadan kokoh kekar, meski tidak terlampau besar, tetapi membayangkan tubuh
yang berisi. Tetapi bukan kekokohan dan kekekaran tubuhnya yang menarik, tetapi bila
dipandang lebih teliti, keduanya sungguh nampak mirip, baik rambutnya, alisnya,
wajahnya, matanya. Akan sangat sulit bagi orang lain untuk membedakan keduanya.
Bilapun ada yang berbeda, maka nampaknya hanya sorot mata belaka dan warna
pakaian yang dikenakan keduanya. Sorot mata kedua pemuda tersebut agak berbeda,
yang mengenakan pakaian berwarna putih agak kelabu bersorot mata lembut dan
kalem, membayangkan sosok pria yang lembut dan perasa.
Sementara yang mengenakan warna hijau, sorot matanya nampak agak cerah dan
ceria, serasi dengan warna cerah pakaian yang dikenakannya. Umur kedua anak muda
ini, paling-paling dibawah 20 tahunan, mungkin sekitar 18 atau 19 tahunan, tetapi
jejak langkah mereka sungguh sangat ringan dan sepertinya menunjukkan gelagat
pemuda yang berisi, berilmu tinggi.
Kedua anak muda ini memang sulit dibedakan karena keduanya memang anak
kembar. Anak muda yang berpakaian putih dengan sorot mata lembut dan penuh
kasih bernama Souw Kwi Beng dan merupakan kakak dari adik kembarnya yang
berpakaian hijau cerah yang bernama Souw Kwi Song.
Kedua anak kembar yang gagah ini memang bukan lagi orang biasa, meskipun asalusul
mereka tidak ada yang luar biasa sama sekali. Bahkan sebaliknya mereka berasal
dari keluarga miskin di sebuah desa miskin bernama Kim Chung yang warganya habis
disapu bersih oleh banjir bandang kurang lebih 10 tahun sebelumnya.
Kedua anak kembar istimewa ini, secara kebetulan, dan karena nasib baik, mereka
justru ditolong oleh seorang tokoh gaib rimba persilatan. Dan bahkan kemudian
mendidik mereka dan mempersiapkan anak-anak ini untuk menghadapi kemelut
rimba persilatan.
Siapa lagi tokoh ini jika bukan bekas Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang sangat
terkenal pada masa lalu yang bernama Kian Ti Hosiang itu"
Di bagian awal sudah diceritakan bagaimana kedua anak yang sedang bermain-main
di sungai terbawa oleh banjir banding dan diselamatkan oleh Kian Ti Hosiang yang
kemudian mengangkat mereka menjadi muridnya. Saat bersamaan dengan Tek Hoat
yang ditolong dan diangkat menjadi murid dan pewaris terakhir Ilmu bekas Pangcu
Kay Pang yang kesohor, Kiong Siang Han.
Sebagaimana Tek Hoat, kedua anak muda ini sudah ditempa habis-habisan oleh Kian
Ti Hosiang selama hampir 10 tahun. Seusai masa penempaan yang dilakukan di
belakang gunung Siong San, tempat rahasia dimana Kian Ti Hosiang menyepi, kedua
anak muda ini kemudian diutus secara rahasia oleh Kian Ti Hosiang menemui
Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Dan seterusnya diminta mengembara mencari
pengalaman. Tujuan mereka, sebagaimana disampaikan oleh Kian Ti Hosiang adalah mengunjungi
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian, karena mata batin Kian Ti Hosiang melihat adanya
kabut tebal di Poh Thian. Itulah sebabnya, kedua anak muda yang sangat mengejutkan
hati Kong Sian Hwesio ketika menghadapnya atas perintah Kian Ti Hosiang, hanya
beristirahat sejenak, 2 hari di kuil dan langsung menuju ke Poh Thian.
Kedua anak kembar ini, sekarang sudah tumbuh demikian gagah, meskipun sudah
disadari oleh Kian Ti Hosiang sejak awal, bahwa meskipun keduanya anak kembar,
tetapi dengan pembawaan dan karakter mereka berbeda. Karakter itupun menentukan
pilihan keduanya dalam menggemari Ilmu Silat yang diajarkan oleh Kian Ti Hosiang.
Dan untungnya, keduanya, meskipun anak keluarga biasa-biasa saja, tetapi sejak
kecil terlatih di sungai dan membentuk tulang-tulang yang sangat cocok untuk
berlatih Ilmu Silat.
Bahkan anak bungsu, yakni Souw Kwi Song, memiliki kecerdikan tersendiri dengan
kemampuan menggubah langkah maupun kembangan jurus yang diajarkan gurunya.
Berbeda dengan kakaknya yang sangat kokoh dan selalu taat dengan ajaran yang
disampaikan gurunya.
Meskipun menggunakan kata-kata halus "mempersiapkan anak-anak ini untuk
melawan badai di dunia persilatan", tetapi Kian Ti Hosiang paham belaka. Dan dia
yakin rekan-rekannya juga paham, bahwa perlombaan 10 tahunan nampaknya akan
dilanjutkan oleh generasi anak-anak yang mereka tolong ini.
Meskipun perlombaan dan kompetisi mereka dilakukan secara pribadi, tetapi gengsi
yang dipertaruhkan menyangkut pintu perguruan masing-masing. Karena itu, Kian Ti
Hosiang, sebagaimana juga Kiong Siang Han, berlaku tidak tanggung-tanggung
dalam mempersiapkan dan mendidik anak-anak ini.
Tidak berbeda dengan Kiong Siang Han, Kian Ti Hosiang juga memanfaatkan obatobatan
yang dikenalnya dan yang bahkan ikut diolahnya di Siauw Lim Sie. Bahkan
juga menggunakan pil-pil mujarab yang dimiliki Siauw Lim Sie untuk memperkuat
anak-anak tubuh dan tulang anak anak ini.
Bahkan, tidak jarang Guru Besar Siauw Lim Sie ini turun tangan mengurut,
membuka jalan darah dan memperkuat kekuatan sinkang kedua anak muridnya ini.
Tidak heran, waktu 9 tahun yang digunakan menempa kedua anak ini, malah
melahirkan tokoh yang bahkan melampaui murid-muridnya terdahulu.
Karena dia mendidik mereka secara tekun dari hari kehari, dan bahkan menggunakan
tenaganya sendiri dan juga menggunakan obat-obatan mujarab yang mampu
menghadirkan kekuatan sinkang istimewa dalam melatih dan memperkuat Sinkang
muridnya. Sesuatu yang dulu tidak dilakukannya kepada murid-muridnya yang lain, tetapi saat
ini dilakukan karena perlombaan dan karena antisipasi kekeruhan dunia persilatan.
Alasan yang lebih dari tepat.
Tidak heran apabila kemudian kedua anak kembar ini menjadi begitu mahir dengan
ilmu-ilmu kelas atas Siauw Lim Sie. Tentu mereka mahir memainkan Lo Han Kun
Hoat, Siauw Lim Kun Hoat yang menjadi dasar dan ciri khas Ilmu Siauw Lim Sie.
Tetapi, mereka juga bahkan sudah mahir dengan Ilmu-Ilmu Berat Tay Lo Kim Kong
Sin Ciang, Tay Lo Kim Kong Sin Kiam, bahkan mahir pula dengan Tam Ci Sin
Thong (Sentilan jari Sakti) yang setanding dengan It Yang Ci (Ilmu Totokan tunggal,
khas dari keluarga kerajaan di Tayli) dan tentu Selaksa Tapak Budha yang dalam 100
tahun terakhir hanya mampu dikuasai seorang Kian Ti Hosiang.
Bahkan, sebagaimana seorang Wie Tiong Lan juga menciptakan Ilmu khusus
berdasarkan diskusi dengannya, Kian Ti Hosiang juga menciptakan Ilmu khusus yang
merupakan penggabungan kelemasan dan kekuatan dan dimaksudkan untuk melawan
Ilmu Sihir. Keduanya, seperti juga Kiang Sin Liong dan Kiong Siang Han, memang menemukan
bahwa jalan kesempurnaan dalam ilmu mereka, memungkinkan melalui membuka
rahasia pendalaman kekuatan yang dipupuk masing-masing.
Sebagaimana diketahui aliran Bu Tong Pay mengutamakan kelemasan "im"
sebagaimana dilihat dari Thai Kek Sin Kun dan juga rahasia melatih hawa melalui
Liang Gie Sim Hwat. Sementara Ih Kin Keng Siauw Lim Pay yang menjadi basis
ilmu Siauw Lim Sie berdasarkan banyak pada hawa "yang".
Dengan menelaah lebih dalam kekuatan masing-masing, kemudian baik Wie Tiong
Lan maupun Kian Ti Hosiang menciptakan Ilmu khusus. Kian Ti Hosiang kemudian
menciptakan Pek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin Taufan Awan Putih).
Ilmu ini hanya mungkin dimainkan secara sempurna oleh seseorang yang sudah
mahir dalam Ih Kin Keng, tetapi menyempurnakannya harus dengan menemukan
intisari hawa "im". Dan, Kian Ti Hosiang, sebagaimana Wie Tiong Lan, menyerahkan
kepada nasib, peruntungan dan kecerdasan murid-murid mereka untuk menemukan
kesempurnaan tersebut.
Toch, tenaga sakti mereka masih akan terus berkembang. Dan apabila sebagaimana
mereka berdua sanggup saling membuka, maka murid-murid mereka juga diharapkan
melakukan hal yang sama untuk menyempurnakan apa yang mereka pelajari.
Semua Ilmu yang diturunkan Kian Ti Hosiang, kecuali ilmu ciptaannya yang tidak
lagi murni Siauw Lim Sie tetapi yang harus terus disempurnakan, telah dicerna dan
dilatih tuntas oleh kedua anak kembar ini. Hasilnya memang seperti yang sudah
diduga oleh Kian Ti Hosiang.
Souw Kwi Beng akan bergerak sangat kokoh dan kuat, memiliki keaslian Ilmu yang
luar biasa karena dia memang sangat berpegang pada aturan dan kemurnian yang
diajarkan gurunya. Sementara Souw Kwi Song, akan bergerak sangat lincah, memiliki
variasi dan tipuan yang dikembangkannya sendiri hingga membuat gurunya kagum.
Apabila Souw Kwi Beng memiliki keunggulan dalam kematangan tenaga Sinkang
maka Souw Kwi Song memiliki keunggulan dalam variasi jurus serangan dan jurus
kembangan serta kelincahan bergerak, meski dasar ginkang keduanya sama.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song yang berjalan lambat karena sambil menikmati
keindahan alam Bing lam, akhirnya mulai mendekati kota Sian yu. Saat itu hari mulai
menjelang senja dan biasanya hari mulai gelap. Ketika akhirnya mereka mendekati
gerbang sebelah timur kota, akhirnya hari memang sudah benar-benar gelap.
Tetapi belum sempat mereka menikmati kegirangan karena akan memasuki kota,
tiba-tiba terdengar bentakan:
"Bangsat penculik, berhenti" terdengar bentakan melengking, nampaknya dari
seorang anak dara. Tetapi bersamaan dengan itu, anak dara yang nampak mengejar
sesosok bayangan yang memondong anak gadis yang tertotok, ditahan oleh 2 orang
penyerang. Tapi anak gadis itu nampak sigap. Dia membentur kedua orang yang menahannya
dan terdengar benturan cukup keras ".. "blaaar", bersamaan dengan itu, kedua sosok
manusia yang menahannya terlempar. Tetapi rupanya tidak sembarangan terlempar.
Karena segera setelah tubuh mereka terlempar, meminjam tenaga dorongan si gadis,
keduanya kemudian berkelabat lenyap kearah hutan.
Berbeda arah dengan si penculik yang justru berkelabat menyeberangi tembok kearah
kota. Tanpa bicara, kedua anak kembar
Durjana Dan Ksatria 9 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 8
^