Durjana Dan Ksatria 9

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Bagian 9


n mendesir dan kilat berkelebat, dari nama jurusnya dapat di-bayangkan inilah
jurus serangan yang cepat lagi ganas.
"Haha, Thian-saa-kiam-hoat tidak lebih juga cuma begini
saja!" ejek Alcu Yung dengan tergelak. berbareng golok
sabitnya juga sudah di-keluarkan.
Dia baru saja beradu pukulan dengan Kam Ho wi,
diketahuinya kekuatan Bu-wi masih jauh di bawahnya, maka ia
yakin dengan mudah lawan dapat ditundukkannya. Ia putAr
goloknya dengan kencang, menurut perhitungannya, bila
pedang kilat Kam Bu-wi itu masuk garis pertahanannya, maka
sekali balas serang dapatlah ia merobohkan Kam Bu-wi.
Tak terduga perhitungannya ternyata juga meleset.
Serangan Ting Tiau-min yang lebih belakang justru tiba lebih
dulu, belum lenyap suara tertawa Alcu Yung tadi, "sret", tahu
lahu pedang Ting Tiau-min menyambar tiba dari arah yang tak
terduga, keruan Alcu Yung dibuat kerepotan.
"Cret", tanpa ampun pundak kiri Alcu Yung tertusuk. Namun
ia memang lihai, golok berputar, serangan Kam Bu-wi sempat
ditangkisnya. Diam-diam Ting Tiau-min msrasa sayang, sebab
serangannya tadi menurut perkiraannya dapat menembus
tulang pundak lawan, namun tidak berhasil.
"Hehe, bagus. disuguh arak kalian tidak mau minum,
terpaksA harus kupaksa kalian racun," seru Bok Him-him
dengan terkekeh.
Mendadak jarinya menyelentik, setitik asap tipis lantas
menyambar ke tengah cahaya golok dan sinar pedang, itulah
asap bius yang dibuat dari ganja, untuk ini Ting Tiau-min dan
Kam Bu-wi tidak mempunyai obat penawarnya.
Cepat Tiau-min menahan napas, secepat kilat ia menusuk
beberapa kali. Alcu Yung jeri juga terhadap serangan hebat itu
dan terpaksa main mengelak.
Mendadak Tiau-min melompat mundur sambil berteriak,
"Untuk membalas dendam, sepuluh tahun lagi juga belum
terlambat. Sute, mari kita pergi!"
Kam Bu-wi sempat mengisap sedikit asap itu, kepalanya
pusing serupa orang mabuk, ia tahu kelihaian asap itu dan
tidak berani bertempur lagi, terpaksa menuruti anjuran sang
suheng. "Hahaha, memangnya kalian ingin kabur?" teriak Alcu Yung
dengan terbahak. "Betapapun kalian lari juga takkan terlepas
dari cengkeramanku!"
Waktu Ting Tiau-min berdua lari keluar tenda ternyata kuda
mereka sudah hilang seekor, sisa seekor itu pun kelihatan
tidak sehat, mulut berbusa dan megap-megap.
Selagi Bu-wi bermaksud merampas kuda lawan, namun Alcu
Yung dan Bok Him-him keburu mengejar keluar. Diam-diam
Bu-wi mengeluh.
Tiba-tiba Bok Him-him berteriak dengan gemas, "Wah,
sungguh nenek 80 tahun dikerjai anak kecil, tak terduga kita
bisa dikibuli Siau-yau-li itu."
Kiranya kaki belakang kuda mereka ditubles jarum oleh
Liong Leng-cu, dipandang dari luar tidak ada sesuatu tanda,
tapi baru lari beberapa langkah kuda lantas ambruk.
Lega juga hati Ting Tiau-min, segera ia mengeluarkan
ginkang tinggi Pat-poh-kan-sian atau delapan langkah
memburu tonggeret, dalam sekejap sudah setengah li
jauhnya. Kam Bu-wi segera menyusul kencang di belakang
sang suheng. Terkejut juga Bok Him-him melihat kecepatan lari orang
setelah terluka parah.
Alcu Yung mendengus, "Baik, biar coba kita berlomba
ginkang, umpama hari ini tidak dapat kususulmu, besok juga
pasti akan kususul. Besok tidak dapat masih ada lagi hari lusa.
Memangnya dapat kau capai Thian-san?"
Ucapannya ini bukan cuma omong kosong atau gertakan
belaka. Kalau bicara ginkang memang Ting Tiau-min lebih
tinggi dari pada Alcu Yung, tapi Alcu Yung cuma terluka ringan
dan tidak berpengaruh terhadap tenaganya, sebaliknya Ting
Tiau-min terluka dalam cukup parah, bila jangka panjang jelas
tidak tahan. Dalam tiga hari jelas takkan sampai di Thian-san,
mungkin dalam waktu tiga hari ia akan ambruk aendiri.
Mula-mula memang Ting Tiau-min dapat meninggalkan
musuh jauh di belakang. malahan bayangan pun tidak terlihat
lagi. "Sute, mari kita lari ke dua jurusan," kata Tiau-min.
Bu-wi paham maksud sang suheng, yaitu suruh dia
menyelamatkan diri sendiri, maka ia menggeleng, sahutnya
tegas. "Sesama saudara seperguruan harus sehidup semati
menghadapi bahaya."
"Baik jika begitu, Marilah kita pasrah nasib saja," kata Tiaumin
Setelah berlari lagi sekian jauh, tiba-tiba terlihat Liong
Leng-cu datang dari depan menyongsong mereka, Kam Bu-wi
berteriak dengan gusar. "Semua gara-garamu Siau-yau-li ini
yang membikin susah suhengku"
"E-eh kalian jangan marah dulu, dengarkan . . . ." selagi
Leng-cu hendak memberi penjelasan, tahu tahu pergelangan
tangannya sudah dicengkeram Ting Tiau-min.
Leng-cu berteriak, "Meski kucuri kuda kalian, tapi juga telah
membantu kalian, masa kalian tidak tahu aturan."
"Bagus, coba katakan, bantuan apa yang kau-berikan
kepada kami?" teriak Tiau-min dengan gusar.
"MasA kalian tidak tahu, kuda tunggangan Alcu dan
perempuan siluman itu justru aku yang membuatnya cacat,"
kata Leng-cu. "Hah, cuma begitu saja kau bilang membantu kami?" teriak
Bu-wi gusar.."Seekor kuda kami telah kau curi. seekor lagi
mati keracunan, jelas sengaja hendak kau paksa kami
bertarung dengan kedua siluman itu agar gugur bersama. Hm,
masih muda belia usiamu, tapi caramu sudah sekeji ini."
"Sialan, usiamu sendiri sudah tua, mengapa tidak tahu
urusan?" jengek Leng-cu. "Jika ada maksud jahatku, mengapa
aku tidak kabur sendiri saja, dan putar balik untuk mencari
kalian?" Kam Bu-wi melenggong, katanya kemudian. "Siapa tahu isi
hatimu baik atau busuk?"
"Kau kembali ke sini bukan mustahil lantaran kamu sendri
menyadari tidak mampu lolos lagi," jengek Ting Tiau-min,
"Betul. jika kali ini tidak dapat menandingi kedua keparat
itu, jelas aku pun tidak dapat lolos," kata Leng-cu. "Tapi
apakah kau tahu sebab apa aku tidak dapat kabur. Coba kalian
melihatnya ke sana."
Benar juga, setelah mereka maju lagi tidak jauh, terlihat di
tepi jalan ada seekor kuda mati, jelas itulah kuda tunggangan
Ting Tiau-min. "Nah, sekarang tentu kalian paham bukan, aku serupa
kalian, juga dikibuli perempuan siluman itu," kata Leng-cu.
"Kuda kalian diracuni dia, setelah kucuri kudamu ini, hanya
beberapa li saja kulari, lalu racun bekerja dan kuda mati.
Memang betul sengaja kutinggalkan kalian, tapi sekaligus kuda
kedua bangsat itu juga kubikin cacat, hal ini berarti sedikit
banyak telah kubantu kalian, bukan" Melihat gelagatnya,
tampaknya kalian telah dikalahkan mereka bukan?"
"Siapa bilang kami kalah?" bantah Kam Bu-wi. "Kami cuma
kena sergapan perempuan siluman itu."
"Perempuan siluman itu mahir menggunakan racun,
barangkali kalian telah mengisap obat biusnya, begitu?" tanya
Leng-cu. Bu-wi mangangguk.
"Jangan kuatir, aku punya obat penawar," ucap Leng-cu
pula. "Aku tidak mau," kata Tiau-min dengan gusar.
"Engkau sedemikian kepala batu, memangnya sengaja cari
mati?" kata si nona.
"Obat penawarmu tidak berguna bagiku, kau-pabam tidak?"
sahut Tiau-min gusar
"Mengapa tidak berguna?" tanya Leng-cu.
"Sudahlah, jangan banyak omong, aku tidak menghiraukan
mati-hidup lagi, tapi juga takkan kulepaskan dirimu."
Maklumlah, ting Tiau-min terluka dalam cukup parah, satusatunya
jalan selamat baginya adalah semoga selekasnya
dapat pulang ke Thian-san sebelum racun bekerja. Meski
harapan ini sangat tipis, namun makin mendekati Thian-san
tentu akan makin baik baginya. Ia mendapat tugas
menangkap Nyo Yam, sedang Liong Leng-cu termasuk
"komplotan" Nyo Yam, tentu saja ia tidak mau melepaskan
nona itu. Cuma ia pun mafhum Liong Leng-cu memang tidak
bermaksud jahat padanya, sebab itulah ia berkata, "Sute,
betapapun Siau-yau-li ini tidak berani mencelakai kita, aku
tidak sudi menerima kebaikannya, boleh Sute terima saja obat
penawarnya."
Leng-cu tidak tahu bahwa obat penawar sendiri itu memang
tidak berguna bagi Ting Tiau-min, katanya dengan
mendongkol, "Kalau tidak mengingat diri kakak Yam mustahil
kupeduli mati hidupmu."
Setelah Leng-cu memberikan sebutir obat kepada Kam Buwi,
segera Tiau-min mencengberam lagi pergelangan
tangannya. Obat yang diberi Leng-cu itu adalah obat penawar Sin-sianwan,
meski asap yang diisap Kam Bu-wi itu dibuat dari ganja
oleh Bok Him-him, biarpun kadar racun tidak sama, namun
tergolong sejenis, apalagi yang diisap Bu-wi hanya sedikit saja,
maka habis minum pil pemberian Leng-cu, dalam waktu
singkat saja tenaganya pulih dan semangatnya segar.
Ting Tiau-min berlari secepatnya, setelah sekian jauhnya,
karena harus menyeret Liong Leng-cu, mau-tak-mau napasnya
terengah-engah.
"Suheng, serahkan saja kepadaku Siau-yau-li ini," kata Kam
Bu-wi. Belum lagi Tiau-min menjawab, tiba-tiba terdengar suara
alat tiup yang sayup-sayup merdu bagai keluh-kesah seorang
gadis. Kam Bu-wi melengak, "Ho, siapakah yang sedang meniup
seruling gelagah. apakah mungkin Site (adik keempat)?"
Batang gelagah yang khusus tumbuh di tepi danau di
puncak Thian-san itu memiliki suara yang nyaring merdu,
dapat berkumandang jauh dari pada batang gelagah
umumnyn. Di antara keempat murid utama Thian-san, murid
keempat, yaitu Pek Kian-seng paling gemar meniup seruling
gelagah semacam ini. Dari suara seruling sekarang dapat
dirasakan oleh Kam Bu-wi bahwa Iwekang peniupnya pasti
tidak lemah, maka disangkanya Pek Kian-seng adanya.
"Tidak, bukan Site," kata Tiau-min. "Meski Site suka meniup
seruling, tapi dia takkan membawakan lagu semacam ini. Coba
kau dengarkan, suara serulingnya merdu merayu, sepantasnya
peniup seruling itu seorang perempuan."
Kiranya lagu yang dihawakan peniup seruling itu adalah
lagu rakyat gembala yang paling populer, yaitu "nyanyian
musafir kaum pengelana".
Bu-wi coba mendengarkan dengan cermat, katanya
kemudian, "Ya, betul. Tapi batang gelagah itu hanya terdapat
di Thian-san kita, meski peniup saruling itu bukan Site,
kuyakin pasti murid perempuan perguruan kita. Eh, siapakah
murid perempuan perguruan kita yang menguasai Iwekang
setinggi itu?"
Belum teringat olehnya siapa peniup seruling itu, mendadak
Liong Leng-cu mendahului berteriak, "Ling-cici, Ling-cici! Lekas
bemari!" Rupanya ia pernah mendengar Ling Peng-ji meniup seruling
gelagah dengan lagu yang sama.
Peniup seruling itu memang betul Ling Peng-ji adanya.
Baru saja lenyap suara seruling, menyusul lantas terdengar
suara suitan panjang, ternyata yang datang bersama Ling
Peng-ji adalah Ki Tiang-hong.
Ling Peng-ji terkejut melihat Leng-cu diseret ling Tiau-min,
cepat ia berseru, "He, Ting-susiok, nona Liong ini bukan orang
busuk. Meski ia pernah berbuat sedikit kesalahan dengan
membantu Nyo Yam, tapi bukan dia yang bertanggung-jawab,
hendaknya kau lepaskan dia."
Tiau-min mendengus dan tetap mencengkeram
pergelangan tangan Liong Leng-cu, tanpa bicara ia terus lari
lewat di depan Ling Peng-ji.
Tentu saja keadaan menjadi serba kikuk, Ling Peng-ji
merasa rikuh sendiri.
Maklumlah, biasanya Ling Peng-ji bergaul baik dengan siapa
pun, di antara angkatan tua perguruan sendiri, kecuali Ciok
Thian-hing yang kurang puas padanya gara-gara urusan
lamaran anaknya yang tidak terkabul, tokoh Thian-san yang
lain umumnya sangat sayang padanya, malahan Ting Tiau-min
memandangnya serupa kemenakan sendiri dan tidak pernah
kasar padanya. Siapa tahu ucapan Ling Peng-ji tadi sama
sekali tidak dijawabnya, bahkan tidak digubrisnya, tentu saja
nona itu merasa malu.
Peng-ji tidak tahu bahwa saat itu Ting Tiau-min dalam
keadaan payah, ia harus bertahan sekuatnya- untuk bisa
berlari- ke depan, bicara baginya berarti harus membagi
tenaga. Jadi dia mempunyai kesulitan yang tidak diketahui
Ling Peng-ji. Ki Tiang-hong merasa heran juga melihat kelakuan Ting
Tiau-min itu, kalau Ling Peng-ji tidak digubrisnya, masakah
aku pun tidak disapa"
Cuma Ki Tiang-hong memang lebih luas pengetahuannya
dari pada Ling Peng-ji, dari gerakan Ting Tiau-min yang agak
berat segera dapat di-lihatnya ada sesuatu yang tidak beres.
Ia terkejut dan cepat tanya, "Kam-heng, apa yang terjadi"
Apakah Ting-suheng terluka?"
"Betul," sahut Bu-wi. "Ada dua musuh sedang mengejar
kemari, harap engkau suka bantu menahan mereka sebentar."
Ia kuatirkan keadaan Ting Tiau-min, maka sambil bicara ia
tetap menyusul ke sana.
"Kedua siluman itu yang lelaki bernama Alcu Yung dan
beberapa kali pernah membikin susah Nyo Yam," seru Liong
Leng-cu. "Dan yang perempuan itu bernama Bok Him-him, dia
mahir menggunakan racun, hendaknya Ki-taihiap waspada."
"Di manakah Nyo Yam?" cepat Ki Tiang-hong menegas.
"Entah. bisa jadi telah dicelakai mereka," sahut Leng-cu.
Mestinya Ling Peng-ji merasa sangsi apakah harus
meinburu ke sana untuk merawat sang susiok atau tinggal


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja untuk membantu Ki Tiang-hong. Setelah mendengar
keterangan Liong Leng-cu itu, ia pikir Kam-susiok tampaknya
tidak terluka sehingga dia tentu sanggup menjaga Ting susiok.
Ki Tiang-hong tahu maksudnya, katanya. "Jangan gelisah.
nona Liong itu mungkin minta kubasmi kedua siluman itu. Ia
tahu aku ayah angkat Nyo Yam, maka membesar-besarkan
urusan anak Yam. Kau tahu kepandaian anak Yam tidak
lemah, orangnya juga cerdik, aku tidak percaya dia dapat
dicelakai orang semudah itu."
Hati Peng-ji rada lega, katanya, "Ki-sioksiok. sebentar
hendaknya kau tawan salah seorang lawan itu"
"Kutahu apa yang harus kulakukan," kata Ki Tiang-hong
dengan tertawa.
"Itu dia mereka sudah datang!"
Benar juga, Alcu Yung dan Bok Him-him ledang berlan tiba,
mendadak seorang membentak
"Berhenti!"
Aneh juga, Alcu Yung yang biasanya tidak gentar terhadap
siapa pun, demi mendengar bentakan itu, leperti mendapat
titah raja, seketika ia berhenti.
Kiranya Ki Tiang-hong menggunakan ilmu Sai-cu-hong yang
lihai, semakin kuat Iwekang semakin keras pula daya
reaksinya. Alcu Yung adalah murid paderi Thian-tiok, tentu saja ia
kenal betapa lihainya ilmu Sai-cu-hong yang juga berasal dari
kalangan Budha itu.
Ki Tiaug-hong juga heran melihat lawan dapat berhenti
tanpa cedera, ia pikir pantas juga Ting Tiau-min dikalahkan,
ternyata lawan ini memang lain dari pada yang lain.
Alcu Yung kenal Ling Peng-ji, tapi tidak tahu siapa Ki Tianghong.
ia pikir ilmu silat si nona di bawah Nyo Yam, Jika aku
dibantu Bok Him-him, tentu takkan dikalahkan kedua lawan
ini. Segera ia bertanya, "Siapakah Anda, mengapa merintangi
jalan kami?"
"Tidak perlu kau tahu siapa diriku, aku cuma ingin tanya
satu hal padamu," jawab Ki Tiang-hong.
"Urusan apa?" jawab Alcu Yung.
"Apakah kamu ini yang pada 11 tahun yang lalu itu pernah
menawan Nyo Yam itu?"
"Kalau betul mau apa?" jawab Alcu Yung dengan angkuh.
"Tidak mau apa-apa, aku cuma minta kau-lepaskan Nyo
Yam dan segera kulepaskanmu pergi," kata Ki Tiang-hong.
"Hah, lucu," jawab Alcu Yung dengan terfawa. "Dari mana
kutahu Nyo Yam berada di mana" Kutawan dia, itu kejadian
11 tahun yang lampau. bocah itu sangat licin, sudah lama dia
kabur." "Tidak perlu omong koseng di depanku, yang benar
sekarang Liong Leng-cu yang sedang kau-incar bukan" Ia
bilang padaku, katanya Nyo Yam sudah tertawan lagi olehmu,"
kata Ki Tiang-hong.
"Hah, masa kau percaya kepada ocehan Siau -yau-li itu?"
Him-him terbahak.
"Benar apa tidak, sedikitnya kawanmu ini memang pernah
membikin susah Nyo Yam, cukup untuk urusan ini saja harus
kuminta pertanggung-an jawab kawanmu ini."
"Anda tampaknya bukan orang Thian-san-pai, mengapa kau
bela murid buangan Thian-san-pai?" tanya Alcu Yung.
Ki Tiang-hong membentak, "Aku justru ingin ikut campur
urusan ini, bukan cuma ikut campur &aja, bahkan kularang
kamu bertingkah di kaki gunung ini. Nah, kau mau apa?"
Tiba-tiba Bok Him-him berkata, "Ah, kutahu, rupanya
engkau inilah ayah angkat Nyo Yam, Ki Tiang-hong, betul?"
"Asal kau tahu saja," jawab Ki Tiang-hong. "Jika kamu tidak
ikut terambat oleh perbuatannya hendaknya lekas enyah dari
sini." Bok Him-him sudah terbisa disegani orang, dia bini muda
kesayangan Pek toh-sancu, belum pernah dihina orang seperti
sekarang. Meski ia sadar ilmu silatnya tidak dapat menandingi
Ki Tiang-hong mau-tak-mau ia menjadi marah juga.
Segera ia menjengek, "Hm, apakah kau tahu siapa aku ini"
Betul, mungkin kepandaianku bukan tandinganmu, tapi tokoh
yang lebih lihai juga tidak sedikit yang pernah kulihat. Ingin
kukatakan padamu, tokoh-tokoh lihai itu pun tidak terpandang
sebelah mata oleh suamiku, apalagi dirimu. Jika kau berani
menganggu seujung rambutku, mustahil suamiku takkan
membinasakanmu."
"Hahaha, siapakah suamimu!" seru Ki Tiang-hong dengan
tertawa. "Bukankah orang ini gendakmu, rupanya kau masih
mempunyai suami lagi?"
Muka Him-him menjadi merah, teriaknya, "Kakak Yung,
lekas turun tangan, akan kubantu-mu, takut apa lagi?"
Tiba-tiba Alcu Yung berkata, "Tidak perlu terburu-buru,
biarlah kita pakai aturan dulu baru kemudian menggunakan
kekerasan. Nah, Ki Tiang-hong, apakah benar kau ingin tahu
keadaan Nyo Yam?"
"Mau kau katakan?" jengek Tiang-hong.
"Baiklah, biar kukatakan terus terang padamu, anak
angkatmu itu sudah terbunuh oleh Tai-hwe-congkoan Ogotai."
Sungguh kejut Ling Peng-ji tak terkatakan, seketika
tubuhnya sempoyongan. Ki Tiang-hong juga melenggong demi
mendadak mendengar berita buruk itu meski pada dasarnya ia
tidak percaya kepada keterangan orang.
Kesempatan bagus ini tidak dilewatkan oleh Alcu Yung,
segera ia melancarkan pukulan dahsyat ke arah Ki Tiang-hong.
Rupanya ia sengaja membuat berita dusta untuk
mengacaukan pikiran lawan, lalu menyergapnya.
Cepat Ki Tiang-hong mendorong Peng-ji kesamping,
berbareng telapak tangan kanan menolak ke depan. "Blang",
tenaga pukulan kedua pihak saling bentur dan menerbitkan
getaran keras. Peng-ji terhuyung-huyung beberapa tindak karena
dorongan Ki Tiang-hong itu. Dalam keadaan pikiran kacau tadi
ia tidak sempat menahan tenaga pukulan Alcu Yung, kalau
tidak didorong Ki Tiang-hong tentu dia akan terluka parah.
Alcu Yung mengeluarkan tenaga Liong-siang-kang tingkat
kedelapan, Ki Tiang-hong hanya menggunakan sebelah
tangan, ia tergetar mundur setindak.
"Hm, kiranya Ki-taihiap yang termashur tidak lebih cuma
begini saja kepandaiannya!" ejek Bok Him-him.
Belum lenyap suaranya mendadak Ki Tiang-hong membalik
tubuh dan kedua tangan menghantam sekaligus.
Dada Alcu Yung serupa kena digodam, sekali lompat ia
berjumpalitan ke sana.
"Lari ke mana"!" bentak Ki Tiang-hong dari segera
membayanginya dan menyerang lagi.
Gerak tubuh Alcu Yung aneh sekali, mendadak ia terjungkir
dengan kepala di bawah dan kaki di atas, lengannya
mendadak serupa beberapa inci lebih panjang dan
mencengkeram bagian yang tak terduga oleh Ki Tiang-hong.
Kiranya ia mahir ilmu yoga, otot dagingnya dapat mulur
mengkeret sesukanya. caranya berjungkir dengan kepala di
bawah dan kaki di atas justru merupakan kepandaian dasar
yoga. Namun Ki Tiang-hong tidak heran akan kelakuan lawan, ia
tetap mematahkan serangan Alcu Yung yang aneh itu.
Malahan ketika lawan melompat bangun lagi, segera ia serang
lagi untuk ketiga kalinya
Lwekang Ki Tiang-hong memang sudah mencapai tingkatan
sempurna, betapa tenaga sakti Liong-siang kang tingkat
kedelapan Alcu Yung tidak mampu melawannya. Hanya
sebentar saja Alcu sudah mandi keringat dengan napas
megap-megap serta berulang menyurut mundur.
Bok Him-him melihat gelagat tidak enak, segera ia turun
tangan. Sekali mengebaskan lengan bajunya, dua rangkum
asap segera terpancar ke arah Ki Tiang-hong dan Ling Peng-ji.
Alcu Yung sebelumnya sudah mengulum obat penawar
sehingga tidak takut akan keracunan. Bok Him-him tahu
lwekang Ki Tiang hong sangat tinggi dan mungkin sukar
merobohkannya, tapi Ling Peng-ji yang dia incar, ia pikir nona
yang kepandaiannya tidak lebih tinggi daripada Nyo Yam ini
bisa tersembur asap pasti akan jatuh pingsan seketika.
Siapa tahu akibatnya justra terbalik daripada dugaannya,
sekali tangan Ling Peng-ji bergerak, asap berbisanya seketika
juga dibuyarkan malah.
Hal ini bukan lantaran lwekang Ling Peng-ji terlebih lihai
daripada Ki Tiang-hong melainkan karena padanya kebetulan
terdapat semacam "jimat" anti asap berbisa itu. Jimat itu
adalah Peng-pok-sin-tan, peluru inti es yang sakti.
Pcluru es ini adalah ciptaan Peng-coan-thian-li dahulu
dengan es kristal yang terdapat di istana-nya, bilamana peluru
es itu meletus, seketika timbul hawa dingin yang
membuyarkan asap berbisa itu sehingga Ling Peng-ji tidak
gentar terhadap asap lawan.
Malahan Pek-pok-sin-tan yang ditimpuk Ling Peng-ji itu
secara tidak langsung juga membantu Ki Tiang-hong. Biarpun
lwekang Ki Tiang-hong sangat tinggi, ketika menciurn asap
berbisa itu, tidak urung kepalanya rada pusing juga, tapi
kejadian itu cuma berlangsung waktu singkat, begitu hawa
dingin Peng-pok-sin-tan menyebar, semangat Ki Tiang-hong
lantas segar kembali.
Perubahan kekuatan kedua pihak berbalik membuat Alcu
Yung kerepotan menghadapi pukulan Ki Tiang-hong yang
dahsyat, akhirnya terdengar suara "plak", Alcu terkena
pukulan dan cepat putar tubuh dan kabur.
Anehnya Bok Him-him tidak ikut lari, keruan Alcu Yung
sangat kuatir, sembari lari ia berteriak, "Lekas lari, Him-him,
lekas!" Tapi Him-him tetap berdiri diam saja bagai patung.
Terpaksa Alcu Yung mencari selamat diri sendiri lebih dulu dan
tidak urus Bok Him-him lagi.
Kiranya lwekang Him-him kurang kuat, karena pengaruh
hawa maha dingin Peng-pok-sin-tan, ia terbeku kaku.
Peng-ji lantas memegangnya sambil membentak, "Lekas
mengaku. bagaimana keadaan Nyo Yam?"
"Bila kau ingin jawabsnnya, mungkin perlu menunggu satu
jam lagi," kata Tiang-hong.
Peng-ji tersadar, katanya, "Ya, rupanya dia kaku terbeku
dan tidak sanggup bicara. Silakan paman menyadarkan dia
dengan lwekangmu yang hebat!"
"Tidak, biarkan perempuan siluman itu menderita lebih
lama," kata Tiang-hong.
"Tapi. ."
"Tentu kamu ingin lekas mengetahui berita Nyo Yam?"
tanya- Tiang-hong. Peng-ji - mengangguk.
"Namun aku tidak percaya kepada keterangan keparat
tadi," ujar Tiang-hong dengan tertawa. "Aku cukup kenal
kepandaian anak Yam. Mungkin keempat murid utama Thiansan-
pai saja tidak labih kuat daripada dia. Dengan kepandaian
anak Yam, mustahil dia bisa terbunuh oleh Ogotai semudah
itu. Baiklah, melihat kecemasanmu, bolehlah kupenuhi
permintaanmu."
Tapi sebelum dia menggunakan lwekangnya untuk
menyadarkan Bok Him-him, mendadak terjadi lagi sesuatu di
luar dugaan. Saat itu Alcu Yung sedang kabur dengan cepat, ia sudah lari
satu-dua li jauhnya, dari padang rumput yang hijau itu dapat
melihat jelas larinya itu.
Tiba-tiba muncul seorang berbaju putih mengadang jalan
lari Alcu Yung. Kejut Alcu sungguh jauh lebih hebat daripada
kepergok Ki Tiang-hong tadi.
"Hm, bagus sekali perbuatamu, Alcu Yung," jengek orang
bsrbaju putih itu.
Dengan suara gemetar Alcu Yung menjawab,
"Ubun.....ubun-sancu, mohon jangan ...."
"jangan salah paham. Hanya secara kebetulan saja aku
bertemu dengan istrimu, saat ini dia .... dia ada kesulitan,
kedatangan Sancu sangat kebetulan, silakan lekas . . . lekas .
..." Kiranya orang berbaju putih ini adalah Pek-toh-sancu Ubun
Pok. Dari jauh Ubun Pok sudah melihat Bok Him-him ditangkap
Ling Peng-ji, seruan Peng-ji yang minta Ki Tiang-hong
menyadarkan bini mudanya itu pun didengar olehnya, maka ia
tidak perlu menguatirkan keselamatan Bok Him-him untuk
sementara ini. Ia mendengus atas keterangan Alcu Yung, "Hm,
memangnya kau kira telingaku sudah tuli dan mata-ku buta"
Kau kira perbuatan kalian dapat mengelabuiku" Hm, memang
betul kedatanganku sangat kebetulan!"
Bicara sampai di sini, sebelah tangannya lantas menabas
kepala Alcu Yung.
Diam-diam Alcu juga sudah siap siaga, segera ia sambut
dengan kedua tangan. Terdengarlah jeritan ngeri, tahu-tahu
kepala Alcu Yung terpukul hancur dan roboh binasa.
Meski Alcu Yung baru saja bertempur sehingga tenaganya
banyak terbuang, tapi tidak ada yang menyangka juga sekali
gebrak saja Ubun Pok dapat membunuhnya. Melihat orang
yang ngeri itu. terkesiap juga Ki Tiang-hong.
Dalam pada itu, hanya sekejap saja Ubun Pok telah
menggunakan ginkangnya yang tinggi berlari ke depan Ling
Peng-ji. Sebelumnya Peng-ji sudah siap, serentak ia menebarkan
tiga butir Peng-pok-sin-tan. Ki Tiang-hong juga tidak tinggal
diam, ia membentak dengan Sai-cu-hong dan memukul
dengan Tai-lik-kim-kong-jiu yang dahsyat.
"Huh, mutiara sebesar beras juga bisa memancarkan
cahaya"!" jengek Ubun Pok dengan lengan baju mengebas.
Baru saja Peng-pok-sin-tan meletus dan hawa dingin belum
terpancar, tahu-tahu sudah digulung ke dalam lengan baju
Ubun Pok. Segera Peng-ji merasakan angin dahsyat mendampar, Bok
Him-him yang terpegang olehnya tahu-tahu sudah dirampas
oleh Pek-toh-sancu. Mendingan Ubun Pok menjaga gengsi dan
tidak mempersulit orang muda, kalau tidak tentu Ling Peng-ji
bi?a terluka parah.
Pada saat yang hampir sama sebelah tangan Ubun Pok juga
beradu dengan pukulan Ki Tiang-hong.
"Bagus!" bentak Ubun Pok dengan tergeliat. Ki Tiang-hong
sendiri menyurut mundur selangkah, Namun sebelah tangan


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ubun Pok yang lain tetap menahan di punggung Bok Him-him.
Dengan watak Ki Tiang-hong, sebenarnya dia tidak mau
menyerang pada saat lawan tak dapat menghadapinya dengan
baik. Tapi lantaran lawan sekarang adalah tokoh paling lihai
dari golongan jahat, pula Bok Him-him juga bukan perempuan
baik-baik, keadaan Ki Tiang-hong tendiri sebenarnya juga
lebih gawat daripada Ubun Pok, jika ia tidak menyerang,
sebentar bila Ubun Pok sudah memulihkan kebekuan bini
mudanya itu, mungkin Ki Tiang-hong sendiri akan kerepotan,
umpama ia dapat lari, tentu Ling Peng-ji yang akan mcnjadi
korban. Maka sekuatnya Ki Tiang-hong mengerahkan segenap
tenapa dalam, sekaligus ia menyerang belasan kali. Dengan
tangan kiri Pek-toh-sancu merangkul Bok Him-him, telapak
tangan menahan di punggung bini muda itu, berturut ia
mundur beberapa tindak, namun pukulan Ki Tiang-hong itu
tiada satu pun yang mengenai sasaran, malahan Bok Him-him
juga tidak cedera di bawah lindungannya.
Sekonyong-konyong Bok Him-him tertawa latah tiga kali,
habis itu lantas menangis tergerung. Nyata, meski dia tidak
tercederai, tapi lantaran cara Ubun Pok menyalurkan tenaga
dalam itu harus terbagi perhatiannya untuk melayani musuh
sehingga saluran lwekangnya terganggu, hal ini
mempengaruhi saraf Bok Him-him.
Diam-diam Ubun Pok terkejut, ia pikir bila berlarut-larut lagi
pikiran Him-him mungkin bisa terganggu, umpama jiwa dapat
diselamatkan, mungkin pikirannya akan kurang waras.
Dengan sendirinya ia tidak nnnginginkan bini muda
kesayangan kurang waras, cepat ia lemparkan Him-him
sehingga kedua tangannya dapat di-gunakan menghantam
sekaligus. Setelah keempat tangan beradu, segera Ki Tiang-hong
terasa kewalahan, muka berubah merah dan tubuh agak
sempoyongan. Tangan kiri Ubun Pok panas seperti besi bakar, sebaliknya
tangan kanan dingin seperti es, meski tidak sedingin Pengpok-
sin-tan, tapi karena dikerahkan oleh Iwekang Ubun Pok
dan langsung tersalur ke tubuh Ki Tiang-hong, kelihaiannya
jadi lebih hebat daripada Peng-pok-sin-tan.
Kiranya kedua tangan Ubun Pok yang panas dan dingin ini
merupakan dua macam ilmu sakti yang dilatihnya selama 30
tahun. Tangan kiri yang panas itu disebut Hwe-yam-to, golok
api membara, dan tangan kanan adalah Han-peng-ciang,
pukulan es maha dingin, betapapun lawan sukar bertahan bila
mana lwekangnya belum sempurna.
Ki Tiang-hong juga kewalahan, cuma karena lwekangnya
sudah cukup sempurna, maka untuk sekian lama ia masih
sanggup bertahan.
Dengan bedua macam ilmu sakti digunakan sekaligus, Ubun
Pok mengira Ki Tiang-hong dapat dibinasakannya, tak
tersangka olehnya lawan masih mampu bertahan.
Melihat Ki Tiang-hong ada tanda akan kalah, tentu saja Ling
Peng-ji sangat cemas.
Pen ji menyadari tenaga sendiri selisih sangat jauh dengan
musuh, tapi keadaan mendesak, tak terpikir lagi olehnya akan
keselamatan sendiri, cepat ia mengeluarkan Peng-pok-hanTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
kong-kiam, pedang inti es, pemberian Tong-hujin, nyonya
Tong Keng-thian.
Pedang mestika ini gemblengan dari inti es berlaksa tahun
umurnya, jauh lebih lihai daripada Peng-pok-sin-tan. Begitu
dia menerjang maju dan pedang diputar, seketika Ubun Pok
merasakan hawa dingin merasuk tulang sehingga menggigil.
Sebenarnya dengan lwekangnya yang sempurna. hawa
dingin Peng-pok-han-kong-kiam itu sanggup ditahannya, dan
tidak sampai menggigil, soalnya tenaganya telah banyak
terkuras, berbareng ia pun harus menghadapi Ki Tiang-hong,
mau-tak-mau ia merasa payah.
Diam-diam Ubun Pok berpikir biarpun akhirnya dapat
mengalahkan lawan umpamanya, itu pun perlu makan waktu
lama, sedang jiwa Him-him mungkin sukar diselamatkan, diri
sendiri sedikitnya juga akan jatuh sakit.
Ia dapat ambil tindakan cepat, sebelum Ling Peng-ji
menerjang lebih jauh, segera ia melompat mundur, gerak
tubuhnya sungguh cepat sekali, ia dapat susul Bok Him-him
yang dilemparkan tadi, segera ia angkat bini mudanya itu
tents dibawa lari secepat terbang.
Lega hati Ling Peng-ji melihat musuh kabur, tanyanya,
"Bagaimana keadaanmu, paman Ki?"
Ki Tiang-hong mengatur pernapasan dulu,
habis itu baru menjawab, "Tidak beralangan, untung juga
setan tua itu gentar terhadap pedang mestikamu, kalau
bertarung dalam jangka panjang jelas aku yang akan celaka.
Akan lebih bagus lagi jika tadi kau tawan dulu perempuan
siluman itu."
"Alcu Yung sudah mati, biarkan saja perempuan itu lari,"
kata Peng-ji. "Yang kukuatirkan justru nona Liong "
"Baik, kutahu engkau terburu ingin tahu keadaan Nyo Yam,
apa yang dikatakan nona Liong tadi juga belom tentu benar,
biarlah kita bembali ke sana untuk tanya lebih jelas padanya."
"Meski tindak-tanduk nona Liong agak aneh, tapi kutahu
hatinya cukup baik. Sekali ini ikut tertimpa malang demi
membela Nyo Yam, sebentar kuharap paman harus berusaha
membelanya."
"Ya, kutahu, jangan kuatir," kata Tiang hong. "Menurut
pandapatku, Ting Tiau-min juga karena rasa gusar seketika
saja dan takkan membikin susah padanya."
Jika Ling Peng-ji sangat menguatirkan keselamatan Nyo
Yam, tak diketahuinya anak muda itu justru dalam perjalanan
di belakangnya.
Waktu Nyo Yam mendengar suara seruling gelagah, cepat
ia menyusul kemari. Ia tidak sempat bertemu dengan Ling
Peng-ji, tapi kepergok Pek-toh-sancu.
Saat itu Ubun Pok berlari cepat hendak puking ke Pektohsan
dengan mengempit bini muda kesayangannya itu, sebelah
tangan yang mengempit Bok Him-him itu tetap menahan di
punggungnya dengan bantuan Iwekang untuk melancarkan
darah dan mengusir hawa dingin baginya.
Ketika mendadak Nyo Yam melihat orang tua ini berlari
datang dengan mengempit Bok Him-him, ia terkejut dan
bergirang. Ia tidak kenal Pek-toh-sancu, disangkanya Bok Him-him
ditawan orang tua ini. ia pikir jika orang tidak gentar terhadap
kawanan siluman Pek-toh-san, malahan sanggup menawan
perempuan siluman ini, tentu orang tua ini juga tokoh
kalangan pendekar, bisa jadi sahabat salah seorang paman
gurunya. Segera Nyo Yam berteriak, "Silakan Cianpwe berhenti
sebentar, Cayhe anak murid Tong Keng-thian, pejabat ketua
Thian-san-pai yang lalu, Ki-taihiap Ki Tiang-hong adalah ayah
angkatku."
"Hm, jadi kamu ini Nyo Yam?" jengek Ubun Pok sambil
menghentikan langkahnya.
"Betul, tecu inilah Nyo Yam," sahut Nyo Yam dengan
girang. "Kau tahu siapa aku?"
"Maaf cayhe tidak tahu daa justru ingin tahu siapa Cianpwe
yang mulia. Namun kukenal perempuan siluman ini."
"Kau tahu apa tentang dia ini?" tanya Ubun Pok.
"Kutahu dia adalah bini muda makhluk tua aneh Pek-tohsan
itu," jawab Nyo Yam. "Terus terang, memang hendak
kucari dia."
Ubun Pok meliriknya sekejap dan menjengek pula, "Untuk
apa kau cari dia?"
"Kuingin minta sesuatu barang padanya!" tutur Nyo Yam.
Sebenarnya ia hendak menjelaskan yang di-maksud adalah
"surat pengakuan dosa" Ciok Jing-coan itu, tapi Ciok Jing-coan
dikenal sebagai putra Ciok Thian-hing, tokoh Thian-san-pai,
disangkanya Ubun Pok juga tokoh kalangan pendekar,
bilamana minta penjelasan urusan ini tentu bisa bertele-tele,
sebab itulah ia bertutur secara samar-samar.
Mendadak Ubun Pok menjadi gusar, bentak-nya "Kurang
ajar! Ayah angkatmu saja tidak mampu melawan diriku, tapi
kau berani main gila padaku. Hm, harus kucabut nyawamu!"
Sembari bicara serangan lantas dilancarkan, langsung ia
hantam kepala Nyo Yam.
Pek-toh-sancu menggunakan tangan kanan yang kuat dan
panas, seketika Nyo Yam merasakan tubuh seperti dikakar
meski belum terkena pukulan lawan, napas pun terasa sesak.
Keruan Nyo Yam terkejut, baru sekarang ia tahu salah
sangka, orang jahat dikiranya orang baik. Untung
kepandaiannya juga sudah mencapai tingkatan yang cukup
sempurna, meski terkejut tidak menjadi bingung, cepat ia
menggeser ke samping dan segera balas menghantam dengan
Si-mi-ciang-hoat yang lihai,
Melihat anak muda itu tidak lemah, Ubun Pok menjadi
gusar, bentaknya, "Kau sendiri yang cari mampus, rasakan
pukulanku ini!" ,
Berbareng ia hantam dengan dua tangan sekaligus.
Nyo Yam berteriak, tubuh mencelat beberapa tombak
jauhnya serupa layangan putus.
Pada saat yang sama, mendadak Bok Him-him juga
menjerit dan sempoyongan hendak roboh
Kiranya Nyo Yam sekaligus juga telah mengeluarkan dua
macam kungfu andalannya, telapak tangan kanan
menggunakan Si-mi-ciang-hoat yang lunak untuk melawan
pukulan dahsyat Pek-toh-sancu. seding tangan kiri
menggunakan "Kim-liong-coa," ilmu cengkeram naga, kungfu
ajaran Liong Cek-leng (ayah Lioog Leng-cu), untuk
mencengkeram dari jauh.
Meski Bok Him-him berada di bawah lindungan Ubun Pok,
tidak urung bajunya terobek oleh cengkeraman Nyo Yam itu.
Waktu Nyo Yam berdiri tegak kembali, terasa darah
bergolak dalam rongga dada, tubuh panas serupa dipanggang,
sebagian tubuh lain justru kedinginan seperti jatuh ke dalam
liang es, serangan hawa panas-dingin membuatnya sukar
bernapas, keruan ia sangat terkejut.
Ia tidak tahu Ubun Pok juga tidak kurang kejutnya ketika
melihat Nyo Yam tidak roboh, sebaliknya baju bini mudanya
malah terobek oleh cengkeraman dari jauh itu.
Kalau melulu bicara soal kekuatan, sebenarnya Nyo Yam
tidak mungkin sanggup melawan kedua macam ilmu sakti Pektoh-
sancu itu. Soalnya Ubun Pok tadi sudah bertempur sengit
melawan Ki Tiang-hong diiamping harus menyalurkan tenaga
murni ke tubuh bini mudanya, sisa tenaganya sudah tidak ada
separuh lagi. Nyo Yam tidak mau kalah, segera ia lolos pedang dan siap
tempur pula. Hal ini ternyata dapat membuat gentar lawan
sehingga Pek-toh-sancu tidak berani menyerang lagi.
Maklumlah, pada waktu mulai bertempur tadi tenaga Ubun
Pok tinggal separoh daripada biasa-nya, kini sisa tenaganya
tidak lebih daripada tiga bagian saja, dengan sendirinya ia
tidak berani membuang tenaga lagi.
"Anak kurang ajar, biarlah jiwamu kuampuni hari ini, balau
berani boleh coba mencariku ke Pek-to-san," setelah memberi
beberapa kata basa-basi, lalu ia angkat Bok Him-him dan
dibawa lari, hanya sekejap saja sudah menghilang di
kejauhan. Diam-diam Nyo Yam bersyukur, teringat olehnya iblis tua ini
mengatakan ayah angkatnya telah dicederainya, entah benar
atau dusta, ia pikir harus lekas mencari sang ayah angkat.
Sementara itu sudah sekian lama Ubun Pok membawa lari
Bok Him-him dari telapak tangan dapat dirasakan napas Himhim
sudah mulai pulih maka dilepaskannya turun.
Di bawah tatapan Ubun Pok, air mata Him-him hampir
menitik. "Hm, bagus sekali perbuatanmu, hanya membikin malu
saja, pakai berlagak hendak menangis segala?" jengek Ubun
Pok. "Padahal antara Alcu dan aku juga tidak terjadi apa-apa,"
ucap Him-him dengan tersendat. "Salahku tidak pikir
menghindari prasangka orang. Waktu ia menemukan jejak
Siau-yau-li itu, ternyata Siau-yau-li itu sudah jatuh dalam
cengkeraman orang Thian-san-pai, maka ia minta bantuanku
untuk merampas Siau-yau-li itu."
"Mengapa yang kulihat tadi hanya Ki Tiang-hong dan tidak
terdapat Siau-yau-li itu?" kata Ubun Pok.
"Siau-yau-li itu sudah dibawa pergi oleh Ting Tiau-min, jika
engkau tidak percaya, boleh silakan kau kejar ke sana, bisa
jadi dapat menyusul mereka."
"Hm, sengaja kausuruh kupergi agar kamu dapat memikat
pemuda lain lagi," jengek Ubun Pok.
Akhirnya Bok Him-him menangis, ratapnya, "O, tuanku,
engkaulah yang mengangkat diriku dari pecomberan, jiwaku
juga diselamatkan oleh-mu, masa aku mengkhianatimu" Jika
engkau tidak percaya kepadaku, boleh kau bunuh saja diriku."
Lunak juga hati Ubun Pok oleh air mata Bok Him him,
katanya, "Baiklah, toh Alcu Yung sudah kubinasakan, umpama
dusta keteranganmu juga tidak perlu kuusut lagi. Nah, lekas
usap air mata-mu, jangan menangis lagi."
Segera Bok Him-him berhenti menangis, katanya, "Terima
basih atas budi kebaikan Loya ku, betapapun hamba pasti
akan membalas kebaikanmu dan tidak berani timbul pikiran
busuk terhadap-mu."
"Tidak perlu kau gunakan kata-kata manis ter-hadapku,"
ucap Ubun Pok. "Sekarang ingin ku-tanya .suatu urusan
padamu." "Apa yang Loyacu ingin tahu?" tanya Him-him.
"Alcu Yung sudah mampus, urusanmu dengan dia tidak
perlu kupikir lagi, cuma . ."
"Cuma apa?" tanya Him-him.
"Ada hubungan apa antara Nyo Yam dengan-mu?" tanya
Ubun Pok dengan dingin.
"Ai, kenapa Loyacu bicara demikian," seru Him-him.
"Tampaknya rasa curiga Loyacu teramat besar. Memangnya
berapa usia Nyo Yam, aku kan pantas menjadi ibunya?"
Air muka Ubun Pok tambah dingin, katanya, "Memangnya
kaukira aku tidak tahu selama ini kau suka memikat anak
muda" "Jika benar antara kalian tidak ada sesuatu urusan,


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengapa dia menyusulmu?" kata Ubun Pok. "Barang apa pula
yang dia inginkan darimu?"
Tergerak hati Him-him, pikirnya, "Tua bangka ini telah
mengetahui hubunganku dengan Alcu Yung, meski sekarang
dia tidak tega membunuh-ku, namun kasih sayangnya padaku
jelas takkan pulih kembali seperti semula. Setiba di rumah
mungkin juga kedudukanku akan banyak merosot dalam
pandangan orang. Sekarang Alcu sudah mati, biarlah kuambil
hatinya dengan menyerahkan surat pengakuan dosa Ciok Jingcoan
itu, karena jasaku ini mungkin dia akan mengampuni
kesalahanku."
Setelah ambil keputusan, Him-him menengadah dan
tertawa, katanya, "Kukira ada apa, kiranya engkau salah
paham terhadap urusan ini. Hihi, sungguh lucu."
"Lucu apa?" tanya Ubun Pok dengan menarik muka.
"Memang betul, padaku memang ada sesuatu barang yang
sangat diincar Nyo Yam," tutur Him-him. "Bukan saja Nyo Yam
mengincar, bahkan Alcu Yung, dan orang Thian-san-pai sama
menghendakinya. Tidak kuberikan kepada Alcu Yung, juga
tidak gentar menghadapi risiko akan dikejar orang Thian-sanpai,
selama ini kusimpan barang itu, tujuanku justru hendak
kubawa pulang untuk dipersembahkan kepada orang yang
kucintai. Loyacu tidak memahami maksudku, sebaliknya marah
padaku. Ai, sungguh aku menyesal dan berduka."
Ubun Pok menjadi sangsi, katanya, "Sekian banyak kau
bicara, sesungguhnya barang apa yang dimaksud?"
"Sepucuk surat pengakuan dosa," tutur Him-him.
Ubun Pok melengak, "Surat pengakuan dosa" Siapa yang
mengaku dosa" Dosa apa yang diakui?"
"Surat pengakuan desa Ciok Jing-coan," tutur Him-him pula.
"Ciok Jing-coan itu siapa?" tanya Ubun Pok.
"Loyacu tidak tahu Ciok Jing-coan, kalau Ciok Thian-hing
tentu tahu bukan."
"Maksudmu Ciok Thian-hing dari Thian-san yang baru saja
diangkat menjadi sesepuh itu?"
"Betul, Ciok Thian-hing yang merupakan orang pertama dari
keempat murid utama Thian-san-pai, kedudukannya dalam
Thian-san-pai sekarang hanya di bawah pejabat ketua yang
baru Tong Kah-goan, Ciok Jing-coan adalah putranya. Surat
pengakuan dosa apa yang dibuat Ciok Jing-coan boleh silakan
kau baca sendiri."
Ubun Pok menerima surat itu dan dibaca dengan teliti, ia
menjadi girang, katanya, "Aha, bagus, sungguh bagus! Tak
tersangka seorang sesepuh Thian-san-pai seperti Ciok Thianhing
dapat mengeluarkan seorang anak berkelakuan busuk
seperti itu. kebetulan yang hendak diperkosanya justru Siauyau-
li itu." "Dengan memegang surat ini, masa Loyacu tak dapat
menundukkan Ciok Thian-hing?" kata Him-him. "Dalam
keadaan demikian, selain dapat Loyacu suruh dia
menyerahban Siau-yau-li pada-mu, Thian-san-pai tentu juga
akan tergenggam oleh-mu."
"Ciok Thian-hing kan bukan ketuanya, untuk menggenggam
Thian-san-pai mungkin tidak gampang," kata Ubun Pok dingan
tertawa. "Cuma, untuk mengacau perselisihan antara Thiansan-
pai dengan pihak kerajaan akan sangat mungkin tercapai."
"Bila Loyacu dapat membantu kerajaan, jasa mu tentu tidak
kecil," kata Him-him.
"Bukan tujuanku ingin mencari kedudukan dan nama, tapi
bila dapat kuberikan sumbangan ini kepada Ogotai, tentu dia
akan memberi balas jasa juga kepada kita."
"Betul, jika Ogotai mendukung pihak kita, tentu Pek-toh-san
kita juga dapat merajai dunia persilatan, maju lagi selangkah
dapatkah kita berebut pimpinan Bu-lim dengan Siau-lim-pai
dan Bu-tong-pai," tukas Him-bim dengan senang.
Ubun Pok terbahak, ia sengaja tanya, "Tadi kau bilang surat
ini hendak kau persembahkan kepada orang yang kau sayangi,
memangnya siapa, kan belum kau jelaskan."
"Ai, Loyacu ini, sudah tahu sengaja tanya jagi," ucap Himhim
dengan aleman. "Siapa lagi yang kumaksudkan kalau
bukan Loyacu sendiri."
"Ya, sudah," ucap Ubun Pok sambil merangkul Bok Himhim.
"Kamu memang jantung hatiku dan istriku yang baik."
"Tapi hamba tidak punya rejeki sebesar itu, kan masih ada
Toanio (istri tua) dan Jinio (istri kedua) di atasku," kata Himhim
menyesal. "Nanti akan kuceraikan Toanio dan kuangkat dirimu sebagai
istri pertama," kata Ubun Pok tertawa. "Mari lekas kita pulang,
apakah kamu sudah dapat berjalan?"
Him-him mejawab, "Rasanya sudah dapat berjalan."
Tidak jauh mereka melanjutkan perjalanan, tiba-tiba datang
seorang penunggang kuda dari depan, ternyata seorang
perwira. "Ai, kiranya Ubun-sancu, angin apakah yang membawamu
ke sini"!" seru perwira itu sambil melompat turun demi
mengenali Pek-toh-sancu. "Eh, Bok Sam-nio, kebetulan aku
hendak mencari diri-mu, mengapa . . "
Sampai di sini agaknya dirasakan ada yang perlu dihindari,
maka segera ia putar haluan dan menyambung, "Tak
tersangka bertemu dengan kalian di sini, sungguh kebetulan
sekali." Ubun Pok kenal perwira ini adalah wakil Ting Hian-bu yang
memimpin pasukan tentara Boanjing menggempur Sinkiang,
yaitu Bu Ek. Guru Bu Ek adalah Tiong Bu-yong, bekas murid Kai-pang
yang membrontak, Tiong Bu-yong ada hubungan baik dengan
Ubun Pok, kalau di-hitung sebenarnya masih terhitung
angkatan tua Ubun Pok.
Maka Ubun Pok menjadi curiga oleh ucapan Bu Ek, katanya,
"Bu-taijin, kabarnya kalian sedang bersiap-siap menyerbu
Lodan, mengapa engkau berada di sini sendirian dan hendak
mencari Him-him" Memangnya ada urusan penting apa?"
"Aku diperintahkan komandan kami untuk minta sesuatu
barang kepada Sam-nio," jawab Bu Ek.
"Barang apa?" tanya Ubun Pok.
Bu Ek memandang Bok Him-him sekejap, tampaknva
seperti kuatirkan sesuatu.
Dengan serius Ubun Pok berkata, "Aku dan Him-him kan
suami-istri, ada urusan apa boleh katakan saja."
"Ah, sebagai suami kan pantas jika kuminta persetujuan
Sancu, maka tadi kukatakan sangat kebetulan," kata Bu Ek.
"Barang yang kumaksud adalah sepucuk surat pengakuan
dosa Ciok Jing-coan, apakah Sam-nio belum bicara
denganmu?"
"Ya, sudah," kata Ubun Pok. "Tapi dari mana kalian
mengetahui surat pengakuan dosa itu berada padanya" Selain
itu, jika kalian sudah tahu sebelumnya, mengapa baru
sekarang kalian minta padanya?"
Bu Ek ragu sejenak, katanya kemudian, "Sancu, apakah
engkau sangsi akan perintah palsu komandanku?"
"Bukan kusangsi padamu, tapi perlu kutahu seluk-beluk
urusan ini baru dapat memberi keputusan."
"Wah, ini ... ini . . . ." Bu Ek tergegap.
"Memangnya ada hal yang tidak enak kau katakan?" tanya
Ubun Pok kurang senang.
"Oo, ti . . . tidak, cuma agak panjang jika kuceritakan
urusan ini."
"Kan tiada urusan lainnya, apa alangannya kau katakan
saja," ucap Ubun Pok. "Asal urusannya jelas kuketahui sudah
cukup bagiku, maka tidak perlu kau sangsi."
"Baiklah, akan kuceritakan sejelasnya," ucap. Bu Ek.
Pada waktu Bu Ek bicara, hati Bok Him-him berdetak keras,
kuatir bila Bu Ek menceritakan hubungan gelapnya dengan
Alcu Yung. Ubun Pok sendiri juga tidak enak hati, sebab apa pun juga
perbuatan Bok Him-him itu menyangkut nama baik
keluarganya, bila yang di-ceritakan Bu Ek itu menyangkut
perbuatan bini mudanya, lalu ke mana mukanya akan ditaruh.
Karena prasangka ini, tanpa terasa timbul maksudnya untuk
membunuh, untuk menjaga gengsi hanya ada dua jalan dapat
ditempuhnya, yaitu Bu Ek dibunuhnya untuk menghilangkan
saksi hidup atau perempuan hina ini yang dibinasakan untuk
mempertahankan kehormatanku. Tapi sekarang tenagaku
cuma tersisa tiga bagian saja, entah dapat membunuh Bu Ek
atau tidak, untuk membereskan perempuan hina ini sih tidak
susah, hanya terasa agak sayang saja.
Begitulah dengan ringkas Bu Ek bercerita tentang
munculnya surat pengakuan dosa itu dan cara bagaimana
mereka mendapat kabar hal ini, lalu ia menambahkan, "Hari
itu Alcu Yung telah menjelaskau rencananya kepada Toan
Kiam-jing, lantaran dia tidak sempat pulang untuk lapor
kepada komandan, maka dia minta perantaraan Toan Kiamjing
untuk mcneruskan gagasannya itu dan minta izin
komandan supaya dia boleh bertindak dengan bebas."
"Nanti dulu," kata Ubun Pok, "laporan apa yang dia minta
diteruskan oleh Toan Kiam-jing?"
"Waktu itu Siau-yau-li Liong Leng-cu baru kabur belum
terlalu lama, kami juga tahu Siau yau-li itu adalah musuh
Sancu," kata Bu Ek.
"Betul, berita kalian ternyata cukup cepat. Jika begitu, lalu
ada kehendak Alcu Yung, coba ceritakan lagi."
"Alcu minta komandan memperbolehkan dia bergabung
dengan nyonyamu untuk memburu Siau-yau-li itu," sambung
Bu Ek. Hati Bok Him-him merasa lega oleh keterangan ini, pikirnya,
"Syukur ceritanya cocok dengan keteranganku kepada si tua
tadi. Em, tampaknya dia juga tidak berani membongkar
rahasia pribadiku."
Bu Ek merandek sejenak, seperti teringat suatu urusan,
tiba-tiba ia berkata pula, "Eh, ya, ke mana perginya Alcu Yung,
mengapa tidak kelihatan."
"Dia sudah terbunuh oleh orang Thian-san-pai," kata Ubun
Pok dengan dingin. Ia sengaja berdusta, tujuannya supaya
rahasia keluarganya yang busuk itu tidak tersiar.
Tentu saja Bok Him-him tambah lega oleh ucnpan Ubun Pok
itu. "Ah, jika begitu, ternyata cocok juga dengan dugaan
komandan," kata Bu Ek. "Tentang nyonyamu mendapatkan
surat pengakuan dosa ini, hal ini juga sudah dilaporkan Alcu
kepada komandan melalui Toan Kiam-jing. Demi mengetahui
surat itu sangat berguna bagi kami, maka komandan ingin
minta surat ini. Mengingat urusan ini sangat penting, maka
komandan memberi pesan harus di-laksanakan dengan hatihati."
"Haha, kiranya kami bicara dengan tergegap tadi adalah
karena kuatir kami membocorkan rahasia kalian ini?" tanya
Ubun Pok dengan tergelak. Ia sangka dugaannya tidak salah,
maka rasa waswasnya seketika lenyap sebagian besar.
"Meski komandan sudah mengetahui Alcu Yung bermaksud
menggunakan surat pengakuan dosa itu untuk memeras Ciok
Thian-hing, tapi dia juga anggap cara demikian terlalu
gegabah maka aku disuruh menyusulnya pulang," kata Bu Ek
pula. "Berbareng itu komandan menyuruhku minta surat
pengakuan dosa itu, kata komandan, apa imbalan yang Sancu
kehendaki pasti akan dilaporkan komandan kepada Sri
Baginda." "Hah, kiranya kalian ingin menarik keuntungan enak dalam
urusan ini." kata Ubun Pok dengan tertawa.
"Kutahu hubungan O-congkoan dengan Sancu cukup erat,
dengan sendirinya Sancu juga dapat memberi surat itu kepada
O-congkoan kami. Tapi akhirnya O-congkoan pasti juga akan
menyerahkan surat itu kepada komandan kami untuk diurus
lebih lanjut. Maka kukira lebih baik Sancu serahkan surat itu
untuk kubawa pulang, selain Sancu tidak perlu menempuh
perjalanan jauh, sekaligus juga mengikat hubungan baik. Kan
sama saja surat itu diserahkan kepada O-congkoan atau
komandan kami."
"Tapi masih ada satu hal yang lupa kau-katakan," tukas
Ubun Pok dengan tertawa. "Bila-mana dapat kaulaksanakan
tugas dengan baik bagi komandanmu, kan kamu juga
berjasa." "Haha, bicara terus terang memang aku pun ingin
membonceng sedikit jasa," ujar Bu Ek dengan terbahak, "Maka
mohon Sancu mengingat hubungan baikmu dengan guruku
dahulu, sudilah memberi sedikit kebaikan padaku."
Anak telinga Ubun Pok tergetar sakit oleh suara tertawa Bu
Ek, ia terkesiap, pikirnya, "Rupanya dia sudah berhasil
menyakinkan lwekang tinggi, pantas berani pamer di
depanku." Ia habis kecundang, maka rasa curiganya juga tambah
besar, pikirnya pula, "Jangan-jargan dia tahu tenagaku banyak
terganggu, maka bukan cuma ingin pamer saja, malahan
sengaja hendak menggertak diriku, kalau minta secara halus
tidak dapat mungkin akan memakai kekerasan. Lantas surat
pengakuan dosa ini harus kuberikan atau tidak?"
Sudah tujuh-delapan tahun Ubun Pok tidak bertemu dengan
Bu Ek, maka yang menarik perhatiannya adalah lwekang Bu
Ek yang lihai itu. sebaliknya yang mengherankan Bok Him-him
justru suara tertawa Bu Ek yang aneh itu, lamat-lamat
dirasakannya ada sesuatu yang tidak beres.
la pikir suara tertawa Bu Ek biasanya mengilukan serupa
benda logam yang digosok dan sangat menusuk telinga,
mengapa sekarang berubah melengking- tajam dan
menggetar sukma" Meski anak telinga serasa pekak, tapi
suaranya tidak terlalu menusuk"
Namun dari depan ia tidak melihat sesuatu perubahan atas
diri Bu Ek, meski merasa sangsi namun Him-him tetap tidak
berani memastikan Bu Ek ini palsu. Apalagi cirinya tergenggam
di tangan Bu Ek, dengan sendirinya ia tidak berani cari
perkara, malahan ia ikut membujuk agar Ubun Pok mau
menyerahkan surat pengakuan dosa yang diminta.
Ubun Pok merasa ragu, setelah dipertimbangkan lagi
sejenak, akhirnya ia keluarkan juga surat pengakuan dosa Ciok
Jing-coan itu. Menurut pertimbangannya. jika surat itu ia serahkan kepada
Ogotai, meski lebih besar faedah-nya, tapi jelas akan
menimbulkan rasa dendam Ting Tiau-yong dan ling Hian-bu,
manfaat yang diperolehnya nanti mungkin tidak cukup untuk
menambal kerugian. Apalagi sekarang bill Bu Ek main
kekerasan, dirinya juga belum tentu bisa menang. Kalau Bu Ek
sudah mau bicara dengan baik akan lebih baik kuturuti


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehendaknya saja untuk hubungan baik selanjutnya.
Setelah ambil keputusan, Ubun Pok lantas menyerahkan
surat itu, katanya dengan tertawa, "Haha, jika kau datang
kemari untuk minta barang ini, umpama tidak ada perintah
komandan kalian juga akan kupenuhi permintaanmu."
Bu Ek terima surat itu, katanya. "Aku terburu-buru akan
pulang untuk melaporkan urusan ini, bila semuanya beres
nanti kami akan berkunjung ke Pek-toh-san untuk
mengucapkan terima kasih kepada Sancu. Maaf, kupergi dulu."
Habis berkata ia terus tinggal pergi, hanya sekejap saja
sudah lenyap. Kembali Ubun Pok terkesiap, katanya, "Entah penemuan
aneh apa yang dialami Bu Ek, semula ginkangnya tidak begitu
tinggi, sekarang dia ternyata menguasai ginkang yang maha
tinggi." Bok Him-him juga terheran-heran, belum ada sebulan dia
berpisah dengan Bu Ek, Bagaimana bisa ginkang Bu Ek
terlebih tinggi daripada Ubun Pok, tidak mungkin terjadi dalam
sebulan Bu Ek berhasil menyakinkan ginkang setinggi itu.
Tapi saat ini yang diharapkannya asalkan Ubun Pok tidak
mengusut kesalahannya dia sudah puas, apalagi ia juga perlu
lekas pulang ke Pek toh-san untuk merawat lukanya, bila ia
kemukakan rasa curiganya dan Ubun Pok mengadakan
pengejaran terhadap Bu Ek dan meninggalkan dia begitu saja,
kan urusan bisa runyam"
Dalam pada itu Bu Ek sudah berlari cukup jauh, di situlah
baru ia bergelak tertawa keras.
Belum lenyap suara tertawanya, sekonyong-konyong
sesosok bayangan orang melayang tiba. Keruan Bu Ek
terkejut, disangkanya Pek-toh-sancu mengejar kemari. Tapi
setelah diawasi baru di-ketahui orang ini bukan Ubun Pok,
melainkan Nyo Yam adanya.
Setelah Nyo Yam beradu pukulan dengan Ubun Pok,
dirasakan kungfu Pek-toh-sancu Pek-itu memang sangat lihai,
setengah badan Nyo Yam terasa panas seperti dipanggang,
tapi setengah badan lain justru kedinginan serupa kejeblos ke
dalam gua es. Untuk menghilangkan kedua macam perasaan
tak enak dalam tubuhnya ia perlu mengerahkan tenaga dalam
untuk mengatur napas, sampai sekian lama barulah pulih
kembali. Selagi pikirannya kusut dan melanjutkan perjalanan
dengan bimbang, pada saat itulah didengarnya gelak tertawa
keras Bu Ek, ia merasa suara orang seperti sudah dikenalnya.
Cepat ia memburu ke tempat suara tertawa itu dan
dapatlah dilihatnya Bu Ek sedang terbahak-bahak sendirian di
situ. Belum lama Nyo Yam baru bergebrak dengan Bu Ek di
Lodan, maka ia merasa kecewa dan juga terkejut melihat Bu
Ek herada di sini.
Nyo Yam sudah kenal kungfu Bu Ek tidak lemah, dalam
keadaan tenaga sendiri baru mulai pulih, bila harus keras
lawan keras lagi mungkin sukar menandingi orang. Namun
watak Nyo Yam memang tidak mau kalah, ia pikir biarpun
bukan tandingannya juga akan kulabrak dia.
Segera ia berlari mendekat sambil membentak. "Hah, tentu
tidak kausangka akan kepergok aku di sini. Nah, boleh kita
coba-coba lagi, kalau bukan kamu yang mampus biarlah aku
yang hidup!"
Selagi Nyo Yam merasa heran mengapa ginkang Bu Ek bisa
mendadak bertambah setinggi ini, didengarnya Bu Ek sedang
tergelak dan ber-kata, "Haha, memang tidak salah, sungguh
tidak kusangka akan bertemu denganmu di sini. Cuma kutahu
kau mau pergi ke Thian-san, aku memang sedang mencari
dirimu." Girang dan kejut Nyo Yam demi mengenali suara orang,
serunya, "Hah, kiranya engkau Thio..."
"Bu Ek" tertawa, sahutnya, "Betul, aku paman Thio..."
Ia mengusap muka sendiri sehingga terlihatlah wajah
aslinya. Kiranya "Bu Fk" iui adalah samaran Koai-hoat Thio.
Maling sakti itu memandang Nyo Yam sekejap, katanya,
"Agaknya kamu baru saja berkelahi dengan orang, betul tidak"
Ginkangmu sebenarnya dapat lari terlebih cepat, tentunya
lawan-mu itu sangat kuat dan sukar dilayani7"
"Ya memang seorang lawan tangguh yang belum pernah
kulihat, hampir saja aku dilukai oleh pukulannya," tutur Nyo
Yam sambil menyengir.
"Siapakah orang itu?" tanya Koai-hoat Thio terkejut.
"Seorang kakek yang tidak diketahui asal-usulnya," tutur
Nyo Yam. Koai-hoat Thio mengangguk, katanya, "Ya, kutahu, kakek
itu berada bersama dengan siluman Bok Him-him itu, betul
tidak?" "Dari mana kau tahu" Ah, rupanya kaupun pergoki
mereka?" kata Nyo Yam.
"Tadi baru saja kupergoki mereka dan sengaja kukerjai
mereka," tutur Koai-hoat Thio dengan tertawa.
Nyo Yam tidak sempat tanya cara bagaimana orang
mengerjai musuh, ia buru-buru ingin tahu keadaan ayah
angkat dan Ling Peng-ji, cepat ia tanya pula, "Entah siapa iblis
tua itu, tapi ia bilang ayah angkat pun kena dicederai olehnya,
entah betul atau tidak" Paman Thio, sudahkah kau lihat ayah
angkat dan Ling-cici?"
"Iblis tua itu tak-lain-bukan adalah Pek-toh-sancu Ubun
Pok," tutur Koai-hoat Thio.
"Ah, sejak mula seharusnya kuingat akan dia," seru Nyo
Yam. "Pantas ia bilang bila berani boleh kucari dia di Pek-tohsan,
kiranya dia Pek-toh-sancu sendiri."
"Kamu tidak perlu gugup, meski ayah angkat-mu tak dapat
mengalahkan Pek-toh-sancu, tapi juga takkan kecundang,"
kata Koai-hoat Thio.
"Dari mana kau tahu?" tanya Nyo Yam.
"Bila benar Pek-toh-sancu sudah mencederai ayah
angkatmu, tentu dia tidak perlu terburu buru lari pulang,"
tutur Koai-hoat Thio. "Maka menurut pendapatku, agaknya dia
sendiri tidak sedikit kehilangan tenaga murni, besar
kemungkinan dia yang kecundang."
Nyo Yam merasa lega, katanya, "Ling-cici berada bersama
ayah angkat, tapi entah bagaimana keadaannya?"
"Aku tidak bertemu dengan mereka, tapi ku yakin nona Ling
pasti tidak apa-apa, sebaliknya perempuan siluman itulah yang
kecundang olehnya."
"Mengapa bisa terjadi begitu?" tanya Nyo yam.
"Soalnya pada waktu kupergoki Ubun Pok dan bini mudanya
itu, wajah perempuan siluman itu kelihatan pucat kuyuh,
semangat lesu, sekali pandang saja dapat kuduga dia terluka
oleh hawa dingin Pek-pok-sin-tan," tutur Koai-hoat Thio-
"Untung juga Pek-toh-sancu dibebani perempuan siluman itu
sehingga banyak membuang tenaga lagi. Secara tidak
langsung kaupun telah membantuku, kalau tidak tentu aku
tidak berani menyerempet bahaya mengibuli mereka."
"Ganti rupa dan ubah wajah kan merupakan kepandaian
khas paman Thio, masa engkau kuatir diketahui mereka?"
Koai-hoat Thio tertawa, katanya, "Kamu tidak tahu, hampir
saja penyamaranku diketahui perempuan siluman itu, ia juga
ahli dalam bidang, ini, bila bukan lantaran pikirannya belum
sadar, mungkin begitu kumuncul sudah ketahuan olehnya.
Selain itu, jika tidak kulihat iblis tua itu terganggu tenaga
murninya, tentu aku pun tidak berani menipu barangnya
dengan cara mengibul."
Berdetak juga hati Nyo Yam, cepat ia tanya "Barang apa
yang kau tipu dari dia?"
"Mungkin barang ini juga sangat kau harapkan," sahut Koaihoat
Thio tertawa. "Oo, kau tahu barang apa yang kucari?" tanya Nyo Yam.
"Bukankah kedatanganmu ini hendak mencari nona Liong."
"Betul, jadi paman tahu keadaannya?"
Koai-hoat Thio tidak menjawab, sebaliknya tanya Nyo Yam,
"Untuk apa hendak kau cari nona Liong?"
"Kutahu demi untuk kepentinganku, maka ia sengaja ke
Thian-san untuk membela diriku," kata Nyo Yam.
"O, maka kau kuatir nona Liong akan tersangkut oleh
urusanmu?"
"Paman Thio," kata Nya Yam cepat, "bila engkau
mengetahui dia, hendaknya lekas kau katakan padaku.
Sungguh aku sangat kuatir baginya."
"Aku tidak bertemu dsngan dia," tutur Koai-hoat Thio.
"Cuma dari pembicaraan perempuan siluman itu dengan Pektoh-
sancu dapat kuterka sedikit beritanya, yaitu dia seperti
kena ditawan oleh orang Thian-san-pai." ,
Kejut Nyo Yam tidak terhingga serunya, "Ah, ternyata betul
dia mengalami sesuatu, lantas bagaimana baiknya."
"Di antara orang Thian-san-pai, adakah yang kau ketahui
siapa yang tidak senang padanya, maksudku yang suka
memusuhi dia?"
"Tidak perlu disangsikan lagi, jelas Ciok Thian-hing adanya,"
tutur Nyo Yam. "Sebab kupotong lidah anaknya, tentu dia
dendam merasuk tulang padaku. Dalam pandangannya nona
Liong itu adalah komplotanku, paling sedikit dianggap ikut
mengakibatkan cacat anaknya, maka dia pasti juga tidak mau
melepaskan nona Liong begitu saja."
"Baik, jika begitu barang yang kuambil ini justru sangat
berguna bagimu," kata Koai-hoat Thio dengan tertawa. Segera
ia mengeluarkan surat pengakuan dosa Ciok Jing-coan itu dan
diserahkan kepada Nyo Yam.
Meski Nyo Yam tahu adanya surat pengakuan itu, tapi tidak
diketahuinya bagaimana isinya, setelah membaca, ia kejut dan
girang, katanya, "Tak tersangka prilaku Ciok Jing-coan
terayata begitu busuk. Baik, akan kuserahkan surat ini kepada
Ciangbunjin (pejabat ketua), ingin kulihat cara bagaimana Ciok
Thian-hing akan membela diri dan berbalik akan memfitnah
aku melanggar peraturan perguruan."
Bicara sampai di sini barulah teringat olehnya perlu tanya
Koai-hoat Thio, katanya, "Paman Thio, dari mana pula kau
tahu aku menghendaki barang ini sehingga perlu kau curi
bagiku" Sebab apa pula engkau datang ke sini?"
"Apalagi kalau bukan lantaran dirimu," tutur Koai-hoat Thio
dengan tertawa. "Nona Liong dan bibimu dari permusuhan
sudah berubah menjadi kawan, hal ini kan sudah kauketahui.
Tempo hari tanpa pamit kau tinggalkan kotaraja, bibimu tahu
tentu kau pergi menyusul nona Liong, ia merasa kuatir dan
membicarakan hal ini denganku. Kutahu maksudnya, maka
kukatakan akau srgera menyusup ke Thian-san, akan kulihat
apa yang sekiranya dapat kulakukan untuk membantu kalian.
Tak terduga, belum tiba di Thian-san lebih dulu kupergoki Pektoh-
sancu dan perempuan siluman itu, maka aku lantas
menyamar sebagai Bu Ek untuk menipu barang ini."
" Wah, jika begitu, urusan jangan ditunda lagi, marilah kita
lekas berangkat ke Thian-san!" seru Nyo Yam girang.
"Sekarang tidak perlu lagi kuikut ke Thian-san," ujar Koaihoat
Thio. "Kautahu aku ini cuma seorang pencuri, biasanya
tidak suka bergaul dengan tokoh dari golongan ternama dan
perguruan terkemuka."
"Ah, paman Thio ini, biarpun engkau menyebut diri sendiri
sebagai pencuri, namun dalam pandangan orang banyak
paman Thio tetap seorang pendekar sejati," kata Nyo Yam.
"Mendingan kamu memuji diriku, bila ucapan mu ini kau
kemukakan di depan orang Thian-san pai, tanggung ada gigi
orang akan copot tertawa geli."
"Gigi siapa yang akan copot tertawa geli?" tanya Nyo Yam.
"Paling sedikit Ciok Thian-hing," kata Koai-hoat Thio.
"Hm, orang munatik semacam Ciok Thian-hing, untuk apa
digubris," jengek Nyo Yam. "Sekalipun dia tidak akan
mentertawai paman Thio, tentu juga akan kuhantam dia
hingga copot giginya. Ayah angkatku dan Ting-susiok serta
Kam-susiok tentu memandang paman Thio sebagai kawan
sendiri," "Kau tahu tabiatku," ucap Koai-hoat Thio dengan serius.
"Aku sudah terbiasa hidup behas, hanya suka bergaul dengan
orang yang sepaham denganku. Betul, orang Thian-san-pai
kebanyakan memang ksatria sejati dan lelaki tulen, tidak
munafik serupa Ciok Thian-hing, namun aku justru tidak suka
bergaul dengan mereka. Sekarang kamu memegang surat
pengakuan dosa ini, kukira tidak perlu lagi bantuanku, lalu
untuk apa aku ikut pergi ke Thian-san" Yang benar, bibimu
mungkin sedang resah karena urusanmu, maka lebih baik
kupulang saja untuk menyampaikan kabar kepadanya agar dia
tidak selalu dirundung rasa kuatir."
Karena ucapan orang ini. Nyo Yam tidak memaksanya lagi.
Segera ia meneruskan perjalanan ke Thian-san.
Saat itu Pek-toh-sancu juga sedang melanjutkan perjalanan
cepat, sesudah pulang ia bermaksud mengerahkan segenap
kekuatannya untuk melabrak Thian-san-pai.
Maklumlah, watak Ubun Pok ini memang suka unggul, sejak
berhasil meyakinkan dua macam kungfu tinggi Han-pengciang
dan Huo-yam-to, ia mengira dirinya tidak ada tandingan
di kolong langit ini. Siapa tahu kepergiannya sekali ini justru
hampir saja kehilangan istri muda dan mengalami kekalahan
pula. Meski bertiirut-turut ia bergebrak dengan Ki Tiang-hong dan
Nyo Yam, ia tidak kecundang tapi juga tidak menarik sesuatu
keuntungan. Sedang Bok Him-him justru cedera ketika berada
di bawah perlindungannya dan ini sama dengan menjatuhkan
gengsinya. Apalagi Nyo Yam tergolong anak kemarin, sedang
Liong Leng-cu juga tiduk berhasil dibawa kembali, ia merasa
kehilangan muka sehingga sangat gemas.
Ki Tiang-hong ada hubungan erat dengan Thian-san-pai,
sekalipun Nyo Yam diketahui sebagai murid murtad Thian-san,
tapi jelas belum putus hubungan sama sekali dengan Thian
San pai dan Liong Leng-cu sekarang malahan berada di
tangan pihak Thian-san Pai. Ia ingin membikin perhitungan
dengan Ki Tiang Hong dan Nyo Yam, juga hendak merampas
kembali Liong Leng Cu, untuk itu tdak mungkin terhindar
bentrok dengan pihak Thian San pai.
Begitulah sembari berjalan ia terus memikirkna semua itu,
terutama cara bagaimana akan menghimpun kekuatan dari
golongan sendiri untuk mengatasi Thian-san-pai.
Masih ada lagi satu orang, meski kalau di urutkan tidak
terhitung "musuh", tapi bila teringat kepadanya, Ubun Pok
juga gemas tidak kepalang, bahkan rasa bencinya terhadap
orang ini tidak di bawah gemasnya terhadap Ki Tiang-hong
dan Nyo Yam.

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang sangat dibencinya ini tidak perlu dijelasban lagi
adalah Bu Ek. Ia benci kepada Bu Ek karena tidak pantas mengambil surat
pengakuan dosa itu pada saat dia tidak berdaya. Saking tidak
tahan ia berkata kepada Him-him, "Mendingan aku terjungkal
di tangan orang Thian-san-pai, tapi bocah she Bu juga berani
main gila padaku, sungguh celaka."
-oo0dw0oo- Tindakan apa yang akan diambil Ubun Pok untuk menuntut
balas kepada pihak Thian-san-pai"
Cara bagaimana Nyo Yam akan meng-hadapi peradilan di
depan ketua Thian-san-pai dan apa yang akan dilakukannya
dengan surat pengakuan dosa Ciok Jing Coan yang
dipegangnya itu"
" Bacalah jilid ke-15 "
Jilid 15 "Aku pun penasaran atas perbuatan Bu Ek," tukas Bok Himhim.
"Cuma, meski surat itu di-rampas olehnya, paling tidak
juga ada kebaikan yang harus dia balas. Maka jangan Loyacu
marah, anggap saja surat itu kita sumbangkan kepada Ting
Tiau-yong."
Namun Ubun Pok masih marah, katanya, "Aku tidak
persoalkan manfaat apa yang akan kita peroleh, aku cuma
gemas karena bocah she Bu itu berani main gila padaku.
Pendek kata, perbuatannya itu takkan kulupakan. suatu ketika
tentu akan kubikin perhitungan dengan dia."
Bok Him-him teringat pada tindak-tanduk Bu Ek yang
mencurigakan itu. ia mau bicara, tapi urung.
Melihat air muka Him-him agak Iain, segera Ubun Pok
tanya, "Kamu kenapa?"
Pada saat itulah tiba-tiba datang dua penunggang kuda,
berbareng mereka beneru heran, "He, kiranya Ubun-sancu"
Hah, sungguh sangat kebetulan!"
Kiranya mereka adalah Toan Kiam-jing dan seorang lagi
bukan lain daripada Bu Ek. Sebelum ini Toan Kiam-jing
memang sudah kenal Ubun Pok.
Keruan Ubun Pok menjadi murka, bentak-nya, "Bu Ek,
kamu tidak lekas pulang untuk melaporkan jasamu, untuk
apalagi kaukembaii ke sini?"
Tentu saja Bu Ek merasa bingung, namun air muka Ubun
Pok yang marah itu jelas terlihat, dengan sendirinya ia terkejut
dan cepat melompat turun dan memberi hormat, jawabnya,
"Kudatang dari markas Ting-taijin, tugasku belum lagi selesai,
dari mana datangnya jasa segala?"
"Hm, kamu ada tugas apa lagi?" jengek Ubun Pok.
Berulang ditegur dengan kata "lagi", tentu saja Bu Ek
tambah bingung, terpaksa ia bicara dengan terus terang,
"Tentang tugasku ini memang perlu kuminta bantuan kepada
Sancu dan Sam-nio, yaitu tentang surat pengakuan dosa Ciok
Jing-coan itu.."
Belum habis ucapannya Ubun Pok tidak tahan lagi rasa
gusarnya, teriaknya, "Surat itu sudah kuberikan padamu, masa
kau curiga surat tadi itu palsu?"
"Wah, janganlah Sancu bergurau," kata Bu Ek dengan
melenggong. "Surat itu sama sekali tidak pernah kulihat,
bilakah kau serahkan padaku?"
Ubun Pok terbesiap, "Habis tadi . . . tadi itu siapa?"
Langsung Bu Eb menyatakan penasarannya, katanya,
"Sepanjang jalan kularikan kudaku ke sini, tak tersangka dapat
bertemu dengan Sancu di sini. Kalau tidak percaya boleh
minta Toan-heng sebagai saksi."
"Betul, Ubun-sancu," sambung Toan Kiam-jing, "Kami
memang bersama berangkat dari Lo-dan dan sepanjang jalan
tidak pernah ia tinggalkan diriku."
Mendadak Ubun Pok mendengus, "Hm, aku justru tidak
percaya!" Sembari bicara, secepat kilat ia terus menghantam batok
kepala Bu Ek. Keruan kejut Bu Ek tak terkatakan, Toan Kiam-jong juga
melongo kaget, ia berani menjadi saksi bagi Bu Ek, tak
tersangka Ubun Pok lantas hendak mencahut nyawa Bu Ek .
Diam-diam ia mendongkol, ia pikir seumpama kamu tidak
percaya kepada Bu Ek seharusnya dapat mempercayaiku.
Cuma lantaran serangan Ubun Pok itu sangat cepat, pula
Toan Kiam-jing tidak berani menyerempet bahaya
kemungkinan akan dilukai Ubun Pok bila ia menolong Bu Ek,
terpaksa ia hanya berdiri melongo saja serupa patung.
Betapapun Bu Ek memang jago kelas satu, meski terkejut
toh tidak sampai kelabakan. Jika Ubun Pok menyerangnya
tanpa kenal ampun, cepat ia pun mengeluarkan kungfu
andalannya untuk menangkis. Kedua tangan bergerak
serentak dan menggaris sebuah lingkaran, inilah jurus "Luitian-
kau-hong" (guntur dan kilat menyambar) paling dahsyat
dari Hok-mo-ciang-hoat (ilmu pukulan penakluk iblis) yang
terkenal dari Kai-pang.
Sisa tenaga Ubun Pok memang tinggal tiga bagian saja
setelah dikuras dalam pertempuran dengan Ki Tiang-hong dan
Nyo Yam, cuma setelah lewat beberapa jam, tenaganya kini
sudah pulih separoh. Lantaran ia yakin masih mampu
mengatasi Bu 1 k, maka ia berani turun tangan mengujinya.
liok-mo-ciang-hoat dari Kai-pang itu sama hebatnya
daripada Tai-lik-kim-kong-jiu (pukulan bertenaga raksasa) dari
Siau-lim-pai, namun jurus Lui-tian-kau-hong yang dahsyat ini
tetap tidak mampu melawan Ubun Pok.
Dalam sekejap itu Bu Ek merasa tenaga pukulan lawan
seakan-akan gugur gunung dahsyat nya sehingga
membuatnya hampir tidak dapat bernapas, keruan ia terkejut,
ia mengeluh bisa mati penasaran.
Selagi ia mengira jiwanya pasti akan melayang, sekonyongkonyong
daya tekanan lawan lenyap begitu saja, ternyata
Ubun Pok telah menarik kembali pukulannya.
Seketika Bu Ek kehilangan imbangan badan, berdirinya
kurang mantap dan ambruk ke depan, cepat Ubun Pok
meraihnya berdiri kembali.
"Maaf Bu-heng, maksudku cuma sekedar menguji saja
dirimu ini tulen atau palsu," kata Ubun Pok dengan tertawa.
Toan Kiam-jing merasa lega, tanyanya, "Ubun-sancu, jadi
engkau telah bergebrak dengan orang itu?"
"O, tidak," jawab Ubun pok. "Cuma telah kusaksikan
ginkangnya yang hebat dan sukar di-bandingi diriku. Ia pun
memperlihatkan Iwekangnya di depanku, bicara tentang
kekuatan Iwekang dia bukan tandinganku, namun lwekangnya
jelas berbeda aliran daripada lwekang Bu-heng."
Dengan keterangannya ini, dengan sendirinya Toan Kiamjing
dan Bu Ek tahu sebab apa segera Ubun Pok dapat
mengetahui tulen dan palsunya orang yang diujinya.
Maklumlah, dalam keadaan jiwa terancam, siapa pun pasti
akan mengeluarkan segenap kepandaian sendiri yang paling
diandalkan, umpama tidak sanggup melawan juga pasti akan
berusaha kabur. Tapi tadi Bu Ek sama sekali tidak mampu
mengelak, dengan sendirinya dia bukan Bu Ek gadungan yang
memiliki ginkang maha tinggi itu.
Setelah napasnya rada tenang maka Bu Ek berkata. "Entah
siapa penipu yang memalsukan diriku itu?"
"Toan-heng," kata Ubun Pok, "kaupernah tinggal sekian
tahun di Thian-san, tentu tidak sedikit tokoh-tokoh golongan
sana yang kau kenal, hendaknya kauberi saran dan
pendapatmu."
"Berdasarkan keterangan Sancu tadi, kukira orang itu
adalah Koai-hoat Thio," kata Toan Kiam-jing-
"Kaumaksudkan si pencuri nomor satu di dunia ini, Thio
Siau-yau?" Ubun Pok menegas. "Ya, pernah juga kudengar
namanya, cuma tidak ku-ketahui dia juga seorang tokoh
persilatan kelas tinggi." .
"Ya, Koai-hoat Thio terkenal ginkangnya nomor satu dan
kepandaiannya menyamar nomor dua di dunia ini," kata Toan
Kiam-jing. "Kabar-nya ia pernah banyak mencuri kitab putaka
ilmu silat, habis dibaca diam-diam dikembalikan lagi kepada
pemiliknya. Lwekangnya mungkin di peroleh dari peyakinan
sendiri berdasar kitab pusaka yang banyak dibacanya itu."
"Ia menipu surat pengakuan dosa itu dariku, tentu dia pergi
ke Thian-san dan menyerahkannya kepada ketua Thian-sanpai
Tong Kah-goan," kata Ubun Pok. "Tempat ini sudah dekat
kaki gunung Thian, satu-dua hari lagi sudah dapat kalian mendaki
pegunungan itu, namun ginkang Koai-hoat Thio tidak
lebih larnbat daripada kuda, mungkin sukar bagi kalian untuk
menyusulnya."
Dugaan Ubun Pok itu berdasarkan kewajaran umum, tak
diketahuinya surat pengakuan dosa itu oleh Koai-hoat Thio
telah diberikan kepada Nyo Yam.
"Tak apalah jika dia cuma memalsukan diriku, tapi Sancu
juga ditipunya, kalau tersiar tentu narai baik Sincu akan
tercemar," kata Bu Ek. "Hwesio dapat lari kelentengnya tidak
(maksudnya orangnya bisa kabur, tapi tempatnya tetap bisa
dicari), apakah Sancu tidak ingin membalas sakit hati ini?"
Ubun Pok tahu maksud orang, ia pikir orang sengaja
menghasutnya supaya naik ke Thian-san untuk minta
orangnya kepada Tong Kah-goan, tapi urusan tidak boleh
ddakukan dengan gegabah maka ia pura-pura tidak paham
dan berkata, "Maling she Thio itu sudah tentu takkan
kuampuni, tapi untuk menuntut balas juga tidak perlu terburu
nafsu. Sekarang aku perlu lekas pulang ke Pek-toh-san
bersama Him-him, biarlah kelak akan kubikin perhitungan
dengan dia."
Tiba-tiba Toan Kiam-jing ikut bicara, "Hanya seorang Koaihoat
Thio saja masakah perlu Sancu turun tangan sendiri.
Dengan kedudukan Sancu, kalau mau turun tangan harus
bekerja sesuatu urusan besar yang mengguncang dunia, untuk
ini mungkin harus menyerempet bahaya, tapi kuberani
menjamin, umpama tidak berhasil juga takkan me-rugikan
Pek-toh-san."
Ia dapat meraba jalan pikiran Ubun Pok yang serba susah,
tupi juga tahu jiwa Pek-toh-sancu itu yang suka diumpak dan
ingin kuasa. Benar jugs ucapannya itu telah menggoyahkan
pendirian Ubun Pok, segera ia tanya, "Urusan besar apa yang
hendak kau lakukan?"
Toan Kiam-jing sengaja mundur selangkah, katanya,
"Panjang bila kuceritakan urusan ini, sayang Sancu terburuburu
hendak pulang, andaikan kuceritakan juga tidak ada
gunanya." "Baik, silakan kalian tunggu sebentar," kata Ubun Pok. "Mari
Him-him, ikut padaku."
Ia tarik Him-him dan menyingkir agak jauh ke sana, lalu
bertanya dengan suara tertahan, "Sejak mula kau tahu Bu Ek
tadi palsu, mengapa tidak kaukatakan padaku?"
Him-him tahu tak dapat membohongi lagi, terpaksa bicara
terus terang, "Memang timbul curiga-kru tadi, cuma tidak
keburu kukatakan dan tahu-tahu Bu Ek yang asli sudah
muncul." "Hm, masih juga kau bicara bohong padaku," jengek Ubun
Pok. "Yang kukatakan adalah sejujurnya, Loya," kata Him-him.
"Jujur" Hm, ingin kutanya lagi, belum lama baru saja
kaulihat Bu Ek, umpama seketika tak dapat membedakan
tulen atau palsu, memangnya tinggi rendah ilmu silatnya juga
tidak dapat kau-bedakan" Terlebih ginkang Koai-hoat Thio itu
tentu tidak dikuasai sembarang orang, masa dalam hal ini pun
tidak kau ketahui?"
"Kan sudah hamba katakan, sejak mula curiga, hanya
belum sempat kukatakan . "
"Hm. begitu curiga seharusnya segera katakan padaku,
masa tidak keburu segala?" jengek Ubun Pok. "Kukira soalnya
bukan tidak keburu melainkan dalam hatimu ada
pertimbangan lain."
Karena isi hatinya kena dikatai, Him-him gugup dan malu, ia
menangis dan berkata, "Loyacu. hamba selalu setia padamu,
jika engkau masih juga tidak percaya, silakan pukul mampus
diriku saja. Mana ada pertimbanganku segala, janganlah
hamba dibuat penasaran."
"Apa jalan pikiranmu tentu kau tahu sendiri," jengek Uoun
Pok. "Cuma di depan orang luar, tidak enak bagiku untuk
bicara terus terang, memangnya pakai menangis segala. Lekas
usap air matamu dan tunggu perintahku."
Him-him tahu Pek-toh-sancu sok jaga gengsi, di depan
orang luar rasanya dirinya takkan di-jatuhi sesuatu hukuman,
maka ia tetap berlagak penasaran dan mengusap air mata,
ucapnya lirih, "Baiklah, silakan Loyacu bicara dengan Toankongcu,
biar kutunggu di sini saja."
Ubun Pok kembali mendekati Toan Kiam jing dan Bu Ek,
katanya, "Sudah kurundingkan dengan Him-him, dia akan
pulang sendirian. Nah. apa yang hendak kalian kerjakan, boleh
katakan padaku."
"Begini, bukan tidak dapat kukatakan padamu, cuma ada
satu hal perlu kujelaskan di muka." kata Toan Kiam-jing.
"Baik, lekas katakan," ucap Uhun Pok.
"Terus terang, urusan ini dirancang oleh O-congkoan
sendiri," tutur Toan Kiam-jing. "Ia telah memberi pesan, hanya
orang yang ikut dalam pekerjaan ini saja yang boleh
diberitahu."
"Bagaimana hubunganku dengan O-congkonn tentu kaupun
tahu bukan?"
"Sancu adalah sahabnt karib O-congkoiin, tentu saja
kutahu," jawab Toan Kiam-jing. "Malahan orang yang paling
diandalknn oleh O congkoan juga Ubun-sancu, ia bilang ada
maksud minta Sancu mengemudikan pekerjaan ini. cuma Pektoh-
san jauh terletak di perbatasan Tibet, untuk pcrgi datang
diperlukan waktu berhulan bulan. kuatir urusan terhambat,
maka tidak jadi menghubungi Sancu. Tapi pada waktu kami
berangkat, Congkoan juga memberi pesan bilamana kebetulan
bertemu dengan Sancu, maka tetap perlu minta Sancu yang
mengemudikan pekerjaan ini. Jika Sancu setuju, maku
engkaulah yang menjadi kepala kami dan rahasia pekerjaan ini
dengan sendirinya akan kuceritakan seluruhnya."
Disanjung puji begitu, seketika Ubun Pok berseri-seri,
ucapnya dengan tertawa, "Urusan O-congkoan sama juga
urusanku, silakan bicara saja sejelasnya."
"Jika Sancu sudah setuju, maka bolehlah kita bicara sambil
berjalan," ujar Toan Kiam-jing. "Cerita ini cukup panjang, kita
tetap melanjutkan perjalanan supaya tidak menghambat
waktu."

Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik," kata Ubun Pok, lalu ia berpaling dan berseru, "Himhim,
ada urusan perlu kupergi bersama Toan-kongcu dan BuTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
taijin, kukira kesehatanmu selekasnya akan pulih, bolehlah kau
pulang sendirian ko Pek-tok-san."
"Silakan Sam-nio pakai kudaku ini," tukas Toan Kiam-jing.
Setelah berpikir, Bu Ek juga berkata, "Betul, sekarang sudah
dekat kaki gunung Thian, kudaku juga tidak ada gunanya-lagi.
Ambil sekalian kudaku ini agar dapat kau gunakan bergantian
dalam perjalanan."
Sekarang Bok Him-him memang berharap semakin cepat
meninggalkan Ubun Pok akan makin baik baginya. Maka tanpa
sungkan ia terima kedua kuda dan berangkat dengan cepat.
Diam-diam ia sudah ambil keputusan takkan pulang lagi ke
Pek-toh-san. -ooo(00000)ooo-
Pada saat yang sama Nyo Yam juga sedang melanjutkan
perjalanan. Lereng pegunungan Thian membentang ribuan li
panjangnya, separjang mata memandang hanya pepohonan
lebat dan puncak terjal belaka diliputi awan tebal.
Pada hari kedua Nyo Yam mulai mendaki gunung, tiga hari
kemudian, puncak selatan Thian-san tempat berkumpul Thiansan-
pai sudah terlihat di kejauhan.
Semakin tinggi mendaki semakin dingin hawa pegunungan,
karena tipisnya zat asam, makin tinggi juga makin sulit
pernapasan seorang. Bagi orang biasa, jangankan sulit
mencapai puncak gunung, umpama dapat mencapainya
akhirnya kalau tidak mati kedinginan juga akan mati sesak
napas. Untung sejak kecil Nyo Yam sudah tinggal di Thian-san,
lwekangnya sekarang juga sudah mencapai tingkatan kelas
satu, dengan sendirinya cara mendaki sekali ini jauh lebih
cepat daripada dahulu waktu Ki Tiang-hong membawanya ke
atas. Namun, meski caranya mendaki gunung sangat enteng dan
cepat, perasaannya justru tertekar seperti ditindih timbel
beribu kati beratnya.
Ia menguatirkan Liong Leng-cu yang jatuh dalam
cengkeraman Ciok Thian-hing itu, sekalipun tidak berbahaya
bagi jiwanya, mungkin akan kenyang tersiksa. Ia sangsi
apakah keburu tiba pada waktunya untuk membebaskan Lengcu
dari siksa derita"
Ia pun teringat kepada Ling Peng-ji, ia pikir saat ini Lengcici
tentu sudah pulang sampai di puncak selatan dan bertemu
dengan Ciangbunjin. la pasti akan membela diriku dan
dapatkah Ciangbunjin percaya kepada keterangannya" Jika
Ciok Thian-hing sengaja memfitnah diriku, mungkinkah Lingcici
ikut terambat susah"
Yang dikatakan tidak melulu urusan sendiri saja, bahkan
juga tidak terbatas keselamatan Liong Leng-cu dan kcbemhan
Ling Peng-ji, dalam hatinya masih ada suatu ikatan mati yang
sukar di-buka. Tali pati yang sukar dibuka itu adalah ucapan Romana,
yaitu: "Sesungguhnya siapa yang kau-cintai?"
Pertanyaan itu kembali mengiang di tepi telinganya.
Ia dan Ling Peng-ji sudah pernah mengikat janji tujuh
tahun, di dalam tujuh tahun ini ia di larang menemui si nona.
Jika bertemu secara kebetulan, meski tidak terhitung
pelanggaran, tapi juga dilarang bicara yang berhubungan
dengan cinta mereka melainkan cuma terbatas bergaul
sebagai kakak dan adik saja.
Selalu itu ia harus mencari Liong Leng-cu lebih dulu, jika
tidak menemukan nona itu, sekalipun janji tujuh tahun
tercapai Ling Peng-ji juga takkan mau kawin dengan dia.
Tujuan Ling Peng-ji tentu saja dipahami Nyo Yam, yaitu
disamping herusaha melepaskan diri dari keteriibatan cinta
Nyo Yam, sekaligus juga ingin menjodohkan anak muda itu
dengan Liong Leng-cu.
Sekarang sang waktu sudah berlalu satu tahun, mengalami
masa setahun yang penuh pergolakan, Nyo Yam pun sudah
mulai dewasa, sifat kekanak-kanakannya sudah lenyap. Dia
sudah jauh lebih masak dibandingkan setahun yang lalu,
sebab itulah cara berpikirnya juga tambah mendalam.
"Mengapa Ling-cici sengaja menjauhi diriku, tentu dia kuatir
akan komentar orang luar, jadi bukan dia tidak mencintaiku
melainkan karena tidak berani mencintaiku."
"Ia anggap aku masih bersifat anak kecil, maka memberi
batas waktu tuiuh tahun untuk menggemblengku. Tapi
dipandang dari sudut lain bukankah ini pun suatu ujian bagiku,
untuk menhuji keteguhan dan kemurnian cintaku?"
Mutlak ia tidak meragukan kejujuran Ling Peng-ji yang
hendak menggabungkan perjodohannya dengan Liong Lengcu,
tapi ia pun paham pertentangan batin Ling Peng-ji. Apakah
dia dan Liong Leng-cu bisa terikat menjadi suami-istri adalah
soal lain, tapi ia tidak ingin memupuk kebahagiaan sendiri di
atas penderitaan Ling-cici yang dihormat dan dicintainya itu.
Namun ia sudah berjanji kepada Liong Leng-cu akan
mengiringinya pulang untuk mendampingi kakeknya.
Kakek Leng-cu selain pernah menyelamatkan jiwanya, juga
mempunyai perasaan kasih sayang sebagai seorang kakek
terhadap cucunya. Selamanya Leng-cu tidak pernah bertemu
dengan kakeknya, kalau dibandingkan, jelas Nyo Yam terlebih
dekat dengan oraug tua itu
Terlampau banyak Nyo Yam utang budi kepada orang tua
itu, maka ia pun mengerti apa maksud si kakek minta dia
mencarikan cucu perempuannya.
Bahwa dia berjanji akan mengiringi Liong Leng-cu untuk
pulang dan mendampingi sang kakek melulu karena merasa
kasihan terhadap orang tua yang banyak menolongnya itu,
kasihan kepada-nya karena pada masa tua hidup merana
sendirian. Ling Peng-ji dan Liong Leng-cu sama-sama rela berkorban
segalanya bagi Nyo Yam, anak muda ini sukar membedakan
siapa di antaranya yang lebih mencintai dia.
Sama halnya, biarpun dia sudah bersumpah dan rela
mempersembahkan hidupnya kepada Ling-cici yang dihoimat
dan dicintainya itu, ingin membela dan berbuat apa pun
baginya, tapi ia juga pernah terharu oleh cinta murni Liong
Leng-cu terhadapnya, ia tidak sanggup menjawab apakah
lantaran itulah dia juga mencintai Leng-cu.
Dalam setahun ini sebenarnya dia sudah pernah bertemu
satu kali dengan Ling Peng ji, atau dengan lain perkataan
bukan dia yang menemui Peng-ji melainkan nona itu yang
menemuinya. Kejadian itu waktu berada di pegunungan dekat Cadam,
Nyo Yam terluka dan dalam keadaan tidak sadar. Hal ini
diketahui Nyo Yam dari cerita Liong Leng-cu.
Waktu Leng-cu memberitahukan kejadian itu tanpa tedeng
aling-aling Leng-cu telah menyatakan rasa cintanya
kepadanya, berbareng itu juga terus terang ia merasakan cinta
Ling Peng-ji kepada Nyo Yam.
Begitulah pikiran Nyo Yam terasa sangat kusut, ia pikir apa
pun juga takkan mengingkari cinta Ling-cici, tapi janjinya
terhadap Leng-cu betapapun hendak dipenuhinya. Ia hanya
berharap semoga mereka dapat memaklumi perasaannya,
"Sekarang urusan sudah berlalu satu tahun dan masih ada
waktu enam tahun, akan kuiringi Leng-cu mendampingi
kakeknya selama enam tahun, dengan begitu dapatlah kubalas
budi kebaikan mereka," demikian pikir Nyo Yam pula, ia pun
gegetun, sebenarnya untuk apa berpikir sebanyak itu" Padahal
sepulangnya di Thian-san, apakah Ciangbunjin mau percaya
kepada keterangannya juga masih merupakan tanda tanya,
begitu juga ia tidak tahu apakah sanggup menghadapi Ciok
Thian-hing. Bisa jadi jiwanya akan melayang di Thian-san.
Tapi apa pun jadinya ia bertekad takkan membikin snsah
Peng-ji dan Leng-cu ikut terembet oleh urusannya.
Begitulah sukar bagi Nyo Yam untuk membuka ikatan batin
yang tertekan itu, terpaksa untuk sementara tidak dipikirnya
dan biarkan berkembang sewajarnya.
Berpikir demikian, perasaannya menjadi banyak lebih
longgar. Segera ia percepat langkahnya dan menuju be
puncak selatan.
Makin lama makin tinggi, puncak selatan yang menjulang
tinggi itu sudah terlihat.
Sungai es di atas gunung merupakan pemandangan ajaib
yang jarang terlihat, di tenguh sungai penuh lapisan es yang
beku dan ditimbun pula oleh salju yang tebal. Kecuali pada
musim panas, sungai es tidak pernah mengalir.
Sekalipun musim panas juga cuma lapisan .salju bagian
atas saja yang cair, biarpun tidak mengalir, namun lapisan es
yang menggelantung dari ketinggian pun setiap saat dapat
bergerak dan longsor.
Waktu itu sudah akhir musim panas dan menginjak musim
rontoh, banyak sungai es yang masih bergerak. Terlihat di
kejauhan sana ada tempat pertemuan dua sungai es, di
sekitarnya mendadak seperti timbul beratus pagoda kebiruan
dan gemerlapan tertimpa cahaya matahari.
Nyo Yam tahu selewatnya barisan pagoda es itu akan
sampai di tempat bermukim orang Thian-san-pai. Di bagian
tengah yang dikelilingi pagoda es itu adalah sebidang padang
rumput. Meski sudah terlihat oleh mata, namun jaraknya masih
jauh, di bawah sinar matahari yang gemilang tiba-tiba Nyo
Yam merasa silau, ia kucek-kucek matanya dan coba
memandang lagi lebih jelas ke depan, ternyata di padang
rumput yang dikelilingi pagoda es sana banyak bayangan
orang. "Barangkali bekas saudara seperguruan asyik berlatih di
lapangan hijau itu, entah di antara mereka terdapat Ling-cici
atau tidak?" demikian pikir Nyo Yam.
Belum habis terpikir, tiba-tiba terdengar suara genta
bertalu. Tempat kediaman Thian-san-pai bukanlah biara atau
kelenteng, jika suara genta berkumandang dari biara tentu
tidak mengherankan, tapi dari tempat ketinggian di puncak
Thian-san berkumandang suara gentar, ini rada-rada aneh.
Nyo Yam pernah dengar dari Ling Peng-ji bahwa satusatunya
genta besar di atas gunung baru dibunyikan bilamana
tsrjadi sesuatu urusan genting dan perlu mengumpulkan
segenap anggota. Selama 11 tahun Nyo Yam tinggal di Thiansan
dahulu belum pernah mendengar suara genta itu.
"Aneh, terjadi urusan penting apa" Apakah lantaran berhasil
menawan Liong Leng-cu yang di-pandang Ciok Thian-hing dan
lain-lain sebagai Siau-yau-li itu" Memang, adik Cu memang
membelaku sehingga dianggap menentang orang Thian-sanpai
tapi dengan bobotnya rasanya belum cukup untuk
membunyikan genta dan mengumpulkan segenap anggota
seperguruan."
Begitulah Nyo Yam tidak habis mengerti. Terpaksa ia
tabahkan hati dan maju lebih dekat. Mestinya ia hendak
menemui pejabat ketua baru untuk membela diri setelah
bertemu dengan ayah angkatnya, tak tersangka begitu datang
lantas kebentur pada peristiwa luar biasa sehingga
mengacaukan semua rencananya.
Ia tidak tahu bahwa peristiwa besar yang sedang dihadapi
Thiau-san-pai ini adalah upacara pengukuhan Tong Kah-goan
yang diangkat menjadi ketua Thian-san-pai baru.
Maklumlah, penjabat ketua yang dulu, Tong Keng-thian,
adalah ayah Tong Kah-goan, dalam masa berkabung upacara
pengangkatan ketua baru itu belum dilangsungkan. Menurut
tata cara, selama itu Tong Kah-goan belum resmi diakui
sebagai ketua, dalam hubungan keluar Tong Kah-goan juga
cuma dianggap sebagai "penjabat sementara" saja
Menurut tata cara ajaran Khongcu, bila ayah mati, anak
harus berkabung selama tiga tahun. Dalam masa berkabung
tidak boleh bertugas. Tapi orang persilatan umumnya cuma
berkabung selama setahun dan dalam masa berkabung boleh
melakukan pekerjaan umum.
Sekarang batas waktu setahun sudah penuh maka menurut
peraturan Thian-san-pai hendak mengukuhkan jabatan Tong
Kah-goan sebagai ketua Thian-san-pai yang resmi, maka
diadakan upacara susulan.
Letak Thian-san sangat jauh dan terpencil sehingga kawan
dunia persilatan yang hadir tidaklah banyak. Sebab lain adalah
karena semua orang sudah tahu diangkatnya Tong Kah-goan
sebagai ketua memang sudah fakta nyata, maka yang hadir
kebanyakan cuma tokoh yang ada hubungan erat saja dengan
Thian-san-pai. Ada juga beberapa tokoh dunia persilatan terkemuka yang
hadir dalam upacara ini, mereka memang mempunyai
hubungan khusus dengan Thian-san-pai. Seorang di antaranya
adalah ketua Kong-tong-pai, Tan jiu sing, ia adalah guru Beng
Hoa, murid Thian-san tidak resmi.
Seorang lagi adalah ketua Bu-tong-pai, Lui-ancu, ia sahabat
karib mendiang Tong Keng-thian.
Ada lagi Siau Jing-hong, sesepuh Jing-sia-pai, dia juga
sahabat baik mendiang Tong Keng-thian, juga paman Siau Ciwan,
panglima pasukan pemberontak di Cadam.
Siau-lim-pai juga mengirim utusan seorang sesepuh yang
menjaga ruang kitab Dharma, sesepuh ini bergelar Bu-gi, dia
ahli agama, tapi namanya di dunia persilatan tidak terlalu
menonjol, malahan jauh di bawah ketiga tokoh yang disebut
lebih dulu. Selain itu ada lagi seorang tamu beken, ialah ayah angkat
Nyo Yam, Ki Tiang-hong. Cuma dia pernah tinggal di Thiansan
hampir 20 tahun lamanya sehingga boleh dikatakan dia
terhitung orang sendiri.
Namun dugaan Nyo Yam juga boleh dibilang kena sebagian,
yaitu selain upacara susulan untuk mengukuhban kedudukan
Tong Kah-goan, acara ikutannya justru hendak memeriksa
Liong Leng-cu. Liong-cu pernah mencederai anak murid Thian san-pai,
sebabnya dia diperiksa sekarang karena dia dianggap sebagai
komplotan Nyo Yam.
Tong Kah-goan adalah pejabat ketua Thian-san-pai yang
baru, sedang Ciok Thian-hing adalah sesepuh penegak hukum
yang baru diangkat.
Sebenarnya kalau menuruti usul Ciok Thian-hing, soal
pembersihan perguruan akan dilaksana-kan sekaligus bersama


Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengukuhan pejabat ketua.
Perlu diketahui, soal Nyo Yam dipecat dari perguruan meski
sudah lama dikemukakan oleh Ciok Thian-hing dan disetujui
Tong Kah-goan. tapi keputusan itu belum pernah diumumkan
secara resmi. Alasan Ciok Thian-hing adalah Thian-san-pai belum pernah
melahirkan murid murtad, sedang dosa Nyo Yam yang
dianggap mendurhakai perguruan itu sangat gawat, maka
menurut aturan pemecatan itu harus diumumkan pejabat
ketua baru di depan umum, dengan demikian nama baik
Thian-san-pai dapat dipertahankan.
Sebenarnya Tong Kah-goan masih sayang kepada sute
terkecil ini, tapi karena terdesak oleh keadaan, terpaksa ia
harus menuruti kehendak Ciok Thian-hing. Maklumlah, Ciok
Thian-hing adalah murid pertama gurunya Ciok Tian, jika
harus mengikuti peraturan, pejabat ketua Thian-san-pai
seharusnya hak Ciok Thian-hing. Cuma Ciok Thian-hing juga
tahu dirinya tidak mendapatkan dukungan saudara
seperguruan yang lain, pula Tong Kah-goan adalah putra
ketua yang lalu, makaia lantas mengalah menuruti keadaan.
Apalagi perbuatan Nyo Yam yang mencederai Ciok Thianhing,
Kam Bu-wi dan lain-lain serta iris lidah Ciok Jing-coan,
semua itu pun terbukti nyata. Mestinya Tong Kah-goan mau
menuruti pendapat Ciok Thian-hing, setelah resmi dia menjadi
psjabat ketua, segera dia akan mengumumkan pemecatan
Nyo Yam. Jika terjadi demikian berarti urusan ini tidak dapat
berubah lagi. Cuma pada saat terakhir telah terjadi sesuatu yang telah
mengubah pendiriannya, yaitu pulang-nya Ki Tiang-hong ke
Thian-san bersama Ling Peng-ji pada malam sebelum upacara.
Ki Tiang-hong dan Ling Peng-ji telah mintakan ampun bagi
Nye Yam, semula Tong Kah-goan tidak mau mengingat
peraturan perguruan sendiri, terutama juga disebabkan
pengaruh Ciok Thian-hing, tapi kemudian Ling Peng-ji terpaksa
membeberkan persoalan itu sebenarnya ada latar belakang
yang dirahasiakan, diharap setelah Nyo Yam datang supaya
Tong Kah-goan mengadakan pertemuan rahasia dahulu
dengan mereka. Juga Ki Tiang-hong memberi jaminan Nyo
Yam pasti akan pulang, kalau tidak pulang ia yang
bertanggung jawab akan membekuk anak muda itu.
Menurut peraturan yang layak, orang yang bersangkutan
juga harus diberi hak untuk mengemukakan pendapat dan
membela diri, bilamana Nyo Yam pulang dan tidak mampu
memberi keterangan yang pantas barulah ditindak.
Tong Kah-goan menerima usul Ki Tiang-hong itu dan
urusan tidak segera diputuskan begitu saja.
Berdasarkan pengaduan Ciok Thian-hing, Liong Leng-cu
adalah komplotan Nyo Yam, menurut pendapatnya, khianat
Nyo Yam tentu ada intrik lain yang lebih keji, maka Liong
Leng-cu yang dianggap sebagai komplotan Nyo Yam tentu
juga ikut dalam intrik itu.
Sebab itulah Tong Kah-goau mengubah rencana semula
dan tidak segera memberi keputusan terhadap kasus Nyo Yam
itu, tapi mendahulu-kaa pemeriksaan terhadap Liong Leng-cu.
Ia memberi alasan kepada Ki Tiang-hong bukannya tidak
percaya kepada jaminan Ki Tiang-hong, soalnya bila dari
keterangan Liong Leng-cu dapat dikorek keterangan di mana
beradanya Nyo Yam, kan di lebih sederhana"
Liong Leng-cu memang benar pernah membantu Nyo Yam
mencederai orang Thian-san-pai, jika sekarang nona itu
diperiksa, betapapun Ki Thian-hong tak dapat mencegahnva.
Dengan sendirinya Ki Tiang-hong tidak tahu bahwa pada
saat itu juga Nyo Yam sedang menyusul pulang ke Thian-san.
Sementara itu upacara pengukuhan pejabat ketua sudah
selesai dan sidang pemeriksaan terhadap Liong Leng-cu baru
dimulai. "Siau-yau-li, kau tahu dosamu tidak?" demikian Ciok Thianbing
selaku sesepuh penuntut mendahului pertanyaannya
dengan membentak.
Leng-cu mendengus, "Ciok-tianglo, engkau melaksanakan
tugas keadilan bagi setiap orang Thian-san-pai, apakah
engkau dapat bertindak secara adil tanpa pandang bulu?"
"Dengan sendirinya aku akan bertindak adil tanpa pandang
bulu, masa perlu disangsikan?" jawab Ciok Thian-hing gusar.
"Baik, jika engkau mengaku adil, maka hendaknya lebih
dulu memeriksa putra kesayanganmu sendiri!" kata Leng-cu.
Ciok Thian-hing tidak tahu peristiwa gagalnya Ciok Jingcoan
yang hendak memperkosa Liong Leng-cu, namun
sebagai ayah ia cukup kenal prilaku anaknya.
Diam-diam ia terkejut oleh ucapan Leng-cu itu, bentaknya
pula, "Siau-yau-li, jangan sembarang omong, berani kau
sebut-scbut anakku segala" Bahwa lidahnya sampai dipotong
oleh binatang cilik Nyo Yam itu, kaupun tidak terlepas dari
dosa." Tanpa terasa Ling Peng-ii berkata dengan suara pelahan,
"Ketika hal ini terjadi nona Liong tidak hadir."
Ciok Thian-hing melototi Peng-ji sekejap, bentaknya pula,
"Biarpun waktu itu Siau-yau-li ini tidak hadir, tapi kita sama
tahu dia memang komplotan Nyo Yam, jadi urusan ini dia juga
ikut tanggung jawab."
"Kuminta jangan kaucari perkara lain dan menyimpang,
sekarang bukan Nyo Yam yang diperiksa, tapi kuminta anakmu
perlu diperiksa dulu," kata Leng-cu.
Merah padam muka Ciok Thian-hing, bentaknya, "Siau-yauli,
tampaknya kamu sengaja meng-hina kami ayah dan anak.
Apa belum cukup kau -bikin dia-bisu
"Dia berubah bisu, aku kan tidak bisu," jengek Leng-cu.
"Dia tidak dapat bicara, tapi menulis dan tanda tangan kan
dapat dilakukan."
Tong Kah-goan merasa di balik ucapan Liong Leng-cu iui
seperti ada sesuatu yang belum terungkap, ia melengggong,
tanyanya kemudian. "Nona Liong, apa artinya ucapanmu itu?"
"Ciok-tianglo selalu menyebut diriku sebagai perempuan
siluman, entah dia tahu tidak bahwa kejahatan anaknya justru
tak dapat diampuni, kejahatan yang diperbuatnya jauh lebih
berat daripada Nyo Yam," tutur Leng-cu.
"Oo, kautahu dia berbuat jahat apa?" tanya Tong Koh-goan.
"Dengan sendirinya kutahu, sebab aku sendiri hampir
menjadi korbannya," jawab Leng-cu.
Selagi Tong Kah-goan hendak tanya lebih jelas, terdengar
Ciok Thian-hing memotong dengan dingin, "Hm, sebenarnya
sekarang yang diperiksa Siau-yau-li ini atau memeriksa
anakku" Jika anak ku yang diperiksa, pertama sudah jelas
anakku sukar disuruh meuguraikan apa yang terjadi, pula aku
juga perlu menghindari prasangka dau mohon Ciangbunjin
menunjuk penuntut yang lain."
Tong Kah-goan bukan orang bodoh, dengan sendirinya ia
tahu Ciok Thian-hing merasa dirinya terlalu banyak tanya.
Diam-diam Kah-goan kurang senang, terpaksa ia berkata,
"Selamanya Ciok-suheag terkenal jujur dan adil, hal ini
diketahui setiap &audara perguruan kita. Maka kupercayakan
kepada Ciok-suheng cara bagaimana sidang pemeriksaan ini
dapat berlangsung."
Rada tenang perasaan Ciok Thian-hing, katanya pula,
"Keterangan Siau-yau-li iai mana dapat dipercaya, cuma, bila
dia dilarang bicara, mungkin aku disangka sengaja
memojokkan dia dan bukan mustahil aku dituduh sengaja
membela anak sendiri"
Belum habis ucapannya, ada anak muridaya segera
memberi dukungan, "Betul perkataan Suhu, keterangan Siauyau-
li ini mana dapat dipercaya. Kukira dia sengaja memfitnah
Ciok-suheng karena suheng tidak dapat dikonfrontasikan
dengan dia, dia sengaja merusak nama baik Thian-san-pai
kita." Lihai juga ucapan orang ini, dengan begitu ia telah
mengalihkan ujung tombak yang terarah kepada Ciok Jingcoan
dan berpindah kepada Thian-san-pai secara keseluruhan.
Karena itulah banyak anak murid Thian-san-pai lantas
berteriak-teriak menyatakan setuju dan membentak menuduh
Liong Leng-cu sengaja mencari perkara.
Ciok Thian-hing membiafkan suara berisik itu sirap lebih
dulu, lalu berucap pula, "Pandangan semua orang memang
beralasan, memang tidak boleh Siau-ysu-li ini sembarangan
mengoceh, tapi kalau dia tidak diberi kebebasan bicara
mungkin ada kawan yang menganggap kita sewenang-wenang
dan mau menang sendiri. Kukira begini saja, jika dia menuduh
anakku berbuat kejahatan dan dia pernah menjadi korbannya,
biarkan dia kemukakan bukti dan saksi. Bila bukti dan saksi
ada barulah bicara lagi kebenaran apa yang terjadi. Dengan
demikian tentunya persidangan ini benar-benar berlangsung
dengan adil."
Gagasan Ciok Thian hing ini tentu saja diterima dengan
suara bulat oleh anak murid Thian-san-pai. Para tamu
undangan juga merasa tidak enak untuk ikut campur. maka
semua orang sama mengangguk setuju.
"Kau minta bukti dan saksi apa?" tanya Leng-cu.
"Umpamanya bila pada tubuhmu ada bekas luka" Jika ada,
dari situ akan terlihat apakah bekas serangan orang Thian-san
atau bukan, itulah antara lain bukti yang kumaksudkan."
"Hm, mencelakai orang dengan cara yang kotor dan
rendah, memangnya begitu sederhana hanya melubai tubuh
orang saja?" jengek Leng-cu.
"Jika begitu, jadi kamu tidak ada buktinya," dengus Ciok
Thian-hing. "Lantas adakah saksi?"
Waktu Liong Leng-cu diajukan dalam persidangan, ia sudah
melihat di antara tamu yang hadir itu tidak terdapat Kang
Siang-hun. Tempo hari waktu ia dan Kang Siang-hun membobol
kepungan musuh, Kang Siang-hun menghalaukan pasukan
pengejar baginya supaya nona itu kabur lebih dulu. Meski
Leng-cu tidak melihat sendiri Kang Siang-hun terkena panah,
tapi setelah ditunggu di Lodan dan Kang Siang-hun tetap tidak
menyusul, ia menduga orang tentu mengalami cedera.
Meski ia tidak berani berpikir yang paling buruk. namun
juga tidak berani mengharapkan lagi datangnya penolong itu.
Sekalipun Kang Siang-hun tidak mati melainkan cuma terluka
saja juga tidak tahu kapan baru akan datang ke Thian-san.
Dan kalau Kang Siang-hun tidak datang sendiri untuk
menjadi saksi baginya, apa yang di-uraikannya tentu juga
takkan dipercaya orang banyak. Apalagi soal dia gagal
diperkosa orang segala masakah enak dijelaskan begitu saja di
depan umum, meski dia dikenal sebagai Siau-yau-li yang suka
bertindak dugal, namun apa pun juga dia tetap seorang anak
gadis. Maka terpaksa ia tidak dapat menjawab lagi.
"Bagaimana, saksi juga tidak ada?" bentak Ciok Thian-hing.
Leng-cu berpikir sejenak, ia berpaling dan berkata kepada
Tong Kah-goan, "Tong-ciangbun, ku-mohon sesuatu padamu,
tapi bukan minta ampun."
"Kau minta apa?" tanya Tong Kah-goan.
Meski dia rada sungkan terhadap Ciok Thian-hing, tapi iiwa
ksatrianya tetap teguh, ia lihat bentuk Liong Leng-cu tidak
mirip orang yang sengaja bohong dan berusaha bebas dari
perkara, sekalipun ia tidak berani memastikan putra Ciok
Thian-hing pernah berusaha membikin susah si nona. tapi juga
timbul curiga di balik urusan ini memang terjadi sesuatu yang
tidak beres. Maka tanpa dihiraukan lagi ketidak puasan Ciok
Thian-hing kepadanya dan memberi kebebasan kepada Liong
Leng-cu untuk bicara.
Maka berkatalah Leng-cu, "Aku cuma memohon engkau
suka memberi waktu padaku untuk menunggu kedatangan
seorang." "Menunggu siapa?" tanya Tong Kah-goan.
"Maaf, sementara ini tidak dapat kukatakan," jawab Lengcu.
Hubungan keluarga Kang dengan Thian-san-pai sangat erat,
Kang Siang-hun juga pernah bilang urusan ini akan langsung
dibicarakan dengan ketua baru Thian-san-pai. Jika sekarang ia
sebut nama Kang Siang-hun, jangankan tidak ada yang
percaya Kang Siang-hun adalah kawannya, bahkan Tong Kahgoan
juga akan salah sangka dia sengaja mengadu domba
keluarga Kang dengan Thian-san-pai.
Dengan kening bekernyit Tong Kah-goan lantas tanya,
"Apakah Nyo Yam yang kau tunggu?"
"Bukan," jawab Leug-cu.
"Kau minta waktu berapa lama?" tanya Tong Kah-goan
pula. "Entah, tidak kuketahui berapa lama harus kutunggu. Aku
bersama dia kepergok pasukan musuh dalam perjalanan, ia
terluka. Tapi kupercaya, bila dia masih hidup dia pasti akan
datang kemari untuk menemuimu."
Ciok Thian-hing menjengek, "Huh, omong kosong belaka!
Biarlah kita anggap dustamu ini dapat diterima, tapi tanpa
batas waktu, kan sama juga omong kosong?"
Karena ucapan ini, dengan sendirinya tidak enak bagi Tong
Kah-goan untuk meluluskan permintaan Liong Leng-cu.
"Tanpa bukti dan saksi, nona Liong, tampaknya
permintaanmu mungkin sukar diterima," kata Kah-goan
dengan kening bekernyit.
Ciok Thian-hing berlagak menimbang sejenak, lalu berkata,
"Agar urusan bisa menjadi jelas, silakan Ciangbun-sute tanya
padanya, di mana dan kapan terjadinya peristiwa dia dicelakai
menurut pengakuannya tadi."
Tong Kah-goan paham maksudnya ingin menghindari
anggapan orang akan ketidak-adilan persidangan ini, maka
ingin mengusutnya dan wakiu dan tempat kejadian untuk
membantah tuduhan Liong Leng-cu itu sebagai kebohongan
belaka. Semula Tong Kah-goan juga rada percaya terhadap
keterangan Liong Leng-cu, sekarang menjadi berkurang dan
lebih banyak curiganya. Ia pikir kalau Ciok-suheng berani
tanya demikian, jangan-jangan ia yakin putranya pasti bersih
tanpa dosa. Selaku ketua Thian-san-pai, dengan sendirinya ia berharap
anak murid perguruannya bersih tanpa cacat, maka katanya,
"Nona Liong. boleh kau katakan kapan dan di mana terjadinya,
tidak perlu kuatir."
Meski mendongkol, terpaksa L
Bukit Pemakan Manusia 1 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Istana Pulau Es 13
^