Naga Naga Kecil 5

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 5


yang memang seperti sehati ini, Souw Kwi
Beng maupun Souw Kwi Song berkelabat mengerahkan ginkang memburu si penculik
yang menghilang di balik tembok.
Keduanya menjadi sedikit kaget ketika menyadari ternyata ginkang si gadis yang
mengejar ternyata tidak berada dibawah mereka. Tetapi, nampaknya seperti juga
mereka berdua, si gadis yang mengenakan pakaian ringkas berwarna biru, tidak begitu
mengenal tata letak kota.
Karena itu, agak kesulitan baginya untuk mengejar si penculik. Si Penculik kadang
berlari di atas wuwungan rumah dan terkadang berlari menyusup-nyusup di sela-sela
rumah dan lorong-lorong untuk menghindari keramaian.
Akibatnya, baik si gadis maupun Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song kesulitan
mengejar si penculik. Bahkan pada akhirnya si penculik menghilang di halaman
sebuah rumah yang nampak terjaga sangat ketat. Si gadis, sebagaimana juga kedua
anak kembar itu mengelilingi rumah besar dengan halaman sangat luas itu dari
belakang, dan mereka yakin si penculik menghilang dan bersembunyi dalam rumah
itu. Tapi masalahnya, rumah itu tidak mereka kenal pemiliknya; dan kedua, penjagaan
rumah itu nampak cukup ketat. Dan bahkan ketika mereka tiba di depan rumah,
mereka menjadi sangat kaget karena melihat bahwa rumah itu termasuk keramat dan
dihormati di Sian yu
Rumah gedung itu adalah Rumah KELUARGA LIM. Nampak si gadis termangumangu
memandang papan nama merek rumah itu. Pastinya, si gadis, seperti juga
kedua bersaudara kembar itu, kaget sekali.
Keluarga Lim dari Bing lam terkenal gagah dan memiliki reputasi sangat harum di
dunia persilatan, kenapa sekarang justru menjadi sarang penculik anak gadis orang"
Adakah sesuatu yang sedang menimpa keluarga Lim dari Bing lam ini sehingga
keanehan itu bisa dijelaskan"
"Koko, menurut suhu, Keluarga Lim dari Bing lam merupakanb keluarga terhormat
dan gagah. Mengapa sekarang seperti kekurangan pekerjaan dan malah tempat
bersembunyi penculik anak gadis orang?" Kwi Song berdesis perlahan kepada
Kakanya. "Nampaknya ada sesuatu yang mencurigakan. Kita awasi dulu, nampaknya penasaran
yang sama juga dialami nona itu" bisik kakanya.
"Nampaknya nona itu berniat menyusup koko, lihat dia bergeser dan bergerak ke sisi
kanan, nampaknya mencari sisi yang penjagaannya kurang" lanjut Kwi Song antusias.
"Ya, kita lihat situasinya dulu, jika mendesak kita harus menolong nona itu"
"Mari, kitapun bergerak ke sisi kanan. Nampaknya disana memang yang paling
mungkin memasuki rumah keluarga Lim ini" Kwi Beng kemudian bergerak tanpa
menimbulkan suara sama sekali, diikuti dengan cara yang sama oleh adik kembarnya.
"Koko, dia melompat ke wuwungan. Hebat sekali gerakannya, sungguh indah" Kwi
Song bergumam kagum melihat gaya meloncat si gadis, yang sempat menginjak
dedaunan pohon yang tumbuh di sebelah barat sebelum meloncat ke wuwungan
rumah. Tetapi, nampaknya si gadis masih belum menyadari kalau semua yang dilakukannya
diintai dan diikuti oleh 2 orang pemuda kembar ini. "Ya, ayo kita mengintai dari
pohon yang agak rindang itu" Kwi Beng kemudian meloncat kesebuah pohon rindang
yang memberinya pemandangan yang leluasa kedalam halaman gedung keluarga Lim.
Sementara itu si Gadis muda yang berada di wuwungan sebelah barat kebingungan
memulai dari mana pengintaiannya. Berkali-kali dia celingukan mencari jendela buat
mengintip, dan setelah beberapa kali mengintip melalui lubang jendela dan genteng,
nampaknya dia yakin jika penculik tidak berada di gedung sebelah barat.
Tetapi, ketika kemudian si gadis melompat ke gedung utama, tiba-tiba terdengar
bentakan: "Ada penyusup" diikuti oleh sebuah bayangan yang sangat pesat yang
kemudian tidak lama telah berdiri di atas wuwungan.
Si Gadis yang sudah konangan, masih berusaha untuk berlari kearah timur. Tetapi
bentakan tadi sudah menyadarkan semua penjaga, dan bahkan semua orang di dalam
rumah itu bahwa ada yang tidak beres di luar. Karena itu, ketika berada di wuwungan
timurpun, jejak si gadis dengan mudah ditemukan.
Dan orang yang berhasil menyadari kehadiran si gadis yang menyusup di wuwungan
gedung utama sudah dengan cepat menyusul ke timur. Tetapi alangkah kaget dan
herannya ketika orang yang berusia pertengahan umur ini kemudian menyadari bahwa
si penyusup hanyalah seorang remaja gadis yang masih berusia ingusan, paling
belasan tahun. "Kouwnio, ada urusan apakah malam-malam begini mengintip-intip gedung orang?"
tanya si orang tua dengan nada yang sangat penasaran, tetapi yang jelas kurang
senang. Meski ditahan-tahan.
"Jika aku tidak melihat seorang penculik anak gadis orang berlari memasuki gedung,
ini dan tidak keluar lagi, maka aku tidak akan mengintip-intip begini" jengek si gadis
tidak takut. "Nona, apakah engkau memandang begitu rendah kami keluarga Lim dari Sian yu?"
"Keluarga Lim yang kudengar adalah kumpulan pendekar gagah, bukan kelompok
penculik anak gadis orang"
Hebat tangkisan si Gadis, membuat si orang pertengahan umur menjadi terhenyak
dan sulit menemukan jawaban.
"Dan, gedung keluarga Lim yang kudengar, bukanlah sarang orang-orang kasar
seperti yang sedang berkumpul saat ini" tambah si Nona.
"Nona, siapakah kamu sebenarnya?" bertanya si orang pertengahan umur berubah
menjadi tidak menyenangkan.
"Siapa aku bukan soal, yang penting adalah, dimana nona yang diculik itu?" si gadis
berkeras dengan tuduhannya.
"Tahukan nona kalau sudah melanggar pantangan menuduh orang tanpa bukti?"
"Buktinya sudah jelas. Dengan mata kepalaku sendiri menyaksikan si penculik
memasuki pekarangan rumah ini dan menghilang. Dan dengan penjagaan ketat begini,
mustahil seseorang yang masuk dengan memondong anak gadis bisa tidak diketahui
keluarga Lim disini?"
"Maksud nona sebenarnya?"
"Serahkan gadis yang diculik, maka aku akan berlalu"
"Nona, engkau terlalu memandang rendah keluarga Lim kami. Bila sangat terpaksa,
maafkan bila kami menahan nona sekalian" jengek si orang pertengahan umur.
"Bicara bolak-balik, akhirnya ketahuan belangnya. Tapi jangan kalian kira Siangkoan
Giok Lian takut dengan ancaman kalian" jengek si Gadis berani.
"Hm, she Siangkoan. Apa hubungan nona dengan Siangkoan Tek, Bengkauw
Kauwcu?" Tanya si orang pertengahan umur tercekat. Pada saat bersamaan beberapa
orang lagi sudah berkelabat disamping si orang pertengahan umur. Dari ginkangnya,
nampak kedua orang ini bukanlah orang lemah. Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song
menjadi semakin berkhawatir dengan keselamatan si nona yang pemberani itu.
"Aku tidak akan menggunakan pengaruh nama kong-kong (kakek) untuk
menyelamatkan diri" dengus si gadis.
"Keluarga Lim kami tidak punya ganjalan apa-apa dengan Bengkauw kalian, buat
apa nona mengganggu kami?" Tanya seorang yang baru datang dengan penasaran.
"Sudah kukatakan, ini bukan urusan Bengkauw, ini urusanku yang melihat penculik
anak gadis orang memasuki halaman gedung yang terjaga ketat ini" tegas si gadis.
"Nona, Keluarga Lim mungkin tidak sehebat Bengkauw, tetapi kami tidak tahan
dihina semacam ini" bentak orang kedua yang baru datang dengan marah.
"Terserah, aku tetap meminta anak gadis yang diculik itu untuk dilepaskan" si
gadispun berkeras.
Sementara perdebatan di wuwungan rumah berlangsung terus, di sebelah bawah Kwi
Song berkelabat cepat menghindari para penjaga gedung. Tetapi, yang
mengherankannya, gedung ini tidak seperti gedung keluarga pendekar kenamaan.
Selain para penjaga berwajah garang dan buas di beberapa sudut, juga di beberapa
kamar yang dilaluinya dia mendengar bisik-bisik dan desahan-desahan perempuan
yang sedang bermain cinta. Mustahil gedung ini gedung maksiat, tetapi nampaknya
memang seperti itu gambarannya.
Tetapi karena maksudnya memang mencari gadis yang diculik, maka dia
mengabaikan kamar kamar yang mengeluarkan desahan menggairahkan itu. Tanpa
suara dia terus melanjutkan usahanya untuk menemukan ruangan dimana si gadis
yang diculik disekap.
Sebagaimana gadis yang berada di atas wuwungan gedung ini, diapun yakin anak
gadis yang diculik itu masih berada di gedung keluarga Lim ini dan entah sedang
disekap di kamar mana.
Di atas wuwungan, pertikaian semakin memuncak. Sedangkan Kwi Beng, seperti
juga Kwi Song semakin meragukan kependekaran keluarga Lim. Kekasaran yang
ditunjukkan, peronda yang berwajah buas, semakin melunturkan penilaiannya atas
ketokohan keluarga Lim di dunia persilatan.
Perlahan namun pasti, dia sudah menetapkan akan membela dan menolong si gadis
Bengkauw. Karena selain dia melihat banyak tokoh sakti di tempat itu, diapun
mengagumi kekerasan hati si gadis yang bersedia berjibaku menolong gadis tak
dikenal yang diculik itu.
Pada akhirnya, keluarga Lim yang menjaga kehormatan atas tuduhan menculik atau
menyembunyikan penculik gadis, menjadi semakin murka. Hanya karena masih segan
dengan latar belakang si gadis yang luar biasa yang membuat mereka ragu bertindak
keras. Tetapi, di tengah keraguan mereka, tiba-tiba terdengar suara yang dingin dan sangat
angker, nampaknya datang dari bawah: "Usir saja gadis tidak tahu aturan itu".
Meskipun segan dan nampaknya ogah-ogahan, salah seorang dari keluarga Lim yang
bernama Lim Kok Han akhirnya menyerang si gadis. "Maafkan kami, tetapi nona
terlalu mendesak", ujarnya kemudian menyerang si nona.
Siangkoan Giok Lian bukannya orang bodoh, sejak tadi dia sudah heran dengan
situasi Gedung Keluarga Lim yang bertolak belakang dengan berita di luaran.
Kegarangan keluarga Lim bisa dimakluminya, tetapi mereka nampaknya masih
memiliki sedikit kegagahan, dan seri wajah mereka nampak sangat tidak wajar serta
menyembunyikan sesuatu.
Menimbang situasi tersebut, Siangkoan Giok Lian mulai bercuriga, nampaknya ada
apa-apa dengan keluarga Lim ini, tetapi belum dapat dipastikannya. Maka, ketika
mendengar dengusan dari arah bawah yang memerintahkan mengusirnya, Siangkoan
Giok Lian semakin yakin, keluarga Lim nampaknya sedang mengalami persoalan.
Kesimpulan tersebut membuat Giok Lian tidak sampai hati mempermalukan Kok
Han. Meskipun menyerang hebat, tetapi terasa bagi Giok Lian bahwa Kok Han seperti
sedang menahan sesuatu, bahkan sinar matanya seperti meminta untuk dimengerti.
Bahkan tenaga serangan dan pukulannyapun meski mendatangkan angin menderu,
tetapi nampaknya seperti ditahan dan terukur tenaganya. Padahal, dengan
mengerahkan segenap tenaganyapun, Kok Han masih belum tandingan gadis cerdik
dari Bengkauw ini.
Lim Kok Han memang salah seorang putra keluarga Lim, dan merupakan putra
kelima. Lim Kok Han memiliki 3 orang kakak Laki-laki dan 1 orang kakak
perempuan. Mereka berlima, termasuk kakak perempuannya sebenarnya sudah punya
nama di dunia persilatan, mengikuti jejak orang tuanya.
Karena itu, Kok Han sedapat mungkin menahan tenaga pada serangan dan
pukulannya. Betapapun, dia memiliki semangat kependekaran yang sama, dan
bereaksi sama bila melihat ada yang terculik.
Seandainya dia mengenal siapa Siangkoan Giok Lian lebih dekat, maka tidak perlu
dia menahan tenaga pukulannya. Karena gadis ini adalah gadis gemblengan yang
bahkan dalam Ilmu Silat sudah melampaui atau setidaknya menyamai ayahnya
Siangkoan Bok, putera Siangkoan Tek Kauwcu Bengkau yang sudah berusia 40
tahunan. Siangkoan Giok Lian adalah puteri Siangkoan Bok, cucu Siangkoan Tek rekan
seangkatan Kiang Cun Le, yang juga memiliki Ilmu Silat yang sangat lihay, hanya
sedikit dibawah kemampuan Kiang Cun Le. Jadi bisa dibayangkan betapa ampuhnya
Kauwcu Bengkauw yang sudah berusia di atas 60 tahun tersebut.
Tetapi Siangkoan Giok Lian dan kakanya Siangkoan Giok Hong, 2 diantara 4 anak
Siangkoan Bok (dua lainnya laki-laki), justru memiliki bakat Ilmu Silat yang melebihi
saudara lelaki mereka. Bakat Giok Lian dan Giok Hong justru tercium oleh kakek
buyut mereka Siangkoan Bun, yang satu angkatan di bawah Kiang Sin Liong, dan
yang sempat menyaksikan ayahnya terlibat dalam pertarungan besar puluhan tahun
silam melawan 4 tokoh utama Tionggoan.
Siangkoan Bun, bahkan pernah bertarung meski masih kalah tingkatan melawan Wie
Tiong Lan. Tetapi sesuai perjanjian yang dibuat ayahnya, setelah pertarungan besar
yang disaksikannya itu, dia menutup diri dari pertikaian di Tionggoan selama 30
tahun. Selewat 30 tahun, justru Siangkoan Bun menjadi tawar hati, dan kebetulan puteranya
Siangkoan Tek telah mewarisi kesempurnaan Ilmu keluarga Siangkoan di Bengkauw.
Kedua puteri keluarga Siangkoan ini, selama 10 tahun dididik oleh Siangkoan Bun
sampai kemudian kakek renta Bengkauw ini minta ditinggal tanpa diganggu lagi.
Sejak berusia 5 tahun, Siangkoan Giok Lian sersama kakaknya, Giok Hong sudah
ditempa oleh kakek buyutnya itu.
Baik ditempa dengan penyerapan tenaga Jit-goat-sin-kang (Hawa Sakti Bulan
Matahari) yang menjadi ilmu pusaka dan andalannya melawan 4 tokoh utama
Tionggoan hingga ke ilmu paling baru yang diciptakannya, yakni Jiauw-sin-pouwpoan-
soan (Langkah Sakti Ajaib Berputar-putar). Tentu juga Giok Lian diwarisinya
dengan Ilmu-ilmu khas Bengkauw seperti In-Iiong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga
Awan), Kang-see-ciang (Tangan Pasir Baja), dan bahkan juga Ilmu andalan yang
amat sulit untuk dipelajari yakni Koai Liong Sin Ciang (Ilmu Pukulan Naga Siluman).
Ilmunya ini sudah disempurnakannya selama 30 tahun terakhir menyepi dan bahkan
sudah banyak disisipi kekuatan "sihir" yang membuat lawan bakal sangat ketakutan
dan diliputi kengerian. Lebih dari itu Giok Lian malah menemukan rahasia ilmu yang
sangat hebat dan rada sesat ciptaan nenek buyutnya Siangkoan Lian, adik dari kakek
buyutnya Siangkoan Bun yang juga sangat berbakat.
Neneknya ini menemukan dan memperlajari ilmu yang agak sadis, rada sesat, yakni
Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) dan
Toat Beng Ci (Jari Pencabut Nyawa). Kedua ilmu ini dicatatnya dalam sebuah kitab
yang secara kebetulan ditemukan Giok Lian.
Kegemaran Giok Lian akan Ilmu Silat membuatnya mempelajari kitab peninggalan
neneknya, tetapi itupun baru dilakukannya 2 tahun terakhir setelah kakek buyut
merangkap gurunya memutuskan menutup diri.
Keranjingan gadis manis ini akan ilmu silat, juga membuat kakeknya Siangkoan Tek
agak kelimpungan. Apalagi karena tinggal kematangan dan penguasaan akan tenaga
ajaib Bengkauw, Jit Goat Sinkang yang membuatnya mampu mengatasi cucu
perempuannya ini.
Tetapi, jangan dikira betapa bangganya kakek ini akan cucunya ini, juga terhadap
Siangkoan Giok Hong, yang sama-sama sakti dan sama memusingkannya. Keduanya
bahkan sudah sanggup merendengi kemampuan Hu Kauwcu Bengkauw yang adalah
Sute atau Adik Seperguruan Siangkoan Tek sendiri.
Padahal sutenya ini, tinggal kalah seusap dibandingkan dia sendiri, meskipun
kematangannya dalam Jit Goat Sinkang sudah sangat tinggi. Tetapi karena menyadari
bahwa kedua cucu perempuannya itu adalah didikan ayahnya, dia maklum belaka.
Sayangnya, kedua cucu lelakinya, bahkan anak lelakinya kurang memiliki bakat
sebaik cucu-cucu perempuannya ini.
Gadis sakti dari Bengkauw inilah yang sedang diserang oleh Kok Han dengan
setengah hati. Padahal, dengan langkah sakti berpusing, langkah sakti khas
Bengkauw, jangankan Kok Han, bahkan Ji Toakonya Lim Kok San ikut
mengerubutipun, masih belum akan sanggup menyusahkan gadis pemberani ini.
Bahkan kemudian, bukan pertarungan itu yang kini menjadi perhatian Giok Lian,
tetapi kejadian dibalik keanehan keluarga Lim yang memenuhi benaknya. Dengan
langkah-langkah saktinya, semua serangan Kok Han bisa dielakkan dan dimentahkan,
apalagi Kok Han memang tidak bersungguh-sungguh dalam menyerang.
"Hm, rupanya Keluarga Lim hanya sanggup membuat gadis Bengkauw ini sedikit
kerepotan" Suara yang angker dan dingin kembali terdengar.
"Sebaiknya Bing lam tancu dan Sam Suhu secepatnya memaksa gadis nakal itu
turun" Suara itu kembali terdengar dan nampaknya memerintahkan orang lain untuk
memaksa Giok Lian turun dari wuwungan. Dan nampaknya, memang tiada maksud
Giok Lian untuk melarikan diri.
Selain gadis yang diculik belum ketahuan nasibnya, dia sendiri penasaran dengan apa
sebenarnya yang sedang dialami oleh keluarga Lim. Sepengetahuannya keluarga Lim
di Bing lam tidaklah selemah yang ditampilkan Kok Han, dan juga tidak cukup jahat
untuk menjadi penculik anak gadis orang.
Jadi, pasti ada sesuatu yang sedang menimpa mereka.
Belum lama suara dingin dan angker tadi berlalu, tiba-tiba melayang 3 orang
berkepala plontos tetapi dengan pakaian yang bukan pakaian pendeta. Begitu tiba di
depan Giok Lian, seorang diantara ketiga Pendeta tersebut membentak sambil
mendorongkan sepasang tangannya kedepan:
"turun kau" bentaknya. Dan dari sepasang tangannya menderu angin pukulan
mengarah ke Siangkoan Giok Lian. Giok Lian menyadari bahwa penyerangnya kali
ini nampaknya jauh lebih bersungguh-sungguh dan bahkan memiliki kekuatan yang
jauh berlipat di atas Kok Han.
Tetapi untuk menjajalnya dia membiarkan dirinya diterjang angin pukulan tersebut
tetapi dengan melakukan 3-4 langkah berpusing, mengurangi tenaga dorong pukulan
tersebut dan bahkan memanfaatkan tenaga dorongan pukulan itu untuk kemudian
melenting ke bawah. Bukan tempat yang tepak untuk menghadapi 3 orang yang
nampaknya jauh lebih lihai daripada Kok Han.
Belum lama Giok Lian hinggap di bawah, dengan segera 3 orang berkepala plontos


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang melayang ke atas dan salah seorang yang sempat menyerangnya di wuwungan
telah kembali berdiri di hadapannya. Bahkan disamping kanan terdapat Kok Han dan
Kok San dan seorang yang lain berdiri siaga disamping kiri Giok Lian.
Sementara di belakangnya adalah tembok belaka, tembok sebelah barat dari gedung
keluarga Lim. Begitu kembali berhadapan, Lhama penyerangnya yang bernama Sin
Beng Lhama telah kembali mengawali serangannya.
Dengan mantap dan penuh tenaga dia mencecar si nona yang kembali berpusingpusing
dan tidak mampu dijangkaunya. Semakin cepat dan kuat Sin Beng Lama
menyerang, semakin gesit pula Giok Lian bergerak, bahkan sesekali dia berani
mengadu kekuatan tenaga dalamnya dengan Sin Beng Lhama.
Sontak si Lhama menjadi sangat terkejut, dia mendapati tenaga si Nona ternyata
demikian kuatnya. Masih di sebelah atas kekuatannya sendiri malah.
Dalam gusarnya Sin Beng Lama merubah serangannya dengan tutukan-tutukan jari
tangan dari jurus Tam Ci Sin Thong bergaya Tibet. Serangan-serangan tajam dari jarijarinya
mengiang-ngiang dan bagaikan tajamnya jarum menutuk ke beberapa bagian
di tubuh si Nona.
Serangan Sin Beng Lhama ini mengejutkan Souw Kwi Beng selaku penonton yang
menyaksikan pertandingan tersebut. Terutama karena melihat bagaimana Lhama
tersebut ternyata mampu memainkan salah satu jurus ampuh Siauw Lim Sie,
meskipun beberapa gaya agak berbeda.
Tetapi menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat, sambil berpusing-pusing dengan
langkah ajaibnya si Nona memainkan ilmunya Kang-see-ciang (Tangan Pasir Baja)
dan tidak takut membentur selentikan jari sakti Sin Beng Lhama. Akibat dari
benturan-benturan tersebut, terdengar bunyi-bunyi bagaikan beradunya 2 besi panas,
tetapi nampaknya Sin Beng Lhama yang tidak tahan.
Sesuai jurusnya, Tangan Pasir Baja, memang membuat tangan dan jari Giok Lian
menjadi sekeras baja dan berani mengadu tangan dan jari dengan totokan-totokan Sin
Beng Lama. Terdengar Sin Beng Lhama menggeram, dan yang ternyata kemudian
menjadi komando bagi kedua saudaranya Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama
untuk maju berbareng.
Maka majulah secara berbareng ketiga lhama sakti pelarian dari Tibet tersebut
mengeroyok Giok Lian. Giok Lian bukannya khawatir, malah nampak seperti
bergirang dikerubuti 3 orang Lhama pelarian dari Tibet itu. Langkah kakinya yang
berputar-putar ajaib benar-benar ajaib dan ampuh menghindarkannya dari terjangan
ketiga Lhama dari Tibet tersebut.
Berpusing-pusing atau berputar-putar ajaib dengan langkah-langkah yang
mujijatmembuat Giok Lian mampu menghidnari semua serangan dari ketiga lhama
tersebut. Bahkan sesekali bukan hanya menghindar, tetapi setelah memunahkan
serangan, diapun balas menyerang.
Bahkan dengan tetap mengerahkan Tangan Pasir Baja atau kadang-kadang
menggunakan In Liong Sin Ciang, gubahan Ilmu Pukulan yang sebenarnya berasal
dari Ilmu Pedang In Liong Kiam Sut, beberapa kali Giok Lian mendorong mundur
ketiga lhama Tibet tersebut.
Bahkanpun ketika ketiga Lhama itu menggunakan jurus Kong-jiu cam-liong (Dengan
Tangan Kosong Membunuh Naga) dan Tam Ci Sin Thong, tetap tidak mampu
mendesak dara sakti tersebut. Dengan seenaknya dia membagi-bagi serangan kearah
tiga pendeta lhama tersebut, bahkan sesekali dia mampu mendaratkan pukulan
ketubuh mereka. Hal yang sangat mengagumkan semua penonton, termasuk Kwi
Beng dan Kwi Song.
Sedang seru-serunya pertarungan itu, mata Kwi Song yang tajam melihat sesosok
tubuh keluar dari dalam gedung dengan langkah yang sangat ringan. Kwi Song baru
bergabung kembali setelah menyelesaikan tugasnya di bawah.
Perlahan namun pasti orang tersebut mendekati pertarungan yang nampaknya
semakin menunjukkan keunggulan Giok Lian. Karena dengan seenaknya, si Gadis
melayani ketiga Lhama sakti dari Tibet itu sambil membagi-bagikan pukulannya.
Intuisi Kwi Song ternyata benar, sementara Giok Lian berkonsentrasi mengatasi
serangan ketiga lhama pelarian itu, tiba-tiba sebuah serangan dahsyat dan nampak
sangat berat dilontarkan oleh pendatang baru tersebut. Untungnya Kwi Song juga
sudah bersiap sedia, bahkan hampir bersamaan dengan Kwi Beng yang juga
mengawasi orang yang berada disebelah kiri Giok Lian, keduanya melompat pesat
menangkis 2 serangan bokongan yang diarahkan kepada Giok Lian.
Kwi Song sadar bahwa serangan gelap lawan dari kegelapan itu nampaknya sangat
berat. Tetapi yang membuatnya kaget, karena serangan itu sangat mirip dengan Hong
Ping Ciang ajaran Siauw Lim Sie. Karena itu dia mengerahkan tenaga hampir sebesar
7 bagian dan akibatnya keduanya, baik si penyerang maupun Kwi Song merasakan
tangan masing-masing tergetar hebat.
Demikian halnya Kwi Beng yang menyongsong pukulan dari Tancu Bing lam, juga
mendapati kenyataan bahwa pukulan si tancu juga cukup berat, meski dia masih
mampu unkulan menghadapinya.
Sementara itu, Kwi Song yang beradu pukulan dengan pendatang baru tadi, dengan
cepat berkelabat dan mendekati Giok Lian dan berbisik:
"Nona, gadis yang diculik sudah kubebaskan, lebih baik kita tinggalkan tempat ini
sementara, cukup berbahaya". Setelah berbisik demikian, kembali Kwi Song
melontarkan sebuah pukulan jarak jauh, pukulan udara kosong kearah penyerang yang
tadi pukulannya ditangkisnya.
Kwi Beng juga melakukan hal yang sama, sementara Giok Lian menyadari bahwa
bisikan Kwi Song bukanlah basa-basi, diapun kaget melihat dirinya dibokong oleh
sebuah pukulan yang cukup ampuh. Karena menyadari bahaya, maka diapun meniru
Kwi Song dan Kwi Beng, malah dengan lebih ganas melontarkan totokan maut yang 2
tahun terkahir diyakininya yakni Toat Beng Ci yang sangat ampuh dan mencicit-cicit
kearah 3 lhama Tibet.
Penyerang yang diserang Kwi Song terdorong 3 langkah ke belakang, sama juga
seperti Kwi Song terdorong 3 langkah ke belakang, sementara sang tancu terjengkang
kebelakang kalah tenaga dengan Kwi Beng, sedangkan ketiga lhama Tibet lainnya
menjatuhkan diri kesamping menyadari betapa ganasnya Toat Beng Ci yang
dilepaskan dengan amarah oleh Giok Lian.
Melihat lawan-lawan mereka goyah, Kwi Beng berseru, "mari, saatnya pergi" sambil
kemudian tubuhnya berkelabat diikuti Kwi Song dan Giok Lian. Ketiganya seperti
berlomba mengerahkan kekuatan ginkangnya, dan nampaknya Giok Lian dan Kwi
Song masih menang sedikit kecepatannya dibandingkan Kwi Beng.
Setelah berlari-larian selama kurang lebih 1 jam dan yakin bahwa mereka tidak
dikutit orang, maka akhirnya ketiganyapun menghentikan larinya:
"Berbahaya, sungguh berbahaya. Koko, penyerang itu menggunakan Hong Ping
Ciang, tetapi dengan gaya yang agak asing" berkata Kwi Song penasaran.
"Jika tidak salah, mereka adalah lhama pelarian dari Tibet seperti yang diceritakan
Ciangbunjin Siauw Lim Sie" jawab Kwi Beng.
"Jika benar demikian, maka yang menyerang nona ini berarti tiga lhama pemberontak
dari Tibet. Sementara yang menyerangku mungkin adalah orang tertua dari beberapa
lhama utama yang berkhianat" desis Kwi Song.
"Siapakah kalian?" dan benarkah gadis yang diculik itu sudah kalian temukan dan
bebaskan?" Tiba-tiba Giok Lian bertanya. Pertanyaannya menyadarkan Kwi Song dan
Kwi Beng bahwa mereka belum saling memperkenalkan diri. Dan seperti biasa,
keadaan seperti ini adalah kemahiran Kwi Song. Karena itu dengan lunak dan
simpatik kemudian dia berpaling memandang gaids yang mengagumkan itu dan
berkata: "Benar Nona, aneh sekali kita belum saling berkenalan. Cayhe bernama Souw Kwi
Song, sementara Kokoku, Souw Kwi Beng, kami murid-murid Siauw Lim Sie.
Sementara nona yang diculik kebetulan sudah kuselamatkan, saat ini mungkin sudah
berada di rumahnya.
Dan jika boleh tahu, siapakah gerangan nama Nona?" Kwi Song memperkenalkan
diri dan menjawab pertanyaan Giok Lian dengan sopan dan simpatik. Tetapi, dia
melihat Giok Lian malah kebingungan memandangi mereka berdua berulang-ulang
sambil berdesis, "Sungguh mirip, sungguh mirip.
Akan sukar untuk mengenali dengan benar kalian berdua ini" desis Giok Lian takjub
melihat kesamaan kakak beradik kembar ini.
"Kami memang saudara kembar nona, kebetulan kakakku lahir lebih dahulu dariku,
makanya kupanggil dia koko" sahut Kwi Song tersenyum.
"Dan siapakah gerangan nama nona" bertanya Kwi Song
"Siangkoan Giok Lian. Tapi sebelumnya terima kasih atas bantuan jiwi" Giok Lian
memperkenalkan nama sambil mengucapkan terima kasih.
"She Siangkoan, apakah nona berasal dari Bengkauw?" Bertanya Kwi Song yang
nampak terkejut dan kagum atas si Gadis yang memang dirasakannya pasti memiliki
asal usul yang tidak biasa.
"Benar, kakekku Siangkoan Tek yang menjadi Bengkauw Kauwcu saat ini"
"Hm, pantas, pantas. Nona sungguh-sungguh telah memberi pukulan dan gertakan
bagi para kaum sesat itu" Kwi Song memuji.
"Bukan hal luar biasa, malah harus berterima kasih, kalian sudha menolongku" Giok
Lian merendah. "Sudahlah nona, sesama kaum persilatan tidak ada salahnya saling menolong. Hanya
saja, keadaan di Gedung Keluarga Lim memang terasa sangat aneh" Kwi Beng
menyela. Nampak wajah Giok Lian berkerut karena diapun merasakan keanehan yang
ditunjukkan oleh Kok Han tadi. Dia merasa bukan tanpa maksud Kok Han bersikap
menyerang tetapi tidak dengan sungguh-sungguh dan bahkan terkesan mengharapkan
bantuannya. Karena itu dia berkata: "Ketika Lim Kok Han menyerangku, bukan saja
dengan tidak sungguh-sungguh, bahkan sinar matanya sangat aneh, penuh
permohonan yang tidak bisa kutebak".
"Benar Nona Giok Lian, akupun melihat Kok Han menyerangmu dengan tidak
wajar" demikian Kwi Beng.
"Soal keanehan, memang sangat aneh. Masakan gedung keluarga Pendekar tetapi
kamar-kamarnya berisi perempuan dan lelaki bangor" Terus penjaga penjaganya tidak
membayangkan kegagahan, tetapi lebih mirip para perampok. Nampaknya Gedung
keluarga Lim ini sedang mengalami musibah" analisis Kwi Song.
"Benar, tidak salah lagi" Tiba-tiba Giok Lian berseru, seperti menemukan sebuah
petunjuk yang sangat penting. Dia melanjutkan, "Aku mendengar dalam perjalananku
bahwa ada beberapa Lhama pemberontak yang bergabung dengan Perkumpulan
misterius yang sedang mengacau Tionggoan. Bukankah ketiga penyerang tadi adalah
kaum Lhama?"
"Tepat sekali nona. Ilmu silat mereka memang membayangkan Ilmu Silat kaum
Budha yang mirip Siauw Lim Sie, mereka pastilah Kaum Lhama Tibet" Desis Kwi
Beng. "Dan artinya, Gedung Keluarga Lim saat ini sudah dalam genggaman Perkumpulan
Misterius yang mengganas di Tionggoan ini. Artinya lagi, daerah Bing lam ini,
nampaknya sudah mereka kuasai. Koko, bagaimana dengan Siauw Lim Sie di Poh
Thian" Kwi Song bersuara khawatir
"Benar Song te, akupun jadi khawatir dengan keadaan Thian Ouw Suheng disana"
Kwi Beng menanggapi dengan roman yang juga membayangkan kegelisahan.
"Tapi, bila melihat berkumpulnya banyak jago lihay dan konsentrasi kekuatan
Perkumpulan itu ada di Sian yu, nampaknya mereka belum menyerang Siauw Lim
Sie" Giok Lian coba menenangkan.
"Hm, nampaknya akupun berpikir demikian. Bukan tidak mungkin malah mereka
sedang merencanakan menyerbu Siauw Lim Sie di Poh Thian" Kwi Song yang
biasanya riang, nampak sedang berpikir keras.
Bahkan dia melanjutkan:
"Pertama, mereka nampak sedang bersantai atau sedang memupuk kekuatan.
Dibuktikan dengan kamar-kamar yang penuh dengan kemaksiatan, artinya beberapa
jago mereka sedang melepas penat. Kedua, begitu banyak jago yang berkumpul disini,
dan artinya rumah keluarga Lim nampaknya sudah mereka kuasai.
Ketiga, menurut nona Giok Lian, Lim Kok Han seperti sedang minta bantuan, itu
berarti rumah keluarga Lim sudah dikuasai dan sangat mungkin serangan selanjutnya
mengarah ke Siauw Lim Sie. Keempat, nampaknya markas mereka di Bing lam ini
justru di rumah keluarga Lim."
"Bila melihat keadaan mereka, bukan mustahil justru mereka sedang berencana
menyerang Siuaw Lim Sie" Giok Lian berkomentar.
"Dan bila benar demikian, maka gangguan kita malam ini, akan berakibat mereka
mempercepat atau menunda penyerangan itu", tambahnya.
"Apabila kekuatan utama mereka hanyalah yang berhadapan dengan kita, maka
rasanya Thian Ouw Suheng masih sanggup menahan mereka. Tetapi, bila masih
tersimpan beberapa tokoh tangguh, maka keadaan Siauw Lim Sie di Poh Thian
sungguh membahayakan" Kwi Song melanjutkan.
"Koko, bila demikian ada baiknya malam ini juga kita melanjutkan perjalanan ke Poh
Thian" Kwi Song mengusulkan, tetapi matanya justru melirik ke Giok Lian. Dan
bukan Kwi Beng yang menjawab, tetapi Giok Lian yang kemudian berkata:
"Apabila kalian memutuskan ke Poh Thian, biarlah kucapkan terima kasih atas
bantuannya. Perkenankan aku kembali ke penginapan" Giok Lian kemudian menjura
ke kedua kakak beradik itu dan kemudian berkelabat lenyap diiringi pandangan
kagum Kwi Song dan Kwi Beng.
Sungguh gadis sakti yang pemberani. Pertemuan yang sangat mengesankan dan
meninggalkan seberkas perhatian yang dalam, terutama di benak Kwi Song yang rada
romantis itu. Episode 9: Siauw Lim Sie Cabang Poh Tian
Thian Ouw Hwesio sudah berusia mendekati 70 tahunan, rambut dan alis
matanyapun sudah memutih semuanya. Tetapi wajahnya masih nampak kemerahan
dan penuh welas asih. Gerak-gerik padri tua ini memang sangat berwibawa, wibawa
yang lahir bukan secara lahiriah semata.
Tetapi karena pendalaman masalah keagamaan yang sudah tinggi, serta juga
kemampuan fisik yang luar biasa karena penguasaan tenaga sakti yang sangat
mumpuni. Meskipun sudah renta, tetapi sesungguhnya padri tua ini adalah naga sakti
yang terpendam.
Kesaktiannya bahkan masih melampaui Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim
Sie di Siong San yang masih terhitung keponakan muridnya. Thian Ouw sudah
terlanjur mencintai alam Bing lam dan terutama ciri khas teh di Bing lam yang sangat
digemarinya. Padri tua ini mengikuti gurunya Kian Sim Hosiang yang merupakan adik seperguruan
Kian Ti Hosiang yang menugaskannya memimpin Siauw Lim Sie cabang Poh Thian
kurang lebih 50 tahun lalu. Sebagai adik seperguruan Kian Ti Hosiang, Kian Sim
Hosiang juga bukanlah padri sembarangan.
Otomatis, Thian Ouw Hwesio juga bukan padri sembarangan, bahkan pada masa
mudanya berkali kali memperoleh petunjuk dan bantuan supeknya, Kian Ti Hosiang
yang sangat mengagumi bakat dan kesalehan padri ini.
Karena itu, tidak heran bila Thian Ouw Hwesio mahir menggunakan Kim Kong Ci
dan Tay Lo Kim Kong Ciang yang diajarkan gurunya dan disempurnakan supeknya.
Latihan dan penguasaan tenaga saktinya, dewasa ini sudah terbilang mendekati
sempurna, bahkan mengalahkan generasi angkatan Thian yang berada di Siauw Lim
Sie Siong San dewasa ini.
Urusan Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian pada tahun-tahun belakangan ini, lebih
banyak diserahkan kepada 5 murid utamanya. Tahun-tahun belakangan ini, Thian
Ouw Hwesio memang lebih banyak bersemadi.
Dan bilapun tidak bersamadi, lebih banyak menghabiskan waktunya dengan meracikracik
teh kebanggaan daerah Bing lam. Padri tua ini bahkan sudah mampu
menghasilkan beberapa variasi teh dengan rasa dan khasiat yang berbeda-beda selama
menekuni masalah teh akhir-akhir ini.
Kelima murid utamanya masing-masing bernama Kiam Sim Hwesio, yang tertua,
kemudian disusul oleh Kiam Ho Hwesio, Kiam Khi Hwesio, Kiam Hong Hwesio dan
Kiam Sun Hwesio.
Kiam Sim Hwesio sebagai yang tertualah yang biasanya mewakili suhunya untuk
mengurusi masalah sehari-hari di kuil itu, dibantu oleh para sutenya.
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian sendiri tidaklah memiliki murid yang sangat
banyak. Paling banyak berjumlah 70an orang. Selain itu, berbeda dengan Siong San,
Kuil di Poh Thian tidaklah menerima murid preman dan karena itu perkembangan
dunia persilatan tidaklah terlampau diminati oleh Siauw Lim Sie cabang Poh Thian.
Bila pengaruhnya di Poh Thian sangat besar, itu dikarenakan penduduk sekitar yang
bila menemui kesulitan, semisal dirampok atau diganggu para penjahat, mengadunya
pasti ke Keluarga Lim atau Siauw Lim Sie kuil Poh Thian ini.
Dan biasanya dikirim Pendeta berilmu tinggi untuk membantu mengatasi gangguan
para penjahat bagi penduduk di sekitar Poh Thian. Dan itu juga sebabnya para
penjahat enggan mengganas di dekat-dekat kuil yang banyak pendeta saktinya
tersebut. Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian memang tidaklah sebesar dan semegah kuil di
Siong San, tetapi hawa keagungan dan hikmat sungguh tersiar dari Kuil yang seperti
tenggelam di balik gunung tersebut.
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian memang dikelilingi tebing yang ditumbuhi pohonpohon
yang besar dan rindang, tetapi jarak tebing berpohon itu ke halaman kuil, juga
masih cukup jauh. Di Belakang kuil mengalir sebuah sungai yang tidak berapa besar,
malah nampak hanya seperti sebuah kali yang mengalir dengan beningnya.
Pintu masuk resminya adalah pintu lembah yang hanya dijaga oleh 2 orang pendeta
budha dan berjarak hampir 100 meter dari gerbang utama Kuil. Meskipun berjarak
cukup panjang dan lapang dari tebing-tebing di kiri dan kanan, tetapi sepanjang jalan
ke arah kuil, tumbuh rerumputan yang seperti tidak tumbuh liar tetapi terpelihara.
Karena itu, sejauh mata memandang dari arah kuil ke tebing-tebing, didominasi oleh


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemandangan yang sangat hijau. Tetapi karena terkurung tebing di kiri dan kanan,
Kuil ini sejak sore hari menjelang senja malah dengan cepat diliputi kegelapan.
"Suhu, perkenankan kami menemui Thian Ouw Suheng" Seorang dari kedua anak
muda yang berdiri di pintu masuk halaman kuil meminta ijin.
"Thian Ouw Suheng?" Pendeta muda penjaga pintu masuk bertanya heran. Betapa
tidak, Ciangbunjinnya sudah berusia 70 tahunan, dan dipanggil suheng oleh anak
muda yang paling banyak usianya 20 tahunan. Aneh tentu saja.
"Benar suhu, kami Souw Kwi Song dan kakakku Souw Kwi Beng berasal dari Siauw
Lim Sie Siong San, mendapat tugas menemui Thian Ouw Suheng" Si anak muda yang
ternyata Souw Kwi Song memperkenalkan diri.
Tetapi kedua pendeta muda penjaga pintu masuk memandangi kedua anak muda
yang baru datang itu dengan tertegun. Setidaknya ada 2 keheranan besar bagi mereka.
Pertama, bagaimana mungkin kedua anak muda yang paling banyak berusia 20
tahunan ini menyebut Guru Besar mereka "SUHENG".
Apa tidak salah dengar" Begitu mungkin pikiran mereka. Kedua, mereka memandang
takjub kedua anak muda yang teramat sangat mirip bagaikan pinang dibelah dua, dan
hanya dibedakan oleh pakaian yang mereka kenakan.
"Jiwi enghiong mau bertemu Ciangbunjin?" Salah seorang akhirnya mampu
mengatasi keheranannya dan bertanya.
"Benar suhu, kami ditugaskan oleh Kong Sian Ciangbunjin untuk bertamu dan
membicarakan beberapa hal dengan Ciangbunjin Siauw Lim Sie cabang Poh Thian"
Kwi Song menegaskan.
"Baik, baik jika demikian, tapi perkenankan kami melaporkan hal ini kedalam" salah
seorang pendeta penjaga kemudian bergegas masuk kedalam. Dan setelah menunggu
cukup lama, akhirnya kemudian pendeta muda tersebut kembali lagi kedepan dan
mengundang serta mempersilahkan Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song untuk
masuk kedalam. Mungkin karena merasa tamunya adalah orang-orang muda, maka Kiam Sim Hwesio
menerima mereka di sebuah ruangan dekat Cang King Kek, ruang perpustakaan
Siauw Lim Sie cabang Selatan Poh Thian. Begitu tiba dihadapan Kiam Sim Hwesio,
kedua pemuda kembar itu kemudian menjura, memberi hormat dan berkata:
"Terima kasih, tecu brdua boleh diterima bertamu. Tapi apakah benar kini kami
bertemu dengan Thian Ouw Suheng?" Souw Kwi Song kembali menegaskan, apa
benar didepan mereka adalah suheng mereka.
"Suheng?" Pendeta tua yang memang bernama Kiam Sim Hwesio ini tercengang
heran, tetapi hanya sekelabat saja.
"Siapakah jiwi dan murid siapakah kalian?" Kiam Sim balas bertanya.
"Tecu Souw Kwi Song dan kakak tecu Souw Kwi Beng, mendapatkan tugas dari
Ciangbunjin Siauw Lim Sie di Siongsan dan insu yang mulia untuk bertemu dengan
Suheng Thian Ouw Hwesio di Poh Thian" Demikian Kwi Song mengutarakan
maksud kunjungannya.
"Siapakah guru jiwi enghiong ini?" Kiam Sim Hwesio bertanya keheranan.
"Nama suhu yang mulia adalah Kian Ti Hosiang. Beliau meminta kami menemui
Thian Ouw Suheng untuk meminta beberapa pengajaran" Kwi Beng yang cepat sadar
menegaskan. Kiam Sim Hwesio tersentak kaget. Bukan main, kedua anak remaja ini adalah muridmurid
dari su-couwnya, bekas Ketua Siauw Lim Sie yang sangat terkenal.
Kaget dan kagum dia memandangi kedua anak muda yang sangat mirip itu, bersikap
gagah dan juga sangatlah sopan. Karena itu, sambil memuji sang Budha, dia
kemudian berkata:
"Siancai, siancai. Ternyata pinto berhadapan dengan dengan kedua susiok yang
masih sangat muda. Baik, baik, perkenankan pinto memberi tahu Ciangbunjin dulu,
beliau pasti akan sangat senang dan kaget menerima kalian berdua".
===============
Padri sakti dari Siauw Lim Sie Poh Thian ini memang sudah tua renta. Diapun sudah
jarang keluar dari ruangan samadinya. Kecuali untuk mengajar agama bagi muridmurid
Siauw Lim Sie Poh Thian ataupun menyeduh teh kesukaannya di kebun
belakang kuil, itulah alasan dia keluar.
Semua urusan Siauw Lim Sie sekarang ini ditangani oleh muridnya yang tertua,
seorang pendeta saleh bernama Kiam Sim Hwesio, yang juga mewarisi hampir
seluruh kesaktian Thian Ouw Hwesio.
Begitu memasuki ruangan yang berbau dupa dan mendapati Thian Ouw Hwesio yang
rambutnya seluruh serta alisnya sudah memutih, dan memandang mereka dengan
lembut, baik Kwi Song maupun Kwi Beng segera berlutut sambil berkata:
"Hormat kami buat Thian Ouw Suheng" tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika
sebuah arus tenaga yang sangat kuat namun lembut telah menahan mereka untuk lebih
jauh menyoja dihadapan pendeta ini.
Keduanya sadar, suheng mereka yang sudah amat tua ini pasti ingin mengethui
sampai dimana kemampuan mereka. Karena itu, keduanya tetap dalam posisi
menyembah, meskipun perlahan tetapi pasti keduanya sadar dan kagum akan
kehebatan tenaga sinkang suheng mereka ini.
"Hm, Supek memang tidak sia-sia membimbing kalian berdua. Sungguh akan sulit
menemukan tandingan kalian diantara jutaan anak muda di Tionggoan untuk kondisi
sekarang ini. Siancai-ciancai" Thian Ouw Hwesio tidak menyembunyikan kegirangan
dan kekagumannya atas 2 orang generasi muda dari pintu perguruannya ini.
Apalagi, sekali pandang saja dia sudah bisa mengukur kepribadian kedua anak muda
yang sangat sopan dan sangat menghargai orang yang lebih tua dari mereka.
"Bagaimanakah keadaan supek yang terakhir?"
"Suhu baik-baik saja suheng, cuma sudah sangat tua. Sepuluh tahun terakhir ini,
selain membimbing kami, suhu tidak lagi pernah meninggalkan gua pertapaannya di
belakang gunung Siong San" Jawab Kwi Song
"Siancai, siancai, Supek memang sudah sangat tua, jika tidak keliru tahun ini beliau
memasuki usia yang mendekati 105 tahunan. Sungguh luar biasa"
"Suheng, apa benar memang usia suhu sudah setua itu?" Kwi Song bertanya heran.
"Apakah Supek, beliau itu tidak pernah memberitahu kalian mengenai persoalan
tersebut?"
"Ach, suhu tidak pernah menjawab pasti. Paling-paling berkata, apalah artinya umur
manusia, yang penting bukan panjang atau pendeknya, tetapi isinya" Kwi Beng
menjawab. Siancai, siancai, supek benar-benar sudah mencapai tingkatan yang tidak terkatakan"
Thian Ouw memuji kebesaran Budha
"Tapi, ada apa gerangan Supek mengutus kalian menemui pinto?"
"Entahlah Suheng, Suhu hanya berpesan dan berkata datanglah dan belajarlah sesuatu
kepada suheng kalian selama beberapa bulan di Poh Thian. Selain itu, tidak ada
kalimat lain lagi Suheng" Jawab Kwi Song
"Kami hanya diberi waktu setahun oleh Suhu untuk berkelana meluaskan
pengalaman, setelah itu Suhu meminta kami kembali bertemu beliau" tambah Kwi
Beng. Meskipun tidak mengatakan maksud utamanya dalam kata-kata, nampaknya Thian
Ouw dengan mata batinnya seperti memahami sesuatu, tetapi tidak diucapkannya.
Berkali-kali dia menatap kedua anak kembar dihadapannya dan menarik nafas
panjang. Sungguh tunas-tunas muda yang sangat berharga bagi Siauw Lim Sie dan bagi dunia
persilatan. Secara khusus dia menimang-nimang keadaan Kwi Beng dan mengagumi
wataknya yang halus dan nampaknya sangat mampu mengendalikan diri dan
emosinya. Agak berbeda dengan Kwi Song yang lebih periang dan nampak lebih aktif daripada
kakaknya. Mata batinnya yang tajam seperti mengerti apa maksud supeknya
mengutus kedua anak murid terakhirnya ke Poh Thian. Karena meskipun tidak
mengikuti keadaan dunia persilatan, tetapi mendung di dunia persilatan bukannya
tidak terbaca oleh firasatnya yang sangat tajam.
"Baiklah, jiwi sute tentu sudah cukup lelah, apalagi kalian baru mengalami
perjalanan panjang dan nampak berat dan belum beristirahat. Biarlah hal penting
lainnya kita bicarakan malam nanti disini" Thian Ouw menutup pembicaraan dan
mempersilahkan kedua sutenya yang masih belia ini untuk beristirahat terlebih
dahulu. Tetapi Kwi Beng yang lebih tanggap terheran-heran, bagaimana bisa Suhengnya
mengetahui bahwa mereka melakukan perjalanan siang-malam dalam 2 hari terakhir
ini untuk mengejar sampai ke Poh Thian. "Ach, Suheng nampaknya sama anehnya
dan sama misteriusnya dengan suhu yang mulia, nampak rada-rada mirip" pikirnya.
============== "Jiwi sute, sebetulnya meskipun Supek tidak memberitahu lewat kata-kata, tetapi
setidaknya 2 hal bisa pinto mengerti. Keduanya, nampak berhubungan dengan nasib
Siauw Lim Sie di Poh Thian ini. Bila pinto tidak salah, jiwi sute bahkan sudah sedikit
mengetahui persoalan pertama" Thian Ouw Hwesio yang bijak memulai percakapan
dengan kedua sutenya di ruangannya setelah makan malam.
"Maksud suheng?" Kwi Song yang bertanya duluan dengan wajah berkerut
"Maksud pinto, nampaknya dalam perjalanan jiwi sute sudah menemukan sedikit
petunjuk" jawab Thian Ouw Hwesio tenang.
"Bagaimana suheng bisa menduga setepat itu?" Kwi Song penasaran, sementara Kwi
Beng tetap diam tenang.
"Pinto melihat dari kegelisahan dan ketergesa-gesaan jiwi sute untuk terus berjalan
siang malam ke Poh Thian" Thian Ouw berkata sambil mengelus janggutnya yang
sudat putih semuanya. Tetapi meskipun bicara demikian, Kwi Beng yakin bahwa ada
alasan lain mengapa Thian Ouw menduga secara tepat, meskipun dia sendiri sulit
untuk mengatakan bagaimana dan apa.
"Sungguh Suheng berpandangan tajam" puji Kwi Song.
"Karena hanya alasan seperti itulah yang bisa mendesak jiwi sute yang perkasa untuk
bergegas kemari dengan mengabaikan keindahan alam Bing lam, terutama perjalanan
ke Poh Thian yang penuh pemandangan alam yang demikian indah"
"Jadi suheng sudah menduga kalau akan ada ancaman terhadap Kuil Siauw Lim Sie
kita di Poh Thian ini" bergumam Kwi Beng
"Benar setengahnya sute. Setengahnya lagi kupercaya dari ketergesa-gesaan jiwi
sute". "Taruh kata benar, bahwa Siauw Lim Sie kita sedang terancam. Apakah suheng
sudah mempersiapkan Kuil kita ini menghadapinya?" Tanya Kwi Song
?"Habis, apa pula maksud supek mengutus kalian kemari. Apa jiwi sute pikir supek
hanya meminta kalian sekedar berpelisiran ke Poh Thian?"
Thian Ouw Hwesio tersenyum melihat Kwi Song yang garuk-garuk kepala meskipun
dia yakin kepalanya tidaklah gatal sema sekali.
"Jadi itulah maksud suheng bahwa persoalan pertama yang dimaksudkan suhu adalah
membantu Kuil kita di Poh Thian. Dan apakah maksud kedua yang tadi disebutkan
suheng?" Kwi Beng bertanya
"Kwi Beng sute, untuk hal yang kedua, masih berkaitan dengan Kuil kita ini, akan
bisa kamu mengerti di kemudian hari. Percayalah, sute akan mengerti dengan
sendirinya, dan biarlah pinto tidak mendahului kehendak alam" Thain Ouw menjawab
diplomatis. Bahkan Kwi Song pun kehilangan ketika untuk mempersoalkan hal kedua yang
dimaksudkan suhengnya. Suhengnya sama aneh dan misteriusnya dengan suhunya.
Tetapi kedua manusia sakti ini sungguh mendatangkan rasa hormat yang luar biasa.
"Sekarang, karena hal pertama tadi memang agak genting, maka tidak ada salahnya
pinto menemani jiwi sute untuk sekedar menjajal kemampuan jiwi sute yang akan
maju menandingi para perusuh itu" Thian Ouw Hwesio kemudian bangkit berdiri dan
membimbing kedua sutenya itu menuju ke ruangan berlatih silat.
Bahkan untuk menemani mereka bertiga, Kiam Sim Hwesio juga dipanggil oleh
Thian Ouw Hwesio masuk ke Lian Bu Thia, untuk bersama-sama saling menjajal
kemampuan menghadapi serbuan musuh.
Anehnya, ketiganya seperti sudah tahu siapa yang akan menyerang dan karenanya
tidak lagi mempercakapkan siapa mereka dan bagaimana mereka menyerang.
Thian Ouw Hwesio seperti tidak peduli dengan kelompok yang akan menyerang,
karena dia yakin dengan kekuatan mata batinnya, sama yakinnya dengan keyakinan
supeknya yang lebih sakti mandraguna diabandingkan dirinya yang merasa cukup
mengutus kedua murid penutupnya.
Seperti yang telah diduga oleh Thian Ouw Hwesio, kedua anak muda yang genap
berusia 20 tahunan ini memang adalah anak-anak naga. Bagaimana tidak menjadi
anak naga, yang membimbing dan mendidiknya dianggap sebagai Naga tersakti dari
Siauw Lim Sie selama 200 tahun terakhir.
Naga sakti yang sanggup membedah dan mendalami ilmu-ilmu pusaka Siauw Lim
Sie yang dianggap sulit, yakni Ih Kin Keng, Tay Lo Kim Kong Ciang, Ban Hud Ciang
dan kepandaian lain yang sudah sulit diyakini. Kepandaian semisal Lo Han Kun dan
Siauw Lim Kiam Hoat adalah pelajaran-pelajaran dasar dan umum, yang pasti dengan
baik dikuasai oleh murid tingkat kelima sekalipun di Siauw Lim Sie.
Tetapi Ilmu berat di atas, bahkan Ketua Siauw Lim Sie belum tentu mampu
menguasainya, apalagi Selaksa Telapak Budha yang mujijat. Bahkan Thian Ouw
sendiri hanya mampu menguasainya sampai tingkat ke 8 dan mungkin 9 dari 10
tingkatan penggunaan pukulan tersebut. Padahal, sejak berusia 40-an, Kian Ti
Hosiang sudah sanggup memainkan Ilmu tersebut secara lengkap.
"Baiklah, Beng Sute, bagaimana kalau kita bermain-main melemaskan otot. Sudah
lama pinto tidak lagi bermain-main dengan ilmu silat" Thian Ouw Hwesio langsung
mengundang Kwi Beng untuk melayaninya berlatih.
Padahal, Kwi Beng dan Kwi Song tahu belaka, bahwa Suheng mereka ini dipuji guru
mereka sebagai generasi Thian yang terlihay yang dimiliki Siauw Lim Sie dewasa ini.
Bahkan beberapa kali memperoleh bimbingan dan petunjuk guru mereka.
Bahkan mereka tidak tahu, bahwa Thian Ouw Hwesio bahkan menganggap Kian Ti
Hosiang sebagai salah satu gurunya, karena memang Kepandaian suhunya terpaut
jauh dengan supeknya ini.
Thian Ouw Hwesio terkejut ketika terjadi benturan tangan antara mereka, karena
hanya tenaga sinkang yang matang sajalah yang mampu menghadirkan getaran di
tangannya. Diam-diam dia kagum, karena sadar bahwa kepandaian Kwi Beng bahkan menurut
hitungannya sudah melampaui kepandaian Ketua Siauw Lim Sie sebagaimana yang
dijajalnya 10 tahun sebelumnya. Sementara sutenya yang baru berusia dibawah 20
tahun, sudah sanggup memiliki tenaga sakti sekuat ini.
Benar-benar dia mengagumi kehebatan supeknya yang mampu membimbing anak
muda yang masih ingusan hingga sehebat ini.
"Haiiit", tiba-tiba Kwi Beng membuka serangan dengan menggunakan Tay Lo Kim
Kong Ciang. Kedua tangannya bergerak bagaikan baling-baling dan meluncurlah
tenaga sakti dari kedua tangannya mengincar beberapa bagian penting di tubuh Thian
Ouw Hwesio. Tapi betapapun suhengnya ini memiliki tenaga latihan dan masa pematangan yang
lebih panjang, apalagi juga memiliki pengalaman bertanding yang lebih luas. Karena
itu, serangan-serangan jurus ini bisa diterka dan diimbangi dengan baik sekali oleh
Thian Ouw Hwesio.
Beberapa kali terjadi benturan kekuatan sinkang, dan keduanya kagum karena
nampaknya selisih tidaklah terlampau jauh. Kekokohan Kwi Beng menjadi lebih
teruji, terutama dalam memainkan jurus-jurus penuh kekuatan Sinkang yang
membutuhkan pengerahan tenaga sinkang yang lebih berat.
"Plak, plak, hait" terjadi dua kali benturan ketika keduanya tiba-tiba mengganti jurus
dan menggunakan Ban Hud Ciang. Keduanya perlahan-lahan merambat menguji
penggunaan Ilmu Mujijat dari kalangan Budha itu dari tingkat satu dan terus
merambat naik. Seperti juga tadi, Kwi Beng nampak bergerak kokoh, tetapi kalah pengalaman dan
kematangan. Tetapi yang mengejutkan Thian Ouw, semuda ini, Kwi Beng sudah
sanggup memainkan jurus mujijat ini hingga ke taraf yang juga dikuasasinya, yakni
tingkat ke-9. Ini berarti, tingkat kemampuan Sinkang dan pendalaman Ih Kin Keng sutenya ini
sudah sangat dalam. Dan, dia jadi sadar, bahwa supeknya pasti sudah bekerja sangat
keras untuk membentuk naga muda ini bagi kepentingan dunia persilatan dan Siauw
Lim Sie. Ketika beralih menggunakan jurus-jurus lain, bahkan termasuk Tam Ci Sin Thong
yang sangat berbahaya karena membawa arus tenaga setajam ujung pedang, nampak
keduanya sudah mendalaminya secara sempurna. Baik Thian Ouw Hwesio maupun
Kwi Beng mampu memainkannya dengan tenaga terukur.
Dan akibatnya suara yang mencicit-cicit mengerikan itu berkali kali berakhir dengan
suara "cuss", jika bukan tanah yang tergerus, atau bebatuan yang hancur berkepingkeping
terkena serpihan angin serangan totokan jari yang sangat tajam menusuk itu.
Meskipun masih belum sematang Thian Ouw, tetapi perbawa Kwi Beng sungguh
sangat menakjubkan untuk anak seusianya, karena bahkan dibandingkan Kiam Sim
Hwesio yang menonton dari pinggiran, Kwi Beng bahkan sudah cukup jauh
melampauinya. Setelah hampir 100 jurus keduanya bergebrak, tiba-tiba Kwi Beng memainkan Ilmu
yang belum dikenal Thian Ouw Hwesio, Pek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin
Taufan Awan Putih). Kadang langkahnya secepat angin badai dan menghadirkan
perbawa yang luar biasa merusaknya, tetapi kadang sangat lamban bagaikan awan
putih yang bergerak lambat namun mempengaruhi pernafasan Thian Ouw Hwesio.
Kombinasi gerakan cepat dan lambat dengan perbawa yang berubah-ubah
menyadarkan Thian Ouw Hwesio bahwa jurus ini memiliki kemampuan
mempengaruhi batin seseorang. Karena itu, cepat-cepat dia mengerahkan jurusnya
yang bernama Pek In Ciang (Tangan Awan Putih) yang memiliki kemampuan
menolak hawa-hawa penyesat.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keduanya bersilat dengan sangat hebat, angin pukulan berkesiuran hebat di kirikanan
keduanya, dan benda-benda kecil disekitarnya ikut berpusing-pusing dengan
arah yang aneh disekitar tubuh kedua orang itu.
Thian Ouw Hwesio menyadari betapa aneh dan betapa dahsyatnya hawa pukulan
yang terkandung dalam Ilmu yang terakhir. Samar-samar dia merasakan betapa
beberapa unsur Tay Lo dan Ban Hud Ciang seperti dikombinasikan dalam gerakan
lambat dan kilat yang membawa perbawa mengerikan itu.
Thian Ouw sendiri memang mampu mengimbanginya, karena ilmu ciptaannya, Pek
In Ciang, sebenarnya memiliki kemiripan, dan bahkan jauh lebih ringan, namun
dengan hawa pukulan yang tidak kurang kuatnya.
Dari sekitar tubuhnya kemudian muncul awan putih yang semakin lama-semakin
pekat, seperti juga awan putih yang mengelilingi tubuh Kwi Beng yang menyebabkan
benda apapun yang mendekatinya ikut berputaran dan sesekali terlontar jauh. Di
tengah belitan berbahaya tersebut, tiba-tiba Thian Ouw Hwesio mengerahkan
kekuatan batinnya dan berseru:
"Kwi Beng Sute, cukup" Serunya sambil kemudian melepaskan pukulan ringan
penutup dari Pek In Ciang. Nafasnya memang tidak memburu, tetapi keringat
mengucur dari tubuhnya menandakan bahwa pertarungan tersebut ternyata membawa
kesenangan baginya atau dinikmatinya, dan juga nampak bahwa kemampuan Kwi
Beng tidaklah tertinggal jauh darinya.
"Maafkan aku suheng" Kwi Beng kemudian juga melompat menjauh, kemudian
melakukan beberapa gerakan untuk kemudian upa dan awan putih disekitar tubuhnya
perlahan lahan sirap.
"Sute, apakah ilmu yang terakhir itu adalah ciptaan terakhir dari Supek?" bertanya
Thian Ouw kagum
"Betul Suheng, Ilmu ini diciptakan suhu 20 tahun terakhir ini. Terutama menurut
suhu diciptakan dengan mencermati perpaduan dua unsur yang nampak berlawanan,
yakni lunak dan kuat. Suhu meminta kami menyempurnakannya dalam pengembaraan
kami" jawab Kwi Beng.
"Hm, supek memang luar biasa. Pinto untungnya mampu juga menciptakan Pek In
Ciang, tetapi lebih mendasarkan atas kelemasannya. Nampaknya bisa juga jiwi sute
mempelajarinya bersama Kiam Sim hwesio. Hitung-hitung persiapan kita menghadapi
para penyerang".
Demikianlah selanjutnya Thian Ouw Hwesio juga menguji Kwi Song yang bahkan
memiliki variasi dan tipu serangan yang lebih kaya dan lebih gesit ketimbang Kwi
Beng. Tetapi masih sedikit di bawah Kwi Beng dalam penggunaan tenaga
Sinkangnya. Tetapi begitupun telah membuat Thian Ouw menarik nafas kagum bukan buatan
dengan capaian kedua sutenya yang masih sangat mudah ini. Terasa benar bedanya
perbawa yang dilahirkan kedua anak ini dalam penggunaan Ilmu-Ilmu puncak
gurunya, dan nampaknya Pek In Ciang justru akan lebih cocok bagi Kwi Song dalam
unsur kegesitan dan kelemasannya.
Karena Pek In Ciang memang diciptakan sesuai dengan kondisi Poh Thian yang
membutuhkan kegesitan dan juga dimaksudkan sama dengan jurus ciptaan Kian Ti
Hosiang, yakni melawan pengaruh-pengaruh yang menyesatkan pikiran melalui
kekuatan yang disalurkan dalam gerakan-gerakan lemas dan lincah seperti awan yang
gampang tertiup angin.
Malamnya, bahkan sampai 2 minggu kemudian, keempat orang itu, Kwi Beng, Kwi
Song, Thian Ouw Hwesio dan Kiam Sim Hwesio memperdalam ilmu masing-masing.
Terutama Kwi Song, Kwi Beng dan Kiam Sim Hwesio.
Mereka bertiga memeras keringat untuk memperdalam dan meyakinkan ilmu baru,
yakni Pek In Ciang. Dan sebagaimana dugaan Thian Ouw Hwesio, Kwi Song
memang yang paling bersemangat dan paling mampu menangkap sari penggunaan
Pek In Ciang. Dalam waktu dua minggu, Kwi Songlah yang menunjukkan kemajuan yang luar
biasa. Tetapi, karena ketiga orang itu memang sudah demikian tinggi tingkat ilmunya,
pada dasarnya mereka sudah sanggup menggunakan dan menghadirkan perbawa yang
luar biasa dari Pek In Ciang.
Kemampuan menciptakan awan putih yang tebal ada dalam diri Kwi Beng, tetapi
memanfaatkan awan putih tersebut bagi menyerang dan mempengaruhi lawan
dikuasai dengan lebih baik oleh Kwi Song.
Siang hari, memasuki hari ke-15, kedua pemuda kembar itu berlatih di Poh Thian,
baik melatih Ilmu Silat maupun Ilmu keagamaan di bawah bimbingan suheng mereka.
Tiba-tiba seorang pendeta muda memasuki ruangan Lian Bu Thia sambil membawa
sebuah amplop berisi surat.
Amplop diserahkan kepada Kiam Sim Hwesio dan ditujukan kepada KEDUA
PEMUDA SHE SOUW. Ketika dengan bergegas Kwi Song membuka amplop surat
itu, maka yang tertulis dalamnya ternyata hanya 2 kalimat:
Bersiap menghadapi serangan.
Dalam 2-3 hari kedepan pasti terjadi.
Lian Sekali pandang dan melihat pengirimnya Kwi Song segera maklum bahwa
pengirimnya adalah Siangkoan Giok Lian, gadis perkasa dari Bengkauw itu. Surat itu
kemudian diberikan kepada Kwi Beng dan juga dibaca oleh Kiam Sim Hwesio, dan
pada malam harinya dibahas bersama dengan Thian Ouw Hwesio.
Malam itu juga Thian Ouw berpesan:
"Pinto sudah sangat tidak berminat dalam urusan kekerasan ini. Karena itu, Kiam
Sim, menjadi tugasmu untuk memimpin adik-adikmu menghadapi para perusuh ini.
Pinto terutama akan melindungi ruangan pusaka Siauw Lim Sie dan biarlah
pemimpin-pemimpin mereka dihadapi oleh jiwi sute.
Kiam Sim, pergilah dan aturlah kewaspadaan anak murid Siauw Lim Sie. Ingat,
hindari pertumpahan darah bila masih memungkinkan".
"Baik suhu", Kiam Sim Hwesio kemudian segera keluar dan mengatur penjagaanpenjagaan
serta mengatur barisan anak murid Siauw Lim Sie sambil membahas
berbagai kemungkinan bersama adik seperguruannya yang 4 orang lagi. Segera
setelah Kiam Sim Hwesio keluar, Thian Ouw Hwesio kemudian berkata lagi:
"Kwi Song sute, harap bersedia melakukan perondaan segera malam ini, bila tidak
salah, mereka akan mencoba untuk melakukan pengintaian dan penyusupan"
"Baik Suheng" dengan segera Kwi Song berlalu keluar dan kemudian berkelabat ke
pintu depan dan melakukan perondaan dari sudut ke sudut.
"Beng sute" Thian Ouw kemudian menoleh dan berbicara kepada Souw Kwi Beng.
"Su couw dulu menugaskan suhu ke Poh Thian terutama untuk membina kehidupan
beragama yang goyah di Siauw Lim Sie Poh Thian cabang Selatan ini. Sejarah
nampak akan berulang, Supek mengutusmu dengan Song sute untuk membantu
mengamankan Kuil ini.
Hal kedua yang sengaja hanya kusampaikan kepadamu sute, adalah, nampaknya
suhumu, yaitu supek Kian Ti Hosiang memberimu tugas khusus untuk lebih
memperhatikan Kuil ini kedepan. Artinya, adalah tanggungjawabmu nanti kedepan
untuk menjaga kelangsungan dan memelihara semua isi pusaka Kuil Siauw Lim Sie di
Poh Thian ini"
"Maksud suheng" Kwi Beng penasaran
"Maksudku sudah jelas, tetapi butuh waktu buatmu sute untuk lebih memahaminya.
Biarlah pinto hanya memberi tahu apa yang pinto tangkap melalui mata batin, apa
yang dimaksudkan oleh supek Kian Ti Hosiang gurumu. Dan biarlah semua nanti
jelas pada waktunya"
"Apakah suheng keberatan menjkelaskan lebih rinci?" Kwi Beng tentunya menjadi
sangat penasaran.
"Penjelasanku sudah cukup sute, biar sisanya ditegaskan oleh waktu. Sebaiknya sute
membantu Song sute atau muridku Kiam Sim" tutur Thian Ouw mengakhiri
percakapan. Meskipun masih bingung, tetapi dengan berat Kwi Beng kemudian
berjalan keluar diiringi tatapan wajah lembut dari Thian Ouw Hwesio.
Hari itu adalah hari ketiga sebagaimana disebutkan dalam surat yang dikirimkan oleh
"LIAN" kepada kedua pemuda kembar di Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian. Bahkan
permintaan agar Siauw Lim Sie cabang Poh Thian takluk kepada Thian Liong Pang
sudah dikirimkan sejak pagi.
Tetapi, yang membuat Kwi Song menjadi berdebar-debar, dan sebagaimana
diutarakannya kepada kakaknya, nampaknya yang menyelidiki keadaan Siauw Lim
Sie cabang Poh Thian terdapat banyak orang sakti.
Dia setidaknya sudah melihat sebanyak 5 bayangan yang berkelabat dengan
kemampuan ginkang yang tidak dibawah mereka berdua kakak beradik. Jika
dimisalkan salah satunya adalah Giok Lian, maka masih ada 4 orang jago lainnya
yang tidak terduga kemana mereka berpihak.
Hal inipun kemudian disampaikan kepada Kiam Sim Hwesio dan Thian Ouw Hwesio
yang bagaimanapun tetap nampak tenang.
"Engkau tetap harus bersiaga Song te, biarlah dibagian dalam aku menemani Kiam
Sim Hwesio dan di ruangan perpustakaan ada Suheng. Apabila nona Giok Lian juga
sudi membantu, maka bantuannya tidak akan ternilai. Tetapi dengan kekuatan Lo Han
Kun dan barisan 18 arhat di bagian depan, rasanya masih cukup untuk menghalau
musuh" desis Kwi Beng.
"Ya, kita hanya harus memperhatikan para pemimpin dari penyerbu itu, selebihnya
biar Kiam Sim suhu dan yang lainnya mengamankan" berkata Kwi Song.
"Betapapun kita harus hati-hati. Penyerbu ini nampaknya sangat punya keyakinan
menang, karena itu memilih menyerang secara berterang, bukannya dengan cara
gelap" Berkata Kiam Sim Hwesio.
"Baiklah, biarlah aku berada di depan, hari semakin siang. Bila tidak keliru, sebentar
lagi mereka akan menyerang" Berkata Kwi Song sambil kemudian ngeloyor keluar.
Belum berapa lama Kwi Song tiba di pintu masuk dan mengarahkan pandangan ke
pintu masuk lembah, tiba-tiba terdengar tiupan seruling yang cukup nyaring. Tetapi,
anehnya, semakin lama tiupan tersebut menjadi semakin nyaring terdengar, bahkan
nadanya mulai berubah-ubah, dari nada suara biasa, sampai kemudian nada yang agak
tinggi, berubah biasa lagi dan akhirnya rendah, tinggi lagi dan seterusnya. T
etapi, nampaknya perubahan tinggi rendah nada, adalah upaya menarik perhatian
orang, karena tidak lama kemudian nada suara yang berubah-ubah tersebut mulai
disisipi godaan atas perasaan, bukan lagi melulu menggoda telinga. Dan godaan atas
perasaan inilah yang justru berbahaya.
Karena perlahan-lahan dibagian dalam kuil, beberapa pendeta yang masih muda
mulai tersenyum-senyum tanpa sebab. Bahkan beberapa saat kemudian, ketika irama
lagu menjadi sedih memilukan, mereka yang sudah terpengaruh perlahan lahan malah
mulai menitikkan air mata.
Kwi Song dan Kwi Beng dengan cepat menyadari bahwa ada orang yang sedang
menyerang Siauw Lim Sie dengan menggunakan kekuatan irama suara membetot
sukma. Apabila dilanjutkan, maka kebanyakan murid Siauw Lim Sie bakal
mengalami kejadian yang memilukan.
Di tengah intaian bahaya yang menyeramkan itu, tiba-tiba terdengar genta Siauw Lim
Sie berbunyi, dan bersamaan dengan itu terdengar erangan berisi tenaga Sai Cu Ho
Kang yang membetot kembali perhatian pendeta Siauw Lim Sie.
Genta di tabuh perlahan dan terus menerus, kemudian erangan Sai Cu Ho Kang,
perlahan namun pasti mulain menekan irama seruling pembetot sukma yang
kemudian tidak lama menjadi tidak terdengar lagi.
Tetapi tiba-tiba terdengar suara tawa yang mengalun perlahan-lahan dan semakin
lama menjadi semakin nyaring. Suara tawa itu perlahan menjadi semakin
menyakitkan bagi telinga orang yang kurang kuat penguasaan sinkangnya. Bahkan
beberapa pendeta Siauw Lim Sie mulai terpengaruh dan menutup kupingnya.
Tetapi serangan suara tawa tersebut masih tetap menyusup masuk ke telinga. Tetapi
untungnya kembali terdengar suara yang lain, kali ini ketukan Bokhie dan diiringi
dengan seruan "Amitabha", menggema memenuhi angkasa.
Bersamaan dengan itu, tawa menusuk tadi kemudian kembali sirap. Pertaruhan dan
pertarungan tingkat tinggi yang terjadi sungguh-sungguh mencekam. Tetapi, Kwi
Song yang berada di halaman depan tidak pernah lena mengikuti perkembangan di
pintu masuk lembah.
Dan betul saja, tidak lama setelah suara tertawa menusuk tadi reda, bayanganbayangan
manusia yang bergerombol nampak berjalan memasuki pintu masuk ke
lembah. Tidak lama kemudian, pintu masuk yang dijaganya sudah dipenuhi
gerombolan para penyerang yang berjumlah cukup banyak.
Mungkin ada 100an orang yang menyerbu ke Siauw Lim Sie cabang Poh Thian ini.
Begitu mencapai pintu masuk ke halaman Kuil, gerombolan orang tersebut kemudian
mengatur barisan menurut warna pakaian mereka, yakni Biru, Merah, Hijau dan
Kuning. Di depan barisan masing-masing berdiri Pemimpin masing-masing warna dan
nampak siap menunggu perintah. Barisan yang rapih teratur itu, paling banyak
berjumlah 48 orang, karena masing-masing warna barisan berjumlah 12 orang, baru
kemudian gerombolan lain berdiri di belakang barisan rapih tersebut dengan pakaian
acak-cakan dan nampak dari kelompok perampok atau sejenisnya.
Ketika barisan tersebut terbentuk, Kwi Song kemudian melompat mundur, dan sesaat
kemudian disampingnya telah berdiri Kwi Beng serta Kiam Sim Hwesio bersama
seorang sutenya, sementara 3 orang sutenya yang lain berjaga di dalam Kuil bersama
satu barisan Lo Han Kun yang disusun oleh murid tingkat 1 lainnya.
Di belakang Kwi Beng, Kwi Song dan Kiam Sim Hwesio, bersiap barisan Lo Han
Tin, yang disusun oleh 18 orang pendeta Siauw Lim Sie dari angkatan di bawah Kiam
Sim Hwesio, bahkan sebagai pemimpinnya akan turun langsung.
Terutama Kiam Hong Hwesio yang biasa membimbing barisan ini berlatih.
Sementara barisan di dalam kuil akan dipimpin oleh Kiam Khi Hwesio. Masingmasing
18 pendeta yang membentuk barisan Lohan Kun terlihat membekal sebatang
toya yang lumayan panjang, dan berdiri dengan tertib bahkan tidak banyak bergerak
menunggu perintah dari Kiam Sim Hwesio.
Tidak berapa lama kemudian bayangan para pemimpin dari kelompok penyerbu
mulai menunjukkan batang hidungnya. Yang pertama muncul adalah ketiga Lhama
pemberontak, Sin beng Lhama, Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama ditemani oleh
Tancu berwajah putih kepucatan yang pernah adu tenaga dengan Kwi Beng di Sian
yu. Berturut-turut di belakang mereka, kemudian muncul pula seorang Lhama lainnya
yang belum dikenal oleh Kwi Song dan Kwi Beng dan datang bersama 2 orang
lainnya yang membuat Kwi Song, Kwi Beng dan Kiam Sim Hwesio berdebar.
Ketiga orang yang baru datang tersebut nampaknya memiliki kepandaian yang luar
biasa, mungkin bahkan melebihi kepandaian orang Lhama yang pernah mengadu
tenaga sakti dengan Kwi Song di Sian yu beberapa waktu yang lewat. Nampaknya,
selain menurunkan barisan duta warna-warni, Thian Liong Pang memandang serius
Siauw Lim Sie di Poh Thian dengan menurunkan sekaligus 3 tokoh sakti lainnya.
Ketiganya adalah, yang pertama 1 dari beberapa tokoh puncak Lhama di Tibet yang
memberontak dan kemudian berlindung didalam Thian Liong Pang dan sekaligus
merupakan susiok dari Sin Beng Lhama bertiga.
Lhama ini bernama Kok Sin Lhama dan merupakan salah seorang dari beberapa
pemimpin pemberontakan Lhama di Tibet, hanya saja salah seorangnya, yakni Guru
dari Sin beng Lhama bertiga sudah tewas terbunuh dalam pemberontakan tersebut.
Orang kedua, adalah Kiu-bwe-hu (musang berekor Sembilan) seorang Im-yang-jin
(banci) yang namanya sendiri sudah dia lupakan. Meskipun dia seorang Im Yang Jin
alias banci, tetapi tokoh inipun sangatlah menakutkan di sekitar Kang lam, karena dia
sering memperlakukan mangsanya dengan sangat sadis.
Selebihnya, tokoh ini bahkan mampu menyerang dan mempengaruhi lawan dengan
suara sulingnya yang dilambari oleh kekuatan hitam. Sedangkan tokoh ketiga. Tho te
kong (Malaikat Bumi), Tio Toa Hay adalah tokoh yang sering mengganas di luar
tembok besar sedikit kearah Mongolia.
Tokoh hitam ini sangatlah ditakuti di luar tembok besar, dan agak mengherankan bisa
bergabung dengan Thian Liong Pang padahal tokoh ini dikenal memiliki kepandaian
yang luar biasa. Agaknya tokoh inilah yang menyerang Siauw Lim Sie melalui suara
tertawanya yang menggedor gendang telinga orang.
Kwi Beng dan Kwi Song yang masih cetek pengalaman Kang Ouwnya belum begitu
mengenal nama maupun kehebatan 2 pendatang yang baru. Tetapi Kiam Sim Hwesio
sudah cukup mengenal keduanya terutama dari ciri-ciri mereka ketika menyerang
dengan suara dan kemudian ketika menyaksikan ciri-ciri tokoh tersebut.
Diam-diam dia mengeluh karena kedua tokoh tersebut nampaknya akan sangat
menyulitkan pihak mereka. Meskipun demikian tentu saja Kiam Sim Hwesio tidak
menunjukkan wajah jerihnya, malah sebaliknya wajahnya tidak membayangkan
kekhawatirannya.
Masih dengan tenang kemudian Kiam Sim Hwesio mengucapkan kata-kata merendah
sekaligus mengucapkan selamat datang basa-basi kepada para penyerang:
"Siancai, siancai ". Angin apa gerangan yang membawa begitu banyak tokoh besar
ke kuil kami yang terpencil ini" tegurnya dengan sopan dan lembut.
Tancu Thain Liong Pay cabang Bing lam yang ternyata bernama Gui Tiong dan
terkenal dengan julukan Gin To Mo Ong (Raja Iblis Golok Perak) bertindak sebagai
juru bicara; "Apakah lohu berhadapan dengan Ciangbunjin Siauw Lim Sie cabang Poh Thian?"
"Maafkan, Ciangbunjin suhu sudah terlampau tua dan pinto mewakili suhu
menyambut saudara-saudara sekalian" sambut Kiam Sim Hwesio.
"Jika demikian, apakah tanda Thian Liong Pang berupa Thian Liong Kiampay sudah
dikenali oleh anda sekalian" masih ramah suara Gin To Mo Ong
"Pinto sudah menerimanya, cuma tidak ada pesan apa-apa selain tanda pengenal itu.
Dan sejauh ini pinto tidak mengerti apa makna dari tanda pengenal itu, maafkan
kebodohan pinto"
"Hahahahaha" Gin To Mo Ong tertawa lepas dan kemudian berkata


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah cukup banyak perkumpulan yang mencoba berkeras seperti anda sekalian,
tetapi dalam 7 tahun terakhir, hanya Kun Lun Pay yang masih tetap tegak meski
sudah sangat goyah. Apakah anda sekalian berkeinginan kuil yang indah ini menjadi
kuil setan?"
"Mungkin saja, tetapi setannya adalah kalian-kalian semua" Sela Kwi Song yang
penasaran dengan kesombongan Gin To Mo Ong, bahkan sambil menunjuk anak buah
dari rombongan penyerang itu.
"Hmm, anak muda, perhitungan kita belum selesai. Tidak perlu jual lagak disini"
Menyela tokoh sakti Lhama dari Tibet, Kok Sin Lhama yang masih penasaran karena
serangannya bisa dipentalkan Kwi Song di Sian yu. Apalagi dengan melihat bahwa
ternyata anak muda itu, sesuai dugaannya memang merupakan murid Siauw Lim Sie.
"Apakah Siauw Lim Sie berkeras untuk mempertahankan diri dari serbuan kami atau
menyerah dengan sukarela?" Suara Gin To Mo Ong kini terdengar mengancam.
"Omitohud, Semoga sang Budha melindungi kami, siancai-siancai" Kiam Sim
Hwesio memuji kebesaran Budha, karena melihat bahwa nampaknya pertempuran
tidak bisa dielakkan lagi.
Gin To Mo Ong nampak kemudian melirik kearah Tho te Kong yang nampaknya
merupakan wakil tertinggi Thian Liong Pang dalam penyerbuan tersebut. Dan lirikan
tersebut kemudian disusul dengan sebuah perintah yang dijatuhkan dari mulut Tho te
Kong: "Barisan warna-warni membuka jalan". Teriakan tersebut dengan segera diikuti oleh
berkelabatnya 4 barisan warna-warni yang dengan segera membentuk barisan Pat Tou
Su-sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru).
Barisan tersebut dengan cepat segera bergerak bagaikan gerigi, 2 pasang bergerak
searah jarum jam dan dua pasang yang lain bergerak melingkar dengan arah
sebaliknya. Bila dilihat dari atas sungguh paduan warna yang mengasyikkan, tetapi
tidaklah demikian perbawa barisan ini.
Barisan ini selain membekali diri dengan kekuatan hitam yang mampu
mempengaruhi orang yang dikepung dalam barisan, juga membekal sejumlah senjata
rahasia yang mematikan. Untunglah yang dihadapinya adalah sebuah barisan tua yang
sangat handal dan ajaib dari Siauw Lim Sie, Lo Han Tin yang dibentuk oleh 18
pendeta tingkat 1 dari Siauw Lim Sie cabang Poh Thian.
Kelebihan lain dari Loh Han Tin adalah dipimpin langsung oleh pengasuhnya, yakni
Kiam Hong Hwesio yang sangat mengerti pergerakan dan rahasia Lo Han Tin. Karena
itu, meskipun menghadapi barisan yang nampak seperti bergerigi, tetapi Lo Han Tin
masih belum bergerak menunggu komando Kiam Hong Hwesio.
Ketika kemudian barisan Pat Tou Su Sing mulai menghadirkan sinar menyilaukan,
terdengar gelegar suara Kiam Hong Hwesio, "Delapan Jalan Budha " Menuju
Kemuliaan", bersamaan dengan itu terdengar dentang nyaring dari 18 toya pendeta
Siauw Lim Sie yang digetarkan bersama dan mengeluarkan suara mendengung.
Pendeta-pendeta inipun dengan segera bergerak dalam barisan Lo Han Tin dan udara
seperti dipenuhi oleh bayangan ratusan toya yang menyambar-nyambar dan mulai
membentur barisan lawan. Lo Han Tin berhadapan dengan Pat Tou Su Sing, perbawa
Budha melawan perbawa kekuatan hitam.
Benturan antara keduan barisan itu segera dapat dinilai para ahli akan membutuhkan
waktu panjang untuk diatasi, karena itu nampak Tho Te Kong kemudian memberi
isyarat kepada barisan penyerbu yang kedua. Isyarat tersebut dapat ditangkap oleh
Kiam Sim Hwesio yang dengan segera memberi isyarat agar Pendeta tingkatan kedua
yang hanya berjumlah kurang dari 20-an orang bersiap untuk bertempur bersama.
Bahkan mereka sudah dibekali dengan strategi bertempur bersama dengan
membentuk Lo Han Tin mini yang masing-masing terdiri dari 9 orang, dan segera
terbentuk 2 Lo Han Tin mini di sayap kiri dan kanan pertempuran antara 2 barisan
besar. Untungnya, barisan Lo Han Tin utama sudah mampu mengikat sekitar 48 penyerang
yang bergabung dalam barisan istimewa penyerang. Dengan demikian, 2 Lo Han Tin
mini tinggal menghadapi sisanya, bersama dengan lebih 10 pendeta lainnya dari
tingkatan 3. Tetapi barisan itupun tidak sanggup membendung lebih dari 50-an penyerang yang
menyerang dengan ganas dan bahkan sebagian besar mulai memasuki ruangan dalam
kuil. Tetapi melihat yang lolos masuk paling sekitar 20-30an orang, Kiam Sim
Hwesio tidaklah begitu khawatir.
Di dalam kekuatannya cukup memadai, selain 3 orang sutenya yang cukup lihai
berada di dalam, juga terdapat barisan Lo Han Tin kedua yang bisa diandalkan.
Meskipun demikian, Kiam Sim hwesio menjadi gelap juga wajahnya setelah
mendengar korban mulai berjatuhan, termasuk dipihak Siauw Lim Sie. Diapun masih
agak sulit ikut turun tangan, karena musuh-musuh lihay malah lebih banyak dari
jumlah mereka dan masih belum ikut turun tangan.
Melihat korban mulai berjatuhan dan nampaknya perlawanan Siauw Lim Sie cukup
memadai, Tho te Kong kemudian memerintahkan Sin Beng Lhama bertiga dengan
Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama untuk ikut membantu penyerangan.
Kiam Sim Hwesio menyadari bahaya, apabila tidak ada yang, merintangi ketiganya,
maka akan banyak anak muridnya yang jatuh binasa. Karena itu, dengan berbisik
kepada Kwi Beng, dia kemudian meloncat menyongsong ketiga lhama tersebut dan
melibat mereka dalam pertarungan.
Kwi Beng dan Kwi Song cukup yakin bahwa Kiam Sim Hwesio akan mampu
meladeni ketiga Lhama Tibet itu. Dan nampaknya dalam pertempuran awal segera
kelihatan, bahkan serangan Kiam Sim Hwesio masih lebih tajam ketimbang ketiga
pendeta tersebut. Hal itu dikarenakan Kiam Sim Hwesio sudah bersiap secara khusus
melawan ketiga Pendeta Lhama Tibet itu.
Melihat keseimbangan atau bahkan kecenderungan keadaan merugikan pihaknya,
Tho te Kong kemudian memberi isyarat agar Gin To Mo Ong dan Kok Sin Lhama
untuk segera turun tangan.
Pada saat Kwi Beng bersiap untuk menghadapi Gin To Mo Ong, tiba-tiba sebuah
bayangan biru mencelat dari luar arena dan langsung menghadapi si Raja Iblis
tersebut. Bayangan yang ternyata Giok Lian masih sempat berbisik agar Kwi Beng
berjaga terhadap seluruh arena dan bahkan masih ada kekuatan tersembunyi yang
disiapkan di luar oleh gerombolan penyerang itu.
Sementara itu, Kok Sin Lhama yang masih penasaran dengan Kwi Song sudah
dengan segera karena memang bahkan sejak datang mengincar Kwi Song. Tidak lama
keduanya sudah terlibat dalam sebuah pertarungan yang seru, saling serang bertahan
dan menyerang. "Kiu Bwe Hu, kau layani pemuda yang satu itu biar lohu yang mengamati
keseluruhan medan pertempuran dan memberi bantuan disana-sini" Tho te Kong
akhirnya memerintahkan Kiu Bwe Hu untuk menandingi Kwi Beng.
Dengan lagak malas-malasan tokoh banci yang sangat sadis dan lihay ini kemudian
mencelat kearah Kwi Beng. Tanpa basa-basi dia langsung menyerang Kwi Beng
dengan serangan-serangan tajam yang membahayakan.
Ketika mendapatkan serangan itulah, mata tajam Kwi Beng masih sempat
menyaksikan berkelabatnya sebuah bayangan yang bahkan rasanya masih lebih lihay
dari lawannya kearah dalam kuil. Kwi Beng hanya sempat berdoa semoga orang itu
boleh bertemu Suhengnya agar tidak memakan korban yang lebih banyak di pihak
Siauw Lim Sie. Kekhawatirannya membuat jubahnya sempat terserempet oleh serangan jari-jari si
Musang sadis dan terdengar "breeet", lengan jubah kanannya tersermpet, tetapi
untungnya tidak melukai kulitnya.
Sementara itu pertarungan disemua arena semakin seru, korban dikedua pihakpun
sudah banyak berjatuhan. Tetapi karena pihak Siauw Lim Sie kebanyakan bertempur
dalam barisan, korban di pihak mereka rata-rata adalah pendeta yang bertempur
sendirian. Sementara barisan-barisan Lo Han Tin sekali lagi terbukti memang ampuh
dimanfaatkan dalam keadaan terserang seperti ini. Melihat korban lebih banyak
berada di pihaknya, Tho te Kong akhirnya sekali lagi menimbang keadaan dan situasi.
Diapun sadar, seorang kawannya sudah menyusup masuk ke kuil Siauw Lim Sie dan
nampaknya keadaan di dalam akan bisa dihadapi dan diselesaikan dengan mudah.
Karena itu, Tho te Kong agak lena, dan kondisi ini memperpanjang nafas dan
perlawanan Siauw Lim Sie.
Seandainya Tho te Kong ikut menyerang lebih awal, korban yang jatuh pasti akan
jauh lebih banyak. Untungnya dia agak lamban memutuskan turun ke gelanggang.
Arena pertempuran yang paling seru terjadi antara Kwi Song melawan Kok Sin
Lhama dan antara Kwi Beng melawan Kiu Bwe Hu, dan tentu yang paling ramai
adalah pertarungan antara kedua barisan aneh yang dibanggakan masing-masing
perguruan itu. Kwi Song yang meladeni seorang tokoh sakti dari Tibet benar-benar menemukan
lawan setanding dan yang paling berat dalam pengembaraannya kali ini. Untungnya
dia berlatih tekun selama 2 minggu terakhir bersama suhengnya sehingga memperoleh
kemajuan dan pengalaman tanding yang lumayan membantunya.
Semua jurus dan ilmu yang dikeluarkannya rata-rata dikenal oleh Kok Sin Lhama.
Kecuali ketika Kwi Song memutuskan menggunakan Selaksa Tapak Budha yang
meskipun belum tuntas dilatihnya tetapi sudah bisa mendatangkan manfaat besar
dalam pertempuran.
Gurunya berpesan, apabila lawan yang dihadapi lebih sakti, maka jurus ini akan
memampukannya untuk bertahan, tetapi bila seimbang dan atau dibawah
kemampuannya, maka jurus ini akan sangat memperberat tekanan terhadap lawan.
Itulah yang kemudian terjadi. Kwi Song yang sadar harus cepat mengatasi lawan
telah menggunakan jurus-jurus maut dan ampuh yang sebetulnya sudah lama tidak
terlihat di dunia persilatan. Keadaan ini disadari oleh Kok Sin Lhama, dan hanya
kematangan dan pengalamannya sajalah yang menghindarkannya dari keterdesakan
yang lebih parah.
Sementara di sisi lain, Kwi Beng juga bertarung kokoh melawan Kiu Bwe Hu.
Musang sadis yang banci ini bergerak-gerak lincah mengitari Kwi Beng. Serangannya
baik dengan kuku-kuku tajamnya maupun kemudian belakangan menggunakan
senjata serulingnya sungguh sangat merepotkan Kwi Beng.
Untungnya Kwi Beng memiliki latihan sinkang yang cukup istimewa, selain juga
memiliki bekal Ilmu Silat yang murni. Itu sebabnya gaung dan dengungan seruling
yang mampu memecah konsentrasi lawan, sama sekali tidak mempan terhadap Kwi
Beng. Bahkan serangan-serangan balasan Kwi Beng ketika menggunakan Tay Lo Kim
Kong Ciang mampu menghalau semua serangan si Musang banci. Bahkan sering
malah bukan hanya memunahkan, tetapi sekaligus mencecar si Musang untuk
perlahan terdorong kebelakang.
Si Musang nampaknya mengerti kekuatan Kwi Beng ada dalam penggunaan tenaga
saktinya, dan keunggulannya di kekuatan Ginkang nyaris tidak berarti. Tetapi
betapapun, selaku tokoh sakti yang kejam dan banyak pengalaman, terjangan Kwi
Beng tidak memperosokkannya dalam kesulitan besar.
Yang juga seru adalah pertarungan antara Gin To Mo Ong yang agak "sial"
menghadapi dara perkasa dari Bengkauw ini. Untungnya dara ini tidak memiliki
ikatan emosional dengan Siauw Lim Sie, jika tidak maka sudah lama Gin To Mo Ong
ini mengalami cedera. Bekal Ilmu gadis ini sungguh menakutkan.
Dia menguasai ilmu-ilmu murni Bengkauw dan bahkan masih ditambah dengan ilmu
ciptaan nenek buyutnya yang sangat telengas. Tetapi watak gagah gadis ini
membuatnya jarang sekali menggunakan kedua jurus ampuh dan sadis dari neneknya.
Sebaliknya, dia menggunakan gerakan-gerakan dari jurus murni Bengkauw yang
dipelajari dari kakek buyutnya.
Yang sudah menunjukkan tanda kelelahan dan kekalahan adalah ketiga Lhama Tibet
yang mengeroyok Kiam Sim Hwesio. Ketika Kiam Sim mulai menggunakan Pek In
Ciang, ketiga lawannya sudah kehilangan harapan dan pegangan.
Getaran dan pengaruh awan putih disekitar tubuh Kiam Sim Hwesio mulai
mempengaruhi mereka, memperlambat gerakan dan merontokkan nyali mereka.
Perlahan tetapi pasti, ketiganya jatuh dalam kesulitan yang nampaknya berat untuk
diatasi. Bahkan Lak Beng Lhama sudah sempat terserempet awan putih yang bisa menyerang
tajam kearah mereka. Lak Beng Lhama memang meringis kesakitan, tetapi masih
mampu melanjutkan penyerangan, tetapi sudah pasti bahwa mereka bertiga akan
mengalami kerugian, tinggal soal waktu belaka.
Siapa sangka, justru ketika semua jago sedang berkonsentrasi dalam pertempuran,
Tho te Kong yang menganggur sudah dapat melihat kerugian yang akan diderita
kelompok mereka apabila ketiga Lhama Tibet itu terpukul jatuh.
Bersamaan dengan keputusannya menyerang, Kiam Sim Hwesio berhasil memukul
jatuh Lkak Beng Lhama yang memang sudah ciut nyalinya dan sempat terserempet
awan putih disekujur tubuh Kiam Sim Hwesio. Tetapi bersamaan dengan jeritan ngeri
Lak Beng Lhama, sebuah hantaman jarak jauh dari Malaikat Bumi menyentak tiba.
Kiam Sim hwesio yang masih doyong setelah memberi pukulan yang cukup berat
kearah Lak Beng Lhama menyadari bahwa ada arus tenaga besar yang mengarah
dadanya. Masih sempat dia mengerahkan tenaga Pek In Ciang untuk mengurangi
akibat benturan tenaga dengan Tho te Kong.
Sayangnya, tenaganya memang belum nempil menghadapi Malaikat bumi yang
menyeramkan itu.
"Blar", ledakan dahsyat terjadi, dan segera setelahnya badan Kiam Sim Hwesio
seperti terdorong jauh kebelakang. Celakanya, arahnya justru ke Sin Beng Lhama
yang penasaran dan murka dengan jatuh dan terlukanya Lak Beng Lhama.
Tanpa mengindahkan aturan kstaria, dia melayangkan hantaman yang bersarang telak
di dada Kiam Sim Hwesio, yang tidak sempat berteriak lagi langsung meregang
nyawa. Selain terluka oleh dorongan Tho te Kong, masih ditambah dengan gempuran
Sin Beng Lhama.
Benturan dan jeritan lirih Kiam Sim Hwesio mengejutkan Kwi Beng dan Kwi Song,
termasuk juga Giok Lian yang merasa menyesal karena tidak lekas-lekas menghabisi
Gin To Mo Ong. Belum sempat dia melancarkan serangan dahsyat kearah Gin To Mo
Ong, tiba-tiba dia merasa adanya serangan bokongan dari Tho te Kong kearahnya.
Tetapi, bersamaan dengan itu terdengar seruan:
"Curang, curang, sungguh memalukan Thian Liong Pay", bersamaan dengan itu
serangan bokongan Tho te Kong ditangkis oleh pemilik suara yang baru datang.
Sementara pendatang yang satu lagi, nampaknya seorang nona, sudah dengan cepat
menyerang Sin Beng Lhama dan Hun Beng Lhama.
Nampaknya karena kebrutalan dan kebengisan Sin Bang Lhama yang membunuh
Kiam Sim Hwesio telah membuat gadis itu menurunkan tangan kejam. Begitu
bergerak dengan cepat dia menyambar Sin Beng Lhama yang pulih dari keterkejutan.
Belum lagi dia sempat bergerak tengkorak kepalanya sudah berderak termakan
pukulan tangan kiri si gadis, sementara Hun Beng Lhama masih sempat menyingkir
tetapi terkena sapuan kaki si gadis dan melayang jauh kearah pintu masuk. Tidak
ketahuan apakah masih ataukah sudah mati.
Setelah menamatkan perlawanan kedua Lhama itu, si gadis kemudian nampak
mempelototi pertarungan antara kedua barisan ajaib yang masih berlangsung seru.
Tetapi, jika diperhatikan lebih cermat, dia sebenarnya memelototi pergerakan barisan
Pat Tou Su Sing. Nampak dia teramat penasaran terhadap barisan tersebut, tetapi tidak
berminat untuk turun melawan atau membantu barisan yang sudah mulai didesak oleh
Lo Han Tin itu.
Sementara di tempat lain, Giok Lian yang juga penasaran dengan bokongan Tho te
Kong menumpahkan kekesalannya terhadap Gin To Mo Ong. Bila sebelumnya tiada
niatnya untuk menghabisi Gin To Mo Ong kecuali melukainya, bokongan Tho te
Kong telah membakar hatinya.
Sambil berputar-putar dengan langkah ajaibnya, tiba-tiba ketika melihat peluang
terbuka saat Gin To Mo Ong melepaskan serangan, disongsongnya serangan tersebut
dengan menggunakan jurus Toat Beng Ci yang mengerikan itu.
Totokan jari maut itu dengan telak bersarang di sendi tangan Gin To Mo Ong yang
memegang golok peraknya, dan belum sempat Gin To Mo Ong mengeluh kesakitan,
totokan kedua sudah bersarang tepat di dahinya. Tanpa terdengar keluhan lagi, tubuh
Gin To Mo Ong melepas nyawa dan rebah ketanah, mati.
Setelah menyelesaikan perlawanan Gin To Mo Ong, Giok Lian nampak
memalingkan wajahnya ke arah Tho te Kong dengan sangat penasaran. Tetapi, dia
tidak berani dan tidak ingin melakukan pembokongan sebagaimana Tho te Kong
membokongnya. Tapi dia mendekati arena pertarungan antara si pemuda yang baru datang dan
menolongnya dengan Tho te Kong. Pertarungan itu nampaknya berjalan seimbang,
keduanya mengerahkan tenaga sakti dan saling mempertukarkannya dengan dampak
dan akibat yang sama bagi keduanya.
Baik Tho te Kong maupun si pemuda nampak penasaran bertemu lawan setanding,
karena itu rasanya sulit untuk memisahkan keduanya.
Di tempat lain, Kwi Song dan Kwi Beng yang mengetahui Kiam Sim Hwesio
terpukul mati, telah meningkatkan penggunaan ilmu mereka. Bahkan nampaknya
keduanya sudah mulai memainkan Pek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin Taufan
Awan Putih), pukulan yang membuat kedua lawannya menjadi kebingungan dan
sering mati langkah.
Kwi Song nampak semakin mendesak Kok Sin Lhama, seperti juga Kwi Beng
mendesak hebat Kiu Bwe Hu. Tetapi, belum sempat keduanya memberi pukulan yang
berat, tiba-tiba sesosok bayangan yang tadi memasuki Kuil Siauw Lim Sie dengan
pesat berkelabat keluar. Terdengar dia bergumam berat:
"Tak nyana, Siauw Lim Sie dibantu orangorang muda yang hebat dari banyak pintu
perguruan. Tho te Kong, perintahkan semua mundur" Perintah dengan nada berat itu
diberikan sambil dia mendorongkan tangannya kearah si pemuda yang melawan Tho
te Kong.

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar benturan hebat ketika pemuda itu menangkis ". "Blar", dan tubuh
pemuda itu kemudian terjengkang, untungnya tenaga si penyerang tadi nampaknya
juga tidak lagi penuh dan seperti terluka. Tetapi, toch tetap mampu membuat si
pemuda terjengkang ke belakang meski tidak menderita luka yang berat.
Setelah itu, kembali bayangan tadi mendorong kearah Kwi Beng dan Kwi Song,
tetapi karena tenaganya juga sudah terkuras, tangkisan Kwi Song dan Kwi Beng tidak
berakibat fatal seperti si pemuda terdahulu. Mereka memang tergetar hebat dengan
menangkis dorongan itu.
Tetapi ketika itu, sudah cukup bagi kedua lawannya untuk mengundurkan diri, dan
tidak beberapa lama para tokoh tersebut berkelabat lenyap. Sementara Barisan duta
warna-warni menghilang dengan meledakkan bom asap warna-warni, tetapi sebagian
besar diantara mereka juga telah mengalami luka dalam pertarungan dengan barisan
Lo Han Tin. Para tokoh Thian Liong Pay yang melarikan diri, nampaknya bahkan tidak
mempedulikan anak buahnya. Kecuali dorongan si bayangan sakti yang sedikit
membantu barisan duta warna-warni untuk memperoleh kesempatan mengundurkan
diri dari pertarungan.
Tetapi selebihnya, korban yang jatuh sungguh luar biasa di kedua belah pihak. Pihak
Siauw Lim Sie, meskipun pendeta yang menjadi korban hanya berjumlah kurang dari
20 orang, tetapi kehilangan 2 tokoh utamanya, yakni Kiam Sim Hwesio dan Kiam
Sun Hwesio yang mencoba menghalangi bayangan yang menyusup ke Kuil Siauw
Lim Sie. Hampir semua pendeta yang meninggal adalah yang bertempur di luar barisan Lo
Han Tin, hanya 1-2 pendeta di barisan yang meninggal, tetapi tempat mereka yang
kosong bisa digantikan pendeta Siauw Lim Sie lainnya. Itu juga sebabnya korban di
pihak Siauw Lim Sie bisa sangat sedikit.
Sementara di pihak penyerang kerugiannya lebih besar lagi. Tancu Bing lam tewas di
tangan Giok Lan, Sin Beng Lhama dan Lak Beng Lhama juga tewas dalam
pertempuran, sementara Hun Beng Lhama terluka parah dan bahkan akhirnya
meninggal di Kuil Siauw Lim Sie.
Selain itu, korban tewas dari penyerbu yang tertinggal di Siauw Lim Sie berjumlah
hampir 50 orang, yang semuanya kemudian disembahyangi dan kemudian
diperabukan. Sungguh sebuah bencana besar bagi Siauw Lim Sie cabang Poh Thian.
Setelah pertempuran selesai, nampak Thian Ouw Hwesio berjalan keluar dari Kuil
Siauw Lim Sie dan dengan wajah lembut mengucapkan terima kasihnya kepada anak
muda-anak muda yang membantu Siauw Lim Sie:
"Siancai, siancai ". Kuil Siauw Lim Sie cabang Poh Thian diselamatkan oleh naganaga
muda dunia persilatan. Nona, jika tidak salah engkau berasal dari Bengkauw,
terimalah ungkapan terima kasih punco" Sambil menjura kearah Siangkoan Giok
Lian. Sementara Siangkoan Giok Lian menjadi rikuh, karena betapapun dia juga tahu,
bahwa Ciangbunjin ini adalah salah seorang tokoh besar yang tersohor di dunia
persilatan. "Dan Kouwnio dan Kongcu ini, pastilah berasal dari Lam Hay, tidak mungkin salah
lagi. Terimalah juga ucapan terima kasih punco, baik buat kalian berdua maupun
untuk sahabatku Lamkiong Tayhiap, Tocu Lam Hay Bun"
"Kami tidak membantu Siauw Lim Sie, tetapi menghalangi kecurangan Iblis
Malaikat Bumi itu. Selain itu, kami menyelidiki mengapa Barisan Warna-Warni kami
bisa digunakan Perkumpulan lain" Si Gadis menolak pemberian terima kasih dengan
alasannya yang nampak memang tepat.
"Bolehkah punco mengenal nama Kouwnio dan Kongcu ini?"
"Dan apakah kalian adalah keturunan dari Lamkiong Bu Sek?" bertanya Thian Ouw
Hwesio dengan sabar.
"Beliau kong-kong kami, ayah kami Lamkiong Bouw yang sekarang menjadi Tocu
Lam Hay menggantikan kong-kong" Jawab si gadis.
"Omitohud, cucu-cucu sahabat Lamkiong Bu Sek, pantas, pantas" Bergumam si
Hwesio. "Ciangbunjin, perkenankan kami mohon diri. Kami harus kembali ke Lam Hay,
melaporkan kejadian-kejadian aneh ini kepada ayah" Si pemuda yang sejak tadi
berdiam karena mengalami luka meski tidak parah kemudian bersuara.
Tetapi setelah dia bicara, justru Siangkoan Giok Lian yang merasa ditolong ketika
dibokong berkata:
"Saudara, terima kasih telah membantuku menerima pukulan bokongan Tho te Kong.
Bolehkah mengenal nama saudara" Giok Lian mengucapkjan terima kasih sambil
mohon berkenalan.
"Nama kokoku adalah Lamkiong Tiong Hong, aku adik satu-satunya, Lamkiong Sian
Li" justru si anak gadis yang memperkenalkan kakaknya dan dirinya sendiri. "Baiklah
saudara Lamkiong, saya Siangkoan Giok Lian mengucapkan terima kasih atas
bantuanmu" Siangkoan Giok Lian kembali berterima kasih dan kemudian menghadap
Thian Ouw sambil menjura dan berkata:
"Ciangbunjin, sudah lama tecu menerima tugas dari kong-kong untuk menyelidiki
para perusuh ini. Nampaknya sidah waktunya bagi tecu untuk memberi laporan
kepada kong-kong, semoga Ciangbunjin sembuh secepatnya".
Dan kemudian menghadap ke Kwi Beng dan Kwi Song sambil berkata:
"Saudara Kwi Song dan Kwi Beng, biarlah kita berpisah dulu. Rasanya kita sudah
saling membantu, semoga bertemu di lain waktu" setelah mengucapkan hal tersebut si
gadis berkelabat pergi diiringi ucapan terima kasih dan salam untuk ketua Bengkauw
dari Thian Ouw Hwesio.
Dan tidak berapa lama, setelah saling berkenalan dengan kedua pemuda kembar
Siauw Lim Sie, kedua putera Lamkiong dari Lam Hay Bun juga kemudian
berpamitan. Dan segera setelah kedua anak muda itu menghilang di pintu lembah,
Thian Ouw Hwesio tiba-tiba menyemburkan darah. Terluka ?"
Episode 10: Tugas Mencari Pedang Seruni
Hari mulai menjelang senja, udara mulai terasa semakin dingin. Meskipun sudah
memasuki penghujung musim dingin, tetapi menjelang senja, tentu udara akan
semakin dingin. Matahari yang makin doyong ke barat, malah terlihat seperti sedang
mengintip bumi, karena sebagian dari bulatan matahari sudah berseumbunyi di ufuk
barat. Sayangnya, pemandangan yang menghasilkan rona merah ini sulit dinikmati, karena
udara sudah terasa semakin dingin. Apalagi, selain cuaca yang memang dingin,
anginpun menghadirkan rasa dingin menusuk tulang, membuat hawa dingin seakanakan
merasuk beberapa kali lipat dibanding siangnya.
Suasana kota Hang Chouw, ibukota Kerajaan Sung Selatan, juga nampak aktifitasnya
sudah berkurang drastis. Jikapun masih ada, pastilah ditempat-tempat yang
menjanjikan kehangatan, seperti Rumah Bordil alais tempat pelacuran, atau Warung
Arak dan Rumah Makan yang menjanjikan kehangatan tubuh, ataupun juga Rumah
Penginapan. Di luar itu, aktifitas penduduk kota pastilah di rumah masing-masing dengan
menghangatkan tubuh disekitar tungku pemanas, atau meringkuk dibalik selimut tebal
di peraduan yang hangat. Siapa pula yang mau iseng-iseng membela senja dan malam
pada saat musim dingin begini"
Kendatipun sudah di penghujung musim dingin, tetapi dingin tetaplah dingin, dan
siapapun akan mencari cara untuk memerangi kedinginan.
Tapi yang aneh bin ajaib adalah disaat menjelang senja, nampak seorang gadis manis,
cantik juwita, dengan wajah harap-harap cemas dan terkadang tersenyum, sedang
memasuki pintu kota dari arah utara.
Tetapi jangan salah, caranya memasuki pintu kota itu memang biasa, melewati
penjaga gerbang yang sedang merana oleh rasa dingin, dan bahkan melalui proses
pemeriksaan karena dia baru pertama kali muncul di kota, dan kemudian melenggang
memasuki kota. Tapi, beberapa saat kemudian, dari berjalan melenggang, tiba-tiba tubuhnya
berkelabat cepat, luar biasa cepat dan pesat memasuki kota yang semakin kedalam
semakin dikerubuti rumah-rumah. Bahkan, langkah kaki gadis cantik ini mulai
mengarah ke kompleks istana tempat tinggal keluarga bangsawan.
Memasuki kompleks tempat tinggal bangsawan, gadis ini nampak ragu-ragu sejenak,
seperti kebingungan dan nampak celingukan seperti mencari dan memastikan suatu
tempat. Bahkan, tubuh mungil itu tiba-tiba mencelat ke atas, luar biasa, dan menapaki
wuwungan rumah kaum bangsawan, rumah keluarga atau kerabat Istana. Dan, dengan
langkah-langkah yang tidak goyah meski diketinggian di atas wuwungan rumah
orang, langkahnya tidaklah kaku.
Malah pesat dan gesit meloncat kesana dan kemari. Tidak lama kemudian, kembali
celingukan untuk mengenali sesuatu dan mencari arah. Tidak beberapa lama setelah
melihat kekiri dan kekanan, akhirnya nampak gadis itu tersenyum senang dan lega.
Tidak salah lagi, nampaknya dia sudah bisa mengenali dan sudah bisa memastikan
arah dan tujuan yang ditetapkannya. Makanya, senyum manis di wajah yang imut,
mungil dan menggemaskan itu kembali muncul. Cerah, sangat kontras dengan
suasana yang sudah malam, karena matahari seutuhnya sudah bersembunyi di ufuk
barat. "Tidak salah lagi, pastilah ini rumahnya. Sedang apakah gerangan orang-orang
didalamnya" bisiknya harap-harap cemas, haru, gembira, rindu dan banyak rasa yang
sangat sulit untuk diuraikannya. Dan dengan langkah dan gerakan pasti, tubuh mungil
menggemaskan itu mendekati rumah yang sudah dipastikannya sebagai tujuan
kedatangannya. Tetapi, tidak langsung anak gadis itu mengetuk pintu dan masuk ke rumah itu
layaknya tamu. Sebaliknya dia mencoba untuk mengintip, ada apa dan siapa gerangan
yang berada di rumah besar yang nampak megah tersebut. Beberapa kali dia
meloncat-loncat untuk mendekati jendela dan mengintip, tetapi rata-rata ruangan yang
ditemuinya kosong dan tak berpenghuni.
Dan ketika dia mendekati ruangan dimana biasanya tuan rumah menerima tamu dan
dipastikannya masih ada orang karena ada penerangannya, tiba-tiba terdengar sebuah
suara lirih: "Tamu atau sahabat yang berada di luar, silahkan masuk. Lohu bersama tuan rumah
menunggu untuk bersama menghangatkan badan dan berbincang-bincang" Sebuah
suara yang lunak namun lirih dan jelas di telinga terdengar dari ruangan dalam.
Si gadis sangat terkejut, karena betapapun dia sudah mengerahkan ilmu ginkangknya,
tetapi toch masih bisa dikenali dan diketahui oleh orang di dalam. Ditinjau dari sisi ini
saja, orang didalam pastilah seorang kosen, dan karena sudah konangan, maka tidak
ada gunanya lagi untuk bersembunyi.
Lagipula, memang bukan maksudnya untuk menghadirkan huru-hara bagi penghuni
rumah ini, malah yang ingin dilakukannya berbeda sama sekali, ingin menghadirkan
sebuah kejutan. Sebuah kejutan yang mungkin tidak disangka-sangka penghuni
rumah. Atau sebuah kejutan menyenangkan yang tak pernah diimpakan lagi.
Akhirnya, sang gadis kemudian berkelabat kearah pintu masuk dan begitu berdiri di
ruangan, dia menyaksikan seorang Pria berpakaian gagah dan bersikap agung
menatapnya. Sementara lawan bicaranya, ada dua orang yang nampaknya dari
kalangan persilatan, dan diduganya tentu bukan orang sembarangan karena mampu
melacak jejak langkahnya yang menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Tetapi pria gagah yang menatapnya nampak seperti tercekat dan memandangnya
penuh harap, seperti memandang mustika yang masih belum bisa dipastikannya.
Tetapi si gadis cantik manis itu sudah dengan cepat menyadari siapakah gerangan Pria
gagah dihadapannya.
Pria gagah yang memandangnya dengan tatapan tak menentu dan harap-harap cemas.
Dengan tidak ragu sedikitpun didekatinya pria yang berwajah agung itu, dia tahu dan
kenal dengannya. Bahkan sudah sangat lama dirindukannya wajah itu, dan kemudian
berlutut dihadapannya:
"Ayah, putrimu yang tidak berbakti datang menghadap" Ucap si gadis dan tak
tertahankan dia sudah sesunggukan.
Sementara Pria gagah itu seperti tidak percaya dengan pendengarannya atau lebih
tepat seperti tidak yakin dengan apa yang sedang terjadi. Seseorang memanggilnya
ayah, dan membuatnya seperti di awan-awan.
"Ayah?" Memangnya, siapakah kamu?" Meski bertanya, tetapi Pria itu sebenarnya
hanya ingin menegaskan. Karena sejak melihat gadis itu memasuki pintu rumah,
firasat dan mata batinnya seperti sudah memberitahu bahwa gadis itu bukan orang lain
baginya. Firasat dan mata batin memang sulit untuk berbohong.
"Ayah, putrimu ".. Liang Mei Lan ".. datang menghadap" Kembali si nona
mengucapkan kalimat yang sepertinya diucapkan sangat sulit karena sambil tergugukguguk
menangis. "Mei Lan, ya tentu saja kamu Mei Lan. Hahahahaha, putri tersayangku yang hilang
akhirnya kembali juga" Pria itu akhirnya mampu menemukan diri dan
kegembiraannya seraya menuntun anak permata hatinya yang menghilang hampir 10
tahun lamanya. "Hahahahaha anakku, putriku sudah sebesar dan secantik ini. Lihalah Jiwi
Locianpwe, adakah kegirangan yang lebih besar lagi dari menemukan salah seorang
anakku yang hilang 10 tahun lamanya" Si Pria yang ternyata adalah Pengeran Liang
Tek Hong tidak sanggup menahan kegembiraannya, tertawa sambil menitikkan air
mata bahagia melihat kedatangan putri tercintanya yang lama menghilang.
Bukan sedikit daya upaya yang dikerahkan, bahkan sampai melibatkan Kay Pang,
toch gagal. Dan ketika dia sudah merelakan kepergian anak-anaknya, justru tiba-tiba
salah satunya datang. Sungguh menggembirakan, ada lagikah yang melebihinya"
Salah seorang tamu yang nampaknya berasal dari kalangan dunia persilatan, nampak
tahu diri dengan kegembiraan yang dialami tuan rumah. Karena itu dengan segera dia
berkata: "Pangeran, biarlah kita sudahi percakapan malam ini. Besok masih ingin kami
menikmati cawan kegembiraan tuan rumah dan melanjutkan percakapan kita yang
terputus. Liang Kouwnio, kami ucapkan selamat bertemu dengan keluarga besarmu"
Kemudian kedua tokoh Kang Ouw itu mengundurkan diri untuk beristirahat di kamar
yang memang disediakan buat mereka.
DI Rumah Pangeran ini, memang tersedia banyak kamar tamu, dan lebih sering
digunakan orang dari dunia persilatan yang banyak menyenangi Pangeran yang
simpatik ini. "Baik, baiklah jiwi locianpwe, biarlah besok kita sambung lagi" Ucap Pangeran
Liang mengiringi langkah kedua tamunya untuk beristirahat di kamar tamu yang
disediakan bagi mereka.
Setelah kedua tokoh itu masuk ketempat istirahat mereka, Pangeran Liang kemudian
mengangkat dan memegangi kepala Mei Lan, nampaknya ingin memastikan dan
mengamati putri mestikanya itu.
Ditatapnya lama sekali sambil tersenyum bahagia, menggeleng-gelengkan kepalanya
dan kemudian dia mengangguk-anggukkan kepala:
"Benar, benar, tak salah lagi, mata dan hidungmu adalah gambaran ibumu semasa
gadisnya. Hahahaha, ayo anakku, kita perlu menghibur ibumu yang sudah sekian
tahun menahan rindunya bertemu denganmu" Pangeran Liang kemudian menuntun
anaknya menemui ibunya yang sudah beristirahat.
Ibunya lebih sering di peraduan karena menjadi sering sakit-sakitan semenjak kedua
anaknya menghilang 10 tahun sebelumnya. Dan mudah diduga, sang ibupun menangis
sedih bercampur gembira ketika melihat kembali seorang putrinya yang menghilang
tiba-tiba muncul lagi dihadapannya.
Bahkan adiknya Mei Lin yang kini berusia hampir 12 tahun, juga ikut-ikutan
menitikkan air mata karena saking lamanya merindukan cicinya yang hanya sering
didengarnya dari ibunya. Hanya sayang Toakonya, Liang Tek Hu, sekarang sudah
bekerja di Istana membantu pembukuan Istana Putra Mahkota.
Dan kebetulan malam itu kemungkinan besar akan menginap di Istana, dan
karenanya pertemuan keluarga itu masih kurang lengkap, apalagi Liang Tek Hoat juga
masih belum ketahuan rimbanya.
Malam itu juga keluarga Pangeran Liang bercengkerama dan saling menuturkan
pengalaman masing-masing. Terutama Liang Mei Lan menceritakan
pengembaraannya dalam pelarian dengan Tek Hoat kakaknya. Bagaimana mereka
menemukan dan menolong Ceng Liong yang mereka namakan Thian Jie, bagaimana
mereka hidup luntang-lantung dan kadang mengemis dan sampai mereka hanyut di
sungai dan kemudian diangkat murid oleh Wie Tiong Lan.
Sesuatu yang benar-benar mengharukan dan mengagetkan Pangeran Liang. Riwayat
anak-anaknya ini sungguh luar biasa, sebagai putrid Pangeran mereka luntang-lantung
di luaran, tidak terawatt dan susah makan. Sungguh berat dia memikirkannya, tetapi
sekaligus gembira karena putra-putrinya tergembleng tidak sengaja dengan
penderitaan rakyat biasa.
Tapi, peruntungan mereka juga luar biasa, bagaimana mungkin rejeki anaknya begitu
hebat, menjadi murid penutup Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan, salah seorang tokoh
ajaib dunia persilatan dewasa ini. Apalagi ketika mendnegar, kemungkinan Kakaknya
Tek Hoat juga diangkat murid oleh Kiu Ci Sin Kay Kiong Siang Han, membuat
Pangeran Liang sungguh-sungguh merasa bagaikan mimpi.
Karena meskipun dia seorang Pangeran, tetapi pengetahuan dan penguasaan dunia
persilatan olehnya sungguh sangat dalam dan luas. Bahkan dia dikawani atau
dianggap kawan oleh banyak tokoh persilatan kelas utama dunia persilatan
Tionggoan. Tidak aneh jika kemudian dia sangat mengenal Wie Tiong Lan dan Kiong Siang Han,
mengenal juga kelihayan dan keanehan tokoh-tokoh yang nyaris menjadi tokoh
dongeng dunia persilatan dewasa ini.
Liang Mei Lan, sebagaimana dituturkan di bagian depan, diselamatkan dan
belakangan diangkat menjadi pewaris terakhir dari Wie Tiong Lan, seorang bekas
ketua Bu Tong Pay yang teramat lihay. Bahkan diakui sebagai generasi terlihay Bu
Tong Pay sejak pendirinya Thio Sam Hong, mendirikan Perguruan Silat tersebut.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebagaimana Kian Ti Hosiang, Wie Tiong Lan yang mengkhawatirkan nasib Bu
Tong Pay memutuskan mendidik murid penutupnya ini di Bu Tong San. Di sebuah
tempat rahasia yang hanya diketahuinya bersama ketiga muridnya. Bahkan Ketua Bu
Tong Pay saat ini tidak menyadari kalau Gunung Bu Tong berada dalam perlindungan
Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan.
Karena bersamaan dengan kedatangan Wie Tiong Lan untuk mendidik Liang Mei
Lan, ketiga muridnya juga kemudian diminta untuk berada di Bu Tong San untuk
menjaga kemungkinan penyerbuan pihak perusuh.
Sebagaimana diceritakan di depan, dalam pertarungan antara Ciu Sian Sin Kay
dengan Sian Eng Cu Tayhiap, terutama saat mereka saling melibas sulit dipisahkan,
Wie Tiong Lan kebetulan datang membawa Mei Lan di Bu Tong San.
Setelah memisahkan Sian Eng Cu dan Ciu Sian Sin Kay, dia menugaskan kedua
muridnya, Jin Sim Tojin dan Sian Eng Cu untuk menyadarkan Kwee Siang Le da
Petualang Asmara 27 Kuda Putih Karya Okt Pendekar Pemetik Harpa 4
^