Naga Naga Kecil 7

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 7


menahan pedas. Tetapi sementara itu, si Kumis Tikus sedang diketawai oleh kawan-kawannya karena
muka dan sebagian bajunya jadi berlepotan kuah yang tak sengaja tersembur dari
piring di depan Mei Lan. Sementara itu, nampak si Pemuda yang menyamar dan
Maling Sakti menahan ketawa, karena nampaknya dia mengerti cara yang digunakan
Mei Lan untuk menggebah si pengganggu.
Tetapi sayang, si muka tikus ternyata tidak tahu diri. Dia masih tetap ngotot untuk
merayu dan melanjutkan usahanya yang menyebalkan itu. Tetapi, memang kemudian
terdengar nada suaranya berubah menjadi kaku tanda dia mengalami sebuah sentakan
yang tentu memang tidak menyenangkan.
Apalagi karena dia kemudian menjadi bahan tertawaan dan bahan ejekan temantemannya:
"Nona, pakaianku telah dikotori kuah dari piring nona, begitu juga wajahku.
Tolonglah dibersihkan biar perhubungan kita tetap terpelihara dangan baik" Nekad,
mungkin karena malu diketawai kawan-kawannya, disamping sudah termakan oleh
"air kata-kata" (Arak).
Tetapi, kembali Mei Lan tidak bergeming, dan bahkan kembali melanjutkan makan
yang tidak lama kemudian memang selesai. Tetapi dalam hati, Mei Lan sendiri
merasa puas telah memberi hajaran dengan mempermalukan laki-laki yang memang
nampak tidak tahu malu dan sengaja mengganggunya.
"Ach, sudah lama tidak makan sekenyang dan sepuas ini di siang yang indah" Mei
Lan bergumam sambil kemudian berbenah membersihkan yang perlu dibersihkan
termasuk mulutnya. Dia minum air minum yang telah disediakan, dan dengan gaya
seperti tidak terjadi apa-apa.
"Nona, apakah engkau tidak mendengar kata-kataku?" Si kumis tikus makin
penasaran dan nadanya mulai berubah setelah melihat dia sama sekali tidak digubris.
Tapi Mei Lan justru sengaja melanjutkan aktivitasnya tanpa sekalipun menggubris
orang yang semakin kayak kebakaran jenggot. Jangankan menggubris, melirik dan
melihat ke arah si kumis tikus yang semakin tidak genahpun tidak.
"Hm, tak sangka ada gadis manis sekasar dan sesombong engkau" Kali ini si Kumis
Tikus menjadi naik darah. "Enak saja perempuan ini, di kota ini siapa yang tidak
menghormat melihatku" pikir si kumis tikus. Ditambah dengan pengaruh arak dan
kesombongannya yang tersinggung dengan cara dan gaya orang yang tidak
memperdulikanya, maka kehormatannya menjadi tersinggung.
Karena itu, tiba-tiba si kumis tikus mengulurkan tangannya hendak menyentuh
pundak Mei Lan dengan cara yang sangat tidak sopan, atau malah dengan cara yang
kurang ajar. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara "Braaaaak", tubuh besar si Kumis Tikus
tiba-tiba terjengkang ke belakang tanpa bisa ditahan lagi.
Bahkan si kumis tikuspun tidak mengerti bagaimana caranya tiba-tiba dia kehilangan
keseimbangan dan terjengkang ke belakang. Entah bagaimana, tak seorangpun tahu,
kecuali nampaknya Maling Sakti dan si Pemuda yang menyamar. Keduanya melihat
dengan jelas bagaimana dengan cepat dan tepat, kaki kiri Mei Lan bergerak sedikit,
sedikit saja. Dan tenaga dorong dari gerakan kaki itu, sudah cukup menghilangkan keseimbanga
si kumis tikus yang setengah mabuk untuk seterusnya terjengkang ke belakang, tanpa
tahu apa sebabnya. Kecuali, dari kakinya yang kesemutan dan seperti mendorongnya
ke belakang dan terjengkang.
Sungguh mengenaskan. Sungguh belum pernah si kumis tikus mengalami kejadian
memalukan dan kehilangan muka separah ini. Yang lebih menyakitkan, tiba-tiba
terdengar suara ngakak, bekakakan, di belakangnya, dan tentu suara kawan-kawannya
yang menertawakannya. Mereka berpikir, si kumis tikus sudah kehilangan
keseimbangan dan kesadarannya sampai kemudian terjengkang kebelakang.
Agaknya merekapun tidak sadar apabila Mei Lan yang membuat si kumis tikus
terjengkang. Gadis secantik dan semungil Mei Lan, mana mungkin sanggup
mendorong dan menjengkangkan si kumis tikus ke belakang. Karena itu, mereka
malah menertawakan si kumis tikus dan memandangnya sebagai orang tak becus.
Segitu saja bisa membuatnya sampai terjengkang kebelakang dan tidak bisa
menguasai dirinya. Situasi itu tambah membuat wajah si kumis tikus menjadi merah
membara. Marah, kesal, malu dan kehilangan muka membuatnya menjadi bukan saja
kikuk dan malu, tetapi juga menjadi marah besar.
"Hahahaha, Kui Kongcu, bukan ikan yang didapat, tetapi malah kecebur ke sungai"
seorang kawan si kumis tikus yang ternyata dipanggil atau bernama Kui Kongcu
menyindir. Tetapi, si muka tikus Kui Kongcu, menjadi semakin heran, bagaimana
bisa dia terjengkang.
Dan dia mulai curiga terhadap Mei Lan, tapi apa mungkin nona semungil dan
semanis ini mampu melakkannya" Lagipula, bagaimana caranya melakukannya".
Karena itu, dengan muka masam, marah dan kebingungan dia memandang galak
kearah Mei Lan yang tetap tidak menggubrisnya dan kemudian melangkah ke tempat
duduknya sambil berkata, "Aku menyerah, silahkan kalian saja yang menyunting
bunga indah itu", Sambil berkata demikian dia duduk di kursinya dan selamat dari
kejadian yang lebih memalukan.
Tetapi kejadian yang lebih memalukan, kemudian dialami oleh temannya yang lain,
yang dipanggil Bhok Kongcu. Pemuda yang berperawakan sedikit lebih pendek dari si
kumis tikus dan nampak bahkan malah lebih ceriwis dan lebih tidak tahu malu. Atau
mungkin, siapa memang yang tidak menjadi tidak tahu malu setelah menenggak arak
dalam takaran yang berlebihan" Dengan langkah penuh percaya diri, tegap dan dada
membusung, dia mendatangi Mei Lan yang mulai gusar karena ternyata
dipergunjingkan kawanan yang menyebalkan ini:
"Nona yang cantik, bolehkah kita berkenalan" Aku bersedia mengantar nona
berkeliling kota Pakkhia sambil menikmati keindahan kota ini. Itupun bila nona
bersedia" Tetapi Mei Lan, seperti juga sebelumnya tetap diam, tidak bergeming dan
tidak menggubris si pengganggu.
"Mari nona, perkenalkan, namaku Bhok Kongcu. Kita bisa menikmati keindahan
Pakkhia di sore hari" terus membujuk dengan gayanya yang memuakkan. Keadaan
yang kemudian rupanya membuat Mei Lan sudah mulai gusar, dan
mempertimbangkan memberi hajaran kumpulan anak muda bangor ini. Karenanya,
terdengar dia berkicau:
"Sayang, kota yang indah, rumah makan yang enak, tapi banyak sekali lalat lalat tak
berguna merusak suasana"
"Tapi memang lalat-lalat kan banyak terdapat dimana-mana nona, di Pakkhia, tentu
juga banyak" Bhok Kongcu belum sadar dipermainkan. Belum sadar bahwa dia dan
kawan-kawannya sudah dianggap dan disamakan sebagai lalat yang mengganggu.
"Ya, lalat-lalat seperti kalian, pemuda bangor tak punya kerjaan benar-benar merusak
keindahan Pakkhia" berkata Mei Lan tanpa berpaling memandang Bhok Kongcu.
Karuan dan segera wajah Bhok Kongcu menjadi merah padam, bahkan kawankawannyapun
menjadi tersinggung disebut lalat-lalat tak berguna yang mengotori
kota Pakkhia. Bukan itu saja, si kumis tikus yang tadinya sangat kepincut, juga menjadi merah
padam saking malu dan marahnya, sama dengan Bhok Kongcu yang menjadi murka
dan keki. "Nona, mulutmu terlalu tajam dan lancang. Aku memintamu untuk mohon maaf
kepada kami semua dan meralat kata-katamu yang sangat menghina itu, jika tidak .."
"Jika tidak apa", kau mau mengganggu seorang gadis di rumah makan?" potong Mei
Lan sebelum Bhok Kongcu menyelesaikan kalimatnya.
"Dan apakah kalian punya kemampuan selain hanya lalat-lalat tak berguna yang bisa
diusir dengan mengepakkan tangan?" Hebat makian Mei Lan, bahkan kawan-kawan
Bhok Kongcupun mengerang marah. Tapi Bhok Kongcu yang terdekat dan yang
paling mungkin lebih cepat, serta nampaknya punya sedikit bekal, telah mendahului
dengan mendorong punggung Mei Lan dan menyerang.
Tetapi, seperti yang diucapkan Mei Lan, dengan hanya mengibaskan tangannya
dalam jurus "Mengibas Gelombang Angin" dari Bu Tong Pay, tiba-tiba Bhok Kongcu
terlempar kearah kawan-kawannya. Sungguh mudah, atau terlalu mudah malah.
Bahkan 2 orang yang mencoba menyanggah Bhok Kongcu, juga ikut-ikutan
terjengkang oleh tenaga kibasan Mei Lan yang memang sengaja telah memutuskan
memberi hajaran kepada kelompok anak muda yang suka mengganggu gadis itu.
Tapi sayang, lalat-lalat tak berguna, demikian Mei Lan mengibaratkan kelompok
pemuda bangor ini, tidak cukup cepat tanggap. Lagipula, karena memang mereka
sudah terpengaruh oleh banyaknya arak yang mereka minum. Sebaliknya, dua dari
mereka yang tidak terjengkang sudah maju mengirim pukulan kearah Mei Lan.
Karena tidak cepat sadar dengan kebobrokan mereka, Mei Lan memutuskan memberi
hajaran lebih, karena itu kedua penyerang kali ini mengalami nasib yang lebih buruk.
Mereka kembali terjengkang oleh kibasan lengan baju Mei Lan dan bahkan terlempar
lebih jauh dibanding Bhok Kongcu. Untunglah bukan maksud Mei Lan untuk melukai
mereka dengan parah dan sekedar memberi mereka hajaran setmpal. Segera setelah
mereka terjengkang dan menimpa meja kursi di belakang Mei Lan, gadis itu
kemudian berdiri diiringi pandangan kagum dan senang dari si pemuda yang
menyamar karena gadis itu memberi hajaran kepada para pemuda bangor yang
sombong itu. "Sungguh lalat-lalat yang memuakkan dan menjemukan. Pakkhia sungguh malang
memiliki kalian yang tidak berguna" Mei Lan berkata untuk kemudian membayar,
termasuk biaya kerugian yang diakibatkan para pemuda bangor itu dan seterusnya
berjalan ke luar rumah makan dengan tidak lagi melirik kelompok anak muda bangor
yang memuakkan itu.
Tapi, begitu melangkah ke luar, Mei Lan sudah dihadang oleh belasan Pengemis
Berpakaian Hitam penuh tambal-tambalan. Bahkan salah seorang pemimpin dari
belasan pengemis itu kemudian menegur:
"Nona, sungguh berani engkau mengganggu Bhok Kongcu dan Kui Kongcu
berenam. Hayo, masuk dan minta maaf kepada mereka" Si Pengemis berkata dengan
muka dan sikap mengancam. Tetapi bukannya takut, Mei Lan malah tersenyum manis
sambil bertanya,
"Apakah kalian juga ingin menerima gebukan serupa dengan mereka?" ingin
dilemparkan dan terjengkang untuk kemudian malu ditontoni orang banyak yang
berlalu lalang?"
"Nona, apakah engkau berpikir kemampuanmu sudah demikian hebat hingga tidak
memandang kami sebelah matapun" si pemimpin para pengemis mendesis gusar.
Betapapun dia merasa memiliki bekal cukup untuk hanya meringkuk seorang gadis
kecil yang nampaknya membekal kepandaian yang memadai itu. Terang dia
tersinggung. Apalagi, dia harus mengelus dan membela anak-anak muda yang ayah
mereka adalah donator bagi perkumpulan mereka, dan dibalas dengan perlindungan
dan keamanan. "Ach, bukankah aku sedang memandang kalian sekarang?" memandang pengemis
baju hitam yang sedang membela para pemuda berandalan tak tahu malu. Atau,
jangan-jangan, kalian adalah anjing tukang pukul peliharaan pemuda pemuda
bangoran itu?" Hebat makian Mei Lan meskipun diucapkan sambil tersenyumsenyum
manis dan mengesankan bahwa Mei Lan sama sekali tidak takut dan jelas
takkan mengikuti permintaan si pengemis.
Pemimpin para pengemis baju hitam itu naik pitam, tapi lebih murka lagi anak
buahnya. Tanpa dapat ditahan lagi, mereka kemudian bergerak mengepung dan
bahkan menerjang Mei Lan yang mereka duga berilmu cukup. Sayang dugaan mereka
hanya benar sedikit. Yang benar, bekal ilmu Mei Lan lebih dari cukup untuk
menghajar para pemuda dalam Rumah Makan dan juga jauh mencukupi menghajar
pengemis baju hitam itu.
Karenanya, seperti melenggang-lenggok semata, Mei Lan berkelit kesana kemari,
dan dalam lima enam gerakan berikutnya, tangannya ikut bergerak dan tahu-tahu, 3
orang pengemis mengaduh kesakitan. Tiba-tiba, dengan langkah kaki aneh, Mei Lan
kembali mengirimkan 3 pukulan yang menghajar 3 pengemis lainnya. Untungnya,
Mei Lan tidak berhasrat melukai berat para pengemis itu, karena itu pukulannya
hanya berisi tenaga hempasan yang membuat pengemis2 itu bertumbangan.
Dan sekejap kemudian, tinggal si pemimpin yang masih berdiri, sementara sisanya
mengaduh-aduh dan merintih kesakitan karena tulang yang keseleo atau otot terkilir.
Baru sekarang mereka memandang takjub dan kaget, karena ternyata anak gadis yang
cantik mungil dan mereka duga gampang dibekuk ini, ternyata membekal kepandaian
yang lihay. Para pemuda dalam rumah makan makin takut dan terkejut melihat kehebatan Mei
Lan, dan otomatis hasrat mereka untuk mengganggu lenyap seketika. Bahkan mereka
kemudian bersyukur karena hanya mendapatkan hajaran ringan dan tidak sampai
membuat mereka bercacat.
"Hm, Nona, anda sungguh hebat. Tapi, tunggulah pembalasan Hek-i-Kay Pang" Si
pemimpin para pengemis mendengus dan memerintahkan anak buahnya untuk
berlalu. Berlalunya para pengganggu, membuat selera Mei Lan untuk melanjutkan
perjalanan menikmati kota menjadi sirna dan buyar.
Kejadian itu membuatnya merubah tujuan dan dengan cepat dia memalingkan wajah
mencari sebuah penginapan. Untungnya masih tersedia cukup tempat dan kamar di
Penginapan terbaik di Pakkhia, Penginapan Sing Long Kek Can. Karena memang
penginapan ini sehari-harinya selalu ramai dan padat, dan memang disenangi banyak
pengunjung yang datang berkunjung atau berpesiar melihat lihat Kota Raja Pakkhia.
Karena itu, di penginapan ini selalu terdapat banyak jenis manusia, baik para
pelancong biasa dari luar kota, bahkan juga para kaum pedagang yang melintas, juga
pejabat dari daerah yang punya urusan di Kota Raja, sampai ke kaum persilatan.
Tidak heran bila penginapan ini selalu ramai dan jarang sekali punya kamar kosong.
Mei Lan memperoleh sebuah kamar di lantai 3. Dan begitu memasuki kamar dia
langsung membersihkan diri dan berniat untuk segera mengaso atau istirahat sejenak
melepas lelah. Tetapi, baru saja dia membersihkan tubuh dan berniat istirahat, dia
melihat sehelai lembar kertas yang nampak seperti baru ditimpukkan masuk
kekamarnya dengan tulisan:
Hek-i-Kay Pang menunggu nona
Di Hutan sebelah timur pintu gerbang kota menjelang malam.
Jika berani menghina, harus berani bertanggungjawab.
Mei Lan tidak menyangka urusan akan ditarik memanjang dari sekedar memberi
hajaran para pemuda bangoran, pemuda hidung belang yang suka mengganggu anak
gadis yang kebetulan cantik. Tapi persetan, pikirnya, toch menjelang malam masih
cukup panjang, masih cukup waktu untuk beristirahat memulihkan tenaga,
memulihkan kondisi badan yang baru melakukan perjalanan cukup jauh. Memangnya
siapa takut dengan Hek-i-Kay Pang" pikir Mei Lan, dan dengan begitu saja diapun
beristirahat. Jika dia mengenal Hek-i-Kay Pang lebih jauh, bukannya takut, Mei Lan
malah akan merasa senang, karena bgisa berurusan dengan sempalan Kay Pang ini.
==================
Adakah sesuatu yang mengkhawatirkan atau menakutkan hati bagi seorang gadis
sakti yang baru turun gunung seperti Mei Lan ini" Tantangan dari Hek-i-Kay Pang
justru dipandangnya hanya seperti mainan anak-anak, meskipun dia pernah
memperoleh gambaran Hek-i-Kay Pang dari Beng San Siang Eng dahulu. Tidak, Mei
Lan tidaklah takut.
Terkesan gegabah memang, karena memang begitulah rata-rata keadaan mereka yang
baru terjun ke dunia persilatan. Sangat atau terlalu percaya diri, sehingga dengan
pengetahuan yang sangat dangkal dan minim, Mei Lan sudah memutuskan untuk
memenuhi undnagan Hek-i-Kay Pang.
Dengan penuh kepercayaan diri, menjelang tengah malam sehabis bersiulan
memulihkan semangat dna kekuatan, dia mendatangi hutan sebelah timur kota
Pakkhia. Keadaan pada waktu itu, yakni pada waktu menjelang malam, sudah mulai
sepi atau malah sudah sangat sepi, tiada lagi manusia yang berlalu lalang. Karena di
musim dingin, menjelang malam aktivitas biasanya sudah banyak berkurang, tetapi
bagi orang-orang berilmu, rasa dingin masih bisa ditahan.
Tepat pada waktu yang disebutkan oleh sehelai surat, Mei Lan melangkah keluar dari
gerbang timur kota. Dandanannya ringkas, dengan baju berwarna biru dan hiasan
kepala juga pita berwarna biru. Nona yang mungil dan cantik jelita ini, sepantasnya
memang tinggal di istana, tetapi heran menjelang malam yang dingin, justru dia
berjalan maju mendekati barisan Hek-i-Kay Pang yang sudah menunggunya dengan
sikap dan penampilan angker.
Tapi keangkeran barisan itu tidak membuat keder si nona. Sebaliknya nona ini terus
berjalan, berjalan mendekat sampai akhirnya berdiri berhadapan dengan barisan Heki-
Kay Pang yang namapknya dipimpin oleh 2 orang tokoh utamanya. Di Barisan
depan, nampak seorang kakek berusia belum 50 tahun lebih dengan menenteng
tombak tiat-kauw (gaetan besi).
Kakek ini berkedudukan sangat tinggi dalam Hek-i-Kay Pang, dia adalah Ciam Goan,
berjuluk Thai-lek-kwi (Setan Bertenaga Besar) yang merupakan murid ketiga dari See
Thian Coa Ong atau Adik seperguruan Pangcu Hek-i-Kay Pang yang bernama Hek
Tung Sin Kai yang adalah murid kedua See Thian Coa Ong. Ciam Goan
berkedudukan sebagai Hu Pangcu bagian dalam dari He-i-Kay Pang.
Disampingnya adalah sutenya sendiri, atau murid keempat See Thian Coa Ong yang
bernama Ma Hoan dengan julukan Ngo-bwe Sai-kong (Kakek Muka Singa Berekor
Lima) dan membekal senjata siang-kek (sepasang tombak cagak). Kedudukannya
dalam He-i-Kay Pang adalah Hu Pangcu bagian Luar. Di belakang keduanya, anehnya
nampak juga Louw Tek Ciang, Hek-bin Thian-sin (Malaikat Muka Hitam) Thian
Liong Pang Tancu pakkhia beserta Hu Tancu Pakkhia Ca Bun Kim Twa-to Kwi-ong
(Raja Setan Golok Besar).
Baru di belakang ke-empat orang ini, berjejer para anggota Hek-i-Kay Pang yang
nampak berwajah seram-seram. Jumlah mereka tidak kurang dari 50an orang dan
nampak menyeramkan karena mereka mengenakan pakaian berwarna hitam pekat
meskipun dengan banyak tambalan kain hitam disana-sini.
Tetapi Mei Lan tidak memandang gentar semua tokoh dan manusia yang kini berdiri


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di hadapannya. Bahkan masih dengan suara yang tenang dia menyapa;
"Ach, inikah Hek-i-Kay Pang yang mengundangku. Hebat, hebat. Tapi ada apa
gerangan menyambutku dengan barisan sebanyak ini?"
Kakek Ciam Goan, nampak terkejut juga dengan lagak si Nona yang menurut
taksirannya masih remaja ini. Hebat. Bukannya keder, malah masih mampu
mengeluarkan kata-kata dan kalimat menyindir Hek-i-Kay Pang. Tetapi
keterkejutannya segera ditindas dan dengan segera kemudian kakek Ciam Goan ini
bersuara: "Hm, Nona, engkau melanggar perbawa Pang kami di kota. Menghajar beberapa
sumber dana kami, bahkan berani pula menghajar anak buah lohu di kota. Tapi
melihat tampang nona, biarlah lohu minta nona untuk minta maaf dan kita habiskan
urusan sampai disini. Bahkan lohu akan mengundang nona dalam perayaan
persahabatan kita dalam markas kami"
"Hihihihi, menjadi tamu Hek-i-Kay Pang tentu sebuah kehormatan. Tetapi, minta
maaf untuk kesalahan yang tidak kulakukan, lain lagi ceritanya" Tangkis Mei Lan
cerdik. Dia tidak mau mengaku salah, tetapi tidak menjatuhkan Hek-i-Kay Pang.
Kini, bahkan Ciam Goan sendiri yang dalam kesulitan. Melabrak anak remaja gadis
ini, sungguh sebuah tindakan yang memalukan Hek-i-Kay Pang di dunia persilatan.
Bahkan bisa menjatuhkan martabatnya. Sungguh keki harus menghadapi gadis
semuda ini. Tapi, membiarkannya tanpa menghukum atau minimal minta maaf, akan
sangat merugikan mereka.
Terutama karena para kongcu yang mengadu ke mereka, bakal mengurangi dukungan
dana ke mereka. Tentu saja membuatnya jadi serba salah. Tetapi, tentu harus ada yang
dilakukannya dengan tepat.
"Kouwnio, kejadian itu ketika kita belum saling mengenal. Tidak ada salahnya
setelah saling kenal, saling meminta maaf" Bujuk Ciam Goan yang masih berharap
Mei Lan minta maaf dan memenuhi undangannya dalam perjamuan persahabatan.
"Tapi maaf, saya menghajar mereka yang tidak tahu malu di kota, dan mereka yang
membela para pemuda hidung belang. Siapapun mereka, bila kurang ajar, maka
tanganku gatal-gatal untuk menghajarnya. Terlebih, pemuda-pemuda bangor itu
sungguh memuakkan" Mei Lan dengan berani.
"Kouwnio, jadi engkau menolak uluran arak persahabatan dan memilih arak
permusuhan?" Ciam Goan panas hati juga, meskipun kebat-kebait, bagaimana
menangani anak gadis yang masih remaja ini.
"Arak apapun, aku tidak suka meminumnya" balas Mei Lan cerdik, sekaligus makin
menyudutkan Ciam Goan. Membuat Ciam Goan tidak memiliki pilihan lain. Tapi
untuk turun tangan, dia sendiri jelas malu. Masakan berkelahi melaan anak kecil"
pikirnya. Dan karena itu dengan terpaksa dia harus bertindak. Dia menoleh kearah 4 orang
muridnya dan memilih mengadu mereka dengan gaids remaja mungil itu. Dia
kemudian berkata,
"Song Hai, bekuk gadis sombong itu hidup-hidup"
"Baik suhu" Song Hai yang merupakan salah seorang murid Ciam Goan segera
majukan diri, setelah menghormat Ciam Goan segera dengan tangkas meloncat
kedepan Mei Lan.
"Maaf, nona, aku mendapat tugas menangkapmu" Song Hai memulai dengan
menyapa terlebih dahulu, betapapun dia malu menghadapi seorang anak gadis remaja
sekecil Mei Lan ini. Padahal, tidak seharusnya dia sungkan, karena jika demikian dia
memandang Mei Lan terlampau rendah.
Dan benar saja, tidak lama waktu yang dibutuhkan untuk menyadari bahwa sikapnya
keliru. Song Hai terkejut ketika semua gempuran dan usahanya untuk menangkap Mei
Lan dengan mudah diegoskan dan dielakkan oleh Mei Lan. Malah semua gerakannya
dilakukan dengan santai dan seenaknya, seperti bermain-main saja. Untuk diketahui,
gadis cantik ini dibekali dengan ilmu-ilmu yang sangat mumpuni baik oleh Suhengsuhengnyanya
maupun tentu saja oleh suhunya sendiri yang sakti mandraguna itu.
Dengan lincah dan menggunakan gerakan-gerakan umum, dia sudah mampu
membuat Song Hai berlari-lari menabrak angin semata. Dan Ciam Goan segera
memahami sulitnya usaha Song Hai, karena itu, dia memerintahkan 3 anak murid
lainnya sute Song Hai untuk ikut maju mengerubuti Mei Lan dan menangkapnya.
Tetapi, sama saja. Karena dengan bertambahnya 3 orang yang mengejar-ngejar
bayangan Mei Lan, mereka tetap tidak mampu, jangankan memegang tangannya,
menyentuh pakaiannyapun tidak sanggup. Karena si gadis tetap bergerak-gerak santai
dan terkesan main-main, semua gerakan lawan, baik tangkapan, tonjokan maupun
totokan tak sanggup menemui sasaran.
Apalagi ketika Mei Lan kemudian mengerahkan seadanya ilmu ginkangnya Sian Eng
Coan-in (Bayangan Dewa Menembus Awan). Tubuhnya seperti berkelabat
mengelilingi pengeroyoknya yang tak mampu mengapa-apakannya, selain mengejarngejar
bayangannya. Gerakan-gerakan ginkangnya ini telah mengejutkan Ciam Goan,
bahkan juga beberapa pasang mata yang mengintai pertempuran itu.
Dan tidak lama kemudian, nampak kedua tangan Mei Lan bekerja cepat, mengebutngebut
dan kemudian melancarkan pukulan ringan yang kemudian melontarkan
keempat pengeroyoknya ke tempatnya dengan tidak terluka sedikitpun. Betapapun
Mei Lan sadar berada di tengah kepungan musuh dan karenanya tidak ingin
memperkeruh suasana. Song Hai yang terlontar, dengan penuh penasaran ingin maju
kembali, maklum, tentu saja dia merasa sangat malu dipermalukan anak gadis remaja.
Tetapi Ciam Goan segera sadar, bahwa anak muridnya tidak ada yang sanggup
menandingi gadis yang nampak aneh tetapi menyenangkan ini. Dia berpandangan
dengan sutenya, dan keduanya sepakat, tokoh yang lebih kuat harus maju menandingi
Mei Lan. Kemudian nampak Ma Hoan melirik kepada 5 orang pengemis pertengahan umur dan
meminta mereka maju melalui isyarat mata. Nampaknya kelima pengemis ini sudah
memiliki kedudukan yang cukup tinggi di Hek-i-Kay Pang. Gerakan mereka juga
lugas dan tenang.
Dari pancaran sinar matanya, mereka nampak memang lebih berisi, setidaknya
melampaui kepandaian Song Hai berempat. Mereka dengan segera memberi hormat
kepada Ma Hoan dan Ciam Goan, dan kemudian berkata kepada Mei Lan:
"Biarlah kami berlima mencoba menangkap nona" seru yang tertua dan dengan
segera kemudian bergerak menyerang Mei Lan. Jika ke-4 orang terdahulu berusaha
untuk menangkap semata, maka kelima pengemis yang lebih tua ini sadar, menangkap
akan sangat menyulitkan, maka mereka bukannya mengejar tetapi menyerang dengan
pukulan-pukulan.
Sekali ini, pukulan-pukulan tersebut nampak lebih berat, lebih berisi dan jauh lebih
cekatan dibanding rombongan Song Hai sebelumnya. Kelima pengemis ini, kemudian
bergerak saling mendukung meski tidak dalam satu barisan. Mereka menyerang silih
berganti dan saling melindungi bila salah seorang kawannya mendapatkan kesulitan.
Karena itu, Mei Lan menjadi kesulitan untuk menyerang salah seorang diantaranya,
padahal pukulan mereka menyambar cukup dahsyat.
Tidak heran, karena kelima orang ini dikenal dengan nama Ngo To Kwi (Lima Setan
golok), yang karena diperintah menangkap, jadinya tidak menggunakan golok.
Mereka berlima sebenarnya adalah kaum sesat yang suka mengganas, tetapi kemudian
ditaklukkan menjadi anak buah Hek-i-Kay Pang oleh Hek Tung Sin Kay. Kelima
orang ini bergantian memukul, untungnya kepandaian khas mereka bukan ilmu
pukulan, tetapi ilmu golok, itulah sebabnya Mei Lan merasa tidak terlampau sibuk.
Sebaliknya, malah dia memanfaatkan kesempatan tersebut seperti berlatih saja
layaknya. Dia berkelabat, menangkis, menyerang dengan hebatnya kea rah 5 orang
ini, tetapi sama sekali tidak berniat menjatuhkan mereka. Yang pasti, Ciam Goan dan
Ma Hoan jadi berkerut keningnya karena ternyata 5 tokoh andalan merekapun masih
belum sanggup menahan anak gadis ini.
Bahkan nampaknya seperti dipermainkan oleh Mei Lan yang bersilat dengan bebas,
tanpa beban dan bergerak sangat pesat dan sangat cepat. Akhirnya Ma Hoan
memerintahkan: "Gunakan golok kalian, paksa gadis ini menyerah"
Perintah ini sungguh menggirangkan. Sangat menggirangkan. Mereka sedang berada
diambang kekalahan yang memalukan, jatuh ditangan gadis remaja. Keadaan yang
tentu akan sangat menajtuhkan wibawa mereka, menghancurkan nama yang dipupuk
puluhan tahun. Tengah mereka merasa penasaran karena kesulitan memegat lawan, perintah
menggunakan golok sungguh melegakan mereka. Tentu saja serentak mereka
mencabut golok masing-masing dan cahaya menyilaukan serentak memancar dari
mata golok yang nampak sungguh tajam tersebut.
Mereka berlima, betapapun masih ingat sedang berhadapan dengan seorang anak
remaja, gadis pula. Karena itu, salah seorang diantaranya berkata:
"Nona, mari cabut senjatamu. Kami tidak terbiasa dengan tangan kosong, tetapi
bersenjata"
Tetapi, Mei Lan masih tetap belum nampak takut dan jeri, malah sambil tertawa dia
berkata: "Wah, aku mau disembelih juga, hampir 5 orang yang mau mengejar-ngejar
menyembelihku. Tapi, rasanya masih cukup menghadapi kalian dengan tangan
kosong" masih sempat dia berkelakar. Tetapi selanjutnya, sulit baginya untuk
memecah konsentrasi karena serangan kelima golok itu sungguh cepat, pesat dan
bekerjasama dengan baik.
Karena itu, segera Mei Lan meningkatkan kemampuan ginkangnya Sian Eng Coan
In, dan tubuhnya dengan indah seperti meliuk-liuk , melompat keatas, menyelinap
kebawah dan semua serangan cepat kelima golok bisa dielakkannya dengan baik.
Benar bahwa kelima golok setan ini cepat dan sangat tangguh.
Tapi yang mereka hadapi adalah gerakan ginkang yang sangat mahir dari seorang
yang berjuluk "Bayangan Dewa", karenanya masih tetap mudah bagi Mei Lan
meladeni mereka. Tapi betapapun dia sadar, ini ujian yang sangat pantas bagi ilmu
ginkangnya. Meskipuni, semakin lama, semakin cepat dan pesat kerjasama kelima golok tersebut
dan semakin sedikit kesempatan Mei Lan untuk mementil, menyerang apalagi.
Setelah sekian lama membiarkan dirinya diserang dan dia menggunakan gerakangerakan
ginkangnya untuk mengimbangi, akhirnya Mei Lan berkeputusan lain. Ingin
mecoba ilmu lain.
Akhirnya sambil berseru dia melenting keatas, bagaikan seekor burung dan begitu
turun ditangannya tergenggam sebatang pedang yang cukup tipis, tetapi nampaknya
sebuah pedang pilihan. Sewaktu menukik turun, dengan tangkas pedangnya menyentil
sebuah golok dan dengan indah tubuhnya kembali mumbul keatas dan kembali
menukik turun menghujankan serangkaian serangan pedang kearah lima lawannya.
"Hm, Bu Tong Kiam Hoat" Ma Hoan bergumam dibenarkan Ciam Goan
"Anak ini pasti didikan tokoh utama Bu Tong Pay" Ciam Goan menambahkan
Percakapan sambil bergumam antara kedua pimpinan Hek-i-Kay Pang tersebut
membuat mereka tegang, dan semakin tegang ketika melihat kepungan kelima Golok
Setan ternyata semakin longgar. Pedang tipis Mei Lan nampak dengan gemulai
bermain-main menyambar, mementil dan mementalkan golok yang menyerangnya
dan bahkan sekarang sudah lebih banyak menyerang lawan ketimbang bertahan.
Dengan tangkas Mei Lan membagi-bagi serangan pedangnya yang memaksa barisan
5 golok itu keteteran dan merusak kerjasama mereka. Sedangkan Mei Lan menjadi
lebih bersemangat, meski tidak bermaksud menerjang dan melukai lawannya, dia
terus meningkatkan penggunaan Bu Tong Kiam Hoat dan meruntuhkan ambisi dan
kerjasama 5 lawannya. Semakin lama semakin jelas, bahwa jika dilanjutkan kerugian
akan dialami oleh 5 golok setan itu. Untungnya Mei Lan tidak berniat membunuh atau
melukai mereka dengan berat, tetapi menyerang mereka sampai kalang kabut.
Ciam Goan dan Ma Hoan yang mengikuti perkembangan itu menjadi maklum akan
keadaan andalan mereka. Tiba-tiba terdengar Ciam Goan berseru:
"Tang Sun, maju dan tangkap bocah ini"
"Baik Suhu" Seorang berusia hampir 40 tahun dan merupakan murid tertua dan
terpandai dari Ciam Goan berkelabat maju. Tapi, belum lagi dia mencapai area
pertandingan, tiba-tiba terdengar sebuah suara:
"Tahan dulu kawan, jangan bergantian melawan seorang anak gadis. Memalukan
nama Hek-i-Kay Pang" Di depan Tang Sun, kini berdiri seorang pemuda yang
nampak sangat tampan, terlalu tampan malah dan menghadangnya untuk menyerang
Mei Lan. "Lagipula, aku ikut merubuhkan beberapa pengemis di luar rumah makan dalam kota
karena mual melihat mereka membela orang tidak genah" Sadarlah Mei Lan mengapa
beberapa pengemis yang lain sudah jatuh sebelum diserangnya. Tadinya tidak begitu
diperhatikannya, kini barulah dia sadar, ternyata benar ada yang ikut membantunya.
Dan pemuda inilah yang nampaknya ikut merubuhkan beberapa pengemis dalam kota
Pakkhia tadi siang.
"Tangkap sekalian pemuda itu Tang Sun" perintah Ciam Goan. Dan dengan segera
arena pertempuran berubah menjadi 2, di arena pertama Mei Lan sudah mendesak
Ngo To Kwi habis-habisan, sementara arena satu lagi Tang Sun baru membuka
serangan menghadapi si pemuda tampan yang baru datang.
Tapi, si pemuda juga ternyata sangatlah lihay, semua serangan Tang Sun dengan
mudah dapat dielakkan dan dipatahkan. Bahkan ketika Tang Sun menggunakan salah
satu ilmu andalannya dari gurunya, Tok-hiat-ciang (Pukulan Darah Beracun) dengan
deru angin yang menyeramkan, masih dengan mudah dihindarkan oleh si pemuda.
Langkah-langkah ajaib dikembangkan oleh si pemuda mengikuti jurus Jiauw-sinpouw-
poan-soan (Langkah Sakti Ajaib Berputar-putar).
Dengan sendirinya, pukulan-pukulan beracun Tang Sun menjadi tidak bermanfaat
karena lawannya bisa dengan gesit bergerak kesana kemari dan dengan ajaib
menghindari semua pukulannya.
"Sute, itu jelas jurus Langkah Sakti dari Bengkauw. Urusan makin runyam" Ciam
Goan berdesis "Benar Suheng, urusan disini bisa jadi melebar. Sebaiknya kita cepat turun tangan
sebelum semakin banyak kesempatan kepergok orang lain" Ma Hoan mengusulkan.
Tapi baru saja mereka menyepakati untuk turun tangan, tiba-tiba terdengar bunyi
sret-sret-sret-sret-sret dan lima Golok Setan mengeluh mundur. Tangan mereka
masing-masing telah tergores ringan dan mengalirkan darah, tanda bahwa mereka
telah dilukai meski hanya luka ringan oleh Mei Lan.
Dan tidak lama kemudian, di arena kedua terdengar sebuah benturan pukulan "Plak,
plak", nampaknya si pemuda telah membenturkan tangannya dengan jurus Kang-seeciang
(Tangan Pasir Baja) dan membuat racun di hawa pukulan Tang Sun seperti lari
entah kemana, tiada pengaruh sama sekali.
Bahkan akibat benturan itu, Tang Sun terpental dan terhuyung-huyung baru
kemudian bisa berdiri dengan tegak, meski dengan nafas sesak. Dalam kondisi
demikian, kedua pemimpin itu dengan saling melirik terlebih dahulu sudah
menetapkan maju menandingi dan menangkap kedua pengacau.
Ciam Goan dengan cepat berkelabat kearah si Pemuda. Betapapun dia masih risih
berhadapan dengan seorang gadis dan lebih memilih si pemuda yang baru datang.
Sementara Ma Hoan telah maju mendatangi si remaja cantik jelita Mei Lan. Meskipun
telah berkelahi sekian lama, tetapi nafas Mei Lan masih nampak teratur, terutama
karena lawannya memang masih belum mampu menandingi tingkatannya saat ini.
Karena itu, dengan senyum dia menanti kedatangan Ma Hoan sambil berkata:
"Ach, akhirnya rajanya turun tangan juga"
"Nona, bersiaplah. Terpaksa lohu menangkapmu biar lebih cepat beres urusan disini"
"Tangkaplah jika bisa" Mei Lan dengan jenaka.
"Baik, berkelitlah nona" Ma Hoan dengan cepat membuka kedua tangannya dan
mulai melakukan serangan. Pada pembukaan serangannya, dia telah menggunakan
Tok-hiat-ciang (Pukulan Darah Beracun) yang merupakan Pukulan Beracun dari
perguruan See Thian Coa Ong. Tentu, kadar racun dan tenaga dalamnya berbeda jauh
dengan kemampuan Tang Sun, dan Mei Lan sadar betul dengan bahaya ini.
Dengan cepat dia mainkan Bu Tong Kun Hoat, sebuah Ilmu Sakti yang bisa
dimainkan dengan Ilmu Pukulan maupun Ilmu Pedang (Bu Tong Kiam Hoat) dengan
sama hebatnya. Bahkan Ma Hoan menjadi terperanjat ketika terjadi benturan tenaga,
dia merasa tenaga sakti si gadis ternyata luar biasa kuatnya dan membuatnya tergetar.
Dan lebih kaget lagi ketika dia melihat si Gadis malah tidak terpengaruh oleh
kekuatan hawa racun yang terkandung dalam pukulannya. "Luar biasa, pantas Tang
Sun dan murid lainnya tidak sanggup menangkap gadis ini" pikirnya, sekaligus
melahirkan kekhawatiran akan gagalnya tugas mereka.
Mati-matian kemudian Ma Hoan meningkatkan kekuatan hawa racun dan kekuatan
sinkangnya melalui serangan Tok Hiat Ciang. Tetapi semakin dia menigkatkan
tenaganya, semakin meningkat juga kemampuan dan pengerahan tenaga Mei Lan.
Karena itu semua serangannya masih bisa dengan mudah dipunahkan oleh Mei Lan,
bahkan membalas semua serangan tersebut dengan lebih berat dan lebih keras.
Gebrakan awal ini telah membuka mata Ma Hoan, bahwa gadis yang sedang
dihadapinya ternyata tidak berkepandaian lemah, bahkan dia mulai ragu apakah
sanggup menangkap si gadis remaja. Bahkan ketika dia meningkatkan
kemampuannya dengan bersilat mengikuti pengerahan hawa beracun lainnya, yakni
Hek Hwe Ji (Hawa Hitam Beracun) justru dihadapi Mei Lan dengan mengganti
ilmunya dengan Thai Kek Sin Kun.
Ilmu ini juga bisa dimainkan dengan tangan kosong maupun dengan pedang, bahkan
bila digabungkan bisa menjadi lebih dahsyat lagi. Dengan Ilmu ini, baik Tok Hiat
Ciang maupun Hek Hwe Ji menjadi mandul, karena selalu terhalang dan terdorong
hawa sakti yang muncul dari pengerahan Ilmu Thai Kek Sin Kun. Apalagi dengan
kecepatan gerakannya, Mei Lan membuat Ma Hoan menjadi kalang kabut, sungguh
tak sanggup diimbanginya kecepatan gerak Mei Lan yang sudah meningkatkan
kecepatannya. Sementara itu, Ciam Goan juga bertarung dengan rasa kaget karena ternyata si
pemuda pendatang sungguh lihay dan diluar dugaannya. Diapun mengalami


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekagetan ketika penggunaan Ilmunya Tok Hiat Ciang bisa dihadapi dengan mudah
oleh si pemuda, bahkan hawa beracunnya amblas ketika dibalas oleh si pemuda
dengan Kang-see-ciang (Tangan Pasir Baja).
Getaran Ilmu Sinkang juga terasa tidak dibawahnya, apalagi dalam hal kegesitan.
Diam-diam dia menjadi berkhawatir dengan keadaan dirinya bahkan dengan
kehormatannya sebagai tokoh hitam ternama yang memegang jabatan Hu Pangcu di
Hek-i-Kay Pang. Seperti juga Ma Hoan, bahkan ketika dia menggunakan Hek Hwe Ji,
masih bisa dihadapi dengan tenang oleh si pemuda baik dengan Ilmu Langkah Sakti
maupun dengan membenturnya menggunakan kekuatan Jit Goat Sin kun Hoat
(Tangan Sakti Bulan Matahari). Hawa sakti yang terpancar dari Ilmu tersebut mampu
dengan telak membalikkan dan memunahkan hawa racun Hek Hwe Ji maupun hawa
racun Tok Hiat Ciang.
Sayang, menurut guru mereka See Thian Coa Ong, jangan berani-berani
mempergunakan Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan Pemutus Otot dan Pelepas Tulang)
bila belum sanggup meyakinkannya. Salah-salah bisa merusak tubuh bagian dalam
dan racunnya malah meresap ketubuh sendiri. Karena itu, Ma Hoan dan Ciam Goan
tidak berani mempergunakan ilmu pukulan yang hanya bisa dilakukan oleh Toa
Suheng dan ji Suheng mereka selain tentu See Thian Coa Ong sendiri. Tetapi, mereka
masih berharap melakukan sesuatu dengan ilmu andalan mereka yang lain. Ciam
Goan kemudian membentak;
"Anak muda, cabut senjatamu. Lohu akan mempergunakan senjata andalanku"
Sambil berkata demikian, Ciam Goan kemudian menjangkau senjatanya tiat-kauw
(gaetan besi) dan segera menyerang si Pemuda dengan cepat. Si Pemuda hanya
membekal sebuah pedang sederhana, pedang biasa dan dengan segera bersilat
menurut ilmu In-Iiong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan) yang juga sebuah ilmu
pusaka dari Beng Kauw.
Ilmu ini bisa menahan kehebatan dan keganasan dari Ciam Goan, apalagi karena
langkah-langkahnya menggunakan Langkah Sakti berputar-putar. Ciam Goan seperti
dikelilingi bayangan awan pedang, tetapi tetap bersilat tangguh dengan tiat kauw yang
sering memusingkan si Pemuda.
Di arena lain, Ma Hoan juga sudah menyerang Mei Lan dengan siang-kek (sepasang
tombak cagak) yang menyambar-nyambar ganas menusuk kesemua jalan darah dan
bagian penting di tubuh Mei Lan. Tetapi, dengan Bu Tong Kiam Hoat, tiada satupun
yang sanggup menerobosnya, bahkan dia kembali secara perlahan mulai mendesak
Ma Hoan hingga banyak bertahan.
Ketika melirik Ciam Goan, ternyata kondisinya juga sama belaka, agak terdesak oleh
si Pemuda dari Bengkauw. Menyadari keadaan yang berbahaya ini, tiba-tiba Ma Hoan
berseru: "Saudara Tek Ciang dan Bun Kim, cepat bantu kami masing-masing"
Sementara itu, Low Tek Ciang dan Ca Bun Kim memang sedang berpikir
melakukannya. Hanya mereka tentu merasa tidak enak hati tanpa diundang, karena
khawatir dianggap tidak menghargai kegagahan kedua Hu-Pangcu Kay Pang baju
hitam ini. Dengan segera mereka bersiap untuk memberi bantuan ke Ma Hoan dan Ciam Goan.
Tetapi, belum lagi maksud mereka kesampaian, di hadapan mereka di dekat arena
telah berdiri dua orang pemuda. Seorang pemuda berjubah hijau, nampak memapak
Bun Kim yang mau membantu Ciam Goan, sedangkan yang berbaju biru nampak
memapak Tek Ciang yang mau membantu Ma Hoan.
Begitu melihat pemuda berbaju hijau, Bun Kim jadi melongo terkejut, karena
pemuda ini bahkan dikenalnya lebih lihay lagi. Keadaan menjadi berbahaya, tiba-tiba
dia berseru: "Angin rebut ". Serbu"
Serentak dengan seruannya, nampak murid-murid dan anggota Kay Pang baju hitam
bergerak mengurung tempat tersebut. Tetapi bersamaan dengan itu, pertempuranpertempuran
yang terjadi nampak mulai menuai hasil akhir, Ma Hoan dan Ciam Goan
nampak terpental terpukul oleh masing-masing lawannya meski teruka tidak berat.
Sementara itu, si pemuda berbaju biru yang baru datang, nampak memburu Tang
Sun, dengan beberapa kali pukulan dia meringkusnya. Selanjutnya pertempuran
menjadi kacau, karena banyaknya pengerubut yang mengerubuti ke-4 orang muda
tersebut. Tetapi Thian Jie, si pemuda yang berbaju hijau dengan cepat berseru, "Tek
Hoat, aku membuka jalan dan engkau memimpin yang lain pergi, cepat" Sambil
berseru demikian, nampak Thian Jie kemudian mengerahkan kekuatannya dan bersilat
secara luar biasa.
Lawan-lawan didekatnya bagaikan didorong tenaga dan angin rebut yang tidak
kelihatan, bahkan memandang Thian Jie ketakutan akibat perbawa ilmunya. Demikian
pula, Mei Lan, Tek Hoat dan si pemuda dengan cepat meningkatkan ilmu dan
membuka jalan seperti upaya Thian Jie. Tetapi Tek Hoat yang telah mengenal betul
Thian Jie paham maksud kawannya, dengan berbisik dia memberi tahu Mei Lan:
"Lan Moi, ikut aku. Aku Tek Hoat kokomu, kita menghindar dulu menyusun
kekuatan" Sontak Mei Lan terkejut, tetapi maklum keadaan tidak memungkinkan
mereka membagi rasa rindu dan bercengkarama. Kepada si pemuda, kemudian Mei
Lan juga berkata:
"Saudara, yang datang kakak lelakiku, kita pergi menyingkir sebentar" dan disambut
dengan anggukkan kepala si pemuda.
"Mari, kita buka jalan dan pergi"
Maka mengamuklah ketiga anak muda sakti ini, tidak ada yang sanggup menahan
mereka ketika mereka mengerahkan kekuatan sinkang dan mengembangkan ilmu
sakti mereka. Ketika jalan terbuka, Thian Jie berseru, "pergi cepat" sambil
mendorongkan lengannya menahan mereka yang mau menghalangi ketiga anak muda
tersebut. Tetapi, sambil berkelabat pergi, ketiganya juga mendorongkan tangan kearah para
pengeroyok yang banyak berjatuhan akibat dorongan tangan penuh tenaga sakti itu.
Pada saat Thian Jie juga hendak berkelabat pergi, tiba-tiba terasa sebuah serangan
yang sangat tajam dari arah belakang sedang mengancamnya. Dia sadar, ini pastilah
bukan tokoh sembarangan dan tidak mungkin lagi dielakkan, harus dilawan karena
sudah terlambat. Dengan segera dipusatkannya kekuatannya dan membalik
menangkis serangan tajam tersebut.
"Blaaar" sebuah ledakan dahsyat akibat benturan tenaga yang besar terjadi, dan
akibatnya orang-orang terdekat malah terpental. Thian Jie yang dalam kondisi yang
lebih lemah, menderita kerugian akibatnya, dia terdorong keras dan dari mulutnya
mengalir darah segar akibat bokongan tersebut. Dan ketika dia menarik nafas untuk
memulihkan diri, serangan tersebut tiba-tiba datang lagi.
Thian Jie sadar keadaannya sangat berbahaya, sementara ketiga temannya sudah
berkelabat menjauh. Karena itu, dengan memaksakan diri dia mempersiapkan tenaga
saktinya, tetapi belum lagi dia melakukannya tiba-tiba terdengar sebuah suara lembut,
"Liong Jie, pergilah" Terasa sesuatu memasuki mulutnya dan dia sadar sebuah pil
mujarab baru saja memasuki mulutnya. Dan tubuhnya tiba-tiba terlontar ke belakang
dan terdengar suara dari jarak jauh:
"Cepat susul kawan-kawanmu, tokoh yang menyerangmu biarlah urusanku, sampai
bertemu lagi"
Liong Jie, siapa Liong Jie" Mengapa pula 2 kali ini orang yang sama menolongnya
dan memanggilnya Liong jie dengan mesra" Thian Jie kebingungan.
Dan Thian Jie hanya sempat melihat kembali terjadi benturan hebat, dan kedua
bayangan berpisah, dan sekejap kedua bayangan itupun menghilang ke jurusan yang
berbeda. Thian Jie kemudian mengempos semangat, meski masih terluka, tetapi sudah
terasa baikan, kemudian mengembangkan ginkang menyusul Tek Hoat dan kawankawannya.
Tetapi, dalam perjalanan Thian Jie benar-benar dipusingkan oleh tokoh misterius
yang sudah dua kali membantunya dan selalu menyebut dan memanggilnya "Liong
Jie". Siapa pula Liong Jie, dan mengapa pula dia dipanggil begitu. Dan, tanpa
disadarinya, rasa mesra dari dirinya, juga terbangkitkan oleh sapaan lembut dari suara
tersebut. Dengan membawa kebingungan dan rasa penasaran ini, Thian Jie berkelabat dan
mengejar ketiga kawannya yang sudah lebih dahulu pergi. Pergi bukan karena takut,
tetapi karena "jengah" harus membunuh dan melukai orang terlalu banyak.
Episode 13: Menyelamatkan Kim Ciam Sin Kay
"Nona, penyamaranmu sungguh hebat, tetapi masih belum bisa mengelabui Maling
Sakti" Si Maling Sakti memandang kearah Pemuda yang membantu Mei Lan ketika
mereka semua sudah berada cukup jauh dari arena dan menunggu Thian Jie.
"Hm, mata Maling Sakti memang sulit dikibuli. Maaf, mari perkenalkan, namaku
Siangkoan Giok Hong, cucu perempuan Bengkauw Kauwcu" Si pemuda yang
ternyata samaran seorang gadis dengan nama Siangkoan Giok Hong ini
memperkenalkan diri. Sambil memperkenalkan diri, diapun membuka dan
melepaskan alat penyamarannya.
Dan dihadapan mereka, kini berdiri seorang gadis cantik lainnya. Sedikit saja lebih
tinggi dari Mei Lan, tetapi rambutnya masih lebih panjang dengan sepasang lesung
pipit menghiasi wajahnya dan menambah kecantikan wajahnya. Sepasang matanya
bersinar indah dan memancarkan keadaan jiwanya yang riang dan bebas. Umurnya
paling banyak 1-2 tahun diatas Mei Lan, tetapi kecantikan mereka nyaris sebanding.
Sungguh seorang gadis yang cantik. Begitu setidaknya perasaan dan kekaguman
didada Tek Hoat dan Maling Sakti.
Hal yang membuat mata Mei Lan menjadi bersinar aneh, karena sempat hadir rasa
mesra dalam hatinya memandang pemuda yang sangat tampan atau bahkan terlalu
tampan ini. Tetapi dengan segera keriangan memenuhi hatinya, memperoleh teman
baru yang telah menolongnya, dan sangat lihay pula.
"Hahahahaha, enci Giok Hong, engkau mengelabui aku rupanya" perkenalkan aku
Liang Mei Lan dan yang ini, pemuda yang gagah perkasa ini, bernama Liang Tek
Hoat. Kakak lelakiku.
"Wuah, baru ketemu adik nakalku ini sudah langsung mengambil alih tugasku
memperkenalkan diriku sendiri keorang lain" Tek Hoat sambil nyengir memandang
adiknya dengan sayang. Keduanya memang sangat dekat sejak masih bocah, melebihi
kedekatan mereka dengan kakak dan adik mereka yang lain di rumah orang tuanya di
kota raja Hang Chouw.
Bahkan sambil berkata demikian, Tek Hoat kemudian meraih adiknya dan mengelus
elus sayang kepala adik mustikanya itu. Terlebih sudah lama mereka berpisah sejak
jatuh ke aliran sungai yang menggila itu.
"Kouwnio, maafkan kami, sudah hampir 10 tahun tidak berjumpa adik nakalku ini.
Begitu ketemu, langsung melihatnya bertempur seperti macan betina, dan langsung
juga mengambil alih tugasku memperkenaklan diriku kepada Kouwnio" Tek Hoat
memang tidak pernah kehabisan bahan untuk menjernihkan suasana. Apalagi hatinya
sekarang senang luar biasa melihat adiknya tidak kurang lihay dari dirinya sendiri.
"Tapi, terima kasih atas bantuan Kouwnio terhadap adik nakalku ini. Hehehe" Sambil
memandang wajah adiknya yang jadi nampak lucu.
"Ach, koko, kau keterlaluan membiarkan aku terus menerus berkelahi dengan
menonton saja"
"Thian Jie, kokomu itu yang memintaku untuk menahan diri, karena menginginkan
seseorang yang sekarang dipundak Maling Sakti untuk mengantar kita menemui Kay
Pang Pangcu" jawab Tek Hoat.
"Thian Jie koko?" Maksudmu, pemuda yang berpakaian hijau dan membantu kita itu
adalah Thian Jie si anak dari langit itu?" Mei Lan bertanya penasaran.
"Habis, dari mana lagi anak itu kalau bukan dari langit (Thian)" Tek Hoat dengan
wajah dan senyum lucu.
"Ach, tapi dia juga hebat sekali" Mei Lan berdesis
"Tapi, sampai sekarang dia belum tiba" Giok Hong tiba-tiba menyiratkan
kekhawatirannya karena sekian lama Thian Jie masih belum datang juga.
Tetapi, belum lagi mereka membicarakan keterlambatan Thian Jie, tiba-tiba dari jauh
terdengar sebuah suara lirih dan bening:
"Maafkan, Thian Jie agak terlambat datang" dan beberapa lama kemudian, si Pemuda
berbaju hijau, Thian Jie mendekati tempat mereka berkumpul menunggunya. Dengan
segera dia menjura dan menyapa semua orang dan terhenti ketika tidak mengenali
Giok Hong lagi. Giok Hong mengerti dan berinisiatif memperkenal kani diri:
"Namaku Siangkoan Giok Hong, dari Bengkauw"
"Ach, kiranya sedang berhadapan dengan dara sakti dari Bengkauw. Maafka, Thian
Jie tidak mengenal sebelumnya" Thian Jie menyapa sambil memperkenalkan diri.
Sinar matanya menyorotkan kekaguman atas Gadis cantik dari Bengkauw itu.
"Ach, biasa saja, terima kasih atas bantuan kalian" balas Giok Hong.
"Lan Moi, bagaimana keadaanmu" engkau telah berubah menjadi gadis yang luar
biasa lihaynya sekarang" Thian Jie menyapa Mei Lan yang merasa bangga mendapat
pujian Thian Jie.
"Tetap, marilah, lebih baik kita bicara di markas Kay Pang, lebih aman. Ada tokohtokoh
hebat mereka yang sempat memergokiku" Thian Jie mengajak mereka berlalu.
"Hm, tapi agaknya kau terluka Thian Jie" Tek Hoat memotong
"Benar, aku terbokong seorang yang luar biasa lihaynya. Tapi untung ada tokoh lain
lagi yang menolongku" Thian Jie menjawab.
"Sudahlah, lebih baik kita mengatur rencana secepatnya di markas Kay Pang, lebih
cepat lebih baik pada saat mereka masih kebingungan mencari tahu kemana kita
pergi" tambah Thian Jie.
"Benar, mari", Tek Hoat mengajak semua, bahkan juga Siangkoan Giok Hong yang
baru berkenalan dengan mereka di medan pertempuran tadi".
Malam itu juga, setelah beristirahat sejenak, semua kembali berkumpul. Berbicara
banyak hal, bahkan Giok Hong memberitahu kepenasaran Bengkauw yang dicurigai
dibalik keurusuhan dunia persilatan, dan karenanya mengutus dua cucu
perempuannya menyelidiki ke Utara dan Selatan. Dan kebetulan Giok Hong
mendapat tugas ke Utara Sungai Yang Ce dan kemudian bertemu dengan Mei Lan,
Tek Hoat dan kawan-kawan.
Tugasnya memang mencari informasi seputar perusuh di dunia persilatan, yang
menurutnya sudah mulai berani bekerja terang-terangan setahun terakhir ini. Keadaan
dan pembicaraan mereka dengannya menemui jalan dan kesamaan.
Meskipun Tek Hoat sendiri sedang mengurusi Kay Pang dengan dibantu Thian Jie,
tetapi sudah lama mereka tahu bahwa urusan ini terkait dengan kisruh rimba
persilatan. Kehadiran Giok Hong menyadarkan banyak orang, bahwa tipu daya yang
luar biasa busuknya dilancarkan orang dengan meminjam kewibawaan dan symbol
perguruan besar lain, yakni Lam Hay Bun dan Bengkauw. Sungguh keadaan dunia
persilatan yang mencekam.
Selanjutnya Tek Hoat, yang telah bicara banyak dengan adiknya Mei Lan semasa
istirahat tadi, juga menceritakan keadaan Kay Pang. Nampaknya ada hubungan antara
mengganggu Kay Pang, mengganggu Lam Hay dan Beng Kauw dan usaha
membenturkan mereka dengan Perguruan terkenal di Tionggoan.
Tetapi, Lam Hay juga menurutnya sudah mengutus orang untuk mencari tahu berita
mengenai kerusuhan dan badai di daerah Tionggoan. Karena itu, gerakan diam-diam
mulai berganti strategi, yakni benjadi berakan berterang dengan menggunakan
bendera Thian Liong Pay. Dan sejauh ini, sudah banyak perguruan silat yang
ditaklukkan dan dihancurkan oleh Thian Liong Pay. Tek Hoat juga menceritakan
keadaan Kay Pang, sejak ditinggal Kim Ciam Sin Kay sudah lebih 5 tahun tidak
kedengaran kabarnya.
Dan bahkan sudah berdiri sempalan Kay Pang dengan nama Hek-i-Kay Pang di utara
sungai Yang ce. Maka tugasnya sekarang adalah, mencari Pangcu Kay Pang dan
membasmi para pemberontak Kay Pang dan mereka yang merusak nama Kaypang
diutara. Semua akhirnya menuturkan pengalaman masing-masing, termasuk Thian Jie dan
Maling Sakti yang diburu-buru para pembunuh bayaran dan pembunuh Thian Liong
Pang. Juga seputar urusan lain yang mereka temukan sepanjang perjalanan menuju ke
utara sungai Yang ce.
Hanya, Thian Jie tidak bercerita soal keperluannya mencari Kim Ciam Sin Kay,
karena itu adalah urusannya pribadi yang tidak perlu diketahui orang lain. Begitu juga
dengan perkembangan yang didengar Mei Lan dari Beng San Siang Eng dan
temuannya di perjalanannya.
Bahkan juga informasi yang dikumpulkan Giok Hong sepanjang penelusurannya atas
krisis dunia persilatan yang melibatkan mereka secara tidak langsung. Kisah yang
terpilah-pilah antara mereka semua nampaknya seperti diduga menyatu dalam kondisi
kacau balau dunia persilatan. Karena itu, mereka semua menjadi antusias dalam
membedah dan mengurai kejadian tersebut.
Tengah semua orang tegang membicarakan kondisi terakhir dunia persilatan, tibatiba
muncul seorang tua, pengemis tua salah seorang pemimpin Kay Pang bernama
Pengemis Tawa Gila. Wajahnya kusut dan nampak sangat kurang senang. Begitu
masuk dia langsung mengeluh:
"Sungguh celaka, budak itu tidak mau sekalipun bicara, meski sudah kusiksa. Bahkan
dia memilih mati daripada berkhianat" lapornya. Yang dimaksudkannya adalah Tang
Sun, tawanan yang darinya ingin diperoleh data terakhir soal Kaypang Baju Hitam
dan tempat tahanan Kim Ciam Sin Kay.
"Apakah tidak mungkin diusahakan lagi paman?" Tek Hoat bertanya penasaran,
karena hanya Tang Sun yang mereka miliki untuk emngantar ke tempat penahanan
Kim Ciam Sin Kay.
"Orangnya sudah hampir mau mati tersiksa. Lohu tidak tahu jalan lain lagi" berkata
Pengemis Tawa Gila dengan penuh rasa penasaran dan geram karena jalan
menemukan Pangcunya kembali tertutup.
"Apakah penting sekali menggali info dari Tang Sun" dan apakah gunanya" Thian
Jie bertanya. Agaknya dia mengerti dan kasihan melihat keadaan Pengemis Tawa Gila
yang kusut masai dan penasaran dengan kegagalan memaksa Tang Sun untuk bicara.
Keadaan itu membuat Thian Jie ikut penasaran dan mencoba memikirkan jalan guna
menyiasati keadaan yang membuat runyam itu.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sangat penting, sebab dia tahu kondisi markas Kaypang Baju Hitam di utara kota
dan didalam kota. Kita perlu mengompres dia untuk bicara semua hal, termasuk
dimana Pangcu ditahan. Sebagai murid tertua dari Hu Pangcu, dia pasti tahu" Berkata
si pengemis. Nampak Thian Jie termenung sebentar seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu.
Dan nampaknya dia kemudian memutuskan melakukan sesuatu setelah berpikir
panjang: "Baiklah paman pengemis, biarlah aku mencobanya jika memang sangat perlu. Tapi
aku minta ditemani 1 atau dua orang untuk mengingat apa yang akan dikatakannya"
Thian Jie berkata.
"Kamu yakin bisa anak muda?" bertanya si Pengemis Tawa Gila, heran dan
kebingugan kiarena melihat Thian Jie sangat yakin.
"Mudah-mudahan berhasil Paman pengemis, doakan saja" Thian Jie berkata mantap
dan tegas. "Baik jika demikian biarlah lohu dan Tek Hoat yang menemanimu"
"Baik, sebaiknya sekarang juga"
Pengemis Tawa Gila dan Tek Hoat tercekat kagum melihat Thian Jie ketika
kemudian dengan mengerahkan Ilmu Hipnotistnya atau I-hun-to-hoat, Tang Sun
dengan lancar tanpa ragu menceritakan suasana di markas besar Hek-i-Kay Pang.
Bahkan tanpa ragu Tang Sun menceritakan setiap detail markas Pengemis Baju Hitam
dan juga menceritakan bahwa Kim Ciam Sin Kay masih ditahan di markas utama
Hek-i-Kay Pang di In-kok-san (Lembah Mega).
Diceritakan pula bahwa dari rombongan Pangcu Kaypang yang hendak membasmi
pemberontak di daerah utara Yang ce, semua tertawan, bahkan para murid Can Bu Ti,
Tan Can Peng dan Sie Han Cu sudah terbunuh sementara Hu Hoat Pek San Fu HanKoleksi
Kang Zusi ciang Tiau-siu (pemancing dari telaga Han-ciang) dan Ceng Fang-guan, si Pengemis
Sakti dari Pintu Selatan (Lan Bun Sin Kay) terluka parah dan ditahan bersama dengan
Pangcu Kay Pang.
Mereka disekap di lembah In Kok San. Bahkan dari mulut Tang Sun juga diketahui
bahwa markas Hek-i-Kay Pang di kota Pakkhia justru lebih kuat karena dijaga oleh
Thian Liong Pay, anggota Hek-i-Kay Pang dan bahkan tentara yang memang
dibantukan oleh Perdana Menteri Kerajaan Cin.
Meski tidak sekuat markas di Pakkhia yang dijaga bersama dengan Thian Liong Pay,
tetapi markas di Lembah Mega juga sebenarnya kuat bukan main. Disana tinggal Heii-
Kay Pang Pangcu, Hek Tung Sin Kay bersama Suhengnya yang juga sama saktinya
dengan si Pangcu, namanya adalah Bu-tek Coa Ong (Raja Ular Tanpa Tanding) Ong
Toan Liong meniru nama julukan gurunya See Thian Coang Ong.
Tapi memang, kepandaian Bu Tek Coa Ong dibandingkan gurunya sudah tidak
terlalu jauh, sama seperti ji sutenya Hek Tung Sin Kay, Lim Kiang yang juga
memiliki kesaktian yang bahkan masih jauh melebihi 2 saudara perguruan mereka
yang lain. Dalam hal kesaktian, Hek Tung Sin Kay dan Bu Tek Coa Ong sama-sama
lihay, hanya dalam hal racun ular Bu Tek Coa Ong malah sudah menyamai gurunya,
jauh dibandingkan dengan Hek Tung Sin Kay yang tidak tertarik dengan soal racun
dan ular. Kelebihan Hek Tung Sin Kay adalah dalam cara memimpin, dimana dia jauh
lebih lihay daripada Bu Tek Coa Ong.
Di Markas Hek-i-Kay Pang ini, bercokol 3 jagoan yang luar biasa hebat ini, yang
kadang kadang terlibat dalam urusan Hek-i-Kay Pang tapi kadang dengan urusan
Thian Liong Pang, meski See Thian Coa Ong jarang turun tangan dan lebih banyak
berdiam diri dan bersamadhi dan konon sedang menciptakan ilmu baru di sebuah
kamar Rahasia di In Kok San.
Selanjutnya dengan lancar dan dengan sangat hafal, Tang Sun menceritakan
bagaimana jalinan koordinasi dan kerjasama Hek-i-Kay Pang dan Thian Liong Pay
yang bisa saling berkomunikasi melalui burung. Sementara mencapai In Kok San dari
Pakkhia, dengan berkuda cukup membutuhkan waktu 1-2 jam belaka, sebuah jarak
yang tidak jauh.
Diceritakannya juga dengan lancar seakan sedang melaporkan pengetahuannya
kepada Thian Jie, bagaimana kerjasama Thian Liong Pang, Hek-i-Kay Pang dan
Perdana Menteri Kerajaan Cin yang saling dukung dan saling memanfaatkan. Bahkan
dukungan dana buat Thian Liong Pang banyak datang dari Perdana Menteri, selain
dukungan keamanan dengan sejumlah tentara tertentu.
Paling akhir, Tang Sun menceritakan cara masuk dan keadaan dalam in Kok San,
sebab dia sendiri berkali-kali memasuki In Kok San sebagai salah seorang pemimpin
di lingkungan Hek-i-Kay Pang. Lembah itu memang agak tertutup, meski bisa
dimasuki dari banyak sisi, tetapi hampir semua sisi telah dibentengi dengan pasukan
pendam dan alat jebakan. Karena itu, pintu masuk yang paling baik adalah melalui
pintu utama, meski dijaga ketat tetapi lebih mudah diterobos daripada berjudi melalui
sisi kanan dan kiri lembah. Anggota Hek-i-Kay Pang di In Kok San paling banyak
berjumlah 100-an orang, selebihnya dikonsentrasikan di kota Pakkhia dan sekitarnya.
Hampir selama 1 jam Thian Jie mengerahkan kemampuan hipnotisnya dan membuat
Tang Sun langsung tertidur lelap setelah itu. Tetapi, Thian Jie sendiri melorot lemas
dan sangat kelelahan setelah melepas kemampuan hipnotisnya. Tenaganya banyak
terserap untuk menjaga keseimbangan penggunaan tenaga agar informasi dari Tang
Sun bisa terserap lancer.
Karena itu, Thian Jie membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan
tenaganya dan memulihkan semangatnya. Tapi hasilnya ternyata luar biasa tanpa
harus menyakiti atau menyiksa Tang Sun. Karena hasilnya luar biasa dan tidak perlu
samai membunuh dan menyakiti Tang Sun, akhirnya Thian Jie merasa cukup senang.
Demikianlah, akhirnya diputuskan malam itu juga bahwa gerakan menumpas markas
Pengemis Baju Hitam akan dilakukan besok malam. Seharian waktu yang dibutuhkan
untuk mempersiapkan banyak hal, termasuk menyiapkan anak buah Kay Pang dan
mengatur alternative lain penyerangan, termasuk strategi menyerang untuk bergerak
menyerbu markas Hek-I-Kay Pang, meski anggota Kay Pang di markas yang tersedia
kurang dari 70 orang.
Tetapi, penggunaan tenaga 70 orang ini hanya akan dilakukan bila keadaan sangat
mendesak. Diputuskan, hanya 6 orang yang akan bertugas untuk sementara, yakni
Pengemis Tawa Gila, Tek Hoat, Thian Jie, Mei Lan dan Giok Hong yang bersedia
membantu, serta Maling Sakti yang telah menyerahkan hidupnya kepada Thian Jie.
Sepanjang malam waktu digunakan untuk mematangkan strategi dan mengatur
keperluan-keperluan lain seputar pelaksanaan penyerangan tersebut.
Menjelang pagi, baru para tokoh berinisiatif untuk beristirahat, memulihkan
kesehatan dan tenaga, terutama Thian Jie yang banyak menggunakan kekuatan dan
tenaganya sepanjang hari, bahkan sampai malam dalam menguras informasi dari Tang
Sun. =========================
Sudah lewat tengah malam. Bahkan fajar pasti akan menyingsing kurang lebih 2-3
jam lagi. Lembah Mega, di sebelah utara kota Pakkhia, sudah lama lelap. Tetapi di
tengah malam itu, nampak 6 bayangan bergerak sangat gesit menerobos kekiri dan
kekanan dan nampak mengendap dengan ginkangnya mendekati pintu masuk lembah.
Sementara pintu masuk sendiri hanya dijaga sekitar 6-10 orang, itupun sudah
terkantuk-kantuk menahan rasa ingin tidur yang menyerang.
Tetapi, tanpa tahu apa yang terjadi, gedebak-gedebuk sebentar, 10 orang itu tiba-tiba
sudah tertotok-lumpuh. Dan seperti penjelasan Tang Sun, keadaan In Kok San
memang mirip sekali dengan gambarannya. Ada jarak hampir 500 meter jauhnya dari
pintu lembah ke pekarangan rumah yang juga sekelilingnya dibangun tembok
penjagaan. Tetapi, seperti juga di pintu masuk, penjagaannya sudah sangat kelelahan
akibat godaan angin malam yang meminta siapapun untuk beristirahat.
Sebagaimana yang disepakati, maka Tek Hoat akan menantang berterang di halaman
depan, sementara Maling Sakti akan menimbulkan kebakaran dan keributan di sisi
timur untuk kemudian bergabung dengan Tek Hoat dan Mei Lan. Kemudian di sisi
Barat, Thian Jie akan melakukan hal yang serupa dengan Maling Sakti, tetapi sebentar
saja untuk kemudian harus bergabung dengan Pengemis Gila dan Giok Hong masuk
ke ruang bawah tanah tempat penyekapan Kim Ciam Sin Kay.
Dibutuhkan kekuatan, karena Kamar Tahanan berdekatan dengan kamar samadhi See
Thian Coa Ong, tetapi gabungan kekuatan Thian Jie, Pengemis Gila dan Giok Hong
dianggap cukup melawan sang Datuk. Dengan tugas semacam itu, maka nampaklah
orang-orang itu kemudian berkelabat secara terpisah dan terbagi dalam 3 kelompok
untuk melakukan tugasnya sesuai dengan perencanaan.
Tek Hoat dan Mei Lan yang akan menantang secara berterang, menunggu beberapa
saat setelah 4 orang lainnya sudah menyusup masuk untuk kemudian secara terangterangan
menuju pintu masuk. Dengan sekali dorongan tenaga, pintu masuk tersebut
terhempas terbuka, dan tentu saja mengagetkan semua penjaga yang ternyata tidak
menyadari sudah ada orang masuk ke area yang sebenarnya terlarang.
Tetapi keterlarangan area itu sudah tidak terjaga lagi karena bisa diterobos orang
dengan sangat mudahnya. Tek Hoat dengan tenang melangkah masuk dan kemudian
berkata: "Bangunkan Hek Tung Sin Kay, katakan Kay Pang pusat datang menagih
hutangnya" Tek Hoat membentak sengaja dengan suara keras. Sengaja
memperdengarkannya agar semua tokoh Kaypang Baju Hitam keluar sarang dan
membiarkan bagian dalam kosong tak terjaga.
"Bangsat, siapa berani mati menerjang masuk In Kok San?" Seseorang tiba-tiba
melayang menyerang Tek Hoat, tetapi hanya dengan sekali tangkisan dan dorongan,
orang tersebut sudah terdorong jatuh untuk tidak mampu bangkit berkelahi lagi. Tek
Hoat sengaja bersikap keras untuk menggertak kawanan pengemis baju hitam,
sekaligus mengurangi jumlah lawan.
Kawan-kawan para pengemis segera sadar, bahwa pendatang adalah seorang berilmu,
bahkan ketika tiga orang lain melakukan hal yang sama, juga berakibat ketiganya
roboh dan tidak sanggup bangkit lagi buat berkelahi. Semakin banyak kemudian
orang yang terjaga, dan datang mengerubuti kedua orang muda tersebut. Tetapi,
semakin banyak pula yang kemudian roboh, karena memang para tokoh Hek-i-Kay
Pang pada jam seperti itu sudah terlelap, bahkan sebagian terlelap benar-benar akibat
mabuk arak dan susah bangun dengan kondisi normal.
Tek Hoat dan Mei Lan terus mengamuk dan tidak berapa lama kemudian, sudah
hampir 15 orang anggota Hek-i-Kay Pang yang terkapar tidak sanggup berkelahi lagi.
Yang lain menjadi jerih untuk mendekat, sementara itu kentongan tanda bahaya sudah
dibunyikan sehingga membangunkan nyaris seisi Lembah Mega tersebut.
Tapi sudah cukup waktu bagi Mei Lan dan Tek Hoat untuk mengurangi jumlah
musuh hampir sebanyak 25 orang yang merintih-rintih terkena tamparan, pukulan dan
totokan kakak beradik sakti tersebut. Setelah jatuh korban yang cukup banyak
tersebut, baru kemudian terdengar sebuah suara yang agak berat dan sedikit
menggetarkan Tek Hoat dan Mei Lan yang segera sadar ada orang berilmu yang
datang: "Siapakah yang berani mati mengganggu ketentraman Hek-i-Kay Pang?" Nampak
seorang yang sudah berusia lebih 50 tahun berjalan turun dari rumah utama dengan
membekal sebatang Tongkat Hitam. Tak pelak, dia pastilah si Hek Tung Sin Kay,
pemimpin pemberontakan terhadap Kay Pang, bahkan yang kemudian menahan dan
menyekap Kay Pang Pangcu Kim Ciam Sin Kay di markas pemberontakannya.
Kakek ini berjalan dengan langkah tergesa dan nampak agak gusar. Terlebih karena
jam istirahatnya terganggu oleh gangguan yang sangat tidak diharapkannya. Meski
demikian, keangkeran pengemis ini memang terasa, terlebih sambil menenteng
tongkat hitamnya yang dijadikan salah symbol kelompok pengemis ciptaannya yang
membelot dari Kay Pang pusat.
"Hahahaha, akhirnya si Hek Tung pembertontak berani juga keluar rumah" Tek Hoat
tertawa memanaskan suasana. Karena memang maksud dan tugasnya untuk menarik
perhatian banyak kaum pengemis untuk mengosongkan rumah dan gedung agar
kawan yang lain boleh masuk membebaskan Pangcu Kay Pang.
"Ha, anak bau kencur rupanya. Orang boleh memujimu sebagai Si-yang-sie-cao
(matahari bersinar cerah), pendekar muda berbakat, tetapi belum cukup untuk
mengguruiku" Hek Tung kemudian berkelabat mendekati Tek Hoat dan Mei Lan
yang tetap berdiri dengan tenang.
"Koko, inikah pengemis hitam bau yang memberontak itu?" Mei Lan bertanya
dengan gaya polosnya yang membuat hek Tung Sin Kay meringis mau marah susah,
mau berdiam diri juga susah. Sungguh kalimat polos yang telak dan menyudutkan
hek-tung. "Betul, lihatlah betapa hitamnya dia kan, begitulah corak pemberontak. Gaya-gaya
dan tipe pemberontak memang ada di tubuhnya" Tambah Tek Hoat memanasi,
padahal karena memang cuaca gelap, otomatis Hek Tung Sin Kay nampak sangatlah
hitam dan gelap. Tapi Hek Tung Sin Kay bukan orang bodoh, dia tidak akan
membiarkan dirinya termakan hasutan kedua anak muda ini yang meskipun sakti, tapi
tetap mengherankannya karena berani menerobos markasnya. Otaknya yang cukup
cerdas berjalan, tidak mungkin hanya dua anak muda ini yang menyatroni markasnya,
pasti masih ada kekuatan lainnya, tapi dimana"
"Cuma dengan kalian berdua, Kay Pang pusat berani main gila disini?"
"Bahkan Kay Pang Pangcupun masih kutahan, masakan kalian berdua anak kemaren
sore berani menempurku?" Hek Tung bertanya heran.
"Sudah banyak anak buahmu yang kujatuhkan Sin Kay, dan aku membawa cukup
banyak anak buah di luar sana" Tek Hoat menunjuk ke arah luar, dimana anak buah
Kay Pang juga bersiap. Dan muka Hek Tung berubah gelap mendengar ucapan Tek
Hoat, karena perang terbuka nampak menjadi sangat terbuka. Padahal, dia tidak tahu
kalau jumlah anak buah Kay Pang yang dibawa Tek Hoat tidaklah nempil dengan
jumlah mereka. "Jadi apa maksudmu ribut-ribut disini?" Bertanya Hek Tung Sin Kay
"Masakan Sin Kay tidak tahu" Ataukah sengaja pura-pura tidak tahu?" Tek Hoat
menjawab diplomatis dengan maksud untuk mengulur waktu memberi ketika bagi
kawan-kawannya menyusup lebih jauh kedalam.
"anggap saja tidak tahu"
"Begitu saja susah, kami ribut-ribut biar banyak anak buahmu maju duluan dan kami
jatuhkan. Biar kekuatan jadi berimbang" terang Mei Lan dan membuat Hek Tung Sin
Kay tambah murka.
"Jika begitu, biar kalian berdua dulu yang kutangkap" jerit Hek Tung Sin Kay murka
bukan buatan. "Ach, masakan Ketua Hek Tung Sin Kay mau mengeroyok kami?" Tek Hoat sengaja
memanaskan hati Hek Tung
"Koko, biarlah aku coba-coba menantang Pangcu hitam pemberontak ini" Mei Lan
sudah langsung menyerang Hek Tung Sin Kay, sementara Tek Hoat membiarkan
karena menunggu Bu Tek Coa Ong yang konon malah sedikit lebih lihay lagi
dibanding Hek Tung Sin Kay yang memilih menjadi Pangcu Hek-i-Kay Pang ini.
Tapi Mei Lan sadar 2 hal, pertama dia harus mengulur waktu pertempuran sampai
munculnya Bu Tek Coa Ong agar gedung benar-benar aman diterobos ketiga
kawannya. Kedua, dia mengerti bahwa lawan kali ini sungguh sangat tangguh dan
lihay, melebihi lawannya di luar kota Pakkhia menjelang malam tadi. Karena itu, Mei
Lan bersilat aman dengan menggunakan Bu Tong Kun Hoat, karena lawan juga
bertangan kosong.
Serang menyerang antara mereka sungguh seru, Hek Tung Sin Kay menemukan
betapa lawannya yang masih muda ternyata sanggup mengimbanginya dalam tenaga
sakti, bahkan mengunggulinya dalam kecepatan. Dengan bersilat Bu Tong Kun Hoat,
Mei Lan sanggup menghalau serangan-serangan gencar yang dilakukan Hek Tung Sin
Kay. Bahkan ketika Hek Tung Sin Kay menggunakan tenaga Tok Hiat Ciang, juga
tidak sanggup mendesak Mei Lan yang terpaksa mengganti jurusnya dengan Thai kek
Sin Kun. Serang menyerang terjadi dengan serunya antara mereka berdua, dan
pertempuran keduanya pasti tidak akan selesai dalam waktu singkat.
Sekilas pandang saja, Tek Hoat segera sadar dan bersyukur, karena ternyata adiknya
tidaklah jauh berbeda kelihayannya dibandingkan dirinya. Kekuatan sinkangnya
nampak tidaklah ringan, dan pasti tidak berbeda jauh dengan kekuatannya sendiri.
Dapat dirasakannya ketika Mei Lan mengerahkan kekuatan sinkangnya melawan Hek
Tung dengan tidak keteteran.
Bahkan dari segi ginkang, dia terkagum-kagum dengan gerakan adiknya yang sangat
luwe dan sangat pesat. Mungkin bahkan adiknya melebihinya dalam hal ginkang, dan
hal tersebut membanggakannya. Keliru mengkhawatirkannya, pikir Tek Hoat. Dari
gerakan tangan, kaki dan serangan, dia menemukan kekuatan luar biasa yang
tersimpan dalam diri adik perempuannya, dan dia tidak lagi memiliki alasan
mengkhawatirkan adiknya. Akhirnya, dialihkannya pandangan ke luar arena.
Masih belum ditemukan Bu Tek Coa Ong dan See Thian Coa Ong, sementara para
anggota Kay Pang Baju Hitam masih tetap mengepung arena perkelahian tersebut.
Sementara itu, Mei Lan sudah mengimbangi permainan Hek Tung Sin Kay dengan
gabungan pukulan dan hawa pedang Thai Kek Sin Kiam dan dengan demikian
kembali menekan Hek Tung yang mendandalkan Tok Hiat Ciang dan Hek Hwe Ji
yang jahat dan kejam. Dengan gabungan permainan pukulan dan hawa pedang Thai
Kek Sin Kiam, Mei Lan berhasil mematahkan dan bahkan membalas dengan sama
tajamnya serangan-serangan Hek tung Sin Kay.
Ilmu-ilmu beracun Hek Tung Sin Kay bagaikan lenyap kemujarabannya ketika
menempur Mei Lan yang membentengi dirinya dengan aliran hawa Liang Gie yang
mengontro penyaluran kekuatannya. Pertarungan kembali berjalan imbang, dengan
gerakan lebih gesit dan lincah dilakukan Mei Lan yang menjalankan jurus Sian Eng
Coan In. Pukulan lebih banyak dilayangkannya dan membuat Hek Tung Sin Kay keripuhan,
bahkan puluhan jurus mereka mainkan keadaan masih tetap seimbang. Hal mana
membuat Hek Tung Sin Kay terkesiap, sekaligus kemarahannya semakin memuncak.
Dia mulai mempertimbangkan mengerahkan kekuatannya dan meningkatkannya
sedikit demi sedikit. Tapi, sayangnya, gadis muda lawannya tetap mampu


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengimbanginya.
Di tempat lain, Maling Sakti belum turun tangan membakar gedung di bagian timur,
karena anak buah Hei-i-Kay Pang masih belum turut mengerubut. Sementara di sisi
Barat, Thian Jie sudah bergabung kedalam gedung dan mencoba menemukan rahasia
jalan ke ruang bawah tanah. Mereka bertiga mencari-cari jalan rahasia itu, karena
memang rahasia ke bawah tanah tidak diketahui Tang Sun, dan harus mereka temukan
sendiri. Tengah mereka celingukan mencari, tiba-tiba dinding rumah sebelah kanan berderakderak
seperti ada yang mendorong dari dalam. Benar saja, tak lama kemudian sebuah
wajah nongol dari balik pintu yang disamarkan dibalik sebuah rak buku tua. Ketiga
tokoh sakti ini menahan nafas agar tidak ketahuan orang yang baru dari bawah tanah.
Untungnya, suasana perkelahian di luar, menarik perhatian orang yang baru keluar itu,
karenanya dengan cepat dia berkelabat keluar dan meninggalkan jalan masuk ke
bawah yang cepat diketahui Thian Jie bertiga.
Dengan cepat mereka menyusup ke bawah, berjalan berhati-hati, berliku-liku di
terowongan bawah tanah, sampai kemudian melihat simpang jalan kekanan dan
kekiri. Tapi, simpang kiri terkesan agak ribut, seperti banyak orang berada disana,
sementara simpang ke kanan agak sepi. Thian Jie mengusulkan ke kiri, dengan asumsi
bahwa sebelah kanan pastilah ruangan menyepi See Thian Coa Ong, sedangkan
ruangan kanan nampaknya tempat penyekapan.
Dengan asumsi tersebut, mereka bertiga kemudian melanjutkan jalan kearah kiri, dan
memang benar saja, ruangan bawah tersebut adalah tempat penyekapan. Khususnya
anggota-anggota Kay Pang yang tidak takluk, disekap di ruang bawah tanah dan
sebagian dari mereka nampaknya mengalami siksaan yang cukup berat. Tapi, karena
tugas utama mereka membebaskan Pangcu Kay Pang, maka mereka berjalan terus
mencari ruangan mana yang kiranya digunakan menyekap Pangcu Kay Pang.
Ketiga orang ini kembali melanjutkan perjalanan dan menemukan beberapa puluh
langkah kedepan sebuah ruangan yang dijaga 5 orang. Hampir bisa dipastikan,
ruangan itulah yang digunakan untuk menyekap Pangcu, pikir Pengemis Gila.
Karena itu, setelah saling mengedipi mata, ketiganya kemudian bergerak dan
berkelabat cepat dan melumpuhkan kelima penjaga tersebut. Dan memang ternyata,
didalamnya terdapat 3 orang tokoh Kay Pang yang selama lebih 5 tahun disekap di
kamar tahanan tersebut. Tokoh pertama adalah Pek San Fu, Han-ciang Tiau-siu
(pemancing dari telaga Han-ciang) yang nampaknya kondisinya tidak terlalu
memprihatinkan. Tokoh ini adalah salah seorang Hu-Hoat Kay Pang yang
mendampingi Kim Ciam Sin Kay ke utara untuk memadamkan pemberontakan Kay
Pang baju hitam.
Tokoh kedua Ceng Fang-guan, si Pengemis Sakti dari Pintu Selatan (Lan Bun Sin
Kay), juga Hu-Hoat Kay Pang dan tidak terlalu parah keadaannya, berbeda dengan
Pangcu Kay Pang Kim Ciam Sin Kay yang nampaknya lama mengalami siksaan.
Sekujur tubuhnya terluka, tetapi untungnya hanya fisiknya yang mengalami luka
parah, tetapi bagian dalam dan sinkangnya masih cukup kuat. Ketiganya kemudian
dibebaskan dari belenggu dan juga totokan atas mereka dibebaskan oleh Thian Jie
dibawah pandangan kagum Kim Ciam Sin Kay.
Melihat keadaan Pangcunya, Pengemis Tawa Gila datang berlutut:
"Menghadap Pangcu dan maaf, baru sekarang datang menyelamatkan Pangcu,
sungguh banyak persoalan yang kita hadapi"
"Sudahlah Hu Pangcu, syukur kalian datang. Apakah cukup kekuatan kita di luar?"
Pangcu Kay Pang tetap menunjukkan kematangan kepemimpinannya, bukan dirinya
yang diperhatikan, tetapi kekuatan di luar. Benar benar mengagumkan Giok Hong dan
Thian Jie. "Tidak mencukupi Pangcu, tetapi harap kedua Hu-Hoat membantu Tek Hoat di luar.
Murid Hiongcu Kiong Siang Han sedang menghadapi Pangcu dan Pembantu pangcu
Hek-i-Kay Pang di luar dan memungkinkan kami menerobos masuk"
"Tapi siapakah kedua jiwi enghiong ini?" Kim Ciam Sin Kay bertanya menunjuk
Thian Jie dan Siangkoan Giok Hong yang keduanya memang masih asing dan tidak
dikenalnya. "Cucu Bengkauw Kauwcu, Siangkoan Giok Hong menghadap Kay Pang Pangcu"
Giok Hong menyapa dan menghormat Kim Ciam Sin Kay, Pangcu Kay Pang yang
terhormat. "Tecu Thian Jie, murid suhu Kiang Sin Liong menghadap pangcu" Thian Jie juga
ikut memberi hormat. Dan dua kali atau yang ketiga kalinya wajah Pangcu Kay Pang
ini berkerut terkejut, sejak mendengar murid tetuahnya Kiong Siang Han datang dan
kemunculan murid Kiang Sin Liong dan malah cucu Kauwcu Bengkauw. Sungguh
hebat kejadian ini, sangat luar biasa, dia bergumam. Sulit dipercaya bahwa murid
orang-orang hebat kini bahkan membantu Kay Pang keluar dari kesulitannya. Lebih
kaget lagi mengingat kehadiran murid Kiang Sin Liong dan Kawcu Bengkauw.
"Sudahlah Pangcu dan para locianpwe, kita harus cepat meninggalkan tempat ini.
Kawan-kawan anggota Kay Pang diluar, harap dibebaskan oleh Paman Pengemis
Gila, kedua Hu-Hoat harap membantu Tek Hoat di luar, Paman Pengemis nanti
bergabung kami berdua menyelematkan Pangcu ke markas Kay Pang" Tiba-tiba
Thian Jie menyela cepat, dan mengundang kekaguman semua orang atas
ketangkasannya menentukan sikap dengan cepat.
"Betul, kita harus bergerak cepat" Pangcu Kay Pang menyetujui saran Thian Jie dan
segera dikerjakan. Kedua Hu-Hoat yang lihay dengan segera menemukan jalan keluar
dari rumah yang menyekap mereka dan segera bergabung di luar, terutama begitu
melihat gerakan-gerakan Tek Hoat yang sudah sedang bertanding dengan Bu Tek Coa
Ong. Gerakan dan ilmu-ilmu yang dikerahkannya tidak disangsikan lagi jelas-jelas adalah
ilmu pusaka Kay Pang. Ilmu yang hanya diwariskan kepada orang yang sudah sangat
dipercayai. Dan tingkat kemahiran yang ditunjukkan sungguh luar biasa, tidak
mungkin dididik oleh orang sembarangan. Tetapi, karena Kiong Siang Han memang
bukan orang sembarangan, mereka maklum saja dengan kehebatan dan kelihayan Tek
Hoat yang sedang membantu perkumpulan gurunya.
Sementara itu, di sisi timur, tiba-tiba terjadi kebakaran hebat atas salah satu Gedung
utama mereka disana. Kebakaran itu nampak cukup hebat dan malam yang menjelang
fajar menjadi semakin terang dan membingungkan pengemis anggota Hek-i-Kay Pang
karena kebingungan tugas mana yang didulukan.
Tapi Hek Tung Sin Kay cepat menguasai dirinya:
"Sebagian ke timur memadamkan api, yang lain tinggal menangkap para penyusup"
perintahnya. Tapi akibatnya, dia nyaris termakan pukulan Mei Lan yang dengan deras
datang, untung masih bisa diegosnya, tapi dengan segera dia jatuh di bawah angin.
Ketika memandang suhengnya, dia berdebar, karena suhengnya juga bisa diimbangi si
anak muda yang lainnya.
Sementara kehadiran kedua hu-hoat Kay Pang membuat barisan pengepung juga
menghadapi lawan yang lihay. Pertempuran di luar menjadi semakin sengit, korban
lebih banyak di pihak Hek-i-Kay Pang karena para penyusup ternyata semua
berkepandaian tinggi dan sulit ditaklukkan, terlebih para tokoh mereka terlibat
pertarungan dahsyat.
Sementara itu, Thian Jie dan Giok Hong telah menyelesaikan tugas mereka
membawa keluar Pangcu Kay Pang di daerah sebelah Barat. Mereka menunggu
Pengemis Gila sejenak untuk bersama-sama menerobos pintu masuk guna bergabung
dengan anak buah Kay Pang di mulut lembah. Tak lama kemudian, nampak Pengemis
Gila menerobos keluar dan mengarahkan kurang lebih 20an tokoh Kay Pang yang
disekap untuk membantu para pemimpin mereka di luar.
Anggota Kay Pang yang disekap, rata-rata berkedudukan tinggi dan setia, tidak mau
takluk kepada Hek-i-Kay Pang, karena itu, bantuan mereka di sisi depan dengan
segera merubah peta kekuatan pertandingan. Dengan cepat kekuatan hek-i-kay pang
merosot tajam, sebab meski kaki tangan masih kaku, tapi kedua hu-hoat Kay Pang
memberi semangat berkelahi yang luar biasa bagi para tokoh Kay Pang yang baru
dibebaskan. Dan terlebih buruk bagi Hek Tung yang kemudian menjadi semakin
bingung, karena tiba-tiba di sebelah baratpun muncul api yang tidak kurang
dahsyatnya. Tapi Thian Jie, Pengemis Gila dan Tek Hoat semua paham, waktu mereka cuma
paling lama 2 jam, sebab bila bantuan datang dari Pakkhia, maka keadaan bisa
berubah tambah menyulitkan mereka. Karena itu, tidak ada niatan mereka untuk
membasmi markas Hek-i-Kay Pang, kecuali membebaskan Pangcu Kay Pang.
Dan setelah tugas itu tercapai, maka Pengemis Gila melirik Thian Jie, keduanya
tersenyum tanda bahwa keadaan sudah cukup memadai untuk tugas mereka malam
ini. Maka ketiganya segera mengawal Pangcu Kay Pang menerobos ke depan tanpa
ada halangan yang berarti lagi, dan kemudian mencoba meraih dan memperpendek
jarak dengan barisan Kay Pang yang menunggu di luar lembah.
Tetapi dalam perjalanan mereka itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sebuah
serangan yang tidak tampak, tetapi sungguh sangat ampuh. Ketika menangkis,
ketiganya justru terdorong, meskipun si penyerang sempat juga terdengar mengaduh.
Thian Jie cepat menyadari apa yang terjadi, dengan cepat dia mempersiapkan diri dan
kekuatan batinnya dan berseru kepada Pengemis Gila:
"Bawa Pangcu menyelamatkan diri, biar tecu dan Siangkoan Kouwnio yang menahan
iblis ini". Setelah itu, Thian Jie mengeluarkan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang
(Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), ilmu puncak yang berbahaya dan
kemudian bersilat seperti tidak mengetahui lawan berada dimana. Tapi akibat
perbawa ilmu tersebut terdengar seruhan "Ih", dan nampaklah seorang tua yang sudah
berusia sekitar 70 tahunan, mungkin lebih, sedang bersedekab badan di bawah
sebatang pohon.
Dia masih mencoba merintangi Pengemis Gila, tetapi Thian Jie kembali
mengeluarkan pukulan sakti dengan perbawa menggila meskipun belum sempurna
diyakinkannya. Bahkan nampak Giok Hong kemudian juga melontarkan pukulan
Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang), sebuah
pukulan berhawa sesat dari nenek buyutnya. Kedua pukulan mengerikan itu,
menghentikan upaya Kakek Sakti ini untuk melontarkan pukulan hitam kearah
pengemis Gila dan mau tidak mau dia harus melayani kerubutan kedua remaja yang
membuatnya terheran-heran dan juga marah ini.
Kerubutan dua orang muda yang masih remaja ini mengagetkannya. Luar biasa,
karena angin pukulan ereka membuatnya tergetar hebat, meski masih belum sanggup
menjatuhkannya, tapi cukup menghentakkan.
Ketika melihat pengemis Gila sudah menghilang, kakek ampuh yang sudah renta dan
dikenal sebagai See Thian Coa Ong ini kemudian memusatkan perhatiannya untuk
melumpuhkan kedua anak muda ini. Tetapi Thian Jie yang menyelingi pukulannya
dengan Soan Hong Sin Ciang digabung dengan Toa Hong Kiam Sut, sedangkan Giok
Hong menyelingi dengan Koai Liong Sin Ciang (Ilmu Pukulan Naga Siluman) yang
ampuh hanya sanggup menahan sementara Kakek sakti ini.
Berkali-kali mereka mengadu lincah dengan kakek ini dan memang, cuma ini
kesempatan mereka dan untungnya mereka berdua membekal ginkang yang sangat
lihay sehingga terbebas dari amukan ilmu dahsyat kakek aneh yang maha sakti ini.
Tetapi, toch penggunaan kedua ilmu ampuh Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang
(Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), dan Hun-kin-swee-kut-ciang
(Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) membuat kakek ini gelenggeleng
kepala. Akhirnya dia butuh waktu cukup lama untuk melayani kedua anak muda yang sangat
alot dan sangat lihay ini. Bahkan pertarungan mereka, dimana kedua anak muda itu
terus main mundur, telah memasuki hutan di sisi kanan pintu masuk dan nampak
jarang terjamah orang. Baik Thian Jie maupun Giok Hong sadar betul, bahwa mereka
butuh kelincahan dan daya tahan menghadapi kakek sakti ini.
Meskipun Thian Jie terkadang mnembentur kekuatan kakek ini, tapi dia sadar, akibat
getaran benturan itu, belum sanggup dia terima karena belum sempurna mencairkan
sumber kekuatan dalam pusarnya. Karena itu, dia tidak berani lagi adu tenaga, tetapi
tetap menyerang dengan jurus-jurus dan ilmu ampuh dari perguruan keluarganya.
Pertempuran dahsyat itu masih terus berlangsung, bahkan semakin dalam memasuki
hutan sisi jalan masuk lembah mega, dan kakek tua yang sudah renta itupun semakin
penasaran dengan ketidaksanggupannya menguasai kedua anak muda ini. Semua
ilmunya sudah dicoba, bahkan ilmu-ilmu hitam juga dicoba, tetapi bisa dimentahkan
oleh gabungan kedua ilmu anak muda tersebut yang menghadirkan perbawa sihir dan
kekuatan batin yang cukup tinggi.
Akhirnya kakek ini sadar, bahwa tenaganya sedang dikuras oleh kedua anak muda
yang cerdik ini, dan diapun merasa cadangan tenaganya sudah mulai menyusut.
Karena itu ketika mendekati sebuah liang berbentuk Goa, dia menemukan akal untuk
menggunakan sebuah ilmunya yang beracun yang bisa sangat mempengaruhi iman
orang, apalagi anak muda. Dia beringsut mendekati gua tersebut, dan dengan sebuah
gerakan kilat, dia kemudian menyerang kedua pemuda tersebut dan mengerahkan
tenaga menyudutkan Thian Jie dan Giok Hong ke arah lobang atau Gua tersebut.
Thian Jie dan Giok Hong tidak menyadari apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan
See Thian Coa Ong, tetapi ketika mereka menyadari di belakang mereka ada sebuah
Gua, mereka terkejut. Bertempur di ruang sempit dan terbatas bakal sangat
membahayakan mereka. Tetapi ketika untuk merubah posisi sudah sangat sulit, See
Thian Coa Ong nampak kembali mengibaskan tangannya, dan bau amis yang harum
tiba-tiba merangsang hidung kedua anak muda ini.
Thian Jie terkejut melihat senyum licik di wajah See Thian Coa Ong, dengan
memusatkan pikirannya dikembangkannya Pukulan paling maut yang dikenalnya dari
Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari),
sebuah serangan dengan gaya yang dinamakan gurunya "Membongkar Awan
Meruntuhkan Langit" dan meluncurlah kekuatan menggetarkan yang deras dari
tangannya, bersamaan juga dengan luncuran kekuatan sakti Giok Hong dari jurus
mengerikan yang bernama Taot beng Ci, mencicit-cicit mengerikan.
See Thian Coa Ong tidak menyangka kedua anak muda itu masih punya daya
melontarkan pukulan mematikan, tapi masih sempat dia mengangkat kedua tangannya
melakukan tangkisan:
"Blaaaar, dess, bresss" See Thian Coa Ong terlempar dengan mulut berlumur darah,
terluka sangat parah, tapi masih sempat melarikan diri. Tidak sempat lagi dia
menyaksikan kedua anak muda yang menyerangnya terlontar kedalam gua yang
tertutup rimbunan semak yang memang disiapkannya sesuai siasatnya. Dan
keadaanpun kemudian sepi...
Sementara itu, pertarungan antara Mei Lan dan Hek Tung Sin Kay masih tetap
berjalan imbang. Semua jurus yang dikeluarkan seakan saling mengunci, dengan
hanya keunggulan kegesitan yang dimiliki Mei Lan. Ditempat terpisah Bu Tek Coa
Ong yang memang lebih lihay dari sutenya Hek Tung, nampak bisa mengimbangi Tek
Hoat. Sebetulnya, tingkat ilmu Bu Tek Coa Ong sudah lebih lihay dari Hek Tung Sin
Kay karena memang dia lebih berkonsentrasi dalam ilmu silat dan racunnya,
sementara Hek Tung masih disibukkan dengan mengurus urusan Kay Pang Baju
Hitam. Karena itu, wajar bila Hek Tung hanya bertarung setanding dengan Mei Lan,
sementara nampaknya Bu Tek Coa Ong mampu mendesak Tek Hoat yang bertarung
dengan seluruh kemampuannya.
Untuk diketahui, untuk saat ini, Bu Tek Coa Ong adalah tokoh tersakti di Hek i-Kay
Pang, setelah gurunya, See Thian Coa Ong. Tapi, karena See Thian Coa Ong sudah
lebih memilih melatih dan memperdalam ilmu, maka yang aktif tentu saja adalah bu
Tek Coa Ong. Dan tokoh yang sudah menguasai seluruh ilmu See Thian Coa inilah
yang menandingi Tek Hoat.
Tokoh ini sudah sanggup memainkan Tok Hiat Ciang, Hek Hwe Jie dan bahkan juga
Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan Pemutus Otot dan Pelepas Tulang) yang mirip ilmu
kedua anak gadis bengkauw yang sangat dahsyat tersebut. Dalam ilmu yang terakhir,
Bu Tek Coa Ong masih mengungguli Hek Tung Sin Kay. Dan bahkan Hek Tung
belum sanggup menggunakannya maksimal tidak seperti Bu Tek Coa Ong yang hanya
kalah dari gurunya dalam penggunaan ilmu sesat yang sangat sadis ini.
Dan dengan ilmu itulah dia mendesak dan menyerang tek Hoat habis-habisan,
ditambah lagi dengan bau memuakkan dan busuk dari tubuhnya, maka tambah
tersiksalah Tek Hoat menghadapi murid datuk sesat yang sangat busuk ini.
Sebetulnya, bukan mutu ilmu silat yang kalah dari tek Hoat, tetapi pengalaman
bertempur. Seandainya dia membentengi dirinya dengan Ilmu yang bisa
mempengaruhi mental dan indranya, maka tidak akan sulit untuk menahan dan
mengimbangi tokoh ini. Untungnya, selain tabah dan ulet, anak ini memang banyak
akalnya. Setelah berkali-kali perasaannya terpengaruh oleh bau busuk menyengat,
tiba-tiba dia teringat ketika sedang berlatih tanding dengan Thian Jie. Ya, mengapa
tidak menggunakan ilmu itu, ilmu ampuh dari gurunya Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir
Silat Sakti). Mulailah dia mempersiapkan diri untuk menempur Bu Tek Coa Ong dengan ilmu
pamungkasnya dan tiba-tiba dia menggerakkan tubuhnya dengan gerakan jurus Tianliong-
kia-ka" (naga langit menggerakkan kakinya), membebaskan dirinya dari Bu tek
Coa Ong, dan melontarkan Pukulan petirnya yang membahana. Bu Tek Coa Ong
tertahan sejenak, dan sejenak itu sudah cukup buat Tek Hoat untuk membuka jurus
dengan Sin kun Hoat Lek.
Tubuhnya berputar-putar bagai Naga Sakti, sesekali terlontar halilintar dari
lingkungan tubuhnya dan benar saja, bau amis itu kemudian hilang sedikit demi
sedikit. Sebagai gantinya, dia kini bisa memperoleh keleluasaan menyerang dan nafas
yang lega, sementara lawannya bingung dengan lontaran halilitar dari tubuhnya.
Keadaan kembali menjadi imbang, masing-masing saling melontarkan serangan dan
berjaga atas serangan musuh.
Dilain pihak, Mei Lan, juga mulai memainkan ilmu-ilmu khas Bu Tong Pay. Karena
bertangan kososng dia akhirnya mencoba menggunakan gabungan Sian Eng Coan In
dengan Sian Eng Sin Kun, yang dengan segera membuat Hek Tung Sin Kay
kelabakan setengah mati. Untung, dia pernah menyaksikan ilmu ini dimainkan Sian
Eng Cu Taihiap dan karena itu, meski berayal dia masih sanggup tergopoh-gopoh


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyelamatkan diri.
Tetapi, kini dia semakin jatuh di bawah angin di bawah hujaman serangan Mei Lan
yang semakin membahana dan datang seperti dari seluruh penjuru tubuhnya. Bahkan
ketika menggunakan tongkat hitamnya, tongkat itupun seperti hanya berfungsi untuk
membela dirinya. Semakin lama dia semakin jatuh dalam kesulitan, dan melihat
kenyataan ini, Mei Lan menjadi gembira dan menjadi ingin mencoba jurus yang satu
lagi, jurus yang belum pernah dicoba digunakannya, karena dilarang gurunya kecuali
untuk keadaan memaksa.
Meski keadaan sekarang tidak memaksa, tetapi Mei Lan merasa ingin mencobanya,
ingin melihat keampuhannya sehingga dilarang gurunya. Ilmu Ban Sian Twi Eng Sin
Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan). Ketika Hek Tung Sin
Kay sedikit mundur, Mei Lan memang membiarkannya untuk mempersiapkan jurus
ini, dan sayangnya Hek Tung Sin Kay tidak memperhitungkan langkah Mei Lan yang
seperti membiarkan dia mundur tanpa menyerang. Justru Hek Tung Sin Kay yang
memulai serangan, tepat ketika Mei Lan mempersiapkan jurus awal dalam gaya
"Selaksa Dewa Merenggut Bayangan", jurus yang tepat untuk menghadapi serangan
lawan. Secepat kilat, Mei Lan melangkah kedepan menyongsong, bukan berkelit dari
tongkat hitam Hek Tung, tetapi malah seperti menyiasati tongkat itu, dan Hek Tung
hanya sempat merasa sesuatu yang lunak dan dingin menyentuh tangannya, ketika dia
insyaf, bahaya sudah datang. Kedua lengan yang lunak dan dingin itu sudah
mendorong tongkat berikut tangannya dan hanya terdengar seruan dan jeritan Hek
Tung Sin Kay dan akhirnya "bresss".
Tubuhnya terbanting ke tanah, bibir berlumur darah hidup dan sepasang tangannya
menggantung lemas, sepertinya patah atau remuk. Mei Lan tidak lagi memperhatikan,
karena kemudian terdengar sebuah isyarat lengkingan yang berarti tugas dan misi
selesai. Kebetulan pada saat itu, adalah ketika kemudian kedua Hu-Hoat Kay Pang ikut
membantu ditambah kemudian dengan 20 tokoh Kay Pang yang disekap datang ke
arena. Sementara anak buah hek-i-kay pang sibuk dengan kebakaran dan penyerbuan,
membuat keseimbangan dengan mudah bisa ditentukan. Keadaan sebenarnya sudah
semakin parah bagi Hek-i-Kay Pang, banyak korban tewas dan terluka, bahkan Hek
Tung Sin Kay sudah jatuh dan tiba-tiba terdengar suitan di angkasa, suitan tanda
selesai dari Pengemis Tawa Gila.
Maling Sakti, Tek Hoat dan Mei Lan sudah segera tahu maknanya, dan Tek Hoat
kemudian memberi perintah untuk mundur setelah melontarkan sebuah serangan kilat
ke arah Bu Tek Coa Ong yang juga melangkah mundur. Tetapi saat itu, kedua Hu-
Hoat berkeras melanjutkan karena termakan sakit hati disekap selama lebih lima
tahun ditempat itu. Bahkan ke-20 tokoh lainnya yang nampak tinggal 18 orang, juga
ikut berkeras untuk melanjutkan pertempuran. Hal ini membuat Tek Hoat menjadi
gemas dan tiba-tiba dia teringat pesan gurunya dan Kiam Pay Emas yang dihadiahkan
padanya. Jimat atau tanda kekuasaan paling Keramat bagi Kay Pang yang hanya dimiliki oleh
Kiong Siang Han, yang berarti ketika tidak ada Pangcu, maka pemegangnya akan
bertindak sebagai pangcu. Tek Hoat mengangkat tanda pengenal tersebut, dan
memerintahkan dengan suara keren:
"Pemegang Kiu Ci Kim Pay memerintahkan semua mundur"
Semua, tiada kecuali, Kedua Hu-Hoat, ke-18 tokoh lainnya memandanga kaget dan
sangat terperanjat memandang Kiam Pay yang sudah puluhan tahun tidak
dikeluarkan. Maka dengan penuh rasa hormat dan segan segera berseru:
"Tunduk kepada Kiu Ci Kim Pay" dan kemudian semua membuka jalan untuk
mundur. Sementara Pangcu He Tung Sin Kay sudah tidak berdaya dan tentu tidak lagi
berkeinginan dan berkemampuan mengejar, seperti juga Bu Tek Coa Ong yang
merasa ngeri juga dengan kerubutan Kay Pang dan tokoh muda pemegang Kiu Ci
Kim Pay tadi. Para tokoh Hek-i-Kay Pang sungguh kaget menemukan kerugian yang mereka alami.
Pertama, semua tokoh Kay Pang tahanan mereka lepas dan hanya 2 orang yang
ditemukan tewas dalam pertempuran. Kedua, Pangcu Kay Pang dan kedua hu-hoat
tahanan mereka, juga ikut terbebaskan dan sungguh sebuah pukulan telak bagi hek-ikay
pang. Ketiga, anggota hek-i-kay pang yang terluka berjumlah puluhan, dan
setelah tokoh yang ditahan dibebaskan, setidaknya mereka membunuh sampai 30
lebih anggota hek-i-kay pang.
Dan yang lebih mengagetkan lagi, mereka mendapati Pangcu mereka sudah dalam
keadaan yang mengenaskan. Kedua lengan patah-patah dan untung tidak remuk, dan
masih juga terluka dalam yang sangat parah. Keadaan yang sama mengejutkan ketika
mereka menemukan Guru Besar, See Thian Coa Ong dalam keadaan luka parah dan
tiada seorangpun yang tahu siapa yang bertempur dan melukai datuk lihay ini separah
itu. Tapi yang pasti, dari mulut datuk itu mustahil memperoleh jawaban karena dia
sudah menutup diri untuk mengobati luka dalam yang cukup parah.
===================
Setelah dunia persilatan digegerkan oleh serangan-serangan mengejutkan ke Siauw
Lim Sie, Lembah Pualam hijau, Pencurian di Bu Tong Pay, hancurnya Go Bie Pay,
penyerangan ke Kun Lun Pay, menghilangnya Kim Ciam Sin Kay Pangcu Kay Pang
dan menghilangnya Kiang Hong Bengcu dan rombongannya yang terdiri dari orangorang
sakti, rasanya masa depan dunia persilatan Tionggoan menjadi suram.
Tetapi, tiba-tiba, Thian Liong Pang yang seperti susah terlawan, mendapatkan
pukulan yang cukup telak di beberapa tempat. Gangguan mereka atas Kay Pang di
propinsi Cin an dan sekitarnya bisa digagalkan oleh Hu Pangcu Kay Pang dan seorang
tokoh muda yang terkenal dengan nama Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah).
Bahkan kemudian diikuti dengan pembersihan-pembersihan yang dilakukan oleh Kay
Pang didaerah itu, juga atas pimpinan Pengemis Tawa Gila dan Tek Hoat yang
menjadi semakin terkenal sebagai salah satu tokoh muda yang sakti dari Kay Pang.
Kemudian, kejadian yang sama, kegagalan dan hancurnya jaringan Thian Liong Pang
juga terjadi menyusul di Bing Lam. Bukan hanya gagal membungkam Siauw Lim Sie
cabang Poh Thian di Bing Lam, malahan Thian Liong Pang yang bermarkas di
Rumak keluarga Lim yang mereka taklukkan, kemudian juga diserbu dan dienyahkan
oleh 3 orang muda yang lihay, dibantu beberapa pendeta Siauw Lim Sie di Poh Thian.
Dari sana mulai terkenal Siauw Lim Siang Eng Taihiap atau Sepasang pendekar Sakti
Dari Siauw Lim Sie. Tentulah mereka adalah si pendekar kembar Souw Kwi Beng
dan Souw Kwi Song. Dari Poh Thian juga kemudian menjadi terkenal seorang
Pendekar Wanita yang berasal usul dari Bengkauw, yang dikenal dengan nama
Siangkoan Giok Lian, Thiat-sim sian-li (Dewi Berhati Besi). Ketiga pendekar muda
ini kemudian mengobrak-abrik markas Thian Liong Pang di rumah keluarga Lim,
membebaskan penyanderaan atas Keluarga Lim dan membongkar jaringan Thian
Liong Pang di daerah Bing Lam.
Terakhir kemudian mencuat nama-nama baru di daerah utara sungai Yang ce, yakni
Ceng-i-Koai Hiap, Thian Jie dan Sian Eng Li (Nona Bayangan Dewa), Liang Mei
Lan. Sian Eng Li menjadi sangat terkenal karena sanggup melumpuhkan dan
membuat cacat tangan Pangcu Hek-i-Kay Pang yang dengan terpaksa kemudian
digantikan kedudukan pangcunya oleh Bu Tek Coa ong.
Bahkan tersiar kabar dari pertarungan di In Kok San, selain Kim Ciam Sin Kay bisa
dibebaskan, juga menghancurkan kubu dan kekuatan Hek-i-Kay Pang, bahkan Chengi-
Koai Hiap mampu dengan parah melukai See Thian Coa Ong. Sungguh sebuah
kabar yang sangat mengejutkan. Nama Ceng-i-Koai Hiap terkenal karena selain tidak
suka membunuh, juga juga sekaligus berhasil membebaskan Pangcu Kaypang dengan
menempur See Thian Coa Ong, bahkan melukaii datuk itu. Sementara Sian Eng Li
juga namanya membahana setelah menghancurkan Hek-i-Kay Pang bersama Tek
Hoat dan Siangkoan Giok Hong.
Bengkauw juga menghadirkan suasana baru dunia persilatan, setelah 2 gadis asal
bengkauw terlibat dalam upaya menantang Thian Liong Pang. Yakni Siangkoan Giok
Lian (Tiat SIm Sian Li) dan Siangkoan Giok Hong. Dunia persilatan jadi ramai
dengan banyak tokoh muda sakti.
Dunia persilatan seperti mengalami dan memiliki harapan baru setelah generasi
Kiang Hong seperti tak berdaya. Tapi kini muncul Naga-naga sakti yang baru di
daerah Tionggoan. Dan Naga-naga muda itu telah dengan telak memberi pukulan
yang hebat dan memalukan bagi Thian Liong Pang yang sangat berambisi untuk
menyebar kekuatannya ke semua daerah.
Bukan saja Siauw Lim Sie tidak dapat dikangkangi kecuali mencuri sesuatu darinya,
Bu Tong Pay juga sulit ditaklukkan, bahkan Kay Pang yang terpecah, nampaknya
juga mengalami penyatuan kembali dengan tampilnya Pemegang JIMAT NAGA
EMAS atau juga Kiu Ci Kim Pay sebagai tanda kehadiran sesepuh cemerlang mereka
Kiong Siang Han. Gelagatnya, perlawanan terhadap Thian Liong Pang akan segera
terjadi, dan untungnya karena kekalutan dengan Lam Hay Bun masih bisa ditunda dan
bahkan Bengkauw justru menunjukkan bakat-bakat muda yang berdarah pendekar.
Sementara itu, bagi Thian Liong Pang, kekalahan-kekalahan beruntun membuka mata
mereka bahwa kekuatan yang menyebar begitu luas tidaklah mungkin bermanfaat.
Karena musuh bisa memilih titik terlemah untuk menggoncangkan kekuatan mereka
seperti yang terjadi di Bing Lam, Cin an dan kemudian terakhir di daerah Pakkhia.
Beberapa lokasi penting kemudian dikuasai oleh lawan-lawannya, termasuk kemudian
secara perlahan namun pasti, dengan dibantu oleh Pangcu, Hu-Hoat dan Pendekar
Muda Liang tek Hoat dan Adiknya Mei Lan, perlahan-lahan bahkan Hek-i-Kay Pang
kemudian bisa dibubarkan.
Bahkan pembersihan itu berlangsung hampir tanpa perlawanan di semua tempat,
karena nampaknya Thian Liong Pang menarik ulang semua kekuatannya untuk waktu
tertentu. Untuk sementara badai yang mengamuk sedikit mereda, tapi justru akan
datang dengan sapuan gelombang yang lebih mengerikan. Karena kekuatan mereka
kelak akan terpusat di Selatan, disana mereka menyusun rencana-rencana untuk
menghapuskan pusat kekuatan Dunia Persilatan Tionggoan.
Itu juga sebabnya Kay Pang bisa dengan relatif muda mengkonsolidasikan kekuatan
mereka, membersihkan semua Cabang dan menghukum yang berkhianat. Selama
hampir 8 bulan kedua kakak beradik she Liang, putra Pangeran Liang membantu Kay
Pang, menegakkannya kembali, dan kemudian berkunjung ke rumah orang tua mereka
di Hang Chouw untuk kemudian menunggu waktu pertemuan 10 tahunan.
Banyak orang menduga, bahwa badai dunia persilatan sudah berlalu. Tetapi tokohtokoh
dunia persilatan sadar belaka, bahwa dalang dan pelaku kekerasan dan
kerusuhan masih belum menampilkan diri. Bahkan ancaman yang lebih mengerikan
nampak sedang bertumbuh kembali dan dampaknya bisa lebih mengerikan lagi.
Karena itu, waktu yang nampak aman dan tentram justru terasa mencekam dan
dimanfaatkan oleh banyak perguruan dan tokoh silat untuk memperdalam
kemampuannya. Tokoh-tokoh Kay Pang selain sibuk mengatur dan menata kembali Pang mereka,
juga sibuk melatih diri. Demikian juga Bu Tong Pay, tokoh-tokoh utamanya sejak
melatih Mei Lan, juga melatih Ilmu terakhir yang diciptakan Guru Besar mereka, Pek
Sim Siansu, Wie Tiong Lan. Bahkan semua murid Wie Tiong Lan diharuskan berada
di Bu Tong San, mendidik murid-murid Bu Tong dan memperkuat Bu Tong Pay. Hal
yang sama juga dengan Siauw Lim Sie, peningkatan kemampuan mutlak dibutuhkan
melihat ancaman kedepan.
Episode 14: Aib Dan Kesembuhan
Bagaimana sebenarnya nasib Thian Jie dan Siangkoan Giok Hong yang gabungan
kekuatan mereka sanggup melontarkan dan melukai See Thian Coa Ong" Seperti
diketahui, kedua anak muda ini secara bersama membentur lontaran kekuatan
iweekang beracun yang dilakukan See Thian Coa Ong. Dengan gabungan kekuatan
itu, See Thian Coa Ong terlontar dalam keadaan luka parah.
Tetapi kedua anak muda itupun, tidak luput dari benturan tersebut dan menyebabkan
mereka berdua keracunan. Keduanya memang terjerembab kedalam liang goa akibat
pukulan sakti beracun yang dilontarkan datuk sesat tersebut. Ketika keduanya
terlempar kedalam goa, mereka sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan bahkan
tanpa mereka sadari tubuh mereka sudah keracunan hebat.
Tetapi karena terlempar pingsan, keduanya sama sekali tidak menyadari bahwa
mereka jatuh tumpang tindih kedalam gua yang hanya memiliki cahaya yang remangremang.
Pukulan See Thian Coa Ong yang mereka tangkis dan bentur bersama tidak
lagi memiliki kemampuan merusak kekuatan dan tubuh mereka, karena itu keduanya
hanya mengalami keracunan, tetapi kekuatan mereka pada dasarnya tidak terganggu.
Lebih untung lagi, karena goa mereka terlontar masuk, tertutup semak-semak yang
membuat keberadaan mereka tidak tercium perondaan Hek-i-Kay Pang ketika
membersihkan daerah sekitar. Setidaknya sampai kemudian daerah itu dibersihkan
Kaypang pusat. Celakanya, kedua anak muda itu tidak menyadari kalau keduanya sudah keracunan
oleh racun yang dinamakan "racun dewa asmara" yang terkandung dalam pukulan
beracun See Thian Coa Ong. Sebetulnya, See Thian Coa Ong berkeinginan merusak
konsentrasi kedua anak muda ini dengan racun perangsang yang bisa dikerahkannya
melalui kekuatan pukulan.
Bagi orang biasa, terkena pukulan tersebut akan membuat pikiran berkunang-kunang
dengan rangsangan nafsu birahi yang tinggi. Tetapi, See Thian Coa Ong kaget,
mengapa kedua anak muda ini justru masih sanggup melontarkan tenaga pukulan
dahsyat dan bahkan kemudian dengan parah melukainya. Itulah yang kemudian
menolong kedua muda-mudi ini.
Tetapi keadaan ini, sekaligus membawa mereka kedalam ancaman lain yang tidak
kurang berbahayanya. Karena kekuatan tenaga mereka memang relatif tidak berbeda
jauh, sadarnya merekapun nyaris bersamaan. Dengan Thian Jie yang lebih dulu mulai
membuka mata, menggerak-gerakkan matanya dan menyadari bahwa suasana dalam
goa sangat remang-remang, sementara di luar hari mulai gelap. Otomatis jangkauan
pandangan matanyapun menjadi terbatas, apalagi karena memang diapun terluka
dalam meskipun tidak parah.
Mereka memang tidak menyadari jika sudah pingsan nyaris seharian, sejak
menjelang fajar mereka terpukul masuk kedalam goa hingga matahari kembali akan
tenggelam di ufuk Barat. Karena itu, ketika mereka sadar suasana sungguh remangremang
dan bahkan sinar matahari yang tersisa nampak sendu cahayanya. Bersamaan
dengan mulai sadarnya Thian Jie, Giok Hong juga mulai membuka matanya, tetapi
masih sulit menyadari dimana dia berada.
Lama-kelamaan keduanya mulai sadar dan tahu bahwa mereka bergelimpangan
saling menindih dengan badan dan tubuh Thian Jie di bawah dan Giok Hong
menindih di atas tubuhnya. Tetapi, pada saat kesadaran mereka hampir penuh,
dorongan lain yang tidak kurang kuatnya adalah, mempertahankan keadaan saling
tindih, jika perlu lebih dari itu. Lebih lama dari itu, bahkan mungkin selama mungkin
dalam posisi itu. Keduanya sama sadar bahwa keadaan tersebut sangatlah tidak
pantas, tetapi entah kenapa mereka menginginkannya dan tidak beringsut untuk
menjaga jarak. Thian Jie yang secara perlahan menyadari keadaan diri mereka, juga tidak kuasa
menolak keinginan untuk lebih lama ditindih badan empuk dan harum si gadis.
Sementara Giok Hong yang juga mengerti bahwa hal itu tidak sepantasnya, tidak
menunjukkan gejala penolakan. Dia, meski menyadari hal itu tidak pantas, tetapi
merasakan adanya dorongan dan keinginan kuat untuk tidak beringsut dari atas tubuh
itu. Terlebih terselip kekaguman atas Thian Jie dan rangsangan dari dalam, dan akhirnya
membuatnya membiarkan tubuhnya rebah menindih Thian Jie. Sementara, perlahan
namun pasti Thian Jie kemu
Amarah Pedang Bunga Iblis 3 Bara Naga Karya Yin Yong Bara Naga 10
^