Naga Naga Kecil 8

Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 8


dian mulai takluk oleh keinginan hatinya yang
memerlukan penyaluran. Dan karenanya dia mulai membelai rambut Giok Hong yang
lembut. Sebaliknya si Gadis yang merasa hal itu belum saatnya, justru bertindak
sebaliknya, mendiamkannya dengan aleman sambil menikmati dan meresapinya.
Keduanya memang masih remaja, masih belum pernah mengalami sensasi seksual.
Karena itu semua gerakan mereka terasa kaku, tetapi justru murni dorongan naluri
seks manusiawi. Tidak ada kerakusan untuk meraba, tidak ada kehausan berlebihan
untuk mencium, ataupun ketergesaan yang didorong nafsu birahi yang meletup-letup.
Padahal kedua anak manusia ini, sudah jelas-jelas terperangkap dalam nafsu, dan
hampir tidak mungkin tidak terjadi.
Apalagi ketika kemudian belaian-belaian di rambut mulai turun ke punggung dan
mulai berani menekan punggung Giok Hong yang bahkan pakaiannyapun sudah awutawutan
dan tidak teratur. Beberapa kali belaian tangan Thian Jie justru dengan
sengaja mendekatkan punggung itu kedadanya, sebab disana dia merasakan
kelembutan dan kekenyalan daging yang belum pernah dirasakan dan diresapinya
sebelumnya. Perlahan-lahan sensasi-sensasi baru itu, mulai berbaur dengan penguasaan nafsu
berahi atas pengaruh racun di tubuh mereka. Karena itu, Giok Hongpun mulai
kehilangan keawasan dirinya, sama seperti yang dialami oleh Thian Jie. Usapan di
punggung Giok Hong ketika menemukan sobekan pakaian yang tidak lengkap
menutupi punggung dan bertemu kulit telanjang, bagaikan minyak yang disiramkan
ke api bagi keduanya. Semakin ingin tangan-tangan Thian Jie untuk mencari lembah
dan kulit halus yang sama untuk diusap dan dibelai, dan itu ditemukannya
disepanjang celah yang ditinggalkan terbuka oleh kain tercabik-cabik ditubuh gadis
itu. Sementara gadis itu sendiri, justru merasakan kenikmatan tertahan ketika usapan dan
belaian itu dilakukan bukan dari balik pakaian, tetapi langsung bertemu kulit
punggungnya. Perlahan namun pasti area yang terbuka menjadi semakin luas karena
belaian itu diikuti oleh gerakan membuka kain pakaian si gadis. Dan semakin lama
menjadi semakin meluas dan melebar, bahkan kemudian sudah memasuki daerah
pundak. Dan dengan gemulai Giok Hong bahkan mengangkat sedikit tubuhnya hingga usapan
dan belaian Thian Jie guna melepas pakaiannya menjadi semakin mudah, dan semakin
mudah seterusnya dan seterusnya. Tidak cukup lama waktu yang dibutuhkan
keduanya untuk meresapi keindahan permainan seks anak manusia, manakala
keduanya mempertemukan lekuk tubuh keduanya dalam kepolosan.
Meski terangsang obat akibat pukulan beracun, tetapi keduanya melakukan tugas
yang diskenariokan obat perangsang itu dengan manis. Saling membelai, saling
memberi, saling menyentuh, saling mencium, saling menikmati lekuk tubuh masingmasing.
Pengalaman pertama mereka memang sayangnya terjadi pada saat mereka dalam
keadaan antara sadar dan tidak sadar. Tidak sadar karena mereka terbawa oleh
rangsangan racun asmara, sadar karena jelas-jelas mereka meresapi, menikmati dan
terbuai oleh alunan memabukkan itu. Yang dalam tahapan mereka, bila sadarpun
mungkin sudah tak ada jalan mundur karena keduanya sudah saling menelanjangi,
saling menikmati pori-pori kulit masing-masing pasangannya.
Terutama ketika keduanya sudah tidak terpisahkan oleh sehelai benangpun ditubuh
mereka. Ketika Thian Jie dengan leluasa, bebas dan penuh semangat membelai,
meremas seluruh lekuk tubuh mungil Giok Hong, dan ketika Giok Hong hanya
sanggup mendesis-desis dan merengek-rengek manja minta dipuaskan. Semuanya
berlangsung alamiah dan naluriah, kecuali bahwa diawali oleh rangsangan racun dewa
asmara. Semua berlangsung penuh perasaan, sedemikian hingga kemudian keduanya
memasuki tahapan akhir permainan itu dengan saling memberi dan menerima. Dan
pada akhirnya mereka memasuki tahapan yang membuat mereka banyak
menghabiskan tenaga, namun dengan penuh semangat dan penuh gairah.
Dan hebatnya, pengaruh obat itu membuat mereka mampu melakukannya terus dan
terus, bahkan mungkin bisa sepanjang malam sampai kemudian keletihan dan racun
yang menguasai mereka nanti mereda dengan sendirinya. Tetapi, ada suatu hal yang
tidak disadari keduanya yang justru nyaris merenggut nyawa keduanya. Seperti
diketahui, dalam tantian Thian Jie, terdapat sumber kekuatan yang luar biasa besarnya
yang berasal dari kakeknya.
Kekuatan itu, tanpa disengaja telah melahirkan daya menyedot hawa oleh kekuatan
racun perangsang. Dan selama berhubungan seks semalam suntuk, kekuatan
penghisap hawa itu, telah secara otomatis perlahan-lahan menguras banyak
perbendaharaan tenaga Sinkang Giok Hong hingga dia bagaikan manusia yang tak
bertulang dan tak bertenaga lagi. Sementara sebaliknya bagi Thian Jie, ketambahan
hawa yang cukup banyak dari Giok Hong, hawa campuran Im dan Yang, kekuatan
Matahari dan Bulan dari Jit Goat Sin Kang khas Beng Kauw, telah membuatnya
sangat merana sejak selesai melakukan dan mencapai hajat seksnya.
Untungnya, setelah berhubungan badan berjam-jam dalam pengaruh racun, keduanya
dipergoki oleh sesosok bayangan yang merasa kaget melihat kejadian tersebut.
Bayangan tersebut awalnya marah dan risih menyaksikannya, tetapi pandang matanya
yang tajam membuatnya mengerti apa yang terjadi, tepat ketika Thian Jie nyaris
menyedot habis hawa Giok Hong.
Bayangan yang menyaksikan hal ganjil yang membahayakan kedua anak muda
tersebut, dengan risih dan rasa kasihan berhasil memisahkan kedua tubuh yang
bertelanjang bulat itu. Meskipun usaha itu juga sangatlah sulit akibat daya sedot Thian
Jie yang semakin lama semakin kuat. Sehingga akhirnya, bayangan itu menotok
beberapa titik di tubuh Thian Jie baru bisa memisahkan mereka berdua.
Bayangan tersebut kemudian berusaha membantu Thian Jie dan Giok Hong yang
semakin lemah, tapi bayangan itu bergidik ngeri sendiri. Karena setiap kali dia
menyentuh lengan atau badan Thian Jie, daya hisap itu muncul dengan sendirinya.
Segera bayangan itu sadar, sesuatu yang luar biasa dan tidak wajar telah terjadi,
beberapa kali totokan dilancarkannya, dan kemudian baru bisa menormalkan Thian
Jie meski dia tahu tidak akan lama.
Karena tidak tahu dan tidak punya akal menyelamatkan Thian Jie yang selalu
menyedot hawa saktinya, akhirnya bayangan itupun meninggalkannya telanjang bulat
dalam Goa. Kemudian dengan hanya menyelimuti tubuh telanjang Giok Hong
kemudian dibawanya masuk lebih kedalam, lebih jauh kedalam goa sampai akhirnya
hilang dan sampai lama tidak ketahuan dimana beradanya Siangkoan Giok Hong.
Sementara itu, tidak lama setelah ditinggal bayangan yang menolong mereka, Thian
Jie sendiri mengalami siksaan yang lebih hebat dari yang pernah dialaminya ketika
mencoba menaklukkan dan mengendalikan hawa dari kakeknya. Secara perlahan dia
memperoleh kesadarannya dan perlahan juga dia mulai mengalami penderitaan yang
terus meningkat, seluruh tubuhnya berkelojotan menahan hawa yang bergolak dan
saling bertentangan didalam.
Hawa sakti kakeknya bergerak semakin liar, karena seperti mendapatkan tantangan
meski sedikit lemah dari hawa Jit Goat Sin Kang Bengkauw. Sampai akhirnya
tangannya bergerak-gerak tak tertahankan, kakinya juga seperti bergerak-gerak
sendiri, beberapa kali tubuhnya mumbul keatas tanpa dapat diakuasai. Kepalanya
pening setengah mati, sementara peluhnya mengucur deras bagaikan bijian kacangkacangan.
Hal tersebut berlangsung terus dan makin bertambah-tambah
penderitaannya dari waktu kewaktu dengan kondisinya yang tak bisa diatasinya lagi.
Cukup lama Thian Jie mengalami penderitaan antara mati hidup akibat siksaan hawa
yang luar biasa banyaknya. Ada beberapa ketika memang, keadaan itu sedikit
menyurut, keadaan dimana rasa sakit berkurang, tetapi tidak lama kemudian kembali
berulang dengan rasa sakit yang makin tak tertahan. Racun dan tambahan tenaga baru
itu membuatnya tidak sanggup lagi bahkan menguasai hawa tinggalan kakeknya yang
kini meluap dan meluber karena belum sanggup dicernakan dan disatukannya dengan
tenaganya. Karena penderitaan yang tidak tertahankan lagi, akhirnya Thian Jie perlahan menutup
matanya dan perlahan dia mendesiskan sesuatu yang sejak ditemukan gurunya selalu
disuarakannya tanpa sadar:
jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam
Berkali-kali dia menggumam seperti itu, tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Bahkan
kesakitan dan penderitaan yang diakibatkan hawa sakti berlebihan itu mulai menusuknusuk
jantungnya, dan seperti uraian gurunya, bila mulai mengarah ke jantung dan
hati, maka itulah saat-saat menentukan apakah seseorang akan bertahan atau tidak.
Semakin sakit, berarti semakin dekat dengan akhir kehidupan. Dan itulah yang
dialami Thian Jie, semakin lama semakin sakit menusuk, dan diapun mengerti akhir
kehidupannya sudah menjelang datang. Tapi ketika rasa sakit yang meningkat itu
semakin tak tertahankan, berada diantara sadar dan tidak sadar, tiba-tiba tangannya
menggenggam gelang gemuk berwarna perak ditangannya, dan tiba-tiba terngiang
wajah kakeknya tercinta, dan teringatlah wejangan-wejangannya pada saat-saat
terakhir berpisah:
"Baik dan yang terakhir, terimalah gelang perak ini (sambil menyerahkan dan
mengenakan sebuah gelang perak yang sedikit gemuk karena berongga didalamnya).
Ingat dan camkan, jangan pernah mencoba membuka gelang ini dan membaca isinya
sebelum waktunya. Kamu sanggup"
"Pada saat kamu merasa sepertinya akan mati karena penuh hawa, daya dan tenaga
yang berontak. Pada saat kamu merasa tiada daya lagi, kamu ingat ayahmu dan
kakekmu, maka saat itulah kamu boleh membukanya. Ingat dan camkan waktunya"
Seberkas harapan seperti membersit disanubarinya. Bukan percuma kakeknya
memesankan hal yang sama, yang diingatnya hanya dalam sanubarinya, tanpa tahu
lagi siapa kakek itu dan siapa ayahnya dan apa pula kehormatan lembahnya. Tidak,
yang dia ingat adalah, saat kapan harus membuka gelang itu dan saat ini pasti waktu
yang diperhitungkan kakeknya, ya saat ini. Bila tidak, kapan lag" Bukankah
penderitaan ini sudah mendekatkannya pada liang kubur" Kapan lagi jika bukan
sekarang" Tiba-tiba diperolehnya kembali sedikit kekuatannya. Dengan sisa-sisa tenaga itulah,
kemudian direnggutkannya gelang itu. Dan sambil menahan kesakitan yang dalam,
dia kemudian memencet gelang ditangannya itu dan sebuah helai kertas penuh tulisan
terpampang dihadapannya.
Apa pula maksudnya" Pikir Thian Jie. Apakah sesuatu yang akan memberi petunjuk
bagaimana mengatasi kesulitanku ini" Pikirnya lagi. Apapun, lebih baik dibaca. Sebab
bukan tanpa sebab kertas itu dimasukkan dalam gelan oleh kakeknya. Maka perlahanlahan
dibukanya kertas itu dan dengan susah payah, dibacanyalah tulisan kakeknya
yang hanya beberapa kalimat:
Bumi " dalam diam & kekokohannya ". menampung segenap kekuatan. Kekuatan
apapun. Lautan ". dalam ketenangannya " menampung seluruh air di jagad raya.
Angkasa Raya " dalam gemulai geraknya ".. mewadahi seluruh hembusan angin
alam raya. Maka ".. ?" Kokohlah, sekokoh bumi
?" Tenang setenang samudra raya
?" Bergerak bagaikan angkasa raya
Manusia laksana bumi, seperti lautan, bagaikan angkasa
Pasrah akan sekokoh bumi
Pasrah akan setenang samudra
Pasrah akan seelastis angkasa raya
Karena ".. Manusia adalah alam dalam bentuk mini
Pikiran Thian Jie sejenak tumplek atas isi kertas itu, dan melupakan sakit yang
menusuk ulu hati dan jantungnya. Kekuatan apa yang tidak bisa ditampung bumi,
aliran air mana yang tidak ditampung lautan, dan gerak angin apa yang tidak menyatu
di ruang angkasa raya. Manusia adalah alam dalam bentuk mini, tentunya manusiapun
bisa menampung semua hawa, semua kekuatan, semua gerakan.
Secara kebetulan, sangat kebetulan sejak meninggalkan lembah, Thian Jie sudah
terbukti pernah dan sanggup memasrahkan hidupnya atas kekuatan dan kekuasaan
alam. Thian Jie pernah memasrahkan nasibnya atas aliran sungai dan membiarkan
gerakan aliran sungai untuk membimbingnya entah kenapa. Dia, hanya memasrahkan
semua, dengan perlindungan otomatis hawa tenaga kakeknya yang mengeram dalam
pusarnya. Dan karena itulah, Thian Jie terkenang dengan kalimat yang selalu didesiskannya
jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam. Pasrah
terhadap alam, biarkan pikiran kosong, ikuti arus air, jangan melawan. Itulah pikir
Thian Jie, itu yang harus dilakukannya ". Pasrah terhadap alam, kosongkan pikiran
dan jangan terganggu apapun, ikuti arusnya air dan jangan dilawan. Seperti mendapat
kekuatan baru, tiba-tiba Thian Jie mengulang kembali apa yang pernah disebutkan
kakeknya sebelum berpisah:
Pasrah ". Membiarkan semua hawa itu mengganyang entah kemanapun disemua
sudut tubuhnya, membiarkan hawa itu mengalir kemanapun dia mau, biarkanlah
kemanapun dia mau, jangan dihambat, jangan ditentang, dan biarlah dia menentukan
bagaimana dan apa akhirnya.
Kosongkan Pikiran ". Hanya dengan mengosongkan pikiran maka kesakitan yang
diciptakan oleh gerakan hawa itu menjadi tidak terasakan, maka kosongkanlah,
lupakanlah segala apapun, biarkan semua kekuatan dan hawa itu bermain-main sesuka
hatinya. Ikuti Arus air ". Ikuti saja kemana hawa itu mau bergerak, toch pada akhirnya arus
itu akan bermuara disebuah tempat dimana gerakan arus itu kemudian tertampung dan
kemudian diam tidak beriak.
Jangan melawan ". Inilah kuncinya, jangan melawan arus kekuatan itu, karena
semakin dilawan dan ditentang akan semakin kuat dia menerjang kemana-mana.
Kekuatan sekuat apapun, akan menemukan tempat yang tepat apabila tidak ditentang,
dan suatu saat akan reda dengan sendirinya.
Bila manusia adalah alam dalam bentuk mini, maka semua kekuatan yang bisa
diserap alam, apakah kekuatan, ketenangan, gerakan atau apapun pasti bisa diserap
manusia. Masalahnya, apakah cukup punya keyakinan dan kekokohan hati dan batin
untuk membiarkan diri sendiri dalam percobaan yang berbahaya itu.
Untungnya, Thian Jie, memang tidak punya pilihan lain selain melakukannya,
membiarkan dirinya bengkok kekiri dan kekanan, membiarkan tangannya bagaikan
lemas tak bertulang diterjang aliran hawa, membiarkan kepalanya bagaikan bengkok
dan bonyok-bonyok dengan tidak merasa sakit karena pikiran kosong dan pasrah.
Sepanjang waktu 2 hari 2 malam dia membiarkan hawa tersebut bermain-main,
menerjang kesana kemari, membentur kekiri dan kekanan.
Bahkan, bentuk tubuhnya kadang mengembang kekiri dan kekanan, besar kecil
tangan dan kakinya, bahkan badannya kadang mengembang tidak keruan. Tetapi,
Thian Jie membiarkan semuanya terjadi dan pasrah mengikuti arah dan elastisitas
yang dibutuhkan oleh kekuatan yang membahana dalam dirinya. Bahkan terkadang
dia mumbul kesana kemari dan membuat tubuhnya lecet-lecet disana-sini. Tetapi
yang pasti, dia menyerahkan semua atas nasib dan takdirnya.
Dan setelah 2 hari 2 malam, perlahan-lahan aliran hawa tersebut mulai mereda, tidak
lagi melontarkannya kekiri dan kekanan atau mumbul keatas. Tidak lagi memperbesar
dan mengerutkan besar kecil tubuhnya. Pada akhirnya, benar bila pikiran bisa
dikosongkan, bila manusia adalah alam mini, maka manusia mampu menampung
semuanya, bahkan hingga suatu saat menggerakkan semuanya.
Setelah merasa mampu mengamankan, menyimpan, menjinakkan dan mengendapkan
semua hawa yang bergerak-gerak selama 2 hari, perlahan kemudian Thian Jie
mencoba cara mengedalikan hawa yang diajarkan gurunya. Tetapi, itupun
dilakukannya dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Kondisi fisiknya sebetulnya sudah
sangat mengenaskan. Baju terkoyak-koyak, nyaris telanjang bulat, bahkan sudah
lecet-lecet disana sini, dan usaha keras yang dilakukannya jelas banyak menguras
kekuatan fisiknya.
Tetapi, semangat dan kemauan anak ini memang luar biasa. Masih sanggup perlahanlahan
dia menggerakkan hawa di pusarnya, sedikit saja, karena dia khawatir hawa itu
kembali berontak dan menghantamnya didalam. Tetapi, perlahan dan sedikit demi
sedikit dia membangkitkan kekuatan itu, membawanya berputar mengelilingi pusar,
bahkan badan dan menyalurkan ke kaki dan tangannya. Begitu terus menerus dan
ditingkatkannya kekuatan itu perlahan-lahan, hingga makan waktu beberapa jam.
Hampir dia berteriak kegirangan, setelah usahanya setengah harian, ketika menurut
petunjuk gurunya, pada saat membangkitkan hawa sakti dalam pusar tidak lagi
mengalami hambatan mau digerakkan kekiri atau kekanan, keatas atau kebawah
dengan sama lancarnya, sama cepatnya, atau bahkan mampu menggerakkan sesuka
hati, maka artinya penguasaan hawa sakti tersebut sudah sempurna dan tuntas.
Bahkan tiada lagi perbedaan antara im dan yang, antara keras dan lunak, karena
sudah sanggup meresap dan sanggup menyatu dengan kerangka wadag. Dan upaya
setengah hariannya itu, mulai mampu menggerakkan tenaga di tantiannya sesuai
kebutuhannya. Sungguh Thian Jie bergirang, bagaimana tidak, dari nyaris mati, dia
justru sanggup meleburkan semua kekuatan yang dimilikinya, baik kekuatan dari
kakeknya, bantuan gurunya, hasil latihannya maupun tenaga Matahari dan Bulan.
Semua bisa didasarkannya, dikokohkannya dalam tubuhnya, bahkan diserapnya habis
dan mulai bisa dikendalikannya sesuka hatinya.
Mimpipun Thian Jie tidak menyadari bahwa kata-kata bijak dari kertas itu, adalah
sumber perseteruan kakeknya dengan pendekar-pendekar dari Thian Tok. Lembaran
itupun, sebetulnya hanya 1 bagian dari 3 lembar kertas yang dimiliki oleh Pendekar
dari Thian Tok yang memperoleh dan diterjemahkannya dari sebuah negri yang
bernama Jawadwipa.
Negri yang memiliki pulau yang sangat banyak dan sangat berlimpah kekayaan
alamnya, sangat subur dan memiliki tingkat kebudayaan yang cukup tinggi. Negri
yang juga meyakini bahwa manusia adalah bagian dari alam, bahwa manusia adalah


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah miniatur alam dan untuk mencapai kesempurnaan harus memasrahkan diri
dalam sebuah kesatuan dengan alam. Karena itu, keselarasan antara manusia dan alam
adalah sebuah keniscayaan dalam keyakinan kepercayaan masyarakat di Jawadwipa.
Harmonisasi manusia dengan alam adalah sebuah capaian luar biasa dalam tardisi
kehidupan disana. Dan lembaran pertama dari 3 lembar itu yang justru telah
menyelamatkan Thian Jie dari kematian akibat hawa sakti yang sangat menakutkan
itu. Setelah setengah harian melatih penyaluran hawa sakti tersebut dan menemukan
kenyataan betapa dia tidak mengalami kesulitan lagi dengan hawa saktinya, Thian Jie
kemudian memutuskan untuk mengakhiri Samadhi dan latihannya. Tetapi, dalam
kagetnya, dia meloncat untuk turun dari tempat samadhinya, justru mengangkat
tubuhnya demikian ringan, bahkan seakan dia bergerak seringan angin.
Sungguh terkejut dan takjub pemuda ini menemukan kenyataan betapa kekuatan
Sinkangnya sudah melejit jauh tanpa diduganya. Luar biasa kagetnya dia menemukan
kenyataan tersebut, karena nampaknya kekuatan sinkangnya sudah melaju jauh diluar
dugaannya sekalipun. Dia bergerak beberapa kali dengan sangat leluasa dan ringan
dan mencoba beradaptasi dengan keadaan dirinya yang baru.
Bagaimana mengerahkan tenaga secukupnya untuk sebuah atau beberapa gerakan
normal, dan bagaimana takaran yang pas untuk gerakan tersebut. Kondisi semacam
itu harus diadaptasikannya agar tidak mengganggu.
Tetapi, disamping kegembiraan atas kemajuannya itu, diapun membayangkan dengan
ngeri impian semalam suntuk yang sukar enyah dari pikirannya bersama seorang
gadis yang dikaguminya, Giok Hong. Tetapi karena gadis itu tidak lagi ada
bersamanya, entah kemana, maka dia menganggap bahwa semua itu hanyalah
khayalan semata.
Banyak pikiran yang berseliweran karenanya, tetapi karena ketika menyelesaikan
samadhinya hari masih sangat pagi, dan tiba-tiba disadarnya bahwa dia atau perutnya
sungguh sangat menuntut untuk diisi, maka diputuskannya untuk memulihkan kondisi
fisiknya. Dengan kondisi awut-awutan, Thian Jie kemudian mengusahakan
makanannya sendiri.
Dan kemudian akhirnya setelah kebutuhan makanan untuk fisiknya terpenuhi, Thian
Jie memutuskan untuk melatih kembali seluruh Ilmu Silatnya. Hal ini diperlukannya
untuk membiasakan penggunaan ilmunya dengan landasan kekuatan baru yang belum
diketahuinya sampai dimana takarannya. Dimulai dari memeriksa kembali kandungan
hawa saktinya, yang dengan segera ditemukannya betapa dengan leluasa dia sudah
sanggup menyalurkan kemana saja dia mau.
Sinkangnya yang didasarkan terutama atas hawa "im" yang "lemas" sesuai dengan
ciri khas Lembah Pualam Hijau, bahkan sudah bisa dirubahnya seperti beraliran
"Yang" atau "keras". Bahkan sudah bisa dilakukannya dengan leluasa, meskipun baru
sebatas merubah-rubah semacam itu yang mungkin dan sanggup dilakukan Thian Jie.
Seterusnya, ketika kemudian dia memainkan Ilmu-ilmu pusaka keluarganya, Giok
Ceng Cap Sha Sin Kun, Soan Hong Sin Ciang, Toa Hong Kiam Sut dan semua Ilmu
yang dikuasainya, terasa perbawanya meningkat dengan sangat tajam. Gerakannya
juga terasa sangat mantap sekaligus ringan. Dan yang paling menggembirakannya
adalah ketika dia mampu memainkan jurus mujijat ciptaan terakhir dari Kiang Sin
Liong, yakni Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih
Memanggil Matahari) dengan sangat baik. Bahkan membuatnya menjadi terkesima
ketika nyaris tidak ada lagi kesulitannya dalam bersilat dengan perbawa yang bisa
diatur sekehendak hatinya.
Entah mau menampilkan yang berhawa "im" ataupun yang berhawa "yang" dan
merubah-rubahnya sekehendak hatinya. Ketika dia mulai mampu memainkan jurus
pamungkas gurunya dengan baik, diapun menemukan kenyataan bahwa Ilmu tersebut
memang sungguh ampuh. Meskipun Thian Jie masih belum sadar, bahwa
keampuhannya akan berlipat ganda bagi lawan yang menghadapinya.
Karena dari tubuhnya menguap dan mengepul awan putih yang merusak pandang
mata dan mempengaruhi mata dan cara pandang lawan. Dalam puncak penggunaan
ilmu itu dengan landasan kekuatan sinkangnya yang baru, dia membuat kondisi alam
disekitarnya seperti menderu-deru, meskipun tidak ada kerusakan berarti secara fisik.
Begitupun, Thian Jie paham, bahwa sepenuhnya dia masih harus merenungkan dan
mendalami Ilmu tersebut.
Sebagaimana pesan gurunya, Ilmu yang diciptakannya tersebut, akan mencapai
kesempurnaan, manakala terus didalami, dicerna dan digali potensi
pengembangannya. Bukan untuk menakut-nakuti orang, tetapi untuk menangkal hawa
sesat, memunahkannya dan bila perlu menghancurkan kekuatan sesat tersebut.
Dengan segera dia sadar, bahwa dia mengalami kemajuan yang luar biasa dalam
penggunaan Ilmu Silatnya, dan membuatnya menjadi semakin gembira. Karena bukan
saja kekuatan sinkangnya yang maju pesat, tetapi pendalamannya atas kekuatan Ilmu
Pamungkas yang diciptakan gurunya meningkat tajam. Juga, ketika dia memadukan
beberapa gerakan yang selama ini sudah dikuasainya, baik dalam Ilmu Giok Ceng
Cap Sha Sin Kun, Soan hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, hasilnya luar biasa.
Tangannya bahkan bisa menghasilkan hawa pedang mendesis tajam bila bermain
dengan Toa Hong Kiam Sut. Bahkan yang tidak dan belum disadari Thian Jie adalah
kemampuannya menghasilkan hawa khikang, hawa pelindung tubuh, ketika sedang
memainkan ilmunya dalam tataran tinggi. Setelah merasa puas, akhirnya Thian Jie
kemudian menyelesaikan latihannya. Melepaskan kendali atas kekuatannya dan
menyimpannya kembali kedalam tantian.
Sungguh banyak yang kemudian kembali dipikirkan oleh Thian Jie, baik
kepandaiannya yang meningkat tajam tanpa disadarinya, maupun persoalan-persoalan
yang dialaminya paling akhir. Terutama dengan Giok Hong yang dia sendiri tidak
mengerti apakah nyata ataukah tidak. Tapi karena Giok Hong tidak berada
bersamanya, dia menjadi sedikit senang dan beranggapan kenangan itu hanyalah
hayalannya semata. Dan dia sungguh berharap demikian, meskipun dalam hati dia
merasa berdebar-debar, karena khayalan itu baginya terasa sangat nyata dan sungguh
melenakan. Tetapi sesaat kemudian Thian Jie teringat bahwa dia membawa sebuah pesan dan
permohonan gurunya kepada Kim Ciam Sin Kay. Bahkan, diapun membekal sesuatu
yang menurut gurunya sangat penting. Termasuk melibatkan kepentingan dirinya dan
harus cepat disampaikan kepada Kay Pang Pancu, Kim Ciam Sin Kay. Dengan
pikiran demikian, Thian Jie akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju Markas
darurat Kay Pang di timur kota Pakkhia untuk membicarakan permintaan gurunya
kepada Kim Ciam Sin Kay.
Ketika memasuki markas Kay Pang di Pakkhia, Thian Jie menjadi terkejut karena
melihat kesibukannya yang sudah berubah 180 derajat. Berbeda dengan hari-hari
sebelumnya ketika dia berada di Markas ini, nampaknya aktifitas tidak lagi dilakukan
secara sembunyi-sembunyi. Sebaliknya sudah dilaksanakan berterang, dan kelihatan
begitu banyak orang yang berlalu lalang seperti sedang menyiapkan sesuatu untuk
dikerjakan oleh Kay Pang.
Bahkan banyak diantara orang-orang itu baru pertama kali disaksikan oleh Thian Jie
sehingga membuatnya pangling. Wajar bila Thian Jie tidak mengenal banyak tokoh
baru yang sekarang sedang berada di Markas Kay Pang di luar Kota Raja Pakkhia
(Peking) itu. Hal ini terutama diakibatkan oleh pembersian cepat dan konsolidasi
cepat yang dilakukan Kay Pang, dan melemahnya kekuatan Hek-i-KayPang yang
ditinggal tokoh-tokoh utamanya.
Tetapi, ketika semakin mendekati markas tersebut, beberapa orang yang sudah lama
berada di Markas tersebut sudah langsung bisa mengenali Thian Jie. Bahkan cara
menghormat orang itu nampak sekali sangat luar biasa, seakan Thian Jie telah
melakukan sesuatu yang sangat luar biasa bagi orang-orang tersebut. Thian Jie tidak
menyadari bahwa namanya semakin menjulang manakala Dunia Persilatan
mendengar kabar See Thian Coa Ong terluka parah ditangannya bersama Giok Hong.
Pengemis Tawa Gila dengan senang hati menyebarkan kejadian itu:
"Tayhiap, mari. Pangcu sudah lama menanti-nanti" Beberapa orang yang
mengenalnya segera mempersilahkan Thian Jie masuk, dan kemudian menugaskan
orang mengantarkan Thian Jie memasuki markas mereka.
Dan memang tidak lama kemudian, dari dalam markas Kay Pang nampak
menyambutnya Pengemis Tawa Gila, kedua Hu-Hoat Kay Pang yang baru dibebaskan
yang nampaknya sudah sehat dan pulih kembali, serta juga Mei Lan. Begitu
melihatnya, tawa khas si Pengemis Tawa Gila segera berkumandang menyambut
kedatangan Thian Jie:
"Hahahahaha, Ceng-i-Koai Hiap, sungguh luar biasa engkau sanggup melukai See
Thian Coa Ong. Tapi, dimanakah Siangkoan Kouwnio?"
"Ach, biasa saja Paman Pengemis. Akupun heran, setelah kami berbenturan hebat
dengan See Thian Coa Ong dan terlempar kedalam Gua, begitu siuman, nona
Siangkoan sudah berada entah kemana"
"Anak muda, kesanggupan kalian melukai See Thian Coa Ong hingga demikian
parah sungguh luar biasa. Bukan saja telah menyelamatkan Pangcu kami, tapi juga
telah menyelamatkan banyak nyawa anggota Kay Pang. Kami sungguh berterima
kasih" Pek San Fu, salah seorang Hu-Hoat Kay Pang sudah menjura memberi hormat
kepada Thian Jie. Hal yang malah membuat Thian Jie menjadi sangat sungkan dan
rikuh, "Ach, Locianpwe, hal itu kejadian biasa saja. Kamipun terpukul roboh dan pingsan
beberapa hari oleh pukulan orang tua lihay itu" Thian Jie merendah.
"Sebaiknya kita bercakap-cakap di dalam, Pangcu tentu senang bertemu dengan
Thian Jie yang sudah banyak membantu Kay Pang" Akhirnya Pengemis Gila Tawa
menyela percakapan dengan mempersilahkan semua masuk. Mei Lan ikut masuk
sambil memandangi Thian Jie penuh tanda Tanya dan penuh makna.
Kim Ciam Sin Kay, adalah seorang pengemis yang kini sudah berusia cukup tua,
sudah mendekati usia 70 tahunan. Karena itu, kondisi tubuhnya yang disekap lebih
dari lima tahun terakhir ini, sungguh sangat membuat keadaan fisiknya merosot tajam.
Tetapi, meskipun demikian, setelah mengobati dirinya dan total beristirahat selama 3
hari penuh, secara perlahan dia mulai menemukan kesembuhannya lagi. Kakek
Pengemis yang sakti ini, juga semakin menyadari bahwa usia tuanya tidak
memungkinkannya untuk banyak bergerak dan banyak beraktifitas lagi. Justru karena
itu, dia memerintahkan semua tenaga yang tersedia di Pakkhia untuk melindungi
markas ini. Tetapi di luar dugaannya, setelah mengetahui Pangcu mereka telah bebas, banyak
anak murid Kay Pang yang memang hanya berpura-pura takluk, kembali menyatakan
kesetiaannya kepada Kay Pang. Dan karena itu, proses pembersihan terus dilakukan,
malah dilakukan dengan mudah. Bahkan Perdana Menteri Kerajaan Cin yang
khawatir dengan imbas permusuhan dengan Kay Pang, telah menarik dukungannya
atas Hek-i-Kay Pang dan menarik tentaranya dari penjagaan atas markas Hek-i-Kay
Pang di Kota Pakkhia. Hal ini boleh terjadi karena secara tiba-tiba, semua kekuatan
Thian Liong Pang di Pakkhia dan bahkan di banyak tempat, tiba-tiba meraibkan
dirinya. Itulah sebabnya Kay Pang dengan cepat kembali memulihkan kekuatannya di
Pakkhia, dan ketika Thian Jie datang ke markas Kay Pang di luar kota Pakkhia,
kebetulan Tek Hoat sedang melakukan pembersihan di Kota Pakkhia. Dengan
menggunakan wibawanya dan juga dengan bekal Kiu Ci Kim Pay milik gurunya yang
memiliki pengaruh sangat besar atas Kay Pang, usahanya berlangsun cepat dan gilang
gemilang. Dan siang itu, Kim Ciam Sin Kay nampak sudah bisa duduk dengan anggunnya di
kursi khusus yang disediakan bagi seorang Pangcu Kaypang. Memang, sejak pagi
hari, Pangcu ini mulai bertugas seadanya, terutama dengan menerima laporan-laporan
perkembangan terakhir dari kondisi Kay Pang di utara sungai Yang ce ini.
Meskipun kondisinya belum pulih benar, tetapi Kim Ciam Sin Kay memaksakan
dirinya untuk mendengarkan semua laporan yang dibawakan oleh banyak orang,
terutama dari lingkungan Pakkhia dan sekitarnya. Nampaknya, selama 5 tahun lebih,
pengaruh Hek-i-Kay Pang sudah cukup menyebar di 5 propinsi utama di utara sungai
Yang ce. Tetapi syukurlah, karena nampaknya pukulan berat yang dialami Hek-i-Kay Pang
telah banyak menarik kembali tokoh tokoh utama Kay Pang, baik yang tunduk
bersiasat, maupun yang disekap oleh pimpinan Hek-i-Kay Pang. Hal yang disyukuri
oleh sang Pangcu, meski juga sedih dengan kejadian memalukan yang menimpa
Pangnya beberapa tahun terakhir.
Siang hari itu juga, Kim Ciam Sin Kay menerima kedatangan 5 dari 11 Kay Pang
Cap It Ho Han didikan langsung Kiong Siang Han. Tokoh-tokoh ini memang
disiapkan khusus oleh Kiong Siang Han yang melihat betapa Kay Pang semakin
melemah. Dan mengantisipasi jauh-jauh hari kemunduran yang lebih parah, Kiong
Siang Han di masa-masa menyendiri, telah memilih 11 Pengemis yang cukup
berbakat untuk dilatihnya sedemikian rupa guna melindungi Kay Pang yang semakin
mundur. Ke-5 Pengemis lihay dari pusat Kay Pang tersebut sedang mendampingi Tek Hoat,
yang sudah mereka kenal dengan baik, dalam melakukan pembersihan di Pakkhia.
Kedatangan kelima orang itu sungguh memperkuat upaya pembersihan di Pakkhia
dan utara Yang ce, dan direncanakan 2 hari lagi akan dilakukan penyerbuan terakhir
ke markas utama Hek-i-Kay Pang di sebelah utara Kota Pakkhia. Padahal, markas
itupun sebenarnya sudah ditinggalkan tokoh-tokoh utamanya.
Kim Ciam Sin Kay, baru menerima Thian Jie setelah makan siang, karena memang
Thian Jie memasuki markas Kay Pang selepas jam tersebut. Dan Thian Jie, tentu saja
atas jasanya, tidak menunggu waktu lama untuk diterima oleh Kay Pang Pangcu. Dan
bahkan Thian Jie diterima secara istimewa di kamar istirahat Pangcu yang agak luas
dengan ditemani Pengemis Tawa Gila, Mei Lan dan kedua Hu-Hoat Kay Pang.
"Hahahaha, mari anak muda yang hebat. Sungguh kehebatanmu mengingatkan aku
akan Naga-naga hijau dari Lembah Pualam Hijau" Kim Ciam Sin Kay sudah langsung
menduga Thian Jie dari perguruan Pualam Hijau dari gerakan silat yang
disaksikannya dahulu.
"Tecu Thian Jie memberi hormat kepada Pangcu" Thian Jie tentu mengerti tata
krama dan paham betul bahwa Pangcu Kaypang adalah salah satu tokoh terkemuka
dewasa ini. "Ya, bangunlah anak muda. Kedua kakak beradik she Liang sudah menceritakan
masa lalumu yang gelap. Bolehkah lohu menelisik sebentar keadaan kepalamu?" Kim
Ciam Sin Kay menggapai kearah Thian Jie dengan maksud mengadakan pemeriksaan
awal. "Silahkan lopangcu" Thian Jie kemudian duduk mendekat kearah pembaringan
dimana Kim Ciam Sin Kay duduk. Tak beberapa lama kemudian Kim Ciam Sin Kay
yang memang adalah murid raja obat dan mungkin tokoh paling mahir menggunakan
jarum emas dewasa ini bersama gurunya, melakukan pemeriksaan seperlunya. Dia
mengusap-usap dan menekan sebentar kepala Thian Jie dan malah mengusap-usap
kepala itu, dan beberapa ketika kemudian memeriksa denyut nadi dan jalan darah di
dada Thian Jie.
Kemudian terlihat memijit-mijit sebentar, sementara matanya nampak sebentar
mengernyit, sebentar nampak kagum seperti tak percaya dan kemudian nampak agak
tergetar. Dan tidak lama kemudian telah melepaskan tangannya dari kepala Thian Jie
dan memandang anak muda tersebut dengan kagum tapi sekaligus terharu.
"Anak muda, sungguh sebuah keajaiban alam yang kau alami. Tapi, juga bukan
pekerjaan mudah untuk meluruskan yang sedang bengkok menyimpang. Tapi sayang,
kondisiku sedang sangat lemah" Berkata Kim Ciam Sin Kay dengan tidak
menyembunyikan kekaguman dan kemuraman akibat belum mampunya dia
menangani penyakit Thian Jie.
"Lopangcu, bila tecu tidak salah, tenaga sakti lopangcu sedang tergetar cukup parah.
Bahkan seperti menyebar, hanya karena kekuatan iweekang losuhu maka iweekang
yang menyebar itu tidak buyar dan sirna" Berkata Thian Jie dan membuat banyak
orang heran, bahkanpun termasuk Kim Ciam Sin Kay yang kemudian memandangnya
tidak percaya. "Hm, kau bisa merasakan betapa hawa murniku seperti sedang membuyar?" bertanya
Kim Ciam heran.
"Bukan hanya sedang membuyar, tetapi seperti sedang menyebar kemana-mana dan
butuh waktu lama menjinakkannya dalam tantian. Akan makan waktu sangat lama
bila dibiarkan berhari-hari lagi kedepan" jelas Thian Jie.
"Hebat anak muda, sudah 3 hari ini lohu berusaha untuk menyatukannya, tapi
nampaknya akan butuh waktu bertahun-tahun untuk memperoleh kembali kekuatanku
seutuhnya" jawab Kim Ciam Sin Kay.
"Bila lopangcu bersedia, tecu bisa membantu lopangcu untuk menjinakkan tenaga
yang menyebar kemana-mana itu" tawar Thian Jie. Semua menjadi sangat terkejut,
baik kedua Hu-Hoat, Pengemis Tawa Gila, Mei Lan bahkanpun Kim Ciam Sin Kay.
Karena dengan kekuatan sinkang Pangcu Kay Pang saat ini, maka hanya tokoh-tokoh
sekelas Kiang Cun Le, Keempat Tokoh Gaib, Pendeta Wanita Sakti di Timur, dan
beberapa tokoh gaib yang sudah menghilang yang sanggup membantunya.
Bahkan para ketua perguruan besar, masih belum sanggup menyatukannya. Tentu
memang mereka tidak tahu, bahwa bahkan Thian Jie sendiripun baru memperoleh
pengetahuan lebih dalam soal tenaga sakti. Terutama setelah dia menyelami makna
tenaga dan hawa manusia dari petunjuk tersembunyi dari sebuah kitab yang berasal
dari timur, dari jawadwipa. Yang dipahaminya pada detik terakhir dan berhasil
merenggut kembali nyawanya dari jemputan malaekat elmaut.
Sampai lama Kim Ciam Sin Kay terpana dan kaget dengan tawaran Thian Jie.
Pertama, dia sadar bahwa terdapat keanehan yang hanya dimungkinkan oleh alam dan
takdir dalam diri Thian Jie. Ketika mengusap kepala Thian Jie, dia tahu apa yang
sedang diderita Thian Jie, dan tahu pula ada keanehan dalam struktur kepalanya yang
terguncang dan melahirkan kekuatan aneh baginya.
Kedua, dia tahu bahwa Thian Jie adalah murid seorang guru yang sangat ampuh,
tetapi baginya pengetahuan itu belum cukup untuk menyembuhkannya.


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketiga, dalam perkelahian dengan See Thian Coa Ong, dia memang melihat sebuah
tenaga tersembunyi yang kadang terlontar dari anak ini. Mungkinkah memang benar
aak ini mampu melakukannya?" Melakukan sesuatu yang hanya sanggup dilakukan
tokoh tokoh terutama dunia persilatan dewasa ini. Tapi, dengan bijaksana dia
kemudian berkata:
"Baiklah anak muda, cobalah kau pegang tanganku dan kemudian periksalah
sekemampuanmu" Kim Ciam Sin Kay kemudian mengulurkan tangannya ke arah
Thian Jie. Jelas dengan penuh keraguan.
"Pangcu, tapi ".. apakah. ".. apakah?" Ceng Hu-Hoat tak sanggup meneruskan
kalimatnya, khawatir menyinggung perasaan Thian Jie.
"Ceng Hu-Hoat, bila tidakpun, lohu harus bersembunyi selama lebih dari 10 tahun
untuk memulihkan kekuatan. Kecuali kalau Hiongcu kita, Kiong Siang Han, muncul
dan memulihkanku. Toch, anak muda ini ingin melihat keadaanku semata" Jelas Kim
Ciam Sin Kay. Pek San Fu, Pengemis Tawa Gila dan Ceng Hu Hu Hoat tak sanggup
bicara lagi. Ketiganya mengerti, bahwa dalam hal pengobatan mereka tidak nempil
melawan Pangcu mereka yang terhitung sangat mahir dalam bidang itu. Sementara
Mei Lanpun memandangi Thian Jie setengah percaya, setengah kaget dans etengah
kagum. "Mari anak muda" undang Kim Ciam Sin Kay kemudian untuk mencairkan suasana
yang sempat menyuram itu.
Thian Jie segera memusatkan perhatiannya, mengerahkan tenaga sakti yang sudah
bisa dikendalikan semaunya dan kemudian memegang tangan kanan Kim Ciam Sin
Kay persis di urat nadinya. Beberapa saat nampak keduanya kadang tergetar, kadang
muram, kadang kemudian tenang lagi, dan tidak lama kemudian Thian Jie sudah
menyelesaikan proses meneliti keadaan tenaga sakti Kim Ciam Sin Kay. Setelah
termenung sejenak, terdengar kemudian Thia Jie berkata kepada Kay Pang Pangcu:
"Lopangcu, bila diijinkan, tecu bisa membantu lopangcu, tetapi dibutuhkan waktu
mungkin sehari semalam untuk melakukannya. Menjinakkan tenaga yang menyebar,
mengumpulkannya dan kemudian melandaskannya kembali bersama dengan sumber
tenaga murni lopangcu di tantian"
Sementara itu, Kim Ciam Sin Kay, masih memandang Thian Jie terbelalak, masih
belum percaya dengan hawa sakti bergulung-gulung yang keluar dan terpancar dari
tubuh Thian Jie. Keringat yang menetes bukan karena kelelahan, tetapi karena sesatu
yang membuat dia nyaris tak percaya.
Kekuatan tenaga sakti semacam yang dimiliki oleh Thian Jie, bagi Kim Ciam Sin
Kay, hanya dimiliki tokoh sekelas Pendekar Gaib masa kini, Kiong Siang Han dan
generasi angkatan Maha Guru Kaypang itu dari Siauw Lim Sie, Lembah Pualam hijau
dan Bu Tong Pay. Mana mungkin seorang anak bau kencur macam Thian Jie malah
kini memilikinya" Bahkanpun nampak sudah sanggup mengendalikan tenaga mujijat
itu dengan baik.
Sungguh tidak masuk diakal, dan siapa pula yang bisa mempercayainya". Karena itu,
Kim Ciam Sin Kay, butuh waktu lama untuk sadar dari keterpanaannya atas sesuatu
yang ganjil dan masih tetap tidak masuk diakalnya. Dia memang tahu, bahwa Lembah
Pualam Hijau memiliki latihan Sinkang Giok Ceng yang berkhasiat menyembuhkan
luka dalam akibat membuyarnya kekuatan Iweekang. Tapi yang bisa melakukan hal
semacam itu, hanya tokoh puncak mereka. Bahkan Kiang Hong masih diargukannya
mampu melakukan hal itu. Tetap sulit diyakininya, meski kenyataan terpampang
didepan mata kepalanya:
"Luar biasa ". Anak muda, semuda ini engkau sudah menguasai sinkang setinggi
dan seajaib itu?"
"Lopangcu, entah bagaimana ketika terpukul keracunan oleh See Thian Coa Ong,
dalam keadaan hampir mati, tecu teringat dengan kalimat-kalimat rahasia dari kakek.
Setelah itu, selama 2 hari 2 malam, tecu mencoba untuk menaklukkan hawa yang
bergulung-gulung di tubuh tecu sampai kemudian merasa jauh lebih baik" Jelas Thian
Jie. Tapi, Sin Kay cukup maklum, bahwa penjelasan Thian Jie tidaklah lengkap, dan
tentu saja dia tidak boleh mendesak anak muda ini terlalu jauh. Selalu ada alasan
seseorang untuk menyimpan sedikit dari keseluruhan cerita sebenarnya. Wajar.
"Lopangcu, apakah maksudmu ada kemungkinan Thian Jie koko bisa membantumu
memulihkan kekuatanmu orang tua?" Mei Lan yang penasaran bertanya.
Kepenasarannya tidak bisa disembunyikan dari tatap matanya.
"Kemungkinan itu hampir pasti, karena kekuatannya bahkan sudah mendekati
kekuatan Kiong Siang Han Hiongcu pada masa masih aktif di dunia persilatan"
berdesis Kim Ciam Sin Kay yang mengejutkan semua yang hadir.
"Maksud Pangcu?" Pengemis Tawa Gila bertanya
"Maksudku, akupun bingung bisa menemukan kejadian seaneh dan sejanggal ini.
Tapi yang pasti, alam dan takdir anak ini memang luar biasa, terlampau luar biasa.
Jangankan kalian, akalkupun tidak sanggup menguraikan kejadian ini, dan hanya
Thian Jie seorang yang sanggup menjelaskannya"
"Ach, nampaknya lopangcu terlalu berlebihan" Thian Jie menjadi malu ketika
diperhatikan semua orang. Dia merasa menjadi seperti manusia aneh ketika ditatap
secara berbeda oleh segenap orang yang hadir dalam ruangan itu. Benar-benar gerah
dan jengah Thian Jie jadinya.
"Lan moi, apakah kamu melihatku menjadi mahluk aneh?" tegur Thian Jie yang juga
melihat pandangan aneh dan terperanjat yang berasal dari Mei Lan kearahnya.
"Sejak kamu diselamatkan dari sungai itu, kamu memang aneh koko" tangkis Mei
Lan berkelit, dan dengan tepat dia menemukan kalimat yang membuat Thian Jie tidak
bisa mengejarnya lagi.
"Sudahlah-sudahlah, keanehan Thian Jie justru adalah kebaikan buat dunia persilatan.
Tapi, lohu harus mengorbankan beberapa waktu dan banyak tenaga untuk itu. Hu
Pangcu, tolong diatur semua urusan Kay Pang selama anak muda ini membantuku.
Harap kedua Hu-Hoat membantu Tek Hoat untuk membersihkan markas Hek-i-Kay
Pang di pintu utara, lohu berkeyakinan anak ini bisa menyembuhkanku" Demikian
perintah Kim Ciam Sin Kay yang gembira melihat kemungkinan sembuh yang besar
dengan bantuan dari Thian Jie.
Demikianlah, memasuki sore hari, Thian Jie memasuki kamar bersama dengan Kim
Ciam Sin Kay untuk memulai pengobatan. Sementara itu, Thian Jie sendiri meminta
pertolongan Mei Lan untuk menunggui mereka. Tanpa sadar anak muda ini sudah
memberi kepercayaan yang begitu besar kepada Mei Lan. Terlebih karena pengobatan
dengan cara penggunaan iweekang memang sangat berbahaya, dan konsentrasi tidak
boleh buyar. Maka Mei Lanlah yang mendapat tugas menjaganya.
Pertama dan yang utama, Thian Jie memang sangat mempercayai anak dara cantik
yag merupakan penolongnya; Kedua, dia paham betul kemampuan gadis Bu Tong Pay
ini. Selain itu kekuatan yang menerjang ke markas Hek-i-Kay Pang sudah lebih dari
cukup untuk menuntaskan tugas tersisa itu.
Demikianlah, Thian Jie dan Kim Ciam Sin Kay kemudian tenggelam dalam
pengerahan kekuatan. Thian Jie berusaha untuk menaklukkan tenaga Kim Ciam yang
menyebar kemana-mana, dan kemudian menghalaunya ke tantian. Bahkan beberapa
kali Thian Jie membisikkan beberapa kalimat rahasia dari kitab terjemahan yang
berasal dari Jawadwipa, sehingga Kim Ciam sendiri, bukan hanya berhasil
menghimpun tenaganya.
Bahkan selebihnya mendapatkan tambahan kekuatan sakti yang juga luar biasa kuat
dan besarnya. Bahkan Mei Lan yang berkali-kali mengintai untuk memastikan
keselamatan keduanya, beberapa kali melihat Thian Jie yang seperti diselimuti awan,
sebentar putih, sebentar hijau, dan bahkan terkadang dipuncak pengerahan tenaganya,
seperti tidak lagi duduk bertumpu di pembaringan.
Semuanya menambah kekaguman yang bahkan semakin lama semakin aneh di hati
Mei Lan. Awalnya, cerita Pengemis Tawa Gila dan Pangcu Kay Pang yang
menggambarkan keperwiraan Thian Jie tidak dianggapnya serius. Tetapi, melihat apa
yang dikerjakan Thian Jie, mau tak mau dia menjadi percaya dan menumbuhkan
kekaguman yang aneh dalam hatinya.
Bahkan tanpa disadarinya, sosok Thian Jie yang sama takarannya dengan Tek Hoat,
mulai menjadi berkadar lain. Dia sudah tidak hanya memandang Thian Jie sebagai
kakaknya, tetapi sudah memandang Thian Jie sebagai seorang "Pria".
Sementara itu, pengobatan yang dilakukannya Thian Jie nampak berjalan sempurna
dan sesuai harapannya. Bahkan, tanpa disadari keduanya, mereka sudah menapakkan
kemampuan penguasaan tenaga sakti masing-masing satu tingkat lebih tinggi dan
lebih dalam. Terutama bagi Kim Ciam Sin Kay. Dia merasa tenaga saktinya menjadi
berlipat karena mendapat rangsangan dan mendapatkan gemblengan langsung dalam
tubuhnya oleh hawa lembut Giok Ceng Sin Kang yang menjadi intisari sinkang Thian
Jie. Di luar pintu kamar, Mei Lan masih terus berjaga sambil bersamadhi untuk menjaga
segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Di luar perkiraan Thian Jie dan Kim Ciam
Sin Kay, proses pengobatan ternyata berlangsung jauh lebih cepat. Pada pagi harinya,
Kim Ciam sudah merasa sangat bugar, bahkan merasa tubuhnya jauh lebih ringan, dan
tenaganya sudah pulih 100%. Dipandangnya Thian Jie yang nampak kelelahan, dan
diisyaratkannya untuk berhenti, karena dia telah memeriksa tenaga dan fisiknya yang
kini sudah tanpa halangan lagi. Akhirnya keduanya perlahan-lahan menarik kekuatan
tenaga dalamnya dan kemudian perlahan-lahan bernafas seperti biasa kembali.
"Pangcu, ijinkan tecu untuk beristirahat di kamar sejenak. Lebih baik pangcu
mengatur kembali tenaga pangcu sejenak, rasanya tidak ada halangan lagi" Setelah
bicara demikian, Thian Jie kemudian meminta diri diikuti anggukan persetujuan Kim
Ciam yang memang masih perlu melanjutkan beberapa saat lagi penuntasan bantuan
pengobatan atas dirinya. Sementara Thian Jie, menjadi begitu terharu ketika
menemukan di luar kamar Mei Lan masih berjaga sambil siulian. Dia menyentuh Mei
Lan dan berbisik:
"Lan moi, pengobatan sudah selesai. Istirahatlah di kamarmu"
Perlahan-lahan Mei Lan memperoleh kesadarannya, dan menjadi heran karena Thian
Jie sudah berdiri dihadapannya tanpa disadarinya.
"Koko, apakah pengobatannya sudah selesai, apakah berhasil?" Tanyanya penuh
minat. "Sudah, semua sudah selesai. Sebaiknya engkau istirahat dulu Lan Moi, akupun letih
sekali" bisik Thian Jie sambil menuntun Mei Lan bangun dengan penuh haru dan
kasih. "Baiklah, kamu istirahat jugalah koko" Mei Lan kemudian beranjak dan berlalu ke
kamarnya. Diiringi tatap mata penuh arti dari si anak muda.
================
Setelah beristirahat cukup, akhirnya sore menjelang malam hari Thian Jie meminta
untuk bertemu secara khusus dengan Kim Ciam Sin Kay. Pangcu Kay Pang ini sudah
segar bugar, sebeb siang hari setelah dia menuntaskan pengobatan atas dirinya, dia
bahkan dengan girang menemukan kenyataan betapa sinkangnya sudah maju cukup
jauh. Permintaan Thian Jie karena itu tentu dengan senang hati diterima oleh
Pengemis Sakti Jarum Emas ini.
Bukan hanya karena permohonan penolongnya, tetapi karena dia masih tetap merasa
aneh dan heran dengan keadaan Thian Jie, disamping ingin bertanya lebih jauh
mengenai keanehan di kepala anak muda itu. Karenanya, Thian Jie diterimanya di
kamar khususnya, bahkan tanpa ditemani seorangpun. Tetapi Thian Jie memesan, bila
Mei Lan dan Tek Hoat ingin bergabung boleh dipersilahkan masuk, karena
dijelaskannya kepada Kim Ciam, bahwa ada banyak cerita lain yang terkait dengan
kedua anak muda itu. Terlebih, bagi Thian Jie, kedua kakak beradik itu merupakan
keluarga terdekat baginya, selain gurunya.
Setelah itu, dalam pertemuan empat mata dengan Pangcu Kaypang Thian Jie
kemudian menyerahkan sebuah surat yang ditulis gurunya, sambil berkata:
"Lopangcu, sebelum tecu turun gunung, Suhu menulis sebuah surat yang tecu
sendiripun tidak tahu isinya. Bahkan suhu meminta, isi surat tersebut haruslah tecu
dengar langsung dari pangcu dan tidak boleh membaca surat itu. Untuk saat ini,
tecupun masih penasaran dengan isi surat tersebut, tetapi semua terserah
kebijaksanaan Pangcu"
"Baiklah anak muda. Tapi sebelumnya biarlah lohu mengucapkan terima kasih atas
bantuanmu, baik bagi lohu sendiri maupun bagi Kay Pang. Setiap Pangcu Kay Pang
memiliki tanda pengenal yang memiliki fungsi seolah-olah Pangcu berada di depan
mereka bila diperlihatkan. Nach, Lohu menghadiahkan sebuah Lencana Pengenal
buatmu anak muda.
Dengan lencana ini, kau diakui sebagai sesepuh dan sebagai warga kehormatan Kay
Pang, sebegaimana dulu suhumu juga memperolehnya dari Kiong Siang Han
Hiongcu. Dan mengenai surat dari suhumu, baiklah, coba lohu membacanya" Ucap
Kim Ciam Sin Kay sambil memberikan sebuah Lencana yang berfungsi seperti Kim
Pay, tanda pengenal Pangcu Kaypang dan menerima surat dari Thian Jie.
Thian Jie kemudian mengantongi dan menyimpan lencana tersebut dengan hormat,
sementara itu Kim Ciam Sin Kay membaca surat yang mengagetkannya. Karena tanda
pengenal Giok Ceng, menandakan pengirimnya adalah tokoh utama Lembah Pualam
Hijau. Memang sudah diduganya, tetapi masih tetap mengagetkannya. Tapi yang
membuatnya terperanjat adalah, pengirimnya adalah Pendekar legendaris seangakatan
hiongcunya, Kiong Siang Han, yang menjadi dewa gaib dunia persilatan dewasa ini.
Sampai terhenyak Kim Ciam ketika menyadari sedang memegang dan membaca
surat yang ditulis orang tua yang ditaksirnya sudah berusia lebih 100 tahun itu. Orang
tua yang tidak kurang lihaynya dan tidak kurang terkenalnya dengan sesepuhnya yang
sangat dihormatinya Kiong Siang Han. Bahkan Kiang Sin Liong ini termasuk sesepuh
yang berhubungan sangat dekat dengan Kay Pang, sangat dekat malah. Dan hal ini
bukan tidak diketahui sang Pangcu. Diam diam dia merasa bangga dihubungi dan
disurati oleh tokoh gaib yang sulit sekali ditemui bahkan oleh tokoh tingkat tinggi
seperti dirinya sekalipun.
Tetapi, lama kelamaan, isi surat itu menjadi bertambah mengejutkannya. Terkadang
dia mengernyitkan kening, terkadang dia termenung, terkadang air mukanya sulit
ditafsirkan. Tetapi, yang pasti kagetnya sungguh bukan kepalang. Kaget atas
pengirimnya, atas isi suratnya dan atas nasib Thian Jie. Benar-benar keanehan yang
sulit diterima akal, tetapi pada bagian paling akhir, dia merasa mendapat kehormatan
besar, karena ternyata bahkan kasus ini juga diketahui Kiong Siang Han sesepuhny.
Lebih bangga lagi, karena dia memperoleh kesempatan memberi bantuan bagi upaya
memadamkan badai dunia persilatan. Setelah selesai membaca surat itu, dengan air
muka yang memancarkan banyak perasaan, Kim Ciam Sin Kay memandang Thian
Jie. Perasaan kasihan dan haru, juga perasaan tercengang tak dapat
disembunyikannya. Thian Jie menjadi cemas karenanya. Dalam penasaran dia
bertanya: "Pangcu, apakah suhu menceritakan banyak hal melalui suratnya?"
"Suhu?" hm, suhumu adalah kong chouwmu (kakek buyutmu) sendiri anak muda.
Tetapi, cukup hal itu dulu yang perlu kau ketahui, karena Kakekmu memintaku untuk
menyembuhkanmu terlebih dahulu, baru kemudian membuka semua isi surat ini
kepadamu" "Maksud pangcu ". Suhuku, dia orang tua adalah kakek buyutku sendiri?"
"Benar, begitu menurut isi surat ini. Coba kamu buka pakaianmu dan lihat di pundak
kananmu apakah ada ukiran Naga Pualam Hijau disana?"
Thian Jie membuka pakaiannya dan benar, disana ada tato naga pualam hijau yang
membenarkan isi surat dan apa yang diinformasikan Kim Ciam Sin Kay.
"Anak muda, lohu kebetulan sangat paham seluk beluk keluargamu. Karena keluarga
besarmu hampir semua dikenal oleh lohu, mulai dari kakekmu Kiang Cun Le, Kiang
Hong, Kiang In Hong, dan banyak lagi. Setiap anggota keluarga yang bermarga
KIANG akan mendapatkan tato sejenis di pundak kanannya. Seperti tato dipundakmu.
Jadi terang, engkau adalah She KIANG, dan gurumu adalah KIANG SIN LIONG,
masih Kakek buyutmu sendiri" jelas Kim Ciam Sin Kay.
"Achhhhh" Thian Jie terbungkam sampai tak tahu mau bicara apa lagi. Tapi yang
pasti, perasaan haru dan sayang terhadap gurunya menjadi semakin kental, karena
ternyata kakeknya sendiri. Pantas gurunya begitu menyayangnya, begitu
mencintainya, lebih dari guru terhadap murid. Ternyata kakeknya sendiri. Pantas,
pantas. "Nah, anak muda, sisa cerita mengenai dirimu, akan kuceritakan setelah
mengobatimu. Karena bukan hanya mengenai dirimu, tetapi keadaanmu sebelum
bertemu dan mengobati aku, juga harus kuceritakan, demikian juga hal lain yang
disampaikan kakekmu melalui surat ini. Hanya, pengobatan ini akan berlangsung
panjang, mungkin lebih kurang 3 bulan. Sesuai permintaan gurumu, pada bulan 9,
nantinya kalian harus berada di Tebing Pertemuan 10 Tahunan. Artinya, bila benar 3
bulan kamu pulih, kamu masih punya waktu 1 bulan menuju ke tebing itu. Petanya
sudah dilampirkan di surat ini, dan lohu tidak boleh membukanya, hanya kamu yang
boleh membuka peta tempat pertemuan rahasia itu"
Sejak saat itu, Thian Jie kemudian mengikuti Kim Ciam Sin Kay kemanapun Pangcu
Kay Pang itu pergi. Sementara Tek Hoat melanjutkan upaya pembersihan Kay Pang
di utara Yang ce, sedangkan Mei Lan menemani Thian Jie selama sebulan awal proses
pengobatan untuk kemudian berjalan kembali ke Selatan untuk mencari jejak Pedang
Pusaka gurunya. Sementara itu, Thian Jie kemudian mengikuti Kim Ciam Sin Kay
dan menerima pengobatan di markas besar Kay Pang. Dia menghabiskan waktu
selama kurang 3 bulan menerima pengobatan Pangcu Kay Pang itu dengan tusukan
jarum emas untuk memulihkan ingatannya.
Episode 15: Liok Te Sam Kwi Vs Liong-i-Sinni
Liang Mei Lan sebenarnya tidak tahu lagi bagaimana berusaha menjejaki dan
mencari Pedang Pusaka gurunya. Tetapi, selain karena Pedang Pusaka itu kesayangan
gurunya, juga karena pedang itu telah diwariskan kepadanya, ditambah lagi dengan
rasa kasih dari gurunya yang sudah renta itu, maka Mei Lan mengeraskan hati untuk
berupaya sedapat mungkin dalam menemukan Pedang Bunga Seruni itu.
Menurut penuturan kakaknya, di daerah Cin-an dan propinsi sekitarnya, dia pernah
bentrok dengan segerombolan orang-orang Thian Liong Pang. Dan, apabila benar


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa kekacauan dan teror di dunia persilatan diakibatkan oleh Thian Liong Pang,
maka bisa dipastikan baik Pedang Bunga Seruni maupun kitab Tay Lo Kim Kong
Ciang, pasti dicuri oleh mereka. Karena Tek Hoat kakaknya masih sibuk dengan
urusan Kay Pang di utara Yang ce, maka diputuskannya untuk menyelidik ke daerah
Cin an. Lagipula, gerombolan Thian Liong Pang di Pakkhia sudah pada raib entah
kemana. Liang Mei Lang bersama Liang Tek Hoat sudah mengobrak abrik markas Hek-i-Kay
Pang dan juga Thian Liong Pang di Pakkhia dan sekitarnya. Tetapi, selain Hek-i- Kay
Pang, orang-orang Thian Liong Pang tiba-tiba seperti lenyap ditelan bumi. Akhirnya,
hanya pembersihan dan penegakkan kembali Kay Pang yang bisa dicapai oleh
keduanya, tanpa berita sama sekali mengenai Pedang Bunga Seruni.
Bahkan si pemburu berita sekelas Maling Saktipun tidak mengetahui dimana
gerangan keberadaan Pedang itu, juga tanpa informasi soal siapa dan bagaimana
Pedang itu berada dan disimpan. Akhirnya, setelah kurang lebih sebulan lebih di
Markas Kay Pang menemani Tek Hoat dan juga terutama menemani pengobatan
Thian Jie, Mei Lan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Selatan sungai Yang ce
dan berusaha untuk menelusuri jejak Thian Liong Pang disana.
Tek Hoat yang berusaha mencegahnya dan mengajaknya berjalan bersama tidak
digubrisnya, dan akhirnya keduanya berjanji bertemu di Hang Chouw kurang lebih 2
bulan sebelum pertemuan 10 tahunan yang tinggal 6 bulan lagi kedepan. Tek Hoat
sendiri merasa masih berkewajiban menyelesaikan tugas yang diembankan orang
yang sangat dihormati dan dikasihinya, yakni Kiong Siang Han yang menyelamatkan
nyawanya dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Terlebih kakek tua itu sudah
semakin renta. Karena itu, akhirnya dia membiarkan adiknya berjalan duluan ke Cin an dan terus
Hang Chouw, sementara bersama Thian Jie tetap ada Maling Sakti yang sudah
menyatakan tunduk dan mengabdi kepada si anak muda. Mei Lan sendiri, entah
bagaimana sangat berat berpisah dari Thian Jie. Tetapi, bertahan di markas Kay Pang
tanpa melakukan apa-apa, juga membosankannya. Terlebih, Thian Jie juga sulit diajak
bicara, karena harus banyak diawasi dan bahkan langsung diawasi secara ketat oleh
sang Pangcu. Karenanya, Mei Lan memilih pergi.
Sambil menikmati pemandangan memasuki lembah Sungai Kuning, Mei Lan
melarikan kudanya pelan-pelan. Karena pemandangan memasuki lembah sungai
kuning termasuk cukup indah, dan semakin jauh berjalan dia akan segera memasuki
sebuah dusun bernama Hong cun. Meskipun masih terpisah cukup jauh dari Kota Cin
an yang termasuk di wilayah propinsi Shantung. Karena merasa waktu cukup panjang,
maka perjalanan Mei Lan malah terasa sangat lambat, bahkan kudanya tidak lagi
berlari, melainkan berjalan.
Tapi Mei Lan tidak merasa bodoh dengan pelannya langkah kuda, malah sebaliknya.
Sambil berdesis dan bersiul-siul, malah dia menikmati jalan kudanya yang lambat
sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar di sudut pandangnya. Gadis
ini memang sedang riang dan sangat menikmati perjalanannya menyusuri jejak
pedang gurunya.
Tapi tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara berkelabatnya bayanganbayangan
orang seperti sedang bertempur. Bahkan sesekali dia mendengar suara
bentakan dan teriakan seorang gadis yang nampaknya sangat penasaran menghadapi
sebuah perkelahian. Karena penasaran dengan suara tersebut, akhirnya Mei Lan
berusaha untuk mendekati arena perkelahian tersebut.
Dan alangkah terkejutnya dia ketika menyaksikan sebuah pertempuran yang cukup
seru. Perkelahian antara seorang anak gadis yang masih seusia dirinya, atau malah
masih lebih muda dibandingkan dirinya, melawan seorang anak muda lainnya yang
bekakakan ceriwis dan sangat tidak tahu malu.
Pertempuran tersebut nampak berjalan seru, tetapi ginkang si gadis nampak terlalu
tangguh bagi si pemuda yang nampaknya memiliki tenaga yang cukup besar. Masih
jauh mengungguli si gadis cilik. Karena itu, perkelahian nyaris seperti si anak muda
berusaha menangkap si anak gadis yang berkelabat-kelabat tak tersentuh. Meski kalah
tenaga, tetapi gadis cilik itu memiliki gerakan ginkang yang jauh melampaui si anak
muda. Siapakah sebenarnya mereka yang sedang bertanding" Kedua anak muda tersebut
sebetulnya bukanlah orang-orang sembarangan. Paling tidak, keluarga atau guru
mereka, bukanlah orang-orang biasa dalam dunia persilatan dewasa ini. Si gadis yang
nampak agak binal karena memang usianya masih belasan tahun, paling banyak 15
tahun atau malah kurang, bernama Kiang Sun Nio, putri tunggal Bengcu Persilatan
dewasa ini, Kiang Hong.
Bahkan gurunya lebih hebat lagi, tokoh wanita yang dianggap paling sakti di dunia
persilatan dewasa ini, Liong-i-Sinni atau yang adalah bibi-neneknya Sun nio, Kiang
In Hong. Seperti diketahui, anak ini sejak berusia 4-5 tahun sudah dibawa oleh orang
tuanya untuk berguru kepada Nikouw Sakti di Timur, Liong-i-Sinni yang adalah
kerabat dekat mereka sendiri. Dan Sun Nio berlatih disana sampai 10 tahun, untuk
kemudian secara tiba-tiba lenyap dari pengawasan Liong-i-Sinni yang memang sangat
mengasihinya. Lenyapnya anak ini, membuat Liong-i-Sinni mau tidak mau keluar pertapaannya.
Karena dia sendiri sadar untuk apa Sun Nio dititipkan kepadanya menurut
perhitungan Kakaknya Kiang Cun Le yang sangat dekat dan sangat dihormatinya.
Karena itu, dengan berat hati, Liong-i-Sinni kembali keluar pertapaan, dan kembali
dikenal dan dilihat orang mengembara di dunia persilatan.
Sesuatu yang sebenarnya sudah tidak ingin dilakukannya. Sayang, dia kembali terikat
dengan kehadiran cucunya yang sangat nakal, binal namun juga sangat cerdas seperti
ibunya ini. Sudah berhari-hari, bahkan berminggu minggu dia mengikuti jejak Sun
Nio, tetapi kecerdikan anak gadis itu sering membuatnya terlolos dari kejaran
gurunya. Sementara si anak muda yang paling berusia 17-18 tahun juga bukanlah pemuda
sembarangan. Anak muda ini adalah murid termuda sekaligus terkasih dari tokoh
besar dunia hitam Liok Te Sam Kwi (Tiga Setan Bumi). Anak muda ini dikenal
dengan nama Ciu Lam Hok. Seorang anak yang sudah sejak lahirnya berada dalam
didikan Liok te Sam Kwi yang menemukannya di pesisir sungai Kuning,
teronggokkan begitu saja. Anak itu seperti sengaja ditinggalkan orang tuanya dengan
maksud yang sulit dipahami.
Ketiga setan yang rada gila ini, menjadi tertarik kepada bocah yang waktu itu baru
berusia setahun lebih karena tulang tulangnya nampak mengagumkan, dan cocok
dididik menjadi murid mereka. Demikianlah, Ciu Lam Hok mereka didik dan
dianggap anak sendiri oleh ketiga Datuk Iblis ini, hingga sekarang sudah berusia lebih
dari 17 tahun. Anak ini menjadi murid penutup mereka dan memiliki 2 orang suheng
yang sudah lama meninggalkan perguruan dan melakukan pengembaraan dan
perantauan. Kedua anak muda ini sebenarnya bertemu secara sangat kebetulan. Sun Nio yang
berjalan tergesa-gesa menghindarkan pengejaran Gurunya, sekaligus neneknya,
kebetulan bertemu dengan Ciu Lam Hok yang sedang berburu bagi kebutuhan
makanan guru-gurunya yang bertapa disebuah gua dalam hutan yang tersembunyi.
Secara tidak sengaja, kehadiran Sun Nio membuat Lam Hok kehilangan seekor rusa
buruannya. Padahal sialnya, dia sudah cukup lama mengincar rusa buruan yang
diperkirakannya bakal bisa disantap selama 1 minggu itu. Karena kesalnya, akhirnya
kedua anak muda tersebut akhirnya malah bentrok dan saling serang dengan serunya.
Meskipun masih berusia muda, tetapi Sun Nio telah dilengkapi dengan pendidikan
selama 10 tahun oleh neneknya.
Dia telah menguasai ilmu-ilmu pusaka Ceng Giok Cap Sha Sin Kun, Soan Hong Sin
Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, bahkan juga sudah sangat mahir memainkan ilmu
ginkang Te-hun-thian (mendaki tangga langit), dan juga Ilmu ciptaan Liong-i-Sinni
yakni Hue-hong-bu-liu-kiam (tarian pedang searah angin). Tetapi anak gadis yang
rada nekad dan binal ini, minggat ketika mulai melatih ilmu yang sangat berat, yakni
Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan.
Terutama karena dia mendengar, orang tuanya hingga 10 tahun dia berlatih silat,
justru menghilang, ketika seorang kenalan Liong-i-Sinni bercakap dengan Pendeta
Wanita ini suatu saat. Mendengar berita bahwa orang tuanya sudah sangat lama
lenyap dari dunia persilatan karena melaksanakan tugas, anak gadis ini menjadi sedih
dan rindu dengan orang tuanya. Makanya dia kemudian memutuskan untuk minggat.
Tanpa minta ijin dan memberitahukan gurunya. Anak cerdik ini sadar, bila minta ijin
gurunya, justru hanya akan menghadapi penolakan dan malah akan sulit melarikan
diri. Makanya, dia memilih minggat.
Mudah diduga bahwa remaja gadis ini, bukanlah santapan empuk bagi Ciu Lam Hok.
Sebaliknya malah justru santapan yang sangat keras, atau teramat keras. Sehebat
apapun dia bergerak, tetap tidak mampu menyandak atau menyentuh jubah Sun Nio,
padahal gadis ini belum mainkan Soan Hong Sin Ciang ataupun Yan Cu Hui-Kun
yang cepat dan sangat ringan.
Tapi itupun sudah cukup membuat semua serangan Lam Hok menjadi mubasir. Saat
kedatangan Mei Lan adalah saat ketika si gadis melayang-layang ringan dikejar Lam
Hok, dan nampak seakan-akan terdesak di mata Mei Lan. Betapapun, Mei Lan sendiri
masih belum cukup lama pengalaman tempurnya, karena itu dia mendapatkan
pandangan yang keliru mengenai pertandingan tersebut.
Segera setelah dia melihat Sun Nio jarang membalas, dan pasti pemuda ceriwis itu
yang gatal tangan, maka Mei Lan kemudian bersiut dan maju menerjang arena
perkelahian. Padahal, biarpun dilanjutkan ratusan jurus, gadis kecil itu tidak bakal
tertangkap atau terpukul oleh Lam Hok. Karena gerakannya terlampau ringan dan
gesit bagi Lam Hok:
"Pemuda bangor mengejar-ngejar anak gadis, sungguh memalukan" Sambil
menerjang dia melakukan tangkisan atas tubrukan Lam Hok. Benturan segera terjadi
"Dukkk", dan betapa kagetnya Lam Hok menemukan kenyataan bahwa yang
menangkis serangannya adalah juga seorang anak gadis, meski nampak sedikit lebih
tua dari gadis yang sebelumnya, tapi nampaknya masih tetap di bawah usianya.
Hebatnya, gadis ini tidaklah berkelabat-kelabat menghindar, sebaliknya malah
membentur lengannya dan akibatnya tangannya tergetar hebat dan dia terdorong
mundur dengan hebatnya. Lebih kaget lagi, ketika dia melihat bahwa gadis yang baru
datang ini malah nampak tidak goyah oleh benturan tersebut. Bahkan kemudian
mencecarnya habis-habisan, sementara anak gadis yang satu lagi dengan riangnya
telah berseru-seru. Tetapi tidaklah lama, karena kemudian terdengar anak gadis cilik
itu kemudian berseru:
"Enci yang baik, biarlah kupinjam dulu kudamu kali ini. Lain kali Sun Nio akan
mengembalikannya kepadamu" Dan dengan enaknya anak itu berkelabat ringan ke
punggung kuda tunggangan Mei Lan dan sebentar saja sudah lenyap dari pandangan
mata. Mei Lan sendiri menjadi kaget, tetapi tidak sempat lagi mengejar anak binal itu,
meskipun tidak begitu marah kepada anak gadis itu, tetapi Mei Lan merasa rada kesal
juga kehilangan tunggangan. Dan amarahnya itu akhirnya disalurkan kepada Lam
Hok yang menjadi kebingungan dan gugup diserang habis oleh seorang anak gadis
dan membuat dia jatuh dalam kubangan kesulitan. Betapa tidak, gadis yang satu ini
memang jauh lebih lihay dan terpaut jauh dari kemampuannya.
Saking marahnya, Mei Lan menyerang Lam Hok dengan jurus-jurus dari Bu Tong
Kiam Hoat dan semua tangkisan Lam Hok menyebabkannya meringis. Jika
sebelumnya Lam Hok tidak mengembangkan jurus dari perguruannya, kali ini dia
terpaksa bersilat dengan memainkan jurus Siang Tok Swa Pasir (Tangan harum
beracun), salah satu pukulan andalan ketiga gurunya.
Tetapi mana sanggup dia bertahan ketika kemudian Mei Lan menggunakan Thai Kek
Sin Kun, yang dengan cepat membuat Lam Hok tambah puyeng dan kebingungan.
Lengannya terasa sakti-sakit ketika membentur dan menangkis pukulan pukulan Mei
Lan. Meski usianya lebih banyak, tetapi latihan dan kematangan serta penguasaan
ilmu nampaknya masih kalah setingkat dibandingkan Mei Lan. Apalagi, Ilmu dan
dasar Mei Lan sangat murni, dan membuat Lam Hok jauh ketinggalan kualitetnya.
Sudah beberapa kali Mei Lan berhasil menjowel dan memberi pukulan ringan kepada
Lam Hok, meski ia tidak bermaksud melukai Lam Hok dengan parahnya. Memang,
Mei Lan hanya berkeinginan memberi hajaran kepada Lam Hok dan sama sekali tidak
berniat melukainya. Dan ketika sekali lagi dia terkena pukulan Thai kek Sin Kun, tak
terasa mulutnya berteriak: "Suhu tolong", dan untuk kesekian kalinya dia tergulingguling
roboh menerima pukulan Mei Lan.
Mei Lan kaget mendengar anak laki-laki ini masih merengek-rengek kepada gurunya,
sungguh menggelikan. Nyaris dia tertawa ngakak, seorang anak muda yang berusia
diatasnya masih meengek-rengek mohon pertolongan gurunya. Tetapi, karena dia
merasa benar, maka dia tidak memperdulikan bahwa dia sudah menghajar anak murid
orang lain yang kemudian dengantidak malu meminta bantuan gurunya. Karena
keyakinan itulah malah kemudian terdengar Mei Lan membentak:
"Hayo, bangun kalau masih berani, atau berlutut dan minta ampun sambil berjanji
lain kali tidak akan mengganggu anak kecil lagi"
Tetapi Lam Hok sendiri adalah anak yang licik dan cerdik. Dia tahu, suaranya tadi
telah membangkitkan guru-gurunya, karena itu dia menjadi lebih berani. Karena itu
dia menyahut: "Anak kecil seperti kamu, soknya minta ampun" sambil menyelesaikan kalimatnya,
kembali dia menyerang Mei Lan, kali ini lebih ganas karena kini dia menggunakan
Kiam Ciang (tangan Pedang). Kiam Ciang ini, jika dimainkan bersama oleh suhunya,
perbawanya sungguh luar biasa, mencicit-cicit dan mampu menebas apapun benda
keras disekitarnya. Meski jauh dari kehebatan gurunya, tapi sudah bolehlah digunakan
oleh Lam Hok. Hanya saja sayangnya, lawannya kali ini adalah Mei Lan.
Anak gadis yang dididik tokoh kenamaan dan memiliki keuletan yang luar biasa,
selain telah melalui beberapa pertarungan menegangkan selama 6 bulan
pengembaraannya. Gurunya, bahkan jauh melampaui guru Ciu Lam Hok, kualitas
ilmu dan keseriusan pendidikan juga berbeda jauh. Karena itu, enak saja dia
melangkah dan bergerak menggunakan Sian Eng Coan-in, (Bayangan Dewa
Menembus Awan), dan semua hembusan hawa pedang itu luput dan tak sanggup
mengenainya. Sebaliknya, sebuah hentakan dari Ilmunya Pik Lek Ciang (Tangan Kilat) kembali
menyentuh lengan Lam Hok dalam bentuk tangkisan, yang membuat lengan Lam Hok
seperti melepuh terkena sambaran Kilat. Lam Hok kembali mengeluh dan mundur,
kali ini dia benar-benar menjadi jerih akibat kehebatan Mei Lan yang tak segan-segan
menyerang dan menangkis pukulannya dengan Ilmu yang diluar perkiraannya. Benarbenar
dia merasa kapok, karena semua pukulan saktinya seperti tak berguna
menghadapi gadis cilik ini.
Tapi disamping itu, dia merasa sangat penasaran dengan ilmunya. Bisa-bisanya kalah
dengan seorang gadis kecil yang mash di bawah usianya"
"Hm, sungguh murid Bu Tong Pay yang sombong. Bahkan Sian Eng Cu sendiri
masih belum berani sekurangajar ini terhadap perguruan kami" Sebuah suara yang
menyeramkan tahu-tahu berkumandang tiba, dan sekejap kemudian dihadapan Lam
Hok telah berdiri Sam Kwi (Setan Ketiga), salah seorang guru Lam Hok.
Meskipun dia merasa kagum akan usia muda Mei Lan, tetapi gengsi perguruannya
telah mengalahkan pertimbangan lainnya, dan terlebih melihat Mei Lan melukai Lam
Hok dengan Ilmu Pik Lek Ciang yang adalah ilmu khas Bu Tong Pay. Perguruan yang
sangat dipenasarinya sekaligus sangat dibencinya karena selalu menghalangi dan
menantang mereka melakukan aktifitas dan kejahatannya.
"Nona, silahkan engkau menyerang lohu dan boleh kau gunakan seluruh Ilmu Bu
Tong Pay mu" menantang si kakek dengan suara menyeramkan. Apalagi karena Sam
Kwi ini memang berbadan tegar, bagaikan raksasa. Tubuhnya nyaris dua kali besar
dan tinggi Mei Lan, sehingga nampak menggidikkan. Berdiri dihadapannya dan
menantang berkelahi anak remaja seperti Mei Lan sebenarnya bakal ditertawakan
banyak tokoh persilatan. Tapi, gengsi perguruan mengalahkan pertimbangan Sam
Kwi. Sementara Mei Lan yang sudah terlatih mental dan batinnya oleh tokoh sekelas
Wie Tiong Lan, membuatnya tidak gampang dan mudah tergertak begitu saja.
Sebaliknya dengan tenang dia berkata:
"Tidak ada maksud boanpwe untuk menentang locianpwe, hanya murid locianpwe ini
yang tak tahu malu mengejar-ngejar seorang anak gadis kecil dan mau
menangkapnya. Sungguh kurang ajar" sambil mengerling Lam Hok.
"Bila muridnya kurang ajar, ada gurunya yang mengajar. Apapula salahnya mau
menangkap anak kecil yang binal?"
"Hm, nampaknya guru dan murid sama tidak genahnya" Mei Lan jadi panas hati.
Masih terlalu muda memang bagi Mei Lan untuk mawas diri dan banyak mengalah,
terlebih di usia mudanya dengan bekal ilmu yang tinggi.
"Silahkan, bila locianpwe mau mengajarku, itupun bila memang mampu mengajar"
tantangnya malah.
"Hm, anak kurang ajar. Apa kau pikir perbawa Bu Tong Pay menakutkan kami
disini?" Sembari itu, Sam Kwi segera mengibaskan lengan bajunya, dan seiring itu
suara memekakkan telinga mengarah ke Mei Lan. Tapi bukan Mei Lan kalau takut
dengan gertakan demikian. Perkelahian dan jurus yang lebih mengerikan dari itu
sudah pernah disaksikan dan dilawannya. Gurunya pernah mengajarkannya "Kibasan
Ekor Naga", salah satu Ilmu Kibasan yang hebat dari Bu Tong Pay. Dan kibasan Sam
Kwi baginya masih belum sehebat gurunya. Karena itu, dengan melangkah kekiri,
memutar kekanan, kibasan itu menjadi tidak punya arti apa-apa baginya, luput. Tidak
menggidikkan hatinya, tidak membuat takut.
Melihat sesederhana itu Mei Lan menghindari kibasannya, Sam Kwi segera sadar,
kalau anak ini memang bukan anak biasa. Diapun kaget. Segera dipentangnya
tangannya, dengan cepat dia menggerak-gerakkannya dan berusaha menjangkau
tubuh Mei Lan agak ke atas. Nampaknya Sam Kwi sudah menggunakan Siang Tok
Swa, karena itu, bau harum beracun segera menyebar kemana-mana.
Untungnya, bau itu sendiri tidak punya kesanggupan meracuni orang, tetapi hawa
pukulan dan pukulan itu sendiri yang berbahaya. Dengan cepat Mei Lan mainkan


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ilmu Ginkangnya Sian Eng Coan-in (Bayangan Dewa Menembus Awan), berkelabat
lenyap dan membalas dengan menggunakan Ilmu Thai Kek Sin Kun. Dan Ilmu itu
nampaknya memang sanggup menghalau hawa pukulan yang diarahkan ke tubuh Mei
Lan dan tidak menghasilkan akibat apapun yang merugikannya. Hal yang tentu
membuat Sam kwi tambah penasaran dan tambah murka:
"Hm, ini tentu Thai Kek Sin Kun, memang hebat" Sam Kwi mengenali ilmu ampuh
Bu Tong Pay. Dan kembali tangannya bergerak-gerak lebih cepat dan lebih berat,
tetapi semua serangannya ke tubuh Mei Lan dapat dihindari anak gadis itu. Bahkan
dengan Ilmu Thai kek Sin Kun, dia masih sanggup mengirimkan beberapa serangan
balasan kearah Sam Kwi.
Dan suatu ketika, dengan berani dia memapak lengan Sam Kwi dengan
menggunakan Pik Lek Ciang, dan membuat keduanya terdorong ke belakang. Luar
biasa, bahkan Mei Lan sanggup menahan serangan dan kekuatan Sinkang Sam Kwi,
sampai membuat Sam Kwi tertegun. Tapi tidak lama, karena kemudian dia sudah
kembali menyerang dengan suara serangan yang mencicit-cicit, itulah Kiam Ciang
yang jauh lebih ampuh ketimbang Lam Hok. Jauh lebih ampuh karena dia yang
mengajar Lam Hok.
Tetapi kembali Mei Lan bersilat dengan ginkangnya, sehingga serangan-serangan
Sam Kwi tidak sanggup mengenai pakaiannya sekalipun. Bahkan dengan Pik Lek
Ciang, dia berani beberapa kali memapak tebasan tangan Sam Kwi yang memang
lebih kenyal dan kuat dibanding Lam Hok. Toch, lama kelamaan Sam Kwi juga
meraung marah, karena tidak pernah sanggup menyudutkan Mei Lan dan
membuatnya sangat gusar. Sungguh memalukan, tokoh setua dan setingkat dia, tidak
sanggup mendesak anak gadis seusia Mei Lan, dan malah harus beberapa kali
berusaha memunahkan tenaga serangan si gadis yang tidak kurang berbahaya bagi
dirinya. Tiba-tiba nampak disamping Sam Kwi 2 orang lainnya. Rupanya erangan Sam Kwi
tadi merupakan isyarat memanggil 2 setan lainnya, dan kini ketiganya baik Sam Kwi
(Setan Ketiga), Ji Kwi (Setan Kedua) dan Thai Kwi (Setan Ketiga) sudah berdiri
berendengan. Ji Kwi juga agak tinggi dan jangkung, cuma nampak seperti jerangkong
karena tubuhnya yang kurus bagaikan daging membungkus tulang belaka.
Tapi matanya nampak bersinar lebih aneh dan agak lebih sadis, karena memang dari
ketiganya, kakek inilah yang paling kejam dan sadis dalam memperlakukan musuh
dan korbannya. Bahkan sesekali dia mau memakan korbannya. Memang seram dan
sadis Ji Kwi ini. Sementara tokoh ketiga, sebaliknya dibandingkan kedua saudaranya
yang lebih muda. Kakek ini, nampak berwajah senyum dan simpatik, tubuhnyapun
agak pendek bundar, sehingga nampak lucu.
Tapi, jangan tertipu dengannya, karena senyum simpatiknya berbau magis dan maut.
Semakin simpatik senyumnya, semakin keras kemauannya untuk membunuh, dengan
cara apapun. Inilah Liok te Sam Kwi, lengkap berhadapan dengan seorang gadis
remaja. Sungguh hadap-berhadapan yang aneh dan lucu. Tokoh tingkat tinggi
mengurung seorang gadis remaja yang baru memunculkan dirinya di dunia persilatan
dengan usia yang masih remaja lagi, belum genap berusia 17 tahun.
"Hehehehe, Sam Kwi, anak-anak seginipun sampai membuatmu membangunkan
kami?" bertanya Ji Kwi sambil mengerling sekilas kearah Mei Lan yang
dipandangnya sangat ringan. Masih kanak-kanak, masih bocah, masih belum bisa
dibilang lawan berbahaya. Benar-benar aneh jika Sam Kwi harus membangunkan
mereka. "Benar Sam Kwi, buat apa kau memanggil kami melawan bocah kemaren sore"
tambah Thai Kwi yang juga merasa penasaran karena dibangunkan hanya untuk
menghadapi anak masih bau pupuk ini. Benar-benar membuatnya sangat penasaran
dan malu. "Dia murid Bu Tong Pay dan telah menghina murid kita habis-habisan. Apa kalian
pikir dosa itu tidak layak dibalas" Membiarkan Bu Tong Pay menghina kita sekali
lagi?" Sudah cukup dulu kita kalah seusap melawan Sian Eng Cu, masakan anak
kemaren sore dari Bu Tong Pay juga kita biarkan leluasa menghina kita?" Hebat cara
Sam Kwi membakar kedua saudaranya, dan dengan cepat Ji Kwi sudah menganggukangguk,
dan sebuah senyum dikulum juga nampak muncul di wajah Thai Kwi. Tapi,
tetap masih belum membuat kedua setan lainnya merasa perlu turun tangan.
"Tapi, apakah belum cukup dirimu untuk menaklukkan anak yang masih bau pupuk
seperti ini?" Tanya Ji Kwi yang membuat wajah Sam Kwi memerah saking kekinya.
"Anak ini didikan Sian Eng Cu, dan telah memiliki kesaktian yang cukup hebat dan
memadai" Sam kwi membela dirinya.
"Masakan bisa sehebat itu dan bisa melampauimu" buru Ji Kwi yang menjadi makin
tertarik. "Akan cukup kuat melawan kita" tegas Sam Kwi.
Jawaban ini mengagetkan Ji Kw dan Thai Kwi, yang membuat mereka jadi
memandang Mei Lan dengan pandangan berbeda. Kaget dan penasaran, apa mungkin
anak gadis begini sudah sanggup menandingi mereka"
"Wah, jika begitu, kita perlu berpesta sekarang" ujar Thai Kwi ringan dan mulai
merasa tertarik bermain-main dengan anak ini.
"Mari kita mulai" Ji Kwi sudah langsung membuka serangan kearah Mei Lan,
seorang anak yang tadinya dipandangnya ringan. Tapi, ketika lengannya beradu
dengan Pik Lek Ciang Mei Lan, dia juga tercekat. "Seperti adu tenaga dengan Sian
Eng Cu saja" pikirnya. "Bocah ini tidak boleh dibuat main-main" teriaknya sambil
melanjutkan serangan dengan Kiam Ciang, dan bersamaan dengan itu Sam Kwi dan
Thai Kwi juga menyerang dengan Kiam Ciang. Sungguh luar biasa, tokoh utama
dunia Hitam melawan seorang anak remaja, anak gadis yang kemudian hanya
sanggup berkelabat kesana-kemari menghindari benturan dengan ketiga orang tokoh
sesat itu. Sebetulnya Liok te Sam Kwi, bila maju seorang demi seorang, bukanlah tokoh yang
patut ditakuti di dunia persilatan. Terbukti, Sam Kwi tidak sanggup berbuat aa-apa
menghadapi Mei Lan. Hanya karena kurang tenang dan segan sajalah yang membuat
Mei Lan tidak menjatuhkan Sam Kwi. Tetapi, bila mereka maju bersama, maka
kemampuan mereka bahkan mampu mengimbangi See Thian Coa Ong, Tian Te Tok
Ong dan bahkan Pek Bin Houw Ong, 3 datuk sesat lainnya.
Maju berpisah, mereka memang sulit menandingi, tetapi ketiganya sanggup saling
dukung dan saling mengisi dalam Ilmu Silat karena memang ketiganya adalah kakak
beradik yang tumbuh dan berkembang bersama, termasuk dalam Ilmu Silat. Kiam
Ciang yang dimainkan bertiga ini, sungguh berlipat kali jauh lebih tangguh
dibandingkan Lam Hok, karena pohon-pohon disekitar bagaikan diiris-iris dan
disentuh hawa pedang. Dedaunan yang jatuh, juga nampak seperti baru ditabas
pedang yang sangat amat tajam.
Apalagi Mei Lan yang berada di tengah-tengah dan menjadi sasaran amarah mereka.
Segenap kekuatan telah dikerahkannya, dan dia memainkan ilmu-Ilmu pilihan dari
perguruannya untuk bertahan dari kepungan ketiga Iblis ini.
Selain itu Mei Lan bukanlah barang mati. Sebaliknya, dia manusia hidup yang
memiliki ginkang yang juga sangat tinggi, yang membuatnya dijuluki Sian Eng Li
(Nona Bayangan Dewa). Dengan ginkangnya yang khas, dia bergerak pesat
mengimbangi ketiga datuk sesat ini, dan mampu menghindarkan dirinya dari hawa
pedang yang berseliweran disekitarnya.
Mati-matian dikerahkannya Sian Eng Coan-in, ginkang andalan warisan gurunya dan
beberapa ketika kemudian, diapun mulai mengembangkan Sian-eng Sin-kun (Silat
Sakti Bayangan Dewa). Tubuhnya berkelabat kesana kemari dan dengan beraninya
dia memapas dari samping tangan pedang ketiga lawannya dengan mengisi tangannya
dengan jurus dan kekuatan Pik Lek Ciang. Sehingga meski tetap berat baginya, tetapi
tidak memperburuk keadaannya. Dulu, Liok te Sam Kwi ini, justru dikalahkan dengan
jurus ini, yakni Sian Eng Sin Kun dan kombinasi dengan Pik Lek Ciang, dan karena
itu mereka kemudian menciptakan ilmu terakhir, Ha-mo-Kang (Tenaga Katak
Buduk). Bila Mei Lan lebih tenang sedikit, sebetulnya dia tidak akan sampai terdesak untuk
menghadapi gabungan serangan Ketiga Setan ini. Tetapi, rasa gagap masih sesekali
menghinggapi dirinya dan membuatnya merasa kurang percaya diri. Padahal, kualitas
Ilmunya sudah tidak terpaut jauh dari suhengnya yang pernah mengalahkan ketiga
setan ini. Tapi, pengalaman dan kekuatan mental mereka memang masih berbeda dan
terpaut jauh sesuai dengan pengalaman.
Dan, ditambah kemudian dengan Ha-mo-kang yang sayangnya belum dikenal sifatsifatnya
oleh Mei Lan. Apalagi, Ha mO Kang ini diciptakan untuk menghadapi Ilmu
Bu Tong Pay. Seandainya dia mengenali cara memapaknya, atau menghindarinya,
maka masih punya harapan baginya. Celakanya, gadis mungil ini masih minim
pengalaman. Ketika ketiga lawannya berjongkok dan mendekam ke bumi, dia merasa
geli, dan sudah terlambat baginya untuk berkelabat kemanapun apabila ketiganya
sudah menyerangnya berbareng.
Tetapi, untung kesiagaannya masih membuatnya menyiapkan ilmu terakhirnya,
karena dia sadar lawan-lawannya ini siapa. Bersamaan dengan dia menyiapkan Ban
Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan), ketiga
lawannya serentak bangkit dan mengurungnya dari tiga penjuru. Mei Lan mati
langkah, kemanapun dia pergi angin pukulan Ha-mo-kang memburunya dan telah
menutup pintu keluar baginya. Menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya dan
karena itu hanya ada satu cara menghadapinya, yaitu melawan secara kekerasan
dengan ilmunya yang terakhir.
Dengan sepenuh tenaga, dipusatkannya pikiran kearah tangannya, dan dengan nekad
didorongnya kekiri dan kanan untuk membuka jalan keluyar. Sekejap kemudian
terdengar benturan hebat:
"Blaaaar" dan kemudian terdengar jeritan tertahan Mei Lan "Aduuuuh", tubuhnya
melayang jauh dan akan segera terbanting apabila tidak disanggah oleh orang lain.
Kedatangan yang sungguh tepat waktu dan berjarak kurang lebih 15 langkah dari
arena. Tubuh Mei Lan ditangkap oleh seseorang, yang ketika kemudian
membaringkan Mei Lan di tanah segera melakukan totokan dibeberapa tempat. Baru
sesaat kemudian terdengar ucapan memuji kebesaran Budha:
"Siancai, siancai, anak baik mengapa bertempur dengan 3 setan" Dan mengapa pula
3 setan tiba-tiba berkeliaran lagi di dunia persilatan?" Padri wanita berpakaian hijau
ternyata telah menolong Mei Lan. Tetapi, wajah Mei Lan yang membayang warna
merah membara menyadarkan Padri wanita itu bahwa Mei Lan terkena pukulan
beracun. Tidak salah, Ha-mo-kang memang adalah sebuah ilmu pukulan Beracun. Dan hawa
beracun itulah yang memukul dan terserap kedalam tubuh Mei Lan, secara langsung
berasal dari 3 orang pemukul pula, luar biasa. Untungnya, Mei Lan masih sempat
memapak dan menyiapkan diri dengan Ilmu Mujijat yang diciptakan gurunya,
sehingga tidak mengakibatkan kematian baginya.
Sementara itu, Setan Bumi sudah mengelilingi dalam bentuk segi tiga si Pendeta
Wanita. Mereka bergerak mengepung dengan ancaman untuk segera melakukan
penyerangan. Kegeraman mereka atas Mei Lan kini ditumpahkan kepada Pendeta
Wanita ini, dan karena itu tanpa ba bi bu mereka selanjutnya menyerang Pendeta
Wanita ini dengan menggunakan Kiam Ciang.
Tetapi kali ini, mereka berhadapan dengan Pendekar Wanita yang sudah masak, jauh
bedanya dengan Mei Lan. Terpaut jauh malah. Dengan tenang saja dia mainkan ilmu
yag nampaknya Soan Hong Sin Ciang, dan semua pukulan 3 Setan Bumi ini sudah
terpental pulang pergi dengan sendirinya. Bahkan ketika mereka mencampurkan
dengan Siang Tok Swa sekalipun, tetap tidak ada yang sanggup menembus hawa
membadai yang diciptakan Pendeta Sakti ini.
Bahkan semua pukulan mereka seperti membentur tembok, mengembalikan semua
pukulan mereka sehingga mereka menjadi ngeri sendiri. Lawan ini, bahkan masih
jauh lebih lihay dibandingkan Sian Eng Cu, dan nampaknya sulit bagi mereka
menghadapi padri wanita yang sakti ini. Ketiga Setan yang memiliki perasaan dan
pengertian yang dalam ini tentu menyadari hal tersebut.
Semakin keras usaha mereka mengurung pendeta ini, semakin cepat gerakan si
pendeta, bahkan bagai melayang-layang ringan dan tidak bisa mereka sentuh. Mereka
sudah mencoba semua Ilmu andalan, baik Siang Tok Swa, Kiam Ciang untuk
mengurung pendeta ini, tetapi tidak tampak tanda-tanda jika pendeta ini terdesak.
Malah nampak senyum damai tidak pernah lepas dari mulutnya, dan beberapa kali
terdengar: "Liok te Sam Kwi, kalian sudah cukup tua, sudah saatnya mencari pintu rumah
Budha dan bukannya mengumbar nafsu dan angkara sampai bahkan melukai seorang
anak gadis" demikian terdengar wejangan lembut dari Padri Wanita ini ditujukan
kepada Ketiga Setan Bumi yang terus menerus menyerang dan menerjangnya dengan
ilmu andalan mereka.
Tetapi sudah tentu Sam Kwi merasa seperti diejek dan dipermainkan. Sungguh,
mereka penasaran karena tidak sanggup menembus ilmu Padri Wanita ini.
Sayangmereka tidak sadar, bahwa lawan mereka ini memang teramat tangguh, tidak
kurang tangguhnya bahkan lebih dibandingkan Sian Eng Cu Tayhiap yang pernah
mengalahkan mereka. Sian Eng Cu yang selalu mereka tempatkan sebagai musuh
utama yang harus dihancurkan bersama dengan perguruannya Bu Tong Pay.
Karena itu, ketiganya menjadi semakin murka dan malah mempergencar serangan
dan serbuan untuk bisa melukai dan mengalahkan pendeta wanita ini. Tetapi, gerakan
pendeta wanita ini terlampau tangkas, terlampau cepat dan terlampau ringan
berkelabat kemanapun yang dikehendakinya. Dengan gerakan Te-hun-thian (mendaki
tangga langit), ilmu ginkang istimewa yang diakui dunia persilatan sebagai Ginkang
terhebat dewasa ini, Pendeta wanita ini berkelabat dan bahkan tidak terlalu sering
menginjak tanah lagi.
"Hm pendeta, buat apa lari-lari seperti itu, apakah engkau tidak punya kebisaan
melayani serangan kami?" tantang Sam Kwi
"ach, bila pinni melakukannya akan sangat tidak mengenakkan hasilnya. Pinni
menyesalkan bila terjadi apa-apa atas diri kalian bertiga. Tapi memang apa boleh
buat, nona ini perlu pertolongan segera" Jawab Liong-i-Sinni yang khawatir melihat
keadaan Mei Lan. Semakin lama dia bertempur, semakin sedikit kesempatannya
untuk menyelamatkan nyawa si gadis. Karena itu, Padri wanita ini segera
memutuskan untuk menyelesaikan pertarungannya melawan Ketiga Setan Bumi ini.
Dengan segera Liong-i-Sinni kemudian bersilat lebih cepat, tidak lagi menggunakan
ginkangnya semata, tetapi juga memadukannya dengan pukulan Soan Hong Sin Ciang
dan Toa Hong Kiam Sut yang dimainkan dengan hudtim. Dia tidak sekaligus
menghadapi ketiga setan bumi tersebut, tetapi menyerang mereka satu persatu,
berusaha memisahkan mereka, bila yang seorang datang membantu, kembali dia
mencecar si penyerang, dan begitu seterusnya.
Serangan yang dilakukan dengan landasan ginkang yang sangat tinggi ini, justru
membuat ketiga Setan Bumi menjadi kewalahan. Tiada waktu bagi mereka untuk
mengatur barisan menyerang dengan Ha Mo Kang, karena bahkan untuk bernafaspun
sulit saat ini akibat serangan membadai dari Pendeta Wanita sakti ini. Belum sempat
mereka menyerang si Padri guna membantu kawannya yang kesulitan, justru serangan
berikutnya sudah mengarah kedirinya, sehingga ketiganya pontang panting
menyelamatkan diri dari amukan serangan si padri yang membadai itu.
Tetapi Liong-i-Sinni sendiri melihat bahwa meskipun dia bisa memenangkan
pertarungan dengan penggunaan ilmu-ilmu sakti ini, tetapi masih akan membutuhkan
waktu yang cukup lama. Karena ketiga Setan ini seperti memiliki pikiran dan
perasaan yang sama, yang membuat kerjasama mereka seperti sebuah barisan yang
ajaib. Yang seorang kewalahan segera dibantu yang lain, begitu seterusnya.
Kerjasama inilah yang membuat mereka mampu bertahan melawan lawan yang lebih
lihai dari mereka sekalipun. Dan sebagai akibatnya, pertarungan menjadi semakin
berlarut-larut, dan Liong-i-Sinni maklum, bahwa semakin lama semakin tipis
kesempatan hidup bagi Mei Lan. Karena pikiran tersebut, akhirnya dia berpikir
"terpaksa", karena memang waktu tidak mengijinkan dan dia harus cepat bertindak.
Dia harus segera menuntaskan pertempuran ini untuk kebaikan banyak orang, meski
tidak harus menumpas ketiga setan itu.
Tiba-tiba pendeta sakti ini mencelat ke atas, dan ketika turun ke tanah, dia
menyiapkan diri dengan ilmu terbarunya Ilmu Hun-kong-ciok-eng" atau menembus
sinar menangkap bayangan, sebuah ilmu yang diciptakan selaras dengan ilmu baru
Cun Le bernama Khong in Loh Thian yang mujijat.
Meski tidak pernah saling berkomunikasi, ketika saling memperkenalkan ilmu
mereka masing-masing, kedua kakak beradik ini maklum jika perbawa kedua ilmu
mereka mirip. Bahkan mereka kemudian saling mengkoreksi dan saling
menyempurnakan ilmu yang diciptakan masing-masing.
Hanya, bila Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan cocok
bagi wanita dengan takaran Sinkang yang diperhitungkan, maka Khong in Loh Thian
lebih cocok dengan pengerahan Sinkang laki-laki dari jalur ilmu Giok Ceng. Itulah
sebabnya Sun Nio diminta Cun Le untuk dititipkan ke adiknya ini. Dan Ilmu itulah
yang terpaksa digunakan dalam takaran terbatas untuk mengakhiri pertempuran
dengan 3 Setan Bumi ini.
Sementara itu, ketiga Setan Bumi begitu mendapat kesempatan, segera mendekam
dan membentuk barisan pelontar Ha-Mo-Kang. Tidak berapa lama semua sudah siap
dengan jurus pamungkas masing-masing, dan pada saat yang sama semuanya
bergerak. Hanya, kelemahan Ha-Mo-Kang sebetulnya apabila ditindas dari atas, maka
kekuatannya akan sangat berkurang. T
etapi apabila dihadapi berhadapan secara horizontal maka kekuatannya akan sangat
luar biasa. Hal ini nampak kelihatan jelas oleh Liong-i-Sinni, yang dengan cepat dan
menggunakan kekuatan ginkang istimewanya telah mencelat ke atas. Dia
memapakkan kedua kakinya kemudian mumbul lagi ke atas, begitu berkali-kali untuk
kemudian melakukan serangan membadai seorang demi seorang dari ketinggian.
Ketiga Setan Bumi mendadak kehilangan lawan di permukaan bumi menjadi
kebingungan, dan hilanglah perbawa Ha-Mo-Kang ketika mereka masing-masing
menegok ke atas. Kehilangan kekuatan Ha-Mo-Kang membuat barisan itu menjadi


Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mubasir, dan ketika Liong-i-Sinni kembali mendarat di bumi, dengan ringan
dihadiahkannya seorang demi seorang pukulan yang tidak cukup berat tetapi cukup
mengundurkan ketiga setan bumi ini, atau bahkan mengalahkan mereka.
Begitu berhasil memukul roboh dan membubarkan barisan Liok te Sam Kwi, Liongi-
Sinni kemudian berkelabat menyambar tubuh Mei Lan dan tidak lama kemudian
sudah lenyap dari pandangan mata ketiga Iblis yang merutuk dan menyumpahnyumpah
penuh amarah kepada Liong-i-Sinni. Pada akhirnya Thai Kwi kemudian
bergumam: "Inilah akibatnya apabila kita melalaikan latihan Ilmu kita yang terakhir. Kudengar
See Thian Coa Ong juga terluka parah, maka kesempatan bagi kita untuk
menggunakan waktu setahun ini untuk menyempurnakan Ilmu kita. Baru setelah itu,
kita bersama bertemu mereka di tempat yang dijanjikan"
"Benar Thai Kwi, kita terlalu santai melatih Ilmu Baru itu. Nampaknya kita sulit
bertahan disini, lebih baik kita mencari tempat yang lebih sunyi, sambil kita
menyempurnakan ilmu yang terakhir, juga sekaligus menyempurnakan ilmu Lam
Hok" Tambah Ji Kwi.
"Benar, masakan melawan anak-anak gadis itu saja dia sampai kewalahan, sungguh
memalukan nama kita" Sam Kwi juga angkat bicara.
"Baiklah, kita mencari tempat untuk menyempurnakan semua latihan kita semua"
Thai Kwi akhirnya memutuskan. Dan pada akhirnya ketiga Setan Bumi bersama
murid termuda mereka itupun kemudian berjalan, mencari tempat yang lebih sunyi
untuk melatih dan memperdalam ilmu mereka. Menyemournakan ilmu yang akan
menambah keru suasana dunia persilatan.
===============
Sementara itu kearah kota Cin an, nampak berkelabat cepat bayangan hijau yang
seakan sedang memburu sesuatu. Bayangan itu adalah Liong-i-Sinni yang sedang
berusaha untuk secepatnya menyelamatkan nyawa Liang Mei Lan. Liong-i-Sinni tahu
betul kalau di luar kota Cin-an sebelah Barat, terdapat sebuah kuil bernama KUIL
HATI EMAS (Kim-sim-tang) yang dipimpin oleh seorang nikouw saleh Kim Sim
Nikouw (Pendeta Wanita Berhati Emas).
Liong-i-Sinni pernah mendapatkan gemblengan batin dari Nikouw ini, yang meski
tidak memiliki kemampuan Ilmu Silat, tetapi memiliki jangkauan pandangan kedepan
yang luar biasa. Dia juga memiliki pengetahuan yang dalam dalam soal keagamaan,
dan kesanalah tempat yang paling tepat bagi Liong-i-Sinni untuk membawa dan
mengobati Mei Lan.
Dia harus memburu waktu, karena memang waktunya banyak terampas untuk
meladeni ketiga setan bumi. Untungnya, Pendeta Wanita ini memiliki Ilmu Ginkang
istimewa yang membuatnya diakui sebagai perempuan paling sakti dengan ginkang
nomor satu didunia persilatan. Dengan ginkang itulah dia memburu waktu menuju
Kuil Hati Emas.
Karena sudah mengenal lokasi kuil itu, maka langkah dan kecepatan Liong-i-Sinni
nampak tidak berkurang, seakan ingin secepatnya berada dalam kuil tersebut. Bila ada
yang berpapasan dengannya, pasti akan terkejut dengan melihat betapan Nikouw yang
memanggul tubuh seorang, masih mampu berlari cepat secepat bayangan nikouw ini.
Tapi memang tidak mengherankan, karena Nikouw ini memang dikenal menjagio
dalam hal ginkang dalam dunia persilatan, karena itu tidak heran bila dia mampu
melakukan hal yang nampak aneh bagi banyak orang. Setelah berlari-lari selama
beberapa jam, akhirnya Liong-i-Sinni melihat dikejauhan puncak wuwungan dari Kuil
yang dinamakan Kim Sim Tang tersebut. Dia tersenyum dan berharap masih belum
terlambat untuk menolong nyawa Mei Lan yang disaksikannya sanggup memberi
perlawanan terhadap 3 tokoh sakti dunia hitam yang sangat ditakuti itu. Dari
gerakannya, jelas adalah anak murid Bu Tong Pay, tapi murid siapakah anak ini"
Liong-i-Sinni dengan cepat berkelabat memasuki kuil, dan begitu memasuki halaman
utama, dengan cepat dia memberi salam dan berkata:
"Maafkan, pinni mengganggu, tetapi karena harus cepat menolong nyawa orang,
maka agak melalaikan tata krama"
"Siancai-siancai, suhu Liong-i-Sinni berkunjung, tentunya Suhu Kim Sim Nikouw
akan sangat senang" berbicara salah seorang nikouw yang kebetulan masih
mengenalnya. "Bisakah pinni mendapat kamar terlebih dahulu, nona ini dalam keadaan berbahaya,
perlu ditolong lebih dahulu. Biarlah setelah itu pinni akan menghadap suhu Kim Sim"
bisik Liong-i-Sinni. Tentu saja dengan cepat permohonannya dikabulkan, karena
memang nama Liong-i-Sinni sangat dihormati di kuil Kim Sim Tang ini. Meskipun
mengaku suhu kepada Kim Sim Nikouw yang memang mengajarnya dalam hal
agama, tetapi semua penghuni kuil sadar siapa tokoh wanita ini.
Karena itu, mereka bahkan menghormati Liong-i-Sinni seperti menghormati suhu
mereka sendiri. Karena sejak dahulupun Padri Wanita ini bukan sedikit memberi
bantuan bagi kuil dan mengangkat nama yang sangat harum di dunia persilatan.
Begitu mendapatkan kamar, Liong-i-Sinni meminta untuk tidak diganggu dulu
karena akan berkonsentrasi menyembuhkan orang. Karena itu, dikamar itu hanya
disediakan air, pelita secukupnya dan kemudian dijaga seorang nikouw muda di
luarnya. Liong-i-Sinni segera memegang nadi tangan Mei Lan, dan tidak beberapa
lama kemudian wajahnya menjadi muram. Kekuatan Ha-Mo-Kang yang masuk
bersifat sangat keras dan nampaknya kekuatan hawa "im" di tubuh gadis ini masih
belum memadai untuk menaklukkan Ha-Mo-Kang.
Padahal, apabila hawa Ha-Mo-Kang bisa ditundukkan, maka kekuatan racunnya bisa
didesak keluar. Tetapi bila kekuatan Ha-Mo-Kang tidak bisa dijinakkan, maka seluruh
hawa dan tubuh Mei Lan akan keracunan dan tidak akan bertahan dalam hitungan
hari. Untungnya semua saluran penting sudah ditotoknya tadi, sehingga meski Mei
Lan terluka, tetapi masih tetap bisa sadarkan diri. Keadaan gadis ini sungguh
mengenaskan. Nampaknya, hanya dengan cara yang disarankan Koko Cun Le maka
kesempatan hidupnya bisa diraih kembali, malah dengan keuntungan.
Nampak Padri Wanita itu termenung-menung sebentar, menilai banyak segi untuk
mengambil keputusan. Setelah menimbang banyak hal, akhirnya Padri Wanita ini
mantap dengan keputusannya untuk menyelamatkan nyawa anak gadis ini. Selagi ada
kesempatan, mengapa tidak?" Lagipula menolong nyawa dan jiwa orang masih lebih
penting", pikirnya tanpa sadar bahwa keputusannya ini menimbulkan banyak hal tak
terduga dalam dunia persilatan dan bahkan keluarganya sendiri, Lembah Pualam
Hijau. Beberapa saat kemudian Liong-i-Sinni membuka totokan Mei Lan yang dengan cepat
kemudian memperoleh kesadarannya. Begitu dia membuka matanya, dihadapannya
bersimpuh seorang Nikouw tua, sudah berusia sekitar 60 tahunan yang
memandangnya dengan penuh kasih dan dalam kelembutan tatapan yang
menyejukkan hatinya.
"Dimanakah aku?" rintih Mei Lan begitu menyadari segenap anggota tubuhnya
sangat nyeri untuk digerakkan. Bergerak sedikit saja sudah menghadirkan rasa sakit
yang susah ditahan dalam tubuhnya. Segera dia sadar bahwa dia terluka cukup dalam.
"Diamlah anakku, engkau selamat berada dalam Kim Sim Tang di luar kota Cin an"
jawab Liong-i-Sinni.
"Apakah locianpwe yang menolongku" Dimana pula Liok te Sam Kwi?"
"Sabar anakku, mereka sudah pergi. Kita perlu berbicara untuk kesembuhan dan
masa depanmu. Kesempatan untuk kesembuhanmu sangat kecil, tetapi sangat
ditentukan oleh dirimu" bisik Sinni
"Maksud locianpwe" Tanya Mei Lan tergetar mendengar kondisi atau keadaannya
yang ternyata sangat berbahaya.
"Tubuhmu tergetar oleh Ha Mo Kang yang dahsyat. Hawa sinkangmu juga
keracunan oleh hawa tersebut. Pinni sendiri, tidak punya keyakinan untuk
menyembuhkanmu" bisik Liong-i-Sinni
"Ach, apalah artinya kematian itu locianpwe?" hanya sayang, boanpwe belum
menyelesaikan tugas yang diberikan suhu, orang tua yang mulia itu" bisik Mei Lan
tanpa gentar. Sungguh mengagumkan, dan tidak kecewa menjadi didikan tokoh gaib
Wie Tiong Lan. "Siapakah gurumu anakku?" bertanya Padri Wanita itu meski sudah bisa menebak
arah dari jawaban Mei Lan dengan melihat cara bertempur Mei Lan melawan Liok te
Sam Kwi tadi. "Suhu yang mulia Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan" Mei Lan mendesis mengingat
kebaikan suhunya yang boleh dikata memanjangkan usianya. Sementara Liong-i-
Sinni terperanjat mengetahui bahwa gadis muda ini ternyata adalah didikan tokoh
gaib dunia persilatan. Dan tidak disangkanya pula bahwa Wie Tiong Lan masih hidup,
dan dia jadi bisa memastikan bila kakeknya juga pasti masih hidup. Bila dihitung, usia
mereka pasti sudah diangka 100an. Luar biasa, sungguh sulit dipercaya.
"Baiklah anakku, mari kita bicarakan keadaanmu. Satu-satunya cara yang pinni kenal
adalah cara yang diberitahukan oleh Kakak pinni sendiri dari Lembah Pualam Hijau"
Bisik Liong-i-Sinni.
"Maksud Locianpwe, locianpwe ini berasal dari Lembah Pualam Hijau?" Mei Lan
terkejut mengetahui bahwa dia berhadapan dengan salah seorang tokoh dari Lembah
yang sangat popular itu.
"Benar anakku, kokoku bernama Kiang Cun Le, ayah dari Kiang Bengcu dewasa ini"
Jawab Liong-i-Sinni.
"Dan berarti, locianpwe adalah Kiang In Hong, pendekar wanita terhebat masa kini"
berbinar Mei Lan memandang Liong-i-Sinni yang menjadi terharu.
"Kiang In Hong adalah masa laluku anakku, kini nama pinni adalah Liong-i-Sinni"
bisik Sinni. "Ach, jadi Pendeta Pertapa Sakti dari timur adalah jelmaan Pendekar Wanita
Terhebat masa kini" Mei Lan menggumam dan menjadi mengerti mengapa Padri
Wanita dari Timur dikabarkan berilmu sangat tinggi. Ternyata karena memang
keturunan dari Lembah Pualam Hijau.
"Sudahlah anakku, sebaiknya sekarang dengarkanlah apa yang ingin pinni sampaikan
kepadamu. Kesempatanmu untuk sembuh hanya sedikit, tergantung keuletan dan
kesungguhanmu. Apa kamu sanggup?"
"Apabila ada jalan kesembuhan, sesulit apapun akan tecu upayakan" tegas Mei Lan,
yang beberapa kali kemudian meringis kesakitan akibat luka dalam tubuhnya itu..
"Baik, untuk beberapa saat ini, pinni akan memperkuat kekuatan hawa "im"
ditubuhmu, dan setelah memperkuat hawa "im" dan menarik sebagian hawa "yang"
dari hawa Ha Mo Kang, selanjutnya Pinni akan membisikkan kata-kata yang harus
kamu turuti tanpa syarat. Apakah kamu sanggup?" Liong-i-Sinni bertanya
"Baik, tecu sanggup" Mei Lan memantapkan suaranya, terlebih karena dia tahu
hanya ini kesempatan hidupnya sebagaimana diberitahukan Lion-i-Sinni.
"Setelah engkau sembuh, engkaupun mewarisi banyak sinkang Giok Ceng, sehingga
terhitung engkau menjadi salah seorang muridku. Kuharap suhumu Wie Tiong Lan
tidak tersinggung, tetapi hanya cara ini yang mungkin pinni lakukan buatmu anakku"
bisik Liong-i-Sinni.
"Tecu menyerahkan keselamatan dan nyawa tecu ke diri engkau orang tua" Mei Lan
menegaskan dengan terharu.
"Baiklah anakku, sebetulnya pinni tidak punya cukup keyakinan, tetapi keadaanmu,
serta keyakinan dan ketulusanmu mengetuk nurani pinni. Bila Cun Le koko sanggup,
harusnya kitapun sanggup. Sekarang engkau duduk bersila dan kuperkuat sinkangmu
yang berhawa "im" bisik Liong-i-Sinni.
Tak berapa lama kedua orang itu sudah tenggelam dalam proses penyaluran tenaga
dalam. Hanya, kali ini Liong-i-Sinni memperkuat dan menggembleng hawa "im"
dalam tubuh Mei Lan yang secara kebetulan juga memang Sinkangnya berjenis "Im"
dari Bu Tong Pay. Hampir semalaman Liong-i-Sinni menggembleng, memperkuat
dan mempertajam kekuatan hawa "Im" dari Mei Lan, dan kemudian perlahan menarik
hawa "yang" dari Ha Mo Kang yang berjenis "Yang" dan "keras".
Sebetulnya, Liong-i-Sinni hanya sedikit memperkuat Sinkang hawa "im" dari Mei
Lan untuk bisa menguasai hawa "yang" dari Ha Mo Kang, sementara hawa Ha Mo
Kang yang berlimpah dalam diri Mei Lan, kemudian perlahan diserapnya. Tentu saja
bersama dengan racunnya. Pada titik ini, spekulasi Liong-i-Sinni memang luar biasa
taruhannya, sedikit saja dia keliru menakar kekuatan hawa "im" Mei Lan, bisa
mendatangkan maut bagi setidaknya Mei Lan dan juga dirinya.
Karena itu, sepanjang malam Liong-i-Sinni melakukan penguatan hawa "Im" Mei
Lan, sampai pada batas yang dia pikir cukup. Tapi itu dilakukannya setelah dia
banyak menarik hawa "yang" dari Ha Mo Kang ke tubuhnya sendiri dengan takaran
kekuatan yang sanggup ditaklukkan hama "im" yang dilatihnya.
Akhirnya, menjelang pagi hari, dia merasa keseimbangan yang dibutuhkannya sudah
tercapai. Dalam tubuh Mei Lan masih terdapat hawa Ha Mo Kang berjenis "yang"
atau "keras" yang melimpah, karena hasil latihan 3 orang selama puluhan tahun.
Meskipun sebagian hawa itu, sudah ditarik dan diserap oleh Liong-i-Sinni kedalam
tubuhnya. Saat ini, dalam tubuh kedua Naga perempuan ini, sudah terdapat keseimbangan hawa
"Im" dan "Yang" dengan kekuatan "Im" yang dominant karena menjadi dasar
pemupukan Sinkang dalam tubuh keduanya. Kelebihan hawa "Im" dimaksudkan
untuk menjinakkan hawa Yang dan meleburkannya, tahap kedua ini adalah tahapan
yang sangat penting dan menentukan mati hidup keduanya. Ketekunan, keuletan dan
kecerdasan akan sangat menentukan hasil akhirnya. Karena itu, Liong-i-Sinni
meminta Mei Lan untuk beristirahat sejenak, memulihkan kekuatan dan semangat
selama beberapa jam hingga akhirnya matahari menghadirkan cahaya.
"Sampai pada titik ini, kita tidak boleh terganggu hawa apapun dari luar anakku.
Tidak boleh ada makanan, minuman atau jenis apapun yang bisa merusak konsentrasi
hawa kita. Sekarang, sudah siapkah kamu dengan perjuangan mati hidup kita?" Perlu
pinni sampaikan, bahwa pinni sekarang dalam keadaan yang sama dengan engkau
anakku, pinni telah menyerap banyak hawa ha-mo kang dari tubuhmu.
Tetapi dalam tubuhmu masih tetap melimpah kekuatan dan hawa Ha Mo Kang itu.
Kondisi kita sama, yang akan menentukan keberhasilan kita adalah ketekunan,
kecerdasan, keuletan dan kemauan untuk sembuh. Camkan itu. Dan, cepat mengerti,
cepat meresapi apa yang pinni katakan, jangan membantah, biarkan semua mengalir.
Kamu mengerti anakku?" Tanya Liong-i-Sinni dengan suara yang keren, tegas dan
cermat. Dia sada betul, bahwa keberhasilan Cun Le disebabkan penguasaan yang
cepat dan unsur yang disebutkan Cun Le sesuai dengan unsur "im" atau lemas. Yakni
membiarkan Pendekar Panji Sakti 4 Perkampungan Misterius Seri Pendekar Cinta 4 Karya Tabib Gila Rahasia 180 Patung Mas 4
^