Pendekar Kidal 12

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 12


ngcu adalah tuan
rumah. begitu berdiri Pek-hoa-pangcu segera buka suara: "Dengan
bersyukur dan senang yang tak terhingga, kita seluruh
persaudaraan Pek-hoa-pang menya mbut kehadiran cong-hou-hoat.
coh-yu-hou-hoat dan para Hou-hoat serta yang lain2, hidangan arak
kami suguhkan untuk merayakan hari bahagia yang takkan
terlupakan untuk sela manya ini, sila kan-"
Kun-gi rnerangkap tangan, katanya: "Pangcu dan Hu-pangcu
mengadakan perja muan ini, ha mba berama i sungguh sangat
berterima kasih"
Di tengah pendopo berjajar tiga meja besar yang ditata segi tiga.
Tamu hari ini adalah cong-hou-hoat, coh-yu-hou-hoat dan
kedelapan Hou-hoat, maka meja di tengah diduduki Ling Kun-gi.
Leng Tiong-ciong dan coa Liang bertiga. Meja perta ma di sebelah
kiri diperuntukan kedelapan Hou-hoat. Sebagai tuan rumah Pangcu
dan Hu-pangcu duduk di meja paling atas sebelah kanan-Lalu ber-
turut2 di sebelah kiri adalah ke 24 Hou-hoat-su-cia, Giok-lan
congkoan dan 12 Taycia duduk di sebelah kanan dikerubung para
dara2 ke mbang.
Perjamuan ini untuk merayakan pengangkatan cong-hou-hoat-su-
cia yang baru, walau Pangcu mereka juga hadir, tapi Pangcu lain
dengan Thay-siang yang menimbulkan rasa segan dan hormat, oleh
karena itu perasaan para hadirin tidak tertekan dan dibatasi, semua
riang gembira. Apalagi pada Saat Pangcu dan Hu-pangcu bergantian
menyuguh arak, lalu disusul congkoan dan 12 Taycia, sudah tentu
dara2 kembang yang lain juga tidak mau ketinggalan, semuanya
mencari kesempatan untuk menonjolkan diri. yang susah adalah
Ling Kun-gi, entah berapa banyak Cangkir arak telah masuk
perutnya yang menjadi ke mbung. De mikian pula para Houhoat yang
lain se muapun setengah kelengar karena terlalu banyak menengga k
arak. Sebaliknya Pangcu, Hu-pangcu, congkoan dan ke12 Taycia
sendiri yang biasanya jarang minum sebanyak ini kini juga sa ma
lungla i dan mabuk.
-oo0dw0oo- Menjelang tengah ma la m. Kun-gi yang sudah mabuk dibimbing
dua pelayan yang disuruh Giok-lan ke mba li ke tempat
penginapannya semula. Sinar bulan purna ma sedemikian bening
dan le mbut, menyorot masuk menyinari jende la ka mar.
Daun jendela di sebelah kanan ka mar tidur Ling Kun-gi masih
terpentang lebar, sinar lampu sudah dipada mkan sehingga suasana
gelap gulita tak terdapat apa2. Bau arak yang tebal terurar keluar
terbawa angin la lu.
Kun-gi tengah duduk bersimpuh di atas ranjang, dengan
Lwekang yahg tinggi dia desak arak ke luar dari badannya sehingga
basah kuyup berbau arak. Sekarang dia sudah sadar. Untung juga
maka dia baru saja sadar dan duduk semadi. dalam keadaan hening
dan tajam indranya, tiba2 didengarnya suara lirih dari pucuk pohon
di luar pekarangan sana. Itulah suara pakaian yang tergores ranting
pohon, sudah tentu suaranya amat lirih. jelas bahwa Ginkang
pendatang ini teramat tinggi. Tergerak hati Kun-gi dia angkat kepala
menoleh ke luar.
Tampak di antara celah2 dedaunan yang di atas pohon sana
seperti berkelebat selarik sinar perak. lalu disusul suara jepretan
keras, serumpun bint ik2 perak ke milau secepat kilat menya mber
masuk dari jendela. Untung Kun-gi sudah waspada begitu
mendengar suara mencurigakan itu segera dia sudah siaga, kalau
dia tidak me ndengar suara keresekan tadi, mungkin dia terla mbat
dan jiwanya akan me layang oleh serangan gelap yang keji ini.
Tatkala bintik2 perak itu menyamber datang, dia sudah kerahkan
tenaga pada kedua lengan bajunya, ia tetap bersimpuh, tapi
badannya mengelak mundur ke dala m ranjang. Begitu hujan senjata
tiba ia terus kebut kedua lengan bajunya, ilmu sakti ajaran Hoan-jiu-
ji-lay yang dina makan "Kian-kun-siu" (lengan baju sapu jagat)
segera dikembaskan, bintik2 perak yang tak terhitung banyaknya itu
kini digulung se luruhnya. Bak batu jatuh ke dala m hutan tida k
menimbulkan riak gelombang apapun.
Pembokong di atas pohon seketika sadar adanya gejala ganjil,
sesosok bayangan hitam segera me layang dari pucuk pohon
me lompati te mbok pagar terus ngacir ke luar pekarangan-
Kun-gi mendengus: "Kau mau lari" " Berbareng dia sendal lengan
bajunya, jarum2 yang tak terhitung banyaknya itu dia buang
kepinggir dinding sana, segesit tupai ia me lejit keluar jende la terus
menguda k ke arah bayangan hita m yang me larikan diri tadi, hanya
sekejap bayangannyapun lenyap di kejauhan-sana
oooodwoooo Cahaya bulan yang remang2 kebetulan tertutup oleh awan lalu,
sehingga keadaan dala m ka mar se makin ge lap lagi. pada waktu itu
dari tembok sebelah t imur sana tiba2 muncul sesosok bayangan
tinggi, tanpa mengeluarkan suara bayangan ini meluncur ke arah
jendela ka mar Ling Kun-gi, sekali lompat dengan gesit dia
menyelinap masuk ka mar.
Segala kejadian di dunia ini se-akan2 sudah ditakdirkan, baru
saja bayangan hitam tadi menyelinap masuk ka mar, dari arah
serambi sana tampak pula bayangan se ma mpai yang ge mula i
tengah mendatangi dengan langkah ringan-Inilah seorang nona
berperawakan ramping, montok berisi. Sinar bulan tertutup awan
tebal, dan sekelilingnya gelap gulita, umpa ma tidak melihat
wajahnya, tapi kebentur badan orang yang putih halus dan lembut
serta lekuk badannya, yang jelas laki2 siapa yang takkan terpikat,
me mang dia inilah nona cantik yang genit dan sedang kasmaran.
Langkah yang enteng cepat, tidak mengeluarkan suara. Di
tengah ma la m gelap. sepasang matanya berkelap-ke lip seperti
bintang dilangit, tiba2 biji matanya mengerling ke sana, kiranya dia
me lihat jende la ka mar yang terpentang lebar itu, tanpa terasa
mulutnya bersuara kuatir dan penuh perihatin, cepat2 dia
mengha mpiri jendela.
Orang di dalam ka mar itu ternyata punya pendengaran yang
amat tajam pula, mendengar suara tadi, seketika jantungnya seperti
hampir copot, dala m suasana yang kejepit ini terang tak mungkin
dia menyingkir lagi, maka cepat2 dia melompat ke ranjang, ia
menyingkap kela mbu terus menerobos masuk dan merebahkan diri.
Sementara itu bayangan se ma mpai sudah tiba di depan jendela,
terdengar omelnya: "Sin-ih itu me mang budak pantas ma mpus,
kenapa jendela tida k ditutup,"
Lirih suara orang di luar jendela. tapi orang yang sembunyi di
atas ranjang seketika tahu dan dapat me mbedakan siapa gerangan
nona yang berada di luar itu, seketika darahnya tersirap.
Bayangan ramping itu me mbetulkan letak sanggulnya, lalu
dengan suara lirih ale man ia berseru ke dala m: "Ling-toako, kau
sudah sadar belum" " Sudah tentu orang di dala m ka mar tida k
berani bersuara.
Cekikikan bayangan sema mpai di luar itu, sekali menggeliat
pinggang, seperti sengaja mengha mburnya bau harum di badannya,
sigap sekali dia me lompat masuk ke dekat ranjang. Bau arak masih
me menuhi ka mar, sudah tentu iapun merasakan ini, maka a lisnya
berkerut, tapi suaranya lebih le mbut dan prihatin: "coba lihat,
mabuk sampa i begini" Sembari omong tangannya lantas
menyingkap kela mbu, jari2 yang runcing halus segera meraba dan
menepuk pundak, teriaknya tertahan: "Ling-toako, Ling-toako,
bangunlah"
Sudah tentu jantung orang di ranjang seperti hendak melompat
keluar dari rongga dadanya, dia pejamkan mata dan tak berani
bersuara atau bergerak2 Tapi rasanya janggal kalau tida k
menyahut,maka dengan samar2 dan bersuara dala m
kerongkongan.. Bayangan semampa i itu mengelupas kedok mukanya yang tipis,
pelan2 ia me mbungkuk badan, mulutnya meniup pelan ke kuping
orang, lalu berkata ale man: "Kenapa kau" "
Betapa besar daya tarik suaranya"
Manusia tetap manusia, apalagi di dala m ka mar yang gelap
gulita, satu sama lain toh tak melihat wajah masing2 segera orang
itu me megang tangan si ra mping yang le mbut halus dan berdesis
dengan suara ge metar: "Kau . . . . "
Si ra mping biarkan saja tangannya dipegang, tidak menarik juga
tidak meronta, suaranya semakin riang dan lirih: "Aku kuatir a kan
keadaanmu, maka kutengok ke mari."
Orang itu menekan suaranya menjadi serak. katanya: "Terima
kasih" "Me mangnya siapa suruh kau menjadi Toako-ku . . . . " omel si
ramping dengan suara genit menawan hati.
"Kau ba ik sekali," suara orang itu lebih ge metar.
Si ra mping cekikikan, katanya lirih: "Kau, .... kenapa kau
gemetar?" Begitu dekat jarak mereka, bau badannya yang harum semerbak
bikin laki2 manapun akan mabuk kelengar.
Sudah tentu jantung orang yang rebah di atas ranjang itupun
berdebur keras, dia tidak bersuara, tapi kedua tangan mendadak
merangkul. Dengan menjerit kaget mendadak bayangan ra mping
itu-pun menjatuhkan diri ke dala m pe lukannya. Tanpa diberi
kesempatan orang bicara, bibirnya yang kasar dan hangat segera
me lumat bibir si ra mping yang merekah bagai delima. Ternyata si
ramping tidak meronta dan biarkan saja dirinya ditindih dan
menurut saja apa kehendak lawan jenisnya, sejenak kemudian
hanya terkadang terdengar suara rintihan tertahan.
Mala m sunyi, debar jantung dua insan sa ma bersahutan, kecuali
dengus napas mereka yang se makin me mburu, tak terdengar suara
lain-Tapi jari tangan yang kasar mulai nakal, beraksi turun naik
me mbuat olah kasar. caranya yang semakin berani ini se makin
mantap dan tenang, sebaliknya si ramping jadi ge metar dan
mengge liat, menggelinjang, dala m seribu kegelian.
Sayang keadaan gelap gulita sehingga ia tak bisa me lihat warna
merah delima nan me mpesona lesung pipit dipipisi ra mping, sorot
matanya me mancarkan kenikmatan yang luar biasa, tapi secara
langsung dia merasakan suhu badan si ramping semakin hangat dan
berkobar, menimbulkan daya tarik yang tak tertahankan. Kini yang
gemetar, yang menggelinjang kenikmatan malah si ra mping.
Maklumlah kejadian ini me mang sebelumnya sudah di dala m
dugaannya, karena kasmaran yang tak tertekan, demi mendapatkan
pujaan hati, sehingga tak kuasa menahan buruan kalbu lagi,
betapapun dia tidak rela orang lain merebut laki2 yang mengukir di
kalbunya ini. Pola lawan jenisnya me mang terlalu keras kalau tidak mau
dikatakan terlampau kasar dan bernafsu, tapi sedikitpun dia tidak
dendam, malu atau kesakitanpun tida k terasakan lagi, karena
semua ini me mang sudah dala m bayangannya, sudah direlakan
Yang jelas badannya gemetar, disamping merasa nikmat hatinyapun
kuatir dan ce mas. Maklumlah biasanya betapa tinggi harga dirinya"
Betapa dirinya penuh wibawa dan diagungkan" Tapi kini segala
keagungan, kesucianpun tiada bekas lagi, bak umpa ma burung kecil
yang ketimpa musibah, pasrah nasib be laka.
Rembulan tidak pernah menongol ke luar pula dari balik awan,
keadaan tetap gulita di dala m ka mar, setelah mengala mi gejola k
me mbara yang me mbawa tautan hati ke sorga loka, lambat laun
rangsangan yang me mbara itu mereda dan akhirnya padam
me mbuat se luruh tubuh le mas lunglai.
Bayangan ramping itu angkat kepala, suaranya lembut dan
aleman: "Toa ko, kau. ... .
Diciumnya sekali pipi si nona, lalu, berkata orang itu: "Moay-cu
(adik), kau harus lekas pergi"
"Kau takut" " tanya bayangan ramping itu.
"Bukan," sahut laki2 itu dengan hangat dan rawan, "bukan takut, tapi aku kuatir bila kau dilihat orang, tentu a mat merugikan
pribadimu."
Bayangan ramping itu bersuara dala m mulut. Me mangnya dia
berwatak angkuh, tinggi hati, sudah tentu perbuatannya ini pantang
kepergok orang, lekas2 dia berdiri serta mengenakan paka ian lagi,
lalu katanya berpesan: "Aku pergi, besok persoalan apapun yang
dibicarakan Thay-siang, jangan kau .... "
"Adikku yang baik," sela orang itu, "jangan kuatir, aku sudah tahu ma ksudmu."
"Hm, me mangnya kau berani," kata si ramping sambil angkat jari
telunjuk menutul jidat orang, lalu seringan asap bayangannya
me layang keluar jende la dan lenyap ditelan gelap.
Tiba2 timbul rasa penyesalan dalam benak si laki2, tak berani
ayal iapun kenakan pakaiannya, sesaat dia berdiri menjublek di
dalam ka mar, akhirnya ia menarik napas panjang, ia mengguma m
sendiri: "Ini bukan salahku." Setelah me mbanting kaki, iapun
menge luyur pergi melalui jendela .
OodwoO Beruntun kedua orang ini berlalu, sebetulnya bak umpa ma awan
berlalu dan hujan sudah mereda, impian dala m sorgapun sudah tak
berbekas lagi, tatkala itu kentongan ketigapun sudah lewat, siapa-
pun takkan tahu akan kejadian di da la m ka mar ini. Tapi segala
sesuatu di dunia ini justeru sering terjadi di luar dugaan, sesuatu
yang dikira tidak di ketahui orang atau iblis justeru bisa bocor di luar
dugaan- Waktu perbuatan mesum dua insan ini sedang berlangsung,
sekuntum bunga mawar telah menyaksikan di luar jende la. Dia
bukan lain ada lah Un Hoan-kun yang menyaru si ke mbang mawar
alias Bi-kui. Ia berdiri di bawah jendela, mendengar dengus napas
me mburu dari sepasang manusia yang dibua i nafsu birahi, merah
jengah selebar mukanya, sungguh hatinya terasa hancur luluh.
Sungguh tak pernah terpikir olehnya laki2 tambatan hatinya
ternyata adalah hidung belang yang begini kotor dan tak kenal
ma lu. Dia marah, malu, penasaran dan benci, perasaannya hancur
berderai, dengan berlinang air mata dia m2 dia tinggal pergi.
00odwo00 Waktu Kun-gi me mburu sa mpa i di atas tembok tadi, bayangan
hitam yang menyerang dirinya dengan senjata rahasia itu sedang
me luncur pesat keluar pe karangan-
Dia m2 dia mengerut kening, pikirnya: "Ginkang orang ini a mat
tinggi, apalagi dia melangkah lebih dahulu, betapa luas markas Pek-
hoa-pang ini, asal dia menyelinap ke te mpat gelap. kemana pula
aku akan me ngubernya" "
Hati berpikir, tapi kaki tetap mengudak dengan kencang.
Gerak-gerik bayangan hitam itu a mat tangkas dan cekatan, baru
saja Kun-gi mela mpaui pagar tembok, didapati bayangan itu sudah
berada 20 tombak lebih, tapi masih berlari kencang seperti dikejar
setan. Mungkin takut me mbuat berisik sehingga jejaknya ketahuan
orang Pek-hoa-bun, maka dia tida k berani menuju ke bangunan
gedung yang berlapis2 itu, pada hal disana banyak tempat gelap
untuk menye mbunyikan diri.
Melihat orang belari2 lurus menuju keluar, sudah tentu kebetulan
bagi Kun-gi, dia menguda k terus sambil menge mbangkan
ginkangnya. Bayangan didepan ternyata sangat apal tentang liku2
Hoa-keh-ceng ini, jarak mere ka me mang cukup jauh, kebetuan
rembulan sembunyi di ba lik awan lagi sehingga keadaan gelap.
kadang2 dia menghilang lalu muncul lagi di antara bayang2
bangunan gedung. Betapapun cepat Kun-gi mengudak tetap
ketinggalan- Hoa-keh-ceng merupakan markas pusat Pek-hoa-pang, banyak
terdapat pos penjagaan, bahwa orang ini dapat mengelabui mata


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuping para penjaga dan ronda mala m, je las menandakan bahwa
orang itu tentu bukan orang luar.
Dala m sekejap mata mereka sudah saling kejar ke luar dari pagar
tembok Hoa-keh-ceng yang tinggi. Kini mereka berada di lereng
sebuah bukit yang penuh ditumbuhi rumput hijau, batu2 gunung
terserak di sana-sini, se mak belukar jarang terinja k manusia.
Melihat Kun-gi terus mengudak dengan kencang, bayangan hitam
di depan itu semakin gugup, maka dia mene mpuh jalan belukar dan
lari tanpa menentukan arah. Sudah tentu hal ini menimbulkan rasa
curiga Kun-gi, pikirnya: "Untuk apa dia me mancingku ke tempat ini,
me mangnya disini ada jebakan" "
Tapi dia berkepandaian t inggi dan bernyali besar, umpa ma betul
musuh ada bala bantuan di depan sana juga dia tidak gentar. Pula
bila orang ini betul adalah anggota Pek-hoa-pang, tentulah salah
seorang yang tadi siang telah dikalahkan dala m pertandingan,
karena merasa dengki dan penasaran, maka mala m ini dia hendak
menuntut balas dengan me mbokong secara keji dengan senjata
rahasia beracun. Walau awak sendiri tidak ingin mencari musuh,
betapapun Kun-gi ingin me mbongkar kejahatannya. Kalau bisa
dibujuk agar mene mpuh jalan benar dan menjadi orang baik.
Sekarang mereka saling kejar di lereng bukit yang belukar, tapi
tiada suatu tempat untuk menyembunyikan diri, kepandaian Kun-gi
me mang lebih tinggi, ma ka jarak kedua pihak telah ditarik pendek.
Jelas sebentar lagi dia akan berhasil menyandak musuh, sementara
itu mereka sudah saling udak mende kati tepi danau, air danau
setenang kaca tertimpa sinar re mbulan menimbulkan cahaya
ke milau yang mempesona, sementara kabut mengembang datang
mena mbah suasana menjadi redup,
Bayangan hitam di depan tiba2 berlompat meluncur ke atas batu
gunung yang tinggi, laksana elang yang berhasil menya mber anak
ayam, dengan tangkas dia meluncur turun ke balik batu padas besar
sana. Jarak kedua pihak kini tingga l sepuluhan tombak. beruntun dua
kali lompatan Kun-gi sudah mengejar tiba. Batu cadas itu setinggi
tiga tombak, di bawah adalah air danau, jelas tiada jalan la in untuk
me larikan diri, tapi selepas mata Kun-gi menjelajah, Sekelilingnya
sunyi senyap tiada kelihatan ada tanda apa2, entah ke mana
gerangan bayangan hitam tadi" Me mang te mpat ini dikelilingi
belukar, tapi rumput tumbuh hanya setengah pinggang orang, tak
mungkin orang se mbunyi di se mak2 rumput, kecuali sudah kepepet
maka dia nekat terjun ke air" Inipun t idak mungkin, betapapun
lihaynya seseorang main dala m a ir, begitu dia terjun pasti
menimbulkan riak gelombang dan tak mungkin selekas ini tenang
ke mbali. Kenyataan air danau setenang kaca, cipratan airpun tak
kelihatan. Berdiri sejenak di atas batu cadas, dia menunggu dan menanti
reaksi, tapi tetap tak me mperoleh jawaban, mendadak tergerak
hatinya: "Jelas dia tadi lari ke mari kenapa jejaknya menghilang,
kalau dia apal se luk-be luk dala m perka mpungan ini tentu apal juga
keadaan luar sini, sengaja aku dipancing ke mari, lalu tiba2
menghilang, me mangnya di bawah batu ini ada jalan lain yang
mene mbus entah ke mana" " Segera dia me longok ke bawah
mengincar suatu tempat untuk te mpat berpijak. la lu dengan enteng
dia melompat turun.
Kakinya berpija k pada sebuah batu di antara semak2, betul juga
didapatinya bagian bawah ini longgar dan lapang, seperti serambi
panjang di rumah gedung layaknya, sebuah jalanan kecil berlumut
menjurus masuk ke sela2 batu besar yang tiba cukup untuk berjalan
satu orang. Bagian luarnya tertutup rumput tinggi, umpa ma siang
hari juga sukar orang menemukan te mpat ini, apalagi dipandang
dari atas takkan kelihatan.
Tempo hari Kun-gi mendengar dari Giok-lan yang mengatakan
bahwa perahu orang2 Hek-liong-hwe yang menyelundup ke mari
dise mbunyikan di bawah tebing, "Mungkin di sinilah letak dari tebing
itu?" otak berpikir, sementara kaki me langkah ke depan-Kira-2
puluhan tomba k ke mudian, tiba2 di-lihatnya seperti ada sesosok
bayangan orang rebah tengkurap di atas pasir di depan sana.
Sekali lompat Kun-gi me mburu maju, ia dapat me lihat di te mpat
gelap. setelah dekat didapatnya orang ini mengenakan paka ian
ketat warna hijau, golok terselip dipinggangnya, dandanannya mirip
centing Pek-hoa-pang. Setelah diteliti didapatinya pula jiwa orang
sudah melayang, sesaat lamanya karena terhantam dadanya oleh
pukulan berat. Terpancar cahaya gemerdep dari bola mata Ling Kun-gi.
batinnya: "orang ini jelas adalah centing yang ditugaskan berjaga di
sini, golok yang tergantung dipinggangpun belum se mpat tercabut,
tahu-jiwa sudah melayang, tentunya orang tadi kuatir centhing ini
me mbocorkan rahasianya maka dia di bunuh untuk menutup
mulutnya." Waktu dia berdiri tegak. dilihatnya dise mak2 rumput di
depan sana ada sesosok mayat pula. orang inipun mengena kan
seragam warna hijau berdandan sebagai centing. Kemungkinan dia
terpukul mencelat sehingga terlempar sejauh itu, jiwanya jelas
sudah amblas. Berkeriut gigi Kun-gi saking ge mas, dia m2 dia berjanji akan
mengusut perkara ini dan mencari tahu siapa gerangan bayangan
itu untuk menghukumnya secara setimpal. Kedua centing ini sudah
mati beberapa saat, ini berarti pembokong itu tentu sudah pergi
jauh dan tak mungkin dikejar lagi, ia putar balik dan akan melompat
ke atas tebing.
Pada saat itulah mendadak didengarnya suara isak tangis sedih
me milukan di atas, isak tangis se-orang pere mpuan, begitu sedihnya
sampai tersendat2 dan banting2 kaki.
Heran Kun-gi, waktu ini sudah kentongan ketiga lewat tengah
ma la m, me mangnya siapa yang datang kepinggir danau dan
bertangisan disini" suara tangis seorang perempuan, tentu dia salah
satu dara kembang dari Pek-hoa-pang. Mungkin dia mene mukan
ke matian kedua centing, salah seorang centing adalah kekasihnya,
maka dia menangis begini sedih"
Tengah Kun-gi menduga2, tiba2 didengarnya perempuan itu
berkata sambil sesenggukan: "Ling Kun-gi, oh, Ling Kun-gi, akulah
yang buta, sungguh tak nyana kau . . . . . Ai, aku ....... aku juga
tidak ingin hidup lagi ......" Suaranya terputus2 oleh sendat
tangisnya, lemah dan lirih, tapi di ma la m sunyi ini Kun-gi dapat
mendengarnya jelas sekali, terutama setelah akhir kata2nya,
langkah kakinyapun terdengar menuju ke pinggir danau. Jelas dia
nekat hendak bunuh diri.
Sudah tentu Kun-gi berjingkat kaget, lekas dia berteriak: "Jangan
nona" Sebat sekali dia men-jejak ka ki mengapung ke atas.
Bahwa di bawah tebing ada orang sudah tentu tidak terpikir oleh
si nona, tanpa sadar dia menyurut mundur, bentaknya: "Siapa kau"
" Kini Kun-gi sudah melihat jelas siapa nona di hadapannya yang
menangis ini, ia kaget dan keheranan, katanya sambil mengawasi
tak berkedip: "Apakah yang terjadi" Bilakah aku pernah berbuat
salah padamu ......"
Nona ini bukan la in adalah Un Hoan-kun yang menyamar jadi Bi-
kui, air mata masih berlinang2 di kelopak matanya, ia terbeliak
mengawasi Kun-gi, iapun kaget dan heran, tanyanya: "Kau ......
bagaimana kau bisa berada disini" "
"coba kau dulu yang bicara, kenapa kau sembunyi di sini dan
menangis" "
Nanar pandangan Un Hun-kun, katanya dingin: "Tidak. kau dulu
yang bicara, bukankah kau mengunt it aku ke mari" " Dia
mengenakan kedok sehingga sukar terlihat mimiknya, cuma
biasanya dia bersifat lembut dan ha lus, bijaksana lagi, kata2nyapun
ramah, kini dia bicara dingin ketus, jelas gelagatnya jelek.
Dia m2 Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, katanya kemudian "Cayhe
me mang menguntit seseorang ......." sampai di sini mendadak dia
seperti ingat sesuatu, lalu tanyanya gugup: "Waktu kau kemari
adakah kau berte mu dengan seseorang" "
Un Hoan-kun dapat merasakan nada ucapan Kun-gi itu me mang
menguntit seseorang, maka dia bertanya siapa yang di maksud"
"Entah siapa dia, dia keja m dan licin, aku menguntitnya sa mpai di
sini, sayang dia berhasil lolos, malah dua centing di bawah sana
juga dibunuhnya ....."
Betapapun Un Hoa-kun ada lah nona yang cerdik, dia tahu dala m
soal ini mungkin ada latar belakangnya yang ber-belit2, segera dia
balas bertanya: "Coba katakan, berapa lama kau keluar" "
"Cukup la ma, sedikitnya sudah satu ja m."
Un Hoa-kun mendesak lagi: "Bahwa kau tak tahu siapa dia,
kenapa kau menguntitnya ke mari" "
Terpaksa Kun-gi tuturkan kejadian yang diala mi, lalu
menya mbung tertawa: "Sudah, kini giliranmu yang bicara, untuk
apa seorang diri kau lari ke mari" Tadi seperti kudengar kau tida k
ingin hidup segala, me mangnya kenapa" "
Mendengar cerita Kun-gi, Hoan-kun sudah tahu akan duduknya
persoalan, tapi sebagai seorang gadis perawan yang masih suci
bersih, sudah tentu tak mungkin dia menceritakan adegan mesum
yang disaksikannya tadi. Dengan muka merah terpaksa dia
menjawab: "Kau tak usah tanya, hatiku amat risau, perlu ja lan2
keluar untuk menenangkan perasaanku, lekas kau ke mbali, lebih
cepat lebih ba ik."
Sudah tentu Kun-gi juga bukan pemuda goblok. iapun merasakan
dibalik ucapan Un Hoan kun ini masih ada persoalan tersembunyi,
maka dia bertanya: "Dari omonganmu kurasakan seperti terjadi
sesuatu" "
"Lekas pergi, setelah kemba li kau akan tahu sendiri," kata Un
Hoan-kun. Dirundung berbagai pertanyaan, Kun-gi masih menegas: "Kau
tidak pulang saja bersa maku" "
"Kalau jalan bersa ma mu, dilihat orang tentu kurang le luasa, kau
boleh berangkat lebih dulu, tunggulah aku dipekarangan yang
gelap." "Kutinggal kau di sini, hatiku tidak tenteram, ayolah pulang
bersama." "Bikin jengkel orang saja," ome l Un Hoan-kun, "kalau terla mbat sudah tiada gunanya lagi."
Kun-gi tidak bergerak. tanyanya: "Kau pasti ada urusan, kenapa
tidak kau beritahukan padaku" "
"Tiada waktu untuk kujelaskan, hayolah pulang bersama, nanti
berpisah di luar tembok, soal ini a mat besar artinya, jangan kau
tunda2, pulanglah dulu ke ka marmu dan kau akan tahu, tapi jangan
kau masuk begitu saja, biar aku me mberitahukan Congkoan dulu,
ma la m ini a ku bertugas bersama Hong-sian, katakan saja waktu
ke mbali kau bersua dengan aku."
Mendengar orang berpesan secara serius, se-olah2 ditempat
tinggalnya telah terjadi sesuatu, maka Kun-gi mengangguk.
katanya: "Baiklah, hayolah pulang."
Mereka tidak bicara lagi, keduanya sama2 menge mbangkan
Ginkang dengan cepat tiba di luar pagar tembok tinggi yang
menge lilingi Hoa-keh-ceng. Un Hoan-kun me mberi tanda gerakan
tangan terus mela mbung ke atas tembok dan melesat ke belakang
sana. Sementara Kun-gi juga mengapung terus me lejit lebih jauh ke
depan-mendadak didengarnya seorang me mbentak tertahan:
"Siapa" "-setitik sinar ke milau tahu2 meluncur ke muka Kun-gi.
Sekali raih dengan mudah Kun-gi tangkap senjata rahasia itu,
kiranya sebutir pelor perak. sementara mulutnya berseru: "Cayhe
Ling Kun-gi"
Dari te mpat gelap ta mpak melompat keluar seorang laki2
berseragam hitam, begitu me lihat jelas akan Ling Kun-gi, lekas dia
me mbungkuk dengan gugup, katanya: "Ha mba Kho Ting-seng,
maaf, kesembronoanku patut dihukum mati ......"
Laki2 ini ada lah salah satu Hou-hoat-su-cia yang dinas jaga,
maka dengan tertawa Kun-gi lantas berkata: "Kho-heng tak usah
berkecil hati. Cayhe meluncur dari luar te mbok. adalah jama k ka lau
menimbulkan rasa curiga. Cuma untuk selanjutnya Kho-heng harus
lihat jelas dulu baru boleh turun tangan-"-Se mbari bicara dia
angsurkan ke mba li pelor perak itu.
Orang she Kho mengia kan sa mbil menerima pelor peraknya, Kun-
gi bertanya pula: "Apakah mala m ini giliran Kho-heng berjaga" "
"Ya," sahut Kho Ting-seng, "ada empat orang yang mendapat
giliran jaga, ha mba ditugaskan jaga di sebelah tenggara sini."
"Apakah Kho-heng tadi me lihat ada orang masuk ke mari" "
Kho Ting-seng melengak. katanya: "Maksud Cong-hou-hoat ada
musuh yang menyelundup ke-mari" "
"o, tidak." ujar Kun-gi, "aku hanya tanya sambil la lu, kalau t iada me lihat ya sudahlah."
"Sejak giliran ha mba berjaga tadi terus mondar-mandir di sekitar
sini, kalau ada orang menyelundup masuk tentu hamba dapat
me lihatnya."
Kun-gi manggut2. "Bagus sekali, baiklah aku mohon diri," setelah
balas hormat, sekali jejak kedua ka ki ia lantas melejit t inggi
me luncur kepekarangan bela kang.
Karena pesan Un Hoan-kun tadi amat wanti2 dan serius, se-olah2
telah terjadi suatu peristiwa di dalam ka marnya, maka sepanjang
jalan ini dia tingkatkan perhatian dan kewaspadaan, sinar pelita
sudah padam di daerah pekarangan tengah, keadaan sunyi tenang
tiada gerakan apa2 yang mencurigakan-
Secara diam2 dia meluncur turun di balik pagar te mbok serta
me mperhatikan ka mar tidurnya, dua jendela disebelah selatan tetap
terpentang lebar, keadaan hening, lelap seperti dirinya keluar tadi,
tiada tanda2 perubahan lainnya puia, keruan ia heran dan ber-
tanya2 kenapa Un Hoan-kun mendesak dirinya lekas ke mbali ke
kamar tidur" Mengingat nona Un biasanya hati2 dan cermat, setiap
menghadapi persoalan tentu dikerjakan dengan ba ik dan rapi, tak
mungkin kali ini dia menipu diri nya..
Entah kenapa pula nona itu tida k mau menjelaskan persoalannya,
seakan2 bila dirinya lekas ke mbali akan segera mendapat jawaban,
tapi kenapa pula dirinya diharuskan menunggu dia menyusul datang
setelah me mberi laporan kepada Congkoan-Me mangnya ada
kejadian apa" Se marin dipikir se makin mengganjel perasaan.
"Me mangnya ada orang hendak mence lakai diri-ku secara
dia m2?" de mikian batinnya. Inipun tidak mungkin, umpa ma betul
seorang ada maksud mencela kai jiwanya, tak mungkin dia sembunyi
di dala m ka marnya. Maka sekian lamanya dia berdiri dia m di tempat
gelap. tapi setelah ditunggu beberapa kejap tetap tidak terlihat ada
tanda apa2. Untunglah dikala Kun-gi sudah ha mpir kehilangan kesabaran,
didengarnya desir angin mala m yang lirih dari ba lik te mbok sana,
waku Kun-gi menoleh, dilihatnya dua bayangan orang muncuf di
atas tembok. Seorang mengenakan pakaian serba putih, pedang
tergantung dipinggang, gayanya lembut laksana dewi kahyangan.
Seoranglagi berpakaiankencang,tubuhnyasema mpa i
menggiurkan-Mereka bukan la in adalah Congkoan Giok-lan dan Un
Hoan-kun yang me nyaru Bi kui.
Lekas Kun-gi menyongsong
ke sana, katanya menjura: "Mengganggu Congkoan saja."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lekas Giok-lan balas hormat, matanya yang bening mengawasi
Kun-gi, katanya: "Bi kui Ling-kongcu menunggu, entah apa yang
telah terjadi di sini" "
Apa yang terjadi, Kun-gi sendiri juga tidak tahu, sudah tentu dia
tidak bisa menjawab, terpaksa dia berkata sekenanya: "Congkoan
sudah tiba, marilah bicara di da la m saja."
Sekilas Giok-lan mengerling, katanya: "Kiu-moay barusan lapor
padaku, katanya waktu dia lewat sini telah mendangar orang bicara
dalam ka mar, semula dikira Ling-kongcu sendiri, ternyata waktu dia
ronda sampai pekarangan tengah telah bertemu dengan Ling
kongcu yang sedang mengejar musuh, maka dia sadar adanya
gejala yang tidak sehat, cepat dia memberi laporpadaku, kini Ling-
kongcu sudah ke mbali, entah adakah sesuatu yang mencurigakan di
dalam ka mar ini" "
Kun-gi me mbatin: "o, ada orang sembunyi di dala m ka marku,
hanya soal begini saja kenapa t idak dijelaskan padaku" "
Dengan tersenyum dia lantas berkata: "Sejak Cayhe datang tadi
sudah kuperhatikan, tiada gerakan apa2 di sini, biarlah aku masuk
me meriksanya lebih dulu." Lalu dia hendak menerobos masuk lewat
jendela. "Hati2 Ling-kongcu" seru Un Hoan-kun gugup,
"Betul," sambung Giok-lan, "me mang Ling-kongcu harus lebih
hati2." Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Ya, tidak jadi soal."-Sekali lompat dia menerobos masuk ke ka mar, matanya menje lajah seluruh
penjuru kamar, tapi tetap tiada kelihatan bayangan prang" Kiranya
sejak di luar dan waktu me lompat masuk tadi dia m2 dia sudah
pasang kuping danpentang mata, asal ada orang sembunyi di dala m
kamar pasti didengarnya. Kun-gi keluarkan geretan api, setelah
menyulut la mpu dia terus angkat palang dan membuka pintu,
katanya: "silakan kalian masuk"
Dia m2 Un Hoan-kun me mbatin: "Agaknya sudah terlambat,
kedua orang itu sudah pergi."
Giok-lan melangkah masuk lebih dulu, mata-nya yang jeli tajam
menje lajah ke segala penjuru, lalu berkata: "Kiu-moay bilang bahwa
Ling-kongcu mengejar musuh yang me mbokongmu, laporannya
tidak jelas, me mangnya siapa yang bernyali besar berani bertingkah
di te mpat kita ini" Harap Ling-kongcu sudi me njelaskan" "
Kecut tawa Kun-gi, katanya: "Cukup lama juga aku mengudak
dia, sayang tak berhasil kususul, malah dua Centing kita dibunuh
oleh nya, sungguh harus diaesalkan" Lalu dia ceritakan kejadian
yang diala minya.
Berkilat mata Giok-lan, katanya setelah merenung sebentar:
"orang ini bisa bergerak bebas menghindari pos2 penjagaan, jelas
ialah orang kita sen-diri, mungkin karena siang tadi dia kau
kalahkan dala m pertandingan, karena dendam maka mala m ini
hendak menuntut ba las secara menggelap."
"Cayhe juga pikir de mikian, pikirku hendak mengejarnya untuk
me mberi penjelasan dan me mbujuknya . "
"Besar nyali orang ini, berani ma in gila di sini, tapi dia bisa lolos
dari kuntitan Ling-kongcu, jelas Ginkang dan kecerdikannya
me mang lebih tinggi daripada orang lain," ujar Giok-lan-"Lalu
senjata rahasia yang Ling-kongcu gulung tadi entah ditaruh di
mana" "
Kun-gi menuding kepojok dinding, katanya: "Karena buru2
hendak mengejar musuh, maka kule mpar ke kaki te mbok itu."
Sinar la mpu me mang tidak sa mpai menyoroti ka ki tembok sana,
Giok-lan tidak perhatikan ka lau di ka ki te mbok ada jarum2
berserakan-Kini dengan cermat dia me mperhatikan, seketika
berubah rona mukanya. Dingin sorot matanya, katanya: "Mung-
kinkah dia orang Hek-liong-hwe?"
"Sa m-ci," Un Hoan-kun menyeletuk. "darimana kau tahu dia
orang Hek-liong-hwe" "
Dari kantong bajunya Giok-lan keluarkan sekeping besi se mbrani,
lalu menyedot sebatang jarum. Jarum ini lebih kasar dari jarum jahit
umumnya, seluruh batangnya berwarna hitam lega m, jelas dilumuri
racun jahat, Lalu sambil mengacungkan besi se mbrani, dia bertanya
kepada Kun-gi: "Apakah Ling-kongcu tahu asal-usul jarum baja ini"
" "Cayhe tidak tahu," sahut Ling Kun-gi. .
Giok-lan tertawa tawar, katanya: "Racun yang dilumurkan di
jarum ini adalah getah beracun."
Sejak mula Kun-gi kira sipe mbokong adalah orang dala m Pek-
hoa-pang, mendangar Giok lan bilang dia orang Hek-liong-hwe,
tanpa terasa ia bersuara heran-Giok-lan berkata lebih lanjut, Jarum
baja ini dilepaskan dari Som-lo-ling, na manya adalah Sha-cap-lok-
khong-wi-hong-cia m (Jarum kumbang kuning 36 lubang)."
"Pengetahun Congkoan me mang luas, melihat jarum lantas tahu
nama dan asal-usulnya," demikian puji Kun-gi.
Manusia di kolong langit ini baik pria atau wanita, kalau dirinya
dipuji, tentu tidak kepalang riang hatinya. Terutama Giok-lan yang
sudah kasmaran terhadap perjaka di depannya ini, maka ia pandang
Kun-gi seolah2 sudah setengah miliknya-. Dengan penuh arti
matanya mengerling Kun-gi, katanya tersenyum malu2: "Thay-siang
pernah menerangkan soa l jarum ini, katanya jarum2 ini disimpan di
dalam kotak gepeng terbuat dari baja, seluruhnya ada 360 batang
yang tersimpan di da la mnya, maka dina makan Som-lo ling. yakni
seumpa ma firman raja akhirat (som-lo), sekali tekan bisa
menya mbitkan 36 batang, maka dina makan pula jarum kumbang
kuning 36 lubang."
"Senjata rahasia macam ini hanya dibikin oleh ahli yang luar
biasa," demikian tutur Giok" lan lebih lanjut, "konon jarum ini
adalah buah karya seorang pandai besi yang lihay, sampai sekarang
jarang ada orang Kangouw yang ma mpu meniru me mbuatnya.
belum pernah terjadi lawan yang diserang bisa selamat, kalau
ma la m ini yang diserang orang lain, tentu jiwanya takkan selamat
dari jarum2 berbisa ini."
"Mungkin nasib Cayhe lagi mujur," ujar Ling Kun-gi, "untung aku sudah bersiaga sebelumnya."
Mengawasi jarum ditangannya, Giok-lan me nepekur sejenak,
katanya kemudian: "Jarum ini sudah dilumuri getah beracun, ini
berarti mereka sudah ma mpu me mbuat Som-lo-ling ini," sampa i
disini mendadak dia menoleh kepada Un Hoan-kun, katanya: "Kiu-
moay, coba kau hitung jumlahnya, apakah 36 batang" " .
Un Hoan-kun segera menghitung, lalu berka-ta: "Betul, di sini
ada 35 batang, ditambah satu menjadi 36 batang"
Bertaut alis Giok-lan, katanya: "Agaknya mereka me mang sudah
berhasil me mproduksi Som-lo-ling, malah seluk beluk markas
kitapun telah sede mikian apalnya, soal ini tidak boleh dipandang
remeh." "Bukan mustahil ada mata2 musuh yang berada diantara kita,"
ujar Bi-kui alias Un Hoan-kun.
Giok-lan manggut2, teringat laporan Bi-kui bahwa dua orang
pernah berbicara di dala m ka mar ini, maka dia bertanya "Kiu-moay,
dapatlah kau menjelaskan suara pe mbicaraan di ka mar ini pria atau
wanita" "
Seketika panas muka Un Hoan-kun, untung dia mengenakan
kedok sehingga mimik mukanya tidak dilihat orang, ia pura2 berpikir
lalu berkata: "Kalau t idak salah suara lelaki dan perempuan .....
"merandek sebentar lalu mena mbahkan.
"Waktu itu kukira Ling-kongcu masih dala m keadaan setengah
mabuk dan berbicara dengan Sin-ih."
"Waktu aku bangun dan semadi diatas ranjang untuk mendesak
keluar arak dari badanku, Sin-ih langsung ke mbali ke ka marnya, tak
pernah masuk ke mari lagi," demikian Kun-gi menerangkan sambil
berjalan mendekati te mpat tidur serta menyingkap kela mbu.
Dilihatnya seprei acak2an, bantal guling tidak terletak pada tempat
semestinya lagi, ma lah tepat di tengah ranjang kedapatan noktah
darah. Kun-gi terbeliak kaget, teriaknya: "Darah Darah siapa ini"
Me mangnya dia terluka dan se mbunyi di te mpat tidurku" "
Karena kela mbu tersingkap oleh tangannya, maka keadaan
ranjang itupun terlihat oleh Giok-lan dan Un Hoan-kun. Ada kalanya
nona2 atau para gadis jauh lebih tajam perasaan dan firasat-nya
daripada kaum pria. Umpa ma soal noktah darah ini, bagi Kun-gi
yang masih perjaka dan hijau plonco ini, dia mengira ada seseorang
telah terluka, tapi kedua nona di belakangnya ini cukup cerdik,
me lihat keadaan ranjang itu seketika terbayang oleh mereka .. . .
.... Jengah Giok-lan dan Un Hoan-kun, sekujur badan terasa panas
dan gemetar, untuk sesaat mereka sama melenggong tak tahu apa
yang harus di-ucapkan. Tapi Giok-lan me mang lebih tabah, katanya
sambil me mbalik badan: "Kiu-moay, pergilah kau panggil Sin-ih,
suruhlah dia mengganti seprei dan bantal guling yang baru," Hoan-
kun mengiakan terus beranjak ke luar.
Waktu me mbalik tubuh tadi, mendada k didapatinya sesuatu
benda di bawah bantal, tergerak hati Giok-lan, sebagai Congkoan
Pek-hoa-pang, ma ka dia tidak perlu ma in malu lagi, tanyanya: "Ling-
kongcu hanya bersemadi di ranjang, seperai dan bantal guling tida k
mungkin menjadi acak2an begini" "
"Ya, ma lahan Cayhe belum pernah menyentuh bantal guling dan
ke mul itu," sahut Kun-gi.
Sengaja Giok-lan ajak mengobrol: "Aneh kalau begitu,
me mangnya kenapa orang itu se mbunyi di atas ranjang Ling-
kongcu" " Sa mbil bicara dia melangkah maju badan sedikit miring
sehingga pandangan Kun-gi teraling, dia m2 dia ulur tangan ke
bawah bantal, gerakannya pura2 memeriksa, kalau2 sebatang tusuk
kundai e mas sudah dia simpan ke dala m lengan bajunya.
Kebetulan Un Hoan-kun, sudah ke mbali mengajak Sin-ih, Giok-
lan lantas tanya kepadanya: "Tadi adakah kau mendengar suara
apa2 di ka mar ini" "
Terbeliak mata Sin-ih mengawasi Kun-gi sahutnya bingung:
"Tiada suara apa2, ha mba tidak mendengar apa2"
Giok-ian mendengus, katanya: "Kalian tidur mendengkur seperti
babi, Ling-kongcu keluar mengejar bangsat, ada orang masuk
kamar ini, tapi tiada orang tahu."
Gemetar tubuh Sin ih, ratapnya menunduk: "Ya, hamba me mang
pantas ma mpus ..."
"Sudah, jangan banyak bicara, lekas bersihkan ranjang Ling-
kongcu," perintah Giok-lan, lalu dengan menggunakan ilma
mengirim gelombang suara dia mena mbahkan: "Ingat, kejadian
ma la m ini dilarang beritahu kepada siapapun tahu" "
Sin-ih mengangguk. sahutnya: "Ha mba tahu"-Bergegas dia
bekerja seperti yang di pesan-Cepat sekali dia sudah menggant i
bantal guling dan ke mul serta seprei baru ranjang Kun-gi.
"Waktu sudah larut, besok pagi2 Ling-kongcu harus menghadap
Thay-siang, lebih baik istirahat saja," demikian kata Giok-lan setelah
Sin-ih mengundurkan diri. Lalu dia berpa ling, " Kiu-moay, hayolah
ke mbali."
"Cayhe amat menyesal, penjahat tidak berhasil kutangkap.
Congkoan malah susah payah setengah ma la man," Kun-gi berucap.
"Jangan sungkan Ling-kongcu, me mang ini tugasku, tadi sudah
kusuruh Hong-sian pergi ke danau me meriksa sebab ke matian
kedua Centing serta para ronda lain yang bertugas sepanjang pesisir
danau, adakah perahu yang mencurigakan di sana" Tentunya kini
sudah ke mbali, biar aku mohon diri," bersa ma Hoan-kun mere ka
lantas beran-jak ke luar.
Bertimbun tanda tanya yang menekan perasaan Kun-gi. Menurut
rekaan Giok-lan, orang yang membokong dirinya mengguna kan
Som-lo-ling, maka dia diduga adalah mata2 Hek-liong hwe yang
diselundupkan ke mari. Hal ini kiranya tidak me leset, di depan
pertemuan besar siang tadi Thay-siang telah mengumumkan bahwa
dirinya berhasil me mbikin obat penawar getah beracun, akhirnya
diangkat menjadi Cong-hou-hoat dari Pek-hoa-pang, soal ini jelas
merupakan tekanan dan anca man serius bagi Hek-liong-hwe. Ka lau
dirinya bisa terbunuh atau dilenyapkankan merupakan pahala yang
amat besar sekali artinya, Kalau tidak, kapan dirinya pernah
bermusuhan dengan orang, untuk apa pula orang malam2
menyelundup ke mari dan menyerangnya" Atau mungkin ada tujuan
lain lagi"
Un Hoan-kun bilang mendengar kasak-kusuk dua orang
perempuan dan laki2, satu di antaranya terluka, mungkin lantaran
me lihat nona Un, ter-paksa sembunyi ke atas ranjangku sehingga
meninggalkan noktah darah di sini. Lalu siapa kedua orang ini" Di
mana pula mereka bergebrak dengan musuh sehingga terluka"
Kenapa sembunyi dika marku" De mikian Kun-gi merasa bingung.
Tapi yang me mbuatnya paling bingung adalah nona Un sendiri,
me mangnya dia merasa sesal atau direndahkan" Apa pula yang
disedihkan sa mpai mala m2 lari kepinggir danau dan bertangisan
seorang diri" Malah dari apa yang dia guma mkan seperti menaruh
salah paham dan penasaran terhadap dirinya, memikirkan persoalan
ini, tanpa merasa Kun-gi tertawa geli sendiri.
Maklumlah kaum re maja, terutama anak gadis yang sedang
kasmaran biasanya me mang suka ce mburu. De mi dirinya, tanpa jeri
Un Hoan-kun mene mpuh bahaya ikut menyelundup ke Pek-hoa-
pang, dengan menyaru Bi-kui, tentu siang tadi dia me ltihat sikap So-
yok. sang Hu-pangcu yang begitu mesra dan kasih sayang
terhadapnya sehingga hatinya-merasa iri, padahal se mua
ini merupakan salah paha m belaka .
Tengah dia berpikir terdengar suara kokok aya m, ternyata hari
sudah menjelang pagi.. Maka dia ti-dak banyak pikir lagi, tanpa
copot pakaian terus duduk ke mbali se madi di atas ranjang.
Tak la ma ke mudian haripun sudah terang tanah. Di dengarnya
suara Sin-ih berkumandang di depan pintu: "Ling-kongcu, sudah
bangun" "
Kun-gi mengiakan terus melangkah turun dan me mbuka pintu.
Sin-ih sudah menunggu depan pintu sa mbil me mbawa sebaskom a ir
untuk cuci muka. Setelah Kun-gi selesai me mbersihkan badan,
sementara Sin-ih sudah menyiapkan sarapan pagi dan persilakan dia
makan. Baru saja Kun-gi ke mba li ke ka marnya habis ma kan, Congkoan
Giok-lan sudah datang, katanya tertawa: "Selamat pagi Ling-
kongcu, perahu sudah siap. marilah kita berangkat."
"Cayhe sudah menunggu sejak tadi, apakah Congkoan sudah
makan" "
"Sela manya aku tidak pernah ma kan pagi," ucap Giok-lan,
"hayolah lekas berangkat, pantang terlambat kalau menghadap
Thay-siang," lalu dia mendahului jalan keluar.
Mengiringi orang keluar, Kun-gi bertanya: "Bagaimana hasil
penyelidikan nona Hong-sian sema la m" "
"Hasilnya nihil," tutur Giok-lan sambil mengge leng, tiba2 dia
me mba lik tubuh, katanya lirih. "Kejadian se mala m kecua li aku dan
Kiu-moay, Hong-sian sendiri juga tidak tahu, Ling-kongcu harus
ingat, kepada siapapun jangan bicarakan soal ini."
Kun-gi melenga k. tanyanya: "Kenapa" "
Giok-lan menghela napas "Liku2 persoalan ini cukup rumit, sulit
juga aku menyela mi soal ini dala m wa ktu singkat dengan hanya
tanda2 yang tidak seberapa ini, tapi Ling-kongcu harap percaya
saja." Walau merasa heran, tapi melihat sikap dan nada suaranya
begini serius, Kun-gi manggut2, sahutnya: "Pesan nona pasti
kuperhatikan."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok-lan tersenyum lebar, suaranya lebih lirih.. "Syukurlah,
apapun yang terjadi, aku takkan me mbikin susah pada mu."
Tak la ma ke mudian mere ka sudah berada di atas tanggul sungai
yang letaknya di be lakang ta-man, sepanjang tanggul ditana mi
pohon Yang-liu. tertampak sebuah perahu beratap alang2 sudah
menanti di bawah sana.
Tempo hari Kun-gi pernah naik perahu yang sa ma dengan So-
yok, punya pengalaman satu kali, ma ka kali ini dia tidak main
sungkan lagi, dengan ringan dia lantas melompat ke atas perahu
dan menyusup ke dala m serta duduk bersimpuh. Giok-lan juga
me lompat naik dan duduk bersimpuh pula, tanpa dipesan
perempuan pendayung diburitan segera menjalankan perahunya .
Terdengar Giok-lan berbisik dengan ilmu gelombang suara:
"Kedua orang yang menguasai perahu adalah pengikut Thay-siang
sejak muda, harap Ling-kongcu hati2 kalau bicara." Secara tidak
langsung dia me mperingatkan Kun-gi bahwa kedua orang ini adalah
kepercayaan So-yok.
Sudah tentu Kun-gi sukar menangkap maksud kisikannya ini, dia
hanya melongo bingung saja. Melihat sikap orang, maka Giok-lan
mena mbahkan: "Jangan Ling-kongcu takut atau curiga, aku hanya
me mberi peringatan padamu, jangan sembarang bicara di atas
perahu ini. Thay-siang tidak suka kalau orang me mbicarakan
pribadinya."
Kun-gi me ngangguk sa mbil me njawab dengan cara yang sama:
"Terima kasih atas petunjukmu.
"Masih ada satu hal," demikian Giok-lan mena mbahkan lagi, "dan ini yang terpenting, Pangcu minta aku menyampaikan pada Ling-kongcu."
"Pangcu ada pesan apa" "
Ber-kedip2 bola mata Giok-lan, senyumnya tampak penuh
mengandang arti, katanya: "Kemarin kau baru diangkat jadi Cong-
houhoat, hari ini Thay-siang sudah mengundangmu ke Pe k-hoa-kok
pasti beliau punya maksud2 tertentu, maka Pangcu minta supaya
aku menyampa ikan pesannya, apapun yang dikatakan Thay-siang,
kau harus segera mengiakan."
Kembali Kun-gi dibuat melenggong, tanyanya: "Memangnya
Thay-siang hendak suruh aku berbuat apa" " .
Melihat sikap dan air muka serta sorot matanya, diam2 Giok-lan
me mbatin: "Me mang tidak meleset dugaan Toaci, agaknya
pikirannya tidak terpengaruh oleh Bi-sin-hiang."
Tapi dia tetap bicara dengan ilmu suara itu: "Tak peduli kerja
apapun yang diserahkan padamu, tanpa ragu2 kau harus segera
menerima tugas itu.?"
"Ini. ..... " berkerut kening Kun-gi.
Giok-lan tersenyum, katanya: "Toaci bilang, Ling-kongcu ma mpu
menawarkan getah beracun yang tak bisa ditawarkan oleh manusia
manapun di dunia ini, sudah tentu kaupun bisa memunahkan segala
obat bius yang me mpengaruhi pikiran orang, oleh karena itu, setiba
di perahu ini perlu aku me mberi peringatan padamu. Sela manya
tiada seorangpun yang berani me mbangkang dan me nolak perintah
Thay-siang, sudah tentu semakin cepat kau terima tugasnya itu
akan lebih baik, celakalah kalau sa mpai me mbuatnya kurang senang
atau curiga."
Apa yang dikatakan ini cukup ga mblang, walau tak secara
langsung, tapi artinya sudah diketahui bahwa kau ternyata tidak
terpengaruh oleh obat Bi-sin-hiang itu.
Kejadian ini me mang ada latar belakangnya. Tatkala So-yok
diperintahkan menyerahkan Bi-sim-hiang ini kepada Bok-tan sang
Pangcu, dari Bok-tan diserahkan pula kepada Giok-lan supaya
menuna ikan perintah Thay-siang ini, kebetulan pembicaraan mereka
dicuri dengar oleh Bi-kui alias Un Hoan-kun, jing-s in-tan buatan
keluarga Un ada lah obat mujarap yang khusus diperuntukan
menawarkan segala obat bius di kolong langit ini, sudah tentu
dengan me mbekal obat mujarab ini Ling Kun-gi tidak pernah
terpengaruh pikirannya, tapi soal ini hanya dlketahui oleh Ling Kun-
gi dari Un Hoan-kun saja.
Bahwa dia pura2 terbius-oleh obat itu dan mau terima jabatan
dalam Pek-hoa-pang lantaran ingin cari tahu dari mana Pek" hoa-
pang me mperoleh t iga jurus ilmu pedang warisan keluarganya,
ma lah Hwi-liong-sa m-kia m merupakan ilmu pelindung Pe ks hoa-
pang lagi" Un Hoan-kun pula yang mengajukan aka l dan usul ini.
Sekarang dari mulut Giok-lan secara tidak langsung didengarnya
sindiran dirinya tidak terpengaruh oleh obat bius, bahwa hal ini
sudah mereka ketahui, sungguh tidak kepa lang kagetnya... maklum
seseorang yang merasa bersalah-dala m hati akan merupa kan
tekanan batin, sekali rahasia ini terbongkar, pastilah selebar
mukanya merah padam. Demikianlah keadaan Ling Kun gi sekarang.
Tapi dia tetap berkata dengan gelombang suara: "Pangcu. . ."
Tersenyum Giok-lan me ngawasi wajah orang
"Jangan kuatir, Toaci berma ksud baik, cukup asal kau selalu
mengingat kebaikannya."
Lalu dia menyodorkan secangkir teh dan menengga knya dulu se-
cangkir yang lain, katanya: "Cong-sucia, enak bukan rasa teh ini" "
Kun-gi segera tahu maksud orang, sahutnya tertawa: "Ya, enak
dan segar, rasanya seperti bunga ce mpaka." Dua patah terakhir ini
mereka t idak me nggunakan ilmu gelombang suara pula.
Laju perahu amat pesat, hanya sekejap mereka sudah berada
diterowongan air yang masuk keperut gunung, setelah mengikut i
arus yang deras dan ber-belok2, akhirnya laju perahu menjadi
la mbat dan tak lama kemudian berhenti. Kerai tersingkap. Giok-lan
lantas berdiri, katanya. "Sudah-sampai. Cong-sucia pernah datang
sekali, tapi jalanan mungkin masih belum apal, biarlah aku naik
lebih dulu" Sedikit tutul kaki, badannya segera mengapung tinggi ke
atas dan ditelan kegelapan di sebelah sana, La lu terdengar suara
bergerit: "Silakan Cong-sucia naik ke mari, cuma harus hati2, lumut
di sini a mat licin."
"Cayhe tahu," kata Kun-gi, belum lenyap suaranya badannya
sudah hinggap di sisi lok-lan. Tempat ini berada diperut gunung,
gelapnya bukan ma in, jari sendiripun tida k ke lihatan.
Betapapun Lwekang Giok-lan agak rendah, ka lau mala m biasa di
tempat terbuka dia masih bisa me lihat sesuatu dalam jarak de kat,
tapi di dalam terowongan bawah tanah yang gelap begini, sudah
tentu dia tidak bisa melihat apa2. Tapi kupingnya tajam, dari desir
angin dia tahu bahwa Ling Kun-gi sudah berada di sa mpingnya,
maka dengan suara lirih dia berkata: "Inilah jalan rahasia satu2nya
yang bisa mene mbus ke Pek-hoa-kok dilarang keras menyalakan
la mpu, jalanan disini-pun a mat jelek. tempo hari kau pernah kemari,
tentunya sudah tahu, Thay-siang suruh aku me mbawa mu ke mari,
biarlah kau jalan mengikuti langkahku dengan bergandengan
tanganku."
Jari2nya yang halus tahu2 sudah pegang tangan Ling Kun-gi
terus ditariknya ke depan-Kun-gi biar-kan saja tangannya dipegang
dan menurut saja kemana dirinya ditarik. Terasa jari jemari yang
me megang tangannya begitu halus dan le mas seperti tida k
bertulang, seketika sekujur badannya gemetar seperti kena aliran
listrik. Terdengar Giok-lan berkata: "Sebagai anak perempuan yang
telah dewasa, selamanya belum pernah kubersentuh tangan dengan
laki2 manapun, ma ka hatiku sedikit tegang, harap Ling-kongcu tida k
mentertawakan aku."
Berdebar juga hati Kun-gi, tapi tak mungkin dia melepaskan
tangannya, terpaksa dia bilang: "Di sinilah letak kesucian Congkoan-
" "Justeru karena aku yang ditugaskan membawa Kongcu ke mari,
umpa ma orang lain, aku tak sudi saling bergandengan tangan
seperti ini."
Kali ini Kun-gi bungka m saja, tak enak banyak bicara lagi.
Didengarnya Giok-lan bicara lebih lanjut, suaranya syahdu:
"Soalnya Ling-kongcu adalah perjaka yang patut dibuat teladan,
seorang Kuncu sejati, kaulah pe muda yang menjadi pujaan hatiku
......." Bertaut alis Kun-gi, katanya: "Ah, Congkoan terlalu me muji
diriku." Jari2 Giok-lan yang menariknya itu tiba2 me megang lebih
kencang, katanya sambil ja lan ke depan: "Untuk selanjutnya.
tanganku yang satu ini tidak akan bersentuhan lagi dengan laki2
manapun jua." Mendadak dia berpaling dan bertanya: "Kau percaya
apa yang kukatakan" " Suaranya kedengaran le mbut, tapi bola
matanya tampak berkilauan ditengah kegelapan, me mancarkan rasa
tekad penuh keyakinan.
Gugup dan gelisah Kun-gi, "Nona. ...... ."
"Tak usah kau gelisah, apa yang pernah ku-katakan selamanya
tak pernah kujilat ke mbali, tak perlu kutakut ditertawakan Ling
kongcu, dalam kalbuku me mang hanya .... . . hanya ada seorang,
maka tidak a kan kuizinkan laki2 la in untuk menyentuh badanku,
siapa berani menyentuh tanganku segera kutabas buntung
tanganku ini . "
Keruan Kun-gi gugup setengah mati, katanya: "Nona, jangan se-
kali2 kau berbuat menurut dorongan hatimu "
"Jangan kau me mbujukku, yang jelas akupun tidak akan
sembarangan me mbiarkan orang menyentuhku," ujar Giok-lan
tertawa, jari2nya memegang lebih kencang lagi. "Nah, ha mpir
sampai, jangan bersuara lagi."
Terpaksa Ling Kun-gi terus menggre met maju me nyusuri dinding
gunung dengan badan miring .-Tak la ma ke mudian Giok-lan lepas
tangannya serta maju ke dinding yang mengadang di depan serta
mengetuk sekali.
Terdangarlah suara Ciok-lolo bertanya dari dalam: "Apakah Giok-
lan" "
Lekas Giok-lan berseru: "Ciok-lolo, aku mendapat perintah
me mbawa Cong-sucia ke mari"
"Nenek sudah tahu," ujar Ciok-lolo, pelan2 pintu papan batu di
depan mereka me nggeser mundur dan terbuka, bayangan Ciok lolo
yang tinggi besar itu segera muncul di ba lik pintu. Sorot matanya
dingin tajam, dari kepala sa mpai ka ki Ling Kun-gi diawasinya
dengan teliti, mulutnya terkekeh sekali, lalu berkata: "Bocah inikah,
kalau Thay-siang mau cari mantu kiranya cukup setimpal, kalau
diangkat jadi Cong-sucia, kukira Thay-siang rada berat sebelah,
terus terang aku nenek tua ini mengukurnya terlalu rendah."
Giok-lan unjuk tawa manis, katanya: "Kemarin Lolo tidak hadir,
sudah tentu tidak menyaksikan betapa perkasa Cong-sucia
menga lahkan para lawannya dala m lima babak berturut2, ini
kenyataan, apalagi dalam pertandingan besar dan terbuka itu,
semua peserta boleh ikut bertanding secara adil, mengapa Thay-
siang kau katakan berat sebelah" "
Ciok-lolo ter-kekeh2, katanya: "Bocah se kolahan sele mah ini,
satu jari nenek saja sudah cukup me mbuatnya berjongkok setengah
hari dan tidak ma mpu berdiri, ka lau bicara soal kepandaian sejati,
dia bisa menang lima babak secara beruntun, betapapun nenek
tidak mau percaya."
Bagaimana juga Kun-gi masih muda dan berdarah panas, melihat
sikap orang yang terlalu me mandang rendah dirinya, ia naik pita m,
pikirnya: "Jangan kau kira sebagai anak buah Thay-siang, biar
kuajar adat padamu."
Maka dengan tersenyum segera ia menimbrung: "Ka lau Ciok-lolo
tidak percaya, kenapa tidak mencobanya, apakah betul Cayhe dapat
dibikin jongkok seperti kata mu."
Sudah tentu Giok-lan jadi rikuh. Tapi ge lak tawa Ciok-lolo yang
tajam me lengking itu sudah berkumandang, katanya: "Anak bagus,
sombong juga kau, nah, mari kita coba." Dima na tangan kanannya
terangkat, betul2 dia cuma acungkan sebuah jari telunjuk. pelan2
terus menekan kepunda k Ling Kun-gi.
Giok-lan menjadi kuatir, serunya: "Ciok-lolo, taruhlah belas
kasihan." Jari telunjuk Clok-lolo sudah menekan pundak Kun-gi, mulutnya
menggera m sekali: "Giok-lan, apa yang kau risaukan" Nenek tentu
punya perhitungan." Dia m2 dia kerahkan lima bagian tenaganya.
Tak nyana pundak Kun-gi seperti batu laksana besi kerasnya,
lima bagian tenaganya ternyata tak ma mpu me mbuat tubuhnya
bergeming. Baru sekarang si nenek kaget, pikirnya: "Bocah ini
kelihatan le mah le mbut, seperti anak sekolahan yang tak mampu
menye mbelih ayam, ternyata me miliki bekal kepandian selihay ini,
agaknya nenek tua terlalu me mandang enteng padanya." Serta
merta ke kuatan jarinya bertambah, akhirnya dia kerahkan setaker
tenaga menekan ke bawah.
Tak terduga meski dia sudah kerahkan sepuluh bagian
tenaganya, daya perlawanan diatas pundak Ling-Kun-gi juga cerlipat
ganda, tetap sekeras baja, sedikitpun t idak berge ming.
Keduanya jadi sama2 adu otot dan mengerahkan segenap daya
kekuatanya, rambut uban dipelipis Ciok-lolo tampak bergetar berdiri,
wajahnya yang sudah keriput juga tampak merah pada m. Tapi Ling
Kun-gi tetap adem ayem, sikapnya tak acuh seperti tak pernah
terjadi apa2 atas badannya2, sedikitpun tidak ke lihatan bahwa
diapun mengerahkan tenaga untuk melawan tekanan si nenek.
Semula Giok-lan merasa kuatir bagi Kun-gi. Maklumlah Ciok-lolo
dulu adalah pelayan pribadi Thay-siang, kepandaian silat dan
Lwekangnya merupa kan tokoh kelas satu yang jarang ada
tandingan dala m Peks hoa-pang, dikuatirkan Kun-gi bu-kan
tandingan Ciok-lolo. Kini melihat keadaan mereka, maka tahulah dia
bahwa Lwekang Ling Kun-gi ternyata jauh lebih unggul dibanding
Ciok-lolo, dari kuatir dia m2 ia merasa kaget dan senang malah. Tapi
mulutnya sengaja pura2 bersuara gugup: "Ciok-lolo . . . . "
Muka Ciok-lolo se makin gelap. keringat sudah me mbasahi
jidatnya, sementara tangannya yang menekan pundak Kun-gi
tampak mulai ge metar, tapi dia tetap ngotot tidak mau menarik
balik tangannya. Maklumlah, dengan cara adu tenaga seperti ini,
kedua pihak sudah sama2 mengerahkan tenaga dalam, bila salah
satu pihak sedikit mengalah saja, ma ka kekuatan lawan yang
dahsyat akan segera menerjang dan menggetar putus urat nadi
dalam tubuh. oleh karena menyadari bahaya ini, meski sudah
merasa kewa lahan, Ciok-lolo toh terpaksa harus bertahan. .
Sudah tentu Kun-gi maklum, apa maksud teriakan Giok-lan tadi,
semula dia hendak bikin kapok nenek ini, tapi sekarang dia
urungkan niatnya. Katanya dengan tersenyum tawar: "Ciok-lo-lo,
boleh berhenti tidak" Ka lau hanya dengan sebatang jari tanganmu
mungkin takkan ma mpu menekan aku sa mpa i berjongkok."
Terasa oleh Ciok-lolo, seiring dengan pembicaraan Kun-gi pundak
anak muda yang sekeras baja itu tiba2 semakin lunak. kiranya dia
sudah mula i mengendurkan tenaganya.
Sudah lanjut usia Ciok-lolo, tapi masih berdarah panas dan masih
suka menang, merasakan lawan menarik tenaganya, hatinya
senang, segera dia kerahkan tenaga lebih besar, jarinya mene kan
lagi ke bawah. Di luar tahunya, pundak Kun-gi mendadak berubah
jadi Jilid 18 Halaman 29/30 Hilang
Melihat Ciok-lolo menaruh Curiga, lekas Giok" lan menyela
bicara: "Me mangnya Ciok-lolo tida k tahu bahwa cong-sucia adalah
murid kesayangan Hoan-jiu-ji-lay Put-thong Taysu yang terkenal di
kalangan Kangouw"
Me mangnya selama 30-an tahun ini tiada kaum persilatan yang
tidak mengenal kebesaran nama Hoan-jiu-ji-lay, tokoh kosen yang
sudah menjadi dongeng Bu-lim, umpa ma belum pernah lihat tentu


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga pernah mendengar na manya.
Terpantul mimik aneh pada wajah Ciok-lolo, katanya dengan
suara tinggi: "Pantas kalau begitu, nenek tua dikalahkan oleh
muridnya Hoan-jiu ji-lay, ya, cukup setimpal juga."-La lu dia dia
mengulap tangan: "Nah, lekas kalian pergi: "
"Terima kasih Ciok-lolo," seru Giok-lan sa mbil me mberi hormat.
Setelah masuk kepintu besar, dari dinding dia menga mbil sebuah
la mpion serta menyalakan lilin di dala mnya, katanya, "cong-sucia,
marilah lekas."-Mereka menaiki tangga batu yang menanjak ke atas,
beberapa kejap kemudian Giok-lan bertanya sambl me noleh: "Ling-
kongcu, kau masih begini muda, tapi bekal Kungfumu sungguh luar
biasa." Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Nona jangan terla lu me muji."
"Apa yang kukatakan benar2 keluar dari lubuk hatiku yang
dalam. Kepandaian Ciok-lolo termasuk nomor satu dua di
lingkungan kita, hari ini dia terjungkal ditanganmu, tapi dia tunduk
lahir-batin."
Mendadak Kun-gi teringat sesuatu, hal ini masih melingkar2
dalam benaknya, Cuma dia merasa serba susah apakah hal ini patut
dia bicarakan dengan Giok-lan" Tengah dia me nimang2, mendada k
tergerak hatinya, dia ingat pembicaraannya dengan Giok-lan
diperahu tadi, kenapa sekarang tidak mengorek keterangannya"
Maka dia lantas bertanya: "Mengenai pe mbicaraan kita di atas
perahu tadi, ada sebuah pertanyaan ingin kuajukan."
"Ada partanyaan apa" " jawab Giok-lan.
"Nona pernah bilang bahwa Pangcu mengata-takan cayhe dapat
menawarkan getah beracun yang tak bisa dipunahkan oleh
siapapun,, maka tiada obat bius apapun di kolong langit ini yang
bisa me mbius pikiran cayhe, oleh karena itu kau merasa perlu untuk
me mperingatkan kepada cayhe, apapun yang dikatakan Thay-siang
harus kupatuhi, betul tidak" "
"Betul, Toaci me mang suruh a ku menya mpaikan de mikian."
"Kenapa harus de mikian" "
"Apa yang dikatakan Thay-siang selamanya tiada orang berani
me mbangkang, tiada yang pernah ragu2."
"Itu cayhe tahu, tapi Pangcu suruh nona me mperingatkan hal ini
padaku, tentu ada sebabnya."
"Asal kau bekerja dan me laksanakan tugas seperti pesan ka mi,
tanggung kau t idak mengala mi kesulitan."
"Agaknya nona tidak suka menerangkan."
"Kalau kau tahu, tak perlu aku menje laskan, kalau belum tah
lebih baik tidak tahu saja."
"Kalau cayhe terkena racun yang tak terobati dan terkena obat
bius yang pengaruhi pikiran cayhe" "
Giok-lan me lengak, tanpa pikir ia berkata: "Kalau terjadi
demikian, aku dan Toaci pasti takkan berpeluk tangan."
Terharu Kun-gi: " Kalau de mikian cayhe ha-rus berterima kasih
atas kebaikan kalian."
Giok-lan menghentikan langkah, tiba2 dia me mbalik badan,
katanya dengan nada penuh perhatian: "Apakah kau merasakan
gejala tidak ena k pada tubuhmu" "
Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Beruntunglah aku ini, tiada sesuatu
obat bius apapun yang tak dapat kutawarkan."
"o, jadi kau sedang menggoda ku, "rengek Giok-lan, "sla2 aku
berkuatir bagimu"
"Mana berani cayhe menggoda nona, soal-nya ....."
"Ada, omongan apa sila kan Ling-kongcu kata-kan saja, omongan
seorang Kuncu pasti tidak akan kubocorkan, tak usah kuatir."
"Legalah cayhe mendengar ucapan nona ini," kata Kun-gi,
mendadak dia gunakan ilmu gelombang suara "cayhe masih ingat
waktu pertama kali berte mu dengan Pangcu, atas pertanyaan
Pangcu cayhe pernah menyebut ibuku she Thi."
Semula Giok-lan kira ada persoalan penting apa yang hendak
dibicarakan oleh Kun-gi sa mpai dia merasa perlu menggunakan ilmu
bisikan, tak tahunya hanya membicarakan she ibunya. Tapi ter-
paksa dia menjawab dengan ilmu suara pula: "Me mangnya ada apa"
" Tetap menggunakan ilmu suara Kun-gi berkata pula: "Waktu itu
Cayhe hanya bicara sekenanya, pada hal waktu Cayhe keluar
rumah, ibunda pernah berpesan wanti2, Cayhe dilarang menyebut
she beliau dihadapan orang luar."
"Soal ini hanya diketahui aku dan Toaci, ka mi pasti tidak akan
bicarakan kepada siapapun."
"Ke marin waktu Cayhe mene mui Thay-siang, besar sekali
perhatiannya terhadap riwayat hidup-ku .... "
"Lalu kau juga katakan hal itu kepada Thay-siang" "
"Waktu itu aku lupa akan pembicaraanku dengan Pangcu, maka
kukatakan ibuku she ong."
"Jadi kau kuatir Thay-siang tanya soal ini padaku dan Toaci,
padahal jawabanmu satu sa ma lain tidak cocok" "
"Begitulah maksudku, maka ....."
"Kau ingin aku bantu kau berbohong" "
"Sela ma hidup belum pernah Cayhe berbohong, soalnya pesan
ibu, harap nona ....."
"Tak usah sungkan, nanti sekembali akan ku-sa mpaikan Toaci,
kalau Thay-siang tanya, anggap-lah ka mi sendiri juga t idak tahu."
"Bukan sengaja Cayhe hendak me mbohongi Thay-siang, kalau
nona dan Pangcu dapat me mbantu, sungguh betapa besar terima
kasih Cayhe."
"Baiklah, hayo lekas jalan, jangan bikin Thay-siang menunggu
terlalu la ma," langkah mereka segera dipercepat.
Setiba di ujung tangga batu, Giok-lan mendorong sebuah pintu
batu serta meniup padam api la mpion dan digantung diatas tembok.
lalu mere ka melangkah keluar.
Tahu2 sang surya ternyata sudah tinggi di tengah angkasa, tapi
kabut masih tebal di Pek-hoa-kok. pancaran sinar surya nan kuning
emas mena mbah se marak panora ma le mbah yang penuh di-taburi
ke mbang mekar semerba k. Pek-hoa-teng (gardu seratus bunga) di
tengah lembah sana seperti bercokol di antara taburan bunga yang
menyongsong pancaran sinar mentari.
Duduk mengge lendot di kursi malas di dala m gardu yang
dibangun serba antik dan megah itu, gadis rupawan yang
mengenakan paka ian warna merah menyala, wajahnya ber-seri2
seperti mekar-kuntum2 bunga di Seke lilingnya, biji matanya
mengerling le mbut, penuh gairah hidup nan bahagia, pelan2 dia
berdiri, bola matanya lekat meratap wajah Ling Kun-gi, katanya
dengan tertawa: "Kenapa Ling-heng Sekarang baru tiba" Sudah
sekian la ma orang menunggumu di sini." Dia ubah panggilannya
menjadi Ling-heng (kaka k Ling), terasa betapa mesra dan dekat
hatinya" Gadis rupawan ini bukan lain adalah Hu-pangcu So-yok.
Hari ini bukan saja dia bersolek dan berdandan, malah sinar
matanya tampak bercahaya, wajahnya berseri2 penuh gairah.
Sudah tentu kali ini dia tidak me makai kedok.
Tersipu2 Kun-gi menjura, katanya: "Maaf Hu-pangcu menunggu
terlalu la ma."
Giok-lan tertegun, selamanya belum pernah dia me lihat So-yok
berdandan begini cantik, ma klumlah biasanya dia begitu angkuh,
dingin dan ketus.
So-yok mengiringi Kun-gi jalan ke depan, agak-nya Giok-lan
sengaja ketinggalan di belakang. Diam2 ia perhatikan So-yok hari ini
seolah2 telah ganti rupa, se mbari jalan mukanya berseri tawa,
tangannya bergerak mengikuti celoteh mulutnya, sikapnya begitu
mesra. Sikap Kun-gi sebaliknya kelihatan risi dan kikuk, kadang2 dia
sengaja menjauhkan diri, mungkin karena So-yok bersikap
merangsang sehingga perasaannya tidak tenteram, malah saban2
dia menoleh ajak Giok-lan bicara juga. Untunglah langkah mere ka
lebar, lekas sekali mereka sudah tiba di depan gedung bertingkat
yang megah dan mentereng seperti dala m lukisan itu.
So-yok ajak mereka masuk ke ruang kecil di sebelah sa mping,
katanya tersenyum manis: "Silakan duduk Ling-heng." sekali tangan
bertepuk seorang pelayan berpakaian ke mbang lantas keluar,
katanya sambil me mbungkuk: "Ada pesan apa Ji-kohnio (nona
kedua)" "
So-yok menarik muka, katanya: "Memangnya kalian tidak tahu
aturan, Cong-sucia dan Cong-koan telah tiba, kenapa tidak lekas
tuang air teh, me mangnya perlu kuperintahkan."
Gemetar tubuh pelayan itu, sambil munduk2 dia mengiakan terus
berlari keluar. Cepat dia sudah kembali me mbawa tiga cangkir teh
yang masih mengepul.
So yok berpesan: "Pergi kau tanya kepada Teh-hoa, bila Thay-
siang selesai dengan acara paginya, selekasnya me mberitahu
ke mari." Pelayan itu mengia kan terus mengundurkan diri. Kira2 setanakan
nasi ke mudian pe layan tadi kembali dengan langkah tergesa,
serunya membungkuk: "Thay-siang persilakan Conghouhoat dan
Congkoan menghadap."
So-yok manggut2, katanya sambil berdiri: "Ling-heng, Sam-
moay, marilah kita masuk."
Mereka terus menyusur ke dalam, setiba di depan sebuah kamar,
So-yok langsung me langkah masuk serunya: "Suhu, Ling-heng dan
Sam-moay telah datang."
Maka terdengar suara Thay-siang dari dalam. "Suruh mereka
masuk." So-yok me mbalik berkata kepada Kun-gi dan Giok-lan: "Thay-
siang suruh kalian masuk."
Sikap Kun-gi a matpatuh dan hormat, begitu melangkah masuk
segera dia menjura, serunya: "Hamba Ling Kun-gi me mberi se mbah
hormat ke-pada Thay-siang." Mulut mengatakan sembah hormat,
hakikatnya dia t idak berlutut sa ma sekali.
Sebaliknya Giok-lan lantas tekuk lutut menyembah, serunya:
"Tecu mendoakan Suhu sehat walafiat."
Duduk di atas kursi besar, sepasang mata Thay-siang setajam
pisau menatap Ling Kun-gi, sesaat kemudian baru manggut2,
katanya kepada Giok-lan.
"Bangunlah." Giok-lan mengiakan dan berdiri.
Thay-siang bertanya: "Sudah kau pilih dua be las dara kembang
yang kuminta itu" " Giok-lan menjawab sudah.
"Baik sekali," ucap Thay-siang, ke mba li sorot matanya berputar
ke arah Kun-gi, suaranya kalem: "Ling Kun-gi, tahukah kau untuk
apa Losin me manggilmu ke mari" "
Hormat dan patuh suara Kun-gi: "Hamba menunggu perintah
Thay-siang."
Mendengar ucapannya ini, dia m2 Thay-siang ma nggut2, katanya
lebih lanjut: "Kau terpilih menjadi Cong-hou-hoat-su-cia tahukah
apa tugas dari Cong-hou-hoat-su-cia sebenarnya" "
"Harap Thay-siang suka me mberi petunjuk." seru Kun-gi.
"Cong-hou-hoat-su-cia me mikul tugas mengawal Pangcu,
me mbe la kepentingan Pang kita dan me mberantas setiap musuh."
Kun-gi mengiakan sa mbil me mbungkuk.
"Walau di bawah Cong-hou-hoat-su-cia masih ada Houhoat
kanan kiri dan delapan Hou hoat serta 24 Su-cia yang berada di
bawah perintahmu, tapi tugas dan tanggung jawabmu adalah yang
terbesar."
"Ya," ke mba li Kun-gi mengiakan-"Sebagai murid Put-thong
Taysu, dengan bekal kepandaianmu sekarang, kalau ada musuh
tangguh menyatroni ke mari, sudah cukup kuat kau menghadapinya,
cuma dala m wa ktu dekat ini kita akan me luruk ke Hek-liong-hwe,
selama dua puluh tahun ini, tidak sedikit kaum persilatan dan
pentolan penjahat yang di jaring pihak Hek-liong-hwe, sebagai
Cong-hou-hoat Pang kita dengan tugas dan tanggung jawabmu itu,
kuyakin kau tidak akan me mbikin ma lu kita se mua."
Jilid 18 Halaman 41/42 Hilang-
bakal atau telah menjadi ca lon sua mi Hu-pangcu"
Sudah tentu Kun-gi tidak tahu a kan liku2 ini, apa yang dia
harapkan hanya mencapai tujuannya sendiri, kenapa ilmu pedang
warisan keluarganya menjadi ilmu sakti pelindung Pek-hoa-pang" .
Dia yakin kedua jurus ilmu pedang yang akan diturunkan kepadanya
oleh Thay-siang tentu dua jurus ilmu sakti pelindung Pang itu..
Umpa ma kata hanya sejurus saja dirinya me mperoleh kese mpatan
belajar, maka dirinya pasti akan me ndapat peluang untuk
menanyakan asal-usul dari ilmu pedang ini.
Kejadian ini sungguh sukar dicari, juga merupakan harapan yang
di-ida m2kan setiap orang, keruan hatinya senang bukan main, lekas
dia menjura, serunya: "Dua jurus ilmu pedang yang diajarkan Thay-
siang tentu adalah ilmu pedang sakti yang tiada taranya, hamba
baru saja menjadi anggota, setitik pahala belum lagi kuperoleh,
mana kuberani ...."
Lekas So-yok menyela bicara: "Kau adalah Cong-hou-hoat-su-cia,
besar tanggung-jawabmu, maka Thay-siang melanggar kebiasaan
mengajar ilmu pedang padamu, lekaslah menye mbah, dan
mengaturkan terima kasih" "
Thay-siang mengangguk, katanya "Kalau orang lain mendengar
Losin mau mengajarkan ilmu pedang padanya, entah betapa riang
hatinya, tapi kau bisa tahu diri mengingat baru masuk jadi anggota
dan belum se mpat mendirikan pahala, inilah letak titik kebaikannya.
Ilmu silat me mang teramat penting artinya bagi setiap insan
persilatan, karakter dan tindak tanduk merupakan pupuk dasar yang
utama pula, agaknya aku tida k salah menilai dirimu"
Sampa i di sini dia menoleh kepada So-yok dan Giok-lan, katanya:
"Dala m me luruk ke Hek-liong-hwe kali ini, menurut perhitungan
gurumu kcse mpatan menang hanya lima puluh persen saja, ma ka
setiap orang harus mempunyai bekal yang cukup untuk
menge mbangkan ke ma mpuan barte mpur secara tersendiri, maka
kalianpun boleh ikut masuk bersa maku, akan kutambah sejurus ilmu
pedang pula kepada kalian, bagi Giok-lan nanti kuizinkan
mengajarkan jurus kedua, kepada Bwe-hwa dan lain2, tapi dala m
jangka tiga hari, semua orang sudah harus sempurna dalam latihan,
kini kita tentukan tiga hari lagi la lu akan mulai bergerak."
Bahwa Thay-siang juga akan mengajarkan lagi sejurus ilmu
pedang, tentu saja So-yok kegirangan, serunya berjingkrak: "Suhu,
kau baik seka li."
Giok-lan menjura hormat: "Tecu terima perintah."
Thay-siang sudah berdiri, sekilas dia pandang Kun-gi, katanya
le mbut. "Kalian ikut a ku." segera ia melangkah masuk.
Lekas So-yok me ndorong pe lahan punggung Kun-gi, katanya
lirih. " Lekas ja lan"
Me mangnya Kun-gi ingin cepat2 masuk dan melihat keadaan
yang sebenarnya, tanpa banyak bersuara segera ia melangkah
masuk. mereka berada di sebuah pekarangan di belakang aula
pemujaan-dipinggir sana berjajarpot2 bunga ce mpaka, begitu
mereka me masuki pekarangan bela kang, bau harum bunga
semerbak merangsang hidung me mbangkit kan se mangat dan
menyegarkan badan-Suasana hening sepi dan terasa khidmat,
dengan langkah pelan dan mantap Thay-siang berjalan di depan, dia
menyingkap kerai terus masuk ke dala m. Kun-gi, So-yok dan Giok-
lan beruntun ikut masuk juga .
Kun-gi ce lingukan kian ke mari, ka mar ini berbentuk panjang.
tepat di atas dinding tengah terpancang sebuah lukisan seorang
laki2 berwajah merah berjambang mengenakan jubah kelabu, kedua


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

matanya tajam, kelihatan gagah perkasa.
Di atas gambar orang terdapat sebaris huruf yang berbunyi:
"Ga mbar ayah almarhum Thi Tiong hong."
Mencelos hati Kun-gi, tempat ini adalah kedia man Thay-siang,
ayah almarhum di dala m ga mbar itu tentu ayah dari Thay-siang.
Me mangnya Thay-siang juga she Thi" Jadi dia satu she dengan
ibunda. Me mang tidak sedikit orang she "Thi" di kolong langit ini, tapi bagaimana dengan Hwi-liong sa m-kia m" Hanya beberapa
gelintir orang saja yang pernah mempe lajari ilmu pedang sakti mi.
Mungkinkah dia dengan ibu .... Terasa persoalan pelik ini pasti
sangat ada hubungannya, tapi sukar menyela minya.
Tiba dihadapan lukisan, Thay-siang menyulut tiga batang hio,
pelan2 dia tekuk lutut dan berse mbahyang, mulutnya komat-ka mit,
sesaat kemudian baru berdiri, katanya dengan me mbalik badan-
"Ling Kun-gi, majulah ke mari, se mbah sujud kepada Cosu."
Kun-gi berdiri tida k bergerak. katanya hormat: "Lapor Thay-
siang, me mang ha mba sudah jadi anggota Pek-hoa-pang, tapi tak
mungkin aku mengangkat guru lagi."
Sudah tentu So-yok dan Giok-lan terperanjat, mereka kenal
betapa buruk watak Thay-siang, setiap orang tunduk dan patuh
pada setiap patah katanya, belum pernah terjadi seorang berani
menolak keinginannya.
Tapi di luar dugaan kali ini Thay-siang ternyata tidak marah,
ma lah dia unjuk senyum manis, katanya: "Losin tahu kau adalah
murid Put-thong Taysu, mana berani kupaksa kau menjadi murid ku,
apa lagi tiada laki2 yang pernah kuterima menjadi murid, tapi
sekarang Losin harus ajarkan ilmu pedang pada mu betapapun kau
harus bersembah sujud dulu kepada Cosu (cakal bakal) ilmu pedang
itu"-Apa yang diura ikan ini me mang juga masuk aka l.
Maka Ling Kun-gi berkata dengan hormat:
"Baiklah, ha mba terima perintah."-Lalu dia berlutut di depan
gambar dan menyembah e mpat ka li.
Di atas meja Thay-siang me mungut dua gulung a m kertas terus
diangsurkan kepada Kun-gi katanya: "Inilah jurus pertama dan
kedua dari Tin-pang-kia m-hoat kita, Losin kali ini me ngajar padamu
dengan melanggar pantangan-. setelah kau berdiri akan kumula i
mengajarkan teorinya."
Kun-gi terima gulungan kertas itu katanya: "Terima kasih akan
kebaikan Thay-siang." La lu dia berdiri:
Kata Thay-siang: "Walau Losin dengan kau tiada hubungan guru
dan murid, tapi aku punyatangung jawab sebagai orang yang
mengajarkan ilmu pedang ini padamu, maka selanjutnya jangan kau
sia2kan pengharapan Losin-"
"Sela ma hidup ha mba tidak a kan me lupakan keba ikan ini," seru
Kun-gi khidmat. Thay-siang menuding ke dinding sebelah timur,
katanya: "Gantunglah di sana"
Kun-gi beranjak ke arah yang ditunjuk, di-lihatnya ada dua paku
di atas dinding, maka dia buka gulungan kertas lalu
menggantungnya di dinding. Gambar pertama adalah lukisan jurus
Sin-liong jut-hun (naga sakti muncul dari mega), tepat di atas
gambar bertuliskan-"Hwi-liong-sa m-kia m jurus pertama Sin-liong
jut-hun." Tersirap darah Kun-gi, timbul berbagai tanda tanya dalam
benaknya, mendadak ia bertanya: "Tin-pang-sam-kia m yang Thay-
siang maksud apakah Hwi-liong-sa m-kia m ini?"
"Betul, ketiga jurus ilmu pedang ini dulu dina ma kan Hwi-liong-
sam-kia m. Sejak Losin mendirikan Pek-hoa-pang, namanya kuganti
menjadi Tin-pang-sa m-kia m."
"Apakah ketiga jurus ilmu pedang ini adalah ciptaan Cosu yang
barusan kuse mbah ini" "
"Ya, bolehlah dikatakan de mikian," ucapnya. ini berarti mungkin
juga bukan ciptaannya.
Agaknya Thay-siang merasa terlalu banyak pertanyaan yang
diajukan Kun gi, maka sikapnya tampak kurang sabar, katanya:
"Ling Kun-gi, mungkin mereka sudah pernah me mberitahu pada mu,
Losin ada lah orang yang tida k senang ditanyai tetek-bengek."
Kun-gi mengia kan, katanya: "Karena mendapat berkah pe lajaran
ilmu pedang ini, maka ha mba ingin mengetahui sedikit asal-usul
ilmu pedang ini saja."
Thay-siang mendengus, katanya: "Ajaran pedang adalah cara
bagaimana kau me mainkan pedang, cukup asal kau belajar dan apal
cara bagaimana menggerakkan pedang ditanganmu." Kali ini Kun-gi
tidak berani bicara lagi, le kas ia mengia kan sa mbil munduk2.
Tanpa bicara lagi Thay-siang lantas mengajarkan teorinya kepada
Ling Kun-gi, lalu dia tunjuk lingkaran2 di dala m ga mbar serta
me mberi penjelasan secara terperinci, dia terangkan pula gerak
tubuh, langkah kaki serta gerak pedangnya serta variasi
perubahannya. Lalu dia suruh So-yok dengan gerak dan gaya yang
jelas mende monstrasikan jurus yang dia jelaskan beruntun dua ka li.
. Sebetulnya ketiga jurus ilmu pedang ini sudah terlalu apal kalau
tidak mau dikatakan sudah di luar kepala Kun-gi, tapi sekarang dia
pura2 menaruh perhatian dan mendengarkan dengan seksa ma.
Setelah So-yok berhenti baru Thay-siang ber-tanya: "Kau sudah
paham" "
"Hanya gaya pedang dan jurus2nya saja yang hamba ingat,
sementara variasi perubahannya dalam waktu de kat masih sulit
kusela mi" de mikian jawab Kun-gi.
Thay-siang tersenyum senang, katanya: "Perubahan kedua jurus
ilmu pedang ini me mang ruwet dan banyak cabangnya pula, bahwa
kau bisa mengingat gerak-tipunya sudah terhitung bolehlah, inti sari
jurus pedang ini harus lebih meresap kau pelajari, me mangnya
dalam jangka sesingkat ini kau dapat me maha minya" Terus kan
latihanmu di sini, sebelum matahari tenggela m kau harus, apal dan
sempurna me mpelajari kedua jurus ilmu pedang ini, sekarang a kan
kua mbil ke mba li lukisan ini." Kun-gi munduk2 sa mbil mengia kan-
Thay-siang menga mbil pula gulungan kertas lain yang lebih kecil
dari meja pe mujaan, katanya me mbalik kearah So-yok dan Giok-lan,
"Kalian masuk ke sana ikut gurumu."-Lalu dia mendahului
me langkah ke ka mar sebelah kiri, Giok-lan dan So-yok mengikut i di
belakang tanpa bersuara, tentunya mereka juga akan diajari jurus
ketiga da-ri Tin-pang-sa m-kia m itu.
Selama tiga hari ini, seluruh penghuni Pek" hoa-ceng, seluruh
anggota Pek-hoa-pang sibuk dan giat latihan memperdala m ilmusilat
masing2, ada yang sibuk latihan pedang,
Ada yang menggosok golok atau gaman masing2, tak sedikit pula
yang mengeraskan kepalan dan meringankan tendangan kaki,
suasana ramai penuh dihinggapi se mangat tempur yang berkobar.
Semua satu hati, ingin unjuk kepandaian sendiri di medan tempur
me lawan jago2 Hek-liong-hwe.
ooooodwooooo Sampa i hari kee mpat, hari masih pagi, bintang masih berkelap-
kelip di cakrawala, udara masih dingin diliputi kabut tebal, Tiada
nampak sinar la mpu di Hoa-keh-ceng yang terletak diPek-ma-kok.
tapi adalah serombongan orang berbaris sedang keluar dari pintu
gerbang. Barisan ini dipimpin sendiri oleh Thay-siang yang berpakaian
serba hitam dengan cadar hita m pula, di belakangnya berturut2
adalah Bok-tan, Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu So-yok, Congkoan
Giok-lan serta tujuh Tay-cia, mereka adalah Bi-kui, Ci-hwi, Hu-yong,
Hong-sian, Giok-je, Hay-siang dan Loh-bi-jin, paling belakang adalah
barisan 24 dara2 kembang, semua berpakaian ringkas ketat warna
gelap. Inilah kekuatan inti Pek-hoa-pang yang langsung di bawah
komando Thay-siang. Sementara Bwe-hoa, Liau-hoa, Tho-hoa, Kick-
hoa dan Giok-li berlima mengantar ke luar, mereka berlima tida k
turut serta, tapi ditugaskan me njaga Hoa-keh-ceng.
Hari masih gelap. sepanjang pesisir danaupun masih pe kat tiada
sinar lampu. Tapi di tengah kegelapan berkabut tebal itu, dipinggir
danau pada dermaga paling utara berlabuh sebuah kapal besar,
bertingkat tiga, dari ujung yang satu ke ujung yang lain kapal ini
bercat hitam lega m, maka kelihatannya seperti sebuah bukit kecil
yang bertengger di pinggir danau.
Karena tidak tampak sinar la mpu sehingga terasa kapal
bertingkat ini rada misterius. Di daratan tampak bayangan orang
berbaris berjajar me manjang, tegak siap tanpa bersuara. Mereka
dipimpin oleh Ling Kun-gi, disambung Leng Tio-cong, Coa Liang, lalu
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Cin Te-khong, Thio La m-jiang, Toh
Kian-ting, Lo Kun-hun, Yap Kay-sian, Liang lh-jun, pa ling akhir
adalah ke-12 Houhoat-sucia.
Setelah mereka me nyambut kedatangan Thay-siang ke atas
kapal, lalu beruntun merekapun naik ke atas kapal pula. Kejap lain
kapal besar ini telah berlayar kearah utara, suasana tetap hening
tak ada yang bersuara.
Tak la ma ke mudian kegelapanpun berganti re mang2 la lu muncul
sinar emas ke milau di ufuk timur, kabut semakin tipis, sinar surya
terang benderang me mancarkan cahaya di permukaan danau nan
tenang, tiada yang tahu bahwa di balik ke tenangan ini laksana bara
di dala m seka m.
Kapal yang ditumpangi Pek-hoa-pang Thay-siang Pangcu untuk
menyerbu Hek-liong-hwe ini sudah tentu dibuat khusus,
kekuatannya berlipat ganda. berlaju lebih cepat daripada kapal
besar seukurannya. Kapal ini terbagi tiga tingkat tapi yang kelihatan
dipermukaan air hanya dua tingkat. Tingkat paling atas tempat
kedia man Thay-siang, Bok-tan, So-yok, Giok-lan dan ena m Taycia.
Ting-kit kedua untuk Ling Kun-gi bersa ma para hou-hoat-sucia,
Tingkat paling bawah diperuntukanpara dara ke mbang yang
dipimpin Loh-bi-jin.
Kapal terus laju ke utara. Semua hanya tahu tujuan mereka
untuk bertempur mati2an dengan orang2 Hek-liong-hwe, sementara
di mana letak sarang Hek-liong-hwe tiada seorangpun yang tahu,
berapa lama pula mereka harus berlayar baru akan tiba dite mpat
tujuan" Ini merupakan rahasia, sampaipun Bok-tan dan So-yok,
pimpinan tertinggi Pek-hoa pang juga tidak tahu. . Sudah tentu
mereka sa ma heran dan ber-tanya2, Kalau Hek-liong-hwe musuh
Pek-hoa-pang, kenapa Thay-siang harus merahasiakan sarang
musuh" Pagi hari kedua setelah mereka berlayar, udara masih remang2,
semala m kapal bertingkat ini berlabuh di Tay koh-teng, sejauh ini
belum lagi berangkat. Enam sa mpan berbentuk lonjong yang bisa
bergerak gesit dan cepat dipermukaan air ta mpak berdatangan,
kiranya tiba saatnya berganti piket 12 Houhoat-sucia bergiliran
ronda mala m dengan kedelapan Houhoat di sekeliling perairan-Pada
tingkat kedua terdapat sebuah ruangan ma kan yang luas, tempat
untuk istirahat pula, tiga meja segi de lapan berjajar dalam bentuk
segi tiga terletak di tengah ruangan-Pada saat mana Cong-houhoat-
sucia, Coh-yu-hou-hoat dan delapan Hou-hoat berada di ruang
besar ini. Inilah saatnya sarapan pagi.
Derap kaki yang berat berdantam di atas geladak, dua bayangan
orang cepat sekali sedang turun ke-ruang makan ini. Leng Tlo-cong
yang duduk paling ujung kiri sedang menggerogot sebuah bakpau
sambil menoleh, mendadak matanya terbeliak dan bertanya kereng:
"Apa terjadi sesuatu Toh-houhoat dan Lo-houhoat" "
Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun semala m bertugas dengan empat
Houhoat lain meronda perairan, setelah terang tanah baru kemba li,
untuk ke mba li sebetulnya tidak perlu tergesa2, karena mendengar
langkah mereka yang gugup inilah ma ka Leng Tlo-cong merasa
curiga la lu bertanya.
Yang masuk me mang Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun, keduanya
menjura. Toh kian-ling men-jawab: "Apa yang dikatakan Coh-
houhoat me mang betul, Nyo Keh-cong dan Sim Kian-sin sa ma2
terluka." Tergetar Leng Tiong cong, tanyanya: "Terjadi apa, di mana" "
"Di sebelah utara Toa-hou-san."
"Dima na mereka" "
"Sudah ke mba li, cuma dua kelasi diperahu Sim Kian-sin sa ma
tewas." Tengah bicara, tampa k datang Ban Yu-wi, Coh Hok-coan berdua
me mapah Sim Kian-sin dan Nyo Keh cong yang terluka itu.
Kun-gi berdiri menya mbut
kedatangan mere-ka, tanyanya:
"Bagaimana luka2 ka lian?"
Toh Kian-ling menerangkan: "Nyo-sucia terluka dipaha oleh
senjata gelap musuh, untung dia selalu me mbawa obat, racun
sudah dikupas, cuma senjata rahasia terlalu kecil, masih sukar
dikeluarkan-badan Sim-sucia terluka tiga bacokan pedang, terlalu
banyak keluar darah, tadi sampai pingsan, setelah kubalut dan telan
dua butirobat, keadaannya sudah agak pulih, kesehatan mereka
tidak perlu di-kuatirkan lagi."
"Bagus, biar mere ka duduk. coba akan kuperiksa," kata Kun-gi.
Ban Yu-wi dan Coh Ho-coan mengiakan, mereka bimbing kedua
orang yang terluka itu duduk di kursi.
Ting Kiau tampa k beranjak masuk dari dala m baju dia keluarkan
sebuah lempengan besi persegi, katanya: "Cong coh (panggilan
dinas pada Ling Kun-gi), inilah senjata rahasia lembut dipaha Nyo-
heng, mungkin sebangsa jarum beracun. bagaimana kalau kuperiksa
dan menyedotnya keluar" "-Dia bersenjata kipas le mpit yang
biasame-nye mburkan jarum2 beracun, maka selalu ia bawa besi
sembrani untuk menyerap jarum2 beracun itu.
Kun-gi tahu bahwa anak buahnya ini sa ma merasa sirik padanya
karena merebut jabatan Cong-houhoat, kinilah kese mpatan
untuknya mende montrasikan kepandaiannya di depan orang
banyak. maka dia berkata: "Tak usalah, biar kuperiksa lebih dulu."
Lalu dia singkap ka ki celana Nyo Keh-cong yang telah dirobek.
tampak lima lubang kecil berwarna biru, kulit dagingnya sudah di-
polesi obat penawar getah bercun, kadar racunnya boleh dikatakan
sudah tawar, tapa batang jarum masih berada di dala m daging,
maka dia berpaling sa mbil menuding lubang kecil itu, katanya:
"Jarum ini me mang beracun, meski sudah dipolesi obat penawar,
daging dan darah tetap keracunan, kalau hanya menyedot keluar
jarumnya saja tanpa mengeluarkan darah yang sudah keracunan,
kalau terlalu la ma tetap akan me mbahayakan badan."
Toh Kian-ling berkata: "Ha mba sudah me mberi minum t iga butir
pil penawar racun buatan Pang kita,"
Kun-gi menggeleng dan berkata: "Kukira tidak berguna, kecuali
Nyo-heng sendiri ma mpu mengerahkan hawa murni dan mendesak
jarum keluar dari kulit dagingnya."
Sudah tentu keterangannya ini sia2 belaka, duduk saja Nyo Keh-
cong sudah payah, mana ma mpu me ngerahkan tenaga segala"
Kun-gi lantas mengusap permukaan kulit paha Nyo Keh-tong
yang bengkak, kejap lain dia me mbalik tangan, tampak lima batang
jarum baja sele mbut bulu kerbau berjajar di telapak tangannya.
Leng Tio-cong terbelia k serunya tertahan: "Hebat betul Lwekang
Cong coh."
Kun-gi tertawa, ujarnya: "Bicara kekuatan Lwekang sejati, mana
aku bisa menandangi Leng-heng, apa yang kuguna kan barusan
adalah daya sedot dari Kim-liong-jiu saja."
Dipuji dihadapan umum, sudah tentu Leng Tio-cong merasa
bangga dan besar pula artinya bagi pribadinya. Maka mukanya
berseri, berulang dia menjura, katanya: "Cong coh terlalu me muji "
Sementara itu Kun-gi ulur tangan kiri menggengga m telapak


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kanan Nyo Koh-cong, diam2 dia kerahkan hawa murni
me lalui lengan orang terus mendesak kepaha orang, Maka Kelihatan
darah hitam mulai me leleh keluar dari kelima lubang jarum. Ta k
la ma kemudian, darah hitam telah berganti darah merah segar.
Kun-gi lantas lepas genggamannya, katanya:. "Sudah, racun sudah
menga lir keluar, le kas ka lian bantu me mberi obat luar serta dibalut."
Nyo Keh-cong menarik napas panjang, hatinya lega, tapi masih
le mah, katanya: "Terima kasih, Cong coh."
Ban Yu-wi mengeluarkan obat dan me mbalut luka kawan itu.
Kemudian Kun-gi bertanya. "Hari ini siapa yang piket" "
Coa Liang menjawab: "Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun."
Yap Kay-sian dan Liang Ihjun, segera tampil ke muka, katanya
sambil menjura: "Entah Congcoh ada pesan apa?" Empat Houhat-
sucia juga ikut berbaris di be lakang mereka.
"Waktu berlayar lagi, kalian harus segera berangkat, periksa dulu
daerah sekitar Toa-hou-san. kalau menemukan jejak musuh, berilah
tanda penghubung.".
Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun mengiakan, setelah menjura terus
bawa empat Hou-hoat-sucia berangkat.
Baru saja Kun-gi hendak minta keterangan lebih jelas dari Nyo
Keh-cong dan Sim Kian-sin tentang peristiwa yang terjadi. Tiba2
Congkoan Giok-lan melangkah masuk.
Kun-gi mendahului berdiri serta menyapa, Giok-lan ba las hormat
dan berkata: "Cong-sucia, kalian boleh duduk. tak berani kuterima
penghormatan ini."
Leng Tio-cong menyingkir ke kanan bersa ma Coa Liang, tempat
duduknya diperuntukan Giok" lan. Semua orang kemba li duduk
berurutan. Giok-lan me mandang Nyo dan Sim berdua, tanyanya: "Cong-su-
cia, mereka berdua terluka, apa yang terjadi" "
"Mereka mengala mi sergapan di sekitar Toa-hou-san," tutur Kun-
gi. "Orang Hek-liong-hwe" "
Menuding jarum yang terletak di meja, Kun-gi berkata: " orang
itu menggunakan Bhe-hay-cia m yang direnda m getah beracun,
tentunya orang Hek" liong-hwe."
"Apakah sudah kau kirim orang me nyelidiki te mpat kejadian" "
tanya Giok-lan-
"Yap dan Liang berdua Hou-hoat sudah ku-utus kesana, menurut
dugaanku bangsat itu tentu sudah angkat kaki, apa lagi sekarang
sudah terang tanah, mungkin takkan me mperoleh apa2."
Tengah bicara dilihatnya Hu-pangcu So-yok me langkah tiba,
matanya mengerling kearah Kun-gi, katanya lincah: "Ling-heng,
katanya orang kita mengala mi sergapan" Apakah bentrok dengan
orang2 Hek-liong hwe"
Kun-gi berdiri, katanya tertawa: "Kebetulan Hu-pangcu ke mari,
duduk persoalannya aku sendiri juga be lum jelas, Sila kan duduk."
Dia berdiri lalu menyilakan So-yok duduk di te mpatnya.
"Silakan duduk Ling-heng, aku duduk bersa ma Sa m-moay saja."
Terpaksa Kun-gi duduk ke mba li di te mpatnya. Toh Kian-ling dan
Lo Kun-hun sa ma2 berdiri dan menyapa: "Hamba me mberi hormat
kepada Hu-pangcu."
"Se mala m kalian berdua yang piket" " tanya So-yok. Toh dan Lo
mengiakan- "Kapan perist iwa itu terjadi" " tanya So-yok pula.
"Kira2 kentongan ke-lima," tutur Toh Kian-ling, la lu dia
menerangkan lebih lanjut: "Se mala m wa ktu ka mi keluar, bersa ma
Lo-heng ka mi terbagi dua kelompok. Lo-heng bersama Ban dan Coh
bertiga meronda ke selatan Toa-hou-san, ha mba bersa ma Nyo dan
Sim tiga orang me meriksa bagian utara, kentongan kelima, cuaca
amat gelap. permukaan danau diliputi kabut tebal, dalam jarak lima
tombak tak terlihat apa2 ....."
"Ceriterakan secara singkat, jangan bertele2," tukas So-yok tak
sabar. Toh Kian-ling tahu watak Hu-pangcunya ini, maka cepat ia
meneruskan: "Sa mpan kita bertiga beriring dala m jarak belasan
tombak. karena kabut a mat tebal, hamba berdiri di ujung perahu,
mendadak kudengar suara bentakan di depan, cepat kusuruh kayuh
sampan ke arah datangnya suara, tapi Waktu. . .. waktu hamba
tiba, dua tukang perahu disampan Sim-sucia sudah menjadi korban,
Sim-heng terkena tiga bacokan pedang, badan berlumuran darah
dan rebah di atas sampan, melihat hamba datang mulutnya masih
sempat berteriak. "Kejar" lalu jatuh semaput, sedang Nyo-sucia juga mengge letak di ujung sana terkena senjata rahasia musuh dan tak
sadarkan diri."
"Kau sendiri tidak melihat bayangan musuh" " tanya So-yok
"Waktu itu kabut amat . . . ." sebetulnya dia hendak mengatakan
"amat tebal", tapi dia lantas berhenti lalu menyambung pula: "waktu hamba me nyusul tiba, kapa l musuh sudah tidak kelihatan lagi."
Karena terluka tiga bacokan pedang dan terlalu banyak keluar
darah, keadaan Sim Kian-sin paling payah, sambil berpegang pinggir
meja dia berdiri dan berkata: "Lapor Hu-pangcu, duduk kejadiannya
hanya hamba yang paling jelas."
"Luka Sim-heng tida k ringan, bicaralah sambil duduk saja," ujar
Kun-gi. Mengawasi So-yok. Sim Kian-s in tida k berani bersuara.
Giok-lan lantas menyela: "Cong-sucia
suruh duduk, ma ka duduklah kau sa mbil bicara."
Sim Kian-sin berduduk. lalu sambungnya: "Te mpat kejadian kira2
di sebelah barat laut Toa-hou-san, sampan hamba waktu itu kira2
hanya lima li dari daratan, kudengar suara percikan air, semula
kukira sampan Nyo heng yang mendekat, maka tidak kua mbil
perhatian ....." So-yok mendengus tidak sabar.
Sim Kian-sin merandek dan tergagap. lekas dia meneruskan
kisahnya: "Akhirnya kudengar pula suara benda kecebur, waktu aku
berpaling, terlihat bayangan hitam me lesat di buritan, baru saja
hamba menghardik, gerak-gerik bayangan itu a mat lincah, tahu2
pedangya sudah menusuk t iba terpaksa ha mba me lawannya."
"Kau tidak me lihat je las wajahnya" " tanya So-yok,
"Bukan saja dia herpakaian serba hitam, batang pedangnya
itupun hita m lega m, ha mba hanya melihat perawakannya kurus
tinggi, sayang tidak se mpat me lihat wajahnya."
"Bagaimana perma inan pedangnya" " tanya Giok" lan-
"Ilmu pedangnya keras dan ganas, hamba me lawannya dua
puluhan gebra k, paha terkena bacokan seka li "
"Kapan Nyo Keh-cong me nyusul tiba?" tanya So-yok,
"Kira2 setelah ka mi bergebrak sepe minuman teh, sampan Nyo-
heng datang dari arah kiri, kudengar Nyo-heng me mbentak se mbari
menubruk datang, maka kulihat orang berbaju hntam itu
mendengus dan mengayun tangan kiri sa mbil menyeringa i:
Turunlah Kabut amat tebal, kuatir Nyo-heng kena dikerjai ma ka
hamba berteriak: Awas Nyo-heng Tapi Nyo-heng sudah telanjur
me lompat datang, kudangar dia mengeluh seka li terus tersungkur di
buritan, karena sedikit terpencar perhatianku ke mbali aku terkena
serangan lawan, pedangnya dilumuri getah beracun, kaki ha mba
seketika menjadi ka ku dan roboh terkapar, untung sa mpan yang lain
sudah berdatangan, bangsat itu tampak gugup terus melarikan diri,
kejap lain Toh-houhoatpun tiba."
So-yok menggeram gusar, katanya: "Musuh hanya datang satu
orang, bayangannya saja kalian tidak jelas, pihak kita sudah jatuh
dua korban, kalau seperti ini gelagatnya, me mangnya ada harapan
kita meluruk ke sarang Hek-liong-hwe" "
Gelisah sikap Toh Kian-ling, jawabnya malu: "Ya, ha mba me mang
tidak becus. . . ."
"Kalian ini me mang cuma setimpal makan minum dan ber-foya2
saja di Hoa-keh-ceng." So-yok muring2.
"Kejadian di luar dugaan, kabut tebal lagi, berhadapanpun sukar
me lihat wajah orang, cuaca buruk ini me mang a mat
menguntungkan musuh," de mikian timbrung Kun-gi.
So-yok mencibir, katanya: "Kalau peristiwa se ma la m diketahui
Thay-siang, siapa yang akan ber-tanggung jawab kalau dicaci maki"
" Kun-gi tertawa, katanya: "Sejak mula Thay-siang sudah bilang,
tanggung jawab kepentingan Pang kita berada dipundakku, sudah
tentu akulah yang harus bertanggung jawab" "
"Bagaimana kau akan bertanggung jawap" " tanya So-yok
dengan kerlingan mata genit.
"Dala m beberapa hari lagi, Cayhe yakin akan berhasil menangkap
bangsat itu, cukup bukan" "
So-yok berdiri, katanya: "Bicaralah setelah bangsat itu betul2 kau
tangkap. jangan takabur lebih dulu, dihadapan Thay-siang jangan
sekali2 kau bicara de mikian-"
Melihat Hu-pangcu berdiri, lekas Giok-lan ikut berdiri, kata Kun-
gi: "Me mangnya Hu-pangcu tidak percaya kepadaku" "
Menggiurkan tawa So-yok. katanya: "Aku percaya . . . .
"bergegas dia me langkah pergi dan Giok-lan ikut di be lakangnya.
Setelah So-yok pergi, perasaan para Houhoat sama lega dan
enteng, mereka bersenda gurau sebentar, lalu Leng Tiong-cong
berdiri sambil menenteng pipa cangklong. katanya: "Sudahlah, kapal
sudah berlayar cukup jauh, sudah hampir sa mpai Toa-hou-san, hari
ini yang piket di kapal besar adalah Cin Tek-khong dan Tio La m-
jiang bukan" Marilah kita naik ke atas geladak."
Cin Tek-khong dan Thio La m-jiang mengiakan bersama, mereka
ikut Leng Tio-cong naik keatas.
Kamar tidur Ling Kun-gi terletak di sebelah kiri ruang makan,
kecuali dipan, dipinggir jendela masih ada sebuah meja kecil dan
dua buah kursi. Pajangan amat sederhana, tapi di atas kapal
keadaan ini sudah cukup bagus untuk te mpat tinggal. Waktu Kun-gi
ke mbali ke ka marnya, sepoci teh kental sudah tersedia di mejanya,
dia tuang secangir teh lalu duduk di kursi yang dekat jendela,
didengarnya seorang mengetuk pintu pelahan.
"Siapa?" tanya Kun-gi.
Orang di luar menjawab: "congcoh, ha mba Kongsun Siang."
"Silakan masuk Kongsun-heng," seru Kun-gi.
Kongsum Siang dorong pintu me langkah masuk.
katanya menjura: "Ha mba tidak mengganggu congcoh bukan."
Kun-gi taruh cangkir tehnya di atas meja, katanya berdiri:
"Silahkan duduk Kongsun-heng, marilah minum secangkir," dia
ambil cangkir lain hendak menuangkan a ir teh.
Buru2 Kongsun Siang maju sa mbil berkata gugup: "Biarlah
hamba a mbil sendiri."
"Jangan sungkan Kongsun-heng, berada di ka marku ini, aku jadi
tuan rumah," Kun-gi tuang secangkir air teh terus ditaruh di meja.
"Terima kasih congcoh," Ucap Kongsun Siang.
"Usia kita sebaya, kenapa tidak mebahasakan saudara saja,
dipanggil congcoh rasanya risi," kata Kun-gi berkelakar.
Bersinar biji mata Kongsun Siang, katanya: "Pertama kali ha mba
berhadapan dengan congcoh lantas timbul perasaan cocok. dala m
pertandingan tempo hari sungguh me mbuat ha mba kagum dan
tunduk lahir batin. Sayang jabatan me mbatasi kita, kalau tida k
hamba ingin benar angkat persaudaraan-"
Kun-gi tertawa, katanya: "ini cocok dengan pikiranku, me mang
sudah kulihat Kongsun-heng punya pambek luar biasa, selanjutnya
bolehlah kita saling me mbahasakan saudara saja?"
Haru dan terima kasih Kongsun-siang, katanya: "Maksud baik
congcoh sungguh tak terhingga terima kasih hamba, tapi ada aturan
Pang kita yang membatasi diri kita, betapapun hamba tidak berani
me langgarnya. "Pangcu, Hu-pangcu dan congkoan serta dua belas TayCia
bukankah juga saling me mbahasakan saudara, mereka toh tida k
me langgar aturan Pang."
"Betapapun ha mba tida k berani gegabah."
"Kalau Kongsun-heng kukuh pendapat, biarlah di kamarku
sekarang kita tidak perlu sungkan dan kikuk. Mari sila kan duduk
Kongsun-heng, kita mengobroL"
"Ling-heng sudi merendahkan derajat bersahabat dengan hamba,
baiklah aku menurut perintah saja," demikian ucap Kongsun Siang,
lalu dia duduk di kursi di depan Kun-gi, katanya: "Guruku berwatak
jujur dan setia, walau orang2 Kangouw me mberi julukan Sia-long (
serigala sesat ) kepada beliau, yang betul beliau lurus dan
bijaksana, cuma jarang bergaul, selama hidup tak pernah tunduk
kepada siapapan, hanya terhadap guru Ling-heng seorang beliau
tunduk dan kagum setinggi langit, pernah beliau bilang, hanya
gurumu seorang di wilayah Tionggoan yang dipuja dan
dikaguminya."
"Guruku juga pernah menyinggung guru Kong-sun-heng, ilmu
pedangnya menyendiri merupakan aliran yang tiada bandingan,
me mang tidak malu beliau sebagai cika l baka l suatu a liran-"
"Sudah tiga tahun aku masuk ke daerah sini, tidak sedikit kaum
persilatan yang kukenal, sampai akhirnya mendarma baktikan diri
pada Pek-hoa"pang, kurasa kaum Bu-lim di Tionggoan hanyalah
bernama kosong belaka, bahwa guruku hanya mengagumi gurumu
saja, maka akupun,hanya kagum dan simpatik terhadap Ling-heng
seorang." "Mungkin inilah yang dina ma kan jodoh," ujar Kun-gi.
Habis minum, mendadak ia bertanya: "Sejak kapan Kongsun-
heng bekerja di Pek-hoa-pang?"
"Pada tahun lalu, di Lo-san aku bertemu dengan seorang
pemuda, ka mi bicara panjang lebar dan terasa cocok satu sa ma lain,
akhirnya kuketahui bahwa dia adalah salah satu dari ke-12 Taycia,
yaitu Hong-sian, dia yang menarikku ke dala m Pek-hoa-pang."
"O, kiranya nona Hong-sian,
memangnya kalian sudah berhubungan a mat int im."
Merah muka Kongsun siang, katanya malu2: "Ling-heng jangan
menggoda, hubungan ka mi hanya sahabat biasa saja."
"De mi si dia Kongsun-heng rela masuk jadi anggota Pek-hoa-
pang, mana boleh dikatakan tiada hubungan intim" Soal ini
serahkan saja padaku, pasti kubantu sekuat tenaga .... "
Bertaut alis Kongsun Siang, mendadak dia angkat kepala,
katanya: "Kupandang Ling-heng sebagai kawan de katku, ma ka
kubicara terus terang, harap Ling-heng suka merahasiakan hal ini."
"Jangan kuatir Kongsun-heng, dihadapan orang lain pasti tidak
akan kusinggung," lalu dia ba las bertanya: "Apakah Kongsun- heng
tahu asal-usul Nyo Keh cong dan Sim Kia m-sin?"
"Nyo Keh- cong adalah murid Hoa-san-pay, Sim Kian-sian punya
seorang engkoh bernama Sim Pe k sin, julukannya Hwi-hoa-khia m-
khek. namanya terkenal di daerah Kian-hoay, Kenapa" Ling-heng
merasa . . . . "
"Tida k" tukas Kun-gi, "aku tidak je las keadaan mereka, kutanya sambil lalu saja.."
Kongsun Siang berdiri, katanya menjura: "Menggangu Ling-heng
saja, biarlah aku minta diri,"
Kun-gi tertawa, katanya: "Terasa sepi juga di kapal ini, Kongsun-
heng boleh sering ke mari, ku-sa mbut dengan ge mbira."
Setelah Kongsun Siang pergi, tak la ma ke mudian Kun-gi juga
keluar ka mar, langsung pergi ke ka mar Nyo Keh-cong dan Sim
Kia m-sin menengok keadaan mereka. Tak la ma ke mudian dia sudah
berada di haluan kapal, tampak Leng Tio-cong sedang bicara


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan Cin Te-khong.
Lwekang Leng Tio cong me mang tinggi, baru saja Kun-gi muncul
di geladak dia sudah berpaling, melihat Kun-gi segera ia
menyongsong sa mbil menjura: "congcoh juga cari angin?"
Tertawa Kun-gi, dia berkata: "Terasa gerah di dalam ka mar.
Sudah sa mpai di ma na sekarang?"
Leng Tio cong menuding ke depan, katanya: "Baru saja
me la mpaui Toa-hou-san, sebelah depan adalah Siau-hou-san."
"Tida k terjadi apa2 diperairan?" tanya Kun-gi.
Dengan pipa cangklong ditangannya, Leng Tio cong menuding
permukaan air, katanya: "cuaca cerah, gelombang tenang, dalam
jarak dua puluhan li sekitar kita bisa terlihat je las, sampan ronda
kita ada di sebelah depan, siang hari pasti tida k akan terjadi apa2."
"Leng-hengme mangluaspengetahuan,pengalaman
Kangouwpun a mat matang, menurut pandanganmu, di mana kah
kiranya letak sarang Hek- Liong-hwe?"
Sambil mengelus jenggot ka mbingnya Leng Tio-cong menepekur
sebentar, katanya: "Sulit dikata-kan, dari sini masih ada Pek-s ian-
san, coh-ouw, Sek-ciu, ada pula Ang-tek-hou di le mbah Hoay, cuma
tempat2 ini kabarnya tak pernah nampak ada kawanan penjahat
yang bermukim disana, cin-houhoat paling apa l akan daerah ini,
hamba tadi merundingkan hal ini sama dia, terasa tak mungkin
sarang Hek- Liong-hwe berada di sekitar daerah itu."
Me mang licin orang ini sebagai kawakan Kang-ouw, tadi dia bisik,
dengan Cin Te-khong, entah apa yang dibicarakan, kuatir
menimbulkan rasa curiga Ling Kun-gi, maka dia sengaja
menga lihkan pokok pe mbicaraan-
"Lalu me nurut pandangan Leng-heng bagai-ma na?" tanya Kun-gi
pula. "Kalau sarang He k- Liong-hwe tidak di daerah itu pasti berada di
hulu Tiangkang," sampai di sini dia melirik ke arah Kun-gi, lalu
mena mbahkan: "yang benar, congcoh harus minta petunjuk ke-
pada Thay-siang, sebetulnya ke mana arah tujuan kita, supaya kita
semua lega hati dan selalu slap siaga."
Kun-gi tertawa tawar: "Tentunya Thay-siang sendiri sudah punya
perhitungan, bila hampir sampai tujuan tentu dia akan umumkan
kepada kita se mua, tanpa penjelasannya, siapa ber
Golok Halilintar 14 Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 10
^