Pendekar Kidal 2

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 2


tidak a kan kenal, kalian sama2 muda dan gagah, bagaimana kalau Losiu (aku
yang tua) menjadi penengahnya?" Sa mpai di sini dia berpaling
kepada Ling Kun-gi dan me m-perkenalkan diri: "Losiu Un It-kiau."
lalu dia tunjuk pe muda jubah kuning dan mena mbahkan: "Inilah Lo-
l ok (anak keena m) keluarga Siau dari La m-s iang, orang suka
me manggilnya Kim-hoan-lok- long Siau Ki-jing ......."
Waktu bicara secara diam2 dia mengedip mata kepada pemuda
jubah kuning yang masih ber-sungut2, kemudian dia berpaling dan
mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya, "Dan saudara" Di mana tempat
tinggalmu" Siapa oula saudara yang terhormat?"
"cayhe Ling Kun-gi dari Ing-cu," Kun-gi menjawab.
"Ling-lote berkepandaian tinggi, entah pernah apa dengan Hoan-
jiu-ji-lay, paderi sakti nomor satu yang dulu tersohor di kalangan
Bu-lim itu?" kiranya dia sudah dapat meraba asal-usul perguruan
Ling Kun-gi. Kejut juga hati Ling Kun-gi, batinnya: "Bu-kan saja tinggi
kepandaian silat orang ini, pengala mannya ternyata juga luas,
sekilas pandang lantas tahu seluk belukku. Tapi meski kau tahu asal
usul perguruanku, me mangnya kau tahu bahwa guruku sengaja
suruh aku pa mer kepandaiannya, guru pernah berpesan:
"Tunjukkan asal usul perguruan untuk menyembunyikan asal-usul
riwayat hidupku." Tapi bagaimana riwayat hidup dirinya, Kun-gi
sendiri juga tidak tahu.
Sesaat Ling Kun-gi bimbang, jawabnya kemudian: "Be liau adalah
guruku." Terkejut dan terpancar pula mimik aneh pada muka Un it-kiau,
katanya ter-bahak2 "Ternyata Ling-lote me mang betul murid paderi
sakti, sungguh beruntung dapat bertemu."-Tiba2 sorot matanya
menjadi tajam, katanya pula: "Jadi gurumu masih sehat walafiat,
entah di mana be liau sekarang tingga l?"
"Jejak guru tidak menentu, cayhe sendiri tidak^elas," sahut Kun-
gi. Un It-kiau manggut2, katanya: " Waktu gurumu me nge mbara di
Kangouw dulu, jejaknya me mang seperti naga di da la m awan yang
kelihatan ekornya tapi tidak na mpak kepalanya, tadi Losiu hanya
tanya sambil la lu saja."
Lekas Kun-gi menjura, katanya: "cayhe masih punya urusan, tak
bisa berdia m la ma, maaf cayhe mohon diri."
"Ling-lote ada urusan, boleh silakan pergi," ujar Un It-kiau.
Ling Kun-gi manggut2 kepada mereka berdua terus melangkah
pergi dengan cepat.
Setelah bayangan Ling Kun-gi sudah jauh, terunjuk senyum sinis
pada wajah Un It-kiau katanya kepada Siau Ki-jing: "Mari kita kuntit
dia" "Paman juga curiga kepada bocah itu... . " ta-nya Siau Ki-jing.
Un It-kiau sedikit manggut, katanya: "Lohu kira munculnya bocah
ini di sini tentu ada sebab-nya," tanpa menunggu Siau Kijing tanya
lebih lanjut. dia lantas mendahului berlari pergi.
Dengan langkah cepat Ling Kun-gi mene mpuh pula perjalanan
cukup jauh, mendadak dia hentikan langkahnya, matanya
menje lajah keadaan sekeliling, tiba2 dia berkelebat masuk ke dala m
hutan dipinggir jalan-
Tujuan perjalanannya ini adalah menguntit si mata satu, tapi
karena di Liong- kip tadi terpaksa dia harus mende montrasikan
kepandaiannya, mungkin laki2 yang berbaju biru sudah
me mperhatikan dirinya, jelas gerak gerik dirinya selanjutnya
menga la mi kesulitan.
Maka setelah keluar dari kota, dia cari tempat sunyi dan
tersembunyi untuk merias diri, tak tahunya dia bersua dengan Un
Hoan-kun dan pelayan pribadinya.
Gurunya Hoan-jiu-ji-lay sebelum mencukur ra mbut menjadi
Hwesic di Siau-lim-si, Hoan--jiu-ji-lay adalah maling pendekar di
kalangan kangouw, pandai tata rias, sudah tentu dalam bidang ini
Ling Kun-gi juga seorang ahli. Begitu masuk hutan dia lantas cari
tempat se mbunyi, segera ia merias dan berdandan diri.
Tak la ma ke mudian dia sudah ubah dirinya jadi seorang tua desa
dengan rambut di samping kepala sudah ubanan, jenggot kambing
menghias dagunya, setelah membereskan buntalannya. dia simpan
pedang di da la m baju, baru saja dia mau ke luar, mendada k
didengarnya dua orang mendatangi sa mbil ber- ca kap2.
Kun-gi merande k. didengarnya seorang yang muda berkata:
"Bocah itu cukup licin, jelas tadi dia menuju ke mari, kenapa jejaknya
menghilang?"
Disusul suara serak berkumandang: "Sebetulnya tidak perlu
harus mengunt it dia, Lohu hanya merasa . . . ." hanya merasa apa"
karena jaraknya semakin jauh, maka tak terdengar. Tanpa melihat
bayangan mereka Ling Kun-gi tahu bahwa kedua orang ini ada lah
Un It -kiau dan Kim-hoau-l ok--long siau Ki-jing.
Dia melenggong mendengar percakapan mereka. batinnya:
"Kiranya mereka sedang menguntitku, jangan anggap aku ini
muridnya Hoan-jiu-ji-lay."
Waktu dia tiba di Thay-khong, hari sudah maghrib, rumah2
sudah pasang lentera. Thay khong merupakan kota persimpangan
jalan utara dan selatan, meski kota kecil, namun suasana kota
cukup ra ma i dala m kota kecil ini terdapat tiga buah hotel.
Ling Kun-gi putar kayun sebentar dijalan raya, ia mene mukan
jejak si baju biru bersa ma pe mbantunya, mereka tengah ma kan
minum di sebuah restoran, tapi dia tidak masuk ke sana, Dengan
menghabiskan beberapa keping uang receh, dia mengorek
keterangan pelayan hotel, ternyata dengan mudah dan cepat sekali
dia menentukan te mpat di mana si mata satu menginap. .Itulah
sebuah losmen kecil yang kotor di gang yang melintang di sebe-lah
timur sana. Maka Kun-gi juga mondok di losmen kecil ini. Uang
me mang berkuasa, jangan kata manusia, setanpun doyan duit,
demikianlah pelayan losmenpun mengatur segala keperluan Ling
Kun-gi, dia dite mpatkan di ka mar seberang si mata satu.
Semala m suntuk tiada terjadi apa2, hari kedua pagi seka li
sebelum si mata satu bangun tidur, Ling Kun-gi sudah mendahului
mene mpuh perjalanan- setibanya di luar kota di sebuah te mpat.
Kun-gi ubah diri pula menjadi pedagang setengah baya.
Dari toko kelontong tadi dia se mpat me mbe li sebuah payung dari
kertas minyak, maka dia sembunyikan pedangnya di dala m payung,
payung di bungkus hingga cuma kelihatan gagangnya, orang tentu
takkan curiga ka lau dia me mbeka l senjata.
Dengan me manggul buntalannya, dia langsung menuju ke Hoay-
yang. Dari Thay-khong ke Hoay-yang jaraknya cuma tujuh li. setelah
menya mar jadi saudagar. sudah tentu dia tidak boleh jalan terlalu
cepat, dengan jalan lambat, diharap si mata satu dapat menyusul
dirinya. Tengah hari ia istirahat di Lo-bong-kip, tak lama ke mudian
dilihatnya si mata satu lewat di depan warung dengan langkah
cepat. Kejap lain Ling Kun-gi juga sudah mene mpuh perjalanan
serta menguntit dari kejauhan-.
Sebelum petang dia tiba di Hoay- yang. Karena si mata satu
sudah sampai tempat tujuan, maka tidak berani berlaku lena, begitu
masuk kota dengan ketat dia me mbayangi gerak-gerik orang. Si
mata satu sebaliknya me mperla mbat langkah setelah berada dala m
kota, sambil berlenggang seperti tuan layaknya dia putar kayun
dijalan raya, akhirnya me masuki sebuah restoran berloteng yang
bernama Ngo hok ki.
cepat Ling Kun gi juga sudah berada di Ngo-hok-ki, sekilas
pandang, dilihatnya si mtaa satu duduk sendirian di meja timur yang
dekat jendela. maka dia me milih meja yang letaknya tidakjauh serta
pesan ma kanan-
Hari sudah gelap. tiba saatnya orang makan mala m, lenterapun
sudah dipasang terang benderang, maka ta mu2 yang mau isi perut
juga ber-duyun2 datang.
Si mata satu dengan asyiknya tenggak arak pesanannya, tapi
mata tunggalnya selalu plirak-plirik me mperhatikan setiap tamu
yang baru datang. Sudah tentu Kun gi tahu ma ksud orang, setelah
tadi putar kayun dijalan raya, kini si mata satu duduk di tempat
yang menyolok, ma ksudnya supaya menarik perhatian orang.
Karena Hoay- yang adalah tujuannya yang terakhir, entah kepada
siapa dia harus menyerahkan barang yang dibawanya"
Sudah tentu Kun-gi juga perhatikan setiap tamu yang datang,
namun para tamu sudah gant i berganti dan pergi datang, tapi
selama itu tiada satupun yang me ngadakan kontak dengan si mata
satu. Kini ta mu2 yang hadir sudah mula i berkurang, tingga l
beberapa orang saja. Agaknya si mata satu tidak sabar lagi setelah
me mbayar rekening bergegas dia turun dari loteng restoran-
Kun-gi juga bayar rekening dan menguntit dari kejauhan- Tidak
la ma mendadak si mata satu mem-percepat langkah, me mbelok dua
kali dari jalan raya yang satu kejalan raya yang lain, terus menyusur
ke arah selatan, dua li ke mudian keadaan di sini sudah mulai sepi
dan banyak belukar, tak la ma dia tiba di sebuah biara.
Tampak dia celingukan ke bela kang sebentar, mendadak dia
me lompat ke pagar te mbok terus turun di sebelah da la m. cepat
sekali Kun-gi juga menye-linap masuk ke dala m biara lewat samping
kanan, di atas tembok dia melihat si mata satu lewat pelataran terus
masuk ke da la m, sejenak dia merandek terus me masuki ruang
pendopo. Ling Kun-gi tak berani ceroboh dan bertinda k la mbat, dengan
enteng dia mendahului merunduk masuk ke dala m ruang pendopo.
cepat matanya menje lajah sekelilingnya, segera ia melompat ke atas
besandar yang melintang tepat di tengah ruang itu. Gerak-geriknya
sungguh teramat cepat dan cekatan, ruang pendopo ini lebarnya
ada belasan tombak. Ling Kun-gi menyelinap masuk dari arah
kanan, untung kepandaian si mata satu rendah, su-dah tentu
sedikitpun dia tidak tahu.
Mungkin tadi terlalu banyak minum arak. setelah mene mpuh
perjalanan jauh, napasnya rada tersengal, maka begitu masuk
ruang pendopo, si mata satu terus menjatuhkan diri di atas meja
rebah celentang melepaskah lelah.
Tak la ma setelah dia rebah, mendada k di luar terdengar dua kali
suara jeritan rintihan tertahan- Malam sunyi senyap. maka keluhan
tertahan terdengar amat jelas, letaknya tidak terlalu jauh di luar
biara ini, mungkin orang itu kena dibokong orang dan jiwanya
terancam. si mata satu berjingkrak kaget, lekas dia melompat bangun,
maka dilihatnya sesosok bayangan tinggi laksana setan tahu2 sudah
muncul di depan serambi ruang pendopo sana, lambat2 langkahnya,
me mburu ke ruang pendopo.
Kaget dan ketakutan si mata satu, tegurnya suara gemetar:
"Siapa ....?"
Dari tempat se mbunyinya, sebaliknya Ling Kun-gi dapat melihat
jelas bahwa pendatang ini adalah laki2 baju hijau yang lengan
kirinya pakai tangan palsu dari besi. Begitu masuk pendopo dia
lantas berhenti, suaranya dingin: " Kuantar surat untukmu, apa kau
ini si picak kanan-"
Mendengar orang datang mengantar surat, cepat si mata satu
menyongsong maju, katanya berseri ketawa: "Bukan, bukan,
hamba, ha mba picak kiri bukan picak kanan-"
Bayangan kurus tinggi mendengus sekali, dari dala m kantongnya
dia merogoh keluar sebuah sa mpul terus diangsurkan, katanya^
"Ambil"
si mata satu menerima dengan kedua tangan. Tanpa bicara lagi
bayangan kurus tinggi terus tinggal pergi.
Dia m2 Kun-gi me mbatin dite mpat sembunyinya: "cara sibaju
hijau mengantar surat mirip dengan caranya waktu me mberikan
surat kepada si baju biru kemarin mala m, surat itu tentu memberi
petunjuk ke mana harus menyerahkan barang yang dibawanya"
Mungkinkah belum sa mpai di tempat tujuan terakhir?"
Setelah terima surat, dengan sikap hormat si mata satu antar si
baju hijau pergi, setelah itu dengan seksama dia baca tulisan yang
ada di atas sampul surat itu, lalu kembali ketempat dia me-rebahkan
diri tadi "cret"., dia menyalakan api dan menyulut sebatang lilin-
Lalu dia menga mbil sebatang dupa wangi dan disulut terus
ditancapkan pula di atas Hiolo, setelah itu dengan laku hormat dia
taruh sampul itu di atas meja.
Kebetulan Ling- Kun-gi se mbunyi di atas belandar, melihat
kelakuan si buta yang aneh dan ganjil ini, dala m hati dia merasa
heran, dia pu-satkan ketajaman matanya me mandang kearah
sampul di atas meja. Lwekangnya me mang sudah tinggi, walau
jaraknya cukupjauh, namun huruf di atas sampul masih bisa
dibacanya dengan jelas. Bunyinya de mikian: "Sulut dupa di atas
Hiolo, habis sebatang baru buka sa mpul ini"
Entah apa maksud dan perma inan aneh apa pula yang dilakukan
penulis surat ini" Yang terang terasa oleh Kun-gi bahwa bungkusan
kertas yang mereka kirim dengan cara misterius ini tentu
me mpunyai arti yang a mat besar.
Dupa itu terbakar dengan cepat, asap dupa mengepul me menuhi
ruangan pendopo, tapi asap itupun cepat sekali sudah sirna tertiup
angin, tinggal bau wangi saja yang masih merangsang hidung.
Agaknya dupa wangi ini terbuat dari kayu cendana asli. Melihat
dupa sudah terbakar habis, simata satu lantas ambil sa mpul terus
dirobek. cepat Kun-gi menunduk, dilihatnya si mata satu mengeluarkan
secarik kertas, di dalam lipatan kertas terdapat sebutir pil warna
putih, di atas kertas tertulis sebaris huruf2 yang berbunyi: "Le-kas
telan pil ini, keluar dari pintu selatan, sebelum kentongan kelima
sudah harus tiba di Liong-ong--bic"
Me megangi pil putih itu, agaknya si mata satu ragu2, mendadak
tampak tubuhnya sempoyongan, hampir saja dia roboh terjungkal.
lekas dia jejal-kan pil itu ke dala m mulut, sekalian dia raih kertas itu
terus dibakar. Pada saat itulah, bayangan seorang tiba2 terjungkal jatuh dari
belakang patung pemujaan, "Blang" roboh terkulai tak bergerak
setelah mengge linding dua ka li.
Si mata satu a mat terkejut, dia me lompat mun-dur beberapa
kaki, dengan mata me lotot dia mengawasi sosok tubuh yang
meringkal dilantai itu.
Ternyata yang terjungkal jatuh dari belakang patung adalah
seorang gadis yang berpakaian coklat, kedua matanya terpejam,
rebah tanpa bergerak sedikitpun. Di pinggangnya kelihatan terselip
sebatang pedang pendek. jelas iapun seorang persilatan-
Melihat gadis itu rebah terkulai tak bergerak lama2 bangkit
keberanian si mata satu, katanya dengan tertawa dingin: "Pantas
aku diperintah me mba kar dupa wangi baru boleh me mbuka surat
ini, ternyata me mang ada orang menguntit diriku, pihak atas
me mang ada perintah, kalau temukan orang menguntit boleh bunuh
saja habis perkara, nona cantik, jangan kau sa lahkan aku berlaku
kejam ........." dari samping tubuhnya, dia mencabut sebilah golok
terus mendekati. Mendadak seorang me mbentak keras: "Berdiri"
Terasa angin menya mber, tahu2 di depan si mata satu sudah
berdiri la ki2 setengah baya dengan wajuh kereng, setajam pisau
matanya menatap si mata satu, bentaknya pula: " Tidak lekas kau
enyah?" Sorot matanya cukup menggetarkan nyali, bentrok dengan sorot
mata orang, tanpa terasa si mata satu bergidik, ter-sipu2 dia


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengiakan terus putar tubuh dan lari sipat kuping.
Laki2 setengah baya ini adalah samaran Ling Kun-gi, dia tidak
hiraukan si mata satu, dia coba me meriksa si nona.
Kedua mata gadis baju cokelat terpejam, bulu matanya panjang
me lengkung, wajahnya cantik tam-pak masih ke-kanak2an, pipinya
merah seperti buah apel yang masak. hidungnya mancung,
mulutnya kecil, usianya paling2 baru tujuh be lasan-
Sekirang Ling Kun-gi baru mengerti bahwa dupa yang disulut si
mata satu tadi kiranya dupa wangi yang me mbiuskan- Tapi kenapa
dirinya tidak kurang suatu apa2. Bukankah dirinya jauh lebih banyak
menghirup asap dupa di tempat yang lebih tinggi" Beberapa kejap
dia berdiri me lenggong, akhirnya dia ingat akan kantong sula m
pemberian Un Hoan-kun, bukankah di dala mnya berisi obat2an
piranti menawarkan obat bius. Lekas dia keluarkan kantong sula m
itu, setelah ikatan teratas dia buka, di dalamnya berisi sebuah botol
gepeng warna pu-tih halus.
Begitu botol gepeng dikeluarkan, bau harum yang menyegarkan
seketika merangsang hidung, ter-nyata di atas tutup botol terdapat
lima lubang kecil yang berbentuk menyerupai bunga bwe, bau
harum teruar dari lubang2 kecil2 ini. Waktu dia teliti lebih lanjut,
tepat diperut botol gepeng ini terukir tiga huruf Jing-s in-tan-, di
bawahnya terdapat sebaris huruf2 kecil yang berbunyi: "Buatan
khusus keluarga Un di Ling- la m."
cepat Kun-gi buka tutup botol kecil ini ternyata terdiri dari dua
bagian- lapisan atas berisi puyer warna kuning, lapisan kedua berisi
beberapa pil warna hitam sebesar biji kapok. Sekarang Ling Kun-gi
baru mengerti, bahwa puyer warna kuning itu adalah obat penawar
bau wangi yang me mabukkan, ma ka diatas tutup botol di beri
lubang supaya bau harum penawar ini dapat teruar keluar, oleh
karena itu botol ini harus di simpan da la m kantong benang sula m
dan digantung di atas leher, cukup mengendus bau harum yang
teruar dari tutup botol, segala obat bius yang wangi memabukan
akan menjadi tawar dengan sendirinya. Sementara pil hita m di
bagian bawah itu adalah obat penawar yang harus ditelan-
Jadi gadis baju coklat ini terbius oleh bau wangi, cukup asal botol
ini di ciumkan ke dekat hidungnya, tak usah diminumi pil tentu
sebentar akan siuman- Betul juga, kira2 sepeminum teh ke-mudian,
pelan2 gadis baju cokelat mulai me mbuka kedua mata.
Melihat dirinya rebah di lantai, di sa mpingnya berjongkok seorang
laki2 yang tak dikenalnya, ke-ruan kagetnya bukan main, lekas si
nona me mba lik tubuh dan berduduk seraya berteriak: "Siapa kau"
Kau .... apa yang kau lakukan .... " wajahnya pucat, sctelah duduk
baru dia melihat Kun-gi me megangi sebuah botol, sikapnya jelas
tidak ber-maksud jahat.
Kun-gi unjuk senyum manis, katanya: "Nona jangan takut,
barusan kau terbius oleh bau wangi, akulah yang me mberikan obat
penawarnya."
Merah kedua pipi si gadis, kedua biji mata-nya terbeliak
mengawasi Kun-gi, lekas dia me mbungkuk badan, katanya: "Jadi
paman yang meno-longku, entah bagaimana aku harus menyatakan
terima kasih."
Panggilan se kilas me mbuat Ling Kun--gi melenga k. tanpa segera
dia sadar bahwa dirinnya sedang menya mar pedagang setengah
baya, tanpa terasa dia tersenyum lebar, ujarnya sambil mengelus
jenggot pendek dibawah dagunya: "Nona jangan sungkan,
kebetulan cayhe lewat sini, kulihat si mata satu itu hendak
mence lakai nona. sudah tentu aku t idak boleh berpe luk tangan?"
04 Terbayang rasa kaget dan heran pada wajah si gadis, katanya,
"pa man bilang si matu satu itu hendak mencelakai aku" Padahal aku
tidak ber- musuhan dan tiada dendam, kenapa dia hendak
me mbunuhku?"
"Karena kuatir rahasianya bocor, membunuh nona untuk
menutup mulut," sahut Kun-gi. -kedip2 mata si gadis baju cokelat,
kata-nya ketarik: "Dia punya rahasia apa" Jahat betul orang itu."
Berhadapan dengan gadis yang lucu dan masih punya bersifat
kanak2, suaranya merdu lagi, tanpa terasa Kun-gi sampa i mela mun.
Melihat Kun-gi menatap dirinya dengan pandangan aneh, merah
pula muka si gadis, dengan lirih dia berte-riak: ....
Teriakan ini me mbuat Ling Kun-gi tersentak kaget, sadar akan
sikapnya yang tidak wajar barusan, seketika mukanya terasa panas,
dia tertawa tawa, tanyanya: "Bagaimana nona bisa sembunyi
seorang diri di sini?"
"Sering pa manku bilang, hotel bukan penginapan yang baik bagi
seorang gadis yang mene mpuh perjalanan seorang diri, katanya
bisa dihina dan dirugikan orang lain, maka aku pilih biara ini... "
Ling- Kun-gi tertawa, ujarnya: "Akhirnya kau lihat si mata satu itu
me lompat tembok masuk ke mari, maka kau lantas sembunyi di
belakang patung."
"Ya," mata si nona berputar, lalu katanya: "kini teringat olehku, sebelum si mata satu masuk ke mari, jelas kulihat bayangan orang
berkelebat sekali terus menghilang, se mula kukira pandanganku
yang kabur, ternyata paman adanya, jadi kau menguntit si mata
satu, betul tidak?"
Dia m2 Kun-gi pikir gadis ini cukup cerdik dan pintar, ma ka
dengan tertawa dia berkata: "cayhe hanya ketarik saja dan ingin
tahu." Bahwa Ling Kun-gi ternyata betul menguntit si mata satu, jadi
tebakkannya tepat, seketika si gadis baju coklat berjingkrak girang,
tanyanya cepat :"Ya, tadi paman bilang karena kuatir rahasianya
bocor, maka si mata satu hendak me mbunuhku, soal apa pula yang
me mbuat pa man ketarik sa mpai menguntit dia ke dala m biara ini?"
"Dia ditugaskan mengantar sesuatu benda, kulihat gerak-
geriknya aneh dan me ncuriga kan, ma ka kuikuti dia."
si gadis mendesak lagi: "Barang apakah yang dia antar-?"
"cayhe juga tidak tahu, selanjutnya tak perlu aku menguntitnya
lagi." "tahu ke mana tujuan selanjutnya."
"Kalau t idak salah harus dikirim ke Liong--ong-Bio .... " tiba2 dia tersentak sadar, soal ini sebetulnya jangan diberitahu kepadanya,
dunia persilatan penuh liku2, kalau gadis ini sa mpai ketarik dan ikut
menguntit si mata satu serta kebentrok si baju biru, pasti celaka lah
dia. Maka lekas dia tutup mulut, lalu alihkan pe mbicaraan,
tanyanya: "cayhe mohon tahu siapa na ma harum nona?"
"Aku she Pui....." sahutnya, pikirannya masih tidak me lupakan
barang yang diantar si mata satu, maka dia ba las bertanya pula:
"Liong ong-bio diluar pintu selatan kota, paman mari kita kuntit dia,
pasti bisa menyusulnya."
"Hanya ketarik oleh gerak-gerik si mata satu ma ka aku ke mari
untuk melihatnya. Setiap golongan dan aliran persilatan di Kangouw
umumnya punya rahasia masing2, orang dilarang mengetahui,
apalagi Licng-ong-Bio dari sini ada tujuh li jauhnya, aku punya
urusan lain, kukira nona jangan mene mpuh bahaya?"
Si gadis baju cokelat kurang senang, katanya menjengek:
"Me mangnya aku takut, paman tidak mau pergi, biar aku pergi
sendiri. Em, dia berani kerjai aku dengan dupa wangi, aku harus cari
perhitungan sa ma dia, jangan dikira aku dapat dihina dan
dipermainkan."
Lekas Ling Kun-gi me mbujuk: "Dia sulut dupa karena kuatir
orang mencuri lihat rahasianya, tujuannya bukan hendak me ncelaka i
nona, kenapa nona harus berurusan dengan orang kasar seperti dia.
Nona mene mpuh perjalanan seorang diri, tentunya punya urusan
juga, lebih baik mala m ini istirahat di sini, selesaikan dulu urusanmu
sendiri" "Aku keluar ber-ma in2, aku tidak punya urusan apa2, paman take
mau pergi, permisi a ku mau pergi sendiri," habis berkata si nona
bangkit terus mau pergi. Tapi seperti mendadak teringat apa2, kaki-
nya berhenti serta berpaling, tanyanya mengawasi Kun-gi:
"Maaf paman, aku lupa mohon tanya nama pa man-?"
"cayhe Ling Kun-gi dari Ing-Ciu."
"Akan selalu kucatat dalam hati, sa mpai ber-te mu, pa man Ling"
Sekali bilang pergi terus pergi, keras juga tabiat nona ini, Kun-gi
jadi menyesal, kenapa tadi dia me mberitahu persoalan sebenarnya
kepadanya, se orang gadis belia, kalau sampai mengala mi bahaya,
bukankah secara tidak langsung aku yang mence-lakai dia" Ma ka
cepat dia berteriak: "Nona Pui, tunggu sebentar"
Si gadis sudah tiba di luar pintu, dia behenti dan bertanya:
"Paman Ling masih ada urusan apa lagi?"
"Kalau nona ingin pergi, baiklah bersama aku saja," ujar Kun-gi. .
Sudah tentu gadis baju cokelat kegirangan. katanya cekikan-
"Paman Ling, kau sungguh baik..." -.Tawanya segar bak sekuntum
bunga me kar, pipi-nya yang merah tersungging dua pipit di kanan
kiri. Begitu anggun me mpesonakan sa mpai Ling Kun-gi t idak berani
me lihatnya lama2, katanya sambil me lengos: "Marilah lekas
berangkat."
Gadis baju cokelat me ngangguk. mereka menuju ke pe karangan
luar, agaknya si gadis sengaja hendak pa mer, tiba2 dia meluncur
mendahului ke depan, dengan enteng ia melayang ke atas terus
hinggap di atas tembok. Gerakannya ini adalah ci-yan--liang-poh
(sarang walet mela mpaui gelombang), tangkas dan cekatan sekali
gerak geriknya.
Ling Kun-gi ikut enjot tubuhnya, katanya sambil tertawa lantang:
" Hebat benar Ginkang nona Pui." Gadis mana yang tidak senang
dipuji. Dengan ringan si gadis me luncur turun di luar te mbok, kata-
nya berpaling dengan senyum bangga: "Pa man Ling terlalu
me muji"--- Sirap kata2nya mendadak dia menjerit me lengking,
wabahnya pucat ketakutan dan ngeri.
"Nona kenapa?" tanya Kun-gi.
Si gadis tidak berani berpaling, katanya sambil menuding ke
ujung te mbok sana: "Di sana ada dua orang."
Geli Ling Kun-gi, batinnya: "Nona kecil biasanya me mang bernyali
kecil" Dengan sabar dia me mbujuk: "Nona tida k usah takut, biar
kulihat kesana." Ta mpak di kaki te mbok sana me mang meringkuk
dua bayangan orang. Betapa tajam pandangan Ling Kun-gi, sekilas
pandang dia lantas mengenali salah satu di antaranya adalah laki2
baju abu2 yang dilihatnya di warung makan di Liong-kip, seorang
lagi tentu te mannya.
Mendadak Kun-gi ingat, sebelum laki2 baju hijau muncul, di luar
ada dua kalijeritan orang, mungkinkah kedua orang ini sudah
dikerjai musuh"
Bergegas dia me lompat maju terus me meriksa de-ngan
berjongkok, tampak kedua orang ini meringka l mirip udang kering,
yang dijemur di panas matahari, kepala dan mukanya berubah
kehijauan, jelas mereka me mang kena serangan racun-
Topi bulu yang dipa kai la ki2 baju abu2 tampa k terpental jatuh,
tepat di tengah ubun-ubun kepalanya ada tanda2 bekas keselomot
dupa, kiranya dia seorang Hwesio. Tergerak hati Kun--gi, pikirnya.
Hwesio Siau lim si, mungkin barang yang diantar si mata satu ada
sangkut pautnya dengan lenyapnya Loh-san Taysu, pimpinan Yok-
ong-tian dari Siau-lim-pay" "
"Paman Ling," tanya gadis
baju cokelat dari kejauhan. "Bagaimana kedua orang itu?"
Pelan2 Ling Kun-gi berdiri, katanya: "Sudah meningga l."
"Apakah mereka terbunuh si mata satu?"
Kun-gi rnengeleng: "Bukan, pe mbunuhnya ada orang lain-".
"Apakah orang yang mengantar surat itu?" tanya gadis itu,
"tentunya untuk menyumbat mulut mereka" Kulihat dala m perist iwa
ini pasti ada latar belakang yang besar artinya."
Kuatir orang bertanya berkepanjangan, lekas Kun gi berkata:
"Marilah berangkat" Mereka berputar ke pintu selatan, setelah
me lompat ke luar dari tembok kota, terus menuju ke arah selatan
dengan langkah cepat.
Jarak enam-tujuh puluh li tidak terhitung jauh bagi mereka.
untung mala m gelap. di jalanan sepi, maka dengan leluasa mereka
dapat menge m-bangkan ilmu entengkan tubuh mene mpuh
perjalanan dengan cepat.
Betapapun Lwekang si gadis jauh lebih rendah, setelah ber-lari2
sekian la manya, pipinya sudah merah, napasnya mulai sengal2, tapi
dia masih berlari setaker kekuatannya.
Kun-gi melihat keadaan orang mulai keletihan, hatinya menjadi
tidak tega, terpaksa dia kendorkan larinya, dengan begitu barulah si
nona dapat mengimbanginya.
Agaknya sigadis tahu diri, alisnya berjengkit, katanya dengan
muka merah, "Pa man Ling, agaknya kepandaian silat mu tidak lebih
rendah dari pa manku,"
Siapa pa mannya, sudah tentu Ling Kun-gi tidak tahu"
Tanyanya dengan tersenyum: "Apakah pa manmu berkepandaian
tinggi?" "Sudah tentu kepandaian silat paman tera mat tinggi, aku dan
Piauci sama2 belajar kepadanya, Piauciku malah lebih hebat
daripada ku, mungkin aku yang terlalu bodoh."
"Usia nona masih begini muda, me miliki ke-pandaian setingkat ini
juga sudah lumayan-"
Kata gadis baju coke lat dengan berseri lebar: "Piauci setahun
lebih tua daripada ku, bukan saja wajahnya secantik bidadari,
kepandaiannyapun jauh lebih tinggi, terus terang aku tunduk lahir
batin terhadapnya. Paman Ling, mungkin kau belum tahu betapa
anggun dan cantiknya, siapapun pasti tergila2 kepadanya."
Tanpa ditanya dia mengoceh dengan lincah dan Jenaka,
suaranya me mang merdu dan lucu, dari tingkah lakunya ini dapatlah
disimpulkan bahwa gadis ini terlalu polos, bersih dan halus budi
pekertinya. Dengan jujur dia puji Piaucinya bak bidadari segala,
yang terang dia sendiripun molek dan lincah penuh ga irah.
Begitulah se mbari mene mpuh perjalanan, mereka ngobrol
panjang lebar, setiba di Liong-ong-blo, waktu sudah mende kati
kentongan keempat. Liong--ong-Bio berada di pusat kerama ian
sebuah pasar yang terletak di selatan kota Hoay-yang, di antara
kota Sim-kiu, di dala m kota kecil ini kira2 dihuni dua ratus keluarga.
Mereka langsung menuju ke arah barat dan tiba di Liong-ong-Bio
(biara raja naga).
"Biara raja naga" ini terasa sepi, liar dan bobrok. te mbok bercat merah, letaknya dipinggir hutar menghadap ke sunga i, dulu te mpat
ini me mang merupa kan pusat kerama ian penduduk sekitarnya, tapi
setelah sekian puluh tahun tak terurus, keadaan sudah serba bobrok
dan rusaki Setiba mereka di depan pintu biara, tampak tak jauh sana
mengge letak sesosok tubuh orang, dalam kegelapan tampa k
meringkuk dia m tak ber-gerak.
Gadis baju cokelat kaget, langkahnya merandek. tanyanya:
"Paman Ling, menurut kau orang itu sudah mati atau masih hidup?"
Sudah tentu Kun gi juga ingin tahu, lekas dia me langkah maju
serta memba lik tubuh orang. se-ketika dia bersuara heran, katanya:
"Kiranya si mata satu" me mang mayat yang meringkuk kaku di
tanah ini betul adalah si mata satu yang mere ka kunt it.
Kulit kepala dan mukanya berwarna hitam, darah hitam meleleh
dari mulutnya, mata kirinya yang tunggal melotot keluar,
keadaannya sungguh seram menakutkan-Jelas dia mati keracunan-
Mungkinkah laki2 baju hijau pula yang me mbunuhnya" De mikian
batin Ling Kun-gi. Dengan teliti ia me meriksa, ternyata tiada bekas


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luka apa-pun dibadan si mata satu. Selangkah mereka datang
terlambat, tahu2 orang sudah binasa, ini berarti sia2 menguntit
selama dua hari ini.
Si gadis berdiri jauh, melihat Kun-gi dia m saja, dia berseru tanya:
"Parnan Ling, kau kenal dia?"
"Inilah si mata satu," sahut Ling Kun-gi.
"o, dia sudah mat i?" tanya si gadis. Ling Kun-gi me ngangguk.
"Setelah barang diantar sampa i tempat tujuan, sudah tentu dia
harus dibunuh juga untuk menutup mulutnya," kata si gadis pula.. .
Tergerak hati Ling Kun-gi, cepat ia meraba dada si mata satu,
ternyata barang yang tersimpan di kantongnya sudah diambil orang.
Pelan2 dia berdiri, tanpa terasa ia menggerunde l: "Keja m juga cara
mereka bekerja."
"Apa katamu pa man Ling?" tanya si gadis.
"Dia mati keracunan, mungkin pil yang ada surat tadi juga
beracun." "Bukankah pil itu sebagai penawar dupa wangi itu?"
"Kalau dugaanku tidak me leset, pil itu pasti terdiri dari dua
lapisar, lapisan luar me mang penawar obat bius, sedang lapisan
dalam adalah racun, ma lah waktu juga sudah diperhitungkan
dengan tepat, bila dia tiba di Liong-ong Bio baru racun akan
bekerja." "Barang itu sudah dia mbil orang, pa man Ling, perlukah kita
meneruskan pengejaran ini?"
Karena menduga barang yang terbungkus kertas itu ada sangkut
pautnya dengan Loh-san Taysu yang lenyap tak keruan paran itu,
sudah tentu Ling Kun-gi tida k akan menghentikan usaha
penyelidik,an ini.
Si mata satu memang sudah mati, tapi barang yang ia bawa pasti
belum mencapai tujuan terakhir, karena kalau barang itu berakhir
sampai di Liong--ong-blo, tak mungkin mereka me mbiarkan mayat
si mata satu menggeletak de mikian saja dan kalau barang itu belum
berakhir sa mpai di sini, dala m wa ktu sesingkat ini orang
menga mbilnya tentu belum pergi jauh, meski tida k diketahui siapa
pula pengganti si mata satu tapi asal dia bisa mene mukan jeja k
sibaju hijau dan pe mbantunya, tidak sukar untuk mene mukan jeja k
si pengantar barang rahasia itu
Maka perasaannya menjadi longgar, katanya kemudian: "Aku
hanya ketarik saja, kalau tadi nona Pui tidak ingin ke mari, cayhe
juga tidak ingin menca mpuri urusan orang lain. Kini si mata satu
sudah mati, sumber penyelidikan sudah putus, kemana pula mencari
jejaknya?" .... lalu dia pandang si gadis serta mena mbahkan: "Nona Pui, dunia persilatan penuh diliput i bahaya, seorang diri, umpa ma
kau berkepandaian tinggi, na mun kau be lum berpengala man, kukira
kaujangan main se lidik terhadap rahasia orang lain, kuharap nona
langsung pulang saja, aku masih punya urusan lain, tak bisa
mengiringi kau lagi, hari segera akan terang tanah kota Sim-kiu tak
jauh di depan sana, mari kuantar nona masuk kota, di sana nanti
kita berpisah."
Si gadis berkedip. katanya sambil cekikikan: "Pa man Ling, kalau
kau punya urusan boleh silahkan saja, aku toh bukan anak kecil,
bisa jalan sendiri tak perlu kau antar aku."
Tanpa menunggu jawaban Ling Kun-gi dia terus putar tubuh
serta mela mbai tangan, serunya: "Paman Ling, aku berangkat lebih
dulu." Bayangan nona Pui akhirnya ditelan kegelapan, hati Ling Kun-gi
seperti kehilangan apa2, terasa hambar. Mendadak disadarinya
bahwa dirinya telah menyukai nona jelita berpaka ian cokelat yang
tidak diketahui na manya ini.
Hari sudah mendekati fajar, angin sepoi2 sejuk. Kun-gi
me mandang sekitarnya sejenak, mendadak tubuhnya mela mbung
tinggi la ksana burung elang, sedikit kaki menutul te mbok. badannya
mengapung lebih t inggi pula terus meluncur ke wu-wungan, dia
lewati pekarangan menuju ke belakang dan lompat turun di emper
rumah, tanpa berhenti dengan sebat dia menuju pekarangan
belakang Liong-ong-Bio ternyata terdiri dari dua bangunan te mpat
pemujaan, jadi tiada ka mar untuk tempat tinggal.
Ling Kun-gi turunkan buntalannya dan duduk diundakan batu,
otaknya bekerja menerawang situasi, dalam hati dia ber-tanya2
siapa pengganti si mata satu, lalu ke mana pula pengantar barang
dalam buntalan kertas itu" Dari sini ke barat adalah Siang- cui, ke
selatan adalah Sim-kiu dan Leng-cwan. ke timur adalah Thay-go dan
Put- yang. Sejak mulai Kay-hong. mereka menuju ke arah tenggara,
jadi kalau dirinya menuju ke Thay-ho atau Put- yang tentu tidak
akan me leset. Setelah ambil keputusan, dia menengadah melihat
cuaca, selarik cahaya emas sudah terpancar di ufuk t imur.
Lekas dia merogoh kantong, mengeluarkan sebuah kotak kecil,
inilah bahan obat2an peranti merias yang sela lu dibawanya. Dia
maklum si baju biru dan pe mbantunya sepanjang jalan melindungi si
pembawa barang secara dia m2, terpaksa dirinya harus sering ubah
bentuk dengan penya maran yang berbeda baru bisa me ngelabui
orang. Dari dala m kotak dia ke luarkan sebutir pil untuk cuci muka,
setelah digosok ditelapak tangan terus dipoleskan kemuka sendiri
sambil berkaca mirip gadis je lita yang sedang bersolek saja, lekas
dia sudah me mbersihkan obat2an yang mengubah bentuk
wajahnya. Kini dia sudah kemba li pada wajah aslinya sekejap dia
mengawasi wajah sendiri pada kaca bundar kecil yang dipegangnya,
lalu dia mbilnya sebiji obat bundar warna merah gelap. Baru saja dia
hendak mengusap muka sendiri mendadak didengarnya tawa cekikik
lirih tertahan diatas tembok,
Keruan Ling Kun-gi terperanjat. "Siapa?" bentaknya sa mbil berdiri
"Akulah pa man Ling" terdengar suara merdu menyahut.
Tertampak bayangan ramping me layang turun dari atas te mbok,
Ling Kun-gi me lenggong, tanyanya: "Kau belum pergi?"
Gadis baju cokelat berdiri di depannya, men-dadak dia menunduk
dengan muka jengah, kata-nya sambil me mbanting kaki: "Kiranya
kau menya mar yang kulihat tadi bukan wajah aslimu maka na ma
Ling Kun-gi yang kau sebut tadi pasti jugabukan na ma aslimu."
Ling Kun-gi menjadi kikuk. katanya malu2 "Aku me mang betul
Ling Kun-gi."
Gadis baju cokelat mencibir bibir, katanya "Siapa tahu kau ini
tulen atau palsu?"
"Terserah kalau nona tida k percaya," ujar Kun-gi.
Tiba2 gadis baju cokelat unjuk tawa manis, katanya: "Kenapa
tadi kau mengelabui aku?"
"Tiada ma ksudku menge labui nona."...
"Kalau tida k, kenapa tidak terus terang padaku, pakai menya mar
segala?" .
"Berkelana di Kangouw dengan menya mar, di perjalanan akan
jauh lebih leluasa, tidak menarik perhatian orang."
"Kulihat pasti kau menye mbunyikan sesuatu, apakah karena
menguntit si mata satu maka kau merasa perlu menya mar?"
Melihat sikap orang yang polos dan Jenaka. tidak tega Kun-gi
berpura2, katanya sambil manggut2: "Benar, aku me mang sedang
menguntil si mata satu."
Bahwa tebakannya tepat pula, sungguh senang hati si gadis,
katanya cekikikan: "Jadi kau sudah tahu barang apa yang dia
antar?" "Aku betul belum tahu."
"Apakah kau sudah tahu mereka dari golongan ma na?"
"juga belum je las bagiku."
"Kalau kau t idak tahu apa2, buat apa kau mengunt it dia?"
Terpaksa Kun gi tuturkan pengala mannya, di Kay-hong tentang
seorang salah ala mat me mberi sepucuk surat kepadanya.
Asyik dan terbeliak si gadis mendengarkan kisahnya, katanya
sambil keplok2: "Sungguh menarik. pa man . . dia sudah biasa
me manggil pa man Ling, tanpa terasa dia hampir mengguna kan
sebutan itu pula, untung dia lekas sadar dan menghentikan
panggilannya. "Kenapa tidak panggil pa man Ling pula ke-padaku?" goda Kun-gi.
"Siapa sudi panggil kau pa man?" jengek si gadis sa mbil me lerok.
"Usia mu beberapa tahun lebih tua belum setimpal kau jadi pa man,
kalau jadi Ling-toakosih boleh saja." Namun segera iapun sadar
telah kelepasan omong, wajahnya menjadi merah. lekas dia
mena mbahkan: "Aku juga tak sudi pang-gil kau Ling toako."
"Terserah maupanggil apa," ujar Kun-gi tertawa geli. "Hari sudah terang tanah, tak baik kita la ma2 di sini, tunggulah sebentar setelah
aku ra mpung menyamar.".
"Kau boleh tetap menyamar, aku toh tidak mengganggumu" ujar
si gadis ale man.
Tanpa buang wa ktu, Ling Kun-gi hancurkan pil obat di telapak
tangannya terus dipoleskan ke muka sendiri. Dala m sekejap mata,
wajahnya yang halus putih dan cakap telah berubah jadi merah
gelap berusia setengah baya.
Si gadia menyaksikan dengan mata terbelalak tanpa berkedip dia
awasi mukaLingKun-gi,kata-nya tertawa: "sungguh
menyenangkan permainan ini, tak ubahnya seperti anak perempuan
bersolek."
Ling Kun-gi tida k hiraukan ocehannya, dari kotak kecilnya dia
keluarkan pula sekeping arang, sebelah kanan pegang kaca, diaores
kedua alisnya menjadi lebih tebal, kini dia betul2 berubah jadi yang
lain- Si nona jadi ketarik. tanyanya: "IHei, kau pandai tata rias, dari
siapa kau be lajar?"
Ling Kun gi bereskan kotak kecil dan disimpan ke dala m baju,
katanya tertawa: "Sudah tentu belajar pada Suhu."
"Siapakah gurumu?"
"Maaf, guruku pantang diketahui orang, tak bisa kujelaskan-"
Kini hari betul2 sudah terang, kuatir mayat si mata satu
ditemukan orang, maka Kun-gi mendesak: "Jangan lama2 di sini,
nona tiada urusan, boleh sila kan pergi."
lalu dia me langkah lebar ke luar biara. "E, eh, tunggu" seru si
nona mengejar. "Nona masih ada urusan apa?" tanya Kun-gi sa mbil berpaling.
" Kenapa kau tida k menungguku?"
"Nona mau ke ma na"
"Kau menya mar
lagi, bukankah kau henda k
mene mukan pengejaranmu?"
"Betul, kenapa?"
"Aku ikut, boleh tidak?"
Kun-gi tertegun, sahutnya menggeleng: "Jangan, nona cantik
dan suci, mana boleh seperjalanan ber-sa maku?"
"Kau tidak sudi jalan bersa maku, kenapa kau tuturkan se mua
kisah ini?" si gadis uring2an-
Ling Kun-gi me lenggong, alisnya berkerut, sa-hutnya: "Kan nona
yang tanya jadi kujelaskan."
"Maka itu, aku harus ikut kau."
"Tida k. Kangouw banyak diliputi kejahatan, nona jangan
mene mpuh bahaya, dan lagi tidak leluasa nona berjalan bersa maku
...." "Tida k boleh. tidak le luasa lagi," omel si nona dongkol, "yang terang kau tidak sudi berjalan dengan aku . . . . " tiba2 dia putar
tubuh terus berlari pergi sambil menutup muka dengan kedua
tangan- Ling Kun-gi hanya geleng2, dengan langkah ce-pat dia berjalan
keluar. Tengah hari dia tiba di perbatasan propinsi An-hwi. Tengah
ia ayun langkah, tiba2 didengarnya dari jalanan kecil sana seorang
berteriak: "Bakpau . . . , sic . . . . "
Seorang laki2 berpakaian celana pendek berbaju kutang
mendatangi sa mbil me ma nggul sebuah keranjang, setiba di depan
Ling Kun-gi dia berhenti dan menyapa sambil tertawa: "Tuan ini
mau beli bakpau, masih panas "
Kun-gi mengge leng, belum lagi dia buka suara, mendadak
dilihatnya selarik sinar biru berkelebat, sebatang paku beracun
me luncur ketenggorokannya. Serangan gelap ini dilakukan dala m
jarak dekat dan cepat serta tak terduga lagi. Tak pernah Kun-gi
menyangka, maka dia tidak bersiaga, tahu2 pen-jual bakpau ini
menyerang dengan senjata rahasia. dalam seribu kerepotan lekas
dia menjengkang tubuh ke bela kang, sementara jari2 tangan kanan
terus menyelentik. "Triing", dengan tepat dia selentik pa ku itu.
Hatinya marah bukan main, bentaknya: "Tan-pa sebab kau
me lancarkan serangan kejam, apa tujuanmu?"
Begitu serangannya luput, tanpa menunggu Kun-gi bicara, tiba2
orang itu dorong kedua ta-ngannya, keranjang dia lempar ke arah
Kun-gi, berbareng dia melompat mundur, kejap lain tangan
kanannya sudah melolos sebilah golok baja yang berkilau
me mancarkan cahaya biru.
Pada saat orang ini me lompat mundur, dari dala m hutan
beruntun me lompat keluar dua orang lagi, dandanan mere ka sama,
tangan merekapun bersenjata golok yang serupa, kini mere ka
berdiri segi tiga mengadang di depan Ling Kun-gi.
Begitu keranjang itu menerjang de kat baru seenaknya Ling Kun-
gi kipatkan tangan, tiba2 keranjang mental balik meluncur lebih
cepat menerjang ke arah laki2 yang berdiri di tengah. Sudah tentu
bukan kepalang kaget si penjua l bakpau, ter-sipu2 dia me lompat
menghindar. Keranjang itu hancur berantakan menumbuk pohon
sebesar paha dan seketika tumbang dan mengeluarkan suara ge-
muruh. Berubah air muka si penjual bakpau,jengek-nya: "Ternyata tuan
berkepandaian tinggi."
Terpancar sinar dingin dari biji mata Ling Kun-gi, katanya: "Apa
maksud kalian?"
Penjual bakpau bertanya: "Tuan mau ke mana?"
"Apa mau ke mana peduli apa dengan ka lian"
"Ka mi bersaudara mEmang sedang menunggu kedatanganmu,"
ujar si penjual ba kpau.
Menegak alis Ling Kun-gi, tanyanya dingin: " Kalian tahu aku
siapa" "Peduli siapa tuan, kami hanya kenal barang yang ada di dalam
kantongmu" jawab penjual bakpau.
"Kalian tahu barang apa yang ada di dala m kantongku?"
"Mata kami tidak kelilipan, tuan jangan pura2" ujar penjual
bakpau tergelak.
"Kalian tidak bisa me mbeda kan baik-buruk, pakai serangan
me mbokong lagi, kini mengadang jalanku pula, ingin kutanya, apa
sih sebetulnya maksud ka lian?"
Penjual bakpau tertawa dingin: "Bagus, seorang Kuncu tidak
me lakukan kerja gelap. maksud ka mi supaya tuan meninggalkan
barang yang kau bawa itu, sudah jelas bukan"."
Tegerak hati Ling Kun-gi, batinnya: "Aku hanya me mbawa sebutir
mut iara warisan keluarga serta kantong sulam pe mberian, Un Hoan-
kun, kalau ketiga orang ini bukan me ngincar Pi-tok-cu, (mutiara
penawar racun), tentw mereka diutus Siau Ki-jing untuk merebut
kantong sula m pe mberian nona Un itu."
Maka mendadak , dia tertawa keras, katanya: "Betul, barang itu
me mang kubawa, entah.. cara bagaimana kalian henda k
menga mbilnya?"
"Tuan ingin supaya ka mi paka i kekerasan?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Me mangnya harus kuperse mbahkan dengan kedua tanganku?"
jengek Kun-gi. "Bagus, keluarkan senjatamu."
"Kalian punya kepandaian apa boleh keluarkan se mua, tak perlu
aku pakai senjata."
Sadis sorot mata penjual bakpau, katanya menyeringai: "Baik,
hati2lah kau"
Mendadak kakinya bertindak selangkah, golok baja ditangannya
terayun, selarik sinar biru bagai kilat menya mber ke dada Ling Kun-
gi. Berdiri alis Ling Kun-gi, katanya: "Kau masih terla lu jauh. Nah,
berdirilah yang betul" Badan sedikit miring, tahu2 tangan kirinya
sudah pegang pergelangan tangan penjual bakpau yang pegang
golok terus dia entakkan pula ke depan.
Penjual bakpau me njerit kaget, golok jatuh ke tanah, orang
nyapun sempoyongan mundur dan ha mpir saja terperosok jatuh.
Kedua temannya juga kaget, ditengah bentakan mereka serempa k
menubruk ma ju, dua golok me mbacok bersa ma dari kanan kiri.
Kun-gi tertawa dingin, bagai terbang tiba2 badannya berputar,
tak kelihatan bagaimana dia turun tangan, tahu2 kedua laki2
penyerang mengerang, disusul suara golok jatuh berkerontangan.
Kedua laki2 itu me lompat mundur dengan muka pucat dan
berkeringat dingin, tangan kiri pegang tangan kanan- Kiranya
tangan mereka yang pegang golok kena ditabas oleh telapak tangan
Ling Kun-gi, sakitnya bukan kepalang, walau mereka menggertak
gigi tidak sa mpa i menjerit kesakitan, na mun otot diataS jidat
kelihatan merongkol ke luar karena menahan sakit.
Seperti tidak terjadi apa2, Kun-gi berkata:
"Kalian masih ingin barang yang kubawa?" Mendadak sorot
matanya menatap penjual bakpau, muka berubah kereng, katanya
dingin: "Diantara kalian bertiga, mungkin kau adalah pimpinannya,
kau pura2 menjual bakpau, dengan senjata rahasia membokong
secara keji, main cegat dan minta bekal pula, dari senjata kalian
yang beracun itu cukup me mbuktikan bahwa setiap hari kalian pasti
kenyang melakukan kejahatan, kini kebentur ditanganku,
seharusnya akan kupunahkan kepandaianmu, tapi mungkin kalian
hanya di peralat orang lain, maka cukup sebelah lengan masing2
kubikin cacat sebagai hukuman-"
Belum lagi mereka gebrak satu jurus, tahu2 sebelah lengan
masing2 sudah dibikin cacat, keruan pucat pias muka ketiga orang,
namun sorot mata mereka menjadi buas dan denda m, kata si
penjual bakpau dengan menggreget dan me lotot: "Sebutkan
nama mu." "Kalian belum setimpa l untuk mengetahui na maku."
Insaf kepandaian mereka bertiga terlalu jauh dibandingkan
orang, akhirnya sipenjual bakpau menggerung marah, cepat dia
bawa kedua temannya pergi. Tapi baru saja mereka putar badan,
lalu ber-diri tegak me matung dengan la ku sangat hormat.
Kiranya dari jalanan kecil di tengah hutan sana tampak
mendatangi seorang laki2 tua baju hitam. Muka orang tua yang
kurus ini hita m kering, ke-lihatannya kaku me mbeku, dingin tida k
menimbul-kan perasaan- Setelah dekat, matanya yang berbentuk
segi tiga berputar, akhirnya berhenti pada ketiga laki2 itu, suaranya
seperti keluar dari kerong-kongan jenazah: "Bagaima na" Kalian
tidak ma mpu bereskan dia, malah dia yang bereskan kalian?"
Penjual bakpau tadi me mbungkuk hormat, dia yang bersuara: "
Lapor cit-ya, bocah ini sukar di layani, lengan ka mi bertiga dibikin
cacat olehnya."
"Kalian me mang tida k becus" semprot laki2 tua kurus itu,
matanya melirik ke arah Ling Kun-gi, katanya pula: "Anak muda,
siapa na ma mu?"
Dingin dan angkuh sikap Kun-gi, ia berdiri menggendong tangan
sambil me nengadah, sahutnya: "cayhe ingin tahu lebih dulu siapa
nama mu." Terbayang rona kejam pada wajah laki2 kurus, katanya: "Bagus,
anak muda mulut mu ternyata keras juga, pernahkah kau dengar
Kwi - kian - jiu Tong cit-ya?"
"cayhe belum pernah dengar" ujar Ling Kun-gi.
Kwi- kian jiu (setanpun sedih melihatnya) Tong
cit-ya menyeringai: "Agaknya kau bocah ini baru keluar kandang."
"Kaukah yang mengutus ketiga orang ini?" tanya Kun-gi.
"Betul," sahut Kwi-kian-jiu Tong cit-ya. "Lohu suruh mereka
menunggu di sini supaya kau tinggal-kan barang yang kau bawa."
"Sayang mereka tidak berhasil."
"oleh karena itu, terpaksa Lohu susul ke mari.."
"Kau sendiri me mangnya bisa berbuat apa?"
"Pertanyaan bagus," Kwi-kian jiu Tong cit-ya ter-kekeh2. "Lohu, boleh menjawab pertanyaanmu, kalau ingin hidup tinggalkan
barangmu itu."
"Enak betul kau bicara."
"Maksud Lohu," kata Tong cit-ya, "kau melukai ketiga orangku, ini boleh tidak usah diperhitungkan, tapi diantara jiwa dan barang
yang kau bawa itu kau harus pilih satu."
"Setan sedih melihat mu (Kwi-kian-jiu), tapi manusia belum tentu
takut me lihat mu," Kun - gi menyindir.
"Anak muda, kau tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi,"
habis kata2nya tiba2 Tong cit-ya berkelebat maju, tangan kiri
bergerak secepat percikan api, pundak Kun-gi dijadikan sasaran
ceng-keraman jarinya.
cengkeraman ini me mbawa kesiur angin kencang, tapi hanya
sekali ke lebat lantas lenyap. aneh dan cepat serta lihay sekali gerak
serangan ini. Sejak tadi Ling Kun-gi sudah siaga dan menunggu, waktu tangan
Tong cit-ya beberapa senti dari pundaknya, mendadak kaki
menggeser dan badan berkelit, cengkeraman lawan dia hindari,
berbareng tangan kiri menabas miring balas menyerang.
Bahwasanya Tong cit-ya tidak pandang sebelah mata pada Ling
Kun-gi, ia yakin Cengkera mannya yang lihay itu biar jago2 silat Bu-
lim umum-nya jarang yang ma mpu menghindarnya, apalagi lawan
hanya seorang bocah yang baru berusia dua puluhan, sekali pegang
pasti teringkus dengan mudah"
Tak Nyana lawan hanya sedikit miring dapatlah mengela k dengan
mudah, keruan ia terkejut, lekas dia kerahkan tenaga dala m, siap
untuk me lancarkan kepandaian kebanggaannya Ngo-ting-kay-san-
clo (pukulan telapak tangan gugur gunung), sekali gebrak ia ingin
bikin ma mpus bocah ini.
Kejadian berlangsung teramat cepat, dlkala timbul niat jahatnya
itu, tahu2 Ling Kun-gi sudah menepuk dengan jurus Liong gi-
hunjong (Awan bergerak mengikuti langkah naga), damparan angin
kencang tahu2 menerjang dadanya.
Betapapun Kwi-kian-jiu Tong cit-ya seorang kawakan Kangouw
yang banyak berpengalaman, melihat gaya pukulan lawan serta
merasakan terjangan angin kencang ini, lekas dia kerahkan tenaga
di lengan kanan terus didorong me mapak maju.. Dua gelombang
angin beradu di udara, maka terdengarlah suara benturan keras.
Sedikitnya Tong cit-ya telah kerahkan tujuh bagian tenaganya,
tak nyana hasil dari adu pukulan ini, pergelangan tangan sendiri
tergetar kesakitan dan kaku, "badanpun limbung hampir tak kuasa
berdiri tegak. jubah hitam yang dipakainyapun me-la mba i, tertiup
angin pukulan lawan, keruan ia terkesiap.
Kulit mukanya yang semula ka ku dingin dan sera m itu, kini
berubah kaget dan heran,
dua biji matanya mencorong bagai sinar kilat, dia pandang Ling
Kun-gi dari kepala sa mpai ke ka ki, akhirnya menyeringai dingin. "
Hebat jugakau anak muda." Tepat pada kata "muda" diucapkan,
tangan kiripun terayun, kembali telapak tangannya me mukul dada.
"Mari anak muda," ujarnya menye-ringai sadis, "sa mbutlah
sejurus pula pukulan lohu?" nadanya menantang dengan pongah,
seakan2 Ling Kun-gi tidak akan kuat menghadapi pukul-annyaini.
Ling Kun-gi masih muda, berdarah panas, sudah tentu dia tak
mau kalah" Tega k alisnya, katanya tertawa lantang: "Memangnya,
kenapa kalau kulayani pukulanmu?" Lengan kanan terangkat, dia
bergerak dengan tipu Sin-liong-to-sin (naga sakti menggerakkan
kepala), tangan diayun ke depan dari sa mping.
Gerak pukulan Tong cit-ya amat la mban, gayanya juga enteng,
tapi begitu Ling Kun-gi menggerakkan lengan kanan, gaya
pukulannya mendada k didorong maju dengan kecepatan berlipat
ganda. Pada detik2 kedua tangan orang itu hampir beradu
mendadak dia tarik tangan kanan, dengan sendirinya tenaga
pukulannyapun batal ditengah ja lan-
Gerakannya amat cepat, tapi menariknya juga tangkas, keruan
Ling Kun-gi keheranan, tapi pada saat itu pula mendadak dia
merasakan telapak tangannya kesakitan seperti ditusuk jarum,
kelima jari2nya seketika ka ku.
Didengarnya Tong cit-ya tertawa sinis, kata-nya: "Anak muda,
kau sudah terkena jarum telapak tangan Lohu, kuhitung, satu
sampai tujuh, kau a kan terjungka l roboh."
Mencelos hati Ling Kun-gi, lekas dia berusaha merogoh kantong.
Hanya dalam waktu sesingkat ini, Kun-gi merasakan sikutnya kaku
tak ma mpu bergerak lagi, keruan kejutnya bertambah besar,
pikirnya: "Entah pakai racun jahat apa orang she Tong ini, begini
lihay dan cepat bekerjanya?"
Untung dia merasakan kegawatan ini, ke lima jarinya sudah
berhasil menggengga m mut iara penawar racun di dala m
kantongnya. Gurunya pernah me mberitahu, Pi-tok-cu harus selalu dige mbol di
atas badan, segala racun tidak akan bisa melukai dirinya, kalau
terluka oleh senjata beracun cukup me letakkan mut iara ini di te mpat
luka2 itu dan racun akan tersedot habis dengan sendirinya.
Melihat lawan merogoh kantong, Tong cit-ya kira orang hendak
menge luarkan obat, maka dia tertawa lebar dan senang, katanya:
"Jarum di telapak tangan Lohu ini hanya bisa dipunahkan dengan
obatku, anak muda, jiwa mu tak tertolong lagi."
Sementara itu, tangan kanan Ling Kun-gi meng-gengga m Pi-tok-
cu, terasa hawa dingin merembes dari telapak tangannya, rasa kaku
kelima jarinya seketika berkurang, maka legalah hatinya. Demi
mendengar kata2 Tong cit-ya, alisnya menega k. bentaknya: "cayhe
tak bermusuhan dengan kau, kenapa kau menyerang dengan jarum
beracun-" Tong cit-ya ter-gelak2 sambil mendongak. katanya: "Selamanya
Lohu tidak suka ngobrol dengan orang yang bakal ma mpus, inilah
yang dina makan bunuh ayam menga mbil telurnya." Yang dimaksud
sudah tentu barang yang tersimpan di kantong Ling Kun-gi.
Semakin gusar hati Kun gi, sorot matanya semakin taja m,
bentaknya pula: "Bangsat tua, kau kejam, licik dan hina pula, kalau
tidak diberi ajaran, me mangnya kau kira orang lain takut terhadap
jarummu yang beracun?". Tiba2 dia berkelebat maju, berbareng
telapak tangan kiri me nghantam ke pundak Tong cit-ya.
Mimpipun tak pernah di duga Tong cit-ya bahwa seseorang yang
telah terkena jarum berbisa-nya dan racun sudah bekerja di dalam
badan masih ma mpu me nyerang dirinya dengan gerakan setangkas
dan selihay ini" Maka terdengarlah suara "plak", telapak tangan
Kun-gi dengan telak mengenai pundak kirinya.
"Huaaak" Tong cit-ya mengerang kesakitan, kerongkongan terasa
amis, mata ber-kunang2, tak tertahan mulutnya menyemburkan
darah segar, dengan sempoyongan dia terhuyung kebelakang dan
hampir terjungkal roboh. Ketiga laki2 itu kaget bukan kepalang,
serempak mere ka berlomba maju me mayang dari kanan kiri.
Pucat muka Tong cit-ya, darah berlepotan disekitar mulutnya,
matanya yang segi tiga mendelik ngeri dan keheranan, katanya:
"Anak muda, terhitung jiwamu yang mujur, jarum Lohu sela manya
tidak pernah gagal, agaknya seranganku tadi tidak mengena i
sasaran" Pelan2 Ling Kun-gi ulurkan tangan kanan, katanya dengan sikap
pongah: "Sudah kena, tapi sebatang jarummu itu me mangnya
ma mpu melukai aku?"
Ditengah telapak tangannya me mang masih kelihatan bekas
lubang kecil warna kehitaman, jelas itulah bekas tusukun jarum
Tong cit-ya tadi.
Berubah kela m air muka Tong cit-ya, serunya kaget: "Kau . .. ..
kau.. . . .. kebal racun?"
Dengan angkuh Ling Kun-gi mengulap tangan, katanya^ " Kalian
boleh pergi, cayhe masih ada urusan" Selesai berkata dia
mendahului tingga l pergi.
Gemertak gigi Tong cit-ya, teriaknya beringas: "Anak muda,
sebutkan na ma mu" Tanpa menoleh Ling Kun-gi bersuara dingin:
"Ling Kun-gi "
Mengawasi bayangannya yang semakin jauh, Tong cit-ya
mendengus: "Anak muda, Lohu tidak akan telan kekalahan ini
demikian saja."
ooooooooooo Karena tertunda oleh peristiwa kecil ini, sementara itu hari sudah
lewat lohor. Di pinggir jalan Ling Kun-gi beli beberapa buah bakpau
untuk isi perut, dalam hati masih terus men-duga2 siapa kiranya
pengganti si mata satu" Untuk ini dia harus mene mukan dulu si baju
biru dan pe mbantunya yang mengantar secara se mbunyi.
Sebelum petang dia tiba diThiat-ho, tak jauh setelah dia masuk
kota, secara kebetulan dilihatnya bayangan orang berkelebat di
ujung jalan sana, tahu2 seorang berbaju abu2 mendatang ke
arahnya. Sesaat lamanya orang ini mengawasi Ling Kun-gi, tiba2 dia
bersuara lirih: "Kau ini Ling-ya?"
Melengak Kun-gi, ia balas tanya: "Saudara siapa" Darimana kenal
aku?" "Tida k keliru kalau begitu," kata laki2 itu girang. "cayhe
mendapat perintah Loy acu, sejak tadi menunggu Ling- yadi sini."
"Siapa Loy acu yang kau katakan?" tanya Kun-gi.
"Loyacu ada di Ting-sun-lau, setiba di sana Ling-ya akan tahu
sendiri," laki2 itu menerangkan-
Berkepandaian tinggi, besar juga nyali Ling Kun-gi, sambil sedikit
manggut2 dia berkata:. "Baik.. tunjukkan jalannya"
Laki2 itu mengia kan, ia putar tubuh terus berjalan pergi dengan
cepat. Kun-gi ikut di belakangnya. Setelah me mbelok dua kali
menyusuri jalan raya, tampak dipersimpangan jalan sana ternyata
betul terdapat sebuah Ting-sun-lau, restoran besar dan mewah
pelayanannya. Laki2 itu bawa Ling Kun-gi masuk dan me lewati
sebuah pekarangan.
akhirnya mereka tiba di pekarangan bela kang, di sini, terurus
dengan rapi, pohon dan bunga sama tumbuh subur dan me kar
semerbak. Laki2 baju abu2, terus me mbawanya putar kayun
me lewati jalan berbe lak-belok hingga tiba di depan sebuah ka mar
barulah berhenti, seru laki2 itu sa mbil me mbungkuk: "Loyacu, Ling-
ya sudah tiba"
Maka terdengarlah suara serak. berseru dari dalam: " Le kas
silakan masuk" Waktu pintu di buka, menyongsong keluar seorang
laki2 tua berkepala botak, wajah merah, jenggot ubanan, serunya
sambil tertawa: "Ling-lote, lekas silakan ma-suk."
Laki2 botak muka merah ternyata adalah ketua murid2 pre man
Siau-lim-pay, yaitu Kim-ting Kim Kay-thay.
Di da la m ka mar sudah duduk seorang laki2 tua berbaju panjang
ringkas, dia berdiri sa mbil tersenyum, agaknya mereka barusan
sedang ngobrol.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lekas Kim Kay-thay berkata: "Ling-lote, mari kuperkena lkan.
Inilah Suteku, Au siok-ha m, dulu dia dijuluki To-pit-wah (lutung
banyak lengan), kini dia me njadi majikan dari Ting-sun-lau ini."
Lalu dia berkata kepada: Au siok-ha m "Inilah Ling- lote yang tadi
kuterangkan pada mu."
Dia m2 Kun gi perhatikan Au siok-ha m, wajahnya bersih dan
ramah, usianya sekitar 55 tahun, Thay-yang-hiat (pelipis) menonjol,
sorot matanya terang, sekali pandang dapat diketahui dia pasti
seorang ahli kekuatan luar-dalam. .Lekas Kun-gi menjura serta
menyapa: "Nama besar Au-ya sudah lama kukagumi, beruntung hari
ini dapat berkenalan."
"Tida k berani, tidak berani" lekas Au siok-ha m merendah hati,
"Ling lote gagah berani, tadi Kim-suheng sudah menjelaskan,
Silakan duduk"
"Kita semua bukan orang luar," ujar Kim Kay-thay "Silakan duduk untuk bicara." Bertiga mereka lantas duduk mengelilingi meja
bundar kecil. Lalu Kun-gi bertanya: "Kim- loy acu sampai perlu datang keThat-
ho, apakah cin-cu-ling sudah ada tanda2nya?"
Kim Kay- thay menggeleng, katanya: "Tanda me mang ada, tapi
boleh dikatakan juga tidak ada."
"Bagaimana ma ksud ucapan Kim- loy acu?" tanya Kun-gi
" Ling- lote tentu masih ingat, hari itu losiu pernah me mberitahu
bahwa kecuali ke luarga Tong di Sujwan dan ke luarga Un di Ling-
la m, di dunia Kangouw masih ada suatu ke luarga yang terkenal
mahir juga menggunakan racun?"
Ling kun-gi manggut2, katanya: " Kim- loy acu me mang pernah
menyinggungnya, yaitu Liong- bin--san- ceng . "
"Betul, Liong-bin-san- ceng, selama t iga bulan, tiga tokoh
kenamaan dari tiga cabang dan keluarga persilatan sama lenyap.
namun belum terdangar bahwa Cu cengcu dari Liong-bin-san- ceng
juga lenyap. itu berarti bahwa komplotan cin-cu-ling belum lagi
turun tangan terhadap Liong-bin-san-ceng. Dengan sendirinya kita
menduga bahwa cin--cu-ling ada hubungan dengan Liong-bin-san-
ceng, oleh karena itu tempo hari sudah kupesan kepada Ling- lote
supaya me mperhatikan hal ini."
"Pendapat Kim- loy acu me mang tepat," kata Ling Kun-gi "Waktu itu cayhe juga sudah pikir-kan hal ini."
"Setelah kau pergi," tutur Kim Kay-thay, "beruntun Losiu
mendapat laporan dari para penyelidik bahwa di kota Kayhong
secara serentak di-temukan beberapa kelompok orang persilatan,
jejak dan gerak-gerik mereka a mat mencurigakan, malda m itu juga,
seorang murid keponakanku berna ma Liau Ngo datang dari Loh-
yang, ia melihat dua majikan dan pelayan yang menunjukkan gerak-
gerik mencurigakan, ilmu silat mereka a mat mengagum-kan,
menurut dugaan, kedua orang ini pasti erat hubungannya dengan
cin-cu-ling, dari Loh-yang kedua orang ini terus menuju ke mari,
maka dengan dia m-dia m mengunt itnya, di tengah jalan ku- utus
seorang lagi untuk me ne maninya .... "
Kun-gi tahu, dua orang yang dimaksud tentu si baju biru dan
laki2 berlengan besi. Sementara kedua murid Kim Kay-thay yang
ditugaskan me-nguntit tentu kedua orang yang jadi korban di luar
biara itu. Kim Kay-thay sedang asyik bicara, maka dia tidak ena k
menyela. Terdengar Kim Kay-thay bicara lebih lanjut. "Tak terduga, pagi2
hari kedua, beruntun aku mendapat laporan pula bahwa beberapa
kelompok orang persilatan yang menginap di hotel pagi2 sudah
berangkat seluruhnya, arah mereka sama, maka Lo siu menduga
dalam hal ini pasti ada sebabnya yang amat penting artinya. Hari itu
juga ditemukan Un-loji dari Ling-la m dengan lima pe mbantu-nya,
setelah menginap se mala m di Kayhong secara ter-buru2 mereka
me lanjutkan ke Tan-liu. Un--leji me mang sering mondar-mandir di
Kangouw, tapi ka li ini dia mene mpuh perjalanan ke Tionggoan
secara tergesa2, Losiu duga perjalanannya ini pasti ada hubungan
juga dengan cin-cu-ling. oleh ka-rena itu Losiu berpendapat harus
ke mari untuk me lihat keadaan dari de kat."
Setelah orang habis bicara barulah Kun-gi berkata: "cayhe ada
sesuatu hal yang membingung-kan, mohon Kim- loy acu suka
menje laskan-"
" Ling- Lote jangan sungkan, kita terhitung satu keluarga, ada
pertanyaan apa, silakan katakan saja."
"sela ma perjalanan ini cayhe tiga kali menyamar dengan wajah
berbeda, entah dari mana Kim- loy acu dapat mengenali diriku?"
Kim Kay-thay ter-gelak2, katanya: "Kau diaembleng oleh seorang
cianpwe kosen, bekal kepandaian silat mu sekarang, siapa pula yang
kuat menandingi."
"Itu hanya pujian Kim- loy acu saja," Ling Kun-gi merendah diri.
"Apalagi Ling- Lote pandai menyamar dan tentu takkan
menga la mi kesulitan,cumakau baru keluar kandang,
pengalamanmu masih terlalu cetek."
"Me mang benar, pengalaman cayhe terlalu sem-pit,
cara bagaimana Kim- loy acu dapat mengenali cayhe?"
Kim Kay-thay tertawa, katanya: "Sepanjang jalan ini tentu kau
pernah bersua dengan pihak mereka serta ketahuan jejakmu, oleh
karena itu, diluar tahumu ada orang me mberi tanda rahasia pada
buntalan bawaanmu, walau kau menya mar tiga kali bagi seorang
ahli, sekali pandang keadaanmu tetap dikenali."
Kun-gi tertegun, katanya: "Ada orang memberi tanda gelap di
kantongku", hanya sebuah buntalan kain hijau yang sela lu di
bawanya, di dalamnya ber-isi pedang panjang yang menongol
keluar keluar adalah gagang payung, di samping itu dia me mbawa
bun-talan kecil berisi pakaian, ia coba me meriksa bun-talannya,
katanya keheranan: "Di mana, cayhe kok t idak me lihat apa2?"
Kim Kay-thay menunjuk ujung kantong bagian bawah, katanya
tertawa, "Beberappa titik putih dari kapur inilah, kau tida k
me mperhatikan sudah tentu t idak tahu."
Setelah ditunjukkan baru Kun-gi mene mukan tujuh titik putih
sekecil mata jarum di ujung kantong, keruan merah mukanya
katanya: "Tanpa mendapat petunjuk Kim- loy acu. cay tetap tidak
akan tahu walau sudah kese lomot orang ......."
Sampa i di sini percakapan mereka., terdengar dari luar ada
langkah orang, mendatangi dan berhenti di luar pintu.
"Thing-ing, ada urusan apa?" seru Au-s iok-ha m. Dari luar
berkumandang suara seorang anak muda: " Lapor Suhu, pelayan
dari Siang-goan-can mengantar surat untuk Ling- ya."
Ling Kun-gi me lengak, batinnya: -" Aku baru tiba di sini, siapa
yang mengirim surat kepadaku?"
sikap Kim Kay-thay pun ta mpak prihatin: "Masuklah" seru Au
siok-ha m. Waktu pintu terpentang, maka masuklah seorang pe muda baju
ungu, tangannya me megan sepucuk surat
"Mana pelayan Siang-goan-can?" tanya Au siok-ha m.
"Sudah pergi," sahut pe muda itu
"Apa dia tidak me nerangkan, siapa pengirim surat ini?" tanya Au
siok-ha m. Pemuda baju ungu me mbungkuk, sahutnya:
"Tecu sudah tanya, katanya seorang, tamu yang menyuruhnya."
Au siok -ham terima surat itu, lalu mengulap tangan
menyuruhnya pergi. Si pemuda me mberi hormat lalu mengundurkan
diri. Langsung Au siok--ha m angsurkan surat itu kepad Ling Kun-gi,
katanya: " Ling- lote, inilah suratmu."
Kim Kay-thay ikut bertanya: "Kau punya kenalan di Sian-goan-
can?" Kun-gi terima surat itu, seraya menjawab: "cayhe seorang diri
dan baru saja tiba di Thay-hong, Kim- loy acu lantas suruh orang
menje mputku, dari mana ada kenalan di sini."
Bertaut alis tebal Kim Kay-thay, katanya: "Aneh kalau begitu."
Lalu mena mbahkan: "coba kau lihat apa isi surat itu?"
Ling Kun-gi robek sa mpulnya dan menarik secarik kertas, tampak
di atas kertas tertulis dua baris huruf2 yang berbunyi: "
Disa mpaikan kepada Ling-tayhiap. Adikmu sedang berta mu di
rumahku, harap tidak usah dikuatirkan, syukur ka lau tuan mau
datang dengan me mbawa barang yang kau simpan sebelum
matahari terbenam besok. Ka mi tunggu kedatangan tuan di depan
Pat-kong-san".
Gaya tulisannya amat kuat, tapi surat ini tidak bertanda tangan,
sekian la ma Ling Kun-gi me longo mengawasi surat ditangannya
tanpa bersuara. Surat ini bernada me meras, mereka me nahan Adik
perempuannya, dirinya harus menebus jiwanya dengan barang yang
menjadi incaran mereka. Waktu-nya ditentukan besok sore,
tempatnya di Pat-kong-san, Agaknya mereka mengincar Pi-tok-cu (
mut iara penawar racun ) warisan keluarganya, tapi dirinya sebatang
kara, selamanya pergi datang seorang diri, dari mana punya adik
perempuan"
Melihat dia dia m saja, Kim Kay-thay berdehem tanyanya: "Siapa
yang mengirim surat itu?"
Ling Kun-gi angsurkan surat itu, katanya "Silahkan Kim-loyacu
baca." Kim Kay-thay tidak lantas menerimanya, tanyanya ragu2: "Boleh
kumelihatnya?"
"Silakan baca, nama pengirimnya tidak tertulis, mereka me nculik
orang hendak me merasku."
Terbeliak mata Kim Kay- thay mendengar istilah culik dan peras,
tanyanya heran: "Ada kejadian be-gitu?" Segera dia terima surat itu.
Hanya sebentar dia membaca dan air muka lantas berubah, katanya
mendengus- " Orang golongan mana berani bertingkah dan se-
wenang2 Au-sute, coba kau lihat, ada berapa kelompok golongan
hitam di daerah sini" Terang tujuan mereka adalah kita bersaudara."
Setelah me mbaca surat itu, berkerut kening Au siok-ha m,
katanya kemudian setelah termenung: " Menurut yang Siaute
ketahui, daerah ini tiada orang dari golongan hita m, diatas Pat-
kong-san hanya ada sebuah rumah milik keluarga Go. Go-si-siang-
hiong me mang anggota dari perkumpulan dagang, selamanya
mereka berdagang secara halal, begitu besar usaha dagang mereka
hingga di setiap ibu kota propinsi tentu ada cabang mereka, tak
mungkin mereka main culik dan peras segala ....."
"Go-si-siang-hiong," pikir Kim Kay-thay, "maksudmu Bun-bu-cay-sin GoBun-hwi bersaudara?"
Au siok-ha m mengangguk sa mbil me ngiakan-
"Bukankah Au-sute kenal ba ik mereka" Lekas kau suruh Thing-
ing menanyakan, apakah tempat mereka di Pat kong-san sekarang
dalam keadaan kosong?"
"Kim suheng mengira bila rumah itu kosong ke mungkinan akan
dibuat menyekap adik Ling-lo-te oleh kawanan penclik itu?" tanya
Au siok ha m. "Tentunya de mikian- ujar Kim Kay-thay.
"Kim- loy acu," sela Ling Kun-gi, "aku sebatangkara, selamanya tidak pernah punya adik perempuan, "
Kim Kay-thay jadi heran, katanya- "Jadi perempuan yang mereka
culik bukan adikmu"
Sampa i di sini mendada k dia mena mbahkan dengan nada serius:
"Sebetulnya barang apakah yang mereka minta dari Ling- lote untuk
menebus perempuan itu?"
"Mungkin mereka mengincar Pi-tok-cu warisan keluargaku,"
sahut Kun-gi. "Pi-tok-cu?" seru Kim -Kay-thay, " mutiara yang hendak kau
gadaikan itu?"
"Benar. mutiara itu sejak kecil me njadi barang hiasan dibadanku,
setelah ibu hilang, sebelum cayhe mene mpuh perjalanan barulah
Suhu me mberitahu bahwa mut iara ini dapat menawarkan racun."
"Dija lan apakah pernah kau perlihatkan kepada orang lain?"
tanya Kim Kay-thay.
"Tida k pernah, sejak meninggalkan Kayhong, cayhe selalu
menyimpannya di dala m kantong ...." mendadak dia teringat
peristiwa tengah hari tadi, di perbatasan propinsi pernah bentrok
dengan Kwi--kianjiu Tong cit-ya, tanpa terasa mulutnya meng-
guma m: "Mungkinkah Tong cit ya adanya?"
"Tong cit-ya?" Kim Kay-thay melenggong.
" ma ksud mu saudara ke 7 dari keluarga Tong" Bagaimana kau
bisa mengira dia?"
"Tengah hari tadi dia mencegatku diperbatasan, terpaksa aku
me lukainya," tutur Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay berkata sambil menoleh pada Au siok-ha m: "Jadi
keluarga Tong juga mengutus orang kemari, orang2 itu
bermunculan di Kangouw, tentu- nyabukan secara kebetulan." Lalu
dia bertanya pada Kun-gi: "Bagaima na kau bisa bentrok dengan
pihak keluarga Tong dari Sujwan?"
"Tiga orang suruhannya mencegat dan menyerangku, mereka
menuntut barang yang kubuwa, secara singkat Kun-gi lalu
menceritakan pengala mannya. Mendadak Kim Kay-thay ter-gelak2
katanya: "Mungkin hanya salah paha m, Tong cit-ya mungkin salah
mengenali orang.."
"Salah mengena li orang" Kun-gi menegas.
"Bukankah Losiu tadi bilang, Liau Ngo, kepona kan muridku sejak
dari Loh-yan mengikuti dua orang, kabarnya kedua orang ini
me mbawa barang sesuatu, gerak-geriknya mencurigakan- Menurut
apa yang Lohu tahu, ada beberapa kelompok orang Kangouw yang
menguntit mereka secara sembunyi, kebetulan kau berada di sana
sehingga orang2 keluarga Tong menaruh perhatian pada mu dan
terjadi salah paha m ini."
"Terus terang cayhe juga ketarik akan hal ini, maka secara diam2
menguntitnya pula," kata Kun-gi. Bercahaya mata Kim, Kay-thay,
katanya sambil ketawa keras: "Jadi kau juga menaruh perhati-an
akan hal ini?"
"Kejadiannya di mula i dari Kayhong, waktu itu cayhe juga belum
tahu apa2, soalnya pesuruh mereka yang salah menyerahkan surat
padaku." selanjutnya dia tuturkan pengalaman sepanjang jalan ini,
cuma soal kantong sula m pe mberian Un Hoan-kun tidak dia
singgung.. "Apa yang Ling- lote ketahui kira2 sa ma dengan aku," ujar Kim
Kay-thay, " menurut dugaan Losiu, barang itu tentu sudah diantar ke
tempat tujuan terakhir."
" Kim- loy acu me merlukan datang sendiri, tentunya sudah tahu
ke mana barang itu akan diantar?"
Kim Kay-thay manggut2, katanya tersenyum^ "Lote tidak usah
terburu nafsu, mala m ini Losiu panggil Lote ke mari, pertama karena
jejak Lote su-dah terbongkar tanpa Lote sadari, untuk berke lana di
Kangouw lebih lanjut sungguh amat berbahaya. Kedua, Losiu sudah
mengutus beberapa murid dan secara bergilir menguntit dan
mengawasi si mata tunggal yang me mbawa barang itu, maka Lote
selanjutnya tidak perlu unjukkan diri."
"Bukankah si mata satu sudah mati, di luar Liong- ong-bio?"
tanya Ling Kun-gi.
"Betul, pengganti si mata tunggal adalah si mata tunggal pula,
cuma orang yang satu ini picak mata kanannya."
"o, kiranya begitu"
Tengah bicara, tampak pe muda yang tadi datang ke mbali lagi,
dan langsung me mberi hormat kepada Au Siok-ha m, katanya:
"Suhu, hidangan sudah siap. sila kan Kim-supek dan Ling-yaini
makan-" Au Siok-ha m segera persilakan Kim Kay-thay dan Ling Kun-gi


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makan, mereka ke luar ke ruang ma kan, sebuah meja pat-sian yang
besar sudah penuh berbagai maca m hidangan yang lezat.
Ditengah ma kan minum itu, Au-Siok-ha m bertanya: "Ling-Lote,
bagaimana kau a kan menyelesaikan surat yang kau terima tadi?"
Kim Kay-thay tertawa sambil menge lus jenggot, katanya: "
Kenyataan Ling-lote tidak punya adik, kemungkinan mereka salah
menangkap orang pula. Belakangan ini orang2 keluarga Un dari
Ling-la m dan keluarga Tong sa ma muncul di wil-ayah ini, menurut
rabaanku,jika orang Kangouw mendengar kabar ini pasti akan sa ma
me luruk datang, oleh karena itu dala m beberapa hari ini mungkin
akan terjadi bentrokan besar, surat itu tidak menyebutkan na ma
pengirimnya, kukira Ling-Lote tidak usah menghiraukannya."
"Tida k!! cayhe sebaliknya berpendapat
lain, surat sudah kuterima, maka aku harus menghadapinya . "
"Tong cit-ya selamanya bertindak keja m dan culas, licik dan
banyak muslihatnya lagi, maka dia dijuluki Kwi-kian-jiu (setan sedih
me lihatnya ) Ling- lote tidak perlu ikat permusuhan dengan keluarga
Tong." "Peduli soal ini salah paha m atau bukan, yang terang Tong cit-ya
menyerangku lebih dulu, bahwa aku hanya sedikit me luka i dia
seharusnya dia tahu diri, kesalahan bukan padaku. Kini dia menculik
orang ma in peras pula, menurut he mat cayhe walau perempuan itu
bukan adikku, jelas mereka me mang telah menculik, perbuatan
kotor dan hina ini kebentur ditanganku, tak bisa kuberpeluk tangan"
Kalau Tong cit-ya sampai kebentur lagi di tanganku, bukan saja
akan kupunahkan ilmu silatnya juga akan kubuat dia rebah setahun
la manya."
Melihat orang bicara dengan nada tegas, wajuh kereng
berwibawa, Kim Kay- thay menjublek mengawasinya, katanya
ke mudian: "Ka lau Ling- lote me maksa hendak menepati undangan,
biar kuiringi-mu ke Pat-kong-san, Losiu kenal dengan ke luarga
Tong, bahwa urusan ini lantaran salah paha m, tentu persoalan bisa
dibereskan dengan ja lan da mai."
" Urusan sekecil ini cayhe tak berani me nyusahkan Kim- loy acu,
kalau Kim- loy acu kenal mereka, biarlah nanti a ku tida k
me lukainya."
Kim Kay-thay adalah ciangbunjin murid2 pre man Siau-lim-pay,,
selamanya kata2nya dipercaya dan disegani di kalangan Kangouw,
namanya cukup beken, maka dia dijuluki Kim Ting, selama beberapa
tahun ini, tiada orang berani bicara ang-kuh dihadapannya.
Maklumlah Ling Kun-gi berusia muda dan berdarah panas, tanpa
sadar dia telah banyak buka mulut. Tapi Kim Kay-thay tidak ambil
perhatian, dia hanya tersenyum, soalnya dia tahu keluarga Tong ahli
ma in senjata rahasia beracun, dia kuatir Ling Kun-gi mengala mi
cidera. Setiap insan yang berkelana di Kangouw, sekali kena
dirugikan sekali tambah pengala man, tapi jangan sekali2 kena
dirugikan oleh piha k keluarga Tong, kerena racun yang mereka
pakai teramat jahat, kena darah lantas menyumbat pernapasan,
setelah dirugikan pengala man selanjutnya tentu mengenaskan,
salah2 tentu jiwa me layang dengan percuma.
Selesai makan minum, mereka lantas berdiri. Kun-gi segera
menjura, katanya: "Beruntung mala m ini cayhe mendapat petunjuk
yang berharga, tidak sedikit hasil yang kuperoleh, waktu sudah
mendesak, biarlah cayhe mohon diri."
Au siok-ha m tertegun, katanya: " Kapan Ling--lote bisa
berkunjung lagi ke te mpatku ini, harap menginap sema la m di sini,
besok pagi boleh berangkat, kenapa buru2?"
"Mala m ini a ku sudah kenyang makan, banyak terima kasih.
Bahwa surat itu dikirim ke mari, ini me mbuktikan bahwa jejakku
telah di kuti, ma ka kupikir mala m ini juga aku harus berangkat,
pertama supaya jejakku selanjutnya tidak mereka ketahui, kedua
aku ingin pergi ke Pat-kong-san lebih dulu, akan kuse lidiki asal-usul
mereka, apa pula tujuan mereka me nulis surat ini" Siapa pula yang
mereka culik" Daripada tidak tahu apa2, kukira perlu ku-bertinda k
cepat." "Me mang betul," ujar Kim Kay-thay, "kalau begitu kita tidak perlu sungkan kepada Ling-lote," lalu dia berpaling pada Ling Kun-gi,
katanya lebih lanjut, "Soal si mata satu itu, walau kita belum tahu
barang apa yang mereka antar" Tapi piha k keluarga Un dan Tong
juga menaruh perhatian, kuyakin ada sangkut pautnya dengan cin-
cu-ling. Jejak mere ka sudah berada dala m gengga manku, untuk ini
Losiu ada tiga maca m kode untuk me ngadakan kontak dengan
muridku, Ling- lote, boleh mempe lajarinya agar dijalan kau dapat
mengadakan kontak dengan murid2ku," lalu dia menerangkan
ketiga tanda2 rahasia itu.
Ling Kun-gi mengingatnya terus mohon diri, "Tunggu sebentar
Ling- lote" kata Au siok-ham "Pat-kong-san ada 200 lijauhnya, biar kusuruh Thing- ing menyiapkan seekor kuda untukmu."
"Perjalananku ini secara dia m2, aku harus menye mbunyikan
jejak, naik kuda malah kurang leluasa," setelah pamitan dia lantas
meninggalkan Ting-sun-lau langsung menuju ke hotel Siang-goan-
can- Tiba2 dilihatnya sepuluhan tombak di depan sana ada bayangan
seorang tengah meluncur dengan enteng danter-gesa2. Gerak- g
erik orang ini cekatan dan pesat, setelah meluncur tiba di kaki
tembok. sedikit menjejak kaki, tubuhnya terus mengapung ke atas
dan dengan ringan hinggap di atas tembok seka li berkelebat,
bayangannya tahu2 menghilang.
Melengak Ling Kun-gi, batinnya: "Entah siapa orang ini, lihay
juga Ginkangnya." Hati berpikir kaki me mpercepat larinya, setiba di
kaki te mbok, dengan gaya Pek-ho-jong-thian (bangau putih
menjulang ke langit), dia mengejar ke atas tembok, waktu dia
angkat kepala, bayangan itu sudah melayang turun keluar tembok.
dalam sekejap orang sudah me luncur dua puluhan tombak. cepat
iapun me luncur turun, dengan kencang ia me ngudak.
Gerakan bayangan hitam di depan itu secepat terbang, lekas Kun
gi menghimpun tenaga murni, iapun ke mbangkan Ginkangnya, tapi
jarak tetap dipertahankan dua puluhan tombak. Hatinya heran,
batinnya: "Ginkang orang ini agaknya lebih unggul daripada ku."
Kedua orang meluncur dengan kecepatan tinggi, se mula
menyusuri ja lan besar, bayangan di depan dua kali berpaling ke
belakang, tapi dengan sigap Kun-gi selalu menye mbunyikan
jejaknya.Jarak mereka tetap dua puluhan tombak. mala m ge lap
gulita lagi, sudah tentu sukar orang di depan itu me lihatnya.
Lomba lari ini berlangsung kira2 satu jam, tem-bok kota Po-yang
di depan sana dari kejauhan sudah kelihatan, bayangan di depan itu
mendadak meninggaikan jalan besar, me mbelok kejalanan kecil di
sebelah kiri. Bahwa orang me miliki Ginkang setinggi itu, Kun-gi menduga ilmu
silatnya tentu juga lihay, supaya jejaknya tidak konangan, dia tida k
berani mengejar terlalu dekat. Setelah bayangan itu meluncur
sekian saat baru dia berputar dari arah lain sambil main se mbunyi di
antara bayang2 pohon-Jalanan kecil ini me mbe lok ke arah timur,
karena sedikit merandek ini, bayangan di depan tadi sudah tidak
kelihatan ke mana perginya.
Kun-gi guna kan mata kupingnya, dengan saksama dia terus
merunduk maju, kira2 setengah li kemudian, dari sebelah kirija lanan
kecil sana, di antara lebatnya pepohonan tampak me mancar
secercah cahaya lampu.
Mengikuti arah sinar la mpu Kun-gi me masuki hutan- Kira2
seratus langkah kemudian, ia mendapatkan sebuah kuil, di atas
pintu bergantungan papan na ma yang bertuliskan "Jap-hoa-bio"
(kuil tancap bunga)..
Ling Kun-gi celingukan. dilihatnya tiada bayangan orang di
sekitarnya, dengan merunduk dia melompat ke te mbok terus
sembunyi di tempat gelap. dari te mpatnya ini dia me mandang ke
dalam kuil. Di tengah ruangan besar sana tampak menyala sebatang lilin
merah, dua orang laki perempuan tengah duduk di kursi di depan-
meja se mbahyang. Perempuan yang duduk di sebelah kiri berusia
23-24, wajahnya molek berdandan seperti puteri keraton,
pakaiannya serba putih halus sambil ber-cakap2 matanya selalu
mengerling me mpesona.
Duduk dihadapannya, di sebelah kanan adalah laki2 baju biru
yang sudah dikenalnya itu. Di serambi luar sana berdiri seorang lagi,
dialah laki2 baju hijau berlengan besi beracun- Dari gaya dan letak
duduk kedua orang ini jelas kedudukan perempuan cantik lebih
tinggi, daripada laki2 baju biru, jadi orang yang barusan dia kuntit
kiranya perempuan cantik rupawan ini"
Tengah dia men-duga2 didengarnya suara laki2 baju biru tengah
berkata lantang: "Bibi coh sa mpa i menyusul ke mari, entah GihU
(ayah angkat) ada petunjuk apa?"
Perempuan cant iktertawa manis,katanya: "Ayahmu
menguatirkan dirimu, maka aku di suruh menyusulmu ke mari."
" Kebetulan bibi coh ke mari, ada urusan yang perlu kulaporkan-,"
kata si baju biru.
Mengerling kenes mata si perempuan cantik, tanyanya tertawa-
manis: "Kau ada urusan apa?"
"Di de kat Hoay-yang cayhe menemukan orang2 keluarga Un dari
Ling la m .... "
"Un It-kiau ma ksudmu: "
Laki2 baju biru me lengak. katanya: "Bibi coh juga melihatnya?"
"Masih ada yang lain?"
"De mikian juga orang ketiga dan ketujuh dari persaudaraan
keluarga Tong."
Perempuan cantik mengangguk. katanya cekikikan: "Ternyata
kaupun telah me lihat mereka, na mun masih ada yang la in yang
tidak ku sebutkan-"
"Masih ada orang dari golongan mana?" tanya si baju biru
me lenggong. "Pihak Siau-lim."
"o," laki2 baju biru tertawa. " Kepala gundul itu hanya murid kelas tiga dari Siau-lim-si, sejak dari Loh-yang dia sudah menguntit
kami, sudah kusuruh Hou Thi-jiu (si tangan besi) me mbereska m
dia." - Rupanya si baju hijau berna ma Hou Ti- jiu.
Nyonya muda cantik itu cekikikan, katanya: "Dian-toa siauya
(tuan muda Dian), kukira kau melala ikan sesuatu lagi, betul t idak?"
Si baju biru me lengak pula, katanya: "Masih ada seorang
bernama Ling Kun-gi, ilmu silatnya tinggi, sukar cayhe mene mukan
asal-usulnya."
"Ling Kun-gi?" pere mpuan cantik menepekur, "Kalau Dian-toa
siauya maksudkan ilmu silatnya tinggi, tentunya tidak salah lagi,
cuma orang apakah dia", Be lum pernah aku melihatnya."
"Usianya baru likuran tahun, wajahnya cakap."
Berkelebat sinar aneh dan biji mata nyonya cantik itu, seperti
tidak acuh dia berkata: "Hanya seorang angkatan muda yang tida k
ternama." Mendadak dia tertawa serta menambahkan- "Yang
kumaksudkan adalah Kim Kay-thay." .
Berjingkrak si baju hitu, teriaknya: "Kim Kay-thay juga datang?"
"Dian-toa siauya tidak percaya" Sekarang dia berada diTing-sun-
lau di kota That-hao"
Terkesiap hati Ling Kun-gi, batinnya: "Lihay juga nyonya muda
ini, jejak Kim-loyacu ternyata sudah diketahui olehnya."
Si baju hijau bersungut marah, katanya: "Agaknya meluruk
ke mari lantaran aku, kalau tidak di-beri ajaran sekarang, bila sampai
ketempat tujuan mungkin bisa menggagalkan usaha kita."
"Dian-toa siauya, ketiga rombongan orang2 ini sukar dilayani,
jangan kita menghadapinya secara terang2an, Dian-toa siauya boleh
silakan tetap urus tugasmu, soal ini serahkan padaku, kutanggung
takkan terjadi apa2"
"Janji bibi coh a mat meyakinkan, tidak perlu aku berkuatir" kata
si baju biru. "Kalau t iada urusan lain, cayhe mohon diri saja."
Si baju biru me mberi hormat, lalu dengan langkah lebar keluar
dari ruang besar. . Hou Thi - jiu masih berdiri di depan sera mbi,
segera dia mengikuti langkah si baju biru.
Setelah si baju biru dan pengawa lnya pergi jauh, Kun-gi hendak
mundur secara teratur, tak terduga dalam se kejap saja si nyonya
muda yang berada di ruang besar ternyata sudah menghilang.
Keruan ia terperanjat, batinnya: " Kepandaian perempuan ini
sungguh hebat, dari tempat tinggi sini akupun tidak melihat kapan
dia berlalu" Kalau berte mu dia kelak aku harus hati2."
Pada saat itulah mendadak didengarnya seorang tertawa dingin
di belakangnya. Menyusul sebuah suara merdu bergema di tepi
telinganya: "Berdiri-lah, ada pertanyaan yang akan kuajukan
padamu." Mendengar sutra orang, seketika mengkirik Ling Kun-gi, lekas dia
berpaling, tampak nyonya muda rupawan itu sudah berdiri di
belakangnya. Wajahnya molek bak bidadari, air mukanya dingin
seperti dilapisi saiju yang sudah me mbe ku, sorot matanya tajam
laksana pisau mengawasi dirinya.
Berdegup jantung Kun-gi, le kas dia kerahkan hawa murni
me lindungi seluruh Hiat-to dan memba lik badan, katanya sambil
tertawa tawar: "Hebat benar Ginkang nyonya."
" Kau siapa" Siapa yang mengutusmu ke sini?" dingin pertanyaan
si nyonya muda.
"cayhe kebetulan lewat," ujar Ling Kun - gi, "me lihat sinar la mpu, maka kucari ke sini."
"Sejak dari Thay-ho kau menguntit aku, kau kira a ku tidak tahu"
Kalau Hian-ih-lo-sat secero-boh yang kau duga, mana bisa aku
berkecimpung di dunia persilatan?"
Kiranya bayangan orang yang Ginkangnya tinggi tadi adalah dia,
julukannya ternyata "Hian-ih-losat" (setan buas berbaju merah).
"Betul, cayhe me mang datang dari kota Thay--ho, kulihat
bayangan nona berkelebat di depanku, gerak-gerikmu enteng dan
cekatan, karena ketarik kususul kau ke mari, untuk kesalahan ini
mohon di maafkan,"
lalu ia menjura. Hian-ih-lo-sat mencibir, katanya: "Enak betul kau
bicara" "Maksud nona
......" suaranya dia tarik panjang sambil mengawasi tajam.
Mendadak Hian-ih-lo-sat unjuk senynum manis menggiurkan,
katanya: "Aku ingin kau ikut a ku."
"Ha, nona jangan berkelakar"
Hian-ih-lo-sat menarik muka, dengusnya: "Selamanya tidak
pernah aku berke lakar."
Menghadapi sikap Hian-ih-lo-sat yang sebentar tawa lain saat
dingin ini, ragu2 hati Ling Kun-gi. Pada saat dan berdiri melongo
itulah, mendadak terasa olehnya seperti ada dua orang diam2
mende kati dirinya dari belakang. Gerakan kedua orang ini amat
cepat, waktu Kun-gi menyadari kehadiran mereka, jaraknya hanya
setombak lebih, keruan ka-getnya bukan main, secepat kilat dia
putar badan- Sekilas dilihatnya Hian-ih-lo-sat mengulum senyum se mbari
mengulap tangan, bentaknya lirih: "Bukan urusan kalian" - Kejadian laksana kilat berkelebat, gerak memba lik tubuh Kun gi sebetul-nya
amat cepat. Tapi setelah dia me mbalik badan, yang dilihatnya dua


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sosok bayangan hitam secara bergegas berkelebat lenyap seperti
hantu. Kembali mencelos hati Kun-gi, batinnya: " Entah siapa kedua
bayangan orang ini" Begitu cepat dan tangkas gerakannya."
Terangkat alis lentik Hian-ih-lo-sat, sekilas dia mengerling ke
arah Kun-gi. sikapnya berubah ra mah, katanya lembut: "Baiklah,
apakah kau menya mar"
Kun-gi tidak me ladani orang, dengan congkak dia berkata: "Tiada
yang perlu kubicarakan, maaf, aku pamit saja." - Kedua kaki
menutul, tubuh terus melayang pergi.
"Tunggu sebentar," Hian-ih-lo-sat cekikikan, "pertanyaanku
belum kaujawab, kenapa terus per-gi?" Seiring dengan suaranya,
tiba2 dan ayun tangan kiri ke udara, dari lengan bajunya melesat
ter-bang seutas bayangan halus dan meluncur ke arah ka ki Kun-gi.
Kala itu badan Ling Kun-gi tengah terapung di udara, pada saat
badannya hampir mela mpaui pagar tembok. mendadak terasa
kakinya seperti di tarik orang, badan yang meluncur tiba2 tertahan
terus anjlok ke bawah tanpa kuasa. Kesiur angin berbau wangi
lantas merangsang hidung, tahu2 Hian--ih-lo-sat sudah melayang
lewat di depannya, gerak-geriknya lemah ge mulai bak tangka i
bunga tertiup angin, katanya tertawa manis. " Kenapa tidak jadi
pergi?" Begitu berhenti dan berdiri tegak. langsung Kun--gi me meriksa
kakinya, tapi tiada sesuatu perubahan, namun jelas waktu dirinya
me lompat ke atas tadi kaki terasa ditarik turun oleh sesuatu tenaga
raksasa. Tanpa terasa dia menjengek dingin, tanya-nya: " Dengan
apa kau me mbokong a ku?"
Bersinar biji mata Hian-ih-lo-sat, katanya cekikikan genit:
"Kuserang kakimu dengan benang sutera merah." Tiba2 tangan
kanannya terayun pula, "serrr", bayangan hitam ha lus yang ha mpir tidak ke lihatan mendada k menya mber ke batok kepala Ling Kun-gi.
Jarak mereka a mat dekat, melihat orang mendadak turun
tangan, keruan kejutnya bukan main, tapi untuk berkelit sudah tidak
sempat lagi, maka terasa ikat rambut di atas kepalanya seperti ber-
gerak sedikit, kiranya senjata rahasia, orang telah mengena i
gelungan ra mbutnya, keruan bertambah kejut hatinya.
Terdengar Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Jangan takut, kau
tanya aku menyerang dengan senjata apa bukan" Kenapa tidak kau
ambil dan periksa sendiri saja?"
Kun-gi meraba gelung ra mbut sendiri serta menurunkan
sebatang jarum sula m panjang se-tengah dim, di be lakang lubang
jarum terikat se-utas benang le mbut warna merah, ujung benang
yang lain masih terpegang di tangan Hian- ih-to sat.Jarum ini sangat
le mbut, namun seluruh batang jarum berwarna mengkilap. terang
pernah direnda m di da la m racun.
Sekali sendal benang ketarik, jarum itupun mencelat balik dan
ditangkap oleh Hian-ih-lo-sat, katanya berseri lebar: "Sudah jelas
bukan, jarumku ini mengandung racun, sedikit tertusuk saja segera
darah keracunan dan kerongkongan a kan tersumbat, tapi kau tida k
usah kuatir, tadi aku hanya me mbentur jarum pada sepatumu,
soalnya aku masih ingin bertanya padamu, maka jangan kau pergi."
"Apa yang ingin kau tanyakan","
Mata Hian-ih-lo-sat mengerling, katanya mesra: "Banyak sekali,
umpa manya siapa na ma mu, murid siapa " Siapa mengutusmu
ke mari" Setelah kau jawab terus terang, kau boleh pergi."
"Tiada yang perlu kujelaskan-"
"Berani kau bande l dihadapanku" " bentak Hian-ih-lo-sat.
" Kenapa t idak berani," tantang Kun-gi.
Hian- ih-to sat ter-loroh2, katanya:. "Agaknya kau belum tahu
siapa diriku?"
"Kenapa aku tidak tahu, kau adalah Hian-ih--lo-sat."
"Siapa yang me mberitahu pada mu?"
"Kau sendiri yang bilang tadi, ka lau tidak da-rimana kutahu."
"Setelah tahu siapa diriku, tentunya kau tahu bahwa aku
bertangan gapah dan berhati keji, dan sukar dilayani."
"Sungguh menyesal, baru sekarang aku men-dengarnya."
Hian-ih-lo-sat me lenggong, mendadak dia tertawa, katanya: "O,
tampaknya kau ini masih pupuk bawang."
Merah wajah Kun-gi,
katanya: "cayhe tiada
tempo buat mengobrol dengan kau."
cepat Hian-ih-lo-sat mengadang di depannya, katanya dingin.
"Sebelum kau bicara terus terang, jangan harap kau bisa pergi."
Bertaut alis Kun-gi, dia mendongak sa mbil ter-gelak2: "Kalau aku
mau pergi boleh pergi se-suka hatiku, siapapun tak dapat
menga langiku." Alis Hian-ih-lo-sat menegak. suaranya ketus: "Baik, cobalah"
"Nona ingin berke lahi?"
"Kau bukan tandinganku."
"Belum tentu."
Hian-ih-lo-sat angkat tangannya, jari2nya tampak putih halus,
katanya: "Marilah, boleh kau coba beberapa gebrak."
"Nona ingin menjajal kepanda ianku, silakan nona turun tangan
lebih dulu."
"Begitupun baik, bila kau ma mpu menya mbut 10 jurus
seranganku, boleh segera kau pergi," berbareng tangan kiri
terangkat, dengan enteng ia menepuk ke pundak Kun-gi. Gerak
tangannya se-perti menepuk laksana mencengkera m, aneh dan
lihay, satu gerakan se-akan2 mengandung banyak perubahan-
Ling Kun-gi menggeser ke sa mping, telapak tangan terangkat, ia
siap melancarkan tipu Thian-g-wa-lay-bun (me ga tiba dari luar langit
) untuk menahan gerak serangan lawan- Tiba2 badan Hian-ih-lo-sat
menubruk maju, telapak tangan kanan menabas iga kiri Ling Kun-gi.
Gerakan belakangan menya mbung serangan tadi, sehingga tebasan
ini menimbulkan kekuatan berlipat ganda.
Tanpa pikir, punggung telapak tangan kiri Kun-gi juga me mbalik,
secepat kilat mengebas pergelangan tangan Hian-ih-lo-sat. Terpaksa
Hian--ih-lo-sat menarik ke mba li serangannya, maka telapak tangan
Kun-gi yang sempat menyelinap masuk, gerakan ini dilandasi
Lwekang tinggi, telapak tangan setajam golok dan mengeluarkan
suara menderu, perbawanya tidak kalah hebatnya.
Agaknya tak pernah terpikir oleh Hian-ih-lo-sat bahwa lawan
yang dihadapinya ini me miliki Lwekang dan kepandaian setinggi ini,
sekilas dia tertegun, sebat sekali dia berkelit mundur, mulut
menggerung gusar, teriaknya^ "Ta k nyana kau berisi juga"
Setelah bergebrak dua kali, Kun-gi insaf bah-wa Hian-ih-lo-sat
betul2 lawan tangguh, na mun Hian-ih-lo-sat juga menyadari bahwa
Ling Kun-gi me miliki ilmu silat yang tinggi diluar perhitungannya.
Begitu terpencar kedua orang terus menubruk maju lagi, tangan
mereka bergerak turun naik dengan kecepatan luar biasa, dala m
sekejap mereka telah saling serang pula tiga jurus.
Mendadak permainan Hian-ih-lo-sat berubah, gerakan tipunya
menjadi aneh dan sukar ditebak arahnya, sehingga Kun-gi terdesak
mundur ber-ulang2, hampir saja dia tak kuasa me mpertahan-kan
diri. Meski terkejut, dia m2 Kun-gi menghimpun semangat dan
mengerahkan tenaga, sebat sekali ia balas menyerang, Lwekangnya
me mang t idak le mah, ma ka setiap gerakannya pasti menimbulkan
pergolakan angin kencang, serangannya sukar terduga juga, entah
tutukan atau pukulan telapak tangan, kadang2 keduanya
dilancarkan bersa ma, perubahan banyak ragamnya, sukar
dibendung lagi, Hlan-ih--lo-sat kena didesaknya mundur ma lah
sehingga kedudukan tetap seimbang dan sa ma kuat.
Sejak menge mbara di dunia persilatan, entah betapa banyak
pertempuran sengit pernah dia la mi IHian-ih lo-sat, namun belum
pernah dia melihat apalagi menghadapi gerak serangan tangan
kosong seaneh Kun-gi sekarang ini, sema kin te mpur se makin
terkejut hatinya,
dengan gemulai tiba2 ia mundur dua langkah, kedua tangan
me lintang bersiaga, ta-nyanya sambil mengawasi Kun-gi: "Siapa
sebetulnya gurumu?"
" Guruku tida k suka diketahui orang, aku pantang menyebut
namanya," sahut Kun-gi.
Bersungut marah Hian-ih-lo-sat, bentaknya: "Jangan bertingkah
dihadapanku, kau kira aku tida k bisa mengorek keterangan dirimu?"
Mendadak ia melompat maju, kedua tangan mencengkera m dengan
jari2 bagai cakar. Begitu le mas kedua lengannya seperti tidak
bertulang, cengkeraman-nya ini mengandung lima-enam perubahan
serangan me matikan, terutama kesepuluh ujung jarinya yang
runcing, baunya amis, warnanya merah darah me-nyolok dan
menggiriskan, bukan mustahil jari2 tangannyapun beracun
cepat Kun-gi mundur setengah langkah, telapak tangan kanan
terayun menjojoh dengan keras, tangan kiri menangkap dengan
kecepatan luar biasa sasarannya adalah tangan kanan Hian-ih-lo-sat
yang terkembang jari2nya. Hian-ih lo- sat kaget seketika, cepat dia
tarik tangannya. Tak terduga perubahan gerakan, Ling Kun-gi
teramat cepat, baru saja dia menarik tangan, kelima jari Kun-gi la k-
sana cakar besi tahu2 sudah meny amber tiba meremas tulang
pundaknya. cepat Hiah-ih-lo-sat berkelit ke sa mping, ber-bareng telapak
kanan me mbacok punggung tangan Ling Kun-gi, terdengar suara
nyaring, tangannya berhasil menyampuk punggung tangan anak
muda itu. Tapi pada detik2 singkat laksana percikan api itu, tiba2 terasa
oleh Hian-ih-lo-sat telapak tangan lawan telah me mbalik terus
terangkat naik. Dari telapak tangan Ling Kun-gi terdorong kekuatan
luar biasa melalui lengannya, begitu keras getaran ini sampa i
lengannya terasa kesemutan, tanpa kuasa dia tergentak mundur
tiga langkah. Gebrakan ini berlangsung tera mat cepat dan mereka sa ma
menyurut mundur. Terunjuk secercah senyum pada wajah Hian-ih-
lo-sat, ia tatap Ling Kun-gi sekian la manya, akhirnya ia menghe la
napas pelahan tanyanya: "Kau berna ma Ling Kun-gi, betul tida k?"
Kun-gi me lengak. sebetulnya dia ingin balas tanya: "Darimana
kau tahu?" na mun dia lantas berpikir pula. "Tadi si baju biru pernah me mberitahu bahwa diriku biasa mengguna kan tangan kiri. "
Karena itu ia tertawa, katanya: "Betul, cayhe me mang she Ling."
Berkedip sepasang mata Hian-ih-lo-sat yang me mpesona itu,
mendadak dia cekikikan, katanya: "Jangan kau anggap dirimu luar
biasa, ketahuilah, punggung tanganmu sudah tergores luka oleh
kuku jariku"
Sejak mula Kun-gi sudah tahu bahwa kuku orang rada ganjil,
ke mungkinan beracun, namun dia pura2 bodoh, katanya:
"Me mangnya kenapa kalau tergores" Kau kira telah mengalahkan
aku?" 06 Hin-ih- lo-sat angsurkan kedua tangannya, ke-sepuluh jari2nya
yang putih halus itu pelan2 ter-angkat, katanya tertawa riang. "
Lihatlah kuku jariku"
Kuku jarinya yang terpelihara ba ik itu ternyata masing2 dicat
warna berbeda, ada merah, putih, hijau, biru, ungu dan lain2,
siapapun yang menyasikannya pasti ketarik.
"Kau panda i ma in racun?" tanya Kun-gi ngeri.
"Syukurlah kalau kau tahu," ujar Hian-ih-lo-sat, "racun yang ada dikuku jariku ini cukup menggores luka kulit daging orang, kena
pagi tidak lewat siang, kena siang tidak lewat petang,"
Tapi Kun-gi hanya mendengus: "Hm, me mang ganas, tak heran
kau berjuluk Hian-ih-lo-sat."
"Aku telah melukai punggung tanganmu, nanti pasti kuberi obat
penawar, namun .... "
"Tida k perlu, aku tida k takut segala maca m racun," tukas Kun-gi.
"Kalau begitu boleh silakan pergi."
"Baik, cayhe mohon diri," dengan beberapa lompatan dia sudah
berlari kencang menyusup ke-hutan-
Sekaligus dia menuju kejalan besar, baru saja dia ayun
langkahnya, tiba2 dibela kangnya seorang berteriak. "Anak muda,
tunggu sebentar"
Waktu Kun-gi berpaling, tidak jauh di belakangnya berlari
sesosok bayangan tinggi besar, langkahnya enteng, seperti lambat
gerakannya, namun kecepatan luncuran tubuhnya sungguh a mat
mengagumkan, se-olah2 kedua tapak kaki tidak menyentuh tanah.
Perawakan orang ini tinggi besar, wajahnya legam seperti besi,
alisnya pendek gombyok. matanya sipit, hidung singa mulut lebar,
jubah warna kuning tua sudah luntur dan sepanjang lutut, kaki
telanjang, tampang dan dandanannya sangat aneh, nyentrik. kata
orang jaman kini.
"Tuan me manggilku?" tanya Kun-gi dengan angkuh.
Bersinar taja m mata si gede menatap Kun-gi, katanya sambil
manggut2: "Ka lau bukan aku, me mangnya siapa lagi?" .
"Tuan siapa, ada perlu apa me manggil cayhe?" tanya Kun-gi.
Terkekeh si gede, katanya dengan suara rendah: "Anak muda,
besar nyalimu, menurut kebiasaan Lohu, kau hanya boleh
menjawab tapi tida k boleh bertanya, tahu tidak?"
Melihat sikap orang yang sok berlagak tua, Ling Kun-gi menjadi
geli, sikapnya semakin angkuh, katanya: "Itukan kebiasaanmu
sendiri, tuan tahu peraturanku?"
Terbeliak mata si gede, tanyanya. "Kau juga punya peraturan
segala?" "Betul, menurut aturanku, peduli siapapun dia harus
me mperkenalkan na manya lebih dulu, setelah kupertimbangkan
apakah dia setimpa l bicara dengan aku barulah aku ma u
me ladaninya," sudah tentu omongannya ini sengaja hendak
me mancing ke marahan orang.
Tak terduga setelah mendengar uraian Kun-gi, bukan saja tidak
marah, si gede malah ter-bahak2. Gelak tawanya seperti suara
gembreng pecah, begitu keras me meka k telinga, semakin tawa
suaranya semakin tinggi dan berge ma la ksana guntur menggelegar
di le mbah pegunungan-
Sedikit berobah rona muka Kun-gi, dia berdiri tegak tidak
bergeming, na mun hatinya kaget dan me mbatin: "Lwekang orang
ini a mat tinggi."
Lenyap gelak tawanya, mata sipit si gede me lotot kereng dingin,
katanya: "Kita sama mengukuhi peraturan sendiri, nah mari kita
tentukan peraturan siapa lebih berguna ?"
Pelan2 lengan kanannya terangkat, dari lengan bajunya yang
longgar itu terjulur ke luar sebuah tangan aneh berwarna kuning
legam, kelima jarinya mene kuk laksana ca kar elang, setiap jari2
tumbuh kuku sepanjang satu dim, runcing dan tajam laksana pisau,
kiranya itulah sebuah tangan te mbaga.
Ling Kun-gi pernah me lihat tangan besi Hoa Thi-jiu, bentuknya
menyerupai cakar. gunanya seperti alat senjata tajam umumnya,
kelima jari2nya sudah tentu tidak bisa bergerak seperti jari2 tangan
manusia umumnya. Tapi tangan tembaga yang dilihatnya sekarang
ternyata tak berbeda dengan tangan manusia umumnya, kelima
jarinya dapat terkembang dan mencengkeram dengan leluasa.
Pada saat2 genting itulah, mendadak sebUnh suara merdu
berseru dipinggir telinganya: "saudara cilik, le kas mundur"
Kun-gi mengenali yang berseru me mberi peringatan itu adalah
Hian-ih-lo-sat, namun sebelum me mbukt ikan apa yang akan terjadi,
mana dia mau mundur" la berdiri tegak tidak bergerak. ia tunggu
sampai cakar te mbaga lawan yang aneh itu ha mpir mencengkera m
dirinya, mendadak ia kerahkan tenaga pada telapak tangan kanan


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terus menangkis ke depan-
Gerak serangan tangan tembaga lawan me mang pelan2, sedang
tangkisan Kun-gi bergerak cepat, Tak tahunya begitu telapak
tangannya menindih pergelangan tangan lawan terasa seperti
me mbentur sebatang besi, sedikitpun tidak berge ming, cakar
tembaga orang tetap bergerak pelan mengincar punda knya.
Tangan kanan Ling Kun-gi yang menangkis terasa kesakitan, rasa
linu kesemutan sampai me njalar ke atas pundak. keruan kagetnya
bukan kepa lang, sungguh dia tida k habis mengerti bahwa sebuah
tangan tembaga bisa begini lihay, cepat dia menarik napas se mbari
me lompat mundur.
Si gede tidak mengejarnya, wajahnya menyeringai puas,
matanya melirik ke arah hutan, bentaknya: "Siapa itu di dala m
hutan" Apa yang kau katakan kepada bocah ini?"
Tiba2 terendus bau harum terbawa angin le mbut, waktu Ling
Kun-gi menoleh, tahu2 Hian-ih-lo-sat sudah berdiri di sebelahnya.
"Untuk apa kau ke mari?" se mprot si gede.
"Apa aku tidak boleh ke mari?" Hian-ih-lo-sat cekikikan, matanya
mengerling tajam, tanyanya pula: "Kau mengenalku?"
"Lohu tidak kenal," ujar si gede.
Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Kau tak kenal aku, sebaliknya
aku mengenalmu."
"Kau tahu siapa Lohu?"
"Kau adalah La m-kiang-it-ki Thong-pi-thian--ong, betul tidak?"
"Thong-pi-thian-ong (raja langit lengan te mbaga) " Tak pernah
Suhu menyinggung na ma orang ini" de mikian Kun-gi ber-tanya2
dalam hati. Terbeliak mata Thong-pi-thian-ong, sesaat lamanya dia
menga mati Hian-ih-lo-sat, katanya ke-mudian- " Kaum persilatan di
Tionggoan ternyata ada juga yang kenal Lohu." -Sampai di sini tiba2
dia manggut2, katanya pula: "Baiklah, Lohu tida k akan berurusan
denganmu, boleh kau menyingkir."
"Kalau aku mau pergi, takkan kumuncul di sini," ujar Hian-ih-lo-
sat. "Kau masih ada urusan apa?" Thong-pi-thian--ong menegas.
Hian-ih-lo-sat tidak menghiraukan pertanyaan orang, katanya
berseri tawa kepada Kun-gi: "Agak-nya kau me ma ng tida k gentar
pada racunku."
"cayhe tidak mati, kau merasa di luar dugaan?" ejek Kun-gi.
"Aku bermaksud baik, mengantar obat untukmu."
Merah muka Kun-gi, lekas dia menjura, katanya: "Kalau begitu,
aku yang salah paha m."
"Syukurlah," ujar Hian-ih-lo-sat, lalu mena mbahkan-
"kau me mang tidak keracunan, lekaslah pergi saja."
"Lohu tidak menyuruhnya pergi, siapa yang berani pergi?" bentak
Thong-pi-thian-ong.
Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya:
"Me mang-nya kau
tidak dengar, aku yang menyuruhnya pergi?"
"Nyonya sudah tahu julukanku, tapi masih bertingkah
dihadapanku, me mangnya kau sudah mene lan nyali harimau."
"Betul, kalau a ku tidak punya nyali, mana berani kusuruh dia
pergi." Lekas Kun-gi bersuara: "Kalau cayhe mau pergi segerapun bisa
pergi, peduli a mat dengan orang lain"
Hian-ih-lo-sat mengedip seraya berkata dengan Thoan-im-jip-bit
(ilmu mengirim gelombang suara): "Thong-pi-thian-ong meraja i
Lam-kiang (wilayah selatan), saudara cilik, bukan aku merendahkan
kau, tapi kau me mang bukan tandingannya, biarlah aku
mengadangnya sesaat, lekas kau pergi."
Jelilatan mata Thong-pi-thian-ong, teriaknya murka: "Dihadapan
Lohu, kalian berani main bisik2, apa yang kalian perbincangkan?"
"Kudesak dia lekas pergi," ujar Hian-ih-lo-sat.
"Tida k boleh," bentak Thong-pi-thian-ong, " bocah ini akan
kutahan-" "Untuk apa kau me nahannya?"
"Lohu ingin tanya seseorang kepadanya."
"Siapa yang kau tanyakan?" tanya Kun-gi,
"Hoan-jiu-ji-lay Di mana dia?"
"cayhe tidak tahu."
"Kau bukan muridnya?"
"Kalau benar mau apa"Jika bukan kenapa pula?"
" Petualang Asmara 26 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Golok Halilintar 6
^