Pendekar Kidal 3

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 3


Waktu kau bergebrak sama dia tadi, jelas yang kau mainkan
adalah ilmu ajaran bangsat gundul itu, me mangnya Lohu sa lah
lihat?" Thong--pi-thian-ong terkekeh dingin-
Ternyata dia menyaksikan beberapa jurus gebrakan Kun-gi
me lawan Hian-ih-lo-sat tadi, maka dia mencegatnya di sini.
Kun-gi naik pita m mendengar orang me manggil gurunya 'bangsat
gundul', katanya gusar: "Me mang tidak sa lah, beliau me mang
guruku, ada urusan apa kau mencari beliau" Boleh kau bicara saja
dengan aku."
Mendengar Ling Kun-gi adalah murid Hoan-cjiu- ji-lay, tanpa
terasa Hian-ih-lo-sat mengawasi le kat2.
Thong-pi-thian-ong tergelak2, katanya: "Ternyata betul kau
murid bangsat tua itu, bagus sekali, lekas katakan, bangsat tua itu
sekarang berada di mana?"
"Jejak beliau tidak menentu, tak mungkin cayhe menjelaskan,"
sahut Kun-gi. Thong-pi thian-ong mendesak selangkah, katanya sambil
menuding Kun-gi: "Kau murid bangsat tua itu, masakah tidak tahu
dia sembunyi di mana" Ka lau tidak berterus terang, jangan salahkan
Lohu tida k me mberi a mpun pada mu."
Kun-gi gusar, serunya: "Anggaplah aku tidak mau menerangkan,
kau bisa berbuat apa terhadap diriku?"
Thong-pi-thian-ong terkekeh2, jari2 tembaga yang runcing tajam
tiba2 mencengkera m, hardik-nya beringas: "Ma ka Lohu harus
menahanmu, ka-lau yang cilik kuringkus, masakah yang tua tida k
akan keluar dari kandangnya?"
"Nanti dulu" lekasi Hian-ih-lo-sat mencegah.
Tangan tembaga Thong-pi-thian-ong yang sudah terulur berhenti
di tengah jalan, bentaknya sa mbil berpa ling: "Ada apa kau?"
"Kau ingin mencari gurunya, kalau ma mpu pergilah cari sendiri,
nama Thong-pi-thian-ong cukup beken, me mangnya kau tidak malu
berkelahi dengan anak murid orang?"
"Sela manya Lohu tidak peduli soal tetek- bengek. sudah 30 tahun
Lohu mencari bangsat tua itu, kebetulan muridnya kebenturku di
sini, betapapun Lohu takkan melepaskan dia pergi"
"Tida k bisa,"jengek Hian-ih-lo-sat, "tadi aku sudah suruh dia pergi, ma ka dia harus pergi."
Mendelik Thong-pi-thian-ong, dengan gusar dia tatap Hian-ih-lo-
sat, katanya ter-kekeh2: "Nyonya muda, kau berani ca mpur tangan
. ." tangan yang bergerak dan sedianya hendak me nye-rang Ling
Kun-gi tadi tiba2 bergerak pula pelan2 beralih ke arah Hian-ih-lo-sat.
Sementara itu Kun-gi sudah keluarkan pedang panjang dari
buntalannya, hardiknya: "Tahan"
"Kau mau ajak Lohu mencari gurumu?" tanya Thong-pi-thian-
ong. Kun-gi berdiri kereng menenteng pedang, katanya: "Soal ini tiada
sangkut pautnya dengan nona ini. Tidak sukar me mbawa mu
mene mui guruku asal kau bisa menga lahkan pedang ditangan-ku
....." Thong-pi-thian-ong coba pandang pedang di tangan Ling Kun-gi,
mendadak ia tertawa lebar, katanya dingin: "Lohu ingin menahan-
mu, sudah tentu harus mengalahkan kau lebih dulu."
"Adik cilik," seru Hian-ih-lo-sat, "kau bukan tandingannya, lekas menyingkir."
"Soal ini tiada sangkut pautnya dengan nona. lekas kau pergi
saja," sahut Kun-gi.
"Anak muda, kau sudah siap?" Thong-pi--thian-ong tidak sabar
lagi, kelima jarinya terkembang terus mencengkera m ke arah Kun-
gi. Sejak kecil Ling Kun-gi meyakinkan ilmu pedang warisan
keluarganya. cuma waktu dia henda k berangkat Suhunya pernah
berpesan wanti2, kecuali terpaksa ilmu pedangnya dilarang
sembarang ditunjukkan di depan umum. Sekarang dia menghadapi
Thong-pi-thian-ong yang berilmu silat serba aneh, lengan tembaga
dan telapak tangan tembaga pula, kerasnya laksana baja, kalau
dirinya melawan dengan bertangan kosong, mungkin untuk
me mpertahankan diri saja sukar, maka terpaksa dia keluarkan
pedangnya. Kini melihat cakar te mbaga lawan mencengkera m tiba, secepat
kilat otaknya bekerja: " Lengan tembagamu me mangnya tidak takut
senjata tajam, tapi anggota badanmu yang la in, apa juga kebat
senjata?" Sebat sekali ia berkelebat maju, pergelangan tangan
menggentak. pedangpun menabas miring. Serangan ini dilancarkan
dengan badan miring sa mbil mendesak maju, orangnya tiba
pedangpun menganca m. Walau jurus yang dan gunakan hanya tipu
biasa Sian-niao-hoa-se (burung dewa menggores pasir), namun
dilancarkan oleh seorang ahli seperti Ling Kun-gi, bukan saja lebih
lincah dan hidup, gerakannyapun teramat cepat dan berbahaya.
Sepasang mata Hian-ih-lo-sat me mancarkan sinar terang
menyaksikan ilmu pedang yang tiada taranya ini. Selama hidup
Hoan-jiu ji-lay tidak pernah menggunakan pedang, namun murid
tunggalnya ini ternyata me miliki ilmu pedang yang tinggi dan lihay
sekali. Kelima jari te mbaga Thong-pi-thian-ong terpentang, gerakannya
seperti amat lamban, tujuannya semula hanya mau meringkus
bocah kurang-ajar ini, tapi serta melihat gerakan pedang Ling Kun-
gi yang hebat, tiba2 ia mendengus,jari2nya malah mencengkera m
pedang yang menyamber t iba. Sungguh permainan aneh,
perubahannyapun cepat tak terduga, lengan sedikit me lint ir, tahu2
batang pedang sudah berhasil dipegangnya, sementara jari tangan
kiri berbareng menutuk ke pundak Kun-gi.
Terasa batang pedang mendada k tergetar, pergelangan tangan
anak muda itupun kese mutan, telapak tangan lecet kesakitan, tahu2
kelima jari lawan yang beruji runcing juga menyerang tiba. Keruan
bukan main kaget Kun-gi, kalau dirinya tidak lepas pedang serta
me lompat mundur, pundak sendiri pasti kena tertusuk, terpaksa dia
le mparkan pedangnya, lalu dengan gerakan Hu-kong liang-in
(cahaya mengambang me la mpaui bayangan) dia meloncat mundur
ke belakang. Dengan mencengkera m pedang di tangan kanannya, tutukan jari
tangan kiri Thong-pi-thian--ong masih tetap mengarah ke depan,
mulutpun me mbentak: "Anak muda, robohlah kau!!"
Jarinya yang menuding ke depan tetap diacungkan, tahu2 sarung
jari tembaga yang terpasang diujung jarinya melesat ke depan
me mbawa kesiur angin kencang, sasarannya tetap tidak berubah,
pundak kiri Ling Kun-gi.
"Adik cilik, awas" Hian-ih-lo-sat berseru me mperingatkan-
Hanya sekali gebrak. pedang terampas, dikala dia merasa
bingung dan kaget, tahu2 selarik sinar kuning ke milau me lesat ke
arahnya, keruan Kun-gi ta mbah berang, serunya dengan tertawa
lantang: "Bagus" - Tangan kiri terangkat, dia incar selong-song jari
tembaga itu terus menjentiknya sekali. Kali ini dia gunakan Tan-ci-
sin-thong (selentikanjari sakti) salah satu dari 72 ilmu silat Siau lim-
pay. "creng", selongsong jari tembaga itu kena dijentiknya mencelat beberapa tombak jauhnya.
Selama puluhan tahun belum pernah tutukan jari terbangnya ini
menga la mi kegagalan, kini kecundang di tangan seorang muda yang
dianggapnya masih ingusan, tapi ternyata me miliki ilmu silat tinggi,
sekilas dia me lengak. dengan pandangan liar dia tatap Ling Kun-gi,
jengeknya sambil terkekeh: "Bagus, anak muda, agaknya seluruh
kepandaian si bangsat tuapun telah diturunkan pada mu."
Hian-ih-lo-sat cekikikan, selanya: "Babak ini kalian setanding alias
seri, yang satu direbut pedangnya, yang lain selongsong jarinya
terjentik jatuh, tiada pihak yang lebih unggul ."
"Omong kosong" bentak Thong-pi-thian- ong dengan mata
me lotot. "Siapa omong kosong?" sikap Hian-ih-lo-sat tetap manis, "
me mangnya kau be lum menga ku ka lah setelah jari tembagamu
terjentik jatuh?"
Thong-pi-thian-ong menggerakkan
jari2 tembaga seperti menganca m, hardiknya gusar,
" Le kas engkau enyah dari sini"
"Ada suatu hal ingin aku berunding dengan kau, entah kau mau
tidak?" kata Hian-ih-lo-sat tetap sabar.
"Kata2ku sekukuh gunung, tiada soal
berunding segala, betapapun Lohu harus me nahan bocah ini."
"Soal yang ingin kurundingkan tiada hubungannya dengan dia."
Sebel rasa Thong-pi-thian-ong.
"Soal apa ?" tanyanya tidak sabar.
Hian-ih-lo-sat unjuk senyuman manis, ujar-nya : "Kulihat kau
me miliki ilmu silat tinggi, me miliki lengan te mbaga lagi, sungguh
mencocoki seleraku ....." tawa yang manis menggiurkan di-ta mbah
dengan gerakan badan yang bergaya menantang.
Mata sipit Thong-pi-thian-ong menjadi terbeliak, apalagi
mendengar kata2 "mencocoki selera- ku", keruan hatinya terasa
syuur, senangnya bukan main- Me mang usianya sudah setengah
abad, tapi selama ini dia tetap bujangan, sesaat dia mengawasi
Kun-gi, ingin rasanya segera menggebah-nya pergi. Tapi demi
gengsi, tadi dia menahannya, kalau sekarang mengusirnya ma lah
berarti menjilat ludah sendiri, ma ka sesaat mulutnya tak bisa bicara.
Tapi wajahnya yang tadi merah pada m sekarang ta mpak berseri
senang, katanya dengan halus: "cayhe seorang yang suka berterus
terang, Siau-nio-cu (nyonya muda) ada omongan apa, boleh sila kan
katakan saja."
Tadi dia me mbahasakan dia Lohu (aku orang tua ), sekarang
diganti cayhe (aku yang rendah), kiranya dia merasa dirinya lebih
muda beberapa tahun secara mendadak.
Hian-ih lo-sat me lerok sa mbil mencibir, katanya tertawa genit:
"Dengan adik ini kau tidak bermusuhan, biarkan dia pergi saja, nanti
kita bicara lagi."
orang suruh Kun-gi pergi, tentu saja cocok dengan ke inginan
Thong-pi- thian-ong, dia berseri tawa, katanya. "Betul Siau-nio-cu,
cayhe hanya mencari gurunya, Hoan-jlu-ji-lay, dulu aku pernah
bentrok sama dia, maka sekarang ini ingin ku bereskan perhitungan
la ma. Ha h, sebetulnya soal ini juga tidak penting, Siau-nio-cu ma u
menda ma ikan soal ini, biarlah a ku menurut saja," la lu dia berpaling ke arah Ling Kun-gi, teriaknya: "Anak muda, kau boleh lekas enyah"
Sudah tentu Kun-gi maklum a kan watak genit Hian-ih- lo-sat,
agaknya dia sengaja hendak me mikat Thong-pi-thian-ong dengan
rayuannya, serta memperalat orang menjadi kaki tangannya.
Usia Thong-pi-thian-ong sudah setengah abad, tapi masih mata
keranjang dan suka pipi halus. naga2nya laki perempuan ini
me mang sudah sama ketagihan- Karena merasa muak dan jijik,
lekas Kun-gi je mput pedangnya, tanpa bersuara dia terus tinggal
pergi. Sudah seperti di kili2 hati Thong-pi- thian-ong, segera dia
me langkah maju sambil me mandang Hian-ih-lo-sat lekat2 se-akan2
ingin mene lannya bulat2, katanya cengar-cengir: "Siau-nio-cu,
bocah itu sudah pergi, ingin omong apa lekas kau katakan"
Hian-ih-lo-sat gigit bibir, mata mengerling penuh arti, katanya
sambil tertawa:
"Kalau kukatakan, kau tidak marah bukan?"
Dala m jarak tiga kaki hidung Thong- pi-thian--ong sudah
mengendus bau harum yang me mabukkan, seketika jantungnya
berdegup lebih cepat. Dia m2 dia menyesali hidupnya sela ma lebih
20 tahun yang lampau secara sia2, kenapa sampai mala m ini baru
akan merasakan badan pere mpuan yang cantik dan harum
menggiurkan- Lekas dia berkata: "Boleh katakan saja, cayhe pasti
tidak akan- ..tidak akan marah."
Dengan sapu tangan menutup mulut, Hian-ih-lo-sat berkata
aleman- "Kalau kau tidak marah, biarlah aku bicara terus terang.
Kulihat lenganmu ini kalau tida k salah terbuat dari ca mpuran
tembaga dengan e mas, malah di da la mnya juga terpasang alat2
rahasia sehingga biaa digunakan secara bebas dan lincah, dibanding
12 tangan besi keluargaku je las lebih se mpurna, oleh karena itu
......." " Karena itu apa?" tanya Thong- pi-thian-ong.
"Lengan tembaga bukankah setingkat lebih tinggi dari lengan
besi" oleh karena itu a ku ingin mengundangmu menjadi kepala dari
barisan tangan besi keluargaku .....".
Ternyata dirinya hanya akan dijadikan kepala barisan segala,
sungguh terlalu dan besar salah wesel ini. seketika beruubah kela m
air muka Thong-pi-thian-ong, dengus-nya: "Kau .....ingin Lohu
menjadi kepala barisan"
Hian-ih- lo-sat me mbetulkan letak ra mbutnya yang terurai,
ujarnya: "Eh, kau tidak mau " Atau merasa merendahkan derajatmu
" Bicara terus terang, setiap anggota barisan tangan besi adalah
jago2 silat kelas tinggi diBu-lim, dibanding kau Thong-pi-thian-ong
rasanya tidak lebih rendah, kuangkat kau menjadi kepala barisan
mereka, karena kau punya lengan te mbaga yang lebih se mpurna, ini
berarti aku telah me ngangkat dan me nghargai dirimu?"
Naik pitam Thong-pi-thian-ong mendengar kata2 orang,
hardiknya beringas: "Pere mpuan bangsat, berani kau menggoda dan
me mperma inkan diriku?"
Mendadak berubah ka ku wajah Hian-ih lo-sat, katanya dingin:
"Aku sudah naksir lengan tembaga mu itu, maka kau harus jadi
kepala barisan lengan besi itu, kuundang kau secara hormat, kalau
tidak mau terpaksa kuguna kan kekerasan pada mu." di mana
tangannya mela mbai, tiba2 serangkum bau harum merangsang ke
muka lawan- Betapapun Thong-pi-thian-ong juga banyakpengala man, dengan
terkesiap cepat ia melompat mundur seraya menghardik:
"Perempuan sundel ....." belum habis makiannya, tiba2 terasa di
sebelah belakang ada apa2 yang tak beres, maklumlah betapa tinggi
dan tangguh ilmu silat Thong pi-thian-ong, dala m jarak tiga tomba k
asal ada orang mendekati dirinya pasti diketahuinya.
Tapi ka li ini panca inderanya bekerja lambat, waktu dia
merasakan gejala tida k beres, orang dibelakangnya sudah dekat.
Dari suara napas orang ia tahu ada dua orang telah menganca m
dirinya dari belakang. Dia m2 dia me mbatin: " orang dapat
mende katiku da la m jarak setombak, agaknya kepandaian mereka
me mang tidak lebih rendah daripada diriku."
cemerlang sinar mata Hian-ih-lo-sat, katanya sambil tertawa:
"Baiklah, ka lian saja yang menangkapnya." Berbareng ia lantas
me lompat mundur.
Kedua orang di bela kang saling me mberi isyarat, mulut masing2
bersiul seka li, la lu me lompat maju bersa ma, kedua tangan masing2
bergerak menangkap ke tubuh Thong-pi-thian-ong .
Bukan kepa lang gusar Thong-pi-thian-ong, sambil menghardik
dia ayun lengan tembaga melayani serangan orang yang melabrak
dari kiri, berbareng badan berputar, tahu2 kaki kanan melayang
menyerampang lawan yang menubruk dari kanan-
Sekilas dilihatnya kedua orang yang melabrak dirinya adalah laki2
berbaju hijau, usianya kurang lebih 40-an, yang mengejut kan
adalah tangan kiri mereka bersemu kehijauan, kelima jari tangannya
laksana cakar yang mengkilap. kelihatan runcing taja m, dari sinar
ke milau kehijauan itu jelas bahwa lengan mereka berlumur racun
yang amat jahat.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mau tak mau timbul rasa curiga Thong-pi-thian-ong, batinnya:
"Tadi dia bilang keluarganya punya 12 orang berlengan besi,
semuanya adalah tokoh2 Kangouw yang beken na manya,
me mangnya siapa dan bagaimana latar belakang orang2 ini?"- Hati
me mbatin, se mentara mulut menghardik: "Keparat, kalian bertiga
maju bersama juga Lohu t idak pandang sebelah mata."
"Jangan kau takabur," jengek Hian-ih-lo-sat, "kalau tiba saatnya aku turun tangan, pasti aku akan turun gelanggang."
"Trang", suara benturan benda keras me me-kak telinga, lengan
tembaga Thong-pi-thian-ong disa mbut oleh pukulan lengan besi
orang sebelah kiri, keduanya sama terhempas mundur. Maka laki2
baju hijau di sebelah kanan mendapat peluang untuk menubruk
maju, lengan besi kirinya segera bergerak dengan tipu Hing-bok-
liong- kan (me m-belah miring ulu naga), pinggang Thong-pi-thian--
ong menjadi incaran-
Tak keburu berkelit, terpaksa Thong-pi- thian--ong kerahkan
tenaga, ia sambut pula serangan lawan dengan lengan tembaganya,
"Trang" begitu lengan tembaga, dan lengan besi beradu, la ki2 baju hijau di sebelah sana terpental mundur tiga tindak. Thong-pi-thianong sendiri juga tak kuasa menguasai diri, iapun me nyurut tiga
tindak. dia m2 batinya bertambah kejut, walau Lwekang kedua lawan
bukan tandingannya, tapi terpaut tidak jauh.
Sementara lawan di sebelah kiri sudah merangsak maju pula,
jari2 tangan besi kirinya bergerak la ksana sa mberan kilat, telapak
tangan kanan berwarna merah darah menyolok menyerang tiba
bersama, jalan mundur Thong-pi-thian-ong sudah terkurung. Sebat
sekali lawan di sebelah kananpun melompat maju pula, lengan besi
menyerang dengan jurus No liong-sip-cu (naga marah menggondol
mut iara), gerak lengannya lapat2 membawa bunyi gemuruh terus
mencakar ke batok kepala Thong-pi-thian-ong.
Thong-pi-thian-ong murka sekali, ia me mbentak keras, sambil
me loncat ke atas, di ma na lengan bajunya mengebas, segera dia
balas menyerang dengan gencar. Sebagai jago nomor satu di
daerah selatan yang dijuluki La m-kiang-it-ki, bukan saja lengan
tembaganya lihay luar biasa, kepandaian silat lainnyapun terhitung
kelas wahid di-kalangan Bu-lim. Tapi di luar dugaan bahwa ke-dua
orang baju hijau yang dihadapinya sekarang juga gembong2 aliran
hitam pilihan, ilmu silatnya sudah tentu tidak le mah.
Serang menyerang berlangsung dengan gencar, ketiganya tanpa
menggunakan senjata, tapi pertempuran ini jauh lebih berbahaya
dan sengit dari adu senjata. Gebrak dilakukan dala m jarak dekat -
semakin te mpur se ma kin sengit, sedikit lena tentu jiwa terancam,
tidak mati juga pasti terluka parah.
Dala m sekejap 30 jurus telah berlalu. Sema-kin bertempur
Thong-pi-thian ong se makin murka.. tapi juga semakin kaget, tadi
dia mengira da la m 30 jurus pasti dapat mengalahkan kedua lawan-
nya, tapi kenyataan kedua lengan besi lawan dapat bekerja sa ma
sedemikian baiknya, serangan-pun gencar dan ganas. Setelah 30-an
jurus ini ternyata dirasakan bahwa Lwekang sendiri se makin susut.
Sudah tentu keadaan ini sema kin menciutkan nyali dan
perbawanya, sekaligus menyadarkan benak-nya pula bahwa secara
tidak disadarinya tadi dirinya sudah dikerja i oleh Hian-ih-lo-sat.
Mendadak dia menggerung gusar, lengan te mbaga sebelah kanan
terayun ke atas, dari kelima ujung jari te mbaganya itu serempak
menye mperot keluar lima jalur air kuning yang deras. Kiranya
buatan lengan tembaga sebelah kanan Thong-pi-thian-ong lebih
ringan, di dalamnya ada selongsong yang berisi air beracun, asal
tekan tombolnya, air beracun akan menyemprot dari lubang di
ujung jari. Se mprotan air kuning itu dapat mencapai setomba k
jauhnya, sekali kulit badan manusia kena kese mprot, daging
seketika me mbusuk. Apalagi serangan ini sering dilancarkan secata
mendadak. ma ka ganasnya luar biasa.
Agaknya kedua laki2 baju hijau secara dia m2 telah dikisiki Hian-
ih-lo-sat dengan ilmu mengirim ge lombang suara, begitu lengan
kanan Thong-pi--thian-ong terayun ke atas, serempak dengan cepat
luar biasa mereka melompatjauh menghindarkan diri. Begitu a ir
kuning itu menyemprot bagai kabut tebal me landa ke e mpat
penjuru, kedua orang itu-pun sudah mundur setombak lebih.
Maka terdengarlah suara mendesis ra mai, air kuning itu muncrat
bertaburan di atas tanah dan seketika menimbulkan kepulan asap
kuning yang baunya teramat busuk. untunglah angin pegunungan
lekas sekali meniupnya buyar.
Melihat se mprotan air beracunnya gagal, amarah Thong-pi-thian-
ong semakin me muncak, ia menuding Hian-ih- lo-sat dan
me mbentak: "Sunde l, berani kau kerja i Lohu?"
"Baru sekarang kau tahu" jengek Hian-ih-lo-sat cekikikan-
Berkerutuk gigi Thong-pi-thian-ong, hardiknya bengis: "Keparat,
ma mpuslah kau, e mpat titik ke milau kuning laksana e mas
mendadak menjiprat ke ke luar laksana sa mbaran kilat, itulah
selongsong jari2 tembaga yang dia pasang pada ujung jari
tangannya. Maka terdengar Hian-ih-lo-sat menjerit kaget, mendadak
tubuhnya roboh ke belakang. Thong-pi thian-ong tertawa dingin,
ejeknya: "Perempuan ja lang, sebetutulnya tiada niat Lohu, membunuhmu,
kau sendiri yang cari ma mpus, jangan sa lahkan Lohu keja m"
Sembari bicara segera ia henda k me mungut ke mbali selongsong
jari tembaga, mendadak kepalanya pusing, badan yang sudah
terbungkuk ha mpir saja jatuh terjerembab.
Pada saat yang sama, kupingnya mendengar tawa ringan merdu,
berbareng jalan darah di belakang batok kepalanya terasa sakit
tertutuk. mata menjadi ge lap. seketika dia jatuh tersungkur dan
tidak ingat diri..
Hian-ih-lo-sat berdiri di be lakang sa mbil tertawa cekikikan, di
mana tangannya mengulap. dua orang segera maju mendekat, kata
mereka sa mbil me luruskan kedua tangan: "Siancu ((dewi) ada
perintah apa.?""
Hian-ih-lo-sat mengeluarkan sebuah botol porse lin kecil serta
menuang sebutir pil warna hijau ,gelap. dianggurkannya kepada
kedua orang baju hijau, katanya: "Minumkan obat ini kepadanya."
Laki2 baju hijau sebelah kiri mengia kan, dia terima obat pil itu
serta pencet dagu Thong-pi--thian-ong, pil itu terus dia jejal ke
mulutnya. Hian-ih-lo-sat tertawa puas, katanya: "Bawa dia,
sekarang kita boleh pergi"
oooooooooo Sepanjang jalan Ling Kun-gi ber-lari2 kencang, waktu terang
tanah dia sudah tiba di cin--siang, ia cari hotel terus masuk ka mar,
ia duduk se madi sa mpai lupa keadaan sekelilingnya.
Waktu mengakhiri se madinya, haripun sudah dekat tengah hari,
kepada pelayan ia minta diantar makanan ke da la m ka mar, setelah
kenyang dia salin pakaian, menyoreng pedang, setelah bayar
rekening terus berangkat.
Tengah hari ra mai orang yang berlalu la lang dijalan raya, sudah
tentu tak mungkin dia menge mbangkan Ginkang, tapi dari cin-s iang
sampai ke Siau-sian, jaraknya kira2 ada 200 li, ter-paksa dia beli
kuda untuk mene mpuh perjalanan jauh ini.
Kuda dibeda l terus sampai kehabiaan tenaga dan berbuih
mulutnya, sebelum magrib dia tiba di sebuah dukuh kecil, letaknya
tidak jauh dari Pat-kong-san. Kebetulan di pinggir ja lan ada sebuah
gubug yang mengibarkan panji bertuliskan "arak", kiranya warung
arak tempat orang berteduh dari terik matahari dan sekedar
istirahat. Setelah menempuh perjalanan setengah hari, lapar dan
dahaga perut Ling Kun-gi, maka dia tambat kuda pada pohon di luar
warung terus me masuki warung arak itu.
Tampak seorang laki2 berpakaian kasar tengah me mbersihkan
meja. Kiranya hari menje lang magrib, pejalan kaki buru2
me lanjutkan perjalanan masuk kota, maka keadaan warung ini sepi.
"Pelayan, masih ada makanan apa, lekas keluarkan," begitu
masuk Kun-gi terus minta makanan serta me milih te mpat duduk.
Pelayan mengawasi Kun-gi sejenak. sahutnya: "Tuan tunggu
sebentar, makanan masih ada" buru2 dia berlari masuk.
Melihat langkah orang enteng dan gesit, diam2 tergerak hati
Kun-gi, batinnya: "Pakaian pelayan ini kelihatan kasar, gerak-
geriknya kurang me madai, langkahnya gesit lagi, tempat ini sudah
tidak jauh dari Pat-kong-san, bukan mustahil ini mata2 musuh" Aku
harus berlaku hati." De mikian dia lantas waspada.
Lekas sekali pe layan tadi sudah ke luar me m-bawa sepoci air teh
dan sebuah cangkir, katanya sambil seri tawa: "Tuan, silakan minum
dulu, bak-pau dan pangsit di warung kami me mang selalu sedia,
sebentar lagi selesai dipanasi."
Kun-gi manggut2, katanya: "Ada makanan apa pula boleh kau
keluarkan saja."
Pelayan meng ia kan terus berlari masuk pula. Walau
kerongkongan merasa kering, tapi Kun-gi tidak berani segera
minum, ia keluarkan kantong sula m pe mberian Un Hoan-kun dan
ambil sebutir Jing-sim-tan terus dikulum dala m mulut, lalu dia tuang
secangkir teh dan ditenggak habis.
Tak la ma ke mudian pelayan sudah keluar me mbawa sepiring
pangsit dan bakpau, katanya tertawa: "Tuan silakan mencicipi dulu."
Setelah meletakkan piring, matanya mengerling, dilihatnya Kun-gi
sudah menghabiskan secangkir teh, seketika wajahnya menunjuk
rasa senang. Tersipu2 dia a mbil poci serta menuang pula secangkir
untuk Kun-gi, katanya tertawa: "Tuan mene mpuh perjalanan jauh,
tentu haus, daun teh warung ka mi adalah Lo-san-teh keluaran Pat-
kong-san yang segar dan nyaman rasanya, warnanya memang tida k
sedap dipandang, tapi kental dan nikmat, cocok untuk
menghilangkan dahaga."
Melihat gerak-gerik orang serta tutur kata-nya, Kun-gi tahu di
dalam air teh pasti ditaruh apa2, namun dia sudah telan Jing-sin-
tan, tak perlu takut muslihat orang, maka dia manggut2, kata-nya
"Air teh ini me mang enak rasanya." se- cangkir penuh kembali dia
tenggak habis, lalu bak-pau dan pangsit ganti berganti dia gasak
pula. Melihat secangkir teh habis pula, se makin riang hati pelayan,
lekas dia tuang penuh pula se-cangkir. Sekejap saja Ling Kun-gi
sudah lalap-habis sepiring bakpau dan pangsit, air tehpun entah
sudah berapa cangkir masuk ke perut, katanya sambil angkat
kepala: "Berapa duitnya?"
Habis berkata tiba2 dia pegang kepala sambil mengeluh ringan,
katanya: " celaka, kenapa kepa laku jadi pusing?"
Sejak mula pelayan berdiri di sa mping me layaninya, segera dia
unjuk seri tawa, katanya: "Mungkin tuan ter-buru2 mene mpuh
perjalanan, badan penat tentu kepala pusing."
Sambil mengawasi pelayan, Kun-gi berkata: "Tidak mungkin,
barusan aku segar bugar, kenapa mendadak. bisa pusing" Mungkin
..... kau ...... . mencampur apa2 di dala m ...... air teh?"
Beberapa patah kata terakhir diucapkan dengan suara tidak jelas,
badan menjadi le mas, kepala tertunduk ke atas meja terus pulas.
Pelayan itu tiba2 tertawa lebar, katanya puas: "Anak muda, bila
kau sadar, tapi sudah terla mbat."
Dari dala m warung tiba2 berlari keluar seorang la ki2 pula,
serunya: "Sudah kau tundukkan bocah itu?"
Pelayan itu tertawa: "obatnya kutaruh satu lipat lebih banyak dari
biasanya, me mangnya kuat dia bertahan" Bocah ini me ma ng luar
biasa kekuatannya, orang lain seteguk saja pasti semaput, tapi dia
hampir menghabiskan sepoci dan sepiring bak-pau dan pangsit, cit-
ya bilang dia tidak takut racun, tadi juga aku kuatir kalau dia keba l
dari Tip- gau--bi (masuk mulut semaput, na ma obat bius)."
"Kau tunggu dia sebentar, aku akan lapor kepada cit-ya," kata
laki2 yang baru datang. Lalu melangkah ke luar.
Sudah tentu semua percakapan mereka didengar oleh Ling Kun-
gi. baru sekarang dia tahu duduk persoalannya, bahwa yang
mengundang dirinya ke Pat-kong-san ternyata me mang betul Tong
cit-ya adanya. Sudah tentu dia tidak berpeluk tangan me mbiarkan
laki2 itu pergi me mberi laporan- Dia m2 jari tangan kanan menjentik,
sejalur angin segera menerjang punggung laki2 yang sudah
me langkah ke-luar pintu. Seketika laki2 itu me matung kaku di
ambang pintu karena tertutuk Hiat-tonya.
Melihat te mannya berhenti di depan pintu, pelayan itu segera
mendesak: "Katanya mau lapor kepada cit-ya, kenapa tidak lekas
berangkat, kuda tunggangan bocah ini ditambat di luar pintu, apa
pula yang kau tunggu?"
Karena Hiat-to tertutuk. badan kaku tak ma mpu bergerak, sudah
tentu mulutnya juga kaku tak dapat bersuara. Keruan laki2 yang
menya mar pelayan itu menjadi heran dan menggerutu: "Hai, cui-
losam, kenapa kau?"
Baru saja selesai bicara, kupingnya tiba2 mendengar suara halus
berkata: "Losam ke masukan setan, lekas kau saja yang lapor
kepada cit-ya."
Pelayan berjingkat kaget seperti disengat kelabang, mata jelilatan
mengawasi sekelilingnya, tapi dalam warung hanya Ling Kun-gi
seorang dan tetap mendeka m di atas meja, sudah se maput minum
obat biusnya lalu siapakah yang berbicara"
Tahu ada gejala2 ganjil, dengan jeri dia ber-kata: "Siapa kau?"
Hanya dirinya yang masih segar bugar di dalam warung, tiada orang
lain, sudah tentu tiada orang yang menjawab pertanyaannya.
Dengan me mbusungkan dada me mperbesar nyail, pelayan ini
menjura kee mpat penjuru, katanya keras: "Sahabat dari mana kah
yang bicara dengan cayhe" Kami dari keluarga Tong di Sujwan, atas
perintah Tong cit-ya kami mela kukan suatu pe kerjaan di sini,
mungkin sahabat kebetulan lewat, umpama air sungai tida k
bercampur air sumur, kuharap sahabat tidak menca mpuri urusan
kami." Kun-gi angkat kepa la serta berkata tertawa: "Aku akan me mberi
ampun pada mu, asal kau mau bicara terus terang."
Sudah tentu nelayan itu berjingkrak kaget pula, serunya dengan
terbeliak: "Kau . . . . kau tidak se maput?"- Ada niat lari, tapi entah mengapa kedua ka kinya tida k mau turut perintah lagi.
Kun gi mengawasi orang dengan tertawa, ka-tanya, "Bukankah
tadi kau bilang cit-ya mengatakan aku tidak takut racun" Kalau
racun aku tidak gentar, apa lagi obat bius, me mangnya aku
gampang dibikin se maput?"
Grmetar badan pelayan
itu, keringat dingin gemerobyos me mbasahi badannya.
"Saudara harap tenang2 saja, dihadapanku kau tidak bisa lari
lebih t iga langkah," Kun-gi me m-peringatkan-
Laki2 itu me mang tidak berani bergerak. katanya tergagap:
"Toaya, kau .... kau tentu tahu, hamba hanya .... menjalankan
perintah .... "
"Jangan cerewet, jawab pertanyaanku, di mana cit ya sekarang?"
"cit-ya .... cit--ya sekarang berada di pat-kong- san."
"Pat-kong-san sebelah mana?"
"Di rumah keluarga Go."
"Siapa yang telah kalian culik?"
"Kabarnya seorang nona, dia adalah adik Toaya . ."
Heran hati Kun-gi, Entah nona siapa dan dari mana yang mereka
culik, tapi orang mengatakan dia adikku" Ma ka iapun manggut2,
katanya: "Baiklah, aku tidak akan menyakiti kalian, tapi kalian harus
tetap di sini."
Sekali tuding dari kejauhan dia tutuk Hiat-to pelayan serta
berkata dingin: "Hiat-to kalian hanya kututuk. setelah tengah mala m


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nanti baru akan terbuka sendiri."
Dengan langkah lebar dia keluar dan ce mpla k kudanya terus
dibedal ke arah Pat-kong-san..
Lekas sekali dia sudah tiba di Pat-kong-san, tampak sebuah jalan
besar yang dialasi papan batu, rata memanjang langsung menuju ke
rumah milik keluarga Go di atas gunung.
Hari sudah ge lap. tapi mata Ling Kun-gi dapat melihat di te mpat
gelap. dilihatnya di depan ada sebuah hutan, di depan sana berdiri
empat laki2 seraga m hitam. Di sebelah belakangnya lagi adalah
laki2 tua berjubah biru, usianya lebih dari setengah abad, kepalanya
mengenakan topi yang bentuknya seperti semangka, mukanya
kurus tepos, matanya bersinar terang, Thay-yang-hiat dikedua
pelipianya menonjol, sekilas pandang orang akan tahu bahwa dia
seorang jago kosen me miliki kekuatan luar da la m, Tangan laki2 tua
bertopi me megang sebatang pipa cangklong panjang, sikapnya
dingin, dengan seksa ma dia mengawasi Kun-gi tanpa bersuara.
Tetap duduk dipunggung kudanya Kun-gi berkata dengan sikap
angkuh: "Ada apa?"
Salah satu keempat laki2 seraga m hita m bersuara: "Kau siapa
dan mau ke mana ?"
"Siapa aku dan ma u ke mana, peduli apa dengan ka lian ?"
Laki2 yang bicara menarik muka, katanya: "Kau tahu menjurus
ke mana jalan ini?"
"coba katakan, ke mana?"
"Jalan besar ini hanya menuju ke gedung keluarga Go."
"Me mang a ku mau ke te mpat keluarga Go."
Agaknya laki2 tua bertopi tidak sabar lagi, dia mengulap tangan
menghentikan percakapan, kata-nya kepada Kun-gi: " Untuk
keperluan apa tuan pergi ke te mpat keluarga Go?"
Kun-gi tertawa dingin, jawabnya: " Untuk apa aku ke mari"
Kenapa kau tanya aku ma lah?"
"Kalau saudara tidak ingin kena perkara, kuharap le kas putar
balik saja," anca m la ki2 tua ber--topi.
Menegak alis Kun-gi, tatanya: Justeru seba-liknya, keluarga Tong
kalian yang sengaja cari perkara padaku."
Berubah air muka laki2 tua bertopi, katanya berat: "Setelah tahu
siapa yang bertempat tingga l di te mpat ke luarga Go sekarang, tapi
kau masih meluruk datang?"
-o0dw0o- "Kalau aku takut kena perkara, me mangnya aku berani datang?"
ejek Kun-gi. "Bocah sombong," ma ki laki2 tua bertopi dengan gusar. Tiba2 dia
berpaling kepada kee mpat la ki2 seraga m hita m, katanya sambil
menuding Ling Kun-gi dengan pipanya: "Siapa diantara kalian yang
berani meringkusnya?"
Dua orang segera tampil ke muka, masing2 me lolos golok di
tangan kanan dan kiri, dengan lang-kah lebar mengha mpiri Kun-gi.
Setelah dekat ke duanya sama2 angkat golok, bentaknya: "Saudara
mau turun dan terima diringkus" Atau ingin ka mi ajar?"
Dengan tenang Kun-gi tetap bercokol di atas kudanya, katanya
tertawa: "Boleh terserah apa ke-hendak kalian-"
Karena Kun-gi tetap duduk di punggung kuda, kedua orang ini
tahu untuk me mbuatnya turun terpaksa harus meluka i kudanya
dulu. Maka tanpa berjanji keduanya lantas me mbabat ke kaki kuda,
mulutpun menghardik: "Bocah, menggelinding turun"
Berkerut alis Kun-gi, bentaknya: "Ada permusuhan apa kudaku
dengan kalian?" Tiba2 ia me-mecut dengan ca mbuk di tangannya,
"tarr", dengan tepat ujung ca mbuknya me mbelit perge langan
tangan laki2 di sebelah kanan- Laki2 itu menjerit keras, goloknya
terlempar jatuh, sambil me megangi tangan dia menjerit2 sembari
berjongkok. Saking kesakitan keringat dingin sampa i ber-ketes2,
terang lukanya tidak ringan-
cambuk Ling Kun-gi ternyata bergerak hidup laksana ular, baru
saja di sebelah kanan me-nungging kesakitan, tahu2 bayangan
cambuk sudah melecut ke sebelah kiri. "Tarr", telak mengenai
pundak laki2 sebelah kiri. orang inipun menjerit kesakitan, goloknya
entah mencelat ke mana, saking kesakitan dia ber-guling2 di tanah.
Kedua temannya gusar, segera mereka me m-buru maju seraya
ber-kaok2, golok terayun terus menyerbu dengan beringas. Tapi
baru saja mereka beberapa langkah di depan kuda, tiba2 terasa
bayangan orang berkelebat, hakikatnya mereka tidak melihat jelas
bagaimana Ling Kun-gi me lompat turun dari punggung kuda, tahu2
orang sudah berdiri di depan mereka.
Selama 300 tahun turun temurun, keluarga Tong malang
me lintang di Kangouw dengan senjata rahasia beracun, tidak sedikit
orange dari golongan hitam dan putih yang menghormat dan
mengikat persahabatan dengan mereka, soalnya juga karena jeri
menghadapi senjata rahasia mereka yang beracun, maka jarang
yang berani cari perkara pada mereka.
orang2 keluarga Tong sendiri juga jarang berkecimpung di dunia
persilatan, oleh karena secara langsung menjadikan mereka t inggi
hati, berpendapat bahwa orang2 Kangouw jeri dan tidak berani cari
perkara pada keluarganya sehingga anak buah merekapun
bertingkah laku kasar dan sombong.
Melihat Ling Kun-gi maju, kedua orang itu-pun tida k banyak
cingcong, serentak golok mere-ka bergerak. sinar biru bersilang
seperti gunting ra ksasa dan me mbacok miring ke tubuh Ling Kun-gi.
Jangan kira mereka hanya kacung keluarga Tong, maklumlah
karena orang2 mereka tiada yang berkecimpung di dunia Kangouw,
daripada iseng, maka mereka menghabiskan waktu untuk melatih
diri. oleh karena itu setiap orang keluarga Tong, memiliki
kepandaian silat yang lumayan- Busu atau guru silat yang biasa
berkelana di Kangouw mung-kin hanya dala m gebrak sudah dapat
dipukul roboh oleh mereka, Tapi hari ini mereka justru menghadapi
Ling Kun-gi, seumpa ma telur me mbentur batu.
Begitu kaki hinggap di tanah, Kun-gi langsung menyongsong dua
larik sinar biru secara bersilang yang menggunting tiba, dia tertawa
lebar, katanya: " Kembali semua keroco tak berguna" mendadak dia
gerakkan kedua tangan, sepuluh jari terbuka, masing2
mencengkeram ke batang golok lawan-
Dengan tangan kosong, ternyata dia berani tangkap golok yang
tajam ma lah berlumu racun- Baru saja kedua laki2 itu melengak.
tahu2 terasa tangan mengencang, golok masing2 sudah terpegang
oleh musuh. Sudah tentu kejut mereka bukan main, insaf menghadapi jago
kosen, lekas mereka menarik sekuat tenaga. Tak tahunya golok
mereka itu seperti terjepit tanggam raksasa, sedakitpun tak
bergeming. Kun-gi menyeringa i dingin, dia m2 ia kerahkan Lwe kang, mela lui
batang golok dia salurkan tenaga dala mnya.
Terasa telapak tangan tergetar, mendadak lenganpun menjadi
linu, sudah tentu kedua laki2 itu tak kuasa me mpertahankan
goloknya lagi. Dengan mudah Kun-gi
mera mpas golok kedua lawannya,
mendadak golok terpencar
ke kanan-kiri, gagang golok masing2
mengetuk ke arah kedua
lawan- cara mengetuk dengan golok
sebetul-nya bukan gerakan
tipu apa2, tapi serangan di-lancarkan
oleh Kun-gi, maka perbawanya tentu luar biasa, lain daripada yang
lain- Dika la kedua laki2 itu melongo kebingungan karena golok
terampas lawan, mendadak lutut te-rasa kesakitan, mulut menjerit,
kontan mereka roboh ke tanah.
Gerakan Ling Kun-gi secara beruntun ini dilakukan dengan cepat
luar biasa, lompat turun dari kudanya sampai merebut golok serta
mengetuk kedua lawan hanya berlangsung dala m sekejap.
sampaipun orang tua bertopi yang berdiri menonton di sana hanya
mengawasi dengan mendelong, tahu2 keempat pe mbantunya sudah
diroboh-kan se muanya, untuk menolong juga tidak se mpat lagi.
Keruan ia kaget bercampur gusar, sungguh tak pernah terpikir
olehnya bahwa musuh yang masih begini muda me miliki kepanda ian
setinggi ini, sepasang matanya yang kelam seperti biji mata burung
hantu mengawasi Kun-gi, bentaknya dengan suara berat: "Ternyata
tuan me mang punya bobot, tak heran berani me luruk ke mari dan
me mbuat onar.."
Seenaknya Kun-gi le mpar kedua golok ra mpasannya, dengan
tertawa congkak dia berkata- "Aku datang me menuhi undangan,
bukan sengaja mau mencari onar, kalau saudara tidak ingin
me mberi pengajaran, lekaslah menya mpaikan laporan, katakan
bahwa aku orang she Ling telah datang."
Mendengar orang datang atas undangan sebetulnya si orang tua
bertopi mau tanya. atas undangan siapa dia ke mari" Tapi serta
mendengar kata2 terakhir yang bernada menantang serta mensindir
se-akan2 dirinya tidak berani me lawannya, air mukanya menjadi
gelap. katanya terkekeh di-ngin: "Bagus seka li, asal hari kau bisa
menga lahkan Lo-hu, nanti pasti akan kulaporkan."
Ling Kun-gi ter-gelak2 lantang, ujarnya: "Bagus, apa yang kau
katakan me mang mencocoki seleraku."
Laki2 tua bertopi mendengus, pipa cangklong dia pindah ke
tangan kiri, tangan kanan t iba2 ter-ayun, telapak tangannya yang
hitam lega m tahu2 menepuk ke dada lawan-.
"Hek-sat-ciang," dia m2 berteriak dala m hati Kun-gi waktu melihat telapak tangan orang berwarna hitam..
Sudah tentu Kun-gi tida k gentar dan tidak unjuk kele mahan" Dia
kerahkan lwekang di tangan kanan terus dorong ke depan, secara
keras dia sambut pukulan lawan. Terdengar suara keras,
pergelangan tangan Kun-gi tergetar kesemutan, dia tahu pukulan
orang tua bertopi mengandung racun jahat, ma ka lekas dia
merogoh ke kantong menggengga m Pi-tok-cu.
Laki2 tua bertopi juga terhe mpas mundur tiga langkah, darah
bergolak dirongga dadanya, ia terkejut, batinnya "Bocah ini begini
muda, darima na me mperoleh Lwe kang setangguh ini?" Tapi
wajahnya yang kurus tiba2 me ngulum senyum sadis, katanya
mengulap tangan: "Bocah, lekas kau ke m-bali sana"
Ling Kun-gi berdiri tegak sa mbil bertolak pinggang, sahutnya
pura2 keheranan: "Lho, kenapa, apa cayhe kalah?"
"Anak muda," laki2 tua bertopi terkial2, "ingat ba ik2, hari ini pada tahun depan adalah ulang tahun hari ke matianmu."
Kun gi tertawa tawar, katanya: "Kata2mu sulit kumengerti,
agaknya kau mau bilang bahwa jiwaku takkan bertahan sampai
ma la m ini?"
"Betul, me mang itulah maksudku."
"Aneh," kata Kun-gi dengan me mbadut, " kenapa cayhe
sedikitpun t idak merasakan" Kuha-rap kau lekas melaporkan
kedatanganku?"
Ternyata laki2 bertopi ini adalah cong-koan (kepala rumah
tangga) keluarga Tong yang bergelar Hek -sat-ciang Khing Su-kwi,
biasanya dia pendia m, banyak aka l muslihatnya dan keji.
Terutama Hek-sat-ciang yang dilatihnya amat ganas karena
menggunakan racun khas keluarga Tong sehingga lebih lihay
dibanding Hek-sat-ciang yang biasa di ka langan Kangouw, setiap
lawan yang terkena pukulannya dalam jangka setengah hari jiwanya
pasti melayang kalau tida k diberi obat penawar tunggal buatan
keluarga Tong pula.
Pemuda dihadapannya ini telah mengadu pukulan dengan
dirinya, biasanya racun pasti sudah merembes ketelapak tangan dan
tubuhnya, langsung menerjang jantung, bekerjanya racun juga jauh
le-bih cepat dari luka2 di te mpat lain karena pukulan yang sama.
Tapi pe muda ini tetap segar bugar, sedikitpun tida k menunjukkan
gejala2 keracunan-
Keruan rasa kejut orang tua itujauh lebih besar dibanding
terpukul mundur tiga langkah tadi. Dengan mende lik ia tatap Kun-gi
dalam hati me ngumpat: " Keparat, bocah ini tida k takut racun?"
Mendadak dia manggut2, katanya: "Baiklah, mari biar Lohu
menunjukkan jalan,"- la lu ia ber-anjak ke atas gunung melalui ja lan
yang berian-das papan batu besar2 itu.
Ling Kun-gi tertawa dengan pongah, sambil menarik tali kenda li
kudanya, dia ikut dibelakang orang. Jalan berbatu ini ternyata
lapang dan halus, walau terus menanjak ke atas, tapi orang tidak
merasakan le lah, deretan pohon2 siong dan pek yang sudah tua
berjajar disepanjang jalan menuju ke atas. Tanpa terasa, mereka
tiba dila mping gu-nung.
Disebelah depan adalah sebuah tanah lapang yang luas, cuaca
meski gelap. tapi Kun-gi masih dapat melihat jelas lapangan luas ini
sekelilingnya dipagari batu putih yang berukir, tumbuhan bunga
beraneka warnanya sedang mekar semerbak di se-panjang pagar
batu putih itu.
Disebelah depan sana adalah sebuah pintu gerbang besar dan
tinggi dibangun dari marmer hijau mengkilap. tepat diatas pintu
gerbang terukir beberapa huruf yang berwarna menyolok dari dasar
hijau berbunyi "Puri keluarga Go". Kedua pintu gerbang terpentang
lebar. Di kedua sisi pintu tergantung dua buah lampion besar, di
atas lampion ini bertuliskan huruf TONG, kiranya mereka menetap di
rumah keluarga Go untuk se mentara. Di depan pintu berdiri dua
orang laki2 baju hijau yang menyoreng golok, tegak tanpa bergerak.
tak ubahnya seperti dua patung.
Hek-sat-ciang Khing Su-kwi me mbawa Kun--gi ke tengah
lapangan- tiba2 dia berhenti dan berpaling, katanya dingin:
"Sahabat, tunggulah di sini sebentar, Lohu akan masuk me mberi
laporan- "-Lalu dia me langkah masuk ke pintu gerbang.
Ling Kun-gi menunggu dengan sabar, tak la-ma ke mudian
tampak Khing Su-kwi sudah keluar pula me mbawa seorang laki2
berusia 50-an, alis gombyok tebal, mata seperti burung hantu,
mengenakan jubah panjang warna biru, sikapnya kelihatan angkuh.
Pada saat kedua orang ini muncul, dari kiri kanan pintu gerbang
beruntun keluar pula delapan laki2 bertubuh kekar, berpakaian
ketat, pakai ikat kepala, golok besar yang mereka bawa berkilau
me mancarkan warna biru, semuanya serba biru.
Walau mereka tidak langsung mengepung Ling Kun-gi, tapi sigap
sekali mereka sudah me me ncarkan diri, dari jarak kejauhan mereka
menge lilingi tanah lapang ini. .
Sambil menggendong tangan Kun-gi berdiri di tengah lapangan,
me lirikpun tidak ke arah mereka. La ki2 jubah biru menatap dengan
tajam ke arah Ling Kun-gi, lalu bertanya kepada Khing Su-kwi,
"Bocah inikah yang kau katakan?" Khing Su-kwi me ngiakan
dengan hormat. Menyipit mata laki2 jubah biru, tanyanya dingin: "Siapa na ma mu"
Untuk apa ke mari?"
Kun-gi tetap berdiri tegak dengan sikap angkuh, dia m saja
seperti tidak mendengar tegur sapa orang.
"Anak muda," laki2 jubah biru menarik mu-ka, "Lohu bertanya
padamu" Kau dengar tidak?"
"Tanya padaku ?" jawab Kun-gi sa mbil me-lirik, "Lebih ba ik kau sebutkan dulu siapa diri-mu ini?"
Sedikit melenga k laki2 jubah biru, katanya: "Lohu Pa Thian-gi,
kepala congkoan dari keluar-ga Tong di Sujwan-"
Kun-gi tetap menggendong kedua tangan, sikapnya sombong
tidak hiraukan segala adat umumnya hanya mulutnya bersuara
"ooo" saja.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Amarah me mbayang muka Pa Thian-gi katanya: "Sekarang
katakan maksud kedatanganmu.."
"Kalau Pa- congkoan tidak tahu maksud kedatanganku, suruhlah
Kwi-kian jiu Tong-locit ke-luar, dia tahu siapa diriku."
Berkerut alis Pa Thian-gi, katanya: "Jadi saudara mencari cit-ya,
tapi cit-ya sedang keluar."
"Me mangnya dia takut mene mui a ku. Kalau begitu bebaskan
perempuan yang kalian culik itu," kata Kun-gi ketus.
Berjingkrak gusar Pa Thian - gi, bentaknya: "Anak sombong,
jangan kau bertingkah di sini."
Sambil menarik alis Kun-gi balas me mbentak: " orang she Pa,
orang she Ling ini datang menepati undangan, walau nona yang
kalian culik bukan adikku, tapi aku orang she Ling sudah meluruk ke
mari, maka nona itu harus kutolong, lekas suruh Tong cit-ya
me mbebaskan dia."
"Kau bocah ini me mbual apa" Terus terang kuberitahu, cit-ya
tidak di sini, le kas kau enyah saja."
" Kalian berani main culik, aku tidak peduli kalian dari ke luarga
Tong segala."
"Kau tahu ka mi dari keluarga Tong, berani kau ma in tuntut
segala, besar sekali nyalimu."
"Siang hari bolong menculik pere mpuan, me mangnya kalian
sudah lupa undang2 raja?"
Mendelik mata Pa Thian-gi saking gusar, sam-bil mendongak ia
ter-gelak2, katanya: "Bocah ini sungguh angkuh, berarti mencari
setori ke te mpat ini, hayo kalian bekuk dia."
Kata2nya yang terakhir ini me mberi perintah kepada delapan
laki2 seraga m biru yang berpencar di empat penjuru, dengan
langkah enteng dan gesit cepat mereka merubung maju. Mereka
berdiri dengan kedudukan Pat-kwa, beberapa kaki di sekeliling Ling
Kun-gi mereka berhenti, lalu dengan serentak mereka saling geser
kedudukan pula seraya mengeluarkan golok masing2 terus
me mbacok secara serabutan, Kun-gi merasakan sinar biru ber-lapis2
lak-sana gunung menindih dari bergagai arah.
Keruan kejut Kun-gi bukan ma in, dia m2 dia berpikir: "Agaknya
mereka sudah siap menghadapiku, barisan golok ini sungguh lihay
sekali." Otak bekerja tanganpun bergerak, "sret" tahu2 pedangnya dia lolos, selarik sinar hijau t iba2 mengelilingi tubuhnya menjadi
semca m jaringan cahaya me m-bungkus badan-
Maka terdengarlah suara berdering keras dari kiri kanan, depan
danbelakang, secara berantai senjata beradu keras.
Walau dala m scgebrak dia berhasil me mben-dung delapan golok
lawan, Tapi hati sendiri juga mencelos, maklumlah barisan golok
yang dilakukan delapan orang ini agaknya merupakan barisan
tangguh yang amat dibanggakan oleh ke luarga Tong di Sujwan,
setiap orangnya masing2 me miliki kepandaian tinggi dan
dige mbleng secara khusus.
Begitu barisan golok berke mbang, maka yang kelihatan hanya
cahaya biru kemilau yang simpang siur menyamber kian ke mari,
la ma kela maan se makin ketat dan ganas, sudah tentu Kun-gi terke-
pung dan se makin se mpit ruang geraknya.
Betapapun tinggi ilmu silat Ling Kun-gi dibawah rangsakan sinar
golok lawan yang hebat ini, dia rada terdesak juga, terasa ilmu
pedang sen-diri yang lihay menjadi susah dike mbangkan- Su-dah
tentu dia tidak tahu bahwa yang dihadapinya ini ada lah Pat-kwa-to
tin ( barisan golok Pat-kwa ) ciptaan keluarga Tong di Sujwan,
walau tidak setaraf Lo-han-tin dari Siau-lim-si serta Ngo-heng-kia m--
tin dari Butong-pay, namun perbawanya juga amat mengejutkan,
jarang tokoh2 Bu-lim yang terkepung oleh barisan golok ini ma mpu
lolos dengan hidup,
Maklumlah ke luarga Tong di Sujwan terkenal dengan racun dan
alat2 senjata, bukan saja kedelapan orang ini mahir betul
me ma inkan barisan golok. senjata merekapun dilumuri racun dan
dina makan Thian-lan-hoa-hiat- to (golok langit biru peng luluh
darah), disamping itu merekapun meya-kinkan ilmu senjata rahasia
yang lihay dan banyak raga mnya. jurus terakhir dina makan Pat sian-
hian-siu (de lapan dewa merayakan ulang tahun), yaitu masing2
mende monstrasikan kepandaian ilmu senjata rahasia, delapan
maca m senjata rahasia serentak memberondong ke satu sasaran,
sebelum musuh ro-boh terkapar, serangan tidak akan usa i.
Tujuh kali gebrakan telah berlalu, terasa oleh Kun-gi barisan
golok lawan me libat dirinya sede-mikian kencang, ke mana dirinya
bergerak sinar biru selalu mengikuti gerak langkahnya, dibabat tidak
putus, ditusuk tak tembus, dibacokpun tidak pecah. Lama kela maan
Kun-gi merasa sebal dan ma ngkel ka lau dirinya selalu menjadi
bulan2an musuh, kapan perte mpuran berakhir" Tiba2 pedangnya
berputar, kaki menjejak dan tubuhpun me la mbung ke atas.
Di luar tahunya bahwa kedelapan orang ini dijuluki Tong- bun-
pat-ciang (delapan jago keluarga Tong), ilmu silat masing2 me mang
sangat tinggi, bila musuh melompat ke atas, merekapun turut me-
ngapung ke atas dan golok mereka tetap merangsak secara
bersilang dari delapan penjuru, tubuh musuh tetap menjadi sasaran-
Sejak berkelana di Kangouw, baru perta ma kali ini Ling Kun-gi
benar2 merasakan betapa dahsyat dan berat pertempuran yang
harus dihadap-inya ini. Badan yang terapung
mendadak dia bikin berat dan anjlok dengan cepat dari tangkas,
sekaligus dia hindarkan tabasan delapan golok beracun, begitu kaki
menginjak tanah selicin be lut tubuhnya berputar dan berkisar untuk
menerjang keluar kepungan barisan golok musuh.
Di luar tahunya bahwa kedelapan lawannya juga sudah
gemblengan, ilmu silat dan pikiran mereka boleh dikatakan sudah
bersatu padu, be-kerja serasi dan ketat- Begitu golok me mbacok
tempat kosong, sigap sekali merekapun turun- De liapan orang tetap
pada posisi semula, sedikitpun tida k kacau, delapan larik sinar biru
ke mbali me-nyamber.
congkoan Pa Thian-gi berdiri diundakan dengan air muka
me mbesi kereng. terdengar suaranya membentak: "Anak muda,
sekarang buang pedangmu, masih ada harapan jiwamu akan
hidup," Mendengar seruaa congkoan mereka, kedelapan orang itupun
ikut me mbentak^ "Anak muda, congkoan suruh kau me mbuang
pedang, lekas menyerah?"
Terkepung di tengah, Kun-gi menjadi berang, serunya lantang. "
Orang she Pa, soalnya aku tidak ingin melukai orang tanpa sebab,
kau kira barisan golok ini dapat mengurung diriku?" Di tengah
alunan suaranya pedangnya menusuk dengan jurus aneh dan lihay,
tampak se larik sinar le mbayung yang menyilaukan mata tiba2
menya m-ber ke samping terus barputar keluar.Jurus ini adalah
Liong- can- gi- ya (naga bertempur di sawah), merupakan sa lah
satu jurus dari delapan jurus ilmu pedang warisan keluarganya.
Gurunya pernah berpesan, tiga macam ilmu silat warisan keluarga-
nya tidak boleh sembarangan dipertunjukkan sela-ma menge mbara
di Kangouw, Tapi sekarang dia di-paksa oleh keadaan de mi
me mpertahankan diri.
Hanya sekejap saja, terdengar suara berde-ring keras
danpanjang secara beruntun, kedelapan laki2 baju biru hanya
merasa pandangan kabur dan silau oleh sa mberan sinar terang,
tahu2 pergelangan tangan tergetar lemas dan linu, Thian-lan--hoa-
hiat-to buyar, hampir dalam waktu yang sama golok mereka
terpental lepas dan berjatuhan mengeluarkan suara kerontangan di
atas lantai batu.
Sudah tentu kedelapan lelaki itu melenggong dan me matung
sesaat oleh serangan lihay dan tak terduga ini, tiada yang tahu cara
bagaimana golok mereka bisa terlepas sehingga mereka mende lik
saja mengawasi Ling Kun-gi.
Hebat perubahan air muka Pa Thian-gi, mendadak dia tepuk
kedua tangan, serunya: " Kalian tunggu apa lagi?"- kata2 ini berarti aba2 pula ter-hadap kedelapan laki2 baju biru itu.
Dengan ter-sipu2 kedelapan orang itu serempak me lompat jauh
ke belakang, delapan tangan serentak terayun pula, bintik2 biru
ke milau yang tak terhitung jumlahnya sama me luncur ke arah Kun-
gi berdiri. Tapi saat itu juga Kun-gi tahu2 sudah berada didepan Pa Thian-
gi, ujung pedang yang ke-milau telah menganca m tenggorokannya,
katanya dingin: " orang she Pa, berani kau bergerak segera kutusuk
tenggorokanmu."
Bahwa Pa Thian-gi bisa diangkat sebagai kepala congkoan
keluarga Tong, sudah tentu dia me miliki kepandaian silat yang
dapat diandaikan, tapi sekarang hakikatnya dia tidak melihat
sesuatu dan Ling Kun-gi tahu2 sudah berada di depan dan
menganca m tenggorokan-dengan pedang. Keruan wajahnya
seketika pucat berkeringat, tapi tidak berani bergerak sedikitpun.
Hek-sat-ciang Khing su-kwi berdiri di sa mping Pa Thian-gi, orang
ini lebih licik dan naka l, melihat gelagat jelek tanpa bersuara
mendadak telapa k tangannya menepuk ke iga Ling Kun-gi. Se-
rangan ini dilakukan da la m jarak dekat, dilancarkan secara
mendadak serta berusaha menolong atasan- nyalagi, sudah tentu
lihay luar biasa.
Seperti tumbuh mata dibelakang kepalanya, tanpa menoleh Kun-
gi geraki tangan kanan, dengan jurus Ji-jiu-po-l ong (tangan kosong
me mbe kuk naga) cepat laksana kilat, tahu2 pergelangan tangan
Khing Su-kwi sudah terpegang terus dikipatkan ke belakang.
Tiada kee mpatan sedikitpun bagi Khing Su-kwi untuk
me mpertahankan diri, seperti orang2an ter-buat dari damen,
tubuhnya terlempar jauh ke be lakang, terbanting di tengah
lapangan- Untung ke delapan orang yang menimpuk senjata rahasia
itu sudah menghentikan serangannya karena bayangan Kun-gi
sudah lenyap secara mendadak. kalau tidak tentu badan Khing Su-
kwi yang menjadi sasaran- Gusar serta malu, tapi Pa Thian-gi tak
berani bergerak. dengan ganas ia me mbentak: "Apa keingin-anmu
saudara?" "Tunjukkan jalan" sahut Kun-gi angkuh. Ge mobyos keringat Pa
Thian-gi, tanyanya: "Kau ...... ingin berte mu dengan siapa?"
"Sudah tentu majikanmu," sahut Kun-gi ketus.
"Kau .." gugup dan gelisah suara Pa Thian-gi.
Tanpa me mberi kese mpatan orang bicara, tiba2 Kun-gi tarik
pedangnya, katanya dingin, " orang she Pa, me mbaliklah pelan2 dan
masuk ke da la m, kuharap kau tahu diri, dihadapan orang she Ling-
menggunakan pedang atau tidak. sama saja, sedikit kau mengunjuk
gerakan mencuriga kan, selangkah-pun jangan harap kau bisa lari."
Kalau di wa ktu biasa tentu Pa Thian-gi t idak percaya, tapi kini
kata2 ini diucapkan dari mulut Ling Kun-gi, mau tidak mau dia harus
percaya dan betul2 tidak berani banyak tingkah.
Maklumlah kepanda ian silat anak muda ini sungguh a mat tinggi
dan sukar diukur, berani ber-kata tentu orang berani mela ksanakan
ancamannya. Memangnya manusia mana di kolong langit ini yang
berani me mpertaruhkan jiwa sendiri dengan maut" Tanpa bersuara
pelan2 Pa Thian-gi me mbalik tubuh, kini teng gorokan ada di depan,
tapi masih serasa seperti ada pedang yang tidak kelihatan
menganca m di lehernya.
Untung pedang tidak terasa mengancam punggungnya, maka
dengan leluasa ia berjalan masuk. ia tahu orang suka memberi
muka kepada dirinya.
Sebenarnya Ling Kun-gi tidak pandang sebelah mata pada
congkoan keluarga Tong ini. Se-baliknya bagi Pa Thian-gi, meski
dirinya digusur masuk. Tapi bagi pandangan orang lain se-olah2 Pa
Thian-gi menunjuk ja lan dan mengiringi Kun -gi masuk ke dala m.
Sudah tentu hal ini jauh lebih terhormat daripada dianca m dengan
ujung pedang. Begitulah dia jalan di depan, sementara pe-dang Ling Kun-gi
sudah dimasukkan kedala m sarungnya, langkahnya mantap
mengikut i orang ke-dala m.
Di depanpintu terjaga pula oleh empat orang laki2 baju hitam
bergolok, melihat Pa-Congkoan masuk mengiringi ta mu, sudah tentu
mereka tida k berani merintangi. Masuk pintu ke dua terlihatlah
cahaya lampu terang benderang di ruang tengah, diantara undakan
di serambi luar sana, berjajar empat perempuan yang bersenjata
Thian-lan-tok-kia m. Usia keempat pere mpuan ini rata2 sudah lebih
40, masing2 me mbawa kantong kulit di kiri kanan pinggang, tangan
kiri semuanya mengenakan sarung tangan yang ter-buat dari kulit
menjangan- Kerai bambu menjuntai menutupi pintu besar, terdengar suara
serak suara seorang perem-puan tua berkata dari balik kerai sana:
"Pa-cong-koan, kudengar katanya ada orang ma mpu me mecahkan
Pat-kwa-to-tin kita?"
Bergegas Pa- congkoan beranjak tiga langkah serta membungkuk
di undakan, serunya: "Hamba me mang ke mari untuk me mberi
laporan kepada Lohujin ( nyonya tua ), orang ini she Ling, dia minta
bertemu dengan Lohujin."
Melengak Kun-gi mendengar ucapan ini, batin-nya: "Yang kucari
adalah Kwi-kian-jiu Tong cit-ya, kapan aku pernah bilang hendak
mene mu nyonya tua ini?"
Terdengar perempuan tua di da la m berkata pula: "Mana
orangnya?"
Pa Thian-gi menjura pula, sahutnya: " Lapor Hujin, hamba sudah
me mbawanya ke mari."
Terdengar perempuan tua mendengus, jengek-nya: "Kalian
sudah kecundang bukan?"
Keringat dingin ber-ketes2 me mbasahi badan, Pa Thian-gi
bungka m t idak berani bersuara.
"Baiklah," suara perempuan tua lebih sabar dan lamban, "Bawa
dia masuk"
Pa Thian-gi mengia kan, cepat dia membalik, wajahnya tampak
mena mpilkan senyuman sinis, katanya^ "Saudara Ling, mari masuk
bersama ku."- La lu dia mendahului masuk ke dala m.
Ling Kun-gi tida k bersuara, dia ikuti orang naik ke undakan, dua
orang perempuan baju hitam maju dari kiri kanan menarik kerai ke
atas dan me mberi jalan kepada mereka.
Empat la mplon besar tergantung di empat penjuru ruang
pendopo besar dan luas ini, tepat di tengah tergantung pula sebuah
la mpu kaca yang berbentuk menyerupai sekuntum bunga teratai,
maka keadaan ruang pendopo terang benderang se-perti siang hari.
Sebuah kursi terbuat dari kayu cendana yang terukir indah
berduduk dengan angkernya seorang perempuan tua berbaju
kuning, wajahnya putih ber-sih, tapi kaku dingin, rambutnya sudah
ubanan di-ikat kain hitam, tepat ditengah ikal ra mbutnya ter-tancap
sebentuk mainan batu Giok yang berbentuk persis dengan
kelelawar, tangan kanan memegang sebatang tongkat berkepala
burung, usianya antara 60. Dua gadis baju hijau pelayan pribadinya
berdiri mengapit di kiri- kanan, pedang pendek tergan-tung di
pinggang masing2.
Tepat dibelakang kursi berdiri seorang nyonya muda yang cantik,
sikapnya anggun, kalau dia bu-kan menantu si pere mpuan tua,
mungkin puterinya.
Begitu me masuki ruang pendopo, langkah Pa- congkoan
dipercepatdengansedikitmunduk2,se-runya:"Hamba
menya mpaikan se mbah ba kti kepada Lohujin dan Siauhujin-"
"Pa- congkoan tidak usah banyak adat," pe-rempuan tua
mengebaskan lengan baju.
Mulut bicara, namun biji matanya yang berkilat menatap Ling
Kun-gi, lalu tanyanya dingin: "Pa- congkoan, anak muda inikah yang
mau mene muiku?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pa Thian-gi mengiakan sa mbil me mba lik badan, katanya pada
Kun-gi: "Saudara Ling bilang mau mene mui Lohujin, nah, beliau
inilah Lohujin-"
Pelan2 Kun-gi melangkah maju, dia me mberi hormat dan
berkata: "cayhe Ling Kun-gi, me m-beri hormat kepada Lohujin-"
"Anak muda," ujar Tong-lohujin, "katanya di luar tadi kau
berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin ka mi, sungguh hebat kau
ini." Nadanya dingin, jelas hatinya mendongkol dan kurang senang,
Kun-gi tertawa, katanya. "Maaf Lohujin, demi me mpertahankan
diri terpaksa Cayhe melakukan apa saja yang bisa dilakukan, tapi
dalam hal ini a ku cukup menaruh be las kasihan, tiada seorang-pun
yang kulukai."
Sedikit berubah rona muka Tong-lohujin, "Ka lau begitu kau telah
bermurah hati, bagaimana kalau kau tidak menaruh belas kasihan"
Kau bunuh mereka se mua?" Menegak alis Ling Kun-gi, katanya
dingin: "Mereka tidak dapat me mbedakan salah dan benar, mengepung
orang dan turun tangan dengan keji, umpama cayhe tidak
mena matkan jiwa mereka, sedikitnya pasti kukutungi lengan mereka
yang menyerang dengan senjata beracun."
"Anak muda," semprot Tong-lohujin, "takabur betul kata2 mu,
jangan kau me mandang rendah ter-hadap anggota keluarga Tong
kami." "Kurang tepat ucapan Lohujin," ujar Kun-gi, "dala m kalangan
Kangouw hukum rimba sering terjadi, siapa le mah dia gugur dan si
kuat sering me ninda k yang le mah. cuma ke luarga Tong ka lian cukup
terkenal, seharusnya kalian bertindak menurut aturan-"
"Dala m hal apa ka mi tida k beraturan?" bentak Tong lohujin
gusar. "Kalau Lohujin pegang aturan, coba tanya kepada Pa- congkoan,
cayhe datang atas undangan, tapi orang kalian main cegat dan
menyerang, kalau cayhe tidak ma mpu me mpertahankan diri, sejak
tadi sudah terkapar ma mpus di tengah hutan sana."
"Pa-congkoan," seru Tong-lohujin, "apa betul ucapannya?"
"Menurut laporan Khing-hucongkoan," de mikian Pa Thian-gi
menje laskan, "orang ini naik gunung mencari setori, karena sukar
dilayani, terpaksa hamba suruh mereka menghadapinya dengan
barisan golok."
"Kau tidak tanya maksud kedatangannya?" desak Tong- lohujin.
" Ha mba, sudah tanya, dia menuduh kita menculik pere mpuan
baik2, dia menuntut supaya kita me mbebaskan pere mpuan itu,"
demikian Pa-cong-koan menerangkan.
"Betulkah kalian menculik pere mpuan baik2?" desak Tong-lohujin
pula. Gugup sikap Pa Thian-gi, sahutnya: "Harap Lohujin maklum,
mana ka mi berani melakukan perbuatan serendah ini?"
Sorot mata Tong-lohujin beralih ke arah Ling Kun-gi, tanyanya:
"Anak muda, kau minta bertemu dengan Losin (aku), maksudmu
hendak me-nuntut pe mbebasan pere mpuan itu?"
"Terus terang cayhe tidak tahu bahwa Lohujin ada di sini, jadi
tiada maksudku ingin mene mui Lohujin," sahut Ling Kun-gi terus
terang. "Lalu kau cari siapa."
"cayhe ingin mene mui Kwi-kian-jiu Tong cit-ya. ."
"Jadi Lo-cit yang menculik pere mpuan itu?"
"Betul, dia menculik seorang pere mpuan, dia kira pere mpuan itu
adalah adikku, maka dia tan-tang aku datang ke Pat-kong-san ini,"
lalu dari sakunya Kun-gi, keluarkan surat undangan itu katanya
mena mbahkan: "Ada
surat ini sebagai bukti
harap Lohujin me meriksanya . "
Seorang pelayan perempuan segera maju me-nerima surat itu
terus dipersembahkan kepada Lo-hujin.
Setelah me mbaca surat itu, Tong-hujin me ngernyitkan kening,
tanyanya^ "Kau tahu siapakah pere mpuan yang diculik Lo cit?"
"cayhe tidak punya adik, siapa pere mpuan yang dia culik, cayhe
tidak tahu, tapi dia menculik lantaran cayhe, terpaksa kudatang
ke mari menuntut pe mbebasannya."
Tong-lohujin manggut2, katanya: "Memang betul ucapanmu, lalu
barang apa yang kau bawa?"
"Hal ini cayhe sendiri juga kurang jelas, ke marin tengah hari
waktu cayhe lewat perbatasan, Tong cit- yadan anak buahnya
mencegat serta menuntut barang yang kubawa, sampai sekarang
cayhe belum tahu apa tujuannya, mencegat dan ingin mera mpas
barangku?"
Tampak marah mimik wajah Tong-lohujin, katanya kepada Pa
Thian-gi: "Pa- congkoan, apa saja yang kau urus sela ma ini" orang
datang minta bertemu dengan secara hormat, kalau Lo-cit
me lakukan kesalahan, kenapa kau be la perbuatannya" Sungguh
me ma lukan dan merendahkan derajat ke-luarga Tong kita."
Ter-sipu2 Pa Thian-gi munduk2, serunya:
"Ha mba me mang pantas mati, harap Lohujin suka me mberi
ampun-" "Jangan banyak bicara lagi, di mana Lo cit?"
"cit-ya tidak ke mari . . . ^ "
Tong-lohujin mengetuk tongkat di atas lantai, serunya murka:
"Sekarang juga kalian pergi mencarinya dan suruh dia segera
ke mari. Keluarga Tong dari Sujwan sa mpai main culik dan peras
segala, betapa memalukan kalau sa mpai ha l ini tersiar di ka langan
Kangouw" Hayo lekas cari dia ke mari."
Tak berani ayal, cepat Pa Thian-gi berlari keluar dengan langkah
ter-gopoh2. "Anak muda," kata Tong-lohujin ke mudian, "Kau sudah dengar,
orang2 keluarga Tong tidak seluruhnya jelek seperti dugaanmu.
Besok sebelum tengah hari kau boleh ke mari lagi, walau perempuan
itu bukan adikmu, Los in akan serahkan dia pada mu dan kau boleh
menge mba likan dia keru-mahnya, kau terima tidak?"
Ling Kun-gi menjura, serunya: "Lohujin ber-pesan, cayhe terima
dengan senang hati".
"Baik, besok sebelum tengah hari, kau boleh ke mari mene mui
Los in pula."
"Kalau begitu, cayhe mohon diri."
Setelah meninggalkan puri milik keluarga Go, segera Kun-gi
ke mbangkan ilmu ringan tubuh langsung ke mbali ke kota, setelah
me lompati te m-bok kota, dia menyelundup melalui tempat sunyi
terus berlenggang dijalan raya. Malam be lum larut, maka suasana
masih cukup rama i, setelah pu-tar kayun dijalan raya sebentar, Kun
gi me mbelok ke sebuah jalan, di sana ada sebuah hotel ber-nama
Siu-jun, keadaan di sini tenang dan tenteram di tengah kerama ian
kota. Belum lagi Kun-gi me masuki pinto, seorang pelayan sudah
menya mbutnya munduk2 menyilakan masuk. Dengan langkah lebar
Ling Kun-gi masuk ke situ, pelayan lain me mbawanya ke sebuah
kamar kelas satu, servicenya memang cukup me mu-askan-
Setelah me mbersihkan badan dan makan ala kadarnya, Ling Kun-
gi menanggalkan pedang di atas ranjang dan duduk menyandang
secangkir teh, pikir-annya mengenang ke mbali pengala man seja k
mulai dari Kayhong waktu menguntit si baju biru, yang kini diketahui
bernama Dian-kongcu serta kejadian sepanjang penguntitan ini.
Yang terang banyak orang dari berbagai kelompok juga mengikut i
je-jaknya. Terkenang olehnya Un Hoan-kun, si jelita yang ramah dan
anggun- Diapun tak bisa melupa-kan gadis baju cokelat yang lincah
dan berbudi halus, dia hanya tahu gadis menggiurkan ini she Pui.
Dia terkenang pada Un Hoan-kun, tapi juga rindu pada gadis baju
cokelat. Terasa kedua no-na ini bak sekuntum bunga, yang satu
merah dan yang lain kuning, sama molek dan indah, sukar dipilih
mana lebih cantik. Laki2 umumnya suka mengagumi paras cantik,
apalagi Ling Kun-gi, pemuda yang baru menanjak dewasa, pe muda
yang mula i menda mbakan jenjang asmara, Lama sekali dia
termenung sa mbil mengawasi langit2 ka mar, tanpa sadar ia
mengulum senyum manis.
Bagi Kun-gi baru pertama kali ini dia me-ngecap manisnya cinta,
belum lagi dia rasakan getirnya permainan cinta itu. Lama kela maan
dia merasa badan penat dan kepala sedikit berat, tanpa ganti
pakaian dia terus merebahkan diri di atas ranjang, tapi sekian
la manya tetap tidak bisa pulas. Tanpa terasa dari kejauhan
terdengar kentongan kedua.
Se-konyong2 didengarnya di luar jendela ada suara keresekan.
Suara lambaian pakaian yang me luncur turun serta terdengar suara
kaki hinggap di tanah, lalu mende kati jendela. orang ini jelas
menahan napas, cukup la ma dia berdiri di luar jendela.
Sudah tentu semua ini tidak dapat mengelabui Kun-gi, tapi dia
ingin tahu apa ma ksud ke-datangan orang "pejalan ma la m" ini,
maka dengan sabar dia menunggu dan pura2 tidak tahu.
Setelah menunggu sebentar dan tida k terdengar suara apa2 di
dalam ka mar, pejalan ma la m di luar itu agaknya tidak sabar lagi,
dari luar jendela dia berkata dingin: "Ling Kun-gi, ke luarlah kau"
Kata2nya tidak keras, umpama Kun-gi sudah tidur pulas, pasti
juga mendengar suara ini. Makulumlah setiap insan persilatan walau
dalam keadaan tidur nyenyak. dia tetap berlaku waspada, re-
aksinyapun sigap dan cepat, apalagi Ling Kun-gi me miliki
kepandaian tinggi, seharusnya sudah tahu akan kedatangannya ini.
Bahwa dia dia m menunggu di luar, maksudnya juga supaya Ling
Kun-gi me mburu ke luar, karena Kun-gi t idak menunjuk reaksi apa2,
terpaksa dia bersuara.
Karena orang telah menantangnya keluar, tak bisa Kun-gi
berpeluk tangan, mulutnya segera menghardik tertahan: "Siapa?"
Sekali lompat turtun ranjang, sekenanya dia mengenakan mantel
sembari meraih pedang, sekali dorong jende la, ba-gai burung
tubuhnya melayang keluar jende la. Waktu kakinya menginjak tanah
di luar pe karangan, tampak di atas wuwungan didepan sana berdiri
sesosok bayangan kecil kurus.
Melihat sikap orang yang menantang Kun-gi menjadi gusar,
sekali enjot kaki, badannya melen-ting ke atap rumah, sekali tutul
lagi dia me lesat ke arah bayangan itu.
Begitu Kun-gi menubruk datang, bayangan itupun cepat
me layang pergi, beruntun beberapa kali lompatan, pesat sekali
tubuhnya sudah melayang kewuwungan rumah yang la in, dengan
jalan main lompat di wuwungan rumah dia terus kabur laksana
terbang ke arah barat.
Karena orang tunjuk nama dan menyuruhnya keluar, sudah tentu
Kun-gi tidak mau lepas orang pergi, segera dia kerahkan tenaga,
dan mengejar dengan kencang.
Kejar mengejar terjadi, bayangan mereka me-lesat di tengah
udara. cepat sekali mereka sudah berada di tempat belukar yang
sepi di luar kota sebelah barat. Ginkang orang itu me mang tinggi,
tapi dibanding Ling Kun-gi masih kalah setingkat, maka dala m kejar
mengejar ini jarak kedua piha k sema kin dekat.. setiba di luar kota
jarak antara kedua orang hanya tingga l tiga tombak saja.
Pada saat berlari kencang itu, bayangan kecil kurus di depan
mendadak me mbalik tubuh, tangan terayun dan mulut menghardik:
"Awas serangan- Setitik bayangan langsung menerjang ke muka
Ling Kun-gi. Tidak me ngira baka l diserang, cepat Ling Kun--gi mengerem
langkah seraya ulur tangan menangkap senjata rahasia itu, kiranya
hanya sebutir batu. Begitu dirinya berhenti, bayangan itupun sudah
ber-henti serta berpaling .Jarak kedua orang kini hanya setomba k
lebih. Ling Kun-gi mengawasi dengan tajam,
dilihat-nya orang
mengenakan topi beludru, wajahnya kuning,
perawakannya kecil
kurus, pakaiannya ketat serba hitam, pedang
panjang digendong
dipunggung-nya, muka ke lihatan jelek tapi
sepasang matanya
sedemikian bening, cerah dan bersinar.
Di ka la dia mengawasi orang, orangpun mengawasi dirinya. Kun-
gi merasa belum pernah meli-hat orang ini. Keadaan sekeliling sunyi
senyap. tidak terlihat adanya tanda2 perangkap di sini" Dia m2 ia
heran, tak tahan Kun-gi bertanya: "Tuan me mancingku ke mari,
entah ada petunjuk apa?"
"Kau inikah Ling Kun-gi?" rendah suara si baju hitam itu.
"Betul," sahut Kun-gi, "entah siapakah tuan ini?"
"Tak perlu kau tanya siapa aku," dingin nada orang itu.
"Baiklah, sekarang coba jelaskan maksudmu?" Pe lan2 orang itu
menurunkan pedang dari punggungnya, katanya: "Kudengar kau
mengagulkan kepandaianmu yang tinggi dan konon tiada bandingan
di kolong langit ini."
Kun-gi me lenggong, katanya tertawa tawar: "Mungkin saudara
salah dengar, selamanya belum pernah aku mengagulkan ilmu
silatku, apa lagi tiada bandingan segala."
"Aku tidak peduli kau berani bilang de mikian atau tidak,
kupancing kau ke mari, ingin kujajal ke-pandaianmu, bukankah kau
me mbawa pedang pu-sa ka" Nah, marilah kita bertanding ilmu
pedang." sekilas Ling Kun-gi pandang pedang pusaka ditangan kirinya,
katanya: "Apa perlu?"
" Kecua li kau t idak berani atau menyerah kalah kepadaku."
Menyipit mata Kun-gi, katanya tegas: "Pedang adalah senjata
tajam, kita belum saling kenal, tidak pernah bermusuhan lagi,
kenapa harus bertanding pedang?"
"Aku ingin me nentukan siapa lebih unggul di antara kita, setelah
kau berada di sini, mau atau tidak harus bertanding juga."
"Tuan dihasut orang atau atas keinginanmu sendiri."
"Tiada orang menghasutku, atas keinginanku . . ."
"Kalau de mikian silakan tuan ke mbali, maaf aku tidak bisa
me layani," habis berkata Kun-gi terus putar tubuh hendak pergi.
"Ling Kun-gi," bentak orang itu, " berdirilah ditempat mu"
"Tuan masih ada urusan la in?"
Sambil mengacung pedang orang itu berkata: "Kau mau pergi,
temanku ini yang keberatan."
Gusar Kun-gi tapi dia tetap bersabar, kata-nya: "Agaknya tuan
mahir ilmu pedang, tentunya kaupun tahu belajar ilmu pedang
bukan untuk pa mer atau buat adu kekuatan segala, tanpa sebab
cayhe tidak akan se mbarangan menggunakan pedang kau boleh
ke mbali saja."
"Tida k bisa," seru orang itu.
"Sejak cayhe belajar pedang, selamanya me m-batasi diri dan
tidak suka se mbarangan bergebrak dengan orang lain."
"Aku tidak tahu apakah itu larangan atau kebiasaan, dua
ke mungkinan kau hadapi sekarang, setelah itu baru kau boleh
pergi." Bersinar mata Ling Kun-gi, tanyanya: "Dua ke mungkinan apa?"
"Kau mengalahkan pedangku ini atau buang pedangmu serta
menyerah ka lah."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semakin terang sinar mata Ling Kun-gi, katanya kalem: "Kuharap
kau tahu diri, jangan menyudutkan orang sede mikian rupa."
Berkedip orang itu, katanya tertawa dingin: "Kucari kau untuk
bertanding pedang, jangan bilang ma in paksa segala."
"cayhe tadi sudah bilang tida k akan se mbarang menggunakan
pedang." "Kalau kau tidak mau bertanding, boleh kau lempar dan
tanggalkan pedangmu di sini, kalau tidak mau menyerah, nah layani
diriku, kita tentukan siapa lebih unggul siapa asor. Kukira murid
Hoan-jiuji-lay tentu bukan kantong nasi be laka."
Me mancar terang sinar mata Ling Kun-gi, mendadak sikapnya
berubah kereng, katanya tertawa lantang: "Saudara menantang
tanpa alasan, demi me mpertahankan nama baik perguruan,
terpaksa kulayani tantanganmu." dengan tangan kanan segera dia
lolos pedangnya.
"Kau sudah siap?" tanya orang itu dengan tertawa senang.
"Tunggu sebentar," seru Kun-gi.
Kun-gi, pikirnya: " ilmu pedang apakah ini" Begini licin dan
ganas, agaknya aku terlalu pandang enteng padanya."
Sedikit menarik napas, gaya pedangnya tiba2 mengikuti gerak
lawan, pedangnya ditekan menindih pedang lawan. Sebat sekali
lawan ke mbali menarik pedangnya, tapi setelah pedang tertarik ke
belakang, tiba2 cahaya gemerlapan, sekaligus ia menusuk pula lima
kali. Kelima tusukan pedang ini boleh dikatakan dilancarkan dala m
satu gerakan, cepatnya tak terukur sehingga ta mpaknya hanya
sekali tusuk saja,
Kun-gi bergerak mengikuti gaya pedang musuh, beruntun iapUn
balas menyerang lima kali, malah kelima jurus serangan ba lasan ini
serba ragam arahnya, enteng dan cekatan, kedua pedang saling
samber dan mene mpel, tapi t idak sa mpa i menerbitkan suara.
Agaknya si baju hitam tidak menduga dibawah serangan gencar
lima ka li tusukannya tadi Ling Kun-gi masih ma mpu melancarkan
serangan balasan malah, keruan dia tertegun, serta merta dia
terdesak mundur dua langkah.
Dengan dongkol dia menggerung tertahan, tiba2 ia menubruk
maju pula, beruntun secara berantai dia lancarkan delapan kali
serangan. Begitu hebat serangan ini sehingga mata orang serasa
silau. Naga2 nya dia sudah keluarkan seluruh ke ma mpuan ilmu
pedangnya. Sayang hari ini dia kebentur Ling Kun-gi. Anak muda itu tertawa,
katanya kalem: "Hati2lah kau." Mendadak pedang dia pindah ke
tangan kiri, tubuh bergerak laksana angin berkisar ke kiri terus
mendesak maju, mendadak sinar pedangnya berke mbang, lalu
menerjang miring laksana sinar perak. "creng" benturan keras
me me kak telinga, kedelapan jurus serangan si baju hitam seketika
sirna tanpa bekas. Karena tekanan tenaga benturan yang keras itu,
pedang di tangannya itu tak kuasa dipegang lagi dan terlepas
terbang ke belakang, menyusul terdengar jeritan kaget melengking
tajam. Sejak tadi si baju hita m bicara dengan suara rendah dingin
sehingga sukar dibedakan dia laki2 atau perempuan, kali ini dia
menjerit melengking tanpa terduga2 dan ke luar dengan suara
aslinya, suara nyaring merdu ini terang keluar dari kerong-kongan
seorang gadis. Begitu mendengar teriakan nyaring ini, lekas Kun-gi tarik pedang
dan melompat mundur, dengan taja m ia mengawasi orang.
Topi yang dipakai orang itu tadi sudah ditabasnya jatuh, maka
tertampaklah ra mbutnya yang panjang hita m legam terurai
dipundak. Le kas dia je mput pedangnya, dengan mendelik gusar dia
tatap Ling Kun-gi sekejap terus tinggal lari pergi.
Kun gi tida k kira bahwa lawannya pere mpuan, sesaat dia berdiri
me longo. Pada saat dia berdiri menjublek inilah, tiba2 dilihatnya tiga
titik sinar ungu me lesat tiba dengan cepat menerjang ke dadanya.
Waktu ketiga tit ik ungu itu ha mpir mengenai dada, gaya luncur yang
semula lurus itu mendadak berpencar, satu menyerang teng
gorokan, dua yang lain menerjang ke dua sisi pundak.
Betapa tajam pandangan mata Ling Kun-gi, dengan jelas dia
me lihat titik ungu timpukan pere mpuan baju hita m ini adalah t iga
ekor kumbang kecil warna ungu, lekas dia ayun pedang menabas
ketiga ekor kumbang itu. "Ting, ting, ting," be-runtun ketiga e kor kumbang kena dipukulnya jatuh.
Mendengar suara "ting-ting" itu, ke mbali Kun-gi me lenggong,
pikirnya "Ternyata ketiga kumbang ungu ini hanyalah senjata
rahasia, tadi kukira kumbang asli."
Segera dia menje mput ketiga kumbang ungu itu, ternyata
buatannya memang hidup dan mirip sekali dengan kumbang asli,
cuma warnanya ungu, kelihatan segar dan hidup, di ujung mulutnya
terpasang sebatang jarum baja ha lus sebesar bulu kerbau,
warnanya kemilau biru, terang jarum le mbut ini beracun-
Pada saat dia berjongkok menga mbil ketiga kumbang ungu itu,
didapatinya pula secomot ra mbut hitam, le kas dia menga mbilnya
pula, terasa lembut dan halus, warnanya legam mengkilap. Iapat2
terendus bau harum, jelas ini ada lah ra mbut seorang gadis je lita.
Siapakah dia" Menggengga m potongan ra mbut itu, sementara
tangan lain menimang2 ketiga kumbang buatan, Ling Kun-gi ber-
tanya2 dalam hati: "Dari buatan ketiga kumbang yang begini
baiknya, terang perempuan ituprang dari keluarga Tong diSujwan-"
-seketika pula dia terbayang akan perempuan jelita yang berdiri di
belakang Tong-lohujin mala m tadi.
Jadi dia nyonya muda ke luarga Tong. "Hm, pasti dia, kalau tidak
buat apa dia pakai kedok segala mencari setori kepadaku" Ta k
heran dia begitu getol menantang diriku bertanding" Mungkin
karena diriku telah mengalahkan Pat-kwa-to-tin sehingga orang-
keluarga Tong penasaran, ma ka secara dia m2 dia me luruk ke mari
me mbuat perhitungan.
Besok siang aku harus mene mui Tong-lohujin pula di puri
keluarga Go, kenapa rambut dan ketiga kumbang buatan ini tida k
langsung kuke mbalikan kepadanya?" Setelah ambil keputusan, Kun-
gi simpan kedua barang itu ke da la m kantong terus. lari ke mba li ke
Hotel.. Mala m itu tak terjadi apa2 pula, Kun-gi tidur dengan nyenyak.
waktu dia mendusin hari sudah terang benderang.. Begitu bangun
segera dia bungkus ketiga kumbang buatan dan ra mbut itu dengan
kertas, lalu buka pintu me manggil pelayan. Setelah me mbersihkan
badan serta sarapan pagi, melihat hari sudah cukup siang, cepat ia
bebenah dan mau keluar bayar rekening untuk berangkat.
Tiba2 didengarnya langkah orang mendekati dari luar,
didengarnya pelayan berkata sambil tertawa ramah: "Mungkin Ling-
ya yang tuan cari mene mpati ka mar ini." - Lalu muncul dua orang di
depan ka marnya.
Dengan seri tawa lebar, pelayan berlari masuk serta berkata:
"Tuan inilah Ling-ya adanya" di luar ada seorang congkoan she Pa
hendak mencari tuan."
Pa Thian-gi yang ada diluar lantas melangkah masuk, katanya
bersoja: "Atas perintah Lohujin, aku ke mari menyambut Ling-ya ."
Kun-gi mengangguk. sapanya: "Kiranya Pa- congkoan, maaf,
cayhe tidak se mpat menyambut."
Pa Thian-gi mengawasi pelayan- Pelayan ini cukup tahu diri,
lekas dia mengundurkan diri.
Dengan berseri Pa Thian-gi segera bersoja, katanya: "Kejadian
semala m hanya lantaran salah paham, orang she Pa banyak berlaku
kasar, atas perintah Lohujin disuruh ke mari untuk menyatakan
penyesalan dan minta maaf."
Kun-gi tahu kalau orang ini licik dan banyak akalnya, diam2 dia
waspada, katanya dengan tertawa, "Pa- congkoan tidak usah
menyesal, cayhe sendiri juga bersalah"
"Sejak pagi2 tadi Lohujin suruh ke mari menyambut Ling-ya,
sayang Ling-ya belum bangun, maka kutunggu di luar, kini
kendaraan sudah tersedia, kalau Ling-ya tiada urusan la in, sila kan
berangkat."
"Baiklah, mari berangkat," ujar Kun-gi.
Tanpa sungkan2 lagi, segera dia mendahului melangkah keluar.
Seperti melayani majikan sendiri saja, dengan laku hormat Pa
Thian-gi mengikut i di bela kangnya.
Di ruang depan, Kun-gi merogoh kantong hendak bayar rekening
hotel, tapi Pa Thian-gi lantas me mburu maju, katanya: "Rekening
Ling ya sudah ka mi bayar lunas."
"Ah, mana boleh begitu?" kata Kun-gi.
"Ai, urusan sekecil ini, Ling-ya tidak usah sungkan, kami diutus
menya mbut ke mari, itu berarti Ling-ya dipandang sebagai tamu
keluarga Tong, mana ada tamu yang harus membayar rekening
hotelnya sendiri."
Hal ini sungguh di luar dugaan Ling Kun-gi, tingkah laku Pa-
congkoan sekarang jauh berubah dari sikapnya se mala m, ini betul2
me mbuatnya heran dan ragu. Tapi wajahnya tetap tenang, katanya:
"Kalau begitu Lohujin terlalu baik padaku."
"Terus terang Ling-ya , biasanya Lohujin jarang me muji
seseorang, tapi terhadap Ling-ya beliau sa-ngat ketarik, maka pagi2
kami sudah disuruh ke mari menya mbut Ling-ya," merande k
sebentar, nadanya lantas berubah, sambungnya: "Bicara
sesungguhnya, usia Ling-ya masih begini muda, jangankan ilmu silat
me mbuat orang she Pa tunduk lahir batin, bahkan sikap dan
perbawa Ling-ya juga me mbuat ka mi kagum betul2." Agaknya dia
berusaha menjilat Kun-gi.
Sudah tentu hal ini juga dirasakan oleh Kun-gi, cuma dia tidak
tahu untuk apa dan kenapa orang sampai merendah diri menjilat
sedemikian rupa" Maka dengan tertawa tawar dia berkata: "Terlalu
baik penila ian Pa- congkoan terhadap diriku."
Pa Thian-gi jadi kikuk, katanya ter-sipu2: "orang she Pa bicara
sejujurnya, bicara soal semala m Ling-ya sudah menang, tapi tidak
bersikap congka k dan takabur, kalau orang la in tentu menganca m
tenggorokanku dengan pedang untuk menunjuk jalan, tapi Ling-ya
cukup bija ksana dan percaya pada kami, jelek2 orang she Pa ini
adalah Congkoan ke luarga Tong yang disegani, ka lau sa mpai harus
menunjuk ja lan dengan anca man pedang di punggung, hidup setua
ini dika langan Kangouw aku juga punya sedikit na ma, bukankah
habis pa morku ini" Tapi Ling-ya telah me mberi muka dan
me mpertahankan gengsiku, sungguh orang she Pa merasa
bersyukur dan berterima kasih." Maklumlah, insan persilatan
umumnya me mang suka mengejar na ma, apa yang dikatakan Pa
Thian-gi me mang beralasan.
Sudah tentu lahirnya saja dia merangka i kata2 halus, bahwa dia
menjilat sede mikian rupa tentu masih ada udang diba lik batu.
Diluar pintu dua orang Busu dari keluarga Tong menuntun dua
ekor kuda, melihat Pa- congkoan keluar, lekas mereka maju
mende kat. Setelah Ling Kun-gi mence mplak ke punggung kuda baru
Pa Thian-gi naik kuda yang lain, lalu kedua Busu tadipun ikut naik
kuda mereka sendiri.
Di atas kudanya Pa Thian-gi me mberi hormat, katanya: " orang
she Pa menunjuk jalan bagi Ling-ya ." - Lalu dia mendahului bedal
kudanya. Kun-gi me ngikut di bela kangnya, disusul kedua busu itu.
Mereka langsung menuju ke Pa-kong-san. Kira2 setanakan nasi,
mereka tiba di bawah Pa-kong-san, tampak di luar hutan berbaris
delapan laki2 seragam hita m, melihat Pa- congkoan datang,
serentak mereka me mberi hormat.
Di atas kudanya Pa Thian-gi me mbalas hormat pula, katanya
tertawa: "Sebagai tamu, silakan Ling-ya berjalan lebih dulu."
"Pa-congkoan jangan sungkan, kau saja yang menunjuk ja lan,"
ujar Kun-gi. " Ling-ya adalah ta mu, betapapun orang she Pa tida k berani
lancang." Kun-gi tidak banyak bicara lagi, segera dia bedal kudanya ke atas
gunung, di bawah iringan Pa Thian-gi, cepat sekali mereka sudah
tiba di depan puri ke luarga Go.
Wakil congkoan Khing Su-kwi sudah menunggu di depan pintu,
segera dia suruh seorang busu disa mpingnya masuk me mberi
laporan, dua busu maju me megang kenda li kuda terus di tuntun ke
belakang. Dengan tertawa lebar Khing su-kwi maju me-nya mbut: "Sejak
tadi ka mi ditugaskan menya mbut di sini, Ling ya tentu sudah capai,
lekas silakan masuk."
Hanya semala m saja, sikap orang2 keluarga Tong sudah berubah
seratus delapan puluh derajat, hal ini betul2 di luar dugaan Ling
Kun-gi. Waktu mereka sa mpai di pintu kedua, tampak me nyongsong
keluar seorang pe muda berjubah sutera biru, sa mbil tertawa dia
menyapa: "Apakah ini saudara Ling" Tong Siau-khing terla mbat
menya mbut, harap dimaafkan."
Pemuda jubah biru ini berusia 25-an, wajahnya cakap. sorot
matanya tajam, kedua alisnya tebal kelihatan kereng dan
berwibawa, tapi juga ra mah dan le mbut.
Lekas Pa Thian-gi berkata: " Ling-ya, inilah Siaucengcu ( majikan
muda ) ka mi."
Lekas Kun-gi me mberi hormat, katanya: "Kiranya Tong
Siaucengcu, sejak la ma cayhe kagum, sela mat bertemu, sela mat
bertemu" "Se mala m Siaute mendengar cerita ibunda bahwa Ling-heng
amat perkasa dan berhasil menghancurkan Pat-kwa-to-tin ka mi,
sungguh ingin rasanya cepat berhadapan dengan Ling-heng,"
tampaknya dia bicara jujur dan sesungguhnya, tidak ber-pura2.
Kun-gi unjuk rasa menyesal, katanya: "Harap. Tong-siaucengcu
suka me maafkan ke kasaran cayhe semala m."
Tong Siau-khing tertawa, katanya: "Kenapa Ling-heng bilang
demikian" Syukur se ma la m Ling-heng menaruh belas kasihan, yang
terang pihak keluarga Tong ka mi yang ma in keroyok, kesalahan
tetap berada pada pihak ka mi."
Terasa oleh Ling Kun-gi majikan muda dari ke luarga Tong ini
berwatak ramah, gagah dan sopan santun, watak ini amat
mencocoki tabiatnya sendiri, maka katanya: "Ah. semakin tak
tenang rasa hatiku mendengar ucapan Tong-s iau cengcu ini."
"Sekali kenal sudah seperti sahabat lama, kalau Ling-heng sudi,
bagaimana kalau kita saling me mbahasakan saudara saja?"
"Siaute turut saja atas kehendak Tong-heng," sahut Kun-gi.
"Dapat bersaudara dengan Ling-heng, sungguh menyenangkan
sekali" "Tong-heng. terlalu me muji.."
Sembari bicara mereka terus menuju ke da la m, Tong Siau-khing
me mbawa Ling Kun-gi ke ruang be lakang.
Tampak Tong-lohujin duduk di sebuah kursi bersula m, dua
pelayan berdiri di bela kang sedang me mijit punggungnya. Nyonya
muda yang semala m berdiri di belakangnya kini tidak kelihatan,
mungkin karena kejadian se mala m, ma ka dia merasa rikuh tida k
berani unjuk diri.
Setelah Kun-gi merasa cocok dan sa ling me mbahasakan saudara
dengan Tong Siau-khing, maka soal ketiga ekor kumbang dan
potongan rambut yang semula henda k dikeluarkan menjadi batal.
Tong Siau-khing melangkah maju me mbungkuk hormat dan
berseru. "Bu, Ling-heng sudah t iba."
Lekas Kun-gi me mberi
hormat juga,

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya: "Wanpwe menghadap Pek bo."
Sambil tertawa Tong-lohujin angkat sebelah tangannya, katanya:
"Silakan duduk Ling-kongcu."
"Bu," kata Tong simi-khing, "anak baru bertemu lantas merasa
cocok dengan Ling-heng, maka sudah setuju untuk saling
me mbahasakan saudara."
Tong-lohujin me lirik sekejap kepada anaknya dengan wajah
welas asih, katanya. "Begini cepat kau merebutnya, kalian sama2
muda, me mang sepantasnya kalau mencocoki satu sama yang lain."
Setelah Kun-gi dan Tong Siau-khing duduk. air tehpun disuguhkan-
Sambil tersenyum le mbut Tong-lohujin mengawasi Kun-gi, katanya:
"Kejadian se mala m hanya karena salah paham, me mang tepat apa
yang sering dikatakan orang2 Kangouw, kalau tidak berkelahi tidak
akan kenal. Syukurlah kini Ling siangkong sudah me njadi sahabat
baik anak Khing, demikian juga Piaumoay Ling-s iang-kong sudah
diserahkan padaku dan kuterima menjadi puteri angkatku pula."
Heran Kun-gi, tanyanya: "Piaumoay Wanpwe?" dala m hati dia
bertanya2: "Kapan aku punya Piaumoay?"
"Begini persoalannya," Tong-lohujin menje laskan, "belakangan ini semua orang sa ma2 mengunt it seorang misterius, konon dia
me mbawa sebuah kotak kecil, di da la mnya mungkin ada suatu
mestika, Sampaipun orang2 Siau-lim dan keluarga Un di Ling-la m
juga menguntit secara diam2, entah dari siapa Lo-cit mendapat
berita ini, dia kira Ling-siangkong adalah orang misterius itu, maka
dia salah menahan Piaumoay mu. Soal ini se mala m sudah kudengar
dari Piaumoay mu, kini kita terhitung se keluarga, Ling-s iangkong
tidak perlu merahasiakan diri pula, lekas kau cuci muka, ingin
kulihat wajah aslimu."
Tong siau-khing melenga k. serunya: "Jadi Ling-heng merias
mukanya, kenapa anak sedikit-pun tidak bisa me mbedakannya?"
Tong-lohujin tertawa., katanya: "Ling-siang-kong adalah murid
kesayangan Hoan-jiu-ji-lay, puluhan tahun Hoan-jiu-ji-lay ma lang
me lintang di Kangouw, tapi beberapa orangkah yang pernah melihat
wajah aslinya?"
Sudah tentu Kun-gi belum tahu siapa Piau-moay yang dimaksud
oleh Tong-lohujin" Tapi peduli siapa dia, kini dirinya sudah mengikat
persaudaraan, sementara Tong-lohujin menerimanya sebagai
keponakan pula, setelah kedok mukanya diketahui orang, de mi
kehormatan dirinya pula, apa boleh buat, tidak enak dia menolak.
katanya, "Perintah Pekbo t idak berani Wanpwe me nolaknya." Dari
kantong bajunya dia keluarkan sebutir obat pencuci muka, setelah
dire mas dan di-gosok2 ditelapak tangan terus diusap ke muka, lalu
dikeluarkan pula sepotong handuk kecil untuk me mbersihkan muka.
Wajahnya yang semula berwarna lega m, setelah dicuci dengan
obat, seketika Tong-lohujin, Tong Siau-khing serta kedua pelayan
terbeliak matanya.
Sungguh tak pernah mere ka bayangkan Ling Kun-gi yang
me miliki ilmu silat begini tinggi ternyata adalah pemuda ca kap
ganteng tak terhingga. Bukan saja bagus, juga le mah seperti
pemuda yang tidak panda i ma in silat.
Sebetulnya Tong Siau-khing sudah terhitung cakap. tapi sekarang
dia merasa kalah dibanding Kun-gi. Serunya ter-gelak2: " Ling-heng,
cakap benar kau ini."
Seperti mengawasi menantunya saja, semakin dipandang
semakin riang hati Tong-lohujin, dia manggut2 senang dan berkata
dengan tersenyum puas: "Ling-siangkong betul2 seorang pe muda
yang serba unggul dibanding pe muda2 umumnya," Lalu dia
berpaling serta mena mbahkan: "Jun-lan, Ling-s iangkong sudah
datang, lekas kalian suruh Toa-slocia danJi-slocia keluar."
Pelayan bernama Jun-lan mengiakan dan berlari pergi.
Kemudian Tong- lohujin bertanya: "Berapa usia Ling-siangkong
tahun ini?"
"Tahun ini Wanpwe genap 21," sahut Kun-gi sa mbil me mbungkuk
hormat. Berseri girang wajah Tong-lohujin, sekilas dia me lirik kepada
Tong Siau-khing, katanya: " Ling-siangkong lebih muda tiga tahun
daripada mu, lebih tua dua tahun daripada adikmu." Lalu kata2nya
di-tujukan kepada Ling Kun-gi: " Kudengar ibumu juga menghilang,
apakah di culik oleh komplotan cin-cu-ling?"
"Wanpwe sendiri belum tahu, tapi Suhu suruh Wanpwe terjun ke
Kangouw, tujuannya me mang mengejar jejak cin-cu-ling, dari sini
dapatlah Wanpwe simpulkan kalau peristiwa hilangnya ibu pasti ada
sangkut pautnya dengan komplotan ini."
Tong-lohujin manggut2, katanya: "Ling-siang-kong masih punya
keluarga la in di ruma h?"
"Tiada lagi, Wanpwe masih kecil ayah sudah meninggal, ibu yang
me mbesarkan Wanpwe."
Tong-lohujin manggut2 dan tak bicara lagi. Terdengar langkah
le mbut mendatangi, dari belakang pintu angin teruar bau harum
semerbak. la lu muncul dua gadis jelita yang me mpesonakan.
Yang sebelah kanan berperawakan t inggi se ma mpai,
mengenakan paka ian warna ungu ketat, wajahnya halus pipinya
bersemu merah, sepasang matanya nan bening ke milau
me mancarkan sinar tajam ke arah Ling Kun gi.
Seorang lagi bertubuh agak kecil ramping, mengenakan gaun
panjang warna cokelat muda dengan baju panjang warna hijau
pupus, dia bukan lain adalah nona she Pui, gadis jenaka yang lincah
itu. Kun-gi hanya tahu nona nakal ini she Pui, na manya siapa tidak
tahu, yang terang dia suka mengenakan pakaian warna coklat.
Kejadian hanya sekejap belaka, begitu melihat Kun-gi, wajah
nona Pui yang molek seketika tertawa lebar bak bunga mekar, dia
me mburu maju seringan angin dan serunya riang: "Toa-piauko,
ternyata kau telah datang, kemarin anak buah Tong -citya menculik
aku dan minta keterangan tentang diri Piauko, me mangnya aku
tidak tahu ke mana kau sela ma ini" Se mala m Tong citya
me mbawa ku ke mari dan aku mengangkat Lohujin ini sebagai ibu
angkatku."- Mulutnya nerocos dengan nyaring dan cepat, sembari
bicara berulang kali dia mengedip kepada Ling Kun-gi, maksudnya
sudah tentu minta Kun-gi mengakui dirinya sebagai Piau-moay.
Baru sekarang Kun-gi mengerti bahwa perempuan yang diculik
Tong-cit-ya adalah gadis she Pui ini. Nona yang belum diketahui
namanya kini ternyata menjadi adiknya, sungguh brutal dan lucu.
Sudah tentu Kun-gi me lihat kedipan mata si nona dan tahu
maksudnya. Wajah nan cerah bak bunga me kar di musim se mi,
walau kelihatan malu2, tapi ta mpaknya minta dikasihani dan
mengandung permohonan yang sangat. Maka dengan tertawa
segera dia berdiri, katanya: "Surat Tong-cit-ya kemarin mengatakan
bahwa dia menculik adikku dan supaya aku menukarnya dengan
barang yang kubawa, semula a ku tidak mengerti siapa adikku yang
dia maksud" Kiranya kau yang tidak mau pulang, buat apa selalu
mengikut i diriku" Anak perempuan tidak baik ke luyuran di Kang-
ouw." Kata2nya me mang persis nada seorang kaka k me mberi
nasihat kepada adiknya.
Nona Pui tertawa riang, tawa yang manis lalu mele let lidah,
katanya: "Memangnya aku ini anak kecil, kenapa tidak boleh main2
di Kangouw" Banyak orang Kangouw yang menguntit mu sepanjang
jalan, aku hanya ingin tahu barang apa sebetulnya yang kau bawa
itu." Sampa i di sini, dia mengeluarkan sebuah kotak perak gepeng,
lalu diacungkan di depan Ling Kun-gi, katanya sambil ce kikikan:
"inilah oh tiap-piau (piau kupu2) pemberian ibu, bila ditimpukan bisa
pentang sayap dan terbang seperti kupu2 asli, inilah salah satu dari
tiga maca m senjata rahasia keluarga Tong yang paling lihay, cici
Bun-khing biasanya menggunakan ci-hong-piau (piau kumbang
ungu) .... "
Merah muka si nona baju ungu, serunya gu-gup: "Adik Ping,
jangan usil kau."
Tergerak hati Kun-gi me ndengar "cici Bun-khing biasanya
menggunakan ci-hong-piau",batin-nya: Jadi nona yang
menantangku bertanding pedang se mala m adalah nona baju ungu
ini." Berkedip2 mata nona Pui lalu mengerling ke arah nona baju
ungu, katanya: "Piauko, hampir saja aku lupa, inilah Bun-khing cici."
lalu dia me mbalik dan berkata kepada nona baju ungu: "Inilah Toa-
piaukoku, Ling Kun-gi." Lekas Kun-gi me mberikan hormat kepada
nona Tong. cerah wajah Tong-Lohujin, katanya: "Bun-khing, Ling-s iangkong
sudah mengikat saudara dengan engkohmu, dia bukan orang luar
lagi, kau-pun harus me manggil Ling-toako padanya."
Sekilas mata TongBun-Khing melirik. katanya malu2: "Ling-
toako"- Se mala m dia begitu keras kepala, dingin dan me nantang.
Tapi sekarang sikapnya ma lu2, suara panggilannya merdu dan
le mbut. Me mandangi Ling Kun-gi lalu mengawasi puteri sendiri, saking
senangnya Tong-lohujin tertawa lebar, katanya: "Bun-khing, kenapa
kau ini" Biasanya kau tidak takut langit tidak gentar bumi, seperti
kuda liar yang tidak terkendali, Ling-toako kan bukan orang luar
lagi, kenapa harus ma lu2 segala?"
Nona Pui tertawa geli, katanya, "Bu, asal kaupasang tali kendali
pada diri cici pasti dia t idak a kan binal dan liar lagi "
Sudah tentu Tong Bun- khing tahu ke mana tujuan kata2 ini,
seketika dia merengut sambil menuding. "Adik Ping, kau berani
menggoda ku?" -Segera ia hendak meng-kili2 ketiak nona Pui.
cepat nona Pui menyingkir ke belakang Ling Kun-gi, katanya
cekikikan: "Aku toh bermaksud baik, kuda yang bina l harus di kat
dengan kendali yang kokoh, apakah perlu aku bantu mencarikan
seutas tali?" dia se mbunyi di bela kang Kun-gi, se mbari bicara jarinya menuding ana k muda itu, mukanya unjuk mimik lucu dan me lelet
lidah sega la. Malu dan gugup juga Tong Bun-khing, serunya membanting kaki:
"Me mangnya aku seperti kau, buka mulut "Piauko", tutup mulut
"Piauko" tiada henti2nya, mesra sekali."
Nona Pui bertolak pinggang, serunya sambil me mbusungkan
dada: "Memang dia Piaukoku, apa salahnya aku memanggil dia
Piauko" Nah, dengar-kan aku me manggilnya lagi. Piauko, Piauko
....." "Piaumoay," tukas Kun-gi sa mbil mengerut kening "sebesar ini kau masih bertingkah seperti kanak2" Me mangnya kau tida k malu
ditertawakan Tong-pekbo?"
Nona Pui mencibir, katanya bersungut: "lbu justeru tidak akan
menertawakan aku. Me mangnya kau saja yang suka ngome l."
Sementara itu dua pelayan sudah menyiapkan sebuah meja
perjamuan- Tong Siau-khing lantas berdiri, katanya: "Bu, perjamuan
sudah siap. marilah kita makan bersama."
Tong-lohujin tertawa, ujarnya: "Ling-siangkong adalah ta mu, kau
harus mengundangnya lebih dulu." Lalu dia berpesan kepada
pelayan di sa mpingnya: "Ling-siangkong bukan orang luar, kau
panggil nyonya muda keluar."
seorang pelayan lantas masuk ke bela kang.
Tak la ma ke mudian nyonya muda atau isteri Tong Siau-khing pun
keluar. "Silakan Ling-heng," kata Tong Siau-khing.
"Mana aku berani, silakan Pe k-bo dulu," sahut Kun-gi.
Dengan ramah Tong-lohujin berkata: "Di sini meski ka mi hanya
menumpang, tapi juga terhitung tuan rumah, Ling- siangkong
silakan, tak usah sungkan-sungkan-"
"Toa-piauko," timbrung nona Pui, "hari ini kau betul2 seorang tamu agung yang serba komplit." -Mulut bicara sementara matanya
mengerling ke arah Tong Bun-khing.
Merah wajah Tong Bun-khing, tapi hatinya senang dan mesra.
Setelah basa-basi ala kadarnya, akhirnya Tong-lohujin duduk pa ling
atas, Ling Kun-gi duduk di tempat tamu, selanjutnya beruntun Tong
Siau khing suami isteri, lalu kedua nona jelita itu. Dua pelayan
me layani mereka ma kan minum.
Tiba2 nona Pui rebut poci arak sambil berdiri, katanya: "Bu,
kuaturkan secawan padamu serta kuaturkan selamat pula.". Dia
habiskan secangkir arak.
Pelayan kemba li mengisi cangkir mereka, nona Pui tidak lantas
duduk. ia angkat cangkir dan acungkan ke arah Tong Siau-khing
suami isteri, katanya:
"Toako, Toaso, Siaumoay juga aturkan secangkir kepada kalian,"
sekali tenggak dia habiskan pula secangkir.
Dia tetap tidak mau duduk. setelah pelayan mengisi pula
cangkirnya, dia tertawa kepada Kun-gi, katanya: "Toa-piauko, kau
tahu aku tidak bisa minum arak. Tapi dala m perja muan ini, usiaku
paling muda, seharusnya satu persatu kuaturkan arak kepada kalian
semua, tapi paling banyak aku hanya sanggup minum tiga cangkir,
terpaksa kuaturkan secangkir terakhir ini kepada Toa-piauko
bersama Bun-khing cici saja." Segera ia acungkan cangkir kepada
mereka berdua terus ditenggaknya habis.
Tong-lohujin mengawasi Kun-gi lalu berpaling kepada puterinya,
kedua muda-mudi me mang pasangan setimpal kurnia Thian. Karena
hati senang, tak henti2nya dia a mbil lauk-pauk dan diangsurkan ke
mangkuk Kun-gi. Tong Siau-khing sua mi-isteri saling pandang,
keduanya tersenyum penuh arti.
Biasanya Tong Bun-khing lincah dan suka bergerak. naka l lagi,
entah kenapa hari ini dia pendiam dan malu2, tapi sering matanya
me lirik Kun-gi.
Sejam ke mudian perja muan ini telah usai, boleh dikatakan tuan
rumah dan ta mu sa ma2 senang dan puas. Setelah kenyang
langsung Kun-gi mohon diri.
"Toa-piauko," kata nona Pui, "akupun ingin pergi"
"Piaumoay," ujar Kun-gi "Kau sudah punya ibu, tinggal saja
beberapa hari lagi, aku ada urusan penting."
"Ling-siangkong juga tidak usah ter-gesa2" kata Tong-lohujin, "
urusan yang hendak kau kerjakan sudah kusuruh Lo-cit bantu
mengawasi, sele kasnya akan datang berita."
"Adik Ping, kau tidak boleh pergi," kata Tong Bun-khing.
Nona Pui me mbisikinya: "Yang benar kau melarang dia pergi
bukan?" Malu dan gugup Tong Bun-khing, Serunya: "Eh, minta diajar kau"
tangannya segera meng-kili2 ketia k orang.
Nona Pui berjingkra k geli sa mbil cekikikan, serunya: "cici yang
baik, a mpunilah a ku."
Lalu Kun-gi berkata kepada Tong-lohujin: "Wanpwe betul2 ada
urusan, tak bisa la ma2 di sini."
"Kalau Ling-siangkong me ma ksa, Lo-sin tak enak menahanmu
lagi," lalu dia berpaling kepada pelayan, katanya berpesan: "Pergilah kau a mbil pedangku itu"
cepat pelayan itu berlari masuk. sekejap saja dia sudah keluar
pula me mbawa sebatang pedang kuno dan dipersembahkan kepada
Lohujin- Setelah me megang pedang berkatalah Tong-lohujin: "Tiada apa2
yang bisa kuberikan, biarlah pedang ini kuhadiahkan kepada Ling
siangkong."
Kun-gi tahu bahwa pedang ini barang mestika, belum lagi Tong-
lohujin bicara habis, lekas dia menyela, "Begini besar pemberian
Pekbo, Wanpwe mana berani menerimanya?"
"Kau sudah bersaudara dengan Siau-khing, Piaumoaymu juga
kuangkat menjadi puteriku, Lo-sin jadi terhitung orang tua mu,
pedang ini kuberikan sebagai hadiah pertemuan ini, lekaslah kau
menerima nya."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Me mangnya kenapa kau Piauko", timbrung nona Pui, "kalau kau tidak terima, ada orang tidak senang dan gelisah hatinya, apalagi
maksud baik ibu masa kau tolak mentah2."
" Ling-siangkong," ujar Tong- lohujin mendesak. "ka lau kau tidak menerima nya berarti kau tidak me mberi muka kepadaku,"
Nona Pui segera ambil pedang dari tangan Tong-lohujin dan
disisipkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya lirih: "ibu nanti marah,
Toa-piauko, le kas kau aturkan terima kasih kepada ibu."
Didesak sede mikian rupa, terpaksa Kun-gi menerimanya, ia
menjura, katanya sungguh2: "Terpaksa Wanpwe terima hadiah
Pekbo ini."
Berseri wajah Tong lohujin, katanya manggut2: "Ya, beginikan
baik." entah sengaja atau ti-dal dia berpaling kepada puterinya,
katanya pula: "pedang ini dulu dibeli oleh ayah almarhum dengan
harga tinggi dari luar perbatasan, waktu itu usiaku. baru genap
setahun, menurut adat istiadat, anak2 yang genap setahun harus
dirayakan secara meriah. Hari itu, dihadapanku penuh berbagai
barang, ada pupur, gincu, pakaian, mainan dan perhiasan, ada
pedang, panah dan lain2, aku diberi kesempatan untuk me milih satu
diantaranya, tak terduga aku hanya menga mbil pedang pende k ini,
ayah almarhum waktu itu bilang anak sekecil ini sudah suka main
pedang, biarlah pedang ini ke lak menjadi mas kawinnya setelah
dewasa. Sejak itu, pedang ini sudah puluhan tahun mendampingi
aku." Sambil melirik Tong Bun-khing, nona Pui tertawa, katanya. "o,
kiranya pedang ini mas kawin ibu di waktu muda."
Jengah wajah Tong Bun-khing, dia tida k berkata, cuma matanya
me lotot kepada nona Pui.
Kembali Kun-gi minta diri. Mendengar Kun-gi henda k pergi,
merah mata Tong Bun-khing, sakapnya yang malu2 tadi lenyap. kini
berganti rasa berat untuk berpisah.
Tong-lohujin manggut2, katanya kepada Tong Siau-khing: "Nak.
bersama adikmu antarkan Ling -siangkong dan budak nakal ini
berangkat."
Nona Pui maju kehadapan Tong-lohujin dan me mberi se mbah
sujut, katanya: "Bu, anak pergi, harap engkau orang tua jaga diri
baik2." "Nak setiba di rumah, jangan lupa sampaikan sala mku kepada
ibumu," pesan Tong-lohujin.
"Terima kasih Bu," kata nona Pui.
"Dija lan kau harus dangar petunjuk Piauko, jangan turuti adat
sendiri, aku tahu kau sudah biasa disayang dan aleman, belum
tentu mau dengar petunjuk Piaukomu. Sepanjang jalan ini banyak
kaum persilatan yang berlalu lalang, kukira lebih ba ik Piau-komu
mengantarmu pulang lebih dulu."
Nona Pui manggut2, bersama Ling Kun-gi mereka keluar diantar
Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing. Pa Thian-gi sudah
menyiapkan dua e kor kuda.
Sambil berja lan keluar Tong Siau-khing bertanya: "Entah kapan
kita baka l berkumpul lagi?"
"Setelah urusan selesai, pasti aku pergi keSujwan menjenguk
kalian," kata Kun-gi.. Urusan sudah sejauh ini, Tong Bun- khing
me lepaskan rasa malu lagi, segera dia me nimbrung. "Ling -toako,
sebutkan saja tanggalnya, kapan kau akan ke rumah ka mi?"
Berpikir sebentar baru Kun- gi me mutuskan, "Paling cepat tiga
bulan, paling la mbat setengah tahun."
"Wah, setengah
Cinta Bernoda Darah 7 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Petualang Asmara 21
^