Sepasang Pedang Iblis 18

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


ompatan dengan ilmunya Soan-hong-lui-kun, kemudian
bahkan meloncat ke iatas punggung rajawali yang terbang rendah.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan heran hati Tang Wi Siang dan teman-temannya ketika
mereka semua turut mengejar, mereka tidak melihat lagi Pendekar Siluman yang pergi
membawa puteri Ketua mereka naik punggung ra-jawali dan melihat Ketua mereka
mende-prok di atas tanah sambil menangis!
Sejenak mereka hanya dapat saling pandang dengan bingung. Akhirnya Tang Wi Siang
berlutut dan berkata,
"Maaf, Pangcu. Kalau Pangcu meng-hendaki, kami seluruh anggauta dan pimpinan Thian-
liong-pang sanggup untuk dikerahkan dan mencari serta merampas kembali Nona Milana
dari tangan Pende-kar Siluman!"
Nirahai mengangkat mukanya yang berkerudung, menahan isak dan bangkit berdiri.
Kedatangan anak buahnya mem-buat dia sadar kembali dan dapat me-nguasai hatinya. Dia
terlalu marah kepa-da Suma Han. Butakah mata suaminya itu sehingga tidak mengenal
anaknya la-gi" Ataukah.... Suma Han memang senga-ja berpura-pura tidak mengenal Milana
dan sengaja membawa Milana pergi untuk mengendalikannya" Betapapun ju-ga, dia
menangis bukan karena meng-khawatirkan keselamatan anaknya. Sama sekali tidak! Dia
sudah mengenal siapa adanya orang yang pernah menjadi sua-minya itu! Andaikata benar-
benar Suma Han lupa bahwa gadis itu anaknya sendi-ri sekalipun, dia tidak usah
mengkhawa-tirkan keselamatan Milana. Suma Han adalah seorang pria yang boleh
diperca-ya sepenuhnya! Yang dia tangiskan ada-lah sikap Suma Han, orang yang dicintanya
sepenuh jiwa raga, akan tetapi juga menimbulkan sakit hati dan bencinya! "Mari kita pulang,"
katanya kepada Tang Wi Siang. "Suruh anak buah mengubur semua jenazah itu."
"Semua, Pangcu" Juga jenazah pihak musuh?"
"Semua! Aku hendak pulang lebih dulu. Jangan melibatkan diri dalam per-tempuran dengan
siapapun juga. Kalau sudah selesai, cepat pulang menyusulku."
"Baik, Pangcu." Akan tetapi belum habis jawaban Wi Siang, tubuh wanita berkerudung itu
telah berkelebat dan le-nyap dari situ. Tang Wi Siang menarik napas dalam. Dia kagum
kepada Ketua-nya itu, kagum dan penuh hormat, juga merasa setia dan sayang karena
selama ini Nirahai telah bersikap baik sekali kepa-danya bahkan memberinya beberapa il-mu
silat yang tinggi. Akan tetapi, sam-pai sekarang belum juga dia dapat me-ngenal watak
Ketuanya itu, apalagi tadi ketika Ketuanya itu berhadapan dengan Pendekar Siluman. Dia
tahu bahwa Ketuanya amat sakti, semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan yang
besar tidak ada yang mampu menan-dinginya. Dia ingin sekali menyaksikan, siapa yang
lebih sakti antara Ketuanya dan Pendekar Siluman! Hal yang benar-benar amat menarik dan
membuat dia ingin sekali tahu, sungguhpun hatinya te-gang dan gelisah memikirkan betapa
Ketuanya yang tercinta itu bertanding melawan Pendekar Siluman yang kabar-nya dapat
membunuh lawan hanya de-ngan sinar matanya!
Tang Wi Siang sadar dari lamunannya dan ia cepat memerintahkan anak buahnya untuk
mengubur semua jenazah yang jatuh menjadi korban dalam pertanding-an tadi. Baru saja
selesai dan mereka habis mencuci kaki dan tangan, tiba-tiba tampak bayangan berkelebat
dan tahu-tahu seorang pemuda tampan telah ber-diri di depan mereka! Tang Wi Siang dan
lima orang gadis cantik para pelayan pembantunya, siap menghadapi segala ke-mungkinan,
sedangkan anak buah Thian-liong-pang bekas pengikut Milana yang tinggal tiga orang
jumlahnya, menjadi kaget sekali dan cepat seorang di anta-ra mereka berkata,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
478 "Tang-kouwnio, dia.... dia.... adalah putera Majikan Pulau Neraka...."
Tang Wi Siang terkejut sekali. Akan tetapi pemuda itu yang bukan lain ada-lah Wan Keng
In, tidak bicara apa-apa, hanya melangkah maju menghampiri Tang Wi Siang dan lima orang
gadis pelayan, matanya memandang penuh selidik lalu menengok ke kanan kiri, seperti
orang mencari-cari.
Tadinya enam orang wanita itu mengi-ra bahwa pemuda tampan yang disebut sebagai
putera Majikan Pulau Neraka ini tentu mata keranjang dan seorang demi seorang, wajah
para wanita ini sudah menjadi merah karena malu dan marah. Akan tetapi ketika melihat
pemuda itu seperti mencari-cari, mereka menjadi heran.
"Mana dia....?" Tiba-tiba Wan Keng In bertanya, pertanyaan yang ditujukan kepada mereka
semua. Suaranya halus dan manis, akan tetapi mengandung sesuatu yang membuat
rombongan orang Thian-liong-pang itu bergidik ngeri. Ke-cuali Tang Wi Siang, karena wanita
ini telah memiliki ilmu kepandaian tinggi dan dia sama sekali tidak takut berhadapan dengan
orang yang dikatakan pute-ra Majikan Pulau Neraka. Hanya seorang pemuda remaja,
pikirnya. "Dia siapa yang kaucari?" Tang Wi Siang balas bertanya, suaranya dingin se-kali. Biarpun
pangcunya sudah berpesan agar dia tidak membawa orang-orangnya terlibat dalam
pertempuran, akan tetapi kalau orang ini tokoh besar Pulau Neraka, tentu saja dia tak tinggal
diam. "Siapa lagi" Nona cantik jelita pute-ri Ketua Thian-liong-pang! Di mana dia" Kalian ini
bukankah orang-orang Thian-liong-pang?" Wan Keng In bertanya lagi.
"Benar kami orang-orang Thian-liong-pang. Engkau ini orang Pulau Neraka mencari Nona
Majikan kami, ada keper-luan apakah?" Tang Wi Siang membentak marah.
"Hemmm, dia harus menjadi isteriku. Dia calon isteriku!"
"Jahanam bermulut lancang!" Tang Wi Siang marah sekali dan tubuhnya mencelat ka atas
lalu turun menyambar dengan serangan dahsyat ke arah kepala Wan Keng In! Wanita itu
memang me-miliki ilmu kepandaian istimewa berda-sarkan gin-kang yang luar biasa, yang
diajarkan oleh Nirahai kepadanya, yaitu Ilmu Yan-cu-sin-kun. Melihat datangnya serangan
yang amat cepat itu, tahu-tahu tangan kiri wanita itu memukul ke arah ubun-ubun kepalanya.
Wan Keng In ter-kejut juga, cepat ia miringkan kepala sambil melangkah mundur. Akan
tetapi, Ilmu Silat Yan-cu-si-kun (Silat Sakti Bu-rung Walet) benar-benar hebat sekali, karena
begitu pukulannya luput, dan tu-buhnya melayang, cepat sekali tubuh wanita itu sudah
berjungkir balik dan tahu-tahu kedua tangannya telah memu-kul lagi dari kanan kiri
mengarah kedua pelipis!
"Plak-plak!" Wan Keng In yang ka-get sekali cepat menangkis dan tangkis-an itu membuat
tubuh Tang Wi Siang terpelanting! Sekarang wanita inilah yang terkejut. Kiranya pemuda itu
memiliki kepandaian tinggi. Dia cepat meloncat dan mengirim Pukulan Touw-sin-ciang
(Pukulan Menembus Hati) yang mengan-dung sin-kang kuat.
"Plakk!" kembali Wan Keng In me-nangkis dan sekali ini ia mengerahkan tenaga sehingga
tubuh Tang Wi Siang ter-banting keras.
Marahlah para anak buah Thian-liong-pang yang delapan orang banyaknya itu melihat
wanita kepercayaan Ketua mere-ka roboh. Cepat mereka mencabut sen-jata dan menerjang
maju, mengeroyok pe-muda lihai itu. Tang Wi Siang juga su-dah meloncat bangun dan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
479 mencabut pedangnya, mainkan ilmu Pedang Bu-tong Kiam-sut yang sudah disempurnakan
oleh Ketuanya. Wan Keng In dikeroyok oleh sembilan orang yang semuanya bersen-jata!
Namun pemuda itu sama sekali tidak menjadi gentar. Bahkan dia tersenyum, senyum yang
membuat wajahnya makin menarik dan tampan. Dia sama sekali ti-dak mengeluarkan
senjata, hanya melon-cat ke sana-sini sambil berkata,
"Hemm, Bibi yang cantik, engkau agaknya yang menjadi pimpinan rombongan ini. Baiklah,
aku akan membiarkan kalian menghadap Ketua kalian dan katakan bah-wa aku akan
menyembuhkan kalian kalau puterinya dijodohkan dengan aku. Kalau tidak, kalian akan
tewas dan seluruh anggauta Thian-liong-pang akan kubasmi, kecuali puteri Ketua yang
harus menjadi isteriku, mau atau tidak!"
Tentu saja kata-katanya itu membu-at Tang Wi Siang dan teman-temannya menjadi marah
sekali dan mereka tidak dapat menjawab saking marahnya, hanya mempercepat gerakan
mereka menye-rang dengan pergerahan tenaga sekuatnya. Ingin mereka mencincang
hancur tubuh pemuda yang begitu kurang ajar, hendak memaksa nona mereka menjadi
isterinya dan mengancam akan membasmi seluruh anggauta Thian-liong-pang kalau
kehen-daknya tidak dipenuhi! Mana di dunia ini ada kesombongan dan kekurangajaran yang
sehebat itu"
Akan tetapi, tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan suara tertawa seperti ringkik kuda dan tiga
orang yang menye-rang paling dekat dengannya tiba-tiba menjadi lemas sehingga mereka
tidak mampu mengelak atau menangkis lagi ketika tangan kiri pemuda itu menepuk
punggung mereka, seorang sekali.
"Plak! Plak! Plak!" Tiga orang itu roboh terjungkal dan batuk-batuk, dari mulut mereka keluar
darah merah. Tang Wi Siang marah sekali, mengge-rakkan pedangnya dan menyerbu ke arah perut
pemuda itu sambil menggerakkan tangan kiri pula untuk memukul dengan mengerahkan
tenaga Touw-sim-ciang ke arah dada kiri Wan Keng In.
Pemuda itu mengelak sedikit untuk menghindarkan tusukan pedang, akan tetapi dia
agaknya tidak tahu akan da-tangnya pukulan tangan kiri Wi Siang yang ampuh itu. Tang Wi
Siang merasa girang sekali karena pukulannya menge-nai sasaran yang tepat dan
betapapun lihainya pemuda itu, pukulannya yang menembus jantung itu tentu akan
mero-bohkahnya, atau sedikitnya melukai isi dadanya.
"Plakkk!"
Betapa kaget hati Wi Siang ketika telapak tangannya melekat pada dada kiri pemuda itu
yang agaknya sama se-kali tidak merasakan apa-apa dan bah-kan kini tangan kanan
pemuda itu telah mencengkeram pergelangan tangannya yang memegang pedang dan
sekali memutar tubuhnya terbawa membalik dan sebuah tepukan pada punggungnya
membuat Tang Wi Siang terguling, kepalanya terasa pe-ning, tenggorokannya gatal
membuat dia terbatuk-batuk dan muntahkan darah merah!
Cepat sekali Wan Keng In bergerak, tubuhnya seperti lenyap dan beruntun ia telah
menepuk punggung lima orang ga-dis pelayan pembantu Tang Wi Siang sehingga mereka
ini hampir tidak tahu apa yang membuat mereka roboh tergu-ling, dan terbatuk-batuk
mengeluarkan darah. Sembilan orang itu, termasuk Tang Wi Siang yang amat lihai, telah
roboh dan terluka oleh Wan Keng In dalam waktu beberapa menit saja! Kalau Tang Wi Siang
tidak terkena pancingannya, tidak mengira bahwa pukulan Touw-sim-ciang sama sekali tidak
dapat menem-bus kekebalan tubuh Wan Keng In dan kalau wanita itu menggunakan ilmu
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
480 si-latnya untuk mempertahankan diri, kira-nya biarpun akhirnya dia akan roboh ju-ga, namun
sedikitnya pemuda itu harus menggunakan waktu yang lebih lama. Namun, pemuda itu
cerdik sekali dan dia sudah tahu akan kelihaian Tang Wi Siang, maka dia sengaja
membiarkan di-rinya terpukul untuk dapat merobohkan wanita itu dalam waktu yang lebih
cepat. "Bibi yang cantik, katakanlah kepada Ketuamu bahwa kalau dalam waktu se-bulan dia tidak
menerima pinanganku dan tidak mengumumkan bahwa puterinya te-lah menjadi tunangan
Wan Keng In dari Pulau Neraka, kalian akan mati dan aku akan datang sendiri ke sana untuk
mengambil calon isteriku dan membas-mi Thian-liong-pang. Akan tetapi kalau dia menerima
pinanganku, Thian-liong-pang akan menjadi perkumpulan yang terkuat di dunia ini karena
bantuanku!" Setelah berkata demikian, sekali berkelebat, bayangan pemuda itu lenyap dari
dalam hutan. Tang Wi Siang cepat meloncat ba-ngun, menahan rasa nyeri di dalam dada-nya. Ia melihat
bahwa semua anak buah-nya sudah dapat berdiri akan tetapi me-nyeringai tanda bahwa
mereka pun men-derita nyeri. Tahulah dia bahwa mereka semua telah terluka di sebelah
dalam tubuh oleh tepukan pada punggung tadi.
"Buka bajumu!" Katanya kepada se-orang anggauta Thian-liong-pang pria yang tadi telah
dirobohkan. Orang itu membuka bajunya, setelah diperiksa ter-nyata di punggungnya
terdapat bekas ja-ri yang berwarna merah!
"Hemmm, pukulan beracun, seperti yang kuduga," kata Tang Wi Siang yang memang
sudah menduga bahwa tokoh Pu-lau Neraka itu tentu menggunakan pu-kulan beracun.
"Manusia sombong itu! Apa dikira Pangcu kita tidak akan da-pat menyembuhkan pukulan
beracun ma-cam ini saja" Hayo, kita cepat pulang menyusul Pangcu, membuat laporan agar
Pangcu dapat mengobati kita dan mencari si keparat itu untuk diberi hajaran!" Biarpun
mulutnya berkata demikian, na-mun di dalam hatinya Tang Wi Siang merasa gelisah dan
tegang sekali karena dari pertandingan tadi saja dia sudah maklum bahwa pemuda itu
benar-benar memiliki kesaktian yang amat luar biasa! Dengan perasaan tertekan sembilan
orang itu melakukan perjalanan tergesa-gesa dan tanpa mengeluarkan kata-kata menyusul
Ketua mereka, pikiran mereka tidak pernah terlepas dari tanda tiga bu-ah jari merah yang
menempel di pung-gung mereka dan tersembunyi di ba-wah baju masing-masing.
"Hu-hu-huukkk....!" Milana tak dapat menahan kesedihan hatinya lagi ketika dia sudah
berdua saja dengan Pendekar Super Sakti di atas punggung burung rajawali yang terbang
tinggi menembus awan. Mula-mula dia merasa bahagia sekali dapat duduk membonceng
ayah kan-dungnya di atas punggung rajawali itu, hal yang sudah lama dia impi-impikan.
Akan tetapi dia teringat kembali kepada ibunya, teringat akan peristiwa antara ibu dan
ayahnya, akan permusuhan anta-ra ibu dan ayahnya dan akan rahasia ibunya yang tidak
diketahui ayahnya. Bagaimana dia dapat bergembira biarpun kini dia dapat membonceng
ayah kandung-nya kalau ayahnya itu tidak mengenal dan dia tidak boleh memperkenalkan
di-ri" Dia tidak akan memperkenalkan diri sebagai Milana, sebagai puteri Pendekar Super
Sakti ini, demi menjaga rahasia ibunya. Betapapun juga dia harus mem-bela ibunya! Dan dia
pun kini mendapat kesempatan untuk mengenal dari dekat orang macam apakah yang
menjadi ayah kandungnya ini.
"Eh, Nona mengapa engkau mena-ngis?" Tiba-tiba Suma Han bertanya ke-pada dara yang
duduk di depannya, membelakanginya ketika ia mendengar dara itu terisak.
"Apakah setelah menjadi tawananmu, aku tidak boleh mdnangis?" Milana bertanya tanpa
menoleh. "Hemm.... wanita dan tangis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tentu saja engkau
boleh menangis, akan tetapi kurasa, sebagai puteri seorang ke-tua perkumpukan besar
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
481 macam Thian-liong-pang, amatlah memalukan kalau harus memperlihatkan kekecilan hati
dan menjadi seorang yang cengeng."
Rasa panas membubung ke dada Mi-lana dan dia menggigit bibir, mengusir sisa tangis
yang berada di dalam dada-nya. "Aku tidak cengeng! Aku tidak ke-cil hati!" bantahnya.
Suma Han yang duduk di belakang-nya, tersenyum. Dia maklum bahwa ten-tu puteri Ketua
Thian-liong-pang ini membencinya dan menganggapnya musuh, akan tetapi semenjak tadi,
dia sudah melihat perbedaan watak yang besar sekali antara Ketua Thian-liong-pang dan
puterinya ini. Gadis ini sama sekali tidak berwatak kejam, liar dan ganas seperti ibunya.
Sebaliknya dara ini mem-punyai watak lembut, terbukti dari isak-nya dan pencelaannya
kepada ibunya ke-tika berada di hutan tadi. Kini, kembali tampak sifat halusnya dengan isak
yang tertahan-tahan akan tetapi betapapun juga, ada setitik darah ibunya sehingga dara ini
melawan perasaan sendiri dan kini berpura-pura memperlihatkan sikap keras seperti sikap
ibunya! Ahh, betapa terbuka keadaan hati dan pikiran dara ini baginya sehingga biarpun
dara itu duduk membelakanginya dan dia tidak dapat melihat wajahnya yang memang belum
diperhatikannya benar-benar, dia sudah dapat menjenguk isi hati dan mengenal wataknya!
"Kalau begitu mengapa menangis?"
Ih, betapa halus suara ayahnya! Orang yang mempunyai suara halus dan meng-getarkan
perasaan yang halus pula itu tak mungkin seorang jahat, biarpun dijuluki Pendekar Siluman
sekalipun! Bagai-mana ibunya mencacinya sebagai seorang yang pengecut, tidak
berjantung, tiada perasaan"
"Kenapa engkau menawan aku" Apa-kah benar untuk menekan Thian-liong-pang agar tidak
membantu pemerintah membasmi para pengacau dan pemberontak lagi?"
Milana merasa betapa orang yang duduk di belakangnya itu menghela na-pas panjang.
Ingin sekali dia menengok dan memandang wajah yang menimbul-kan rasa sayang dan
kagum di datam hatinya itu, ingin melihat tarikan muka itu dan sinar mata yang aneh itu.
Akan tetapi, pada saat itu dia sedang bersan-diwara, harus beraksi seperti orang yang asing
sama sekali, yang tidak mengenal Pendekar Super Sakti, maka tidak akan sopanlah sebagai
seorang gadis tertawan kalau dia ingin memandang muka pria yang menawan.
"Nona, biarlah engkau mendengar hal yang sesungguhnya. Bukan menjadi pendirianku
untuk mempergunakan cara pemerasan seperti ini, untuk mengguna-kan seorang gadis
muda sebagai alat un-tuk menekan Thian-liong-pang. Cara ini, tepat seperti pendapat ibumu,
adalah ca-ra seorang pengecut. Kalau memang aku berniat menentang Thian-liong-pang,
ten-tu akan kupergunakan cara laki-laki, yaitu langsung menentangnya dan menghadapinya
seperti seorang gagah, tinggal meli-hat hasilnya, menang atau kalah. Akan tetapi, setelah
aku melihatmu di sana tadi.... hemm, aku berpendapat lain dan aku menawanmu dengan
maksud lain pula...."
Berdebar keras jantung Milana dsn dia menarik tubuh ke depan agar orang yang berada di
belakangnya itu jangan sampai tahu debar jantungnya. Dia lupa bahwa yang duduk di
belakangnya adalah seorang pendekar yang memiliki kesakti-an luar biasa sehingga
pendengarannya sudah amat tajam, dapat membedakan debar jantung yang berubah,
apalagi dari jarak demikian dekat! Ayah kandungnya ini menawannya bukan untuk
diperguna-kan sebagai sandera, bukan untuk meme-ras dan menekan Thian-liong-pang!
Habis untuk apa"
"Maksud apalagi kalau bukan untuk menekan Ibuku?" tanyanya, menekan hatinya agar
suaranya terdengar biasa. Tentu saja Suma Han dapat membeda-kan pula suara menggetar
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
482 yang terbawa oleh perasaan tegang itu, dan dia ter-senyum, menduga tentu gadis ini
mengira bahwa dia mempunyai niat yang bukan-bukan!
"Ketika aku melihatmu di sana tadi, timbul rasa kasihan di hatiku. Betapa seorang gadis
muda yang berdasarkan wa-tak halus dan hati penuh welas asih dan mulia, bergelimang
dalam perbuatan-per-buatan rendah yang dilakukan oleh Thian-liong-pang! Kalau dibiarkan
saja, akhirnya tentu anak itu akan menjadi rusak dan menjadi seorang wanita yang kejam,
liar, ganas dan berwatak iblis, se-perti ibunya yang menjadi Ketua Thian-liong-pang! Karena
itu, timbul niatku untuk membawamu pergi dari lingkungan kotor ini!"
Tiba-tiba Milana menoleh dan matanya terbelalak penuh kemarahan. "Tidak! Biarkan aku
kembali! Aku tidak peduli, aku lebih senang kalau menjadi seperti Ibu! Dia tidak jahat,
engkaulah yang jahat dan kejam! Engkau membiarkan Ibuku merana dan sengsara dalam
hidupnya!"
"Hahhh...." Apa maksudmu" Aku membikin Ibumu hidup sengsara?"
Milana terkejut sendiri. Dia telah kelepasan bicara. Cepat ia memutar otak mencari alasan.


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja engkau telah menculik aku, anaknya, bagaimana Ibu tidak merasa sengsara
dalam hidupnya memikirkan keselamatanku?"
"Ah, begitukah" Kalau dia masih mempunyai perasaan seperti seorang ibu biarlah dia sadar
bahwa dalam hidupnya, jauh lebih penting memikirkan masa depan puterinya daripada
melampiaskan nafsu kemurkaan melalui Thian-liong-pang. Biarlah dia menderita agar dia
sadar. Kalau dia sudah sadar, aku pun tentu saja tidak akan suka memisahkan seorang
anak dari ibu kandungnya." Setelah berkata demikian, Suma Han menepuk leher rajawali
dan menekan berat tubuhnya ke kiri sehingga burung itu segera menukik ke kiri dan
meluncur turun.
Burung itu meluncur cepat sekali sehingga biarpun Milana telah memiliki kepandaian tinggi,
dia merasa pening dan ngeri juga. Akan tetapi di depan penawannya, atau bahkan ayah
kandungnya, dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya, dan untuk menutupi rasa ngeri
dan takutnya, dia bertanya,
"Engkau mau membawa aku ke mana?"
"Engkau takut?"
Wah, ayahnya ini benar-benar amat waspada! "Tidak!" jawabnya, akan tetapi suaranya
gemetar juga ketika ia melirik ke bawah dan melihat seolah-olah dia dibawa jatuh ke bawah
dengan kecepatan mengerikan!
"Jangan takut, menunggang burung ini lebih aman daripada menunggang seekor kuda."
Milana tidak mejawab lagi karena percuma saja dia hendak menyembunyikan rasa
ngerinya. Setelah penculiknya tahu, tidak lagi berpura-pura dan untuk mengusir rasa
takutnya, dia memegangi tangan Pendekar Super Sakti yang membiarkannya saja sambil
diam-diam tersenyum karena Suma Han maklum betapa ngeri dan takutnya menunggang
burung rajawali, apalagi kalau menukik turun, bagi seorang yang belum bisa. Dia sendiri
ketika mula-mula menunggang burung garuda di Pulau Es, juga berkunang-kunang dan
merasa ngeri! Burung itu hinggap di atas tanah di luar sebuah dusun. Suma Han meloncat turun diikuti
oleh Milana. Suma Han lalu mendorong tubuh burung rajawali itu sehingga terlempar ke atas
dan burung itu segera terbang tinggi.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
483 "Mengapa kita turun di sini" Engkau hendak membawaku ke mana?"
Sambil membalikkan tubuhnya rnenghadapi gadis itu Suma Han menjawab, "Kita akan pergi
ke...." Tiba-tiba Suma Han tidak melanjutkan kata-katanya dan dia berdiri dengan mata
terbelalak dan mulut agak terbuka seperti terkena pesona ketika memandang wajah dara itu.
Baru sekarang dia dapat melihat wajah Milana dengan jelas dan dari jarak dekat. Mulut itu!
Mata itu! Mata yang mengandung sinar seolah-olah dua ujung pedang yang amat runcing
menusuk sampai ke lubuk hati! Mata dan mulut yang sangat dikenalnya, tidak asing sama
sekali baginya, akan tetapi selama hidupnya baru sekali ini dia berjumpa dengan puteri
Ketua Thian-liong-pang!
"Kau.... kau kenapa, Paman?" Milana bertanya.
Suaranya yang halus itu menyadarkan Suma Han. Dia menarik napas panjang lalu
menggunakan kedua telapak tangannya untuk menggosok-gosok kedua matanya, kemudian
menggosok seluruh mukanya terus ke leher dan ke tengkuknya yang dirasakan meremang
tanpa dia ketahui sebabnya.
"Aaahhh.... tidak apa-apa...." Dia menghindarkan pandang matanya bertemu dengan sinar
mata gadis itu dan tidak ingin lagi memandeng wajah itu lama-lama karena merasa aneh
dan.... ngeri! "Aku hendak membawamu ke kota raja."
"Ke kota raja" Mengapa ke sana, Paman" Apakah engkau sekarang tinggal di kota raja
setelah.... setelah.... kudengar...." Karena Pulau Es merupakan tempat tinggal ayah
kandungnya, tempat yang sudah lama ia rindukan, maka mendengar betapa pulau itu
dibakar, Milana merasa terkejut dan duka, maka sekarang dia pun merasa sukar untuk
melanjutkan kata-katanya.
"Setelah Pulau Es dibakar" Tidak, aku tidak tinggal di kota raja atau di mana pun."
"Jadi, engkau sekarang tidak mempunyai tempat tinggal, Paman?"
Suma Han menggelengkan kepalanya dan diam-diam merasa betapa aneh keadaan
mereka berdua itu. Dia adalah penculik dan gadis itu yang diculik dan ditawannya, akan
tetapi mereka bercakap-cakap seperti seorang paman dan keponakannya saja, saling
bersimpati dan saling menaruh kasihan!
"Kalau begitu, ke mana Paman hendak ke kota raja?"
"Aku akan minta pertanggungan jawab mereka yang telah membakar Pulau Es dan Pulau
Neraka, dan aku akan merampas kembali Pedang Hok-mo-kiam...."
"....yang dicuri oleh Pendeta Iblis Maharya dan muridnya?"
"Eh, bagaimana engkau bisa tahu?" tiba-tiba Suma Han bertanya dan kembali dia merasa
jantungnya seperti diguncang ketika memandang wajah yang cantik jelita luar biasa itu.
Ingin rasanya Milana menampar mulutnya sendiri karena kelepasan bicara itu.
"Siapa yang tidak tahu, Paman" Hal itu sudah diketahui di dunia kang-ouw, dan aku
mendengar dari Ibuku."
Suma Han tidak merasa heran. Peristiwa itu diketahui oleh orang lain, juga oleh Gak Bun
Beng. Andaikata pemuda itu tidak membicarakannya di luar, bisa jadi saja kalau Tan-siucai
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
484 atau Gurunya membual bahwa mereka telah merampas Hok-mo-kiam dari tangan Pendekar
Super Sakti sehingga peristiwa itu diketahui oleh Ketua Thian-liong-pang yang lihai dan
berpengaruh. "Hemm, begitukah" Benar, pedang itu akan kurampas kembali dari tangan mereka. Aku
mendengar bahwa kini mereka pun membantu Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun dan berada di
kota raja."
"Wah, Paman hendak mencari banyak musuh di kota raja. Bagaimana dengan aku?"
"Engkau ikut saja denganku, tidak akan ada yang berani mengganggu."
"Habis, untuk apa aku ikut kalau hanya disuruh menonton" Apakah Paman.... ingin supaya
aku membantu Paman itu?"
Suma Han tertawa. Bocah ini sungguh menyenangkan hatinya. Sikapnya begitu halus dan
wajar, sedikitpun juga tidak memperlihatkan sikap bermusuhan padahal jelas bahwa dia
telah membawanya secara paksa!
"Tidak, Nona. Engkau ikut saja denganku dan di waktu terluang, aku akan mengajarkan ilmu
kepadamu." Hampir saja Milana bersorak saking girang hatinya. Di antara hal-hal yang amat
dirindukan adalah belajar ilmu dari ayah kandungnya, dari Pendekar Super Sakti, Pendekar
Siluman Majikan Pulau Es yang terkenal di seluruh jagad! Akan tetapi dia menahan diri dan
hanya kelihatan betapa bibirnya yang merah dan berbentuk kecil mungil indah itu merekah
dalam senyum, sepasang matanya yang lebar itu terbelalak dan bersinar-sinar penuh
keriangan hati. Hal ini tidak lepas dari pandangan mata Suma Han sehingga diam-diam
pendekar ini merasa terharu dan timbul rasa suka yang mendalam di hatinya terhadap gadis
ini, timbul pula niat hatinya untuk menurunkan ilmu-ilmu yang paling tinggi kepadanya!
"Terima kasih, Paman. Engkau baik sekali!"
"Ha-ha-ha...!" Suma Han sendiri sampai terkejut. Bertahun-tahun sudah dia tidak pernah
tertawa. Akan tetapi kini, tanpa disadarinya, dia telah tertawa begitu bebas, suara ketawa
yang langsung keluar dari dalam hatinya. Bocah ini telah menciptakan sesuatu yang amat
aneh dalam hatinya!
"Paman, kenapa kau tertawa?"
"Aku.... tertawa...." Ahhh, karena mendengar ucapanmu yang lucu tadi, Nona. Kaubilang
aku baik sekali padahal aku adalah penculikmu!"
"Biarpun begitu, sikapmu amat baik kepadaku, Paman dan aku suka ikut bersamamu. Aku
merasa bahwa dengan ikut padamu, aku akan mengalami hal-hal yang hebat, dan lagi,
menerima pelajaran ilmu dari Pendekar Super Sakti merupakan hal yang amat
menyenangkan sekali. Bagaimana aku tidak menjadi gembira dan menganggap Paman
seorang yang amat baik" Nanti kalau bertemu dengan Ibu aku akan meyakinkan hatinya betapa
baiknya budi pekerti Paman."
Suma Han menghela napas. "Aaahh.... kalau ada yang menganggap baik tentu ada yang
menganggap sebaliknya, yaitu jahat. Dan aku sendiri tidak tahu siapa yang lebih benar di
antara mereka yang menyebut baik dan mereka yang menyebutku jahat."
"Bagaimana ini" Aku tidak mengerti, Paman?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
485 "Tak usah kaupikirkan. Jangan merusak hatimu yang masih polos itu dengan teka-teki hidup
yang tiada habisnya, juga tiada gunanya. Eh, Nona, engkau kuanggap sebagai muridku atau
sebagai.... keponakanku sendiri.... ehhh, aku jadi teringat kepada Kwi Hong! Ke mana
gerangan perginya bocah bengal yang sukar diurus itu?"
"Kwi Hong" Apakah Paman maksudkan bahwa keponakan Paman yang bernama Kwi Hong
pergi tanpa pamit?"
Suma Han mengangguk. "Bocah itu nakal bukan main. Dia pergi merantau tidak
menggelisahkan karena ilmu kepandaiannya sudah cukup tinggi untuk menjaga diri. Akan
tetapi, dia membawa pergi pedang Li-mo-kiam, itulah yang menggelisahkan hatiku...."
Tiba-tiba Milana meloncat kaget. "Aihhh....! Kalau begitu diakah....?" Terbayang olehnya
seorang gadis yang telah menyelamatkannya ketika ia hampir saja tertawan oleh Wan Keng
In, seorang gadis yang keluar dari dalam peti mati, dan yang memegang sebatang pedang
yang mengeluarkan sinar kilat! Gadis itu pula yang telah mengacau di rumah penginapan,
menyelidiki keadaan rombongan Thian-liong-pang! Ahh, mengapa dia begitu pelupa" Tentu
gadis perkasa itu Kwi Hong!
"Heiii! Apa engkau pernah bertemu dengannya?" Suma Han bertanya kaget.
Milana mengangguk, belum berani membuka mulut karena dia harus menekan perasaannya
yang terguncang. Bertemu dengan Kwi Hong dan dia tidak mengenalnya, apakah Kwi Hong
juga tidak mengenalnya ketika menyelidiki rumah penginapan" Dan apakah Kwi Hong baru
mengenalnya ketika turun tangan menolongnya"
"Aku pernah bertemu dengan seorang gadis cantik yang membawa pedang bersinar kilat,
Paman. Dia pernah menyelidiki rombongan Thian-liong-pang, hampir tertangkap olehku,
akan tetapi dia lihai sekali dan dapat meloloskan diri. Kemudian, dia muncul pula bersama
orang-orang Pulau Neraka!"
"Ah, kalau begitu bukan Kwi Hong! Tak mungkin dia bersama orang-orang Pulau Neraka."
"Akan tetapi dia telah menolongku ketika aku hampir tertawan oleh pemuda iblis, putera
Majikan Pulau Neraka."
"Apa" Coba kauceritakan yang jelas, Nona."
Dengan singkat Milana menceritakan bentrokan yang terjadi antara rombongan Thian-liong-
pang yang dipimpinnya melawan rombongan Pulau Neraka. "Mula-mula pihak kami sudah
mendekati kemenangan, lalu tiba-tiba muncul pemuda iblis yang lihai itu. Aku hampir saja
tertawan olehnya, kemudian muncul gadis itu dari dalam peti mati dan dengan sebatang
pedang yang bersinar kilat, dia telah menyelamatkan aku dengan membabat putus tali
sutera yang mengikatku. Karena aku maklum bahwa tempat itu berbahaya bagi
rombonganku, aku lalu mengajak rombonganku segera pergi meninggalkan tempat itu."
"Dan gadis itu bagaimana?"
"Entah, Paman. Ketika aku pergi, dia sedang bertanding dengan hebatnya melawan
pemuda iblis yang juga memegang sebatang pedang yang bersinar kilat!"
"Hemmm, Sepasang Pedang Iblis....!" Suma Han berkata perlahan sambil mengerutkan
alisnya. Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
486 Milana sudah mendengar dari Gak Bun Beng betapa sepasang pedang itu telah ditemukan
Bun Beng. Li-mo-kiam, pedang betina, diberikan oleh Bun Beng kepada Kwi Hong
sedangkan yang jantan, Lam-mo-kiam, terampas oleh Wan Keng In putera Majikan Pulau
Neraka. Akan tetapi dia pura-pura tidak tahu karena kalau dia menyebut Bun Beng, tentu
ayah kandungnya itu akan mengenal dan dengan demikian, rahasia ibunya terbongkar.
"Apakah benar dia itu keponakanmu, Paman?"
"Agaknya begitulah. Dan dia tentu terancam bahaya...." Suma Han menggeleng kepala.
"Akan tetapi, dia keluar dari sebuah peti mati, katamu" Hemm.... kalau begitu dia bukan Kwi
Hong." Di dalam hatinya, Milana sekarang merasa yakin bahwa gadis yang meloncat keluar dari
peti mati itu pasti Kwi Hong. Setelah diingatkan, kini dia dapat membayangkan wajah gadis
itu dan dia merasa yakin bahwa gadis itu, juga gadis yang pernah dia "lasso" kakinya di atas
genteng di rumah penginapan, tentu Giam Kwi Hong orangnya! Akan tetapi, tentu saja dia
tidak berani menyatakan, isi hatinya itu.
"Nona, kulanjutkan pertanyaanku yang tadi terganggu oleh persoalan Kwi Hong yang
bengal. Aku hendak bertanya, siapakah namamu, Nona?"
Terkejut juga hati Milana mendengar pertanyaan ini. Ayahnya, ayah kandungnya sendiri,
menanyakan namanya. Tidakkah amat ganjil ini" Ingin ia berteriak menyebutkan namanya,
berteriak mengaku bahwa dia adalah puteri Si Pendekar itu sendiri, ingin ia menangis dan
mencela ayahnya yang seolah-olah tidak mempedulikan anaknya! Akan tetapi Milana
terpaksa harus menekan keinginan hatinya ini karena dia harus melindungi rahasia ibunya.
Entah mengapa ibunya menyembunyikan diri di balik kerudungnya itu, dia sendiri tidak tahu.
Entah mengapa ibunya tidak mau berbaik dengan ayahnya, tidak mau mengaku bahwa
Ketua Thian-liong-pang adalah ibunya, dia sendiri tidak tahu. Betapapun juga, dia harus
membela ibunya, harus melindungi rahasianya.
"Paman, panggil saja aku.... Alan...."
"Hemmm, nama palsu, ya?"
Milana mengangguk. "Maaf, Paman. Aku tidak boleh memperkenalkan namaku
kepadamu...."
"Aku mengerti. Ibumu selalu bersembunyi di balik kerudung, penuh rahasia, tentu
anaknyapun penuh rahasia pula. Tidak mengapalah, Alan, aku akan menyebutmu Alan
seperti yang kaukehendaki. Mari kita melanjutkan perjalanan ke kota raja."
"Kenapa tidak menunggang rajawali saja, tidak melelahkan dan lebih cepat?" Milana
membantah karena memang amat menyenangkan hatinya menunggang rajawali itu,
berboncengan dengan ayahnya.
"Tidak, Alan. Dari sini ke kota hanya perjalanan tiga empat hari saja dan melalui banyak
dusun dan kota. Kalau kita menunggang rajawali, tentu akan menarik banyak perhatian
orang." "Dan burung itu sendiri bagaimana?"
"Dia sudah jinak dan dia akan mengikuti aku dari angkasa. Setiap kali kubutuhkan,
kupanggil tentu dia datang."
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
487 "Sungguh menyenangkan sekali mempunyai binatang peliharaan seperti itu, Paman. Akan
tetapi.... aku pernah mendengar bahwa binatang peliharaan Paman di Pulau Es bukan
rajawali, melainkan garuda putih."
Suma Han menghela napas teringat akan dua ekor burung garudanya. "Mereka telah tewas
di tangan orang-orang yang merampas Hok-mo-kiam. Burung rajawali ini pun dari Pulau
Neraka, aku temukan dalam keadaan ketakutan karena Pulau Neraka dibakar. Aku dapat
menundukkannya dan sekarang dia sudah jinak dan penurut."
Demikianlah, dua orang itu berjalan memasuki dusun sambil bercakap-cakap. Mereka
kelihatan begitu rukun, sama sekali tidak pantas sebagai seorang yang ditawan dan
penawannya, lebih patut sebagai keluarga. Namun, hanya Milana seorang yang tahu bahwa
mereka adalah anak dan ayah, ayah kandung!
Dua hari kemudian, mereka telah tiba di tapal batas, kota raja hanya tinggal lima puluh li
jauhnya, perjalanan setengah hari. Karena mereka datang dari arah utara, mereka melalui
daerah yang agak tandus dan pada pagi hari itu, mereka beristirahat di sebuah kuil tua yang
sudah tidak dipakai lagi, di luar sebuah dusun.
Suma Han mengeluarkan bungkusan roti kering yang tinggal dua potong dan sebuah guci
terisi air yang diisi penuh dalam perjalanan tadi. Tanpa bicara dia menyerahkan sepotong
roti kering kepada gadis itu, yang diterimanya tanpa berkata-kata pula, akan tetapi tidak
segera dimakannya karena Milana kini duduk sambil memandang ayah kandungnya.
Pendekar Sakti itu duduk bersandar dinding butut, kaki tunggalnya ditekuk bersila, tongkat
melintang di atas pahanya, tangan kiri memegang roti kering sepotong. Melihat gadis itu
tidak segera makan rotinya, dia berkata,
"Tinggal ini roti bekalku, akan tetapi perjalanan sudah dekat. Makanlah, Alan."
Namun dara itu tidak mau makan rotinya dan melihat betapa ayah kandungnya itu makan
roti kering, kelihatan dipaksakan dan seret melalui kerongkongan, hatinya menjadi terharu
sekali. "Paman, kasihan sekali engkau, hanya makan roti kering tawar dan air! Aku pandai masak,
Paman. Aku ingin memasakkan yang enak-enak untuk kau makan."
Suma Han menunda makannya, memandang dara itu dengan heran dan tersenyum.
"Engkau aneh sekali. Di tempat sunyi seperti ini, andaikata pandai masak sekalipun, apa
yang hendak dimasak" Bahannya tidak ada, bumbu-bumbunya pun tidak ada, yang ada
hanya bahan bakar dan api!"
"Di selatan sana sudah tampak sebuah dusun, tentu ada yang menjual bahan dan bumbu.
Kalau Paman percaya kepadaku, aku akan ke sana membeli bahan kemudian akan
kumasakkan yang enak untuk Paman."
"Percaya" Tentu saja aku percaya kepadamu, Alan."
Wajah Milana berseri dan ia meloncat bangun. "Benarkah Paman percaya kepadaku"
Terima kasih, Paman. Aku akan pergi dulu mencari bahan masakan!" Gadis itu membalikkan
tubuh dan berlari keluar dari kuil tua.
"Heiii, Alan! Nanti dulu!"
Dara itu berhenti, menengok dan memandang dengan wajah kecewa. "Paman takut kalau
aku melarikan diri?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
488 Suma Han tersenyum, menggeleng kepala dan mengeluarkan sebatang pedang dari
buntalannya. "Aku percaya kepadamu, akan tetapi kaubawalah pedang ini untuk membela
diri kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."
Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Milana. Ayah kandungnya, biarpun belum tahu
bahwa dia adalah puterinya, sudah menaruh kepercayaan dan menaruh sayang kepadanya!
Cepat ia berlari menghampiri pendekar itu menerima pedangdan menjura, "Terima kasih,


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paman. Engkau baik sekali, selain percaya bahwa aku tidak akan melarikan diri, juga
engkau ingat akan keselamatanku." ia memandang pedang di tangannya, mencabut dari
sarungnya dan berseru girang. "Ah, pedang pusaka yang indah! Pedang pusaka apakah ini,
Paman?" "Namanya Pek-kong-kiam, dahulu menjadi pegangan keponakanku. Akan tetapi sekarang
dia tidak memerlukannya lagi. Pergilah, Alan, dan hati-hatilah."
Alan mengangguk, memasangkan pedang di pinggangnya kemudian berlari-lari kecil
meninggalkan kuil itu, dipandang oleh Suma Han dengan bengong.
Setelah bayangan dara itu lenyap, dia menarik napas panjang. "Ahhh, Suma Han, apakah
engkau benar-benar memiliki dasar watak yang kotor" Mengapa engkau seperti tergila-gila
kepada dara itu?" Ingin pendekar sakti ini menempiling kepalanya sendiri. Ada sesuatu
dalam diri dara itu yang amat menarik hatinya, seperti besi sembrani menarik besi! Ada
sesuatu pada diri gadis itu yang membuat dia merasa suka sekali, merasa ingin sekali
berdekatan selalu, memandang wajah jelita itu, melihat senyum yang cerah dan mata yang
lebar seperti matahari kembar itu. Seolah-oleh dia berhadapan dengan seorang yang sudah
lama sekali dikenalnya, yang amat dekat dengan hatinya, seolah-olah ada perasaan yang
memenuhi hatinya bahwa sudah semestinya dan sewajarnya kalau gadis itu selalu berada di
dekatnya! "Keparat!" Suma Han menepuk tanah di depannya. "Aihhh, Nirahai.... Lulu.... kalianlah yang
membuat aku menjadi begini! Aku rindu kepada kalian, rindu akan kasih sayang wanita
sehingga begitu bertemu dengan gadis ini aku seperti orang tergila-gila!" Ia mengeluh lalu
duduk termenung. "Apakah yang harus kulakukan agar aku dapat berkumpul kembali
dengan Nirahai" Dengan Lulu?" Nirahai adalah isterinya, yang ia cinta dan yakin bahwa
isterinya itu pun mencintanya. Akan tetapi mengapa sikap Nirahai seaneh itu" Mengapa"
Dan Lulu" Dia mencinta adik angkatnya itu, mencintanya dengan sepenuh hatinya, bukan
cinta saudara, melainkan cinta seorang pria terhadap wanita yang pertama kali merebut
kasihnya. Terkenang dia akan ucapan-ucapan Lulu ketika mereka bertemu di Pulau Neraka.
"Aku sudah bersumpah untuk memilih antara dua kenyataan dalam hidupku. Menjadi
isterimu atau menjadi musuhmu!" Demikianlah kata Lulu yang masih menggores di hatinya.
Tentu saja dia sukar untuk dapat menerima tuntutan Lulu yang selain menjadi adik
angkatnya, juga sudah menikah dengan orang lain biarpun kini sudah menjadi janda, dan
mengingat bahwa dia sudah menjadi suami Nirahai!
Karena penolakannya, Lulu memusuhinya, sesuai dengan sumpahnya! Akan tetapi,
sekarang Pulau Neraka telah dibakar pemerintah, bagaimana nasib wanita yang menjadi
cinta pertamanya itu" Bagaimana pula nasib Nirahai" Aihh, sikap Nirahai yang amat aneh,
sama anehnya dengan sikap Lulu. Masih terngiang di telinganya suara isterinya itu penuh
dengan kemarahan, "Kini aku tidak sudi menyembah-nyembah minta kaubawa! Dan hanya
denganpaksaan sa ja engkau akan dapat membawaku ke Pulau Es. Dengan paksaan,
kaudengar" Aku sudah cukup menderita dan sakit hati karena kaubiarkan, seolah-olah aku
bukan isterimu. Engkau laki-laki lemah, kejam dan canggung!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
489 Suma Han kembali menarik napas panjang menundukkan muka dan menyangga kepalanya
dengan kedua tangan, seolah-olah kepalanya tiba-tiba menjadi amat berat begitu dia
terkenang kepada Lulu dan Nirahai. Apa yang harus dia lakukan agar mereka berdua,
wanita-wanita yang dicintanya itu dapat berada di sampingnya, menyegarkan rasa dahaga
yang selama ini dia derita, menyembuhkan sakit rindu yang selama ini membuat hidupnya
tanpa gairah, memenuhi sisa hidupnya dengan kebahagiaan sebagai penebus
kesengsaraan yang sudah amat lama dirasakannya"
"Ahh, Lulu...., Nirahai....!" Suma Han merasa jantungnya seperti diremas-emas. Memang
demikianlah manusia pada umumnya. Selama hidupnya, semenjak dia mulai mengerti,
manusia telah kehilangan kebebasan dan kewajarannya. Mulailah datang kesengsaraan
bersama dengan pengertian itu! Mulailah manusia dicengkeram dan dikurung dalam sangkar
yang berupa pikiran, berupa gagasan yang dibentuk semenjak dia mengerti. Segala macam
gerak dan langkah hidup ditentukan oleh gagasan, oleh pikiran yang bukan lain adalah Sang
Aku yang penuh dengan loba, dengki, iri, takut, khawatir, yang kesemuanya timbul karena
iba diri, sayang diri yang didorong rasa takut kehilangan kesenangan, kehilangan
ketenteraman. Suma Han adalah seorang pendekar besar, pendekar sakti, yang memiliki
ilmu kepandaian seperti dewa. Namun semua itu hanyalah duniawi, lahiriah belaka. Karena
itu ilmu kepandaiannya tidak akan dapat membebaskan dia daripada duka dan khawatir. Dia
berduka mengenakan dua orang wanita yang dicintanya, dan dia khawatir kalau-kalau sisa
hidupnya akan tetap merana seperti yang dirasakannya selama ini.
Dua orang wanita yang dia tahu amat mencintanya, akan tetapi yang karena keadaan tidak
dapat hidup berdampingan dengannya. Karena keadaankah" Ataukah karena jalan pikiran
antara mereka yang tidak cocok" Ataukah mereka berdua yang aneh, apakah dia sendiri
yang tidak pandai menundukkan hati wanita" Akan tetapi semenjak masih setengah dewasa
dahulu, Lulu selalu menurut akan semua kata-katanya! Mengapa sekarang berbeda" Ah,
tentu saja berubah, pikirnya. Dahulu Lulu mentaati segala kata-katanya karena merasa
sebagai adik angkatnya, sekarang.... wanita itu cintanya sebagai seorang wanita terhadap
seorang pria. Teringat akan Lulu, terbayanglah dia akan pertemuannya dengan Lulu di Pulau
Neraka, teringat pula tentang Pulau Neraka yang telah dibumihanguskan, dan akan burung
rajawali Pulau Neraka yang berhasil ia taklukkan dan jinakkan. Rajawali! Dia terkejut karena
tidak melihat burung itu ketika ia tiba-tiba menengadah. Tadi masih tampak burung itu
beterbangan di atas kuil, kadang-kadang menyambar turun di depan kuil. Akan tetapi
sekarang tidak tampak.
Suma Han mencelat keluar mencari-cari burung itu dengan pandang matanya. Namun tetap
saja tidak tampak bayangan burung itu. Suma Han menjadi curiga, lalu mengeluarkan suara
melengking nyaring. Suara yang keluar dari dadanya, dengan pengerahan khi-kang
sehingga suara panggilan itu bergema sampai jauh sekali. Setelah mengeluarkan suara
melengking sampai tiga kali berturut-turut, Suma Han diam tak bergerak menanti jawaban.
Tiba-tiba dari arah selatan terdengar suara burung itu, bukan sebagai jawaban panggilan,
melainkan suara memekik kemarahan! Dia merasa heran sekali. Suara burung seperti itu
hanya dikeluarkann kalau burung itu berhadapan dengan musuh atau terancam bahaya,
atau sedang kesakitan!
Khawatir kalau burung itu terancam bahaya, Suma Han lalu mempergunakan
kepandaiannya, tubuhnya berloncatan cepat sekali seperti terbang. Dia tidak memasuki
dusun di sebelah selatan kuil karena suara burung itu datangnya dari arah kiri dan kini sudah
tampak olehnya dari jauh burungnya sedang bertempur melawan seekor burung lain!
Burungnya terdesak karena burung rajawali lainnya yang menjadi lawan itu bertubuh lebih
besar. Suma Han mempercepat loncatan-loncatannya mendaki sebuah anak bukit dan tiba-
tiba ia berdiri dengan jantung berdebar tegang, matanya tidak lagi memandang ke arah
burungnya yang sedang bertempur, melainkan ke bawah karena di situ terjadi pertandingan
lain yang lebih menegangkan hatinya. Dia melihat Alan, gadis tawanannya, puteri Ketua
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
490 Thian-liong-pang itu, sedang bertempur melawan seorang pemuda jangkung yang lebih lihai
sekali, ditonton oleh beberapa orang yang mukanya beraneka warna. Anak buah Pulau
Neraka! Alan mempergunakan Pek-kong-kiam, menyerang dengan gerakan yang cepat
sekali sehingga tubuh dara itu lenyap terbungkus sinar pedangnya sendiri yang bergulung-
gulung dan berwarna putih. Akan tetapi, pemuda jangkung itu menghadapinya dengan
kedua tangan kosong dan kelihatan bersilat seenaknya saja!
Dengan beberapa loncatan tinggi, tubuh Suma Han mencelat dan hinggap di atas atap
sebuah podok tua yang berdiri tak jauh dari tempat pertandingan. Jantungnya makin
berdegup tegang ketika melihat wajah pemuda tampan itu. Wajah itu mirip sekali dengan
mendiang Wan Sin Kiat, suami Lulu! Melihat betapa di situ hadir enam orang yang mukanya
berwarna merah muda dan hijau pupus, mudah saja bagi Suma Han untuk menduga, siapa
adanya pemuda ini. Tentu inilah Wan Keng In, putera Ketua Pulau Neraka, putera Lulu dan
mendiang Wan Sin Kiat! Bukan main hebatnya gerakan pemuda itu sehingga diam-diam
Suma Han merasa kagum sekali. Akan tetapi, melihat senyum dan sinar mata pemuda itu,
ada sesuatu yang membuat hati Suma Han kecewa, karena senyum dan sinar mata pemuda
itu membayangkan hal yang mengerikan, watak yang aneh dan tak dapat dipercaya! Banyak
sudah dia melihat senyum dan sinar mata seperti itu yang hanya dimiliki oleh datuk-datuk
golongan sesat. Apalagi ketika mendengar suara pemuda itu ketika berkata mengejek
kepada Alan, hatinya makin tidak enak lagi.
"Heh-heh-heh, Nona manis. Mengapa engkau masih nekat melawan aku" Bukankah sudah
jelas bahwa engkau bukan lawanku" Dan sejak tadi aku tidak pernah menyerangmu, karena
aku tidak ingin melukaimu, tidak ingin mengalahkanmu karena takut kalau engkau meraea
tersinggung. Hal ini sudah membuktikan betapa mendalam cintaku kepadamu, Nona!"
"Iblis keji, siapa sudi kepadamu?"
Gadis itu membentak dan mengirim sebuah tusukan ke arah ulu hati pemuda itu. Suma Han
yang berada di atas atap melihat betapa tusukan pedang itu hebat sekali dan diam-diam dia
terkejut karena mengenal jurus itu berdasarkan Ilmu Pedang Sin-coa-kun (Ilmu Pedang Ular
Sakti). Padahal Ilmu Pedang itu adalah sebuah di antara ilmu-ilmu sakti dari Pendekar Sakti
Suling Emas! Akan tetapi ia teringat bahwa ibu dara itu adalah Ketua Thian-liong-pang yang
terkenal memiliki dan mengenal segala macam ilmu silat yang diambilnya dengan segala
macam cara pula, kalau perlu dengan menculik tokoh-tokoh kang-ouw! Mungkin saja Ketua
Thian-liong-pang yang luar biasa itu berhasil pula mencuri dasar-dasar Sin-coa Kiam-hoat
yang bersumber dari Sin-coa-kun.
Akan tetapi dengan kagum Suma Han melihat betapa pemuda itu berhasil mengelak
dengan mudah, seolah-olah sudah mengenal jurus ini, kemudian menggunakan Ilmu
Pukulan Toat-beng-bian-kun yang amat hebat! Suma Han mengerti bahwa Toat-beng-bian-
kun (Ilmu Silat Tangan Kapas Pencabut Nyawa) merupakan ilmu pukulan yang sakti dan
ampuh dari Lulu yang mendapatkan ilmu pukulan ini dari mendiang Nenek Maya yang sakti.
Dia sudah siap untuk menyelamatkan gadis itu dari pukulan itu ketika dengan heran dia
melihat bahwa pemuda itu bukan mempergunakan pukulan sakti yang semestinya ditujukan
ke arah leher itu diselewengkan menjadi sebuah totokan ke arah pundak!
Akan tetapi, hampir Suma Han berseru kaget dan kagum melihat betapa nona itu dapat
mengelak secara tepat sekali, yaitu dengan berjongkok dari bawah, kakinya menyambar
merupakan sebuah tendangan yang dibarengi dengan sabetan pedang. Kakinya menendang
ke arah pusar sedangkan pedangnya menyambar ke arah leher! Yang membuat Suma Han
terheran adalah cara gadis itu mengelak dari jurus Toat-beng-bian-kun, demikian tepat
dengan berjongkok seolah-olah gadis itu sudah mengenal pula jurus Toat-beng-bian-kun!
Apakah Ketua Thian-liong-pang juga sudah berhasil mencuri ilmu peninggalan Nenek Maya
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
491 itu" Sungguh tidak mungkin! Kalau sudah demikian jauh, tentu Ketua Thian-liong-pang
merupakan seorang lawan yang luar biasa dan amat berat!
Setelah melihat dengan jelas bahwa ilmu kepandaian pemuda itu jauh lebih tinggi daripada
ilmu kepandaian puteri Ketua Thian-liong-pang, apalagi setelah pemuda itu kini
mengeluarkan ilmu dengan gerakan amat aneh, sambil tertawa-tawa mempermainkan dara
itu seperti seekor kucing mempermainkan tikus sebelum diterkamnya, Suma Han lalu
melayang dari atas sambil berseru, "Tahan dulu....!"
Pada saat itu Wan Keng In telah berhasil mengempit pedang lawannya di bawah lengan kiri
ketika dara itu menusuk dadanya, dan tangan kanannya bergerak menyambar untuk
mencengkeram pundak Milana. Melihat ini, Suma Han sudah menggerakkan tongkatnya
yang berubah menjadi sinar yang menyambar antara tangan Wan Keng In dan pundak
Milana. Melihat sinar ini, Keng In cepat menarik kembali tangannya, dan terpaksa dia
melepaskan kempitan pedang itu ketika ada sinar meluncur ke arah dadanya. Ia meloncat
mundur dan tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha! Sudah kudengar suara lengkinganmu tadi! Bukankah engkau ini yang berjuluk
Pendekar Siluman, bekas Majikan Pulau Es berkaki buntung yang sombong?" Pemuda itu
berdiri dengan tegak, kedua tangan bertolak pinggang, pandang matanya yang tajam penuh
kebencian, mulutnya tersenyum penuh ejekan.
Enam orang tokoh Pulau Neraka, dua wanita empat pria, menjadi terkejut sekali mendengar
ucapan pemuda itu. Mereka berenam sudah menjadi pucat ketika menyaksikan munculnya
Pendekar Siluman itu dan mereka sudah menunduk dengan hati tergetar dan jerih. Kini
mendengar ucapan tuan muda mereka, benar-benar mereka menjadi kaget dan makin takut
karena maklum bahwa siauw-tocu mereka telah mengucapkan penghinaan terhadap
Pendekar Super Sakti itu!
Milana juga marah sekali. Yang dimaki buntung sombong adalah ayahnya! Maka dengan
muka merah dia sudah menusukkan pedangnya ke arah perut pemuda itu sambil
membentak, "Manusia iblis bermulut busuk!"
"Trangggg!" Milana meloncat mundur ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya
adalah tongkat Pendekar Super Sakti!
"Bersabarlah dan biarkan aku bicara dengan dia." Suma Han berkata halus ketika melihat
dara itu memandangnya dengan mata terbelalak heran.
"Ha-ha-ha-ha, Nona yang cantik jelita! Apakah engkau tidak mengenal keparat ini" Dia
adalah Pendekar Siluman, To-cu Pulau Es musuh besar kami dan musuh besar Thian-liong-
pang. Dia adalah musuh kita berdua, Nona! Mari kita berdua membunuh manusia busuk ini!"
Milana ingin berteriak kepada pemuda itu, mengatakan bahwa dia adalah puteri Pendekar
Super Sakti, akan tetapi ditahannya karena dia harus melindungi rahasia ibunya, maka
terpaksa dia hanya menelan kemarahannya dan tidak menjawab ucapan pemuda itu. Hanya
diam-diam dia merasa tidak puas mengapa ayah kandungnya begitu sabar menghadapi
pemuda yang demikian menjemukan dan yang telah berani menghina Pendekar Super Sakti.
Tentu saja Milana tidak tahu mengapa Suma Han bersikap demikian sabar terhadap Keng
In. Wan Keng In adalah putera Lulu, jangankan mengingat akan ibunya, sedangkan
mengingat akan ayahnya, Wan Sin Kiat yang pernah menjadi sahabat baik Suma Han saja,
pendekar ini tentu bersikap sabar sekali dan banyak mengalah.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
492 "Engkau tentu Wan Keng In, putera Majikan Pulau Neraka, bukan?" Suma Han bertanya
dengan suara halus mernandang wajah pemuda itu penuh perhatian dan penyelidikan.
Wajah yang amat tampan, bentuk wajahnya seperti wajah Wan Sin Kiat. Mulut dan matanya
seperti mulut dan mata Lulu, akan tetapi sungguh sayang sekali, karena persamaan itu
hanya pada bentuknya saja, namun sifatnya jauh berbeda, bahkan merupakan kebalikannya
seperti bumi dengan langit. Senyum Lulu adalah senyum yang manis dan membuat dunia
makin cerah, senyum yang menimbulkan rasa gembira di hati siapapun juga, membuat
orang yang menyaksikan senyum itu ingin tersenyum pula. Sinar mata Lulu adalah sinar
mata yang membayangkan kejujuran hati, kepolosan dan kelembutan hati yang wajar dan
tidak dibuat-buat. Akan tetapi, senyum pemuda ini mendatangkan rasa ngeri, karena
senyumnya biarpun menambah ketampanan wajahnya, mengandung sesuatu yang dingin
mengerikan hati orang yang melihatnya. Adapun sinar mata pemuda itu amat tajam
menusuk, seolah-olah menjenguk isi hati orang yang dipandangnya, akan tetapi
mengandung sifat kejam dan penuh kebencian dan ketidakpercayaan, pandang mata orang
yang sama sekali tidak mengenal cinta kasih antara manusia.
"Benar, dan aku pula yang pernah mengalahkan dan menghina muridmu dan
keponakanmu! Aku pula yang telah lama menanti munculmu, yang telah menantangmu
untuk mengadu nyawa. Kebetulan sekali sekarang kau muncul! Pendekar Siluman Suma
Han, aku Wan Keng In pada saat ini menantangmu untuk bertanding mengadu nyawa kalau
engkau berani!"
"Siauw-tocu....!" Seorang anak buahnya berseru kaget.
"Plakkk....!" Entah bagaimana digerakkannya, tahu-tahu tangan Keng In telah menampar
dan tubuh anak buahnya itu terguling-guling sampai lima meter lebih, kemudian berhasil
bangun dengan muka bengkak dan ada tanda lima buah jeri tangan di pipinya!
Mendengar ucapan dan menyaksikan sikap itu, Suma Han merasa jantungnya seperti
ditusuk. Ahh, mengapa Lulu yang berwatak demikian lembut dan menyenangkan, dapat
mempunyai anak seperti ini" Wan Sin Kiat bekas sahabatnya dahulu, ayah dari anak ini pun
seorang gagah perkasa. Mungkin lebih keras dan liar dibandingkan dengan Lulu, juga
berjiwa petualang, akan tetapi tidak jahat apalagi keji.
"Wan Keng In, tahukah engkau, dengan siapa kau bicara?"
"Tentu saja! Dengan Suma Han, Pendekar Super Sakti, juga disebut Pendekar Siluman,
Majikan Pulau Es yang pandai ilmu sihir. Nah, boleh coba sihir aku, atau boleh kauserang
aku dengan ilmu-ilmumu yang katanya setinggi langit itu!"
"Ah, anak muda.... tidak pernahkah ibumu bicara tentang aku...."
"Jangan sebut-sebut nama Ibuku!" tiba-tiba pemuda itu membentak marah sekali, lalu
menudingkan telunjuknya ka arah hidung Suma Han sambil berkata dengan keras dan
penuh kebencian, "Karena orang macam engkau inilah ibuku menderita sampai belasan
tahun, hidup merana dan selalu berduka! Karena orang macam engkaulah maka ibuku
sampai menjadi Ketua Pulau Neraka dan aku hidup di pulau itu sejak kecil! Dan karena
ibulah maka sekarang aku menantangmu untuk bertanding mati-matian, Suma Han!
"Wan Keng In, tahukah engkau bahwa mendiang Ayahmu, Wan Sin Kiat, adalah seorang
sahabat baikku, seperti saudaraku sendiri?"
"Tutup mulutmu yang palsu! Mendiang Ayahku mati karena engkau! Keparat!" Keng In
menerjang dengan hebat, menggunakan pedang Lam-mo-kiam yang mengeluarkan sinar
berkilat dan membawa hawa yang mengerikan. Serangan itu dahsyat bukan main, dan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
493 hanya dengan menggunakan kelincahan Ilmu Soan-hong-lui-kun saja Suma Han berhasil
menghindarkan diri dari sambaran sinar berkilat itu.
"Wan Keng In, Ibumu adalah adik angkatku!"
"Engkau membuat hidupnya sengsara! Kakak angkat macam apa engkau ini" Aku telah
mengambil keputusan untuk memusuhimu, dan sekarang aku akan membunuhmu, bukan
hanya karena Ibuku, akan tetapi juga karena engkau menghalagi aku membawa pergi Nona
calon isteriku ini."
"Orang muda, engkau tersesat. Ibumu akan berduka sekali melihat engkau seperti ini...."
"Tak perlu banyak cakap lagi!" Wan Keng In sudah menerjang lagi dengan lebih hebat lagi
karena dia sudah marah, serangannya dahsyat, apalagi kini dia mempergunakan Lam-mo-
kiam. Sinar pedang itu berkilat dan menyambar dengan suara bercuitan. Suma Han merasa
berduka sekali melihat putera Lulu seperti itu, cepat ia menggerakkan tongkatnya dan


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis dari samping agar tongkatnya tidak bertemu dengan mata pedang yang amat
ampuh itu. "Tranggg....!"
Keduanya terloncat mundur akibat benturan hebat antara pedang dan tongkat. Wan Keng In
tidak merasa heran ketika merasa betapa lengannya tergetar karena dia sudah mendengar
dan maklum bahwa Pendekar Super Sakti merupakan lawan yang amat tangguh dan
memiliki tenaga sin-kang yang jarang terdapat tandingannya. Akan tetapi Suma Han terkejut
dan kagum bukan main. Pemuda itu benar-benar amat hebat, dan dari benturan antara
tongkat dan pedang tadi, dia dapat mengukur kekuatan pemuda itu yang jauh lebih besar
kalau dibandingkan dengan tenaga sin-kang yang dimiliki Lulu!
Biarpun maklum akan ketangguhan lawan, Wan Keng In tidak menjadi gentar, bahkan dia
makin marah dan sudah menerjang dengan hebatnya. Dia mengeluarkan seluruh ilmu
pedang yang ia pelajari dari Cui-beng Koai-ong dan dari ibunya, mengerahkan seluruh
tenaganya yang mujijat karena gurunya, datuk pertama dari Pulau Neraka telah
menggemblengnya dengan latihan-latihan sin-kang yang tidak lumrah sehingga dia
menguasai kekuatan sin-kang yang bercampur dengan ilmu hitam.
Begitu pemuda itu mainkan pedangnya, mengerahkan sin-kang menggunakan tangan kiri
membantu pedangnya mendorong-dorong ke depan, nampak betapa tubuhnya diliputi kabut
hitam dan dari dalam kabut itu mencuat sinar-sinar kilat pedangnya melancarkan serangan
maut ke arah Suma Han secara bertubi-tubi.
Hati Pendekar Super Sakti merasa tidak karuan menghadapi serangan ini. Berbagai
perasaan bercampur aduk. Dia merasa terharu karena menyaksikan putera Lulu sudah
menjadi seorang pemuda dewasa, merasa kagum melihat ilmu silat pemuda ini yang benar-
benar amat hebat, jauh lebih tinggi daripada kepandaian Lulu, dan biarpun dasarnya tidak
lebih hebat daripada dasar ilmu silat yang dimiliki Kwi Hong, namun pemuda ini tentu tidak
dapat terlawan oleh Kwi Hong karena selain memiliki ilmu pedang yang aneh dan sin-kang
yang mengeluarkan kabut hitam, juga cara bertempur pemuda ini nekat dan kejam,
mengandung serangan-serangan ganas. Akan tetapi di samping rasa keharuan dan
kekaguman ini, dia juga merasa berduka dan marah menyaksikan betapa keponakannya
telah tersesat seperti itu.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
494 Sampai puluhan jurus Suma Han menggunakan kelincahan tubuhnya untuk mencelat ke
sana-sini menghindarkan diri, kadang-kadang mendorong pedang dari samping. Melihat
betapa sambaran tangan kiri pemuda itu bahkan tidak kalah lihainya oleh pedang di tangan
kanan, diam-diam Suma Han maklum bahwa hanya gerak kilatnya saja yang akan mampu
menandingi ilmu pedang pemuda itu! Mengenai tenaga sin-kang, tentu saja dia masih
menang beberapa tingkat. Kalau dia menghendaki, dengan Soan-hong-lui-kun, tentu dia
akan dapat menggunakan ujung tongkatnya untuk merobohkan pemuda itu, juga dengan sin-
kangnya, dia dapat mengadu tenaga dan menangkan pertandingan. Akan tetapi dia tidak
tega melakukan hal ini, tidak tega melukai putera Lulu. Tadinya dia ingin menggunakan
kekuatan sihirnya, akan tetapi hal itu tentu akan membuat pemuda itu tidak tunduk
kepadanya, tidak membuatnya dia kapok. Kalau dia ingin supaya pemuda itu menjadi jerih,
dia harus menundukkannya dengan ilmu kepandaian.
"Wan Keng In, aku tidak ingin bertanding denganmu. Katakanlah di mana Ibumu, aku ingin
bicara dengannya!"
"Kau harus mati di tanganku, atau boleh kau membunuhku kalau mampu!" Pemuda itu
berteriak dan memutar pedangnya dengan cepat, mengirim tusukan ke arah dada Suma Han
disusul dorongan telapak tangan kiri dari bawah mengarah pusar.
"Trakkkk....! Plakkk....!"
Suma Han tidak mengelak, melainkan menggerakkan tongkatnya menerima pedang itu dari
samping sedangkan tangan kanannya menyambut dorongan telapak tangan pemuda itu
dengan telapak tangannya pula. Sepasang senjata dan dua buah tangannya itu saling
bertemu dan melekat! Keng In terkejut bukan main. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa
tongkat butut lawannya itu dapat menyambut pedangnya, sedangkan pukulan tangan kirinya
mengandung hawa beracun yang amat ampuh, kini telapak tangannya juga disambut oleh
telapak tangan Pendekar Siluman, melekat dan tak dapat ia tarik kembali seperti juga
pedangnya yang melekat pada tongkat!
"Hemmm...., orang muda, kalau aku tidak mengingat Ibumu, tentu akan kucabut saja tunas
buruk seperti engkau ini. Pergilah!" Suma Han yang mempergunakan tenaga sin-kangnya
untuk mengatasi pemuda itu, mengerahkan tenaga sakti dan tubuh Wan Keng In terlempar
sampai enam tujuh meter ke belakang. Pemuda itu terhuyung akan tetapi tidak roboh, juga
tidak terluka karena memang lawannya tidak ingin melukainya. Wajah yang tampan itu
menjadi agak pucat. Wan Keng In seorang pemuda yang keras hati dan tidak mengenal
takut, juga dia benci sekali kepada orang yang dianggapnya membikin sengsara ibunya itu.
Akan tetapi dia bukan seorang bodoh dan dia maklum bahwa kalau dia berlaku nekat
menyerang terus, akhirnya dia akan kalah dan celaka. Pertandingan membuktikan bahwa
belum tiba saatnya dia menentang Pendekar Super Sakti.
Dia harus menyempurnakan dulu ilmu kesaktian yang dia pelajari dari gurunya, Cui-beng
Koai-ong. Setelah memandang ke arah Suma Han dengan mata mendelik beberapa menit
lamanya, dia mendengus, membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi dari tempat itu, diikuti
lima orang anak buahnya yang pergi tanpa berani mengeluarkan sepatah kata pun, bahkan
sama sekali tidak berani melirik ke arah Pendekar Siluman. Kekalahan tuan muda mereka
tadi mereka terima dengan sewajarnya karena memang mereka maklum akan kesaktian
pendekar kaki buntung itu.
Suma Han berdiri mengikuti pemuda itu dengan pandang matanya sampai akhirnya
bayangan pemuda dan lima orang anak buahnya itu lenyap di balik anak bukit. Tiba-tiba
terdengar olehnya suara seperti bisikan namun cukup jelas, pemuda itu!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
495 "Suma Han, ingat saja engkau! Kalau aku sudah selesai menamatkan ilmuku, kelak akan
kucari engkau untuk kita bertanding lagi mati-matian! Biarpun kepandaianmu tinggi seperti
siluman, engkau Si Kaki Buntung ini akhirnya tentu akan mampus di tanganku!"
Wajah Suma Han menjadi merah sekali, akan tetapi diam-diam ia makin kagum. Khi-kang
yang disalurkan untuk mengeluarkan suara dari jarak jauh itu sudah cukup hebat! Diam-diam
dia merasa berduka. Dia tidak akan peduli dan memusingkan kalau dia dimusuhi tokoh-tokoh
sesat dari manapun juga dan betapa sakitnya pun. Akan tetapi, dimusuhi pemuda itu, putera
Lulu, benar-benar merupakan hal yang membuatnya berduka dan cemas. Sementara itu,
tiada habis rasa heran dari hatinya kalau mengingat betapa jujur, halus dan baik watak Lulu,
sedangkan Wan Sin Kiat juga seorang pendekar yang gagah perkasa dan selalu menentang
kejahatan. Akan tetapi, mengapa putera mereka menjadi seorang pemuda iblis seperti itu"
Suma Han menarik napas panjang. Ahh, tidak keliru kiranya bahwa watak manusia dibentuk
oleh keadaan sekitarnya. Anak itu semenjak kecil dibawa oleh ibunya ke Pulau Neraka dan
tentu saja setiap hari anak itu melihat watak-watak penghuni Pulau Neraka yang terkenal
ganas, liar kejam dan palsu. Dan agaknya Lulu sendiri terlalu sibuk dengan pekerjaan
sebagai Ketua Pulau Neraka, atau mungkin sekali terlalu memanjakan putera tunggalnya itu,
sehingga pembentukan watak anak itu sepenuhnya dikuasai oleh keadaan sekelilingnya!
Kembali Suma Han menarik napas panjang. Betapa akan hancur hati Lulu kalau
menyaksikan sepak terjang puteranya. Dia tahu bahwa Lulu sendiri mempunyai perasaan
hati yang aneh terhadapnya. Bisa mencinta sehingga ingin menjadi isterinya, akan tetapi
juga bisa membenci sehingga ingin pula memusuhinya kalau tidak dapat menjadi isterinya.
Akan tetapi andaikata menjadi musuhnya, wanita itu tentulah seorang musuh yang gagah
perkasa dan jujur dan watak Lulu tak mungkin berubah biarpun sudah menjadi Ketua Pulau
Neraka. "Paman, mengapa Paman berduka?" Tiba-tiba terdengar suara halus di sampingnya.
Suma Han seperti baru sadar dari mimpinya. Dia menoleh dan memaksa bibirnya
tersenyum ketika melihat Alan sudah berdiri di situ dan memandangnya dengan sinar
matanya yang lembut. Melihat wajah cantik dan sinar mata lembut penuh kasih ini hati Suma
Han menjadi makin sakit dan duka. Dara jelita lni adalah puteri ketua Thian-liong-pang,
seorang wanita iblis berkerudung yang terkenal jahat dan kejam. Seorang wanita seperti iblis
itu dapat mempunyai puteri sebaik ini, mengapa sebaliknya seeang wanita seperti Lulu
mempunyai seorang putera sejahat itu"
"Paman, mengapa Paman kelihatan berduka?" Kembali Milana bertanya. Tadi ketika melihat
ayahnya bertanding melawan pemuda itu, dia menonton dengan penuh kagum, akan tetapi
juga kecewa karena ayahnya membebaskan pemuda itu begitu saja tanpa melukainya
sedikitpun. Kemudian ia melihat ayahnya berdiri termenung seperti arca, dengan wajah yang
tampan itu sebentar merah sebentar pucat, berkali-kali menghela napas panjang sambil
memandang ke depan, ke arah perginya Wan Keng In dan anak buahnya tadi.
"Ohh, tidak apa-apa, Alan. Hanya.... eh, di mana rajawali kita?"
"Dia terbang dikejar oleh rajawali besar tadi, Paman. Dua ekor burung tadi bertanding, dan
rajawali peliharaan Paman terdesak dan luka-luka. Mereke bertanding sambil terbang tinggi
sehingga aku tidak dapat membantu."
"Hemm, biarlah. Burung itu memang berasal dari Pulau Neraka, agaknya kini ditundukkan
kembali oleh bekas majikannya. Alan, bagaimana engkau tadi dapat bertemu dan bertanding
dengan dia?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
496 "Aku sedang menuju ke dusun untuk mencari bahan masakan ketika aku bertemu dengan
rombongan Pulau Neraka itu keluar dari dusun. Karena aku tahu betapa jahatnya mereka,
aku lalu melarikan diri akan tetapi mereka mengejar dan aku tersusul di sini. Tentu saja aku
melawan sedapatku, akan tetapi dia lihai sekali. Paman, mengapa Paman tadi membiarkan
dia pergi" Orang seperti itu seperti seekor ular yang beracun dan jahat, kalau tidak dibasmi,
tentu kelak hanya akan mencelakai orang lain saja."
Suma Han menarik napas panjang. "Aku tak mungkin dapat membunuhnya, Alan. Engkau
tidak tahu.... ahhh...." Wajah pendekar itu kelihatan berduka sekali.
Melihat ini, Milana merasa kasihan kepada ayah kandungnya. Tentu ada sesuatu antara
ayah kandungnya dengan Pulau Neraka, ada rahasia yang besar yang membuat ayahnya itu
bersikap lunak terhadap Wan Keng In.
"Aku tidak berhasil memasakkan sesuatu untukmu, Paman. Maafkan...."
"Tidak mengapa, Alan. Aku tadi sudah makan roti kering, cukup kenyang. Marilah kita
melanjutkan perjalanan. Kota raja tidak jauh lagi, di sana tentu banyak rumah makan besar
dan kita dapat makan sepuasnya."
Milana tidak membantah dan berangkatlah mereka berdua menuju ke selatan, ke kota raja.
Sebentar saja mereka sudah melalui jalan raya menuju kota raja yang ramai dan tampak
banyak penunggang kuda atau kereta-kereta berkuda yang datang dari beberapa jurusan
menuju ke kota raja, ada pula yang bersimpang jalan, yaitu mereka yang baru saja
meninggalkan kota raja.
Sudah belasan tahun Suma Han tidak pernah muncul di kota raja. Biarpun di dunia kang-
ouw nama Pendekar Super Sakti atau Pendekar Siluman, To-cu Pulau Es merupakan nama
yang paling menonjol dan amat terkenal, namun jarang ada orang pernah melihat Pendekar
Super Sakti, bahkan tokoh-tokoh kang-ouw sebagian besar belum pernah bertemu dengan
pendekar itu. Apalagi penduduk kota raja! Maka kini Suma Han dengan enak dapat
memasuki kota raja tanpa khawatir akan dikenal orang, baik oleh penduduk maupun oleh
para perajurit penjaga. Di kota raja, yang sudah lama ditinggalkannya itu, tentu hanya
beberapa gelintir orang saja yang pernah bertemu dengannya dan mereka itu adalah orang-
orang berkedudukan tinggi seperti Thian Tok Lama, Koksu dan lain-lain yang tentu berada di
dalam gedung masing-masing dan tidak pernah berkeliaran di dalam kota.
Milana sendiri tidak asing di kota raja. Sudah sering dia keluar masuk kota raja, akan tetapi
dia pun tidak dikenal orang sebagai puteri Ketua Thian-liong-pang. Oleh karena itu, dia pun
memasuki pintu gerbang kota raja di samping Suma Han dengan hati tenteram dan tidak
khawatir dikenal orang. Apalagi semenjak dia melakukan perjalanan di samping ayah
kandungnya, terutama setelah ayahnya itu menyelamatkan dengan mudah dari tangan Wan
Keng In, hati Milana menjadi tenang dan penuh kepercayaan bahwa selama ia berada di
samping ayahnya, tidak ada seorang pun yang akan dapat mengganggunya! Wajahnya
berseri gembira ketika dia memasuki kota raja dengan ayahnya, penuh kebanggaan karena
kiranya tidak banyak orang yang dapat berdampingan dengan Pendekar Super Sakti! Dia
bukan hanya berdampingan, bahkan dia adalah puterinya, puteri kandungnya biarpun hal ini
masih terpaksa harus dia rahasiakan dari pendekar itu sendiri.
Memang tidak aneh melihat seorang berkaki buntung di waktu itu. Banyak terdapat orang-
orang yang menderita cacad akibat perang penyerbuan bala tentara Mancu yang baru saja
padam. Seperti halnya perang di bagian mana pun di permukaan bumi ini, semenjak jaman
sebelum sejarah sampai sekarang, perang mendatangkan malapetaka yang amat
mengenaskan hati. Setelah perang selesai, setelah hati tidak lagi dikuasai oleh nafsu
angkara murka, barulah tampak oleh mata kita akan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
497 perang, akibat yang mendirikan bulu roma bagi orang yang masih memiliki sedikit saja cinta
kasih dan perikemanusiaan. Setelah perang padam, tampak bangunan-bangunan bekas
terbakar, kuburan-kuburan penuh makam baru, anak-anak yatim piatu, janda-janda muda
terjerumus ke dalam lembah pelacuran, penderita-penderita cacad yang buntung lengannya,
buntung kakinya, luka-luka tubuhnya dan ada pula yang terluka jiwanya menjadi gila,
gelandangan-gelandangan karena kehilangan keluarga, kehilangan rumah, kehilangan mata
pencarian, dan dari kaum gelandangan ini timbul pengemis-pengemis, pencuri-pencuri, atau
ada yang menggabungkan dari dengan perampok-perampok. Malapetaka ini yang tampak
oleh mata, masih banyak malapetaka lain yang tidak tampak, namun lebih mengerikan lagi,
yaitu akibat perang berupa dendam sakit hati dan iri yang mebjadi bahan penciptaan perang
baru! Tidak ada untungnya, lahir maupun batin, dalam sebuah perang. Keuntungan yang tampak
hanyalah keuntungan palsu yang di jadikan hiburan manusia untuk menyelimuti kengerian
akibat perang. Pemerintah Mancu yang berhasil merebut tahta kerajaan dan kepemimpinan,
mengatakan bahwa mereka mendatangkan kemakmuran bagi rakyat dan telah berhasil
menumbangkan kekuasaan pemerintah lama yang penuh kelaliman. Namun, semua itu
hampa belaka, karena sungguh tdak mungkin MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DENGAN
PEPERANGAN! Bangsa Mancu menggunakan berbagai alasan hiburan untuk perjuangan
mereka, yaitu memberantas kelaliman para pemimpin dan mendatangkan kemakmuran bagi
rakyat. Akan tetapi, setelah perang berakhir, yang berubah dan berbeda hanyalah sifat dan
caranya belaka, namun kelaliman tetap ada, kemakmuran rakyat tetap hanya merupakan
janji-janji yang diulur-ulur panjang belaka.
Hal seperti ini akan terus berlangsung selama manusia belum sadar akan perang yang
terjadi di dalam diri manusia masing-masing sendiri. Selama segala tindak, segala gerak,
segala usaha merupakan akibat langsung dari akal pikir yang paling suka memusatkan
segala kepada AKU, diriku, keluargaku, milikku, bangsaku, negaraku, agamaku, dan
selanjutnya. Selama AKU menguasai setiap orang manusia, maka sudah dapat dipastikan
bahwa segala peristiwa, termasuk perang, merupakan gerakan demi kepentingan Sang
AKU. Betapapun banyak selimut yang dipergunakan untuk menyembunyikan dasar "demi
aku" ini, yang disebut dengan banyak kata-kata indah seperti perjuangan, kepahlawanan,
demi nusa bangsa dan lain-lain, namun sungguh sayang sekali, di dasar dari segala itu
bersembunyilah Sang Aku yang sebenarnya menjadi pendorong dari semua gerak hidup.
Dan selama AKU bercokol menjadi dasar yang mendorong semua gerak hidup, maka yang
timbul hanyalah pertentangan dan persoalan yang mendatangkan kepuasan di satu pihak,
kekecewaan di lain pihak, suka duka, iri dengki, dendam dan sebagainya. Setiap tampak
akibat yang tidak baik, seluruh manusia sibuk mencarikan kambing hitam agar diri sendiri
tetap bersih! Semua manusia lupa bahwa segala macam kemunafikan dan maksiat bukan
berada di luar, melainkan berada di dalam diri manusia sendiri! Semua manusia menujukan
pandang mata keluar tanpa mengingat untuk menujukan ke dalam biar semenit pun!
Bahagialah dia yang menujukan pandang mata ke dalam, menjenguk dan mengenal diri
pribadi dengan segala macam isinya, mengenal pikiran sendiri yang membedal ke mana-
mana dengan liarnya, tak terkendalikan!
Suma Han dan Milana berjalan seenaknya sambil menikmati pemandangan di kota raja.
Pemerintah Mancu telah membangun gedung-gedung besar yang megah dan indah di
sepanjang jalan di kota raja sehingga kota raja nampak indah dan megah sekali, melebihi
masa yang lalu. Kemajuankah ini" Demikianlah kalau ditonton begitu saja, ditonton keadaan
kota rajanya dengan bangunan-bangunan baru yang besar dan indah. Akan tetapi, adakah
kemajuan dapat diukur dari keadaan bangunannya, bukan dari keadaan manusianya" Kalau
diketahui siapa pemilik gedung-gedung itu, maka akan ditemuilah jawab dari segala sebab
timbulnya perang yang semenjak jaman dahulu selalu timbul. Gedung-gedung itu tentu saja
dimiliki oleh penguasa yang menang perang! Hanya berganti bangunan baru dan penghuni,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
498 dari mereka yang dikalahkan kepada mereka yang menang. Rakyat hanya dapat menonton
dan dari menoton ini diharapkan ucapan mereka "kita telah mengalami kemajuan-kemajuan!"
Biarpun banyak terdapat orang berkaki buntung sungguhpun tidak pernah ada yang
mengurai rambut seperti Suma Han, apalagi kalau rambutnya yang panjang itu sudah putih
semua, dan banyak terdapat gadis-gadis muda yang biasa merantau sebagai gadis-gadis
kang-ouw, namun tetap saja Suma Han dan Milana menarik perhatian orang. Laki-laki
berkaki buntung itu wajahnya tampan dan belum tua benar, namun rambutnya sudah putih
semua seperti benang-benang sutera perak sedangkan sinar matanya membuat orang-
orang yang bertemu pandang, menundukkan muka atau mengalihkan pandang mata dengan
tengkuk dingin mengkirik. Adapun dara remaja yang berjalan dl samping laki-laki berkaki
buntung ini, dengan wajah berseri tersenyam-senyum, memiliki kecantikan yang luar biasa!
Suma Han melihat betapa banyak orang memandang ke arah mereka penuh perhatian,
maka dia lalu mengajak dara itu tintuk memasuki sebuah rumah penginapan. Seorang
pelayan menyambut mereka, mata pelayan itu tidak memandang kepada Suma Han yang
tidak menarik baginya, melainkan memandang kepada Milana yang benar-benar merupakan
pemandangan yang amat menggairahkan hatinya!
"Beri kami dua buah kamar yang berdampingan," kata Suma Han. Pelayan itu terkejut
karena tadinya dia merasa seolah-olah terbang di sorga ke tujuh dan berjumpa dengan
seorang bidadari Sorga! Ketika ia menoleh dan bertemu pandang dengan Suma Han, dia
terkejut sekali, punggungnya seperti disiram air dingin dan dia cepat membungkuk-bungkuk
dan mempersilakan mereka mengikutinya untuk memilih dua buah kamar yang


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdampingan. Setelah menaruh barang bekal di kamar masing-masing dan makanan siang yang
dipesannya dari pelayan dan dihidangkan ke ruangan depan kamar mereka, Suma Han dan
Milana duduk di dalam kamar Suma Han, bercakap-cakap.
"Kapankah Paman akan mulai menyelidik dan mencari musuh-musuh Paman?"
"Aku harus berhati-hati, Alan. Musuh-musuhku itu adalah orang-orang yang berkedudukan
tinggi dan tentu berada di dalam istana-istana yang terjaga ketat oleh pasukan pengawal.
Menyelidiki di siang hari tidaklah mungkin, bahkan di malam hari pun amat berbahaya
karena biarpun pasukan yang baru tidak mengenalku, namun para perwira dan panglima
tentu akan mengenalku begitu bertemu denganku. Sesungguhnya, mencari mereka di kota
raja amat tidak leluasa bagiku, akan tetapi apa boleh buat, malam nanti aku harus
menyelidiki ke lingkungan istana, atau ke rumah Koksu karena di sanalah berkumpulnya
musuh-musuhku yang menjadi pembantu Koksu."
"Kalau bertemu dengan mereka, apa yang hendak Paman lakukan?" Tiba-tiba Milana
bertanya. Mendengar pertanyaan ini, Suma Han termenung dan berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Aku.... aku akan minta pertanggungan jawab mereka yang telah merusak Pulau Es dan
Pulau Neraka. Selama ini kami tidak pernah menentang pemerintah, mengapa kini mereka
menyerbu dan merusak Pulau Es" Selain itu, karena Maharya dan Tan-siucai juga
membantu Koksu, tentu mereka berada di sini dan aku hendak minta kembali pedang Hok-
mo-kiam yang mereka rampas." Suma Han tidak mau menceritakan niatnya yang lain, yaitu
menyelidik dan mencari Nirahai yang disangkanya tentu kembali ke kota raja!
"Paman, di antara musuh-musuhmu itu, siapakah yang paling lihai?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
499 "Hemm, hal ini agak sukar untuk ditentukan karena hanya beberapa orang di antara mereka
yang pernah bertanding melawanku, yaitu Thian-tok Lama, Pendeta Maharya, dan mungkin
beberapa orang panglima yang tertua. Dengan Koksu sendiri, aku belum pernah bertanding
dan kabarnya dia amat lihai. Akan tetapi, kurasa dia tidaklah selihai Pendeta Maharya.
Pendeta dari barat itu benar-benar merupakan lawan yang tangguh, selain lihai sekali ilmu
silatnya, juga dia seorang yang memiliki ilmu sihir dan ilmu hitam yang kuat."
"Akan tetapi, aku yakin Paman tentu akan dapat mengalahkan mereka!" kata Milana dengan
suara tegas dan pandang mata penuh kekaguman ditujukan kepada wajah ayahnya. Melihat
pandang mata gadis ini, Suma Han merasa jantungnya berdebar!
"Aku dapat menandingi mereka satu lawan satu, akan tetapi kalau mereka mengeroyok,
apalagi dibantu pasukan-pasukan pengawal yang kuat, belum tentu aku akan dapat menang.
Akan tetapi, kedatanganku bukan untuk menantang mereka bertanding, hanya untuk minta
kembali pedang dan minta penjelasan dan pertanggungan jawab mereka mengapa Pulau Es
dan Pulau Neraka diserbu pasukan pemerintah."
"Mereka tentu akan mengeroyok dan menangkapmu, Paman!"
"Hemm, kalau memang demikian, apa boleh buat, terpaksa aku melawan."
Hati Milana merasa tidak enak sekali. Dia percaya bahwa ayahnya amat sakti, akan tetapi
dia tahu bahwa tepat seperti pengakuan ayahnya sendiri, kalau banyak orang sakti maju
mengeroyok ditambah pasukan-pasukan pengawal kerajaan, mana mungkin ayahnya yang
hanya seorang diri itu kuat bertahan" Baru menyelidiki ke sana saja sudah amat tidak
leluasa bagi ayahnya! Berbeda dengan dia! Ibunya adalah bekas puteri Kaisar dan bekas
pahlawan yang berkedudukan tinggi, bahkan kini Koksu sendiri sudah tahu, ibunya adalah
ketua ketua Thian-liong-pang dan kini Thian-liong-pang bekerja sama dengan Koksu,
membantu pemerintah menentang dan membasmi mereka yang hendak memberontak!
Kalau dia yang menyelidiki, kalau dia yang pergi kepada Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun,
minta kebijaksanaan Koksu itu untuk membujuk pembantunya, Maharya mengembalikan
Hok-mo-kiam, minta kepada Koksu agar jangan mengeroyok dan menentang Pendekar
Super Sakti, tentu harapannya lebih besar. Koksu sudah mengenalnya, juga para
pembantunya sudah tahu bahwa dia adalah puteri Ketua Thian-liong-pang yang kini
merupakan sekutu mereka!
"Alan, malam ini aku akan pergi menyelidik. Harap engkau menantiku di sini saja dan jangan
kau pergi ke mana-mana. Keadaan di kota raja berbahaya, di sini banyak terdapat orang
pandai." "Apakah Paman tidak mengajakku pergi menyelidiki?"
"Ah, aku hanya akan membawamu ke dalam bahaya, Alan. Dan pula, apa perlunya" Tidak,
kautunggu saja di sini, aku pasti akan kembali sebelum pagi."
Milana menunduk. "Baiklah, Paman. Akan tetapi sore ini aku ingin sekali pergi berjalan-jalan
melihat pemandangan kota."
"Sesukamulah, akan tetapi harap kau berhati-hati. Engkau masih muda dan cantik jelita,
akan banyak menghadapi godaan."
"Aku dapat menjaga diri, Paman. Eh, benarkah pendapat Paman bahwa aku.... cantik?"
tanyanya dengan hati girang sekali. Ayahnya sendiri yang memujinya, bagaimana hatinya
tidak akan merasa bangga dan senang"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
500 "Engkau adalah seorang gadis yang amat cantik jelita, Alan."
"Terima kasih atas pujianmu, Paman. Nah, aku akan pergi berjalan-jalan. Harap Paman
nanti berhati-hati kalau pergi menyelidiki."
Suma Han mengangguk. "Biarpun aku percaya bahwa dengan kepandaianmu, tidak
sembarang orang akan dapat mengganggumu, akan tetapi harap engkau suka bersabar dan
jangan menimbulkan keributan, juga jangan terlalu malam kembali ke sini."
Milana mengangguk-angguk dan hatinya terharu. Pendekar itu menasehatinya seperti
kepada anaknya sendiri! Padahal dalam pengertian pendekar itu, dia adalah seorang
tawanan bahkan puteri musuhnya! Dengan hati senang bercampur haru, Milana pergi
meninggalkan rumah penginapan. Tentu saja dia bukan berniat untuk berjalan-jalan,
melainkan hendak menjumpai Bhong Ji Kun, Koksu negara yang dia ketahui pula di mana
letak gedungnya. Akan tetapi, agar tidak menarik perhatian orang luar, dia pergi berjalan-
jalan lebih dahulu dan setelah malam tiba, keadaan cuaca mulai gelap, barulah dia menuju
ke gedung Koksu yang megah.
Sebagai puteri Ketua Thian-liong-pang tentu saja Milana merasa rendah kalau harus datang
menghadap Koksu seperti orang biasa. Apalagi kalau ia datang menghadap seperti itu, tentu
dia akan berhadapan dengan para penjaga dan diperlakukan seperti orang biasa. Tidak! Dia
adalah puteri Ketua Thian-liong-pang, tentu saja dia harus bersikap sesuai dengan
kedudukan ibunya yang tinggi dan lihai. Dengan kepandaiannya, tidaklah sukar bagi Milana
untuk berloncatan ke atas genteng, melalui pagar tembok gedung Koksu dengan gerakan
seperti terbang cepatnya sehingga tidak tampak oleh para penjaga dan peronda, kemudian
dengan hati-hati dia menyelinap antara bayangan gelap, mencari di mana adanya Koksu
pada saat itu. Masih untung bagi Milana bahwa pada saat itu, para pembantu Koksu yang lihai semua
sedang berkumpul di satu tempat, yaitu di ruangan dalam tempat mereka sedang berunding,
duduk mengelilingi sebuah meja besar di ruangan itu menghadapi koksu. Andaikata orang-
orang lihai seperti Thian Tok Lama, Maharya, para panglima besar seperti Bhe Ti Kong dan
lain-lain berada di kamar masing-masing, juga koksu sendiri, maka besar sekali
kemungkinan kedatangan Milana akan mereka ketahui semenjak tadi!
Milana berhasil mengintai dari luar jendela ruangan perundingan itu dan dia melihat Im-kan
Seng-jin Bhong Ji Kun dihadap oleh Thian Tok Lama, Maharya, dan enam orang panglima
yang berpakaian gagah. Dia merasa heran tidak melihat kehadiran Thai Li Lama dan
Tansiucai. Tentu saja dia tidak tahu bahwa kedua orang lihai ini telah tewas di tangan Gak
Bun Beng ketika mereka dahulu bersembunyi dan mengintai pertandingan di gurun tandus
yang diadakan oleh Thian-liong-pang.
Dapat dibayangkan betapa kaget hati Milana mendengar ucapan itu. Jantungnya berdebar
keras sehingga ia khawatir kalau-kalau suara detak jantungnya akan terdengar oleh mereka
yang sedang mengadakan perundingan di sebelah dalam, maka dia menekan dada dengan
tangan dan menekan perasaannya, memasang perhatian untuk mendengar terus.
"Akan tetapi dia adalah puteri Kaisar!" terdengar Thian Tok Lama berseru kaget.
"Kalau dia berhasil terbunuh dengan memakai kerudung sebagai Ketua Thian-liong-pang
yang kita buatkan bukti-bukti memberontak, andaikata kemudian Kaisar sendiri mendengar
bahwa dia puterinya, kiranya Kaisar tidak akan menyalahkan kita. Bahkan akan menutup
rahasia itu, karena Kaisar tentu tidak ingin tersiar di luaran bahwa puterinya menjadi ketua
Thian-liong-pang yang memberontak!" kata Koksu lagi.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
501 "Memang tepat apa yang dikatakan Koksu," terdengar suara Maharya yang kaku. "Kalau
Thian-liong-pang tidak dihancurkan lebih dulu, akan merupakan kekuatan sebagai pembela
kaisar dan untuk menghancurkannya, jalan satu-satunya adalah membunuh Ketuanya.
Memang dia lihai, akan tetapi menurut penglihatanku, aku sendiri dapat menandinginya, dan
kalau aku dibantu okh Thian Tok Lama, aku yakin dia akan dapat dibunuh. Pihak Mongol
sudah siap, tinggal menanti isyarat dari kita, kalau sampai terhalang oleh utusan Thian-liong-
pang, tentu akan tertunda lagi dan mereka akan patah semangat dan mundur."
"Pihak Tibet juga sudah siap, tinggal menanti komando," kata Thian Tok Lama.
"Nah, kalau begitu, kita harus...." Tiba-tiba Koksu menghentikan kata-katanya karena
melihat tubuh Maharya sudah bergerak meloncat ke jendela sambil menyambar senjatanya
yang mengerikan, yaitu tombak yang matanya melengkung seperti bulan sabit.
"Braaakkk!" jendela itu hancur berkeping-keping dan terbuka, tubuh Maharya melesat
keluar. "Trang-trang-trang....!" Senjata di tangan Maharya itu ditangkis sampai tiga kali oleh pedang
Pek-kong-kiam di tangan Milana.
"Eh, engkau.... Nona....?" Maharya terkejut sekali ketika mengenal bahwa orang yang
diserangnya adalah puteri Ketua Thian-liong-pang! Dan pada saat itu, Koksu, Thian Tok
Lama dan panglima yang tadi berada di dalam ruangan telah meloncat keluar semua.
Keringat dingin membasahi dahi Milana. Serangan Maharya tadi benar-benar hebat luar
biasa. Selain pendeta itu dapat mengetahui kehadirannya di luar jendela, juga begitu
meloncat dan menerjang keluar, senjata di tangan pendeta itu telah menyerangnya bertubi-
tubi sehingga dia harus cepat-cepat mengelak dan menangkis. Tangan kanannya terasa
tergetar hebat ketika dia menangkis senjata tombak bulan sabit di tangan pendeta Maharya
tadi. Kalau saja dia tidak mendengarkan percakapan tadi, tentu Milana tidak menjadi gentar
menghadapi mereka yang tentu saja dianggapnya sekutu ibunya.
Akan tetapi sekarang, dia memandang mereka sebagai musuh-musuh yang hendak
membunuh ibunya! Tentu saja dia menjadi marah bukan main, kemarahan yang disertai
kekhawatiran akan nasib ibunya, lupa akan keadaan dirinya sendiri yang sudah terkurung
dan sedang terancam hebat itu.
"Ah, kiranya Nona Milana yang datang. Ada keperluan apakah Nona datang berkunjung ke
rumahku?" Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun bertanya, matanya memandang tajam untuk
menyelidiki apakah nona ini tadi mendengar percakapan mereka atau tidak.
Milana bukan seorang dara yang bodoh. Dia maklum bahwa dia berada di guha singa yang
amat berbahaya. Kalau dia melampiaskan kemarahannya di saat itu, sehingga dia harus
bertanding melawan mereka, tentu dia akan celaka. Maka dia memaksa sebuah senyum
manis sambil berkata,
"Koksu, aku datang untuk bicara mengenai urusan penting denganmu."
"Ahhh, maafkan penyambutan kami tadi, Nona, karena kami tidak tahu bahwa engkau yang
datang. Mari, silakan masuk."
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
502 Pintu ruangan itu dibuka lebar dan mereka semua memasuki ruangan. Milana dipersilakan
duduk oleh Koksu yang masih ramah sikapnya. "Silakan duduk, Nona Milana dan terimalah
ucapan selamat datang dari kami dengan secawan arak."
"Terima kasih, tidak usah, Koksu. Aku datang hanya untuk bicara sebentar dan takkan lama
di sini," jawab Milana, akan tetapi dia duduk juga melihat semua orang sudah duduk.
"Apakah Nona datang seorang diri" Ataukah dengan Pangcu?" Koksu bertanya, diam-diam
mengerling ke arah jendela yang sudah pecah dan terbuka karena ia khawatir kalau-kalau
nona ini datang bersama ibunya yang luar biasa lihainya itu.
"Aku datang sendiri untuk.... untuk...." Milana menjadi bingung sekali. Setelah mendengar
percakapan tadi dan mendapat kenyataan bahwa mereka semua ini adalah musuh-musuh
yang merencanakan pembunuhan terhadap ibunya, lenyap sama sekali keinginannya untuk
membujuk Koksu agar menyerahkan Pedang Hok-mo-kiam kepada Pendekar Super Sakti
dan agar tidak menentang ayahnya itu. Mana mungkin mereka mau memenuhi
permintaannya setelah ternyata bahwa mereka ini bukanlah sahabat melainkan musuh yang
berbahaya" Maka ketika hendak menyatakan isi hatinya, dia menjadi ragu-ragu dan gugup.
Tiba-tiba terdengar Maharya membentak. "Engkau tentu sudah sejak tadi datang, bukan"
Mengakulah dengan jujur!" Ucapan ini bukan sembarangan, melainkan suara yang disertai
sin-kang kuat sekali dan membawa pengaruh sihir yang seolah-olah mencengkeram semua
semangat dan kemauan Milana, membuat dara itu tidak berdaya dan di luar kehendaknya
sendiri, mulutnya mengeluarkan suara hatinya.
"Memang aku sudah semenjak tadi datang." Milana terkejut sekali mendengar
pengakuannya sendiri yang keluar dari hati yang jujur.
"Dan engkau sudah mendengarkan percakapan kami" Hayo, jawab setulusnya!" Kembali
Maharya menghardik dengan suara yang bergema aneh dan penuh wibawa.
Milana kini sudah memandang wajah kakek itu dan pandang matanya bertemu dengan sinar
mata yang mendelik dan amat tajam. Dia maklum bahwa dia terpengaruh oleh kekuasaan
sihir kakek itu, namun betapapun dia mengerahkan sin-kang melawan, tetap saja dia tidak
dapat menahan mulutnya yang menjawab, "Benar, aku sudah mendengarkan percakapan
kalian." Koksu mengeluarkan seruan kaget dan kembali terdengar suara Maharya, "Apakah engkau
tahu apa yang kami percakapkan" Jawab dan jelaskan!"
Milana kini sudah hampir dapat mengatasi dirinya. Sin-kangnya sudah kuat sehingga dia
mampu melawan pengaruh mujijat itu, dan selain ini, dara ini mewarisi sinar mata tajam dari
ayahnya sehingga pada dasarnya dia memiliki sinar mata yang amat kuat. Akan tetapi dia
belum lolos sama sekali dari cengkeraman kekuasaan sihir Maharya, maka biarpun
suaranya sudah lemah tanda bahwa dia hampir dapat menguasai diri dan melawan tenaga
mujijat yang mendorongnya untuk mengaku, masih saja terdengar pengakuannya.
"Aku.... aku tahu.... kalian.... hendak membunuh Ibuku.... aihhhh!" Kini Milana sudah dapat
menguasai dirinya dan cepat ia meloncat ke belakang sambil mencabut Pedang Pek-kong-
kiam yang tadi sudah dia sarungkan kembali. Maklumlah dia bahwa dia sudah terlanjur
membuat pengakuan dan maklum bahwa tentu mereka itu tidak akan membiarkan dia pergi
menyampaikan rahasia itu kepada Ibunya. Benar dugaannya, karena Koksu sudah berseru,
"Dia harus kita tangkap!" Semua orang bergerak dan bayangan mereka berkelebatan cepat
sekali, tahu-tahu Milana telah terkurung dan berada di tengah-tengah. Maharya berada di
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
503 depannya, Koksu dan Thian Tok Lama di kanan kirinya, sedangkan enam orang panglima
berada di belakangnya! Milana berdiri dengan tegak, pedangnya melintang depan dada,
tangan kiri terangkat keatas kepala, siap untuk menghadapi serangan mereka. Seluruh urat
syaraf di tubuhnya menegang dan menggetar, matanya melirik ke depan, kanan dan kiri,
dagunya ditarik keras dan mukanya agak menunduk, kedua kakinya berdiri dengan tumit
diangkat sedikit karena dia maklum bahwa menghadapi orang-orang lihai ini dia
membutuhkan kecepatan gerak dan gin-kangnya. Sampai agak lama, mereka semua diam
tak bergerak seperti arca-arca batu, suasana menjadi amat tegang.
Tiba-tiba Maharya berkata dalam bahasa Nepal yang dimengerti oleh Koksu. Koksu ini
adalah seorang peranakan India yang sudah menjadi Warga Negara Mancu, akan tetapi
karena sejak kecil dia tinggal di Nepal, maka dia tidak mengerti bahasa India dan lebih
paham bahasa Nepal. Karena itulah maka Maharya bicara bahasa Nepal kepada murid
keponakan itu, "Dia tahu akan rahasia kita, harus kita bunuh sekarang, lebih cepat lebih
baik!" Selagi Milana hendak memperlihatkan diri dan menyatakan kedatangannya, tiba-tiba ia
mendengar suara Koksu menyebut-yebut nama ibunya! Tentu saja dia cepat menahan diri
bahkan menahan napas agar dapat mendengarkan lebih jelas percakapan antara mereka.
"Puteri Nirahai telah menjadi ketua Thian-liong-pang dan telah membantu kita membasmi
para pemberontak. Akan tetapi, Kaisar belum tahu bahwa Ketua Thian-liong-pang adalah
puterinya! Hanya menerima pelaporan bahwa Thian-liong-pang membantu pemerintah.
Munculnya Nirahai benar-benar membikin ruwet rencana kita, agaknya dia ingin berbaik
kembali dengan Kaisar. Dia lihai sekali dan dapat menggagalkan rencana kita yang sudah
hampir masak. Tidak ada jalan lain lagi, dia harus disingkirkan, harus dibunuh!"
Akan tetapi, dalam bahasa Nepal pula yang tak dimengerti oleh Milana dan orang lain
kecuali Thian Tok Lama, Koksu berkata, "Jangan dibunuh, dia harus ditangkap untuk
memancing dan memaksa ibunya menakluk!"
Menggunakan kesempatan selagi dua orang itu bicara dan yang lain memperhatikan
percakapan dalam bahasa asing itu, tiba-tiba Milana meloncat dan memutar pedang Pek-
kong-kiam melindungi tubuh dari serangan di bawah kaki sedangkan tubuhnya melayang ke
arah jendela untuk melarikan diri.
"Tranggg....!" Tiba-tiba Maharya sudah berkelebat dan mendahului Milana menghadang di
depan lubang jendela sehingga ketika Milana menerjang, pendeta itu menangkis dengan
senjatanya dan hampir saja Milana melepaskan pedangnya saking kerasnya tangkisan itu
yang membuat tangannya tergetar hebat.
Yang lain-lain sudah mengejar dan mengepung, namun Milana sudah memutar pedangnya
dan mengamuk dengan hebat. Dia seorang dara yang tak mengenal takut, percaya akan
kepandaian sendiri dan dia mengambil keputusan untuk melawan sampai titik darah terakhir.
Ia maklum bahwa orang-orang ini adalah musuh-musuh yang tak akan membiarkan ia hidup,
maka hanya ada satu jalan baginya, yaitu melawan mati-matian dengan dua kemungkinan,
tewas di tangan mereka atau berhasil lolos untuk menyelamatkan ibunya yang terancam
bahaya maut! "Wuuut-wuuuttt....!" Milana terkejut dan cepat melempar diri ke belakang dan berjungkir balik
tiga kali untuk meloloskan diri dari sinar merah yang menyambarnya dari samping dan
menyilaukan matanya.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

504 "Tar-tar!" Kiranya yang menyambarnya dan yang kini meledak-ledak adalah pecut kulit
berwarna merah yang berada di tangan Koksu yang berdiri sambil tersenyum mengejek di
depannya. "Pemberontak hina! Pengkhianat tak tahu malu!" Milana membentak marah.
"Selain hendak berkhianat terhadap pemerintah, engkau juga hendak membunuh Ibuku!
Manusia macam engkau ini mana bisa membunuh Ibuku" Lebih dulu kau mampus di
tanganku!" Sambil berkata demikian Milana sudah menerjang maju dengan cepat sambil
menggerakkan pedangnya secara ganas namun hebat sekali. Koksu yang memandang
rendah dara remaja itu, dengan sembarangan mengebut dengan pecut merahnya.
"Singggg....! Tarrr.... brettt!"
"Hayaaaa....!" Bhong Ji Kun berseru kaget. Karena memandang rendah jurus yang
dimainkan dara itu dan menangkis sembarangan saja, ujung pecut merahnya telah terbabat
putus. Itulah jurus dari Ilmu Pedang Pat-mo Kiam-hoat yang hebat sekali, ilmu pedang
tingkat tinggi ciptaan Pat-jiu Sin-ong Liu Gan pendiri Beng-kauw, kakek dari Pendekar Sakti
Suling Emas (baca cerita Cinta Bernoda Darah dan cerita Suling Emas)! Dan Koksu ini
dengan sembrono telah berani memandang rendah karena dimainkan oleh seorang dara
remaja! Suara bercuit dari belakang membuat Milana cepat memutar tubuh sambil membabatkan
pedangnya menangkis.
"Tranggg!" Sekali lagi pedangnya bertemu dengan senjata di tangan Maharya dan hampir
saja terlepas dari pegangannya. Cepat ia meloncat ke kiri, pedangnya bergerak dan
terdengar suara nyaring dua kali ketika ia berhasil membuat dua batang golok patah disusul
robohnya dua orang panglima yang ikut mengeroyok akan tetapi belum sempat turun tangan
karena telah didahului oleh dara perkasa itu!
"Ihhh, keparat!" Koksu menjadi marah sekali, dengan pecut buntungnya dia menotok dari
belakang, mengarah punggung Milana. Dara itu meloncat ke depan menghindar, akan tetapi
dia disambut oleh pukulan Thian Tok Lama yang telah berjongkok dan mengirim dorongan
pukulan dengan tangan kiri. Angin pukulan yang dahsyat menyambar ke depan, menyambut
tubuh Milana yang masih melayang turun.
"Siuuuuutttt!" Milana yang merasa datangnya angin pukulan dahsyat menyambarnya,
terkejut bukan main. Dia berusaha untuk berjungkir balik, akan tetapi tidak keburu dan
terpaksa dia mengerahkan sin-kang ke arah dada dan perutnya untuk menahan serangan
itu. "Dessss!" Angin pukulan menghantam perut Milana, membuat dara itu terjengkang dan
hampir terbanting keras kalau saja dia tidak cepat menjatuhkan diri miring dan menekan
lantai dengan tangan, lalu meloncat bangun. Napasnya sesak, mukanya pucat dan dia
merasa dadanya sakit. Akan tetapi pada saat itu, senjata di tangan Maharya kembali telah
menyambar ke arah kakinya. Agaknya pendeta ini akan merobohkannya tanpa
membunuhnya, maka menyerang ke arah kaki Milana tentu saja Milana yang tentu tidak
membolehkan kakinya dibabat senjata, meloncat ke atas, dan pedangnya menyambar ke
arah leher Maharya yang cepat mengelak ke belakang.
"Gadis berkepala batu!" Koksu membentak marah. Dia menjadi penasaran sekali. Masa
mereka bertiga, kakek-kakek yang berilmu tinggi, harus mengeroyok seorang gadis remaja"
Dengan marah dia menerjang dengan pecut yang ujungnya buntung itu, dan kini pecut itu
menjadi kaku, dipergunakan sebagai tongkat menotok jalan darah di tengkuk Milana.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
505 "Haiiiitttt!" Milana memutar tubuh, mengelebatkan pedang dengan niat untuk membabat
pecut Koksu agar putus tengahnya. Akan tetapi Koksu tiba-tiba membuat pecut lemas dan
pedang menyambar dibiarkannya lewat, kemudian pecut yang sudah lemas itu menyusul
dan melibat pedang Milana! Dara itu berusaha menarik pedangnya, akan tetapi tidak
berhasil. "Brett.... auhhhh!" Milana melepaskan pedangnya dan meloncat ke belakang. Paha kirinya
tampak dan berdarah karena celana dan kulit pahanya robek diserempet senjata Maharya.
Akan tetapi, gadis yang sedikitnya mewarisi watak keras dan berani mati dari ibunya ini,
tidak menjadi jerih, bahkan tangannya kanan kiri bergerak dengan cepat. Tampak sinar-sinar
menyambar dibarengi bau harum ke arah tiga orang kakek dan empat orang panglima.
"Awas jarum!" teriak Maharya. Untung dia berseru keras sehingga empat orang panglima
yang dibandingkan tiga orang kakek itu, jauh lebih rendah tingkat kepandaiannya, dapat
cepat melempar tubuh ke belakang dan bergulingan. Koksu, Maharya dan Thian Tok Lama
tentu saja dengan mudah dapat meruntuhkan jarum-jarum yang menyambar mereka. Thian
Tok Lama kembali mengirim pukulan dari belakang kepada tubuh Milana yang mengeluh
perlahan dan roboh miring. Pahanya yang kiri terluka berdarah dan perut serta dadanya juga
terluka, biarpun tidak amat parah namun membuat napasnya sesak dan tenaga sin-kangnya
tak dapat ia kerahkan.
"Iblis-iblis tua bangka tak tahu malu, mengeroyok seorang anak perempuan!" Tiba-tiba
terdengar suara dan tampak bayangan berkelebat amat cepat memasuki ruangan itu melalui
jendela yang tadi pecah oleh Maharya. Sukar diikuti pandangan mata bayangan itu dan tahu-
tahu Pendekar Super Sakti telah berdiri di situ, berkata halus kepada Milana.
"Bangkitlah dan duduk di punggungku!" Milana girang bukan main melihat munculnya
ayahnya ini. Cepat ia meloncat bangun, menahan rasa nyeri di paha, perut dan dadanya,
kemudian ia meloncat ke punggung Suma Han, mengaitkan kedua kakinya yang panjang di
pinggang ayahnya dan merangkulkan kedua lengannya di atas kedua pundak. Semua
gerakan ini dilakukan selagi Suma Han berdiri dengan satu kaki, sedikit pun tidak bergoyang
dan pandang matanya ditujukan kepada Maharya.
"Hemmm, kulihat engkau memperoleh kemajuan setelah berada di kota raja, Maharya!"
katanya halus namun nadanya penuh teguran dan ejekan. "Akan tetapi hanya kemajuan
lahiriah dan duniawi yang kauperoleh, sedangkan batinmu makin mundur dan makin
mendekati jurang kehancuran!"
"Pendekar Siluman! Engkau manusia kaki buntung sejak dahulu memang sombong! Apa
kaukira aku takut kepadamu?" jawab Maharya.
Koksu yang melihat munculnya pendekar yang ditakuti ini, cepat mengeluarkan suitan tiga
kali untuk memberi aba-aba kepada para pengawalnya sehingga terdengarlah suara hiruk
pikuk di luar ruangan itu dan puluhan orang pengawal telah mengurung tempat itu dengan
ketat, siap utuk melakukan penyerbuan dan pengeroyokan!
"Hemmm, sungguh Koksu negara sekarang ini amat gagah perkasa!" Suma Han mengejek.
Im-kan Seng-jin Bbong Ji Kun berkata lantang. "Pendekar Siluman, engkau datang seperti
maling, tentu saja kami mempersiapkan orang untuk mengepungmu! Engkau adalah To-cu
dari Pulau Es, mengapa sekarang engkau mencampuri urusan kami dengan puteri Ketua
Thian-liong-pang?"
Sepasan Pendekar Sadis 14 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pendekar Setia 6
^