Seruling Perak Sepasang Walet 13

Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 13


jaknya. Mereka berdua melesat pergi meninggalkan tempat itu.
Sedangkan ketua perkumpulan Sang Yen Hwee dan Siau Bin
Sanjin-Li Mong Pai berdua, saking gusar langsung membanting
kaki. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat mengikuti Bu Tok
Sianseng. Kira-kira belasan mil kemudian barulah mereka
berdua berhenti.
"Kau sudah berhasil mencari Seruling Perak itu?" tanya Bu
Tok Sianseng. "Belum."
"Di mana kitab Cu Cian?"
"Kau mau?"
"Aku tidak bermaksud demikian."
"Kitab Cu Cian itu telah kusimpan di tempat rahasia."
"Tidak akan hilang?"
"Tidak."
"Mudah-mudahan begitu!"
"Anda telah menolongku lagi, kelak aku pasti membalas budi
pertolonganmu."
"Tidak usah."
"Aku sudah banyak berhutang budi padamu."
"Aku melakukannya cuma menerima perintah dari seseorang,
maka tidak usah kau simpan dalam hati."
"Perintah dari seseorang?"
"Ya."
"Perintah dari siapa" Bolehkah Anda memberitahukan
padaku?" "Sementara ini tidak boleh, kelak kau akan mengetahuinya."
Bu Tok Sianseng menatapnya sejenak. "Sampai jumpa!"
Dia langsung melesat pergi dan dalam sekejap sudah tidak
kelihatan bayangannya. Sedangkan Ciok Giok Yin berdiri
termangumangu di tempat. Dia tidak habis pikir, sebetulnya Bu
Tok Sianseng menerima perintah dari siapa" Itu sungguh
misterius sekali! Akhirnya Ciok Giok Yin menghela nafas
panjang. Mendadak terdengar suara siulan yang amat aneh.
Maka Ciok Giok Yin mendengarkan dengan penuh perhatian.
Suara siulan itu amat sedap didengar. Namun setelah sejenak
mendengarnya, pikiran Ciok Giok Yin menjadi menerawang. Dia
lupa dirinya berada di mana, bahkan di wajahnya tersirat
semacam keinginan. Dalam benaknya muncul bayangan wajah
Heng Thian Ceng yang amat cantik di balik kedok kulitnya.
Kemudian muncul pula wajah Seh Yong Yong, Cou Ing Ing dan
wajah-wajah gadis lainya.
Dia membutuhkan mereka. Kalau salah satu di antara mereka
muncul di depannya pasti akan diterkamnya demi memuaskan
hasratnya itu.... Di saat bersamaan tampak sosok bayangan
berkelebat ke arah Ciok Giok Yin, bagaikan sosok roh halus,
langsung menotok jalan darah Ek Hwe Hiat-nya. Begitu jalan
darahnya tertotok, Ciok Giok Yin tersentak sadar. Ternyata di
hadapannya berdiri seorang wanita, yang tidak lain adalah
Teng Kun Hiang dari perkumpulan Sang Yen Hwee. Ciok Giok
Yin ingin membentak, namun semacam hasrat mulai
menerjang dirinya lagi, sehingga mulutnya mengeluarkan suara
desahan. "Emmmmh!"
Kemudian dia merasa dirinya dibawa terbang memasuki
sebuah goa. Kesadaran Ciok Giok Yin telah hilang, tapi dia masih merasa
goa itu amat bersih. Teng Kun Hiang menaruhnya ke bawah
sambil tersenyum-senyum penuh hawa nafsu birahi. Setelah itu
dia mulai menanggalkan pakaiannya sendiri. Tampak tubuhnya
yang putih mulus dan sepasang payudaranya menonjol
montok. Dia berdiri di hadapan Ciok Giok Yin seakan
menantangnya. Terus menatap Ciok Giok Yin dengan penuh
hawa nafsu birahi, kemudian berkata perlahan-lahan.
"Ciok, pandanglah aku! Pandanglah aku!"
Usai berkata, Teng Kun Hiang menggoyang-goyangkan
pinggulnya untuk merangsang Ciok Giok Yin. Saat ini Ciok Giok
Yin memang telah kehilangan kesadarannya. Dia bangun dan
langsung melepaskan pakaiannya. Ketika dia memandang ke
arah Teng Kun Hiang, justru melihat Heng Thian Ceng berdiri di
hadapannya. Dia segera menubruk ke depan, kemudian
mulutnya mendesah-desah.
"Kakak! Kakak! Kakak...."
"Adik, kau mau?" sahut Teng Kun Hiang sambil tertawa genit.
Ciok Giok Yin telah kehilangan kesadarannya dan terbakar
oleh api birahi.
"Mau Kakak, aku mau."
Ciok Giok Yin memeluknya erat-erat. Namun baru mau
melakukan itu, mendadak terdengar suara siulan aneh dari
dalam goa. Bukan main terkejutnya Teng Kun Hiang! Dia
cepat-cepat mendorong Ciok Giok Yin, lalu menoleh ke
belakang. Setelah itu dia menyambar pakaiannya dan langsung
melesat pergi. Ciok Giok Yin yang telah kehilangan
kesadarannya, begitu melihat Teng Kun Hiang melesat pergi,
diapun ikut melesat pergi. Mendadak terdengar serangkum
angin menerjang jalan darah Ek Hwe Hiatnya yang tertotok.
Seketika jalan darahnya itu menjadi bebas sehingga hasratnya
pun hilang. Ciok Giok Yin menengok ke sana ke mari. Mendadak dia
tersentak kaget karena kira-kira dua depa di sisinya berdiri
seorang aneh yang amat menyeramkan. Orang itu hanya
memiliki sebuah mata, tidak memiliki batang hidung dan
giginya tampak tidak karuan. Ciok Giok Yin mundur tiga
langkah lalu bertanya dengan suara gemetar.
"Kau manusia atau hantu?"
Orang aneh menyeramkan itu tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he he!"
Suara tawanya juga amat menyeramkan, membuat sekujur
badan Ciok Giok Yin menjadi merinding.
"Sebetulnya kau manusia bukan?" bentak Ciok Giok Yin.
"Aku manusia."
"Mengapa kau tinggal di sini?"
Orang aneh menyeramkan itu tertegun.
"Eh" Mengapa tidak boleh" Apakah aku tinggal di sini
mengganggumu, maka kau merasa tidak senang?"
Wajah Ciok Giok Yin langsung memerah. Seketika dia teringat
akan keadaan dirinya, maka cepat-cepat menyambar
pakaiannya. Setelah mengenakan pakaiannya, barulah dia
bertanya. "Kau yang menolongku?"
"Benar. Dia telah menotok jalan darah Ek Hwe Hiatmu."
"Terimakasih atas pertolonganmu, takkan kulupakan, sampai
jumpa!" Ciok Giok Yin membalikkan badannya. Namun ketika dia mau
melesat pergi, tiba-tiba orang aneh menyeramkan itu
membentak. "Tunggu!"
Ciok Giok Yin menoleh seraya bertanya.
"Ada petunjuk apa?"
"Aku mohon kau sudi mencari seseorang!"
"Mencari siapa?"
"Pek Koan Im."
"Pek Koan Im?"
"Ng!"
"Namanya?"
"Lo Keng."
"Setelah berhasil mencarinya lalu mau apa?"
"Alangkah baiknya kau tangkap dia, kemudian bawa dia
kemari! Kalau tidak, kau boleh ke mari memberitahukan, aku
akan pergi menangkapnya, karena aku amat merindukannya."
"Dia adalah wanita macam apa?"
"Ini tidak seharusnya kau tahu."
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Baik, aku akan berusaha mencarinya."
Ciok Giok Yin baru mau melesat pergi. Namun orang aneh
menyeramkan itu berkata lagi.
"Tunggu sebentar!"
"Masih ada pesan lain?"
"Kita bertemu terhitung ada jodoh, maka aku tidak boleh
secara cuma-cuma memakai tanganmu. Aku hidup di dalam
goa ini dua puluh tahun lebih, justru berhasil membuat dua
butir obat Cih Kang Tan (Obat Penghimpun Tenaga). Obat itu
diramu dari sepuluh jenis rumput langka. Jika kaum rimba
persilatan memakan obat itu adalah menambah lwee kangnya
di atas latihan dua puluh tahun. Aku menghadiahkanmu sebutir
sebagai tanda imbalan jasamu!"
Usai berkata orang aneh menyeramkan itu mengeluarkan
sebutir obat Cih Kang Tan dari dalam bajunya, kemudian
diberikan kepada Ciok Giok Yin.
"Makan obat ini dulu baru pergi!"
Ciok Giok Yin menerima obat itu. Seketika dia mencium
aroma harum, membuat semangatnya bertambah. Namun dia
tidak berani segera menelan obat tersebut. Karena dalam
hatinya merasa sebal terhadap orang aneh menyeramkan itu.
Orang aneh menyeramkan itu sepertinya dapat membaca apa
yang dipikirkan Ciok Giok Yin.
"Setelah kau telah obat itu baru akan tahu. Kita tidak punya
dendam, bagaimana mungkin aku akan mencelakaimu?"
Ciok Giok Yin berpikir sejenak, kemudian membuka mulut
menelan obat tersebut.
"Sekarang kau boleh pergi, tapi aku harap dalam waktu
sebulan kau akan ke mari, sebab obat yang tersisa sebutir itu
tetap akan kuhadiahkan padamu."
Ciok Giok Yin mengangguk, lain melesat pergi. Orang aneh
menyeramkan itu berdiri di mulut goa, kemudian tertawa
terbahak-bahak. Sesungguhnya apa yang terkandung dalam
hatinya" Orang lain tidak akan mengetahuinya. Sementara Ciok
Giok Yin yang telah melesat ke luar dari goa, cepat-cepat
mencari tempat sepi untuk beristirahat. Dia mencoba
menghimpun hawa murninya. Bukan main girangnya, karena
lwee kangnya bertambah maju. Oleh karena itu, dia merasa
amat berterimakasih pada orang aneh menyeramkan itu.
Berselang sesaat, barulah Ciok Giok Yin meninggalkan tempat
itu. Ketika dia sedang melesat ke depan, mendadak tampak
sosok bayangan meluncur dari arah depan. Setelah ditegasi,
bayangan itu ternyata Sih Ceng hweeshio yang kabur dari
telaga dingin di Gunung Thian San. Ciok Giok Yin langsung
membentak. "Iblis tua, berhenti!"
Sih Ceng hweeshio tertawa gelak.
"Bocah, kebetulan kita bertemu di sini. Aku memang sedang
mencarimu!"
Ciok Giok Yin maju selangkah demi selangkah sambil berkata
dengan dingin. "Iblis tua, hari ini kau masih berharap dapat meloloskan diri?"
"Aku justru tidak berpikir begitu!"
"Kau mau bunuh diri atau aku harus turun tangan?"
"Kini aku belum ingin mati!"
Di saat bersamaan tampak dua sosok bayangan melesat ke
tempat itu. Begitu melihat kedua orang itu, Ciok Giok Yin pun
berseru kaget. "Ih?"
Seketika wajahnya berubah dingin dan penuh diliputi hawa
membunuh. Kedua orang itu tidak lain adalah Mo Hwe Hud dan
Tong Eng Kang. Mo Hwe Hud tertawa terkekeh-kekeh.
"Bocah, nyawamu kok sedemikian panjang?"
Tiba-tiba Tong Eng Kang yang berdiri di sisi Mo Hwe Hud
menyela. "Suhu, aku dengan bocah haram itu punya dendam yang
amat dalam, Suhu harus menghadangnya agar tidak melarikan
diri, biar aku yang menangkapnya!"
"Baik, aku memang tidak akan melepaskannya!"
Tong Eng Kang segera maju sambil melancarkan
pukulan. Ciok Giok Yin berkelit, kemudian balas menyerang.
"Tong Eng Kang, kau telah mencoreng muka leluhurmu! Hari
ini aku harus mewakili keluarga Tong untuk membasmi
keturunan durhaka!" bentaknya sengit.
Kini lwee kang Ciok Giok Yin telah bertambah, maka
serangannya sangat hebat. Dia menggunakan ilmu pukulan
Hong Lui Sam Ciang jurus ketiga, sehingga angin pukulannya
menjangkau sekitar lima depa. Terdengar suara jeritan yang
menyayat hati dan tampak darah muncrat ke manamana.
Ternyata yang terkena pukulan itu adalah Mo Hwe Hud.
Seluruh tulangnya hancur remuk dan nyawanya pun melayang
seketika. Setelah itu Ciok Giok Yin mencelat maju lagi. Dia
menggunakan ilmu pukulan Coat Ceng Ciang menyerang Sih
Ceng hweeshio. Dia ingin menghabisi nyawa hweeshio jahat itu
dulu, setelah itu barulah menghadapi Tong Eng Kang. Coat
Ceng Ciang merupakan ilmu andalan Coat Ceng Hujin, tentunya
amat dahsyat sekali. Terdengar suara jeritan. Namun Sih Ceng
hweeshio masih berhasil melesat pergi. Sayup-sayup terdengar
suaranya, "Kalau kelak tidak membeset kulitmu, aku tidak mau jadi
orang!" Ciok Giok Yin sama sekali tidak menyangka bahwa Sih Ceng
hweeshio masih dapat meloloskan diri. Ketika baru mau
mengejar mendadak dia melihat Tong Eng Kang membalikkan
badannya ingin kabur. Karena itu dia tidak mengejar Sih Ceng
hwee-shio, melainkan membentak sengit..
"Mau kabur ke mana?"
Ciok Giok Yin mengerahkan ginkangnya melesat ke hadapan
Tong Eng Kang, menghadangnya agar tidak kabur. Di saat
bersamaan dia pun menjulurkan tangannya mencengkeram
lengan Tong Eng Kang sambil membentak.
"Tong Eng Kang, dulu aku tidak punya dendam apa pun
denganmu, namun mengapa kau begitu kejam melempar diriku
ke dalam jurang" Itu masih tidak apa-apa, juga kau telah
mencoreng muka leluhurmu, bersama Mo Hwe Hud...."
Tong Eng Kang tidak dapat meloloskan diri, membuatnya
membungkam. Wajahnya sudah pucat pias dan sekujur
badannya menggigil seperti kedinginan. Sedangkan amarah
Ciok Giok Yin memang telah memuncak. Tanpa banyak bicara
lagi, dia mengangkat sebelah tangannya siap untuk menghabisi
nyawa Tong Eng Kang. Akan tetapi mendadak sesosok
bayangan langsing melesat ke tempat itu dan terdengar pula
suaranya. "Kau tidak boleh!"
Jilid 21 Begitu mendengar suara seruan itu, Ciok Giok Yin segera


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendongakkan kepalanya. Ternyata yang melesat ke tempat
itu adalah Tong Wen Wen, sehingga membuatnya berseru tak
tertahan. "Kakak Wen!"
Tong Wen Wen berdiri kira-kira dua depa.
"Lepaskan dia!" katanya dengan wajah dingin.
"Tidak bisa!" sahut Ciok Giok Yin.
Ketika melihat wajah Ciok Giok Yin penuh hawa membunuh,
sekujur badan Tong Wen Wen merinding. Dia tahu bahwa
kakaknya amat kejam terhadap Ciok Giok Yin, tentunya Ciok
Giok Yin tidak akan melepaskannya. Namun keluarga Tong
cuma tinggal satu keturunan anak lelaki. Kalau Ciok Giok Yin
turun tangan membunuhnya, bukankah keluarga Tong akan
putus turunan" Karena itu Tong Wen Wen berkata memohon.
"Adik Yin, aku mohon kau sudi mengampuninya!"
Sepasang mata Ciok Giok Yin menyorot penuh dendam.
"Kakak Wen, aku tidak bisa mengampuninya!"
"Mengapa?"
"Dia...."
Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya, karena merasa
tidak enak menceritakan tentang perbuatan Tong Eng Kang
dengan Mo Hwe Hud. Saat ini wajah Tong Eng Kang tampak
kemerah-merahan. Dia masih ada rasa malu, sebab apabila
Ciok Giok Yin menceritakannya pada Tong Wen Wen, tentunya
amat memalukan keluarga Tong. Sedangkan Tong Wen Wen
bertanya mendesak.
"Kenapa dia?"
"Kakak Wen, aku cuma bisa bilang tidak boleh
melepaskannya."
"Adik Yin, aku mohon kau sudi memandang mukaku
melepaskannya! Sebab keluarga Tong cuma tinggal dia satusatunya
anak lelaki. Apakah kau tega melihat keluarga Tong
putus turunan?"
Ciok Giok Yin menatap Tong Wen Wen dengan mata tak
berkedip. Kelihatannya seperti sedang berpikir. Menyaksikan
itu Tong Wen Wen segera berkata lagi.
"Lepaskan dia, leluhur keluarga Tong pasti berterimakasih
padamu!" Beberapa saat kemudian Ciok Giok Yin berkata.
"Aku boleh melepaskannya, tapi harus ada syarat."
"Syarat?"
"Ng!"
"Adik Yin, katakanlah!"
"Dia harus merubah sifat buruknya, kalau tidak, kelak kalau
bertemu aku tidak akan mengampuninya."
Tong Wen Wen memandang Tong Eng Kang.
"Kakak, keluarga Tong tinggal kau dan aku, harap kau jadi
orang baik-baik, jangan seperti almarhum yang cuma menuruti
sifat kemauannya."
Tong Eng Kang menundukkan kepala, sama sekali tidak
berani bersuara. Mendadak Ciok Giok Yin bertanya kepada
Tong Wen Wen. "Kakak Wen, kau bilang Paman Tong kenapa?"
"Sudah meninggal."
Seketika Tong Eng Kang melesat pergi, namun wajahnya
penuh diliputi dendam kebencian. Di saat bersamaan Tong Wen
Wen juga melesat pergi ke arah yang berlawanan, kemudian
menghilang di balik sebuah batu besar.
"Kakak Wen! Kak Wen!" seru Ciok Giok Yin. Dia segera
mengejar gadis itu karena harus menjernihkan
kesalahpahaman tempo hari.
Ciok Giok Yin yakin bahwa Tong Wen Wen pasti amat
membencinya, sebab mengira yang mempermainkannya
adalah orang yang menyamar dirinya. Oleh karena itu dia
mengerahkan ginkangnya mengejar Tong Wen Wen. Akan
tetapi gadis itu sudah tidak kelihatan. Itu membuatnya
terheran-heran, karena Ciok Giok Yin tahu jelas mengenai
kepandaiannya. Tapi baru berpisah beberapa bulan, ginkang
gadis itu sudah begitu tinggi, tentunya mengalami suatu
kemukjizatan. Namun dia tidak boleh membiarkan Tong Wen
Wen terns salah paham terhadap dirinya. Sebab itu Ciok Giok
Yin terus mengejar seraya berseru.
"Kakak Wen, aku ingin bicara padamu!"
Ciok Giok Yin berseru lagi, lantaran tidak mendengar sahutan.
"Kakak Wen, kau berada di mana?"
Suara Ciok Giok Yin bergema sampai ke mana-mana, tapi dia
tetap tidak mendengar suara sahutan Tong Wen Wen. Ciok
Giok Yin tidak putus asa. Dia terus berseru-seru dengan
mengerahkan lwee kangnya. Mendadak tampak sesosok
bayangan melesat ke arahnya. Sepasang mata Ciok Giok Yin
amat tajam, maka langsung melihat jelas siapa orang itu.
Ternyata orang itu adalah Lok Ceh, ketua baru partai Thay Kek
Bun. "Nona Lok!" seru Ciok Giok Yin tak tertahan.
"Kakak Yin!" sahut Lok Ceh bernada sedih. Gadis itu langsung
mendekap di dada Ciok Giok Yin, dan isak tangisnya pun
meledak seketika.
"Adik Ceh, mengapa kau tidak berada di markas Thay Kek
Bun?" tanya Ciok Giok Yin ringan sambil membelai rambut
gadis itu. Lok Ceh tidak menyahut, melainkan terus menangis dengan
air mata berderai-derai.
Ciok Giok Yin bertanya lagi dengan lembut.
"Adik Ceh, katakan padaku apa gerangan yang terjadi?" tanya
Ciok Giok Yin lagi dengan lembut.
"Kakak Yin, aku bersalah padamu," sahut Lok Ceh terisakisak.
"Mengapa?"
"Thay Kek Bun bersama tiga puluh orang lebih, semuanya
mati tak tersisa."
Betapa terkejutnya Ciok Giok Yin mendengar itu.
"Perbuatan siapa itu?"
Lok Ceh termenung sejenak, lalu menutur.
"Tiga hari yang lalu ketika tengah malam, mendadak muncul
seseorang berpakaian abu-abu, memakai kain putih penutup
muka. Kepandaiannya sungguh amat tinggi sekali! Cuma
beberapa saat para anggota Thay Kek Bun telah dibunuh
semua, hanya aku sendiri yang berhasil meloloskan diri."
Usai menutur gadis itu menangis lagi. Bukan main terkejutnya
Ciok Giok Yin mendengar itu!
"Orang itu berasal dari perguruan mana?"
"Tidak jelas."
Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat sesuatu.
"Beberapa waktu lalu ada seorang gadis bernama Seh Yong
Yong menuju tempatmu. Sekarang dia berada di mana?"
Lok Ceh tertegun.
"Tidak ada."
"Tidak ada?"
"Sejak kau meninggalkan tempat kami tiada seorang pun
pernah ke sana."
Mendengar itu sekujur badan Ciok Giok Yin menjadi lemas,
bahkan matanya berkunang-kunang dan merasa dirinya
tenggelam entah ke mana. Akhirnya dia bergumam.
"Dia pergi ke mana" Bok Tiong Jin, apakah kau telah
mencelakainya?"
Usai bergumam dia berkertak gigi penuh kegusaran. Ternyata
dia mencurigai Bok Tiong Jin. Lok Ceh tidak mengerti akan
gumaman Ciok Giok Yin, maka dia bertanya.
"Apa" Bok Tiong Jin?"
"Ya."
"Apa maksudmu" Aku tidak mengerti."
Ciok Giok Yin menutur dengan sengit.
"Karena merasa tidak leluasa diikutinya, lagi pula aku
khawatir akan terjadi sesuatu atas dirinya, maka kusuruh dia
pergi ke tempatmu. Tapi kebetulan muncul Bok Tiong Jin dan
dia bersedia mengantarnya...."
Kemudian Ciok Giok Yin menutur jelas tentang itu, juga
mengenai Bok Tiong Jin. Setelah itu dia menambahkan.
"Aku tidak akan melepaskan Bok Tiong Jin itu!"
"Aku percaya orang itu berpura-pura," kata Lok Ceh.
"Benar."
"Kau tidak pernah melihatnya?"
"Memang tidak pernah."
"Kalau begitu kepandaian orang itu pasti tinggi sekali."
"Tidak salah. Dia adalah wanita juga, mengapa tega
mencelakai seorang gadis?"
Mendadak sesosok bayangan putih melayang turun di tempat
itu. "Saudara Ciok, ada sosok roh halus menyebut dirinya Bok
Tiong Jin. Dia menyerahkan seorang nona padaku. Sebetulnya
dia ingin mengantarnya ke Thay Kek Bun, namun ada urusan
lain, maka dia menyerahkan nona itu padaku. Kini nona itu
berada di tempat yang aman."
Siapa yang baru muncul itu" Tidak lain adalah Ku Tian.
Pemuda itu memang tampan, dibandingkan dengan Ciok Giok
Yin, masing-masing memiliki kelebihan. Begitu mendengar itu
timbullah rasa asem di dalam hati Ciok Giok Yin, sebab Seh
Yong Yong amat cantik, dan Ku Tian amat tampan, Kalau
mereka berdua berkumpul, tentunya akan menimbulkan rasa
cinta. Akan tetapi Ku Tian pernah menaruh budi padanya,
karena itu walau Ciok Giok Yin merasa cemburu, tetap berlaku
hormat pada Ku Tian.
"Terimakasih atas kebaikan Saudara Ku, takkan kulupakan
selamanya."
Tertegun Ku Tian,
"Mengapa Saudara Ciok berkata demikian?"
Ciok Giok Yin tersenyum getir.
"Tidak ada apa-apa. Karena Seh Yong Yong melakukan
perjalanan seorang diri, memang harus ada orang menjaganya,
maka aku berterimakasih padamu." Dia memandang Lok Ceh.
"Nona Lok ingin ke mana?"
"Aku ingin ke tempat suhuku."
Ciok Giok Yin menjura pada mereka berdua seraya berkata.
"Sampai jumpa!"
Kemudian dia melesat pergi laksana kilat dan dalam sekejap
sudah hilang dari pandangan mereka berdua. Lok Ceh menatap
Ku Tian sejenak, lalu pergi mencari suhunya. Sedangkan wajah
Ku Tian tampak berseri. Kemudian dia melesat ke arah yang
ditempuh Ciok Giok Yin. Sementara Ciok Giok Yin yang ingin ke
Gunung Kee Jiau San markas Thay Kek Bun menengok Seh
Yong Yong, kini Thay Kek Bun telah musnah, sedangkan Seh
Yong Yong sudah ada orang yang menjaganya, lalu ada urusan
apa lagi dengan dirinya" Ciok Giok Yin terus berpikir. Kemudian
timbul suatu ganjalan di dalam hatinya.
Karena Ku Tian terhadap Seh Yong Yong, tentunya ada pikiran
yang bukan-bukan! Kalau tidak, bagaimana mungkin di saat
Ciok Giok Yin ingin pergi menengok Seh Yong Yong, justru
muncul Ku Tian. Jangan-jangan mereka berdua.... Mendadak
Ciok Giok Yin membanting kaki seraya berkata sengit.
"Dasar lelaki dan wanita anjing!"
Sekonyong-konyong terdengar suara sahutan di belakangnya.
"Siau Kun bilang apa?"
Ciok Giok Yin cepat-cepat membalikkan badannya. Ternyata
yang menyahut itu adalah si Bongkok Arak.
Ciok Giok Yin segera memberi hormat seraya berkata.
"Lo cianpwee...."
Si Bongkok Arak cepat-cepat memutuskan perkataannya.
"Sian Kun, jangan memanggilku demikian!"
"Sebelum jelas hubungan di antara kita berdua, aku tetap
akan memanggil demikian."
Si Bongkok Arak mengerutkan kening.
"Kalau sementara, justru akan membuatku bertambah serba
salah." "Apabila lo cianpwee tidak mau merasa serba salah, alangkah
baiknya memberitahukan asal-usulku."
"Sementara ini belum waktunya."
"Kira-kira kapan baru tiba waktunya?"
"Tidak lama lagi." Kemudian si Bongkok Arak mengalihkan
pembicaraan. "Siau Kun, bagaimana hasilnya kau pergi mencari
Thian Thong Lojin?"
"Katanya harus memperoleh Bu Keng Sui."
"Bu Keng Sui?"
"Ya."
Si Bongkok Arak bergumam.
"Bu Keng Sui! Bu Keng Sui!"
Seketika dia kelihatan seperti disulitkan oleh Air Tanpa Akar
tersebut. Memang merupakan suatu nama aneh, membuat
orang sulit menerkanya. Karena semua air berasal dari dalam
bumi, boleh dikatakan berakar atau bersumber. Bagaimana
mungkin tidak berakar atau bersumber" Mendadak si Bongkok
Arak mendongakkan kepala.
"Siau Kun, aku akan menemanimu ke 'Lembah Tiang Ciang
Kok." "Lembah Tiang Ciang Kok?"
"Ng!"
"Untuk apa ke sana lagi?"
"Kita harus bertanya tentang Bu Keng Sui, ke mana
mencarinya?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Tidak."
Si Bongkok Arak tahu jelas akan sifat Ciok Giok Yin, maka dia
manggut-manggut.
"Siau Kun, kau harus bermohon dengan cara sopan dan
ramah!" "Aku tahu itu."
Ciok Giok Yin memberi hormat, lalu melesat pergi menuju
Gunung Liok Pan San. Demi mengungkap rahasia tentang Bu
Keng Sui, dia harus ke Lembah Tiang Ciang Kok lagi. Karena itu
dia melakukan perjalanan siang malam. Mendadak dalam
perjalanan Ciok Giok Yin teringat akan suatu hal. Yakni pesan
dari Bun It Coan sebelum mati, harus berangkat ke Liok Bun
menuntut balas dendam Bun It Coan. Akan tetapi selama ini
Ciok Giok Yin sama sekali tidak memenuhi pesan saudara
angkatnya itu. Bun It Coan yang berada di alam baka, pasti
mencacinya sebagai adik angkat yang tidak menepati janji.
Teringat akan hal tersebut, tanpa sadar air matanya meleleh.
Seketika dia berhenti, kemudian mempertimbangkan hal
tersebut. Tiba-tiba dia menghempas kakinya seraya berkata.
"Aku harus memenuhi pesanannya, urusan sendiri ditunda
dulu." Setelah mengambil keputusan tersebut Ciok Giok Yin


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung melesat ke arah Gunung Lu Liang San. Dia masih
ingat akan apa yang dikatakan si Bongkok Arak, bahwa Liok
Bun berada di Lembah Sia Hui Kok di Gunung Lu Liang San. Di
puncak gunung seberang akan terlihat sebuah batu besar....
Ciok Giok Yin berjalan menuju Gunung Lu Liang San dengan
hati-hati. Karena itu dalam perjalanan dia tidak menemui halhal
yang tak diinginkan. Pada hari ketiga, ketika hari mulai
senja Ciok Giok Yin sudah memasuki Gunung Lu Liang San. Di
sana banyak batu curam, namun Ciok Giok Yin mengerahkan
ginkang melewatinya. Saat ini sudah musim panas, tapi
Gunung Lu Liang San, masih terasa sejuk.
Setiap kali tiba di sebuah puncak, dia pasti memandang ke
seberang. Hari itu juga dia tiba di sebuah puncak yang amat
tinggi. Dia memandang ke seberang dan seketika hatinya
terasa terang. Ternyata di seberang sana terdapat sebuah
lembah dan tampak awan yang berwarna-warni membubung
ke atas. Berhubung dia pernah makan Ginseng Daging dan Pil
Api Ribuan Tahun, maka sepasang matanya amat tajam, dapat
melihat jelas apa yang terdapat di balik awan yang warna
warni itu. Memang benar ada sebuah batu besar berdiri tegar di
sana. Karena itu Ciok Giok Yin segera melesat ke seberang
sana. Dari puncak gunung ke lembah itu kelihatannya dekat,
namun ketika Ciok Giok Yin melesat ke sana, justru
membutuhkan waktu yang cukup lama barulah tiba di depan
batu besar itu.
Batu besar itu beratnya hampir mencapai ribuan kati. Namun
Ciok Giok Yin yakin dapat menggeserkannya. Oleh karena itu
dia pasang kuda-kuda sambil mengerahkan lwee kangnya,
kemudian sepasang telapak tangannya mendorong batu besar
itu. Ternyata batu besar itu tergeser, lalu tampak sebuah pintu
kecil di baliknya. Ciok Giok Yin tidak membuang waktu, segera
melesat ke dalam. Di saat bersamaan pintu besar itu tertutup
kembali. Setelah berada di dalam, dia segera mengeluarkan
cincin giok pemberian Bun It Coan, lalu dipakainya di jari
kelingkingnya. Dia memandang ke depan, dan seketika hatinya
tersentak. Ternyata dia melihat cahaya kehijau-hijauan.
Akan tetapi dia percaya bahwa Bun It Coan tidak akan
mencelakai dirinya. Maka dia memberanikan diri mengayunkan
kakinya melangkah ke depan. Dia tidak berani menggunakan
ginkang, melainkan berjalan selangkah demi selangkah dengan
hati-hati sekali. Ternyata dia khawatir di tempat itu, terdapat
perangkap yang membahayakan dirinya. Ciok Giok Yin terus
berjalan. Sedangkan cahaya kehijau-hijauan itu tampak
semakin jelas. Dia memandang dengan penuh perhatian, justru
tidak tahu dari mana asalnya cahaya kehijau-hijauan itu. Di
saat dia sedang berjalan, mendadak berseru kaget.
"Hah?"
Seketika sekujur badannya mengucurkan keringat dingin,
bahkan hatinya berdebar-debar tegang. Dia cepat-cepat
menghentikan langkahnya. Ternyata dalam lorong itu terdapat
tumpukan tulang-belulang putih, kelihatannya lorong itu tidak
pernah dilalui orang. Itu membuat Ciok Giok Yin tidak berani
melangkah maju dan hatinya terus deg-degan. Memang dalam
keadaan seperti itu orang yang bernyali besarpun akan merasa
takut dan seram. Ciok Giok Yin berdiri diam di tempat, sama
sekali tidak berani melangkah maju.
Tiba-tiba tanpa sadar dia memandang cincin giok itu
memancarkan cahaya lembut, mengelilingi seluruh
badannya. Ciok Giok Yin bertanya dalam hati, 'Apakah cincin
giok pemberian kakak angkatku ini khususnya untuk melewati
lorong bercahaya kehijau-hijauan ini"' Kemudian tanpa sadar
kakinya mulai melangkah maju lagi dan hatinya bebas dari
perasaan apa pun. Namun ketika dia melihat tumpukantumpukan
tulang-belulang putih, sekujur badannya merinding
lagi. Sudah barang tentu langkahnya terhenti lagi. Namun
kemudian dia mengeraskan hati dan berkata,
"Demi memenuhi pesan kakak angkat, aku memang harus
menempuh bahaya. Kalau pun aku harus mati, tidak jadi
masalah." Setelah berkata demikian, timbullah keberaniannya lalu
melangkah maju tanpa merasa takut sedikitpun. Mendadak
terdengar suara jeritan menyayat hati tiga kali di belakangnya.
Ciok Giok Yin, segera menoleh ke belakang. Tampak tiga
sosok bayangan, yang lain adalah Bu Lim Sam Siu. Ketiga
orang itu telah roboh dan dalam sekejap sudah berubah
menjadi tiga sosok tengkorak. Betapa terkejutnya Ciok Giok
Yin. Seketika keringat dinginnya pun mengucur. 'Sungguh
bahaya!' katanya dalam hati. Kini barulah dia tahu akan
kegunaan cincin giok di jari kelingkingnya. Di saat itu pula
timbullah rasa iba terhadap Bu Lim Sam Siau. Sebab mereka
bertiga tidak pernah melakukan kejahatan di dunia persilatan,
hanya saja hati mereka bertiga amat tamak. Dengan siasat
busuk mereka mencuri peta Si Kauw Hap Liok Tounya.
Kini mereka bertiga binasa di dalam Liok Bun secara
mengenaskan, justru Ciok Giok Yin sama sekali tidak tahu,
bagaimana mereka bertiga bisa menguntitnya sampai di
tempat itu. Dia pun tidak habis pikir apa sesungguhnya cahaya
kehijau-hijauan itu" Bagaimana hegitu lihai" Apabila dia tidak
memiliki cincin giok tersebut, bukankah saat ini dirinya juga
telah berubah menjadi tulang belulang putih" Ciok Giok Yin
memandang Bu Lim Sam Siu yang telah berubah menjadi
tengkorak, tanpa sadar air matanya meleleh. Dalam hatinya
berpikir, setelah berhasil mencari Seruling Perak dan berhasil
menuntut balas semua dendam kesumat, dia ingin mencari
suatu tempat sepi yang indah untuk hidup tenang dan damai
selama-lamanya di tempat tersebut.
Cukup lama Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu, kemudian
menghapus air matanya dan menghela nafas panjang. Setelah
itu dia melangkah maju ke depan lagi. Tak seberapa lama
setelah dia melewati cahaya kehijau-hijauan, tampak sebuah
batu bertulisan 'Tok Coa Kang' (Selokan Ular Berbisa). Begitu
membaca tulisan itu, bulu kuduk Ciok Giok Yin pada bangun
semua. Ternyata di belakang batu itu terdapat sebuah selokan
luasnya tiga depaan, bahkan amat dalam. Di dalamnya berisi
entah berapa banyak ular berbisa, yang semuanya
mendongakkan kepala sambil menjulurkan lidah dan mendesis
mengeluarkan uap berbisa. Ular-ular berbisa itu merayap ke
hadapan Ciok Giok Yin, namun mendadak merayap mundur.
Kelihatannya ular-ular berbisa itu takut akan cahaya hijau yang
terpancar dari cincin giok itu.
Akan tetapi di belakangnya justru merangkak maju
kalajengking berbisa. Tentunya amat mengejutkan Ciok Giok
Yin. Tapi dia yakin dapat meloncat ke seberang. Namun di balik
batu itu terdapat tulisan lain berbunyi 'Apabila ular berbisa
menyingkir, orang berani meloncat ke seberang, pasti mati
keracunan. Sungguh sayang sekali!' Tulisan tersebut
menyebabkan Ciok Giok Yin tidak berani meloncat ke seberang.
Berselang sesaat dia mengeraskan hati berjalan melalui
selokan itu. Justru tak terduga sama sekali semua ular berbisa
yang berada di dalam selokan itu cepat-cepat menyingkir ke
samping sehingga terdapat sebuah jalan di tengahtengah.
Ciok Giok Yin menarik nafas lega. Akhirnya dia berhasil
melewati selokan tersebut dan terlihat cahaya hijau di
depan. Di dalam lorong itu pun terdapat tumpukan-tumpukan
tulang belulang, pertanda memang ada orang telah melewati
selokan itu, tapi tidak berhasil. Saat ini Ciok Giok Yin berkata
dalam hati, 'Kalau Liok Bun adalah tempat yang lurus,
mengapa harus mengatur semua ini"'
Setelah berpikir demikian Ciok Giok Yin ingin kembali. Akan
tetapi dia teringat akan pesan Bun It Coan dan teringat akan
ceritanya yang terjerumus ke dalam perkumpulan Sang Yen
Hwee serta dicelakai istrinya. Hal itu membuat Ciok Giok Yin
membatalkan niatnya, sebab tidak diragukan lagi saudara
angkatnya itu pasti orang baik. Oleh karena itu Ciok Giok Yin
terus melangkah maju.
Mendadak dia melihat sebuah batu lagi yang ada tulisannya
'Toan Hun Kio' (Jembatan Pemutus Sukma). Tampak sebuah
jembatan yang panjangnya hampir sepuluh depa melintas di
tempat yang amat dalam. Dari tempat yang amat dalam itu
menyorot pula, cahaya hijau. Sesungguhnya yang di sebut
jembatan itu cuma merupakan seutas tali hingga ke seberang.
Menyaksikan itu Ciok Giok Yin tertegun. Beberapa saat
kemudian barulah dia mengambil keputusan untuk melewati
jembatan tali itu. Dengan hati-hati sekali Ciok Giok Yin berjalan
di atas jembatan tali tersebut, akhirnya dia berhasil
melewatinya. Sampai di seberang, dia melihat sebuah batu lagi
yang terdapat tulisan 'Cang Po Sek' (Ruang Penyimpan
Pusaka). Di sisi batu itu memang terdapat sebuah ruang batu
yang sepasang daun pintunya terbuka lebar. Ciok Giok Yin
melongkok ke dalam. Tampak cahaya bergemerlapan. Ternyata
cahaya itu terpancar dari benda-benda yang terbuat dari emas
dan mutiara yang tak terhitung banyaknya. Ciok Giok Yin
terbelalak dan berkata dalam hati, 'Sungguh kaya raya bendabenda
berharga itu.' Ciok Giok Yin memandang ke depan, terlihat cahaya hijau di
sana, namun tidak jelas itu lorong atau sebuah ruangan. Dia
terus melangkah maju, mendadak cahaya hijau itu amat
menyilaukan matanya, sehingga membuatnya tidak dapat
membedakan arah timur, berat, utara dan selatan. Akan tidak
dia merasa dirinya berada di tempat yang tidak begitu luas dan
berputar-putar di situ. Ciok Giok Yin mencoba melangkah lagi,
namun tetap berputar-putar di tempat itu. Justru di saat
bersamaan mendadak terdengar suara sapaan yang amat
dingin. "Siapa kau?"
Itu adalah suara wanita, tapi tidak kelihatan orangnya. Ciok
Giok Yin tertegun bertanya dalam hati. 'Bagaimana ada wanita
di sini"' Walau tertegun tapi dia tetap menyahut.
"Aku bernama Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Ya."
"Bagaimana kau memperoleh Cui In Hoan (Cincin Giok),
benda kepercayaan Liok Bun?"
Mendengar itu Ciok Giok Yin menjadi tertegun lagi. Dia tidak
menyangka bahwa cincin giok pemberian Bun It Coan
merupakan benda kepercayaan Liok Bun yang dinamai Cui In
Hoan. Namun kedatangannya memang ingin ke rumah kakak
angkatnya itu. Karena itu dia tidak boleh berlaku kasar
terhadap siapa pun yang berada di situ.
"Cincin giok ini pemberian dari kakak angkatku."
Terdengar suara gemetar.
"Kakak angkat?"
"Ng!"
"Siapa kakak angkatmu itu?"
"Bun It Coan."
"Bun It Coan?"
"Dia berada di mana sekarang" Bagaimana dia memberimu
cincin giok itu padamu?"
Terlintas dalam benak Ciok Giok Yin akan pesan Bun It Coan,
jangan memberitahukan tentang kematiannya pada ayahnya.
Karena Ciok Giok Yin diam saja, maka terdengar lagi suara
yang amat dingin itu.
"Mengapa kau tidak bicara?"
Ciok Giok Yin khawatir wanita itu akan mencurigainya, maka
dia segera menyahut,
"Hubunganku dengan kakak angkat amat dalam. Karena ada
urusan penting ke Kwan Gwa (Luar Perbatasan), maka dia
memberiku cincin giok, agar aku ke mari bermohon pada
ayahnya menurunkan ilmu silat tinggi untuk menjaga diri."
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Sungguh!" kemudian Ciok Giok Yin bertanya. "Mohon tanya
kau adalah...."
Terdengar suara sahutan dingin.
"Bu Eng Jin (Orang Tanpa Bayangan)."
Mendengar itu seketika juga Ciok Giok Yin merinding. Tanpa
Bayangan bukankah berarti roh halus" Sebetulnya tempat apa
ini" Di saat dia sedang berpikir, mendadak merasa adanya
tenaga yang amat dahsyat menerjang dirinya dari empat
penjuru. Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Ketika dia baru
mau membuka mulut, tak disangka dia malah roboh pingsan
tak sadarkan diri. Entah berapa lama kemudian barulah Ciok
Giok. Yin siuman perlahan-lahan. Dia segera bangun, lalu
menghimpun hawa murninya. Ternyata dia tidak menderita
luka apa pun. Sesungguhnya apa gerangan yang telah terjadi"
Dia betul-betul tidak habis pikir.
Ciok Giok Yin menengok ke sana ke mari, ternyata dirinya
berada di dalam sebuah ruang batu. Dia menundukkan kepala
memandang jari kelingkingnya, cincin giok masih melingkar di
situ. Di ruang batu itu terdapat beberapa perabotan yang
tersusun amat rapi. Ciok Giok Yin terbatuk beberapa kali, ingin
tahu apakah ada orang menyahut" Sekonyong-konyong
terdengar suara parau tapi lirih di telinganya.
"Kau bernama Ciok Giok Yin'?"
"Ya."
"Kau dan Bun It Coan adalah kakak adik angkat?"
Itu adalah suara orang tua. Tapi Ciok Giok Yin tidak dapat
membedakan itu suara lelaki atau suara wanita, sebab tidak
kelihatan orangnya. Ciok Giok Yin segera menyahut.
"Ya, Paman!"
Dia menduga orang yang berbicara itu adalah ayah kakak
angkatnya, maka memanggilnya paman.
"Aku sudah tahu tujuanmu ke mari."
"Mohon petunjuk Paman."
Hening sejenak, tidak terdengar suara apa pun. Beberapa
saat kemudian barulah terdengar lagi orang itu berkata,.
"Ilmu silat aliran kami tidak pernah diturunkan kepada orang
luar." Mendengar itu hati Ciok Giok Yin menjadi dingin. Namun
kemudian terdengar lagi orang itu melanjutkan ucapannya.
"Tapi, kau dan Bun It Coan adalah kakak adik angkat, maka
dikecualikan."
Bukan main leganya hati Ciok Giok Yin!
"Terimakasih, Paman!"
Seusai mengucapkan terimakasih, Ciok Giok Yin pun
melanjutkan. "Bolehkah Paman memperlihatkan diri agar aku bisa memberi
hormat pada Paman?"
Terdengar helaan nafas panjang, berkata.
"Nak, aku terima ketulusan hatimu. Jangankan kau, sejak
kakak angkatmu itu mengerti urusan, juga tidak pernah


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu aku."
Ciok Giok Yin berseru kaget tak tertahan.
"Hah" Kalau begitu Paman..." seru Ciok Giok Yin kaget.
"Nak, jangan berprasangka yang bukan-bukan! Kau sudah
lapar, makanlah dulu barulah bicara lagi!"
Suara itu berhenti dan suasana pun berubah menjadi hening.
Ciok Giok Yin menoleh. Entah sejak kapan di atas meja sudah
tersedia semangkok nasi putih dan beberapa macam hidangan.
Dia tidak melihat orang masuk, tahu-tahu sudah ada makanan
di atas meja. Saat ini hati Ciok Giok Yin amat berduka dan dia
kecewa pada dirinya sendiri, karena kepandaiannya belum
dapat menyamai kepandaian orang lain. Buktinya ada orang
masuk ke dalam ruang batu itu, tapi dia sama sekali tidak
mengetahuinya. Itu pertanda kepandaiannya masih rendah.
Kalau orang itu adalah musuhnya, bukankah saat ini dia sudah
tergeletak menjadi mayat" Mendadak terdengar suara yang
amat dingin. "Cepat makan, jangan memikirkan yang bukan-bukan!"
Ciok Giok Yin merasa merinding ketika mendengar suara itu.
Sebab suara itu adalah suara wanita.
"Kau...."
Ciok Giok Yin tidak melanjutkan ucapannya sebab tidak tahu
harus bertanya apa. Terdengar lagi suara dingin itu.
"Jangan banyak bertanya!"
Ciok Giok Yin mengenali suara itu, tidak lain adalah suara Bu
Eng Jin, namun kali ini agak lembut dan penuh
perhatian. Karena itu Ciok Giok Yin segera bertanya,
"Kau yang mengantar makanan ke mari?"
"Ng!"
"Kalau begitu kau berada di mana sekarang?"
"Berada di sampingmu."
Ciok Giok Yin cepat-cepat menengok ke sekelilingnya, tapi
tidak tampak bayangan orang. Sudah barang tentu membuat
bulu kuduknya berdiri dan keringat merembes ke luar dari
keningnya. Terdengar suara Bu Eng Jin lagi.
"Cepatlah makan, jangan banyak bertanya!"
Setelah berpikir sejenak, Ciok Giok Yin mendekati meja itu
lalu duduk dan mulailah bersantap bagaikan harimau
kelaparan. Tak seberapa lama, nasi dan semua hidangan itu
telah habis disantapnya. Justru di saat bersamaan terdengar
suara parau di telinganya.
"Nak, geserlah kursi di bawah jendela itu, pindahlah kau ke
ruang lain untuk belajar ilmu silat!"
Ciok Giok Yin cepat-cepat mendekati kursi itu kemudian
memutarnya. Seketika terdengar suara 'Kreeek'. Dinding batu
sebelah kiri terbuka. Ciok Giok Yin segera masuk. Kemudian
dinding batu itu tertutup kembali seperti semula. Ruang batu
itu kosong melompong, tidak terdapat perabotan apa pun.
Akan tetapi pada dinding ruang batu itu terdapat lukisan orang
dalam posisi duduk, berdiri, jongkok dan lain sebagainya.
Ciok Giok Yin memperhatikan semua lukisan itu. Ternyata di
bawah lukisan-lukisan tersebut terdapat tulisan. Mendadak
suara parau itu mendengung lagi di telinganya.
"Itu Kanyen Sin Kang. Ikutilah gaya orang dalam lukisan itu
dan turutilah penjelasan di bawahnya! Kau boleh mulai
berlatih!"
Ciok Giok Yin amat berterimakasih dan merasa terharu.
"Paman..."
Suara parau itu sudah memutuskan perkataannya.
"Baik-baiklah berlatih!"
"Ya. Paman."
Ciok Giok Yin mulai belajar dengan sungguh-sungguh tanpa
mengenal waktu. Kapan saja dia merasa lapar, selalu ada
makanan di sampingnya. Padahal selama ini dia sama sekali
tidak melihat ada orang masuk. Namun karena sudah biasa,
maka dia tidak merasa heran lagi. Sebab dia tahu bahwa yang
mengantar makanan itu adalah Bu Eng Jin. Mengenai buang air
kecil dan air besar, tentunya dia mendapat petunjuk dari Bu
Eng Jin. Sementara sang waktu terus berlalu. Namun Ciok Giok
Yin tidak tahu sudah berapa hari dirinya berada di dalam ruang
batu itu. Ilmu Kan Yen Sin Kang yang dipelajarinya telah
dikuasai dengan baik. Hari ini ketika Ciok Giok Yin sedang
berlatih, tiba-tiba terdengar lagi suara parau itu di telinganya.
"Nak, sudah cukup. Kalau titik hitam di dinding sebelah kanan
itu ditekan, maka kau bisa keluar."
Ciok Giok Yin segera menengok ke arah dinding sebelah
kanan. Di sana memang terdapat sebuah titik hitam. Dia
mendekati dinding itu lalu menekan titik hitam tersebut.
Kreek! Dinding itu terbuka. Ciok Giok Yin cepat-cepat melangkah
keluar. Di saat bersamaan terdengar lagi suara parau itu.
"Nak, aku ingin bertanya padamu."
"Silakan, Paman!"
"Ketika kau ke mari, aku melihat wajahmu seperti terkena
racun." "Terkena racun?"
"Apakah kau pernah makan semacam obat?"
Ciok Giok Yin berpikir sejenak. Kemudian terlintas satu hal
dalam pikirannya, yaitu obat pemberian orang aneh
menyeramkan. "Pernah," sahutnya.
"Obat apa itu?"
"Aku bertemu seorang aneh menyeramkan, dia memberikan
sebutir obat Cih Kang Tan padaku."
"Kau makan obat itu?"
"Ya."
"Bagaimana rasanya waktu itu?"
"Aku merasa lwee kangku bertambah tinggi."
"Itu sebabnya."
"Maksud Paman?"
"Obat apa pun yang dapat memperdalam lwee kang, kalau
sudah tiba saatnya akan membuat semua aliran darah menjadi
terbalik dan mati secara mengenaskan."
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin mendengar itu! Dia
cepat-cepat berkata,
"Paman, aku masih memikul dendam perguruan, apakah
Paman...."
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, suara parau itu telah
memutuskan perkataannya.
"Racun yang mengendap di dalam tubuhmu itu telah lenyap
oleh cahaya hijau alami yang kau lewati itu. Kau tidak usah
cemas lagi. Sekarang kau boleh pergi."
Menyusul terdengar suara Bu Eng Jin.
"Aku akan mengantarmu ke luar."
"Tidak berani merepotkanmu." Ciok Giok Yin diam sejenak.
"Bolehkah kau memperlihatkan dirimu sebentar?"
Beberapa saat kemudian barulah terdengar suara sahutan.
"Baiklah."
Tampak sesosok bayangan langsing muncul di hadapan Ciok
Giok Yin. Ternyata adalah seorang gadis yang amat cantik
bagaikan bidadari.
"Nona...!" seru Ciok Giok Yin tak tertahan.
Bu Eng Jin tersenyum-senyum. Bukan main manisnya
senyuman itu, membuat Ciok Giok Yin terkesima dan terpukau.
"Aku antar kau ke luar sekarang," kata gadis itu.
Mendadak Ciok Giok Yin merasa pusing, tahu-tahu sudah tak
sadarkan diri. Ketika siuman, Ciok Giok Yin sudah berada di
lorong terdepan di mana terdapat cahaya hijau. Terdengar
suara Bu Eng Jin.
"Di mana kakakku sekarang?"
Ciok Giok Yin tertegun.
"Siapa?"
"Bun It Coan."
"Dia adalah kakakmu?"
"Ya."
Ciok Giok Yin tidak berani memberitahukan hal sebenarnya.
"Aku tidak begitu jelas," sahutnya berdusta.
"Apakah dia dalam bahaya?"
"Tidak."
Seusai menyahut Ciok Giok Yin merasa amat berduka dalam
hati, sebab dia telah membohongi mereka berdua ayah dan
anak. Mendadak Bu Eng Jin bergumam.
"Mudah-mudahan begitu!"
Usai bergumam, gadis itu berkata.
"Kau pergilah!"
"Nona, bolehkan aku bertanya?"
Ternyata Ciok Giok Yin ingin tahu sedikit tentang Liok Bun,
dan mengapa Bun It Coan meninggalkan Liok Bun. Akan tetapi
walau dia bertanya berulang kali, tetap tiada sahutan. Itu
membuktikan bahwa Bu Eng Jin sudah meninggalkan tempat
itu. Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu. Berselang sesaat
barulah dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Ketika
melewati tulang belulang Bu Lim Sam Siu, Ciok Giok Yin
berhenti lalu memberi hormat. Setelah itu barulah dia
melangkah ke depan lagi. Tak lama kemudian dia sudah berada
di mulut lorong yang disumbat dengan batu besar. Dia
menggeser batu besar itu sekaligus melesat ke luar. Di saat
bersamaan batu besar itu pun tertutup kembali.
Sedangkan Ciok Giok Yin terus melesat pergi. Ketika dia
menikung di sebuah tebing mendadak melihat beberapa sosok
mayat tergeletak di tanah. Di pungung mayat-mayat itu
tertancap sebuah panji kecil bergambar seekor naga putih. Ciok
Giok Yin mengerutkan kening. Perkumpulan apa pula itu"
Tanyanya dalam hati. Dia memperhatikan semua mayat itu
tiada satupun yang dikenalnya. Setelah berdiri termangumangu
sejenak, barulah Ciok Giok Yin melesat pergi. Kini
tujuannya adalah Tiang Cing Kok di Gunung Liok Pan San. Dia
ingin menemui Thian Thong Lojin lagi untuk menanyakan ke
mana dia harus mencari Bu Keng Sui.
Setelah meninggalkan Gunung Lu Liang San, dia mengambil
arah barat. Mendadak tampak beberapa sosok bayangan
melesat ke arahnya. Ciok Giok Yin segera berhenti. Ternyata
yang melesat itu adalah Sin Ciang-Yo Sian, Kang Sun Fang
ketua partai Heng San Pay dan beberapa orang lainnya. Mereka
berbareng menghadang di depan Ciok Giok Yin. Kang Sun Fang
menjura pada Ciok Giok Yin sambil berkata.
"Siauhiap telah menyelamatkan para ketua delapan partai
besar, termasuk lohu sendiri. Di sini kami mengucapkan
terimakasih pada siauhiap."
Ciok Giok Yin melihat mereka tidak berniat buruk, maka
segera balas memberi hormat seraya menyahut.
"Cianpwee jangan berkata begitu! Mohon tanya mengapa Li
Mong Pai dan lainnya berada di sini?"
Sepasang bola mata Sin Ciang-Yo Sian berputar sejenak,
kemudian dia menyahut dengan suara dalam.
"Ciok siauhiap, kami ingin tahu tentang tiga orang."
"Siapa ketiga orang itu?"
"Kau pasti kenal."
"Silakan katakan!"
"Bu Lim Sam Siu."
"Bu Lim Sam Siu?"
Hati Ciok Giok Yin tersentak hingga berdebar-debar dan
seketika wajahnya berubah menjadi murung. Namun apakah
dia harus memberitahukan tentang kematian Bu Lim Sam Siu
atau tidak, masih belum ada keputusan. Sebab dia belum tahu
jelas, maksud tujuan kedatangan mereka. Sedangkan Sin
Ciang-Yo Sian menyahut,
"Tidak salah."
"Bagaimana Bu Lim Sam Siu?"
"Kau tahu jejak mereka bertiga."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Bagaimana aku tahu jejak mereka bertiga?"
"Harap kau bersedia mengatakannya!"
Ciok Giok Yin mulai gusar.
"Apa maksud Anda?"
"Sederhana saja. Kami sedang mencari Bu Lim Sam Siu."
"Kalian mencari Bu Lim Sam Siu adalah urusan kalian, tiada
hubungannya dengan diriku! Maaf, aku mau pergi!"
Ketika Ciok Giok Yin baru mau melesat pergi, mendadak
belasan orang itu membentak dengan serentak.
"Berhenti!"
Di saat bersamaan merekapun mendorong Ciok Giok Yin
dengan lwee kang, otomatis membuatnya terdorong ke
belakang selangkah. Tentunya Ciok Giok Yin amat murka.
"Kalian ingin mengeroyokku?" katanya dengan dingin.
Sin Ciang-Yo Sian maju selangkah seraya menyahut.
"Tiada maksud demikian."
Ciok Giok Yin menatap Kang Sun Fang, lalu menatap Sin
Ciang-Yo Sian seraya membentak.
"Kalian tidak usah menyembunyikan ekor, mau bicara apa
bicaralah!"
"Tetap pertanyaan tadi, jejak Bu Lim Sam Siu!"
"Tidak dapat kukatakan!"
"Kau tidak mau mengatakannya?"
"Betul!"
Mendadak Kang Sun Fang, ketua Heng San Pay maju tiga
langkah seraya berkata dengan rasa tidak enak.
"Ciok Siauhiap, agar tidak menimbulkan kerepotan, lebih baik
katakanlah!"
"Sesungguhnya ada apa gerangan dengan kalian?"
"Tiga bulan yang lalu mereka bertiga menguntitmu ke arah
utara. Selanjutnya mereka tidak tampak lagi. Mungkin Ciok
siauhiap tahu jejak mereka."
"Tidak salah!"
Sin Ciang-Yo Sian segera bertanya.
"Berada di mana mereka sekarang?"
"Maaf! Tidak dapat kukatakan!"
"Kau yang mencelakai mereka bertiga?"
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm! Melainkan kau!"
Saat ini wajah Ciok Giok Yin sudah penuh diliputi hawa
membunuh. "Bocah, hari ini kau harus meninggalkan nyawamu!" bentak
Sin Ciang-Yo Sian.
Dia langsung menyerang. Ciok Giok Yin berkelit sambil
membentak. "Kalian ingin bertarung?"
"Terpaksa harus!"
Seketika terasa angin pukulan menerjang ke arah Ciok Giok
Yin, namun Kang Sun Fang justru tidak turun tangan. Ciok Giok


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yin sungguh-sungguh murka,
"Kalian semua tergolong orang gagah, tapi malah tidak tahu
aturan!" bentaknya sengit.
Dia langsung melancarkan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang
jurus pertama. Terdengar suara jeritan dan tampak seseorang
terpental tiga langkah jauhnya lalu roboh. Untung Ciok Giok Yin
tidak mengerahkan tenaga sepenuhnya, maka orang itu tidak
binasa. Setelah melancarkan pukulan itu, Ciok Giok Yin pun
berseru. "Sampai jumpa!"
Tampak badannya berkelebat beberapa kali, tahu-tahu sudah
tidak kelihatan lagi bayangannya. Di saat Ciok Giok Yin melesat
pergi, dia pun berpikir. Mengapa Bu Lim Sam Siu
menguntitnya" Apakah mereka semua saling memberi kabar
secara diam-diam" Ciok Giok Yin tidak menemukan
jawabannya, membuat hatinya seperti terganjal sesuatu.
Sebetulnya dia boleh memberitahukan, namun itu
menyangkut rahasia Liok Bun. Lagi pula nada pembicaraan Sin
Ciang-Yo Sian amat menekannya, sehingga menimbulkan
kemurkaannya. Oleh karena itu dia boleh bersalah terhadap
mereka, tapi tidak boleh mengatakannya. Ciok Giok Yin terus
melesat pergi. Mendadak dilihatnya delapan anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee sedang menggotong sebuah peti
mati. Seketika darahnya langsung naik.
"Berhenti!" bentaknya gusar.
Ciok Giok Yin lalu menghadang di hadapan mereka.
Para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu langsung
berseru kaget. "Ciok Giok Yin!"
Mereka segera menaruh peti mati itu, kemudian menatap
Ciok Giok Yin dengan penuh kebencian. Ciok Giok Yin tertawa
dingin. "Tidak salah!" sahutnya lalu bertanya, "Peti mati siapa itu?"
"Peduli amat kau peti mati siapa itu?" sahut salah seorang
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee.
"Aku harus bertanya!"
"Kau mau cari mampus?"
Usai berkata mereka berdelapan berpencar mengepung Ciok
Giok Yin, bahkan kelihatan siap menyerangnya.
"Kalian katakan tidak?" bentak Ciok Giok Yin lagi.
"Tidak!"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin! Dia langsung maju
sambil mencengkeram orang yang berbicara itu. Menyaksikan
itu yang lain segera membentak sambil melancarkan pukulan
ke arah Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin menangkis. Seketika
terdengar suara jeritan dan tampak dua orang roboh binasa. Di
saat bersamaan terdengar suara dengusan dingin di belakang
Ciok Giok Yin. "Hmmm! Sungguh kejam kau!"
Ciok Giok Yin membalikkan badannya. Tampak seorang
wanita memakai pakaian berkabung berdiri sejauh dua depa,
sepasang matanya yang indah mengandung
kebencian. Mendadak salah seorang anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee membungkukkan badannya seraya berkata.
"Nona, bocah itu...."
"Aku tahu," potong wanita itu. Kemudian dia menatap Ciok
Giok Yin. "Mengapa kau menghadang kami?"
"Aku ingin tahu siapa yang di dalam peti mati!" sahut Ciok
Giok Yin dingin.
"Tidak ada urusan denganmu!"
"Aku cuma ingin tahu!"
"Kalau aku tidak mau beritahukan?"
"Jangan harap bisa meninggalkan tempat ini!"
Wajah wanita berpakaian berkabung langsung berubah
menjadi dingin.
"Aku ingin mencoba berapa tinggi kepandaianmu, berani
menentang perkumpulan Sang Yen Hwee!"
Ketika wanita berpakaian berkabung baru ingin melancarkan
serangan, mendadak tampak sesosok bayangan hitam
melayang turun dan langsung berseru.
"Nona, biar lohu saja!"
Mendengar seruan itu, wanita berpakaian berkabung segera
mundur. Sedangkan Ciok Giok Yin menoleh memandang
bayangan hitam itu, ternyata adalah seorang lelaki berusia lima
puluhan, bajunya bersulam sepasang burung walet
putih. Setelah memperhatikan orang tua itu. Ciok Giok Yin
teringat siapa orang tua tersebut, tidak lain adalah orang yang
membawa pergi mayat Bun It Coan. Bersamaan itu dia pun
sudah dapat menduga identitas wanita berpakaian
berkabung. Seketika hawa amarahnya bergejolak di rongga
dadanya, kemudian dia membentak wanita berpakaian
berkabung. "Siapa kau?"
"Kuberitahukan agar kau tidak mati penasaran. Aku adalah
putri angkat ketua perkumpulan Sang Yen Hwee, bernama Lan
Lan!" sahut wanita berpakaian berkabung dingin.
Ternyata Lan Lan dan Hui Hui adalah putri angkat ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee. Wajah Ciok Giok Yin langsung
menyiratkan hawa membunuh.
"Tak kusangka kita akan bertemu di sini. Aku akan menuntut
balas kakak angkatku itu!" katanya sambil tertawa getir.
Dengan sepasang mata berapi-api dia berjalan maju
selangkah demi selangkah. Dia sudah mengerahkan tenaga
sakti Kan Yen Sin Kang yang diperolehnya dari Liok Bun, ingin
membunuh wanita jalang itu. Menyaksikan itu sekujur badan
Lan Lan menjadi merinding, sehingga tanpa sadar dia mundur
selangkah. "Kau bilang apa?" tanyanya.
Justru di saat bersamaan orang tua berpakaian hitam yang
baru muncul itu segera berdiri di samping Lan Lan. Ciok Giok
Yin berhenti lalu menyahut sengit.
"Wanita jalang, aku mau membunuhmu!"
"Berdasarkan apa?"
"Kau telah mencelakai kakak angkatku!"
"Siapa kakak angkatmu itu?"
"Bun It Coan!"
"Bun it Coan?"
Air muka Lan Lan langsung berubah, kemudian dia tertawa
sedih dan air mata berderai-derai. Kemudian dia bertanya
dengan suara gemetar.
"Ciok Giok Yin, kau boleh turun tangan!"
Mendengar itu Ciok Giok Yin malah menjadi tertegun di
tempat. "Nona, kau..." kata orang tua berpakaian hitam dengan
kepala tertunduk.
"Kau tidak usah pedulikan ini, harus tetap melaksanakan
rencana semula," kata Lan Lan dengan mata terpejam.
Mendadak dalam benak Ciok Giok Yin terlintas suatu pikiran,
apakah dia sedang menggunakan siasat menyiksa diri, karena
tahu dirinya tidak dapat melawanku" Setelah berpikir demikian,
dia langsung membentak.
"Aku tidak akan melepaskanmu!"
Ciok Giok Yin melangkah maju lagi sambil mengerahkan lwee
kangnya, sehingga jarak mereka berdua semakin dekat. Akan
tetapi Lan Lan tetap berdiri di tempat, sama sekali tidak
bergeming. Itu membuat Ciok Giok Yin berhenti. Biar
bagaimana pun dia tidak akan turun tangan terhadap wanita
yang tidak mau melawan. Sebab kalau tersiar di dunia
persilatan, namanya pasti rusak dan kakak angkatnya juga
tidak akan merasa senang di alam baka. Oleh karena itu dia
menuding Lan Lan seraya membentak.
"Kalau kau tidak menyerang, jangan menyalahkanku!"
Mendadak orang tua berpakaian hitam yang berdiri di samping
Lan Lan bertanya dengan suara dalam.
"Kau mau balas dendam?"
"Tidak salah!"
"Kau tahu siapa yang di dalam peti mati?"
"Siapa?"
"Dia adalah musuh besar Bun It Coan kakak angkatmu itu!"
"Hah?" seru Ciok Giok Yin tak tertahan. Setelah itu dia
termundur-mundur tiga langkah.
Justru di saat bersamaan Lan Lan menangis tersedu-sedu,
lalu melesat pergi laksana kilat. Dalam waktu sekejap gadis itu
sudah tidak kelihatan bayangannya. Ciok Giok Yin ingin
melesat pergi mengejarnya, tapi orang tua berpakaian hitam
itu segera menghadang, di hadapannya
"Tunggu!" katanya.
"Ada apa?" tanya Ciok Giok Yin dingin.
"Kuberitahukan, Nona kami sudah meninggalkan perkumpulan
Sang Yen Hwee secara diam-diam karena tidak puas akan
perbuatan ayah angkatnya. Begitu pula lohu, sudah
meninggalkan perkumpulan itu."
"Benarkah begitu?"
"Tidak salah."
"Apa maksudmu tadi mengatakan di dalam peti mati adalah
musuh besar kakak angkatku?"
"Tentunya kau telah menyaksikan wajah nona kami, karena
ada Khong Khong Hu (Wisma Kosong)...."
"Khong Khong Hu?" tanya Ciok Giok Yin tak tertahan.
Ternyata Ciok Giok Yin pernah mendengar 'Khong Khong Hu'
dari Fang Jauw Cang. Namun sudah setengah tahun lebih tidak
mendengar orang lain mengatakan. Tak terduga sekarang
mendengar dari mulut orang tua berpakaian hitam. Orang tua
berpakaian hitam melanjutkan.
"Khong Khong Hu dan perkumpulan Sang Yen Hwee punya
hubungan erat, bahkan juga saling memberi informasi secara
diam-diam. Majikan Khong Khong Hu punya dua putra, yang
sulung kau pernah bertemu setengah tahun yang lalu, pemuda
itu bernama Sun Bu...."
"Hah" Ternyata dia?" seru Ciok Giok Yin kaget.
"Kenapa dia?"
"Sun Bu amat tertarik pada paras nona yang cantik itu, sudah
barang tentu menaruh cemburu pada kakak angkatmu. Maka
dia menggunakan berbagai macam rencana busuk untuk
mencelakainya. Nona tahu itu, maka ingin membasmi Sun Bu,
tapi tidak tahu harus bagaimana membasminya. Kebetulan Sun
Bun suka minum arak dan hidangan lezat. Karena itu timbul
suatu ide dalam benak nona, maka menyiapkan arak dan
beberapa macam hidangan di dalam kamarnya. Karena setiap
kali Sun Bu pergi mencarinya, pasti makan minum di dalam
kamar nona...."
Orang tua berpakaian hitam menghela nafas panjang,
kemudian melanjutkan penuturannya.
"Tak disangka hari itu Sun Bu tidak pergi mencari nona,
sebaliknya malah kakak angkatmu yang pulang dan langsung
makan dan minum. Ketika merasa adanya gelagat tidak beres
kakak angkatmu langsung kabur dan kebetulan bertemu
denganmu."
Orang tua berpakaian hitam menggeleng-gelengkan kepala,
setelah itu melanjutkan lagi penuturannya.
"Betapa hancurnya hati nona, karena telah meracuni
suaminya sendiri! Ketika itu dia ingin membunuh diri, namun
untung lohu berhasil menasihatinya, agar menuntut balas
dendam suaminya."
Setelah mendengar penuturan itu , barulah Ciok Giok Yin
paham, kemudian bertanya.
"Apakah nonamu yang membunuh Sun Bu?"
"Yang ada di dalam peti mati adalah Sun Bu."
"Lalu kalian mau ke mana sekarang?"
"Mengantar jenazah Sun Bu ke Khong Khong Hu secara diamdiam
agar hubungan Khong Khong Hu dan Sang Yen Hwee
terpecah belah."
Mendadak tampak air muka orang tua berpakaian hitam itu
berubah. "Celaka!" serunya.
"Ada apa?" tanya Ciok Giok Yin.
"Nona kami entah ke mana?"
Orang tua berpakaian hitam langsung membantu yang lain
menggotong peti mati itu, lalu melesat pergi. Ciok Giok Yin
merasa menyesal, mengapa tidak membuka peti mati itu untuk
memeriksanya" Siapa tahu mereka menipunya" Namun setelah
berpikir sejenak, dia masih ingat akan kesedihan Lan Lan, tidak
mungkin dibuat-buat. Beberapa saat dia berpikir, akhirnya
mengambil keputusan untuk menyelidikinya kelak. Di saat dia
baru mau melesat pergi, mendadak sesosok bayangan melesat
laksana kilat ke hadapannya. Seketika Ciok Giok Yin
mengerahkan lwee kangnya, siap menghadapi segala
kemungkinan. Ternyata orang itu berdandan seperti sastrawan,
yang mana pernah bertaruh dengannya di perkumpulan Pah
Ong Cuang. "Kau..." seru Ciok Giok Yin kaget.
Ternyata dia tidak tahu nama sastrawan itu maka cuma
memanggilnya 'Kau' saja. Sastrawan berusia pertengahan itu
juga sudah melihat jelas Ciok Giok Yin.
"Akhirnya aku berhasil mencarimu," katanya.
"Mencariku?"
"Ya."
"Ada urusan apa Anda mencariku?"
Sastrawan berusia pertengahan itu menatap Ciok Giok Yin
dengan tajam kemudian berkata,
"Kau telah membuat kekacauan, kini semakin besar!"
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Aku telah membuat kekacauan?" tanya Ciok Giok Yin
terbelalak. "Tidak salah."
"Harap Anda menjelaskannya! "
"Kau sudah lupa?"
Ciok Giok Yin sungguh tidak tahu maksud tujuan orang itu.
Dia segera berkata.
"Aku dan Anda cuma bertemu satu kali di perkumpulan Pah
Ong Cuang, aku percaya...."
"Justru adalah urusan Pah Ong Cuang!" sela sastrawan
berusia pertengahan.
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmm! Gara-gara perbedaan satu huruf. Aku memang
menyesali itu! Lalu apa maksud Anda" Lebih baik Anda
jelaskan!"
"Terkalah siapa aku!"
"Aku tidak perlu tahu."
Walau Ciok Giok Yin berkata begitu, namun sastrawan berusia


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertengahan itu tetap memberitahukan.
"Aku adalah pamannya Yu Ling Ling, namaku Yu Tong Keng."
Dia menatap Ciok Giok Yin. "Mengapa kau tidak ke rumah
keluarga Yu?" lanjutnya.
"Aku tiada keperluan untuk ke sana!"
"Kau ingin lepas tangan?"
"Karena Nona Yu bukan gadis yang kucari."
"Sekarang kau harus ke sana!"
"Itukah alasan Anda mencariku?"
"Gara-gara kau menyelamatkan Ling Ling, membuat tiga
puluh enam orangnya dibunuh oleh Pah Ong Cuang, kini tinggal
Ling Ling seorang diri."
Setelah mendengar itu, air muka Ciok Giok Yin langsung
berubah menjadi hebat dan dia segera bertanya,
"Betulkah kejadian itu?"
"Buat apa aku membohongimu!"
Terbunuhnya tiga puluh enam keluarga Yu, secara tidak
langsung memang akibat dari ulah Ciok Giok Yin. Sebab kalau
Ciok Giok Yin tidak melakukan hal itu, tentunya keluarga Yu
tidak akan dibantai oleh Pah Ong Cuang. Terdengar sastrawan
berusia pertengahan itu berkata lagi.
"Biar bagaimana pun kau harus pergi ke rumah keluarga Yu,
karena tiada seorang pun yang dapat menghibur Ling Ling,
maka kau harus ke sana menghiburnya.
Sekujur badan Ciok Giok Yin gemetar dan sepasang matanya
membara. Dia kelihatan amat gusar.
"Di mana rumah keluarga Yu?" tanyanya sambil berkertak
gigi. Yo Tong Keng memberitahukan, setelah itu menambahkan.
"Ciok siauhiap, kau harus memberesi urusan itu, sebab kini
Ling Ling sudah yatim piatu, tinggal sebatang kara, harap kau
bisa baik-baik memperlakukannya!"
Apa yang dikatakan Yo Tong Keng itu sudah tidak masuk ke
dalam. telinga Ciok Giok Yin, sebab dia sudah melesat ke arah
rumah keluarga Yu. Sejak berhasil menguasai ilmu Kan Yen Sin
Kang, kepandaian Ciok Giok Yin menjadi maju pesat. Maka
begitu mengerahkan ginkang, cepatnya bukan main! Sudah
barang tentu membuat semua orang yang sedang terbelalak
karena cuma melihat bayangan berkelebat lalu
hilang. Perjalanan sepanjang delapan puluh mil itu cuma
ditempuhnya hampir dua jam. Kini rumah keluarga Yu sudah
berada di depan matanya. Hati Ciok Giok Yin terus meledak
sebab dari jauh dia sudah mendengar suara tangisan seorang
gadis. Mungkin saking lamanya menangis, sehingga suara
tangis itu kedengaran serak dan lemah. Hati Ciok Giok Yin
berdebar-debar dan langkah kakinya menjadi lamban.
Dia sama sekali tidak tahu, harus bagaimana menghibur gadis
itu. Juga tidak tahu harus bagaimana memperlakukannya, dan
mengurusinya dikemudian hari. Tangis yang memilukan itu
sungguh membuat hati Ciok Giok Yin bagaikan tersayatsayat.
Lagi pula masih tampak mayat-mayat bergelimpangan di
mana-mana, begitu pula noda darah. Memang pemandangan
itu sungguh memilukan hati! Tampak sosok tubuh langsing
merangkul sesosok mayat sambil menangis sedih. Ciok Giok
Yin mendekatinya seraya berkata,
"Nona Yu, jagalah kesehatanmu!"
Yu Ling Ling mendongakkan kepala. Ketika melihat Ciok Giok
Yin, dia langsung membentak sengit.
"Gara-gara kau! Cepat enyah! Cepat!"
Suara bentakan itu membuat Ciok Giok Yin termundur
beberapa langkah. Setelah itu dia manggut-manggut sambil
berkata. "Memang gara-gara aku tapi aku akan menuntut balas demi
keluarga Yu yang berjumlah tiga puluh enam orang, bahkan
harus berlipat ganda. Harap Nona baik-baik menjaga diri!"
Usai berkata Ciok Giok Yin langsung melesat ke arah
perkumpulan Pah Ong Cuang. Dalam hatinya cuma terdapat
dendam. Saat ini kalau ada orang melihat wajahnya, pasti akan
merasa seram dan bulu kuduknya pun berdiri. Sementara
rembulan mulai bersinar remang-remang. Sedangkan di
tempat-tempat tertentu mulai kelihatan menakutkan. Sesosok
bayangan melesat laksana kilat ke perkumpulan Pah Ong
Cuang. Siapa orang itu" Tidak lain adalah Ciok Giok Yin.
Kemunculannya di perkumpulan tersebut membawa dendam
yang amat dalam.
Begitu tiba di pintu masuk Pah Ong Cuang, Ciok Giok Yin
langsung menghantam pintu itu.
Blam! Pintu itu hancur berkeping-keping. Di saat bersamaan
muncullah belasan penjaga yang bertampang seram. Akan
tetapi seketika terdengar suara jeritan yang menyayat hati dan
darah muncrat ke mana-mana. Mayat pun mulai bergelimpang
di tanah. Ciok Giok Yin menerobos masuk ke dalam. Sepasang
matanya masih membara dan wajahnya tampak kehijauhijauan.
Dia langsung mencaci maki dengan suara lantang.
"Tua bangka, kau membunuh keluarga Yu berjumlah tiga
puluh enam orang! Hutang darah bayar darah, hutang nyawa
bayar nyawa! Malam ini aku akan membuat perhitungan
denganmu, bahkan kau harus membayar berlipat kali!"
Sementara para penjaga perkumpulan Pah Ong Cuang mulai
bermunculan dan terdengar pula suara bentakan.
"Tangkap bocah haram itu!"
Namun di saat bersamaan terdengar suara jeritan yang
menyayat hati. Ternyata Ciok Giok Yin sudah turun tangan
membunuh mereka dengan pukulan-pukulan yang amat
dahsyat. Mendadak terdengar suara bentakan mengguntur.
"Siapa berani cari gara-gara di perkumpulan Pah Ong Cuang?"
Tampak sosok bayangan tinggi besar melesat ke luar dari
dalam rumah yang megah itu. Siapa orang itu" Ternyata
adalah majikan Pah Ong Cuang. Begitu melihat orang itu, Ciok
Giok Yin langsung berkertak gigi.
"Tua bangka, ganti nyawa keluarga Yu yang berjumlah tiga
puluh enam orang, tapi harus berlipat ganda!" bentaknya
sengit. Dia maju selangkah demi selangkah. Sedangkan majikan Pah
Ong Cuang sudah menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan
di tanah itu. Maka tidak heran kegusarannya menjadi
memuncak. Dia mendengus dingin lalu berkata.
"Bocah, kau merebut menantuku! Hari ini kau harus
mampus!" Ketika majikannya baru mau menyerang, mendadak Ciok
Giok Yin menerjang ke arahnya. Ternyata dia telah
mengerahkan ilmu Kan Yen Sin Kang. Tampak telapak
tangannya berkelebat dan terdengar suara jeritan yang
mendirikan bulu kuduk.
"Aaaakh!"
Majikan Pah Ong Cuang yang mau melancarkan serangan,
sebaliknya malah terserang. Seluruh tulangnya remuk dan
dagingnya pun hancur tidak karuan, kemudian roboh binasa
seketika. Ciok Giok Yin tertawa seperti orang gila Kemudian dia
melancarkan pukulan lagi ke arah para anak buah majikan Pah
Ong Cuang. Terdengar lagi suara jeritan di sana-sini. Walau
Ciok Giok Yin telah membunuh majikan Pah Ong Cuang dan
dua puluh orang lebih, namun belum merasa puas. Dia ingin
membunuh seluruh penghuni perkumpulan itu. Terdengar lagi
suara jeritan. Setelah itu suasana di perkumpulan Pah Ong
Cuang mulai hening. Namun tercium bau anyir yang amat
menusuk hidung.
Di dalam perkumpulan Pah Ong Cuang sudah tergeletak
empat puluh dua sosok mayat, yang semuanya binasa di
tangan Ciok Giok Yin. Sesungguhnya dia bukan seorang
pembunuh berdarah dingin. Dia melakukan pembantaian
lantaran terpaksa, sebab urusan berawal dari dirinya yang
merebut mempelai wanita. Seandainya dia tidak salah dengar
satu huruf, tentunya tidak akan terjadi pertistiwa berdarah ini.
Apakah ini merupakan suatu pembalasan" Memang sulit
dikatakan. Lagi pula orang-orang perkumpulan Pah Ong Cuang
selalu menindas penduduk setempat. Walau para penduduk
setempat amat gusar, tapi tidak berani berbuat apa-apa.
Kini perkumpulan Pah Ong Cuang telah musnah. Sudah
barang tentu para penduduk setempat bersorak girang dan
merasa bersyukur. Sementara Ciok Giok Yin masih berdiri di
dalam perkumpulan Pah Ong Cuang. Dia tertawa gelak lalu
bergumam. "Nona Yu, aku telah menuntut balas dendam keluarga
kalian...."
Mendadak terdengar suara yang amat dingin di belakangnya.
"Sungguh keji hatimu!"
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin, sebab ada orang
berada di belakangnya, namun dia tidak tahu sama sekali. Ciok
Giok Yin segera membalikkan badannya. Kira-kira dua depa
berdiri seorang berpakaian abu-abu, dan memakai kain
penutup muka warna putih. Tentunya orang itu tidak dapat
dilihat wajahnya, tapi tampak sepasang matanya menyorot
tajam sekali. Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat akan peristiwa
pembantaian di partai Thay Kek Bun. Dia masih ingat akan
penuturan Lok Ceh, bahwa mereka dibunuh oleh orang
berpakaian abu-abu dan memakai kain penutup muka warna
putih. Bukankah orang yang berdiri di hadapannya berdandan
demikian" Oleh karena itu Ciok Giok Yin membentak.
"Bagaimana?"
"Aku bilang hatimu amat keji!" sahut orang berpakaian abuabu
memakai kain putih penutup muka dengan dingin sekali.
"Kau peduli itu?"
"Aku memang ingin coba mempedulikannya!"
"Sebutkan namamu!" bentak Ciok Giok Yin sengit.
Ternyata Ciok Giok Yin ingin tahu identitas orang itu melalui
namanya, namun orang berpakaian abu-abu itu mendengus
dingin. "Hmm! Kau pantas mengetahui namaku?"
Wajah Ciok Giok Yin langsung berubah.
"Lihat aku pantas atau tidak?" bentaknya.
Ketika Ciok Giok Yin baru mau melancarkan serangan,
sekonyong-konyong orang berpakaian abu-abu berseru dingin.
"Tunggu!"
"Kau mau tinggalkan pesan apa?" tanya Ciok Giok Yin sengit.
"Yang harus tinggalkan pesan adalah kau, bukan aku!"
Ciok Giok Yin tertawa dingin.
"Aku memang menghendakimu tahu rasa!"
"Punya kepandaian sebutkanlah namamu"
"Tentu saja boleh! aku adalah Hek Hong Sucia (Duta Angin
Hitam)!" "Hek Hong Sucia?"
"Tidak salah!"
"Kau dari aliran mana?"
"Tentang itu kau tidak perlu tahu!" Berhenti sejenak,
kemudian orang berpakaian abu-abu itu melanjutkan.
"Mengapa kau membantai mereka?"
"Tentunya aku punya alasan!"
"Katakan!"
"Aku tidak mau mengatakan!"
"Kau berani tidak mengatakan?"
Ketika berkata, Hek Hong Sucia mengeluarkan sebatang panji
hitam kecil bergambar seekor naga putih. Begitu melihat panji
hitam kecil itu, Ciok Giok Yin teringat ketika baru meninggalkan
Liok Bun. Di suatu tempat dia melihat beberapa sosok mayat
yang punggungnya tertancap panji hitam tersebut. Tidak ragu
lagi, pelaku itu pasti sehaluan dengan orang yang di
hadapannya. Akan tetapi panji hitam yang tertancap di
punggung mayat dibuat dari besi biasa. Sedangkan panji hitam
kecil yang di tangan orang ini tampak bergemerlapan tertimpa
sinar rembulan, berarti berbeda dengan panji hitam kecil lain.
Setelah menyaksikan panji hitam kecil yang di tangan Hek
Hong Sucia, kegusaran Ciok Giok Yin langsung memuncak.
"Apakah mayat-mayat di luar Gunung Lu Liang San adalah
hasil perbuatanmu?"
"Tidak salah!"
"Ada dendam apa kau dengan mereka, sehingga kau
membunuh mereka?"
"Kau tidak perlu menanyakan itu, cepat katakan urusanmu!"
"Tidak akan kukatakan!"
"Sungguhkah kau tidak mau mengatakan?"
"Sungguh!"
"Baik!"
Heng Hong Sucia segera bergerak bagaikan roh halus,
menyerang dada Ciok Giok Yin dengan panji hitam kecil
itu. Ciok Giok Yin cepat-cepat mengerahkan tenaga sakti Kan
Yen Sin Kang untuk melindungi sekujur badannya, sekaligus
mengeluarkan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Tampak
badan Hek Hong Sucia berkelebat. Dia berhasil menghindari
serangan Ciok Giok Yin, tapi ujung panji hitam kecil itu tetap
mengarah di dada Ciok Giok Yin. Bukan main terkejutnya Ciok
Giok Yin! Dia bergerak cepat mencelat ke belakang.
"Roboh!" bentak Hek Hong Sucia.
Kelihatannya Ciok Giok Yin akan terhantam serangan itu,
namun mendadak seorang wanita berambut putih terurai
menutup mukanya, meluncur laksana kilat ke tempat itu.
Jilid 22 Begitu melihat kemunculan wanita berambut putih, Hek Hong
Sucia langsung berseru tak tertahan.
"Haah?"
Dia langsung mundur lalu melesat pergi dan dalam sekejap
sudah tidak kelihatan bayangannya. Betapa cepatnya gerakan
Hek Hong Sucia sungguh mengejutkan! Hati Ciok Giok Yin
masih berdebar-debar tidak karuan. Dia tidak menyangka
kepandaian orang berpakaian abu-abu itu sedemikian tinggi.
Walau Ciok Giok Yin telah menguasai ilmu Kan Yen Sin Kang,
tapi bukan lawannya. Sebenarnya siapa Hek Hong Sucia itu dan
berasal dari aliran mana" Ciok Giok Yin tidak habis pikir. Dia
menyeka keringat yang merembes dari keningnya, setelah itu
barulah memandang wanita berambut putih. Karena kekagetan
yang dialaminya tadi belum hilang, maka ketika melihat wanita
berambut putih, dia langsung termundur tiga langkah. Ternyata
Ciok Giok Yin tidak melihat wajahnya. Yang dilihatnya cuma
rambutnya yang putih terurai sampai di bawah lutut.
Di larut malam, muncul orang yang begitu aneh, tentunya
membuat Ciok Giok Yin merasa agak takut. Lagi pula di
sekitarnya bergelimpang mayat-mayat yang
mengerikan. Wajah orang itu tertutup oleh rambutnya yang
putih, maka Ciok Giok Yin tidak melihat jelas wajahnya. Cantik


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau buruk, tua atau masih muda, lawan atau kawan, Ciok Giok
Yin sama sekali tidak tahu. Yang jelas kemunculannya telah
membuat Hek Hong Sucia kabur terbirit-birit.
"Anda adalah manusia atau hantu?" tanya Ciok Giok Yin
sambil memberi hormat.
"Manusia dan hantu apa bedanya?" sahut wanita berambut
putih panjang dengan lembut.
Mendengar itu, keberanian Ciok Giok Yin mulai timbul.
"Mahon tanya apa maksud ucapan itu?" tanyanya.
"Dunia persilatan masa kini amat banyak hantu, setan dan
iblis. Padahal mereka adalah manusia. Lalu apa bedanya
dengan hantu, setan dan iblis?" wanita berambut putih panjang
diam sejenak. "Apa kesalahan mereka sehingga kau bantai?"
lanjutnya. "Tentu ada sebabnya," sahut Ciok Giok Yin.
Diam-diam Ciok Giok Yin merasa cemas. Kalau wanita
berambut putih ini punya hubungan dengan perkumpulan Pah
Ong Cuang, bukankah dirinya akan celaka"
"Katakan!" bentak wanita berambut putih panjang.
Suara bentakan itu membuat sekujur badan Ciok Giok Yin
merinding. Diam-diam dia mengerahkan ilmu Kan Yen Sin Kang
untuk melindungi diri. Setelah itu barulah dia berkata.
"Mereka membunuh tiga puluh enam orang keluarga Yu."
"Mengapa?"
"Mereka memaksa putri keluarga Yu untuk menikah."
"Cuma itu sebabnya?"
Hati Ciok Giok Yin tersentak dan membatin, 'Biar kuceritakan,
lihat wanita aneh ini mau berbuat apa terhadap diriku"' Oleh
karena itu dia menceritakan tentang semua itu.
Setelah mendengar cerita itu, wanita berambut putih panjang
berkata. "Kejadian itu adalah gara-gara dirimu!"
"Ya. "
"Mengapa kau begitu ceroboh?"
Wajah Ciok Giok Yin memerah, lalu dia menundukkan kepala
seraya menyahut.
"Aku memang ceroboh. Huruf Yu kudengar seperti Ie. Karena
itu menimbulkan malapetaka besar. Aku menyesal, tapi sudah
terlambat."
"Itu sebagai pelajaran bagimu. Lain kali kau harus hati-hati,
jangan berlaku ceroboh lagi." Wanita berambut putih panjang
itu diam sejenak. "Tapi orang-orang perkumpulan Pah Ong
Cuang memang amat jahat, dan selalu menindas penduduk di
sini. Kau memusnahkan perkumpulan Pah Ong Cuang ini
tentunya tidak keterlaluan."
Ciok Giok Yin tidak berkata apa-apa, hanya berdiri diam di
tempat. Apa yang dikatakan wanita berambut putih panjang itu
membuktikan dia tidak berniat jahat. Mendadak Ciok Giok Yin
teringat akan seseorang. Maka, tanpa sadar dia berseru tak
tertahan. "Pek Hoat Hujin!"
"Ya!"
Ciok Giok Yin segera maju tiga langkah dan memberi hormat
seraya berkata.
"Lo cianpwee menyelamatkan diriku lagi, selama-lamanya
takkan kulupakan."
"Tidak usah disimpan dalam hati."
"Boanpwee (Aku Yang Rendah)...."
"Aku ingin bertanya satu hal padamu," sela Pek Hoat Hujin.
"Silakan, lo cianpwee!"
"Aku dengar kau memperoleh sepotong kain, benarkah itu?"
Ciok Giok Yin tertegun, namun tidak akan berdusta terhadap
orang yang telah menyelamatkannya.
"Benar," jawabnya jujur.
"Apa yang tercantum dikain potongan itu?"
"Boanpwee sudah mohon pada Thian Thong Lojin untuk
mengungkapkan rahasia tersebut."
"Apa katanya?"
"Masih membutuhkan Bu Keng Sui."
"Bu Keng Sui?"
"Ya" "Itu sangat mudah diperoleh."
"Maksud lo cianpwee?"
"Bu Keng Sui tentunya air hujan!"
Ciok Giok Yin terbelalak. Bagaimana dia tidak berpikir sampai
di situ" Air Tanpa Akar bukankah air hujan"
Pek Hoat Hujin berkata lagi.
"Di waktu hujan turun, taruhlah potongan kain itu di bawah
hujan, pasti kau akan tahu rahasianya."
Bukan main girangnya Ciok Giok Yin!
"Terimakasih atas petunjuk to cianpwee!" ucapnya.
"Kau harus baik-baik membawa diri!"
Tampak badan Pek Hoat Hujin berkelebat, tahu-tahu sudah
hilang dari pandangan Ciok Giok Yin. Kini Ciok Giok Yin masih
harus datang di rumah keluarga Yu sebab harus mengatur Yu
Ling Ling. Tapi timbul pula kesulitan Ciok Giok Yin, sebab tahu
bisa atau tidak menerima gadis itu. Jawaban dalam hatinya
adalah 'Tidak Bisa' karena timbulnya kejadian itu lantaran salah
paham, lagi pula dia sudah punya tunangan dan juga masih
ada Cou Ing Ing.... Setelah berpikir sejenak barulah Ciok Giok
Yin melesat ke rumah keluarga Yu.
Tak lama kemudian dia sudah berada di depan rumah
tersebut. Akan tetapi tidak tampak bayangan Yu Ling Ling,
sedangkan mayat-mayat masih bergelimpangan di sana. Hati
Ciok Giok Yin tersentak, sehingga berdebar-debar tidak karuan.
Apakah gadis itu telah bunuh diri" Ciok Giok Yin bertanya
dalam hati, lalu memeriksa mayatmayat itu, namun tidak
melihat Yu Ling Ling. Barulah hatinya lega, kemudian dia
melesat pergi meninggalkan rumah itu. Ciok Giok Yin
menengadahkan kepala memandang langit, namun tidak
tampak awan hitam. Ternyata dia mengharap turun hujan,
agar bisa mengungkap rahasia potongan kain itu. Akan tetapi
justru tiada awan hitam, pertanda belum waktunya hujan.
Mendadak telinganya menangkap suara tangis. Hatinya
tergerak, kemudian dia melesat ke arah suara tangisan itu.
Di dalam sebuah rimba terdengar suara yang amat dingin.
"Apakah toaya tidak setimpal denganmu?"
Terdengar suara bentakan yang mengandung isak tangis.
"Orang jahat! Aku tidak akan mengampunimu!"
Terdengar lagi suara tawa terkekeh, lalu berkata, "Tapi
sementara ini aku belum bisa membawamu, sampai jumpa!"
Ciok Giok Yin telah mendengar pembicaraan itu segera
membentak. "Berhenti!"
Dia melesat ke tempat itu dan kemudian melihat sosok
bayangan yang dikenalnya.
"Bu Tok Sianseng! Ternyata kau seorang penjahat cabul!"
serunya tak tertahan.
Tanpa menoleh, Bu Tok Sianseng mengibaskan tangannya.
Seketika tampak butiran-butiran hitam meluncur ke arah Ciok
Giok Yin. Serrr! Serrr! Ciok Giok Yin tahu jelas Bu Tok Sianseng mahir tentang racun,
maka dia bergerak cepat memukul jatuh senjata-senjata
rahasia itu. Di saat bersamaan Bu Tok Sianseng sudah tidak
kelihatan bayangannya. Ciok Giok Yin tabu dirinya tidak akan
berhasil mengejar Bu Tok Sianseng, maka segera mendekati
gadis yang duduk di bawah pohon. Gadis itu masih menangis
tersedu-sedu. "Nona!" panggil Ciok Giok Yin.
Gadis itu mendongakkan kepala. Tampak air matanya masih
berderai-derai.
"Kau...."
"Aku kenal Bu Tok Sianseng."
"Dia adalah Bu Tok Sianseng?"
Gadis itu berhenti menangis, menatap Ciok Giok Yin dengan
penuh rasa heran. Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Ya!"
"Namanya bukan Bu Tok Sianseng."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Kau tahu namanya?"
"Dia bernama Ho Tiong Kan?"
"Ho Tiong Kan?"
"Ya."
Ciok Giok Yin kebingungan. Dia percaya akan penglihatannya.
Tadi dia melihat jelas, bagaimana mungkin berubah menjadi Ho
Tiong Kan" Beberapa saat Ciok Giok Yin berpikir, setelah itu
baru mengerti. Kemudian dia manggut-manggut seraya
berkata, "Mungkin dia sengaja mengganti namanya."
"Kau tahu nama Bu Tok Sianseng?" tanya gadis itu.
Ciok Giok Yin menggeleng kepala.
"Aku tidak begitu jelas."
"Aku juga pernah mendengar tentang Bu Tok Sianseng, tapi
bukan dia."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, kemudian bertanya.
"Mohon tanya, bagaimana Nona bisa berada di tempat ini?"
Gadis itu mulai menangis terisak-isak lagi. Kemudian dia
menutur tentang kejadian yang menimpa dirinya. Ternyata
gadis itu bernama Kiang Cui Loan. Tanpa sengaja dia
berkenalan dengan Ho Tiong Kan, lalu mereka berdua
melakukan hubungan gelap. Setelah melewati hari-hari yang
indah penuh kemesraan, akhirnya Kiang Cui Loan hamil. Akan
tetapi, Ho Tiong Kan justru tidak kelihatan batang hidungnya.
Dua bulan kemudian dia meninggalkan rumah secara diamdiam
untuk mencari Ho Tiong Kan. Beberapa bulan lamanya
Kiang Cu Loan berkelana dalam rimba persilatan mencari Ho
Tiong Kan, namun tiada hasilnya. Sedangkan perut Kiang Cu
Loan kian hari kian bertambah besar. Dia tahu bahwa dirinya
sudah tidak bisa lagi pulang ke rumah. Maka pada siang hari
dia tinggal di dalam goa, pada malam hari keluar untuk
mencari makanan, sekaligus mencari informasi tentang Ho
Tiong Kan. Justru sungguh di luar dugaan, dia bertemu Ho
Tiong Kan di tempat itu, tapi lelaki itu tetap meninggalkannya.
Seusai mendengar penuturan itu, gusarlah Ciok Giok Yin.
"Nona, aku tidak peduli dia Bu Tok Sianseng atau bukan,
kelak kalau bertemu aku pasti bertanya padanya. Kalau
memang dia, aku pasti membawanya ke mari agar berkumpul
dengan Nona. Kalau tidak, aku pasti membunuhnya!" Ciok Giok
Yin menatapnya. "Sekarang Nona mau ke mana?"
Kiang Cu Loan menunjuk ke arah sebuah puncak gunung, dan
menyahut. "Aku tinggal di lembah itu. Di situ terdapat sebuah goa,"
sahut Kiang Cu Loan sambil menunjuk ke arah sebuah puncak.
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Baik, Nona boleh kembali, aku akan membantumu mencari
Ho Tiong Kan."
Usai berkata, Ciok Giok Yin melesat pergi. Pikirannya agak
kacau, sebab dia yakin orang itu adalah Bu Tok Sianseng.
Apakah dia bernama Ho Tiong Kan" Akan tetapi entah sudah
berapa kali Bu Tok sianseng menyelamatkan dirinya.
Berdasarkan itu seharusnya Ciok Giok Yin menasehatinya agar
dia mau bertanggung jawab terhadap Kiang Cu
Loan. Seandainya Bu Tok sianseng tidak menuruti nasihatnya,
apakah Ciok Giok Yin harus membunuhnya" Ciok Giok Yin terus
berpikir, tapi tidak tahu keputusan apa yang harus
diambil. Disaat dia sedang melesat, mendadak tampak awan
hitam mulai menyelimut langit dan angin pun mulai berhembus
kencang. Bukan main girangnya hati Ciok Giok Yin, sebab tidak
lama lagi pasti akan turun hujan. Memang ini yang
diharapkannya. Dia harus mencari sebuah goa untuk berteduh, lalu
mengungkap rahasia potongan kain itu. Ketika melewati
sebuah kota kecil, dia membeli sebuah baskom dan sedikit
makanan kering. Setelah itu dia segera melesat ke dalam
sebuah lembah. Di saat bersamaan hujan pun mulai turun
dengan deras. Dia melihat sebuah batu curam yang cekung ke
dalam. Dia cepat-cepat masuk ke cekungan batu itu lalu
menaruh baskom di luar untuk menampung air
hujan. Berselang beberapa saat hujan sudah mulai reda dan
matahari mulai bersinar. Ciok Giok Yin mengambil baskom
yang berisi air hujan dan segera mengeluarkan potongan kain
itu. Kemudian direndamnya ke dalam air hujan yang ada di
dalam baskom. Perasaannya amat tegang hingga sekujur
badannya gemetar.
Potongan kain tersebut menyangkut asal-usulnya, bahkan
juga menyangkut jejak Seruling Perak. Oleh karena itu dia
terus menatap potongan kain itu dengan mata tak berkedip.
Sungguh mengherankan! Ternyata potongan kain itu tidak
basah meskipun direndam dalam air. Itu membuat Ciok Giok
Yin sedikit curiga. Namun sepasang matanya tidak tergeser
dari potongan kain tersebut. Biar bagaimana pun harus tahu
jelas tentang rahasia potongan kain ini. Pikirnya. Di saat
bersamaan terdengar suara desiran angin yang amat lirih dan
tampak sosok bayangan orang berkelebat lalu hilang. Ciok Giok
Yin cepat-cepat meraihkan tangannya ke dalam baskom, tapi
ternyata baskom itu telah kosong.
Dapat dibayangkan betapa terkejutnya Ciok Giok Yin. Dia
langsung mencelat ke atas, tapi tiada seorang pun berada di
tempat itu. Dia bersiul nyaring sekaligus mengerahkan
ginkangnya untuk mengejar. Sekonyong-konyong tampak
sosok bayangan merah melesat ke arahnya dari arah depan
dan terdengar seruannya yang merdu.
"Adik, kau terlepas dari bahaya?"
Ternyata orang yang melesat ke arah Ciok Giok Yin itu adalah
Heng Thian Ceng. Kebetulan saat ini hati Ciok Giok Yin sedang
tercekam rasa duka, maka dia bertanya dengan dingin.
"Kau melihat orang melesat pergi?"
Heng Thian Ceng yang berdiri di hadapan Ciok Giok Yin balik
bertanya. "Siapa orang itu?"
"Lho" Bagaimana itu?"
"Kau sama sekali tidak melihat?"
"Adik, apakah ada urusan yang penting sekali?"
Sepasang mata Ciok Giok Yin berapi-api.
"Potongan kain itu telah hilang," sahutnya samba berkertak
gigi. Hati Heng Thian Ceng tersentak, kemudian dia bertanya.
"Siapa yang berkepandaian begitu tinggi mengambil potongan
kain itu?"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciok Giok Yin tidak menyahut, karena air matanya sudah
berderai-derai. Hatinya amat berduka lantaran potongan kain
itu telah hilang. Sedangkan potongan kain itu menyangkut
asal-usulnya dan jejak Seruling Perak. Heng Thian Ceng segera
mendekati Ciok Giok Yin, kemudian memegang bahunya seraya
berkata. "Adik, kau jangan terlampau berduka. Biar kakak
menemanimu mencari orang itu."
Ciok Giok Yin menghela nafas pajang, kemudian bertanya.
"Kakak, selama ini kau baik-baik saja?"
Heng Thian Ceng menghapus air matanya sambil menyahut
dengan suara rendah.
"Adik, Kakak nyaris tidak mau hidup."
Ciok Giok Yin tertegun mendengar itu.
"Mengapa Kakak berkata begitu?"
Heng Thian Ceng menyahut dengan suara bergemetar.
"Adik, kau terpukul jatuh ke dalam jurang....." sahut Heng
Thian Ceng dengan suara gemetar.
"Hah" Kakak melihat kejadian itu?" seru Ciok Giok Yin kaget.
"Ya."
"Bagaimana Kakak bisa sampai di tempat itu?"
"Kakak ingat kepandaianmu telah punah, bahkan kau harus
menuju ke Gunung Thian San. Kalau bertemu panjahat di
tengah jalan, tentunya kau akan celaka. Maka aku terus
mengikutimu dari belakang. Tak disangka kepandaianmu telah
pulih. Di saat kau terpukul jatuh ke jurang, aku pun tiba di
tempat itu...."
"Hah" Kakak pernah berseru memanggilku?" seru Ciok Giok
Yin tak terhatan.
Heng Thian Ceng manggut-manggut seraya berkata.
"Aku berada di atas tebing itu tiga hari tiga malam."
Mendengar itu bukan main terharunya hati Ciok Giok Yin. Dia
langsung memeluk Heng Thian Ceng erat-erat seraya
memanggilnya dengan suara rendah.
"Kakak! Kakak!"
Mereka berdua saling berpelukan, sepertinya ingin
menyatukan diri. Walau Heng Thian Ceng mamakai kedok kulit,
namun bibirnya yang indah kemerah-merahan membuat hati
Ciok Giok Yin deg-degan. Heng Thian Ceng memejamkan
matanya, kelihatannya sedang menunggu. Wanita iblis yang
telah menggemparkan dunia persilatan itu kini di hadapan Ciok
Giok Yin justru telah berubah menjadi jinak sekali.
Nafasnya terus mendesah, menunggu dan menunggu.
Sedangkan Ciok Giok Yin adalah pemuda berdarah hangat. Dia
menundukkan kepala, lalu bibirnya mulai menyentuh bibir
Heng Thian Ceng, akhirnya bibir mereka melekat menjadi satu.
Terdengar pula suara 'Cup! Cup! Cup!'
Mereka berdua tenggelam dalam mimpi yang amat indah,
bahkan terus saling mencium dan sepasang payudara Heng
Thian Ceng ditempelkan pada dada Ciok Giok Yin. Itu membuat
Ciok Giok Yin merasa nyaman sekali, sehingga tanpa sadar dia
menjulurkan tangannya mengusap-ngusap benda lunak
itu. Seketika Ciok Giok Yin telah lupa segala-galanya. Dalam
benaknya hanya terdapat bayangan Heng Thian Ceng. Mungkin
saking tak tahan, akhirnya Ciok Giok Yin membawa Heng Thian
Ceng ke batu curam yang melengkung ke dalam itu. Ciok Giok
Yin menaruh Heng Thian Ceng ke bawah, kemudian
melepaskan pakaiannya. Namun disaat Ciok Giok Yin baru
mau...... mendadak Heng Thian Ceng menarik pakaiannya dan
berkata dengan suara gemetar.
"Adik, kau......"
"Kakak, aku mau."
"Adik, apakah kau sudah lupa akan tubuhmu itu?"
Ucapan Heng Thian Ceng bagaikan air dingin menyiram diri
Ciok Giok Yin, membuat sekujur badan Ciok Giok Yin merinding
seketika. Dia bangkit berdiri lalu tanpa sadar mundur
beberapa langkah dan wajahnya tampak kemerah-merahan.
Menyaksikan sikap Ciok Giok Yin itu Heng Thian Ceng segera
mendekatinya lalu memegang tangannya seraya bertanya.
"Adik, kau berduka?"
"Kakak, aku bukan manusia. Aku bukan manusia," sahut Ciok
Giok Yin dengan rasa malu.
Heng Thian Ceng cepat-cepat menghiburnya.
"Adik, kau jangan berkata begitu. Kau membutuhkan, Kakak
pun membutuhkan, namun tubuhmu tidak seperti biasa, maka
kakak tidak bisa melayanimu."
"Aku memang harus mampus!"
"Adik, cari akal kelak!"
Usai berkata, Heng Thian Ceng mengecup kening Ciok Giok
Yin dengan penuh kelembutan. Itu membuat hati Ciok Giok Yin
menjadi tenang.
"Adik, sungguhkah kau menyukaiku?" tanya Heng Thian Ceng
dengan suara rendah.
"Sungguh!"
"Apakah kelak kau akan melupakanku?"
"Tentu tidak, asal Kakak jangan melupakanku."
"Bagaimana kalau ada orang berusaha menghalangi
hubungan kita?"
Ciok Giok Yin tertegun. Seketika dia teringat pada si Bongkok
Arak dan Pengemis Tua Te Hang Kay. Kedua orang itu
kelihatannya tahu jelas akan identitas Heng Thian Ceng, maka
melarangnya bergaul dengan Heng Thian Ceng. Heng Thian
Ceng terns menatapnya, kemudian mengusap kening Ciok Giok
Yin dengan lembut.
"Ini adalah urusanku, tiada hubungannya dengan orang lain,"
kata Ciok Giok Yin.
Heng Thian Ceng menghela nafas panjang, kemudian berkata
perlahan-lahan.
"Adik, mungkin mereka punya alasan tertentu. Namun kalau
ada orang menghalangi demi kau aku akan bersabar. Begitu
mereka pergi, kita pasti berkumpul kembali. Ciok Giok Yin
menatap wajah Heng Thian Ceng yang memakai kedok kulit.
"Kakak, kau......"
"Kenapa aku?"
"Bolehkah kau melepaskan kedok kulitmu itu?"
"Di hadapanmu boleh, namun meninggalkan tempat ini harus
kupakai lagi."
Usai berkata Heng Thian Ceng segera melepaskan kedok
kulitnya. Seketika mata Ciok Giok Yin berbinar-binar. Ini kedua
kalinya Ciok Giok Yin menyaksikan wajah asli Heng Thian Ceng.
Kecantikannya membuat Ciok Giok Yin rela mati demi dirinya,
bahkan juga bersedia melakukan apa saja demi dirinya. Ciok
Giok Yin terus menatap Heng Thian Ceng. Mendadak dalam
benaknya muncul sesosok bayangan. Oleh karena itu Ciok Giok
Yin terus menatap Heng Thian Ceng dengan mata tak berkedip.
"Adik, cantikkah aku?" tanya Heng Thian Ceng lirih.
"Kakak, kau sungguh cantik!"
"Sungguhkah?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Coba katakan bagaimana kecantikanku?"
"Kakak, kecantikan Kakak memang sulit dilukiskan maupun
diuraikan dengan kata-kata. Aku pun teringat akan sebuah
pepatah 'Kecantikan merupakan suatu santapan' kini aku telah
memahami pepatah itu."
"Adik, Kakak tak menyangka kau begitu jahat."
Ciok Giok Yin tertawa, kemudian memeluk Heng Thian Ceng
erat-erat seraya berbisik.
"Aku memang jahat. Aku memang jahat."
Heng Thian Ceng yang berada dalam pelukan Ciok Giok Yin,
kelihatannya amat jinak sekali, bahkan juga tampak seperti
kembali ke masa remajanya, menikmati cinta kasih. Mendadak
Heng Thian Ceng meronta perlahan-lahan dari pelukan Ciok
Giok Yin dan berkata.
"Adik, ada satu hal ingin kutanyakan padamu."
"Bagaimana pandanganmu terhadap usia seseorang?"
"Usia?"
"Ya."
"Apa maksud Kakak?"
"Misalnya seorang wanita berusia lebih besar dari lelaki,
namun mereka berdua berkumpul bersama, apakah kau akan
menyalahkan mereka?"
Ciok Giok Yin pernah mendengar dari si Bongkok Arak, bahwa
usia Heng Thian Ceng boleh jadi ibunya. Maka dia tahu akan
maksud pertanyaan itu dan segera menyahut tanpa berpikir
lagi. "Kakak, menurut pandanganku, asal kedua belah pihak saling
mencinta, tentunya usia tidak menjadi masalah."
Heng Thian Ceng manggut-manggut.
"Benar, aku mempercayaimu."
Mendadak Ciok Giok Yin teringat sesuatu dan langsung
bertanya. "Kakak, sebetulnya siapa suhu Kakak?"
Heng Thian Ceng tidak menyangka kalau Ciok Giok Yin akan
mengajukan pertanyaan tersebut, maka membuatnya tertegun.
"Adik, kelak kau akan tahu." Dia diam sejenak. "Adik,
potongan kain itu telah hilang, mari segera kita cari!"
Usai berkata, Heng Thian Ceng memakai lagi kedok kulitnya.
Apa yang dikatakan Heng Thian Ceng barusan membuat Ciok
Giok Yin tersentak sadar. Wajahnya langsung berubah,
kemudian dia berkata sengit.
"Kakak, mari kita kejar orang itu!"
Dia menarik tangan Heng Thian Ceng, lalu melesat ke luar
dari lembah itu. Potongan kain itu harus ditemukan kembali,
sebab menyangkut aal-usulnya dan jejak Seruling Perak. Di
saat sedang melesat laksana kilat, Heng Thian Ceng bertanya.
"Adik, bagaimana lwee kangmu dapat maju pesat?"
"Aku telah ke Liok Bun."
"Hah" Liok Bun?"
"Ya."
"Bagaimana kau bisa masuk?"
Ciok Giok Yin segera menuturkan tentang pertemuannya
dengan Bu It Coan. Heng Thian Ceng manggut-manggut seraya
berkata. "Liok Bun di dunia persilatan boleh dikatakan cuma
merupakan kabar burung saja. Tak disangka kau begitu
beruntung bisa masuk ke dalam, kelihatannya asal-usulmu
amat luar biasa." Dia menatap Ciok Giok Yin. "Adik, biar
bagaimana pun kau tidak boleh melupakan Kakak!"
"Tentu tidak."
"Aku tidak ingin memilikimu, hanya berharap memperoleh
sedikit cinta kasihmu, aku sudah merasa puas sekali."
Usai berkata, Heng Thian Ceng menatapnya lembut.
"Kakak, aku akan menyerahkan semua cinta kasihku
padamu," kata Ciok Giok Yin.
"Itu tidak bisa."
"Mengapa?"
"Sebab tubuhmu harus dilayani beberapa wanita."
Ciok Giok Yin tidak menyangka Heng Thian Ceng begitu
berpengertian. "Kakak! Kakak!" panggilnya dengan rasa terharu.
Di saat bersamaan, mendadak tampak tiga sosok bayangan
melayang turun di tempat mereka. Ciok Giok Yin dan Heng
Thian Ceng langsung menoleh. Ternyata tiga orang itu adalah
si Bongkok Arak, Te Heng Kay dan Cou Ing Ing. Cou Ing Ing
melihat mereka saling menggenggam tangan, wajahnya
langsung berubah menjadi dingin, bahkan mendengus dingin
pula. "Hmm!"
Setelah itu dia membuang muka. Sedangkan sepasang mata
si Bongkok Arak menyorot tajam menatap Heng Thian Ceng.
"Khui Fang Fang, apa maksudmu terus bersamanya?"
tanyanya dengan suara dalam.
"Karena aku suka dia," sahut Heng Thian Ceng dingin.
Cou Ing Ing segera menoleh.
"Lebih baik mengaca dulu!" katanya sinis.
Heng Thian Ceng tidak marah, sebaliknya malah tertawa
cekikkan. "Tidak mengaca juga tidak akan kalah dibanding gadis yang
mana pun!"
Arti perkataannya bahwa wajahnya tidak akan kalah
dibandingkan dengan wajah Cou Ing Ing. Tentunya membuat
Cou Ing Ing gusar bukan main. Badannya bergerak sedikit mau
melancarkan serangan, namun mendadak si Bongkok Arak
menjulurkan lengannya seraya berkata.
"Tungguh, Nona!" kemudian dia memandang Heng Thian
Ceng. "Khui Fang Fang! Aku suruh kau segera
meninggalkannya!" bentaknya.
"Tetap kukatakan seperti tempo hari, tidak!" sahut Heng
Thian Ceng ketus.
Si Bongkok Arak, Te Hang Kay dan Cou Ing Ing langsung
mendengus dingin.
"Hmm !"
Wajah mereka bertiga tampak bengis sekali, kelihatannya
ingin menghabisi nyawa wanita itu.
"Kau sungguh?" bentak si Bongkok Arak lagi.
"Apakah kau berhak mengekang kebebasanku?"
"Ini bukan mengekang kebebasanmu, melainkan kau tidak
boleh bersamanya!"
"Mengapa tidak?"
"Tentu ada alasannya!"
"Kau boleh katakan, aku sudah siap dengar! Kalau alasanmu
itu tetap, aku segera meninggalkannya!"
"Sekarang belum bisa kukatakan."
Heng Thian Ceng tersenyum menghina.
"Kau pasti tidak dapat mengatakan alasan itu!"
"Khui Fang Fang, ini peringatan terakhir kali! Kalau kau masih
berani mengatakan tidak mau meninggalkannya, aku akan
segera menghabisimu!"
Usai berkata, si Bongkok Arak mulai melangkah maju.
Sedangkan Te Hang Kay juga sudah mengerahkan lwee
kangnya, siap menghantam Heng Thian Ceng. Situasi itu
sungguh membuat Ciok Giok Yin serba salah. Sebab Heng
Thian Ceng adalah wanita yang disukainya, juga telah
menyelamatkannya berulang kali. Begitu pula si Bongkok Arak,
entah sudah berapa kali menyelamatkannya, bahkan
menyebutnya 'Siau Kun'. Terdengar Heng Thian Ceng
membentak. "Tidak!"
Mendadak si Bongkok Arak menggeram.
"Akan kuhabisi kau!"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang tua bongkok itu langsung melancakan pukulan ke arah
Heng Thian Ceng. Ciok Giok Yin tahu jelas bagaimana
kepandaian si Bongkok Arak. Kalau pun ditambah satu Heng
Thian Ceng lagi, tetap bukan lawannya. Oleh karena itu dia
terpaksa melesat ke tengah-tengah seraya berseru.
"Berhenti!"
Si Bongkok Arak khawatir akan mencelakai Siau Kunnya,
maka segera menarik kembali serangannya seraya berkata.
"Siau Kun, sungguhkah kau menyukainya?"
Saat ini Ciok Giok Yin memang sedang dalam keadaan gusar,
maka begitu ditanya langsung menjawab tanpa berpikir lagi.
"Tidak salah, aku memang menyukainya!"
Heng Thian Ceng tertawa cekikikan lalu berkata,
"Adik, sementara ini kita berpisah dulu. Sampai jumpa!"
Tampak bayangan merah berkelebat dalam sekejap sudah
tidak kelihatan bayangannya. Di saat bersamaan wajah Cou
Ing Ing sudah berubah menjadi kehijau-hijauan saking
gusarnya. Dia mendengus dingin 'Hmm' lalu melesat
pergi. Kedua wanita itu pergi di saat hampir bersamaan. Yang
satu pergi dengan penuh kegembiraan menunggu di depan
sana. Sedangkan yang satu lagi justru pergi dengan membawa
rasa duka. Kaum wanita memang peka dalam hal cinta. Heng
Thian Ceng mencintai Ciok Giok Yin, begitu pula Cou Ing Ing.
Lagi pula Cou Ing Ing adalah teman sejak kecil.
Walau ayahnya mati bunuh diri terdesak oleh Ciok Giok Yin,
namun Cou Ing Ing telah melancaran tiga pukulan terhadap
Ciok Giok Yin, maka dendam kebenciannya telah sirna, yang
tinggal adalah cinta kasih. Kini gadis itu telah pergi dengan
membawa kegusaran dan kekecewaan. Seketika si Bongkok
Arak menghela nafas panjang, lalu berkata perlahan-lahan.
"Siau Kun, biar bagaimana pun kau tidak boleh bersamanya."
"Dia merupakan segumpal api, tidak dapat disentuh. Kelak
akan menjadi penyesalan," sambung Te Heng Kay.
Sekonyong-konyong si Bongkok Arak memberi isyarat pada
Te Hang Kay, kemudian menepuk keningnya sendiri seraya
berkata. "Siau Kun, aku akan rnenutur sebuah cerita singkat."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Sebuah cerita?"
"Ya."
"Silakan!" Kemudian Ciok Giok Yin menatap si Bongkok Arak.
"Apakah ada hubungannya dengan Heng Thian Ceng?"
"Urusan lain."
"Urusan apa?"
Si Bongkok Arak berdehem, kemudian mulai menutur.
"Dua ratus tahun yang lampau, dunia persilatan amat tenang
dan damai, tiada badai apa pun melanda. Setiap pintu
perguruan memperdalam ilmu silat perguruan masing-masing,
agar dapat mengangkat nama di dunia persilatan. Pada waktu
itu muncul seseorang yang menyebut dirinya Thian Huang It
Siu (Orang Dari Langit). Dia bertanding dengan semua
perguruan, akhirnya diakui sebagai Jago Nomor Wahid Di
Kolong Langit......" Si Bongkok Arak berhenti ketika menutur
sampai di situ.
"Setelah itu, bagaimana dia?" tanya Ciok Giok Yin.
"Walau Thian Huang It Sui telah diakui sebagai jago nomor
wahid di kolong langit, namun belum merasa puas, karena
masih ada satu orang belum bertanding dengannya......"
"Siapa orang itu?"
"Tatmo Cousu, pendiri partai Siauw Lim Pay."
"Mereka berdua bertanding?"
"Bertanding."
"Bagaimana akhirnya?"
"Mereka berdua bertanding di puncak Sin Li Hong Gunung
Mud San selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya seri dan
saling mengagumi. Sudah barang tentu mereka berdua
menjadi kawan baik. Setelah itu mereka berdua menulis
sebuah kitab yang dinamai Thay Ek Khie Su, tercantum ilmu
silat kedua orang itu."
"Siapa yang memperoleh kitab itu?"
"Siapapun tidak akan percaya. Berdasarkan kepandaian kedua
orang itu, justru kitab itu masih di curi orang secara diamdiam."
"Dicuri orang?"
"Ya."
"Kalau begitu kepandaian orang itu pasti di atas kedua orang
tersebut?"
"Nyatanya tidak begitu."
"Maksud lo cianpwee?"
"Konon kitab itu dicuri oleh seorang Pencuri Sakti, namun
kemudian diketahui kaum rimba persilatan, sehingga Pencuri
Sakti itu dikepung. Saking gugup dan panik, dia langsung
terjun ke dalam sebuah telaga. Sejak itulah tiada kabar
beritanya lagi."
"Apakah setelah itu tiada seorang pun yang tahu?"
"Ada."
"Siapa?"
"Kiu Sia Cih Cun. Dia yang memperoleh kitab tersebut. Diamdiam
dia berhasil menguasai semua ilmu silat yang tercantum
di dalam kitab itu, kemudian mendirikan sebuah Sin Kiong
(Istana Dewa)......"
"Sin Kiong?" seru Ciok Giok Yin tak tertahan.
"Ya. "Di mana Sin Kiong itu?"
Si Bongkok Arak tampak tertegun, kemudian balik bertanya.
"Sian Kun pernah mendengar tentang Sin Kiong?"
"Tidak salah."
"Dengar dari mana?"
Ciok Giok Yin teringat akan janji pada orang yang
memberitahukannya, tidak boleh membocorkannya. Maka dia
menyahut, "Aku telah berjanji pada orang itu, tidak boleh
membocorkannya."
"Orang itu bilang apa padamu?"
"Dia cuma bilang Sin Kiong Te Kun Bu Tek Thay Cu-Siangkoan
Hua, berkepandaian amat luar biasa, tiada seorang pun yang
dapat menandinginya."
Si Bongkok Arak manggut-manggut.
"Itu memang tidak salah. Orang itu bilang apa lagi?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Tidak bilang apa-apa lagi."
Si Bongkok Arak minum beberapa teguk araknya, lalu
melanjutkan penuturannya.
"Kiu Sia Cih Cun entah ke mana, kedudukan sebagai majikan
Sin Kiong jatuh ke tangan Siangkoan Hua. Selama itu Sin Kiong
dalam rimba persilatan tidak mengganggu orang lain juga tidak
mau diganggu. Akan tetapi tak disangka Siangkoan Hua dan
istrinya yang hidup tenang di dalam Istana Dewa mendadak
mati terbunuh, bahkan anak mereka yang berusia dua tahun
juga hilang tanpa meninggalkan jejak."
"Dicelakai penjahat?" tanya Ciok Giok Yin
"Tidak salah."
"Siapa penjahat itu?"
"Chiu Tiong Thau."
"Chiu Tiong Thau?"
Seketika sepasang mata Ciok Giok Yin berapi-api, bahkan dia
berkertak gigi. Ternyata dia teringat akan suhunya yang hidup
menderita di Lembah Ular Beracun selama belasan tahun, juga
karena perbuatan Chiu Tiong Thau, murid murtad suhunya.
Selama ini dia terus mencari orang tersebut, namun sama
sekali tidak berhasil menemukan jejaknya.
"Memang penjahat itu," sahut si Bongkok Arak.
Kini wajah Ciok Giok Yin telah diliputi hawa membunuh.
"Bagaimana Chiu Tiong Thau bisa berada di dalam Istana
Dewa?" tanyanya.
"Dia bergabung dengan Istana Dewa, tujuannya adalah
menyelidiki kitab Thay Ek Khie Su. Namun kitab tersebut
disimpan oleh Sun Ciangbun Te Kun, maka istri Te Kun pun
tidak tahu......"
Si Bongkok Arak meneguk kembali araknya. Kemudian
melanjutkan penuturannya.
"Tapi Chiu Tiong Thau memang pandai mengambil hati Te
Kun, sehingga Te Kun bersedia mengajarnya beberapa macam
ilmu silat tinggi. Dia memang jahat sekali. Secara diam-diam
dia meracuni Te Kun dan istrinya."
"Apakah anak Te Kun itu juga dicelakai Chiu Tong Thau?"
"Tidak."
"Tidak?"
"Karena Te Kun dan istrinya sedang menyelami inti ilmu silat
kitab Thay Ek Khie Su, maka anak mereka dititipkan pada Hai
Thian Tayhiap suami istri......"
"Bukankah Hai Thian Tayhiap tidak bisa punya anak?"
"Benar. Karena ketika sedang berlatih, tanpa sengaja Hai
Thian Tayhiap melukai bagian bawah tubuhnya, maka tidak
bisa punya anak. Sebab itu mereka suami istri memperlakukan
anak Te Kun bagaikan anak Te Kun bagaikan anak sendiri......"
"Berada di mana orang tersebut?"
Si Bongkok Arak dan Te Hang Kay sama-sama
memandangnya sejenak, setelah itu si Bongkok Arak
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Tidak begitu jelas."
"Setelah Chiu Tiong Thau meracuni Te Kun dan istrinya,
bukankah dia boleh mengangkat dirinya sebagai Te Kun
mengurusi Istana Dewa?"
Mendadak wajah si Bongkok Arak berubah menjadi penuh
emosi. "Dia tidak berbuat begitu. Tapi entah dari mana dia
mengundang begitu banyak kaum golongan hitam. Dalam
waktu satu malam para anggota Istana Dewa dibantai habis.
Namun ada beberapa diantara mereka berhasil meloloskan diri.
Dia lalu menyalakan api membakar musnah Sin Kiong itu!"
Ciok Giok Yin berkertak gigi.
"Kalau aku tidak membunuh penjahat itu, aku bersumpah
tidak mau jadi Pendekar Kelana 5 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 2
^