Seruling Perak Sepasang Walet 5

Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 5


"Bocah, kau di sini saja, biar aku yang pergi melihat-lihat."
"Itu mana boleh?"
"Kenapa tidak boleh?"
"Aku tidak boleh membiarkan lo cianpwee ke Lembah Bu
Ceng Kok, sebab Fang Jauw Cang adalah temanku."
Heng Thian Ceng mengibaskan tangannya.
"Usiaku sudah tua, tidak mungkin mereka akan mencari
seorang tua anya."
"Lagi pula, berdasarkan sedikit mukaku, mereka masih harus
memberi sedikit pengertian."
Usai berkata, tanpa menunggu persetujuan Ciok Giok Yin,
Heng Thian Ceng langsung melesat kearah lembah itu. Ciok
Giok Yin terpaksa berdiri di sisi batu besar itu, menjaga Fang
Jauw Cang. Dia memperhatikan wajah Fang Jauw Cang,
tampak begitu halus, Cuma pucat pias lantaran terluka
parah. Ciok Giok Yin berkata dalam hati. "Dia mirip sekali
seperti anak gadis."
Mendadak Ciok Giok Yin menegur dirinya sendiri dalam hati.
"Ciok Giok Yin! Kau sungguh keterlaluan! Dia telah
menyelamatkan dirimu, malah kau memikirkan yang bukan
atas dirinya!" Dia segera memandang ke tempat lain.
Sekonyong-konyong sesosok bayangan merah melayang
turun di hadapannya, ternyata Heng Thian Ceng. Ciok Giok Yin
mengira Heng Thing Ceng telah berhasil memperoleh sebutir pil
Sui Beng Tan, maka cepat-cepat menyapanya.
"Lo cianpwee kok sedemikian cepat?"
Heng Thaing Ceng menghela nafas panjang, menggelenggeleng
kepala seraya menyahut.
"Tidak jadi!"
"Apa yang tidak jadi?"
"Ternyata lembah Bu Ceng Kok melarang kaum wanita
memohon obat, walau aku sudah mendebat dengan mereka,
namun mereka tetap melarangku masuk. Apa boleh buat,
terpaksa kau yang ke sana."
"Kalau begitu, lo cianpwee tolong jaga dia."
Ciok Giok Yin segera melesat ke lambah itu.
Ketika dia baru mau masuk, tiba-tiba terasa ada desiran anya
yang amat kuat menahan dirinya. Dan disaat bersamaan
terdengar suara yang amat dingin.
"Siapa kau" Besar sekali nyalinya mengacau di sini!"
Ciok Giok Yin berkelit ke samping. Dia tahu diri. Karena saat
ini dia ada perlu memohon pada Bu Ceng Kokcu, maka tidak
berani bertindak gegabah. Dia mendongakkan kepala, tampak
seorang lelaki berusia pertengahan. Menghadang di depannya
dengan wajah dingin. Ciok Giok Yin segera memberi hormat.
"Aku bernama Ciok Giok Yin. Tujuanku kemari untuk
memohon sebutir pil Sui Beng Tan."
"Kau tahu peraturan di sini?"
"Tahu.? "Silakan masuk!"
Lelaki itu menyingkir ke samping. Ciok Giok Yin berjalan ke
dalam. Berselang beberapa saat, tampak sederet rumah
bersandar pada tebing gunung. Salah satu di antara rumahKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
rumah itu amat besar dan megah. Sedangkan orang-orang
yang berlalu lalang di dalam lembah itu, semuanya kelihatan
tak berperasaan, dan kelihatan seperti banyak urusan
mengganjel dalam hati. Ciok Giok Yin berjalan menuju rumah
besar itu, dan langsung masuk ke ruang depan, akan tetapi
muncul enam lelaki berusia pertengahan menghadangnya.
"Siapa kau?" anya selang seorang di antara mereka.
"Ciok Giok Yin."
"Ada urusan apa kau dong kemari?"
"Ingin memohon sebutir pil Sui Beng Tan."
"Harap tunggu!"
Lelaki itu masuk ke dalam, namun sesaat kemudian telah
keluar lagi. "Kokcu menunggumu di dalam, silakan masuk!" kata lelaki
itu. Ciok Giok Yin melangkah ke dalam, ternyata Bu Cing Koksu
berada di situ di kursi, wajahnya dingin sekali. Namun
sepasang matanya bersinar tajam, menatap Ciok Giok Yin
dengan penuh perhatian.
"Kau ingin memohon sebutir pil Sui Beng tan?" anya orang
tua kecil kurus itu.
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Tahukah kau peraturan di lembah ini?"
"Tahu."
"Bagus!"
"Mohon tanya pada Kokcu, selanjutnya apakah aku boleh
keluar?" tanya Ciok Giok Cu.
"Tidak boleh."
"Apakah seumur hidup aku harus tinggal di dalam lembah
ini?" "Itu rahasia lembah ini, sebelum kau resmi menyerahkan diri,
rahasia itu tidak dapat diberitahukan."
"Aku ingin tahu sedikit."
"Tidak dapat diberitahukan."
Seandainya benar Bu Ceng Kokcu melarangnya meninggalkan
lembah Bu Ceng Kok, bukankah seumur hidupnya akan habis di
dalam lembah ini" Berselang sesaat, Ciok Giok Yin berkata.
"Aku dengar, orang yang kemari memohon obat, harus
menuruti perkataan Kokcu, juga Kokcu akan menjodohkan
orang tersebut. Apakah benar urusan ini?"
"Tidak salah."
"Aku akan menuruti semua perkataan Kokcu, hanya
bermohon Kokcu sudi memberiku waktu setengah tahun, agar
aku dapat menyelesaikan semua urusanku. Setelah itu, aku
akan kembali ke sini."
Orang tua kecil kurus itu menyahut dengan wajah tak
berperasaan. "Selama ini tiada kecuali."
Berhenti sejenak, lalu melanjutkan.
"Kau terlampau cerewet, kalau kau merasa kesulitan, , lebih
baik pergi saja."
Usai berkata, orang tua kecil kurus itu bangkit berdiri,
kelihatannya ingin meninggalkan ruang itu.
Sudah barang tentu amat mencemaskan Ciok Giok Yin.
"Harap Kokcu tunggu sebentar!" serunya.
Bu Ceng Kokcu tetap berdiri.
"Katakan!"
"Aku mohon sedikit petunjuk."
"Tentang apa?"
"Untuk apa Kokcu memiliki pil Sui Beng Tan?"
"Menolong orang."
"Kalau memang untuk menolong orang, mengapa orang yang
memohon obat itu harus menyerahkan diri pada Kokcu?"
"Ini sudah merupakan peraturan di sini."
"Siapa yang membuat peraturan itu?"
"Lohu."
Ciok Giok Yin tertawa gelak,
"Aku ikut Tiong Ciu Sin Ie"."
Mendadak Bu Ceng Kokcu memotong cepat.
"Tiong Ciu Sin Ie?" sergah Bu Cing Koksu.
"Ng" "Apa hubunganmu dengan Tiong Ciu Sin Ie?"
Wajah Bu Ceng Kokcu tampak aneh, begitu pula sepasang
matanya, menyorot sinar aneh pula. Sedangkan Ciok Giok Yin
tidak tahu, antara Tiong Ciu Sin Ie dan Bu Ceng Kokcu terdapat
budi atau dendam. Namun tadi sudah mengatakan begitu,
tentunya tidak dapat ditarik kembali. Oleh karena itu, dia
menyahut lantang.
"Sejak kecil aku ikut beliau, juga belajar ilmu pengobatan"."
"Kau telah mewarisi ilmu pengobatannya, kenapa tak mampu
mengobati orang?" sergah Bu Ceng Kokcu lagi.
"Tentu mampu."
"Kalau begitu, mengapa kau kemari minta pil Sui Beng Tan?"
"Aku dengar pil tersebut amat mujarab."
"Baik, kuhadiahkan sebutir pil Sui Beng Tan padamu." Kata
Bu Ceng Kokcu. Kemudian dia memandang orang yang berdiri di ruangan itu
seraya berkata.
"Ambilkan sebutir pil Beng Tan!"
Perubahan yang mendadak itu, sungguh membuat Ciok Giok
Yin tertegun dan tidak habis anya. Sebetulnya Bu Ceng Kokcu
dan Tiong Ciu Sin Ie punya hubungan apa. Bu Ceng Kokcu
kembali duduk. Suasana di ruangan itu berubah menjadi
hening. "Maaf! Bolehkah aku tahu ada hubungan apa Kokcu dengan
Tiong Ciu Sin Ie?"
"Dulu dia pernah menyelamatkan nyawaku, maka kini aku
menghadiahkan sebutir pil Sui Beng Tan padamu, hitunghitung
aku membalas budinya." Sahut Bu Cing Kokcu.
"Selain Tiong Ciu Sin Ie, apakah masih ada orang lain yang
boleh minta obat tanpa syarat?" anya Ciok Giok Yin lagi.
"Kau terlampau banyak bertanyak."
Sementara orang yang masuk ke dalam tadi sudah kembali
lagi. "Berikan padanya, antar tamu!" kata Bu Ceng Kokcu.
Tampak badan Bu Ceng Kokcu berkelebat, kemudian
menghilang di pintu samping. Ciok Giok Yin menerima pil
tersebut, kemudian tanpa banyak bicara lagi dia melesat pergi.
Dalam waktu sekejap dia sudah meninggalkan Lembah Bu
Ceng Kok. Akan tetapi, sungguh di luar dugaan! Tidak tampak
Heng Thian Ceng dan Fang Jauw Cang berada di tempat itu,
dan sama sekali tidak meninggalkan jejak. Bukan main
terkejutnya Ciok Giok Yin, dia bertanya dalam hati. "Apakah
telah terjadi sesuatu atas diri mereka?" Mendadak terdengar
suara bentakan keras menembus angkasa. Ciok Giok Yin
mengenali suara bentakan itu, tidak lain adalah suara bentakan
Heng Thian Ceng.
Dia langsung melesat ka arah suara bentakan itu, dan dalam
sekejap sudah tiba di tempat itu. Tampak Heng Thian Ceng
mengempit Fang Jauw Cang, sedang bertarung dengan tujuh
pemuda. Terdengar ketujuh pemuda itu membentak.
"Turunkan dia!"
"Kalau kau tidak turunkan dia, jangan harap dapat pergi dari
sini!" Heng Thian Ceng tertawa dingin.
Mendadak dia melancarkan beberapa pukulan, namun Cuma
membuat mereka mundur satu langkah. Setelah itu, mereka
mulai mengepung Heng Thian Ceng." Sebenarnya, tidak sulit
bagi Heng Thian Ceng untuk meloloskan diri. Sedangkan bagi
ketujuh pemuda, untuk merebut Fang Jauw Cang dari
tangannya, juga tidak gampang. Menyaksikan itu, Ciok Giok Yin
langsung berseru.
"Lo cianpwee tidak usah gugup!"
Dia menerjang kearah pemuda-pemuda itu, namun mendadak
Heng Thian Ceng melempar Fang Jauw Cang ke arahnya seraya
berseru. "Sambut!"
Ciok Giok Yin bergerak cepat menyambut Fang Jauw Cang,
lalu melesat jauh dari tempat itu. Setelah itu, dia memasukkan
pil Sui Bang Tan ke dalam mulut Fang Jauw Cang. Jari
tangannya juga bergerak menotok beberapa jalan darahnya,
agar Fang Jauw Cang cepat pulih. Saat ini Heng Thian Ceng
sudah dapat bergerak leluasa. Tampak sepasang tangannya
berkelebatan seketika terdengar suara jeritan dan tampak dua
pemuda roboh tak berkutik.
Di saat berasamaan terdengar suara tawa terkekeh-kekeh.
Begitu mendengar suara tawa itu, air muka Heng Thian Ceng
langsung berubah. Dia segera menoleh memandang Ciok Giok
Yin, kebetulan Fang Jauw Cang sudah bangkit berdiri.
"Kalian berdua cepat pergi!" kata Heng Thian Ceng.
Ciok Giok Yin tidak mengerti.
"Lo cianpwee"."
"Jangan banyak bicara, cepat pergi!"
Sekonyong konyong terdengar suara orang bertanya.
"Mau pergi ke mana?"
Ciok Giok Yin membalikkan badannya. Dilihatnya empat orang
dari perkumpulan Sang Yen Hwee, rata-rata berusia lima
puluhan. Wajah mereka seperti mayat.
"Kau adalah Ciok Giok Yin?" tanya salah seorang dari mereka
sambil tertawa dingin.
"Tidak salah."
"Ketua kami mengundangmu!"
"Ada urasan apa ketua kalian mengundangku?"
"Sampai di sana, kau akan mengetahuinya."
"Saat ini aku tidak punya waktu, lain hari aku pasti ke sana."
Sembari berkata, Ciok Giok Yin menarik Fang Jauh Cang.
Namun ketika baru mau meninggalkan tempat itu, keempat
orang dari perkumpulan Sang Yen Hwee mendengus dingin.
"Hmmm! Kau mau ke mana?"
Mereka berempat mendorongkan tangan masing-masing ke
depan. Seketika terdengar suara menderu-deru. Bukan main
gusarnya Ciok Giok Yin!
"Kalian ingin memaksaku?" bentaknya.
"Kalau kau tidak bersedia ikut kami, terpaksa dengan cara
demikian!"
"Cari mati!"
Ciok Giok Yin juga mendorong sepasang tangan ke depan.
Keempat orang itu langsung melancarkan pukulan serentak,
seketika terasa hawa yang amat dingin. Mendadak Heng Thian
Ceng berseru kaget.
"Cepat mundur, Si Peng Khek (Empat Orang Es)!"
Ciok Giok Yin tersentak, dan cepat-cepat mencelat ke
belakang sekaligus menarik Fang Jauw Cang. Saat ini kening
keempat orang itu mengeluarkan selapis kabut putih yang
amat dingin. Menyaksikan itu, sekujur tubuh Ciok Giok Yin
menjadi merinding. Dia sama sekali tidak tahu, kungfu apa
itu. Sepasang mata Si Peng Khek melotot, persis seperti mayat
hidup, kemudian mereka berempat maju selangkah demi
selangkah. Sekonyong-konyong Si Peng Khek membentak,
kemudian melancarkan pukulan serentak ke arah Ciok Giok
Yin. Namun di saat bersamaan, tampak sosok bayangan
meluncur ke arah mereka sekaligus menyambar Ciok Giok Yin
dan dibawanya melesat pergi.
"Lepaskan dia!" bentak Si Peng Khek.


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia buronan Perkumpulan Sang Yen Hwee!"
Bukan main cepatnya gerakan orang itu. Ternyata dia juga
sempat menyambar Fang Jauw Cang. Berselang beberapa saat,
barulah dia berhenti dan menaruh mereka ke bawah. Dia
segera memberi hormat.
"Terimakasih atas pertolongan lo cianpwee!" ucapnya.
Orang tua bongkok meneguk arak, lalu menyahut.
"Kelihatannya kita memang berjodoh, sudah tiga kali aku
menolongmu."
Ciok Giok Yin tersenyum.
"Tiga kali?"
"Tidak salah."
"Kalau begitu, aku berhutang budi pertolongan tiga kali pada
lo cianpwee"
Orang tua bongkok itu tertawa gelak, meneguk arak lagi
seraya berkata.
"Itu tidak usah disimpan dalam hati. Aku menolongmu
lantaran punya sebab lho!"
"Sebab apa?"
"Kau mirip seseorang."
"Siapa?"
Orang tua bongkok menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak usah dibicarakan, perlahan-lahan aku mencarinya."
Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat sesuatu.
"Oh ya! Bolehkah aku tahu nama lo cianpwee?"
"Kau ingin tahu namaku?"
"Ya."
"Tidak usah."
Badan orang tua bongkok bergerak, tahu-tahu sudah melesat
pergi dan sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Fang Jauw
Cang terbelalak menyaksikan itu.
"Ka..., kakak Yin, kau tidak kenal dia?"
"Tidak kenal."
"Dia bilang sudah tiga kali menolongmu."
"Aku cuma ingat dua kali dia menolongku, namun dia bilang
tiga kali, aku tidak ingat yang satu kali itu."
Mendadak Ciok Giok Yin teringat sesuatu.
"Adik, sesungguhnya Ban Hoa Tong itu tempat apa?"
Mendengar pertanyaan tersebut, wajah Fang Jauw Cang
langsung berubah menjadi kemerah-merahan.
"Ban Hoa Tong di dunia persilatan, merupakan tempat yang
misterius pernahkah kau dengar di dunia persilatan terdapat
Bun (Pintu), Tong (Goa), Kok (Lembah) dan Hu (Rumah)?"
"Bun Tong Kok Hu?"
"Ng!"
"Aku tidak pernah dengar."
"Bung Tong Kok Hu merupakan empat tempat yang amat
misterius...."
Ciok Giok Yin menatap Fang Jauw Cang dengan mata
terbelalak. Memang benar, sejak Ciok Giok Yin berkelana di dunia
persilatan, belum pernah mendengar tentang keempat tempat
tersebut, maka dia terheran-heran.
Fang Jauw Cang melanjutkan.
"Bun adalah Liok Bun (Pintu Hijau)...."
"Liok Bun?"
"Ng! Kau pernah mendengar tentang Liok bun itu?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya, tapi aku tidak tahu berada di mana Liok Bun itu."
Fang Jauw Cang menggeleng kepala.
"Akupun tidak begitu jelas, karena mereka tidak berhubungan
dengan dunia persilatan, maka tiada seorangpun tahu itu."
Mendengar itu, harapan Ciok Giok Yin pun jadi kandas.
Ternyata Bun It Coan menyuruhnya pergi ke Liok Bun,
memperlihatkan sebuah cincin pemberiannya kepada ayahnya
dan mohon agar diajarkan semacam ilmu silat, jadi bisa
membalas dendam Bun It Coan. Namun tidak tahu berada di
mana Liok Bun tersebut.
"Adik, lanjutkan ceritamu!" katanya setelah termenung
sejenak. Fang Jauw Cang melanjutkan.
"Yang lain adalah Ban Hoa Tong, Bu Ceng Kok dan Khong-
Khong Hu...."
"Hah" Tadi aku baru keluar dari Bu Ceng Kok." Air muka Fang
Jauw Cang berubah.
"Kau ke sana?"
"Ng!"
"Kakak Yin, bagaimana kau ke sana?"
"Mohon pil Sui Beng Tan...."
Ciok Giok Yin menutur tentang semua itu. Saking terharunya
sehingga air mata Fang Jauw Cang meleleh.
"Kakak Yin, kau... kau..." katanya terputus-putus.
Fang Jauw Cang ingin mengatakan sesuatu, namun tak
mampu mencetuskannya.
"Adik, demi menyelamatkanku, kau telah banyak berkorban.
Apakah aku tidak boleh berkorban sedikit untukmu" Lagi pula
kini Bu Ceng Kokcu tidak menahan diriku di sana." Dia menatap
Fang Jauw Cang. "Adik, mengenai Ban Hoa Tong, kau belum
menceritakan padaku," lanjutnya.
Fang Jauw Cang mendongakkan kepala, memandang Ciok
Giok Yin dengan air mata bercucuran.
Ciok Giok Yin menatapnya.
"Adik, kau sungguh cantik!" katanya tanpa sadar.
Hati Fang Jauw Cang tersentak, sehingga tanpa sadar kakinya
menyurut mundur satu langkah.
"Kau... kau..." katanya terputus-putus.
"Maaf! Aku keterlepasan omong!"
Barulah Fang Jauw Cang berlega hati, kemudian tertawa.
"Ban Hoa Tongcu mempelajari semacam ilmu silat aneh.
Setiap tahun pasti menyuruh kaum pemuda, untuk melatih
ilmu silatnya itu."
"Oh! Betulkah urusan itu?" tanya Ciok Giok Yin.
"Betul."
"Oh ya! Mengapa Adik mati-matian menyelamatkanku?"
"Karena aku melihat obat Ciak Kim Tan di dalam bajumu."
"Obat Ciak Kim Tan?"
"Ng!"
"Karena itu, kau mati-matian menyelamatkanku?"
"Dulu ketika ayahku berkelana di dunia persilatan, pernah
menerima budi pertolongan Tiong Ciu Sin Ie, maka ayahku
berpesan, apabila kelak aku berjumpa orang yang memiliki
obat Ciak Kim Tan, aku harus membalas budi."
Ciok Giok Yin manggut-manggut.
"Ooooo! "
"Ketika aku melihat obat Ciak Kim Tan di dalam bajumu, aku
yakin kau bukan Tiong Ciu Sin Ie, mungkin penerusnya. Karena
itu, aku berusaha menolongmu."
Kini Ciok Giok Yin baru mengerti, maka dia manggut-manggut
lagi. Mendadak air muka Fang Jauw Cang agak berubah.
"Kakak Yin, sekarang aku harus cepat-cepat pulang."
"Pulang?"
"Aku khawatir Ban Hoa Tongcu akan mencederai ayahku,
maka aku harus cepat-cepat pulang, membawa ayahku
bersembunyi, agar ayahku tidak dicelakainya."
"Kalau begitu kau harus segera pulang, jangan membuang
waktu lagi!"
"Kakak Yin, setelah memberi tahu pada ayahku, aku akan
segera mencarimu. Boleh kan?"
"Lebih baik kau menemani ayahmu! Banyak bahaya di dunia
persilatan, kalau kurang hati-hati, nyawa akan melayang.
Kalau aku sempat, aku pasti pergi mencarimu."
"Tidak, setelah kuberitahu tentu ayahku akan pergi
bersembunyi. Lalu kau harus ke mana cari aku" Kakak Yin, lain
kali kita jangan berpisah lagi ya?"
"Aku memang berharap demikian, tapi...."
"Kenapa?"
"Aku tidak punya tempat tinggal tetap, lagipula banyak
musuh, itu akan menyusahkanmu."
"Aku tidak takut. Asal aku berasamamu, aku tidak akan takut
apa pun. Tempat mana kau pergi, aku pun bisa pergi."
Bukan main girangnya Ciok Giok Yin punya teman seperti itu!
Saking terharunya dia menggenggam tangan Fang Jauw Cang
erat-erat. "Adik, sungguh girang hatiku punya teman kau!"
"Kakak Yin...."
"Adik, kau boleh pergi sekarang."
Seketika mata Fang Jauw Cang berkaca-kaca, kelihatannya
dia merasa amat berat meninggalkan Ciok Giok Yin.
"Kakak Yin, sampai jumpa!"
Fang Jauw Cang melesat pergi. Sedangkan Ciok Giok Yin
masih berdiri termangu-mangu di tempat. Akan tetapi, hatinya
amat girang dan senang. Sebab kini dia sudah punya teman
yang sehat dan sejati. Itulah yang amat menggirangkan
hatinya. Berselang sesaat, barulah Ciok Giok Yin melesat
pergi. Tak seberapa lama, tampak sosok bayangan melesat
dari arah berlawanan bagaikan kilat. Ciok Giok Yin cepat-cepat
menyingkir ke samping, agar orang itu lewat duluan. Akan
tetapi oleh yang muncul dari arah berlawanan itu, malah
berhenti di hadapan Ciok Giok Yin.
Mereka berdua saling memandang, kemudian sama-sama
mengeluarkan suara 'Ih'. Ternyata orang itu adalah Lu Jin
(Orang Jalanan) yang memakai kain penutup muka. Lu Jin
tertawa. "Saudara Kecil, kuucapkan selamat padamu." katanya.
Ciok Giok Yin tertegun.
"Mengapa Anda mengucapkan selamat padaku" Memangnya
ada apa?" "Kau telah memperoleh benda pusaka yang dari Goa Cian Hud
Tong. Bukankah aku harus mengucapkan selamat padamu?"
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang sambil menggelenggelengkan
kepala. "Tidak usah dibicarakan."
"Apakah Saudara Kecil khawatir aku akan merebutnya?"
"Aku tidak bermaksud demikian."
"Lalu kenapa?"
Ciok Giok Yin menceritakan tentang Pil Api Ribuan Tahun dan
lain sebagainya, namun tidak memberitahukan tentang secarik
kertas lain. Ternyata dia juga memperoleh secarik kertas yang
didalamnya tertera ilmu silat. Dia khawatir Lu Jin akan merebut
kertas tersebut. Lu Jin tampak terkejut.
"Kalau begitu, tubuh Saudara Kecil berbeda dengan orang
biasa." "Ya."
"Saudara Kecil, bagaimana kelak kau menikah?" tanya Lu Jin
setelah berpikir sejenak. Wajah Ciok Giok Yin memerah.
"Apa boleh buat. Aku terpaksa tidak menikah," sahutnya
perlahan. Lu Jin tertawa gelak.
"Itu tidak mungkin, tentunya ada jalan keluarnya."
"Aku mengerti ilmu pengorbanan, justru telah berpikir
tentang itu, namun tiada jalan keluarnya sama sekali."
"Menurutku, pasti ada jalan keluarnya."
"Memang ada, tapi sulit dilaksanan."
"Apa?"
Sesungguhnya Ciok Giok Yin merasa enggan
memberitahukan, namun akhirnya memberitahukan juga
dengan wajah kemerah-merahan.
"Wanita harus memahami Im Yang Ceng Koy."
"Im Yang Ceng Koy?"
"Ya."
Lu Jin diam. "Saudara kecil, tentang itu aku akan carikan untukmu,"
katanya setelah berpikir sejenak.
"Kau bisa mendapatkannya?"
"Aku yakin bisa."
"Tapi, aku...."
"Tidak usah tapi, kita berjumpa sudah seperti kawan lama.
Antara orang dengan orang, selain saling memperalat, sudah
pasti saling membantu dan saling menolong. Lagi pula aku
ingin membantumu dengan setulus hati."
Ciok Giok Yin segera memberi hormat seraya berkata.
"Terima kasih, Saudara." kemudian menatapnya. "Kau
mengatakan kita kawan lama. Apakah masih tidak
memperbolehkan aku melihat wajahmu?" lanjutnya.
Lu Jin tampak tertegun. Beberapa saat kemudian dia tertawa
terbahak-bahak.
"Orang berkawan berdasarkan hati, bukan berdasarkan wajah
'kan" Masa kini kebanyakan orang berwajah palsu, maka lebih
baik aku memakai kain penutup muka, agar orang tidak tahu
aku jahat atau baik."
Sepasang mata Lu Jin menyorot tajam.
"Saudara kecil, kini aku memang punya kesulitan, kelak kalau
ada kesempatan kau pasti bisa melihat wajahku, aku minta
maaf untuk sekarang." tambahnya.
Ciok Giok Yin tidak mengerti akan maksud ucapannya.
"Saudara jangan berkata begitu."
Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara-suara
bentakan berkumandang menembus angkasa.
Lu Jin mengerutkan kening.
"Saudara kecil, mari kita ke sana melihat-lihat."
Ciok Giok Yin mengangguk, lalu mereka berdua melesat ke
sana. Dalam sekejap mereka berdua sudah tiba di tempat itu,
kemudian bersembunyi di balik sebuah pohon sambil
mengintip. Tampak pula lima orang, namun Lu Jin dan Ciok
Giok Yin tidak kenal kelima orang itu. Delapan orang itu sedang
menatap sebuah bungkusan yang tergeletak di tanah. Bentuk
bungkusan itu mirip sebuah kitab. Mendadak salah seorang tua
dari perkumpulan Sang Yen Hwee, tertawa terkekeh seraya
berkata kepada kelima orang itu.
"Barang ada di situ, kalau kalian punya kepandaian boleh
ambil." Salah seorang berbadan kurus tinggi maju dua langkah sambil
menatap bungkusan itu lalu membentak.
"Benda pusaka rimba persilatan! Orang berhati luhur boleh
memilikinya!"
Orang kurus tinggi itu membungkukkan badannya. Namun
ketika baru mau mengambil bungkusan tersebut, sekonyongkonyong
orang tua perkumpulan Sang Yen Hwee tadi langsung
melancarkan pukulan ke arahnya. Orang itu berkelit ke


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samping, dan gagal mengambil bungkusan tersebut. Ciok Giok
Yin memandang Lu Jin, sedangkan Lu Jin sedang menatap
bungkusan itu dengan penuh perhatian, sepertinya tahu apa
isinya. Di saat bersamaan, orang kurus tinggi yang gagal
mengambil bungkusan tadi membentak.
"Kitab Cu Cian ini bukan milik perkumpulan Sang Yen Hwee!
Siapa yang melihat pasti punya bagian!"
"Kalau kau masih merasa penasaran, silakan ambil!" sahut
orang tua dari perkumpulan Sang Yen Hwee itu dengan dingin.
Tiba-tiba seorang berusia pertengahan ingin memungut
bungkusan itu, namun salah seorang tua dari perkumpulan
Sang Yen Hwee langsung melancarkan pukulan ke arahnya.
Orang berusia pertengahan itu tidak berkelit, melainkan
melancarkan pukulan pula.
Blam...! "Aduuuuh!"
Orang berusia pertengahan itu terhuyung-huyung ke belakang
lima langkah. Badannya sempoyongan dan mulutnya
menyembur darah segar, kemudian roboh. Bukan main
gusarnya keempat temannya. Mereka menatap orang-orang
perkumpulan Sang Yen Hwee dengan penuh dendam. Akan
tetapi, tiada seorang pun berani mencoba lagi mengambil
bungkusan tersebut. Ciok Giok Yin yang bersembunyi di balik
pohon, kini sudah tahu apa isi bungkusan itu, ternyata Cu Cian
yang diimpi-impikannya selama ini. Justru tidak disangka Cu
Cian tersebut berada di situ. Oleh karena itu, mendadak dia
bersiul panjang, kemudian melesat ke tempat itu, sekaligus
menyambar bungkusan itu, dan berhasil.
Ciok Giok Yin masih ingat akan pesan suhunya. 'Kau harus
memperoleh Seruling Perak dan Cu Cian, belajar ilmu kungfu
yang paling tinggi di kolong langit...! Kini dia telah memperoleh
Cu Cian itu. Sementara delapan orang termasuk yang terluka
itu, terbelalak akan kemunculan Ciok Giok Yin namun kemudian
mereka tampak gusar sekali. Mereka melotot dan siap
menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Akan tetapi, mendadak
terdengar suara bentakan nyaring.
"Berhenti!"
Semua orang menoleh, tampak sosok bayangan hijau
berkelebat ke tempat itu, bukan masin cepatnya! Ternyata
seorang gadis berbaju hijau.
"Cepat mundur sepuluh depa, Sang Dewi mau datang!"
Ketujuh orang itu langsung mundur sejauh sepuluh depa, dan
wajah mereka tampak agak pucat. Namun Ciok Giok Yin masih
tetap berdiri di tempatnya, suara bentakan gadis baju hijau itu
dianggapnya sebagai angin lalu. Ternyata dia ingin melihat,
sebetulnya siapa yang dipanggil sang dewi, yang
kewibawaannya dapat memundurkan ketiga orang tua dari
perkumpulan Sang Yen Hwee. Sementara sepasang mata gadis
berbaju hijau itu sudah melotot, karena melihat Ciok Giok Yin
tidak bergeming sama sekali.
"Kau tuli ya?" bentaknya.
Ciok Giok Yin membalikkan badannya perlahan-lahan, lalu
menyahut dengan dingin sekali.
"Kau yang tuli."
Usai menyahut dingin, Ciok Giok Yin juga melotot. Bukan
main gusarnya gadis berbaju hijau itu! Dia tidak menyangka
ada orang begitu berani, mendengar nama Sang Dewi, justru
tidak merasa takut sama sekali. Gadis berbaju hijau itu mau
menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Namun begitu melihat Ciok
Giok Yin yang amat tampan itu, sepasang matanya terbeliak
dan hatinya juga berdebar-debar. Dia berkata dalam hati,
'Sungguh tampan pemuda ini!'
Karena itu, kegusarannya tidak dapat dilampiaskan, dan
kemudian dia berkata dengan lembut.
"Sang Dewi akan segera tiba, cepat taruhlah kitab Cu Cian
itu, lalu mundur sepuluh depa!"
"Mengapa aku harus mundur?" sahut Ciok Giok Yin angkuh.
"Kau tidak takut mati?"
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hm! Aku belum pernah merasakannya!"
Gadis berbaju hijau berusaha menekan kegusarannya.
"Mengapa kau begitu keras kepala?"
"Sifatku memang demikian."
Air muka gadis berbaju hijau itu langsung berubah. Di saat
bersamaan tampak sebuah tandu yang amat indah, digotong
dua wanita meluncur ke tempat itu. Gadis baju hijau itu segera
memberi hormat ke arah tandu.
"Selamat datang, suhu!"
"Kau sudah mengusir mereka semua?" Terdengar pertanyaan
yang amat halus dari dalam tandu. Gadis baju berhijau itu
segera membalikkan badannya, kemudian berkata lantang.
"Perintah dari sang Dewi, kalian semua harus meninggalkan
tempat ini!"
Ketika orang tua dari perkumpulan Sang Yen Hwee, menyahut
dengan suara parau.
"Kami mengalah pada sang Dewi!"
Usai menyahut, mereka bertiga segera melesat
pergi. Sedangkan yang lain, menatap Ciok Giok Yin dengan
penuh dendam, lalu bersama orang yang terluka tadi mereka
berjalan pergi. Ketika melihat mereka sudah pergi, Ciok Giok
Yin juga tidak mau lama-lama di situ. Ketika dia mau beranjak
pergi, tiba-tiba terdengar suara dari dalam tandu.
"Adik kecil, kau jangan pergi dulu!"
"Ada apa?" sahut Ciok Giok Yin dengan gusar.
Saat ini Lu Jin yang masih bersembunyi di balik pohon, diamdiam
mengucurkan keringat dingin untuk Ciok Giok Yin.
Sebetulnya dia tidak menghendaki Ciok Giok Yin memunculkan
diri, namun saat itu telah terlambat. Terdengar lagi suara yang
amat halus dari dalam tandu.
"Siapa namamu?"
"Ciok Giok Yin!"
"Siapa suhumu?"
"Tidak dapat kuberitahukan!"
Terdengar suara tawa di dalam tandu, lalu berkata.
"Kau boleh bersikap dingin dan angkuh, namun di dunia
persilatan, tiada seorang pun berani bersikap demikian kurang
ajar terhadapku."
"Siapa kau?" bentak Ciok Giok Yin.
"Thian Thay Siang Ceng (Sang Dewi Dari Thian Thay)."
"Thian Thay Siang Ceng?"
Sementara gadis berbaju hijau sudah mengucurkan keringat
dingin. Kelihatannya gadis itu amat memperhatikan Ciok Giok
Yin. Diam-diam dia memberi isyarat kepada Ciok Giok Yin agar
bicara lebih sopan, tapi Ciok Giok Yin justru tidak
memperdulikannya. Tiba-tiba nada suara Thian Thay Sian Ceng
berubah menjadi dingin.
"Tidak salah! Kau pernah mendengarnya?"
Ciok Giok Yin tertawa dingin.
"Sayang sekali!"
"Apa yang disayangkan?"
"Aku sama sekali tidak pernah mendengar gelar besarmu itu!"
"Hari ini aku akan suruh kau ingat!"
"Aku pasti ingat! Maaf, aku mohon pamit!"
Terdengar suara tawa nyaring di dalam tandu, lalu
membentak. "Ciok Giok Yin, kau masih ingin pergi?"
"Apakah kau ingin menahanku?"
Usia bertanya dan ketika baru mau melesat pergi, tiba-tiba
terasa serangkum tenaga yang amat lunak menerjang ke
arahnya dari dalam tandu indah itu. Tenaga lunak itu membut
Ciok Giok Yin tidak dapat melesat pergi.
"Kau tidak bisa pergi!" terdengar lagi suara bentakan dari
dalam tandu. Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin! Dia tidak tahu mengapa
Thian Thay Sian Ceng berlaku seperti itu padanya.
"Kalau kau punya kepandaian harap keluar!" bentaknya.
Ciok Giok Yin sudah siap menggunakan ilmu pukulan Hong Lui
Sam Ciang untuk menghadapi Thian Thay Sian Ceng. Namun
Thian Thay Sian Ceng justru tertawa nyaring lalu berkata.
"Dalam dunia persilatan masa ini, tiada seorang pun sebelum
mati dapat melihat wajahku. Maka sebelum kau mati, juga
akan seperti mereka!"
"Aku punya permusuhan apa denganmu?"
"Tentu ada!"
"Permusuhan apa?"
"Kau tidak usah tahu, yang jelas kau harus bersiap-siap untuk
menghadapi maut!"
Seketika terasa ada serangkum angin yang amat dahsyat
menerjang dari dalam tandu. Di saat bersamaan telinga Ciok
Giok Yin mendengar suara yang amat lirih.
"Cepat tiarap, hentikan pernafasan pura-pura mati!"
Hati Ciok Giok Yin tersentak. Dia melihat bibir gadis berbaju
hijau itu bergerak-gerak. Jelas dia yang berkata lirih. Dia pasti
punya alasan tertentu. Mengapa tidak mencoba menuruti
petunjuknya" Ciok Giok Yin lalu pura-pura menjerit dan
merobohkan diri. Kelihatannya dia persis seperti terserang oleh
angin pukulan itu.
"Anak Yun, ambil bungkusan yang di tangannya!" kata Thian
Thay Sian Seng.
Gadis berbaju hijau menurut, lalu mengambil bungkusan itu,
dan langsung dilempar ke dalam tandu. Berselang sesaat
bungkusan itu terlemparkan ke luar dari dalam tandu, dan
terdengar pula suara Thian Thay Sian Ceng.
"Barang palsu, mari kita pergi!"
Tampak tandu indah itu meluncur meninggalkan tampat itu.
Sedangkan gadis baju hijau masih sempat menoleh ke
belakang memandang Ciok Giok Yin yang tergeletak di
tanah. Apa yang dikatakan Thian Thay Sian Ceng tadi, Ciok
Giok Yin mendengar dengan jelas, bahwa Cu Cian itu palsu,
sehingga membuatnya termangu-mangu. Tiba-tiba tampak
sosok bayangan melesat ke luar dari balik pohon, yaitu Lu
Jin. Sedangkan Ciok Giok Yin juga bangkit berdiri.
"Adik Kecil, kau tidak apa-apa?" tanya Lu Jin sambil
menatapnya. "Tidak apa-apa."
Lu Jin tampak tertegun.
"Sungguh merupakan hal aneh!" gumamnya.
"Saudara, sebetulnya siapa Thian Thay Sian Ceng itu?" tanya
Ciok Giok Yin. "Thian Thay Sian Ceng di dunia persilatan, boleh dikatakan
merupakan seekor naga sakti yang tampak kepala tidak
tampak ekornya. Memang tidak salah apa yang dikatakannya
tadi, tiada seorang pun di dunia persilatan, sebelum mati dapat
melihat wajahnya," sahut Lu Jin. "Adik Kecil punya perselisihan
apa dengannya?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala.
"Aku sama sekali tidak pernah mendengar julukannya itu, dari
mana munculnya perselisihan kami?"
"Kalau begitu, mengapa tidak turun tangan terhadapmu?"
"Entahlah."
"Setahuku, tidak ada sama sekali orang bisa lolos dari tangan
Thian Thay Sian Ceng. Bagaimana Adik Kecil tidak terjadi suatu
apapun?" Ciok Giok Yin segera menutur tentang apa yang dikatakan
gadis berbaju hijau tadi. Lu Jin manggut-manggut.
"Oooo! Pantas kalau begitu!"
Ciok Giok Yin membungkukkan badannya memungut
bungkusan itu, lalu dibukanya. Ternyata bungkusan itu berisi
sebuah kitab biasa, tidak terdapat tulisan apa pun. Saking
gusarnya dia langsung membuang kitab tersebut. Mendadak
Ciok Giok Yin teringat sesuatu.
"Ohya! Aku ingin bertanya tentang seseorang." Katanya
kepada Lu Jin. "Siapa?"
"Tiat Yu Kie Su (Satria Baju Besi)."
"Tiat Yu Kie Su?"
"Ng!"
"Dia seorang pendekar yang tiada tempat tinggal tetap.
Sudah beberapa tahun dia tidak pernah muncul di dunia
persilatan, mungkin sudah meninggal! Mengapa Adik Kecil
menanyakannya?"
Wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi dingin dan penuh
diliputi bahwa membunuh.
"Membalas dendam."
"Membalas dendam?"
"Ng!"
"Usia Adik Kecil masih muda, bagaimana mungkin punya
dendam dengannya?"
Ciok Giok Yin berkertak gigi.
"Suhuku Sang Thian Thay Sian Ceng dikeroyok Kang Ouw Pat
Kiat, menyebabkannya hidup tidak mati pun tidak, amat
menderita di lembah...."
Ciok Giok Yin menutur tentang apa yang dialami Sang Ting It
Koay, setelah itu melanjutkan.
"Karena itu, aku harus membunuh orang itu."
Lu Jin berkata.
"Sudah beberapa tahun aku tidak melihat orang tersebut, aku
kira dia telah meninggal."
"Kalau begitu, aku harus mencari kuburannya." kata Ciok
Giok Yin dengan dingin.
"Adik Kecil, orang mati habis hutang. Kini suhumu sudah
berada di alam baka, tentunya dapat memanfaatkan mereka.
Lagi pula...."
Ciok Giok Yin menatapnya dingin sekali.
"Masih ada perkataan apa, katakan saja!"
Sepasang mata Lu Jin berputar sejenak.
"Aku lebih tua darimu, juga pernah berkecimpung di dunia
persilatan. Tentunya aku pernah mendengar tentang Kang Ouw
Pat Kiat. Ternyata mereka digosok oleh orang yang tak
bertanggung jawab. Namun sudah terlambat, karena nasi telah
menjadi bubur. "Tidak begitu sederhana."
"Adik Kecil, kau dengar dulu! Setelah Kang Ouw Pat Kiat tahu
mereka digosok oleh orang itu, merekapun segera pergi
mencarinya, namun orang itu sudah hilang entah ke mana."
"Siapa orang itu?"
"Chiu Tiong Thau."
"Chiu Tiong Thau?"
"Ng!"
"Bagaimana kepandaian orang itu?"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Amat tinggi sekali, boleh dikatakan sudah mencapai pada
tingkat kesempurnaan."
"Bagaimana kelakuannya terhadap orang?" tanya Ciok Giok
Yin serius. "Orang itu banyak akal busuk, kejam dan berhati licik," sahut
Lu Jin. Ciok Giok Yin tidak berani mengungkap tentang hubungannya
dengan Chiu Tiong Thau. Namun diam-diam sudah mengambil
suatu keputusan, setelah berhasil menguasai ilmu silat tinggi,
dia akan membasmi orang tersebut demi membersihkan nama
baik perguruannya.
Setelah mengambil keputusan tersebut, Ciok Giok Yin lalu
memberi hormat pada Lu Jin seraya berkata.
"Saudara, banyak-banyak terimakasih atas bantuanmu.
Sampai jumpa!"
Ciok Giok Yin membalikkan badannya, langsung melesat perti.
Dia terus berpikir, apakah perkataan Lu Jin dapat dipercaya"
Mengapa dia berusaha membersihkan nama Kang Ouw Pat
Kiat" Apakah Lu Jin adalah teman baik Kang Ouw Pat Kiat" Ini
memang mungkin, sebab Lu Jin pernah berkecimpung di dunia
persilatan, tentunya pernah berhubungan dengan orang-orang
tersebut. Akan tetapi tidak semestinya mendengarkan
perkataannya. Seandainya Kang Ouw Pat Kiat terhasut orang,
mengapa kemudian Sang Ting It Koay tidak mengetahuinya"
Pokoknya harus membunuh Kang Ouw Pat Kiat itu, agar Sang
Ting It Koay dapat tenang di alam baka! Karena berpikir
demikian, maka Ciok Giok Yin langsung berangkat ke Uah Hou
Po. Dia memutuskan malam itu harus tiba di tempat tersebut.
Karena itu, dia terus melesat tanpa berhenti sama
sekali. Berselang beberapa saat, hari sudah malam. Samarsamar
dia melihat sebuah bukit, yang bentuknya amat aneh,
persis seperti seekor harimau sedang mendekam. Tidak salah
lagi, Uah Hou Po pasti berada di bukit itu Ciok Giok Yin
mempercepat langkahnya, tak lama dia sudah sampai di depan
sebuah gapura. Pada gapura itu terdapat beberapa huruf, yaitu
'Uah Hou Po' Namun sungguh mengherankan, sebab saat ini sudah malam,
tapi pintu gapura itu masih terbuka. Suasana di dalam amat
sunyi dan cukup menyeramkan. Akan tetapi hati Ciok Giok Yin
sedang diliputi dendam, maka tidak merasa seram maupun
takut, langsung melangkah ke dalam. Dia harus mencari Hui
Pian-Ma Khie Ou membuat perhitungan. Namun sampai di
dalam, keadaan tetap sunyi, tidak tampak apapun dan tidak
terdengar suara apa-apa. Gelap gulita, suasana di tempat itu
seperti di kuburan, menyeramkan dan amat mencekam. Itu
membuat Ciok Giok Yin bercuriga, bagaimana halaman yang
begitu luas, tidak tampak seorang pun menjaga di situ"
Bukankah aneh sekali"
Dia sengaja memberatkan langkahnya, sehingga
menimbulkan suara 'Sert! Sert! Sert!' Itu agar ada orang
muncul. Kalau ada orang muncul pasti tidak sulit untuk mencari
Hui Pian-Ma Khie Ou. Akan tetapi jangankan suara orang, suara
hewan pun tidak kedengaran. Setelah melewati halaman itu,
tampak sebuah rumah yang amat besar. Ciok Giok Yin
mendekati rumah itu, juga amat mengherankan. Ternyata
pintu rumah itu terbuka lebar. Terlihat sebuah ruangan besar,
namun gelap gulita. Ciok Giok Yin memperhatikan ruangan itu,
tidak terlihat seorang pun di sana. Maka dia berjalan ke dalam.
Dia menengok ke sana kemari, tetapi tidak melihat seorang
pun. Akhirnya dia berjalan ke dalam melalui koridor samping.
Sungguh panjang koridor itu, menembus sampai ke halaman
belakang. Ciok Giok Yin tidak percaya kalau dirinya tidak akan
menjumpai seseorang. Dia berjalan sambil memperhatikan
tempat yang dilaluinya. Tempat itu tidak tampak
berantakan. Dia sungguh tidak mengerti, mengapa rumah
besar ini amat sepi" Apakah mereka sudah pindah semua"
Katanya dalam hati. Dia terus berjalan ke dalam, namun rumah
itu tetap sunyi, tak terdengar suara apapun, juga tidak terlihat
apa-apa. Ciok Giok Yin berkertak gigi, sambil membalikkan
badannya untuk kembali ke ruang depan. kemudian dia
berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Justru tanpa sengaja
kakinya menendang sesuatu, membuat badannya
sempoyongan nyaris terjatuh. Dia langsung menundukkan
kepalanya, seketika merinding sekujur badannya. Badannya
berkelebat, sudah berada di pintu.
Dia melihat lagi ke lantai di mana tadi tanpa sengaja
menendang sesuatu. Tanpa sadar dia berseru kaget dan bulu
kuduknya pada bangun. Ternyata di lantai itu penuh dengan
mayat yang tak utuh, tampak amat mengenaskan. Walau Ciok
Giok Yin bernyali besar, namun hatinya tetap berdebar tegang,
dan keringat dinginnya pun mengucur. Apa gerangan yang
telah terjadi di sini" Siapa yang turun tangan sekejam
ini" Ternyata mayat-mayat yang tak utuh itu, terdiri dari lelaki,
wanita, tua, muda dan anak kecil, semuanya berjumlah seratus
lebih. Selain mayat, juga terdapat bangkai ayam, anjing dan
kucing, bertumpuk di lantai itu.
Ketika masuk, Ciok Giok Yin tidak memperhatikan lantai di
ruang depan tersebut, lagi pula keadaan amat gelap. Karena
tidak melihat seorang pun di dalam, maka setelah kembali ke
ruang depan, dia justru berjalan mondari-mandir di situ,
sehingga tanpa sengaja menendang mayat. Pantas di rumah
sebesar itu, tidak terdengar suara maupun tampak
seseorang. Selama Ciok Giok Yin berkelana di dunia persilatan,
baru kali ini melihat keadaan seperti itu. Ciok Giok Yin berdiri
termangu-mangu dekat pintu, sambil memperhatikan tempat
itu. Dia berharap dapat menemukan suatu jejak. Akan tidak,
selain mayat dan bangkai hewan, tidak tampak sesuatu yang
mencurigakan. Itu berarti pembunuh itu bukan demi harta,
melainkan demi menuntut balas.
Itu membuat Ciok Giok Yin merasa merinding. Perlu
diketahui, Ciok Giok Yin sama sekali tidak berhati jahat,
sebaliknya malah boleh dikatakan berhati bijak. Dia ingin
membunuh Hui Pian-Ma Khie Ou, hanya demi menuntut balas
dendam Sang Ting It Koay. Sebab dia telah menyaksikan
bagaimana penderitaannya di dalam lembah itu. Kini
menyaksikan pemandangan yang begitu mengenaskan,
timbullah rasa dukanya.
"Aku harus...," gumamnya perlahan-lahan.
Mendadak terdengar suara yang amat dingin di belakangnya.
"Sungguh kejam hatimu!"
Ciok Giok Yin tersentak, dan langsung membalikkan
badannya. Begitu melihat tanpa sadar dia berseru kaget.
Jilid 08 Ternyata orang yang berdiri di situ adalah Lu Jin, sepasang
matanya menyorot dingin. Sebelum Ciok Giok Yin membuka
mulut, dia sudah berkata lagi.
"Adik Kecil, caramu ini apakah tidak melanggar
prikemanusiaan?"
Ciok Giok Yin tahu Lu Jin itu telah salah paham padanya.
"Saudara telah salah paham padaku."
"Salah paham" Maksudmu?"
"Aku sampai di sini, keadaan sudah begini."
"Kalau begitu, siapa yang berbuat sedemikian kejam?"
"Aku justru sedang menyelidikinya." Ciok Giok Yin diam
sejenak, kemudian melanjutkan. "Saudara sudah lama
berkecimpung di dunia persilatan, tentunya tahu Hui Pian-Ma
Khie Ou pernah bermusuhan dengan siapa. Coba pikir siapa
musuh-musuhnya?"
Lu Jin mengerutkan kening seraya berpikir. Setelah itu dia
mendongakkan kepala.
"lni sulit sekali dikatakan," katanya.
Mendadak terdengar suara tawa yang amat dingin. Kemudian
tampak sosok bayangan melayang turun di tempat itu. Orang
itu mengenakan jubah warna merah, sedangkan baju dalamnya
berwarna hitam, dan memakai kain pengikat kepala warna
merah pula. Dandanannya seperti orang perkumpulan Sang
Yen Hwee. Dia menatap Ciok Giok Yin dan Lu Jin.
"Kalian berdua merasa heran?" katanya dengan dingin sekali.
"Siapa kau?" bentak Ciok Giok Yin.
"Kau tidak berderajat mengetahui namaku!"
"Mayat-mayat ini semua adalah perbuatanmu?"
"Tidak salah!"
"Apakah tujuanmu membunuh mereka semua" Hatimu begitu
kejam, bahkan hewan pun tidak diberi hidup!"
Orang berjubah merah tertawa terkekeh.
"Anak jahanam! Pernahkah kau dengar membabat rumput
harus mencabut akarnya?" Dia maju dua langkah, matanya
menyorot tajam bagaikan dua bilah belati. "Kalian berdua ingin
menuntut balas dendam mereka?"
Lu Jin menyahut dengan suara dalam.
"Apa maksud Anda membunuh mereka semua?" tanya Lu Jin
dengan suara dalam.
"Aku senang."
Mendengar itu, gusarlah Lu Jin.
"Inikah alasanmu?" bentaknya.
"Kau menghendaki alasan apa?"
"Apakah Anda memikirkan akibatnya?"
"Apa akibatnya?"
"Kaum rimba persilatan akan bersatu menuntut balas dendam
mereka." Orang berjubah merah tertawa terkekeh-kekeh.
"Anda termasuk salah satu di antaranya?"
"Tidak salah."
"Kalau begitu, kau akan seperti mereka, terbujur jadi mayat!"
Orang berjubah merah langsung menyerang Lu Jin dengan
sebuah totokan yang mematikan. Caranya turun tangan, amat
cepat sehingga sulit diikuti dengan pandangan mata.
"Hmm!" dengus Lu Jin.
Dia berkelit, namun dadanya tersambar oleh angin totokan
itu, membuat dadanya terasa sakit. Hati Ciok Giok Yin
tersentak menyaksikan itu. Dia tidak menyangka gerakan
orang itu begitu cepat. Oleh karena itu, dia pun langsung
melancarkan sebuah pukulan ke arah orang berjubah
merah. Seketika terdengar suara menderu-deru, dan terasa
hawa yang amat panas. Orang berjubah merah tertawa
terkekeh. "Soan Hong Ciang!"
"Tidak salah!"
"Ilmu andalan Sang Ting It Koay!"
Kemudian orang berjubah merah itu berkata dingin.
"Ciok Giok Yin, kau pasti mati!"
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Sebetulnya siapa kau?"
"Sudah kukatakan tadi, kau tidak berderajat tahu! Tapi
sebelum kau mati, agar kau mengerti, masih ada satu orang
yang harus diperkenalkan padamu!"
Dia maju selangkah, sekaligus melancarkan sebuah pukulan
dahsyat. Ciok Giok Yin yang dalam keadaan gusar, juga
melancarkan pukuian dengan sekuat tenaga. Tampak orang
berjubah merah berkelebat, menyusul terdengar suara
benturan yang amat memekakkan telinga.
Bummm! Ternyata pukulan mereka saling beradu. Badan Ciok Giok Yin
agak sempoyongan. Di saat bersamaan, dia pun merasa ada
serangkum tenaga lunak menerjang ke arahnya, membuatnya
tak dapat mengerahkan hawa murninya. Bukan main
terkejutnya Ciok Giok Yin! Tiba-tiba teringat seseorang yang
memiliki tenaga tersebut.
"Kau... adalah Tok Tiong Tong Cu?" serunya.
"Bocah jahanam! Dugaanmu meleset! Tok Tiong Tong Cu
menghendaki nyawamu, aku pun sama, ingin mencabut
nyawamu! Tapi legakanlah hatimu, untuk saat ini aku masih
membiarkan kau bernafas!"
Orang berjubah merah melancarkan pukulan lagi ke arah Ciok
Giok Yin. Ciok Giok Yin ingin berkelit, namun terlambat. Justru
disaat bersamaan Lu Jin membentak keras.
"Kau berani!"
Dia langsung menerjang ke arah orang berjubah merah. Akan
tetapi kelihatannya orang berjubah merah sudah menduga
akan hal tersebut, maka langsung mengibaskan tangan kirinya
ke arah Lu Jin.
"Aaaakh...!" jerit Ciok Giok Yin.
Dia terpental dua depa dan mulutnya menyembur darah
segar, lalu roboh di tanah.
Sedangkan Lu Jin yang terkena kibasan itu juga terpental,
kemudian roboh gedebuk di tanah.
Ciok Giok Yin tidak pingsan. Dia cepat-cepat bangun,
sepasang matanya berapi-api menatap orang berjubah merah
lalu maju dengan badan sempoyongan. Dia telah mengerahkan
lwee kangnya, siap mengadu nyawa dengan orang itu. Akan
tetapi, orang berjubah merah memang berkepandaian tinggi
sekali. Dia tidak berkelit, melainkan malah maju selangkah
sambil menjulurkan tanganya mencengkeram bahu Ciok Giok
Yin. Apabila bahu Ciok Giok Yin tercengkeram, pasti akan remuk
seketika. Justru di saat bersamaan Ciok Giok Yin telah berhasil
mengerahkan lwee kangnya. Dia langsung menghantam lengan
orang berjubah merah. Orang berjubah merah bergerak cepat
menarik kembali tangannya sekaligus melancarkan sebuah
pukulan. Blam! "Aaaakh...!" jerit Ciok Giok Yin.
Mulutnya menyembur darah segar, kemudian roboh pingsan
di tanah. Buuuk! Saat ini Lu Jin telah bangkit berdiri. Dia menggeram sambil
menyerang orang berjubah merah. Namun orang berjubah
merah melancarkan pukulan ke arahnya. Lu Jin cepat-cepat
berkelit. Kalau terlambat, dia pasti celaka! Orang berjubah
merah tertawa terkekeh, lalu maju ke hadapan Ciok Giok Yin
ingin menyambaruya. Tapi pada saat bersamaan, mendadak
muncul seorang sastrawan berusia dua puluh limaan, wajahnya
pucat kekuning-kuningan, seperti berpenyakitan. Akan tetapi,
gerakan sastrawan itu amat cepat sekali.
"Kau berani menyentuhnya!" suaranya lantang.
Sastrawan itu langsung menyerang orang berjubah merah
dengan sebuah totokan, mengarah jalan darah


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tawanya. Apabila jalan darah tersebut tertotok, maka orang
yang tertotok itu akan terus tertawa, hingga nafasnya
putus. Apa boleh buat, orang berjubah merah terpaksa
berkelit. Sepasang matanya menyorot bengis ke arah
sastrawan itu. "Sebutkan namamu!" bentaknya.
"Bu Tok Siangseng (Tuan Yang Tak Beracun)!" sahut
sastrawan. Orang berjubah merah menyurut mundur selangkah.
"Bu Tok Siangseng?" serunya tanpa sadar.
"Ng! Siapa kau?"
"Kau tidak berderajat tahu!"
Bu Tok Sianseng tertawa dingin.
"Lihat saja berderajat atau tidak!" bentaknya.
Mendadak dia menjulurkan sepasang tangannya yang
berwarna hitam, langsung mencengkeram ke arah orang
berjubah merah. Kelihatannya orang berjubah merah agak
takut terhadap sepasang tangan sastrawan, maka cepat-cepat
mencelat ke belakang. Di saat bersamaan, dia pun
melancarkan sebuah pukulan aneh. Bu Tok Sianseng berkelit
ringan, seketika juga bertanya.
"Kau orang dari perkumpulan Sang Yen Hwee?"
Orang berjubah merah tampak tertegun, kemudian tertawa
terkekeh. "Tidak salah!" sahutnya.
"Apa keddukanmu dalam perkumpulan Sang Yen Hwee?"
"Hwee Cang (Ketua perkumpulan)!"
"Sang Yen Hwee?"
"Tidak salah! Kini kau sudah tahu kan?" Bu Tok Siangseng
tertawa gelak. "Sudah lama aku ingin menjumpaimu, tak disangka bertemu
di sini!" Kedua orang itu mulai bergerak. Tampak bayangan mereka
berkelebatan bagaikan kilat. Ternyata mereka berdua sudah
bertarung dengan seru sekali. Akan tetapi, Sang Yen Hwee
tidak berani beradu angin pukulan dengan Bu Tok
Sianseng. Sedangkan Bu Tok Sianseng juga kelihatan agak
takut terhadap pukulan aneh yang dilancarkan Sang Yen Hwee
itu. Mereka berdua terus bertarung, dan kelihatannya masih
seimbang. Sementara Lu Jin sudah mendekati Ciok Giok Yin.
Wajah Ciok Giok Yin yang tampan itu tampak kekuningkuningan,
nafas juga lemah, pertanda dia telah terluka dalam
yang amat parah. Karena itu, Lu Jin sudah tidak tertarik akan
pertarungan yang sedang berlangsung seru itu. Dia langsung
menyambar Ciok Giok Yin dan dibawanya pergi.
Sampai di dalam sebuah rimba, barulah Lu Jin menaruh Ciok
Giok Yin ke bawah. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil dari
dalam bajunya dan menuang sebutir pil warna hitam, lalu
dimasukkan ke mulut Ciok Biok Yin Setelah itu, dia mengurut
beberapa jalan darahnya. Berselang beberapa saat, barulah
Ciok Giok Yin siuman perlahan-lahan. Dia melihat keringat
sebesar kacang hijau merembes ke luar dari kening Lu Jin.
Ternyata Lu Jin masih mengurut jalan darahnya. Ciok Giok Yin
amat terharu. "Terimakasih, Saudara," ucapnya.
Setelah mendengar suara Ciok Giok Yin, barulah Lu Jin
berhenti mengurut. Dia menghapus keringat di keningnya
seraya berkata.
"Bagaimana rasamu sekarang, Saudara Kecil?"
"Cukup beristirahat sejenak, aku akan pulih kembali."
Usai berkata, Ciok Giok Yin segera duduk bersila dan
memejam mata sambil menghimpun hawa murninya. Lu Jin
berdiri di sampingnya, menjaganya dengan penuh
perhatian. Berselang beberapa saat, Ciok Giok Yin bangkit
berdiri lalu menjura pada Lu Jin.
"Atas pertolongan Saudara, aku... amat berterimakasih
sekali." katanya.
"Aku cuma membawamu ke mari, yang menolong kita berdua
justru orang lain," sahut Lu Jin. Ciok Giok Yin
tertegun. Ternyata disaat kemunculan Bu Tok Sianseng, dia
teleh pingsan, maka tidak tahu akan kehadrian sastrawan
tersebut. Oleh karena itu dia bertanya.
"Siapa?"
"Bu Tok Sianseng."
"Bu Tok Sianseng?"
"Ng!"
"Siapa Bu Tok Sianseng itu?"
"Aku tidak pernah mendengar sebelumnya.
"Siapa orang berjubah merah itu?"
"Sang Yen Hwee."
Ciok Giok Yin terperanjat.
"Hah" Dia berkertak gigi. "Aku bersumpah pasti akan
membasmi perkumpulan Sang Yen Hwee!"
Lu Jin diam saja.
"Sekarang Saudara mau ke mana?" tanya Ciok Giok Yin.
"Melaksanakan janjiku pada Adik Kecil. Sekarang juga aku
akan pergi mencari."
"Terimakasih, kelak aku pasti membalas budi kebaikan
Saudara." "Tidak usah. Sampai jumpa."
Lu Jin melesat pergi, dan sekejap sudah tidak kelihatan
bayangannya, Suasana di dalam rimba itu sunyi sepi. yang
terdengar hanya suara hembusan angin. Saat ini, hari sudah
mulai pagi. Hembusan angin pagi yang amat dingin itu, terasa
menusuk tulang. Ciok Giok Yin berdiri termangu-mangu.
Ternyata dia sedang berpikir, apa yang harus dikerjakan
selanjutnya. Tiba-tiba dia teringat akan pesan Tiong Ciu Sin Ie
sebelum mati, bahwa dirinya harus pergi ke Gunung Cong Lam
San menemui Can Hai It Kiam untuk mengambil sepucuk surat.
Mengapa tidak berangkat ke sana"
Asal berhasil menemui Can Hai It Kiam, tentunya dia akan
mengetahui asal-usulnya. Sejak dia dilahirkan sama sekali
tidak tahu siapa ayah dan ibunya. Karena berpikir demikian,
mendadak wajahnya berubah gusar dan sepasang matanya
berapi-api. Ternyata dia teringat ketika berusia tujuh delapan
tahun, ikut Tiong Ciu Sin Ie tinggal di perkumpulan Cou Keh
Cuang. Lantaran kurang hati-hati, dia memecahkan sebuah
teko giok milik Cou Yun Liong majikan perkumpulan keluarga
Cou, sehingga digebuk oleh Cou Yun Liong, bahkan juga
dicacinya 'Anak Sundal!' Ketika itu, Tiong Ciu Sin Ie sedang ke
luar. Sejak itu, kalau Tiong Ciu Sin Ie keluar, Cou Yun Liong
pasti memukulnya dan mengancamnya tidak boleh mengadu
pada Tiong Ciu Sin Ie.
Dan sejak itu pula, keluarga Cou semuanya memanggilnya
'Anak Sundal'. Untung Tiong Ciu Sin Ie tahu gelagat yang tidak
baik itu, langsung membawanya pergi. Teringat akan kejadian
itu, api kegusarannya pun memuncak. Oleh karena itu dia
mengambil keputusan untuk ke perkumpulan keluarga Cou,
untuk menghina Cou Yun Liong, agar rasa dongkolnya dalam
hati terlampiaskan.
Badan Ciok Giok Yin bergerak, dia sudah melesat ke luar dari
rimba itu. Akan tetapi, tiba-tiba dia berhenti. Di mana letak
perkumpulan keluarga Cou" Ternyata dia sudah tidak ingat
lagi. Lalu harus ke mana mencari Cou Keh Cuang itu" Akhirnya
dia mengambil keputusan untuk menunda kepergiannya
itu. Tiba-tiba dia mendengar suara desiran baju di
belakangnya. Dia tersentak dan langsung membalikkan
badannya sambil mengerahkan lwee kangnya, siap menghadapi
segala kemungkinan. Setelah membalikkan badannya, dia
terbelalak. Ternyata di situ berdiri kurang lebih enam belas
orang, di antaranya terdapat padri dan tosu, semuanya
menatap Ciok Giok Yin dengan penuh kebencian.
Seorang padri berusia lima puluhan maju ke depan, lalu
merangkapkan sepasang tangannya di dada seraya menyebut.
"Omitohud! Apakah sicu adalah Ciok Giok Yin?" Ciok Giok Yin
tertegun. "Benar. Taysu ada petunjuk apa?"
Sepasang mata hweshio itu menyorot tajam.
"Aku adalah Thian It Ceng dari Kuil Siauw Lim Si."
"Sudah lama aku mendengar nama besar Taysu."
Thian It Ceng maju selangkah lagi.
"Aku memberanikan diri, mengundang sicu ke kuil Siauw Lim
Si." Ciok Giok Yin tercengang, sebab dia tidak punya hubungan
apa-apa dengan Siauw Lim Si, mengapa Thian It Ceng
mengundangnya ke sana"
"Ada urusan apa Taysu mengundangku ke Kuil Siauw Lim Si?"
"Sicu harus mengerti dalam hati."
Ciok Giok Yin tampak tidak senang.
"Aku tidak mengerti, mohon Taysu menjelaskan!"
Mendadak seorang tosu membentak.
"Taysu, untuk apa banyak bicara dengannya?"
Tosu itu kelihatan sudah mau turun tangan terhadap Ciok
Giok Yin. Tapi Thian It Ceng segera mengibaskan lengan
jubahnya. "Sabar, tosu!"
Thian It Ceng memandang Ciok Giok Yin, kemudian berkata
perlahan-lahan.
"Tentunya sicu masih ingat, sicu pernah melukai tiga orang
Gobi Pay, demi menyelamatkan seorang gadis, lalu gadis itu
sicu bawa ke perkumpulan Bwee Cuang."
"Tidak salah," sahut Ciok Giok Yin dengan dingin.
"Sicu punya hubungan apa dengan gadis itu?"
"Taysu adalah orang yang telah menyucikan diri, kalau bicara
harus dipikirkan dulu. Berkelana di dunia persilatan menolong
seorang gadis, apakah harus punya hubungan?"
Thian It Ceng tidak menyangka Ciok Giok Yin bermulut begitu
tajam, maka membuat air mukanya berubah.
"Tahukah sicu siapa gadis itu?"
"Tidak tahu. Aku cuma tahu dia adalah seorang gadis yang
dihina orang."
"Dia adalah murid perkumpulan Sang Yen Hwee," kata Thian
It Ceng. "Murid perkumpulan Sang Yen Hwee?"
"Tidak salah."
"Bagaimana Taysu tahu tentang itu?"
"Aku dengar perkumpulan Sang Yen Hwee ingin menguasai
dunia persilatan, maka menyuruh para murid terjun ke dunia
persilatan, untuk menyelidiki semua partai besar, agar dapat
memusnahkan semua partai besar tersebut."
"Benarkah urusan itu?"
"Sedikitpun tidak salah." Sepasang mata Thian It Ceng
menyorot tajam lagi. "Aku tahu akan sifat sicu yang lembut.
Demi membersihkan namamu, maka kuundang sicu ke Kuil
Siauw Lim Si, sekaligus bertanggung jawab atas ketiga orang
Gobi Pay yang telah mati itu."
Ternyata Thian It Ceng demi kematian tiga orang Gobi Pay
itu, sedangkan Ciok Giok Yin yang telah ketularan sifat aneh
Sang Ting It Koay, merasa tersinggung.
"Kalau begitu, Taysu juga menganggap diriku murid
perkumpulan Sang Yen Hwee?" katanya dengan suara dalam.
"Tidak bisa tidak berpikir demikian."
Ciok Giok Yin tertawa gelak.
"Taysu juga tahu aku bermusuhan dengan perkumpulan Sang
Yen Hwee?"
"Itu urusan sicu, yang jelas demi membersihkan nama sicu,
maka sicu harus ikut aku ke Kuil Siauw Lim Si. Aku berani
menjamin keselamatan sicu."
Sesungguhnya di saat ini delapan partai besar di dunia
persilatan telah mengakui Siauw Lim Pay sebagai Bu Lim Beng
Cu (Ketua Rimba Persilatan). Maka mengenai urusan besar
maupun kecil, pihak Siauw Lim Pay yang akan
membereskannya. Berhubung Ciok Giok Yin membunuh tiga
tosu Gobi Pay, menyelamatkan gadis itu, sehingga
menimbulkan kecurigaan delapan partai besar.
Lagi pula Ciok Giok Yin juga membunuh Khiam Sian Hweshio,
ketua Kuil Put Toan Si. Meskipun Ciok Giok Yin telah
menyatakan, itu adalah demi menuntut balas dendam Sang
Ting It Koay, namun kaum rimba persilatan tetap menganggap
asal-usul Ciok Giok Yin tidak jelas, maka mereka tetap
bercuriga. Oleh karena itu, setiap partai besar mengutus
beberapa murid handalnya ke Siauw LIm Si untuk berunding.
Akhirnya Siauw Lim Pay memutuskan mengundang Ciok Giok
Yin ke Kuil Siauw Lim Si untuk di sidang. Sementara Ciok Giok
Yin tertawa dingin.
"Kalau aku bilang tidak, Taysu mau bagaimana?"
"Tentu tidak boleh membiarkannya."
"Maksud Taysu?"
"Terpaksa menggunakan kekerasan untuk memaksa sicu ke
Kuil Siauw Lim Si!"
"Kalau begitu, kalian ingin bertarung?"
"Itu apa boleh buat."
Mendadak wajah Ciok Giok Yin menyeratkan hawa
membunuh. "Kuberitahukan! Kini aku masih ada urusan penting yang
harus kuselesaikan, maka aku tidak bisa ikut ke Kuil Siauw Lim
Si. Kelak kalau urusanku telah beres, aku pasti berkunjung ke
sana." Dia menjura pada mereka. "Sampai jumpa...!"
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, sudah terdengar suara
bentakan yang mengguntur.
"Kau ingin kabur?"
Tampak bayangan-bayangan berkelebat, tahu-tahu Ciok Giok
Yin sudah terkepung. Betapa gusarnya Ciok Giok Yin!
"Kalian ingin bergebrak" Sebetulnya aku tidak takut urusan!"
bentaknya. "Harap sicu pikir baik-baik," kata Thian It Ceng.
"Pikir saja sendiri!"
"Sicu berkeras tidak mau ikut ke Kuil Siauw Lim Si?"
"Benar!"
Thian It Ceng mengerutkan kening.
"Omitohud! Apa boleh buat, aku terpaksa berlaku kasar!"
Mendadak dia mengibaskan lengan jubahnya. Seketika terasa
tenaga yang amat kuat dan lunak menerjang ke arah Ciok Giok
Yin. "Bagus!" seru Ciok Giok Yin.
Dia mendorongkan sepasang telapak tangannya ke depan,
dan seketika terasa hawa yang amat panas menerjang ke arah
Thian It eng. Ternyata Thian It Ceng tahu kelihaian pukulan itu.
Maka dia cepat-cepat berkelit. Mendadak terdengar suara


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentakan keras.
"Bayar nyawa suteku!"
Seorang tosu tua sudah menyerang Ciok Giok Yin.
Ternyata tosu tua itu adalah murid Gobi Pay. Dia melancarkan
pukulan yang amat dahsyat, ingin membunuh Ciok Giok Yin
dengan satu pukulan. Saat ini, walau Ciok Giok Yin memiliki
kesabaran, namun tidak dapat bersabar lagi. Dia bergeretak
gigi, kemudian berkata dingin.
"Kalian yang mendesak, jangan menyalahkan aku bertindak
kasar!" Tiba-tiba badannya mencelat ke atas, ternyata Ciok Giok Yin
telah mengeluarkan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang, jurus
pertama Terbang. Telapak tangannya berkelebatan dan
seketika terdengar suara jeritan. Tampak sosok bayangan
terpental beberapa depa, dan ketika roboh kepalanya
membentur sebuah batu besar, sehingga pecah dan otaknya
berhamburan. Di saat bersamaan terdengar seseorang berseru
kaget. "Hong Lui Sam Ciang!"
"Tidak boleh melepaskan bocah itu, dia pasti murid Kui Mo!"
"Maju!"
Mereka semua menerjang ke arah Ciok Giok Yin, termasuk
Thian It Ceng dari Kuil Siauw Lim Si. Kini suasana di tempat itu
berubah tegang. Sedangkan Ciok Giok Yin terus melancarkan
jurus pertama itu. Terndengar suara jeritan yang tak hentihentinya.
Saat ini sudah bertambah tiga sosok mayat. Ciok
Giok Yin amat membenci mereka, sebab mereka sudah
menyucikan diri, namun sama sekali tidak membicarakan
peraturan, bertindak semuanya. Sudah pasti membuatnya
amat gusar hingga tak terkendali. Mendadak Thian It Ceng
mencelat ke luar. Menyusul tampak seorang hweshio terpental
ke luar juga. Mereka berdua berbisik-bisik, kemudian hweshio
itu melesat pergi. Akan tetapi, betapa tajamnya mata Ciok Giok
Yin! Dia tertawa gelak seraya berseru.
"Kalian mau cari bantuan?"
Kebencian Ciok Giok Yin telah memuncak, maka turun tangan
tanpa memberi ampun. Untung dia belum berhasil menguasai
jurus kedua dan ketiga. Kalau dia sudah menguasai jurus-jurus
tersebut, mungkin mereka semua sudah tergeletak menjadi
mayat. Terdengar lagi suara jeritan. Bertambah lagi dua sosok
mayat di tanah. Akan tetapi, meskipun dia berkepandaian
tinggi, namun menghadapi penyerangan yang begitu banyak,
lama kelamaan membuatnya kewalahan juga, mata- nya mulai
berkunang-kunang. Sedangkan para penyerang sudah tahu
akan kelihayan Hong Lui Sam Ciang, maka mereka bertarung
dengan jarak jauh. Ciok Giok Yin kurang berpengalaman. Dia
terus menyerang dengan sekuat tenaga, sudah barang tentu
membuatnya cepat lelah. Sekonyong-konyong terdengar suara
bentakan keras.
"Berhenti!"
Tampak sosok bayangan melayang turun di tempat. Ternyata
seorang tua jenggot dan bewoknya amat panjang. Semua
orang langsung mundur. Thian It Ceng maju selangkah lalu
memberi hormat.
"Maaf! Tidak tabu kedatangan Ciak sicu, mohon dimaafkan!"
Orang tua berjenggot dan berbewok panjang itu balas
memberi hormat, kemudian berkata.
"Taysu dan lainnya mengeroyok saudara kecil ini, bolehkah
menjelaskan sebab musababnya?"
Thian It Ceng memandang Ciok Giok Yin sejenak.
"Aku mengundang sicu kecil itu ke Kuil Siauw Lim Si, namun
sicu kecil itu tidak mau, sebaliknya malah turun tangan jahat."
Orang tua berjenggot dan berbewok panjang itu memandang
Ciok Giok Yin dengan penuh perhatian, sama sekali tidak
mempedulikan Thian It Ceng.
"Saudara kecil, mereka adalah orang-orang yang menyucikan
diri, tapi justru memfitnahmu, aku merasa itu tidak adil."
Ciok Giok Yin merasa terharu dan seketika terkesan baik
terhadap orang tua itu.
"Bolehkah aku tahu gelar lo cianpwee?"
Orang tua itu mendekati Ciok Giok Yin.
"Kawan-kawan dunia persilatan memberi gelar Cang Hu Khek
(orang Berbewok Panjang) padaku, namaku Ciak Kun. Aku
akan memberesi urusan ini. Kebetulan rumahku tak jauh dari
sini. Bagaimana Saudara Kecil mampir ke rumahku sebentar?"
"Aku masih ada urusan penting, lain hari...."
Sebelum Ciok Giok Yin usai berkata, Ciak Kun sudah tertawa
gelak. "Biar bagaimanapun, aku harap Saudara Kecil sudi mampir ke
rumahku untuk minum teh. Setelah itu, barulah Saudara Kecil
melanjutkan perjalanan."
Cang Hu Khek memandang semua orang-orang itu.
"Urusan kalian semua selesai sampai di sini. Mengenai
kesalah pahaman Saudara Kecil ini, akan kupertanggungjawabkan
pada ketua kalian."
Dia langsung menarik Ciok Giok Yin meninggalkan tempat itu.
Ciok Giok Yin memang sudah terkesan baik terhadap Cang Hu
Khek, maka dia menurut. Tak seberapa lama, mereka berdua
sudah sampai di rumah Cang Hu Khek-Ciak Kun, kemudian
orang tua itu mengajak Ciok Giok Yin masuk. Setelah duduk,
orang tua itu langsung menyuruh para pelayan menyajikan
arak wangi. Mereka berdua minum sambil bercakap-cakap.
Ciok Giok Yin memberitahukan tentang kesalah pahaman
partai-partai besar itu terhadap dirinya. Ceng Hu Khek-Ciak
Kun menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Di dunia persilatan memang sering terjadi kesalah pahaman.
Saudara Kecil tidak usah cemas, cepat atau lambat aku akan
menjernihkan kesalah pahaman itu."
"Terimakasih, lo cianpwee!"
Berselang sesaat, para pelayan juga sudah menyajikan
beberapa macam hidangan. Mereka berdua mulai makan
sambil melanjutkan percakapannya. Akan tetapi.... Ucapan
Ciok Giok Yin terhenti karena mendadak kepalanya terasa
pusing sekali. "Celaka!" serunya.
Ciok Giok Yin roboh, namun masih sempat mendengar Cang
Hu Khek-Ciak Kun berkata. "Akhirnya kau terjebak...."
Selanjutnya dia sudah tidak mendengar apa-apa lagi, ternyata
dia sudah pingsan. Entah berapa lama kemudian, barulah dia
siuman. Matanya terbuka perlahan-lahan. Dia menengok ke sana ke
mari, namun tidak tampak apa pun, sebab tempat itu amat
gelap. Dia merasa dirinya terikat di sebuah balok kayu.
Teringat dirinya terpedaya oleh Cang Hu Khek-Ciak Kun,
seketika kegusaranya bergolak di rongga dadanya.. Dia
mengerahkan lwee kangnya, tapi malah merasa tali yang
mengikatnya bertambah kencang. Dapat dibayangkan,
bagaimana kegusarannya di saat ini! Dia berkerak gigi seraya
berkata sengit.
"Dasar tua bangka! Aku pasti akan memusnahkan rumah ini!"
Mendadak terdengar suara sahutan di luar.
"Lebih baik kau menunggu dengan diam! Kalau tidak, kau
akan tahu rasa!"
Ciok Giok Yin langsung membentak.
"Aku tidak bermusuhan denganmu, mengapa kalian
menggunakan cara yang amat rendah ini menjebakku?"
Hening di luar, tidak terdengar suara apa pun. Kegusaran
Ciok Giok Yin sungguh memuncak, sehingga rambutnya nyaris
berdiri semua. Sementara sang waktu terus berlalu. Di tempat
itu amat gelap, tidak dapat membedakan siang atau
malam. Sekonyong-konyong terdengar suara yang amat
ringan, dan tak lama tampak sesosok bayangan berkelebat ke
dalam. Akan tetapi, setelah ditegasi, justru tidak tampak apa
pun. Itu membuat Ciok Giok Yin merinding. Mendadak dia
merasa ada hembusan angin yang amat dingin ke arah
lehernya, membuat bulu kuduknya pada bangun semua,
sehingga tanpa sadar dia berseru.
"Hantu!"
Menyusul terdengar suara yang amat lirih.
"Kau takut hantu?"
Sesunggunya Ciok Giok Yin memang merasa takut, namun dia
menyahut. "Tidak takut!"
"Kau jangan sok berani, aku justru hantu."
"Sebetulnya siapa kau?"
"Bok Tiong Jin."
Seketika Ciok Giok Yin mengeluarkan 'Hah' Setelah itu dia
bertanya. "Kau... Bok Tiong Jin?"
"Tidak salah."
"Mau apa kau kemari?"
"Menolongmu."
Hati Ciok Giok Yin menjadi kebat-kebit tidak karuan. Ternyata
Bok Tiong Jin memang merupakan hantu wanita yang selalu
mengikutinya. Jelas hantu wanita itu menghendaki
hatinya. Terdengar Bok Tiong Jin berkata.
"Setelah kulepaskan tali yang mengikat dirimu, kau harus
segera meninggakan tempat ini, tidak boleh menengok ke
belakang!"
Ciok Giok Yin tercengang.
"Mengapa?" katanya.
"Kau harus tahu, wajah hantu amat menakutkan. Kau berani
melihat wajah hantu?"
Ciok Giok Yin terdiam. Tiba-tiba dia merasa tangan dan
kakinya menjadi renggang. Ternyata tali yang mengikat dirinya
telah terlepas. Dia segera bangkit berdiri, lalu maju tiga
langkah, namun mendadak berhenti. Ternyata hatinya tergerak
dan membatin, 'Aku justru ingin melihat wajah hantu itu'. Dia
segera membalikkan badannya, tapi seketika dia menjerit.
"Aduuuh!"
Ternyata dia melihat sosok hantu wanita yang amat
menyeramkan. Rambutnya panjang terurai ke bawah, lidahnya
panjang merah sampai di dada dan sepasang biji matanya
melotot ke luar. Pantas tadi dia berseru, kini sekujur badannya
pun menjadi merinding. Sepasang kakinya jadi lemas, tak
sanggup melarikan diri dari tempat itu. Justru di saat
bersamaan terdengar suara langkah menuju tempat
tersebut. Bok Tiong Jin segera mengibaskan rambutnya. Bukan
main! Ternyata ujung rambut itu berhasil menotok jalan
darahnya membuat Ciok Giok Yin pingsan seketika. Di saat
siuman, dia sudah berada di bawah pohon besar.
Dia cepat-cepat meloncat bangun. Namun mendadak
terdengar suara di belakangnya.
"Aku pikir perutmu pasti sudah lapar. Di sampingmu ada dua
ekor ayam bakar, makanlah!"
Memang tercium aroma ayam bakar yang amat
harum. Sedangkan yang berbicara itu, tidak lain Bok Tiong
Jin. Kini Ciok Giok Yin tidak berani membalikkan badannya lagi,
cuma berkata. "Terima kasih!"
Tapi dia tidak berani menjulurkan tangannya mengambil
ayam bakar itu, sebab dia pikir, hantu dapat membuat
makanan apa pun dari kotoran hewan. Jangan-jangan kedua
ekor ayam bakar itu dibuat dari kotoran hewan pula. Karena
itu, dia tidak berani makan. Bok Tiong Jin sepertinya tahu akan
apa yang dipikirkan Ciok Giok Yin, maka berkata dengan
dingin. "Kau boleh coba dulu."
Ciok Giok Yin memang sudah lapar sekali. Dia menjulurkan
sebelah tangannya meraba, benar ayam bakar yang masih
terasa hangat. Ciok Giok Yin, mencoba satu gigitan, ternyata
cukup gurih dan lezat. Mulailah dia makan dengan lahap.
Dalam sekejap kedua ekor ayam bakar telah habis
dimakannya. Dia mengusap perutnya yang telah merasa
kenyang, lalu berkata perlahan.
"Terimakasih atas pemberian ayam bakar itu!"
Bok Tiong Jin menyahut dingin.
"Tidak usah berterima kasih. Ingat, hatimu telah menjadi
milikku!" Seketika Ciok Giok Yin merinding.
"Aku tahu itu, kapan Nona mau ambil, aku pasti tidak
menyayangi hatiku." katanya dengan suara agak gemetar.
"Bagus!"
Hening sejenak, kemudian Bok Tiong Jin berkata lagi.
"Kau memperoleh apa di dalam Goa Cian Hud Tong itu?"
"Sebuah botol giok kecil!"
"Apa isinya?"
"Tiada harganya untuk dibicarakan."
"Maksudmu?"
Ciok Giok Yin cuma menghela nafas panjang sambil
menggeleng-gelengkan kepala, tidak menyahut sama sekali.
"Katakan, tidak usah ragu!" desak Bok Tiong Jin.
Terpaksa Ciok Giok Yin memberitahukan.
"Terdapat secarik kertas yang di dalamnya tertera semacam
ilmu silat tinggi. Kalau tidak salah, ilmu Jari!"
"Ilmu jari apa?"
"Ilmu Jari Darah."
"Ilmu Jari Darah?"
Bok Tiong Jin tampak tercengang.
"Kau sudah mempelajari Ilmu Jari Darah itu?"
"Telah kuhafal, namun tidak pernah kupraktekkan."
Bok Tiong Jin diam. Suasana jadi hening. Ciok Giok Yin
mengira Bok Tiong Jin telah pergi, maka langsung menarik
nafas lega. Dia mencoba membalikkan badannya, justru di saat
bersamaan terdengar lagi suara Bok Tiong Jin bertanya.
"Masih terdapat benda apa di dalam botol giok kecil itu?"
Ciok Giok Yin langsung diam, tidak berani membalikkan
badannya. "Sebutir pil Api Ribuan Tahun," sahutnya.
"Pil Api Ribuan Tahun?"
"Ng!"
"Kau tahu pil itu dibuat dari apa?"
"Dibuat dari mutiara kura-kura api yang berusia ribun tahun."
"Kau sudah makan?"
"Ya."
"Kalau begitu, lwee kangmu pasti bertambah tinggi. Ya, kan?"
"Tidak salah, namun... tubuhku menjadi berbeda dengan
orang biasa."
"Maksudmu?"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciok Giok Yin menghela nafas panjang.
"Yaah! Kurang leluasa kuberitahukan."
Beberapa saat kemudian berulah Bok Tiong Jin berkata.
"Katakan, tidak usah merasa kurang leluasa!"
Karena didesak, Ciok Giok Yin terpaksa memberitahukan
tentang apa yang tertulis di kertas itu. Terdengar suara Bok
Tiong Jin yang agak gemetar.
"Apakah tiada jalan keluarnya?"
"Aku mengerti ilmu pengobatan, namun tak terpikirkan suatu
cara untuk memecahkan masalah itu."
"Kalau begitu, kau akan hidup tanpa menikah?"
"Apa boleh buat!"
"Apakah kau mengerti, tidak punya keturunan sama juga
seperti anak yang tak berbakti?"
"Tentunya aku tahu."
"Kalau tahu, kau harus mencari jalan keluarnya. Setahuku,
ada beberapa anak gadis yang amat baik padamu. Kau tidak
boleh mengecewakan mereka."
"Kau cuma mentertawakanku. Aku tidak punya tempat tinggal
yang tetap, dan keadaanku amat miskin, bagaimana mungkin
ada anak gadis baik padaku" Kalaupun ada, itu hanya
kebetulan bertemu saja."
"Menurutmu, seandainya ada wanita yang paham tentang Im
Yang Ceng Koy, juga tidak bisa dilakukan oleh satu dua wanita!
Ya, kan?" "Ya."
"Kitab Im Yang Ceng Koy hanya dimiliki golongan hitam,
sedangkan golongan putih tidak mungkin menyimpan kitab itu.
Lalu harus ke mana mencari kitab itu?"
"Lihat bagaimana nanti. Kalau tidak, seumur hidup aku tidak
akan punya istri."
"Apakah itu suara hatimu?"
"Tentu."
"Kalau memang begitu, kelak pasti ada satu orang
menemanimu selama-lamanya."
"Siapa?"
Tiada sahutan. Berselang beberapa saat juga tidak terdengar
sahutan. Perlahan-lahann Ciok Giok Yin membalikkan
badannya. Ternyata Bok Tiong Jin sudah tidak kelihatan.
Seketika sekujur badan Ciok Giok Yin menjadi merinding. Di
tengah malam itu, Ciok Giok Yin tidak berani lama-lama di
tempat itu harus segera pergi. Akan tetapi, mendadak
terdengar suara tangisan yang amat memilukan. Suara
tangisan itu terbawa angin hingga terdengar sampai di tempat
itu. Suara tangisan yang amat sedih, pilu dan...
Ciok Giok Yin tersentak, lalu bertanya dalam hati. 'Apakah itu
juga suara tangisan arwah"' Sebetulnya Ciok Giok Yin tidak
mempedulikan suara tangisan itu. Namun dia merasa heran,
sehingga sepasang kakinya membawa dirinya ke tempat suara
tangisan tersebut. Tak seberapa lama dia sampai di tempat itu.
Tampak seorang wanita berpakaian hitam berlutut di hadapan
sebuah kuburan yang masih baru, terus menerus menangis
dengan sedih sekali. Ciok Giok Yin mendekatinya namun wanita
itu kelihatannya tidak tahu akan kehadiran Ciok Giok Yin.
Dia masih terus menangis dengan sedih sehingga air matanya
jatuh berderai-derai. Tempat ini merupakan hutan belantara
yang amat sunyi. Malam semakin larut. Kuburan baru! Di
tambah suara tangisan yang amat memilukan, sehingga
membuat suasana di tempat itu tambah menyeramkan. Tibatiba
wanita itu bangkit berdiri, namun tetap di hadapan
kuburan baru itu. Dia sama sekali tidak menghiraukan Ciok
Giok Yin yang berada di sisinya, sepertinya tidak melihatnya.
"Kanda Mok, aku menunggumu hingga dua puluh tahun, tidak
tahunya cuma menemukan kuburanmu ini. Lalu apa artinya
aku hidup?" gumamnya.
Usai bergumam, wanita itu mulai menangis lagi. Sementara
Ciok Giok Yin cuma melihat wanita itu berambut panjang,
namun tidak melihat jelas bagaimana parasnya. Suara
tangisannya yang memilukan itu, membuat hati Ciok Giok Yin
ikut berduka. Mendadak sepasang mata Ciok Giok Yin
terbelalak, ternyata dia melihat pada batu nisan di depan
kuburan itu, terdapat tulisan 'Makam Tiat Yu Kie Su (Satria
Baju Besi) Mok Ho'
Begitu melihat tulisan itu, seketika juga mata Ciok Giok Yin
berapi-api, dia maju selangkah sambil berkertak gigi.
"Kok bisa begitu kebetulan, kuburan baru..." gumamnya.
Wanita baju hitam itu segera menoleh, dan suara
tangisannyapun berhenti. Wajahnya tertutup oleh rambutnya
yang panjang, tapi sepasang matanya menyorot tajam.
"Kau bilang apa barusan?" katanya dengan dingin sekali.
"Aku bilang amat aneh, kuburan baru," sahut Ciok Giok Yin
yang dengan dingin pula.
"Kau anggap dia belum mati?"
"Dugaanku memang begitu."
"Siapa kau?"
"Ciok Giok Yin."
"Kau punya dendam dengannya?"
"Boleh dikatakan demikian. Kau?"
Wanita berbaju hitam memandang kuburan baru itu,
kemudian berkata dengan sengit.
"Aku justru tidak terpikirkan, mungkin kau menghindariku!
Kalaupun kau sudah mati, aku juga harus membawa tulang
belulangmu!"
Mendadak dia melancarkan sebuah pukulan ke arah kuburan
baru itu. Bum! Ketika wanita berbaju hitam itu mau melancarkan pukulan
lagi, Ciok Giok Yin menjulurkan tangannya mencegah,
"Kau dan dia punya dendam?" katanya.
"Kau tidak sudah tahu, cepat mundur!" bentak wanita itu
dengan gusar. Dia terus melancarkan pukulan dahsyat ke arah kuburan baru
itu, sehingga kuburan baru itu jadi berlubang. Ciok Giok Yin
dan wanita berbaju hitam itu memandang ke dalam, tidak
tampak apa pun di dalam lubang itu. Tidak salah lagi, kuburan
baru itu hanya untuk mengelabuhi orang. Kalau begitu, Tiat Yu
Kie Su-Mok Ho pati masih hidup. Lalu mengapa dia membuat
kuburan itu" Memang sulit untuk diterka. Ciok Giok Yin berkata
dalam hati. 'Apakah dia ingin mengelabuiku" Ini memang
mungkin sekali!'
Di saat Ciok Giok Yin sedang berkata dalam hati, wanita
berbaju hitam itu berkata.
"Dia belum mati, aku harus mencarinya." Tanpa
memperdulikan Ciok Giok Yin, wanita itu langsung pergi.
Namun Ciok Giok Yin segera melesat ke hadapannya.
"Aku tanya, Tiat Yu Kie Su berada di mana?" katanya.
"Kau memang banyak bertanya! Kalau aku tahu tempat
tinggalnya, buat apa aku masih harus mencarinya?" sahut
wanita berbaju hitam itu dengan gusar. Dia mantap Ciok Giok
Yin. "Namun aku yakin akan berhasil mencarinya. Kalau kau
bernyali, tiga bulan kemudian, kau boleh datang di tebing Mong
Hu An (Tebing Memandang Suami) di Gunung Cong Lam San,
aku akan mewakilinya menyelesaikan urusan kalian."
lanjutnya. Ciok Giok Yin tidak tahu wanita berbaju hitam itu punya
hubungan apa dengan Tiat Yu Kie Su-Mok Ho.
"Baik, tiga bulan kemudian aku pasti ke sana."
Wanita berbaju hitam itu langsung melesat pergi. Ciok Giok
Yin terbelalak, sebab ginkang wanita itu amat tinggi. Ciok Giok
Yin menatap kuburan kosong itu, kemudian dengan sengit
membanting kakinya, lalu melesat pergi. Kini tujuannya ke
Gunung Cong Lan San menemui Can Hai It Kiam untuk
mengambil sepucuk surat, agar tahu asal-usulnya. Dalam
perjalanan menuju Gunun Cong Lan Sam, dia pun teringat
akan kertas yang diperolehnya dari dalam Goa Cian Hud Tong
yang di dalamnya tertera ilmu Jari Darah. Oleh karena itu, dia
mulai melatihnya. Dia pun ingat tulisan yang di dalam kertas,
bahwa apabila berhasil menguasai ilmu Jari Darah dengan
sempurna, maka dapat menembus batu, bahkan dapat melukai
orang dalam jarak seratus langkah, namun tidak boleh
membunuh orang.
Teringat akan itu, diam-diam Ciok Giok Yin bergirang dalam
hati. Sebab apabila berhasil, dia pun akan membasmi para
murid perkumpulan Sang Yen Hwee, berikut ketuanya. Setelah
itu dia akan berusaha mencari Chiu Tiong Thau, murid murtad
gurunya. Dia akan mengorek keluar jantung hatinya untuk
menyembahyangi gurunya. Ciok Giok Yin terus berlatih sambil
melakukan perjalanan. Kebetulan dia melihat sebuah pohon
besar. Seketika juga dia menggerakkan dua jarinya ke arah
pohon besar itu.
Tampak cahaya merah dari kedua jarinya meluncur ke arah
pohon itu, dan di saat bersamaan, terdengar pula suara '
Srerrrrt' . Pohon itu telah tumbang. Bukan main dahsyatnya ilmu Jari
Darah itu! Padahal Ciok Giok Yin baru mulai berlatih, namun
hasilnya sudah begitu luar biasa. Seandainya badan orang
terserang ilmu Jari Darah, bukankah akan berlubang"
Keberhasilan itu membuat Ciok Giok Yin girang bukan main.
Dia langsung melesat pergi laksana kilat. Mendadak samarsamar
dia melihat sebuah perkumpulan di depan.
Pemandangan di perkumpulan itu, membuatnya seperti
kenal. Tapi kapan dia pernah ke mari, sama sekali tidak
ingat. Karena itu, dia mendekati perkumpulan tersebut. Setelah
dekat, sepasang matanya langsung berapi-api. Ternyata di
pintu gerbang perkumpulan terdapat tulisan 'Perkumpulan
Keluarga Cou' Seketika dia teringat akan perlakuan Cou Yun
Liong terhadap dirinya. Sungguh kebetulan dia tiba di
perkumpulan tersebut. Di saat Ciok Giok Yin baru mau
melangkah memasuki pintu gerbang itu, tiba-tiba muncul
empat penjaga lalu menghadangnya. Salah seorang dari
mereka ketika melihat Ciok Giok Yin, langsung terbelalak.
"Saudara Kecil, kau adalah..." serunya. Kelihatannya penjaga
itu merasa kesal, namun lupa namanya, maka tidak
melanjutkan ucapannya. Sebaliknya Ciok Giok Yin masih ingat
penjaga itu, sebab penjaga itu juga pernah mencacinya sebagai
anak sundal, bahkan pernah memukulnya. Pada waktu itu, Ciok
Giok Yin masih kecil, cuma berani menangis seorang diri, tanpa
berani mengadu pada Tiong Ciu Sin Ie. Saat ini begitu dia
melihat penjaga itu, matanya langsung membara.
"A Piau, kau sudah tidak kenal aku lagi?" katanya dengan
dingin. Ternyata panjaga yang berwajah kasar itu bernama An Piau.
Dia tampak tertegun, melainkan malah tertawa.
"Saudara Kecil, maaf! Entah kita pernah bertemu di mana?"
An Piau memandang sepasang mata Ciok Giok Yin, seketika
merasa merinding dan tanpa sadar menyurut mundur satu
langkah. Diam-diam dia berkata dalam hati. 'Sungguh tajam dan dingin
sepasang mata bocah ini!' Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hm! Anak sundal yang sepuluh tahun lampau itu, kemari
mengunjungi majikan kalian. Tentunya kau tidak akan lupa
kan?" An Piau langsung berseru kaget.
"Ciok Giok Yin?"
"Tidak salah. Tentunya kau tidak menduga aku akan ke mari,
bukan?" Seketika An Piau tersenyum licik.
"Sungguh tak terduga kau akan ke mari, cepat...."
Ketika melihat senyum licik itu, Ciok Giok Yin merasa muak
dan gusar. Dia segera mencengkeram lengan An Piau seraya
berkata dingin.
"An Piau, sepuluh tahun yang lampu, aku nyaris mati di
tanganmu! Hari ini kau masih mau bilang apa?"
Mendadak An Piau menjerit-jerit kesakitan, wajahnya berubah
pucat pias dan keringatnya pun mengucur deras membasahi
pakaiannya. Berselang sesaat, barulah Ciok Giok Yin
mengendurkan tangannya.
"An Piau! Enak rasanya?" katanya dengan dingin.
Setelah itu, dia pun membentak gusar.
"Sepuluh tahun yang lampau, ketika kau memukulku, apakah
kau tidak berpikir, badanku tahan atau tidak?"
Usai membentak, Ciok Giok Yin mengerahkan tiga bagian
tenaganya. Terdengar suara 'Kraaak'. Ternyata lengah An Piau
sudah patah. "Aaaaakh...!" jeritnya.
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hm! Dasar tak berguna!"
Setelah itu, dia merogoh ke dalam bajunya, mengambil tiga
butir obat Ciak Kim Tan, lalu diberikan kepada penjaga lain.
"Suruh dia makan obat ini, beberapa hari kemudian pasti
sembuh!" katanya.
Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara bentakan
keras dari dalam.
"Siapa berani ke mari cari gara-gara?"
Suara bentakan itu belum lenyap, sudah muncul seorang tua
berusia enam puluhan, wajahnya pun agak bengis. Sepasang
matanya menyorot tajam, terus menatap Ciok Giok Yin dari
atas ke bawah. Kemudian sepasang biji matanya berputar.
"Ternyata kau anak sundal!" katanya dengan suara parau.
Begitu melihat orang tua itu, kegusaran Ciok Giok Yin
memuncak, lebih-lebih ketika mendengar cacian itu. Dia
langsung maju dua langkah seraya membentak.
"Cou Yun Liong! Hari ini kau akan membuat mulutmu tidak
bisa mencaci lagi!"
"Anak sundal! Sungguh bagus kedatanganmu!" sahut Cou Yun
Liong dengan dingin. Mendadak sesosok bayangan melayang
turun di hadapan Cou Yun Liong.
"Harap Cuangcu mundur dulu!" katanya.
Ciok Giok Yin memandang orang yang baru muncul itu.
Darahnya langsung mendidih dan sepasang matanya berapi-api
penuh dendam. Siapa orang yang baru muncul itu" Ternyata
Tui Beng Thian Cun.
"Tui Beng Thian Cun!" bentak Ciok Giok Yin mengguntur.
"Betul! Kau akan bunuh diri atau aku harus turun tangan?"
Ciok Giok Yin memang sudah membenci Tui Beng Thian Cun
hingga ke dalam tulang sumsum, sebab Tiong Ciu Sin Ie mati
di tangannya. Hari itu Tui Beng Thian Cun berhasil meloloskan
diri, tak disangka hari ini justru bertemu di sini. Oleh karena
itu, Ciok Giok Yin langsung membentak.
"Iblis Tua! Serahkan nyawamu!"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sembari membentak, Ciok Giok Yin juga melancarkan sebuah
pukulan ke arah Tui Beng Thian Cun. Tui Beng Thian Cun
cepat-cepat berkelit, sekaligus mencengkeram lengan Ciok
Giok Yin. Akan tetapi, mendadak Ciok Giok Yin mencelat ke
atas. Ternyata dia akan menggunakan Hong Lui Sam
Ciang. Tampak telapak tangannya berkelebatan, kemudian
terdengar suara menderu-deru. Itu adalah jurus pertama
Terbang dari Hong Lui Sam Ciang yang amat dahsyat dan
lihay. Tui Beng Thian Cun sudah tahu akan kelihayan jurus
tersebut. Maka dia tidak berani menangkis, melainkan
berusaha berkelit. Walau berhasil berkelit, sekujur badannya
telah mengucurkan keringat dingin.
Di saat Tui Beng Thian Cun berhasil mengelakkan jurus itu,
Ciok Giok Yin melancarkan jurus kedua dari Hong Lui Sam
Ciang. Tempo hari Ciok Giok Yin tidak berani mengeluarkan
jurus itu karena lwee kangnya belum mencapai ketingkat
seperti sekarang. Setelah makan pil Api Ribuan Tahun, lwee
kangnya bertambah tinggi, maka sudah tidak jadi masalah
mengeluarkan jurus kedua itu. Seketika terdengar suara jeritan
yang menyayat hati. Dan tampak pula darah segar muncrat ke
mana-mana. Ternyata kepala Tui Beng Thian Cun telah pecah
dan nyawanya melayang seketika. Dia seorang tokoh dari
golongan hitam yang amat terkenal, justru mati secara
mengenaskan di tangan Ciok Giok Yin. Setelah berhasil
membunuh Tui Beng Thian Cun, Ciok Giok Yin berkata dengan
suara terisak-isak. "Kakek Tua, tenanglah! Anak Yin telah
berhasil menuntut balas dendammu."
Justru Ciok Giok Yin sama sekali tidak tahu, bahwa disaat
bersamaan Cou Yun Liong sudah berada di belakangnya,
mengangkat sebelah tangannya siap menyerang. Namun
mendadak terdengar suara seruan kaget yang amat nyaring.
"Ayah!"
Suara seruan itu membuat Ciok Giok Yin tersentak, barulah
dia tahu Cou Yun Liong berada di belakangnya siap
menyerang. Kalau bukan karena seruan itu, mungkin kini Ciok
Giok Yin sudah binasa di tangan Cou Yun Liong. Itu membuat
Ciok Giok Yin bertambah dendam pada Cou Yun Liong.
"Cou Tongcu! Kau pernah mencaciku sebagai anak sundal,
bahkan juga pernah memukul dan menyiksaku! Tapi aku masih
memandang muka almarhum Tiong Ciu Sin Ie, maka aku
mengampuni nyawamu!" katanya dengan sengit.
Kemudian dia menatap Cou Yun Liong dengan penuh
kebencian. "Tapi aku tidak bisa dengan cara begini mengampunimu.
Terlebih dahulu aku harus menamparmu dua kali, lalu kau pun
harus berlutut di hadapanku sambil menganggukkan kepala
tiga kali," tambahnya dengan perlahan-lahan.
Usai dia berkata, terdengar suara Plak! Plak! Ternyata Ciok
Giok Yin telah menampar pipi Cou Yun Liong dua
kali. Bersamaan itu, tampak sesosok bayangan langsung
melesat ke sana seraya berseru.
"Kakak Yin! Kakak Yin! Kau tidak boleh menghina ayahku!"
Ciok Giok Yin menoleh. Ternyata bayangan itu adalah Cou Ing
Ing, putri Cou Yun Liong. Seketika Ciok Giok Yin pun teringat
akan kejadian sepuluh tahun yang lampau, sesudah dicaci dan
dipukuli oleh Cou Yon Liong, Ciok Giok Yin segera bersembunyi
di dalam kamar sambil menangis sedih. Justru Cou Ing Ing
yang menariknya ke luar, ke halaman belakang dan terusmenerus
menghiburnya. Usia Cou Ing Ing lebih muda dua
bulan dari Ciok Giok Yin, namun gadis itu lebih mengerti urusan
dibandingkan dengan Ciok Giok Yin.
Apabila Ciok Giok Yin tidak berhenti menangis, kadangkadang
Cou Ing Ing berdandan seperti pengantin untuk
menghiburnya, agar dia melupakan rasa duka dalam
hatinya. Mereka berdua boleh dikatakan teman dari kecil,
bahkan sudah saling mengerti dan Cou Ing Ing pun berbagi
rasa derita dengannya. Cou Ing Ing juga pernah berkata pada
Ciok Giok Yin, bahwa kelak setelah besar, mereka harus
bersama selama-lamanya. Perkataan tersebut masih terngiangngiang
di dalam telinga Ciok Giok Yin.
Oleh karena itu, begitu melihat Cou Ing Ing, Ciok Giok Yin
menjadi terbelalak, sebab kini gadis itu sudah besar dan amat
cantik, namun menatapnya dengan wajah muram. Dia terus
berdiri di samping Cou Yun Liong. Sepasang matanya yang
indah itu menatapnya dengan tak berkedip. Di dalam hati gadis
itu, entah merasa girang atau cemas" Karena yang seorang
adalah ayahnya, yang harus dibelanya agar tidak dihina oleh
Ciok Giok Yin. Sedangkan yang satu lagi, justru adalah
temannya dari kecil. Walau telah berpisah sepuluh tahun,
namun dalam hati gadis itu telah terukir dalam sekali
bayangannya, bahkan masih ingat akan semua kenangan masa
lalunya. Dia mencintai ayahnya juga mencintai Ciok Giok Yin, maka
harus berdiri di pihak mana, justru membuatnya serba
salah. Dia terus menatap Ciok Giok Yin dengan mata sayu dan
berharap mereka berdua akan berdamai. Akan tetapi, bisakah
begitu" Dia tidak yakin. Kini suasana di tempat itu berubah
menjadi hening dan tegang mencekam. Sedangkan Cou Yun
Liong yang ditampar dua kali oleh Ciok Giok Yin sama sekali
tidak dapat melihat jelas bagaimana cara Ciok Giok Yin turun
tangan. Di dunia persilatan, Cou Yun Liong cukup terkenal dan
berkedudukan tinggi. Namun kini dia dipermalukan di depan
para pelayannya, maka mukanya mau ditaruh ke mana dan
bagaimana jadi orang di kemudian hari" Perlahan-lahan
sepasang matanya menyorot tajam berapi-api. Setelah itu,
terdengar suara bentakannya yang mengguntur.
"Bocah sialan! Hari ini ada kau tiada aku, ada aku tiada kau!"
Dia langsung menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Cacian itu
membuat kegusaran Ciok Giok Yin menjadi semakin
memuncak. Karena sejak kecil dia tidak tahu siapa kedua orang tuanya.
Kini orang lain mencacinya sebagai 'Anak Sundal' atau 'Anak
Sialan' itu juga mencungkil boroknya. Maka, tidak heran kalau
dia merasa sakit hati dan sepasang matanya langsung
membara. Sedangkan Cou Yun Liong telah menerjang ke arahnya. Maka
Ciok Giok Yin segera mengerahkan lwee kangnya. Namun
ketika dia mau melancarkan pukulannya mendadak Cou Ing
Ing berseru. "Kakak Yin, jangan!"
Hati Ciok Giok Yin tersentak mendengar seruan itu, dan
kemudian menurunkan tangannya. Di saat bersamaan, pukulan
yang dilancarkan Cou Yun Liong mendekati dada Ciok Giok Yin.
Bum! Tampak Ciok Giok Yin terhuyung-huyung ke belakang delapan
langkah dan seketika merasa seluruh jalan darahnya terbalik.
"Uakkkkh...!"
Darah segar menyembur ke luar dari mulutnya. Sedangkan
Cou Yun Liong maju lagi.
"Anak Sundal, hari ini lohu akan menghabisimu!" bentaknya
sengit. Tangannya bergerak, lalu telapak tangannya
berkelebat. Pukulan tadi telah membuat Ciok Giok Yin bertambah gusar.
Saat ini sepasang matanya memerah dan wajahnya dingin
penuh diliputi hawa membunuh.
"Cou Yun Liong, serahkan nyawamu!" bentaknya sambil
berkertak gigi.
Ciok Giok Yin mengerahkan lwee kangnya. Namun di saat dia
baru mau melancarkan pukulan ke arah Cou Yun Liong. Tibatiba
terdengar lagi suara seruan Cou Ing Ing yang pilu.
"Kakak Yin, mohon pandang mukaku...!"
Saat ini kegusaran Ciok Giok Yin sungguh memuncak, maka
mana mungkin mendengar suara seruan itu" Terdengar suara
benturan dahsyat memekakkan telinga.
Bummmm! Cou Yun Liong terpental satu depa lebih. Sedangkan Ciok Giok
Yin termundur selangkah. Namun kemudian Ciok Giok Yin maju
ke hadapan Cou Yun Liong yang tergeletak di lantai, dan
menginjak dadanya seraya membentak sengit.
"Cou Yun Liong, tentunya kau tak terpikirkan akan kejadian
hari ini!"
Sembari membentak, dia pun mengerahkan tenaganya.
"Aduuuuh!" Cou Yun Liong menjerit dan mulutnya
menyemburkan darah segar. Di saat bersamaan Cou Ing Ing
juga berseru sengit.
"Kakak Yin, sungguh kejam hatimu! Dia adalah ayahku!"
Air mata gadis itu bercucuran. Dia menjongkokkan badannya
untuk memandang ayahnya, lalu memandang Ciok Giok Yin
dengan sayu. Sesungguhnya Ciok Giok Yin bukan orang yang
tak berperasaan, sebaliknya dia justru amat
berperasaan. Ketika melihat gadis itu memandangnya dengan
sayu, dia cepat-cepat menarik kembali kakinya. Namun begitu
dia kembali menatap Cou Yun Liong kegusarannya memuncak
lagi. "Cou Yun Liong! Kalau kau cepat bangun dan berlutut di
hadapanku, aku akan mengampuni nyawamu!"
Cou Yun Liong memandang Ciok Giok Yin, kemudian menarik
nafas panjang seraya berkata.
"Yah! Sudahlah! Sudahlah!"
Dia mengangkat sebelah tangannya, dan seketika terdengar
suara 'Plak! Kepala Cou Yun Liong pecah dan darah bercampur otaknya
berhamburan. Ternyata dia bunuh diri dengan cara memukul
jalan darah Thian Ling Kaynya sendiri. Kejadian itu membuat
Ciok Giok Yin tertegun. Cou Ing Ing langsung memeluk Cou
Yun Liong erat-erat sambil menangis sedih.
"Ayah! Ayah! Aku pasti menuntut balas kematianmu!"
Sesungguhnya Ciok Giok Yin cuma ingin menghina Cou Yun
Liong, sama sekali tidak berniat membunuhnya. Namun tidak
diduga Cou Yun Liong malah bunuh diri. Oleh karena itu, dia
terus berdiri termangu-mangu. Berselang beberapa saat,
barulah dia berkata dengan ringan.
"Adik Ing, itu... itu dilakukannya karena...."
Mendadak Cou Ing Ing bangkit berdiri dan sepasang matanya
berapi-api. "Ciok Giok Yin, cepatlah kau enyah! Cepaaat!" bentaknya
penuh kebencian. Ciok Giok Yin memanggilnya perlahan.
"Adik Ing...."
"Siapa Adik Ingmu" Ayo! Cepat enyah!"
"Adik...."
Cou Ing Ing membentak dengan mata membara.
"Ciok Giok Yin, aku tahu diriku bukan tandinganmu! Tapi kau
harus ingat, kini kau punya seorang musuh besar! Cepat atau
lambat aku pasti membunuhmu!"
"Ayahmu bunuh diri, aku...," sahut Ciok Giok Yin dengan
sedih. "Kau yang mendesaknya!"
"Aku...."
"Tidak usah desak terus aku! Cepatlah kau enyah!"
Ciok Giok Yin tahu tak dapat menjernihkan kesalahan
pahaman itu, akhirnya dia berkata.
"Harap Nona jaga diri baik-baik, aku mohon diri!"
Usai berkata, Ciok Giok Yin membalikkan badannya lalu
berjalan pergi perlahan-lahan. Cou Ing Ing yang masih
menatapnya, berkata dengan sengit.
"Kapan kita berjumpa kembali, saat itulah kau harus
membayar nyawa ayahku!"
Kemudian terdengar suara tangisan yang
memilukan. Sedangkan hati Ciok Giok Yin pun remuk. Diamdiam
dia mencaci dirinya sendiri. 'Ciok Giok Yin, hatimu
sungguh sempit! Tidak seharusnya kau bertindak begitu! Walau
Cou Yun Liong tidak baik terhadapmu, namun tidak seharusnya
kau melupakan budi kebaikannya yang pernah menampung
dirimu di rumahnya! Cou Yun Liong memang sering menghina
dan memukulmu, tapi itu cuma merupakan urusan kecil yang
tak berarti! Kenapa kau malah menuntut balas padanya"
Bukankah tindakan itu amat keterlaluan" Bukan perbuatan
seorang gagah!'
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang sambil menggelenggelengkan
kepala dan berkata lagi dalam hati. 'Ciok Giok Yin!
Kau salah! Kau salah!' Dia berjalan pergi dengan kepala
tertunduk. Langkahnya ke dengaran begitu berat. Sedangkan
hatinya amat menderita sekali. Akan tetapi urusan itu telah
terjadi, menyesal pun sudah tiada gunanya. Kini, dia malah
punya seorang musuh besar, selanjutnya hatinya juga akan
dihantui oleh dosa.
Dia merasa wajahnya dingin. Ternyata air matanya telah
mengucur dengan deras. Air mata yang mengandung rasa
penyesalan. "Adik Ing! Adik Ing! Kau harus memaafkanku. Ayahmu bukan
dibunuh olehku," gumamnya.
Ciok Giok Yin terus berjalan dengan kepala tertunduk. Dia
tidak tahu harus pergi ke mana dan tidak tahu sang waktu
terus berlalu. Ternyata malam sudah semakin larut. Sekonyong-konyong dia
melihat sebuah tandu kecil meluncur laksana terbang ke dalam
rimba dan terdengar suara isak tangis di dalam tandu itu.
Seorang lelaki berwajah seperti macan mengikuti di belakang
tandu itu dan dalam sekejap tandu tersebut sudah hilang
ditelan rimba. Tergerak hati Ciok Giok Yin menyaksikan itu. Dia
segera melesat ke dalam rimba untuk menguntit tandu
tersebut. Akan tetapi, ketika dia sampai di dalam rimba, tidak
menemukan tandu tersebut.
Itu membuatnya bercuriga dan berkata dalam hati. 'Tidak
salah di dalam tandu kecil itu adalah seorang gadis. Kalau dia
ingin menikah mengapa harus menangis" Apakah terdapat
suatu rahasia pada dirinya"' Karena itu, dia ingin
menyelidikinya agar jelas.
Kejadian di rumah Cou Yun Liong langsung dibuang jauh-jauh
dulu, kelak baru dijelaskan pada Cou Ing Ing. Ciok Giok Yin
segera melesat, kemudian berhenti dengan kening berkerutkerut.
Ternyata tampak cahaya lampu yang berkerlap-kerlip di depan
sana dan terdengar suara orang. Dia tertegun. Apakah benar
ada pesta pernikahan di sana" Akan tetapi setelah
diperhatikannya dengan seksama, ternyata itu bukan sebuah
rumah, melankan sebuah kuil.
Bagaimana mungkin" Di dalam kuil, kalau bukan para
hweshio, pasti para biarawati. Bagaimana mungkin ada pesta
pernikahan di sana" Timbul kecurigaannya. Dia langsung


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerahkan ginkang untuk mencelat ke atas sebuah pohon di
hadapan kuil itu. Ciok Giok Yin mengintip dari pohon. Dilihatnya
di atas pintu kuil terdapat sebuah papan bertuliskan 'Kuil Tay
San Si'. Pintu kuil itu terbuka. Tampak beberapa orang berjalan
mondar-mandir di dalam. Karena jaraknya amat jauh, maka
dia tidak dapat melihat jelas siapa mereka.
Ciok Giok Yin ingin meloncat ke atap kuil, tapi dia melihat
sebuah pohon besar dekat tembok kuil itu. Kalau berada di
pohon itu, pasti dapat melihat jelas segala apa yang ada di
dalam kuil. Ciok Giok Yin bergirang dalam hati. Dia
mengerahkan ginkang untuk melesat ke arah pohon besar itu.
Tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dia berbasil mencapai
dahan pohon tersebut, lalu memandang ke dalam kuil. Di
dalam kuil terdapat tiga hweshio sedang menyalakan dua deret
lilin, sehingga ruangan kuil itu menjadi terang benderang. Dia
tidak tahu untuk apa tiga hweshio itu menyalakan lilin, cuma
terus memperhatikan.
Berselang sesaat, muncul seorang hweshio berusia lima
puluhan, sepasang matanya menyorot bengis. Hweshio itu
menengok ke kiri dan ke kanan, kemudian bertanya.
"Sudah menyalakan semua lilin yang berjumlah enam puluh
empat buah?"
Salah seorang hweshio langsung memberi hormat seraya
menyahut. "Sudah."
Hweshio gemuk itu manggut-manggut.
"Kalian boleh mundur."
Ketiga hweshio itu langsung berjalan ke dalam. Hweshio
gemuk itu duduk di tengah-tengah ruangan, kemudian
sepasang matanya menatap kedua baris lilin itu. Mendadak
hweshio gemuk itu membuka mulutnya lebar-lebar, lalu
menyedot. Api lilin itu bergerak ke arah mulut hweshio gemuk
itu. Sungguh menakjubkan, ujung-ujung api itu tersedot ke
dalam mulutnya!
Hweshio gemuk itu menutup mulutnya, api-api lilin itu
kembali normal seperti semula. Hweshio gemuk itu
melakukannya berulang kali, membuat Ciok Giok Yin yang
bersembunyi di atas pohon tersentak kaget, namun dia tidak
tahu hweshio gemuk itu sedang berlatih ilmu kungfu
apa. Berselang beberapa saat, hweshio gemuk itu sudah
berkeringatan dan nafasnya agak memburu.
Di saat bersamaan, tampak sosok bayangan berkelebat dan
dalam sekejap sudah berada di sisi hweshio gemuk
itu. Hweshio gemuk itu tertawa lalu berkata.
"Bocah, apakah kau sudah tidak bisa bersabar?"
"Suhu, ilmu Mo Hwe Kang (Ilmu Api Iblis) ini, Suhu harus
ajarkan padaku."
Hweshio gemuk itu tertawa gelak.
"Demi melayanimu, maka aku harus melatih lwee kang ini.
Maka apa gunanya kau mempelajarinya?"
Bayangan itu langsung mendekap di dada hweshio gemuk.
"Tidak, pokoknya aku harus belajar. Siapa tahu ada gunanya
kelak," katanya.
"Suhu harus ajarkan padaku."
"Baiklah. Kau ke belakang menungguku, aku berlatih sebentar
lagi, baru ke belakang." Hweshio gemuk itu membelainya.
"Bocah, kau sama sekali tidak rugi." Dia mencium kening orang
itu. "Pasti kuberikan padamu, pergilah! Jangan membuang
waktu!" Orang itu bangkit berdiri, kemudian berjalan ke dalam. Ketika
orang itu bangkit berdiri, Ciok Giok Yin melihatnya dengan
jelas. Hampir saja dia membentak gusar. Untung dia masih
dapat menahan diri, sehingga tidak jadi membentak. Siapa
orang itu" Tidak lain adalah Tong Eng Kang yang nyaris
membunuhnya. Ciok Giok Yin juga tidak menyangka bahwa Tong Eng Kang
begitu tak tahu malu. Kelihatannya guru dan murid sering
melakukan hubungan homo seks. Rasanya Ciok Giok Yin ingin
turun tangan membunuh Tong Eng Kang, namun kini masih
belum saatnya, maka harus bersabar. Berselang sesaat,
hweshio gemuk itu bangkit berdiri.
Sungguh di luar dugaan, sebab kini hweshio gemuk itu
tampak bersemangat dan segar. Sepasang matanya
menyorotkan sinar aneh, dan mulutnya menyunggingkan
senyuman. Hweshio gemuk itu membalikkan badannya lalu
berjalan ke dalam. Ciok Giok Yin juga tidak berlaku ayal,
langsung melesat ke atap kuil, kemudian memandang ke dalam
ruangan itu melalui jendela. Pemandangan yang amat tak
sedap tampak di ruangan dalam itu. Ternyata mereka berdua
melakukan perbuatan yang tak senonoh. Tong Eng Kang
mendekap di dada hweshio gemuk itu dalam keadaan telanjang
bulat. Hweshio gemuk itu pun tidak berpakaian. Ketika mereka
berdua baru mau mulai....
Jilid 09 Sejak kecil Ciok Giok Yin belajar ilmu sastrawan, tata krama
dan lain sebagainya. Dia tidak menyangka kalau Tong Eng
Kang akan melakukan perbuatan yang amat memalukan
seperti itu. Mendadak timbullah kegusarannya.
"Tong Eng Kang, sungguh bagus perbuatanmu!" bentaknya
sengit lalu melayang turun. Di saat bersamaan, lampu di dalam
ruangan itu padam. Terdengar hweshio gemuk itu membentak.
"Siapa yang begitu bernyali berani cari gara-gara denganku?"
"Huuuh!"
Hweshio gemuk itu melesat ke luar melalui jendela. Dia
melayang turun lalu berdiri di tempat dalam keadaan telanjang
bulat. Bersamaan itu, terdengar suara dari dalam.
"Suhu, anak sialan itu adalah musuhku, jangan dilepaskan!"
Akan tetapi begitu hweshio gemuk itu berada di hadapan Ciok
Giok Yin, seketika tubuhnya tampak agak tergetar. Karena dia
melihat Ciok Giok Yin jauh lebih tampan dari Tong Eng Kang.
Tidak heran hweshio gemuk itu menjadi tertegun. Sedangkan
sepasang mata Ciok Giok Yin sudah merah membara. Dia
sudah mengambil keputusan untuk membasmi hweshio gemuk
itu, yang telah mencemarkan ajaran Buddha. Setelah itu, dia
akan menangkap Tong Eng Kang untuk menuntut balas
dendamnya. Oleh karena itu, dia maju selangkah demi selangkah. Diamdiam
dia pun mengerahkan lwee kangnya, siap membunuh
hweshio gemuk itu dengan satu pukulan. Hweshio gemuk itu
tidak tahu bahwa maut telah mengancam dirinya. Maka, dia
malah tertawa-tawa.
"Sicu kecil, kalau kau menuruti kemauanku, aku akan
membuatmu hidup senang. Kau mau apa, pasti kukabulkan,"
katanya. "Aku menginginkan nyawamu," sahut Ciok Giok Yin dengan
dingin. "Bagus! Pasti kuserahkan nyawaku padamu!" kata hweshio
gemuk itu lalu menubruk ke arah Ciok Giok Yin.
Ciok Giok Yin berkertak gigi seraya membentak, "Roboh kau!"
Dia langsung menyerang hweshio gemuk itu dengan
menggunakan tujuh bagian lwee kangnya. Terdengar suara
menderu-deru dan terasa pula hawa yang amat panas. Bukan
main terkejutnya hweshio gemuk itu! Dia segera berkelit,
namun masih tersambar angin pukulan itu, membuat nafasnya
menjadi sesak. Kini sekujur badan hweshio gemuk itu agak
gemetar, sebab dia tahu bahwa dirinya sedang menghadapi
lawan yang tangguh. Di saat bersamaan, terdengar suara dari
dalam. "Suhu, kau harus berhasil menangkapnya, agar aku dapat
menghukumnya!"
"Kau memang tak tahu malu, sudah tiada kesempatan
bagimu!" bentak Ciok Giok Yin.
Kemudian, dia menyerang hweshio gemuk itu lagi. Hweshio
gemuk itu tahu akan kelihayan Ciok Giok Yin maka dia cepatcepat
berkelit. "Bocah, sambutlah!" bentaknya.
Mendadak dia membuka mulutnnya, dan seketika tersembur
ke luar uap putih ke arah Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin tidak
tahu akan kelihayan uap putih itu, langsung mendorongkan
sepasang tangannya ke depan.
Plak! Uap putih itu buyar. Ciok Giok Yin merasakan adanya hawa
panas menjalar ke atas dari lengannya, namun dia tidak
memperhatikannya. Tiba-tiba hweshio gemuk itu tertawa
gelak-gelak. "Bocah, kau suah terkena Mo Hwe Tok (Racun Api lblis)! Kalau
kau tidak menuruti kehendakku dalam waktu enam puluh hari
kau pasti mati hangus! Ha ha ha...!"
Ciok Giok Yin tidak menyangka bahwa uap putih yang
disemburkan hweshio gemuk itu adalah Racun Api Iblis. Walau
dia memiliki Sam Yang Hui Kang, namun tidak dapat
memunahkan racun tersebut. Tetapi dia juga tidak percaya
bahwa Racun Api Iblis begitu lihay. Karena dia tidak merasakan
apa-apa, cuma merasa ada hawa panas mengalir ke atas
bahunya. Saat ini, kegusaran Ciok Giok Yin semakin
memuncak. "Keledai gundul, kau harus mati!" bentaknya. Dengan mata
membara dia melangkah maju perlahan-lahan. Sebetulnya
siapa hweshio gemuk itu" Ternyata adalah Mo Hwe Hud
(Buddha Api Iblis). Dia merupakan iblis yang amat terkenal di
dunia persilatan.
Dulu dia pernah d
Pukulan Naga Sakti 4 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 25
^