Pedang Berkarat Pena Beraksara 10

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D Bagian 10


persilatan. Tampaklah berbareng dengan munculnya lingkaran cahaya pedang yang diluncurkan
olehnya, titik titik cahaya tajam yang diciptakan oleh jago pedang berpita hijau itu
seketika lenyap tak
berbekas. sebatang bayangan pedang tanpa sinarpun dengan suatu kecepatan luar
biasa menusuk kedepan.
Mimpi pun jago pedang berpita hijau itu tak mengira kalau serangan dahsyat yang di-
lancarkan olehnya dapat dipatahkan dengan begitu saja oleh serangan Wi Tiong hong,
ia baru terkesiap setelah menyadari kalau pertahanan tubuh bagian depan terbuka.
Dalam keadaan demikian, meskipun dia ingin menghindarkan diri pun keadaan tak
sempat lagi. Tapi, bagaimanapun jua dia adalah seorang jago pedang yang berilmu tinggi,
menyaksikan datangnya bayangan pedang dari Wi Tiong hong yang menusuk tiba, ia
tahu bahwa tiada harapan lagi baginya untuk meloloskan diri dari ancaman mana.
Didalam gugupnya, tubuh bagian atasnya diputar kekanan secara paksa, kemudian
lengan kirinya dibalik dan tiba tiba melepaskan bacokan balasan ke muka.
Satu dengusan tertahan segera bergema memecahkan keheningan menyusul
kemudian darah segar berhamburan ke mana-mana.
Jago pedang berpita hijau itu sudah melompat kearah kanan dan kabur ke dalam
lorong sempit tersebut, namun lengan kirinya sebatas sikut sudah terlanjur terpapas
kutung oleh sambaran pedang Wi Tiong- hong dan terjatuh ketanah.
Rekannya menjadi terkesiap dan ikut mundur ke belakang setelah menyaksikan
rekannya terluka, buru-buru ia mengeluarkan sebuah sumpritan perak dari dalam
sakunya dan siap ditiup.
Sambil tersenyum manis, Su Siau hui segera maju ke muka kemudian serunya lembut:
"Jangan terburu-buru pergi dulu, bawalah sedikit tanda mata sebelum pulang
kerumah?" Tangannya yang lembut segera diayunkan ke muka dan menghantam
kearah dadanya.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut jago pedang itu mendengus dingin, tidak
menghindar tidak berkelit, pedangnya langsung menebas pergelangan tangan gadis
tersebut. Su Siau hui yang melepaskan kebasan tangan tiba-tiba membatalkan ancamannya
sampai di tengah jalan, kemudian sambil menarik kembali telapak tangannya dia
berseru sambil tertawa dingin:
"Buang pedangmu, dan duduklah disini dengan tenang."
Sungguh aneh sekali kalau dikatakan, ternyata jago pedang itu menurut sekali, dia
lantas membuang pedangnya dan benar-benar duduk disitu dengan tenang.
Wi Tiong-hong yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat keheranan, ia segera
memeriksa tubuh lawan dengan seksama, barulah di ketahui kemudian rupanya jalan
darah cian keng hiat dibahu kiri maupun kanan orang itu sudah terhajar oleh sebatang
jarum perak yang panjang.
Kini, ia jatuh terduduk dengan wajah penuh kegusaran matanya yang berapi-api
melototi kedua orang itu tanpa berkedip.
Su Siau-hui segera memutar biji matanya yang jeli sambil tersenyum, katanya: "Mari kita pergi."
Sorot mata yang lembut penuh perasaan cinta, dan nadanya yang penuh nada mesra,
sungguh membikin hati orang berdebar.
Lorong sempit itu lebarnya mencapai satu kaki, lagi pula lurus tanpa belokan, pada
hakekatnya merupakan jalan tembus yang menyenangkan . . .
Pada ke dua belah dinding lorong masing-masing tergantung lentera yang menyinari
sekeliling tempat itu, jalan yang datar tanpa hambatan sudah barang tentu dapat dijalani lebih
cepat. Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah sampai diujung lorong tersebut.
Dihadapan mereka kini terbentang sebuah dinding batu yang menghadang jalan pergi
mereka, disitu tak nampak jalan lembut lagi.
Senyuman yang semula menghiasi terus wajah Su Siau-hui, lambat laun berubah
hebat, akhirnya agak sangsi dia bergumam.
"Aneh, sebetulnya disinilah letak pintu siu bun, mengapa bisa berubah menjadi pintu Ti bun?"
Dari ucapan mana, Wi Tiong hong segera tahu kalau gelagat tidak beres, mungkin
perlengkapan dalam lorong itu sudah mengalami perubahan sehingga nona itu
sendiripun telah salah jalan.
Tanpa terasa dia berpikir: "Nona, bagian manakah yang tak beres?"
Su Siau hui mendengus dingin.
"Hmm, aku tak percaya kalau mereka bisa memutar balikkan kedudukkan pintu dan
berhasil mengurung kita disini."
Walaupun dia tak mau mengalah dalam bibir namun tubuhnya tetap berdiri dimuka
dinding batu itu dengan wajah agak sangsi.
Melihat sinona berdiri dengan kening berkerut dan ujung kaki dibentak-bentakkan
diatas tanah. untuk sesaat diapun tak berani mengusik ketenangan gadis tersebut.
Untuk sesaat dia hanya berdiri saja disampingnya sanbil memandang gadis itu dengan
termangu. Perlu diketahui, meskipun Wi Tiong hong sudah berapa kali berjumpa dengan Su Siau
hui, tapi selama ini dia belum pernah memperhatikan si nona dengan seksama, dalam
benaknya pun hanya tertinggal setitik bayangan yang kabur, dia hanya tahu gadis itu
cantik tapi dingin dalam gerak mimiknya.
Tapi sampai dimanakah kecantikan wajahnya" oleh karena dia tak berani memandang
lebih seksama, tentu saja pemuda itu tak dapat menjelaskan lebih terperinci lagi.
Sementara itu Su Siau hui sedang memutar otak untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi, sedangkan Wi Tiong hong pun ingin cepat-cepat tahu bagaimana caranya
menembusi lorong tersebut, seandainya dia mendongakkan kepala memperhatikan
wajahnya si nona sebetulnya tindakannya ini merupakan suatu tindakan yang lumrah.
Padahal jarak diantara mereka berdua cuma berapa depa, maka setelah dia berpaling,
wajah kedua orang itupun menjadi saling berhadapan raut muka si nona kelihatan
lebih jelas. Hampir saja anak muda itu terpikat oleh kecantikan nona itu, untuk sesaat lamanya dia
sampai berdiri tertegun termangu.
Mendadak So Siau hui seperti menyadari akan sesuatu. wajahnya kontan berubah
menjadi merah padam karena jengah.
Untuk menghilangkan rasa malunya, dia mulai meraba sekitar dinding batu
dihadapannya, tak selang berapa saat kemudian, terdengarlah bunyi gemerincingan
nyaring menggema memecahkan keheningan, pelan-pelan dinding batu itu bergeser
ke samping dan muncul ah sebuah pintu rahasia.
Dengan hati gembira Su Siau-hui segera berseru: "Akhirnya pintu rahasia disini berhasil kutemukan, mari kita masuk kedalam."
Kedua orang itu bersama sama melangkah masuk ke dalam pintu rahasia, terendus
bau harum semerbak berhembus lewat.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah ruangan tempat tinggal yang luas, diatas
keempat dindingnya tersebar empat butir mutiara sebesar buah kelengkeng, sedang
diatas langit-langit ruangan tergantung sebuah lentera-terbuat dari kaca yang
memancarkan sinar terang benderang.
Ketika mutiara yang berada di keempat dinding termakan oleh sorotan cahaya lentera
tersebut, segera berpantulah selapis cahaya lembut yang berwarna putih susu.
Diatas sebuah meja yang terbuat dari kemaia, nampak cawan emas berjajar disitu,
segala perlengkapan yang ada disitu rata-rata mewah, megah dan mentereng.
Ruangan tersebut sangat bersih tak nampak sedikit debupun, juga tidak kedengaran
suara apa-apa, tapi begitu mereda berdua melangkah masuk. muda-mudi tersebut
segera berhenti dengan pandangan kaget.
Ternyata di atas kursi berlapis kain beledru halus, duduk seorang lelaki berbaju
perlente. Orang itu berwajah semu emas, mempunyai alis mata yang melentik dengan sepasang
mata yang tajam, dia berusia dua puluh empat lima tahunan, ditangannya memegang
sebuah cawan air teh yang terbuat dari batu kemala putih, waktu dia duduk bersandar
sambil memandang kearah mereka berdua dengan senyum dikulum, sikapnya amat
tenang dan manis.
Dengan perasaan terkesiap Wi Tiong hong segera berpikir. "Siapakah orang itu ?"
Disaat yang teramat singkat inilah, terdengar dua kali bentakan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, bayangan manusia berkelebat lewat, di ringi endusan bau
harum, terlihat dua rentetan cahaya pelangi berwarna perak. satu dari kiri yang lain
dari kanan bagaikan gunting secepat kilat menyambar tiba, hawa dingin yang merasuk
tulang benar-benar terasa menggidikkan hati.
Dua bilah pedang yang melancarkan tusukan sambil menggunting itu datang dengan
kecepatan luar biasa, pada hakekatnya sama sekali tak sempat buat Wi Tiong hong
untuk meloloskan pedangnya,
Su Siau-hui pun nampak agak terkejut, cepat-cepat dia menyambar lengan Wi Tiong
hong dan diajak mengundurkan diri ke luar pintu.
"Jangan lukai mereka." terdengar manusia bermuka emas yang duduk dikursi itu membentak dengan suara rendah.
Cahaya pedang segera sirap. berbareng itu juga terdengar suara gemerincing nyaring,
rupanya kedua belah pedang tersebut telah dimasukkan kembali kedalam sarungnya.
Sewaktu menyerang, mereka dapat menyerang dengan kecepatan tinggi, sewaktu
menyarungkan kembali pedangnya, mereka pun dapat menyarungkan senjata nyatak
kalah cepatnya.
Bahkan gerakan tubuh mereka pun sama cepatnya, sebab menanti Wi Tiong hong
dapat mendongakkan kepalanya lagi, dua orang gadis berdandan seperti putri keraton,
dengan pedang tersoren sudah berdiri dibelakang manusia bermuka emas itu dengan
sikap menghormat.
Su Sian hui sama sekali tidak melepaskan rangkulannya pada lengan Wi Tiong hong,
tapi dengan suara dingin dia segera menegur: "Kau anggap mereka benar- benar bisa melukai aku ?"
Berkilat sepasang mata manusia bermuka emas itu, ditatapnya kedua orang itu
dengan lembut dan hangat, lalu tersenyum, ujarnya.
"Kalian berdua bisa menerjang sampai ke-tempatku ini, berarti kalian telah menjadi tamu agungku, silahkan duduk di dalam."
Su Siau hui mendengus dingin. "Hmm, masuk yaa masuk. memangnya kami takut
kepadamu?" teriaknya penasaran.
Sambil menggandeng tangan Wi Tiong hong, bagaikan sepasang kekasih yang amat
mesranya, mereka berjalan masuk kedalam ruangan.
Wi Tiong-hong merasa rikuh sekali sewaktu lengannya digandeng gadis itu, tapi
lantaran gadis tersebut tidak melepaskan gandengannya, sudah barang tentu dia tak
dapat melepaskan diri atau mendorong gadis itu dengan begitu saja, tak heran kalau
mukanya menjadi merah padam lantaran merasa jengah.
Manusia bermuka emas memandang sekejap ke arahnya, kemudian sambil
mengulapkan tangannya berkata: "Silahkan duduk "
Wi Tiong-hong mencoba untuk memandang kearah dua orang gadis berdandan model
keraton yang berdiri dibelakang lelaki muda tersebut, ketika melihat pedang berpita
kuning yang tersoren dipinggangnya, sekali lagi si anak muda itu merasa terperanjat.
Dengan cepat ia teringat kembali akan Hek bun-kun Cho Kiu-moay, pedang yang
tersoren perempuan itupun berpita kuning, malah sewaktu mendengar perkenalan
dari Chin congkoan pernah disebutkan kalau perempuan itu merupakan salah satu
diantara empat dayang yang mengawal Ban Kiam hwee Cu.
Satu ingatan dengan cepat melintas didalam benaknya tanpa terasa tegurnya sambil
mendongakkan kepalanya: "Apakah kau adalah Ban Kiam hwee cu ?"
Ucapan "Ban Kiam hwee cu" yang disebutkan anak muda tersebut dengan cepat
mengejutkan pula Su Siau hui, cepat dia melepaskan pergelangan tangan Wi Tiong
hong, kemudian tegurnya sambil berpaling: "Kau kenal dengan dia ?"
"Tidak kenal, aku hanya pernah mendengar tentang pembagian tingkat didalam
perkumpulan Ban kiam hwee dengan perbedaan warna pita pedangnya, konon hanya
ke empat dayang yang pengawal Ban kiam hwee cu saja yang memakai pedang berpita
kuning, oleh karena pita pedang yang dipakai kedua orang nona tersebut berwarna
kuning maka akupun lantas menduga kalau saudara ini adalah Ban kiam-hwee cu."
"Oooh .. .tak heran kalau serangan yang mereka lancarkan tadi, benar-benar bisa
ditonton kebagusannya." kata Su Siau hui sambil manggut-manggut.
Yang dimaksudkan sebagai "bisa ditonton kebagusannya." berarti kepandaian lawan belum mencapai tingkatan yang sempurna, sudah jelas gadis itu bermaksud untuk
memandang enteng serta mencemooh kemampuan lawan.
Dua orang gadis berdandan model keraton dibelakang manusia bermuka emas itu
segera berubah wajah setelah mendengar perkataan itu, sebaliknya Manusia bermuka
emas itu hanya tertawa hambar.
"Perkataan saudara ini memang benar, siaute adalah pemimpin tertinggi dari selaksa pedang."
Sekali lagi Su Siau hui mendengus dingin. "Hmm, Ban kiam-hwee juga paling paling
begitu, huuh... apakah kau tidak merasa terlampau sombong menyebut dirimu sebagai
Ban-kiam ci cu (Pemimpin dari selaksa pedang)?"
Mencorong sinar kilat dari balik mata Ban kiam hwee cu, lalu dia tertawa ringan. "Ban kiam ci cu adalah Ban kiam ci cu, masa ada perbedaannya?"
oooooOOoooooo "TENTU saja ada perbedaannya " sahut Su Siau hui cepat.
"Siaute bersedia mendengarkan pendapatmu itu. Haah . .. haaah... haah . . .mengapa kalian berdua tidak duduk lebih dulu sebelum melanjutkan perbincangan?"
Sambil berkata dia lantas menuding dua buah kursi yang berada dihadapannya, jelas
maksudnya mempersilahkan tamu untuk duduk,
Wi Tiong-hong dapat menyaksikan jari tangannya yang putih nan lembut tak ubahnya
seperti jari tangan gadis.
Su Siau hui tanpa ragu duduk diatas kursi yang dimaksudkan, setelah itu, ujarnya:
"Ban kiam hwee cu adalam pemimpin dari perkumpulan Ban kiam hwee, oleh sebab
itu terlepas apakah kau benar-benar memimpin selaksa orang jago pedang atau tidak,
berhubung nama perkumpulanmu adalah Ban kiam hwee dan suatu perkumpulan
pasti ada Hweecu (pemimpinnya), maka sekalipun kau menyebut diri sebagai Ban kiam
hweecu pun orang lain tak bakal memprotes. Sebaliknya berbeda sekali dengan
sebutan Ban kiam ci cu (pemimpin dari selaksa pedang) sebab Ban kiam atau selaksa
pedang bukan mengartikan suatu perkumpulan yang bernama demikian, melainkan
menunjukkan jago jago persilatan yang menggunakan pedang dalam dunia persilatan
bila kau menyebut diri sebagai Pemimpin dari selaksa pedang, bukan sama artinya
dengan kau menganggap kemampuanmu sudah mencapai tingkatan nomor wahid
yang tak terkalahkan diantara para jago yang menggunakan pedang lainnya dalam
dunia persilatan ?"
Ban kiam hwee cu yang mendengar uraian tersebut segera tersenyum.
"Perkataan nona memang benar, sedikitpun tak keliru, Ban kiam ci cu memang
bermaksud demikian."
"Tidakkah kau merasakan kelewat latah dan sombong dengan sebutan tersebut ?"
jengek si nona cepat.
Ban kiam Hwee cu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh. . . haahh... haahh... sedikitpun tidak latah, sedikitpun tidak sombong, karena dalam permainan ilmu pedang, siapakah manusia dalam dunia persilatan dewasa ini
yang sanggup mengalahkan kemampuan dari Ban-kiam ci cu ?"
"Aku justru ingin mencoba sampai dimanakah kelihayan ilmu pedang yang kau miliki
itu?" Kembali Ban kiam Hweecu tersenyum.
"Nona berani mengucapkan perkataan semacam itu dihadapan siaute, berarti kau
bukan seorang manusia sembarangan hanya saja berhubung jago lihay yang
berdatangan di bukit Pit bu san hari ini berjumlah cukup banyak. sedangkan siaute pun
baru saja datang, bagaimana kalau sebentar lagi kita bicarakan kembali soal itu
diruang depan sana ?"
Berbicara sampai disitu, sambil tertawa nyaring dia menambahkan.
-oooOooOooo- Bab-40 "WALAUPUN JAGOAN LIHAY YANG berdatangan dibukit Pit bu san hari ini berjumlah
amat banyak, tapi hanya kalian berdua yang sanggup memasuki ruanganku ini, maka
hari kalian berdua adalah tamu agung bagi Ban-kiam Hwee kami..."
Belum habis dia berkata mendadak terdengar ada orang mendengus berat-berat.
Paras muka Ban kiam Hweecu berubah hebat sambil mengangkat kepalanya ia
menegur, "Masih ada jago lihay siapa lagi?"
Namun orang tersebut hanya mendengus, kemudian suasana menjadi hening
kembali.. Ban kiam Hweecu segera menitahkan kepada dua orang pembantunya: "Coba kalian
keluar dan melakukan pemeriksaan, siapakah orang tadi ..?"
Dua orang gadis berdandan model keraton itu mengiakan. dengan cepat mereka
menyelinap keluar dari dalam ruangan.
Tak selang berapa saat kemulian. dua orang ayang itu sudah berjalan masuk kembali.
kemudian setelah membungkukkan badan memberi hormat kepada Ban kiam Hwetju
mereka berkata.
"Budak mendapat perintah untuk melakukan pemeriksaan. namun di empat penjuru
tak nampak sesosok bayangan manusia pun !"
Ban-kiam hweecu mendengus dingin.
"Hmmm. bukan saja orang itu memiliki ilmu gerakan tubuh yang cepat sekali. bahkan sangat hapal dengan jalan rahasia disini. sudah barang tentu kalian tak akan berhasil
menyusulnya."
Selesai berkata, kembali dia mengulapkan tangannya.
Dua orang dayang tersebut bersama-sama segera mengundurkan diri dari situ.
Ban-kiam-hweecu segera mengalihkan kembali pandangan matanya kearah dua orang
tamunya, kemudian sambil tersenyum dia bertanya;
"Siaute belum sempat menanyakan nama besar kalian berdua?"
"Aku Wi Tiong hong !" kata sang pemuda.
Ban-kiam hweecu tertegun. lalu dengan membukakan matanya lebar-lebar dia
mengawasi wajah Wi Tiong-hong beberapa kejap. lalu manggut-manggut, katanya:
"Ooohh, rupanya saudara Wi, kalau begitu nona adalah nona Lok...?"
Bukan saja dia mengetahui nama Wi Tiong-hong bahkan mengetahui juga tentang Lok-
khi, tapi Su Siau hui telah salah dianggap sebagai Lok Khi . . .


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak ampun lagi. paras muka Su Siau hui berubah menjadi sedingin es, serunya ketus:
"mm, aku mah bukan adik misannya. aku bernama Su Siau hui !"
"Oooh! nona Su datang dari Lam-hay?"
"Betul, aku memang datang dan Lam-hay mau apa kau?"
Ban kiam hwee cu tertawa hambar. "Dewasa ini kalian berdua merupakan tamu
agungku, untuk sementara lebih baik kita tak usah membicarakan masalah budi
dendam luhur kita dulu."
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh;
"Kalian berdua datang ke bukit Pit bu san ini sudah pasti dikarenakan Lou bun si
bukan" Siaute pun datang kemari khusus disebabkan masalah tersebut..."
Wi Tiong hong segera dapat merasakan betapa supel dan hangatnya sikap Ban kiam
hweecu ini terhadap orang lain, tanpa terasa dia pun sudah menanamkan beberapa
bagian kesan baik terhadap orang ini.
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya pemuda itu sudah menggeleng dan
menukas: "Aku bukan datang dikarenakan Lou bun si"
"Aku juga bukan." sambung Su Siau hui. "hm" sekalipun Lou bun si adalah benda yang berasal dari keluargaku tapi aku sama sekali tak tertarik akan benda itu."
Tampaknya Ban kiam hweecu benar-benar merasa diluar dugaan atas jawaban
tersebut sambil memandang wajah kedua orang itu, tanyanya kemudian dengan
keheranan: "Lantas di karenakan persoalan apa kalian berdua datang kemari?"
Paras muka So Siau hui segera berubah menjadi merah padam, rupanya dia merasa
kurang leluasa untuk memberikan jawabannya.
Dengan cepat Wi Tiong hong menjura, kemudian menjawab. "Aku memang ada satu
persoalan yang ingin mohon bantuan hweecu, harap sudi memberi muka untukku."
"Asal siaute sanggup untuk melakukannya, sudah pasti tak akan kutampik
keinginanmu."
Selama ini, Ban kiam Hwee selalu dianggap sebagai suatu perkumpulan rahasia,
sungguh tak disangka bahwa gerak geriknya memancarkan kegagahan yang sangat
mengagumkan. Dengan perasaan berterima kasih Wi Tiong hong segera berkata.
"Kalau begitu, kuueapkan banyak terima kasih lebih dulu."
"Saudara Wi, sebenarnya kau ada persoalan apa" silahkan saja diutarakan keluar."
kata Ban kiam Hweecu sambil menatap tajam wajah Wi Tiong hong.
Wi Tiong hong termenung sejenak. kemudian sahutnya: "Saudara angkatku, ketua Thi
pit pang Ting ci kang telah di tangkap oleh perkumpulan kalian sejak bulan berselang,
waktu itu aku pernah menggunakan lencana Siu lo ci-leng untuk meminta Chin
congkoan membebaskannya. Sungguh tak disangka Chin congkoan mengatakan, dia
perlu minta persetujuan dari Hweecu lebih dulu sebelum membebaskannya, meski
keesokan harinya dilepaskan juga , namun yang muncul adalah seseorang yaag
menyaru sebagai toakoku, bahkan dia berhasil merampas Lou bun si dari tanganku.
Semula aku tidak mengetahui benar tidaknya persoalan itu tapi kini berhubung Ting-
toako terbunuh yang mayatnya ditemukan dikuil Sik jin tian, hasil pemeriksaan oleh
pelindung perkumpulan itu menunjukkan kalau yang tewas bukan Ting toako, itulah
sebabnya kami lantas menduga kalau Ting Toako masih berada ditangan kalian.
Dengan memberanikan diri, aku mohon kepada hweecu agar sudilah kiranya
membebaskan Ting Toakoku itu."
Berkilat sinar tajam dari balik mata Ban kiam hweecu, ditatapnya wajah Wi Tiong hong
lekat-lekat kemudian baru berkata:
"Terus terang kukatakan kepadamu saudara Wi, persoalan partai selama ini
diselesaikan sendiri oleh kelima orang congkoanku, sangat jarang siaute mencampuri
urusan ini..."
Diam-diam Wi Tiong-hong mendengus setelah mendengar perkataan itu, pikirnya:
"Bagus sekali, aku mengira kau benar-benar bersedia melepaskan orang, rupanya kau hanya mengucapkan kata tersebut sebagai basa-basi saja."
Sementara itu Ban kiam hwecu telah melanjutkan kembali kata-katanya setelah
berhenti sejenak.
"Kali ini, Chin congkoan mengirim orang untuk menghantar Loa bun-si tersebut, tapi sebagai akibatnya memancing perhatian banyak jago yang berbondong-bondong
meluruk kesini, itulah sebabnya siaute mendapat perintah untuk menyusul kemari."
"Mengenai bagaimana cara Chin congkoan mendapatkan benda itu, berhubung siaute
baru datang dan belum mendengar penuturan yang sebenarnya, maka aku tak bisa
berkata apa-apa, tapi seandainya Ting ci-kang yang dimaksudkan saudara Wi benar-
benar berada dalam perkumpulan kami, sudah pasti siaute akan menurunkan perintah
untuk membebaskannya, harap saudara Wi jangan kuatir."
Mendengar ucapannya bersungguh-sungguh tidak mirip lagi berbohong, diam-diam Wi
Tiong hong merasa amat bersyukur, pikirnya:
"Syukur kalau ia bersedia membebaskan Ting toako dari sekapan, sebagai Ban kiam
hweecu semestinya dia adalah pemimpin tertinggi dari perkumpulan Ban kiam hwee,
tapi mengapa dia mengatakan kalau kedatangannya untuk melaksanakan perintah "
Siapa yang memerintah dia ?"
"Aaaah. Lok Khi..."
Baru saja dia teringat akan Lok Khi, tiba-tiba tirai pintu disebelah kiri bergoyang
kemudian berjalan masuk seorang gadis berpakaian ringkas berwarna hitam gelap
dalam sekilas pandangan, agaknya perempuan itu melihat Wi Tiong- hong dan Su Siau-
hui berada dalam ruangan tersebut, wajahnya segera kelihatan agak tertegun.
Wi Tiong-hong mengenali perempuan berbaju hitam gelap itu sebagai Hek bun-kun
Cho Kiu moay. "Bagaimana hasil pemeriksaannya ?"Ban-kiam Hweecu segera mendongakkan
kepalanya sambil menegur.
Hek bun kun Cho Kiu moay segera menjura, "Budak mendapat perintah...." Dia sengaja menarik kata yang terakhir panjang-panjang, sementara sorot matanya memohon
persetujuan dari pimpinannya dulu.
Tentu saja hal ini disebabkan dalam ruangan masih hadir orang luar yang tak dikenal.
Ban-kiam Hweecu segera berseru, "Tidak menjadi soal katakan saja."
"Budak berhasil menemukan jejak beberapa rombongan musuh dibukit sebelah depan
sana, diantaranya terdapat Seh Thian yu dari selat Tok see sia, Thian Khi cu dari Bu
tong pay, Sip cu hwesio, hongtiang ruang Lohan wan dari siau lim si dan tampaknya
orang-orang dari Lam hay bun pun turut berdatangan...
Sambil tersenyum Ban kiam hweecu memandang sekejap kearah Su Siau hui, lalu
katanya. "Nona Su inipun berasal dari Lam hay," Setelah mangggut-manggut, terusnya:
"Tujuan mereka datang kemari adakah untuk menjumpai jagoan lihay yang
berdatangan dari berbagai tempat, suruh mereka membuka pintu gerbang lebar-lebar
didepan bukit situ dan perintahkan kepada Buyung congkoan untuk mewakiliku
menyambut kedatangan tamu-tamu tersebut."
Hek bun kun membungkukkan badan sambil menerima perintah, dengan cepat dia
mengundurkan diri.
Tiba-tiba muncul lagi seorang dayang berdandan model keraton dalam ruangan itu,
setelah menjura katanya: "Chin congkoan ingin bertemu."
"Baik, aku segera akan keluar." sahut Ban-kiam Hwee cu, kemudian setelah berdiri, dia menjura pada Wi Tiong hong berdua sambil ujarnya pula: "Harap kalian berdua sudi
menunggu sebentar disini, siaute hanya pergi sebentar saja."
Ternyata ruangan batu itu merupakan tempat beristirahat sementara bagi Ban kiam
hwecu, sedang tempat untuk menerima bawahannya terletak di bagian lain.
Dari sini dapat di tarik kesimpulan, kecuali empat dayang kepercayaannya sekalipun
selesai seorang congkoan pun tak boleh masuk ke situ secara sembarangan.
Wi Tiong- hong ikut berdiri, katanya: "Aku pun masih ada urusan."
"Saudara Wi masih ada urusan apa ?" tanya Ban-tiam hweecu sambil tertawa,
sementara matanya memancarkan sinar tajam.
"Adik misanku masuk melalui pintu kematian, kemungkinan besar kini sudah
terjebak. . ."
Belum selesai dia menyelesaikan perkataannya. Ban-kiam hweecu sudah menukas
sambil tertawa ringan:
"Tak usah kuatir saudara Wi, barusan siaute telah berpesan kepada mereka, setiap
orang yang datang dibukit Pit bu san hari ini semuanya akan disambut sebagai tamu.
Aku pasti akan menyuruh Chin congkoan untuk mengundangnya datang kemari."
Sementara masih berbicara, pelan-pelan dia sudah beranjak keluar dari ruangan
tersebut. == ooo == Dalam pada itu, Lok Khi yang masuk kedalam lorong dalam keadaan mendongkol
segera merasakan gua tersebut gelap gulita setelah memasuki separuh bagian
diantaranya sorot cahaya yang masuk melalui arah belakang kian kebawah kian
bertambah lirih, apa lagi setelah tiba dibawah sana, pada hakekatnya makin ia masuk
semakin gelap. Bagaimana pun juga. dia adalah seorang gadis muda, tak urung timbul juga perasaan
ngerinya setelah berada dalam kegelapan, dia mulai menyesali tindakannya yang
kelewat gegabah, coba kalau tidak mendongkol terhadap engkoh Hong, bukankah
diapun tak usah masuk kemari seorang diri "
"Tidak Aku tak sudi ditemani olehnya." hatinya segera berpekik, "sudah jelas ia telah terpikat oleh perempuan siluman dari Lam-hay, kalau tidak. bukankah dia sudah
menyusul kemari ?"
Sebagai seorang gadis yang bersifat keras kepala, kendatipun dalam hati kecilnya
merasa ketakutan namun rasa mendongkol dan gemasnya terhadap Wi Tiong hong
memaksanya meneruskan perjalanan menembusi lorong gua yang gelap itu.
Untung saja lorong rahasia tersebut mempunyai ukuran lebar yang bisa ditempuh
beberapa orang, permukaan tanahnya pun sangat datar, kendatipun banyak tikungan,
bukan berarti sukar untuk dilewati.
Baru berjalan beberapa saat, mendadak ia menemukan dari belakang tubuhnya
muncul sesosok bayangan manusia yang menempuh perjalanan bersama searah
dengannya. Lok Khi segera mengira yang datang adalah Wi Tiong hong, betul hatinya masih
mendongkol, tapi diam-diam iapun merasa girang hingga tanpa terasa menghentikan
langkahnya Menanti bayangan manusia yang berada dibelakang itu sudah makin mendekat, ia
baru menegur sambil tertawa dingin: "Mau apa kau datang kemari?"
Tampaknya orang itu merasa amat terkejut serentak dia melompat mundur sambil
membentak: "Siapakah kau?"
"Aaah. rupanya dia bukan engkoh Hong."
Lok Khi segera membatin, "suara itu bukan engkoh Hong, yaa . . .dia adalah si lelaki busuk she Lan tersebut. . ."
Mendongkol dan gemas yang bercampur aduk membuat Lok Khi bertambah geram,
dia, segera mendengarkan arah orang tersebut kemudian dengan suatu gerakan cepat
menerjang ke arahnya dan tangannya langsung diayunkan kedepan melepaskan
sebuah tamparan.
Kepandaian silat yang dimilikinya kini memperoleh warisan langsung dari Thian Sat
nio, kecepatan maupun kejituan tamparannya kali ini benar-benar luar biasa.
Sebagaimana diketahui, gua itu gelap gulita hingga lima jari sendiripun susah dilihat, menanti Lan Kunpit menyadari ada orang yang menerjang datang, untuk menghindar
sudah tak sempat lagi.
"Plaaakkk" tahu-tahu pipi orang itu sudah kena ditampar sekali dengan kerasnya.
Tak terlukiskan kemarahan yang mambara di dalam dada Lan Kun-pit waktu itu, sambil
membentak. tangannya diayunkan kedepan melepaskan dua batang jarum beracun
dari keluarga Lan.
Lok Khi sudah tahu siapakah dia, sudah barang tentu ia telah melakukan persiapan,
begitu Lan Kun pit menggerangkan tangan kirinya , dia lantas meningkatkan
kewaspadaannya tangan kanannya diayunkan pula bersamaan waktunya.
"cri ing... " cahaya tajam berkilauan, dua batang jarum beracun itu sudah rontok ketanah.
Sementara gadis itu segera membahkan badan dan kabur kedalam gua.
Lan Kun-pit yang tanpa sebab ditampar orang sudah barang tentu tak akan
melepaskan musuhnya dengan begitu saja setelah diketahui gadis itu melarikan diri,
dengan suara menggeledek ia membentak: "Mau kabur kemana kau?"
Dia melompat kedepan dan melakukan pengejaran yang sangat ketat,padahal maksud
Lok Khi hanya ingin menyusul rombongan yang sudah berangkat lebih duluan itu, dia
tidak takut kepada Lan Kun-pit sekalipun pemuda itu melakukan pengejaran secara
ketat. Makin lama dia berlari semakin cepat, tiba tiba didepan sana muncul tikungan yang
menuju kearah kanan.
Baru saja dia menikung, didepan sana telah muncul sekilas cahaya api dan muncul ah
sebuah obor yang menerangi sekitar lorong.
Dengan memancarnya sinar obor tersebut, maka segala sesuatu yang berada
disekeliling tempat itu dapat terlihat jelas.
Lok Khi mendongakkan kepalanya. ia menyaksikan beberapa orang yang berada
dihadapannya berada hanya empat lima kaki saja dari hadapannya, orang yang
berjalan dipaling depan adalah si Naga tua berekor botak To Sam seng, kedua adalah
Thi lo han Khong beng hwesio, kemudian Ma koan tojin dari bukit Hong san.
Tok Lu-pan mengikuti dibelakang ketiga orang itu, penggaris besinya masih digunakan
untuk mengukur ke timur, mengukur ke barat, sedangkan Tok Hay ji dan Tok Si-cuan
mengikuti dibelakangnya.
Mereka berdiri pada kedua belah sisi yang berbeda, satu rombongan disebelah kiri,
sedangkan yang li nada disebelah kanan, waktu itu mereka sedang berjalan menuju ke
balik kegelapan.
Setelah memegang lampu lentera, si Naga tua berekor botak To Sam seng berkata
dengan suara parau: "Apa bila daya ingat siaute tak salah, tempat ini merupakan
tikungan yang kedua puluh empat, tujuh ratus dua puluh langkah kemudian pasti ada
kode rahasianya."
"Kini kita sudah berada didalam lambung pintu kematian," Lupan beracun
menimbrung, "posisi kita sekarang teramat berbahaya, setiap saat kemungkinan besar akan terjebak atau kena perangkap. kalau toh loko memang meninggalkan tanda
rahasia disini, cepatlah diperiksa, daripada kita terlanjur terancam oleh bahaya maut."
Naga tua berekor botak tertawa terbabak-bahak. "Haah, haaah, haaah, dari kedua
puluh empat buah tikungan yang kita lewati tadi, disetiap tikungan pasti ditemukan
tanda rahasia siaute, masa aku bisa salah?"
Dia mengangkat tinggi-tinggi obornya untuk menerangi dinding lorong, kemudian
sambil menuding ke depan serunya: "Saudara sekalian, coba kalian perhatikan, kode rahasiaku berada disini."
"Tempo hari siaute dibebaskan setelah orang she Chin itu menanyai asal usulku,
jalanan yg dilalui juga jalanan ini, seingatku lorong ini langsung menghubungkan ruang batu tempat tinggal orang she Chin tersebut."
Lupan beracun memeriksa dan mengukur sebentar kedua sisi lorong tersebut.
kemudian katanya: "Terdapat persimpangan diantara Tu dan Siu, kalau begitu yang
sebelah kiri adalah pintu siu bun, sedangkan orang she Chin berdiam dipintu Tu-bun."
"Tepat sekali," seru naga tua berekor botak dengan terkejut bercampur gembira, "kita memang harus menuju ke arah kiri. jalanan tersebut tidak terdapat banyak tikungan,
semuanya berjumlah dua ratus dua puluh satu langkah,jangan padamkan obor ini."
Tampaknya obor yang dibawa beberapa orang itu sudah tidak banyak lagi jumlahnya,
maka mereka harus mempergunakannya secara berhemat.
Pada saat itulah Lan Kun-pit telah menyusul ke situ, wajahnya yang ceking penuh
dilapisi hawa pembunuhan yang tebal, di tatapnya Lok Khi tajam-tajam kemudian
setelah mendengus dingin serunya:
"Jadi kau si budak jelek yang telah menyergap kongcumu tadi ?"
Sebenarnya Lok Khi sudah mangkel sekali, makian "sibudak jelek" itu bagi
kedengarannya ibarat api yang bertemu minyak. amarahnya kontan saja semakin
berkobar. Dia mendengus lalu serunya:
"Masih terhitung sungkan nona cUma menamparmU sekali hmmm, apakah kau tidak
terima ?" Lan Kun-pit adalah seorang pemuda tampan yang selamanya memandang tinggi diri
sendiri, tapi sekarang, rahasia ditamparnya dia oleh seorang gadis jelek diungkapkan
dihadapan orang banyak, sudah barang tentu kejadian tersebut membuat hatinya
benar-benar tak tertahankan.
Dengan wajah hijau membesi, dia segera membentak gusar: "Budak jelek. hari ini
kongcumu tak akan mengampuni jiwamu dengan begitu saja."
Tangan kanannya segera diulapkan ke depan, diantara kebasan kipasnya yang
mengembang tampak sekilas cahaya perak meluncur kedepan dan menyongsong
tubuh Lok Khi. "Hmm, memang tepat sekali." dengus Lok Khi dingin, "hari ini kau memang tak boleh diampuni."
"crinng . . ." cahaya pedang berkilauan tajam, dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah pedang lemas yang tajam sekali, diantara getaran senjatanya itu
tampak sekuntum bunga pedang meluncur kedepan dan memukul kebalik bayangan
kipas Lan Kun-pit.
"Tri ing ..." terdengar suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan, kedua orang itu sama-sama mundur setengah langkah dari posisi semula.
Mendadak cahaya api obor ditangan Naga tua berekor botak To Sam seng menjadi
padam, seketika itu jago lorong rahasia tersebut berubah menjadi gelap gulita
sehingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiripun sukar. Terdengar Naga tua
berekor botak berteriak keras:
"Sudah cukup, jangan berkelahi lagi sekarang waktu lebih berharga daripada segala-galanya, harap kalian segera mengikuti siaute."
Menyusul ucapan mana, terdengar suara langkah kaki manusia yang bergerak menuju
ke depan. Lorong rahasia tersebut amat sepi bagaikan dalam kuburan, walaupun suara langkah
Naga tua berekor botak sangat enteng, kedengaran juga suara langkah kakinya.
Maka Thi-lohan Khong-beng hwesio, Ma-koan tojin dari Hong-san dan Lu-pan beracun
bertiga ikut gerak maju lagi kedepan-Sambil mendengus Lok Khi segera berseru.
"Bajingan cilik she Lan, untuk sementara waktu nona akan mengampuni dulu jiwa
anjingmu itu." Selesai berkata, buru2 dia menyusul kedepan.
Lan Kun-pit adalah seorang manusia yang licik dan punya banyak tipu muslihat,pada
mulanya dia mengikuti Lok Khi seperti juga, dia sendiri, masuk kesitu seorang diri
untuk menyerempet bahaya, tapi setelah dilihatnya disana masih ada enam tujuh
orang yang membentuk satu rombongan lagi pula ada yang menjadi petunjuk jalan,
sudah barang tentu dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan begitu
saja. Tanpa banyak berbicara lagi dia mengintil secara diam-diam dibelakang orang itu dan
meneruskan perjalanannya kedepan.
Kini. dibalik lorong rahasia yang gelap gulita, hanya terdengar suara langkah kaki
manusia yang bergerak menujU ke depan, siapa pun tidak ada yang bersuara.
Tapi dalam hati masing-masing merasa keheranan, kini mereka sudah berada jauh
didalam sarang musuh, padahal tempat ini merupakan sarang dari para jago pedang


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpita hitam dari Ban kiam hwee, herannya mengapa sampai kini belum ada orang
yang menghadang mereka "
Beberapa puluh langkah kembali sudah di lewati. Mendadak Lupan beracun
membentak keras.
"Harap kalian semua berhenti."
Waktu itu, semua orang sedang melakukan perjalanan dalam kegelapan, begitu
mendengar suara bentakannya yang menggema secara tiba-tiba, betul juga , mereka
semua segera berhenti.
Kemudian terdengar Ma koan tojin berkata dengan suara menyeramkan: "Lu sicu,
apakah kau telah menemukan sesuatu yang luar biasa ?"
"Sun-sute, cepat memasang api." perintah Lupan beracun.
Dari dalam sakunya Tok si cuan mengeluarkan tabung api seribu li dan menyulutnya,
bentuk dari tabung apinya ini kelihatan istimewa meski bentuknya kecil mungil, namun
sinar apinya bisa menerangi wilayah seluas beberapa kaki dengan terang benderang.
Naga tua berekor botak segera tertawa seram. serunya: "Heeeh...heeehh ,.heeehh,,
rupanya kau juga membawa tabung api"
"Tentu saja membawa." jawab Tok si cuan, tadi sepanjang jalan kau telah berebut memasang obor, maka akupun tak usah repot-repot membuang tenaga, apa lagi kita
sedang memasuki sarang dari Ban kiam hwee, musuh berada dalam kegelapan kita
berada ditempat terang, kalau bisa tak usah menyulut api memang paling baik
jangan." Sebagai Tok si cuan (pencuri beracun), tentu saja dalam sakunya selalu tersedia tabung api seribu li.
Namun kalau dipikirkan dengan seksama ucapannya memang betul. Kini mereka
sedang memasuki sarang harimau, bila sepanjang jalan mereka harus berjalan sambil
menyulut lampu bukankah kedatangan mereka sangat mudah menarik perhatian
orang lain"
Dengan dibantu sinar api yang memancar keluar dari tabung api tersebut, semua
orang dapat melihat kalau mereka kini berada di dalam sebuah lorong yang lebar,
lorong tersebut tiba-tiba melebar ke samping dan dihadapan mereka terbentang
sebidang tanah datar seluas empat lima kaki . . .
Dengan cepat Lupan beracun mengambil tabung api itu dari tangan Tok si- cuan,
kemudiau tanpa mengucapkan sepatah katapun maju ke depan sembari menghitung.
Kalau tadi, Naga tua berekor botak To Sam seng, Thi-lohan Khong beng hwesio dan
Ma-koan tojin bertiga yang memimpin perjalanan, maka sekarang mereka telah
berhenti diujung jalan dari tanah datar tersebut
Rupanya sewaktu cahaya api memancar tadi, mereka sudah menyebarkan diri
kesamping, ketiga orang itu berdiri para selisih jarak tujuh delapan depa dan
membentuk posisi segi tiga.
Si Pencuri beracun atau Tok-si-cuan telah menggenggam sebilah golok pelebur darah
yang memancarkan sinar biru, sementara Tok Hay ji menggenggam cambuk lemas
yang melingkar dan mengawasi ke tiga orang lawannya lekat-lekat,jelas ke dua
rombongan maausia itu meski melanjutkan perjalanan bersama-sama, namun masing-
masing tetap waspada dan tidak saling menaruh kepercayaan.
Paras muka Ma-koan rojin berubah tak menentu, ketika dilihatnya Lupan beracun
masih berjalan sambil menghitung dengan suara menyeramkan dia berseru:
"Kini, kita sudah berada didalam sarang harimau situasi yang kita hadapi kini adalah hidup dan mati bersama-sama ada rejeki dibagi bersama ada bencana yang dihadapi
berbareng, Bila Lu sicu berhasil menemukan sesuatu hal yang tak beres, sepantasnya
kalau kau utarakan keluar secara blak-blakan?"
Paras muka Lupan beracun berubah menjadi amat serius, dia menarik napas panjang-
panjang, lalu sambil mendongakkan kepalanya menjawab:
"Sejak masuk melalui pintu gerbang hingga sampai tempat ini, kalau dihitung-hitung maka semestinya kita sudah berada dalam lambung markas mereka, sepantasnya
kalau pihak lawan telah mengetahui kehadiran kita sejak pintu di buka tadi, namun
kenyataannya tak nampak seorang manusia pun yang menghalangi kedatangan kita,
seolah-olah kita sedang berada disuatu tempat yang tak bertuan, kejadian semacam
ini boleh dibilang sama sekali diluar kebiasaan..."
Paras muka si Pencuri beracun segera berubah hebat, serunya dengan rasa ngeri:
"Betul, kecuali kalau tempat ini merupakan perangkap yang sengaja mereka
persiapkan, maka sengaja mereka tidak melakukan penghadangan agar kita semua
bersama sama masuk perangkap."
"Menurut penghitunganku, bila kita masuk melalui pintu sebelah kiri maka tempat
tersebut seharusnya merupakan pintu siu bun, siapa tahu yang kita lewati sekarang
nyatanya merupakan pintu kematian yang sesungguhnya, aku kuatir kita semua
sekarang benar-benar telah berada dalam perangkap lawan.. ."
=oooooooo= Bab-41 "LU SUKO " Tok Hay-ji segera berseru dengan wajah berubah, "kalau begitu mari kita mundur cepat cepat dari sini."
Ia pernah disekap oleh Chin congkoan dari Ban kiam-hwee ditempat itu, seandainya
Hek bun kun Cho Kiu moay tidak keracunan akibat ulah gurunya, sehingga gurunya
dapat memaksakan suatu pertukaran antara dia dengan obat penawar, mungkin
sampai sekarang pun dia masih tersekap dalam lorong rahasia itu.
Tidak heran kalau paras mukanya segera berobah hebat setelah mendengar bahwa
mereka terperangkap.
Naga tua berekor botak segera berkata: "Tidak mungkin, sepanjang jalan hingga
kemari, siaute meninggalkan kode rahasia diatas dinding, mana mungkin bisa salah
jalan ?" Sembari berkata tangan kirinya segera mengeluarkan sebatang senjata cakar naga
hitam dan digerak gerakkan ditengah udara, meski tidak segera terjadi bentrokan
namun dilihat dari keadaannya,jelas kalau setiap saat suatu pertarungan bisa
berkobar. Mendadak saja Lok Khi teringat akan perkataan dari nona berbaju hijau tersebut,
bukankah nona dari lam hay bun itu memperingatkan agar dia dan engkoh Hongnya
tak usah mengikuti mereka masuk kemari" Bahkan nona itu berkata, bila ingin masuk
dia yang akan menjadi petunjuk jalan buat mereka "
Mungkinkah tempat ini benar merupakan perangkap yang sengaja diatur oleh pihak
Ban kiam hwe"
Sejak kecil dia mengikuti Thian Sat nio, meski pengalamannya masih sedikit, namun
banyak sudah yang didengar olehnya.
Perasaan hatinya segera tergerak sesudah mendengar ucapan tersebut, diam-diam dia
mulai menyesali tindakkan gegabah yang diambilnya tadi, tidak seharusnya dia
menerjang kesitu dengan menuruti emosi.
"Aaah, tidak Aku justru tak sudi mengikuti petunjuknya, sekalipun disini adalah pintu kematian, dia bisa berbuat apa terhadapku"..." demikian dalam pikirannya kemudian, Kalau seorang gadis sudah diburu oleh api cemburu, maka dia tak akan ambil perduli
perangkap atau bukan.
Setelah mendengus dingin, mendadak serunya: "Aku justru tidak percaya dengan
segala macam permainan busuk. jika kalian tidak mau pergi. tinggal saja selamanya
disini." Seusai berkata, dia lantas menggerakkan tubuhnya dan menerjang masuk kedalam
lorong tersebut.
Mendadak Naga tua berekor botak menghadang dihadapannya, kemudian
membentak: "Nona, jangan bertindak gegabah!" Meski dimulut ia berkata demikian tangan kanannya segera diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke
tubuh Lok Khi. Tampaknya si nona tidak menduga kalau iblis tua itu bakat menghalangi jalan
perginya, begitu berhenti segera bentaknya dengan gusar: "Mau apa kau ?"
Lu-pan beracun tertawa terbahak-bahak.
"Haah . . haah .. . haah... sedari tadi aku sudah curiga kalau bangsat ini tidak
mempunyai maksud baik, ternyata memang dia yang main gila . ."
"Kenapa dengan dia ?" tanya Lok Khi sambil berpaling, wajahnya nampak agak
tertegun. Sambil menuding kedepan,
Lupan beracun berkata: "Tanpa kode rahasianya, kita tak bakal masuk perangkap
dengan begini gampang. . .cepat halangi dia."
Tok si cuan dan Tok Hay-ji segera menerjang kemuka begitu mendengar suara
bentakan dari Lupan beracun.
Naga tua berekor botak tertawa terbahak-bahak. "Percuma saja kau menyebut diri
sebagai Lupan beracun. haaah, haah, haaa, sayang kau mengetahui kejadian ini
kelewat terlambat, kini kau sudah menjadi ikan dalam tempurung."
Mendadak tubuhnya miring ke samping lalu menyelinap kebalik lorong rahasia.
Lok Khi menjadi naik darah setelah mendengar ucapan mana segera bentaknya keras-
keras: "Bajingan keparat, mampus kau."
Dia melancarkan serangan secepat angin, bahkan jauh lebih cepat daripada Tok Si-
cuan maupun Tok Hay-ji, begitu menerjang ke depan, tangan kanannya segera diayun
kemuka dan "cri ing." sebilah pedang lemas sudah meluncur keluar dari balik telapak tangannya.
Tapi sayang tindakannya itu terlambat selangkah, mendadak terdengar suara, "Kraak"
pintu dinding menuju ke lorong rahasia sudah menutup rapat.
Dengan begitu ujung pedang Lok Khi yang tajampun hanya sempat menggurat diatas
dinding batu sehingga memercikan bunga api.
Ma koan tojin serta Thi Lohan Khong beng hwesio sebetulnya berdiri bersama dengan
Naga tua berekor botak dalam posisi segi tiga, hanya saja kedua orang itu berdiri dikiri kanan dengan punggung menghadap kedinding batu tersebut.
Kini si Naga tua berekor botak telah menerobos masuk ke dalam lorong pintu batupun
telah menutup kembali, dengan demikian kedua orang itu segera tersekap diluar
pintu. Tampaknya tindakan ini sama sekali diluar dugaan mereka berdua maka setelah saling
berpandangan sekejap. mereka tetap berdiri tak bergerak ditempat semula.
Di tempat lain, Lan san gin sau (kipas perak berbaju biru), Lan Kun-pit juga tak
mengetahui jelas akan asal usul beberapa orang itu, walaupun dia menyaksikan pintu
batu menuju kelorong rahasia tersebut menutup kembali, tapi berhubung
dihadapannya masih hadir banyak orang, maka diapun cuma berdiri tenang ditempat
semula sambil menggoyangkan kipasnya.
Dilain pihak Lok Khi mendepak-depakkan kakinya berulang kali ketanah, kemudian
serunya. "Bajingan tua ini betul-betul licik sekali, sayang dia berhasil melarikan diri."
"Aku sama sekali lupa kalau dia bisa bertindak demikian." keluh Lupan beracun,
"padahal sejak dia berdiri menghadang didepan pintu lorong, aku sudah seharusnya
dapat berpikir sampai kesitu . ."
"Kita kejar." seru Tok Hay ji,
Tapi Lupan beracun segera menggeleng. "Dalam pintu kematian penuh dengan alat
jebakan yang sangat berbahaya, tak mungkin kita bisa mengejarnya lagi?"
Berbicara sampai disitu, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
Ma koan tojin adalah seorang yang berwatak dingin tapi licik, sambil mengelus jenggot
panjangnya dengan senyum tak senyum dia bertanya. "Apakan Lu sicu telah berhasil
menemukan sebuah akal bagus?"
"Alat rahasia yang disiapkan ditempat ini berbahaya sekali. perubahannya pun sama sekali diluar dugaan, orang yang tidak memahami alat rahasia sesungguhnya jauh lebih
menguntungkan daripada mereka yang tahu. Aku benar-benar sudah jatuh
dipecundangi orang."
"Lantas mengapa Lu sicu tertawa terbahak-bahak." tanya Ma-koan tojin cepat.
"Sebelum memasuki ruangan gua ini, aku telah menyebarkan segenggam bubuk
beracun dimuka pintu, jangan harap bajingan itu bisa lolos selama satu jam
mendatang. . ."
Thi lohan Khong-beng hwesio segera melotot besar, kemudian bentaknya keras-keras.
"Jadi kau pun telah meracuni kami semua?"
"Benar." sahut Lupan beracun sambil tersenyum, "bubuk beracun ini biasanya melayang di udara dan tak bisa dilihat dengan mata telanjang, bila telah terhisap ke
dalam tubuh kalian satu jam kemudian racun itu akan mulai bekerja dan tak bisa
tertolong lagi, itulah sebabnya aku minta kalian berdua sudi membawa jalan...."
Lok Khi yang mendengar perkataannya itu segera manggut-manggut, pikirnya
kemudian, "Rupanya Lu-pan beracun telah mengetahui kalau Ma koan tojin dari Bukit Hong san serta Thi Lohan merupakan komplotan dari pihak Ban kiam-hwee. .."
Sementara itu Ma koan tojin telah tertawa seram, serunya. "Lu sicu, mengapa kau
mencurigai pinto?"
Lupan beracun tertawa dingin. "Memangnya aku salah berbicara ?" dia balik bertanya.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi Lohan, segera bentaknya penuh kegusaran,
"Mana obat penawarnya ?"
"Obat penawarnya berada didalam sakuku."
Cepat Ma-koan tojin menggoyangkan tangannya berulang kali, serunya kemudian
sambil tertawa seram. "Taysu tak usah terburu napsu, asal Lu sicu sudah mengucapkan perkataan tersebut, hal ini sudah lebih dari cukup, buat apa kita mesti membunuh
ayam mengambil telur ?"
Berbicara sampai disitu, ujung bajunya segera dikebaskan ke depan, tahu-tahu sebuah
pukulan dilepaskan kearah tubuh Lupan beracun dari jarak dekat. Thi Lohan Khong
beng hwesio segera tertawa terbahak-bahak. "Haah . . . haaahh . .. haaahh . . . ucapan yang memang benar . ."
Sebuah babatan maut segera dilontarkan ke depan.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu amat sempurna. serangan yang
dilancarkan secara beruntun ini sungguh luar biasa sekali.
Tampak dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan membawa suara
desingan tajam bagaikan amukan gelombang dahsyat di tengah samudra langsung
menghantam ke tubuh semua orang.
Tentu saja Lupan beracun tak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan
dengan cepat dia menarik hawa murninya lalu mundur kebelakang dengan cepat.
Tok si cuan dan Tok Hay-ji turut berkelebat lewat dan melompat mundur kedua belah
samping. Sebagai seorang gadis yang pintar, sejak Ma koan tojin mengatakan hendak
"Membunun ayam mengambil telur", dia sudah tahu kalau pihak lawan hendak
merampas obat penawar racun dan mengajak Thi Lohan untuk turun tangan bersama-
sama. Untuk sesaat dia menjadi ragu-ragu dan tak tahu apakah dirinya turun tangan atau
tidak" Disaat dia sedang ragu-ragu dan berpaling kesamping, dengan cepat diketahuinya
kalau gelagat tidak beres.
Semestinya, untuk merampas obat penawar dari tangan musuh, meski serangan
gencar yang dilancarkan Ma koan tojin berhasil dihindari Lupan beracun, tapi dalam
keadaan terpengaruh oleh hawa napsu membunuh, dia pasti akan mendesak maju
lebih jauh dan tidak memberi kesempatan pada lawannya untuk membalas.
Didalam hal ini, Ma koan tojin dan Thi lohan sudah pasti masih sanggup untuk
melakukannya. Akan tetapi Ma koan tojin tidak berbuat demikian, setelah berhasil mendesak mundur
Lupan beracun, tiba-tiba saja tubuhnya bergerak menuju ke dinding setelah depan.
Satu ingatan segera melintas didalam benak Lok Khi, serunya dengan suara nyaring:
"Hidung kerbau tua, mau apa kau?"
Berbareng dengan suara bentakan tersebut serentetan cahaya keperak-perakan
segera membabat kemuka.
Ma koan lojin segera menempelkan punggungnya ke atas dinding, kemudian terdengar
suara "krak" dinding batu itu segera terbuka tapi serentetan cahaya pedang dari Lok Khi tengah membacok tiba dengan kecepatan luar biasa.
"Bocah perempuan, mundur kau." bentak Ma koan tojin dengan suara sedingin es.
ujung bajunya segera dikebaskan kemuka segulung angin pukulan yang maha dahsyat
segera menyambar ke depan.
Menggunakan kesempatan tersebut tubuhnya segera melompat masuk kebalik
dinding batu itu.
Ternyata serangan yang dilancarkan, olehnya ini telah mempergunakan segenap
tenaga dalam yang dimilikinya, dibandingkan dengan pukulan yang digunakan untuk
memukul mundur Tok Hay-ji tadi, pada hakekatnya masih lebih dahsyat beberapa kali
lipat. Lok Khi sudah menduga, kalau dia melakukan pangejaran sudah pasti Ma-koan tojin
akan bertindak dengan melepaskan pukulan sepenuh tenaga, tapi sebagai seorang
manusia yang berkepandaian tinggi, sudah barang tentu dia tak akan memandang
sebelah mata pun terhadap Ma-koan tojin . . .
Sepasang bahunya segera digerakkan berulang kali, dengan menggunakan ilmu
langkah Hian im kiu coan hoat dia menyambut datangnya serangan tersebut,
kemudian bagaikan ikan yang bermain di air, dia menerjang ke muka lebih jauh.
Cahaya pedang berkilauan "Sreet." tahu-tahu ia sudah berhasil merobek pakaian yang dikenakan Ma koan tojin.
Sebetulnya Lok Khi terlampau lambat mengetahui akan hal ini, tapi untuk menghindari
angin pukulan dari Ma koan tojin, maka dia harus menggunakan ilmu Kiu coan sin hoat
untuk berkelit kesamping.
Sayang, ketika ia berhasil melepaskan diri dari ancaman dan menerjang lebih kedepan
meski pintu batu itu belum tertutup seluruhnya yang masih ketinggalan pun cuma
sebuah celah kecil sekali.
Celah tersebut memang bisa dilewati dengan tubuh seorang manusia, akan tetapi,
berhubung pintu sedang menutup maka bila perhitungan kurang berhati-hati, bisa jadi
tubuhnya malah akan tergencet oleh pintu rahasia tersebut.
Dalam keadaan demikian, terpaksa Lok Khi harus menahan diri dan membiarkan pintu
itu menutup rapat.
Bersamaan dengan menyelinapnya Ma koan tojin kedalam dinding sebelah kanan, Thi
Lohan Khong beng hwesio yang berada disebelah kiri pun segera menempelkan
punggungnya diatas dinding, kemudian dengan gerakan tubuh paling cepat
menyelinap masuk kedalam. sebaliknya Lupan beracun bertiga yang kena dipukul
mundur oleh pukulan gabungan dari Ma koan tojin dan Thi lohan Khong beng hwesio,
dengan cepat menerjang maju lagi, sayang keadaan sudah terlambat.
Dengan gemas Tok Hay ji berseru: "Ternyata ketiga orang bajingan tua itu benar-benar tidak mempunyai maksud baik."
"Harap semuanya berhati-hati." Lupan beracun segera berteriak dengan gelisah,
"setelah berhasil melarikan diri, bisa jadi mereka akan menggerakkan alat rahasia."
Belum habis dia berkata, mendadak dari bawah tanah berkumandang suara
gemerincing nyaring, kemudian semua orang merasakan permukaan tanah tempat
mereka berpijak tenggelam kebawah.
"Celaka!" jerit Lok Khi kaget.
Dalam gugupnya cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya kemudian melompat
naik keatas.

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kali ini gadis tersebut boleh dibilang telah menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, tubuhnya segera melambung ketengah udara.
Dia sempat mendengar Tok Hay ji sekalian menjerit kaget sambil membentak marah,
tubuhnya meluncur ke bawah dan melayang kedalam sebuah kerangka baja yang
berbentuk kurungan, kedalam kurungan baja itulah beberapa orang itu terjatuh.
Dengan sekuat tenaga Lok Khi menghimpun hawa murninya tidak membiarkan
tubuhnya meluncur kebawah, untuk sementara badannya terhenti ditengah angkasa.
Sebenarnya hal ini merupakan suatu kejadian aneh, suatu kejadian aneh yang tak
mungkin terjadi. Bila seorang melompat ke atas dengan menghimpun tenaga
murninya, dia bisa melompat keatas, tapi mustahil setelah melompat keatas,
tubuhnya bisa berhenti di udara, sekalipun dia menghimpun hawa murninya
sekalipun, hal ini mustahil bisa terjadi.
Karena seseorang yang menghimpun hawa murni, hanya bisa mengurangi bobot
badan, bukan berarti badan itu bisa berhenti sama sekali, tubuhnya tetap masih
melayang ke bawah kendati dengan daya luncur yang jauh berkurang. Tapi kali ini, Lok
Khi benar-benar telah berhenti
Pada mulanya dia hanya mengurusi soal mengerahkan tenaga dan sama tidak berpikir
kesitu, otomatis diapun tidak merasakan sesuatu yang aneh.
Tapi sekarang, dia baru melihat meski Lu-pan beracun dan Lan Kun-pit sekalian telah
mengerahkan tenaga dalamnya untuk melompat keatas, namun semuanya terjerumus
kebawah hanya dia seorang yang terhenti diudara tanpa terperosok lebih kebawah
lagi. Kenyataan itu tentu saja membuat hatinya terkejut bercampur keheranan,
mungkinkah hal ini disebabkan ilmu ajaran gurunya lebih hebat itu sehingga hanya
dengan menghimpun tenaga dalam saja mata tubuhnya dapat terhenti ditengah
udara" Tentu saja tidak dengan cepatnya gadis itu menemukan. kendatipun ia tidak lagi
menghimpun hawa murni, tubuhnya masih tetap tidak jatuh kebawah.
Rupanya ada seutas tali yang sangat lembut telah mengikat diatas punggungnya
sehingga tubuhnya tergantung ditengah udara.
Dengan perasaan terkejut ia mencoba memberontak. namun tali yang berada
dipunggungnya masih tetap mengaitnya. Kencang kencang berada di tengah udara
seperti ini, pada hakekatnya dia tak mampu lagi untuk mengerahkan tenaga nya.
Dengan cepat dia berpikir:
"Mereka semua sudah terperosok jatuh kebawah, rupanya sewaktu aku melompat
tadi, lompatanku terlampau tinggi sehingga menyentuh alat rahasia dan akibatnya
tubuhku jadi tergantung ditengah udara, Hmm Kalau cuma alat jebakan semacam ini
saja, memangnya mampu mengurung aku?"
Mendadak dia menarik napas panjang sambil menekuk pinggang, berada ditengah
udara badannya miring ke samping, lalu pedang lemasnya dibabat kearah belakang.
Babatan tersebut persis mengenai tali tersebut.
"cri ng.," di ringi suara gemerincing nyaring, pedang lemas itu bergetar keras, lalu dia merasakan lengan kanannya turut menjadi kaku karena getaran tersebut, badannya
yang tergantung di udara pun turut bergoncang keras, keadaannya jadi semakin
menguatirkan. Lok Khi semakin terperanjat, dia tahu pedang lemas miliknya ini terbuat dari besi baja murni, kendatipun pedang biasa juga tak akan tahan bila terkena bacokannya, tapi
kenyataannya tali yang nampaknya kecil itu sama sekali tak putus, mungkinkah tali itu
terbuat dan baja yang lebih kuat "
Pada saat itulah, mendadak dari atas kepalanya kedengaran seseorang berseru:
"Bocah perempuan, jangan bergerak secara sembarangan lagi, aku . ..lohu tidak
mampu menahan tubuhmu lagi, bila kau meronta lebih jauh, bila kita akan bersama-
sama terperosok kebawah."
Lok Khi yang mendengar perkataan itu, segera menegur dengan perasaan terperanjat.
"Siapakan kau?"
"Lohu adalah lohu, siapa lagi?" jawab orang di atas sana dengan cepat.
Lok Khi dapat menangkap kalau nada suara orang itu sangat dikenal olehnya, hanya
untuk sesaat tak terpikirkan olehnya siapa gerangan orang tersebut "
Tanpa terasa dia miringkan kepalanya sambil menengok ke atas, tapi begitu dia
menggerakkan tubuhnya, tali itu segera bergoncang kembali dengan kerasnya.
Walaupun ia masih tak berhasil melihat raut wajah orang yang berada di atas, tapi
nona tersebut dapat melihat kalau punggungnya telah digaet orang dengan seutas tali.
Kedengaran orang yang berada diatas sana berseru dengan perasaan gelisah:
"Hei bocah perempuan lohukan suruh jangan tergerak" Mengapa banyak sekali
ulahnya" Tenanglah dahulu, dengan begitu lohu masih mampu untuk menarikmu ke
atas, jika kau bergoncang sekali lagi, bisa jadi lohu pun akan turut terjerembab
kebawah." "Mendingan kalau hanya kau yang terkurung dalam kurungan besi itu, bila lohu sampa ikut tersekap oleh mereka, waaah . . . waah . . .akan lohu taruh kemana selembar
wajahku ini?"
"Jadi kau bukan anggota Ban kiam hwe?" tanya Lok Khi cepat.
"ci iss.. kalau lohu anggota Ban-kiam Hwee, masa akan kutolong dirimu ?"
"Lantas siapakah kau ?"
"Sudah, sudah cukup." teriak orang diatas dengan gembira, "kini papan batu dibawah sana telah merapat, tunggu sebentar lagi, kita boleh bersama-sama turun ke bawah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya: "oya, bocah perempuan, tahukah kau
engkoh misanmu sekarang berada dimana ?"
Menyinggung kembali soal Wi Tiong hong, tanpa terasa Lok Khi menjadi mendongkol
kembali. "Huuuh, aku mah tak akan mengurusi dia lagi." sahutnya.
Meski diluar berkata demikian, padahal hati kecilnya ingin sekali mengetahui
kemanakah engkoh Hongnya pergi. Maka dia bertanya lagi: "Tahukah kau sekarang dia berada dimana ?"
Orang yang berada diatas sana segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah . . . haaaahh . . .haaahh . . . tentu saja lohu tahu, nah kuberitahukan kepadamu, kau tak usah kuatir, sekarang bocah tersebut sedang menjadi tamu dari Ban-kiam
hwecu." Berbicara sampai disitu, dia berkata lagi: "cukup, pintu kematian ternyata tak lebih hanya begitu saja."
Lok Khi merasakan tubuhnya pelan-pelan di tarik ke atas, seakan akan ada orang yang
sedang menarik tali dari atas situ, dalam waktu singkat ia sudah tiba diatas sana.
"Nah, bocah perempuan, sekarang kau boleh turun." bisik orang itu lagi.
Lok Khi segera menengok ke bawah, betul juga permukaan tanah sekarang sudah pulih
kembali seperti sedia kala, maka dia lantas mengayunkan sepasang lengannya dan
melayang turun ke atas permukaan tanah, setelah itu dia melongok ke atas.
Ternyata diatas dinding batu pada langit-langit gua duduklah seseorang disitu dia
bukan lain adalah si kakek gemuk pendek yang pernah menyuruh engko Hongnya
membukakan pintu gerbang kuil Sik-jin-tian dan mengantar kepergiannya itu.
Kini ia sedang memegang sebatang pancingan sepanjang tujuh depa, sementara
tangannya lagi menggulung seutas tali senar yang kecil, tipis serta berkilat.
Rupanya barusan, dia telah mempergunakan senar pancingan itu untuk menggaet
tubuhnya dan menggantungkan diudara seperti seekor ikan besar.
Diam-diam Lok Khi merasa terperanjat, sudah jelas kakek itu menggunakan ilmu Pit-
hou kang (ilmu cecak merayap) untuk menempelkan badannya diatas dinding, tapi
kenyataannya ia masih mampu menariknya ke atas, dari sini bisa diketahui kalau
kepandaian silat yang dimiliki orang itu benar-benar luar biasa sekali.
Sambil menyimpan kembali senar pancingannya, kakek gemuk pendek itu tertawa
terkekeh-kekeh sambil berkata. "Baru saja lohu datang dari Ban kiam hweecu sana,
hei, bocah perempuan, tahukah kau piauko mu sedang mertamu ditempat Ban kiam
hweecu dengan siapa ?"
Lok Khi segera berpikir: "Hmmm, sudah pasti dengan siluman perempuan dari Lam hay itu . . ."
Teringat akan siluman perempuan itu, tanpa terasa dia membuang maka sambil
mendengus. "Huuh, dari mana aku bisa tahu ?"
Dalam pada itu, si kakek gemuk cebol itu sudah melompat turun ke tanah, sepasang
biji matanya melototi Lok Khi beberapa waktu, mendadak seperti menyadari akan
sesuatu, dia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah . . .haah . . . haah . . . benar, benar, rupanya lohu telah salah berbicara, tak heran kalau kau si bocah perempuan jadi ngambek."
"Huuh, siapa sih yang lagi ngambek ?"
Sementara itu si kakek gemuk pendek tersebut sudah selesai menyimpan tali
senarnya, kini dia sedang melipat-lipat pancingannya yang tujuh depa panjangnya itu
kemudian di simpan ke dalam sakunya.
Setelah itu, sambil membetulkan pakaiannya dia berkata lagi sambil tertawa:
"Sudahlah bocah perempuan, mari lohu yang menemani kau, oya .. . mutiara Ya kong-
cu ini berhasil lohu dapatkan dari ruangan tempat tinggal Ban kiam hweecu, ambil ah
sebagai penerangan jalan."
Sambil berkata, dia membuka telapak tangannya dan menyodorkan mutiara tersebut
ke depan si nona.
Kini Lok Khi baru teringat, tak heran kalau dalam goa yang gelap bisa kelihatan cahaya terang, rupanya kakek itu sedang menggenggam sebutir mutiara Ya-kong cu.
Maka diterimanya pemberian tersebut, kemudian sambil mengerdipkan matanya dia
bertanya. "Empek tua, siapa namamu?"
Kakek gemuk pendek itu mengelus jenggot kambingnya, lalu tertawa tergelak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . .haaahhh, . . .panggil saja empek tua kepadaku, kau masih menginginkan panggilan apa lagi?"
"Tidak, aku bertanya tentang namamu." kata Lok Khi cepat, "aku lihat ilmu silat yang kau miliki sangat hebat sudah pasti kau adalah seorang manusia yang mempunyai asal-usul besar."
"Asal usul besar" Haah. .haa. .haaa. ." kakek gemuk pendek itu tertawa terbahak-bahak. "Ehm, lohu memang mempunyai sedikit asal usul, hei bocah perempuan,
inginkah kau mengangkat diriku sebagai gurumu?"
"Huh, ilmu silat yang di miliki guruku pun amat tinggi." jengek Lok Khi sambil mencibirkan bibirnya.
Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek gemuk pendek itu, segera tanyanya:
"Siapakah gurumu" coba kau sebutkan."
Lok Khi segera bersenandung pelan: "cahaya terang muncul dibarat. Dunia persilatan penuh pembunuhan- Tolong tanya siapa pentolannya" Nenek Sakti Thian Sat nio."
"Thian Sat nio" Lohu belum pernah mendengar nama itu, ehmm, Thian Sat nio, betul-
betul nama yang amat tidak sedap."
"Hmm, kau anggap namamu sedap didengar?" teriak Lok Khi dengan perasaan
mendongkol, "dengan kepandaian silat yang kau miliki itu hanya pantas untuk
mengambilkan sepatunya guruku."
Tapi sewaktu mengucapkan perkataan yang terakhir itu, tak tahan lagi dia tertawa
cekikikan. "Bocah perempuan, tidak besar tidak kecil, kau anggap lohu ini manusia macam apa ?"
kakek gemuk pendek itu segera membentak.
"Apa sih kedudukanmu ?"
"Kau anggap lohu ini siapa ?"
Diam-diam Lok Khi merasa geli, tanyanya cepat: "Siapa sih kau ini " Bila tidak kau katakan darimana aku bisa tahu . . .?"
"Bocah perempuan, kau pernah mendengar tentang sebuah telaga langit di atas bukit Thian san?"
"Aaaa . . ." Lok Khi segera berseru tertahan, "aku pernah mendengar dari toako, yang aku tahu, kau adalah Thian-san-tun-siu (Kakek pertapa dari bukit Thian-san)"
"Kau anggap aku adalah Lu Kian-si " Huuh dia mah cuma seorang keponakan muridku."
Ciangbunjin partai Tian-san, si Kakek pertapa dari bukit Thian-san Lu Kian-si hanya
seorang keponakan muridnya"
Lok Khi yang mendengar perkataan itu menjadi sangat terperanjat, serunya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Waah, kalau begitu aku tidak tahu" serunya.
"Tentu saja kau tidak tahu, pulang dan tanyakan kepada gurumu, dia akan segera
mengetahui siapakah lohu. Sudahlah, mari kita pergi. Sekarang, di depan situ akan
diselenggarakan suatu pertemuan besar, kalau sampai terlambat kita bisa ketinggalan
kereta." "Aaah, tidak, aku tak mau pergi, aku tak mau memanggilmu empek tua. kau harus
memberitahukan lebih dulu kepadaku, siapakah kau ?" seru Lok Khi tanpa beranjak
dari tempatnya.
Dengan cepat Kakek gemuk pendek itu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukankah barusan lohu telah mengailmu dengan pancinganku" coba kau terka
siapakah lohu?"
Lok Khi segera miringkan kepalanya sambil berpikir, kemudian ujarnya cepat: "Kau
mempunyai sebuah pancingan, barusan kaupun bertanya apakah aku tahu kalau di
bukit Thian-san ada telaga langit kalau begitu kau sering memancing ikan ditelaga
langit bukan begitu?"
Kakek gemuk itu manggut-manggut berulang kali.
"Betul, betul sekali, lohu memang termashur kerena pandai memancing. haah,
.haaaahh. . . haaahh... bocah perempuan kau memang menarik sekali, kini kau sudah
mengetahui asal-usul lohu, bersediakah kau mengangkat lohu menjadi gurumu?"
"Hmm, setan baru tahu akan asal usulmu itu." batin Lok Khi dihati. Tapi diluaran dia menjawab.
"Aku belum sempat melihat kepandaian silatmu. oya, bagaimana kalau kau
dibandingkan dengan Chin congkoan dari Ban kiam hwee?"
"chin Tay seng" Huuuh. dalam pandangan lohu, dia tak lebih hanya seekor ikan kecil."
Lok Khi menjadi geli setelah mendengar perkataan itu, dia hanya menganggap Chin
Tay seng seperti ikan kecil, maka kembali tanya lebih jauh:
"Lantas bagaimana kalau dibandingkan dengan congkoan dari jago pedang pita hijau
Po kiam suseng (sasterawan pemeluk pedang)?"
Dengan mata kepala sendiri dia pernah menyaksikan kepandaian silat yang dimiliki Po-
kiam suseng Buyung Siu, bahkan kepandaiannya sama sekali tidak berada dibawah
Kam sukonya, dia ingin tahu bagaimanakah jawaban orang si Kakek gemuk itu masih
tetap menjawab dengan nada sinis.
"Aaah, kalau cuma kawanan angkatan muda itu mah, dengan pancingan lohu ini, aku
sanggup melemparkan mereka ke tempat yang sangat jauh sekali."
"Aku tidak percaya." jawabnya .
"Tidak percaya ?" kakek gemuk itu menjadi marah, "ayo ikut lohu, akan lohu buktikan dihadapan mata." katanya dengan sombong.
Diam-diam Lok Khi merasa geli dengan melihat sifat ingin menang sendiri dari kakek
tersebut meski usianya sudah lanjut, baru dibakar hatinya, ia sudah mendongkol
hingga wajahnya merah padam, segera dirasakan olehnya bahwa kakek ini menarik
hati. Maka ujarnya lagi sambil tertawa:
"Asal kau bisa memancing mereka dan melemparkannya jauh-jauh, tentu saja aku
akan percaya."
Dengan nada bersungguh hati kakek gemuk berkata lagi. "Apa yang mampu lohu
ucapkan, tentu saja mampu pula kulaksanakan seandainya lohu mampu memancing
mereka seperti memancing ikan saja, apa yang hendak kau katakan ?"
Lok Khi tertawa. "Kalau begitu, kau harus mewariskan ilmu memancing ikan tersebut kepadaku "
"Maksudmu kau akan mengangkat lohu menjadi gurumu." kata si kakek gemuk.
"Kau bersedia mengajarkan kepadaku atau tidak ?"
"Aku berjanji." seru si kakek dengan wajah berseri-seri karena perasaan gembira.
Diam-diam Lok Khi tertawa geli, pikirnya: "Huh, siapa yang kesudian mengangkat kau sebagai guruku " Aku mah hanya kepingin mempelajari ilmumu saja."
Tapi diluar dia segera menyahut. "Kau berjanji, akupun berjanji, empek tua, apa yang kau katakan tak boleh di ngkari lagi, mari kita bertepuk tangan."
"Kenapa harus bertepuk tangan ?"
"Setelah bertepuk tangan, maka kau tak boleh mengingkarinya lagi."
Kakek gemuk itu manggut-manggut. "Betul mari bertepuk tangan, mari kita bertepuk
tangan." Lok Khi segera menyodorkan tangannya ke muka dan saling bertepuk tangan sekali
dengan kakek gemuk itu,
Kemudian, kakek itu baru mengajak Lok Khi melanjutkan perjalanannya menyelusuri
lorong. Beberapa saat kemudian, Lok Khi berseru dengan keheranan: "Empek tua, tampaknya
kau hapal sekali dengan jalanan ditempat ini."
"Lohu tentu saja hapal dengan jalanan disini."
"Oooh, kau pernah kemari?"
"Bukan cuma pernah kemari." kata si kakek gemuk sambil tertawa tergelak-gelak.
"Kalau hanya pernah kemari?"
"Betul, tentu saja bukan sekali, Ehmm, bocah perempuan, tahukah kau bahwa tempat
ini sebetulnya merupakan tempat Ban kiam hwee menjadi besar?"
"Bukankah Sarang mereka berada di bukit Kiam bun San?"
-oooOOooo- Bab-42 KAKEK GEMUK itu tertawa.
"Yang lohu maksudkan adalah kejadian pada puluhan tahun berselang, waktu itu Ban
kiam hwee didirikan disini, kemudian berhubung sudah mendapatkan Kiam bun san
lebih cocok dengan nama Ban kiam hwee, akhirnya mereka pun pindah ke bukit Kiam
bun san, sedangkan tempat ini dijadikan sebagai tempat tinggal para jago pedang
berpita hitam yang diperkenankan bergerak ditempat luaran tentu saja tempat ini
paling cocok untuk mereka."
Mendengar semuanya itu, lambat laun timbul juga kecurigaan dalam hati Lok Khi, dia
segera berhenti sambil bertanya:
"Empek tua tampaknya engkau mengetahui banyak sekali tentang persoalan dalam
Ban-kiam hwee?"
Kakek gemuk itu kembali tertawa ter-bahak2, "Haaahh.,.haaahh..haaahh... tentu saja lohu mengetahui sangat banyak. Ehmm,,, sekalipun Ban kiam Hweecu Sendiripun
belum tentu mengetahui Sebanyak apa yang kuketahui. Hei, bocah perempuan, jangan
ngomong melulu, ayo kita berangkat"
OOOOO DISEBELAH utara bukit Pit bu san terdapat sebuah istana Pit bu kiong, orang awam
menyebutnya sebagai kuil dewa, bangunan ini tidak tahu kapan berdirinya dan siapa
pendirinya, bahkan dewa apa yang dipuja pun tak ada yang tahu.
Hal ini bukan dikarenakan sejarahnya terlalu tua sehingga sukar di ngat kembali,
melainkan bukit sebelah utara Pit bu-san merupakan daerah yang amat terpencil,
kecuali tukang penebang kayu, hampir boleh dibilang jarang sekali ada yang melewati
tempat itu. Bangunan kuil itu terdiri dari ruangan depan dan bangunan belakang.
Pada bangunan depan terdapat tiga bilik, di tengah merupakan ruang Kwan im tian,
disebelah kiri Bun-bu-tian dan di sebelah kanan Sam koan-nan ...
Sedangkan bangunan disebelah belakang terdiri dari satu ruangan besar, tiga ruangan
yang di rombak menjadi satu ruangan lebar, dalam ruangan tersebut hanya disembah
sebuah patung malaikat berbaju kuning.
Semua orang menganggap patung tersebut sebagai dewa tanah, oleh sebab itu kuil
tersebutpun dinamakan kuil dewa tanah, nama istana Pit bu klong yang sebenarnya


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun jadi dilupakan orang.
"Hari ini, tempat altar patung dewa tanah yang berani di bangunan belakang dekat
dinding tersebut mendadak ditemukan sudah bergeser tiga depa kedepan.
Bangunan itu lebar sekali, bergesernya meja altar sejauh tiga depa tak akan
diperhatikan orang bila tidak diteliti, oleh sebab itu alasan di kemukakannya secara
istimewa adalah untuk menunjukkan kalau tempat itu berbeda dengan keadaan biasa,
atau dengan perkataan lain meja altar patung dewa tanah itu bisa digeserkan tempat
duduknya. Kendatipun demikian halnya, bila tak mengetahui rahasianya, maka jangan harap meja
altar tersebut bisa digeser barang seincipun kendati telah mengerahkan ratusan orang
lelaki yang bertenaga raksasa . .
Kalau begitu, patung tersebut dikendalikan oleh suatu alat rahasia" Tiada seorangpun
yang bisa menjawab.
Walaupun meja altar patung dewa tanah itu sudah bergeser tiga depa kedepan, tapi
seandainya orang luar yang datang kesitu, mereka tak akan melihat akan pergeseran
tempat tersebut.
Waktu itu, diatas ruangan yang lebar telah tersedia banyak sekali tempat duduk,
seakan-akan disitu hendak diselenggarakan suatu pertemuan besar.
Dibagian tengah, terdapat sebuah kursi kebesaran yang berlampiaskan kain berwarna
kuning. Di muka kursi terletak sebuah meja rendah yang berlapiskan kain kuning pula, diatas
meja terdapat sebuah hlolo terbuat dari tembaga asap yang mengepul keluar
menyiarkan bau harum yang semerbak.
Disebelah kiri kanan meja berisi dupa tadi terdapat pula dua buah kursi kebesaran,
hanya bedanya tidak terdapat sandaran yang tinggi, lagi pula kursi tersebut berbentuk
agak lain, kain yang melapisi kursi tersebut berwarna merah.
Disebelah kiri kanannya terdapat pula delapan buah kursi, semuanya dilapisi kain
merah. Pintu gerbang kuil dewa tanah pun terpentang lebar-lebar.
Didepan pintu berdiri delapan orang jago pedang berpakaian ringkas warna hitam, pita
pada gagang pedang mereka pun berwarna hitam, semuanya berdiri dengan sikap
angker dan wajah keren.
Ditinjau dari kening mereka yang menonjol tinggi serta sorot mata yang tajam
bagaikan sembilu, dapat diketahui bahwa ke delapan orang itu merupakan jagoan
kelas satu di dalam dunia persilatan.
Tapi, mereka hanya berhak untuk berdiri diluar pintu gerbang, siapakah mereka "
Tentu saja para jago pedang berpita hitam dari Ban kiam hwee...
Entah pertemuan besar apakah yang hendak di selenggarakan dalam kuil dewa tanah
itu" Tampaknya suatu pertemuan yang penting sekali artinya. Siapa-siapa saja yang akan
menghadiri pertemuan tersebut"
Dari jalanan kecil di depan bukit situ, tampak orang mulai berdatangan ketempat
tersebut. Semua orang yang datang sebenarnya berangkat menuju kedepan bukit situ,
seandainya tiada orang menyambut kedatangan mereka, rasanya mustahil orang
orang itu dapat menemukan kuil tersebut.
Orang menyambut kedatangan tamu-tamu itu adalah seorang lelaki berbaju hijau
dengan pedang berpita hijau tersoren dipinggangnya.
Langkah mereka amat tenang dan mantap. ketika berjalan ditengah perbukitan
nampak begitu enteng dan cepat.
Cukup dilihat dari gerakan tubuh tersebut, dapat diketahui bahwa kepandian silat yang
mereka miliki lihay sekali, padahal mereka tak lebih Cuma jago-jago pedang berpita
hijau dari Ban kiam-hwee.
Orang yang tiba dimuka kuil lebih dulu adalah Thian Khian Khi Cu dari Bu tong pay,
jubahnya hijau dengan pedang tersoren dipunggung, jenggot putihnya sepanjang
dada, mukanya keren dan tubuhnya tinggi serta amat tegap . . .
Dibelakangnya mengikuti Keng hian tojin yang berjubah biru, murid pertama dari Bu
tong pay. Orang ketiga adalah seorang lelaki setengah umur yang berwajah putih, sikapnya agak
angkuh, dia adalah Bwee hoa kiam (pedang bunga bwee) Thio Kun kai.
Yang berada dipaling belakang adalah seorang nona berbaju merah, wajahnya amat
cantik potongan muka berbentuk kwaci, mata jeli, alis mata melentik, bibir kecil dan
hidung mancung, dia adalah satu-satunya murid perempuan dari Bu tong pay, Lak jiu
im (Perempuan cantik bertangan keji) Thio Man.
Gadis she Thio ini sudah termashur dalam dunia persilatan sebagai sekuntum bunga
mawar yang harum mana cantik lagi, hanya sayang bunganya berduri, siapa pun tak
bera menyentuhnya, Anehnya, Thio Man yang dihari hari biasa selalu melototkan
matanya dan bersikap angkuh, hari ini berjalan di belakang kakaknya dengan kening
berkerut dan tanpa sikap angkuh, malah kelihatan memelas sekali.
Dia seperti dibebani oleh suatu masalah yang amat besar, sehingga tubuhnya pun
turut menjadi kurus.
Rahasia hati apakah yang sedang mencekam perasaan gadis ini" Mungkin hanya dia
seorang yang tahu, tentu saja Bwe hoa kiam-Thio kun kai sebagai kakaknya, sedikit
banyak juga tahu.
Serombongan manusia dengan dipimpin oleh jago pedang berpita hijau berjalan
menelusuri jalanan kecil mendekati kuil dewa tanah.
Dari dalam kuil segera berjalan keluar seorang sastrawan berusia pertengahan yang
menyambut kedatangan mereka, sambil menjura katanya seraya tertawa nyaring:
"Selamat datang totiang, bila sambutan siaute agak terlambat, harap kau sudi
memaafkan."
Thian Khi cu adalah salah satu diantara tiga jagoan Bu tong pay meskipun dia belum
pernah bertemu dengaa kawanan jago persilatan sedikit banyak juga pernah
mendengar. Tapi orang orang Ban kiam-bwae amat jarang berkelana dalam dunia persilatan,
terhadap dunia persilatan boleh dibilang terpisah sama sekali.
Ketika dilihatnya sasterawan berbaju hijau itu berwajah tampan, usianya tidak
terlampau besar, terutama sepasang matanya bersinar tajam, dengan cepat di ketahui
olehnya kalau orang itu berilmu sangat tinggi.
Untuk sesaat dia menjadi tertegun dan tak tahu siapa gerangan lawannya, terpaksa
ujarnya sambil menjura:
"Kedatangan pinto sekalian amat mendadak, tak berani terlalu merepotkan anda
untuk datang menyambut apakah sicu adalah Ban kiam hwee cu ?"
O--OOO--O SASTRAWAN berbaju hijau itu tertawa, buru-buru sahutnya: "Siaute Buyung Siu, saat ini berhubung Hwee cu kami masih ada urusan dan tak dapat memisahkan diri, maka
sengaja mengutus siaute untuk menyambut kedatangan tamu agung, silahkan totiang
masuk ke dalam untuk minum air teh."
Thian Khi-cu tentu saja belum pernah mendengar nama Buyung Siu terpaksa ia
manggut-manggut. "oh, rupanya Buyung sicu, sudah lama pinto mendengar akan
nama besarmu."
Buyung Siu mempersilahkan tamunya masuk kedalam ruangan, kemudian
membawanya menuju kederetan kursi disebelah kiri pada bagian yang paling ujung.
Keng hian tojin dan Thio si bersaudara terpaksa hanya mendapat bagian berdiri
dibelakang Thian Khi cu.
Setelah duduk, Thian Khi cu mulai memperhatikan keadaan diseliling tempat itu,
ternyata didalam ruangan tersedia banyak kursi, tampaknya masih banyak orang yang
turut diundang datang kesitu. Rombongannya boleh di bilang melupakan rombongan
yang datang paling awal, hal ini segera menimbulkan kecurigaan didalam hatinya
yangamat tajam. Dengan diam-diam dia mulai berpikir.
"Entah apa rencana dan maksud tujuanBan kiam hwee cu mengundang kami semua
datang kemari ?"
Berpikir demikian, segera tanyanya sambil tertawa: "Entah ada urusan apa Hwecu
kalian mengundang pinto semua datang kemari" Apakah Buyung sicu bersedia
memberi penjelasan?"
Buyung Siu tersenyum.
"Ketika Hweecu kami mendengar kalau ada banyak jago lihay telah berdatangan ke
bukit Pit-bu-san ini, maka sengaja ia menyiapkan air teh dan mengundang saudara
sekalian untuk beristirahat sebentar disini, disamping itu Hweecu kami pun ingin
memanfaatkan kesempatan ini untuk berbincang-bincang, sama sekali tidak
mempunyai tujuan lain."
Sudah jelas ucapan tersebut bukan muncul dari hati yang jujur, seandainya Ban-kiam
Hweecu tidak mempunyai permainan busuk yang lain, bagaimana mungkin dia akan
menyediakan banyak kursi disitu " Bahkan bentuknya seperti hendak
menyelenggarakan suatu pertarungan saja "
Disaat ia baru selesai berkata, tampak seorang jago pedang berpita hitam masuk ke
dalam dengan langkah tergesa-gesa, kemudian setelah menjura kepada Buyung Siu
katanya. "Lapor congkoan, Sip-cu taysu dan Sin-ci ki Beng-tayhiap dari Siau-lim-pay telah
berkunjung datang."
Buyung Siu segera bangkit berdiri sambil berkata. "Totiang, silahkan duduk dulu, siaute akan pergi sebentar."
Tidak menunggu jawaban dari Thian Khi cu, dia segera membalikkan badan dan
beranjak pergi.
Tak selang berapa saat kemudian dia muncul kembali mendampingi Sip-cu taysu, Sin-ci
kiBeng Kian-hoo dan seorang hweesio kecil.
Ketika Sip-cu taysu melihat Thian Khi cu berada disitu, buru-buru dia menjura sembari
menyapa. "omitohud, rupanya totiang sudah datang lebih duluan ?"
Thian Khi-cu segera bangkit dan membalas hormat, sahutnya sambil tertawa: "Taysu, Beng tayhiap. silahkan."
Beng Kian hoo menjura kepada Thian Khi-cu, kemudian saling menyapa pula dengan
Keng hian todjin serta Thio Kun-kai dua bersaudara.
Maka semua orang pun lantas mengambil tempat duduk masing-masing, dua orang
lelaki berbaju hitam muncul menghidangkan air teh dan meletakkannya ke atas meja.
Buyung Siu berbincang-bincang sebentar kemudian bangkit berdiri dan berlalu dari
situ. Sip-cu taysu dengan sorot matanya yang tajam segera memandang sekejap sekeliling
arena, dia menyaksikan diluar ruangan kecuali berdiri empat jago pedang berpita
hijau, dalam ruangan hanya hadir mereka beberapa orang, tanpa terasa segera
tanyanya dengan suara rendah:
"Totiang, tahukah kau persoalan apa yang hendak dibahas dalam pertemuan hari ini?"
Thian Khi cu tertegun, lalu sahutnya. "Jadi taysu juga tidak tahu ?"
"omitohud, apakah totiang juga tak mengetahui duduk persoalannya yang
sesungguhnya?"
Thian Khi cu mengelus jenggotnya yang panjang, kemudian setelah termenung
sejenak, sahutnya:
"Terus terang saja kukatakan taysu, sebetulnya pinto sekalian hendak pergi ke sik jin-tian untuk menyelesaikan suatu persoalan siapa tahu ditengah jalan kami telah bersua
dengan orang orang Ban kiam hwee, dikatakan mereka dapat perintah dari Hwee
cunya untuk mengundang pinto datang kemari, taysu dan Beng tayhiap pun muncul
pula disini."
Sip cu taysu dan Beng Kian hoo segera saling berpandang sekejap. kemudian manggut-
manggut. "Nah... itulah dia, pinceng dan Beng sute juga dalam perjalanan menuju kekuil sik jin-tian setelah mendengar berita dari pihak Pau in si yang mengabarkan kematian Phit
pangcu, Tin pangcu, siapa tahu ditengah jalan kami bersua dengan orang orang Ban
kiam hwee, mereka mengundang kaki datang kemari, apa yang dikatakan pun persis
seperti apa yang disampaikan kepada totiang. kalau ditinjau dari keadaan ini, bisa
dikumpulkan kalau pihak Ban hiam hwee memang sudah mengatur pertemuan
tersebut . . . ."
Thian Khi cu memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian berbisik:
"Perkataan taysu memang benar, menurut apa yang pinto ketahui, pihak Ban-kiam
hwee sudah puluhan tahun lamanya tidak berkelana lagi dalam dunia persilatan,
tampaknya sarang mereka terletak di bukit Kiam-bun-san, anehnya Ban-kiam Hwee cu
mereka bisa muncul secara tiba-tiba ditempat ini, nampaknya ada suatu yang tak
beres." Sip cu taysu semakin merendahkan suaranya lati, dia berbisik:
"Konon tempat ini merupakan bekas sarang dari Ban kiam hwee dan hingga kini
dijadikan markas besar jago-jago pedang berpita hitam mereka, menurut apa yang
pinceng ketahui, meski Ban kiam hwe sudah banyak tahun tak pernah muncul lagi
didalam dunia persilatan, namun jago-jago pedang berpita hitam mereka selalu
bergerak secara diam diam dalam dunia persilatan, bahkan dari pelbagai partai besar
pun terdapat murid murid murtad yang telah bergabung dengan mereka.."
"Aah. masa ada kejadian seperti ini ?" seru Thian Khi cu dengan mata terbelalak dan hati yang bergetar keras.
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tampak Buyung Siu muncul kembali
sambil membawa seorang tosu tua berjubah abu abu yang berperawakan kurus dan
kecil, dia berjalan langsung menuju ke ruang tengah.
Dibelakang tojin itu, mengikuti empat orang tosu muda berbaju hijau, pada pinggang
masing masing terselip sebuah senjata Hud tim yang terbuat dari bulu kuda, jelas
senjata kebutan tersebut merupakan senjata andalan mereka.
Tojin berbaju abu-abu itu bermuka kurus dan sempit dengan tulang kening yang
sempit, wajahnya nampak dingin dan licik.
Waktu itu ditemani oleh Buyung Siu ia berjalan masuk kedalam ruangan dengan
langkah lebar, setelah memandang sekejap sekitar arena, mendadak serunya sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Haah, haaah, haaah, tampaknya orang-orang dari Siau lim dan Bu-tong telah
berdatangan semua, kalau begitu siaute sudah datang terlambat." katanya kemudian.
Sembari berbicara, dia lantas menjura kepada Sipcu taysu sekalian. Baik Thian Khi cu
maupun Sipcu taysu sama sama dibikin tertegun oleh ucapan mana. Suara orang ini
sangat nyaring, sorot matanya juga tajam bagaikan sembilu, jelas tenaga lweekangnya
sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, cuma anehnya
mereka tak mengenali siapa gerangan orang tersebut.
Tapi, karena orang lain sudah menyapa maka mereka pun terpaksa ikut bangkit dan
membalas memberi hormat. Sambil tersenyum Buyung Siu segera berkata.
"Saudara ini adalah saudara Seh, sudah puluhan tahun lamanya tak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan apa lagi sekarang muncul dengan dandanan seorang tojin,
tak heran kalau kalian tidak mengenalinya, dia adalah...."
Belum sampai perkataan itu selesai diutarakan, sambil tertawa tojin berbaju hitam itu
sudah menyeIa. "Siaute Seh Thian yu . . ."
Begitu mendengar nama "Seh Thian yu", Thian Khi cu dan Sip cu taysu menjadi
terkesiap. mereka tak mengira kalau orang itu adalah Hek Seng kun dari empat raja
racun didunia. Buru-buru Thian Khi cu dan Sip cu taysu berseru: "ooooh, rupanya saudara Seh,
selamat berjumpa, selamat berjumpa."
Seh Thian yu segera mengalihkan sorot matanya kembali kembali kesekeliling ruangan,
kemudian setelah memandang sekejap ke altar didepan situ dia melangkah mencari
tempat duduk. katanya kemudian sambil tertawa, "Jago lihai dari mana lagi yang telah diundang oleh hwee-cu kalian?"
Dalam pandangannya, seakan-akan Siau lim-pay dan Bu tong pay bukanah suatu
perguruan yang luar biasa.
Buyung Siu segera menjawab: "siaute hanya mendapat perintah untuk menyambut
kedatangan tamu agung, soal masih ada siapa lagi yang diundang datang siaute
sendiripun kurang begitu jelas."
Seh Thian yu terkekeh-kekeh.
"Heeehh . .. heeeh . . . heeehh. . saudara Buyung adalah congkoan dari perkumpulan ini, bila dikatakan saudara Buyung tidak jelas, siaute kok merasa kurang percaya."
Buyung Siu segera tertawa nyaring. "Bila saudara Seh tidak percaya, siaute pun merasa makin sulit untuk menjawab lagi."
"Ketika siaute baru tiba didepan bukit situ, jago pedang berpita hijau anak buah
saudara Buyung telah datang menyambut kedatangan ku, bahkan mengundangku
kemari, ditinjau dari hal itu,jelaslah sudah kalau saudara Buyung telah melakukan
persiapan ditempat ini."
Buyung Siu tertawa hambar.
"Kalau begitu saudara Seh salah paham, hari ini Hweecu kami berada disini, maka
setiap jago lihay yang kebetulan berada diseputar bukit Pit-bu san telah diundangnya
tanpa kecuali... Siaute juga tahu kalau jago lihay yang berdatangan tidak sedikit
jumlahnya, tapi siapakah mereka, aku baru bisa tahu setelah mereka berdatangan
semua kemari."
"Ooooh, kalau begitu siautelah yang salah menuduh Buyung congkoan." kata Seh Thian yu sambil mengelus jenggotnya dan tertawa seram.
Diambilnya cawan air teh dan diminumnya setegukan, kemudian ujarnya lebih jauh:
"Siaute masih ada satu hal ingin ditanyakan kepada saudara Buyung . . ."
"Katakan saudara Seh."
Dengan senyum tak senyum Seh Thian yu berkata.
"Berhubung tadi siaute masih ada sedikit urusan, kedatanganku ini sangat terlambat datangnya, tapi sebelun siaute sebetulnya murid-muridku sudah berdatangan kemari,
padahal jago pedang berpita hijau dikerahkan ke empat penjuru untuk menyambut
kedatangan tamu agung, haaah, haaaah, aku rasa murid-muridku semua tentunya
sudah diundang datang semua oleh saudara Buyung bukan ?"
Bukan cuma gelak tertawa nyayang luar biasa, terutama kata "diundang" tersebut benar-benar diucapkan amat tepat.
Buyung Siu menjadi tertegun setelah mendengar ucapan mana, serunya dengan cepat:
"Tentang masalah ini siaute kurang begitu tahu, apa bila murid-murid saudara Seh
telah diundang kemari, seharusnya mereka akan dihantar datang kemari." katanya
menerangkan. Kembali Seh Thian yu tertawa seram.
"Heeeh, heeeh, heeeh, saudara Buyung benar-benar tidak tahu atau sengaja berlagak tidak tahu " seandainya murid-muridku tak kalian undang masuk. memangnya mereka
bisa lenyap di tengah udara dengan begitu saja ?"
Kali ini Buyung siu dapat menangkap arti dibalik perkataan itu, dia tertawa dan
berkata: "Kalau begitu biar kutanyakan dulu persoalan ini kepada Chin congkoan. ."
"Chin Tay-seng ?" mencorong sinar tajam dari balik mata Seh Thian yu.
Thian Khi cu dan Sip cu taysu sekalian yang mendengar Seh Thian yu mengucapkan


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nama Chin Tay seng pun nampak pada tertegun.
Sut but-kuicu (tangan setan pengejar nyawa) Chin Tay-seng sudah termashur sebagai
jagoan lihay dikalangan golongan hitam pada dua puluh tahun berselang, selama dua
puluh tahun belakangan ini, jarang ada orang yang mengetahui tentang kabar
beritanya lagi, siapa sangka kalau dia telah menjadi seorang congkoan dari
perkumpulan Ban-kiam hwee.
Pada saat itulah dari belakang meja altar kedengaran orang mendehem, kemudian
menyahut sambil tertawa:
"oh, rupanya saudara Seh telah datang, maaf kalau siaute tidak menyambut
kedatanganmu. "
Seorang kakek berbaju biru, berambut keriting dan membawa sebuah huncwee
berjalan keluar dari balik meja altar.
Orang itu bukan lain adalah congkoan dari jago pedang berpita hitam dalam Ban kiam-
hwee si Tangan setan pengejar nyawa Chin-Tay seng adanya, dengan senyuman
menghiasi wajahnya, dia menjura berulang kali kepada setiap orang yang berada
disana. Sesudah tertawa seram, Seh Thian yu berkata: "Apakah murid muridku telah terjatuh lagi ketangan saudara Chin ?"
Sambil tertawa paksa Chin Toa seng berkata: "Silahkan duduk dulu saudara Seh, tadi memang ada beberapa orang yang memaksakan diri untuk menyerbu masuk melalui
pintu kematian, diantara mereka ada tiga orang yang justru berasal dari selat Tok see
sia..." "Dimana mereka sekarang?" tanya Seh Thian yu dengan wajah berubah membesi.
Dengan senyum yang masih menghiasi ujung bibirnya Chin Tay seng menjawab:
"Saudara Seh tak usah kuatir, barusan siaute telah mendapat pesan dari Hweecu
bahwasanya setiap orang mendatangi buku Pit bu-san pada hari ini adalah tamu
perkumpulan kami, siaute telah mengutus orang untuk mengundang mereka, aku rasa
mereka pasti akan muncul tak lama kemudian, hanya saja siaute mempunyai suatu
permintaan."
"Apa permintaanmu?"
"Beberapa orang anak buah siaute telah keracunan, konon terkena pasir beracun Hu
tim tok see, oleh sebab itu siaute mohon obat penawar dari saudara Seh."
"Kalau toh saudara Chin tidak mempunyai tujuan untuk bermusuhan, bawa saja
mereka kemari di saku muridku tersedia obat penawarnya."
"Saudara seh, kau tidak tahu, muridmu telah terperosok kedalam perangkap karena
salah menginjak alat rahasia, begitu terperosok merekapun segera menelan semua
obat penawar racun yang ada."
Seh Thian yu segera tertawa terbahak-bahak
"Haaahhh. . .haaahhh. . . haaahhh. . . .suatu tindakan yang bagus sekali, barang siapa mengengus pasir beracun Hu tim tok see, dalam satu jam kemudian racun itu akan
mulai bekerja dan korban tak akan tertolong lagi, padahal jago pedang dibawah
pimpinan audara Chin terdiri dari jago-jago pelbagai perguruan yang tidak gampang
mencarinya, sayang siaute tidak membawa obat penawar, tunggu saja sampai murid
muridku keluar, ampai waktunya pasti akan kuberikan obat penawar racun itu
untukmu." Sementara itu dari belakang meja altar kedengaran suara langkah kaki yang ringan
bergema datang.
Menyusul kemudian muncul seorang jago pedang berpita hitam yang mengiringi
seorang pemuda berbaju biru yang berwajah penuh kegusaran dan bersikap sangat
angkuh, pelan-pelan berjalan mendekat.
"Sahabat, silahkan minum teh di ruang tengah." jago pedang berpita hitam itu segera berhenti sambil mengulapkan tangannya.
selesai berkata. ia membalikkan badan dan mengundurkan diri dari tempat tersebut.
Pemuda berbaju biru itu mendengus dingin sorot matanya yang tajam segera dialihkan
sekejap ke ruang tengah dan akhirnya berhenti diwajah Buyung Siu, kemudian serunya
sambil menuding dengan kipaS peraknya:
"Apakah saudara adalah congkoan pasukan jago pedang berpita hitam Chin Tay-seng?"
Chin Tay-seng tertawa serak.
"Lohu adalah Chin Tay-seng, sedang dia adalah congkoan dari pasukan berpita hijau Buyung sianseng." katanya.
Buyung Siu segera tersenyum.
"silahkan duduk saudara Lan " katanya.
"Bagus sekali " jawab Lan Kun-pit dingin. Dia segera berjalan menuju ke kursi sebelah kiri dan duduk disana.
Thian Khi cu dan Sip cu saling berpandangan sekejap. seakan-akan mereka sedang
saling bertanya:
"Siapa pemuda ini" Besar amat lagaknya."
Lak jiu im eng yang berada di belakang satunya segera bertanya pada kakaknya
dengan suara lirih, Bwee hoa kiam Thio Kun kai segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. Dari belakang meja altar kembali terdengar suara pembicaraan manusia, terdengar
suara seorang bocah sedang berkata dengan nada tak sabar.
"Kita inilah berjalan keluar dari lorong rahasia, buat apa kau masih mengukur kesana ukur kemari. Mengukur kentut barangkali?"
Suara yang lain segera menyahut : "Semuanya gara-gara kau, bilang pintu itu pasti didepan bukit, akhirnya pintu tak bisa dilewati, jalan kematian yang kita jumpai, malah kena ditipu orang lagi."
"siaute toh belum pernah mempelajari segala macam ilmu jebakan atau alat rahasia..."
suara si bocah tertawa terbahak-bahak.
Kemudian terdengar lagi suara lain berbisik: "Harap kalian berdua jangan berbicara kelewat keras, mungkin diruang depan sudah kedatangan banyak tamu."
Rupanya suara itu berasal dari sipetunjuk jalan. Suaranya dari bocah tersebut makin
bertambah keras, bentaknya,
"Aku tidak ambil perduli tamu agung atau tidak, buat apa aku mengurusi mereka
adalah anak kura-kura dari mana saja?"
"Wees. . ." dia segeri melompat keluar dari belakang meja altar tersebut.
Tapi begitu munculnya diri Tok Hay ji segera berdiri bodoh, mukanya berubah menjadi
kuning, buru2 dia menundukkan kepalanya dan berseru dengan hormat: "Suhu. . ."
Ketika Lupan beracun dan Tok si cuan menyaksikan kehadiran Seh Thian yu disitu pun
buru-buru membungkukkan badan sambil berseru: "Susiok"
Seh Thian yu segera melotot besar kepada Tok Hay ji bentaknya keras-keras:
"Bocah goblok. tampaknya nyalimu makin lama semakin besar, kalau berbicara tak
tahu ukuran, kalau begini cara kerjamu persoalan apapun pasti akan menjadi
berantakan akhirnya."
Tok Hay ji tak berani banyak bicara, mukanya merah padam, mengikuti dibelakang Lu
pan beracun dan sipencuri beracun, ia segera berdiri dibelakang Seh Thian yu.
"Saudara Seh" Chin Tay seng segera berkata sambil tertawa rendah, "sekarang tentunya kau bersedia memberi obat penawarnya bukan?"
Dari dalam sakunya Seh Thian yu mengeluarkan sebuah botol kecil dan diangsurkan
kedepan, katanya:
"cukup enduskan obat ini ke sisi hidung orang yang keracunan, mereka akan segera
menjadi sembuh kembali."
"Terima kasih saudara Seh."
Setelah menerima obat penawar itu, dia lantas bertepuk tangan dua kali.
Dari belakang meja altar segera melompat keluar seorang bocah, Chin Tay-seng
memberikan botol tersebut sambil memberitahukan Cara penggunaannya. Bocah
tersebut buru-buru mengundurkan diri.
Lewat seperminum teh kemudian, Seh Thian yu mulai habis sabarnya, tiba tiba ia
berseru: "Yang seharusnya datang mungkin sudah datang, bagaimana " Apakah tamunya
dibiarkan duduk menunggu terus " Mana Hweecu perkumpulan kalian ?"
Chin Tay seng saling berpandangan sekejap dengan Buyung Siu, kemudian ujarnya:
"Waktunya sudah hampir tiba, mungkin memang tiada orang yang akan datang lagi,
saudara Buyung, bagaimana kalau mengundang kedatangan Hweecu.. .?"
Buyung Siu termenung sebentar kemudian manggut-manggut, katanya sambil
menjura. "harap saudara se kalian suka menunggu sebentar, siaute akan segera
mengundang kedatangan Hweecu kami."
Ternyata Ban kiam hweecu pun masih harus diundang datang, hal ini benar-benar
menunjukkan kalau lagak mereka memang luar biasa.
Selesai berkata, Buyung Siu segera menjura berulang kali kepada semua orang yang
hadir, kemudian baru membalikkan badan dan menuju kebelakang altar dengan
langkah cepat. Chin Tay seng mengikuti pula dibelakang Buyung Siu masuk kedalam
ruang rahasia. Sepeninggalan kedua orang itu, Seh Thian yu lalu tertawa seram, kepada sip cu taysu
dan Beng Kian ho katanya:
"Taysu dan Beng loko berdua tentunya datang kemari disebabkan kematian dari Thi pit pangcu sebagai murid tercatat dari partai kalian bukan" Tahukah kalian berdua bahwa
yang mati adalah bukan Ting ci kang yang asli.?"
Sip cu taysu maupun Beng Kian hoo menjadi tertegun, Ting ci kang sebagai murid
tercatat dari Siau limpay boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang jarang
diketahui oleh umat persilatan, tapi kenyataannya Seh Thian yu berhasil
mengungkapkan secara jitu.
Terutama sekali perkataannya yang mengatakan bahwa Ting ci kang yang mati bukan
Ting ci kang asli, semua orang makin terperanjat lagi dibuatnya.
Buru2 Sip cu taysu merangkap tangannya didepan dada sambil berkata. "omitohud,
darimana Seh sicu mendapatkan kabar berita tersebut?"
Seh Thian yu tertawa hambar "Siaute telah melakukan pemeriksaan yang amat teliti, Ting ci kang yang tewas dalam kuil Sik-jin tian sesungguhnya adalah wakil congkoan
dari pasukan pita hitam perkUmpulan Ban kiam bwee yang bernama cu Bun Wi..."
Sin-ci ki Beng Kian hoo mempunyai hubungan yang akrab sekali dengan Ting ci kang,
mendengar perkataan itu. segera ujarnya dengan mata melotot besar.
"Lantas dimanakah Ting lote sekarang?"
Berkilat sepasang mata Seh Thian yu, sambil mencibir katanya dengan suara dingin,
"Mungkin saja masih berada ditangan mereka."
"Ditangan Ban kiam hwee maksudmu?" seru Sip cu taysu dengan wajah tertegun.
"Bukti menunjukkan kalau orang-orang dari Tok see sia pun barusan terjatuh ditangan pihak Ban kiam-hwee, dari sini bisa disimpulkan bahwa berita tertangkapnya Ting ci
kang oleh pihak merekapun merupakan berita yang dapat di percaya."
"Aku pikir tak bakal salah lagi," seru Seh Thian yu sambil tertawa seram.
Baru selesai dia berkata, dari bawah meja altar tersebut berkumandang gemerincing
nyaring, kemudian meja altar tersaDut pelan-pelan bergeser ke sebelah kiri.
Dibelakang meja altar yang bertirai kain berwarna kuning merupakan pintu rahasia
yang cukup lebar, tapi di sebelah kiri dan kanannya waktu itu masing-masing berdiri
seorang dayang berbaju merah yang bertugas menyingkap kain tirai.
Pintu rahasia tersebut berbentuk bulat, didalamnya merupakan sebuah lorong rahasia
yang sangat lebar, diatas dinding gUa terdapat sederet lampU model keraton yang
memancarkan sinar terang.
Waktu itu, dari balik lorong rahasia yang lebar terlihat ada serombongan manusia
sedang berjalan mendekati dari kejauhan sana.
orang yang berjalan paling depan adalah congkoan jago pedang berpita hitam Chin Tay
seng serta congkoan jago pedang berpita hijau Buyung Siu, dibelakang kedua orang itu
mengikuti dua orang muda mudi. seorang pemuda berbaju hijau dan seorang gadis
berbaju hijau pula.
Walaupun gadis berbaju hijau itu berwajah cantik dan menarik, namun tak seorangpun
yang mengenalinya.
Tapi ketika semua orang menjumpai pemuda tersebut, hati mereka menjadi amat
terkesiap. pikirnya dengan segera:
"Aaah, dia telah menggabungkan diri dengan perkumpulan Ban kiam hwee."
Keng-hian tojin segera membungkukkan badan berbisik lirih dengan Thian Khi cu:
"Susiok. pemuda berbaju hijau itu adalah Wi Tiong-hong, murid Toa supek."
Sedang Sin ci ki Beng Kian hoo segera berpikir dengan kening berkerut kencang:
"Apabila orang she Wi itu adalah anggota Ban-kiam-hwee, tak heran kalau Ting lote terjatuh ketangan mereka."
Lakjiu im eng Thio Man tidak ambil perduli terhadap persoalan itu, sepasang matanya
yang tajam hanya mengawasi gadis berbaju hijau yang berada dibelakang tubuh Wi
Tiong hong tanpa berkedip.
Gadis berbaju hijau itu kelewat cantik, membuat dia merasa amat tidak leluasa dan
kuatir sekali. Sementara semua orang yang berada dalam ruargan masih menduga-duga setelah
melihat kemunculan Wi Tiong hong, teka-teki itu segera terpecahkan.
Kedengaran congkoan dari jago pedang berpita hijau Buyung Siu mengangkat
tangannya dan berkata sambil tersenyum:
"Wi sauhiap. nona Su, silahkan duduk dikursi tamu."
"Oooh .. . rupanya merekapun tamu." semua orang baru berseru tertahan setelah mendengar ucapan mana.
Tapi paras muka Thio Man segera berubah hebat, ia tak menyangka kalau mereka
sejalan, Sekujur tubuhnya kontan bergetar keras, hampir saja dia tak mampu berdiri
tegak. Wi Tiong hong dan Su Siau hui telah mengambil tempat duduk masing- masing . . .
Wi Tiong hong segera memberi hormat kepada Sin cu ki Beng Kiam hoo dan Keng hian
todjin sekalian baru selesai menyapa, dari balik pintu rahasia kembali muncul jago-jago persilatan.
oooooooo Bab-43 DALAM PADA ITU, Buyung Siu dan Chin Toa seng telah berdiri disebelah kiri dan kanan
kursi utama. Menyusul kemudian berjalan keluar empat orang gadis berdandan model keraton
matanya jeli dan berwajah cantik tapi dingin, sebilah pedang berpita kuning tersoren
dipinggang. Walaupun perkumpulan Ban kiam hwee sudah lama tidak melakukan perjalanan
didalam dunia persilatan tapi setiap orang tahu kalau para jago yang tergabung dalam
perkumpulan itu terbagi dalam empat warna pita yakni hijau, merah, putih dan hitam,
Bentrok Rimba Persilatan 8 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia 22
^