Pedang Berkarat Pena Beraksara 13

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D Bagian 13


Wi Tiong-hong segera menjura, katanya: "Terima kasih banyak atas undangan lotiang, bolehkah aku tahu siapa nama lotiang dan ada urusan apa mengundang kehadiranku
kemari?" Sejak perjumpaan pertama kali gtadi, sepasang imata si kakek bherjubah hijau tua itu
tak pernah terlepas dari wajah Wi Tiong-hong mendengar pertanyaan tersebut, ia
segera tertawa terbahak bahak.
"Haah... haah... haah... sudah banyak tahun lohu tak pernah melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, harap saudara cilik memanggilku dengan sebutan lotiang saja"
"Ada urusan apa lotiang mengundang kehadiranku ke sini " Harap kau sudi
menjelaskan kepadaku"
"Lohu memang ada suatu persoalan yang hendak dibicarakan denganmu, saudara cilik, siIahkan duduk lebih dulu sebelum pembicaraan mau dimulai... "
Wi Tiong hong menurut dan segera duduk dikursi yang berada di hadapannya.
Setelah mengawasi si anak muda itu beberapa saat, pelan-pelan kakek berbaju hijau
tua itu berkata:
"Saudara cilik, kaukah yang bernama Wi Tiong hong ?"
"Benar, aku bernama Wi Tiong hong"
"Wi Tiong.. Hong !"
Kakek berjubah hijau tua itu tertawa terkekeh-kekeh dengan suara yang aneh sekali,
berapa saat kemudian ia baru berkata lagi:
"Saudara cilik, pikirku kau bukan she Wi?"
Wi Tiong hong merasa amat terperanjat, dengan cepat ia teringan kembali akan
sepatah kata yang tercantum dalam surat yang ditinggalkan paman tanpa nama
padanya tempo hari:
"Kau bukan dari Marga Wi, tapi sekarang kau harus tetap mempergunakan nama Wi
Tiong hong sebagai pengganti namamu."
Setiap tulisan yang ditinggalkan paman tanpa nama didalam suratnya. boleh dibilang
telah hapal diluar kepala, sekarang kakek itu mengatakan pula bahwa dia bukanlah she
Wi, bukankah hal ini menunjukkan kalau dia memang bukan she Wi" Tapi darimana
dia bisa tahu akan hal ini.."
Tapi pengalaman yang dimiliki Wi Tiong-hong kini sudah cukup luas, oleh sejak awal
dia sudah merasa kalau orang ini bukan berasal dari golongan lurus, maka sesudah
tertegun sejenak, katanya sembari menjura:
"Lotiang, atas dasar apa kau berkata demikian?"
Mencorong sinar tajam yang menggidikkan hati dari balik mata kakek berjubah hijau
tua itu, dengan cepat dia mengerling sekejap ke-arah Wi Tiong hong, kemudian
katanya seraya tertawa terbahak bahak:w
"Raut wajah sayudara cilik menxgingatkan lohu dengan seorang sahabat karibku..."
Sekali lagi Wi Tiong hong merasakan hatinya tergerak, katanya hambar:
"Bukan hanya seorang saja yang berwajah mirip didunia ini, mungkin lo tiang telah salah melihat orang?"
"Tentu saja lohu tak akan menganggap saudara cilik sebagai sahabat lohu haa... haah...
haaa sahabat lohu itu paling tidak sudah berusia empat puluh lima tahunan saat ini,
maksud lohu kemungkinan besar saudara cilik adalah putra dari sahabat lohu itu
sebab..." Ketika berbicara sampai di situ, mendadak ia menutup mulut dan tak melanjutkan
kata-katanya lagi.
Wi Tiong hong segera berkata:
"Mengapa lotiang tidak melanjutkan perkataanmu itu?"
"Sebab sahabat lohu itu sudah hampir lima belas tahun lamanya tak pernah
berhubungan dengan putra kandungnya itu."
Ketika ucapan "lima belas tahun" tersebut menyusup ke dalam telinga Wi Tiong hong, hampir saja dia melompat saking kagetnya.
Dia jadi teringat pula dengan tulisan paman tanpa nama didalam suratnya dulu:
"Selama lima belas tahun ini, kau selalu menganggapku sebagai ayahmu, namun dalam kenyataannya aku bukan ayah kandungmu, kalau dihitung-hitung, kau seharusnya
memanggil paman kepadaku..."
Lima belas tahun, mungkinkah yang dia kakek berjubah hijau tua itu maksudkan
adalah dirinya sendiri "
Tidak tidak benar, menurut dia, sahabatnya sudah lima belas tahun tak pernah
berhubungan dengan putra kandungnya, itu berarti sahabat lamanya belum mati.
Padahal ayah sendiri sudah mati di tangan musuh besarnya pada limabelas tahun
berselang... ini menurut tulisan dari paman tanpa nama dalam suratnya.
Sementara dia masih termenung, terasa olehnya kakek berjubah hijau tua itu sedang
menatapnya dengan sorot mata yang tajam, maka ujarnya kemudian sambil
menyangkal kepalanya.
"Mendiang ayahku sudah lama berpisah denganku..."
"Menurut apa yang lohu ketahui, sahabat karib lohu itu pernah memiliki sebutir
mutiara, mutiara tersebut berada didalam saku saudara cilik sekarang..."
Mendengar sampai disitu, Wi Tiong hong segera berpikir:
"Yang dimaksudkan sebagai mutiara mestika tersebut pastilah mutiara Im kiam cu
menurut Ban kiam hweecu, mutiara Im kiam cu berada disakuku, kemudian si kakek
Ou dari Lam hay bun juga berkata demikian. Kalau dibilang Lou bun si berada disaku ku
memang benar, tapi bagaimana dengan mutiara Im kiam cu tersebut ?"
Berpikir sampai disitu, maka tanyanya sambil tertawa dingin:
"Apakab lotiang maksudkan mutiara Im-kiam cu?"
Kakek berjubah hijau tua itu seperti merasa tercengang dan diluar dugaan oleh
pertanyaan lawan secara terang-terangan itu, setelah tertegun sejenak, katanya
sambil tertawa seram:
"Benar memang mutiara itu yang lohu maksudkan."
Sekarang Wi Tiong hong baru mengerti, meskipun kakek tersebut tidak muncul dalam
kuil tersebut, kemungkinan besar dia telah bersembunyi disekitar ruangan tersebut
dan menyadap pembicaraan antara Ban kiam hweecu dan kakek Ou dari Lam hay bun,
sehingga dianggapnya ia benar-benar memiliki mutiara Ing kiam cu tersebut.
Mungkin dikarenakan alasan itulah, maka dia sengaja mengirim orang untuk
memancing datang kesitu.
Dari sini, dapat disimpulkan pula kalau dia sengaja mencatut nama ayahnya dengan
tujuan untuk mengincar mutiara Ing kiam cu tersebut.
Berpikir sampai disitu. tanpa terasa lagi ia tertawa nyaring, katanya kemudian:
"Kalau Lou bun si yang menggetarkan dunia persilatan mah benar-benar berada
disakuku, sayang sekali dalam sakuku tidak terdapat mutiara Ing kiam cu tersebut."
Kakek berjubah hijau tua itu turut tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haaah... apakah saudara cilik menganggap lohu sedang mengincar
mutiara lng kiam cu milikmu itu ?"
"Memangnya bukan ?"
Berkilat sepasang mata kakek berjubah hijau tua itu, serunya setelah tertawa seram:
"Betul, lohu hanya ingin membuktikan apakah saudara cilik benar-benar merupakan
putera sahabat karibku Hong Thian jin atau bukan, selain itu, aku tidak mempunyai
maksud tujuan lain."
"Hong Thian-jin ?" Wi Tiong hogng termenung saimbil bepikir sehjenak, "aku tidak kenal dengan orang itu."
Sekali lagi kakek berjubah hijau tua itu menatap wajah Wi Tiong hong lekat-lekat,
kemudian tanyanya lagi dengan suara menyeramkan "Kalau begitu, tentunya saudara
cilik pernah mendengar orang membicarakan tentang Sian soat Kiam-kek ( jago
pedang dari Sian saat ) Ciang Lam-san bukan ?"
"Sian-soat kiam-kek Ciang Lam-san ?" Wi Tiong hong jadi teringat bagaimana Ban kiam hweecu pun pernah mengira dirinya sebagai anak murid Sian-soat kiamkek, dengan
cepat dia menggeleng kembali:
"Aku pernah mendengar Ban kiam hwee-cu menyinggung tentang nama Sian soat
kiam kek, tapi sebelum itu belum pernah kudengar tentang nama tersebut,
bersediakah lotiang untuk menjelaskan lebih jauh...?"
Dengan sorot mata yang tajam kakek berjubah hijau itu menatap wajah Wi Tiong hong
lekat-lekat, dia menjadi agak tercengang sewaktu dilihatnya pemuda itu seperti tidak
berbohong. Selang berapa saat kemudian dia baru berkata lagi:
"Ciang Lam san berasal dari partai Bu tong, kalau dihitung masih termasuk paman
gurunya ketua Bu tong pay saat ini Thian Yan cu. Tetapi kemudian dia bergabung
dengan Ban kiam bun dan menjadi salah satu diantara delapan pelindung hukum
perguruan tersebut"
Wi Tiong hong segera berpikir kembali.
"Dari delapan pelindung hukum Ban kiam-bun yang pernah kuketahui hingga kini
diantaranya terdapat It teng taysu, lo pangcu dari Thi pit pang Tau pek li serta Thian sao tiau siu, nampaknya orang-oranng yang tergabung dalam delapan pelindung
hukum tersebut rata rata merupakan manusia pilihan"
Sementara itu kakek berjubah hijau tua itu sudah melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ban kiam hwee cu waktu itu mendapat kabar yang mengatakan bahwa di Lam hay
bun terdapat sebutir mutiara Ing kiam cu yang bisa dipergunakan untuk mematahkan
jurus pedang, konon benda mana merupakan satu-satunya benda yang bisa
menandingi Bin-kiam bun, maka dia lantas mengutus jago-jago lihay nya untuk
melakukan serbuan ke Lam-hay, tentu saja tujuan yang terutama adalah untuk
merebut mutiara mestika itu."
"Siapa sangka, ilmu silat yang dimiliki orang orang Lam-hay bun amat lihay, jago
tangguhpun banyak sukar dihitung, dalam pertarungan mana kedua belah pihak sama
sama jatuh korban yang parah, konon dari kawanang jago yang menyierbu ke Lam
hayh, kecuali Ban kiam hwee cu sendiri, hanya berapa orang saja dari kawanan jago
lihay yang dibawanya berhasil mundur dengan selamat."
Wi Tiong hong manggut-manggut.
"Yaa, tentang soal itu memang pernah kudengar"
Kakek berjubah hijau itu tidak menggubris ucapannya, kembali dia berkata lebih jauh:
"Beratus orang jago lihay yang dibawa Ban kiam hwee cu, akhirnya tumpas dalam
pertarungan mana, mutiara Ing kiam cu juga gagal didapatkan, sejak menderita
pukulan berat itu, Ban kiam bun ikut lenyap pula dari peredaran dunia persilatan
hampir puluhan tahun lamanya."
Setelah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh:
"Dari delapan orang jago lihay yang berhasil kabur dari pengepungan di Lam hay,
akhirnya merekapun menyebarkan diri ke mana-mana, menurut berita, sewaktu
melakukan penyerbuan ke Lam hay bun tempo hari, Ciang-Lam San san berhasil
merampas sebuah kertas berisi ilmu pedang yang tidak utuh, sejak itu dia
mengasingkan diri di bukit Sian Soat nia.
"Sejak itulah orang menyebutnya sebagai Sian soat kiam kek, sedangkan ilmn silat
andalannya adalah Pek lek sam ceng (tiga getaran geledek) yang khusus untuk
menggetarkan senjata tajam lain, konon ke tiga jurus ilmu pedang tersebut berasal
dari lembaran kitab pusaka yang sudah tak lengkap lagi itu!"
Tergerak hati Wi Tiong hong setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian:
"SeteIah Ban kiam hweecu menyakinkan jurus it goan hu si. Pau im cu yang dan Sam
hoa ki teng yang kumainkan, dia lantas menganggap jurus-jurus tersebut sebagai Kam-
sam ceng dari Sian soat kiam kek, mungkin ilmu tersebutlah yang dimaksudkan
olehnya sekarang sebagai Pak lek sam ceng?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpikir lebih jauh:
"Ooooh" rupanya Sian soat kiam kek bermula dari Bu tong pay, kalau begitu adakah sesuatu hubungan antara ketiga jurus ilmu pedangku itu dengan dirinya?"
Sementara dia termenung, terdengar kakek berjubah hijau itu sudah tertawa
terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahh... haaah... dengan susah payah Ban kiam hweecu mengirim orang-
orangnya untuk menyerbu Lam hay bun, akhirnya dia tidak berhasil mendapatkan
mutiara lng kiam cu tersebut, coba kau tebak, akhirnya mutiara tersebut terjatuh
ditangan siapa ?"
Tanpa berpikir panjang Wi Tiong hong segera berkata:
"Kalau didengar dari nada pembicaraan lo tiang, mungkinkah ia adalah Sian soat
kiamkek?" Kakek berbaju hwijau tua itu seygera manggut-maxnggut.
"Benar, peristiwa ini baru diketahui puluhan tahun kemudian, saat ita Sian soat
kiamkek sudah mati, dan orang persilatan baru tahu kalau mutiara Ing kiam cu
tersebut sebenarnya terjatuh di tangannya."
Wi Tiong hong hanya mendengarkan dengan tenang, tak sepatah katapun yang
diucapkan. Dengan tajam kakek berjubah hijau itu mengawasi sekejap wajah Wi Tiong hong,
kemudian setelah tertawa seram katanya:
"Setelah Sian soat kiam kek meninggal dunia, tentu saja mutiara Ing kiam cu tersebut terjatuh ke tangan Hong Thian-jin, anak muridnya, peristiwa itu terjadi lima belas
tahun berselang dan kini mutiara Ing-kiam cu tersebut muncul pula disaku saudara
cilik, kebetulan sekali paras muka saudara cilikpun mirip sekali dengan raut wajah
Hong Thian jin."
Sesudah mendengar uraian tersebut, lambat laun Wi Tiong hong mulai mempercayai
perkataannya, diam-diam ia berpikir:
"Jangan-jangan Hong Thian jin benar-benar adalah ayah kandungku ?"
Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kembali seraya berkata:
"Tapi didalam sakuku benar-benar tidak terdapat mutiara Ing kiam cu tersebut."
Kakek berbaju hijau itu segera mengalihkan sorot matanya ke atas tangan kiri pemuda
itu, lalu katanya sambil tertawa seram:
"Saudara cilik, kau mengenakan apa pada jari tengah tangan kirimu itu?"
"Oooh, benda itu adalah cincin Ji gi huan !"
Kakek berbaju hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haahh... Ji gi-huan merupakan senjata rahasia dari Bu-tong pay aku yakin hal ini tak salah, tapi mengapakah diatas cincin yang melingkari jari tangan
kirimu itu terdapat sebutir mutiara besi sebesar kacang kedelai?"
"Yaa cincin ditangan kananku juga terdapat mutiara besinya" bantah pemuda itu cepat.
Kakek berjubah hijau itu kembali tertawa aneh.
"Mutiara Ing kiam cu terletak pada cincin yang melingkar jari tangan kirimu, sedangkan mutiara besi yang berada cincin ditangan kananmu hanya sebagai tipuan belaka.
Tentunya kau mengerti akan perkataan lohu bukan?"
Sekarang Wi Tiong hong semakin mempercayai perkataan orang itu, namun dia hanya
membungkam saja sambil termenung.
Bab-50 Kembali kakek berjubah hijau itu berkata:
"Saudara cilik, apakah kau masih belum percaya kalau kau adalah putra sahabat
karibku itu?"
"Tentang soal ini..."
"Saudara cilik tak usah merasa kesulitan" tukas kakek berjubah hijau itu sambil tertawa licik, "lohu masih mempunyai sebuah cara untuk membuktikan hal ini."
"Silahkan kau utarakan."
"Sudah lohu katakan tadi, Sian soat kiam khek mempunyai tiga jurus ilmu pedang yang disebut Pek lek sam ceng, tentunya kau mampu mempergunakan jurus pedang
tersebut bukan?"
"Aku hanya bisa memainkan ilmu pedang Ji gi kiam kek, tidak kuketahui tentang Pek lek sam ceng, namun didalam ilmu pedang Ji gi kiam kek memang terdapat jurus
serangan yang khusus dipakai untuk menggetar lepas senjata orang, apakah jurus
serangan tersebut mengandung ilmu Pek lek sam ceng atau tidak, soal tersebut tidak
kuketahui dengan jelas."
Sepasang mata si kakek berbaju hijau yang licik hanya mengawasi Wi Tiong-hong
selama ini tanpa berkedip, menanti pemuda tersebut menyelesaikan kata-katanya ia
baru berkata sambil tersenyum:
"Soal itu mah gampang, lohu akan mencoba beberapa gebrakan denganmu, asal kau
gunakan ilmu mana. maku lohu akan segera dapat mengenalinya..."
Berbicara sampai disitu, pelan-pelan dia beranjak dari tempat duduknya, kemudian
berkata lagi: "Ayo berangkat, mari kita mencoba diluar ruangan !"
Baru saja ucapan tersebut diutarakan dan Wi Tiong hong belum sempat menjawab,
tampak bayangan manusia berkelebat lewat segulung asap ringan, entah dengan
gerakan apakah dia berkelebat, tahu-tahu saja sudah menyambar melalui sisi Wi Tiong
hong dan tak nampak lagi bayangan hidungnya.
Diam-diam Wi Tiong hong merasa terkejut atas kejadian tersebut, segera pikirnya:
"Sungguh cepat gerakakan tubuh orang ini, hampir saja aku tak sempat untuk melihat jelas, ditinjau dari hal ini bisa dibuktikan kalau tenaga dalamnya telah mencapai
puncak kesempurnaan..."
Buru-buru dia membalikkan kepalanya tampak Kakek berjubah hijau itu sudah berdiri
tiga kaki diluar pintu sambil berkata:
"Saudara cilik, cepatlah ikut keluar !"
Wi Tiong hong segera turut berjalan keluar dari gubuk tersebut, ditengah remang-
remangnya cuaca tampaklah di kiri kanan rumah gubuk itu berdiri empat orang kakek
berjenggot putih yang berjubah hijau, dibelakang setiap kakek berjubah hijau itu,
masing masing berdiri dua orang kakek berjubah abu-abu yang berdiri dengan
sepasang tangan diluruskan ke bawah.
Wi Tiong hong merasa keheranan sekali, karena ke empat orang kakek berjenggot
putih berjubah hijau itu baik wajah maupun bentuknya hampir serupa semua sehingga
sulit baginya untuk membedakan manakah kakek berjubah hijau yang menyuruhnya
keluar tadi. Walaupun ke empat orang kakek berjenggot putih berjubah hijau serta ke delapan
kakek berjubah abu-abu itu hanya berdiri tak berkutik disitu dengan wajah yang sangat
serius, namun Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut mau tak mau harus
meningkatkan kewaspadaannya.
Sebenarnya apa maksud dan tujuan kakek berbaju hijau itu terhadap dirinya "
Salah seorang diantara ke empat kakek ber jubah hijau itu segera tersenyum, ujarnya
sambil mengangkat kepalan.
"Saudara cilik. silahkan loloskan senjatamu!"
"Lotiang, apakah kau mengajakku bertarung hanya dikarenakan ingin membuktikan
bahwa aku pandai ilmu Pek lek-sam kiam atau tidak?" tanya Wi Tiong hong agak ragu.
"Yaa, memang begitulah." sahut kakek berjubah hijau itu sambil manggut-manggut.
"Kalau memang begitu, buat apa lotiang mesti turun tangan sendiri " Asal kumainkan sekali dihadapan lotiang, bukankah hal mana sudah lebih dari cukup ?"
"Tidak salah" kata kakek berjubah hijau itu sambil menggeleng, "keampuhan dari Pek lek-sam ceng terletak didalam hal menggetar, tanpa terjun sendiri ke arena, kalau
hanya menonton saja mah tak mungkin bisa dirasakan."
"Oooh, rupanya begitu, lotiang suruh aku meloloskan pedang, apakah lotiang sendiri tidak meloloskan senjata ?"
"Tentu saja lohu akan menggunakan senjata" selesai berkata, tangan kanannya segera di getarkan dan dari pinggangnya meloloskan se buah ikat pinggangnya.
Tapi didalam getaran itulah, ikat pinggang tersebut telah digetarkan sehingga tegak
lurus seperti sebatang pit, katanya kemudian sambil mengangkat kepala:


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lohu akan mempergunakan ikat pinggang ini untuk bertarung bertarung beberapa
gebrakan dengan saudara cilik."
000 OO 000 TENTU SAJA Wi Tiong-hong tahu, tanpa ditunjang oleh tenaga dalam yang sudah
mencapai puncak kesempurnaan mustahil ikat pinggang yang lemas tersebut bisa
digetarkan hingga keras bagaikan sebuah ruyung tembaga:
Maka dia pun tidak banyak berbicara lagi, setelah mundur selangkah, dari sakunya dia
cabut keluar pedang Jit-siu-kiam.
Dengan sorot mata tajam kakek berbaju hijau itu mengawasi pedang karat Wi Tiong-
yang sama sekali tak bersinar itu. Kemudian setelah memandang tangan pemuda itu
lekat-lekat, dia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaah, haaah, haaah, pedang bagus ! pedang bagus !" serunya sambil manggut-
manggut. Wi Tiong hong merasakan gelak tertawa tersebut amat keras dan nyaring sehingga
menggetarkan sukma orang, tanpa disadari timbul perasaan seram didalam hati
kecilnya. "Saudara cilik, berhati-hatilah, lohu akan segera turun tangan !" seru kakek berjubah hijau itu tiba-tiba.
Dengan langkah lebar dia maju ke depan, ikat pinggangnya diputar di tengah udara
sehingga menimbulkan desingan angin serangan yang tajam, kemudian segera
munculIah selapis bayangan hitam yang mengurung seluruh tubuh anak muda
tersebut."
Dengan perawakan tubuh yang tinggi besar, meski getaran ikat pinggang itu dilakukan
dengan suatu gerakan yang lamban, namun dalam kenyataannya menimbulkan
kekuatan yang luar biasa.
Wi Tiong hong semakin terkesiap lagi setelah menyaksikan permainan ikat pinggang
lawan bisa menimbulkan kekuatan yang begitu dahsyat, dengan cepat tangan kirinya
membuat gerakan aneh, menyusul kemudian tubuh berikut pedangnya meluncur ke
muka, begitu lolos dari sambaran lawan, dengan jurus Thian lo tiap bo (ajaran langit
diamalkan) dia melancarkan serangan balasan.
"Jurus serangan ini merupakan jurus pedang dari Bu tong kiam hoat..!" bentak kakek berjubah hijau itu dengan suara dalam.
Tangan kanannya segera diputar, mendadak permainan ikat pinggang tersebut
berubah, dalam waktu singkat kedahsyatannya terasa berlipat ganda, tampaknya
bayangan ikat pinggang bermunculan dari empat arah delapan penjuru dan
menggulung bersama-sama ke depan.
Ditengah lapisan bayangan ikat pinggang yang tebal, terdengar kakek berjubah hijau
itu membentak dengan suara yang dingin dan berat:
"Spudara cilik, mengapa tidak kau gunakan ke tiga jurus ilmu pedang tersebut ?"
Waktu itu, Wi Tiong hong sedang merasakan kepayahan untuk membendung
datangnya lapisan bayangan ikat pinggang yang begitu berlapis-lapis, mendengar
bentakan mana, dia merasakan semangatnya berkobar kembali, dengan cepat dia
mundur setengah langkah, pedangnya diputar kencang dan melancarkan serangan
dahsyat. Dia sendiripun ingin cepat-cepat membuktikan apakah ke tiga jurus ilmu pedang
penggetar senjata lawan yang terdapat dalam ilmu pedang Ji gi kiam-hoat tersebut
benar-benar adalah Pek lek-sam ciang seperti apa yang di katakan kakek tersebut.
Seandainya benar, itu berarti teka-teki sekitar asal-usulnya akan segera terungkap.
Berpikir sampai disitu, secara beruntun dia segera mengeluarkan jurus It goen hu si,
Pau-im hu yang dan Sam hoa ki teng.
Ke tiga jurus pedang tersebut dilancarkan secara berantai, tampak bayangan padang
segulung demi segulung memancar keluar dari ujung pedangnya dan segera
menyambar ke-arah bayangan ikat pinggang yang sedang menyelimuti seluruh
angkasa. Seharusnya bentrokan antara pedang dengan ikat pinggang tersebut tidak akan
menimbul suara apa-apa, namun sewaktu pedang W Tiong hong saling membentur
dengan ikat pinggang lawan, ternyata berkumandanglah tiga kali suara benturan yang
amat nyaring. "Traang! Traang!"
Tentu saja ikat pinggang tak bakal menimbulkan suara, suara tersebut ditimbulkan
karena pedang itu memperoleh sentilan keras yang menimbulkan suara getaran.
Namun didalam tiga kali bentrokan mana. dalam perasaan Wi Tiong hong, senjata
yang berada ditangan lawannya justru seakan-akan tidak mirip dengan ikat pinggang.
Bagaikan membentur diatas sebuah senjata baja yang mempunyai daya tahan kuat,
separuh badannya bergetar keras sampai kesemutan, pergelangan tangan kanannya
yang menggenggam pedangpun hampir saja menjadi lumpuh, tak bisa dikuasai lagi,
tubuhnya terdorong mundur sejauh tiga langkah lebih.
Yang lebih aneh lagi adalah pedang karat yang berada ditangannya ini, Jit siu kiam
yang termashur karena ketajamannya itu ternyata tak mampu mengapa-apakan
sebuah ikat pinggang.
Bayangan ikat pinggang yang menyelimuti seluruh angkasa itu tahu-tahu menjadi sirap
dan lenyap. Tampak kakek berjubah hijau itu memutar sepasang tangannya lalu mengikat kembali
ikat pinggangnya diatas pinggangnya, kemudian sambil memandang ke arah Wi Tiong
bong dengan sorot mata yang membesi dia tertawa terkekeh-kekeh, katanya:
"Kau masih muda, namun memiliki kepandaian yang luar biasa. sungguh merupakan
suatu peristiwa yang tidak gampang."
Buru-buru Wi Tiong hong segera menarik kembali pedangnya, setelah itu tanyanya:
"Lotiang, apakah berhasil kau ketahui apakah ilmu yang kugunakan itu adalah pek-lek-sam kiam ?"
Hilang lenyap senyuman yang menghias wajah kakek berjubah hijau itu, katanya
dengan suara menyeramkan:
"Sulit untuk dibicarakan !"
"Kalau begitu bukan ?" seru Wi Tiong hong agak kecewa.
Dengan senyum tak senyum kakek berbaju hijau itu berkata lagi:
"Belum tentu demikian, bila ditinjau dari gerakan pedang yang saudara cilik gunakan, nyata kalau bukan ilmu Pek lek sam ceng, tapi kalau dilihat dari tenaga dalam yang
dipancarkan dibai k pedang tersebut, jelas merupakan simhoat dari ilmu Pek lek sam
ceng." Berbicara sampai disini, mendadak ia berhenti sejenak sambil mengawasi Wi Tiong
hong dengan tenang, agaknya dia sedang menantikan reaksinya..
Ketika Wi Tiong hong mendengar kakek berjubah hijau itu pun tak mampu
memastikan tentu saja dia mengira hal ini sebagai kenyataan.
Sementara itu kakek berjubah hijau tersebut telah berkata lebih jauh setelah berhenti
sejenak. "Namun menurut dugaan lohu, orang yang mewariskan ketiga jurus ilmu pedang itu
kepada saudara cilik sudah pasti memahami sekali ilmu pedang Bu tong pay, setelah
melalui pemikiran yang cermat, rupanya dia memang sengaja hendak merahasiakan
indentitas ilmu pedang yang sebenarnya, entah siapakah yang mewariskan ilmu
pedang tersebut kepada saudara cilik?"
Wi Tiong hoig hendak menjawab kalau orang itu adalah paman tanpa nama yang telah
memelihara sejak dari kecil dulu, tapi tiba tiba saja tergerak hatinya, dia teringat
kembali dengan peringatan yang berulang kali gdisinggung pamain tanpa nama ithu
dalam suratnya.
Di dalam surat mana diperingatkan bila ada orang menanyakan tentang asal usul
perguruannya, maka dunia persilatan amat berbahaya dan licik, asal usul yang
sesungguhnya tak boleh disiarkan kepada orang lain secara sembarangan.
Tindak tanduk kakek berjubah hijau yang sangat aneh itu segera menimbulkan
kewaspadaan, ucapan yang sudah berada diujung bibir nya terasa ditelan kombali,
katanya kemudian dengan cepat:
"Guruku adalah Thian Goan cu, tentu saja ilmu pedangku juga kupelajari dari guruku itu"
Sebagai seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman dalam dunia persilatan
tentu saja tindak sang pemuda yang membuka mulutnya ingin berbicara yang
kemudian diurungkan itu tak dapat mengelabuhi sepasang mata kakek berjubah hijau
tersebut, setelah tertawa seram gumamnya:
"Dulu, Sian-soat-kiam kek Ciang Lam sam juga berasal dari perguruan Bu tong pay,
tentu saja anak muridnya pandai pula mempergunakan pedang Bu tong pay !"
Walaupun ucapan mana hanya di utarakan secara bergumam belaka, namun secara
diam-diam seperti hendak menegur Wi Tiong hong bahwa apa yang diucapkan olehnya
bukan kata kata yang jujur.
Mendadak sepasang matanya berkilat tajam, ditatapnya Wi Tiong-hong dengan sorot
mara setajam sembilu, kemudian dia berkata dengan nada yang tenang:
"Lohu hanya kangen dengan sahabat lamaku dan sama sekali tidak mempunyai
maksud-maksud tertentu. baiklah, soal ini saudara cilik boleh terangkan nanti saja,
setelah kau memahami asal usul lohu yang sebenarnya."
Dibongkar kebohongannya, kontan saja paras muka Wi Tiong hong berubah menjadi
merah padam. Kembali kakek berjubah hijau itu berkata: "Thian goan cu berasal dari Siu lo, dia merupakan seorang dedengkot dari golongan lurus dan sesat, saudara cilik sebagai
anak murid Thian Goan cu, tentunya menguasai ilmu golok Siu lo to bukan?"
"Ooh, rupanya dia tak percaya kalau aku adalah anak murid Thian Goan cu maka
sengaja menanyakan soal ilmu silat dari Siu lo bun kepadaku..." demikian pikir Wi tiong hong. Dia lantas menjura sambil menyahut: "Tenaga dalam yang kumiliki terbatas
sekali bisanya sih bisa, cuma kurang sempurna."
"Tak menjadi soal coba gunakanlah agar lohu saksikan....."
"Apa yang harus kulakukan sehingga lotiang dapat mencobanya?"
Kakek berjubah hijau itu tertawa seram. "Dahulu lohu sudah pernah berjumpa
beberapa kali dengan Thian Goan cu, konon ilmu Siu lo to merupakan ilmu khikang
yang dipancarkan seperti babatan golok yang mampu untuk membobolkan serangan
pukulan orang, tentu saja lohu harus melancarkan serangan untuk membuktikannya
sendiri." Berbicara sampai disini, pelan-pelan dia mengangkat tangan kanannya kedepan
kemudian membentak:
"Saudara cilik, apakah kau sudah mempersiapkan diri baik baik...?"
Wi Tiong hong tahu, setelah dia mengucapkan perkataan tersebut berarti dia harus
menyambut pukulan itu dengan kekerasan, terpaksa segenap tenaga dalamnya
dihimpun, telapak tangan kanannya di silangkan di depan dada, lalu berkata dengan
serius: "Aku akan menuruti perintah saja, nah, bersiap siaplah secara baik-baik."
"Baik..." seru kakek berjubah hijau itu dengan suara dalam.
Telapak tangannya yang sudah terangkat itu pelan-pelan di ayunkan kedepan
melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Jarak antara Wt Tiong hong dengannya sekarang paling tidak mencapai satu kaki lebih,
begitu serangan lawan dilontarkan, dia segera merasakan datangnya segulung angin
pukulan yang meluncur ke arah depan tubuhnya.
Tenaga pukulan tersebut sangat kuat bagaikan bukit dan menyelimuti daerah seluas
tujuh delapan depa lebih.
Wi Tiong-hong tak berani berayal lagi, telapak tangan kanannya yang disilangkan di
depan dada segera diayunkan pula ke depan melepaskan sebuah bacokan kilat.
Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sudah mencapai
tingkatan mengerahkan dan menarik serangan sekehendak hatinya sendiri.
Begitu angin pukulan dilepaskan segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar
biasa namun ketika baru saja mencapai di hadapan Wi Tiong-hong, mendadak gerak
serangan tersebut melamban dan pelan-pelan mendorong ke muka.
Sebaliknya serangan yang dilancarkan Wi Tiong hong dibacokkan secara langsung,
tentu saja gerakannya cepat sekali, kedua gulung angin pukulan itu langsung
bersentuhan satu sama lainnya hanya empat depa dihadapan Wi Tiong hong.
Bentrokan mana segera menimbulkan suara desingan yang amat nyaring...
"Cri ng !" kemuwdian disusul beyrubah menjadi dxesingan yang memanjang..."
Enam tujuh depa disekeliling kakek beriubah hijau itu segera diliputi dergan angin
pukulan yang menderu-deru, seperti memotong kertas saja, semuanya kena dibabat
oleh desingan angin pukulan Wi Tiong hong yang tajam itu.
Angin golok menembus langsung ke dalam dan akhirnya... "Blaamm !" persis
menghajar dada kakek berjubah hijau itu.
Jubah hijau yang dikenakan kakek itu menggelembung besar dan bergoyang kencang
mesti tidak terhembus angin, serunya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Lohu yang menggunakan tenaga sebesar tiga bagianpun tak mampu untuk menahan
seranganmu, ilmu Siu lo-to memang benar-benar luar biasa sekali..."
Wi Tiong hong merasa amat terperanjat ketika dilihatnya serangan tersebut bersarang
telak diatas dada lawan, dengan wajah memerah katanya kemudian:
"Aaaah, rupanya aku telah salah turun tangan, apakah telah melukai lotiang ?"
Sekilas rasa bangga menghiasi wajah kakek berjubah hijau itu, ujarnya sambil tertawa:
"Aaaah, kalau hanya Siu lo to mah belum dapat melukai lohu..."
Sembari berkata mendadak tubuhnya mendesak maju ke depan, sepasang matanya
memancarkan cahaya hijau, serunya sambil tertawa seram:
"Saudara cilik, rupanya kau adalah ahli waris dari Pit Ki beng..."
Tangan kirinya segera diayunkan kemuka dan menyambar bahu Wi Tiong hong dengan
kecepatan tinggi.
Betapa terkejutnya Wi Tiong hong menyaksikan serbuan lawan, apalagi setelah di
ihatnya paras muka kakek berjubah hijau itu menyeringai seram dan seakan-akan tidak
mengandung maksud baik.
Tubuhnya mundur ke belakang dengan cepat, mendengar nama "Pit Ki beng" hatinya merasa terkejut sekali.
"Jangan-jangan orang itu mempunyai dendam kesumat dengan paman tanpa nama ?"
demikian ia berpikir.
Lolos dari cengkeraman lawan, dia segera berteriak keras:
"Lotiang, mau apa kau ?"
Gagal dengan cengkeramannya yang pertama, sebenarnya kakek berjubah hijau itu
berniat untuk mengejar lebih jauh, mendadak berkilat sepasang matanya seperti telah
menemukan sesuatu, sambil menghentikan langkahnya dia tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... lohu hanya berniat untuk mencoba reaksi dari saudara cilik saja
!" Belum habis berkata, seseorang telah menyambung sambil mendengus "Hmm, belum
tentu !" Sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, baru saja
ucapan tersehut diutarakan, bayangan manusia tadi sudah melesat lewat dari sisi
tubuh Wi Tiong hong.
Baru saja orang itu muncul, dari sisi kiri telah muncul kembali dua sosok bayangan
manusia yang meluncur datang.
Menyusul kemunculan orang itu, terdengar seseorang berseru sambil tertawa nyaring.
"Saudara Wi, Kam Liu cu telah datang!"
Yang datang lebih duluan itu tertawa mengejek:
"Hmm... tidak terhitung lambat kedatangan dari kalian dua bersaudara !"
Salah seorang diantara dua orang yang datang belakangan segera mendengus lalu
mengejek pula dengan suara dingin tapi merdu:
"Kau pun tidak lebih cepat banyak !"
Wi Tiong-hong berpaling ke arah di mana munculnya bayangan manusia tersebut,
ternyata yang datang lebih duluan adalah si kakek berbaju coklat itu, kakek Ou yang
berilmu tinggi dari Lam hay bun, dia melayang turun disebelah kanannya.
Dua orang yang datang belakangan adalah Kam Liu cu serta Liu Leng poo, mereka
melayang turun di sisi kirinya.
Jelas ke tiga orang itu datang untuk memberi bantuan kepadanya
Tajam amat sepasang mata kakek berjubah hijau itu, sekilas pandangan saja dia dapat
melihat kalau kakek Ou serta Kam Liu cu sekalian yang berada di arena memiliki
tenaga dalam tidak berada di bawah sendiri, kenyataan mana membuat hatinya amat
terkesiap. SESUDAH tertawa seram, tegurnya: "saudara cilik, siapakah ketiga orang ini?"
Tidak sampai Wi Tiong-hong menjawab, Kakek Ou sudah menyela sambil tertawa
seram. "Sobat, lebih baik kau menyebugtkan dulu asal iusulmu sendiri h!"
"Hmmmm... sudah banyak tahun lohu tak pernah berkelana dalam dunia persilatan
sekalipun kuutarakan juga belum tentu sobat ketahui.."
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata kakek Ou, katanya sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Haaahh... haaaah... haaahh... bagus sekali kalau begitu, lohu pun sudah banyak tahun tak pernah berkelana dalam dunia persilatan, apakah sahabat pernah mendengar
nama Kim pit-ciang (Panglima berlengan emas) yang menjaga pintu langit selatan "
Nah itulah lohu."
Panglima berlengan emas Ou Huan yang bertugas menjaga pintu langit selatan adalah
petugas yang menjaga jalan utama menuju ke Lam-hay, sejak Lam-hay-bun menderita
serbuan dari Ban kiam hwee dan menderita korban amat banyak, pihak Lam hay.^un
kuatir kalau partai lain dilain dunia persilatan memanfaatkan kesempatan itu untuk
melancarkan serbuan lagi, maka dijalan utama menuju ke Lam hay tersebut diberi
petugas yang berfungsi untuk menahan serangan.
Waktu itu, tidak sedikit jagoan kenamaan dari dunia persilatan yang menderita
kekalahan diujung telapak tangannya, karena kelihayan l mu silatnya maka dia disebut
orang sebagai panglima berlengan emas...
Begitu mendengar nama panglima berlengan emas dari pintu langit selatam kakek
berbaju hijau itu berkerut kening, namun tidak menunjukkan perubahan apa-apa
diatas wajahnya yang menyeramkan, serunya kemudian dengan tertawa seram:
"Ooh, rupanya Ou lotoa, siapa pula kedua orang ini ?"
Kam Liu cu segera tertawa bergelak.
"Hiaah, haah, haaah, Kam Liu cu dan Liu Leng-poo dari Thian sat bun, sudah pernah mendengar namaku ?" jawab Kam Liu cu
Kakek berjubah hijau itu segera berpikir:
"Thian Sat nio merupakan tokoh persilatan yang paling sukar dihadapi dalam dunia
persilatan dewasa ini, heran, mengapa orang Lam hay bun bisa muncul bersama
dengan orang-orang dari Thian sat bun ?" katanya kemudian
Berpikir sampai disitu, dia tertawa seram, lalu sambil berpaling ke arah Wi Tiong hong kemudian tanyanya dengan tenang.


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saudata cilik apakah mereka datang karena mutiara Ing-kiam-cu serta Lou bunsi itu?"
"Hmm! Kau sendiri baru datang untuk mendapatkan mutara Ing kiam cu serta Lou bun
si tersebut!"
Bersamaan dengan berkumandangngya suara ejekani merdu itu, darhi balik hutan
disebelah kiri berjalan keluar seorang gadis berbaju hijau yang bermata amat jeli.
Sambil berjalan mendekat, kembali gadis itu berkata
"Empek Ou, siapa sih orang ini" Dia menghadang jalan pergi Wi sauhiap, sudah jelas tidak bermaksud baik, buat apa kau mesti banyak berbicara dengan manusia semacam
ini" Dibelakang gadis berbaju hijau itu mengikuti empat orang lelaki berbaju coklat, kening mereka rata-rata pada menonjol amat tinggi, sudah jelas kepandaian silat yanng
dimiliki orang-orang itu lihay sekali.
Berkilat sepasang mata kakek berjubah hijau i u, serunya kemudian sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Haaahh... haaaah... haaaah... lohu adalah sahabat ayahnya, masa aku akan mengincar benda miliknya" kalau toh kalian mencurigai lohu sebagai manusia bermaksud jelek,
baiklah, lebih baik lohu akan mohon diri lebih dulu, dengan begitu tentunya kalian
boleh berlega hati bukan?"
Begitu selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari semua orang lagi, dia
mengulapkan badan dan berlalu dari situ.
Disaat dia beranjak pergi dari situ itulah mendadak Wi Tiong hong mendengar
serentetan suara yang lembut berkumandang disisi telinganya.
"Saudara cilik, ayahmu masih hidup didunia ini. lohu tentu akan mengirim orang untuk memberi kabar padamu."
Wi Tiong hong merasakan hatinya bergetar keras, buru-buru dia mengangkat kepala
sambil berseru.
"Lotiang, harap tunggu sebentar!"
Tapi ditengah gelapnya suasana, bayangan tubuh dari sikakek berjubah hijau itu sudah
lenyap tak berbekas.
Bahkan empat orang kakek berjubah hijau dan delapan kakek berjubah abu-abu yang
berdiri luar rumah gubuk pun, kini lenyap tak berbekas.
Sekalipun Wi Tiong hong tidak tabu apakah ayahnya benar-benar masih hidup didunia
ini, namun hatinya gelisah juga setelah mendengar kabar tersebut.
Baru saja ia akan melakukan pengejaran, Kam Liucu segera menariknya sambil
menegur. "Saudara Wi. apa gunanya kau menyusulnya?"
"Tadi, dia bilang ayahku masih hidup didunia ini, maka aku hendak menanyakan
persoalan ini hingga jelas."
Dengan lemah gemulai Su Siau hui berjalan mendekat pula, kemudian tanyanya sambil
tesenyum. "Wi sauhiap, apakah kau kenal dengannya."
"Tidak aku tidak kenal." pemuda itu menggeleng.
Kam Liu cu segera tertawa tergelak.
"Haaah... haaah... haaaah... bila saudara Wi-tidak kenal dengan orangnya, ini berarti apa yang dia katakanpun tak boleh dipercaya dengan begitu saja."
"Betul" sambung Su Siau hui lagi, "orang itu berwajah licik dan tipu muslihatnya.
manusia semacam ini sudah pasti bukan orang baik-baik."
Setelah berpaling kembali dia menambahkan:
"Empek Ou, tahukah kau tentang asal usul dari orang itu?"
Kim pit ciang Ou Han menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Orang ini belum pernah kujumpai didalam dunia persilatan." sahutnya cepat.
"Betul." kata Kam Liu cu pula. "akupun belum pernah berjumpa dengan orang ini."
"Menurut dugaan siaumoay, besar kemungkinan kalau orang ini berasal dari selat Tok seh sia" timbrung Liu Leng poo tiba-tiba.
Wi Tiong hong termenung beberapa saat lamanya, setelah itu katanya lagi:
"Tapi kalau didengar dari apa yang dia katakan, rasanya ada juga bagian-bagian yang dapat dipercaya."
Liu Leng po mendengus dingin.
"Tentu saja Thian yu telah menceritakan keadaanmu yang sebenarnya kepadanya,
untuk mengarang sebuah cerita, memangnya kau anggap susah ?"
Su Siau hui memandang sekejap kearah Wi Tiong-hong, kemudian bertanya:
"Wi sauhiap, sebenarnya kau hendak kemana ?"
OoooOoooO SETELAH mendengar perkataan dari kakek berjubah hijau itu. hasrat Wi Tiong hong
untuk menemukan paman tanpa namanya semakin besar, mendengar pertanyaan
teriebut dia lantas menyahut.
"Hingga kini, asal usulku masih belum jelas maka aku ingin mencari seorang pamanku untuk menanyakan tentang masalah ini. Terima kasih banyak atas bantuan dari nona
Su, Ou lotiang, saudara Kam dan nona, kebaikan kalian pasti akan selalu kuingat di
dalam hati, baiklah untuk sementara waktu aku ingin mohon diri lebih dulu."
Selesai berkata, dia lantas menjura kepada semua orang, kemudian membalikkan
badan dan berlalu dari sana.
Memandang bayangan punggung sang pemuda yang menjauh, Su Siau-hui nampak
amat murung, serunya kemudian sambil mendepak-depakkan kakinya ke atas tanah.
"Empek Ou, mari kitapun pergi !"
Selesai berkata dia beranjak pergi lebih dulu menuju ke hutan pohon liu itu.
Angin malam berhembus lewat mengibarkan ujung gaunnya, tapi dia berjalan terus
dengan kepala tertunduk, dari sikap mau pun gerak-geriknya bisa diketahui kalau dia
sedang diliputi rasa sedih dan murung amat tebal.
Kakek Ou segera membungkukkan badan dan mengikuti dibelakangnya, sementara ke
empat orang lelaki berbaju coklat itu mengikuti dibelakang kakek Ou, mereka semua
membungkam dalam seribu bahasa, siapa pun tidak mengucapkan sepatah katapun
Tak selang berapa saat kemudian, beberapa orang itupun sudah pergi jauh.
Memandang bayangan punggung orang-orang itu, Liu Leng-poo menghela napas
panjang, gumamnya kemudian:
"Aai, sam moay telah bertemu dengan musuh tangguh !"
Mendengar ucapan mana, Kam Liu cu segera tertawa.
"Jika persoalan semacam ini yang dihadapi, jangan harap orang lain bisa
membantunya lagi" dia berkata.
Liu Leng poo kembali mendengus.
"Hmm, tindakan suhu menyuruh sam moay mengikuti Thian ti tiau sia benar-benar
merupakan suatu tindakan yang keliru besar l"
Setelah berpamitan dengan So Siau hui dan Kam Liu cu sekalian, Wi Tiong hong
melanjutkan perjalanannya dengan cepat, dalam waktu singkat dia sudah menempuh
perjalanan sejauh enam tujuh li.
Mendadak kepalanya terasa pusing sekali, menyusul kemudian badannya jadi lemah
dan robohlah tubuhnya ke atas tanah.
Baru saja Wi Tiong hong roboh gke tanah, dari ibelakang tubuhnhya segera muncul
belasan sosok bayangan hitam yang meluncur mendekati dengan kecepatan luar biasa.
Bayangan hitam yang melayang turun disamping tubuh Wi Tiong hong itu berjumlah
enam belas orang, mereka adalah lelaki berbaju ringkas berwarna hijau yang
menggembol pedang semua.
Begitu mencapai permukaan tanah, serentak orang-orang itu menyebarkan diri
disekeliling pemuda tersebut dan berdiri dengan tangan memegang pada gagang
senjata. Salah satu diantaranya segera berjongkok disamping Wi Tiong hong dan meneliti
dengan seksama, beberapa saat kemudian ia lalu menghembuskan napas panjang,
bangkit berdiri disitu dengan tangan diluruskan ke bawah, seakan-akan sedang
menantikan kedatangan dari seseorang...
Tak selang berapa saat kemudian muncul kembali seorang sastrawan berpedang yang
mengenakan jubah berwarna hijau. dengan langkah kaki yang enteng dan cepat dia
bergerak mendekat.
Ternyata orang itu tak lain adalah congkoan pasukan pedang berpita hijau dari
perkumpulan Ban-kiam-hwee. Pau kiam suseng (sastrawan membawa pedang) Buyung
Siu adanya. Enam belas orang jago pedang berpita hijau itu serentak membungkukkan badan
memberi hormat.
Buyung Siu memandang sekejap sekeliling tempat itu kemudian tegurnya:
"Apakah Wi sauhiap telah menderita suatu luka parah ?"
Jago pedang yang berdiri disisi Wi Tiong hong itu segera membungkukkan badannya,
kemudian menjawab sambil tertawa:
"Diatas badan Wi sauhiap tidak dijumpai cedera atau luka apapun, tampaknya dia
keracunan kini kesadarannya telah hilang dan berada dalam keadaan pingsan."
"Mungkinkah keracunan ?" seru Buyung Siu dengan kening berkerut.
Dia lantas mengangkat kepalanya sambil mengulapkan tangan, kembali serunya:
"Cepat kalian gotong dia menuju ke dalam hutan sana untuk diberi pertolongan
seperlunya."
"Baik !" jawab ke enam belas orang jago pedang itu bersama-sama.
Dengan cepat muncul dua orang untuk menggotong tubuh Wi Tiong hong dan
mengundurkan diri kedalam sebuah hutan disisi jalan.
Pau-kiam suseng Buyung Siu sendiri segera duduk diatas batu didepan hutan dengan
senyum dikulum sementara sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu dengan
sengaja tak sengaja memandang sekejap ke sekelilingg tempat itu.
Piada waktu itu chuaca sudah gelap, suasana diluar kota amat hening, sejauh mata
memandang hanya bukit menjulang nun di kejauhan sana.
Dengan sikap yang amat tenang Buyung Siu mendongakkan kepalanya, kemudian
berkata: "Sobat, jejakmu sudah ketahuan, aku pikir kaupun tak usah sembunyikan diri lebih
jauh !" "Haah... haaah... haaaah..." gelak tertawa panjang yang bernada parau tiba-tiba berkumandang dari atas sebuah pohon, lebih kurang tiga kaki dihadapan sana,
menyusul gelak tertawa itu nampak sesosok bayangan manusia melayang turun
dengan kecepatan luar biasa.
Begitu orang itu mencapai diatas tanah, menyusul kemudian muncul pula empat sosok
bayangan hitam kecil berlompatan turun dari dua batang pohon lainnya.
Buyung Siu segera bangkit berdiri, katanya sembari menjura:
"Siaute mengira siapa yang datang, rupanya saudara Seh yang menguntilku
disepanjang jalan. ehmm. ... aku lihat kalian memang benar-benar tahu seni..."
Rupanya orang yang baru saja melayang turun dari atas pohon itu adalah Hek sat seng
kun Seh Thian-yu.
Dibelakangnya sekarang berdiri empat orang tosu kecil berbaju hitam yang membawa
senjata kebutan.
Seh Thian-yu tertawa seram, katanya kemudian:
"Buyung loko, entah darimana datangnya ucapan seperti itu " Yang menguntil siaute sepanjang jalan sesungguhnya diriku atau Bu-yung loko sendiri ?"
Buyung Siu kembali tersenyum.
"Bukankah siaute sedang duduk disini " Sebaliknya Saudara Seh begitu datang lantas menyembunyikan diri diatas pohon, bagaimana mungkin bisa dikatakan kalau siaute
yang sedang menguntit saudara Sah?"
Sah Thian yu tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeehh... heeehh... heeeh... congkoan dari pasukan pedang berpita hijau memang
hebat sekali, tak nyana kalau siaute bisa termakan siasat memancing harimau turun
gunungmu sehingga terpancing pergi dan akhirnya datang terlambat, didalam hal ini
mau tak mau aku memang harus mengagumi atas kecerdasan dari Buyung loko."
Buyung Siu nampak tertegun, serunya dengan cepat:
"Saudara Sah, apa maksud dari perkataanmu itu?"
Sah Thian yu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaawhh... haaah... ydidepan mata orxang pinter, lebih baik tak usah
berlaga pilon bukankah Buyung loko telah menitahkan kepada anak buah mu untuk
menyamar sebagai Wi Tiong hong dan memancing beberapa orang murid bodohku
menuju kejalan lain" Memang nya ucapanku ini keliru?"
"Saudara Sah salah paham, sejak kapan sih anak buah siaute menyaru sebagai Wi
sauhiap?" "Tentu saja bukan menyaru." kata Sah Thian yu sambil tertawa seram, mencorong sinar tajam dari balik matanya, "mereka memang cuma memakai pakaian yang sama
dengan perawakan yang sama pula, didalam suasana gelap seperti ini, dandanan
macam begitu sudah lebih dari cukup."
Buyung Siu tertawa hambar, katanya kemudian dengan wajah bersungguh-sungguh:
"Saudara Sah, kau telah apakan anak buahku?"
"Apa yang bisa dilakukan murid-murid bodohku terhadap jago pedang berpita hijau
dari Ban kiam hwee " Setelah menyadari kalau mereka salah mengejar mengejar
orang, tentu saja urusan disudahi dengan begitu saja..."
Kembali Buyung Siu tertawa dingin. "Akhirnya saudara Sah mengakui juga kalau
sekarang menguntit diriku hingga kemari." ejeknya.
Sah Thian yu tertawa.
"Ya, aku memang sedang menguntit Wi Tiong hong, buat apa siaute mesti
berbohong ?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia bertanya:
"Apakah Buyung loko dengan membawa para jago pedang berpita hijau pun bukan lagi
menguntil Wi Tiong hong juga ?"
"Tentu saja begitu"
Berkilat sepasang mata Sah Thian yu, katanya lagi dengan cepat:
"Tadi, Buyung loko telah menggunakan sedikit siasat untuk memancing siaute
mengambil jalan yang sama, tampaknya kalian telah berhasil menyusulnya bukan?"
"Yaa, memang telah berhasil kami susul." Buyung Siu mengangguk.
"Dimana orangnya sekarang?" buru-buru Sah Thian yu bertanya.
Buyung Siu tersenyum.
"Terus terang saja kuberitahukan kepada Sah, dia telah berhasil ditangkap oleh anak buah siaute."
Baru saja berbicara sampai disitu, tampak seorang jago pedang berpita hijau muncul
dari dalam hutan dengan langkah tergesa-gesa, setelah memberi hormat kepada
Buyung Siu serunya:
"Lapor Congkoan."
Mendadak dia berhenti berbicara, rupanya sorot matanya telah menangkap kehadiran
Sah Thian yu sekalian disitu, maka buru-buru dia menutup mulut.
"Ada urusan apa " Katakan saja secara berterus terang" perintah Buyung Siu dengan wajah tenang.
"Benda tersebut tidak berada dalam sakunya." ucap jago pedang berpita hijau itu dengan suara lirih.
Buyung Siu nampak tertegun.
"Aaaah, masa bisa begitu" Sudah kau geledah dengan seksama?"
"Yaa, hamba telah menggeledahnya dengan seksama !"
"Waaah, aneh kalau begitu !" seru Buyung Siu setelah termenung sejenak.
Berbicara sampai disana, tangan kanannya segera diulapkan pelan.
Jago pedang berpita hijau itu segera membungkukkan badan memberi hormat,
kemudian mengundurkan diri dari situ.
Sah Thian yu berdiri satu kaki dihadapannya, dengan sepasang mata yang tajam dia
mengawasi terus tubuh jago pedang berpita hijau itu lekat-lekat, dengan tenaga
dalamnya yang sempurna, kendatipun nada suara dari jago pedang berpita hijau itu
amat rendah, ia masih dapat mendengar dengan jelas. Diam-diam ia mendengus
dingin, katanya: "Keparat sialan, berada di hadapanku pun kau juga ingin bermain
gila..." Namun paras mukanya sama sekali tidak berubah, bahkan berlagak seolah-olah tidak
mendengar. Menanti si jago pedang berpita hijau itu sudah mengundurkan diri, ia baru
mengangkat kepalanya sembari menegur:
"Tentunya saudara Buyung sudah tahu bukan apa maksud tujuanku datang kemari ?"
"Tentu saja siaute mengerti." jawab Buyung Siu hambar.
"Asal saudara Buyung sudah tahu, ini memang lebih baik, haha, siaute mendapat
perintah untuk melaksanakan tugas ini dan kamgi di perintahkain untuk berusahha
sampai dapat."
Buyung Siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haah... haah... ucapanmu memang betul, dan kebetulan juga siaute pun
sedang melaksanakan tugas dengan catatan harus berusaha sampai dapat"
"Saudara Buyung" seru Sah Thian-yu kemudian dengan gusar, "seharusnya kau tahu bukan, bahwa orang she Wi itu terkena bubuk tujuh bintang Jit seng hiang kami "
Kalau tidak, bagaimana mungkin kalian bisa membekuknya secara mudah ?"
"Tapi orangnya sudah berada ditangan siaute sekarang."
"Heeh... heeh... heeheh... setelah kudengar cara saudara Buyung berbicara,
tampaknya kau sudah tidak memperdulikan hubungan antara dua keluarga lagi ?" Sah
Thian yu tertawa seram.
"Bila saudara Sah ingin berkata demikian, siaute pun tak bisa berbuat apa-apa."
"Apakah Buyung lote menganggap sudah pasti dapat mengungguli siaute ?"
"Siaute hanya melaksanakan tugas atas perintah" kata Buyung Siu dengan hambar,
"soal menang atau kalah adalah masalah lain, jadi andaikata saudara Sah ingin
merampas orang dari tangan kami, aku pikir hal tersebut bakau suatu pekerjaan yang
gampang." "Bagus sekali kalau begitu mari kita menunggang keledai sambil membaca buku, lihat saja akhirnya nanti!"
Tiba-tiba Buyung Siu menggerakan tangan kanannya, dengan senyum tak senyum ia
berseru. "Daripada harus menunggu sampai akhirnya nanti, lebih baik kalau dibereskan
sekarang juga, silahkan saudara Sah meloloskan senjatamu."
"llmu pedang Buyung lote amat lihay, siaute menyadari kalau bukan tandinganmu."
seru Sah Thian yu cepat sambil menjura berulang kali.
"Kalau begitu saudara Sah ingin menggunakan racun?"
Kembali Sah Thian yu menjura berulang kali. "Seandainya siaute menggunakan racun, mungkin saudara Buyung..."
Buyung Siu segera berkerut kening, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Haah.. haa... haa... apakah siaute sudah berhasil kalian bekuk sedari tadi" Hmm, saudara Sah, silahkan saja turun tangan!"
Sah Thian yu menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Harap Buyung loko jangan gusar dulu, sesungguhnya dalam peristiwa hari ini, yang memegang peranan sesungguhnya adalah orang lain, siaute tak lebih hanya bertindak
sebagai perantara saja untuk menjaga hubungan harmonis antara selat Tok seh shia
dengan Ban-kiam hwee, itulah sebabnya aku mengajak Buyung-loko untuk berbicara
dengan cara yang baik dan damai."
"Kalau begitu, saudara Sah tak usah berbicara lagi."
Untuk kesekian kalinya Sah Thian yu menjura, kemudian berseru:
"Untuk sementara siaute akan mohon diri lebih dulu, harap Buyung loko sudi berpikir tiga kali sebelum bertindak." selesai berkata lalu dia melompat mundur ke belakang.


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buyung Siu segera membentak keras:
"Sah Thian-yu, kau mempunyai siasat busuk apa" Keluarkan saja semua, aku orang she Buyung yakin masih mampu untuk menerimanya."
Cepat sekali Sah Thian yu berlalu dari sana, sambil mundur dia tertawa terbahak-
bahak-katanya: "Buyung loko, kalian sudah terkepung rapat!"
Buyung Siu adalah seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman, dari bayangan
hitam diempat penjuru dia sudah tahu kalau disitu sudah ada pasukan lawan,
kehadiran orang-orang itu tentu saja tak akan mengelabuhi ketajaman mata dan
pendengarannya.
Maka sesudah mendengar perkataan itu, dia mendengus dingin dan sama sekali tidak
memikirkan persoalan itu didalam hati.
Tapi, disaat Sah Thian yu dengan membawa ke empat orang bocah itu mundur
kebelakang, mendadak berkumandang suara desingan tajam meleset ketengah udara,
menyusul kemudian munculnya segulung cahaya api berwarna biru yang
membumbung tinggi ke tengah udara.
Buyung Siu merasakan hatinya tergerak, segera pikirnya:
"Mungkin itulah pertanda dari mereka untuk melakukan pengepungan !"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat di dalam benaknya, tampak tujuh delapan
sosok bayangan abu-abu meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Buyung Siu segera mencabut pedangnya sambil membentak keras. "Berhenti!"
Gerakan tubuh dari ke tujuh delapan sosok bayangan abu-abu itu cepat sekali, dalam
waktu singkat mereka sudah tiba di depan mata.
Rupanya mereka adalah delapan orang kakek berjubah abu-abu yang membawa
senjata penggaris baja di tangannya.
Disaat Buyung Siu membentak nyaring tadi empat orang diantara mereka segera
berhenti dihadapannya, sedangkan-empat orang yang lain memencarkan diri secara
tiba-tiba dan mengambil posisi dikiri dan kaynan Buyung Siu.
Perlu diketahui, orang persilatan pada umumnya hanya tahu tentang nama besar Tok
seh-sia, tapi bagaimanakah kenyataannya yang sesungguhnya boleh dibilang jarang
diketahui orang.
Agak tertegun Buyung Siu setelah menyaksikan kecepatan gerak kedelapan orang
kakek berbaju abu-abu itu, apalagi setelah menyaksikan sikap dingin dan seram yang
menyelimuti wajah mereka, diam-diam pikirnya dihati:
"Entah apa kedudukan mereka didalam selat Tok seh sia?"
Berpikir demikian dengan kening berkerut ia tertawa terbahak-bahak, kemudian
ujarnya. "Hanya mengandalkan kalian berdelapan saja untuk menantang aku orang she
Buyung?" Delapan orang kakek berjubah abu-abu itu tidak menjawab, mendadak salah seorang
diantaranya berpekik rendah, delapan bilah senjata penggaris baja itu serentak
bergerak secara bersama-sama, bayangan senjata meluncur memenuhi angkasa dan
maju mengurung kedepan.
Buyung Siu tertawa nyaring, pedangnya digetarkan dengan jurus Jian-kun-pit-gi (seribu
prajurit menghindari maut), tampak selapis cahaya pedang yang tebal segera
melindungi seluruh tubuhnya.
Benturan nyaring yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan
keheningan, bayangan-bayangan senjata yang menyerang tiba dari kiri kanan depan
mau pun belakang tubuhnya itu segera terhajar miring oleh sapuan pedangnya.
Namun Buyung Siu juga merasakan betapa mantap dan beratnya kedelapan bilah
pedang lawan yang bersama-sama menekan ke atas tubuhnya itu.
Bukan begitu saja, malah dari ujung kedelapan senjata penggaris itu muncul segulung
tenaga hisapan yang sangat kuat.
Untung saja dia sendiri yang menghadapi serangan tersebut, coba kalau berganti
orang lain, niscaya pedang mereki sudah kena terhisap hingga terlepas.
Dengan perasaan amat terkejut dia lantas berpikir:
"Kendatipun tenaga dalam yang dimiliki ke delapan orang ini amat sempurna, mustahil mereka dapat memancarkan tenaga hisapan disaat sedang melancarkan serangan
ketubuh lawan, jangan-jangan senjata penggaris mereka mengandung alat pengisap
yang kuat " Waaaaah, kalau betul begini, aku tak boleh menghadapinya secara
gegabah !"
Bagaimanapun juga pengalaman serta pengetahuannya memang sangat luar, hanya
berpikir sebentar saja ia sudah dapat menduga kalau senjata yang mereka pergunakan
mengandung besi semberani.
Bab-51 Delapan orang kakek berbaju abu-abu itu nampak tertegun pula dikala jurus serangan
mereka berhasil dipukul sampai mental oleh sambaran pedang Buyung Siu, untuk
beberapa saat lamanya mereka jadi termangu dan berdiri kaku.
Tapi, tampaknya mereka pun memiliki ilmu kerja sama yang amat hebat, walau pun
senjata mereka kena dipentalkan oleh Buyung Siu, namun tubuh mereka tetap berdiri
tak bergerak, bahkan sama sekali tak bermaksud untuk mengalah atau mundur.
Senjata mereka segera diputar kembali untuk saling menolong rekan lainnya, mereka
berusaha agar Buyung Siu tak sempat melancarrkan serangan berikutnya.
Dalam waktu singkat, ke delapan orang itu memencarkan diri dengan tugas masing-
masing. Empat orang diataranya seakan-akan bertugas untuk mencegat pedang Buyung Siu
dan memaksa untuk melakukan bentrokan-bentrokan secara kekerasan, sedangkan
empat orang lainnya khusus melancarkan serangan-serangan maut yang dilepaskan
dari kiri kanan, depan dan belakang.
OOO000ooo Sebagai seorang congkoan pasukan pedang pita hijau dalam perkumpulan Ban kiam
hwee, Buyung Siu memang memiliki kepandaian ilmu pedang yang amat sempurna,
namun dibawah serangan kerja sama dari delapan orang kakek berbaju abu-abu itu,
dia toh merasa terdesak juga sehingga hampir boleh dibilang setiap kali dia
melancarkan serangan, jurus serangannya selalu dicegat lebih dulu ditengah jalan oleh
mereka, dengan keadaan seperti ini, tak heran kalau kelihayan ilmu silatnya hampir tak dapat dikembangkan sama sekali.
Pertempuran yang berkobar sekarang benar-benar amat seru, terdengar suara
bentrokan nyaring yang memekikkan telinga berkumandang tiada hentinya.
Disaat Buyung Siu sedang seru melawan ke delapan orang kakek berbaju abu-abu itu,
suitan nyaring berkumandang dari empat penjuru, menyusul kemudian nampak dua
tiga puluh sosok bayangan hitam bermunculan dari empat penjuru dan sama-sama
menerjang masuk ke dalam hutan.
Kalau jago pedang berpita hijau di bawah pimpinan Buyung Siu merupakan sekawanan
jago pedang pilihan yang berilmu tinggi, begitu menyaksikan datangnya serbuan
musuh, serentak mereka meloloskan senjata sambil menyongsong datangnya
serangan tersebut.
Dalam waktu singkat dalam hutan tersebut berkumandang suara bentrokan senjata.
Pau kiam suseng Buyung Siu yang berada di bawah kerubutan senjata penggaris dari
delapan orang kakek berjubah abu-abu itu praktis tak mampu berkutik secara leluasa,
gerakan pedangnya selalu kena dibendung dan dihambat gerakan selanjutnya.
Bagaimana pun jua, dia memang seorang jago kawakan yang sudah amat
berpengalaman dalam menghadapi musuh, begitu menyaksikan senjata penggaris
mereka yang khusus dilengkapi dengan besi semberani, dengan cepat ia menyadari
akan duduk soal yang sebenarnya.
Sudah jelas orang-orang Tok seh-shia itu memang khusus dipersiapkan untuk
menghadapi orang-orang Ban-kiam hwee, dari sini pula dapat ditarik kesimpulan kalau
rencana tersebut bukan dipersiapkan dalam sehari dua hari saja, atau dengan
perkataan lain mereka telah menganggap Ban kiam hwee sebagai musuh paling
tangguh didalam perjuangan mereka untuk menguasai seluruh dunia persilatan.
Memahami situasi yang dihadapi, Buyung Siu segera berpikir:
"Walaupun aku telah bermaksud untuk menggunakan siasat melawan siasat dalam
menghadapi situasi hari ini, namun bila aku tidak memberi sedikit kelihayan, tentu
kejadian ini akan melemahkan dan merosotkan pamorku sebagai Pau kiam suseng !"
Walaupun Buyung Siu tak mampu membendung hawa amarahnya dibawah serangan
yang bertubi-tubi dari musuhnya, namun di hati kecilnya dia telah menyiapkan suatu
rencana "siasat melawan siasat", tapi apa gerangan rencananya itu, siapapun tak ada yang tahu dengan pasti...
Sembari mengerahkan tenaganya untuk dihimpun ke dalam pedangnya, secara diam-
diam dia mulai mengamati serangan gencar yang dilakukan kedelapan orang kakek
berbaju abu-abu itu, mendadak ia temukan kalau serangan orang-orang itu seperti
mempunyai suatu perubahan yang tertentu.
Empat orang yang bertugas mengajak dia beradu kekerasan itu meski bertugas untuk
menghadang setiap perubahan gerak pedang sendiri, tapi yang penting adalah untuk
mengimbangi ke empat orang rekannya yang melancarkan serangan ke arahnya itu.
Sebab justru karena gerakan pedangnya terhambat, mereka baru mempunyai peluang
untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Walaupun demikian, tak bisa dipungkiri kalau ilmu silat yang dimiliki kedelapan orang
kakek berbaju abu-abu ini memang luar biasa hebatnya.
Buyung Siu mendengus dingin, mendadak ia memperketat permainan pedangnya,
dengan jurus Liu im sia beng (bayangan melintas gerakan terhadang) ia serang si kakek
yang berada disayap kanan.
Menyaksikan datangnya serangan pedang dari Buyung Siu seorang kakek lain segera
menggetarkan senjatanya untuk menghalau sementara kakek disebelah kanan itu
segera menutulkan senjatanya dan memmanfaatkan kesempatan tersebut untuk
menerobos masuk kedalam.
Dengan serangan pedangnya ini, sesungguhnya Buyung Siu memang berniat untuk
memancing lawannya menggunakan peluang tersebut, maka begitu melihat musuhnya
yang satu menghalau yang lain menyerang pada saat yang bersamaan dengan tibanya
sergapan itu mendadak ia membentak keras, pedangnya disodok lurus ke depan, hawa
murni yang disalurkan ketubuh dikerahkan semua ke tangan, tiba-tiba saja gerakan
tubuhnya menjadi lebih cepat. Berbareng itu pula, dia miringkan sedikit tubuhnya
sambil mendesak lebih kedepan,
Oleh sebab dia maju sembari miringkan badannya, otomatis serangan yang
dilancarkan kakek disebelah kanan mengenai sasaran kosong, padahal gerakan tubuh
dari Buyung Siu cepatnya bukan kepalang sudah barang tentu dia tak akan
membiarkan lawannya sampai menarik kembali ancamannya itu.
Tangan kirinya berkelebat kedepan langsung mencengkeram tubuh senjata penggaris
itu. Kejadian ini segera mengejutkan beberapa orang kakek berjubah abu-abu lainnya,
mereka berusaha memberi perlindungan secepatnya sayang keadaan sudah terlambat
Tahu-tahu senjata penggaris kakek disebelah kanan itu sudah kena dicengkeram,
melihat datangnya sambaran pedang yang mengancam tubuhnya, mau tak mau dia
harus lepaskan senjata sambil melompat mundur kebelakang.
Sayang keadaan sudah terlambat di mana ujung pedang tersebut menyambar lewat,
bahunya segera terbacok telak, darah kental pun bercucuran keluar dengan deras.
Semua kejadian tersebut berlangsung dalam sekejap mata, tahu-tahu Buyung Siu
dengan senjata peoggaris ditangan kirinya telah melancarkan serangan kekerasan lagi
keatas senjata lawannya.
"Traang!" benturan nyaring yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan
keheningan, kakek berjubah abu-abu itu segera merasakan pergelangan tangannya
menjadi kaku dan kesemutan, senjata penggarisnya terpental kesamping sementara
tubuhnya terhuyung mundur setengah langkah ke samping.
Begitu berhasil dengan serangannya, Buyung Siu tertawa nyaring, tubuhnya berputar
mengikuti gerakan pedang tersebut, dengan jurus To pit thian loo (menggulung hancur
jaring langit) dia ciptakan selapis cahaya tajam yang menggulung kedepan.
Sedang senjata penggaris ditangan kirinya di ayunkan kearah dua batang senjata
penggaris disisi kiri tubuhnya.
Serangan balasan yang dilancarkan olehnya sekarang benar-benar luar biasa, cahaya
pedang berputar seperti roda lapisan hawa pedang menyelimuti angkasa, semuanya
itu memaksa beberapa orang kakek berjubah abu-abu itu harus mundur dengan
ketakutan. Dari delapan orang kakek berjubah abu-abu itu, ada dua orang diantaranya yang sudah
kehilangan senjata, enam orang lainnya menjadi kacau balau tak karuan, mereka tak
berdaya untuk menolong keadaan lagi, kerja sama mereka yang tangguh segera jadi
berantakan. Tampaknya mereka sama sekali tidak menyangka kalau Buyung Siu berhasil
mematahkan kerja sama mereka berdelapan dalam waktu sesingkat ini, kontan saja
mereka jadi terkesiap dan mundur ke belakang.
Pada saat itulah, dari kejauhan sana berkumandang suara peluit yang dibunyikan
dengan suara tinggi melengking di tengah kegelapan malam yang mencekam, suara
peluit itu kedengaran amat menusuk pendengaran orang...
Begitu bunyi peluit tersebut berkumandang tiba-tiba saja ke delapan orang kakek
berjubah abu-abu itu mengundurkan diri dari arena pertarungan.
Dua tiga puluhan lelaki berbaju abu-abu yang bersama-sama melancarkan serangan ke
dalam hutan tadipun serentak mengundurkan diri dan berlalu dari situ dengan cepat.
Buyung Siu tidak mengerti apa sebabnya mereka mundur secara tiba-tiba, disamping
itu dia pun kuatir apabila Wi Tiong hong berhasil di culik mereka sementara
pertarungan sengit sedang berlangsung tadi maka bentaknya dengan suara
menggeledek: "Berhenti kalian !"
Agaknya delapan orang kakek berbaju abu-abu itu ada maksud untuk melindungi
kawanan lelaki berbaju abu-abu tersebut untuk mundur dari situ, oleh sebab itu
kendatipun mereka sedang mundur, namun mundur agak pelan.
Tiba-tiba terdengar salah seorang diantara mereka berseru dengan suara
menyeramkan. "Walaupun ilmu pedang yang kau miliki sangat lihay, namun jangan harap bisa
menahan lohu sekalian."
Buyung Siu tertawa nyaring.
"Sekalipun Buyung Siu tak mampu menahan berdelapan, paling tidak masih mampu
untuk menahan beberapa lembar nyawa kalian."
"Buyung congkoan, memangnya kau masih memiliki kekuatan untuk bertarung
kembali?" jengek kakek itu sinis.
"Bila kau tidak percaya, mari kita buktikan bersama !"
"Hmmm, aku lihat tak usah.." seru kakek itu dingin.
Begitu selesai berkata, ke delapan sosok bayangan manusia itu segera meluncur ke
tengah udara dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.
Sekarang Buyung Siu baru tahu kalau mereka hanya takut bila dikejar olehnya, maka
secara sengaja mengulur waktu dengan mengajaknya berbincang-bincang, hal mana
membuatnya tertawa terbahak-bahak...
Sementara itu, dari balik hutan di belakang tubuhnya, secara beruntun berjalan keluar
tiga belas orang pendekar pedang berpita hijau, mereka bersama-sama berdiri disitu
dengan sepasang tangan diluruskan kebawah.
Buyung Siu berpaling dan memandang sekejap, dia saksikan korban yang jatuh dari
pihaknya cuma berapa orang saja, itupun cuma terluka ringan, jumlahnya sedikitpun
tidak berkurang, padahal sewaktu datang berjumlah enam belas jago pedang.
Sambil manggut-manggut katanya kemudian.
"Bagaimana dengan Wi sauhiap" Apakah kena diculik oleh mereka...?"
Salah seorang diantara jago pedang tersebut segera membungkukkan badannya
memberi hormat, sahutnya:
"Hamba belum memperoleh perintah dari congkoan..."
Buyung Siu segera menjatuhkan sorot matanya memandang ke depan, ia saksikan Wi
Tiong hojg berbaring dibawah pohon besar dalam keadaaa tak sadar, tanpa terasa
keningnya berkerut kencang.
Tidak sampai jago pedang itu menyelesaikan kata-katanya, dia telan mengulapkan
tangan seraya berkata:
"Asalkan tidak sampai diculik oleh mereka hal ini sudah cukup...!"
Disaat dia sedang berpaling itulah, tampak beberapa sosok bayangan manusia sedang
bergerak mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Dengan kening berkerut Buyung Siu segera mendengus, tangan kirinya diulapkan
memberi tanda kepada jago pedang yang berada dibelakang tubuhnya.
Semua kejadian berlangsung dalam sekejap mata, tiba-tiba saja terdengar seseorang
yang tertawa keras dengan suara yang parau, kemudian menegur keras.
"Buyung loko, kau belum pergi?"
Buyung Siu tertawa dingin.
"Jago lihay dari Tok seh sia masih belum mampu untuk mengurungku, saudara Sah,
setelah berlalu tadi, mau apa kau datang lagi kemari, persoalan apa yang hendak kau
sampaikan?"
Ternyata yang muncul adalah Hek sah seng tua Seh Thian-yu bersama ke empat orang
tosu kecil itu.
Seh Thian yu baru berhenti berjalan setelah berada satu kaki dari hadapan lawannya,
seraya menjura katanya sambil tertawa:
"Siaute dengar delapan orang anak buah lotoa kami telah menderita kekalahan
diujung pedang Buyung loko, bahkan dua puluh delapan bintang pun kalah semua
ditangan jago pedang berpita hijau dibawah pimpinan loko sehingga banyak yang
terluka, oleh sebab itulah sengaja siaute kemari untuk menyampaikan selamat
kepadamu."
Diam-diam Buyung Siu berkerut kening, pikirnya:
"Orang ini licik seperti rase, entah permainan busuk apakah yang sedang dipersiapkan olehnya?"
Berpikir demikian dia pun mendengus dingin tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sementara berbicara tadi, Seh Thian yu sudah berjalan semakin mendekat, tapi pada
saat itulah ke tiga belas orang jago pedang berpita hitam itu sudah maju mengurung
dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat kelima orang lawan sudah
terkurung rapat-rapat.


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga belas bilah pedang dengan pancaran sinar yang membuat pagar melingkar
disekitar situ, asal Buyung Siu menurunkan perintah nya, niscaya Sah Thian-yu berlima
akan terluka diujung senjata tersebut.
Ternyata paras muka Sah Thian yu masih tetap tenang-tenang saja seakan-akan tak
pernah terjadi sesuatu ancaman pun, pelan-pelan dia berkata lagi:
"Buyung loko, mengapa sih kau mempersiapkan barisan seperti ini untuk
menghadapiku?"
"Tadi, bukankah saudara Sah pugn telah memperli hatkan kelihayhan ilmu barisan mu terhadap siaute?"
Sah Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh... haaaah... haaahh sudah lama siaute mendengar tentang kelihayan jago-
jago berpita hijau dibawah pimpinanmu, maka soal musIihat barisan tersebut atau
tidak sesungguhnya sama saja..."
"Saudara Sah, mumpung kesempatan sudah berada didepan mata, bagaimaaa kalau
kau coba saja kenyataannya ?" seru Buyung Siu dengan suara sedingin es.
"Siaute pikir tak perlu untuk dicoba lagi."
"Kalau begitu, ada urusan apa saudara Sah datang kemari ?"
Sah Thian yu tertawa licik.
"Berada didepan orang yang berpengalaman, tak ada gunanya berbohong, tentu saja
kedatangan orang siaute gara-gara orang she Wi tersebut, aku bermaksud untuk
mengajak Lo-ko merundingkan persoalan ini."
"Heeehh... heeehh... heehh... kini orang she Wi tersebut sudah terjatuh ketangan
orang-orang Ban kiam hwee, tampaknya saudara Sah masih belum mau memadamkan
niatmu untuk mengincar Lou bun si tersebut?" jengek Buyung Siu sambil tertawa
dingin. Kembali Sah Thian yu tertawa seram, "Bukan hanya Lou bun si saja, masih ada pula
sebutir mutiara Ing kiam cu terus terang saja kukatakan kepada loko, siaute benar-
benar berada dalam keadaan kepepet untuk melaksanakan tugas ini atas perintah."
Buyung Siu segera manggut-manggut.
"Orang she Wi itu berada disini, apabila saudara Seh memang berkepandaian hebat,
silahkan untuk membawanya pergi."
"Terima kasih, terima kasih, kalau toh loko sudah setuju siaute pun tidak akan sungkau sungkan lagi." kata Sah Thian yu sambil menjura tiada hentinya.
Buyung Siu menjadi curiga, apalagi setelah dilibatnya Sah Thian yu masih bisa
mengucapkan perkataan semacam itu kendatipun sudah berada di tengah kepungan
jago-jago pedangnya, mungkinkah dia sudah sinting atau tak waras otaknya "
Tanpa terasa dia bertanya sambil tersenyum.
"Apakah saudara Sah merasa punya keyakinan akan berhasil ?"
Sah Thian yu segera tertawa seram.
"Heeh... heeeh.... saat ini para jago pedang, anak buah loko sudah tidak berkekuatan lagi untuk melangsungkan pertarungan tentu saja siaute akan membawa pemuda she
Wi tersebut untuk berlalu dari sini."
Buyung Siu menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan itu, segera tanyanya:
"Apakah saudara Sah telah melepaskan racun secara diam-diam?"
Sambil mengangkat bahunya Sah Thian yu tertawa.
"Setelah Buyung loko mengajukan pertanyaan, siaute pun tidak berani merahasiakan
lagi, sesungguhnya kalian semua telah terkena semacam obat beracun yang lambat
bekerjanya, seandainya tidak mengerahkan tenaga untuk bertarung, tiga hari
kemudian racun tersebut baru akan mulai bekerja sampai waktunya tenaga dalam
kalian akan punah tidak berbekas tetapi oleh sebab kalian telah melangsungkan
pertarungan sengit barusan maka obat beracun tersebut sudah mulai bekerja dalam
tubuh kalian...
Secara diam-diam Buyung Siu mencoba untuk mengerahkan tenaga dalamnya, betul
juga, lamat-lamat dia merasa perutnya amat sakit.
Kenyataan tersebut kontan saja menggusar hatinya, ia segera membentak keras: "Aku sudah harusnya menduga sampai disitu!"
"Harap Buyung loko jangan salah paham racun itu bukan siaute yang lepaskan sebab
ketika kalian sampai kemari, racun tersebut sudah mengeram dalam tubuh
kalian,hanya saja..."
"Hanya saja kenapa?"
Kembali Sah Thian yu tertawa seram.
"Hanya saja obat beracun yang bersifat lambat kerjanya ini meski sudah bekerja saat ini hanya terbatas tak mampu mengerahkan tenaga saja, didalam tiga hari mendatang
nyawa kalian masih belum terancam oleh bahaya maut."
Sementara itu, ke tiga belas orang jago pedang berpita hijau itu sudah mencoba untuk
mengerahkan tenaga, dan mereka mendapatkan kalau dalam tubuh mereka telah
terdapat racun tersebut, maka mereka semua berdiri tak berkutik dengan pedang
terhunus. Dua puluh enam buah mata yang tajam bersama-sama dialihkan kearah congkoan
mereka, tampaknya mereka sedang menantikan perintahnya untuk bertindak lebih
jauh. Buyung Siu memandang sekejap kearah anak buahnya, kemudian pelan-pelan berkata:
"Betul, mereka semua memang telah keracunan."
Setelah berhenti sejenak, mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya,
setelah tertawa tertawa terbahak-bahak katanya lagi:
"Sah Thian yu, aku dan segenap jago pedang meski sudah keracunan, namun kami bisa pertaruhkan jiwa kami untuk membinasakan dirimu."
"Apakah Buyung loko hendak memaksa siaute untuk menyerahkan obat penawaran
racunnya?" tanya Sah Tnian yu sambil tertawa licik.
"Benar, siaute memang bermaksud demikian" Sekali lagi Sah Thian yu tertawa seram.
"Harap Buyung loko suka berpikir, sekarang, posisi kita sedang bermusuhan,
mungkinkah siaute akan datang kemari dengan membawa obat penawar racunnya?"
"Kalau begitu saudara Yu memaksa siaute untuk turun tangan?" desak Buyung Siu sambil menatap tajam-tajam.
"Bila siaute tidak mempunyai keyakinan, bagaimana mungkin akan datang kemari
untuk menyerempet bahaya?" katanya.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi dengan suara yang dingin
menyeramkan. "Sekarang, saudara sekalian sudah tidak berkemampuan untuk melangsungkan
pertarungan lagi, siaute pun tidak ingin diantara kita dua keluarga saling bertempur,
asal kami telah membawa pergi orang she Wi tersebut, hal mana sudah lebih dari
cukup." Kepada ke empat orang bocah berbaju hitam yang berada dibelakangnya, ia
membentak keras:
"Sekarang kita boleh berangkat!"
Buyung Siu benar-benar gusar sekali, sambil membentak keras, telapak tangannya di
ayunkan kedepan untuk melancarkan sebuah bacokan maut kearah Sah Thian yu.
Pau kiam suseng Buyung Siu bukan hanya sempurna didalam permainan ilmu pedang
saja, tenaga dalam yang dimilikinya pun sudah mencapai ketingkatan yang luar biasa,
serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar luar biasa sekali.
Walaupun Sah Thian yu sudah tahu kalau pihak lawan telah keracunan namun dia toh
tak berani juga untuk menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, cepat dia
mengigos kesamping untuk menghindarkan dari serangan.
Siapa tahu, setelah melepaskang pukulannya itui, mendadak parahs muka Buyung Siu
berubah hebat, kemudian... "Blaaamm!" tubuhnya jatuh terduduk keatas tanah.
Melihat congkoannya sudah turun tangan, tiga belas orang jago pedang itupun
serentak menggerakan pedangnya sambil melancarkan kearah Sah Thian yu sekalian.
Sesungguhnya yang ditakuti oleh Sah Thian yu hanya Pau kiam suseng sudah roboh
terduduk, tanpa terasa lagi dia segera tertawa terbahak-bahak.
Tangan kanannya dengan cepat dikebaskan dan senjata kebutannya sudah diayunkan
ke arah depan. "Traaang, traaang... traaang... !" suara dentingan nyaring berkumandang tiada hentinya.
Tahu-tahu tiga belas bilah pedang yang berada ditangan ketiga belas orang jago
pedang tersebut sudah terlepas dari cekalan mereka. kemudian di ringi dengusan
tertahan, satu persatu terjatuh keatas tanah...
Sah Thian yu memandang sekejap kearah Bu yung Siu, kemudian setelah menjura dan
tertawa katanya:
"Buyung toako, silahkan beristirahat sebentar disini, sebentar keadaanmu akan sehat kembali, maaf kalau siaute harus mohon diri lebih dulu !"
Dia mengulapkan tangannya dan keempat bocah berbaju hitam itu segera bekerja, dua
di antaranya mendekati mendekati Wi Tiong-hong yang masih tergeletak tak sadar di
bawah pohon dan siap menggotongnya pergi,
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Sah Thian yu berseru kembali, "coba kalian menggeledah dulu sakunya dan mengambil keluar benda itu" Seorang bocah berbaju hitam segera
menggeledah saku Wi Tiong hong, tapi selang sejenak kemudian dia bangkit berdiri
seraya berkata:
"Benda itu tidak berada di dalam sakunya!" Sah Thian yu menjadi tertegun, dia segera berpaling, betul juga, Wi Tiong hong tergeletak disitu, bahkan pedangnya juga tak
nampak. Tanpa terasa ia mendengus dingin, katanya: "Mungkin sudah mereka dapatkan benda-
benda tersebut cepat kalian geledah saku mereka satu persatu!"
Dalam pada itu. Buyung Siu dan ketiga belas orang jago pedang berpita hijau itu
sedang merasakan kesakitan yang hebat, karena harus mengerahkan tenaga dalam
tadi, kini isi perutnya terasa seperti mau hancur, hawa murninya buyar sama sekali.
Dengan keadaan seperti ini, tentu saja mereka tak mampu untuk mencegah
penggeledahan atas diri mereka.
Sah Thian-yu turun tangan menggeledah sendiri saku Buyung Siu, sedangkan ke empat
orang bocah berbaju hitam itu menggegledah saku ke tiga belas jago pedang lainnya.
Namun meski sudah digeledah sekian lama, Lou bun-si maupun mutiara Ing kiam cu
belum juga ditemukan.
Diam-diam Sah Thian yu lantas berpikir:
"Tadi, bocah beparat ini telah bersua muka dengan orang-orang dari Lam-hay bun
serta Thian sat bun, jangan-jangan benda tersebut sudah diambil oleh kedua
rombongan manusia itu ?"
?"Hmmm, budak liar dari Lam hay bun itu sudah menaruh perasaan cinta kepada
bocah keparat ini, sedangkan orang-orang Thian sat bun juga sudah bersekongkol
dengannya, sudah pasti kedua rombongan itu tak bakal membegal barangnya ditengah
jalan, siapa tahu kalau bocah keparat ini telah menyadari kalau dirinya akan menjadi
incaran orang banyak maka dia menyerahkan barang- barang tersebut kepada
mereka !" Berpikir sampai disini, dia lantas tertawa seram, gumamnya kemudian:
"Bocah keparat, sekalipun kau licik, setelah orangmu terjatuh ke tangan kami,
memangnya benda-benda itu tak akan kau serahkan dengan sendirinya !"
Dia lantas mengulapkan tangannya sambil berseru:
"Bawa dia pulang !"
Begitu selesai berkata. dia segera berjalan lebih dulu meninggalkan tempat tersebut,
sedangkan keempat orang bocah berbaju hitam itu mengikuti dtbelakangnya sambil
menggotong tubuh Wi Tiong hong. Tek lama setelah Sah Thian-yu pergi, ditengah jalan
raya kembali berkumandang suara derap kaki kuda yang bergerak mendekat dari
kejauhan sana. Rombongan tersebut berjumlah dua puluhan orang lebih, mereka meluncur datang
dengan kecepatan luar biasa, penunggang kudanya adalah sekawanan manusia
berbaju ringkas deruan pedang berpita hitam pinggangnya.
Rupanya rombongan yang baru datang itu adalah pasukan jago pedang berpita hitam
dari Ban kiam-hwee.
Orang yang berada dikuda paling depan adalah seorang kakek kurus kecil berkucir kecil
yang mengenakan baju berwarna biru, dia tak lain adalah congkoan dari pasukan jago
pedang berpita hitam, Siu bun-kui jiu (tangan setan pencabut nyawa) Chin Tay-seng
adanya. Dengan lengan kanan terkulai di bawah dan tangan kiri mengendalikan tali les kuda,
sepasang matanya nampak berkilat tajam ditengah kegelapan malam.
Saat ini dia berjalan dipaling depan dengan sorot mata yang menyapu kian kemari
dengan tajamnya.
Ketika semakin mendekat mendadak ia berseru tertahan, dengan cepat ia melejit
turun dari atas kudanya, begitu melayang turun dihadapan Buyung Siu, serunya
dengan terkejut:
"Mungkinkah Buyung Congkoan" Aah, betul saudara Buyung! Apakah... apakah kau
terluka berat?"
Begitu ia berhenti, dua puluh orang jago pedang berpita hitam yang berada dibelakang
tubuhnya ikut berlompat turun dari atas kudanya."
Sementara itu, Buyung Siu dan tiga belas orang jago pedang berpita hijau sudah
berhasil mengurangi rasa sakit isi perutnya setelah bersemedi berapa saat, cuma
mereka masih belum dapat mengerahkan tenaganya.
Maka setelah mendengar teguran itu, dia membuka matanya pe;an, kemudian
berbisik: "Saudara Chin kah yang telah datang ?"
Siaute mendapat perintah dari Kiamcu untuk datang memberi bantuan, bagaimanakah
keadaan luka saudara Buyung?" tanya Chin Tay seng kembali.
Pelan-pelan Buyung Siu bangkit berdiri, setelah isi perutnya tidak merasa sakit lagi, dia menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya pelan:
"Siaute dan mereka semua terkena racun yang amat ganas"
"Keracunan?" seru Chin Tay seng terkejut. "apakah saudara Buyung telah berjumpa dengan orang-orang Tok seh sia?"
"Seandainya racun itu dilepaskan dihadapanku, siaute masih dapat untuk
menghadapinya tapi besar kemungkinan mereka telah mencampuri hidangan yang
kami makan dengan racun"
"Oooh, telah terjadi peristiwa seperti itu?" seru Chin Tay seng dengan perasaan terkesiap. Dia memandang sekejap kesekeliling tempat itu, kemudian katanya lagi:
"Dari enam belas orang jago pedang yang saudara Buyung bawa, adakah yang terluka
atau tewas?"
"Yaa, didalam pertarungan tadi, ada tiga orang saudara yang terluka parah dan tewas."
"Apakah saudara Buyung telah berhasil menyusul Wi sauhiap ?"
"Ketika siaute sampai disini, Wi sauhiap telah keracunan dan roboh tak sadarkan diri, anehnya baik mutiara Ing kiam cu maupun Lou bun si sudah tak ditemukan lagi dalam
sakunya." "Oooh... mana orangnya sekarang " Apakah sudah diculik oleh orang-orang Tok seh
sia" "Aaaai, kalau dibicarakan memang memalukan, siaute bersama mereka berhasil
memukul mundur orang-orang itu dalam suatu pertarungan sengit, tapi akhirnya kami
keracunan dan roboh Wi sauhiap pun dilarikan oleh Sah Thian yu."
ooOooooOoo Sekilas senyuman licik segera menghiasi wajah Chin Tay-seng, serunya kemudian
dengan nada gusar:
"Siaute telah datang terlambat sehingga berakibat terjadinya peristiwa ini, oooh . .
apakah saudara Buyuog masih mampu untuk naik ke atas kuda ?"
"Siaute hanya terkena racun keji. asal tidak mengerahkan tenaga, keadaanku masih
tidak membahayakan, aku pikir untuk menunggang kuda pun masih mampu."
"Kalau begitu silahkan saudara Buyung untuk naik ke atas kuda, kalau toh Wi sauhiap sudah terjatuh ke tangan orang-orang Tok seh sia, kejadian ini perlu segera dilaporkan kepada Kiamcu agar bisa mengambil tindakan seperlunya."
Sementara pembicaraan berlangsung seorang jago pedang berpita hitam telah muncul
sambil menuntun seekor kuda, lalu memayang Buyung Siu naik keatas kuda dan
menuntun kuda itu untuk meninggalkan tempat tersebut.
Tiga belas orang jago pedang berpita hijau pun dibimbing para jago pedang berpita
hitam naik ke atas kuda, dua orang menunggang seekor kuda dan bersama-sama
berangkat menuju ke bukit Pit bu san.
Kentongan pertama baru tiba.
Tempat ini merupakan sebuah ruang batu yang diatur sangat indah dan megah dalam
lambung bukit Pit bu san.
Empat sekeliling ruangan tersebut berupa pintu batu yang tertutup rapat, diluar setiap pintu tampak dua orang jago pedang berpita hitam melakukan penjagaan.
Suasana disitu amat ketat dan serius, seakan-akan sedang menghadapi serangan
musuh tangguh. Waktu itu, beberapa orang tokoh penting dari Ban kiam hwee sedang melakukan
perundingan rahasia dalam ruangan batu.
Lentera kristal diatas atap rugangan memancarkian sinar yang therang, mutiara yang
berkilauan tajam memenuhi dinding batu disekeliling ruangan.
Namun setiap orang yg hadir dalam ruangan itu sedang diliputi oleh suasana yang
murung dan masgul.
Ban kiam hweecu duduk dikursi utama tanpa bergerak, selembar wajahnya yang
berwarna semu emas tidak nampak sedikit perubahanpun.
Tapi tiga orang gadis berpedang pita kuning yang berdiri dibelakangnya menunjukkan
sikap yang amat gusar.
Dihadapan Ban-kiam hweecu terdapat dua buah kursi, disebelah kiri duduk congkoan
pedang berpita hijau Pau kiam suseng Buyung Siu, sedangkan yang duduk disebelah
kanan adalah congkoan pedang berpita hitam, Siu bun kui jiu Chin Tay Seng.
Paras muka kedua orang congkoan itu diliputi oleh ketegangan dan murung, seolah-
olah sedang menghadapi suatu persoalan besar yang amat berat.
Suasana didalam ruangan batu itu dicekam oleh suasana hening yang berat dan
menyesakkan napas, sedemikian heningnya sampai suara jatuhnya jarum pun
kedengaran. Setiap kali Ban kiam hwee cu menghadapi persoalan yang berat dan sulit, dia selalu
bersikap demikian hal ini merupakan suatu kebiasaan baginya.
Bila dia butuh untuk berpikir dan merenung kan persoalan itu, maka dia duduk tenang
ditempat duduknya tanpa bersuara, dalam keadaan demikian, siapapun tak berani
buka suara untuk mengganggunya.
Lewat beberapa saat kemudian, Ban-kiam Hwecu baru menggerakan kelopak matanya
dan bertanya: "Sudah hampir kentongan pertama bukan?"
"Mungkin kentongan pertama sudah lewat" buru-buru congkoan pasukan pedang
berpita hijau Chin Tay seng menjawab.
Ban kiam hwe cu segera menghembuskan napas panjang,
"SAAT INI seharusnya Chin Kiu-moay sudah kembali, mungkin diapun memenuhi
musibah ?"
"Kiam cu, ke mana perginya nona Cho?" menggunakan kesempatan itu Chin Tay seng segera bertanya.
Sengaja tak sengaja Ban kiam Hwee cu melirik sekejap kearahnya, kemudian
menyahut.

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berbuhung Wi sauhiap membawa barang mestika, dan berita itu sudah tersiar
kemana-mana, maka untuk mencegah orang banyak mengincar benda mestika itu,
setelah Buyung congkoan berangkat aku telah menitahkan Cho Kiu moay untuk secara
diam-diam menguntit orang-orang Lam hay bun itu serta menyaksikan tindak tanduk
mereka." Mendengar perkataan itu, Chin Tay seng segera tertawa seram:
"Tampaknya budak dari Lam hay bun itu sudah menaruh perasaan cinta terhadap Wi
sauhiap, aku pikir tak mungkin dia akan turun tangan terhadap Wi sauhiap, cuma
seandainya nona Cho sampai ketahuan jejaknya oleh kakek she Oh itu. sulitlah untuk
dikatakan."
"Yang aku kuatirkan sekarang bukan masalah tersebut." kata Ban kiam hwe cu lagi,
"berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki Cho Kiu moay, sekalipun dia bukan
tandingan dari orang she Oh tersebut namun untuk mundur secara selamat bukanlah
masalah yang sulit." Setelah berhenti sejenak kembali dia melanjutkan.
"Bayangkan saja Buyung congkoan dengan orang-orang dari Tok seh shia telah terjadi pertarungan dan dipecundangi orang, hal ini mungkin dapat terjadi, tapi kenyataannya
aku dan seluruh orang yang hadir disini ternyata telah diracuni orang pula, hal ini
sudah jelas menunjukkan kalau Cho Kiu moay pun tidak terkecuali"
Rupanya Ban kiam hweecu bersama segenap anggota Ban-kiam-hwee yang hadir
disana telah keracunan semua.
"Kejadian ini sangat mencurigakan" Buyung Siu segera berseru. "kalau sampai kita yang berada dibukit Pit bu san pun keracunan semua, hamba pikir hanya ada dua
kemungkinan saja, pertama ada orang yang berhasil menyusup kemari dan meracuni
hidangan yang kita makan, atau ke dua, ditempat ini memang terdapat
penghianatnya...."
Salah seorang diantara tiga dayang yang berdiri dibelakang Bankiam hwee cu, yakni
gadis yang berada disebelah kiri segera menimbrung:
"Betul, sudah pasti disini terdapat penghianat Chin congkoan, diantara jago-jago
pedang di bawah pimpinanmu, mungkinkah terdapat orang yang tidak jelas asal
usulnya?" Congkoan pasukan pedang berpita hitam Chin Tay seng menyeka keringat yang
membasahi tubuhnya. kemudian menyahut:
"Pertanyaan dari nona Jin itu sulit untuk siaute jawab, sebab dari ke tujuh puluh dua orang jago pedang pimpinanku harnpir semua nya telah berbakti kepada Ban kiam
hwee semenjak sepuluh tahun berselang, sekali pun siaute tak berani mengatakan
kalau tiada persoalan dengan mereka, namun untuk menyelidiki dalam waktu singkat
pun rasanya sulit."
"Sekalipun ada penghianatnya kita juga tak usah kuatir kalau dia bisa terbang
kelangit." kata Ban Kiam hweecu dingin.
Chin Tay-Seng segera menundukkan kepalanya rendah-rendah katanya kembali:
"Hamba benar-benar pantas untuk mati, masa peristiwa diluar dugaan ini bisa terjadi didaerah kekuasaan hamba, aaai... termasuk hamba sendiri pun tidak tahu sejak kapan
telah keracunan..."
Buyung Siu yang mendengar perkataan itu segera mendengus, pikirnya dengan cepat:
"Tampangmu seperti itu, mana mungkin mirip orang yang lagi keracunan..?"
"Menurut pendapat hamba." Chin Tay seng kembali berkata, "soal Kiamcu yang keracunan lebih baik jangan sampai tersebar luaskan ke tempat luaran."
Ban kiam Hwee cu kembali mendengus.
"Hmmm, seandainya ditempat ini terdapat penghianatnya, kendatipun kabar ini tak
sampai kita sebarkan, kalau toh dia bisa meracuni makanan kita, memangnya tak bisa
menyiarkan berita ini keluar ?"
"Bukan begitu maksud hamba..." buru-buru Chin Tay seng berseru agak gelagapan.
Ban kiam hweecu mengalihkan sorot matanya ke wajah orang itu, kemudian ujarnya
dingin: "Aku ingin mendengar pendapat dari Chin congkoan."
"Maksud hamba, dari kita yang hadir disini sekarang termasuk Kiamcu sendiri hanya enam orang, tentu saja tak mungkin bisa terdapat penghianat."
"Sulit untuk dikatakan." tukas salah seorang dayang dibelakang Ban kiam Hweecu dengan suara dingin.
Merah padam selembar wajah Chin Tay seng karena jengah, serunya kemudian agak
tersipu-sipu: "Kita semua sudah keracunan, sedang bukit Pit bun san merupakan maskas besar
pasukan pedang pita hitam, bila nona Kho berkata demikian, bukankah hal tersebut
sama artinya dengan kau menuduh siaute sebagai penghianatnya ?"
"Memangnya aku salah berbicara ?" jengek nona Kho.
"Adik Hui jangan sembarangan berbicara, dengarkan penjelasan Chin cengkoang lebih jauh" ucap Ban kiam hweecu.
Rupanya dari empat orang dayang yang mengiringi Ban kiam hweecu, selain Hek bun
kun Cho Kiu moay, tiga orang yang berdiri dibelakang Ban kiam hweecu sekarang
adalah Jin Kiam moay, Cho Hut moay dan Lim Thian moay.
Ke empat orang ini sangat menguasai ilmu Hui liong kiu si (sembilan jurus naga
terbangku) sedangkan nama tengah mereka pun diambil dari kata "Kiu kiam bui thian"
atau sembilan pedang terbang dilangit.
Sesungguhnya mereka merupakan jago-jago lihay yang berkepandaian sedikit di
bahwah Ban-kiam hweecu sendiri, hanya di dalam sebutan mereka adalah dayang Ban-
kiam hweecu. Sesudah mendengar ucapan dari Ban kiam hweecu tadi, buru-buru congkoan berpita
hitam Chin Tay seng membungkukkan badannya seraya berkata lagi:
"Maksud hamba, tadi Buyung congkoan telah mendapat peringatan dari Sah Thian yu
agar dalam tiga hari mendatang jangan mengerahkan tenaga, asal tidak mengerahkan
hawa murninya maka orang keracunan tidak akan sampai terancam jiwanya."
"Menurut pendapat hamba, tugas terpenting yang harus kita laksanakan sekarang
adalah Kiam cu segera mengirim surat lewat merpati pos untuk menitahkan Huan,
Kiong dan Lok congkoan agar segera datang kemari memberi bantuan, mereka harus
tiba disini didalam tiga hari."
Ban kiam Hwee cu tidak memberi komentar apa-apa, dia hanya mengiakan belaka.
Kembali Chin Tay seng berkata:
"Sedangkan nengenai kita yang berada di-sini, asalkan kita tutup pintu Iembah kendati pun ada musuh tangguh yang menggempur kita dalam satu dua hari mendatang,
mustahil mereka bisa menjebolkan pertahanan kita ini."
Kembali Ban kiam Hwecu hanya manggut-manggut tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Chin Tay seng memutar biji matanya kesana kemarin kemudian berkata lebih jauh:
"Asal kita tidak menguarkan berita ini keluar, sudah pasti tiada orang yang bakal tahu kalau Kiam cu telah keracunan, apalagi Kiamcu mengenakan topeng, mustahil orang
lain bisa mengetahui akan keadaan yang sebenarnya."
Rupanya Ban kiam hweecu benar-benar mengenakan topeng, tak heran kalau
wajahnya berwarna semu emas.
Melihat Ban kiam hwecu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, setelah
berhenti sebentar Chin Tay seng berkata lebih jauh:
"Hamba rasa, bila Kiam cu dapat berjumpa lagi dengan beberapa orang pendekar
pedang sehingga mereka dapat menyiarkan kabar yang mengatakan bahwa Kiam cu
sama sekali tidak terluka, bukan saja kita dapat menenteramkan hati orang bila
didalam markas ini benar-benar terdapat mata-matanya, kitapun bisa membuat
musuh kita menjadi bingung dan tak bisa mengetahui, entah bagaimanakah pendapat
Kiami-cu tentang usul hamba ini" Apakah dapat di laksanakan?"
"Menurut Chin congkoan, siapakah yang harus ku undang untuk berjumpa denganku?"
tanya Ban kiam hwecu hambar.
"Menurut pendapat hamba, Ma koan tojin dari bukit Hong san. Thi lo han Kwong beng taysu dan si Naga berekor botak To Sam seng dari kota Huan-yang merupakan
manusia-manusia yang sudah lama ternama di dalam dunia persilatan, semenjak
bergabung dengan perkumpulan kita, hingga sekarang mereka belum pernah
berjumpa dengan Kiam cu."
"Kau menginginkan aku untuk mengundang mereka bertiga?"
"Hamba masih ada persoalan yang hendak dilaporkan."
Chin congkoan, masih ada urusan apa?"
"Semenjak Hu congkoan kami Pak Bun siu-meninggal dalam bagian pita hitam kami
masih belum menemukan penggantinya yang tepat, sedang dari ke tiga orang tersebut
baik dalam soal ilmu silat. kecerdasan maupun kedudukannya dalam dunia persilatan,
hamba pikir serasi sekali dengan kedudukan tersebut, hamba ingin Kiam cu memilih
salah seorang diantara mereka bertiga setelah perjumpaan nanti untuk mengisi
kekosongan kedudukan wakil congkoan tersebut"
Ban kiam Hweecu manggut-manggut.
"Ehmm, aku setuju dengan usulmu itu Chin congkoan, sekarang juga kau turunkan
perintah dan perintahkan kepada Huan congkoan sekalian agar didalam tiga hari
mendatang segera muncul disini memberi bantuan, sedangkan mengenai Ma koan
tojin bertiga, kau boleh membawa mereka menghadap besok pagi saja"
"Hamba terima perintah" buru-buru Chin Tay seng berseru sambil bangkit berdiri.
"Kini, aku hendak beristirahat dulu, congkoan berdua boleh pergi meninggalkan
tempat ini."
Buyung Siu ikut bangkit berdiri, kemudian bersama Chin Tay seng mengundurkan diri
dari ruangan tersebut.
**** Ketika sadar kembali, Wi Tionghong tak tahu ia sedang berada dimana "
Tempat itu merupakan sebuah kamar yang amat jelek, ia sedang berbaring disebuah
pembaringan kayu dengan tubuhnya ditutup sebuah selimut, diujung pembaringan
tersebut terletak sebuah meja dengan sebuah lentera.
Segulung bunga api meletik diujung sumbu lentera yang kecil, cahaya yang dihasilkan
sedikitpun tidak cerah.
Inilah sebuah rumgah gubuk dengan jendela papa, bunyi katak bergema dari sekeliling
sana, bahkan lamat-lamat masih kedengaran pula suara gonggongan anjing dikejauhan
sana. Tapi kesemuanya itu sudah cukup jelas, tampak Wi Tiong hong sudah dapat menduga
kalau dia sedang berada di dalam kamar tidur seorang petani miskin.
Tapi... mengapa dia dapat tertidur disini"
Wi Tiong hong mencoba untuk memutar otak dan mengingat kembali semua kejadian
yang telah dialaminya, namun tidak berhasil ia tak dapat mengingat kembali apa
gerangan yang telah terjadi.
Akhirnya Wi Tiong hong menghembuskan napas panjang dan mencoba untuk bangkit
berdiri, siapa tahu baru saja dia menggerakkan tubuhnya, kepala terasa pening sekali,
ke empat anggota badannya lemah tak bertenaga, ternyata dia tak sanggup untuk
bangkit berdiri.
Mendadak ia tertegun, lalu segera menjadi sadar bahwa pusing dan lemasnya badan
bukan dikarenakan kebetulan melainkan karena sesuatu kejadian tertentu.
Semuanya ini diketahui olehnya dari pengalamannya berkelana dalam dunia persilatan
selama ini. Pengalaman memberitahukan kepadanya bahwa pusingnya kepala karena ia telah
dibius orang dengan obat tidur, sebab hanya orang yang mendusin dari pengaruh obat
tidur baru akan menunjukkan gejala demikian, sedangkan mengenai ke empat anggota
badannya yang ia masih tak bertenaga, hal ini dikarenakan jalan darahnya tertotok,
sehingga ke empat anggota badannya itu tak mampu berkutik Iagi.
Semua kejadian tersebut dia menjadi teringat kembali dengan kakek berjubah hijau
yang telah dijumpai ditengah jalan dan mengaku sebagai teman ayahnya itu,
kemudian ia teringat pula kalau Kam Liu cu dan Su Siau hui sekalian datang menyusul,
kemudian kakek berjubah hijau pergi dan dia berpamitan dengan semua orang karena
harus menemukan paman tak di ketahui namanya itu.
Didalam menempuh perjalanan itulah.... dia merasa seperti pusing sekai , kemudian...
dia tak dapat mengingat kembali, itu menunjukkan kalau dia berbaring disini karena
telah dipecundangi orang, kalau toh dia disergap orang, mengapa dirinya tidak
merasakan sama sekali..
Sementara dia masih termenung, mendadak pintu kamar dibuka orang dan seorang
gadis bertubuh ramping yang memakai baju hitam pelan-pelan berjalan masuk ke
dalam ruangan lalu mendekati pembaringan.
Wi Tiong hong membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, ketika dia berpaling
dijumpainya gadis tersebut bergaun hitam dengan usia dua puluh tiga empat tahunan
wajahnya potongan kwaci dengan alis mata yang melentik matanya bulat indah dan
bibirnya kecil mungil...
Selain itu pinggangnya tergantung sebilah pedang panjang berpita kuning, dia sedang
memandang ke arahnya dengan biji mata yang jeli dan senyuman manis dikulum.
Wi Tioang hong kenal dengan gadis tersebut, karena orang itu bukan lain adalah salah
seorang pelayan Ban-kiam hweecu, yakni Hek bun kun Cho Kiu moay.
Maka dengan cepat Wi Tiong hong menjadi sadar kembali, rupanya dia sudah terjatuh
ke tangan orang-orang Ban kiam-hwee.
Tak heran kalau dia terkena obat tidur tanpa disadari, rupanya mereka telah
mencampurkan obat tersebut di dalam air teh yang diminumnya.
Tak heran pula kalau jalan darah pada ke empat anggota badannya tertotok, rupanya
mereka telah berjaga-jaga disepanjang jalan dan menunggu sampai dia jatuh pingsan
sebelum membekuknya kemari.
Orang kuno bilang: Siapa membawa mestika dia ibaratnya mengundang bencana.
Baik mutiara Ing-kiam-cu maupun pena mestika Lou-bun si. kedua-duanya merupakan
benda mestika yang di ncar setiap orang, sebuah saja sudah cukup menarik perhatian
orang apalagi kedua-duanya berada didalam sakunya.
Ditambah pula kedua macam mestika itu merupakan benda untuk menaklukan pihak
Ban kiam hwee, tak heran kalau mereka enggan melepaskannya dengan begitu saja.
Dengan lemah gemulai Cho Kiu moay berjalan mendekati pembaringan kemudian
Golok Halilintar 1 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Naga Naga Kecil 6
^