Pedang Berkarat Pena Beraksara 14

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D Bagian 14


sambil menatap wajah Wi Tiong hong, tanyanya lembut.
"Kau telah mendusin ?"
Suaranya amat lembut dan hangat, sama sekali berbeda dengan suara dingin dan kaku
di hari-hari biasa, dari suara yang begitu lembut dapat diketahui kalau dia sangat
memperhatikan keadaan Wi Tiong-hong.
Bab-52 Diam-diam si anak muda itu mendengus, kemudian sahutnya dengan suara dingin:
"Yaa. aku baru saja sadar." jawaban tersebut diutarakan dengan nada amat
mendongkol. Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh: "Nona Cho melaksanakan
tugas atas perintah atasanmu, pahala yang bakal kau peroleh kali ini tentu besar
sekali !" Cho Kiu moay membelalakkan matanya lebar-lebar, lalu bertanya dengan keheranan:
"Kau kenal denganku " Aaah apa yang kau katakan ?"
"Bukankah kau sedang melaksanakan perintah dari Ban-kiam hwecu untuk
menangkapku?"
Cho Kiu moay segera tertawa.
"Tentu saja bukan."
"Nona Cho berhasil menangkapku hidup-hidup, sudah jelas hal ini merupakan sebuah
jasa yang amat besar, masa aku salah berbicara?"
Cho Kiu-moay tertawa cekikikan,
"Aku yang menangkap dirimu ?" serunya.
"Memangnya bukan ?"
"Mengapa aku harus menangkapmu ?"
"Hmmm, mengapa" Memangnya aku harus menerangkan kepadamu satu persatu."
dengus Wi Tiong-hong.
Cho Kiu moay mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian berkata: "Tentu saja
kau harus berkata, kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa tahu?"
"Lantas mau apa kau datang kemari ?"
Sekali lagi Cho Kiu moay tertawa cekikikan, "Aku kemari untuk mendengarkan
ucapanmu, menurut kau apa maksudku datang kemari?"
Tiba-tiba saja Wi Tiong hong naik pitam, sambil tertawa dingin serunya lantang:
"Setelah sadar tadi, aku merasa kepalaku pusing sekali, ke empat anggota badanku tak mampu bergerak, sudah pasti kalian menggunakan siasat licik dengan menggunakan
obat tidur untuk merobohkanku, kemudian baru menotok jalan darahku dan
membekukku kemari, adapun tujuannya...heeehh... heeeh... tentu saja untuk
memperoleh mutiara Ing kiam cu serta Lo bun si tersebut."
Cho Kiu moay segera tertawa merdu:
"Kau memang cerdik sekali, dugaanmu memang tepat semuanya!"
"Membekukku dengan menggunakan siasat licik bukan perbuatan seorang
enghiong..." teriak Wi Tiong hong sambil melotot gusar.
Cho Kiu moay memutar biji matanya kian kemari, lalu berkata.
"Jadi kau menuduh aku mencelakaimu secara diam-diam atas perintah dari Kiam cu?"
"Memangnya bukan?"
"Tepat sekali, ehmm... Wi sauhiap! Bagaimanakah pandanganmu terhadap Kiam-cu
kami." "Hweecu kalian tampan, gagah dan agung, jadi orang supel dan berlapang dada,
sesungguhnya dia merupakan seorang sobat yang boleh dibina, sayang sekali..."
Mencorong sinar tajam dari balik mata Cho Kiu moay, ditatapnya wajah Wi Tiong hong
lekat-lekat kemudian tanyanya:
"Sayang kenapa?"
"Sayang dia telah menjadi Ban-kiam Hweecu"
"Bersediakah kau menerangkan lebih jelas lagi?" kata Cho Kiu moay dengan suara lembut.
"Sebagai seorang ketua dari Ban-kiam hwee, sudah barang tentu dia harus menomor
satukan kepentingan perkumpulannya lebih dulu daripada persahabatan."
"Maksudmu, sebenarnya kalian bisa menjadi sahabat yang amat karib, tapi berhubung Kiamcu adalah Ban kiam hwee cu, dan lagi dia merampas mutiara Ing kiam cu serta
Lou bun si milikmu demi kepentingan perkumpulan, maka kau tak dapat mengikat tali
hubungan dengannya."
"Benar."
oooOooooooOooo "Kau benar-benar sahabat karib yang paling mengetahui perasaan Kiamcu kami..."
seru Cho Kiu-moay kemudian
"Tapi sayang, kami harus berhadapan sebagai musuh kini."
Cho Kiu-moay segera menepuk bebas jalan darah di lengan kiri Wi Tiong hong,
kemudian ujarnya sambil tertawa:
"Wi sauhiap, coba kau periksa dulu apakah mutiara Ing kiam cu tersebut masih berada di jari tanganmu ?"
Sejak ia membebaskan jalan darah pada lengan kiri Wi Tiong hong yang tertotok, si
anak muia tersebut sudah dapat melihat kalau cincin berisi mutiara Ing kiam cu
tersebut masih melingkar di jari tangannya.
Sebelum ia sempat memberikan jawabannya Cho Kiu moay telah mengambil Lou bun
si dari atas meja dan diperlihatkan dihadapan Wi Tiong hong kemudian katanya pula:
"Lou bun si berada disini, sudahkah Wi sauhiap lihat dengan jelas" Hal ini
membuktikan kalau kami sama sekali tidak berniat untuk merampas barang mestika
milikmu." Wi Tiong hong mendengus dingin.
"Sekarang, aku sudah terjatuh ketangan kalian, sekalipun sesaat ini kalian belum
mangambilnya, cepat atau lambat benda tersebut toh sudah merupakan benda yang
berada dalam saku kalian?"
"Aaah, kau ini mengapa sih selalu berpikir yang jeleknya saja" Hmm, benar-benar tak tahu berterima kasih, tahukah kau untuk menolong kau seorang, kiam cu kami telah
mengirim banyak orang untuk melindungimu sehingga berhasil menyelamatkan
selembar jiwamu" Kau selalu menuduh kami hendak mengincar barang mestika
milikmu, coba kalau tidak tahu kau masih mempunyai liangsim, dan mengatakan kiam
cu kalian sebagai "orang yang pantas dijadikan sahabat" tentu aku tak akan sudi menggubris dirimu lagi!"
Wi Tiong hong menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan
nada setengah percaya setengah tidak katanya kemudian.
"Nona, kalau memang kau telah menyelamatkan jiwaku, mengapa pula harus menotok
jalan darah pada ke empat buah anggota badanku?"
Cho Kiu moay memandang sekejap kearahnya lalu tertawa.
"Sekarang, aku belum dapat membebaskan totokanmu itu." katanya.
"Mengapa?"
"Sebab dengan begitu kau akan lebih jujur!" sahut sinona sambil tertawa ringan.
Dengan ucapan tersebut, maka bisa diartikan bila totokan jalan darah pada ke empat
anggota badan Wi Tiong hong dibebaskan, maka si anak muda itu akan menjadi tak
jujur. Setelah ucapan tersebut diutarakan Cho Kiu moay baru merasa kalau dibalik ucapan
tersebut sesungguhnya mengandung penyakitnya, merah padam selembar wajahnya
karena jengah, buru-buru dia berkata lagi:
"Sebab racun yang bersarang di dalam tubuhmu sudah terlalu mendalam, kau harus
berbaring secara baik-baik dan tidak boleh bergerak secara sembarangan, itulah
sebabnya jalan, darahmu terpaksa harus kutotok."
Merah padam selembar wajah Wi Tiong hong, buru-buru dia minta maaf:
"Nona, mengapa tidak kau ucapkan sedari tadi " Coba kalau kau terangkan, aku pasti tak akan melakukan kesalahan."
Cho Kiu moay mengerling sekejap ke arahnya, lalu serunya sambil mencibirkan bibir:
"Sekarang kau sudah mengerti tentunya ?"
"Terus terang saja, masih banyak persoalan yang tidak kupahami apakah nona
bersedia memberi keterangan ?"
"Tak usah ditanyakan lagi, lebih baik aku saja yang memberitahukan kepadamu," kata Cho Kiu moay sambil membereskan rambutnya yang kusut.
"Tak lama setelah kau pergi, Kiam-cu menduga orang-orang dari selat Tok-seh sia pasti tak akan melepaskan kau dengan begitu saja maka Buyung congkoan diperintahkan
dengan membawa enam belas orang jago pedang pita hijaunya mengikutimu secara
diam-diam."
Wi Tiong hong yang mendengar perkataan tersebut, diam-diam merasa menyesal, dia
tak menyangka maksud baik orang lain telah di tanggapi secara negatif olehnya,
bahkan dia telah menuduh mereka hendak mengincar benda mestika tersebut.
Terdengar Cho Kiu-moay berkata lebih jauh.
"Tapi orang yang menguntit dibelakangmu secara diam-diam masih ada orang-orang
dari Lam hay bun serta Thian sat bun. Oleh sebab Buyung congkoan merasa tidak
bermaksud jahat terhadap dirimu maka diapun tidak menampakkan diri. Kemudian,
kau berpisah dengan mereka dan melanjutkan perjalanan seorang diri, sebetulnya
orang-orang dari Lam hay bun dan Thian sat bun menguntit dibelakangmu sampai
sejauh berapa puluh li, mungkin karena dianggapnya sudah tak ada urusan lagi, maka
mereka pun berlalu sendiri-sendiri. Siapa sangka, baru saja kau berjalan sejauh belasan li lagi, tiba-tiba keracunan hebat dan roboh tak sadarkan diri."
"Apakah Buyung congkoan yang telah menyelamatkan aku ?" tak tahan Wi Tiong hong menimbrung.
"Padahal Buyung congkoan sudah mengetahui kalau Sah Thian yu mengikutinya
sepanjang jalan, dia lantas menyuruh seorang jago pedangnya yang berperawakan
mirip dengan kau untuk memancing meraka ke arah lain, tapi disaat Sah Thian-yu
berhasil dipancing pergi itulah kau ditemukan jatuh pingsan ditepi jalan. Buyung
congkoan segera memerintahkan dua orang jago pedangnya untuk menghantarmu
secara diam-diam kemari, kemudian dia pun memerintahkan kepada jago pedang yang
berperawakan seperti kau uatuk berperan menjadi dirimu, dan pura-pura tergeletak
tak sadar disana, orang itulah yang kemudian dibawa pergi oleh orang-orang Tok seh-
sia." (Paukiam suseng Buyung Siu sesungguhnya membawa enam belas orang jago pedang,
setelah berlangsungnya pertarungan sengit dan sewaktu jumlahnya dihitung ia
mengatakan tiada yang berkorban, namun jumlah anggotanya telah berobah menjadi
tiga belas orang, rupanya satu telah menyaru sebagai Wi Tiong hong dan dua yang lain
melindungi Wi Tiong hong asli menyingkir ke situ dengan begitu sekarang telah
menjadi jelas duduk persoalannya).
Sementara itu, Wi Tiong hong telah berkata.
"Kalau toh Buyung congkoan hendak menolongku, mengapa dia harus menyuruh
orang lain untuk menyaru sebagai diriku" Bila rahasia penyaruannya sampai ketahuan,
bukankah orang itu akan mengorbankan selembar jiwanya dengan percuma ?"
Cho Kiu moay tertawa.
"Orang igtu bisa menyaru sebagai dirimu, sudah barang tentu dibalik kesemuanya itu masih ada alasan lain, tindakan ini merupakan usul dari kiamcu kami, kau akan
mengetahui dengan sendirinya dikemudian hari. Sedang mengenai orang yang dikirim
itu, bukan saja perawakannya mirip sekali dengan dirimu, ilmu menyaru mukanya juga
lihay sekali. Kendatipun Sah Thian-yu adalah orang licik yang banyak tipu muslihatnya, belum tentu dia bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, terutama
sekali kelihayan ilmu silatnya, dalam kelompok pendekar pedang berpita hijau, dia
boleh dihitung sebagai jagoan kelas satu, aku yakin tugas yang dilakukan olehnya saat
ini pasti dapat dilaksanakan dengan sukses."
"Aku telah terkena racun jahat yang amat hebat, nonakah yang telah menyembuhkan
racun tersebut?"
Cho Kiu moay tertawa rendah.
"Kalau dibicarakan yang sebenarnya, seharusnya kaulah yang telah menyelamatkan
jiwaku!" "Aaah nona suka bergurau."
"Sama sekali tidak bermaksud untuk bergurau, bukan saja kau telah menyelamatkan
diriku, bahkan menolong pula dua orang jago pedang berpita hijau lainnya, malah
banyak sekali anggota Ban kiam hwee yang menantikan pertolonganmu!"
Semakla mendengar penjelasan tersebut Wi Tiong hong semakin keheranan
dibuatnya, ia segera bertanya:
"Nona apa maksudmu berkata begitu?"
"Racun jahat yang bersarang dalam tubuhmu disembuhkan oleh Lou bun si tersebut,
hanya saja berhubung kau keracunan kelewat dalam hingga sampai sekarang baru
mendusin. Aku bersama dua orang jago pedang berpita hijau yang menghantarmu
kesinipun telah dicelakai orang tanpa kami sadari, kami telah terkena racun yang
bersifat agak lamban cara kerjanya, untung ada Lou bun si tersebut sehingga racun
mana berhasil kami punahkan. Barusan kamipun mendapat berita lewat burung
merpati dikabarkan kalau orang-orang yang berada di bukit Plt bu san pun sudah
terkena racun jahat, racun tersebut hanya bisa dipunahkan dengan Lou bun si
tersebut."
"Masa Hwecu kalian juga kena racun tersebut?"
Cho Kiu moay melirik sekejap kearahnya, kemudian tersenyum.
"Tampaknya Wi sauhiap kalian sangat menguatirkan keselamatan dari Kiam cu kami?"
"Walaupun aku baru pertama kali ini berjumpa dengan Hwecu kalian, namun tindak
tanduk hwecu kalian maupun cara berbicaranya yang begitu halus dan menarik telah
menanamkan suatu kesan yang mendalam bagiku."
Berkilat tajam sepasang mata Cho Kiu moay setelah mendengar perkataan itu, bisiknya
lirih: "Mungkinkah ini yang dinamakan saling tertarik dan mengagumi" sesungguhnya
kiamcu kami menaruh kesan yang mendalam sekali terhadap Wi sauhiap."
"Kalau memang banyak dari anggota perkumpulan kalian keracunan, sedangkan aku
pun telah sembuh kembali, mari sekarang juga kita kembali ke bukit Pit bu-san,
persoalan seperti ini tak boleh ditunda-tunda lagi..."
"Tidak bisa." Cho Kiu moay menggelengkan kepalanya berulang kali, "paling tidak kita harus berdiam selama dua hari lagi disini, lusa kita baru bisa berangkat."
"Mengapa demikian ?"
"Sebab aku harus menunggu beberapa orang lagi di tempat ini."
"Bukankah banyak dari anggota perkumpulan kalian yang keracunan dan menunggu
pengobatan ?"
"Tidak menjadi soal, racun yang bersarang di tubuh mereka hanya racun bersifat
lambat, dalam tiga hari mendatang tak akan sampai bekerja, jadi kalau pun kita
berangkat sekarang juga, ini pun tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Setelah keracunan hebat, hingga sekarang kondisi badanmu masih belum pulih
kembali seperti sedia kala, lebih baik tidurlah dulu sambil memulihkan kekuatan!"
Selesai berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah di ke empat buah anggota
badan Wi Tiong hong, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Wi Tiong hong berpaling kembali diatas pembaringan, betul juga kaki dan tangannya
masih terasa berat, benaknya terasa kosong dan pening, tanpa sadar ia tertidur
nyenyak. Entah berapa saat kemudian, pelan-pelan Wi Tiong hong sadar kembali dari tidurnya,
ia mendengar ada orang sedang berbicara dengan suara rendah diluar pintu sana.
"Nona, jawaban dari Huan congkoan telah datang, dalam dua hari mendatang ia sudah akan datang disini."
"Aku mengerti." suara dari Cho Kiu-moay terdengar.
Kemudian terdengar pula orang itu berkata lagi:
"Barusan hamba berhasil menemukan ada orang yang sedang berjalan bolak-balik
disekitar tempat ini, gerak-gerik orang tersebut sangat mencurigakan."
"Sekarang kita sudah berganti dandanan semua dan tidak akan memancing perhatian
orang lain tak usah menggubris mereka, biarkan saja orang-orang itu berlalu lalang."
"Baik!" orang itu mengiakan.
Kemudian suasana disekitar tempat itupun berubah menjadi hening kembali.
Tak selang beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara langkah kaki yang ramai
berkumandang mendekati tempat tersebut.
Kemudian pintu dibuka orang dan muncul seorang gadis berbaju kembang dengan ikat
kepala kain hijau yang membawa sebuah baki kayu.
sekalipun gadis itu memakai pakaian sederhana dengan dandanan seorang nona
dusun, namun wajahnya amat bersih dan cantik, kulit mukanya yang putih nampak
bersemu merah, benar-benar raut wajah seorang gadis dusun yang menggiurkan hati.
Semula Wi Tiong-bong mengira Hek-bun kun Cho Kiu-moay yang masuk kedalam,
setelah menyaksikan kemunculan gadis dusun tersebut, dia malah tertegun dibuatnya,
buru-buru dia bangun akan duduk.
Gadis dusun itu membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar, kemudian agak
tersipu dia berkata:
"Rupanya aku telah mengusik ketenangan tidur siangkong !"
Suara yang merdu merayu bagaikan burung nuri yang sedang berkicau, sangat menarik
hati. Wi Tiong-hong melompat turun dari pembaringan, lalu menjawab sambil tersenyum:
"Nona jangan berkata begitu, aku sudah mendusin sedari tadi, memang sudah
waktuku untuk bangun."
"Tempat ini hanya merupakan sebuah dusun kecil, segalanya jelek dan sederhana,
mungkin siangkong tidak bisa tidur nyenyak" Nona Cho berpesan, siangkong baru
sembuh dari sakit, sudah seharusnya beristirahat lebih banyak !"
Dari nada pembicaraan nona dusun itu, Wi Tiong-hong menduga kalau dia adalah putri
dari tuan rumah, maka katanya sembari menjura:
"Terima kasih banyak nona, aku telah sembuh sama sekali"
Nona dusun itu meletakkan baki tersebut ke meja, kemudian katanya lagi sambil
tersenyum: "Bubur ini disiapkan nona Cho sebelum pergi meninggalkan tempat ini, katanya
setelah siangkong mendusin, dipersilahkan untuk menghabiskan bubur tersebut !"
"Apakah nona Cho telah pergi ?"
Nona dusun itu menutupi bibirnya sambil tertawa cekikikan
"Nona Cho dan ke dua orang paman itu sudah pergi berapa lama, dia bilang masih ada urusan yang hendak diselesaikan siangkong diharapkan beristirahat dengan tenang
sambil menunggu kedatangannya di sini "
"Dia masih berkata apa lagi ?"
Gadis dusun itu miringkan kepalanya sambil berpikir sebentar, kemudian baru berkata.
"Nona Cho berkata pula, tempat ini berjarak hanya berapa puluh li dari bukit Pit-busan, di dalam satu-dua hari ini siangkong tak usah menggunakan hawa murni kalau
tidak terpaksa sekalipun ada orang yang datang, kau disuruh beristirahat saja dikamar
dan tak usah keluar."
Berbicara sampai disitu sambil tertawa kembali dia menambahkan:
"Padahal asal siangkong tinggal disini, tentu saja kau tak usah mengeluarkan tenaga, justeru karena aku takut ke dua orang engkohku terlalu kasar bila ditugaskan
melayanimu, maka aku sengaja turun tangan untuk melayani siangkong sendiri,


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentunya siangkong tak akan sampai marah-marah kepadaku bukan?"
Diam-diam Wi Tiong hong merasa kegelian apabila setelah mendengar nona dusun itu
salah mengartikan Cing khi atau hawa murni menjadi hawa amarah.
Tentu saja rasa geli tersebut tak sampai diutarakan keluar, buru-buru serunya:
"Perkataan nona terlalu serius, aku sudah cukup merepotkan kalian, masa berani
marah kepadamu ?"
"Asal siangkong tidak suka marah-marah, akupun mherasa lebih lega." kata nona dusun itu lembut." oya, buburnya hampir menjadi dingin, mumpung masih hangat
silahkan siang-kong santap dulu, aku masih ada urusan yang harus diselesaikan."
"Silahkan nona !"
Tiba-tiba sepasang pipi nona dusun itu berubah menjadi merah, katanya dengan lirih:
"Panggil saja aku Soat-ji, siangkong jangan menyebut nona-nona terus, kurang enak didengar."
Selesai berkata, dengan kepala tertunduk buru-buru dia meninggalkan ruangan.
Wi Tiong-hong melirik sekejap ke arah meja, diatas baki terlihat semangkuk bubur, di
tambah empat macam sayur.
Sudah semalaman suntuk dia tak mengisi perut, dan perutnya memang sudah lapar,
maka tanpa sungkan-sungkan lagi dia melahap hidangan tersebut hingga ludas.
Selesai makan, diapun mulai membayangkan kembali ucapan dari Cho Kiu-moay
semalam, katanya gadis itu masih akan menunggu beberapa orang lagi disana.
Kemudian dia pun teringat kalau segenap anggota Ban-kiam hwee telah terkena racun
jahat yang bersifat lamban, tapi nona itu harus menunggu samnai besok baru
berangkat, apa sebenarnya yang terjadi " Sudah pasti di balik kesemuanya itu ada hal-
hal yang serius.
Kini, dia meninggalkan pesan agar dirinya menetap disitu sambil menunggu
kedatangannya, dalam keadaan demikian tampaknya dia pun harus menunggu sampai
kedatangannya. Berpikir demikian dia lantas duduk bersila diatas pembaringan dan mulai mengatur
pernapasan. Siapa tahu begitu hawa murninya dicoba, Wi Tiong hong segera merasakan meski
seluruh bagian tubuhnya sudah dapat ditembusi namun hawa murninya belum pulih
kembali keseluruhannya, hal ini membuat hatinya menjadi amat terkejut.
"Heran, racun keji apakah yang bersarang didalam tubuhku" Mengapa bisa begitu
hebat?" Dia mana tahu kalau dirinya tanpa disadari telah terkena racun keji yang paling lihay
dari lawannya. Perlu diketahui pihak lawan melepaskan racun secara diam-diam, sesungguhnya
mempunyai dua macam perhitungan
Pertama, bertujuan untuk membekuknya sehingga bila racun itu mulai bekerja, dia
telah sampai disitu dan memberi obat penawagrnya.
Ke dua. siandainya sampai ditolong orang lain, tanpa obat pemunah darinya, sekalipun
tertolong juga percuma karena racun itu tak akan bisa dipunahkan dengan obat lain
kecuali obat penawarnya yaug dibuat secara khusus.
Siapa tahu, ketika Wi Tiong hong keracunan dan jatuh tak sadarkan diri, secara
kebetulan ia telah bertemu dengan Buyung Siu, kemudian oleh dua orang jago pedang
berpita hijau dia dikirim ke sebuah dusun yang terletak hanya kira-kira jaraknya dua
tiga puluh li saja.
Itulah sebabnya dia menjadi keracunan bila karena tidak segera memperoleh
penolongan. Kendatipun akhirnya dia ditolong oleh Lou bun si yang dapat memunahkan berbagai
macam racun di dunia ini, namun racun tersebut sudah terlanjur menyusup ke dalam
isi perutnya hingga amat mengitari hawa murninya, hal inilah yang menjadi penyebab
utama mengapa tenaga dalamnya tak bisa segera menjadi sembuh.
Sementara itu, Wi Tiong hong yang sedang mengatur napas, mendadak mendengar
suara seruan nyaring dari luar rumah sana:
"Omitohud !"
Suara tersebut amat keras dan menggetarkan telinga, suaranya juja berat dan dalam,
tanpa terasa Wi Tiong hong menjadi tertegun, karena suara itu amat dikenal olehnya.
Pada saat itulah, terdengar suara Soat-ji sedang menegur.
"Lo suhu, mau apa kau ?"
"Omitohud, pinceng datang untuk mencari derma."
Mendadak Wi Tiong hong teringat akan seseorang, dia segera berseru tertahan dihati:
"Aaaah. hweesio itu adalah Lohan baja Khong-Seng taysu !"
"Sekalipun kau hanya bermaksud mencari derma, toh tidak sopan memasuki rumah
orang dengan semaunya sendiri ?" kembali Soat-ji berseru keras.
oooOooooooOooo "Li-SicU, apakah kau berada dirumah seorang diri ?"
"Siapa bilang kalau cuma aku seorang " Bukankah engkohku berdua masih berada di
sawah menanam sayur ?"
"Li sicu, apakah ruangan masih ada orang lain?" tanya Thi Lo-han lagi.
Tampaknya sembari berkata hwesio itu masih saja celingukan kesana kemari.
"Hei, apa-apaan sih kau hwesio tua" Apa yang sedang kau lihat" Ayo cepat keluar."
suara Soat-ji kembali berkumandang.
"Li sicu tak usah takut, pinceng pasti akan pergi dari sini."
"Hmmm, siapa sih yang takut kepadamu" Kalau cuma seorang hwesio tua yang sedang
mencari derma mah tak akan kutakuti !"
"Apakah didalam rumah masih ada orang ?"
"Tentu saja ada." suara Soat-ji masih tetap nyaring, "dia adalah engkohku, karena badannya kurang enak maka dia sedang tidur, kau jangan mengganggu
ketenangannya."
Mendengar sampai disitu, Wi Tiong-hong kembali berpikir:
"Mungkinkah yang ditanyakan Thi Lohan adalah kamar yang sedang kutempati ini?"
Sementara itu Thi Lohan sudah bertanya lagi:
"Bukan perempuan bukan ?"
Soat-ji segera tertawa cekikikan lagi:
"Masa kau masih pakai tanya lagi" Lantas menurut pendapatmu engkoh itu laki atau
perempuan?"
"Li sicu, bolehkah pinceng menengok kakakmu yang sedang tak enak badan itu?"
kembali Thi Lohan berkata.
"Hei, tampaknya kau sedang mencari orang?"
"Perkataan dari li-sicu memang tepat sekali Pinceng memang sedang datang mencari
orang!" "Apakah kau sedang mencari engkohku ?"
"Mana mungkin pinceng akan mencari kakak li-sicu?"
"Kalau memang begitu tak usah kau lihat lagi."
"Bila orang yang berada didalam kamar benar-benar adalah kakakmu, pinceng segera
akan angkat kaki dan tak bakal mengusik li sicu lagi."
"Baiklah, kalau begitu lihatlah sendiri dan kemudian segera pergi dari sini."
"Ooo, tentu saja."
Wi Tiong-hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi amat panik,
pikirnya: "Kepandaian silat yang dimiliki Thi lohan Khong Beng hwesio sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa, seandainya berada dihari-hari biasa tentu saja aku tak usah jerih terhadapnya, tapi sekarang.... tenaga dalamku belum pulih kembali, bisa jadi
bukan tandingannnya."
Tiba-tiba terdengar Soat ji berteriak dari luar pintu:
"Koko, hwesio tua ini hendak menengokmu kau tak usah bangun, tiduran saja disana."
Karena nona dusun itu telah berkata demikian, terpaksa Wi Tiong-hong harus
berbaringan, dia mencoba untuk meraba pinggangnya untuk mencari pedang tersebut,
namun tak ada disana, rupanya sudah diambil Cho Kiu-moay dan disimpan ditempat
lain. Pada saat itulah pintu kamar terbuka. Thi-lohan Khong beng hwesio dengan sepasang
tangannya merangkap di depan dada telah berdiri di depan pintu.
Tapi dia hanya memandang sekejap kearahnya, seakan-akan tidak kenal, sorot
matanya memandang sekejap ke seluruh ruangan lalu mengundurkan diri dari situ.
"Omitohud, pinceng telah mengganggu ketenanganmu." ujarnya pelan.
Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut tnetjadi sangat keheranan, sudah
jelas hwesio itu kenal dengannya, tapi mengapa pula dia berlagak seakan-akan tidak
kenal" Ditutup kembali pintu kamarnya, kemudian bertanya:
"Lo siansu, sebenarnya siapa sih yang kau cari?"
"Pinceng sedang mencari seorang nona yang bergaun hitam."
Mendengar itu Wi Tiong hong segera berpikir:
"Ooh, rupanya Thi lohan sedang mencari Cho Kiu moay."
Baru saja dia berpikir sampai disitu, terdengar Soat-ji telah berseru tertahan.
Sebenarnya Thi lohan sudah siap akan pergi, tapi seruan tertahan Soat-ji segera
menghentikan kembali langkahnya.
"Apakah li sicu pernah berjumpa dengan nona berbaju hitam itu?" tanyanya cepat.
Seandainya Soat ji mengatakan tidak tahu, urusan tentu akan menjadi beres, apa mau
di kata ia justru malah balik bertanya.
"Lo suhu, ada urusan apa kau mencari nona berbaju hitam itu?"
"Yang bermaksud mencarinya bukan pinceng seorang, bila li sicu melihat kemanakah
dia pergi, harap kau suka memberi keterangan yang sejelasnya kepadaku."
"Lo suhu, apakah nona berbaju hitam yang hendak kau cari itu membawa sebilah
pedang yang berpita berwarna kuning..."
"Perkataan dari li sicu memang tepat sekali yang hendak pinceng cari adalah
perempuan tersebut."
Soat ji segera tertawa cekikikkan.
"Ooh, kalau begitu nona Cho yang kau cari." serunya kemudian.
"Yaa, betul, betul sekali! Dia adalah nona-Cho apakah li sicu kenal dengannya?"
Soat ji tertawa ringan.
"Nona Cho justru tinggal dirumah kami ini." serunya cepat.
Tak terlukiskan rasa gembira Thi lohan Khong beng hweesio setelah mendengar
perkataan itu. dengan cepat dia berseru.
"Dimanakah orangnya sekarang?"
"Dia sedang pergi, tapi tak lama akan balik kembali kemari, silahkan duduk dulu Lo suhu, sebentar dia akan kembali".
Thi-lohan Khong beng hwesio mendengus berat, betul juga dia menurut dan segera
duduk. "Lo suhu, kau tak usah sungkan-sungkan" kata Soat ji lagi, "silahkan duduk diatas kursi saja, tanah disini amat lembab, bila kelamaan duduk disitu, kau bisa terserang
penyakit."
Sebenarnya gadis itu bermaksud baik, siapa tahu Thi lohan Khong beng hwesio hanya
duduk bersila ditanah tanpa berkutik, menggubris pun tidak.
Melihat hal ini, Soat-ji segera bergumam:
"Aneh betul si hwesio gemuk ini, ada kursi dia tak mau. malahan sukanya duduk
disudut pintu yang berlumpur" Betul-betul manusia yang berwatak sangat aneh."
Rupanya Thi lohan Khong beng hwesio tidak bermaksud baik, dia hanya duduk disudut
pintu sambil tidak berkutik, asal Cho Kiu moay melangkah masuk agaknya dia berniat
untuk melancarkan sergapan secara tiba-tiba.
Sementara itu Wi Tiong hong terpaksa hanya duduk diatas pembaringan sambil
mengatur napas karena ia temukan tenaga dalamnya belum pulih kembali seperti
sedia kala. Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam rumah gubuk itu menjadi sunyi senyap
tak kedengaran sedikit suarapun.
Dari arah dapur terdengar suara Soat-ji mencuci beras, mencuci sayur lalu terdengar
kuah dinaikkan ke anglo, dan seperminum teh kemudian, baru kedengaran suara
langkah kaki bergema lagi diluar pintu rumah.
Menyusul kemudian terdengar seseorang menegur dengan suara yang parau tapi
penuh tenaga: "Adakah orang di dalam ?"
Wi Tiong-hong merasakan hatinya tergerak, ia dapat mengenali suara tersebut sebagai
suara si Naga tua berekor botak To Sam-seng.
Soat-ji segera meletakkan tempat berasnya ke tanah, lalu tak sempit mengeringkan
sepasang tangannya lagi, buru-buru dia lari menuju keluar dan bertanya:
"Empek tua, ada urusan apa kau?"
"Kau seorang diri di rumah ini ?" kedengaran si Naga tua berekor botak menegur.
"Heran." Soat-ji segera agak tercengang. "mengapa sih pertanyaan semacam itu yang kalian selalu tanyakan" Hei empek tua lebih baik aku saja yang bertanya kepadamu,
apakah kau pun sedang mencari seorang nona yang memakai baju hitam ?"
Naga tua oerekor botak nampak agak tertegun, kemudian serunya:
"Nona cilik darimana kau bisa tahu ?"
"Aku mendengar hal ini dari mulut seorang hwesio gendut." seru Soat-ji sambil tertawa.
"Aaah, dia adalah Khong-beng taysu, dimana ia sekarang ?"
"Dia hendak mencari nona Cho, aku pun memberitahu kepadanya kalau nona Cho
tinggal dirumah kami ini tapi sekarang lagi keluar karena ada urusan, dia bilang mau
menunggu kedatangannya disini."
"Lantas dimanakah orangnya ?" katanya.
Soat ji tertawa cekikikan, sambil menuding ke depan serunya:
"Coba kau lihat, bukankah suhu gemuk itu sedang duduk disitu ?"
Naga tua berekor botak maju selangkah ke depan lalu berpaling, dia jumpai Thi Lohan
sedang memejamkan matanya sambil duduk bersila disudut ruangan sana meski sudah
mendengar suara pembicaraannya, namun ia sama sekali tidak bergerak, seakan-akan
semedinya sedang mencapai pada puncaknya.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia segera menghampiri Thi-lohan
itu dan bertanya:
"Taysu, bagaimana keadaanmu ?"
Thi lohan masih tetap membungkam dalam seribu bahasa, seakan-akan sama sekali
tidak mendengar teguran tersebut, bahkan kelopak matanya pun sama sekali tidak
bergerak. Naga tua berekor botak To Sam-seng adalah seorang jago kawakan yang
berpengalaman luas didalam dunia persilatan sekilas pandangan saja dia sudah tahu
kalau jalan darah hwesio tersebut sudah ditotok orang, maka sambil menghampiri
pendeta tersebut dia lantas menepuk tubuhnya dua kali.
"Aaaah, empek tua, jangan kau tepuk tubuhnya." cegah Soat-ji dengan cepat,
"tampaknya si suhu gendut itu sedang tertidur nyenyak !"
Secara beruntun si Naga tua berekor botak sudah menepuk tubuh Thi lohan dua kali,
namun masih belum berkutik juga, kenyataan tersebut membuat dia sangat
keheranan. Dengan perasaan penasaran dia mengayunkan kembali telapak tangannya sambil
menepuk beberapa buah jalan darah pentingnya.
Siapa tahu usahanya inipun sama sekali tidak mendatangkan hasil apa-apa...
Sekarang dia baru sadar kalau Thi lohan telah bertemu dengan seorang jago yang amat
lihay, rupanya jalan darahnya sudah kena di totok orang dengan suatu ilmu menotok
yang khusus. Berpendapat demikian, tanpa terasa dia tertawa seram, tiba-tiba ia membalikkan
tubuhnya, lalu menatap wajah Soat ji tajam-tajam, tegurnya dengan suara dalam.
"Siapa yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu" Ayo lekas menjawab!"
Wi Tiong hong yang berada di dalam kamar segera menangkap nada suara naga tua
ber ekor botak yang kurang beres, dia tahu Soat ji tidak pandai ilmu silat, jangan
jangan gadis itu akan menderita kerugian yg amat besar.
Berpikir demikian, dia segera melompat turun dari pembaringan, mendekati pintu
ruangan lalu mengintip keluar.
Tampak si naga tua berekor botak telah mengayunkan telapak tangannya sambil
menghampiri si nona dusun tersebut.
Dengan ketakutan Soat ji mundur selangkah ke belakang, kemudian berpaling dan
menengok sekejap ke arah kamar sendiri, setelah itu baru ujarnya:
"Empek tua, mengapa sih kau begitu galak" Ssttt, . . jangan kelewat berisik, kakakku sedang tak enak badan perlu beristirahat dengan tenang, kau jangan
mengganggunya."
"Lohu ingin bertanya kepadamu, siapakah yang telah menotok jalan darah Khong beng taysu?""
Soat ji segera membelalakkan matanya lebar-lebar seraya menggelengkan kepalanya
berulang kali: "Tidak ada, bukankah dia duduk tenang disitu" Dia sendiri yang duduk disitu, aku tidak melihat ada orang yang mengusiknya."
"Hmm, sudah banyak tahun lohu berkelana di dunia persilatan, kau anggap aku bisa
dibohongi oleh seorang bocah perempuan macam dirimu itu?" jengek si Naga tua
berekor botak dingin. "apakah Cho Kiu-moay sedang bersembunyi didalam ruangan
dan menotok jalan darahnya secara diam-diam ?"
Sembari berkata, dengan wajah menyeringai seram dia mendesak maju selangkah
lebih ke depan.
Kali ini Soat ji tidak mundur lagi, jarak kedua orang itu hanya selisih satu depa saja.
Dengan suara yang gagah perkasa ia berseru.
"Benar-benar tak ada orang disini, tadi aku pun telah memberitahu kepadanya, nona Cho sebentar akan kembeli, apakah dia hendak menunggunya di sini, malah
kuambilkan sebuah kursi untuknya."
"Tapi si hwesio gendut itu cuma mendengus dan sama sekali tidak menggubris
perkataanku bahkan duduk bersila dlatas tanah, padahal tanah ditempat kami ini
lembab sekali, bila kelewat lama duduk di tanah bisa terserang penyakit."
Belum habis nona dusun itu berbicara, Naga tua berekor botak telah mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Tapi, disaat dia membuka mulutnyha lebar-lebar sambil tertawa tergelak itulah,
mendadak Soat-ji mengayunkan tangannya dan sebutir pil kecil berwarna hitam segera
meluncur masuk kedalam mulutnya.
"Lohu sungguh... uuuhh... . aaah . .."
Baru berbicara sepatah kata, mendadak dia merasa ada sebuah pil meluncur masuk ke
dalam mulutnya kemudian menggelinding lewat tenggorokkannya, maka diapun "Uuh"
dan menelan pil tadi ke dalam perut.
Setelah itu dia baru berseru tertahan, mencorong sinar tajam dari balik matanya
telapak tangan kanannya diayunkan ke udara dan tampaknya siap dibacokkan ke atas


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh Soat ji yang berdiri di hadapannya.
Tapi dia memang seorang manusia licik yang banyak tipu muslihatnya, dia belum tahu
pil racun apakah yang telah tertelan olehnya, sudah barang tentu dia pun enggan
turun tangan secara sembarangan.
Telapak tangan kanannya hanya membuat suatu gerakan untuk menakut-nakuti saja,
kemudian bentaknya nyaring:
"Budak licik, kau telah melemparkan benda apa kedalam mulut lohu..."
Soat ji bertepuk tangan sambil tertawa cekikikan.
"Horeee, . . . ternyata kau betul-betul tertawa tergelak, dugaan nona Cho memang
tepat sekali!"
Gadis dusun itu seperti tak menyadari kalau bahaya maut sedang mengancamnya,
seandainya cakar maut dari Naga tua berekor botak itu benar-benar diayunkan ke
bawah, niscaya batok kepala Soat ji itu sudah akan muncul lima buah lubang besar.
Paras muka Naga tua berekor botak berubah menjadi seram sekali, kembali ia
membentak: "Sudah kau dengar belum pertanyaan yang lohu ajukan ?"
"Dengarnya sih sudah dengar, tentu saja pil beracun yang telah kulemparkan kedalam mulutmu tadi ?"
Naga tua berekor botak sungguh merasa gusar sekali, serunya sambil menahan geram:
"Budak cilik- tahukah kau bahwa selembar nyawamu berada ditangan lohu ?"
gertaknya. Soat-ji sedikitpun tidak merasa takut, malahan dia sempat tertawa amat manisnya.
"Sakalipun kau bacok aku sampai mati juga percuma toh obat penawarnya tidak
berada disakuku. Oyaaa, empek tua, tahukah kau kalau selembar jiwa tuamu itu sudah
berada di tangan nona Cho ?" kata perempuan itu.
Kalau menuruti adatnya, si Naga tua berekor botak ingin sekali bacok mampus nona
tersebut, tapi apa yang dikatakan lawan memang benar, selembar jiwa tuanya
sekarang memang sudah berada didalam cengkeraman orang lain.
Oleh sebab itu terpaksa tanyanya sambil menahan sabar:
"Budak cilik, pil beracun apakah itu ?"
Tiba-tiba Soat-ji mencibirkan bibirnya sambil mengomel.
"Kau memanggil aku sebagai budak cilik terus menerus, kau anggap aku bersedia
memberitahukan kepadamu ?"
"Lantas lohu mesti memanggil apa padamu?"
Soat-ji tertawa cekikikan.
"Aku toh tidak menyuruh kau memanggilku sebagai nenek, tapi caramu memanggil
harus Iebih sopan sedikit, panggil ah aku sebagai nona, toh bukan sesuatu yang sulit
bukan ?" Wi Tiong hong yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diam merasa
kegelian, pikirnya.
"Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, walaupun harus memanggil si nona sebagai
nenek pun, sudah pasti si Naga tua berekor botak itu akan melakukannya !"
Sementara itu, Naga tua berekor botak telah berkata.
"Baiklah, lohu akan memanggil nona kepadamu"
"Kalau dilihat tampangmu yang begitu mengenaskan, baiklah, akan kuberitahukan
kepadamu, obat beracun itu milik nona Cho yang sengaja ditinggalkan kepadaku, dia
sudah menduga kalau ada seorang hwesio gendut, seorang naga tua berekor botak
dan seorang tosu tua yang kebanci-bancian bakal datang kemari untuk mencarinya,
dia berpesan kepadaku, bila kau sedang membuka mulutnya lebar-lebar sambil
tertawa nanti, pil tersebut harus kulemparkan kedalam mulutmu..."
"Lohu tidak pingin tahu soal tersebut, aku hanya ingin tahu pil beracun apakah itu ?"
"Eeeeh, buat apa sih mesti panik" Toh kau tak bakal segera mampus seketika ?"
Walaupun amarah yang membara didalam dada Naga tua berekor botak itu sudah
mencapai pada puncaknya, namun sekilas senyuman licik masih sempat menghiasi
ujung bibirnya, dia berkata kemudian:
"Apakah nona Cho meninggalkan suatu pesan kepadaku ?"
Orang ini benar-benar licik dan pintar, dari nada pembicaraan Soat-ji barusan dia
sudah tahu kalau kesehatan badannya tak akan terganggu sekalipun telah menelan pil
beracun: "Dugaanmu memang benar sekali" kata Soat ji sambil tertawa, "nona Cho berkata, pil beracun miliknya itu baru akan bekerja dan mencabut nyawa korbannya setelah lewat
dua belas jam."
"Waktu itu seluruh daging dan tulangmu akan membusuk dan hancur, kemudian larut
menjadi segumpal darah kental . . . hi ih, kalau dibicarakan sungguh membuat perut
orang terasa mual, lebih baik jangan dibicarakan lagi."
Tanpa terasa berubah hebat selembar wajah Naga tua berekor botak itu katanya
kemudian: "Nona masih belum menyampaikan kepadaku, pekerjaan apakah yang dipesankan
nona Cho untuk kulaksanakan?"
"Aaah, benar. Hampir saja aku malupakan hal ini, Nona Cho berkata, dia suruh kau
melakukan dua pekerjaan, pertama kau diharuskan memancing datang si tosu tua
yang kebanci-bancian itu..."
"Ke dua?"
"Persoalan ke dua tidak kuketahui, dia bilang kau harus menunggunya disini."
"Baik, lohu akan segera melaksanakannya."
"Eeeh, tunggu dulu," seru Soat-ji tiba-tiba dengan paras muka berubah, "aku harus mengambil sesuatu barang lebih dulu."
Sesuai berkata, buru-buru dia berlari masuk kedalam ruangan belakang..."
Wi Tiong-hong yang selama ini mengikuti jalannya peristiwa tersebut sungguh merasa
keheranan setengah mati, dia tak habis mengerti, mengapa si nona dusun yang sama
sekali tak pandai berilmu silat itu dapat menundukkan Naga tua berekor botak
sehingga takluk seratus persen"
Tak selang beberapa saat kemudian, tampak Soat-ji masuk kembali kedalam ruangan
sambil membawa enam buah pedang pendek yang amat tajam, dia letakkan pedang
pendek itu berjajar diatas meja dengan gagang pedangnya di biarkan tertinggal diluar
meja. Bab-53 Kemudian dia membalikan badan sambil membuat gerakan mengukur arah dengan
pintu depan rumah tersebut, akhirnya dia berjalan ke depan dengan lemah gemulai
sambil menghitung jaraknya.
Selesai dengan pekerjaan tersebut, dia baru berpaling dan ujarnya sambil tertawa:
"Inilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku sebelum berangkat tadi, aku
benar-benar kuatir sekali apakah cara ini bisa kulakukan atau tidak?"
Naga tua berekor botak tidak mengetahui apa yang sedang dikatakan nona tersebut,
terpaksa dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, sementara sepasang
matanya mengawasi gerak-gerik gadis itu dengan pandangan yang licik.
Setelah kembali ke sisi meja Soat-ji berkata.
"Nah, aku sudah siap sekarang, kini kau boleh memanggil si tosu tua tersebut, cuma kau harus ingat, tosu tua tersebut harus kau pancing untuk mendekati pintu rumah
tersebut. Sekarang Wi Tiong hong mengerti apa gerangan yang akan terjadi. Naga tua berekor
botak juga mengerti jelas.
Dilihat dari gerakan tersebut, jelaslah sudah kalau si Naga tua berekor botak
diwajibkan memancing Ma koan lojin dari Hong sau untuk mendekati pintu gerbang
rumah, kemudian si nona pun akan melemparkan pedang pendek tersebut ke arah
tubuh Ma koan tojin.
Pada hakekatnya rencana yang sedang diatur nona dusun itu seperti gurauan belaka,
bayangkan saja betapa lihaynya kepandaian silat yang dimiliki Ma koan tojin, sekalipun seorang jago senjata rahasia yang ternamapun tak akan mampu melukainya dengan
bidikan enam bilah pedang pendek, apalagi seorang nona dusun yang sama sekali tak
pandai bersilat"
SELAIN ITU, SOAT-JI juga berdiri disamping meja, diatas meja jelas terlihat ada lima
bilah pedang pendek, siapakah yang tak akan meningkatkan kewaspadaannya setelah
melihat senjata tersedia dimeja.
Jangan lagi Ma koan tojin yang akan muncul disitu, sekalipun orang tersebut hanya
seorang jago biasa pun tidak sulit rasanya untuk meloloskan diri dari ancaman.
Bukankah Soat-ji hanya seorang gadis dusun yang sama sekali tak pandai bersilat"
Apalah gunanya ilmu menyambit pedang yang diajarkan Cho Kiu moay sebelum pergi
tadi" Naga tua berekor botak memandang sekejap kearah pedang pendek tersebut,
kemudian tanya dengan suara menyeramkan.
"Nona, apakah kau hendak mengandalkan keenam bilah pedang ini untuk melukai Ma
koan toyu ?"
"Siapa bilang aku hendak melukainya?" bantah Soat ji sambil berpaling kesamping,
"aku hanya bermaksud untuk menakut-nakuti."
Mendengar perkataan itu, si Naga tua berekor botak segera tertawa dingin.
"Nona, kau anggap dengan keenam bilah pedang tersebut, kau sudah dapat menakut-
nakuti orang" Aku rasa cuma anak yang berusia tiga tahun yang bisa kau takut-takuti !"
Perkataan ini memang benar, sudah cukup lama Ma koan tojin malang melintang di
dalam dunia persilatan, sudah cukup banyak pertarungan besar yang pernah dialami
olehnya, dengan mengandalkan ke enam bilah pedang pendek tersebut, bagaimana
mungkin dia bisa menakut-nakuti dirinya "
Soat-ji segera cemberut, ujarnya: "Bisa menakut-nakuti orang atau tidak, kau tak usah mencampurinya, yang penting adalah tugasmu memancing dia datang kemari, suruh
dia berdiri depan pintu rumah, asal pekerjaan tersebut sudah selesai kamu kerjakan,
berarti urusanmu sudah beres."
Perkataan ini memang benar, bagaimanapun juga si Naga tua berekor botak memang
tidak bersungguh hati hendak membantunya, dia terpaksa melakukan pekerjaan
tersebut karena sudah dicekoki pil beracun, masalah bisa menggertak Ma koan tojin
dari bukit Hong san atau tidak, pada hakekatnya sama sekali tiada sangkut pautnya
dengan dia. Naga tua berekor botak tertawa dingin lalu berjalan keluar dari rumah, dia segera
mendongakkan kepalanya sambil, berpekik nyaring.
Dia memang tak malu disebut sebagai naga tua, pekikan panjangnya itu sangat nyaring
dan membumbung ke angkasa, persis seperti seekor naga yang sedang berpekik.
Tak selang lama setelah dia berpekik, nyata dari arah selatan sana, dari arah jalan kecil yang membentang lurus kemuka, mendadak muncul empat lima sosok bayangan
manusia. Empat orang yang berjalan di depan adalah jago-jago pedang berpita hitam yang
mengenakan seragam berwarna hitam pula.
Dibelakang ke empat orang itu, mengikuti seorang tosu tua yang berbaju kuning,
dengan membawa sebuah Hud-tim (senjata kebutan) dia bergerak mendekat dengan
gerakan enteng.
Sepasang mata tosu tua itu tajam bagaikan kilat, keningnya tinggi dengan mulut lebar,
wajahnya amat seram dan menampilkan kelicikan, dia tak lain adalah wakil congkoan
terbaru dari pasukan pendekar pedang berpita hitam perkumpulan Ban-kiam hwee,
Ma koan tojin dari bukit hong-san.
Dari kejauhan sana dia sudah menyaksikan si Niga tua berekor botak To Sam-seng
berdiri dibawah atap rumah gubuk, menanti ia sudah mendekat barulah memberi
hormat sambil menegur.
"Saudara To, apakah kau berhasil menemukan sesuatu ?"
"Nona Cho berada didalam sana." kata naga tua berekor botak dengan cepat.
Dia sudah dicekoki obat beracun, tentu saja ia tak berani berbicara terus terang,
karenanya terpaksa dia harus mengikuti perintah dari Soat-ji dengan memancing Ma
koan tojin memasuki rumah tersebut.
Begitu selesai berkata, tak sampai Ma-koan tojin mengajukan pertanyaan, ia telah
membalikkan badan menuju kedalam ruangan.
Sesungguhnya kedatangan Ma-koan tojin sekalian kesitu adalah untuk melaksanakan
perintah guna menemukan Cho Kiu moay, maka begitu mendengar orang yang dicari
berada disana, sepasang matanya kontan membelalak lebar, serunya tanpa terasa:
"Dimanakah orangnya ?"
Menyaksikan si Naga tua berekor botak tidak menjawab pertanyaannya malahan
beranjak masuk kedalam ruangan, tanpa terasa dia pun mengikuti dibelakangnya
masuk pula kedalan pintu terdengar seorang perempuan berseru lantang:
"Bagus sekali, suruh dia berhenti disana dan jangan sembarangan bergerak !"
Sebenarnya Ma-koan tojin adalah seorang yang banyak curiga, ketika dia mengikuti si
Naga tua berekor botak masuk ke dalam rumah gubuk tadi, ia sudah merasa curiga
sekali karena secara tiba-tiba Naga tua berekor botak itu menyelinap ke samping.
Tapi setelah mendengar bentakan suara, dia toh berhenti juga sambil menengok
kearah mana datangnya seruan itu.
Perlu diketahui waktu itu sudah mendekati tengah hari, cahaya matahari diluar sana
sedang bersinar dengan teriknya, sementara ruangan dalam rumah gubuk gelap gulita
Ma-koan tojin yang masuk dari luar, tentu saja harus berhenti sebentar sebelum bisa
melihat keadaan dalam ruangan tersebut dengan lebih jelas lagi.
Begitu sinar matanya dialihkan kesamping, segera terlihat olehnya seorang gadis
berikat kepala hijau sedang duduk dibelakang meja disisi kiri dari ruangan.
Di atas meja, berderet enam bilah pedang pendek dengan gagang pedangnya
tertinggal di luarnya, waktu itu sepasang tangan si nona telah menggenggam dua bilah
pedang pendek sambil melakukan gerakan hendak menyerang ke arahnya.
Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja Ma koan tojin tidak
memandang sebelah matapun terhadap kedua belah pedang pendek di tangan Soat-ji
tersebut, tapi dia toh merasa tercengang juga oleh sikap maupun gerak-gerik dari
Naga tua berekor botak tersebut, dengan kening berkerut segera tegurnya.
"Saudara To, sebenarnya apa yang terjadi?"
Naga tua berekor botak tertawa getir.
"Khong beng taysu telah ditotok jalan darahnya, ehm, ehm sedang siaute pun kena...
kena... dicekoki pil beracun oleh.... oleh nona ini."
Hampir saja dia akan menyebut kata budak, untung dia segera teringat akan keadaan
sendiri dan buru-buru mengganti sebutan tersebut menjadi sebutan nona.
Hampir saja Ma koan tojin tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia tak menyangka
kalau Thi lohan Khong beng taysu dan Naga tua berekor botak yang sudah berpuluh
tahun lamanya malang melintang dalam dunia persilatan ternyata dipecundangi oleh
seorang nona cilik yang baru berusia delapan sembilan belas tahun.
Dengan sorot mata yang menyeramkan dia menengok kearah Soat-ji, kemudian
tanyanya. "Diakah orangnya..."
"Tosu tua!" tiba-tiba Soat ji berteriak keras, "aku akan memantek kau diatas papan pintu, lihat pedang !"
Dua bilah pedang pendek yang berada di tangannya itu mendadak diayunkan kearah
Ma koan tojin. Wi Tiong hong yang mengintip dari balik celah pintu kamar, dapat menyaksikan
adegan tersebut dengan jelas, dia pun dapat menyaksikan gerak serangan dari Soat ji
yang sama sekali tak berbentuk sama sekali itu tanpa terasa dia berpekik dihati:
"Aduuh celaka!"
Daya serangan dari kedua bilah pedang pendek itu meski cukup gencar, namun arah
sasarannya tak tepat, pedang pendek yang semula dilemparkan dengan posisi lurus,
setibanya ditengah jalan mendadak yang satu miring ke-kiri sedangkan yang lain
miring ke kanan, lalu terbang kemuka secara menyilang.
Ma koan tojin sama sekali tak memandang sekejap mata pun terhadap datangnya
serangan tersebut, malah sambil menjengek sinis, ujung baju sebelah kirinya
dikibaskan kedepan mengarah kedua bilah pedang pendek itu.
Tapi begitu kebasan itu dilakukan Ma koan tojin yang berpengalaman segera
merasakan sesuatu yang tak beres.
Tatkala sepasang pedang pendek yang menyilang datang dan hampir mendekati
tubuhnya itu, mendadak dari tubuh senjata mana menimbulkan suara dengungan yang
teramat nyaring, cahaya pedang pun menjadi bertambah kuat secara tiba-tiba.
Tampaknya nona kecil itu sudah merupakan seorang jagoan lihay yang menguasai ilmu
pedang dari seluruh dunia saja, ternyata kedua bilah pedang pendek itu bisa
dikendalikan olehnya mengikuti suara hati kecilnya.
Bahkan pada mula melancarkan serangan, dia telah memperhitungkan segala
sesuatunya dengan jelas, disaat pedang pendek hampir mendekati tubuh lawan inilah,
tenaga dalam yang dipancarkan ke dalam tubuh senjata tersebut baru benar-benar
menyebar keluar.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan sesuatu yang mustahil bisa terjadi.
Dalam waktu yang amat singkat itulah, Ma koan tojin merasakan datangnya ancaman
bahaya maut tersebut, tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Hawa murni yang dikebaskan keluar melalui kebutan ujung bajunya begitu dahsyat,
namun nyatanya kebasan mana tidak berhasil menggeserkan sepasang pedang Soat-ji
yang sedang meluncur datang.
"Cri t . ." dengan cepat ujung pedang tersebut menembusi ujung baju itu dan mata pedangnya melukai pula pergelangan tangan Ma koan tojin.
Tak terlukiskan rasa kaget Ma koan tojin dalam menghadapi keadaan seperti ini, dalam
gugupnya buru-buru dia mengayunkan tangan kirinya, sedangkan sang tubuh sama
sekali tak sempat menghindarkan diri.
"Took" Tookk" di ringi dua kali benturan nyaring, cahaya tajam berkilauan didepan mata, tahu-tahu dua bilah pedang pendek yang meluncur tiba dalam gerak menyilang
itu satu dari kiri yang satu dan kanan telah menancap di atas dinding pintu.
Tidak! Yang lebih tepat lagi adalah menancap di kedua belah sisi batok kepala Ma koan
tojin, jaraknya tak lebih hanya beberapa hun dari tenggorokannya.
Dalam keadaan seperti ini, pada hakekatnya Ma koan tojin sama sekali tak bisa
menggerakkan tengkuknya lagi, sebab apabila dia menggerakkan kepalanya, niscaya
lehernya bakal tersayat oleh mata pedang itu.
Kejadian tersebut kontan saja membuat Wi Tiong hong maupun si naga tua berekor
botak menjadi tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak besar, hatinya bergidik
dan jantungnya berdebar keras.
Mereka sama sekali tak menyangka kalau Ma koan tojin dari bukit Hong-san yang
berilmu tinggi bisa terpantek diatas pintu rumah dengan begitu mudah.
Sudah puluhan tahun lamanya Ma koan tojin termashur dalam dunia persilatan tapi
kali ini dia telah terpantek di atas pintu oleh lemparan dua bilah pedang lawan,
kejadian semacam ini pada hakekatnya baru dialaminya untuk pertama kali ini, dia


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar tak berani menggerakkan kepalanya lagi.
Namun dia tidak menyerah sampai di sini saja, secepat kilat tangannya digerakkan siap
mencabut keluar pedang pendek tersebut.
Sambl tertawa cekikikan Soat-ji segera berseru:
"Tosu tua lebih baik begini saja, jangan mencoba untuk bergerak dari posisi itu !"
Sementara dia mengancam, sepasang tangannya telah menyambar pula kedua bilah
pedang pendek yang ada dimeja secepat kilat, kemudian kedua bilah senjata itupun
dilontarkan kedepan dengan cepatnya, menyusul kemudian dia menyambar lagi dua
bilah pedang yang lain dan dilontarkan pula ke udara.
Empat bilah pedang pendek dengan dua batang membentuk satu kelompok segera
meluncur kedepan dalam bentuk menyilang.
"Tok tok! Tok tok!" empat kali benturan nyaring bergema di udara, tahu-tahu
sepasang tangan Ma koan tojin yang hendak dipakai untuk mencabut pedang tersebut
telah terpantek pula diatas pintu oleh keempat bilah pedang tadi.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam waktu sekejap, pergelangan tangan Ma koan
tojin yang tersayat oleh mata pedangpun sekarang baru mulai mengucur darah kental.
Waktu itu si Naga tua berekor botak sudah dibikin terkesiap dan ketakutan oleh
kelihayan nona tersebut.
Mimpi pun dia tak menyangka kalau si nona kecil yang berdandan sebagai gadis dusun
ini memiliki kepandaian silat yang begini dahsyat, untuk beberapa saat dia hanya
berdiri tertegun disamping tanpa bergerak sedikitpun juga.
Soat-ji menghembuskan napas panjang, kemudian setelah bertepuk tangan dan
tertawa ringan, katanya:
"Bagus sekali kepandaian ini, ternyata aku benar-benar mampu untuk memantek
sitosu tua itu diatas pintu sehingga sama sekali tak mampu untuk berkutik lagi !"
Setelah lehernya dipantek dengan dua bilah pedang, lalu sepasang tangannya juga
dipantek diatas pintu, Ma-koan tojin benar-benar tak mampu untuk berkutik lagi.
Sebagai seorang manusia yang pada dasarnya memang berotak licik dan banyak tipu
muslihatnya, bukan marah oleh ulah si nona, dia malahan tertawa terbahak-bahak,
serunya kemudian dengan suara yang bernada dalam.
"Saudara To bagus amat perangkap yang kalian persiapkan ini sungguh tak nyana kalau pinto bakal tertipu oleh akal muslihatmu ini..."
"To heng, persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan siaute." buru-buru si Naga tua berekor botak menyangkal.
"Akulah yang suruh dia memancing kedatanganmu kemari." sela Soat-ji dengan cepat,
"dia telah menelan sebutir pil beracunku, tentu saja semxua perkataanku harus
dituruti olehnya.
"Nona licik!" seru Ma koan tojin dengan seramnya, "hanya mengandalkan enam bilah pedang terbang, ternyata kau mampu menguasai pinto, kepandaianmu ini benar-benar luar biasa sekali."
Soat-ji segera berseru setelah mendengar pujian itu dengan senyum manis dikulum
ujarnya, "lnilah kepandaian yang diajarkan nona Cho kepadaku!"
"Mana nona Cho" Pinto datang kemari untuk mencari dia"
"Bersabarlah menunggu sebentar dia segera akan kembali kesini."
"Apa yang hendak kau lakukan terhadap pinto?"
"Menanti sampai kembalinya nona Cno, dia tentu akan membebaskan dirimu."
Sementara itu. ke empat jago pedang berpita hitam yang bertugas meajaga diluar
ruangan mulai curiga, karena sejak Ma koan tojin masuk kedalam ruangan tersebut,
hingga kini belum juga ada suara maupun kedengaran teriakannya, tak tahan meraka
lantas melongok ke dalam ruangan itu.
Begitu melongok, mereka baru mengetahui kalau wakil congkoan nya telah dipantek
hidup-hidup diatas pintu rumah.
Dalam terkejutnya ke empat orang itu segera saling memberi tanda, kemudian.. Cring !
Cri ng ! Cri ng ! serentak mereka meloloskan senjatanya dan siap menerjang masuk ke
dalam ruangan rumah.
Sambil bertolak pinggang Soat ji segera membentak nyaring:
"Berhenti, tiada urusan dengan kalian ditempat ini, mau apa kamu berempat ?"
Ke empat orang jago pedang berpita hitam itu merasakan pancaran sinar tajam
mencorong keluar dari balik sepasang matanya yang bulat besar, kewibawaan yang
besar membuat orang-orang tak berani beradu pandangan lebih jauh, tanpa sadar
mereka menghentikan langkah perjalanannya.
"Nona, apa maksudmu berbuat demikian ?" akhirnya salah seorang diantara ke empat jago pedang pita hitam itu menegur.
"Apa maksudmu ?"
"Nona, tahukah kau siapa orang yang kau pantek di atas pintu rumah itu ?"
"Siapakah dia ?"
"Dia adalah wakil congkoan pasukan pedang berpita hitam dari perkumpulan Ban kiam hwee !"
"Apakah kalian pun anggota Ban-kiam hwe?" Soat ji bertanya kurang percaya.
"Tentu saja kami adalah anggota Ban-kiam hwee"
"Masa kalian masih merupakan anggota Ban kiam hwee ?"
"Siapa bilang tidak ?" sahut jsso pedang itu dengan gusarnya.
"Kalian telah menghianati perkumpulan Ban kiam hwee, secara diam-diam meracuni
Kiamcu sendiri hmmm . .. sudah berbuat demikian masih tak malunya mengakui
dirinya sebagai anggora Ban kiam hwee..?"
Ke empat orang jago pedang itu saling berpandangan dengan wajah tertegun,
kemudian terdengar orang itu berkata lagi.
"Hei, apa yang sedang kau igaukan ?"
"Hmmm, kalian tidak keracunan ?" Soat ji mendengus.
"Tidak."
"Anggota jago pedang berpita hitam yang ada tidak keracunan semua bukan ?"
"Tentu saja tidak"
"Nah, itulah dia, kalau toh kalian jago pedang berpita hitam tidak keracunan,
bagaimana mungkin para jago pita hijau dibawah pimpinan congkoan pita hijau bisa
keracunan semua" Mengapa pula Kiamcu serta ke empat dayangnya bisa keracunan
pula ?" "Siapa yang berkata demikian ?" seru jago pedang tersebut dengan tubuh bergetar keras.
"Bukankah dalam perkumpulan kalian terdapat seorang nona yang bernama Hek bun
kun Cho-Kiu moay" Semalam dia tinggal dirumah kami, dialah yang menyampaikan hal
tersebut kepadaku, aku rasa tak bakal salah lagi."
Jago pedang itu dibikin setengah percaya setengah tidak, kembali ia bertanya.
"Dimana nona Cho sekarang ?"
"Dia sedang keluar, tapi sebengtar lagi akan kembali kesini."
Kembali ke empat jago pedang berpita hitam itu saling berpandangan sekejap,
kemudian diwakili oleh orang tadi, dia berkata lagi:
"Apa lagi yang dikatakan nona Cho?"
Soat-ji segera tertawa.
"Nona Cho bilang . . . ."
Dia sengaja menarik perkataan yang terakhir panjang-panjang sementara biji matanya
yang jeli melirik sekejap ke arah Ma koan tojin yang terpantek diatas pintu, kemudian
baru lanjutnya:
"Dalam peristiwa kali ini, dimana Kiam Cu kalian beserta para jago pedang berpita hijau diracuni orang, terdapat hal-hal yang luar biasa, bisa jadi di dalam tubuh
perkumpulan Ban kiam hwee memang terdapat penghianatnya, tapi kalian jago
pedang berpita hitam sudah sepuluh tahun lebih berbakti kepada Ban kiam hwee..."
"Di hari-hari biasa kalian begitu setia dan berbakti untuk partai, mustahil kalau ada orang yang berhianat atau sengaja bersekongkol dengan orang-orang luar, oleh sebab
itu hanya Ma-koan tojin dari bukit Hong san, Thi lohan dan Naga tua berekor botak
bertiga saja sebagai anggota baru yang pantas dicurigai..."
Meski tubuhnya terpantek diatas pintu sehingga tak mampu berkutik, namun Ma-koan
tojin bisa mendengarkan pembicaraan tersebut dengan jelas sekali.
Selesai mendengar ucapan mana, kontan saja dia melotot besar dan berteriak dengan
gusar. "Berani amat Cho Kiu-moay menuduh aku dengan kata-kata yang bukan-bukan ?"
Soat-ji segera mencibir.
"Memangnya aku salah berkata " Hmmm, menurut enci Cho. kalian bertiga semuanya
orang jahat, terutama sekali kau, jahatnya bukan kepalang dan ahli sekali dalam
mencelakai orang secara licik. Dan kalian bertiga pula yang telah meracuni Kiam-cu kali ini."
Dari ketiga orang tersebut hanya si Naga tua berekor botak seorang yang telah
menelan pil beracun, dengan cemas dia lantas berseru.
"Tuduhan ini benar-benar membuat hatiku penasaran, karena siaute sama sekali tidak mengetahui akan peristiwa tersebut."
"Hmm, masa kau tidak tahu" Diantara kalian bertiga, hanya kau seorang yang pandai menggunakan obat pemabuk, bukan demikian?"
"Meskipun siaute pandai menggugnakan obat pemaibuk, namun racuhn yang
mengeram adalah racun yang bekerjanya lambat selama hidup siaute tak pernah
menggunakan racun." bantah naga tua berekor botak cemas.
Soat-ji tertawa cekikikan.
"Nah, sudah kalian dengar belum" Racun berdaya kerja lambat yang mengeram dalam
tubuh Kiamcu kalian pun diketahui olehnya, heeh... hee... heeh... setan baru percaya
kalau kau tidak turut serta didalam menyusun rencana busuk itu, makanya encie Cho
suruh aku mencekoki pil beracun yang paling jahat di dunia ini untukmu seorang."
Kini ke empat jago pedang berpita hitam baru agak percaya dengan perkataan mana,
namun semuanya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sambil menyeka keringat naga tua berekor botak kembali berseru:
"Bukankah kau mengatakan nona Cho hendak menyuruh aku melaksanakan
persoalan" Bila persoalan telah selesai kulakukan maka kau akan memberi obat
penawarnya ?"
"Benar, mungkin persoalan kedua yang harus kau lakukan adalah membuat pahala
untuk menebus dosa."
Naga tua berekor botak menghembuskan napas panjang.
"Siaute pasti akan berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk
menyelesaikan tugas itu, biar harus terjun ke lautan api, aku.... aku tak akan
menampik."
"Setelah nona Cho mencekoki pil beracun untukmu, tantu saja dia tak akan
menghendaki nyawamu, dan dia suruh aku memantek tosu tua tersebut di atas pintu,
mungkin hal ini dikarenakan dialah biang keladinya sehingga harus diselesaikan
sendiri." "Hei, kau mengatakan siapa biang keladinya ?" mendadak Ma koam tojin berteriak.
"Tentu saja kau, hei, naga tua berekor botak bukankah dia biang keladinya ?"
"Soal ini. .. siaute benar-benar tidak tahu." cepat-cepat naga tua berekor botak menjawab sambil menggaruk-garuk kepadanya yang tidak gatal.
"Kau bilang tidak tahu, kalau begitu pun dialah orangnya..."
Mendadak Ma-koan lojin mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, tapi
baru saja dia bergelak, lehernya yang bergetar segera menyentuh mata pedang
menancap silang diatas lehernya, kontan saja lehernya tergores sehingga terluka,
darah segar segera bercucuran dengan derasnya.
Mengetahui akan hal itu, buru-buru ia segera hentikan gelak tertawanya sampai
ditengah jalan.
"Apa yang kau tertawakan?" Soat ji segera menegur.
"Pinto mentertawakan Cho Kiu moay karena dia sudah salah taksir." kata Ma koan tojin sambil tertawa seram, "Ban kiam hwecu masih muda dan tak mampu bekerja."
"Apakah maksud perkataanmu itu?" Soat-ji membelalakkan matanya lebar-lebar.
Ma koan tojin mendengus dingin, "Sudah sepuluh tahun lebih para jago pedang
berpita hitam berbakti kepada Ban kiam bwee, tapi sayang sekali orang-orang yang
sudah berbakti sepuluh tahun keatas itu hampir seluruhnya telah diancam dan
disandera orang pada dua puluh tahun sebelumnya, sehingga keadaan mereka pada
hakekatnya tak bebas lagi."
Salah seorang diantara ke empat jago pedang berpita hitam itu segera melompat
kedepan, kemudian bentaknya:
"Hidung kerbau tua, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri..!"
Bersama dengan terjangan tersebut, sekilas cahaya tajam segera menyambar kedepan
langsung menusuk kedada Ma koan tojin.
Hampir setiap jago pedang berpita hitam memiliki ilmu pedang yang sangat lihay, bila
berada dihari-hari biasa, mungkin Ma koan-tojin masih mampu untuk menghadapi
mereka tapi sekarang, tubuhnya masib terpantek diatas pintu dan sama sekali tak
berkutik. Serangan dari jago pedang berpita hitam itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa,
cahaya pedang menyambar lewat, tampaknya Ma koan tojin dari bukit Hong san bakal
tewas di ujung pedangnya.
Namun baru saja jago pedang itu melompat bangun, mendadak ia mendengus
tertahan kemudian ...
"Blaam..." jatuh terduduk diatas tanah dan tak mampu merangkak bangun lagi.
Seperti terserang penyakit menular saja, tahu-tahu tiga orang jago pedang berpita
hitam lainnya yang berada diluar pintu ikut bertumbangan pula keatas tanah, setelah
itu tak seorangpun diantara mereka yang mampu merangkak bangun lagi.
Soat-ji hanya berdiri disisi meja sambil membelalakkan matanya lebar-lebar lalu
serunya: "Aah. dia hendak membunuhmu untuk melenyapkan saksi, hai! Naga tua berekor
botak, kaukah yang telah menyelamatkan tosu tua tersebut..."
Dengan cepat Naga tua berekor botak menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Sungguh aneh, pada hakekatnya siaute tak sempat untuk turun tangan !"
Sementara itu Ma koan tojin masih tetap memicingkan matanya, namun sorot mata
yang terpancar kemudian setelah ia membuka matanya setajam sembilu, dengan
suara menyeramkan dia menegur:
"Saudara To, dia telah dihajar jalan darahnya, coba kau bebaskan totokannya dan
tanya kepadanya telah mendapat perintah dari siapa?"
Naga tua berekor botak mengiakan dan segera maju mendekat, setelah di periksanya
dengan seksama, segera ditemukan sebutir batu kecil di atas jalan darah Hian-ki-hiat
pada dada jago pedang itu.
Diam-diam ia menjadi amat terkejut, serunya tanpa terasa:
"Aaaah, Mi-lik-tih-hiat atau memukul jalan darah dengan butiran beras..."
Cepat dia menepuk bebas jalan darahnya sembari membentak keras:
"Ayo cepat bilang, kau mendapat perintah siapa?"
Baru saja tangannya yang menepuk bebas jalan darah orang itu digeserkan tempatnya
mendadak sekujur tubuh jago pedang tersebut mengejang keras, lalu meleleh darah
hitam dari mulutnya, setelah itu terkulailah dia dan tewas.
"Aaah, dia telah bunuh diri dengan menelan racun!" seru Naga tua berekor botak kemudian.
ooooOOoooo Bab-54 "Kalau begitu dalam mulut orang-orang itu tentu sudah dipersiapkan obat beracun."
ucap Ma koan tojin dengan suara menyeramkan.
"Yaa, dia takut membocorkan rahasianya maka ia baru bermaksud membunuhmu
untuk menghilangkan saksi." kata Soat-ji. "tapi kini dia sudah menelan racun dan mati, tentunya kau tak usah kuatir untuk berbicara segpuasnya bukan?"
Ma koan lojin tertawa seram.
"Setelah mereka siap turun tangan terhadap pinto, tentu saja pinto akan
membeberkan pula rahasianya, tapi Ma koan dari bukit Hong san tak sudi berbicara
selama ada di bawah ancaman orang, sekalipun akan kubeberkan juga mesti
menunggu sampai kau mencabuti semua pedang pendek itu."
Kembali Soat-ji mencibirkan bibirnya.
"Dengan diriku, masalah mana tiada sangkut pautnya sama sekali, aku toh tidak
menyuruh kau mengatakannya" Lebih baik tunggu saja sampai kedatangan enci Cho,
hmm! Apa yang dikatakan enci Cho memang benar kau bukan otaknya, sudah pasti
pelakunya, kalau tidak, mengapa orang lain tidak bermaksud membunuh naga tua
berekor botak melainkan hendak turun tangan terhadap dirimu ?"
Kembali Ma koan tojin tertawa seram.
"Sayang sekali pinto tidak doyan dengan cara mengumpakan seperti ini, bila nona
ingin bertanya, lebih baik tanyakan saja secara langsung kepada orang yang telah
menelan racun ini, apa yang dia ketahui tak bakal lebih sedikit daripada apa yang pinto ketahui."
Soat-ji segera berpaling dan bertanya kepada Naga tua berekor botak.
"Kau benar benar tidak tahu ?"
Naga tua berekor botak menggaruk-garukkan kepalanya yang gatal, kemudian
menyahut: "Bila nona bersikeras ingin tahu, baiklah lohu akan mengutarakannya keluar,
sesungguhnya semua persoalan ini adalah hasil kerja Chin Tay seng seorang."
"Bukankah Chin Tay seng adalah congkoan pasukan pita hitam" Mengapa dia dapat
berkhianat?"
Dia seperti memahami semua seluk beluk dari perkumpulan Ban kiam hwee.."
"Dihadapan umum Chin Tay-seng telah mengutungi lengan kanan sendiri, terhadap
Ban-kiam hweecu dia merasa tak berkenan dihati.
"Apa sangkut pautnya hal ini dengan Ban-kiam Hweecu?" tanya Soat-ji keheranan.
"Dengan nama serta kedudukan Ban kiam-hwee dalam dunia persilatan, dia merasa
mengapa harus tunduk pula dibawah perintah Siu lo ci leng" Dia menganggap hal
semacam ini merupakan ketidak becusan Ban kiam hweecu!"
"Ooh .,.. jadi dia bersekongkol dengan orang-orang Tok seh sia lantaran membenci Ban kiam Hweecu!"
"Bukan begitu, orang-orang Tok seh sia lah yang bersekongkol dengannya, konon
pihak Tok seh sia mempunyai semacam rumput beracun yang dapat membantunya
huntuk memulihkan kembali lengan kanannya yang lumpuh."
"Jadi dia bersedia menggabungkan diri dengan pihak Tok seh sia, sehingga Kiamcu
sendiripun diracuni?"
"Bukan begitu, dia meracuni jago-jago berpita hitam lebih dulu." naga tua berekor botak menerangkan.
"Tapi, bukankah kawanan jago berpita hitam tiada yang keracunan...?" Soat-ji kembali keheranan.
"Racun yang dicekokkan ketubuh kawanan jago berpita hitam itu konon tiada obat
yang bisa memusnahkannya, tetapi setiap setengah bulan sekali harus mengambil
sebutir obat penawar darinya, dengan begitu racun mana tak akan bekerja."
"Cara ini memang sangat liehay, kalau tidak, sulit memang baginya untuk
mengendalikan segenap jago pedang berpita hitam."
Berbicara sampai disitu, dia lantas manggut-manggut dan berkata kembali.
"Obat beracun semacam ini tentu saja atas pemberian dari orang-orang Tok Seh sia, tapi apa sebabnya dia tidak mempergunakan tersebut terhadap Ban kiam hweecu dan
para jago berpita hijau?" Sebaliknya menggunakan racun yang lambat daya kerjanya?"
"Soal ini lohu kurang begitu tahu."
Ma koan tojin segera tertawa seram sambil menimbrung:


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Soal itu mah gampang sekali, racun itu hanya digunakan terhadap para jago berpita hitam karena tujuannya yang terutama adalah mengendalikan mereka, tentu saja dia
tidak akan mampu untuk mengendalikan Ban kiam-hweeecu serta para jago berpita
hijau." "Benar juga perkataan ini, lantas mengapa pula dia melepaskan racun yang lamban
daya kerjanya kedalam tubuh Ban kiam hweecu sekalian...?"
"Racun itu baru akan bekerja selewatnya tiga hari." kata Ma koan tojin sambil tertawa dingin, "dia berharap Ban kiam hweecu bisa mengetahui kalau semua orang telah
keracunan, dalam situasi yang kritis ini, dia pasti akan meminta bantuan ke Liong bun
sia." "Aku tidak mengerti dengan perkataan ini, bila dia membiarkan Ban kiam hweecu
mengundang datang jago-jago lihaynya dari Liong bun sia sehingga kawanan jago itu
berdatangan semua, bukankah hal ini justru tidak menguntungkan bagi posisinya..."
Ma-koan lojin mendengus dingin.
"Kekuatan inti dari Ban kiam-hwee, selain terdiri dari jago berpita hijau, masih ada jago-jago berpita merah dan putih, jumlah orang maupun ilmu silatnya masih jauh
diatas kemampuan jago-jago berpita hitam, apabila mereka bisa berdatangan semua
kesana, bukankah dia dapat bertindak dengan meringkus mereka sekaligus ?"
Tergetar keras tubuh Soat-ji setelah mendengar perkataan itu dengan wajah berubah
serunya: "Aaah, inilah siasat racun dari Chin Tay seng" sungguh berbahaya dan keji !"
"Siapa tidak keji dia bukan lelaki sejati." kata Ma-koan lojin sinis, "dalam dunia persilatan memang berlaku tradisi siapa kuat dia menang, terhitung seberapa hal
tersebut ?"
"Tak heran kalau enci Cho menahan kalian bertiga disini, rupanya kalian memang
benar-benar mengetahui latar belakang dari siasat busuk tersebut..." ucap Soat-ji.
Kemudian setelah mendongakkan kepala dan memandang cuaca, mendadak serunya
lagi dengan gelisah.
"Aaaah, tengah hari sudah lewat, dan enci Cho sudah hampir pulang, aku belum
menanak nasi untuknya."
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan lari menuju ke dalam dapur.
Wi Tiong hong dapat mendengar semua pembicaraan tersebut dengan jelas, segera
pikirnya: "Tampaknya semua pertanyaan yang diajukan Soat ji merupakan ajaran dari Cho Kiu
moay, ini berarti Cho Kiu moay yang selalu berada di sekitar tempat ini, tak heran tahu ke empat jago pedang berpita hitam itu berhasil dibekuk dalam waktu singkat!"
Tarbayang kalau Cho Kiu moay berada disekitar sana, apa lagi Ma koan tojin bertiga
serta ke tiga orang jago pedang berpita hitam telah di kuasai semua, dia pun kembali
kepembaringan dengan perasaan lega, kemudian bersemedi lagi untuk secepatnya
memulihkan kondisi tubuhnya.
Soat ji yang berada dalam dapur nampaknya repot sekali, terdengar suara merajang,
suara memasak bergema tiada hentinya.
Tak selang berapa saat kemudian pintu kamar dibuka orang dan Soat ji muncul dengan
membawa sebuah baki kayu, ucapnya sambil tersenyum manis:
"Siangkong, perutmu tentu sangat lapar, cepatlah bersantap dulu..."
"Terima kasih nona." kata Wi Tiong hong sambil melompat turun dari pembaringan.
Merah selembar wajah Soat-ji karena jengah, ucapnya lagi dengan suara lirih.
"Mungkin masakanku kurang enak dan tidak mencocoki seleramu..."
"Bagaimana dengan nona sendiri" Tentunya kau belum bersantap bukan ?"
"Aah, tidak mengapa, aku harus mengantar nasi untuk ke dua orang kakakku dulu,
terpaksa siangkong harus mengurusi diri sendiri."
"Silahkan nona, aku bisa membereskan diriku sendiri."
"Kalau begitu aku akan pergi dulu!" ucap Soat-ji sambil tersenyum manis.
Selesai berkata, dia membalikkan badan dan berjalan keluar.
Kali ini dia tidak merapatkan pintu kamarnya, sehingga Wi Tiong hong dapat
menyaksikan keadaan diluar.
Gadis itu kembali kedapur dan mengambil sebuah keranjang bambu, kemudian setelah
mengenakan topi lebar, selangkah demi selangkah dia meninggalkan ruangan.
"Nona, kau hendak kemana ?" Naga tua berekor botak segera menegur cemas.
Oleh karena didalam perut bersarang sebutir pil beracun, mau tak mau dia pun harus
menaruh perhatian khusus terhadap setiap gerak-gerik Soat-ji.
Sambil tertawa Soat ji segera menyahut.
"Aku hendak mengirim nasi untuk kakakku yang berada disawah, sebentar lagi nona
Cho juga akan datang, tunggu saja disini dengan perasaan lega !"
Sembari berkata, dia lantas melangkah keluar dari pintu rumah.
"Hmmm . . .pandai amat bersandiwara." gumam Ma koan tojin dengan suara
menyeramkan sepeninggal gadis itu, "padahal ilmu silat yang dimiliki dayang tersebut sama sekali tidak berada dibawah kepandaian kita semua !"
"Maksud toheng, dia adalah penyaruan diri anggota Ban kiam hwee...?" seru Naga tua berekor botak dengan perasaan terkesiap.
"Benar, pinto tidak bisa menduga siapa gerangan orang tersebut..."
"Mungkinkah Hek bun kun ?"
"Tidak mirip, wajaihnya sama sekali tidak memakai bahan obat-obatan untuk
menyamar diri, usianya masih begitu muda, namun kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliknya luar biasa, sungguh membuat hati orang tidak habis mengerti... ehmm,
saudara To! Sekarang tentunya kau bisa membebaskan pinto bukan?"
"Maksud toheng, kau hendak menyuruh siaute untuk mencabut pedang tersebut ?"
"Bagi kemampuan yang dimiliki To heng, semestinya hal ini hanya merupakan suatu
pekerjaan yang gampang sekali."
Naga tua berekor botak tertawa kering: "Memang, bagi siaute mencabut ke enam
bilah pedang tersebut merupakan pekerjaan yang gampang, tapi siapa pula yang akan
memunahkan racun yang mengeram didalam perut siaute."
Baru selesai dia berkata, mendadadak terdengar serentetan suara merdu bergema
memecahkan keheningan:
"Tidak sulit bila kau menginginkan obat penawar racun itu, cuma hal ini tergantung bagaimanakah penampilanmu sendiri !"
Menyusul suara tertawa itu tampak sesosok bayangan manusia melangkah masuk ke
dalam rumah. Bagaikan berjumpa dengan bintang penolongnya, dengan girang Naga tua berekor
botak berseru: "Bagus, bagus sekali, akhirnya nona Cho muncul juga !"
Berbicara sampai disitu, mendadak dia teringat akan perkataan nona tersebut, maka
sambil berseru tertahan, buru-buru dia membungkukkan badannya sembari berkata:
"Apa yang dipesankan nona, hamba telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya,
sekarang harap nona menyampaikan perintah yang kedua."
Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh, "Bagus, sekarang lepaskan dulu orang itu !"
Tentu saja nona itu tidak ragu Ma koan tojin dari bukit Hong san itu bakal melarikan
diri dari hadapannya.
Ketika Naga tua berekor botak saling bertatapan pandangan dengan nona tersebut,
diam-diam ia merasa amat terperanjat segera pikirnya didalam hati:
"Bukankah dia pun sudah terkena racun bersifat lamban dari Chin Tay-seng sehingga tenaga dalamnya telah punah" justru karena itu Chin Tay seng baru mhengutus kami
bertiga untuk datang membekuknya, tapi heran, mengapa dia tidak menunjukkan
gejala keracunan?"
Kini, didalam perutnya telah bersarang sebutir pil beracun padahal tanpa ancaman
yang bisa merenggut jiwa itu, asal kepandaian silat Cho Kiu moay belum punah saja,
mustahil mereka bertiga mampu menandingi kelihayannya.
Mendengar perkataan tersebut, si Naga tua berekor botak segera mengiakan berulang
kali, ia segera mendekati pintu rumah, dan mencabut ke enam bilah padang pendek
itu, lalu dengan hormat sekali meletakkannya keatas meja.
Sementara itu, Cho Kiu moay telah mengambil tempat duduk dibelakang meja,
sembari mendongakkan kepalanya kembali dia berkata.
"Sekarang, bebaskan pula totokan jalan darah Thi lohan!"
"Tadi hamba telah mencoba untuk membebaskan totokan jalan darahnya, namun tak
berhasil membebaskan totokan Khong beng taysu."
"Tepuk dulu Leng tay hiatnya, kemudian baru menotok jalan darah Hian ki-hiat."
perintah Cho Kiu moay dingin.
Naga tua berekor botak menurut, dia menepuk dahulu jalan darah Leng tay-hiat
ditubuh Thi lohan Khong beng hwesio kemudian baru menotok jalan darah Hian ki-hiat
pada dadanya. Benar juga, baru saja jari tangannya menyodok, Thi lohan Khong beng hwesio telah
memuntahkan segumpal riak kental, kemudian memutar biji matanya dan bangkit
berdiri. Cho Kiu moay sama sekali tidak memandang sekejap marapun kearahnya, dengan
suara dingin ia berseru kemudian.
"Ma-koan tojin, kau tahu akan kesalahanmu?"
Mao koan tojin sudah malang melintang didataran Tionggoan banyak tahun, dia pun
termashur karena kekejiannya, namun setelah berhadapan muka dengan nona
berwajah cantik tapi berhati kejam ini, ia seolah-olah mati kutunya, pada hakekatnya
dia seperti tak berani menyalahi nona tersebut.
Bukan hanya begitu, dilihat dari sikap Cho Kiu moay yang bebas dari pengaruh racun
saja sudah membuatnya tak berani bertindak sembrono, dengan wajah serius dia
lantas berkata hambar:
"Entah dosa apakah yang telah hamba lakukan?"
Cho Kiu moiu mendengus dingin, "Kalian telah menggabungkan diri dengan Ban kiam
hwee, berkat perhatian dan menghargai dari Kiam cu, kau bahkan diberi jabatan
sebagai wakil congkoan, seharusnya atas kebaikan tersebut kau berbakti dan setia
kepada partai, ketika Chin Tay seng meracuni Kiamcu, seharusnya kau yang tahu akan
rahasia ini melaporkan jalannya peristiwa kepada pemimpinmu, mengapa kau tidak
melaporkan hal mana kepada Kiamcu ?"
Thi lohan Khong beng hwesio segera merangkap sepasang lengannya didepan dada,
"Omiotohud ! Hamba sekalianpun telah diracuni pula oleh Chin congkoan,
sesungguhnya kami sudah tidak bebas lagi."
"Semua persoalan yang kalian lakukan telah kuketahui." kata Cho Kiu moay dingin,
"Chin Tay seng berani mengkhianati perkumpulan, hmm! Tak nanti ia bisa meloloskan diri dari cengkeraman kami."
Berbicara sampai disitu, dia lantas bangun berdiri, pedang berpita kuningnya
dilololoskan dari sarung dan diantara getaran tangannya, "Cri ng !" di ringi suara nyaring, selapis cahaya bianglala berwarna perak telah muncul dihadapan mukanya.
Setajam sembilu sorot mata Cho Kiu moay, mendadak dia merentangkan tangannya ke
depan, terdengar angin pedang menderu-deru, sekilas cahaya perak telah meluncur
dari genggamannya.
Tatkala cahaya pedang itu hampir sampai didepan pintu, tampak tangannya membuat
gerakan ditengah udara, pedang yang sudah meluncur sejauh tujuh depa tadi
mendadak memutar arahnya dan meluncur kembali ketangannya dengan kecepatan
luar biasa. Cho Kiu-moay menyambut kembali pedangnya dan menancapkan ke atas tanah, lalu
dari sakunya dia mengeluarkan dua butir pil berwarna hitam dan diletakkan di atas
meja, serunya kemudian sambil tertawa dingin:
"Kalau toh kalian telah menelan pil beracun dari Chin Tay-seng, maka sekarang aku mendapat perintah dari Kiam-cu, disini terdapat dua butir pil beracun yang kalian
telan, tentu saja kalian boleh menolak untuk menelan pil tersebut, cuma kamu harus
mampu menerima sembilan buah seranganku, asal berhasil maka kalian boleh
meninggalkan ruangan ini dalam keadaan hidup."
Walaupun ilmu melepaskan pedang terbang tadi belum mencapai titik kesempurnaan
tapi bagaimanapun juga kepandaian tersebut merupakan ilmu pedang terbang yang
jarang dijumpai dalam dunia persilatan.
Ma koan tojin dan Thio lohan Khong beng hwesio sama sekali tak menyangka kalau
seorang dayang dari Ban kiam hwecu pun bisa mempelajari ilmu pedang yang
sempurna. Dia bilang, asal dia mampu bertahan sebanyak sembilan gebrakan maka mereka boleh
mennpgalkan tempat tersebut, tentu saja ucapan mana bukan kosong belaka, akan
tetapi merekapun tahu kalau tenaga gabungan mereka bertiga pun belum tentu akan
berhasil memenangkan pertarungan itu.
Ma koan tojin memang pada dasarnya seorang manusia licik yang banyak tipu
muslihatnya, setelah menyaksikan situasi disana, pelan-pelan dia maju mendekati
meja dan mengambil pil itu sambil diletakkan pada telapak tangannya, kemudian
sambil mendongakkan kepalanya dia bertanya:
"Nona, dapatkah kau memberitahu kepadaku, bagaimanakah sifat dari racun ini?"
"Dua belas jam kemudian racun itu baru akan mulai bekerja, sang korban akan
merasakan tubuhnya membusuk sebelum akhirnya hancur dan meleleh menjadi air."
Mendengar ucapan mana, berubah hebat paras muka Thi-lohan Khong-beng hwesio.
Berkilat sinar tajam dari balik mata Ma-koan tojin yang sipit itu, tiba-tiba dia
mengambil pil tersebut dan dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian, "kluuk !"
ditelan ke dalam perut.
"Hamba siap menantikan perintah dari nona." katanya kemudian sambil
membungkukkan badan.
Thi lohan Khong-beng hwesio tidak percaya kalau Ma-koan tojin yang dihari-hari biasa
banyak curiga itu benar-benar akan menelan pil beracun itu, namun kalau dilihat dari
mimik wajahnya kelihatan seakan-akan berbuat sungguhan, hatinya menjadi gelisah
sekali. Selembar wajahnya yang putih dan gemuk itu mulai dibasahi dengan peluh sebesar
kacang kedelai.
Cho Kiu-moay pun tidak menyangka kalau Ma-koan tojin akan menelan pil tersebut
sedemikian cepatnya, tapi ia sama sekali tidak memandang ke wajah Ma-koan tojin
barang sekejap pun, sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu segera dialihkan
ke wajah Thi lohan, setelah itu serunya sambil tertawa dingin.
"Taysu kau enggan menelan pil beracun ini berarti kau ada maksud untuk meminta
pelajaran ?"
Saking gelisahnya, Thi-lohan membungkukkan badannya berulang kali.
"Hemm, hamba tidak berani."
"Kecuali menelan pil beracun itu, kau harus menyambut sembilan buah seranganku,
hanya ada dua jalan ini yang bisa kau tempuh."
"Apakah saudara To juga telah menelan?" tanya Thi lohan sambil berpaling.
"Siaute telah menelan pil tersebut sedari tadi, aaai, bila dua belas jam kemudian racun itu akan bekerja, maka siaute bakal mampus satu jam lebih awal daripada kalian
berdua." "Saudara, kau... kau benar-benar telah menelan pil itu?" kembali Thi-lohan bertanya.
Ma koan tojin tertawa seram.
"Apakah taysu tidak melihat jelas ?"
Cho Kiu moay segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeh, heeeh, heeeh, dari dulu hingga sekarang, tiada manusia yang dapat lolos dari kematian, taysu, sudahkah kau mengambil keputusan ?"
Sambil bermuram durja Thi-lohan segera mengulurkan tangan, jari tangannya waktu
itu sudah gemetar hampir kaku, sahutnya berulang kali:
"Kalau memang kalian berdua telah menelannya, berarti tinggal pinto, pinto seorang tentu saja aku aku pun harus menelannya juga."
Dengan memberanikan diri dia mengambil pil beracun itu dari atas meja, lalu sambil
memejamkan matanya memasukkan pil itu kedalam mulut, Setelah itu ditelannya
kedalam perut secara paksa.
Pada hakekatnya kejadian seperti ini jauh lebih menegangkan daripada suatu
pertempuran, selain harus memeras otak, juga banyak mengeluarkan tenaga.
Begitu pil tadi masuk ke mulut, paras mukanya telah berubah menjadi pucat keabu-
abuan, sepasang kakinya menjadi lemah dan gemetar keras.
Akhirnya sambil terkulai lemas diatas tanah, Thi lohan berkata dengan lemah.
"Omitohud, habis... habis sudah riwayat pinto . . ."
oooOooo Bab-55 MENANTI Thi lohan telah menelan pil beracun tersebut, Ma koan tajin baru menjura
kepada Cho Kiu moay sembari berkata:
"Hamba berdua telah menurut perintah dengan menelan pil beracun itu, entah apakah yang hendak nona berikan sekarang ?"
Orang ini benar-benar berotak licik dan banyak sekali akal muslihatnya, sebelum Thi-
lohan menelan pil tersebut, ia selalu menahan diri dan tidak mengucapkan sepatah
katapun. Setelah mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa Tni lohan merasakan
semangatnya berkobar kembali, buru-buru dia merangkak bangun dari atas tanah.
"Bila kalian bersedia mendengarkan perintahku, tentu saja ada persoalan yang harus kalian lakukan, cuma sebelum hal ini dilakukan aku hendak menerangkan dulu,
sesungguhnya pil beracun itu tiada obat penawarnya."
Kontan tubuh Thi lohan yang gemuk itu lunglai dan roboh ke tanah dengan lemas,
serunya sambil bermuram durja:
"Kalau memang begitu, mengapa kau tidak membiarkan kami mati keracunan saja?"
Naga tua berekor botak pun merasa sangat gelisah, serunya dengan suara parau:
"Nona, kau telah berjanji kepada hamba, mengapa kau hendak mengingkari janji?"
Sedangkan Ma-koan tojin segera menegur dengan kening berkerut:
"Taysu, saudara To, bagaimana sih kalian ini" Bagaimanapun juga kita toh sudah
diracuni oleh Chin Tay-seng, cepat atau lambat bakal mati juga akibat keracunan, kini
kita sudah berbakti dengan Ban kiam hwee, dan nona Cho pun ada tugas yang harus
kita kerjakan, sekalipun dia memberi pil beracun lebih dulu, hal ini tidak menjadi
masalah buat kita. Nah, nona Cho ada perintah apa" silahkan saja di utarakan !"
Sembari berkata, diam-diam dia mengerlingkan matanya berulang kali kearah mereka
berdua. Naga tua berekor botak segera menyadari akan hal itu, buru-buru katanya pula sambil
mengangguk: "Perkataan saudara To memang benar, kecuali mati tiada urusan besar lainnya,
silahkan nona memberi perintah."
"Kalau toh kalian berdua telah berkata demikian, apa lagi yang bisa pinto. . . . pinto ucapkan?" sambung Thi lohan.
Cho Kiu moay segera mendengus, "Sudah kukatakan kalau tiada obat penawarnya, hal
ini benar-benar memang tiada obat penawarnya, tapi asal kalian bisa melaksanakan
tugas tersebut dengan baik, setelah kucekoki kalian dengan racun tentu saja
mempunyai cara pula untuk memunahkan racun itu, coba kalian lihat benda apakah
ini?" Pelan-pelan dia mengeluarkan sebatang pena kemala berwarna hijau dari sakunya,
kemudian diperlihatkan dihadapan ketiga orang itu.
Mencorong sinar terang dari balik mata si Naga tua berekor botak, serunya tertahan:
"Aaah, Lou bun si!"


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thi-lohan melompat bangun pula dari atas tanah, sambil merangkap tangannya di
depan tiada ia berseru:
"Buddha maha pengasih, pinceng tertolong sudah dari ancaman maut. ..!"
Cho Kiu moay menyimpan kembali pena kemala tersebut kemudian katanya lagi:
"Lou bun si dapat memunahkan segala macam racun keji yang ada di dunia ini, bila
tugas kalian sudah selesai dikerjakan, bukan saja racun yang kalian telan akan segera
punah, sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh kalian akibat ulah dari Chin Tay-
seng pun dapat dipunahkan sama sekali."
Ma koan tojin segera manggut-manggut.
"Hamba toh sudah bilang, setelah menggabungkan diri dengan Ban kiam hwe, tentu
saja selama hidup tak akan berubah pendirian lagi, bila nona ada urusan silahkan saja
disampaikan."
Dari sakunya Cho Kiu moay mengeluarkan sepucuk surat rahasia, kemudian dengan
wajah serius katanya:
"Surat ini menyangkut masalah gagal atau berhasilnya perkumpulan kita, karena itu harap Hu congkoan melaksanakan semua tugas sesuai dengan apa yang kutulis dalam
surat rahasia ini, bila ada kesalahan maka akibatnya cukup luar biasa."
Ma koan tojin menerima surat rahasia itu sembari berjanji:
"Bila hamba melakukan suatu kesalahan, Ma koan tojin dari Hong san akan
mempersembahkan batok kepalanya!"
Cho Kiu moay tertawa.
"Jika Ban kiam hwee bisa membebaskan diri dari mara bahaya dan menjadi selamat,
maka pahala Hu congkoan lah yang terutama, aku dapat mengajukan kepada kiamcu
agar menaikkan pangkatmu, sudah barang tentu pada saat itu kedudukan congkoan
pedang pita hitam akan menjadi milik Hu congkoan."
"Terima kasih atas perhatiannya dari nona." buru-buru Ma koan tojin berseru.
"Biar harus terjun ke lautan api pun pinceng tak akan menampik." sambung Thi lohan Khong beng hwesio pula, "nona, tugas apa yang hendak kau berikan kepada pinceng?"
"Taysu dan Hu congkoan serombongan dalam surat itu sudah kujelaskan semua
persoalan secara terperinci. nah, kalian boleh berangkat lebih dulu."
Ma-koan tojin menyimpan surat itu kemudian bersama Thi Lohan berangkat
meninggalkan ruangan.
Baru tiba di depan pintu, dia saksikan didepan pintu telah berdiri menunggu empat
orang jago pedang berpita hitam.
Tidak, disamping mereka berdiri pula seorang kakek berkepala botak, berwajah merah
dan memelihara jenggot kambing.
Ketika menyaksikan Ma koan tojin dan Thi lohan telah berjalan keluar dari ruangan
gubuk, orang itu segera maju menyongsong lalu sambil tersenyum dan menjura
katanya: "To-heng, taysu, rupanya kalian bersembunyi dirumah ini, bikin siaute kebingungan saja."
Menjumpai orang ini, Ma koan tojin serta Thi lohan Khong Beng hwesio menjadi
terperanjat sekali.
Di dalam rumah gubuk itu terdapat seorang Naga tua berekor botak To Sam-seng yang
telah menelan pil beracun, sedang dari luar rumah gubuk muncul kembali seorang
Naga tua berekor botak To Sam-seng.
Kejadian tersebut kontan saja membuat dua orang jago kawakan yang sudah
berpengalaman ini dibikin kebingun setengah mati.
Sesungguhnya dari dua orang Naga tua berekor botak yang berada diluar rumah dan di
dalam rumah, manakah yang asli dan mana pula yang gadungan ?"
Soal asli gadungannya bisa tak usah diurus, tapi yang terpenting sekarang adalah orang ini seorang teman atau musuh "
Semgentara kedua oriang itu masih bherdiri tertegun, Naga tua berekor botak itu
sudah maju kemuka sambil tertawa misterius, kemudian ujarnya:
"Bukankah kalian berdua mendapat perintah dari nona Cho untuk melaksanakan
pekerjaan" Untuk sementara waktu siaute akan ditugaskan di bawah komando Hu-
congkoan dan menuruti perkataan kalian berdua..."
Ma koan tojin adalah seseorang yang banyak menaruh curiga baru saja dia akan
kembali kerumah untuk minta petunjuk dari Cho Kiu moay.
Mendadak terdengar suara dari Cho Kiu moay telah berkumandang dari dalam rumah.
"Hu congkoan tak usah banyak curiga, bawa saja mereka pergi bersamamu."
Sepeninggalan Ma koan tojin sekalian, si-Naga tua berekor botak To Sam seng baru tak
sanggup menahan sabarnya, dia segera menegur:
"Nona, hamba..."
"Tak usah bertanya..." tukas Cho Kiu moay sambil tertawa, "tugasmu tidak kalah pentingnya dari mereka, aku akan serahkan pula sepucuk surat rahasia kepadamu,
laksanakan saja menurut apa yang kutulis didalam surat tersebut."
Selesai berkata benar juga, dia mengeluarkan sepucuk surat rahasia dari sakunya dan
diangsurkan kedepan.
Setelah menerima surat rahasia itu, Naga tua berekor botak baru membungkukkan
badan sembari berkata:
"Kalau begitu hamba akan memohon diri lebih dulu."
"Tidak, kau tak boleh berangkat sekarang, kini masuk dulu ke kamar sebelah kanan
dan baca isi surat rahasia tersebut hingga selesai, kemudian bakarlah surat mana
dengan api."
Naga tua berekor botak To Sam seng tidak mengetahui obat apa yang dijual dalam
cupu-cupunya, terpaksa menurut perintah dan menuju ke kamar sebelah kanan.
Oleh karena pintu kamar Wi Tiong-hong terbentang lebar, maka si anak muda tersebut
dapat menyaksikan semua kejadian dengan jelas, diam-diam ia merasa kagum sekali.
Nona Cho selain pandai ilmu siasat perang, juga pandai mengatur persiapan,
tampaknya dia seperti mempunyai rencana yang matang sekali.
Begitulah, selesai memberikan perintahnya, Cho Kiu moay membenahi rambutnya dan
menuju kedalam kamar, sambil mendongakan kepala dia bertanya:
"Wi shauhiap, bagaimanakah perasaanmu sekarang?"
"Aku sudah merasa sembuh kembali"
Cho Kiu-moay tertawa.
"Bagus sekali kalau begitu." katanya, "mungkin malam nanti masih ada persoalan lagi, sauhiap, pedangmu kusembunyikan dibawah pembaringan, mumpung masih ada
waktu setengah hari. baik-baiklah beristirahat dulu, sekarang aku harus pergi karena
masih ada urusan lain."
"Nona. silahkan saja pergi." ucap Wi Tiong-hong,
Cho Kiu-moay berpaling sambil tertawa, kemudian membalikkan badan dan berlalu
dari situ. Pada saat inilah, dari kejauhan sana berkumandang suara derap kaki kuda yang amat
ramai, suara tersebut makin lama semakin mendekati rumah gubuk ini.
Tak lama kemudian, suara tadi telah sampai didepan pintu, kemudian tampak seorang
kakek kurus kecil berjubah hijau dengan mengempit sebuah kotak emas berjalanl
masuk ke dalam.
Kepada Cho Kiu moay dia memberi hormat lalu katanya:
"Sesudah memperoleh perintah, hamba segera menyusul kemari, dibandingkan
dengan Kiam..."
"Thia sianseng bisa sampai disini pada saatnya, hal ini memang paling baik..." tukas Cho Kiu moay cepat.
Kakek kurus kecil itu berseru tertahan, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Yaa, kalau dihitung hitung masih lebih awal setengah jam dari pada waktu yang
ditentukan nona, sebenarnya ada urusan penting apa?"
"Bukankah kau pernah berjumpa dengan Hek sat seng Sah Thian yu..?"
"Hamba bukan cuma sekali saja bertemu dengannya." sahut kakek kurus kecil itu tertawa.
"Masih ingat?"
Kakek kurus kecil itu mengangkat bahu:
"Asal hamba pernah bersua sekali saja, maka selamanya tak akan melupakan kembali."
"Bagus sekali, kalau begitu ikutilah aku."
Selesai berkata dia membalikkan badan dan menuju ke kamar sebelah kanan.
Buru-buru kakek kurus kecil itu masuk pula ke dalam ruangan tersebut, kurang lebih
seperminum teh kemudian Cho Kiu moay baru keluar dari kamar sebelah kanan dan
buru-buru menuju keluar pintu.
Matahari hampir tenggelam di ujung langit, Soat-ji dengan membawa keranjang
bambu pulang dari sawah, kembali dia sibuk didapur untuk menanak nasi dan
membuat sayur. SEBELUM hari menjadi gelap, Soat-ji muncul dikamar Wi Tiong-hong sambil
menghidangkan hidangan malam, katanya kemudian:
"Tadi nona Cho telah berpesan, sebelum malam tiba nanti mungkin ada kejadian disini, harap siangkong selekasnya bersantap dulu !"
Tampaknya ia sibuk sekali, setelah meletakkan baki itu ke meja, ia segera
mengundurkan diri.
Seorang diri Wi Tiong hong menyantap hidangan malamnya, kemudian baru
mengambil pedang dari bawah pembaringan tampak pada gagang pedang tersebut
terdapat pita berwarna merah.
"Bagus sekali." ia segera berpikir, "tak nyana kalau aku bakal menjadi jago pedang berpita merahnya !"
Mendadak tergerak hatinya, dia berpikir: "Sudah tentu Cho Kiu moay tak akan
memasang pita merah pada gagang pedangku bila tanpa sebab musabab tertentu, ini
berarti perbuatannya pasti mempunyai maksud-maksud tertentu." Berpikir demikian,
ia lantas meletakkan pedang itu keatas pembaringan, kemudian duduk sambil
bersandar. Cuaca makin lama semakin bertambah gelap, suasana remang-remang sudah
menyelimuti seluruh jagad.
Ditengah remang-remangnya cuaca inilah, tampak sesosok bayangan manusia dengan
gerakan tubuh yang paling cepat meluncur ke arah rumah gubuk tersebut.
Gerakan tubuh orang itu cepat sekali, dalam waktu singkat ia sudah tiba didepan
rumah gubuk itu, mendadak kakinya menjadi lemas kemudian roboh terjengkang ke
atas tanah. Waktu itu Soat-ji sedang mencuci mangkuk didalam dapur, ketika mendengar suara
benturan keras itu, tergopoh-gopoh dia lari keluar begitu menyaksikan orang itu
tergeletak ditanah, dengan terkejut segera serunya:
"Kenapa dengan orang ini " Koko, kalian cepat datang kemari !"
Wi Tiong hong yang mendengar suara itu segera membuka pintu siap beranjak keluar.
Tapi sebelum dia melangkah keluar, terdengar Soat ji telah berseru dengan nada
gelisah. "Siangkong, kau jangan turut keluar, bila kau keluar maka urusan akan menjadi
terbengkalai!"
Karena mendengar perkataan itu terpaksa Wi Tiong hong harus mengundurkan diri
kedalam ruangan lagi.
Dari balik bilik nomor satu disebelah kanan rumah gubuk tampak ada dua orang lelaki
sedang berjalan pulang sambil membawa cangkul, ketika mendengar teriakan dari
adiknya, mereka segera mempercepat langkahnya memburu datang.
Soat-ji segera memeriksa dengusan napas orang itu, kemudian sambil mendongakkan
kepalanya dia berseru:
"Dia masih bisa bernapas, ia belum mati."
Ketika dua orang itu tiba di depan rumah, Soat ji berseru kembali:
"Koko kalian cepat menggotongnya masuk kerumah, aku akan mengambil semangkuk
kuah." Selesai berkata dia lantas masuk ke dalam rumah dengan cepat, Ketika melewati
depan pintu ruangan Wi Tiong hong, mendadak bisiknya dengan suara lirih:
"Siangkong, cepat kau tutup pintu kamarmu, bila aku tidak memanggilmu. harap kau
jangan keluar."
Wi Tiong hong tahu kalau perempuan ini sangat cerdas dan cekatan, mendengar
perkataan tersebut, dia segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat.
Dua orang lelaki petani itu segera meletakkan cangkulnya yang kemudian menggotong
orang itu masuk ke ruang tamu dan membaringkannya keatas lantai, setelah itu
memasang lentera.
Agaknya ke dua orang itu agak gelagapan dan gugup, yang seorang memeriksa
dadanya sedangkan yang lain menguruti otot kakinya, namun orang itu tetap
tergeletak tak sadarkan diri.
Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut diam-diam menjadi keheranan, dia
tak habis mengerti apa sebabnya Soat-ji melarangnya keluar dari ruangan tersebut"
Tak selang berapa saat kemudian. Soat-ji telah muncul kembali dengan membawa
semangkuk kuah yang masih panas.
Tampaknya dia dapat menyaksikan sikap gugup dan gelagapan dari kedua orang
kakaknya, tanpa terasa dia tertawa cekikikan,
"Kalau begini cara kalian sama sekali tak ada gunanya, coba lolohkan dulu kuah
tersebut kemulutnya, bila keadaan kurang beres, kita harus mencari Ong tay hu
dikota." Seusai berkata, dia lantas berjongkok sambil teriaknya lagi: "Jiko, cepat kau
pentangkan mulutnya !"
Jiko yang berada disisinya segera mendongkel mulut orang itu, dengan susah payah
akhirnya dia berhasil juga membuka mulut orang ini."
Soat ji segera berjongkok keatas tanah dari menyuapi orang itu dengan kuah, setelah
itu katanya lagi.
"Kasihan benar orang ini, bahkan untuk menelan saja tidak mampu toako, coba
ambil ah sebuah sumpit dan tahanlah kepalanya.
Toako yang berdiri disampingnya segera mengiakan, dengan cepat dia lari masuk
kedalam dapur. Pada saat itulah terasa angin lembut berhembus lewat dalam ruangan, tiba-tiba saja
Pendekar Super Sakti 7 Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Kisah Pedang Bersatu Padu 18
^