Pedang Berkarat Pena Beraksara 15

Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D Bagian 15


disisi nona Soat-ji telah muncul seorang tosu kecil berbaju hitam.
Sembari menghadang, tiba-tiba orang itu berseru.
"Lebih baik kalian menyingkir saja."
Soat ji tidak tahu kalau orang yang berada disisinya bukan toako, tanpa berpaling dia
mengulurkan tangan kirinya sembari berseru.
"Cepat serahkan sumpit itu kepadaku."
Kemudian dia mendorong pergelangan tangan orang itu.
Tojin kecil berbaju hitam itu mendehem sinis, kemudian serunya secara tiba-tiba. "Aku suruh kalian cepat menyingkir !"
Soat ji baru terkejut setelah meidengar seruan itu, buru-buru dia menarik kembali
telapak tangannya.
Tangannya yang ditarik itu bukan di tarik kebelakang, melainkan menggunakan
kesempatan tersebut kelima jari tangannya menyambar dan mencengkeram
pergelangan tangan kanan tosu kecil berbaju hitam itu, kemudian sambil bangkit
berdiri tegurnya.
"Siapakah kau ?"
Tojiu berbaju hitam itu tidak mengira kalau gadis itu bakal mencengkeram
pergelangan tangannya, setelah tertegun sambil tertawa dingin tangan kirinya
diayunkan ke depan menghantam tubuh Soat ji.
Namun Soat ji mencengkeram pergelahngan tangan kanannya erat-erat, sambil
miringkan badannya dia mengayunkan kuah dalam mangkuk ditangan kanannya dan
diguyurkan ke wajah tojin tersebut.
oooOooo Bab-56 "AAAH, siapa kau" berani memukul orang?" teriaknya keras keras, "Toako, jiko, cepat tutup pintu rapat rapat, jangan biarkan dia kabur keluar !"
Wi Tiong hong merasa terkejut sekali, diam-diam pikirnya: "Mungkinkah orang ini
adalah Sah Thian-yu?"
Tapi Soat ji telah berpesan kepadanya agar jangan keluar dari ruangan, meski dia
merasa keheranan namun pemuda itu merasa lebih baik memang jangan keluar.
Sang toako dan jiko tersebut benar-benar lari menuju kepintu setelah mendengar
teriakan dari Soat-ji.
Terdengar sang Jiko berseru:
"Adikku, diluar pintu masih ada empat orang tosu kecil."
"Kalau begitu berjagalah dimuka pintu dan jangan biarkan mereka masuk kemari."
Toako dan Jiko segera mengiakan, mereka benar-benar menutup pintu dan berjaga
diluar pintu. Sementara itu, serangan yang dilancarkan Sah Thian yu berhasil dihindari Soat ji, tapi guyuran kuah panas dari Soat ji segera mengenai seluruh tubuh Sah Thian yu.
Tampaknya Sah Thian yu tak mengira kalau seorang nona dusun bisa begitu cekatan,
meski dia sudah mengerahkan tenaga, nyatanya gagal untuk melepaskan diri.
Dengan perasaan kaget segera bentaknya:
"Siapakah kau sebenarnya" Bila tidak lepas tangan lagi, jangan salahkan kalau aku takkan mengenal ampun lagi!"
Sembari mencengkeram pergelangan tangan kanannya erat-erat, Soat-ji tertawa geli.
"Sah Thian yu!" serunya lantang, "mungkin kau tak kenal aku, tapi aku mengenalmu!"
Selesai berkata dia lantas tertawa terpingkal-pingkal kemudian membungkukkan
tubuhnya, tapi disaat dia berdiri kembali. . . .
Sambil tertawa geram Sah Thian yu berseru.
"Aku mengira siapa, ternyata Hek bun kun nona Cho!"
Rupanya setelah Soat-ji membungkukkan badan tadi, kini telah berubah menjadi Hek
bun kun Cho Kiu moay.
Ternyata Hek bun kun Cho Kiu moay adalah Soat-ji.
Dengan sorot mata memancarkan cahaya tajam, Cho Kiu moay berseru sambil tertawa
dingin: "Sayang kau terlambat mengetahui hal ini!"
Sah Thian yu tertawa seram.
"Nona Cho, jangan lupa kalau banyak jago dari Ban kiam hwee kalian telah keracunan hebat, termasuk hweecu kalian juga."
"Hal ini tidak usah kau pusingkan." sahut Cho Kiu moay tertawa.
"Tampaknya nona ingin beradu jiwa dengan siaute?"
Cho Kiu moay tertawa merdu, "Kini, kau sudah tiada kesempatan lagi untuk beradu
jiwa denganku."
Oleh karena pergelangan tangan kanannya sudah dicengkeram lawan lebih dulu,
sudah barang tentu Sah Thian yu jauh lebih menderita rugi daripada lawannya,
mendengar ucapan mana dia lantas tertawa seram.
"Heeh.... heeh... aku orang she Sah tak percaya kalau nona Cho bisa berbuat sesuatu terhadap diriku."
Ditengah bentakan mana, pergelangan tangan kirinya di ayunkan, jari tangannya
bagaikan tombak menyerang Cho Kiu moay dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat. Angin serangan jari yang tajam menciptakan selapis bayangan jari tangan yang
menyilaukan mata, hampir saja seluruh jalan darah ditubuh Cho Kiu moay terkurung
rapat. Cho Kiu moay tertawa dingin, tangan kanannya segera membuat gerakan jurus
pedang, dengan gerakan Han-bwee eng cun (bunga bwee menyambut musim semi)
dia babat miring kedepan.
Babatan tersebut segera menimbulkan deruan angin pedang yang tajam dan
mengerikan, seketika itu juga bayangan jari tangan dari Sah Thian-yu hancur
berantakan. Sah Thian-yu sangat terperanjat, segera pikirnya:
"Tak nyana kalau jurus serangan perempuan ini mengandung bawa pedang yang
mengerikan, dari sini bisa diketahui sampai dimanakah kesempurnaan ilmu pedang
yang dimilikinya, aku tak boleh memandang enteng akan dirinya !"
Berpikir demikian, tiba-tiba saja serangan jari tangannya berubah menjadi serangan
telapak tangan, secara beruntun dia melepaskan delapan buah serangan berantai.
Dengan tangan kanan menyambut serangan lawan tentu saja gerakan Cho Kiu moay
jauh lebih leluasa dan bebas, secara beruntun dia menggerakan tangannya untuk
membendung kedelapan buah serangannya, lalu melancarkan tiga buah serangan
balasan. Sebaliknya pergelangan tangan kanan Sah Thian-yu dicengkeram Cho Kiu moay dengan
erat, dengan demikian masing-masing pihak hanya mengandalkan tangan sebelah
untuk saling melancarkan serangan, kecepatan geraknya membuat orang tak sanggup
untuk mengikutinya.
Dalam waktu singkat, dia sudah melancarkan dua puluh jurus lebih.
Sudah banyak tahun Sah Thian yu termashur dalam dunia persilatan, dia merupakan
salah satu diantara Su tok thian ong (Empat racun-raja langit) dari Tok seh sia, sudah barang tentu ilmu silat yang dimilikinya sangat tinggi.
Akan tetapi setelah bertarung sekian lama dengan Cho Kiu moay, dijumpainya makin
lama ilmu silat yang dimiliki gadis itu semakin tinggi, jurus serangan yang digunakan
pun makin bertarung semakin bertambah aneh.
Dimana serangannya menyambar, angin serangan tajam bagaikan pedang, hawa udara
pun serasa dingin mencekam, hatinya kontan menjadi bergidik.
Serangan yang dilancarkan Cho Kiu moay sangat aneh, meskipun bertarung dengan
tangan kosong. namun pergelangan tangan kanan nya bagaikan sebilah pedang begitu
enteng, lincah dan luar biasa.
Empat puluh gebrakan kemudian, Sah Thian yu sudah didesak sehingga cuma bisa
menangkis belaka tanpa memiliki kekuatan untuk melancarkan serangan balasan.
Sembari turun tangan, Cho Kiu moay berseru sambil tertawa merdu:
"Sah Thian yu, sekarang tentunya kau sudah percaya bukan, sudah kukatakan kalau
kau tidak mempunyai kesempatan untuk beradu jiwa, benar bukan..."
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah kiri kanan ruangan dan berteriak
lagi. "Wi sauhiap, Thia Sianseng, sekarang kalian boleh keluar semua...!"
Mendengar teriakan mana, Wi Tiong hong membuka pintu sambil berjalan keluar,
sedangkan dari ruang depan pun muncul seorang kakek kurus berbaju hijau yang
menjinjing sebuah peti emas kecil.
Pada saat itu juga dari dalam kamar sebelah kanan menerjang keluar sesosok
bayangan hitam dan langsung kabur ke arah pintu luar.
Tampaknya dia tak sempat untuk membuka pintu lagi, begitu sampai di depan pintu
kakinya segera menjejak...
"Blaaam !" pintu tersebut segera tertendang sehingga hancur menjadi empat-lima bagian, kemudian dengan membuat sebuah lubang besar, dia menerobos keluar dari
sana. Wi Tiong hong hanya melihat orang itu berbaju hitam, berperawakan kurus kecil,
belum sempat melihat jelas wajahnya, orang itu sudah kabur keluar.
Untuk sesaat dia tak tahu siapakah orang yang kabur itu, baru saja akan mengejar...
Tiba-tiba terdengar Cho Kiu moay berseru sambil tertawa terkekeh-kekeh: "Wi
sauhiap, kuserahkan orang ini kepadamu." Dengan meliukkan pinggangnya tahu-tahu
dia sudah menyelinap kehadapan Wi Tiong-hong, kemudian tangan kirinya ditarik,
tahu-tahu dia sudah menyeret Sah Thian yu ke depan si anak muda tersebut.
Wi Tiong hong sangat terkejut melihat Sah Thian-yu disodorkan kehadapannya oleh
gadis tersebut, buru-buru dia menggerakkan tangannya dan mencengkeram
pergelangan tangan Sah Thian-yu.
Semua kejadian tersebut dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, begitu
melepaskan Sah Thian yu, Cho Kiu moay telah meluncur kedepan bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya.
Sembari menerobos keluar melalui lubang itu, bentaknya keras-keras:
"Sah Thian-yu, kau hendak kabur kemana?"
Wi Tiong hong menjadi tertegun.
"Kalau yang kabur adalah Sah Thian yu, lantas siapakah yang dia serahkan kepadaku ini
?". Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya sambil menengok ke depan
tampak orang yang dicengkeram pergelangan tangan kanannya itu kalau bukan Hek-
sat seng kun Sah Thian-yu lantas siapa lagi "
Tampak lengan kirinya terkulai kebawah kecuali melotot gusar kearahnya, dia sama
sekali tak mampu meronta, sudah jelas jalan darahnya telah ditotok oleh Cho Kiu
moay. Dia masih belum merasa lega, dengan cepat ditotoknya kembali dua buah jalan
darahnya, kemudian baru melepaskan cengkeramannya.
Sekarang dia baru dapat melihat jelas orang yang tergeletak diatas tanah itu, baik
wajah mau pun potongan badan ternyata persis sekali dengan dirinya, tanpa terasa
sekali lagi dia menjadi tertegun.
Tapi setelah teringat akan perkataan dari Cho Kiu moay semalam, dengan cepat dia
sadar kembali apa yang telah terjadi.
Rupanya orang ini adalah salah seorang anggota Buyung Siu, congkoan pedang pita
hijau yang menyaru sebagai dirinya dan kemudian ditangkap oleh para jago Tok-seh
sia. Kini orang tersebut berada dalam keadaan tak sadar, mungkin sudah diracuni mereka.
Tampak kakek berjubah hijau yang menenteng peti emas itu berdiri disitu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun, kemudian membuka pintu yang jebol dan berjalan
keluar. Tak selang berapa saat kemudian terdengar suara derap kaki kuda berkumandang
memecahkan keheningan makin lama suara itu semakin menjauh, rupanya dia sudah
berlalu dengan menunggang kuda tersebut.
Saat itulah dari luar pintu berjalan masuk Toako dan Jiko dari Soat-ji yang menyaru
sebagai dua lelaki petani, dengan cepat mereka menyeret Sah Thian yu memasuki
ruangan sebelah kanan.
Wi Tiong hong segera berpikir:
"Cho Kiu moay telah menyaru sebagai Soat-ji, kalau begitu dua orang lelaki ini adalah penyaruan dari jago-jago pedang berpita hijau.
Bagaikan segulung angin Cho Kiu moay meluncur masuk kedalam ruangan, sedangkan
dua orang lelaki itu sudah mundur kedalam ruang kanan dan menutup pintu kamar
rapat2. "Thia sianseng telah pergi?" tanya Cho Kiu moay sambil berpaling kearah Wi Tiong hong.
Wi Tiong hong tahu kalau dia sedang menanyakan si orang kakek berbaju hijau itu,
sambil manggut-manggut sahutnya.
"Sudah pergi, apakah nona berhasil menyusulnya ?"
"Tidak. biarkan saja dia pergi!" kata Cho-Kiu moay kemudian sambil tertawa hambar.
"Sebenarnya siapa sih yang berhasil melarikan diri itu?"
Kembali Cho Kiu moay tertawa.
"Dia toh sudah berhasil melarikan diri, apa gunanya untuk dibicarakan lagi?"
Sembari berkata dia berjalan mendekati jago pedang berpita hijau yang menyaru
sebagai Wi Tiong hong itu, kemudian sembari berpaling dan tertawa katanya:
"Bukankah sudah kukatakan dia akan kembali sendiri kemari."
"Dia telah keracunan?"
"Itu mah gampang" kata Cho Kiu moay,
Sembari berkata, kepada kedua orang lelaki berdandan petani itu perintahnya:
"Cepat ambilkan air"
Orang yang menyaru sebagai Sam-ko itu mengiakan, lalu mengambil setengah
mangkuk air dan dipersembahkan.
Cho Kiu moay menerima mangkuk berisi air itu, kemudian dengan berhati-hati sekali
mencelupkan Lou bun si tersebut kedalam mangkuk berisi air itu, setelah itu dia baru
membungkukkan badan sambil mengangkat pena Lou bun si ke udara, dan setelah itu
ditujukan kemulut jajo pedang berpita hijau yang tak sadarkan diri itu.
Tak selang beberapa saat kemudian dari ujung pena itu menetes keluar setitik butiran
air berwarna hijau pupus dan menetes kemulut jago pedang berpita hijau itu.
Setelah meneteskan air itu tiga tetes, Cho Kiu-moay bangkit berdiri dan membuang
sisa airnya, kemudian menyimpan Lou bun si itu ke dalam sakunya.
Kepada Wi Tiong hong katanya kemudian sambil tertawa.
"Wi sauhiap tak usah kuatir, selewatnya besok, akan kuserahkan kembali Lou bun si ini kepadamu."
Sesungguhnya Wi Tiong hong sama sekali tidak mengetahui kegunaan dari Lou bun si
tersebut, tanpa terasa dia bertanya:
"Cukupkah hanya tiga tetes ?"
"Lou bun si merupakan benda yang khusus untuk memunahkan berbagai macam racun
di dunia ini, hanya tiga tetes saja sesungguhnya sudah lebih dari cukup bahkan selama
tiga tahun dia tidak akan mempan diracuni orang lagi, bila terlalu banyak dipakai,
bukankah hanya membuang mestika dengan percuma?"
"Nona membuang sisa air tersebut dari dalam pena, apakah ini tidak lebih pantas
disayangkan?"
"Mendengar perkataan itu, Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh.
"Rupanya kau masih belum mengetahui kegunaan dan Lou bun si tersebut,
sebenarnya yang kubuang itu hanya air biasa saja, air yang sudah masuk ke batang
pena baru berkasiat memunahkan racun apabila menetes keluarnya melalui ujung
pena." "Ooooh, rupanya begitu."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba jago pedang berpita hijau itu
membuka matanya dan duduk di atas tanah, begitu menyaksikan kehadiran Cho Kiu
moay disitu, dia menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu.
Cepat-cepat Cho Kiu moay mencegah:
"Racun kejimu baru saja punah, cepat atur pernapasan dan jangan sembarangan
berbicara."
Jago pedang berpita hijau manggut-manggut, benar juga, dia memejamkan matanya
lalu duduk bersemedi dan mengatur pernapasan.
Cho Kiu moay menghembuskan napas panjang, sambil memandang dua orang lelaki
berdandan petani itu katanya sambil tertawa:
"Pekerjaan yang kita lakukan, akhirnya berhasil juga diselesaikan."
"Yah, kesemuanya ini berkat perhitungan nona yang hebat." seru dua orang lelaki itu sembari menjura.
"Ilmu menyaru muka dari nona sungguh luar biasa sekali." puji Wi Tiong hong pula,
"belum pernah terbayang olehku bahwasanya nona Soat-ji sesungguhnya cuma nona,
aku malah menyangka disini benar-benar terdapat nona Soat-ji sungguhan."
"Siapa bilang tak ada orangnya " Dikemudian hari kau akan berjumpa sendiri
dengannya." seru Cho Kiu-moay sambil tertawa.
"Tentu saja orangnya adalah nona sendiri?"
"Bukan." ucap Cho Kiu-moay serius, "aku hanya menyaru sebagai wajahnya belaka, padahal nona Soat-ji dengan Cho Kiu moay bukan seorang manusia yang sama.
Berkata sampai disitu, dia lantas berpaling sambil perintahnya:
"Sekarang waktu sudah tidak pagi lagi, cepat bereskan segala sesuatunya, kita harus segera berangkat."
Kedua orang lelaki kekar itu mgengiakan, lalu menuju ke ruang sebelah kanan.
"Apakah nona masih ada urusan lain ?" tanya Wi Tiong hong kemudian.
"Jejak kita ditempat ini sudah ketahuan orang, kita tak boleh berdiam terlalu lama lagi disini."
Sementara berbicara, dia sudah masuk ke dalam ruangan dengan langkah tergesa-
gesa. Menanti dia muncul kembali, nona tersebut telah berganti dengan seperangkap
pakaian berwarna hitam gelap dengan ikat kepala berwarna hitam pula, selain
mengenakan cadar hitam, sebilah pedang berpita kuning tersoren dipunggungnya.
Dua orang lelaki kekar itupun telah berganti pakaian dengan mengenakan dandanan
sebagai jago pedang pita hijau, mereka berdua menggotong sebuah karung besar yang
dibawa dari ruang sebelah kanan.
Diam-diam Wi Tiong hong manggut-manggut pikirnya:
"Rupanya isi karung goni itu adalah Hek sat kun Sah Thian yu !"
Pada saat itulah jago pedang pita hijau yang sedang duduk bersemedi itu
menghembuskan napas panjang, kemudian bangkit berdiri. Sembari berpaling Cho Kiu
moay segera bertanya.
"Kau telah sembuh kembali ?"
"Hamba telah sembuh kembali" jago pedang pita hijau itu membungkukkan badannya.
"Bagus sekali"
"Hamba telah mendengar satu berita, kokcu dari Tok seh sia agaknya telah berkunjung sendiri ke daratan Tionggoan..."
"Ooh, aku sudah tahu." ucap Cho Kiu moay.
Selesai berkata dia berpaling ke arah Wi Tiong-hong dan berkata sambil tersenyum:


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wi sauhiap, mari kita berangkat lebih dulu."
Dia membalikan badan dan berjalan menuju ke pintu luar.
Wi Tiong hong merasakan nona Cho ini bertubuh ramping, dibalik kerampingannya
justru terpancar kegagahan, dan kewibawaan yang besar, jauh berbeda setali bila
dibandingkan ketika sedang menyaru sebagai Soat ji yang lemah lembut tapi manja
dan lincah itu.
Berpikir demikian, dia lantas mengikuti di belakang tubuhnya berjalan keluar dari
rumah gubuk tersebut.
Cho Kiu moay berjalan dipaling depan, langkahnya semakin lama semakin cepat
sedangkan Wi Tiong hong yang berjalan mengigkuti dibelakangnya tentu saja harus
mempercepat pula langkahnya.
Makin lama gerakan tubuh Cho Kiu moay semakin bertambah cepat, ujung kakinya
hanya menutul pelan diantara semak belukar, tubuhnya telah meluncur kedepan
dengan kecepatan luar biasa.
Dalam keadaan begini terpaksa Wi Tiong hong harus menghimpun hawa murninya dan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengejar.
Ternyata ilmu meringankan tubuhnya tidak kalah dengan kepandaian Cho Kiu moay,
dia selalu dapat mempertahankan jaraknya kurang lebih satu depa dibelakangnya.
Sementara itu kentongan pertama telah tiba, dari ufuk timur nampak rembulan
muncul dalam bentuk purnama.
Dibawah sinar rembulan, kedua orang itu bergerak satu didepan yang lain dibelakang
dengan kecepatan tinggi.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah mereka di bawah sebuah tebing yang
curam, sembari berpaling dan tertawa merdu seru Cho Kiu moay:
"Hebat sekali ilmu meringankan tubuh yang kau miliki !"
Sehabis berkata kembali dia meneruskan perjalanannya menaiki bukit itu.
"Bagus sekali." pikir Wi Tiong hong kemudian, "aku masih mengira kau ada urusan penting lainnya sehingga harus berjalan sedemikian cepatnya, ternyata kau memang
bermaksud untuk beradu kecepatan lari dengan diriku!"
Sebagai anak muda yang berdarah panas, sudah barang tentu Wi Tiong hong enggan
mengaku kalah, buru-buru dia menarik napas panjang-panjang, kemudian sambil
menutulkan ujung kakinya keatas tanah, dia meluncur pula keatas dengan kecepatan
tinggi. Bukit tersebut tidak terlalu tinggi, dalam waktu singkat mereka sudah tiba di puncak
bukit tersebut.
Baru saja Cho Kiu moay melayang turun diatas puncak ini, Wi Tiong hong melayang
pula disisi tubuhnya.
Dada Cho Kiu moay nampak naik turun tak beraturan agaknya dia dia agak tersengkal
dengan sepasang biji matanya yang jeli dia mengawasi sekejap wajah Wi Tiong hong,
bisiknya sambil tertawa:
"Kita sudah sampai !"senyuman yang begitu syahdu serta pandangan mata yang begitu lembut dan penuh cinta kasih membuat perasaan Wi Tiong-hong terkesiap, buru2 dia
menghindari tatapan matanya dan bertanya:
"Nona, tentunya kau ada urusan penting sehingga datang ketempat ini bukan?"
Sambil membereskan rambutnya yang kusut, Cho Kiu moay manggut-manggut.
"Benar, kedua orang congkoan akan sampai disini malam ini. aku telah berjanji dengan mereka untuk berjumpa ditempat ini."
"Apakah congkoan pedang berpita merah serta congkoan pedang berpita putih?"
"Bukan." Cho Kiu moay tersenyum, "mereka adalah congkoan istana bagian dalam Huan Koan ho serta congkoan pedang berpita putih Lok Im lin..."
"Aku pernah mendengar orang berkata kalau perkumpulan kalian terbagi menjadi
jago-jago pedang berpita hijau merah, putih dan hitam empat macam, aku pikir
congkoan istana bagian dalam itu tentunya congkoan yang memimpin para jago
pedang berpita merah bukan?"
"Bukan, congkoan istana bagian dalam merupakan congkoan yang menguruti urusan
dalam tubuh partai, dulu ketika Chin Tay seng sedang diubar-ubar oleh gabungan jago
utara dan barat sehingga melarikan diri terbirit-birit, Huan congkoanlah yang
mengajaknya bergabung dengan perkumpulan kami, oleh sebab itu Huan congkoan
harus turut hadir pula dalam peristiwa ini."
"Oleh karena Huan congkoan ikut datang, maka Congkoan pedang berpita merah
Kiong Thi su tidak dapat ikut, oleh sebab itulah aku mohon kepada Wi sauhiap agar
menyaru sebagoi Kiong congkoan kami untuk sementara waktu."
Diam-diam Wi Tiong hong mengangguk, pikirnya bertanya: "Tidak heran kalau di atas gagang pedangku telah dipasang dengan pita berpita merah."
Berpikir sampai disitu. iapun lantas bertanya, "Miripkah aku?" katanya kemudian, Cho Kiu moay tertawa terkekeh-kekeh.
"Dibelakang bukit sana terdapat sebuah kolam, kenapa kau tidak bercermin dulu?"
Bab-57 "Kalau begitu, aku pasti mempunyai beberapa bagian muka yang mirip dengan Kiong
congkoan." katanya penuh kelakar kesombongan. Sekali lagi Cho Kiu moay tertawa-
tawa. "Sebenarnya hanya mirip beberapa bagian, tapi sekarang kau sudah mirip sekali."
Apakah nona telah merubah raut wajahku ?" tanya Wi Tiong hong kemudian.
Dia mencoba untuk meraba wajah sendiri, namun sama sekali tidak ditemukan
sesuatu yang aneh, Cho Kiu moay segera mendorongnya dan berkata sambil tertawa:
"Cepatlah bercermin dulu dikolam tersebut, coba lihatlah mirip tidak dengan kau ?"
Wi Tiong hong keheranan oleh perkataan tersebut namun dia menurut dan menuju ke
bukit bagian belakang. Kolam itu berada di punggung bukit, waktu itu kebetulan sinar
rembulan bersinar terang, air kolam yang jernih bagaikan cermin. Wi Tiong hong
segera bercermin di atas permukaan air kolam itu.
Begitu ditengok, dia baru mengetahui kalau wajahnya nampak lebih tua dari semula,
rambutnya telah memutih dan wajahnya penuh dengan kulit yang menjadi berkeriput-
keriput. Secara garis besarnya wajah ini ada beberapa bagian mirip dengan dirinya, tapi bila
diperhatikan lagi dengan seksama, ternyata seperti tidak mirip.
Wi Tiong hong tahu kalau Cho Kiu moay pasti telah memperhitungkan segala
sesuatunya maka sebelum ia menjadi sadar tadi telah mengubah dulu paras muka
sendiri. Kalau bukan demikian, bagaimana mungkin dia sendiri pun tidak merasakan apa-apa"
Tak heran pula Thi lohan Khong beng hwesio dan Sah Thian yu yang berjumpa
dengannya pun seakan-akan bersikap tidak kenal.
Kembali kepuncak bukit, Cho Kiu moay telah duduk bersemedi di bawah pohon besar,
ketika mendengar suara langkah kaki dari Wi Tiong hong, dia membuka matanya
kembali dan berkata dengan suara rendah:
"Mumpung waktu masih pagi, duduklah istirahat sebentar, setelah fajar menyingsing nanti kita harus melanjutkan perjalanan, bisa jadi pertarungan sengit pun akan
berkobar."
Selesai berkata, dia memejamkan matanya dan tidak menggubris Wi Tiong hong lagi.
Wi Tiong hong dapat menyaksikan kalau paras mukanya serius, keningnya berkerut
kencang, agaknya dia seperti lagi memikirkan suatu persoalan yang berat.
Dia tahu, Ban kiam hweecu sekalian telah terkena racun bersifat lambat daya kerjanya
dari orang orang Tok seh sia, congkoan pedang berpita hitam Chin Tay seng juga
berniat untuk berkhianat, pada hakekatnya hweecu mereka sekarang telah terjatuh
ketangan penghianat, tak heran kalau gadis ini nampak murung.
Berpikir demikian, dia pun duduk di suatu tempat tak jauh dari situ, kemudian
bersemedi dan mengatur pernapasan
Entah berapa saat sudah lewat, tiba-tiba dari puncak bukit itu berkumandang suara
ujung baju yang terhembus angin, tampaknya ada orang sedang meluncur naik keatat
puncak bukit itu.
Dengan cepat Wi Tiong hong merasakan hal tersebut, tiba-tiba terdengar Cho Kiu
moay sedang menegur:
"Yang datang apakah Huan congkoan serta Lok congkoan berdua?"
"Hamba Huan Kong phu dan Lok Im liu menghunjuk hormat kepada Kiamcu."
Cepat Wi Tiong hong membuka matanya, terlihatlah didepan mata tak jauh dihadapan
Cho Kiu moay berdiri seorang kakek berjubah biru yang berjenggot panjang dan
berwajah merah serta seorang lelaki setengah umur berjubah putih, orang itu
bermuka pucat dan bertubuh kurus lagi lemah, pada hakekatnya tak mirip sebagai
seorang yang belajar silat.
Buru-buru Cho Kiu moay membalas hormat sambil menyahut.
"Kiamcu tak datang, tentunya congkoan berdua telah lelah menempuh perjalanan."
"Oooh..." kakek berjubah biru itu berseru tertahan, kemudian sairbil menjura dan tertawa katanya:
"Asal ada nona disini pun sama saja." Lelaki berbaju putih itu segera menyela.
"Hamba dan saudara Huan mendapat perintah khusus untuk segera datang kemari,
bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya" Harap nona sukt memberi petunjuk."
Wi Tiong-hong yang menyaksikan sikap ke dua orang itu terhadap Cho Kiu-moay
begitu menghormat, diam-diam ia menjadi sangat keheranan.
Dia masih teringat dengan pertemuan yang diadakan Ban kiam hweecu dengan para
jago tempo hari, waktu itu dia duduk dikursi utama, sedangkan dua kursi yang berada
dikiri kanannya masing-masing duduk congkoan dari pedang berpita hijau Buyung Siu
serta congkoan pedang berpita hitam Chin Tay-seng, sedangkan keempat dayang
tersebut hanya kebagian tempat berdiri dibelakang hweecu nya.
Seharusnya kedudukan seorang congkoan masih jauh lebih tinggi daripada kedudukan
seorang pelayan, dan Hek bun kun Cho Kiu moay tak lebih hanya seorang dayang dari
Ban kiam hweecu, tapi apa sebabnya kedua orang congkoan tersebut justru bersikap
begitu menghormat kepadanya, bukankah tindakan ini hanya akan menurunkan
kedudukan sendiri "
Sementara itu Cho Kiu moay telah berkata sambil tertawa hambar.
"Huan congkoan, Lok congkoan, mari kuperkenalkan kalian berdua dengan seorang
sauhiap." Kemudian sambil menuding kearah Wi Tiong hong, katanya lagi:
"Dia adalah Wi Tiong hong, Wi sauhiap yang membekali ilmu silat dari Siu lo bun serta Bu tong pay, dia merupakan murid kesayangan dari Thian Goan-cu?"
Menyusul kemudian dia menuding kearah kakek berjubah biru serta lelaki berbaju
putih itu sembari berkata lagi.
"Sedangkan mereka adalah congkoan istana bagian dalam Huan Kong-phu, orang
menyebutnya sebagai Kim jiu ji lay (Ji Lay bertangan emas).
Sedangkan yang ini adalah congkoan pasukan pedang berpita putih Lok Im-lin, orang
menyebutnya sebagai Im li bui (terbang dibalik awan) dia termashur dalam dunia
persilatan karena ilmu meringankan tubuhnya yang hebat."
"Sudah lama kukagumi nama kalian" Wi Tiong hong segera menjura.
Dua orang itu buru-buru membalas hormat.
Sambil mengelus jenggotnya yang panjang dan tertawa bergelak, congkoan istana
bagian dalam Hian Kong phu berseru:
"Nona telah membesar-besarkan nama lohu serta saudara Lok saja, harap Wi sauhiap
jangan mentertawakan"
Cho Kiu moay turut tertawa pula.
"Kita semua bukan orang luar, apa salahnya jika kuperkenalkan kalian agak lebih jelas kepadanya ?"
Sekilas cahaya tajam memancar keluar dari balik mata Huan Kong phu, setelah
memandang sekejap ke arah Wi Tiong hong tanyanya:
"Apakah nona meminta kepada Wi sauhiap untuk menyaru sebagai Kiong congkoan ?"
"Benar, pertama dewasa ini Wi sauhiap tak boleh terlampau memperlihatkan
identitasnya, kedua menurut perintah kiamcu, kalian congkoan bertiga diminta datang
bersama-sama, maka oleh karena Kiong congkoan tidak datang, terpaksa kita harus
meminta kepada Wi sauhiap untuk mewakilinya, agar orang mengira congkoan bertiga
telah datang semuanya."
Berbicara sampai disitu, dia mendongakkan kepalanya dan bertanya lagi:
"Congkoan berdua telah membawa berapa orang ?"
"Hamba menuruti perintah dari nona dengan membawa delapan orang jago pedang
istana yang berilmu silat paling tinggi." sahut Huan Kong phu cepat.
Lok Im lin segera menyambung pula: "Tiga puluh enam orang jago pedang berpita
putih telah siap menerima perintah nona."
Cho Kiu moay segera manggut-manggut. "Ehmm, jumlahnya memang sudah cukup."
"Nona, sebenarnya apa yang terjadi ditempat ini?" tiba-tiba Huan Kong pbu berseru sambil berkerut kening.
"Chin tay seng telah berkhianat dan bersekongkol dengan orang orang Tok seh sia..."
Sekujur tubuh Huan Kong phu yang tinggi besar segera bergetar keras setelah
mendengar ucapan itu, serunya sambil membelalakan matanya lebar-lebar,
"Masa telah terjadi peristiwa semacam ini."
Ketika mengucapkan perkataan tersebut, rambut dan jenggotnya pada berdiri kaku
persis seperti landak, sepasang matanya memancarkan sinar yang menggidikkan hati.
Sesudah tertawa nyaring, dia berseru lagi.
"Silahkan nona beristirahat dulu disini, hamba cukup membawa delapan jago dari
istana untuk melakukan penyerbuan, hamba yakin tidak sampai satu jam saja tua
bangka tersebut sudah dapat kubekuk."
"Harap Huan congkoan jangan marah, aku sudah mempunyai rencana yang matang
dikejadian ini dan aku yakin dia tak bakal bisa melarikan diri dari sini setelah fajar menyingsing nanti, kita boleh segera berangkat bersama-sama."
"Apakah nona beranggapan kalau hamba tak mampu membekuk batang leher tua
bangka tersebut ?"
Cho Kiu moay tersenyum.
"Dengan kepandaian silat yang dimiliki Huan congkoan sekalipun ada sepuluh orang
Chin Tay seng pun pasti akan terbekuk semua, lagipula mereka sudah dikuasahi semua
oleh Chin Tay seng."
"Betul kita dapat membekuk Chin Tay seng tapi bila kita kurang berhati-hati dalam menghadapi ratusan jago pedang berpita hitam tersebut, besar kemungkinannya
mereka akan menggabungkan diri dengan pihak selat Tok seh sia, apalagi masih
banyak orang yang berada di tangan mereka, oleh sebab itu kita hanya boleh
bertindak dengan akal muslihat, tak boleh sekali-kali menggunakan kekerasan."
"Menurut pendapat nona, apa yang harus kita lakukan?" tanya Huan Kong phu
kemudian. Cho Kiu moay tertawa.
"Kiamcu menurunkan perintah kilat memerintahkan congkoan bertiga segera
berangkat ke bukit Pit bu san, tentu saja hal ini bukan atas dasar keinginan kiamcu
sendiri." Congkoan jago pedang berpita putih Lok-Im lin tertegun setelah mendengar ucapan
itu. "Masa Chin Tay seng yang mengajukan surat perintah tersebut..?"
"Sekalipun bukan Chin Tay seng yang memajukan surat perintah tersebut, tapi sudah pasti muncul atas ideenya."
"Hal ini membuat hamba semakin tidak mengerti lagi." ucap Lok Im lin cepat,
"sekalipun Chin Tay seng sudah berniat mengkhianat, apalagi kiamcu beserta
rombongan pedang berpedang berpita hijau dan anak buahnya telah keracunan
semua, bukankah kesempatan semacam itu merupakan kesempatan yang terbaik
baginya untuk berkhianat" Jika kita bersama-sama datang ke sana, sudah pasti hal ini
akan merugikan posisinya."
Cho Kiu moay tertawa.
"Di dalam perkumpulan kita, kecuali anak buah yang diperintah oleh congkoan bagian istana, berbicara soal jumlah manusia, boleh dibilang jumlah jago pehdang berpita
hitam yang paling banyak, sedangkan berbicara soal ilmu silat, maka jago pedang
berpita hijau yang paling tinggi. Namun jumlah anggotanya boleh dibilang pasukan
jago pedang berpita hijau yang paling sedikit, dewasa ini dari enam belas jago yang
ada, hanya tiga orang yang mengikuti aku sedangkan sisanya telah keracunan semua
dan terjatuh ke tangan mereka. Tapi kecuali para jago pedang berpita hijau, masih ada
dua puluh empat jago pedang berpita berwarna merah dan tiga puluh enam jago
pedang berpita putih, boleh dibilang mereka semua merupakan kekuatan inti dari Ban-
kiam hwee atau merupakan pula musuh paling tangguh dari pihak jago pedang berpita
hitam, bila mereka tidak berhasil membasmi kalian semua, bagaimana mungkin Chin
Tay seng bisa hidup dengan aman dan tenteram?"
Paras muka Lok Im-lin berubah hebat.
"Dengan mengandalkan kemampuan yang dimiliki Chin Tay seng, masa dia bisa
membasmi kami semua?"
"Penghianatannya belum terbongkar, Kiam-cu berada pula ditangannya, inilah
kesempatan terbaik baginya untuk bertindak, itulah sebabnya dengan memalsukan
perintah, dia ingin memanggil congkoan bertiga masuk perangkap."
Berbicara sampai disitu, dia berhenti sejenak kemudian terusnya:
"Seandainya aku tidak berhasil mencegat burung merpati yang dilepas Kiamcu
ditengah jalan, dan mencegah kalian bertiga datang bersama-sama, setelah menerima
perintah bahaya dari kiamcu, sudah pasti congkoan bertiga akan memimpin segenap
kekuatan yang ada untuk berangkat menuju ke bukit Pit bu-san. Asal Chin Tay seng
memanfaatkan kesempatan itu untuk mengatur perangkap, bahkan semua kekuatan
inti dari Ban kiam hwee akan mengikuti jejak para jago pedang berpita hijau."
"Tua bangka ini benar-benar licik, berhati busuk dan berbahaya sekali." seru Hoan Kong phu dengan gusar.
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang ?" tanya Lok Im-lim pula.
Cho Kiu moay tersenyum.
"Itulah sebabnya aku meminta kepada Wi sauhiap untuk menyaru sebagai Kiong
congkoan, kita anggap saja seakan-akan tidak tahu kejadian tersebut dan memburu
kesana mendapat perintah dari Kiamcu, semua orang tak usah menunjukkan
perubahan sikap, kita lihat dulu bagaimanakah sikapnya kemudian baru mengambil
tindakan selanjutnya."
"Hamba pernah mendengar kalau pihak Tok seh-sia memiliki semacam racun tak
berwujud..."
Sebelum Lok Im-lin menyelesaikan kata-katanya, Cho Kiu moay telah berkata sambil
tertawa ringan:
"Soal ini tak usah congkoan kuatirkan, aku telah mempersiapkan segala sesuatunya !"
"Kecerdasan nona memang melebihi orang lain, tapi hamba masih sedikit tidak
mengerti."
"Sampai waktunya Lok congkoan akan tahu dengan sendirinya." tukas Cho Kiu moay tertawa ringan.
Huan Kong phu segera mengelus jenggotnya dan menimbrung dengan senyuman
dikulum: "Sejak kecil nona memang sudah berwatak demikian, baiklah, kami semua akan
menuruti perkataanmu."
Cho Kiu moay segera berpaling dan tertawa katanya lagi.
"Congkoan berdua telah menempuh perjalanan siang malam sekarang, silahkan duduk


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk beristirahat dulu, setelah fajar menyingsing nanti, kita masih harus melanjutkan perjalanan lagi."
Habis berkata dia lantas duduk diatas batu, kepada Wi Tiong hong ujarnya pula.
"Mari, kau pun boleh duduk sebentar, waktu masih cukup pagi...!"
Wi Tiong hong, Huan Kong phu dan Lok In lin segera menurut dan duduk diatas batu.
Seorang jago pedang berpita hijau menghidangkan air teh dan diletakkan didepan
keempat orang itu.
Cho Kiu moay segera mengambil poci air teh dan menuang dua cawan kemudian
katanya: "Congkoan berdua tentu sudah lelah sepanjang jalan, aku rasa pasti sudah merasa
haus pula, silahkan minum air secawan lebih dulu."
Buru buru Lok Im-lin bangkit berdiri sambil menerimanya. "Hamba tidak berani!"
Huan Kong phu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah jago
pedang berpita hijau itu, lalu tanyanya,
"Apakah kalian telah menyuruh orang yang berada dibawah bukit menyiapkan air
teh?" Sambil membungkukkan badannya memberi hormat, jago padang berpita hijau
menyahut. "Hamba telah mendapat perintah dari nona untuk menyiapkan air teh, dibawah bukit
sana hamba masih mempunyai dua orang teman yang berjaga-jaga."
"Begitupun ada baiknya juga." Huan Kong phu manggut-manggut.
Dia lantas mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya, lalu sambil tersenyum
tanyanya lagi: "Darimana nona dapatkan obat pencegah racun?"
Cho Kiu moay segera tertawa cekikikkan.
"Sudah kuduga kalau hal ini tak dapat mengelabui Huan congkoan, ternyata dugaanku benar."
"Masa air teh ini sudah diberi obat pencegah racun?" seru Lok In lin kemudian,
"mengapa siaute sama sekali tak merasakannya?"
"Siaute sendiripun hanya menduga-duga." kata Huan Kong phu tertawa, "pertama, kalau menuang air teh ini disediakan bagi kita berempat, seharusnya ada empat cawan
air teh yang tersedia, tapi nona hanya menuangkan secawan teh untuk siaute dan
saudara Lok, kemudian sudah tak ada lagi. Kedua, walau pun air teh ini sudah dingin
bagaimana pun juga hanya semangkuk air teh saja, tapi setelah diteguk siaute dapat
merasakan hawa dingin yang nyaman dalam isi perutku, tidak mungkin perasaan
semacam ini bisa dijumpai dalam air teh biasa, oleh sebab itu aku lantas menduga
kalau air teh ini adalah obatnya penawar racun yang nona persiapkan untuk kami
berdua." Lok Im lin meneguk habis pula isi cawannya, lalu manggut-manggut.
"Betul." katanya "dari air teh ini hambapun dapat merasakan hawa segar yang amat nyaman tertinggal dalam isi perut, bahkan sampai lama sekali belum juga membuyar,
obat apa sih yang telah kau campurkan kedalam air teh itu?"
"Ooh, itulah Lou bun si yang dapat kupinjam dari Wi sauhiap." Cho Kiu moay tertawa,
"dalam keadaan seperti ini, sekalipun Chin Tay-seng hendak meracuni kita dengan
racun terkeji pun belum tentu bisa dia lakukan."
Huan Kong phu melirik sekejap ke arah Wi Tiong hong, kemudian tertawa terbahak-
bahak. "Haaahh...haaahh... sudah kuduga kalau nona telah menyusun rencana dengan
matang." Tengah hari keesokan harinya, disebuah jalan raya menuju ke bukit Pit bun aan
muncul serombongan besar manusia, dengan gagah perkasa mereka berangkar
menuju kuil dewa tanah.
Rombongan tersebut paling tidak mencapai lima puluh orang lebih, meski menempuh
perjalanan dengan cepat, namun teratur, berdisiplin dan sama sekali tidak kalut.
Yang berada dipaling depan adalah tiga ekor kuda yang ditunggangi seorang kakek
berjubah hijau bermuka merah pada bagian tengah, seorang lelaki setengah umur
berbaju hijau berpedang pita merah disebelah kiri dan seorang pelajar lemah berbaju
putih berpedang pita putih disebelah kanan.
Dibelakang tiga ekor kuda tersebut mengikuti pula seekor kuda yang ditunggangi
seorang gadis berbaju hitam, berparas cantik dan berpedang pita kuning pada
punggungnya. Dibelakang gadis berbaju hitam itu mengikuti pula tiga ekor kuda yang ditunggangi tiga lelaki berpakaian ringkas warna hijau dengan pedang berpita hijau tersoren
dipunggungnya. Menyusul kemudian delapan ekor kuda dengan delapan penunggangnya berpakaian
ringkas warna biru dengan pedang berpita biru tersoren dipunggung.
Pada rombongan terakhir menyusul tiga puluh enam ekor kuda yang ditunggangi lelaki
berbaju abu-abu dengan pedang berpita putih.
Rombongan manusia itu bergerak seperti seekor naga panjang berwarna abu-abu
mereka bergerak cepat sekali menembusi tanah pegunungan mendaki bukit.
Para jago pedang berpita hitam yang berjaga didepan kuil dewa tanah itu segera lari
masuk membeli laporan setelah dari kejauhan menyaksikan munculnya rombongan
jago sudah tiba ditanah lapang depan kuil dan berhenti.
Pintu gerbang kuil tersebut terbentang lebar, congkoan pedang berpita hitam, si
Tangan setan perenggut nyawa Chin Tay seng dengan didampingi wakil congkoan Ma
koan tojin dan pelindung hukum Thi lohan Khong beng hwesio serta Naga tua berekor
botak To Sam-seng munculkan diri menyambut kedatangan mereka.
Begitu melihat kehadiran congkoan bagian istana Huan Kong phu, buru-buru Chin Tay-
seng maju kedepan dan menyembah, serunya sambil tertawa:
"Tak nyana congkoan bertiga telah datang semua, bila penyambutan siaute agak
terlambat, harap sudi dimaafkan."
Ternyata congkoan bagian istana dari Ban kiam hwecu mengurusi masalah yang
dihadapi pihak jago pedang berpita hijau, merah, putih serta hitam.
Huan Kong phu segera melompat turun dari kudanya, sembari menatap wajah orang
lekat-lekat katanya sembari mengangguk:
"Setelah menerima surat penting dari Kiam-cu, siaute segera berangkat kemari,
sebenarnya apa yang telah terjadi disini?"
"Huan congkoan sudah dua puluh tahun lamanya tak pernah berkunjung ke bukit Pit
bu san, silahkan masuk dulu sebelum berbincang-bincang."
Huan Kong phu kembali mengalihkan sorot matanya ke wajah Ma koan tojin sekalian,
kemudian tanyanya lagi:
"Chin congkoan, apakah ketiga orang ini adalah wakil congkoan dan kedua pelindung hukum yang baru saja menggabungkan diri?"
Chin Tay seng segera mengiakan berulang kali, katanya sambil tertawa paksa:
"Sejak Pak hu congkoan meninggal dunia, sudah lama tiada orang yang cocok
memangku jabatan ini, atas keputusan Kiam cu baru-baru ini, saudara Ma koan telah
diminta untuk memangku jabatan tersebut, kemudian lantaran jumlah anggota kami
kelewat banyak sehingga terasa kurang cukup untuk mengurusi semuanya, atas
persetujuan Kiamcu, kami pun mengangkat pula dua orang pelindung hukum baru."
Huan Kong phu berpaling dan memandang sekejap ke arah congkoan pedang berpita
merah Kiong Thian siu serta congkoan pedang berpita putih Lok In lim, setelah itu
katanya lagi sambil mengelus jenggotnya:
"Ruang pedang berpita hitam pimpinan saudara Chin kian hari kian bertambah besar, pengaruhnya juga semakin bertambah luas, kita semua benar-benar ketinggalan jauh!"
Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.
Chin Tay-seng segera mengucapkan "tidak berani" berulang kali, setelah itu baru dia berkata kepada Cho Kiu moay sembari menjura:
"Oooh, rupanya nona Cho pun telah kembali, mengapa kau bisa sejalan dengan ke tiga congkoan?"
ooOOoo Bab-58 Cho Kiu moay memutar biji matanya berulang kali, kemudian katanya sambil tertawa:
"Aku mendapat perintah dari Kiamcu untuk mengikuti Wi Tiong hong secara diam-
diam..." Chin Tay-seng tertegun.
"Bukankah Wi Tiong hong telah dirampas orang-orang Tok seh shia dari tangan para
jago pedang berpita hijau?"
"Itu mah Wi Tiong hong gadungan!" kata Cho Kiu moay sambil tertawa terkekeh.
"Gadungan?" dengan nada tak percaya Chin Tay seng mengulangi kembali kata-
katanya. "Dia membawa Lou bun si dan mutiara Ing kiam cu, dua macam mestika yang tak
bernilai harganya, tentu saja diapun harus waspada terhadap incaran orang lain, ketika orang yang menyaru sebagai dirinya kabur ke timur, dia sendiri justru kabur ke barat,
di mengira siasat ini dapat mengelabuhi orang lain, sayang sekali siasat semacam itu
mungkin bisa membohongi orang lain tapi jangan harap bisa mengelabuhi Cho Kiu
moay." Wi Tiong-hong yang sedang menyaru sebagai congkoan berpedang pita merah Kiong
Thian ciu menjadi malu sekali setelah mendengar ocehan dari Cho Kiu-moay tersebut.
Paras muka Chin Tay-seng segera berubah menjadi sangat tegang, buru-buru
tanyanya. "Setelah nona berhasil menemukan dia, apakah berhasil pula membekuknya ?"
Dia menjadi tegang dan gugup karena dalam saku Wi Tiong hong terdapat sebatang
Lou bun si yang dapat dipergunakan untuk memunahkan berbagai macam racun.
"Membekuknya?" seru Cho Kiu-moay, "bahkan aku dan ke tiga jago pedang berpita hijau pun berhasil lolos dari bahaya karena pertolongannya!"
"Aaaah..." Chin Tay-seng berseru kaget, kembali Cho Kiu moay berkata.
"Selama ini kami mengikutinya terus hingga sampai diwilayah Ou-pak, tiba-tiba racun yang mengeram dalam tubuh kami bekerja dan roboh tak sadarkan diri, Wi Tiong-hong
lah yang telah menyelamatkan jiwa kami dengan Lou bun-si nya."
Sekali lagi Chin Tay-seng merasa amat tegang.
"Sekarang, mana orangnya ?" dia berseru.
"Sudah pergi..!"
Chin Tay seng segera menghembuskan napas lega, sengaja dia menghela napas
panjang lalu berkata:
"Aaaai.. . seandainya nona Cho dapat membekuk Wi Tiong hong dan membawanya
kemari, keadaan tentu akan beres, kami semua telah keracunan !"
"Apa " Kalian semua telah keracunan ?" Cho Kiu moay pura-pura merasa terkejut.
Chin Tay seng segera tertawa getir.
"Yaa. termasuk Kiamcu sendiri." ucapnya.
Sementara pembicaraan tersebut berlangsung, beberapa orang itu sudah masuk
kedalam ruang kuil.
Mendadak Han Kong-phu menghentikan langkahnya, lalu sambil melototkan matanya
bulat-bulat dia bertanya dengan gelisah:
"Kiamcu telah keracunan" Terkena racun apa" Siapa yang telah melepaskan racun
tersebut ?"
"Semua orang yang berada dibukit Pit bu-san telah diracuni orang secara diam-diam, untung saja racun yang digunakan adalah racun yang berdaya kerja lambat, asal tidak
mengerahkan tenaga, Kiam-cu baru menitahkan kepada ketiga congkoan untuk segera
datang kemari dan memberi bantuan, disamping untuk melindungi keselamatan Kiam-
cu. juga berjaga-jaga terhadap sergapan lawan, untung saja kalian bertiga telah sampai disini sekarang..."
"Sudah pasti orang-orang Tok seh sia yang melepaskan racun tersebut." seru Huan Kong phu gusar, "Hmmm jika mereka benar-benar berani memusuhi kita, lohu akan
menyuruh mereka mencoba pedang Ban kiam hwee kita, apakah cukup tajam atau
tidak !" "Chin-heng, kini kiamcu berada dimana ?" tanya congkoan pedang berpita putih Lok Im lin kemudian.
"Ketika siaute mendapat laporan tadi, aku buru-buru datang menyambut, Kiamcu
malah belum tahu kalau congkoan bertiga sampai disini, sekarang juga siaute akan
pergi mengundangnya."
Kemudian setelah tertawa paksa dia berkata lagi, "Huan congkoan bertiga pasti sudah lelah sekali setelah menempuh perjalanan jauh, silahkan beristirahat dulu diruang
belakang, tentunya kalian semua belum bersantap bukan" siaute segera akan
menyuruh mereka untuk menyiapkan hidangan."
Huan Kong phu segera manggut-manggut.
"Kami tidak tahu kalau disini telah terjadi perubahan drastis maka sepanjang jalan melakukan perjalanan, sampai sekarang kami memang belum bersantap apa-apa Chin
congkoan, suruh saja mereka siapkan hidangan seadanya."
"Baik." sahut Chin Tay-seng, dia segera menyilahkan kepada seorang jago pedang berpita hitam untuk menyampaikan perintahnya tersebut.
Di ruang belakang telah disiapkan air teh, secara beruntun Huan Kong phu, Wi Tiong
hong dan Lok In-lim mengambil tempat duduk.
Kepada Cho Kiu moay, Chin Tay-seng berkata kemudian sambil tertawa lebar:
"Sepanjang jalan nona Cho tentu merasa lelah sekali, silahkan duduk, untuk
beristirahat minumlah secawan air teh ini."
"Ucapan Chin congkoan memang benar." kata Huan Kong phu cepat. "silahkan nona duduk untuk beristirahat biarlah Chin congkoan saja yang pergi mengundang Kiamcu."
Cho Kiu moay sebagai pelayan dari Ban kiam hwee, sudah seharusnya segera masuk
untuk memberi laporan kepada Kiam-cu setelah kembali kesitu, namun kali ini dia
hahya membetulkan rambutnya kemudian duduk pula.
Dengan cepat Chin Tay seng masuk ke dalam ruang gua, tak selang berapa saat
kemudian enam meja penuh hidangan telah dipersiapkan.
Kepada Huan Kong phu, Ma koan tojin segera berkata sembari menjura dalam-dalam:
"Kini hidangan telah tersedia, Huan congkoan, nona Cho, silahkan bersantap."
Huan Kong phu mendongakkan kepalanya dan berseru kepada tiga orang jago pedang
berpita hijau yang berdiri disamping:
"CEPAT turunkan perintah, agar semua saudara kita beristirahat di ruang depan,
kecuali mereka yang sedang bertugas melakukan perondaan, yang lain boleh masuk
untuk bersantap."
Salah seorang diantara ketiga orang jago pedang berpita hijau itu mengiakan,
kemudian menerima perintah dan berlalu.
Tak lama kemudian, delapan jago pedang berpita biru dan dua puluh delapan jago
pedang berpita putih telah masuk kedalam ruangan dan memenuhi sampai empat
meja, semuanya duduk tenang ditempat masing-masing, tak seorangpun yang
berbicara. Pada saat itulah dari lorong sana berkumandang suara derap kaki manusia, kemudian
tampak Chin Tay seng berjalan dipaling depan muncul dalam ruangan tersebut.
Begitu melangkah keluar dari lorong, dengan suara lantang segera serunya.
"Kiam-cu tiba !"
Huan Khong phu, Wi Tiong hong. Lok In lim dan Cho Kiu moay serentak bangkit berdiri,
sedangkan para jago pedang yang memenuhi empat meja itu pun serentak berdiri
tegak. Orang yang berjalan dibelakang Chin Tay seng adalah congkoan pedang berpita hijau,
Bau kiam suseng (sastrawan pemeluk pedang) Buyung Siu, dia berjalan dengan lamban
sekali, sudah jelas racun yang berada dalam tubuhnya telah membuatnya jadi lemah.
Namun sikapnya masih nampak santai, dengan senyuman dikulum dia memandang ke
arah Cho Kiu moay serta Huan Khong phu sekalian, setelah menjura katanya sambil
ketawa. "Nona Cho, saudara Huan, saudara Kiong, saudara Lok. rupanya kalian telah datang
semua, maaf kalau siauheng tak dapat menyambut kedatangan kalian."
Serentak Huan Kong-phu sekalian balas memberi hormat.
Wi Tiong hong harus mengikuti yang lain menjura juga, sedang dihati kecilnya dia
berpikir: "Huan congkoan adalah seorang congkoan bagian istana dari Ban kiam hwee,
seharusnya kedudukan ini masih berada diatas ke empat congkoan maupun Hak bun
kun Cho Kiu moay apalagi yang terakhir ini hanya seorang dayang dari Hwe-cu mereka,
apa sebab semua orang bersikap begitu hormat kepadanya ?"
"Didalam sapaannya barusan, ternyata Buyung Siu telah mendahulukan Cho Kiu moay
di depan Huan, congkoan sekalian, nampaknya kedudukan dari Cho Kiu moay masih
berada jauh diatas congkoan bagian istana."
Sementara dia berpikir tampak tiga orang gadis berbaju ringkas warna hijau dengan
menyoren pedang berpita kuning pelan-pelan berjalan keluar dari tikungan lorong.
Wi Tiong hong sudah tahu kalau mereka adalah ke empat pelayan dari Ban Kiam hwee
cu kecuali Hek bun Cho Kiu moay seorang, sisanya yang lain adalah Jin Kiu moay serta
Lim Thian moay ilmu silat yang mereka miliki rasanya sama sekali tidak berada
dibawah kepandaian Cho Kiu moay.
Begitu ke tiga orang gadis tersebut munculkan diri Huan Khong phu, Lok In lim sekalian segera membungkukkan badannya sembari berseru: "Hamba menghunjuk hormat
buat Kiam-cu."
Oleh karena Wi Tiong hong sedang menyaru sebagai congkoan pedang berpita merah
Kiong Thian ciu dari Ban Kiam hwee waktu itu tentu saja dia harus ikut
membungkukkan badannya pula untuk memberi hormat.
Ban Kiam hwecu dengan jubah suteranya berjalan keluar dari lorong tersebut dengan
langkah lebar dia segera mengangkat tangannya sambil berkata:
"Sepanjang jalan kalian pasti sudah amat lelah, tak usah banyak adat lagi, silahkan bersantap."
Selesai berkata, dengan langkah lebar dia lantas menuju ke meja perjamuan sebelah
tengah. Tampaknya terpengaruh oleh racun berdaya kerja lamban yang mengeram di dalam
tubuhnya, maka Wi Tiong hong merasa nada suaranya rendah lagi berat, sedangkan
langkahnya pun tidak segagah dan sementereng dahulu.
Setelah Ban-kiam hwecu menuju ke meja utama, Cho Kiu moay segera berjalan
menghampirinya dan berdiri disisi kiri Ban kiam hwecu, sedangkan Huan Kong phu,
Buyung Siu, Wi Tiong hong, Lok Im-lin serta Chin Tay-seng masing-masing berdiri
menurut urutan masing-masing.
Hanya Ma koan tojin, Thi-lohan Khong beng hwesio serta si Naga tua berekor botak To
Sam seng bertiga yang berkedudukan rendah kebagian tempat dipaling ujung sebelah
bawah. Cho Kiu-moay memandang sekejap sekeliling arena, kemudian setelah tertawa merdu
katanya: "Hari ini toh bukan upacara resmi atau pertemuan besar, kita semua tak sungkan-
sungkan lagi, Kiamcu paIing ramah terhadap siapapun, harap kalian bertiga pun ikut
duduk pula !"
"Benar" timbrung Ban kiam hweecu sambil mengangguk, "Chin congkoan, cepat kau undang Hu congkoan serta kedua Orang huhoat untuk bersantap bersama-sama."
Sikap Chin Tay seng saat ini pun nampak jauh lebih merendah daripada dihari hari
biasa, dia segera mengiakan kemudian katanya.
"Perintah Kiamcu, harap Mo koan toheng sekalian bertiga turut mengambil tempat
duduk." "Terima kasih Kiamcu !" kata Ma koan tojin sambil menjura.
Ketiga orang itu segera berjalan kedepan meja perjamuan, dengan cepat tiga orang
jago pedang terpita hitam mengambil poci arak dan memenuhi cawan arak masing-
masing orang. Pelan-pelan Ban kiam hwecu mengangkat cawan araknya. kemudian setelah


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang sekejap sekeliling arena, pelan-pelan dia berkata:
"Aku bersama Buyung congkoan, Chin congkoan serta segenap jago pedang berpita
hijau dan jago pedang berpita hitam yang berada dibukit Pit bu san ini telah
dipencundangi pengkhianat sehingga keracunan semenjak tiga hari berselang."
"Walaupun daya kerja racun sangat lambat, namun orang yang keracunan tak boleh
mengerahkan tenaga, hal ini pada hakekatnya bagaikan orang yang sama tetapi
kehilangan ilmu silat saja, olewh karena itulah aku lantas turunkan perintah untuk
mengundang kehadiran Huan congkoan, Kiong congkoan dan Lok congkoan agar
datang kemari secepatnya guna menghadapi segala kemungkinan yang tak
di nginkan..."
Berbicara sampai disitu sejenak, tapi semua orang yang berada dalam ruangan kecuali
mendengarkan perkataan tersebut dengan seksama tak kedengeran sedikit suara pun
yang berkumandang.
Terdengar Ban kiam hwecu berkata lebih jauh:
"Konon, racun yang mengeram didalam tubuh kami baru akan mulai bekerja
selewatnya tiga hari, itu berarti hari ini merupakan hari yang terakhir. Tentu saja partai yang paling termashur dalam penggunaan racun dalam dunia persilatan terhitung Tok
seh sia paling utama, hanya pemimpin Tok seh sia pula yang berambisi untuk merajai
seluruh dunia persilatan, padahal lima partai besar dunia persilatan telah menutup diri dari keramaian dunia, itu berarti satu-satunya musuh tangguh bagi mereka hanya
perkumpulan kita. Itulah alasannya mengapa pihak lawan telah meracuni kita semua,
hanya anehnya hingga kini pihak lawan sama sekali tidak menunjukkan gerakan apa
pun. Tentu saja, mereka bisa meracuni kita, berarti dapat pula sekaligus meracuni kita semua hingga mati, namun kenyataannya mereka malah memilih racun yang lambat
daya kerjanya dengan membiarkan kami hidup selama tiga hari lagi.... Dari sini dapat
disimpulkan kalau mereka tidak berhasrat untuk membinasakan diriku dalam sekali
serangan, atau dengan perkataan lain mereka mesti mempunyai rencana busuk lain,
siapa tahu kalau mereka akan mengajukan syarat agar kita masuk perangkap."
Belum juga kedengaran seseorangpun buka suara, semua orang seolah-olah
terbungkam dalam seribu bahasa.
Ban kiam hwecu memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya lagi:
"Oleh karena itu, kalau toh hari ini sebagai hari terakhir dari batas waktu tidak bekerjanya racun tersebut, berarti mereka pasti akan datang kemari, jika dugaanku tak
salah, mereka pasti akan menggunakan obat penawar sebagai umpan, lalu mengutus
orang untuk mengajakku bertukar syarat, sedang kekuatan ilmu silat rupanya hanya
dipersiapkan sebagai langkah terakhir."
"Ucapan Kiamcu memang tepat sekali." sahut Hian Kong phu berseru.
"Kini, congkoan bertiga telah sampai disini, dalam soal kekuatan kita tak perlu merasa takut" sambung Ban Kiam hwecu lagi "kini tengah hari sudah tiba, musuh tangguh pun setiap saat bisa muncul disini, kalian yang baru datang dari jauh boleh segera
bersantap dulu, selesai bersantap aku akan membagi tugas untuk kalian, Nah cukup
ucapanku kali ini, terimalah hormat secawan arakku untuk kalian semua..."
"Hamba semua sudah seharusnya menghormati kiamcu lebih dulu." serentak para jago pedang berseru berbareng.
Sekali teguk Ban Kiam hwecu menghabiskan isi cawannya kemudian baru berkata:
"Aku telah bersantap tadi, silahkan kalian untuk mengeringkan cawan arak itu lebih dulu kemudian silahkan untuk bersantap."
Serentak empat pelayan, lima congkoan, Ma koen tojin bertiga serta segenap jago
pedang yang berada mengangkat cawannya bersama-sama, kemudian baru sekali
teguk menghabiskan isinya, kemudian mereka duduk bersama-sama dan mulai
bersantap. Tak seberapa lama kemudian, semua orang telah selesai bersantap.
Huan Kong phu segera berseru kepada delapan jago pedang berpita birunya:
"Kalian tetap tinggal disini, sedangkan para jago berpita putih yang selesai bersantap segera mengundurkan diri dari ruangan, menyusul kemudian sepuluh orang yang
tertugas melakukan penjagaan masuk kedalam untuk bersantap.
Pada saat itulah, tampak seorang jago pedang berpita putih tergopoh-gopoh lari
masuk kedalam" kemudian serunya sambil menjura:
"Lapor Kiamcu pihak Tok seh sia telah mengutus orang untuk menyampaikan sepucuk
surat, harap Kiamcu memeriksanya."
"Bawa kemari!" perintah Cho Kiu moay.
Pendekar pedang berpita putih segera mempersembahkan surat itu dengan kedua
tangannya. Setelah menerima surat itu, kembali Cho Kiu-moay bertanya.
"Mana si pengirim suratnya?"
"Sudah pergi."
"Baik.. kau boleh mundur." kata Cho Kiu moay kemudian sambil mengulapkan
tangannya. Pendekar pedang putih membungkukkan badan dan segera mengundurkan diri.
Baru saja Cho Kiu moay hendak merobek sampul surat tersebut, tiba-tiba Chin Tay
seng memperingatkan:
"Nona Cho, hati-hati kalau diatas surat mereka sudah dibubuhi racun."
Cho Kiu moay mendengus dingin, lalu sahutnya sambil tertawa lebar:
"Tidak mengapa, aku sudah minum obat campuran Lou bun si, jadi beberapa hari
memang tak kuatir kena racun lagi..."
Selesai berkata dia lautan merobek sampul surat itu dan mengeluarkan isinya,
kemudian terbacalah surat itu berbunyi demikian:
"Ban kiam hwecu! Racun berkadar rendah yang bersarang ditubuhmu dan semua
pendekar pedang berpita hijau serta pendekar pendang berpita hitam, hari ini sudah
mencapai hari yang ketiga, selewatnya tengah malam nanti racun itu akan mulai
bekerja dan tak akan tertolong lagi. Kau anggap dengan kehadiran tiga orang
congkoan, berarti bala bantuan sudah datang" Terus terang saja kukatakan kepadamu,
didalam air teh yang mereka minum pun sudah dicampuri dengan racun. Racun ini
akan mulai bekerja selewatnya setengah jam, saat kau membaca surat ini, aku percaya
saatnya sudah hampir tiba. Asal kau bersedia untuk bekerja sama dengan kami, akan
kami kirim orang untuk menyembuhkan racun itu, bahkan menambahkan obat
penawarnya untuk kalian.
Tertanda: Sah Thian-yu."
Berubah hebat paras muka Cho Kiu moay setelah membaca isi surat itu, tiba-tiba saja
sepasang tangannya yang memegang surat itu gemetar keras, lalu serunya keras-
keras: "Bedebah, betul-betul bedebah ..siapa lagi yang sudah bermain gila dengan air teh kami?"
"Apa maksudmu" Apa yang ditulis didalam surat tersebut?" buru-buru Ban kiam
hweecu bertanya.
"Sah Thian-yu sibedebah terkutuk tersebut telah mengirim orang untuk bermain gila lagi di dalam air teh kita, bahkan racun yang di campurkan kedalam air teh tersebut
segera akan mulai bekerja."
Sembari berkata, dia menyerahkan surat tersebut kepada Ban kiam hweecu.
Huan Kong pho segera menggebrak meja keras-keras, kemudian serunya dengan
gusar: "Kalau begitu disini pasti ada mata-mata !"
"Blamm!" menyusul gebrakan mejanya yang amat keras itu, sekujur badan Chin Tay seng gemetar keras.
"Huan congkoan!" kata Ban kiam hwecu kemudian, "coba kau mengatur napas dan periksalah apakah dirimu sudah turut keracunan pula."
Huan Kong phu, Wi Tiong hong dan Lok-In lin bertiga segera mencoba untuk mengatur
napas, dengan cepat paras muka mereka berubah hebat.
Huan Khong phu melototkan sepasang matanya bulat-bulat, dengan keringat jatuh
bercucuran tiada hentinya, ia berseru penuh rasa ngeri:
"Cepat benar kerjanya racun ini, sekarang hamba sudah tak bisa lagi menghimpun
hawa murni yang hamba miliki, ketika dipaksakan, isi perut hamba terasa sakit sekali
bagaikan di ris-iris."
"Hambapun merasa demikian." kata Wi Tiong hong pula dengan cepat.
Huan Khong phu segera berpaling ke arah delapan orang pendekar pedang berpita
biru lainnya, kemudian menegur:
"Apakah kalian pun merasa keracunan?"
Kedelapan pendekar pedang berpita biru itu segera membungkukkan badannya
memberi hormat dan menyahut:
"Hamba semua telah mencoba untuk menghimpun tenaga, ternyata kami memang
keracunan pula."
Ke sepuluh orang pendekar pedang berpita putih yang sedang menundukkan kepala
sambil bersantap itu segera menghentikan santapannya lalu seorang diantaranya
bangkit berdiri dan memberi hormat, katanya:
"Lapor congkoan, hamba semua pun merasa telah keracunan hebat.."
Lok In-lin yang duduk disamping Ching tay seng segera menggertak giginya sambil
mendengus, serunya menahan geram:
"Bila orang yang meracuni kami sampai terjatuh ketangan aku orang she Lok, aku
bersumpah tak akan menjadi manusia bila tidak bisa mencincang tubuhnya sehingga
hancur berkeping-keping..."
Ban kiam hweecu menghela napas panjang, bisiknya tiba-tiba dengan sedih.
"Aaai .. sekarang, perkumpulan Ban kiam hwee kita benar-benar telah dipecundangi
orang!" "Wah, kalau begitu tinggal aku dan ketiga orang pendekar pedang berpita hijau yang tidak keracunan sama sekali?" seru Cho Kiu moay.
"Ucapan nona memang benar, hambapun, tidak merasakan gejala keracunan." kata tiga orang pendekar pedang berpita hijau itu.
"Sekarang, keadaan kita yang menguntungkan sudah lewat," ucap Hoa Khong phu,
"sekalipun nona berempat tidak keracunan, mustahil kekuatan kalian sanggup
menghadapi serbuan lawan."
"Asal kami tak keracunan, paling tidak toh masih bisa melindungi Kiamcu untuk
meninggalkan tempat ini dan berusaha untuk mendapatkan obat penawar racun."
"Perkataan nona Cho memang tepat sekali." seru congkoan pedang berpita hijau Buyung Siu, "persoalan ini tak bisa ditunda-tunda Iagi, lebih baik Kiamcu segera
berangkat meninggalkan tempat ini..."
"Sayang sekali keadaan sudah tidak mengijinkan." tiba-tiba congkoan pedang berpita hitam Chin Tay-seng tertawa seram.
"Mengapa tidak mengijinkan lagi?" Cho Kiu moay bertanya.
"Walaupun nona dan ke tiga orang pendekar pedang berpita hijau tidak keracunan
namun sulit rasanya untuk meloloskan diri dari kepungan."
"Maksud Chin congkoan, kami semua sudah terkepung ?"
"Yaa, memang begitulah keadaan yang sebenarnya !"
"Darimana Chin congkoan bisa mengetahui akan hal ini ?"
Chin Tay seng tertawa seram.
"Heeehhhh... heeehhh... heeehhh sebab mereka yang melakukan pengepungan adalah
para pendekar pedang berpita hitam anak buahku, bagaimana mungkin hamba tidak
tahu ?" Bab-59 T A M A T Ban-kiam hweecu yang mendengar jawaban tersebut segera membelalakkan sepasang
matanya lebar-lebar:
"Maksud Chin congkoan, semua pendekar pedang berpita hitam telah melakukan
penghianatan ?"
"Ucapan Kiamcu memang tepat sekali !" sahut Chin Tay seng tiba-tiba bangkit berdiri, lalu sambil tertawa seram membanting cawannya ke atas tanah.
Begitu Chin Tay seng membanting cawannya ke atas tanah, Ma koan tojin, Thi lohan
Khong beng hwesio serta si Naga tua berekor botak To Sam seng serentak melompat
bangun puIa. Bersamaan waktunya dari arah lorong bermunculan dua puluhan orang pendekar
pedang berpita hitam yang membawa senjata terhunus dengan cepat mereka
melakukan pengepungan terhadap sekeliling tempat itu.
Melinat kejadian mana, ke tiga orang pendekar pedang berpita hijau itu nampak
terkejut, serentak mereka meloloskan pula pedangnya sambil bersiap sedia.
"Kalian jangan sembarangan bergerak !" cegah Cho Kiu moay dengan cepat:
Mendengar perintah tersebut ke tiga orang pendekar pedang berpita hijau itu segera
menghentikan gerakannya dan berdiri tak berkutik ditempat semula.
"Nona Cho !" Chin Tay seng segera berse-ru, hanya manusia yang tahu dirilah yang dinamakan manusia pintar, ditempat ini hanya ada empat gelintir manusia saja yang
sama sekali tidak keracunan, sekalipun memiliki kepandaian silat yang bagaimanapun
tingginya. tak mungkin kekuatan yang kalian miliki itu bisa menolong keadaan..."
Huan Khong phu betul-betul marah sekali, sedemikian gusarnya sehingga rambut dan
jenggotnya pada berdiri kaku bagaikan landak.
"Blaaammm!" dia menggebrak meja keras-keras, kemudian bentaknya dengan
lantang: "Chin Tay-seng. apa apaan kau ini " sebenarnya apa yang hendak kau lakukan ?"
Dengan cepat Chin Tay seng menjura, sahutnya sambil tertawa licik:
"Harap Huan congkoan jangan marah-marah dulu, sesungguhnya siaute tidak
mempunyai niat jahat walau hanya secuwilpun, apa yang kuminta tak lebih hanyalah
persetujuan kiamcu untuk bekerja sama dengan pihak Tok seh sia..."
Ban kiam hweecu yang mendengar perkataan itu betul-betul gusar sekali, sampai-
sampai sekujur badannya ikut gemetar keras, bentaknya nyaring:
"Chin Tay seng, kau berani berkhianat ?"
"Chin congkoan !" congkoan pedang berpita hijau Buyung Siu turut membentak pula.
"apakah obat penawar racunnya berada disakumu.?"
"Asal Kiamcu sudah menyatakan persetujuannya, mereka akan segera menampilkan
diri untuk menyerahkan obat penawar racun tersebut."
"Chin tay seng." seru Cho Kiu moay pula dengan suara dingin, "tahukah kau apa dosa dan hukumannya bagi mereka yang berani menghianati perguruan?"
Chin Tay-seng tertawa terbahak-bahak.
"Haahh... haaahh... haaahh... siaute berani berbuat berani bertanggung jawab, cuma sayangnya semua anggota Ban Kiam hwee yang hadir kesini sekarang sudah jatuh ke
tanganku semua, mau dibunuh atau dicincang sudah berada ditanganku
keputusannya, buat apa kita masih membicarakan soal berkhianat atau tidak."
Berbicara sampai disini, dia lantas menjura kearah Ban kiam hweecu sembari berkata:
"Kiamcu memang hebat sekali, aku yakin kau tentu sudah mengambil keputusan
bukan?" Tiba-tiba Ban Kiam hwecu tertawa cekikikan, kemudian berseru merdu.
"Sayang seribu kali sayang, aku tidak bisa mengambil keputusan dalam persoalan ini."
Gelak tertawanya itu merdu, lembut dan nyaring, tiba-tiba saja berubah menjadi suara
seorang gadis. Wi Tiong hong yang menyaksikan hal ini jadi keheranan, tanpa terasa pikirnya:
"Oh, rupanya Ban kiam hwecu adalah seorang gadis !"
ooo ooOoo ooo MENDADAK saja sekujur badan Chin Tay seng gemetar keras, kemudian serunya
dengan perasaan terkejut bercampur tercengang: "Kau... kau bukan Kiam cu!"
"Tentu saja aku bukan Kiam cu !" jawab Ban kiam hwecu dengan cepat.
Sembari berkata tangannya lantas menyeka ke atas wajahnya dan melepaskan
selembar topeng kulit manusia dari sana.
Begitu terbukanya topeng kulit manusia itu, maka seketika itu juga Ban kiam hweecu
berubah menjadi seseorang yang lain, itulah seleombar wajah bulat telur yang centil
dan cantik dengan alis mata yang melengkung, sepasang mata yang besar lagi jeli serta
bibir yang kecil mungil, ternyata dia bukan lain adalah Hek bun-kun Cho Kiu moay
adanya. Lantas siapa pula Hek bun kun Cho Kiu moay yang berada disampingnya itu ?"
Buru-buru Chin Tay seng menegur ke arah Cho Kiu moay:
"Sebenarnya siapakah nona ?"
Cho Kiu moay mendengus dingin. dia segera menyeka pula keatas wajah sendiri serta
melepaskan selembar topang kulit manusia.
Begitu topengnya terlepas segera berubahlah raut wajah orang itu, sebab dia memiliki
selembar wajah bersemu emas yang ganteng, keren penuh kewibawaan sehingga
siapa pun yang memandang jadi keder sendiri.
Wi Tiong hong yang menyaksikan semua peristiwa tersebut menjadi tertegun, ternyata
Cho Kiu moay yang datang bersamanya sepanjang jalan bukan lain adalah Ban kiam
hweecu. Paras muka Chin Tay-seng berubah sangat hebat, buru-buru dia mundur sejauh dua
langkah ke beIakang, kemudian serunya dengan perasaan lerkejut:
"Kau... kau adalah Kiamcu!"
Sebagaimana diketahui, Ban kiam hweecu memiliki kepandaian silat yang tak
terlukiskan tingginya, bila dia tidak keracunan maka dengan mengandalkan beberapa
orang yang ada didepan mata ditambah pula dengan dua puluhan orang pendekar
pedang berpita hitam, tetap masih bukan tandingannya.
Tidaklah heran kalau Chin Tay seng dibuat terkejut, gugup dan gelagapan dengan
sendirinya. Dengan sepasang mata yang amat tajam bagaikan sembilu, Ban-kiam hweecu
mengawasi wajah Chin Tay-seng tanpa berkedip, kemudian tegurnya:
"Chin Tay-seng, apakah kau sudah tahu salah !"
Chin Tay-seng mundur dua langkah ke belakang, sesudah dapat menenangkan hatinya
dengan paksa dia berkata:
"Sekalipun Kiamcu tidak keracunan, tapi ke empat congkoan dan segenap pendekar
pedang yang berada disini telah keracunan semua harap Kiamcu suka berpikir tiga kali
sebelum bertindak."
Huan Kong phu segera melompat bangun, kemudian sesudah tertawa terbahak-bahak
serunya: "Haaahh... haaahh... haaah... Chin Tay-seng, kau betul-betul berhati busuk, tapi coba kau lihat sendiri, siapakah diantara kami yang telah keracunan ?"
Sembari berkata dia lantas mengulapkan tangannya kepada ke delapan orang
pendekar pedang berpita biru seraya serunya:
"Jangan biarkan dia kabur dari sini !"
Ke delapan orang pendekar pedang berpita biru itu mengiakan bersama, bagaikan
harimau-harimau yang buas, serentak mereka melompat ke depan dan melakukan
pengepungan disekeliling tempat tersebut.
Dua belas orang pendekar pedang berpita putih pun turut berlompatan keluar dari
ruangan itu dan berdiri dalam dua barisan dimuka gedung ruangan.
Perubahan yang berlangsung sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan ini
disambut oleh Chin Tay-seng bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari
bolong, dengan perasaan bingung dan panik dia mengawasi sekejap sekeliling tempat
itu, kemudian serunya keras-keras:
"Kalian sudah jelas telah meneguk air teh yang bercampur dengan racun..."
Dari dalam saku-nya Ban kiam hwecu mengeluarkan sebatang pena kemala yang
berwarna hijau, kemudian sambil diperlihatkan kepada lawan, ujarnya tertawa
terbahak-bahak.
"Haah... hahh... haahh... Semua orang yang datang kemari bersama aku sudah minum
air yang bercampur pena Lou bun si terlebih dulu, bahkan racun yang mengeram


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam tubuh Bu yung congkoan sekalian pun sudah berhasil dipunahkan, sekarang
apabila Bau kiam hwe begitu gampang tertipu dan masuk perangkap, percuma saja
kami berdiri dalam dunia persilatan sebagai salah satu kekuatan."
Chin Tay seng benar-benar merasakan sukmanya bagaikan melayang meninggalkan
raganya, mendadak dia menjejakkan kakinya ke atas tanah dan buru-buru melarikan
diri kedalam lorong rahasia tersebut.
Ban kiam hwecu sama sekali tidak memberi komentar apa-apa, sedangkat semua
orang yang hadir disanapun tiada yang bergerak untuk menghalangi jalan perginya.
Namun kedua puluh orang pendekar pedang berpita hitam yang berdiri dimulut lorong
bukan saja tidak melindunginya untuk melarikan diri, mereka malah memutar
pedangnya bersama-sama dua puluhan batang pedang yang berkilauan tajam serentak
ditujukan keatas ulu hati Chin Tay seng.
"Harap congkoan berhenti dulu." bentak mereka bersama-sama, Mimpinpun Chin Tay seng tidak pernah menyangka kalau pendekar pedang berpita hitam yang dididiknya
selama ini dalam keadaan yang terakhir bisa berbalik mengkhianatinya, dengan
perasaan terkesiap ia menjerit:
"Eei, apa-apaan kalian?" Ma koan tojin turut memburu kesitu, serunya pula dengan nada menyeramkan:
"Congkoan toh sudah menyerahkan mereka kepadaku" Tentu saja mereka hanya
mendengarkan perintah hamba, barusan hamba telah memberitahukan kepada
mereka, sebelum memperoleh perintah hamba. siapapun tak boleh dibiarkan berlalu
dari tempat ini. Sekarang congkoan hendak melarikan diri, sudah seharusnya kau
memberitahukan dahulu niatmu tersebut kepada hamba, sehingga bamba, sehingga
hamba dapat menitahkan kepada mereka untuk segera mengundurkan diri"
"Sekarang kau toh boleh memerigntahkan kepada iuntuk mundur.?"h seru Chin Tay seng.
Ma koan tojin membetulkan letak pakaiannya, kemudian berkata:
"Congkoan, aku ingin bertanya dulu kepadamu, benarkah congkoan telah meracuni
hamba sekalian?"
"Kau cepat suruh mereka menyingkir, pokoknya aku berjanji akan memberi obat
penawar racun untuk kalian."
Ma koan tojin kembali tertawa.
"Sekarang kami sudah tidak membutuhkan obat penawar racun lagi, tadi bukankah
congkoan telah menyaksikan hamba sekalian meneguk secawan arak " Nah, di dalam
arak itulah sudah ada campuran Lou bun si yang telah menawarkan racun didalam
tubuh kami."
Chin Tay seng semakin gelisah, tapi setelah mendengar ucapan tersebut, saking
cemasnya peluh dingin sampai jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, agak
gemetar dia berseru:
"To-heng bertiga, masih ingatkah kau. oleh karena jaminan siaute dihadapan Kiamcu, kau baru bisa diangkat menjadi wakil congkoan dalam perkumpulan kami " Mengapa
to heng membalas air susu dengan air tuba ?"
"Dua puluh tahun berselang Huan congkoan memberikan jaminannya dihadapan
Kiamcu sebelum kau dapat diterima sebagai congkoan pedang berpita hitam, sekarang
bukankah kau pun berkhianat " Apalagi Kiamcu telah menjanjikan kepada pinto asal
mata-mata sudah dapat dilenyapkan maka berbicara soal jasa, pinto masih ada
harapan untuk menjadi congkoan !"
"Omintohud !" ujar Thi lohan Kwong beng hwesio pula sambil merangkap tangannya di depan dada, "benar-benar Buddha maha pengasih, kali ini pinceng dan saudara To
pasti akan diangkat sebagai wakil congkoan !"
Sekujur badan Chin Tay-seng gemetar keras, matanya berputar Iiar, tapi semua orang
yang hadir disitu hanya tersenyum dan duduk tak bergerak ditempat semula sanbil
mengawasi gerak-geriknya.
Kini dimulut lorong sudah berdiri dua puluh jago pedang berpita hitam, diluar gedung
berderet sepuluh orang pendekar pedang berpita putih.
Yang jauh tak perlu disinggungg, yang dekat deingan dirinya sahja sudah terdapat tiga
orang pendekar pedang berpita hijau serta belasan orang pendekar pedang berpita
hitam. Walaupun sampai detik ini mereka masih berdiri tak berkutik di tempat masing-
masing, namun sorot matanya mengawasi terus gerak-geriknya tanpa berkedip,
tampaknya mereka sedang menunggu perintah dari Kiamcu.
Paras mukanya segera berubah menjadi pucat keabu-abuan, sorot matanya
memancarkan sinar kaget dan ngeri, sedemikian takut dan seramnya dia sehingga
hampir saja jatuh tak sadarkan diri.
Mendadak dia memburu ke hadapan Ban kiam-hweecu, kemudian sambil
menjatuhkan diri berlutut dan mengangguk-anggukan kepalanya berulang kali
katanya: "Harap Kiamcu maklum, hamba telah berbuat tolol sehingga banyak menyusahkan
perguruan, harap Kiamcu sudi mengampuni kesalahan hamba."
Ban kiam hweecu segera tertawa dingin.
"Chin Tay-seng, kau anggap aku akan mengampuni selembar jiwamu ?" jengeknya.
Kembali Chin Tay seng menganggukkan kepalanya berulangkali sehingga keningnya
beradu dengan tanah, kembali dia berseru dengan suara gemetar.
"Harap Kiamcu maklum hamba dipaksa untuk berbuat demikian, semua kejadian
bukan atas kemauan hamba sendiri, sesungguhnya hamba bukan Chin Tay seng yang
sesungguhnya."
Perkataan "hamba bukan Chin Tay seng -yang sesungguhnya" ini sungguh berada
diluar dugaan semua orang, kontan saja suasana menjadi gempar dan orang-orang
yang berada disitu menjadi tertegun.
"Lantas siapakah kau?" tegur Ban Kiam hwee cu kemudian dengan kening berkerut.
Orang yang menyaru sebagai Chin Tay seng itu buru-buru membersihkan obat
penyaruan dari wajahnya, setelah itu ujarnya sambil menyembah berulang kali.
"Hamba adalah pendekar pedang berpita hitam Ciu Toa nian."
"Sejak kapan Chin Tay seng menitahkan kepada kamu untuk menyaru sebagai dia?"
tanya Huan Kong phu tiba-tiba.
"Pagi tadi, diaw menyuruh hambay menyaru mukanyxa, kemudian menyekap diri
hamba didalam sebuah kamar kosong, barusan dia masuk secara tergopoh-gopoh dan
mengajarkan hamba untuk berbicara kemudian hambapun disuruh ke luar dari kamar
dan bersandiwara disini. Hamba telah keracunan hingga mau tak mau harus menuruti
perintahnya, kejadian ini tak ada hubungannya sama sekali dengan hamba."
"Jadi kalau begitu, orang yang menyambut kami tadi masih yang asli?" seru Huan Kong phu amat gusar. "aaai... tahu begini, seharusnya dia sudah dibekuk sedari tadi"
"Bisa jadi dia masih bersembunyi didalam sana" ujar congkoan pedang berpita putih Lok Im lin. "mari kita menggeledah seluruh loteng dan menyeretnya keluar lebih dulu."
"Chin congkoan adalah manusia yang amat licik" kata congkoan pedang berpita hijau Bu yung Siu. "ditinjau dari tindakannya yang menyuruh orang menyaru sebagai dirinya, ini menunjukkan kalau mereka sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, atau
dengan perkataan lain dia takut kita sudah mempersiapkan diri maka dia sendiri
bersembunyi di tempat kegelapan sambil mengawasi gerak-gerik kita, tapi sekarang
rencananya sudah mengalami kegagalan total, aku yakin dia pasti sudah merat dan
menyelamatkan diri."
Huan Kong pho bertepuk tangan keras-keras sambil berseru pula.
"Betul, baik didepan bukit maupun dibagian belakarg bukit, seluruhnya terdapat
sembilan buah jalan tembus..."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba nampak seorarg pendekar pedang berpita putih lari
masuk dengan tergopoh-gogoh, kemudian setelah memberi hormat katanya:
"Lapor congkoan, menurut laporan yang datang dari pos penjagaan sebelah barat,
dikatakan ada dua puluhan orang pendekar pedang berpita hitam sedang melarikan
diri ke arah barat, sekarang menanti perintah selanjutnya."
Congkoan pedang berpita putih Lok im lim segera berseru
"Apa yang diucapkan saudara Buyung memang betul, dia benar-benar melarikan diri"
Huan Kong phu segera melompat bangun, kemudian bentaknya keras-keras:
"Ayo kita kejar . . ."
Ban kiam hweecu segera menggoyangkan tangannya berulang kali, ujarnya dengan
tenang: "Chin Tay seng tidak bakal bisa meloloskan diri."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:
"Bila dugaanku tidak salah, musuh tangguh akan segera mendesak tiba."
"Kiamcu maksudkan orang-orang dari Tok-seh sia ?" tanya Huan Kong phu.
Ban Kiam hweecu manggut-manggut.
"Betul, bisa jadi mereka akan melancarkan serangan secara besar-besaran terhadap
kita." "Datang tentara kita hadang dengan panglima, datang air bah kita bendung dengan
tanah, Memangnya kita harus takut terhadap orang-orang Tok seh sia ?"
Dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu Ban kiam hweecu mengawasi
sekejap semua orang yang hadir disana kemudian katanya.
"Tak mungkin dua jagoan akan hidup berdampingan, cepat atau lambat bentrokan
kekerasan antara Ban kiam hwee dengan Tok seh sia bakal terjadi juga, tapi hari ini
kita semua sudah meneguk air pemunah racun dari Lou bun si, jadi serbuan mereka
pada hari ini sesungguhnya merupakan hari yang paling menguntungkan untuk kita"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata Iebih jauh:
"Kalau toh hari ini merupakan hari yang paling menguntungkan buat kita, sedangkan kita pun sudah mengikat tali permusuhan yang lama dan dalam dengan pihak Tok seh
sia, mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk
melukai musuh sampai seakar-akarnya?"
"Ucapan kiamcu memang benar, kalau kita tak menghajar mereka sampai kalang
kabut, dianggapnya Ban kiam hwee kita hanya terdiri dari manusia tempe belaka!"
Buyung Siu tersenyum.
"Aku pikir, Kiam cu pasti mempunyai cara yang paling bagus untuk mematahkan
serangan musuh?"
"Sebenarnya aku sudah gmempunyai suatui rencana yang mhatang, tapi setelah
menduga datangnya serangan musuh pada hnri ini secara besar-besaran, aku pikir,
rencana aku semula mungkin sudah tidak begitu baik lagi...."
Mendadak dia menutup mulutnya sambil berpaling ke arah Ciu Toa nian yang menyaru
sebagai Chin Tay-seng, setelah itu tegurnya lagi:
"Bukankah kau mengharapkan aku mengampuni selembar jiwamu..?"
Ciu Toa-nian yang berdiri di samping buru-buru menjatuhkan diri berlutut, sambil
menyembah berulang kali serunya:
"Berbesarlah jiwa kiamcu, ampunilah selembar nyawaku..."
"Bagus sekali, sekarang aku mempunyai satu tugas yang harus kau lakukan, asal tugas tersebut dapat kau laksanakan dengan baik, maka jasa tersebut dapat pakai untuk
menebus dosamu."
"Hamba siap menunggu perintah dari Kiamcu"
"Kau tetap menyaru sebagai Chin Tay seng, bawalah dua puluh orang jago pedang
berpita hitam dan senja nanti berangkat ke kuil Sik jin tian, bekuk Chin Tay seng serta dua puluh penghianat tersebut"
Pucat pias selembar wajah Ciu Toa nian sesudah mendengar perkataan itu, serunya
dengan cepat: "Ilmu silat yang Chin congkoan miliki sangat lihay, bagaimana mungkin hamba dapat menandingi kepandaiannya ?"
Ban kiam hwee cu tersenyum.
"Benar saja, aku akan mengutus Khong beng taysu dan To Sam-seng dua orang huhoat
untuk berangkat bersamamu, bagaimana ?"
Ciu Toa nian segera memperlihatkan sikap keberatan, dia seperti ingin mengucapkan
sesuatu lagi. Belum sempat dia berbicara, Thi lohan Khong beng taysu dan Naga tua berekor botak
To Sam seng sudah membungkukkan badannya seraya berkata:
"Hamba akan turut perintah !"
Terpaksa Ciu Toa nian harus megmbungkukkan pulia badannya membheri hormat,
katanya kemudian.
"Bila dua orang huhoat bersedia menemani kami, tentu saja hamba pun akan bersedia melaksanakan perintah kedua orang huhoat."
"Bukan begitu" tukas Ban kiam hwee cu sambil menggeleng, "Kau toh sedang menyaru sebagai Chin Tay seng, maka kedudukanmu masih tetap merupakan congkoan pita
hitam, kedua orang huhoat tersebut tidak lebih hanya membantumu menangkap
orang, jadi segala kekuasaan masih tetap berada ditanganmu."
Ciu Toa nian memandang sekejap ke arah Thi lohan dan naga tua berekor botak,
kemudian kemudian ujarnya ketakutan:
"Hamba tidak berani . . ."
"lni merupakan perintahku, jadi kau cukup melaksanakan perintah saja."
Ciu Toa nian mengiakan berulang kali dan segera mengundurkan diri ke samping.
Huan Kong phu, Buyung Siu dan Lo In lim tiga orang congkoan serta Wi Tiong hong
yang menyamar sebagai congkoan pedang berpita merah jadi keheranan sekali setelah
menyaksikan kejadian tersebut . . .
Padahal disitu hadir banyak jago lihay, mengapa Kiamcu tidak memilih orang Iain
sebaliknya malah mengutus Ciu Toa nian untuk memburu Chin Tay seng"
Sambil tersenyum Ban Kiam hweecu berkata. "tapi oleh karena congkoan pedang
berpita hitam Chin Tay seng telah menghianati perkumpulan, maka kedudukan
sebagai congkoan bisa dijabat oleh Ma Koan toheng, sedangkan Khong beng taysu dan
saudara To boleh menjadi wakilnya."
Buru-buru Ma koan tojin berseru sambil memberi hormat:
"Harap Kiamcu maklum, hamba belum lama bergabung dengan perkumpulan, hamba
kuatir kemampuanku masih terbatas sehingga tak mampu menanggung tugas berat
ini" Ban Kiam hweecu kembali tertawa.
"Kalian bertiga sudah lama termashur dalam dunia persilatan, aku pikir untuk
menjabat sebagai congkoan pedang berpita hitam masih lebih dari cukup, harap
toheng tak usah menampik lagi. . ."
Huan Kang phu twertawa terbahaky-bahak, dengan xcepat timbrungnya dari samping:
"To heng, kionghi untukmu, kalau toh Kiamcu sudah berkata demikian, kalian bertiga pun tak usah merendah lagi."
Buyung Siu sekalian segera maju ke muka dan bersama-sama memberi selamat.
Ma koan tojin dan Thi lohan serta Naga tua berekor botak buru-buru balas memberi
hormat sambil mengatakan tidak berani.
"Malam ini, bila ada musuh tangguh melancarkan serangan" kata Ban kiam hweecu kemudian, "Ma koan tojin boleh memimpin segenap jago pedang berpita hitam yang
ada untuk melindungi ruangan ini, harap perintah ini dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. . ."
Sambil berkata dia mengelus jenggotnya dan berpaling ke arah Ma koan tojin,
sementara bibirnya bergerar membisikan sesuatu, agaknya bagian yang paling rahasia
disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara.
Ma koan tojin segera membungkukkan badan memberi hormat, sahutnya cepat:
"Hamba akan turut perintah."
Ban kiam hweecu segera berpaling kembali, kepada congkoan pedang berpita putih
Lok-In In, katanya:
"Lok congkoan !"
Dengan cepat Lok Im lin melompat bangun sambil menyahut.
"Siap !"
"Kau boleh memimpin segenap jago pedang berpita putih berangkat meninggalkan
tempat ini, sebelum senja menjelang tiba, kau harus sampai di Poan kiau phu sebelah
tenggara bukit Pit bu san untuk menanti perintah."
Kemudian dengan ilmu menyampakkan suara kembali dia membisikkan sesuatu yang
rahasia" Buru-buru Lok In lin membungkukkan badannya memberi hormat.
"Hamba siap menerima perintah."
Kemudian Ban kiam hwecu berkata pula kepada congkoan pedang berpita hijau
Buyung Siu: "D barat dari bukit Pit bu san terdapat sebuah tempat yang bernama Ciang sucia,
jaraknya tujuh delapan Ii dari sini, harap Buyung congkoan memimpin segenap jago
pedang berpita hijau untuk berangkat ke situ dan tiba sebelum senja."
Selesai berkata, lagi-lagi dia berkemak-kemik dengan mempergunakan ilmu
menyampaikan suara.
Buyung Siu segera membungkukkan badan dan memberi hormat sambil menyahut:
"Hamba terima perintah"
"Bila dugaanku tidak keliru" ujar Ban kiam hwecu lebih jauh, "di sebelah timur laut sana" daerahnya paling terpencil dan sepi, apabila orang-orang Tok seh sia hendak
melakukan serangan secara besar-besaran, maka besar kemungkinan mereka akan
mempergunakan jalan tersebut sebagai jalan mundurnya apabila menderita
kekalahan."
"Perkataan kiamcu tepat sekali, tempat itu memang sebuah kempleks tanah
pekuburan. Ban kiam hwecu manggut-manggut, kepada Huan Kong phu dia segera berseru:
"Huan congkoan boleh memimpin segenap anak buahmu untuk mempersiapkan
perangkap diatas sebelum senja nanti, jangan kau lepaskan seorang manusia pun"
Tentu saja selesai berkata dia pun berkemak kemik mengirim pesan dengan ilmu
menyampaikan suara.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Huan Kong phu setelah mendengar bisikan itu,
serunya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haah . . haah. . haah... bila hamba membiarkan seorang saja diantara mereka berhasil lolos, hamba bersedia menerima hukuman yang paling berat dari Kiamcu."
"Hasil dari pertarungan malam ini mempunyai pengaruh yang amat besar, walaupun
saat ini hari masih siang, namun aku harap semuanya mulai bersiap sedia"
Berbicara sampai disitu, dia lgantas berpesan ikepada ketiga ohrang pendekar pedang
berpita hijau. "Kalian simpan benda itu dimana ?"
"Tinggal diruang depan dan dijaga secara bergilir oleh jago pedang berpita putih."
sahut seorang pendekar pedang berpita hijau sambil membungkukkan badannya.
"Bagus sekali, sekarang kalian boleh menggotongnya masuk ke dalam . . ."
Ketiga orang jago pedang berpita hijau itu mengiakan dan bersama-sama menuju ke
ruang depan. Tak selang berapa saat kemudian, muncul tiga orang ke dalam ruangan itu, seorang
membawa pedang terhunus melakukan perlindungan sementara dua orang yang lain
menggotong masuk sebuah karung goni besar.
Tiada seorang pun yang tahu apa isi karung goni tersebut, Ciu Toa nian yang berdiri
disamping pun hanya bisa melirik sekejap ke arah karung tersebut dengan diam2,
sebelum mereka turunkan karung goni itu ke atas tanah, Ban-kiam hweecu telah
memerintahkan kembali:
"Kirim dia ke dalam kamar beristirahatku!"
Tiga orang pendekar pedang berpita hijau itu mengiakan dan segera melanjutkan


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perjalanannya menelusuri lorong rahasia.
"Kiong congkoan, harap ikut aku masuk ke dalam" ucap Ban kiam hweecu kemudian sambil berpaling ke arah Wi Tiong-hong.
Selesai berkata, dia membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam lorong.
Wi Tiong hong menerima perintah dan mengikuti dibelakang Ban kiam hweecu,
sedangkan ke empat dayangnya menyusul dibelakang Wi Tiong hong.
Mereka bersama-sama menelusuri lorong rahasia dan memasuki ruang tamu Ban kiam
hwee-cu yang indah dan mungil itu.
Dalam pada itu, ke tiga orang pendekar pedang berpita hijau tadi sudah meletakkan
karung goni tersebut keatas lantai.
Sambil mengangkat kepalanya Ban kiam hwee-cu segera memerintahkan:
"Sekarang kalian boleh berjaga di depan pintu, entah siapa pun, sebelum memperoleh ijinku dilarang masuk ke dalam"
Para gpendekar pedangi berpita hijau hitu mengiakan dan segera mengundurkan diri.
Sepeninggal orang-orang itu, Ban kiam hweecu baru menjura kepada Wi Tiong hong
sambil berkata.
"Saudara Wi, silahkan duduk sebentar siaute akan berganti pakaian lebih dulu sebelum menemani saudara lagi"
"Betul" kata Hek bun kun Cho Kiu moay pula sambil tertawa merdu, "hamba pun merasa sesak sekali dan kurang leluasa mengenakan pakaian ini, lebih baik bertukar
pakaian dulu."
Hingga detik ini, Wi Tiong hong masih belum mengetahui sesungguhnya Ban kiam
hweecu seorang pria atau wanita", dia merasa orang ini adalah seorang yang sangat
misterius. Buktinya ketika ia menyamar sebagai Hek bun kun Cho Kiu moay, mungkin Cho Kiu
moay sendiripun kalah luwes dan lemah gemulai ketimbang dia.
Apalagi sewaktu menyamar sebagai Soat ji si nona dusun, pada hakekatnya mirip
sekali dengan seorang nona dusun sungguhan.
Tapi begitu dia pulih kembali kedudukannya sebagai Ban kiam hwecu, kewibawaan
dan keangkerannya segera pulih kembali, bahkan setiap perintahnya dapat membuat
semua orang tunduk dan takluk.
Tapi ketika ia bersikap sebagai sahabat terhadap dirinya ternyata gayanya berbeda
lagi, senyumannya kelihatan jauh lebih lebar dan cerah.
Berpikir demikian, untuk beberapa saat lamanya dia memandang wajah Ban kiam
hwecu dengan tertegun, untuk beberapa saat lamanya dia sampai lupa menjawab.
Ban kiam-hweecu segera tersenyum, katanya:
"Saudara Wi, silahkan duduk !"
Pelan-pelan dia berjalan masuk kedalam kamar, sedang Hek bun kun Ciu Kiu moay juga
segera menyusul dibelakangnya.
Wi Tiong hong merasakan pipinya menjadi panas, cepat dia mengambil bangku dan
duduk. Seorang dayang muncul menghidangkan air teh, sambil disodorkan ke hadapannya ia
berbisik: Buru-buru Wi Tiwong hong bangkiyt berdiri.
"Terxima kasih banyak nona Jin, aku tak berani menerima penghormatanmu ini"
serunya tersenyum.
Jin Kiam moay segera mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian serunya agak
tercengang: "Sauhiap, kau kenal aku ?"
Lim Thian moay yang berdiri disisinya segera mencibirkan bibir sambil berseru:
"Yaa betul, Wi sauhiap sudah lama kenal denganmu.
Merab padam selembar wajah Jin Kiam moay, diam-diam dia mendesis Iirih.
Wi Tiong hong segera berkata:
"Empat dayang pribadi Ban-kiam-hweecu sudah termashur namanya dalam dunia
persilatan, siapa bilang aku tidak mengenalnya."
Sementara pembicaraan masih berlangsung Hek bun kun Cho Kiu moay sudah berganti
pakaian berwarna hitam gelap dan munculkan diri dalam ruangan.
"Toaci, sejak kapan kau kenal dengan Wi sauhiap?" tanya Lim Thian moay kemudian.
Cho Kiu moay melirik sekejap kearah Wi Tiong hong, lalu sahutnya sambil tertawa:
"Sudah sejak lama aku kenal dengannya."
Jawaban mana kontan saja menimbulkan gelak tertawa cekikikan dari Kiam moay, Kho
Hui moay dan Lim Thian moay bertiga.
Merah padam selembar wajah Cho Kiu moay mendengar gelak tertawa tersebut,
segera bentaknya:
"Hei, apa sih yang menggelikan?"
Sementara itu Ban-kian-hweecu sudah berganti pakaian kebesaran dan keluar dari
kamar dengan langkah lebar, setelah duduk di kursi kebesaran, katanya sambil
menuding ke arah karung goni besar itu:
"Coba kalian bebaskan orang itu"
"Didalam berisi orang" siapakah dia?" seru Cho Kiu moay keheranan.
Kho Hui moay dan Lim Thian moay sudah maju ke depan membuka tali pengikat
karung goni itu, dari dalamnya mereka menyeret keluar seseorang."
Dengan mata terbelalak lebar Cho Kiu moay segera berseru:
"Aaaah, rupanya Hek sat seng Sah Thian yu, Kiam cu! Kau berhasil membekuk Sah
Thian yu?"
(Agar pembaca tidak bingung perlu kami jelaskan bahwa Cho Kiu moay yang
memantek Ma koan tojin dipintu serta membekuk Sah Thian yu di rumah petani
tempo hari sesungguhnya adalah hasil penyaruan dari Ban kiam hwecu, sedang Cno
Kiu moay yang asli menyaru sebagai Ban kiam hwecu gadungan dan tetap berada di
bukit Pit bu san.)
Diam-diam Wi Tiong-hong mengangguk, dia sudah menduga kalau isi karung goni itu
adalah Sah Thian yu, tapi siapa pula Sah Thian yu yang menerjang pintu dan melarikan
diri tempo hari.."
Mendadak dia teringat akan seseorang, jangan-jangan Sah Thian-yu yang melarikan
diri tempo hari adalah hasil penyaruannya . "
"Siapakah orang itu" Tak ada salahnya pembaca menerka sendiri, jawaban akan
diketahui pada bagian lain.
Sementara itu Ban kiam hwecu sudah mengangkat cawan air teh dan meneguk
secegukan, kemudian pelan-pelan dia berkata:
"Bebaskan jalan darahnya"
Kho Hui moay menurut dan segera membebaskan seluruh jalan darah Sah Thian yu
yang tertotok, kemudian dengan gerakan cepat ke empat dayang itu balik kembali ke
kedua belah sisi Ban Kiam hwe cu sambil bersiap sedia.
Hek sat seng Sah Thian Yu segera menggerakkan ke empat anggota badannya dan
membuka matanya kembali, setelah duduk dan memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu mendadak dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Ke empat dayang dari Ban Kiam hweecu sudah tahu kalau Sah Thian-yu adalah salah
satu di antara empat racun Su tok thian ong, ilmu silatnya lihay sekali.
Maka secara diam-diam mereka tgelah membuat peirsiapan secara hdiam-diam,
asalkan dia berniat melakukan perlawanan maka dia akan segera turun tangan.
Sah Thian yu tertawa terbahak-bahak sambil menjura ujarnya:
"Rupanya siaute sudah diundang oleh perkumpuan kalian, tempat ini gelap dan tidak nampak sinar matahari, kalau dugaanku tak salah, seharusnya tempat ini adalah perut
bukit Pi bun san.."
Mau tak mau Wi Tiong hong harus mengangguk juga setelah menyaksikan gembong
iblis itu begitu sadar lantas dapat berbincang-bincang dengan santai pikirnya:
"Tua bangka ini benar-benar seorang manusia yang luar biasa."
"Sah totiang, silahkan duduk" kata Ban kiam hwecu kemudian sambil bangkit berdiri dan menjura.
Tanpa sungkan-sungkan Sah Thian yu duduk di sebuah kursi persis di hadapan Wi
Tiong hong. Lim Thian moay segera maju dan menuangkan secawan air teh baginya.
"Aku sering mendengar orang bilang empat dayang yang mengiringi Ban kiam hweecu
memiliki ilmu pedang yang luar biasa, nama harumnya termashur dalam dunia
persilatan, tak berani aku merepotkan nona untuk menuangkan air teh bagiku."
"Setelah Sah totiang sampai disini, berarti kau adalah tamu agung kiamcu kami."
Sah Thian yu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahahaha. . . kalian berani membebaskan jalan darah siaute dikarenakan banyak
orang hadir disini dan tidak kuatir siaute melarikan diri, apa lagi diluar ruangan banyak tersebar barisan yang sakti dengan perangkap yang bersusun-susun.
"Sekalipun aku orang she Sah ingin kabur sekali pun, tidak mungkin bisa lolos dari sini dengan selamat. Nona masih menyebutku sebagai tamu agung, padahal dalam
kenyataan aku orang she Sah tidak lebih hanya tawanan kalian, bukankah demikian?"
Berbicara sanpai disini dia lantas berpaling kearah Cho Kiu moay dan serunya menjura:
"Nona Cho memang berilmu tinggi, buktinya siaute pun berhasil kau tangkap dalam
keadaan hidup, siaute benar-benar merasa kagum sekali."
Cho kiu moay segera tertawa terkekeh sesudah mendengar perkataan itu, serunya:
"Dugaan Sah lotiang kali ini salah besar, aku pernah mencoba kepandaian silatmu
selagi berada diperusahaan An wan piau kiok.g Dengan mengandialkan kepandaiahnku
ini, bagaimana mungkin aku mampu membekuk lotiang dalam keadaan tangan kosong
belaka?" "Kalau bukan nona Cho, lantas siapa dia?"
"Orang itu adalah Kiamcu kami." kata Cho Kiu moay sambil tertawa ringan.
Sah Thian yu segera mengalihkan sorot matanya yang penuh keheranan itu kearah Ban
kiam hwee cu, kemudian sahutnya sambil manggut-manggut:
"Ya betul, hanya Kiamcu pun berapa gelintir manusia saja yang mampu membekuk
siaute dengan tangan kosong belaka dalam dunia persilatan dewasa ini."
Bankiam hweecu tersenyum. "Saudara Sah terlalu memuji."
"Hwcecu... kau berhasil membekuk siaute, jalan darahku sudah kau bebaskan pula,
sebenarnya kau ingin menanyai diriku ataukah masih ada petunjuk yang lain?"
Ban kiam hweecu tertawa hambar.
"Barusan pihak Tok seh sia telah mengirim surat yang isinya mengajak siaute bekerja sama."
Berbicara sampai disini sengaja dia berhenti berbicara.
Di singgung kembali oleh ketuanya, Cho Kiu moay baru teringat pula kalau surat
tersebut ditanda tangani pula oleh Sah Thian yu, hal ini membuatnya keheranan
sehingga mengalihkan sorot matanya kewajah Sah Thian yu.
Hanya Wi Tiong-hong yang memahami hal yang sebenarnya, sekulum senyuman
segera menghiasi wajahnya.
Berkilat sepasang mata Sah Thian yu. katanya sambil tertawa seram:
"Bila hweecu mau bekerja sama dengan pihak kami, jelas hal ini merupakan suatu
kejadian yang baik, apakah hweecu telah menyetujui usul mana?"
Dari nada pembicaraannya, sudah kedengaran kalau dia merasa amat bangga.
"Ucapan saudara Sah memang betul, kerja sama memang sesuatu yang baik cuma
orang-orang Ban kiam hwee tidak sudi ditekan atau ditindas orang lain"
"Yaa, tentu saja" sengaja Sah Thian yu berseru, "anak buah hwecu kan semuanya merupakan jago-jago pedang kelas satu dalam dunia ini-tentu saja kalian tak sudi
ditindas atau ditekan orang lain"
Pelan-pelan Banw kiam hwaecu beyrkata:
"Pihak kxalian telah mengirim orang untuk meracuni orang-orang kami, bukan saja
semua jago pedang berpita hijau yang berada di bukit Pit bu san keracunan, para jago
pedang berpita putih dan merah yang datang memberi bantuanpun ikut menderita
celaka." Mendengar sampai disini, Sah Tnian yu tak kuasa menahan rasa bangganya lagi, dia
tertawa terbahak-bahak.
"Jadi maksud hweecu aku hendak dijadikan sebagai sandera untuk memperoleh obat
penawar atau kah ingin memaksa siaute untuk menyerahkan obat penawar tersebut?"
"Semuanya bukan" jawab Ban kiam hweecu tenang, siaute hanya curiga jangan-jangan aku sudah salah menangkap orang, siapa tahu kau bukan Sah Thian yu yang
sesungguhnya, maka aku ingin bertanya sampai jelas?"
Bergetar keras seluruh badan Sah Thian yu setelah mendengar ucapan tersebut.
serunya: "Mengapa hweecu berkata demikian?"
Dari sakunya Ban kiam hwecu mengeluarkan sepucuk surat dan diangsurkan ke depan,
peIan-pelan katanya:
"Aku curiga karena di atas surat ini pun tercantum nama dari Sah Thian-yu"
Sah Thian yu menerima surat itu dan dibacanya sejenak, kemudian dengan wajah
keheranan dan curiga dia bergumam seorang diri."
"Aneh, siapakah orang ini " Yaa... sungguh mengherankan, siapakah orang ini ?"
Siapakah orang yang telah menanda tangani surat dengan mencatut nama Sah Thian
yu " Atau mungkin orang ini adalah Sah Thian yu gadungan "
Untuk mengetahui keadaan yang lebih jelas tentang hal ini serta untuk mengetahui
kisah selanjutnya tentang Wi Tiong hong, silahkan baca lanjutannya dalam cerita:
"PERSEKUTUAN PEDANG SAKTI"
T A M A T Sepasang Pedang Iblis 11 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis 24
^