Pedang Dan Kitab Suci 1

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 1


Su Kiam in Siu Lok
(Puteri Harum dan Kaisar)
Atau Pedang dan Kitab Suci
Karya : Khu Lung
Penerbit : Melati Jakarta
Jilid 1 DENGAN menunggang kuda, tampak seorang tua tengah mendatangi sambil "bernyanti-
nyanyi kecil. Dia berusia lebih kurang enam puluh tahun. Rambutnya dan jengotnya
masih kuat dan gagah kelihatannya. Diatas pelana kuda, dia tampak makin keren.
Cuaca sudah hampir gelap. Pada jalan diluar perbatasan yang di laluinya itu, selalu
iring-iringan kereta dan pengiring-pengiringnya, hanya rombongan burung gagak yang
terbang kesarangnya. Orang-orang berjalan lainnya sudah tak tampak lagi.
Setelah sesaat mengawasi alam sekelilingnya, orang tua itu terus memecut kudanya
untuk mengejar iring-iringan kereta disebelah depan, siapa gerang dia itu "
Untuk mengetahui sedikit riwayatnya, baiklah kita mundur dulu untuk menengok kisah
dibawah ini. Pada musim rontok tahun ke- 28 dari kerajaan Ceng (Kian Liong) karena berjasa
mengamankan daerah itu (Inkiang) maka pemerrintah Ceng. Adapun ciangkun-li khik
siu, telah dinaikkan pangkat dan dipindahkan ke Ciatkang.
Begitu menerima firman, khik siu segera berangkat lebih dulu dengan barisan
pengawalnya ke Ciatkang belakangan barulah keluarganya menyusul.
Di dalam ilmu perang Li Khik-siu sangatlah mahir. Maka tak heran kalau makin lama
kedudukannya menanjak, ibarat musim penghidupan khik siu adalah sedang berada
dalam musim semi yang gilang gemilang.
Tapi manusia tak luput dari kedudukan, orang dalam kedudukan seperti dia pun masih
ada juga hal yang disusahkan, yakni tak dapat keturunan laki-laki. Dia hanya diberkahi seorang puteri yang kini berusia sembilan belas tahun. Untuk memperingati tempat
kelahirannya, maka puterinya itu dinamakan Li Wan Ci, ketika anak itu lahir, Khik siu masih menjabat sebagai Hu-Ciangkun di Siangse.
Walaupun begitu, Khik siu sangat sayang putrinya seperti mustika, meskipun ayahnya
seorang peperangan, tetapi putrinya adalah seorang gadis yang cantik jelita. Makin
remaja, Li-siocia bertambah nyata keelokannya. Siocia itu wajahnya serupa sang ibu,
sedang wataknya turun dari ayahnya.
Jika ayahnya sedang berlatih memanah atau menunggang kuda, pasti Wan Ci selalu
ikut. Melihat putrinya gemar ilmu perang, khik-siu mengajarinya beberapa macam ilmu
golok dan tombak. Disamping itu, dia minta pada perwira-perwira sebawahannya yang
pandai untuk memberi pelajaran pada Wan Ci. Sudah tentu perwira-perwira itu
bersungguh-sungguh hati memberikan kepandaiannya pada putri dari atasannya itu.
Dalam usia tiga belas atau empat belas tahun, kepandaian Wan Ci sudah boleh juga,
sepuluh atau 2 puluh orang biasa, tak mudah dapat mendesak dia. Malah dalam waktu
latihan, tak jarang Wan Ci telah dapat menyampok jatuh senjata dari orang-orang
bawahan ayahnya. Dalam keadaan begitu dengan tertawa Khik siu mendamprat
orangnya itu yang dikatakan tak punya guna. Disamping itu diam-diam dia gembira
dalam hati melihat kemajuan putrinya itu.
Hanya saja kegirangan itu lekas juga diganti dengan elahan nafas, dia merasa getun,
bahwa anak yang pandai dalam bun dan bu itu sayang lah bukan seorang pria.
Ketika menanjak pada usia empat belas, mendadak sentak Wan Ci, tak mau datang ke
tempat latihan lagi. Sangka khik siu putrinya yang gundah menginjak dewasa itu
mungkin sungkan untuk gelang-gulung dengan lain kaum. Dala hal itu, diapun tak dapat menjalahkan putrinya.
Tetapi hal yang sebenarnya bukanlah demikian, ternyata Wan Ci dengan diam-diam
telah belajar silat yang lebih tinggi. Hingga dalam lima belas tahun lamanya, ia telah menjadi seorang ahli iwekang yang lihay, sungguh bukan lain ialah Liok Hwi Cing,
penunggang kuda yang telah dituturkan diatas itu tadi.
Liok Hwi Cing adalah cianpwe angkatan tua yang termasuk dalam golongan atas dari
cabang Bu tong Pay. Mengapa dia bisa menjadi suhu dari Li Wan Ci itu adalah karena
suatu sebab yang terjadi secara kebetulan saja.
Pada musim panas Kian Liong tahun delapan belas genaplah Wan Ci berusia empat
belas tahun. Ketika ayah nya menjabat dinas di Shangse dia telah mengundang seorang
guru sekolah untuk memberi pelajaran surat pada putrinya, Liok Hwi Cing, demikian
nama guru itu, adalah seorang terpelajar yang luas pengetahuannaaya. Dia tinggal di
tempat kediaman Li Khik siu, Wan Ci sangat hormat pada gurunya, dan hubungan
antara guru dan murid sangat akrabnya.
Pada suatu hari, hawa terasa panas sekali, sehabis tidur siang. Wan Ci pergi ke kamar gurunya untuk belajar. Ketika dia melalui gang, ternyata keadan di sekeliling situ masih tampak sunyi. Waktu sudah menunjukkan jam tiga lohor seharusnya pelajaran sudah
dimulai. Wan Ci tak mau sembarangan, ia terus masuk kedalam kamarnya sang guru, ia
menduga karena panasnya hawa, mungkin gurunya itu keenakan tidur. Menghampiri
jendela . tetapi begitu ia mengintip kedalam, bukan main terkejutnya ia itu.
Ternyata gurunya tidak tidur, tetapi sedang duduk bersila diatas kursi. Tangannya
diayunkan pelan-pelan keatas, dan terdengarlah semacam bunyi tepukan lemah, seperti
suatu benda yang terbentur pada tembok.
Wan Ci mengikutkan pandangannya kearah bunyi itu. Ketika diawasi dengan seksama,
ternyata pada tembok dihadapan Liok losunya itu terdapat puluhan ekor lalat yang
tampak menempel tersusun rapi sekali.
Wan Ci merasa heran mengapa lalat itu menempel tak bergerak pada tembok. Apalagi
berjajar dengan rapinya. Teringat ia, bahwa jajaran barisan lalat itu seperti susunan barisan yang dilihatnya jika ayahnya sedang melatih orang-orangnya di lapangan.
Kembali ia memandang tajam-tajam dan barulah diketahui bahwa pada badan setiap
lalat ternyata menancap sebatang jarum emas yang halus seperti rambut. Jarum itu
sedemikian lembutnya hingga hampir tak terlihat oleh Wan Ci dari tempat yang agak
jauh itu. Hanya karena dari sebelah jendela lainnya, sinar matahari menyorot masuk,
maka tampak sinar mengilau dari jarum yang terbuat daripada emas itu.
Sementara itu masih ada beberapa ekor lalat yang beterbangan dalam kamar. Tapi
setiap kali tangan Liok-losu berayun terdengarlah suara "piok dan kembali pula seekor lalat terpaku pada tembok.
Sifat itu kanak-kanak Wan Ci segera timbul. Ia sangat tertarik dengan permainan itu, serentak melangkah ke pintu, ia terus menerobos kedalam sambil berteriak.
"Liok-losu, ajarilah aku permainan itu !"
Ditempat kediaman Lie khik siu, dalam beberapa tahun ini Liok Hwi Ching telah berhasil menyembunyikan diri, karena gangguan lalat, ketika itu dia gunakan Hoe yong ciam
diam untuk membasminya. Tapi tak dikira kalu perbuatannya itu telah kena di ntip oleh ineecu-nya murid perempuan. Dan ketahuanlah rahasianya.
"Ho, kalau sudah bangun. Hari ini mari kuceritakan tentang riwayat dari Sing-ling koen!"
demikian Hwi Cing berseru dengan angker. Nyata dia akan berdaya untuk menutupi
rahasianya. "Liok-losu, kau ajarilah dulu permainan tadi baru nanti mulai pelajaran."
"permainan apa?" tanya Hwi Cing berlagak pilon.
"Memukul lalat!"
Dengan berkata begitu, ia sudah mengambil kursi, terus loncat keatas untuk memeriksa dengan tegas lalat yang menempel ditempel ditembok itu. Jarum itu satu demi satu
dicabutnya terus digosok bersih dengan kertas untuk diberikan kembali pada gurunya
seolah-olah ia akan memaksa sang guru untuk mengajarinya seketika itu juga.
Wan Ci tergolong anak remaja, anak-anak tidak, dewasapun bukan, ia seorang gadis
cantik yang lincah dan cerdas. Ayah bunda serta orang-orangnya. Ia berkeras minta
diajari permainan itu, belum mau sudah kalau gurunya belum meluluskan.
Liok Hwi-ehiong seorang pandai yang matang dalam pengalaman. Lima puluh tahun
lamanya dia mengarungi samudera hidup yang penuh dengan gelombang percobaan,
kini berhadapan dengan gadis muridnya, yang lincah dan cerdas itu, dia kewalahan. Hati menolak, tapi mulut berat untuk mengatakan.
"Baiklah, besok pagi-pagi, kau datang kemari, nanti kuajari, siang ini kau tak usah
belajar, pergilah bermain-mai n. tapi ingat, sekali-kali jangan kau uarkan tentang
permainanku tadi. Kalau sampai bocor, aku tak mengajarnya!"
Akhirnya Hwi Ching berkata dengan suara tak lempias.
Karena girang, dengan tak mengucap apa-apa Wan Ci berlari keluar.
Liok Hwi Cing adalah seorang Tayhiap dari cabang Bu Tong Pay semasa mudanya ia
berkelana di wilayah Kanglam menjalankan perbuatan mulia namanya sangat
berkumandang dikalangan sungai telaga (jangouw), dulunya dia adalah orang penting
dari Cu Long Pang.
Cu long-pang adalah sebuah persekutuan rahasia yang menentang kerajan Ceng, dalam
pertengahan tahun Yong Ceng, pengaruhnya sangat meluas, karena baginda Yong Ceng
melakukan tindakan tangan besi, maka pada permulaan pemerintahan baginda Kian
Liong, keadan Cu Liong-pang morat-marit tak karuan. Orang-orang penting banyak
dibinasakan, atau yang sempat lolos terus menyembunyikan diri sedari waktu itu
hancurlah inti kekuatan dari Cu liong-pang itu.
Liok Hwi Ching lolos ketapal batas sebelah barat, ketika itu istana telah mengirimkan pahlawan-pahlawannya untuk menangkapnya. Tapi berkat kecermatan dan kepandaian
silat yang tinggi, maka ia berhasil dapat meloloskan diri. Namun Pemerintah Ceng tak pernah berhenti dari usahanya untuk menangkapnya.
"Tempat persembunyian yang paling aman, pertama jalan lingkungan istana, ke 2
berada di kota besar dan ketiga mengumpat di hutan". Dia mengambil jalan yang
pertama dan dengan berkedok sebagai guru sekolah, dia umpatkan diri dikediaman Li
Khik-su seorang panglima.
Kawanan kuku garuda (kaki tangan) pemerintah sengaja memusatkan penguberannya
kekalangan lioklim (persilatan), gereja-gereja, piauw-hang (kantor piaowkok) atau
tempat-tempat perguruan silat. Mana mereka dapat mengira, bahwa seorang guru
sekolah ditempat perajurit tinggi, adalah seorang buronan penting yang kepandaiannya tinggi.
Liok Hwi Ching mempunyai tiga orang saudara sepeguruan. Tea Suheng bernama Ma
Cin, Hwi Ching jatuh nomor 2 sutenya ialah Thio Ciauw ong Ma Cia adalah seumpama
mega mengambang atau burung Ho hutan, dia senang berkelana, maka walaupun dia
itu adalah Ciang bu-jin ahli waris dari Bu tong Pay, tapi dia seolaholah tak mau
mengurus soal-soal dalam kaumnya.
Sebaiknya, Thio Ciauw Cong adalah seorang pemuda yang bersemangat, dan gagah
berani, karena itulah suhunya sangat menyayanginya. Hampir seluruh kepandaian dan
rahasia ilmu silat cabang Bu Tong Pay telah diturunkan padanya.
Liok Hwi Ching yang maju dalam ilmu silat maupun ilmu surat. Dengan kecerdasan
otaknya berpuluh-puluh tahun dia pendam dirinya untuk meyakinkan sungguh-sungguh.
Jerih payahnya itu ternyata tak sia-sia. Dia merupakan seorang ahli iwekang yang
jarang ada tandingannya. Dengan ilmu silatnya "bu kok hian kun" senjata rahasia jarum hu yong cim dan ilmu pedang cwan bun-kiam, namanya telah menggetarkan kalangan
sungai telaga. Diantara ketiga saudara seperguruan itu. Mo Cin lan yang paling kurang sendiri
kepandaiannya. Thio Ciauw Cong kemaruk dengan pangkat. Dia bekerja pada
pemerintah Cheng. Berkat kepandaiannya yang tinggi, dia telah peroleh tanda jasa.
Liok Hwi Ching adalah seorang pecinta negeri. Biar bagaimana dia tidak mau berhamba
pada pemerintah Ceng. Dan karena berlainan pendirian itulah maka dia telah bentrok
dengan sutenya dan sedari saat itu putuslah tali persaudaraan mereka.
Kembali menceritakan Li Wan Ci, ia betul-betul mentaati pesan suhunya untuk tidak
sebarkan soal permainan yang akan diajarkan padanya itu keesokan harinya pagi-pagi
ia sudah berada dimuka pintu kamar suhunya, tapi begitu masuk suhunya ternyata tidak ada, yang kelihatan hanya secarik kertas yang diletakkan diatas meja.
Buru-buru Wan Ci memungut dan membacanya.
"Wan Ci muridku, kau gemar ilmu pedang disamping ilmu surat, mendengar suara khim
kau dapat menyelami setiap getaran talinya, sungguh aku beruntung mendapatkan
murid secerdas kau itu, hanya sayang kepandaianku terbatas, maka jodoh kitapun habis sampai disini saja, mudah-mudahan dibelakang hari kita bisa berjumpa lagi, aku
percaya masa depanmu pasti gilang-gemilang, sekian dariku Liok Koo"
Liok Koo adalah nama samaran dari Hwi Ching, Wan Ci masih memegang surat itu, ia
tak dapat berkata suatu apapun. Ketika tiba-tiba daun pintu terdorong lebar-lebar dan masuklah seorang dengan langkah sempoyongan.
Betapa kaget Wan Ci ketika didapti bahwa orang itu tak lain adalah gurunya yang
disangka telah mengucapkan selamat berpisah itu, wajah Hwi Ching pucat lesi seperti
tak berdarah separoh tubuhnya penuh berlepotan tanda darah, dengan paksakan diri
dan pada lain saat ia segera buang dirinya keatas kursi itu.
"Liok losu" seru Wan Ci dengan kaget.
Hwi Ching tampaknya berusaha untuk menguasai diri, katanya :
"Tutup pintu, jangan bersuara!"
Hanya itu saja yang dia ucapkan dan selanjutnya ia membisu lagi.
Wan-ci adalah seorang gadis keturunan panglima perang, ketabhannya telah banyak
diuji dalam permainan pedang dan tombak, betapapun terkejutnya, ia tetap dapat
melakukan perintah gurunya untuk menutup pintu.
Hwi Ching tampak menghela napas panjang lalu berkata lagi :
"Wan Ci kita telah menjadi murid dan guru selama tiga tahun, selama itu kita telah
mendapat kecocokan. Kukira jodoh kita akan putus sampai disini saja tak tahunya aku
telah terbentur karang, soal ini menyangkut jiwaku, dapat kah kau berjanji untuk tidak mengatakan pada orang lain?"
Dalam berkata-kata itu tampak mata Hwi Ching bersinar-sinar menatap wajah
muridnya. "losu, aku patuh sahut Wan Ci"
"katakan pada ayahmu aku sakit perlu beristirahat setengah bulan."
Wan Ci mengiakan, maka sang suhu lalu melanjutkan kata-katanya lagi.
"Bilang juga pada ayahmu bahwa tak usah diundangkan sin she aku sendiri bisa
mengobati."
Sampai disitu kembali Hwi Ching berhenti lagi, setelah berselang beberapa saat tiba-tiba dia berseru :
"sekarang tinggalkan aku sendiri."
Setelah Wan Ci keluar, Hwi Ching cepat-cepat mengambil obat luka terus dibeberkan
kepundak kirinya, lalu dibalut dengan kain. Tapi ternyata dia terluka dalamnya, begitu pandangan matanya dirasakan gelap, mulutnya segera muntahkan darah segar.
Sebagai seorang yang berpengalaman, dia ketahui kecerdasan sang murid itu suatu
tempo akan dapat menimbulkan hal-hal yang tak di nginkan. Karena itu dia telah
peringatkan pada muridnya supaya dapat berhati-hati dalam setiap langkahnya.
Hwi Ching tak punya barang apa-apa. Kecuali beberapa potong pakaian dan sebatang
pek liong kiam. Kesemuanya itu dengan mudah dapat dia rngkas dalam sebuah pauhok.
Nanti tengah malam dia akan berangkat.
Selagi dia nantikan sang waktu dengan bersemadhi tiba-tiba tanda waktu pukul 2 kali, itulah waktu yang dianggapnya tepat, maka dia nyalakan pelita untuk berkemas-kemas,
tapi sekonyong-konyong diluar jendela terdengar ada suara daun rontok dan menyusul
dengan itu, terdengar suara tertawa yang aneh.
Cepat dia tiup padam pelita itu, terus meloloskan Pek-liong kiam dari pinggangnya.
Disaat Itu terdengarlah suara orang berseru keras-keras dari luar jendela.
"Liok Loo haoji oarang tua, makin tua makin tak genah. Kau kira dapat menghabiskan
sisa hidupmu dengan menyaru guru sekolah disini" Anak manis, hayo kau ikut kita ke
kotaraja untuk pangku jabatan yang mulia!"
Hwi Ching seorang jago kenamaan yang banyak pengalaman. Dia tahu bahwa orang itu
bukan lawan yang empuk, dan bahwasanya jumlah mereka tentu banyak pula. Kalu dia
gegabah menerobos keluar, tentu celaka. Diam-diam dia gunakan bik-houw kang, ilmu
cecak merayap di tembok untuk menuju wuwungan. Dia sawut palang jendela terus
ditariknya putus. Membarengi jatuhnya genteng-genteng kebawah dia lantas loncat
keatas wuwungan.
Tiba-tiba pada sat itu terdengar sebatang anak panh yang disabitkan dengan tangan
berkesiuran menyambar, disusul dengan keras.
"Bagus, jangan lari !"
Hwi Ching buang tubuhnya kesamping, seraya dengan pelan-pelan ia menegur,
"Sahabat mari ikut aku !"
Dia menggunakan ilmu berjalan cepat lari kearah pinggir kota. Benar juga tiga sosok
bayangan telah mengikutinya.
Kira-kira berlarian tujuh li jauhnya tiba-tiba seseorang pengejarnya berseru.
"He, orang tua she Liok, kau kan seorang kangouw kenamaan mengapa berlaku begitu
pengecut. Jangan mimpi dapat melarikan diri kau.
Liok Hwi Ching tak mau menyahut, dia mempunyai rencana sendiri, mengingat keadaan
waktu waktu itu adalah soal mati hidup, sengaja dia pancing musuh-musuhnya
kesebuah bukit karang yang terletak ditepi kota yang sepi.
Ternyata perhitungan Hwi Ching itu tepat musuh terdiri dari tiga orang. Hwi Ching
sengaja akan bawa mereka ketempat yang sepi. Ke 2 kalinya ia akan jajal ilmu
menentengi tubuh mereka dan ketika kalinya, dia akan mengetahui jumlah musuh-
musuhnya untuk menjaga kemungkinan dibokong.
Ketika akan mulai menanjak ketas Hwi Ching tetap kencangkan langkah. Dan sampai
distu dapatlah dia mengetahui sampai dimana kepandaian musuh-musuhnya itu,
ternyata mereka ada yang dapat tetap berlari cepat, ada yang terbelakang.
Ketika melihat Hwi Ching merendek dan berputar dari ketiganyapun tak berani
mendatangi dekat-dekat. Mereka segera mengatur siasat diri dalam kedudukan segitiga, yang seorang berada imuka dan ke 2 kawannya mengikuti dari belakang.
Dibawah sinar rembulan, Hwi Ching dapat melihat jelas musuh-musuhnya, yang berada
dimuka sendiri adalah seorang tua yang pendek dan kurus. Dia memegang sepasang
badi-badi yang ekor burung seriti yang panjangnya kurang dari satu jengkal.
Dibelakangnya adalah seorang yang tinggi dan kawannya lagi seorang yang gemuk
pada saat itu berkatalah si kurus tadi :
"Liok Loenghiong, sudah lama kita bertemu adakah kau masih ingat kepada
pecundangmu Ciao Bun Ki dulu itu ?"
Hwi Ching terkesiap. Dia tak habis mengerti mengapa orang she Ciao itu mencari dia
pada waktu begini.
Ciao Bun Ki adalah pemimpin nomor tiga dari kwantong Liok Mo, enam iblis dari wilayah Kwanteng, sepuluh tahun yang lalu bertengkar mulut, dia pernah bertempur dengan
Liok Hwi Ching masih kenal kasihan dengan tak mau membunuhnya dan hanya
memukulnya saja, dia tak menyangka kalau orang she Ciao akan menuntut balas
padanya. Sebenarnya Ciao bun ki sedang diutus oleh Ceng untuk menjalankan suatu tugas ke
Thian san. Dengan tak disengaja dia dapat mendengar bahwa Liok Hw Cing musuhnya
itu bersembunyi ditempat kediaman keluarga Li Khik siu-ciangkun.
Dengan membawa 2 jago kosen dari kantor congtok Shan see dan kamsiok, tanpa
memberitahukan pembesar setempat, malam itu ia datangi tempat Hwa Ching
bersembunyi. Dalam beberapa tahun itu, Bun ki telah berusaha keras untuk meyakinkan ilmu pukulan
"Pi peh Chiu" ia dipecundangi dalam pertempuran tangan kosong dan kinipun ia akan
mencuci hinaan itu dengan tangan kosong pula.
Maka berkatalah Hwi Ching dengan merangkap ke 2 tangan selaku menghormat.
"Kiranya Ciao Bun Ki sampai sepuluh tahun tak jumpa, hampir aku tak dapat
mengenalinya. Ke 2 saudara ini siap " Dan nasehat apa yang Ciao-samko hendak
berikan padaku?"
"Hmmm" bun Ki perdengarkan suara hidung dan sambil menunjuk seorang gemuk ia
berkata : itulah saudara angkatku Lo sin, yang orang beri julukan yaitu sebagai Thiat Pi Lo Han orang gagah tangan besi.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan menunjuk pada orang yang tinggi, dia berkata : "dan ini adalah Giok poan-koan Ha jin-liong. Hayo kalian mau lebih dekat kesini!"
Lo sin dan Ho jin liong menghampiri seraya merangkapkan ke 2 tangan, katanya "maaf,
Liok-cianpwe."
"Sungguh tak mengira kalau ditempat yang begini sepi telah menerima kedatangan
kalian bertiga, entah pengejaran apa yang samwie hendak berikan kepadaku?"
"Liok-loenghiong" sahut Bun Ki dengan tawar, "lima belas tahun yang lalu aku telah
menerima pelajaran darimu, karena memang kepandaianku masih cetek, barrangkali
karena aku orang yang berkepala keras, maka dalam beberapa tahun ini aku telah
belajar lagi beberapa jurus ilmu silat, "kucing kaki tiga. Untuk itu aku akan minta
petunjuk darimu termasuk bantuan pribadi. Ke 2 kalinya, berkat namamu yang tersohor
itu pemerintah telah mengundang kau untuk sesuatu jabatan penting. Untuk ini lah kita bertiga, sengaja datang buat menyampaiakan sekalian untuk memberi selamat padamu,
dan ini termasuk urusan negara."
Sampai pada saat itu mengertilah Hwi Ching kedudukan yang ia hadapi. Kalau hal itu
terjadi pada beberapa puluh tahun yang lalu mungkin ia takkan tahan lagi. Tapi
keberangasannya itu telah terbawa pergi dengan bertambahnyanya sang waktu.
Dengan tenag ia kembali merangkapkan ke 2 tangannya dan berkata :
"Ciao samya, kau dan akuadalah orang-orang tua yang sudah berumur lima atau enam
puluh tahun kesalahanku tempo dulu itu dengan setuus hati bersama ini kuhaturkan
maaf !" Demi ucapannya itu Hwi Ching membungkukan badan dihadapan orang she Ciao itu.
Tiba-tiba si tinggi, Ho Jin long perdengarkan suara hidung lalu memaki dengan kasarnya
: "Cis, tak tau malu!"
Mata Hwi Ching cepat mengalihkan kearah orang she Ho itu, dipandangnya tajam-
tajam. "Aku Liok Hwi Ching, sedikitpun tak ada nama dikalangan kangouw, selama itu belum
pernah kuterima hinaan dari siapapun juga, katanya, dan kembali menghadap kearah
Ciao Bun Ki dia lanjutkan kata-katanya.
"Ciao samya, tadi kau sebutkan kunjunganmu ini untuk urusan pribadi dan negara. Apa
yang terjadi dulu, Cuma menuruti nafsu darah muda saja. Untuk untuk perbuatanku itu, telah kuhaturkan maaf padamu. Mengenai urusan negara, aku Liok HwiChing bukanlah
tergolong orang yang berkulit tebal umau menjadi kaki tangan pemerintah Boan. Kalau
kau berkenan mau sekerat tulang tua ini menjadi hamba mereka, hmm". Silakan
mengambilnya. Ucapan itu membuat ketiga orang itu menengak.
"kalian boleh serentak maju bertiga, atau satu-satu, lanjut Hwi Ching dengan angker.
Kemudian dia melirik pada si tinggi dan berkata pula. "Kulihat lebih baik Ho Ya in yang maju lebih dulu."
"Kau terlalu banyak mulut."
Demikian tiba-tiba si gemuk Lo Sin berseru, terus lompat menonjok muka Hwi Ching.
Hwi Ching tampaknya tenang-tenang saja, tetap tak bergerak. Ketika kepalan seorang
hampir mengenai mukanya sebat luar biasa, tangan kanannya menghantam lawannya.
Lo sin terkejut sekali atas gerakan orang yang demikian sebatnya itu. Buru-buru dia
mundur tiga tindak. Hi Ching tak mau mengejar, setelah menangkap semangat, Lo sin
gunakan Ngo beng kun untuk kembali menyerang.
Pada saat itu, Cio Bun Ai dan Ho-jin liong sudah menyingkir kepinggir. Mereka telah
mempunyai rencana Ciao Bun ki telah bertekad untuk membalas sakit hati. Beberapa
tahun dia rela belajar mati-matian dalam ilmu Thiat pi peh tangan besi. Dia pernag
dirubuhkan Hwi Ching dengan Bukek hian kong-kun. Biar bagaimana, sakit hati itu tak
pernah dilupakan.
Dia suruh Lo sin Ho Jin liong tempur Hwi Ching lebih dulu, agar tenaganya berkurang.
Sedang dalam pikiran Ho Jin Liong terbentang jasa besar yang akan diberikannya oleh
cangtok, apabila dia berhasil menangkap buronan yang penting itu.
Hwi Ching dan Lo sin telah bertempur dengan seru. Ngo heng kun berdasarkan jurus-
jurus menyerang. Serangan pertama dilancarkan, disusul dengan ke 2. Begitu
seterusnya serangan susul-menyusul tak putus-putusnya. Ngo heng kun merupakan
ilmu silat gwakang yang paling lihay!
Dengan ilmu itulah Liok-sin berdaya merangsek lawannya.
Permainan ilmu silat Hwi Ching tenang dan cepat. Dalam sekejap saja, ke 2nya telah
bertempur puluhan jurus, tiba-tiba Hwi Ching menghilang. Buru-buru dia berputar
kebelakang, karena ternyata Hwi Ching sudah berada disitu, dalam kegugupannya dia
akan sambut lengan Hwi Ching.
Lo sin sangat andalkan tenaganya yang besar, dia tak kuatir bersampokkan dengan
lawan. Namun hanya dengan sekali berkibas tangan lagi
........ , sedang lengan bahu Hwi Ching pun tidak dapat disentuhnya.
Lo sin mkin bingung. Dia robah permainannya dengan ilmu silat "Lin na chiu". Dengan
sepasang tangan dia menyerang. Tapi Hwi Ching tetap tak berganti permainan dan
tetap pula dia melesat kesana-kemari.
Beberapa jurus kemudian Lo-sin menganggap mendapat kesempatan. Dia kirim pukulan
tangan untuk itu dia pastikan Hwi Ching akan mengegos kekiri, maka dia susulkan
tangan kiri lawan. Dia untuk kegirangannya pundak lawan telah kena tercengkeram.
Tapi kesudahannya ternyata lain seperti yang diharapkannya. Kalau dia tadi luput
mencengraman, itu malah baik. Tapi setelah dia mencengram kena tubuhnya yang
gemuk itu lantas seperti "dum" begitulah kedatangan suara, ketika tubuhnya jatuh
ditanah tiga tombak jauhnya.
Seketika itu matanya berkunang-kunang terus duduk numprah ditanah, seperti tak
bertulang ia terlongong-longong terpesona. Hanya mulut saja yang masih bisa memaki,
"setan alas kurang ajar, kau gunakan ilmu iblis apa ....?"
Ternyata tadi Hwi Ching menggunakan ilmu iwekang yang disebut "cap-i sip pat-tiap"
sentuh pakaian delapan belas kali rubuh. Begitu musuh menjamah pakaiannya maka
akan terlemparlah dia, sebenarnya ilmu itu hanya berdasarkan pinjam kekuatan lawan
saja. Meski Hwi Ching belum dapat menyakinkan ilmu itu dengan sempurna sehingga begitu
orang menyentuh pakaiannya begitu dia akan rubuh, namun karena Lo-sin telah
gunakan kekuatan besar untuk mencengkeram, maka dengan mudah Hwi Ching dapat
terjungkal dengan telak.
Melihat Lo sin numprah ketanah segera Bun Ki kerutkan alis serunya perlahan-lahan :
"Lo hiante bangunlah lekas-lekas!"
sebaiknyaHo Jin hong tanpa berkata apa-apa terus maju menyerang Hwi Ching dengan
gerakan "Song liong-jiang cu" sepasang naga berebut mustika.
Kembali Hwi Ching perlihatkan kegesitan dengan menghilang dari npandangan musuh.
Dan berbarengan itu, Ho-jin liong rasakan pundaknya ditepuk dari belakang dan satu
suara berkata, "kau belajar sepuluh tahun lagi."
Dengan cepat Jin liong berputar kebelakang tapi ternyata Hwi Ching tak tertampak
disitu. Ketika Jin Liong akan berbalik badan lagi, tahu-tahu ke 2 pipinya telah ditampar dari belakang dan satu suara kembali berkata : "nih rasakan ......bocah kurang ajar, sekali ini kuajar adat."
Sebenarnya Ho jin liong lebih diatas dari Lo sin. Tetapi karena dia tadi telah berlaku kurang ajar, Hwi Ching tak mau kasih hati. Dia sengaja gunakan permainan istimewa
untuk mempermainkan Jin liong.
Melihat Jin liong babak belur mukanya dan disana-sini terlihat benjot, Ciao Bun Ki
melesat maju, belum orangnya datang, angin pukulannya sudah tiba. Liok Hwi Ching
mengetahui sekarang dia berhadapan dengan orang ketiga dari Kwan-tung liok mo,
yang kepandaiannya jauh beberapa tingkat dari kawn-kawannya tadi. Dia tak berani
berlaku ayal lagi, lalu keluarkan ilmu silat dari cabangnya yakni Bu tek hiat-kong kun, untuk melayani dengan hati-hati.
Ho jin liong mau membantu Bun Ki tapi karena mereka bertarung dengan rapatnya
terpaksa dia tak mendapat kesempatan untuk menceburkan diri kedalam pertarungan
itu. Ciao Bun Ki keluarkan ilmu andalannya "Thiat pi peh chiu" pukulan tangan besi...... dan hebatnya pukulan ini, asal tersentuh maka cacatlah si korban.
"Thiat pi-peh chiu" dari Ciao Bun Ki adalah warisan dari keluargaBan di Lok yang, kini dengan jurusnya yang disebut "Chiu hoen ngo hian" tangan memetik senar kelima dia
menyerang Hwi Ching.
Gerak serangan nampaknya lemah gemulai tak bertenaga, tapi kelemahan, tapi dibalik
kelemahan itu terkandung tenaga yang luar biasa kerasnya. Dan begitu dekat ke badan
musuh jari-jarinya itu berubah seperti besi kerasnya. Memang "Thiat pi peh chiu" ini adalah gabungan antara "thiat-sat-ciung" pukulan pasir besi dengan "eng jiao kong"
cengkeraman kuku garuda.
"bagus....!" seru Hwi Ching sambil gunakan houw jong-po" gerakan harimau melangkah
untuk mengegos kesamping sambil majukan langkah kesisi lwan. Disitu segara dia pakai tangan kanannya untuk memukul lengan.
Bun ki buru-buru miringkan tubuh sambil pentang tangannya, itulah gerakan "pi peh ci bun" pi poh (nari) menutup muka. Tangan kiri melindungi badan tangan kanan
dijulurkan, memakai ke 2 jari untuk menotok.
Hwi Ching menurunkan tubuhnya kebawah dalam pada itu dia gunakan pukulan
Iwekang, in ciang untuk mebalas.
Hwi Ching akan menempuh jalan kebajikan. Dia tak tega untuk menghapuskan jerih
payah Bun ki puluhan tahun ini dalam mempelajari ilmunya. Karenanya dia hanya
gunakan separoh tenaga untuk memukul. Maksudnya supaya orang she Ciao itu dapat
insyaf, dan sampai disitu akan mundur sendiri. Tapi justru maksud baik itu, telah
berbalik mencelakakan Hwi Ching sendiri.
Karena tak gunakan sepenuh tenaga, gerakan Hwi Ching menjadi lambat, Ciao Bun ki
mengerti bahwa lawan telah berlaku murah hati, kesempatan ini takkan dilewatakan
begitu saja. Ketika tangan Hwi Ching masih belum ditarik untuk melindungi bagian dada yang terbuka. Tba-tiba dengan gerakkan "liucwan-hee-san" air sumber mengalir
kebawah gunung, kelima jari Bun Ki telah menyodok kebawah pulung hati Hwi Ching
dengan sekuat-kuatnya.
Dalam Keadaan tak yang terduga sama sekali, Hwi Ching tak keburu menghindar. Dia
telah terkena tangan jahat dari thiat pi peh yang ganas. Namun dia adalah jago besar daru bu tong pay. Walaupun menderita kerugian, tak menjadi gugup. Cepat dia tarik ke 2 tangannya untuk menangkis serangan berikutnya dari Bun Ki.
Setelah itu dia mundur tiga langkah. Dengan tak mengucapkan apa-apa, dia empos
semangatnya. Dia tak berani marah, karena tahu bahwa dia luka dalam parah. Kalau dia terlalu turutkan nafsu tentu binasa!
Mendapat hati, Bun Ki tak mau menyudahi sebelum musuhnya dapat mengaso untuk
memulihkan tenaga, dia terjun lagi dengan "botol perak pecah" dan "kudabesi kabur"
serangan berantai dari jurusjurus thiat pi-peh chiu yang lihay.
Dalam keadaan memaksa, apa boleh buat lagi. Dengan bersuit keras, Hwi Ching
mencabut pek lieng kiam. Bun Ki cepat-cepat loncat kesamping dan berseru :
"Pundak rata, majulah ....! si tua akan mengadu jiwa!"
"pundak rata" adalah sebutan yang berarti "kawan" tak perlu diulang lagi Ho Jin liong dengan sepasang go kao kiam, maju menyerang tenggorokan Hwi Ching.
Go-kao kiam, walaupun disebut pedang, tapi bentuknya adalah sepasang gaetan. Hanya
pada ujung gaetan itu didampingi sebatang pedang. Maka dapat digunakan dalam
permainan kao dan kiam.
Melihat orang menggunakan sepasang gaetan, tahulah Hwi Cing bahwa kepandaian
lawannya itu tentu tidak lemah, segera diapun gunakan "heng hwa jun-houw" dan "sam
boan-gwat" 2 jurus serangan dari ilmu pedang jwan-hun-kiam.
Pada saat itu, dengan melolos chit ciat konpian, pian baja dari tujuh ros-rosan. Lo sin turut menyerang. Ternyata dia sungguh-sungguh bertenaga kuat. Hwi Ching tak berani
berbenturan senjata menagkis, dia hanya menghindar sembari mencari lubang untuk
memapas jari seorang she Lo itu.
"Ah, yah!..." Lo sin perdengarkan seruan kaget, terus loncat menghindar.
Dulu semasa belajar bugee pada keluarga Han di Lok-Yang, ilmu senjata thiat pi-peh
tersebut telah dipelajarinya denga sempurna, pi-peh adalah semacam alat tetabuhan
seperti harpa ke 2 sisinyatajam. Di waktu melakukan penyerangan, bisadipergunakan
sebagai kampak. Untuk bertahan diri dapat sebagai perisai. Badan pi peh itu berlubang, disitu terdapat 2 belas biji pi peh ting paku yang ujungnya tajam sekali.
Setelah mendapat pelajaran thiat pi peh dari keluarga Han, Ciao Bun Ki mendapat
beberapa kesukaran. Pi peh itu sebenarnya adalah tetabuhan yang biasanya dipetik oleh wanita" Di kalangan kangouw, banyak mendapat cemoohan orang karena senjatanya
itu, dia mencari akal untuk mengganti pi peh itu. Dengan sebuah thiat-pay. Bentuknya meski berlainan dengan pi-peh, tapi cara memainkannya tak ubah bedanya dengan pipeh.
Merasa belakang kepalanya ada sambaran angin, Hwi Ching melejit kesamping. Dan
secepatnya dia kirim bacokan. Ketika Bun Ki menggalangkan thiat-paynya untuk
menangkis, pek liong kiam melorot turun terus menyerang lagi.
Setiap ilmu silat tangan kosong maupun dengan senjata apa saja apabila akan
menyusuli serangan yang ke 2, tentu lebih dulu menarik serangan yang pertama. Tidak
demikian dengan ilmu Hwi Ching, disitulah letaknya kelebihan ilmu pedang Jwan hoen
pian dari Hwi Ching. Bagaimanapun musuh akan menangkisnya serangan ke 2 tetap
akan menyusul tanpa mesti menarik lebih dulu. Dalam tiga kali susul menyusul itu,
dilancarkan, musuh pasti terkurung dalam sinar pedang yang berkelebat.
Pada saat itu, jangankan dapat membalas, sedang untuk menangkis saja tentu
kewalahan. Melihat Bun Ki kerepotan, Jin liong dan lo sin segera maju menyerang dari belakang
secara berbarengan. Senjata sebatang pay dan sepasang siangkao maju bersamaan
untuk mengurung Hwi Ching.
Setelah sekian lama, dada Hwi Ching terasa muali sakit, insyaf lah ia, bahwa luka
dalamnya mulai menyerang. Wlaupun jwan bun kiamnya sangat lihay, tetapi dikeroyok
oleh tiga orang dia agak repot, juga.
"tak nyana kalau Liok Hwi Ching hari ini akan binasa ditangan kawanan tikus, pikirnya membatin.
Kalau mengingat bagaimana kebaikanny, telah dibalas dengan kebusukan itu, marahlah
di. Dengan mengumpulkan seluruh semangat dia membuka jalan darah untuk lolos.
Kelak apabila lukanya sudah sembuh akan dicarinya Kwantung Liok mu untuk menuntut
balas. Habis mengambil keputusan dia tak mau bertempur mati-matian, hanya tenangkan
semangatnya. Ketenangan inilah yang menjadi pokok dari ilmu silat Iwekang. Juga sinar pek-liong kiam mengurung dirinya rapat-rapat, sehingga musuh tak berani mendekati.
"Ciao samya, kita kepung dia terus, biarkan dia mati kelelahan!" seru Lo sin.
"Benar, sebentar lagi Lo hiatee boleh kutungi kepalanya untuk dipersembahkan pada
contok sahut yang diajak bicara.
Pedangnya sih bagus amat, Ciao samnya berikan saja padaku, seru Ho jin liong.
Mereka bertiga salaing "mengipasi hati" Hwi Ching, seakan-akan menggapnya sebagai
seorang mati yang diperebutkan warisannya. Memang mereka sengaja berkata-kata
dengan keras agar Hwi Ching panas hatinya.
Hwi Ching mengirim 2 kali serangan kearah Lo sin. Seketika lo sin mundur, terbukalah sebuah lubang. Dan kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh Hwi Ching dengan
gerakan "hujan dicurahkan dari langit dan melesat keluar kalangan.
"Celaka, si tua akan lari" seru Lo sin dengan kaget.
Hwi Ching terus keluar "pat poh kam sian" ilmu lari cepat sembari berlompatan,
meluncur ke bawah gunung. "Pat poh-kam sian" telah diyakinkannya selama berpuluh-
puluh tahun, maka begitu sang kijang lepas dari jerat, jangan harap ketiga orang itu dapat memburunya.
Sebat sekali Ciao bun Ki menekan alat diatas thiat-paynya, dan seketika itu, tiga batang pi poh ting meluncur kearah Hwi Ching. Tapi dengan cekat Hwi Ching putar pek-liong
kiamnya untuk menyampok ke 2 batang pi peh-ting yang menjurus kemukanya,
menyusul dia enjot sepasang kakinya loncat keatas, kembali sebatang pi peh ting
mengarah kakinya dapat dihindari.
Sebagai seorang kangouw kawakan, Hwi Ching cukup mengetahui bagaimana lihaynya
paku pi peh ting itu, paku itu ujungnya menurun kebelakang, begitu menyusup
kedaging sukar untuk dicabut. Kalu memaksa akan dicabut tentu dagingnyapu nikut
terbetot keluar. Karena itu pi peh ting tak boleh ditangkap dengan tangan berbahaya
sekali, senjata rahasia macam begini hanya dipakai oleh kaum persilatan dari golongan hitam saja.
Setelah berhasil mengelit pi peh ting, Hwi Ching berniat hendak meneruskan larinya.
Tapi sekonyong-konyong dia tergelincir terus sempoyongan, mulutnya terasa hendak
muntah, dadanya sakit sekali. Dan berbarengan itu, dia rasakan matanya berkunang-
kunang. Melihat orang yang jalannya tak teratur, tahulah Ciao Bun Ki bahwa luka dalam Hwi
Ching mulai menyerang. Diam-diam dia menjadi girang, terus mengeroyoknya lagi.
Demikianlah mereka berempat segera bertempur lagi.
Terasa bagi Hwi Ching bahwa gerakkan tangan kanannya itu tentu disusul dengan rasa
sakit dada kirinya. Untuk itu, buru-buru dia pindahkan pedangnya ke tangan kiri.
Justru inilah yang membingungkan lawan, permainan pedang dengan tangan kiri dari
Hwi Ching adalah jurus-jurus kebalikan dari permainan tangan kanan. Karena bingung
sat itu Bun Ki mundur beberapa tindak.
Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Hwi Ching, siap lalu dengan gerak "pek-hong koan jit" bianglala menaungi matahari, dia serang Ho jin liong.
Nampak serangan yang berbahaya itu Jin-liong menghindar kekanan. Inilah satu
kelesalahan besar bagi orang yang tak mengerti permainan pedang tangan kiri. Begitu
dia loncat kekanan, pek liongkiam sudah membabatnya, beruntung pada saat
berbahaya itu, Jin liong tah kehilangan akal, cepat dia buang diri ketanah, terus
bergulung menyingkir.
Baru saja Hwi Ching akan memburu, dara arah belakang terus ada angin menyambar,
kon pian Lo-sin sudah bergerak "Thay san jik ting" telah melayang datang.
Hwi Ching dengan tenang, begitu pian hampir tiba dibadanya segera ia bergerak, sebat luar biasa tangannya diulur untuk menotok jalan darah "hiat boen hiat" seraya tubuh
lawannya terasa lemas tak bertenaga, tangannya tak kuasa lagi mencekal kon piannya
lebih kencang pian menyerusuk kesamping menghantam batu terus membal balik.
Justru pada saat itu, tiga batang paku "pi peh ting" dari Bun ki menyambar dari arah belakang, jarak dengan punggung Hwi Ching sudah demikian dekatnya, bagaimanapun
ia akan berkelit kekanan atau kekiri, sudah tak keburu, sebat luar biasa, ia sembat
tubuh Lo sin yang numprah ditanah, terus diputarnya sebagai perisai (tameng)
"Cieet ......" tanpa ampun lagi tiga batang anak panah pi-peh ting, 2 menusuk dada dan satunya menyusup perut, tanpa berkutik putuslah nyawa Lo-sin.
Melihat senjatanya berbalik mencelakan kawan sendiri, meluaplah kemarahan Bun Ki,
lalu ia memutar thiat pay dan menyerang Hwi Ching dengan beringas.
Pada sat itu, Ho jin liong sudah bangkit tapi Hwi Ching tak mau memberi kesempatan
padanya. Dia serang lagi dengan pek hong kiamnya, hingga buru-buru Jin liong mundur
setindak. Dan pada detik itu, thiat pay Bun ki sudah melayang datang. Kalau memutar tubuh
untuk menangkis thiat-pay, tentu Ho Jin liong dapat kelonggaran bergerak menyerang.
Walaupun musuh telah berkurang satu, tapi belum berarti ancamannya itu sudah
terhindar. Karenanya pada lain saat ujung thiat-pay telah menowel pundak Hwi Ching
dengan meninggalkan lubang luka yang besar.
Tapi selagi Bun ki kegirangan dengan hasil thiat paynya, dan pek liong kiam telah
melayang-layang diudara, langsung menyambar Jin liong.
Dalam kagetnya, Jin liong sepat angkat go-kao kiamnya. Memang benar, dengan
berbuat begitu dia dapat menangkis pek liong kiam, tetapi Hwi Ching telah
melemparkan sedemikian hebatnya, dan tak dapat dicegah lagi pek liong kiam meluncur
dengan pesatnya, bersarung kedalam dada terus keluar dari punggung dan matilah Jin
liong, seolah-olah terpantek pada tanah.
Demikianlah kalau Liok Hwi Ching, jago tua dari Bu Tong Pay sedang mengumbar nafsu.
Dan secepatnya dia balik memutar diri, Bun ki belum sempat menarik thiat paynya
seketika itu juga orang she Ciao merasakan mukanya kesakitan hebat, sontak
matanyapun menjadi gelap.
Ternyata ketika Hwi Ching berbalik, dia telah sambitkan lima batang jarum emas hu
yong ciam ke muka Bun Ki. Pada jarak yang begitu dekat dan dengan kecepatan luar


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa, jarum yang sehalus itu tak mungkin dapat dihindari, seketika itu juga sepasang mata Bun Ki telah menjadi buta.
Sudah terlanjur dirasuki kebencian membarengi, selagi Bun Ki mendekap mukanya
dengan tangan Hwi ching menghampiri. Sekali kepalan nya menghantam sepenuh
tenaga, tak ampun lagi terpelantinglah tubuh Bun Ki beberapa tindak terus roboh tak
beryawa lagi. Demikianlah Hwi Cing telah tumplek seluruh kepandaiannya. menotok, menyambit
pedang dan jarum emasnya hu yang ciam. Dalam sekejap waktu saja, dia sikat ketiga
lawannya. Tapi ketika itu, dia sudah tidak kuat lag, hampir dia kehabisan tenaga, karena lelah akibat luka dalamnya yang makin menghebat sakitnya.
Angin diatas tegalan gunung itu kini semakin menusuk tulang. Rembulan perlahan-lahan bersinar remang-remang dilangit disana hanya tampak tiga mayat menggeletak.
Yang bergelimpangan diantara batu-batu yang berserak-serakan, suara burung hantu
menambah keseraman suasana malam itu, sekalipun Hwi Ching jago kosen, tak urung
dia ngeri juga.
Cepat dia sobek bajunya untuk membalut luka dipundaknya. Dengan berdiri tegak, ia
empos semangatnya. Dia selalu berhati-hati dan cermat dicabutnya jarum-jarum bu
yoang ciam pada muka Bun Ki, lalu disimpannya baik-baik, setelah itu dia lempar ketiga mayat itu kedalam jurang.
Sat itu Hwi Ching telah kehabisan tenaga, apalagi badannya belumuran darah. Jika
pergi ketempat penginapan tentu menimbulkan kecurigaan orang. Diputuskan kembali
lagi ke gedung Ci Khik-siu, untuk tukar pakaian dan membersihkan noda-noda darah,
setelah itu ia akan berangkat lagi.
Tak disangkanya sepagi itu, Wan Ci sudah berada di kamar Hwi Ching. Apa boleh buat,
ia pesan buat sang murid untuk jangan menceritakan apa-apa pada orang lain. Begitu
Wan ci sudah berlalu dari kamarnya. Hwi Ching segera merebahkan dirinya keatas
ranjang. Dadanya makin menghebat sakitnya dan sesaat itu juga dia pingsan tak ingat
orang. Entah sudah beberapa lama, ketika dia akan membuka mata, serasa badannya seperti
didorong orang.
"Losu, .... losu ......"
Demikian terdengar suara didekat telinganya, ternyata yang berdiri dimuka ranjang,
adalah Wan Ci, wajahnya sangat cemas. Disamping masih ada seorang, yang ternyata
adalah seorang sin she.
Setelah dirawat 2 bulan dan berkat pokok latihan Iwekang yang sempurna, serta atas
desakan Wan Ci pada ayahnya untuk mengundang sinshe pandai, luka dalam dari Hwi
Ching jadi sembuh kembali.
Selama 2 bulan itu, boleh dikata sehari penuh Wan Ci berada di kamar gurunya untuk
merawat, orang-orang memuji Wab Cisebagai siocia yang berbakti pada orang tua dan
gurunya. Tapi sebenarnya Wan Ci memang mengandung maksud lain.
Sedari ia mencuri lihat permaianan jarum hu cong ciam dan keesokan harinya
menyaksikan pemandangan yang aneh itu, tahulah Wan Ci bahwa gurunya itu tentu
bukan guru sekolah sewajarnya. Karena itu dia rawat sang guru dengan luar biasa
capeknya. Setelah Hwi Ching sembuh, Wan Ci tak mau menyinggung soal permintaannya
mengenai ilmu Hu yong ciam, malah ia hanaya bertanya.
"Liok losu, kapan kita mulai pelajaran lagi" .... apakah losu masih menceriata sejarah pula.
"besok pagilah" jawab Hwi Ching setelah termenung sejenak.
Keesokan harinya, Hwi Ching suruh pelayan membelikan suatu barang, setelah benda
itu dibuka.... ini jarum hu yong siam, katanya pada sang murid.
"Wan Ci, kau betul pandai. Aku ini orang apa, walaupun samar-samar kau sudah
mengetahui, tapi belum semuanya. Kali ini kumendapat halangan. Kau telah begitu
sabar merawat tentu akupun merasa juga, semula aku akan tinggalkan tempat ini,
sekarang aaku berubah pikiran, ilmu permainanku hu yong ciam itu sekarang akan
kuajarkan padamu."
Seperti dapat lotere, kegirangan Wan ci tak terhingga. Cepat ia menjongkok ketanah
kemudian memberi hormat samapai tiga kali. Hwi Ching hanya nampak tersenyum.
Tiba-tiba dia berkata keren sekali :
"Kutahu kau ini tajam perasannya. Beruntunglah kau dapat kesempatan untuk
mempelajari ilmu dari kaumku ini. Dalam beberapa tahun hatiku pun maju mundur saja.
Bakat yang kau miliki itu sebenarnya jarang sekali ada, kau telah mengangkatku guru.
Apakah kau sanggup mentati peraturan-peraturan kaumku, apakah kau sanggup
melakukannya...?"
"Aku tentu tak berni melanggar titah, suhu" sahut Wan Ci.
"Kalau kelak kau pergunakan kepandaian itu ditempat yang salah tentu akan kuambil
jiwamu!" Kata-kata yang terakhir itu diucapkan Hwi Ching dengan nada yang angker, hingga Wan
Ci bergidik, tak berani berkata sepatah katapun juga.
Begitulah, sejak saat itu Hwi Ching lalu menurunkan ilmu Bu Tong Pay pada Wan Ci,
banyak pelajaran yang diterima Wab Ci. Bagaimana cara memusatkan tenaga dan
pikiran, pokok dasar yang penting dalam latihan, tiga puluh 2 jurus ilmu silat Tong Kun, melatih tenaga, pukulan dan akhirnya silat Bu tek hian kong kun yang lihay itu. Setelah kesemuanya sempurna, lalu diberi latihan cara memusatkan pandangan mata,
pendengaran telinga, dan cara melepas berbagai senjata rahasia, seperti peluru dan
panah tangan dan sebagainya.
Dua tahun kemudian, berkat ketekunan dan kecerdasan Wan Ci, iapun mendapat
kemajuan yang sangat pesat sekali. Diam-diam Hwi Ching merasa girang mendapat
murid yang sedemikian cerdasnya, selang 2 tahun pula, dia turunkan ilmu pedang jwan bun kiam dan senjata rahasia jarum huyong ciam.
Pada akhir tahun kelima, Wan Ci telah dapat mempelajari kesemuanya itu. Yang kurang
padanya, terletak pada kelincahan dan kuranganaya pengalaman bertanding. Ternyata
iapun pegang teguh janjinya. Selama itu ia tidak pernah memberitahukan kepda orang
lain. Setiap hari pada waktu-waktu tertentu ia pergi ketaman untuk berlatih. Oleh
karena kegemaran belajar silat itu sudah diketahui orang banyak, maka tak ada orang
yang memperdulikannya.
Selama lima tahun itu, bintang Khik-liu tetap cemerlang. Ia terus dinaikan pangkatnya menjadi ciangkun jenderal. Sebagaimana telah diutara diatas, karena jasa dalam
mengamankan daerah Hi Sinkiang dia dipindah ke Ciatkang untuk memangku jabatan
yang lebih tinggi, begitulah dia berangkat dulu, baru kemudian keluarganya menyusul.
Wan ci dilahirkan dan dibesarkan di perbatasan barat. Kini ia harus ikut sang ayah
pindah ke Kanglam yang indah pemandangannya, ia merasa girang sekali dan mohon
suhunya supaya suka ikut serta.
Hwi Ching sudah lama tinggalkan daerah pedalaman Tionggoan, dan memang dia ada
keinginan untuk menengok kesana. Dia terima baik ajakan muridnya itu.
Begitulah dengan rombongan yang terdiri dari sepuluh buah lebih kereta. Hwi Ching ikut boyong ke Kanglam dengan keluarga LI. Li Thay-thay ibunyaWan Ci, duduk dalam
sebuah tandu"
Wan Ci yang selama menempuh perjalanan jauh itu terus duduk dalam tandu, lama-
lama merasa jemu dan kesal hatinya. Tapi sebagai seorang puteri seorang panglima,
tentulah tak pantas kalau menunggang kuda sendiri, mondar mandir kian kemari.
Ia terus berhenti, dan memakai pakaian sebagai seorang pria. Sia-sia ibunya melarang karena wataknya memang keras, apa yang dimaukan tak dapat dicegah. Berdandan
sebagai pria, ternyata ia sangat cakap tampaknya. Lie than thay hanya dapat menghela nafas dan terpaksa menurutkan kemauan putrinya.
Li Khik siu telah mengirim kira-kira 2 puluh orang pengawal pribadinya, untuk
mengawal keluarganya itu. Pemimpin pengawal itu bernama Can Tho Lam, kira-kira
berusia empat puluh tahun, memelihara jengot pendek. Tubuhnya tegap dan sikapnya
gagah sekali, senjatanya adalah sebatang tombak hok hap jiang. Pangkatnya itu
diperoleh berkat kegagahannya. Dia orangnya jujur dan cakap bekerja, menjadi orang
kepercayaan dari Li Khik siu.
Sampai pada jalanan dipegunungan, hari hampir gelap. Menurut keterangan kusir,
sepuluh li lagi ada sebuah kota yaitu Song Tat Loh, sebuah kota diluar perbatasan.
Disitulah rombongan keluarga Li akan bermalam.
Tiba-tiba dari depan, Hwi Ching mendengar bunyi derap kuda, disusul dengan debu
yang mengepul. Dua ekor kuda putih lari menghampiri kearah itu, malah sesaat itu
mereka mencongklang dengan pesatnya. Ke 2 penunggangnya telah lewat disisi
rombongan keluarga Li, terus membalap hilang.
Diatas kudanya, Hwi Ching sama-sama melihat keadan ke 2 orang itu, yang seorang
berperawakan tinggi, sedang kawannya seorang kate pendek.
Orang tinggi itu alisnya panjang, hidungnya mancung. Wajahnya putih bersih. Sedang
yang pendek nampaknya bergegas-gegas sekali, mereka menunggang kuda dengan
gagah. Hwi Ching keprak kudanya untuk menghampiri Wan Ci, katanya dengan berbisik-bisik.
"Wan Ci, kau melihat orang itu.
"Bagaimana, apakah mereka itu orang-oarang Hoklim shu..?"
Dengan ucapan itu Wan Ci maksudkan bahwa itu tentu bangsa begal, dan ia ingin benar
menjajal ilmu yang telah dipelajarinya selama bertahun-tahun ini.
"Itu sih pasti, Cuma kalu dilihat kepandaiannya, mereka itu bukan orang-orang Hoklim yang tak berarti," sebut Hwi Ching.
"Masa, mereka punya kepandaian yang berarti?" menegasi Wan Ci.
"Dilaihat dari caranya naik kuda, mereka bukan orang sembarangan, " jawab suhunya.
Ketika rombongannya hampir tiba di Song Tat Poh, tiba-tiba terdengar pula kuda
menderap dan ternyata ada lagi 2 penunggang kuda lain yang menghampiri disisi
kereta, terus kabur dengan pesatnya.
:Eh, aneh juga" seru Hwi Ching seorang diri.
Ketika itu hari sudah gelap, jalanpun sudah sepi. Disebelah muka tampak terlihat Song Tat Poh. Dalam keadaan begitu, aneh benar kalau masih ada orang yang keluar dari
kota Song tat Poh tersebut kecuali tidak ada urusan yang penting yang begitu serius.
Tak berselang berapa lama rerotan rombongan sudah memasuki kota, Cam Tho Lun si
Pemimpin Pengawal, segera mencari rumah penginapan yang besar, ternyata rumah
penginapan bernama "Hotel An Thong."
Beberapa pelayan menyambut dengan sibuk sekali. Meliahat rombongan tamunya utu,
keluarga pembesar negeri, mereka berebutan mengunjuk perlakukan yang luar biasa
hormatnya. Hwi Ching mengambil sebuah kamar sendiri, sedang Wan Ci tidur sekamar dengan Li
Thay-thay. Sehabis makan, Hwi Ching lalu mengasoh. Tiba-tiba diantara kesunyian
malam itu, terdengarlah gonggongan kawanan anjing. Dan sesaat kemudian samar-
samar dia mendengarbunyi, derap kaki kuda. Diam-diam ia berpikir.
"Dalam waktu beni larut malam, mengapa ada orang naik kuda dengan sibuknya.
Sebenarnya ada urusan penting apakah mereka itu?"
Saat itu, teringatlah ia akan keempat orang menunggang kuda yang dijumpainya sore
tadi. Kelakuan mereka benar-benar aneh. Memikir sampai disitu, derap kuda itu makin
dekat kedengarannya dan malahj nyata berhenti dimuka pint hotel itu dan sesaat
kemudian pintu terdengar diketok.
"Tuan tentu lelah, mari silakan masuk. Arak dan makanan sudah tersedia semua!"
demikian kedengaran pelayan berkata setelah membukakan pintu, "Hayo lekas beri
makan kudaku ini, habis makan kita masih akan melanjutkan perjalanan lagi." Seru
seorang dengan kasar.
Dengan ketakutan si pelayan menyahut berulang-ulang. Segera terdengar derap
tindakan kaki masuk kedalam rumah. Nyata mereka itu terdiri dari 2 orang.
Diam-diam Hwi Ching dapat menaksir bahwa ditinjau dari caranya menaik kuda, orang-
orang itu tentu berkepandaian tinggi. Dia yang selama beberapa tahun tinggal diluar
perbatasan, diam-diam merasa heran juga dengan adanya perubahan-perubahan dalam
daerah Tionggoan.
Secara sembunyi, dia keluar dari kamarnya, melalui ruangan Sam Hap Wan, ia berputar
kearah belakang gedung penginapan tersebut. Benar juga, disitu ia dengar si orang
kasar yang berbicara tadi itu, berkata.
"Thio samko, kau katakan Siao Tocu itu masih muda belia, masa dia dapat mengatasi
lain-lain saudara.
Pada saat itu, Hwi Ching telah menyusup kebawah jendela, sebetulnya ia tak suka
mencuri dengar urusan pribadi orang lain. Hanya karena ia curiga atas sikap orang yang aneh itulah ia terpaksa lakukn hal yang tak disukainya itu. Tak ada jeleknya kalau ia berlaku hati-hati .
"Kalau terpaksa, tentu dapat mengatasi" Habis kalu memang begitu, pesan lotenkeh
mau tak mau siao tosu harus menjalani. kita harus melindunginya, demikian terdengar
seorang mengutarakan pendapatnya.
Suara orang itu sangat lantang, kata-katanya mantap. Tahulah Hwi Ching, bahwa orang
tersebut mahir Iwekang, mengetahui ke 2 orang yang berada dalam kamar itu bukan
orang sembaranagan, Hwi Ching tak beranai membuat lubang pada kertas jendela,
cukup mendengar dari luar saja!
Kata si kasar pula! Udah barang tentu, samko. Cuma saja kali ini apakah Siao tocu turun dari gunung"
"kali ini kiongcu pertama dan ke 2 masing-masing dan Gwan-sam long sama keluar
menyambut tentu Siao tocu terpaksa masti keluar, kta yang seorang.
Mendengar suara tersebut, hati Hwi Ching bergetar. Rasanya suara itu sangat
dikenalinya, merenung sejenak, segera ia teringat tentu orang itu Lo Pan San seorang sahabat karibnya dalam perserikatan Cu-liong Pang dulu.
Orang tersebut lebih muda sepuluh tahun darinya, dia toa tecu murid kepala ahli waris dari golongan Tay kek bun. Pernah semasa masih sama di Cu Liong pang dia berlatih
dengan orang she Tio itu. Dan ke 2nya saling mengagumi kepandaian masing-masing.
Kalau sampai sekarang sudah salaing berpisah belasan tahun, tentunya orang itu sudah hampir lima puluh tahun umurnya sesudah Cu Liong pang bubar, entah orang she Tio
itu berada dimana. Tak dinyana kalau hari ini dia dapat menjumpai diluar perbatasan.
Bertemu dengan sahabat karib, Hwi Ching girang tak terkira, tapi pada sat itu dia
hendak menegurnya, tiba-tiba lampu dalam kamar itu dipadamkan. Dan menyusul,
sebatang panah kecil Siu Ci melesat keluar dari dalam kamar.
Siu Ci terang tak ditujukan pada Hwi Ching dan pada saat itu, tampak sesosok
bayangan berkelebat. Dengan mengulur tangan orang itu, telah menyanggapi dengan
jitu sekali. Tampak orang tersebut mengulur tubuhnya seraya hendak berteriak, tapi Hwi Ching
telah mendahului bergeser menghampiri, katanya dengan berbisik-bisik.
"Jangan berisik, ayo ikut aku!"
Ternyata orang itu Wan Ci, Li Wan Ci liteecunya sendiri. Keadaan dalam kamar sunyi-
sunyi saja. Tak ada orang yang mengejarnya. Cepat Hwi Ching menarik tangan
muridnya untuk menyelinap pergi terus menuju ke kamar yasang murid. Ternyata
liteecunya mengenakakan pakaian untuk berjalan malam dan menyaru sebagai seorang
pria. Melihat itu Hwi Ching agak mendongkol disamping geli juga dengan suara keren,
"Wan Ci, kau tahu orang apakah dalam kamar itu. Kau kira akan gegabah untuk tempur
mereka kah ... ?"
Pertanyaan shunya itu, membuat Wan Ci termunung tak dapat menjawab apa-apa.
Masa mereka berani melepas Siu Ci padaku" akhirnya Wan Ci dapat menyahut setelah
termenung beberapa saat.
Memang begitulah perangai seorangnya, taunya hanya kesalahan orang lain, sedangkan
kesalahannya mencuri dengar pembicaraan orang lain itu tak disinggung-singgung.
Padahal kesalahannya sendiri merupakan pantangan besar di kalangan persilatan.
"ke 2 orang itu kalu bukan dari golongan holim, tentulah orang-orang perserikatan salah seorang dari mereka aku mengenalnya. Kepandaiannya tak dibawahku. Mereka tentu
punya urusan penting, maka begitu bergegas memburu perjalanan siang malam. Siu
ciam itu tak sungguh-sungguh akan mencelakan kau. Hanya untuk memperingati
supaya kau jangan usil dengar urusan orang lain, hayo .... kau lekas tidurlah.
Pada sat Hwi Ching berkata itu terdengar suara pintu terbuka, menyusul dengan
berderapnya kaki kuda, ke 2 orang aneh itupun sudah kabur jauh. Karena Wan Ci telah
berlaku sembrono, maka Hwi Ching segera batalkan niatnya menemui sahabat lamanya
itu agar tidak menimbulkan kecurigaan orang.
Keesokan harinya, kembali rombongan keluarga Li meneruskan perjalanannya.
Berselang sejam kemudian, mereka sudah meninggalkan kota Song Tat Poh itu.
"Losu, didepan kembali ada orang mendatangi, "Tiba-tiba Wan Ci berseru.
Tepat pada saat itu, 2 penunggang kuda bulu merah tampak mendatangi dengan
pesatnya. Karena kejadian semalam Wan Ci dan suhunya bersukap hati-hati.
Ke 2 ekor kuda itu ternyata bersamaan satu sama lain. Dan yang mengherankan ke 2
penunggangnyapun juga serupa benar. Mereka sama-sama berusia empat puluh tahun,
perawakannya tinggi. Kurus, mukanya kuning, matanya menjolek kedalam! Nyata
bahwa ke 2nya itu adalah sepasang saudara kembar.
Jilid 2 KETIKA lewat disisi rerotan kereta ke 2 orang itu melirik kearah Wan Ci, sebaliknya si nona pun malah berbalik mengawasi dengan mata melotot. Ia menghentikannya
kudanya, dana bersikap seolah-olah seperti siap untuk berkelahi.
Tapi ke 2 orang tersebut tidak memperdulikannya, begitu cambuknya dikeprakkan,
kudanya terus kabur kearah barat.
Huh, darimana munculnya sepasang setan kuning itu berseru Wan Ci, sebaliknya
tampak terkejut, lalu mengawasi kebokong dari ke 2 penunggang kuda tersebut. Nyata
benar mereka itu tampaknya seperti 2 batang bambu yang menancap diatas kuda.
"Ayo kiranya mereka, tiba-tiba Hwi Ching berseru ketika ia teringat akan sesuatu.
"Liok losu, kau kenal mereka, cepat-cepat Wan Ci bertanya.
"Mereka tentulah secihwan song hiap, yang orang kongouw sebut Hek bu siang dan Pek
bu-siang, setan gantung hitam dan putih.
"Ha, orangnya aneh gelarnyapun aneh, mengapa tak digelari saja sebagai Bu siang
Kun" seru Wan Ci dengan mengolok.
"Anak perempuan tak boleh bicara sembarangan. Walaupun wujudnya aneh tapi
kepandaiannya tak boleh dibuat main-main, kata Hwi Ching. Aku belum pernah bertemu
muka dengan mereka. Tapi kabarnya mereka adalah sepasang saudara kembar. Mereka
tidak pernah berpisah satu sama lainnya. Malah untuk memelihara kerukunannya, ke
2nya tak mau kawin, mereka berkelana untuk melakukan kebaikan. Orang yang orang
yang taroh perindahan memberi gelaran Seechwan siang hiap, sedang yang memberi
poyokan menyebutkan Hek bu siang dan Pek bu-siang.
"Kata orang ke 2nya itu mirip satu sama lain. Namun ada cirinya, yakni yang tua itu
tumbuh andeng-andeng diekor matanya. Karenanya ia digelari orang sebagai Hek bu-
siang, sedang adiknya tak punya andeng-andeng dan dinamakan Pek bu-siang. Nama
mereka sebenarnya adalah siang ho co dan mereka adalah murid-murid dari Hwi lu tojin dari golongan Heng seng pay.
Setelah Hwi Lo tojin meninggal, mungkin di kangouw tak ada orang yang menandingi
mereka dalam ilmu Hek sat ciang. Pukulan pasir hitam. Ke 2nya adalah begal-begaldari seechwan yang sangat terkenal mengambil harta si kaya untuk diberikan pada si miskin.
Hanya tangan mereka kelewat kejam sekali, karena mendapat julukan yang tak sedap
didengar itu. "Untuk apakah mereka menuju kperbatasan sini?" tanya Wan Ci.
"Akupun tak mengerti. Memang selamanya mereka tak pernah berkunjung
keperbatasan", demikian Hwi Ching menerangkan.
"Sepasang Bu-siang itu apabila beranai mengganggu aku, biarkan mereka rasakan pek-
liong kiam kepunyaan ssuhu itu, kata Wan Ci.
Tadi ke 2 orang melirik pada Wan Ci, untuk itu ia merasa dongkol, coba tak dicegah


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suhunya, tentu sudah dimakinya orang itu.
"Ke 2 saudara itu jika berkelahi selalu bersama, baik hanya melawan seorang musuh
atau sepuluh orang. Kata Hwi Ching!. Mungkin tulang tua dari suhumu ini, tak dapat
melawan mereka.
Selagi Hwi Ching mengucap begitu, dari arah depan kembali terdengar kaki kuda.
Kembali ada lagi 2 orang penunggang kuda mendatangi, malah kali ini juga kukway
lagi. Yang satu adalah seorang tojin dan kawannya adalah seorang bongkok, tojin itu
memanggul sebatang tiang kiam pedang panjang, wajahnya putih pucat seperti orang
yang habis sakit, lengan bajunya sebelah kirinya diselipkan kedalam pinggang.
Sedangkan bongkok berpakaian mentereng sekali. Melihat romannya begitu jelek,
namun masih berlagak seperti kongcu-koncuan, Wan Ci tak dapat menahan ketawanya,
katanya : "Suhu, lihat si bongkok tua itu"
Untuk mencegah muridnya, Hwi Ching terlambat. Begitu dengar orang mengejeknya, si
bongkok segera melototkan matanya. Begitu mengeprak kuda, ia lalu ulurkan tangan
untuk menyambar si nona centil itu.
Rupanya sitojin sudah menduga, kalau kawann itu akan marah dan turun tangan, maka
cepat sekali ia hadangkan cambuk untuk menahan sang kawan, serunya :
"Ciong sutee, jangan membikin onar.
Kesemuanya itu berlaku dalam sekejap mata saja. Pada lain saat, kuda si tojin dan si bongkok sudah menconglang jauh. Ketika Wan Ci menoleh kebelakang untuk
melihatnya, ternyata si bongkok sudah berusaha untuk lepaskan tangannya, dari
hadangan si tojin. Dan dengan gerak "To.cai-kim ciong" dia buang diri berjumpalitan
kebelakang, teus loncat ke tanah. Hanya tiga kali lncatan, tahu-tahu dia sudah
dibelakang Wan Ci.
Wan Ci sudah siap-siap dengan pedangnya untuk memapaki tangan musuh. Tapi
ternyata si bongkok itu berlaku aneh. Dan tak langsung menyerang, hanya mengulurkan
tangan kirinya untuk menjambret bulu ekor kudanya Wan Ci.
Kuda yang tengah laridengan kerasnya itu, tiba-tiba seperti terpaku tak bisa bergerak lagi. Kuda tersebut mengangkat kakinya keatas, untuk berusaha berusaha menyeret si
pengganggu. Namun ternyata si bongkok itu memilki tenaga sakti. Dia tetap tak bergeming, malah,
berbarenga tangan kanannya menebas, ekor kuda dan terpapas kutung seperti di
potong pisau. Dan barulah pada saat itu, kuda Wan Ci dapat berlari kemuka lagi.
Kaget si nona taak terkira. Hampir saja ia dilempar jatuh oleh kudanya sendiri. Ketika ia hendak mengirim tebasan pedang kebelakang ternyata jaraknya sudah jauh dengan si
bongkok. "dilain sat, secepat kilat si bongkok lari mengejar kuda tunggangannya yang masih
tetap lari sendirian itu, sekali enjot ia sudah berada diatas pelana kudanya, terus lenyap tak berbekas lagi.
Dipermainkan begitu, Wan Ci panas sekali hatinya, saking gusarnya ia sampai menangis sembari mewek-mewek seprti anak kecil ia menyerukan sang suhu.
Semua kejadian itu, ternjadi didepan mata Hwi Ching, sebagai seorang kagouw ulung,
ia cukup dapat menimbang. Kesalahan ada dipihak muridnya sendiri, dan untuk itu
sebenarnya ia akan memberi teguran pedas. Tapi ketika melihat sang murid
mengucurkan air mata, ia dapat berlaku sabar, dan tidak jadi menyemprotnya.
Pada saat itu sekonyong-konyong, dari arah depan terdengar seorang berteriak.
"Aku, Bu Wi Yang, Aku, Bu Wi Yang.
Mendengar suara itu, Wan Ci Heran, lalu bertanya.
"Suhu, apa artinya itu"
"itulah pengawal kantor Piauw-kok yang sedang menjalankan tugasnya, setiap piauw-
kok tentu mempunyai pekerjaan yang tuganya untuk meneriakan pemimpin Piauw-
koknya. Agar dengan demikian sahabat-sahabt dari persilatan segera mengenalnya, dan
tidak mengganggu.
Pekerjaan Piauw-kok untuk mengantar barang, 2 apertiaga bagian mengandadalkan
hubungan baik dengan kalangan hoklim. Dan selebihnya baru mengandalkan pada
kepandaian si piausu. Makin luas pergaulan sipiauwthao makin terjaminlah keselamatan barang-barang bawaannya. Karena kebanyakan, memandand muka sipiauwsu, kaum
hoklim tentu segan mengganggu.
Andai kata kau yang menjadi piauwnya tentu banyak orang yang akan mengganggu,
dan walaupun kau punya kepandaian sepuluh kali lipat dari sekarang karena sikapmu
tadi dan jangan harap kau akan selamat mengantar barang, jelas Hwi Ching.
Demikianlah panjang lebar Hwi Ching memberikan nasehat dan keterangan pada
liteecunya, sekalian secara halus ia menjewernya. Wan ci mengerti akan kata-kata
suhunya itu, dan pikirnya tak mau kalah !"
"Siapa sih yang sudi menjadi pauwsu dalam hati, namun tak berani mengutarakan
untuk membatah suhunya. Malah ia unjuk ketawa seraya berkata :
"Suhu, massfkan aku yang salah, Piauw-kok manakah yang diteriakkan oleh orang itu
?"" "Itu, Tin Wan Pauw kok dari Pekkhia, dia daerah utara dia yang terbesar, cabang-
cabangnya berada di kota Hong Thian, Kee Lam, Khayhong dan Thay Gwan. Pemimpin
piauwtao Ong Wi yang dari Wi Tin Ho, usianya sudah hampir tujuh puluh tahun. Tin
Wan piau-kok sudah berdiri selama empat puluh tahun, tapi dia masih belum mau
pensiun menikmati hari tuannya !"
"Suhu kau kenal dengan cong piauw thoanya, iyu ?" tanya Wan Ci.
"Aku pernah bertemu dia. Dengan sebatang golok Pat Kwa too dan ilmu pukulan Pat
Kwa-ciang, ketika itu ia menjagoi dikalangan persilatan."
"kalau begitu harap nanti suhu suka perkenalkan aku dengannya, agar aku dapat
berkenalan dengan loo enghiong itu!" seru Wan Ci dengan bersemangat.
"Mana ia mau keluar mengantar. Tolol betul kau ini!"
Merasa dirinya selalu dipersalahkan oleh sang suhu. Wan Ci agak mendongkol, ia
mengakui bahwa sangat asing dengan keadaan di kangouw, justeru itulah dia kepingin
mengetahuinya. ?"Aku tak mengerti, seharusnya dikasih tahu kenapa masti disemprot?"
Begitulah ia mengerutu didalam hati, cepat ia keprak kudanya, memburu kearah kereta
yang ditumpangi ibunya, disitu ia akan menghibur kemendongkolannya, ia menjadi
kaget tak terkira, sewaktu-waktu mengetahui separoh bulu ekor kudanya sudah kutung,
sekalai menebas dapat mematahkan sebatang tombak tak mengherankan, tapi
mengapa bulu ekor kuda yang sedemikian lemasnya itu, dapat dikibas kutung dengan
tangan kosong. Sebenarnya akan ditanyakannya hal ini pasa suhunya, namun ia masih mendongkol,
maka segera ia keprak lagi kudanya menghampiri pemimpin pengawal Can Tho Lam,
katanya : "Can Samciang, ekor kudaku entah bagaimana tadi, kutung separoh, sungguh tak sedap
dilihat mata."
Tho Lam mengerti maksud si nona.
"Entah bagaimana, kulakukan ini sangat binal sekali, aku tak dapat mengatasinya, siocia punya kepandaian naik kuda yang bagus sekali, bantulah aku untuk menjinakkan,
sukakah socia?" demikian tanyanya pura-pura.
"Dikuatirkan aku pun akan gagal," kata Wan Ci merendah.
Begitulah ke 2nya segera saling tukar tunggangan. Ternyata kuda Thio Lam itu demi
mendengar perintah, sedikitpun tak berani membantah tidak seperti yang dikatakan
Thio Lam tadi. "Siocia kau sungguh hebat, sedang kuda itu pun menurut padamu." Kata Thio Lam
memuji. Orang piauw kok yang berteriak-teriak itu makin dekat dan tak lama kemudian ternyata terlihat sebuat rerotan yang terdiri dari lebih dari 2 puluh buah. Kuatir kalau ada kenalannya, buru-buru Hwi Ching bersembunyi kebelakang rombongan, ia pakai topi
rumput yang lebar untuk menutupi separoh mukanya, dan diam-diam ia pasang mata
pada rombongan piaukok itu.
Ketika saling bersimpangan, ternyata dalam rombongan piuwkok itu tak kurang dari
tujuh atau delapan orang piuwsu. Kata salah seorang diantaranya :
"Kalau menurut omongan Han Toako, Ciao Bun Ki samko sudah ada beritanya."
Terkejut sekali Hwi Ching dan cepat-cepat ia pandang lagi piawsu itu dengan tajam,
muka orang itu brewok, kulitnya kehitaman, dibelakang pinggannya mengendong
sebuah pauwhok merah, serta sepasang senjata yang aneh bentuknya, yaitu disebut
Ngo beng Lun semacam roda.
"Apakah mereka itu bukan Kwantong Liok Mo" pikir Hwi Ching
Kwantong Liok Mo atau enam iblis dari Timur tembok besar, yang disebut itu, selain
Ciao Bun Ki, dia memang belum pernah berjumpa. Kabarnya yang kelima iblis itu tinggi kepandaiannya, yang kelima yakni bernama Giam See Cui dan yang keenam Giam See
Ciang, ke 2nya bersenjatakan roda Ngo heng lun. Mereka adalah dari golongan Siao Lim pay.
Terasalah pada Hwi Ching, bahwa kali ini dia bakal bersamplokan dengan murid-murid
siao lim pay yang lihay. Diam-diam dia gelisah. Kalau saja mereka mengetahui tentang kematian Ciao Bun Ki, tentu sangat berbahaya untuk dirinya. Apalagi kini dia sedang
mengantar rombongan keluarga Li dan terutama adalah Wan Ci muridnya yang
berwatak keras dan suka membikin keonaran. Itu. Tentu sukar untuk mengelakan
pertempuran dengan kawanan iblis kwantong itu.
Kalau dilihat glagatnya, mereka untuk menangkap dirinya. Dianatara rombongan piawsu
itu ada Tio Pan-san salah seorang sahabat lamanya. Tentu orang itu takkan tega
mencelakan dirinya. Bertujuan apa mereka menuju ke barat, Hwi Ching tak mengerti.
Kalau Hwi Ching sedang memutar otak untuk mencari tahu, sementara Wan Ci ketika
itu, sudah bertukar kuda dengan Thio Lam telah merasa geli melihat kuda yang kini
dinaiki oleh orang she Can itu, yang separoh ekornya hilang. Ia hentikan kudanya untuk menunggu sang suhu lalu katanya dengan tertawa :
"Suhu mengapa dimuka sudah tak ada orang yang mendatangi lagi. Dari kemarin
samapai hari ini, sudah ada lima pasang orang berilmu menuju ke Barat. Aku masih
ingin melihat beberapa lagi.
Ucapan itu seperti menyadarkan Hwi Ching dari lamaunan.
"Ah, aku sungguh tolol" seru Hwi Ching sembari menpuk pahanya. "Mengapa aku
sampai lupa, beribu li menyambut san kepala naga itu!"
"Apa yang dimaksud dengan beribu li menyambut kepala naga" itu, suhu" Tanya si
murid.. ... "Itu, suatu upacara besar-besaran di kalangan kangouw atau dalam suatu
perkumpulan. Biasanya terjadi atas diri enam orang pemimpin teratas, satu demi satu
mereka keluar untuk menyambut sang pemimpin dalam upacara yang besar dan
lengkap. Malah terdiri dari 2 belas, sepasang demi sepasang mereka menyambutnya.
Tadi sudah keluar lima pasan, nanti tentu masih ada lagi sepasang.
"Mereka itu tergolong dalam perkumpulan apa, shu....?"
"Entahlah, akupun belum mengetahuinya, " sahut Hwi Ching. "Tapi seechwan song hiap
dan bongkok itu orang-orang yang berkepandaian tinggi. Mereka anggota perkumpulan
itu. Pengaruhnya tentu besar jangan kau coba mengila dengan mereka, mengerti?"
Mulut mengiyakan, tapi hati Wan Ci tak tunduk. Ia perhatikan betul-betul pasangan
yang akan datang nanti. Lewat tengah hari ternyata masih belum tampak orang yang
diharapkan itu, Hwi Ching diam-diam merasa aneh juga, karena hal itu sungguh diluar
kebiasaan yang pernah diketahui.
Tapi dia tak usah menunggu terlalu lama, segera terdengar juga suara kaki kuda
mendatangi. Anehnya mereka itu tidak datang dari arah belakang. Menyusul bunyi
kelenengan keledai, debu tampak mengepul keatas dan rombongan besar dari kaum
musafir atau pedagang-pedagang di daerah gurun pasir tampak menghampiri.
Setelah dekat, tampak berpuluh-puluh ekor keledai dan kira-kira tiga puluh ekor kuda dari suku bangsa Wi. Rata-rata mereka berhidung tinggi dan matanya cekung kedalam,
mukanya brewokan dan kepalanya dibungkus dengan kain putih.
Pedagang-pedagang Wi datang dari daerah Hwee, dimana penduduknya sebagian besar
orang-orang muslim. Mereka pergi ke daerah Tianggoan untuk berdagang. Hal ini
adalah kejadian yang biasa karenanya tak menarik perhatian Hwi Ching.
Tapi pada saat itu, tiba-tiba dari rombongan tersebut namapak seorang gadis yang
berpakaian kuning, menunggang kuda putih. Gadis itu cantik sekali berseri-seri memikat mata.
Ia memakai topi tinggi, diatasnya tersampir sebuah bulu burung. Menambah
keanggunan semakin tampak.
Kalau Hwi Ching hanya sepintas saja memandang gadis WI yang cantik itu, Wanci
mengawasi dengan teliti penuh pesona. Ia yang dilahirkan di daerah perbatasan itu,
belum pernah melihat wanita ayau, apalagi secantik gadis itu.
Usia gadis itu sebaya dengan Wan Ci, kira-kira delapan belas atau sembilan belas tahun.
Dibalik pinggangnya terselip badi-badi, sedangkan rambutnya dikuncir dibiarkan
menjulur keatas bahunya. Warna pakaian kuning telur tepinya disulam dengan benang
emas. Diatas pelana seekor kudaputih, ia mirip dengan lukisan yang indah.
Seorang wanita cantik, tentu menggundang perhatian pria. Tapi dalam pandangan
sesama kaum wanita, hanya menimbulkan kekaguman yang tak terhingga. Ketika gadis
Wi itu lewat disisinya, Wan Ci segera menguntit dengan mata tak terkesiap.
Si gadis Wi melihat dirinya dikuntit dan diawasi oleh seorang pemuda Han. Wan Ci
waktu itu menyamar sebagai laki-laki, sontak mukanya menjadi merah, tiba-tiba
berseru, "Ayah."
Seorang Wi yang bertubuh tinggi dan berewokan, cepat keprak kudanya untuk
menghampiri. Begitu dekat ia lalu tepuk pundak Wan Ci, katanya.
"Eh, sobat kecil, mau kemana..sih?"
Wan Ci perdengarkan suara, huh. Ia masih belum sadar kalau dirinya waktu itu berdan
dan seperti seorang pemuda. Dalam keadaan begitu, sudah tentu tak pantas kalau
seorang gadis diawasi sedemikian itu.
Si gadis mengira Wan Ci adalah seorang pemuda yan tak tahu adat, segera ia pakai
cambuk untuk mengaet bulu suri kuda Wan Ci, begitu ia tarik sekeras-kerasnya ,
seketika kuda itu kesakitan dan berjingkarak-jingkrak hingga Wan Ci hampir jatuh.
Menyusul cambuk ditangan si gadis berkelebat diudara, jebolan bulu suri itu
berhamburan kemana-mana. Wan Ci panas hatinya, cepat ia ambil sebatang Piauw, lalu
ditimpukan ke punggung si gadis. Namun ia tak sungguh-sungguh hendak melukai si
gadis, maka berbareng dengan piauw itu melayang, cepatcepat ia berseru : "He, nona
kecil, awas ada piaw!"
Tubuh si gadis kelihatan dimiringkan kekiri, maka lewtlah piauw itu disisi tubuhnya, begitu piauw terpisah satu tombak dimukanya, cambuk si gadis Wi itu kembali
disabetkan, dengan secara mengagumkan ujung cambuk itu melilit piauw dan terus
ditarik kembali untuk disambut dengan tangan, segera ia pun menjadi gusar, bentaknya
: "He, bocah kurang ajar terimalah piauwmu kembali.
Angin menderu, dan piauw itu lurus menyambar kearah dada Wan Ci. Wan Ci juga tak
mau memperlihatkan kelemahan dengan tangan kosong, ia tangkap piauw itu. Kalau
rombongan orang Wi bersorak begitu melihat si gadis menangkap piauw dengan
cambuknya, sebaliknya wajah si ayah berubah cemas. Dia membisiki beberapa patah
kata pada gadisnya, dan gadisnya pun mengangguk mengiayakan beberapa kali.
Dengan demikian, ia tidak memperdulikan Wan Ci Lagi, terus melarikan kudannya
kemuka, di kuti oleh rombongan keledai berpuluh-puluh itu. Tak beberapa lama, mereka dapat mendahului rerotan kereta yang membawa keluarga Li Thay-thay itu.
"Sekarang belumkah kau merasa bahwa diluar langit, diatas orang masih ada orang lagi.
Gadis tadi umurnya sama denganmu, bukankah kepandaiannya tadi harus kau akui?"
demikian Hwi Ching mencemoohkan muridnya.
"Anak Wi itu, siang dan malam berada diatas pelana kuda, sudah barang tentu
permainan cambuk sangat bagus, tapi belum tentu kalau ia sungguh-sungguh
mempunyai kepandaian bantah Wan Ci.
"Masa tidak?" sahut Hwi Ching dengan mengoda
Menjelang sore, tibalah mereka dikota Poh Liong Kit. Disitu hanya ada sebuah penginap besar, yaitu penginapan "Tong Lat" dimuka pintunya tergantung sebuah papan yang
bertuliskan "Lin Wan Piauw kok" nyata bahwa rombongan piawsu itu tadi, menginap di
penginapan itu.
Di napi oleh 2 rombongan besar pelayan-pelayannya nampak sibuk sekali, sehabis cuci muka Hwi Ching kelihatan membawa sebuah tempat teh masuk kedalam ruangan.
Disitu dilihatnya ada 2 buah meja yang sedang dikepung beberapa orang yang tengah
makan dan minum, mereka adalah kawanan piuwsu tadi. Malah pauwsu yang
mengendong pauw hok merah itu tadi juga nampak duduk disitu.
Hwi Ching berlagak melihat keatas, maka kedengaran salah seorang piawsu itu tertawa
dan berkata : "Giam ngo-ya, kalau kau dapat membawa kitab itu dengan selamat sampai ke kota raja,
maka Yaum Ciangkun akan memberikan hadiah beberapa rtus tail kepadamu" Waktu itu
harap jangan lupa undang kami buat daharan yang besar!"
Mendengar itu diam-diam Hwi Ching berpikir dalam hatinya.
"Betul dia adalah orang kelima dari Kwan Tong Liok Mo si Giam sengui.
"Hadiah besar hah, siapun tak berani memastikannya, demikian sahut she Giam itu.
Ucapan itu tiba-tiba diputus oleh sebuah suara aneh dari sesorang : "Ya, yang
dikuatirkan adalah hadiah itu akan tenggelam pada si penerima terus."
Hwi Ching melirik pada orang itu. Orang itu mukanya menakutkan, badannya kurus
kering, dia juga seorang piauwsu rupanya.
"Hem, jengek she Gui dengan kurang senang."
"Tong Si Ho, lidahmu itu betul-betul beracun, kata piauwsu yang pertama-tama bicara tadi.
"Ya, deh, jika tak mau dikatakan tenggelam, nah, biarlah aku bilang ganjalan itu nanti akan berwujud si cantik manis yang sedia dipanggil sahut Tong Siu Ho yang ternyata
bermoral rendah.
Mendengar kata-kata orang makin tak sopan Giam Se tak tahan lagi, kontan ia memaki,
"Ibumu saja yang kupanggil nanti"
"Baik, dan nanti aku nanti kau sebut ayah anagkat, kata Tong Siu Ho yang bermuka
tebal sambil cengar-cengir.
Hwi Ching menjadi sebal mendengar kata-kata orang yang koor-kotor itu. Pikirnya
lantas hendak menyingkir, tapi tiba-tiba didengarnya Tong Siu Ho buka suara lagi.
"Giaw Ngo-ya tuan kelima kalau bergurau biarlah kita bergurau, tapi bila sungguh-
sungguh tentu juga sungguh-sungguh. Nah, paling penting jagalah baik-baik pauw hok
di punggungmu itu saja, jangan terus kau ributi ganjaran. Yang belum kau terima itu
kali ini Tin Wanpiau kiok kita benar-benar sedang diuji!"
Mendengar orng menjadikan "Pauwhok" atau buntalan sebagai barang cerita, waktu
Hwi Ching menengas nyata pauhok yang dimaksudkan tergemblok di punggung Giam
Se-gui terbungkus kain kuning dan tak seberapa besarnya maka dapat ditaksir barang
didalamnya tentu kecil-kecil saja.
Sementara itu didengarnya Giam se-Gui itu telah menjawab.
"Tong siaocu, kau jangan ngelantur terus. Kali ini hasil yang diperoleh Giam yaymu yang telah mendapatkan kitab itu, bukankah cukup membikin mereka setengah mati. Aku
Giam se-gui, betul-betul memakai modal kepandaian buat mendapatkananya. Tak
seperti sebangasa cecurut yang menggamblok orang selain hanya dapat gegares
makanan biasanya Cuma berlagak saja!"
"Ya, ya, Kwantong Liok Mo, sih memang terkenal hebat, hanya sayang sedikit sam mo
iblis setelah telah dikerjai orang, dengan tanpa diketahui siapakah adanya musuh itu, kata Tong siu-ho pula.
Seketika Giam See-gui menggebrak meja.
"Siapa bialang aku tak tahu! Itu tentu perbuatan orang Hong Hwa Bwee!" teriaknya
sengit. Kembali Hwi Ching merasa heran. Yang membunuh Ciao Bun Ki salah seorang


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwantong Liok Mo, adalah dia. Mengapa mereka timpakan kesalahan pada kaum Hong
Hwa Bwee. Apakah perkumpulan Hong Hwa Bwee " bunga merah itu"
Ketika itu Hwi Ching berjalan sampai keruang dalam. Dia pura-pura mengagumi bunga-
bunga yang tumbuh tak seberapa jauh jaraknya dengan kawanan piauwsu itu.
Tong sin tak mau kalah mengadu lidah katanya lagi :
"Sayang aku tak bertulang keras bisaku hanya gegares makanan, kalu aku seorang
pemberani tentu siang-siang sudah aku bikin perhitungan dengan orang"
Dibikin panas begitu, tubuh Giam see-gui gemetar, hingga tak dapat mengucap sepatah
perkataan appun. Melihat itu buru-buru salah seorang piauwsu menyelutuk.
"Cong-tho cu atau ketua umum, Hong Hwa Bwee, Hong Hwa Bwee, si Le Ban Teng
bulan yang lalu sudah meninggal dunia di Bu-Sik. Setiap orang Hong Hwa Bwee itu,
suatu hal yang tak ada buktinya. Coba siapa yang pernah melihat dengan mata kepala
sendiri" Kau cari balas pada orang, tapi orang itu tak merasa melakaukan apa daya
kita?" Dengan sahautan begitu, Tong sin-ho kemekmek, buru-buru ia menerangkan lagi.
"Hong Hwa Bwee sih kita tak berani main gila. Tapi untuk orang-orang Bwee masa kita
jerih. Kita sudah dapat merampas kitab yang bagi mereka dianngap melebihi jiwanya
itu. Kalau kelak Jauw ciangkun minta tebusan uang atau ternak berapa saja, mereka
tentu meluluskan. Giam ngo ya, percaya Jauw ciangkun tentu akan menghadiahi kau
seorang gadis Bwee, yang cantik bukan main.
Baru saja orang she Tong yang pandai bicara itu hendak menghabisi ucpannya,
sepulung tanah malah melayang tepat masuk kedalam mulutnya, belum sempat ia
berteriak kesakitan, 2 orang piawsu sudah melesat memburu keluar.
Diam se-gui pun bangkit, seraya meloloskan senjatanya mengikuti keluar. Tapi ternyata mereka hanya hendak menjaga bungkusan pauwhok yang dibungkus dengan kain
merah itu saja. Mereka tak mau mengejar kuatir terkena tipu musuh yang disebut,
memancing harimau keluar gunung.
"Bajingan!" Bangsat.
Demikian Tong Sin ho memuntahkan pulungan tanah tadi dari mulutnya, seraya tak
putus-putusnya memaki-maki.
"Selama ini kukira bangsa anjing saja yang makan kotoran, tapi hari ini betul-betul aku tambah pengalaman bahwa orangpun ternyata makan tanah! Seru Giam See Gui
mengejek. Pada saat itu, ke 2 piauwsu yang mengejar tadi yakni Tee Ing Hing yang bersenjatakan Hwan pian dan Ci Ceng Lun yang memegang golok, tampak masuk kedalam katanya :
"Bangsat itu lolos entah kemana larinya!"
Semuanya telah dilihat dengan mata kepala Hwi Ching. Bagaimana Teng Siu Ho yang
bermulut tipis itu, kini seperti monyet kena terasi. Untuk itu hampir-hampir Hwi Ching tak kuat menahan gelinya. Tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan berkelebat diatas
ujung tembok. Ia pura-pura tak melihatnya, dan berlagak orang yang sedang mencari
angin diserambi luar.
Ketika itu hari sudah gelap, Hwi Ching sembunyi di pojok tembok sebelah barat dari
ruang tamu. Pada saat itu, tampak sebuah bayangan loncat turun dari pojok rumah.
Begitu enteng gerakannya, dan begitu menginjak tanah, terus melesat kesebelah timur.
Tadi ketika Tong siu ho rasakan "daharan"istimewa, Hwi Ching sudah menduga bahwa
sipelemparnya itu tentu sangat lihay. Kuat dugannya bahwa bayangan itulah orangnya.
Untuk mencari tahu, Hwi Ching segera menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk
menguntitnya. Dia masih memegang porot tempat teh. Berpuluh-puluh tahun dia yakinkan ilmu
meringankan tubuhnya sehingga tak tampak gerakannya berjalan. Maka orang yang
di kutinyapun sampai tak merasa.
Dalam sekejap saja, ke 2nya sudah berlari sampai lima atau enam li. Bayangan itu
tubuhnya ramping dan gerakannya gemulai, mirip dengan seorang wanita. Tapi ilmu
meringankan tubuhnya tinggi juga.
Melewati sebuah tikungan gunung sampai pada sebuah hutan dan bayangan itu
menyusup kedalam. Hwi Ching memburunya terus.
Di hutan itu ternyata penuh dengan daun-daun layu yang sudah rontok ditanah, maka
begitu kaki menginjak, tentu timbulkan suara berkeresekan.
Takut kalau bayangan itu sampai mengetahui, Hwi Ching kendorkan langkahnya. Tapi
pada lain saat, dia telah kehilangan arah bayangan itu. Ada sebuah larangan untuk
kaum kangouw bahwa "bertemu dengan hutan tak boleh memasuki" dan karena hutan
itu sangat lebatnya mudah sekali dibokong musuh.
Hwi Ching sangsi pikirnya akan mundur saja. Tapi justeru ketika itu, rembulan muncul dari balik awan, menerangi seluruh hutan itu. Tampak olehnya sesosok bayanagan
kuning, sudah melintasi keluar dari hutan sebelah sana.
Dengan tak berayal lagi, Hwi Ching terus mengikuti. Dia bersembunyi dibelakang
sebuah pohon besar. Diseberang sana ternyata adalah sebuah lapangan rumput yang
luas. Disitu terdapat delapan atau sembilan buah tenda. Dia merasa aneh dan coba
untuk maju mengintip.
Tadi sekonyong-konyong tampak 2 orang penjaga menghampiri kejurusannya. Cepat-
cepat ia menghindar. Dengan gerakan, yan-sam co cun, burung seriti tiga kali
menyelundup keair ia loncat bersembunyi dibelakang seekor keledai yang berada diluar tenda. Untunglah penjaga itu tak melihatnya.
Dengan ilmu yang tinggi dan nyali besar, ia menyelonong kebelang kemah terbesar
yang berada di tengah-tengah. Disitu ia mendekam. Kedengaran didalam kemah
tersebut ada orang tengah bercakap-cakap dengan asyik sekali menggunakan bahasa
Wi, yang diucapkan dengan cepat sekali. Wlaupun Hwi Ching bertahun-tahun tinggal
diperbatasan tapi ia tak mengerti bahasa itu.
Pelahan-lahan ia singkap kain tenda dibawah kakinya, lalu mengintip kedalam, tampak
Didalamnya dipasangi 2 buah pelita yang ditaruh ditengahnya. Orang-orang yang
tengah bercakap-cakap didalam itu, ternyata adalah pedagang-pedagang bangsa Wi
yang ditemuinya siang tadi.
Yang tengah bicara ketika itu ternyata adalah si nona baju kuning yang bukan lain
adalah bayangan yang diburunya tadi. Setelah merendek sebentar, nona itu tampak
mengeluarkan sebilah badi-badi dari pinggangnya.
Nona itu pakai badi-badinya untuk menusuk jari telunjuknya. Maka bertetes-tetelah
darah kelihatan bercucuran. Perbuatan itu dituruti oleh kawanan orang Wi yang
mengores jarinya dengan goloknya masing-masing.
Orang yang dipanggil ayah oleh si nona itu, segera mengangkat cawan araknya, serta
dengan suara lantang dia mengucapkan beberapa patah perkataan. Apa yang Hwi Ching
dengar hanya dapat menangkap perkataan "Qur"an" dan kampung halamannya."
Juga nona baju kuning ikut angkat bicara suaranya nyaring dan terang, untuk itu Hwi
Ching bisa juga sedikit-sedikit menangkapnya.
"Jika tak dapat merampas balik Kitab Suci "Qur"an" aku bersumpah biar matipun aku tak mau balik ke kampung halaman."
Sumpah itu di kuti oleh orang-orang Wi dibawah sinar pelita. Hwi Ching menyaksikan
bagaimana kesungguhan wajah mereka itu sehabis mengucapkan sumpahnya mereka
samamengangkat cawan dan mngeringkannya, mereka lalu berbisik-bisik seolah-olah
sedang berunding masalah yang penting.
Sampai disitulah Hwi Ching tak dapat mendengar dengan jelas. Mungkin mereka
merunding daya apa untuk dapat merebut kembali kitab suci "Qur"an" itu.
Dugaan Hwi Ching ini ternyata tidak salah. Rombongan orang-orang Wi itu ternyata
kaum musafir dari daerah utara gunung Thian san. Kali ini mereka datang dengan
jumlah besar-besar kira-kira ada 2 ratus ribu orang. Mereka terdiri dari kira-kira 2
puluh orang Wi, orang tinggi yang dipanggil ayah oleh si gadis itu. Dia berkepandaian tinggi, adil dan bijaksana. Ditaati dan dijunjung oleh bangsanya.
Nona baju kuning itu, adalah puterinya namanya Hwee Cing Tong. Ia adalah murid
kesayangan dari Kwan Bing Bwee, isteri dari Thian san Ki Hiap Tan Ceng Tik. Karenanya ia telah dapat mewarisi ilmu silat yang sejati dari cabang Thian San Pay.
Thian san Ki Hiap Tan Ceng Tik dan isterinya Kwan Bing Bwee, adalah jago-jago Thian
san pay sukar dicari tandingannya, suami isteri itu digelari seperti Thian san siang eng, sepasang garuda dari Thian san.
Ke 2 suami isteri itu aneh sekali. Mereka sudah berusia enam puluh tahun lebih, tapi bila berjumpa, tentu bercidera, sebaliknya kalau saling berpisah, mereka saling merindukan.
Seringkali Hwee Ceng Tong datang sama tengah, tapi ternyata selalu tak digubris. Ia
suka dengan pakaian kuning. Kopiahnya selalu ditancapi bulu burung cuhung,
karenanya ia mendapat julukan bagus, Cu oh W sam, atau si Bulu hijau berbaju kuning.
Orang-orang Wi itu hidup berkelana, tak punya tempat tinggal tetap. Ketika kekuasaan Pemerintah Ceng meluas sampai kedaerah Wi, mereka dibebani dengan pajak yang
memberatkan. Bermula Bok tok loh masih mudah dan membayarnya. Tapi ternyata
pembesar-pembesar negeri itu telah menyalahkan gunakan kekuasaannya untuk
mengeduk keuntungan, hingga bangsa Wi itu, betul-betul menjadi payah.
Bok Toh Lon bermupakat dengan bangsanya, merasa mereka betul-betul akan rudin.
Beberapa kali merek mengirim utusan kepembesar di Le-li guna minta keringanan yang
didapat malah pemerintah Ceng menaruh kecurigaan keras.
Jenderal besar Yauw Hwi Ceng mengetahui adanya kitab Quran, yang menjadi pusaka
suku bangsa Wi yang beragama islam itu. Menggunakan kesempatan ketika Bok Tok lun
sedang bepergian, beberapa pengawal kelas satu telah dikirim untuk merampas kitab
suci itu. Dengan kitab itu ditangan pemerintah Ceng tak dikuatirkan akan terjadinya
pemberontakan dari suku itu.
Piauwhok yang dibungkus kain merah dibelakang punggung Giam se-gui itu terisi kitab
suci tersebut. Rapat besar ditengah gurun yang diadakan Bok toh lun telah ambil
keputusan bahwa mereka telah bertekad bulat, untuk merampas kembali kitab pusaka
itu. Mengetahui bahwa gerak-gerik orang Wi itu tak ada sangkaut pautnya dengan dirinya,
Hwi Ching segera akan berlalu. Tiba-tiba dilihatnya orang-orang Wi itu bersama-sama
melakukan sembayang (sholat). Buru-buru dia bangkit, gerakkannya ini tak luput dari
pengawasan mata Hwee Ceng tong yang tajam dan tampak berbisik diteklingga
ayahnya: "Ayah, diluar ada orang mengintai"
Omongannya itu di kuti dengan loncatan keluar tenda. Nampak ada sesosok bayangan
lari keluar hutan, ia segera ayun tangannya untuk melepas sebuah thi lian cu senjata rahasia berbentuk seperti biji teratai.
Mendengar sambaran angin dari arah belakang, Hwi Ching mengegos tubuhnya
kesamping sambil mencekal theekoan, ia ulur ibu jari dan telunjuk untuk buka tutupnya, sesaat kemudian Thi-lian cu itu meluncur masuk kedalam tekoan, tempat the.
Dengan tak menoleh sedikitpun, Hwi Ching percepat larinya untuk kembali ke
kamarnya, sampai disana semua orang sudah tidur semua.
"Losianseng sampai begini lama, kemana saja tadi, tanya seorang pelayan.
Hwi Ching hanya menjawab sembarangan saja. Di kamar ia periksa Thi Lian-cu itu, yang terbuat dari baja murni, diatasnya terdapat ukiran bulu burung, piauw itu dimasukkan dalam sakunya.
Keesokan harinya, rombongan piauwsu itu berangkat lebih dulu, si petugas yang
berteriak Aku Bu Wi yang, disepanjang jalan, kembali berteriak lagi, dimukanya ada
bendera Pat-kwa can Tin-wan paiaw-kok!
Barang-barang yang diantar oleh kantor Piauw hang tersebut ternyata tak seberapa
banyak, yang penting piawsu itu dapat melindungi Thiam See Gui. Terang bahwa
barang merah itulah satu-satunya barang berharga yang harus di jaga.
Seleng setengah jam kemudian, rombongan Can som ciang yang mengawasi Li thay-
thay pun berangkat. Tengah hari tibalah mereka di Oei yan-cu. Dari situ harus melalui jalan diatas gunung yang menanjak dan berkelok-kelok. Mereka rencanakan sore
harinya sudah dapat melintasi jalan itu mencari penginapan di desa Sam to-ko yang
terletak di kaki gunung sebelah sana.
Jalanan gunung itu sangat sukar dan berbahaya. Wan Ci dan Cian som ciang berada
dibelakang di Thay-thay. Mereka kuatir kalau keledai yang menarik kereta nyonya
pembesar itu akan terpeleset masuk ke jurang yang dalam.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di mulut lembah Oh Kiem. Disitu kelihatan
rombongan Piauwsu Tin Wan Piuw-kok melepaskan lelah. Juga Cam som ciang
perintahkan rombongannya untuk beristirahat.
Ke 2 samping dari selat Oh Kiem adalah gunung-gunung yang tinggi. Jalanan disitu
sangat menanjak sekali. Jadi orang harus berhenti diatas bukit. Hwi ching berada
disebelah belakang sendiri. Dia selalu membelakangi supaya jangan dilihat oleh
kawanan piauwsu iti.
Setelah memasuki mulut lembah tampaklah barisan rombongan piuwhang dan
rombongan keluarga Li itu seperti seekor ular panjang, melingkar-lingkar keatas. Orang dan binatang-binatang sama menahan napas untuk mengerahkan tenganya.
Segera mata Hwi Ching yang jeli dapat melihat sebuah bayangan berkelebat diatas
puncak gunung seperti lakunya seorang mata-mata yang tengah menginti. Dan tepat
pada saat itu terdengar bunyi kelenengan keledai, serombongan orng Wi dengan
menunggang kuda, tampak berjalan turun dari arah depan dengan laju.
Orang-orang piuwhang berteriak-teriak, supaya mereka orang Wi mempertahankan
kudanya. "Hai, sobat, mau cari mati, ya ?" seru Tong siu-ho
Sekejap saja orang-orang Wi itu sudah berada didepan, tiba-tiba beberapa dari mereka kedengaran seperti menyanyi dengan keras sekali suaranya jauh berkumandang
dilembah, dari ke 2 samping puncank gunung, kelihatan ada orang yang mendadak
berdiri, maka nyanyian itupun berhenti.
Belum habis orang-orang piuwhang itu terkejut, tiba-tiba dari rombongan orang-orang
wi itu terdengar suitan, dan 2 penunggang kuda segera kaburkan binatangnya kearah
Giam See Gui. Terang mereka hendak menyerang pada Giam See-gui dan menyusul
empat penunggang keledai dari Wi tampak mengepung Giam See-Gui dari empat
jurusan. Melihat gelagat kurang baik, Kwantong hok-mo hendak meloloskan senjatanya, tapi
sekonyong-konyong keempat orang Wi itu mengayunkan senjatanya untuk menyerang
Giam See-gui, senjata mereka aialah gembolan besar yang tak kurang dari empat ratus
kati beratnya. Nyata bahwa keempat orang Wi sangatlah kuat.
Betapun lihaynya kepandaian Giam see-gui, namun penyerang itu dilakukan dengan
cara mendadak, empat buah gembolan menghantam dari empat jurusan, andaikata ia
keburu menangkis yang dimuka, yang dibelakang dan kanan kirinya sukar dihindari,
maka seketika itu juga hancurlah kepala Giam see-gui.
Dari dalam rombongan orang Wi, melesatlah seorang nona berbaju kuning, sebat luar
biasa ia loncat turun dari kudanya terus menyawut puhok dipunggung Giam see gui,
tapi ketika ia gunakan pedang untuk memotong tali pauhok itu, sebuah sambaran angin
menyerangnya. Nona itu ternyata Hwee ceng tong, tak mau berpaling untuk menangkis, dengan hanya
melejit kesamping ia terus bekerja memotong tali, tapi penyerang itu sangat sebat juga, belum sempat ceng liong mengulurkan tangan untuk menyambar piuwhok, kembali
pedang berkelebat menghantam pinggangnya.
Ceng tong tidak berdaya berkelit, terpaksa ia putar pedangnya untuk menangkis segera letikan api muncrat dari 2 bilah pedang yang berhantaman itu. Diam-diam gadis Wi itu mengakui lihaynya lawan. Dan dia makin berhati-hati.
Kembali ia ulur tangan kirinya untuk betot pauwhok yng masih dipunggung Giam see-
gui yang sudah jadi mayat itu, tapi lagi-lagi pedang pnjang musuh menusuk lengannya
cepat sekali. Ceng tong menarik tangan kirinya untuk digerakkan menurut jurus
serangan dan pedang ditangan kanan menyusul sodokan.
Ketika ia mendongakkan kepala untuk mengawasi penyerang yang telah tiga kali
merintangi itu, ternyata orang itu bukan lain dari anak muda cakap yang berlaku kurang adat kepadanya itu dulu. Marahlah ia, lalu mengirimkan serangan yang bertubi-tubi.
Si penyerang bukan lain ialah Li Wan-ci yang menyamar sebagai lelaki. Melihat
rombongan pedagang Wi menyerang rombongan Pauhang ia sebenarnya akan tinggal
diam dan saling berkelahi. Tapi tiba-tiba dilihatnya seorang gadis berpakaian kuning, loncat ketengah untuk merampas pauhok Giam See-Gui.
Dia itu yang kemaren menjebol bulu suri kudanya, dan ia pulalah yang dipuji setinggi langit oleh suhunya. Darah remajanya, tak kenal kalah. Wan-ci sungguh penasaran
sekali. Ia tak ambil pusing siapa yang benar dan siapa yang salah diantara rombongan yang sedang bertempur itu. Pokoknya ia maukan si gadis Wie itu. Dengan
menggunakan ilmu mengentengkan tubuh ia hampiri si gadis itu untuk diajak berkelahi.
Tiga serangan berantai dari Ceng tong telah dapat dipunahkan oleh Wan Ci. Melihat itu, Ceng Tong heran juga kaum Wie itu mengetahui juga bahwa pauwsu-pauwsu itu lihay-lihay semua. Dengan kekerasan, mungkin gagalah rencannya untuk merampas kitab
suci itu. Dipilihnya mulut selat Oh Kimyang sangat berbahaya itu, untuk mengadakan
sergapan yang tak terduga begitu berhasil, mereka segera akan kembali ke daerahnya.
Tak dinyana, rencana yang sudah kelihatan berhasil itu dikacau oleh Wan ci. Nampak
permainan Wan ci itu lihay. Ceng tong segera ambil keputusan cepat. Ia tak boleh
hanyut terlalu dalam pertempuran itu, sekonyong-konyong ia merubah permainan
pedangnya. Ia keluarkan ilmu simpanan Pedang Thian san Pay yang disebut Sam hu
kiam. Dengan itu ia desak wan-ci hingga beberapa kaki harus mundur.
Ilmu pedang "Sam hu-kiam" adalah ilmu dari kaum Thian san-pay juga boleh dikata tak
pernah diturunkan. Dinamakan "Sam hu" tiga bagian ialah gerakan serangan hanya
digunakan sepertiga bagian dari sasarannya, setiap kali musuh akan menangkis gerakan pedang tersebut sudah berganti setiap jurus terdiri dari tiga serangan, ruwet dan sukar untuk ditangkis.
Ilmu pedang itu hanya terdiri dari jurus-jurus dan serangan saja.
Ketika lawan gunakan serangan, yaitu jurus salju sungai hendak meleleh, Wan-ci
hendak congkelkan ujung pedangnya keatas, pikirannya hendak gunakan "It tiok-liang"
sebatang hio untuk menangkis.
Tapi ternyata serangan musuh hanya sepertiga bagian, belum lagi pedang itu sampai
kesasarannya Ceng tong sudah merubah gerakannya dengan Cian-li-liok-sat, pasir
mengalir beribu li pedang yang mulanya lurus menyerang kini berubah dilintangkan
untuk memapas. Wan-ci gugup buru-buru jungkirkan pedangnya untuk melindungi diri. Tapi kembali ia
dibingungkan oleh gerakan serangan pedang lawan. Belum lagi papasannya sampai
kembali gadis Wi itu merubah gerakannya dalam "Angin menggulung rumput." Dari ats
pedangnya diturunkan untuk menebas paha Wan-Ci.
Wan-ci kaget, terus mundur selangkah. Tapi pada saat itu dengan gerakan "Angkat obor menyundul langit" ceng tong mengibaskan pedangnya keatas maju menyerang pundak
kiri sang lawan.
Ketika Wan-ci bergerak menangkis, lagi-lagi lawan merubah gerakkannya dengan jurus
"Swat tiong ki-lian" bunga teratai ditengah-tengah salju, demikian hebat dan luar biasa setiap gerak serangan dari "Sam hu kiam" hingga musuh bingung dibuatnya.
Walaupun ke 2 nona itu sudah bertempur beberapa jurus, namun senjatanya tak pernah
beradu, sepintas mereka memainkan pedang seperti anak-anak sedang bermain. Ceng
Tong menyabet dengan cepat tetapi setiap sabetannya itu tak pernah diteruskan sampai kena, namun Wan-ci sangat sibuk dibuatnya. Ia terus-menerus mundur sulit baginya
untuk menghadapi. Kalau ia tak menangkis kuatir lawan betul meneruskan
serangannya, tapi begitu ia menangkis, lawan batal menyerang dan ganti jurus.
Ternyata ia kalah jauh dalam kesebatan dengan lawan.
Wan ci terkejut dan bingung sebenarnya ilmu pedangnya "Jwan-hun kiam" cukup
sempurna asal saja ia melawannya dengan hati yang mantap, dan tak akan kalah
semudah itu. Tapi karena ia baru saja mempelajarinya, jadi ia belum pengalaman dalam pertempuran tadi.
Melihat gerakan musuh tiga kali lebih sebat dari dirinya, ia goyah hatinya. Karena tak mungkin melawan, ia lantas loncat mundur dan Ceng tong sendiripun tak mau
mengejar. Cepat-cepat ia membalikan badan, ternyata dihadapannya ada seorang yang
bertubuh kecil kurus.
Orang itu berdiri disamping mayat Giam see-gui sambil mengenggam pauwhok merah
berisi kitab suci itu. Tanpa tanya ini itu, Ceng tong mengirimkan serangan pedangnya.
"Aya, Tong-toaya hendak pulang."
Demikian orang itu berteriak. Dialah si mulut tipis Long siu Ho, ia tak mau melayani dan terus loncat. Namun, ceng tong terus mengejar dan kembali pedangnya diayunkan. Tapi
sebilah Ngo-heng lun menyambut pedang Ceng Tong itu dan terus didorongnya, itulah
Giam see ciang.
Kiranya Bok Toh Lun mengatur siasatnya dengan cerdik. Dibelakang dan muka ia
gunakan onta-onta untuk memisahkan orng-orang Piuwhang, agar mereka tak dapat
berandeng berkelahi.
Pemimpin Wi itu sendiri naik kuda dengan memutar golok panjang, ia serang Tee Ing
Bing dan Chi Ceng Lun, 2 orang piuwsu. Menghadapi 2 orang lawan, ia perhebat


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rengsekannya. Tapi pada saat itu, Giam See ciang mulai mengamuk, keenam Kwantong Liok-mo itu
rata-rata berkepandaian tinggi. Melihat kakaknya dibinasakan orang Wi, ia murka sekali.
Dia meluncur dari kudanya, loncat melewati onta. Ia sabetkan Ngo heng lunnya kepada
seorang Wi yang memegang gembolan. Begitu gencar hantamannya itu, sehingga
seketika itu orang Wi terjungkal dari ontanya.
Seorang wi lain maju menghadang. Menunggu gembolannya melayang datang, Giam
see ciang miringkan tubuhnya. Ngo heng lun dipindahkan ketangan kiri, ia ulurkan
tangan kanannya untuk menyawut membokong siorang Wi, terus dibetotnya kebawah.
Gembolan itu beratnya hampir seratus kati dan orang Wi itu tenaganya kuat sekali,
justeru selagi orang Wi itu mengerahkan seluruh kekuatannya. Giam see-ciang,
meminjam kekuatan lawan, terus dibantingnya ke tanah. Gembolan itu tepat jatuh
kedada tuannya, dan di ringi jeritan yang keras, terus muntah darah binasa lah saat itu juga.
Dengan mengunakan kecerdikannya Tong-siu-ho memanfaatkan kekacauan itu, dia
melihat suatu kesempatan yang baik,. Dengan sebat dia loncat kearah mayat Giam see-
gui untugambil Pauwhok yang berharga itu. Ketika Hwee Ceng Tong, memburu Tong
siu-ho dengan cepat Giam see ciang menghadangnya.
Di tengah perlawannya dengan Giam see ciang, Ceng Tong selalu waspada kalau-kalau
pemuda tampan itu akan datang lagi. Tiba-tiba dari arah celah gunung terdengar bunyi seruling yang keras sekali itu pertanda untuk mundur dari pihak Wi.
Pada suatu kesempatan, Ceng Tong nampak ia melirik kepada Tong siu-ho yang
melarikan diri dengan cepatnya kearah puncak gunung, dengan mengeluarkan ilmu
pedang "Sam-hu-kiam, ia mendesak Giam see ciang sampai mundur 2 tindak, segera
nona itu loncat dan terus mengejar Tong siu Ho keatas puncak gunung.
Sementara itu suara seruling terus bergema dengan kerasnya. Dan tiba-tiba terdengar
ayahnya, Bok Toh Lun, berseru keras :
"Ceng Tong lekas kemabali !"
Ceng tong berpaling mendegar seruan ayahnya, lantas ia hentikan lagnkahnya, terus
terus memerintah kawannya untuk mengotong kawan-kawannya yang telah binasa
untuk dinaikan keatas kuda. Sekali lagi bunyi seuling terdengar keras, tiba-tiba
rombongan orang wi itu menerob turun.
Namun dibawah sana berpuluh serdadu Ceng sudah siap menghadang ditengah jalan,
dan Tho-lam sam ciang larikan kudanya kemuka, dengan laintangkan tombaknya ia
membentak. "Berandal yang bernyali tikus mau bikin huru-hara, ya ?"
Sebagai sahutan, si nona baju kuning menimpukkan 2 biji thi-lian-cu untuk mengarah
ke 2 belah tangan penghadangnya itu.
Begitu terdengar suara berdering tombak can tho-lam cu lepas jatuh.
Bok Toh Lun membuka jalan dengan pedangnya yang panjang. Orang-orangnya pun
maju menyerang tentara Ceng tersebut. Gelombang serangan orang-orang Wi itu
ternyata dapat mematahkan perintangnya. Tentara Ceng terpaksa menyingkir untuk
memberi jalan. Giam see ciang dan Tee ing bing memburu lagi, terus berhantam dengan si nona baju
kuning. Pada saat itu sekonyong-konyong dari rombongan orang Wi menerobos keluar
seorang penunggang kuda, sambil berseru "
"I-moay, kau mundur dulu !"
Pemuda itu adalah kakak dari Ceng Tong, bernama Hwee A lo. Dengan tombak, dia
hadang ke 2 piauwsu yang akan menyerang adiknya itu. Dengan begitu dapatlah Ceng
Tong loncat keatas seekor kuda.
Ke 2 kakak beradik itu sembari bertempur sambil mundur, tiba-tiba dari 2 puncak
gunung kedengaran seruling berbunyi lagi.
"Hwee A In dan adiknya putar kudanya kebelakang terus lari Giam see ciang masih
Raja Naga 7 Bintang 4 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Pemetik Harpa 24
^