Pendekar Pemetik Harpa 24

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 24


In yang mengembangkan Ginkang. Betul juga dari kejauhan sudah
kelihatan batu besar mirip pintu angin itu. In San lebih gugup
begitu mclihai balu besar itu, belum lagi beradu di depan gua
dia sudah berteriak lebih dulu: "Kek-toako."
Kek Lam-wi memang sedang menunggu dengan perasaan
gundah, In San berteriak dari jarak yang masih cukup jauh,
teraling oleh batu besar pula, maka pendengarannya kurang
jelas, maka dia sangka yang kembali Bu Siu-hoa.
"Siu-moay, apa kau sudah kembali" Kukira kau tidak akan
kem..." belum habis dia bicara, Tan Ciok-sing sudah
mendorong minggir batu besar itu. Dengan tenaga Tan Cioksing
tidak sukar dia menggeser batu besar ini, tapi dia merasa
terlalu mudah dan enteng. Ternyata dari dalam gua Kek Lamwi
juga membantu menggeser batu besar itu.
Setelah batu tersingkir, Kek Lam-wi melihat yang berdiri di
hadapannya adalah Ciok-sing dan In San, sesaat dia melongo,
namun hatinya kaget dan senang.
In San tertawa geli, katanya menggoda: "Kek-toako, kau
tidak menduga akan kami bukan" Bikin kau kecewa ya?"
1403 Kek Lam-wi tenangkan hati, katanya: "Memang kalian yang
kuharapkan, tapi bagaimana kalian bisa menemukan tempat
ini?" "Panjang ceritanya, nanti kuceritakan. Bagaimana lukalukamu?"
"Racun sudah tuntas, tenagaku kini juga sudah pulih
separo," ujar Kek Lam-wi.
"Baiklah, kau jangan banyak bicara," kata Tan Ciok-sing,
dia genggam kedua tangan Kek Lam-wi, terasa sejalur tenaga
angin merembes masuk dari telapak tangannya, terus
mengalir ke Say-yang-meh mumbul ke atas meresap ke
seluruh tubuh. Lam-wi tahu Ciok-sing sedang salurkan hawa
murninya membantu dirinya melancarkan jalan darah
memulihkan Lwekang. Maka diapun kerahkan hawa murni
sendiri menyambut bantuan dari luar mempercepat proses
pemulihan tenaga sendiri. Mereka sama meyakinkan Lwekang
dari aliran murni, seumpama air tercampur dengan susu lekas
sekali sudah terbaur jadi satu, tak lama kemudian uap putih
merembes beserta keringat dari seluruh pori-porinya, dan
terakhir hawa murni kumpul di pusar dan menghembuskan
napas panjang. Kek Lam-wi tersenyum, katanya: "Sudah cukup Tan-toako.
Kionghi, kionghi."
"Lho, koh malah kau memberi Kionghi (selamat) padanya?"
tanya In San. "Tingkatan Lwekang Tan-toako sudah jauh lebih maju dari
dahulu, begitu cepat kemajuan yang dicapainya, bukankah
patut diberi selamat. Kini Lwekangku sudah pulih tujuh puluh
persen." Tan Ciok-sing tertawa, katanya: "Kemajuanmu lebih cepat
dari apa yang kucapai. Baik mari kita lekas pulang, supaya
Kiau-thocu dan nona Toh tidak menunggu terlalu lama."--
1404 dengan Lwekang yang sudah pulih tujuh puluh persen, sudah
tentu tidak susah lagi Kek Lam-wi mengembangkan Ginkang.
Sambil lari mereka mengobrol, ln San tahu Kek Lam-wi
menguatirkan keselamatan Bu Siu-hoa, maka dia berkata:
"Kek-toako, biarlah kubuka suatu masalah. Lantaran bantuan
dan petunjuk nona Bu itulah maka kami bisa menemukan
kau." "O, jadi kalian sudah melihat dia. Jadi dia, dia dimana?"
"Dia sudah pergi, Mungkin takkan kembali menemui kau,"
baru sekarang In San sempat menceritakan kejadian tadi.
Mendengar mereka berdua berhasil mengalahkan tiga
pentolan Giam-ong-pang, Kek Lam-wi ikut girang. Tapi
mengingat tidak sedikit pengorbanan Bu Siu-hoa lantaran
dirinya, pada hal dia belum membalas sedikitpun kebaikan
orang, diam-diam dia jadi masgul dan menyesal.
"Kek-toako," kata In San, "kau sudah kenyang membaca
buku, tentunya pengetahuanmu cukup luas, kenapa kau harus
mereras diri, biarkanlah nona Bu pergi, tahukah kau masih ada
seorang sedang menanti kedatanganmu," dia merasa
kebetulan malah bila Bu Siu-hoa menyingkir, karena bagi diri
sendiri dan bagi orang lain sama-sama ada faedahnya."
Kek Lam-wi menghela napas, katanya: "Betul ucapanmu,
hidup manusia memang tiada yang abadi. Tapi ada beberapa
hal yang belum kau ketahui."
Lalu Lam-wi tuturkan bagaimana Bu Siu-hoa menolong
dirinya sehingga bertengkar dengan sang ibu, hampir saja jiwa
mereka tamat oleh jarum beracun itu, lalu menambahkan:
"Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri, tiada
fikiran lain bersemayam dalam benakku. Tapi dia pergi begitu
saja, bukan mustahil bisa ketangkap oleh ibu tirinya yang
jahat itu. Sepantasnya aku membalas budi kebaikannya,
memangnya aku tega membiarkan dia terlunta-lunta seorang
diri di Kangouw?"
1405 Berubah sikap In San, timbul rasa simpatiknya, katanya:
"Kalau demikian, nona Bu ternyata adalah gadis suci berhati
baik, meski dibesarkan dalam keluarga kotor, namun hatinya
tetap bajik dan bersih Aku yakin bila Toh-cici tahu akan hal ini,
diapun pasti merasa sayang dan melindunginya seperti adik
sendiri. Cuma untuk mencarinya kukira bukan soal gampang,
biar nanti kita minta tolong Kiau-thocu untuk bantu
mencarikan. Umpama dia tetap tidak mau kumpul bersama
kau, biar pihak Kaypang yang melindunginya secara diamdiam."
"Apakah So-so juga bersama kalian, tinggal di markas
Kaypang?" tanya Lam-wi.
"Ya, walau di kota Soh-ciu dia punya famili, tapi Kiau-thocu
merasa lebih aman dia tinggal di markas Kaypang," ucap In
San. Kek Lam-wi jadi haru tapi juga lega, katanya: "Syukurlah,
setiba disana, aku akan segera bertemu dengan dia," tanpa
terasa langkahnya dipercepat.
In San menyusulnya, katanya tertawa: "Kek-toako, kau
tahu hari ini hari apa?"
Kek Lam-wi melenggong, sesaat dia masih belum
menangkap arti perkataan In San, tanyanya bingung: "Apa
yang istimewa pada hari ini."
In San tertawa, katanya: "Didalam gua itu kau disekap dua
hari, memangnya sudah lupa akan hari" Nanti setelah
rembulan terbit, kau akan tahu sendiri."
Kek Lam-wi jadi sadar, katanya: "Ya, kenapa aku seceroboh
ini, kiranya hari ini tanggal lima belas bulan delapan."
"Betul, hari ini adalah hari raya Tiong-jiu, manusia didunia
dan malaikat dewata di atas langit sama merayakan hari raya
ini. Malam ini kau bakal berkumpul lagi dengan Toh-cici, patut
kau rayakan pertemuan nanti."
1406 Tak nyana setiba mereka di markas cabang Soh-ciu,
mereka tidak menemukan Toh So-so.
Kiau Hun yang menyambut mereka bilang: "Sejak siang
tadi nona Toh keluar kota, sampai sekarang belum kunjung
pulang." Terpaksa Lam-wi menyusul ke rumah famili Toh So-so,
waktu itu rembulan sudah menongol dari peraduannya. Yang
membuka pintu adalah bibi misan Toh So-so, melihat Kek
Lam-wi seketika dia terbelalak, namun segera berjingkrak
senang, serunya: "Kek-siangkong kau sudah pulang, tahukah
kau So-so sedang mencarimu kian kemari, syukurlah kau telah
pulang." Mendengar ucapan terakhir sang bibi misan, legalah hati
Kek Lam-wi, dia kira dugaannya tidak meleset, lekas dia
berteriak: "So-so, So-so..." tapi tiada jawaban.
"Kek-siangkong," kata nyonya itu, "kalau dua jam kau
datang lebih dini, pasti disini kau bisa bertemu dengan dia.
Sekarang lekas kau susul dia ke markas cabang Kaypang.
Alamatnya di..."
Kek Lam-wi terperanjat, katanya: "Lho, kami baru saja
datang dari sana. Sebelum So-so pergi, apakah dia bilang mau
mampir ke tempat lain?"
Nyonya itu berpikir, katanya: "Dia tidak bilang mau mampir
kemana-mana tapi dia bercerita katanya orang Kaypang
disebar untuk mencari jejakmu, hatinya amat kuatir, meski
kau sudah bebas dari cengkraman orang-orang keluarga In,
sebelum berhadapan dengan kau, betapapun hatinya tidak
akan tentram, maka dia berniat keluar mencarimu sendiri,
cuma aku tidak tanya kemana dia hendak mencari kau."
Kek Lam-wi pikir: "Ternyata dia sudah tahu bahwa aku
sudah ditolong orang, entah dia tahu atau belum bahwa nona
itu adalah putri Bu-sam Niocu" Tapi dia yakin aku tidak akan
mengalami bahaya, itu berarti bahwa dia mempercayai orang
1407 yang telah menolongku keluar dari penjara keluarga In,
terhadapku jelas tidak akan merasa jelus lagi."
Bibi misan Toh So-so berkata pula: "Kek-siangkong, coba
kau pikir, kecuali markas Kaypang, ke tempat mana pula
kemungkinan So-so akan pergi?"
Kek Lam-wi menepuk paha, serunya: "Betul, aku tahu
kemana dia akan pergi."
"Kemana?" tanya Tan Ciok-sing.
"Ham-san-si," sahut Kek Lam-wi. Tanpa pamit dia terus
putar tubuh berlari seperti mengejar angin, lekas sekali
mereka sudah tiba di pinggir kali, di kejauhan Hong-kio sudah
kelihatan, Hongkio terletak di seberang Ham-san-si.
Bulan purnama di malam Tiong-jiu ini memang bulat "dan
benderang, malam purnama di Hong-kio memang
mengasyikan, terutama bagi muda mudi yang sedang
memadu cinta, disinilah tempat yang serasi untuk
melimpahkan isi hati dengan mendambakan cinta abadi.
"Hong-loo tidak kalah dengan Ji-si-kip di Yang-ciu. Sayang
di malam purnama nan permai dan sejuk ini, tiada orang yang
meniup seruling," demikian pikir Kek Lam-wi sambil
melambatkan langkahnya.
Setelah lebih dekat lagi, tiba-tiba didengarnya suara irama
seruling sayup-sayup sampai.
Sebagai ahli musik sekali dengar Lam-wi lantas tahu, lagu
yang ditiup itu adalah lagu kenangan terhadap masa lalu di
saat-saat memadu cinta. Dari volume suaranya Lam-wi
merasakan pula bahwa seruling yang digunakan meniup lagu
kenangan adalah seruling warisan keluarganya itu
Hampir Lam-wi tidak percaya akan pendengaran sendiri,
seketika dia berdiri menjublek. "Apakah betul yang meniup
seruling adalah dia'?" demikian dia menerka-nerka dalam hati.
1408 Habis meniup seruling orang itu lantas bersenandung
membawakan puisi ciptaan pujangga Bong Ki-to di jaman
dynasti Song, meresapi makna dari puisi itu, setelah
menjublek sesaat lamanya, Lam-wi angkat langkahnya pula
berlari bagai terbang ke arah Hong-kio.
Tan Ciok-sing dan In San juga mendengar senandung Toh
So-so, merekapun ikut girang hampir saja bersuara
memanggil. Baru saja Ciok-sing memburu hendak menyusul
Kek Lam-wi lekas In San menariknya, katanya berbisik:
"Engkoh bodoh, sepasang kekasih sedang bertemu untuk apa
kau ikut kesana" Jangan ganggu mereka, biar mereka asyik."
Tanpa bersuara Kek Lam-wi lari ke belakang pepohonan,
didengarnya Toh So-so sedang mengakhiri senandungnya, lalu
menghela napas mengulangi bait terakhir dari puisi itu:
"Meroboh hatimu, demi hatiku, baru dimaklumi betapa
mendalam rindu ini. "
Tak kuat Kek Lam-wi menahan tawa, segera dia keluar dan
berkata: "So-so, kau salah, tak usah merobah hati, aku sudah
tahu betapa mendalam cintamu terhadapku."
Toh So-so terbeliak sambil mematung sesaat lamanya,
katanya: "Kek-toako, apa betul kau" Ini, ini bukan dalam
mimpi bukan"'
"Sudah tentu bukan, coba kau gigit jarimu, sakit tidak" Soso,
aku tahu kau pasti mencariku ke Ham-san-si, maka
sengaja kususul kemari."
Bukan kepalang rasa senang Toh So-so, tanpa terasa air
matanya berlinang-linang di kelopak matanya, katanya sesaat
kemudian: "Toako, aku tahu pasti kau akan mencariku. Tapi
sungguh tak kuduga secepat ini kau bakal muncul di
hadapanku, di Ham-san-si aku tidak menemukan kau, hatiku
amat kecewa, terbayang semasa di Ji-si-ko di Yang-ciu dulu,
tanpa merasa aku lantas meniup seruling seorang diri."
1409 "Bagus sekali tiupanmu," puji Kek Lam-wi, "jauh lebih maju
dari dulu. Tapi tidak sepantasnya kau anggap diriku ini seperti
awan mengembang yang tidak punya arah tertentu."
Jengah muka Toh So-so katanya menunduk: "Toako,
sebelum ini sering aku merasa jelus cemburu dan banyak
kesalahan, tapi setiba di Soh-ciu aku lantas tahu kau tidak
akan meninggalkan aku dan menyia-nyiakan cintaku.
Kunyanyikan lagu tadi bukan lantaran aku tidak percaya
padamu, soalnya hatiku risau sebelum menemukan kau, entah
kapan baru akan bertemu kembali, maka kunyanyi lagu itu
hanya untuk melampiaskan rasa masgul ini."
Kek Lam-wi genggam kencang tangannya, katanya: "So-so,
syukurlah kau mau percaya padaku."
Mekar seperti kembang tawa Toh So-so, tapi tiba-tiba dia
bertanya: "Mana nona Bu" Kenapa tidak datang bersamamu,
apa dia tidak sudi bertemu dengan aku."
"Kau sudah tahu" Aku memang hendak jelaskan kepada
kau, dia..."
Toh So-so terkikik lirih, katanya: "Tak usah kau jelaskan
kepadaku, aku tahu dan yakin cintamu terhadapku takkan
berobah. Nona Bu teramat baik terhadapmu bukan" Dimana
dia sekarang" Kau belum menjelaskan."
"Ya, dia menolongku dari penjara bawah tanah,
menyembuhkan luka-lukaku lagi. Tapi dia sudah pergi, entah
kemana dan dimana dia sekarang?"
"Lho dia sudah pergi?" seru Toh So-so tertegun, "Kenapa
kau tidak menahannya?"
"Dia pergi diluar tahuku," tutur Kek Lam-wi, "aku sudah
angkat saudara dengan dia, So-so, kau tidak bercemburu lagi
bukan?" 1410 "Kemana sih jalan pikiranmu, untuk berterima kasih


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadanya rasanya juga sudah terlambat, kenapa aku
cemburu kepadanya. Satu hal mungkin kau belum tahu,
sebelum ini aku sudah kenal dia lebih dulu, meski belum
angkat saudara hubungan kami sudah seperti saudara
kandung layaknya. Adikmu adalah adikku, syukur aku punya
adik seperti dia. Pengorbanannya untuk kau terlalu besar,
betapapun kita harus berusaha menemukan dia."
Lega hati Kek Lam-wi, katanya: "Perkenalanmu dengan dia
sudah diceritakan kepadaku. Dia pernah menipu kau, dia
kuatir kau masih membencinya."
"Memang sebelum ini aku membencinya dan curiga ada
maksud jelek terhadapmu, tapi sekarang aku sudah tahu
bahwa pandanganku menganggap sebagai 'perempuan
siluman' adalah salah. Mana aku membencinya lagi" Aku jadi
ingin bertemu dengan dia, supaya dia tidak ragu terhadapku."
"Akan kuminta bantuan Kiau-thocu mencarinya," ucap Kek
Lam-wi, mendadak dia teringat dan tanya: "So-so, seruling ini
bagaimana bisa berada di tanganmu?"
"Paman Tam telah merebutnya dari tangan In Kip, dia titip
kepadaku supaya dikembalikan kepada kau. Em, sekarang tiba
saatnya barang kembali pada pemiliknya."
Menerima seruling Kek Lam-wi bertanya: "Dimana Tam
Tayhiap" Apakah dia tinggal di Ham-san-si?"
Ternyata persoalan mengenai Tam Pa-kun, Tan Ciok-sing
belum sempat ceritakan kepadanya.
"Dia sudah pergi ke Hay-ling."
"Untuk apa dia ke Hay-ling?"
"Aku tidak tahu. Tanya kepada Tan Ciok-sing," sampai
disini mendadak Toh So-so teringat, tanyanya: "Toako,
bukankah tadi kau bilang kemari bersama Tan-toako dan adik
In, kenapa tidak kelihatan bayangan mereka?"
1411 Kek Lam-wi jadi sadar, katanya tertawa: "Iya, hampir aku
melupakan mereka." lalu dia mengeraskan suaranya berteriak:
"Kalian main sembunyi segala, hayo lekas keluar."
In San muncul dengan cekikikan, katanya: "Kionghi,
kionghi. Kalian kumpul dan bahagia di bawah bulan purnama.
Toh-cici, jangan kau kira aku tadi mencuri dengar
pembicaraanmu."
Jengah muka Toh So-so, katanya: "Jangan berkelakar, ada
urusan yang ingin kami tanya kepada kau,"
"Urusan apa" Memangnya yang kuucapkan barusan bukan
urusan?" "Tan-toako," kata Kek Lam-wi, "orang yang
mengundangmu ke Ham-san-si tempo hari tentu adalah Tam
Tayhiap?" "Betul," sahut Ciok-sing, "tapi sekarang dia sudah pergi ke
Hay-ling."
"Hal itulah yang ingin kutanyakan kepada kau, untuk apa
Tam Tayhiap pergi ke Hay-ling, kukira bukan melulu hendak
menonton air pasang?"
"Seorang teman mengundangnya kesana, tapi janji
pertemuan mereka pada tanggal 18 bulan delapan ini, tepat
hari lahir dari malaikat air pasang, sekaligus dia bisa
menonton air pasang disana."
"Air pasang di Hay-ling pada tanggal delapan belas bulan
delapan tiap tahun memang merupakan tontonan aneh yang
jarang ada di dunia ini, sayang kami tak bisa kesana."
Demikian ucap Toh So-so.
"Siapakah Lo-cianpwe yang mengundang Tam Tayhiap
kesana, apa aku boleh tahu?" tanya Kek Lam-wi.
1412 "Sudah tentu boleh," ucap Tan Ciok-sing, "kau pernah
bertemu dengan beliau. Yaitu It-cu-king-thian Lui Tin-gak Lui
Tayhiap yang menggetarkan daerah Lam-ciang."
Kek Lam-wi tahu bagaimana hubungan keluarga Tan Cioksing
dengan Lui Tin-gak, maka timbul rasa menyesal dalam
hatinya, katanya: "Lui Tayhiap berada di Hay-ling. Tan-toako,
seharusnya kau mesti pergi bersama Tam Tayhiap. Lantaran
aku sehingga kau menunda perjalananmu."
"Jangan berkata begitu Kek-toako," tukas Tan Ciok-sing,
"bahwa Lui Tayhiap sudah berada di Hay-Iing, cepat atau
lambat aku pasti bisa bertemu dengan beliau. Yang penting
kau sudah kembali dengan selamat, itulah yang kukehendaki."
"Sekarang aku sudah kembali dengan selamat, kau boleh
tidak usah kuatir. Besok juga kalian boleh berangkat, tepat
saatnya kalian akan saksikan air pasang yang serba ajaib di
Hay-ling itu."
"Mungkin kami tidak sempat pulang untuk memberi selamat
hari ulang tahun kepada Ong Goan-tin di Thay-ouw," kata In
San bimbang. "Hal itu sudah kupikirkan," ucap Kek Lam-wi, "Ulang tahun
Ong Goan-tin adalah tanggal 22, setelah kalian menonton air
pasang di Hay-ling masih ada empat hari, bila tanpa
menghadapi sesuatu diluar dugaan, dalam jangka empat hari
itu, kalian masih sempat tiba di Thay-ouw tepat waktunya.
Lewat hari raya Tiong-jiu, udara selalu cerah dan hawa sejuk,
berperahu di Thay-ouw bisa berlaju mengikuti arah angin,
kemungkinan tanggal 21 malam kalian sudah akan tiba di
tujuan." "Perhitungan waktunya amat mendesak bukan" Bila kita
datang terlambat, bukankah rikuh jadinya?"
"Jangan pikirkan hal itu, pertama kami sudah wakilkan
kalian memberi penjelasan. Kedua Tam Tayhiap adalah
kenalan baik Ong Goan-tin, setiba kalian di Hay-ling,
1413 pulangnya pasfi bersama mereka. Bila Ong Goan-tin tahu
kalian datang mengajak It-cu-king-thian, tentu dia akan
kegirangan dan berterima kasih kepada kalian malah."
"Begitupun baik. Biar sekarang juga kami pulang pamitan
kepada Kiau-thocu," ucap In San.
Kira-kira kentongan ketiga baru mereka tiba di markas
Kaypang cabang Soh-ciu, Kiau-thocu dan orang-orangnya
sedang menunggu gelisah, legalah hati mereka setelah
melihat Ciok-sing pulang bersama Kek Lam-wi.
Kiau Hun berkata: "Ada sebuah kabar gembira perlu
kuberitahu kepada kalian. Tiga pentolan Giam-ong-pang dan
ln Kip ayah beranak sudah ketakutan, maka mereka tidak
berani bercokol di Soh-ciu lagi, sudah kabur dari kota ini. Tapi
mereka lari berpencar, kami hanya tahu keluarga ln di bawah
lindungan Bak Bu-wi dari Hoay yang-pang lari ke kota raja
minta perlindungan yang berwajib Sementara ketiga pentolan
Giam ong-pang itu entah lari kemana"
"Syukurlah kalau kawanan jahat itu meninggalkan Soh-ciu.
Tan-toako, boleh kau segera berangkat saja." lalu Lam-wi
jelaskan rencana mereka kepada Kiau Hun. Kiau Hun nyatakan
persetujuannya.
Tan dan In menempuh perjalanan siang malam, tepat
tanggal delapan belas mereka tiba di Hay-ling, satu jam
menjelang lohor. Hay-ling terletak seratus dua puluh li di
sebelah utara Hangciu, tepatnya berada di teluk Wan-pak,
berada di muara Ci-tong-kang. Air pasang di Ci-tong-kang
inilah merupakan pemandangan ajaib yang tiada keduanya di
dunia ini, merupakan tontonan aneh dan menakjupkan, hari
yang dinamakan ulang tahun malaikat air adalah tepat
datangnya air pasang yang paling tinggi pada setiap tahun.
Pada hari itu, entah berapa laksaan manusia yang
berbondong-bondong datang ke Hay-ling menyaksikan air
pasang di Ci-tong-kang itu.
1414 Ternyata ada sebabnya kenapa orang-orang suka
menyaksikan air pasang di Hay-ling. Ternyata bentuk mulut
muara Ci-tong-kang mirip terompet, pesisir selatan penuh
bertumpuk pasir, maka air pasang menyerbu ke sebelah utara,
sehingga ke residenan Hay-ling ini yang menjadi sasaran
damparan air pasang yang utama. Karena terdesak oleh
bentuk mulut muara Ci-tong kang yang seperti terompet itu
sehingga air pasang yang mulai bergelombang itu setiba di
daerah Kan-bo (tujuh puluhan li dari Hay-ling), damparan
ombak semakin bergolak tinggi karena mengikuti bentuk dari
teluk yang semakin menyempit itu, hingga setiba di Hay-ling,
karena air pasang itu terbendung oleh bukit-bukit karang yang
kokoh tinggi, airnya berpusar ke selatan tapi dipukul
gelombang di sebelah belakang lagi, sehingga arus pusaran air
semakin dahsyat, saling hantam dan bergelombang semakin
keras, sehingga air seperti sengaja diaduk menjadi gelombang
pasang yang tidak terbendung lagi.
Tanggul kokoh panjang telah dibangun di selatan kota Hayling
menjurus ke arah barat, tujuan pembangunan tanggul ini
untuk menahan damparan air pasang. Setiap tanggal delapan
belas, manusia berjubel di atas tanggul yang menyerupai
panggung tontonan menyaksikan damparan ombak yang
sambung menyambung laksana laksaan tentara sudah
berbaris rapi. Ciok-sing dan In San tidak tahu, dimana tempat pertemuan
Tam Pa-kun dengan It-cu-king-thian, namun mereka duga bila
pertemuan itu tepat diadakan di Hay-ling pada hari ini,
umpama bukan menonton air pasang, paling tidak juga ikut
meramaikan suasana. Karena tak bisa menemukan Tam Pakun,
terpaksa Tan dan In ikut berjubel di tengah ribuan
manusia yang menonton di atas tanggul.
"Nah, itu sudah datang, sudah datang," orang-orang yang
berdiri di deretan paling depan mulai berteriak-teriak sambil
tepuk tangan. 1415 Tampak selarik warna putih mulai tampak di permukaan air
laut di kejauhan sana, arus gelombang datangnya ternyata
laksana ribuan pasukan kuda yang berderap laju bersama,
lekas sekali suara gegap gempita dari gelombang ombak besar
menerjang batu-batu karang, sementara gelombang yang
bergulung-gulung dari belakang saling susul terus mendampar
tiba. Gelombang pasang ini kira-kira berlangsung setengah jam
baru mulai mereda, tapi ini baru permulaan dari tontonan
yang menakjubkan, gelombang pasang kedua akan segera
menyusul tiba pula lebih dahsyat. Mengikuti arus manusia
yang mulai mundur karena takut terbawa arus, ln San berkata
kepada Ciok-sing: "Tan-toako, kukira disini takkan bisa
menemukan Tam Tayhiap dan Lui Tayhiap."
"Lalu kemana kita harus mencari mereka?" tanya Ciok-sing.
"Entahlah, tapi menurut pendapatku, mereka tidak akan
berjubel di tempat banyak orang ini, umpama mereka
ingin menyaksikan air pasang juga pasti disuatu tempat yang
sepi dan sukar diinjak manusia," demikian ucap In San, tibatiba
dia teringat sesuatu, baru saja dia menoleh hendak bicara
pula, tiba-tiba Tan Ciok-sing menoleh kesana dengan bersuara
heran. "Ada apa, kau melihat mereka..."
"Lihat kesana, kedua orang itu?"
In San menoleh kearah yang ditunjuk, dilihatnya dua orang
meninggalkan tanggul menuju ke timur laut, langkahnya cepat
dan tangkas. In San melenggong katanya: "Bayangan
punggung orang di sebelah belakang itu seperti pernah
kulihat, kau tahu siapa dia?"
"Lapat-lapat kudengar dia bilang kepada temannya
maksudnya tengah hari sudah hampir tiba, dia mendesak
temannya supaya tidak terlena karena menonton air pasang
1416 disini sehingga melalaikan tugas. O, ya, aku ingat sekarang,
dia adalah Thi Khong."
"Thi Khong?" In San kaget, "maksudmu Thi Khong dari
Tok-liong-pang?"
Seperti diketahui In Hou ayah In San dahulu terjebak di Jitsing-
giam di daerah Kwi-lin sehingga luka-lukanya tidak
tersembuhkan dan akhirnya meninggal. Yang melukainya
secara langsung memang adalah Le Khong-thian dan Siang
Po-san, tapi Le dan Siang bersekongkol dengan seorang lagi,
orang ketiga ini adalah Thi Ou Tok-liong-pangcu! Yaitu kakak
tertua dari Thi Khong yang mereka lihat ini.
Setelah Thi Ou mati, adiknya Thi Khong mengambil alih
pimpinan sebagai Tok-liong-pangcu. Dua tahun yang lalu,
waktu Tan Ciok-sing dan In San pulang ke kampung halaman
bersembahyang di makam In Hou ayah In San, kebetulan
kepergok oleh Thi Khong dan Siang Po-san serta orangorangnya.
Thi Khong dan Siang Po-san akhirnya lari
dikalahkan oleh gabungan sepasang pedang mereka. Oleh
karena itu meski Thi Khong bukan musuh pembunuh ayah In
San, tapi permusuhan mereka dengan manusia yang satu ini
boleh dikata cukup mendalam juga.
"Betul, kuingat lagi, bayangan punggung seorang yang lain
juga sudah kukenal."
"Apakah Siang Po-san?"
"Bukan. Dari gaya orang itu berlari, aku curiga dia adalah
seorang perempuan."
"Perempuan" Dalam Tok-liong-pang atau orang-orang
komplotan Thi Khong, agaknya tiada perempuan yang
memiliki kepandaian tinggi. Bila dia berada bersama Thi
Khong, yakin dia bukan orang baik-baik. Jangan kita abaikan
kedua orang ini."
1417 "Baik. Mari kita kuntit mereka. Terpaksa kita kesampingkan
dulu mencari Tam Tayhiap dan Lui Tayhiap."
In San berpikir lalu bertanya: "Mereka lari kearah mana,
kau melihat jelas tidak?"
"Agaknya ke timur laut."
"Kebetulan, ingin kuusulkan, kita pergi ke Siau-po-toh saja,
coba mencari paman Tam dan paman Lui. Letak Siau-po-toh
kebetulan berada, di sebelah timur laut kira-kira lima li
jauhnya." "Hayolah lekas kesana." Setelah keluar dari desakan orang
banyak, segera mereka angkat langkah berlari-lari kencang.
Perhatian orang banyak tertuju ke air pasang, maka tiada
yang perhatikan mereka tengah mengembangkan lari cepat.
Mungkin mereka agak terlambat, bayangan kedua orang itu
sudah tidak kelihatan, tapi jarak lima li cepat sekali telah
mereka capai, kira-kira setengah sulutan dupa, Siang-po-toh
sudah kelihatan di kejauhan.
Karena ingin lekas sampai tujuan, dilihatnya sekeliling tiada
orang tanpa ragu lagi mereka segera kembangkan Ginkang
melambung tinggi ke dinding karang. Arus gelombang seperti


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengamuk di bawah mereka, untung gelombang pasang
kedua belum tiba, namun demikian pakaian mereka toh basah
kuyup keciprat air, mereka memiliki ilmu tinggi, tanpa takut
sedikitpun, mereka terus berlari-lari di atas karang yang licin
dan curam itu. In San berlari sambil berkata: "Biang keladi pembunuh
ayah adalah bangsat she Liong, untuk mereka kita perlu
mencari kesempatan untuk menggasaknya. Demikian pula
orang-orang lain yang bersangkutan langsung umpamanya Le
Khong-thian telah mati di tangan Suhumu Thio Tan-hong Thio
Tayhiap, seorang lagi yang tidak ikut turun tangan secara
langsung, tapi perancang muslihat yaitu raja golok Ie Cunhong
sudah mampus di bawah pedangmu, seorang lagi
1418 sebagai pembantu adalah Thi Ou telah dibunuh oleh Lui
Tayhiap, kini yang masih ketinggalan hidup hanya ketinggalan
Siang Po-san saja. Aku mengharap semoga keparat ini ikut Thi
Khong datang juga kemari." " " Belum habis In San bicara,
tiba-tiba suara "Crang-creng" dari petikan senar gitar yang
dipetik. Puncak karang yang runcing seperti berlomba ingin
menembus angkasa, deburan ombak sedahsyat itu dengan
suaranya yang gemuruh tapi petikan senar gitar tadi masih
terdengar jelas di tengah deburan gemuruh ombak yang
mengamuk. Karuan In San kaget, katanya:
"Toako, kau dengar petikan senar gitar itu, mungkin orang
yang kita bicarakan betul-betul berada disini?"
"Tidak benar," kata Tan Ciok-sing.
In San melongo, tanyanya: "Maksudmu orang itu bukan
Siang Po-san?"
"Ya, Siang Po-san tidak memiliki Lwekang setangguh itu."
In San maklum, Siang Po-san pernah mereka kalahkan di
bawah gabungan sepasang pedang peristiwa itu terjadi dua
tahun yang lalu, dalam jangka sekian lama ini, yakin Siang Posan
tidak mungkin memperoleh kemajuan sepesat itu. Tapi
bila bukan Siang Po-san, lalu siapa" Mau tidak mau In San
bercekat hatinya.
Tengah berpikir sambil berlari, tiba-tiba didengarnya
seorang berkata lantang: "Siang-locianpwe, silakan katakan
pertandingan apa kehendakmu," itulah suara It-cu-king-thian
Lui Tin-gak. Karuan girang bukan main hati In San, pikirnya:
"Kedudukan Lui Tayhiap di Bulim cukup tinggi, namun dia
panggil orang itu Locianpwe, pada hal Siang Po-san palingpaling
setingkat dengan dirinya, lalu siapakah orang she Siang
ini, mungkinkah..."
1419 Baru saja dia teringat pada orang ini, Tan Ciok-sing juga
teringat pada orang yang sama. Katanya
"O, kiranya iblis tua itu masih hidup. Adik San, dia
adalah..."
"Aku sudah tahu," tukas In San, dia bukan lain adalah cikal
bakal Bi-ba-bun, yaitu paman Siang Po-san, namanya Siang
Ho-yang." Siang Ho-yang adalah tokoh seangkatan dengan Thio Tanhong,
dia menciptakan permainan senjata gitar yang aneh dan
menyendiri dari ilmu silat kebanyakan, dulu pernah juga dia
malang melintang dengan kebolehannya itu. Suatu ketika
dikalahkan oleh pedang Thio Tan-hong, sejak itu jejaknya
menghilang tak karuan paran. Setelah Keponakannya Siang
Po-san muncul di Kangouw, khalayak ramai baru tahu ilmu
permainan senjata gitar besinya ternyata telah diwariskan
kepada Siang Po-san, namun kejadian ini sudah dua puluh
tahun sejak dia mengundurkan diri dari percaturan dunia
persilatan. Tapi Siang Po-san belum pernah bercerita kepada
siapapun, apakah pamannya masih hidup atau sudah mati.
Kaum Bulim sama mengira bahwa Siang Ho-yang telah lama
meninggal dunia.
Waktu Tan dan In berdua memandang ke arah datangnya
suara, tampak di sebelah kiri atas di tengah-tengah lamping
gunung yang curam menjulur keluar sebuah tonggak karang
raksasa yang bentuknya mirip panggung, di atas panggung
karang itu berdiri empat orang. Yang berdiri di sebelah timur
adalah lt-cu-king-thian Lui Tin-gak dan Kim-to-thi-ciang Tam
Pa-kun, yang berdiri di sebelah barat bukan lain adalah Tangbun
Cong yang beberapa hari lalu pernah gebrak dengan
mereka, seorang lagi kakek berambut uban dengan alis
jenggot yang memutih pula. Kakek tua ini tidak mereka kenal,
tapi mereka duga pasti dia ini adalah Siang Ho-yang itu.
Tempat dimana Tan dan In sekarang berada, kebetulan
teraling oleh dinding karang, mereka mengintip kesana dari
1420 celah batu, dari sini bisa jelas melihat kesana, sebaliknya dari
sana tidak bisa melihat kesini.
In San mengerti, katanya: "Kiranya iblis tua ini yang
mengajak Lui Tayhiap bertanding disini, paman Tam Pa-kun
mungkin menjadi wasit dan saksi pihak Lui Tayhiap," lalu dia
menambahkan, "bagaimana, apa perlu kita manjat ke atas
juga?" "Sementara tidak usah muncul saja," ujar Tan Ciok-sing.
Maklum menurut aturan Kangouw, bila kedua pihak sudah
berjanji akan bertanding menentukan kalah menang bila perlu
sampai gugur, itu berarti pertandingan harus dilakukan satu
lawan satu, orang luar dilarang ikut campur. Bila dalam situasi
seperti itu Tan dan In mengunjuk diri, meski tiada maksud
turut campur, itu sudah termasuk melanggar pantangan.
Maka terdengar kakek alis putih itu berkata kalem: "Kau
serahkan cara pertandingan kepadaku, apa nanti kau tidak
menyesal?"
Kuatir Lui Tin-gak segera menjawab secara gegabah, lekas
Tam Pa-kun mendahului bicara: "Lui-heng, lebih baik kau
dengar dulu cara pertandingan apa yang dikehendaki Sianglocianpwe,
nanti dirundingkan lebih lanjut."
Kakek tua itu seketika menarik muka, katanya kurang
senang: "Aku Siang Ho-yang orang apa, memangnya kau
kuatir aku bakal memungut keuntungan dari temanmu?"
Dugaan Tan Ciok-sing tidak meleset, kakek ubanan ini
memang bukan lain adalah cikal bakal Thi-bi-ba-bun Siang Hoyang.
Lui Tin-gak tertawa gelak, katanya: "Siang-locianpwe tidak
usah marah, hari ini Wanpwe memperoleh kesempatan untuk
bertanding, entah rejeki apa yang bakal nomplok padaku, apa
kehendak Locianpwe boleh silakan katakan saja, orang she Lui
akan mengiringi segala kehendakmu."
1421 Tang-bun Cong tertawa, katanya: "Ternyata Lui Tayhiap
lebih lapang dada dan berjiwa besar, coba pikir Sianglosiansing
adalah seorang maha guru silat, seorang cikal
bakal, cara pertandingan yang diusulkan pasti cukup adil dan
masuk diakal. Kalau Lui Tayhiap mau percaya, kenapa kau
berkuatir malah."
Yang berkepentingan sudah setuju, sebagai seorang saksi
meski Tam Pa-kun tahu pihak lawan pasti menggunakan
muslihat, terpaksa dia bungkam saja.
Siang Ho-yang menoleh ke tengah laut, dilihatnya
gelombang samudera yang di belakang mendorong yang di
depan terus melandai tiba dengan kecepatan luar biasa, diamdiam
dia berpikir: "Nah tiba saatnya," katanya: "Lui Tayhiap,
hari ini mari kita bertanding secara luar hiasa, belum pernah
terjadi pertandingan seperti yang kuusulkan ini selama ratusan
tahun, marilah kita bertanding di atas panggung batu ini di
tengah damparan gelombang pasang nanti."
Perlu diketahui panggung batu karang yang menjulur ke
tengah laut itu dinamakan Hay-sin-tai (panggung malaikat
laut), merupakan tempat paling berbahaya untuk menyaksikan
air pasang dari dekat. Gelombang ombak paling besar dan
dahsyat di tempat ini, sekali terpeleset dan dibawa arus, maka
tamatlah riwayatnya.
Diam-diam In San membatin: "Bila bertanding menurut
kebiasaan, yakin Lui Tayhiap tidak akan terkalahkan. Tapi
bertanding di Hay-sin-tay, Lwekang Siang Ho-yang jelas lebih
kokoh karena dia berlatih dua puluh tahun lebih lama, maka
siapa bakal kalah dan menang sukar diramalkan."
Terdengar Lui Tin-gak sedang berkata: "Tolong tanya
Siang-locianpwe pertandingan luar biasa yang jarang terjadi
bagaimana?"
"Tang-bun-heng," kata Siang Ho-yang, "terangkan tata
tertib pertandingan kepada mereka."
1422 Tang-bun Cong segera membuat sebuah garis lintang tepat
di tengah panggung karang, katanya: "Kedua pihak hanya
boleh berhantam di bagian luar yang menjorok ke laut, siapa
dipukul jatuh atau yang melampaui garis lintang ini, dia
dianggap kalah."
"Berhantam saling tutul dan jamah saja, atau berkelahi
sampai ada yang mati?" tanya Tam Pa-kun.
Siang Ho-yang ngakak, katanya: "Sudah tiga puluh tahun
Losiu tidak pernah berkecimpung di Kangouw, kalau bukan
untuk menuntut balas sakit hati keponakan, hari ini aku tidak
akan berada disini. Jikalau hanya saling tutul dan jamah, buat
apa jauh-jauh aku mengajak Lui Tayhiap bertanding di Haysin-
tay ini." Tan Ciok-sing berpikir: "O, waktu Siang Po-siang
kukalahkan bersama adik San di Kwi-lin dahulu ternyata dia
tidak segera melarikan diri. Mungkin akhirnya dia kebentur
oleh paman Lui, di bawah tangan besinya dia terkalahkan pula
sekali pukulan."
Tawar suara Lui Tin-gak, katanya: "Kalau Siang-locianpwe
ingin menjajal kepandaianku terpaksa Wanpwe mengiringi
saja kehendakmu."
"Baiklah," seru Tang-bun Cong, "kalau kedua pihak sudah
setuju, maka pertempuran ini bebas berhantam sampai ada
yang mati. Pihak mana yang kalah dan sampai mati, teman
famili, anak atau muridnya tidak boleh mendendam dan
menuntut balas" Biarlah aku menjadi saksi dari pihak Sianglosiansing."--"
bebas berhantam" artinya pihak mana setelah
dipukul roboh tidak berkutik meski sudah mengaku kalah,
pihak lawan masih punya hak untuk menamatkan jiwanya.
"Bagus, aku saksi dari pihak Lui Tayhiap bolehlah segera
dilaksanakan menurut kehendak kalian. Tapi perlu aku tanya
satu hal supaya jelas."
"Silakan katakan," kata Tang-bun Cong.
1423 "Bila mereka sama-sama tidak mampu merobohkan
lawannya?"
"Lama kelamaan, pasti akan tiba saatnya satu pihak yang
mundur keluar garis, itupun sudah termasuk kalah."
"Yang kalah bagaimana?"
Siang Ho-yang tertawa tergelak-gelak, katanya: "Selama
hidup Lohu hanya pernah kalah sekali, dikalahkan oleh jago
pedang nomor satu di dunia ini yaitu Thio Tan-hong. Thio
Tan-hong adalah tokoh besar, kekalahanku itupun sudah
kuanggap sebagai hal yang memalukan dan penghinaan,
sehingga aku menyepi tiga puluh tahun lamanya. Hehe bila Lui
Tayhiap mampu mengalahkan aku, sekarang usiaku sudah
tujuh puluh tahun, memangnya mukaku setebal itu tetap takut
mati" Tidak usah Lui Tayhiap menjatuhkan fonisnya, aku akan
terjun sendiri ke Ci-tong-kang."--kata-katanya mengandung
sindiran yang cukup pedas, "meski kau Lui Tin-gak pernah
menggetarkan daerah Thian-lam, tapi bila dibanding dengan
Thio Tan-hong dulu kau masih belum apa-apa." Secara
langsung menandakan pula bahwa dia amat yakin akan
dirinya, dalam pertempuran kali ini dia pasti berada di pihak
yang menang. Lui Tin-gak berkata tawar: "Kukira tidak perlu demikian."
Siang Ho-yang mendengus, wajahnya tampak bersungut
gusar, katanya: "Setelah kau mengalahkan aku boleh kau
berbuat sesukamu. Tapi apa yang telah kuucapkan takkan
kujilat kembali?"
"Baiklah, biar aku menurut saja apa kehendak Sianglocianpwe,
bila aku kalah, segera aku kutungi kedua tanganku,
selanjutnya tiada nama Lui Tin-gak dalam percaturan
Kangouw. Bila aku beruntung dapat mengalahkan Sianglocianpwe,
apa kehendak Locianpwe untuk membereskan diri
sendiri, boleh terserah, aku tidak akan memaksa."
1424 "Bagus, ucapan seorang Kuncu laksana kuda lari susah
dikejar," ucap Tang-bun Cong, "setelah kedua pihak sama
setuju akan cara itu, maka tidak perlu banyak omong lagi, nah
boleh silakan mulai saja."
Siang Ho-yang melangkah masuk ke garis lintang yang
dibuat Tang-bun Cong, secara enteng dia memetik senar
gitarnya, katanya: "Silahkan, Lui Tayhiap."
Di kala kedua pihak sudah mulai pasang kuda-kuda siap
bertempur, mendadak terdengar Tam Pa-kun membentak:
"Siapa disana?"
Tan Ciok-sing kaget, dia kira jejaknya bersama In San
konangan, cuma Tam Pa-kun tidak tahu akan mereka. Baru
saja dia hendak tarik tangan In San diajak melompat keluar,
dilihatnya dua orang telah melompat ke atas dari lekuk batu
karang sebelah belakang Lui-sin-tay. Dua orang yang tadi
mereka lihat bayangan punggungnya waktu di tanggul
panjang meliliti gelombang pasang tadi.
Kini mereka melihat jelas, kedua orang itu satu laki satu
perempuan. yang laki memang Thi Khong, pejabat Pangcu
deri Tok-liong-pang sekarang. Diluar dugaan Tan Ciok-sing,
walau tadi dia sudah menduga bayangan punggungnya
menyerupai perempuan, tapi tidak pernah dia sangka bahwa
perempuan ini adalah pimpinan Bu-san-pang yaitu Bu-sam
Niocu. Tam Pa-kun seketika mengerutkan alis, katanya: "Tangbun-
siansing, menurut tata tertib pertandingan yang sudah
kita gariskan tadi, pertandingan ini hanya dilakukan oleh Lui
Tayhiap melawan Siang-locianpwe, orang luar dilarang turut
campur atau menonton pertempuran ini dari dekat, lalu untuk
apa kedatangan kedua orang ini" Siapa yang memberitahu
mereka supaya kemari?"
1425 "Betul," ujar Tang-bun Cong, "tapi kedua orang ini bukan
orang luar. Pertama, Thi-pangcu adalah orang utama sebagai
penuntut keadilan."


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum habis Tang-bun Cong bicara, Thi Khong sudah
berkaok-kaok. "Lui Tin-gak, kau membunuh engkohku, sakit
hati ini nanti akan kuperhitungkan dengan kau."
Lui Tin-gak lintangkan goloknya katanya menyeringai
dingin: "Bagus sekali. Lalu kau yang maju dulu atau Sianglocianpwe"
Atau boleh juga kalian maju bersama?"
"Lui Tin-gak," damprat Siang Ho-yang naik pitam, "berarti
kau memandang rendah diriku. Kau kira aku sudi minta
bantuan orang, sontoloyo kau," lalu dia menoleh dan
membentak: "Thi Khong, lekas kau bicarakan supaya jelas,
jangan sampai orang salah paham."
Thi Khong mengiakan, katanya: "Memang aku ingin
menuntut balas sakit hati engkohku, yakin hari ini orang she
Lui takkan lolos dari hukuman Siang-locianpwe, sakit hati ini
jelas aku tidak usah turun tangan sendiri. Kedatanganku ini
untuk menyaksikan musuhku terpenggal kepalanya."
"Kalian sudah dengar?" teriak Siang Ho-yang, "aku
menuntut balas sakit hati keponakan, dua persoalan yang
berlainan dengan persoalan orang lain, aku larang siapapun
mencampuri urusanku. Kini aku akan bertanding dengan Lui
Tayhiap, dia hanya penonton saja, kalian boleh legakan hati
saja." Dengan goloknya Lui Tin-gak memang pernah membunuh
engkoh Thi Khong, sebagai salah seorang yang ikut menuntut
pembalasan kepada musuhnya, menurut aturan Kangouw dia
diperbolehkan hadir dan menyaksikan pertempuran ini. Tapi
bila mau bertindak tegas sesuai aturan pertandingannya,
sebagai saksi Tam Pa-kun masih punya hak untuk mengusir
mereka dari arena pertandingan. Tapi tindakan itu justru
memperlihatkan kesempitan jiwa mereka, Lui Tin-gak yang
1426 bersangkutan secara langsung tidak menentang, maka Tam
Pa-kun menjadi rikuh kalau mengusir Thi Khong dari tempat
itu. Siang Ho-yang berkata lebih lanjut: "Satu hal mungkin Lui
Tayhiap dan Tam Tayhiap belum tahu, ayah Thi Ou dan Thi
Khong dahulu adalah saudara angkatku, maka persoalan hari
ini aku akan cangking juga sakit hati putra-putra saudara
angkatku itu. Keponakanku tak bisa menyaksikan pertempuran
disini, biarlah Thi Khong mewakilinya, kan tidak melanggar
peraturan Kangouw?"
"Bagus sekali," ujar Lui Tin-gak tenang, "bila perhitungan
dilakukan satu persatu akan makan waktu dan membuang
tenaga, kebetulan bila Thi-pangcu ingin menyelesaikan dua
persoalan sekaligus, aku tidak menentang."
Thi Khong berdiri ke samping, katanya: "Orang she Lui, tak
usah bermulut besar, bila kau selamat di tangan Sianglocianpwe,
belum terlambat aku membuat perhitungan dengan
kau. Kuatirnya hari ini kau takkan lolos, hanya dalam mimpi
kau bisa melarikan diri."
Tam Pa-kun tiba-tiba menghardik: "Dan yang seorang
lagi?" "
Bu-sam Niocu terkikik tawa, katanya: "Aku maksudmu" Aku
juga sebagai penonton saja."
"Apa sangkut pautmu dengan persoalan ini" Apakah Lui
Tayhiap juga membunuh anak familimu?" Dia tahu Lui Tin-gak
tidak pernah kenal Bu-sam Niocu, maka pertanyaannya
mengandung olok-olok.
Tak nyana Bu-sam Niocu berkata: "Ya, dia membunuh
sanak familiku."
"Bapakmu atau suamimu?" jengek Tam Pa-kun.
1427 "Dia termasuk kakakku," ujar Bu-sam Niocu tawar,
"perempuan setelah menikah ikut suami, engkoh suami
bukankah termasuk familiku juga?"
Tam Pa-kun melengak, katanya: "Menurut tahuku, Bu Sanhun
tidak punya saudara, dari mana datangnya engkohmu
itu?" "Tam Pa-kun," seru Thi Khong, "kau hanya tahu satu tidak
tahu yang kedua."
"Apanya yang kedua?" Tam Pa-kun menegas.
"Dia sebetulnya adalah Sumoayku, dahulu lantaran tunduk
kepada perintah ibunya dia menikah dengan Bu San-hun,
sejak lama pasti aku sudah mengawininya,"
Tam Pa-kun kaget katanya: "Jadi sekarang dia jadi
binimu?" Thi Khong membusung dada, katanya: "Sekarang dia sudah
jadi isteriku. Siang-locianpwe-lah yang menjadi saksi
pernikahan kami, boleh kau percaya kepada beliau."
Siang Ho-yang manggut-manggut membuktikan bahwa
perkataannya memang benar. Lalu katanya: "Sebagai isterinya
kalau Thi Khong boleh menonton disini, sepantasnya isterinya
juga boleh ikut."
Bahwa Bu-sam Niocu mendadak jadi bini Thi Khong, bukan
saja hal ini diluar dugaan Tam Pa-kun. Tan dan In juga
merasa diluar dugaan. Tanpa merasa Tan Ciok-sing
membayangkan cerita Kek Lam-wi yang diketahuinya dari
mulut Bu Siu-hoa, bahwa ayah kandung Bu Siu-hoa yaitu Bu
San-hun mati secara mendadak dalam sehat walafiat, bukan
mustahil kematiannya dulu memang perbuatan ibu tirinya ini
yang sekongkol dengan Thi Khong.
Tam Pa-kun sendiri terang merasa curiga juga, tapi dalam
keadaan di tempat seperti ini pula, dia tidak ingin urusan
1428 berkepanjangan, apa lagi kematian Bu san-hun yang misterius
itu tiada sangkut pautnya dengan pihak sendiri.
Lui Tin-gak berkata: "Jangan hiraukan dia, kalau dia suka
menonton, biarkan."
"Nah, kan begitu, waktu sudah berlarut-larut, jangan diulurulur
lagi. Lui Tayhiap, boleh kau mulai dulu."
"Mana Cayhe berani kurang ajar, boleh silahkan Locianpwe
mulai dulu."
"Baiklah, aku tidak perlu sungkan," kata Siang Ho-yang
mengayun gitar dengan jurus Heng-sau-jian-kun.
"Tang" gitar besi Siang Ho-yang beradu dengan golok Lui
Tin-gak, kembang api berpijar. Lui Tin-gak berdiri tegak di
tempatnya, Siang Ho-yang kelihatan limbung, tapi kalau tidak
diperhatikan orang tidak tahu.
Melihat sekali bentrokan ini, legalah hati Tan Ciok-sing,
pikirnya: "Agaknya Lwekang Lui Tayhiap tidak lebih asor dari
bangsat tua itu." Tam Pa-kun belum tahu kedatangan Tan
Ciok-sing berdua, kalau Ciok-sing sudah merasa lega, dia
justeru was-was, yang dikuatirkan bukan Lui Tiu-gak bukan
tandingan Siang Ho-yang, yang dia kuatirkan adalah situasi
tidak menguntungkan pihaknya.
Diam-diam Tam Pa-kun berpikir: "Lwekang kedua orang ini
kira-kira setanding; Lui Toako lebih muda tenaganya kuat dan
kekar, tapi permainan senjata Siang Hoyang juga liehay, tapi
bila pertempuran berjalan seru dan lama, yakin Lui Toako
tidak mudah dirugikan. Kuatirnya bila Thi Khong tidak
mematuhi aturan Kangouw, bila mereka membokong aku
sukar mencegah."
Maklum, secara diam-diam dia menerawang, dirinya yakin
tidak kalah melawan Tang-bun Cong, tapi untuk mengalahkan
Tang-bun Cong sedikitnya dia harus melabraknya sampai
ratusan jurus, Bu-sam Niocu adalah seorang ahli racun, Thi
1429 Khong seorang ahli menggunakan senjata rahasia lagi, di kala
dia bersama Lui Tin-gak harus menghadapi lawan-lawan
tangguh, bila kedua orang ini membokong, susah mereka
menjaganya, cukup satu senjata rahasia beracun mengenai
badan, mereka harus kerahkan tenaga untuk mencegah
menjalarnya racun dalam tubuh, dalam keadaan demikian,
mana mampu dia menghadapi lawan tangguhnya pula"
Di sebelah sana Siang Ho-yang sudah menyerang maju
pula, pertempuran sengit berlangsung pula lebih seru, Tam
Pa-kun perhatikan pertempuran, maka dia tidak sempat
pikirkan urusan lain.
Setelah jajal sejurus, diam-diam Siang Ho-yang berpikir:
"It-cu-king-thian Lui Tin-gak memang tidak bernama kosong.
Gelombang pasang kedua akan segera tiba, lebih baik aku
menyimpan tenaga, tak usah melawannya secara keras,"
maka gitarnya sekarang ditarikan dengan kencang dengan
senarnya berbunyi crang-creng, senar gitarnya itu mendadak
bisa copot dan menyabet ke urat nadi Lui Tin-gak. Serangan
senar gitar yang tidak terduga ini adalah hasil ciptaannya dari
perobahan Kim-kiong-cap-pwe-ta, padahal senar gitarnya ini
jauh lebih ulet dan punya daya mulur yang keras dibanding
senar gendewa, bila urat nadi lawan terbaret luka, ilmu
silatnya akan dikorting lima puluh persen.
Lui Tin-gak sudah punya persiapan, namun melihat
permainan lawan yang aneh dan liehay ini bercekat juga
hatinya. "Sebagai cikal bakal suatu aliran, memang dia tidak
boleh dipandang remeh."-Segera dia membalas dengan
serangan golok cepat, menyerang sekaligus membela diri, dia
paksa Siang Ho-yang bertempur dari jarak dekat. "Tang,
creng" kembali golok dan gitar beradu beberapa kali. Karena
Lui Tin-gak membungkus tubuhnya dengan cahaya golok yang
diputarnya sekencang kitiran, maka serangan goloknya kali ini
tidak sekuat jurus pertama tadi, begitu senjata kedua pihak
1430 beradu, tenaga murni kedua pihak dengan sendirinya terkuras
lebih banyak. Tapi dinilai secara lahirnya, kelihatannya Siang Ho-yang
berada di atas angin. Mendadak terdengar gemuruh
gelombang pasang mulai mendampir tiba, waktu Tan Cioksing
menoleh ke laut, tampak gelombang ombak satu susun
lebih tinggi dari susun yang lain secara berduyun-duyun
mengalun datang dengan gemuruh suaranya yang menggetar
bumi. Mau tidak mau Tan Ciok-sing tersirap melihat
pemandangan yang dahsyat ini. Mereka sembunyi di belakang
karang, tapi mereka harus berpegang kencang batu karang
supaya tidak terseret arus, napas menjadi sesak rasanya. Dari
sini dapatlah dibayangkan, Lui Tin-gak dan Siang Ho-yang
yang lagi berhantam di panggung batu karang yang menjorok
ke tengah laut betapa hebat tekanan gelombang ombak yang
menerjang mereka.
Amukan ombak kali ini memang jauh lebih besar dan
dahsyat dari yang pertama, pemandangan jadi kabur, namun
mereka tetap mendengar suara senar gitar. In San
mengerutkan alis, katanya di pinggir telinga Tan Ciok-sing.
"Lagu apa yang dia mainkan, kenapa jelek sekali."
Terdengar suara gitar seperti pekik kokok beluk, anjing
menggonggong, kera memekik serigala melolong, pokoknya
berbagai suara binatang-binatang liar sehingga siapa
mendengarnya perasaan menjadi risih, alat musik manapun di
dunia ini yakin tiada yang bisa menirukan suara binatangbinatang
itu. Semakin dipetik senar gitar itu mengeluarkan suara yang
aneh-aneh, aneka ragam, nadanyapun turun naik berbedabeda,
betapapun dahsyat gemuruh ombak, tetap tidak kuasa
menekan suara petikan senar gitar itu. Terpaksa In San
mendekap telinga sambil mendongak kesana, kebetulan
gelombang mereda, maka dia melihat keadaan di atas
panggung, Thi Khong dan Bu-sam Niocu tidak kelihatan, tapi
1431 mendekam jauh di bawah karang sana. Merekapun menekap
kuping masing-masing.
Mau tidak mau Tan Ciok-sing berkuatir akan keselamatan
Lui Tin-gak, pikirnya: "Gitar besi Siang Ho-yang ternyata
seliehay ini, suara gitarnya ternyata juga dapat melukai lawan.
Jarak sejauh ini aku masih tetap tidak kuat menahannya, Lui
Tayhiap sedang melabraknya dalam jarak dekat, di bawah
tekanan damparan ombak lagi, mana mungkin dia bisa
mengkonsentrasikan lahir dan batinnya."
Gelombang pasang kali ini datang lebih dahsyat dan susun
bersusun, saat-saat berakhirnya gelombang pasang hampir
tiba, namun amukan ombak justru lebih hebat lagi. Semula
pada setiap kesempatan ombak mereda Siang Ho-yang masih
bisa memetik senarnya, kini agak lama kemudian baru
terdengar senar gitarnya berbunyi.
Namun lega juga hati Tan Ciok-sing berdua melihat Lui Tingak
tetap berdiri sekokoh gunung di tempatnya walau tidak
jelas bagaimana jalan pertempuran mereka, karena percikan
ombak yang mengamuk, namun kelihatannya dia masih kuat
bertahan untuk beberapa waktu lamanya.
Tan Ciok-sing tidak pernah lena, pandangannya tetap
diarahkan ke Hay-sin-tay meski panggung batu itu seperti
sudah ditelan ombak besar, suatu ketika di saat ombak sedikit
mereda tampak oleh Tan Ciok-sing golok Lui Tin-gak
membacok dan membelah beberapa kali, gerakan goloknya itu
seperti sudah amat hapal dan dikenalnya. Tiba-tiba tergerak
pikirannya, akhirnya dia teringat: "Ha, bukankah ilmu golok itu
hasil perobahan dari Bu-bing-kiam-hoat yang diajarkan oleh
oleh suhu" Perobahan yang dimainkan Lui Tayhiap barusan
sungguh amat menakjubkan."
Mata Ciok-sing memang tajam, serangan yang dilancarkan
It-cu-king-thian Lui Tin-gak barusan memang benar adalah
hasil cangkokan dari Bu-bing-kiam-hoat ciptaan Thio Tanhong.
1432 Kekalahan Siang Ho-yang di tangan Thio Tan-hong, walau
sekarang Lui Tin-gak tidak setaraf Thio Tan-hong dahulu
namun melihat lawannya mendadak bisa melancarkan
serangan pedang ciptaan Thio Tan-hong dulu, mau tidak mau
mencelos juga hati Siang Ho-yang.
Semula waktu mendengar suara ribut dari bunyi berbagai
suara binatang oleh petikan senar gitar tadi, perasaan Lui Tingak
memang terpengaruh dan hampir saja dia tidak kuat
bertahan. Di saat-saat kritis itulah, mendadak pikiran sehatnya
bekerja, tanpa merasa ilmu golok hasil cangkokannya dari ilmu
golok ciptaan Thio Tan-hong segera dilancarkan. Begitu
damparan ombak mereda, kontan dia merangsak dengan
serangan golok kilat, setiap jurus permainan goloknya
menyerang dari posisi, arah dan letak yang tak pernah diduga
oleh Siang Ho-yang. Pertama Siang Ho-yang sudah dibikin jera
oleh ilmu pedang Thio Tan-hong, maka permainannya menjadi
keripuhan, untuk membendung serangan golok ini dia sudah
kelabakan, maka tidak sempat pula dia memetik senar
gitarnya. Diam-diam Lui Tin-gak bersyukur delam hati, pikirnya: "Bila


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Ciok-sing tidak mendemonstrasikan seluruh rangkaian Bubing-
kiam-hoat di hadapanku dulu, hari ini mungkin aku tidak
akan mampu menghadapi iblis ini."
Tapi bahaya masih tetap mengintip, bahaya datang dari
damparan ombak yang semakin deras, panggung batu karang
itu rasanya mau ditelan bulat-bulat dan diseret ke tengah laut
saja. Dengan kekuatan Lwekang mereka, sedapat mungkin
memperkokoh kuda-kuda, sehingga tidak terseret air, namun
tak urung mereka tetap tertarik mundur ke belakang.
Beberapa langkah lagi mereka bakal keluar dari garis yang
telah ditetapkan.
Siang Ho-yang mundur selangkah lebih banyak, jelas
kakinya hampir menginjak garis pemisah itu, kebetulan ombak
besar mendampar pula, dengan kertak gigi, tiba-tiba timbul
1433 nafsu jahatnya, maka dilancarkannya sejurus serangan yang
teramat keji secara licik. Ternyata perut gitarnya itu kosong, di
dalamnya dia simpan beberapa jenis senjata rahasia beracun,
bila dia menekan tombol, tiga Toh-kut-ting segera melesat
keluar. Sebetulnya Lui Tin-gak tahu akan serangan keji lawan ini,
maka sejak tadi dia sudah waspada dan perhatikan setiap
gerak-gerik lawan. Tapi kali ini Siang Ho-yang menyerang
bersama datangnya ombak, sudah tentu sukar dijaga dan
diduga. Suara gemuruh menelan desiran senjata rahasia,
tahu-tahu ketiga batang paku telah melesat di depan
matanya. Di saat-saat kritis ini, memperlihatkan betapa liehay ilmu
silat Lui Tin-gak, dalam seribu kesibukannya, lekas dia
gunakan gerakan keledai malas menggelinding, dia jatuhkan
tubuh ke atas karang, golok emas melindungi kepala, "Tring"
beruntun tiga kali paku itu masih sempat dia tangkis jatuh.
Agaknya Siang Ho-yang tidak menduga lawannya mampu
menangkis senjata rahasianya, namun dia juga sudah
mempersiapkan serangan susulan, di kala lawan masih rebah
di tanah, kontan dia layangkan kakinya menendang dengan
serangan berantai. Dia pikir umpama tidak berhasil mencopot
nyawa Lui Tin-gak, cukup asal mendesaknya keluar garis,
berarti dia sudah kalah.
Diluar tahunya perhitungannya meleset, di kala kedua
kakinya beterbangan itulah, sebuah ombak besar melanda tiba
pula, itulah ombak besar terakhir dari gelombang pasang ini,
tapi ombak yang paling keras dan kuat pula. Siang Ho-yang
sedang menendang dengan sepenuh kekuatannya, sudah
tentu pertahanan kakinya tidak begitu kuat, kontan dia
tersungkur kesana terdorong arus.
Sebat sekali Lui Tin-gak sudah membalik memegang
pergelangan tangannya, Siang Ho-yang merontakan kedua
tangannya, namun tak kuasa dia melepas pegangan telapak
1434 besi Lui Tin-gak, sekalian diapun pegang lengan atas Lui Tingak.
Lwekang kedua orang kira-kira setaraf, cepat sekali
setelah saling berkutet dan bergumul akhirnya kedua orang
pelan-pelan sama berdiri, kebetulan keduanya tetap berdiri di
atas garis. Kini Siang Ho-yang berhasil meronta lepas dari
pegangan lawannya, sambil kerahkan tenaga dia ingin
mendorong Lui Tin-gak keluar garis.
"Pyaaaar" di tengah gemuruh ombak terdengar gempuran
keras seperti guntur menggelegar, empat telapak tangan
bertemu, kedua orang lantas lengket berhadapan tidak
bergerak lagi. Kini pertempuran meningkat pada adu Lwekang, yang
tenaganya besar dialah yang bakal menang, jelas adu tenaga
tidak mungkin menggunakan akal atau memungut keuntungan
secara licik. Namun bahayanya jauh melebihi damparan
ombak besar tadi.
Dinilai tenaga dalamnya, kedua lawan ini kira-kira
sebanding, cuma Siang Ho-yang kelebihan dua puluh tahun
latihan, namun Lui Tin-gak masih muda dan tenaga kuat,
seharusnya dia lebih kuat benahan lama dibanding lawannya,
tapi pada gebrak terakhir tadi Siang Ho-yang mendapat rugi
lebih besar, sehingga keadaan sekarang terbalik, Lui Tin-gak
berada di atas angin. Namun sedikit unggul inipun susah
diketahui meski seorang maha guru silat yang liehay sekalipun
dalam waktu dekat ini.
Diam-diam Tam Pa-kun berkuatir bagi Lui Tin-gak,
demikian pula Tang-bun Cong juga kuatir akan nasib Siang
Ho-yang. Tiba-tiba kedua orang berkata tanpa berjanji: "Dua
harimau bertempur pasti ada satu yang terluka. Kukira
pertempuran cukup diakhiri sampai disini saja."
Siang Ho-yang tahu bila adu tenaga dilanjutkan lebih lama,
dirinya jelas pasti kalah, tapi dia tidak mungkin pecah
perhatian untuk bicara, terpaksa dia mengangguk saja. Maka
Tam Pa-kun berkata: "Siang-losiansing mau berdamai dan
1435 anggap seri, Lui-toako, kaupun akhiri saja bagaimana?" -
secara tidak langsung dia memberi kisikan kepada temannya,
meski Siang Ho-yang dikalahkan, pihak lawan masih ada tiga
orang lagi. Tang-bun Cong juga tahu keadaan Siang Ho-yang
agak kepepet, maka dia tidak banyak berkomentar lagi.
Maka Tam Pa-kun maju menarik Lui Tin-gak sementara
Tang-bun Cong menarik Siang Ho-yang. Lui dan Siang samasama
mengendorkan tenaganya baru mereka dapat
dipisahkan. Padahal Lwekang mereka amat tangguh, namun
setelah mengalami pertempuran sengit, napas merekapun
tersengal, badan lemas lunglai.
Tam Pa-kun berkata: "Pertempuran diakhiri dengan seri,
maka permusuhan ini bolehlah dianggap himpas sampai disini
saja." Hampir saja dirinya kecundang, beruntung nama baik dan
pamornya tidak sampai runtuh sudah tentu dia setuju saja
tanpa bersuara dia mengangguk. Tak kira Thi Khong dan Busam
Niocu malah tampil ke muka, katanya: "Permusuhan
Siang-locianpwe dengan Lui Tin-gak boleh dianggap himpas,
tapi permusuhan kami dengan Lui Tin-gak kan belum
diselesaikan."
"Apa?" hardik Tam Pa-kun, "kalian menantang Lui
Tayhiap?" "Betul. Sakit hati engkohku, memangnya tidak boleh
kutuntut padanya," seru Thi Khong.
Dengan tawa genit Bu-sam Niocu menimbrung: "Aku tahu
tidak setimpal menantang Lui Tayhiap, tapi isteri harus ikut
suami, terpaksa aku mengiringi kehendak suami saja."
"Lui Tayhiap baru saja habis bertempur, bila kalian hendak
menuntut balas, biar aku wakili dia menyambut tantangan
kalian," damprat Tam Pa-kun.
1436 Tang-bun Cong tertawa tergelak-gelak, katanya: "Tam
Tayhiap omonganmu apa tidak salah."
"Kenapa salah" Coba terangkan."
"Thi-pangcu mau membalas sakit hati engkohnya, itu
urusan lain. Bila Tam Tayhiap ada minat boleh kau menjadi
saksi lagi, tapi bukan tempatnya kau ikut campur urusan
orang lain."
"Jadi menurut pendapatmu, mereka menggunakan akal licik
ini malah boleh dibenarkan?"
"Berdasar apa kau katakan aku berbuat licik?" damprat Thi
Khong. "Bila kalian menuntut balas secara terang-terangan, boleh
tentukan waktunya dan tantanglah Lui Tayhiap untuk
bertanding lain kesempatan,"
Bu-sam Niocu menimbrung pula: "Mumpung hari ini ketemu
dan ada kesempatan. Kenapa susah-susah cari waktu dan
tempat lain segala, biar hari ini juga kami menyelesaikan
permusuhan kita." Tang-bun Cong terbahak-bahak,
katanya: "Menuntut balas memang boleh menggunakan
cara apapun, apakah ucapan Tam Tayhiap tadi tidak terlalu
mengada-ada" Apalagi sebagai kaum persilatan, mereka
adalah Pangcu dari suatu perkumpulan, tapi kedudukan
mereka masih terlalu jauh dibanding Lui Tayhiap. Walau
barusan Lui Tayhiap habis bertempur, kukira dia sendiri tidak
ambil pusing soal tetek bengek ini."
Sudah tentu Lui Tin-gak naik pitam, bentaknya: "Kawanan
tikus juga berani bertingkah, baik, biarkan mereka kemari."
Melihat betapa garang dan angker sikap dan tampang Lui
Tin-gak, ciut juga nyali Thi Khong. Tapi Bu-sam Niocu justru
lebih cermat, dari suara Lui Tin-gak dia dapat meraba bahwa
tenaga murninya sudah hampir ludes. Maka dia memberi
lirikan mata kepada Thi Khong, katanya: "Betul, sang waktu
1437 tidak boleh dilewatkan begini saja. Lui Tayhiap sendiri sudah
menantang, marilah kita maju bersama."
Thi Khong cukup cerdik, dia tahu kemana arah perkataan
Bu-sam Niocu, pikirnya: "Ya, mumpung tenaga Lui Tin-gak
belum pulih, lekas turun tangan lebih menguntungkan,"
segera dia keluarkan senjatanya, bentaknya: "Orang she Lui,
hari ini kalau bukan kau mampus, biar aku yang mati. Kami
tidak akan memungut keuntungan, boleh silakan kau mulai
dulu." Pertempuran babak kedua sudah bakal berlangsung pula,
mendadak seorang membentak: "Nanti dulu."
Bentakan ini membuat Thi Khong suami isteri sama
tersentak, kontan berobah air muka mereka. Lui Tin-gak justru
berseru girang: "Ciok-sing Hiantit, kau, bagaimana kau bisa
datang kemari?"
Tampak Tan Ciok-sing bergandeng tangan dengan In San
melompat naik ke panggung karang. Tam Pa-kun berseru
memuji: "Ginkang bagus."
Bertepatan saatnya tiba-tiba Siang Ho-yang menghardik:
"Siapa berani kemari membuat onar." Gitar diangkat terus
terayun ke belakang memapak kedatangan Tan Ciok-sing dan
In San. Bukan Siang Ho-yang tidak tahu siapa Tan Ciok-sing,
karena dia dengar Lui Tin-gak memanggil nama Tan Ciok-sing,
maka sengaja dia pura-pura sambil menyergap. Maklum
selama dua tahun ini nama besar Tan Ciok-sing sudah cukup
terkenal di Kangouw, walau belum pernah melihatnya, pernah
dia mendengar dari cerita Thi Khong. Kini melihat kedatangan
mereka begitu cepat dan tangkas selintas pandang lantas dia
tahu bahwa kepandaian Thi Khong suami isteri bukan
tandingan mereka maka tidak segan-segan dia gunakan sisa
tenaganya yang tidak seberapa, mumpung kedua muda-mudi
ini belum berdiri tegak lantas menyergapnya.
1438 Jurus ini dinamakan Oh-ka-cap-pwe-bak, serangan tunggal
mematikan yang paling sukar dan rumit perobahannya dalam
ilmu permainan gitar besinya itu, senar gitar dapat digunakan
mengiris urat nadi, sementara badan gitarnya dapat dibuat
mengemplang, sementara petikan senarnya menimbulkan
suara ribut yang memekak dan mengganggu konsentrasi
pikiran lawan, seluruh kekuatan perbawa dari ilmu gitar yang
diciptakannya dikembangkan semaksimal mungkin meski
hanya dengan landasan sisa tenaga belaka.
Tam Pa-kun memaki: "Tidak tahu malu," baru saja dia
hendak menubruk maju, namun Tang-bun Cong telah
menghadang di depannya. Semula Lui Tin-gak juga tersirap,
tapi lekas sekali dia sudah berseru dengan tertawa lega:
"Tidak jadi soal."
Tan Ciok-sing dan In San dua tingkat lebih rendah dari
Siang Ho-yang, boleh dikata Siang Ho-yang telah boyong
segala kemampuannya untuk menyergap mereka, dia kira
meski Tan Ciok-sing memiliki Kungfu tinggi, tapi usia masih
muda,, betapapun tangguh Lwekangnya juga masih ada
batasnya, maka dia yakin serangan liehaynya ini pasti akan
membuat Tan dan In bila tidak mampus juga terluka parah.
Tak nyana kesudahannya justru jauh diluar
perhitungannya.
Mendadak Tan Ciok-sing memekik panjang, suaranya
melengking tinggi memekak telinga. Di tengah pekik suaranya
itu, tampak sinar pedang berkembang. Bersama In San
mereka melancarkan gabungan sepasang pedang, sehingga
bayangan tubuh Siang Ho-yang seketika seperti terbungkus
didalam libatan cahaya pedang mereka.
Bukan main gembira Lui Tin-gak, pikirnya: "Gelombang
sungai yang di belakang memang mendorong yang di depan,
pepatah ini cocok untuk mengibaratkan Kungfu Ciok-sing saat
ini," belum habis dia berpikir, tiba-tiba didengarnya suara ribut
1439 tak karuan dari senar gitar, cahaya pedang yang kemilau
menyilaukan matapun mendadak kuncup tak berbekas.
Terdengar Tan Ciok-sing berkata lantang: "Maaf, kami
terpaksa merusak alat musik Locianpwe, rasanya jadi tidak
enak." Tampak Siang Ho-yang berdiri menjublek di samping sana
seperti patung. Tangannya masih memeluk gitarnya, tapi
senar gitarnya sudah putus seluruhnya. Demikian pula perut
gitarnya sudah bolong. Karang di sekitar kakinya tercecer
puluhan keping besi-besi tak berguna lagi, ada Toh-kut-ting,
Thi-lian-cu, Ouvv-tiap-piau, ada pula Bwe-hoa-ciam yang
remuk menjadi bubuk oleh gilasan sinar pedang sakti Tan dan
In berdua. Ternyata berbagai senjata rahasia yang puluhan
buah jumlahnya itu seluruhnya telah dibabat remuk berkepingkeping
oleh sepasang pedang Ciok-sing dan In San. Perlu
diketahui, didalam melancarkan serangan jurus yang hebat
tadi Siang Ho-yang masih bermain licik sekaligus menekan
tombol sehingga berbagai macam senjata rahasia yang
tersimpan di perut gitar melesat keluar seluruhnya
Diluar perhitungannya, perbawa gabungan sepasang
pedang Tan dan In ternyata amat hebat. Bukan saja serangan
gelap senjata rahasia tidak membawa hasil, gitar besinya yang
dipandangnya sebagai mustika itupun telah tertusuk bolong.
Seperti diketahui pedang Tan Ciok-sing adalah Ceng-bing
Pokiam, sedang yang digunakan In San adalah Pek-hong
Pokiam, sepasang pedang mustika peninggalan Thio Tan-hong
suami istri dan diwariskan kepada mereka. Gitar besi Siang
Ho-yang boleh terhitung senjata antik pula, golok atau pedang
biasa jangan harap mampu merusaknya tapi sekarang
kenyataan telah dirusak oleh sepasang pedang mustika.
Siang -Ho-yang sudah pertaruhkan seluruh
kemampuannya, meski dia habis mengalami pertempuran


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sengit, tenaganya jauh berkurang, tapi hanya segebrak dirinya
telah terkalahkan oleh dua muda mudi yang boleh termasuk
1440 cucunya, betapa mengenaskan kekalahan ini, bukan saja
diluar dugaan orang lain, dia sendiri juga ragu-ragu,
menyangka dirinya berada di alam mimpi. Maka, dia berdiri
mematung di samping sana, wajahnya kelihatan hambar,
pandangannya kosong. Tiada yang tahu apa yang sedang
dipikir dalam benaknya, tapi dapat diduga betapa rawan
perasaan hatinya.
Tam Pa-kun sudah hampir memakinya "Hina" serta melihat
keadaan orang, kata-kata yang sudah hampir terlontar di
ujung lidahnya lekas ditelannya kembali.
Setelah mengalahkan Siang Ho-yang, baru Tan Ciok-sing
berkata: "Lui-pepek, pertandingan babak selanjutnya boleh
serahkan kepada kami saja, kami berdua melawan mereka
berdua, pihak mana tiada yang memungut keuntungan."
Tang-bun Cong coba menempatkan dirinya senarai wasit,
katanya: "Kalian tahu tidak aturan kaum persilatan, Thi Khong
suami istri hendak menuntut balas kepada Lui Tin-gak,
berdasarkan apa kalian berani menampilkan diri?"
In San tertawa dingin, katanya: "Kau ini saksi macam apa,
memangnya Thi Khong yang boleh menuntut sakit hati
kematian engkohnya, aku tak boleh menuntut balas kematian
ayahku" Orang-orang yang dulu membunuh ayahku,
engkohnya adalah salah satu diantaranya. Belakangan Lui
Tayhiap berhasil membunuh engkohnya, bila dia ingin
menuntut balas, boleh kau membuat perhitungan kepadaku
saja." "Baik, dan kau?" tanya Tang-bun Cong menuding Tan Cioksing.
Tam Pa-kun mendahului bicara: "Ibu nona In pernah
berpesan kepadaku, supaya aku jadi comblang menjodohkan
putrinya dengan Tan Ciok-sing, mereka adalah calon suami
isteri." 1441 Hal ini baru pertama kali ini In San mendengarnya. Tam
Pa-kun membeber persoalan pribadinya di muka umum, sudah
tentu merah jengah selebar mukanya.
Tan Ciok-sing berkata: "Hubungan soal ini boleh
dikesampingkan, dengan Tok-liong-pang akupun punya
permusuhan yang mendalam. Kakekku dulu dibokong dan
dilukai oleh orang Tok-liong-pang, karena luka-lukanya beliau
akhirnya meninggal. Rumah leluhurku juga dibakar habis oleh
kawanan Tok-liong-pang, aku tidak tahu siapa yang turun
tangan, tapi Thi Khong sekarang adalah pejabat Pangcu Tokliong-
pang, maka aku wajib menuntut balas kepadanya."
Kalau tadi Tang-bun Cong berkukuh memperbolehkan Thi
Khong suami isteri menuntut balas kepada Lui Tin-gak, maka
sekarang tiada alasan dia menentang usaha Tan Ciok-sing
berdua menuntut balas kepada Thi Khong suami isteri.
"Baiklah, urusan tidak perlu dibicarakan lagi," ucap Tam Pakun,
"biar aku dan Tang-bun-siansing menjadi saksi. Tangbun-
siansing bila kau ingin bertanding dengan aku, boleh
dilaksanakan di babak terakhir saja" Atau sekarang juga
boleh" Jadi tidak perlu pakai saksi segala."
Situasi berobah seratus delapan puluh derajat, sudah tentu
Tang-bun Cong tidak berani mencari perkara, katanya: "Tam
Tayhiap, soalnya perdebatan tadi takkan berakhir begitu saja,
maka aku usulkan untuk diselesaikan dengan pertandingan.
Sebetulnya tiada hasratku untuk bertanding dengan kau,"
secara tidak langsung dia mau bilang, bahwa persoalan sudah
jelas juntrungannya, maka dia setuju saja bila Thi Khong
suami isteri membuat penyelesaian langsung dengan Tan
Ciok-sing secara adil.
Sudah tentu tanpa memperoleh dukungan Tang-bun Cong,
Thi Khong suami isteri tidak berani melawan Ciok-sing berdua.
Diam-diam Bu-sam Niocu memberi kerlingan mata kepada
suaminya, maka mereka berkata bersama: "Baik, bertanding
1442 ya bertanding, memangnya kami takut menghadapi bocah
keparat ini."
"Bagus, kalau tidak takut, hayo maju."
Tak nyana di mulut Thi Khong suami isteri masih bersikap
garang, tapi perbuatan mereka justru teramat licik dan nakal.
Bu-sam Niocu maju melangkah, mendadak dia menimpukkan
senjata rahasia. Itulah senjata rahasia tunggal perguruannya-"
Tok-bu-kim-cian-liat-yam-tam.
"BUM" senjata rahasia meledak di tengah udara, asap tebal
seketika bergulung ke empat penjuru, gumpalan api tampak
menerjang ke arah Tan dan In berdua. Di tengah kepulan
asap gelap masih menyamber pula bintik-bintik emas yang tak
terhitung banyaknya, itulah Bwe-hoa-ciam yang selembut bulu
kerbau. Berbareng Thi Khong juga menimpukkan senjata
rahasia beracun perguruannya, Tok-liong-piau. Habis
menimpuk senjata rahasia mereka lantas melompat mundur
bersama. Tok-bu-kim-cian-liat-yam-tam yang ditimpukkan Bu-sam
Niocu boleh dikata merupakan senjata rahasia dahsyat yang
bisa mengakibatkan kematian yang paling mengerikan, meski
sasarannya adalah Tan Ciok-sing, tapi asap beracun mengepul
jarum emas juga menyamber kian kemari di tengah kepulan
asap tebal lagi, sehingga semua orang yang berdiri di Hay-sintay
ini tiada yang tak terkena serangan.
Oleh karena itu, begitu senjata rahasia meledak di tengah
udara, semua orang yang berada di atas panggung karangpun
serempak turun tangan. Tam Pa-kun menghardik sekali,
beruntun dia memukul tiga kali. Julukannya Kim-to-thi-ciang,
kekuatan pukulan telapak tangannya ternyata hebat luar
biasa. Asap beracun kontan tersapu pergi seperti terserap oleh
angin lesus. Sementara Tan dan In kembali mengembangkan permainan
gabungan sepasang pedang dengan jurus Pek-hong-koan-jit.
1443 dua batang pedang bersatu padu sehingga cahayanya menjadi
dwi tunggal seperti lembayung. Jarum berbisa Bu-sam Niocu,
Tok-liong-piau Thi Khong hakikatnya tidak mampu mendekati
mereka, semua terpukul rontok menjadi berkeping keping.
Tapi setelah asap tebal lenyap terbawa angin laut,
bayangan Thi Khong dan Bu-sam Niocu telah lenyap.
Segera Tan Ciok-sing memeriksa keadaan sekitarnya,
dilihatnya dua bayangan orang sedang berlari kesana
melampaui jalur pemisah dan berada di tepi karang yang
menjorok ke tengah laut.
Tan Ciok-sing gusar, dampratnya: "Melukai orang dengan
senjata rahasia keji, memangnya kalian masih bisa lari?" baru
saja dia hendak ajak In San mengudak kesana, tiba-tiba Thi
Khong dan Bu-sam Niocu sudah terjun ke Ci-tong-kang.
Agaknya mereka juga insaf, senjata rahasia berbisa paling
hanya merintangi musuh sekejap, Tan Ciok-sing dan lain-lain
tidak mungkin bisa kecundang. Senjata rahasia yang
digunakan Bu-sam Niocu hanya untuk melicinkan jalan
mundur mereka, di kala asap tebal masih merintangi
pandangan mata orang, bersama Thi Khong mereka akan
menyingkir leluasa.
Tok-liong-pang adalah kumpulan perampok yang sering
beroperasi di lautan, Thi Khong adalah Pangcu, maka
kepandaiannya bermain dalam air teramat mahir. Sementara
sejak kecil Bu-sam Niocu dibesarkan di pinggir Tiangkang, di
tiga selat yang paling berbahaya sepanjang sungai besar itu
maka diapun mahir berenang, kali ini mereka terpaksa terjun
ke Ci-tong-kang untuk menyelamatkan diri. Memang untung
bagi mereka karena gelombang pasang saat mana sudah
reda, kalau ombak masih mengamuk, betapapun liehay ilmu
berenang mereka juga pasti mampus menjadi hidangan ikan.
In San berkata gegetun: "Menguntungkan mereka saja."
1444 "Ombak masih sebesar ini, belum tentu mereka bisa
selamat, biarlah mereka menentukan mati hidupnya sendiri,"
demikian ujar Tan Ciok-sing. Baru saja dia melangkah hendak
menghampiri Lui Tin-gak ajak berbincang-bincang, tiba-tiba
didengarnya Lui Tin-gak berteriak kaget: "Aduh celaka."
Karuan Tan Ciok-sing kaget: "Apanya celaka?" dilihatnya
bola mata Lui Tin-gak terbeliak, berdiri mematung seperti
orang pikun. Tan Ciok-sing menoleh kesana menurut arah
pandangan Lui Tin-gak, tampak Siang Ho-yang entah sejak
kapan secara diam-diam sudah berdiri di pinggir karang sana.
Begitu menoleh kesana kontan Tan Ciok-sing merinding
dibuatnya, rona muka Siang Ho-yang tampak amat
mengerikan. Ternyata waktu menghadapi serangan senjata
gelap Thi Khong suami isteri, siapapun sibuk pada
keselamatan diri sendiri sehingga tiada yang teringat untuk
melindungi Siang Ho-yang. Setelah menghadapi gempuran
sepasang pedang Tan Ciok-sing dan In San, hakikatnya Siang
Ho-yang sudah tidak mampu lagi menolak atau menangkis
serangan senjata rahasia itu. Apalagi dia tidak mengira bahwa
Thi Khong suami isteri bakal menggunakan senjata rahasia
keji ini tanpa perdulikan keselamatan orang sendiri.
Usianya sudah selanjut itu, hari ini sudah terjungkel di
tangan muda mudi yang pantas menjadi cucunya, jangan kata
dia sudah tidak punya tenaga bertahan diri lagi, umpama
tenaga masih kuat juga dia tidak akan bisa berkelit lagi. Bukan
saja dia menyedot asap beracun, Thay-yang-hiat, lng-hianghiat
dan tepat di tengah alisnya terkena tiga batang Bwe-hoaciam
beracun timpukan Bu-sam Niocu, sementara pundaknya
terkena Tok-Iiong-piau begitu racun menyentuh darah, kontan
tenggorokan tersumbat.
Padahal Lwekangnya sudah ludes, umpama masih tangguh,
setelah terkena senjata rahasia beracun di banyak tempat lagi,
jelas jiwanya juga susah diselamatkan.
1445 Setelah lenyap rasa kagetnya, lekas Lui Tin-gak memburu
maju, teriaknya: "Siang-locianpwe, jangan kau bergerak, biar
kubantu kau mengobati."
Siang Ho-yang tertawa perih, katanya: "Usiaku sudah setua
ini, memangnya harus bertahan hidup tiga puluh tahun pula"
Sungguh aku menyesal kenapa aku melanggar sumpahku
terhadap Thio Tan-hong dulu, kini aku terkalahkan pula oleh
murid Thio Tan-hong, mungkin Thian Yang Maha Kuasa telah
menjatuhkan vonisnya kepadaku. Memangnya aku harus
ingkar janji?" sebelum Lui Tin-gak tiba di depannya, Siang Hoyang
sudah menerjunkan dirinya kedalam laut mengikuti jejak
Thi Khong suami isteri.
Kalau Thi Khong suami isteri mahir berenang, tidak terluka
apa-apa, kemungkinan mereka masih bisa menyelamatkan
diri. Tapi Siang Ho-yang dalam keadaan serba payah, ombak
Ci-tong-kang masih sederas itu, jelas jiwanya susah
diselamatkan lagi.
Lui Tin-gak menghela napas, katanya: "Jelek-jelek Siang
Ho-yang adalah seorang cikal bakal suatu aliran, siapa nyana
nasibnya sejelek ini."
Waktu Thi Khong suami isteri menimpukkan senjata
rahasianya, diam-diam Tang-bun Cong sudah yakin bahwa
sergapan licik ini takkan membawa hasil maka sebelum asap
tebal itu sirna, diapun sudah kabur dari tempat itu.
Lui Tin-gak tertawa, katanya: "Hari ini dia sebagai saksi,
menurut aturan Kangouw, dari pada kita cari perkara dengan
dia, biar dia yang cari perkara terhadap kita saja, tapi aku
yakin dia tidak seberani itu. Tapi ada satu hal aku belum jelas,
perlu aku tanya kepada Tan-hiantit."
"Entah paman ingin tahu soal apa?" tanya Tan Ciok-sing.
"Kabarnya kalian akan tinggal di Soh-ciu saja, kenapa
mendadak berada disini?" tanya Lui Tin-gak.
1446 Tan Ciok-sing berkata: "Ada sebuah kabar gembira perlu
kusampaikan kepada paman berdua."
Lekas Tam Pa-kun berkata: "Apakah kalian sudah
memperoleh berita Kek Lam-wi?"
"Bukan hanya beritanya saja," ujar ln San tertawa,
"orangnyapun sudah kami temukan."
Tam Pa-kun kegirangan, tanyanya: "Bagaimana kalian
menemukan dia?"
"Paman Tam, pandanganmu tajam, dugaanmu ternyata
benar," ujar I n San?"
"Memang nona Bu itulah yang menolongnya, belakangan
secara diam-diam dia membantu kami pula sehingga Kek Lamwi
ditemukan," lalu dia bercerita secara ringkas.
"Memang sudah kuduga bahwa nona Bu itu tidak
bermaksud jahat kepada Kek Lam-wi, syukur aku tidak salah
menilai orang. Sekarang Lam-wi..."
"Waktu kami meninggalkan Soh-ciu, dengan Kiau-thocu
dari Kaypang dia sudah berangkat lebih dulu ke Thay-ouw."
Lui Tin-gak memotong: "Ya. Ong Goan-tin Cong Cecu dari
tiga puluh enam markas perairan di Thay-ouw akan
merayakan hari ulang tahunnya ke enam puluh, hari ulang
tahunnya jatuh pada tanggal dua puluh satu bukan?"
"Betul," ujar Tam Pa-kun, "aku memang ingin mengajakmu
kesana." "Sebenarnya akupun punya maksud. Cuma sebelum hari
ini, aku sendiri tidak tahu apakah aku bakal berumur panjang
untuk menikmati arak perjamuan ulang tahunnya itu.
Sekarang boleh aku ikut kalian kesana."
Dua hari kemudian, sebuah perahu sedang berlaju di
tengah Thay-ouw. Tiada angin tiada ombak, cuaca cerah,
1447 selepas mata memandang permukaan air berpadu dengan
langit di kejauhan sana.
Berada di tengah keindahan alam permai bak sebuah
lukisan ini, ln San yang berdiri di ujung perahu sampai
terpesona. Timbul gairah mereka bersenandung, In San
segera tarik suara, sementara Tan Ciok-sing keluarkan
harpanya. Yang dibawakan adalah puisi ciptaan Thio It-ouw, pujangga
dynasti Song yang pernah memperoleh pangkat tinggi dalam
kalangan pemerintahan.
Begitu lagu habis dan suara harpa berhenti, mendadak
kumandang suara seorang berseru memuji: "Nyanyian bagus,
petikan harpa juga bagus."
Mendengar pujian ini, Tam Pa-kun dan Lui Tin-gak samasama
kaget. Padahal di perairan sekitar perahu mereka tidak
kelihatan ada perahu lain. Selepas mata memandang,


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelihatan di kejauhan sana ada setitik bayangan layar
berkembang. Bila orang yang berseru memuji di atas kapal itu,
dalam jarak sejauh itu namun suaranya tetap terdengar
sejelas tadi, maka betapa tangguh Lwekangnya, dapatlah
dibayangkan. Tan Ciok-sing juga kaget, katanya: "Agaknya orang itu
menggunakan Lwekang tingkat tinggi mengirim suaranya
dengan gelombang panjang."
"Betul," ucap Lui Tin-gak menghela napas. "Di atas langit
masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai lagi.
Kata-kata ini memang patut diresapi. Betapa tangguh dan
murni Lwekang orang itu, sungguh belum pernah kulihat
selama hidup ini. Siapa nyana di tempat ini aku bakal bertemu
dengan tokoh seliehay ini. Tam-heng, kau lebih hapal
mengenai seluk beluk benggolan Bulim, tahukah kau siapa
dia?" 1448 Bahwa It-cu-king-thian Lui Tin-gak yang sudah punya
kedudukan setinggi itu di kalangan Bulim, masih berkata
demikian, sudah tentu Tan Ciok-sing dan In San sama
tersirap. Maka pandangan mereka tertuju ke arah Tam Pa-kun
serta menanti penjelasannya.
Tam Pa-kun- berpikir sebentar, katanya kemudian: "Thio
Tan-hong Thio Tayhiap beruntung aku pernah melihatnya,
jikalau Thio Tayhiap belum meninggal pasti aku duga dia
adanya. Tapi Thio Tayhiap sudah meninggal empat tahun
yang lalu, aku jadi tak habis pikir siapa gerangan yang
memiliki Lwekang setangguh itu?"
"Apakah Lwekangnya mampu menandingi maha guru silat
seperti Thio Tan-hong Thio Tayhiap?" tanya Lui Tin-gak.
"Dibanding Thio Tayhiap jelas belum memadai, tapi di
antara Bulim Cianpwe yang kukenal dan masih hidup
sekarang, kurasa tiada yang mampu menandingi dia," ucap
Tam Pa-kun. "Tam-heng, pengetahuan dan pengalamanmu luas, coba
kau pikir-pikir lebih cermat, umpama kau tidak mengenalnya,
mungkin pernah mendengar namanya''"
"Suhu Le Khong-thian yaitu Kiau Pak-bing dulu adalah
gembong iblis besar yang sejajar dengan Thio Tayhiap. Konon
sejak lama dia sudah mati diluar lautan."
"Benar," timbrung Tan Ciok-sing, "Le Khong-thian mati di
tangan guruku, aku mendengar sendiri dia menantang guruku,
katanya mau menuntut balas, ini sudah jelas bahwa kematian
Kiau Pak-bing tidak pertu diragukan lagi"
"Kalau tidak bisa mengingatnya, ya sudahlah. Diterawang
dari situasi sekarang ini, ada seorang setangguh ini berada di
Thay-ouw, hari ini adalah ulang tahun Ong Goan-tin lagi,
kedatangannya sudah tentu akan memberi selamat
kepadanya. Setiba kita di Tong-ting-ouw barat, pasti akan
segera diketahui siapa dia adanya."
1449 Tiba-tiba Tam Pa-kun berkata: "Sekarang kuingat
seseorang."
"Siapa?" tanya Lui Tin-gak.
"Tang-hay-liong-ong."
"Siapa itu Tang-hay-liong-ong?"
"Dia, dia adalah..." tengah bicara tampak kapal di sebelah
belakang itu sudah berlaju kencang mendekati perahu
mereka, jaraknya sudah terjangkau oleh pandangan mata.
Kapal itu memang besar sekali, panjangnya ada tiga puluhan
tombak, bersusun tiga. Lebih tepat kalau dinamakan kapal
loteng. Lui Tin-gak berkata: "Kapal loteng macam ini agaknya
jarang berlayar di sungai?"
"Betul," ucap Tam Pa-kun, "memang kapal loteng yang
khusus berlayar di lautan teduh. Nah, kalian melihat bendera
di puncak tiang itu tidak?"
Lekas Tan Ciok-sing memandang kesana, tampak sebuah
bendera besar sedang melambai-lambai ditiup angin di
ketinggian tiangnya. Di tengah bendera bergambar seekor
naga hitam yang membuka mulut lebar dan pentang cakarnya.
Naga merupakan lambang kebesaran seorang raja, kapal
ini ternyata berani menggunakan naga sebagai lambang
benderanya, tak usah ditanya siapa pemiliknya, yang terang
keberaniannya cukup mengejutkan.
Tam Pa-kun menghela napas, katanya: "Dugaanku ternyata
tidak meleset, memang Tang-hay-liong-ong adanya."
Kapal loteng itu melebarkan layarnya sehingga berlaju
pesat ditiup angin buritan, lekas sekali kapal besar itu sudah
jauh semakin mengecil dan lenyap dari pandangan mata.
Diperhitungkan dari perjalanan air, kini kapal besar itu tentu
1450 sudah berlabuh di kaki Tong-thing-san, penumpang kapal
kemungkinan juga sudah sama mendarat.
"Kapal itu berlabuh di Tong-thing-san barat, naga-naganya
mereka memang hendak memberi selamat ulang tahun
kepada Ong-goan-tin. Tam-heng, orang macam apa
sebenarnya Tang-hay-liong-ong ini" Tadi belum sempat kau
jelaskan."
"Dia orang baik atau orang jahat?" In San mendesak juga
tidak sabaran. "Aku juga tidak tahu apakah dia orang baik atau orang
jahat. Malah siapa she dan namanya akupun tidak tahu."
"Aku hanya tahu dia adalah pentolan kawanan perampok
yang mengganas di lautan timur, membunuh orang merampok
barang adalah kerja rutin mereka, tanpa pandang bulu lagi.
Karena dia mengerek bendera naga sebagai pelambang, maka
orang banyak sama menjulukinya Tang-hay-liong-ong. Konon
ilmu silatnya teramat tangguh, namun jarang berkecimpung di
Kangouw, di lautan orang pun tiada yang pernah melihat
tampangnya. Oleh karena itu kaum persilatan di Tionggoan
hanya beberapa orang saja tahu akan dirinya."
Lui Tin-gak mengerutkan kening, katanya:. "Orang seperti
itu, walau Ong Goan-tin mempunyai kedudukan tinggi dan
disegani orang, mungkin masih tidak dipandang sebelah mata
olehnya, lalu apa sebabnya hari ini dia sudi datang memberi
selamat kepada Ong Goan-tin, urusan rasanya agak ganjil"
Tam-heng, tahukah kau apakah dia teman baik Ong Goan-tin."
"Pernah kudengar Ong Goan-tin membicarakan tentang dia,
tapi Ong Goan-tin sendiri juga bilang, dia belum pernah
melihat Tang-hay-liong-ong, apa lagi hubungan intim segala
jelas tidak mungkin. Sudahlah tidak perlu menduga-duga,
setiba di Tong-thing-san, kitapun akan tahu sendiri."
Perahu kecil mereka jelas kalah cepat dibanding kapal
loteng tadi, namun lajunya juga tidak lambat. Kira-kira
1451 setengah jam setelah mereka kehilangan bayangan kapal
loteng di depan sana merekapun telah tiba di Tong-thing-san.
Berempat mereka segera mendarat.
Tong-thing-san memang tidak setinggi dan sebesar Ngogak
yang terkenal itu, tapi mempunyai bentuk dan wajah yang
tersendiri pula. Sejak dari pinggir danau mereka terus
memanjat gunung, pemandangan permai sepanjang jalan
sawah ladang bertangga telah menghijau, pohon-pohon buah
nan rimbun serta beraneka ragam jenis bunga yang indah dan
semerbak Tam Pa-kun memberitahu orang banyak: "Ong
Goan-tin memang pemimpin serba bisa, pandai perang juga
mahir bercocok tanam rangsum keperluan pasukan airnya
diperoleh dari hasil perkebunan dan sawah ladang dan subur
di samping juga perikanan yang tidak kunjung habis dikeduk
setiap hari di danau. Kecuali harta tidak halal dari pembesar
dorna, pedagang biasa yang sering mondar-mandir mencari
nafkah secara semestinya mereka lindungi."
Tan Ciok-sing berpikir: "Ong Goan-tin memang pemimpin
sejati, tak heran Kim-to Cecu menaruh penghargaan dan
perhatian khusus kepadanya."
Setiba mereka di iamping gunung, dua Thaubak telah turun
menyambut mereka. Mereka kenal Tam Pa-kun, begitu
melihat kedatangannya mereka berjingkrak girang serta
berseru: "Tam Tayhiap, syukurlah kau telah datang, kami
kuatir hari ini kau belum akan datang."
"Ada urusan apa?" tanya Tam Pa-kun.
Seorang Thaubak menjawab: "Barusan kedatangan seorang
tamu luar biasa."
"Aku sudah tahu. Tang-hay-liong-ong bukan?" ucap Tam
Pa-kun. "Betul, Tang-hay-liong-ong membawa banyak orang,
biasanya dia tidak pernah berhubungan dengan kami."
1452 "Kau kira kedatangan mereka tidak bermaksud baik?"
"Kecuali rombongan Tang-hay-liong-ong, masih ada juga
orang-orang lain yang punya hubungan biasa dan masingmasing
tidak pernah kontak kerja, ada pula orang-orang dari
golongan hitam. Dan orang-orang ini agaknya kenal baik
dengan Tang-hay-liong-ong, begitu ketemu lantas bicara dan
kelakar seperti di rumah sendiri. Aku jadi curiga bukan
mustahil kedatangan mereka memang ada maksud-maksud
jahat," demikian tutur Thaubak itu.
"Baiklah, mari kita jalan lebih cepat, untuk menemui Cecu
kalian, tidak usah kalian menunjukkan jalan," ucap Tam Pakun.
Berempat mengembangkan Ginkang menuju ke markas
pusat Ong Goan-tin yang terletak di Biau-biau-hong di puncak
utama Tong-thing-san.
Ong Goan-tin menyambut para tamunya di Kik-gi-ting,
dimana para tamu memberi selamat ulang tahun kepadanya.
Begitu mereka memasuki pintu markas, Thaubak yang
menyambut kedatangan mereka kelihatan rona mukanya agak
ganjil seperti tertekan perasaannya. Begitu tiba di Kik-gi-ting,
lantas terdengar suara ribut-ribut didalam, suaranya seperti
laksaan nyamuk berpadu menjadi suara guntur layaknya,
terlalu banyak orang bicara, saling debat dan cerca sehingga
keadaan menjadi kacau dan susah dibedakan persoalan apa
yang tengah diributkan.
Tam Pa-kun tidak tanya lagi kepada petugas penyambut
tamu, langsung dia masuk ke Kik-gi-ting. Tepat dia tiba di
ambang pintu, didengarnya Ong Goan-tin sedang berteriak
keras: "Usiaku sudah tua, mulai hari ini aku akan mencuci
tangan di baskom emas. Cong Cecu di kawasan Thay-ouw ini
aku tidak berani menjabatnya lagi, apalagi Bu-lim-beng-cu dari
wilayah Kanglam segala" Terus terang tidak pernah timbul
angan-anganku ke arah itu."
1453 Disusul seorang berkata: "Apakah betul kita memerlukan
seorang Bu-lim-beng-cu, pendapat masih simpang siur. Ong
Cecu, apakah perkataanmu ini tidak terlalu pagi diucapkan?"
Seorang lagi berteriak lebih keras, "Ong Cecu, semangatmu
umpama naga dan kuda, enam puluh tahun mumpung masih
jaya-jayanya, kenapa kau main cuci tangan di baskom emas
segala?" Seorang lagi berseru: "Urusan besar harus segera
dibicarakan dan diputuskan, umpama Ong Cecu ingin mencuci
tangan di baskom emas juga bukan sekarang saatnya."
Mendengar ribut-ribut ini diam-diam Tam Pa-kun merasa
kesal, pikirnya: "Entah kenapa timbul akal pemilihan Bu-limbeng-
cu segala" Mungkin hasutan anasir-anasir pihak Tanghay-
liong-ong, tujuan yang utama adalah supaya Tang-hayliong-
ong berhasil menguasai seluruh Kangouw" Urusan besar
harus segera dibereskan, urusan besar apakah itu" Ada satu
hal yang mengherankan adalah, biasanya Ong Goan-tin
berjiwa patriot, gagah berani pantang mundur, baru belasan
hari aku berpisah dengan dia, selama ini belum pernah dia
mengutarakan maksudnya hendak mengundurkan diri segala"
Kenapa sekarang bilang mau mencuci tangan di baskom
emas, kedengarannya urusan teramat mendesak sikapnya
pesimis dan putus asa."
Maka terdengar suara ribut-ribut pula: "Bila Ong Cecu ingin
dipensiun, kita juga tidak usah memaksanya."--"Untuk
membereskan urusan luar biasa, harus dipimpin seorang yang
luar biasa pula. Agaknya tugas ini teramat berat, Ong Cecu
tidak mau memikulnya, marilah kita pilih seorang lain yang
mampu memikul tugas berat dan bertanggung jawab dalam
segala persoalan?"--
"Omong kosong, Thay-ouw kita selama ini hidup berdikari,
selamu puluhan tahun tentram, hidup sejahtera dan sentosa,
buat apa memilih Bu-lim-beng-cu segala" Yang kita dukung
dan junjung hanyalah Ong Cong Cecu saja." " " "Persoalan
1454 jangan bilang demikian, sekarang kita mulai memperoleh
tekanan oleh pihak penguasa, tiba saatnya kita bersatu padu,
kalau dipimpin seorang Bu-lim-beng-cu, apa salahnya."
Pembicara terdiri dari dua pihak yang bertentangan, banyak
suara lebih mendukung diadakannya pemilihan Bu-lim-bengcu,
tidak sedikit pula yang berpendapat tidak usah memaksa
Ong Goan-tin untuk memikul tugas berat ini. Celakanya
pembicara tidak sedikit dari para Cecu yang termasuk diantara
tiga puluh enam Cecu dari Thay-ouw sendiri.
Pada saat itulah Tam Pa-kun berempat sudah melangkah
masuk ke Kik-gi-tiang, orang didalam sudah ada yang melihat
kedatangan mereka. Tidak sedikit hadirin yang kenal Tam Pakun,
maka banyak di antaranya berteriak: "Hadirin supaya
tidak ribut, Tam Tayhiap sudah datang," disusul seorang
berteriak juga, "Nah itu dia It-cu-king-thian Lui Tin-gak
Tayhiap yang menggetarkan Thian-lam juga datang."
Tan Ciok-sing dan In San berjalan di belakang kedua orang
ini, namun hadirin jarang yang memperhatikan mereka.
Girang Ong Goan-tin seperti kejatuhan rejeki nomplok,
katanya: "Lui Tayhiap, sungguh tidak nyana akan
kehadiranmu disini, maaf aku terlambat menyambut. Tamtoako,
kenapa tidak kau memberi kabar lebih dulu?"
Tam Pa-kun berkata: "Beberapa hari yang lalu baru aku
tahu Lui-toako berada di Kanglam. Sengaja aku pergi ke Hayling
menyambutnya kemari."
Lui Tin-gak berkata: "Sengaja aku hendak menyampaikan
selamat ulang tahun kepada Ong-cecu. Ong Cong-cecu tidak
usah sungkan."
Setelah basa-basi ala kadarnya, Ong Goan-tin berkata:
"Hari ini kedatangan Tang-hay-liong-ong, disusul kehadiran Itcu-
king-thian pula, sungguh orang she Ong hari ini betul-betul
amat bahagia dan bangga. Mari, mari aku perkenalkan kalian
berdua."

Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1455 Seorang laki-laki yang duduk berhadapan dengan Ong
Goan-tin berperawakan tinggi tujuh kaki berjambang lebat,
usianya sekitar lima puluh, sorot matanya berkilat walau
pandangannya tidak tertuju ke arah Lui dan Tam yang baru
datang, sikapnya kelihatan angkuh.
Diam-diam ln San berbisik di pinggir telinga Tan Ciok-sing:
"Tentu orang itulah Tang-hay-liong-ong, jumawa benar,
melihat tampangnya aku jadi sebal dibuatnya."
Sorot mata laki-laki berjambang itu tiba-tiba beralih ke arah
Tan Ciok-sing berdua, entah karena dia mendengar suara
bisikan ln San. Diam-diam Tin Ciok-sing menggenggam
telapak tangan In San, maksudnya supaya dia tidak
sembarang omong. Lekas mereka mundur ke gerombolan
orang banyak. Tatkala itu suara keributan itu tanpa merasa menjadi
terhenti karena kedatangan Tam dan Lui dua tokoh kenamaan
yang disegani, perhatian hadirin ditujukan ke arah Tang-hayliong-
ong yang bakal diperkenalkan dengan dua pendekar
besar yang telah menggetar Bulim.
Terdengar Ong Goan-tin mulai memperkenalkan: "Inilah
Tang-hay-liong Sugong-thocu yang kenamaan di lautan,"
sesuai dugaan In San, laki-laki jambang bauk ini memang
adalah Tang-hay-liong-ong.
"Inilah It-cu-king-thian Lui Tin-gak Lui Tayhiap yang
menggetarkan Thian-lam."
Habis diperkenalkan tampak Tang-hay-liong-ong sedikit
menggerakkan tubuhnya, katanya tawar: "Cayhe Sugong Go,
sudah lama kudengar nama besar Lui Tayhiap."
Banyak hadirin tidak tahu siapa nama asli Tang-hay-liongong,
baru sekarang mereka tahu namanya adalah Sugong Go.
Di mulut Sugong Go berkata "mengaguminya" tapi
badannya hanya sedikit bergerak ke depan belaka, sikap
1456 jumawanya ternyata terlalu ditonjolkan, seolah-olah dia tidak
pandang sebelah mata kepada It-cu-king-thian Lui Tin-gak.
Banyak hadirin merasa penasaran dan keki, namun Lui Tingak
bersikap wajar dan tenang, sesuai kebiasaan kaum
persilatan dia merangkap kedua tangan sambil menjura,
suaranyapun tawar: "Maaf bila orang she Lui tinggal di daerah
belukar di selatan, baru hari ini aku tahu akan kebesaran
nama Tang-hay-liong-ong, mohon dimaafkan," kata-katanya
cukup pedas, agaknya dia sengaja hendak menjatuhkan sikap
jumawa Tang-hay-liong-ong, namun lekas sekali dia sudah
tertawa lebar, dengan tertawa tergelak-gelak dia berkata:
"Sugong Go tinggal di lautan, sejak lama hidup di
pengasingan, tidah pernah berhubungan dengan orang gagah
di Tionggoan, mungkin aku berlaku kurang hormat, harap Lui
Tayhiap suka maafkan," sembari tertawa dia membungkuk
membalas hormat. Serangkum tenaga dahsyat laksana
damparan amukan ombak tiba-tiba melanda tanpa bersuara.
Lui Tin-gak seperti diterjang kekuatan dahsyat yang tidak
kelihatan, dadanya terasa sesak.
Bagi tokoh silat yang memiliki Kungfu tinggi, bila mendadak
menghadapi bokongan, secara reflek akan timbul reaksinya
mempertahankan diri. Lui Tin-gak tidak banyak pikir, lekas dia
menjura pula membalas hormat orang.
Dua jalur pukulan Bik-khong-ciang saling tumbuk di tengah
udara "Pyaaar" seperti balon pecah, tanpa kuasa ternyata Lui
Tin-gak tergentak mundur selangkah.
Maklum Tang-hay-liong-ong menyerang lebih dulu, Lui tingak
tidak menduga dan menangkis secara tergesa-gesa, logis
kalau dia sedikit kecundang, walau mundur selangkah, dia
masih belum terhitung kalah.
Cuma kedua pihak saling jajal kepandaian meminjam saling
hormat dengan merangkap kedua tangan, Lui Tin-gak tahu
bahwa lawan mengambil keuntungan, namun tak mungkin dia
membalas secara membabi buta di hadapan sekian banyak
1457 orang, secara lahirnya, karena dia mundur selangkah,
bagaimana juga dia tetap kalah.
Tang-hay-liong-ong terbahak-bahak serunya: "Lui Tayhiap,
jangan terlalu hormat," habis bicara dia langsung duduk pula
dengan merenggang kedua kaki tanpa hiraukan orang.
"Inilah Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun Tam Tayhiap," Ong
Goantin memperkenalkan Tam Pa-kun.
Tam Pa-kun maju selangkah, katanya sambil ulur tangan:
"Sudah lama aku mendengar kebesaran Tang-hay-liong-ong,
beruntung hari ini dapat berkenalan."
Sudah menjadi kebiasaan kaum persilatan untuk saling
menghormat pada setiap pertemuan, kecuali saling menjura,
mereka saling berjabatan tangan. Karena Lui Tin-gak
menderita rugi dalam adu Bik-khong-ciang, maka Tam Pa-kun
sengaja ajak orang berjabatan tangan. Jelas maksudnya
hendak bantu melampiaskan penasaran Lui Tin-gak.
Suasana menjadi hening, seluruh hadirin tumplek
perhatiannya, banyak yang membatin: "Tam Tayhiap berjuluk
Kim-to-thi-ciang, ilmu pukulan telapak tangannya tentu amat
liehay. Kemungkinan kali ini Tang-hay-liong-ong akan
dirugikan."
Tak nyana begitu telapak tangan kedua orang saling jabat,
mau tidak mau Tam Pa-kun amat kaget dibuatnya. Terasa
oleh Tam Pa-kun telapak tangan lawan ternyata lemas dan
empuk seperti kapas, tiada suatu tempat yang mampu untuk
dirinya mengerahkan tenaga meremasnya. Tapi Tam Pa-kun
menambah tenaga remasannya, namun sikap lawan tetap
wajar dan biasa. Lekas sekali Tam Pa-kun sudah kerahkan
Lwekangnya sampai puncak kematangannya. Julukannya Kimfo-
thi-ciang, biasanya cukup dia mengerahkan setengah
tenaganya, batu pilarpun akan pecah berhamburan, namun
sekarang dia sudah kerahkan seluruh kekuatannya, tapi lawan
tetap adem ayem tidak kurang suatu apapun.
1458 Kekuatan telapak tangannya terus dilontarkan namun
seperti batu kecemplung laut, lenyap tidak ada bekasnya, Tam
Pa-kun yang pengalaman menghadapi musuh mau tidak mau
mencelos hatinya. "Orang bilang Kungfu Tang-hay-liong-ong
susah diukur, ternyata memang tidak bernama kosong,"
sebagai seorang ahli silat, dia maklum bila saat ini dia lepas
tangan, tenaga dalam Tang-hay-liong-ong akan balik
menyerang dirinya, terpaksa dia kertak gigi terus menyalurkan
kekuatannya. Rona muka Tang-hay-liong-ong hakikatnya tidak
pernah berubah, namun bila hadirin mau memperhatikan
orang akan melihat jidatnya mulai berkeringat. Tapi sikap Tam
Pa-kun memang kelihatan jauh lebih tegang.
Ong Goan-tin kuatir bila dua harimau bertarung salah satu
pasti terluka, baru saja dia hendak ajak Lui Tin-gak maju
bersana memisah, tiba-tiba didengarnya Tang-hay-liong-ong
bergelak tertawa, katanya: "Tam Tayhiap bergelar Kim-to-thiciang,
memang tidak bernama kosong, kagum, sungguh
kagum," di tengah gelak tawanya dia lepas pegangannya
langsung duduk kembali di tempatnya. Setelah kedua orang
sama melangkah berpindah tempat, maka tampak dimana tadi
Tam Pa-kun berdiri, lantainya dekuk berbentuk telapak
kakinya. Sedang lantai dimana Tang-hay-liong-ong berdiri
tetap utuh tidak kurang suatu apa.
Tam Pa-kun meninggalkan bekas telapak kakinya di batu
hijau yang keras, betapa hebat Kungfunya dapatlah
dibayangkan. Tapi dalam pandangan para ahli, bahwa Tanghay-
liong-ong tidak meninggalkan bekas apapun setelah
mengadu kekuatan sedahsyat itu, ilmunya jelas lebih
mengejutkan lagi. Orang-orang pihak Ong Goan-tin mau tidak
mau sama kaget, "Tak nyana kekuatan telapak tangan Kim-tothi-
ciang ternyata tetap dikalahkan pula oleh Tang-hay-liongong."
Perlu diketahui pukulan telapak tangan yang diyakinkan
Tam Pa-kun adalah ilmu Gwakeh, sebaliknya Tang-hay-liongTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1459 ong meyakinkan pukulan yang dilandasi tenaga Lwekeh. Bila
Lwekang dan Gwakang sama diyakinkan sampai taraf yang
paling top sebetulnya sukar dibanding mana lebih unggul.
Cuma dipandang lahirnya, bila Lwekang diyakinkan sampai
puncaknya, orang lain akan sukar mengukur tinggi rendah
ilmunya. Lain lagi yang meyakinkan Gwakang, selintas
pandang orang akan dapat mengukur taraf kepandaiannya.
Umpamanya Tam Pa-kun, setelah dia kerahkan seluruh
kekuatannya, tak heran bila dia meninggalkan bekas tapak
kakinya. Dua jagoan kosen yang paling diandalkan sama-sama
dirugikan setelah bertanding dengan Tang-hay-liong-ong.
Hadirin sama pucat dan saling pandang dengan perasaan tidak
karuan. Setelah batuk sekali Ong Goan-tin berkata: "Nah,
kalian sudah sama-sama kenal, silakan duduk, kita bicarakan
persoalan semula."
Tak nyana begitu Lui dan Tam mengambil tempat
duduknya, Tang-hay-liong-ong malah berdiri. Katanya: "Masih
ada dua pendekar muda, Ong Cecu, kenapa tidak kau
perkenalkan mereka kepadaku."
Perhatian hadirin tadi ditujukan kepada Tam dan Lui
berdua, sehingga Tan Ciok-sing dan in San yang mengintil di
belakang mereka tidak diperhatikan, sampaipun Ong Goan-tin
juga mengira kedua muda-mudi ini hanyalah angkatan muda
yang mana saja dan datang mumpung ada kesempatan
bersama Tam dan Lui berdua. Apakah mereka kenal baik
dengan kedua pendekar besar ini, Ong Goan-tin juga tidak
tahu. Oleh karena itu umpama benar mereka adalah tunas
harapan, didalam pertemuan besar seperti ini, belum setimpal
untuk diperhatikan oleh Ong Goan-tin, apa lagi diperkenalkan
kepada para tamu.
Tam Pa-kun segera berseru: "Tan-heng, In-hiantit, mari
kemari." 1460 Di sebelah sana Tan Ciok-sing berkata: "Aku inikan pupuk
bawang mana berani..."
Belum habis dia bicara, In San sudah tertawa ringan,
selanya: "Walau kita ini anak muda kaum keroco, tapi
mumpung ada kesempatan sebaik ini, apa salahnya kita
berkenalan dengan Tang-hay-liong-ong?" terpaksa Tan Cioksing
yang diseret melangkah maju.
Baru saja mereka keluar dari gerombolan orang banyak
Tang-hay-liong-ong segera menyongsong maju, dengan
tertawa dia berkata kepada Tan Ciok-sing: "Tan-heng, aku
belum tahu siapa kau, tapi kau adalah orang yang paling
kukagumi di antara hadirin ini."
Terhadap dua pendekar besar yang kenamaan Tang-hayliong-
ong bersikap jumawa dan tidak memandang sebelah
mata, siapapun tiada yang menyangka terhadap seorang
pemuda ternyata dia bersikap hormat dan sopan malah,
karuan hadirin melongo dan saling pandang.
Tan Ciok-sing sendiri juga tertegun, katanya: "Sugongthocu
berkelakar saja, Wanpwe mana berani menerima
penghargaan ini."
Tang-hay-liong-ong tertawa, katanya: "Selama hidupku aku
tidak sembarang memuji apalagi menghargai orang lain,
bagaimana Kungfumu, tinggi atau rendah aku tidak tahu. Tapi
aku tahu sedikitnya kau memiliki semacam kepandaian, tiada
orang dalam jagat ini yang bisa menandingi kepandaianmu
itu." Mendengar pujian Tang-hay-liong-ong, baru hadirin
percaya dan sikap serta pandangannya terhadap Tan Ciok-sing
berobah 180 derajat, semua pasang kuping mendengarkan
dengan seksama.
"Di atas danau tadi, aku menikmati petikan harpamu yang
memukau, aku yakin dalam jagat ini tiada orang yang mampu
menandingi petikan Tan-heng tadi. Entah pernah apa kau
1461 dengan Khim-sian Tan Khim-ang yang pernah
menggemparkan dunia pada tiga puluh tahun yang lampau?"
"Beliau adalah kakekku," sahut Tan Ciok-sing.
Mendengar jawaban ini, tidak sedikit hadirin yang sudah
menduga akan asal-usul Tan Cioksing. Tang-hay-liong-ong
tertawa tergelak-gelak, katanya: "Tak heranlah. Hehe, bicara
soal Kungfu semua yang hadir hari ini termasuk diriku,
mungkin tidak ada yang berani diagulkan nomor satu di dunia
ini" Ilmu macam apapun bila nomor satu di dunia ini pasti
kukagumi. Yakin Tan-heng percaya bahwa aku bicara setulus
hatiku?" "Terima kasih akan pujian Thocu, sesungguhnya tak berani
Wanpwe menerima pujian setinggi ini."
"Kenapa sungkan?" ujar Tang-hay-liong-ong tertawa,
"hayolah kemari, kita bicara disana," sembari bicara dia
menarik tangan Tan Ciok-sing.
Barusan hadirin mendapat sajian yang menegangkan dalam
pertandingan adu tenaga dalam antara Tang-hay-liong-ong
melawan Lui Tin-gak lalu Tam Pa-kun, Lui Tin-gak kecundang,
Tam Pa-kun juga dirugikan. Kini melihat dia menarik tangan
Tan Ciok-sing, hadirin sama kaget. Tan Ciok-sing juga kuatir
lawan menggunakan cara serupa, maka dia sudah siaga.
Diam-diam dia kerahkan ajaran Lwekang karya Thio Tanhong,
serangkum tenaga seperti ada tapi tiada, seperti kosong
tapi juga tidak berisi dikerahkan ke telapak tangannya.
Tang-hay-liong-ong memang gembong iblis besar dari
kalangan sesat, namun dia punya watak menyendiri suka
menjalin hubungan baik dan senang membimbing tunas-tunas
muda yang berbakat. Semula dia tidak ingin menjajal ilmu silat
Tan Ciok-sing, tapi sebagai maha guru silat tiba-tiba
dirasakannya Lwekang Tan Ciok-sing ternyata aneh bin ajaib,
terasa bahwa Ciok-sing bersikap hati-hati dan waspada kuatir
dirinya membokongnya, tapi tenaga dalamnya seperti ada tapi
1462 tiada, ingin melawan tapi juga menyambut. Padahal
pengalamannya cukup luas, tapi dia sukar meraba Lwekang
aliran mana yang diyakinkan Tan Ciok-sing, Karena timbul
rasa ingin tahunya, tanpa sadar Tang-hay-liong-ong ingin
mencoba Lwekang Ciok-sing.
Bahwa Tan Ciok-sing tidak kerahkan Lwekangnya
menyerang, maka dia mendahului kerahkan tenaga dalamnya
memancing. Situasi justru terbalik dari pada waktu dia
melawan Tam Pa-kun tadi, kini dia berada di pihak yang
menyerang seperti Tam Pa-kun menyerang dirinya tadi.


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlahan-lahan, Tang-hay-liong-ong menambah tenaganya,
tetap dia tidak berhasil menjajaki taraf kepandaiannya, setelah
dia kerahkan tujuh puluh persen tenaganya baru terasa sedikit
perlawanan tenaga Tan Ciok-sing. Terasa olehnya meski
tenaga perlawanan Tan Ciok-sing ini tidak sekokoh dan sekuat
tenaganya, namun mutunya jelas seperti lebih unggul dari
ilmu yang dipelajarinya. Apalagi sejauh ini dia belum berhasil
meraba asal-usul ilmu Tan Ciok-sing, entah dari golongan atau
aliran mana. Tang-hay-liong-ong tidak ingin melukai Tan Cioksing,
tapi dia juga tidak mau kalah, setelah lenyap rasa
kagetnya, dia berpikir: "Asal-usul pemuda ini pasti luar biasa,
sepantasnya aku harus tahu diri," maka segera dia melepas
tangan Tan Ciok-sing, lalu bergelak tawa pula.
Serunya: "Gelombang sungai memang saling dorong
mendorong patah tumbuh hilang berganti. Pepatah itu
memang tidak keliru. Sungguh tidak kira Tan-heng mahir
memetik harpa juga pandai bermain silat, Kungfumu juga
bukan kepalang hebatnya."
Mendengar pujian ini, mereka yang tidak tahu asal-usul Tan
Ciok-sing sama kaget dan heran, yang tahu siapa sebenarnya
Tan Ciok-sing juga amat kagum dan terharu pula.
Di tengah tepuk tangan hadirin, diam-diam Tan Ciok-sing
mencucurkan keringat dingin, hatinya mengucap "syukur".
Ternyata waktu Tang-hay-liong-ong kerahkan tenaganya pada
1463 taraf tujuh puluh persen Tan Ciok-sing sudah gunakan seluruh
kekuatannya. Bila percobaan itu dilanjutkan lebih lama sedikit,
jelas Tan Ciok-sing tidak tahan dan bakal mengalami luka-luka
yang parah. Tam Pa-kun lantas berdiri, di hadapan hadirin dia
memperkenalkan: "Tan Ciok-sing Lote ini adalah murid
penutup dari Thio Tan-hong Thio Tayhiap."
Ong Goan-tin tersentak kaget, serunya: "Jadi kau in
Kisah Sepasang Rajawali 12 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Kisah Sepasang Rajawali 30
^