Pedang Dan Kitab Suci 11

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 11


Tapi dalam menyapukan kaki tadi, Ciauw Cong sudah siap dengan buah tipu: "diatas
udara memanah elang" dan "diatas puhun menangkap orang hutan." Maka ketika
jotosan Hwi Yang tiba, dia siang sudah siap untuk meng halaunya.
Ke jago itu telah keluarkan kepandaian masinga. Dan nyata kekuatan mereka
berimbang. Dalam sejurus saja, mereka sudah bertempur tiga-empatpuluh jurus. Ketika
itu matahari tengah memanCarkan sinarnya yang terik. Di lapangan pertempuran itu
hanya tampak sosok bayangan yang se-olah me-nari.
Tampak bahwa sampai sebegitu jauh belum dapat me nundukkan lawan, insyaplah Hwi
Yang bahwa dirinya sudah tua, sedang lawannya masih bertenaga kuat. Kalau
pertempuran itu ber-larut sampai lama tentu akan habislah tenaganya. Memikir sampai
disitu, dia berkeputusan untuk merobah Cara berkelahinya.
Sekonyong-konyong gerakannya berobah, dari gerak merangsang menjadi bertahan
dengan rapat. Ke tangannya tak ter pisah dari dadanya, seakan-akan merupakan perisai yang me nempel untuk melindungi diri. Kiranya dia ber-gerak-gerak dengan ilmu silat
menurut gambar pat-kwa. Dengan gunakan tangannya kiri untuk menangkis serangan,
tangannya kanan dia tempelkan pada lengan kiri. Bagaikan bayangan, jago tua itu ber-
putar melingkari lawannya. Itulah kepandaian simpanan dari 'Wi Tin Ho Siok' yang
paling di andalkan. Ilmu silat itu disebut "yu-sin-pat-kwa-Ciang."
Dalam gerakan ilmu silat yang luar biasa itu, kaki selalu ber-putar tak hentinya.
Melingkar kekiri, melejit kekanan sehingga musuh akan menjadi kebingungan,
memudarkan * penglihatan lawan akan kemudian bila sudah ada kesempa tan akan
memberi serangan. Kelihatannya saja berada disebelah muka, tapi begitu musuh
mcnyerang, tahu-tahu dia sudah berada dibelakang. Kalau musuh berputar kebelakang,
dia akan melejit lagi kebelakangnya.
Begitulah dengan Cara itu, bagaimanapun tingginya ke-pandaian musuh tentu akan
berkunang matanya. Tapi sebaliknya kalau lawan berhenti tak bergerak, dia tentu
teranCam bahaja akan dihantam punggungnya.
Tapi Ciauw Cong bukan jago piCisan. Diapun kenal akan ilmu silat itu. Berbareng
dengan gerakan lawan untuk melejit kebelakang, seCepat-cepat itu pula dia membalik
badan terus menyotos muka orang. Tapi belum lagi samberan pukulan Ciauw Cong tiba,
tak kalah Cepat-cepat nya, Hwi Yang melejit lagi.
Ciauw Cong tahu bahwa pada saat itu lawan sudah menginyak lingkaran "kiu-kiong-pat-
kwa," sesudah itu tentu akan melangkah kelingkaran "kan-kiong." Karena itu, dia
mendahului bergerak maju kelingkaran "kian-wi." Demikian lah kenya ber-putar lagi
sampai tujuh atau delapan kali, tapi masih belum ada kesudahannya.
"Yu-sin-pat-kwa-Ciang" telah dijakinkan Ong Hwi Yang selama berpuluh tahun.
Karenanya latihannyapun telah men Capai kesempurnaan. Makin lama gerakannya
makin Cepat-cepat . Begitu rupa gerakan kaki dan tangannya, sehingga nampaknya
seperti dapat bergerak sendiri (otomatis).
Siasat Ciauw Cong adalah menghalau serangan. Bermula siasat itu telah menempatkan
dirinya dalam kedudukan yang berimbang dengan lawan. Tapi lama kelamaan, dia
merasa tak dapat mengimbangi keCepat-cepat an musuh yang masih luar biasa
gesitnya itu. Diam-diam dia kuatir, jika terus menerus begitu, tentu akan dikalahkan lawannya. Cepat-cepat diapun me robah Cara berkelahinya. Dia diam tak bergerak,
hanya tetap tenang waspada untuk menanti serangan musuh.
Perobahan sikap dari Ciauw Cong itu mengherankan Hwi Yang, siapa terus melejit lagi
kebelakang musuh dan dari situ, dengan gerakan "kim-liong-tham-Cao" (naga mas
julurkan Cakar), menghantam punggung lawannya.
Tapi begitu serangan itu hampir mengenai, seCepat-cepat kilat Ciauw Cong memutar
tubuh seraja mengulurkan tangannya kiri untuk menCengkeram pergelangan tangan
lawan. Cepat-cepat Hwi Yang tarik pulang tangannya.
"Dia sungguh-sungguh memiliki kesempurnaan ilmu Iwekang. Ka rena tanpa melihat, ia
dapat gerakkan tangannya untuk menangkis seranganku tadi," demikian diam-diam Hwi
Yang memuji kepandaian lawannya.
Kiranya Ciauw Cong Cukup menginsyapi, kalau mengikuti lejat-lejit lawan, dia tentu
dirugikan. Sebaliknya orang she Ong itu sudah putih jenggotnya, jadi tentu kalah
dengan dia dalam hal tenaga. SeCepat-cepat menimbang kekuatan musuh, seCepat-
cepat itu pula dia gunakan "pi-bok-hoan-Ciang," ilmu silat dengan mata tertutup
mengembalikan serangan musuh. Dengan ilmu itu ia akan mengimbangi "yu-sin-pat-
kwa-Ciang" lawan sampai habis.
Sewaktu berlatih "pi-bok-hoan-Ciang," mata ditutup dengan saputangan. Satunya alat
panCa indera yang digunakan jalah pemusatan telinga dan perhatian akan arah
serangan lawan. Ilmu silat ini hanya mengutamakan penyagaan tak boleh menyerang.
Gerakannya dibatasi sekecil mungkin. Tapi tangkas sekali, hingga apabila sedikit saja lawan berajal, tentu akan kena diCengkeram dan dipelintir putus tulangnya. Ilmu silat itu sebenarnya CoCok digunakan dalam pertem puran malam hari, atau apabila
menghadapi musuh tangguh didalam goa atau ruangan yang sempit gelap. Meskipun
tidak diperuntukkan menyerang tubuh orang, tapi ilmu itu penuh dengan perobahan
yang tak terduga. Terutama kalau untuk merebut senjata lawan, ilmu silat itu paling
sesuai sekali. Demikian keadaan ke achli silat yang tengah mengadu kepandaian itu. Yang satu
melejat-lejit dengan gesit, yang lainnya tetap diam seperti patung. Dalam sekejab saja, mereka sudah bertempur berpuluh jurus lagi. Saat itu Ong Hwi Yang mulai gelisah, dia ingin sekali agar pertempuran itu lekas selesai. Tiba ia melejit lagi kebelakang lawan, ia susul menyusul menghantam punggung orang dengan tangan kanan dan kiri. Tapi
sebenarnya, ke serangan itu hanya tipu belaka.
Ketika Ciauw Cong kembali akan menerkam pergelangan tangannya, Ong Hwi Yang
lancarkan lagi serangan tangannya kiri. Ia jakiri musuh tentu tak nanti bisa mem punyai mata dipunggungnya. Berbareng itu, tangannya kanan menebas pundak orang. Sebuah
serangan yang luar biasa Hhaynya.
Perhatian Ciauw Cong ditumpahkan pada 4 buah serangan lawan tadi atau tiba
samberan pukulan menuju kearah pundaknya. Bukan main rasa terkejutnya. Karena
untuk berkelit, terang sudah tak keburu lagi. Apa boleh buat dia lancarkan sebuah jurus dari ilmu silat "pi-bok-hoan-Ciang" itu. Tangan kanan diCuCukkan pada tangan lawan,
sedang tangannya kiri tetap menganCam akan mematahkan pergelangan tangan orang.
Dalam ilmu "pi-bok-hoan-Ciang," jurus tadi dinamakan "sian-kiam-Can-liong" pedang
dewa memenggal naga. Cukup sedikit saja tangan lawan men Cengkeram, tentu
pergelangan tangannya akan dipelintir patah. Ciauw Cong mau adu untung. Pundak
bukan bagian yang membahajakan jiwa, biarlah dihantam musuh. Tapi dengan dapat
memenggal lengan musuh, sekali pelintir tentu musuh akan kehilangan anggauta badan
yang berguna itu.
Demikianlah segera terdengar suara hantaman tangan Ong Hwi Yang pada pundak
lawan. Tapi ketika ia girang dengan hasil itu, tiba lehgannya telah diCengkeram orang dan ber bareng itu tangan kiri lawan sudah menganCam lambungnya. Insyaplah jago
tua itu, bahwa ia teranCam bahaja maut. Ia harus bertindak dengan Cepat-cepat .
SeCepat-cepat kilat ia berputar diri sembari menghantam kepundak orang.
Dengan begitu, kembali pukulan Ciauw Cong kelambung tadi mengenai tempat kosong,
serta tak mendapat hasil apa-apa. Malah sebaliknya, untuk menghindari pukulan lawan, dia terpaksa harus loncat kebelakang. Dengan begitu, kalau dinilai, kerugiannya lebih besar atau dalam bahasa persilatan, dia harus mengaku kalah.
Kenya adalah achli ternama dalam kalangan persilatan. Untuk menetapkan kalah
menang, itu saja sudah Cukup. Maka berkatalah Ciauw Cong: "Dalam ilmu silat tangan
kosong, kau betul lihai. Nah sekarang kita adu ilmu senjata."
Dan dengan ucapan itu, Ciauw Cong sudah menarik 'leng-bik-kiam'nya.
Ong Hwi Yang pun tak banyak-banyak bicara lagi, terus men Cabut golok 'Ci-kim-pat-
kwa-to'nya. Karena berhadapan dekat sekali, tampaklah olehnya bagaimana mulut dan
hidung Ciauw Cong itu sama melepuh, sedang mata sebelah kanan terdapat tanda
bengkak biru sebesar telur itik. Heran Hwi Yang dibuatnya, mengapa orang setangguh
Ciauw Cong itu bisa. mendapat hajaran sedemikian rupa.
Kiranya itulah hasil hajaran Tan Keh Lok semalam di rumah penyara, sehingga muka
Ciauw Cong babak belur. Dan dikarenakan hal itu, kemungkinan gerakan orang she Thio
agak kaku, hingga kembali dia harus menelan keka lahan lagi dari Ong Hwi Yang.
Ciauw Cong akan mengembalikan mukanya dengan ilmu pedangnya. Serangan leng-bik-
kiam ber-tubi, ia lancarkan serangan dengan seru dan hebat sekali. Tapi 'Wi Tin Ho
Siok' tahu juga bahwa pedang Ciauw Cong itu adalah pedang pusaka, jadi tak boleh
dilawan dengan kekerasan. Dan ia pun lalu keluarkan ilmu permainan 'pat-kwa-tonya.
Pertempuran kali itu, lebih menarik dan lebih dahsyat dari tadi. Tapi sampai beberapa jurus, masih belum diketahui kalah menangnya, Ciauw Cong makin lama makin
bersemangat, sedang Ong Hwi Yang hanya dapat berlaku dengan hati-hati sekali. Dia
hanya bertahan dengan gigih, tak mau balas menyerang.
Pada satu saat, pokiam Ciauw Cong sudah hampir dekat dengan 'pat-kwa-to' Ong Hwi
Yang. Kalau sampai berbentur, tentu pat-kwa-to itu akan terpapas kutung. Karena
untuk menariknya sudah tak keburu lagi, maka Ong Hwi Yang Cepat-cepat julurkan
buah jari tangannya kiri untuk me nusuk muka lawan. Ciauw Cong tak gentar, ia
melengkan kepala dan teruskan babatannya. Dan pada lain saat, ujung golok 'pat-kwa-
to' itu tampak terpapas kutung.
"Pedang yang lihai!" memuji Hwi Yang sembari loncat keluar. "Kali ini kau yang
menang. Apakah Thio taijin masih akan melanyutkan bertempur lagi?"
Dengan itu sebenarnya, Ong Hwi Yang akan menutup pertempuran, supaya masing-
masing tidak sampai kehilangan muka. Tapi maksud baik itu, dirusakkan karena dia
mengucap "pedang yang lihai" tadi.
Ciauw Cong anggap orang katakan ia menang karena mengandalkan pokiamnya, bukan
karena kepandaiannya. Maka ia mendongkol sekali.
"Belum ada yang kalah dan menang, urusan masih belum selesai!" sahutnya segera.
Dan tangan mengibas, pedang langsung menusuk lagi. Kenya, kembali bertempur
sampai tujuhdelapan puluh jurus.
Ber-ketes peluh membasahi kepala Ong Hwi Yang. Mak lum ia sudah tua. Kalau
berlangsung lama, tentu Celaka. Ini di nsyapinya. Karenanya, diam-diam ia merogoh
senjata rasia kim-piauwnya. Ketika ia memindahkan golok ketangan kiri, berserulah ia:
"Lihat piauw!"
Dan berbareng, permainannya golokpun berobah, yaitu dengan permainan tangan kiri.
Menyusul, tiga batang piauw beruntun-runtun menyambar. Itulah yang dinamakan
"golok menyerang, piauw melayang ." Juga salah sebuah kepandaian istimewa dari 'Wi.
Tin Ho Siok'. Perlu diterahgkan, bahwa permainan golok tangan kiri itu adalah kebalikannya dari
tangan kanan. Sangat menyukarkan lawan untuk menangkisnya. Ditambah pula dengan
tawuran piauw yang sangat berbahaja. Bisa berkelit dari piauw, sukar terhindar dari
golok. Kalau bisa meluputkan serangan golok, juga tak gampang menghindari tawuran
piauw. Begitulah Wi Tin Ho Siok membabat kekanan, dalam pada itu, dia sa bitkan
piauwnya kearah kiri.
Tapi Hwe-Chiu Poan-koan memang lihai. Megos kekanan untuk mengelit serangan
golok, berbareng tangan mengulur untuk menyemput piauw dikiri.
Ong Hwi Yang mengulangi lagi sebuah tabasan. Begitu Ciauw Cong tundukkan kepala
untuk mengelit, Cepat-cepat ia sudah melayang kan piauwnya kebawah. Untuk itu,
Hwe-Chiu Poan Koan burus timpukkan piauwnya yang ditangkapnya tadi untuk
menghantam piauw yang datang itu.
buah piauw, tepat saling berbenturan, dan mengeluar kan bunga api, terus jatuh
ketanah. Kembali Ong Hwi Yang CeCer serangan terlebih gencar. Goloknya bagaikan
kilat me-nyambar, turun naik kekanan kiri. Sedang tawuran piauwnya, deras bagaikan
hujan. Dalam sekejab saja, 1 batang piauw telah diobral, namun belum dapat memberi
hasil apa-apa. Waktu itu piauwnya hanya tinggal tiga batang lagi. Kakinya kiri melangkah setindak.
Dengan pendekkan tubuh dia membabat kebawah, dan berbareng tangan kanannya
mengibas. Melihat musuh sudah menghamburkan 1 batang piauw, tahulah Ciauw Cong bahwa
lawannya kali ini tentu menge luarkan serangan istimewa. Dan nyata, timpukkannya
piauw lebih santer dari yang lalu. Untuk menghindari kesemuanya itu, ia harus pasang mata betul-betul. Karenanya, ia tak sempat mengeluarkan jarum 'hu-yong-Ciam' untuk
membalasnya, Dia Cepat-cepat berputar diri dan mengawasi tajam. akan gerakan
tangan kanan dari lawannya.
Tapi ternyata gerakan Wi Tin Ho Siok tadi adalah gerak tipu belaka. Karenanya, Ciauw Cong hanya menangkap angin. Selagi begitu, Ong Hwi Yang sudah menginyak ke jalan
"tin-Wi." Dari situ ia menyerang dengan tipu "lat-bi-Hoa-san," dengan sekuat tenaga
menghantam gunung Hoa-san.
Ciauw Cong tak mau menangkis serangan yang dahsyat itu, ia melejit selangkah,
sembari sabetkan 'leng-bik-kiam'-nya kearah pinggang orang. Ong Hwi Yang Cepat-
cepat tarik goloknya untuk menangkis. Trangng?". tahu-tahu pat-kwa-to sudah
terpapas kutung menjadi.
Ong Hwi Yang menggerung, dengan sekuat-kuatnya kutungan golok yang berada
ditangannya ditimpukkan kepada Ciauw Cong. Ciauw Cong Buru-buru tundukkan kepala
untuk meng hindar, tapi 'Wi Tin Ho Siok, sudah menyusuli dengan tiga batang piauw
pula. "Aduh! .......... " Ciauw Cong menyerit roboh kebelakang. 'Leng-bik-kiam'nya jatuh
ketanah pula. Kiranya tadi Ong Hwi Yang memang sengaja menipu agar lawan berputar kearah timur,
jadi dengan begitu orang akan silau matanya tertuju sinar matahari. Juga ia sengaja
benturkan goloknya dengan 'leng-bik-kiam', walaupun untuk itu ia sudah tahu tentu
akan kutung. Tapi dengan itu, musuh tentu akan mabuk kemenangan dan menjadi
lengah. Inilah saat yang di-nantikannya. Untuk tiga batang piauw yang penghabisan,
musuh tentu tak dapat menghindar. Ini ia me rasa jakin. Dan tak salahlah dugaannya
itu, karena kini Hwe-Chiu Poan-koan sudah roboh.
"Bagian mana yang kena piauw" Ini aku membawa obat," seru Ong Hwi Yang
kemudian. Tapi sampai sekean saat, Hwe-Chiu Poan-koan tetap tak berkutik dan membisu. Diam-
diam Ong Hwi Yang terkejut ke takutan. Sebenarnya ia tak bermaksud untuk menimpuk
bagian yang berbahaja. Tapi siapa tahu kini orang itu telah tewas. Orang adalah
seorang pembesar negeri yang sedang bertugas, sedang ia sendiri punya keluarga dan
perusahaan. Itulah hebat akibatnya. Buru-buru ia menghampiri sembari mem
bungkukkan badan untuk memeriksanya.
Siapa duga baru saja ia menyenguk kebawah, tiba Ciauw Cong menggerung keras dan
hujan sinar berkelebat seperti kilat.
"Celaka!" seru Ong Hwi Yang sambil buang tubuhnya kebelakang dalam gerak "thiat-
pan-kio" (jembatan besi gantung). Tapi walaupun begitu, masih kalah sebat. Dada dan
pundaknya sebelah kiri terasa seperti ditusuk jarum rasanya. Tahulah ia, kalau dirinya terkena senjata rahasia lawannya.
Nampak orang begitu liCik dan keji, murkalah Ong Hwi Yang. Dengan menggerung
seperti banteng ketaton ia loncat bangun dan terus akan ajak orang mati bersama-sama
. Tapi begitu bergerak, dada dan pundaknya terasa sakit bukan main, hanya sekali ia
dapat menggerung, terus roboh lagi.
Ciauw Cong tertawa gelak. Dia Cabut piauw yang me nyusup pada iganya, lalu merobek
pakaian untuk membalutnya. Setelah itu ia bangun dan berdiri tegak.
"Thio Ciauw Cong, kau manusia liCik! Apakah perbua tanmu itu tidak diketawai orang"
Apakah kau ada muka menemui sahabat kangouw lagi?" Hwi Yang memaki.
Jilid 20 "DISINI hanya kau dan aku ber 2, setan mana yang mengetahuinya" Kau sudah hidup keliwat lama, sebaiknya kau pulang ke rahmattulah! Biarlah lain tahun pada hari ini, adalah ulang tahunmu yang pertama," kata Ciauw Cong dengan bersenyum iblis.
Mendengar itu, tahulah Hwi Yang bahwa orang akan membunuhnya. Dia makin memaki
habis-habisan, Ciauw Cong maju memberi totokan, dan seketika bisulah jago tua itu.
Hanya sepasang matanya tampak ber-api 2, urat 2 diwajahnya kencang bergerak-gerak.
Dia mendendam kemurkaan yang tak dapat dilampiaskan.
Dengan kutungan pat-kwa-to, Ciauw Cong menggali sebuah lubang. Dengan tangan kiri
ditentengnya orang, terus dilempar kedalam liang itu dan serunya: "Ong Hwi Yang,
pulang saja menyusul nenek moyang mu!"
Dengan sebelah kaki, dia menendang tanah. Maksudnya, akan mengubur hidup-hidupan
Ong Hwi Yang. Tapi baru saja menyepak sekali, sekonyong-konyong dari arah belakang
terdengar suara ketawa dingin dan panjang . Ciauw Cong kaget bu kan kepalang, terus
berpaling kebelakang. Disitu tampak seorang yang memegang semacam senjata aneh
tengah berdiri dibawah terik matahari.
Tegas-tegas dilihatnya, orang itu ialah Han Bun Tiong.
"Bagus! Katanya hanya satu lawan satu. Jadi kau orang Tin Wan piauwkiok
menyembunyikan bala bantuan. Kau tahu malu apa tidak!" seru Ciauw Cong dengan
murkanya. "Kalau, tahu malu tentunya tak sampai berbuat serendah itu!" sahut Bun Tiong sambil
menujuk liang yang digali Ciauw Cong dimana Ong Hwi Yang menggeletak,
"Baik. Sekarang aku 'Coba minta pengajaran thi-pi-peh-mu itu," kata "Ciauw Cong.
Dengan gerak ilmu mengentengi tubuh "pat poh kam sian," Ciauw Cong sudah loncat
kemuka Bun Tiong, terus menusuknya. Bun Tiong tak mau memangkis, ia hanya mun
dur selangkah. Dan berbareng itu, tahu-tahu sebatang golok me layang kekaki Ciauw
Cong. Ciauw Cong tegakkan pokiamnya, tapi penyerangnya itu Cepat-cepat sekali sudah
menarik pulang goloknya, sebelum ter bentur dengan pokiam. Ciauw Cong tahu, itulah
gerakan ilmu golok "hian-hian-to" Ilmu permainan seorang ahli Iwe kang. Ketika
mengawasi, Cauw Cong dapatkan penyerangnya itu ialah Ciok Siang Ing.
"Kalian ber 2 boleh maju berbareng. Aku Hwe-Hiu Poan-koan tak jeri," demikian Ciauw
Cong memaki. Sambil mengucap begitu, Ciauw Cong terus akan menyerang Siang Ing. Tapi tiba-tiba
dari arah belakang terdengar suara nyaring. Sebagai seorang yang tinggi silatnya,
tahulah Ciauw Cong apa adanya itu. Cepat-cepat dia berbalik kebelakang. Tampak
olehnya bahwa dari bawah bukit ada kira-kira sembilan orang mendaki keatas, Yang
dimuka sendiri jalah ketua HONG HWA HWE Tan Keh Lok.
Teringat akan kejadian dikamar tahanan Bun Thay Lay, timbul ah kemarahan Ciauw
Cong. Dia gemas akan menun tut balas. Tapi nampak orang-orang itu berjumlah banyak
sekali. Ciauw Cong gentar juga. Ia Coba tindas perasaannya dan berlaku gagah.
Tan Keh Lok mengenakan jubah panjang warna biru, tangannya pegang kiras, katanya
kepada Han Bun Tiong: "Han-toako, kau tolongi Ong Congpiauwtauw lebih dulu."
Bun Tiong Cepat-cepat menuju keliang dan mengangkat Ong Hwi Yang. Ciauw Cong
diam saja tak menghalangi. Keh Lok segera tutuk jalan darah piauwtauw tua itu untuk
lepaskan jalan darahnya. Karena usianya sudah tinggi, maka walaupun sudah tertolong
tapi beberapa saat Ong Hwi Yang tak dapat mengucap apa-apa.
"Ong Hwi Yang situa itu tantang aku berkelahhi, kini sudah diketahui siapa yang kalah dan menang. Tan tangkeh, lain hari kita bertemu disini lagi,' kata Ciauw Cong me
rangkap tangan, terus berputar akan turun dari bukit.
"Tadi aku berada disamping gunung dan menyaksikan se luruh pertandingan kalian ber
2. Memang betul menga gumkan sekali. Namun sayang sekali, Thio taijin, keme
nanganmu itu tidak syah!" sahut Keh lok.
"Memang dalam ilmu perang, tidak dilarang untuk meng gunakan siasat. Tadi kita adu
kepandaian tenaga dan otak, mengapa tidak boleh?" tanya Ciauw Cong.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keh Lok tersenyum. Katanya: "Pemandangan Thio taijin ternyata luas sekali.
Sebenarnya hari ini ingin sekali aku minta pengajaran dari taijin, tetapi karena lambung taijin terluka, maka akupun tak mau mendapat kemurahan. Lukamu tidak sehari-hari
dapat sembuh, karenanya lain kali saja kita langsungkan janji itu. Bilang saja, kita tunda tiga bulan lagi bagaimana?"
Ciauw Cong tahu bahwa orang sengaja akan bikin panas hatinya. Sekalipun begitu, dia
tetap unyuk adatnya yang tinggi. "Baiklah, nanti tiga bulan lagi, kita berjumpa disini, demikian sahutnya.
Ketika Ciauw Cong akan berlalu, Keh Lok menghampiri dan berkata: "Kita akan tolongi
Bun sucang keh kita, ada kah taijin mengetahuinya?"
"Ya, ada apa?" tanya Ciam Cong ketus.
"Borgolannya terbuat dari baja murni, tidak ada senjata yang dapat digunakan untuk
memutuskannya, karena itu, aku akan minta pinjam pokiam taijin!" kata Keh Lok pula.
Ciauw Cong menggereng, lalu katanya lantang: "Hendak pinjam pedangku" Ha, aku
kuatir kau tak mampu me ngambilnya!"
Ia ketahui bahwa oranga HONG HWA HWE itu hanya andalkan jumlah orangnya yang
banyak sekali. Jadi mereka sengaja akan menCari perkara padanya. Terang kalau ia tak mudah bisa lolos lagi.
"Kurasa hal itu sukar terjadi!" kata Ciauw Cong pula sembari terus mengambil tempat
dengan melolos pokiamnya kemuka.
"Tanganmu telah terluka, mungkin tidak baik akibatnya. Biar kusambut seranganmu
dengan tangan kosong saja," kata Keh Lok.
"Cong-thocu, tak usah berlaku sungkans padanya. Ini lah kau punya kiam-tun dan
rantai mutiara!" tibas Lou Ping menyelatuk. Ia Membuka Pauwhok, dan ambil ke 2
senjata Keh Lok .itu dan diserahkannya. Tapi Ciauw Cong terlalu licik. Ketika dilihatnya Keh Lok berpaling untuk bicara pada Lou Ping, ia terus lon Cat pergi beberapa tombak jauhnya, terus enjot tubuh dan lari kebawah bukit.
Tapi tiba-tiba 2 buah 'hui-Cao' (Cakar terbang) menyam bar dari depan. Yang satu
menghantam dada kiri, yang lainnya menyapu paha kanan. Serangan itu penuh dengan
kekuatan. Ciauw Cong palangkan pedangnya kemuka dada. Begitu ia dapat menangkis hantaman
hui-Cao, ia segera enjot kakinya untuk loncat keatas, meng hindari sapuan hui-Cao yang lain. Dan ketika kakinya menglnyak tanah lagi, dia terus enjot tubuhnya untuk teruskan maksudnya lari tadi.
Yang menyerang tadi, ialah sepasang jago persaudaran Siang. Sudah tentu mereka tak
gampang dilalui. Siang He Ci hantamkan 'hui-Cao'nya keperut, dengan pendekkan tubuh
Ciauw Cong loncat kekanan. Tapi disini dia disambut oleh Siang Pek Ci dengan pukulan thiat-soa-Ciang, tangan pasir besi, sebuah ilmu pukulan dari tenaga lwekang yang
dahsyat. Sewaktu dibukit Oh-siao-nia dulu, Ciauw Cong pernah tempur ke 2 saudara Siang itu. Ia ketahui kelihaian me reka. Karena itu ia tak mau meladeni. Begitu enjot kakinya
kebelakang, ia terus lari kear.ah selatan. Ke 2 saudara Siang itu bertugas menjaga
jalanan sebelah utara, jadi mereka pun tak mau mengejarnya.
Pada waktu itu, matahari sudah pindah kesebelah selatan, dan kearah situlah Ciauw
Cong ajunkan langkah Cepat-cepat. Tapi baru saja dia sampai dijalanan sebelah bawah
gunung, tiba-tiba ada 2 buah 'hui-yan-gin-so', senjata rahasia burung-burungan seriti, menyambar.
Ciauw Cong pernah merasakan lihainya senjata itu, Cepat-cepat ia gulingkan diri
ketanah. Pada lain saat menyambar lagi sebuah benda kecil. Ciauw Cong hantamkan
'leng-bik-kiam' keatas kepalanya dan kutunglah gin-so itu menjadi 2. Berbareng itu, dia tak mau lanjutkan menuju ke-selatan. Dengan gerakan "hong-hong-tian-ih," burung
hong pentang sayap, ia putar 'pokiamnya terus lari kesebelah timur. Sembari kaki
berlari, ia lontarkan beberapa senjata rahasia kearah belakang.
Melihat gerakan itu, orang-orang HONG HWA HWE sama mengagumi.
"Orang yang demikian hebat kepandaiannya, sayang tersesat kejalan yang keliru,"
demikian Keh Lok.
Ciauw Cong menduga bahwa diarah timurpun tentu ada bayhoknya. Maka sembari
berlari kencang , ia selalu pasang mata. Dan betul ah sangkaannya itu. Karena tiba-tiba dari sam ping jalan, ada seorang yang loncat keluar menghadang. Orang itu memegang
sebatang 'toato' atau golok besar. Walaupun rambutnya sudah putih, tapi orangnya
masih kelihatan angker dan gagah. Itulah sijago tua Thiat-tan tg 2 Ciu Tiong Ing.
Ciauw Cong keder hatinya, belum-belum ia sudah berbalik terus lari kesebelah barat.
Tiga arah ia sudah Coba mendatangi, tapi tiga 2nya dijaga keras. Sampai disitu, ia mulai gelisah. Kalau orang-orang itu nanti bersatu mengepung, jiwanya pasti terancam.
Karena itu, ia ambil putusan nekat. Siapapun yang menjaga jurusam barat nanti akan
ditobrosnya juga. Untuk itu, tangan kirinya segera merangkum jarum 'hu-yong-Ciam'
dan 'leng-bik-kiam' dipegangnya keras-keras.
Ternyata yang menjaga disebelah barat itu, adalah seorang berlengan satu yang
menghunus pedang. Itulah 'tui-hun tok-beng-kiam' Bu Tim tojin, tojin penCabut jiwa.
Dengan tojin ini, Ciauw Cong pernah bertempur. Dia tahu, diantara orang-orang HONG
HWA HWE tojin itulah yang paling tinggi ke pandaiannya. Diam-diam Hwe-Hiu Poan-
koan mengeluh dalam hati. Namun ia Cari daya juga untuk lolos.
Tanpa bicara lagi, begitu maju segera ia menyerang dengan gerakan "pek-hong-koan-
jit" dan "gin-ho-heng-gong," atau pelangi menembus sinar matahari dan sungai perak
melintang diudara. Dia andalkan ketajaman pokiam nya, namun tojin itu tak menangkis
dan hanya melejit ke samping. Dari situ, sebat sekali pedangnya balas menyerang.
Meskipun bagaimana, Ciauw Cong tak mudah lolos. Ia tangkis serangan orang dan
berbareng lontarkan jarum 'hu-yong-Ciam'nya. Ia sudah memperhitungkan bahwa
serangan jarum itu akan sia-sia saja terhadap Bu Tim. Tapi toh ia mengharap Bu Tim
tidak menangkis dengan pedang tapi mundur kebelakang. Dan dalam keadaan itu, ia
akan mendapat kesempatan untuk lolos kebawah. Selain tojin ini, sekalipun ia menahan luka, tapi ia percaya tentu tak ada lain orang yang sanggup melawannya.
Tapi ternyata Bu Tim dapat menerka maksudnya. Segera ia gunakan tipu yang
berbahaya sekali. Sekonyong-konyong ia me nyusup kebawah terus menusuk kaki
kanan Ciauw Cong. Gerakan ini adalah tipu istimewa dalam ilmu pedang "tui-hun tok-
beng-kiam" yang disebut "roh penasaran menggubat kaki." Istimewa digunakan untuk
menyerang kaki lawan.
Ciauw Cong terkejut sekali. Cepat-cepat ia lintangkan po kiamnya untuk menangkis.
Namun ilmu pedang Bu Tim itu keranjingan sekali. Tiba-tiba ujung pedangnya
ditusukkan ketanah, dan pada saat itu terdengarlah bunyi gemerinCing halus dibelakang tubuhnya. Itulah beberapa 'hu-yong-Ciam' yang jatuh ketanah. Mendadak tubuh Bu Tim
melambung keatas kepala Ciauw Cong dan berbareng itu pedangnya ditabaskan
kebawah. Ciauw Cong miringkan tubuhnya, lalu dengan gerak "Yay-hong-keng-thian" bianglala
menjulang kelangit, dia sabetkan pokiamnya keatas. Tapi Bu Tim lebih Cepat-cepat
menarik pedangnya dan melayang jatuh ketanah dan dari situ secepat-cepat kilat ia
loncat menyerang lagi. Saat itu, Bu Tim berada disebelah barat, jadi ia masih dapat
menghadang larinya Ciauw Cong.
Ilmu pedang 'tui-hun-to-beng-kiam' dari Bu Tim yang terdiri dari tujuh 2 jurus itu
sebagian didapat dari pengajaran suhunya dan sebagian lagi adalah hasil peyakinannya sendiri. Maka setiap jurus gerakannya ditambahi sendiri dengan beberapa tipu,
karenanya luar biasa berbahayanya. Kalau menghadapi lawan biasa, paling banyak
sekali tiga jurus saja sudah selesai. Yang bisa melayani sampai delapan-sembilan jurus, itu sudah terhitung orang yang silatnya tangguh sekali. Lebih hebat lagi, pada setiap jurus diberinya nama yang seram. Karena ia hanya berlengan satu, maka ia tak dapat
berbuat seperti lain ahli pedang yang biasanya pakai tangannya yang sebelah lagi untuk bergerak- mengimbangi gerak pedangnya. Jadi gerakan pedang tojin itu mengutamakan
serangan secara lurus. Dan sebegitu jauh, ia tak pernah mengeluarkan habis ke-tujuh 2
jurus ilmu pedangnya itu.
Pada saat itu Ciauw Cong insyap takkan berhasil menobros lingkaran pedang lawan
yang luar biasa gerakannya itu. Ia ambil putusan untuk bertahan mati-matian, ada
serangan terus dihalaunya. Harapan satu 2nya, jika saja ia sempat meng adukan
pokiamnya, pedang musuh pasti dapat dipapas kutung.
Dalam sekejab saja, ke 2nya sudah bertempur tiga em pat puluh jurus. Walaupun
menderita luka berat, tapi Ciauw Cong masih dapat melayani berpuluh jurus serangan
dahsyat darinya, maka kagum juga Bu Tim. Tapi dalam pada itu, iapun tak sabar lagi,
pedangnya diputar lebih santer lagi dan berulang-ulang merangsang dengan hebatnya.
Ketika itu baru Ciauw Cong kewalahan betul-betul. Apalagi luka-lukanya sangat
mengganggu. Beberapa jurus lagi, tiba-tiba Bu Tim membentak keras: "Lepas
pedangmu!"
Dengan gerak "Giam Ong Ceng pit", Raja akherat lempar pena, Bu Tim membarengi
tertawa panjang . Tahu-tahu lengan kanan Ciauw Cong tertusuk pedang,
trangng?"?" leng-bik-kiamnya jatuh ketanah. Belum habis Ciauw Cong melengak
kesima, tahu-tahu Bu Tim mengangkat kakinya pula dan terpental ah Ciauw Cong roboh
ketanah. Bu Tim maju menghampiri. Namun lihai betul Hwe-Hiu Poan-koan itu Tiba-tiba
dia loncat bangun lalu menjotos muka Bu Tim. Bu Tim terus akan memapas dengan
pedangnya, tapi mendadak ia berpikir: "Kalau kutabas kutung sebelah tangannya,
apakah Congthocu tidak akan mengatai aku."
Memikir akan itu, Bu Tim tarik pedangnya. Tapi justeru kesangsiannya inilah yang
merugjkan dia sendiri. Ciauw Cong laksana banteng terluka, dia kalap betul-betul.
Mengguna kan kesempatan selagi Bu Tim ragus tadi, secepat-cepat kilat Ciauw Cong
arahkan pukulannya kelambung kiri lawannya. Disinilah kelemahan tojin itu. Karena ia tak punya lengan kiri, jadi dia agak kurang leluasa untuk menjaga serangan dari arah kiri. Apalagi dia memang kurang mahir dalam ilmu silat tangan kosong. Maka untuk
menghindari pukulan orang, ia hanya dapat miringkan tubuh kesamping.
Benar dengan berbuat begitu, tenaga dahsyat dari pukulan Ciauw Cong itu menjadi
berkurang, tapi biar bagaimana dia tetap tak dapat terhindar. Begitu pukulan mengenai pinggangnya, Bu Tim terhuyung-huyung beberapa tindak kebela kang. Dan lobang
kesempatan itu digunakan sebaik-baik nya oleh Ciauw Cong untuk lolos.
Bu Tim murka sekali, terus mengejarnya. Ciauw Cong sudah lari kebawah gunung. Bu
Tim karena andalkan keli hayan ilmunya pedang, selama itu tak pernah gunakan senjata rahasia. Melihat Ciauw Cong sudah hampir lolos, diam-diam dia mengeluh. Kalau sampai Ciauw Cong bisa merat, pamor HONG HWA HWE tentu jatuh, dan dia sendirilah yang
hilang muka. Maka tanpa hiraukan apa-apa lagi, Bu Tim angkat pedangnya, lalu. akan gunakan tipu
serangan "ngo-kui-tho-Cah" atau lima setan melempar lembing. Dan baru saja, pedang
akan meluncur dari tangannya, tiba-tiba dari samping gunung menggelundung seorang,
bagai angin cepat-cepat nya, terus menyikap ke 2 kaki Ciauw Cong. Maka bergumul ah
ke 2 orang tersebut jatuh ketanah.
Bu Tim Buru-buru simpan pedangnya, dan ketika mengawasi ternyata yang menyergap
Ciauw cong itu adalah Ciang Cin, si Bongkok. Ciang Bongkok dan Ciauw Cong ban ting
2an dengan serunya. Pada saat itu Seng Hiap dan Cio Su Kin pun memburunya, terus
turut meringkus Ciauw Cong. Setelah itu, Lou Ping membawa tali dan mengikat ke 2
tangan Ciauw Cong. Teringat akan peristiwa pe nangkapan suaminya di Thiat-tan-
cungdulu itu timbul ah kebencian Lou Ping dan terus akan memukuli Ciauw Cong, tapi
keburu diCegah oleh Tan Keh Lok: "Yangan, suso!"
Baru Lou Ping mau menurut, walaupun ia benci sekali dengan orang itu. Tapi ketika Keh Lok menghampiri, segera Ciauw Cong mendampratnya:
"Kau orang hanya andalkan jumlah banyak sekali. Thio-loya hari ini sudah jatuh
kedalam tanganmu, kalau mau bunuh, bunuhlah! Kalau sampai mataku berkedip,
jangan sebut aku orang she Thio!"
Sebelum Keh Lok sempat memberi jawaban Ong Hwi Yang sudah menghampirinya lalu
memakinya: "Aku dengan kau, baik dulu maupun sekarang, tidak mempunyai permu
suhan apa-apa, tapi karena kau takut aku uwarkan perbuatan mu yang licik, lalu begitu kejam akan mengubur aku hidup-hidup. Hm, Hwe-Hiu Poan-koan, kau memang
keterlaluan sekali."
Mendengar itu Ciok Siang Ing, algojo dari HONG HWA HWE unyuk ketawanya yang
seram, katanya: "Dia sudah menggali lobang untuk dirinya sendiri. Nanti kitapun
perlakukan dia begitu."
Rombongan orangs HONG HWA HWE sama bersorak setuju.
Sekalipun biasanya Ciauw Cong beradat tinggi, tapi begitu membayang kan akan
dikubur hidup-hidup, tak urung ia menguCurkan keringat dingin.
"Nah, kau menyerah apa tidak?" tanya Keh Lok. "Kalau kau mengaku kalah dan
bersumpah takkan memusuhi kaum HONG HWA HWE maka dengan memandang muka
kau punya Liok suheng, kami akan mengampuni jiwamu."
Ciauw Cong murka, jawabnya: "Kalau mau bunuh bunuhlah, tak usah banyak sekali
bicara. Kau orang telah gunakan tipu, mana orang mau mengaku kalah!"
"Baiklah, kau memang seorang lakis yang keras hati. Biar kuantar jiwamu dengan
tabasan. pedangku ini, agar kau ter lepas dari dikubur hidup-hidupan," kata Keh Lok
sembari menCa but badi 2 pemberian Ceng Tong, lalu berjalan menghampiri kearah
Ciauw Cong. "Apa kau sungguh-sungguh tak takut mati?" tanya Keh Lok dengan suara tertahan.
Ciauw Cong bersenyum getir. "Biar hatiku puas!" katanya sembari meramkan mata.
Keh Lok segera ajunkan badi 2nya kepada orang. Tapi, tiba-tiba ia tertawa dan begitu tangannya dibalik ia membabat putus tali pengikat Ciauw Cong.
Hal itu sungguh diluar dugaan, sehingga orang-orang HONG HWA HWE sendiripun
sampal melengak dibuatnya.
"Kali ini kita tangkap kau karena gunakan siasat. Meski pun dosamu pantas dihukum
mati, tapi kalau sekarang kau kubunuh, kau tentu akan menjadi setan penasaran. Baik, kau pergilah asal saja kau mau merobah kelakkuanmu, kita mungkin akan berjumpa lagi
lain hari. Tapi kalau tetap berjalan sesat, kami kaum HONG HWA HWE tak gentar
padamu Thio Ciauw Cong seorang. Ingat, kalau sampai kau jatuh keda lam tangan kami
untuk ke 2 kalinya, jang 'an kau katakan kami tak kenal kasihan lagi," kata ketua HONG
HWA HWE Baru saja Keh Lok habis mengucap, maka Ciang Cin, Lou Ping, Seng Hiap, ke 2 saudara
Siang dan lain-lainnya serentak berteriak: "Cong-thocu, jangan lepaskan dia!"
Tapi Keh Lok memberl isyarat dengan tangannya.
"Suhengnya, Liok Locianpwe telah melepas budi pada kita orang, harus kita balas.
HONG HWA HWE kita selalu ingat akan budi dan kejahatan. Kalau hari ini kita lepaskan sutenya, berarti kita telah membalas budinya," demikian dijelaskannya.
Dengan penyelasan ketuanya itu, sekalian orangpun diam tak membantah. Hanya saja
mereka mengawasi Ciauw Cong dengan sorot kemarahan.
Kemudian dengan merangkap ke 2 tangan selaku memberi hormat, berkatalah Ciauw
Cong : "Tan tangkeh sampai disini kuakan minta diri."
Habis berkata, dia terus akan angkat kaki.
"Tahan!" tiba-tiba Ciu Ki tampil kemuka.
Ciauw Cong merandek, dan mengawasi Ciu Ki, si Li Kui Wanita itu.
"Kau akan pergi dengan Cara begitu saja?" tegur gadis itu.
Ciauw Cong tersedar, lalu membungkukkan badan mem beri hormat pada sekaliari
orang, seraya berkata: "Ya, budi kebaikan dari Tan tangkeh ini, aku Thio Ciauw Cong
bukan orang yang tak tahu membalas guna. Memangnya kita ber janji tiga bulan lagi
akan pi-bu disini, tetapi aku bukan lawan kalian, maka aku hendak pulang kedesa untuk belajar lagi. Kali ini bolehlah dianggap aku yang kalah."
LiCin benar ucapan Ciauw Cong itu. Dalam kataSnya yang merendah itu ia masih
mengunjuk kekerasan. Seperti ia mau katakan: kalah karena dikerojok, kelak tentu akan menuntut balas lagi. Sudah tentu, orangs HONG HWA HWE yang men dengar ucapan
itu, sama marah.
"Ketua HONG HWA HWE lepaskan kau, itulah karena ketinggian budinya," kata Ciu Ki.
"Sekarang Coba kau jawab per tanyaanku ini: kau berani datang ke Thiat-tan-Hung, se
harusnya kau mempunyai kepandaian untuk menangkap orang yang kau maukan itu.
Tapi mengapa kau perlu mesti mem bohongi adikku yang masih belum tahu apas itu,
hingga telah menCelakakan dirlnya, sehingga kini keluargaku telah putus keturunannya"
Aku bukan orang HONG HWA HWE, akupun belum pernah menerima apa yang disebut
budi dari suhengmu, tapi hari ini aku harus menuntut balas sakit hati adikku itu."
Berhentilah ucapan Ciu Ki diganti dengan gerakan go loknya untuk menerjang . Ciauw
Cong menjadi sibuk tak keruan. Nona itu tidak menjadi soal baginya, tetapi kini ia
tengah dikepung oleh ahli 2 silat yang jempolan, sudah tentu mereka takkan tinggal
diam berpeluk tangan. Kalau sampai berbentrok lagi, bukankah akan hebat akibatnya"
Tapi secepat-cepat itu ia telah mendapat pikiran. Begitu sam beran golok sinona tiba, ia mundur selangkah untuk meng hindarinya.
Masih penasaran rupanya nona garang itu. Nampak serangannya kosong, ia segera
gunakan tipu "Tat Mo bin-pik" atau Tat Mo menghadap tembok, suatu jurus ilmu
pedang dari Tat Mo Couwsu, itu pendiri Siao Lim Pai. Yang diarah, jalah bagian kepala orang, serunya bukan buatan.
Ciauw Cong kaget, pikirnya: "Huh, tak kunyana kalau budak ini lihai juga ilmu
goloknya."
Cepat-cepat ia kibaskan tangannya kanan untuk menganCam muka Ciu Ki. Begitu
sinona melengkan kepala untuk me ngegos, secepat-cepat kilat tangan kiri Ciauw Cong
menyawut golok orang.
Tapi Ciu Ki tidak saja garang mulut, pun gerakan sen jatanya tak kurang garangnya. Ia tak mau mundur, sebaliknya, dengan nekat ia balikkan tangan terus ditusukkan
kemuka. Ciauw Cong tak berani lukai Ciu Ki. Iapun Cepat-cepat tarik pulang tangan dan gunakan 2 buah jarinya untuk me notok jalan darah "jiok-ti-hiat" dari lengan Ciu Ki. Maka dengan sekonyong-konyong, Ciu Ki rasakan tangannya kesemutan dan goloknya menCelat
keatas. Selama itu, Tiong Ing dan Thian Hong yang paling meng awasi dengan waswas. Mereka
ber 2 sejak Ciu Ki tampil kemuka tadi sudah berdiri dibelakangnya. Maka ketika melihat sigadis keCundang, tanpa pikir lagi Thian Hong angkat tongkatnya terus menghantam
kemuka Ciauw Cong. Sembari begitu, ia angsurkan tan-to ditangan kiri kepada tu
nangannya. Sedang pada waktu itu, Ciu Tiong Ing pun sudah melesat untuk
menghadang larinya Ciauw Cong. Begitu pula An Kian Kong, maju dengan mengangkat
goloknya. Jadi kini Ciauw Cong kembali dikepung oleh orang-orang Thiat-tan-Hung.
Sedang kegaduhan itu berjalan dengan ramainya, tiba" dari bawah bukit itu terdengar
ada orang ber-teriaks dengan kerasnya: "Tahan! Tahan!"
Ketika semua orang mengawasi, ternyata dari arah selatan tampak ada 2 orang tengah
berlari mendatangi dengan pesat sekali. Yang seorang berpakaian warna kelabu, sedang kawannya berpakaian hitam. Mereka gunakan ilmu mengentengi tubuh yang
mengagumkan sekali.
Orang-orang HONG HWA HWE sama terkejut akan kegesitan ke 2 orang itu. Tentulah
mereka itu ahli silat yang lihai. Selagi orang-orang masih sama menduga-duga, ke 2
orang itu sudah sampai disitu. Yang berpakaian hitam, orang-orang HONG HWA HWE
segera mengenalnya sebagai Kim-li-Ciam Liok Hwi Hing. Maka dengan ter sipu 2 orang-
orang sama menyambutnya.
Sedang yang berpakaian warna kelabu itu ternyata seorang tosu tua. Pada punggung
tosu itu menggemblok sebatang pedang. Dilihat dari wajahnya tosu itu mengunjuk kan
seorang yang baik hati. Tapi siapa dia, orang-orang HONG HWA HWE tidak
mengetahuinya. Ketika Hwi Hing hendak memperkenalkan tosu itu ke pada orang-orang HONG HWA
HWE tiba-tiba Ciauw Cong menghampiri kemuka tosu itu seraya menjura dan menyapa:
"Suheng, ber-tahun" kita tak berjumpa, adakah suheng tidak kurang suatu apa?"
Mendengar itu, barulah semua orang mengetahui, bahwa tosu itu adalah Ciang-bun-jiri'
(ahliwaris) dari Cabang Bu Tong Pai yang bernama Ma Cin. Ia adalah suhu dari Kim-tiok Siu-Cay Ie Hi Tong. Maka berkerumunlah orang-orang untuk memberi hormat.
"Tadi sewaktu aku dengan Ma suheng tiba di Ko-san, bertemulah kami dengan Ma Sian
Kun. Karena tahu kita adalah orang-orang sendiri, maka saudara Ma telah memberitahu
kan tentang pertempuran dibukit Pak-ko-nia ini. Karena itu, kami Buru-buru datang
kemari," demikian Hwi Hing menerang kan. Sembari kata itu, ia mengawasi kesekeliling tempat itu. Setelah ternyata tak terdapat korban 2 yang jatuh, leganya hatinya.
Ma Cin dan Liok Hwi Hing dulu pernah berjumpa dengan Ong Hwi Yang, mereka saling
mengagumi kepandaian masing-masing. Terhadap siapapun, aehliwaris Bu Tong Pai ber
laku sungkan sekali. Hal itu telah menggelisahkan hati Ciauw Cong. Bagi yang tersebut belakangan ini memang serba susah. Pergi dari tempat itu, tidak enak dihati. Sedang
kalau tetap berada disitu, pun perasaannya tak keruan.
Ma Cin sudah Cukup paham akan kesesatan Ciauw Cong selama ini. Sebenarnya akan
dijalankannya upaCara huku man dari Cabang Bu Tong Pai. Tapi karena melihat
keadaan Ciauw Cong yang berlumuran darah itu, kasihanlah Ma Cin. Sampai 2 dia
menguCurkan air mata, katanya dengan suara sember: "Thio-sute, mengapa kau
menjadi sedemikian rupa ini?"
"Aku hanya seorang. diri, sedang mereka berjumlah ba nyak, sudah tentu beginilah
akibatnya," sahut Ciauw Cong sengaja.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar kataa Ciauw Cong yang mengadu-biru itu, semua pahlawan menjadi gusar,
dan Ciu Ki yang per-tama 2 tak tahan, segera teriaknya: "Masih berani kau memutar
balikan duduknya perkara" Ayolah, Ma-supek, Liok-supek, silakan kalian yang
menimbangnya secara adil!"
Habis berkata, dengan golok terhunus segera gadis itu pingin menerjang maju pula.
"Sudahlah, nak," Cegah Tiong Ing. "Ke 2 Supek kini sudah datang, Bu-tong-Pai mereka
selamanya mempunyai peraturan rumah tangga yang keras, kau dengarkan saja pesan
Supek-supek ini."
Nyata benar kata Ciu Tiong Ing itu sengaja diperde ngarkan untuk mendesak Ma Cin
agar bertindak tegas sebagai Ciangbunyin atau ketua Bu-tong-Pai.
Namun Ma Cin seorang yang terlalu lemah perasaan, ia pandang Liok Hwi Hing,
kemudian berpalihg pula kearah Thio Ciau Cong, habis itu mendadak ia tekuk lutut
kehada pan Ciu Tiong Ing dan Tan Keh Lok.
Karuan semua orang menjadi bingung, beramai mereka bilang: "Ada apakah Ma-
Locianpwe, silakan berkata saja, lekas kau bangunlah!" " Lalu imam itupun
dibangunkan nya.
Perasaan Ma Cin mendali tergoncang sekali, katanya dengan suara berat dan tak lancar:
"Para saudara, aku punya Thio-sute yang tak berguna ini, apa yang diperbuatnya se
sungguhnya susah diampuni, aku malu sebagai Ciang-bun-jin tak bisa membersihkan
rumah tangga sendiri tepat pada waktunya, benar-benar kini aku tiada muka lagi untuk bertemu dengan Kawan-kawan Bu-lim. Aku ".. aku ?" " Sampai disini serasa
tenggorokkannya menjadi tersumbat tak ter uCapkan. Selang sejenak barulah ia berkata pula kepada Liok Hwi Hing: "Liok-sute, silakan kau terangkan mak sud tujuan kita
kepada para saudara!"
Karena itu, lantas berkajtalah Liok Hwi Thjing: "Sejak Suhengku mengetahui perbuatan bagus Thio-taijin. kita ini, saking marahnya sampai ia tak enak makan; tak nyenyak
tidur, tapi mengingat padas mendiang guruku, maka dengan beranikan diri ingin
mohonkan ampun baginya kepada sau dara-saudara."
Mendengar kedatangan Ma Cin itu ternyata hendak min takanl ampun bagi jiwanya Thio
Ciau Cong, seketika semua pahlawan lantas memandang Tan Keh-Lok dan Ciu Tiong
Ing, ingin mengetahui bagaimana keputusannya.
Diam-diam Keh Lok membatin: "Aku tak boleh main murah hati dan membiarkan Ciu-
loenhiong menjadi orang busuk, biarlah aku serahkan kepada keputusannya saja." "
Karena itu, ia hanya diam saja sembari memandang juga kepada sijago tua itu.
Mendadak terdengar suara "plak," tiba-tiba Tiong Ing masuk kan goloknya kedalam
sarungnya, lalu katanya dengan tegas "Kalau ingat dendam membakar
perkampunganku dan men Celakai puteraku, hm, asal aku Ciu Tiong Ing masih bisa
bernapas, pasti takkan selesai dengan begitu mudah." " Ia merandek sejenak, lalu
sambungnya: "Tapi kalau Ma-suheng dan Liok-suheng sudah berkata demikian, baiklah
aku terima kalian selaku sobat baik, peristiwaa lalu sekaligus aku Coret dan hapus
seluruhnya."
"Tia (ayah)!" teriak Ciu Ki penasaran oleh keputusan sang ayah.
"Sudahlah, nak!" kata Tiong Ing agak sember sambil membelai rambut sang puteri.
"Nah, dengan apa yang dikatakan Ciu-loenghiong, suatu tanda betapa budi setia-
kawannya," segera Keh Lok ikut berkata. "Dan menghadapi Ma dan Liok ber 2 Cianpwe,
baiklah, kami orang-orang Hong Hwa Hwe juga takkan mengungkat-ungkat lagi
kejadian-kejadian lalu."
Segera Ma Cin dan Liok Hwi Hing memberi hormat sekeliling dan kata mereka: "Kalau
begitu, sungguh kami sangat berterima kasih."
"Tapi, Ma-toheng," tibas Bu Tim' menyela dengan dingin, "ada lagi sedikit perkataanku, entah boleh tidak bertanya?"
"Silakan, Toheng," sahut Ma Cin Cepat-cepat .
"Sekali ini soalnya telah kami anggap selesai, tapi bagai mana Ma-toheng akan berkata apabila kelak ia berbuat jahat pula?" tanya Bu Tim.
"Sesudah aku membawa dia pulang pasti akan mengawasinya dengan keras agar
memperbaiki kesalahan 2 dulu," demi kian sahut Ma Cin tegas. "Tapi bila ia berbuat
kejahatan lagi, hm, keCuali ia membunuh aku dulu, bila tidak, pasti akulah yang per-
tama 2 takkan mengampuni dia!"
Mendengar jan 2ji Ma Cin yang begitu tegas dan pasti, maka para pahlawan tak enak
untuk buka suara pula.
"Sesudah kubawa Sute ini kembali ke Bu-tong-san di Ohpak, pasti aku suruh dia
merenungkan dosasnya yang lalu agar mau insaf," kata Ma Cin pula. "Dan Liok-sute
biarlah tinggal disini dulu untuk membantu membebaskan Bun-sutangkeh, aku sendiri
sudah lama simpan pedang, urusan Kangouw juga sudah lama tak ikut Campur, hal ini
harap lah kalian suka memaafkan ; dan nanti bila Bun-sutangkeh sudah bebas,
hendaklah Liok-sute sukalah memberi sedikit kabar agar akupun bisa ikut lega. " Dan, eh, dimanakah Hi Tong, kenapa muridku itu tiada disini?"
"Capsite telah terpencar dengan kami ditepi Hoangho, ke mudian katanya terluka dan
ditolong oleh seorang wanita, lalu sampai kini belum diketahui jejaknya," tutur Keh Lok.
"Tapi bila Bun-suko sudah kami bebaskan, segera juga pasti kami akan menCarinya
hingga ketemu, harap Totiang tak perlu kuatir."
"Muridku itu orangnya sangat pintar memang, Cuma orang muda suka turuti wataknya
yang bebas dan kurang sabar, hal ini mengharap Tah-tangkeh sukalah banyak sekali-
kali memberi petunjuk padanya," ujar Ma Cin.
"Sudah tentu, Totiang," sahut Keh Lok. "Kami bersaudara sudah saling bersumpah
bantu-membantu seperti saudara sekandung. Capsite orangnya Cerdik pandai, kami
semua sangat meughargainya."
"Urusan harini sungguh aku merasa terima kasih tak terhingga," kata Ma Cin. "Tan-
tangkeh, Ciu-loenghiong, Bu Tim-toheng dan saudara-saudara sekalian, kelak bila bikin perjalanan lewat Ohpak, hendaklah mesti mampir kekelentengku untuk beramah-tamah."
Undangan itu disanggupi dengan baik oleh semua orang, habis itu barulah Ma Cin
berkata pada Thio Ciau Cong: "Berangkatlah sekarang!"
Sebenarnya Ciau Cong masih berat buat pergi ketika melihat pedangnya "leng-pek-
kiam" terselip dipinggang Lou Ping, walaupun itu adalah benda mestika, tapi kalau ia berani memintanya kembali, itu pasti akan dihina lagi, terpaksa ia kertak gigi tinggalkan pergi.
Sehabis ke 2 orang itu berlalu, lantas semua pahlawan menanyakan keadaan Hwi Hing
selama berpisah.
Kiranya sejak terpencar dengan para pahlawan ditambangan sungai Kuning, karena tak
ketemu menCari murid nya, Li Wan Ci, ia pikir gadis itu adalah puteri pembesar,
orangnya juga Cerdik luar biasa, tentunya tak sampai terjadi apa-apa atas dirinya. Kini soalnya yang pokok adalah mengenai Thio Ciau Cong, sang Sute ini benar-benar
merupakan noda bagi Bu-tong-Pai. Maka Cepat-cepat ia menuju ke Ohpak mengundang
Toasuheng Ma Cin memburu ke Pakkhia, tapi sesampai disana barulah diketahui Thio
Ciau Cong sudah pergi ke HangCiu, lantas bergegas-gegas merekapun menyusul
keselatan. Dan karena beberapa kali pergi-datang itulah malah mereka ketinggalan
dibelakang jago-jago Hong Hwa Hwe.
Begitulah, semua orang itu sembari pasang omong sambil berjalan kebawah bukit, kata
Keh Lok kemudian kepada Ong Hwi Yang dan Han Bun Tiong: "Kalian ber 2 hendak
kemana, silakan saja."
"Budi pertolongan jiwa Tan-tangkeh tadi, sungguh takkan kulupakan selama hidup,"
kata Ong Hwi Yang.
Keh Lok ter-bahak 2 oleh kata-kata orang, ia jabat tangan Ong Hwi Yang dan katanya
pula: "Masih ada 2 hal yang aku ingin minta Ong-loenghiong suka memaafkan."
Lalu iapun Ceritakan dengan jelas bahwa sengaja mereka menyamar sebagai pembesar
negeri untuk mengakali vaas jade serta mengadu-dombakan dia dengan Thio Ciau Cong
agar bertanding.
Biasanya Ong Hwi Yang memang berbudi dan berjiwa besar, sekali ini dari mati bisa
diselamatkan, soal duniawi lebih 2 dingin lagi dalam pandangannya, maka terhadap tipu muslihat yang dilakukan jago-jago Hong Hwa Hwe itu, iapun tidak pikirkan lagi. Malahan dengan bergelak ketawa ia lantas berkata: "Haha, ketika aku melihat kau berbicara
dengan orang she Thio itu, lantas aku menduga kau adalah palsu. Hahaha, benar-benar
ksatria tumbuh pada orang muda, aku sudah kakek 2 masih bertambah lagi suatu
pengalaman. Kita benar-benar tidak berkelahi tidak berkenalan, meski aku bertanding
dengan orang she Thio itu adalah kalian yang mengadu-domba, tapi jiwaku toh tetap
kalian yang menolong. Kelak orang-orang Hong Hwa Hwe semuanya adalah sobatku,
apabila Tan-tangkeh ada sesuatu perintah, aku yang sudah tua ini meski masuk air
mendidih atau terjun kelautan api tak nanti menolak."
"Baiklah bila tugas kami sudah selesai, bolehlah kita mi num se-puas 2nya," ujar Keh Lok.
Sambil berbicara, sementara itu sudah sampai dibawah bukit, mereka menuju ketepi
telaga dan menumpang perahu kerumah Ma Sian Kun. Dalam pada itu Liok Hwi Hing
sudah menyedot keluar jarum 2 emas yang menancap ditubuh Ong Hwi Yang serta
dibubuhi obat luka.
Sesudah sibuk setengah harian, tatkala itu hari sudah petang.
"Yalan dibawah tanah sudah lebih separoh digali, lewat tiga jam lagi pasti akan tembus sampai tujuan," demikian Ma Sian Kun kemudian telah melaporkan.
"Bagus, Ma-toako, tentu kau sangat lelah sudah, kini biar diganti Cio-sipsamko yang
pergi mengatur," sahut Keh Lok mengangguk.
Segera pergilah Cio Su Kin dengan tugas itu.
Lalu Keh Lok berpaling dan berkata pada Ong Hwi Yang dan Han Bun Tiong ber 2:
"Kawan-kawan Piauthau kalian kami telah melayaninya balk 2, bila perlu kalian ajaklah mereka pesiar ke Se-ouw, dan lewat sehari 2hari nanti tentu kami adakan tempo kusus untuk menjamu kalian."
Berulang kali Hwi Yang dan Bun Tiong merendah bilang tak berani.
Ong Hwi Yang sudah banyak sekali asam-garam, dilihatnya oranga Hong Hwa Hwe itu
wira-wiri tak pernah ada waktu senggang sedikitpun, maka ia tahu tentu mereka sedang mengatur daya-upaya buat menolong Bun Thay Lay. Karena ini, ia pikir bila dirinya
keluar, kalau usaha jago-jago HONG HWA HWE itu berhasil Itulah sudah, tapi bila gagal, mungkin bisa mencurigai dirinya membongkar rahasia mereka kepada pemerintah.
Maka ia lantas beralasan: "Ah, harini kami masih terlalu letih, ingin kami mengaso dulu barang sehari-harihari disini.!'
"Kalau begitu maafkan Siaote tak mengawani lagi," ujar Keh Lok.
Lalu Ma Tay Thing yang ditugaskan melayani Ong Hwi Yang dan Han Bun Tiong
kedalam buat berkumpul dengan Ong Gok Thian dan piauthau 2 lain. Disitu Ong Hwi
Yang telah melarang keras orang-orang nya tak boleh melangkah keluar sedengkalpun
dari rumah keluarga Ma itu.
Dan setelah bersantap, para pahlawan lantas kembali kamar masing-masing untuk
mengaso. Kira-kira jam tujuh malam, seorang Thaubak kecil datang me lapor bahwa jalan lorong
dibawah tanah sudah digali masuk gedung panglima, tapi tertahan oleh batu besar,
maka sudah menggali kebawah lebih dalam hendak melewati batu besar perintang itu.
Segera Keh Lok dan Thian Hong mengatur orang-orang nya siapa yang bertugas
menyerang sebelah kiri, siapa menye rang sebelah kanan, siapa membantu dan siapa
menjaga bagian belakang, kesemuanya telah mereka atur sempurna.
Sejam kemudian, datang pula Thaubak tadi melapor bahwa penggalian sudah sampai
dipapan baja, karena kuatir diketahui musuh, maka sudah berhenti menggali lebih jauh,
"Kalau begitu, tunggu lagi satu jam, sedikit jauh malam lantas kita turun tangan," kata Keh Lok.
Dan selama satu jam menunggu itulah semua orang menjadi tak tahan rasanya; Lou
Ping tak tenang berduduk mau pun berdiri, sibongkok Ciang Cin mondar-mandir
diruangar itu sambil tiada hentinya mengumpat maki. Ke 2 sau dara Siang dengan
sepasang kartu sedang main "Pai-kiu' dengan Nyo Seng Hiap dan Wi Jun Hwa. Karena,
Jur. Hwa dan Seng Hiap bermain ngawur hingga duit mereka dikantongi ke 2 saudara
Siang. Ciu Ki sendiri lagi periksa 'leng-pek-kiam' asal milik Thio Ciau Cong itu sambil kadang-menyajalnya dengan bebe rapa potong besi tua, dan nyata sekali baCok semua logam
lain lantas putus, tajam tiada bandingannya. Kelakuan sdgadis ini disaksikan Thian Hong dari samping dengan ter senyum tanpa berkata. Sedang Ma Sian Kun berulang kali
merogo keluar sebuah arloji kantong yang besar berlapis emas untuk melihat waktunya.
Disudut lain Tio Pah San lagi asjik bicara dengan Liok Hwi Hing tentang keadaan
masing-masing selama berpisah. Bu Tim dan Ciu Tiong Ing sedang main Catur, tapi
karena Bu Tim kurang tenang, kepandaian main Caturnya pun kalah baik, maka
berulang kali ia harus menyerah.
Tan Keh Lok sendiri sambil menengadah lagi menggu mamkan sajak dengan sejilid kitab
kuno. Ciok Siang Ing termangu-mangu memandangi langit tanpa bergerak.
Begitulah suasana jago-jago Hong Hwa Hwe itu sampai akhirnya dapatlah menanti satu
jam dan terdengarlah Ma Sian Kun berkata: "Sudah waktunya kini!"
Seketika saja semua orang berbangkit dan berbondong-bondong keluar. Masing-masing
membekal senjata didalam baju dan dari segala jurusan menuju kesuatu rumah
penduduk didekat istana panglima. itu untuk berkumpul.
Penghuni rumah penduduk itu sudah lama dipindahkan, ketika Cio Su Kin yang menanti
disitu melihat para kawan sudah datang, dengan suara tertahan segera ia berkata :
",Tiunama, disekitar sini tentara negeri berpatroli dengan sangat keras, kita harus
berhati-hati!" " Habis itu dengan gajuh besinya ditangan ia menjaga dimulut goa galian mereka dan membiarkan para pahlawan masuk berturut-turut.
Jalan dibawah tanah itu sangat dalam galinya, ditambah keadaan tanah di HangCiu
basah lembab, air dijalan lorong itu ternyata setinggi betis, ketika mereka sudah
menerobos melewati batu besar itu, air lumpur sudah merendam sampai setinggi dada,
dan setelah beberapa puluh tombak lagi, barulah mereka sampai diujung.
Disana beberapa orang anggota HONG HWA HWE sambil memegang obor dan alat-alat
penggali sudah menunggu,. ketika dilihatnya Congthocu mereka sudah datang, segera
mereka melapor : "Didepan inilah papan besi itu!"
"BaikIab, kerjakan sekarang!" sahut Keh Lok.
Cepat-cepat saja beberapa Srang HONG HWA HWE itu beketja keras dihadapan
pemimpin be|ar mereka, maka tidak lama sebuah batu disamping papan ibaja itu sudah
didongkel keluar; setelah digali lagi tak lama, papan baja itu sudah dapat mereka
keluarkan. Tanpa disuruh, lagi, sekali gaetannya menyajal dulu kedepan, segera Wi Jun Hwa mendahului menerobos masuk terus di kuti pahlawan 2 yang lain dengan disinari
obor yang dibawa anggota 2 HONG HWA HWE tadi.
Ketika sudah menembus jalan lorong kemarinnya itu. segera para pahlawan berlari
terus kedepan, ketika sudah sampai diujung lorong sana, tertampaklah pintu besi itu
menutup rapat kebawah. Lekas-lekas Jun Hwa menekan titik tengah gambar Pat-kwa
seperti kemarin itu, siapa tahu pintu besi itu sedikitpun tak bergeming, agaknya alat penggeraknya sudah tak bekerja,
Seketika tergerak pikiran Thian Hong, lekas-lekas ia memberi perintah: "Pat-te dan Kiu-te, lekas kalian pergi menjaga dimulut pintu penyara ini untuk ber-siap 2 bila musuh pakai tipu muslihat."
Cepat-cepat Seng Hiap dan Jun Hwa pergi menerima tugas itu.
Sementara itu dengan alat penggali mereka beberapa anggota HONG HWA HWE tadi
telah menyongkel keluar batu-batu dibawah pintu besi itu dan be-ramai 2 merekapun
mengangkat keatas pintu besi yang berat luar biasa itu.
Pintu itu ternyata di kat dengan rantai besi yang kokoh. namun sekali tabas dengan
leng-bik-kiam, Lou Ping dapat memutuskan rantai itu. Dan setelah itu, ia serentak men dahului menobros kedalam kamar. Tapi begitu masuk, ia segera mengeluarkan jeritan
tertahan, karena kamar itu ternyata kosong melompong. Bun Thay Lay sudah tak
tampak disitu. Sampai disini, karena sudah beberapa kali mengalami ke gagalan dalam merebut
kembali suaminya, betul-betul Lou Ping tak kuat lagi menguasai hatinya. Ia mendeprok, terus me nangis tersedu-sedu. Orang-orang HONG HWA HWE turut merasa pilu akan
kesedihan yang diderita oleh puteri Lou Gwan Thong itu.
Tan Keh Lok mengambil pedang 'leng-bik-kiam' dari tangan Lou Ping, dan diCobanya
untuk menusuk pintu kecil yang dibuat lari oleh Ciauw Cong dulu.
"Mungkin karena menguatirkan kita merampok peujara, maka Li Khik Siu telah
memindahkan Bun-suko kelain tempat," kata Thian Hong Coba menghiburnya.
Karena itu semua orang HONG HWA HWE kembali lagi masuk kedalam lobang
penggalian mereka tadi. Tapi tiba-tiba terdengarlah suara air mengalir yang gemuruh
sekali. "Celaka, kita terpaksa harus menyerbu keluar saja!" kata Thian Hong kaget.
Dan betul-betul juga lobang penggalian mereka itu sudah kerendam penuh. Dan air
itupun mulai mengalir kedalam jalanan tanah itu.
"Apapun yang akan terjadi, kali ini kita harus dapat me rampas Bun-suko!" seru Keh
Lok. "Kita serbu saja kantor markas Li Khik Siu ini!"
Tapi sementara itu, airpun sudah makin menggenangi jalanan itu.
"Kurangajar, ini tentu akalnya Li Khik Siu untuk meren dam kita dengan air!" kata Bu Tim.
Ketika mereka menghampiri sampai kemulut jalanan, disitu Seng Hiap tampak sedang
bertempur dengan beberapa serdadu Ceng. Tapi anehnya, Jun Hwa tak kelihatan
berada disitu. Dengan menggerung keras, Bu Tim menobros keluar. Sekali mengajun
pedang, 2 orang serdadu Ceng yang tengah memegangi pipa air yang dipakainya untuk
merendam jalanan dibawah tanah itu segera roboh. Menyusul dengan itu, keluarlah
semua orang HONG HWA HWE itu.
Ternyata Jun Hwa juga tampak disebelah sana, tengah bertempur dengan beberapa
orang perwira. Melihat suasana Yang genting itu, Hwi Hing diam-diam berpikir dalam
hatinya : "Dengan Li Khik Siu, aku pernah mengenal dan sedikitnya pernah menerima
budinya, jadi tak leluasa kalau ikut bertempur secara terang-terangan."
Karenanya, segera ia robek jubahnya, untuk menutup mukanya dengan diberi lobang
kecil dibagian mata. Tapi baru saja selesai menyaru itu, tentara Ceng ternyata sudah mundur, dikejar terus oleh Jun Hwa.
Dengan gunakan ilmu mengentengi tubuh, Thian Hong naik keatas tembok untuk
mengawasi sekitar tangsi itu. Ternyata tangsi itu penuh dengan penjagaan tentara
musuh. Tiba-tiba didengarnya bunyi genderang dipukul keras sekali, se-olah 2 dimedan peperangan.
Ternyata. anak tentara itu sedang disiapkan untuk men jaga, sebuah rumah yang
bertingkat 2. Sekeliling rumah itu dijaga keras oleh lima puluh0 orang tentara. Melihat penjagaan itu, Thian Hong menduga tentu Bun Thay Lay disembunyikan disitu. Cepatcepat sesudah loncat turun, dia mengisyaratkan saudara-saudaranya supaya
mengikutinya. Makin mendekati rumah itu, orang-orang yang bertempur makin ramai. Dalam suasana
yang gaduh itu, Ma Sian Kun dan Tio Pan San memimpin berpuluh-puluha thauwbak
HONG HWA HWE yang berkepandaian agak tinggi, loncat dari tembok terus mema suki
gedung itu. Sekalipun jumlah tentara Ceng itu lebih besar, tetapi mereka tak dapat
menahan gempuran orang-orang HONG HWA HWE yang lihai itu. Dan tak lama
kemudian, rombongan HONG HWA HWE yang lain itu sudah mendekati pintu gedung.
Dengan gunakan gerak tipu "naga-hitam-menyapu-tanah" Ciang Cin membolang-
balingkan sepasang kampaknya untuk memaksa masuk. Diambang pintu, seorang yang
ber senjatakan tombak, segera menyambut serangan Ciang Cin itu. Juga Jun Hwa, Lou
Ping, Seng Hiap, Siang Ing dan lain-lainnya sudah mendapat lawan masing-masing.
Disinari oleh Cahaja obor, pertempuran segera berjalan dengan seru sekali. Ternyata
pasukan yang menjaga gedung bertingkat itu semuanya pilihan.
"Sam-te, Coba kita tengok kemuka!" seru Bu Tim meng ajak Tio Pan San. Seorang
perwira menghadang dan membaCok, tapi tanpa berkelit atau menangkis, dengan
sebuah gerakan "kuda-binal-menerjang kemuka," ujung pedang imam berlengan satu
itu lebih Cepat-cepat datangnya. Maka dengan mengeluarkan jeritan yang seram,
perwira itu roboh segera.
Tio Pan "San juga sudah siap dengan senjata rahasianya. maka Sekejab saja sudah ada
2 orang serdadu yang roboh pula. Dan dengan leluasa, ke 2 orang itu segera masuk
kedalam ruangan, langsung menuju kepaseban dalam. Ciu Tiong Ing, Lou Ping dan lain-
lain.nya ikut masuk.
Tampak oleh Hwi Hing bahwa lawan Ciang Cin tadi ternyata berkepandaian tangguh,
sedikitpun Ciang Cin tak dapat mengatasi lawannya.
Hwi Hing menjadi tak sabar, Cepat-cepat ia melesat kedepan. Dengan gerakan "thian-
way-lay-hun," mega dari luar langit, ia menusuk leher kiri orang itu. Tapi orang itu Cepat-cepat memutar balikkan tangkai tombaknya, terus dikeprak kebawah. Tombak
perwira itu panjang lagi berat, dan tenaga orang itu kuat sekali. Tak bisa tidak pedang Hwi Hing pasti terpental, kalau saja kena kehantam


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi Hwi Hing tak jeri. Cepat-cepat dia tarik pedangnya, begitu mengempos semangat,
terus dikibaskan keatas sekeras-kerasnya.
"Trangng?"" Tombak menCelat keudara, sedang perwira itu tangannya kesemutan.
Serasa terbang semangat orang itu, siapa terus loncat kesamping. Tapi lacur, dia ter peleset jatuh. Kalau mau sebenarnya, mudah saja Ciang Cin memburunya untuk
menghabisi jiwa lawannya itu. Tapi bongkok orangnya, Ciang Cin ternyata mempunyai
sifat ksatria. Tak mau dia membunuh musuh yang tak bersenjata, maka dia terus
memutar badan untuk menyerang salah seorang dari 2 lawan yang mengerojok Seng
Hiap. Seng Hiap tambah bersemangat. Dengan sepasang siang->tao atau gaetan, dia kaCip
pinggang lawannya dengan gerak ,giok-tay-wi-yo", sabuk mestika melibat pinggang.
Orang itu bersenjatakan siangto (sepasang golok), maka Cepat-cepat dia kibaskan
senjatanya kekanan kiri, untuk membelah serangan Seng Hiap. Karenanya, Seng Hiap
kini berbalik ter buka bagian dadanya, tapi Cepat-cepat dia tutup lagi dan rapatkan
sepasang senjatanya dengan gerakan maju mfenusuk dada lawan. Gerakan itu sebat
luar biasa, dan dengan keluarkan Ceritan seram, orang itu terjungkal roboh.
Setelah ada beberapa orang yang roboh lagi. maka suasa na pertempuran menjadi agak
berkurang. Tiba-tiba Bu Tim berseru dengan keras: "Saudara-saudara, Sute berada
disini, kita serbu terus!"
Mendengar kabar itu, seketika orang-orang HONG HWA HWE bersorak kegirangan. Ciu
Ki tengah bertempur dengan seorang yang bersenjatakan sepasang palu besi yang
di kat rantai. Ia tak mengerti akan kata-kata rahasia dari HONG HWA HWE, maka ia
berpaling untuk menanya pada Thian Hong: "He, apa kata Bu Tim tojin itu?"
"Suko berada diatas sana, kita haras Cepat-cepat menolongnya!" menerangkan Thian
Hong. "Bagus!" seru Ciu Ki kegirangan.
Justeru karena dia kegirangan itu, lalu menjadi agak iengah, dan kena kehantam palu
besi berantai itu. Thian Hong kaget sekali, dan akan membantunya.
"Tak usah, Cukup kalau kau dapat menyingkirkan salah sebuah palu rantainya saja!"
seru Ciu Ki. "Anjing laki-perempuan, bangsat, rampok!" orang itu memaki dengan gusarnya.
Ketika Thian Hong menubruk kepunggungnya, orang Itu mengibaskan rantai palunya
kebelakang. Cepat-cepat Thian Hong menyampok dengan tongkatnya terus
digubatkannya. Saking gugupnya, orang itu menyusuli menyerang dengan yang sebuah
lagi. Tapi karena Thian Hong itu orangnya pendek, jadi Cukup dengan tundukkan
kepala, palu besi itu lewat diatas kepalanya. Cepat-cepat sekali, Thian Hong ajunkan golok ditangan kanan untuk menabas lengan orang.
Orang itu Coba berusaha menarik rantainya dari i batan tongkat Thian Hong agar dapat dipakai untuk menangkis serangan golok itu, tapi ternyata sia-sia. Karena ujung golok sudah dekat, terpaksa dia tarik tangannya kebelakang, dan dengan demikian senjatanya terpaksa dilepaskan.
"Bagus!" seru Ciu Ki.
Dan menuruti permintaan sinona, Thian Hong lalu mundur, mengawasi Ciu Ki tempur
orang itu. Karena kurang satli senjatanya, kekuatan orang itupun berkurang. Dan dalam oeberapa jurus lagi, pundaknya telah kena dibabat oleh golok sinona dan terpaksa lari.
"Bagaimana dengan Bun suko, apa masih belum tertolong" Ayo, kita naik kesana?" seru
Ciu Ki segera. "Kau naiklah kesana, aku menjaga disini," sahut Thian Hong.
Masuk kedalam ruangan Ciu Ki dapatkan semua penjaga sudah tersapu bersih oleh Bu
Tim. Dan iapun bergegasa naik keatas loteng. Disitu ia dapatkan rombongan HONG
HWA HWE sedang mengelilingi sebuah sangkar besi.
Tan Keh Lok gunakan 'leng-bik-kiam' (pokiam Ciauw Cong) untuk menghantam ruji besi
dari kurungan itu. Se waktu Ciu Ki menghampiri dekat, marahlah ia. Karena dalam
sangkar itu, ada lagi sebuah sangkar kecil. Disitulah Bun Thay Lay berada dengan kaki tangan diborgol, tak beda seperti seekor binatang buas yang dikurung didalam.
Saat itu Keh Lok telah berhasil memapas putus 2 buah jeruji, dan dengan gunakan
kekuatannya yang besar, Ciang Cin berhasil menarik sempal jeruji itu. Karena bertubuh kecil langsing, Lou Ping berhasil masuk kedalam sangkar itu. Dipinjamnya "leng-bik-kiam" dari Tan Keh Lok, dan dipakainya untuk memapas rantai pintu sangkar kecil itu.
Orang-orang HONG HWA HWE menantikannya dengan kegirangan. Mereka telah
bertekad, sekalipun bala bantuan tentara Ceng datang dalam jumlah besar, mereka
tetap akan bertahan disitu. Pokoknya, biar bagaimanapun, Bun Thay Lay harus dapat
ditolong. Ke 2 saudara Siang dan Thian Hong pimpin rombongan thauwbak untuk menjaga
dibawah loteng. Mendadak ter dengar suara terompet, dan kawanan serdadu Ceng
sama mundur dengan rapi.
"Awas, musuh akan melepas panah, Ayo, kita mundur kedalam ruangan saja!" seru
Siang Pek Ci. Dengan di ring dari belakang oleh ke 2 saudara Siang itu, rombongan orang-orang
HONG HWA HWE segera masuk kedalam. Tapi ternyata serdadu 2 Ceng itu tidak jadi
melepaskan anak panah, malah sekonyong-konyong terdengar seorang berseru keras-
keras: "Tan-tangkeh dari HONG HWA HWE dengarlah aku bicara!"
Mendengar itu, Keh Lok lalu menghampiri jendela. Tam pak olehnya Li Khik Siu berdiri diatas sebuah batu besar seraya ber-teriak 2: "Aku minta bicara dengan Tan-tangkeh!"
"Ya, aku ada disini. Li-Ciangkun hendak memberi petun juk apa?" tanya Keh Lok dari
atas loteng itu.
"Lekas turun dari loteng, atau kalian nanti hanCur semua!" seru Khik Siu.
"Jika kami takut mati, tak nanti kami berada ditempat ini. Maaf, hari ini kami pasti akan membawa pergi Bun-suya!"
"Yangan kalian tetap tak insaf," kata Khik Siu. Habis ini tiba-tiba ia berteriak: "Bakar!"
Sekali dia memberi aba 2, Can Tho Lam dan Li Wan Ci memimpin serombongan serdadu
membawa rumput dan kayu bakar yang segera disulut apinya dan dilemparkan kesekeli
ling rumah gedung itu. Sekejab saja, api menjilat gedung
bertingkat itu, dan mengepung orang-orang HONG HWA HWE didalamnya. Tan Keh Lok
kaget, namun tak mau dia unyukkan pera saannya diwajahnya, ia tetap berlaku tenang
saja. "Kita harus Cepat-cepat bekerja untuk merusak sangkar besi itu!" kata Tan Keh Lok
seraya berpaling kebelakang. Setelah itu, dia melongok lagi keluar dan berseru kepada Li Khik Siu: "Sekalipun kami tak berguna, tapi serangan api Ciang-kun ini rasanya masih belum membikin kami menjadi jeri!"
Tiba-tiba ada seorang yang tampil kemuka dari belakang Ciangkun itu terus me-maki-
maki dengan menuding: "Kematian sudah didepan mata, masih kau bermulut besar.
Tahukah kau apa yang terpendam dibawah gedung bertingkat itu?"
Diantara Cahaja api yang terang benderang, tampaklah bahwa yang bicara itu adalah
jago bayang kari, Hoan Tiong Su. Disebelahnya tampak Cu Wan dan beberapa orang si-
wi lainnya. Jadi teranglah, bahwa Kian Liong sudah mendengar berita itu, hingga
mengirim beberapa orang jago pilihannya untuk membantu Li Khik Siu.
"Celaka! Disini penuh dengan obat pasang!" tiba-tiba Thian Hong berseru dengan
bahasa rahasia.
Seperti orang disedarkan, teringatlah Keh Lok ketika me nuju keloteng, ruangan
dibawah itu seperti merupakan sebuah gudang" yang penuh dengan tumpukan barang.
Adakah tumpukan peti 2 itu berisi obat pasang" Memikir sampai disitu, ketua HONG
HWA HWE itu memandang kesekeliling ruangan loteng tersebut. Dan benarlah kiranya.
Disitupun penuh dengan tumpukan peti.
Cepat-cepat dihampirinya sebuah peti, terus dihantamnya sampai pecah. Bubukan
berwarna hitam segera mengalir keluar, hau obat belirang menusuk hidung. Nyata
itulah obat pasang!
"Apakah HONG HWA HWE akan hanCur lebur disini nanti?" diam tanya Keh Lok dalam
hatinya. Berpaling kebelakang, sangkar kecil itu sudah terbuka, dan Lou Ping kelihatan
menuntun Bun Thay Lay keluar.
"Suso, Samko, Ciu dan Liok Cianpwe, lindungi Suko, mari ikuti aku keluar!" seru Keh Lok segera terus turun kebawah loteng.
Ciang Cin segera mendukung Bun Thay Lay, sementara Lou Ping, Tio Pan San, Hwi
Hing, Ciu Tiong Ing dan lain-lainnya melindunginya. Tiba diambang pintu, panah turun sebagai hujan. Beberapa kali Jun Hwa dan ke 2 saudara Siang Coba menobros keluar,
tapi selalu balik mundur lagi.
"Dibawah lantai yang kau orang inyak itu kita pendami obat peledak yang tali sumbunya ada disini," seru Khik Siu tiba-tiba.
"Cukup sekali aku sulut tali ini, kau orang akan hanCur lebur. Ayo, tinggalkan Bun Thay Lay saja!" kembali jen deral itu berseru sembar mengangkat obornya.
Tahu Keh Lok dan Thian Hong bahwa kata-kata jenderal itu tidak bohong, karena
seluruh gedung itu penuh dipasangi bahan peledak. Hanya karena Bun Thay Lay adalah
pesakitan penting, jadi mereka masih belum berani meledakkannya. Thian Hong mati
daya, sedang Tan Keh Lok segera mengambil keputusan. "Lepaskan suko, dan kita lekas
keluar!" katanya.
Di kuti oleh Jun Hwa dan ke 2 saudara Siang, dia putar pedangnya untuk menerobos
keluar. Ciang Cin masih terus melangkah keluar sembari mendukung Bun Thay Lay,
rupanya perintah ketua HONG HWA HWE tadi, belum didengarnya.
"Lepaskan Sute, kita dalam bahaya besar, kita lekas keluar, jangan sampai kita berbalik membikin Celaka pada Sute," kata Tio Pan San kepada si Bongkok.
Ciang Cin segera meletakkan Bun Thay Lay diambang pintu dan karena Lou Ping masih
merjublek dengan bingung, maka Ciang Cin terus menarik bahunya diajak keluar.
Melihat orang-orang HONG HWA HWE sudah melepaskan Bun Thay Lay, Li Khik Siu
memberi isyarat kepada anak buahnya, supaya jangan melepas panah lagi, karena
dikuatir akan melukai orang tawanannya itu.
Sekeluarnya dari gedung bertingkat itu rombongan HONG HWA HWE sama berkumpul
diujung tembok.
"Siang-koko ber 2 Pat-ko, Kiu-ko, kalian terjang pasukan dimuka yang dipimpin oleh Li Khik Siu itu. Hit-ko, Coba atur rencana untuk memutuskan tali sumbu peledak itu.
Totiang, Samko, begitu saudara-saudara kita, itu sudah berhasil, kita harus selekasnya menerjang merampas Suko lagi!" demikian Keh Lok mengatur rombongannya.
Waktu itu Li Khik Siu lagi memerintahkan orangnya pergi menjaga Bun Thay Lay, tapi
tiba-tiba rombongan ke 2 per-saudaran Siang muncul dan menyerangnya. Terpaksa dia
harus pecah pasukannya lagi untuk melawannya. Rombongan jagos bayang kari yang
terdiri dari Hoan Tiong Su, Cu Co Im, Cu Wan, Swi Tay Lim dan lain-lainnya segera
maju menghadang.
Selagi pertempuran berlangsung lagi, Hwi Hing Cepat-cepat melesat kearah Li Khik Siu.
Pengawais jenderal itu bersorak gempar sembari menghantam Hwi Hing. Tapi jago tua
ini tak mau melawan, hanya selalu berkelit kesana kesini saja. Bagaikan seekor belut, Hwi Hing sudah dapat melampaui tujuh atau delapan orang pengawal dan hampir
mendekati Li Khik Siu.
Wan Ci tetap berpakaian sebagai lelaki, dan mendampingi ayahnya. Maka begitu ia
melihat seorang berkedok kain (Hwi Hing) akan menghampiri sang ayah, Cepat-cepat ia
sambut dengan sekali tusukan kedada sambil membentak menanya. Tapi Hwi Hing tak
mau membuka suara, ia mengelit terus menyelinap kedepan.
Kepandaian Li Khik Siu pun Cukup lihai. Melihat ada orang aneh akan menyerangnya,
sebat sekali kakinya melayang mengarah muka orang.
Hwi Hing gunakan ilmu "Can-ih-sip-pat-tiat," dia mele jit kebelakang Li Khik Siu. Lalu ulurkan tangannya menyolok punggung orang. Jenderal yang tubuhnya gemuk itu
sempoyongan terlempar pergi.
Wan Cie terkejut, Cepat-cepat mengirim tusukan lagi. Tapi Hwie Hing kembali melejit
kesamping. Sedang siperwira Can Tho Lam, ketika nampak atasannya jatuh numprah
ditanah, Buru-buru datang menolong. Tapi Seng Hiap tak mau lepaskan lawannya itu,
siapa terus dikejar. Jadi kini ada 2 orang berlari-larian menuju kepada Li Khik Siu.
Ketika hampir kepegang tiba-tiba Tho Lam memutar tombak dan menusuk pengejarnya
itu dengan gerakan "tok-liong-jit-tong" atau naga jahat keluar goa. Dalam pada itu, Li Khik Siu sudah berbangkit sendiri. Tetapi Hwi Hing telah mendahului menCelat
disampingnya. Melihat gerak tubuh orang aneh berkedok itu Cepat-cepat luar biasa, hanya sekejap saja sudah sampai didekat ayahnya, mengingat akan keselamatan sang ayah, karuan Li Wan
Ci terkejut sekali, Cepat-cepat iapun melayang maju, dan belum kakinya menancap
tanah, dengan tipu "pek-hong-koan-jit" atau pelangi menembus sinar matahari, segera
ia tusuk punggung orang berkedok Liok Hwi Hing.
Jilid 21 MENDENGAR menyambarnya senjata tajam, tanpa berhenti lagi Hwi Hing terus menarik
tangan Li Khik Siu dan dibawa lari masuk ketengah lautan api.
Tanpa kuasa tahu-tahu Li Khik Siu tubuhnya terapung diangkat orang, tentu saja semua perajuritnya berteriak kaget, tapi api menjilat dengan hebatnya, mereka tak berani maju menolongnya.
Tatkala itu Nyo Seng Hiap sudah hantam patah tombak Can Tho Lam dan Wi Jun Hwa
juga sudah berhasil me rintangi majunya Li Wan Ci.
Melihat Hwi Hing mendadak menyeret Li Khik Siu ke dalam lautan api, segera para jago Hong Hwa Hwe pun mengarti akan maksudnya, maka be-ramai 2 merekapun ikut
menerjun masuk, sibongkok Ciang Cin yang per-tama 2 melompat kedalam' lingkaran
api, menyusul Cio Su Kin juga melesat masuk.
"Sudahlah Cukup, jangan masuk lagi," demikian Keh Lok mencegah kawah 2nya yang
lain. Terpaksa mereka hanya. menanti saja diluar lingkaran api.
Ketika perajurit Cing nampak panglima mereka teran Cam bahaya, sesaat mereka
menjadi lupa bertempur dengan orang-orang HONG HWA HWE, hanya dengan hati
kuatir mereka mengawas gerak-gerik lima orang yang terkurung ditengah lingkaran api
itu. Terlihatlah saat itu Ciang Cin dan Cio Su Kin sudah membangunkan Bun Thay Lay yang
bersandar diambang pintu, lalu hendak diajak pergi. Li Khik Siu agaknya sudah tertutuk oleh orang aneh berkedok itu, sebab lemas lunglai sedikitpun tak berkutik.
Sementara itu Can Tho Lam sudah mundur kebelakang dan menjaga dipinggir sumbu
pasang bersama seorang Congping yang bertugas disitu, waktu melihat tawanan
penting itu segera bakal lolos, tapi panglimanya berada didalam lingkaran api, maka tak berani ia menyulut sumbu, dalam hati ia kelabakan sendiri tanpa berdaya.
Pada waktu ia ragu 2 itulah, mendadak dari samping sese-orang telah mendorongnya,
lalu merebut obor dari tangan satu perajurit terus menyulut sumbu peledak itu. Karuan terkejutnya luar biasa, waktu Tho Lam menegasi, nyata orang itu adalah Hoan Tiong
Su. Jago bayang kari ini tempo hari telah kena dihajar mentah 2 oleh jago-jago Hong Hwa
Hwe ditelaga Se-ouw hingga bikin malu dirinya dihadapan Sri Baginda, dendam itu
selama itu selalu di ngatnya, apalagi paman gurunya, Pui Liong Cun juga kena dipotong putus urat pundaknya oleh Bu Tim hingga CaCat untuk selamanya. Kini melihat Bun
Thay Lay bakal terlolos, ia tak hiraukan lagi mati-hidupnya Li Khik Siu, seketika ia sulut sumbu obat peledak itu.
Sekejap saja semija orang menyaksikan seutas bunga api telah menyalar pergi dengan
amat Cepat-cepat nya, asal ular bunga api itu sudah melingkari api, sudahlah pasti
terjadi malapetaka hebat, tidak saja Bun Thay Lay, Li Khik Siu. Liok Hwi Hing, Ciang Ciu dan Cio Su Kin bakal hanCur lebur terledak, bahkan akibat dari obat pasang yang
tersim-pan begitu banyak sekali didalam gudang pasti akan ikut meledak hingga rumah
2 penduduk sekitarnya tentu tersangkut bahaya.
Karena itu, seketika keadaan menjadi kacau-balau, pasukan Cing be-ramai 2 pada
menyingkir mundur.
Sedang berbahaya, tiba-tiba terlihat sesosok tubuh orang melompat Cepat-cepat
kedalam lingkaran api.
Orang itu berbaju biru panjang , mukanya juga ditutup sepotong kain sutera biru, hanya sepasang matanya terbuka, pada tangannya membawa sebatang rujung, larinya Cepatcepat luar biasa. Dengan rujung itu ia menyabet dan menyapu serabutan pada sumbu
obat peledak yang meletikan bunga api itu, namun sumbu itu masih terus membakar
kedepan. Nampak keadaan genting itu, Tan Keh Lok dan Ji Thian Hong tak hiraukan keselamatan
sendiri lagi, berturut-turut me rekapun melompat maju berusaha hendak memotong
sumbu api itu. Kesemua itu terjadi dalam sekejap saja. Ketika melihat usaha mereka tak berhasil, tibatiba orang berkedok tadi men jatuhkan diri terus berguling-guling keatas sumbu yang
mem-bakar itu, seketika itu badannya mengeluarkan bau yang sangit, sedang seluruh
pakaiannya pun terbakar. Tapi sumbu itu berhasil dapat dipadamkan.
Dalam pada itu, ternyata Ciang Cin dan Su Kin telah berhasil membawa keluar Bun Thay Lay. Juga mereka bertiga, terbakar tubuhnya. Ke 2 saudara Siang itu bergegas-gegas
menyambutnya, seraya berseru: "Lekas berguling 2 ketanah," Ciang Cin dan Su Kin
segera lepaskan Bun Thay Lay dari dukungan, lalu di-guling 2kan ketanah. Setelah
beberapa kali barulah pakaian Bun Thay Lay yang kemakan api itu menjadi padam. Dan
tepat pada waktunya, Lou Ping me nyambut dan membawa pergi suaminya itu.
Sementara itu, Ciang Cin dan Su Kin pun bergulingan ditanah, dan pakaian mereka yang terbakar itupun dapat di-padamkan.
Orang yang berkerudung mukanya itu besar sekali jasanya dalam usaha menolong Bun
Thay Lay. Disamping berterima kasih yang tak terhingga, orang-orang HONG HWA HWE
pun merasa heran siapakah gerangan orang aneh itu. Pada waktu itu, ke 2 saudara
Siang tampak menerjang kedalam lautan api, untuk menyeret keluar orang bertudung
itu yang ternyata saat itu sudah pingsan. Ketiga orang sama terbakar pakaiannya.
Setelah kebakaran itu dapat dipadamkan, tampaklah bagaimana kaki tangan dan
seluruh tubuh orang aneh itu, sama melepuh.
Setelah melihat Bun Thay Lay sudah dapat diselamatkan, Hwi Hing lalu memanggil Li
Khik Siu, dan menerjang keluar. Sekalipun memanggul orang, tapi karena menggunakan
ilmu mengentengi tubuh, maka jago tua itu tak banyak sekali menderita luka-luka
terbakar. "Kita sudah berhasil, lekas mundur!" seru Keh Lok.
Seruan itu disambut oleh Bu Tim yang segera memutar pedangnya untuk membuka
jalan. Ke 2 saudara Siang memanggul orang aneh itu, Ciang Cin dan Su Kin memang gul
Bun Thay Lay sedang Hwi Hing memanggul Li Khik Siu.
Adalah Wan Ci yang menjadi gelisah sekali, ketika nampak ayahnya digondol orang-
orang HONG HWA HWE Dengan menghunus pedang ia memburu, tapi dihadang Jun
Hwa dengan sepasang 'siang-kao'nya. Dalam beberapa jurus saja, nona itu kena
kesrempet siangkao.
"Lekas pulang, memandang muka suhumu, aku tak mau melukai kau!" kata Jun Hwa.
Sementara itu, pasukan Ceng sama riuh gemuruh ber-sorak 2 mengejar. Tapi karena
pernah merasakan kelihaian orangs HONG HWA HWE mereka tak berani merangsek
dekat. Ada delapan orang jago bayang kari yang diutus oleh baginda untuk membantu Li Khik
Siu. Apabila sampai jenderal itu tertawan dan kena apa-apa, mereka tentu menerima
hukuman mati. Dengan sepasang 'poan-koan-pit'nya, Hoan Tiong Su mati-matian
mengejar. Orang she Hoan itulah yang tadi menyulut sumbu dinamit, maka tahulah Keh Lok
bahwa orang itu sangat kejani sekali. Karenanya dia tak mau mengampuninya. Begitu
me nyerahkan ,leng-bik-kiam' kepada Tio Pan San, ketua HONG HWA HWE itu berkata:
"Sam-ko, tolong kau pimpin mundur rombongan kita, aku akan membereskan orang itu
dulu!" Dari dadanya, dia mengeluarkan senjata 'Cu-soh' (rantai mutiara). Juga Ma Tay Thing
memberikan 'kiam-tun', pedang bertameng.
"Bagus saudara Ma, banyak sekali merepoti kau saja!" kata Keh Lok.
'Cu-soh' dan 'kiam-tun' ketua HONG HWA HWE itu, selamanya adat lah Sim Hi yang
membawakan, karena boCah itu sakit, jadi Ma Tay Thing yang mewakilinya.
Ha,bis itu, sekali mengibas, 5 butir mutiara segera menyam bar kemuka Tiong Su. Si-wi ini bersenjatakan poan-koan-pit, jadi diapun seorang ahli menutuk. Sekalipun
bagaimana, diapun melengak ketika nampak senjata yang luar biasa dari ketua HONG
HWA HWE itu. Pada setiap batang rantai mutiara, ujungnya terdapat sebuah bola baja,
yang dapat dipakai untuk menghantam jalan darah.
"Hoan-toako, bandulan boCah itu lihai sekali. Harap kau hati-hati," seru Cu Co Im.
Mendengar ketuanya di-kata-katai begitu, gusarlah Tay Thing. Dengan sebatang rujung
'sam-Ciat-kun', dia maju mengemplang kepala Co Im, siapa melengkan kepala sembari
balas menghantamkan golok. Begitulah segera terjadi pertempuran antara 2 partai
yang berjalan dengan seru.
Dengan andalkan kegesitannya dan kemahirannya menotok, Tiong Su berkelahi dengan
linCahnya. Sekejab saja sudah berpuluh jurus lewat dan selama itu, diam-diam si-wi itu meng eluh dalam hati. Tidak lagi dia dapat wujudkan lamunannys untuk menang,
sedang untuk dapat bertahan lagi, dia sudah akan berSyukur sekali. Dan akhirnya, jalan satu 2nya ialah menCari kesempatan untuk lolos. Namun dirinya seolah 2 dilihat oleh


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rantai mutiara orang.
Memang Tan Keh Lok tak ingin memperpanjang tempe lebih lama lagi. 'Cu-soh'
diputarnya dalam gerak-gerak yang luar biasa hebatnya. Itulah yang disebut ilmu "Cian-thao-ban-jiu' atau seribu kepala selaksa tangan. Bandulan baja bagaikai hujan derasnya, mengarah jalan darah. Sehingga Tiong Su menjadi kebingungan untuk memelihara
gerakannya. Saking gugupnya ia menjadi kalap. Dalam suatu kesempatan, dia
menerjang maju terus menusukkan 'poan-koan-pit'-nya kedada lawannya.
Adalah peraturan dalam ilmu silat, jalah "satu dim pendek satu dim berbahayanya."
'Poan-koan-pit' adalah senjata yang pendek. Kelihaiannya jalah untuk mengambil
kemenangan dengan jurus-jurus nya yang berbahaya. Pikir Tiong Su, Tan Keh Lok pasti
akan mundur atau sekurang-kurangnyanya menyingkir. Dan ketika itu, dapatlah dia
lolos. Poan-koan-pit itu bergerak keatas dan kebawah, mengarah jalan darah "hian-ki" dan
"Hit-Cian" pada dada Keh Lok Tapi diluar dugaan, ketua HONG HWA HWE itu menarik
turun tangannya kiri dan 'tun-kiam'-nya menabas kebawah. Pada 'tun' atau perisai itu, ditanCapkan sembilan batang pedang terkait yang tajam.
Tiong Su gelagapan, untuk menarik poan-koan-pitnya sudah tak keburu lagi. Maka
begitu sepasang pitnya kebentur dengan kiam-tun, Cepat-cepat a dia tarik pulang. Tapi Keh Lok telah mendahuluinya untuk menyabet dengan Cu-soh, sehingga ke 2 kaki Tiong
Su tergubat. Dan sekali dilontar se kuat 2nya, tubuh Tiong Su melayang kedalam lautan api.
Ketua HONG HWA HWE itu terlanyur mengumbar kemarahannya Maka menyusul
dengan itu, dia balingkan lagi Cu-sohnya menghantam punggung Co Im.
"Aduh " jerit Co Im kaget dan kesakitan sekali, karenanya gerakannya pun menjadi
lambat. Dengan tak sia-siakan kesempatan, Tay Thing menghantamkan 'sam-Ciat-kun'-
nya dan tepat mengenai paha lawannya. Tay Thing gemas sekali akan mulut Co Im
yang kurangajar tadi, jadi dia gunakan seluruh tenaganya untuk menghantam. Akibat
nya, paha si-wi itu hanCur.
Pada saat itu, rombongan HONG HWA HWE sudah dapat keluar dari pagar tembok.
Sedang Pan San yang melindungi dibelakang, tampak berhantam dengan tiga orang
jago bayang kari.
"Ayo, mundurlah!" seru Keh Lok ketika menghampiri sembari melambaikan tangan.
Sedang dilain pihak, dalam tiga jurus saja, Wan Ci kelihatan tak dapat bertahan dari serangan 'siang-kao' Jun Hwa. Terpaksa ia mundur. Jun Hwa tak mau mendesak, hanya
berputar kekanan dan mengajunkan kepalannya pada seorang si-wi sehingga si-wi itu
pesok hidungnya. Dan se Cepat-cepat nya, Jun Hwa sudah merampas sebatang obor,
terus menyulut sumbu yang dipadamkan oleh siorang bertudung tadi. Gegap gempitalah
kegemparan pasukan Ceng, sedang dalam pada itu, rombongan HONG HWA HWE
sudah menyingkir semua, Swi Tay Lim, Cu Wan dan lain-lain. si-wi sedianya akan terus mengejar, tapi tibas dilihatnya asap hitam bergulung-gulung keatas dan sekali sinar api yang terang benderang berkilat, maka terdengarlah suara letusan dahsyat memeCah
bumi. Seketika CuaCa menjadi gelap dengan gulungan asap, dan pecahan genteng serta
batu beterbangan keseluruh penyuru.
Anak 2 tangsi sama mengetahui bahwa itulah obat pasang yang meledak, mereka,
burus tengkurap ketanah. Obat pasang didalam gedung berloteng itu, ber-peti 2 banyak sekalinya maka letusan segera terdengar susul menyusul. Sekalipun orang-orang itu
berada ditempat yang jauh jaraknya dengan gedung itu, namun mereka tak sekali-kali
berani bangun. Walaupun demikian, tak urung ada berpuluh orang yang kepalanya
berdarah ketimpah pecahan batu atau genteng. Hoan Tiong Su, itu si-wi yang kejam,
karena dilemparkan kedalam api oleh Keh Lok tadi, sianga tubuhnya sudah hanCur ber-
keping-keping kena ledakan obat.
Setelah orang- tangsi itu berani berbangkit lagi, rombongan HONG HWA HWE sudah
lenyap dari pemandangan. Swi Tay Lim pimpin pasukan berkuda untuk mengejar kearah
tenggara (timur selatan), barat daya dan keempat jurusan lain. Yang pimpin pengejaran kesebelah barat, adalah perwira Can Tho Lam.
Belum lama berjalan, mereka berpapasan dengan Wan Ci yang berjalan kembali sambil
menuntun ayahnya. Girang sekali Tho Lam, lalu Buru-buru memberikan kudanya.
Kiranya ketika tahu sang ayah ditawan, tanpa hiraukan apa-apa lagi, Wan Ci nekad
mengejar. Rombongan HONG HWA HWE menuju kebarat, karena seorang diri, Wan Ci
tak berani terlalu mendekati, hanya menguntit dari kejauhan.
Waktu itu hari belum terang tanah, tetapi ketika rombongan itu sampai dipintu barat, tiba-tiba pintu kota itu terbuka, se-olah 2 memberi kesempatan orang-orang itu untuk keluar. Wan Ci memutar kelain jurusan, pada sebuah tempat sepi, ia memanyat keatas.
Tapi karena itu, ketika diawasinya lagi, rombongan HONG HWA HWE tadi sudah tak
nampak. Hanya bintang pagi menCorong dilangit, sedang ajam jago kedengaran
berkokok. Karena bingung dan sedih memikirkan nasib ayahnya, nona itu mendekap
mukanya dan menangis.
Tengah dia menangis itu, tiba-tiba ada suara lemah lembut menegurnya: "Wan Ci, aku
disini." Sukar dilukiskan rasa kegirangan sigadis itu ketika dike tahuinya bahwa orang yang
berdiri dibelakangnya itu adalah ayahnya sendiri. Ia loncat menubruk dan merangkul
sang ayah. "Ayah, apa kau tidak terluka?" tanyanya segera.
"Tidak," sahut orang tua itu.
Wan Ci sesepkan kepalanya kedada sang ayah, dan berbisik menanya: "Bagaimana
dengan dia?"
Tapi Khik Siu tak menyahut, hanya gelengkan kepala. Tanpa terasa, Wan Ci kucurkan
air mata. Kiranya sewaktu keluar dari pintu kota dan melihat tak ada yang mengejarnya lagi,
rombongan HONG HWA HWE lega hatinya. Berjalan tak berapa lama, mereka sampai
ditepi sungai. Disitu sudah tersedia belasan perahu model Siauwhin, yaitu yang dienjot pakai kaki. Ma Sian Kun keluar menyambut, dan dengan gembira orang-orang HONG
HWA HWE sama naik kedalam perahu. Waktu itulah Hwi Hing berbisik pada Tan Keh
Lok: "Li Khik Siu pernah melepas budi padaku. Bun-suko sudah tertolong, baik kita
lepaskan Ciangkun itu."
Tan Keh Lok setuju. Setelah pengikat Khik Siu dikendorkan, dia diletakkan diatas tepi sungai. "Lekas berlajar, kita menuju ke Kahin dulu!" seru Keh Lok.
Setelah berlajar melalui lima teluk, tiba-tiba Tan Keh Lok i* berseru: "Biluk kebarat ke IkCiu, biar Li Khik Siu t jari kita di Kahin!"
Orang-orang sama tertawa ter-bahak 2. Ber-bulan 2 jerih payah, baru hari itu mereka
betuia bebas hatinya. Bun Thay Lay dirawat dengan penuh sayang oleh isterinya.
Setelah borgo lannya dipapas dengan 'leng-bik-kiam', maka iapun lalu mengaso.
"Congthocu, orang berkerudung yang menolong Suko itu luka parah sekali. Baik apa
tidak kalau kita buka kerudung mukanya itu," kata Thian Hong.
Memang semua orang pun heran dan ingin mengetahui siapakah gerangan dia itu.
"Dia pakai kerudung muka, tentu maksudnya supaya orang jangan menampak
wajahnya. Kurasa lebih baik kita jangan membukanya," kata Ciu Tiong Ing yang berhati jujur itu. Sim Hi yang sudah banyak sekali sembuhan itu, menggosokkan obat pada
luka-luka siorang aneh itu. Karena sekujur badannya sama melepuh terbakar, orang itu tak bisa tidur dan terus 2an mengerang saja. Sim Hi takut, jangan-jangan orang itu mau meninggal. Karena itu, dia Buru-buru melapor.
Keh Lok bersama beberapa kawan menuju kesudut pe-rahu. Mereka melihat bagaimana
laku siorang aneh itu, yang ternyata lukanya itu tidak karuan. Mereka pun berkuatir.
Orang berkerudung itu masih terus tak sadarkan diri. Dengan ke 2 belah tangannya, dia garuki mukanya. Rupanya luka pada bagian itulah yang paling hebat rasa gatalnya.
Tiba-tiba tangannya kiri menarik kain kerudung mukanya itu dan berserulah orang-
orang HONG HWA HWE dengan kaget sekali: "Sipsute!"
Kiranya orang aneh itu ialah si Kim-tiok-siuCay Ie Hi Tong. Hanya saja kini, selebar mukanya sama melepuh mengandung air. Kalau dulunya muka itu sangat Cakapnya,
sekarang betul-betul mengenaskan sekali keadaannya.
Orang-orang HONG HWA HWE sama girang dibalik merasa gegetun sekali. Lou Ping
menyeka luka-luka dan kotoran 2 pada muka Hi Tong, lalu dipakaikan obat seperlunya.
Hatinya merasa pilu sekali, ia tahu anak muda itu berkorban karena Cinta padanya.
Besar Cinta kasih anak muda itu, sehingga rela dia membuang jiwa untuk menolong
Bun Thay Lay supaya orang yang diCintainya itu jangan bersedih. Sekalipun begitu,
sukar rasanya Lou Ping untuk membagi Cintanya.
Masih ingat ia akan kegeloan pemuda itu ketika lari dari Thiat-tan-Hung dulu, untuk itu ia masih mendongkol. Tapi ketika melihat pengorbanan pemuda itu menolong
suaminya, berobahlah pandangan Lou Ping. Memang Cinta, telah membikin buta anak
muda itu. Kalau ditilik dari luka-lukanya, rasanya Hi Tong sukar tertolong jiwanya. Dan kalau sampai terjadi begitu, getaran asmaranya itu akan tetap tak terbalas. Memikir
sampai disitu, Lou Ping termenung.
Setelah berlajar beberapa jam lagi, sampailah mereka di Gihong Ma Sian Kun Buru-buru mengundang tabib pandai untuk mengobati Hi Tong dan Bun Thay Lay. Tentang
penyakit Bun Thay Lay, berkatalah tabib itu: "Orang ini hanya menderita luka luar, urat 2nya kuat sekali, beberapa bulan lagi dia tentu sudah sembuh."
"Tapi siaoya ini," kata pula tabib itu menuding kearah Hi Tong. "Lukanya terbakar hebat sekali. Pertama Coba. kuberinya 2 thiap obat pemunah raCun kebakar."
Dari uCapa,n itu dapatlah diketahui, bahwa tabib itu sudah tak berani memastikan
sembuh tidaknya Hi Tong, yang sudah tak berdaya lagi. Ketika tabib itu berangkat
pulang, tiba-tiba Bun Thay Lay ber-kaok 2 keras: "Tempat apa ini" Mengapa orang-
orang banyak sekali berada disini?" Nampak suaminya dapat tersedar, Lou Ping
menangis kegirangan.
"Toako, kau sudah tertolong bebas!"
Bun Thay Lay bersenyum dan manggutkan kepala kepada sekalian orang, lalu
meremkan mata lagi, dia masih keliwat lemah. Sekarang perhatian oranga HONG HWA
HWE beralih menguatir kan keselamatan Hi Tong.
"Tapi mengapa Sipsute ini masuk kedalam tangsi Li Khik Siu?" tanya Ciang Cin heran.
"Kalau begitu orang yang menunyukkan jalan di bawah tanah itu, tentu dialah. Tapi
karena tidak mengetahui, kita malah sudah memukulnya," kata Siang He Ci.
"Tapi dia menolong Li Khik Siu, entah apa maksudnya?" tanya Siang Pek Ci.
Tak ada jawaban apa-apa, keCuali saling berisik merundingkan. Hanya Thian Hong
seorang yang dapat merabah latar belakangnya. Tapi karena kurang jelas dia tak berani mengutarakan.
Hal yang sebenarnya, adalah sebagai berikut: Ketika pertempuran ditepi Hoaggho
tempo hari, Wan Ci telah hilang dari rombongan HONG HWA HWE Kebetulan ia melihat
sebuah kereta besar, maka Cepat-cepat ia loncat masuk. Ternyata didalamnya ada
beberapa perwira Ceng, siapa Coba menghadang Wan-Ci, tapi dapat dipukul mundur
oleh nya. Tanpa menghiraukan apa-apa, nona itu menerjang dengan kalang kabut,
entah kemana arahnya. Setelah keretanya jauh, baru dia berhentikan kereta itu dan
turun. Ketika menyingkap tenda kereta dan melongok kedalam, ia agak terperanyat. Karena
didalam situ terdapat orang yang pernah 2 kali bertemu muka dengannya, jakni Kim-
tiok-siuCay Ie Hi Tong.
Hanya saja keadaan orang itu, sakit payah. Waktu disingkap selimutnya, ternyata anak muda itu luka parah. Setelah mengaso sebentar, Wan Ci keprak keledainya lagi. dan
tiba dikota Bun Kong. Sebagai seorang sioCia dari seorang pembesar tinggi, ia biasa
hidup mewah. Begitu masuk kota, ia lalu memilih sebuah hotel yang besar. Justeru
hotel itu adalah milik seorang buaja darat yang bergelar "Tong-li-pi-siang" atau
warangan didalam gula, nama yang sebenarnya Tong Liok. Tong Liok pura-pura
menyambutnya dengan manis, tapi menaruh keCurigaan kepada tetamunya. Betul juga
belakangan dia ketahui bahwa Wan Ci itu seorang gadis yang menyaru sebagai lelaki.
Dia berserikat dengan sinshe Ho Su Peng untuk men Celakakannya. Tapi belum sampai
terlaksana, buaja itu telah kena dibereskan oleh Siao-Li-Kui Ciu Ki dirumah pelesiran Waktu itu keadaan Hi Tong sudah sedikit sadar. Karena takut dirembet dengan peristiwa buaja itu, dia ajak Wan Ci melarikan diri.
Begitulah setiba dikota Khay Hong, Wan Ci segera menghadap kekantor bupati dan
menerangkan dia adalah putera dari Ciangkun Li Khik Siu dari HangCiu, yang dibegal
orang ditengah jalan. Pembesar itu memberikan uang dan kereta, dan begitulah ke 2
anak muda itu dapat sampai di HangCiu dengan tak kurang suatu apa.
Kepada sang ayah, Wan Ci menerangkan bahwa pemuda kawannya itu mendapat luka
karena menolongnya dari tangan perampok. Khik Siu berterima kasih dan suruh Hi Tong
beristirahat dalam tangsi serta dipanggilkan sinshe untuk mengobatinya.
Kemudian karena melihat orangnya Cakap dan ilmu ke-pandaiannya tinggi, apalagi
pernah menolong puterinya. Ciangkun itu ada ingatan akan mengambil mantu pada Hi
Tong. Sedikitpun tak diketahuinya bahwa pemuda yang telah di penujuinya itu, adalah
salah satu tokoh yang terpenting dari HONG HWA HWE
Beberapa bulan kemudian, hati Wan Ci tampak risau. Tahu ia bahwa anak muda itu
sebenarnya adalah pihak lawan dari ayahnya, tapi apa mau dikata, hati sinona telah
punya bayangan dari wajah anak muda itu. Malam ia bermimpi ketika Hi Tong berada di
hotel dengan senyumnya yang manis sewaktu menghadapi musuh, dan bagaimana
merdu rajuan suling dari anak muda itu. Dan bagaimana selama dalam perjalanan itu, ia rawat luka sianak muda dengan penuh kesajangan. Anehnya, entah pengaruh apa yang
menyebabkan ia dapat mengatasi diri untuk tidak mengeluarkan perangainya yang aneh
2 itu. Sekali-kali ia tak suka sianak muda itu menCelah kelakuannya.
Setelah luka Hi Tong mulai sembuh, orang-orang HONG HWA HWE melaku-kan
penyerangan ketangsi. Sewaktu Hi Tong buang jiwa untuk menolong ayahnya, Wan Ci
girang bukan buatan. Dikiranya anak muda itu sudah berobah pendiriannya dan berdiri
dipihak ayahnya. Tapi lamunannya itu segera dibujar kan dengan adanya kenyataan,
ketika Hi Tong menolong Bun Thay Lay, kemudian lalu mengikuti pergi dengan
rombongan HONG HWA HWE
Begitulah sekujur tubuh Hi Tong melepuh berair. Duduk maupun dibuat tiduran, rasanya sakit. Ada 4 orang thauwbak yang bergiliran mendukungnya selama berlajar dengan
perahu itu. Karena hanya bagian tumit kakinya saja yang tak ter luka, maka ia masih
bisa berdiri. "Kurasa pemerintah tentu takkan tinggal diam dengan tindakan kita ini. Sebaiknya kita Cari daya untuk menjaga diri," Hwi Hing menyatakan pendapatnya.
"Benar, Suso, Ciang-sipko, kamu bawa delapan orang thauwbak untuk mengantar Bun-
suko dan Ie-sipsute kegunung Cian-thian bok," kata Keh Lok.
Lou Ping dan Ciang Cing mengiakan.
"Karena kehilangan pesakitan penting, baginda tentu akan gerakkan pengejaran
besaran, kurasa kalau hanya kalian ber 2 itu masih kuranglah," Ciu Tiong Ing
memberikan pandangannya.
"Ya, Ciu-Locianpwe benar," jawab Keh Lok. Tapi belum sampai dia menunyuk siapa
orangnya, keburu Thian Hong menyelak :
"Mengapa kita tak mau turut akan tipu dari suhu Tio-samko, biarkan pemerintah Ceng
mendapat hidung pan jang ."
Tapi Bu Tim gelengkan kepalanya.
"Suhu Tio-samko itu waktu sudah berusia tinggi, dia sudah undurkan diri, jadi tak
apalah kalau pura-pura meninggal. Tapi Sute masih muda, darahnya panas, tentu tak
tahan menderita hinaan," demikian katanya.
Kiranya suhu dari Tio Pan San, Ong Liang Ki, adalah ahli Thay Kek Pai yang kenamaan
dari kota TTnCiu. Semasa mudanya pernah bermusuhan dengan jagoan besar dari
Shansi yang bernama Seng Kiao. Seng Kiao kena dijatuhkan, dan bersumpah nanti
sepuluh tahun lagi akan menuntut balas.
Sepuluh tahun lamanya, Seng Kiao menyiksa diri berguru pada Cabang Houw Jiau Kun,
ilmu silat Cakar Harimau, dan tepat pada waktunya ia pergi keselatan menCari Liang Ki.
Sebenarnya ketika itu Ong Liang Ki sudah undurkan diri. Dia sudah tawar akan
kebanggaan nama yang kosong. Apalagi tenaganya sudah banyak sekali berkurang,
sedang lawan kabarnya sudah mendapat kemajuan pesat sekali, jadi mungkin tak dapat
menghadapinya. Karenanya dia gunakan tipu pura-pura mati. Diruangan depan diatur
meja sembahjangan dan di letakkannya peti mati.
Mengetahui musuh besarnya sudah menutup mata, Seng Kiao menangis didepan peti
mati. Dia tangisi jerih payahnya selama sepuluh tahun itu, kini tak berguna sama sekali.
Jadi sakit hati itu tak dapat dilampiaskan.
Habis bersembahyang , dia gunakan jari tangan menggaruk peti mati, sehingga kelima
jarinya itu meninggalkan bekas dalam 2 pada peti itu. Tio Pan San adalah murid nomor 2. Demi dilihatnya, Seng Kiao begitu kejam menghina seorang mati, timbul ah
kemarahannya. Dari berCekCok lalu menjadi perkelahian. Tapi Pan San bukan
tandingannya Dia kena digaruk rambutnya sampai kepalanya botak separoh.
Tio Pan San mendendam sakit hati. Selanjutnya lalu ber sungguhz meyakinkan ilmu silat Thay Kek Kun. Lima tahun kemudian seperti sang suhu, Pan San gunakan gerak tipu
"Ya-ma-hun-Cong" atau kuda Uar membagi bulu suri, suatu tipu yang digunakan oleh
gurunya dulu, dan berhasil merobohkan Seng Kiao.
Dan sedari itu, Tio Pan San diangkat sebagai Ciang-bun-jin (ahliwaris) dari Cabang Thay Kek Pai. Tio Pan San memperingatkan kepada murida yang belajar didalam perguruan
itu, supaya menyauhkan permusuhan dengan orang, karena ilmu itu tidak ada batasnya.
Setiap Cabang mempu nyai ahli 2 luar biasa sendiri 2, jadi tak boleh terlalu
membanggakan diri. Peristiwa itu teruwar luas dikalangan kangouw.
Semua orang-orang HONG HWA HWE pun menyetujui pendapat Bu Tim. Meskipun tipu
"pura-pura mati" dapat menyiasati pemerintah Ceng, tapi mengunjuk kan kelemahan.
Dapat diduga Bun Thay Lay tentu tak menyetujuinya.
"Congthocu, sudahlah jangan hiraukan aku. Lo-thocu tinggalkan pesan mengenai
gerakan besar untuk membangun-kan lagi derajat bangsa Han. Congthocu, kau tentu
dapat melakukannya. Sekarang baginda sedang berada di HangCiu, mudah
menCarinya," demikian tiba-tiba Bun Thay Lay berseru.
Keh Lok seperti orang tersedar, maka jawabnya: "Ya, biar kumenghadap pada baginda
dan mengatakan bahwa rahasianya telah kita ketahui. Dengan begitu dia tentu akan
menganggap orangs HONG HWA HWE ini semua adalah duri perintang baginya, dan
harus dihukum mati semua. Jadi dengan demikian dia tidak memusatkan kebenciannya
pada Bun-suko seorang saja."
Mendengar pendapat ketua itu, orang-orang sama bertepuk tangan dengan girang.
"Kiu-te, apakah selama beberapa hari ini di HangCiu diadakan persidangan agung?"
tanya Keh Lok. "Tidak ada. Tapi malam ini akan diadakan pemilihan ratu kembang!" jawab Jun Hwa.
"Ratu kembang" apakah itu?"
"Ah, ratu kembang pelacur, tentunya. Nanti malam di telaga See-ouw ramainya bukan
buatan," kata Jun Hwa dengan ketawa.
"Kita panCing baginda supaya datang ketempat pelesiran. Congthocu, kaupun harus
keluar supaya menemui baginda," kata Thian Hong.
Mendengar tempat pelesir dan sebagainya, Cin Ki kerutkan alisnya kurang senang.
"Huh, makin lama kau ini makin tak karuan. Masa Congthocu kau suruh ketempat
pelesiran," demikian omelnya.
"Ah, hanya perlu menemui baginda saja, tak mengapalah," jawab Thian Hong.
"Tapi kukuatir, dia tak mudah dipanCing," kata Keh Lok.
Semua orang terdiam, mengasah otak.
"Kita bekerja tak boleh kepalang tanggung, tawan saja raja itu, paksa dia luluskan
permintaan kita, atau habisi saja jiwanya, Coba lihat dia bagaimana," kata Bu Tim.
Kembali orang-orang sama melengak tak ada yang berani buka suara.
"Dia menangkap Bun-suko, kita balas tangkap dia, kan sudah selajaknya," kata Keh Lok.
Tahu sang ketua menyetujui usulnya, Bu Tim girang, katanya kepada Thian Hong: "Ayo,
kita pergi kesarang pelesir, takut atau tidak?" " Lalu ia melirik pada Ciu Ki, dan
lanjutkan kata-katanya: "Aku seorang pertapaan, juga akan pergi. Kalau bisa menawan
baginda, pastilah hebat."
Semua orang ketarik dengan kata-kata tojin itu. Untuk menawan Kian Liong, mungkin
tak mudah, tapi mereka tampak bersemangat. Semua mata tertuju pada Thian Hong,
untuk menunggu buah pikiran si "Khong Beng" ini. Lama juga dia berpikir, baru berkata:
"Ada suatu daya, entah dapat disetujui atau tidak?"
Dan segera dibeberkannya rencananya.
"Bagus, bagus! Tak keCewa kau menjadi 'Bu-Cu-kat'. Andainya tak berhasil, kitapun tak rugi," seru Hwi Hing memuji.
Ciu Ki tersenyum puas, karena orang memuji tunangan nya.
"Ya, begitulah. Sebaiknya kita lekas bekerja. Suso, Sipkp, pergilah kebarat. Tunggulah kita disana. Gagal atau berhasil, kita nanti bertemu lagi disana," kata Keh Lok
kemudian. Kalau semua saudara-saudaranya sama gembira, adalah Ciang Cin yang mendongkol,
karena tidak bisa ikut. Demikianlah rombongan besar HONG HWA HWE lalu menuju ke


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

HangCiu, sedang Lou Ping dan Ciang Cin mengantar Bun Thay Lay dan Hi Tong
beristirahat kegunung Cian Thian Bok.
Dilain pihak mendapat laporan dari Cu Wan dan lain-lain si-wi tentang kegagalannya
ditangsi Li Khik Siu, baginda Kian Liong terperanyat. Tapi dia orangnya kuat sekali pe rasaannya, marah atau girang tak kentara. PerCuma saja si-wi 2 itu dihukum, karena
toh pesakitan sudah terampas musuh. Malah dia menghibur kawanan si-wi itu.
Hal itu diluar dugaan mereka, sehingga mereka tersipu-sipumenghaturkan terima kasih.
Pun idem dengan Li Khik Siu yang datang menghadap. Jenderal itu masih tetap dipakai
nya, dengan sjarat dia harus mendirikan pahala guna menebus dosanya itu.
"Lakukan sebisanya, babatlah HONG HWA HWE sampai akar 2nya, disinilah nanti
kutempatkan kau," kata Kian Liong.
Waktu itu baginda lagi berada dikantor gubernur Ciat-kang. Jadi maksudnya, kelak
kalau berjasa Khik Siu akan diangkat menjadi gubernur propinsi Ciatkang. Mendengar
itu hati Khik Siu bergoncang keras, dan Buru-buru menghaturkan terima kasih.
Setelah Khik Siu berlalu, maka Kian Liong kembali pikiri tentang peristiwa Bun Thay Lay itu. Apakah orang itu mengetahui tentang rahasia dirinya" Ditilik dari perCaka pannya rupanya orang she Bun itu masih belum tahu. Tapi kalau melihat perubahan mukanya
orang itu mengandung banyak sekali rahasia. Bukankah dia pernah mengatakan, bahwa
ada 2 buah barang bukti yang berada diluaran" Mungkin hal itu benar, tapi barang
apakah itu" Kalau dirinya itu seorang Han, itulah benar. Namun kalau sampai hal itu
teruwar, bukankah akan hebat akibatnya"
Demikian Kian Liong timbul tenggelam dalam pikirannya, sewaktu dia berada didalam
kamarnya. Makin dipikir, makin murkalah. Karena sebagai yang dipertuan, masa tak
dapat menandingi sekelompok kecil gerombolan penyahat. Apalagi rahasianya, berada
ditangan mereka, tentu mereka akan lakukan pemerasan hebat.
Saking gemasnya, dia banting sebuah vaas giok hijau kelantai, sehingga hanCur ber-
keping-keping. Mendengar itu, kawanan si-wi yang menjaga diluar kamar, sama
gemetar ketakutan. Sampaipun rasanya bernapas saja tidak berani. Memang jitu
bunyinya ucapan "menghamba pada seorang raja, seperti menghamba pada harimau."
Tengah keadaan hening luar biasa, tiba-tiba dari luar sajup 2 terdengar suara musik
yang mengalun merdu dari jauh mendekat, setelah melewati kantor pembesar itu lalu
men jauh pula. Dan tak lama kemudian, kembali se-iring 2an penabuh musik itu lewat
lagi. Kaisar Kian Liong adalah satu raja periang, terhadap musik biasanya sangat suka, kini mendengar alunan musik yang begitu merdu meraju kalbu itu, tak tertahan hatinya
tergerak, segera ia berteriak memanggil orangnya.
Lalu masuklah seorang menteri, ialah Ho Gun, seorang kepercayaan Kian Liong yang
paling belakang ini sangat disayang nya, dasar Ho Gun ini pandai mengambil hati jun
jungannya, maka berulang kali ia naik pangkat dan dapat hadiah. Kini mendengar
teriakan sang kaisar, maka kawan sejawatnya mendorongnya maju.
"Suara tetabuhan diluar itu permainan apakah itu, Coba kau pergi menanya," demikian
perintah Kian Liong.
Segera keluarlah Ho Gun dengan tugas itu. Tak lama kemudian iapun kembali dan
melapor: "Hamba sudah keluai menanya jelas, katanya malam ini semua bunga raja
terkemuka dikota HangCiu ini akan berkumpul di Se-ouw untuk memilih apa yang
disebut 'Hoa-kok-Cong-goan' (Cong-goan gelar ujian sastra terkemuka dijaman feodal.
Disini dapat disebut "ratu kembang"), malahan juga ada Pong-gan, Tam-hoa, Toan-loh
(semuanya gelar dibawah Cong-goan) ."
"Kurangajar, masakan nama 2 kebesaran negara dibuat permainan dan
disalahgunakan!" omel Kian Liong sambil tertawa.
Melihat wajah sang junyungan bersenyum, Ho Gun menjadi berani, maju setindak
lantas ia bisik-: "Konon katanya 'Ci-tong-su-yan' yang terkenal di HangCiu sini juga akan hadir kesana."
"Apakah 'Ci-tong-su-yan' itu?" tanya Kian Liong.
"Sebenarnya hamba sendiripun tidak tahu," sahut Ho Gun. "Tadi sesudah menanya
penduduk orang sini, barulah diketahui itu adalah nama empat bunga raja yang paling
Bara Naga 11 Anak Berandalan Karya Khu Lung Kisah Pedang Di Sungai Es 16
^