Pedang Dan Kitab Suci 12

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 12


terkenal. Sekarang di-manaa diseluruh kota orang justeru lagi ramai memperbincang
kan siapakah diantara mereka yang bakal terpilih menjadi ,ratu kembang'." "Kalau ujian Cong-goan negeri aku sendirilah yang me nunyuk, lantas pilihan 'ratu kembang' ini
siapakah yang me-nentukan" Masa masih ada seorang raja kembang?" ujar Kian Liong
tertawa. "Biasanya pilihan itu ditentukan oleh para orang-orang terkemuka dikota ini," kata Ho Gun. "Tampaknya tahun ini terlebih ramai lagi, setiap bunga raja terkenal itu
menumpangi sebuah perahu kembang, perahu itu dihias segala macam benda mestika
yang diterimanya dari tetamu yang pernah kenal padanya. Masih ada lagi barisan 2
musik, katanya akan melihat perahu kembang siapa yang paling mewah, kemudian baru
ditentukan hasil pilihannya. Iringkan musik yang lewat tadi, kesemuanya menuju ke Seouw."
Kian Liong menjadi terpesona oleh Cerita menterinya itu, segera, ia tanya lagi: "Bilakah mereka mulai permainan itu?"
"Sudah hampir, asal hari sudah gelap, segera disemua perahu kembang terang
benderang dengan lampu aneka warna, dan mereka yang akan dipilihpun tibalah,"
terangkan Ho Gun. "Jika sekiranya Hongsiang ada minat, bagaimana kalau Coba-coba
pergi melihat keramaian itu?"
"Ah, takutnya kalau dibuat kritik orang," ujar Kian Liong tertawa. "Apa lagi bila diketahui Thayhou (ibusuri), tentu aku bakal mendapat Comelan. Haha!"
"Asal Hongsiang menyaru sebagai penduduk biasa, sekedar menonton keramaian itu,
rasanya tiada orang luar bisa tahu," kata Ho Gun pula.
"Baiklah," kata Kian Liong akhirnya. "Kau suruh semua tutup mulut, diam-diam kita
menonton sebentar lantas kembali."
Segera Ho Gun melayani Kian Liong mengenakan suatu baju panjang dari sutera dan
berdandan sebagai seorang saudagar besar. Ia sendiripun menyamar seperti saudagar
biasa, sesudah membawa Pek Cin dan beberapa bayang kari lain, lantas pergilah
mereka menuju Se-ouw.
Setiba disana, ternyata sudah ada seorang bayang kari me-nyiapkan sebuah perahu
pesiar sedang menanti. Tatkala itu diseluruh telaga di-mana 2 terdengar suara
tetabuhan, lampu ber-kelip 2, pemandangan indah luar biasa.
Ditengah telaga sudah ada lebih 20 perahu kembang yang terhias indah sekali disinari lampu 2 yang terang.
Ketika Kian Liong suruh perahu didajung mendekatinya, terlihatlah diantara lampu 2
berselubung sutera itu semuanya ditisik dengan lukisan dari berbagai macam Cerita
kuno, terutama mengenai romanse orangs ternama dahulu. Menyak sikan semuanya itu,
diam-diam Kian Liong gegetun akan segala keindahan didaerah Kanglam yang ternyata
tak bisa dibandingi daerah utara itu.
Ber-iring 2 perahu 2 pesiar dari kaum pelesiran, mondar mandir ditengah telaga itu.
Rupanya mereka tengah memberi nilai akan perahu 2 Calon ratu.
"He, mengapa mereka hanya melihat perahu bukan orang nya. Apakah 'Cong-goan' itu
dinilai dari bagusnya perhiasan perahu?" tanya Kian Liong.
"Biar hamba tanyakan mereka", jawab Ho Gun.
Tapi baru saja menteri itu akan keluar, tiba-tiba terdengar genderang dipukul, dan
seketika itu segala bebunyian menjadi sirap. Menyusul dengan itu melayang lah
kembang api keatas udara, terang benderang Cahajanya, kemudian jatuh kedalam
telaga. Bermula yang diluncurkan adalah kembang api yang merupakan tulisan "Negara
makmur, rakyat sejahtera," "Dirgahaju Seri Baginda." Melihat itu, Kian Liong merasa
puas. Menyusul lagi "Beribu bunga merebutkan keCantikan," "Mengaum-aum sang
kumbang mengisap bunga" dan lain-lain istilah kaum pelesiran.
Sehabis kembang api, tetabuhan kembali dibunyikan. Setelah irama "Gembiralah sang
burung beterbangan" dilagukan habis, mendadak semua perahu 2 Calon ratu disingkap
tenda lajarnya. Pada setiap perahu tampak duduk seorang wanita Cantik, yang
disambut dengan sorakan dari segala penyuru.
Beberapa si-wi menghidangkan arak dan sajuran serta menyilahkan baginda untuk
menikmati arak dan pemandangan yang mentajubkan itu. Ber-alun 2 perahu pesiar
baginda itu menghilir, lewat disamping perahu 2 wanita Cantik itu. Makin sang mata
memandang, makin sang hati tergetar. Sudah banyak sekali sekali Kian Liong melihat
wanita 2 Cantik dalam keraton, tapi sekali ini lainlah halnya.
Air telaga yang putih ke-perak 2an ditimpah Cahaja lampu teng, bau harum semerbak
dibawa siliran angin, sungguh membuat hati tersengsam me-layang-layangdilain
keinderaan. Tampak pada setiap perahu mereka, ada sebuah meja yang ditutup dengan kain taplak
merah. Entah untuk apa itu. Baru setelah Ho Gun tanya pada tukang perahu, dike
tahuinya bahwa sebentar lagi orang-orang yang pesiar di telaga itu akan memberi
hadiah yang akan ditaruhnya diatas sutera merah itu. Barang siapa yang menerima
hadiah paling banyak sekali dan paling berharga, itulah tandanya yang dipilih sebagai Conggoan atau "ratu keCantikan."
Bagindapun dilapori tentang hal itu. Dan kini mulailah perahu 2 pesiar itu menghampiri apa yang disebut "Hi-tong-su-yan" atau 4 ratu yang Cantik. Perahu mereka berlainan
dengan perahua lain. Yang sebuah, berbentuk seperti bunga teratai, dikelilingi oleh teng 2 yang menyerupai bunga terate. Ada yang merah, putih dengan daun 2nya yang
rimbun. Wanita yang didalam perahu itu bernama Pian Bun Tay.
Perahu yang ke 2, diatasnya berbentuk 2 gardu mewah dan agung sekali. Diatasnya
gardu itu digubat dengan mutiara dan dituliskan huruf "giok-lip-thing-thing" atau 2
gardu kumala berdiri berjajar 2. Kiranya wanita yang berada didalam situ juga bernama
" 2 thing," jalan Li Siang Thing.
Perahu yang ketiga, merupakan "kong han kiong," istana dingin. Ditepi perahu itu diberi payangan rama 2 dan giok-tho (kelinCi giok) dan ditaburi bunga kwi-hwa. Disitu,
duduklah Go Jun Kwan yang berpakaian model kuno, memegang kipas, menyaru seperti
dewi Siang Go (dewi penunggu rembulan).
Pada setiap kali melihat perahu 2 itu, Kian Liong tak putus-putusnya memuji. Ketika
mendekati perahu yang keempat, ternyata perahu itu dihias dengan pohon dan bunga
tulen, merawan hati sekali. Begitu indah payangannya, sehingga merupakan lukisan
pemandangan alam dari seorang pelukis yang ternama. SiCantik yang duduk diperahu
itu, mengenakan pakaian serba putih. Sajup- tampak seperti bidadari turun dari
kahjangan. Saat itu siCantik sedang duduk mungkur menghadap ke sebelah sana. Begitu ingin
sekali Kian Liong memandang wajah sijelita itu, sehingga dia lalu menyanyikan sebuah pantun dari Cerita "See Siang Ki" yang menegurnya: "Ha, mengapa tak mau menghadap
kemari?" Seperti tertarik besi sembrani, wanita Cantik itu berpaling kebelakang, dan aduh,
senyumnya telah membetot hati raja itu.
Kiranya siCantik itu bukan lain ialah penyanyi yang pernah bertemu di Se-ouw tempo
hari, jakni Giok-ju-ih. Berbareng itu disebelah perahu teratai itu. Pian Bun Tay
kedengaran menyanyi. Suaranya jauh berkumandang kemana 2 dan seke jab saja
turunlah hujan bingkisan keatas mejanya, penuh ber-tumpuk 2.
La Siang Ting tak mau ketinggalan. Tangannya yang halus segera bermain diatas snaar
pi-peh (semat jam harpa Tiongkok), merdu mei-aju, ia mengantarkan lagu "Malam
purnama musim semi ditengah telaga."
Sedang Go Jun Kwan pun menyusul dengan serulingnya. Lagunya ialah "Tamu agung
berkendaraan naga." Mendengar itu, Kian Liong segera perintahkan Ho Gun untuk
mengha-diahkan sepuluh tail emas.
Ketika perahu- pesiar mengerumuni perahu Giok-ju-ih, siCantik itu sedang memerahkan
bibirnya. Pada lain saat, diantar oleh tiupan seruling, iapun menyanyi.
Aman damai, kota siburung hong. Beribu pintu dari pohon hijau. Jalan 2 penuh dengan
bunga 2an, menarik hati sang kelana. Siapakah ber-pasang 2 burung seriti itu" Terpisah dari suasana musim semi, jen dela 2 tertutup awan hijau. Langit nan gemilang, bunga
melati mengintip sepanjang dinding, melingkar bagaikan jembatan. Dalam kelapangan
hati, minum teh diatas perahu. Sana sini orang menyual kembang, ber-biluk 2 dimuara, menancapkan sebatang pohon liu.
"Hebat! Alam pemandangan Kanglam, memang seperti dalam nyanyian itu", puji Kian
Liong dengan elahan napas.
Kiranya nyanyian Giok-ju-ih itu adalah sjair gubahan Khong Siang semasa tahun
pertengahan dari baginda Kong Hi. Sembari menyanyi, mata siCantik tak henti^nya
melirik kepada Kian Liong. Sjair tadi mengisahkan sewaktu Cay-Cu-houw Pui Ih
mengunjungi penyanyi yang tersohor Li Hiang Kun.
Baginda tergerak hatinya, tahulah beliau apa maksud siCantik itu. Kian Liong, tergolong raja yang gemar akan kesusasteraan. Dalam kunjungannya kedaerah selatan ba-nyak
kali beliau membuat timpalan sjair (twi-lian). Para menteri selalu memuji akan buah
tulisan baginda, tapi beliau menyang sikan apakah pujian mereka itu memang
sesungguhnya. Seketika itu beliau titahkan Ho Gun untuk menghadiahkan Giok-ju-ih sebanyak sekali
lima puluh tail emas.
HangCiu terkenal sebagai tempat yang permai. Setiap tahun di adakan pemilihan ratu
keCantikan semacam itu, tentu penuh dikunjungi orang dari segala tempat. Boleh dikata seluruh penduduk disekeliling daerah Hang-Ciu sama ber-dujun 2 kesitu. Terutama para kongcu dan kaum pelesiran. Karenanya, perahu 2 nona Cantik itu sudah penuh dengan
barang bingkisan. Tapi yang terbanyak sekali adalah perahu keempat bunga berjiwa
tadi. Menjelang tengah malam, panica mulai memeriksa pera-hu-perahu itu. Para nona 2
Cantik itu sama menunggu dengan hati ber-debar 2 juga para penonton.
Kian Liong membisiki beberapa patah kata pada Ho Gun, siapa lalu naik sebuah perahu
pulang kegedung negara. Tak berapa lama dia kembali dengan membawa sebuah
bungkusan besar.
Pemeriksaan sudah selesai, perahu 2 pengunyung sama mengerumuni perahu panica,
untuk mendengarkan hasilnya. Maka berserulah panica mengumumkan hasil
pemeriksaan annya: "Perahu yang mendapat bingkisan paling banyak sekali sendiri
adalah kepunyaan nona Li Siang Ting!"
Gemuruh suara orang bersorak 2. Dibalik yang ber-tepuk 2 kegirangan, ada juga yang
memakinya. Mungkin kurang puas. Dan tiba-tiba ada seorang berteriak keras-keras:
"Tunggu! Kuhadiahkan sepuluh0 tail uang mas pada nona Pian Bun Tay!"
Dan seketika itu hadiah itu diterimakannya.
Tapi lantas ada seorang lagi berseru: "Aku menghadiahkan sepasang gelang giok dan
sepuluh butir mutiara pada nona Go Jun Kwan!"
Benar juga dibawah sinar lampu, gelang batu giok pan-Carkan Cahaja ke-hijau 2an
warnanya. Sedang mutiara itu besar lagi bundar, harganya terang melebihi sepuluh0 tail uang emas tadi. Semua sama terhening, rata-rata menduga bahwa kedudukan "Conggoan" kali ini tentu jatuh pada nona Go Jun Kwan.
Sampai sekean saat, tak ada lagi lain orang yang lebih unggul. Maka segera akan
diumumkan keangkatan nona Go itu menjadi "Conggoan." Tapi tiba-tiba Ho Gun
berseru: "Loya kami ada sebuntal hadiah untuk nona Giok-ju-ih!"
Dan bungkusan tadi terus diterimakannya.
Ternyata bungkusan itu terisi tiga bundel tulisan. Kata orang itu kepada salah seorang yang berada di situ: "Sdr. Ban Sia, tentunya pengasih ini bukan orang sembarangan,
entah apa saja yang diberikannya?"
Lalu disuruhnya orang membuka.
Sedang waktu itu, Kian Liong suruh Ho Gun Cari keterangan tentang siapa-apa yang
menjadi panica itu. Sebentar pula Ho Gun sudah kembali dan menghaturkan laporan :
"Ketua panica itu adalah seorang sasterawan bernama Wan Bwe dari keluarga Wan Cu
Cay. Sedang lain-lainnya adalah orangs terkemuka didaerah Kanglam sini."
"Memang sudah kudengar, Wan Bwe itu gemar akan ramai 2, ja, memang demikianlah
dia," kata Kian Liong dengan tertawa.
Bundelan kesatu telah dibuka, tapi isinya membikin ter kejut panica 2 itu. Itulah sjair gubahan Li Gi San. Orang yang di panggil "Ban Sia" oleh ketua panica tadi sebenarnya bernama Li Oh. Dia juga orang HangCiu situ. Dia jempol dalam hal sjair menyair, dan
gubahannya pun terkenal sekali, sehingga menjadi salah suatu keharusan yang dibaCa
oleh kaum sasterawan jaman itu.
Menampak buah tulisan penyair Li Gi San itu seketika itu juga Li Oh berseru memuji:
"Inilah mustika yang tak tertara harganya!"
Salah seorang Anggota panica lagi, Thio Ik Sin, juga seorang penyair, Buru-buru
membuka bundelan yang ke 2. Ternyata isinya adalah lembaran panjang dari lukisan Ko
Ceng pada ahala Song. Diatasnya terdapat Cap baginda Kian Liong. Melihat itu, Wan
Bwe bertanya dengan keheranan. "Sdr. Sim, Ciang toako, Coba lihat dibundelan itu
terisi apa lagi?"
Yang dipanggil Sdr. Sim tadi sebenarnya bernama Sim Tek Cian, alias Kui Ih, penyair
terbesar dijaman itu. Dengan Wan Bwe orang she Sim itu pernah mendapat gelar Cinsu.
Waktu itu terjadi pada tahun keempat dari pemerintahan Kian Liong. Hanya yang satu
selagi masih muda tapi yang lainnya sudah berusia tua. Karena sewaktu memperoleh
gelar Cin-su, Wan Bwe baru berusia 24 tahun, sedang Sim Tek Cian sudah berusia lebih dari enam0 tahun. Karena usianya itu,
penduduk Kanglam memberi julukan "Kanglam lo-bing-su," orang tua pandai dari
Kanglam. Orang she Ciang itu bernama Su Cwan, alias Sin Ik. Dengan Wan Bwe dan Thio Ik Sin
dia merupakan tiga se rangkai "Kang-Co-sam-tay-ke," tiga keluarga sasterawan dari
Kanglam. Ke 2 orang itu tak dapat menyawab suatu apa, maka Sim Tek Cian mengusulkan supaya
diadakan pembicaraan yang lebih mendalam. Pada sebelah kanan dari perahu itu, juga
ada 2 orang sasterawan terkenal yang diundang oleh Wan Bwe. Yang satu bernama Ki
Siao Hong dan satunya bernama The Pan Kiao.
"Menurut pendapatku, 2 perangkat tulisan dan lukisan ini sudah merupakan benda
yang tak ternilai, sudah teranglah juara jatuh pada Giok-ju-ih," kata Ki Siao Hong
tertawa. "Dan barang apakah gulungan ketiga itu, marilah kita memeriksanya dahulu," ujar The
Pan Kio. Waktu gulungan kertas ketiga itu dibuka, ternyata isinya adalah tulisan sajak gubahan Auwyang, Siu yang tersohor, sajak itu ditulis secara polosan sajas tanpa tambahan,
tiada tanda tangan penulis, tapi gaja tulisahnya sangat indah.
"Gajanya sudah Cukup, tapi tenag'anya kurang," ujar The Pan Kio.
"Sssst," tiba-tiba Sim Tek Cian mendesis. "Tahulah kau ini adalah tulisan pribadi
Hongsiang sekarang?"
Semua orang menjadi terkejut tak berani banyak sekali omong lagi. Maka Wan Bwe
lantas berteriak memberi keputusan : "Menurut pertimbangan panica dengan bukti 2
kenyataan, Cong-goan jatuh pada Giok-ju-ih, Pong-gan dimiliki Go Jun Kwan dan "
Seketika bergemuruhlah seluruh telaga Se-ouw itu dengan suara sorakan.
Wan Bwe cs. tahu yang menghadiahi tiga gulung lukisan tadi kalau bukan keluarga
kerajaan, tentulah pembesar tinggi yang terkemuka, tapi kapal dimana pemberi hadiah
itu berada remangs tak jelas dalam kegelapan, pula kuatir kalau tingkah-laku mereka
tentang pemilihan, 'ratu kembang' segala ini kelak bakal mendapat Celahan, terpaksa
sebelum puas mereka pesiar lantas barua mendarat pulang.
Selagi Kian Liong juga akan pulang, tiba-tiba terdengar Giok-ju-ih telah menyanyi pula diperahunya. Mendengar suara nyanyian yang meraju kalbu itu, tak tertahan sang
kaisar menjadi mabuk. "Coba kau panggil anak dara itu," katanya pada Ho Gun.
Segera Ho Gun menerima tugas itu, tapi sebelum keluar Kian Liong menambahinya:
"Tapi jangan kau terangkan siapa aku!"
"Ya, hamba mengarti," sahut Ho Gun terus menyeberang keperahunya Giok-ju-ih.
Selang tak lama, kembalilah menteri itu membawa seCarik surat dihaturkan kepada Kian Liong dan lapornya: "Ia menulis ini dan minta diserahkan pada baginda."
Ketika Kian Liong membaCanya, kiranya itu adalah sebuah sjair yang maksudnya
menampik halusan dan bilang besok saja bertemu kembali.
Kian Liong tambah tak tahan oleh kelakuan orang, semakin dingin orang yang
di ngininya, semakin ia mendesak. Kian Liong seorang kaisar yang tidak kurang beratus selir di sta nanya, selira itu berharap bisa berkumpul semalam saja dengan sang
junyungan tidaklah mudah. Tapi aneh, kini Kian Liong benar-benar ter-gila 2. Agaknya inipun sifat manusia, kalau sudah biasa memerintah menurut sukanya, harini mendadak
Giok-ju-ih 'jual-mahal' terhadapnya, hal ini dirasa kannya menjadi serba baru.
Maka katanya lantas pada Pek Cin ketika melihat perahu Giok-ju-ih telah didajung pergi:
"Lekas suruh tukang perahu menyusulnya!"
Melihat sang junyungan gugup, lekasan saja semua orang ikut mendajung hingga
lambat-laun perahu Giok-ju-ih sudah tersusulnya.
Sambil berdiri didepan perahu, Kian Liong melihat lampu 2 yang tadinya memenuhi
telaga itu kini sudah sirap, bunyi tetabuhan juga sudah lenyap, sebaliknya diperahu
Giok-ju-ih malah berkumandang suara nyanyia kecil diselingi suara tertawa orang.
Selagi ke 2 perahu sudah makin dekat, mendadak tenda jendela perahu kembang itu
tersingkap, lalu segulung barang ditimpukan kearah Kian Liong. Lekas-lekas Pek Cin
melompat maju menyambuti benda itu. Ternyata barangnya lunak empuk dan bukan
senjata rasia, lantas ia serahkan pada Kian Liong.
Waktu Kian Liong periksa, ternyata adalah sepotong handuk merah, pada empat ujung
handuk itu saling ikat mem-bungkus 2 buah jeruk kuning. Handuk itu halus lagi harum, seketika Kian Liong kesemsem tak terkatakan.
Tak lama lagi, perahu kembang itu sudah menepi, dibawah Cahja lampu terlihatlah
Giok-ju-ih mendarat dan naik ke atas sebuah kereta kuda kecil yang sudah menunggu
disitu. Betapa tidak membikin sang kaisar lebih ter-gila 2 ketika Giok-ju-ih akan
menurunkan tirai kereta itu, lebih dulu ia telah menoleh dan menyampaikan senyuman
menggiurkan kearah Kian Liong.
Disamping kereta kuda itu tadinya ada 2 orang dengan memegang obor sedang
menunggu, kini obor itu telah dibuang dan kereta itupun menghilanglah dikegelapan.
"Hai, hai, tunggu dulu, tunggu!" segera Ho Gun ber-teriak 2.
Tapi kereta itu tidak pernah berhenti, suara derapan kuda ber-detak 2 dan lambat-laun sudah menyauh.
"Lekas Cari kereta!" Cepat-cepat Ho Gun memberi perintah.
Tapi jauh malam ditepi telaga itu kemana harus menCari kereta"
Sebagai pemimpin bayang kari Pek Cin membisiki Swi Tay Lim beberapa kata, lalu
pergilah Tay Lim dengan ilmu en tengi tubuh hingga tidak lama sudah melampaui
kereta kuda Giok-ju-ih terus membentak kusirnya jalan pelahan-lahan.
Dilain pihak Cu Wan tak lama telah dapatkan juga sebuah kereta, mungkin bolehnya
merebut secara paksa dengan mengusir penumpangnya.
Setelah Kian Liong naik keatas kereta, Cu Wan sendiri menjadi kusir, dan para pengawal lain mengikuti dari belakang.
Kereta kuda didepan tadi sudah lambat jalannya dan kereta Kian Liong Cepat-cepat
menyusulnya. Pek Cin melihat kereta orang lama-lama menuju kedaerah pusat kota
yang ramai penduduknya, ia baru lega karena tak perlu kuatir lagi, ia menduga malam
ini pasti Hongsiang akan bermalam dirumah bunga raja itu, tapi kemarinnya terlihat
wanita itu bergaul dengan orang-orang Hong Hwa Hwe, mungkin ada tipu muslihat nya,
hal ini harus ber-jaga- sebelumnya, maka lekas ia perintahkan Swi Tay Lim pergi minta bala bantuan kemari.
Kereta. Giok-ju-ih; itu sesudah melalui beberapa jaian besar, lalu biluk kedalam sebuah gang dan berhenti didepan sebuah rumah'yang pintunya diCat hitam, seorang lelaki
telah turun dari kereta dan mengetok pintu. Segera pula Kian Liong ikut turun, dari
keretanya. Ketika pintu dibuka, keluarlah seorang wanita tua me nyingkap tirai, kereta
sambil'berkata: "Ah, kiranya SioCia telah pulang, selamat padamu telah terpilih!"
Ketika Giok-ju-ih turun dari kereta dan melihat Kian Liong sudah berdiri disitu, ia maju memberi hormat dan sapanya: "Ai, kiranya Tong-hong loya sudi datang, banyak sekali-kali terima kasih atas hadiahmu tadi. Marilah lekas masuk sekedar minum teh dulu."
Kian Liong tertawa dan segera ikut masuk. Karena kuatir ada pembunuh, Cepat-cepat
sekali Cu Wan sudah mendahului masuk kedalam rumah.
Dalam rumah itu semerbak wangi dengan 2 pohon Kui tumbuh dipe'lataran dalam yang
bunganya sedang mekar.
Kian Liong ikut Giok-ju-ih masuk kedalam sebuah kamar, disitu terpasang lilin hingga terang benderang, payangan kamar itu Cukuplah indah. Segera saja pelayan
menyediakan daharan terdiri dari delapan porsi dengan macam 2 masakan yang lain
daripada yang lain seperti Kian Liong biasa merasakan didalam keraton.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tatkala itu Pek Cin cs. sedang meronda diluar rumah, didalam hanya Ho Gun yang
melayani, maka Kian Liong memberi tanda agar menteri itu keluar kamar.
Kemudian pelayan menyuguhkan 2 Cawan arak, itu adalah "Siau-hin-Ciu" yang sangat
terkenal. Giok-ju-ih sendiri minum dulu seCawan, lalu katanya dengan tertawa
menggiurkan: "Tong-hong loya, sungguh aku tidak tahu Cara bagaimana harus
berterima, kasih padamu?"
"Kau nyanyilah dulu satu'lagu, Cara bagaimana membalas terima kasih, sebentar laki
kita rundingkan," sahut Kian Liong tertawa sambil menlguk araknya.
Tanpa menampik lantas Giok-ju-ih mengambil sebuah pi-peh dan pelahan-lahan
dipenClnya, lalu nyanyilah satu lagu romantis yang menCeritakan tentang kaisar Song
Hwi Cong main gila dengan Li Su Su yang dibuat bahan sjair oleh penyair Ciu Bi Seng.
Begitu asjik Kian Liong ber-senang 2 didalam kamar bersama Giok-ju-ih sambil minum
arak dan mendengarkan nyanyian, sebaliknya Pek Cin cs. yang menjaga diluar sedang
sibuk luar biasa.
Tatkala itu panglima HangCiu Li Khik Siu yang dimintai bala bantuan sudah datang
membawa sepasukan tentaranya dan mengurung rapat-rapat seluruh gang itu. Perwira
2 bawahan Li Khik Siu telah menggeledai setiap rumah penduduk di gang itu, hanya
tinggal rumah Giok-ju-ih ini saja yang tak digeledah.
Pek Cin dengan sepuluh orang siwi, tak henti 2nya melakukan perondaan diatas atap,
sedang barisan pemanah sudah siap menunggu diempat penyuru, Thiat-ka-kun,
pasukan baju besi, sudah siap juga. Dengan penjagaan itu, legalah pe-rasaan Pek Cin
dan Khik Siu. Sekalipun orang mempunyai kepandaian menembus langit, rasanya
sukarlah untuk masuk kesitu.
Setelah sibuk menjaga, se-malam 2an, sampai terang tanah ternyata tak terjadi apa-
apa. Setelah Menjelang pagi, diam-diam Ho Gun menghampiri kamar Giok-ju-ih. Dari
sela 2 jendela, Ho Gun melihat dibawah tempat, tidur ada sepa sang sepatu yang
dipakai baginda dan sepasang lagi sepatu kecil bersulam. Keadaan dalam kamar itu
masih sunyi. Sam bil leletkan lidah, Ho Gun berjalan pergi.
Tapi tunggu punya tunggu, pagi berganti siang, Siang men-jadi sore, ternyata baginda tak kelihatan bangun. Hal itu membuat Ho' Gun heran dan gelisah. Tidak biasa baginda berbuat begitu. Dihampirinya pintu dan katanya dengan bi sik 2: "Loya, apakah ingin
bersantap pagi?"
Sampai diulangi beberapa kali, ternyata tak ada jawaban apa? dari dalam kamar itu.
Kaget benar Ho Gun dibuatnya. DiCobanya untuk mendorong daun pintu, tapi ternyata
di grendel dari dalam. Kini dia mulai berteriak memanggilnya: "Loya!"
Masih kamar itu hening saja, Ho Gun bertambah Cemas. Untuk membuka pintu, masih
tak berani dia. Cepat-cepat dia keluar mendapatkan Lie Khik Siu dan Pek Cin.
"Kita suruh induk semangnya yang mengetok pintu dan antarkan hidangan pagi.
Bansweya tentu tak marah," kata Lie Khik Siu.
Pek Cin setuju, lalu mereka menCari si perempuan yang menjadi induk semang. Tapi
jangan lagi dia, sedang se orangpun sudah tak ada dalam rumah pelesiran itu. Karena
terkejutnya, mereka memberanikan diri untuk mengetok pintu. Tapi meskipun pintu di-
ketok 2 makin keras, didalam kamar tetap tak ada penyahutan apa-apa.
"Dobrak saja!" seru Khik Siu.
Sekali ulurkan tangan, Pek Cin bikin pintu itu terbuka, besi gerandelannya putus. Masuk lebih dulu kedalam, segera Ho Gun terus menyingkap kelambu. Tapi hanya bantal dan
guling yang berserakan diatas pembaringan, sedang baginda dan Giok-ju-ih tak ada
lagi. Saking terkejutnya, Ho Gun pingsan seketika.
Pek Cin lekas-lekas panggil siwi untuk menggeledah rumah itu. Peti, lemari dan lain-lain tempat, semua digeledah. Tapi tetap sia-sia. Kawanan si-wi itu kaget dan ketakutan.
Terang penjagaan semalam itu sangatlah rapinya. Sampai seekor burung-gereja
terbang saja rasanya takkan terhindar dari pengawasan mereka.
Pek Cin sendiri ikut menggeledah seluruh dinding lamar itu untuk menCari tahu kalau 2
ada pintu rahasia. Tapi juga tak memberi hasil apa-apa, tak ada tempat yang
menimbulkan keCurigaan mereka.
Jilid 2 2 TAK LAMA kemudian, pemimpin besar gie-lim-kun Hok Gong An dan gubernur Ciatkang
sama datang ke situ.
Orang-orang sama berkumpul di tengah ruangan untuk berunding.
Kiranya sambil dengarkan nyanyian Giok-ju-ih tadi, baginda telah menenggak beberapa
Cawan arak. Dalam pada itu, agaknya Kian Liong sudah tak sabar lagi. "Apakah loya
idinkan aku menamani?" tanya Giok-ju-ih dengan tersenyum manis. Kian Liong mesem
dan angguk kepala. Giok-ju-ih mela
jani baginda tukar pakaian, lalu ikut berbaring. Tiba-tiba siCantik berbisik: "Aku akan keluar sebentar, baru nanti temani loya."
Selama rebah diatas bantal itu, Kian Liong menCium be bauan yang harum wangi.
Melayang-layang pikiran raja itu. seperti berada disorga. Tiba dirasakan ranyan
bergoyang dan mengira tentulah Giok-ju-ih yang datang, "maka serunya pelan-pelan ;
"Kau betul-betul anak nakal, Ayo lekas kesini!"
Kelambu tersingkap dan tersembul ah sebuah kepala. Di bawah Cahaja lilin tampak
muka orang itu penuh dengan bintik 2, air mukanya keren. Masih Kian Liong kurang per Caja pemandangan sendiri, kucek-kucek matanya beberapa kali. Tapi orang itu sudah
lantas tandaskan sebuah badi 2 kearah tenggorokannya dan bisiknya: "Awas kalau
berani menjerit, kutusuk!"
Bujar semangat Kian Liong karena terkejutnya. "Secepat-cepat kilat orang itu
menyumpel mulut baginda dengan saputangan, lalu menggulung tubuh baginda dengan
selimut, terus dipondongnya keluar.
Kian Liong tak berdaya untuk berteriak atau berontak. Selain rasakan orang
membawanya kebawah. Hanya dapat membaui hawa udara sangat lembab. Berselang
berapa lama kemudian, beliau rasakan seperti diangkat naik tinggi-tinggi. Baru ia mulai insyap, bahwa orang telah membawanya melalui jalan dibawah tanah, pantas kalau
kawanan si-wi itu tak dapat mengetahuinya.
Baru berpikir demikian, terasa tubuh beliau bergoncang , dan roda berputar. Tentu
dirinya dibawa dengan kereta, entah kemana. Kegontjangan kereta itu makin terasa,
itulah tentu jalanan diluar kota. Setelah berlangsung beberapa lama lagi, kereta itu berhenti. Terasa pula oleh Kian Liong, bahwa orang telah memanggulnya keatas, terus
makin me naik keatas, hingga terbit kekuatirannya, apakah sebenarnya tempat yang
setinggi itu. Selagi rasakan terapungs diatas udara itu, tiba-tiba dirinya terasa diletakkan diatas tanah. Tak berani beliau bicara, ia menantikan gelagat dengan tenang. Tapi ternyata tak ada orang yang mengurusnya. Ketika disingkapnya selimut yang menutup kepalanya itu
sedikit, ternyata keadaan disitu gelap gulita. Sedang dari kejauhan sana samar 2
terdengar dam paran ombak. Dan ketika didengari dengan lebih seksama, ternyata ada
juga suara pohon Siong ditiup angin dan bunyi lonCeng mengalun. Angin terdengar
makin menderu. Kare nanya tempat itu terasa bergoncang , takutlah raja itu. Begitu
lepaskan kerudung selimut, beliau terus akan berdiri. Tapi tibas terdengar suara orang berbisik: "Kalau masih sa yang jiwa, harap jangan bergerak."
AnCaman itu, membuat baginda ketakutan. Setelah lama dalam keadaan begitu, angin
kedengaran reda, dan suasana-pun nampak terang. Kini Kian Liong dapatkan dirinya
berada disebuah kamar kecil. Dimanakah sekarang baginda berada" Tengah memikir-
mikir begitu, tiba-tiba terdengar suara berkerutukan. Setelah didengarkan dengan teliti, ternyata itulah sipenjaga yang sedang makan bakmi. Kalau ditilik dari suaranya, terang ada 2 orang. Mereka makan dengan enak, dan makanannya itu menyiarkan bau yang
sedap sekali. Karena semalaman hampir tak tidur, Kian Liong rasakan perutnya lapar. Bau makanan
tadi, makin menimbulkan seleranya.
Setelah mereka habis gegares bakmi itu, ada seorang yang mengantarkan semangkok
bakmi kepada baginda. Hanya saja mangkok itu diletakkan kira-kira 4 meter jauhnya.
Ingin benar Kian Liong dahar makanan itu, tapi karena orang tak mengatakan apas,
beliau tak mau menanyakannya.
"Bakmi ini untukmu, jangan kuatir, tak ada raCunnya," tiba-tiba orang itu berkata.
Girang Kian Liong dibuatnya, dan Buru-buru akan duduk. Tapi tiba-tiba tubuhnya terasa dingin dan Buru-buru sesapkan lagi badan nya kedalam selimut. Kiranya semalam Giok-ju-ih telah membuka semua pakaian raja itu, karenanya mana beliau bisa mengambil
bakmi itu"
"He, kenapa kau tak mau, kau kuatir diraCun" Coba lihat kumakannya!" orang itu
berkata dengan mendongkol. Sehabis itu, dengan Cepat-cepat semangkok bakmi itu
digaresnya habis.
Melihat bagaimana muka orang itu penuh dengan bekas luka-luka yang menakutkan
sekali kelihatannya, Kian Liong gentar juga.
"Aku tak berpakaian, harap kau ambilkan seprangkat un-tukku", katanya kemudian.
Sudah menjadi kebiasaannya sebagai raja, walaupun menggunakan kata-kata "harap"
,tapi nadanya seperti orang memerintah.
"Hm, loCu tak sempat!" Bentak orang itu yang ternyata bukan lain adalah Kui-kian-Hiu, Cap-ji-long' Ciok Siang Ing, itu algojo Hong Hwa Hwe Hampir tak ada seorangpun yang
tak takut melihat wajahnya.
Seumur hidup belum pernah Kian Liong mendapat hinaan begitu, seketika itu gusarlah
ia. Tapi mengingat bahwa ji wanya berada dalam tangan orang-orang itu, beliau tindas pera saannya. Setelah terhening sejenak, berkatalah beliau : "Apakah kau ini orang
Hong Hwa Hwe" Aku minta bertemu dengan pemimpinmu orang she Tan itu."
"Bun-suko kita telah kau siksa setengah mati. Congthocu sedang panggilkan sinshe, tak punya waktu untuk menemui kau. Kalau keadaan Suko sudah baik, mungkin baru bisa
datang", kata Siang Ing dengan dingin.
Kian Liong mengeluh, Menanti orang sampai sembuh, entah harus menunggu sampai
berapa lama. Sementara itu kedengaran yang seorang lagi berkata: "Kalau sampai Suko
meninggal, kita mesti minta ganti jiwa!"
Itulah Nyoo Seng Hiap, si Menara Besi. Ucapan itu bukan main-main , tapi dimaksudkan dengan sungguh-sungguh. Baginda terpaksa pura-pura tak mendengarnya.
Begitulah ke 2 penjaga itu, saling mengeluarkan isi hatinya, memaki bangsa BoanCiu
yang telah menyayah tanah bangsa Han. Dan bagaimana para pembesar negari mereka
itu sama korup, suka memeras rakyat. Memang sedari kecil, Ciok Siang Ing menderita
dibawah tindasan tuan tanah sehingga begitu rupa dia memaki kaum penindas itu,
sampai Kian Liong melengak dibuatnya.
Tengah hari, tibalah giliran Beng Kian Hiong dan An Kian Kong yang menjaga disitu.
Juga ke 2 orang itu, sembari makan sembari tak putus-putusnya mengupas keburukan 2
pembe-sar negeri yang rakus, Cara mereka berlaku se-wenang 2 dengan segala macam
pekakas siksaannya. Asjik sekali mereka bicarakan itu, dan akhirnya berkatalah Kian
Hiong: "Kelak kalau kita dapat menangkap segala macam pembesar bedodoran itu, kita akan
suruh mereka rasakan juga siksaan itu".
"Ya, pertama kita harus tangkap pemimpin mereka lebih dulu", Kian Kong
menambahkann. Bagi Kian Liong, sehari itu di rasakan sebagai setahun lamanya. Malamnya, ke 2
saudara Siang yang ganti menjaga. Ke 2 orang itu membicarakan soal pergolakan dika-
langan Kangouw dan Cara-cara orang kangouw melakukan pembalasan kepada
pembesar 2 negeri. Misalnya, Ong-sayCu dari Hek-bi-kong telah ditangkap oleh
pembesar negeri, tapi kemudian setelah lolos lalu lakukan pembalasan pada pem-besar
disitu dengan menyiksa hebat. Dan bagaimana si Pek-ma Sun Jit dari Shanse, karena
membalaskan sakit hati kakaknya, telah mengubur hidup-hidup seluruh Anggota
keluarga musuhnya. Dan lain-lain Cerita yang menyeramkan.
Dengan menahan lapar dan rasa takut, Kian Liong tutupi telinganya agar tidak
mendengarnya, namun kata-kata mereka tak urung dapat juga didengarnya. Malam itu,
boleh dikata Kian Liong tak dapat tidur nyenyak.
Keesokan harinya, datang giliran Tio Pan San dan Wi Jun Hwa yang menjaga. Ke 2
orang ini berbeda dengan kawan-kawannya yang dulu, agaknya lebih ramah dan sabar.
Lega hati Kian Liong, lalu katanya: "Aku minta ketemu dengan ketuamu orang she Tan,
harap beritahukan padanya."
"Ah, Congthocu sekarang ini belum sempat, tunggu nanti beberapa hari lagi," jawab Tio Pan San.
Kian Liong mengeluh lagi. Kalau harus menunggu sampai beberapa hari lagi, mana
beliau dapat tahan.
"Kalau begitu, tolong ambilkan makanan saja," katanya.
"Baiklah," kata Pan San terus memanggil bujang untuk segera siapkan hidangan. Kian
Liong girang dan minta su-paya diberi pakaian.
"Bansweya (Sri Baginda) minta pakaian, lekas ambilkan," kembali Tio Pan San berteriak.
"Kau baik sekali, siapakah namamu" kelak tentu kuberi hadiah," kata Kian Liong.
Pan San hanya bersenyum saja. Tiba-tiba Kian Liong teringat, serunya lantas: "Ah, ja, kau yang gapah melepas sen jata rahasia itu, bukan?"
Tak lama Kian Hiong datang membawa seprangkat pakaian dan diletakkannya dimeja.
Demi melihatnya, Kian Liong bersangsi. Itulah pakaian orang Han dari ahala Beng.
"Maaf, disini hanya ada pakaian begitu, terserah mau dipakai atau tidak?" kata Tio Pan San.
Kian Liong adalah kaisar dinasti Ceng, masa disuruh pakai pakaian orang Han. Tapi jika tak berpakaian, terang beliau tak bisa makan, pada hal sehari 2 malam beliau sudah
tak dahar. Apa boleh buat, terpaksa dipakainya juga pakaian itu. Sekalipun agak kikuk, tapi kini tubuhnya berasa hangat juga. Kini beliau bangun dan berjalan kian kemari
dalam ruangan itu.
Ketika menghampiri kejendela beliau terkejut bukan main. Jauh disebelah bawah sana,
tampak sebuah sungai membentang dan disana sini kelihatan beberapa perahu lajar.
Pada ke 2 tepian sungai itu, sawah 2 terbentang dengan luasnya. Terang bahwa beliau
berada dipunCak sebuah menara yang tinggi. Melihat letak tempatnya itu, teranglah
kalau menara itu berada ditepi sungai. Dan menara begitu, tentulah menara Liok-hap-
tha yang kesohor di HangCiu itu.
Berselang 2 jam kemudian, baru ada orang datang memberitahukan bahwa makanan
sudah siap, supaya raja itu turun kebawah. Kian Liong ikut Tio Pan San dan Jun Hwa
kebawah, disitu memang sudah disiapkan hidangan. Ternyata beberapa orang Hong
Hwa Hwe sudah siap pula. Hanya tinggal tiga buah kursi yang masih kosong. Begitu
Kian Liong datang, semua orang sama berbangkit untuk memberi hormat. Melihat
perubahan itu, diam-diam Kian Liong girang.
"Congthocu bilang bahwa dia dengan baginda sangat akrab, karenanya dia undang
baginda kemari untuk main-main beberapa hari, agar dia dapat kesempatan untuk
makin memesrakan perhubungan. Tapi berhubung ada suatu keper luan yang
mendadak, dia terpaksa pergi dulu dan suruh kita mewakili untuk menemani baginda.
Harap bansweya suka maafkan," kata Bu Tim.
Kian Liong hanya keluarkan suara hidung, tak tahu apa yang hendak dilakukannya.
Begitu Bu Tim mempersilakan, Kian Liong tak mau sungkan 2 lagi terus duduk dikursi
pertama. Diruangan itu tampak beberapa orang, ada yang gagah bagus, ada yang '
jelek menakutkan, kesemuanya itu adalah orang-orang kangouw.
Bu Tim mengangkat pofeji arak dan berkata: "Sekalian saudara-saudara disini adalah
bangsa orang kasar, jadi tak dapat melayani baginda baik-baik , harap baginda jangan ambil marah."
Tapi begitu dia tuangkan kedalam sebuah Cawan, segera mukanya berobah, katanya
pada sipelayan: "Baginda hanya minum arak yang nomor satu, mengapa kau hidangkan
arak beginian."
Dan dengan sikap gusar, arak itu digentakkan kemuka sipelayan.
"Yang ada disini hanyalah arak itu, kalau minta arak yang nomor satu harus beli dikota dulu," kata sipelayan dengan ketakutan.
"Yangan banyak sekali omong, lekas pergi beli. Arak begini, buat kita kaum rendah
masih boleh, tapi mana baginda mau meminumnya?"
Thian Hong sambuti poCi dari tangan Bu Tim, lalu di tuangkannya pada Cawan masing-
masing saudaranya. Hanya tinggal Cawan Kian Liong saja yang masih tetap kosong.
Akan hal itu, Thian Hong menghaturkan maaf kepada baginda.
Tak lama kemudian, pelayan datang dengan membawa 4 talam kuah hangat. Seketika
hidung Kian Liong terCium bau sedap dari hidangan udang goreng, tulang belulang babi kuah, ikan dan panggang ajam. Tapi tiba-tiba kembali Bu Tim membentak sipelayan:
"Siapa yang masak hidangan ini?" Seorang tukang masak tampil kemuka seraya
menyawab: "Hamba."
"Kau ini macam orang apa. Mengapa tidak suruh tukang masak istana Thio An-koan
untuk memasaknya" Masakan orang HangCiu sejelek ini, mana baginda sudi dahar?"
teriak Bu Tim. "Ah, masakan ini lumajan juga, tidak jelek," Kian Liong menyelak, dan segera dia
ulurkan sumpitnya untuk men jemput.
Liok Hwi Hing yang duduk disebelah baginda, juga ulurkan sumpitnya seraya berkata:
"Sajur begini tak lajak baginda dahar, jangan-jangan nanti membuat baginda sakit
perut." Sumpitnya tepat menjepit sumpit baginda, dan dengan sekali gerakan lwekang, sumpit
baginda digenCat patah. Perbuatan itu dilakukan olah Hwi Hing dengan gerakan yang
pelan dan wajahnya tetap tak berobah, sehingga sekalian orang gagah sama Kagum.
"Sutenya, Thio Ciauw Cong, benar lihai, tapi dalam hal lwekang rasanya tak nempil
dengan suhengnya ini. Memang Kim-li-Ciam betul-betul tak bernama kosong," kata Bu
Tim dalam hati.
Sementara itu Kian liong jadi kemekmek maju mundur serba kikuk, hanya selebar
wajahnya semerah darah. "Plak" ?"". sepasang sumpitnya dibantingnya diatas meja.
Tapi sekalian orang disitu pura-pura tak melihat, mereka enak 2 saling menyilangkan
sumpit untuk segera memulai makan.
"Lekas panggil Thio An-koan untuk masak daharan bagi baginda, baginda sudah keliwat
lapar," seru Thian Hong pada sikoki.
Sikoki dengan ketakutan segera mundur.
Kian Liong Cukup mengerti, bahwa orang tengah mem permainkannya. Terang kalau
beliau lapar, mereka makan sendiri dengan se-enak 2nya, dan tak putus-putus memuji
kele zatannya. Mendongkal sekali beliau, namun tak mau menge luarkannya. Setelah
selesai, kembali ada pelayan yang membawakan teh harum Liong-keng-Ceng.
"Teh ini bagus sekali, rasanya bagindapun boleh meminum nya," kata Thian Hong.
Tapi ketika Kian Liong meneguk 2 Cegukan, rasanya perut makin lapar. Sebaliknya Cio Su Kin yang berada di sebelahnya, tak habis-habis meng-elus 2 perutnya yang penuh
berisi itu dan berkata: "Aduh, kenyang nya!"
Baginda adalah seorang yang kuat menahan perasaan, sekalipun waktu marah, beliau
tetap tak berobah wajahnya.
"Kita akan lekas suruh mereka siapkan hidangan, harap baginda suka tunggu sebentar
lagi," kata Tio Pan San.
Bu Tim juga nampak gusar, karena pelayan 2 itu berlaku ajal, ia bilang kalau Congthocu keburu datang dan mengetahui baginda belum dahar apa-apa, tentu akan kurang
senang. Sedang Thiat-tan Ciu Tiong Ingpun mengomel juga. Namun baginda hanya
keluarkan suaranya yang jengkel.
"Oh, sgbaHknya' aku kekenyang sudah!" seru Cio Su Kin tiba-tiba"
"Itulah yang dikatakan orang 'yang kekenyangan tak mengerti akan derita silapar!
Rakyat yang menderita kelaparan entah berapa juta banyak sekalinya. Tapi mana
orang-orang pemerintah orang mengerti akan keadaan mereka itu. Karena baginda hari
ini pernah merasakan sendiri betapa tak enaknya orang yang kelaparan itu, mungkin
kelak akan sudi memikirkan nasib rakyat yang lapar itu," kata Thian Hong.
"Kalau hanya lapar untuk sehari-hari saja masih tak mengapa. Kan banyak sekali orang yang menderita kelaparan sampai ber-bulan 2," demikian Siang He Ci menambahkan.
"Ya, kami sendiri kakak beradik pernah 2 bulan hanya makan kulit kayu saja," Pek Ci turut menimbrung.
Berkata soal perut lapar, memang orang-orang Hong Hwa Hwe itu adalah terdiri dari
orang-orang yang sengsara semasa kecilnya. Sudah tentu mereka dengan sengit
mengeluarkan isi hatinya. Sana begitu, sini begini, sehingga panas telinga baginda
dibuatnya. Tapi karena penuturan mereka itu berdasarkan pengalaman yang
sebenarnya, diam-diam bagindapun timbul pikiran, bahwa kalau benar demikian
nasibnya kaum melarat itu, memang patut dikasihani.
Tapi karena mereka itu bicara sebebasnya saja, lama-lama baginda tak tahan, lalu


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggalkan tempat itu dan menuju keloteng atas.
"Nanti kalau daharan sudah siap, kita tentu akan mengundang baginda," kata Thian
Hong akhirnya. Tapi baginda pura-pura tak dengar.
Dua jam kemudian, tiba-tiba Kian Liong menCium bau ikan kambing bakar, itulah
masakan istimewa dari koki istana si Thio An-koan yang sudah dikenalnya. Sudah tentu baginda heran dibuatnya, masa koki itu benar-benar bisa didatangkan kemari. Tengah
beliau menduga-duga itu, tampak Thio An-koan muncul disitu sambil menjura: "Silaukan bansweya dahar."
"He, bagaimana kau bisa datang kemari?" tanya Kian Liong.
"Kemarin malam ketika hamba habis menonton wayang , begitu keluar pintu terus
dipapak orang. Dikatakan bahwa bansweya berada disini dan minta hamba kemari.
Sudah tentu hamba senang sekali."
Kian Liong hanya angguk kepala terjjs berjalan kebawalrN??-Disitu diatas meja telah
dihidangkan macam 2 masakan seperti "Ca tahu dari sarang burung dan itik," "daging
kambing," "bakmi goreng istimewa," "Kuah sajur ikan ajam" dan "panggang babi."
Kesemuanya itu adalah kegemaran Kian Liong. Selain itu masih ada belasan sajur majur lagi.
Kian Liong girang. Ketika Thio An-koan mengambilkan nasi, tiba-tiba Bu Tim dan
Kawan-kawan nya sama datang.
"Silakan baginda dahar," kata mereka.
"Mungkin kali ini mereka sungguh-sungguh akan minta aku dahar," pikir Kian Liong.
Beliau lalu angkat sumpitnya untuk menyemput ikan. Tapi tiba-tiba masuklah seorang
gadis sekira umur 1delapan tahun dengan menyandung seekor kuCing.
"Ayah, pus ini juga lapar!" kata sigadis pada Ciu Tiong Ing.
KuCing itupun kelihatannya akan meronta dari tangan sigadis. Gadis itu adalah Ciu Ki, agak kendorkan tangannya dan meloncatlah kuCing itu keatas meja, terus tempelkan
monCongkan pada 2 buah mangkok sajur. Ciu Ki dan orang-orang sama berteriak
untuk menggebahnya. Ketika hampir tertangkap, tiba-tiba kuCing itu julurkan kakinya
terus meng-geletak diatas meja, sedang dari mulutnya segera muntah kan darah hitam
lalu mati. Seketika itu wajah Kian Liong berobah. Thio An-koan bergemeteran saking takutnya dan Buru-buru jatuhkan diri ber-kui, katanya: "Bansweya mereka telah menaruh raCun
jangan didahar!"
Sebaliknya Kian Liong tiba-tiba tertawa gelak 2.
"Kamu sekalian telah berdosa besar, mau Coba meraCuni kaisar. Kalau memang mau
bunuh, bunuhlah lekas, jangan pakai raCun 2an!"
Sambil mengucap begitu, baginda lemparkan kursinya terus berbangkit.
"Apakah baginda tak mau dahar hidangan ini?" balas bertanya Bu Tim.
"Bangsat, pengeCut, Coba saja kau mau berbuat apa kepadaku," menantang Kian
Liong. Mengerti akan kejadian sikuCing tadi, beliau insyap bahwa orang telah inginkan ji wanya, karenanya beliau umbar kemarahannya.
Mendadak Bu Tim gebrak meja, lalu berseru keras-keras: "Jiwa seorang laki 2 itu
bergantung dari nasib. Kalau baginda tak mau, kita nanti yang makan. Ayo, siapa
diantara saudara-saudara yang bernyali, ikutlah makan dengan aku!"
Diambilnya sumpit terus dimasukkannya kedalam mangkok yang dimakan oleh kuCing
tadi, lalu dimasukkan kedalam mulutnya. Lain-lain saudaranyapun sama mengambil
tempat duduk, dan serentak berseru: "Kalau mati biarlah mati, tak perlu kita sibuki."
Dan pada lain saat, tampak suara keCipan bibir menge nyam hidangan yang lezat itu.
Melihat itu, melengaklah Kian Liong. Dalam waktu yang singkat saja, hidangan itu telah disapu bersih oleh orang-orang Hong Hwa Hwe tersebut. Mereka ternyata tak kurang
suatu apa, keCuali sama urut 2 perutnya karena kekenyahgan.
Kiranya tadi adalah tipu si Thian Hong saja. Lebih dulu kuCing diberinya obat raCun, sedang hidangan itu sebenarnya tak ada apa-apanya. Dengan begitu, lagi-lagi Kian
Liong yang sudah siap untuk dahar, kembali digagalkan.
Memang orang-orang Hong Hwa Hwe masih dendam hati pada Kian Liong, karena
baginda itu telah menyiksa Bun Thay Lay sedemikian rupa, sehingga sekujur badannya
luka parah, Lou Ping juga terluka, Ciu Tiong Ing kehilangan putera, sedangkan Ie Hi
Tong jiwanya terancam. Kesemuanya itu, menimbulkan kemarahan mereka.
Sebenarnya kalau menurut kehendak ke 2 saudara Siang, lebih baik raja itu dihabisi saja jiwanya. Tapi Tan Keh Lok dan Thian Hong dapat menyabarkan mereka. Karena itulah
mereka melampiaskan kemangkelan hati dengan "mengoCok" kaisar itu se-puas 2nya.
Hal itu dimaksud untuk membalas sakit hati, dan ke 2 kalinya untuk menyatuhkan
keangkuhan kaisar itu.
Kalau Kian Liong sedang menahan lapar sampai 2 hari, adalah pada saat itu seluruh
pembesar HangCiu sama heboh tak keruan. Sekalipun lenyapnya kaisar itu sedapat
mungkin dirahasiakan, tapi tak urung seluruh kota menjadi gempar. Semua tempat
diseluruh kota di geledah dengan bengis, ter-utama ditempat pelabuhan, tak
seorangpun diperbolehkan keluar.
Dalam 2 hari itu, ribuan orang yang diCurigai telah ditangkap, sehingga penyara penuh dengan orang tahanan. Mereka tak tahu sebab apa ditangkap. Pembesar setempat
selain memang ketakutan, juga menggunakan kesempatan baik untuk main tangkap
orang-orang hartawan, agar mereka mau kasih uang tebusan yang besar.
Hok Gong An, Li Khik Siu, Pek Cin dan lain-lain jago pengawal jadi kalang kabut. Mereka menduga bahwa itu tentu perbuatan orang- Hong Hwa Hwe Mereka segera kirim
pasukan untuk menggeledah ketempat anggota-anggotaHong Hwa Hwe tetapi
semuanya sudah kabur.
Pada hari ketiga, Hok Gong An kembali bersidang. Apakah lenyapnya baginda itu perlu
dilaporkan pada Thay Houw (ibusuri) dikotaraja, agar kalau sampai terjadi hal 2 yang tak di nginkan, fihak istana sudah dapat segera mengangkat seorang raja baru sebagai gantinya Kian Liong.
Tapi mereka yang hadir tidak menyetujuinya, karena hal itu berarti, keluarga mereka
akan mendapat hukuman mati semua. Tengah mereka berunding, tiba-tiba tampak Swi
Tay Lim mendatangi dengan wajah puCat. Dia membisiki beberapa patah kata ditelinga
Pek Cin, yang segera berobah wajahnya dan serentak berbangkit katanya: "Masa ada
kejadian itu?"
Hok Gong An Buru-buru menanyakan apa yang terjadi.
"Enam orang si-wi yang menjaga kamar tidur bansweya telah kedapatan mati
terbunuh," jawab Swi Tay Lim.
"Ha, Ayo kita periksa, tentu ada hubungannya dengan lenyapnya bansweya," kata Hok
Gong An. Mereka segera menuju kekamar baginda. Tapi begitu Swi Tay Lim membuka pintu, bau
busuk lantas menyerang hidung. Diatas lantai kamar itu, disana sini terserak enam
majat si-wi. Ada yang matanya melotot keluar, ada yang da danya melesak,
keadaannya menyeramkan sekali. Ketika diperiksa Pek Cin, ternyata keenam si-wi itu
adalah jago-jago pilihan dari istana. Memang diwaktu bersemajam, selalu ada enam
orang si-wi yang menjaga diluar kamar baginda itu. Meskipun baginda lenyap, tapi
keenam pengawal itu masih tetap bergiliran menjaga kamar beliau.
"Keenam orang ini berkepandaian tangguh semua, tetapi mengapa mereka dapat
dibinasakan orang dengan tanpa mengeluarkan suara apa-apa" tanya Pek Cin.
Pek Cin bungkukkan badan untuk memeriksa lebih lan jut. Ternyata mereka itu dapat
hantaman dari tenaga yang dahsyat, tetapi ada juga yang telah dihantam dengan po
kiam hingga kepalanya hanCur. Senjata-nyata dari para korban itu ada yang telah
dihanCurkan, ada lagi yang masih belum keburu dilolos keluar. Jadi terang kalau
sipembunuh itu berlaku sebat sekali, sehingga korban 2 itu tak sempat membela diri.
"Kamar ini tak Cukup lebar untuk berkelahi sekian ba nyak orang. Paling banyak sekali sipembunuh itu hanya berjumlah 2 atau tiga orang. Sekali bergerak mereka telah dapat membinasakan keenam si-wi itu. Mereka kejam sekali, tapi juga membuktikan
bagaimana hebatnya kepandaian mereka itu," kata Pek Cin.
"Bansweya telah dapat mereka jebak, mengapa mereka mesti membinasakan keenam
saudara ini" Menilik gelagat nya, sipembunuh dengan orang yang menyebak bansweya
itu tentu bukan segolongan," kata Li Khik Siu.
"Ya, tetapi mereka tunggal tujuan jalan akan membunuh bansweya. Karena bansweya
tak berada disini, maka keenam si-wi itulah yang harus membajar jiwa," kata Hok Gong An.
"Ji-wi benar. Kalau yang membunuh si-wis ini orang Hong Hwa Hwe maka bansweya
tentu jatuh dilain tangan. Tapi kerumah Giok-ji-ih.
Rumah bunga raja itu, sebenarnya dijaga pula oleh tentara, tapi ketika itu, satupun tak nampak penjaganya. Rumah itu tampak sunyi 2 saja. Dan begitu masuk, kembali
tampak majat 2 dari 2 orang si-wi dan belasan tentara. Kejam nian pembunuh itu,
seorangpun tak dibiarkan hidup. Ada yang tenggorokannya putus digigit Anjing. Ditilik dari perawakan dan luka sikorban, Pek Cin menduga keras, bahwa Anjing sipembunuh
itu tentu seekor binatang yang besar sekali. Kalau bukan Anjing dari luar perbatasan, tentulah semacam serigala dari daerah barat-daya. Apakah mungkin pembunuh itu
berasal dari luar perbatasan atau dari Tiongkok barat-daya" Demikian Pek Cin Coba
mengambil kesimpulan.
Keenam Anjing itu setelah berputaran diseluruh ruangan Giok-ju-ih lalu men-Cakar 2
kelantai. Pek Cin segera me-meriksa lantai itu, tapi tak ada tanda-tanda yang
mencurigakan. Namun Anjing 2 itu tetap men-Cakar 2 dan menggonggong dengan tak
hentinya. Pek Cin suruh seorang serdadu Coba menCongkel lantai itu. Dan benar juga, baru saja
diCongkel sekali 2, lantai itu terjungkat. Dibawah ternyata ada sebuah papan batu yang besar.
"Congkel lekas!" perintah Pek Cin.
Begitu papan diCongkel, nampak sebuah lobang besar.
Anjing 2 itu serentak masuk kedalam. Kini terbukalah mata Pek Cin dan Li Khik Siu,
mengapa ribuan tentara yang menjaga rumah itu tak dapat mengetahui lenyapnya
baginda. Kiranya baginda telah diCulik melalui jalan dibawah tanah itu. Pek Cin dan Khik Siu langsung pimpin anak buahnya memasuki lobang itu
Kini kita tengok kembali keadaan Kian Liong yang telah 2 hari menahan lapar dipagoda Liok Hap Ta itu. Dia rasakan tubuhnya lemas. Pada hari ketiga, betul-betul habislah
tenaganya. DiCobanya untuk tidur, tapi tiba-tiba ada seorang ka Cung menghampiri dan berkata: "Bansweya, siaoya mengundang bansweya untuk bicara."
Karena girangnya, Kian Liong timbul pula semangatnya, dan Cepat-cepat berpakaian.
Kacung itu, adalah Sim Hi, yang selain orang Hong Hwa Hwe siapakah yang mempunyai
keberanian begini besar" Sebaliknya kalau bansweeya jatuh ditangan orang Hong Hwa
Hwe, pembunuh ini tentu orang berkepandaian tinggi sekali", Pek Cin utarakan
pendapatnya. Ketika angin mendesir, kembali hidung orang-orang disitu sama tertusuk bau yang
busuk. Karena tak tahan, Hok Gong An segera keluar.
"Orang kosen didaerah Kang Lam sini, hampir kukenal semua. Tapi kalau menurut Cara
sipembunuh itu melakukan pekerjaan, sungguh istimewa sekali. Hm, entah siapakah dia
itu!" diam-diam Pek Cin berkata sendiri.
Berhadapan dengan orang-orang Hong Hwa Hwe saja sudah kewalahan, apalagi kini
mendapat tambahan seorang musuh baru yang begitu tangguh. Diam^ hati Pek Cin
menjadi kunCup.
Dia membungkuk untuk memeriksanya, dan ternyata pada dada sikorban itu terdapat
luka-luka "Cakar-Anjing". Hal itu membuat ia heran, lalu minta pada Li Khik Siu menCari pemburu yang memelihara Anjing.
Orang yang dimaksudkan itu segera dibawa datang, tiga orang pemburu dengan enam
ekor Anjingnya. Dalam pada itu Li Khik Siu telah mempersiapkan 2 ribu tentara untuk menunggu perintah. Pek Cin suruh Anjing 2 itu membaui korban 2 tersebut., lalu di
suruh melepaskan. Demikianlah dengan dipelopori oleh pemburu beserta Anjingnya,
tentara negeri itu menuju ketepi telaga Se-ouw. Disama Anjing 2 itu mengaum 2 kearah tengah 2 telaga.
Mengertilah Pek Cin, bahwa sipembunuh itu datang bersama dengan Anjingnya juga.
Setelah membunuh si-wi dan tak dapat menemukan kaisar, pembunuh itu suruh
Anjingnya menCari jejak baginda. Setelah membaui sekian lama, Anjing pemburu itu
berhasil dapatkan jejak. Dengan ber jalan menyusur tepian telaga, akhirnya pada
sebuah tempat yang beCek, diketemukan bekas tapak sipembunuh dan Anjingnya.
Anjing itu diseberangkan dari tempat dimana baginda dibawa naik perahu, sampai ditepi sana, terus berjalan menuju kedalam kota lagi. Karena dikota penuh dengan orang,
Anjing itu berjalan agak lambat. Sambil berjalan sambil menCiumkan monCongnya
ketanah, akhirnya menuju kerumah Giok-ji-ih.
Rumah bunga raja itu, sebenarnya dijaga pula oleh tentara, tapi ketika itu, satupun tak nampak penjaganya. Rumah itu tampak sunyi 2 saja. Dan begitu masuk, kembali
tampak majat 2 dari 2 orang si-wi dan belasan tentara. Kejam nian pembunuh itu,
seorangpun tak dibiarkan hidup. Ada yang tenggorokannya putus digigit Anjing. Ditilik dari perawakan dan luka sikorban, Pek Cin menduga keras, bahwa Anjing sipembunuh
itu tentu seekor binatang yang besar sekali. Kalau bukan Anjing dari luar perbatasan, tentulah semacam serigala dari daerah barat-daya. Apakah mungkin pembunuh itu
berasal dari luar perbatasan atau dari Tiongkok barat-daya" Demikian Pek Cin Coba
mengambil kesimpulan.
Keenam Anjing itu setelah berputaran diseluruh ruangan Giok-ju-ih lalu men-Cakar?
kelantai. Pek Cin segera me-meriksa lantai itu, tapi tak ada tandas yang mencurigakan.
Namun Anjing 2 itu tetap men-Cakar 2 dan menggonggong dengan tak hentinya.
Pek Cin suruh seorang serdadu Coba menCongkel lantai itu. Dan benar juga, baru saja
diCongkel sekali 2, lantai itu terjungkat. Dibawah ternyata ada sebuah papan batu yang besar.
"Congkel lekas!" perintah Pek Cin.
Begitu papan diCongkel, nampak sebuah lobang besar.
Anjing 2 itu serentak masuk kedalam. Kini terbukalah mata Pek Cin dan Li Khik Siu,
mengapa ribuan tentara yang menjaga rumah itu tak dapat mengetahui lenyapnya
baginda. Kiranya baginda telah diCulik melalui jalan dibawah tanah itu. Pek Cin dan Khik Siu langsung pimpin anak buahnya memasuki lobang itu
Kini kita tengok kembali keadaan Kian Liong yang telah 2 hari menahan lapar dipagoda Liok Hap Ta itu. Dia rasakan tubuhnya lemas. Pada hari ketiga, betul? habislah tena
ganya. DiCobanya untuk tidur, tapi tiba-tiba ada seorang ka Cung menghampiri dan
berkata: "Bansweya, siaoya mengundang bansweya untuk bicara."
Karena girangnya, Kian Liong timbul pula semangatnya, dan Cepat-cepat berpakaian.
Kacung itu, adalah Sim Hi, yang setelah dirawat beberapa hari kini sudah sembuh dari luka-luka-nya. Mendengar baginda dapat ditawan, dia ingin sekali menyaksikan ramai 2.
Dia memasak air untuk melayani baginda berkemas diri. Kaisar itu masih tetap
mengenakan pakaian orang Han dan mengikuti Sim Hi menuju kebawah.
Diloteng setingkat bagian bawah, Tan Keh Lok sudah siap menyambutnya dengan muka
berseri-seri. Begitu baginda datang, dia Cepat-cepat ? memberi hormat. Baginda pun
membalasnya dan lalu ikut masuk kedalam ruangan. Sementara itu, Sim Hi
menghidangkan minuman teh.
"Lekas siapkan hidangan!" kata Keh Lok segera.
Sebuah talam segera dihaturkan oleh Sim Hi. Selain beberapa kuah sajur, juga terdapat udang, sajur daun terate dengan ikan ajam dan lain-lain. yang baunya menusuk hidung.
Setelah makan berkatalah Tan Keh Lok : "Karena menengok seorang sahabat yang
sakit, maka siaote tak dapat siang 2 menyambut saudara, harap maafkan".
"Ah, tak apalah," sahut Kian Liong.
"Silakan henghay dahar dulu, nanti siaote ada sedikit pembicaraan kepada hengtay".
Lapar Kian Liong tak tertahan lagi rasanya. Sebenarnya beliau berbadan sehat. Ketika berumur 2belas tahun beliau ikut kakeknya Kaisar Kong Hi berburu, telah dapat
memanah seekor serigala. Sebagai orang yang gemar buge, makannya pun banyak
sekali. Dua hari 2 malam tak berkenalan dengan nasi, sungguh membuatnya setengah
mati. Begitu Tan Keh Lok mendahului makan dengan menyumpit sesuap sajur, Kian Liong
terus dahar dengan lahapnya dan sekejab mata saja habislah hidangan setalam itu.
Pada setiap masakan, Tan Keh Lok selalu menCiCipinya satu 2 sumpitan yang terus
dimakannya. Ini untuk menghilangkan keCurigaan baginda, siapa kini betul-betul tak
sungkan 2 lagi. Melihat itu, Tari Keh Lok hanya tersenyum saja.
N j aman perasaan kaisar itu, setelah habis berdahar. Beliau segera meneguk Cawan
yang terisi teh, harum dari Liong-keng. Dan seketika itu tubuhnya dirasakan segar.
Setelah mangkok 2 dikemasi, berkata pulalah ketua Hong Hwa Hwe itu me nyuruh Sim
Hi sediakan beberapa macam sajur lagi untuk teman minum arak.
Setelah Sim Hi berlalu, Tan Keh Lok dorong pintu muka dan katanya: "Mereka berjaga
dibawah, rasanya inilah tempat yang paling sesuai. Tak nanti ada lain orang yang dapat mendengarkan pembicaraan kita."
Kian Liong kerutkan kening, katanya dengan pelan: "Kau tawan aku disini ini, hendak
bermaksud apa?"
Tanpa menyahut apa-apa, Tar? Keh Lok maju 2 tindak dan menatap wajah Kian Liong.
Kian Liong dapatkan bagaimana sepasang mata orang muda itu ber-kilat 2 seperti
merasuk kedalam hati. Tak tertahan baginda itu berpaling kesebelah. Hening sejenak,
tiba-tiba Tan Keh Lok berkata : "Koko, sampai detik ini apa kau masih belum mengenal aku?"
Lemah lembut nada perkataan itu ketika pemimpin muda itu mengucapkannya. Namun
bagi sang baginda, hal itu seolah- bunyi halilintar disiang hari, sehingga tanpa merasa, beliau berjingkrak.
"Apa apa katamu tadi"!" tanyanya gugup.
Wajah Tan Keh Lok unyuk kesungguhan, pelan- diulurkan ke 2 tangannya untuk
menyambut tangan baginda seraya berkata :
"Kita ini kakak beradik, sedarah sedaging. Koko, tak perlu kau kelabui aku, aku telah mengetahui semuanya."
Sejak orang-orang Hong Hwa Hwe dapat membebaskan Bun Thay Lay, insyaplah Kian
Liong bahwa rahasianya tentu bocor. Sekalipun begitu, ketika Tan Keh Lok
memanggilnya "koko," dia masih melengak terkejut. Lemah lunglai sendi tulangnya, dan tanpa terasa beliau jatuhkan diri diatas kursi.
"Kau datang ke Hay Ling, kau anugerahkan gelaran ayah bunda sebagai dewa dan dewi
Laut, itulah pertanda kau masih ingat budi mereka. Coba kau berkaCa pada Cermin ini."
Habis berkata demikian, Tan Keh Lok tarik seutas tali yang bergantungan disebelah
meja tulis, maka tersingkaplah lukisan didinding itu. Sebagai gantinya tampak sebuah Cermin besar.
Kian Liong dapatkan dalam pakaian orang Han itu, dirinya sedikitpun tak mirip dengan orang Boan. Sedang ketika mengawasi Tan Keh Lok yang berada disebelahnya itu,
kaisar itu mengelah napas dalam-. Habis itu kembali beliau jatuh-kan diri diatas kursi.
"Koko, karena tidak saling mengetahui, kita kakak beradik saling bermusuhan. Kalau
tulang saling berhantam dengan dagingnya, ayah-bunda yang sudah beristirahat dialam
baka itu tentu takkan tenang hatinya."
Kian Liong tetap tak dapat mengeluarkan kata-kata. Baru setelah berselang beberapa
waktu, kedengaran beliau berkata: "Sebenarnya kubermaksud menempatkan kau dikota
raja, tapi kau sendirilah yang menolaknya."
Tan Keh Lok memandang kearah sungai disebelah sana, tanpa menyahut apas.
"Kalau kau merasa belum punya pengalaman, nanti kusuruh seorang memimpin kau.
Mengingat keCerdasanmu, kurasa kau tentu dapat mengatasinya. Kelak akan kuserahi
kau jabatan yang makin tinggi," kata Kian Liong pula. "Ini untuk kepentingan negara.
Untuk hubungan kita ber 2 pun berguna sekali. Mengapa kau tetap menuntut jalan
sesat, tidak setia pada negara, tidak berbakti terhadap orang tua!"
Mendengar itu Tan Keh Lok berpaling dengan tibas.
"Koko, tidak ada maksudku untuk menuduh kau put-tiong put-hauw (tidak berbakti).
Mengapa kau sebaliknya mengatakan aku begitu?" tanyanya.
"Hm, adalah kewajiban menteri untuk bersetia kepada junyungannya. Yang menentang
berarti mendurhaka. Aku adalah seorang junyungan, mengapa kau katakan tidak setia?"
"Terang-terangan kau ini seorang Han, mengapa takluk pada orang asing, adakah itu
setia" Semasa ayah-bunda masih hidup, kau sudah tidak merawatnya dengan baik-
baik . Malah tiap hari ayah harus menghadap dan berlutut padamu, sedangkan kau
anggap sepi saja kesemuanya itu. Adakah ini berbakti?" Tan Keh Lok mulai
mengeluarkan kata-kata tajam demi orang mendesaknya.
Butir-butir peluh ber-ketes 2 turun dari kepala Kian Liong.
"Aku benar-benar tak mengetahuinya," katanya dengan separoh berbisik. "Ketika
pemimpinmu, mendiang Ie Ban Tong masuk kedalam istana, barulah kuketahui semua
itu. Namun aku masih setengah percaya. Hanya saja, menjadi anak orang, lebih baik
kalau kita percaya bahwa hal itu mungkiri terjadi. Berbuat kesalahan karena tak tahu, bukan berarti put-hauw. Maka akupun memerlukan berkunjung ke Hay Leng juga."
Sebenarnya ucapan Kian Liong itu hanya untuk menutupi kesalahannya saja. Waktu itu
setelah Ie Ban Tong dan Bun Thay Lay berhasil menyelundup kedalam istana, dia
unyuk-kan surat Tan-hujin kepada kaisar itu. Surat ila berisi pengakuan apa yang
sebenarnya telah terjadi. Kian Liong sudah delapan bagian mempercayainya. Begitu Ban Tong berlalu, dia segera menanya keterangan pada Liauw-si, mak inangnya. Liauw-si
terpaksa menuturkan apa yang diketahuinya :
4tujuh Tahun yang lalu, pada bulan delapan tanggal 1tiga , isteri dari Su-pwelek
(pengeran keempat) In Ceng, telah melahirkan seorang puteri. Berbareng dengan itu,
menteri besar Tan Se-Koan pun mendapat putera. Su-pwelek, pangeran keempat,


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah putera dari kaisar Kong Hi. Anak kaisar BoanCiu, disebut pwelek. Dia titahkan supaya putera menteri itu dibawa masuk keraton. Dia kepingin melihatnya, katanya.
Terang tadi yang dibawa masuk, adalah putera seorang laki 2. Tapi setelah keluar
ternyata baji itu telah bertukar dengan seorang baji perempuan. Tapi Se Koan mengerti bahwa Su-pwe-lek itu telah sengaja menukarkan bajinya, namun dia tak berani berkata
apa-apa, dikarenakan pengaruh pwelek itu terlampau besarnya.
Kaisar Kong Hi mempunyai belasan putera, Mereka sama bersaing untuk
memperebutkan kedudukan tahta nanti. Kong Hi gemar akan ilmu pengetahuan Barat.
Maka ba nyaklah putera 2nya yang se-olah 2 berlomba untuk mempelajari ilmu itu.
Pwelek 2 itu telah mempunyai menteri kesa jangan sendiri. Tak segan 2 mereka
memberi suapan besar pada menteri 2 itu, agar memujikan dirinya dihadapan sang
ayahandanya. Juga, pangeran 2 itu masing-masing memelihara ja goan 2 silat untuk
melindungi diri.
In Ceng mengetahui bahwa ayahandanya itu masih ragu 2 menyatuhkan pililian tentang
siapa yang bakal menjadi Calon penggantinya kelak. Diapun tahu pula bahwa diantara
saudaranya itu, misalnya In Teng, In Ki, In Te dan lain-lain. adalah orang-orang yang kepandaiannya tak disebelah bawahnya. Begitu pula mereka itu mempunyai kekuatan
dan pengaruh besar. Didalam memilih Calon mahkota, kaisar harus, menimbang dengan
Cermat bukan saja keCakapan dan peribadi pangeran itu, tapi pun anaknya juga, jadi
CuCu kaisar itu.
Memilih seorang Calon kaisar, adalah untuk meletakkan dasar yang kokoh dalam
menegakkan negara. Tidak; kalah sukarnya seperti orang membangun kerajaan. Kalau
pangeran yang telah menjadi kaisar itu wafat, tentulah siCuCu yang menggantikannya.
Jadi sekalipun pwelek 2 yang sekarang ini Cerdas, tapi kalau puteranya tolol, pilihan tak nanti jatuh pada dirinya. Jadi dapat dimengerti bagaimana ke rasnya para pwelek itu
berusaha untuk mendapatkan seorang putera yang Cerdas, sehingga dapat mengambil
hati Kong Hi. In Ceng sebenarnya sudah mempunyai seorang putera laki 2 sendiri, tetapi anak itu
lemah dan bodoh. Tidak disukai Kong Hi. Dalam satu hal ini, dia menginsyapi kekurang annya. Karenanya, dia sangat berharap untuk mendapat putera lagi. Tapi apa mau,
isterinya ternyata melahirkan seorang puteri.
Pangeran Boan itu bertekad keras,, biar bagaimana dia harus bisa menjadi kaisar. Maka ketika didengarnya Tan Se Koan; berputera seorang laki 2, baji itu telah ditukarkannya.
Diantara pwelek 2, In Ceng adalah yang paling banyak sekali tipu muslihat, dan kejam hatinya. Tan Se Koan tak berani berkutik apa-apa. Baji laki 2 itu, kemudian menjadi Kian Liong yang sekarang ini. Memang sejak kecil, dia mengunjuk kan keCerdasan dan
keberaniannya. Dalam umur enam th. dia sudahi dapat membaCa kitab! "Ay Lian Swat."
Dalam usia sembilan th., terjadilah suatu hal yang sangat kebetulan sekali, sehingga anak itu telah berhasil merebut hati engkongnya, kaisar Kong Hi. Dan peristiwa itu,
menjadi dasar utama sehingga In Ceng berhasil diangkat menjadi pengganti kaisar.
Waktu itu Kian Liong masih, bergelar Po Jin Ong. Dia ikut, kaisar Kong Hi berburu ke Je-hol. Anak buah pengawal raja, telah mengejai* seekor beruang besar. Beruang itu
terpaksa keluar dari dalam hutan dan menuju kedepan Kong Hi. Sekali lontar tombak
berapi, kepala beruang itu telah terpanggang dan roboh ketanah. Ketika kejadian itu
berlangsung, justeru Po Jin Ong yang berada disebelah Kong Hi dan menaik seekor
kuda kecil, juga kelihatan mengangkat tombaknya kecil, siap untuk melepaskannya.
Dihadapan seekor binatang yang begitu besar, anak itu se dikitpun tak merasa gentar.
Kong Hi senang melihat sikap CuCunya itu, serunya: "Lontarkan tombakmu itu!"
Kong Hi sayang akan CuCunya itu. Maksudnya menyuruh anak itu melontarkan
tombaknya, adalah akan memberikan pahala itu kepadanya. Dihadapan para menteri
nanti, dia akan mengatakan bahwa CuCunya itulah yang dapat membinasakan beruang.
Dalam usia sembilan th. Po Jin Ong telah dapat menombak mati seekor beruang, itulah
suatu hal yang boleh dibuat bangga.
Begitulah Po Jin Ong segera turun dari kudanya dan menghampiri beruang sambil mem-
bentaks; "Kubunuh kau, kubunuh kau!"
Tombak tepat' dilancarkan keperut beruang, disambut de-ngan sorak sorai oleh para si-wi. Juga Kong Hi meng uruta jenggotnya sembari bersenyum puas.
Habis menusuk, Po Jin Ong kembali akan naik kudanya. Tapi ternyata beruang itu
belum mati, dan begitu berbangkit, terus menubruk kepada Kong Hi. Para si-wi menjadi ter kejut, dan Cepat-cepat s menghujaninya dengan tombak. Seketika itu juga,
melayang lah nyawa beruang itu.
Kong Hie-pun bukan kepalang terkejutnya, katanya kepada sekalian si-wi: "Po Jin Ong
betuis mempunyai rejeki besar. Kalau tadi sewaktu dia masih berdiri disitu, binatang itu.
menerkamnya, pasti dia akan Celaka."
Sejak itu perhatian Kong Hi ada pada pangeran Cilik itu yang dianggapnya mempunyai
rejeki besar, lagi pula pandai dalam ilmu silat dan ilmu surat. Dia telah dapat
memenangkan hati Kong Hi.
Kalau kemudian hari In Ceng bisa naik tahta, dalam banyak sekali hal memang
mengandalkan atas rejeki dari anak yang dipertukarkan dan dianggap sebagai
puteranya sendiri itu.
Semasa Yong Ceng (In Ceng) memerintah, keluarga Tan di Hay Leng itu dianugerahi
pangkat dan kemewahan hidup yang luar biasa. Maksud Yong Ceng, pertama untuk
membalas budi, ke 2 kalinya agar rahasia itu jangan dibocor kan oleh keluarga Tan itu.
Pertama kali Kian Liong dibawa kegedung Yong Jin Ong (gelar In Ceng semasa masih
menjadi pwelek), terus menangis tak berhentinya serta tak mau minum susu. Karena
kewalahan, akhirnya isteri In Ceng minta supaya mak inang anak itu, Liauw-si, dibawa masuk istananya juga. Sejak itu Kian Liong baru mau diam, tidak menangis lagi.
Sungguh tak dinyana, berselang 40 tahun kemudian, Kian Liong telah menanyakan hal
itu kepada Liauw-si. Mak inang itu sebenarnya tak mau mengatakannya, tapi karena
takut dan menduga bahwa Kian Liong sendiri telah mengetahuinya, iapun terpaksa
mengatakan dengan sebenarnya. Liauw-si waktu itu sudah berumur enam0 tahun.
Malamnya Kian Liong menyuruh orang untuk menyirat lehernya, agar rahasia itu jangan
sampai bocor. Maka katas yang diuCapkan dihadapan Tan Keh Lok itu, telah mengingatkan dia akan
budi kebaikan mak inang itu, yang telah dibalasnya dengan menyirat lehernya itu.
Diam-diam hati kaisar itu menyesal.
"Coba kau lihat sendiri, apakah dirimu itu mirip dengan seorang Boan. Masa hal itu
masih belum meneguhkan ke percayaanmu," kata pula Keh Lok.
Kian Liong merenung.
"Kau seorang Han, tanah air bangsa Han telah dirampas oleh orang asing, dan kaulah
yang menjadi raja mereka itu. Jadi kau memimpin orang asing untuk menindas
bangsamu sendiri. Bukankah hal ini suatu perbuatan 'put-tiong-put-hauw', mengambil
jalan yang sesat?" tanya pula Keh Lok.
Kian Liong tak dapat memberi jawaban yang tepat, ia hanya berkata: "Aku sekarang
telah jatuh kedalam tangan mu, kalau mau bunuh, bunuhlah. Tak usah banyak sekali
bicara lagi."
"Kita telah membuat janji di Hay Tong, bahwa kita tak boleh saling menCelakai. Sebagai seorang laki 2, aku tak boleh menyalahi janji itu. Apalagi setelah kuketahui bahwa kau adalah kakakku sendiri. Sepuluh tahun lamanya aku tak pernah bertemu dengan darah
dagingku. Kalau saat ini aku bisa berjumpa dengan koko, masa bermaksud akan men
Celakainya," kata Keh Lok dengan lemah lembut.
Tan Keh Lok , adalah seorang yang berperasaan halus, penuh emosi. Maka dengan
ucapannya itu, diapun menguCur kan air mata.
"Habis kau maukan aku bagaimana" Apa kau paksa aku supaya turun tahta?" tanya
Kian Liong kemudian.
Tan Keh Lok memesut air matanya, dan menyahut: "Tidak. Kau tetap menjadi kaisar.
Namun bukan kaisar yang put-tiong dan put-hauw, melainkan seorang junyungan bijak
sana yang merintis negara baru."
"Perintis negara baru?"
"Ya, benar, menjadi kaisar dari bangsa Han, bukan kaisar orang Boan!"
Kian Liong berotak Cerdas. Sekali dengar saja, dia sudah Cukup mengerti kemana
ucapan pemimpin Hong Hwa Hwe itu.
"Yadi kau mau suruh aku usir orang-orang Boan itu?" tanyanya.
"Benar Kau menjadi kaisar yang mengakui musuh sebagai ayah sendiri, bukankah akan
dinista oleh anak CuCu kita. Mengapa kau tak berusaha untuk merobah keadaan itu dan
meletakkan dasar baru dari pekerjaan besar ber-abad 2 kemudian?"
Kian Liong seorang yang ambitius, temaha jasa. Dengan kata-kata itu, tergeraklah
hatinya. Hal itu Tan Keh Lok dapat mengetahuinya dari perubahan air muka kaisar itu.
Tahulah dia, bahwa kata-katanya telah "termakan" dihati orang. Maka kesempatan itu
tak mau dilewatkan begitu saja, katanya pula :
"Dunia mengetahui bahwa kau menjadi raja ini, karena meneruskan warisan leluhur
saja. Jadi tak mengherankan dan menimbulkan kekaguman orang. Coba lihatlah orang
itu!" Kian Liong menghampiri kedekat jendela dan memandang kearah yang ditunyuk Tan
Keh Lok. Seorang petani tengah mengerjakan sawahnya. Hal itu membuat baginda
heran. "Kalau dia kebetulan dilahirkan digedung Yong Jin Ong, dan kau dilahirkan dalam
keluarga petani itu, maka dialah yang menjadi kaisar sedangkan pada saat ini kau
sedang meluku sawah seperti dia," kata Keh Lok.
Kian Liong selalu mengira dirinya memang mempunyai kelebihan dari kebanyak sekalian
orang. Tapi ketika mendengar kata-kata Tan Keh Lok itu, di-pikirs memang beralasan.
"Hidup orang itu tak lamaj Kalau tak dapat mendirikan suatu perbuatan besar, sekejab saja akan menjadi segun dukan tanah yang berumput. Kaisar 2 jaman yang lalu, seperti Han Ko Cou, Tong Thay Cong, Beng Thay Cou, adalah seorang junyungan yang betul-betul pahlawan dunia. Gengis Khan dari dinasti Goan, Nurhata, pendiri ahala Ceng, juga dapat digolongkan raja 2 yang gagah. Tapi kalau baginda Han Si Te dan Beng Cong
Ceng itu, adalah raja 2 yang hanya menerima warisan saja, jadi tak dapat digolongkan pada raja 2 yang gagah," demikian Keh Lok teruskan uraiannya.
Setiap patah kata-kata itu menusuk hati Kian Liong. Sejak mengetahui dirinya seorang Han, beberapa kali Kian Liong akan keluarkan perintah 2 supaya hamba 2 dan pegawai
2 istana semua memakai pakaian Han. Tapi selalu dihalangi oleh menteri besar LanCu.
Maka diam-diam Kian Liong berpikir, kalau beliau turutkan kemauan Tan Keh Lok untuk
mengenyahkan bangsa Boan dan membangun kembali kerajaan Han, bukankah dia
bakal menjadi ThayCou dari kerajaan yang didirikan oleh keluarga Tan" Tidakkah
nilainya sama dengan Lauw Pang dan Li Si Bin"
Baru beliau akan menyawabnya, tiba-tiba dari kejauhan ke-dengaran gelombang Anjing
menggonggong. Tampak Keh Lok kerutkan alisnya sembari melongok keluar jendela.
Kian Liong ikut melongok. Tampak dari kejauhan ada empat ekor Anjing besar tengah
berlari-lari menuju kepagoda itu. Dibelakangnya mengikut 2 sogok bayangan. Karena
gerak an mereka sedemikian pesatnya, maka tak kelihatan wajah nya yang jelas.
Sekejab saja ke 2 bayangan dan empat ekor Anjing itu sudah dekat, dan segera
terdengar suara bentakan orang. Pagoda Liok Hap Ta terdiri dari tiga tingkat. Kian Liong dan Tan Keh Lok ketika itu berada ditingkat 2belas, jadi jauh dari muka tanah. Apa
yang terjadi dibawah tak dapat didengarnya.
Begitu datang, orang dan Anjing-anjing itu terus melangkah masuk. Tapi pada lain saat, keempat Anjing itu lari keluar sembari menggerang 2 kesakitan. Lari kesana sini, se-olah 2 akan menghindari sesuatu.
Beng Kian Hiong tampak lari mengejar dengan peluru nya. Begitu melepas pelor 2 'lian-Cu-tan' dan tepat membuat Anjing 2 itu mengaum makin hebat. Tengah Tan Keh Lok
merasa heran dengan kejadian itu, tiba-tiba ada sesosok tubuh melesat keluar dari
tengah pegoda itu. Gerakannya sedemikian pesat, hingga dalam sekejaban mata saja,
busur Kian Hiong sudah terampas, dan menyusul, tengkuk Kian Hiong tertampar orang.
Karena tak sempat berkelit Kian Hiong Coba menangkis dengan tangannya. Tetapi
orang itu lebih Cepat-cepat . Dia pakai busur tadi untuk menusuk jalan darah Kian
Hiong, siapa seketika itu terus roboh.
Tanpa menghiraukannya lagi, orang itu .meneruskan masuk kedalam pagoda.
Dan baru saja orang itu masuk kepintu, dari dalam pagoda itu segera berkelebat sebuah bayangan, terus men Celat keluar dan jatuh ditanah tanpa berkutik lagi.
Tan Keh Lok terkejut sekali, karena sikorban itu adalah An Kian Kong. Dan pada saat
itupun terdengar tanda suitan dari Ma Sian Kun dan Ma Tay Thing dari luar pagoda
yang memberitahukan ada musuh tangguh telah datang.
Sebaliknya Kian Liong bukan kepalang girangnya. Beliau mengira kalau penolongnya
telah datang. Tan Keh Lok me-ngawasi keempat penyuru, tapi oleh karena sepi 2 saja,
tahulah dia bahwa musuh yang datang itu hanya 2 orang saja. Sekalipun begitu musuh
kali ini sangat lihainya hing ga Ma Sian Kun dan puteranya yang menjaga diluar pagoda itu sampai tak tahu sebelumnya. Ditilik dari gerakan mereka yang sedemikian itu,
tentulah salah seorang jago yang ter lihai diantara kawanan si-wi. Dibandingkan dengan Pek Cin, masih lebih tinggi setingkat.
Keempat Anjing mereka itu kembali menyerbu masuk, disambut dengan teriakan
memaki dari seorang wanita muda. Kembali Anjing 2 itu me-lompat 2 hebat. Itulah
tentu Ciu Ki dan Sim Hi yang menjaga ditingkat ke 2 tengah me layani Anjing 2 itu.
Tiba-tiba terdengar suara jeritan seram dan dari jendela tingkat ke 2 terlempar keluar 2
buah senjata, sebatang golok pendek dan sebatang joan-pian. Tan Keh Lok menge
nalnya senjata-nyata itu kepunyaan Ciu Ki dan Sim Hi. Hal mana telah membuatnya ia
terkejut, dan diam-diam menguatirkan akan keselamatan ke 2 kawan itu. Karena
terang, musuh telah dapat merebut senjatanya.
Melihat perubahan air muka Tan Keh Lok itu, tahulah Kian Liong bahwa fihak
,,penolongnya" telah mendapat kemenangan. Diam-diam beliau merasa girang. Tapi
ketika Tan Keh Lok bersenyum, beliau Buru-buru melengos kebawah, ternya ta disana
seorang gagah yang bersenjatakan thiat-Ciang (galah besi), telah memutar senjata itu dengan hebat dan berhasil mengusir keluar keempat Anjing besar itu.
Itulah Cio Su Kin, dibelakang siapa pun ikut keluar Ciu Ki dan Sim Hi yang lalu menolong Kian Hiong dan Kian Kong. Empat ekor Anjing itu buas bagai harimau. Salah seekor
telah dihantam sampai putus kakinya oleh Su Kin, namun masih tetap merangsang
dengan sengitnya. Dikepung oleh empat binatang yang buas itu, Su Kin agak kerepotan
juga nampaknya.
Habis membawa masuk Kian Hiong dan Kian Kong, Sim Hi keluar pula. Dia gunakan
puluhan biji batu untuk menimpuk dan berhasil membuat Anjing 2 itu ber-kuik 2
kesakitan. Dan disaat itu, Su Kin hantamkan thiat-Ciangnya. Kini ada seekor yang
terlempar keluar.
Ciu Ki pun menyusul keluar. Ia ber-teriak 2 untuk membikin kacau binatang 2 itu. Dan ternyata berhasil, karena binatang 2 itu makin gugup. Melihat gelagatnya, dalam
beberapa waktu saja Su Kin pasti dapat menyapu bersih binatang 2 itu, andai kata tak terjadi hal yang mendadak datangnya.
Sekonyong-konyong dari tingkat ke enam, ada seorang melongokkan kepalanya keluar
jendela sembari bersiul keras sekali. Siulan itu aneh kedengarannya.
Mendengar itu, keempat Anjing itu segera lari berpencaran keempat penyuru. Karena
pintar Caranya menCari jalan lolos, Su Kin tak berdaya menge jarnya. Hanya yang putus kakinya tadi seekor, karena lari nya agak lambat Su Kin telah dapat menangkapnya dan diangkatnya tinggi-tinggi. Anjing itu Coba-coba meronta dengan melolong keras-keras, tapi pada lain saat Su Kin melemparkannya jauh-jauh maka siraplah lolongnya.
Ciu Ki dan Sim Hi sudah bersiap pula dengan senjatanya dan menjaga dibawah menara
tersebut. Mereka kuatirkan akan adanya serangan musuh lagi. Sedang disebelah atas,
Tan Keh Lok yang melihat bahwa musuh memberi tanda siulan dari loteng keenam,
diam-diam berpikir dalam hatinya: "Kalau begitu apakah Cap-ji-ko yang menjaga loteng kelima serta Nyo pat-ko yang menjaga loteng keenam tak dapat menahan mereka?"
Memikir sampai disitu, Keh Lok mengeluh. Musuh ternyata keliwat tangguh, apalagi 2
orang, maka ketua Hong Hwa Hwe itu segera akan bertindak untuk mengumpulkan
empat orang saudaranya dan menjaga diloteng ke sembilan. Belum sampai dia lakukan
rehCananya, tiba-tiba dari loteng ke tujuh berkelebat sesosok tubuh yang pendek kecil, tapi gesit gerakannya. Itulah 'Bu Cu-kat' Thian Hong.
Tapi baru saja tubuh Thian Hong keluar jendela, kakinya kiri telah kena disamber oleh seorang dari dalam. Tan Keh Lok kaget bukan kepalang. Cepat-cepat dia siapkan tiga
butir biji Catur dan sedianya akan ditimpukkannya. Tapi tiba-tiba Thian Hong berseru dengan keras: "Lihat piauw!"
Dan membarengi itu, tangannya kanan bergerak. Sudah tentu orang itu tarik
kepalannya kebawah untuk menhindari. Tapi ternyata itu hanya tipu dari si Bu Cu-kat
saja. Karena ternyata dia tak menimpuk apa-apa. Dan membarengi orang menunduk,
dia jejakkan kakinya untuk berontak. Begitu terlepas, dia pun sudah berdiri diatas
wuwungan dari pagoda.
Tan Keh Lok berada diloteng ke- 2belas, jadi kini dia dapat melihat jelas musuhnya itu yang ternyata berpotongan kate, ya, bahkan lebih pendek dari Thian Hong. Berpakaian
serba putih sedang rambutnya sudah ubanan semua. Seorang pe-rempuan tua kiranya!
Benar perempuan itu menggemblok sebatang pokiam di punggungnya, tapi ia
menyerang dengan tangan kosong saja. Sekali loncat, ia sudah melesat dan berbareng
tangannya kembali menerkam Thian Hong.
Thian Hong sudah tak bersenjata lagi, mungkin sudah kena berampas oleh perempuan
tua itu. Tapi tangannya kiri masih memegang sebatang tongkat besi, dengan apa dia
palangkan kemuka dada, seraya berseru: "Lihat piauw!"
"Kunyuk, jangan Coba kelabuhi aku lagi!" nenek itu memaki.
Sembari mulut membentak, tangan perempuan tua itu su-dah merangsang untuk
merampas tongkat. Tapi ternyata ia salah taksir siasat Bu Cu-kat. Kali ini bukan
gertakan kosong. Karena tadi dia sudah dapat mengambil sepotong genteng, maka lalu
ditimpukkan keras-keras.
Untuk berkelit terang sudah tak keburu, apaboleh buat tangan perempuan tua itu
menangkiskan kemuka. Maka hanCurlah genteng' itu menjadi berkeping-keping.
Penjaga dari loteng ke delapan, ke 2 saudara Siang, mungkin sedang dirabu oleh musuh yang seorang lagi,' makanya tak kelihatan mun Cul untuk membantu. Dalam hal
kepandaian silat, Thian Hong terang bukan tandingan siperempuan tua itu, maka dalam
beberapa jurus saja, dia sudah keripuhan dan keluarkan keringat dingin. Hanya karena mengandalkan kelin-Cahannya saja, masih dapatlah dia memaksakan tertahan.
Kebetulan pada saat itu, Ciu Ki mendongak keatas. Melihat bagaimana bakal suaminya
itu dalam bahaya, ia gugup dan teriaknya: "Ayah, lekas bantui dia!"
Ciu Tiong Ing menjaga diloteng ke sepuluh. Diapun lihat ba-gaimana ke 2 muridnya
tadi, Kian Hiong dan Kian Kong, dirobohkan musuh. Sedang kini Calon mantunya pun
berada dalam bahaya, dia segera maju kedepan jendela. Sesuai dengan wataknya yang
tak mau main membokong, maka lebih dulu berserulah dia; "Siapa berani mengacau
disini?" Berbareng sepasang 'Thiat-tan susul menyusul ditimpuk kannya kearah nenek itu.
Tapi belum tiba timpukan senjatanya itu, tahu-tahu nenek itu sudah melompat pergi
secepat-cepat burung, sekali tangannya menahan emperan, dengan sekali
berjumpalitan, orangnya menaik lagi ketingkat keenam.
Tatkala itu terdengarlah suara gemerinCing yang ramai, banyak sekali senjata-nyata
rasia sebangsa panah, peluru besi, piau dan lain-lain. jatuh diatas atap tingkat
kedelapan. Kiranya dilepaskan oleh Tio Pan San yang menjaga ditingkat kesembilan
yang bermaksud membantu Thian Hong.
Dan karena mengenai tempat kosong, ke 2 Thian-tan yang ditimpukan Ciu Tiong Eng
tadi telah patahan kayu emperan menara itu hingga menerbitkan suara peletak 2 kali, Cepat-cepat Thian Hong dapat menyemput kembali sebuah Thiat-tan, sebuah lainnya
ber-putar 2 ditalang emperan menara. Tiong Eng melompat turun hendak
menyemputnya kembali, tapi belum lagi kakinya menancap tempat yang dituju,
sekonyong-konyong ada angin pukulan menyamber kedadanya.
Dalam keadaan terapung, Tiong Eng tak sempat menghindari, ia merasa angin pukulan
itu hebat sekali, kalau menangkis sedang tubuhnya terapung, tentu akan kalah kuat dan terdorong jatuh kebawah menara. Dalam keadaan kepepet, lekas-lekas Tiong Eng Cabut
goloknya menegak dimuka nya, lalu orangnya bersama senjatanya terus menubruk
kedepan dengan tujuan menerima pukulan orang, tapi lawan pasti akan kena goloknya
juga, dani ke 2nya pasti akan sama-sama terluka.
Akan tetapi musuh Cukup liCin, ketika melihat Tiong Eng menubruk maju, sedikit tubuh mengegos, tangan kirinya terus menarik pergelangan tangan Tiortg Eng yang
memegang senjata.
Melihat gerak orang yang Cepat-cepat lagi lihai, diam-diam Tiong Eng bersuara heran, pikirnya dengan terkejut: "Siapakah gerangan orang ini?" " Dan bila ia sempat
melompat pergi, sementara dilihatnya Siang-si Hengte sudah melompat keluar dan
menempur orang itu dengan serunya, Perawakan orang itu ternyata tegap luar biasa, ke 2 saudara Siang itu sudah tergolong jang kung lenCir, siapa tahu tubuh orang itu masih lebih tinggi daripada mereka, hidung orang itu besar membetet, mukanya merah bagai
di wenter, kepalanya gundul kelimis tanpa seujung rambutpun.
Melihat wajah orang yang begitu aneh, sedang ilmu silat nya bagus luar biasa, diam 2
Tiong Eng memikir: "Kenapa tokoh semacam ini juga terima menjadi Anjing pesuru
kerajaan Boan?"
Kakek gundul itu terus geraki ke 2 telapak tangannya dengan Cepat-cepat dan lihai, tapi ke 2 saudara Siang keluarkan ilmu pukulan "Tiat-soa-Cio" mereka melompat kian kemari diatas emper menara itu.
Nampak Siang-si Hengte ber 2 mengerojok satu musuh belum bisa menang, tapi untuk
kalah rasanya juga tidak, Tiong Eng tidak jadi maju membantunya. Tapi bila ia
memandang kebawah, seketika ia terperanyat.
Ternyata ditingkat keenam situ sinenek tadi sedang me rangsak Ciu Ki hingga terpaksa gadis ini mundur-mundur terus. Melihat tunangannya tak sanggup melawan, tapi masih
me nempur matikan, kedudukannya sangat berbahaya, Cepat-cepat Thian Hong
berseru: "Ki-moay, mundur, mundur dulu!"


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 23 CIU KI menurut, ia putar tubuh terus pergi, dan sedang nenek itu hendak melompat
naik mengejarnya, tahus Ciu Ki berhenti pula dan mendamperat: "Lothaypo (nenek tua
bangka), berani kau mengejar aku"' Disini ada bala ban tuanku!"
Meski tua, tapi watak nenek itu ternyata sangat beranga san, demi mendengar katas
Ciu Ki, benar-benar ia mengejar pula.
Ciu Ki tak berani menempurnya, segera ia putar tubuh berlari. Tiong Eng tidak tinggal diam, dari atas sebuah Thiat-tan segera ditimpukannya kepunggung nenek itu.
Saat mana nenek itu sudah hampir dapat menyandak Ciu Ki, selagi tangan diulur
hendak menyamberet punggung gadis itu, mendadak terdengar samberan angin yang
keras dari belakang, tak berani ia meraupnya, melainkan tubuhnya berkelit keluar,
karenanya, seluruh tubuhnya menjadi ter apung diluar atap menara, hanya sebelah kaki kiri yang menyantol pada ujung emperan saja.
"Trang!" " keras sekali Thian-tan tadi mengenai atap menara hingga genteng pecah
berhamburan. Sungguh tidak terduga bahwa dengan senjata rasia Ciu Tiong Eng yang
sangat diandalkan itu, tenaga timpukannya besar dan jitu sekali, siapa nyana dengan
mudah saja telah dihindarkan nenek itu dengan ilmu entengi tubuhnya "Han-kang-tok-
tio" atau memanCing sendirian disungai dingin, semacam ilmu kepandaian- yang jarang
terlihat didunia persilatan, karuan Tiong Eng sangat kagum dan diam-diam berkuatir
pula. Sementara itu sesudah hindarkan serangan, kembali nenek itu mengudak Ciu Ki lagi.
Ketika Tiong Eng melompat turun ketingkat enam itu dan menghadang ditengah jalan
dengan golok melintang, saat itu CiTi Ki sudah berlari sam pai dibalik menara sana, ke 2
orang sedang udak 2an mengi tar menara.
Sejak Ciu Ki bertunangan dengan Thian Hong, ia menjadi kuatir dirinya yang suka
"grusak-grusuk" akan dipandang rendah oleh bakal suaminya yang terkenal Cerdik pandai itu, maka segala apa sekarang tak berani lagi terlalu turuti wataknya. Sebab
itulah, ketika Thian Hong menteriak inya mundur, segera ia bertempur sambil mundur
dengan tujuan mengulur tempo.
Saat itu Tiong Eng melompat turun dan melihat puterinya berlari datang dari balik
menara dengan masih diuber nenek bertangan kosong itu. Tapi dibelakang wanita tua
itu ada lagi mengintil seorang yang mengajun sepasang gaetan menusuk terus
kepunggung orang, tapi tak bisa mengenai, melihat Caranya menolong Ciu Ki dengan
gagah berani, ternyata ialah Kiu-beng-pa-Cu We Jun Hoa, simacan tutul bernyawa
sembilan. Ketika itu Nyo Seng Hiap, Ciok Siang Ing juga sudah memburu naik dari tingkatan
bawah, segera Tiong Eng mendahului maju, sesudah melewatkan Ciu Ki, goloknya
beruntun membaCok dan membabat 2 kali.
Nenek itu tak berani ajal menghadapi ilmu golok orang yang hebat, ia menyingkir
kesamping, dan selagi hendak Cabut pedangnya, tiba-tiba terdengar sikakek gundul tadi sedang menteriakinya dibagian atas: "Aku nienyerang kebawah dari atas menara sana,
kau menyerang dari bawah keatas!" " Suaranya begitu garang dan keras bagai genta.
Mendengar itu, sinenek takmau menempur lama, sekali me loncat, tangan menahan
ujung emperan tingkat ketuju, segera orangnya melompat ketingkat kedelapan.
Ditingkat kedelapan ini tiada yang merintanginya, maka dengan Cara yang sama ia
melompat ketingkat kesepuluh.
Ketika dari bawah menyerang keatas, nenek itu sudah tahu ilmu silat penjaganya satu
tingkat lebih hebat dari tingkat berikutnya, meski serangan golok Ciu Tiong Eng tadi dapat dihindarkannya, tapi ia sudah kenal ilmu golok keluaran Siau-lim-Pai orang, ia kuatir kalau dibagian atas terdapat lawan yang lebih lihai, maka dengan penuh waspada ketika tubuhnya melompat keatas, pedangnya sudah diputarnya dahulu dengan
kencang. Tiba-tiba saja terasa tangannya tergetar, pedangnya telah kena ditempel senjata orang dari atas hingga hampir 2 terlepas dari Cekalan.
Nenek itu insaf ketemukan lawan tangguh, Cepat-cepat pedangnya ia sampok
kesamping melepaskan daya melekat senjata orang, lalu ia melompat kesamping, tapi
tahu-tahu ujung pedang musuh sudah mengarah lagi kemukanya. Dalam keadaan
kepepet, nenek itu membarengi menyerang tiga kali berturut-turut, karena itu, terpaksa orang itu harus tarik pedangnya dan gunakan tiga tipu gerakan "Thay-kek-kiam-hoat"
untuk mematahkan serangan sinenek.
Ketika nenek itu menegasi, ternyata lawannya adalah seorang laki 2 setengah umur
berkumis. "Ha, sayang dengan kepandaianmu ini!" jengeknya kemudian.
Orang itu bukan lain ialah Jian-pi-ji-lay Tio Pan San. Karena melihat kesehatan sinenek, iapun lagi terkejut dan kagum. Namun segera ke 2 orang saling menubruk maju terus
bergebrak dengan sengitnya.
Melihat ke 2 orang dibawah itu terus menerjang keatas, diam-diam Kian Liong
bergirang, ia lihat sikap Tan Keh Lok tenang 2 saja anggap sepi, malahan pemuda itu
terus seret sebuah kursi kepinggir jendela untuk menonton pertaru ngan dibawah.
Diam-diam Kian Liong pikir, yang datang menolong padanya melulu 2 orang, tentu
takkan sanggup melawan orang-orang Hong Hwa Hwe yang berjumlah banyak sekali.
Selagi ia sebentar 2 girang dan lain saat kuatir pula, tiba-tiba dari jauh terdengar suara Anjing menyalak diselingi suara bentakan-akan orang serta derapan kuda.
Saat itulah terlihat Sim Hi bergegas-gegas naik keatas dan berkata pada Tan Keh Lok
dalam basa rahasia Hong Hwa Hwe: "Menurut berita pengintai, katanya ada 2 ribu
tentara negeri sedang menuju kemenara ini."
Keh Lok hanya mengangguk, lalu Sim Hi berlari kebawah lagi.
Kian Liong tak paham apa yang dikatakan Sim Hi, tapi melihat sikap kacung itu tegang, ia tahu tentu terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan pihak mereka itu. Ketika ia
memandang jauh kedepan, dari rimba yang menghijau rindang sana tiba-tiba muncul
sebuah panyi yang bertuliskan sebuah huruf "Li." Girang sekali Kian Liong, ia kenal
itulah panyi pertanda Li Khik Siu, tentu panglima itu telah memimpin tentaranya datang menolong padanya.
Dalam pada itu Keh Lok telah berdiri sambil melongok keluar jendela dan berseru: ,,Ma-toako, mundurlah kedalam menara dan siapkan panah!"
Lalu terdengar Ma Sian Kin menyahut dibawah.
Baru saja habis Keh Lok berseru, tiba-tiba terlihat sikakek gundul telah melompat naik disusul Siang-si Siang-hiap dan Ciu Tiong Eng yang terus mengudaknya. Tapi sesudah
mengitari menara, bila pengejar sudah terlalu mendesak, lantas kakek gundul itu
membalik menempurnya, kemudian kalau ada kesempatan, lantas melompat lagi
ketingkat lebih atas.
Disebelah sana sinenek tadi juga lagi bertempur dengan serunya melawan Tio Pan San,
sedangkan sikakek gundul sudah melompat sampai tingkat yang ke- 2belas.
Melihat datangnya orang, pula tingkat ke- 2belas itu adalah tempat Kian Liong dikurung, Siang Ho Ci tidak mengejar lagi, tapi cang keram terbangnya lantas dikeluarkan sambil diajunkan, lalu mencegah didepan jendela.
Siang Pek Ci dengan sang kaka adalah saudara kembar, sejak kecil tak pernah berpisah, ke 2 orang seakan-akan 2 raga satu jiwa, maka demi nampak kaka keluarkan senjata,
segera Pek Ci angkat ke 2 telapak tangannya berdiri disamping kakanya.
Tak terduga sikakek gundul tidak mau mendekatinya, sebaliknya terus melompat
kepunCak menara.
Karena tak keburu mengejar, Ciu Tiong Eng melompat masuk menara melalui jendela.
Ketika mendadak melihat Tiong Eng melompat masuk dengan golok terhunus, Kian
Liong terkejut. Ia lihat jago tua itu berlari kedepan tangga yang menembus punCak
menara itu menantikan kedatangan musuh.
Saat itu, Tio Pan San yang menempur sinenek dengan sama kuatnya sudah berlangsung
hingga ratusan jurus. Diam-diam Pan San merasa heran: "Perempuan ini sudah
beruban, kenapa aku tak mampu menangkan dia?"
Karena tidak sabar lagi, segera ia bermaksud merogoh senjata rasianya, tapi rangsakan nenek itu ternyata ken cang sekali, sedikit meleng saja, tahu-tahu lengan bajunya telah kena disobek pedangnya, walaupun tidak terluka, mau-tak-mau Pan San terkejut juga.
Menyaksikan pertarungan Tio Pan San dengan nenek itu berlangsung dengan amat
serunya, Thian Hong, Seng Hiap, Jun Hua, Siang Ing dan Ciu Ki yang berdiri disamping semuanya heran. Tapi mereka Cukup kenal betapa lihainya Tio Pan San sebagai
Ciangbunyin atau ketua Thay-kek-bun sekte selatan, bSik ilmu senjata maupun ilmu
pukulan, dikalangan Kangouw jarang ketemukan tandingan, betapapun nenek itu lihai,
pasti Pan San sanggup melawannya. Pula pertandingan diantara ahli silat paling
pantang disela orang lain, maka semua orang tidak ingin mengembut ma ju. Kini
mendadak nampak lengan baju Tio Pan San tersobek, mereka terkejut, Cepat-cepat Jun
Hua ajun ke 2 gaetannya hendak menubruk maju.
Tak terduga Pan San sudah melontarkan sekali tusukan mendesak sinenek terpaksa
mundur setindak, habis itu ia sendiripun melompat kesamping dan katanya:
"Kepandaian Lothaythay memang hebat, silakan naik!"
Melihat itu, Jun Hua menjadi bingung.
Kiranya sesudah lengan bajunya sobek oleh senjata orang, sebagai seorang tokoh silat terkemuka, Tio Pan San tak-mau bertempur lebih lama lagi, ia pikir: "Liok Hwi Hing,
Liok-toako menjaga ditingkat ke-11, biarlah aku melihat ilmu silatnya selama belasan tahun ini pasti maju sangat pesat, tentu ia sanggup menahan wanita tua ini." " Nyata maksudnya memberikan jalan perempuan tua itu keatas jalah sengaja memberi
kesempatan pada Liok Hwi Hing untuk unyukan ketangkasannya.
Melihat Tio Pan San mengalah, nenek tua itu juga Cukup kenal aturan, ia memberi
hormat sambil berkata: "Maaf!" " Lalu Cepat-cepat melompat keatas.
"Tio-sahCek (paman Tio ketiga), kau toh belum kalah, kenapa mesti mengalah?" seru
Ciu Ki. "Ilmu pedang wanita ini hebat sekali, biarlah kita saksikan kepandaian Bu-tong-Pai Liok-toako kita," sahut Pan San. Habis ini tiba-tiba ia menyambung: "Eh, nona Ciu, kenapa kau pun begini sungkan 2, memanggil aku SahCek" Hit-te bia sanya memanggil aku
Samko." "Aku memanggil mengikuti tingkatan ayah," sahut Ciu Ki dengan muka jengah.
"Jika begitu, apa kau juga panggil dia Hit-Cek?" sela Seng Hiap tertawa sembari
menunyuk Thian Hong.
"Cis, jangan dia harap?" sahut Ciu Ki.
Begitulah, karena tahu jumlah pihaknya banyak sekali, meski tinggi kepandaian musuh, tentu takkan bisa berbuat apa-apa, maka sembari bergurau, lantas mereka berlari
ketingkatan atas menara.
Tingkatan kesembilan dan kesepuluh kosong tiada orangnya, tingkat sebelas semua
orang menduga tentu Liok Hwi Hing akan bertanding pedang dengan nenek tua tadi,
siapa tahu disitu juga kosong tanpa seorangpun:
Karuan semua orang kaget, Cepat-cepat mereka berlari keatas pula, dan ketika akan
masuk kedalam, terdengarlah suara beradunya senjata. Terlihatlah disitu Ciu Tiong Eng dengan goloknya yang berpunggung tebal lagi menempur sinenek ubanan tadi dengan
sengitnya, yang satu goloknya besar dan tenaganya kuat, yang lain sebat dan gesit,
hingga seketika susah ditentukan mana unggul atau asor.
Keh Lok telah tarik Kian Liong kesuatu pojokan sambil berduduk diatas suatu dipan
menyaksikan pertarungan itu.
Sementara itu Nyo Seng Hiap dan Ciok Siang Ing sudah menjaga jalan larinya orang,
lalu terdengarlah Thian Hong berseru: "Letakkan senjatamu dan jiwamu kami ampuni!"
Namun nenek itu tidak gentar meski tahu dirinya sudah terkurung, beruntun 2 ia masih melontarkan tipu 2 serangan lihai.
"Ilmu pedang perempuan tua ini sangat mirip seseorang, kau bilang betul tidak?" kata Ciu Ki bisik-bisik pada sang tunangan.
"Ya, benar, akupun lagi heran," sahut Thian Hong.
Tiba-tiba nenek itu desak mundur Tiong Eng, berbareng itu sebuah meja ia tarik
merintangi depannya, ia sendiri berdiri mepet dinding. Ketika Tiong Eng membaCok
pula, hampir 2 senjatanya menancap diatas meja, Syukur sempat menarik kembali
goloknya. "Apakah kau ini kaisar" Lekas bilang!" seru perempuan tua itu mendadak sambil
berpaling kearah Kian Liong.
Menyang ka orang datang untuk menolongnya, Cepat-cepat sekali Kian Liong
menyawab: "Ya betul, akulah kaisar, akulah kaisar! Apakah bala bantuan sudah datang
semua?" Sekonyong-konyong nenek itu melompat keatas meja, habis itu pedangnya menyurus
lempeng kedepan, bagai burung saja terus menubruk kearah Kian Liong, dengan tipu
"peng-bok-ban-li" atau burung elang menubruk beribu li, segera pedangnya menusuk
kedada kaisar Boan itu.
Serangannya itu Cepat-cepat lagi ganas, semua orang tadinya menyang ka datangnya
adalah untuk menolong Kian Liong, siapa duga mendadak malah hendak
membunuhnya, perubahan diluar dugaan ini, seketika bikin semua orang menjadi
kelabakan. Meski Tan Keh Lok berdiri disamping Kian Liong, tapi serangan sinenek terlalu Cepat-
cepat , untuk menangkis juga tak keburu lagi, tanpa pikir ke 2 jarinya ia membarengi me nutuk kejalan darah, berbahaya di ga nenek itu, serangan ini adalah tipu yang tidak-bisa-tidak mesti menghindari. Sebab itu, ketika ujung pedangnya sudah hampir
mengenai dada Kian Liong, mendadak melihat dirinya diserang, terpaksa sinenek angkat tangan kirinya menangkis dengan gerakan "kim-liong-tam-jiau" atau naga emas
mengulur Cakar, dari bawah keatas, terus hendak memegang tangan Keh Lok malah.
Itu adalah ilmu Cara menangkap dan memegang yang paling lihai dari tiga enam jurus
"Kim-na-jiu-hoat", asal pergelang an tangan Keh Lok kepegang, seketika orangnya akan lumpuh.
Tapi justru pada saat sedikit sinenek itu membagi per hatiannya, pedang pendek Keh
Lok sudah dilolosnya terus menangkis senjata orang hingga menerbitkan suara nyaring
disusul lelatu yang berCipratan, berbareng itu tangan kirinya tadi membalik terus
menghantam kemuka sinenek.
Tipu Kek Lok berikutnya ini masih ada sekali tendangan yang disebut "Siang-he-kau-liu"
atau silih berganti atas dan bawah, tapi nenek itu bukanlah sembarangan orang, ia
sudah kenal akan tipu serangan Keh Lok, maka ketika serangan Keh Lok tiba, nenek itu menggeser kekanan, berbareng pedangnya balas menusuk tenggorokan lawan.
Tak ia duga ilmu pukulan "Pek-hoa-Ho-kun" Keh Lok setiap gerak serangann berlainan
dengan pukulan biasa, diwaktu nenek itu menggeser kekanan, tahu-tahu tendangan
Keh Lok justru datang dari sebelah kanan, baiknya nenek itupun membarengi menusuk,
maka sebelum tendangan Keh Lok diteruskan, lekas-lekas sudah menarik kembali.
Setelah saling gebrak ini, ke 2 pihak sama-sama Curiga dan berbareng melompat
mundur. Keh Lok menarik Kian Liong kebelakangnya, ia sendiri menghadang kedepan,
lalu kiong-Hiu menegur: "Lothaythay, mohon tanya siapa namamu yang terhormat?"
Namun saat itu siperempuan tua itupun lagi membentak menanya, karena perCampuran
suara ke 2 pihak hingga masings tak d jelas mendengar apa yang dikatakan.
Sesudah Keh Lok berhenti, kembali perempuan tua itu mengulangi sekali lagi
pertanyaannya: "Pedang pendekmu itu diperoleh darimana?"
Mendengar orang tidak tanya soal lain, tapi paling dulu lantas usut asal-usul pedangnya, hal ini benar-benar diluar dugaan Keh Lok. Maka jawabnya: "Inilah pemberian seorang
sahabat." "Sahabat siapa" Bukankah kau ini salah seorang pengawal kaisar" Mengapa 'ia'
memberikannya padamu" Pernah apa kau dengan Thian-ti Koayhiap?" perempuan tua
itu menghujani pertanyaan.
"Thian-ti Koayhiap adalah wanpwe punya suhu," Tan Keh Lok jawab pertanyaan yang
paling belakang itu lebih dulu.
Bahwa siperempuan tua tersebut akan bunuh baginda, tentulah kaum yang sehaluan
dengan Hong Hwa Hwe Melihat ber-hadapan dengan seorang yang berusia lanjut dan
lihai, Tan Keh Lok menyebut dirinya sebagai "wanpwe" atau anak 2 golongan angkatan
muda. Perempuan tua itu perdengarkan suara dari hidung. "Hm, itulah. Suhumu meskipun
beradat aneh, tapi dia seorang kunCu. Mengapa kau Cemarkan muka suhumu dengan
men-jadi Anjing pengikut pemerintah Ceng"!
Mendengar ketuanya dimaki-maki se-wenang 2, Seng Hiap marah-marah.
"Ini adalah ketua kami Tan Congthocu, jangan omong sembarangan saja!" teriaknya.
"Apakah kamu ini orang-orang Hong Hwa Hwe?" perempuan tua itu terkejut.
"Benar!" jawab Seng Hiap.
"Apa kau sudah takluk pada Ceng-tiauw?" tanya siperem-puan tua seraya berpaling
kepada Tan Keh Lok.
"Hong Hwa Hwe mengabdi kepada kebenaran dan kesuCian, bagai-mana mau tekuk
lutut pada kerajaan asing" Silakan lothaythay duduk, kita bicara dengan tenang."
Perempuan tua itu tak mau duduk, hanya tampaknya agak sabar. Tanyanya pula: "Dari
manakah kau peroleh badi 2 itu?"
Dua kali sudah perempuan tua itu menanyakan badi 2 tadi, Keh Lok sudah dapat
merabah sebagian. "Dari seorang sahabat di daerah Hwe," sahutnya kemudian.
Pada masa itu, antara kaum lelaki dan perempuan saling bertukar barang, belum lazim.
Sekalipun Keh Lok seorang gagah yang ada nama, namun dihadapan sekian banyak
sekali orang, dia merasa kikuk untuk menerangkan.
"Apakah kau kenal pada Hui-ih-wi-san?" tanya siperem puan tua.
Keh Lok hanya anggukkan kepalanya. Melihat itu, Ciu Ki hilang sabar, lalu menyahut :
"Yang memberi ialah CiCi Hwe Ceng Tong, apa kau juga mengenalnya" Kalau begitu,
kita ini satu kaum!"
"Dia adalah muridku!" sahut siperempuan tua.
Mendengar itu Keh Lok segera menjura. "Ah, kiranya yang datang ini adalah Thian San
Siang Eng ber 2 Cianpwe, kita tidak mengetahuinya, harap dimaafkan."
Perempuan tua itu tak mau membalas hormat, hanya mi-ringkan tubuhnya sedikit,
artinya ia tak mau menerima hormat orang. Tanyanya pula: "Kau katakan kita sekaum,
tapi mengapa kau lindungi baginda dan tak biarkan kubu nuhnya saja?"
Melihat sikap orang yang sombong atas sambutan merendah dari ketuanya itu, Seng
Hiap mendongkol sekali. Tiba-tiba ke 2 saudara Siang lompat masuk dari luar jendela.
"Baginda adalah kita yang menangkapnya, kalau nanti diputus mati, kiranya juga tak
usah kau yang membunuh nya," kata Siang He Ci.
"Heh, jadi raja itu kalian tangkap?" tanya perempuan tua dengan terkejut.
"Mungkin Locianpwe belum mengetahui. Memang kitalah yang menawan baginda. Kami
kira kalau Locianpwe ber 2 tadi adalah si-wi yang akan menolong baginda, jadi saudara-saudara kami sama menghadangnya; Tapi karena Locianpwe keliwat lihai, mereka tak
dapat menghalangi Locianpwe, sehingga timbul salah paham," menerangkan Keh Lok.
Sebenarnya orang-orang Hong Hwa Hwe telah dapat menahan serbuan suami isteri
Thian San Siang Eng, sepasang garuda dari gunung Thian San. Jadi dengan ucapan itu,
Keh Lok bermaksud menyenangkan perasaan orang.
Tiba-tiba perempuan tua itu tonyolkan dirinya keluar jendela dan berseru keras: "Hai, Tangkeh (disini dimaksudkan suami), kau turunlah kesini!"
Sampai sekian jurus, tak ada jawaban apa-apa. Sekonyong-konyong sebuah panah
melayang datang. Siperempuan tua ulurkan tangannya untuk menyang gapi tangkai
panah itu, ia berpaling kedalam, dan lemparkan anak panah keatas meja, seraya
berseru dengan ketus: "Bangsa kurCaCi yang tak boleh di percaya, mengapa lepas anak
panah ini!"
"Harap Locianpwe jangan salah paham. Saudara-saudara kita yang disebelah bawah
sama belum mengerti, jadi berbuat kekeliruan. Biar nanti mereka haturkan maaf pada
Locianpwe," kata Tan Keh Lok, terus melongok kebawah.
"Orang sendiri, jangan lepas panah!" " Tapi belum ketua itu berseru habis, sebatang
panah kembali melayang . Waktu itu Keh Lok sudah mengetahui, bahwa ribuan pasukan
pemerintah Ceng sudah mengurung pagoda itu dengan rapat sekali. Jadi setiap ada
kepala menonyol keluar jendela pasti akan dipanah mereka.
"Sam-ko, harap pimpin thauw-bak menjaga pintu pagoda. Tapi jangan menyerang
keluar," pinta Keh Lok.
Tio Pan San mengiakan, kemudian berlalu dari situ.
"Yang berada disini ini tentulah salah seorang dari Thian San Siang Eng, Swat-tiao
Kwan-losuhu," kata Tiong Ing kemudian. "Maaf, sudah lama aku mengaguminya."
Memang perempuan tua itu, adalah Kwan Bing Bwe, isteri dari Tan Ceng Tik silelaki tua gundul tadi. Yang laki tinggi, isterinya pendek. Yang satu gundul, yang lainnya
berambut Orang kangouw menamakannya "thut-Ciu-swat-tiao," garuda gundul-elang-
putih. Berpuluh tahun j.l. menyagoi didaerah barat laut. Perangainya juga aneh, kejam dan buas, sehingga ada orang menamakannya "iblis maut".
Dengar pernyataan orang, Kwan Bing Bwe, bersenyum.
"Inilah Thiat-tan Ciu Tiong Ing Locianpwe", Tan Keh Lok memperkenalkannya.
"Hm, akupun sudah lama mendengar namamu," sahut Kwan Bing Bwe, siapa segera
berpaling dan berseru pula: "Tangkeh, Ayo lekas turun, kau sedang berbuat apa itu?"
Begitu keras dan nyaring suara jago wanita itu, hingga semua orang sama melengak
terkejut. "Tan-losuhu sedang adu pedang dengan Bu Tim totiang, mari kita lekas pisahkan


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka," kata Tiong Ing.
Tan Keh Lok memberi isyarat mata kepada ke 2 saudara Siang, siapa dapat mengerti
maksud orang dan menjaga pada baginda. Setelah itu, Keh Lok ajak Kwan Bing Bwe
dan lain-lain saudaranya untuk naik keloteng yang paling atas. Meskipun sudah
menginyak titian loteng yang teratas itu, masih saja orang-orang itu tak dapat
mendengar suara apa-apa. Mereka sama kuatir, karena diketahuinya bahwa ke 2 orang
itu adalah jago-jago yang lihai sekali, jadi kemungkinan tentu ada salah seorang yang terluka. Hal itu akan membuat urusan makin runyam.
Kwan Bing Bwe Cukup tahu suaminya lihai, belum pernah ketemu tandingan. Setiba
didalam ruangan, tampak sinar putih ber-kelebat 2 menyilaukan mata. Seluruh ruangan
itu terang dengan kilatan sinar pedang. Kiranya 2 sosok bayangan ber-putar 2 dengan linCahnya, dan 2 bilah pedang saling berkelebat. Sekalipun begitu, deru samberan
anginnya seperti belasan orang yang bertempur.
Itulah Tan Ceng Tik, suami dari Kwan Bing Bwe, yang tengah bertempur seru dengan
Bu Tim. Suatu pertempuran yang membuat kagum dan tunduk semua orang yang me
nyaksikannya, sehingga mereka sama meleletkan lidah. Setelah berlangsung berpuluh
jurus suaminya masih belum mendapat angin, diam-diam Kwan Bing Bwe terkejut serta
ber tanya pada diri sendiri, mengapa didaerah Kang Lam ada seorang ahli pedang yang
sedemikian tangguhnya itu. Se baliknya, Tan Keh Lok segera berteriak mencegahnya:
"Totiang, kawan sendiri, harap berhenti!"
"Bu Tim angkat pedangnya keatas untuk lindungi muka serta mundur selangkah. Tapi
sedemikian hebat pedang Ceng Tik melibatnya, sehingga tanpa dirasa, ujung
pedangnya, maju menusuk.
Bu Tim berkelit kesamping sambil balas menusuk. Demikian, ke 2nya saling berhantam
lagi. "Tangkeh, mereka orang Hong Hwa Hwe!" seru sinenek tadi.
"Ha?"' seru Ceng Tik agak terkejut. Dan dalam pada itu, gerakan pedangnya agak
diperlambat, tepat pada waktu itu terdengar samberan "sret." Lengan bajunya sebelah
kanan, kena tertusuk tembus oleh pedang Bu Tim.
Bu Tim menurut seruan Tan Keh Lok dan masih berlaku murah, kalau tidak tentu lebih
ganas lagi. Sebaliknya, Ceng Tik murka sekali dibuatnya, bentaknya: "Durjana, lihat
pedangku!"
Tiga serangan dia kirim secara kilat susul menyusul. Bu Tim tak mau mundur
setapakpun. Sembari menangkis, dia balas empat serangan. Dalam sekejap saja,
berpuluh ju rus sudah berlangsung. Ceng Tik gunakan jurus ilmu pedang ,,Sam-hun-
kiam" yang lihai dan sukar diduga. Setiap gerak serangannya, mungkin berisi, mungkin kosong.
Untuk menimpali, Bu Tim keluarkan "Cui-hun-toh-beng-kiam", ilmu pedang merampas
jiwa. Dalam tujuh 2 jurusnya, .terbagi lagi dalam delapan1 gerak tipu yang ajaib
perubahannya. Baik 'sam-hun-kiam', maupun 'toh-beng-kiam, ke 2nya adalah Ciptaan dari ke 2 jago
pedang itu sendiri. Jadi sesuatu yang belum pernah tertampak dikalangan Kangouw.
Tampak gerakan ke 2 pedang itu lambat 2 saja, namun penuh dengan aneka perubahan
yang mendadak. Pada lain saat, dengan gerak "ping-ho-gay-tang", sungai es mulai meleleh, Ceng Tik
menabas lengan kanan lawan nya. Bu Tim bergerak menghindar kesamping, tapi Ceng
Tik sudah menyusuli pula dengan tipu "kabut membubung dite ngah malam," ujung
pedang dari bawah dikibaskan keatas, sebat luar biasa. Maksudnya untuk membabat
lengan lawan nya.
Hebat sekali serangan itu, biar bagaimana tangguhnya lawan, tak urung tentu
termakan. Tapi pada saat itu, Ceng Tik kaget dan menyesal sendiri. Karena Bu Tim
memang hanya berlengan satu. Sehingga anCaman itu, tak dihiraukan sama sekali oleh
Bu Tim. "Bagus!" seru Bu Tim dan dengan gerak 'Beng Bo koan theng1- atau Ibu BengCu
Kisah Pendekar Bongkok 14 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Suling Emas Dan Naga Siluman 12
^