Pedang Dan Kitab Suci 14

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 14


pada ketua HONG HWA HWE Sekalipun hal itu kurang baik untuk nama murid
perempuannya, tapi dia tak boleh membuat orang-orang HONG HWA HWE menyesal.
Ketika Hwi Hing datang, Keh Lok baru saja hendak tidur.
"Congthocu, aku hendak datang menghaturkan maaf padamu!" kata Hwi Hing.
"Apa" Apa yang terjadi dengan Ie-sipsute?" tanya Keh Lok dengan kaget.
"Oh, dia tak kurang suatu apa," sahut Hwi Hing. "Apa kau tahu siapa yang datang
mengaduk malam tadi?"
"Entahlah," sahut Keh Lok.
"Itu muridku sendiri. Aku seorang yang tak punya guna, hingga tak dapat mengajar
murid. Malam ini adalah hari perkawinan Hit-ya, sudah tentu kalian dibikin letih semua.
Betul-betul aku bersalah."
Keh Lok mengerti jelas omongan orang. Dia diam saja.
"Ia sudah pergi, kelak akan kuCarinya, kusuruh minta maaf pada kalian disini semua.
Sekarang, biarlah aku yang haturkan maaf dulu."
Habis berkata, Hwi Hing bangkit lalu menjura. Keh Lok kaget dan Buru-buru loncat
bangun membalas hormat.
"Murid Locianpwe itu sudah mewarisi kepandaian loCian pwe. Gerakannya menandakan
tidak sembarangan," kata Keh Lok beberapa saat kemudian.
"Ia anak gelo, suka menempuh bahaya, menyakitkan hati sahabatnya. Setempo aku
menyesal telah terima murid sema Cam dia."
"Leng-tho (muridmu) telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu pedang, hanya kurang
latihan saja," Keh Lok me muji.
"Ah, Congthocu terlalu memuji."
Hwi Hing kira kalau Keh Lok baru kenal muridnya malam itu, belum dia tahu bahwa ke
2nya pernah bertemu di Se-ouw, malah bertempur juga.
"Apakah leng-tho pernah kedaerah Hwe?" tanya Keh Lok tiba-tiba.
"Memang sejak kecil ia berada di Se-pak (barat laut)."
"Oh, kurasa ia bergaul dengan orang-orang Uigor," demikian teringat Keh Lok akan
ucapan Ceng Tong sewaktu mau berpisah: "Dia orang bagaimana, kau tanyakan
Suhunya saja."
Beberapa kali hendak Keh Lok bertanya pada Hwi Hing, tapi karena kuatir disangka
bukan 2, terpaksa ditahankan. Kalau malam itu kebetulan Hwi Hing datang sendiri,
itulah kesempatan yang bagus. Benar kelihatannya dia bertanya secara sambil lalu saja.
Tapi dalam hatinya, kebat kebit, hingga tangannya sampai mengeluarkan keringat.
"Oh, itu karena peristiwa merebut kitab Quran, ia berkenalan dengan orang Ui. Pertama karena salah paham, nona Hwe Ceng Tong telah bertempur dengan muridku itu. Baru
setelah kujelaskan perhubunganku dengan Thian San Siang Eng (guru Ceng Tong), ke
2nya menjadi bersahabat. Ke 2nya sangat CoCok, seperti orang bersaudara saja," tutur Hwi Hing.
Hwie Hing tertawa sambil mengurut jenggotnya. Ia menyang ka tentunya Tan Keh Lok
sudah tahu kalau Wan Ci itu seorang wanita, jadi selama pembicaraan tadi, dia tak
sebut 2 tentang penyaruan Wan Ci sebagai seorang pemuda itu.
Entah apa sebabnya, Keh Tok kurang senang. Sekalipun air mukanya tak kentara, tapi
dia seperti ogah bicara, bersikap tawar. Hal itu dianggap Hwi Hing bahwa ketua HONG
HWA HWE itu masih marah atas perbuatan Wan Ci malam itu. Mungkin ketua itu
merasa kehilangan muka, mengapa sekian banyak sekali anggota-anggotaHONG HWA
HWE yang gagah, tak mampu menangkap seorang boCah yang tak ternama.
Karena tak tahu kalau Tan Keh Lok sebetulnya berpikir lain, setelah menyatakan maaf
lagi, Hwi Hing akan minta diri.
"Siaoya, Ie-sipsuya minta bertemu!" tiba-tiba. Sim Hi berseru dari luar:
Pintu terpentang dan seorang Congteng menuntun Hi Tong masuk. Nampak Hwi Hing
berada disitu, Hi Tong terkesiap. Dia ambil tempat duduk disebuah kursi dan suruh
Congteng keluar.
"Cong-thocu, tadi ada seorang bersembunyi dalam kamarku. Kau tentu sudah
mengetahuinya. Hanya karena tak mau aku sampai kehilangan muka, kau pura-pura
tidak tahu. Sebagai saudara, tentunya aku sangat berterima kasih padamu. Maka
meskipun kau tak tanya, aku berkewajiban memberitahu kannya," demikian Hi Tong
menutur. "Kita sudah seperti sedarah-daging, tak usah sungkan apa-apa," sahut Keh Lok.
"Orang itu datang hanya se-mata 2 akan berurusan dengan aku, jadi tak ada sangkut-
pautnya dengan semua saudara. Tapi kalau dikatakan, hal itu men j angkut nama baik
seseorang.............."
"Kalau begitu, tak usah kau katakan. Sudahlah, urusan itu tak perlu ditarik panjang lagi.
Kau mengasohlah, Sim Hi, bantulah Sipsuya kembali kekamarnya", kata Keh Lok.
Hi Tong kira kalau Hwi Hing sudah mengatakan urusan itu pada Tan Keh Lok, maka
diapun terus minta diri, begi tupun Hwi Hing.
Keesokan harinya, orang-orang sama memberi selamat pada Ciu Tiong Ing suami isteri,
Thian Hong dan Ciu Ki. Setelah sama berkemas 2 maka semua orang lalu saling
mefiganibil selamat berpisah, masing-masing menuju ketempat yang telah di tunyuk
oleh ketuanya. Sebenarnya Tan Keh Lok darl| Ciu Tiong Ing sama-sama menuju ke daerah barat-laut.
Tapi Tiong Ing berpendapat lain. Berpuluh tahun sudah, dia tak pernah berkunjung
keselatan. Kini dia sudah lanjut usianya, mungkin tak ada kesempatan lagi. Maka
mumpung berada didaerah selatan, dia akan berkunjung kegereja Siao Lim Si di
propinsi Hokkian. Akan disambanginya Suheng dan Sute 2nya yang masih berada di
tempat perguruan itu.
"Siao Lim Si adalah merupakan bintang Cemerlang dunia persilatan. Alangkah baiknya
kalau Ciu-Locianpwe dapat mengikat perhubungan dengan mereka. Kelak dalam
gerakan kita, kalau fihak Siao Lim Si suka keluar membantu, itulah suatu berkah besar bagi rakyat semua," kata Keh Lok.
Dengan mengajak isteri, ke 2 muridnya: Kian Hiong dan Kian Kong, Tiong Ing menuju
keselatan. Sebelum berpisah, Ciu-naynay pesan anak perempuannya, supaya merobah
tingkah lakunya yang jelek, karena kini sudah menjadi isteri orang.
"Tapi bagaimana kalau dia menghina aku?" tanya Ciu Ki sembari jebikan bibir pada
suaminya. "Kalau kau berlaku baik-baik , masa dia mau menghina padamu," ujar sang ibu.
Sebenarnya ingin Ciu Ki menanyakan Lou Ping, apakah setelah pakaiannya dipindah
dimuka pintu oleh si "peaCuri" kemaren malam itu, hasiat itu' masih berpengaruh atau tidak. Tapi ia sungkan. Maka sewaktu ke 2 orang tuanya akan pergi, Ciu Ki menepes air mata.
"Adikmu itu adathja aleman, suka sembrono. Kau jangan ladeni. Kalau ia Cari setori,
jangan hiraukan, biar besok aku yang mendampratnya," pesan Tiong Ing kepada
menantu nya. "Ayah, kau eloni dia, ja" Apa mesti aku saja yang salah?" Ciu Kiu tidak puas.
Tiong Ing tak mau ladeni. Begitu naik keatas kuda, dia segera memberi hormat pada
Tan Keh Lok dan Bun Thay Lay, terus menuju keselatan.
Rombongan Keh Lok yang terdiri dari Bun Thay Lay, Lou Ping, Ciang Cin, Hi Tong, Thian Hong, Ciu Ki dan Sim Hi menuju keutara. Setelah melalui kota 2 Hauw-hong, An-kit,
Lok-yang, sampailah mereka ke Kim-leng. Sewaktu menye berang sungai Hoangho, Bun
Thay Lay sudah sembuh sama sekali, sedang Hi Tong pun sudah banyak sekali baikan.
Makin keutara, hawanya makin dingin. Pohon 2 sama laju, menandakan permulaan
musim rontok. Hari itu mereka tiba dikota Khay-hong. Disitu mereka membikin
kunjungan kepada Pian-liang-tayhiap Bwe Liang Bing, seorang gagah budiman. Setelah
bermalam semalam, mereka lanjutkan perjalanan lagi. Bwe Liang Bing memberkahi
pakaian kapas yang tebal. Karena sudah sembuh, Hi Tong dapat naik kuda sendiri.
Begitulah kedelapan orang itu keprak kudanya disepan jang luar kota. Kuda putih Bun
Thay Lay paling istimewa larinya. Bagaikan angin pesatnya, dia sudah lari mendahului sejarak lima puluh li. Sampai disebuah kota kecil, dia segera masuk kesebuah rumah
makan dan pesan disediakan hidangan untuk delapan orang. Sambil mengasoh dia
pesut keringat dan debu dimukanya dengan saputangan.
Tiba-tiba disebelah timur rumah makan tampak ada sebuah bayangan orang berkelebat.
Lakunya seperti orang mengintai. Begitu melihat Bun Thay Lay, terus menyusup balik.
Bun Thay Lay Curiga, tapi dia pura-pura tak mengetahuinya. Malah dia ambil tempat
duduk dengan membelakanginya, dan meminum tehnya.
Berselang berapa lama, baru kelihatan rombongan Tan Keh Lok datang. Setelah sama
berkumpul, Bun Thay Lay mengi siki Kawan-kawan nya tentang siorang yang
mencurigakan tadi. Berpaling kearah kamar sebelah timur, Thian Hong Cepat-cepat
mengetahui bahwa kertas jendela sebelah sana itu, tampak basah. Sepasang biji mata
jelas mengawasi rombongan Tan Keh Lok itu dengan tajam. Begitu Thian Hong meman
dangnya, orang itu Cepat-cepat menarik diri menghilang.
"Itulah seorang sahabat Kangouw yang masih hijau, jadi tak tahu aturan. Biarkan saja, nanti tentu ketahuan juga," bisik Thian Hong dengan tertawa.
"Orang macam itu, juga ingin masuk kangouw. Tapi agaknya dia sedang meng-amat 2i
kita," kata Lou Ping.
"Coba lihat dia, kalau memang bermaksud minta derma, nanti kita bantu dia," Keh Lok
menyuruh. Sim Hi Cepat-cepat bangun menuju kesebelah ruangan timur.
"Semua air didunia sama sumbernya, bunga merah (hong hwa) dan daun hijau adalah
sekeluarga!" Sim Hi berteriak sekeras-kerasnya.
Itulah pertandaan kaum HONG HWA HWE untuk menanyakan kawan. Semua partai dan
Cabang persilatan dikangouw, telah mengeluarkan ikrar saling bantu apabila mendapat
kesukaran. Sekalipun bukan Anggota HONG HWA HWE, asal mengerti tanda itu, harus
menyawab, misalnya, kalau keputusan uang, orang itu bisa menyawab begini: "Siaote
adalah dari partai anu, dibawah ketua anu. Akan minta bantuan pada saudara."
Tapi ternyata dari kamar itu tak ada jawaban apa-apa, hingga Sim Hi perlu mengulangi lagi. Tiba-tiba pintu terdorong terbuka, dan seorang berpakaian hitam muncul. Topinya yang lebar, menutup hampir separoh mukanya.
"Tolong berikan ini pada Sip-suya," kata orang itu seraya angsurkan sebuah gulungan
kertas. Sim Hi Cepat-cepat berikan kertas itu pada Hi Tong. Ketika dibuka, kertas itu berisi tujuh buah kata: "Tak menghiraukan ribuan li untuk mengikuti tuan."
Tulisannya rapih dan bagus. Tahulah Hi Tong itu dari Wan Ci. Ternyata nona itu diam-
diam mengikuti perjalanannya. Dengan kerutkan jidat, Hi Tong serahkan kertas itu
kepada Tan Keh Lok. Keh Lok tak mengetahui maksudnya. Dia nantikan penyelasan
sianak muda. "Orang itu tak jelas maksudnya, tentu ia menunggu di jalan yang akan kita lalui. Lebih baik aku ambil jalan air saja, menghindarinya. Kita nanti berjumpa lagi dikota Tongkwan," kata Hi Tong kemudian.
"Dengan kita berkumpul bersama-sama , mengapa kau merasa jeri" Biar dia bagaimana
lihainya pun, kita juga akan menempurnya," Ciang Cin mulai aseran.
"Bukannya takut, tapi aku memang tak ingin jumpakan dia," sahut Hi Tong.
"Kita beri hajaran saja, supaya dia jangan berani menguntit. Siapa sih orang yang tak tahu selatan itu?" Ciang Cin mendesak.
Hi Tong kewalahan, tak dapat menyawab. Tahulah Tan Keh Lok bahwa Sipsutenya itu
mempunyai suatu rahasia yang tak leluasa dikatakan.
"Kalau Sipsute menghendaki naik perahu, baiklah. Tapi harap baik-baik menjaga diri.
Ayo, Sim Hi, ikutlah sama Sip-suya!" kata Keh Lok.
Dimulut kacung itu mengiakan, tapi hatinya menggerutu. Naik kuda lebih
menggembirakan dari pada menyikap diri dalam perahu. Hi Tong tahu sikap anak itu,
dia nyatakan akan pergi sendiri saja, alasannya dia toh sudah sembuh, tak perlu
pembantu. Dengan diantar oleh rombongannya, Hi Tong sewa sebuah perahu, menuju ke
Tongkwan. Begitupun Tan Keh Lok cs. melanjutkan perjalanannya lagi dengan kuda.
Ciang Cin tak puas dengan sikap Hi Tong tadi, seperti SiuCay mang kak, katanya.
"Karena mukanya rusak, Sipsute senantiasa masgul, jadi adatnya pun aneh. Baik kita
jangan. bikin keCewa dia," kata Lou Ping.
"Tempo dikota Bunkong, kabarnya dia bergaul dengan seorang nona, tapi entah
bagaimana dia lalu pergi ke Hang-Ciu dengan tiba-tiba," Ciu Ki tambahkan.
"Dia sih memang begitu, tentu tersangkut urusan perempuan. Kalau tidak, masa dia
mau menyingkir," kata Ciang Cin pula.
"Sipte!" bentak Bun Thay Lay tiba-tiba kurang senang.
Setelah beberapa hari naik perahu, dan Wan Ci tak kelihatan bayangannya, barulah lega hati Hi Tong. Hari itu hampir mendekati kota BengCin. CuaCa sudah gelap. Karena
ombaknya besar, tukang perahu tak berani berlajar. Terpaksa perahu berhenti disebuah tempat yang sunyi.
Malam itu Hi Tong tak dapat tidur nyenyak. Tampak rembulan bersinar bundar,
mengirim Cahajanya kepermuka an air. Kesemsam dengan pemandangan alam
purnama, Hi Tong bangun. Disembatnya sang seruling, terus dialunkannya sebuah lagu.
Penderitaan hidupnya selama itu, diCurahkan dalam rajuan seruling. Makin meniup,
makin menggelora.
Tepat sedangnya dia tengah dilamun lagu. Curahan kal bunya itu, tiba-tiba ada seorang berseru: "Suling yang merdu!"
Bahna kaget, secepat-cepat itu suling dilepasnya, lalu Hi Tong berpaling kebelakang.
Dibawah Cahaja rembulan, tampak tiga orang mendatangi. Begitu dekat, salah seorang
lantas berkata: "Kami kesasar jalan, dalam kebingungan, tergeraklah hati kami
mendengar suara merdu dari seruling saudara itu. Harap jangan kuatir."
Atas kata-kata orang yang beraturan itu Hi Tong burus terbangkit dan menyahut:
"Dalam belantara yang sunyi lelap ini, Siaote hiburkan diri meniup seruling. Mungkin tak keruan lagunya."
Bertiga orang asing itu, ketarik dengan kata-kata Hi Tong yang sopan itu. Mereka terus menghampiri.
"Kalau sekiranya suka, silakan duduk diperahu Siaote ini", kata Hi Tong.
"Bagus, bagus!" kata orang-orang itu.
Begitu dekat dipantai, ketiga orang itu segera enjot tubuhnya, dan dengan lemah
gemulai mereka sudah inyak kan kakinya di atas perahu. Hi Tong terkesiap kaget.
"Terang orang-orang ini pandai silat. Entah siapa mereka itu. Baik kuberlaku hati-hati", diam-diam Hi Tong berkata dalam hati.
Berlaga seperti tak mengetahui apa-apa, Hi Tong pegang tepi perahu dengan sepasang
tangannya, seperti orang yang ketakutan kalau 2 jatuh kedalam air. Orang yang
pertama, bertubuh tinggi besar, memakai jubah kapas, sikapnya seperti seorang
hartawan desa. Orang yang ke 2 bermuka brewok, mukanya kehitam-hitaman. Orang yang ketiga,
mengenakan pakaian orang Mongol. Separah tubuhnya diselimuti dengan kain bulu
kambing. Gerak annya tangkas dan gesit sekal i. Ketiganya sama membawa pauwhok
dan senjata. Kuatir kalau serulingnya menarik perhatian orang, siang Hi Tong sudah menyimpannya.
Dia bangunkan tukang perahu, untuk panasi arak dan sediakan makanan. Sebaliknya
situkang perahu menjadi murang-muring karena tengah malam masa ada orang
mertamu. Tapi karena Hi Tong selama dalam perjalanan itu berlaku royal, apa boleh
buat, dia turut saja perintah penyewanya itu.
"Tengah malam kita mengganggu, harap maafkan," si orang tinggi besar berkata.
"Diempat penyuru, semua orang bersaudara. Mengapa mesti mengucap begitu?" balas
Hi Tong. Tahu kalau Hi Tong suka menyiter pepatah 2 kuno, berta nyalah orang itu pula: "Mohon tanya saudara punya nama?"
"Siaote orang she Ie, nama Bing Thong, asal dari Kim-leng. Meskipun bernama "thong"
(mengetahui), tapi sebe tulnya bebal, tak punya guna apa-apa. Dalam ujian, telah
menemui kegagalan, sungguh Celaka," sahut Hi Thong.
"Aha, kiranya seorang SiuCay, sungguh kita berlaku kurang hormat," ujar orang-orang
itu. "Sejak gagal ujian, kemalangan selalu mengejar Siaote. Keluargaku diperas orang,
rumah dibakar. Sehingga bukan saja harta benda ludas, sedang wajahkupun turut rusak
begini. Karena terpaksa, kuingin pergi ketempat seorang keluarga di Kamsiok. Ah,
nasib, nasib," kata Hi Tong pula.
Kata-kata itu membuat ke 2 tetamunya itu ter-longgong 2. Orang yang sikapnya seperti hartawan desa itu, agaknya pernah bersekolah. Katanya: "Hal itu tak usah terlalu
saudara dukakan."
"Mohon tanya nama yang mulia dari kalian," tanya Hi Tong.
"Siaote orang she Thing," sahut sihartawan tadi. Menun juk kepada sibrewok katanya
pula: "Dan ini she Ku."
"Ini, she Hap, orang Mongol," katanya pula sembari me nunyuk kearah orang yang .
berpakaian seperti orang Mongol tadi.
Kepada mereka bertiga, Hi Tong satu persatu memberi hormat. Siorang she Thing, agak
geli melihat lagak-lagu Hi Tong yang dikiranya seorang anak sekolahan yang mabuk
peradatan. Sebaliknya mendengar tekukan lidah orang seperti orang dari Liaotang,
diam-diam Hi Tong ingin mengetahui
nya kawan atau lawankah mereka itu. Kalau mereka itu golongan orang gagah dari
kangouw, dapatlah kiranya di ajak menjadi kawan serekat.
"Tengah malam kalian masih mengadakan perjalanan, bukankah hal itu berbahaya?" Hi
Tong Coba panCing keterangan.
"Apa yang kau maksudkan dengan bahaya itu?" tanya siorang she Thing.
"Dijalan banyak sekali gangguan, banyak sekali penjamun, perampok. Sungguh
berbahaya," kata Hi Tong seraya meng-geleng 2kan kepalanya.
Kini giliran siorang she Ku dan she Hap, yang tertawa ter-bahak 2. Saat itu, situkang perahu sudah menghidangkan arak dan sajuran. Tanpa sungkan 2 lagi, ketiga orang itu
segera dahar hidangan itu.
"Saudara ahli sekali meniup seruling. Apakah suka memainkan lagi?" tanya siorang she Thing.
Takut kalau serulingnya emas menarik perhatian orang, Hi Tong menolak dengan halus.
"Kalau begitu, biar aku saja yang meniupnya," kata siorang she Hap.
Habis berkata itu, dia mengambil keluar sebatang tanduk kambing yang tersalut perak.
Dengan berdiri, ditiupnya 'seruling' itu. Begitu meraju lagu yang dibawa seruling orang Mongol itu, sehingga menyajat hati Hi Tong. Itulah lagu "padang rumput tertiup angin, muncul ah binatang yang kugembalakan." Diam-diam Hi Tong menCatat lagu itu dalam
hatinya. Habis minum, ketiga orang itu menghaturkan terima kasih dan minta diri.
"Kalau tidak keberatan, silakan bermalam dalam perahu ini. Besok saja kalian teruskan perjalanan lagi," Hi Tong meminta.
"Terima kasih, baiklah," sahut siorang she Thing.
Hi Tong tidur dalam ruang perahu. Sementara bertiga orang tanpa membuka pakaian
lagi, terus baringkan diri dihaluan perahu. Sesaat kemudian, Hi Tong pura-pura
menggeros. Dia Coba akan mencuri dengar pembicaraan orang.
Maka terdengarlah kata siorang she Thing tadi: "SiuCay ini meskipun buruk rupanya,
tapi hatinya baik."
"Anggap saja dia mempunyai peruntungan baik," kata siorang she Ku.
"Apakah besok kita dapat tiba di Lokyang?" tanya siorang Mongol.
"Setelah melintasi sungai, kita Cari kuda. Mungkin bisa," jawab yang she Thing.
"Hanya yang kvikuatirkan kalau Han-toako tidak dirumah, kan kita sia-siasaja," kata si Ku pula.
"Kalau tak dapat menyumpainya, kita pergi ke Thayouw untuk mengobrak-abrik
sarangnya Hong Hwa Hwe," seru siorang Mongol.
"Sssttt, jangan keras-keras?" si Thing mencegahnya.
Bukan main terkejutnya Hi Tong. Kiranya mereka adalah musuh HONG HWA HWE Yang
dimaksud dengan Han-toako itu, tentu Han Bun Tiong, itu piauwsu dari Tin Wan
piauwkiok. Pura-pura dia teruskan menggeros, sembari pasang telinga lebih tajam.
"HONG HWA HWE mempunyai banyak sekali jago yang lihai. Lotangkeh mereka sudah


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggal, tapi penggantinya, Tongthocunya yang baru, kabarnya lihai sekali. Disini
bukan daerah Kwan-tang, Lo Su (keempat), kau jangan bicara sembarangan,"
kedengaran lagi si Thing berkata.
"Kita Kwantang Liok Mo (enam iblis dari Kwantang) malang melintang didaerah
Kwangwa. Orang kangouw mana yang tidak gentar mendengar nama kita" Tapi
sungguh keCewa Lo Sam, Lo Ngo dan Lo Liok telah dibunuh orang secara menggelap.
Kalau dendam ini tak terbalas, kita bersumpah tak mau jadi orang lagi," siorang she Ku berkata dengan murkanya.
"Ah, kiranya Keenam Iblis Kwantang. Sam-mo Ciao Bun Ki telah dibinasakan oleh Liok-
supeh. Ngo Mo " iblis kelima "s Giam Se Gui dan Liok Mo " iblis keenam " Giam Se
Ciang, mati dibunuh orang Ui. Mengapa mereka hendak membalas pada HONG HWA
HWE?" tanya Hi Tong pada dirinya sendiri.
Toa Mo " iblis pertama " dari Kwantang Liok Mo, adalah orang she Thing tersebut.
Namanya It Lui. Dia seorang hartawan besar dari Liao-tang. Kekajaannya berlimpah 2,
karena dia memiliki kebun kolesom, peternakan dan parit emas.
Iblis nomor 2, adalah seorang pembega! kuda yang kesohor, jakni siorang she Ku,
namanya Kim Piauw, Su Mo " iblis nomor empat " ialah siorang Mongol itu sendiri.
Hap-haytai. Dia kelahiran Mongolia, mengembara diwilayah Kwantang, juga menjadi
pembegal kuda. Ketika berada di Liaotang, mereka dengar kabar bahwa sewaktu Ciao Bun Ki diutus
menCari seorang Kongiju yang diCulik oleh HONG HWA HWE, kena dibunuh orang di
Siamsay. Peristiwa itu baru ketahuan setelah berselang beberapa tahun kemudian.
Setelah menerima surat dari Han Bun Tiong, Sute dari Ciao Bun Ki, ketiga orang itu
marah besar. Sengaja mereka datang dari Liao-tang untuk menCari balas pada HONG
HWA HWE Setiba di Pakkhia, kembali mereka mendapat berita yang makin meledakkan
dada mereka bahwa ke 2 saudara Giam dibunuh orang. Karena itu, bergegas-gegas
ketiganya menuju ke Lokyang untuk menCari keterangan pada Han Bun Tiong. Secara
kebetulan, mereka berjumpa dengan Hi Tong, yang disangkanya seorang SiuCay lemah
itu. Habis mengobrol, mereka lalu tidur. Sebaliknya Hi Tong tak tenang, hampir fajar baru dia dapat tidur. Tapi baru sejenak dia pulas, tiba-tiba sudah dikejutkan dengan suara hiruk-pikuk orang ber-seru 2. Cepat-cepat Hi Tong bangun terus disembatnya kim-tiok, lalu keluar.
Ternyata ada beratus perahu besar ber-dujun 2 mendatangi. Perahu besar yang berada
disebelah muka sendiri, terpan cang sebuah panyi bertuliskan "Ceng-Se-TayCiangkun"
itu adalah perahu 2 ransum untuk TayCiangkun yang memerangi daerah barat.
Dibelakang perahu besar itu, mengikut berpuluh-puluh 2 perahu kecil. Berisi barang 2
rampasan pembesar 2 pasukan Ceng disepanjang sungai itu. Melihat gelagat kurang
baik, tukang perahu Hi Tong hendak menyingkir. Tapi secepat-cepat itu tiba-tiba ada
enam atau tujuh orang serdadu Ceng loncat kedalam perahu kecil itu.
Hi Tong masih dapat mengendalikan diri. Memang bangsa serdadu macam itu tak punya
lain guna keCuali menindas rakyat jelata. Tidak demikian dengan Haphaptai, siorang
Mongol. Begitu marah dia saat itu, hingga akan melabraknya. Tapi It Lui Buru-buru
mencegahnya. Memeriksa kedalam ruang perahu, kawanan serdadu itu nampak Hi Tong yang
dandanannya seperti seorang SiuCay. Agak berobah sikap serdadu 2 itu. Mereka
menanyakan diri ketiga Kwantang Liok Mo itu.
"Kita akan ke Lokyang meninyau famili," menerangkan It Lui.
"Kamu bertiga duduk diburitan sana, sebelah sini kosongkan saja," salah seorang
serdadu kedengaran memerintah.
Dengan mata melotot Haphaptai maju selangkah, terus akan gerakkan tangannya.
"Lo Su, mau apa kau itu!" Buru-buru It Lui membentak.
Haphaptai tahan kemarahannya. Dia bersama Hi Tong menuju kebagian muka.
"Kawanan serdadu itu menghampiri tepi dek perahu, lalu menyambuti beberapa orang
kawannya lagi dari sebuah perahu lain.
"Gian-loya, perahu ini lebih bersih, kau orang tua penuju apa tidak?" kedengaran
seorang serdadu berseru.
Yang disebut Gian-loya itu, muncul dari haluan perahu, mengawasi sebentar, lalu
berkata: "Ya, inilah !"
Lalu duduklah ia diruangan perahu. Hi Tong melirik pada Gian-loya tersebut. Seketika hatinya memukul keras. Kiranya si Gian-loya itu bukan lain adalah Gian Pek Kian, itu piauwsu yang ikut datang ke Thiat-tan-Hung untuk menangkap Bun Thay Lay dulu. Dia
adalah Ciang-bun-jien dari Cabang persilatan keluarga Gian di TienCiu propinsi Ouwlam.
Se jak sebelah matanya buta termakan panah seruling Hi Tong tempo hari, baru
sekarang sembuh dan muncul lagi. Dia membawa seorang Sute dan 2 orang murid. Kini
dia Coba bekerja pada jenderal Tiau Hwi untuk mendirikan jasa.
Sesampai di BengCiu, perahu 2 berhenti. It Lui dan ke 2 Sutenya terus akan naik
kedarat. Tapi dilarang oleh kawanan serdadu itu. Kata mereka, perahu 2 itu sedang
bertugas mengangkut ransum, jadi penumpang 2 tak boleh sembarangan naik turun
perahu. Karena kalau sampai terjadi apa-apa dengan ransum itu, mereka tentu
mendapat hukuman potong kepala.
It Lui berunding dengan ke 2 sutenya. Mereka bersepakat, nanti sesudah hari gelap,
mereka akan melarikan diri dengan diam-diam.
Meskipun mata Gian Pek Kian tinggal satu, tapi luar biasa tajamnya, melihat gerak-gerik Hi Tong, timbul ah ke Curigaannya. Makin mendalam keCurigaannya itu, karena nampak
muka anak muda itu dibalut dengan kain. Pura-pura dia menghampiri buritan perahu,
untuk ber-Cakap 2 dengan It Lui. Tiba-tiba tubuhnya miring, seperti terpeleset mau
jatuh. Tangannya ber-gerak-gerak keatas dan sekonyong-konyong terus menya wut
kain pembalut muka Hi Tong, lalu ditariknya. Juteru pada saat itu, karena mengira
orang akan menubruknya, Ku Kiem Piauw ulurkan sebelah tangannya, menepuk pundak
she Gian itu. Keruan saja, yang tersebut belakangan itu Cepat-cepat tarik mundur
tubuhnya, untuk menghindar. Masing-masing mengetahui, bahwa ke 2nya mempunyai
kepandaian yang tangguh. Mereka (Pek Kian dan Kim Piauw) saling memandang.
Tapi orang she Gian itu tak pedulikan Kim Piauw, secepat-cepat kilat dia memandang
kemuka Hi Tong. Dia kaget tak terhingga. Muka yang begitu buruk dan menakutkan itu
terang bukan sipemuda yang telah memanah buta matanya.
"Tadi perahunya oleng, aku terhujung. Harap maafkan," katanya sambil menyerahkan
kembali kain pembalut itu kepada sianak muda. Hi Tong menyambutinya tertawa lebar.
"Mukaku begini buruk, tak boleh dipandang orang. Kau tidak takut bukan?" katanya.
Dengar nada ucapannya, kembali hati Pek Kian tergon cang . Namun kalau menilik
mukanya, dia tak berCuriga lagi. Berpaling kearah Kim Piauw, berkata dia: "Laohia
kiranya seorang sahabat kangouw, silakan masuk."
It Lui bertiga tak mau main sembunyi lagi, lebih dulu dia tanyakan nama orang. Demi
diketahuinya mereka berhadapan dengan Ciang-bun-jin dari Cabang Gian-keh-kun di
Tien-Ciu, merekapun lalu menyebutkan namanya sendiri.
Gian Pek Kian membawa seorang Sute, Phang Sam Jun namanya, orang dari Gakyang
wilayah Ouwlam. Kelima orang itu bicara dengan uplek sekali. Peristiwa dikalangan
persilatan daerah Kwan-gwa, menjadi bahan pembicaraan mereka. Karena asjiknya, Hi
Tong se-olah 2 dilupakan begitu saja.
Dua fihak yang memusuhi kaumnya saling bertemu, sedang dirinya hanya seorang diri.
Hal itu, membuat Hi Tong kuatir. Sebenarnya sejak mukanya menjadi rusak, Hi Tong
menjadi seorang yang tak pedulian lagi. Tapi ketika kini berhadapan dengan musuh
2nya, timbul ah semangatnya lagi. Seorang diri, dia pura-pura hafalkan bahan 2 ujian SiuCay. La gaknya seperti seorang pelajar yang ke-gila 2an dengan pe lajaranya.
Suaranya sengaja dibikin se-lantang 2nya. Tapi dalam pada itu, dia sebenarnya sedang pasang telinga, mendengari pembicaraan mereka.
Pek Kian sebal mendengar suara sisiuCay itu, kini keCu rigaannya makin lenyap. Waktu makan malam, Hie Tong mengeluarkan arak untuk menjamu mereka. Pek Kian me
nguCap beberapa patah kata terima kasih, dan Hi Tong menyawabnya dengan kata-kata
yang halus penuh dengan ulasan, sehingga membuat mereka tak dapat mengerti
artinya. Mereka tak mau ambil mumet akan si "siuCay" itu, terus melanjutkan
pembicaraannya lagi dengan gembira.
Atas pertanyaan Pek Kian, It Lui menerangkan bahwa kedatangannya ke Lokyang itu
adalah untuk mehinyau sahabat. Sewaktu pembicaraan beralih tentang keadaan Ca
bang persilatan didaerah selatan, tiba-tiba Haphaptai mengemukakan hal perkumpulan
HONG HWA HWE Demi mendengar itu, wajah Pek Kian berobah. Kemudian ditanyakannya tokoh HONG
HWA HWE yang manakah dikenal mereka itu. Dengan tenang, It Lui menyahut tak
seorangpun yang dikenalnya. Juga soal pembalasan sakit hati, tidak dise butnya.
Terang ke 2 fihak, saling Curiga. Takut mereka kalau 2 fihak lawan bicaranya itu
mempunyai hubungan baik dengan kaum HONG HWA HWE Justeru karena saling
berprasangka, maka pembicaraan mereka tak seriang seperti tadi.
Selesai dahar, It Lui bertiga ajak Hi Tong mengasoh di buritan (bagian muka perahu).
Selama tidur itu, Hi Tong tak mau lepas pakaiannya. Seruling emasnya, disembunyikan
dalam bajunya. Sekira pukul 2 malam, tiba-tiba kedengaran Haphaptai berkata: "Toako, Ayo kita pergi!"
"Sssst, baik, jangan berisik, nanti membikin bangun Siu Cay itu," sahut It Lui bisik-.
Ber-indap 2 ketiganya bangkit. Tiba-tiba dihaluan perahu sana terdengar ada orang
berjalan, ada pula seorang yang berbangku. Dan pada lain saat, kedengaran air sungai beriak. Kiranya, ada orang tengah membasuh tangannya.
It Lui bertiga rebahkan diri lagi. Berselang beberapa saat, tiba-tiba disebuah perahu didekat situ, terdengar jeritan orang. Dalam suasana malam yang sunyi itu, jeritan itu sangat mengerikan.
"Tolong, tolong!" tiba-tiba kedengaran suara jeritan seorang wanita.
Hi Tong tersirap darahnya. Tahu dia bahwa disebelah sana, kawanan serdadu itu tentu
sedang berbuat hal 2 yang tak senonoh. Mau dia seketika itu menolongnya, tapi ketika teringat bahwa kekuatannya tentara Ceng disitu sangat besar, dan ke 2 kalinya dia
tengah dikelilingi oleh musuh 2 yang tangguh, kalau sampai dirinya ketahuan, tentu
berarti mengundang' bahaya. Dia Coba berusaha untuk menindas hati nu^aninya.
Telinganya ditutupnya rapat-rapat dengan selimut. Namun sesaat itu, kembali wanita
diperahu itu kedengaran berseru dengan meratap: "Cong-ya, berbuatlah kebaikan,
kasihanilah kami orang!"
Menyusul seorang anak kecil menjerit seraya menangis: "Mamah, mamah!"
Berontaklah hati Hi Tong. Cepat-cepat dia bangun dan mendengarkan dengan jelas.
Ternyata lagi-lagi perempuan itu tengah meratap-ratap, sedang seorang serdadu Ceng
kedengaran menghardiknya dengan kasar : "Kalau kau tak menurut, anak ini akan ku
bunuh dulu!"
Dalam ratap tangis perempuan itu, terdengarlah gelak tertawa dari beberapa serdadu.
Mungkin sianak kecil tadi sudah dihabisi nyawanya.
Hi Tong bukan si Kim-tiok-siuCay, kalau dia tinggal diam saja. Tanpa hiraukan
keselamatannya lagi, dia segera me
nuju ketepi perahu. Ternyata ketiga Kwantong Liok Mo tadipun mendengar juga
kejadian tersebut. Malah Haptaptai segera mengajak Suheng 2nya menengok.
"Lo Su, jangan usil. Orang she Gian dan Sutenya itu pandai ilmu menotok. Kalau mereka sekaum dengan orang HONG HWA HWE, kita pasti akan ..................".
Hi Tong tak mau mendengari habis ucapan mereka itu. Sekali enjot, tubuhnya sudah
berada di perahu sebelah sana. Betapa kaget It Lui bertiga, sukar dilukiskan. Dengan memberi isyarat tangan, It Lui ajak ke 2 saudaranya untuk membuntuti gerak-gerik
sisiuCay itu. Juga Pek Kian dan Sam Jun sudah sedari tadi terbangun. Ke 2nya pun tak kurang
terkejutnya. Dengan me nyembat senjata, mereka naik keatas dek untuk mengawasi.
Tatkala dibagian belakang perahu tak ada orangnya, Hi Tong melongok kebawah dari
ruangan perahu yang terletak ditengah itu. Diantara Cahaja lilin yang terang benderang, tujuh "atau delapan orang serdadu Ceng tengah merejeng 2 orang wanita.
Yang seorang berjongkok dilantai perahu, meratap 2 minta dikasihani. Sedang wanita
yang satunya tengah bergemetaran mempeluk seorang anak kecil. Dilantai itu
bergelimpangan beberapa orang lelaki yang sudah menjadi majat. Beberapa tas pakaian
berserak 2 isinya, pakaian 2 dan uang perak.
Terang kalau kawanan serdadu itu dengan kedok mengangkut rangsum, ternyata hanya
main rampas perahu 2 orang. Penumpangnya dibunuh, hartanya dirampas. Kejamnya
melebihi kawanan bajak.
Kemarahan Hi Tong sudah sampai dipunCaknya. Baru dia hendak loncat turun, tiba-tiba
dari belakang Haphaptai kedengaran berkata: "Lotoa, tak dapat aku tinggal diam."
"Yangan!" bentak It Lui.
Pada saat itu, seorang serdadu berhasil merebut anak kecil dari pelukan perempuan
tadi. Dengan buasnya, anak itu dibantingnya kelantai............... pecahlah kepala sianak itu.
Dua orang serdadu tertawa buas.
"Biarlah LoCu HONG HWA HWE diatas menjadi saksi. Hari ini TeCu Ie Hi Tong akan
buang jiwa menolong orang. Mohon diberkahi..............."
Demikian mendoa, Hi Tong terus loncat kedalam ruangan perahu tersebut. Kaki
menendang, tangan menotok, ke 2 serdadu itu roboh. Marah sekali Hi Tong saat itu. Dia tak mau memberi ampun lagi. Sedang serdadu 2 melongong 2 kesima sebelah tangan
Hi Tong telah dapat memelintir batang leher seorang serdadu lagi. Begitu siserdadu
men jerit kesakitan, goloknya sudah dirampas Hi Tong, terus dibabatkan pada paha lain serdadu. Kawan-kawan serdadu itu Coba menyerang, namun Hi Tong sudah terlanyur
melampiaskan kemarahannya.
Benar dalam permainan golok, dia kurang paham. Tapi kawanan serdadu yang tak
berguna itu mana dapat melawan si Kim-tiok-siuCay. Dalam beberapa gebrak saja,
kembali ada 2 orang serdadu roboh, dan seorang yang ditendang mati. Masih tinggal 2
serdadu yang masih hidup, Cepat-cepat loncat lari keluar. Tapi......... Plung.........
plung......... Dua- 2nya disanggapi dengan kaki Haphaptai, keCemplung kedalam sungai. Hi Tong
bangunkan ke 2 wanita tadi.
"Lekas lari kedaratan sana!" katanya.
Tapi saking takutnya, ke 2 perempuan itu berdiri tegak seperti patung saja. Pada saat itu, dari beberapa perahu terdengar ada orang menanyakan.
Haphaptai masuk kedalam ruang perahu tersebut seraya memuji: "SiuCay lihai, bagus,
bagus !" Dia menuju kehaluan, dengan galah didajungnya perahu itu ketepian. Melihat
disekeliling situ penuh dengan perahu 2 tentara Ceng, tahulah Hi Tong kalau dengan d jalan diair, tentu sukar meloloskan diri. Dia harus bertindak Cepat-cepat . Mengempit salah seorang dari perempuan itu, dia loncat kedarat. Dan tanpa diminta, Haphaptai
pun mendukung yang seorang untuk dibawanya kedarat.
Tatkala itu, serdadu 2 Ceng yang berseru menegur tadi, makin menggencar. Kim Piauw
sudah siap dengan 'lak-houw-jah' (semacam senjata garpu untuk berburu harimau). Dia
berdiri dipinggiran perahu. Sedang It Lui tampak memegang ujung perahu yang penuh
majat serdadu tadi, dengan ke 2 tangannya. Sekali berseru, perahu bernoda itu,
terbalik. Majat 2 dan barang 2 dalam perahu itu, berhamburan tenggelam kedalam sungai.
"Orang itu luar biasa tenaganya!" diam-diam Hi Tong menaruh perhatian.
Sedang serdadu 2 Ceng itu ramai 2 memeriksa perahu yang terbalik itu, keempat orang
tadi melenyapkan diri dalam kegelapan dengan membawa ke 2 perempuan yang
malang tadi. Hi Tong lari kedalam sebuah gerombolan pohon yang lebat dan gelap, setelah dilihatnya tak ada tentara Ceng menge jar, barulah dia berhenti untuk menanyai perempuan itu,
mengapa sampai jatuh ditangan kawanan serdadu itu.
Semangat perempuan itu belum kembali. Dengan berlutut, ia menganggukkan
kepalanya kepada Hi Tong, tanpa berkata apa-apa.
"Sekarang kau sudah lolos dari bahaya. Baik bersembunyi dulu disini. Besok pagi kau
boleh berangkat lagi dengan naik perahuku itu," kata Hi Tong. Kemudian ia berpaling
kebe lakang dan berseru kepada It Lui bertiga: "Sam-wi toako, banyak sekali terima
kasih atas bantuanmu. Siaote akan minta diri."
Tanpa menunggu jawaban orang, dia terus membalik badan akan berlalu. Tapi baru
saja melangkah tiga tindak, tiba-tiba dari tempat gelap disebelah muka ada orang
memben tak dengan, suara dingin: "Ie-sipsuya, jangan ter-gesa 2 dulu !"
Hi Tong terkesiap mundur selangkah. Sebuah bayangan hitam muncul. Itulah Gian Pek
Kian, musuhnya lama. Di-belakangnya mengikut Sutenya, Phang Sam Jun. Orang she
Phang ini, ke 2 tangannya memegang toja 'sam-Ciat-kun'. Dia tegak berdiri mengawasi
dengan tajam, menjaga kalau 2 Hi Tong melarikan diri.
Saat itu It Lui bertiga dengan perempuan tadipun sudah mendatangi. Melihat Gian Pek
Kian berada disitu, dia merasa heran.
"Lain kali saja kita bertemu lagi!" seru Hi Tong seraya rangkapkan ke 2 tangan memberi hormat. Habis itu dia loncat menyelinap diantara It Lui dan Kim Piauw.
Sekali Sam Jun kibaskan sebelah tangannya, tojanya 'sam-Ciat-kun' menyapu kaki Hi
Tong. Dengan gerak "Li-yau-liong-bun" atau ikan lele meloncat kegerbang naga, Hi
Tong loncat keatas. Begitu kakinya menginyak tanah lagi, dia enjot tubuhnya melompat pergi beberapa tombak ja-uhnya.
Karena luput mengenai sasarannya, sam-Ciat-kun berbalik menyapu paha Kim Piauw.
Buru-buru Sam Jun membuangnya kesamping, terus dijuruskan untuk menotok
punggung Hi Tong.
Hi Tong terus maju kemuka untuk menghindar. Dia tetap tak membalas, hanya menCari
lobang meloloskan diri. Tiba-tiba ada angin menyamber keras, dan diantara kegelapan
ada sinar putih berkelebat. Ternyata 2 buah golok mema-paki menabas dari muka.
Kiranya itulah ke 2 murid dari Pek Kian, yaitu Song Thian Po dan Ka Thian Seng.
Diserang dari tiga jurusan, Hi Tong tak berdaya menghindar. Terpaksa dia Cabut kim-
tioknya untuk menangkis serangan ke 2 golok itu.
Sam Jun akan maju menyerang lagi, tapi tiba-tiba Haphap-tai yang sedari tadi
mengawasi dipinggir, membentak gusar: "Henam, tiga mengerubuti satu, macam aturan
apa itu!" Sam. Jun melengak. Tapi secepat-cepat kilat, tangan Haphaptai sudah diulur untuk
menangkap ujung sam-Ciat-kun, terus ditariknya. Sam Jun Cepat-cepat menahannya,
hingga ke 2nya saling tarik 2an.
Sam Jun maju selangkah. Tangan kiri digeser ketengah batang sam-Ciat-kun. Sedang
tangannya kanan dilepaskan, secepat-cepat kilat diputar menghantam pundak kiri
lawan. Itulah salah suatu jurus permainan sam-Ciat-kun yang berba-haja, namanya "
kim liong Pai thauw " naga mas kibaskan kepala.
Tak sempat menjaga, dalam kegelapan itu Haphaptai rasakan samberan tongkat. Dia
Buru-buru menghindar kesamping dan ......... ujung lain dari sam-Ciat-kun tahu-tahu
menghantam pundaknya! Panas dan sakitnya bukan buatan.
Haphaptai kertek giginya. Dia desak lawannya. Tiba-tiba ia lepaskan pegangannya
seraya mendorongnya. Serta secepat-cepat itu, tangannya memegang pinggang orang.
"Huh!" ia menggeram. Sekali diangkat, tubuh Sam Jun yang gemuk itu terus dibanting
sekuat-kuatnya! Itulah salah suatu kepandaian istimewa dari permainan gumul bangsa
Mongol. Mata Sam Jun berkunang-kunang, dia pingsan tan sadar lagi.
"Lo Su, jangan undang bahaya, Ayo lekas pergi!" seru It Lui kuatir sang Sute keempat itu mengamuk.
"Bagus, kiranya Kwantong Liok Mo sudah menakluk pada HONG HWA HWE!" teriak Gian
Pek Kian. Ku Kim Piauw marah. "NgaCo, apa katamu?" bentaknya.
"kalau bukan menakluk pada HONG HWA HWE, mengapa kau bantu dia, pentolan dari
HONG HWA HWE!" sahut Pek Kian.
"Yadi dia orang HONG HWA HWE ?" menegasi It Lui dengan terkejut.
Tak sempat Pek Kian memberi penyahutan. Tampak ke 2 muridnya didesak hebat oleh
Hi Tong, segera ia Cabut sepasang 'kong-hwan' (gelang baja). Tahu-tahu kong-hwan di
tangan kiri, dihantamkan kebebokong Hi Tong. Anak muda ini berputar sambil tusukkan
kim-tioknya kearah jalan darah orang dibagian 'ki-bun-hiat'. Demikian ke 2nya segera terlibat dalam pertempuran yang seru.
It Lui berteriak, suruh ke 2nya berhenti, tapi mana Pek Kian mau menggubrisnya. Begitu besar sakit hatinya terhadap anak muda yang telah membikin buta sebelah matanya itu.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang 'kong-hwan'
diputarnya begitu seru. Setiap se rangannya selalu menCari jalan darah orang yang
berbahaya. It Lui mendongkol. Cepat-cepat dia Cabut senjatanya dari punggungnya. Senjata itu luar biasa bentuknya, 'tok-ga-tang-jin' namanya. Yaitu orang-orang an tembaga dengan kaki satu. Begitu dia maju kemuka, begitu dia menghantam. Trangng ............
Dua- 2nya, 'kong-hwan' dan seruling emas ke 2 orang yang sedang bertempur itu sama
terpental. Hi Tong dan Pek Kian sama rasakan tangannya kesemutan. Diam-diam ke
2nya kaget Atas kekuatan yang maha dahsyat dari si Iblis pertama itu.
"Yangan bertempur dulu, dengarkan bicaraku!" seru It Lui, lalu ia berpaling kepada Hi Tong: "Apakah kau ini orang H.H.H?"
Hi Tong berpikir, dalam urusan ini, lari adalah yang paling baik. Tanpa menyahut, dia loncat kearah tempat yang gelap terus lari.
Yang paling dekat dengan anak muda itu, adalah Song Thian Po, murid Pek Kian.
Dengan menghunus golok, dia mengejar. Hi Tong berpaling sambil meniup serulingnya.
Sebatang panah kecil tepat menancap dahi Thian Po, siapa sudah tentu menjerit keras
karena sakitnya.
It Lui dan Pek Kian juga turut mengejar. Tapi karena tempatnya gelap, apalagi kuatir kalau orang meniup sen jata rahasia, mereka tak berani dekat 2.
Makin iama makin jauh Hi Tong berlari. Selama itu dia masih dapat mendengar It Lui
dan Pek Kian ber-Cakap 2. Pek Kian menerangkan siapa diri Hi Tong itu. Kini ke 2nya
berkeputusan, menCarinya sampai dapat.
Tanpa terasa, Hi Tong lari kearah sungai lagi. Terlintas dalam pikirannya, lebih baik dia menggabung diri dalam rombongan perahu tentara Ceng yang sedang mengantar
ransum itu saja. Besok dia Cari akalan lagi untuk lolos.
Tiba-tiba dia dengar suara beberapa serdadu Ceng. Buru-buru dia tengkurep dalam
semak 2, merajap pelahan-lahan. Sekonyong-konyong dia mendengar jeritan yang
mengibakan dari seorang perempuan, berCampur dengan suara makian dari seorang
serdadu Ceng. Kiranya itulah ke 2 wanita yang telah ditolongnya lari itu, kini dapat ditangkap lagi oleh serdadu 2 Ceng.
Bagi Hi Tong, keselamatan dirinya adalah yang paling terutama. Dan terpaksa dia tak
hiraukan ke 2 perempuan itu lagi. Dia berdiam diri, tak berani terbitkan suara. Tapi jeritan wanita itu makin lama makin mengerikan. Segetika tergugahlah semangat
ksatrianya. Ia tonyolkan kepalanya keatas, ia melihat seorang serdadu Ceng tengah
menyeret seorang perempuan ketepi sungai. Ke 2 perempuan itu tak mau jalan.
Siserdadu murka, terus menyeretnya saja.
Hi Tong tak dapat menahan sabarnya lagi. Serulingnya diarahkan kearah belakang
kepala siserdadu. Sekali ditiup, sebatang panah menyusup kedalam batok kepala,
masuk sampai keotak. Sekali menjerit, serdadu menggeletak tanpa berjiwa lagi.
Sambil menyupit (menulup) tadi, Hi Tong terus berlon Catan ketepi sungai. Tapi lacur, panah yang ditiupkan itu, telah menyingkap jejaknya. Baru saja dia menyelinap
beberapa tombak jauhnya, Kim Piauw dapat menghadang dengan serangan 'lak-houw-
jak'nya. Hi Tong keluarkan permainan ilmu pedang 'jwan-hun-kiam'. Maksudnya, selekasnya dia
dapat merobohkan lawan terus mau lari. Tapi bertempur beberapa jurus, segera dia
dapatkan gerakan lawan sebat dan tangkas sekali. Nyata seorang lawan yang berat.
Malah sembari berkelahi itu, terus menerus Kim Piauw bersiul keras. Dari arah
kejauhan, tampak beberapa baja-ngan mendatangi. Tak berani Hi Tong bertempur
lama-lama. Dia merangsek, untuk-nantinya mundur. Menerjang kemuka, ke 2 jari
tangannya kiri menotok jalan darah lawan.
Kim Piauw halangkan 'lak-houw-jah' kemuka dadanya. Tanpa menarik ke 2 jarinya tadi,
Hi Tong loncat kebe lakang. Tapi baru saja dia dapat lolos, Phang Sam Jun sudah
memapaki dengan sam-Ciat-kunnya. Berbareng itu. It Lui, Pek Kian dengan muridnya,
Thian Seng muncul mengepung dari empat jurusan.
"Ayo, lempar rsenjatamu!" seru It Lui.
Sebagai jawaban, Hi Tong makin seru memutar kim-tiok-nya. Dan berselang tak berapa
lama, dia dapat menendang roboh Thian Seng, orang yang paling lemah diantara
penge-pung 2nya itu. It Lui penasaran. Senjatanya "orang-orang an berkaki satu" itu
dikemplangkan sekeras-kerasnya kearah kepala Hi Tong.
Tahu bagaimana dahsyat tenaga orang, Hi Tong tak berani menangkis. Dia melejit
kearah Sam Jun. Tapi sekalipun senjata It Lui itu berat, tapi gerakannya ternyata linCah sekali. Menghantam luput, Cepat-cepat dia tarik pulang senjatanya. Dengan gerak
"menyapu ribuan lasjkar," dia hantam bagian pinggang sianak muda.
Hi Tong mendek kebawah. Begitu senjata musuh yang berat itu sudah melayang diatas
kepalanya, dia merangsek mendekati, lalu tusukkan kim-tioknya pada jalan darah di
bagian dada iawannya. ?
It Lui Cepat-cepat angkat senjatanya keatas, maksudnya akan mementalkan seruling
musuh. Tiba-tiba Hi Tong melambung keatas melalui kepala Thian Po. Melayang turun,
dia gunakan lututnya untuk menggasak punggung Thian Po, siapa sudah tentu
terbanting kemuka. Dan tepat pada saat itu, senjata orangSnya dari It Lui tadi
melayang datang.
Kaget adalah Pek Kian. Cepat-cepat dia jambret lengan mu ridnya (Thian Po), untuk
ditarik kesamping sambil membentak: "Kau mau antar jiwa"!"
"Hebat!" seru It Lui memuji ketangkasan Hi Tong.
Sedang begitu, disebelah sana Sam Jun dan Kim Piauw kembali sudah menCegat larinya
Hi Tong. Sejak dari .tadi, Haphaptai, siorang Mongol itu, tetap mengawasi dipinggir tak mau turun merigerojok. Diam-diam dia symphati dengan Siu Cay muda itu. Dia insaf
begitu banyak sekali senjata orang-orang yang mengerojok itu " termasuk ke 2
suhengnya " melayang , pasti anak muda itu akan roboh mandi darah. Dia anggap
saatnya sudah tiba dimana dia harus memberi pertolongan.
"Lo Toa, Lo Ji, mundurlah!" seru Haphaptai seraya lon Cat kedalam pertempuran.
Atas itu, It Lui dan Kim Piauw loncat keluar dari kalangan. Adalah pada saat itu, Hi Tong sudah hampir kehabisan tenaga. Seluruh tubuhnya bermandikan keringat. Permainan
seruling, sudah tak keruan jurusnya lagi.
Baru saja It Lui dan Kim Piauw menyingkir, 'kong-hwan' ditangan kanan Pek Kian
melibat ujung kim-tiok Hi Tong, sedang kong-hwan disebelah tangan satunya, dipakai
untuk mengemplang batang seruling. "Trang!" Seruling terpental lepas dari pegangan Hi Tong. Menyusul sebuah, kong-hwan menghantam ulu hati Hi Tong.
Haphaptai tarik tubuh Hi Tong kebelakang, berbareng itu dia gunakan Cara bergumul
orang Mongol, kakinya kanan menggaet, tangannya kiri membanting pundak orang. Hi
Tong tak kuasa menahan keseimbangan tubuhnya, terus ngeluruk roboh, diringkus
Haphaptai. Mendongkol karena pernah terima hajaran, Thian Po dan Thian Seng memburu maju
untuk memukul, tapi dibentak Haphaptai: "Tahan!"
Merobek jubah Hi Tong, Haphaptai ikat ke 2 tangan anak muda itu lalu diangkatnya
berdiri dan katanya: "Sobat, kutahu kau ini seorang gagah. Bicaralah dengan terus
terang, pasti kita takkan menyusahkan kau!"
Hie Tong hanya mengerang, tak mau menyahut.
"Sobat, apa kau ini orang HONG HWA HWE?" tanya It Lui.
"Aku orang she Ie, nama Hi Tong. Orang-orang kangouw men juluki diriku Kim-tiok
SiuCay. Dalam HONG HWA HWE, aku menduduki tempat nomor 14," sahut Hi Tong tak
gentar. "Hm, benar. Pernah aku dengar namamu itu. Aku akan minta keterangan sedikit
padamu," kata It Lui pula.
"Bukankah kau hendak tanyakan perihal diri Ciao Bun Ki dan ke 2 saudara Giam itu?" Hi Tong mendahului menyahut. "Kukatakan sejujurnya, bukan kaum kita yang
membunuhnya."
"Sekarang sudah tentu kau tak mengaku!" Gian Pek Kian keluarkan kata-kata menyindir.
Hi Tong murka terus memaki: "Bangsat mata satu, aku tak bicara denganmu. Matamu
yang sebelah memang aku yang membikin buta, habis kau mau apa" Kalau aku takut
padamu, bukan laki 2 namanya!"
Thian Ho kalap, dia membaCok dengan goloknya. Melihat itu sengaja Haphaptai
kendorkan kakinya yang dipakai men-jepit paha Hi Tong, sehingga kini kaki Hi Tong
bebas bergerak. Kepala dia miringkan kesamping, begitu menghindar baCokan, dia
layang kan sebelah kakinya, menjejak Thian Ho. Jejakan itu tepat mengenakan jalan
darah "swan-hiat-hiat". Tak ampun lagi, golok Thian Ho terlepas, dan orangnya
ngelumpruk jatuh ditanah.
Thian Seng Buru-buru menyang gapi saudara seperguruannya itu. Melihat Sutitnya
(murid keponakan) dibikin malu, Sam Jun terus datang 2 mau memukul Hi Tong.
"Kau mau pukul dia, bagaimana kalau kulepaskan dia su-puja dapat kau puas berkelahi
satu lawan satu", berkata Haphaptai.
"Kau lawan aku dulu pun boleh," Sam Jun menentang, secepat-cepat itu, dia terus
kebaskan sam-Ciat-kunnya, tongkat tiga ros 2an, lemas seperti pian tapi keras seperti tongkat.
"Oh, kau ingin dibanting lagi ja?" tanya Haphaptai.
Pek Kiah Cemas kalau ke 2 orang itu bentrok. Cepat-cepat dia tarik Sutenya kebelakang, kemudian dia menantikan ke putusan It Lui.
"Orang-orang kangouw mengatakan tiga saudara kita itu, kaum HONG HWA HWE yang
membunuhnya. Penasaran ada, awalnya, akibat ada musababnya. Asal kau bicara terus
terang, siapa yang menjadi biangkeladi, siapa yang membunuhnya, kami akan Cari
sendiri untuk membereskan. Tak usah kau kuatir, kami takkan membasmi habis seluruh
Anggota HONG HWA HWE!" demikian It Lui.
"Bahwa hari ini kujatuh ketanganmu, adalah sudah nasibku. Kalau mau bunuh,
bunuhlah lekas. Tak usah banyak sekali bicara! Kalau kau mengira orang HONG HWA
HWE jeri padamu, betul-betul kau sedang mengimpi," sahut Hi Tong.
"Kau seorang enghiong, akupun merasa kagum. Tapi sukalah kau jawab yang benar,
siapakah sebenarnya yang membunuh ketiga saudara kami?" tanya Haphaptai. "Baik,
kuhendak bicara sejujurnya. Siapa yang membunuh ketiga orang itu, aku tahu dengan
sejelas 2nya. Tapi yang pasti saja, bukan kaum HONG HWA HWE," sahut Hi Tong tegas.
"Nah, bilanglah saja, nanti kau segera kami lepaskan," Kim Piauw ikut bicara.
"Aku Ie Hi Tong meskipun orang yang tak bernama, namun sekali-kali tak jeri pada
segala anCamanmu itu. Siapa pembunuhnya, akan kukatakan, dia pun tak nanti takut
padamu. Tapi karena sifat kau ini akan menggunakan anCa man, aku tak mau
mengatakan !"
Kim Piauw getarkan 'lak-nouw-jahnya. Gelang besi pada ujung garpu itu bergerinCingan suaranya.
"Kau mau bilang apa tidak" !" anCamnya pula.
"Tidak! Kau mau bunuh, silakan tusukkan senjatamu itu kedadaku. Kaumku dari HONG
HWA HWE tentu dapat menuntut balas dengan tepat, bukan seperti macam kau, siapa
musuh mu yang sebenarnya pun tidak tahu!" Hi Tong balas membentak dengan angkat
kepalanya. Murka orang she Ku itu. Namun dia hanya dapat meng gabruk 2kan senjatanya, sambil
mengumpat CaCi. Karena untuk menghajar orang tawanan itu, terang akan diCegah
Haphaptai. "Kalau kau suka anggap aku sebagai sahabat, maka silakan memberitahukan padaku,"
akhir 2nya Haphaptai berkata,
Tahu Hi Tong, bahwa dari sekian banyak sekali orang, hanya Haphaptailah yang
mengunjuk kelakuan bersahabat.
"Mengapa tak kau tanyakan pada Han Bun Tiong" Sayang dia tak berada di Lokyang,
karena waktu ini sedang ada di HangCiu bersama Wi-tin-ho-siok Ong Hwi Yang," kata Hi Tong.
"Benarkah itu?" It Lui menegas. "Kapan aku pernah berbohong !"
Sudah menjadi orang tawanan, sikap anak muda itu sebaliknya dari lunak malah makin
keras. Haphaptai makin mengagumi. Dia tarik ke 2 Suhengnya, It Lui dan Kim Piauw,
kesamping untuk dibisiki. "Terus memaksa anak itu perCuma saja. Baik lepaskan saja."
"Kalau kita lepas, tidakkah orang kangouw nanti menge jek bahwa Kwantong Liok Mo
tak berani bertentangan dengan HONG HWA HWE" Turut anggapanku, bereskan saja
dia itu!" kata Kim Piauw.
"Bunuh dia, tak mendatangkan manfaat apa-apa. Kita bawa dia bersama-sama menCari
Han Bun Tiong ke HangCiu. Dalam perjalanan, kita korek keterangannya lagi sampai
jelas. Itu waktu kalau hendak membunuhnya, pun belum terlambat," usul It Lui.
"Baik, akupun setuju," kata Kim Piauw.
Setelah mencapai kata sepakat, It Lui menghampiri Hi Tong dan katanya: "Kita akan
bawa kau ke HangCiu untuk dipadu dengan Han-toako. Kalau keterangan itu benar,
nanti kita lepaskan kau."
Hi Tong anggukkan kepalanya. Dia percaya, ditengah jalan nanti tentu ada pertolongan dari saudara-saudaranya. Paling tidak, dia tentu bisa Cari kesempatan meloloskan diri. It Lui angkat tangannya memberi hormat pada Gian Pek Kian minta. diri.
"Tunggu!" seru Pek Kian dengan melangkah maju. "Orang itu adalah kita beramai yang
membekuknya. Masa begitu saja akan kalian bawa pergi "
"Maksudmu"!" tanya Haphaptai.
Pek Kian tahu selatan. Meskipun fihaknya berjumlah 4 orang, sedang lawannya
berjumlah tiga orang, namun mereka berkepandaian tinggi. Dia masih bisa
mengimbangi, tapi bagaimana dengan Sute dan ke 2 muridnya itu" Maka tak mau dia
gunakan kekerasan.
"Dia telah memanah buta sebelah mataku," katanya memutar. "Pantas kiranya kalau
aku minta dibajar dulu dengan sepasang matanya. Setelah itu, terserah kalau kalian
akan membawanya pergi."
It Lui dan Kim Piauw Condong dengan permintaan Pek Kian. Memang anak muda itu,
hasil tangkapan mereka bersama. Apalagi orang she Gian itu orang pemerintah, tak
usah menambah permusuhan lagi. Biar saja dia menCukil sepasang mata Hi Tong.
Malah dengan begitu, lebih mudah dibawa, tak kuatir melarikan diri. Ke 2nya tak
menyahut, tapi juga tak menghalangi.
Segera 2 buah jari Pek Kian bergerak dalam tipu "song-liong-jiang-Cu," sepasang naga berebut mustika, terus dijulurkan menusuk mata Hi Tong.
Hi Tong mundur selangkah untuk menghindar, tapi Kim Piauw dari belakang
mendorongnya maju...............
Kini marilah kita tengok perjalanan rombongan Tan Keh Lok yang berkuda menyusur
sepanjang tepi sungai. Arahnya kesebelaft barat. Sepanjang tepian itu penuh dengan
pasir, bekas dilanda air yang meluap. Diantara endapan pasir Cam pur tanah kuning itu, terdapat beberapa kerat tulang 2 manusia berserakan disana sini. Tentunya, itulah
tulang belulang dari rakyat yang menjadi korban banyir tahunan. Setiap tahun Hoangho atau sungai Kuning tentu banyir, dan setiap kali itu tentu memakan ribuan jiwa
manusia. Itulah keadaan sungai Kuning semasa pemerintah BoanCeng berkuasa.
Sehari itu mereka tiba di kota Tongkwan. Thian Hong dan Ciang Cin berpencaran
menCari pertandaan tulisan dari Hi Tong, tapi tak ketemu. Mereka duga, Hi Tong pasti belum datang. Karena tak ingin merepotkan Kawan-kawan , rombongan Tan Keh Lok
menginap di sebuah hotel.
Sampai tiga hari mereka menunggTi, tetap Hi Tong tak mun Cul. Kembali Thian Hong
dan Ciang Cin menCari keterangan, ketempat 2 pemberhentian perahu disepanjang
sungai, tapi tetap tak ada orang yang pernah melihat kedatangan seorang SiuCay.
Pada hari keempat, mereka berunding. Masing-masing merasa heran dan kuatir jangan-
jangan Hi Tong menemui bahaya dalam perjalanan. Cabang kaum persilatan yang
berkedudukan ditempat 2 pemberhentian perahu dikota Tong-kwan itu jalah dari
perkumpulan "Liong Bun Pang." Dengan perkumpulan ini, HONG HWA HWE belum
pernah berhubungan.
Kuatir Hi Tong bentrok dengan orang-orang Liong Bun Pang, Thian Hong memerlukan
datang mengunjungi ketua partai tersebut, jakni Siangkwan Ie San.
Menerima karcis nama dari Thian Hong, segera ketua Liong Bun Pang itu mengetahui
bahwa kini dia tengah kedatangan pemimpin nomor tujuh dari HONG HWA HWE, jalah
yang dijuluki orang kangouw sebagai Bu Cu Kat. Ter-gopoh 2 dia keluar menyambut
dan menanyakan maksud kedatangan tetamunya itu.
"Lama sudah kita kagumi sepak terjang yang mulia dari perkumpulan saudara. Sayang
karena saudara bergerak di daerah Kanglam, jadi selama itu kita tak saling
berhubungan. Kalau kami jumpakan Sipsu-tangkeh naik perahu di Hoangho, pasti akan
kami sambut dengan hormat. Baiklah, nant
i akan segera kukirim orang untuk menanyakannya," demikian Siangkwan Ie San.
Nyata dia buktikan ucapannya. Dihadapan Thian Hong, dia lalu perintahkan delapan
orang untuk menyelidiki kesepanjang tepian Hoangho. Begitu dapat berjumpa dengan
Hi Tong, mereka harus segera membawanya ke Tongkwan.
Ketua Liong Bun Pang berlaku lepas tangan, untuk itu Thian Hong haturkan terima
kasihnya. Tapi ketika tuan rumah memintanya menginap dirumahnya, terpaksa Thian
Hong menolaknya. Sorenya Siangkwan Ie San mengadakan kunjungan balasan. Untuk
menghindari perhatian hamba negeri, sengaja Tan Keh Lok tak mau menemuinya.
Malam nya, Siangkwan Ie San mengadakan perjamuan besar untuk menjamu Thian
Hong. Semua orang kalangan persilatan daerah itu, sama diundang juga.
Ternyata kaum persilatan dikota Tongkwan banyak sekali yang sudah kenal dengan Ciu
Tiong Ing. Mengetahui bahwa
Thian Hong adalah anak menantu dari ketua persilatan daerah Se-pak yang kesohor itu, mereka makin menghormat.
Tapi diantara para undangan itu ada juga yang kasak-kusuk, Bu Cu Kat yang namanya
begitu kesohor dikangouw itu, kiranya hanya seorang yang pendek kurus lagi lemah
nampaknya. Tapi demi memperhatikan sikap dan gerak-gerik Thian Hong yang keren
itu, timbul ah perindahan mereka.
Keesokan harinya, kembali Siangkwan Ie San datang ke hotel. Dia memberitahu bahwa
orang-orang itu tak berhasil ber jumpa dengan Hi Tong. Tetapi memperoleh juga sedikit pengunyukan. Buru-buru Thian Hong meminta keterangan.
"Menurut keterangan saudara-saudara diperairan sungai, karena pemerintah mau
mengirim rangsum berjumlah besar pada pasukannya yang ngeluruk perang kedaerah
barat, maka di sungai penuh dengan perahu 2. Mungkin Ie-sip-suya terhalang
perjalanannya."
Lega hati Thian Hong dibuatnya. Tak lupa ia haturkan terima kasih atas bantuan ketua Liong Bun Pang itu. Ma lamnya, lagi-lagi Siangkwan Ie San datang kehotel dengan
membawa keterangan 2 penting. Menurut laporan beberapa orang Liong Bun Pang,
pada sepuluh hari jl. diwarung arak 'Cui Sian Lauw' yang terletak dijalan BengCin, telah terjadi suatu peristiwa. Seorang yang wajahnya seperti SiuCay telah berkelahi dengan orang, sehingga warung arak itu morat-marit keadaannya.
"Ha, itu tentu Sipsute kita. Lalu bagaimana?" tanya Thian Hong dengan kaget.
"Telah kukirim orang untuk Cari keterangan, tapi belum kembali. Jadi belum diketahui jelas," sahut Siangkwan Ie San.
"Banyak sekali terima kasih atas perhatian saudara Siangkwan itu," kata Thian Hong.
Lalu diperkenalkan kepada Tari Keh Lok, Bun Thay Lay, Lou Ping, Ciang Cin dan Ciu Ki.
Girang sekali sewaktu mengetahui bahwa ketua HONG HWA HWE ada datang juga. Ke 2
ketua partai persilatan itu saling mengagumi.
"Ie-sipsute orangnya ber-hati-hati. Tentu tidak karena mabuk. Kalau sampai berkelahi tentu karena bertemu dengari musuhnya. Baik kita lekas ke BengCin saja", kata Keh
Lok. "Ya, malam ini juga kita kesana", sahut Bun Thay Lay.
"Kalau kalian akan ke Tong-kwan, aku sebagai tuan rumah, seharusnya mengantarkan,"
kata Siangkwan Ie San.
Melihat kesungguhan orang, Keh Lok tak menolak. Dengan membawa 2 orang
pembantu, Siangkwan Ie San berkuda ikut ke BengCin.
Lagi-lagi Bun Thay Lay mendahului rombongannya. Kuda putih tunggangannya itu telah
meninggalkan Kawan-kawan nya sejauh ratusan li. Tak lama kemudian dia tampak
mendatangi balik.
"Telah kuCari keterangan di 'Cui Sian Lauw', memang benar terjadi hal itu. Lawan
Sipsute adalah seorang hartawan, Sun-taysanyin, begitu panggilannya. Dan beberapa
opas dari kantor kabupaten," tutur Thay Lay.
"Aneh Sun-taysanyin sudah berusia enam0 tahun lebih. Orang nya baik, mengapa bisa
berkelahi?" ujar Siangkwan Ie San.
"Lalu bagaimana?" tanya Keh Lok.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Selanjutnya pemilik warung arak itu tak mengetahui jelas," jawab Bun Thay Lay.
Tan Keh Lok ajak rombongan Cepat-cepat teruskan perja lanannya. Kira-kira 2 jam
kemudian, sampailah mereka ke BengCin. Siangkwan Ie San langsung menCari pemilik
Cui Sian Lauw. Tersipu-sipupemilik warung arak itu menyambutnya, karena mengetahui
Siangkwan Ie San adalah ketua Liong Bun Pang. Namun keterangannya, tak ubah
seperti yang diberikan pada Bun Thay Lay itu. Hanya dia juga kasih tunyuk bekas 2
senjata pada langkan dan tembok, akibat perkelahian itu...............
Kini kita kembali pada Hi Tong. Sewaktu jari Pek Kian akan mengenakan ke 2 mata Hi
Tong, tiba-tiba Haphaptai tarik baju Pek Kian, terus disentakkan kebelakang se kuat
2nya, hingga sampai terjuntak mundur beberapa meter. Pek Kian bukan seorang yang
lemah. Secepat-cepat kilat dia tebaskah tangannya kebelakang, plak !
Tangan kanan Haphaptai dirasakan sakit sekali, maka pegangannya Buru-buru
dilepaskan. Ke 2nya serentak mengambil sikap untuk bertempur, Sam Junpun segera
siap dengan sat-Ciat-kun, dan berdiri disisi Suhengnya.
It Lui kaget. Cepat-cepat dia loncat ketengah, sambil goyang kan senjatanya berseru:
"Kita adalah sahabat sendiri, jangan berCidera!"
"Kalau kau mau balas sakit hati, tunggulah sampai urusan kita selesai. Pergilah Cari sendiri, kitapun takkan membantu siapa-apa. Sekarang ini tak boleh kau berbuat
sesukanya," kata Haphaptai pada Pek Kian.
It Lui Cukup kenal watak yang terus terang dari Sutenya itu. Sekali berkata, tak mudah berubah. Meski dia tak setuju sikap Sutenya itu, tak mau dia unyuk dimuka lain orang demi menghindari Cemohan orang, kalau 2 dikatakan Kwan-tong Liok Mo itu tidak
bersatu. Maka diapun diam saja.
"Baik. Nanti pada suatu hari pasti akan kuperlihatkan sepasang biji matanya padamu!"
kata Pek Kian kemudian.
"Nah, itu bagus. Selamat berjumpa lagi," sahut Haphaptai.
Ketiga orang dari Kwantong Liok Mo itu segera membawa pergi Hi Tong dengan tangan
terikat. Pek Kian totok jalan darah penyedar dari muridnya. Dia tak puas dengan
kesudahan itu. Diam-diam dia ajak Sute dan ke 2 muridnya menguntit.
Lohor It Lui cs. sampai di BengCiu. Mereka Cari rumah makan untuk tangsel perut.
Rumah makan itu gedungnya besar dan mewah sekali. Empat huruf "Cui Sian Ciu
Lauw," warung arak dewa mabuk, menghias papan yang tergantung didepan. Setelah
pesan beberapa daharan, Hi Tong diajaknya makan bersama.
Baru saja menegak beberapa Cawan, tiba-tiba dari titian loteng terdengar derap kaki
orang mendatangi. Beberapa hamba polisi, tujuh delapan orang jumlahnya, muncul
bersama seorang tua yang berpakaian luar biasa resiknya. Orang tua itu memesan
banyak sekali macam hidangan untuk men jamu orang-orang polisi itu. "Sun-loya,"
demikian orang-orang polisi itu memanggil siorang tua. Luar biasa mereka menghormat
dan merendah. Mungkin orang tua itu adalah hartawan yang kenamaan dari kota itu.
Tak berapa lama, datang lagi 4 orang. Kini wajah Haphaptai berobah. Itulah rombongan Gian Pek Kian berempat. Hi 'Tong pura-pura tak melihat. Dengan tenang dia menikmati
araknya. "Lo Su, maksud kita masuk kedalam perbatasan, adalah untuk menCari balas buat Lo
Sam. Tapi mengapa kau melindungi musuh. Kukuatir dialam baka, Lo Sam akan
salahkan padamu," kata It Lui kepada Haphaptai.
"Apanya yang kulindungi musuh. Dia seorang laki 2 sejati, aku kagum, serta tak idinkan orang bermain Curang. Kalau nantinya ternyata dia adalah musuh kita yang sebenarnya, akulah yang per-tama 2 akan membunuhnya," Haphaptai memberi kepastian.
"Dari sini ke HangCiu masih jauh sekali, mereka .........," berkata sampai disini Kim Piauw jebikan bibir kearah rombongan Pek Kian, "seperti Anjing, tetap membuntut saja.
Biarkan saja dia menCukil matanya, mengurangi risiko penjagaan kita."
Namun orang Mongol itu tetap tak setuju. Ketiganya mulai berbantahan. Haphaptai
terdesak sendirian, kalah suara. Dia masih sungkan dengan It Lui, sang Toako. Tak mau dia berbantahan lebih lama lagi.
Dia berbangkit dengan muka kemerah-merahan. Tanpa memakan daharannya lagi, dia
terus langkahkan kaki dan berlalu. Kim Piauw Buru-buru akan menariknya, tapi sekali
tangan Haphaptai mengibas, dia hampir sempoyongan. Itulah kepandaian istimewa
Haphaptai dalam ilmu bergumul Cara Mongol. Sejak kecil dia gemar belajar permainan
itu. Cukup dengan gerakan tangan se-enaknya, tenaganya luar biasa kuat nya.
"Lo Ji, jangan hiraukan dia. Emangnya dia beradat kerbau. Kau jaga saja orang ini,"
seru It Lui. Kim Piaw keluarkan sebuah badi 2, disembunyikan dibalik lengannya. Dia membisiki Hi
Tong: "Kalau kau berani lari, akan kuCincang tubuhmu!"
Hi Tong tak ambil pusing. It Lui menghampiri kemeja Pek Kian, dan menegurnya.
Sepeninggal Haphaptai, Hi Tong merasa terancam bahaya. Secepat-cepat kilat terkilas
dalam pikirannya suatu akal. Pada saat itu pelayan datang membawa semangkuk besar
kuah ikan keluaran sungai Hoangho yang masih panas sekali. Sambil minum seteguk,
berkatalah Kim Piauw: "Lo Toa, kuah ini sedap sekali, Ayo kita gasak!"
Hi Tong ulur senduknya, turut menyumput. Tiba-tiba tangannya menyentuh pantat
mangkuk, hingga mangkuk itu terbalik, tepat menyiram muka Kim Piauw. Sudah barang
tentu, hidung dan mata orang she Ku itu seperti tersiram air mendidih. Sakitnya jangan ditanya. Dia me-ngiang 2 kesakitan.
Tanpa tunggu sampai orang sudah baik lagi, Hi Tong balikkan meja. Seluruh masakan
dan mangkuk piring, tumpah menimpah tubuh Kim Piauw. Karena matanya masih
belum dapat melek, keruan saja Kim Piauw tak dapat menghindar. Seluruh tubuhnya
basah kujup disiram kuah panas.
It Lui dan Pek Kian Buru-buru menghampiri untuk memberi pertolongan. Tapi kembali
Hi Tong jumpalitkan sebuah meja lagi untuk menghalangi.
Telah diperhitungkan Hi Tong sekalipun dapat lolos, tak nanti bisa lari jauh, tentu tak urung akan tertangkap mereka lagi. Jalan satu 2nya, dia harus dapat menCari tempat
berlindung, sampai nanti datang pertolongan. Tempat yang paling aman, jakni dalam
rumah penyara negeri.
Keadaan rumah makan itu hiruk-pikuk tak keruan. Tetamu yang bernyali kecil, siang 2
sudah ter-birit 2 panjang kan langkah seribu. Hamba 2 polisi gunakan rujung besi untuk menghentikan kerusuhan itu.
Sekonyong-konyong Hi Tong melayang kemuka si Sun-loya itu. "Plak", tangannya
menampar mulut si Sun-loya. Hanya ribuan bintang berhamburan yang dilihat oleh Sun-
loya, matanya berkunang-kunang, terus numprah jatuh dilantai. Hi Tong jambak
jenggot Loya itu, lalu diangkat naik. Bukan main terkejutnya kawanan hamba negeri itu.
Tersipu-sipumereka menyerbu untuk menolongnya.
Hi Tong kempit Sun-loya, lalu lambaikan tangan kearah It Lui, serunya: "Lo Toa, Lo Ji, lekas kemari, aku memperoleh hasil. Lekas gebah 'Cakar alap-alap' yang menyebalkan
itu!" Polisi mengerti kini. Kiranya kawanan perusuh itu hendak menCulik Sun-taysanyin.
"Bangsat yang bernyali besar!" Demikian beberapa hamba negeri itu berseru, Cabut
senjatanya masing-masing terus maju menyerang It Lui.
It Lui tak pandang sebelah mata pada kawanan polisi itu. Tapi BengCin adalah kota
besar. Dalam sekejap saja pasukan pemerintah dapat didatangkan dengan serentak. Hal
itu sangatlah berbahaya. It Lui mengupat CaCi Hi Tong dengan siasatnya yang licik itu.
Dia Cepat-cepat ajunkan kaki menendang roboh seorang polisi yang akan menyerang
dengan goloknya. Dia tarik Kim Piauw terus diajak lari.
"Kita adalah orang pemerintah, akan menangkap penya hat!" seru Pek Kian keras-keras.
Tapi dalam suasana sekacau itu, seruan itu tak kedengaran. Pada lain saat, Sam Jun
telah gerakkan sam-Ciat-kun-nya robohkan seorang polisi. Lain-lain hambanegeri itu
terus ber-suit 2 keras, memanggil bantuan.
Suara genderang dibunyikann dari tempat agak jauh. Barangkali suatu pasukan besar
tengah mendatangi.
"Phang-sute, lekas lari!" seru Pek Kian pada Sutenya.
Suhu dan murid berempat, lari turun loteng. Kawanan hamba negeri tak dapat
menahannya. Hanya ssorang penga Cau yang dapat dibekuk dan terus dirantainya. Atau
lebih tegas memang sengaja menyerahkan diri, karena dia bukan lain jalah Hi Tong.
Diluar kota BengCin, Pek Kian berempat menCari tempat yang sunyi. Panjang lebar Sam
Jun memaki. Hi Tong, karena merasa dipedayai mentah 2.
"Kurasa penyara dikota BengCin itu, tak seberapa ko kohnya. Nanti malam kita satroni kesana. Kita Culik bangsat itu, lalu kita siksa dia se-puas 2nya", Pek Kian nyatakan pikirannya.
Sam Jun paling jeri terhadap pembesar negeri. Dengar akan didayak merampok
penyara, dia ragu-ragu. Namun akan membantah Suhengnya, diapun sungkan.
Jam tiga malam, dengan memakai kedok muka, mereka me nuju kedalam kota. Selama
itu Sam Jun selalu berada dibelakang sendiri. Memang dia sengaja memperlambat ja
lannya. Tahu juga Pek Kian kalau Sutenya itu mau karena terpaksa, diapun tak mau
terlalu mendesaknya.
Tatkala mendekati penyara, sekonyong-konyong ada sebuah bayangan berkelebat.
Ternyata seseorang telah mendahului mereka. Gerakannya gesit sekali.
"Awas, waspadalah!" Pek Kian peringatkan ke 2 murid nya. Setelah loncat keatas
tembok per.jara dan berjalan masuk, tiba-tiba ada suara bisik-bisik dari arah belakang:
"Saudara Gian-kah itu?"
Pek Kian putar tubuh secepat-cepat nya. Kiranya itulah It Lui dan Kim Piauw yang
mendatangi. "Kita bersama datang untuk maksud yang sama, itulah bagus," kembali It Lui berkata.
"Yangan biarkan dia enak 2. Kasih dia tahu rasanya orang disiksa," ujar Kim Piauw.
Memang pada tempatnya kalau orang she Ku ini begitu penasaran sekali, karena
seluruh air niukanya melepuh tersiram kuah panas.
"Kita ber 2 yang melayani kawanan hamba negeri. Sdr. Gian berempat yang rampas
anak keparat itu," kata It Lui.
Pek Kian mengiakan, dan mereka berenam lalu bertindak masuk.
Balik pada Tan Keh Lok dan Siangkwan Ie San yang menanyakan keterangan pada
pemilik rumah makan Cui Sian Ciu Lauw, ternyata orang itu tak dapat memberikan
keterangan apa-apa lagi. Dia hanya mengetahui sampai pada waktu Hi Tong diborgol
dan dibawa pergi polisi.
Mendengar itu, Keh Lok malah lega. Karena sekalipun mendapat hukuman mati, vonnis
dari pemerintah, juga makan waktu yang lama. Dia mengajak Ie San mengun jungi
Sun-tay-sanyin.
Sun-taysanyin adalah hartawan yang paling kaja dari BengCiu. Sawah, rumah 2 miliknya tak terhitung jumlahnya. Dia kejam sekaker, memeras dan menjadi lintah pengisap
darah rakyat. Banyak sekali nian perbuatannya yang tak kenal perikemanusiaan itu.
Setelah tua, dia berganti siasat. Dia banyak sekali menghamburkan uang supaya
mendapat nama baik. Karena kerojalannya itu, dia digelari orang "Sun tay-sanyin," Sun-taijin yang murah hati. Tapi didesanya, orang-orang tetap men julukinya sebagai "Sun-pok-bi" atau Sun sipemeras.
Mendapat' kunjungan dari Siangkwan Ie San bersama seorang Kongcu she. Liok (nama
samaran Tan Keh Lok), ber-debar 2 hati Sun-taysanyin itu. Tapi Cepat-cepat dia ambil putusan. Kalau ketua Liong Bun Pang itu butuh uang, dia akan memberinya, untuk
menghindari bahaya gangguan. Tapi ternyata. bukan itu yang diminta Ie San. Setelah
berCakap 2 sebentar, dia tanyakan soal SuCay yang membuat gaduh di Cui Sian Ciu
Lauw itu. Sun "tay-sanyin" makin terkejut. Katanya tersipu-sipu: "Orang yang sudah setua aku ini, sekali-kali tak berani me nyalahi orang. Kalau ada sahabat Kangouw yang
membutuhkan apa-apa, tentu dengan sekuat-kuatnya akan kubantu," ujar hartawan itu.
"SiuCay itu masih terhitung sanak jauh dari Siaote. Entah mengapa bisa berkelahi
dengan Sun-loya?" tanya Ie San.
"Benar-benar aku sendiri tidak mengerti. Melihat sikap mereka, rupa 2nya aku akan
diCuliknya," kata orang she Sun itu. Lebih jauh dia menambahkan pula: "Meskipun
diluaran hengte ini ada sedikit nama, tapi beberapa tahun ini betul-betul payah.
Panenan banyak sekali yang gagal, tapi ongkos-ongkos tetap besar. Makan nganggur,
tanpa mendapat hasil. Sahabat 2 Kangouw mengira kalau aku ada uang, tapi hal yang
sebenarnya bukan demikian keadaannya."
Mendengar orang terus 2an mengeluh soal uang, Tan Keh Lok kuatir orang menduga
keliru maksud kedatangannya itu. Tentu dikira akan memeras.
"Ie-sipsute mana bisa berserikat dengan orang akan men Culiknya. Tentu ada sebab
lainnya. Dan mengapa polisi BengCiu dapat menangkap Sipsute, apakah disini ada
orang nya yang lihai?" diam-diam Tan Keh Lok menduga.
"Minta supaya Sun-loya membawa kita tengok SiuCay itu ke penyara," katanya kepada
Siangkwan Ie San.
"SiuCay itu malamnya telah dirampas orang dari penyara. Apakah ji-wi tidak
mendengarnya," Buru-buru siorang she Sun berkata.
Makin heran Tan Keh Lok. Dia memberi isyarat kepada Siangkwan Ie San untuk
pamitan. Diluar tampak banyak sekali kawanan polisi mondar mandir kian kemari.
Kesibukan itu menunyukkan bahwa keterangan orang she Sun itu tidak justa.
Siangkwan Ie San ajak tetamunya ketempat salah seorang thauwbak Liong Bun Pang
yang tinggal dikota tersebut. Seorang dikirimnya untuk menCari kabar. Benar juga
SiuCay perusuh itu malamnya dirampas orang dari penyara. Malah kawanan perampas
itu melukai beberapa penjaga penyara.
Keh Lok rundingkan peristiwa aneh itu dengan Thian Hong. Tapi sampai sekian lama,
mereka tak dapat menarik kesimpulan. Sehabis makan malam, mereka menuju keru
mah penyara. Tiba-tiba Lou Ping berseru girang sembari me nunyuk kearah kaki
tembok. Melihat itu semua orang tampak gembira, keCuali Siangkwan Ie San dan Ciu Ki
yang tak tahu sebabnya.
"Inilah tanda-tanda yang ditinggalkan Sipsute. Katanya, dia dikejar musuh, dan
sekarang lari kearah barat," menerangkan Thian Hong.
"Musuh" Tentulah pemuda yang menguntitnya itu", kata Ciang Cin.
"Kepandaian orang itu tak nempil dengan Sipsute, mengapa dia takut" Rasanya ada lain sebab", jawab Thian Hong.
"Ah, mari kita lekas-lekas susul dia", seru Bun Thay Lay.
Berjalan sampai dipinggir kota, kembali tanda-tanda itu terdapat pada sebuah pohon.
Hanya saja kini tulisannya kacau sekali, terang kalau dalam bahaya. Mereka perCepat-
cepat jalan nya. Pada persilangan jalan yang menyurus kesebuah gunung, diketemukan
lagi tanda-tanda itu. Terang kalau Hi Tong lari kearah gunung.
Bun Thay Lay dan Ciang Cin terus keprak kudanya kearah gunung. Disepanjang jalan,
banyak sekali sekali melihat tanda-tanda yang ditinggalkan Hi Tong. Tapi makin lama
makin tak keruan tulisannya! Malah ada yang hanya sebuah guratan saja.
Ciang Cin mengerang, makin Cepat-cepat mencongklang kudanya. Pada sebatang
pohon, dia menCabut sebatang anak panah. Pada saat itu, Bun Thay Lay dan Thian
Hong pun sudah tiba! Bagi ke 2nya yang sudah lama berkelana di kangouw, tahulah
dengan segera, bahwa panah itu adalah senjata rahasia dari Gian-keh-kun di TinCiu,
Ouwlam. "Oh, jadi yang mengejar Sipsute itu adalah sibangsat Gian Pek Kian", kata Bun Thay Lay dengan gusarnya.
Sesaat itu kembali Lou Ping dimana semak 2 menemukan beberapa batang anak panah.
Sedang Ciu Ki tiba-tiba berteriak seraya menunyuk ketanah. Kiranya disitu terdapat
CeCeran darah. Menuruti bekas darah tersebut, melintasi semak 2, tibalah mereka
kesebuah gua. Gua itu kecil lagi sempit, hanya tiba Cukup unntuk dimasuki satu orang.
Dipinggir gua sana-sini bertebaran ber-macam 2 senjata rahasia. Anak panah, piauw,
hui-Hui dan lain-lain. Suatu pertanda bagaimana hebat Hi Tong dirabu musuh 2nya.
Semua orang sama menguatirkan nasib anak muda itu.
Thian Hong dan Bun Thay Lay anggap kesemuanya senjata rahasia itu banyak sekali
terdapat dikalangan persilatan. Hanya satu yang agak aneh, jakni yang dinamakan
"siao-kong-jah" semacam piauw kecil berbentuk seperti garpu. Ahli silat yang
menggunakan senjata rahasia itu, jarang ada. Entah siapa orangnya. Menilik macam
senjata rahasia yang terdapat disitu, sekurang-kurangnyanya pengerojok Hi Tong itu
ada lima orang.
Kembali bercerita tentang Hi Tong, sewaktu It Lui, Kim Piauw dengan rombongan Pek
Kian memasuki halaman ruang penyara, mereka akan Cari seorang penjaga untuk
ditanya keterangannya. Tiba-tiba kaki Thian Po kesandung sesuatu benda, hampir-
hampir dia jatuh. Setelah diperiksanya, ternyata benda itu adalah tubuh seorang
penjaga penyara yang dengan tangan dan kaki terikat, tengkurap dilantai. Mulut nya
disumbat kain, hingga tak dapat ber-kaok 2 keCuali matanya saja yang berjelilatan.
Jilid 26 K E T I K A kain penyumbat ditarik Pek Kian, ternyata kain itu adalah sehelai
saputangan berkembang milik wanita.
"Lekas bilang dimana kamar SiuCay yang ditahan siang tadi," Pek Kian menghardik
sipenjaga. "Sedikit saja kau berteriak, tentu kubunuh!"
Penjaga itu gemetar saking takutnya. "Di ......... disana ...... kamar ...... nomor ......
tiga ," katanya terputus-putus.
Sekali tangan Pek Kian diajun, penjaga yang malang na sibnya itu putuslah jiwanya.
"Cepat-cepat , mungkin kita kedahuluan orang," seru It Lui.
Setiba dikamar tutupan, benar diugra mereka mendengar gerinCing suara besi beradu.
Kim Piauw nyalakan api. Seorang berpakaian hitam kelihatan sedang berjongkok disisi
Hi Tong. "Awas, ada orang kemari!" bisik Hi Tong kepada orang itu.
Siorang berbaju hitam tak mempedulikan. Makin keras dia menempa.
"Siapa itu?" tegur It Lui ber-bisik-bisik.
Sipakaian hitam mendadak loncat balik, sebagai jawab an dia menikam dengan
pedangnya. Begitu tangkas gerakan nya, sehingga berbareng dengan sinar berkelebat,
tahu-tahu ujung pedang sudah didepan mukanya.
It Lui adalah orang kesatu dari Kwantong Liok Mo. Sekalipun badannya gemuk,
gerakannya sangat gesit. Senjata orang-orang an berkaki satu, diajun untuk menangkis.
Sesaat itu tergetarlah tangan sipakaian hitam, kesemutan dan sakit rasanya.
Mengetahui berhadapan dengan lawan yang besar tenaganya, dia tak berani
menyerang. Kini dia membaCok Thian Seng, begitu yang tersebut. belakangan ini
menghindar ke samping, orang itu terus menobros keluar.
"Yangan mengejar, ambil dia (Hi Tong) lebih penting," seru Pek Kian.
Karena berisik, seluruh penjaga rumah penyara sama bangun, ketika diketahui ada
orang merampok orang tahanan, mereka menjadi kacau.
It Lui menghadang dipintu, tenang 2 dia berseru: "Lekas kerjakan, biar aku yang
menahan mereka!"
Cepat-cepat Pek Kian dan Kim Piauw mengeluarkan gergaji. Tak berapa lama borgolan
kaki dan tangan Hi Tong terputus. Pek Kian menotok jalan darah Hi Tong, lalu bersama Sam Jun menggotongnya keluar. Kawanan penjaga semua dapat dihajar It Lui dengan
senjata orang-orang an itu. Mereka jeri, tak berani menyerang maju, hanya ber-teriak 2
saja. Kim Piauw membuka jalan, Thian Po dan Thian Seng yang mengawal dibelakang. Hi
Tong dapat digotong keluar
melalui tembok penyara. Tapi diluar ternyata sudah siap menunggu sebuah pasukan
besar dari tentara Ceng. Segera mereka maju mengepung.
Kim Piauw, Pek Kian dan Sam Jun melawan kearah tiga jurusan. Mereka segera dapat
merobohkan beberapa orang. Tapi karena ditilik oleh pembesarnya, kawanan serdadu
itu tak berani mundur.
Selagi suasana begitu gaduh, tiba-tiba dari arah sudut tembok sana, loncat keluar
sebuah bayangan hitam, siapa langsung menghampiri Hi Tong. Thian Seng Coba
menghadangnya, tapi sekali tangan orang itu mengibas, dada Thian Seng terasa sakit
sekali. Entah terkena benda apa, yang nyata, saking sakitnya, dia tak tahan lalu


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendumprah jatuh.
Melihat Sutenya terluka, Thian Po kaget. Belum hilang rasa kagetnya, tahu-tahu orang itu sudah menarik Hi Tong, dibawa pergi.
Pek Kian berlaku ajal. Dua ujung tombak musuh hampir menusuk dadanya. Cepat-cepat
dia angkat kong-hwannya untuk menangkis. Begitu tombak terdampar keatas, dia maju
merapat, sekali konghwan ditangan satunya disabetkan, pundak penyerangnya itu
remuk patah. Darah segar menyembur dari mulutnya. Kawannya ngeri, terus angkat
kaki seribu. Sewaktu Pek Kian berpaling, ternyata orang itu telah le nyap bersama Hi Tong. Namun
Hi Tong tak mau bergegas 2 lari. Lebih dulu dia menggurat beberapa tulisan di tanah.
Pek Kian dapat memburunya. Tapi segera disambut dengan baCokan pedang oleh orang
itu. Pek Kian tangkis kan konghwannya, tapi gerakan orang itu luar biasa sebat nya,
tahu-tahu sudah ganti gerakan lain. Bertempur 2 jurus, Hi Tong berhasil merampas
seekor kuda dari seorang serdadu.
Sekali Cemplak, dia berseru keras dan menerjang Pek Kian. Pek Kian Buru-buru
menyingkir kepinggir. Hi Tong segera samber tubuh orang yang menolongnya tadi
keatas kudania. lalu kaburkan diri kearah barat.
Itu waktu It Lui sudah loncat keluar tembok penyara. Demi dilihatnya Hi Tong lolos, dia maki-maki Pek Kian dan ke 2 muridnya itu sebagai orang yang tak berguna,
"Lekas kejar!" serunya.
Sam Jun dan Thian Po dengan menunjang Thian Seng, mengikuti arah larinya Hi Tong.
Dibelakang, mereka dike jar kawanan polisi. Tapi karena mereka sudah terlatih dalam
sekejab saja, hamba negeri itu jauh ketinggalan dibelakang. Pun saking jeri, polisi 2 itu tak berani mendekati, apalagi setelah ketinggalan jauh, mereka lalu kembali.
Selama melakukan pengejaran itu, dapatlah diketahui kepandaian masing-masing
orang. It Lui jauh muka. Kim Piauw terpisah tak berapa jauh. Tapi Pek Kian ketinggalan dibelakang. Lebih 2 Sam Jun bertiga, jangan ditanya lagi. Memang tak keCewa It Lui
menjadi orang kesatu dari Kwan-tong Liok Mo. Sekalipun dia itu hidup mewah, tapi
sehari pun tak pernah melalaikan latihannya. Malah makin hari makin sempurna. Dalam
hal keCepat-cepat an jalan, dia menye rupai kuda lari pesatnya.
Karena jalan disepanjang lereng gunung tak leluasa, apalagi membonCengkan orang,
maka tak berapa lama, It Lui dapat menyusulnya. Tahu dikejar musuh, Hi Tong memilih
jalan yang ber-biluk 2. Namun It Lui selalu dapat menyusulnya. Karena gelap, tiba-tiba kuda Hi Tong terperosok kakinya kedalam sebuah liang. Mendeklok dengan kepalanya
tersentak kemuka, hingga seperti melempar penumpangnya kebawah.
Dengan berjumpalitan, Hi Tong dapat tanCap kakinya diatas tanah. Orang tadi Coba
tarik les kuda supaya berdiri lagi, tapi binatang itu tetap mendumprah ditanah. Ternyata kakinya telah patah. Cepat-cepat orang tadi loncat turun, lalu ajak Hi Tong menyelinap kedalam semak 2 pohon. Tak jauh berjalan, mereka menampak sebuah gua kecil.
Kesitulah mereka bersembunyi.
"Li-sumoay, kali ini lagi-lagi kaulah yang menolong aku," Hi Tong mengelah napas.
Kiranya penolongnya itu ialah Li Wan Ci, orang yang selalu menguntit perjalanan Hi
Tong, Sewaktu tak kelihatan Hi Tong berada dalam rombongan Tan Keh Lok, nona yang
Cerdas itu, segera tahu bahwa Hi Tong tentu mengambil jalan disungai. Menyusur
sepanjang pantai, kebetulan ada rombongan perahu tentara yang angkut rangsum,
maka dengan selamat tibalah ia dikota BengCin.
Wan Ci masih menyaru sebagai anak laki 2. Dia mampir kesebuah rumah makan untuk
Cari keterangan. Sana sini ramai orang membicarakan peristiwa seorang SiuCay
berkelahi dengan Sun-taysanyin. Malamnya berkunjunglah ia kepenyara. Penjaga bui
yang diringkus itu, dialah yang me lakukannya.
Dapat menolong Hi Tong, adalah suatu kebahagiaan bagi Wan Ci. Walaupun
menghadapi bahaya, ia tak gentar. Di suruhnya Hi Tong beristirahat, ia sendiri yang
menjaga di mulut gua. Seruling Hi Tong telah dirampas Kim Piauw. Duduk diatas tanah, dia memandang bayangan Wan Ci. Rasa terima kasih memenuhi rongga dadanya.
Saat itu angin dingin mengembus, tubuh Wan Ci agak menggigil, rupanya tak tahan
hawa dingin. Hi Tong lepas jubahnya, lalu dipakaikan ketubuh Wan Ci.
Sejak berkenalan dengan Sukonya itu, barulah pertama kali ini Wan Ci menampak sang
Suko mengunjuk kan sedikit perhatian padanya. Tanpa terasa ia berpaling dan un-juk
senyumannya. Sesaat itu tubuhnya dirasakan hangat.
Baru saja Wan Ci hendak mengucap sesuatu, tiba-tiba terdengar suara mendesing.
Sebatang anak panah melayang datang. Wan Ci terbenam dalam kegirangan, lupa ia
bahwa bahaya masih tetap menganCam. Sebat sekali Hi Tong dorong tubuh sinona
kesamping, dan dengan sebelah tangan yang lain dia sanggapi anak panah itu.
Karena didorong, Wan Ci jorok kedalam, hampir-hampir ia terbentur karang. Tapi
secepat-cepat itu juga tangan Hi Tong telah menariknya kembali. Dalam kegelapan,
tubuh Wan Ci telah tertarik nampel kedada sianak muda.
Wan Ci menjerit dengan suara tertahan. Merah selebar mukanya. Ia rasakan tubuhnya
menjadi hangat, karena da rahnya tersirap.
"Sumoay, awas senjata gelap!" bisik Hi Tong.
Berbareng itu, kembali ada sebuah hui-hong-Ciok (piauw batu berbentuk belalang)
melayang masuk. Wan Ci berkelit sambil menyang gapinya.
"Bangsat, lekas keluar! Jangan sampai tuan besar turun tangan!" kedengaran orang
berseru diluar gua.
Saat itu, beberapa bayangan mendekati mulut gua. Hi Tong pungut anak panah tadi,
terus disambitkan keluar. Terdengar suara seseorang mengerang kesakitan. Itulah Sam
Jun yang menerima bagian. Sekalipun sudah diketahui per sembunyiannya, tapi It Lui
cs. tak berani terus mendesak. Musuh berada ditempat gelap, sedang mereka ditempat
terang, mudah diCelakai. Jalan satu 2nya, mereka menghu-jani mulut gua itu dengan
berbagai senjata rahasia.
Hi Tong dan Wan Ci rapatkan diri kesisi dinding gua. Tubuh mereka saling merapat satu sama lain. Tak mau mereka tinggal diam, dipungutinya senjata-nyata rahasia yang
dilempar musuhnya itu Apabila mereka berani memasuki mulut goa, pasti akan
disambutnya dengan hangat.
Menempel pada tubuh Sukonya, walaupun tengah menghadapi bahaya, tapi Wan Ci
rasakan saat-saat itulah yang dirasakan paling bahagia dalam hidupnya. Didalam gua ha wanya lembab lagi kotor. Diluar gua musuh siap menerkam nya. Tapi bagi nona itu,
kamar yang menyiarkan bau harum dalam gedung panglima, masih kalah bahagianya
dengan ruang sempit gua itu.
Sebaliknya Hi Tong waktu itu tengah berpikir keras untuk Cari jalan lolos, tapi tak
berhasil. Tahu dia kalau Sumoay nya itu seorang nona yang Cerdas dan banyak sekali
akal, maka katanya: "Ah, bagaimana daya kita untuk lolos?"
"Pe*rlu apa sih mesti Cape 2. Mereka kan tak dapat me nyerbu masuk," Wan Ci
tertawa. "Kalau hari sudah terang tanah bagaimana?" Hi Tong kelihatan kuatir.
Mendengar Sukonya kelihatan gugup, tertawalah sinona.
"Baiklah, kupikirkan suatu daya ......... he, awas senjata rahasia!"
Hi Tong Cepat-cepat mundur tubuhnya. Sebuah 'siao-kong-jah' menai Cap didekat
kakinya. Kim Piauw benci tujuh turunan kepada Hi Tong. Setelah berturut-turut
menimpuk 2 buah siao-kong-jah: dia putar senjata lak-houw-jah-nia, untuk melindungi mukanya, lalu menyerbu kemulut gua.
Melihat musuh akan mengganas itu, Wan Ci kibaskan tiga batang jarum hu-yong-Ciam.
Jarum itu halus sekali, pula ditempat yang gelap. Syukur kepandaian Kim Piauw Cukup
tinggi, dan kepandaian menimpuk sinona masih belum sempurna, maka Cepat-cepat
orang she Ku itu telusupan kepalanya kebelakang. Dua batang mengenai tempat
kosong, tapi yang sebatang menyusup pada rambutnya, sedikit mengenai kulit
kepalanya. Meskipun demikian, Cukup membuat Kim Piauw sakit meringis. Teringat bahwa senjata
jarum begituan keba nyakan mengandung raCun, dia ber-debar 2. Buru-buru dia me
nyingkir, lalu menCabutnya. Karena darah pada jarum itu ternyata tidak berwarna
hitam, legalah hatinya, karena terang jarum tak beraCun.
It Lui minta lihat jarum itu. Sekali pandang, dia meng gerang 2 seperti kebakaran
jenggot. "Batok kepala dari Lo Sam itu, juga terdapat jarum macam ini. Jadi yang membinasakan dia teranglah bangsat ini juga!" demikian teriaknya murka.
Ketika Ciao Bun Ki binasa oleh jarum dari Hwi Hing, tulang rangkanya baru beberapa
tahun kemudian diketemu kan dalam lembah gunung. Pada tulang batok kepalanya
terdapat beberapa batang jarum tersebut. Itulah karena, sekalipun jarum 2 itu sebagian besar sudah diCabut keluar oleh Hwi Cing, tapi yang menyusup kedalam daging sukar
diambil. Kwantong Liok Mo menganggap sakit hati itu sebagai duri dalam daging. Tapi
Celakanya, yang dituduh membunuh adalah Hi Tong, baik pada Bun Ki dulu, maupun
Kim Piauw yang dilukainya sekarang.
It Lui dan Kim Piauw mengumbar kemarahannya. Mereka menyerang dengan hebat.
Namun karena jeri oleh senjata rahasia orang, tak berani mereka terlalu mendekati
mulut gua. "Mengapa kau hendak menyingkir dari aku" Apakah kau merasa sebal padaku?"
demikian didalam gua Wan Ci me nanya Hi Tong dengan tertawa.
"Li-sumoay, mengapa kau mengucap begitu " Nanti kalau sudah lolos dari bahaya ini,
kita perCakapkan pula", kata Hi Tong.
Wan Ci berdiam untuk sekian saat. "Ya, waktu itu ten tunya kau akan tinggalkan pergi lagi," katanya kemudian.
Hi Tong pun seorang manusia biasa. Dia tergerak hatinya mendengar begitu
mengharukan kata-kata sang Sumoay itu. Tiba-tiba sebuah obor dilontarkan dari luar, Hi Tong kemekmek. TarjBak olehnya bagaimana saju muka sinona yang berlinang 2 air
mata itu. "Wah, kita akan mati kesesakan napas," katanya lalu. Habis mengucap, ia maju
menginyak obor. Tapi senjata rahasia musuh lebat bagaikan hujan, terpaksa ia mundur
lagi. Tidak salah apa yang diduga oleh Wan Ci itu tadi. Pek Kian San dan Thian Po
lemparkan berbondong-bondong beberapa ikat rumput, kearah obor.
Asap bergulung-gulung memenuhi gua. Hi Tiong dan Wan Ci ber 2, mulai batuk 2
terhimpit napasnya, obor padam, asap makin tebal. Dalam keadaan itu, Wan Ci Segera
mengambil keputusan.
"Yagalah mulut gua!" katanya seraya serahkan pedangnya kepada Hi Tong. Sedang ia
sendiri lalu menyingkir kebelakangnya.
Karena mendengar dibelakang ada suara pakaian dikibar 2kan, Hi Tong berpaling.
"He, jangan lihat kemari!" bentak Wan Cie. Hati Hi Tong bergoncang hebat. Diantara
kepulan asap, dilihatnya Wan Ci sedang membuka pakaiannya. Tapi tak sempat dia
memikirkan, karena matanya tak putus-putusnya diganggu asap, hingga mengeluarkan
air mata. Sesaat kemudian, tampak Wan Ci menghampiri dan meminta kembali pedangnya.
"Pakailah ini!" serunya sambil lemparkan pakaian wanita itu, kepada sang suheng.
Ingin Hi Tong menanya, tapi keburu dipegat oleh sinona: "Ayo, lekas pakailah!"
Apa boleh buat, Hi Tong memakainya. Setelah itu, sinona menyerahkan pula
pedangnya. Pada saat itu, asap menipis. Tapi tiba-tiba kembali ada sebatang obor
dilempar masuk. Malah kali ini, lebih besar, sehingga mengeluarkan Cahaja terang.
"Kita terjang keluar berpencaran, sekali-kali jangan ikuti aku," Pesan Wan Ci, yang
tanpa menunggu jawaban lagi, terus menobros keluar gua.
Hi Tong melengak, namun tak sempat ia mencegahnya......
Begituah hampir setengah harian Tari Keh Lok cs. men-Cari 2 disekitar gua itu, mereka masih nampak adanya asap yang bergulung-gulung ke udara. Mereka makin gelisah
menyingkirkan nasib Hi Tong. Saking gemasnya, Bun Thay Lay me remas 2 hanCur
panah Pek Kian tadi.
"Sipsute Cukup Cerdas, kalau tidak ungkulan, tentu melarikan diri. Kita minta lagi
bantuan Siangkwan-toako supaya mengirim beberapa orangnya lagi menCari kabar",
kata Lou Ping. Siangkwan Ie San setuju, malah terus ajak pulang sekalian tetamunya itu. Setiba di
BengCin, Siangkwan Ie San kerahkan semua orang-orang Liong Bun Pang. Asal ada
orang asing, harus segera melapor.
Selama itu, Bun Thay Lay yang paling kuatir sendiri Sam pai jauh malam, dia tak mau
makan dan tidak tidur Thian Hong Coba memberi nasehat, tapi sia-sia.
Itu waktu, Siangkwan Ie San masuk dengan meng-geleng 2 kan kepalanya: "Tidak ada
kabar apa-apa"
"Ah, masa dalam beberapa hari tak ada sesuatu yang men Curigakan?" tanya Thian
Hong. Siangkwan Ie San Coba mengingat sejurus, "Oh, ada seorang saudara kita yang
melapor, bahwa digereja Po Siang Si disebelah barat kota, tiap hari ada orang ribut 2, mau membakar gereja itu, katanya. Tapi kurasa, hal itu tak ada sangkut pautnya
dengan Sipsuya".
Begitu juga pikiran semua orang. Hweshio dan kawanan pengungsi terbit CekCok, itulah hal yang biasa. Mereka tak dapat memikirkan daya apa-apa, keCuali mengambil putusan
besok akan keluar dan menCari secara berpencaranya.
Teringat akan besar pengorbanan Hi Tong kepada dirinya, Bun Thay Lay tak dapat
memejamkan mata barang sesaat pun jua. Demi dilihatnya isterinya sudah tidur, dia
terus bangun dan menyembat senjata, lalu loncat keluar dari jendela.
"Biar bagaimana akan kuCarinya lebih Cermat baru puas hatiku", pikirnya. Terus dia
loncat keatas wuwungan. Keadaan diseputar itu sunyi senyap. Dengan gunakan ilmu
berjalan Cepat-cepat , sekejap saja sudah dia berputar keempat penyuru dari kota
BengCin. Tengah dia- masgul, tiba-tiba dili hatnya sebuah bayangan berkelebat lari
kearah barat. Tim bul keCurigaannya, segera ia enjot tubuhnya menguntit.
Dari tak berapa jauh, orang itu menepuk tangan. Dimuka sana jauh sekali, didengarnya balasan tepuk tangan. Bun Thay Lay tahu bahwa fihak sana besar jumlahnya, diam-diam ia menguntit dari sebelah belakang. Sampai diluar kota se belah barat, tanahnya lapang. Kuatir diketahui, Bun Thay Lay tak berani dekat 2.
Kira-kira tujuh atau delapan li lagi, orang itu naik keatas karang dari sebuah bukit.
DipunCak bukit itu, dari jauh tampak berdiri sebuah rumah. Tahu, sudah tempat yang
pasti ditujunya, Bun 'Thay Lay berhenti dan sembunyi dalam sebuah semak 2. Ke tika
ditegasinya, rumah itu ternyata sebuah gereja, dimana tiga huruf "Po Siang Si" tertulis dengan nyata.
Bun Thay Lay mengeluh, karena sampai sekian lama dia buang 2 waktu, "ternyata
hanya mengikuti kawanan pengungsi dan Hweshio saja. Namun sudah terlanyur, tak
apalah untuk melihat 2 kesana. Mungkin dapat membantu perCede raan mereka. Dia
menghampiri kesamping gereja, dari situ terus loncat masuk, melalui jendela langsung menuju ke ruangan besar. Disitu didapatinya seorang Hweshio tengah berjongkok
menghadap kearah patung. Nampaknya sedang menyampaikan doa.
Tapi ketika Hweshio itu per-lahan 2 bangkit dan serentak berpaling, seketika serasa
terbanglah semangat Bun Thay Lay.
Kini balik kita tengok keadaan It Lui cs. yang sedang menunggu hasil pembakarannya
pada gua tempat bersembunyi Hi Tong. Ketika mendadak dilihatnya ada seorang
berjubah panjang dengan muka dibungkus lari keluar dari dalam gua, Buru-buru It Lui
menghadangnya. "Kim-tiok SinCai ada disini, beranikah kau mengejarku ?" seru orang yang berkedok itu.
Bagi It Lui, Kim Piauw dan Pek Kian, tujuan yang utama jalan hendak menangkap dan
merobek-robek dada Hi Tong. Tanpa hiraukan orang satunya yang masih berada dalam
gua, mereka segera kejar simuka berkedok itu. Ja kinlah mereka, itulah sianak muda
tentunya. Diantara ketiga orang itu, It Lui yang paling Cepat-cepat ilmu nya berlari. Sekejab saja dia sudah berada dibelakang orang itu. 'Tok-ka-tang-jin' sekali diajunkan kemuka dalam gerak "tok-liong-jut-tong", naga berbisa keluar gua, dia hantam punggung orang itu.
Orang itu melejit kesamping sembari balas menggerakkan tangannya. It Lui Buru-buru
mundur, kuatir orang melepas jarum lagi yang lihai itu.
Orang itu bukan lain ialah Wan Ci adanya. Dengan mengenakan jubah sianak muda, dia
menobros keluar untuk memikat perhatian musuh 2nya. Dengan begitu, dapatlah Hi
Tong kesempatan untuk lari. Sinona membekal tiga batang kim-Ciam. Apabila musuh
merangsek dekat, akan dihajar nya., Untuk senjata itu, ia boleh merasa berSyukur.
Karena It Lui sekalipun berkepandaian tinggi, tapi ditempat gelap seperti waktu itu, dia jeri juga akan jarum yang halus dan tanpa suara apa-apa itu. Karenanya, dia mengejar agak jauh jaraknya.
Kejar punya kejar, sampailah mereka kekota BengCin. Ketika itu sudah terang tanah,
banyak sekali sudah orang-orang yang menuju kekota. Nampak ada sebuah hotel yang
sudah buka pintu, Buru-buru Wan Ci nyelonong masuk. Seorang pelayan me nyambut,
tapi belum dia keburu bertanya, Wan Ci telah mendahului memberikan sepotong perak,
katanya: "Lekas kasih aku sebuah kamar."
Perak itu ada tiga-empat tail beratnya, maka terkanCing lah mulut sipelayan, lalu
menunyukkan Wan Ci sebuah kamar kosong.
"Nanti bila ada orang tagih hutang, bilang saja aku tak ada disini," Wan Ci memesan.
"Aku hanya akan tinggal semalam, uang kelebihannya untukmu."
"Yangan kuatir, aku tukang gebah penagih hutang," sahut sipelayan.
Baru saja pelayan itu keluar, It Lui cs menobros masuk.
"SiuCay yang masuk kesini tadi berada dimana, kita perlu ketemu," tanyanya segera.
"SiuCay siapa?" balas tanya pelayan itu.
"Yang masuk kemari tadi," menegas Pek Kian.
"Pagi ini belum ada orang masuk kehotel, mungkin kau orang tua, salah lihat," berkeras sipelayan.
Kim Piauw gusar, lalu akan menggaplok mulut pelayan tersebut., tapi Buru-buru
diCegah It Lui dengan membisikinya: "Semalam kita habis merampok penyara, tentunya
masih menggoncang kan, jangan timbulkan urusan lagi."
"Baiklah. Kita akan periksa satu persatu kamar hotel ini, nanti akan kita tunyukkan
padamu," kata Pek Kian dengan mendongkol. '
"Aduh, lagakmu begitu garang, agaknya menyerupai sanak raja saja?" mengejek
pelayan itu. Mendengar ribut 2 itu, sipemilik hotel pun menghampiri. Tapi Kim Piauw sudah tak kuat menahan sabar lagi. Sekali dorong, dia segera menerjang kesebuah kamar. Disitu dia
tendang pintu kamar, hingga terpentang. Seorang gemuk gendut berjingkrak bangun
dari tempat tidurnya saking kaget. Nampak bukan orang yang diCari; Kim Piauw ter
jang lagi pintu kamar disebelahnya. Masih kedengaran, bagaimana sigemuk itu
mengumpat maki habis-habisan.
Tengah ramai 2 itu, tiba-tiba dari sebuah kamar diberanda timur, seorang nona yang
Cantik, muncul keluar. Pek Kian dan Kawan-kawan nya juga melihat sinona, mereka
kagumi ke Cantikannya, tapi sedikitpun tak ada keCurigaan apa-apa terus melanjutkan
penggeledahannya.
Dengan tertawa geli. Wan Ci keluar hotel dalam bentuk aslinya, wanita. Sampai dijalan besar, ada beberapa hamba negeri yang mendatangi. Mereka mendapat penga 2n dari
sipemilik hotel, untuk menangkap orang yang membuat rusuh 2 itu.
Sementara Hi Tong setelah melihat musuh 2nya yang tangguh pergi, terus keluar
menyerang Sam Jun dan Thian Po serta Thian Sing. Dengan mengeluarkan ilmunya
pedang 'jwan-hun-kiam' dari Bu Tong Pai, dalam tiga empat ju rus saja, dia telah dapat menusuk lengan Thian Sing yang memang sudah terluka itu.
Thian Sing mundur beberapa langkah, lobang itu digunakan Hi Tong untuk menerjang
keluar. Sam Jun menyapu dengan 'sam-Ciat-kun'-nya, tapi Hi Tong dapat menghindari
nya dengan meloncat keatas. Tiba-tiba dia berteriak keras, men juruk jatuh kemuka.
Saking girangnya, Sam Jun dan Thian Po terus akan menubruknya. Tapi sekonyong-
konyong Hi Tong membalik badan lalu menawurkan segenggam pasir. Mulut dan mata
Sam Jun serta Thian Po, kena tertutup pasir itu. Sam Jun Cu kup berpengalaman,
segera dia menggelundung beberapa tindak jauhnya. Tidak demikian dengan Thian Po.
Dia masih menyublek sambil meng-usak 2 matanya yang kelilipan dengan ke 2
tangannya. Hi Tong baCok kaki kiri Thian Sing, terus memutar tu buhnya dan lari. Kiranya pasir
yang dilontarkan itu, adalah sisa pembakaran rumput yang dimasukkan kedalam gua
oleh It Lui cs. tadi.
Ketika Sam Jun mengusap bersih matanya, hanya ke 2 Sutit (keponakan murid) yang


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedapatan masih disitu, yang satu mengerang, yang lain mengaduh. Sedang Hi Tong
sudah tak tampak bayangannya lagi.
Bukan main mendongkolnya Sam Jun. Tapi dia tak dapat berbuat apa-apa, keCuali
membebat luka ke 2 Sutitnya itu, serta menyuruh mereka mengasoh dulu kedalam gua,
sedang ia sendiri lalu mengejamja.
Kira-kira berlari tujuh atau delapan li, bukan Hi Tong yang diketemukan, melainkan It Lui bertiga. Malah kini Haphaptai yang dibencinya itu, ikut serta. Selain itu, masih ada lagi seorang yang belum pernah dikenalnya. Orang itu kira-kira berusia 40-an tahun,
dipunggungnya menggemblok sebuah thiat-pi-peh (harpa besi). Tindakannya gesit,
pertanda seorang yang tinggi silatnya.
Pek Kian Cepat-cepat menanyakan sang Sute yang tampaknya kebingungan itu. Dengan
ke-malu 2an, dia tuturkan kejadian tadi. Syukur It Lui cs. pun tidak mendapat hasil apa-apa, jadi tidak dapat saling menjalankan.
Kiranya orang yang membawa thiat-pi-peh itu, adalah Sute dari Ciao Bun Ki, jakni Han Bun Tiong. Di HangCiu dia telah dipale begitu rupa oleh orang-orang HONG HWA HWE,
sampai tak tahu dia harus menangis atau tertawa. Wi-tin-ho-siok Ong Hwi Yang minta
dia supaya balik bekerja lagi pada Tin Wan piauw kiok, tapi dia menolaknya. Malah dia anyurkan Hwi Yang supaya lekas-lekas tutup perusahaan piauwkioknya itu untuk
mengaso kedesa.
Sejak bertempur dengan Thio Ciauw Cong dibukit Pak-kao-nia, ibarat orang mati
kembali hidup lagi. Hwi Yang-pun memikir hendak mengundurkan diri, maka dia terima
baik usul. Bun Tiong untuk tutup piauwkioknya dan melewatkan hari tuanya pulang
kekampung halamannya.
Sepulangnya ke Lokyang, Bun Tiong berkehendak menutup rumah perguruannya, tak
mau Campur urusan di kangouw lagi, seperti yang dinasehatkan oleh Tan Keh Lok. Tapi
dalam perjalanan pulang itu, ditengah jalan dia ber jumpa dengan Haphaptai. Tak ada
keinginannya untuk bertemu dengan sahabat 2nya lama dikalangan persilatan lagi,
karenanya, dia tundukkan kepala pura-pura tak melihat. Tapi thiat-pi-pehnya, sudah
berbicara sendiri. Cepat-cepat Haphaptai mengenalinya.
Ber 2 segera menCari sebuah hotel. Disitu Bun Tiong Ceritakan tentang kebinasaan
Suhengnya. Baru Haphaptai insja.f. bahwa Kim-tiok SiuCay dan H.H.H, itu bukan
musuhnya. Dia mendapat kesan baik terhadap Hi Tong, maka Buru-buru diajaknya Bun
Tiong untuk menolong anak muda itu.
Sebenarnya tak hendak Bun Tiong Campur urusan itu lagi, tapi Haphaptai
mendesaknya, bahwa kalau bukan dia yang menjelaskan, tentu It Lui dan Kim Piauw tak
mau sudah. Dan kalau sampai anak muda itu binasa, tentu orang HONG HWA HWE tak
mau terima, akibatnya dia (Bun Tiong) sendiripwn akan terembet juga.
Baru saja ke 2nya memasuki kota BengCin, sebera me reka tampak It Lui bertiga bsr-
gegas 2 keluar dari hotel sehabis menghajar hamba polisi. Begitulah kelima orang itu telah menCari Sam Jun.
Kini kita tengok Hi Tong. Walaupun dia sudah terlemas dari bahaya, tapi dia merasa
Cemas akan keadaan Wan Ci yang dikejar oleh tiga orang yang lihai itu. Dia Coba men
Carinya ke-mana 2, tapi tak bersua. Ingin dia masuk kikota, tapi teringat bahwa orang-orang negeri banyak sekali yang mengenalinya jadi terpaksa tunggu sampai malam
sudah tiba. Malamnya dia Cari sebuah hotel. Tapi sepand'ang malam itu, tak dapat dia meramkan
matanya. Diam-diam dia menyum pahi dirinya, sebagai orang yang tak kenal budi. Dua
kali sudah, nona itu menolong jiwanya, tapi sampai saat itu bukan wajah sinona yang
membayang i kalbunyi, melainkan gelak ketawa Lau Ping dengan sujen dipipinya yang
manis itu selalu terkenang olehnya. Dari jauh, terdengar kentong an dipalu tiga kali, tanda sudah tengah malam.
Selagi dia akan meramkan mata, tiba-tiba dikamar sebelah ada orang memetik pipeh. Hi Tong seorang penggemar musik, Buru-buru dia duduk mendengari. Pi-peh itu
dibunyikan begitu pelan, perdengarkan lagu yang menyajat hati. Lewat beberapa saat,
kedengaran seorang wanita menyanyi:
(page cut) Nyanyian indah dengan suara yang merdu. Hi Tong merasa heran, masa dalam hotel
yang terpenCil itu, ada orang yang dapat menyanyi sedemikian indahnya.
Tiba-tiba dari kamar sebelah itu juga, kedengaran seorang lelaki batuk 2, lalu berkata dengan suara lemah: "Sudahlah jangan menangis, tertawalah, nyanyilah lagi .........
hanya semalam ini saja, hendak kudengar banyak sekali-kali ......... beberapa lagumu lagi."
Dendam Iblis Seribu Wajah 21 Elang Terbang Di Dataran Luas Karya Tjan Id Laron Pengisap Darah 4
^