Pedang Dan Kitab Suci 18

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 18


terus ikut sang Toako.
Kawanan polisi desa itu, sudah tentu tak berani mengejar, apalagi memang tak dapat
lonCat keatas rumah. Maka dengan leluasa It Lui bertiga dapat melarikan diri. Kira-kira S li jauhnya, mereka kendorkan larinya.
Bahwa tengah malam, kuasa hotel menagih rekening, sekian banyak sekali hamba polisi
datang akan menangkap itu, tentu ada orang yang menggerakkannya. Lawan berkelahi
Kim Piauw itu, adalah seorang pemuda bangsa Han, bukan seorang gadis Ui, jadi terang kalau musuh mempunyai kawan yang membantunya, demikian dugaan ketiga Kwantong
Sam Mo itu. Oleh karenanya, mereka tak berani berlaku alpa. Tiap malam mereka
bergiliran menjaga.
Demikian pada hari itu, mereka sampai dikota Ka-ko-kwan. It Lui peringatkan ke 2
saudaranya, bahwa kini mereka sudah memasuki daerah perbatasan musuh, harus hati-
hati. Malam itu, giliran Haphaptai yang jaga. Dia agak merasa berdebar 2. Tiba-tiba
dibelakang rumah ada 2 batu kecil ditimpukkan ketanah. Tahu dia kalau itu kebiasaan orang berjalan malam untuk menanyakan jalan.
Dengan pasang kuping betul-betul, pelan-pelan dibukanya daun jendela, terus
menyelinap kebelakang untuk menangkap penyatron itu. Tapi ditunggu 2 sampai sekian
lama, tak ada sebuah bayanganpun- yang lonCat turun. Sebaliknya, pada saat itu
terdengar Kim Piauw menjerit nyaring-.
"Celaka, aku terjebak siasat musuh "panCing harimau, tinggalkan gunung," pikir
Haphaptai terus balik kekamarnya.
Disitu tampak Kim Piauw dan It Lui sembari pegangi lilin lari keluar kamar dengan napas memburu. Haphaptai menerangi kedalam kamar dari jendela. Apa yang tampak disitu,
sangat membelalakkan matanya.
Ternyata lantai kamar, tempat tidur dan meja, semua penuh dengan ular dan katak,
berseliweran kemana 2. Di mulut jendela, ada 2 buah keranyang, yang tidak bisa tidak, tentu ditaruhkan oleh musuh yang tak kelihatan itu.
"Tentu ini ada akalnya budak hina itu, yang mengirimkan segala rupa binatang berbisa ini," It Lui memaki-maki.
Memang untuk melampiaskan kemangkalan hatinya karena Hi Tong yang tak
mengaCuhkan dirinya, Wan Ci tuangkan isi perutnya pada Sam Mo tersebut. Sepanyang
perjalanan nya tak putus-putusnya ia menCari akal untuk menggoda ketiga orang itu.
Ular dan katak 2 itu, sengaja ia mengongkosi anak 2 untuk menCarinya.
Kwantong Sam Mo itu sedikitpun tak menyangka, bahwa mereka dipitenah terus
menerus selama itu, karena seorang nona nakal yang ditolak Cintanya, tengah
menghibur diri. Tetapi mereka menduga, bahwa kesemuanya itu adalah perbuatan
Chui-ih-wi-sam Hwe Ceng Tong.
Sejak itu, malam hari mereka tak berani keluar. Juga tidak mau menginap dihotel, lebih suka nginap dirumah orang atau klenteng. Juga difihak Wan Ci, ia merasa kalau terang-terangan bertempur, tentu tidak menang. Ka-renanya, iapun hanya menggodanya
seCara menggelap. Demikianlah dengan Cara itu, keempat orang itu menuju kedaerah
Hwe. Selesai mendengar penuturan Wan Ci, tak putus-putusnya semua orang menekan perut
karena geli. Tapi disamping itu, merekapun menaruh kekuatiran akan keselamatan Ceng
Tong. "Tidak boleh ajal lagi, segera aku menyusulnya", kata Keh Lok.
"Ya, ketiga iblis itu bukan jago sembarangan, kalau ada beberapa orang yang pergi,
lebih baik. CongthoCu boleh berangkat dulu, dan kemudian nona Li, tapi kalau seorang diri kurang baik, harap Ie-sipsute mengawaninya. Aku suami isteri, rombongan yang
ketiga. Suko, Suso dan lain-lain saudara tetap disini mengawasi Thio Ciauw Cong", kata Thian Hong.
Tan Keh Lok setuju, terus keprak kudanya, Hiang Hiang ikut dengan naik kuda bulu
merah. Sesaat kemudian, Hi Tong dan Wan Ci menyusul. Paling belakang, Thian Hong
bersama isterinya.
Ketika Bun Thay Lay habis mengantar dan akan balik kekubunya, tiba-tiba diujung kubu kelihatan berkelebat sesosok bayangan.
"Siapa?" dia membentak.
Tapi bayang"an itu sudah jauh. Gerakannya luar biasa sebatnya, berbeda dengan
serdadu biasa. Karena Curiga, Bun Thay Lay mengejar. Diantara rombongan anak
tentara Ui orang itu menyelinap terus menghilang. Apa boleh buat, Bun Thay Lay
terpaksa balik.
Tiba dikubu, sudah ada 2 orang serdadu Ui melapor pada Bok To Lun, bahwa Horta
telah dibawa lari orang. Empat orang penjaganya, dibunuh. Bok To Lun terkejut,
diajaknya Bun Thay Lay memeriksa. Benar juga keempat penjaga tempat tawanan itu,
terkapar dengan dada terbelah. Lou Ping yang tajam penglihatannya segera
menghampiri kesudut kubu dan menCabut sebilah badi 2 yang menanCap disitu. Pada
badi 2 itu, terikat seCarik kertas merah bertulisan:
Komandan Gi-lim-kun Thio Ciauw Cong, datang mengunjungi Tan-CongthoCu dari
HONG HWA HWE dan Pan-lui-Ciu Bun Thay Lay."
Amarah Bun Thay Lay tak terkirakan. Surat itu diremas 2 i anCur. Ketika Jun Hwa minta akan melihatnya, surat itu sudah menjadi bubukan, berterbangan ditiup angin.
Melihat itu, Bok To Lun berCekat dan kagum, pikirnya: "Tempo hari menyaksikan
pertempuran Bu Tim totiang, kita sudah menganggapnya jago yang tiada tandingan
dikolong langit. Tapi ternyata Bun-suya ini, juga sedemikian hebat nya."
"Bok-loenghiong, maaf, tugas mengurung tentara Ceng akan kuserahkan padamu. Kami
akan menangkap bangsat she Thio itu," kata Bun Thay Lay.
Bok To Lun tak bisa menjawab lain keCuali anggukkan kepala. Begitulah Bun Thay Lay
kemudian lalu ajak Jun Hwa, Ciang Cin, Lou Ping dan Sim Hi berkuda, untuk me nyusur
jejak kaki kuda Ciauw Cong.
Kini kita tengok keadaan Ceng Tong. Setelah mendapat kemenangan, hatinya malah
merasa saju. Malam itu, ia tengah merenungkan segala sesuatu yang telah lampau.
Tiba-tiba didengarnya, diluar kemah sana anak buah pasukan Ui tengah bersuka ria,
menyanyi lagu perCintaan.
Kembali hatinya berdenyut keras. Teringat bagaimana keras sikap ayah kandungnya
sendiri kepadanya. Ditambah pula orang yang dirindukan selama ini, ternyata kini me
nyintai adiknya. Ah, rasanya dunia ini hampa baginya!
Pelan-pelan ia berbangkit, menulis sepucuk surat untuk ayahnya. Dengan membawa
pedang dan senjata rahasia serta 2 ekor burung elang pemberian Suhunya, ia segera
tuntun kudanya terus dikeprak kearah timur laut.
"Lebih baik kuikut Suhu, menurut jejak pengembaraan ke 2 orang tua itu dipadang
pasir. Biarlah badanku ini terkubur ditengah gurun pasir," demikian pikirnya.
Sebenarnya berat juga penyakit yang dideritanya, namun karena dia mempunyai dasar
latihan silat yang kokoh, dapat juga ia paksakan diri untuk naik kuda.
Demikianlah 10 hari sudah, ia berjalan dipadang pasir. Jarak dari Giok-ong-kun, tempat kediaman Thian-san Siang Eng, masih kira-kira seperjalanan empat limahari lagi. Karena keliwat Cape, Ceng Tong memasang kemah ditepi sebuah bukit pasir. Malam itu hendak
ia mengaso disitu.
Jilid 3 2 KIRA-KIRA tengah malam, tiba-tiba didengarnya tapak kuda dari kejauhan. Ada tiga
orang penunggang kuda mendatangi. Tiba dipinggir bukit itu, merekapun mengasoh.
Karena gelap, tak diketahui mereka akan kubu dari Ceng Tong. Mereka hanya melihat
dikanan kiri bukit itu tumbuh rumput, maka dibiarkan kudanya lepas, sementara mereka sendiri sama mengaso sambil ber-Cakap 2.
Mendengar mereka berbahasa Han, bermula Ceng Tong tak terlalu menghiraukan. Tapi
tiba-tiba didengarnya salah seorang dari mereka berkata: "Bah, Chui-ih-wi-sam sungguh menyiksa kita sampai begini!"
Ceng Tong terkesiap dan buru-buru pasang telinga.
Maka terdengar seorang berkata pula: "Bangsat wanita itu, kalau sampai jatuh
ketanganku, akan ku-patah 2kan tulang belulangnya, kubeset kulitnya. Kalau tidak,
sungguh aku malu punya she Ku sampai 1delapan turunan."
Kiranya mereka itu adalah Kwantong Sam Mo, yang kini pun sudah sampai didaerah
gurun pasir. Tahu mereka kalau nona itu sedang memimpin kaumnya melawan pasukan
Ceng, karenanya, bergegas-gegaslah mereka. Tidak mereka sangka, bahwa nona itu
pada saat itu, berada disebelahnya.
Ketika Tan Keh Lok datang kedaerah Hwe, Ceng Tong sangat sibuk dengan urusan
ketentaraan. Apalagi nona itu memang sengaja menjauhkan diri tak mau berCakap 2
dengan orang muda itu. Oleh sebab itulah, maka urusan Kwantong Sam Mo menCari
balas, tak sempat dibiCarakan oleh Tan Keh Lok.
Maka Ceng Tong menjadi heran mengapa ketiga orang itu datang memusuhinya.
Mengira kalau mereka adalah sisa panglima Tiau Hwi yang sempat melarikan diri, Ceng
Tong terus mendengarinya lagi.
"Kepandaian Giam-liokte bukan sembarangan. Sungguh aku tak perCaja kalau dia
sampai terbinasa dalam tangan seorang anak perempuan. Budak itu tentu gunakan akal
busuk," kedengaran salah seorang dari Sam Mo itu berkata. "Ya, memang. Dari itu
kuharap kalian, Lao-ji dan Lao-su, kali ini kita yangan gegabah," sahut yang seorang.
Sampai disini, terbukalah ingatan Ceng Tong. Kini ia te ngah berhadapan dengan
persaudaran Kwantong Liok Mo.
Insyaplah ia, bahwa dalam daerah gurun pasir yang sedemikian luasnya itu, tambahan
pula dirinya dalam keadaan sakit, tak mungkin untuknya akan bersembunyi. Ia
mengambil putusan, akan menghadapinya menurut gelagat.
"Air yang kita bekal, makin berkurang. Paling banyak sekali i anya Cukup untuk lima-
enam hari. Andaikata dalam tu "juh-delapan hari lagi kita tak bersua dengan sumber air,
"bukankah kita akan mati kehausan," kata seorang lagi.
"Ah, lebih baik kupanCing, lalu kuajak mereka ketempat Suhu," pikir Ceng Tong tiba-
tiba. Keesokan harinya, barulah tampak perkemahan Ceng Tong itu oleh ketiga Sam Mo.
Heran juga mereka. Ceng Tong sudah berganti mengenakan pakaian kain berkembang.
Pakaian warna kuning dan bulu burung pada ikat kepalanya, disimpan bersama
pedangnya dalam bungkusan. Setelah itu, ia keluar.
Melihat berhadapan dengan seorang anak perempuan bangsa Ui yang seorang diri
berada di-tengah-tengah padang pasir itu, It Lui agak Curiga.
"Nona, apa kau punya air" Kasihlah kami sedikit," katanya seraya merogoh sepotong
perak. Ceng Tong gelengkan kepala, sebagai tanda ia tak mengerti bahasa Han. Haphaptai
mengulangi dalam bahasa Mongol.
"Aku punya air, tapi tak dapat dibagi. Chui-ih-wi-sam ti tahkan aku mengirim surat
penting. Kini aku harus Cepat-cepat pulang-. Naik kuda kalau kurang minum, tak bisa
Cepat," sahut Ceng Tong.
Dan sambil berkata itu, ia naik keatas kuda.
Haphaptai buru-buru menahannya. "Chui-ih-wi-sam ada dimana?" tanyanya Cepat.
"Perlu apa kau tanyakan dia?" balas bertanya Ceng Tong.
"Oh, kami ini kawannya. Akan menemuinya untuk urusan penting," sahut Haphaptai.
"Bohong!" kata Ceng Tong dengan jebikan bibir. "Chui-ih-wi-sam berada di Giok-ong-
kun, tapi kamu bertiga me nuju kearah tenggara. Yangan Coba membohongi aku!"
Terus saja ia gerakkan Cambuknya, memukul sang kuda Tapi Haphaptai tetap tak mau
lepaskan pegangannya.
"Kami tak kenal jalanan, Ayo bawa kami kesana!" ka tanya.
Iapun terus menghampiri kudanya, seraya berbisik pada ke 2 kawannya: "Dia akan
pergi ketempat budak hina itu."
Bahwa wajah Ceng Tong yang pilas dan keadaannya yang lemah itu, tak sampai
menimbulkan keCurigaan Sam Mo itu, yang menganggapnya sebagai seorang anak
perempuan Ui yang kebanyak sekalian. Dan mengira kalau nona itu tak mengerti
bahasa Han, maka mereka bertiga mengikutinya dari belakang sambil berunding kasak-
kusuk. Mereka bersepakat, begitu tiba di Giok-ong-kun, lebih dulu nona itu akan dibunuhnya
baru kemudian akan menCari Chui-ih-wi-sam. Diantara ketiga orang itu, Kim Piauw yang paling gila paras Cantik. Sekalipun wajah Ceng Tong ke-puCat 2an, tapi tak mengurangi keCantikannya. Maka diam-diam Kim Piauw timbul napsu jahatnya.
Juga Ceng Tong Cukup mengerti akan sikap orang. Meskipun mereka tak dapat
mengenali, namun gerak gerik mereka itu, lebih 2 orang she Ku itu, sangat
mencurigakan. Mungkin bahaya sudah menimpa, sebelum ia dapat membawa mereka
ketempat suhunya.
Cepat dia bekerja. Dirobeknya seCarik kain merah, lalu di katkan pada kaki salah seekor burung elang. Setelah di berinya makan sepotong daging kambing burung itu dilepaskan keudara, terus melayang pergi.
"Kau melakukan apa itu?" tanya It Lui dengan Curiga.
Ceng Tong hanya menggelengkan kepala.
It Lui suruh Haphaptay menanyakan. Jawab Ceng Tong: "Dimuka seperjalanan 7
delapan hari lagi, tak ada sumber air. Kamu bertiga hanya membekal air begitu sedikit, mana bisa Cukup. Burung tadi kulepas, supaya Cari minum sendiri."
Lalu burung elang yang seekor lagipun dilepaskannya. "Berapa banyak sekali minumnya
ke 2 ekor burung itu?" tanya Haphaptai.
"Pada waktu dahaga, setetes airpun dapat menolong jiwa orang. Beberapa hari lagi,
tentu kau ketahui sendiri," sahut Ceng Tong.
Sebenai-nya perjalanan ke Giok-ong-kun hanya tinggal 4 hari. Tapi Ceng Tong sengaja
mengatakannya lebih lama, agar orang yangan menCelakakan dirinya.
"Huh, didaerah kita Mongolia sekalipun ada gurun pasir, tapi tak nanti sampai 7 delapan hari orang tak dapat menemukan sumber air. Sungguh tempat ini seperti neraka saja,"
Haphaptai mengerutu.
Malam itu mereka bermalam di tengah gurun. Sewaktu membuat api unggun, Ceng
Tong memperhatikan bagaimana sorot mata Kim Piauw yang ber-api 2 itu tertuju
padanya. Ia berCekat. Sewaktu masuk kekemahnya, terus ia keluarkan pedangnya, ia
bersandar pada pintu kemah, tak berani terus tidur.
Sekira jam 2 malam, tiba-tiba didengarnya ada tindakan orang tengah menghampiri
pelan-pelan . Hatinya berdebar keras, keringat dingin menguCur.
"Beberapa laksa serdadu Ceng dapat kubasmi. Masakah aku harus binasa ditangan
ketiga orang ini?" pikirnya.
Tiba-tiba ia rasakan angin dingin berkesiur masuk dari luar. Kiranya tali pintu kemah telah dipotong oleh Kim Piauw, yang saat itu sudah masuk. Terus saja orang she Ku itu maju akan mendekap mulut orang. Pikirnya, seorang anak perempuan yang tampak
payah keadaannya itu masa dapat melawannya. Yang dikuatirkan, kalau nona itu
menjerit, tentu akan ketahuan oleh ke 2 saudaranya. Dan dia tentu akan dimarahi.
Tapi segera ia menubruk tempat kosong, sebab orang yang diarah sudah lenyap. Dia
merabah kekanan, tiba-tiba tengkuknya terasa dingin. Sebuah mata pedang yang
mengeluarkan hawa dingin tahu-tahu menempel ditengkuknya.
"Sedikit saja kau bergerak, kutabas batang lehermu!" bentak Ceng Tong dalam bahasa
Han. Betul-betul Kim Piauw mati kutu.
"Tengkurap ketanah!" bentak sigadis.
Kim Piauw menurut saja. Ceng Tong tempelkan ujung pedang pada punggung Kim
Piauw, sedang ia sendiri duduk disebelahnya. Ke 2nya tak berani bergerak.
"Kalau telur busuk ini kubunuh, ke 2 kawannya itu tentu marah. Ah, lebih baik kutunggu bantuan Suhu saja," pikir Ceng Tong.
Lewat tengah malam, It Lui kebetulan bangun. Dia segera berjingkrak ketika tak
menampak Kim Piauw disitu.
"Lao-ji, Lao-ji!" teriaknya.
Mendengar itu, Ceng Tong perintahkan supaya Kim Piauw menyahuti panggilan
Toakonya itu. "Lao-toa, aku disini!" demikian Kim Piauw turut perintah sinona.
"Heh, adatmu suka paras Cantik, tak pernah berkurang. Sampai ditempat beginipun kau
tak lupa kesenangan itu," It Lui memaki sembari tertawa.
Keesokan harinya, setelah berulang 2 It Lui dan Haphaptai memanggil, barulah Ceng
Tong lepaskan Kim Piauw.
"Lao-ji, kita sedang menCari balas, bukan plesiran," Haphaptai menggerutu.
Kim Piauw tak dapat menjawab. Hanya giginya digigit keras-keras, karena gregeten.
Kalau diCeritakan kejadian semalam, ah, betapakah malunya. Tapi dia tetap berpantang mundur. Malam nanti, akan diulanginya lagi, dan kali ini dia akan lakukan pembalasan.
Malamnya, Kim Piauw sudah bersiap 2. Dengan lak-houw-jah ditangan kanan, dan obor
ditangan kiri, dia menghampiri perkemahan Ceng Tong. Pikirnya, sekalipun budak itu
bisa silat, tapi 2 tiga gebrak pasti dapat diringkus. Segera Lak-houw-jah dikibas 2kan untuk melindungi mukanya ketika memasuki kemah sigadis.
Dia girang ketika nampak Ceng Tong meringkuk disudut dan sekali lonCat ia terus
menerkamnya. "Celaka!" demikian iaberteriak kaget ketika kakinya terasa terikat. Hendak dia lonCat mundur, tapi sudah tak keburu. Masih dia hendak membuka tali yang sengaja dipasang
oleh Ceng Tong, tapi sekali sentak, nona itu telah membuat Kim Piauw terpelanting.
"Diam!" bentak Ceng Tong sambil lekatkan ujung pedang keperut Kim Piauw.
"Kalau harus bergadang seperti kemaren malam, sungguh aku tak kuat. Tapi kalau
kuhabisi nyawa bangsat ini, ke 2 kawannya pun harus dibunuh!" pikir Ceng Tong. Cepat ia suruh Kim Piauw supaya panggil kawannya.
Kim Piauw seorang kangouw yang berpengalaman juga.
Tahu dia apa yang dimaksud oleh sinona, maka ia membungkam saja tak mau menurut
perintah sinona.
Ceng Tong gerakkan tangannya agak keras. Ujung pe dangnya menembus pakaian dan
menusuk daging Kim Piauw. Kini baru Kim Piauw bertobat. Perut adalah bagian yang
paling ringkih, sekali tertusuk, kantong nasinya pasti bedah.
"Dia tentu tak mau datang!" akhirnya Kim Piauw me nyahut.
"Yangan banyak sekali omong, lekas panggil! Tapi awas, sedikit kau boCorkan, kontan
kusuruh kau menghadap Giam Se Ciang."
Barulah kini Kim Piauw terperanjat sekali.
"Adakah budak ini Chui-ih-wi-sam sendiri"!" pikirnya. Tapi terpaksa dia harus berteriak:
"Lao-toa, kemarilah lekas!"
"Ketawalah!" perintah Ceng Tong.
Kim Piauw meringis dan terpaksa tertawa seperti kuda mei"ingkik.
"Setan! Yang wajar!" bentak Ceng Tong.
Dan karena makin menyusupnya ujung pedang kedalam kulit perutnya, memaksa dia
tertawa lebar 2, sekalipun lebih mirip dengan suara burung kukukbeluk ditengah malam.
It Lui dan Haphaptai memang sudah terbangun.
"Lao-ji, yangan keliwatan. Peliharalah tenagamu!" damprat It Lui.
Dia adalah ketua dari Kwantong Liok Mo. Sikapnya keras, berdisiplin dan tingkahnya
lebih prihatin. Karenanya, kelima saudaranya yang lain sama mengindahkan. Maka tak
sudi ia datang memenuhi panggilan Kim Piauw itu.
Melihat itu, Ceng Tong suruh panggil "Lao-su," adik keempat, jakni Haphaptai.
Haphaptai, orangnya polos, suka berterus terang. Melihat tingkah Kim Piauw itu,
sebenarnya ia kurang senang. Tapi karena tunggal persaudaran, ia sungkan
menasehati. Maka atas panggilan Kim Piauw itu, ia pura-pura tak mendengar saja.
"Ah, kalau kelak aku dapat lolos, akan kuCinCang ketiga bangsat ini, untuk menebus
penghinaan ini," demikian Ceng Tong membatin.
Dengan tetap mengaCungkan pedangnya, Ceng Tong lalu meringkus Kim Piauw.
Setelah itu, ia bersandar kedinding kemah. Namun ia tak berani tidur.
Besoknya, ia lihat Kim Piauw malah enak 2 menggeros, Ceng Tong memberi "sarapan"
Cambuk. Kim Piauw gelagapan, tahu-tahu dia rasakan dadanya dilekati ujung pedang,
dan suara anCaman Ceng Tong: "Awas, sedikit saja kau bersuara, dadamu robek!"
Cambukan Ceng Tong tadi mengenakan kepala, hingga Kim Piauw berlumuran darah
menahan rasa sakit.
"Ah, kalau kubunuh ia saat ini, bahaya segera datang. Lebih baik kubiarkan dia hidup dulu. Rasanya nanti sore Suhu pasti sudah datang," tiba-tiba Ceng Tong robah
pikirannya. Lalu diambilnya saputangan untuk mengusap darah dikepala Kim Piauw,


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seraya bersenyum: "Ah, kiranya kau memang ber-sungguh-sungguh!"
Kim Piauw menyengir, tak tahu apa yang dimaksud oleh ninona.
"Bangsa Uigor kami mempunyai adat kebiasaan: Dua malam sebelumnya, orang laki 2
yang belum dikenal tak boleh mendekati. Dan lagi, orang laki 2 itu harus berdarah dulu.
Sekarang, selesailah, malam nanti kau boleh datang," menerangkan Ceng Tong.
Sebelum Kim Piauw dapat berkata apa-apa kembali Ceng Tong memesannya: "Tapi
yangan sekali-kali memberitahukan mereka!"
Kim Piauw masih bersangsi, tapi Ceng Tong telah membuka tali pengikatnya dan
mendorongnya keluar kemah. Di sana sudah menunggu It Lui yang menjadi kaget
melihat muka Kim Piauw bernoda darah.
"Lao-ji, kau kenapa" Apa yang terjadi dengan perempuan itu" Yangan sampai kau kena
diselomoti orang," te gurnya dengan Curiga.
Teringat bahwa sekalipun masih dalam sakit, nona itu masih bertenaga kuat untuk
meringkusnya, menyimpan pedang dan dapat berbahasa Han serta mengetahui tentang
kematian Giam Se Ciang, maka Kim Piauw segera ajak toakonya untuk membekuk nona
itu. Karena terang, nona itu bukan gadis Ui yang kebanyak sekalian.
Tapi sejak melepaskan Kim Piau tadi, Ceng Tongpun sudah bersiap. Begitu It Lui dan
Kim Piauw mendatangi, sebat sekali ia sudah lari kesisi kudanya. Lebih dulu dia tusuk pecah kantong air dari Kim Piauw dan Haphaptai. Sesudah itu, ia babat putus tali
kantong air yang paling besar kepunyaan It Lui, untuk disanggapi dan terus lonCat
keatas kudanya.
It Lui bertiga hanya terlongong-longong mengawasi bagaimana air manCur dari ke 2
kantong itu jatuh ketanah dan hilang dihisap pasir. Dipadang pasir, 2 kantong air jauh lebih berharga dari segenggam mutiara. Sudah tentu ketiga orang itu marah sekali.
Dengan menghunus senjata, mereka menyerbu maju.
Ceng Tong tengkurep dipunggung kuda. Ia batuk 2 dan serunya: "Kalau kalian berani
datang, akan kutusuk lagi kantong ini!"
Ujung pedangnya segera dilekatkan pada kantong-air besar kepunyaan It Lui tadi.
Kwantong Liok Mo merandek.
Kembali Ceng Tong batuk dan berkata: "Dengan baik-baik akan kubawa kamu kepada
Chui-ih-wi-sam, tapi kamu ber balik akan menghina aku. Dari sini sampai ketempat
sumber air, masih enam hari lagi. Kalau kamu akan menCelakakan aku, lebih dulu akan
kupecah kantong air ini. Biarlah kita bersama-sama mati kehausan dipadang pasir sini!"
Ketiga Sam Mo itu saling berpandangan. Mereka gusar tapi tak berdaya. Adalah It Lui
yang lebih dulu mendapat akal. Hendak dia pura-pura meluluskan, baru nanti
membunuh nya. Maka segera dia menyahut: "Ya, kami takkan menyusah kan padamu. Ayo, kita
bersama-sama jalan lagi!"
"Baik, tapi kau bertiga didepan, aku dibelakangi" kata Ceng Tong.
Terpaksa Sam Mo itu berjalan dimuka, di kuti dari belakang oleh Ceng Tong.
Tengah hari, hawa panasnya bukan kepalang. Keempat orang itu seperti pecah bibirnya.
Malah Ceng Tong berasa pening, matanya berkunang-kunang.
"Ah, apakah aku harus binasa disini?" keluhnya.
"He, aku minta minum!" seru Haphaptai.
"Taruh mangkukmu diatas tanah!" perintah Ceng Tong. Haphaptai menurut.
"Kamu bertiga harus mundur 100 tindak!" kembali Ceng Tong berseru.
Kim Piauw agak berajal.
"Tidak mau mundur, tidak kuberi air!" Ceng Tong me nganCam.
Dengan kemak-kemik memaki, ketiga orang itu terpaksa mundur. Ceng Tong ajukan
kudanya, dan menuangkan air kedalam mangkuk itu. Setelah itu, ia keprak kudanya me
nyingkir jauh. Ketiga orang itu segera berebutan maju dan bergantian meminumnya, sampai
setetespun tak ada sisanya lagi.
Mereka melanjutkan perjalanannya pula. Lewat 2 jam, tiba-tiba ditepi jalan kelihatan tumbuh serumpun rumput hijau. Mata It Lui bersinar terang.
"Didepan tentu ada air!" serunya.
Sebaliknya Ceng Tong terkejut. Hendak ia menCari akal lagi, tapi kepalanya yang serasa pecah itu, rasanya tak dapat dibuat memikir. Tiba-tiba diudara tampak setitik bayangan hitam, dan seekor burung melayang datang. Girang Ceng Tong bukan kepalang.
Diulurkannya tangan kirinya, dan hinggaplah burung elang itu diatas pundaknya. Pada
kaki burung itu, terikat sepotong kain hitam, tanda bahwa tak lama lagi Suhunya akan datang.
It Lui Curiga dan menduga tentu ada sesuatu yang aneh. Sekali tangannya mengibas,
sebuah panah kecil segera melayang kearah pergelangan tangan sinona. Maksudnya,
sege ra setelah pedang sinona jatuh, dengan Cepat dia akan merebut kembali kantong
airnya. Tapi Ceng Tong ayun pedangnya untuk menyampok panah itu, sekali ayun Cambuknya
ia menCongklang kudanya ke-muka. Sam Mo itu mem-bentak 2 terus mengejarnya.
Kira-kira 10an li jauhnya, Ceng Tong rasanya kaki dan tangannya lemah lunglai, rasanya tak kuat bertahan lagi. Sekali kudanya menyentak keatas, terpelantinglah nona gagah
itu ketanah. Melihat Ceng Tong roboh, giranglah Kim Piauw. Cepat-cepat dia menghampiri. Ceng
Tong Coba paksakan diri untuk merajap keatas kuda, tapi kaki dan tangannya dirasakan lemas sekali, tak dapat digerakkan.
Dalam keadaan berbahaya, biasanya orang dapat memikir daya dengan tiba-tiba.
Demikianlah Ceng Tong. Sebat ia kalungkan kantong air itu keatas leher burung
elangnya, yang terus dilemparkan keatas udara diantar dengan suitan yang nyaring.
Thian-san Siang Eng, paling gemar memelihara burung elang. Ditangkapnya anak
burung yang masih kecil, dilatih untuk keperluan berburu dan menyampaikan berita.
Karena itulah, ke 2 jago suami isteri itu mendapat julukan "Thian San Siang Eng" atau sepasang elang dari Thian-san.
Burung elang Ceng Tong itu, adalah pemberian Suhunya yang sudah terlatih. Begitu
dengar suitan Ceng Tong, burung itu segera membubung keatas, terbang ketempat
Thian-san Siang Eng.
Melihat "kantong nyawanya" dibawa terbang burung, bukan main sibuknya It Lui. Dia
terus keprak kudanya mengejar. Juga Kim Piauw dan Haphaptai karena perCaja nona
itu tak dapat melarikan diri, ikut mengejar elang itu.
Kim Piauw sudah gerakkan tangannya untuk melepas sebuah badi 2 kecil, atau tiba-tiba terdengar suara Cambuk menggeletar. Tangannya terasa sakit dan badi 2 kecil itu
terpukul kesamping. Kiranya itulah Haphaptai yang memukul dengan Cambuknya.
"Lao-su, apa maksudmu?" tanya Kim Piauw dengan marah.
"Hm, kalau badi 2 itu sampai kena kantong air itu, bukankah kita akan Celaka "."
Kim Piauw mengakui kesalahannya, terus keprak kudanya lagi dengan lebih kenCang. Ia
adalah begal kuda dari Liau-tang yang kesohor. Kepandaiannya naik kuda memang
hebat sekali. Sekejab saja ia sudah dapat menyusul It Lui.
Dengan membawa kantong air yang besar elang itu tak dapat terbang dengan Cepat.
Jarak dengan ketiga penge jarnya, tak seberapa jauh. Tapi kira-kira 10an li lagi, burung itu makin Cepat. Rasanya sukarlah untuk ketiga orang akan mengejarnya. Tiba-tiba
burung itu melayang turun lurus kebawah.
Dari sebuah tikungan, ada 2 penunggang kuda munCul.
Burung itu berputar 2 2 kali diudara, lalu hinggap dipundak salah seorang dari mereka.
Kwantong Sam Mo Cepat menghampiri. Tampak oleh mereka, salah satu dari ke 2
penunggang kuda itu, seorang tua bermuka merah yang berkepala gundul. Sedang
yang satunya, seorang wanita tua yang berrambut putih.
"Mana Ceng Tong?" tanya siorang tua gundul itu dengan bengis.
It Lui bertiga melengak, tak tahu harus menjawab bagaimana. Orang tua itu tampaknya
gugup. Kantong air diambil, dan burung itu dilontarkan lagi keatas udara, kemudian
disiuli. Burung itupun berkiCau satu kali, terus terbang. Tanpa menghiraukan Sam Mo
lagi, ke 2 orang tua aneh itu terus mengikuti burung itu.
It Lui tahu, bahwa ke 2 orang tua itu akan pergi menolong sinona. Tapi karena mengira dirinya Cukup tangguh maka diajaknya ke 2 Sutenya untuk mengejar.
Ke 2 orang tua aneh itu, bukan lain adalah Thian-san Siang Eng, Suhu dari Hwe Ceng
Tong. Kira-kira 10 li jauhnya, burung itu kelihatan melayang turun, dan disitulah Ceng Tong masih terbaring ditanah.
Kwan Bing Bwe, siwanita tua, bergegas-gegas lonCat dari kudanya terus mendekap
Ceng Tong. Ceng Tong susupkan kepalanya kedada sang Subo (ibu guru) dan
menangis. "Siapa yang menCelakai kau," tanya Kwan Bing Bwe dengan heran.
Saat itu, Kwantong Sam Mo pun sudah tiba. Ceng Tong tak menjawab, hanya menuding
kepada ketiga orang itu, lalu pingsan tak sadarkan diri.
"LothaoCu (orang tua), mengapa kau tidak lekas-lekas turun tangan?" seru Kwan Bing
Bwe pada suaminya. Sedang ia sendiri lantas membuka tutup kantong air, dan memberi
minum pada Ceng Tong.
Demi mendengar seruan isterinya, Tan Ceng Tik, siorang tua gundul itu, segera putar
kudanya dan menyerang pada Sam Mo. Begitu dekat jaraknya, dia segera ulurkan
lengan nya yang panyang itu untuk menCengkeram dada Haphaptai.
Haphaptai pandai juga ilmu gumul bangsa Mongol. Sekali tangan dibalik, dia kiblatkan tangan penyerangnya. Ceng Tik rasakan lengannya kesemutan.
"Ha, lihai juga orang ini," pikirnya.
Tapi jago Thian-san itu adatnya "suka menang." Karena itulah, maka meskipun
kepandaiannya tinggi, tapi sepasang suami isteri aneh itu lebih suka menyembunyikan
diri dipadang pasir, daripada bergaul dengan Kawan-kawan nya kaum persilatan
didaerah Tionggwan. Perangainya makin tua makin menjadi, tepat seperti jahe, makin
tua makin pedas.
Begitu terkamannya luput, tanpa memutar kudanya lebih dulu orang tua itu lonCat
keatas menyusuli terkamannya yang ke 2. Haphaptai gunakan tangan kiri buat
menangkis, dan tangan kanan digunakan untuk balas menCengkeram dada lawan. Tapi
jago tua itu, tiba-tiba menahaskan tangannya, hingga seketika itu tubuh Haphaptai
tergetar, roboh dari kudanya.
It Lui dan Kim Piauw kaget sekali. Serentak mereka ber 2 maju menolong. Tapi dengan
mengagumkan sekali, Haphaptai berjumpalitan dan sudah berdiri diatas tanah. Malah
tangannya sudah siap dengan sebuah belati, terus meneryang maju.
Ceng Tik anCamkan tangannya kiri kemuka Kim Piauw, berbareng itu sebelah
tangannya lagi, menangkap ujung kepala lak-houw-jak Kim Piauw, siapa segera rasakan
tangannya tergetar. Namun iapun seorang jago yang tangkas. Tangan kirinya diayun, 2
buah badi 2 berbentuk garpu kecil menyambar muka Ceng Tik. Sudah tentu jago tua itu
tak mau ditelan mentah 2. Cepat dia tundukkan kepala menghindar. Tapi dengan
berbuat begitu. Kim Piauw mem punyai kesempatan untuk menarik lolos senjatanya
yang diCengkeram lawan.
"Darimana ketiga orang asing ini" Kepandaiannya boleh juga, maka tak heranlah kalau
muridku bisa teranCam."
Selagi Ceng Tik berpikir demikian, tibas dan belakang kepalanya terasa ada angin
menyambar. Itulah It Lui menye rang dengan senjatanya yang aneh "tok-ka-tang-jin."
Ceng Tik mendek sembari menyapu kaki It Lui, siapapun buru-buru lonCat sembari
hantamkan senjatanya kearah jalan darah "giok-Can-hiat" lawan.
Tapi Ceng Tik menggerung sembari mundur selangkah, serunya: "He, kau juga bisa
menutuk!" "Benar!" sahut It Lui seraya menyusul dengan tutukan kearah jalan darah "hun-bun-
hiat" dipundak lawan.
"Tang-jin," orang-orangan tembaga kepunyaan It Lui itu hanya berkaki satu, tapi
mempunyai 2 tangan, yang saling merangkap. Sehingga merupakan senjata runCing
yang tepat sekali untuk menutup jalan darah lawan. Disamping itu, karena senjata itu amat berat, maka dapat juga digunakan untuk menyapu dan menghantam. Lebih
dahsyat daripada senjata berat lainnya. Lazimnya senjata untuk penutuk jalan darah
adalah: "poan-koan-pit", "pit-hiat-kwat", tiam-hiat-kong-hwan. Kesemuanya adalah
senjata 2 yang ringan dan mengandalkan ketangkasan sipemakai. Jadi "tok-ka-tang-jin"
itu, memang luar biasa dan jarang terdapat didunia persilatan.
Bahwa dengan senjata berat It Lui gapah sekali untuk menCari jalan darah, telah
menyebabkan jago Thian-san itu terkesiap. Insyap berhadapan dengan lawan yang
tangguh, iapun segera keluarkan seluruh kepandaiannya. Dengan tangan kosong, dia
layani dengan sungguh-sungguh ketiga lawannya itu.
Dilain fihak, Kwan Bing Bwe menjadi lega hatinya, ketika nampak Ceng Tong mulai
tersedar. Tapi ketika ia berpaling untuk mengawasi jalannya pertempuran, hatinya
berdebar karena nampak sang suami rada keripuhan.
Pedang Ceng Tik masih diselipkan diatas pelana kudanya, tak sempat diambil. Karena
ketika ia lonCat keatas tadi, sang kuda kaget, terus menCongklang lari belasan li jauh nya.
Memang sudah menjadi watak Ceng Tik yang beradat tinggi itu, selalu "suka menang."
Tak mau dia mengambil senjatanya, Cukup dengan tangan kosong melayani tiga jago
kangouw kenamaan itu. Maka pada saat itu, pelan-pelan tampak dia keteter.
Sebat Kwan Bing Bwe bertindak. Dengan gerak "menempuh badai menderu-deru ," ia
lonCat menusuk punggung It Lui, siapapun buru-buru berputar diri untuk menangkis
dengan tangjinnya.
Tapi belum lagi ujung pedangnya tiba, Kwan Bing Bwe sudah merobah gerakannya,
"sret, sret, sret........." Tiga kali samberan pedang dari wanita gagah itu, telah membuat It Lui kuCurkan keringat dingin karena ngerinya.
Memang jago pertama dari persaudaran Kwantong Liok Mo itu, belum pernah
mengunjungi daerah Se Pak. Maka tak tahu akan kelihaian dari ilmu pedang "sam-hun-
kiam" yang linCah tangkas itu. Terpaksa dia menjaga diri dengan hati-hati sambil
menunggu kesempatan menyerang. Dalam hati ia heran dan kagum akan permainan
pedang si wanita tua yang bertubuh kurus kecil itu.
Kwan Bing Bwe lanCarkan delapan kali serangan berantai, susul menyusul makin lihai.
Itulah salah satu jurus yang terhebat dari ilmu pedang "sam-hun-kiam" yang disebut
"Mo Ong-pat-Cun-im-yauw-ti" atau delapan ekor kuda raja Mo Ong minum ditelaga.
Bahwa sekalipun sangat keripuhan It Lui masih dapat bertahan itu, telah membuat
Kwan Bing Bwe heran dan kagum juga. Diam-diam ia memuji akan kepandaian
lawannya. Kini dengan berkurang seorang musuh yang tangguh itu, Ceng Tik berada diatas angin.
Sepasang tangannya merabu dengan kerasnya, menCari jalan darah musuh yang berba
haja. Sekonyong-konyong dia membungkuk kebawah dan memungut sepasang badi 2
kecil yang dilemparkan Kim Piauw tadi. Dengan memegang sepasang senjata, ia
laksanakan harimau yang tumbuh sayap. Dengan gerak serangan ilmu silat Ngo Bi Pai,
dia makin menggenCar.
Belati dari Haphaptai juga termasuk senjata yang pendek. Maka sesaat itu tampaklah
jago Mongol itu berkelahi seCara rapat dengan jago Thian-san. Kira-kira pada jurus
yang ke-delapan, lengan kiri Haphaptai kena tertusuk badi 2. Pa kaiannya robek, kulit lengannya pun melowek besar.
Melihat gelagat buruk, Kim Piauw tinggalkan Ceng Tik terus kearah Ceng Tong. Bukan
main kagetnya jago tua itu. Cepat dia tinggalkan Haphaptai untuk lonCat menghadang
Kim Piauw. Malah belum orangnya tiba, badi 2nya telah melayang kepunggung Kim
Piauw. Hendak Kim Piauw menyanggapi, tapi badi 2 kecil milik nya itu, ditangan jago seperti Ceng Tik, telah berobah men jadi berbahaya. Pesat dan dahsyat sekali larinya, sehingga meskipun Kim Piauw sudah dapat menjepit tangkainya, namun senjata itu tetap
memberosot lepas, menyambar mu kanya. Buru-buru Kim Piauw mendek kebawah, dan
badi 2 itu melayang diatas kepalanya.
Baru saja dia hendak tegakkan diri, Ceng Tik sudah memburu datang. Melihat bahwa
Sukonya tentu tak kuat melawan, Haphaptai buru-buru maju membantu. Tapi sekalipun
dikerubuti 2 orang, jago tua itu tetap unnggul. Sedang difihak sana, It Lui masih ripuh dirabuh Kwan Bing Bwe, hingga tak sempat untuk memberi bantuan.
Ceng Tong yang sementara itu sudah bisa duduk, merasa girang bahwa Suhu dan
Sukongnya unggul. Kelima orang itu bertempur dengan seru sekali. Tiba-tiba dari
kejauhan terdengar riuh ramai longlong binatang yang gemuruh sekali. Suara itu
nyaring sangat, kemudian ber-angsur 2 lenyap. Suara yang menggambarkan ketakutan,
kelaparan dan kebuasan.
"Suhu, dengarlah!" tiba-tiba Ceng Tong lonCat berseru.
Kwan Bing Bwe (suhu Ceng Tong) dan suaminya lonCat kesamping, memasang
pendengarannya. Sebaliknya ketiga Sam Mo itupun tersengal-sengal napasnya, tak
berani menghampiri.
Pada saat itu, gelombang longlongan itu makin kedengaran nyata lagi. Berbareng itu
dari jauh tampak sekelompok ba yangan hitam mendatangi. Wajah sepasang Thian-san
Siang Eng berobah seketika. Ceng Tik melesat untuk mengambil kuda. Sedang Kwan
Bing Bwe segera memondong muridnya (Ceng Tong) dibawa naik kuda. Ceng Tik berdiri
diatas kuda, memandang kesekelilingnya.
"Kau naik jugalah, Coba kemana kita akan menying kir!" katanya pada sang isteri.
Setelah meletakkan Ceng Tong diatas pelana, Kwan Bing Bwe pun ikut berdiri diatas
kuda suaminya. Ceng Tik naikkan sepasang tangannya keatas kepala. Begitu enjot kaki-
nya, Bing Bwe injak pundak sang suami untuk terus lonCat keatas tangannya.
Melihat gerak-gerik yang aneh dari suami isteri tua itu, ketiga Sam Mo saling pandang, tak habis mengerti.
"Apakah ke 2 orang tua itu akan keluarkan ilmu sihir?" tanya Kim Piauw.
Namun baik It Lui maupun Haphaptai tak dapat menjawab, keCuali ber-jaga 2 dengan
waspada. "Disebelah utara sana, seperti ada 2 batang pohon besar", tiba-tiba Kwan Bing Bwe
berseru. "Ada atau tidak, kita harus Cepat kesana!" teriak suaminya.
Begitu lonCat kembali keatas kudanya sendiri, sepasang suami-isteri aneh itu terus
peCut kudanya kearah utara. Sam Mo itu ditinggalkan begitu saja.
Melihat kantong air kelupaan dibawa oleh ke 2 suami isteri tersebut., Haphaptai buru-buru memungutnya. Pada saat itu. suara longlong makin nyaring, menyeramkan sekali.
"Kawanan serigala!" sekonyong-konyong Kim Piauw berteriak, mukanya puCat seperti
kertas. Tanpa pikir lagi, ketiga orang itu Cemplak kudanya terus mengejar jejak Thian-san
Siang Eng. Lewat beberapa menit kemudian, dari arah belakang terdengar suara harimau
mengaum dan serigala melonglong. Agaknya gelombang besar dari berjenis binatang
yang lari berserakan.
It Lui menengok kebelakang, ternyata diantara kepulan debu dan pasir, berpuluh-puluh 2 harimau, be-ratus 2 onta liar, kambing dan kuda alasan tampak lari tumpang-siur.
Sedang di belakang sana tampak be-ribu 2 serigala memburu datang. Disebelah depan
rombongan binatang 2 itu ada seorang penunggang kuda. Kudanya sungguh seekor
kuda sakti. Dia selalu berada dalam jarak berpuluh tombak dimuka barisan binatang
tanpa teratur itu, se-olah 2 seorang penunjuk jalan.
Sekejab saja, penunggang kuda itu lewat disisi It Lui cs., tertampak bahwa orang itu berpakaian warna kelabu, tapi karena kotornya, warnanya berobah ke-kuning 2an.
Sepintas pandang, orang itu sudah tua. Sayang mukanya tak kelihatan jelas.
"Kamu bertiga mau Cari mampus" Lekas menyingkir!" tiba-tiba orang itu berpaling
kearah Sam Mo. Melihat barisan besar dari binatang 2 yang menghampiri dengan gemuruh itu, kuda It
Lui menjadi lemas, terus men deprok dan melempar tuannya ketanah. It Lui Cepat
lonCat bangun, dan pada saat itu belasan ekor harimau lari disisi nya. Raja hutan itu hanya pikirkan lari, tak mereka hiraukan hidangan manusia. "Mati aku!" teriak It Lui.
Mendengar itu, Kim Piauw dan Haphaptai putar balik kudanya. untuk menolong. Tapi
Celaka, mereka harus me nyambut serbuan kawanan serigala. It Lui tak mau menye rah
mentah 2. Dia putar senjata tangjinnya untuk melindungi diri. Seekor serigala besar
meneryang dengan nga ngakan mulut dan Calingnya yang tajam.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba orang tua penunggang kuda tadi munCul, sekali ulur tangan kiri, batang leher It Lui terangkat naik.
"Lari kebarat!" serunya sambil lemparkan tubuh yang gemuk dari toako Sam Mo itu
pada Haphaptai.
It Lui keluarkan ilmunya mengentengi tubuh dan berhasil menggamblok dibelakang
Haphaptai. SeCepat kuda diputar, ketiga orang itu terus keprak kudanya dengan pesat.
Sebagai penghuni lama digurun pasir, tahulah Thian-san Siang Eng betapa lihainya
kawanan serigala buas itu. Sekali keteryang, yangan harap bisa hidup.
Tak lama kemudian, benar juga disebelah depan ada 2 batang pohon besar. Begitu
dekat, Ceng Tik lonCat keatas dahan, kemudian Kwan Bing Bwe lontarkan Ceng Tong
pada sang suami. Mereka bertiga bersembunyi pada dahan yang paling tinggi.
Ketika kawanan serigala hampir datang, Kwan Bing Bwe peCut ke 2 kudanya. Ke 2 kuda
itu terus menCongklang kenCang, lari menyelamatkan diri. Baru saja ketiga orang itu
tenang duduknya, kawanan serigala itu sudah datang. Berada dimuka barisan besar dari binatang 2 itu, adalah si orang tua penunggang kuda tadi.
"He, dia!" tiba-tiba Kwan Bing Bwe berteriak dengan kaget.
"Hm, benar dia," sahut suaminya dengan suara dingin, sembari melirik kearah isterinya.
Melihat wajah Kwan Bing Bwe mengunjuk kekuatiran dan gelisah, Ceng Tik mendongkol
sekali. "Mungkin kalau aku yang teranCam bahaya begitu, kau pasti tak begini gelisah!"
sindirnya. "Huh, dalam saat begini, kau masih pikir yang tidak 2" Lekas tolongi!" bentak Kwan
Bing Bwe dengan gusar, seraya terus menggelantung turun.
Dengan mengeluarkan suara ejekan hidung, Ceng Tik pegangi tangan sang isteri. Begitu penunggang kuda itu tiba, Ceng Tik Cepat-cepat menarik tengkuknya terus diangkat
keatas pohon. Karena tak menduga suatu apa, orang itu terangkat naik, sementara
kudanya tetap menCongklang terus, di kuti oleh barisan harimau, kambing dan lain-
lainnya. Dengan berjumpalitan, orang tua tadi meronta 2 dari pegangan Ceng Tik, lalu berdiri
pada sebuah dahan. Demi melihat sepasang suami isteri itu, murkalah dia.
"Bagaimana, kau orang tuapun jerih pada serigala?" tanya Ceng Tik dingin.
"Siapa suruh kau ikut Campur," orang tua itu menyahut dengan aseran.
"Hai! Yangan unjuk lagak. Suamiku tak bersalah me nolongi kau," seru Kwan Bing Bwe.
Dengar sang isteri membantu, Ceng Tik puas.
"Menolong aku" Huh, kamu ber 2 justeru merusak usahaku!" orang itu tertawa dingin.
"Kau di-kejar 2 kawanan serigala lapar sampai begitu kalang kabut, istirahatlah dahulu,"
kata Ceng Tik. "Hah! Aku, Wan Su Siau, takut kawanan binatang itu"!" orang tua itu makin penasaran.
Kiranya orang tua tersebut adalah Suhu dari Tan Keh Lok, jakni Thian-ti-koayhiap Wan Su Siau. Sewaktu kanak-kanak, dia adalah kawan bermain dari Kwan Bing Bwe.
Bersama 2 berangkat besar, dan hubungan ke 2nya sangat mesra. Tapi perangai orang
she Wan itu aneh sekali. Karena urusan kecil, mereka tak mau saling mengalah. Wan Su Siau mengembara jauh, hingga belasan tahun tak pulang.
Mengira kalau Su Siau takkan kembali lagi untuk selama nya. Kwan Bing Bwe lalu
menikah dengan Ceng Tik. Tak dinyana, tak berselang lama setelah perkawinan itu,
Wan Su Siau tiba-tiba pulang kekampung. Betapa hanCur hati ke 2 orang itu, sukar
dilukiskan. Mengetahui latar belakang hubungan sang isteri dengan Su Siau, Ceng Tik mendongkol
sekali. Beberapa kali dia tantang saingannya itu berkelahi, tapi dia selalu kalah. Andai kata Su Siau tak memandang muka Kwan Bing Bwe, tentu Celakalah Ceng Tik. Saking
malu dan gusar, Ceng Tik ajak sang isteri pindah jauh kedaerah Hwe.
Tapi rupanya Wan Su Siau tak pernah melupakan gadia pujaannya itu. Diapun pindah
kegunung Thian San yang terletak tak jauh dari kediaman sepasang suami isteri itu.
Walaupun tak pernah mengunjungi, namun dekat dengan wanita pujaannya,
tenteramlah rasa hatinya. Itulah pengaruh asmara!
Tahu orang mengikutinya, bukan main marahnya Ceng Tik. Meskipun untuk menCegah
kerewelan, Kwan Bing Bwe sengaja menjaga yangan sampai bertemu dengan orang
yang pernah dikasihinya itu, namun tak urung Ceng Tik senantiasa Cemburuan saja.
Karena itulah, berpuluh tahun perhubungan suami isteri itu selalu tidak akur, aCapkali bertengkar. Sampai ketiganya sudah menjadi tua, masih saja ganjelan itu tak dapat
dihilangkan. Bahwa kali ini ia dapat menolong Wan Su Siau, sangatlah menggirangkan hati Ceng Tik.
"Kau orang tua, selalu angkuh terhadapku. Coba kali ini kau berhutang budi apa tidak padaku?" pikirnya.
Sebaliknya Kwan Bing Bwe merasa heran, mengapa Su Siau mengatakan ia dan
suaminya merusak usahanya. Tapi iapun Cukup kenal akan tabiat kawannya yang tak
pernah suka membohong.
"Mengapa merusak usahamu?" ia meminta penjelasan.
"Kawanan serigala itu, kian lama jumlahnya bertambah banyak sekali. Kalau tidak
dibasmi, bakal menjadi bahaya besar didaerah gurun pasir sini. Telah kusiapkan sebuah tempat dimana mereka nanti akan mati. Tapi sial, datang"- kalian merusak usahaku itu!"
" Dikatakan begitu, Ceng Tik kurang puas. Sedang wajah Kwan Bing Bwe pun kurang
senang. Melihat itu Wan Su Siau buru-buru menghiburnya: "Tapi Tan-toako dan kau
memang bermaksud baik, dan untuk itu aku berterima kasih!"
"Apa yang kau siapkan itu?" tanya Ceng Tik.
Sebaliknya dari menyahut pertanyaan, Wan Su Siau tiba-tiba berseru keras: "Menolong
orang, lebih perlu!"
Dan begitu lonCat turun dari atas puhun, Wan Su Siau terus menyerbu ketengah
kawanan serigala. Ternyata yang akan ditolong itu, jalah Kwantong Sam Mo bertiga,
mereka waktu itu sudah diteryang oleh kawanan serigala. Mereka bertiga berkelahi
bahu membahu. Ke 2 ekor kudanya, siang 2 sudah, menjadi makanan kawanan serigala
lapar itu. Belasan ekor serigala telah dapat dibunuh, namun kawanan serigala itu tak mau
mundur, terus menyerarig makin rapat. Sam Mo sudah menderita beberapa luka digigit
atau diCakar. Dalam saat-saat yang berbahaya itulah tiba-tiba Wan Su Siau munCui: Sekali sepasang
kepelannya diangkat, 2 ekor serigala yang berani mendekati, hanCur kepalanya.
Haphaptai dipegangnya terus dilemparkan keatas puhun sambil berseru: "Sambutilah!"
Cepat-cepat Ceng Tik menyanggapinya. Demikianlah , laksana orang melepas peluru,
Thian-ti-koay-hiap melontarkan pula
It Lui dan Kim Piauw, sedang Ceng Tik yang menyanggapi nya. Dalam pada itu, kembali
Koayhiap hantam mati 2 ekor serigala lagi sebagai senjata membuka jalan. Setelah
berada dibawah pohon, dia segera enjot kakinya melambung keatas.
Ketiga Sam Mo itu berSyukur berbareng kagum. Bagaimana Koayhiap dapat membunuh
kawanan serigala semudah orang membalikkan telapak tangan, bagaimana gerakannya
yang linCah tapi bertenaga besar itu, sungguh seumur hidup baru sekali itu pernah
mereka melihatnya. Serta merta mereka menghaturkan terima kasih kepada Koayhiap.
Namun yang tersebut belakangan ini, tak banyak sekali mengaCuhkan.
Be-ratus 2 serigala yang kelaparan itu sementara itu telah mengerumuni pohon sambil
mendongak keatas, riuh ramai binatang 2 itu mengaum 2. Sementara disebelah sana,
kawanan maCan tadi telah dikepung oleh ratusan serigala. Hiruk-pikuk perkelahian
terjadi, hebatnya bukan main. Karena kalah jumlah, sekejap saja harimau 2 itu telah
dirobek 2 oleh kawanan serigala, dan pada lain saat hanya tinggal tulang belulangnya saja.
Yang bersembunyi diatas pohon itu adalah jago-jago yang kenamaan dikalangan
Kangouw, namun melihat pemandangan yang mengerikan itu, tak urung mereka
merasa seram juga.
Ketika menyanggapi "dan meletakkan ketiga Sam Mo itu, Ceng Tik memandang mereka
dengan bengis. "Sukong, mereka bertiga bukan orang baik-baik " kata Ceng Tong.
"Oh, kalau begitu lempar saja untuk makanan serigala," sahut Ceng Tik terus gerakkan sepasang tangan merangsang maju. Tapi demi melihat bagaimana buas kawanan
serigala itu memakan korbannya tadi, ia bersangsi, karena kasihan.
Dalam pada itu, kedengaran It Lui mengajak ke 2 sau daranya untuk pindah kelain
pohon didekatnya.
"Ceng-ji, bagaimana?" tanya Kwan Bing Bwe. Maksud nya apakah Ceng Tong maukan
supaya Sam Mo itu dibunuh semua.
Tapi ternyata Ceng Tongpun tak tega hatinya. Dan seketika teringat akan lelakonnya
sendiri, ia mengelah napas panyang, air matanya berCucuran.
Kawanan serigala itu datangnya Cepat sekali, begitu pula perginya. Tahu tak dapat
memanjat keatas pohon, mereka, melonglong keras, lalu balik menuju kebarat lagi
menge jar mangsa yang lain.
Kwan Bing Bwe suruh muridnya memberi hormat pada Thian-ti-koayhiap, siapa melihat
wajah sinona puCat pasi, lalu mengambil 2 butir pil merah, katanya: "Minumlah, ini
swat-som-wan!"
Thian-san Siang Eng terkesiap. Swat-som-wan terbuat daripada ramuan som dan bahan
2 lainnya yang sukar diCari. Orang yang hampir mati, dapat disembuhkannya.
"Lekas haturkan terima kasih!" seru Kwan Bing Bwe.
Hendak Ceng Tong melakukan titah suhunya, tapi Thian-ti-koayhiap se-olah 2 tak
mengaCuhkan, sekali melesat turun, tahu-tahu sudah merupakan sebuah titik hitam
diantara pa dang pasir jauh disebelah sana.
Kwan Bing Bwe gendong sang murid turun, per-tama 2 suruh telan sebutir swat-som-
wan dulu. Seketika Ceng Tong rasakan sekujur badannya hangat dan segar sekali.
"Ha, sungguh rejekimu besar. Dengan ditolong obat dewa itu, pasti kau akan lekas
sembuh," Kwan Bing Bwe tertawa.
"Tanpa itupun, ia akan sembuh juga," menyelatuk Ceng Tik dengan Cemberut.
"Jadi kau suka melihat Cengji menderita sakit lebih lama?" tanya Bing Bwe.
"Bah, kalau aku, tak nanti sudi menerima obat itu!" Ceng Tik tetap membantah.
Kwan Bing Bwe mendongkol. Hendak ia menyemprotnya, tapi demi melihat pipi Ceng
Tong basah dengan air mata, ia urungkan kata-katanya. Ceng Tong terus didukung
untuk di ajak berangkat kesebelah utara. Sang suami mengikut di belakang, dengan
menggerutu panyang pendek, entah apa yang dikatakannya.
Demikianlah mereka tiba di Giok-ong-kun, tempat kediaman Thian-san Siang Eng.
Setelah tidur lagi, Ceng Tong sudah separoh sembuh. Kwan Bing Bwe segera
menanyainya, mengapa dalam keadaan sakit ia pergi seorang diri. Ceng Tong tuturkan
semua kejadian. Dari peperangan dengan pasukan Ceng, hingga bertemu dengan Sam
Mo ditengah jalan. Namun apa sebabnya ia lari dari rumah, sengaja tak disebutkannya.
Kwan Bing Bwe mendesaknya, hingga terpaksa Ceng Tong menCeritakan dengan
berCucuran air mata: "Dia......... dia
baik sekali dengan adikku. Semasa aku pegang pimpinan tentara, ayah dan semua
orang juga mencurigai aku berhati sirik."
Kwan Bing Bwe berjingkrak, ia menegas: "Bukankah dia itu Tan-Cong-thoCu yang kau
beri pedang pendek itu?" Ceng Tong anggukkan kepala.
"Ha, dia seorang yang berhati palsu, pun adikmu seorang gadis yang tak kenal
kehormatan. Dua- 2nya, harus menerima kematiannya," Kwan Bing Bwe marah-marah.
"Yangan, Suhu, yangan ............" ratap Ceng Tong.
"Tidak, biar kubereskan penasaranmu itu," seru Kwan Bing Bwe terus melesat keluar.
Mendengar sang isteri ribut 2 itu, Ceng- Tik menjenguk kedalam. Hampir saja" dia
bertubrukan dengan isterinya di ambang pintu.
"Mari ikut aku membunuh 2 orang yang bermoral rendah itu," seru Bing Bwe.
Ceng Tong terhentak bangun. Hendak ia tahan Suhunya guna diberi penjelasan, namun
ia harus membatalkan niat nya, karena saat itu ia hanya mengenakan pakaian dalam
saja. Saking bingung, ia roboh dan pingsan.
Ketika tersedar, ternyata Suhu dan sukongnya sudah pergi jauh. Ceng Tong Cukup
menginsyapi betapa getas perangai ke 2 orang tua itu. Bukan sekali 2 saja, tanpa
bertanya dulu, mereka meneryang saja. Apalagi kepandaian sepasang suami isteri itu
hebat. Tan Keh Lok seorang diri, pasti bukan tandingan mereka. Bagaimanakah jadinya
nanti, apabila sampai ke 2 orang muda itu dibunuh" Memikir sampai disitu, tanpa
menghiraukan badannya masih lemah, Ceng Tong terus Cemplak kudanya mengejar.
KeCuali dalam hal 2 yang menyangkut dengan Wan Su Siau,
Ceng Tik selalu menurut kata-kata sang isteri dalam perkara apa saja. Ditengah jalan dengan gemas Kwan Bing Bwe terangkan kepada suaminya, siapakah manusia yang
harus tak boleh dibiarkan hidup itu.
"Pedang pusaka pemberianku itu, oleh Ceng Tong rela diserahkan padanya. Tapi begitu
kenal sang adik, dia lupakan sang taCi. Orang begitu itu tak pantas dikasih hidup."
"Tapi mengapa adik si Ceng-ji itu juga begitu tak punya malu, merebut kekasih Cicinya hingga sang Cici sampai jadi sedemikian rupa?" sahut Ceng Tik.
Pada hari ketiga, tiba-tiba dilihatnya ada 2 penunggang kuda lari mendatangi. Mata
Kwan Bing Bwe ternyata sangat tajam, dan segera ia mengeluarkan seruan tertahan.
"Apa?" tanya suaminya.
"Itu dianya!"
"Siapa" Manusia yang tak berbudi itu?" Ceng Tik menegas.
"Hm, mari kita papaki!" kata Bing Bwe. Dasar Ceng Tik memang berangasan, terus saja
ia Cabut pedangnya. Isterinya buru-buru menCegah. Tunggu! Kuda tunggangan mereka
luar biasa larinya. "Sekali lolos kita tentu tak dapat mengejarnya. Lebih baik kita pura-pura tak tahu, malam nanti baru turun tangan."
Ceng Tik menurut. Ke 2nya terus jalankan kudanya kemuka. Tan Keh Lok ternyata
sudah mengetahui dan diam-diam bergirang. Cepat ia keprak kudanya menghampiri,
kemudian turun memberi hormat, katanya :
"Sungguh kebetulan Cianpwe ber 2 berada disini. Apakah Cianpwe berjumpah dengan
nona Ceng Tong?"
"Huh, masih kau ber-pura-pura menanyakannya," diam-diam Kwan Bing Bwe
mendamprat dalam hati. Namun sang mulut terpaksa menyahut: "Tidak! Ada apa?"
Pada saat itu ia menampak seorang gadis yang luar biasa Cantiknya, melarikan kudanya mendatangi. Itulah si Puteri Harum.
"Inilah Suhu dari Cicimu. Lekas beri hormat," seru Tan Keh Lok pada nona itu.
Hiang Hiang KiongCu Cepat lonCat turun dan member hormat pada Ceng Tik suami
isteri. "Sering Cici mengatakan padaku tentang Cianpwe ber 2. Apakah Cianpwe melihatnya?"
tanyanya. "Ah, tak heran kiranya kalau hatinya berobah. Ternyata nona itu jauh lebih Cantik dari Cicinya," diam-diam Ceng Tik memuji.
"Ha, masih boCah sudah berhati jahat," sebaliknya Kwan Bing Bwe diam-diam menCaCi.
Mengira orang tak mengerti bahasanya, Hiang Hiang minta Tan Keh Lok ulangi
pertanyaannya. "Baik, kita bersama menCarinya," sahut Kwan Bing Bwe.
Disepanyang jalan, Kwan Bing Bwe tak putus-putusnya mengawasi wajah ke 2 orang
muda yang rupawan itu yang tampaknya bersedih.
"Kalau merasa berbuat salah, sudah tentu gelisah, tapi mengapa mereka Cari Ceng-ji"
Mungkin mereka akan membikin panas hati Ceng-ji supaya merana dan lekas mati,"
pikir Kwan Bing Bwe.
Dan karena menduga begitu, ia sengaja perlambat kuda nya, untuk Cari sang suami
dibelakang, bisiknya: "Nanti kau bunuh yang laki, aku yang perempuan."
Kembali Ceng Tik mengangguk.
Hampir gelap, mereka berkemah ditepi sebuah bukit pasir. Habis dahar malam, mereka
duduk berCakap 2. Hiang Hiang nyalakan sebatang lilin dari gemuk kambing. Menampak
ke 2 anak muda itu sama bagusnya, diam-diam sepasang suami isteri dari Thiansan itu
mengelah napas.
"Ah, mahluk yang begini rupawan, mengapa hatinya kejam?" demikian pikir mereka.
Tiba-tiba Hiang Hiang tanyakan Cicinya kepada Tan Keh Lok, siapa untuk menghibur,
mengatakan tentu tak sampai kena apa-apa, karena nona itu mempunyai kepandaian
tinggi. "Tapi Cici sedang dalam sakit, nanti lebih baik kita bawa ia pulang."
Kwan Bing Bwe anggap ke 2 anak muda itu tengah bersandiwara saja, maka ia merasa
sebal. "Tan-loyaCu, bagaimana kalau kita berempat ber-main-main sejenak?" tiba-tiba Hiang
Hiang menegur Ceng Tik.
Ceng Tik memandang sang isteri, siapa untuk menghilangkan keCurigaan siorang muda,
terpaksa mengangguk setuju.
"Baiklah, mainan apa?" tanya Ceng Tik.
"Bagaimana kalau kamu ber 2 juga ikut?" tanya Hiang Hiang kepada Kwan Bing Bwe
dan Tan Keh Lok. Ke 2nya pun suka ikut.
Segera Hiang Hiang letakkan Cambuknya ditengah 2 keempat orang itu, lalu diuruk
dengan pasir yang dibikin padat, terus ditaruhi sebatang lilin, katanya: "Pasir ini selapis demi selapis harus disisip, siapa yang sampai membikin jatuh lilin itu, didenda:
menyanyi, berCerita atau menari. Nah, kau dulu!"
Pisau diberikannya kepada Tan Ceng Tik, siapa tampak kikuk 2. Berpuluh tahun dia tak pernah main-main seperti kanak-kanak. Maka sambil memegangi pisau, ia masih ragu-ragu.
Kwan Bing Bwe menjorokinya: "Potonglah!"
Dengan tertawa lebar, Ceng Tik mulai menabas. Setelah itu datang gilirannya Kwan
Bing Bwe. Kira-kira tiga giliran, pasir itu sudah menjadi semacam tiang kecil, hampir sebesar lilinnya. Sedikit saja disentuh, lilin pasti jatuh. Tan Keh Lok dengan hati-hati mengiris lagi tipis 2, kemudian Hiang Hiang. Ketika itu lilin mulai ber-goyang 2, dan giliran jatuh pada Ceng Tik, tangan siapa agak bergemetaran.
"Yangan belit lho!" Kwan Bing Bwe tertawa.
Hiang Hiang ikut geli dan suruh Ceng Tik menCukil sebutir pasir saja. Ceng Tik menurut, tapi karena tangan gemetar, tiang pasir itu runtuh dan lilinpun jatuh, Ceng Tik berseru keras, sebaliknya Hiang Hiang ber-tepuk 2 tangan tertawa, juga Kwan Bing Bwe dan
,Tan Keh Lok. "Tan-loyaCu, kau akan menyanyi atau menari?" tanya Hiang Hiang.
Wajah Ceng Tik kemerah-merahan, ia menolak keras-keras. Sejak bersuami isteri, Kwan
Bing Bwe selalu bertengkar atau sama 2 berlatih silat dengan suaminya. Jarang mereka ber luang waktu untuk bersendau-gurau.
Maka kini melihat sikap sang suami itu, Kwan Bing Bwe geli, katanya: "Huh, orang tua menipu anak kecil, pantas!"
"Ya, sudahlah. Aku akan menyanyi tentang: "sipenjual kuda!" akhirnya kepaksa Ceng
Tik mengalah. Dengan menggunakan suara kecil, menyanyilah Garuda jantan dari Thian-san itu :
"Aku dengan dikau, sepasang suami isteri muda seperti kanaka bermain", masih suka
menangis......"
Menyanyi sampai disini, dia memandang kewajah isterinya. Terkenanglah Kwan Bing
Bwe, bagaimana bahagianya masa mereka menjadi pengantin baru. Jika Wan Su Siau
tidak tiba-tiba menyelak datang, ia yakin tentu dapat hidup rukun dengan sang suami.
Iapun mengakui, bagaimana selama itu ia selalu bersikap keras kepada sang suami,
siapa sebaliknya tetap bersabar dan menyayanginya. Bahwa aCapkali dia gusar
menCembu ruinya, itu adalah karena mencintainya. Tak dapat dipersalahkan. Ialah
sendiri yang masih terkenang akan sang kekasih lama (Wan Su Siauw), sehingga sering
menumpahkan kemarahannya pada sang suami. Pada saat itu, insyaplah ia akan
kesalahannya. Tanpa disadari, ia mengepal tangan Ceng Tik.
Saking terharu, Ceng Tik mengembeng air mata. Kwan Bing Bwe hanya mengunjuk
sedikit keCintaan, tapi ia sudah begitu terharu. Ini membuktikan betapa besar kasih
Cintanya kepada sang isteri, yang selama itu bersikap tawar saja. Malah ketika itu,
Kwan Bing Bwe memberi senyuman kepadanya.
Melihat sepasang suami isteri tua itu saling unjuk pera saannya, Keh Lok dan Hiang


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hiang senang hatinya. Kembali mereka lanjutkan permainannya. Dan kali ini, Keh Lok
kalah. Dia menCeritakan dongeng Sam Pek " Ing Tay.
Thian-san Siang Eng ber 2 paham Cerita itu. Tanpa merasa, mereka melamun .........
Sam Pek dan Ing Thay adalah sepasang kekasih yang tak beruntung menjadi suami
isteri. Sebaliknya mereka (Thian-san Siang Eng) bisa terang kap menjadi suami isteri hingga sampai begitu tua. Sekalipun berpuluh tahun ikatan Cinta mereka terhalang oleh sesuatu, pada saat itu mereka sama menginsyapi kesalahannya masing-masing. Ini
sungguh sangat membahagiakan hati ke 2 suami isteri itu.
Hiang Hiang baru pertama itu mendengar kisah Sam Pek " Ing Thay. Bermula ia
menertawai Sam Pek mengapa begitu tolol tak dapat membedakan antara wanita
dengan pria. "Ah, akupun setolol Sam Pek tak dapat mengenal Wan Ci seorang gadis," diam-diam
Keh Lok gegetun dalam hatinya. Ia mengelah napas dalam 2.
Permainan selanjutnya, kembali Tan Ceng Tik kalah. Tapi dia tak punya bahan nyanyian lagi.
"Baiklah, aku yang mewakili kau," kata Kwan Bing Bwe. "Akupun akan mendongeng."
Ia mendongeng tentang kisah perCintaan yang menyedih kan dari Ong Gui dan Kui Ing.
Malam mulai dingin. Hiang Hiang mendempelkan tubuh nya pada Kwan Bing Bwe,
siapapun senang untuk memeluk nya.
Maksud Kwan Bing Bwe dengan dongengannya itu, adalah untuk menyadarkan
perbuatan ke 2 anak muda itu agar menginsyapi kesalahannya. Jadi apa bila nanti
sudah meninggal, tak penasaran. Tapi baru saja berCerita sampai separoh, tiba-tiba ia membau bau yang harum sekali, bagaikan didekatnya ada tumbuh bunga. Ketika ia
menundukkan ke palanya, didapatinya Hiang Hiang sudah pulas dipangkuan nya.
Thian-san Siang Eng tak punya anak, sehingga ada ka lanya mereka itu merasa
kesepian hidupnya. Diam-diam Kwan Bing Bwe termenung, kalau saja ia dianugerahi
seorang puteri yang sedemikian Cantiknya, wah, betapa senangnya!
Waktu itu, lilin sudah padam. Hanya bintang-bintang dilangit, yang berkelap kelip. Hiang Hiang mirip dengan seorang anak kecil yang tidur dipangkuan ibunya.
"Mari kita istirahat!" seru Ceng Tik.
"Ssst, yangan berisik!" bisik Kwan Bing Bwe sembari bangkit untuk mendukung Hiang
Hiang kedalam kemah. Setelah dibaringkan, lalu diselimuti dengan permadani.
Dalam mimpinya, Hiang Hiang menggigau: "Mak, ambilkan susu kambing untuk rusa
kecil itu. Yangan sampai ia kelaparan."
Kwan Bing Bwe terkesiap, sahutnya: "Baik, tidurlah!"
Setelah mengundurkan diri, diam-diam Kwan Bing Bwe berpikir sendiri: "Terang ia itu
seorang anak yang tulus dan berhati baik. Mengapa dapat melakukan perbuatan
merebut kekasih itu?"
Dalam pada itu, dilihatnya Tan Keh Lok tidur dilain kemah yang jauh jaraknya dengan
kemah Hiang Hiang. Kwan Bing Bwe meng-angguk-angguk sendiri.
"Mereka tidak tidur dalam satu kemah?" bisik Ceng Tik.
Kembali Kwan Bing Bwe hanya mengangguk saja.
"Dia belum tidur. Masih gulak-galik mengawasi badi 2 pemberian Ceng-ji. Kita tunggu
sampai dia sudah pulas atau beber dulu kesalahannya supaya dia mengetahuinya?"
tanya Ceng Tik pula.
Kwan Bing Bwe kelihatan bersangsi.
"Bagaimana pendapatmu?" tanyanya.
Sebenarnya hati Ceng Tik waktu itu penuh diliputi dengan kasih sayang. Sedikitpun tak berniat membunuh orang.
"Baik kita tunggu sampai dia sudah pulas baru turun tangan. Biar dia meninggal tanpa menderita kesakitan," ka lanya.
Ceng Tik pimpin tangan isterinya. Ke 2nya duduk saling bersandar, tanpa menguCap
suatu apa. Tak lama kemudian. Tan Keh Lok masuk tidur.
"Biar kulihat dia sudah tidur apa belum," kata Ceng Tik.
Lagi-lagi Kwan Bing Bwe mengangguk. Tapi ternyata Ceng Tik ogah bangun. Hanya
mulutnya bisik-bisik entah menyanyikan lagu apa.
"Siap?" tanya Kwan Bing Bwe.
"Ya!"
Namun ke 2nya tetap segan berbangkit, suatu tanda mereka itu masih ragu-ragu.
Yang sudah 2, Thian-san Siang Eng membunuh orang tanpa berkesip. Orang-orang
kangouw yang telah terbinasa ditangan mereka, entah berapa banyak sekalinya. Tapi
pada saat itu, mereka seperti berat hatinya.
Jilid 33 MALAM makin larut, hawa dingin serasa menggigit tulang. Sepasang suami isteri tua itu saling berpelukan untuk melawan dingin. Si steri susupkan kepalanya kedalam dada
sang suami. Sedang sisuami, meng-usap 2 kepala isterinya. Tak berapa lama, mereka
tertidur. Dan dengan begitu maksud untuk membunuh ke 2 anak muda, lenyap dalam
impiannya. Keesokan harinya, ketika Keh Lok dan Hiang Hiang bangun, mereka tak dapatkan Tian-
san Siang Eng disitu. He ran mereka dibuatnya.
"Lihat, apa itu!" tiba-tiba Hiang Hiang berseru.
Keh Lok berpaling kearah yang ditunjuk Hiang Hiang. Diatas sebidang pasir terdapat
tulisan yang berbunyi:
"Kalau tidak memperbaiki kesalahan, tentu kami ambil jiwa kalian."
Tulisan itu besar 2. Terang ditulis dengan pedang. Keh Lok kerutkan alisnya untuk
memeCahkan artinya. Hiang Hiang tak mengerti huruf Han, maka ditanyakannya kepada
Keh Lok. Untuk menjaga yangan sampai nona itu bersedih hati, Keh Lok memberi keterangan
lain: "Mereka bilang ada mempunyai urusan penting, maka akan pergi lebih dulu."
Hiang Hiang mengelah napas, katanya: "Ke 2 Suhu dari Ciciku itu sungguh baik
sekali ............" Dan belum lagi uCapannya itu selesai, tiba-tiba ia lonCat berbangkit, katanya dengan kaget: "Dengarlah!"
Segera Keh Lok mendengar juga suara longlongan binatang yang seram sekali.
"Kawanan serigala, Ayo, kita lekas-lekas lari!" serunya Cepat.
Ke 2nya segera mengemasi tenda dan barang-barangnya, lalu Cemplak kudanya. Tapi
pada saat itu, kawanan serigala telah munCul. Beruntung kuda mereka adalah kuda
istimewa, dalam sekejaban saja dapatlah mereka meninggalkan kawanan serigala itu
jauh dibelakang.
Kawanan serigala itu sangat lapar. Segera mereka menge jar mati-matian. Sekalipun
sudah ketinggalan jauh, namun mereka tetap mengejar, dengan membaui jejak orang.
Kira-kira lari setengah harian, Keh Lok merasa sudah aman lalu berhenti untuk minum.
Tapi baru saja ia hendak membuat api untuk membakar daging, tiba-tiba kawanan
serigala sudah munCul lagi. Bergegas-gegas ke 2nya melarikan kudanya lagi. Hampir petang,
betul-betul kawanan serigala itu sudah tak kelihatan. Mereka lalu memasang kemah
untuk beristirahat.
Kira-kira tengah malam, selagi ke 2nya tengah enak 2 tidur, kuda putih itu meringkik 2
keras, dan kakinya menyepak 2, sehingga Keh Lok terbangun. Kiranya kawanan serigala
itu sudah mendatangi pula. Hiang Hiang juga tersedar. Tanpa, mengukuti tendanya lagi, dengan membawa kantong air dan makanan, ke 2nya terus naik kuda larikan diri.
Di-kejar 2 seCara begitu, mereka jauh mengarungi padang pasir yang luas, namun
kemana saja, kawanan serigala itu tetap mengejar. Keruan saja kuda mereka menjadi
sangat kepayahan. Kuda merah dari Hiang Hiang sudah tak kuat lagi dan roboh ketanah
terus putus nyawanya. Kini terpaksa kuda putih itu harus dimuati Tan Keh Lok dan
Hiang Hiang. Sudah tentu, larinyapun makin berkurang Cepat.
Pada hari keempat, mereka tak dapat meninggalkan kawanan serigala itu dalam jarak
jauh. "Ah, kalau saja bukan kuda sakti ini, lari sehari semalam saja, tentu sudah mati
kepayahan. Dia dapat bertahan sampai tiga hari. Tapi kalau harus lari lagi untuk
setengah hari saja, iapun tentu mati payah juga," pikir Keh Lok.
Tak antara lama, disebelah depan tampak ada segerombolan pohon. Kesitulah Keh Lok
berhenti, perlu untuk memberi istirahat pada kudanya. Bersama Hiang Hiang dia
membuat dinding dari pasir yang ditumpuk tinggi. Diatasnya ditaruhi dahan 2 dan daun 2 kering, lalu dibakarnya. Jadi kini mereka ber 2 dengan seekor kudanya, berada
ditengah 2 lingkaran api.
Pada lain saat, munCul ah kawanan serigala itu. Binatang itu paling takut api. Mereka hanya mondar-mandir disekeli ling luarnya, tak berani dekat 2.
"Nanti kalau kuda kita sudah Cukup kuat, kita mener-yang keluar," kata Keh Lok.
"Apa kita dapat menobros keluar?" tanya Hiang Hiang.
Sebenarnya Keh Lok tak terlalu yakin, namun untuk menghiburnya, terpaksa dia
menjawab dengan pasti.
Melihat bagaimana tubuh serigala 2 itu kurus kering karena kurang makan, Hiang Hiang merasa kasihan.
Mendengar itu, Tan Keh Lok hanya ganda tertawa, pikir nya: "Saking berhati welas-asih, pikiran dara inipun luCu. Sedang kita bakal menjadi makanannya, masa masih merasa
kasihan pada mereka. "Kan lebih baik mengasihani diri sendiri." *
Sebentar memandang kepada wajah Hiang Hiang yang merah dadu itu, kemudian
mengawasi gigi dan Caring dari serigala 2 yang tampak runCing 2 panyang itu serta
berkete san air liurnya, tergetarlah hati Tan Keh Lok.
Perasaan Hiang Hiang tajam sekali. Tahu ia mengapa orang muda itu memandangnya
dengan mata yang menyayang. Terang kalau kesempatan untuk lolos, kecil sekali.
Diham pirinya sianak muda, kemudian dipegang tangannya.
"Didampingmu, tak ada yang kutakutkan. Kelak kalau binasa, kita ber 2 masih dapat
berkumpul disorga loka," demikian katanya.
Keh Lok tempelkan tangan sinona kedadanya, pikirnya : "Aku tak perCaja akan sorga
loka. Kelak ia berada diatas, sebaliknya aku meringkuk dineraka. Dengan berpakaian
serba putih, ia akan bersandar pada langkan emas dinir wana. Apabila ia
mengenangkan aku, ia pasti akan mengu Curkan air mata. Butir-butir airmatanya tentu
harum juga. Bila menetes jatuh diatas bunga, bunga itupun tentu akan lebih Cantik
lagi.................."
Hiang Hiang menatap wajah Keh Lok, siapa nampak ber senyum. Tapi wajahnya
kelihatan bersedih dan mengelah napas. Ketika Hiang Hiang hendak memejamkan
mata, tiba-tiba dilihatnya diantara dahan 2 dan daun 2 itu sudah ada yang hampir
terbakar habis. Apinya pun hampir padam. Tersentak bangun, ia terus menambah
dahan pembakar lagi. Justeru pada saat itu, tiga ekor serigala menobros masuk dari
bagian yang padam apinya itu. Keh Dok sebat sekali sudah menarik Hiang Hiang
kebelakang. Dalam pada itu, kuda putih tadi, sudah dapat menyepak keluar seekor
serigala. Sekali bergerak, Keh Lok berhasil memegang batang leher seekor serigala, terus
dihantamkan kearah serigala lainnya.
Tapi binatang itu dapat menghindar, lalu meneryang pe nyerangnya. Sedang ada 2
ekor lagi yang meneryang" masuk dari tempat tadi.
Dengan sekuat-kuatnya tenaga Keh Lok lontarkan serigala yang dipegang itu kearah
mereka, hingga seketika binatang itu bergelundungan saling gigit. Selagi begitu, Keh Lok menyembat sebatang dahan yang masih terbakar, hendak dipukulkan pada salah
seekor serigala. Tapi binatang itu dengan menyeringai buas, menerkam kearah
tenggorokannya. Sebat sekali, ketua HONG HWA HWE itu susupkan batang dahannya
kedalam mulut sibinatang, terus sampai kedalam perut. Karena kesakitan hebat,
binatang itu lonCat keluar lingkaran, ber-kuik 2 ditanah. Kawan-kawan nya
bergelombang datang dan saling gigit. Sekali membau darah, sekejab saja serigala yang sial itu, tinggal tulang saja.
Keh Lok tutup lagi lubang tadi dengan bahan bakar. Ter nyata kayu bakar itu tinggal
sedikit. Keh Lok Coba akan berusaha menCari lagi. Beruntung pohon-pohon berada
dibelakang, hanya terpisah belasan tombak jauhnya. Dengan menenteng kao-kiam-tun
(pedang berperisai) dan memegang bandringan Cu-soh, dia suruh Hiang Hiang nyalakan
api lebih besar.
"Hati-hatilah!" kata Hiang Hiang.
Dengan memutar bandringan, Tan Keh Lok menobros keluar. Dia gunakan ilmunya
mengentengi tubuh, lonCat ketempafi pohon. SeCepat itu juga, kawanan serigala
meneryang. Yang pertama, 2 ekor telah remuk kepalanya terhantam bandringan. Dan
2 tiga kali lonCat, Keh Lok sudah mendekati pohon. Pepohonan disitu pendek-pendek,
mudah dirangsang serigala. Dengan kao-kiam-tun untuk melindungi diri, Tan Keh Lok
gunakan sebelah tangannya untuk kumpulkan dahan 2 kering.
Berpuluh-puluh ekor serigala mengerumuninya. Mereka meng anCam hebat. Tapi setiap
kali menerkam, Keh Lok dapat memukulnya mundur dengan kao-kiam-tun, perisai yang
mempunyai sembilan ujung pedang bengkok.
Setelah dapat sebongkok besar, Keh Lok berjongkok untuk mengikat dengan Cusohnya.
Tiba-tiba seekor serigala yang buas lonCat menerkam. Sekali putar kao-kiam-tun,
binatang itu tertusuk mati. Tapi karena pedang pada perisai itu bengkok seperti kait, binatang itu tertanCap tak bisa lepas. Keh Lok buru-buru menariknya terus dilemparkan kepada
kawanan serigala itu, yang terus ramai 2 memakannya. Menggunakan kesempatan itu,
dia berhasil kembali kedalam lingkaran berapi tadi.
Hiang Hiang menyambut dengan girang sekali sambil susupkan kepalanya kedada
orang. Untuk mendekap tubuh sinona, Tan Keh Lok lempar bongkokan kayu ketanah.
Sesaat kemudian, ketika ia mendongak, ia menjadi terkejut tak terkira.
Kiranya dalam lingkaran api itu ternyata" Sudah bertambah dengan seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar. Pakaian-nya Compang Campinfe tak keruan, tangannya
menghunus pedang, badannya berlumuran darah. Dengan? "tenang dan dingin orang
itu menyandang Tan Keh Lok.
Dia bukan lain jalan seteru besarnya, "Hwe-Chiu-poan-koan" Thio Ciauw Cong!
Pertemuan yang tak disangka 2 membuat ke 2nya hanya saling pandang, tanpa berkata
suatu apa. "Dia lari dari kawanan serigala. Mungkin karena melihat api kita ini, dia menobros
kemari. Lihatlah, bagaimana payah rupanya itu," kata Hiang Hiang.
Hiang Hiang menuang air dalam sebuah Cangkir, lalu diberikan pada Ciauw Cong, siapa
terus menegaknya habis sekaligus. Dengan lengan baju, dia pesut keringat dan noda
darah diwajahnya. Tiba-tiba Hiang Hiang menjerit kaget, demi teringat bahwa orang itu ialah pembesar utusan kaisar yang pernah bertempur dengan Tan Keh Lok ketika dimar
kas besar jenderal Tiau Hwi dulu itu. Kemudian pernah bertempur dengan Bun Thay Lay
dalam lubang perangkap tempo hari.
Dengan terlongong-longong, nona Ui itu mengawasi Ciauw Cong.
"Mari, silakan kawan!" seru Keh Lok siap dengan kao-kiam-tun dan Cusohnya.
Ciauw Cong mengawasi dengan mata melotot. Tiba-tiba dia terhujung jatuh kebelakang.
Kiranya setelah menolong Horta, ia hendak terus mengejar Tan Keh Lok. Tapi ditengah
jalan ia berpapasan dengan kawanan serigala. Horta mati dimakan binatang 2 buas itu.
Dia sendiri berkat kepan daiannya yang lihai, berhasil lolos. Sehari semalam penuh, dia larikan kudanya, sehingga tunggangannya roboh mati kepayahan.
Dengan menahan lapar dan dahaga, ia lari berjalan kaki sehari penuh. Ketika
menampak ada api, ia paksakan diri untuk menghampiri. Siapa nyana disitu ia bertemu
dengan ketua HONG HWA HWE Tapi saking kepayahan, tenaganya menjadi habis.
Tadinya karena hatinya keras, ia paksakan dirinya sekuat-kuatnya. Tapi ternyata pada saat itu, betul-betul ia tak kuat lagi, terus roboh tak sadarkan diri.
Hendak Hiang Hiang maju menolongnya, tapi keburu ditarik oleh Tan Keh Lok.
"Orang itu berbahaya sekali, yangan kena diakali!" kata pemuda itu.
Setelah beberapa saat masih tak berkutik, barulah ke 2 nya menghampiri lebih dekat.
Hiang Hiang perCikkan air dingin pada keningnya, dan memberinya minum susu
kambing. Sesaat kemudian, Ciauw Cong bisa sadar. Dia minum seCangkir lagi, lalu tidur pula.
Keh Lok diam-diam berSyukur, karena rupanya Al ah mengirim orang jahat itu jatuh
kedalam tangannya. Untuk menghabisi jiwanya, adalah mudah sekali. Namun hati
nuraninya mengatakan bahwa membunuh orang yang tak berdaya itu, bukan laku
seorang kunCu (gentleman). Apalagi kalau mengingat Hiang Hiang yang berhati welas-
asih itu, pasti kurang senang bila nampak hal yang demikian itu. Namun kalau
mengampuninya, bila ia sudah Cukup bertenaga, di kuatirkan ia sendiri menderita
kekalahan. Berpaling kepada Hiang Hiang, dilihatnya sepasang mata nona itu mengembeng air
mata. Apa boleh buat, Keh Lok terpaksa mengampuni sekali lagi pada penjahat itu.
Dalam pada itu dia mengharap, agar penjahat itu mengingat keadaan disekelilingnya
dapat diajak bahu membahu melawan kawanan serigala.
Lewat beberapa saat, Ciauw Cong bangun. Hiang Hiang memberikan sepotong daging
bakar dan membalut luka-lukanya
bekas digigit serigala itu. Bahwa manusia itu, bagaimanapun jahatnya, tentu masih ada setitik hati yang baik. Demikian pula Ciauw Cong. Ia malu dan menyesal, bahwa
perbuatan nya jahat dahulu itu telah dibalas dengan kebaikan oleh ke 2 orang muda itu.
"Thio-toako, kini kita sama 2 dalam bahaya, permusuhan dahulu untuk sementara,
biarlah kita sisihkan. Kita harus bekerja sama menCari jalan lolos," kata Keh Lok.
Benar, kalau kita bertengkar, tentu kawanan serigala yang girang," sahut Ciauw Cong.
Kembali dia mengaso untuk pulihkan tenaganya.
"Kelak kalau dapat lolos dari kawanan serigala ini, lebih dulu akan kuberesi Tan-kongCu itu, baru dapat kubawa siCantik itu. Untuk itu, baginda tentu akan menganugerahi
hadiah yang besar," diam-diam dia merenung.
Tidak demikian dalam pikiran! Tan Keh Lok. Waktu itu dia sedang menCari daya
bagaimana bisa lolos dari bahaya kepungan serigala. Teringat olehnya bagaimana
tempo hari Ceng Tong telah membuat long-yan (asap kotoran serigala) untuk
menyampaikan berita. Begitulah dengan gunakan Cu-soh, dia berhasil menggaruk
setumpuk kotoran serigala, lalu dibakarnya. Segulung asap yang tebal, membubung ke
udara. "Taruh kata ada orang yang melihatnya, merekapun tak nanti berani menolong kemari.
KeCuali ada ribuan pasukan besar, barulah kawanan serigala itu dapat diusir," kata
Ciauw Cong menggelengkan kepala. Tahu juga bagaimana kecil harapan itu, namun
masih juga Keh Lok menCobanya, daripada tidak ada daya sama sekali dan mati konyol.
Malamnya, mereka menambah bahan bakar lagi dan ber giliran tidurnya.
"Orang itu jahat sekali, kalau aku tidur, harap kau berhati-hati mengawasinya," bisik Keh Lok pada Hiang Hiang, siapa kelihatan mengangguk.
Keh Lok taruh tumpukkan kayu itu ditengah 2 antara dia dengan Ciauw Cong. Ini untuk
menjaga, apabila dia se dang tidur, yangan sampai Ciauw Cong berbuat jahat.
Sampai tengah malam, kawanan serigala itu melolong makin riuh. Ketiga orang itu
kaget terbangun. Ternyata ribuan serigala itu tengah mendongak keatas sambil
meraung 2 dan melolong 2 menyeramkan sekali. Sampaipun serigala yang sudah
dijinakkan menjadi binatang pemburu masih juga kebiasaan itu diteruskan.
Keesokan harinya, kawanan serigala itu masih berkeliaran disekitar lingkaran api belum mau pergi. Satu 2nya harapan dalam pikiran Keh Lok, mudah 2an ada kawanan onta liar
yang menyasar kesitu, barulah serigala 2 itu mau tinggalkan tempat itu untuk mengejar mangsa baru itu.
Tiba-tiba dari kejauhan, kembali ada segelombang serigala mendatangi.
Ceiaka, kawanan mereka datang lagi," Keh Lok kerutkan jidatnya.
Diantara kepul debu, tiba-tiba ada tiga penunggang kuda lari mendatangi.
Dibelakangnya tampak be-ratus 2 serigala mengejarnya. Ketika sudah dekat, kawanan
serigala diseputar lingkaran itu, lari menyambutnya. Kini ketiga orang itu terkepung dari 2 jurusan. Ketiga orang itu ternyata sangat lihai. Dengan memutar senjatanya, mereka melawan mati-matian.
"Lekas tolong mereka supaya kemari," seru Hiang Hiang.
"Ayo, kita tolong mereka!" Keh Lok ajak Ciauw Cong.
Dengan menghunus senjata, ke 2nya menuju kesana. Dalam sekejab saja, terbukalah
sebuah jalan darah dan masukilah ketiga penunggang kuda tadi kedalam lingkaran api.
Diatas salah seekor kuda itu, ada lagi seorang yang ke 2 tangannya terikat, tengkurep diatas pelananya. Tubuhnya lemas tak berkutik. Dilihat dari dandanannya, ia itu seorang nona bangsa Ui. Ketiga penunggang kuda tadi, segera menurunkan nona itu.
"Cici Ceng Tong!" sekonyong-konyong Hiang Hiang menjerit kaget, terus lari menubruk
tubuh nona itu.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keh Lok pun tak kurang kagetnya. Memang nona itu, adalah Ceng Tong. Hiang Hiang
mengangkat encinya itu, muka siapa kelihatan puCat pasi dan matanya tertutup.
Kiranya setelah Ceng Tong mengejar Suhu dan Sukong nya, ditengah jalan bersua
dengan Sam Mo. Karena masih lemah, dengan mudah ia dapat ditawannya.
Dalam perjalanan pulang, Ceng Tong sengaja menyesat ikan, sehingga mereka kesasar
ditengah gurun raja. Kebetulan mereka lihat asap long-yan, maka mereka menuju ke
situ. Tak tahu kalau disitu mereka hampir kehilangan ji wanya diserbu kawanan
serigala, Syukur ketolongan oleh Tan Keh Lok dan Ciauw Cong.
"Yangan dekat kemari, kau mau apa?" bentak Kim Piauw sambil kibaskan lak-houw-jah
sewaktu Keh Lok akan menghampiri Ceng Tong.
Pada saat itu, Ceng Tong telah siuman. Demi dilihatnya Keh Lok dan adiknya berada
disitu, ia terlongong-longong.
"Lekas suruh mereka lepaskan Cici," Hiang Hiang meratap pada Keh Lok.
"Kalian ini siapa" mengapa kalian tawan; sahabatku?" segera Keh Lok tegur Kim Piauw.
Belum Kim Piauw menyahut, It Lui segera maju kemuka. Dia awasi ketiga orang itu
dengan dingin. Katanya: "Jiwi tadi telah mengulurkan pertolongan, lebih dulu disini aku haturkan terima kasih. Mohon tanya nama kalian yang mulia."
Belum Keh Lok menyahut, tiba-tiba Ciauw Cong telah mendahuluinya: "Dia adalah ketua
HONG HWA HWE, Tan Keh Lok!" Seketika Sam Mo melengak.
"Dan mohon tanya tuan sendiri punya nama?" kembali It Lui bertanya.
"Aku yang rendah orang she Thio, nama Ciauw Cong," jawab Ciauw Cong dengan
temberang. Didahului oleh suara dihidung, It Lui berkata: "Hm, kiranya Hwe-Chiu-poan-koan. Tak
mengherankan kalau kalian ber 2 sedemikian lihainya."
Dia pun lalu perkenalkan diri mereka.
Diam-diam Tan Keh Lok mengeluh dalam hati. Belum lagi bahaya serigala terhindar, kini tampil pula 4 orang lawan yang tangguh. Dia mengambil putusan, lebih dulu hendak
berusaha membebaskan Ceng Tong, baru nanti melihat keadaan nelanjutnya.
"Kuminta segala permusuhan antara kita ditangguhkan lebih dahulu. Kita sedang
menghadapi kawanan serigala. "Adakah saudara. 2 punya daya yang sempurna?"
tanyanya kemudian.
Pertanyaan itu membuat Sam Mo saling pandang, tanpa dapat menjawab.
"Kita mengharapkan saja petunjuk dari Tan-tangkeh," akhirnya Haphaptai menjawab.
"Kalau kita bersatu, mungkin ada harapan lolos. Kalau tidak, tentu akan jadi makanan serigala," kata Keh Lok.
It Lui dan Haphaptai mengangguk setuju, sebaliknya Kim Piauw mendongkol.
.,Karena itu, akan kumohon agar Ku-loheng ini suka lepaskan sahabatku itu lebih dulu, kemudian kita bersama-sama memikirkan daya lolos," sambung pula Keh Lok.
,Kalau aku tetap tak melepaskannya, kau mau berbuat apa?" seru Kim Piauw.
"Aha, kalau begitu, diantara kita ber7 ini, kaulah yang akan pertama menjadi makanan serigala." Keh Lok tertawa.
"NgaCo! Juseru akulah yang akan mengambil kau untuk makanan serigala itu," bentak
Kim Piauw sembari kibaskan lat-houw-jah.
"Oh, jadi biar bagaimana kau tetap tak mau lepaskan sahabatku itu" Baiklah. Andaikata aku tak mau berkelahi dan membiarkannya saja, dalam keadaan seperti ini belum tentu
kita semua bisa hidup. Apalagi kalau sampai kita ber 2 berhantam, entah siapa yang
kalah atau menang, tapi tentu Dua- 2nya akan menderita. Dan pada waktu itu, kita ber 2 pasti akan jadi makanan serigala. Nah, sahabat Ku, Coba kau pikir masak 2!"
Mendengar kata-kata anCaman yang tenang itu, It Lui segera membisiki Kim Piauw
supaya lepaskan dulu Ceng Tong, nanti baru berdaya lagi.
Tapi Kim Piauw, simata keranyang mana mau lepaskan nona Cantik yang di-idam
2kannya itu. Dia menolak anjuran toakohja.
Dalam pada itu, It Lui telah menaksir kekuatan sendiri dengan kekuatan lawan.
"Dalam hal jumlah, kita sama. Tapi konon telah kesohor bahwa permainan pedang dari
Hwe-Chiu-poan-koan itu ja rang terdapat tandingannya dikalangan persilatan. Tadi
kusaksikan betapa lihai gerakan ketua HONG HWA HWE itu melawan serigala. Dan
masih ada itu gadis, yang tentunya juga bukan jago sembarangan. Kalau terjadi
pertempuran, terang kita kalah," demikian pikir jago Kwantong itu.
Tak sedikitpun ia menyangka bahwa Ciauw Cong yang paling tangguh diantara mereka
ber7 itu, ada difihak Kwantong Sam Mo. Dan Hiang Hiang sedikitpun tak mengerti nol
puntul ilmu silat.
Ketidak tahuan inilah yang menyebabkan It Lui jeri, lalu membisiki Kim Piauw: "Loji, kau mau lepaskan apa tidak" Kalau sampai terjadi perkelahian, aku takkan membantumu!"
Tapi Kim Piauw bukan Kim Piauw simata keranyang, kalau dia begitu gampang 2
menyerah. Tahu ia akan ke masjhuran nama Ciauw Cong, maka ia memilih untuk
tantang Tan Keh Lok saja yang tampaknya bertubuh lemah itu.
"Aku sih tak berkeberatan, tapi "lak-houw-jah" kau inilah mungkin tak mau. Maka kalau kau dapat menundukkannya. tentu ia suka melepaskan nona itu. Hanya kita ini kaum
enghiong, sebaiknya harus berkelahi satu lawan satu, untuk menentukan siapa yang
unggul." Sebenarnya dalam keadaan waktu itu, Keh Lok enggan berkelahi. Karena terang yang
untung, adalah kawanan serigala. Maka ia sedikit ragu-ragu, tak lantas menyahut.
"Yangan kuatir, aku takkan membantu siapa-apa," kata Ciauw Cong tiba-tiba.
Kata-kata itu benar ditujukan pada Tan Keh Lok, tapi sebenarnya adalah sebagai
anjuran halus pada Kim Piauw supaya yangan ragu-ragu membinasakan lawan.
Sudah tentu Kim Piauw ber-sorak diam hati, serunya segera dengan Congkak: "Kalau
kau jeri, yangan usil urusan lain orang lagi. Kalau berani, mari silakan, dengan tangan kosong atau pakai senjata, aku suka melayani. Tiga saudaraku angkat telah terbinasa
ditangan orang HONG HWA HWE, maka kebetulan hari ini akan kutuntut pembalasan."
Diungkatnya soal kebinasaan ketiga saudaranya itu, adalah sengaja ditujukan pada It
Lui dan! Haphaptai. Agar me reka suka membantu, karena ia berkelahi bukan untuk
kepentingan sendiri tapi untuk menuntut balas.
Waktu Keh Lok menatap wajah Ceng Tong yang saat itu mengunjuk sorot mata
kegusaran. "Ke 2 taCi-adik ini sama 2 menaruh hati padaku. Biarlah aku membalas budi mereka.
Kematianku malahan akan dapat menghindarkan aku dari kesulitan. Aku tak berani
menjatuhkan pilihan kepada mereka, karena takut salah satu tentu akan hanCur
hatinya." Dengan pertimbangan itu, Tan Keh Lok segera berkata dengan suara tetap: "Nona ini
adalah sahabatku yang akrab. Sekalipun harus kubajar dengan jiwaku, tetap akan
kuminta kau melepaskannya!"
Mata Ceng Tong berCahaja. Tahu ia bahwa orang muda itu masih belum padam
perasaannya kepada dirinya.
"Akupun pertaruhkan jiwaku untuk nona ini!" sahut Kim Piauw.
"Bagus, kalian boleh berkelahi sampai ada yang mati salah satu!" seru Ciauw Cong
dengan tertawa.
Mendengar itu, tahulah Sam Mo bahwa orang she Thio itu mempunyai ganjelan dengan
Tan Keh Lok. "Begini sajalah. Kalau kita saling berhantam, entah kau atau aku yang terbunuh, tak
memberi faedah pada siapapun juga. Lebih baik kita sama 2 menobros keluar. Siapa
yang lebih banyak sekali membunuh serigala, dialah yang menang!"
Dengan usul itu, hendak Tan Keh Lok mengurangi anCa man serigala. Segera Haphaptai
menyatakan setuju.
"Baik, kalau Tan-tangkeh yang menang, Ku-jiko ini akan menyerahkan nona itu
padanya. Tapi kalau Ku-jiko bisa lebih dulu membunuh 10 ekor, Tan-tangkeh tak boleh
berbantah lagi!" kembali Ciauw Cong unjuk keliCinan lidah nya.
Keh Lok dan Kim Piauw menjadi gusar dan menolak usul jahat itu. Karena membunuh
serigala, ke 2nya tak mempunyai harapan besar untuk menang.
Pada pikiran Tan Keh Lok, dengan bersenjatakan lak-houw-jah (garu pemburu
harimau), tentunya Kim Piauw dapat membunuh banyak sekali serigala.
Sebaliknya Kim Piauwpun takut kalah dengan lawan. "Kalau hendak bertempur, aku siap
mengadu jiwa. Tapi kalau mengajak segala tetek bengek permainan anak 2, aku tak
sedia menemani," katanya.
"Aku yang rendah ini, walaupun baru pertama ini berkenalan dengan kalian bertiga,
namun telah lama kudengar nama kalian yang kesohor. Sedang dengan Tan-tangkeh
ini, betul tempo dulu pernah bentrok, tapi sekarang hal itu tak "perlu diungkat 2 lagi.
Sebagai fihak netral, akan kuusulkan suatu Cara yang dapat mengakhiri persengketaan
ke 2 belah fihak, tanpa merusakkan perhubungan masing-masing," kata . Ciauw Cong
pula. It Lui girang karena keterangan itu" buru-buru dia menyang gapi: "Silakan Thio-toako mengatakan. Kita pasti menurut."
"Dalam keadaan dikepung kawanan serigala, kalau saling berhantam akibatnya sama 2
Celaka. Bukankah kata-katamu tadi begitu, Tan-tangkeh?"
Tan Keh Lok mengangguk.
"Dan kalau bertanding membunuh serigala, Ku-jiko ini merasa keberatan, menganggap
bukan Cara menCari penye Jesaian yang baik. Nah, aku mengusulkan Cara begini:
Kalian ber 2 dengan tangan kosong meneryang kearah kawanan serigala sana. Siapa
bernyali tikus, boleh segera lari balik dan dianggap kalah!"
Mendengar itu, semua orang sama terCekat. Tahu mereka betapa kejam hati orang she
Thio itu. Dengan tangan kosong menyerbu kedalam gerombolan serigala, siapa juga
tentu akan binasa.
"Barang siapa yang naas termakan serigala, yang lainnya segera boleh kembali kesini
dan dianggap menang!" melan jutkan pula Ciauw Cong.
"Kalau kami ber 2 binasa semua, lalu bagaimana?" tanya Keh Lok dengan kerutkan
jidatnya. "Demi pengabdianku kepada seorang gagah, akulah yang akan melepaskan nona ini,"
Cepat-cepat Haphaptai memberikan janjinya.
"Aku perCaja penuh pada saudara Hap. Dan nona inipun kalian semua tak boleh
mengganggunya," kata Keh Lok seraya, menunjuk pada Hiang Hiang.
"Biar Al ah yang menjadi saksi, aku Haphaptai, akan. melaksanakan permintaan Tan-
tangkeh. Kalau sampai ber hianat, biarlah aku yang pertama-tama dimakan serigala!"
"Terima kasih, saudara Hap!" seru Keh Lok seraya rangkapkan ke 2 tangannya.
Sudah ketua HONG HWA HWE itu memperhitungkan segala kemungkinan. Taruh kata
tidak dikepung kawanan serigala, tapi menghadapi keempat musuh yang tangguh itu,
rasanyapun sukar untuk hidup. Dengan mengorbankan jiwanya untuk menolong ke 2
taCi beradik itu, matipun puaslah dia. Soal usaha besar untuk membangun ahala Han
biarlah terus diperjoangkan oleh saudara-saudaranya dalam HONG HWA HWE
Maka Cepat-cepat ia lemparkan Cusohnya dan terus menggape pada Kim Piauw:
"Sahabat Ku, mari!"
Kim Piauw masih tetap memegangi Lak-houw-jahnya. Rupanya ia masih ^ragu-ragu.
Sekalipun ia bukan orang yang takut mati, namun ketika disuruh dengan tangan kosong
meneryang kedalam gerombolan serigala, hatinya merasa ngeri juga.
Untuk menjaiga yangan sampai usulnya tadi gagal, buru-buru Ciauw Cong membikin
panas hati orang: "Aha, bagaimana" Rupanya sahabat Ku jeri" Memang hal itu sangat
ber bahaya?"
Tapi Kim Piauw tetap membisu.
Karena tak mengerti bahasanya, Hiang Hiang hanya mengawasi perubahan wajah
orang-orang itu. Tidak demikian dengan Ceng Tong. Tahu kalau Tan Keh Lok bersedia
korbankan jiwa untuknya, hati Ceng Tong seperti dibetot.
"Yangan! Biar aku saja yang binasa asal kau tidak kenapa-apa," serunya.
Biasanya Ceng Tong mempunyai peribadi yang kuat. Tak mau ia sembarangan
mengeluarkan perasaan hatinya. Namun dalam saat-saat antara mati dan hidup itu,
tanpa merasa ia berseru melarang. Tapi berbareng dengan itu, segera terdengar suara
berkerontangan dari sebuah lak-houw-jah yang dibanting ketanah.
Itulah perbuatan Kim Piauw. Dia begitu sirik akan rasa kasih yang diunjukkan Ceng
Tong kepada sianak muda itu. Mukanya merah seperti terbakar. Dia memang beradat
be langasan. Sekali angot, apapun tak ditakutinya.
"Sekalipun nanti separoh tubuhku digeragoti serigala, tetap aku pantang balik lebih dulu dari dia. Ayo!" katanya segera.
Keh Lok memberi sebuah senyuman pada Ceng Tong dan Hiang Hiang, terus bersama
Kim Piauw meneryang keluar.
Melihat itu, pingsanlah Ceng Tong seketika. Sebaliknya Hiang Hiang hanya
mengerlingkan sepasang biji matanya yang hitam bundar, tak tahu apa yang terjadi
disekitarnya itu.
"Tahan!" tiba-tiba It Lui berteriak. Karena itu, ke 2 arang itupun merandek. "Tan-
tiangkeh, kau masih menyimpan badi-badi," kata It Lui. Memang benar Keh Lok masih
membawa badi-badi pemberian Ceng Tong. Dia memang kelupaan, Bukan mau main
Curang. "Maaf, aku kelupaan," dia tertawa seraya mengambil badi-badi itu dan menghampiri
Ceng Tong. "Yangan berduka. Pandanglah badi-badi ini, berarti kau memandang aku," katanya
mesra. Pedang diserahkan pada Ceng Tong siapa kelihatan Cemas sekali sampai tak dapat
mengatakan apa-apa. Tiba-tiba nona itu teringat sesuatu, bisiknya: "Tundukkanlah
kepalamu kemari!"
Segera Keh Lok seperti disedarkan. Cepat dia berpaling kepada Ciauw Cong, katanya:
"Thio-toako, tadi aku kelupaan masih membawa badi-badi. Sekarang kuminta kau
menjadi saksi untuk memeriksa tubuh kami!"
Ciauw Cong segera menggeledah badan ke 2 orang itu.
"Ku-jiko, harap kau tinggalkan senjatamu rahasia itu!" kata Ciauw Cong ketika dapatkan Kim Piauw masih membawa senjata.
Dengan geram Kim Piauw keluarkan belasan batang garpu kecil terus dibanting
ketanah. Sikapnya tiba-tiba berobah, sepasang matanya seakan-akan semerah darah.
SeCepat kilat dia menghampiri Ceng Tong, terus memeluknya. Sesaat dia akan
mencium sinona, tiba-tiba punggungnya dirasakan diCengkeram orang, terus disentak
kebelakang. Selama masuk dalam perserikatan Kwantong Liok Mo Kim Piauw sering berlatih dengan
semua saudaranya angkat. Dia Cukup kenal siapa yang berbuat itu. Dan memang itulali
Haphaptai. "Laoji, kau tahu malu apa tidak?" bentak Haphaptai dengan bengis.
Dibanting tadi, Kim Piauw agak pusing. Dengan menggerung, ia lonCat keluar kearah
gerombolan serigala.
Dengan enjot kakinya, Keh Lok gunakan kepandaiannya mengentengi tubuh. Sekejab
saja ia sudah susul berada didepan Kim Piauw.
Kawanan serigala yang tengah kelaparan itu, segera menyambut dalam gelombang
besar. Kim Piauw juga lihai. Dengan ilmu silat Tiang-kun yang terdiri dari delapan1 jurus, ia merupakan tokoh silat yang dimalui. Tahu ia bahwa pada saat itu ia tengah menghadapi maut, maka diCurahkan seluruh perhatiannya.
Dua ekor serigala lantas menyerang dari 2 jurusan. Dia berkelit dan seCepat kilat
tangan kanan telah dapat menCengkeram batang leher seekor serigala, sementara
tangan kiri pun dapat menangkap ekor serigala yang lain terus diangkat keatas.
Dalam dunia persilatan memang ada ilmu yang disebut "teng-koay." Kabarnya dahulu
He Yap, seorang tokoh silat yang tangguh, ketika sedang menCari angin diluar, tiba-tiba didatangi musuh, yang mengepung dari empat jurusan lengkap dengan senjatanya. He
Yap tidak membawa senjata apa-apa, terpaksa dia gunakan bangku panyang (dingklik)
untuk bertempur. Dalam sekejab saja, musuh 2nya telah dapat disapu, ada yang
binasa, luka dan melarikan diri. Kepandaian itu turun temurun dan merupakan ilmu silat
"teng-koay," atau bangku panyang (dingklik).
Pun Kim Piauw bermaksud gunakan serigala itu sebagai" dingklik. Dengan jalankan
jurus dari ilmu silat "teng koay," dia menghantam kesana sini. Dan hasilnyapun
mengagumkan, karena kawanan serigala itu tak berani dekat.
Dilain fihak, Tan Keh Lok gunakan lain macam kepandaian. Sewaktu menurunkan ilmu
silat "peh-hoa-jo-kun" yang diCiptakannya sendiri, maka lebih dulu Thian-ti-koay-hiap ajari muridnya itu segala macam ilmu silat dari berbagai Cabang persilatan. Waktu itu Tan Keh Lok keluarkan ilmu pukulan "pat-kwa-yu-sim-Ciang," yang linCah sambil lari
kesana kemari. Sebenarnya ilmu itu, adalah ilmu istimewa dari Wi-tin-ho-siok Ong Hwie Yang, itu kepala piauwsu dari Tin Wan piauwkiok. Ketika bertanding lawan Ciauw Cong dibukit Pak-kao-nia, dengan ilmu itu, Ong Hwi Yang telah merangsang lawannya sedemikian rupa,
hingga lawan hanya dapat membela diri, tak berdaya untuk membalas.
Ketika pertempuran di Thiat-tan-Chung tempo hari, Tan Keh Lokpun gunakan ilmu itu
untuk melayani Ciu Tiong Ing.
Bermula kawanan serigala itu montang-manting dibuatnya. Tapi karena serigala itu
berjumlah besar, lagipula sangat lapar, maka kemana saja Keh Lok bergerak, kesitu-lah dia telah diserbu. Karenanya, dia tak dapat bergerak dengan leluasa. Buru-buru ia
merogoh geretan api yang segera menyala, terus di-putar 2. Sekalipun nyala api itu
hanya kelak-kelik, namun kawanan binatang itu menjadi ketakutan dan mundur.
Mulutnya dingangakan, sikapnya seperti akan menerkam, tetapi hanya melolong 2 tak
berani bergerak.
Setelah Keh Lok meneryang keluar, buru-buru Hiang Hiang menghampiri Cicinya dan
bertanya: "Ci, dia kemana?"
"Untuk menolong kita ber 2, dia rela korbankan diri," sahut Ceng Tong seraya memesut air matanya.
Bermula Hiang Hiang terperanjat, tapi segera ia tertawa: "Kalau dia binasa, akupun tak mau hidup."
Mendengar uCapan sewajarnya dari adiknya itu, tergeraklah hati Ceng Tong. Bahwa
Hiang Hiang tanpa banyak sekali pikir dan tanpa mengunjuk perasaan apa-apa, terus
mengatakan begitu, terang mencintai Tan Keh Lok seCara mendalam.
Dilain fihak, Ciauw Cong merasa girang ketika siasatnya berhasil. Tapi dia telah menjadi terkejut sewaktu nampak Tan Keh Lok dapat mengenyah binatang 2 itu dengan kipas
apinya. Tapi lekas juga hatinya menjadi terhibur, karena beranggapan, api itu tak dapat bertahan lama. Jadi hanya soal penundaan waktu saja.
Sedang perhatian It Lui dan Haphaptai hanya ada pada KimPiauw. Bermula girang hati
mereka, karena Kim Piauw telah unjuk kegagahan. Saat itu, Kim Piauw hantamkan
serigala yang dipakainya sebagai senjata tadi, kepada seekor serigala yang lompat
menyerang. Dua- 2nya adalah serigala buas yang kelaparan, maka mereka lantas saling
gigit, yang satu menggigit muka, yang satunya menggigit tengkuk. Ke-Dua- 2nya sama
berlumuran darah.
Melihat darah, kawanan serigala itu tambah hilap. Serentak mereka menyerang Kim
Piauw. Dan pada lain saat, 2 ekor serigala yang diCengkeram tangan kanan dan kiri
Kim Piauw tadi, telah dibuat rebutan makan oleh Kawan-kawan nya. Sekejab saja,
serigala yang ditangan kiri, tinggal kepalanya. Sedang yang ditarigan kanan, tinggal bebokong dan ekornya.
Kini Kim Piauw teranCam bahaya. Hendak dia menCoba tangkap lain serigala lagi, tapi
binatang 2 itu sudah pandai. Setiap tangan Kim Piauw bergerak, mereka membuka
mulut terus akan menggigit. Terlambat sedikit saja, sebelah tangan Kim Piauw tentu
sudah tergigit. Dan berbareng itu, dari arah kanan ada 2 ekor serigala yang lompat
meneryang. Terhadap watak yang kejam dan suka paras Cantik dari Kim Piauw itu, sebenarnya
Haphaptai tidak puas. Tapi orang Mongol ini ada seorang laki 2 yang berambekan
tinggi. Berbareng menCabut jwan-pian dari pinggang, dia kedengaran berteriak: "Lotoa, aku akan menolongnya!"
Belum sempat It Lui menjawab Ceng Tong sudah mendahului mengejek: "Apakah
Kwantong Liok Mo bukan laki 2" Tak punya kehormatan?"
Haphaptai merandek. Juga keadaan ke 2 orang yang berada ditengah bahaya maut
itupun telah berobah.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nyala kipas api yang dibawa Tan Keh Lok hampir habis. Buru-buru dirobeknya lengan
bayunya untuk disulut. Dalam pada itu, ia bergerak mendekati pohon. Mendadak 2 ekor serigala yang buas, lonCat menerkam. Dia Cepat mendek, terus menyusup kebawah,
sembari patahkan sebuah Cabang pohon, terus berputar dan menghantam salah seekor
penyerangnya itu. Kepala serigala itu hanCur, otaknya berhamburan, terus diserbu oleh Kawan-kawan nya sendiri yang kelaparan itu.
Penyerangan terhadap ketua HONG HWA HWE itu, agak kendor. Ini digunakan olehnya
untuk memotes sebuah dahan kering, yang setelah dibakar terus diputar untuk
mengusir serigala. Dan begitu ada kesempatan, dia potes lagi ranting 2 kayu untuk
bahan bakar. Dengan begitu Keh Lok seperti membuat sebuah lingkaran api disekeliling dirinya.
Ceng Tong dan Hiang Hiang sangat gembira melihat dia dapat mengatasi bahaya.
Sebaliknya Kim Piauw agak laCur. Ingin dia meniru Tan Keh Lok, tapi ia tak membawa
geretan api. Jalan satu 2nya, ia terpaksa tempur binatang 2 itu seCara mati-matian.
"Anggaplah Tan-tangkeh yang menang!" tiba-tiba Haphaptai berseru pada Ceng Tong,
seraya memotong tali yang mengikat tangan sinona. Lalu katanya pula: "Dan sekarang
akan kutolong dia.!"
Dengan memutar jwan-pian jago Mongol itu meneryang keluar. Baru beberapa tindak
jauhnya, kawanan serigala bergelombang menyerbunya. Malah pahanya 2 kali kena
tergigit. lapun dapat membunuh 2 ekor serigala besar, namun tetap tak dapat maju.
"Losu, kembalilah!" It Lui Cemas memanggilnya.
Haphaptai kembali untuk mengambil sepotong dahan yang terbakar, terus akan
meneryang lagi. Tapi jaraknya sangat jauh dengan Kim Piauw, siapa waktu itu sudah
dihampiri kawanan serigala pula.
"Tan-tangkeh, kau menang! Sahabatmu telah kami bebaskan. Berlakulah murah untuk
menolong saudara kami itu!" demikian Haphaptai berteriak sekeras-kerasnya.
Keh Lok kelihatan melirik dan tahu Ceng Tong betul sudah dilepaskan. Dia girang.
"Untuk menghadapi kawanan binatang buas ini, tambah seorang sahabat ada lebih
baik," pikirnya. Maka Cepat ia melemparkan sebatang dahan kayu terbakar pada Kim
Piauw. "Sambutlah!" serunya.
Ke 2 lengan dan kaki orang she Ku itu sudah berlumuran darah. Begitu menyanggapi
dahan api itu, terus diputarnya Kawanan serigala itu terpaksa mundur. Dan Kim Piauw
menuju ketempat Tan Keh Lok, siapa kembali lempari sebatang dahan api lagi. Dengan
memegang dahan api ditangan kanan kiri, Kim Piauw pulih keberaniannya.
"Kita bekal lagi sebongkok ranting!" seru Keh Lok.
Begitulah setelah ke 2nya membawa sebongkok ranting kayu, terus menuju ketempat
lingkaran api tadi. Dengan melolong riuh rendah, kawanan serigala itu memberi jalan
pada mereka ber 2.
Begitu dekat, Hiang Hiang sudah lantas pentang ke 2 tangannya untuk menyambut Tan
Keh Lok, siapapun sudah lonCat masuk.
"Tahan, biar dia yang masuk dulu!" Cepat-cepat Ceng Tong menCegahnya.
Keh Lok sadar, ia merandek sebentar dan berpaling kebelakang untuk mempersilakan
Kim Piauw masuk dulu. Benar Keh Lok telah menolong jiwanya, namun dalam perjanjian
tadi ada disebut siapa yang kembali masuk lebih dulu, dianggap kalah. Dia kuatir orang she Ku itu main liCik.
Dengan mata ber-api 2, tiba-tiba Kim Piauw timpukkan dahan api kemuka Tan Keh Lok,
dan menyusul tangannya mendorong punggung orang, maksudnya supaya terdorong
masuk kedalam lingkaran tadi.
Tapi Keh Lok egoskan tubuhnya kesamping, dan tangan Kim Piauw lewat disisinya.
Namun orang she Ku itu tak berhenti sampai disitu. Dahan api yang satunya,
dilontarkan kemuka orang lagi, tapi ternyata luput karena Tan Keh Lok keburu
tundukkah kepalanya kebawah.
Kim Piauw susuli sebuah jotosan. Malah belum lagi jotosan itu tiba, jotosan yang ke 2
menyusul. Inilah keistimewaan dari ilmu silat Tiang-kun, Cepat-sebat.
Kisah Sepasang Rajawali 25 Pendekar Riang Karya Khu Lung Kisah Si Rase Terbang 2
^