Pedang Golok Yang Menggetarkan 10

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 10


menekan Shie Siang Hin. Sambil menangkis, ia menyerang. ia
mencoba mencekal pergelangan tangan si anak muda yang
memegang pedang itu.
Siauw Pek menarik kembali pedangnya, dengan ia
menyelamatkan tangannya. Tapi ia tidak berhenti, segera ia
menabas kepada It Tie atas mana pendeta Siauw Lim Sie itu
mundur seraya menolak dengan kedua tangannya, tangan bajunya
terkibaskan- Hebat tenaga dalam ketua Siauw Lim Pay ini yang menguasai
Tiat Sie Sin kang, ilmu Tangan baju Besi, salah satu dari tujuh puluh
dua kepandaian istimewa dari partainya. Kebutan tangan bajunya
itu berat sekali. Dengan begitu ia mengharap lawannya akan
tertolak mundur.
Tetapi Siauw Pek telah berhati hati, dia dapat mengegos dari
tangkisan yang berbareng berupa serangan itu. Maka celakalah kain
tenda dibelakangnya, kain tenda itu jebol, kemahnya bergoyang
keras Diam diam si anak muda terkejut. Segera ia mengulangi
tikamannya kepada pendeta siauw Lim Sie itu.
Melihat demikian, it Tie juga mengulangi serangannya. Tapi ia
lebih dahulu merasai desiran angin pedangnya hingga ia menjadi
kaget, lekas lekas ia berkelit kekiri, sedangkan sebelah tangannya
dipakai menyerang pula.
Kembali Siauw Pek kaget. Ia merasai angin menyerang
pedangnya, hingga ia merasakan bagaikan gelombang mendampar
dadanya. Tapi serangannya sendiri juga tidak gagal, walaupun
gerakan pedangnya menjadi sedikit lambat. Ujung jubah It Tie telah
kena tertusuk berlubang
Siauw Pek memiliki tenaga dalam yang terlatih baik, ia juga
sudah bersiap sedia, akan tetapi gempuran Tiat Sin kang dari It Tie
membuatnya menderita juga. saat itu darahnya bergolak. kepalanya
pusing, dengan tubuh limbung ia mundur dua tindak. sedangkan
napasnya memburu. ia sadar, maka lekas lekas ia menumbuk
kepalanya beberapa kali, guna mencoba menghilangkan pusingnya
itu. Gouw In Cu melihat orang mundur itu, otaknya segera berpikir:
"Rupanya dia terluka didalam, kalau sekarang aku tidak mau
merampas jiwanya, sebentar akan hilang kesempatanku" Maka
segera ia menggerakkan tangan kanannya.
Justru dia terancam serangan dari ketua Bu Tong Pay itu,
mendadak Siauw Pek memutar pedangnya, diikuti dengan
terputarnya juga tubuhnya, menyusul mana, cepat sekali, tubuhnya
itu mencelat tinggi, menoblok kelangit kemah It Tie berempat
tercengang. itulah diluar dugaan mereka. "Sayang Sayang" seru
Gouw In cu menyesal. "Sayang aku terlambat, kalau tidak. pasti dia
tidak akan lolos" Shie Siang Hin menghela napas.
"Kita mengepung berempat, dia toh tak dapat dikekang, kalau hal
ini tersiar dalam dunia Kang ouw, adakah muka kita untuk melihat
orang banyak ?" katanya masgul.
"Nyata dia telah memperoleh ilmu pedang yang mahir sekali,"
Hoat Ceng mengakui.
It Tie juga berkata, dengan sungguh sungguh: "Jikalau dia
mempunyai pengalaman cukup, dengan pedangnya saja, dapat dia
keluar dari kemah kita ini."
"Pintoo lihat memang gerakan pedangnya itu luar biasa sekali,"
kata Gouw in cupula.
" Gerakan itu beda dengan gerakan pelbagai ilmu pedang yang
pernah kulihat. Kecuali ilmu pedang Kie Tong, semua yang lainnya
pernah kusaksikan."
"Jadi tooheng maksudkan ilmu pedang dia benar ilmu pedang Kie
Tong?" Hoat Ceng bertanya.
"Tidak salah Itulah yang telah kuduga dan kuatirkan-.."
"Tooheng, cobalah kau menjelaskan penglihatanmu ini," Shie
Siang Hin minta.
"Apakah saudara saudara melihat golok pemuda itu?" balik tanya
Gouw In Cu. Hoat Ceng melengak.
"Apakah saudara menyangka golok itu golok Hoan Uh it Too
Siang Go?" ia bertanya.
"Didalam dunia Kang ouw telah tersiar ceritera tentang Thian
Kiam dan Pa Too, yang telah berhasil melintasi jembatan maut Seng
su Kio," berkata ketua Bu Tong pay itu. Jikalau halnya Thian Kiam
Kie Tong itu benar, maka juga halnya Pa Too Siang Go pasti
bukannya dusta .Jikalau Kie Tong dapat menurunkan ilmu
pedangnya, kenapakah Siang Go tidak dapat mewariskan goloknya"
ilmu pedang Kie Tong mengutamakan pembelaan diri, tidak
demikian dengan ilmu golok Siang Go..."
Shie Siang Hin mengernyitkan kening. Katanya: "Kalau begitu,
apabila sekarang kita membiarkan anak muda itu berlalu dari Ciong
Gan Hong, bukankah itu berarti kita melepaskan harimau galak
turun gunung?"
"Benar" berkata It Tie. "Mungkin hari ini adalah kesempatan
satu-satunya bagi kita menyingkir dia dari dunia..."
"Pintoo tidak mengerti," berkata Gouw In Cu. "Terang terang dia
telah terhajar Tiat Siu Sin-kang saudara It Tie, kenapakah dia masih
dapat menyingkirkan diri" Bukankah dia telah terluka?"
"Inilah yang membuatku heran," It Tie mengakui.
"Sekarang ini baiklah kita jangan menghiraukan pula kedudukan
atau nama baik kita," berkata Hoat Ceng Taysu. "Mari kita
mengejarnya, untuk membinasakannya"
"Aku memikir lain," berkata Shie siang Hin-
"Apakah itu, saudara?" tanya Gouw In Cu.
"Diluar, pertempuran rupanya sedang berlangsung dengan seru,"
berkata ketua Khong Tong Pay itu, "Dengan melihat dari lamanya
pertempuran itu, dapat diduga bahwa lawan datang dalam jumlah
yang tak sedikit dan juga mereka berkepandaian tinggi. Mereka itu
pasti dari angkatan muda. Pantaskah kita berempat melayani
mereka itu" Apakah kata kata khalayak ramai apabila mereka
mendengar perihal sepak terjang kita ini" Dapatkah kita
menerimanya" Maka itu aku pikir, daripada kita membasmi mereka,
lebih baik kita membiarkannya lolos turun gunung. Kita keempat
partai, pengaruh kita besar, jumlah murid kita banyak, apakah yang
kita kuatirkan" Kenapa kita mesti bertindak sembarangan"
Bukankah tak sukar buat mengambil jiwa mereka itu" Kenapa
terburu seperti sekarang ini ?" It Tie dan Gouw In Cu bungkam.
"Kau benar juga, saudara" kemudian kata pendeta dari siauw Lim
Sie itu. "Tak perduli bagaimana gagahnya Coh Siauw Pek, dengan
seorang diri saja, tak berdaya dia menentang kita. pula peristiwa
Coh Kee Po itu bersangkut paut dengan semua partai lainnya, maka
juga, mereka bakal kena terembet rembet. Sekarang ini Coh Siauw
Pek sendiri masih belum jelas mengenai duduk peristiwanya, kalau
dia bicara, siapakah yang mau percaya"..."
Baru saja pendeta ini berhenti bicara, tiba-tiba dari luar terdengar
jeritan kesakitan yang hebat.
Gouw In Cu mendekati pintu kemah untuk menyingkapnya dan
melongok keluar. Maka ia melihat tujuh atau delapan orang dengan
berpakaian hitam tengah bertempur dengan murid murid keempat
partai. Nampaknya pada kedua pihak telah jatuh beberapa korban.
Didalam pertempuran itu, Siauw Pek tidak nampak.
Sebenarnya baru saja ketika si anak muda molos dari atas
kemah, ia segera melihat satu pertarungan diantara orang orang
berseragam hitam dengan para pengikut keempat partai. Delapan
atau sembilan orang berseragam hitam, yang menggunakan topeng,
terkurung beberapa puluh orang. Ia terluka di dalam tetapi ia dapat
menahan diri, pikirannya tetap sadar. Ia ketahui, rombongan dari
dua belas kiam long, pengikut pengikut Hek Ie Kiamcu. Walaupun ia
berniat membantu mereka, namun ia tidak berdaya, sebab ia sendiri
mesti segera beristirahat guna memulihkan kesehatannya. Maka ia
menyingkir dengan jalan memutar. Apa mau, dua orang murid
Siauw Lim Sie sudah melihatnya dan mereka itu segera mengejar.
Ia cuma memikir soal menyingkir, dan tidak mendapat lihat dua
orang pendeta itu.
Dengan tiba tiba seorang pendeta yang bertubuh tinggi besar,
menyerang si anak muda dengan hong piang san, senjatanya yang
berat itu. Anak muda itu tidak tahu tibanya pembokongan. Ia tidak
melihat dan mendengar, suara beradunya pelbagai senjata juta
membisingkan telinga.
Tepat si anak muda terancam bahaya, mendadak Ban Liang
muncul didekatnya. Jago tua itu turun tangan bagaikan kilat.
Dengan tangan kiri dia menyerang dengan seragan angin, dengan
tangan kanan dia menyambar, menjambak lawan-Hanya dengan
satu kali gebrak saja, robohlah pendeta itu.
Hweeslo yang kedua tercengang menyaksikan kawannya roboh
seketika, justru itu iapun tidak sempat berdaya ketika Ban Liang
menyerangnya, menjambret dengan Ngo Kwie Souw Kun ciu.
Sebenarnya ia masih mencoba melawan dengan goloknya tapi ia
kalah sebat, begitu dadanya tersentuh, segera ia berteriak tertahan
dan roboh. Ban Liang sendiri heran menyaksikan hasilnya itu. Itulah bukti
bahwa ilmu silatnya liehay.Jadi tidak sia sia ia memahamkan
ilmunya itu, yang tadinya gagal sewaktu melawan Siauw Pek.
Setelah merobohkan kedua lawan itu, Ban Liang menoleh kepada
sianak muda. Ia terperanjat. Ia melihat tubuh anak muda itu
limbung tapi ia masih lari terus turun gunung. Ia menduga tentulah
si pemuda telah dapat luka. Tidak bersangsi lagi, ia lari menyusul.
"Saudara, saudara" teriaknya, " apakah kau terluka ?"
Sekarang Siauw Pek dapat mendengar suara orang, ia mengenali
si jago tua. "Ya, aku terluka didalam," sahutnya. Ia berhenti lari dan
menoleh. "Jikalau kau terluka, jangan bergerak," Ban Liang berkata. "Mari
aku gendong kau, kita lekas-lekas menyingkir dari sini "
Berkata begitu, tanpa menanti jawaban, jago tua itu menyambar
tubuh sianak muda, lalu digendong, terus dibawa lari.
Ketika itu ada beberapa murid Siauw Lim dan Bu Tong yang
berlari-lari mengejar, cepat lari mereka menyusul kita.
Ban Liang kuat dan bisa lari cepat, tetapi ketika itu ia terlambat.
Ini disebabkan ia mesti menggendong Siauw Pek jalannya sukar dan
berbahaya, perlahan lahan ia mulai tersusul.
Sampai di batu besar dimana tadi Oey Eng dan Kho Kong
bersembunyi, jago tua ini terkejut. Ia tidak melihat munculnya
kedua kawan itu.
"Kemana perginya mereka?" ia tanya dirinya sendiri. "Apakah
benar disebabkan usianya yang muda dan kurangnya pengalaman
maka mereka pergi meninggalkan tempat penting ini?"
Selagi berpikir, tiba-tiba jago tua ini dikejutkan oleh munculnya
empat orang dari samping batu besar. Merekalah dua orang
pendeta dan dua orang imam, yang segera menghadang ditengah
jalan" Celaka" jago tua itu mengeluh. Ia lalu menotok dua jalan darah
siauw Pek. Hal ini perlu, guna mencegah sianak muda meronta.
Jalan itu sempit, sudah ada empat orang merintangi didepan,
dibelaakng tampak lari mendatanginya, kawan-kawan dari pendeta
dan imam itu. "Mesti aku mengadu jiwa" pikirnya. Maka ia berhenti
lari. Pengejar itu terdiri dari empat pendeta dan empat imam, mereka
berhenti mengejar, rupanya merasa jeri juga.
Ban Liang melihat kekiri dan kanan, ia menyedot napas panjang.
Dari empat penghadang itu seorang pendeta lalu berkata dingin
"Siecu telah buntu jalan, masih siecu tidak sudi menyerah, apakah
siecu masih memikir buat menerobos kabur?"
Ban Lian masih tetap berdiam. Ia cuma memasang mata tajam
kepada sekalian musuh itu. Berapa kali teguran si pendeta diulangi,
ia berpura-pura tuli.
Pihak pengejar juga sudah mengambil posisi sendiri-sendiri,
dengan tindakan perlahan mereka maju menghampiri. Ban Liang
melihat gerak gerik mereka itu. Dengan berhati hati ia menyangkol
tubuh Siauw Pek. Ia menggunakan tangan kirinya. Maka dengan
tangan kanan, ia bersedia untuk menyerang.
Disaat yang sangat tegang itu, dari belakang batu besar
dibelakang keempat dan imam pencegat itu mendadak muncul
sesosok tubuh orang, yang terus berlompat maju sambil terdengar
seruannya yang perlahan tetapi bernada nyaring: "Minggir "
Keempat orang itu terkejut, semuanya segera berpaling
kebelakang, akan tetapi mereka terlambat. Tahu-tahu mereka sudah
kena tertotok hingga habislah daya mereka
Ban Liang sudah siap sedia, diapun tabah dan cerdik, dia gesit
sekali, menyaksikan kejadian itu, tanpa ragu ragu sedikit juga, dia
berlompat maju, untuk naik keatas batu karang yang besar itu.
Pendeta yang dikanan menyaksikan kejadian itu, dia tabah,
dengan segera dia menyampok Ban Liang dengan senjatanya yang
mirip sekop itu. Sebaliknya, si imam telah berlompat jago tua itu
membarengi menyerang kearahnya.
Diserang si pendeta, Ban Liang terancam bahaya. Terpaksa ia
mengulur tangannya, guna menyambuti ujung senjata .Justeru itu
orang yang menyerang musuh-musuhnya tadi itu telah mendahului
mengulur tangannya untuk menangkap sekop. sembari berbuat
begitu, terdengar suaranya perlahan: "Saudara lekas menyingkir
terus, aku akan tahan musuh ini "
Jago tua itu sempat menoleh akan melihat penolong tidak dikenal
itu. Ia melihat seorang dengan baju hijau serta kepalanya dan
mukanya terbungkus dengan pita hijau. Hingga hanya tampak
sepasang matanya yang tajam. Ia heran, hingga ia berkata dalam
hati: "Siapakah orang ini" Mengapa aku tidak kenal dia" Kenapa dia
datang membantu kami "
Walaupun dia berpikir demikian, Ban Liang toh lari terus turun
gunung dengan mengikuti jalan kecil satu-satunya itu.
Dibelakangnya ia mendengar suara nyaring dari beradunya alat alat
senjata. Ia tidak menghiraukan itu, ia lari terus, baru setelah sampai
dikaki puncak. Ia berhenti berlari, untuk segera menotok bebas
pada Siauw Pek Sianak muda menghela napas. Tadi ia ditotok bukan untuk
dipingsankan, hanya agar ia tak dapat bergerak. Maka ia tahu
tentang bantuan si orang serba hijau itu.
"Apakah orang itu sahabat locianpwee?" ia bertanya kepada Ban
Liang. orang tua itu menggeleng kepala.
"Aku tidak kenal dengannya."
"Heran," kata Siauw Pek menarik napas lega, "kenapa dia
menolong kita ?"
"Mesti ada sebabnya yang belum kita ketahui. Tapi saudara,
dapatkah kau berjalan" Tak dapat kita berdiam lama-lama disini."
Siauw Pek berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Lebih baik kita
cari tempat didekat-dekat sini, perlu aku beristirahat dulu. Kita perlu
mencari dua saudara angkatku yang entah telah pergi kemana." Ban
Liang mengerutkan alis.
"Dipuncak ini ada banyak orang liehay, ini berbahaya," katanya.
"Mereka juga menjaga jalan kecil itu dapatkah kedua saudara itu
meloloskan diri ?"
Darah Siauw Pek bergolak. Ia khawatirkan Oey Eng dan Kho
Kong. Ia mengendalikan hatinya, hingga air matanya meleleh
keluar. Ia mengertak gigi


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka berdua rela mengikuti aku, kami bagaikan saudara
saudara kandung, mana dapat aku meninggalkan mereka?" katanya,
berduka. "Jikalau mereka sampai mendapat celaka."
"Jangan terlalu berduka, saudara kecil," Ban Liang menghibur. "
Usia ku telah tinggi, pengalamanku banyak sekali. Kau harus
menginsafi kata kata yang mengatakan, seorang panglima sukar
luput kematian dimedan laga. Selama beberapa puluh tahun, entah
berapa banyak korban orang yang pernah kulihat. Saudara kecil
yang terpenting sekarang ialah tempat tenang dan selamat untuk
kau beristirahat, supaya kau lekas sembuh."
"Andaikata mereka sudah mati, perlu mayat mereka dicari, untuk
dirawat." kata sianak muda, yang masih memberati saudara
angkatnya. Ketika itu terdengar suara angin sarser, suara ujung baju
berdebaran. Kemudian nampak seorang berbaju hijau lari
mendatangi. Kedua mata orang itu nampak bersinar tajam. Lekas
sekali dia sudah datang dekat, bahkan dia segera berkata perlahan:
"Kedua kawanmu telah kutolong. Disini kita tak boleh berdiam lebih
lama pula. Mari ikut aku" Dan dia mendahului lari pergi.
Dari atas puncak masih terdengar suara pertempuran serta
seruan seruan-Siauw Pek tidak banyak omong lagi, ia turut lari.
Agaknya si baju hijau kenal baik keadaan tempat itu. Dia lari
cepat dijalan yang banyak tikungannya didalam lembah itu, setelah
tujuh atau delapan lie, baru dia berhenti, lalu dengan menunjuk
kesatu arah, dia berkata: "Di belakang sana ada gua, beristirahatlah
kamu disana, aku sendiri ingin melihat kalau kalau ada orang yang
mengejar kita."
Lalu tanpa menanti jawaban, ia pergi pula berlari lari. Siauw Pek
mengawasi belakang orang itu.
"Jikalau tidak ada dia, mungkin sulit buat turun gunung,"
katanya. "Nampaknya dia menolong kita bukan secara kebetulan, lebih
banyak dikarenakan ada niatnya," berkata Ban Liang. "Disini mesti
ada sebabnya..."
Siauw Pek sementara itu masih menghawatirkan Oey Eng dan
Kho Kong. "Mari kita melihat gua itu dulu," ia mengajak. Lalu ia
bertindak maju. Ban Liang mengikuti.
selewatnya tikungan, benar terlihat sebuah gua. Mereka
menghampiri. "Saudara Oey Saudara Kho" sianak muda berseru tak
sabar. "Apakah toako disana?" terdengar suara dari dalam gua, lalu
muncullah dua orang ialah Oey Eng dan Kho Kong, yang jalannya
perlahan- Melihat tindakan kaki kedua orang itu siauw Pek tahu bahwa
mereka terluka. Maka ia lari menghampiri, untuk terus mencekal
keras tangan mereka masing masing.
"Apakah luka kamu parah?" ketua ini tanya prihatin- Tapi justru
itu, tiba tiba tubuhnya sendiri limbung hendak jatuh, sebab
mendadak saja matanya kegelapan-Ban Liang mengulur tangannya,
menyambar tubuh kawan itu.
"Apakah toako terluka didalam?" tanya Kho Kong kaget.
Ban Liang mengangguk. tetapi dia berkata: "Tak apa. Habis
terlukakan dia belum sempat beristirahat sebaliknya dia mesti berlari
lari keras, terutama karena dia memikiri dan sangat menguatirkan
kamu, dua saudara kecil. Dia jadi pingsan karena kegirangan yang
sangat melihatmu."
Berkata begitu, jagoan ini memondong tubuh sianak muda
dibawa masuk kedalam gua.
Itulah gua yang tidak luas tapi dalamnya bersih bekas diberesi.
Maka tubuh Siauw Pek bisa segera dibaringkan. Ketika Ban Liang
hendak memberikan bantuan dengan tenaganya, tiba-tiba anak
muda itu telah berlompat bangun-"Toako luka di..." tanya Kho Kong.
Ban Liang memotong. "sekarang bukan saatnya banyak bicara,
kamu bertiga perlu beristirahat. Ada kemungkinan keempat partai,
atau orang orangnya, dapat menyusul kita kemari."
"Tuan tuan tak usah kuatir," terdengar suara dari luar gua.
"Telah kusingkirkan segala tanda tanda bekas kita."
Sembari berkata begitu, orang diluar itu bertindak masuk dengan
tenang. "Siapakah kau, tuan?" Siauw Pek paling dahulu menanya.
"Benar kata saudara Ban ini," orang itu berkata tanpa menjawab
dahulu, "tuan tuan bertiga perlu beristirahat. Sebentar kita bicara.
Masih ada waktu." Ban Liang terperanjat mendengar orang
menyebut shenya.
"Sudah puluhan tahun aku mengundurkan diri, kenapa tuan
mengetahui sheku?" tanyanya.
"Selama saudara Ban Liang berkecimpung di dalam dunia Kang
ouw, namamu terkenal sekali," berkata orang itu. "Bagaimana aku
bisa tidak mendengarnya?" Jago tua itu bertambah heran-
"Sebenarnya, siapakah kau, tuan?" dia tanya pula.
"Guna kesehatan ketiga saudara ini tak dapat kita membuang
waktu," berkata orang itu. "Aku akan berdiam disini, untuk
menemani, sebentar kita bicara pula." Walaupun dia heran, Ban
Liang terpaksa menutup mulut.
siauw Pek sudah duduk bersila, untuk menyalurkan
pernapasannya, hingga dilain saat dia sudah masuk dalam suasana
"bong ngo cie keng" yaitu lupa akan diri sendiri. Ketika kemudian ia
tersadar langit sudah terang, sinar matahari telah menerobos masuk
kedalam gua, hingga segala sesuatu tampak nyata.
Si orang berbaju hijau melihat pemuda itu sadar dan membuka
matanya. "Kau sudah selesai bersemadhi, saudara Coh?" tanyanya.
Agaknya Siauw Pek terperanjat. Dia menatap.
"Siapakah kau, tuan?" tanyanya kemudian kepada penolongnya
itu. Sebelum menjawab, si baju hijau mengangkat dahulu sebelah
tangannya kekepalanya, untuk menyingkirkan cita hijau yang
membungkus kepala dan mukanya, maka segera tampak sebelah
batok kepala yang gundul tak berambut. Karena dialah seorang
pendeta. "Apakah siecu kecil masih mengenali loolap?". dia balik bertanya.
Siauw Pek terkejut. Dia heran.
"Kau pendeta dari Siauw Lim Sie?" tanya dia.
Pendeta itu mengangguk.
"Loolap ialah Su Kay," sahutnya.
"Aku ingat sekarang. Kita pernah bertemu diJie Sie wan-"
"Benar."
Ban Liang tertawa dingin.
"Aku mengira siapa, tak tahunya salah seorang dari Su Tay kim
kong," berarti "empat Kim kong yang besar", yang berkenamaan,
dari kuil Siauw Lim Sie, dan "kim kong" berarti "pelindung kuil".
Su Kay bersikap tenang, tiada tanda sedikitpun yang
menunjukkan bahwa dia gusar atau mendongkol. ia tertawa tawar
dan berkata: "Kiranya saudara Ban masih ingat kepada loolap."
Siauw Pek menghela napas.
"Taysu telah mendong kami, kami sangat bersyukur," katanya.
"Sekarang harap Taysu tidak ragu-ragu lagi. Ada pengajaran apa
dari Taysu untuk kami, taysu sebutkan saja" Pendeta itu menghela
napas. "Sebelum kita bicara, ingin loolap menerangkan sesuatu dahulu,"
ujarnya. "Loolap datang ke Lam Gak seorang diri, diluar tahu semua
murid Siauw Lim Sie, bahkan juga diluar tahu keluarga kami. Dan
pertolonganku ini terhadap siecu berempat, itu dilakukan tanpa
maksud menagih pembalasan budi"
Masih Ban Liang tidak puas. Katanya tetap dingin: "Kalau orang
Siauw Lim Sie besar pengaruhnya, oleh dunia Rimba Persilatan
kamu dipandang sebagai partai besar yang paling utama, maka itu
andaikata dibelakang hari taysu tidak turun tangan sebagai musuh
kami, sikap taysu itu tidak akan merugikan Siauw Lim pay."
"Amidabudha" pujinya. "Terhadap siecu sekalian, loolap tidak
memikir apa juga maksud licik atau kurang baik Apa yang
kukehendaki ialah pemecahan wajar dari peristiwa Rimba Persilatan-
.." "Peristiwa apakah itu taysu?" tanya Siauw Pek.
"Ah" pendeta itu mengeluh, "Itu mengenai peristiwa hebat dan
menyedihkan dari coh Kee Po..."
" Kenapakah hal itu tidak taysu tanyakan kepada ketua taysu
sendiri?" dia tanya.
"Pertanyaan yang tepat sekali" berkata pendeta itu, masgul.
Kembali ia menghela napas "Peristiwa itu adalah suatu perbuatan
pihak Siauw Lim Sie perbuatan sembrono yang semenjak dahulu
belum pernah terjadi walaupun hanya satu kali saja. oleh karena itu,
sudah delapan tahun loolap belum pernah pulang kekuilku."
Siauw Pek bertambah heran. "Kenapa begitu taysu?" tanyanya
pula. Sinar matanya Su Kay memancar.
"Peristiwa Coh Kee Po adalah peristiwa luar biasa kaum Rimba
Persilatan-" katanya pula. " Loolap tahu didalam peristiwa itu mesti
ada urusan fitnah dan aniaya akan tetapi sampai detik ini, loolap
masih belum berhasil mencapai duduk hal yang sebenarnya. Ah
buat peristiwa itu loolap telah merantau bertahun tahun Sebetulnya
loolap merasa kecurigaan makin tebal sibiang keladi tetap tak
diketahui siapa adanya."
"Jikalau benar Pek Ho Bun terfitnah dan menjadi tipu daya keji,"
berkata Siauw Pek, "aku percaya bahwa ketua partai taysu mesti
salah seorang biang keladinya. Benarkah?"
Su Kay berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Aturan Siauw Lim
pay sangat keras, ketuanya sangat besar kuasa dan
kewibawaannya, karena itu loolap tidak berani, sembarangan
menerka." Ban Liang tetap merasa tidak puas, tetap dengan dingin dia
berkata pula: "Dahulu itu sebelum penyerbuan terhadap Coh Kee
Po, aku siorang tua adalah orang yang menentangnya, coba waktu
itu taysu membantuku dengan mengucapkan sepatah dua patah
kata, mungkin peristiwa itu tak sampai terjadi "
" Ketika itu kemarahan umum sedang memuncak. loolap pun
tidak mempunyai bukti apa andaikan loolap bicara, apakah hasilnya
?" "Taysu," Siauw Pek menyela, "tak peduli taysu bicara setulusnya
atau tidak. tetapi karena kata kata taysu, aku Coh Siauw Pek
bersyukur tak habisnya kepada taysu."
" Dengan sebenarnya loolap tidak mengharap nama, sikapku ini
cuma disebabkan merasa menyesal karena peristiwa Pek Hopo itu
tetap gelap. sedangkan dilain pihak. nama baik partai kami
tersangkut didalamnya. Maka itu tidak dapat loolap berdiam saja."
"Aku mengerti kau, taysu, aku mengucap terima kasih kepada
taysu." kata Siauw Pek.
"selama beberapa tahun itu kau membuat penyelidikan, mustahil
kau tak dapat mengetahui barang sedikit juga ?" tanya Ban Liang.
"Ada juga loolap beroleh tetapi sangat samar samar dan
bertentangan satu dengan lain karenanya, tak dapat itu dijadikan
bukti." "Taysu," Ban Liang mendesak. " andaikata besok lusa taysu
memperoleh keterangan, tetapi ternyata partai taysu bersangkut
paut, apakah tindakan atau sikap taysu nanti?"
Su Kay bagaikan sudah menerka pertanyaan ini, dia menjawab
dengan cepat: "Jikalau berhasil didapat bukti bahwa benar ada
orang Siauw Lim Pay yang tersangkut dalam peristiwa busuk itu
maka para tiang loo partai kami pastilah akan memberikan
keputusan yang adil"
Mendengar begitu, Ban Liang berkata didalam hatinya: "Dilihat
dari wajahnya, pendeta ini nampak bukan bangsa pendusta..."
"Taysu," Siauw Pek berkata pula, "sekarang ini taysu membantu
kami, itu artinya taysu menetang partai taysu sendiri, kalau
kemudian rahasia ini diketahui pihak partai taysu, bukankah taysu
jadi sudah berdosa berkhianat kepada partai?" Pendeta itu
menghela napas berduka.
" Loolap menentang tindakan partai sendiri. Memang itu tidak
dibenarkan oleh peraturan partai," katanya, masgul. "Andaikata
perbuatanku ini tidak diketahui oleh partai kami, toh kelak
dibelakang hari, akan loolap beritahukan sendiri kepada partai kami
untuk menerima hukuman-.."
"Taysu begini jujur, pantas taysu memperoleh sebutan pendeta
yang luhur " Siauw Pek memuji. "Hanya taysu, masih ada satu hal
lagi yang aku belum mengerti."
"Apakah itu, sicu" Sebutkanlah"
"Taysu sadar tapi taysu toh bekerja bersama pihakku, taysu
seperti menentang peraturan partai sendiri. Taysu, kenapakah taysu
berbuat begini?"
"Itulah karena loolap patuh kepada cita cita agama kami.
Bukankah Sang Buddha bekerja untuk manusia seumurnya, sampai
dia memotong dagingnya untuk memelihara burung elang"jikalau
bukan kita sendiri yang masuk keneraka, siapakah lagi" Didalam
dunia ini, pembunuhan yang selalu berserakan, maka itu jikalau
loolap bisa mengurangi bencana Rimba Persilatan, biarpun tubuhku
hancur lebur, loolap tidak menyesal."
Siauw Pek menjadi sangat kagum. Ia bangkit, untuk memberi
hormat sambil menjura kepada pendeta agung dihadapannya itu.
"Siauw Lim Sie diakui sebagai pemimpin Rimba Persilatan wilayah
Tionggoan," katanya, "jikalau setiap jamannya ada ketua ketuanya
orang semacam taysu ini, pastilah Siauw Lim sie dapat
mendamaikan pelbagai macam perselisihan-"
Oey Eng dan Kho Kong turut mengagumi pendeta ini, mereka
meneladani ketuanya memebri hormat. Bahkan Ban Liang, yang tadi
menyangsikan kejujurannya, turut memberi hormat juga. Su Kay
merangkapkan kedua belah tangannya.
"Tidak berani loolap menerima kehormatan besar ini," katanya,
merendah. " Loolap tidak mempunyai kebijaksanaan apa juga."
"Kata kata Taysu membuat aku si orang she Ban sadar," berkata
jago tua itu, "Aku memang telah menduga, peristiwa pek hopo itu
mesti ada sebabnya yang tersembunyi, bahwa seratus lebih jiwa
anggota pek ho bun itu terbinasa karena mereka menggantikan lain
orang yang sebenarnya harus menjadi sasaran?" Su kay
menengadah langit. Ia menghela napas.
" Ketika dahulu itu jago jago dari delapan belas partai menyerbu
pek hopo," katanya, "walaupun loolap tidak turut didalam
penyerbuan akan tetapi loolap hadir bersama, loolap telah
menyaksikan dengan mata sendiri peristiwa hebat dan menyedihkan
itu. Tak tega loolap menyaksikan darah bercucuran- Sementara itu
loolap juga menyaksikan kegagahan orang orang pek ho bun-
Katakan terus terang, dalam hal ilmu silat, pek ho bun belum
sanggup menandingi pelbagai partai besar itu. Maka juga sungguh
loolap sukar percaya bahwa orang pek ho bun, sebagai Coh Kam
Pek dapat sekali binasakan empat ketua partai besar itu."
Berkata sampai disitu, pendeta ini merangkap kedua tangannya,
dia memuji Sang Budha, setelah itu, baru ia menambahkan kata
katanya: "Tentang lain orang, loolap tidak tahu. Loolap cuma mau
bicara tentang diri loolap sendiri. Loolap sudah mempelajari semua
tiga belas macam ilmu silat istimewa dari Siauw Lim pay, loolap bisa
melihat, salah satu ilmu yang mana saja dapat digunakan untuk
membunuh orang she Coh itu. Tidak peduli Coh pocu kan ilmu apa
juga, tak nanti dia sanggup bertahan menggunakan buat satu


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangan saja dari Su Hong Suheng, kakak seperguruanku itu..."
"Taysu," tanya Siauw Pek heran- "Pek Ho Bun tidak mempunyai
kekuatan akan menentang pelbagai partai besar, habis, kenapakah
dia disingkirkan dan dimusnahkan?"
" Ini justru yang membuat loolap tidak mengerti. Loolap curiga
tetapi itu hanya kecurigaan belaka. Dan kecurigaanku itu bertambah
lama bertambah keras..."
"Mungkinkah taysu pernah memikirkan dan menduga-duganya?"
Ban Liang tanya.
"Selama tiga bulan yang terakhir, pernah loolap memikirkannya,
loolap melihat kemungkinan akan tetapi pada saat terakhir, semua
kemungkinan buyar sendirinya, sebab tidak ada bukti kenyataannya"
"Sudikah taysu mengutarakan itu, supaya kami mengetahui, agar
pikiran kami terbuka karenanya?" Ban Liang minta.
"Yang pertama ialah loolap menduga kepada soal memindahkan
atau menimpahkan hawa amarah kepada lain orang. coh Kam Pek
suami istri muncul dipuncak Yan in Hong di Pek Masan justru disaat
kematian keempat ketua partai itu, lalu mereka dicurigai. Keempat
partai tidak dapat mencari sipembunuh, wajar saja karena sedang
murka, kemurkaan itu dilimpahkan kepada Coh Kam Pek suami istri.
Begitu terkaan loolap. begitu loolap mendapat terkaan lain, lalu
mereka ingin sekali. Untuk membalas sakit hati itu, kenapa keempat
partai tidak mau bekerja sendiri. Asal salah satu partai mengutus
orangnya yang liehay, tak sukar buat membinasakan coh Kam Pek
suami istri Nah, kenapa keempat partai lalu mengundang kelima
partai lainnya serta juga keempat bun, ketiga hwee dan kedua
pang, untuk menyerbu bersama sama?" Ban Liang mengangguk.
"Benar," katanya. "Meski ketua keempat partai itu dapat memikir
bahwa dengan sendiri saja salah satu diantara mereka bisa
menumpas Coh Kam Pek suami istri."
"Yang kedua adalah terkaan bahwa Pek ho bun kena fitnah."
"Ini juga berada didalam terkaanku," kata Ban Liang pula.
Su Kay tertawa kecele.
"juga terkaan ini runtuh sendirinya "
Ban Liang heran- Ia berkata: "Coh Kam Pek suami istri tidak
mampu membinasakan keempat ketua partai itu tetapi coh Kee Po
termusnahkan, kalau mereka tidak terfitnah, mungkinkah masih ada
sebab lainnya lagi?"
"Loolap dan saudara Ban dapat memikir demikian, mustahil orang
yang bersangkutan itu tidak?" kata Su Kay, yang terus menoleh
kepada Siauw Pek. "Maka itu Loolap memikir pada suatu sebab lain,
siecu, apakah siecu masih ingat tempat dimana pertama kali kita
bertemu ?"
"DiJie sie wan, ditempat loocianpwee Lauw Hay cu," sahut si
anak muda. "Benar. Ketika itu loolap datang terlambat maka Lauw sie cu
roboh sebagai kurban serangan gelap. Betapa sukar loolap
membuat penyelidikan, barulah loolap dapatkan sumber itu tetapi
toh ketinggalan satu tindak. Habislah usahaku beberapa tahun..."
Siauw Pek menghela napas. Ia berduka sangat mengingat
kematian orang tua yang cacat matanya itu.
" Kejadian itu membuatku sangat menyesal," katanya. " Lantaran
kurang pengalaman, aku gagal melindungi Lauw Hay cu. Sampai
sekarang hatiku masih tidak tenang..."
"Ketika itu kalau siecu percaya kepadaku, dengan bekerja sama,
mungkin kita berhasil mencari titik melik. sekarang... ah Tapi loolap
tidak sesalkan siecu. Siecu sedang sangat bergusar, memang sulit
buat siecu mempercayai aku..."
"Taysu," tanya Ban Liang, "apakah taysu ketahui bahwa
mengenai peristiwa Pek Ho Po itu ada dua orang yang kepandaian
ilmu silatnya mahir sekali yang juga merasa penasaran sekali?"
"Apakah Ban siecu maksudkan Hie sian serta Tiat Tan Kiamkek
Thio Hong Hong?"
"Benar."
Alisnya sipendeta berkerut menandakan dia berduka.
"Setelah penyelidikanku sekian lama, terkaanku semakin doyong
kepada seseorang yang lihay, hanyalah siapa orang itu, loolap masih
belum tahu. Loolap baru menerka saja. Mestinya orang itu
mempunyai cita cita besar."
"begitulah. Kecuali menerbitkan peristiwa Coh Kee Po, dia itu
mau bergerak didalam dunia Kang ouw..."
"Jadi kemusnahan Pek Ho Po ada hubungannya dengan cita cita
orang itu " Pernahkah taysu menduga dia itu orang macam apa "
Dan siapakah dia ?"
"Justru itulah yang sulit."
Berkata begitu, pendeta ini menatap pula sianak muda.
Didalam Siauw Lim Sie bukan cuma loolap seorang saja yang
penasaran atas peristiwa Coh Kee Po, katanya menyambungi.
"Jadi masih ada orang yang berpendirian sama dengan taysu?"
Ban Liang tanya.
"Betul Merekalah orang-orang yang kedudukannya setingkat
denganku. Satu diantaranya buat sekarang ini adalah seorang
tiangloo yang paling dihormati didalam Siauw Lim Sie kami. Tapi
juga didalam kalangan Bu Tong dan Kun Lunpay ada yang turut
merasa penasaran atas kematian orang-orang Pek Ho Bun itu, kalau
mereka itu juga berdiam saja, sebabnya sama. Mereka masih belum
jelas akan duduk peristiwanya, mereka tak berdaya dalam
penyelidikan mereka. Maka itu loolap. ia memandang keatas, lagilagi
ia menarik napas panjang. ingin ku mendapatkan cara kerja
sama yang sungguh sungguh dari siecu."
"Ayah bundaku bukan si pembunuh, inilah sudah jelas," pikir
Siauw Pek, "sekarang tinggal duduk perkaranya..."
"Sejak beberapa ratus tahun belum pernah ada orang jahat yang
begini liehay," Su Kay menambahi. "Dia sangat licin dan terahasia
bertahun-tahun aku memikirkannya, tak pernah aku berhasil.
Dengan begini, dia juga mempermainkan kesembilan partai besar.
Aku jadi memikir andaikata Coh Kam Pek suami istri hidup pula,
mungkin merekapun tak mengerti."
"Sampai begitu, taysu?" tanya Ban Liang.
" demikianlah anggapanku sampai saat ini."
Mendengar sampai disitu, tiba-tiba Siauw Pek ingat keterangan
kedua kakaknya. ini adalah kejadian pada lima tahun dulu, sebelum
dia menyeberangi Seng Su Kio, selagi mereka berlindung dari
serangan angin dan hujan- Kata kakak-kakakku itu bahwa ibunya
satu kali menerima sepucuk surat, setelah mana seorang diri ibunya
segera berangkat ke Pek ma San lalu ayahnya pergi menyusul.
Hingga akhirnya terjadilah ayah bunda itu dituduh sebagai
pembunuh keempat ketua partai. anehnya hidupnya, ayah seperti
menyebut urusan ibunya itu. Lewat beberapa tahun, sikap aneh
ayah itu, sekarang ia seperti diingatkan oleh pendeta ini. Maka ia
jadi bertambah bingung. Semua berdiam, menyebabkan gua itu
sunyi senyap. Lewat beberapa lama, Su Kay yang memecahkan kesunyian.
Mulanya dia menarik napas panjang, lalu ia berkata pada si anak
muda: "Coh Siecu, loolap ingin bicara sedikit dengan siecu, harap
siecu memberikan jawaban yang sebenarnya."
"Silahkan taysu ?"
sekarang Siauw Pek tidak menyangsikan lagi si pendeta. "Barubaru
ini, siecu, apakah yang kau peroleh dari Lauw Hay cu?"
"Tidak apa apa. Aku tiba terlambat, hingga ada orang lain yang
mendahului mengambil barang barang titipan ayah."
"Tahukah siecu barang apakah itu ?"
"Tidak."
"Siecu minta barang itu dari Lauw Hay cu, apakah itu
dikarenakan pesan ayah bunda siecu."
"Benar."
"Ketika pertama kali loolap mengetahui hal Lauw Hay su, hati
loolap gembira. Loolap mendapat perasaan bahwa rahasia gelap
beberapa tahun itu bakal dapat dipecahkan- Hanya belakangan
loolap merasa, mungkin titipan itu tidak penting."
"Pesan ayahku itu bukan sembarangan pesan," kata Siauw Pek.
"Menurut aku, pesan itu penting. Ya, barang itu barang berharga "
"Mari dengar kata kataku, siecu."
"silahkan taysu."
"Lauw Hay cu tinggal diJie sie wan selama beberapa tahun, dia
selamat saja. Tapi justru siecu datang, dia ada yang membinasakan-
Apakah artinya itu " Pasti siecu dapat menerka "
"Taysu menghargai aku terlalu tinggi. Aku justru tidak mengerti "
"Nampaknya urusan kebetulan, kenyataannya tidaklah demikian-
Menurut dugaanku, sejak semula Lauw Hay cu sudah berada
dibawah pengawasan orang, cuma sampai sebegitu jauh orang tidak
berani lancang membunuhnya."
"Memang, tak mungkin hal itu ada sedemikian kebetulan.
Mustahil, begitu aku datang, mereka lalu datang juga."
Berpikir demikian, tiba-tiba muka si anak muda menjadi pucat. Ia
menghela napas. "Orang yang mengambil barang titipan itu,"
katanya, "siapakah dia ?"
"Siecu," tanya Su Kay, "apakah ayah dan ibu siecu benar-benar
meninggal dunia ?"
"Ya, jawab Siauw Pek, "aku melihatnya sendiri. Banyak jago yang
mengepungnya "
"Apakah siecu mempunyai saudara laki laki ?"
"Ada, seorang kakak. buat membela aku, saudaraku itu
menghadang didepan jembatan Seng Su Kio dimana dia berkelahi
hingga mati."
"Mungkin siecu mempunyai saudari, kakak atau adik ?"
Ditanya tentang saudarinya, hati Siauw Pek bercekat. Pikirnya:
"Aku tidak melihat kakakku itu mati atau hidup." Tapi dia menjawab
: "Aku mempunyai saudara tua, hanya aku tidak melihat dia roboh
atau binasa. ilmu silat saudariku itu lemah, mungkin sembilan
bagian dia telah terkena tangan jahat."
"Inilah satu soal gantung Jikalau tidak ada yang menolongnya
pasti dia sudah mati, apabila sebaliknya, itulah lain-"
"Itu benar, taysu."
Tiba-tiba Ban Liang tampak heran- Katanya, "Satu hal adalah
aneh orang telah mengetahui bahwa ditangan Lauw Hay cu
tersimpan suatu titipan, atau suatu barang bukti, kenapa orang
tidak segera membunuhnya hanya membiarkan dia hidup selama
beberapa tahun " Apakah maksudnya itu ?"
"Itulah soal yang loolap ingin selidiki. Ada kemungkinan dia
membiarkan Lauw Haycu hidup terus supaya orang bercacad mata
itu dapat dijadikan umpan pemancing. Atau mungkin juga Lauw
Haycu tidak mau membuka rahasia."
"Masih ada satu soal lain," kata Ban Liang pula. "Kenapa taysu
menyangsikan barang titipan itu tidak penting, tidak ada perlunya ?"
" Loolap tidak mengatakan barang itu tidak penting, hanya loolap
mengatakan mungkin barang itu tidak penting, hingga kalau itu
berhasil kita dapatkan tapi masih belum bisa dipakai memecahkan
persoalan peristiwa Coh Kee Po." Berkata begitu, pendeta ini
menghela napas.
"Biarlah loolap bicara terus terang," dia menambahkan sesaat
kemudian- "Mungkin barang itu dijadikan umpan oleh si orang
dibelakang layar itu Dia sengaja mengaturnya demikian-"
"Ini masuk diakal," kata Ban Liang mengangguk.
"Loolap hendak mengatakan pula," Su Kay berkata lebih jauh:
"Mungkin kesembilan partai besar, atau anggotanya,
menyembunyikan rahasia. Atau Coh Kam Pek. sebelum
kebinasaannya, sudah mengetahui bahwa orang orang yang
mengepungnya bukan orang dibelakang layar yang menjadi biang
keladi itu..." Siauw Pek heran-
" Kenapa taysu dapat memikir begini ?" tanyanya.
"Jikalau dia tahu, kenapa dia tidak mau memberitahukan she dan
nama musuhnya itu ?"
"Ya, itu benar Jikalau sebelumnya Coh Pocu mati dia
memberitahukan she dan nama si orang jahat, tak sudah kita capai
hati seperti sekarang ini "
JILID 20 "Ya, benar juga," pikir Siauw pek. "Memang, kalau ayah
menyebut she dan nama dia itu, tak usah kita berpusing kepala
seperti sekarang ini. Su Kay Taysu bicara dengan beralasan."
Tapi Ban Liang menggeleng gelengkan kepala. "Dalam hal ini,
aku si tua tak sependapat," katanya.
"Ban Tayhiap memikir apa?" tanya Su Kay. Ia sekarang
mengebut "tay hiap." orang gagah, sebagai tanda menghormat.
"Mungkin sulit buat coh Kam Pek menyebut nama. Ingat saja,
para pengepungnya terdiri selain orang-orang sembilan partai juga
dari sembilan partai lainnya, bukankah jumlah mereka puluhan atau
ratusan?" "Pendapat Ban Tayhiap ada benarnya juga. Tapi satu hal harus
diketahui. Sembilan partai besar sebenarnya tidak terlalu cocok
dengan sembilan partai lainnya itu. Tak mungkin sembilan partai itu
sudi diperintah-perintah oleh kesembilan partai besar. Maka loolap
percaya kepada satu soal yang masih menjadi rahasia.
Kemungkinannya yaitu mereka menanti atau mengharap sesuatu "
Sekonyong konyong Ban Liang mencelat bangun-
"Taysu, kata katamu ini mengingat aku pada satu hal " serunya.
"Apakah itu, tayhiap?"
"Itu ada hubungannya dengan partai taysu "
"Amida Buddha" Su Kay memuji. "Apakah tayhiap maksudkan
perebutan kekuasaan didalam partai kami dan itu merembetrembet
pada Pek Ho Bun?"
"Benar.Jikalau Su Hong Taysu tidak meninggal dunia, cara
bagaimana It Tie dapat menjadi ketua sebagai penyambung atau
penggantinya?" Su Kay berdiam, dia berpikir keras.
"Bukannya loolap hendak membela partai loolap." katanya
kemudian- "Didalam hal ini banyak sekali bagian-bagiannya yang
tidak dapat diterima..."
"Bagaimana pendapat yang sebenarnya dari taysu?"
"Dosa memberontak terhadap guru adalah lawan pertama untuk
kalangan Rimba Persilatan- Andaikata diantara murid-murid dari
keempat partai ada yang memberontak, yang berniat
membinasakan gurunya, soal itu sulit sekalipun untuk dibicarakan
saja." "Memang soal murid membunuh guru bukan soal kecil. Memang
soal itu tidak dapat dibicarakan dengan sembarang orang."
Su Kay berkata pula: "Pada saat terjadinya peristiwa itu, keempat
ketua berada bersama. Dengan kepandaian keempat ketua itu,
sewajarnyalah apabila mereka dapat melakukan penyerangan
membalas kepada penyerangnya, bahkan tak sembarang orang
yang dapat bertahan dari balasan itu. Kesudahannya pastilah
mereka mati tak berdaya. Dan lebih lagi, tubuh mereka tidak
meninggalkan bekas penyerangan- Atau musuhnya itu..."
Mendengar itu Siauw Pek berpikir: "Siauw Limpay ternama
bersih, maka biar bagaimana Su Kay tentu tak mau membeber
kekurangan atau cacad partainya. Mestinya dia diberi bukti, baru dia
dapat ditundukkan-.."
Si anak muda berpikir demikian tetapi ia tak mengutarakannya.
Su Kay bicara pula, untuk menjelaskan:
"Maksudku bukan untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap
partai kami. Sebaliknya memang partai kami yang harus dicurigai.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diantara kalangan kami sedang dilakukan penyelidikan buat mencari
bukti, apabila itu berhasil didapat, urusan itu akan jadi sederhana
sekali." "Taysu, kebijaksanaan partaimu itulah yang kita harapkan sekali,"
kata Siauw Pek memberi hormat.
Su Kay lekas lekas membalas hormat itu.
"Tak dapat loolap sudah berdaya mencari bukti itu, mencari
dengan sungguh. Tadinya loolap harap dalam tempo satu tahun,
atau paling banyak dua tahun, penyelidikan akan berhasil, tidak
disangka telah beberapa tahun, hasilnya tak ada, bahkan nampak
urusan jadi makin ruwet. Menurut penglihatanku sekarang urusan
bukan mengenai Pek Ho Bun saja, tetapi ada hubungannya dengan
seluruh Rimba Persilatan- oleh karena itu, siecu, loolap harap
sukalah kau bekerja sama denganku."
Sampai disitu, siauw Pek segara menaruh kepercayaan
sepenuhnya pada pendeta dari Siauw Lim Sie itu Ia telah melihat
sikap orang yang bersungguh sungguh, sedang tadi orang itu telah
menolong dan dua saudaranya.
"Baiklah" sahutnya. "Segala apa yang aku tahu, akan aku
beritahukan "
Dengan segera Su Kay bangkit berdiri. Katanya: "Loolap punya
janji dengan dua orang sahabatku, karena itu, tak dapat loolap
berdiam lama lama disini. Siecu berempat sudah muncul dalam
dunia Kang ouw, selanjutnya harap kamu berhati hati dengan tindak
tanduk. Lagi setengah tahun, atau sedikitnya tiga bulan ini, loolap
akan menemui siecu sekalian, untuk kita saling tukar pendapat."
"Baiklah, taysu. Maaf kami tak dapat mengantarmu"
Berkata begitu, Siauw Pek menjura.
Pendeta itu membalas hormat, terus ia keluar dari gua, dan
dengan cepat berlalu pergi.
Seperginya siorang suci, Ban Liang tertawa dan berkata: "Pantas
Siauw Lim Sie menjadi gunung Tay san atau bintang utaranya
Rimba Persilatan, walaupun sekarang dia dipengaruhi orang licik,
masih ada anggotanya yang jujur dan tetap menjunjung keadilan,
hingga dia takjeri akan ancaman bahaya, asal dia bekerja untuk
kepentingan umum" Siauw Pek menghela napas.
"Menurut Sukay Taysu, sungguh urusan keluargaku ruwet sekali,"
katanya. "Memang, urusan sulit" Ban Liang membenarkan- "Aku bingung
dibuatnya."
"Meski begitu, tidak dapat seluruhnya kita mempercayai pendeta
itu," berkata Oey Eng, yang semenjak tadi berdiam saja. Siauw Pek
heran- " Kenapakah?" tanyanya.
"Jikalau aku tak salah artikan," sahut saudara yang nomor dua
itu, "pendeta itu berkata urusan toako ini ada sangkut pautnya
dengan suatu bencana besar yang licik, akan tetapi yang Pek Ho Po
adalah delapan belas partai. Mustahilkah semua orang partai itu
kena dipermainkan siorang dibelakang layar, si biang keladi "
Sungguh sukar dipercaya "
Mata siauw Pek memain, tapi mulutnya bungkam, pikirnya: " Ini
pun ada benarnya. Siapakah orang yang bisa menutupi telinga dan
mata semua orang Rimba Persilatan dan membuat mereka itu dapat
diperintah sesukanya?"
"Benar juga," berkata Ban Liang, menghela napas. " Kenapakah
keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang dapat dipermainkan
kesembilan pay" Bukankah Pek Ho Bun partai kecil malah tak
memadai dengan keempat bun saja" Sungguh aku tidak mengerti."
"Akulah seorang bodoh, tak berani aku lancang," kata Oey Eng
pula. "Aku cuma bisa mengutarakan apa yang ada dalam hatiku.
Baiklah toako sendiri yang memikirkannya dalam dalam. Tak
mungkin sipendeta tengah mencoba coba hati kita?"
"Jieko, aku tak setuju dengan pikiran jieko ini" Kho Kong campur
bicara. Siauw Pek tahu saudara yang nomor tiga ini sewaktu- waktu
tajam pikirannya.
"shatee, apakah yang kau pikirkan?" ia bertanya.
"Tak perduli pendeta itu jujur atau palsu, yang terang dia telah
menolong kita," berkata sisembrono "Itulah perbuatan yang jujur.
Tentang pengalaman toako berdua Ban Loocianpwee aku tidak
tahu, tapi aku dan jieko, jikalau kami tidak ditolong pendeta itu,
mungkin kami sudah terbinasa ditangan orang orang Siauw Lim pay
dan Bu Tong pay itu. Mustahilkah pertolongannyaitu pertolongan
palsu" "
siauw Pek berpikir. "Aku telah terluka, walaupun Ban
Loocianpwee lihay sekali, tak dapat dia melawan orang-orang lihay
dari keempat partai sedangkan disana ada ketua ketua partai itu.
Jikalau Su Kay membantu kawannya, bukankah itu tak akan bisa
lolos" Kenapa dia justru membantu kita?"
"Sudahlah saudara-saudara tak usah kau menarik urat lagi," Ban
Liang datang sama tengah "Pendapat siapa benar dan salah, tak
dapat kita buktikan sekarang. Disini kita tak dapat berdiam lamalama,
mari kita lekas pergi"
"Loocianpwee memikir hendak pergi kemana?" Siauw Pek tanya.
"Buat seorang kuncu, satu kali dia memberikan janjinya, mati
atau hidup bukan soal lagi," sahut jago tua itu. "Lohu telah berjanji
akan membantu kamu berdaya mencuci bersih sakit hati Pek Ho
Bun, pasti aku akan membantumu sampai berhasilnya usaha kita.
Maka itu, kemana kita akan pergi, terserah kepada kamu." siauw
Pek berpikir. "Boanpwee mengharap keterangan dipuncak Ciang Gan Hong ini,
siapa tahu, aku kecele," katanya. " Kemana kita pergi sekarang?"
"Jikalau kau setuju, mari kau turut aku mengunjungi satu orang,"
Ban Liang mengajak.
"Su Kay benar, urusan tak demikian sederhana seperti pikiranku."
"Siapakah orang itu?"
"Dalam hal ini, biarlah lohu jual mahal " berkata sijago tua.
"Sebelum orang itu menyatakan suka turun gunung akan membantu
kita, tak dapat lohu lancang memberitahukan she dan namanya,
ataupun tempat tinggalnya..."
" orang macam apakah dia itu?" tanya Kho Kong heran-Ban Liang
tersenyum. "Asal kamu menemui dia, pasti kamu akan berkesan baik. Tidak
tepat buat sekarang lohu segera menyebutkan namanya."
"Kenapa begitu, locianpwee?"
"Pertama tama disebabkan sudah dua puluh tahun tak pernah
aku bertemu lagi dengannya, hingga aku tak tahu dia masih hidup
atau sudah menutup mata. Seandainya dia sudah tiada, buat apa
menyebut she dan namanya" Kalau dia masih hidup, mestinya
banyak orang yang mengaguminya dan ingin menjenguknya. Dia
mencari tempat tinggal yang sunyi, itulah sebab dia menghentaki
ketenangan, apabila ada banyak orang yang datang berkunjung,
tidakkah itu berarti gangguan untuknya" Itulah semacam
penderitaan baginya Maka lohu tak mau segera menyebut nama
dia." "Sekarang dia tinggal dimana?" Siauw Pek bertanya.
"Disatu tempat yang jauh, jauh sekali."
"Kita toh bakal pergi kepadanya tetapi nama tempatnya saja kau
tidak mau beritahukan" Tidakkah itu terlalu?" pikir Siauw Pek. Tapi
dialah seorang sabar dan panjang pikiran, dia tidak menjadi tak
puas, sebaliknya, dia tertawa, dia tak menanya lebih jauh. Ban Liang
mendahului keluar dari gua.
"Mari kita berangkat, katanya. Aku si tua akan jalan dimuka" dan
ia membuka tindakan lebar.
Siauw Pek bersama dua saudaranya mengikuti. Mereka jalan
berputaran dilembah. setengah harian kemudian, baru mereka
keluar dari gunung itu.
"Eh, kenapa kamu berdiam saja?" tanya Ban Liang. ia heran
ketiga saudara itu tidak bicara satu dengan lain dan juga tidak
menanya atau menyebut ini dan itu dengannya.
"Apakah yang hendak kami tanyakan?" balik bertanya Kho Kong.
"Kau toh menyimpan rahasia segala apa Percuma kami menanyakan
sesuatu" Ban Liang tidak kecil hati, dia malah tertawa.
"Dikolong langit ini, banyak urusan yang dapat diperbincangkan,"
katanya. Asal kalian tidak menanyakan tentang orang yang kita
bakal kunjungi, apapun yang dipersoalkan, tentu sekali suka aku
menemani bicara."
Siauw Pek berpikir " orang itu tentu ternama besar, atau dia
banyak musuhnya, hingga dia khawatir musuh musuhnya nanti
mengetahui alamatnya hingga dia dapat disatroni. Kalau dugaanku
benar, memang lebih baik untuk tidak menyebut nyebut tentang
dia." Terus mereka berjalan tanpa berbicara satu dengan lain- Tiba
dijalan umum, disitu tampak sudah mulai banyak orang berlalu
lintas. Selagi mereka berjalan itu, dari arah depan tampak seorang
penunggang kuda kabur mendatangi. Setelah penunggang kuda itu
mendekati, mendadak dia mengendorkan lari kudanya itu.
Siauw Pek segera menduga kepada salah seorang keempat
partai. Mereka itu lagi berkumpul di Ciong Gan Hong, mesti ada
banyak orang orangnya disekitar puncak itu. Mungkin inilah orang
yang ditugaskan mengawasinya. Maka ia lalu berhati hati.
Walaupun kuda itu dijalankan perlahan, karena siauw Pek
berempat berjalan terus, kedua belah pihak segera saling melewati.
Tapi belum lama, dibelakang rombongan si anak muda terdengar
derap kaki kuda, tatkala mereka menoleh, mereka melihat
penunggang kuda itulah yang lari balik, bahkan dia terus
melewatinya pula. Ban Liang segera tertawa dingin.
"Cara tolol ini sungguh jarang tampak " katanya mengejek.
Sengaja ia membuka suara sedikit keras, supaya orang
mendengarnya. Tadinya, bersama sama Siauw Pek bertiga, iapun
berdiam saja, hanya kecurigaannya yang timbul.
Si anak muda melirik. Ia lihat orang adalah seorang kacung usia
empat atau lima belas tahun, yang mengenakan baju hijau, tetapi
dia cakap ganteng, nampak dia mirip seorang nona remaja.
Bocah itu mendapat dengar kata katanya Ban Liang, parasnya
menjadi merah, akan tetapi tanpa mengatakan sesuatu, dia menarik
les kudanya, sedang cambuknya dibunyikan membuat kudanya lari
keras, hingga debu mengepul dibelakangnya. Ban Liang tertawa
berkakak. "Dasar bocah baru keluar dari gubuknya" katanya. Itu artinya
"anak yang masih hijau".
Justru itu dari belakang mereka terdengar suara tindakan kaki
yang cepat, ketika mereka berpaling, mereka melihat seorang
hweesio lari mendatangi, tangannya mencekal sebatang tongkat.
Lekas sekali, dia sudah melewati rombongannya si anak muda.
"Mesti dia pendeta dari Siauw Lim sie," Siauw Pek menerka.
Baru berhenti suara si anak muda, tiba tiba dibelakang mereka,
mereka mendengar tawa dingin yang disusul dengan kata kata ini:
"oh tuan tuan baru berjalan sampai disini" Sungguh diluar
sangkaan" Itulah dua orang imam usia setengah umur yang masing masing
meng gembol pedang, tapi walaupun mereka mengatakan demikian,
mereka barjalan satu lewat disisinya keempat kawan itu, hingga tak
dapat diketahui yang mana yang bicara itu.
Berkata Ban Liang: "Seharusnya kita memikirkan daya untuk
menyamar dan berjalan mencar..."
Satu pendeta dan dua imam sementara itu terlihat berjalan
dibelakang mereka, mendekati kira kira lima tombak. mendadak
ketiganya mempertahankan tindakannya, hingga di lain detik kedua
belah pihak berjalan dengan jarak tak dekat dan juga tak jauh dari
lain-.. "Pastilah mereka orang orang Siauw Lim dan Bu Tong", kata Kho
Kong. "sebelum datang kawan kawannya, baik kita habisi mereka
ini" Oey Eng tidak menjawab adik itu hanya ia tertawa dingin dan
berkata pada si adik. "Adik, coba kau menoleh dan melihat"
Walaupun kata kata itu diajukan kepada si saudara muda, Siauw
Pek bersama Ban Liang toh berpaling bersama, melihat kebelakang.
sedetik itu, mereka menjadi terjengkan.
Dibelakang mereka itu bukan cuma tampak seorang pendeta dan
dua imam tak hanya sekali tak urung dari empat belas orang,
danjalannya rombongan itu terpisah kira-kira enam atau tujuh
tombak dari mereka berempat. Ban Liang lalu tertawa dingin.
" Untuk sementara ini kita jangan menggubris mereka itu" kata
dia. "inilah jalan umum yang hidup, jikalau bukannya sangat
terpaksa, mereka itu tentu tidak bakal turun tangan"
Berkata begitu, jago tua ini mempercepat langkahnya.
Siauw Pek bertiga mengikuti.
Disebelah depan ada jalan cagak. segera setelah tiba disitu tibatiba
sijago tua berkata: "Kita singgah disini, dan beristirahat.
Setujukah kamu"
"Baik" sahut Siauw Pek, yang terus mendahului duduk di bawah
sebuah pohon ditepi jalan.
Oey Eng dan Kho Kong memilih tempat di sisi ketua itu. Dengan
suara perlahan mereka berdamai bagaimana harus melawan musuh
andaikata mereka diserang.
Rombongan pendeta dan imam itu juga berhenti berjalan.
Agaknya mereka itu tidak memikirkan lagi jalan itu jalan umum yang
hidup bahkan terlihat terang-terang sikap permusuhan dari mereka
semua. Melihat sikap mereka itu, Ban Liang berkata: "Rupanya mereka
sudah menerima perintah untuk menguntit kita. Mungkin mereka
juga telah menerima pesan buat kalau perlu segera turun tangan
dengan kekerasan-" Kho Kong menurunkan buntalan dari
punggungnya. "Mereka berterang-terang, kita juga tak usah main sembunyisembunyi
lagi" katanya. "baik kita tempur saja mereka, untuk
mengambil keputusan"
"Jangan terburu" mencegah Ban Liang. "Tak jauh didepan ada
sebuah tempat ramai, kita bersabar sedikit, setibanya disana, baru
kita pikir pula."
"Jangan jangan kita tak akan keburu berjalan lagi," berkata Oey
Eng, yang melihat gelagat.
siauw Pek melihat kebelakang, maka ia mengagetkan sipendeta
dan dua imam juga sudah tidak berjalan lagi, bahkan mereka itu
berdiri bagaikan menghadang ditengah jalan-
"Setan alas" seru Kho Kong gusar. "Tak dapat tidak. kita mesti
turun tangan "
Ban Liang juga melihat suasana buruk. Ia segera berbisik pada
sianak muda: "Kalau pihak Siauw Lim bergabung dengan pihak Bu
Tong mereka sulit dilayani."
" Kenapa begitu?" Kho Kong bertanya, heran-
"Pernahkah kau mendengar tentang barisan rahasia arhat Lo Han
Tin dari Siauw Lim pay dan barisan rahasia pedang Ngo Heng Kiam
Tin dari Bu Tong pay ?"
"Belum. Tolong loocianpwee jelaskan-"
"Lo Han Tin dari siauw Lim Sie terkenal sebagai barisan rahasia
yang aneh dari siauw Lim pay, jikalau mereka bukan menghadapi
lawan yang tangguh, tidak nanti mereka gunakan barisan rahasia
arhat itu bisa diperlebar dan dipersempit sesukanya."


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Barisan rahasia ya barisan rahasia, kenapa dia bisa melar dan
ciut ringkas?" tanya pula Kho Kong.
Ban Liang memandang anak muda itu. Ia berkata, "Siapa pernah
merantau dalam dunia Kang ouw, baik dia dari golongan hitam atau
golongan Putih, mesti dia pernah mendengar tentang Lo Han Tin
dari Siauw Lim pay, karena barisan itu sangat jarang digunakan,
yang mengetahui jelas hanya beberapa orang, lohan ialah arhat dan
tin artinya barisan rahasia, barisan itu dapat diatur dengan sembilan
orang tetapi lebih banyak jumlahnya lebih tangguh lagi. Yang
terbesar ialah dengan jumlah seratus delapan orang. Tentang
jumlah yang terbesar itu, cuma tersiar beritanya, belum pernah
orang menyaksikan digunakannya."
"Bagaimana dengan barisan rahasia pedang Ngo Heng Kiam Tin
dari Bu Tong Pay?" Kho Kong tanya lebih jauh.
"Ngo Heng berarti lima baris, dan kiam tin berarti barisan
pedang, maka itu dia cukup dengan memakai lima orang, walaupun
demikian karena sangat banyak perubahannya, lima orang iut bisa
berubah menjadi berlipat lipat tenaga pengaruhnya."
"Jadi lima orang dapat dikalikan dengan lima menjadi dua puluh
lima?" tanya Siauw Pek.
" Demikianlah. Tentang tersiarnya berita, entah keluar dari mulut
siapa, tetapi itu sudah tersiar umum di dalam dunia kang-ouw. Aku
sendiri dahulu pernah aku melihat cara bekerja Ngo Heng kiam Tin
dari Bu Tong Pay itu, benar benar hebat."
siauw Pek melirik kesekitarnya. Ia melihat para pendeta dan
imam sudah bergerak mendekati mereka, mereka mengambil sikap
mengurung. Kho Kong habis kesabarannya, ia segera mengeluarkan sepasang
senjatanya poan-koan-pit yang mirip alat tulis itu.
"Bagaimana dengan Lo Han Tin?" Siauw Pek tanya Ban Liang.
"Lo Han Tin lebih besar pengaruhnya daripada Ngo Heng Kiam
Tin-" "Ah, kalau begitu, kali ini sulit kita menghadapi lawan," kata
sianak muda. "Begitu kiranya, kita harus menggunakan tenaga dan juga otak."
"Bagaimana pikiran loocianpwee?" tanya Oey Eng.
"Barisan apa juga, keistimewaannya ialah cara bekerja samanya,
lalu kegesitannya, cepatnya hubungan satu dengan lain, kalau kita
bisa mencegah cara kerja itu, dapat kita mengganggunya hingga
barisan itu menjadi kacau."
Oey Eng melirik pohon besar disampingnya "Apakah loocianpee
berniat memakai pohon besar ini untuk mencegahnya?" tanyanya.
"Ya, pohon ini besar dan kokoh kuat, tak mudah dibabat kutung.
Sambil menggunakan pohon ini sebagai penghadang atau tameng
kita coba melukai beberapa anggota tin itu, supaya mereka kacau
dan barisannya buyar. Atau merasa jeri, tak nanti mereka berani
mendesak atau mengejar kita."
Selagi mereka bicara, diempat penjuru para pendeta dan imam
sudah semakin dekat hingga segera terlihat bahwa mereka benar
benar telah mengatur tinnya masing masing untuk mengurung. Si
imam memecah diri ke barat, selatan dan utara, jumlah mereka
masing masing berlima, senjata mereka pedang dan pihak sipendeta
dua belas hweesio menjaga diarah timur barisannya panjang.
siauw Pek dengan cepat menghitung musuh mereka itu, lima
belas imam dan dua belas pendeta, mungkin mereka itu akan
mempunyai bala bantuan-
Hanya sebentar, para pendeta dan imam sudah mengurung
sejarak tujuh atau delapan kaki.
Ban Liang memasang mata keempat penjuru, tenaganya diam
diam dikerahkan ditangannya siap untuk menangkis dan
menyerang. Rupanya para pendeta dan imam itu dapat menerka lawan
hendak menggunakan pohon selaku tameng, mereka tak bergerak
mendekati terlebih jauh. Dengan begitu, kedua pihak jadi sama
sama berdiam. Memangnya Ban Liang berempat berdiam tak
bergeming. Dijalan itu berlalu lalang beberapa orang lain tapi ketika mereka
menyaksikan suasana, yaitu sikap kedua rombongan itu, mereka
berjalan terus dengan mengambil lain jalanan. Mereka tak segan
jalan memutar... sekian lama kedua pihak terus berdiam.
Siauw Pek merasa, tidaklah benar apabila mereka berdiam terus
terusan- "Loocianpwee, cara berdiam saja bukan cara yang sempurna,"
sianak muda berbisik pada Ban Liang. "Kita menjadi menyia nyiakan
waktu saja."
"Toako benar" seru Kho Kong, yang habis kesabarannya. "Kalau
kita mesti mati, kita harus mati secara laki laki Mari kita maju"
Berkata begitu, sisembrono ini lompat maju, untuk terus
menyerang seorang imam. Ia menggunakan sepasang senjatanya.
Imam itu melindungi dadanya dengan pedangnya, kakinya
menggeser kekiri.
Belum sempat Kho Kong menarik kembali senjatanya, tiba tiba
dua batang pedang sudah menyerang kearahnya. Dan cepat ia
menangkis. Tapi tidak menanti pedangnya bentrok, kedua imam itu
sudah lekas menariknya kembali. Dilain pihak. dua pedang lainnya
sudah menggantikan menikam pula
Kho Kong segera kena terdesak hingga dia masuk kedalam tin -
barisan rahasia pihaknya Bu Tong Pay itu: Ngo Heng Kiam Tin
Bahkan baru sepuluh jurus, ia sudah menjadi repot sekali membela
dirinya. Dia kena diserang terus menerus Siauw Pek terkejut.
"Benar benar Ngo Heng Tin liehay" bisiknya pada Ban Liang.
"Barisan rahasia Bu Tong Pay ini membutuhkan sedikit orang
maka itu, mudah diaturnya, sedangkan perubahannya tak sebanyak
Lo Han Tin dari Siauw Lim Pay. Memang dengan mengandalkan ilmu
pedangnya, Bu Tong pay itu memperoleh nama besranya. Di dalam
dunia rimba persilatan, ia dapatlah disebut sebagai yang nomor
satu..." Tiba tiba Ban Liang bertiga dikejutkan jeritan "aduh" tertahan
dari Kho Kong, Bahu kiri anak muda itu tergores pedang hingga
darah keluar bercucuran dan segera membasahi separuh bajunya...
Dalam kagetnya, Siauw Pek melesat memasuki barisan rahasia,
untuk menghampiri saudara muda itu, sambil menyerang kekiri dan
kanan pedangnya itu bagaikan menjadi dua.
Hanya segerakan itu, Ngo Heng Tin bagaikan bocor disatu arah,
disamping itu, Kho Kong dengan menahan rasa nyerinya juga
menyerang hebat kekiri dan kanannya, memaksa dua orang musuh
mundur. "Adik, lekas keluar" Siauw Pek serukan saudaranya itu. "Akan
kucoba Ngo Heng Kiam Tin yang sangat termasyhur ini"
Kho Kong tahu diri. Dengan membandel, dia akan menyulitkan
kakak itu. Maka dengan segera dia lompat keluar dari dalam tin itu.
Diselatan dan utara, para imam mendesak. untuk mencegah Kho
Kong. Melihat demikian Ban Liang berseru:
" Lekas mundur" Serentak dengan itu, iapun menyerang, tangan
kanannya menyambar, ia memang telah bersiap sedia sejak tadi.
Justru Kho Kong hampir terkurung pula, justru sambaran "Ngo
Kwie Souw Hu ciu" bekerja dengan cepat sekali. Imam kepala
kelompok selatan dengan seketika telah menurunkan lengan
kanannya, sebab tangan sijago tua tepat menyambarnya. Sedetik
itu juga melompatlah Kho Kong keluar tin
Sebagai sasaran "Ngo Kwie Souw Han Ciu" sambaran tangan
"Lima Hantu Membetot Sukma^ lengan kanan si imam menjadi kaku
mati, hingga tak berdaya dia mencegah lebih jauh mundurnya
siorang she Kho.
" Lekas makan obat ini, supaya lukamu tidak membahayakan"
berkata sijago tua sambil mengeluarkan sebutir pil merah yang terus
diserahkan pada sianak muda.
Kho Kong menyambuti, segera ia telah obat itu, setelah mana
dengan saputangan ia membalut lukanya.
Didalam tin, imam-imam kelompk timur, selatan dan utara, telah
mendesak. tidak demikian yang disebelah barat. Disini, barisan itu
sudah pecah, maka kipalah gerakan seluruhnya. Tapi imam imam
yang ditengah mencoba buat maju juga.
Ban Liang menyaksikan jalannya pertempuran itu, katanya pada
Oey Eng: "Coh Pu cu lie hay sekali. Belum pernah aku siorang tua
melihat ilmu pedang semacam itu. Kalau kita yang maju, baik
kedalam Ngo Heng Tin maupun ke dalam Lo Han Tin, umpama kita
tidak terluka kita akan mati karena keletihan sendiri. Lainlah kalau
kita mengandalkan pada pohon besar itu, bahkan ada kemungkinan
kita bisa melukai satu diantaranya"
Oey Eng membenarkan sijago tua. Iapun telah melihat jalannya
pertempuran itu. ia pula terus menyiapkan pedangnya, untuk
sewaktu-waktu dapat membantu kakaknya.
Sia sia belaka barisan utara membantu barisan barat, bahkan
Siauw Pek membuat mereka terdesak pada satu pojok. Karena itu,
barisan selatan maju, maksudnya untuk mengurung.
Ban Liang melihat gerak gerik lawan, ia tahu apa maksudnya itu,
hatinya menjadi panas.
"Kawanan hidung kerbau tak tahu malu" dampratnya. "Kamu
sudah menggunakan tin, sekarang kamu bertempur silih berganti.
Jikalau perbuatanmu ini tersiar diluaran, dapatkah kamu bergerak
dimuka umum" Tak malukah kamu" Kawanan imam itu tak
menghiraukan dampratan, mereka bagaikan tuli pekak.
"Kita harus memperlihatkan kepada mereka" teriak Kho Kong
mendongkol. "Mereka berlima belas, mereka berkelahi bergantian,
biar toako tangguh, lama lama toako bakal lelah juga."
Didalam tin Siauw Pek sendiri tak menghiraukan jumlah musuh
yang banyak. Tadi ia membuat bagian utara dan barat habis daya,
sekarang ia menyerang yang bagian selatan itu. Hanya sebentar, ia
telah memaksa para penyerangnya terdesak kepojok barat tadi.
Menyaksikan cara bersilat kawannya, kembali Ban Liang kagum
dan memuji. Ia melihat tegas makin lama sianak muda
menggunakan pedangnya makin lincah. Maka ia menonton terus
dengan perasaan hatinya sangat tertarik.
Pihak imam yang terdesak keutaran, mulai menggeser ketimur.
Dilain pihak dua belas pendeta diarah timur mulai bergerak kearah
utara. Seperti kawanan imam merekapun bergerak dengan
perlahan. Terang terlihat, pihak imam sudah kewalahan, maka
mereka mundur mengalah terhadap siauw Lim Pay.
"Tak dapat anak muda itu dibiarkan berlarut-larut melayani lawan
yang besar jumlahnya itu," pikir sijago tua kemudian- " celaka dia
kalau terlalu letih dan kehabisan tenaga. Baik dia ditarik mundur,
supaya kita melawan dengan mengandalkan pohon besar ini..."
Karena memikir begini, la segera berseru: "Saudara kecil, lekas
mundur. Mereka memakai akal bergiliran untuk membuatmu letih
payah" Siauw Pek memutar pedangnya.
"Tahan" tiba tiba ia berseru.
Kawanan imam dan pendeta itu, walaupun semuanya bungkam,
diam diam mengagumi si anak muda. Ketika mereka mendengar
seruan itu, serentak berhenti bertindak maju.
Siauw Pek menyimpan pedangnya kedalam sarungnya, ia
memandang sekalian lawan itu lalu dengan dingin dia berkata: "Para
taysu dan tootiang, kamu sangat mendesak kepadaku rupanya kau
tak rela melepaskan aku, maka itu sekarang aku beritahu, jangan
menyesal kalau aku nanti menggunakan tangan keras" Tajam kata
demi kata sianak muda dan parasnya juga berubah menjadi keren-
Mendengar peringatan itu, para imam dan pendeta tersenyum
tawar. Seorang pendeta, yang mengepalai rombongan itu, yang
tubuhnya tinggi besar, mendadak meluncurkan tongkatnya, untuk
terus diputar, dari sebelah kiri dia menyerang sianak muda.
Sepasang alis Siauw Pek terangkat, tubuhnya mencelat mundur.
Cara ini dipakai untuk menghunus pedang, menyusul mana, baru ia
maju lagi sambil memb ulang balingkannya. Serentak dengan itu
iapun meluncurkan tangan kirinya hingga ia memaksa mundur
seorang imam disebelah kanannya.
Dilain pihak. tahu-tahu dari arah belakang meluncur sebatang
pedang. Tak keburu siauw Pek berkelit atau menangkis, bahunya
kena tergores, bajunya pecah, kulitnya terluka, maka darahnyapun
mengucurlah. Ia terkejut, walaupun luka itu tidak berbahaya. Maka
insyaftah ia akan lihaynya kedua tin itu, yang mestinya dilayani
tanpa boleh lengah. Maka ia segera memikir, Jikalau ia tidak
bersikap keras, pasti pertempuran ini tidak akan ada akhirnya,
bahkan tentu ia bisa celaka.
Setelah berpikir demikian, wajah Siauw Pek menjadi bengis,
kedua biji matanya berputar, sinarnya merah menyorot.
Para pendeta dan imam terkejut menyaksikan roman orang itu,
yang berubah demikian cepat. Tadi tadinya sianak muda bersikap
tenang dan paling-paling beroman keren.
Dibelakang siauw Pek berdiri seorang imam atau murid Bu Tong
Pay. Ia melihat sianak muda berdiam diri saja, bajunya merah
karena darah. Ia menyangka bahwa orang tentunya telah terluka
parah. Bukannya itu kesempatan baginya untuk menyerang, supaya
jasanya tak dirampas pihak Siauw Lim " Ia kemudian melirik kepada
kawan kawannya, memberi isarat untuk Ngo Heng Kiam bergerak
pula. Segera dua orang imam, yang berdiri dikiri dan kanan Siauw Pek,
maju dengan berbareng menyerang secara mendadak dari kedua
sisi Itulah gerakan Jie Liong cut Swie", atau "Dua naga keluar dari
air". Baik orang yang berdiri dibelakang maupun dua yang dikiri kanan
itu, tidak melihat wajah sianak muda, hingga mereka jadi tidak jeri
ataupun bercuriga apa apa. Maka mereka menyerang secara
serempak itu. Siauw Pek gusar tapi dia waspada: matanya dibuka telinganya
dipasang. Ia tahu ada pembokongan. Dalam gusarnya itu ia berseru
tubuhnya berputar. Luar biasa sebat, goloknya telah terhunus,
sedangkan pedangnya dipakai menangkis. Menyusul tangkisan itu,
Hoan Uh It Too digerakkan
"Aduh" menjerit seorang imam ialah murid Bu Tong Pay yang
dikiri. Tak terlihat tegas bagaimana bergeraknya golok ampuh itu,
tahu tahu si imam sudah roboh dengan memuncratkan darah. Yang
hebat ialah tubuhnya menggeletak ditanah dengan telah menjadi
dua potong kepalanya terpisah dari tubuhnya, sedangkan yang
dikanan, pinggangnya tertabas kutung hingga mayatnyapun roboh
dengan mandi darah Dia ini berteriak "aduh" seperti rekannya itu
Hanya sekejap itu, pecahlah Ngo Heng Kiam Tin.
Tiga imam lainnya, yang termasuk rombongan ketiga yang
dibelakang itu, berdiri terpaku.
Dengan begitu, barisan rahasia Lo Han Tin juga berhenti
sendirinya. Sebab semua imam dan pendeta tak ada yang berdiri
tertegun saja kaget dan heran
Siauw Pek memandang kedua kurbannya, setelah itu ia
mengawasi semua lawannya, terus berkata dengan dingin: "Aku
hendak membuat kamu mengenal kepandaian aku siorang she
Coh..." Ia diam sejenak. kemudian menambahkan, "sekarang aku
hendak membinasakan itu pendeta yang bertubuh jangkung yang
memimpin kelompok kiri..." Dengan perlahan ia mengangkat
tangannya yang memegang golok. untuk diarahkan kepada pendeta
yang ia sebutkan itu.
Tatkala itu yang kaget dan heran itu bukan cuma kawanan


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendeta dan imam itu, tapi juga Ban Liang yang telah hendak turun
tangan guna membantui si anak muda hingga sijago tua ini
menggumam sendiri: "Sungguh liehay Itulah tentu ilmu golok Hoan
uh It Too dari Tiang Go..."
Ketika itu juga pihak lawan, dari bersikap menyerang berubah
menjadi bersikap menjaga untuk membela diri. Tegang hati mereka
semua, apalagi mereka melihat sorot mata berapi dari si anak muda
yang diarahkan kepada pendeta yang ia sebutkan barusan, biar
bagaimana, mereka itu bersiap dengan senjata mereka masing
masing, untuk menyerang bersama...
Dila in pihak. kedua mayat segera disingkirkan oleh orang-orang
Bu Tong Pay itu.
Didalam keadaan seperti itu, sunyilah suasana diantara mereka,
semua berdiam: Yang satu hatinya panas membara, yang lain
gentar sekali. "Awas" sekonyong konyong terdengar seruan
peringatan-Dengan tiba tiba juga, berkelebatlah sinar berkilauan
dari golok. "Aduh..." menjerit si pendeta, dengan jeritan yang separuh
tertahan- Karena tubuhnya yang besar roboh seketika. Dan ketika
orang banyak mengawasi, ternyata dadanya telah terluka berlubang
dan darahnya muncrat keluar
Ketiga kurban itu mati seketika dan dengan luka-luka berlainan-
Hal itu sangat mengejutkan dan mengherankan- Tapi karena para
pendeta dan imam telah siap sedia, dengan serentak mereka
menyerang dengan masing masing tongkat dan pedangnya, hingga
semua senjata melurukpada si anak muda
Justru itu, Siauw Pek berlompat mundur. Maka semua senjata
jatuh ketanah tanpa mengenai sasarannya. Hal ini juga membuat
para pendeta dan imam jadi saling mengawasi, saking heran dan
bingung. Sampai disitu, Leng Bu poan Ban Liang bertindak kedepan,
sambil mengawasi semua lawan, dia berkata tawar: "Bagaimana
sekarang, apakah kamu masih ingin melanjutkan pertempuran kita
ini?" Semua pendeta itu bungkam, mata mereka mendelong. Mereka
masih terpengaruh oleh golok ampuh itu, golok pembasmi, golok
yang mematikan Masih beberapa detik suasana sunyi itu, baru pada akhirnya
terdengar satu suara helahan napas disusul dengan kata kata ini:
"Sekarang ini biarpun kami bakal dihukum dengan aturan partai
kami, tak mau kami melanjutkan pertempuran ini..." Dialah seorang
pendeta, yang terus membawa tongkatnya dan ngeloyor pergi.
Melihat kawan itu mengangkat kaki, yang lain-nya lalu menyusul,
tak terkecuali sisa imam imam dari Bu Tong Pay.
siauw Pek mengawasi orang berlalu. ia tidak mengatakan apapun
juga. Hanya, setelah orang pergi jauh, mendadak ia melepaskan
goloknya, terus ia menjatuhkan diri dan duduk numprah ditanah
Ban Liang terkejut. Dia lompat menghampiri.
"Kau kenapa, saudara kecil?" tanyanya, sangat prihatin.
Siauw Pek menghela napas panjang.
"Tidak apa apa," sahutnya, setelah beristirahat sebentar, cukup
sudah" Lalu ia memjamkan matanya.
Sementara itu Kho Kong sudah lama selesai membalut lukanya.
Dia tak kurang suatu apa, karena lukanya luka dikulit dan tidak
parah. Ban Liang yang berpengalaman tahu Siauw Pek letih dan
membutuhkan waktu yang cukup untuk beristirahat, andaikata
musuh datang pula, itulah berbahaya, maka perlu mereka lekas
berlalu dari situ. Maka ia berbisik pada Oey Eng: "Lekas kaupergi
cari kekota, kita mesti segera mengangkat kaki dari sini."
Oey Eng tahu pentingnya kereta dan waktu maka ia segera pergi.
Tidak lama ia sudah kembali bersama sebuah kereta yang ditarik
dua ekor kuda. "Eh, mana kusirnya?" tanya Ban Liang heran-
"Aku telah suruh dia pergi," sahut Oey Eng.
"Bagus" Ban Liang memuji sambil mengangguk. "Asal kita
memberi uang penggantian, itu berarti kita bukan merampas
keretanya ini."
Lalu berdua mereka membantu Siauw Pek naik kereta. Si anak
muda insaf, dia menurut diajak pergi.
"Silahkan loocianpwee juga naik," berbisik Oey Eng. "Untuk
sementara, aku mewakilkan pekerjaan kusir."
Ban Liang merogoh sakunya, mengeluarkan sehelai topeng kulit.
" Kau pakai ini, kau letakkan senjata mu" pesannya.
Oey Eng menurut. ia memakai kedok itu, ia pun meletakkan
pedangnya. Segera setelah itu, ia menyambut membuat kudanya
lari membawa kereta itu.
Ban Liang menyuruh Siauw Pek menyender. Katanya pula:
"Saudara kecil, lekas kau atur pernapasanmu. "
"Tanpa sebab beralasan aku membunuh orang" kata siauw Pek
perlahan- ia menyesal dan menghela napas karenanya. "Tetapi
merekalah yang memaksa aku turun tangan-.."
Memang, tanpa tindakan bengis itu, berempat mereka tak akan
lolos dari kepungan pendeta pendeta dan imam imam itu.
Mengetahui si anak muda menyesal, Ban Liang menghibur:
"Jangan kau berduka, saudara kecil. Siauw Lim dan Bu Tong
ternama besar tapi mereka main keroyok, dengan begitu mereka
telah kehilangan muka, tak apa apabila kau membinasakan tiga
anggotanya. Itu pula suatu tanda peringatan- Sekalipun di muka
umum, orang tak akan menyalahkan kau."
" Walaupun demikian, kita terpaksa menanam bibit permusuhan
dengan kedua partai itu," kata Siauw Pek. Sijago tua tertawa.
"Biar bagaimana, jangan kaupikirkan itu, saudara kecil.
Merekalah yang mengirim orang orangnya yang liehay mengejar
dan mengepung kita, mereka agaknya tak puas sebelum mereka
berhasil menawan kita, mati atau hidup, Apakah kita mesti manda
ditelikung" sudah wajar kita melakukan perlawanan- Didalam
pertempuran, musuh mati atau kita hidup atau sebaliknya, itulah
biasa. Paling benar saudara beristirahat. Mungkin didepan kita
menanti lain rintangan pula, bahkan yang terlebih hebat, maka itu,
perlu kita bersiap sedia menghadapinya"
Siauw Pek menghela napas. ia memejamkan matanya.
Oey Eng melarikan keretanya dijalan kecil yang tidak rata itu,
hingga roda-rodanya menyebabkan ngepulnya debu. Setelah lewat
belasan lie, mereka tiba disuatu jalan cagak.
la lalu menahan kudanya.
"Loocianpwee, kita menuju kemana ?" ia tanya Ban Liang. Jago
tua itu menyingkap tenda kereta, untuk melihat kesekitarnya.
"Kebarat", katanya kemudian.
Oey Eng melarikan keretanya pula. Sampai magrib, kedua kuda
kereta berlari perlahan-Itulah sebab keletihannya. Ban Liang
melongok keluar.
"Perlu kita cari tempat singgah," katanya. "Kita perlu bersantap.
Besok baru kita melanjutkan perjalanan pula . "
Oey Eng mengawasi keempat penjuru. Disebelah barat tampak
sinar api. Maka ia tujukan keretanya kesana.
Cahaya api itu nampak dekat tetapi nyatanya mereka mesti
melewati dahulu perjalanan setengah jam baru bisa mereka sampai
dan mendekatinya. Itulah api dari sebuah gubuk tunggal ditengah
tegalan- Dari dalam gubuk terdengar suara orang membaca kitab.
Kasihan sepasang kuda kereta itu, saking lelahnya keduanya
roboh begitu mereka dihentikan larinya. Ban Liang melihat keluar.
"Dirumah itu tentu ada barang makanan," katanya. "Kita cari
barang hidangan selama itu kuda kita dapat beristirahat dan makan
rumput, setelah itu kita melanjutkan perjalanan kita."
Oey Eng mengangguk sedang hatinya berpikir: "Anak sekolah
tinggal dirumah tunggal ditengah tegalan belukar seperti ini,
sungguh luar biasa Dapatkah dia hidup menyepi dan menderita "
Dia melebihi sikap orang yang mengerti silat "
Tatkala itu Siauw Pek sudah beristirahat cukup, ia turun dari
keretanya. Ban Liang melepaskan kedua ekor kuda, sambil bekerja, ia
berkata pada Oey Eng: " Untuk tidak mencurigakan, atau
membuatnya kaget, baik kau yang pergi kegubuk itu Kalau kita
pergi kesana, dalam cuaca segelap ini, kita bisa menerbitkan
kecurigaan orang "
Oey Eng menurut. ia segera pergi kegubuk itu dan mengetuk
pintunya, dua kali, dengan perlahan-
Dari dalam rumah, suara membaca masih terdengar terus.
Nadanya berirama. Rupanya seseorang tengah asyik membaca
hingga ketukan pintu tak terdengar.
Oey Eng mengetuk pula, kali ini dengan lebih keras- Iapun
memperdengarkan suaranya: "Aku orang didalam perjalanan mohon
bertanya" Baru setelah itu, suara membaca berhenti, disusul dengan
pertanyaan yang terang jelas: "Siapa?"
"Aku mohon bermalam," kata Oey Eng, "Akupun mohon barang
makanan-" Pintu segera dibuka. Diambang pintu muncul seorang muda
dengan baju biru. Dia membawa lentera, yang diangkatnya tinggi,
untuk menyuluhi. Setelah mengawasi tetamunya, dia berkata:
"Siauw seng tinggal seorang diri disini buat belajar ilmu surat,
aku juga tidak pandai masak. maka aku makan seada-adanya saja,
hingga aku tak dapat melayani hatimu.
Baiklah tuan-tuan pergi kira kira sepuluh lie, disana ada sebuah
penginapan dimana tuan tuan bisa singgah untuk bersantap dan
bermalam juga." Habis berkata begitu, anak muda itu menutup
pintunya. Oey Eng berdiri tercengang. Inilah penyambutan, diluar
dugaannya. Ketika ia sudah sadar ia lalu menoleh kebelakang.
Kiranya Ban Liang bersama Siauw Pek dan Kho Kong sudah berdiri
dibelakangnya itu.
"Coba tolak pintunya," berkata Ban Liang perlahan-
Oey Eng menurut. Sambil menolak. iapun berkata nyaring:
"Saudara, tolong bukakan pintu Lekas"
Tidak ada jawaban, bahkan apipun padam. Itulah tanda orang
tidak mau, atau tidak berani membukakan pintu.
Si orang she Oey menjadi mendongkol. Katanya didalam hati:
"Anak sekolah harus bermurah hati Siapa tahu dia justru buruk."
Dalam sengitnya, dia menolak pintu dengan keras.
Tak kuat pintu itu bertahan, kedua belah daunnya segera
menjeblak terbuka. Tapi ruang dalam gelap petang, tak nampak
benda apa juga.
"Saudara, tolong nyalakan lilin" Oey Eng minta. "Tak dapat kami
jalan sembarangan di dalam sini, nanti kami kena membikin rusak
barang barang perabotan rumah tangga..."
Belum berhenti suaranya itu, orang she Oey ini tiba-tiba ingat:
"Dia tinggal seorang diri ditempat belukar dan sunyi begini, dia juga
membaca kitab sampai malam, mesti selalu ada kemungkinan dia
nanti disatroni orang jahat. Bisakah dia hanya seorang anak sekolah
" Kenapa dia tak kenal takut ?"
Ketika Oey Eng berpikir demikian saat itulah dia mendengar
suara sabar dari dalam rumah: "Tuan tuan, paling baik kamu
mendengar nasehatku Sebaiknya kamu lekas lekas berlalu dari sini"
Tanpa menjawab, Ban Liang segera meng luarkan bahan apinya,
segera dinyalakan hingga ia bisa melihat tegas ruang rumah itu,
yang luasnya kira kira setombak persegi. Apa yang mereka lihat
membuat mereka terkejut.
Ditengah ruang terletak dua buah peti mati yang diperlengkapi
dengan selembar tirai putih dimana ada dilukiskan gambar seorang
lelaki dengan roman gagah dan seorang nyonya usia pertengahan
yang raut mukanya cantik.
Hanya sedetik siauw Pek semua terkejut, lalu mereka tenang
kembali. Ban Liang maju satu tindak, menyulut lilin diatas meja abu
didepan sepasang petimati itu, hingga seluruh ruang menjadi
terlebih terang.
Disatu pojok terlihat seorang muda dengan baju biru yang
tangannya mencekal sejilid buku. Nampak parasnya yang murka.
Ketika itu, dia berkata dengan dingin: "Tuan tuan masuk kemari
dengan merusak pintu, tidak bedanya itu dengan perampok"
Oey Eng tidak puas, hendak dia menjawab keras, tetapi Siauw
Pek mendahuluinya. Anak muda ini lalu memberi hormat.
"Maaf, tuan," katanya, "kami tiba disini karena diburu buru
waktu, hingga kami lelah dan kuda kami letih hingga merasa lapar
sekali. Disamping itu kamipun tidak tahu bahwa saudara justru
tengah berkabung, karenanya jadi berbuat keliru. Harap saudara
sudi memaafkan-"
Sementara itu Kho Kong berpikir.
"Besar juga keberanian anak sekolah ini Rumah ini mencil
ditanah belukar, dia mendampingi dua buah peti mati, dia pula
membaca seorang diri diantara api pelita dan sunyi senyap..."
Pemuda itu bertindak mendekati meja, dia menyulut lilin yang
kedua. "Apakah yang tuan tuan hendak minta dari siauw seng?"
tanyanya. "Silahkan lekas sebutkan"
Suara orang muda ini dingin tetapi ia tetap menyebut "siauw
seng" sebagai gantinya "aku" dengan begitu ia telah merendahkan
dirinya. Siauw seng berarti pelajar kecil (muda).
"Kami sudah lapar sekali, kami minta sedikit saja barang
makanan," berkata Siauw Pek, "Tentu, sekali kami tidak akan makan
cuma cuma, kami akan mengganti sejumlah uang." Pemuda itu
tertawa hambar. Katanya:
"Ditempat sunyi ini dimana ada sedia barang makanan" Aku lihat,
baiklah tuan tuan menahan lapar saja dan lekas pergi kesebelah
depan dimana ada rumah persinggahan dan makanan-.."
Habis sabar Kho Kong, yang semenjak tadi membungkam saja.
"Katamu tempat sunyi dan tak ada makanan," katanya sengit.
"Habis mungkinkah kau hanya makan angin saja?"
Siauw Pek hendak mencegah saudaranya itu tetapi ujung
bajunya secara diam diam ditarik Ban Liang, maka terpaksa ia diam
saja. Anak muda itu membuka lembaran bukunya, terus ia duduk. dan
berkata: "Kaulah seorang kasar dan sembrono, siauw seng tak mau
berurusan denganmu." Dan terus dia membaca dengan suara
nyaring dan tinggi.
"Anak sekolahan ini sombong, tawar dan mau hidup sendiri, dia
tak mirip miripnya seorang pelajar" kata Kho Kong dongkol sekali,
"tak dapat tidak. dia perlu diacar adat"
"Benar juga," pikir Siauw Pek. Iapun tidak puas terhadap
kelakuan tuan rumah itu. "Kenapa dia nampak sabar sekali tapi
kasar..." Anak muda itu tidak memperdulikan sikap Kho Kong, dia
membaca terus, suaranya makin tinggi, makin keras. Hingga dia
menyebabkan Oey Eng dan Ban Liang turut mendongkol.
Lalu si jago tua membisiki si orang she Oey : "Pergi kau rampas
bukunya, supaya ia tidak dapat membaca Kita akan lihat, apakah
sikapnya lebih jauh"
Oey Eng mengangguk. ia bertindak menghampiri tuan rumah
yang sikapnya aneh itu.
"Kau membaca buku apa, tuan?" tanyanya. "Bolehkah aku


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

numpang melihat?" Di mulut ia berkata manis, tahu-tahu tangannya
sudah menyambar, hingga buku pemuda itu sudah berpisah tangan-
Anak muda berbaju biru itu mengawasi perampas bukunya, ia
duduk terus, sama sekali ia tidak gusar atau bersikap menentang.
Dengan buku ditangannya, Oey Eng memandang anak muda itu,
dengan tawar ia berkata^ "Tuan membaca kitab nabi, sudah
selayaknya jikalau tuan bermurah hati. Kenapa buktinya sekarang
tuan begini cupat pikiran?"
Pemuda itu memperlihatkan wajah gusar, dia tidak membantah
hanya dengan dingin dia berkata: "Jikalau tuan-tuan tidak segera
meninggalkan tempat ini, harap jangan menyesaliku apabila aku
berlaku kurang ajar terhadap kalian." Tiba-tiba Ban Liang tertawa
terbahak-bahak.
"Tuan," katanya. "karena tuan berani berdiam ditempat belukar
ini bersama sama dua buah peti mati dan dapat membaca buku
dengan tenang, teranglah bahwa kau bukannya sembarang orang,
kau bukan lagi si pelajar yang tubuhnya lemah tak berdaya..."
"Kamu mau pergi atau tidak?" bentak si anak muda. Dia gusar
sekali. Dia pula tidak mau melayani bicara, dia hanya main usir
"Sungguh mulut besar" berkata Ban Liang. "Aku si tua tidak
maupergi dari sini, kau dapat berbuat apakah?"
"Sudahlah" Siauw Pek datang sama tengah. "oleh karena orang
tidak sudi ketumpangan kita, marilah kita pergi" Ia terus menoleh
kepada Oey Eng, dan menyambungi: "Lekas kau kembalikan
bukunya itu "
Oey Eng paling menghormati ketua itu, tanpa berkata apa-apa
dengan kedua tangannya ia mengangsurkan, mengembalikan buku
orang itu. Si anak muda menyambuti bukunya, segera tampak hawa
amarahnya berkurang. Tapi segera dia mengulapka n tangannya
sambil berkata pula: "Tuan-tuan berempat, lekaslah kamu pergi.
Dengan sebenar benarnya disini kami tak dapat berdiam lama lama"
Siauw Pek merangkap kedua tangannya memberi hormat.
"Maaf, kami mengganggumu" katanya, terus dia mendahului
memutar tubuh untuk pergi berlalu.
Ban Liang bersama sama Oey Eng dan Kho Kong lalu mengikuti
ketua itu keluar dari rumah gubuk itu.
Segeralah terdengar suara daun pintu menggabruk, pertanda
pintu rumah itu telah ditutup dengan dibanting
"Sungguh manusia cupat pikiran" kata Kho Kong murka.
"Mesti ada sebabnya," berkata Ban Liang. "Perlu kita mencari
tahu..." Mereka kembali ketempat mereka, untuk merapihkan kuda
kereta, setelah bersama sama mereka mengumpatkan diri diantara
ruyuk di dekat rumah gubuk itu.
siauw Pek tidak menentang perbuatan Ban Liang bertiga. Ia tahu
perbuatan mereka ini tidak pantas sebab itu berarti tak keruan
keruan mengintai orang lain akan tetapi iapun heran atas sikap
orang yang sangat luar biasa itu.
Lewat beberapa saat, cahaya api lilin didalam rumah gubuk
padam. Menyusul itu terdengar suara keras berulang ulang,
mungkin itulah suara orang membuka atau membongkar peti mati.
Itulah mengherankan. Bila tadinya mereka tidak melihat peti mati,
barangkali mereka tidak menerka demikian-
Dengan sendirinya terasalah sesuatu suasana yang
menyeramkansebenarnya
suara itu kesunyian kembali menguasai rumah gubuk
serta sekitarnya. Iapun mengherankan- Hati Ban Liang sangat
terpengaruh. "Siapa yang mau turut aku pergi menghampiri gubuk itu?" ia
tanya kawan kawannya. "Aku?" menyahut Oey Eng dan Kho Kong
berbareng. Sebab dua dua pemuda ini sangat tertarik hatinya.
Ban Liang mengawasi kedua kawan itu.
"Saudara Oey, mari kau yang turut aku" katanya tertawa. Ia
bangun berdiri, untuk berlompat keluar dari dalam ruyuk. untuk
terus lari kearah rumah. Oey Eng segera mengikuti orang tua itu.
Ban Liang berlaku waspada, bahkan selagi mendekati gubuk ia
perlahankan tindakan kakinya. Ia percaya pemuda baju biru yang
aneh itu pasti mempunyai kepandaian yang istimewa. Gerak gerik
orang itu sangat mencurigakan-
Tiba dijendela, dua orang itu menghentikan tindakannya. Mereka
memasang telinga sambil mengawasi kedalam gubuk. Ruang gelap
sekali karena adanya alingan gorden-Rumahpun sangat sunyi.
Saking penasaran, Ban Liang bertindak kepintu belakang. Disini,
pintu tak ada gorden penghalangnya. Ia menajamkan sebelah
matanya, untuk mengintai kedalam.
Si anak muda berbaju biru tampak duduk di depan peti mati yang
kiri. Tutup peti itu sudah terbuka. Didalam peti itu kelihatan sesosok
tubuh orang lagi duduk dengan sebelah tangan diulur keluar, tangan
itu menampak kedua belah tangannya si anak muda. Mereka berdua
bagaikan saling menolak.
Kaget orang tua ini, hingga dengan hati bercekat ia mundur dua
tindak. Sebaliknya, Oey Eng bertindak kesisi orang tua, untuk berada
disebelah depannya. Ialah yang sekarang menggantikan mengintai
kedalam rumah gubuk itu, hingga ia menampak pemandangan yang
serupa, yang membuat hatinya gentar.
Oey Eng dapat melihat dengan terlebih tegas. Si pelajar berbaju
biru bukan saja menolakkan kedua belah tangannya kepada tangan
orang yang bercokol didalam peti mati itu, bahkan mulut mereka
seperti menghembuskan asap putih yang bercampur jadi satu
Rupanya yang satu lagi mengeluarkan tenaga dalamnya dan yang
lainnya lagi menyambuti, menerimanya
Oey Eng bernyali besar akan tetapi tak berani ia mengawasi
terlalu lama, iapun lalu mengundurkan diri.
Dengan diam diam keduanya kembali keruyuk mereka tanpa
mereka tahu, si anak muda mengetahui pengintaian mereka atau
tidak. Hanya, sampai mereka berada didalam ruyuk, dari dalam
gubuk tidak terlihat atau terdengar gerak gerik apapun juga.
"Apakah ada sesuatu yang bagus dilihat?" tanya Kho Kong^
"Sungguh tak sedap diminta" sahut Oey Eng menggeleng geleng
kepala. "Apakah yang tak sedap dipandang?" tanya pula Kho Kong.
Oey Eng memberi keterangan pada saudara keduanya itu
tentang apa yang disaksikannya didalam rumah gubuk itu.
"Begitu?" kata Kho Kong terheran heran- "Apakah dia hendak
menghidupkan pula orang yang telah mati itu?"
"Mungkin- Mungkin orang itu telah terluka parah." berkata Ban
Liang. "Jikalau itu benar, pastilah si pelajar seorang tabib luar biasa,"
berkata Oey Eng yang heran bercampur kagum.
"orang itu tidak bersangkut paut dengan kita," berkata Siauw
Pek. "Dia tak sudi ketumpangan kita, mungkin itulah sebabnya.
Tidak usah kita berkecil hati. Mari kita lekas melanjutkan perjalanan
kita." Urusan sipemuda berbaju biru membuat Ban Liang semua lupa
pada perut mereka yang kosong tetapi kata kata siauw Pek ini
mengingatkan mereka, maka kembali mereka merasakan
keinginannya untuk makan yang sangat.
"Marilah " Kho Kong berkata sambil mendahului bangkit. "Perlu
kita cari dahulu rumah makan, buat menangsal perut kita..."
JILID 21 Tapi, belum berhenti suaranya itu, mendadak ia menjatuhkan diri
untuk duduk pula.
Ban Liang tahu apa sebabnya kelakuan kawannya ini. Ia sudah
mendengar suara tindakan kaki yang berat yang mendatangi. Maka
ia segera melongo kearah barat dimana tampak dua sosok tubuh
hitam sedang mendatangi, jalannya sangat perlahan, tindakannya
sangat berat. "Agaknya rumah gubuk itu menyimpan sesuatu yang aneh," kata
jago tua kemudian-
"Benar," berkata Oey Eng. "Kita telah menemui hal-hal ini, aku
rasa perlu kita cari tahu sampai diakarnya...."
Dua sosok tubuh itu datang semakin dekat, hingga tampak tegas.
Siauw Pekpun melongo, ia melihat, itulah dua orang dengan pakaian
serba hitam tengah menggotong sebuah bale-bale. sekarang
mereka itu berjalan cepat, saban saban mereka pula menyeka peluh
dimuka mereka. Diterangnya bintang-bintang, Siauw Pek melihat
bahwa kedua orang itu rupanya habis melakukan suatu perjalanan
jauh dan agaknya mereka sudah sangat letih hingga tenaganya
hampir habis......
Hati sianak muda tercekat.
"Benar-benar aneh" pikirnya. "Tempat ini sebuah tegalan yang
sunyi sekali. Dan pemuda berbaju biru, pelajar itu, aneh sifatnya
Kenapa dia tinggal menyepi" Kenapa dia tak menyukai tetamu" Dan
orang orang itu" Bukankah mereka orang orang yang telah terluka
parah, yang datang buat minta pertolongan tabib" Aneh pemuda itu
Dia suka menolong orang, kenapa dia tak sudi membagi nasi kepada
kita?" Saking herannya, siauw Pek menoleh kepada Ban Liang.
"Locianpwe," tanyanya perlahan, "sebenarnya pemuda baju biru
itu sedang melakukan apa didalam rumahnya?"
orang yang ditanya menggeleng kepala.
"Aneh, dia aneh sekali" sahutnya. "Dia nampaknya sedang
menolongi orang, atau dia lagi melakukan suatu percobaan.........."
"Percobaan?" Siauw Pek tanya.
"Benar Mungkin dia lagi mencoba semacam ilmu silat istimewa
Ataupun itulah semacam obat, yang dia mencobanya terhadap
mayat atau orang yang terluka.........."
Kata-katanya si jago tua sederhana saja akan tetapi didalamnya
terselip apa-apa yang mengerikan atau menyeramkan- Disitu
disebutkan hal mayat..... Kho Kong menepuk kepalanya sendiri.
"Locianpwe, percobaan apakah itu?" dia tanya.
Ketika itu dua orang ang menggotong bale bale itu sudah tiba
disamping rumah.
"sukar untuk mengatakannya," sahut Ban Liang atas pertanyaan
sembrono. "Mungkin dia sedang mencoba suatu cara pengobatan
yang luar biasa sekali. coba orang itu berada disini, pasti dia ketahui
apa sebenarnya perbuatan pemuda itu........."
"Siapakah orang yang locianpwe maksudkan itu?" tanya Oey Eng.
"Dialah orang yang kita hendak cari. Dia cerdas melebihi
kebanyakan orang, pada dua puluh tahun yang lampau pernah dia
mengatakan kepada aku bahwa didalam dunia rimba persilatan
tampak alamat pembunuhan hebat, bahwa itu akan terjadi dua
puluh tahun kemudian- Walaupun loohu tahu dia pandai tetapi
ramalannya buat dua puluh tahun mendatang, loohu ganda tertawa
saja. Siapa tahu baru lewat luma atau enam tahun telah terjadi
peristiwa pek ho bun yang hebat dan menyedihkan"
Baru saja sijago tua berkata begitu, tiba tiba dari dalam rumah
gubuk itu terdengar siulan yang nyaring, yang memecah kesunyian
sang malam. Maka jago tua, begitupun ketiga kawannya segera
berpaling kearah rumah gubuk itu Pintu gubuk tampak terpentang.
Dua orang berbaju hitam tadi menggotong bale-balenya masuk
kedalam gubuk itu, segera terlihat nyalanya api. Kemudian, kedua
daun pintu sudah segera ditutup pula.
"Aneh" Siauw Pek berseru perlahan- "Kita telah menyaksikan
kejadian ini, mana dapat kita berdiam saja?"
"Saudara benar," kata Oey Eng. "inilah kejadian aneh, yang perlu
kita selidiki."
Ban Liang sama tertariknya seperti si anak muda walaupun dia
telah sangat banyak pengalamannya. Kejadian seperti ini belum
pernah dia melihat atau mengalaminya .
"Kedua saudaraku tolong kamu berdiam disini" kata Siauw Pek
kemudian, "kamu harus bersiap sedia, supaya bila terjadi sesuatu
diluar dugaan, kamu dapat segera turun tangan, untuk menyambut
kami, bersama Ban Locianpwee hendak aku mendekati gubuk itu
untuk melihat lihat itulah peristiwa jahat dan kejam, tak dapat kita
berpeluk tangan saja membiarkannya"
Oey Eng dan Kho Kong merasa sangat aneh tapi mereka harus
menahan sabar, supaya mereka dapat mentaati kata kata ketua
mereka. Demikian mereka menerima tugas bersiap sedia.
"Baik, toako" kata mereka. "Kami akan berjaga-jaga disini" Siauw
Pek segera berpaling kepada Ban Liang.
"Loocianpwee, mari" ia mengajak. Lalu sambil mendadak. ia
keluar dari dalam gerombolan semak semak itu, untuk berlari
menghampiri rumah gubuk. Tentu saja ia menjaga supaya ia tidak
menerbitkan suara tindakan kakinya. Ban Liang menyusul, tetapi
lebih dahulu ia memesan Oey Eng dan Kho Kong, katanya: "Apa
yang kita lihat sekarang sangat aneh, maka itu, sebelum kita
memperoleh kepastian tidak boleh kita membuat orang merasa
terganggu ketenangan atau usahanya. Kamu berdua saudarasaudara,
kamu harus dapat berlaku sabar, seandainya kamu
menemukan sesuatu, jangan segera kamu turun tangan tapi
berikanlah kabar lebih dulu kepada kami" Oey Eng memberikan
janjinya. Setombak berpisah dari rumah gubuk. Siauw Pek berhenti. Tak
mau ia membuat sipemuda mendengar gerak geriknya, sambil
berdiri ia mengawasi tajam kearah rumah gubuk. ia melihat samar
samar bergeraknya bayangan orang, rupanya orang tengah sibuk
sekali. Ban Liang menyusul pemuda itu, ia lalu berbisik: "Dari sini tak
dapat kita melihat tegas. Mari kita pergi kedepan."
Siauw Pek mengangguk, ia mengikuti jago tua itu. Ia langsung
menghampiri pintu, untuk mencoba melihat kedalam. Secara tiba
tiba ia merasakan hatinya kaget, hampir saja ia mengeluarkan
seruan tertahan-
Didalam rumah, keadaan jauh berbeda daripada keadaan tadi.
Kedua peti mati telah terbuka kedua dua tutupnya dan didalamnya
masing masing bercokol seseorang.
orang yang dikiri umurnya lebih kurang empat puluh tahun,
beroman tampan, cuma parasnya pucat pasi, tak ada darahnya
setetes juga. Dia mengenakan karpus bulu dan bajunya dari kain
kasar. orang didalam peti mati kanan itu adalah seorang wanita usia
pertengahan, parasnya cantik sekali, alisnya lentik bagaikan
rembulan sisir, rambutnya
dibungkus dengan pita putih. Hanya bajunya, pakaian putih
untuk berkabung. Sianak muda tuan rumah juga sudah berganti
dandanan- Secarik kain putih sebatas pinggangnya menutupi
sebagian bajunya. Didepan kedua peti mati terdapat sebuah peti
kayu, yaitu gerobak, yang tutupnya terpentang hingga terlihat
didalamnya beberapa pisau kecil yang tajam mengkilap seperti
banyak peles batu kumala, ada juga sebuah gunting. Kedua orang
berbaju hitam rupanya sudah sangat letih, mereka tidur disisi peti
mati. Muka mereka berdua pucat sekali, hingga nampaknya
menakutkan-Bale-bale yang tadi digotong terletak dengan tertutup
kain hitam, entah apa yang ditutupi, dilihat dari bentuknya itulah
mirip manusia atau orang yang sedang tidur nyenyak.
Suasana didalam ruangan itu menyeramkan-
Selagi Siauw Pek mengawasi, ia melihat kedua mayat dari kedua


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peti mati bergerak sedikit, menyusul itu mereka membuka mata
mereka masing-masing Maka mata mereka itu lalu melihat kelilingan
dengan sinarnya yang tajam.
"Liehay tenaga dalam mereka" pikir Siauw Pek terperanjat. Si
anak muda berbaju biru dengan sebat menjemput sebuah botol
kecil dari dalam geroboknya itu, dengan cepat ia menuang isinya,
dua butir obat gulung, obat mana segera dimasukkan ke dalam
mulut dua orang pria dan wanita itu, seorangnya sebutir.
Habis menelan obat, dua orang itu memejamkan mata, terus
mereka merebahkah diri, setelah mana dengan cepat sianak muda
berbaju biru menutup pula masing-masing petinya, kemudian lagi
sehelai papan diletakkan diatas kedua peti mati itu. Diatas papan itu
dia meletakkan bale bale tadi. Paling akhir dia mengambil api lilin,
buat ditaruh diatas peti mati itu.
Terus menerus Siauw Pek mengawasi, sementara hatinya
berpikir: "Dilihat dari gerak geriknya, dialah seorang tabib, akan
tetapi dilihat dari kelakuannya, bukan itu, sebab dia kekurangan
rasa cinta kasih sesamanya. Entah apa yang sedang dia lakukan?"
SElagi anak muda berpikir begitu, ia melihat sianak muda berbaju
biru menyingkap kain penutup bale bale. Dia itu menggunakan
tangan kirinya. Kembali Siauw Pek tercengang. Yang rebah dibale
itu adalah seorang wanita muda yang tidur nyenyak. sebagaimana
terdengar suara dengkurnya dan mukanya merah dadu.
Mulanya anak muda baju biru itu nampak girang, tapi sesaat
kemudian, wajahnya menjadi dingin. Lalu ia menarik sehelai sapu
tangan hitam, yang dia pakai menutupi muka sinona. Lalu dia
meloloskan ikun- atau kain sarungnya sinona. Pada akhirnya, dia
menepuk tiga kali kepada bilik disisinya. Siauw Pek melihat tepukan
itu berat, sampai bilik sedikit menggetar. Menyusul itu, tanah disatu
pojok mendadak terbalik, lalu dari situ dari dalam tanah lompat
seorang kacung umur lima atau enam belas tahun, yang bajunya
hijau. Dia membungkuk kepada sianak muda seraya berkata: "Jieya
memanggil hambamu?"
"Jie ya" ialah sebutan untuk tuan yang nomor dua.
Sianak muda menoleh mengawasi orang dengan tawar, katanya:
"Beri tahu pada toaya supaya dia berhenti dahulu, karena orang
yang kita culik malam ini kembali tak dapat digunakan."
"Toaya" ialah panggilan untuk tuan atau majikan yang nomor
satu. Kacung itu menyahuti, dia melompat keliang darima na dia
datang, lalu dia menghilang. Tutup lantai itu, yang terbuat dari besi,
segera tertutup pula. Pesawat rahasia itu tak nampak. sebab pintu
atau tutup besinya, diberi warna sama dengan warna tanah. Yang
aneh ialah ditempat belukar itu, didalam sebuah rumah gubuk.
mempunyai pintu rahasia semacam itu.
Selagi sianak muda berpikir, telinganya mendengar suaranya Ban
Liang: "Tidak dapat kita berdiam lama ditempat semacam ini, mari
kita lekas berlalu" Dan jago tua itu lalu memutar tubuh dan berlalu
pergi. Siauw Pek segera menyusul. Ia melihat jago tua itu berlalu
secara kesusu sehingga sebentar saja tiba ditempat Oey Eng dan
Kho Kong. Tanpa mengatakan sesuatu, dia menarik tangan kedua kawan
itu, buat diajak lari. Pergi
Siauw Pek terus mengikuti, iapun berlari lari. Ban Liang lari terus
sejauh sepuluh lie lebih, baru ia berhenti dibawah sebuah pohon
kayu. Oey Eng, Kho Kong turut berlari lari tanpa mereka mengerti apa
sebabnya, selama itu, tak sempat mereka menanya sesuatu, sedang
herannya bertambah
tambah. SEtelah berhenti lari, habislah sabar Kho Kong.
"Loocianpwee, apakah artinya kelakuanmu ini?" dia bertanya.
Jago tua itu hela napas berulang ulang.
"Sungguh berbahaya" katanya.
Siauw Pek segera mengerti.
"Locianpwee, apakah kau telah melihat sesuatu mengenai sepak
terjangnya pemuda berbaju biru itu ?" tanyanya. Ban Liang berpikir
sejenak. "sekarang ini loohu belum bisa mengatakan apa apa" sahutnya,
"hanya melihat keadaan, loohu mau menerka jangan jangan itulah
dia." "Siapakah dia itu, loocianpwee?" tanya pula sianak muda itu.
"Amat panjang menuturkannya saudaraku" sahut Ban Liang yang
terus menengadah langit mengawasi bintang bintang. ia pun
menghela napas panjang. Dan baru melanjutkan-
"Tiga puluh tahun yang silam, didalam dunia Kang ouw itu telah
terjadi hal yang dikata satu peristiwa besar, yang sangat
menggemparkan, hanya kemudian, kegemparan sirap dengan cepat.
Maka juga, orang yang masih ingat peristiwa itu, tak banyak
lagi........"
"Peristiwa apakah itu?" Kho Kong tanya.
"Pada masa itu dalam dunia Rimba Persilatan telah muncul
seorang yang luar biasa. Dia menyebut dirinya ceng Gie Loojin, yang
berarti si orang tua yang mengutamakan keadilan atau peri
kebajikan. Dia mempunyai kepandaian misalnya saja dapat
menghidupkan orang yang sudah mati. Dan sejak munculnya orang
tua aneh itu maka didalam dunia rimba persilatan telah
bermunculan beberapa orang yang sudah lama sekali lenyap tanpa
berita." "Apakah ada hubungannya ceng Gie Loojin dengan orang orang
yang telah lama hilang itu tetapi muncul pula secara mendadak?"
"Ya, ada. Mereka adalah orang orang yang ternama."
"Mungkinkah ceng Gie Loojin pandai sekali menyamar hingga dia
dapat memperdayakan orang banyak?" Siauw Pek bertanya.
"Kalau hanya ilmu menyamar yang umum, itu tak akan
menggemparkan dunia" Si anak muda heran sekali.
"Habis cara apakah dia pakai buat membikin orang sama
wajahnya?"
"Itulah suatu pendapatan aneh dalam dunia ketabiban ceng Gie
Loojin itu, asal ia dapat melihat orang satu kali, lantas la bisa
membuat seorang yang mirip segalanya."
"oh, begitu" kata Kho Kong kagum.
"ceng Gie Loojin menyebut dirinya loojin- orang tua tentulah
umurnya sudah tak muda lagi?" berkata Siauw Pek.
"Tidak salah."
"Akan tetapi s i pelajar berbaju biru yang kita ketemukan itu
usianya belum lanjut......"
"Walaupun pelajar berbaju biru itu bukannya ceng Gie Loojin
sendiri, mungkin dialah murid siorang tua." Siauw Pek berpikir.
"Apakah ini cuma terkaan loocianpwee saja?" Ban Liang
menggeleng kepala.
"Bukan- Aku melihat suatu rahasianya."
"Apakah itu" Apakah yang mencurigakan?"
"Itu karena diatas peti obat obatannya aku melihat sebuah cap
yang menjadi tanda dari ceng Gie Loojin."
"Dengan begini-jadinya pada beberapa puluh tahun yang lampau
itu loocianpwee pernah melihat sendiri ceng Gie Loojin-..."
"Ah Iutlah kejadian dari banyak tahun yang berselang. Tatkala itu
dunia Rimba Persilatan sedang gempar dengan nama besar dari
ceng Gie Loojin, walaupun demikian, orang yang pernah bertemu
atau melihatnya sendiri tidak banyak......, itulah pada suatu malam
sudah larut malam, ketika diluar kehendakku, jadi secara kebetulan,
aku mendatangi tempat kediaman sementara orang yang kenamaan
itu....." "Kalau demikian, pantas loocianpwe berkesan mendalam
mengenai dia."
"Loocianpwee," campur bicara Oey Eng yang diam saja sejak
tadi, "apakah loocianpwee pernah menderita dari dia disebabkan
locianpwe ditempat dia
itu?" Dan berkata begitu anak muda ini mengawasi muka orang tua
itu. "Tidak Aku tidak sampai diubah macam wajahku oleh dia. Hanya
melihat caranya mereka bekerja menjalin wajah seseorang."
Ban Liang berdiam sejenak. baru dia melanjutkan keterangannya:
"Ketika itu belum lama aku ceburkan diri dalam dunia kang ouw.
Aku telah ditotok jalan darahku, lalu aku digotong kekamar didalam
tanah. Entah karena kealpaan orang2 bawahannya, atau mungkin ia
sengaja berbuat baik kepadaku, mereka telah kelupaan menotok
otot gaguku, bahkan aku masih dapat menggerak geraki
tubuhku....."
"Mungkin itu disebabkan kealpaan." berkata Siauw Pek.
"oleh karena itu dengan mataku aku bisa melihat dan telingaku
bisa aku mendengar. Itu waktu didalam kamar itu sudah terdapat
beberapa orang yang telah dibalut mukanya dengan kain putih...."
"oh begitu?" kata Kho Kong heran, sedangkan hatinya berdenyut.
Ban Liang mengangguk.
"Benar. Loohu tak salah lihat, tak keliru mendengar."
"Kemudian?" tanya lagi Siauw Pek.
"Tiga hari tiga malam Loohu dikurung didalam kamar bawah
tanah, maka Loohu sempat melihat dibukanya pembalutan
padamuka beberapa orang itu. Diantara mereka itu ada dua orang
ang loohu kenali. Yang satu ialah Tiat Tan Kiam Kek Thio Hong
Hong, dan yang lainnya Siang Put Tong dari Thay Im Bun...."
"Siang Put Tong?" Siauw Pek menegasi.
"Benar Apa..... apakah kau pernah bertemu dengan dia?" tanya
Ban Liang. "Ya, satu kali didalam Hek Siu Po, bahkan aku pernah kena
pukulannya, pukulan Im Hong Touw Kut ciang yang lihay, sampai
hampir aku menemui ajalku."
"Memang ilmu pukulan angin itu adalah ilmu pukulan istimewa
dari Thay Im Bun, hebat siapa terkena pukulan itu. Namanya sangat
terkenal. Luar biasa yang telah kau kena terhajar tetapi kau dapat
tertolong."
"Syukur aku ditolong oleh kedua saudara Oey dan Kho ini, yang
bersusah payah mencarikan tabib. Itu waktu, akupun ditolong Kouw
Heng Taysu, pendeta dari Siauw Thian ong Sie.... lalu loocianpwee,
bagaimana jalannya maka locianpwee bisa lolos dari kamar bawah
tanah itu?"
"Dua orang itu kenal loohu seperti loohupun kenal mereka" Ban
Liang melanjutkan cerita.
"Hanya aneh mereka waktu itu. Mereka mengawasi tapi diam
saja. Itulah bukti mereka tak kenal aku, teranglah mereka orang
orang palsu."
"Tak samanya setiap manusia terletak pada mukanya," berkata
Oey Eng, "tetapi dia dapat membuat orang menyamar demikian
mirip. benarkah ada kepandaian semacam itu?"
"Telah aku saksikan sendiri. Jikalau tidak mustahil kepandaiannya
itu sampai menggemparkan dunia persilatan?"
Habis berkata itu, sijago tua ini menghela napas. Agaknya dia
masih amat kagum.
"Menyaksikan kepandaian orang itu, aku kagum hingga aku
melengak." dia menerangkan lebih jauh, "Akupun khawatir sekali.
Aku memikiri, wajahku sendiri bakal dimiripi dengan siapa.... celaka
kalau sampai terjadi demikian- Maka syukurlah, sebelum orang
Bentrok Rimba Persilatan 5 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 1
^