Pedang Naga Kemala 5

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


lagi dengan pengetahuan bahwa sengatan mereka mematikan, makin membuat hatinya merasa
serem dan ngeri. Dia mengerahkan tenaga pada kedua tangannya dan mulailah dia mengebut ke
sana-sini, ke arah lebah-lebah yang menyerangnya. Memang hebat kebutan kedua tangan Ci
Kong. Gerakan tangannya mengandung tenaga pukulan yang mematikan dan lebah-lebah yang
terkena sambaran angin pukulan telapak tangannya, terlempar atau terbanting dan tewas seketika.
Akan tetapi, lebah-lebah itu terlalu banyak dan menyerangnya dari atas kepala sampai ke kaki, mana mungkin dia dapat menyambut mereka semua dengan kedua tangannya. Dia bergidik
ketika merasa ada benda menyentuh leher bagian tengkuk dan cepat tangannya bergerak
menangkis. Lebah yang berhasil menyusup itu tidak keburu menyengatnya, sudah mati terpukul
tangan Ci Kong. Akan tetapi pengalaman ini membuat Ci Kong maklum bahwa hanya dengan
kedua tangannya saja, dia tidak akan mampu menyelamatkan diri. Maka dia lalu menanggalkan
bajunya dan memutar bajunya itu. Lebah-lebah itu tentu saja terdorong oleh angin yang
ditimbulkan oleh pemutaran baju itu dan mereka menjadi kacau balau. Akan tetapi, hal ini
agaknya tidak membuat mereka menjadi jerih, bahkan mereka menjadi marah, menyerang makin
liar. Begitu hebatnya serangan mereka sampai ada beberapa bagian baju Ci Kong berlubang
ketika mereka terjang !
Ci Kong melihat betapa hanya angin kebutan baju itu yang mampu mendorong lebah-
lebah itu, maka ia menggunakan akal. Dia tidak memukul dengan bajunya, melainkan memutar
bajunya sedemikian rupa sehingga timbullah angin berputar yang menggulung lebah-lebah itu.
Sekali masuk ke dalam putaran angin yang ditimbulkan oleh putaran baju, lebah-lebah itu tidak lagi mampu menguasai diri sendiri dan tergulung atau terlibat ke dalam putaran angin hanya
terbang berputaran dengan kacau. Ci Kong bermaksud menggulung mereka sedemikian rupa,
lalu membungkus dengan bajunya. Usahanya berhasil. Makin cepat dia memutar bajunya, angin
putaran itu semakin kuat dan lebah-lebah itu semakin cepat pula terputar dan akhirnya, begitu Ci Kong menggerakkan baju menelungkup ke arah kelompok lebah, binatang-binatang itu kena
ditangkapnya di dalam gulungan bajunya ! Beberapa ekor lebah yang luput dan berada di luar
gulungan baju, karena tiba-tiba kehilangan semua kawannya, menjadi bingung dan ketakutan,
lalu terbang pergi.
Suara berdengung di dalam gulungan baju itu nyaring sekali, dan Ci Kong sudah
tersenyum. Kini sekali banting saja bajunya ke atas tanah, lebah-lebah di dalamnya akan mati semua.
"Tahan .......... ! Tiba-tiba terdengar bentakan halus ketika dia sudah mengangkat bajunya
yang berisi lebah-lebah itu ke atas. Ci Kong menahan gerakannya, menoleh dan melihat seorang wanita yang diikuti oleh duabelas orang wanita Cap-ji-kiam tadi.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
122 "Si-cu, paicu kami minta agar engkau suka mengampuni lebah-lebah itu," kata wanita
bertahi lalat di dahinya.
"Hemm, bagaimana aku dapat melepaskan lebah-lebah jahat ini " Begitu dilepas dia akan
menyerangku dan mungkin mencelakai orang lain."
Wanita cantik itu juga memakai pakaian serba merah akan tetapi berbeda dengan yang
lain, pakaiannya lebih indah, terbuat dari sutera mahal dan nampak ia anggun dan berwibawa
sekali. "Lepaskan dan aku tanggung mereka tidak akan menyerang siapapun juga," katanya.
Diapun mengeluarkan sebuah bumbung bambu dan mengangkatnya ke atas.
Ci Kong yang mendengar bahwa wanita ini adalah ketua Ang-hong-pai, mempercaya
kata-katanya dan diapun mengebutkan bajunya. Baju terbuka dan lebah-lebah merah itupun
terpental keluar. Sejenak mereka beterbangan kacau, lalu berkumpul lagi di udara dan tiba-tiba mereka terbang cepat ke arah bumbung bambu yang dipegang oleh ketua Ang-hong-pai. Seperti
sekelompok kanak-kanak yang pulang sehabis bermain-main, mereka berebutan memasuki
lubang di bumbung itu. Wanita baju merah itu lalu menutup bumbung dengan kayu berlubang-
lubang kecil dan menyerahkan bumbung itu kepada wanita bertahi lalat di dahi. Kemudian ia
menoleh dan menghadapi Ci Kong sambil berkata, "Murid Siauw-lim-pai, biarpun masih muda
akan tetapi sungguh lihai." Kemudian ia melangkah ke arah Siauw-bin-hud dan memberi hormat
dengan sikap sopan.
"Locianpwe, maafkan kelancangan kami tadi."
Sejak tadi, Siauw-bin-hud hanya menonton saja cucu muridnya berjuang melawan Cap-ji-
kiam, kemudian melawan rombongan lebah merah, sambil tersenyum girang karena dia melihat
kegagahan dan kecerdikan pemuda itu. Ketika muncul ketua Ang-hong-pai, dia sudah siap untuk
menjaga keselamatan cucu muridnya. Dia sudah mengenal ketua ini, seorang wanita yang amat
lihai dan berbahaya. Akan tetapi agaknya wanita itu tidak bermaksud buruk. Sambil tertawa
diapun bangkit berdiri dan membalas penghormatan ketua Ang-hong-pai itu.
"Aha, ketua dari Ang-hong-pai sungguh lihai, dapat mengalahkan usia agaknya ! Sudah
lewat puluhan tahun masih nampak muda saja," kata Siauw-bin-hud. Memang mengagumkan
sekali ketua Ang-hong-pai itu. Usianya kini ada enampuluhan tahun, akan tetapi masih tetap
cantik, ramping dan orang akan menyangka bahwa usianya paling banyak tigapuluh tahun saja !
Pai-cu itu tersenyum manis. "Dan Siauw-bin-hud tetap seorang locianpwe yang tidak
pernah susah agaknya. Dibandingkan dengan aku, Siauw-bin-hud jauh lebih muda dan selalu
bergembira lahir batin, sedangkan aku .......... ah, hanya lahirnya saja nampak muda, akan tetapi batinnya sudah tua sekali !"
Siauw-bin-hud tertawa dan lebih berhati-hati. Wanita ini, setelah kurang lebih tigapuluh
tahun tidak dijumpainya, ternyata semakin cerdik dan berbahaya saja. Kata-katanya sudah
matang dan siapa yang dapat menduga isi hati wanita ini "
"Pai-cu, engkaupun maafkanlah cucu muridku yang telah berani menentang hadangan
Cap-ji-kiam dan tawon-tawon merahmu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
123 "Sudahlah," wanita itu menarik napas panjang dan memandang kepada Ci Kong.
"Orang-orang macam kita yang sudah berkecimpung di dalam dunia persilatan, kalau tidak
bertanding dulu mana dapat saling mengenal " Karena tadi yang maju pemuda ini, maka murid-
muridku dan lebah-lebahku berani keluar mencoba-coba. Kalau engkau yang keluar, locianpwe,
siapa sih yang akan berani kurang ajar " Sesungguhnya, apakah maksud kedatangan locianpwe
ke tempat kami yang buruk ?"
"Omitohud .......... tempat ini indah, semua tempat di seluruh pelosok dunia ini indah
sekali, sayang dibikin buruk oleh perbuatan-perbuatan manusia. Pai-cu, seperti sudah kami
katakan kepada murid-muridmu tadi, pinceng berkunjung bukan bermaksud buruk, melainkan
ingin sekali bertemu dengan muridmu yang bernama Theng Ci, karena pinceng ingin
menanyakan sesuatu darinya."
"Theng Ci .......... " Murid kepala di sini ?" Wanita itu mengangguk-angguk. "Ia sedang
berlatih dan mungkin dalam waktu dua atau tiga jam lagi selesai. Mari, locianpwe, dan engkau orang muda silahkan naik dan menanti di tempat kami. Ji-wi (kalian berdua) menjadi tamu-tamu Ang-hong-pai yang terhormat."
"Omitohud .........., engkau terlalu baik, pai-cu, kami sama sekali tidak menduga akan hal
ini. Bagaimana kalau kami menanti saja di sini sampai murid kepala Ang-hong-pai itu selesai
latihan dan keluar menemui kami di sini ?"
"Aihh, locianpwe, apa akan kata orang di dunia kang-ouw kalau mendengar bahwa Ang-
hong-pai menyambut tokoh besar Siauw-lim-pai di lapangan rumput saja " Ke mana mukaku
yang buruk ini akan kusembunyikan " Marilah, mari, tamu-tamuku yang terhormat, mari ikut
dengan kami."
Ci Kong memandang kepada susiok-couwnya yang mengangguk-angguk sambil
tersenyum lebar, akan tetapi Ci Kong melihat betapa sepasang mata yang lembut dari susiok-
couwnya itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya aneh. Diapun dapat menduga bahwa tentu ada
sesuatubyang menarik, akan tetapi karena dia melihat kakek itu sudah melangkah mengikuti
rombongan orang Ang-hong-pai, diapun terpaksa mengikuti kakek itu dari belakang.
Ketika memasuki pintu gerbang tembok yang mengelilingi perkampungan Ang-hong-pai,
kemudian diajak masuk ke dalam ruangan dari bangunan terbesar, Ci Kong merasa kagum bukan
main. Tak disangkanya bahwa di puncak bukit sunyi itu, terdapat perkampungan yang amat
indah, penuh dengan bangunan-bangunan mungil dan taman-taman bunga yang amat indah
teratur, dan terutama sekali setelah memasuki ruangan gedung tempat tinggal ketua Ang-hong-
pai, dia menjadi bengong karena ruangan itu amat hebat ! Layaknya menjadi ruangan di dalam
istana puteri-puteri dalam dongeng saja. Jelaslah bahwa Ang-hong-pai amat kaya raya.
Lantainya licin seperti kaca, ruangannya terhias perabot yang serba mahal dan indah, sutera-
sutera halus bergantungan, periuk-periuk kuno yang serba aneh dan indah, hiasan-hiasan batu
giok yang mahal, lukisan-lukisan yang pilihan. Akan tetapi dia melihat betapa susiok-couwnya memasuki ruangan itu seperti memasuki sebuah ruangan kuil atau sebuah guha belaka, sama
sekali tidak nampak heran atau kagum, masih tetap tersenyum-senyum seperti biasa.
"Silahkan duduk, silahkan .......... !" kata wanita itu dengan ramah. "Sambil menanti
selesainya Theng Ci, kita ngobrol sambil menikmati hidangan sekedarnya."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
124 "Omitohud, engkau terlalu sungkan, terlalu menghormat, sehingga kami merasa tidak
enak hati dan mengganggu saja, pai-cu." Siauw-bin-hud berkata sambil tersenum lebar.
"Ah, tidak, locianpwe, dan jangan khawatir, aku tahu bahwa locianpwe dan cucu
muridnya ini tentu tidak makan barang berjiwa, juga tidak minum arak. Kami akan
menghidangkan makanan dan minuman yang bersih." Tanpa menanti jawaban tamu-tamunya,
ketua ini lalu menyembunyikan sebuah genta yang terbuat dari pada emas sehingga terdengar
amat gemercing nyaring. Bukan main, pikir Ci Kong. Genta kecil itu saja sudah merupakan
benda yang luar biasa mahalnya !
Tak lama kemudian, beriringan datanglah lima orang wanita berpakaian merah yang
membawa baki-baki terisi masakan masakan. Bau gurih sedap memenuhi ruangan itu. Seorang
di antara mereka membawa baki terisi guci-guci kecil terbuat dari pada batu giok ! Mangkok-
mangkok besar terisi masakan sayuran-sayuran yang beraneka warna memenuhi meja di hadapan
mereka. "Lihat, locianpwe, semua masakan sayur-sayuran, daun-daunan, akar-akaran dan buah-
buahan. Sedikitpun tidak ada barang berjiwa, tidak ada secuwilpun daging, tidak ada setetespun gajih. Semua bersih dan dimasak oleh ahli-ahli masak kami yang berpengalaman !" Nyonya
rumah itu dengan ramah sekali mempersilahkan dua orang tamunya makan,menemani mereka
makan. Agaknya ia sengaja meyakinkan hati dua orang tamunya bahwa masakan-masakan itu
tidak mengandung barang berbahaya, karena semua masakan dicicipinya dengan sepasang sumpit
gadingnya ! Siauw-bin-hud tertawa-tawa dan makan dengan lahapnya, sedikitpun tidak menaruh
curiga. Melihat ini, Ci Kong yang sudah lapar pula perutnya, juga makan dengan lahap.
Memang enak bukan main masakan-masakan itu, walaupun hanya dari barang-barang tak
berjiwa. Ci Kong tidak pantang barang berjiwa, tidak seperti Siauw-bin-hud, karena dia
bukanlah seorang calon pendeta. Akan tetapi belum pernah dia makan masakan selezat ini.
Ketua Ang-hong-pai membuka tutup guci yang terbuat dari batu giok itu. "Dan ini bukan
minum-minuman keras melainkan madu ! Bukan madu lebah, melainkan madu bunga, sari
bunga yang rasanya manis dan harum. Jangan khawatir, locianpwe, saya tidak berani
menghidangkan makanan atau minuman yang kotor terhadap seorang suci, seperti locianpwe."
"Ha " ha " ha, kalau orang seperti pinceng ini kau namakan suci, aha, alangkah mudahnya
menjadi orang suci," kata Siauw-bin-hud sambil melihat wanita itu menuangkan madu yang
berwarna kuning kemerahan ke dalam cawannya, cawan Ci Kong dan cawan wanita itu sendiri.
Semua terjadi dengan wajar, dan tidak ada yang mencurigakan.
"Nah, terimalah hormatku, locianpwe, dan engkau juga, orang muda perkasa !" kata
nyonya itu yang membawa cawan ke bibirnya. Melihat susiok-couwnya juga siap minum madu
itu, Ci Kong juga mengikutinya. Madu itu memang madu manis dan harum, enak sekali.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
125 Tiga kali nyonya itu mengisi cawan dan tiga kali ia mengajak tamu-tamunya minum, yang
pertama sebagai penghormatan, yang ke dua sebagai permintaan maaf atas penyambutan tadi, dan
ke tiga sebagai ucapan terima kasih atas kunjungan Siauw-bin-hud.
Ci Kong sudah banyak mendengar, baik dari Nam San Losu maupun para hwesio lain
penghuni kuil di puncak bukit mata air Si-kiang bahwa di dalam dunia kang-ouw terdapat banyak kaum sesat yang berwatak curang, tidak segan-segan mempergunakan siasat yang licik untuk
menjatuhkan lawan. Juga dia sudah mendengar banyak tentang penggunaan racun. Dia sudah
tahu bahwa saat itu dia berada di dalam sarang golongan hitam atau kaum sesat dan andaikata dia hanya sendirian saja di situ, tentu dia tidak akan berani menerima hidangan-hidangan dari
seorang seperti ketua Ang-hong-pai. Akan tetapi dia datang bersama susiok-couwnya dan tentu
saja dia percaya penuh akan kesaktian susiok-couwnya itu, maka, melihat betapa kakek itu
menerima hidangan, baik masakan maupun minuman madu, diapun tidak ragu-ragu lagi untuk
menerima hidangan madu sampai tiga cawan.
Setelah kedua orang tamunya minum cawan madu yang ke tiga, ketua Ang-hong-pai itu
tersenyum manis dan sepasang matanya mengeluarkan sinar mencorong yang mengejutkan hati
Ci Kong. Tiba-tiba ada rasa curiga yang amat besar menyelinap di dalam hati pemuda itu, dan
dia hendak berdiri untuk memberi peringatan kepada susiok-couwnya, akan tetapi tiba-tiba
kepalanya terasa pening dan matanya menjadi gelap.
"Susiok-couw ?"". Celaka ?"". !" keluhnya dan dia mencoba untuk menahan
napas dan mengerahkan sinkangnya, akan tetapi ketika dia melihat dengan remang-remang
betapa tubuh kakek itupun menjadi lemas dan kakek itu meletakkan kepala di atas meja,
kekhawatiran membuat peningnya datang kembali dan diapun tidak mampu mempertahankan
lagi. Ci Kong seperti juga Siauw-bin-hud, telah pulas atau pingsan di atas kursinya, dengan
kepala di atas meja !
"Hi " hi " hi " hik ! Orang-orang Siauw-lim-pai ! Kalian manusia-manusia sombong,
sekarang baru tahu kelihaian Ang-hong-pai !" Ia bangkit berdiri dan bertepuk tangan tiga kali.
Dari segala penjuru berloncatan wanita-wanita berpakaian merah, dipimpin oleh Theng Ci, murid kepala yang tadi dikatakan sedang berlatih itu.
"Jebloskan mereka dalam tahanan, belenggu kaki tangan mereka dan masukkan dalam
kamar tahanan yang paling kuat, dan di luar kamar perketat penjagaan, jangan biarkan mereka
lolos. Hati-hati, mereka ini lihai sekali, terutama kakek ini. Selama tiga jam mereka tidak akan siuman dan sebelum tiga jam, aku akan memberi mereka pembius lagi," kata ketua itu dengan
senyum mengejek memandang ke arah dua orang tamunya yang masih pulas di atas meja.
"Akan tetapi, subo. Apakah tidak sebaiknya kalau kita bunuh saja mereka sekarang "
Mereka terlalu berbahaya kalau dibiarkan hidup !" kata Theng Ci dengan sinar mata kejam.
"Aih, betapa bodohnya engkau ! Mereka ini, terutama Siauw-bin-hud, adalah tokoh
penting Siauw-lim-pai dan kalau kita memberi kabar ke Siauw-lim-pai bahwa mereka berada di
tangan kita minta tukar dengan Giok-liong-kiam, bukankah hal itu menguntungkan kita ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
126 "Akan tetapi, bagaimana kalau kelak mereka datang membuat perhitungan " Apakah
subo merasa mampu menghadapi Siauw-lim-pai ?"
"Anak bodoh kau ini," kata si ketua sambil terkekeh. Karena Theng Ci itu muridnya,
maka wanita ini terbiasa menyebutnya anak, padahal murid kepala itu usianya sudah empatpuluh
tahun lebih. "Coba kaupertimbangkan baik-baik. Kalau kita membunuh mereka, apa untungnya bagi
kita " Yang jelas saja, kerugian ada karena siapa tahu Siauw-lim-pai akhirnya akan tahu dan
kalau mereka memusuhi kita, akan celakalah kita. Mereka begitu lihai dan mungkin saja mereka dapat mengetahuinya. Sekarang sebaliknya, kalau kita membiarkan mereka hidup dan minta
tukar nyawa mereka dengan Giok-liong-kiam .........."
"Akan tetapi Giok-liong-kiam tidak berada pada mereka .......... !"
"Karena itulah ! Selain Siauw-lim-pai, siapa lagi yang akan mampu mencari dan
mendapatkan pusaka itu " Dan dengan tertawannya Siauw-bin-hud, tentu mereka akan terpaksa
pergi mencari pusaka itu sampai dapat."
"Akan tetapi bagaimana kalau kelak mereka membuat perhitungan dan merampas
kembali pusaka ?"
"Heh " heh, Theng Ci, apakah engkau tidak tahu siapa Siauw-lim-pai " Sekali berjanji,
orang-orang yang terikat oleh janji itu tidak akan mau mengganggu kita. Sudahlah, jebloskan
mereka dalam tahanan !"
Para murid Ang-hong-pai itu mentaati perintah guru mereka dan tak lama kemudian,
Siauw-bin-hud dan Ci Kong sudah berada di dalam sebuah kamar tahanan yang amat kuat,
sebuah kamar di bawah tanah yang dindingnya berlapis baja, pintunya juga dari baja kuat sekali, dengan hanya ada jeruji-jeruji besi. Tangan kaki mereka terbelenggu rantai baja yang panjang, dan di luar pintu kamar tahanan itu, duabelas orang Cap-ji-kiam berjaga dengan ketat !
Akan tetapi, baru saja mereka meninggalkan kamar tahanan dan menutupkan pintunya,
kakek itu sudah bergerak dan membuka mata sambil tersenyum lebar. Bagaikan tukang sulap
saja, kakek itu dengan mudah menarik dan meloloskan kedua tangan kakinya dari belenggu.
Kaki tangan itu seperti berobah menjadi belut yang amat licin dan tak mungkin dapat ditahan
dengan belenggu-belenggu itu. Kemudian, setelah melihat bahwa tidak ada orang melihatnya,
dia menghampiri Ci Kong yang menggeletak terlentang di atas lantai. Dia menempelkan telapak
tangannya di kepala dan dada pemuda itu dan tak lama kemudian pemuda itupun membuka mata
dan menggerakkan bibirnya. Siauw-bin-hud cepat menutup mulut pemuda itu dengan telapak
tangannya dan memberi isyarat dengan kedipan mata agar pemuda itu tidak mengeluarkan suara.
Ci Kong segera teringat akan peristiwa tadi dan dia mengangguk, tanda bahwa dia sudah
mengerti. Dengan isyarat, kakek itu minta kepada Ci Kong agar membebaskan diri dengan ilmu
Sia-kut-hoat seperti yang pernah dipelajarinya. Ci Kong segera mengumpulkan hawa murni,
mengerahkan singkangnya dan dengan perlahan dia menarik lengan tangannya lolos dari
belenggu, seperti yang dilakukan kakek tadi. Ilmu Sia-kut-hoat adalah ilmu melepaskan tulang Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
127 melemaskan diri. Dengan ilmu ini tubuh dapat ditekuk-tekuk dan kaki lengan bisa lemas seperti belut.
"Mari kita duduk bersandar dan biarkan belenggu-belenggu itu menempel di kaki tangan
seolah-olah kita masih terbelenggu. Nanti kalau pintu dibuka, kita bergerak dan keluar," kakek itu berbisik dengan suara mengandung khikang sehingga yang terdengar suaranya hanyalah
pemuda itu saja, seolah-olah dia berbisik di dekat telinga Ci Kong.
Ci Kong mengangguk dan keduanya lalu duduk bersandar dinding, dengan rantai
belenggu masih menempel di kaki tangan mereka. Ci Kong melirik ke arah susiok-couwnya dan
melihat kakek itu tersenyum-senyum, seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu, dia mengerutkan alisnya dan tidak dapat menahan hatinya lagi untuk tidak bertanya. Diapun mengerahkan
khikang sehingga suaranya hanya terdengar sebagai bisikan di dekat telinga kakek itu.
"Susiok-couw tadi tidak terpengaruh oleh madu itu ?"
Kakek itu tersenyum lebar tanpa suara, lalu menggeleng kepala. "Pinceng tidak minum
madu, bagaimana bisa terpengaruh " Sebagai orang yang sudah puluhan tahun tidak pernah
makan daging, sekali cium saja pinceng tahu bahwa madu itu bukanlah madu kembang yang
murni, melainkan ada bau amis yang menunjukkan bahwa ada sesuatu pada madu itu. Maka,
pinceng hanya pura-pura minum, akan tetapi membuang madu itu."
"Akan tetapi mengapa susiok-couw membiarkan teecu meminumnya dan bahkan pura-
pura pingsan ?"
"Pinceng ingin melihat apa maksud mereka membius kita. Bukankah kita sedang
melakukan penyelidikan " Dalam keadaan pingsan tentu mereka akan bicara dengan leluasa."
Diam-diam Ci Kong merasa kagum. Kakek ini cerdik dan juga amat tabah, berani
mengambil resiko terjatuh ke tangan iblis-iblis itu. "Dan bagaimana hasilnya, susiok-couw ?"
Kakek itu menggeleng kepala. "Mereka agaknya tidak tahu di mana adanya pusaka itu,
malah menawan kita untuk memaksa Siauw-lim-pai mencari pusaka itu dan ditukar dengan
nyawa kita."
Mereka menghentikan percakapan bisik-bisik yang hanya dapat mereka dengar sendiri itu
ketika terdengar suara orang di luar kamar tahanan mereka. Suara ketua Ang-hong-pai dan
Theng Ci ! "Untuk apa racun itu, subo ?" terdengar suara Theng Ci.
Jawaban ketua Ang-hong-pai didahului dengan suara ketawanya yang halus akan tetapi
mengandung kekejaman. "Hi " hik, pembius di dalam madu itu mana kuat mempengaruhi
Siauw-bin-hud untuk waktu lama " Orang biasa akan terbius selama tiga jam, akan tetapi aku
khawatir kakek gendut itu akan cepat sadar. Maka, aku akan memaksakan racun ini agar mereka


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lumpuh selama tiga hari tiga malam. Dengan demikian, selain lebih aman, kalian tidak akan
diperlukan menjaga terlampau ketat. Buka pintunya." Nampak kepala dua orang wanita itu di
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
128 luar jeruji pintu. Mereka menjenguk ke dalam dan melihat betapa dua orang tawanannya masih
pulas atau pingsan. Kakek itu bersandar dinding seperti tadi dan Ci Kong menggeletak terlentang Pemuda yang cerdik ini cepat sudah merobah kedudukannya. Dia teringat bahwa ketika pertama
kali sadar, dia berada dalam keadaan rebah terlentang, maka kalau kini dia duduk seperti susiok-couwnya, tentu akan menimbulkan kecurigaan. Hal yang kecil tapi penting ini agaknya tidak
teringat oleh susiok-couwnya tadi !
Daun pintu terbuka dan masuklah ketua Ang-hong-pai yang membawa sebuah guci kecil,
sedangkan Theng Ci mengawal di belakang gurunya sambil memegang sebatang pedang,
agaknya kesaktian kakek itu membuat orang-orang Ang-hong-pai ini berhati-hati sekali.
Begitu ketua Ang-hong-pai itu menghampiri kakek Siauw-bin-hud, tiba-tiba saja kakek
itu membuka matanya dan tertawa bergelak. "Ha " ha " ha " ha "ha !"
Wajah ketua Ang-hong-pai seketika menjadi pucat sekali. Baru pertama kali itulah iblis
betina ini mengalami guncangan batin yang hebat, bukan hanya karena peristiwa ini sama sekali tidak pernah disangkanya, seperti melihat orang mati hidup kembali secara mendadak, akan tetapi juga suara ketawa kakek itu membuat tubuhnya menggigil dan guci itupun terlepas dari
tangannya. "Prakkk ?"". !" Guci itu pecah dan tercium bau yang harum-harum amis
memuakkan. Selagi guru dan murid ini terbelalak dengan muka pucat, tiba-tiba tubuh Ci Kong
melesat ke daun pintu dan diapun sudah menutupkan daun pintu itu dan menguncinya dari dalam!
Setelah itu, dia berdiri dengan keadaan siap siaga, menanti tindakan susiok-couwnya. Tanpa
perintah kakek itu, dia tentu saja tidak berani sembarangan bergerak.
Sementara itu, kakek Siauw-bin-hud sudah bangkit berdiri dan wajahnya tetap cerah dan
ramah penuh senyum lebar. "Pang-cu, engkau sungguh sungkan sekali. Sudah menjamu kami
sampai kekenyangan dan tertidur, kini masih hendak kautambah lagi " Apakah itu " Madu
pelumpuh badan ?"
"Siauw-bin-hud .......... !" kini ketua Ang-hong-pai itu nampak bulunya yang aseli dan
sikapnya tidak manis dan menghormat lagi seperti tadi. "Bagaimana .......... bagaimana kalian
.......... " Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya saking herannya melihat ada orang mampu sadar dari pengaruh obat biusnya sedemikian cepatnya.
"Iktikad baik, pai-cu, iktikad baik, batin bersih dan hidup bersih. Pinceng datang dengan
maksud baik, hanya ingin menanyakan sesuatu kepada muridmu Theng Ci, setelah itu kami akan
pergi dengan aman .......... "
Tiba-tiba ketua Ang-hong-pai itu tersenyum. "Aih, kalau begitu aku telah membuat
kesalahan terhadap Siauw-bin-hud, harap suka memaafkan aku ?""." Berkata demikian,
wanita ini menjura dengan hormat, akan tetapi tiba-tiba saja dari kedua tangannya yang memberi hormat itu menyambar sinar-sinar merah ke arah tujuh jalan darah terpenting di bagian depan
tubuh Siauw-bin-hud ! Penyerangan itu dilakukan dalam jarak yang amat dekat, hanya dua meter jaraknya, begitu tiba-tiba dan tidak terduga-duga, apa lagi jarum-jarum itu meluncur dengan
kecepatan kilat.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
129 Agaknya kakek gendut itu sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengelak atau
menangkis, maka tujuh batang jarum merah beracun itu tahu-tahu sudah menancap, dua di
pundak kanan kiri, satu di tenggorokan, satu di ulu hati, satu di pusar, dan dua lagi di kedua selangkangan ! Karena tertutup pakaian, maka di bagian lain jarum-jarum itu tidak nampak,
hanya yang amat jelas sebatang jarum yang menancap di tenggorokan itu, telah menancap sampai
tinggal seperempatnya saja ! Tentu saja ketua Ang-hong-pai menjadi girang bukan main,
kegirangan yang dinyatakan dengan senyum lebar. Akan tetapi, senyum itu segera berobah
menjadi melongo dan terbelalak, perasaan girang itu berobah menjadi kekagetan yang membuat
wajahnya kembali menjadi pucat sekali. Kakek yang sudah tertusuk tujuh jarum merah beracun
yang amat berbahaya itu, masih berdiri biasa saja sambil terkekeh gembira, seolah-olah tujuh
jarum itu tidak pernah menyentuhnya ! Kemudian dia menarik napas panjang.
"Aihhh, jarum-jarum bernasib malang. Engkau tidak dipergunakan untuk menjahit
sehingga berjasa, sebaliknya malah dipergunakan untuk membunuh orang. Sialan ! Pai-cu,
kukembalikan jarum-jarummu. Terimalah !" Dan tiba-tiba saja jarum-jarum yang tadinya
menancap di tujuh tempat bagian tubuh depan Siauw-bin-hud, meluncur dengan cepat sekali ke
depan. Ketua Ang-hong-pai itu bukan seorang lemah, akan tetapi karena ia masih dalam keadaan terpesona dan terkejut, apa lagi jarum-jarum itu meluncur dengan kecepatan dua kali lipat dari pada kecepatan serangannya tadi, tahu-tahu tujuh batang jarum itu telah menusuk gelung rambut di atas kepalanya ! Ia merasa betapa gelung rambut kepalanya tergetar dan ketika ia meraba,
matanya terbelalak mendapat kenyataan bahwa tujuh batang jarumnya telah menghias sanggul
rambutnya dengan rapi !
Pada saat itu, Theng Ci yang melihat subonya tidak berhasil, menggunakan pedangnya
menyerang Ci Kong. Tusukannya cepat dan kuat sekali ketika dari samping ia menusuk ke arah
lambung pemuda yang sedang nonton gurunya menghadapi ketua Ang-hong-pai. Akan tetapi,
pemuda ini telah memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Dia dapat mendengar suara angin
serangan, juga matanya yang amat tajam dapat menangkap berkelebatnya pedang. Dengan
tenang sekali dia memutar tubuh sehingga pedang itu meluncur lewat dekat pinggangnya, hanya
dalam jarak beberapa sentimeter saja. Dan sebelum Theng Ci sempat menarik kembali
pedangnya, tiba-tiba saja jari tangan Ci Kong melayang dan tubuh wanita baju merah itupun
terguling dalam keadaan lumpuh tertotok ! Totokan yang amat hebat dari Ci Kong itu adalah
totokan yang diberi nama It-ci-san, totokan sebuah jari telunjuk yang amat cepat dan tepat.
Ketua Ang-hong-pai yang sedang meraba sanggulnya, menoleh ketika mendengar suara
gedebrukan. Ketika ia melihat bahwa murid kepala itu roboh dan tak dapat berkutik, ia cemberut.
"Bocah tolol, kau mencari penyakit !" Ia memaki jengkel dan dengan ujung sepatunya ketua
Ang-hong-pai ini menendang ke arah tengkuk muridnya dan Theng Ci mengeluh lalu dapat
bangun kembali, memungut pedangnya dan mundur, berdiri mepet dinding dengan muka merah,
kadang-kadang melirik ke arah Ci Kong yang masih berdiri tenang saja.
Ketua Ang-hong-pai menghela napas dan nampak uring-uringan, lalu memandang kepada
Siauw-bin-hud. Suaranya tidak lagi manis, bahkan ketus dan kasar. "Siauw-bin-hud, engkau
adalah seorang pendeta yang katanya suci, mengapa engkau dan cucu muridmu ini datang ke sini
untuk menghina orang " Patutkah perbuatanmu ini ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
130 "Omitohud .......... !" Siauw-bin-hud mengeluh dengan muka masih tertawa cerah.
"Maafkanlah pinceng, seribu kali maaf, pai-cu, kalau engkau merasa terhina. Akan tetapi
sesungguhnya kami datang bukan untuk mengganggu atau menghina orang, melainkan untuk
bertemu dengan muridmu yang bernama Theng Ci dan untuk menanyakan sesuatu. Hanya itulah,
sayang bahwa kalian membesar-besarkan urusan sehingga berlarut-larut."
Karena terdesak dan merasa tidak akan mampu menandingi kakek ini dan cucu muridnya
yang lihai, ketua itu akhirnya mengalah. Ia sendiri bersama murid kepala Ang-hong-pai telah terjebak ke dalam ruangan itu sehingga mengerahkan anak buahnyapun sia-sia belaka, bahkan ia
tentu akan menderita lebih banyak malu lagi.
"Ia ini muridku yang bernama Theng Ci !" katanya ketus.
Mendengar ucapan subonya, Theng Ci melangkah maju menghadapi kakek gendut itu.
"Aku yang bernama Theng Ci , ada keperluan apakah locianpwe dengan aku ?"
Siauw-bin-hud dan Ci Kong memandang tajam ke arah wanita yang mengaku bernama
Theng Ci itu. Seorang wanita yang usianya empatpuluhan tahun, masih nampak cantik akan
tetapi matanya membayangkan kekerasan, pakaiannya ringkas serba merah dan biarpun mukanya
terawat baik-baik, garis-garis duka nampak di ujung mulut dan mata. Seorang wanita yang
banyak menderita dan keras hati.
"Omitohud, kiranya engkau yang bernama Theng Ci " Apakah engkau yang hadir
sebagai wakil Ang-hong-pai ketika terjadi perebutan Giok-liong-kiam di luar kota Kanton, dan
engkau menjadi saksi pula ketika pusaka itu dirampas oleh orang yang mengaku bernama Siauw-
bin-hud dari Siauw-lim-pai ?"
Theng Ci mengerutkan alisnya dan membuang mukanya yang menjadi merah sekali.
"Semua orang sudah tahu, kenapa locianpwe bertanya kepadaku ?"
"Begini, nona. Yang ingin pinceng tanyakan, apakah engkau yakin benar bahwa orang itu
adalah pinceng sendiri ! Ataukah orang lain yang menyamar sebagai pinceng ?"
Wanita itu meragu. "Aku ?"". Aku tidak tahu !"
"Nona, sebenarnya pinceng sudah memperoleh banyak keterangan akan tetapi pinceng
masih belum yakin benar. Oleh karena itu pinceng sengaja mencarimu untuk minta bantuanmu.
Engkau seorang wanita, tentu lebih mudah mengingat keadaan seseorang. Apakah ada sesuatu
pada diri orang itu yang merupakan ciri khasnya ?"
Tiba-tiba Theng Ci mengangkat muka memandang wajah Siauw-bin-hud itu dan sinar
kebencian memenuhi matanya. "Tua bangka tak tahu malu ! Masikah engkau berpura-pura lagi
seperti tidak mengenal aku " Sungguh biadab !"
Ci Kong terkejut bukan main dan marah. Susiok-couwnya adalah seorang alim, juga
seorang terhormat, kini dimaki dengan kata-kata kotor oleh perempuan ini. Akan tetapi, kakek Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
131 itu hanya tersenyum lebar seolah-olah makian itu hanya lewat saja tanpa meninggalkan bekas
kepadanya, lahir maupun batin.
"Aha, sikapmu ini menarik sekali, nona. Tentu ada terjadi sesuatu antara engkau dan aku,
maksudku, orang yang merampas pedang pusaka Giok-liong-kiam itu sehingga engkau kini
bersikap begini marah dan penuh kebencian. Mungkin aku sudah terlalu tua untuk mengingat
kembali peristiwa lama. Karena itu, nona, maukah engkau menceritakan mengapa engkau begini
membenci pinceng " Apakah yang telah terjadi antara kita enam tahun yang lalu itu ?"
Dengan muka sebentar pucat sebentar merah, wanita itu melotot ketika memandang
kepada Siauw-bin-hud dan suaranya tegas dan nyaring, "Masih berpura-pura lagi ! Engkau
?"". Tua bangka binatang jahat, engkau telah memperkosaku !"
Jawaban ini bagaikan halilintar menyambar, membuat wajah Ci Kong berobah merah
sekali. Gilakah wanita ini " Dan dia memandang kepada wajah susiok-couwnya dan wajah
kakek itu hanya tersenyum lebar, sama sekali tidak kelihatan kaget walaupun sebenarnya berita inipun tidak kalah hebatnya bagi kakek itu sendiri.
"Ha " ha " ha, alangkah aneh dan lucunya. Pinceng selama duapuluh tahun tidak pernah
meninggalkan ruangan bertapa di Siauw-lim-si dan tahu-tahu kini muncul tuduhan-tuduhan aneh,
bukan hanya merampas Giok-liong-kiam, akan tetapi juga memperkosa wanita. Hemm, nona
Theng Ci, menurut penuturan mereka yang ikut memperebutkan pusaka itu, setelah pusaka
dirampas orang yang seperti pinceng, mereka semua, termasuk engkau menuduh bahwa pinceng
.......... eh, orang itu, melakukan perkosaan ?"
"Huh, engkau atau bukan, pokoknya orangnya persis engkau ini, tidak ada bedanya
sedikitpun juga ! Aku memang pergi seperti yang lain karena tidak berani berbuat sesuatu
terhadap Siauw-bin-hud, seorang tokoh besar Siauw-lim-pai, apalagi karena lenyapnya pusaka itu tidak ada buktinya diambil oleh Siauw-bin-hud. Akan tetapi ketika aku pergi, malamnya tiba di hutan. Aku membuat api unggun dan tiba-tiba muncul .......... engkau yang mempergunakan
kepandaian menaklukkan aku dan ..........semalam itu engkau mempermainkan aku, memperkosa,
menghina .......... uhhhh .......... "
"Theng Ci, kenapa engkau tidak memberitahukan hal itu kepadaku ?" tiba-tiba gurunya
membentak. Theng Ci menjatuhkan dirinya berlutut di depan gurunya sambil menahan tangisnya.
"Subo, maafkan aku. Hal yang begitu menghancurkan hatiku, bagaimana mungkin aku
menceritakan kepada subo atau kepada siapapun juga " Hanya karena terpaksa dengan
munculnya tua bangka ini, terpaksa aku bercerita ?"".?"
"Omitohud ?"". !" Siauw-bin-hud mengeluh walaupun mukanya masih penuh
senyum. "Tenanglah, nona dan cobalah nona lihat baik-baik kepadaku. Benarkah pinceng yang
melakukan perbuatan terkutuk itu terhadap dirimu " Tidak salah lagikah ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
132 Melalui mata yang basah, Theng Ci memandang wajah kakek itu, lalu sinar matanya
menjelajahi tubuh kakek itu dari kepalanya yang gundul sampai ke sepatunya yang terbuat dari
kain. Dan terbayanglah semua pengalamannya yang membuat hati yang alim. Sama sekali tidak.
Entah sudah berapa puluh pria yang digaulinya, yang menjadi kekasihnya. Ia mudah bosan dan
tentu saja ia selalu memilih pria yang ganteng dan tampan. Dengan pengaruhnya, dengan
kepandaiannya mudah saja baginya untuk memilih pria yang disukainya. Bahkan dengan
kekejamannya, ia seringkali menaklukkan pria dengan paksaan dan ancaman sehingga pria itu
karena takut mati terpaksa memenuhi hasrat dan nafsunya. Akan tetapi, pengalamannya ketika ia berada di dalam hutan itu sungguh membuat ia merasa muak, terhina dan sakit hati sekali.
Ketika itu, hatinya sudah dipenuhi kekecewaan mengingat betapa pusaka Giok-liong-
kiam lepas dari tangannya. Padahal, tadinya ia sudah amat mengharapkan pusaka itu dapat
dirampasnya. Pusaka itu sudah berada di tangannya ! Akan tetapi, sungguh tak disangkanya
akan muncul demikian banyaknya orang pandai yang ikut memperebutkan pusaka itu. Apa lagi
setelah muncul Siauw-bin-hud, harapannyapun lenyaplah. Ia tahu diri dan seperti yang lain, tidak berani mengganggu kakek gendut itu, pertama karena iapun sudah mendengar akan kesaktian
kakek ini yang mengatasi kelihaian Empat Racun Dunia. Ke dua, siapa berani sembarangan
mengganggu seorang tokoh besar Siauw-lim-pai " Dan ke tiga, tak seorangpun melihat bahwa
kakek ini yang merampas pusaka yang sedang diperebutkan itu.
Karena hatinya kesal, biarpun tubuhnya lelah sekali dan matanya mengantuk, ia tidak
dapat tidur. Padahal, ia telah memilih tempat di bawah pohon di mana terdapat rumput hijau
yang tebal dan ia sudah menghamparkan tikar di situ. Ia lalu duduk termenung di depan api
unggun besar yang mengusir nyamuk dan hawa dingin. Tiba-tiba terkejutlah ia ketika mendengar suara terkekeh dan tahu-tahu Siauw-bin-hud telah berdiri di depannya. Kakek gendut itu nampak menyeramkan sekali berdiri di dekat api unggun itu, dan perutnya yang tertutup jubah kuning itu bergerak-gerak ketika dia tertawa.
Melihat munculnya kakek itu, timbul harapan di hati Theng Ci. Apa maksud
kedatangannya " Apakah ?"". Apakah hendak menyerahkan pusaka itu kepadanya " Karena
itu, Theng Ci lalu bersikap hormat, bangkit dan memberi hormat kepada kakek gendut itu sambil tersenyum ramah, hal yang jarang sekali dilakukannya.
"Locianpwe, petunjuk apakah yang akan locianpwe berikan kepada saya maka locianpwe
datang menemui saya ?" tanyanya dengan suara lembut.
"Ha " ha " ha " ha " ha, nona manis. Coba kauterka keperluan apa yang kubawa maka
aku mencarimu, ha " ha " ha !"
"Bukankah locianpwe hendak menganugerahi saya dengan pusaka Giok-liong-kiam itu "
Locianpwe, saya merasa berterima kasih sekali dan akan suka mencium kaki locianpwe kalau
saya diberi pusaka itu !" katanya penuh harap.
"Ha " ha " ha, enak saja kau bicara ! Pinceng lewat di sini dan kedinginan, lalu
melihatmu. Maka pinceng mengambil keputusan untuk mengajakmu menemani pinceng untuk
mengusir hawa dingin. Aahhhh, ada tikar di sini " Bagus, enak untuk tidur. Ke sinilah nona
?""." Kakek gendut itu lalu merebahkan dirinya begitu saja di atas tikar. Tubuhnya yang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
133 bulat itu menggelinding seperti bola ke atas tikar, terlentang dan dengan kedua tangan
dikembangkan, dia mengapai ke arah Theng Ci !
Tentu saja Theng Ci menjadi marah bukan main. Kakek yang tua bangka itu, dan
tubuhnya yang gendut bulat, perutnya yang begitu besar, mengajak ia bermain cinta " Tentu saja ia tidak sudi ! Banyak pria muda tampan siap melayani dan memuaskannya kalau ia mau.
"Locianpwe, harap jangan main-main !" tegurnya, suaranya mulai ketus.
"Siapa main-main, manis ?" Dan tiba-tiba lengan itu dapat memanjang dan tahu-tahu
sudah merangkul leher Theng Ci. Wanita ini terkejut dan meronta, akan tetapi tiba-tiba
pundaknya ditekan dan iapun terkulai lemas. Selanjutnya .......... ah, sukar baginya untuk dapat mengenang peristiwa memalukan itu. Ia diperkosa, dihina, dipermainkan semalam suntuk oleh
kakek gendut itu tanpa mampu menolak atau meronta sedikitpun. Dan pada keesokan harinya,
kakek gendut itu meninggalkannya sambil tertawa-tawa mengejek !
Dengan sepasang mata yang merah dan basah, Theng Ci kini memandang kepada Siauw-
bin-hud. Memang ada keraguan di dalam hatinya. Memang ia telah merasa curiga pada malam
hari sial itu juga. Mungkinkah Siauw-bin-hud, yang terkenal sebagai seorang tokoh besar Siauw-lim-pai, sebagai seorang hwesio Siauw-lim-si yang alim, mau melakukan perbuatan begini
biadab" Dan tingkah laku kakek gendut itu ketika mempermainkannya, lebih pantas dilakukan
oleh seorang manusia liar, manusia hutan atau binatang, sama sekali tidak nampak lagi bekas-
bekas seorang hwesio !
"Aku ?"". Aku tidak tahu ?"". Memang aku meragukan bahwa orang itu adalah
locianpwe Siauw-bin-hud, seorang hwesio Siauw-lim-pai yang terkenal alim dan sakti ?"".
Akan tetapi ?"". bagaimana aku bisa tahu aseli ataukah palsunya " Wajahnya, tubuhnya,
pakaiannya, ketawanya, semua memang serupa ?"". Katanya agak bingung.
"Nona Theng Ci, ingatlah baik-baik, apakah tidak ada suatu tanda yang dapat
membedakan antara kami " Ingatlah ?""."
Tiba-tiba sepasang mata Theng Ci mengeluarkan sinar aneh. "Locianpwe, harap kau suka
membuka jubahmu !"
Kembali Ci Kong mengerutkan alisnya dan tentu dia sudah marah dan menegur wanita
tak tahu malu itu kalau saja dia tidak melihat betapa susiok-couwnya dengan sungguh-sungguh
lalu membuka jubahnya yang lebar, bahkan menanggalkan jubah itu, kemudian berdiri dengan
tubuh atas telanjang di depan Theng Ci ! Nampaklah perut yang bulat itu, kulitnya yang kuning halus mulus karena tak pernah terkena sinar matahari, kulit yang halus seperti kulit anak bayi !
Terdengar Theng Ci mengeluarkan seruan kecil, lalu ia mengelilingi tubuh kakek itu dan
memeriksa dengan teliti. "Ah, bukan kau .........., bukan kau ..........! Kulitnya tidak sehalus ini, dan dadanya berbulu, dan .......... dan .......... di lambung kirinya terdapat tanda hitam sebesar telapak tangan. Bukan kau, locianpwe, orang itu .......... ah, sudah kuragukan sejak dulu ..........!"
Dan Theng Ci menangis sesenggukan, menutupi mukanya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
134 "Diam kau !!" Ketua Ang-hong-pai membentak muridnya yang segera menghentikan
tangisnya. Lalu ia menghadapi Siauw-bin-hud. "Apa sudah cukup pertanyaan-pertanyaanmu,
Siauw-bin-hud " Kalau sudah, harap segera meninggalkan tempat ini. Sudah cukup kau
mendatangkan kekacauan di sini."
"Omitohud ?"". Cukup, lebih dari cukup. Marilah Ci Kong, kita pergi." Kakek itu
lalu menjura ke arah dua orang wanita itu. "Dan terima kasih atas kebaikan budi kalian yang
telah membantu kami."
Siauw-bin-hud diiringkan oleh Ci Kong keluar dari dalam kamar itu, lalu mereka berdua
dengan sikap tenang meninggalkan perkampungan Ang-hong-pai tanpa ada seorangpun yang
berani coba mengganggu.
Akan tetapi, ketika mereka tiba di pintu gerbang, ketua Ang-hong-pai yang mengikuti
mereka lalu bertanya, "Siauw-bin-hud, apakah engkau sudah tahu siapa orang yang memalsu
dirimu itu ?"
"Ha " ha " ha, mungkin sekali aku tahu, mungkin juga keliru. Selamat tinggal, pai-cu,"
kata kakek itu yang segera melangkah lebar meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi, diikuti oleh Ci Kong.
Setelah dua orang tamu yang lihai itu pergi, ketua Ang-hong-pai mengomeli Theng Ci,
"Sialan kau ini ! Dengan kebocoran mulutmu, tentu kini dia telah mengetahui di mana adanya
pusaka itu dan akan merampasnya kembali. Sungguh tolol kau ini. Dulu engkau diam saja tidak menceritakan kepadaku tentang perampas pusaka yang memperkosamu, dan sekarang engkau
malah bocor mulut sejadi-jadinya !"
"Ah, apakah subo tahu siapa orang itu ?"
"Bodoh kau. Kalau dari dulu engkau bercerita, tentu aku dapat menduganya dan kita
dapat lebih dulu berusaha merampasnya. Orang itu siapa lagi kalau bukan Thian-tok ?"
Sepasang mata Theng Ci terbelalak dan mukanya berobah pucat. "Thian-tok .......... "
Wah, kalau benar dia, siapa akan mampu merampas dari tangannya ?" Setelah kini mendengar
bahwa yang menghinanya adalah satu di antara datuk-datuk iblis itu, makin habislah
semangatnya untuk dapat membalas dendam. Kini ia tidak merasa heran. Kalau orang itu benar
Thian-tok, seorang di antara Empat Racun Dunia, ia masih boleh mengucap syukur karena ia
tidak mati konyol, atau tersiksa lebih hebat lagi dan dapat lolos dari maut mengerikan dalam
waktu semalam saja ! Sungguh aneh sekali wanita ini. Begitu mendengar bahwa pemerkosanuya
adalah Thian-tok, lenyaplah rasa penasaran di hatinya, bahkan ada rasa bangga yang luar biasa bahwa ia telah dipilih oleh Thian-tok, datuk iblis itu !
Patut diketahui bahwa Theng Ci adalah seorang wanita yang tergolong kaum sesat.
Perkumpulan Ang-hong-pai juga perkumpulan sesat. Oleh karena itu, walaupun Ang-hong-pai
tidak dapat dikatakan menjadi anak buah atau pengikut Empat Racun Dunia, akan tetapi
kedudukan Thian-tok yang tinggi membuat dia dipandang dengan rasa takut, kagum dan hormat


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh para anggauta kaum sesat, seperti pandangan seorang tahyul terhadap iblis atau dewa.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
135 Maka, mendengar bahwa dirinya dipilih oleh Thian-tok, timbul rasa bangga dalam hati wanita
ini. *** Puncak Tai-yun-san merupakan puncak yang indah dan masih liar karena jarang
dikunjungi manusia. Memang tidak ada gunanya bagi orang biasa, kecuali hanya untuk
melancong, datang ke puncak itu. Selain amat terjal dan sukar dicapai, penuh dengan hutan liar di mana terdapat banyak binatang buas, juga hawanya terlalu dingin. Akan tetapi semenjak
beberapa tahun ini, di puncak itu terdapat tiga orang, yaitu Thian-tok, dan dua orang muridnya yang baru, yaitu Ong Siu Coan dan Gan Seng Bu. Dua orang muda itu digembleng dengan
sungguh-sungguh oleh Thian-tok sehingga selama enam tahun mereka telah menerima ilmu-ilmu
kesaktian dari datuk iblis itu.
Kini mereka berdua sudah mengenal benar watak guru mereka yang luar biasa, aneh, dan
kadang-kadang mengerikan. Di dalam perantauannya, Thian-tok mengajak dua orang muridnya
itu bertualang dan dengan terang-terangan dia melakukan pencurian, bahkan penculikan dan
pemerkosaan terhadap gadis-gadis cantik. Dua orang muridnya tertegun, cemas dan ngeri, akan
tetapi mereka tidak berani mencampuri. Mereka bergidik melihat betapa guru mereka itu sambil tertawa bergelak-gelak memperkosa wanita, dan sambil tersenyum-senyum membunuh wanita itu
pada keesokan harinya ! Bahkan pernah kakek gendut itu merobek dada seorang korbannya,
mengeluarkan jantung yang masih berdenyut dan mengganyangnya mentah-mentah. Dua orang
pemuda itu hampir muntah menyaksikan hal ini, akan tetapi guru mereka mengatakan bahwa
jantung yang hidup itu merupakan obat kuat yang tiada taranya !
Kadang-kadang, kalau sedang berdua saja, Seng Bu menyatakan kecewa dan
penyesalannya kepada suhengnya, yaitu Siu Coan, tentang watak gurunya. Dia mengatakan
bahwa kalau melihat watak suhunya, dia ingin minggat saja, tidak sudi menjadi murid seorang
yang demikian jahatnya. Akan tetapi, Siu Coan membantahnya dan mengingatkan bahwa guru
mereka adalah seorang yang luar biasa saktinya. Mencari di ujung dunia sekalipun belum tentu akan bisa mendapatkan seorang guru selihai Thian-tok.
"Pula, apa hubungannya semua perbuatannya dengan kita ?" demikian Ong Siu Coan
berkata, membujuk sutenya. "Dia adalah seorang sakti, dan semua orang sakti di dunia ini
memang aneh. Bahkan ada yang mendekati gila. Siapa bisa mengikuti jalan pikirannya "
Mungkin saja ada sebab-sebab rahasia yang mendorong semua perbuatannya yang kelihatannya
jahat dan mengerikan itu."
"Hemm, apa yang mendorong kecuali nafsu buruk ?" Seng Bu berkata. "Memperkosa
gadis, lalu membunuh gadis yang tak berdosa itu ! Bayangkan saja ! Dia mencuri barang-barang berharga dari dalam gedung orang. Sungguh aku tidak mengerti, mengapa suhu yang sudah setua
itu masih mau mengganggu wanita, dan untuk apa pula barang-barang berharga itu."
Akan tetapi setelah mereka tiba di dalam guha di puncak Pegunungan Tai-yun-san,
barulah terjawab pertanyaan kedua dari Seng Bu. Di dalam guha besar itu terdapat terowongan
dan kamar-kamar dalam tanah dan di dalam sebuah di antara kamar-kamar itulah disimpannya
banyak sekali barang-barang berharga yang langka ! Pusaka-pusaka, emas permata, batu giok
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
136 dan bertumpuklah barang-barang itu seperti dalam guha harta karun saja ! Dan kadang-kadang
Thian-tok bermain-main di dalam kamar itu seperti anaj kecil, menimang-nimang semua benda-
benda itu sambil tertawa-tawa seorang diri !
Kalau Seng Bu merasa tidak cocok dengan watak gurunya dan hanya memaksa diri
bertahan untuk mengganggu ilmu kesaktian dari kakek itu, sebaliknya diam-diam Ong-Siu Coan
merasa kagum bukan main terhadap gurunya ! Bahkan ada perasaan puas di lubuk hatinya
melihat betapa gurunya melakukan semua kekejaman yang sadis itu. Hanya anak ini menyadari
bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak benar, maka diapun memaksa hatinya sendiri untuk
memerangi perasaan puas itu sehingga di luarnya, dia nampak halus budi dan pandai menyimpan
gejolak hatinya. Seng Bu sendiripun tidak dapat menyelami batin suhengnya yang baginya
dianggap seorang yang cerdik, pandai dan juga tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Sikap suhengnya yang pendiam, serius, dan gagah sekali, terutama kalau bicara tentang perjuangan
menentang penjajah Mancu, benar-benar amat mengagumkan hati Seng Bu. Dia sendiri berwatak
jujur, terbuka dan agak bodoh walaupun dia memiliki jiwa yang gagah perkasa dan berani.
Demikianlah, dalam asuhan orang aneh seperti Thian-tok, dua orang pemuda remaja itu
tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang gagah perkasa. Dalam usia sembilanbelas tahun, Siu
Coan merupakan seorang pemuda dewasa yang bertubuh tinggi tegap, berwajah tampan dan
gagah sekali, sepasang matanya mencorong, kadang-kadang nampak aneh, sikapnya pendiam dan
serius, pandang matanya penuh selidik dan membayangkan kecerdikan. Gan Seng Bu yang
usianya hanya beberapa bulan saja lebih muda dari suhengnya, bertubuh sedang namun
bentuknya kokoh dan kuat sekali, dengan otot-otot yang menonjol. Wajahnya tidak begitu
tampan, akan tetapi wajahnya jantan dan membayangkan kegagahan. Sinar matanya terbuka dan
dari situ berpancar cahaya mata yang jujur dan terang.
Sudah hampir enam tahun mereka menjadi murid Thian-tok dan boleh dibilang hampir
semua ilmu-ilmu pilihan dari kakek itu telah diajarkan kepada mereka. Terutama sekali ilmu-
ilmu andalan Thian-tok. Di antaranya adalah Ilmu Sin-houw Ho-kang, yaitu ilmu yang
berdasarkan penggunaan tenaga khikang pada suara sehingga kalau ilmu ini dipergunakan, maka
auman yang dikeluarkan itu demikian hebatnya sehingga mampu merobohkan lawan tanpa
menyentuhnya melainkan menyerang jantung dan isi perut melalui pendengaran dan getaran
suara ! Ada lagi ilmu yang diberi nama Kim-ciong-ko. Dengan mengandalkan ilmu ini, kalau
dikuasai dengan sempurna dan kalau pelakunya sudah memiliki tenaga singkang yang sempurna,
maka tubuh akan menjadi kebal terhadap senjata tajam dan kedua lengan dapat dipergunakan
sebagai senjata, kuat menahan senjata tajam sekalipun ! Adapun ilmu silat tangan kosong yang diandalkan oleh Thian-tok adalah Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat, ilmu silat yang berdasarkan
gerakan Ngo-heng atau Lima Unsur yang saling berkaitan, saling menolong saling menghidupkan
dan membunuh. Kalau dibuat perbandingan antara Siu Coan dan Seng Bu. Maka Siu Coan yang cerdik
lebih mahir dalam ilmu silat, akan tetapi dalam hal kekuatan, dia masih tidak mampu menandingi sutenya yang kokoh kuat seperti pagoda besi itu.
Pagi hari itu, dua orang pemuda yang sudah dewasa ini sedang berlatih silat di depan guha
kecil di mana terdapat sumber mata airnya. Guha kecil ini letaknya agak jauh dari guha tempat tinggal mereka dan guru mereka, dan mereka setiap pagi kalau hendak mengambil air, mandi atau Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
137 bercuci muka, tentu berlatih silat di depan guha kecil itu. Melihat dua orang pemuda itu berlatih silat dengan bertelanjang dada, hanya memakai celana panjang dan sepatu, amat mengagumkan.
Sungguh jauh bedanya dengan perkelahian yang mereka lakukan pada enam tahun yang lalu di
depan Thian-tok ketika kakek ini mengadu mereka di kuil tua. Dulu mereka berkelahi secara liar, pukul-memukul, tendang-menendang dan jambak-menyambak sehingga hujan pukulan mengenai
badan masing-masing dan terdengar suara bak " bik " buk ketika pukulan mengenai badan. Akan
tetapi sekarang, tidak terdengar sesuatu dalam gerakan mereka. Demikian ringannya kaki mereka bergeser dan kaki tangan itu namun sama sekali tidak mengeluarkan suara. Hanya kalau pukulan mereka meluncur saja terdengar angin bersiut, dan kadang-kadang terdengar bentakan mereka
untuk menambah daya serangdalam pukulan atau tendangan mereka. Akan tetapi sekali ini, tidak ada satu kalipun pukulan atau tendangan yang mengenai tubuh lawan. Betapapun cepat dan
kerasnya mereka menyerang, pihak lawan tentu mampu mengelak atau menangkisnya dengan
baik sekali. Mereka sedang melatih ilmu silat tangan kosong Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat,
ilmu silat yang menjadi andalan guru mereka.
Selagi mereka asyik berlatih, tiba-tiba terdengar suara orang mendengus dan nampaklah
bayangan hitam berkelebat dan terasa oleh dua orang muda itu angin pukulan menyambar dengan
dahsyatnya ke arah mereka ! Tentu saja mereka terkejut bukan main, karena mereka tahu bahwa
mereka diserang secara hebat sekali oleh orang yang berilmu tinggi dan yang memiliki tenaga
singkang yang amat kuat. Orang itu bertubuh tinggi kurus bermuka hitam dengan sepasang mata
mencorong kehijauan seperti mata kucing, pakaiannya serba hitam pula dan dengan dua pukulan
yang ganas sekali dia telah menyerang Siu Coan dan Seng Bu, dengan tamparan ke arah leher Siu Coan dan tonjokan ke arah dada Seng Bu.
"Haiiiittt .......... !" Siu Coan berteriak sambil melakukan penangkisan dengan tangan
kirinya. "Heiiiittt .......... !" Seng Bu yang kaget itupun cepat mengelak dengan miringkan
tubuhnya dan menyampok tonjokan itu dengan lengan kanannya.
"Dukk ! Dukk !" Dua orang pemuda itu semakin kaget karena ketika lengan mereka
yang menangkis itu terbentur dengan lengan lawan, mereka merasa seolah-olah menangkis besi
panas, dan juga tenaga lengan lawan itu sedemikian kuatnya sehingga mereka merasa lengan
mereka tergetar hebat !
"Siu Coan Juga lawan itu memiliki gerakan cepat bukan main. Begitu serangan pertama dapat
mereka hindarkan, serangan-serangan selanjutnya menyusul sedemikian cepatnya sehingga tahu-
tahu mereka telah diserang secara bergantian dan bertubi-tubi sampai tiga kali ! Namun, mereka kini telah menguasai banyak ilmu silat tinggi dan tubuh mereka sudah mampu bergerak secara
otomatis menghadapi ancaman serangan itu, selain itu mereka yang tahu bahwa penyerang
mereka ini amat lihai, sudah mengerahkan seluruh tenaga singkang mereka sehingga mereka
mampu menangkis dengan baik.
"Siapa kau yang datang-datang menyerang kami !" bentak Siu Coan ketika memperoleh
kesempatan. Ketika orang itu tidak menjawab melainkan melanjutkan serangan, Siu Coan
mengelak dan balas menyerang, diikuti oleh sutenya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
138 Kembali orang itu mendengus, dan agaknya orang itupun merasa heran melihat betapa
serangannya yang bertubi itu tidak berhasil merobohkan seorang dari mereka , bahkan kini dua
orang pemuda itu mulai membalas. Tiba-tiba dia mengeluarkan suara mekengking lirih, akan
tetapi di dalam suara yang lirih tinggi itu mengandung tenaga serangan yang amat hebat. Dua
orang pemuda itu terkejut. Mereka mengenal Sin-houw Ho-kang yang sudah mencapai tingkat
tinggi sekali. Cepat mereka melangkah mundur dan mengerahkan tenaga khikang untuk
melawan suara itu dan melindungi diri. Kembali orang itu kelihatan terkejut dan heran, lalu suara serangannya berhenti dan sekali berkelebat, orang itu telah lenyap di balik semak-semak tebal.
Siu Coan dan Seng Bu tidak mengejar, hanya saling pandang dengan heran. "Orang itu
sungguh lihai sekali .......... !" katanya menarik napas panjang. "Serangannya mendadak dan kalau kita kurang hati-hati, tentu menjadi korban."
Seng Bu menggeleng-geleng kepala, keheranan. "Mengapa dia menyerang kita membabi-
buta tanpa alasan " Siapa dia ?"
"Aku dapat menduga siapa dia." Tiba-tiba Siu Coan berkata.
Seng Bu memandang wajah suhengnya denga heran. "Engkau tahu siapa dia, suheng "
Apakah kau sudah mengenalnya ?"
Siu Coan menggeleng kepala. "Sute, lupakah engkau akan ucapan suhu ketika dia
menerima kita sebagai murid " Suhu pernah mengatakan secara samar-samar bahwa suhu
mempunyai seorang murid yang sudah tidak diakuinya lagi. Agaknya orang itulah murid suhu,
mengingat bahwa dia mengenal ilmu silat Ngo-heng Lian-hoat kita, juga ketika dia menyerang
kita dengan Sin-houw Ho-kang. Siapa lagi orangnya yang mampu melakukan dua ilmu itu kalau
bukan murid suhu itu ?"
Seng Bu mengangguk-angguk "Akan tetapi, kalau benar dia, berarti dia itu adalah toa-
suheng kita. Mengapa dia menyerang kita mati-matian seperti itu " Kurang cepat sedikit saja kita
mengelak atau menangkis, tentu seorang di antara kita akan roboh dan tewas."
"Akupun tidak tahu mengapa, sute. Hanya, menurut ucapan suhu dahulu, tentu dia tidak
berhubungan secara baik dengan suhu. Entah mengapa suhu tidak mengakuinya lagi. Sebaiknya
hal ini kita tanyakan kepada suhu."
Dua orang pemuda itu lalu membersihkan diri di sumber air dan setelah itu mereka
berjalan kembali menuju ke guha besar tempat tinggal mereka. Ketika mereka mencari guru
mereka, akhirnya mereka menemukan guru mereka duduk bersila di depan kamar harta karun di
mana disimpan semua pusaka dan barang-barang berharga milik guru mereka itu. Akan tetapi,
mereka terkejut bukan main melihat betapa Thian-tok yang duduk bersila itu berwajah pucat
sekali dan jelas kelihatan sedang menghimpun hawa murni dengan tarikan-tarikan napas panjang.
"Suhu .......... ! Ada apakah .......... ?" Siu Coan berseru kaget dan heran, lalu berlutut di depan kakek yang duduk bersila itu, diikuti oleh Seng Bu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
139 Kakek itu membuka kedua matanya dan melihat dua orang muridnya, dia tersenyum
menyeringai, lalu berkata dengan suara yang agak parau, "Ah, dia datang .........., mengambil Giok-liong-kiam .......... dan aku kena ditipunya, terkena pukulannya, akan tetapi .......... diapun membawa bekas pukulanku, mungkin terluka parah pula .........."
Siu Coan yang cerdik segera dapat menduga. "Suhu, apakah suhu maksudkan murid suhu
itu yang datang ?"
Thian-tok terbelalak. "Kau ?"". Kau sudah mengenal Koan Jit ?"
Siu Coan menggeleng kepala. "Tidak, suhu, teecu hanya menduga saja. Tadi ada seorang
bertubuh jangkung, bermuka hitam dan berpakaian serba hitam pula, menyerang teecu berdua
yang sedang berlatih silat di depan guha sumber air. Melihat gerakan-gerakannya, teecu
menduga bahwa tentu dia murid suhu itu ?"". Dan dia lalu melarikan diri setelah tidak
berhasil merobohkan kami."
Kakek itu mengangguk-angguk. "Benar, dialah Koan Jit, murid durhaka itu. Ah, aku
terlalu sayang kepadanya .......... dan dia terlalu durhaka .........."
"Suhu, apakah yang telah terjadi ?" Seng Bu kini bertanya dengan hati penasaran sekali.
Suhunya ini menyatakan merasa sayang terhadap murid yang bernama Koan Jit itu, akan tetapi
juga mengatakan bahwa murid itu terlalu durhaka.
"Kalian belum tahu ?"". baiklah kuceritakan agar kalian dapat mengenal siapa dia
dan orang macam apa dia itu. Akan tetapi dia memang hebat, dia paling berbakat, dan dia patut menjadi datuk iblis penggantiku, akan tetapi dia durhaka kepadaku, ah, sungguh sayang. Kalau tidak, tanpa dimintapun akan kuberikan Giok-liong-kiam kepadanya ?""."
Kakek itu lalu bercerita dengan singkat tentang muridnya yang bernama Koan Jit itu.
Orang she Koan bernama Jit itu telah menjadi murid Thian-tok, murid tunggal semenjak dia
masih kecil. Thian-tok amat sayang kepada muridnya ini, karena bukan saja Koan Jit memiliki
bakat yang amat baik sehingga dapat mewarisi hampir seluruh ilmu kepandaiannya akan tetapi
juga watak anak itu cocok benar dengan watak Thian-tok. Anak itu kejam, dapat bersikap jahat dan licik, pendeknya seorang yang patut menjadi calon datuk iblis yang menjagoi di dunia kaum sesat ! Dan di waktu kecilnya Koan Jit nampak patuh dan setia sekali kepada gurunya sehingga Thian-tok merasa sayang kepadanya. Thian-tok yang tidak pernah berkeluarga dan tidak
mempunyai keturunan itu, bahkan hanya mempunyai seorang saja murid, menganggap Koan Jit
seperti anak sendiri.
Akan tetapi setelah Koan Jit tamat belajar, limabelas tahun yang lalu, dalam usia
duapuluh lima tahun, watak jahat Koan Jit mencapai puncaknya dan bukan saja dia melakukan
segala perbuatan jahat seperti mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan mengkhianati
siapa saja, bahkan dia berkhianat pula kepada gurunya sendiri ! Urusannya hanya menyangkut
diri seorang wanita yang diculik oleh Thian-tok. Kebiasaan Thian-tok, satu di antara kebiasaan buruknya adalah menculik dan memperkosa wanita mana saja yang menarik hatinya. Dan
setelah diperkosanya, biasanya hanya untuk satu dua hari saja, lalu wanita itu dibunuhnya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
140 Perbuatan keji inipun diwarisi pula oleh Koan Jit ! Pada suatu hari, Thian-tok menculik seorang wanita dan dia tergila-gila kepada wanita ini, bahkan dia berniat untuk tidak membunuh wanita itu, dan kalau mungkin malah mengangkatnya menjadi teman hidup atau istrinya.
Akan tetapi, beberapa hari kemudian, guru ini mendapatkan wanita pilihannya itu ada
dalam pelukan muridnya ! Hal ini saja masih belum menyakitkan hati datuk iblis itu kalau saja si wanita tidak terang-terangan menyatakan bahwa ia mencinta Koan Jit dan tidak sudi berdekatan
dengan Thian-tok. Marahlah si datuk iblis dan wanita itupun dibunuhnya.
Tak disangkanya sama sekali bahwa Koan Jit mendendam karena peristiwa ini dan pada
suatu malam, selagi Thian-tok tidur pulas, murid durhaka itu telah menotoknya,
membelenggunya dan menyerahkannya kepada yang berwajib ! Tentu saja alat pemerintah
girang melihat penjahat besar itu diserahkan dalam keadaan terbelenggu, karena kalau tidak,
mereka tahu tidak akan mungkin dapat memegang Thian-tok yang menjadi iblis jahat dan
terkenal sekali di dunia kaum sesat.
Setelah siuman dan mendapatkan dirinya dalam tahanan, terbelenggu, Thian-tok menjadi
marah. Dia memberontak, melepaskan diri dan melakukan penyelidikan. Ketika mendengar
bahwa Koan Jit yang menyerahkan dirinya dalam keadaan pingsan terbelenggu kepada alat
negara, dia marah sekali dan cepat pulang. Setibanya di dalam guha di puncak Tai-yun-san itu, dia mendapat kenyataan bahwa Koan Jit telah kabur dan membawa banyak barang-barang
berharga yang dikumpulkannya di dalam kamar dalam guha ! Tentu saja Thian-tok marah sekali,
bukan karena Koan Jit mencuri barang-barang, melainkan karena murid itu telah mendurhakainya
Dengan kemarahan meluap-luap, datuk iblis itu lalu mencari muridnya. Dan setahun
kemudian, dia dapat menemukan Koan Jit. Mereka bertanding, akan tetapi betapapun lihainya
Koan Jit, menghadapi gurunya dia kalah matang dan akhirnya dia roboh. Akan tetapi, ketika
Thian-tok hendak membunuhnya, kakek ini tidak tega. Dia terlalu sayang kepada murid yang
sudah dianggap sebagai anaknya sendiri itu. Apa lagi ketika Koan Jit berkata kepadanya bahwa sepatutnya guru itu bangga mempunyai murid yang dapat melakukan kejahatan yang lebih besar
dari pada kejahatan gurunya !
"Suhu hanya merampok, mencuri, menculik, memperkosa dan membunuh. Pernahkah
suhu mengkhianati guru sendiri " Nah, aku ingin melakukan kejahatan yang melebihi suhu, dan
hal itu sudah kulakukan ketika aku mengkhianati suhu. Kalau aku tidak cinta kepada suhu, tentu suhu telah kubunuh, bukan kuserahkan kepada yang berwajib. Aku tahu bahwa suhu tentu akan
mampu melepaskan diri. Kenapa sekarang suhu marah-marah " Pantasnya memujiku, karena
bukankah suhu yang mengajarkan semua itu kepadaku ?"
Mendengar ucapan muridnya ini, hati Thian-tok menjadi semakin lemah dan diapun
mengampuni muridnya itu. Akan tetapi hatinya telah menjadi kecewa dan diapun tidak mau
mengakui lagi muridnya, dan mengatakan bahwa kalau sekali lagi saling jumpa, dia tentu akan
membunuh murid durhaka itu.
"Demikianlah," Thian-tok mengakhiri ceritanya. "Selama belasan tahun aku tidak
pernah bertemu dengannya, hanya mendengar bahwa dia telah dijuluki orang Hek-eng-mo (Iblis
Bayangan Hitam). Dan tadi, dia datang, menyelinap ke dalam kamar harta, mencuri Giok-liong-
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
141 kiam. Aku mendengar suara yang bukan seperti kalian, maka aku datang melihat dan tahu-tahu
aku telah diserangnya. Dia memperoleh banyak kemajuan dan karena aku tadinya masih mengira
bahwa kalian yang berada di dalam, aku lengah dan terkena pukulannya yang beracun. Akan
tetapi, sebelum dia melarikan diri, akupun berhasil memukul dan melukainya. Dia lari hanya
membawa pedang pusaka Giok-liong-kiam."
"Kurang ajar ! Aku akan mengejar dan mencarinya, suhu !" Siu Coan mengepal tinju.
"Benar, murid durhaka itu perlu dihajar !" kata pula Seng Bu marah.
Kakek itu tersenyum dan menggeleng kepala. "Jangan ! Aku bahkan diam-diam merasa
bangga bahwa dia menguasai pedang pusaka itu dengan cara yang demikian licik dan berani.
Perbuatan itu patut kalian jadikan contoh. Orang harus licin dan cerdik untuk dapat maju di
dunia ini, ha " ha " ha ! Dan Koan Jit benar-benar membuat aku bangga. Pula, belum tentu
kalian dapat menang menghadapinya. Dalam hal ilmu silat, kiranya kalian tidak perlu kalah,
hanya mungkin kalah matang dalam latihan. Semua ilmuku telah kuberikan kepada kalian. Akan
tetapi, dalam hal kelicikan dan kecurangan, kalian kalah jauh, apa lagi Seng Bu. Biarlah, pusaka Giok-liong-kiam itu biar berada di tangannya. Tentu saja kelak, kalau kalian sudah merasa
mampu, kalian boleh coba-coba merampas dari tangannya. Ketahuilah, pusaka Giok-liong-kiam
itu menjadi semacam ukuran kelihaian seseorang. Pemiliknya boleh mengangkat diri menjadi
orang terpandai di dunia persilatan !"
"Omitohud .........., kata-kata yang sungguh tidak baik untuk didengar dan ditaati .........."
Suara ini halus seolah-olah di dekat mereka ada orang yang berbisik. Hal ini amat
mengejutkan hati Thian-tok dan dua orang muridnya. Thian-tok segera maklum bahwa ada orang
sakti yang datang, karena orang yang berada di luar guha dapat mendengarkan kata-katanya tadi dan dapat mengirim suara melalui ilmu Coan-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh) sedemikian
lihainya, tentulah seorang yang memiliki kesaktian luar biasa.
"Awas, di luar ada orang sakti. Mari kita sambut dia !" kata Thian-tok yang segera
bangkit dan melangkah keluar dengan sikap tenang, dengan wajah tersenyum mengejek karena
kakek ini belum pernah merasa takut menghadapi lawan siapa saja di dunia ini. Dua orang
muridnya mengikuti dari belakang dengan hati tegang dan penuh pertanyaan dan dugaan.
Apakah Koan Jit datang kembali " Mungkin saja murid pertama suhu mereka itu yang datang,
karena memang orang itu memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi mengapa ada seruan
omitohud yang biasa hanya keluar dari mulut para pendeta atau para umat Buddhis yang
beribadat " Agaknya tidak mungkin kalau toa-suheng mereka yang sudah tidak diakui itu
menggunakan seruan seperti itu.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika mereka tiba di luar, Siu Coan dan Seng Bu memandang heran. Di depan guha itu
telah berdiri seorang pendeta hwesio yang tubuhnya gendut bulat, segendut da sebulat guru
mereka. Bahkan ada persamaan atau kemiripan wajah di antara dua orang kakek itu, mirip sekali bentuk mata, hidung dan mulut pada muka yang sama-sama bundar itu. Hanya perbedaannya,
kalau kepala Thian-tok botak dan di belakangnya berambut, kepala hwesio itu gundul plontos
tanpa ada sedikitpun rambutnya dan kalau baju Thian-tok tidak pernah tertutup sehingga nampak Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
142 bulu di dadanya, sebaliknya tubuh hwesio itu tertutup rapat oleh jubah kuning, juga wajah Thian-tok dihias kumis pendek tebal, sedangkan hwesio itu sedikitpun tidak memelihara kumis.
Sejenak dua orang gendut itu saling pandang dan lucunya, keduanya sama-sama
tersenyum lebar. Hanya terdapat perbedaan dalam senyum itu. Kalau senyum Thian-tok
menyeringai dan membayangkan ejekan dan kesombongan, senyum hwesio itu halus dan ramah
dibayangi ketulusan hati.
"Ha " ha " ha " ha !" Thian-tok akhirnya tertawa bergelak. "Akhirnya ketemu juga !
Akan tetapi kedatanganmu itu terlambat beberapa jam saja, Siauw-bin-hud !"
Hwesio yang disebut Siauw-bin-hud itu tertawa dan menoleh kepada pemuda berpakaian
pemuda tani sederhana yang wajahnya membayangkan kesabaran. "Ci Kong, inilah dia yang
dujuluki orang Thian-tok, satu diantara empat orang datuk iblis yang dinamakan Empat Racun
Dunia." Kemudian Siauw-bin-hud menghadapi Thian-tok dengan senyum lebar.
"Heh " heh, Thian-tok, engkau pandai sekali menyembunyikan diri. Setelah yakin bahwa
engkaulah orangnya yang duabelas tahun yang lalu merampas Giok-liong-kiam dengan
mempergunakan nama pinceng, barulah pinceng memaksa diri mendatangi tempat ini. Thian-
tok, mengapa engkau melakukan perbuatan itu ?"
"Ha " ha " ha, ketika itu aku hanya menggunduli rambut dan kumisku, memakai jubah
kuning dan merobah sedikit alisku, mencoba-coba merasakan bagaimana kalau menjadi seorang
hwesio. Aku sama sekali tidak pernah mengaku bahwa aku adalah Siauw-bin-hud. Kalau
kemudian orang menyangka aku Siauw-bin-hud, salah siapakah itu " Ha " ha " ha, dan sudah
sepatutnya kalau engkau menjadi pusing karenanya. Ingatkah engkau pada empatpuluh tahun
yang lalu ketika engkau pernah mengalahkan aku dalam pertandingan selama hampir satu malam
di puncak Thai-san ?"
Siauw-bin-hud tersenyum lebar. "Aihh, perlu apa mengingat-ingat masa lampau waktu
kita masih gila-gilaan dan dikuasai nafsu untuk menang " Pinceng sekarang sudah tidak lagi haus kemenangan, Thian-tok. Akan tetapi karena orang menyangka pusaka itu pinceng rampas, maka
pinceng terpaksa datang mengunjungimu dan minta agar engkau suka mengembalikan kepadaku
untuk diserahkan kepada mereka yang berhak."
"Ha " ha, enak saja ! Majulah dan kalahkan aku sekali lagi kalau engkau mampu !"
Siauw-bin-hud hanya tersenyum dan menggeleng kepala. "Biarlah pinceng mengaku
kalah." "Kalau engkau kalah, berarti aku yang menang dan jagoan nomor satu sajalah yang
berhak menguasai Giok-liong-kiam. Jadi, akulah yang menguasainya dan akulah yang patut
disebut jagoan nomor satu di dunia, ha " ha " ha !"
"Omitohud ! Heh " heh, Thian-tok, bagi pinceng sama sekali tidak berkeberatan kalau
engkau menjadi jagoan nomor satu di dunia atau di akhirat. Biar kauborong semua gelar dan
julukan itu, ha " ha " ha !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
143 Sementara itu, Ci Kong yang menyaksikan pertemuan antara kakek gurunya dan kakek
gendut itu, sejak tadi memandang penuh keheranan. Memang mirip sekali dua orang kakek itu
satu sama lain, dengan kebiasaan yang sama pula, yaitu suka tersenyum lebar dan ketawa-ketawa.
Hanya bedanya, kalau senyum susiok-couwnya itu ramah dan tulus, sebaliknya senyum kakek
botak itu mengandung ejekan dan sinar matanya mengandung kekejaman. Akan tetapi, diam-
diam dia merasa kagum kepada dua orang pemuda yang muncul keluar bersama Thian-tok itu.
Mereka adalah dua orang pemuda yang nampak gagah dan sama sekali tidak membayangkan
watak yang jahat.
"Ha " ha " ha, Siauw-bin-hud, kalau kau sudah mengaku kalah, pergilah dan jangan
ganggu aku !" Thian-tok berkata dan kini dua orang muridnya yang merasa heran. Biasanya,
tidak mungkin guru mereka itu membiarkan orang yang datang mengganggu pergi begitu saja
dan menghabiskan perkara itu sampai di situ ! Dari sikap ini saja mereka dapat menduga bahwa suhu mereka itu merasa jerih terhadap hwesio tua ini. Hal itu membuat mereka merasa penasaran sekali.
"Thian-tok, pinceng tidak mau merebut keunggulan jagoan, akan tetapi pinceng sudah
berjanji kepada para orang gagah untuk mencari perampas Giok-liong-kiam yang menyamar
pinceng. Kalau engkau tidak mau menyerahkan pusaka itu kepada pinceng untuk dikembalikan
kepada yang berhak, marilah kau ikut pinceng ke Siauw-lim-si dan engkau menghadapi sendiri
mereka yang menuntut dikembalikannya pusaka itu."
"Hua " ha " ha, enak saja kau membuang kentut, hwesio busuk !" Thian-tok tertawa
bergelak dan memaki dengan nada mengejek sekali. "Aku merampas pusaka itu menggunakan
kepandaian dan kau hendak mengambilnya dariku hanya dengan menggunakan bujukan suara
kentut busuk " Kalau engkau mampu mengalahkan aku, baru aku mau bicara tentang Giok-liong-
kiam, kalau engkau tidak berani melawanku, pergilah dan jangan perlihatkan lagi kepala
gundulmu itu di sini !"
"Ha " ha " ha, Thian-tok, jangan seperti anak kecil yang memperebutkan mainan.
Pinceng hanya ingin meluruskan perkara yang bengkok, bukan untuk memperebutkan sesuatu
denganmu." Siauw-bin-hud masih tertawa-tawa gembira, agaknya kata-kata yang menghina dari
Thian-tok sama sekali tidak dirasakannya. Ci Kong mengerutkan alisnya yang teba. Hatinya
sudah terasa panas sekali. Dia seorang pemuda sederhana yang menerima gemblengan lahir batin dari Siauw-bin-hud selama enam tahun, juga wataknya bijaksana, sabar dan serius. Akan tetapi, mendengar betapa susiok-couwnya yang amat dihormatinya itu kini dimaki-maki dengan kata-kata kotor oleh seorang datuk sesat, dia merasa penasaran sekali dan menganggap bahwa sikap
susiok-couwnya terlalu lemah. Orang yang begitu jahat seperti Thian-tok ini tidak perlu dikasih hati, pikirnya, karena makin lemah sikap kita, tentu akan makin diinjaknya.
"Heh " heh, Siauw-bin-hud, engkau mengaku kalah tanpa bertanding, mana mungkin itu"
Kalau saja engkau mengaku bahwa engkau takut melawan aku, nah, baru aku mau bicara tanpa
bertanding. Gundul busuk, kau berlututlah dan mengaku takut !" kata Thian-tok sambil
menyeringai dengan sikap merendahkan sekali. Anehnya, Siauw-bin-hud hanya tersenyum saja,
dengan sinar mata penuh kesabaran seperti dewasa melihat tingkah seorang anak kecil yang
nakal. Akan tetapi, Ci Kong sudah cepat melangkah maju.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
144 "Susiok-couw, segala sesuatu mempunyai batas. Orang ini terlalu menghina dan
memandang rendah, biarlah saya yang mencoba-coba menghadapi dan menandingi ilmunya !"
Sebelum Siauw-bin-hud menjawab, tiba-tiba Ong Siu Coan sudah meloncat ke depan dan
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Ci Kong. "Orang sombong, kalau engkau yang
maju, tidak perlu suhu menghadapimu, akupun cukuplah. Sambut seranganku !"
Ong Siu Coan selain cerdik dan berwatak aneh, juga gagah perkasa dan melihat gurunya
ditantang oleh pemuda yang menjadi cucu keponakan seperguruan Siauw-bin-hud, dia menjadi
marah. Juga dengan cerdik dia mendahului maju untuk menyenangkan hati gurunya karena
perbuatannya itu tentu saja merupakan suatu kebaktian dan kesetiaan seorang murid yang baik.
Begitu mengeluarkan tantangan dan celaan terhadap Ci Kong yang dipandangnya rendah karena
bagaimanapun juga, pemuda itu hanyalah cucu murid Siauw-bin-hud, tentu hanya merupakan
seorang murid Siauw-lim-pai tingkat rendah saja, Siu Coan sudah mengirim serangan dengan
dahsyatnya. Begitu menyerang, dia telah mempergunakan sebuah jurus yang ampuh dari Ngo-
heng Kun-hoat dan tentu saja dia mengerahkan tenaga singkang dalam serangan itu sehingga
pukulan tangan kirinya yang menyambar dari samping ke arah lambung lawan itu mengeluarkan
angin keras. "Hemmmm ?"". !" Ci Kong mengeluarkan suara menahan kemarahannya melihat
betapa pemuda tinggi besar itu begitu saja menyerang dengan ganas. Sebagai seorang murid
terkasih Siauw-bin-hud yang telah mewarisi ilmu-ilmu silat paling tinggi dari Siauw-lim-pai
bahkan mewarisi ilmu-ilmu simpanan rahasia yang bahkan jarang ada tokoh Siauw-lim-pai
menguasainya. Ci Kong memiliki ketenangan yang luar biasa. Sekali pandang sekelebatan saja, diapun sudah tahu bahwa serangan lawannya itu mengandung hawa maut dan sama sekali tidak
boleh dipandang ringan. Juga dia tidak dapat diikat perhatiannya oleh pukulan tangan kiri lawan yang menyambar lambungnya, maka sambil mengelak, dia tetap waspada. Kewaspadaannya ini
ternyata amat berguna karena belum juga pukulan tangan kiri Siu Coan itu terelakkan, tangan
kanan Siu Coan sudah menyambar dengan lebih cepat dan lebih ganas dari pada gerakan tangan
kiri dan yang diserang adalah pelipis kiri Ci Kong. Kiranya inilah serangan intinya sedangkan sambaran tangan kiri tadi hanyalah pancingan atau gertakan saja. Memang demikian sifat ilmu
silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang dirangkai oleh Thian-tok. Serangan susul-menyusul
dan sambung-menyambung sehingga sukar diketahui lawan mana serangan pancingan dan mana
yang inti, karena kesemuanya nampak berbahaya, makin lama makin cepat.
Akan tetapi Ci Kong sudah tahu bahwa pukulan ke arah pelipis itulah serangan inti lawan,
maka diapun menggerakkan tangan kirinya, dengan gerakan berputar dari bawah lengan kirinya
menangkis. "Dukkk ?"". !" Keduanya terkejut karena begitu dua lengan bertemu, tubuh mereka
tergetar dan tiba-tiba tangan kiri Siu Coan pada detik berikutnya sudah menyambar dengan
dorongan ke arah ulu hati lawan. Serangan susulan yang amat berbahaya ! Akan tetapi Ci Kong juga memapakinya dengan tangan kirinya. Dua telapak tangan kiri itu saling dorong dan bertemu di udara.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
145 "Plakk !!" Keduanya terdorong ke belakang sampai tiga langkah dan sama-sama
memandang dengan sinar mata kagum karena dari pertemuan telapak tangan itu saja mereka
dapat mengetahui betapa kuatnya tenaga dari lawan masing-masing.
"Heh " heh, Ci Kong, apa gunanya bersitegang dan berkelahi seperti anak kecil "
Mundurlah." Tiba-tiba terdengar suara halus Siauw-bin-hud dan mendengar suara susiok-
couwnya ini, Ci Kong mundur walaupun pada saat itu, Siu Coan sudah menyerangnya lagi !
Melihat betapa lawannya mundur dan kakek gendut dari Siauw-lim-pai itu kini
melangkah maju, Siu Coan yang sudah menyerang lagi tidak mau menarik kembali pukulannya.
Bahkan pemuda yang cerdik ini memperoleh kesempatan untuk menguji kepandaian Siuw-bin-
hud, kakek yang menjadi tokoh penuh rahasia dari Siauw-lim-pai itu, yang menurut gurunya
merupakan seorang tokoh sakti yang sukar dicari tandingannya. Dia merasa penasaran dan ingin menguji sendiri Siauw-bin-hud. Akan tetapi, kalau tidak ada kesempatan yang baik, tentu dia
tidak berani. Sekarang, dia sedang melakukan serangan yang tadinya ditujukan kepada pemuda
cucu murid pendeta itu. Kalau pemuda yang diserangnya itu menyingkir dan mundur, sedangkan
kakek gendut itu maju, maka serangannya yang dilanjutkan akan mengarah si pendeta dan hal ini tidak dapat dikatakan bahwa dia berani lancang menyerang tokoh Siauw-lim-pai itu !
Maka, dia tidak menahan atau menarik kembali serangannya, bahkan mengerahkan
seluruh tenaganya dan serangannya itu diluncurkan dengan persiapan menyambungnya dengan
pukulan-pukulan lain yang paling hebat dari Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat !
Kombinasi pukulan tiga kali berturut-turut secara cepat lagi dilancarkan oleh Siu Coan ke
arah tubuh gendut itu. Pertama ke arah leher, ke dua ke arah lambung dan ke tiga kalinya ke arah dada. Cepat sekali dan mengandung tenaga sepenuhnya. Demikian cepatnya tiga pukulan
berantai itu sehingga jatuhnya hampir berbareng, sekali dengan tangan kiri dan dua kali dengan tangan kanan.
"Buk ! Buk ! Buk !" Tiga kali pukulan itu mengenai sasaran dengan tepatnya, akan
tetapi akibatnya sungguh aneh. Ong Siu Coan terkulai dan tentu sudah roboh kalau lengannya
tidak cepat disambar oleh sutenya, Gan Seng Bu. Ketika tiga kali pukulan tadi mengenai leher, lambung dan dada kakek gendut itu, Siauw-bin-hud sama sekali tidak mengelak dan Siu Coan
merasa betapa pukulan-pukulannya seperti mengenai benda yang amat lunak, dingin dan yang
mengandung daya serap, menyedot semua tenaga singkang yang terkandung dalam semua
pukulannya. Dan seketika kaki tangannya terasa lemas dan lumpuh sehingga dia hampir
terguling roboh kalau tidak disambar oleh sutenya. Dia cepat melangkah mundur dan
memandang kepada kakek pendeta Siauw-lim-pai itu dengan mata terbelalak.
"Ha-ha-ha, Thian-tok, engkau mempunyai murid-murid yang amat lihai." Siauw-bin-hud
berkata, ucapannya itu sama sekali bukan merupakan ejekan karena kakek ini tahu benar betapa
lihainya pemuda tinggi besar yang menyerangnya tadi. Dia bisa menderita malu kalau
menghadapi pemuda itu dengan kekerasan pula, dan diapun tahu bahwa biarpun cucu muridnya
mungkin tidak kalah, akan tetapi untuk dapat memenangkan pemuda murid Thian-tok itupun
bukan merupakan hal yang mudah. Yang paling mengagumkan hatinya adalah sinar mata Siu
Coan, begitu mengandung kecerdikan dan keanehan sehingga pemuda itu memang patut menjadi
murid seorang sakti aneh seperti seorang di antara Empat Racun Dunia itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
146 "Ha " ha " ha " ha, Siauw-bin-hud, tak perlu kau mengejek. Tentu saja murid-muridku
masih belum cukup matang untuk melawan tua bangka bangkotan seperti engkau, akan tetapi
mari kita yang tua sama tua mencoba kepandaian masing-masing. Kalau engkau tidak mampu
menang dariku, bukan saja engkau tidak akan mendengar dariku tentang pusaka Giok-liong-kiam,
bahkan aku akan membunuhmu dan membunuh muridmu ini ! Akan tetapi kalau aku kalah, aku
mau bicara tentang Giok-liong-kiam !"
Tentu saja Ci Kong semakin marah mendengar ucapan dan melihat sikap Thian-tok. Di
mana ada orang menggunakan aturan yang demikian boceng-li, mau menang sendiri dan mau
enaknya sendiri saja "
Terhadap orang macam ini, yang lebih mendekati gila dari pada sekedar jahat, perlu
dipergunakan kekerasan untuk menghajarnya. Akan tetapi, pemuda itu tentu saja tidak berani
berbuat atau berkata dengan lancang tanpa ijin dari susiok-couwnya yang kini hanya tersenyum
lebar saja menghadapi tantangan Thian-tok.
"Omitohud .......... Thian-tok, sejak puluhan tahun engkau selalu haus kemenangan, haus
darah. Apakah sampai mati engkau akan selalu kehausan seperti ini " Sungguh kasihan sekali !"
Siauw-bin-hud berkata sambil menggeleng-geleng kepala dan senyumnya amat ramah,
mengandung bayangan iba.
Jilid VII *****
Ucapan ini oleh Thian-tok yang selalu berprasangka buruk itu dianggap sebagai
penghinaan dan memandang rendah. Mukanya menjadi merah walaupun senyumnya masih
lebar, senyum menyeringai dan tiba-tiba dia mengeluarkan mangkok dan guci araknya.
Dituangkannya arak ke dalam mangkok sampai penuh, lalu diminumnya dengan sepasang
matanya masih terus menatap wajah Siauw-bin-hud. Dua orang muridnya yang sudah mengenal
kakek ini diam-diam menjadi tegang. Kalau gurunya sudah bersikap seperti itu, minum arak
seperti itu, maka hanya ada dua hal terjadi dalam batin gurunya. Terlalu gembira atau terlalu marah, dan agaknya kini gurunya itu telah marah sekali.
Setelah menghabiskan tiga mangkok arak, Thian-tok menggantungkan kembali mangkok
dan ciu-ouw di pinggangnya, lalu terkekeh. Suara ketawanya tadinya terdengar ketawa biasa
saja, akan tetapi makin lama suara itu makin meninggi sampai seperti ringkik kuda, dan makin
tinggi lagi melengking-lengking.
Tentu saja Ci Kong menjadi terkejut bukan main, apa lagi ketika suara itu jelas
mengandung tenaga khikang kuat yang menyerang dia dan susiok-couwnya. Dia melihat betapa
Siauw-bin-hud masih tersenyum saja. Akan tetapi dia sendiri cepat-cepat mengerahkan singkang untuk menjaga diri, karena dia tahu bahwa kalau dia tidak membela diri, mungkin dia akan
terkena serangan melalui suara itu dan terluka. Suara itu adalah ilmu Sin-houw Ho-kang yang
amat berbahaya. Diciptakan oleh Thian-tok meniru suara harimau. Seekor binatang harimau
yang menjadi raja hutan, menundukkan lawan atau korbannya cukup dengan suaranya saja.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
147 Harimau yang mengeluarkan suara gerengan itu mengandung tenaga yang menggetarkan jantung,
dapat membuat lawannya lumpuh dan ketakutan sehingga tanpa dikejar sekalipun sudah akan
roboh di depan kakinya. Suara inilah, dengan kekuatan getarannya, yang ditiru oleh Thian-tok, disesuaikan dengan suara yang dapat keluar dari perutnya melalui tenggorokannya, dan
dibandingkan dengan suara harimau aseli, maka Sin-houw Ho-kang ini jauh lebih hebat dan lebih berbahaya lagi.
Hanya dengan pengerahan sinkangnya, Ci Kong dapat menghadapi serangan suara itu
sambil berdiri tegak dan mengatur pernapasan. Akan tetapi, Siauw-bin-hud masih tersenyum
enak-enak saja, seolah-olah suara itu tidak mempengaruhinya sama sekali. Hanya kedua matanya saja yang bersinar lembut itu menentang pandang mata Thian-tok yang melotot. Melihat sikap
Siauw-bin-hud yang seolah-olah sama sekali tidak terpengaruh oleh serangannya, tentu saja
Thian-tok menjadi penasaran. Di antara Empat Racun Dunia, dia terkenal sekali dengan Sin-
houw Ho-kangnya, bahkan datuk iblis yang lain tidak berani memandang rendah. Pemuda
Siauw-lim-pai itupun sudah harus mengerahkan sinkang untuk melawan suaranya. Akan tetapi
kenapa Siauw-bin-hud enak-enak saja " Sikap enak-enakan itu merupakan tamparan baginya,
seolah-olah menunjukkan bahwa Sin-houw Ho-kang yang dipergunakannya untuk menyerang itu
bagi Siauw-bin-hud hanya nyanyian yang merdu saja. Dia lalu mengerahkan tenaga khikang
lebih kuat lagi sehingga suaranya itu kini melengking semakin tinggi sampai seperti suara
nyamuk-nyamuk berterbangan. Akan tetapi dalam keadaan seperti itu, daya serangan menjadi
semakin kuat sehingga Ci Kong yang lihai itupun terpaksa harus mengerahkan seluruh tenaga dan bahkan memejamkan mata untuk memusatkan tenaga.
Akan tetapi, Siauw-bin-hud tetap saja tersenyum lebar, bahkan kadang-kadang terkekeh
lirih. Justeru dalam suara kekehnya inilah terletak kekuatan yang dapat menolak serangan suara Sin-houw Ho-kang itu ! Agaknya bukan hanya Thian-tok yang menjadi penasaran, juga Siu
Coan mengerutkan alisnya. Dia biasanya amat menyombongkan Ilmu Sin-houw Ho-kang ini dan
sekarang suhunya sudah mengerahkan tenaga sekuatnya, belum juga mampu mengalahkan atau
setidaknya membuat Siauw-bin-hud kerepotan. Maka tiba-tiba diapun mengeluarkan suara
melengking yang disusul pula oleh Seng Bu dalam usaha dua orang murid itu untuk membantu
guru mereka ! Kini ada tiga suara yang mengandung Sin-houw Ho-kang yang menyerang ke arah
Siauw-bin-hud dan Ci Kong !
Ci Kong merasa terkejut bukan main. Serangan tambahan dari dua orang pemuda itu
sungguh tidak boleh dibuat main-main. Kekuatan yang terkandung dalam lengkingan suara
mereka itu tidak selisih banyak dengan kekuatan suara Thian-tok, dan karena dua orang pemuda
itu menggabungkan suara mereka, maka kekuatan suara gabungan itu bahkan lebih kuat lagi dari
pada suara Thian-tok. Ci Kong merasa betapa tubuhnya menggigil dan cepat dia lalu duduk
bersila dan mengerahkan semua tenaganya. Baru setelah dia duduk bersila dan mengerahkan
tenaga dalamnya, dia mampu menahan serangan getaran tiga suara yang bergabung itu !
Dan kini, senyum Siauw-bin-hud makin melebar dan mulai terdengar suara terkekeh-
kekeh dari mulutnya. Suara ini demikian kuatnya sehingga tiga orang penyerang itu merasa
betapa suara mereka terpukul membalik, membuat mereka terkejut sekali. Akan tetapi Thian-tok masih berkeras mengerahkan tenaganya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
148 "Thian-tok, engkau sedang menderita luka, apakah engkau mau bunug diri ?" tiba-tiba
terdengar Siauw-bin-hud berkata, suaranya lembut, akan tetapi aneh karena dalam kelembutan itu terkandung kekuatan dahsyat sekali yang serentak membuyarkan kekuatan Sin-houw Ho-kang
dari tiga orang penyerang itu !
Thian-tok menghentikan serangan suaranya dan mukanya menjadi agak pucat. Dua orang
muridnya terpaksa menghentikan pula suara mereka dan didahi dan leher mereka nampak
butiran-butiran keringat yang besar-besar dan dingin. Kalau dilanjutkan melawan suara kakek
Siauw-lim-pai itu, yang membuat suara mereka sendiri membalik, mereka akan dapat menderita
luka parah sekali oleh tenaga khikang mereka sendiri yang memukul balik !
"Hemm, aku masih belum kalah, Siauw-bin-hud. Coba kausambut seranganku dan
kaukalahkan aku kalau bisa !" Berkata demikian, kakek gendut itu kini sudah menerjang ke
depan, menyerang Siauw-bin-hud kalang kabut. Angin pukulan dahsyat menyambar-nyambar
dengan hebatnya dan Siauw-bin-hud mengeluh.
"Omitohud, engkau menderita masih nekat, Thian-tok ?" Siauw-bin-hud juga
menggerakkan tubuhnya, mengelak sambil mengebut-ngebutkan ujung lengan bajunya untuk
menangkis. Kakek ini tidak pernah membalas, akan tetapi semua serangan Thian-tok yang amat
hebat itu dielakkannya saja sambil kadang-kadang ditangkis dengan ujung lengan baju. Thian-
tok adalah seorang tokoh besar, seorang datuk iblis yang sudah mematangkan ilmunya selama
puluhan tahun ini, semenjak kalah oleh Siauw-bin-hud, maka ilmu kepandaiannya meningkat
banyak sekali. Siauw-bin-hud maklum akan hal ini, akan tetapi kakek yang batinnya penuh dengan welas
asih ini, selain tidak suka memukul orang, juga merasa amat kasihan kepada Thian-tok yang dia tahu sedang menderita luka cukup parah di sebelah dalam tubuhnya. Dan memang benarlah.
Pertemuannya dengan bekas muridnya yang murtad, yaitu Koan Jit, yang memukulnya dengan


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba-tiba sehingga kakek itu terluka, membuat tenaganya banyak berkurang, bahkan kalau dia
terlalu mengerahkan tenaga dalam, amat membahayakan diri sendiri. Karena merasa kasihan
inilah, maka Siauw-bin-hud hanya mengelak dan menangkis saja atas semua desakan Thian-tok
yang mempergunakan Ilmu Silat Ngo-heng Lian-hong Kun-hoat yang amat diandalkannya itu.
Selama puluhan tahun dia menyempurnakan ilmu ini dan selama ini belum pernah menemui
tandingan. Ci Kong memandang penuh kekhawatiran karena pemuda inipun dapat melihat betapa
hebatnya serangan-serangan Thian-tok dan betapa susiok couwnya hanya mengelak dan
menangkis saja dengan sikap amat mengalah. Kakek gurunya itu sudah amat tua, dan betapapun
sakti dan tinggi ilmunya, usia tua membuat tubuh itu tentu saja ringkih. Mana mungkin kakek itu dapat bertahan terus menghadapi serangan dengan ilmu sedahsyat itu kalau hanya mengelak dan
menangkis saja tanpa membalas sama sekali "..
Siu Coan dan Seng Bu juga menjadi penonton yang memandang penuh kagum. Mereka
berdua maklum bahwa biarpun mereka sudah berlatih dengan amat tekun, mereka masih belum
mampu menandingi suhu mereka dalam Ilmu Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat. Dimainkan oleh
Thian-tok, ilmu silat itu benar-benar amat berbahaya dan lihai sekali. Akan tetapi, yang membuat mereka melongo penuh kekaguman adalah ketika mereka melihat betapa kakek gendut dari
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
149 Siauw-lim-pai itu selalu dapat menghindarkan diri dari setiap jurus serangan Thian-tok, hanya dengan mengelak dan mengebut menggunakan ujung lengan baju, sama sekali tidak pernah
membalas padahal kalau kakek Siauw-lim-pai itu menghendaki, dua orang pemuda ini maklum
bahwa kakek itu sanggup dan tentu balasannya akan lebih hebat lagi. Diam-diam Gan Seng Bu
merasa penasaran. Pemuda ini berjiwa gagah dan berwatak adil. Dia merasa tidak senang
melihat gurunya terus-terusan menyerang sedangkan lawannya yang sama sekali tidak kalah lihai itu sama sekali tidak pernah membalas. Ini merupakan perkelahian yang dalam anggapannya
sama sekali tidak adil. Dan Siu Coan yang tidak memikirkan lain kecuali kemenangan untuk
suhunya, juga kagum terhadap kakek Siauw-lim-pai itu. Akan tetapi diapun tidak berani turun
tangan membantu suhunya tanpa perintah suhunya itu. Dia cukup mengenal watak Thian-tok
yang aneh. Biarpun Thian-tok seorang yang tidak segan melakukan segala macam kekejaman,
kecurangan dan kejahatan, namun sebagai seorang datuk iblis tingkat atas, kakek itu memiliki
keangkuhan dan tentu akan merasa terhina dan marah besar kalau muridnya membantunya dalam
suatu perkelahian tanpa perintahnya. Pengeroyokan merupakan hal yang amat merendahkan bagi
seorang datuk besar seperti Thian-tok. Oleh karena itu, biarpun suhunya belum juga mampu
mengalahkan kakek yang sama sekali tidak pernah membalas itu, Siu Coan juga hanya menonton
saja. Diam-diam dia menyayangkan, karena kalau sekali saja suhunya memberi perintah, dan dia maju bersama sutenya, tentu kakek Siauw-lim-pai dan cucu muridnya itu akan dapat dibunuh
dengan mudah. Sementara itu, Thian-tok merasa makin penasaran. Siauw-bin-hud sekarang, tidak seperti
empatpuluh tahun yang lalu, menghadapinya tanpa membalas dan sudah lewat limapuluh jurus,
belum juga dia mampu menyentuh tubuh kakek itu, apa lagi merobohkan ! Padahal, Siauw-bin-
hud sama sekali tidak pernah membalasnya. Empatpuluh tahun yang lalu, setelah melalui
perkelahian mati-matian selama belasan jam, baru Siauw-bin-hud mampu mengalahkannya, akan
tetapi Siauw-bin-hud ketika itu balas menyerang, tidak seperti sekarang ini, sama sekali tidak membalas dan hanya mengelak dan menangkis saja. Sungguh tak mungkin dia dapat
menerimanya, bahkan sukar mempercayanya. Maka, tanpa memperdulikan luka yang dideritanya
akibat pukulan bekas muridnya, kakek gendut ini menyerang terus mati-matian. Dia tahu bahwa
dengan lukanya, dia sama sekali tidak boleh terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Hal ini akan membuat luka pukulan beracun bekas muridnya itu menjadi semakin parah. Akan tetapi, Thian-tok memiliki watak yang angkuh dan kepala batu, maka dia tidak memperdulikan diri sendiri dan terus menyerang dengan maksud mengalahkan, kalau mungkin membunuh. Sepasang matanya
sudah merah, mulutnya masih tersenyum, menyeringai menyeramkan karena dalam senyum ini
terbayang nafsu membunuh ! Dia tidak perduli bahwa lawannya tidak pernah membalas, dan hal
ini malah dianggap amat menguntungkan, memberi kesempatan sebanyaknya kepadanya untuk
menang. Sikap Siauw-bin-hud yang mengalah itu dianggap suatu kebodohan, ketololan lawan
yang menguntungkan dirinya !
"Aagghhhh .......... !" Tiba-tiba dia mengeluarkan suara gerangan rendah yang
menggetarkan tanah sekitar tempat itu, seperti seekor raja hutan menggereng dengan dahsyatnya dan sambil mengeluarkan suara gerengan itu, Thian-tok menubruk ke depan, kedua tangannya
mendorong ke arah dada Siauw-bin-hud sambil mengerahkan seluruh tenaga yang ada pada
dirinya. Agaknya Thian-tok sekali ini mengeluarkan segalanya untuk merobohkan lawan.
"Omitohud .......... kau menyiksa dirimu sendiri" Siauw-bin-hud berseru dan hwesio
gendut ini tidak sempat mengelak lagi, terpaksa mengulur kedua tangannya menyambut. Siauw-
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
150 bin-hud yang berhati penuh welas asih itu tidak mengerahkan tenaga keras, melainkan
menggunakan kelembutan menerima serangan dahsyat dari lawan.
"Plakkk .......... !" Tubuh Siauw-bin-hud terlempar ke belakang dan diterima oleh Ci
Kong dengan lembut. Tubuh Thian-tok tetap berdiri tegak, dengan kedua kaki terpentang lebar, dan dia tertawa bergelak, akan tetapi tiba-tiba suara ketawanya berganti suara muntah-muntah
dan dari mulutnya tersembur keluar darah segar, lalu diapun terjungkal ! Dua orang muridnya
cepat melompat dan membantunya bangkit duduk, kemudian Thian-tok cepat bersila dan
mengatur pernapasannya yang memburu. Dia terluka semakin hebat oleh tenaganya sendiri yang
membalik. Sementara itu, Siauw-bin-hud ternyata tidak apa-apa, hanya mukanya saja berobah agak
pucat dan nampak kakek ini lelah sekali. Seperti juga Thian-tok, dia duduk bersila memejamkan mata dan pernapasannya berjalan dengan lembut dan panjang.
Ong Siu Coan merasa penasaran dan tersinggung sekali karena gurunya jelas mengalami
kerugian atau kekalahan dari kakek Siauw-lim-pai. Dia memang licik. Melihat betapa kakek
yang sakti dari Siauw-lim-pai itu agaknya juga terluka atau setidaknya kehabisan tenaga, diapun meloncat ke depan menantang.
"Orang-orang Siauw-lim-pai yang sombong ! Kalian datang untuk mengganggu kami,
majulah dan mari kita bertanding sampai seribu jurus !"
Mendengar tantangan murid Thian-tok ini, Ci Kong bangkit berdiri dari samping suhunya.
Ingin dia menyambut tantangan itu, dan biarpun dia tahu bahwa kaum sesat tidak segan untuk
berbuat curang dan mengeroyok, namun pemuda perkasa ini tidak merasa gentar. Yang membuat
dia tidak enak adalah susiok-couwnya. Tanpa ijin kakek itu, tentu saja dia tidak berani
sembarangan turun tangan. Maka, biarpun dia sudah berdiri menghadapi Siu Coan, dia menoleh
kepada kakek gurunya yang masih duduk bersila sambil memejamkan matanya.
Agaknya, tanpa membuka matanya, Siauw-bin-hud maklum akan keraguan cucu murid
itu. Diapun menggerakkan bibirnya dan biarpun tidak ada suara keluar dari mulutnya, namun Ci Kong mendengar bisikan di dekat telinganya.
"Ingat, kita datang bukan untuk mencari permusuhan. Serahkan saja kepada pinceng dan
jangan ikut mencampuri urusan ini."
Mendengar bisikan ini, Ci Kong menarik napas panjang untuk mencairkan kebekuan di
dalam batinnya karena penasaran tadi, dan diapun duduk kembali bersila di belakang susiok-
couwnya. Melihat ini, Siu Coan tertawa bergelak dengan sikap menghina.
"Ha " ha " ha, setelah tua bangka itu luka dan lelah, engkau kehilangan nyali ?" Itulah
penghinaan yang hebat bagi seorang gagah. Setiap orang pendekar pantang untuk merasa takut,
dan makian bahwa dia kehilangan nyali merupakan penghinaan yang sukar dapat ditahan. Dan
ini merupakan ujian berat bagi Ci Kong. Pemuda ini hanya menundukkan mukanya yang
sebentar merah dan sebentar pucat menahan kemarahan yang berkobar di dalam dada.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
151 "Hemm, kalau kalian diam saja, biarlah aku yang turun tangan, menyelesaikan pekerjaan
suhu yang kepalang tanggung tadi. Aku akan bunuh kalian !" Su Coan berkata lagi dan Seng Bu hanya memandang bingung. Di dalam hatinya dia tidak setuju dengan sikap suhengnya itu.
Akan tetapi dia juga merasa tidak enak kalau harus memperlihatkan sikap membela musuh !
Maka, pemuda ini hanya diam saja dan memandang dengan mata terbelalak penuh ketegangan.
Ong Siu Coan sudah melangkah maju, siap untuk menyerang kakek gendut itu. Diapun
dapat menduga bahwa kakek itu sakti sekali, biarpun nampak lelah akan tetapi harus dihadapi
dengan amat hati-hati.
"Siu Coan, mundurlah !" Tiba-tiba terdengar suara Thian-tok. Siu Coan terkejut sekali
dan diapun mundur lagi, tidak berani menentang perintah gurunya. Lalu terdengar Thian-tok
tertawa. "Heh " heh " heh, anak bodoh. Aku sendiri saja tidak mampu menandinginya, apa
engkau kepingin mampus, berani mencoba untuk menyerangnya ?"
"Suhu, untuk membela suhu, aku berani menghadapi kematian !" kata Siu Coan dengan
sikap gagah. Kembali Thian-tok tertawa bergelak. "Ha " ha " ha, gagah-gagahan apa untungnya "
Mundur dan jangan mencampuri urusanku dengan Siauw-bin-hud. Eh, Siauw-bin-hud, aku tidak
perlu malu mengatakan bahwa sekali inipun aku belum mampu menandingimu. Nah, aku
memenuhi janjiku tadi. Mari kita bicara tentang Giok-liong-kiam. Apa kehendakmu mengenai
pusaka itu ?"
"Ha " ha, engkau bersikap baik sekali, Thian-tok. Pinceng tidak tamak dan tidak butuh
pusaka. Akan tetapi karena engkau merampas pusaka itu mempergunakan nama pinceng, atau
setidaknya semua orang menyangka pinceng yang merampasnya, maka pinceng ingin
Lambang Naga Panji Naga Sakti 11 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 12
^