Pedang Pembunuh Naga 11

Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Bagian 11


"Kita harus bertindak?"
"Hem! Di situ bukan saja jelas menyuruh kau berusaha sekuat tenaga, untuk menghancurkan Lui-tay ini."
"Menolong kawan-kawan yang tidak berdosa, apa maksud perkataan ini?"
"Ini yang merupakan soal pokok, juga teka-teki yang harus kita selidiki, setelah usaha kita selesai pasti akan tahu!"
"Mengapa Orang Menebus Dosa tidak mau mengunjukkan dirinya?"
"Mungkin masih ada keperluan lain yang harus diaturnya sendiri."
"Ia benar-benar seperti Sukma Tidak Buyar yang selalu mengikuti diriku, agaknya selalu berada di sampingku...."
"Aku percaya tindakan Orang Menebus Dosa ini pasti mengandung maksud dalam, mungkin pertandingan diatas panggung Luitay ini merupakan salah satu maksud jahat Persekutuan Bulau Emas biarlah kita menantikan dulu setelah pertandingan dimulai, kita nanti akan bertindak dengan melihat suasana.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar tiga kali bunyi suara gembreng. Suara riuh orang bicara seketika sirap, semua mata ditujukan ke atas panggung pertandingan.
Seorang laki-laki berpakaian ringkas, keluar dari belakang panggung dan berjalan dengan tindakan perlahan, dari gerak-gerik dan sikap orang itu, mengunjukkan ia ada seorang berkepandaian tinggi yang mempunyai kekuatan luar dan dalam sudah cukup
sempurna. Orang tua itu setelah memberi hormat kepada penonton lalu berkata:
"Aku yang rendah Ma Yu Ciu, hari ini mendapat giliran yang memimpin pertandingan ini. Harap bapak-bapak, saudara-saudara, suka memberi pelajaran. Hari ini taysu kami akan memberikan hadiah sendiri kepada pemenangnya, sekarang silahkan siapa yang hendak mulai lebih dulu!"
Orang-orang di bawah panggung terdengar suara riuh, agaknya sedang memperbincangkan urusan taysu.
Tiba-tiba sesosok bayangan orang lompat melesat naik ke atas panggung. Ternyata adalah seorang pahlawan muda berusia duapuluh tahun.
Ma-Yu Ciu segera menyambut dan berkata sambil memberi hormat:
"Harap memberitahukan nama dan asal-usul saudara, sekedar untuk memenuhi tata tertib pertandingan!"
"Aku yang rendah bernama Chie-Leng, tidak berpartay!"
"Saudara Chie ingin mengadakan pertandingan cara bagaimana?"
"Dengan sepasang tangan kosong!"
"Silahkan!"
"Tunggu dulu!"
"Ada apa?"
"Jikalau aku yang menang, bolehkah minta pelajaran dari taycu sendiri?"
"Boleh, jikalau saudara dapat menjatuhkan aku dalam tiga jurus, baru berhak menantang taycu!"
"Tiga jurus?"
"Ya, kalau sudah sampai sepuluh jurus itu dihitung seri, saudara juga berhak mendapat undangan untuk masuk ke dalam wisma pahlawan. Semua peraturan ini sudah diterangkan sejak hari
pembukaan pertandingan ini. Saudara barangkali orang luar kota yang baru sampai."
"Tahu, sekarang mari kita mulai."
Pemuda itu segera membuka serangannya. Ia mengarah bagian dada lawannya. Gerakan pemuda itu nampaknya sangat aneh. Ma-Yu Ciu nampaknya sangat tenang, ia menantikan sampai tangan lawannya sudah dekat, baru mengerahkan tangannya untuk menangkis.
Kepandaian pemuda itu sesungguhnya cukup hebat, dalam demikian ia masih bisa merobah gerakannya sementara tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat memotong dari samping.
Di bawah panggung para penonton memuji gerakan pemuda itu.
Ma Yu Ciu nampaknya juga satu lawan tangguh, tangan kiri yang digunakan untuk menangkis serangan cepat sekali membacok ke bawah sedang tangan kanannya dengan cepat menyambar urat nadi tangan kiri lawannya. Kecepatan orang she Ma itu, sesungguhnya sangat mengagumkan.
Chie Leng mengelakkan dirinya ke belakang tiga kali. tubuhnya hampir rata dengan permukaan lantai panggung, kemudian dengan satu gerakan jumpalitan, dengan beruntun kakinya melakukan tendangan delapan kali, semua tendangan itu ditujukan jalan darah terpenting bagian atas dan tengah anggota badan lawannya. Serangannya itu sangat berbahaya dan ganas, dari sini dapat dilihat kepandaiannya.
Ma Yu Ciu berputaran bagaikan gangsing, kemudian membentak dengan suara keras:
"Pergilah!"
Di antara suara seruan tertahan, Chie Leng dipukul turun ke bawah panggung oleh Ma Yu Ciu dengan satu gerakan aneh. Pemuda itu buru-buru nyerusup lari ke dalam orang banyak.
Ma Yu Ciu lalu berkata sambil bersenyum:
"Siapa lagi yang ingin maju?"
Baru saja menutup mulutnya dari bawah terdengar suara nyaring.
"Aku Gu Ji hendak mengawani kau main-main beberapa jurus!"
Seorang laki-laki bertubuh besar melompat naik ke atas panggung.
"Sahabat...."
"Aku bernama Gu Ji, sahabat-sahabat dunia Kang-ouw memberikan nama julukan aku kerbau besi, aku datang dari luar perbatasan."
''Menggunakan senjata apa?"
"Sepasang kepalan tangan!"
Jawabnya yang kasar itu menimbulkan suara tertawa riuh.
Ma Yu Ciu berkata sambil memberi hormat:
"Silahkan!"
Gu Ji menggerakkan dua kepalan tangannya. Ia mulai membuka serangan. Meski orang yang kasar, tetapi gerakannya tidak kasar, dengan cara teratur ia menghujani lawannya dengan serangan yang hebat sekali. Itu adalah serangan yang menggunakan kekuatan tenaga luar tetapi sedikitpun sukar dicari lowongannya. Karena hebatnya serangan itu sehingga keadaan di sekitar panggung itu seperti ada angin menyampar.
Ma Yu Ciu juga segera merobah siasatnya. Ia sekarang menggunakan kekerasan untuk menyambuti setiap serangan lawannya sehingga merupakan suatu pertandingan keras lawan keras yang amat seru.
Sebentar saja pertandingan itu sudah berjalan delapan jurus. Ma Yu Ciu yang mendapat kesempatan, tangannya menerobos masuk sampai ke depan dada Gu Ji. Akan tetapi, ia tidak mengerahkan kekuatan tangannya, hanya dalam waktu sekejap mata saja ia merobah lagi gerakannya.
Ma Yu Ciu sengaja melepaskan kesempatan baik untuk merobohkan lawannya, apa sebabnya"
Perbuatannya itu, kecuali Hui Kiam, barangkali tidak ada berapa orang yang dapat melihatnya termasuk Orang Tua Tiada Turunan.
Kemudian terdengar suara tambur berbunyi, lalu ada pengumuman bahwa pertandingan itu berakhir dengan keadaan seri. Selanjutnya Gu Ji diantar oleh dua orang berpakaian hitam, melompat turun dari panggung dan terus menuju ke wisma pahlawan. Para penonton menyambutnya dengan tepuk tangan riuh.
Perasaan curiga timbul dalam hati Hui Kiam. Dilihat sepintas lalu, pertandingan di atas panggung Lui-tay ini tiada apa-apanya yang luar bisa. Kepandaian Gu Ji memang jauh lebih tinggi daripada Chie Leng, sehingga jurus ke delapan baru tampak kelemahannya, tetapi sedikit lowongan itu hanya seorang berkepandaian tinggi semacam Ma Yu Cui yang bisa menggunakan, tetapi Ma Yu Cui yang seharusnya menang ia tidak suka memenangkan pertandingan itu, malah dibikin seri, terang ini adalah perbuatan Ma Yu Cui yang menghargai kepandaian lawannya apa lagi orang she Ma itu juga tidak mengunjukkan sifat-sifat kejahatannya, jadi apa maksud Orang Menebus Dosa menyuruhnya menghancurkan Lui-tay ini untuk menolong kawan sesamanya yang tidak berdosa"
Selagi masih berpikir, seorang setengah tua berusia kira-kira empat puluh tahun, dan berjenggot panjang dengan berpakaian seorang sastrawan, melayang ke atas panggung.
Seperti biasa Ma Yu Ciu menyambut sambil memberi hormat kemudian berkata:
"Silahkan memberitahukan nama dan golongan!"
Sastrawan berjenggot panjang itu membalas hormat sebagaimana layaknya, baru menyahut:
"Aku yang rendah bergelar Sukma Tidak Buyar, tiada berpartay tiada bergolongan!"
Disebutnya nama Sukma Tidak Buyar itu sungguh mengejutkan Hui Kiam, karena nama julukan itu adalah nama julukan yang biasa digunakan oleh Ie It Hoan, apakah sastrawan berjenggot panjang ini adalah Ie It Hoan yang menyaru" Kepandaian Ie It Hoan menyaru sesungguhnya luar biasa, hanya dari luarnya saja orang tidak akan dapat mengetahui, apalagi ia pandai sekali merobah gaya dan logat pembicaraannya, maka juga tidak mudah untuk mengenali dari suaranya.
Setelah mendengar perkataan sastrawan berjenggot panjang itu, wajah Ma Yu Ciu agak berobah. Ia berkata:
"Sahabat bernama Sukma Tidak Buyar?"
"Benar!"
"Sahabat mau menggunakan senjata apa?"
"Sudah cukup dengan sepasang tangan kosong saja!"
"Kalau begitu silahkan saja!"
"Tunggu dulu, aku ingin minta penjelasan lebih dulu!"
---ooo0dw0ooo---
JILID 22 "SILAHKAN!"
"Benarkah bahwa menurut peraturan yang ditetapkan kalau dalam tiga jurus dapat memenangkan pertandingan, lalu diberi hak sebagai penantang Taycu?"
"Tidak salah!"
"Tidak menurut peraturan adalah sahabat yang naik ke atas panggung yang turun tangan lebih dahulu!"
"Kalau begitu susah ini, karena aku yang rendah seumur hidupku belum pernah turun tangan lebih dulu terhadap siapapun juga."
"Tetapi peraturan tidak boleh dirusak!"
"Kalau begitu terpaksa pertandingan ini kita batalkan, seharusnya tuan yang mengaku kalah, wajah Ma Yu Ciu kembali berobah, ia berkata:
"Hari ini akulah yang mendapat giliran sebagai penantang di atas panggung, sebelum bertanding bagaimara harus mengaku kalah?"
"Kalau begitu tuan harus merobah peraturan, ini supaya turun tangan lebih dulu."
Ma Yu Ciu setelah berpikir, akhirnya berkata:
"Kalau sahabat kukuh tidak mau turun tangan lebih dulu terpaksa aku yang beitindak."
"Masih ada lagi yang kuperlu terangkan lebih dulu...."
"Masih ada apalagi?"
"Kalau tuan turun tangan, harus menggunakan seluruh kekuatan tenaga, ingat aku hanya bersedia tiga jurus untuk menetapkan kemenangan atau kekalahan."
Ma Yu Ciu agaknya sudah tidak sabar lagi. Ia berkata:
"Sahabat juga ingat bahwa kaki dan tangan tidak ada matanya. Apabila kesalahan tangan masing-masing harus menerima nasib!"
"Tentang ini aku mengerti!"
"Nah, sekarang aku hendak mulai!"
Begitu menutup mulutnya, Ma Yu Ciu sudah melancarkan serangannya yang diarahkan ke depan dada Sukma Tidak Buyar, tetapi serangan itu baru sampai di tengah jalan tiba-tiba dirobah gerakannya, dari serangan merobah dari gerak mencakar dengan jari tangan, dengan cepat jari-jari itu mengarah jalan darah terpenting di badan lawannya, sementara tangan kirinya juga menyusul melancarkan serangan dari samping, sekali pukul ia menggunakan dua macam gerak tipu serangan, bukan saja aneh juga ganas dan telengas.
Sukma Tidak Buyar ternyata tidak berkelit atau menyingkir, juga tidak menangkis.
Di bawah panggung banyak suara orang berteriak: "Apakah ini bukan mencari mampus?"
Serangan Ma Yu Cui benar-benar mengenakan Sukma Tidak Buyar dengan telak. Badan Sukma Tidak Buyar terhuyung-huyung hampir saja roboh ke bawah panggung.
Ma Yu Ciu berdiri bingung, karena serangannya dengan dua rupa gerak tipu berlainan itu, cukup untuk merenggut nyawa lawannya, tetapi kini ternyata lawannya itu agaknya tidak terluka.
Sukma Tidak Buyar maju setindak, berdiri di tempat semula, lalu berkata:
"Mari! Jangan berhenti!"
Di bawah panggung terdengar suara riuh. Belum pernah dengar atau menyaksikan ada orang yang bertanding di atas Lui-tay dengan cara membiarkan dirinya dipukul.
Orang Tua Tiada Turunan berkata kepada Hui Kiam:
"Oh dia setan cilik itu!"
"Apakah Ie It Hoan?" Hui Kiam bertanya dengan heran.
"Benar!"
"Boanpwee mengapa tidak tahu?"
"Menerima pukulan dan pura-pura mati, adalah ilmu kepandaian tunggal setan cilik itu dalam rimba persilatan. Hanya dia saja yang mempunyai kepandaian demikian."
Hui-Kiam segera teringat bagaimana Ie-It Hoan pernah mati beberapa kali tetapi toh bisa hidup lagi. Maka ia lalu tersadar.
"Benar dia, tetapi apakah maksudnya ia naik ke atas panggung?"
Sementara itu di atas panggung Ma-Yu Ciu sudah melancarkan serangannya yang kedua kalinya ia agaknya menggunakan seluruh kekuatan tenaga.
Sementara terdengar suara nyaring disusul dengan suara seruan tertahan, Sukma Tidak Buyar terhuyung-huyung mundur dua langkah,
mulutnya menyemburkan darah.
Hui-Kiam terperanjat sehingga mengeluarkan suara jeritan.
Tetapi sekejap mata kemudian Sukma Tidak Buyar tiba-tiba mengeluarkan suara aneh. Kedua tangannya melancarkan serangan dengan berbareng.
Perbuatan itu, di luar dugaan semua orang. Ma Yu Cui yang sudah menyaksikan lawannya terluka parah dan menyemburkan darah, sudah tentu tidak menduga bahwa lawannya itu masih dapat membalas serangannya dengan secara tiba-tiba. Serangannya itu bahkan mengandung kekuatan tenaga yang hebat sekali.
Tidak ampun lagi, serangan itu mengenakan dengan telak. Ma-Yu-Ciu mengeluarkan seruan tertahan. Mulutnya menyemburkan darah, badannya terhuyung-huyung hampir roboh.
Sukma Tidak Buyar lalu menunduk dan berkata:
"Terima kasih!"
Dari bawah pauggung terdengar suara tepuk tangan riuh dan gegap gempita suara yang memuji.
Wajah Ma-Yu Ciu pucat pasi, tetapi apa boleh buat mengeluarkan perkataan dari mulutnya:
"Kepandaian sahabat benar-benar hebat. Harap kau mendapat kemenangan yang terhormat dari tangannya Taycu sendiri ke belakang panggung.
Tiba-tiba suasana seluruh lapangan menjadi sunyi senyap.
Seorang wanita yang mempunyai kecantikan luar biasa, dalam sekejap sudah berada di tengah-tengah panggung.
Kecantikannya, potongan badannya membuat semua orang yang ada di situ hampir tidak bisa bernapas. Jikalau tidak menyaksikan
dengan mata sendiri siapa pun tidak berani percaya bahwa di dalam dunia ada perempuan begitu cantik.
Setelah hening cukup lama entah siapa yang mengeluarkan suara keluhan napas, lalu disusul oleh suara tepuk tangan dan sorak-sorai, lama masih menggema di udara....
Hui Kiam merasa kepalanya pusing, jantungnya berdenyut keras, darahnya berjalan semakin cepat.
Ya Allah. Taycu yaug menjadi pemimpin atau jagoan utama dalam pertandingan ini ternyata adalah kekasihnya sendiri, Tong-hong Hui-Bun. Hal ini sesungguhnya merupakan suatu hal yang tak terduga-duga.
Mengapa ia mendirikan Lui-tay di kota Lam-shian ini" Apakah maksudnya"
Mengingat ucapan Orang Menebus Dosa, seketika badannya gemetaran.
Sukma Tidak Buyar yang berada di atas panggung menunjukkan sikap tidak senang.
Orang Tua Tiada Turunan menatap wajah Hui-Kiam tetapi tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
Jikalau benar Sukma Tidak Buyar yang kini berada di atas panggung itu adalah Ie-It Hoan, jelas ia bukan tandingan Tong-hong Hui Bun. Jika diingat bagaimana perbuatan Tong-hong Hui-Bun terhadap musuh-musuhnya, maka kedudukan Ie-It Hoan sesungguhnya sangat berbahaya.
Karena munculnya Tong-hong Hui Bun membuat Hui-Kiam pandangannya terhadap pertandingan di atas panggung itu berobah seluruhnya. Ia yakin sedalam-dalamnya bahwa dalam hal ini mengandung maksud lain, bukan sekedar hanya pertandingan di atas Lui Tay yang biasa.
Apakah ia harus menurut perkataan Orang Menebus Dosa" Menghancurkan Lui-tay ini"
Tong-hong Hui Bun mengangkat tangannya. Suara yang tadi ramai telah menjadi sirap.
Suara kata-katanya yang keluar dari mulutnya, begitu merdu dan jelas masuk ke dalam telinga setiap orang:
"Tuan-tuan, sahabat ini adalah orang pertama yang menjatuhkan penantang di atas panggung hanya dalam tiga jurus selama tiga hari sejak dimulai pertandingan ini. Menurut peraturan, sahabat ini berhak sebagai penantang Tay-cu."
Setelah berkata demikian, ia berpaling lalu bertanya kepada Sukma Tidak Buyar:
"Apakah tuan ingin jadi penantangku?"
Sukma Tidak Buyar lama membungkam, akhirnya baru berkata dengan suara tidak lancar:
"Aku.....akan melepaskan hakku."
Di bawah panggung kembali terdengar suara riuh. Jawaban Sukma Tidak Buyar ini, sesungguhnya di luar dugaan semua orang. Setiap orang memang sudah menantikan saat di mana mereka ingin menyaksikan bagaimana kepandaian Taycu yang molek itu, tetapi dengan jawaban Sukma Tidak Buyar itu, apa yang diharap-harapkan itu ternyata tak akan menjadi kenyataan.
Apakah Sukma Tidak Buyar merasa takut" Ataukah dipengaruhi oleh kecantikan wanita itu"
Di antara penonton itu hanya Hui Kiam seorang yang berpikir lain. Ketika mendengar jawaban itu ia menarik napas lega.
Tong-hong Hui Bun menggapai, dua gadis yang sangat cantik membawa barang hadiah.
Di belakang panggung terdengar suara tetabuhan musik. Dengan tangan sendiri Tong-hong Hui Bun menyematkan bunga merah dan sutra merah di badan Sukma Tidak Buyar.
Selanjutnya Sukma Tidak Buyar diajak masuk ke dalam wisma pahlawan.
Tong-hong Hui Bun memberi hormat kepada para penonton, kemudian berkata:
"Sahabat dari mana lagi yang ingin memberi pelajaran, silahkan naik!"
Sehabis mengucapkan demikian, ia mengundurkan diri ke belakang panggung. Wajah semua penonton menunjukkan rasa kecewa, karena mereka mengharap mendapat kesempatan lebih lama untuk menikmati kecantikan perempuan itu.
Saat itu Ma Yu Ciu muncul di atas panggung lagi.
Orang Tua Tiada Turunan menyentuh Hui Kiam dengan sikutnya seraya berkata:
"Bagaimana, kau ingin mengambil tindakan apa?"
Hui Kiam tersenyum getir tidak menjawab. Pikirannya merasa kalut.
Menghancurkan Lui-tay ini berarti menjatuhkan Lui-tay yang didirikan oleh Tong-hong Hui Bun. Sebelum jelas duduk perkaranya, bagaimana boleh berlaku sembrono"
Orang yang diundang masuk ke dalam wisma pahlawan itu, benarkah Ie It Hoan"
Bagaimana latar belakang wisma pahlawan ini"
Tong-hong Hui Bun mendirikan panggung Lui-tay ini mengandung tujuan lain ataukah dikendalikan orang"
Pada saat itu sudah ada orang yang naik ke atas panggung bertanding dengan Ma Yu Ciu. Tapi Hui Kiam sudah tidak mempunyai perhatian dalam soal itu. Ia hanya memikirkan bagaimana harus menghadapi persoalan ini"
Jikalau ia diperalat oleh Orang Menebus Dosa, bukankah akan mengecewakan dirinya"
Orang Menebus Dosa tidak mau menampakkan diri, juga tidak mengambil tindakan sendiri, sebaliknya menyuruh orang lain yang melakukan, hal ini sesungguhnya tidak habis dimengerti.
Maka ia lalu berkata kepada Orang Tua Tiada Turunan:
"Cianpwee, aku ingin menemui dia untuk beromong-omong sebentar."
Dia yang dimaksudkan sudah tentu Tong-hong Hui Bun. Orang Tua Tiada Turunan berikir sejenak baru berkata:
"Barangkali kau tidak dapat mengorek keterangan yang sebenarnya?"
"Tetapi boanpwee tidak dapat bertindak serampangan!"
"Hm! Nampaknya terpaksa harus begitu, hanya "."
"Hanya apa?"
"Maaf aku akan berkata terus-terang. Dewasa ini semua orang rimba persilatan yang sama haluan, meletakkan harapannya di atas dirimu untuk membasmi kawanan orang jahat itu. Harap kau mengingat kepentingan rimba persilatan jangan sampai kena dipengaruhi oleh paras cantik. Kau adalah seorang yang mempunyai bakat dan kecerdikan luar biasa, tidak perlu aku jelaskan kau tentunya sudah mengerti sendiri, kebaikan atau kejahatan bedanya sedikit sekali."
"Ucapan cianpwee ini, rasanya bukan tak ada sebabnya?"
"Sudah tentu!"
"Kalau begitu cianpwee pasti sudah paham asal -usul dirinya?"
"Dewasa ini, untuk sementara aku harus pegang rahasia!"
"Mengapa?"
"Dalam urusan ini tidaklah pantas aku harus membuka rahasia. Berat sekali resikonya."
"Kalau begitu berarti menyuruh boanpwe bertindak secara membabi buta?"
Dengan sinar mata aneh Orang Tua Tiada Turunan menatap wajah Hui Kiam:
"Apakah kau percaya kepada diriku si tua bangka ini?"
"Sudah tentu!"
"Kalau begitu aku harap supaya kau berbuat seperti apa yang dikatakan oleh Orang Menebus Dosa. Itu tidak akan salah."
"Menjatuhkan Lui-tay ini?"
"Aku tidak ingin minta kau berbuat demikian. Ini memang sudah menjadi kodrat manusia bahwa kau tidak sampai hati bertindak demikian, maka bertindaklah menurut pikiranmu sendiri."
"Boanpwe sekarang hendak menjumpainya."
"Dengan wajahmu seperti sekarang ini atau wajah aslimu?"
"'Sudah tentu dengan wajah asliku."
Pada saat itu tiba-tiba ada seorang yang maju menghampiri dirinya dan bertanya kepadanya:
"Apakah tuan seorang she Hui?"
Hui Kiam terkejut, matanya mengawasi orang itu sambil bertanya:
"Ada urusan apa?"
"Ada seorang tuan yang minta aku antarkan surat ini."
Sehabis berkata tangannya mengangsurkan segulung kertas yang segera disambutnya oleh Hui Kiam.
"Dimana orang yang menyuruh kau mengantarkan surat ini?" demikian Hui Kiam bertanya dengan suara cemas.
"Ow.... barangkali sudah berlalu. Aku tidak kenal dengannya....."
"Orang itu bagaimana rupanya, bagaimana pakaiannya?"
"Ia.... ada seorang yang hampir bersamaan dengan tuan, tetapi aku tidak terlalu perhatikan sehingga tidak dapat menjelaskan."
"Baiklah, kau boleh pergi."
Hui Kiam membuka surat itu. Di atas kertas cuma terdapat beberapa perkataan yang ditulis dengan tergesa-gesa. Surat itu berbunyi:
"Kau hendak mengetahui keadaan yang sebenarnya, lekas keluar benteng kota sebelah barat. Di situ ada sebuah kereta besar tertutup dengan tenda kain hitam. Kau nanti tahu sendiri."
Surat itu kembali ditanda tangani oleh Orang Menebus Dosa.
Hui Kiam lalu berkata:
"Lagi-lagi dia. Ada apa lagi sekarang?"
Orang Tua Tiada Turunan itu segera melihat surat itu sejenak lalu berkata:
"Nampaknya Orang Menebus Dosa itu sudah berobah tujuannya semula. Mari kita keluar kota."
Hui Kiam merobek-robek surat itu menjadi berkeping-keping. Ia menerima baik permintaan orang tua itu, lalu keluar dari rombongan orang banyak terus menuju ke pintu kota sebelah barat.
Di sepanjang jalan, Hui Kiam memikirkan persoalan itu. Pikirannya semakin kalut, karena ia sendiri tidak mengerti duduk perkara yang sebenarnya. Ia tidak suka menuruti petunjuk dalam surat Orang Menebus Dosa, dengan secara gegabah untuk menjatuhkan panggung Lui-tay itu. Tetapi pikirannya itu ternyata sudah ditebak jitu oleh Orang Menebus Dosa. Dari sini ternyata bahwa segala gerak-geriknya semua berada di tangan Orang Menebus Dosa itu. Kalau ia benar, sesungguhnya terlalu menakutkan.
Kereta besar dengan tendanya kain hitam bisa memberikan petunjuk yang sebenarnya. Apakah sebenarnya yang ada di dalam kereta itu..."
Setelah keluar dari pintu kota, keadaan di sekitarnya nampak sepi. Kecuali beberapa petani hampir semuanya merupakan daerah rimba. Hutan rimba yang lebat itu terus sampai di bawah bukit. Di situ keadaannya sepi sekali, juga tidak terdapat jalan raya. Bagaimana ada kereta"
Dua orarg itu berjalan seenaknya. Orang Tua Tiada Turunan tiba-tiba berkata sambil menunjuk ke tanah:
"Lihat, apakah ini bukan bekas roda kereta?"
Roda kereta itu memberikan tanda yang jelas di dalam hutan belukar itu, terus menuju ke dalam rimba. Hui Kiam setelah memeriksa tanda bekas toda itu lalu berkata:
"Mari kita periksa mengikuti bekas roda-roda ini."
Belum lagi menutup mulut, di belakangnya terdengar suara menggelinding kereta. Ketika ia berpaling, matanya segera dapat lihat dua buah kereta besar dengan tutupnya yang berwarna hitam. Kereta itu masing-masing dijalankan oleh seorang yang berpakaian hitam, sedang dilarikan ke jurusannya.
Orang Tua Tiada Turunan memberi isyarat dengan lirikan mata kepada Hui-Kiam. Dua orang itu pura-pura berlaku sebagai orang yang sedang menikmati pemandangan hutan itu, belok ke lain jurusan.
Kereta itu dilarikan cukup kencang, sebentar kemudian sudah masuk ke dalam hutan rimba yang tidak jauh dari tempat Hui Kiam berdiri.
Setelah kereta itu berlalu, Hui-Kiam dan Orang Tua Tiada Turunan baru balik lagi. Mereka lalu bergerak menyusul kereta itu. Baru tiba di pinggiran rimba, tiba-tiba terdengar suara orang membentak: "Berhenti!"
Kemudian dari lain arah muncul empat orang berpakaian hitam.
Hui Kiam berdua menghentikan kakinya. Salah satu dari empat orang berpakaian hitam itu menegurnya dengan suara bengis:
"Kalian berdua ada keperluan apa?"
Dengan sinar mata dingin Hui-Kiam mengawasi orang-orang itu, kemudian balas bertanya:
"Kalian berteriak-teriak mengganggu orang di jalan, apa pula artinya?"
"Sahabat, kau jangan main gila, kalau kau tahu diri lebih baik lekas menyingkir!"
"Jikalau aku tidak mau?"
"Terpaksa akan kupaksa dengan kekerasan!"
"Dengan kekuatan kalian berempat, apa kalian kira sanggup merintangi aku?"
"Kalau begitu, jangan sesalkan kalau kami berlaku kejam. Saudara-saudara, maju dan tangkap mereka!
Empat bilah pedang, dua ditujukan kepada Orang Tua Tiada Turunan dua ditujukan kepada Hui Kiam. Dari gerak serangan mereka, empat orang itu sudah terhitung orang-orang kuat dalam rimba persilatan, sayang lawan yang dihadapinya terlalu tangguh bagi mereka.
Hanya dalam waktu satu serangan saja, dua orang yang menyerang Hui Kiam, sudah roboh tidak berkutik. Dan dua orang yang menyerang Orang Tua Tiada Turunan, juga roboh hanya dalam waktu tidak lebih dari tiga jurus.
Setelah membereskan empat orangnya lawannya, Hui Kiam dan Orang Tua Tiada Turunan lompat melesat ke dalam rimba.
Kira-kira lima puluh tombak masuk ke dalam rimba, tampak olehnya dua buah kereta besar yang tadi masuk ke dalam rimba sedang berhenti di tanah lapangan seluas kira-kira lima tombak persegi.
Kira-kira sepuluh orang berpakaian hitam sedang menggali lobang. Tidak lama kemudian setelah pekerjaan menggali lobang besar itu selesai, pintu kereta terbuka. Orang-orang berpakaian hitam itu pada naik ke atas kereta. Beberapa sosok bangkai manusia ada yang telanjang bulat, ada yang setengah telanjang, diangkut keluar, dilemparkan ke dalam lobang".
Hui Kiam yang menyaksikan pemandangan itu, darahnya mendidih. Dadanya hampir meledak.
Jadi inilah yang dimaksudkan oleh Orang Menebus Dosa sebagai keadaan yang sebenarnya, ternyata adalah suatu pembunuhan besar-besaran yang sangat kejam dan mengerikan.
Apakah semua korban ini adalah orang-orang kuat yang menang dalam pertandingan di panggung lui-tay, dan yang kemudian diundang ke dalam wisma pahlawan"
Apa yang dikatakan oleh Orang Menebus Dosa, bahwa menghancurkan Lui-tay berarti menolong jiwa sesama kawan yang tidak berdosa, di sini sudah mendapat keterangannya.
Suatu pembunuhan yang sangat kejam, dan sebagai algojo dari pembunuhan ini justru adalah orang yang menjadi idam-idamannya, Tong-hong Hui-Bun.....
Hui Kiam berdiri tertegun. Sesaat sekujur badannya dirasakan kaku.
Adakah hal itu yang sebenarnya" Bagaimana seorang perempuan cantik bagaikan bidadari bisa melakukan perbuatan ganas yang melebihi dari perbuatan iblis" Jikalau itu adalah perbuatan orang lain, dengan mudah Hui Kiam dapat membereskannya. Tetapi sekarang yang tersangkut itu justru orang yang dipandang sebagai kekasihnya.....
"Ini adalah snatu perbuatan sangat kejam yang tidak mempunyai rasa perikemanusiaan," berkata Orang Tua Tiada Turunan. "Jikalau tidak kita saksikan dengan mata kepala sendiri, siapa yang akan percaya" Siaohiap, tidak salah toh perkataan Orang Menebus Dosa" Jikalau kau bertindak siang-siang mungkin dapat menolong jiwanya orang-orang ini. Tetapi, ah! Celaka!"
"Cianpwee ingat apa?"
"Apakah si setan cilik Ie-It Hoan itu juga terdapat di antara orang-orang yang menjadi korban ini?"
Hui Kiam bagaikan terpagut ular. Ia segera lompat melesat.....
Orang Tua Tiada Turunan dengan cepat mencegahnya seraya berkata:
"Tinggal seorang yang tinggal hidup untuk kita tanya."
Hui Kiam hampir seperti kaya orang kalap dengan cepat sudah berada di samping lubang:
"Siapa!"
Suara teguran tercampur dengan suara bentakan yang menunjukkan rasa terkejut orang-orang yang sedang melemparkan bangkai-bangkai itu semua pada berhenti dan maju mengurung Hui-Kiam.
Dengan mata membara, Hui-Kiam perlahan-lahan menghunus pedangnya....
Seorang tua berpakaian hitam, yang agaknya selaku pimpinan rombongan orang-orang itu, maju ke depan Hui-Kiam dan bertanya sambil tertawa mengejek:
"Tuan mau apa?"
"Hendak membunuh kalian kawanan anjing yang sudah tidak mempunyai hati manusia itu."
Demikian Hui-Kiam menjawab dengan suara dingin.
"Tuan...."
Sebelum dapat melanjutkan kata-katanya, orang tua itu sudah mengeluarkan suara jeritan ngeri, tubuhnya terkurung menjadi dua potong. Yang lainnya ketika menyaksikan kejadian tersebut, semangatnya seolah-olah terbang semua, tetapi mereka sudah tidak mendapat kesempatan sama sekali, di mana ujung pedang itu berkelebat, di sini lantas jatuh korban....


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi Hui Kiam hendak menghabiskan jiwa semua orang yang berbaju hitam itu, satu tenaga kekuatan tenaga dalam meluncur dari sampingnya untuk menahan serangan Hui Kiam.
"Jangan kau habiskan semuanya. Tinggalkan satu hidup untuk diminta keterangannya!" demikian ia dengar suara Orang Tua Tiada Turunan.
Hati Hui Kiam tergerak. Ia membatalkan serangannya, meninggalkan seorang yang terakhir seperti apa yang diminta oleh Orang Tua Tiada Turunan.
Orang Tua Tiada Turunan lalu menanyakan kepada orang berbaju hitam yang masih hidup itu:
"Beritahukanlah nama dan asal-usulmu?"
Orang berbaju hitam itu meski ketakutan sehingga badannya gemetar, tetapi ia tidak menjawab. Hui Kiam dengan cepat menggunakan pedangnya mengancam orang itu....
Orang Tua Tiada Turunan segera berseru:
"Jangan dibunuh!"
Orang berbaju hitam itu terhuyung-huyung tetapi tidak roboh, juga tiada darah mengucur dari tubuhnya, hanya baju bagian dadanya robek oleh ujung pedang. Di dadanya segera tampak satu tanda yang berbentuk bulan sabit.
Orang Tua Tiada Turunan berseru kaget:
"Ini anak buah Persekutan Bulan Emas!"
Daging di wajah orang berbaju hitam itu beberapa kali berkerenyit, keringat dingin sudah membasahi sekujur badannya.
Dengan nada suara dingin Hui Kiam bertanya:
"Apakah kau tidak menyangkal asal-usulmu apa yang dikatakan oleh locianpwee ini?"
"Benar, aku memang anak buah Persekutuan Bulan Emas!" jawab orang berbaju hitam itu.
"Apakah semua bangkai ini diangkut dari wisma pahlawan?"
Badan orang berbaju hitam itu tiba-tiba menggigil bagai orang kedinginan, kemudian jatuh rubuh di tanah.
Orang Tua Tiada Turunan lalu berkata:
"Orang berkepala batu ini, dalam sekejap sudah menelan racun?"
Hui Kiam tidak bisa berbuat apa-apa. Badannya dirasakan gemetar. Rasanya tidak salah bahwa wisma pahlawan ini merupakan salah satu rencana keji Persekutuan Bulan Emas untuk
membunuh orang pandai rimba persilatan, sedangkan Tong-hong Hui Bun-lah yang merupakan salah seorang pemegang peranan penting dalam rencana itu.
Apakah hubungannya antara ia dengan Persekutuan Bulan Emas" Andaikata ia merupakan salah seorang anggota persekutuan itu tetapi mengapa ia justru membunuh anak buah persekutuan itu yang tidak sedikit jumlahnya" Andaikata bukan, mengapa ia rela bertindak sebagai algojo melakukan perbuatan yang sangat ganas ini"
Orang Tua Tiada Turunan memeriksa muka orang-orang yang menjadi korban pembunuhan itu, kemudian baru berkata sambil menarik napas panjang:
"Masih untung, di antara korban ini tidak terdapat dirinya si setan cilik itu!"
"Dalam rombongan yang akan datang mungkin terdapat dirinya!"
"Mengapa orang-orang ini masih dalam keadaan telanjang?"
"Inilah yang merupakan suatu teka-teki bagi kita!"
"Menurut pikiranku tua bangka, malam ini kita harus mengadakan penyelidikan ke dalam wisma pahlawan."
"Boanpwee juga mempunyai maksud demikian!"
"Orang yang sudah mati ini tidak berdosa. Kita tidak boleh membiarkan tinggal dalam keadaan begini. Marilah kita kubur jenazah mereka!"
Keduanya lalu turun tangan. Dalam waktu sebentar saja semua bangkai itu sudah dikubur selesai. Mereka lalu menghancurkan kereta besar itu dan mengusir lari kuda yang menariknya setelah semua selesai, mereka balik lagi ke dalam kota. Saat itu sudah senja hari, keduanya menginap di rumah penginapan semula.
Di waktu makan malam, di situ terdapat banyak orang yang sedang makan. Karena ruangan luas, sehingga tidak terlalu berisik.
Hui Kiam berdua, makan minum seenaknya karena maksud mereka hanya untuk melewatkan waktu. Mereka malam itu akan mengadakan penyelidikan di dalam wisma pahlawan.
Kejadian-kejadian selama beberapa hari ini sangat mengganggu pikiran Hui Kiam. Pertandingan di atas panggung Lui-tay, bangkai dalam keadaan telanjang dan Tong-hong Hui Bun, ini merupakan mata rantai yang ada hubungannya dengan satu sama lain. Apakah sebetulnya yang tersembunyi di balik semua kejadian itu"
Orang Tua Tiada Turunan nampaknya juga sedang berpikir keras. Bulu alisnya yang sudah berwarna putih dikerutkan rapat-rapat.
Pada saat itu seorang sastrawan berjenggot panjang dengan tiba-tiba datang. Ia mengawasi keadaan di situ sejenak lalu berjalan menuju ke tempat duduk Hui Kiam dan Orang Tua Tiada Turunan, kemudian berkata:
"Toako, aku sudah menduga pasti kalian berdua tentu akan datang ke kota Lam-sia ini!"
Hui Kiam seketika itu semangatnya terbangun. "Adik Hoan! Kau...."
Pelayan rumah makan itu segera menyediakan cawan mangkok dan sumpit untuk tetamunya yang baru datang itu.
Orang Tua Tiada Turunan lalu berkata sambil melotot matanya:
"Bocah, bukankah kau masuk ke wisma pahlawan?"
Ie It Hoan lebih dulu meneguk araknya sampai tiga cawan, kemudian baru menjawab:
"Ya, aku di sana berputar-putaran, menikmati hidangan yang disediakan dengan sepuas-puasnya."
"Aku si orang tua justru sedang siap-siap untuk menyambut bangkaimu!"
"Menyambut bangkaiku" Mengapa?"
"Kau ceritakan dahulu dengan cara bagaimana kau bisa keluar dari dalam wisma itu?"
"Boanpwee diajak masuk ke dalam gedung wisma itu, dengan seorang diri makan hidangan lezat yang disediakan, kemudian diantar keluar."
"Apa di sana kau tidak melihat apa-apa?"
"Hem, hem... hanya dengar suara tertawanya orang-orang laki dan perempuan serta suara ramai seperti dalam medan pesta."
Orang Tua Tiada Turunan itu menatap wajah Hui-Kiam sejenak, lalu mengangguk-anggukkan kepala dan berkata:
"Kau sendiri mengapa tidak dijamu bersama-sama para pahlawan itu, sebaliknya disediakan makanan seorang diri?"
"Soal ini aku sendiri juga tidak mengetahuinya!"
"Apakah di dalam gedung wisma itu kau tidak berjumpa lagi dengan Taycu?"
Ie It Hoan melirik kepada Hui Kiam lalu berkata :
"Tidak, ia hanya mengutus orangnya untuk menyampaikan pesannya. Katanya pada belum lama berselang ia telah menerima budi bantuannya, maka ia menyuruh utusannya untuk menyampaikan terima kasihnya. Boanpwee sendiri hingga saat ini masih belum mengerti apa sebetulnya yang dimaksudkan dalam pesan Taycu itu."
Hui Kiam segera mengerti. Tatkala Tong-Hong Hui Bun bertempur dengan Hiat-ie Nio-Cu, yang tersebut belakang ini telah melukai Tong-hong Hui Bun dengan kuku terbangnya yang sangat berbisa. Ia segera turun tangan memberi pertolongan. Di kala itu ia yang sudah memakai kedok lain rupa, telah menggunakan nama julukan Sukma Tidak Buyar. Selanjutnya, ia sudah menolong lagi jiwa perempuan cantik itu dari tangan si Orang Berbaju Lila. Nampaknya ia sudah dianggap Sukma Tidak Buyar yang sebenarnya, sehingga perlu membalas budi kepada Sukma Tidak Buyar yang peranannya ini sudah dipegang lagi oleh Ie It Hoan. Tetapi ia tidak mau menjelaskan persoalan itu.
Orang Tua Tiada Turunan bertanya lagi:
"Bocah, apa sebabnya dengan secara gegabah kau turut dalam pertandingan di atas Lui Tay itu?"
"Hanya tertarik oleh perasaan aneh, kemudian baru tahu tidak beres, tetapi sudah tidak keburu menarik diri. Untung....."
"Untung kau segera melepaskan hakmu, tidak menentang Taycu, itukah yang engkau maksudkan?"
"Betul!"
"Tahukah kau siapa yang tersembunyi di belakang layar permainan itu?"
"Kemudian aku baru tahu kalau panggung Lui-tay itu didirikan oleh Persekutuan Bulan Emas!"
"Apakah setan arak tua itu tidak memberitahukan kepadamu?"
"Baru saja kita mengadakan hubungan!"
"Bocah, bagus sekali perbuatanmu. Di atas panggung kau telah mempertunjukkan kepandaian istimewa untuk menerima gebukan itu, apa kau tidak takut akan menggagalkan rencana si setan arak itu?"
le-It Hoan segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian berkata sambil memberi hormat:
"Boanpwee tahu salah!"
"Ada perintah apalagi dari si setan arak tua?"
Ie It Hoan melirik ke kanan-kiri sejenak, lalu berkata dengan suara sangat perlahan:
"Gedung wisma pahlawan itu diduduki oleh iblis Tie-mo salah satu dari Delapan Iblis Negara Thian-Tik. Mendirikan Lui-tay itu, juga merupakan suatu usul iblis itu. Mereka hendak menggunakan panggung Lui-tay itu untuk menarik banyak orang berkepandaian tinggi supaya digunakan untuk yang akan diambil kekuatan tenaganya yang diperlukan oleh anggota pasukan Im-hong-tui...."
Mata Hui Kiam mendelik. Dengan suara marah ia berkata:
"Pantas semua orang yang menjadi korban itu mati dalam keadaan telanjang."
Ie It Hoan terkejut. Ia bertanya:
"Dalam keadaan telanjang" Apa sebetulnya telah terjadi?"
Dengan suara perlahan Orang Tua Tiada Turunan menceritakan kepadanya apa yang disaksikannya di dalam rimba sebelah barat kota.
Ie It Hoan mendengar hal itu bulu romanya berdiri. Ia berkata dengan suara gemetar:
"Ya Allah, sungguh berbahaya sekali. Hanya boanpwee mempunyai keyakinan, terhadap paras cantik boanpwe masih sanggup menahan diri...."
"Hem, kalau sudah tiba waktunya, kau sendiri barangkali sudah tidak akan berdaya. Bagaimaua dengan si setan atak tua, masih ada pesan apa lagi atau tidak?"
"Perjalanan ke gunung Bu-lim-san dibatalkan. Kita harus berusaha menghancurkan wisma pahlawan ini."
Hui Kiam tiba-tiba menggebrak meja, lalu berkata:
"Sungguh tak disangka ia telah mernbantu Persekutuan Bulan Emas melakukan perbuatan terkutuk ini...."
"Siaohiap, tenanglah sedikit, mari kita mencari tempat untuk merundingkan tindakan kita selanjutnya!" berkata Orang Tua Tiada Turunan.
"Aku harus membunuhnya!" berkata Hui Kiam sambil menggertakkan giginya.
"Semoga toako sanggup turun tangan. Ini akan merupakan suatu kebahagiaan bagi rimba persilatan," berkata Ie It Hoan dingin.
Dengan sinar mata tajam Hui Kiam menatap Ie It Hoan sejenak. Ie It Hoan buru-buru menundukkan kepalanya.
Sesudah makan dan minum, tiga orang itu berjalan menuju ke luar kota. Mereka berkumpul di suatu tempat yang sepi, untuk merundingkan tindakan yang diambil selanjutnya.
Telah diambil keputusan Ie It Hoan dan Orang Tua Tiada Turunan menunggu di luar kota sebelah barat. Untuk memasuki gedung pahlawan itu, diberikan kepada Hui Kiam sebab gedung wisma itu diduduki oleh Iblis Tie-mo. It It Hoan dan Orang Tua Tiada Turunan semua bukan tandingan iblis itu, sedangkan kepandaian Tong-hong Hui Bun berimbang dengan kepandaian iblis itu, bahkan masih lebih tinggi satu tingkat, ditambah lagi dengan beberapa orang kuat dalam wisma itu yang tidak diketahui berapa banyak jumlahnya. Apabila tiga orang bertindak serentak, ini berarti menambah beban Hui Kiam.
Lagi pula Tong-hong Hui Bun sudah dapat dipastikan tidak akan bertindak terhadap diri Hui Kiam sehingga Hui Kiam boleh menghadapi Iblis Tie-mo dan para pembantunya dengan hati tenang. Apabila It It Hoan dan Orang Tua Tiada Turunan ikut serta, Tong-hong Hui Bun yang terdesak oleh keadaan pasti akan bertindak kejam terhadap mereka.
Bagi Hui Kiam, kalau ia ingin bertindak seorang diri, sebabnya ialah bahwa Tong-hong Hui Bun. Karena dianggapnya harus menyelesaikan hubungan antara ia dengan perempuan cantik itu, apabila ada orang yang ketiga berada di sampingnya, sudah tentu tidak leluasa.
Jam dua malam....
Meskipun malam sudah larut dan banyak orang sedang tidur lelap, tetapi keadaan di gedung wisma pahlawan masih terang benderang dengan sinar lampu. Pesta pora masih berlangsung dengan ramainya. Pemenang-pemenang dalam pertandingan di atas Lui-tay yang dianggap sebagai pahlawan, makan dan minum, lupa daratan, mereka itu ditemani oleh perempuan-perempuan muda yang cantik dan rupawan.
Orang-orang gagah, arak dan perempuan cantik, ditambah lagi dengan nyanyian serta tarian, pesta pora itu merupakan suatu pesta yang penuh kemesuman.
Perlahan-lahan setiap orang telah mabuk oleh arak sehingga hampir melupakan dirinya sendiri. Karena pengaruh air arak itu, mereka sudah melupakan diri sendiri, sehingga medan pesta itu berubah sifatnya. Perbuatan-perbuatan yang mesum telah merupakan suatu pemandangan yang dianggap tidak apa-apa lagi bagi mereka.
Kesopanan dan akal manusia telah terampas. Harga diri sebagai seorang gagah musnah sama sekali. Kelemahan sifat manusia di sini telah ditunjukkan semuanya. Segala-galanya seperti telah terbalik ke jaman purbakala. Perbuatan mereka hampir tidak ada bedanya dengan binatang.
Selagi pesta yang tak senonoh itu sedang berlangsung sangat ramainya, sesosok bayangan putih muncul bagaikan bayangan hantu perlahan-lahan keluar dari tempat gelap. Di bawah sinar lampu terang, ini telah tampak dengan tegas bahwa bayangan itu bukan lain daripada seorang yang berpakaian putih, wajahnya tampan dan potongan badannya tegap sangat menarik. Hanya sayang wajahnya yang tampan itu nampaknya sangat dingin, sedang matanya berapi-api menunjukkan betapa besar kemarahannya yang terpendam dalam hatinya.
Dia bukan lain daripada Penggali Makam Hui Kiam.
Oleh karena hendak menjumpai Tong-hong Hui Bun sendiri, ia telah balik dengan dandanannya semula.
Ia telah menyaksikan orarg-orang gagah yang mendapat kehormatan sebagai pemenang dalam pertandingan dan kemudian dijamu di dalam wisma pahlawan itu. Semua sudah berada dalam keadaan mabuk. Dengan tindakan kaki terhuyung-huyung setiap orang menggandeng pasangan masing-masing ke kamar setiap orang dengan sikap memuakkan. Apa yang dilakukan selanjutnya, tidak perlu disebut lagi. Memang sejak dahulu kala arak itu merupakan suatu umpan yang utama untuk membikin mabuk
korbannya. Apalagi, di samping arak ditambah lagi dengan perempuan cantik, merupakan senjata yang paling ampuh untuk meruntuhkan martabat manusia.
Malam ini atau besok pagi, orang-orang yang dipandang sebagai pahlawan itu, akan mengikuti jejak orang-orang yang sudah menjadi bangkai dalam keadaan telanjang itu.
Hui Kiam sangat marah terhadap rencana busuk yang sangat rendah yang digunakan oleh Persekutuan Bulan Emas. Di samping itu, ia juga menyesalkan orang-orang gagah itu yang tidak mempunyai keteguhan hati. Apakah di antara mereka tiada satupun yang menyadari bahwa itu adalah suatu jebakan yang akan membawa maut"
Tong-hong Hui Bun, perempuan cantik jelita, yang kecantikannya membuat mengiri sesama kaumnya, sungguh tak disangka ia turut merencanakan perbuatan terkutuk itu. Inilah yang mengherankan Hui Kiam.
Mengapa wajah yang demikian cantik di dalamnya hanya suatu moral yang bejad saja"
Berulang-ulang Orang Berbaju Lila memakinya sebagai perempuan rendah, perempuan cabul dan sebagainya. Benarkah begitu"
Banyak orang lewat di sampingnya tetapi tiada seorangpun yang memperhatikan diri Hui Kiam. Mereka semua beranggapan bahwa pemuda itu juga salah satu pahlawan yang mendapat kehormatan menjadi tetamu wisma itu.
Dengan tindakan kaki berat, Hui Kiam menginjak jalanan yang terdiri dari batu itu, sehingga menimbulkan suara yang terbit dari sepatunya.
Seorang lelaki kasar, dalam keadaan mabuk, kedua tangannya memondong seorang perempuan muda, ketika lewat di samping Hui Kiam, lelaki itu merendek dan menegur Hui Kiam:
"Sahabat, bunga indah di hadapan mata kita, mengapa kau masih berlagak seperti seorang alim, tidakkah kau ingin mencicipi keindahan ini?"
Hui Kiam melototkan matanya, pandangan matanya yang dingin dan bengis itu juga mengandung ejekan. Laki-laki itu menundukkan kepala dan berjalan terus sementara mulutnya menggumam sendirian, "Bocah itu tajam sekali sinar matanya, wajahnya juga sangat tampan!"
Ketika Hui Kiam berjalan sampai ke ujung, ternyata itu merupakan sebuah pintu. Di atas terpancang sebuah papan dengan tulisan: "Para tetamu diminta berhenti di sini saja".
Hui Kiam mengawasi papan sejenak, tetapi ia berjalan terus....
"Sahabat berhenti!" demikian suara telah menegurnya. Seorang pemuda berpakaian sangat perlente muncul dari balik pintu dan menghalang di depan Hui Kiam.
Hui Kiam dengan sendirinya lalu berhenti. Dengan sinar mata tajam ia mengawasinya.
Pemuda itu lalu mengunjukkan perasaan terkejutnya. Entah dikejutkan karena sinar mata tajam Hui Kiam, ataukah dikejutkan oleh wajah yang tampan dan gagah yang dimiliki oleh Hui Kiam. Untuk sesaat lamanya, ia terpaku kemudian baru ia berkata:
"Apakah tuan juga salah satu seorang tetamu di dalam wisma ini?"
"Aku hendak bertemu dengan Taycu!" jawab Hui Kiam dingin:
"Para tetamu hanya boleh berjalan sampai di situ saja...."
"Tetapi aku bukan tetamu dalam gedung ini."
"Apakah tuan...."
"Aku adalah Penggali Makam!"
Pemuda berpakaian perlente itu terperanjat dan mundur satu langkah kemudian dan berkata dengan suara agak gemetar:
"Benarkah tuan orang yang mempunyai julukan Penggali Makam itu?"
"Benar!"
Pemuda itu setelah mengunjukkan beberapa kali perubahan wajahnya baru berkata:
"Aku yang rendah bernama An Yu Ciu sudah lama mendengar nama besarmu....."
"Apakah Tong-hong Taycu berada di dalam?"
"Eh, sungguh aneh"."
"Mengapa aneh?"
"Mengapa Tong-hong Taycu tidak beserta dengan tuan?""
"Aku mencarinya, bukankah itu sama saja?"
"Tetapi ia tidak berdiam di dalam wisma ini."
"Di mana ia berdiam?"
"Tentang ini... maaf aku tidak dapat memberitahukan."
"Kalau tidak suka memberitahukan, ataukah tidak berani mengatakan?"
"Bukan tidak berani, aku sebetulnya tidak tahu!"
Hui Kiam berpikir keras. Benar Tong-hong Hui Bun tidak berada di sini, ini juga merupakan suatu kesempatan baik untuk menghancurkan sarang penjahat ini lebih dulu. Dengan tidak adanya perempuan cantik, ia boleh bertindak sesukanya. Maka ia lalu berkata dengan suara dingin:
"Siapa yang bertanggung jawab di sini?"
"Suhuku!"
"Kau murid si iblis Tiee-mo?"
"Tuan bicara harus tahu aturan sedikit!"
"Apakah ini masih kurang aturan?"
"Tuan sebetulnya bermaksud apa?"
"Kujumpai dulu suhumu, nanti kita bicara lagi."
"Aku sebetulnya karena memandang muka Tong-hong Taycu, maka barulah aku berlaku merendah terhadap tuan."
"Ini tidak perlu, aku bahkan masih hendak perhitungan dengannya!"
"Orang she Hui, kedatanganmu ini sebetulnya bermaksud apa?"
"Hendak menghancurkan sarang kejahatan dan kemesuman ini!"
An Yu Ciu mengunjukkan wajah bengis. Ia mundur satu langkah dan berkata:
"Apakah perkataanmu ini bukan main-main?"
Sepatah demi sepatah Hui Kiam menjawab:
"Ini adalah sebenar-benarnya!"
"Apakah kau kira sanggup melakukan?"
"Mungkin tidak menjadi soal."
"Kalau saatnya tiba mungkin Tong-hong Taycu juga tidak sanggup melindunginya...."
"Omong kosong!"
Pada saat itu dari dalam kamar terdengar suara seorang wanita yang menegur:
"Ciu ji, apa yang telah terjadi?"
An Yu Ciu menjawab dengan suara nyaring:
"Suhu, ada orang datang hendak menghancurkan wisma pahlawan!"
"Bagaimana macamnya orang itu?"
"Orangnya Tong-hong Taycu sendiri!"
"Apa" Kau kata siapa?"
"Penggali Makam!"
"Hem, suruh ia masuk. Suhumu ingin minta keterangan darimu."
An Yu Ciu minggir ke samping dan mempersilahkan Hui Kiam masuk.
Hui Kiam tahu bahwa orang yang berbicara di dalam itu adalah Iblis Tie-mo, maka seketika itu tanpa ragu-ragu ia lalu masuk ke dalam pintu. Berjalan melalui gang yang bertaburkan batu halus-halus, di tengah-tengah taman bunga yang indah ada sebuah bangunan rumah yang indah. Sinar lampu yang terang benderang bagaikan siang hari. Di depan pintu rumah itu, ada berdiri dua wanita muda. Begitu melihat Hui Kiam, semula nampak seperti terkejut kemudian memandangnya dengan mata liar. Satu di antaranya berkata kepada kawannya:
"Pilihan Taycu, benar-benar bukan orang sembarangan."
Sang kawan melirik kepadanya, lalu berkata:
"Kau jangan coba main gila, pilihan Taycu siapa yang berani menjamahnya?"
AnYu Ciu maju selangkah seraya berkata:
"Tuan tunggu sebentar!"'
Hui Kiam menghentikan kakinya. Ia mendongakkan kepala untuk melihat cuaca. Ia sebetulnya tidak sudi melihat sikap tengik dua perempuan muda itu.
An Yu Ciu berjalan masuk ke kamar. Ketika lewat di depan perempuan itu, dengan lagaknya yang tengik ia menoel pipi dua perempuan muda itu, setelah itu baru melanjutkan jalannya ke dalam kamar.
Hui Kiam di samping memikirkan tindakannya malam itu, ia juga memikirkan nasib orang-orang gagah itu. Setelah mengumbar kepuasannya malam itu, besok akan menggeletak sebagai bangkai yang tidak berdaya.....
Sementara itu An Yu Ciu sudah keluar lagi dan berkata kepadanya:
"Suhu mempersilahkan kau masuk!"
Hui Kiam tahu bahwa pemuda itu bersikap demikian karena hubungan ia sendiri dengan Tong-hong Hui Bun. Tetapi ada hubungan apa antara Tong-hong Hui Bun dengan Persekutuan Bulan Emas"
Ia sudah tidak bisa berpikir banyak lagi karena harus menjumpai iblis Tie-mo.
Dengan tindakan lebar ia masuk ke dalam. Di ruangan tengah ia segera dapat lihat seorang perempuan setengah tua duduk di atas kursi. Perempuan itu meski sudah tidak muda lagi, tetapi masih pandai bersolek. Dari sikap dan dandanannya, telah mengunjukkan tegas kwalitet apa perempuan itu.
Apakah benar perempuan ini adalah Tie-mo, yang merupakan salah satu dari Delapan Iblis Negara Thian Tik"
Kalau dihitung usianya iblis perempuan ini seharusnya sudah merupakan seorang nenek-nenek, tetapi mengapa nampaknya masih seperti perempuan setengah tua"
Hui Kiam berdiri di ambang pintu ruangan. Ia tidak langsung masuk ke dalam. Matanya mengawasi perempuan yang berpakaian serbamerah itu, agaknya menantikan pertanyaan perempuan itu.
Perempuan berbaju merah itu terpesona oleh wajah tampan dan sikap gagah Hui Kiam. Lama sekali ia baru membuka mulut:
"Hui Siaohiap, mengapa tidak sudi masuk" Silahkan. Mari kita bicara secara terus terang."
"Tidak perlu," jawab Hui Kiam dingin.
"Kiranya siaohiap sudah tahu asal-usul diriku si orang tua?"
"Mengapa tidak mau masuk?"
"Tidak ada perlunya."
"Kalau begitu dengan maksud apa siaohiap datang kemari?"
"Ingin belajar kenal dengan cara bagaimana kau melatih pasukan Im-hong Tui?"
Paras perempuan itu berubah seketika, tapi kemudian ia memperdengarkan tertawanya yang genit, kemudian berkata:
"Apakah siaohiap sudah tahu urusan tentang Im-hong Tui?"
"Hem."
"Siaohiap tentunya tidak akan bermusuhan dengan Tong-hong Taycu, bukan?"
Hui Kiam terkejut: "Ini perlu aku lihat dulu kenyataan, baru dapat menetapkan apa yang harus bertindak selanjutnya."
"Aku tidak mengerti?"
"Sederhana sekali. Aku selamanya tidak akan melepaskan begitu saja kawan-kawan orang jahat."
"Hem... beberapa anak buah persekutuan kami telah tewas di dalam rimba sebelah barat."
"Ya, itu adalah perbuatanku sendiri."
Iblis wanita itu bangkit dari tempat duduknya lalu berkata:
"Apabila siaohiap benar-benar cinta Tong-hong Taycu, tidak seharusnya berbuat demikian."
"Bagiku antara cinta dengan benci itu mempunyai garis pemisah yang jelas, aku tidak akan mengabaikan tugasku sebagai orang gagah."
"Kalau demikian halnya kau beimaksud hendak bermusuhan dengan persekutuan kami, Bulan Emas?"
"Aku memang tidak menyangkal."
"Apakah kau sudah memikirkan akibatnya?"
"Sudah kupikirkan masak-masak."
"Kalau begitu kedatanganmu malam ini sudah tentu ada maksudnya?"
"Sudah tentu."
"Apa maksudmu?"
"Hendak menghancurkan sarang kejahatan ini untuk menuntut balas bagi kawan-kawan yang tidak berdosa dan untuk menegakkan keadilan serta kebenaran dalam persilatan."
"Ha, ha, ha, ha"."
Iblis Tie-mo itu tertawa terbahak-bahak namun dalam suara tertawanya itu mengandung sikap memandang rendah, juga mengandung nafsu membunuh.
"Apa yang kau tertawakan?" demikian tegur Hui Kiam.
An Yu Ciu yang sejak tadi terus berdiri tenang di samping, tiba-tiba berkata dengan suara nada gusar:
"Penggali Makam, apakah kau sedang menggali makam untukmu sendiri?"
"Kau masih belum pantas berbicara denganku," demikian jawab Hui Kiam tanpa menoleh.
"Kau terhitung manusia apa" Jikalau bukan karena memandang muka Tong-hong Taycu, sejak tadi aku sudah bunuh kau untuk umpan anjing."
Hui Kiam perlahan-lahan membalikkan badannya untuk menghadapi An Yu Ciu. Katanya dengan suara dingin:
"Orang pertama yang hendak kubunuh malam ini adalah kau!"
Seraut wajah An Yu Ciu merah membara, matanya memancarkan sinar buas, maju selangkah seraya berkata:
"Tuan mudamu segera akan kirim kau ke akherat. Di sanalah kau nanti boleh membual sesukamu....."
Iblis Tiee-mo lintangkan tangannya dan berkata kepada muridnya:
"Ciu jie, kau mundur!"
An Yu Ciu dengan sikapnya yang sombong menjawab:
"Suhu, muridmu tidak sanggup menelan kehinaan ini...."
"Kau mundur, nanti akan tahu sendiri!"
An Yu Ciu terpaksa mengundurkan diri tetapi matanya buas, masih tetap ditujukan kepada Hui Kiam.
Iblis Tiee-mo bertindak keluar dari ruangan. Ia menghampiri Hui Kiam dan berkata dengan suara dalam dan perlahan:
"Apakah kau tidak sayang jiwamu sendiri!?"
Hui Kiam membalas dengan tertawa dingin kemudian baru berkata:
"Aku lebih sayang jiwanya sahabat-sahabat rimba persilatan daerah Tiong Goan."
"Kalau kau memang sengaja mencari mampus, Tonghong Hui Bun tidak akan sesalkan perbuatanmu..."
"Aku hanya melakukan tugasku untuk membasmi kejahatan. Mungkin ia menyesalkan tindakanku terlalu ganas."
"Kau jangan membual. Tahukah kau bahwa aku membunuh orang bagaikan pekerjaan biasa?"
"Kau iblis dari daerah luar. Kau berani masuk ke daerah Tiong Goan melakukan kejahatan, sehingga banyak jiwa jadi korban keganasanmu. Maka itu kecuali mati sudah tiada jalan lagi bagimu!"
"Bocah, aku hendak cincang tubuhmu...."
Pada saat itu, An Yu Ciu tiba-tiba maju menghampiri suhunya dan berkata:
"Suhu, biarlah muridmu yang menghadapinya!"
"Kau harus berlaku hati-hati."
"Suhu terlalu banyak pikiran!"
Setelah berkata demikian, tangannya lalu bergerak menyambar dada Hui Kiam.
Gerakannya ini sebetulnya merupakan suatu gerakan biasa. Tetapi gerakan yang keluar dari tangan An Yu Ciu itu, keadaannya sangat berlainan. Gerakan yang sederhana itu, ternyata mengandung serangan sangat ganas. Jika orang manganggap serangan iru serangan biasa, pasti akan terbinasa olehnya.
Hui Kiam juga tahu bahwa kedatangannya seorang diri ke dalam goa harimau malam itu karena harus menghadapi banyak lawan tangguh, ia tidak akan menggunakan kekuatan tenaganya dengan cuma-cuma maka ia sudah memperhitungkan dengan masak-masak. Pada saat serangan si pemuda she An itu tiba, ia segera menutup dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya melancarkan serangan dengan menggunakan jari tangan.
Kepandaian An Yu Ciu ternyata tinggi juga. Ia segera merasakan agak aneh hembusan angin yang keluar dari tangan itu. Ia segera menggeser kakinya, dengan kecepatan luar biasa ia lompat minggir hingga terhindar dari serangan maut itu.
Kepandaian Hui Kiam sudah mencapai taraf yang tinggi. Ketika serangan itu mengenakan tempat kosong, segera menghentikan serangan dari samping itu dengan kecepatan luar biasa.
An Yu Ciu yang berhasil mengelak dari serangan jari tangan, tetapi tidak berhasil menyingkir serangan dari samping itu. Ia sudah tidak keburu menangkis, sehingga serangan itu mengena dengan telak.
Tidak ampun lagi badan An Yu Ciu sempoyongan dan membentur tiang rumah, sehingga ruangan itu menimbulkan getaran hebat. Setelah terhuyung-huyung sejenak baru berhasil pertahankan dirinya, tetapi mulutnya mengeluarkan darah.
Dua perempuan muda yang menyaksikan kejadian itu, wajah mereka pucat seketika, mulutnya mengeluarkan suara jeritan.
Paras Tie-mo berobah. Ia dapat kenyataan bahwa kekuatan Hui Kiam jauh di luar perhitungan.


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya dengan Hui Kiam, ia agak merasa kecewa karena tidak berhasil membinasakan lawannya dengan serangan itu. Selagi semua orang dalam keadaan terkejut dan terheran-heran, Hui Kiam sudah mengayunkan pula tangannya, melancarkan serangannya ke arah An Yu Ciu.....
Tie-mo dengan cepat pula melancarkan serangannya dari samping untuk menyambut serangan Hui Kiam itu:
An Yu Ciu menyeka darah yang mengalir di bibirnya dan kemudian menghunus pedangnya.
Tie-mo dengan wajah pucat berkata sambil menuding ke arah Hui Kiam:
"Bocah, kalau aku tak berhasil membunuhmu, percuma aku mendapat nama gelaranku ini!"
"Iblis wanita, kau memang tak pantas menjadi manusia!"
"Serahkan jiwamu!"
Iblis itu segera melancarkan serangannya kepada Hui Kiam. Gerak tipu serangannya itu nampaknya sangat aneh dan ganas seolah-olah sulit untuk dihindarkan.
Hui Kiam menggunakan ilmu gerak kakinya yang amat luar biasa. Bagaikan hantu, ia sudah mengelakkan diri dari serangan tersebut kemudian balas menyerang.
Kebetulan pada saat itu Tiee-mo juga melancarkan serangan lanjutannya, sehingga serangan kedua pihak saling membentur. Setelah menimbulkan suara benturan nyaring, kedua pihak mundur satu langkah.
An Yu Ciu menggunakan kesempatan itu. Pedang di tangannya secepat kilat menikam jalan darah Beng-bun-hiat di belakang punggung Hui Kiam.
Hui Kiam minggir ke samping, kemudian melancarkan satu serangan hebat.
An Yu Ciu memperdengarkan suara jeritan ngeri. Badannya tersapu dan jatuh di pekarangan.
Bersamaan dengan itu, hawa dingin yang luar biasa, menyerang tubuh Hui Kiam dengan tanpa suara. Hui Kiam hanya merasakan dingin sekujur badannya, kemudian kepalanya dirasakan pusing.
Sementara yang mengandung hawa dingin ini, adalah tipu serangan ciptaan Tiee-mo yang dinamakan Tui-hong Im-hong. Siapa yang terkena serangan itu, hawa dingin yang mengandung racun itu segera menyusup melalui urat-urat nadi dan jalan darah. Betapapun tinggi kepandaian orang terkena serangan itu juga tidak akan sanggup bertahan sampai setengah jam lamanya.
Tetapi Hui Kiam yang melatih ilmu kepandaianrya berdasarkan kepandaian dari pelajaran Thian Gee, jalan darah berlainan dengan orang biasa, sehingga racun hawa dingin itu tidak berdaya masuk ke dalam jantung hatinya. Daya perlawanan yang keluar dari badan Hui Kiam, segera mendesak keluar hawa dingin yang mengandung racun itu, maka ia hanya merasa pusing sebentar saja, kemudian pulih seperti biasa.
Tiee-mo yang belum mengetahui itu, masih menegurnya dengan suara seram.
"Bocah, kau bersedia mati dengan cara bagaimana" Aku justru tidak tahu dengan cara bagaimana untuk mengambil jiwamu baru aku merasa puas."
Hui Kiam memperdengarkan suara dari hidung kemudian berkata:
"Kau sedang mimpi."
Pada saat itu sepuluh lebih bayangan orang melayang masuk ke dalam pekarangan itu. Salah satu di antara mereka, seorang yang lanjut usianya, maju dan berkata sambil memberi hormat:
"Kami anak buah badan pelindung hukum tunggu perintah."
"Kalian tunggu saja."
"Baik."
"Hem.... bagaimana dengan tamu-tamu yang baru ini?"
"Semua berjalan seperti biasa. Sudah diperintahkan orang untuk memasukkan ke dalam kereta!"
Hui Kiam yang mendengarkan pembicaraan itu, dadanya dirasakan mau meledak. Dalam waktu yang sangat singkat itu, orang-orang gagah itu ternyata sudah binasa di tangan perempuan-perempuan muda itu. Semuanya tidak berdosa, karena mereka sudah lupa diri sendiri dengan pengaruh obat, sehingga berobah menjadi alatnya iblis wanita itu.....
---ooo0dw0ooo---
JILID 23 T I E - M O saat itu juga sudah mengetahui keadaan Hui Kiam yang ternyata sanggup menahan serangannya, maka ia lalu berkata:
"Bocah, kau ternyata sanggup melawan seranganku Tui-hong Im-hong."
"Iblis perempuan, malam ini kejahatanmu akan berakhir," jawab Hui Kiam dingin.
"Bocah, apa kau kira berhak berkata demikian?"
"Berhak atau tidak, kenyataannya nanti yaug akan menjawab."
Iblis wanita itu mundur selangkah. Kedua tangannya perlahan-lahan diangkat naik sampai ke batas dada. Sebentar kemudian kedua telapakan tangannya tiba-tiba membesar dua kali lipat. Telapakan tangan itu berubah hitam, sedangkan parasnya menunjukkan sikap amarahnya yang sudah memuncak.
Hui Kiam yang menyaksikan keadaan itu, diam-diam bergidik. Ia dapat menduga bahwa musuhnya itu akan mengeluarkan kepandaiannya yang paling ampuh dan sangat berbisa. Kuku terbang Hiat Ie Nio cu yang belum lama berselang yang dihadapinya, masih menggetarkan pikirannya, maka seketika itu ia
segera memusatkan ilmunya Thian Gee Sin-ciang, siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pertempuran kali ini pasti akan merupakan pertempuran antara mati dan hidup.
Sepuluh lebih orang-orang Persekutuan Bulan Bintang berbaris di kedua samping dengan perasaan tegang.
Sementara itu Ao Yu Ciu juga sudah dibawa menyingkir dua orang perempuan muda.
Tie-mo maju satu langkah. Kedua tangannya mendorong lurus ke depan. Hembusan angin yang keluar dari tangannya mengandung hawa hitam.
Hui Kiam yang selalu waspada terhadap serangan yang menggunakan racun, buru-buru menutup pernapasannya. Kakinya segera bergerak melompat ke samping dua tombak lebih, kemudian berdiri di tengah-tengah pekarangan.
Tie-mo memperdengarkan suara tertawanya yang aneh, kemudian melesat tinggi dan menukik ke bawah untuk menerkam.....
Hui Kiam tidak memberi kesempatan kepada lawannya untuk melancarkan serangan. Selagi lawannya bergerak ke atas ia sudah menyerang dengan menggunakan ilmu serangannya Thian Gee Sin Ciang.
Serangan yang meluncur keluar itu, telah membuat terpental diri Tie-mo sehingga melayang turun ke tempat semula.
Hui Kiam mundur lagi. Ia sekarang berada di tempat yang agak luas. Dengan cepat ia menghunus pedang To-liong Kiamnya untuk menghadapi tangan beracun lawannya.
Baru saja pedang terhunus keluar dari sarungnya, kabut hitam yang disertai oleh hembusan angin hebat menggulung ke rah dirinya.
Racun yang tidak dapat ditundukkan oleh hanya kekuatan tenaga saja, maka ia terpaksa harus menyingkir lagi.
Baru saja ia lompat menyingkir tiba-tiba terdengar beberapa kali suara jeritan ngeri. Ternyata sepuluh lebih anak buah Tie-mo yang berdiri di belakang Hui Kiam. Tatkala Hui Kiam lompat di samping, mereka sudah tidak keburu menyingkir, sehingga tujuh di antara mereka segera jatuh roboh dan binasa seketika itu juga.
Apabila Hui Kiam tidak mengandalkan gerakan kakinya yang luar biasa itu, barangkali juga tidak lepas dari serangan tangan beracunnya itu.
Sisanya orang-orang yang masih hidup, sudah merasa ketakutan. Mereka mundur ke dekat pintu.
Tie-mo yang tidak berhasil melukai musuhnya sebaliknya sudah membinasakan tujuh anak buahnya sendiri, seketika itu menjadi kalap. Setelah memperdengarkan suara bentakan keras, ia maju menerjang lagi".
Hui Kiam menghitung tepat gerakan lawannya. Ia bergerak menyingkir, memutar mengitari pohon bunga, kemudian menyerang dari samping.
Tie-mo yang bergerak dengan cepat, tetapi tidak keburu menghentikan kakinya, sementara itu hawa pedang Hui Kiam sudah mengancam dirinya dalam keadaan yang kritis itu dirinya jatuh ke belakang hampir rata dengan tanah, kemudian melesat bagaikan meluncurnya anak panah".
Hui Kiam sudah tentu tidak mau melepaskan begitu saja setiap kesempatan yang didapatkan. Selagi sang lawan dalam keadaan kerepotan seperti itu, ia sudah melancarkan serangan pedangnya dengan gerak tipu Bintang Beterbangan di Langit.
Titik-titik bintang yang menyilaukan mata memenuhi ruangan yang hanya satu tombak persegi itu, sementara hawa pedangnya yang membelah udara menimbulkan perasaan jeri setiap orang yang berada di situ.
Tie-mo yang sama sekali tak mendapat kesempatan melancarkan serangannya, hanya mengandalkan kepandaiannya yang sudah
tinggi sekali ketika mengetahui dirinya terancam, ia cuma bisa merobah gerakan badannya".
Akan tetapi sang waktu tidak memberikan kesempatan lagi baginya.
Selagi badannya melayang turun, satu tangan kanannya sudah terlepas sepotong oleh pedang Hui Kiam sehingga darahnya menyembur keluar.
Karena putusnya tangan itu ia sudah tidak mampu lagi mengerahkan hawa racunnya, hingga tangan itu pulih kembali dengan warna yang biasa.
Hui Kiam bergerak maju. Ujung pedang mengancam dada lawannya. Ia berkata dengan suara gemetar:
"Iblis, kau harus menerima nasibmu!"
Paras iblis Tie-mo merah padam, tetapi ia sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, sehingga hanya menunggu kematian saja.
Beberapa anggota Persekutuan Bulan Emas yang menjaga pintu, juga tak berdaya. Mereka tidak berani bertindak, juga tak berani mengundurkan diri. Semuanya berdiri terpaku di tempat masing-masing.
Selagi Hui Kiam hendak membinasakan iblis itu, suatu kekuatan hebat tiba-tiba menarik diri Hui Kiam mundur beberapa langkah, sehingga ujung pedangnya dengan sendirinya terpisah agak jauh dari dada si iblis wanita itu. Kesempatan itu digunakan oleh si iblis wanita. Ia lalu melompat mundur delapan kaki.
Bukan kepalang terkejutnya Hui Kiam. Dengan cepat ia memutar tubuhnya. Ternyata seorang tinggi besar yang memakai kerudung di mukanya, berdiri di belakangnya sejarak kira-kira satu tombak jauhnya.
Kedatangan orang berkerudung itu tanpa menimbulkan suara sedikitpun juga, bahkan dapt mengeluarkan kekuatan tenaga
sedemikian hebat menarik mundur dirinya, kekuatan ini sesungguhnya sangat mengejutkan.
Hui Kiam setelah menenangkan pikiran, baru ia berkata:
"Tuan orang kuat dari manakah?"
Orang berkerudung itu sepatah demi sepatah menjawab:
"Aku Lengcu Persekutuan Bulan Emas!"
Hui Kiam terperanjat. Ia mundur sampai tiga langkah, baru bisa berkata:
"Oh, jadi tuan adalah Lengcu Persekutuan Bulan Emas?"
"Benar."
Hui Kiam benar-benar tak menduga bahwa di sini ia akan berjumpa dengan Lengcu Persekutuan Bulan Emas. Manusia berbahaya ini, telah mengacau balau rimba persilatan sedemikian rupa, sehingga seolah-olah sedang menghadapi hari Kiamat. Pertemuan secara tiba-tiba ini membuat ia untuk sementara menjadi tertegun.
Manusia aneh yang selama itu belum pernah mengunjukkan muka kepada orang luar, adalah pemimpin Persekutuan Bulan Emas yang ingin menguasai dunia....
Perasaan gusar dan nafsu ingin menentang maksud usaha manusia buas itu mendadak timbul dalam hati Hui Kiam ....
Malam itu apabila ia berhasil membunuh raja iblis ini, maka bencana yang mengancam dunia rimba persilatan dengan sendirinya pasti akan lenyap. Hal ini sesungguhnya sangat berharga dari tindakan apapun juga.
Sampai dimanakah tingginya kepandaian dan kekutan raja iblis ini" Biar bagaimana malam ini harus diuji. Ia sendiri yang sudah berhasil memahami seluruh kepandaian ilmu yang tertulis dalam kitab Thian-Gee Pokip, kalau masih belum mampu menandingi kepandaian raja iblis ini, maka segala usaha dan gerakan untuk membasmi kejahatan, tidak akan membawa harapan banyak.
Malam itu, seharusnya merupakan ujian pertama baginya untuk menguji sampai di mana tinggi kepandaiannya.
Selagi masih berpikir, pemimpin persekutuan itu sudah berkata lagi:
"Apakah kau adalah itu orang yang bernama Hui Kiam dengan gelarnya Penggali Makam?"
"Benar!"
"Betulkah kau sengaja bermusuhan dengan persekutuan kami?"
"Membasmi kejahatan menegakkan keadilan dan kebenaran, itu adalah tugas dan kewajiban setiap orang gagah yang mempelajari ilmu silat!"
"Apakah kau pandang kami sebagai iblis yang memipin kejahatan?"
"Kau boleh tanya kepada dirimu sendiri, apakah sepak terjangmu ini benar atau salah."
Pemimpin Bulan Emas itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, "Ha, ha, ha, sesungguhnya sangat unik. Untuk pertama kali kami mendengar oraug berani mengucapkan perkataan sedemikian sombong terhadap diri kami!"
"Soal unik bukan cuma itu saja."
"Hem, hem, Penggali Makam, katakanlah masih ada apa lagi?"
"Aku telah bersumpah hendak mengubur semua jenazah orang-orang jahat di dunia ini!"
"Sombong! Kami sebetulnya tidak tega membunuh kau!"
"Tuan tentunya sudah pernah mendengar orang berkata bahwa memaafkan musuh berarti suatu kekejaman terhadap diri sendiri!"
"Sekarang kau tidak perlu banyak bicara, ceritakanlah apa maksudmu malam-malam datang kemari?"
"Hendak menghancurkan sarang penjahat!"
"Apakah kau yakin dapat melaksanakannya?"
"Aku yakin sedalam-dalamnya!"
"Penggali Makam, kami sesungguhnya merasa sayang terhadap kcpandaianmu ini...."
"Apakah artinya perkataanmu ini?"
"Jikalau kau suka menjadi anggota persekutuan kami, kau pasti bisa malang melintang di dalam rimba persilatan hanya di bawah seorang saja."
"He, he, aku selamanya tidak sudi di bawah perintah orang!"
"Ini bukan tidak mungkin, satu hari kelak mungkin kau akan menjagoi di dalam dunia ini!"
"Apakah kau bermaksud setelah kau menguasai dunia rimba persilatan, kau hendak menyerahkan kedudukanmu kepada orang lain?"
"Itu tidak mungkin!"
"Aku masih belum mengerti."
"Jikalau kau suka melepaskan anggapanmu sendiri, dan suka menjadi anggota persekutuan kami, kenyataannya akan membuktikan bahwa soal itu bukan mustahil!"
"Ini agak aneh kedengarannya bagiku!"
"Di dalam dunia tidak ada apa-apa yang aneh, apabila sudah mengerti persoalan: pikirlah dulu masak-masak!"
"Tidak perlu dipikir lagi, aku tidak mempunyai kegemaran untuk menjadi jago, aku hanya bercita-cita untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, supaya selama-lamanya tinggal hidup subur!"
Sinar tajam tampak dari kedua mata orang berkerudung itu melalui dua lobang kecil di bagian matanya, menatap Hui Kiam. Untuk pertama kali Hui Kiam merasakan bahwa siuar mata itu agaknya mengandung wibawa, membuat orang memandangnya tergoncang pikirannya sehingga tanpa disadari Hui Kiam sudah mundur satu langkah akan tetapi kemudian segera mencari apakah sebetulnya telah terjadi. Ia segera menenangkan pikirannya dengan
kekuatan tenaga dalamnya coba menentang pengaruh sinar mata itu.
Kedua pihak saling berpandangan".
Seperempat jam!
Setengah jam! Sedetik demi sedetik telah berlalu. Dahi Hui Kiam sudah penuh peluh, wajahnya yang merah berubah menjadi pucat.
Muka pemimpin Persekutuan Bulan Emas karena tertutup oleh kain kerudung, tidak dapat dilihat perubahan sikapnya.
Keduanya tidak turun targan, tapi ini adalah lebih hebat daripada pertandingan dengan menggunakan kaki tangan atau senjata tajam.
Mengadu kekuatan semacam ini, juga karena hanya orang berkepandaian tinggi seperti Hui Kiam dan pemimpin Persekutuan Bulan Emas yang dapat melakukan. Bagi orang yang berkepandaian tinggi yang biasa saja, tidak sanggup melakukan.
Apabila di suatu pihak ada yang kurang teguh pikirannya atau tak cukup kuat tenaganya, tidak usah lawannya turun tangan, sudah cukup menimbulkan luka dalam bagi yang kalah.
Hui Kiam mencoba untuk bertahan sekuat tenaga. Ia berkata kepada diri sendiri bahwa ia tidak boleh kalah, jikalau tidak habislah semua.
Setengah jam sudah berlalu lagi.
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas tiba-tiba berseru:
"Untuk sementara kita hentikan dulu."
Kedua pihak dengan serentak menarik kembali kekuatan masing-masing. Ketua Persekutuan Bulan Emas berkata pula:
"Penggali Makam, kau bisa melukai anggota badan pelindung hukum tertinggi persekutuan kami, ilmu pedangmu pasti bagus sekali. Apakah berani mengadu ilmu pedang dengan kami?"
"Sudah tentu!"
"Tetapi kita lebih dulu harus bicarakan syaratnya!"
"Syarat?"
"Hem, pertandingan itu hanya dibatas tiga jurus saja."
"Maksudmu bukan begitu saja"."
"Kau ingin bagaimana?"
"Diantara kita berdua cuma boleh ada satu yang berlalu dari sini dalam keadaan hidup!"
"Itu berarti mengadu jiwa?"
"Tepat!"
"Selanjutnya kau tidak dapat membunuh kami bagaimana?"
"Terbunuh!"
"Jikalau kami tidak suka membunuh kau?"
Hui Kiam bungkam. Tiba-tiba ia ingat bahwa sudah beberapa kali pernah mendengar kata orang-orang Persekutuan Bulan Emas telah mendapat perintah tidak boleh bermusuhan dengannya. Kecurigaan itu selama itu belum lenyap dari pikirannya, maka malam ini, selagi
bermusuhan dengan pemimpin Persekutuan Bulan Emas, seharusnya ia mencari tahu sebab-sebabnya.
Setelah berpikir demikian, ia lalu balas bertanya:
"Apa sebabnya Tuan tidak suka membunuhku?"
"Ada dua sebab."
"Bolehkah kau terangkan apa sebabnya?"
"Pertama, kau merupakan salah seorang berbakat luar biasa selama seratus tahun ini. Aku merasa sayang kalau kau mati begini."
"Hem! Dan sebab yang lainnya lagi?"
"Pada saat itu belum perlu aku ceritakan, kecuali apabila kau suka menjadi anggota persekutuan kami."
"Apakah tuan pernah memberi perintah kepada anak buah tuan, tidak boleh bermusuhan denganku?"
"Hal itu memang ada."
"Mengapa?"
"Berdasarkan atas sebabnya yang kedua, tetapi pada saat ini belum waktunya kuberitahukan kepadamu."
Hui Kiam tidak berdaya. Karena orang itu tidak mau mengatakan, sudah tentu ia tidak suka bertanya lagi. Bagaimanapun juga pertempuran malam itu merupakan pertempuran antara mati dan hidup, jikalau menang segalanya akan menjadi terang, tetapi jikalau kalah habislah semua-muanya".
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas berkata pula:
"Penggali Makam, kau boleh bertempur secara bebas. Tiga jurus sudah cukup untuk menentukan siapa yang mati dan siapa yang hidup. Sudah tentu ini adalah menurut gerak tipu serangan oleh pihak yang menggunakannya juga kekuatan tenaga dalam dan lain-lainnya merupakan faktor utama untuk merebut kemenangan."
Hui Kiam pikirannya bekerja keras. Kepandaiannya dalam ilmu pedang, juga hanya tiga jurus saja. Jikalau tiga jurus tidak mendapat kemenangan, selanjutnya tidak usah dibicarakan lagi. Maka ia lalu berkata:
"Aku setuju usulmu itu!"
"Syarat yang kusebutkan tadi, yang kumaksudkan ialah apabila salah satu pihak tidak dapat membinasakan lawannya."
"Coba tuan jelaskan!"
"Apabila kau bisa menang atau seri, rekening yang terdahulu semua akan kami hapus, lain waktu kita bertanding lagi."
"Bagaimana andaikata aku yang kalah?"
"Kau harus menjadi anggota persekutuan kami."
Hui Kiam seketika itu lalu bungkam. Apa pun yang akan terjadi syarat serupa itu juga tidak dapat diterima. Karena apabila ia menjadi anggota Persekutuan Bulan Emas, ini berarti ia telah membantu kejahatan. Bagaimana ia dapat melakukan" Bukankah ini akan bertentangan dengan cita-cita semula" Berpikir demikian ia lalu menjawab:
"Untuk menjadi anggota persekutuan Bulan Emas, hal ini tidak mungkin sama sekali!"
"Apakah kau sudah bertekad bermusuhan dengan persekutuan kami?"
"Aku tidak menyangkal pertanyaanmu ini!"
"Kau tidak pikir lagi?"
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas perlahan-lahan menghunus pedangnya. Di bawah sinar lampu pelita, pedang itu memancarkan sinarnya yang gemerlapan. Kira-kira setengah kaki dekat ujung pedang ada satu tanda bulan sabit yang memancarkan sinar emas.
Dalam hati Hui Kiam berkata: "Inikah pedang Bulan Emas?"
Persekutuan itu dinamakan Bulan Emas, namanya mungkin diambil dari nama pedang itu.
Keadaan menjadi gawat pada saat pemimpin Bulan Emas menghunus pedangnya. Menghadapi raja iblis rimba persilatan yang sangat misterius itu, hati Hui Kiam merasa agak kurang tentram karena dalam pertempuran itu bukan saja menyangkut mati hidupnya ia sendiri, tetapi juga menyangkut kepentingan dan nasib seluruh rimba persilatan.
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas itu menggerakkan tangannya. Pedang yang berada di tangannya menimbulkan cahaya yang menyilaukan mata.
Hui Kiam terkejut, karena gerakan itu nampaknya sangat aneh dan hebat, tidak kalah dengan gerakan ilmu pedangnya sendiri.
Tubuh tinggi besar pemimpin Persekutuan Bulan Emas maju mendekati Hui Kiam. Dengan suaranya yang nyaring ia berkata:
"Hui Kiam, apakah kau tidak menyesal?"
"Siapa yang kuat akan hidup dan siapa yang lemah akan binasa, inilah tata tertib yang tidak dapat dirubah dalam rimba persilatan. Bagi siapa yang bertempur mati-matian, tidak kenal istilah menyesal."
"Sayang kepandaianmu yang luar biasa."
"Tuan terlalu omong besar, membuat aku merasa geli."
"Apa yang dibuat geli kami jikalau bukan lantaran"."
"Lantaran apa?"
"Lantaran budak itu."
"Siapa?"
"Tong-hong Hui Bun!"
Sekujur badan Hui Kiam gemetar, ia mundur satu langkah. Tentang diri Tong-hong Hui Bun tidak ada hubungannya dengan Persekutuan Bulan Emas, dari apa yang disaksikan beberapa kali sudah merupakan sesuatu kenyataan yang tidak dapat dibantah. Tetapi kenyataan yang keluar dari mulut pemimpin Persekutuan Bulan Emas itu, lain pula sifatnya.
Bagaimanakah asal-usul sebenarnya pemimpin Persekutuan Bulan Emas ini"
Ada hubungan apa dia dengan Tong-hong Hui Bun"
Tong-hong Hui Bun meskipun mempunyai kecantikan luar biasa, tetapi menurut pengakuannya sendiri bahwa ia mempunyai ilmu supaya dirinya awet muda. Ia sebetulnya sudah berusia empat puluh tahun lebih, tetapi pemimpin Persekutuan Bulan Emas ini menyebutnya budak, ini suatu bukti bahwa pemimpin Bulan Emas ini adalah orang tingkatan tua bagi Tong-hong Hui Bun....
"Ada hubungan apa ia dengan tuan?" demikian ia bertanya.
"Tentang ini seharusnya ia yang memberitahukan kepadamu."
Hui Kiam tidak berdaya. Akhirnya ia berkata pula:
"Ini sudah tidak penting lagi...."
"Tidak penting?"
"Benar!"
"Maksudmu apakah...."
"Oleh karena keadilan dan kebenaran yang lebih penting daripada perhubungan pribadi, maka malam ini, di antara aku dan tuan harus
bertempur sampai ada salah satu yang mati!"
"Kau tidak memperhitungkan akibatnya?"
"Sudah tentu!"
Pedang di tangan pemimpin Persekutuan Bulan Emas agak gemetar. Pemimpin itu lalu berkata:
"Apakah kau masih ada pesan apa-apa yang kau akan tinggalkan, nanti kami sampaikan?"
Apa yang dimaksud pesan oleh pemimpin itu, sudah tentu pesan terhadap Tong-hong Hui Bun.
Hui Kiam berpikir. Hubungannya antara ia dengan Tong-hong Hui Bun, hanya sedikit saja yang mengetahui. Sungguh tak disangka orang
yang berkedudukan tinggi seperti pemimpin Bulan Emas ini, sudah mengetahui begitu jelas. Ini bukti betapa dalam hubungannya Tong-hong Hui Bun dengan persekutuan itu.
Mendengar pertanyaan itu Hui Kiam lalu memperdengarkan suara tertawa dingin, kemudian berkata:
"Sebaliknya adalah tuan sendiri, apakah ada pesan apa-apa yang perlu ditinggalkan untuk anak buahmu?"
Pemimpin Persekutuan Bulan Emas agaknya sudah gusar benar-benar. Sepasang sinar matanya tajam menatap wajah Hui Kiam seolah-
olah menembus ke ulu hatinya....
Pada saat itu dua sosok bayangan orang mendekati mereka berdua. Mereka adalah iblis Tiee-mo dan muridnya.
Iblis Tiee-mo dengan sinar matanya buas menyapu Hui Kiam, kemudian berkata kepada pemimpin Bulan Emas:
"Izinkanlah hambamu yang membereskannya!"
Mata pemimpin Bulan Emas masih tetap menatap mata Hui Kiam, sementara itu mulutnya menjawab si iblis Tiee-mo:
"Silahkan kau mundur dulu. Urusan ini biarlah kami sendiri yang menyelesaikan!"
Iblis Tiee-mo nampak tercengang. Ia terpaksa mengundurkan diri bersama muridnya.
Hui Kiam telah mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya. Dengan sepasang mata yang tajam mengawasi musuh besarnya.
Sebentar kemudian, ia juga sudah menghunus pedangnya. Entah siapa yang bertindak lebih dahulu, tahu-tahu keduanya sudah bergerak dan kemudian berpencar lagi. Daun-daun di atas pohon telah berterbangan tersapu oleh hembusan angin yang keluar dari kedua
pedang itu. Dalam satu gerakan itu, kekuatan kedua pihak sudah berada di batas tertentu. Kekuatan kedua pihak nampaknya selisih sedikit sekali, tetapi reaksinya bagi kedua pihak jauh berlainan. Pemimpin Bulan Emas dikejutkan oleh kepandaian ilmu pedang Hui Kiam, yang temyata dapat menandingi ilmu pedangnya Bulan Emas yang dianggapnya sudah tanpa tanding. Hal ini sesungguhnya di luar dugaannya semula. Sedangkan bagi Hui Kiam, yang ini hanya merupakan dorongan semangat. Ia tahu bahwa kepandaiannya
sendiri setidak-tidaknya sudah cukup untuk menghadapi pemimpin Persekutuan Bulan Emas yang sangat berpengaruh itu.
Suasana semakin tegang. Ini merupakan suatu pertempuran dari dua jago yang jarang tampak selama seratus tahun ini. Apalagi masing-masing telah bertekad hendak membinasakan lawannya, maka itu sesungguhnya sangat berbahaya.
Kedua pihak setelah mengadu kekuatan babak pertama, keduanya berpencar lagi dan berdiri bagaikan patung hidup. Masing-masing memusatkan pikiran dan kekuatan tenaganya.
Asal satu pihak lengah saja, segera dapat serangan lawannya yang mematikan.
Dalam suatu pertempurnn pedang kelas tinggi, selalu mengutamakan ketenangan hati, pikiran semangat, dan ketenangan mengendalikan pikirnya. Apabila musuh tidak bergerak, pihaknya sendiri juga tidak bergerak, tetapi begitu melihat musuhnya bergerak, harus bisa bergerak lebih dulu.
Karena kedua pihak yang bertempur malam itu semua adalah ahli pedang nomor satu maka kedua-duanya berpikiran serupa. Masing-masing menantikan kesempatan untuk melancarkan serangannya.
Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu.
Dalam pertandingan ini bagi Hui Kiam besar sekali sangkut pautnya. Bukan saja akan menyangkut mati hidupnya tetapi juga ada hubunganuya dengan nasib orang-orang seluruh rimba persilatan. Oleh karenanya, dengan sikap sungguh-sungguh ia menerima ujian berat itu.
Suara bentakan singkat, tiba-tiba memecahkan suasana yang sunyi. Di bawah sinar lampu percikan sinar emas bertebaran bagaikan kembang api yang meletus di tengah udara.
Setelah pemandangan itu lenyap, pemimpin Persekutuan Bulan Emas mundur lagi ke tempat semula ia berdiri. Kaki kiri yang digeser mundur ke belakang, melesat ke dalam tanah sampai batas mata kaki.
Di lain pihak badan Hui Kiam nampak sempoyongan. Wajahnya yang tampan nampak pucat.
Suasana sunyi lagi. Masing-masing berdiri lagi bagaikan patung, seolah-olah tak pernah kejadian apa-apa.
Dalam jurus ini, Hui Kiam berada di atas angin.
Pada saat itu cuaca mulai terang, sehingga sinar lampu pelita nampak suram.
Tiba-tiba dari belakang pekarangan terdengar bentakan keras, kemudian disusul oleh suara orang berteriak riuh. Api nampak berkobar. Di pagi hari yang masih belum terang betul diliputi oleh warna kemerah-merahan.
Siapakah gerangan yang berani membakar wisma pahlawan itu"
Kejadian yang tidak terduga-duga ini nampaknya mengejutkan Hui Kiam.
Dalam keadaan serupa itu, bagi orang pandai biasa, mungkin tidak dapat membedakan terkejutnya perasaan Hui Kiam itu, tetapi di mata pemimpin Bulan Emas, ini merupakan suatu kesempatan baik untuk melancarkan serangannya.
Begitulah dengan kecepatan yang luar biasa pemimpin Bulan Emas itu melancarkan serangannya.
Tanpa banyak pikir bahkan boleh dikata timbul dari kemauannya sendiri. Hui Kiam juga dengan kecepatan bagaikan kilat, menangkis serangan itu dengan menggunakan gerak tipunya Satu Tiang Menyangga Langit yang terampuh.
Sudah tentu pada saat itu ia hanya mengambil sikap defensif, bertahan untuk membendung serangan lawannya yang berbahaya itu.
Oleh karena ampuhnya gerak tipu itu, sekalipun sangat sederhana, tetapi dalam keadaan demikian mendesak masih dapat menahan serangan lawannya.
Namun setelah kedua pedang sambil beradu, pedang Tong-liong Kiam Hui Kiam peninggalan ayahnya telah terpapas putung menjadi dua potong.
Maka seketika itu juga semangatnya terbang seolah-olah meninggalkan raganya.
Keringat mengucur deras, wajahnya semakin pucat, badannya gemetar.
Sementara itu ujung pedang pemimpin Persekutuan Bulan Emas sudah mengancam di bagian jalan darahnya yang terpenting.
lni agaknya merupakan suatu akibat yang sudah pasti, maka ia tak terkejut, hanya heran mengapa pemimpin itu tak segera ambil jiwanya. Apakah masih mengandung lain maksud"
Api yang membakar gedung itu berkobar. Seluruh gedung yang luas itu sudah berada di dalam lautan api.
Hui Kiam sambil menindas perasaan gusarnya berkata dengan suara keras:
"Mengapa tidak segera turun tangan?"
"Apakah pedangmu itu pedang To-liong-Kiam?" demikian pemimpin Bulan Emas berkata tanpa menghiraukan pertanyaan Hui Kiam.
Hui Kiam terperanjat. Ia mau menduga bahwa To-liong Kiam Khek pada masa hidupnya pasti jago kenamaan sehingga pedangnya juga sangat terkenal.
Dengan patahnya pedang To-liong Kiam itn, ini adalah suatu bukti bahwa pedang itu adalah terbuat dari besi biasa bukan merupakan pedang pusaka. Hanya karena pedang itu yang digunakan secara mahir sekali sehingga membuat namanya terkenal.


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pedang peninggalan ayahnya yang diberikan oleh Orang Menebus Dosa kini telah rusak di tangannya, ini benar-benar merupakan sesuatu kemenyesalan besar baginya.
Atas pertanyaan pemimpin Bulan Emas itu ia lalu menjawab:
"Benar, ini adalah pedang To-liong Kiam. Kau juga kenal?"
"Darimana kau dapatkan pedang itu?"
"Hadiah dari seorang sahabat!"
"Sahabat."
"Ya, mengapa" Apakah ada salahnya?"
"Hui Kiam, kau harus mengerti kedudukanmu sekarang ini."
"Sudah tentu mengerti. Tetapi satu laki-laki boleh dibunuh tetapi tidak boleh dihina. Silahkan bertindak!"
"Sekali lagi kami tegaskan, apabila kau suka menjadi anggota persekutuan kami...."
"Tidak bisa!"
"Kau tidak akan menyesal?"
"Kekalahanku bukan karena kalah kepandaian dan tenaga. Kekalahanku itu semata-mata karena senjataku yang tidak sebanding dengan senjatamu!"
"Kau tidak menerima kalah?"
"Sudah tentu!"
"Dan kalau tidak terima kalah kau mau apa lagi?"
Hui Kiam menggertak gigi. Dengan suara dingin dan sikap tenang sekali ia menjawab:
"Silahkan bertindak!"
"Nampaknya kau benar-benar tidak boleh hidup lagi...." Namun, walaupun mulutnya berkata demikian hatinya tidak segera turun
tangan. Sebentar kemudian, di luar dugaan ia tarik kembali pedangnya dan berkata:
"Kali ini kami bebaskan kau. Hitung-hitung ada satu pemberesan bagi budak itu."
Sehabis mengucapkan demikian, ia lalu menghilang.
Hui Kiam berdiri terpaku. Apa yang dirasakan dalam hatinya sesungguhnya sulit dilukiskan. Apakah sebetulnya kedudukan Tong-hong Hui Bun dalam Persekutuan Bulan Emas sehingga pemimpinnya sendiri juga mengalah terhadap dirinya"
Api berkobar semakin hebat. Seluruh gedung itu sudah takkan tertolong lagi.
Hui Kiam pelahanu-lahan memungut potongan pedangnya. Hatinya merasa sangat pilu. Barang peninggalan ayahnya seharusnya dihargakan, tetapi sang ayah itu yang dalam hati sanubarinya hanya merupakan bayangan aneh saja, sehingga ia lebih menghargakan Orang Menebus Dosa yang memberikan pedang itu kepadanya.
Karena pedangnya telah patah, ia teringat kepada pedang sakti yang berada di dalam Makam Pedang. Andaikata ia membawa pedang sakti itu, malam itu mungkin pemimpin Bulan Emas tidak akan lolos dari tangannya.
Oleh karenanya, maka hasratnya ingin mendapatkan pedang sakti itu semakin kuat. Ia lalu mengerahkan kepandaiannya menerjang keluar dari dalam lautan api.
Setelah meninggalkan gedung yang sudah terbakar itu, ia lari menuju ke bagian barat pintu kota. Hari itu matahari sudah naik tinggi.
Tiba di tempat yang dijanjikan dengan Ie It Hoan dan Orang Tua Tiada Turunan, sudah disambut oleh Ie It Hoan seraya berkata dengan sikap tergopoh-gopoh:
"Toako, untung kau tidak terjadi apa-apa."
Hui Kiam agak tercengang, katanya:
"Apa maksudmu?"
"Kau pikir kecuali kau, siapa yang dapat menandingi pemimpin Persekutuan Bulan Emas?"
"Apakah kau tahu?"
"Tahu semuanya. Orang Menebus Dosa benar-benar merupakan seorang peramal yang sangat jitu. Ia berkata bahwa pemimpin Bulan Emas tidak akan membunuh kau"."
"Dia"."
"Kebakaran di gedung wisma pahlawan itu adalah rencananya. Waktu kau berhadapan dengan pemimpin Bulan Emas, ia telah berhasil menghalangi Iblis Tie-mo, sehingga aku mendapat kesempatan untuk berbuat sesuka aku dan akhirnya aku bakar gedung itu."
"Dimana sekarang Orang Menebus Dosa itu?"
"Sudah pergi!"
"Ia sebetulnya orang dari golongan mana"!"
"Entahlah, ia belum pernah menunjukkan muka. Segala berita dan rencana, semua disampaikan oleh orangnya."
"Ow" dan di mana sekarang Orang Tua Tiada Turunan locianpwe?"
"Mari ikut aku!"
Dengan berbagai pertanyaan dalam hatinya Hui Kiam mengikuti Ie It Hoan lari menuju ke suatu ladang. Berjalan kira-kira seputuh pal lebih, baru tiba di depan sebuah kuil yang sudah tua. Hui Kiam sudah perhatikan, semua tanda-tanda rahasia dan jebakan sekitar kuil itu yang keadaannya tua dan rusak itu ternyata diadakan demikian keras sesungguhnya di luar dugaannya. Tetapi ia tidak bertanya.
Begitu masuk ke pintu kuil pemandangan di dalam kuil itu menunjukkan seolah-olah kuil itu sudah rusak karena terlalu tua usianya. Di situ jnga tidak terdapat orang merawatnya.
Setelah melalui pendopo yang penuh galagasi, di depan mata Hui Kiam terbentang sebuah pekarangan yang sudah penuh rumput
alang-alang. Di satu sudut pekarangan ada terdapat satu sumur tua.
Ie It Hoan lalu berkata sambil menunjukan sumur tua itu:
"Mari kita lompat masuk ke dalam sumur tua itu!"
"Apa artinya ini?"
"Masuk saja, nanti kau akan tahu sendiri?"
Tanpa banyak bicara lagi, Ie It Hoan lebih dahulu sudah melompat masuk ke dalam sumur tua.
Hui Kiam mau tidak mau juga turut lompat masuk. Sumur itu sedalam kira-kira delapan tombak. Dasar sumur hanya terdapat pasir yang halus, tiada terdapat setetes airpun juga.
Berada di dalam sumur itu, Ie It Hoan segera menggeser sebuah batu yang merupakan dinding sumur. Setelah terdengar suara keretekan, terbukalah sebuah pintu. Di dalam lorong yang panjang samar-samar ada titik sinar lampu.
"Toako, silahkan masuk!" demikian Ie It Hoan berkata:
Hui Kiam semakin heran, tetapi ia tidak menunjukkan perasaan itu, la hanya menganggukkan kepala dan masuk ke dalam pintu.
Berjalan kira-kira sepuluh tombak lebih, di depan matanya terbentang satu ruang luas yang terang benderang dengan sinar lampu. Di situ ternyata sudah terdapat banyak orang. Orang-orang yang moudar-mandir di situ, semuanya mengenakan pakaian berwarna lila.
Di dasar sumur kuil tua itu, ternyata ada suatu tempat yang diperlengkapi demikian rupa, sesunguhnya di luar dugaan.
Kedatangan Hui Kiam itu, segera disambut oleh Orang Tua Tiada Turunan. Berkata orang tua itu:
"Siaohiap" Aku merasa girang kau kembali dalam keadaan selamat. Mari kita omong-omong ke dalam!"
Hui Kiam mengerutkan alisnya. Ia segera bertanya:
"Ini tempat apa?"
"Kalau aku terangkan harap kau jangan kecil hati. Tempat ini adalah kediaman Orang Berbaju Lila yang dirahasiakan!"
Hui Kiam mendadak memancarkan sinar matanya beringas ia bertanya dengan suara gemetar:
"Kediaman Orang Berbaju Lila?"
"Ya!"
"Dimana ia sekarang?"
"Tidak ada di sini!"
"Apakah cianpwee sudah lama mengadakan hubungan dengannya?"
"Tidak, itu hanya si Orang Menebus Dosa yang mengatur, kedatanganku di sini juga belum lama."
"Maaf boanpwee tidak bisa berdiam lama-lama di sini...."
Orang Tua Tiada Turunan melintang di hadapannya seraya berkata:
"Siaohiap, harap kau pentingkan nasib rimba persilatan. Mengenai permusuhan pribadi, berulang kali Orang Menebus Dosa berkata dan memberi jaminan, setelah membereskan Persekutuan Bulan Emas, ia dapat memerintahkan Orang Berbaju Lila untuk membuat penyelesaian!"
Hui Kiam sebetulnya masih hendak mengatakan sesuatu, tetapi ia membatalkan maksudnya. Ie It Hoan dengan perlahan mendorong kepadanya seraya berkata kepadanya:
"Toako, mari kita masuk melihat-lihat!"
Apa boleh buat, Hui Kiam menuruti kehendak saudara angkatnya. Apa yang disaksikan oleh matanya ia rasakan bulu romanya pada berdiri. Di dalam sebuah kamar ada rebah terlentang beberapa puluh perempuan muda. Ada yang setengah telanjang, ada juga
yang telanjang bulat, semua dalam keadaan tidak sadar agaknya sudah ditotok semua jalan darahnya.
Hui Kiam dengan muka merah membara, berpaling dan bertanya kepada Ie It Hoan:
"Apa yang telah terjadi?"
'"Ini adalah perempuan-perempuan pasukan Im-hong Tui!"
"Apa" Apakah mereka ini perempuan-perempuan yang berada di dalam wisma pahlawan itu?"
"Benar!"
"Mengapa tidak dibunuh saja?"
"Mereka tidak berdosa. Mereka telah dihilangkan sifatnya semula oleh kekuatan obat, hingga dijadikan alat oleh kawanan manusia jahat itu, kalau kita bunuh bukankah itu terlalu kejam?"
"Bagaimana kita harus perlakukan mereka?"
Orang Menebus Dosa hendak mencarikan obat pemunahnya untuk menolong mereka supaya kembali dalam keadaan semula, kemudian diantar pulang ke keluarga masing-masing!"
"Apa semua sudah ada di sini"
"Mungkin sudah semuanya!"
"Sesungguhnya tidak kusangka urusan ini sedemikian mudah diselesaikannya."
"Toako, Orang Menebus Dosa sudah memasang mata-mata dalam markas musuhnya, di samping itu juga menggerakkan tenaga anak buahnya hampir seratus orang jumlahnya. Sekalipun tindakannya itu berhasil, tapi sudah menempuh bahaya besar. Apabila salah hitung akibatnya hebat sekali. Umpama munculnya pemimpin Persekutuan Bulan Emas itu, sebetulnya di luar perhitungan. Untung kau berhasil menahannya. Kalau tidak, rencana kita akan gagal seluruhnya."
"Aku sendiri hampir mati di bawah tangan pemimpin persekutuan itu...."
"Toako, aku benar-benar sangat khawatir. Untung Tuhan masih melindungi kita."
"Soal mengenai pasukan lm-hong Tui ini kini sudah boleh dikata selesai!"
"Ya, tapi kita harus siap sedia untuk menghadapi rencana mereka selanjutnya. Masih ada suatu hal yang menguntungkan pihak kita...."
"Hal apa itu?"
"Tong-hong Hui Bun tidak menampakkan diri. Jikalau tidak, mungkin rencana kita ini akan gagal."
Hui Kiam diam saja, pikirannya terguncang hebat. Kali ini ia masuk ke dalam wisma pahlawan seorang diri maksud sebetulnya hendak mencari Tong-hong Hui Bun. Tidak disangka yang dicari tidak ketemu, sebaliknya hampir mengantar jiwa. Akhirnya malah orang lain yang menghancurkan wisma pahlawan itu. Dipikir-pikir memang sangat malu.
Sementara itu Orang Tua Tiada Turunan juga turut bicara:
"Siaohiap, kiranya kau tentu sudah lapar, mari kita makan dulu."
Hui Kiam segera menggoyang-goyangkan tanganuya seraya berkata:
"Tidak usah, boanpwee akan segera pergi lagi."
Ie It Hoan lalu berkata:
"Toako, sentimenmu itu terlalu keras."
"Ini bukan sentimen. Permusuhan antara aku dengan Orang Berbaju Lila sudah terlalu dalam."
Orang Tua Tiada Turunan berkata:
"Sebagai seorang laki-laki sejati harap dapat membedakan dengan tegas antara budi dengan musuh. Siaohiap sudah berjanji
hendak mengutamakan kepentingan umum lebih dahulu baru urusan pribadi, maka soal permusuhan itu sebaiknya ditunda dulu, apa salahnya?"
"Boanpwee masih ada dua urusan yang perlu dibereskan dengan segera."
"Urusan apa?"
"Kesatu, aku harus pergi ke gereja Siaolim-sie hendak menyelidiki jejak Pek-leng-lie untuk mencari pembunuh ibuku, dan kedua hendak ke Makam Pedang untuk minta pedang sakti guna menghadapi pemimpin Bulan Emas."
"Ini adalah urusan penting kau harus lakukan."
"Maka boanpwee ingin minta diri."
Ie It Hoan lalu berkata:
"Apakah toako mengijinkan siaotemu ini ikut?"
"Aku pikir hendak kuurus sendiri."
"Maksud toako, apakah keberatan jalan bersama-sama dengan siaote?"
"Ini adalah urusanku pribadi, kau jangan salah mengerti."
"Pertempuran antara kebenaran dan kejahatan sudah tidak akan dapat ditunda lagi, sedangkan toako merupakan orang terpenting dalam pertempuran ini."
"Aku tidak berani menjadi orang terpenting dalam soal ini, tetapi aku bersedia menyumbaugkan tenaga dan kepandaian, setiap waktu aku bersedia menerima panggilan."
"Kalau begitu.... toako tidak akan menolak apabila ada urusan penting aku boleh menjumpaimu?"
"Sudah tentu."
'"Kalau begitu mari siaote antar toako keluar!"
"Baik!"
Hui Kiam lalu memberi hormat dan pamitan pada Orang Tua Tiada Turunan.
Hui Kiam dan Ie It Hoan keluar melalui jalan rahasia lain yang menembus ke bagian belakang kuil tua itu.
Hui Kiam tiba-tiba berkata dengan sikap sungguh-sungguh.
"Adik Hoan, jawablah pertanyaanku."
"Silahkan toako!"
"Bukankah sudah lama kau tahu asal-usul Tong-hong Hui Bun?"
"Ini" ini... siaote tidak menyangkal, akan tetapi...."
"Bolehkah kau beritahukan kepadaku apa hubungannya antara dia dengan Persekutuan Bulan Emas?"
"Toako, tentang ini...."
"Aku harus mengetahui!"
"Tetapi siaote tidak berani melakukan perbuatan yang melanggar perintah suhu."
"Kalau aku berjumpa dengannya, ia juga akan memberitahukan kepadaku, ini kan tak ada perlunya untuk dirahasiakan?"
"Ini bukan sengaja aku rahasiakan. Siaote tidak berani memikul tanggung jawab."
"Tanggung jawab apa?"
"Toako, kalau kau suruh aku mati aku akan mati tanpa mengerutkan alis, tetapi harap toako jangan desak aku untuk melakukan perbuatan ini."
Hui Kiam tidak berdaya. Jawaban Ie It Hoan sudah jelas kalau ia mendesak lagi berarti akan mengganggu persahabatan mereka. Tetapi soal itu tidak selalu mengganggu pikirannya, benar-benar sangat tidak enak. Setelah berpikir beberapa kali, akhirnya ia berkata:
"Ia pasti berada di tempat sekitar kota Lam Sia. Aku harus segera mencarinya!"
Tepat pada saat itu, dari tempat yang tidak jauh, tiba-tiba terdengar beberapa kali suara bentakan orang perempuan. Suara itu sudah tidak asing bagi Hui Kiam, maka ia segera minta diri kepada adik angkatnya itu.
Secepat kilat ia sudah lompat melesat ke arah datangnya suara bentakan itu.
Untuk sesaat Ie It Hoan berdiri tertegun. Setelah Hui Kiam berlalu, ia segera menyusul.
Di dalam sebuah rimba, di tengah-tengah lapangan ada dua orang sedang bertempur. Tatkala Hui Kiam berada dekat, segera dapat melihat bahwa yang sedang bertempur itu adalah seorang pria dengan seorang wanita.
Sang pria mengenakan baju panjang berwarna lila, mukanya dikerudungi oleh kain berwarna lila juga. Sedang sang wanita berdandan dengan pakaian berwarna lila muda, parasnya cantik, tetapi mengandung nafsu membunuh. Pedang di tangannya bergerak dengan cepat menyerang kepada lawannya, tetapi lawannya, sang pria itu nampaknya terus mengalah. Ia berkelit kesana kemari untuk menyingkirkan serangan pedang, hanya kadang-kadang hanya satu dua kali ia balas menyerang.
Hui Kiam mendekati tempat pertempuran itu tanpa mengeluarkan suara. Setelah menyaksikan siapa orang yang sedang bertempur, seketika itu juga darahnya bergolak.
Sang pria, ternyata adalah musuh besarnya sendiri, si Orang Berbaju Lila, sedang sang wanita bukan lain daripada murid kepala Penghuni Loteng Merah Siu bie.
Orang Berbaju Lila dengan akal keji membinasakan Penghuni Loteng Merah bersama-sama dengan To-liong Kiam Khek. Siu-bie mencari si Orang Berbaju Lila, sudah tentu karena hendak membalas dendam suhunya.
Jikalau ditilik kepandaiannya mereka, sudah tentu Siu-bie bukan tandingan Orang Berbaju Lila. Tetapi Orang Berbaju Lila itu
agaknya tidak mau melukai dirinya, sesungguhnya tidak dapat dimengerti olehnya.
Setelah pertandingan itu berlangsung kira-kira sepuluh jurus, Orang Berbaju Lila itu tiba-tiba mengeluarkan bentakan keras:
"Tahan!"
Sementara itu kedua jari tangannya menjepit kedua ujung pedang Siu-bie. Perbuatan itu sesungguhnya sangat mengejutkan, sebab ilmu pedang Siu-bie tidaklah dapat dipandang ringan. Dalam kalangan Kang-ouw, ia sudah terhitung salah satu jago pedang kelas satu.
Siu-bie yang tidak berhasil melepaskan pedangnya dari jepitan jari tangan lawannya tiba-tiba menyerang dengan tangan kirinya sementara mulutnya berseru:
"Orang Berbaju Lila, nonamu bersumpah hendak menuntut balas sakit hati suhu!"
Orang Berbaju Lila itu dengan seenaknya mengangkat tangan kirinya untuk menangkis serangan Siu-bie mo. Katanya dengan nada suara dingin:
"Nona Siu, aku perlu menyelesaikan kepadamu kau akan mendapat kesempatan untuk membalas dendam sakit hati suhumu, tetapi bukan
sekarang!"
Siu-bie menjawab dengan suara bengis:
"Orang Berbaju Lila, semula kau menggunakan To-liong Kiam-khek sebagai umpan. Kau memancing suhu ke dalam gua di atas gunung itu, kemudian kau menguburnya hidup-hidup. Apakah maksudmu" Ada permusuhan apa antara kau dengan suhu" Mengapa kau tega turun tangan demikian kejam?"
Orang Berbaju Lila melepaskan pedang yang dijepit oleh kedua tangannya. Ia mundur beberapa langkah dan berkata dengan suara gemetar:
"Di kemudian hari pasti akan kuselesaikan!"
Hui Kiam segera melompat ke tengah lapangan.
Orang Berbaju Lila berseru: "Kau?" kemudian dengan cepat sudah menghilang.
Hui Kiam membentak dengan suara keras:
"Kau hendak lari kemana"!" segera lari mengejar. Tetapi si Orang Berbaju Lila itu sudah tidak tampak bayangannya lagi sehingga ia terpaksa balik kembali.
Siu-bie yang masih belum berlalu, ketika melihat Hai Kiam balik kembali, segera rnenyongsongnya seraya berkata:
"Kiranya Hui siaohiap."
"Nona Siu masih ingat kepadaku."
"Nama Hui siaohiap telah menggemparkan dunia rimba persilatan sehingga Orang Berbaju Lila itu ketakutan dan lari terbirit-birit."
"Hakekatnya bukan begitu. Kepandaian Orang Berbaju Lila itu tidak boleh dianggap ringan. Pada waktu belakangan ini ia sudah mendapatkan seluruh kepandaian Tee-hong. Jika ia bertempur benar-benar denganku, tidak tahu siapa yang akan kalah."
"Kalau begitu kenapa lari?"
"Pada dewasa ini orang-orang rimba persilatan golongan kebenaran sedang berusaha mengadakan perlawanan terhadap Persekutuan Bulan Emas, dan Orang Berbaju Lila berdiri di pihak golongan kebenaran...."
"Dengan orang yang mentalitetnya seperti dia kini juga turut berbicara tentang membasmi kejahatan, ini bukankah merupakan suatu lelucon?"
"Ya, tetapi ia sudah menunjukkan perbuatannya yang patut kita hargai. Oleh karenanya maka ia menghindarkan diri jangan sampai kebentrok denganku."
"Aku juga merasa heran. Terhadap semua seranganku ia tidak membalas. Dengan kekuatan dan kepandaiannya seperti dia, aku tahu bahwa aku bukan tandingannya."
"Nona Siu, tunggu sajalah kesempatan yang baik."
Siu-bie menghela napas yang panjang, lalu berkata dengan suara duka:
"Kalau begitu, aku barangkali sudah tidak dapat menuntut balas kematian suhu dan tiga saudaraku, karena perbedaan kekuatan terlalu jauh"."
"Nona Siu, jangan kau berputus asa. Barang siapa yang membunuh pasti akan mati terbunuh pula itu hanya soal waktu saja. Aku percaya hutang darah orang yang berbaju lila yang mengutangkan pasti bukan hanya kita berdua saja."
"Ya, tetapi aku tidak dapat membinasakan musuh dengan tangan sendiri, biar bagaimana merupakan suatu kemenyesalan."
"'Nona Siu, aku sebetulnya ingin minta keterangan darimu, tetapi tidak selalu mendapat kesempatan...."
"Siaohiap ingin bertanya apa" Silahkan."
"Aku hanya ingin bertanya apa hubungannya antara suhumu almarhum dengan To-liong Kiam Khek Suma-suan?"
"Kekasih."
Mendengar jawaban singkat itu, hati Hui Kiam tergetar. Ia berkata pula:
"Suhumu mengasingkan diri di Loteng Merah itu sudah sepuluh tahun lamanya, apakah sebabnya?"
"Apakah siaohiap ingin tahu?"
"Ya."
Siu-bie nampak sangat berduka. Ia seperti mau menangis. Dengan suara sedih ia berkata:
"'Hidup suhu telah dikorbankan karena asmara...."
"Boleh nona menjelaskan keadaannya?"
"Ah! Barang siapa yang terlibat dalam asmara pasti akan meninggalkan kemenyesalan. Sepuluh tahun berselang suhu telah berkenalan dengan To-liong Kiam Khek. Mereka berdua saling jatuh cinta, oleh karenanya suhu telah membangun gedung Loteng Merah itu, maksudnya akan dijadikan kediaman sepasang kekasih itu. Setelah Loteng Merah berdiri, suhu minta dikawin secara sah oleh To-liong Kiam Khek. Tapi pada waktu itu To-liong Kiam Khek baru memberitahukan bahwa ia sudah beristri dan beranak pula....."
"Oh!"
Hui Kiam merasa seperti ditikam oleh pedang tajam. Ini adalah suatu bukti lagi yang amat kuat bahwa antaranya dengan To-liong Kiam Khek masih ada hubungan antara anak dengan ayah. Tapi mengenai hubungan ini dapat menyatakan juga tidak perlu untuk menyatakan. Akhirnya ia bertanya pula:
"Dan selanjutnya?"
"Waktu itu suhu sedih sekali, tetapi perasaan dukanya yang begitu besar sudah tentu tidak dapat dihapus begitu saja, juga tak menyesalkan To-liong Kiam Khek...."
"Suhumu nampak besar sekali cintanya...."
"To-liong Kiam Khek minta suhu menunggu sementara waktu. Ia hendak pulang untuk memperkenalkan istri dan anaknya, kemudian balik lagi untuk hidup bersama-sama. Suhu terima baik dan bersumpah hendak menunggu. Mulai saat itu suhu belum pernah melangkah keluar
Hikmah Pedang Hijau 10 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 7
^