Pendekar Latah 1

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 1


"PENDEKAR LATAH
~Tiao Deng Kan Jian Lu~
Karya : Liang Ie Shen
Diceritakan Oleh : GKH
Bagian 01 Menjelang musim semi didaerah Kanglam, hawa dan cuaca
di sebelah utara sungai besar baru mulai berubah, maka
banyaklah kaum pelancongan sama berdamawisata ketempat2
sejuk nan permai sebelum musim semi usai.
Demikianlah di Toa-bing-ouw yang terletak di selatan kota
Kilam, dibawah kaki bukit Jian-hud-san, tidak sedikit kaum
pelancongan sedang menghibur diri menghirup hawa segar
menghabiskan waktu.
Diantara sekian banyak orang2 yang mondar mandir
terdapat seorang pemuda berusia likuran tahun sedang
berlenggang sambil menggendong tangan, kepalanya
celingukan kian kemari.
Hari masih sepagi itu, maka setelah sarapan pagi, pemuda
ini menyewa sebuah perahu berkayuh ke tengah danau
menuju ke seberang sana. Bangunan kelenteng dari buddha
serta banyak tempat2 obyek turis di Jian-hud-san memang
tidak sedikit jumlahnya, segalanya tumbuh serba alamiah
sehingga keindahan alam disini jauh berlainan dengan
tempat2 lain. Pemuda ini bernama Khing Ciau, rumah tinggalnya berada
di Siok-shia, kira2 seratus li dari Tiong-toh (Pakkhia), setelah
Siok-shia terebut dan diduduki pasukan negeri Kim, ayahnya
pernah menjabat kedudukkan cukup tinggi didalam
pemerintahan. Bahwa ayah Khing Ciau terima memperbudak
diri sebagai pemerintah kelas tinggi Kerajaan Kim,
bahwasanya hanya sebagai kedok saja untuk menutupi
rahasia pribadinya sebagai doble agent, sebagai patriot
bangsa Han yang berjiwa luhur dan setia kepada negeri Song.
Agaknya kedatangan Khing Ciau di Toa-bing-ou bukan
untuk bertamasya menghibur diri, karena dia sering
menggosok2 kedua tangan dan celingukan kian kemari seperti
sedang menunggu atau mencari sesuatu yang menggelisahkan
hatinya. Terbayang akan pengalaman hidupnya selama ini, sungguh
hatinya dirundung kepedihan dan kerisauan yang tak
terperikan, ibunya ajal secara penasaran dan tidak diketahui
sebab musababnya, cuma dari tanda2 ibunya sendiri, yaitu
putri pamannya yang bernama Cin Long-giok, berdasarkan
bukti2 yang menurut keyakinannya tidak bisa disangkalnya
lagi, maka dengan hati panas, ia luruk kerumah pamannya
dan tanpa sadar ia kesalahan tangan membunuh pamannya
Cin Jong. Lantaran kesalahan paham satu sama lain yang serba
berbelit2 ini, Khing Ciau menjadi musuh adik iparnya Cin Longgiok
yang sebenarnya adalah calon istrinya pula.
Didalam usaha penyelidikan menemukan jejak sipembunuh
ibunya, berulang kali Khing Ciau mengalami ujian dan
gemblengan yang hampir saja mencabut jiwanya, namun
memperoleh rejeki pula yang tak ternilai besarnya, untunglah
beberapa kali itu dia mendapat pertolongan dari seorang
perempuan yang serba misterius asal usulnya, dan sekarang
Khing Ciaapun sedang dalam perjalanan untuk menepati janji
pertemuannya dengan perempuan penolong itu yang
belakangan sudah sumpah setia sebagai kakak beradik dengan
dia. perempuan berkepandaian silat tinggi itu bernama Lian
Ceng-poh. Disaat pikiran kusut dan mata celingukan kian kemari
itulah, tiba2 didengarnya suara riak air yang tergayuh, sebuah
sampan berlaju pesat disamping sana. Sekilas tampak oleh
Khing Ciau bayangan seorang gadis yang sudah amat
dikenalnya berada didalam sampan itu, hatinya mencelos,
waktu ia tegasi, sampan itu sudah pergi jauh dan tak kelihatan
bayangan orang itu.
Mau tidak mau Khing Ciau ber-tanya2 dalam hati:
"Siapakah dia" Kenapa seperti sudah amat kukenal" Siapakah
si dia?" tiba2 bayangan Lian Ceng-poh terbayang pula
dikelopak matanya, itulah persoalan yang paling dia
perhatikan untuk pertemuan nanti, tiada tempo dia pikirkan
siapakah sebenarnya bayangan orang yang sudah amat
dikenalnya tadi.
Setelah tiba diseberang Khing Ciau bayar ongkos perahu
terus mendarat, waktu masih pagi, kira2 setengah jam
menjelang tengah hari, untuk menghabiskan waktu Khing Ciau
putar kayun tanpa tujuan berkeliling dari satu ketempat lain
yang banyak dikunjungi pelancongan, akhirnya dia berhenti
didepan sebuah gardu dimana banyak berjubel orang2 yang
sedang mendengar dongeng yang dibawakan oleh seorang
gadis jelita berusia tujuh belasan, mengisahkan Hong tin-samhiap
yang kenamaan dijaman dynasti Tong, begitu asyik Khing
Ciau mendengarkan petualangan Li Si-bin (akhirnya menjadi
raja pendiri kerajaan Tong), Jan-bau-khek dan Ang-hud,
pendekar perempuan pada jamannya dulu.
Begitu asyik Khing Ciau mendengarkan cerita yang
dikisahkan oleh gadis pendongeng itu sehingga lupa waktu,
kebetulan ia mendongak melihat cuaca, dilihatnya sang surya
sudah bergantung ditengah angkasa, baru sekarang ia
tersentak kaget akan waktu janji yang ditentukan ter-sipu2 ia
rogoh keluar beberapa keping perak pecahan terus ditempat
kebaki seorang Iaki2 yang kebetulan sedang menarik uang
tontonan. Dengan ter-gopoh2 Khing Ciau menuju ketempat tujuan,
tak lama kemudian, sebuah kelenteng sudah kelihatan tak
jauh didepan sana, Khing Ciau perlambat langkahnya, hatinya
gundah dan jantung berdebur turun naik, semakin dekat ke
tempat tujuan, hatinya semakin tidak tenteram, pikirnya:
"Lian-cici percaya kepadaku, maka dia undang aku untuk
bertemu disini, sebaliknya rahasia ini kubocorkan kepada
musuh bebuyutannya, Hong-lay-mo-li memang orang dari
kalangan pendekar menunjang kaum lemah, namun sikapnya
terlalu sirik terhadap Lian-cici, Bukankah nanti diantara
mereka nanti timbul perselisihan pula"
Ai, bagaimana kalau sampai mereka berkelahi" Bagaimana
pula bila Hong-lai-mo-li melukai Lian-cici dan membuktikan
bahwa dia memang musuh kita" Apakah selanjutnya hatiku
bisa tentram?"
Semakin dipikir hatinya semakin gundah risau dan takut,
pikirannya kalut. Akhirnya ia melangkah juga memasuki
kelenteng itu. Didalam kelenteng beberapa Tosu kecil sedang sibuk
membakar kertas menunaikan tugas rutinnya, melihat
kedatangan tamu, lekas salah satu maju menyambut, Khing
Ciau keluarkan pecahan uangnya pula sebagai sumbangan beli
minyak, katanya: "Aku sedang melancong didanau, ingin
melihat2 pula kelenteng ini sembari istirahat Banyakah jemaah
yang bersembahyang hari ini?"
"Tidak banyak," sahut Tosu kecil, "Paling hanya lima orang
saja." "Adakah diantaranya gadis remaja?"
Si Tosu heran dan melirik kepada Khing Ciau, merah muka
Khing Ciau, lekas ia menambahkan: "Dia adalah Piauciku,
diapun sedang melancong, sebelumnya janji untuk bertemu
denganku disini."
Kata si Tosu sambil menuding kesatu arah: "Memang tadi
ada seorang nona muda menuju ke Cui-sian-si entah apakah
dia Piaucimu, Kembang sedang mekar disana, banyak
pelancongan yang senang melihat kembang."
Setelah mengucapkan terima kasih Khing Ciau langsung
melangkah ketempat yang ditunjuk, sudah jelas bahwa Lian
Ceng-poh sudah datang, maka jantungnya berdebar semakin
keras, langkahnya semakin cepat sebentar saja ia sudah
memasuki sebuah taman kembang, tanaman kembang yang
berada disini merupakan bunga2 pilihan yang jarang ada
diluaran, namun tidak kelihatan bayangan orang disini.
Khing Ciau menenangkan nati, pikirnya: "Hong-lay-mo-li
dan San San berjanji hendak bantu aku menyelesaikan
pertikaian salah paham dan membeber kedok rahasia Lian
Ceng-poh yang sebenarnya, entah mereka sudah datang
belum?" Dipojok taman kembang sana ada sebuah bangunan kuil
kuno, sebuah papan besar yang tergantung diatas pintu
bertulisan "Ko-cui-sian-si", dengan hati was2 Khing Ciau
melangkah masuk ksdalam Cui-sian-si, matanya segera
menjelajah keadaan sekelilingnya, bayangan Lian Ceng-poh
tidak terlihat, hatinya jadi ragu2, baru saja dia hendak putar
badan mencari ketempat lain, tiba2 dilihatnya ujung pakaian
panjang yang menjuntai dibelakang tabir kain penutup patung
pemujaan, serta didengarnya pula suara gelang gemerincing,
setengah badan dari perawakan seorang gadis-pun sudah
menonjol keluar, bisa dibayangkan lantaran badannya
bergetar keras, gelang yang dipakainya sampai gemerincing.
Lekas Khing Ciau berteciak: "Lian-cici, aku disini!" belum
lenyap suaranya terdengar jeritan seorang gadis yang
memburu keluar, begitu melihat orang yang keluar ini,
seketika Khing Ciau menjublek ditempatnya seperti patung,
sesaat kemudian baru kuasa mengeluarkan suara: "Kau?"
Dengan napas memburu gadis itupun berseru dengan suara
gemetar: "Kiranya memang kau!"
Gadis ini bukan lain adalah Piaumoay Khing Ciau atau calon
istrinya yaitu Cia Long-giok. Ditengah jalan tadi Khing Ciau
melihat bayangan punggungnya, sejak tadi ia sudah bertanya2
dan curigai Siapa tahu kejadian justru amat kebetulan,
sekarang kenyataan pula yang berada dihadapannya adalah
gadis yang pernah dia cintai, namun amat dibencinya pula, ini
bukan mimpi. Dipihak lain, hati Cin Long giok seperti diiris2 dan tertusuk
sembilu setelah jeritannya tadi, pikiran kedua pihak sama kalut
dan hambar, tak tahu apa yang harus dilakukan, Bagi Khing
Ciau, Cin Long-giok adalah pembunuh ibunya, bagi Cin Longgiok
Khing Ciau adalah pembunuh ayahnya, kini diketahui pula
orang tidak kenal budi dan tidak setia, sakit hati lama
ditambah dendam baru.
Sesaat ia bingung, apa yang harus dia lakukan" Karena
pertemuan ini memang amat diluar dugaan keduanya sama
berpandangan sekian lama tanpa bergerak.
Teringat oleh Khing Ciau tentang tugas rahasia dirinya yang
hanya diketahui oleh Piaumoaynya bocor sehingga ia disergap
oleh sekawanan Busu negeri Kim, setiba dirumah didapatinya
pula, ibundanya sudah meninggal dengan badan kaku dan
mengulum senyum Iebar, dari tanda2 kematiannya ini jelas
ibunya tertutuk Siau-yau-hiat dibagian pinggangnya, dan
tutukan kejam ini hanya dipelajari oleh keluarga Piaumoaynya
saja, kepandaian ibunya cukup tinggi meski kedua kakinya
tanpa daksa setelah Cau-hwe-jip-mo dalam melatih
Lwekangnya, yakin hanya sang Piaumoay saja yang bisa
mendekati badannya dan menutuknya secara mendadak.
Kalau tidak masakah ibunya yang berkepandaian sedemikian
tinggi begitu gampang kena dibokong"
Terbayang pula olehnya cara bagaimana dia meluruk
kerumah Piaumoaynya serta melabraknya dengan sengit,
untunglah sebelum ia bertindak lebih jauh, tiba2 sebuah suara
serak membentak:
"Berhenti!" ternyata ayah Cin Long-giok yaitu Cin Jong
keluar dan kebetulan melihat Khing Ciau menggampar
putrinya, keruan bukan kepalang gusarnya. Tanyanya
mendelik: "Cau-tit, kenapa kau pukul Piaumoaymu, masih ada
aku dalam pandanganmu?"
Kalau dalam keadaan biasa, mungkin Khing Ciau sudah
ketakutan karena bentakan ini namun dendam sakit hati
sudah menghayati sanubarinya, segera ia memapak maju
serta balas melotot, sahutnya dengan suara serak: "Aku kenal
kau, Cin Jong, aku kenal kau!"
Mendengar Khing Ciau langsung memanggil nama-nya,
semakin berkobar amarah Cin Jong, bentaknya: "Binatang,
kau kenal apa?"
"Aku kenal kau manusia tamak yang tak tahu budi
kebaikan, bangsat tua yang menjual diri demi kepentingan
anjing Kim, terkutuk kau!"
"Binatang, tutup mulutmu!" damprat Cin Jong sambil
layangkan tapak tangannya, dengan keras muka Khing Ciau
tergampar seningga tusukan pedangnya menceng.
Kedua orang sama2 dirasuk kemarahan dan dendam
kesumat maka gerak gerik mereka tak kenal kasihan pula,
sudah tentu kepandaian Khing Ciau jauh bukan ungkulan,
apalagi ilmu pedangnya dia pelajari dari pamannya ini pula,
sudah tentu takkan mampu melawannya.
Se-konyong2 Cin Jong membentak: "Lepas pedang!" cepat
sekali tangannya sudah berhasil menyanggah sikut Khing Ciau,
jari tangan kiripun sudah mengkait gelang2 kecil diujung
gagang pedang Khing Ciau.
Menurut biasanya, betapa tinggi Lwekang Cin Jong, apalagi
dia sudah berhasil mengkait gagang pedang, sikut Khing Ciau
tersanggah pula sehingga tenaga sudah tidak mampu
dikerahkan untuk merebut pedang-nya, segampang
membelikan tangan Cin Jong.
Tapi pada detik yang menentukan itulah, se-konyong2
Hean-tiau-hiat didengkul Cin Jong mendadak terasa linu
kemeng, seketika sekujur badan lemas lunglai, karuan kaki tak
kuat menyanggah badan dan tersungkur maju kedepan.
Padahal ujung pedang Khing Ciau memang tertuju
kedepan, karena kehilangan keseimbangan badan-nya, berat
badan Cin Jong jadi doyong kedepan dan kebetulan memapak
keujung pedang Khing Ciau yang tersurung kedepan, maka
terdengar Cin Jong menjerit memilukan seraya berteriak:
"Kau, kau sungguh kejam!" - ditengah kejut dan herannya,
tampak oleh Khing Ciau tahu2 pamannya sudah mandi darah
tertembus oleh pedangnya, keruan seketika iapun menjublek
tak bergerak. Waktu ia cabut pedangnya dilihatnya Cin Long-giok sudah
menubruk dan memeluk badan ayahnya sambil tangis gerung2
dan sesambatan, Namun ayahnya sudah ajal.
Mimik tangis Cin Long-giok waktu itu tak jauh berbeda
dengan mimik mukanya sekarang ini, Khing Ciau ber-tanya2:
"Apakah bertemu secara kebetulan. Atau sebelumnya dia
sudah tahu bahwa aku memang hendak kemari" Kenapa Liancici


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak datang?"
Sementara Cin Long-giok membatin: "Ternyata memang
dia, ditempat ini dia janji bertemu dengan seorang
perempuan! setelah membunuh ayah, begitu berpisah dengan
aku lantas lupa sama sekali, orang yang tidak setia dan tak
berbudi ini, masa aku tetap anggap dia sebagai Piaukoku?"
Sejak peristiwa yang mengenaskan tempo hari, perasaan
kedua orang sama gejolak dan dirundung kepedihan
disamping pandang orang sebagai musuh, namun hubungan
cinta masa lalu tak mudah terlupakan begitu saja, karena
perasaan serba kontras ini, maka kedua pihak sedapat
mungkin menekan luka2 hatinya yang sudah terbenam,
berusaha menghindari pertemuan untuk mengaburkan
bayangan pujaan hati yang melekat dalam sanubarinya selama
ini. Khing Ciau cukup terlatih sikapnya rada tenang, sebaliknya
Cin Long-giok tak kuasa mengendalikan rasa derita yang
dialaminya selama ini, pikirannya sudah dihayati balas dendam
yang membara, akhirnya dia nekad dan berteriak: "Khing Ciau,
biar hari ini aku adu jiwa dengan kau!"
"Tring" sebatang Toh-kut-ting tahu2 melesat keluar, jarak
kedua orang sedemikian dekat, Khing Ciau dalam keadaan
bingung lagi, terang dadanya takkan luput dari samberan
senjata rahasia ini, Maka terdengar "Tring" sekali pula, angin
menyambar lewat.
Toh-kut-ting tadi melesat miring dari depan dada Khing
Ciau, tanpa menyentuh badan-nya. Ternyata disaat
menyambitkan senjata rahasianya ini, betapapun hati Cin
Long-giok tidak tega sehingga timpukannya menceng.
Khing Ciau tak tahan lagi, teriaknya: "Long-giok, bisakah
kami bicara sekali lagi?"
Cin Long-giok menghela napas panjang, ujarnya: "Baik,
biar kusempurnakan keinginan hatimu!" tapak tangan Cin
Long-giok masih menggenggam sebatang Toh-kut-ting,
sembari bicara tapak tangannya sudah ia tepukan kedada
sendiri, ujung Toh-kut-ting tepat mengarah Hian-ki-hiat
didadanya. Disaat jiwa terancam bahaya inilah tiba2 terdengar "Tring"
Toh-kut-ting ditapak tangan Cin Long-giok terlepas.
"Lepaskan, lepaskan!" teriak Cin Long-giok me-ronta2, "Aku
mati bukankah memenuhi keinginanmu" Kenapa kau halangi
aku mati?" tapi mana Khing Ciau mau melepasnya lagi"
Didalam pelukan kedua tangan Khing Ciau yang kokoh kuat,
betapa kusut dan derita hatinya, namun terasa amat nyaman
pula sehingga kaki tangan terasa lemas, badannya lunglai
rebah dalam pelukan Khing Ciau.
Se-konyong2 didengarnya seorang berkata: Nona Cin, tak
perlu kau menempuh jalan pendek, Menurut aku, kau kena
ditipu orang saja." kumandang suaranya, bayangan orang pun
berkelebat melompat turun dari atap rumah, tahu2 disamping
mereka tambah dua orang, mereka adalah Hong-lay-mo-li dan
San San. Ternyata sejak tadi Hong-lay-mo-li berdua sudah tiba dan
sembunyi diatas genteng, jiwa Cin Long-giokpun berhasil
tertolong oleh Hong-lay-mo-li yang menimpuk jatuh Toh-kuttingnya
tadi dengan seutas ujung kebutannya. Tapi Cin Longgiok
tidak tahu, ia kira Khing Ciau yang melakukan.
Khing Ciau sudah tahu Hong-Iay-mo-ki berjanji hendak
datang, maka ia tidak perlu heran, cuma mukanya jengah
karena dia peluk Cin Long-giok sedemikian kencang,
sebaliknya Cin Long-giok amat kaget dan heran, pikirnya:
"Siapakah perempuan ini" darimana dia tahu aku she Cin"
Kenapa dikatakan aku tertipu, apa sih maksudnya?" mendadak
ia sadar dirinya dalam pelukan Khing Ciau, lekas ia meronta,
kebetulan Khing Ciau lepas tangan sehingga badannya
terhuyung kehilangan keimbangan badan, lekas Hong-lay-moli
maju memapahnya.
Dalam pada itu San San sudah jemput Toh-kut-ting itu,
diangsurkan kehadapan Hong-lay-mo-li katanya. "Coba lihat,
inilah Toh-kut-ting yang dilumuri racun berbisa yang amat
jahat dan menyumbat tenggorokan begitu kena darah."
"Aku tahu," Hong-lay-mo-li hanya mengerling sebentar
"Siluman rase yang kejam!"
"Siluman rase itu tidak datang, dia ini sebagai wakilnya!"
jengek San San dingin, ia anggap Cin Long-giok sebagai
komplotan siluman rase itu.
"Dalam hal ini pasti ada latar belakangnya, kau tak usah
gelisah, hari ini persoalan harus dapat kami bikin jelas." ujar
Hong-lay-mo-li lalu ia ambil Toh-kut-ting itu dan diacungkan
didepan mata Cin Long-giok, tanyanya dengan suara halus
lembut: "Siapa kau" Kenapa kau gunakan senjata rahasia sejahat
ini untuk mencelakai jiwa Khing Ciau?"
Cin Long-giok tertawa dingin, jengeknya: "Begini besar
perhatianmu kepadanya, tentu hubunganmu amat intim sama
dia" Hm, Hm, kenapa tidak kau tanya dia" Tanyalah, kenapa
aku harus membunuhnya" Tanya-kan, aku yang keji atau dia
yang kejam?"
Hong-lay-mo-li tiba2 tertawa, ujarnya: "San San, masakah
kau tidak melihat sambitan Toh-kut-tingnya tadi sengaja dia
bikin menceng" Agaknya, semula dia memang hendak
membunuh Khing Ciau, tapi akhirnya tak kuasa mengeraskan
hati. Dia berusaha bunuh diri itulah maksud yang
sebenarnya."
Timbul curiga San San, tanyanya: "Khing Ciau, kau sudah
kenal dia, pernah apa dia dengan kau?"
"Dulu aku tahu siapa dia, sekarang aku tidak tahu lagi,
jangan kau tanya lagi, hatiku amat sedih."
Berkata Hong-lay-mo-li dengan lembut: "Nona, maukah kau
dengar beberapa patah kata2ku?"
"Aku terjatuh ditangan kalian, mau bunuh atau mau
sembeleh, silakan lakukan, kalau kau hendak me-ngompes
keteranganku jangan harap." jengek Cin Long-giok dingin.
Hong-lay-mo-li tersenyum, katanya: " sebetulnya aku sudah
tahu siapa kau, kau adalah putri Kim-kong-jiu Cin Jong!"
Cin Long-iok membatin: "Kau kenal baik dengan Khing
Ciau, kenapa heran tahu namaku." tiba2 terdengar San San
menjerit, serunya: "Apa, jadi dia ini putri Jin Jong?"
Berkata pula Hong-lay-mo-li: "Aku masih tahu, sebelum
ayahmu terbunuh oleh musuh, beliau pernah menerima
sepucuk surat, surat kiriman Li-cecu dari Tong-pek-san, Licecu
adalah salah satu pemimpin laskar rakyat yang melawan
pemerintah Kim."
Bukan kepalang kaget Cin Long-giok mendengar penjelasan
ini, pikirnya: "Rahasia ini Khing Ciau sendiri belum tahu
menahu, darimana dia bisa tahu?"
Berkata pula Hong-lay-mo-li: "Tahukah kau siapa yang
suruh Li-cecu kirim surat kepada ayahmu?" sebetulnya Cin
Long-giok sudah bertekad tidak mau menjawab segala
pertanyaannya, kini tak tahan ia balas bertanya malah:
"Memangnya kau?"
Hong-lay-mo-li manggut2 ujarnya: "Benar, ayahmu adalah
sahabat baik guruku, aku tahu betul karakter ayahmu, Li-cecu
mencari seorang pembantu, aku teringat kepada ayahmu, Licecu
bilang diapun kenal cukup baik dengan ayahmu cuma
tidak tahu dimana tempat tinggalnya.
Kebetulan anak buahku sudah berhasil mencari tahu alamat
tinggal ayahmu, maka kuberi anjuran kepada Li-cecu menulis
suratnya itu. Kalau kau tidak percaya, aku bisa bacakan apa
yang tertulis dalam surat itu."
Lalu ia membaca diluar kepala apa yang tertulis didalam
surat itu, kecuali beberapa huruf yang berlainan, maksudnya
terang benar dan sama, keruan Cin Long-giok melongo
dibuatnya. Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Tidak lama setelah
pengantar surat itu pergi, datang pula dua perwira kerajaan
Kim kerumahmu, benar tidak?"
"Ya, ada kejadian itu, kaupun tahu?"
"Ditengah jalan pengantar surat He bertemu dengan kedua
perwira itu, dia amat kuatir, lalu putar balik, tidak lama kedua
perwira itu berada di rumah-mu, setelah meninggalkan kado
terus minta diri Barulah sipengantar surat pergi dengan lega
hati, Apa pula yang terjadi dengan kedua perwira itu?"
"Kedua perwira itu adalah anggota pasukan Bhayangkari
pelindung raja Kim, mereka mengundang ayah keluar
menjabat pangkat, entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa
ayah adalah Kim-hong-jiu yang kenamaan didunia persilatan
dulu, minta supaya ayah sudi menjadi pelatih dari barisan
Kim-wi-kun. Kuatir bila ditolak seketika bisa menimbulkan huru
hara, maka ayah pura2 menerima dan minta peluang untuk
pikir2 dulu, kado diterimanya pula. Hari kedua ayah lantas
suruh Suko bawa semua kado2 itu dibagikan kepada
penduduk kampung."
"Malam itu pernahkah kau keluar meninggalkan rumah?"
tanya Hong-lay-mo-li.
"Malam itu aku berunding dengan ayah akan tindakkan
kami selanjutnya, semalam suntuk tidak sempat tidur."
"Jadi selangkahpun kau tidak meninggalkan rumah?"
"Malam itu ayah berkeputusan besok pagi2 kami akan
berangkat ketempat yang jauh, maka segala persiapan segera
kami lakukan, mana senggang meninggalkan rumah, Eh, siapa
kau" Kenapa kau tanyakan ini semua?"
"Siapa aku, sebentar kau akan tahu. Kutanyakan hal ini,
karena pada malam itu juga dikota Siok-ciu terjadi suatu
peristiwa besar, apa kau tahu?"
"Peristiwa besar apa, sedikitpun aku tidak tahu." sahut Cin
Long-giok hambar.
Memang Cin Long-giok tidak tahu peristiwa besar apa yang
dimaksud oleh Hong-lay-mo-li, sebaliknya Khing Ciau maklum,
yang dimaksud adalah kejadian yang menimpa keluarganya
ibu dan semua pembantu rumah tangganya, tiga orang
dibunuh secara menggelap Ong An dan Siau-hiang, pembantu
ibunya terkena Toh-kut-ting, ibunya tertutuk Siau-yau-hiat
sehingga napas putus jiwa melayang, disusul pasukan negeri
K:m meluruk kerumahnya hendak menangkap dirinya,
beruntung dia mendapat bantuan Lian Ceng-poh, barulah
jiwanya selamat dari mara-bahaya.
Toh-kut ting adalah senjata rahasia tunggal dari keluarga
Cin, tutukan telak yang mengarah Siau-yau-hiat merupakan
ilmu tutuk tunggal dari keluarga Cin pula, malah menurut
cerita Lian Ceng-poh, waktu dia tiba dirumahnya, ada melihat
bayangan seorang gadis menyelinap keluar lari dari rumahnya,
dari gambaran yang dilukiskan oleh Lian Ceng-poh, terang
sekali mirip benar dengan Cm Long-giok.
Oleh karena itu Khing Ciau berkukuh pendapat bahwa
pembunuh ibu dan kedua pembantu rumah tangganya terang
adalah sang Piaumoay.
Namun setelah mendengarkan jawaban Cin Long-giok pada
pertanyaan Hong-lay-mo-li, pendapat kukuh dan bukti2 yang
dilihatnya itu seketika goyah dan terpecahkan semuanya,
segala pertanyaan dan lika liku kejadian yang serba rumit ini
sekarang mendadak terbongkar semua, tanpa terasa
bergejolak jantungnya, pikirnya:
"Tak heran Piaumoay hari itu ingkar janji, ternyata
semalam sebelumnya rumahnya sudah terjadi berbagai
peristiwa, Merekapun hendak meninggalkan rumah pergi
ketempat yang jauh, semalam suntuk tidak meninggalkan
rumah, jadi pembunuh ibuku tentulah bukan dia?"
Setelah gejala2 satu dicocokan dengan yang lain-nya,
persoalan menjadi semakin terang, dan mau tidak mau Khing
Ciau mulai sadar akan keteledorannya, seketika hatinya
hambar, tiba2 ia teringat: "Kalau demikian paman tidak mau
diperbudak oleh kerajaan Kim, malah dia seorang patriot
bangsa yang perwira. Ah, memang aku salah membunuhnya?"
Terdengar Hong-lay-mo-li bertanya pula: "Nona Cin, masih
ada sebuah hal yang belum kumengerti, siapakah sebetulnya
pembunuh ayahmu?"
Cin Long-giok sesenggukan, tiba2 ia tuding Khing Ciau:
"Dia itulah!" hampir dalam waktu yang sama, Khing Ciau
mendadak tersentak sadar, serunya keras: "Aku inilah." tiba2
ia mencabut pedang, teriaknya: "Kaumoay, memang aku yang
salah, aku berdosa terhadap paman, bersalah terhadapmu
lagi!" pedang terangkat terus hendak gorok leher sendiri
"Tang!" sekali gunakan kebutannya Hong-lay-mo-li pukul
jatuh pedang Khing Ciau katanya: "Kalian sama2 salah duga,
pembunuh ayahmu terang bukan Khing Ciau."
Dengan tertegun Cin Long-giok pandang Hong-lay-mo-li,
batinnya: "Aku sendiri menyaksikan dengan mata kepalaku,
kenapa dikata bukan dia?" tapi dalam hati memang dia
mengharap bukan Khing Ciau, maka tidak segera ia mendebat,
ia harap Hong-lay-mo-li bisa memberikan penjelasan.
Adalah Khing Ciau sudah ribut seperti kemasukan setan,
teriaknya: "Bunuh orang menebus jiwa, akulah pembunuhnya,
akulah pembunuhnya, aku salah bunuh orang, biar kutebus
dengan darahku baru bisa mencuci dosaku."
"Tenangkan dulu hatimu, masih ada sebuah pertanyaanku!"
kata Hong-lay-mo-li.
Lekas San San pegang kencang tangan Khing Ciau,
bujuknya lirih: "Dengarlah petunjuk dan penjelasan Liu-cici
saja!" "Bagaimana kepandaian silatmu dibanding dengan
pamanmu ?"
"Terpaut jauh sekali!"
"Lalu cara bagaimana kau bisa membunuhnya" Tempo hari
kau pernah cerita kepadaku bahwa kau pernah membunuh Cin
Jong, waktu itu sudah timbul curigaku, Cuma waktu itu kau
tidak jelaskan bahwa Cin Jong adalah pamanmu, tidak kau
jelaskan pula seluk beluk sebanyak ini, sekarang bukan saja
aku sudah yakin bukan kau pembunuhnya, malah bukan
mustahil aku bisa wakilkan kalian mencari si pembunuh tulen
itu! Coba kau tuturkan sejelasnya pertarunganmu waktu itu."
Khing Ciau masih ragu2, katanya: "Hmu silatku jelas bukan
tandingan paman, tapi kenyataan dia ter-hunjam mati diujung
pedangku, Karena waktu itu beliau hendak merebut pedangku
dan kebetulan ketumbuk pada ujung pedangku."
"Jurus apa yang dia lancarkan waktu itu?"
"Aku lupa dan tak ingat lagi."
"Aku masih ingat," sela Cin Long-giok. "Ayah waktu itu
melancarkan sejurus Hud-hun-jiu, jari2nya sudah berhasil
menggaet gagang pedangnya!"


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berkata Hong-lay-mo-li kepada Khing Ciau: "Lalu jurus apa
yang kau gunakan waktu itu, tentunya kau masih ingat
bukan?" "Waktu itu aku menggunakan jurus Ci-ko-ngo-wi."
Sesaat lamanya Hong-lay-mo-li tenggelam dalam
pikirannya, katanya kemudian: "Disitulah letak titik
kelemahannya."
Hong-lay-mo-li jembut pedang Khing Ciau diserahkan
kepada San San, katanya: "Mainkan sejurus Ci-ko-ngo-wi." lalu
ia bertanya kepada Khing Ciau: "Ci-ko-ngo-wi adalah ilmu
pedang pertahan untuk melindungi badan, tidak bisa untuk
melukai musuh, betul tidak?"
"Ya, waktu itu aku sudah terkepung oleh bayangan tapak
tangan paman, hanya mampu membela diri, tak mampu balas
menyerang."
"Bagus, coba kau lihat," seru Hong-lay-mo-li, tapak
tangannya menepuk kedepan, lekas San San melintangkan
pedang mematahkan serangan ini, tapi tangan kanan Honglay-
mo-li tahu2 sudah menyanggah dibawah sikutnya,
sementara jari kelingking tangan kiripun sudah menggaet
gelang pedang. Sampai disini Hong-lay-mo-li berhenti pertahankan gaya
masing2, tanyanya berpaling kepada Cin Long-giok: "Jurus
Hud-hun-jiu yang kupakai ini benar atau tidak?"
Cin Long-giok amat kagum, katanya: "Sedikitpun tidak
salah, itulah ajaran Toa-kim-na-jiu warisan keluarga kami,
namun kau bisa main lebih bagus dari ayah."
Berkata Hong-lay-mo-li: "Tujuan penggunaan Hud-hun-jiu
ini adalah merebut pedang lawan, sekarang aku sudah
berhasil menggantol gelang pedangnya, mengikuti gerakan ini,
seharusnya aku menarik mundur ke belakang, berat badan
terletak diatas tubuh, demikian juga bagian pinggang
terdoyong kebelakang, benar tidak"
"Kau memang seorang ahli silat, intisari dari Kim-na-jiu, ini,
kau lebih jelas dari aku." puji Cin Long-giok.
"Tapi ayahmu waktu itu tidak seperti ini, menurut
penjelasan Khing Ciau, badannya malah menumbuk keujung
pedang Khing Ciau, kalau demikian berarti badannya
tersungkur maju kedepan dan bukan terjengkang
kebelakang."
"Benar!" seru Khing Ciau tak sadar, "Waktu ttu memang
begitulah terjadinya."
"Apakah kejadian itu tidak aneh" Gerakan Hud-hun-jiu
adalah mendongak kebelakang, kenapa dia terdorong maju
kedepan malah?"
Cin Long-giok terlongong, mulutnya menggumam: "Ya,
memang aneh kenapa bisa begitu?"
"Menurut dugaanku," ujar Hong-lay-mo-li lebih lanjut,
"Pasti karena ada seorang tokoh kosen sembunyi tak jauh dari
tempat pertempuran, dialah yang membuat gara2 secara
menggelap."
Tanpa janji Khing Ciau dan Cin Long-giok berseru tanya
bersama: "Gara bagaimana membuat gara?"
"Nona Cin," ujar Hong lay-mo-li menghela napas:
"Kelak bila kau memeriksa jenazah ayahmu, coba kau
perhatikan, aku berani pastikan, pada Hoan-tiau-hiat
didengkul ayahmu tentu dapat kau ketemukan sebatang Bwehoa-
ciam. Karena Hoan-tiau-hiat tersambit Bwe-hoa-ciam
sehingga dengkulnya linu lemas, tanpa kuasa badannya lantas
tersungkur kedepan."
Cin Long-giok terlongong seperti patung, sesaat kemudian
baru menjerit tangis dengan pilu: "Ciau-ko, akulah yang
menyalahkan kau, kau tidak membunuh ayahku."
"Giok-moay, akupun tidak pantas salahkan kau, kau tidak
membunuh ibuku."
Keduanya sama berlinang air mata dan pandangan-pun
ber-kaca2, tanpa terasa keduanya saling ulur tangan dan
genggam menggeggam dengan kencang.
Tiba2 Cin Long-giok kipatkan tangan Khing Ciau terus
berlutut dan menyembah kepada Hong-lay-mo-li, lekas Honglay-
mo-li kebaskan lengan bajunya, terasa segulung tenaga
menahan pundaknya sehingga Cin Long-giok berangkat naik
tidak jadi berlutut
Kata Hong-lay-mo-li: "Kau ada omongan apa silakan
katakan saja, mana boleh aku menerima penghormatan
sebesar ini."
Dari panggilan Khing Ciau tadi Cin Long-giok sudah tahu
she Hong-lay-mo-li, segera katanya: "Liu-li-hiap, kau berhasil
memeriksa keadaan sebenarnya, tentulah sudah tahu
siapakah pembunuh ayahku, mohon kau suka memberi
petunjuk, biar kutahu nama musuh, aku dan ayah dialam baka
tentu amat berterima kasih kepadamu."
"Ayahmu adalah angkatan tuaku, musuh besarmu adalah
musuhku pula, Nona Cin, biar kutanya dulu beberapa hal
kepadamu, coba biar cocokan apa rekaanku benar."
Melihat orang begitu yakin dan punya pegangan, maka Cin
Long giok manggut dan pasang kuping dengan perhatian.
Berkata Hong-lay-mo-li: "Setelah mengalami peristiwa itu, kau
langsung menuju ke Thian-ling-si, benar tidak?"
"Benar, pengurus tua dari Thian-ling-si adalah sahabat
kental ayahku. Dalam surat Li-cecu ada berpesan supaya ayah
menunggu di Thian-ling-ci dan akan dijemput anak buahnya
disana, Tapi aku sendiri sih belum pernah ke Thian-ling-si ."
"ltulah karena ditengah jalan kau bertemu dengan seorang
perempuan, dia pura2 jadi begal hendak merampas
barang2mu, paksa kau menggunakan Toh-kut-ting, lalu
memberitahu kepadamu bahwa para Hwesio di Thian-ling-si
sudah terbunuh orang, suruh kau lekas pergi kelain tempat
saja, bukan?"
"Sedikitpun tidak salah, darimana kau bisa tahu?" tanya Cin
Long-giok heran, "Waktu itu aku percaya akan obrolannya,
karena ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari aku, mau bunuh aku
segampang dia membalikkan tangan, buat apa dia ngapusi
aku, Liu Lihiap, apakah oborolannya itu bohong belaka?"
"Obrolannya sediktipun tidak salah, Tahukah kau siapa dia"
Dia adalah seorang pembantuku"
"Waktu itu dia agaknya ter-gesa2, tidak sempat memberi
keterangan kepadaku, Kenapa dia bujuk aku supaya lekas
pergi" Kenapa pula menyamar begal hendak merampok aku"
Liu-cici, dapatkah kau membongkar semua kecurigaanku ini?"
"ltulah karena ada orang menyaru dirimu membakar habis
Thian-ling-si menjadi puing yang rata dengan bumi, para
Hwesio penghuninya dibunuh semua, Setelah pelayanku itu
paksa kau menggunakan Toh-kut-ting baru tahu bahwa kau
bukan pembunuh sebenar-nya."
Kejadian ini Khing Ciau sudah pernah dengar dari
perdebatan Hong-lay-mo-li melawan Lian Ceng-poh dan
menyuruh pelayannya itu menjadi saksi. Masih segar dalam
ingatan Khing Ciau, malam itu tanggal lima belas, rembulan
sedang bundar memancarkan cahayanya yang sejuk dan
terang benderang menerangi alam sejagad.
Waktu itu dirinya masih bergaul intim dengan Lian Cengpoh
yang belakangan baru dia ketahui adalah kepala dari
gabungan berbagai golongan perampok, karena beberapa
anak buahnya dihina dan dilukai oleh Hong-lay-mo-li terpaksa
mereka berombongan meluruk ke Thian-ling-si sesuai
tantangan Hong-lay-mo-li.
Karena bulan purnama keadaan sekitar Thian-ling-si yang
sudah jadi puing2 itu terang benderang. Tepat pada tengah
malam, tiba2 terdengar suitan panjang melengking mengalun
tinggi menembus angkasa, semula kedengaran masih jauh,
sekejap saja sudah berada didalam hutan.
Tampak sebarisan gadis remaja, empat orang terdepan
masing2 memegang kebutan bergagang batu pualam, empat
orang dibelakang membawa sebuah lampion merah, delapan
orang terbagi dua baris mengiringi seorang gadis cantik
laksana bidadari yang turun dari Kahyangan, pelan2 mereka
beranjak keluar dari hutan.
Lian Ceng-poh sebenarnya terhitung gadis cantik rupawan
yang menggiurkan, tapi di banding dengan gadis yang baru
datang ini, terang sekali jauh perbedaannya, laksana bintang
dengan rembulan, Khing Ciau tahu bahwa gadis ini tentulah
Hong-lay-mo-li yang telengas dan gapah tangan itu, tapi
menghadapi keagungan dan kecantikannya yang rupawan:
diam2 hatinyapun terpesona, diam2 ia memuji dalam hati:
"Gadis cantik laksana bidadari!"
Gadis itu tertawa cekikian merdu sapanya: "Giok-bin-yauhou,
terhitung besar nyalimu, datang tepat sebelum
waktunya. Kawanan anjing rombongan rase anak buahmu
sudah datang seluruhnya belum?"
Kalau anak buah Lian Ceng-poh tidak berani bercuit,
sebaliknya Khing Ciau merasa uring2an, batin-nya: "Lian-ciciku
seperti kau pula sebagai pentolan perampok, namun
perampok yang berjiwa luhur dan berbudi kepada sesamanya.
Kau berani memakinya sebagai Giok-bin yau-hou (siluman
rase bermuka kemala), sontoloyo benar!"
Tiba2 didengarnya seseorang membentak keras: "Keparat,
kau perempuan siluman ini berani maki orang, rasakan
cambukku!" seorang laki2 kekar berpakaian kuning tahu2
menerjang keluar sembari ayun seutas cambuk panjang satu
tombak lebih, cambuknya melingkar-lingkar ditengah udara
mengeluarkan deru angin keras menyambar kearah Hong-laymo-
li Liu Jing-yau.
"Kembali!" teriak Lian Ceng-poh dengan mengerut kening.
Tapi belum lagi mulutnya tertutup seorang dayang dalam
barisan Liu Jing-yau sudah menghardik "Perampok anjing, cari
mampus kau!" dasar laki2 itu memang orang berangasan, ia
menerjang dengan bernafsu lagi, mana kuasa menghentikan
aksi-iiya, "Sret" cambuknya dengan telak melecut diatas badan
dayang Hong-lay-mo-li itu.
Tiba2 terdengar suara gedebukan, seseorang tersengkelit
jungkir-balik, waktu semua orang melihat tegas, kiranya laki2
itu sudah terjungkal roboh, cambuknya terbang ketengah
udara. Keruan tersirap darah Khing Ciau, ia tahu dalam ilmu silat
ada semacam ilmu yang dinamakan Can-ih-cap-pwe-thiat,
dulu ayahnya pernah ajarkan ilmu ini, lantaran Lwekang
sendiri belum memadai, sehingga belum mampu ia
menggunakan ilmu ini.
Dayang ini menggunakan Can-ih-cap-pwe-thiat dari
Lwekang tingkat tinggi, dayangnya saja sudah sedemikian
lihay, dapatlah dibayangkan betapa tinggi kepandaian
majikannya. Saking kagetnya, diam2 Khing Ciau merasa kuatir
bagi keselamatan Lian Ceng-poh.
"Giok-bin-yau-hou, kau ingin segera turun tangan?" Honglay-
mo-li menantang dengan tertawa dingin.
Lian Ceng-poh tampil kedepan, katanya: "Agaknya kau Moli
(perempuan iblis) ini juga bisa bicara aturan" Marilah main
mulut atau main kepelan aku iringi kehendaknya. Cuma ingin
aku tanya, kau bercokol di Soatang, aku berada di Gi-pak,
masing2 seumpama air sungai tidak menyalahi air sumur,
kenapa kau meluruk ke daerah kekuasaanku, menghajar anak
buahku lagi?"
"Kemana aku suka pergi memangnya kau kuasa kendalikan
aku" Kau berkuasa di Gipak, siapa yang memberikan hak kau
berkuasa disana" Kebetulan aku lewat disini, apa kau tidak
terima bila aku merampas uang gincumu?"
"Hong-lay-mo-li, biar aku belajar kenal tiga puluh enam
jalan Thian-lo-hun-tim mu itu, ayolah mulai!"
"Kenapa kesusu" Masih ada pertanyaan yang kua-jukan
kepada kau."
"Yang kuat hidup yang lemah mampus, buat apa cerewet
lagi?" "Oh, agaknya hatimu sudah mulai gugup, takut aku
membunuhmu, ya, jangan ter-gesa2, aku sendiri belum
berkeputusan cara bagaimana menghukum kau, oleh karena
itu perlu aku tanya dulu kepadamu para Hwesio dari Thianling-
si apakah kau yang membunuh."
"Kalau benar kenapa" jika bukan mau apa?"
"Sute Su-khong Siangjin minta aku menuntutkan balas, aku
sudah berjanji kepadanya, Kalau benar kau membunuhnya,
akan kubelek perutmu dan kukorek jantungmu untuk sesaji
sembahyangan para arwah Hwe-sio Thian-ling-si! Kalau
memang bukan kau jiwamu boleh kuampuni, cukup asal bikin
cacat tulang pundakmu saja." sembari bicara kedua matanya
menatap Lian Ceng-poh, se-olah2 dari rona muka dan tengah2
kedua alisnya ia hendak mencari jawabannya.
Lian Ceng-poh menengadah sambil ter-loroh2, ujarnya:
"Orang lain takut kepadamu, sedikitpun aku tidak jeri kepada
kau! Memang bukan aku yang membunuh para Hwesio Thianling-
si, tapi kau sudah main gertak segala, biar anggap saja
aku yang membunuhnya, kau punya cara keji apa saja silakan
tampilkan kepadaku, jangan kata membelah perut mengorek
jantung, seumpama tulang2 jadi abu beterbangan-pun aku
tidak gentar."
"Kau tidak perlu pura2 ngelabui diri sendiri, suara tawamu
sudah gemetar. Baik, biar kutunjuk seorang saksi lain
kepadamu, supaya orang tidak sangka aku memfitnahmu."
Dari tumpukan puing disana tiba2 merangkak keluar
seorang Thauto (imam berambut) berusia enam tujuh
belasan, dengan langkah ter-pincang2 datang mendekat.
"Siau-suhu," tanya Hong-lay-mo-li setelah orang datang
dekat, "Lihatlah biar jelas, orang yang membakar kelenteng
dan membunuh orang apakah perempuan siluman ini?"
Cukup lama Thau-to kecil ini mengamat2i Lian Ceng-poh,
akhirnya berkata dengan suara gemetar:
"Aku tidak berani mengatakan."
"Tak usah takut, ada aku disini, katakan terus terang saja."
bujuk Hong-lay-mo-li.
Raut muka dan dandanannya tidak sama, cuma... cuma..."
"Cuma apa?"
"Cuma suara tawanya tadi mirip benar dengan bangsat
perempuan itu."
Lian Ceng-poh tertawa dingin, katanya: "Sebetul-nya kau
tidak perlu susah payah mencari saksi segala" Toh kau tidak
bisa membuktikan perbuatanku atau bukan, Kalau kau hendak
memfitnah aku, cukup pakai mulutmu yang tajam saja."
"Tutup mulutmu!" hardik Hong-lay-mo-li. Tiba2 ia tuding
Khing Ciau dan membentak tanya: "Siapa dia" Kenapa bisa
ikut dengan kau?"


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak usah peduli." jengek Lian Ceng-poh.
Tiba2 salah seorang dayang Hong-lay-mo-li tampil
kedepan, katanya lantang: "Aku tahu siapa orang ini, dia
bernama Khing Ciau, tiga hari yang lalu dia membunuh
beberapa Busu kerajaan Kim, terus hendak lari ke negeri Song
diselatan, Kerajaan Kim menjebar maklumat dengan hadiah
besar hendak membekuknya, Siocia, silakan kau lihat
maklumat ini?"
Sejak Khing Ciau membunuh jagoan Bhayangkan kraton
dan melarikan diri, pejabat setempat menggambar dirinya dan
menyebar maklumat yang ditempel didindmg berbagai jalan
penting, Khing Ciau sendiri belum tahu akan hal ini. Dayang
Hong-lay-mo-li kemaren kebetulan lewat Ki-seng dan
mengambil selembar di antaranya.
Berkata dayang itu lebih lanjut: "Aku sudah menyelidiki
dengan betul, orang ini adalah keturunan Sip-hun-kiam Khing
Tiong, se-kali2 tiada hubungan dengan golongan hitam."
Hong-lay-mo-li unjuk rasa heran, ujarnya: "O, putra tunggal
Sip-hun-kiam Khing Tiong?" tiba2 tegak alisnya dan berkata
menuding Khing Ciau: "Kalau kau putra Khing Tiong, kenapa
tidak tahu diri, bikin malu nama leluhur saja?"
Seketika Khing Ciau naik pitam, serunya: "Kau, kau, kau,
apa katamu " Bagaimana aku kau katakan bikin malu nama
leluhur?" sebetulnya ia hendak mencaci lebih kotor, namun
ditatap dengan sorot mata Hong-lay-mo-li, nyalinya jadi
mengkeret "Kulihat kau seorang laki2 berjiwa satria, setia nusa dan
bangsa, kenapa gaul sama Giok-bin-yau-hu, apakah ini tidak
bikin malu nama leluhurmu?"
Dayang itu cekikikan, cemohnya: "Kukira dia kepincut paras
cantik." Karena diolok2 Khing Ciau tidak tahan lagi, serunya: "Kau
membual apa! Lian-cici terang bukan manusia seperti yang
kau katakan, dia adalah perampok yang berjiwa luhur."
"Adik Ciau, buat apa kau membela diriku, tidak lebih dia
mencari alasan untuk membunuhku saja."
"Tidak," teriak Khing Ciau, "Seumpama kita harus mati
ditangannya, kita harus bikin terang siapa benar siapa salah!"
Sorot mata Hong-lay-mo-li beralih kepada Khing Ciau,
katanya dingin: "Oh, dari cara bicaramu ini, agaknya kau
sudah tahu siapakah pelakunya, siapa dia?"
"Benar, aku memang tahu, tapi aku tidak sudi mengatakan
kau bunuh akupun takkan kukatakan!"
"Terhadap orang yang pantas dibunuh aku tidak akan
memberi ampun, kalau tidak patut mati seujung
rambutnyapun aku tidak akan mengusiknya, kau kira aku
sembarangan membunuh orang" Tanpa kau katakanpun aku
sudah dapat meraba siapa orang yang kau curigai?"
Melonjak jantung Khing Ciau, terdengar Hong lay-mo-li
bertanya pula: "Menurut apa yang ku-tahu, ayahmu Khing
Tiong dengan Pok-bi-jhi Cin Jong adalah sahabat karib,
tentunya kau cukup tahu keadaan keluarga Cin bukan?"
Agaknya Hong-lay-moli belum tahu bahwa Cin Jong adalah
pamannya, namun pertanyaan ini sudah bikin Khing Ciau
kaget bukan main, sahutnya tergagap: "Cin Jong" Dia, dia,
sudah mati!"
"Aku tahu dia terbunuh oleh musuhnya, sekarang belum
sempat aku mencaritahu sebab musabab kematiannya. Aku
cuma ingin tanya kau, dia punya berapa putri?"
"Untuk apa kau tanya ini" Dia hanya punya seorang putri!"
"Oh, urusan semakin ganjil." gumam Hong-lay-mo-li, "Bingcu,
coba kau kisahkah pengalaman nona Cin belakangan ini,
Aku tidak suka bikin orang merasa penasaran."
Bing-cu adalah nama dayang yang menyamar jadi rampok
coba membegal Cin Long-giok dan paksa dia menggunakan
Toh-kut-ting, bersama San San, Tai Mo dan Kian Yan
berempat adalah dayang pribadi yang selalu mengiringi Honglay-
mo-li dalam setiap perjalanan.
Baru sekarang Cin Long-giok tahu seluk beluk persoalan
belit2 ini, heran dan tak habis mengerti pula, katanya: "Ada
kejadian itu" siapakah dia, kenapa dia menyamar aku
melakukan pembunuhan yang begitu kejam?"
"Sekarang aku berani pastikan pembunuh kejam yang
menyaru kau membakar Thian-ling-si itu, adalah pembunuh
ayahmu pula."
Sampai disini tersirap darah Khing Ciau, sebab selama ini
Hong-lay-mo-li selalu menuduh Lian Ceng-poh yang menjadi
biang keladi kematian dan kebakaran Thian-ling-si, karena ini
berulang kali Khing Ciau berdebat dengan Hong-lay-mo-li,
namun setelah jiwa sendiri tertolong oleh Hong-lay-mo-li,
karena taburan jarum beracun dan menyedot asap berbisa
dari pelor kabut berjarum ganas Lian Ceng-poh, yang
disambitkan kepada Hong-lay-mo-li dalam usahanya melarikan
diri setelah dikalahkan dalam pertempuran maka keyakinan ini
semakin luntur, kini semakin goyah pula, mau tidak mau
sekarang dia rada percaya, pikirnya:
"Semakin terang persoalan semakin aneh kejadiannya,
ternyata bukan saja sebagai pembunuh para Hwesio Thianling-
si, Ceng-pohpun pembunuh pamanku pula" Ai, kepada
siapa aku harus percaya?" tengah ia me-nimang2 didengarnya
Cin Long-giok berteriak gugup: "Siapakah pembunuh kejam
itu?" "Jangan kau ter-buru2, nanti akan kau ketahui sendiri,
Batal ke Thian-ling-si, kau putar kejalan lain, akhirnya dengan
siapa kau bertemu ditengah jalan?"
"Bertemu dengan seorang bintara kerajaan, dia hendak
menangkap aku."
"Apa dia seorang Bintara?" tanya Hong lay-mo-li heran,
agaknya hal ini diluar dugaannya.
"Ya, seorang Bintara yang bergaman sebuah cambuk
panjang, hebat sekali permainan cambuknya itu, sekali sabet
tahu2 pedangku sudah digulung lepas dari cekalan, sekali
lecut lagi aku kena dilukainya."
"Bintara itu adalah Pakkiong Ou." teriak Khing Ciau kaget.
"Eh, darimana kau tahu?" tanya Cin Long-giok.
"Selanjutnya bagaimana?" tanya Khing Ciau dengan napas
memburu. "Untung aku bertemu dengan seorang Lihiap, dia gebah lari
Pakkiong Ou dan menolong aku. lihiap itu adalah..."
"Lihiap itu adalah Lian Ceng-poh." tukas Hong-lay-mo-li,
"tebakkanku kali ini pasti tepat, benar tidak!"
"O, jadi kau sudah tahu semua kejadian itu" Lian Lihiap
tentunya juga seorang temanmu?"
"Biar kusambung pengalamanmu selanjutnya, coba boleh
kau cocokan satu sama lain" Lian Lihiap tolong kau mengobati
Iuka2mu sampai sembuh, perhatiannya amat besar terhadap
kesehatanmu karena kau tak punya rumah, terpaksa menetap
dipangkalannya."
"Malah dia sudah angkat saudara dengan aku." sambung
Cin Long-giok. "Cara siluman perempuan itu merangkul orang memang
lihay." sela San San.
Cin Long-giok pelotot kepada San San, tanyanya kurang
senang: "Apa katamu" Siapa siluman perempuan yang kau
maksud?" "Jangan dibelokan kearah lain." timbrung Hong-lay-mo-li,
"Belakangan kau lantas ceritakan pengalaman hidupmu masa
lalu kepada Lian-cicimu?"
"Dia penolong jiwaku, tak perlu aku kelabui dia."
Hong-lay-mo-li acungkan Toh-kut-ting, katanya: "Toh-kutting
milik keluarga Cin kalian sebenarnya tidak beracun, Liancicimu
itu yang merendamnya didalam racun?"
"Ya, baru tadi pagi dia membubuhi kadar racun diatas Tohkut-
ting itu."
"Kenapa dia berbuat demikian?"
Cin Long-giok mengerling kepada Khing Ciau, mulutnya
megap2 tak bisa bicara.
"Lian-cicimu yang suruh kau kemari?"
Cin Long-giok merasakan persoalan rada ganjil, terpaksa
dia manggut2. "Sebelumnya kau sudah tahu Khing Ciau akan kemari"
Lian-cicimu suruh kau menyerangnya dengan paku beracun
ini?" "Tidak seluruhnya. Lian-cici tidak jelaskan orang itu adalah
Khing Ciau, diapun tidak suruh aku menyerang dengan paku
beracun ini. "Katanya ada seseorang mengundangnya bertemu pada
suatu tempat, orang ini amat... amat baik terhadapnya,
namun dia merasa ragu2 dan sedidit curiga, kuatir
terperangkap olehnya, maka di suruh aku kemari me-lihat2
situasi lebih dulu, Diapun mengatakan mungkin aku ada kenal
orang ini..." sekilas ia lirik Khing Ciau lalu meneruskan:
"Lian-cici kuatir aku dikota Kilam bertemu dengan musuh,
maka dia suruh aku menggunakan senjata gelap yang dilumuri
racun, Tadi mendadak kulihat dia, dia, karena tak terkendali
amarahku, maka kusambit dia dengan paku berbisa, ai,
untung aku tidak menyambitnya sungguh2! Ih, Ciau-ko kau,
kenapakah kau?"
Roman muka Khing Ciau, pucat lesi, mendadak ia pukul
doda sendiri sekeras2nya, teriaknya: "Aku patut mampus, aku
patut mampus! Aku pandang musuh besar sebagai tuan
penolong."
Lekas Hong-lay-mo-li tekan kepelan tangannya, katanya:
"Nah, akhirnya kau sendiri sudah paham."
Sebaliknya Cin Long-giok masih keheranan, tanyanya
hambar: "Ciau-ko, kau paham apa?"
"Giok-moay," seru Khing Ciau dengan suara gemetar "Masa
kau belum paham" Iian-cicimu itulah pembunuh ayahmu."
Mendadak bergetar badan Cin Long-giok, lama ia
menjublek, tanyanya dengan menarik napas: "Apakah yang
telah terjadi" Darimana kau bisa tahu?"
"Pengalamanku belakangan ini hampir mirip dengan kau,
akupun pernah kepergok Pakkiong Ou, dihajar luka parah
olehnya, ditolong juga oleh perempuan siluman itu, diapun
angkat saudara dengan aku. Hari ini dia undang aku untuk
bertemu disini, terang sedang mengatur tipu pinjam golok
membunuh orang."
Maka Khing Ciau bercerita pengalaman dirinya sebagai
buronan yang melarikan diri ditengah jalan kepergok oleh Paksin-
pian Pakkiong Ou dan kena dilukai berat sampai terkapar
diatas tanah, untung pada saat gawat itu, seorang gadis
remaja keluar menolongnya, gadis ini hanya bersenjata tali
pinggangnya berhasil menggsebah lari Pakkiong Ou yang
kenamaan dengan ilmu cambuknya.
Sejak itu selama beberapa bulan mereka kesana kemari
berduaan sebagai kakak adik angkat yang lain jenis, sampai
pertemuan mereka dengan Hong-lay-mo-li di Thian-ling-si,
disana dirinya tertawan pula oleh Hong-lay-mo-li dan akhirnya
dibebaskan setelah luka2nya sembuh sama sekali.
Mendengar semua cerita itu, sungguh gegetun dan dendam
pula hati Cin Long-giok, namun jeri dan marah pula, katanya
kertak gigi: "Ternyata ada manusia sekeji itu dalam dunia inl!
Untung hari ini Liu lihiap hadir disini, kalau tidak mungkin
sudah mampus kita masih kena diketahui olehnya."
"Untung pula timpukan pakumu tidak mengenai Khing Ciau,
kalau tidak, tiada saksi yang diajak mencocokkan kejadian ini
satu sama lain."
Merah muka Cin Long-giok, katanya sambil menyeka air
mata: "Ciauko, aku keliru menyalahkan kau, dapatkah kau
maafkan aku?"
Tanpa sadar kedua orang saling genggam tangan pula,
kata Khing Ciau: "Tidak akulah yang salah, aku dulu yang
keliru menuduhmu."
"Tidak, kalian salah semua!" sela Hong-lay-mo-li, "Siluman
perempuan itulah yang harus disalahkan! Muslihat pinjam
golok membunuh orang yang dia rencanakan ini memang
amat keji, kalau sampai terjadi, kau bunuh Khing Ciau atau
Khing Ciau bunuh kau, sama saja memenuhi keinginan
hatinya." Bagian 02 Setelah menyeka air mata berkata Cin Long-giok: "Ciau-ko,
kalau siluman perempuan itu bisa menyaru aku membunuh
para Hwesio dari Thian-ling-si, memangnya dia tidak bisa
menyaru aku membunuh ibumu, apakah pernah kau pikirkan
hal ini?" "Benar. Tak usah disangsikan lagi!" seru Khing Ciau
tersentak sadar, "Tentulah Giok-bin-yau-hou biang keladinya!
Giok-moay, kami punya musuh besar yang sama."
"Soal menuntut balas kelak bisa dicari akal, sekarang mari
lekas kita pulang kediaman Khing-ciangkun, mungkin beliau
sedang menunggu dengan gelisah."
"Giok-moay," kata Khing Ciau, "Kau belum pernah melihat
pamanku, setelah berhadapan dengan beliau tentu kau amat
senang." "Ciau-ko, sejak berpisah banyak pengalamanmu kalau ada
tempo ceritakan kepadaku Liu Lihiap aku sudah kenal, siapa
nona ini, kau belum perkenalkan kepadaku."
"Beruntung aku berulang kali mendapat pertolongannya,
sehingga lolos dari berbagai mara-bahaya." untuk jelasnya
Khing Ciau lantas bercerita tentang kesudahan pertempuran
Lian Ceng-poh melawan Hong lay-mo-li di Thian-ling-si tempo
hari. "Waktu itu aku masih percaya betul bahwa Lian cici adalah
orang baik, maka dihadapan Hong-lay-mo-li aku membelanya
mati2an. Akhirnya urusan harus diselesaikan dengan mengadu
kepandaian, dengan pedang panjangnya Lian-cici menempur
Hong-lay-mo-li sampai puluhan jurus, malah pedangnya
hampir saja tergubat dan terpental lepas oleh kebutannya,
ternyata ilmu kebutan Liu-cici memang amat hebat, kebutannya
terkembang, setiap utas benangnya laksana laksaan
batang jarum sekaligus berpencar mengarah tiga puluh enam
jalan darah mematikan ditubuh Lian-cici."
Kepandaian kebutan menutuk jalan darah, mendengar atau
melihatpun Lian Ceng-poh belum pernah, saking kagetnya,
tahu2 dua belas jalan darahnya sudah terluka oleh tusukkan
benang kebutan Hong-Iay-mo-li.
Untung latihan Lwekang Lian Ceng-poh bukan olah2
lihaynya, begitu merasa gelagat-jelek, lekas ia menahan napas
kerahkan hawa murni menutup Hial-to sendiri, kaki bergerak
dengan To-sai-chit-che, badannya melesat bagai anak panah,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untung ia masih sempat lolos dari lingkungan sasaran kebutan
musuh. Waktu mencelat bangun lagi Lian Ceng-poh tahu2 sudah
keluarkan selendang sutra-warna merahnya menggantikan
pedangnya yang terjatuh, sekali sendal selendangnya itu
melingkar2 berlapis2 tak terhitung banyaknya.
Terdengar Lian Ceng-poh menghardik sengit: "Bukan kau
yang mati biar aku yang gugur!" gerak geriknya segesit kera
selincah kupu dan sepesat anak panah, se-konyong2 lapisan
bundaran selendang merahnya menungkrup turun kearah
kepala musuh.Khing Ciau cukup kenal akan jurus Pat honghong-
hi-hwe-tiong-ciu.
Tempo hari dengan jurus ini pula Khing Ciau terluka parah
oleh Pak-sin-pian Pakkiong Ou yang menghajarnya habis2an.
Demikian juga Lian Ceng-poh gunakan jurus ini untuk
mengalahkan Pak-kiong Ou, Kini disaat jiwa terancam bahaya
kembali ia lancarkan jurus hebat yang ganas ini.
Tak nyana tiba2 terdengar desiran suara riuh yang
sambung me nyambung, kiranya Hong-lay-mo-li kerahkan
tenaga saktinya, dia bikin benang kebutannya sekeras jarum
baja sehingga selendang merah Lian Ceng-poh tertusuk berlobang2
tak terhitung banyaknya, Berbareng lengan bajunya
dikebutkan dengan telak mengincar batok kepala Lian Cengpoh.
Disaat Lian Ceng-poh terancam jiwanya ini, mendadak
mulutnya bersuit panjang, Serempak dua orang dayang Lian
Ceng-poh melompat maju, yang kanan mengayun tangan
menimpukan segulung kabut merah, sementara yang dikiri
menimpukan sebuah senjata rahasia yang aneh bentuknya,
bentuknya bulat seperti buah kemiri warna hitam kelam,
namun panjangnya ada satu kaki, begitu terbang tiba didepan
Hong-Iay-mo-li tiba2 "Dar" benda itu meledak dengan keras,
sembilan batang sunduk perak sepanjang tiga dim berkilauan
berpencar kearah Hong-lay-mo-li.
Kabut berbisa yang disemburkan dan sebuah bumbung itu
dinamakan Tho-hoa-ciang, merupakan kabut beracun yang
diramu dengan beberapa jenis racun lainnya dari daerah Biauciang,
sedikit saja menyedot kabut ini, isi perut orang pasti
akan keracunan dan semaput sementara senjata rahasia
bundar panjang yang aneh itu bernama Kiu-ci-bok-im-so,
sekali timpuk sembilan batang, begitu meluncur tiba didepan
musuh, barulah Ci-so meledak keluar dari Bok-so (sang anak
keluar dari kandungan ibunya), sehingga musuh kena dilukai
disaat orang tidak men-duga2.
Betapa jahat dan hebat serangan menggelap ini, apalagi
kebutan Hong-lay-mo-li kena terlibat oleh selendang sutra Lian
Ceng-poh lagi, disaat jiwa menghadapi elmaut inilah, sekaligus
Hong-lay-mo-li demonstrasikan kepandaian Lwekang dan
Ginkang yang dahsyat dan hebat sekaligus, cepat sekali ia
sudah tutup semua Hiat-to dan menahan napas.
Terdengar "Creng, creng creng!", jari tangan kirinya
menjentik tiga kali, tiga sunduk perak yang mengarah bagian
atas di-selentik jatuh, cepat sekali jarinya terkembang
beruntun ia menyamber pula tiga buah yang menerjang dari
tengah sudah diraihnya, berbareng kaki menggeser dengan
Ih-sing-hoan-wi, tiga batang yang menyerang bagian bawah
melesat lewat dari bawah kakinya.
Seiring dengan lompatan ini Hong-lay-mo-li sekaligus
menukik turun seperti elang kelaparan menyamber kelinci,
ujung kebutannya menusuk turun mengarah tengah2 alis Lian
Ceng-poh. Ujung kebutan masih terpaut beberapa kaki diatas
kepalanya, namun Lian Ceng-poh sudah tertindih roboh oleh
kekuatan tenaga dalam lawan dipinggir badan Khing Ciau,
jelas jiwa Lian Ceng-poh bakal ajal dengan batok kepala
berlobang tertusuk kebutan musuh.
Se-konyong2 Khing Ciau menjerit keras terus menubruk
maju menindih diatas badan Lian Ceng-poh. Sudah tentu
kenekadan Khing Ciau jauh diluar dugaan Hong-lay-mo-li,
untunglah kepandaiannya sudah diyakinkan sedemikian
sempurna sehingga gerak geriknya dapat dikontrol menurut
kemauan hatinya, sedikit merandek berbareng tangan kiri
jinjing badan Khing Ciau terus didorong kesamping.
Tapi sekilas itu lekas sekali Lian Ceng-poh sudah gunakan
Yan-ceng-cap-pwe-hoan (burung walet jumpalitan delapan
belas kali) beruntung ia bergelundungan beberapa tombak
jauhnya, disaat badannya melejit bangun berbareng ia ayun
tangannya, "Blum!" segulung sinar api mendadak meledak
dengan dahsyat, seketika asap tebal berkembang keempat
penjuru, ditengah2 keremangan asap tebal itu beterbangan
jarum2 lembut sebesar rambut kerbau bewarna kuning emas
diselingi suara mendesis ramai seketika Khing Ciau merasa
segulung bau busuk dan amis yang memualkan merangsang
hidung, seketika mata berkunang dan kepala berat,
kesadarannya mulai kabur.
Kiranya senjata rahasia yang digunakan Lian Ceng-poh kali
ini adalah senjata rahasia terampuh dan jahat serta keji dari
golongan Sia-pay, dinamakan Tok-u-kim-ciam-liat-yan-tan
(granat kabut beracun dan jarum emas), jauh lebih lihay dari
Tho-hoa-ciang tadi.
Hong-lay-mo-li tidak menyangka orang masih menyimpan
senjata rahasia terlihay untuk babak terakhir ini, keruan bukan
kepalang kagetnya, sekali raih ia bawa badan Khing Ciau,
dengan Sip-hiong-kiau-hon-hun.
Ginkang tingkat tinggi ia jumpalitan tiga tombak
kebelakang, Kejadian berlangsung teramat cepat, terasa oleh
Khing Ciau bawah ketiaknya terasa sakit seperti ditusuk jarum,
seketika ia menjerit, kembali ia menghirup asap beracun dua
kali, seketika badan lemas lunglai jatuh semaput. Disaat itu
pula Lian Ceng-poh sudah kabur tak kelihatan bayangannya
pula. Entah berselang berapa lamanya, waktu Khing Ciau siuman
dari pingsannya, terasa hidung mengendus bau harum,
ternyata dirinya rebah diatas ranjang. Bergegas Khing Ciau
merangkak bangun, dengan kepala masih terasa berat ia
celingukan kian kemari, didapati dirinya berada disebuah
kamar buku, terbukti sekelilingnya penuh dengan rak2 yang
berjajar dengan koleksi buku2, diatas dinding penuh ditempeli
gambar2 lukisan dari pelukis2 kuno yang kenamaan.
Serta merta Khing Ciau meraba2 badan sendiri, mendadak
jantungnya serasa hampir melonjak keluar, ternyata buku
warisan peninggalan ayahnya yang disimpan dibalik bajunya
sudah terbang tanpa sayap.
Disaat ia bingung dan gelisah, didengarnya langkah kaki
mendatangi, daun pintu terbuka dilihatnya seorang budak
perempuan melangkah masuk, sekilas ia pandang dirinya,
katanya tertawa: "Kau sudah siuman" Bagus, dari air
mukamu, racun yang mengeram dalam badanmu agaknya
sudah terkuras habis. Hayolah ikut aku, Siocia kami hendak
bicara dengan kau!"
Khing Ciau sudah pasrah nasib, tanpa ragu2 ia ikuti budak
itu keluar. Setelah melewati sebuah serambi panjang mereka
memasuki sebuah ruang pendopo, dilihatnya Hong-lay-mo-li
sudah duduk bercokol disana, tak jauh dihada-pannya
bergerombol kawanan brandal anak buah Lian Ceng-poh yang
ditawannya, seolah2 dirinya sedang memasuki ruang sidang
pengadilan layaknya.
Budak itu lapor: "Bocah she Khing sudah dibawa kemari,
silakan Siocia memutuskan!"
"Baik, suruh dia duduk disamping, setelah urusan orang
banyak selesai nanti kutanya dia." sahut Hong-lay-mo-li sambil
mengulap tangan. Khing Ciau mendengus hidung, dengan
angker dia duduk dikursi yang ditunjuk.
"Bagaimana, kalian sudah pikir matang belum?" tanya
Hong-lay-mo-li lebih lanjut kepada kawanan brandal
dihadapannya. "Kalian suka ikut Giok-bin-yau-hou atau rela
ikut aku?"
Kawanan brandal itu menjawab bersama: "Kita dulu
dikelabui dan diancam ooleh siluman rase itu, terpaksa harus
tunduk dan bekerja untuk kepentingannya. Siocia sudah
berhasil menggebahnya lari mencawat ekor, sungguh kami
amat berterima kasih, dengan senang hati terima menghamba
diri, silakan Li-hiap memberi petunjuk."
"Apa benar kalian tunduk lahir batin" Aku mengiris
hidungmu, memotong kupingmu, apa kalianpun tak merasa
dendam dan sakit hati?" ia tuding dua orang laki2 bertubuh
tegap dibarisan paling depan.
Gemetar kedua brandal ini, sahutnya dengan takut2:
"Hamba hanya mohon pengampunan mana berani dendam
kepada Lihiap?"
Hong-lay-mo-li tertawa dingin: "Kalian sudah tahu takut ya"
Biasanya kalian berlaku kejam dan telengas, pernahkah
terpikir oleh kalian orang lainpun hanya punya selembar jiwa?"
- ternyata kedua orang ini adalah gembong iblis yang doyan
main bunuh dikalangan brandal.
Pucat pias muka kedua brandal ini, ter-sipu2 mereka
jatuhkan diri berlutut, serunya gemetar: "Harap Lihiap
memberi ampun, hamba rela menjadi budak Lihiap."
Hong-lay-mo-li mendengus, katanya: "Kemana wibawa
kalian biasanya " Hm, orang seperti kalian menjadi
budakkupun tidak setimpal."
"Aku tahu kalian adalah anak buah Giok-bin-yau-hou yang
paling di andalkan, suatu ketika kalian berebut daerah operasi
dengan Li-ma-cu di Jiangciu, Li-ma-cu adalah anak buah
pimpinan laskar rakyat di Jiangciu, kalian kalah kuat dan tidak
ungkulan melawannya, lalu diam2 memberi kabar pihak
pasukan Kim, meminjam kekuatan tentara Kim menggempur
dan menduduki pangkalan mereka, dengan mudah kalian lalu
memungut keuntungan ini, benar tidak kejadian itu?"
Kejadian itu amat rahasia, kedua brandal ini sungguh tidak
nyana Hong-lay-mo-li mengetahui kejahatan mereka masa lalu
demikian jelas, saking ketakutan mulut terkencing tak berani
bersuara, cuma kepala manggut2.
Bentak Hong-lay-mo-li: "Apakah Giok-bin-you-hou yang
perintahkan kalian melakukan kejahatan ini?"
Khing Ciau berkeringat dingin, jantungnya berdebur keras
hampir saja melonjak keluar dari rongga dadanya, Dengan
penuh perhatian ia pasang kuping, Lian Ceng-poh adalah
teman atau musuh bangsa, tergantung dari jawaban kedua
brandal ini. Hong-lay-mo-li ulangi pertanyaannya, namun tidak
mendapat jawaban, semula kedua brandal ini berlutut sambil
manggut2, kini keduanya diam saja tanpa bergerak San San
dan Tai Mo segera maju memeriksa, teriaknya berbareng:
"Kedua bangsat ini sudah mampus!"
Mendengar Hong-lay-mo-li memaki mereka menjadi
budakpun tak setimpal, saking takut seketika jantung nya
pecah. Bahwasanya pertanyaan Hong-lay-mo-li selanjutnya
sudah tidak mereka dengar, karena jiwa sudah melayang.
"Hanya pembunuh kejam saja yang berjiwa kerdil dan
paling penakut. Seret mereka keluar dan lempar kelembah
gunung biar dimakan serigala! jangan bikin kotor daerahku!"
Kawanan brandal yang lain seketika pucat dan gemetar,
Lekas Hong-lay-mo-li menambahkan "Kalian tidak perlu takut,
salah benar aku bisa bertindak secara wajar dan jelas, dinilai
dari sepak terjang kalian biasanya, meski lebih banyak
melakukan kejahatan dari kebaikan, namun belum setimpal
dihukum mati, aku boleh ampuni jiwa kalian, asal kalian mau
mendengar petunjukku."
Serempak kawanan brandal itu menjawab bersama:
"Silakan Lihiap memberi petunjuk!"
"Biar kuajukan tiga syarat kepada kalian pertama, dilarang
membuat kejahatan di daerah setempat, membunuh tanpa
dosa. Kedua: dilarang memperkosa berbuat cabul, merampok
dan merugikan kepentingan rakyat, diidzinkan merampas milik
yang punya untuk menolong yang miskin, bunuh pejabat lalim
dan kuras gudang hartanya, Ketiga kita harus kibarkan
bendera menentang kerajaan Kim bersama, siapa saja yang
menerima panah perintahku, diharuskan bekerja menurut
petunjuk dan tidak boleh lalai, kalian suka terima syarat2ku?"
Sepatah demi sepatah kata2 Hong-lay-mo-li dijawab
dengan tegas dan lantang, Hong-lay-mo-li tertawa dingin,
jengeknya: "Sekarang kalian tunduk dan setuju akan syaratku,
jangan menyesal dikelak kemudian, sekarang kulepas kalian
pulang, bukan saja tidak akan mengangkangi pangkalan
kalian, kalianpun tidak perlu kirim upeti kepadaku, jikalau
kuketahui siapa2 diantara kalian yang melanggar janji, aku
tidak kenal am-pun, kedua orang ini menjadi contoh bagi
kalian." Kawanan brandal menyahut bersama: "Tidak berani, tidak
berani. Se-kali2 kita takkan berani melanggar sumpah setia
hari ini." semula mereka sangka setelah terjatuh ditangan iblis
perempuan (Mo-li) ini, tiada harapan pulang dengan selamat,
tak nyana Hong-lay-mo-li tidak bunuh mereka, malah
meringankan beban tak usah memberi upeti pula, maka
mereka pulang dengan hati riang gembira dan syukur.
"Sekarang giliranku tanya kepada kau?" ujar Hong-lay-mo-li
kepada Khing Ciau.
"Aku tidak perduli si dia itu apamu, kekasih, musuh, tuan
penolong atau sanak kandangmu, pendek kata, kau sudah
tahu asal usulnya, kau harus jelaskan ke-padaku!"
"Kau pandang aku sebagai tawanan, hendak kompes
keteranganku" Bunuh aku saja!" sahut Khing Ciau lantang.
Dengan gagah ia berdiri dihadapan Hong-lay-mo-li sambil
tutup mulut rapat2.
Hong-lay-mo-li rada melengak, katanya halus: "Ketahuilah,
semua anak buahnya yang tahu seluk beluknya tiada
seorangpun yang selamat, meski dayang priba-dinyapun dia
bunuh, kau sendiripun merasakan jarum dan asap berbisa itu,
untung jiwamu kutolong, namun kau masih membelanya
mati2an?" Khing Ciau tetap membungkam.
Hong-lay-mo-li menghela napas: "Sayang, sayang, sayang
jerih payah ayahmu dihari tuanya!"
Baru sekarang Khing Ciau berteriak: "O, jadi buku
peninggalan ayahku, kaulah yang mengambilnya" Lekas
kembalikan kepadaku!"
"Begitu besar tekadmu membela siluman rase itu, mana
aku bisa lega hati mengembalikan buku itu kepadanya "
Bagaimana mau jelaskan tidak?"


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona Lian jelas adalah pendekar besar bangsa Han kita,
kau selalu memfitnahnya, Ketahuilah, diapun buronan
kerajaan Kim yang pernah bentrok langsung dengan mereka."
"O, cara bagaimana dia bentrok dengan jago2 kerajaan
Kim?" "Bulan yang lalu dia bunuh dua Busu negeri Kim di
Tiongtoh, tak lama kemudian membunuh dua orang dari
pasukan Kim-wi-kun di Bit-hun."
"Gok-bin-yau-hou sendiri yang beritahu kepadamu tentang
kejadian itu?"
"Benar, memangnya bukan kenyataan?"
"Tai Mo, coba kau saja yang jelaskan tentang kejadian itu."
kata Hong-lay-mo-li kepada anak buahnya, "Bulan yang lalu
aku mendapat tugas dari Siocia, untuk menyirapi jejak duta
besar Mongol, pihak negeri Kim mengutus dua anggota Kimwi-
kun untuk menyambut ditengah jalan, kebetulan di Bi-hun
aku berhasil menguntit mereka." demikian tutur Tai Mo.
"Malam itu secara diam2 aku menyelundup kedalam tempat
penginapan Duta besar itu, kucuri dengar pembicaraan
mereka, aku sembunyi diatas belandar, belum sepeminuman
teh, dipinggir telingaku seperti kudengar orang berbisik: "Nona
cilik waspadalah, ada tikus hendak menggigit kau!"
Keruan aku kaget, sekelilingku tiada orang, pada saat
itulah, Duta besar Mongol itu mendadak membentak: "Turun!"
"Hebat sekali Bik-khong-ciang duta besar ini, untung aku
sudah menyingkir dua kaki, balok blandar tempat sembunyiku
tadi seketika terpukul putus seperti terbacok golok, Untung
sebelum jejakku konangan, tiba2 terdengar seseorang
bergelak tawa: "Aku berada disini, apa kalian sudah picak semua?" entah
kapan mendadak dalam ruang itu tambah seseorang,
"Orang ini berdandan seperti pelajar umumnya, kedua
matanya mengawasi langit, berdiri tegak bertolak pinggang
ditengah ruangan, mulutnya berkakakan menghadapi Duta
besar Mongol itu.
"Siapa kau?" tanya Duta besar Mongol dengan keras.
pelajar itu menjawab: "Akulah duta penyabut nyawamu!"
kontan Duta besar Mongol lontarkan tepukan tapak tangannya,
kedua orang berjarak tiga kaki, dengan telak secara
berhadapan pelajar itu menghadapi kekuatan Bik-khong-ciang
orang, namun pakaiannyapun tak kelihatan bergerak,
sebaliknya Duta besar Mongol itu mendadak seperti ditonjok
dadanya, terhuyung mundur malah, mulut terpentang
menyemburkan darah segar.
"Kontan kedua anggota Kim-wi-hun menjadi keripuhan,
lekas mereka lolos senjata, berbareng lantas membacok
kepada si pelajar, Kedua orang ini ternyata berkepandaian
cukup hebat, gerak geriknya lincah lagi, seorang yang
bergaman golok sekaligus lancarkan sejurus tujuh tipu ilmu
goloknya, dalam sekejap ia sudah menyerang tiga belas jurus,
menggunakan sembilan puluh satu tipu2 lihay seorang lagi
bergaman Boan-koan-pit, serempak ia merangsak maju,
sekaligus mengincar delapan Hiat-to besar ditubuh si pelajar."
Hong-lay-mo-li tertawa, ujarnya: "Agaknya kepandaian
mereka termasuk kelas dua dikalangan persilatan."
Tai Mo meneruskan ceritanya: "Serangan mereka cepat,
pelajar itu lebih cepat, tipu2 mereka gonas, pelajar itu lebih
telengas, Entah bagaimana tahu2 golok musuh kena
direbutnya, berbareng kedua potlot musuh itupun kena
dipukulnya jatuh. Dengan goloknya pelajar itu bunuh kedua
perwira Bayangkari dan memukul mampus Duta besar Mongol,
kejadian berlangsung dalam dua tegukan orang minum teh.
Betapa hebat dan menggiriskan pertempuran itu, sukar aku
melukiskan dengan kata2."
Berkata Hong lay-mo-li tertawa: "Selama aku kelana di
Kangouw, belum pernah menghadapi lawan tangguh,
Mendengar ceritamu ini, aku jadi pingin bertanding dengan
pelajar itu, Akhirnya bagaimana?"
"Akhirnya aku ucapkan terima kasih bepadanya, mohon dia
suka perkenalkan namanya. Dia malah bergelak tertawa,
sekejap saja tahu2 bayangannya sudah lenyap dari
pandanganku dari jauh kudengar kumandang senandungnya!"
"Aku sudah tahu!" Hong-lay-mo-li tiba2 tepuk tangannya,
"pelajar itu tentulah Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa
Kok-ham!" lalu ia berpaling kepada Khing Ciau dan
menjengek: "Kau sudah dengar bukan, peristiwa itu adalah buah tangan
pendekar Latah Hoa Kok-ham, apa sangkut pautnya dengan
Giok-bin-yau-hou?"
"Baik, anggap saja memang dia membual dalam hal ini,
tapi sesuatu pernah terjadi atas diriku, waktu aku terkepung
oleh kawanan Busu di Siok-ciu, dia bunuh banyak kawanan
Busu secara diam2 sehingga aku lolos dari bahaya!" lalu ia
ceritakan pengalaman dirinya waktu itu.
Entah mengapa kini dalam sanubari Khing Ciau merasakan
suatu wibawa dan keangkeran yang tak bisa dilawan dari
keagungkan Hong-lay-mo-li, rasa penasaran dan
permusuhannyapun semakin nipis.
"Jadi waktu malam itu kau pulang kerumah, ibu dan kacung
rumahmu Ong An dan Siau-hong sudah terbunuh, Masakah
didalam hal ini tiada seluk beluk yang dapat dicurigai" Kau
percaya demikian saja akan obrolan Giok-bin-yau-hou?"
Khing Ciau terkejut, teriaknya: "Apa katamu" Kau,
maksudmu pembunuhnya adalah nona Lian malah" Tapi
tutukan yang mengarah Siau-yau-hiat dan Toh-kut-ting itu
adalah kepandaian yang dimiliki oleh keluarga Cin saja,
bagaimana hal itu bisa terjadi?"
"Kedua ilmu itu memang warisan keluarga Cin, tapi bagi
tokoh silat yang lihay, tidak sukar meniru dan bisa
menggunakan kedua macam itu" Coba lihat...." tiba2 jarinya
menuding kearah Khing Ciau dari kejauhan, Kontan Khing Ciau
rasakan pinggangnya kesemutan, tanpa sadar ia tertawa
keras, lekas Hong-lay-mo-li tambahi sekali tutukan lagi
membuka Hiat-tonya tadi.
Keruan tersirap darah Khing Ciau, dalam jarak beberapa
kaki Hong-lay-mo-li dapat lancarkan tutu-kannya dengan telak
dan kuat, naga2nya malah jauh lebih lihay dari pamannya.
Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Kepandaian, Giok-binyau-
hou tidak jauh dibawahku, siapa tahu kalau diapun bisa
menggunakan kedua ilmu ini" Ter-bukti para Hwesio dari
Thian-ling-si bukankah sama mati oleh serangan Toh-kuttingnya?"
"Banjir darah di Thian-ling-si terang bukan per-buatannya,
karena dalam tiga hari tiga malam itu, dia selalu berada
didampingku, memangnya dia punya ilmu membagi diri?"
Hong-lay-mo-li unjuk rasa heran, sesaat ia menerawang,
Katanya kemudian: "Baik, soal ini sementara tunda dulu, buku
peninggalan ayahmu ini biar ku-kembalikan dulu kepada kau."
Khing Ciau menerima buku itu dan hendak disimpan kedalam
kantongnya, Tiba2 Hong-lay-mo-li bertanya pula: "Kau pandang buku
peninggalan ayahmu itu lebih penting dari jiwamu sendiri
kenapa kau perlihatkan kepada siluman rase itu?"
Khing Ciau melengak, katanya menentang: "Siapa bilang
aku perlihatkan kepadanya?"
"Coba kau periksa, ada apa didalam lembaran bukumu itu?"
Selembar demi selembar Khing Ciau membalik buku itu,
tanyanya hambar: "Ada apanya?"
"Periksa lagi lebih teliti!"
Mendadak Khing Ciau berseru heran, ternyata pada
lembaran terakhir ada terselip seutas rambut panjang.
"Coba kau ambil rambut itu, periksalah, apakah itu mirip
rambut laki" Rambut itu kriting, berlainan dengan rambutku!"
Khing Ciau lihat rambut ini memang keriting, hatinya bertanya2
dan tak bisa berkeputusan sebagai Iaki2 jujur dan
lapang dada tak enak ia mendebat terus, akhirnya ia mandah
bungkam saja. "Sampai sekarang kau masih pandang siluman rase itu
sebagai orang baik" Ya, terserah kepadamu, ingin aku tanya,
bagaimana rencanamu selanjutnya?"
Khing Ciau angkat kepala, sahutnya lantang: "Kalau kau
lepas aku, sudah tentu aku akan ke Kanglam."
"Baik, pergilah istirahat setelah luka2mu sembuh kusuruh
orang mengantarmu turun gunung." lalu ia suruh budak tadi
mengantar Khing Ciau pulang ke-kamarnya.
Beberapa hari lamanya Khing Ciau harus rebah istirahat
diatas ranjang minum obat, dalam beberapa hari ini hanya
San San saja yang sering datang menengok dirinya.
Kira2 seminggu kemudian baru Hong-lay-mo-li datang
menengok dirinya, tanyanya: "Bagaimana sudah lebih baik
tidak hari ini?"
"Jauh lebih baik, terima kasih, kukira dalam beberapa hari
lagi aku sudah bisa berangkat!"
"Ya setelah kadar racun dalam badanmu bersih seluruhnya,
boleh kau berangkat Aku sendiri ada urusan penting yang
perlu segera kuselesaikan, legakan saja kau istirahat disini,
San San, setelah aku pergi segala sesuatunya kupasrahkan
kepadamu! Boleh kau antar Khing-siangkong sehingga dia
selamat meninggalkan wilayah Hopak."
Khing Ciau jadi rikuh dan kurang enak, katanya: "Setelah
luka2ku sembuh, aku bisa berangkat sendiri tak usah
merepotkan nona San San!"
"Kau sekarang sudah jadi buronan kerajaan Kim. seorang
diri bagaimana kalau kau kebentur oleh musuh2 setingkat
Pakkiong 0u. Bila sudah keluar dari wilayah Hopak barulah
keadaanmu rada mending, sebagai sesama kaum persilatan
tak usah kau sungkan2."
Setelah memberikan pesan dan petunjuknya Hong-lay-mo-li
lantas berangkat seorang diri. sementara Khing Ciau tinggal
lagi lima hari baru kesehatannya mulai pulih, Setelah San San
memberi obat segera ia menggoda: "Khing-siangkong tadi
seorang diri kau melamun, apa sih yang sedang kau pikiri?"
"Tiada yang kupikirkan, cuma besok aku harus berangkat!"
Begitulah sepanjang jalan memang Khing Ciau diiringi dan
dilindungi oleh San San sampai disini, sudah tentu banyak pula
suka duka yang mereka alami ditengah jalan, namun biarlah
pengalaman yang berbekas itu kami kesampingkan dulu.
Berlinang air mata Cin Long giok mendengar cerita Khing
Ciau yang panjang lebar ini, katanya. "San-cici, kau betul2
seorang perempuan satria yang gagah perkasa! Em, kau
sudah angkat saudara dengan Ciau-ko, berarti menjadi ciciku
pula, harap sukalah terima hormat Siaumoay!"
San San lekas memapahnya bangun serta balas memberi
hormat, katanya: "Cin-cici, kau mengalami banyak derita yang
begitu mengenaskan, aku sendiri tidak tahu, tadi malah
menyalahkan kau!" tangan mereka saling genggam dengan
kencang. Tatkala itu hari sudah menjelang magrib, sang surya sudah
doyong kearah barat, sementara perahu yang mereka naiki
sudah hampir tiba disebrang sana, Hong-Iay-mo-li berdiri
dihaluan kapal, matanya memandang jauh kesana, tiba2 ia
berteriak: "Lekas kalian lihat, disana seperti terbit kebakaran!"
Tampak dibalik Jian-hud-san sebelah sana, asap tebal
mengepul tinggi, Cahaya merah mengangah menjulang tinggi
keangkasa. Khing Ciau kaget, serunya: "Tempat kebakaran agaknya
tepat ditangsi besar kita!"
Begitu mendarat, mereka berempat segera ber-lari2
kencang kearah nyala api, mereka kembangkan ginkang
ditengah jalan raya tanpa hiraukan perhatian dan bikin heran
orang2 dijalan raya.
Cepat sekali Khing Ciau berempat sudah tiba ditempat
kebakaran, ternyata markas tentara sebesar itu kini sudah
terjilat habis oleh api, kobaran api sudah tertekan dan hampir
padam oleh kerja berat para tentara.
Seorang perwira kebetulan berlari datang dan berteriak
"Kebetulan, Khing-siangkong sudah kembali." Khing Ciau kenal
orang ini adalah pengawal pribadi pamannya, lekas ia
memapak maju dan menyapa: "Apa yang terjadi, mana
pamanku" Kenapa Sin-ciang-kun tidak kelihatan?"
Pengawal itu tiba2 bercucuran air mata, katanya dengan
sedih: "Goanswe terbunuh orang!"
Seperti mendengar geledek disiang hari bolong, seketika
Khing Ciau tertegun menjublek ditempatnya.
Hong-lay-mo-li lekas menimbrung: "Atur dulu napasmu
apakah yang terjadi" Goanswe dibunuh oleh siapa?"
"Thio-tohwi memberontak!"
Menyala biji mata Khing Ciau, teriaknya: "Maksudmu Thio
Ting-kok?"
"Benar, dia pura2 ada urusan menghadap Goan-swe lalu
membunuhnya, markas besar dibakarnya pula, sekarang dia
pimpin pasukannya yang ikut berontak keluar kota."
Hong-lay-mo-li membanting kaki, katanya: "Kami kena
dipancing harimau meninggalkan sarangnya oleh siluman rase
itu." Tanpa penjelasan lebih lanjut, Khing Ciau sudah paham
duduknya perkara, terang sebelumnya Lian Ceng-poh sudah
berintrik dengan Thio Ting-kok, disaat Khing Ciau memenuhi
undangan pertemuan dengan Lian Ceng-poh, baru dia berani
turun tangan. "Mana Sin-ciang-kim?" tanya Khing Ciau.
"Sin-ciangkun pergi mengejar para pemberontak itu."
"Lewat jalan mana?"
"Kearah barat!"
Tanpa banyak membuang waktu Khing Ciau segera minta
empat kuda, katanya: "Bekuk dulu pemberontak itu, baru
berurusan dengan siluman rase itu!" segera ia mendahului
cemplak keatas kuda terus di-bedal kearah pintu berat.
Hari semakin gelap, kuda mereka mencongklang dengan
pesat, akhirnya mereka tiba dibawah bukit gu-nung, tampak
obor berlarik panjang mengelilingi bu-kit, sepasukan besar
tentara bersenjata lengkap seperti merubungi sebuah arena
pertempuran kiranya Sin Gi-cik berhasil menyandak Thio Tingkok,
dua pasukan teraling sebuah selat dan berhadapan
terang suatu pertempuran besar acak2an bakal berlangsung.
Khing Ciau cukup dikenal oleh anak buah pamannya,
segera mereka membuka jalan, sehingga Khing Ciau terus
membedal kedepan, dilihatnya Sin Gi-cik sedang mengayun
pecut dipunggung kudanya, menuding laskar pemberontak
yang dipimpin Thio Tmg-kok: "Thio Tiang-kok pengkhianat
keluar kau!"


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laskar pemberontak menduduki atas bukit, bergerombol
tak terhitung banyaknya, jumlahnya lebih besar dari anak
buah Sin Gi-cik. Se-konyong2 terdengar bunyi terompet ditiup,
dari tengah laskar pemberontak berkibar sebuah panji besar
yang melambai megah bertuliskan satu huruf "Thio" yang
besar menyolok, disusul Thio Ting-kok muncul dari barisannya
menunggang seekor kuda tinggi kekar.
Diatas kudanya ia balas tuding Sin Gi-cik dan membentak:
"sekian tahun kita sama2 berdampingan, kenapa kita saling
cakar sendiri" Lebih baik bergabung saja demi urusan besar
tercapai!"
Sin Gi-cik memakinya: "Sekian tahun kau membantu
Goanswe, betapa kebaikan yang pernah kau dapatkan dari
beliau, kenapa kau membunuhnya malah" Kini masih tebal
muka kau bicara persaudaraan segala?" semakin bicara
emosinya menghayati sanubari-nya, suaranya semakin lantang
dan perkasa: "Saudara disana dengarkan, Thio Ting-kok membunuh
atasannya untuk memberontak menyerah kepada musuh,
kalian adalah patriot2 bangsa yang setia kepada nusa, kenapa
ikut mengekor memberontak, mungkin kalian kena dikelabui
oleh dia, kini masih ada kesempatan menyesali diri dan
berpaling muka. Lekaslah kembali, kita masih kawan
seperjuangan."
Khing Ciau segera menambahkan: "Dosa2 besar Thio Tingkok
dia sendiri yang harus terima ganjarannya, bila siapa
berhasil memenggal kepala Thio Ting-kok akan diberi hadiah
besar, disamping pangkat kedudukan yang setingkat dengan
Thio Ting-kok!"
Thio Ting-kok adalah panglima perang yang gagah berani,
anak buahnya mana berani membunuhnya" Tapi kata2 Sin Gicik
tadi sudah merusak dan mengetuk sanubari mereka, ada
sebarisan laskar pemberontak ber-ramai2 membuang senjata
mengeprak kuda lari kebawah.
Thio Ting-kok ulapkan sebelah tangannya, bentak-nya:
"Bunuh tunggangan mereka!"
Seketika hujan anak panah memberondong kebawah,
semua kuda tunggangan orang2 yang lari turun terpanah mati
sehingga penunggangnya jungkir balik sungsang sumbel
saling tindih. Thio Ting-kok ter-bahak2. Se-konyong2 didengar-nya
sebuah hardikan keras dari sampingnya: "Pengkhianat,
mampuslah kau!" tahu2 golok panjang terayun membacok
kebatok kepala Thio Ting-kok.
Dari kejauhan Sin Gi-cik melihat jelas penyerang ini adalah
Cin Hou, sahabat baiknya, perbuatan Cin Hoa amat mendadak
dan tak terduga, disaat batok kepala Thio Ting-kok hampir
terpenggal itulah, tiba2 terdengar suara "Trang", seorang
perwira dipinggir Thio Ting-kok tahu2 sudah berhasil merebut
golok panjang itu terus dibuang kedalam jurang.
Kejadian berlangsung teramat cepat, belum lagi Cin Hou
angkat tangan menghantam musuh, tahu2 dirinya sudah
tercengkram tak berkutik dan terangkat tinggi, setelah diputar
kencang seperti kitiran, badannya terus dilempar kearah batu
cadas disebrang sana. Terdengarlah lolong panjang yang mengerikan,
Cin Hou hancur lebur menjadi bergedel
Kaget dan gusar bukan main Sin Gi-cik dibuatnya, ia tahu
sampai dimana tingkat kepandaian Cin Hou, Diluar tahunya
bahwa Thio Ting-kok menyembunyikan pembantu gelapnya
yang lebih lihay lagi.
Thio Ting-kok ter-loroh2, serunya sambil menuding dengan
cambuk: "Kau kira mata2mu dengan mudah bisa membokong
aku" siapa berani petingkah lagi Cin Hou sebagai contohnya."
Melihat sahabatnya gugur begitu mengenaskan sungguh
tak terkendali amarah Sin Gi-cik, serunya lantang:
"Pengkhianat, turunlah hadapi aku!"
Thio Ting-kok mandah tertawa besar, ujarnya: "Kau bukan
tandinganku, menyerah saja bergabung dengan akui"
Gusar Sin Gi-cik bukan kepalang, lekas ia keprak kudanya
pimpin pasukannya menyerang maju, beberapa anak buah
Thio Ting-kok yang terdepan dengan mudah ia bikin roboh
sungsang sumbel, Thio Ting-kok ter-loroh2, lekas ia memberi
aba2, barisan panahnya segera menarik busur membidik
beramai2, ribuan anak panah serempak meluncur kebawah.
Sin Gi-cik putar kencang tombak panjangnya, sehingga
tiada anak panah yang mengenai dirinya, celaka adalah anak
buahnya yang ikut menerjang datang,, tidak sedikit yang
roboh terluka atau binasa.
Sekonyong2 terdengar Thio Ting-kok menghardik "Yu-an,
jangan kau menyesali tangan terayun ia timpukkan sebatang
piau, tenaga lengannya besar, bobot piau inipun cukup berat,
maka luncurannya mengeluarkan suara mendesis nyaring
Untunglah sebelum Sin Gi-cik tercabut nyawanya oleh piau
ini tiba2 sinar kilat berkelebat "Tang", ternyata Khing Ciau
menyusul tiba tepat pada waktunya, dengan sekali sampuk
dengan pedang ia bikin piau itu jatuh, serunya kepada Sin Gicik:
"Yu-an, tidak perlu main kekerasan dengan para
pengkhianat itu, Liu lihiap tentu punya caranya sendiri
menghadapinya!"
Tepat pada saat itulah tiba2 pasukan Thio Ting-kok
dilamping gunung sama2 berseru gempar, Waktu Sin dan
Khing berdua mendongak,, dilihatnya segumpal bayangan
hitam laksana meteor terbang tengah meluncur turun dari
puncak gunung disebrang sana yang curam dan tinggi, seperti
seekor burung raksasa, mendadak kembangkan sayap
menukik turun menubruk mangsanya.
Ternyata dengan mengandal Ginkangnya yang tinggi Honglay-
mo-li berputar kepuncak gunung sebelah sana, tiba diatas
puncak dimana kedudukan Thio Ting-kok sekarang berada,
langsung ia terjun dari lamping gunung yang curam itu, sudah
tentu dari sini bahayanya jauh lebih besar dari pada dia
menyebrang selat langsung berhadapan dengan musuh.
Kebetulan Thio Tiang-kok dan beberapa orang anak
buahnya sedang berada dibawah lamping gunung yang
tingginya tidak kurang dua tiga puluh tombak, dari atas
kebawah lempang dan curam seperti dinding yang ditatah
tegak rata, tiada tempat berpijak untuk pinjam tenaga, jangan
kata dibawah jurang sana batu2 gunung bercuat runcing.
Disebelah sinipun ada musuh yang bakal merintangi dan
menyerangnya, seumpama ditempat datar yang berumput
tebal, bila terjatuh dari tempat ketinggian seperti itu, badan
pasti hancur lebur. Mimpipun Thio Ting-kok tidak menduga,
Hong-lay-mo-li punya nyali dan keberanian yang begitu besar.
Satu Brigade barisan pemanah Thio Ting-kok sudah
pengalaman dimedan perang, meski kaget tidak jadi gugup
dan ribut, ditengah seruan kaget riuh rendah, tiga ratusan
pemanah segera bidikan anak panahnya.
Hebat memang kepandaian Hong-lay-mo-li, ditengah udara
ia perlihatkan kehebatan Ginkang dan Lwekangnya, lekas
tumit kaki kiri menjejak punggung tapak kaki kanan, badannya
mendadak meluncur minggir beberapa tombak, sehingga ia
terhindar dari bidikan hujan panah.
Betapapun tiga ratus batang panah tidak bisa dia hindarkan
seluruhnya, kira2 dua tiga puluh batang diantaranya yang
dibidikan belakangan tetap mengarah dirinya, namun
semuanya kena disampuk jatuh oleh kebutannya.
Belum lagi para pemanah sempat membidikan panahnya
pula, cepat sekali, Hong-lay-mo-li sudah jumpalitan ditengah
udara dengan kepala dibawah kaki diatas menukik turun,
cepat sekali ia sudah meraih ujung galah bendera Thio Tingkok,
sekaligus ia punahkan tekanan luncuran badannya yang
keras sehingga badannya tidak terbanting keras kebawah.
Belum lagi orang banyak sempat berbuat apa2, sigap sekali
Hong-lay-mo-li sudah cabut pedang, ?"Krak" galah bendera tu
sudah terbabat putus ditengah2, berbareng dengan enteng ia
hinggap ditanah, segera ia ayun dan mainkan panji besar itu
dengan sengit. Dilandasi oleh Lwe-kangnya yang tinggi, bendera yang
besar ini laksana sebuah tameng besar, bidikan panah yang
membron-dong tiba dengan gampang dia kebut rontok oleh
kobaran panji besar ditangannya, celaka adalah anak panah
itu banyak yang terpental balik sehingga tidak sedikit
pengawal pribadi Thio Ting-kok yang terluka oleh panah
sendiri. Bagai angin puyuh cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah
menubruk kearah Thio Ting-kok, dimana ia kebas pula dengan
gulungan panji besar itu, beberapa orang pengawalnya dia
bikin roboh, se-konyong2 seutas cambuk panjang menyapu
datang, Hong-lay-mo-li lempar panji besar itu ketengah udara,
berbareng iapun melompat keatas, cambuk panjang
menyamber lewat dibawah kakinya, cepat sekali ia sudah
berada disamping perwira ini, jengeknya: "Kiranya kau!"
Perwira inilah yang tadi membanting mati Cin Hou, kini
diapun sudah mengenali Hong-lay-mo-li, keruan kagetnya
bukan kepalang, namun meski tahu diri bukan tandingan,
betapapun ia harus berusaha mencari jalan hidup, dalam
waktu dekat cambuknya tak mungkin digulung balik, sebat
sekali ia gunakan To-sing-thi-to, kedua kakinya menendang
bergantian, sementara tapak tangan kiri menabas tegak
laksana golok dengan jurus Hian-niau-hoat-sa, serangan
serempak dari kedua tendangan dan tapak tangan ini,
sekaligus memperlihatkan betapa tinggi Lwekang dan
kepandaiannya. Betapapun tinggi kepandaiannya, kebentur ditangan Honglay-
mo-li yang jauh lebih unggul kepandaiannya, cukup ia
berkelit dan berkelebat, kedua tendangan kaki mengenai
tempat kosong, "Mau lari kemana?" sekali cengkram entah
bagaimana tahu2 pergelangan tangan kiri sudah tercengkram
oleh Hong-lay-mo-li, jadi jurus Hian-niau-hoat-sanya ini baru
dilancarkan setengah jalan.
Tepat pada saat itu, golok cepat Thio Ting-kok kebetulan
membacok datang, sungguh tak nyana hanya dalam
segebrakan saja perwira andalannya ini sudah jatuh tertawan
oleh Hong-lay-mo-li, bacokkan-nya ini amat berat dan
kencang, untuk ditarik balik tidak mungkin lagi, jelas goloknya
bakal memenggal badan kawan sendiri
Dengan susah payah Hong-lay-mo-li baru berhasil
membekuk seorang tawanan hidup2, sudah tentu ia tidak
membiarkan si perwira ini terbacok mampus, di-saat2 yang
genting itulah, mendadak ia sendal siperwira, berbareng
kebutannya terkembang, "Tang" golok panjang Thio Ting-kok
tergulung lepas dari cekalannya, cepat sekali ia putar
kebutannya, dengan gagang kebutannya sekaligus ia tutuk
Hiat-to pelemas dibadan Thio Ting-kok.
Beberapa jurus ini berlangsung teramat cepat begitu
berhasil meringkus Thio Ting-kok, belum lagi badan si perwira
itu melayang turun, lekas Hong-lay-mo-li melangkah maju dua
langkah, kebetulan meraih badan si perwira yang melayang
jatuh, puluhan Busu anak buah Thio Tiang-kok sama
ketakutan dan tak berani berbuat apa2.
Barisan pemanah sudah siap pula membidikan anak
panahnya, lekas Hong-lay-mo-ling jinjing tinggi badan Thio
Ting-kok serta menggertak: "Suruhlah mereka membidikan
panahnya kemari!"
Keruan kejut dan takut Thio Ting-kok se-akan2 arwahnya
copot, lekas ia berteriak: "Lekas turunkan busur, mundur
sepuluh langkah!"
Satu tangan mencengkram satu orang, lekas Hong-lay-moli
tutulkan ujung kakinya diatas batu runcing yang menonjol
keluar terus melambung tinggi keatas sebuah batu panggung
setinggi tiga tombak, berat si perwira dengan Thio Ting-kok
paling ringan ada dua ratusan kati, namun dengan menjinjing
kedua orang ini, Hong-lay-mo-li masih kuasa kembangkan
Ginkang-nya yang hebat luar biasa, sudah tentu pertunjukan
Teng-hun-jong ini mempesonakan seluruh anak buah Thio
Ting-kok. Terlebih dulu Hong-lay-mo-li turunkan Thio Ting-kok, lekas
ia berteriak: "LiuLihiap, aku ada omongan."
Hong-lay-mo-li tertawa dingin, jengeknya: "Nanti sebentar
tentu akan kusuruh kau bicara, sekarang belum tiba
giliranmu." Thio Ting-kok rebah terlentang diatas panggung,
kaki kanan Hong-lay-mo-li menindih diatas dadanya, sehingga
orang tidak bisa berkutik, Dengan tangan kanan Hong-lay-moli
lantas geledah saku si perwira dan mengeluarkan sebentuk
medali kuning yang berkilauan, keduanya ia angkat tinggi
serta berseru lantang: "Kalian lihat biar tegas, apakah ini,
inilah medali emas tanda pengenal yang tertinggi dari negeri
Kim, yang membekal medali emas ini orang boleh keluar
masuk dengan bebas diistana kerajaan Kim! siapakah dia"
Dialah pengawal pribadi raja negeri Kim yang bernama
Pakkong Ou!"
Lwekangnya kuat, suaranya kumandang keseluruh
permukaan pe gunungan, seluruh tentara yang hadir di kedua
puncak pegunungan dapat mendengar dengan jelas.
Reaksi dari para tentara itu sungguh luar biasa, se-akan2
mereka ber-golak dengan dahsyat, ada yang mengumpat caci,
ada yang berdebat, ada pula yang masih terkejut dan ragu2.
Tapi sebagian besar perwira2 tinggi, semua tahu bahwa setiap
anggota pasukan bayangkari negeri Kim semua memiliki
medali emas seperti itu, palagi Pakkiong Ou ini adalah salah
satu dari Su-pak-thian yang amat terkenal itu, walaupun
sebelum ini mereka belum pernah menyaksikan namanya sih
sudah lama mereka dengar.
Karena Pakkiong Ou terangkat tinggi, maka seluruh tentara
bisa melihat dengan jelas, maka berseru Hong-lay-mo-li
dengan lantang: "Siapa diantara kalian yang sebelum ini sudah
mengenalnya" Apakah dia ini pimpinan kalian?"
Memang semua tentara itu tiada yang kenal Pakkiong Ou,
keruan mereka menduga2 dan sama curiga bahwa dia orang
memang mata2 musuh yang menyelundup kedalam pasukan
besar mereka, mau tidak mau mereka mulai goyah dan sedikit
percaya. Hong-lay-mo-li bebaskan Hiat-to Pakkiong Ou lalu gusur
orang kedepan panggung, tangan mencengkram
punggungnya, bentaknya: "Pakkiong Ou, apa maksud
kedatanganmu kemari" Lekas katakan!"
Sebagai salah satu Su-pak-thian, Pakkiong Ou ingat jiwa
sendiri takkan bisa selamat, maka ia tidak sudi bikin malu dan
merendahkan derajat, maka dengan mendongakkan kepala, ia
pura2 jadi orang gagah.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serunya dengan angkuh: "Aku terjatuh ketangan kau iblis
ini, memangnya sudah bertekad gugur disini, mau bunuh mau
sembelih, silakan saja meski badan terbacok tiga kali
berlobang enam tempat, aku takkan mengerut alis, seorang
laki2 matipun tak sudi menyerah, jangan harap kau
mengompes keteranganku!" habis berkata ia membusungkan
dada dan berdiri dengan gagah se-olah2 menghadapi
kematian seperti pulang ketempat asalnya.
"Apa benar kau takkan mengerut alis" Baik, ingin aku
mencoba apa benar kau ini laki2 keras kepala?" dengan ringan
kelima jarinya terkembang, mengebas kepunggung Pakkiong
Ou, inilah kepandaian Lo-khi-cit-hiat Hong-lay-mo-li yang amat
lihay, seketika Pakkiong Ou rasakan sekujur badannya seperti
digigit oleh ribuan ular2 kecil, seluruh Hiat-to dalam tubuh
seperti ditusuk jarum, sakitnya luar biasa, kaki tangan dan
tulang belulang pun seperti retak dan lepas sendi2nya. Betapa
sakit dan tersiksanya sungguh susah dilukiskan.
Betapapun keras tekad dan hati Pakkiong Ou, akhirnya tak
kuasa menahan derita yang luar biasa ini, ahkirnya mulut
berkaok2 seperti babi disembelih, teriaknya mencaci:
"Sungguh kejam kau, kau menyiksaku dengan cara seperti ini"
Lekas, lekas kau bacok aku mampus saja!" saking kesakitan
kata2nya yang terakhir sudah membuat napasnya ngos2an.
"Mau mengaku tidak," ancam Hong-lay-mo-li ter-tawa,
"kalau tidak mau bicara, aku masih punya cara siksaan lain
yang lebih kejam, biar satu persatu kau rasakan!"
Pakkiong Ou berkukuh mengeraskan kepala, akhirnya dia
berkeluh kesah: "Liu Lihiap, sukalah kau berbelas hati, baiklah,
kukatakan, akan kukatakan!"
Lekas Hong-lay-mo-li menepuk dipunggungnya pula,
namun hanya sedikit mengurangi deritanya saja, katanya:
"Katakan! Kalau ada sepatah katamu yang bohong, akan
kubuat kau tidak bisa mati tak bisa hidup !"
Keringat membanjir keseluruh badan Pakkiong Ou, katanya
menyengir kecut: "Liu Lihiap, dihadapanmu masakah aku
berani berbohong?" segera ia menghadap kearah pasukan
besar dan berseru lantang: "Bicara terus terang, aku diutus
kemari untuk menjadi penasehat militer."
"Diutus oleh siapa?" desak Hong-lay-mo-li, "Diutus oleh
maharaja negeri Kim Wanyen Liang!"
"Cara bagaimana Thio Ting-kok bersekongkol dengan
kalian" siapa yang menjadi kurir" Tugas apa saja yang harus
kau lakukan sebagai penasehat militer disini" Bicaralah terus
terang sedetailnya!"
"Siapa yang jadi kurir aku tidak tahu, Aku hanya ditugaskan
mengawasi gerak gerik Thio Ting-kok, supaya dia tunduk akan
perintah Wanyen Liang dan melaksanakan rencananya."
"Rencana apa?"
"Supaya Thio Ting-kok membunuh Khing King dan setelah
itu, dia tetap diperbolehkan pengerek panji perlawanan
terhadap negeri Kim kita, menyerukan kepada semua kaum
brandal atau golongan orang2 gagah persilatan yang
menentang penjajahan negeri Kim, supaya datang membantu
gerakan besarnya, setelah itu pimpin mereka kesuatu tempat
dimana sebelumnya pasukan negeri Kim sudah terpendam
untuk menjebak mereka dan menumpas seluruhnya, yang
suka menyerah boleh diterima sebagai kaki tangan, yang tidak
mau tunduk dibunuh habis perkara. Bila dia berhasil
menunaikan tugas dengan baik, raja negeri Kim berjanji
hendak mengangkat Thio Ting-kok sebagai raja kecil di
Soatang.!"
Mendengar pengakuan yang gamblang ini, seketika para
tentara yang berdarah panas mengumpat caci, "Thio Ting-kok
yang dipelihara ibu anjing, sedemikian kejam dan demikian
tega hendak membabat seluruh teman seperjuangan dan
menjual nusa dan bangsa." - "Bangsat anjing itu bukan
manusia, gorok saja lehernya!"
"Pertahankan dulu jiwa anjingnya, setelah kita
mengebumikan Gwanswe baru kita penggal kepalanya untuk
menuntut balas bagi kematian Gwanswe!" seru Hong-lay-mo-li
sambil menurunkan Pakkiong Ou, bentaknya: "Thio Ting-kok,
apa pula yang hendak kau katakan ?"
Thio Ting-kok tertawa sedih, serunya keras: "Se-orang laki2
sejati tak bisa meninggalkan nama harum didalam lembaran
sejarah, biarlah nama busuk berbau laksaan tahun, Aku sudah
bertekad kalau sukses jadi raja bila gagal jadi brandal, kini
terjatuh ketangan kalian, apa pula yang bisa kukatakan!" tiba2
terdengar "Cret" seketika darah segar merembes dari sela2
bibirnya, ternyata ia gigit lidah sendiri sampai putus.
Sudah tentu Hong-lay-mo-li amat gusar, lekas ia remas
dagu orang sehingga mulut Thio Ting-kok ter-buka, kutungan
lidahnya segera mencotot keluar, mu-lutpun tak bisa bungkam
pula. Kata Hong-lay-mo-li tertawa dingin: "Jangan harap kau
terhindar dari hukuman setimpal! Sin-ciang-kun, silakan kau
kemari!" Sambil mengiakan lekas Sin Gi-cik keprak kudanya
memburu naik kepuncak gunung tanpa membawa
pengawalnya, setiba diatas ia berseru lantang kearah pasukan
pemberontak: "Kini duduk perkaranya sudah dibikin terang,
pengkhianat inipun sudah teringkus, dosa besar ini hanya Thio
Ting-kok seorang yang harus memikulnya. Kalian yang tidak
mau ikut berjuang bersama aku boleh bubar dan pulang."
Pasukan pemberontak itu sama menyesal dan bertobat
bahwa mereka kena dikelabui, banyak yang berseru beramai2:
"Kami suka hati menjunjung Sin-ciang-kun, harap Sin-ciangkun
suka menerima kita, menebus dosa dengan pahala."
diluar dugaan suatu tragedi yang tak diinginkan dengan
mudah dapat dibereskan tanpa menimbulkan banyak
pertumpahan darah.
Hong-lay-mo-li lemparkan badan Thio Ting-kok kebawah
panggung seraya berseru: "Sin ciangkun, pengkhianat ini
kuserahkan kepadamu untuk membereskannya."
Banyak anak buah Thio Ting kok yang merasa tertipu sama
merubung maju main gigit kepada Thio Ting-kok, lekas Sin GiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
cik cegah perbuatan mereka, dengan susah payah baru dia
berhasil kendalikan kemarahan mereka, namun badan Thio
Ting-kok sudah penuh luka2 gigitan yang berdarah.
Sin Gi-cik tertawa dingin: "Thio Tiang-kok, sekarang kau
sudah tahu bukan, dipandangan orang banyak, kau tidak lebih
hanya seekor anjing belaka, masakah setimpal nama busukmu
berbau sampai laksana tahun!" segera ia suruh anak buahnya
menggusur Thio Ting-kok kebawah dengan sebuah kereta
kurungan. Sementara itu, kedua pasukan besar yang terpisah pada
dua gugusan gunung sudah bergabung, Khing Ciau, San San
dan Cin Long-giokpun sudah datang kemari, begitu melihat
Pakkiong Ouw, Cin Long-giok jadi girang, katanya: "Hari itu
setelah aku meninggalkan Thian-ling-si, ditengah jalan perwira
yang kutemui adalah dia ini."
"Memangnya kutahan dia untuk kau kompes
keterangannya." ujar Hong-lay-mo-li, bersama Khing Ciau
berempat merekapun gusur Pakkiong Ou naik sebuah kereta
yang lain, sementara itu Sin Gi-cik sudah pimpin pasukan
besar itu kembali ke kota.
Tanpa membuang waktu diatas kereta ditengah jalan itu
pula Hong-lay-mo-li lantas bertanya kepada Pakkiong Ou:
"Siapakah sebenarnya Lian Ceng-poh" Lekas katakan!"
Blji mata Pakkiong Ou terbalik seperti biji mata ikan yang
sudah mati, sikapnya hambar dan tdk tenang, sesaat baru
menyahut: "Siapa itu Lian Ceng-poh, aku tidak tahu siapa
orang itu."
"Kau masih pura2 pikun?" damrat Khing Ciau gusar, "Hari
itu kau bikin aku terluka parah di Sam-kui-kip, disaat kau
hendak meringkus aku, bukankah kedatangan seorang
perempuan yang menggebahmu lari, memangnya kau sudah
lama kejadian itu?"
---------------------
Dapatkah Hong-lay-mo-li membongkar rahasia Lian Cengpoh
yang sebenarnya" Apa pula latar belakang dari semua
perbuatannya itu"
Ada intrik apa pula antara Lian Ceng-poh dengan Kongsun
Ki Suheng Hong-Iay-mo-Ii" Kenapa Kongsun Ki hendak
meracun istri sendiri"
(Bersambung ke bagian 3)
Bagian 03 "Oh, jadi perempuan itulah yang kau maksud?"
"Ya, bukankah kau sudah sekongkol sama dia untuk
mempermainkan sandiwara ini?"
Cin Long-giok ikut menimbrung: "Buka matamu lebar-2,
apakah kau masih kenal aku?"
"Kenal." sahut Pakkiong Ou tertawa getir, "Nona jangan
kau salahkan aku, aku di tugaskan untuk membekuk kau,
tidak bisa tidak aku harus bekerja menurut perintah."
"Bukan aku hendak cari perhitungan lama dengan kau, aku
hanya ingin tanya kejadian hari itu, apakah kau sekongkol
dengan Lian Ceng-poh."
Pakkiong Ou mengeluh, katanya." Kalau demikian Lian
Ceng-poh kan orang kalian sendiri, kenapa diputar balik
menuduh aku bersekongkol dengan dia " Dosa-ku memang
besar, namun aku mohon jangan disiksa, ditambah satu dosa
lagi tidak menjadi soal, tapi terus terang aku tidak tahu
menahu siapa itu Lian Ceng-poh."
Hong-lay-mo-li mengerut kening, ia cukup mengerti bahwa
Pakkiong Ou takkan berani membual dihadapannya, jadi
jawabannya ini memang bukan pura2 Tapi San San tak mau
percaya, timbrungnya: "Siocia, dia tidak mau bicara
sejujurnya, gunakan lagi cara kompes!"
"Kalau demikian, kalian paksa aku untuk mengarang cerita
bohong!" sahut Pakkiong Ou tertawa getir.
"San San, tidak usah memaksanya." ujar Hong-lay-mo-li,
"Didalam hal ini pasti ada latar-belakangnya, terang dia
sendiripun dikelabui oleh siluman perempuan itu." Baiklah,
persoalan siluman rase itu boleh dikesampingkan dulu, kelak
pasti dapat kita selidiki sendiri siapa dia sebenarnya. Pakkiong
Ou, sekarang hendak kutanya seorang lain, orang ini tentunya
kau kenal baik."
"Siapa?"
"Bu-lim-thian-kiau!"
Agaknya Pakkiong Ou amat kaget, "Bu-lim-thian-kiau" Kau
hendak tanya dia?"
"Ya, aku ingin tahu, aku ingin tahu siapa she dan nama
aslinya, bagaimana pula asal usulnya?"
Sekali lagi Pakkiong Ou unjuk sikap hambar dari melamun
gumamnya: "Bu-lim-thian-kiau" Bu-lim-thian-kiau!"
"Kenapa" Memangnya kau tidak pernah mendengar
namanya?" desak Hong-lay-mo-li.
"Nama besar Bu-lim-thian-kiau laksana geledek
menggelegar dipinggir telinga, tapi aku tak tahu dari mana
aku harus mulai bicara" Hm, Bu-lim-thian-kiau, Bu-lim-thiankiau!
Siau-go-kan-kun!" tiba2 dia sejajarkan nama Bu-limthian-
kiau dengan Siau-go-kan-kun.
Keruan Hong-lay-mo-li ter-heran2, katanya: "Apa pula
hubungan Bu-lim-thian-kiau dengan Siau-go-kan-kun" Mereka
kan bukan orang dari segolongan!"
"Aku tahu mereka bukan segolongan, cuma sepak terjang
mereka rada mirip satu sama lain, Maksudku supaya kan bisa
gampang memahaminya."
"Baik, coba kau jelaskan dimana titik persamaan mereka"
Asal kau bicara sejujurnya, jiwamu boleh kuampuni!"
Terbangkit semangat Pakkiong Ou, katanya: "Dalam
kalangan orang Han kalian, bukankah Siau-go-kan-kun
dipandang sebagai jago silat nomor satu?"
San San segera mendengus hidung, sikapnya tawar dan
acuh tak acuh. "Benar," sela Hong-lay-mo-li, "kepandaiannya lebih tinggi
dari aku, tidak perlu kau menyanjungku, asal kau bicara
sejujurnya, aku amat senang."
Lega hati Pakkiong Ou, katanya lebih lanjut: "Ku-dengar
beberapa tahun terakhir, nama Siau-go-kan-kun amat tenar,
seluruh jago2 silat di Tionggoan pernah dengar nama besarnya,
amat kagum segan dan tunduk kepadanya, namun tiada
orang yang tahu pasti siapa she dan nama aslinya, benar
tidak?" "Benar, tapi apa hubungannya dengan Bu-lim-thian-kiau?"
"Begitu pula keadaan Bu-lim-thian-kiau, para Bu-su di
negeri Kim sama pandang dia sebagai tokoh kosen nomor satu
dinegerinya, semua orang sama hormat dan gentar
menghadapinya, namun tiada orang yang tahu nama dan asal
usulnya!" "O, jadi dalam hal inilah mereka punya persamaan" ujar
Hong-lay-mo-li. Betapapun hatinya masih ke-cewa, sedemikian
jauh dia masih belum tahu nama asli Bu-lim-thian-kiau.
San San mendengus pula, jengeknya: Kalau begini
obrolanmu ini kan sisa2 belaka."
"Nama tidak begitu penting, kau tidak tahu ya sudah. Tapi
Teman2 sejawatmu tentunya sering memperbincangkan
tentang Bu-lim-thian-kiau, sedikit atau banyak tentu kau
pernah mendengar sesuatu mengenai dirinya, bagaimana pula
asal usulnya?"
"Yang mereka bicarakan kebanyakan mengenai ilmu silat
Bu-lim-thian-kiau yang mujijat, mengenai asal usulnya, tiada
yang jelas!"
San San uring2an, semprotnya: "Tidak jelas lagi,
memangnya apa yang jelas yang kau ketahui?"
"Ya, berapa banyak yang kau ketahui, katakan seluruhnya!"
Hong-lay-mo-li menambahkan.
"Aku hanya tahu sedikit, Bu-lim-thian-kiau adalah orang
yang... paling dibenci oleh Hong... oleh Wanyen Liang."
Hong-lay-mo-li melengak heran, tanyanya: "Darimana kau
bisa tahu?"
"Kenapa Wanyen Liang membencinya, sebabnya aku tidak
tahu. Tapi aku tahu Wanyen Liang beberapa kali mengutus
anak buahnya yang amat diandalkan untuk membunuh Bulim-
thian-kiau."
"Ada kejadian itu?" tanya Hong-lay-mo-li heran.
"Para Busu darri negeri Kim umumnya sama kagum dan
segan terhadap Bu-lim-thian-kiau, siapapun tak mau bentrok
sama dia, namun perintah sang raja tidak berani dibangkang,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpaksa mereka harus berangkat juga. Menurut apa yang
kuketahui sudah tiga rombongan yang pergi, namun aneh
kalau dikatakan, ketiga rombongan orang2 itu pergi tanpa
kabar berita seperti ditelan bumi tanpa jejak dan tidak pernah
kembali. Entah mereka terbunuh oleh Bu-lim-thian-kiau, atau tak
mau bentrok dengan Bu-lim-thian-kiau, maka mereka
melarikan diri ketempat yang jauh menyembunyikan diri,
Koksu negeri Kim yang sekarang Kiu-lo Siangjinpun mengutus
dua sutenya diantara ketiga rombongan itu, namun
merekapun ikut menghilang.
Kiu-lo Siangjin bukan bangsa Nuchen, karena kehilangan
kedua sutenya itu, dia amat benci dan dendam kepada Bu-limthian-
kiau. Maka dia sendiri mohon idzin kepada raja untuk
memburu jejak Bu-lim-thian-kiau. Kiu-lo Siangjin amat
membanggakan kepandaiannya sendiri, namun para Busu
negeri Kim tiada yang kagum kepadanya, banyak orang bilang
kepandaiannya bila dibanding dengan Bu-lim-thian-kiau,
seperti sinar bintang dibandingkan dengan cahaya rembulan
atau matahari, tidak tahu diri!"
Pakkiong Ou sudah mengudal seluruh apa yang dia ketahui,
namun apa yang dia tuturkan ini sudah diketahui oleh Honglay-
mo-li, sedemikian jauh, tetap ia tak berhasil mengetahui
asal usul dan nama asli Bu-lim-thian-kiau.
Disaat ia menerawang soal apa pula yang hendak dia
ajukan, se-konyong2 terdengar sebuah lengking suitan
panjang, mengalun diangkasa seperti pekikan nega, Hong-laymo-
li kaget, batinnya: "Siapakah dia" Masakah Siiau-go-kankun?"
tapi dengan cermat ia perhatikan pula, meski nada
suitan itu cukup tinggi Lwekangnya, namun dibanding
Pendekar Bayangan Setan 10 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia 16
^