Pendekar Latah 11

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 11


sementara itu Hong-lay-mo-li sedang menghajar dua
pembantu Ong Tin yang menggunakan senjata berat setelah
kedua musuh dirobohkan, Ong Tin sudah lari jauh.
Pemimpinnya terluka parah, tanpa ada yang memberi
komando pasukan berkuda itu jadi kalang kabut beri komando
pasukan berkuda beramai2 bubar lari sipat kuping mengikuti
jejak Ong Tin. Tak berhasil mengejar musuh, Hong-lay-mo-li membanting
kaki gegetun dan gemas.
Tang-hay-liong tertawa. katanya: "Kurcaci itu sudah terluka
parah oleh timpukan tombakmu. Masakah kuat dia menjadi
komandan pasukan gerilya" Liu Lihiap, kita sudah terhindar
dari kesulitan, marilah bantu Sat-lotoa dan Sat-Ioji mengobati
luka2nya."
Waktu Hong-lay-mo-li berpaling, kebetulan dilihatnya Satlotoa
sedang menjemput gelang tembaga itu, seketika pecah
tangisnya gerung2 serunya: "Samte, amat mengenaskan
kematianmu!" kaget bukan main Hong-lay-mo-li mendengar
ucapannya, baru sekarang dia tahu bahwa Sat-losam sudah
gugur. Tang-hay-liong maju membujuk: "Kuncu membalas
dendam, sepuluh tahun belum terlambat Ong Tin sudah
terluka parah, kedok Gui Liang-sengpun sudah terbongkar,
tentunya kedudukkannya itu takkan bertahan lama, sekarang
kita harus menghimpun kekuatan untuk membalas sakit hati
ini." Sesal dan berduka pula Sat-lotoa, katanya: "Memang kita
sendiri yang harus disalahkan tidak bisa membedakan baik
buruk, terima diperalat oleh bangsat kurcaci, awak sendiri
yang celaka akhirnya. Kini kita hanya ingin menebus dosa2
yang tak sengaja, sekaligus berusaha menuntut balas bagi
sakit hati Sam-te."
Tang-hay-liong mahir ilmu pengobatan juga, segera dia
bantu Sat-si bersaudara mengobati luka2nya, memangnya
luka2 mereka tidak berat cepat sekali Tang-hay-liong sudah
selesai menolong ala kadarnya.
Setelah mengalami pertempuran Khing Ciau merasa
badannya letih dan kehabisan tenaga, dada terasa sesak,
maka dia perlu samadi menormalkan pernapasannya kembali
setelah selesai mengobati Sat-si bersaudara Tang-Hay-Iiong
memperhatikan air mukanya, tiba2 dia bersuara heran,
katanya: "Khing-congcu, coba kuperiksa urat nadimu!"
Hong-lay-mo-li kaget, tanyanya: "Adakah gejala yang tidak
benar?" Berkata Tang-hay-liong setelah memeriksa urat nadinya:
"Khing-kongcu, kau tidak boleh kerja berat dan menempuh
perjalanan jauh lagi."
"Aku kan tidak terluka apa2, meski rada capai masakah
tidak kuat menepuh perjalanan?"
"Aku tahu kau punya tekad, namun kau terjangkit penyakit
aneh, terang takkan kuat menderita ditengah gelombang
samudra, maka kuanjurkan kau jangan ikut dalam perjalanan
ini. Lebih baik kau bawa Sat-si bersaudara kambali kemarkas
Sin-ciangkun. Nah kuberi sepuluh butir obat menambah
tenaga dan menentramkan hati, setiap tiga hari kau minum
satu butir, dalam satu bulan ini tanggung penyakitmu tidak
akan kumat. Bolehlah kau berkesempatan mencari tabib
pandai." "Aku mengindap penyakit apa?" Khing Ciau penasaran.
"Justru aku tidak berhasil memeriksanya, maka kuatur
demikian demi kesehatanmu."
"Bagaimana luka2 Sat-heng berdua?" tanya Li Goan-tiong
menimbrung. Tang-hay-liong menjawab: "Luka2 luar mereka tidak
menjadi soal, besok juga akan sembuh sebagian besar."
"Baik, hari ini Khing-kongcu dan Sat-heng berdua boleh
menginap ditempatku. Tabib paling mashur dalam kota akan
kuundang untuk memeriksa penyakit Khing-kongcu. Liu Li-hiap
berikan alamat Sin-ciangkun kepadaku, secara diam2 akan
kuutus anak buahku untuk melindungi dia. Besok setelah
situasi dibikin terang, baru Khing-kongcu dan Sat-heng berdua
boleh pergi menemuinya-" demikian Li Goan-tiong bantu
membereskan persoalan,
"Dimuara Tiangkang aku sudah menyisirkan sebuah kapal,
boleh kalian tunjukan cincin besi ini kepada murid2ku yang
berjaga disana, mereka akan membereskan segalanya."
Tujuan Tang-hay-long dan Hong-lay-mo-li memang hendak
menuju pulau terpencil dimuara Tiangkang itu maka dia terima
cincin besi sebagai tanda pengenal dari Li Goan-tiong, saat itu
juga mereka berpisah.
Seperti diketahui Khing Ciau pernah diselomoti oleh
Kongsun Ki dengan ilmu Hoa-hiat-to, dan gejala2 yang
diperlihatkan oleh Khing Ciau sekarang adalah lantaran
tutukan Hoa-hiat-to itu, sudah tentu kedua tabib besar yang
diundang Li Goan-tiong tidak berhasil memeriksa sumber
penyakitnya, untuk tahan gengsi mereka saling debat serta
saling menyalahkan, resep yang mereka keluarkanpun
berlawanan satu sama lain, Li Goan-tiong sampai pusing
kepala dibuat-nya, apa boleh buat terpaksa dia perintahkan
mereka kembali, dan Khing Ciau mandah terima nasib, mati
hidup pasrah kepada Thian Yang Maha Kuasa.
Besok paginya Iuka2 Satsi bersaudara sudah sembuh tujuh
puluh persen, Lwekang merekapun sudah pulih, Khing Ciau
lantas pamitan dengan Li Goan-tiong membawa mereka pergi
ketempat Sin Gi-cik. Melihat kedatangan Khing Ciau penjaga
pintu itu segera menyambutnya, katanya: "Sin-ciangkun
mendapat perintah supaya masuk istana, silakan Khingsiangkong
dan temannya menunggu saja dikamar buku. tak
lama lagi majikan pasti sudah kembali."
Sudah tentu Khing Ciau keheranan, untunglah tidak lama
kemudian Sin Gi-cik benar2 sudah kembali. Agaknya Sin Gi-cik
juga merasa diluar dugaan akan kedatangan Khing Ciau
bersama dua temannya yang belum dikenalnya.
Khing Ciau tertawa, katanya: "Persoalanku nanti kujelaskan
Kawan, kau mendapat undangan kaisar masuk keistana?"
Sin Gi-cik semakin keheranan, ,katanya: "beritamu sungguh
tajam. dari mana kau bisa tahu?"
"Dari penuturan tabib kaisar (tabib yang memeriksa Khing
Clau), apa benar bahwa Kaisar sedang sakit?"
"Benat dan tidak benar, hanya pura2 belaka-"
"Lho kenapa begitu?"
"Kaisar pura2 sakit, menipu Gui Liang-seng masuk istana
untuk menjenguk dirinya. Di pembaringannya beliau
perintahkan menangkap Gui Lang seng"
Ternyata Song-ko-cong Tio Kou jeri akan kekuasaan Gui
Liang-seng yang besar, tidak berani menangkapnya secara
terang2an disaat2 sidang setiap pagi hari, maka dia gunakan
tipu daya ini memancingnya masuk kekeraton seorang diri
dengan alasan untuk menilik penyakitnya, sudah tentu tanpa
banyak mengeluarkan tenaga lantas membekuknya.
Segera dia perintahkan pula pasukan Kim-wi-kun dibawah
pmpinan Siangkwan Hu-wi mengepung gedung istana Gui
Liang-seng menjaring seluruh Busu yang ada disana serta
dinaikan pangkatnya sebagai perwira tingkat rendah, para
Busu itu memang hanya mengejar harta dan pangkat
kedudukan Gui Liang-seng sudah roboh, mereka menjadi
pengawal istana raja, sudah tentu diharap2pun belum tentu
bisa memperoleh keberuntungan sebesar ini.
Oleh karena itu operasi Siangkwan Hu-wi amat lancar,
dalam sekejap mata dia sudah babat dan brantas habis2an
seluruh kekuatan Gui Liang-seng.
"Tindakan Hong-siang kali ini sungguh harus dipuji.
Pengkhianat itu sudah dibunuh belum?"
"Belum, Hong-siang hanya memberi pensiun dan pulang
kampung halaman saja "
"Gui Liang-seng tidak diberantas, bukankah kelak bakal
meninggalkan bibit bencana?"
"Untuk ini kau tidak usah kuatir, Hong-siang ada memberi
minum secangkir arak beracun, dalam satu bulan pasti jiwanya
ajal, Siangkwan Hu-wi yang memberitahu kepadaku, Gui
Liang-seng sendiri belum tahu akan hal ini."
Tersirap kaget Khing Ciau dibuatnya: "Ada arak beracun
demikian, dapat membunuh orang tanpa disadari oleh si
korban dalam jangka satu bulan?"
"Apa yang dikatakan Siangkwan Hu-wi tidak perlu
diragukan." sahut Sin Gi-cik.
Khing Ciau membatin: "Kalau dalam dunia ini ada racun
seperti itu, memangnya penyakit aneh yang mengeram dalam
badanku juga lantaran keracunan?"
Sat-lotoa dan Sat-loji tiba2 menggebrak meja, serunya:
"Menyenangkan, sungguh menyenangkan Sayang... sungguh
sayang!" Sin Gi-cik melengak, katanya: "Apakah Congsu berdua ada
dendam dengan pengkhianat itu" Kenapa menyenangkan tapi
juga harus dibuat sayang?" baru sekarang Khing Ciau
berkesempatan memperkenalkan Sat-lotoa berdua kepada Sin
Gi-cik. "Sayang sekali aku tak bisa penggal kepala keparat tua itu."
demikian gerutu Sat-lotoa dengan gegetun.
"Untuk membunuhnya sudah segampang membalikan
tangan." ujar Khing Ciau, "kita masih punya musuh yang lebih
besar, jangan karena ingin membunuhnya sehingga urusan
besar terbengkalai."
Sat-lotoa melengak, "Masih ada musuh besar yang mana?"
"Yaitu penjajah Kim yang hendak menyerbu ke-selatan,
bukankah mereka musuh besar seluruh bangsa kita?"
Sat lotoa tepuk tangan, serunya: "Tepat ucapan Khing-lote,
dendam negara harus diutamakan, Sin-ciangkun, sukalah kau
terima tenaga kami berdua sebagai pelopor." kedua saudara
segera berlutut memberi hormat kepadanya.
Sin Gi-cik ter sipu2, lekas mengangkat mereka bangun,
katanya: "Membela negara membunuh musuh adalah
kewajiban kita bersama. Kenapa harus dibeda2kan tinggi dan
rendah, Hayolah, hari ini aku orang she Sin dapat bersahabat
dengan kalian ksatria bangsa yang gagah perwira, habiskan
bersama beberapa cawan arak."
Hari sudah menjelang lohor, perut sudah sama lapar,
pembantu Sin Gi-cik segera keluarkan makanan dan minuman.
Angkat cangkir Sin Gi-cik berkata: "Habiskan secangkir ini,
masih ada kabar gembira yang perlu kuberitahu."
"Memangnya kau belum memberitahu hasil undangan
Hong-siang kepadamu tadi pagi."
"Hongsiang memang sudah membaca buku peninggalan
ayahmu dan surat pengaduanku, dia pun sudah menerima
saran2 dan kritikanku."
"Apakah mengenai nasib pasukan gerilyawan itu?"
"Benar, Hong-siang sudah terima usul Tan Khong-pek,
menyerahkan pasukan gerilya kedalam pasukan Loh Bun-ing."
"Tentunya Hongsiang juga memuji keberanianmu, adakah
jabatanmu dimutasikan lagi?"
Sin Gi-cik menyengir malu2, sahutnya: "Hongsiang
berkeputusan mengutus sebagian pasukan untuk bercokol di
Kiangim, akulah yang diserahi pimpinan dan tanggung jawab
disana." "Selamat, selamat naik satu tingkat, sekarang kau jadi opsir
menengah (kapten), sebenarnya Hongsiang juga terlalu kikir,
kukira kau sudah dinaikan menjadi opsir tinggi (letkol)"
Memang jabatan opsir menengah bagi Sin Gi-cik masih
belum memadai kepandaian dan kedudukannya semula,
namun jabatan ini langsung dianugrahi oleh Hong-siang
sendiri betapapun merupakan suatu kehormatan tinggi juga,
Hari itu juga Sin Gi-cik sudah menerima serah terima jabatan
resmi ini serta seluruh cap dan surat pengangkatan untuk
menduduki Kiang-im serta lain2 surat2 penting.
Hari kedua Sin Gi-cik, Khing Ciau. dua saudara Sat dan
pengawal yang satu itu berangkat sepanjang jalan tiada
terjadi apa2, peristiwa diluar dugaan yang dikuatirkan Khing
Ciau ternyata tidak terjadi. Tapi sepanjang jalan menuju
kearah timur Ini, sering mereka kesamplok dengan rakyat
jelata yang mengungsi.
Hari itu mereka tiba disebuah kota kecil termasuk dalam
wilayah kabupaten Tam-yang cuaca sudah mendekati magrib,
Sin Gi-cik berkata: "Tak bisa memburu tiba dikota kabupaten,
biarlah menginap dikota kecil ini. Lewat jalan kecil jarak ke
Kiangim masih seratusan li, dalam satu hari besok malam pasti
sudah tiba disana"
Letak kota kecil ini sudah termasuk digaris depan yang
dekat perbatasan dengan musuh, sembilan diantara sepuluh
rumah2 penduduk banyak yang sudah kosong, suasana sepi,
untung mereka mendapatkan sebuah penginapan yang masih
ketinggalan dua kamar kosong.
Sin dan Khing menempati satu kamar, kamar yang lain
ditempati Sat-lotoa berdua, pengawal itu menggelar tikar
diruang pendopo, Untuk melanjutkan perjalanan besok pagi2,
setelah makan malam, mereka sama masuk kamar dan tidur.
Tapi karena tidur terlalu pagi, waktu mereka si-uman hari
baru menjelang tengah malam. Khing Ciau tidak bisa tidur
lagi, terpaksa duduk samadi latihan Tay-yan-pat-sek. Entah
berapa lamanya, tahu2 didengarnya suara seruling mengalun
membawakan lagu2 rawan, hanya mendengar beberapa bait
tiupan lagu2 seruling ini, perasaan Khing Ciau menjadi hampa
dan terhanyutdalam pikiran yang risau.
Tiba2 didengarnya Sin Gi-cik bersuara heran. Entah kapan
ternyata Sin Gi-cik juga tidak bisa tidur. tahu2 sudah duduk
dipinggir ranjang. Bukan saja seorang panglima perang, Sin
Gi-cikpun sebagai seorang pujangga yang terkenal dengan
syair2nya yang tersebar luas dan tenar pada jaman itu. Dia
bersuara heran karena lagu seruling itu membawakan syair2
gubahannya. Suara heran Sin Gi-cik mengejutkan lamunan Khing Ciau.
namun sikapnya masih seperti linglung, dengan mendelong
dia awasi keluar jendela. Suatu kenangan masa lalu seketika
terbayang oleh Khing Ciaur pada hari dia meninggalkan
kampung halaman dulu, dia bertanding kerumah pamannya
berpamitan dengan Piaumoaynya.
Ditaman kembang Cin Long-giok pernah membawakan lagu
ini dengan suaranya yang merdu. Tapi diapun tahu sang
Piaumoay juga pandai meniup seruling, dan irama seruling
yang didengarnya sekarang justru mirip benar dengan tiupan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Piaumoaynya dulu.
Berbagai kesalahan paham antara sang Piaumoay dengan
dirinya sudah dibikin terang, namun demi menyempurnakan
hubungan baik dirinya dengan San San, Cin Long-giok tinggal
pergi tanpa pamit, sampai sekarang belum diketahui jejaknya.
Kali ini dikota kecil ini dia mendengar irama seruling ini
seketika dia terlongong ditempatnya.
Waktu Khing Ciau melongok keluar jendela, ternyata
disebrang rumah sana adalah sebuah taman kembang dari
suatu keluarga hartawan, pepohonan yang tumbuh didalam
taman lebih tinggi dari pagar tembok-nya ditengah rimbunnya
dedaonan pohon dhijung sana tampak sebuah bangunan
loteng, irama seruling kumandang dari arah loteng itu.
Air mata sudah ber-kaca2 dikelopak mata Khing Ciau,
samar2 seperti terbayang badan sang siaumoay yang
semampai sedang bersandar diatas loteng meniup seruling.
Helaan napas Sin Gi-cik kembali menyadarkan dia dari
kenangan masa lalu, setelah tenangkan diri Khing Ciau
berkata: "Aku ingin jadi tamu malam yang tak diundang untuk
menyambangi orang yang meniup seruling itu."
"Ah, jangan semberono, besok harus menempuh jalan
pagi2, kau toh belum tahu rumah siapa disebeIah itu?"
"Jangan kuatir, aku hanya pergi secara diam2, pasti tidak
akan mengganggu orang."
Sin Gi-cik tahu kepandaian Ginkang Khing Ciau cukup
tinggi, maka diapun melepas orang pergi dengan rasa
tentram. Secara diam2 Khing Ciau keluar dari penginapan, setiba
dibawah tembok, pikiran Khing Ciau menjadi hambar dan
risau. Tiba2 didengarnya irama seruling mengalun pula,
suaranya lebih merasuk sanubari sehingga hatinya makin tidak
tentram, namun akhirnya dia nekad, sekali enjot badan dia
lompat naik keatas tembok.
Pagar tembok ini kira setombak lebih sedikit, semula Khing
Ciau sangka tenaganya cukup berkelebihan, tak nyana begitu
dia enjot badan, kakinya menginjak tempat kosong, hampir
saja dia terjungkal jatuh, untung dia cukup cekatan
menghadapi perubahan diluar dugaan ini, dengan gaya ikan
gabus meletik, tangannya menyentuh bumi terus mencelat
bangun tanpa kurang suatu apa, namun gerak geriknya ini
sudah mengeluarkan sedikit suara.
Khing Ciau tertawa getir sendiri, segera dia himpun
semangat dan kumpulkan tenaga, kali ini kakinya mengenjot
lebih kuat, meski berhasil tancap kaki diatas tembok, tak
urung napasnya sedikit memburu.
Dari tempat tinggi pandangan Khing Ciau lebih jelas akan
keadaan sekeliling taman, Ditengah taman sana dibangun
sebuah loteng, dipagar loteng itu bersandar seorang
perempuan yang berambut terurai mayang sedang meniup
sebatang seruling, Meski belum terlihat jelas, apakah benar
dia itu Cin Long-giok, tapi bayangan perempuan itu tak perlu
diragukan lagi.
Dengan jantung berdebur segera Khing Ciau lompat turun,
injakan kakinya terlalu berat, kebetulan menginjak ranting
kering lagi sehingga mengeluarkan suara berisik, Belum lagi
Khing Ciau melangkah tiga tindak, sekonyong2 terasa angin
tajam menyamber, sesosok bayangan orang tahu2 menubruk
kearah dirinya.
Keruan Khing Ciau gelagapan, serunya: "Aku, aku adalah..."
belum lagi dia sempat menjelaskan maksud kedatangannya,
orang itu sudah memaki: "Kau ini kurcaci!" kedua tangan
terpentang dengan gaya gunung Thaysan menindih kepala,
telapak tangannya membelah batok kepala Khing Ciau,
sebagai keturunan keluarga sekolahan yang berderajat tinggi,
kapan Khing Ciau pernah dimaki sekasar ini.
Lebih celaka lagi bukan saja caci makinya melukai hatinya,
malah serangan kedua tangannyapun hendak melukai
jiwanya, kalau pukulan lawan mengenai batok kepalanya,
Khing Ciau pasti mampus seketika. Dalam keadaan terdesak,
tidak sempat Khing Ciau banyak bicara. segera dia berkelit
serta balas menyerang
Setelah berkelit Khing Ciau balas menyerang dengan jurus
Toa-bing-can-ci (Garuda raksasa pentang sayap), kedua
tangannyapun terpentang, namun dengan Kim-na-jiu dia
hendak pegang kedua pergelangan tangan lawan, tujuannya
hendak membekuk lawan supaya tidak menyerangnya lebih
lanjut, jadi bukan bertujuan melukai orang.
--------------------
Siapakah nyonya tua ini" Kenapa Cin Long-giok
memanggilnya ibu"
Apakah racun Hoa hiat-to dalam badan Khing Ciau dapat
disembuhkan" Siapa yang akan menolongnya")
(Bersambung ke bagian 23)
Bagian 23 Namun demikian sudah tentu dirinya yang dirugikan. Orang
itu adalah seorang pemuda yang beralis tebal bermata besar,
usianya lebih muda beberapa tahun dari Khing Ciau, namun
permainan silatnya ternyata cukup lihay.
Jari2 Khing Ciau sudah berhasil pada sasarannya, sayang
tenaganya kurang memadai. pemuda itu meronta sekuat
tenaga lagi, sehingga dia tertolak mundur sempoyongan dua
langkah lebar. Kejadian berlangsung teramat cepat, pemuda itu sudah
menubruk pula seraya membentak: "robohlah!"
"Plok" telak sekali pukulannya mengenai Khing Ciau.
Khing Ciau sudah berhasil meyakinkan Tay-yan-pat-sek,
meski keadaannya sekarang tidak memadai tujuh bagian
keadaan normal biasanya, kekuatannya masih luar biasa,
karena pukulan ini dia cuma tergeliat dua kali, namun tidak
roboh. Melihat permainan silat Khing Ciau cukup terlatih dan lihay.
terkena pukulan tidak roboh lagi, pemuda itupun amat kaget,
tanpa ayal sebelum Khing Ciau sempat berdiri tegak, kakinya
menggeser maju tangan membarengi menyerang pula dengan
jurus Sia-koa-tam-pian (menggantung miring cambuk
tunggal), telapak tangannya menabas urat nadi Khing Ciau.
Lekas Khing Ciau membalas dengan jurus Khing-biau-kiansoat
(angin badai menggulung salju) badannya bergoyang
gontai pergi datang seperti pohon yang melambai tertiup
angin, serasi benar dengan permainan pukulan tangannya,
pinggir telapak tangan sipemuda setengah dim hampir
mengenai urat nadinya, maka terdengar "Cras" lengan
bajunya malah yang tercomot sobek sebagian oleh Khing Ciau.
Masih untung Khing Ciau menaruh belas kasihan dan tak
bermaksud jahat kepadanya, kalau tidak seluruh lengan
pemuda ini pasti sudah tertelikung atau keseleo.
Namun pemuda ini cukup bandel dan garang, sedikit
dirugikan, serangannya semakin galak, tanpa mundur dia
malah merubah telapak tangan menjadi kepalan dengan jurus
Hing-sin-bak-hou (melintang badan memukul harimau),
sikutnya menyodok ke lambung Khing Ciau, gerak gerik Khing
Ciau tidak lincah lagi, kembali dia kena kesodok dan
ketumbuk, serangan kali ini lebih keras dari pukulan tadi,
saking kesakitan pandangan Khing Ciau sampai ber-kunang2.
Dibawah serangan gencar lawan, Khing Ciau tidak sempat
memberi penjelasan, terpaksa diapun nekad, segera dia
kerahkan tenaga pada telapak tangannya, kontan dia balas
dengan sejurus permainan dari Tay-yan-pat-sek ,"Blang"
empat telapak tangan saling beradu, meski Lwekang pemuda
ini cukup tangguh masakah dia kuat bertahan dari Tay-yansin-
kang ilmu tunggal keluarga Siang yang hebat iru, "Blug"
kontan dia terpental dan jatuh terjengkang.
Setelah melontarkan sejurus ini, seketika Khing Ciaupun
merasa badannya enteng seperti kosong, waktu dia hendak
memburu maju menarik bangun si pemuda, tiba2 didengarnya
sebuah suara perempuan tua yang serak membentak: "Kau
bocah ini berani melukai anakku."
Datang suaranya, tiba pula orangnya, tahu2 segulung angin
tajam yang menyesakkan napas sudah menerpa datang,
hanya mendengar deru angin ini Khing Ciau sudah tahu bila
Lwekang orang yang satu ini amat tinggi, jauh lebih tinggi dari
kemampuan nomal darinya, seketika mencelos dingin hati
Khing Ciau, namun bagi setiap insan persilatan, berjaga dari
serangan musuh adalah merupakan reaksi secara reflek
belaka, maka walau Khing Ciau insaf dirinya bukan tandingan,
terpaksa diapun melawan untuk membela diri.
Disaat2 gawat yang menentukan mati hidup jiwanya itulah,
tiba2 terdengar jeritan seorang gadis yang melengking: "Bu,
kasihanilah! dia, dia adalah..."
Suaranya panik dan menusuk pendengaran, agaknya
teramat kaget dan kuatir sekali. Tampak gadis yang berteriak
ini berlari datang sambil ber-kaok2. namun toh sudah rada
terlambat baru saja seruan "Bu" nya keluar dari mulut, disini
sudah terjadi bentrokan "Blang" telapak tangan kedua pihak
sudah beradu, untunglah kepandaian silat nyonya tua ini
sudah mencapai taraf yang sempurna, dapat dilontarkan atau
ditarik balik menurut jalan pikiran hatinya, meski kedua
telapak tangan beradu, namun tenaganya sudah dia sedot
balik. Namun demikian Khing Ciau yang sudah kehabisan tenaga
toh tidak kuat bertahan, seketika mata berkunang2, dunia
serasa berputar jungkir balik.
Khing Ciau gigit ujung lidahnya, mengempos semangat
supaya dirinya tidak jatuh semaput. Karena dia sudah
mendengar suara Piaumoaynya, namun hatinyapun sedang
heran dan curiga: "Kenapa Piaumoay panggil "ibu" kepada
nyonya tua ini" Apakah dia gadis lain yang suaranya mirip
saja?" sebelum dirinya jatuh pingsan ingin dia membuktikan
dengan mata kepalanya sendiri.
"Siapakah dia?" tanya nyonya tua itu.
"Dia, Dia adalah Piaukoku." sahut gadis itu. Waktu Khing
Ciau angkat kepala dilihatnya gadis itu sudah berlari datang
menerobos rumpun kembang, kini sudah dilihatnya dengan
jelas memang Cin Long-giok sang Piaumoay adanya, seruling
itupun masih berada ditangannya.
Dengan lincah pemuda itu segera melompat bangun,
teriaknya: "Apa, dia ini Piaukomu" Semula kukira dia musuh!"
Nyonya tua itu menghela napas lega, katanya: "Thing-ji,
kau tidak terluka?"
Bersamaan waktunya Cin Long-giokpun sedang ber-tanya:
"Piauko, apa kau terluka?"
Sungguh kejut dan girang Khing Ciau bukan main,
perasaan hatinya bagai gelombang samudra yang mengalun
turun naik, entah apa yang sedang terpikir dalam benaknya,
mulutnya hanya bisa memanggil Piau-moay", tahu2 matanya
jadi gelap terus jatuh semaput.
Dalam keadaan setengah sadar, tiba2 didengarnya sebuah
suara kasar berkata: "Nah, sudah siuman. Kau tidak perlu
kuatir lagi, kalau tidak dosaku terlalu besar!" jelas suaranya
membawa rasa jelus dan dongkol.
"Thing-ko," Cin Long-giok berkata, "kejadian secara
kebetulan saja, aku tidak salahkan kau. Kau tidak-perlu
banyak hati." mulut bicara kepada si pemuda, sementara
kedua tangannya memapah Khing Ciau, jelas perhatiannya
tertuju kepada Khing Ciau.
Pelan2 Khing Ciau membuka mata, Cin Long-giok berseru
girang: "Syukurlah, ternyata kau sudah siuman Piauko, coba
kau lihat siapa yang berada dihadapanmu?" dia ingin jajal
apakah Piaukonya benar2 sudah siuman dan sadar.
Waktu Khing Ciau pentang mata, didapati dirinya rebah
diatas ranjang dalam sebuah kamar yang dipasang serba
antik. Kecuali Piaumoay, pemuda nyonya tua itupun hadir.
"Piaumoay," kata Khing Ciau kemudian, "kau bikin aku
amat rindu sekali, karena mendengar tiupan serulingmu maka
aku memberanikan diri menerobos kemari. Cayhe Khing Ciau,
siapakah Toako ini, harap suka maafkan kesembronoanku
barusan!" Melihat sikap mesra Khing Ciau terhadap Piau-moaynya, si
pemuda lebih kurang senang sahutnya dingin: "Aku she Bing
bernama Thing, Khmg-toako berkepandaian tinggi, aku betul2
kagum, selanjutnya aku masih ingin mohon petunjukmu."
Khing Ciau merasakan gejala yang kurang benar, disaat dia
melongo, nyonya tua itu sedang menatapnya, katanya:
"Apakah kau murid atau cucu muridnya Siang Kian-thian?"
Kembali Khing Ciau melengak, segera menjawab: "Bukan."
"Kalau bukan darimana kau bisa mempelajari Tay-yan-patsek
dari keluarga mereka?"
Merah muka Khing Ciau, sahutnya: "Tanpa sengaja aku
berhasil mempelajari dari seorang teman yang mengajak jajal
kepandaian. Semula aku sendiripun tidak tahu bahwa Tayyan-
pat-sek ini adalah ilmu tunggal dari keluarga Siang."
Sudah tentu Nyonya tua atau nenek ini tidak mau percaya.
katanya tawar: "Tay-yan-pat-sek merupakan ilmu tunggal
yang tiada taranya dari Bulim, ajaran rahasia yang tidak
diturunkan kepada sembarang orang dari keluarga Siang.
Temanmu itu luhur jiwa dan bacik benar mau menurunkan
Lwekang tingkat tinggi ini kepadamu. Temanmu itu laki atau
perempuan, siapa pula namanya" Apa benar kau tidak punya
hubungan apa2 dengan keluarga Siang?"
Dihadapan sang Piaumoay sudah tentu Khing Ciau tidak
enak menjelaskan hubungannya dengan Siang Ceng-hong
yang menipnya melatih ilmu tunggalnya ini didalam penjara
dulu, dasar lugu dia kurang pintar bicara, mulut sudah terbuka
namun tak tahu apa yang harus dia katakan.
Memang Cin Long-giok rada curiga, namun melihat
keadaan Piaukonya dia jadi kuatir bila Beng-lo-hay bertindak
kurang menguntungkan bagi Khing Ciau, batinnya: "Tentunya
Piauko mempunyai alasan yang tidak enak diutarakan
dihadapan orang lain." segera dia menyela: "Aku dibesarkan
bersama Piauko sejak kecil, keadaannya aku tahu jelas sekali,
ilmu silatnya mendapat didikan dari keluarga, keluarga Siang
apa segala, mendengarpun aku belum pernah."
Nenek tua itu seperti tertawa tidak tertawa. katanya: "Tapi
selama ini belum pernah kau menyinggung tentang Piaukomu
ini." Merah muka Cin Long-giok, sahutnya: "Bu. kukira hal ini
tidak harus ku-utarakan, apalagi beberapa hari ini keadaanku
belum pulih seluruhnya, maka belum sempat kusinggung
dihadapanmu."
Agaknya Beng-lothay amat kasih sayang kepada Cin Longgiok,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya tertawa: "Bukan aku ingin menyelidiki rahasia
orang lain, sudahlah kalian bertemu secara tidak terduga,
akupun tidak mengganggu lagi, silakan kalian bicara sendiri."
Khing Ciau jadi kurang enak, melihat paras Cin Long-giok
rada pucat dan badanpun lebih kurus, lekas dia bertanya:
"Piaumoay, apakah kesehatanmu terganggu."
Lekas Cin Long-giok menjelaskan "Beng-Iothay adalah ibu
angkatku, Memang aku jatuh sakit, untunglah ditolong dan
disembuhkan oleh ibu."
"Bagaimana kalian bisa berkenalan?" tanya Khing Ciau.
"Bukan saja ibu menyembuhkan penyakitku beliaupun
sudah menolong jiwaku, Hari itu seorang diri aku berhasil
mendapatkan sebuah perahu kecil dan minta untuk
menyeberangkan aku, tak nyana perahu itu milik kawanan
rampok. Untung ibu kebetulan juga naik dalam satu perahu."
Beng-lothay tertawa, katanya: "Melihat aku ini nenek rudin,
tukang perahu tidak mau menerima aku, Piaumoaymu baik
hati, dia membayar sepuluh tali perak lebih banyak baru mau
mengidzinkan aku naik ke-perahunya-"
"Setelah perahu sampai ditengah sungai, tukang perahu
mencabut golok hendak merampok, untung ibu bergerak
cepat serta merebut goloknya dan membunuhnya, namun
temannya sempat terjun kedalam air dan bikin perahu kecil itu
terbalik."
"Kawanan perompak memang suka berbuat kejahatan
seperti itu. Waku Liu Lihiap menyebrang sungai diapun
mengalami nasib yang sama, untung tidak sampai keselomot"
"O, jadi kau sudah bertemu dengan Liu Lihiap, Lalu dimana
San San Cici" Apa bersama dia?"
"Merekapun berpisah lagi. Em, bicarakan saja urusan yang
lain dulu." setiap membicarakan San San hati Khing Ciau
menjadi risau. Agaknya Beng-lothay amat memperhatikan percakapan ini,
tiba2 dia bertanya: "Nona San San itu apakah She Giok"
"Benar, Bu, kau kenal nona Giok itu?"
"Kalau benar Giok San-san, dia adalah putri seorang
sahabat lamaku- Waktu masih kecil dulu, aku pernah
melihatnya."
Ayah San San dimasa hidupnya adalah seorang piausu yang
kenamaan, hubungannya luas, tidak perlu dibuat heran kalau
kenal baik dengan suami Beng-lothay waktu masih hidup.
"Setelah perahu terbalik," tutur Cin Long-giok lebih lanjut
"untung ibu pandai berenang, perompak itu berhasil
dibunuhnya, Lalu dia balikan pula perahu itu, serta menolong
aku sampai disebrang, Aku terlalu banyak tenggak air sungai,
badan basah kuyup lagi, terombang ambing ditengah
gelombang sungai pula, belum perahu mendarat aku sudah
jatuh sakit. Belakangan aku menetap dirumah Ibu, untunglah
beliau merawatku dengan telaten, hari ini baru kesehatanku
rada baikan."
Lekas Khing Ciau ucapkan terima kasih kepada Benglothay.
Beng-lothay berkata tawar: "Aku tidak menanam budi
kepadamu buat apa kau berterima kasih kepadaku" Yang
kutolong adalah putri angkatku Long-giok, kau punya berapa
Piauko?" Cin Long-giok melengak, sahutnya "Hanya Piauko ini
seorang. Bu, kau ini..."
"Baik, kalau begitu yang datang kali ini tentu bukan
Piaukomu." lalu dia membentak dengan uring2an: "Hai, rumah
keluarga Beng kami bukan hotel, para kurcaci darimana
tengah malam mondar mandir dirumahku." sambil menenteng
tongkatnya Beng-lothay segera melayang keluar jendela,
bagai anak panah dengan gesit dia melompat melewati pagar
terus melompat turun dari atas loteng, kejap lain terdengar
benturan senjata keras dari taman dibawah.
Dalam sekejap mata benturan senjata yang bersuara
nyaring terus berlangsung amat ramai, sampai kuping terasa
pekak, Tongkat Beng-lothay berat empat puluh delapan kati,
dari suara benturan nyaring ini, senjata lawan agaknya juga
senjata yang terbuat dari logam berat, maka suaranya rada
aneh dan lebih nyaring dari lonceng, namun setiap
benturannya terasa amat berat pula,
Bing Thing berdiri diam memasang kuping, dari benturan
kedua senjata itu dia sudah tahu bahwa ibunya unggul diatas
angin, sementara matanya tetap mengawasi gerak gerik Cin
Long-giok dan Khing Ciau secara diam2.
Ternyata dia kurang tentram meninggalkan Cin Long-giok
berduaan dengan Khing Ciau didalam kamar, kedua kakinya
seperti terpaku ditem-patnya.
Khing Ciaupun sedang pasang kuping, tiba2 dia berjingkat
bangun. Cin Long-giok lekas menahannya: "Tak menjadi soal,
tongkat ibu pernah malang melintang didaerah utara dan
selatan sungai besar."
"Ada yang tidak beres, biar aku keluar menengoknya."
kuatir badan orang masih belum kuat lekas Cin Long-giok
bantu memayangnya.
"Tak usah kau papah, aku bisa berjalan." kata Khing Ciau.
Serasa di-kili2 hati Bing Thing, selanya: "Piaumoay telaten
meladeni Piauko, Khing-toako, kau harus terima maksud
baiknya." Merah muka Cin Long giok, lekas dia lepas tangan.
Sementara suara benturan senjata dibawah taman sana
semakin gencar, serasa loteng inipun bergetar saking keras
daya benturan kedua senjata itu.
Bing Thing kaget, dia mendengar lawan merangsak lebih
gencar, sekarang ibunya hanya bertahan diri, tanpa sempat
mengolok Khing Ciau segera dia memburu keluar lebih dulu,
berdiri berpegangan pagar dia menonton pertempuran
dibawah dari atas loteng.
Tampak lawan ibunya adalah seorang laki2 berusia lima
puluhan dengan jambang bauk yang lebat, kedua tangannya
masing2 bersenjata dua macam gaman yang berlainan,
tangan kanan memegang gelang baja yang kemilau, tangan
kiri bersenjata golok pendek, jurus permainan kombinasi dua
alat senjata ini amat aneh dan lucu, namun lihay luar biasa,
GoIok pendek seperti lidah ular selalu menyelonong keluar
dari lingkaran gelang baja menyerang musuh.
Setiap kali tongkat Beng-lothay membentur gelang baja
lawan lantas mengeluarkan suara aneh yang memekakkan
telinga, agaknya tongkat Beng lothay yang berat itu tak
berhasil mengatasi permainan gelang baja lawan, paling
hanya setanding saja, namun dia dibuat sibuk juga oleh
permainan golok pendek lawan.
Begitu keluar Khing Ciau lantas berteriak: "Sat-toako,
berhenti!" ternyata orang ini adalah Sat-lotoa, yang
berkepandaian paling tinggi diantara tiga saudaranya, soalnya
Sin Gi-cik menunggu2 Khing Ciau tidak kunjung pulang, maka
segera dia minta Sat-lotoa kemari mencari tahu.
Meski Khing Ciau berteriak keras, namun suara benturan
tongkat dan gelang itu lebih keras pula, Sat-lotoa agaknya
tidak mendengar seruannya, maka pertempuran terus
berlangsung, Keruan gelisah Khing Ciau bukan main. tanpa
banyak pikir segera dia menekan pagar terus lompat kebawah.
Cin Long-giok berdiri disampingnya, keruan kagetnya bukan
main, sambil berteriak lekas diapun ikut lompat kebawah Dia
kuatir akan kesehatan Khing Ciau, tak nyana diri sendiri justru
baru sembuh dari sakit, tenaga masih lemah, begitu kaki
menyentuh tanah seketika badan bergetar, kepala pusing
pandangan gelap, belum sempat dia memayang Khing Ciau,
dia sendiri yang sempoyongan hendak jatuh malah.
Bing Thing juga kaget, lekas diapun lompat turun hendak
nrenolong, untunglah Khing Ciau punya dasar Tay-yan-pat-sek
kondisinya malah lebih kuat, lekas dia memburu selangkah
dan kebetulan berhasil menarik Piaumoaynya serta
memeluknya kencang.
Beng Thing sedang memburu datang hendak memayang
Cin Long-giok dengan kedua tangan sudah terulur keluar,
sayang dia terlambat setindak, Cin Long-giok sudah jatuh
kedalam pelukan Khing Ciau, Keruan kikuk dan risi perasaan
hatinya. Baru saja Khing Ciau hendak memburu kesana memberi
penjelasan untuk menghentikan pertempuran terdengar
"Blang", tongkat Beng-lothay menyapu roboh sebuah batu
besar sampai pecah berantakan.
Sat-lotoa berseru memuji: "Bagus benar jurus Hu-mo-tiohoat."
sebetulnya Sat lotoa mendapat kesempatan untuk
mengepalkan gelang bajanya disaat Beng-lothay belum
sempat menarik balik tongkatnya, Tapi Sat-lotoa hanya angkat
gelang senjatanya diatas kepala tak bergerak lagi.
Beng-lohay gusar, makinya: "Siapa suruh kau mengalah"
Sambut seranganku."
Sat-lotoa mundur setapak lebar, tiba2 dia berteriak:
"Berhenti dulu, apa kau ini bukan bini Beng Tin?"
Beng-lothay melengak, tanyanya: "Siapa kau?"
Sat-lotoa ter-bahak2, katanya sambil mengacungkan gelang
baja: "Tidak banyak orang yang menggunakan gaman seperti
ini di Bulim, masakah Beng-toako tidak pernah menyinggung
tentang kami bersaudara ?"
"0. jadi kau ini Lo-toa atau Loji dari Sat-si-sam-hiong?" seru
Beng-lothay, baru sekarang dia teringat
"Aku inilah Sat lotoa, Sat Kang, Hehe, malam ini aku
blasakan kemari, tak kira kesamplok dengan Toa-so, Mana
Beng-toako, ada dirumah tidak?"
"Almarhum suamiku sudah dua tahun yang lalu wafat
Beruntung kalian bersaudara pernah membantunya waktu di
Cengciu dulu. kebetulan hari ini aku bisa berterima kasih
kepadamu, silakan duduk didalam, ingin aku tahu, kalau kau
tidak tahu ini rumah-ku, untuk apa kau malam2 berkunjung
kemari?" Saat mana Khing Ciau dan Cin Long-giok sudah tampil
kedepan, Kata Sat-lotoa tertawa: "Ternyata Khing-kongcu
memang disini. Beng-socu, aku mencari Khing-kongcu ini. Lho
Khing-kongcu apa kau juga sudah kenal dengan keluarga
Beng?" "Akupun sembrono masuk kemari, kebetulan bersua
dengan Piaumoay." sahut Khing Ciau.
"Piaumoaymu?" tanya Sat-lotoa heran.
"Piaumoayku adalah anak angkat Beng-lothay. Ayahnya
Sip-hun-kiam Cin Jiong adalah pamanku."
Sat-lotoa baru paham persoalannya. katanya tertawa: "Ah,
sungguh amat kebetulan."
Beng-lothay menyilakan Sat-lotoa kedalam rumah, disuguh
air teh dan ngobrol panjang lebar mengenai pengalaman
hidup masing2 Selama ini jantung Khing Ciau ber-debar2,
akhirnya dia memberanikan idlri menimbrung bicara:
"Beng-lothay, banyak terima kasih selama ini kau merawat
Piaumoay. Dia sudah tak punya sanak tak punya kadang, aku
ingin mengajaknya pergi ke Kiangim."
"Maksudmu besok juga kau mengajaknya pergi?"
"Ya, pada jaman tidak aman ini, seperjalanan bisa saling
tolong." "Apa kau tidak tahu Piaumoaymu baru saja sembuh dan
badan masih lemah?"
"Kiangim hanya dua ratus li dari sini, sehari sudah bisa kita
capai Kurasa Piaumoay masih kuat bertahan sehari saja dalam
perjalanan naik kuda."
Dari penuturan Sat-lotoa tadi Beng-lothay sudah tahu
mereka seperjalanan dengan Sin Gi-cik yang sudah dikenal
namanya itu, tanyanya: "Apa Sin Gi-cik ada memboyong
keluarganya?"
"Tidak."
"Seorang perempuan tercampur dalam pasukan, kukira
tidak leluasa, Lebih baik kalau dia tinggal disi-ni, aku bisa
mengasuh dan merawatnya. Aku kan ibu angkatnya, masakah
kau bilang dia tidak bersanak kadang disini?"
Agaknya otak Sat-lotoa cukup cerdik, melihat Khing Ciau
ngotot serta melihat hubungan dan sikap mesra antara Khing
Ciau dan Cin Long-giok, dia sudah paham duduk
persoalannya, segera dia menimbrung: "Sin-ciangkun sendiri
tidak membawa keluarga, tapi di Kiangim banyak perwira2
tinggi yang menetap di-asrama dan membawa keluarga dan
pembantu nona Cin tak usah kuatir kesepian disana.
Dan lagi nona Cin pandai silat, masakah dia tidak bisa
mengurus diri sendiri" Lebih baik kita tanya bagaimana
maksud nona Cin sendiri Menurut pendapatku urusan muda
mudi biarlah diputuskan mereka sendiri."
Dari belakang Beng Thing segera menyela: "Bu, buat apa
banyak ngomong", Mereka toh Piauko dan Piaumoay, sudah
tentu hubungan famili lebih dekat. Kau paling hanya ibu
angkat, betapapun setingkat lebih jauh."
Ber-kaca2 mata Cin Long-giok, katanya: "Beng-toa ko
jangan kau berkata demikian, ibu menolong jiwaku,
menyembuhkan penyakitku lagi, betapa besar terima kasihku.
tapi aku, aku..."
"Nah, bagaimana menurut maksudmu sendiri" ingin tinggal
bersama ibu atau mau ikut Piaukomu?"
Kalut pikiran Cin Long-giok, serba sulit juga dia ambil
keputusan, semula dia hendak menyempurnakan hubungan
baik Khing Ciau dengan San San, tapi bila dirinya tinggal
dirumah ibu angkatnya, dirinya akan selalu dilibat oleh
putranya, yaitu Beng Thing, sebagai gadis yang pemalu tak
enak dia bicara secara langsung, sekian saat dia masih
bimbang dan sulit ambil keputusan.
Disaat semua orang sedang menunggu jawaban Cin Longgiok,
tiba2 terdengar tiga kali suitan tinggi dari tiga batang
panah yang dibidikan ketengah angkasa dua pendek satu
panjang, mendengar suara panah berbunyi ini, seketika
berubah airmuka Beng-lothay.
Sat-lotoa bertanya dengan suara tertahan: "Musuh
besarmu telah datang?"
"ltulah tanda perintah dari Hwi-liong-to, To-cunya pasti
takkan datang kemari, yang datang paling hanya utusannya."
"Siapakah sebenarnya Hwi-liong-to-cu?" tanya Sat-lotoa.
"Hwi-Uong-to-cu adalah pemimpin tertinggi dari kalangan
hitam yang berkuasa disekitar sungai besar. Baru dua tahun
belakangan ini berdiri pangkalan mereka disana, tak heran kau
tidak mengetahuinya."
"Kau punya permusuhan apa dengan mereka?"
"Sekarang kami belum tahu maksud kedatangan-nya"
Silakan kalian sembunyi dulu. Aku tidak main kekerasan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan mereka, bila memang terpaksa harus main kasar,
mohon kau suka membantuku."
Sat-lotoa berempat segera masuk kekamar sebelah, tinggal
Beng-lothay seorang yang tetap duduk di-ruang tamu,
Terdengar diapun bersiul panjang dan nyaring, juga satu
panjang dua pendek, begitu lenyap suara siulannya, lantas
terdengar orang berseru lantang:
"Utusan Hwi-liong-to mengucapkan terima kasih akan
kesudian Beng-thocu menerima kami."
Panah bersuara dan siulan Beng-lothay merupakan tanda2
rahasia, utusan Hwi-liong-to bekerja menurut aturan Kangouw
memberi tanda kedatangan dengan panah berbunyi, setelah
Beng-lothay memberi penyahutan, baru mereka masuk
kerumah keluarga Beng, agaknya mereka sudah memberi
sedikit muka kepada keluarga Beng.
Tampak dua orang melangkah masuk keruang tamu, salah
seorang diantaranya membawa sebatang panah yang bercat
merah seluruhnya, katanya: "Tentunya kau ini Beng-toaso,
harap kau suka terima Lok-lim-cian ini."
"Suamiku sudah meninggal, memangnya Tocu kalian belum
tahu?" "Beng-tocu sudah wafat, kau dan putramu kan masih segar
bugar." "Sejak suamiku meninggal, akupun sudah cuci tangan tidak
mencampuri urusan dunia. Maaf Lok-lim-cian ini aku tidak bisa
terima." Utusan itu ter-bahak2. ujarnya: "Beng-toanio masakah
sudah insaf dan kembali kejalan lurus" Tapi keluarga Beng
kalian sudah puluhan tahun hidup dari kalangan Lok-lim,
bicara terus terang, berarti sudah merupakan kerabat lama
kaum Lok-lim pula. Beng-thocu meninggal, kau dan putramu
masih termasuk dalam satu keluarga Lok-lim-cian Tocu ini
mau tidak mau kau harus menerimanya."
Memangnya Beng-lothay sedang uring2an, namun dalam
waktu dekat ini dia belum berani keputusan apakah hendak
menolak mentah2, katanya: "Untuk apa Tocu kalian menyebar
Lok-lim-cian ini?"
"Tocu sudah memutuskan tanggal lima bulan depan untuk
mengumpulkan tokoh2 Lok-lim di Kanglam di Hwi-liong-to.
Disamping merundingkan cara bagaimana setelah pasukan
Kim berkuasa disini, bagaimana golongan Lok-lim kita harus
menghadapinya, disamping itu perlu juga memilih seorang
Lok-lim-beng-cu. Hari ini tanggal dua delapan, masih ada
tujuh hari lagi.
Maka dalam dua hari ini kau dan putramu harus segera
berangkat, bawalah panah ini sebagai undangan. Setelah tiba
dimuara Tiangkang disana ada saudara kita yang akan
menyambut dan mengangkut kalian ke Hwi-Hong-to."
"Kabarnya Lam-san-hou adalah saudara angkat Tocu
kalian, tentunya dia pasti hadir dalam pertemuan besar ini?"
"Benar Lam-thocu adalah salah seorang promotor dalam
mengadakan pertemuan orang2 gagah kali ini. Masa hidupnya
dulu hubungan Beng-toako tentu baik dengan Lam-thocu,
sukalah pandang muka Lam-thocu, Beng-toaso harus hadir
dalam pertemuan ini."
"Kau keliru." kata Beng-lothay, "Semasa hidupnya suamiku
bernyali kecil, hanya berani dagang kecil2an, sebaliknya Lamsan-
hou adalah tokoh yang terkenal dalam kalangan hitam,
masakah kita setimpal bersahabat sama dia" Kita masing2
menuju kearahnya sendiri, tidak saling kenal!"
Utusan itu melengak, katanya: "Apa" Jadi kalian tidak
saling kenal" Memangnya untuk apa pula Beng-toaso
menanyakan hal ini?"
"Bertanya sambil lalu saja, masakah tidak boleh?"
Utusan itu serba rikuh. katanya setelah batuk sekali:
"Kembali pada persoalan semula, silakan Beng-toaso terima
panah undangan ini."
Beng-lothay tertawa dingin, ujarnya: "Waktu hidupnya,
suamiku juga malang melintang seorang diri di Kangouw,
usahanya adalah begal tunggal, selamanya tidak pernah
terima diperintah siapapun, Aku nenek tua ini meski tidak
becus, pambek dan kebesaran jiwa suamiku tetap akan
kupertahankan. Maaf kalau nenek tua aku ini tidak tahu
diuntung, silakan kau bawa pulang Lok-lim-cian itu."
Utusan itu gusar dan kaget, katanya berdiri "Kau, berani
kau menolak perintah?"
"Perlu aku beritahu kepada kalian, aku sudah cuci tangan,
bukan lagi kaum Lok-lim, selanjutnya kalian tidak usah
mengganggu aku disini. Silakan." sambil angkat cangkir
tehnya diapun berdiri, Angkat teh dan meminumnya berarti
mengantar tamunya pulang.
Utusan itu semakin gusar, katanya: "Kau nenek tua ini
memang tidak tahu diuntung, berani kau menolak perintah."
cangkir diraihnya terus dibanting.
"Lho, tidak kalian minum teh dulu baru pulang?" sembari
bicara cangkir ditangannya tiba2 dia timpukan. "Trang" kedua
cangkir saling bentur cangkir yang dibanting utusan itu
mencelat balik jatuh diatas meja tepat ditempatnya semula,
air teh didalam cangkir setetespun tidak tercecer sementara
cangkir yang di-tlmpukan Beng-lothay berputar ditengah
udara, lekas lengan bajunya mengebut cangkir itu kena
digulung kedalam lengan bajunya sementara Beng-lo-tay tak
bergerak tidak bersuara, cuma matanya tajam menatap kedua
utusan itu. Begitu demonstrasi Lwekang tingkat tinggi di unjukkan.
Kedua utusan itu kememek ditempatnya, tidak berani
sesumbar lagi. 0rang yang memegangi Lok-1im-cian itu
berubah rona mukanya, tiba2 dia tancapkan panah itu keatas
meja, katanya: "Terima atau tidak terserah kepadamu, aku
hanya diutus membawa Lok-lim-cian ini kemari. Kami mohon
diri." Setelah kedua utusan ini berlalu, Sat-lotoa melangkah
keluar dari kamar sebelah, katanya gelak2: "Beng-toaso,
hebat kau, Hehe, tepat benar kau usir mereka."
"Semasa hidup Bengtoakomu amat tegas membedakan
budi dan dendam, Hwi-liong-tocu umpama kuda dan sapi yang
tidak saling berkenalan. Apalagi Lam-san-hou adalah musuh
besar keluarga Beng kita, aku nenek tua ini belum bisa
menuntut batas bagi sakit hati ini, hati menyesal selama
hidup, masakah harus mandah diperintah oleh mereka"
Kalau pertemuan besar kali ini sukses terang Hwi-liong-tocu
sendiri yang bakal menduduki Lok-lim-beng-cu, dengan
sendirinya Lam-san-hou sebagai tangan kanannya bakal
menekan kami berdua, Kalau aku harus menjunjung gerakan
mereka, bukankah suamiku takkan tentram dialam baka?"
Sat-lotoa kaget, katanya: "Beng-toako, dia, dia adalah..."
dia kira kematian Beng Tin ada sangkut pautnya dengan Lamsan-
hou. "Beng-toakomu memang tidak kenal dengan Lam-san-hou.
Dia meninggal karena sakit."
"Lalu bagaimana bisa terikat dendam sakit hati ini?"
"Beng-toakomu biasanya berjiwa luhur, setia kawan dan
memegang keadilan, dia punya seorang teman yang terbunuh
oleh Lam-san-hou, sampaipun seorang keponakannyapun
terpaksa melarikan diri entah kemana dia sekarang berada.
Semasa hidupnya Beng-toakomu punya cita2 yang belum
terlaksana sampai sekarang, pertama menuntut balas bagi
kematian sahabatnya, kedua mencari balik keponakannya itu.
Tapi setelah Lam-san-hou berada di Kanglam mereka
belum pernah bersua, keponakannya itu juga tak berhasil
ditemukan, boleh dikata dia meninggal dengan mata tidak
meram." Cerita ini Khing Ciau seperti pernah mendengar dari
penuturan orang, maka tergeraklah hatinya, batinnya:
"Memangnya benar2 ada kejadian begini kebetulan dalam
dunia ini?"
Kata Sat-lotoa: "Kau menolak Lok-lim-cian, bukankah Hwiliong-
tocu akan mempersulit dirimu, apa kau bisa tetap
bercokol disini?"
"Sejak muda nenek tua aku ini sudah malang melintang di
Kangouw, meski sekarang sudah berusia lanjut, tekadku masih
belum pudar, tidak nanti aku terlalu menyanyangi segala
milikku ini, Hwi-liong-tocu sendiri sekarang sedang sibuk
dengan urusannya, masakah dia sempat menyelesaikan
persoalan sekecil ini. Apa boleh buat aku terpaksa
meninggalkan rumah pergi ketempat yang jauh, berkecimpung
pula di Kang-ouw."
Sebetulnya Sat-lo-toa hendak membujuk mereka ibu
beranak ikut ke Kiangim saja, supaya bisa kumpuI lebih lama
dengan Cin Long-giok dan Khing Ciau. Bila Hong-lay-mo-li
kembali dari Hwi-liong-to, bagaimana akhir dari pertemuan di
Hwi liong-to dapat mereka ketahui, saat itu baru diambil
keputusan lebih lanjut.
Sebetulnya Khing Ciau juga punya pikiran yang sama.
Namun belum lagi mereka sempat kemukakan isi hatinya,
tiba2 terdengar seperti ada sesuatu benda berat terjatuh
ditaman kembang, meski lirih suaranya namun dalam
pendengaran seorang ahli seperti Sat-lotoa dan Beng-Iothay,
mereka segera tahu kedatangan pula orang yang punya
Ginkang lumayan, Berkerut alis Benglothay, katanya:: "Apakah
kedua utusan itu kembali lagi" Atau Hwi-liong-to mengutus
lain orang pula" Masakah begitu cepat mereka datang?"
Kembali Sat-lotoa beramai menyingkir kekamar sebelah,
dengan menjinjing tongkat kepala naganya, Beng-Iothay
membuka pintu, sapanya dingin: "Kalian silakan!"
Tampak yang datang adalah laki2 dan perempuan, berusia
likuran tahun. Beng-lothay melengak, tongkat diturunkan dia
bertanya: "Kalian siapa, untuk apa kemari" Haya, kau, kau
adalah..."
"Jicim, aku ini Beng-Cau, mana Jisiok?"
Kejut Beng-lothay bukan main, katanya: "Titji (keponakan).
betapa sulitku mencari kau, Jisiok-mu sudah mangkat. Nona
ini, apakah dia nona Giok?"
Merah muka Beng Cau, katanya: "Bukan. nona siang ini
adalah menantu keponakanmu."
Melihat siang Ceng-hong cantik rupawan Beng-lothay amat
girang, segera dia tarik tangannya, katanya dengan muka
berseri: "Ah Cau, ternyata kau sudah berkeluarga. sekarang
aku boleh lega hati." tiba2 bercekad hatinya, tanyanya: "Nona
Siang, kau berasal dari mana?"
Siang Ceng-hong memanggil "bibi" lalu berkata tawar:
"Sejak kecil aku dibesarkan di Siang-keh-po di Hou-loan-san,
ayahku adalah Siang Kian-thian, bibi tentunya pernah dengar
nama ayahku, Kini aku punya rumah tak bisa pulang, Cau-ko
membawaku kemari untuk minta perlindunganmu."
Ternyata setelah patah hati, selama ini Siang Ceng-hong
mengikuti Beng Cau dan rela dipersunting begitu saja. Namun
sebagai putri dari seorang tokoh besar merendahkan derajat
menikah dengan Beng Cau, betapapun hatinya merasa
direndahkan, begitu bertemu Beng-lothay justru menyinggung
"nona Giok" lagi, sudah tentu dia lebih kurang senang.
Sudah tentu Siang Ceng-hong tidak tahu apa alasan Benglothay
menyinggung nona Giok (maksudnya San San),
sekarang perlu kami jelaskan disini. bahwa ayah Beng Cau dan
ayah Giok San-san adalah satu kolega yang bekerja dalam
satu Piaukiok. Hubungan mereka amat intim, setelah usia menanjak tua
sama2 mengundurkan diri, akhirnya mereka menetap
bertetangga. Waktu itu Beng Cau dan San San masih kecil,
namun sanak kadang dari kedua keluarga sudah anggap kelak
mereka bakal menjadi suami istri.
Beng dan Giok sama2 punya maksud lagi, soalnya mereka
masih kecil maka kedua orang tua ini belum mengikat-nya
secara resmi. Ayah Beng Cau adalah kakak sepupu suami Beng-lothay,
namun haluan hidup kedua saudara ini berlainan, yang satu
jadi piausu sang adik menjadi begal besar.
Satu diutara yang lain diselatan, selama puluhan tahun
jarang mereka bertemu, Kira2 empat belas tahun yang lalu
mereka bertemu yang terakhir kali, tak lama kemudian engkoh
Beng Tin atau ayah Beng Caupun meninggal, dua tahun
kemudian Giok-lothau (ayah Giok San-san) juga mengalami
bencana dan terbunuh. Dalam pertemuan terakhir Beng Tim
pergi bersama istrinya, maka merekapun ada bertemu dengan
Giok San-san. Semula Lam-san-hou adalah begal besar yang malang
melintang didaerah utara, suatu ketika dia merampas barang
kawalan Beng dan Giok, meski dia berhasil namun Lam-sanhou
juga tersambit sebatang senjata rahasia.
Setelah Beng dan Giok pensiun, Lam-san-hou masih tidak
melupakan sakit hatinya, dia meluruk ke desa dimana Gioklothau
mengasingkan diri waktu itu ayah Beng Cau sudah
meninggal tapi rumahnya ikut terbakar habis.
Oleh karena itu terpaksa Beng Cau menjadi gelandangan
Kangouw, belakangan diterima di Siang-keh-po menjadi
pembantu rumah tangga sebaliknya kuatir kerabat Piauhang
sama menuntut balas kepadanya, Lam-san-hou lantas lari ke
Kanglam, tetap melakukan usaha gelapnya.
Dalam pada itu setelah mengetahui asal usul Siang Cenghong,
sungguh girang dan kaget benar, Mimpipun Beng-lothay
tidak pernah membayangkan bahwa keponakannya bakal
mempersunting putri Siang Kian-thian yang begitu tenar dan
berwibawa dikalangan Kang-ouw dengan Siang-keh-ponya
yang jaya pula.
Dia pun heran mendengar Siang Ceng-hong bilang "punya
rumah tak bisa pulang", saking kesenangan dan keheranan
pula, mulutnya sudah terbuka, namun tak kuasa melanjutkan
kata2nya lagi, soalnya nama Siang-keh-po memang terlalu
besar, betapapun hatinya amat diluar dugaan.
"Kongsun Ki membunuh cicinya dan merebut kekuasaan di
Siang-keh-po, terpaksa aku bawa dia lari kemari, bibi tidak
usah kuatir." Beng Cau tidak mengatakan apa yang
sebenarnya. Beng-lothay kejut2 girang, batinnya: "Titji menikah dengan
putri gembong iblis, entah akan membawa rejeki atau
bencana" Apapun yang akan terjadi, peristiwa ini merupakan
kejadian yang mengangkat gengsi keluarga Beng kita." rasa
bangga mengatasi rasa kuatiran dan ketakutan, setelah
tenangkan diri Beng-lothay segera berteriak:
"Thing-ji, keluarlah menemui Engkoh dan Ensomu. Nona


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cin, kau adalah putri angkatku, silakan keluar untuk
berkenalan Haha, Sat-lotoa, Khing-siangkong, semua harap
keluar, keluar, keluarga nenek tua malam ini kumpul kembali,
kalian harus ikut merayakan minum sepuasnya."
Jantung Khing Ciau berdetak keras, sudah tentu dia tidak
habis mengerti kenapa Siang Ceng-hong menikah dengan
Beng Cau. Tapi itu lebih baik dari pada dia tertipu oleh
Kongsun Ki, Namun dia harus keluar menemuinya tidak" Sulit
dia berkeputusan, karena ragu2 kakinya jadi berat untuk
keluar. Melihat mukanya pucat dan badannya limbung Cin Longgiok
amat kaget. Dikiranya kondisi badan Khing Ciau memang
lemah setelah mengalami pertempuran tadi, lekas dia
memapahnya, tanyanya lirih: "Piauko, kenapa kau?"
Mendengar Beng-lothay menyinggung "Khing-siang-kong"
semula hati Siang Ceng-hongpun kaget, dilihatnya Khing Ciau
sedang maju mundur diambang pintu, disampingnya Cin Longgiok
sedang memapahnya, seketika bertaut alisnya, katanya
tertawa dingin: "Khing-kongcu kau takut melihat aku" Keluar!"
Sudah tentu ucapan Siang Ceng-hong membuat hadirin
kaget Siang Ceng-hong beranjak maju sambil tertawa
cekikikan: "Bagus sekali, sungguh amat kebetulan, Khingkongcu
dan nona Giok sama2 disini!"
Beng-lothay ter-heran2, selanya: "Dia bukan nona Giok,
nona Cin putri pungutku."
"Ah, maaf, maaf!" ujar Siang Ceng-hong berdiri dihadapan
mereka sambil mengamati dengan pandangan menghina dan
sikap mencemooh.
"Khing kongcu sudah tukar seorang kekasih yang lain,
semula kukira nona Giok San-san adanya. Nona Cin, harap kau
tidak berkecil hati." agaknya Siang Ceng-hong sengaja hendak
mengolok2 dan menghina Khing Ciau dihadapan umum,
sekaligus untuk melampiaskan penasaran hatinya.
Berubah air muka Beng-lothay, katanya dengan gemetar:
"Mantu keponakan, kau kenal Khing-kongcu ini" Apa sih
hubungannya dengan keluarga Siang kalian" Tadi dia
menggunakan Tay-yan-pat-sek, namun Khing-kongcu bilang
tiada sangkut paut dengan keluarga Siang kalian."
"Tiada sangkut paut" Akulah yang mengajar Tay-yan-patsek
itu kepadanya! Bibi, tak perlu menegakkan alis, melotot
mata, hubunganku sama dia, keponakanmu tahu amat jelas.
Sejak tahu dia punya nona Giok, aku lantas putuskan
hubunganku sama dia, Keponakan mu tahu akan hal ini baru
dia melamar kepadaku, kalau tidak masakah aku bisa jadi
menantu keponakanmu?"
Sudah tentu pengakuan Siang Ceng-hong membuat
suasana menjadi runyam, Beng-lothay amat gusar, batinnya:
"Kalau keponakanku kawin sama nona Giok, keluarga Beng
kita tak usah terhina dan membuat aku gusar melulu. Hm,
semua gara-gara perbuatan bocah she Khing ini yang merebut
nona San San, sekaligus membuat celaka keponakanku."
Dihadapan menantu keponakannya yang baru, orang
adalah putri Siang Kian-thian sigembong iblis yang disegani
lagi, maka Beng-lotohay tidak berani umbar adatnya meski
gusarnya bukan main, Maka rasa amarahnya segera dia
tumplek kepada Khing Ciau, katanya dingin kepada Khing Ciau
dengan muka kaku:
"Khing-kongcu, Piau-moaymu adalah putri pungutku, kau
sebaliknya bukan sanak bukan kadang dengan aku,
selanjutnya tak usah kau datang kerumah keluarga Beng
kami." Sekilas Khing Ciau melengak, katanya dengan gusar: "Baik,
aku segera berlalu, Piaumoay, kau..."
Betapa sedih hati Cin Long-giok, katanya dengan gemetar:
"Bu dalam hal apa Piauko berbuat salah terhadapmu"
Martabat dan karakter Piauko cukup kukenal, dia..." sulit juga
dia membeber persoalan sebenarnya dihadapan orang hanyak.
Agaknya semakin memuncak amarah Beng-lothay, katanya
sengit: "Nona Cin, kau suka terhadap Piau-komu, akupun tidak
akan menahanmu bila kau hendak ikut dia. Tapi. aku demi
kebaikanmu, kuharap kau berpikir sebelum bertindak."
Siang Ceng-hong menjengek dingin: "Dia suka gelandangan
yang romantis ini, bibi, buat apa kau melelahkan lidah
membujuk dia."
"Huuaah!" sekumur darah meyembur keluar dari mulut Cin
Long-giok, Khing Ciau gusar: "Kenapa kalian memaksanya
begini rupa" Piaumoay, haturkan terima kasih kepada ibu
pungutmu, segera kita berlalu,"
Melihat Cin Long-giok muntah darah, Beng-lothay rada
menyesal, namun untuk menahan gengsi, lahirnya tetap
bersikap kaku dingin tanpa bersuara sepatah katapun.
Sat-lotoa segera tampil kedepan: "Beng-socu, kenapa harus
begini" Berilah sedikit kelonggaran, supaya kelak ada
kesempatan untuk berkumpul lagi."
"Sat-Iotoa, kau pernah menanam budi kepada suamiku,
aku berterima kasih kepadamu, Tapi urusan keluarga Beng
kami tidak suka dicampuri orang luar."
Melihat Beng-lothay terlalu berkukuh, apa lagi perlu segera
kembali kepenginapan, segera Sat-lotoa berkata: "Socu, kalau
demikian, biarlah aku pamitan saja."
Khing Ciau menyeka darah yang meleleh diujung mulut Cin
Long-giok, katanya: "Piaumoay, masakah bisa kau tetap
tinggal ditempat ini?"
Agaknya Cin Long-giok sudah berketetapan, segera dia
sisihkan tangan Khing Ciau, katanya: "lbu, banyak terima kasih
akan rawatan dan asuhanmu selama setengah bulan ini, Budi
luhurmu, selama hidupku takkan pernah kulupakan." lalu dia
berlutut menyambah kepada Beng-lothay.
Sungguh marah, dongkol dan getir serta haru pula hati
Beng-lothay, namun dia berpaling muka tidak terima
penghormatan besar ini.
Sat-lotoa tiba2 berkata pula: "Beng-socu, bagaimana
keputusanmu mengenai Lok-lim-cian ini?"
Dalam suasana serba runyam ini Sat-lotoa tiba2
menyinggung soal yang tiada sangkut pautnya dengan
keadaan, dengan uring2an Beng-lothay lantas cabut panah itu,
katanya:" Untuk apa kau tanya hal ini?" hampir saja dia
hendak putus panah itu menjadi dua.
"Beng-socu, kau tidak mau terima, berikan saja kepadaku."
Beng-lothay melengak, tanyanya: "Kau ingin menerima
panah ini?"
"Kau tidak mau biar aku yang terima, anggap aku yang
terima kebaikanmu, bukankah urusan beres?"
Memangnya Beng-lothay belum sempat membalas budi
kepadanya, kini orang menginginkan panah ini, maka dia
lantas serahkan, Tanpa bertanya apa maksud dan tujuannya.
"Terima kasih, banyak terima kasih, Beng-socu, putri
pungutmu sudah lama berlutut." ternyata sebelum mendapat
restu dari ibu pungutnya Cin Long-giok tetap berlutut dilantai
tak berani berdiri.
Beng-lothay sadar akan sikapnya yang rada keterlaluan
akhirnya dia menghela napas serta memapah Cin Long-giok
bangun, katanya: "Nona Cin, kau sendiri suka menempuh
jalan hidupmu, akupun tak bisa memaksamu, Penyakitmu
belum sembuh seluruhnya, jagalah dirimu baik2."
Ber-kaca2 mata Cin Long-giok, katanya: "lbu, kaupun
jagalah dirimu baik2."
Sat-lotoa gelak2, ujarnya: "Tiada perjamuan yang tak
bubar, nah, hayolah pulang!" waktu itu hari sudah remang2
menjelang terang tanah, kuatir Sin Gi-cik menunggu dengan
gelisah, Sat-lotoa ter-buru2 hendak pulang, maka dia sudah
melangkah keluar.
Baru saja Khing Ciau hampir keluar dari ruang tamu, Beng
Cau tiba2 mengadang didepannya: "Tunggu sebentar!"
katanya menyeringai dingin.
"Beng-toako." kata Khing Ciau tertegun, "Kau ada petunjuk
apa?" Pada saat itu tiba2 terdengar suara suitan panjang di luar
sana Sat-lotoa kaget karena dia kenal itulah suitan adiknya,
sebelumnya mereka sudah berjanji bila mengalami sesuatu,
gunakan suitan untuk minta bantuan, Sat-lotoa segera
berkata: "Khing-kong-cu. urusan yang tidak begitu penting biarlah
dibicarakan kelak saja." sudah tentu tak terpikir olehnya
bahwa Beng Cau sengaja hendak mencari perkara kepada
Khing Ciau. Dengan mengembangkan Ginkang Sat-lotoa segera lompat
naik kepagar tembok, dia kira Khing Ciau akan membuntuti
dibeiakangnya, siapa tahu Beng Cau justru tak mau lepas
orang pergi. "Tidak berani. tidak berani." ujar Beng Cau sambil
menyilangkan kedua tangan, "Beng Cau mohon Khing-kongcu
memberi petunjuk barang satu atau setengah jurus"
"Buat apa kau cari gara2" Maaf aku tak bisa iringi
keinginanmu."
"Cari gara2 apa" Memangnya kau lupa pernah memukulku
sekali di Siang-kek-po dulu" Kebetulan hari ini bersua dan ada
kesempatan, masakah kau tidak sudi memberi petunjuk pula
kepadaku" Hm, mau atau tidak kau harus rasakan dulu
kepelanku!"
"Beng-toako, anggaplah memang aku yang salah waktu itu,
biar aku mengaku kalah dan mohon maaf kepadamu!"
"Aku tidak perlu kau minta maaf" Kau tak usah takut, kami
hanya jajal kepandaian saja, sekali pukulan kubalas sekali
pukulan pula, aku tidak akan mencabut jiwamu." pelan2 kedua
telapak tangannya didorong kedepan, ternyata dia bergerak
dan menyerang lebih dulu kepada Khing Ciau.
"Beng-toako terlalu memaksaku siaute terpaksa menurut
saja." apa boleh buat Khing Ciau gerakan sebelah telapak
tangannya menggaris bundar terus ba-las menyerang.
Sejak menikah dengan Siang Ceng-hong, Beng Cau sudah
berhasil menipu Tay-yan-pat-sek dan Lwe-kang murni dari
kedua ilmu beracun itu, sudah tentu kepandaiannya maju
pesat meski latihannya belum lama, namun bicara soal pupuk
dasarnya masih kalah kuat dari Khing Ciau.
Sayang Khing Ciau sedang ter-luka, Lwekangnya banyak
berkurang, maka keadaan mereka sekarang kira2 berimbang.
"Blang" kedua telapak tangan beradu, Beng Cau tersurut
tiga langkah, Khing Ciau hanya tergeliat se-dikit Siang Cenghong
segera memberi petunjuk: "Atasi kekurangan lawan
dengan keahlian sendiri Dulu cara bagaimana kau dikalahkan,
dengan cara itu pula kau harus menang sekarang."
Dengan menghardik keras Beng Cau menubruk maju pula,
kiri kepelan kanan telapak tangan, gerakan tangannya
mengeluarkan deru angin keras, tangan kanan menyerang
muka, kepelan kiri menggenjot lambung Khing Cau
kembangkan Sip-hun-pdu-hoat, berkelit sambil balas
menyerang, tak kira Beng Cau seperti sudah mengira
gerakannya ini, kepelannya hanya menggertak, se-konyong2
kedua kakinya serempak menendang secara berantai,
sasarannya tepat kearah mana Khing Ciau menyingkir.
Sebat sekali Khing Ciau miringkan badan telapak tangan
menyisir lutut orang, maka tendangan lawan menyerempet
lewat dari samping ketiaknya, meski tidak kena dengan telak
rasanya panas pedas juga, pukulan tepak tangan susulan
Beng Cau kebetulan bentrok pula dengan telapak tangannya.
Kali ini Khing Ciau memukul sambil berkelit, maka
kedudukan kakinya kurang kokoh, gilirannya sekarang tersurut
tiga tapak, sementara Beng Cau hanya tergeliat saja.
Mendapat angin Beng Cau tidak memberi peluang kepada
lawannya, serangannyapun tidak kenal kasihan lagi, belum
lagi Khing Ciau berdiri tegak, kembali dia menubruk maju.
permainan jurus2 silatnya mendapat petunjuk langsung dari
Kongsun Ki, sekaligus dia kombinasikan Hu-hou-kun (kunthau
menaklukkan harimau) dengan Yen-yan-lian-hoan-tui
kepalannya memukul keutara, tahu2 kakinya menendang
keselatan, bergerak menurut posisi Pat-kwa-ngo-hing, gerakan
tangan dan kaki justru selalu berlawanan, peduli kemanapun
Khing Ciau menggeser kedudukan, selalu dia dibentur dan
dihadang oleh kaki tangan Beng Cau.
Berarti setiap jurus permainan Beng Cau selalu mengatasi
dirinya lebih dulu.
"Bluk" dalam pertempuran sengit itu tiba2 Khing Ciau kena
sekali hantaman Beng Cau. Dengan tertawa congkak Beng
Cau mengolok2: "Nah tahu kelihayan-ku belum" Mengaku
kalah tidak?"
Khing Cau kertak gigi, "Wut, wut" dua kali dia lontarkan
pukulan, dengan rasa gusar yang memuncak, meski
tenaganya hampir habis, tak urung lawan didesak mundur
juga. Cin Long-giok amat kuatir, teriaknya dengan suara
gemetar: "Piauko- kau, biar kau..." belum lenyap suaranya,
Beng Cau sudah merangsak maju pula.
"BIang" telak sekali kakinya menendang punggung Khing
Ciau sampai sempoyongan hampir roboh, kedua biji matanya
merah menyala, serangan tendangan berantai Beng Cau kaki
kiri tepat mengenai sasaran, tahu2 kaki kanan sudah
menendang tiba pula, Khing Ciau memuntahkan darah segar,
tanpa berkelit sekali hantam dia pukul lutut kaki kanan orang,
melihat kemenangan dipihaknya, Beng Cau tidak mau main
secara kekerasan lagi, dengan Cap-cu-pai-lian, ujung kakinya
menggaris bundar terus ditarik balik, permainan pukulan Khing
Cau memang terlatih baik. namun gerak gerik kakinya kurang
tangkas, tabasan telapak tangannya hanya sedikit
menyerempet dengkul orang saja, Tapi Beng Cau toh rasakan
kakinya panas dan sakit.
Beng Cau semakin murka, damratnya: "Baik, kau bocah ini
keras kepala, Blar kuhajar kau sampai berlutut minta ampun."
segera kaki tangan dia kerjakan bersama, laksana hujan badai
mencecar dengan gencar, serangannya jauh lebih ganas dan
keji. Cin Long-giok tahu watak keras Piaukonya, betapapun dia
takkan mau menyerah kalah, terpaksa dia menahan malu dan
terhina memohon kepada Beng-lothay: "Beng-toako bilang
membalas sekali pukulan, kini dia sudah menghantam dan
menendang."
Memang Beng-lothay juga merasakan perbuatan Beng Cau
rada keterlaluan, namun waktu dia melirik dilihatnya Siang
Ceng-hong juga mengunjuk rasa kuatir dan kebingungan
terang dia masih punya rasa cinia terhadap Khing Ciau,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seketika timbul pula amarahnya. Maka dengan muka membesi
kaku dia tidak hiraukan ratapan Cin Long-giok
Mendadak Beng Cau membentak: "Hayo kau berlutut!"
dengan sejurus Ban-klong-sia-tiau (menarik busur memanah
rajawali), kedua lengannya terpentang, kedua tangan Khing
Ciau sudah terkunci olehnya sehingga tidak bisa membela diri
pula, berbareng kakinya lantas menendang lutut Khing Ciau.
Dasar berjiwa sempit, karena dengkul sendiri terserempet
oleh tabasan tangan Khing Ciau tadi, kini sengaja dia hendak
tendang tulang lutut Khing Ciau sampai remuk biar orang
berlutut dengan kesakitan.
Dengan menjerit kaget dan kuatir, Cin Long-giok segera
lompat maju hendak menarik Khing Ciau, Se-konyong2
terdengar suara seorang perempuan berkata: "Khingsiangkong,
jangan kau takut orang ini tidak kenal aturan, biar
kusuruh dia menyembah kepadamu!" datang suaranya tiba
pula orangnya, maka terdengar "bluk!" yang jatuh berlutut
ternyata memang Beng Cau. Tahu2 Hiat-to didengkulnya kena
tertutuk oleh gadis yang baru datang ini, tanpa kuasa kontan
dia berlutut dan menyembah.
Bagian 24 Belum lagi kakinya berdiri tegak Khing Ciau sudah
melengak, tiba2 dia berteriak gusar: "Kau siluman rase ini!"
suaranya mengandung kemarahan, kontan telapak tangannya
melayang memukul kepada gadis yang baru tiba ini, Ternyata
orang yang menolongnya ini bukan lain adalah Giok-bin-yauhou
Lian Ceng-poh. Pada saat yang sama, Cin Long-giok dan Siang Ceng-hong
serempak melolos pedang terus melabrak kepada gadis itu,
Cin Long-giok demi menuntut balas kematian ayahnya, Siang
Ceng-poh lantaran orang adalah gendak Kongsun Ki yang
sekongkol membunuh cicinya. Maka tanpa berjanji mereka
sama lolos pedang menyerang kepada Lian Ceng-poh.
Sekaligus dilabrak dari tiga jurusan, keruan gadis itu jadi
kelabakan sendiri, teriaknya: "He, he, kalian salah mengenali
orang!" namun serangan ketiga pihak sudah tak mungkin
dibendung lagi, sudah tentu seruannya ini sia2 belaka.
Apa boleh buat terpaksa gadis itu membalas, gerak gerik
badannya memang tangkas dan lincah, tampak orang
melompat dan berkelebat tahu2 pukulan Khing Ciau mengenai
tempat kosong, entah bagaimana orang tahu2 sudah
mengeluarkan senjatanya, golok bulan sabit, "Trang"
kebetulan dia sempat tangkis pedang Siang dan Cin berdua.
Baru sekarang Khing Ciau melihat jelas muka orang serta
golok yang digunakan itu, seketika dia teringat akan cerita
Hong-lay-mo-li mengenai kakak beradik tiga bersaudara dari
keluarga Jilian itu, seketika dia menjerit kaget:
"Kau ini Jilian Ceng-sia?" Memangnya pukulan Beng Cau
menambah berat luka2-nya, tenagapun sudah habis, setelah
tahu bukan berhadapan dengan musuh, pertahanannya
seketika luluh dan tenagapun lemas, berdiripun tak kuat lagi.
Pada saat mana tampak seorang laki2 beralis tebal ikut
memburu masuk, teraknya: "Siapa saja mereka ini, kenapa
kau bergebrak dengan mereka?" laki2 ini adalah kekasih Jilian
Ceng-sia, yaitu Yalu Hoan-ih.
Ternyata dalam perjalanan pulang keutara, sepasang
kekasih ini lewat dikota kecil ini, kebetulan mendengar usara
pertempuran didalam rumah, maka mereka melongok masuk
mau lihat biar jelas, Waktu dimulut gunung Thian-bok-san
tempo hari, mereka ada melihat Khing Ciau dikepung dan
dikeroyok kawanan serdadu, maka mereka kenal Khing Ciau,
sebaliknya Khing Ciau tidak kenal mereka
Beng-lothay gusar, serunya: "Kurangajar, rumahku ini
bukan hotel, siapa saja berani main terobosan disini" tongkat
diangkat terus memapak kedatangan Yalu Hoan-ih.
Jilian Ceng-sia lekas berteriak: "lh-ko, lekas tolong Khingkongcu
keluar!" Yalu Hoan-ih sudah keluarkan golok tunggalnya, dengan
miringkan golok dan menyisir tongkat Beng-lothay dia surung
tongkat lawan kesamping, yang dia gunakan adalah Lwekang
tingkat tinggi yang mengutamakan tenaga lengket yang iunak,
namun tongkat Beng-lothay amat berat, meski delapan bagian
tenaganya dia kerahkan untuk menyampuk miring tongkat
lawan, tak urung dia sendiri tergetar mundur setapak.
Karena Tongkatnya terseret kesamping, Beng-lothay
sampai kehilangan keseimbangan badan, hampir saja dia
tersungkur jatuh, saking gusar dia kerahkan Jian-kin-tui
sehingga kakinya berdiri sekokoh gunung, "Wut" kembail
tongkatnya menyapu balik.
Tongkat Beng-lothay panjang delapan kaki, golok Yalu
Hoan-ih cuma dua setengah kaki, pendek lawan panjang
sudah tentu pihak Yalu Hoan-ih yang dirugikan.
Kebetulan Khing Ciau rebah ditengah antara kedua orang
yang bergebrak ini, Yalu Hoan-ih terang tak mampu pukul
mundur lawannya dan sempat menarik Khing Ciau. apalagi
tongkat panjang lawan kemungkinan bisa kesalahan
mengepruk Khing Ciau.
"Kalian mau berhenti tidak!" bentak Jilian Ceng-cia. Kini Cin
Long-giok sudah jelas bahwa lawannya bukan Lian Ceng-poh
segera dia mengundurkan diri Siang Ceng-hong sebaliknya
masih ngotot dan merangsak dengan sengit Agaknya rasa
dongkol dan dendamnya selama ini seluruhnya dia tumplek
kepada Jilian Ceng-sia.
Sudah tentu Jilian Ceng-sia menjadi naik pitam, golok
sabitnya segera bergerak setengah membun-dar tahu2
membacok tiba kemuka Siang Ceng-hong, Melihat bacokan
kuat yang mengincar pundak ini, lekas Siang Ceng-hong
membalas dengan jurus Kim-tiau-can-ci (rajawali emas
pentang sayap), Ceng-kong-kiam dia puntir ke samping kiri,
menangkis sembari balas menyerang, sebenarnya jurus ini
merupakan ilmu pedang tingkat tinggi, tak nyana permainan
golok Jilian Ceng-sia justru jauh berlainan dengan ilmu golok
umumnya, ditengah jalan ujung golok sabitnya itu tiba2
menusuk tiba dari arah yang tak pernah diduga oleh Siang
Ceng-hong, ter-sipu2 Siang Ceng-hong menarik pedang untuk
menangkis, tapi sudah terlambat setindak "Trang" tahu2
pedangnya sudah terpelintir dan ditarik, pedangnya sudah
terampas oleh musuh.
Dengan Hong-biau-loh-hoa (Angin menghembus kembang
berjatuhan) lekas Siang Ceng-hong lompat menyingkir tujuh
kaki, untung Hiat-tonya tidak sampai tertutuk.
Jilian Ceng-sia tertawa cekikikan, serunya "Nenek galak,
kaupun lepaskan senjatamu!" dengan langkah naga melingkar
menggeser kedudukan, tahu2 dia berkelebat kesamping Benglothay,
"Wut, wut, wut!" beruntun tiga kali tabasan dan
bacokan laksana kilat menyamber.
Lwekang Beng-lothay lebih kuat, namun gerak geriknya
tidak selincah orang, apa lagi dia harus pecah perhatian untuk
menghadapi Yalu Hoan-ih, seketika dia terdesak mencak2
"Sret" lengan bajunya tahu2 terbabat secuil oleh golok Jilian
Ceng-sia.Betapapun tongkatnya tidak sampai dilucuti,
kekalahannya tidak serunyam Siang Ceng-hong.
Karena terdesak oleh rangsakan Jilian Ceng-sia, Benglothay
harus mundur beberapa langkah, baru sekarang Yalu
Hoan-ih punya kesempatan memanggul Khing Ciau terus lari
keluar. "Bangsat kecil, lari kemana kau!" damrat Beng-lothay
gusar, Tongkat kepala naga segera menjojoh kepunggung
Yalu Hoan-ih. Namun Jilian Ceng-sia putar goloknya dengan
kencang menahan dirinya, tiga kali berturut2 Beng-lothay
tidak berhasil menerjang kesana.
Karena pintu tidak terhalang dengan mudah Yalu Hoan-ih
bawa Khing Ciau keluar terus lompat naik pagar tembok.
Cin Long-giok tidak tahu orang macam apa sebenarnya
Yalu Hoan-ih, sudah tentu dia tidak rela Khing Ciau digondol
pergi begitu saja, lekas dia mengejar keluar.
"Giok-moay," Beng Thing berteriak memanggil
"Kesehatanmu sendiri lebih penting!" dia kuatir kesehatan Cin
Long-giok yang belum sembuh, seorang diri mengejar musuh,
bahayanya terlalu besar, lekas dia memburu maju hendak
menariknya balik.
Kebetulan Beng Cau masih berlutut dilantai, karena
terburu2 Beng Thing menendang Beng Cau, keruan Beng Cau
menjerit2, Beng Thingpun sempoyongan hampir tersungkur,
Tiba2 Jilian Ceng-sia berkelebat di-sampingnya, begitu dia
lintangkan ujung kaki menggantol, mulut berbareng
mengejek. "Kaupun robohlah!" benar juga Beng Thing kontan
terjungkal roboh dan bergumul saling tindih dengan Beng Cau.
Mengira anaknya cidra keruan kaget Beng-lothay bukan
main, lekas dia memburu maju menolong putranya sementara
Jilian Ceng-sia dengan leluasa berlari keluar.
Begitu mengejar keluar Cin Long-giok lantas berteriak
"Siapa kau, lekas turunkan Piaukoku."
Yalu Hoan-ih menghentikan langkah, sementara Jilian
Ceng-sia sudah memburu datang, katanya tertawa: "Apa
Khing-kongcu Plaukomu?"
Luka2 Khing Ciau tidak ringan, untung dia masih tetap
sadar, segera dia bCrsuara: "Piaumoay tidak usah kuatir,
mereka adalah teman Liu Lihiap."
Jilian Ceng-sia tertawa pula, ujarnya: "Biar dia bantu
menggendong Piaukomu."
Lega hati Cin Long-giok, segera dia mengucap terima kasih
kepada Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia.
"Khing-siangkong" kata Yalu Hoan-ih, "dimana kau tinggal,
mari kuantar kau kembali."
"Aku tinggal dihotel didepan itu" sahut Khing Ciau sebelum
mereka masuk kedalam, tiba2 kuman-dang suara benturan
alat senjata keras dari dalam, Khing Ciau kaget, baru sekarang
dia teringat akan sikap Sat lotoa yang kuatir dan buru2 tadi.
ternyata mereka sekarang sedang bertempur dari
pendengarannya dia tahu lawan hanya seorang, bergaman
pedang atau golok. maka setiap kali benturan dengan gelang
baja Sat-lotoa berdua mengeluarkan suara nyaring.
Yang dikuatirkan Khing Ciau adalah keselamatan Sin Gi-cik,
segera dia minta supaya lekas masuk kedalam menengok
keadaan, Yalu Hoan-ih sebaliknya mempunyai urusannya
sendiri, dia segan terlibat kesukaran lain, katanya:
"Baik, kita lihat keadaan dulu, Khing-siangkong, kau
terluka, tak usah ter-buru2."
Maklumlah sebuah hotei kecil dikota kecil lagi maka pagar
temboknya dibangun dari tanah liat, setelah sekian tahun
lamanya tidak terpelihara dengan baik, tembok tanah ini
sudah ber-lobang2 dimakan semut dan rayap, lewat lobang2
semut inilah dari luar pagar mereka bisa mengintip kedalam.
Yalu Hoan-ih menurunkan Khing Ciau, masing2 mencari
lobang sendiri mengintip kedalam.
Semula Khing Ciau percaya akan perlawanan Sat-lotoa dan
adiknya, begitu dia mengintip kedalam seketika dia menjublek
kejut Ternyata yang sedang berhantam dengan Sat-si
bersaudara bukan lain, adalah Suheng Hong-lay-mo-li yaitu
Kongsun Ki adanya.
Sudah tentu kejut Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia lebih
besar, maklumlah Yalu Hoan-ih pernah kecundang dan hampir
saja jiwanya melayang oleh kekejian Hoa-hiat-to Kongsun Ki.
Meski amat benci dan dendam terhadap Kongsun Ki, namun
dia tahu gabungan kekuatan sendiri bersama Jilian Ceng-sia
masih belum kuasa mengalahkan Kongsun Ki, apa lagi
sekarang mereka harus melindungi Khing Ciau pula.
Sementara itu keadaan Sat-lotoa berdua sudah terdesak
dibawah angin, Khing Ciau menginsafi keadaan sendiri diapun
tidak enak minta bantuan Yalu Hoan-ih, Disaat2 dia
kebingungan dan serba sulit ini, tiba2 didengarnya suara Sin
Gi-cik berkata:
"Kenapa Khing Ciau belum kunjung pulang?" ternyata sejak
tadi Sin Gi-cik sudah berada dipinggir gelanggang
pertempuran cuma dia berdiri dipojokan disebelah dahan
pohon, dari sudut lobang ditembok tanah sini tidak terlihat
maka Khing Ciau beramai tidak melihat kehadirannya.
Pada saat itulah "Cret" tahu2 pundak Sat-lotoa tertusuk
pedang, lekas dia berteriak: "Sin-tayjin, lekas kau lari saja, kau
memikul tugas berat jangan kau hiraukan kami berdua"
Kongsun Ki gelak tawa, serunya: "Kemana kau bisa
melarikan diri" Kuda tunggangan kalian sudah kuracun setelah
kubunuh kedua pengawalmu ini baru kukejar kau Sebagai
seorang gagah lebih baik kau bereskan diri sendiri saja, boleh
kuampuni Kedua pengawalmu ini."
Ternyata secara diam2 Kongsun Ki terus menguntit jejak
Beng Cau suami istri, setelah Beng Cau berhasil menipu Siang
Ceng-hong menikah dengan dirinya, sesuai dengan rencana
Kongsun Ki pelan2 dia sudah berhasil mencuri belajar ajaran
lwekang tingkat tinggi untuk melandasi latihan kedua ilmu
beracun itu, dasar otak Beng Cau memang encer, apa yang
diajarkan oleh Siang Ceng-hong bisa diingatnya dengan baik,
setiap hari selalu dia mencari alasan untuk keluar sebentar
diluar tahu Siang Ceng-hong dia menemui Kongsun Ki dan
mengajarkan juga ajaran ilmu Lwe-kang itu kepada Kongsun
Ki. Kali ini tujuan Beng Cau hendak menetap dirumah
pamannya, sudah tentu Kongsun Ki juga ikut datang kemari,
malah dia datang lebih dulu dan menyelidiki keadaan rumah
Beng-lothay, kebetulan dia mendengar pembicaraan Khing
Ciau akan tujuannya ke Kiangim bersama Sin Gi-cik.
Maka timbul akal licik Kongsun Ki. pikirnya: "Bangsa Kim
membenci Sin Gi-cik ketulang sungsumnya. Kalau aku bisa
membekuknya hidup2, raja Kim Wanyen Liang pasti lebih
menghargai jasa2 baikku, mungkin bukan hanya daerah Soatang
melulu yang diserahkan dibawah kekuasaanku, mati
hidup Sin Gi-cik bakal merupakan hadiah besar bagi mereka."
Bukan soal sulit bagi Kongsun Ki untuk menemukan tempat
penginapan Sin Gi-cik, untung ada Sat-lotoa berdua yang
berjuang dan melindunginya mati2-an, barulah Sin Gi-cik
sementara terhindar dari kekejian Kongsun Ki.
Dengan bersenjata pedang pendek dan gelang baja, kedua
saudara Sat dapat bekerja sama dengan baik sekali laksana
dwi tunggal, maka pukulan berbisa Kongsun Ki sulit mengenai
badan mereka, terpaksa diapun keluarkan pedang menggasak
mereka habis2-an.
Memangnya kepandaian Kongsun Ki jauh lebih unggul dari
mereka. Lima puluh jurus kemudian, betapapun baik kerja


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama kedua saudara ini, akhirnya hanya mampu bertahan
tanpa bisa balas menyerang.
Melihat Sat-lotoa terluka keruan bukan main kaget dan
gugup Khing Ciau, tanpa banyak pikir karena amarah yang
sudah memuncak kontan dia angkat tangan "Blang" dia genjot
tembok tanah itu sampai ambrol.
Keruan Yalu Han-ih amat kaget, serunya: "Khing-kongcu,
jangan gegabah." tangan orang dia tarik terus hendak diajak
menyingkir Khing Ciau meronta dengan ngotot, serunya: "Yalu-toako
banyak terima kasih akan pertolonganmu selama hidupku ini
mungkin tak bisa membalas kebaikanmu persoalan didepan
mata tiada sangkut pautnya dengan kalian, boleh silakan
kalian pergi, Tak usah hiraukan diriku."
"Apa sih kehendakmu?" tanya Yalu Hoan-ih tetap
menariknya. "Keparat itu se-wenang2. Demi negara dan bangsa aku
orang she Khing rela berkorban, betapapun aku harus
melindungi Sin-toako."
Yalu Hoan-ihpun seorang ksatria yang berjiwa besar dan
luhur, mendengar ucapan Khing Ciau seketika mendidih
darahnya. tanpa pedulikan untung rugi awak sendiri, tiba2 dia
tutuk Hiat-to Khing Ciau, katanya: "Nona Cin, lekas kau bawa
Piaukomu lari, biar aku bantu menghadapi bangsat penghianat
itu. Sia-moay, hayolah bantu aku menuntut balas."
"Baik." sahut Jilian Cengsia, "Apapun kehendakmu Ih-ko,
aku mengikuti langkahmu." Serempak keduanya bersiul
panjang terus lompat masuk kedalam pagar tembok.
Sejak tadi Kongsun Ki sudah tahu diluar tembok ada
beberapa orang, katanya tertawa berseri: "Adik Ceng-sia,
kenapa kau selalu bermusuhan terhadap Cihumu. memangnya
kau tidak takut aku persen sekali pukulan lagi kepada
tunanganmu" Mana pula bocah she Khing itu" Kenapa tidak
berani masuk?"
Kongsun Ki cukup tahu taraf kepandaian Jilian Ceng-sia
berdua, bila mereka sampai bergabung dengan Sat-lotoa
berdua, berat juga untuk menghadapi mereka, maka dia harus
bekerja secara kilat, "Sret" dimana sinar pedangnya berkelebat
tahu2 ujung pedangnya sudah mengincar tenggorokan Satloji,
dengan gelagapan Sat loji menyurut mundur, lekas gelang
baja Sat-lotoa mengepruk datang hendak menolong, diluar
tahunya permainan Kong-sun Ki hanya gertak sambel belaka,
tujuannya memukul mundur sang adik untuk melawan sang
toako seorang diri.
Belakang kepalanya se-olah2 tumbuh mata, tiba2 dia
lancarkan sejurus Che-hing-to-coan, tanpa berpaling
kebelakang, ujung pedangnya tiba2 menerjang ke belakang,
karena terluka gerak gerik Sat-lotoa kurang gesit, dengan
telak Ih-gi-hiat-nya kena tertusuk, dengan menggeram keras
Sat-lotoa rooboh terkapar.
Melihat gelagat jelek Loji merangsak balik, namun ilmu
pedang Kongsun Ki memang teramat lincah, cukup sekali
serang, ujung pedangnya kembali menusuk Hiat-tonya.
Gebrakan ini berlangsung teramat cepat, belum lagi Yalu
Hoan-ih melampaui tembok kedua saudara Sat sudah roboh
sasaran Kongsun Ki adalah Sin Gi-cik, tanpa hiraukan kedua
lawannya yang tidak berkutik lagi langsung dia menubruk
kepada Sin Gi-cik. Kebetulan Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia
sudah melompat turun, tanpa merandek langsung mereka
memburu kesana dimana Kongsun Ki sudah hampir
mencengkram Sin Gi-cik, untuk menolongnya terang sudah
tidak sempat lagi.
Sin Gi-cik tenang sekokoh gunung dengan gagah dan
berwibawa, kedua matanya memancarkan cahaya terang,
sedikitpun tidak takut atau gentar. pedang melintang didepan
dada, dia membentak: "Kau ini bangsa Kim atau bangsa
Song?" Dengan kepandaian Kongsun Ki hendak membunuh Sin Gicik
sebetulnya segampang dia membalikkan tangan, namun
menghadapi kewibawaan dan kegagahan orang, mau tidak
mau mengkeret juga bulu kuduk Kongsun Ki, sekilas dia
melengak dan tersirap darahnya, namun kejadian hanya
sekejap saja, pertanyaan Sin Gi-cik laksana geledek tadi
memang mengetuk sanubarinya, namun kilas lain otaknya
yang kemaruk harta dan kemerahan lebih menghayati
perbuatan jahatnya, tiba2 dia ulur tangan mencengkram,
cuma kali ini dia menggeser kesamping, tidak berani beradu
pandang lagi. Pedang Sin Gi-cik terpukul jatuh oleh kepandaian Khongjiu-
jip-pek-to, jari-jarinya sudah hampir berhasil mencengkram
Sin Gi-cik, disaat2 yang gawat itu-lah, tiba2 terdengar "Wut"
se-konyong2 Kongsun Ki rasakan segulung angan tajam yang
kuat luar biasa menerpa datang, sebetulnya mata kuping
Kongsun Kl cukup jeli, namun dia toh tidak melihat jejak
musuh yang membokong, terang kepandaian orang ini lebih
unggul dari kepandaiannya sendiri.
Meski terkejut, kepandaian Kongsun Ki memang cukup
lihay, dalam keadaan disergap secara mendadak sedikitpun
dia tidak menjadi gugup, lekas dia gunakan ilmu mengerahkan
tenaga pinjam tenaga, telapak tangannya terbalik keluar
ditarik-miring, dia tuntun terjangan tenaga raksasa ini
kesamping, namun demikian tak urung dia sendiri toh terseret
gentayangan Yalu Hoan-ih ter-heran2, dia sangka Kongsun Ki main gila,
baru saja dia hendak menubruk maju, tiba2 didengarnya
"ting" sesosok bayangan bagai burung raksasa melejit dari
luar pagar kebetulan meluncur didepan Sin Gi-clk mengadang
Kongsun Ki, setelah melihat jelas baru Yalu Hoan-ih tahu
kiranya seorang Hwesio yang timpang dengan mengempit
sebuah tongkat, suara "ting" tadi adalah tongkatnya yang
berbu-nji menyentuh tanah.
Melihat Hwesio tua ini seketika Jilian Ceng-sia kegirangan
serunya: "lh-ko, hwesio ini adalah pendeta jang menetap
diatas gunung yang kuceritakan kepada kau itu. Dia sudah
datang kita tidak perlu kuatir lagi."
Disaat Jilian Ceng-sia bicara ini "Sret" Kongsun Ki sudah
menusuk kepada Hwesio tua, sasarannya cukup keji dan tepat
pula, karena tusukannya mengarah kaki timpang si Hwesio tua
itu. Hwesio tua mendengus geram. katanya: "Usia muda belia,
berhati jahat!" dimana ujung tongkatnya menjungkit, "Trang"
dengan telak dia bentur pedang Kongsun Ki, sampai
lengannya terasa kemeng kesakitan, hampir saja pedangnya
terlepas, kakipun tersurut mundur tiga langkah.
"Siapa kau?" teriak Kongsun Ki dengan kejut dan gusar.
Hwesio tua itu menghela napas ujarnya: "Kau tidak kenal
aku, aku justru tahu kau, Melihat sejurus pukulan dan ilmu
pedangmu tadi, itulah kepandaian khas dari seorang teman
baikku, Aih. kulihat usiamu belum lewat tiga puluh, tentu kau
ini putra Kongsun In" Sayang, sayang! Kongsun In ternyata
beranak durhaka seperti tampangmu ini."
Dari dua jurus permainan silatnya Hwesio tua ini lantas
mengenali asal usul dirinya, keruan bertambah kejut hati
Kongsun Ki, bukan lantaran kepandaian Hwe-sio tua teramat
tinggi, adalah karena orang kenal baik dan sahabat ayahnya.
Seketika timbul pikiran jahat Kongsun Ki untuk menyumbat
mulut si Hwesio tua. Di saat orang bicara, mendadak dia
menubruk maju pula, secara kilat dia tepukan telapak
tangannya! Dia tahu kepandaian Hwesio tua jauh lebih unggul
dari kemampuannya, oleh karena itu, hanya menyerang
secara mendadak dan di-luar dugaan dengan pukulan
berbisanya, baru dia yakin dapat melumpuhkan orang.
Hwesio tua ini kurang leluasa bergerak, tongkat sebagai
penopang badan, gerak geriknya terang tidak gesit pukulan
Kongsun Ki memang secepat kilat, betul juga orang tidak
sempat berkelit lagi, untuk menangkis dengan tongkat juga
terlambat, terpaksa dia angkat tangannya balas menyerang
sesuai dengan perhitungan Kongsun Ki.
Tapi yang diluar perhitungan Kongsun Ki bahwa Lwekang
Hwesio tua ini ternyata sukar dibayangkan tingginya begitu
kedua telapak tangan saling beradu, "Blang" badan Kongsun
Ki seketika seperti bola mencelat keatas berputar ditengah
udara terus menerjang dinding.
Memangnya tembok ini sudah keropos bagian dalamnya,
karena tumbukan badan Kongsun Ki seketika gugur sebagaian
besar, Untung Cin Long-giok dan Khing Ciau tidak berada
disebelah sini.
Hwesio tua itu membentak: "Jangan kau kira setelah
berhasil mempelajari Hoa-hiat-to keluarga Siang, boleh kau
se-wenang2 melakukan kejahatan. Kupandang muka Kongsun
tua hari ini kuampuni jiwamu, kalau masih berani mengganas
lagi, awas, tunggulah ganjaran yang setimpal."
Tiba2 tembok ambruk, tahu2 Kongsun Ki mencelat keluar,
keruan Cin dan Khing berdua amat kaget, lekas pedang
mereka bekerja berbareng, Kongsun Ki mendehem sekali,
ujung sepatunya menutul diujung pedang Cin Long-giok,
kontan pedang itu terlepas jatuh, meminjam tenaga tutulan ini
Kongsun Ki bersalto ditengah udara dengan kepala dibawah
kaki diatas dia meluncur turun., tapi jaraknya sudah tiga
tombak lebih, sekali lagi dia jumpalitan dan kendalikan badan,
cepat sekali dia angkat langkah seribu.
Luka2 Kongsun Ki tidak ringan, menyelamatkan jiwa sendiri
lebih penting, maka dia tidak sempat mencari perhitungan
atau melukai Khing Ciau lagi.
Lekas Khing Ciau berusaha memburu masuk. Sin Gi-cik
menyongsongnya dengan tertawa, sapanya: "Adik Ciau kau
sudah pulang!"
"Ka-kan, kau tidak apa2?" tanya Khing Ciau.
"Untung ditolong oloh Taysu ini."
Waktu dia hendak maju menyatakan terima kasih,
dilihatnya Hwesio tua mengeluarkan sebatang jarum panjang,
katanya geleng2 kepala: "Ternyata dia sudah berlatih Hoathiat-
to keluarga Siang sampai ketingkat tujuh. Kalau tahu
demikian, seharusnya tadi aku punahkan ilmu silatnya, supaya
tidak mencelakai jiwa orang."
"Taysu kau terkena pukulan Hoa-hiat-to?" seru Khing Ciau
kaget. "Benar, namun Hoa-hiat-to latihannya belum mampu
melukai aku." sahut Hwesio tua, Lalu dia tusukan jarum
panjang itu pada jari tengahnya, darah amis be-warna hitam
segera menetes keluar, darah hitam ini menetes pada
rumput2 dibawah kakinya, rumput yang menghijau subur itu
seketika berubah kuning 1ayu-Keruan mengkirik hati semua
orang melihat betapa hebat kadar racun dari Hoa-hiat-to ini.
"Hwesio tua," bergegas Jilian Ceng-sia maju menyapa
sambil menjura, "Hari itu kau menolong jiwaku, aku belum lagi
berterima kasih kepadamu, Yalu toako ini, dia adalah..."
"Aku sudah tahu siapa dia." ujar Hwesio tua tertawa, "Bulim-
thian-kiau sedang menunggu kalian di-sebrang sungai,
lekas kalian berangkat, jangan membuang waktu disini."
Lekas Khing Ciau menjelaskan "Kedua sahabat ini adalah
teman Liu Lihiap, untung Siaute ditolong mereka, kalau tidak
mungkin jiwaku sudah amblas."
SemuIa Sin Gi-cik rada curiga berhadapan dengan muda
mudi bangsa asing ini, setelah mendengar penjelasan Khing
Ciau baru lega hatinya, Segera dia menyapa lebih dulu.
Yalu Hoan-ih keluarkan sebuah panji kecil yang bersulam
seekor burung rajawali, katanya: "lnilah panji pertanda Siaute,
kelak bila kita bertemu dimedan laga, harap perhatikan panji2
ini, mungkin kita bisa saling membantu."
"Congsu ini, kau adalah..." Sin Gi-cek melengak keheranan.
"Raja Kim Wanyen Liang mempunyai dendam negara
kepadaku Asal usulku boleh kau tanyakan kepada Liu Lihiap,
sekarang aku tidak sempat menjelaskan kepadamu." setelah
Sin Gr-cik terima panji kecil-nya, ter-sipu2 dia mohon diri terus
berangkat bersama Jilian Ceng-sia.
Dengan tatapan tajam Hwesio tua pandang muka Khing
Ciau, tanya: "Liu Lihiap yang kau katakan, siapa namanya?"
"Dia bukan lain adalah Hong-lay-mo-li Liu Jing-yau." sahut
Khing Ciau. Hwesio tua itu amat kaget, katanya: "Kapan kau bertemu
sama dia, sekarang dimana dia berada?"
"Sepuluh hari yang lalu, bersama Liu Lihiap aku masih
berada di Ling-an, Akhirnya kita berpisah ditengah jalan, dia
berangkat ke Hwi-liong-to bersama seorang Ciangpwe "
"Kau bersama dia di Ling-an, apa pada waktu itu dia
menyaru jadi laki2?"
Tergerak hati Khing Ciau, tanyanya: "Taysu, apakah kau
orang berkedok kedua yang ditemuinya di istana raja itu?"
"Benar, Ai, waktu itu akupun menyamar orang preman, dia
sendiripun berpakaian laki2, masing2 jadi tidak kenal."
"Taysu apa sudah lama kau mencari Liu Lihiap, kau
adalah..."
"Kejadian masa lalu sudah berselang, Loolap tidak suka
menyinggungnya lagu Khing-kisu. hari ini kami berkumpul
terhitung kita berjodoh, tahukah kau bahwa kau terluka cukup
parah?" "Pandangan Taysu memang tajam. Barusan Wan-pwe ada
bergebrak dengan musuh, memang sedikit terluka Tapi
sekarang cukup mending, silakan Taysu tolong kedua sahabat
ini." Cin Long-giok lebih teliti, mendengar ucapan Hwesio tua
dia rada curiga, segera dia menimbrung tanya: "Lo-siansu,
luka2 apakah yang dideritanya?"
Setelah membuka Hiat-to Sat-lotoa dan Sat-looji, Hwesio
tua berkata: "Khihg-kongcu, Iuka2mu jauh lebih berat lagi,
luka2mu adalah pukulan Hoa-hiat-to yang dilontarkan Kongsun
Ki." Keruan tersirap darah Khing Ciau, serunya: "Barusan aku
tidak bergebrak dengan Kong-sun Ki."
"Coba kuperiksa urat nadimu." setelah meraba urat nadinya
seketika dia mengerut kening, katanya: "Luka2mu ini kau
derita dua bulan yang lalu, siapakah yang mengobati kau?"
"Tangwan cianpwe yang mengobati aku." dia sungkan
mengatakan sebab musabab luka2nya.
"Tan-gwan Cianpwe" Apakah Tang-hay-liong"-"
"Benar, apa Taysu kenal sama dia?"
"Tiga puluh tahun yang lalu pernah berjumpa sekali. Apa
dia memberi kau Yang-ho-ko-pun-tan?"
"Tangwan cianpwe ada memberi sepuluh butir pil, katanya


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melancarkan napas menggairahkan semangat, suruh
aku setiap tiga hari menelan sebutir, sampai kini aku sudah
makan tiga butir, Entah benar apakah Yang-ho-kopun-tan?"
"Salah, salah..." ujar Hwesio tua menghela napas. Khing
Ciau tertegun katanya: "Apa keliru obat pemberian Tangwan
Cianpwe?" "Yang dia berikan memang adalah Yang-ho-ko-pun-tan,
namun obat ini tidak sesuai dengan keadaan luka2mu."
Khing Ciau setengah percaya setengah tidak, batinnya:
"Setiap aku habis menelan satu butir, semangatku jauh lebih
segar, kenapa dia bilang obat ini keliru?"
Berkata Hwesio tua itu lebih lanjut: "llmu pengobatan
Tang-hay-liong memang belum matang, agaknya dia tidak
tahu bila kau terluka oleh pukulan Hoa-hiat-to, obat yang dia
berikan memang khusus untuk mengobati luka2 dalam, kalau
untuk mengobati keracunan kadar racun terkumpul di Tamthian,
dalam bulan ini kondisimu tidak akan memburuk,
namun kalau kadar racun terlalu numpuk dipusar, meski jiwa
tertolong, selanjutnya kau bakal cacat seumur hidup."
Sin Gi-cik dan Cin Long-giok amat terkejut tanyanya "Taysu
tahu sumber penyakitnya, tentunya tahu cara bagaimana
menyembuhkan harap Taysu suka bermurah hati untuk
menolongnya."
Hwesio tua menepekur sebentar, katanya kemudian:
"Luka2 Khing-kongcu Lolap akan berusaha sekuat tenaga,
Menurut rabaan Lolap luka2 Khing-kongcu lantaran tutukan
jari Kongsun Ki melalui Hiat-tomu. jadi dia orang memang
tidak menyentuh badanmu, seharusnya kadar racun bakal
kumat tiga bulan kemudian, jiwapun, tak tertolong lagi.
Karena kesalahan minum obat kuat pemberian Tang-hay
liong, racun berpusat dipusar, maka racun akan kumat lebih
cepat satu bulan untung hari ini kau bertemu Lolap, kalau
tidak jiwamu takkan tertolong lagi."
"Begitu lihay" Luka2ku ini..." melihat Hwesio tua
menjelaskan dengan serius, serta sesuai dengan keadaan
dirinya, seketika mengkirik bulu kuduknya, baru sekarang
Khing Ciau benar2 tunduk lahir batin dan mohon pengobatan.
Kata Hwesio tua: "Biar kugunakan tusuk jarum untuk
mengeluarkan racun, namun sebagian besar kadar racunnya
sudah mengeram dipusar, terang tidak bisa dibersihkan.
Biarlah nanti Lolap ajarkan semacam Lwekang mengatur
pernapasan supaya kelak tidak meninggalkan bencana."
Mimpipun Khing Ciau tidak pernah menduga lantaran
bencana dia mendapat rejeki sebesar ini.
Segera Hwesio tua menambahkan pula: "Kuajar-kan
Lwekang ini untuk menyembuhkan luka2mu. kau tetap bukan
muridku, kelak bila kau menjadi tokoh kosen di Bulim, asal
selalu ingat akan jiwa kependekaran, terhitung kau sudah
membalas kebaikan Lolap."
Kiranya ajaran Lwekang yang hendak diturunkan kepada
Khing Ciau merupakan Lwekang tingkat tinggi namun dia tidak
ingin terima murid, maka tadi dia rada ragu2.
Hwesio tua segera papah Khing Ciau masuk kekamar Sin
Gi-cik, dia suruh Khing Ciau rebah diatas pembaringan,
dikeluarkan sebumbung jarum2 perak, saat itu juga dia turun
tangan mengobati Khing Ciau dengan pengobatan tusuk
jarum. Seluruhnya Hwesio tua menusuk tiga belas Hiat-to ditubuh
Khing Ciau, terakhir menusuk berlobang jari tengahnya,
mendesak keluar beberapa tetes darah hitam yang kental,
berbau amis dan merangsang hidung, selanjutnya Hwesio tua
berkata: "Kau pernah latihan Tay-yan-pat-sek dari keluarga Siang,
Lwekangmu sudah punya dasar yang kokoh, tentunya sudah
tahu cara bagaimana untuk mengerahkan hawa murni
mengatur pernapasan, kini kuajarkan semacam Lwekang
untuk menambah tenaga dan melancarkan pernapasan, setiap
hari latihan tiga kali, harus secara kontinu, lama kelamaan
kelak akan terbaur dengan Lwekangmu yang sekarang, bukan
saja bisa menawarkan racun sehingga tidak meninggalkan
bibit bencana, puluhan tahun kemudian kau akan bisa
menciptakan suatu Lwekang gabungan dari aliran lurus dan
sesat, bukan mustahil kau bisa jadi tokoh kosen yang
disegani."
Lalu dia mulai ajarkan teorinya serta memberi penjelasan
secara terperinci otak Khing Ciau encer, setelah mendapat dua
kali petunjuk, cepat sekali dia sudah ingat dalam hati.
Hwesio tua sudah jemput tongkatnya hendak minta diri,
tiba2 Khing Ciau ingat sesuatu, segera dia berkata: "Taysu,
harap tunggu sebentar, Tecu masih mohon petunjuk."
"Masih ada yang belum terang?"
"Bukan, Tecu hanya ingin mencari tahu kabar seseorang."
"O, hendak mencaritahu seseorang, Siapa?"
"Bu-lim-thian-kiau."
"Kau juga mengenal dia?" tanya Hwesio tua heran.
"Tidak Tecu wakilkan teman untuk mencaritahu."
"Teman yang bagaimana" Kenapa hendak mencaritahu
keadaan Bu-lim-thian-kiau?"
"Temanku adalah Liu Jing-yau, Liu Lihiap."
Hwesio itu melengak, katanya tertahan-, "Jing-yau, apa dia
pernah bertemu dengan Bu-lim thian-kiau" Bagaimana
hubungan mereka" Kenapa dia hendak mencari tahu jejak Bulim-
thian-kiau?"
"Aku tidak tahu kapan mereka berkenalan, tidak tahu
sampai dimana taraf pergaulan mereka, Tapi aku tahu jelas
waktu di Ling-an dia kebentur sesuatu peristiwa yang luar
biasa, Kedua temannya berkelahi dipuncak Hou-san, agaknya
persoalannya ada sangkut pautnya sama dia, belakangan
kedua temannya sama2 tinggal pergi tanpa pamit. Hati Liu
Lihiap amat gundah."
"Satu diantaranya pasti Bu-limthian-kiau" siapa pula
temannya yang lain itu?"
"Dialah Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham, Hoa
Tayhiap, Apa Lo-siansu mengenalnya?"
Agaknya Hwesio tua amat kaget alisnya bertaut kencang,
katanya: "Siau-go-kan-kun dan Bu-iim-thian-kiau berkelahi"
Apakah yang telah terjadi?"
Dengan ringas jelas Khing Ciau segera tuturkan kejadian
terbunuhnya Ko-gwat Sian-su serta perkelahian Hoa Kok-ham
dengan Bu-lim-thian-kiau, serta seluk beluk dan liku2
persoalannya. Setelah dengar keterangan Khing Ciau Hwesio tua geleng2
kepala seperti berkeluh kesah, mulutnya mengigau: "Sungguh
kejadian yang tak pernah terduga, Lolap jadi serba susah
kalau begini."
Sudah tentu Khing Ciau melengak heran, Siau-go-kan-kun
berkelahi dengan Bu-lim thian-kiau, bagaimana Hwesio tua, ini
menjadi serba susah"
Kata Hwesio tua pelan2 setelah berdiam sebentar-. "Tak
heran tadi siang waktu bertemu dengan aku Siau-go-kan-kun
tidak menyinggung tentang Jing-yau kepadaku. Baiklah soal
kabar kedua temannya ini biar aku langsung sampaikan
kepada Jing-yau, Khing-siangkong banyak terima kasih akan
perhatianmu terhadap Jing-yau, Lolap minta diri."
Tongkatnya menutul bumi, badannya segera melesat keluar
lewat jendela, sekali berkelebat bayangannya lantas
menghilang. Khing Ciau keheranan dan ber-tanya2 dalam hati, katanya:
"Hwesio tua ini aneh benar, dari nada bicaranya se-olah2 dia
itu adalah sanak Liu Lihiap."
"Malahan nada dari seorang ayah, Apa kau tahu riwayat
hidup Liu Lihiap?" tanya Sin Gi-cik.
"Kalau Hweso tua ini adalah ayah Liu Lihiap, sungguh baik
dan kebetulan sekali." ujar Cin Long-giok.
Tengah mereka bicara, terdengar diluar pintu suara kuda
meringkik, ternyata Sat-lotoa dan adiknya kembali dari
membeli kuda karena tunggangan mereka diracun Kongsun Ki.
"Adik Ciau," kata Sin Gi-cik, "hari ini kau kuat menempuh
perjalanan tidak?"
Khing Cau menghirup napas panjang, menggerakan kaki
tangan melemaskan otot, katanya: "Semangatku gairah,
tenagakupun penuh, jauh lebih segar dari dulu, Hayolah
sekarang juga berangkat."
Barang2 bawaan Sin Gi-cik cukup sederhana, tak banyak
susah2 mereka lantas beranjak keluar, situasi cukup genting
maka dia perlu selekasnya tiba ditempat tujuan untuk
menjabat kedudukannya, setiba di-luar, tampak Sat-lotoa
berdua tengah menuntun lima ekor kuda, meski tidak segagah
dan sekekar kuda tunggangan mereka semula, namun cukup
sehat juga, "Sat-lotoa," ujar Sin Gi-cik tertawa, "Berkat kerjamu yang
cekatan, malam ini kita pasti sudah tiba di Kiang-im." diluar
tahunya bahwa untuk membeli kelima ekor kuda ini Sat-lotoa
harus merogoh lima puluh tail perak dengan harga lebih
tinggi. "Mana Hwesio tua itu?" tanya Sat-lotoa, "Sudah pergi,"
sahut Khing Ciau. "Sayang, sayang, Hwesio tua ini membekal
kepandaian sakti, selama hidupku belum pernah aku bertemu
dengan tokoh selihay ini, belum lagi aku sempat berterima
kasih kepadanya, minta petunjuk lagi, ternyata beliau sudah
pergi." "Hwesio tua itu mungkin akan pergi ke Hwi-liong-to,
Tujuannya hendak mencari Liu Lihiap, Marilah berangkat nanti
diperjalanan kuceritakan kepadamu."
"Sekarang juga berangkat! Wah, selamat kepadamu Khingkongcu,
kukira kau belum mampu menunggang kuda,"
ternyata jelek2 Sat lotoa seorang persilatan juga, dari sorot
mata Khing Ciau dia tahu bukan saja penyakitnya sudah
sembuh, malah Lwekangnya agaknya lebih tangguh dan
setingkat lebih tinggi dari sebelum ini.
Setelah berada diluar kota, Sat-lotoa segera berkata: "Nah,
sekarang ingin kudengar cerita aneh mengenai Hwesio tua
itu." Maka Khing Ciau lantas ceritakan kejadian tadi, Satlotoapun
berpendapat Hwesio tua ini pasti mempunyai
hubungan famili yang dekat dengan Hong-lay-mo-li. Katanya
tertawa besar: "Liu Lihiap dan Hwesio tua itu hendak pergi ke
Hwi-liong-to, tontonan ramai ini tentu enak dipandang mata,
mengasyikan lagi, bukan mustahil disana bakal terjadi
bentrokan be-sar2an, ditengah pertempuran gaduh itulah
mereka ayah beranak akan bertemu dan gabung melawan
musuh bersama."
Sepanjang jalan mereka tidak menemui rintangan apa2,
malam itu juga mereka tiba di Kiangim dengan selamat. Pihak
penguasa Kiangim sudah mendapat laporan lebih dulu, tahu
yang diutus datang adalah Sin Gi-Cik, keruan girangnya
seperti kejatuhan rejeki nomplok.
Dinilai dan jabatan kedudukan Sin Gi-cik malah kalah tinggi
dan termasuk membantu dari Bupati Kiangim, tapi ketenaran
nama Sin Gi-cik sebagai pejuang dan sebagai pujangga lagi,
Bupati Kiangim sendiri adalah pemujanya, maka ia tidak berani
membedakan kedudukan jabatan, langsung dia pimpin seluruh
staf-nya keluar menyambut untunglah segalanya memang
sudah dipersiapkan maka merekapun tidak terlalu repot
bekerja. Kalau Sin Gi-cik amat sibuk dengan tugas2 kemiIiterannya.
Khing Ciau dan Sat-lotoa yang tidak mengerti urusan militer,
meski tinggi ilmu silat mereka, namun tak bisa membantu Sin
Gi-cik, terpaksa setiap hari hanya berlatih silat saja bersama
sang Piau-moay.
Begitulah beberapa hari telah berlalu, hari itu seperti biasa
Khing Ciau sedang berlatih sama Cin Long-giok Tiba2 sang
Piaumoay berkata: "Ciau-ko, ingin aku bicara mengenai satu
hal dengan kau?"
"Ada urusan apa?"
"Sudah lama aku tak bertemu Liu-cici, kini kaupun sudah
sehat, Sin-ciangkun sementara tidak memerlukan tenagamu,
kupikir, hayolah kau bawa aku ke Hwi-liong-to."
Khing Ciau kaget, serunya: "Giok-moay, ini, ini... kukira
harus dipikirkan dulu."
"Kau punya pertimbangan apa?"
"Dari pada susah2 lebih enak tinggal dirumah saja, dan lagi
kau sendiri tidak akan tahan menghadapi gelombang samudra,
dengan bekal silat kita, memangnya bisa bantu apa di Hwiliongto,
apalagi, Sin-ciangkun..."
Cin Long-giok cekikikan geli, tukasnya: "Ciau-ko, itu hanya
alasanmu belaka. aku maklum isi hatimu, aku tahu apa yang
kau kuatirkan."
"Apa yang kau ketahui?" tanya Khing Ciau kikuk, "Aku tahu
San San cici pasti berada di Hwi-liong-to untuk menuntut balas
kepada Lam-san-hou pembunuh ayahnya. Bukankah kau tidak
ingin bersamaku bertemu dengan dia disana?"
Dikorek isi hatinya Khing Ciau tertunduk bungkam. Cin
Long-giok berkata menghela napas: "Ciau-ko, salahlah
sikapmu kalau demikian."
"Bagaimana aku bisa salah?" tanya Khing Ciau hambar.
"Seorang laki2 sejati harus berjiwa luhur lapang dada,
bagaimana budi San-cici terhadapmu tidak perlu kubicarakan,
kini dia pergi menuntut balas kepada musuh besarnya,
memangnya kau boleh tidak membantunya" Soal hubungan
kami bertiga, kelak masih bisa dibicarakan secara terbuka,
jangan kau kira aku berhati jelus berpandangan sempit, maka
kau kuatir dan tidak berani menemui San San cici bersamaku."
Merah jengah selebar muka Khing Ciau dikorek isi hatinya,
sejenak dia ragu2, akhirnya berkata: "Ucapanmu memang
tidak salah, di Hwi-liong-to, musuh lebih banyak dari pihak
kita, Liu Lihiap dan Tangwan-cianpwe tentu kekurangan
tenaga, meski tidak becus kedatangan kami akan menambah
tenaga pihak kita juga. Cuma situasi disini juga harus kita
pikirkan, Ren-cana kerja Sin-toako belum lagi kami ketahui,
apa dia mau memberi idzin kami pergi" Kukira kami harus
berunding dulu sama dia."
Tengah bicara tampak Sat-lotoa mendatangi dengan
langkah ter-gesa2, katanya: "Sin-ciangkun sedang cari kau,
kiranya kalian disini."
"Ada apa Sin-ciangkun mencari aku?" tanya Khing Ciau.
Mereka bertiga segera menemui Sin-ciangkun, kata Sin Gicik:
"Soal yang hendak ku bicarakan ada sangkut pautnya
dengan Khing Ciau, maka perlu aku bertanya bagaimana
maksud nona Cin."


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Urusan apa yang ada sangkut dengan aku?" tanya Khing
Ciau. Cin Long-giok juga heran, ujarnya: "Aku tidak tahu menahu
tentang strategi perang, akupun tidak punya usul apa2."
"Nona Cin, kesehatan Khing Ciau apakah seluruhnya sudah
pulih" Coba kau terangkan sejujurnya kepadaku." tanya Sin
Gi-cik dengan tersenyum.
"Keadaannya sekarang jauh lebih kuat dan sehat dari duIu.
Ajaran Lwekang yang diajarkan Hwesso tua itu memang amat
manjur dan luar biasa."
"Baik, aku percaya akan penjelasanmu. Ada satu tugas
cukup berat aku ingin adik Ciau pergi mengurusnya, kalau
badannya memang sudah sehat, legalah hatiku."
"Demi negara dan bangsa, meski terjun kelautan api, aku
tetap menyediakan diri, silakan Toako memberi petunjuk."
"Utusan Loh-ciangkun ada membicarakan dua persoalan,
pertama dia ingin supaya kau dimutasikan kesana membantu
dia, langsung memimpin pasukan gerilya itu, kini setelah resmi
ditarik jadi pasukan pemerintah dinamakan Hwi-hou-kun
(pasukan harimau terbang), pasukan ini dulu adalah pamanmu
yang membentuk dan memimpin, maka pilihan atas dirimu
Pukulan Naga Sakti 2 Kuda Binal Kasmaran Serial Tujuh Senjata Karya Gu Long Pendekar Kidal 6
^