Pendekar Latah 7

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 7


terlampau jauh, Ruyung lemasnya ini panjang satu tombak,
setiap kali dilarikan mengeluarkan deru angin yang bersuitan
kencang, tahu2 menyapu datang dari arah yang tidak terduga,
sudah tentu serangan gabungan yang ketat dan deras ini
merupakan tekanan juga bagi si gadis, puluhan jurus
kemudian, langkah sigadis sudah mulai kacau, keadaannya
mulai terdesak dan berjuang mati2an ditengah kepungan,
Disebelah sana, pertempuran Bu-lim-thian-kiau yang
sekaligus menghadapi keroyokan dua tokoh kosen kelas tinggi,
jauh lebih menggetarkan sanubari. Liu Goan-ka sudah boyong
seluruh kepandaiannya, jurus2 permainan telapak tangan
memukul menabas, sementara jari menutuk mencengkram,
setiap jurus tipunya mengincar tempat2 mematikan dibadan
Bu-lim-thian-kiau, sementara kedua potlot Bun Yat-hoan
ditarikan kencang berputar naik turun laksana baling2 yang
dihembus angin kencang, dimana ujung potlotnya selalu
mengincar tiga puluh enam Hiat-to mematikan dibadan Bulim-
thian-kiau pula.
Akan tetapi meski Bu-lim-thian-kiau terdesak dibawah
angin, bukan hanya mampu membela diri saja, rata2 didalam
sepuluh jurus, dia masih mampu balas menyerang tiga jurus,
Apalagi gerak serangannya aneh terlatih sempurna, selalu
diluar dugaan kedua musuhnya lagi, karena dia sudah
perhitungkan dengan matang, sekali balas menyerang.
Meski Liu Goan-ka dan Bun Yat-hoan yang membekal
kepandaian saktipun mau tidak mau gentar dibuatnya,
merekapun menghadapinya dengan hati2.
Hong-lay-mo-li menonton dengan jantung berdebar melihat
pertempuran berat sebelah ini hatinya tak sabar lagi, baru saja
dia hendak melompat keluar dari tempat persembunyiannya,
tiba2 didengarnya Bu-lim-thian-kiau tertawa dingin, ejeknya:
"Biasanya kudengar Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan adalah
seorang Pendekar budiman di Kanglam, kenapa tidak tahu diri
dan tidak bisa menggunakan otak, mau percaya begitu saja
mendengar tuduhan semena2 dari manusia khianat?"
Bun Yat-hoan melengak, tanyanya: "Dalam hal apa aku
tidak tahu urusan, ingin aku mohon petunjukmu?"
Bercekat hati Liu Goan-ka, bentaknya: "Kau orang asing
disini, masih berani putar lidah ber-manis2 kata" Lihat
pukulan!" Dengan To jay chit-sing-pou Bu-lim-thian-kiau berkelit,
berbareng seruling menyapu datar, gerak langkahnya enteng
gesit, permainannya lincah dan aneh, didalam saat2 genting
ini, dia punahkan pukulan Liu Goan-ka, mundur tiga langkah,
mulutnya menyungging senyum dingin.
Bun Yat-hoan membentak: "Kau ini Pangeran negeri Kim,
menyelundup ke Kanglam, apa maksud kedatanganmu" Kaum
patriot di Kanglam masakah berpeluk tangan membiarkan kau
sesumbar disini! Apa yang kau tertawakan?" mulut masih
garang, namun gerakan potlotnya hanya menggertak saja.
Agaknya beberapa patah kata2 Bu-lim-thian-kiau barusan
sudah menimbulkan rasa curiganya.
Bu-lim-thian-kiau menengadah sambil bergelak tertawa,
serunya: "Belum tentu setiap bangsa Nuchen pasti adalah
musuh bangsa Han kalian, Dan lagi ingin aku tahu, dari mana
kalian tahu bahwa aku ini pangeran negeri Kim?"
Bun Yat-hoan melengak heran, batinnya: "Benar, darimana
Lam-san-hou bisa tahu?" Bun Yat-hoan cukup cerdik, kalau
asal usul orang benar seperti yang dituduhkan, maka orang
yang benar2 tahu rahasia asal usulnya tentu seorang yang
punya hubungan erat dengan bangsawan negeri Kim.
Merah selebar muka Lam-san-hou, teriaknya: "Sudah tentu
aku tahu, sudah tentu aku tahu!" tapi dari mana dia tahu,
dalam waktu dekat dia jadi gelagapan tak bisa menerangkan.
Bu-lim-thian-kiau bergelak tawa pula, serunya lantang:
"Benar, sudah tentu kau tahu, Karena adik angkatmu Pakkiong
Ou adalah jago pengawal keraton dalam negeri kita, selama
ini kau selalu punya hubungan gelap sama dia bukan?"
"Keparat, mana ada kejadian itu, kau, kau menyebar kabar
angin!" suara Lam-san-hou kedengaran sumbang gemetar,
dan lagi dia cuma mencak2 dan mungkir, tapi dalam
pendengaran orang lain lantas tahu bahwa dia sudah takut
akan bayangannya sendiri.
Disaat Lam-san-hou gugup itulah gadis berguman seruling
itu, tiba2 melangkah ringan berkisar melewati Liong-in Taysu,
dimana serulingnya terayun, dengan telak ia menutuk Hwitiong-
hiat Lam-san-hou. pukulan Lam-san-hou baru saja
hendak dilontarkan begitu Hiat-tonya tertutuk dan terasa linu,
seketika tenaga dalam tak kuasa dikerahkan, lebih celaka lagi
malah menerjang balik menerjang diri sendiri, kontan dia
tertolak mundur terjengkang sejauh satu tombak Tevsipu2
Ong Ih-ting maju memapahnya, Karena itu tinggal Liong-in
Taysu seorang yang menghadapi gadis itu,
Liu Goan-ka membentak "Bun-heng, jangan kau percaya
adu domba orang asing ini." tiba2 dia lontarkan pukulan
dahsyat pula, kuatir Bu-lim-thian kiau membeber rahasianya,
maka hantamannya ini menggunakan sepuluh bagian
kekuatannya, pikirnya hendak pukul Bu-lim-thian-kiau sampai
mampus. "Adik Hun, marilah pergi saja!" teriak Bu-lim-thian-kiau, lalu
ia berpaling dan berkata pula tertawa: "Liu-chengcu, akan ada
orang yang membuat perhitungan sendiri kepadamu, maaf
aku mohon diri saja." ditengah gelak tawanya, serulingnya dia
tutulkan kedepan, kebetulan memapak damparan pukulan Liu
Goan-ka, meminjam tenaga tolakkan yang kuat itu, badannya
laksana panah melesat terbang keatas pagar tembok.
sementara Liong-in Taysu tidak kuasa melawan si gadis,
setelah didesak mundur oleh jurus serangan lawan, tahu2
gadis itupun sudah mencelat pergi dan terbang dibelakang Bulim-
thian-kiau hilang dibalik tembok.
Baru saja Liu Goan-ka hendak mengudak, tiba2
didengarnya pula suara luncuran pakaian diarah belakangnya
lekas dia berpaling, maka dilihatnya sesosok bayangan lain
tahu2 melesat terbang keluar pagar tembok.
Sebetulnya sejak tadi Liu Goan-ka sudah tahu bila
dibelakangnya ada sesuatu gerakan lirih, cuma dia mengira
salah seorang muridnya yang datang hendak membantu,
karena dia sendiri sedang tumplek perhatian menghadapi Bulim-
thian-kiau, maka dia tidak begitu memperhatikan.
Kini melihat sosok bayangan hitam ini melompat tinggi
melewati pagar tembok pula, betapa tinggi Ginkangnya itu,
terang tiada seorang muridnya yang memiliki kepandaian
setinggi itu, maka begitu ia melihat jelas bayangan hitam itu
terkesiap darahnya, seketika dia berdiri menjublek seperti
patung. Bagian 14 Bayangan hitam ini bukan lain adalah Hong-Iay-mo-li.
Banyak persoalan mengganjel hatinya, maka dia segera
berkeputusan begitu melihat Bu-lim-thian-kiau tinggal pergi
segera diapun menerjang keluar dari Jian-liu-cheng. Tapi dia
cerdik, karena ayahnya dan Bun Yat-hoan berada dibalik sana,
segera dia ambil jurusan yang berlawanan, dia percaya kalau
Bu-lim-thian-kiau sudah berada disini, tidak sulit untuk
mencarinya. Sebagai seorang kawakan Kangouw sekali pandang lantas
Liu Goan-ka tahu maksud tujuan putrinya, sudah tentu
kejutnya bukan kepalang, Batinnya: "Jing-yau, apakah dia
sahabat kental dengan Bu-lim-thian-kiau" Dia lari dari arah
yang berlawanan, terang bukan bantu aku menangkap musuh,
malah memancing aku untuk mengejarnya!" meski dia dapat
menangkap maksud putrinya, terpaksa dia memang harus
merubah haluan, dengan kencang segera dia mengejar kearah
Hong-lay-mo-Ii, soalnya dia sedang ber-manis2 muka untuk
menanam kepercayaan Hong-lay-mo-li, disamping
merencanakan suatu muslihat besar yang amat penting
artinya, sudah tentu dia tidak rela membiarkan Liu Jing-yau
pergi demikian saja" Lebih celaka lagi bila sampai Hong-laymo-
li berhadapan dengan Bu-Iim-thian-kiau.
Gmkang Liu Goan-ka kira2 setingkat dengan Hong-lay-moli,
jarak mereka cukup jauh, mana mungkin dia bisa
menyandaknya" Tingkat kepandaian Ginkang mereka memang
sudah teramat tinggi, dalam sekejap saja, mereka sudah jauh
meninggalkan Jian-liu-cheng, beberapa kali Liu Goan-ka
gunakan ilmu mengirim suara gelombang panjang, tapi Honglay-
mo-li anggap tidak mendengar juga tidak menjawab.
Sekian lama mereka kejar2an, jarak keduanya masih tetap
bertahan satu li jauhnya Mengandal kepandaian membedakan
gerakan angin dan suara, Liu Goan-ka dapat menentukan
kearah mana jurusan yang ditempuh Hong-lay-mo-li, namun
dia tidak melihat bayangan orang.
Tengah ia mengayun langkah itulah, tiba2 didengarnya
suara lambaian pakaian, sesosok bayangan ti-ba2 melesat
lewat dari samping Liu Goan-ka tahu2 menghadang
didepannya, teriaknya: "Liu-ang, mana boleh kau bertindak
demikian" Harap dengar ucapanku!" orang ini adalah Thi-pltsu-
seng Bun Yat-hoan. Kepandaian sejatinya belum setaraf Liu
Goanka, tapi dalam bidang Ginkang dia setingkat lebih tinggi
malah. Memangnya Liu Goan-ka sedang kuatir takkan berhasil
menyandak Hong-lay-mo-li, tiba2 Bun Yar-hoan muncul dan
mencegat jalannya, keruan hatinya gugup, mendengar kata2
orang lagi, seketika dia menghentikan langkahnya, katanya
uring2an: "Dalam hal apa tindakanku kurang benar" Harap
Bun-heng suka memberi petunjuk."
"Perempuan didepan itu bukankah Hong-lay-mo-li"
Kabarnya dia adalah Liok-lim Bengcu lima propinsi daerah
utara, apa benar?"
"Benar! Memangnya ada sangkut paut apa dengan
engkau?" "Nah disinilah letak kesalahanmu. Kau tidak kejar musuh
malah hendak mempersulit teman sehaluan, bukankah kau
memutar balik kepentingan" Meski kedatangannya kurang
wajar, tapi kita tidak perlu berpikiran sempit mencurigainya.
Di-saat jaman se-genting ini, lebih perlu merangkul teman2
sehaluan dari luar daerah, kau malah lepaskan musuh,
bukankah tindakanmu ini tidak bijaksana?"
Liu Goan ka dibikin geli, gemes dan dongkol pula, tapi
hatinya cukup lega bahwa Bun Yat-hoan bukan membongkar
kedoknya, Ternyata waktu menggondol pulang Hong-lay-mo-li
kemaren dia masuk dari pintu belakang, maka semua
tamu2nya tiada satupun yang tahu bahwa mereka ayah
beranak sudah jumpa kembali
"Apa yang kau tertawakan" Apa kata2ku tak benar ?"
"Benar betul sekali! Tapi kau sebaliknya tidak tahu latar
belakangnya, sehingga rencanaku kau gagalkan."
"Ada persoalan apa yang terahasia, coba kau jelaskan
kepadaku, boleh tidak?"
"Kau harus tahu bahwa dia adalah putriku" Aku hanya ingin
mengejar pulang putriku, masakah kau kira aku hendak
mempersulit kepadanya?"
"Haya, jadi Hong-lay-mo-li adalah putrimu" sungguh tidak
nyana! Kalau dia benar putrimu, kenapa dia melarikan diri dari
Jian-liu-cheng" Apa dia masih belum tahu bila kau ini
ayahnya?" Sikap Liu Goan-ka seketika kaku, katanya dingin: "Bunheng,
kau sudah bertanya terlalu banyak, Tunggulah setelah
aku berhasil menemukan putriku, kelak kujelaskan." segera
dia pasang kuping mendengarkan katanya sambil membanting
kaki: "Bun-heng, kau benar2 bikin kapiran urusanku. sekarang
dia sudah puluhan li lebih, mungkin takkan bisa terkejar lagi!"
Sikap Bun Yat-hoan jadi kikuk dan risi, mulutnyapun tak
bisa menjawab, Kalau langkah Hong-lay-mo-li yang sudah
jauh tak terdengar pula, maka derap langkah dari belakang
sebaliknya semakin dekat dan terang. Ternyata Liong-in Taysu
dan Ong Ih-ting menyusul datang.
Kata Ong Ih-ting: "Sayang Bu-lim-thian-kiau berhasil lolos,
Liu-chengcu siapakah yang kau kejar" Apa dia lebih penting
dari Bu-lim-thian-kiau?"
Bun Yat-hoan segera menerangkan "Liu-cheng-cu sedang
mengejar putrinya, supaya kalian ikut girang, putri Liuchengcu
bukan lain adalah pemimpin Liok-lim daerah utara
yaitu Hong-lay-mo-li adanya."
Ong Ih-ting kaget dan heran, katanya ber-ulang2:
"Sungguh diluar dugaan, diluar dugaan!"
Sebaliknya Liong-in Taysu tidak menunjukan rasa kaget
atau heran, katanya: "Ternyata Liu-chengcu sudah
menemukan putrinya yang hilang sejak lama, Liu-chengcu tak
perlu kuatir, kita akan bantu kau mencarikan jejaknya."
Sudah tentu timbul rasa curiga Bun Yat-hoan, batinnya:
"Hubungan Liong-in Taysu dengan Liu Goan-ka tidak begitu
akrab, darimana dia tahu bahwa Liu Goan-ka punya putri yang
hilang sejak kecil?"
Berkata Liu Goan-ka tawar: "Tidak perlu bikin capek orang
banyak, terima kasih akan kesudian kalian untuk membantu,
cukup diselidiki secara diam2 saja."
Bun Yat-hoan tatap Liong-in Taysu, tanyanya: "Mana
Lamkiong Thocu, kenapa tidak kelihatan?" Liong-in Taysu tak
enak menjelaskan, terpaksa Ong Ih-ting yang mewakilinya:
"Dia tinggal pergi karena marah kepadamu!"
"Marah kepadaku" Kapan aku pernah berbuat salah
terhadapnya?"
"Katanya kau mau percaya begitu saja dan termakan oleh
adu domba Bu-lim-thian-kiau, sehingga dia kecundang oleh
gadis itu, saking marah dia lantas tinggal pergi dengan
muring2." Bun Yat-hoan tertawa gelak2, ujarnya: "O, kiranya begitu,
Dia kira aku percaya kepada obrolan Bu-lim-thian-kiau, kalau
begitu perlu aku menemukan Lam-kong Thocu, langsung
minta maaf kepadanya." ternyata Bun Yat-hoan sudah curiga
kepada Lam-san-hou, lahirnya dia mengatakan hendak minta
maaf kepadanya, maksudnya yang benar adalah hendak
mengompes keterangannya, supaya persoalan dapat dibikin
terang. Sudah tentu Liu Goan-ka tahu kemana arah ucapan Bun
Yat-hoan, sekilas dia tertegun, lalu katanya: "Bun-heng, itu
urusan kecil, kenapa harus bikin kau susah2. Beruntung kau
kali ini berada dirumahku, marilah pulang tinggal bebeiapa
hari lagi."
"Liu-chengcu, kecerobohanku membuat urusan mu gagal,


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga kalian ayah dan anak kehilangan kesempatan untuk
bertemu, sungguh harus disesalkan. Maka akupun punya
kewajiban bantu kau menemukan putrimu kembali. Tugas
seringan ini aku yakin pasti dapat memenuhi keinginanmu.
Maaf aku mohon diri!" segera ia kembangkan ilmu entengi
tubuhnya, lari bagai terbang dan menghilang.
Tiga persoalan penting sedang menggugah pikiran Liu
Goan-ka, pertama soal Hong-lay-mo-li yang melarikan diri.
Kedua kunjungan Bu-lim-thun-kiau yang mewakili orang minta
kembali Pit-kip rahasia itu, justru kedua orang ini adalah
orang2 yang paling dia takuti selama ini, ketiga adalah
tampilnya Bun Yat-hoan turut campur urusan orang lain, dia
kuatir dengan kehadiran si kutu buku ini bakal menimbulkan
kesulitan bagi pergerakannya.
Betapapun pintar dan hebat kepandaian Liu Goan-ka, tak
mungkin sekaligus bisa menyelesaikan ketiga urusan ini,
terpaksa dia kembali dan mengatur tindakan lain yang lebih
sempurna, Untuk hal ini baiklah kita tunda sementara.
Kini mari kita ikuti jejak Hong-lay-mo-li, setelah lolos dari
kejaran Liu Goan-ka, kira2 dua puluh li kemudian dia putar
balik dari arah yang berlawanan untuk mencari Bu-lim-thiankiau,
sepanjang jalan dia gunakan mengirim gelombang suara
panjang berkaok-kaok, namun tidak pernah mendapat
jawaban Bu-lim-thian-kiau, terpaksa dia terus mengejar
kearah kemana tadi Bu-lim-thian-kiau lari.
Sejak berada di Jian-liu-cheng, macam2 peristiwa yang
terjadi serba diluar dugaan dan sukar dimengerti, setiap
persoalan menyangkut berbagai persoalan yang lain dan
mencurigakan pula, Hong-lay-mo-li sendiri jadi bingung dan
tak bisa memecahkan dan memperoleh jawabannya.
Begitulah dengan mengembangkan ilmu entengi tubuhnya
yang tinggi, Hong-lay-mo-li terus mengejar, tanpa terasa hari
sudah menjelang fajar, paling sedikit dia sudah lima puluhan
lie meninggalkan Jian-liu-cheng. Akhirnya Hong-lay-mo-li
berkeputusan: "Biarlah aku langsung menuju ke Ling-an saja,
menemui Sin Gi-cik lebih dulu, kalau dijalan tak bisa
menemukan Bu-lim-thian-kiau, dari Sin Gi-cik aku bisa mencari
tahu kabarnya Siau-go-kan-kun. Satu diantara mereka asal
dapat kutemukan, rahasia riwayat hidupku tentu bisa
kuketahui lebih jelas."
Setelah berkeputusan, disaat hari masih remang2,
kebetulan didepan sana adalah sebuah kota kecil, dari sebuah
pegadaian dalam kota ini dia mencuri dua stel pakaian,
soalnya sepanjang jalan ini pakaiannya yang luar biasa banyak
menimbulkan perhatian orang banyak, maka dia ingin
menyaru jadi laki2.
Kebetulan didalam rumah gadai ini ada kaca, sekalian
Hong-lay-mo-li pakai baju laki2 itu, lalu menghias diri didepan
kaca jadi pemuda yang ganteng. Dia tertawa geli melihat
keadaan dirinya yang lucu, dengan langkah lenggang
kangkung dia tinggal pergi.
Hari hampir siang, tak leluasa dia mengembangkan
Ginkang dijalan raya, supaya cepat tiba ditujuan, kembali dia
mencuri seekor kuda pada sebuah keluarga hartawan, lalu dia
meninggalkan kota kecil ini. selanjutnya dia menunggang kuda
yang dibedal se-kencang2nya, kira2 tengah hari, kudanya itu
sudah kehabisan tenaga dan mengeluarkan buih, memangnya
Hong-lay-mo-lipun sudah merasa lapar, baru saja dia hendak
mencari warung nasi untuk tangsel perut, tiba2 didengarnya
dari arah belakang ada dua ekor kuda dilarikan kencang
mendatangi, waktu ia berpaling ternyata penunggangnya
adalah dua orang laki2 yang mengenakan seragam militer.
Sebetulnya Hong-lay-mo-li tidak perlu ambil perhatian
terhadap kedua orang ini, tapi mendengar percakapan mereka
mau tidak mau dia lantas pasang kuping, didengarnya seorang
bintara itu sedang berkata:
"Bocah she Kheng itu memang bikin repot orang, susah2
kami menempuh jarak sejauh ini, dia malah sudah pergi!".
Kedua tunggangan Bintara itu lebih cepat larinya, sebentar
saja sudah lewat dari samping Hong-lay-mo-Ii, didengarnya
pula seorang bintara yang lain bergelak tawa, katanya: "lnilah
kesempatan terbaik untuk mengeduk untung naik pangkat,
kau mengomel apa" Hayo dipercepat nanti didahului orang
lain!" sebentar saja mereka sudah pergi jauh dan tak
terdengar lagi percakapan mereka.
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Bocah she Kheng,
apakah yang dimaksud adalah Kheng Ciau" Agaknya mereka
sedang memburu dan hendak menangkapnya, kesalahan apa
yang dilakukan Kheng Ciau sampai pihak pemerintah hendak
menangkapnya?"
Kuda Hong-lay mo-li terang tak bisa rnengungkuli kedua
bintara itu, tiba2 timbul akal Hong-lay-mo-li, pedang dilolosnya
terus ditusukan kepaha kudanya, karena kesakitan kuda ini
membedal lari sipat kuping seperti dikejar setan, jarak antara
mereka sebentar saja sudah ditarik pendek, tinggal puluhan
tombak saja, tapi setelah rasa sakitnya hilang lari kudanya itu
menjadi lambat pula, namun Hong-lay-mo-li sudah siapkan
kebutnya, diwaktu jarak sudah dekat kebut dia ayun, dua utas
benang kebutnya tanpa bersuara dia sambitkan kedepan.
Kedua benang ini kebetulan menusuk tepat pada sendi
tulang pada kaki belakang kedua kuda ini, dengan landasan
Lwekang Hong-lay-mo-li, kedua utas benang itu laksana jarum
menyusup kedalam daging, seketika kaki belakang kedua kuda
menjadi linu dan kesemutan, larinya menjadi ter-pincang2 dan
semakin lambat, sebentar saja Hong-lay-mo-li sudah mengejar
datang, serunya lantang: "Para Tayjin harap tunggu
sebentar!"
Melihat laki2 gagah ganteng menyoreng pedang, agaknya
bukan orang biasa, kedua bintara ragu2 dan curiga, tanyanya
berbareng: "Tuan siapa" Ada keperluan apa?"
"Ah, masakah orang sendiri yang sehaluan tidak kenal"
seperti kalian berdua, aku ditugaskan untuk membekuk Kheng
Ciau, Bukankah dia berada dalam pangkalan Loh Bun-ing,
kenapa kalian menuju kearah sini?"
seorang bintara menjelaskan "Kheng Ciau sudah tak berada
dipangkalan Loh Bun-ing, kebetulan kedatanganmu kami
boleh kejar bersama." tapi temannya itu jauh lebih teliti,
segera menimbrung: "Nanti dulu!"
Hong-lay-mo-li sudah turun dari punggung kudanya serta
memberi hormat kepada kedua bintara ini. Bin-tara itu segera
bertanya: "Katamu kau ditugaskan menangkap Kheng Ciau,
kau mendapat perintah siapa, apa kau punya surat perintah?"
"Memangnya kau sendiri mendapat perintah dari siapa"
Keluarkan dulu surat perintahmu, baru akan kuperlihatkan
milikku. Soal ini cukup p-enting, bukan aku suka curiga, kalau
kalian tak percaya kepadaku, akupun perlu tahu asal usul
kalian baru berani percaya."
"Jadi kau memang punya surat perintah itu?"
"Urusan seperti ini, memangnya kau kira aku main2?"
Bintara yang lain menegas: "Apa dalam surat perintahmu
itu jelas ada tertulis untuk menangkap Kheng Ciau?"
Hong-lay-mo-li sudah merasa gelagat rada ganjil
mendengar pertanyaan ini, tapi karena dia tidak tahu seluk
beluknya, segera ia menjawab sejujurnya: "Jelas sekali, kalau
tidak masa aku berani mentang2 menangkap orang didalam
pasukan Loh Bun-ing?"
Tak nyana mendengar jawabannya ini, kedua bintara itu
seketika ter-loroh2 dingin, makinya: "Kau keparat cilik ini
berani membual dihadapan kami. Lekas mengaku, apa kau ini
komplotan Kheng Ciau?" serempak mereka melolos golok
terus menubruk maju.
Tujuan Hong-lay-mo-li semula hendak mengorek
keterangan2 yang dia perlukan kepada mereka secara halus,
karena pancingannya gagal terpaksa dia gunakan kekerasan.
Begitu kedua orang ini bergerak, pedang ditangan kanan,
kebut dikiri tahu2 sudah bergerak lebih dulu, dalam satu jurus
serempak dia serang kedua Bintara ini.
Bintara disebelah kiri berkepandaian basa saja, mana dia
kuasa melawan ilmu kebut Hong-lay-mo-li" Sekali terkebut
golok tunggalnya seketika mencelat lepas, Hong-lay-mo-li
sekalian menutuk Hiat-tonya,
Bintara yang lain berkepandaian lebih tinggi, permainan
goloknya ternyata ajaran murni dari Ban-seng-bun yang lihay,
yaitu Loan-hong-to-hoat, tapi dibanding Hong-lay-mo-li sudah
tentu masih jauh, namun dalam sekejap saja, bintara ini sudah
membacok tujuh kali tujuh empat puluh sembilan bacokan,
namun ujung baju Hong-lay-mo-li tak mampu disentuhnya,
"Kena!" tiba2 Hong-lay-mo-li menghardik, dimana
pedangnya mengiris, baju bagian depan dada bintara itu
terbelah menjadi dua, namun tidak sampai melukai ku-lilnya,
bentaknya "Kau tunduk tidak?"
Begitu seragam si bintara terbelah dua, dari dalam
kantongnya seketika menggelundung jatuh segulung surat
yang masih disegel, keruan bintara itu kaget dan berubah
takut, bentaknya: "Berani kau merusak perintah raja?"
Sekali tusuk Hong-lay-mo-li menutuk Hiat-tonya, jengeknya
dingm: "Perintah raja apa, aku justru ingin melihatnya."
Waktu Hong-lay-mo-li buka gulungan surat itu, tampak
dimana ada tertulis "Rakyat jelata Kheng Ciau, mengajukan
petisi untuk membela negara, hati "Tim" amat girang, segera
diminta datang kekota raja menghadap. Penting!"
Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu bukan surat perintah
penangkapan, jadi dirinya yang salah sangka dan salah
omong, keruan kedua bintara ini curiga.
Tapi setelah membaca surat raja ini Hong-Iay-mo-li jadi
bingung dan heran, karena isi surat dan nada percakapan
kedua bintara ini berlawanan, seolah2 kedua orang ini hendak
menangkapnya sebagai perampok" Insaf bahwa persoalan
berbelit2, tak enak mengompes mereka dipinggir jalan, segera
dia jinjing kedua bintara ini masuk kedalam hutan lebat Honglay-
mo-li memilih sebuah tempat yang berbahaya, orang biasa
takkan mampu manjat keatas ngarai ini, lalu dia turunkan
kedua bintara ini, bentaknya
"Kalian siapa" Apa pula yang terjadi dengan surat raja ini"
Lekas jelaskan."
Oang yang membawa surat tadi pejamkan mata dengan
muka bersungut gusar tak mau bicara, sebaliknya temannya
takut mati, katanya gemetar. "Dia pengawal raja didalam
keraton, aku cuma anggota Kim-wi-kun, surat raja dia yang
bawa, aku tidak tahu persoalannya."
Dengan kebutannya Hong-lay-mo-li tuding jago bayangkari
itu, bentaknya: "Surat raja ini tulen atau palsu?"
Sikap bintara ini amat angkuh dan keras kepala, jengeknya:
"Memangnya kau setimpal bertanya surat ini tulen atau palsu"
Mau bunuh boleh bunuh, tuan pasti tidak mengerut kening."
"Tampangmu ini juga berani gagah2an dihadapan-ku!"
dimana kebut Hong-lay-mo-li dikebaskan diatas badannya,
seketika jago bayangkan merasakan ribuan jarum sekaligus
menusuk kesekujur badannya, tak lama kemudian seperti ada
ribuan ular menyusup dan menggigit daging2 badannya, sakit
gatal linu dan ce-kot2 lagi, sungguh tak tertahankan lagi.
Meski badan bintara ini dibuat dari besi juga takkan kuat,
seketika dia menjerit2 minta ampun: "Baiklah kukatakan
kukatakan! Harap Hohan bebaskan siksaanku!"
Hong-lay-mo-li mengebut sekali lagi, jengeknya dingin:
"Bicara jujur dan terus terang, kalau kudengar ada hal2 yang
ganjil, kubikin kau tersiksa tujuh hari tujuh malam baru
jiwamu melayang!"
Sesaat kemudian baru napas jago bayangkan ini tentram,
tuturnya: "Tulen atau palsu surat raja, ini akupun tidak tahu,
Ang-kongkonglah yang memberikan kepadaku."
"Apa pula pesan Ang-kongkong itu kepadamu" Dalam surat
raja dikatakan supaya Kheng Ciau menghadap, kenapa kalian
justru seperti hendak membekuknya ?"
"Surat raja ini aku tidak berani membukanya baca, tak tahu
apa yang dikatakan didalamnya, Tapi begitulah Ang-kongkong
memberi pesan kepadaku, suruh aku membawa bocah she
Kheng itu kekota raja, langsung diantarkan ke gedung
perdana menteri, Dijalan supaya jangan sampai dilihat oleh
orang lain, cuma boleh dikatakan bahwa sang raja
memanggilnya hendak diberi hadiah!"
"Kenapa harus dibawa kegedung perdana menteri, siapa
pula perdana menteri itu?"
"Aku hanya menjalankan tugas sesuai perintah, seluk
beluknya tidak tahu, perdana menteri adalah Gui Liang-seng."
Kini giliran Hong-lay-mo-li tanya kepada anggota Kim-wikun
itu: "Dan kau, kau mendapat perintah siapa pula?"
"Aku mendapat perintah dari atasanku Ong-tayjin. Aku
disuruh bantu Thio-taywi, menipu bocah she Kheng itu kekota
raja, diserahkan kepada Gui-thaysu. Kalau urusan berhasil
kami bakal mendapat persen dan di-naikan pangkat, kalau
sebaliknya kepala kita sebagai tebusannya."
"Siapa itu Ong-tayjjn" Kenapa dia berintrik dengan Gui
Liang-seng dan Ang-tay-kam untuk menjebak dan mencelakai
Kheng Ciau?"
"Ong Tayjin adalah Ong Tin yang dulu menjadi pembantu
Gak-goanswe (Gak Hui)"
Seketika Hong-lay-mo-li naik pitam, damratnya: "Pembesar
bangsat ini semakin naik pangkat, malah berani berbuat jahat
hendak mencelakai rakyat yang setia." dimana kebutannya
mengepruk, batu besar di-sebelahnya dibikin hancur
berkeping2. Melihat kelihayan Hong-lay-mo-Ii, anggota Kim-wi-kun itu
menjadi ketakutan, katanya membela diri: "Kenapa Ong Tin
hendak mencelakai Kheng Ciau, aku benar2 tidak tahu. Tapi
dia sebagai atasanku, terpaksa aku menerima tugasku saja."
Hong-lay-mo-li bertanya lagi: "Tadi kalian ada bilang kuatir
orang lain merebut pahala, jadi kecuali kalian, Gui Liang-seng
dan Ong Tin ada persiapan apa pula, siapa2 pula yang diutus
untuk membekuk Kheng Ciau?"
Jago bayangkari itu menjawab: "Kecuali kami, masih ada
dua belas anggota Kim-wi-kun dan tujuh jago bayangkari,
mereka tersebar diberbagai pos penjagaan membantu pejabat
setempat memeriksa dan menggeledah setiap orang yang
lewat, supaya Kheng Ciau tidak lolos."
Hong-lay-mo-li semakin gusar, damratnya: "Keparat!
perintah raja dipalsukan, pasukan pemerintah tidak buat
melawan musuh penjajah malah untuk menindas patriot
bangsa, hm, hm, keparat benar, sungguh membuat orang
gusar dan mangkel!" saking marah telapak tangannya segera


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terayun pulang pergi, beruntun ia gampar muka kedua
tawanannya, Lalu dia tutuk Hiat-to mereka supaya tidak
bergerak dan tak bisa bersuara, Hong-lay-mo-li menggunakan
Jiong-jiu-hoat, satu hari satu malam kemudian baru tutukan
Hiat-to ini bebas sendiri.
Ngarai ini ada puluhan tombak tingginya, meski tutukan
Hiat-to mereka sudah terbuka belum tentu bisa turun
kebawah, apakah mereka bakal mati kelaparan atau tetap
hidup, terserah akan nasib mereka sendiri.
Kuda kedua bintara itu sudah terlatih dimedan perang, saat
mana masih mondar mandir dibawah bu-kit, setelah rasa linu
disendi tulangnya yang tertusuk benang kebut hilang,
merekapun segar bugar lagi seperti sedia kala, Maka
kebetulan malah bagi Hong-lay-mo-li untuk mengejar Kheng
Ciau yang sudah berangkat lebih dulu ke Ling-an.
Sekarang marilah kita ikuti perjalanan Kheng Ciau yang
menuju ke Ling-an. Tujuannya kesana hendak mencari kabar
hasil dari persembahan buku warisan ayahnya kepada raja.
Semula buku warisan tulisan ayahnya itu dia berikan
kepada Sin Gi-cik, dari Sin Gi-cik melalui Lau Ki si panglima
besar kerajaan supaya disampaikan kepada raja. Sambil
menunggu kabar baik dia pergi ke pangkalan Loh Bun-ing
mempelajari teori peperangan diperairan, setelah tehnik
peperangan diperairan sudah dipelajari dengan baik,
sementara kabar yang di-tunggu2 tidak kunjung datang, maka
Kheng Ciau menyusul Sin Gi-cik hendak minta bantuannya
untuk mencari tahu.
Diluar tahunya buku yang diserahkan kepada Lau-ciangkun
untuk dipersembahkan kepada raja akhirnya terjatuh ketangan
Ang-thaykam, secara diam2 Ang-thaykam membukanya dan
dibaca, keruan kagetnya bukan kepalang setelah melihat apa
yang tertulis di dalam buku catatan ini, maka segera buku itu
dia tahan tanpa dia perlihatkan kepada sang raja.
Ternyata buku catatan warisan ayah Kheng Ciau ini terbagi
dua bagian, bagian pertama catatan rahasia mengenai segala
seluk beluk situasi negeri Kim, umpamanya tentang kekuatan
militer dan keadaan ekonomi dan politiknya dan lain2.
Bagian kedua ada mencatat daftar2 para pembesar Lamsong
yang khianat dan ada main intrik dengan pihak Kim, ada
pembesar2 korup dan khianat yang sudah mati, tapi ada pula
yang masih hidup, umpamanya Gui Liang-seng dan Ong Tin
termasuk diantaranya, Ang-thaykam sekomplotan dengan
mereka, sudah tentu dia minta supaya mereka berusaha
membunuh Kheng Ciau.
Kheng Ciau sendiri tidak tahu akan seluk beluk didalam
keraton, siang malam dia menempuh perjalanan, Hari itu dia
tiba di Than-bok-sen, diujung mulut gunung terdapat sebuah
pos penjagaan. Di dalam pangkalan Loh Bun Ing, meski Kheng Ciau belum
resmi diangkat sebagai pejabat, namun dia sudah
mengenakan seragam kemiliteran, malah diapun ada
membawa surat jalan yang diberikan oleh Loh Bun-ing, maka
sedikitpun dia tidak perlu takuti menghadapi pos penjagaan.
Serdadu yang jaga didepan pos melihat seragam militernya,
sikapnya cukup ramah, tanyanya: "Datang dari mana?"
"Dari Jay-ciok-ki."
Serdadu itu seketika unjuk rasa kaget, teriak "Thio-tayjin,
lekas kemari." dari dalam segera berlari keluar seorang
bintara, serdadu itu segera memberi lapor: "Tayjin ini datang
dari Jay-ciok-ki."
Bintara itu segera bertanya: "Apa kau menjadi pembantu
dalam pasukan Loh-ciangkun, kenapa menempuh perjalanan
seorang diri?"
"Ada urusan dinas perlu kuselesaikan di kota raja, inilah
surat jalanku." sahut Kheng Ciau sambil mengeluarkan surat
jalannya. Begitu membaca nama yang tercantum dalam surat jalan
itu, seketika bintara itu berseri kegirangan, katanya: "Jadi kau
adalah Kheng Ciau" Apa jabatanmu didalam pasukan Lohciangkun?"
"Ah aku hanya tamu biasa saja yang diterimanya sebagai
keluarga mereka, jabatan resmi sih aku tidak punya." Kheng
Ciau memberi keterangan terus terang. Legalah hati bintara
itu, ternyata dia bukan lain adalah salah satu anak buah Ong
Tin yang ditugaskan dipos sini untuk menahan Kheng Ciau dan
menangkapnya. Maka dengan bergelak tawa dia berkata "Sudah lama
kudengar nama besarmu, selamat bertemu, selamat bertemu,
mari kami berkenalan!"
Kheng Ciau melengak, pikirnya: "Belum lama aku berada di
Kanglam, darimana kau kenal nama besar-ku?" dasar jujur dia
terima uluran tangan orang serta berjabatan.
Begitu jari mereka saling genggam dengan kencang,
seketika Kheng Ciau rasakan telapak tangannya kesakitan dan
bal lagi, belum lagi gelak tawa bintara itu sirap, mendadak
mulutnya menggeram, sebelah tangannya yang lain tiba2
menjotos sehingga Kheng Ciau dipukulnya melayang satu
tombak jauhnya.
Tapi Kheng Ciau tidak sampai terjengkang roboh,
sebaliknya biintara itu sendiri yang menjerit dan roboh terguling2.
Ternyata jari tengah bintara ini mengenakan cincin
beracun, waktu jari2 mereka berjabatan tangan, cincin yang
tertekan itu lantas menjulurkan sebatang jarum, sudah tentu
Kheng Ciau tidak pernah bersiaga, seketika dia kena diingusi.
Tapi Kheng Ciau punya latihan Tay-yan-pat-sek, Hou-dehsin-
kang latihannya sudah cukup lumayan, begitu terbokong
secara reflek lantas timbul perlawanannya, maka bintara itu
kena tergertak pergi oleh ritulan tenaga pukulan sendiri.
Sudah tentu kedua pihak sama2 kaget, bintara itu segera
merangkak bangun sambil ber-kaok2 memanggil bantuan,
Kheng Ciau segera membentak: "Aku melanggar hukum apa"
Kau, kau ini pejabat pemerintah, kenapa turun tangan sekeji
ini kepadaku" perbuatanmu ini mirip bajingan kangouw yang
rendah dan kotor!" belum lagi ia selesai memaki bintara itu
sudah meraih sebatang ruyung baja terus menggemplang
kepadanya. Serangan ruyung ini cukup hebat perbawanya, sejurus
mengandung tiga gerak perubahan yang terbagi tiga sasaran
menyapu datang, Kheng Ciau belum berdiri tegak, kakinya
tergeser kesamping meluputkan diri, namun tungkak kakinya
keserempet ujung ruyung, saking kesakitan dia berjingkrak
sambil berkaok2, seketika gerak geriknya menjadi pincang.
Mendapat angin bintara itu tidak memberi hati, segera dia
menerjang maju pula, "Ser!" ruyungnya menyapu pula, kali ini
dilandasi seluruh kekuatannya, yang digunakan salah satu tipu
dari joanpian lagi yang lihay, angin menderu keras, bayangan
ruyungpun ber-gulung2, sehingga badan Kheng Ciau
terselubung didalamnya.
Ruyung ini setombak panjangnya, dengan melancarkan
permainan ilmu ruyung ini, kemanapun Kheng Ciau menyingkir
dia tetap diincar dan pasti kecundang.
Seketika Kheng Ciau naik pitam, disaat jiwa terancam
bahaya, tanpa peduli siapa lawannya, segera ia melolos
pedang dan mengancam: "Kau mau berhenti tidak?" dimana
jurus Pat-hong-hong-ih dikembangkan, seketika cahaya bintik2
laksana kilat melambung memenuhi udara, disusul suara
benturan keras yang berdering nyaring tak putus2 memekak
telinga, pedang Kheng Ciau beradu puluhan kali dengan
ruyung baja bintara itu, ujung ruyung terpapas kutung
sebagian, dan di-mana2 cecel oleh ketajaman pedang Kheng
Ciau, untung ruyung ini panjang dan berat tujuh puluh dua
kati, maka Kheng Ciau hanya mampu mengutungi ujungnya
saja, belum mampu menabas kutung tengahnya.
"Sebetulnya siapa kalian, tengah hari bolong berani
membegal" Aku tidak punya uang, kalau mau jiwa nah
renggutlah jiwaku!" mimpipun Kheng Ciau tidak menyangka
bahwa perdana menteri dan komandan Kim-wi-kun yang
berkuasa sekarang yang hendak mencelakai jiwanya, dia kira
kawanan perampok yang menyaru jadi serdadu.
"Aku tidak perlu uang dan jiwamu, cukup asal kau lempar
pedang dan terima diringkus, aku sendiri yang akan
mengantar kau kekota raja." kata Bintara itu.
Kheng Ciau melengak, damratnya: "Perlu apa kau antar
aku" Kalau bermaksud baik, tidak perlu kau menggunakan
akal licik kepadaku?"
"Setiba dikota raja kau akan tahu sendiri. Kalau tidak
kutusuk kau sekali, masakah kau mau menuruti perintahku"
Biar kuberitahu sejujurnya, itulah tusukan jarum beracun yang
amat jahat kadar racunnya, betapapun tinggi Lwekangmu,
tanpa obat pemunahnya dari aku, paling Lama satu jam, racun
kumat dan amblaslah jiwamu, masih kau bandel?"
Saking murka Kheng Ciau tidak banyak bacot lagi, segera ia
labrak bintara ini dengan sengit, tapi bintara ini cukup cerdik,
ia kira karena tungkak kaki Kheng Ciau terluka, tentu gerak
geriknya kurang leluasa, maka dia tidak layani serangannya,
dengan kelincahannya dia terus berkelit sambil menunggu bila
racun dalam badan Kheng Cau kumat, tentu orang gampang
diringkus. Pada saat mana, dari dalam benteng penjagaan kembali
mendatangi keluar beberapa orang lagi, orang yang terdepan
adalah seorang perwira yang bergaman tombak panjang dua
tombak, dia ini adalah salah satu jago bayangkari,
kepandaiannya lebih tinggi dari bintara itu, melihat Kheng-Ciau
hanya pemuda ingusan, segera ia menerjang maju lebih dulu
hendak pamer kepandaian sendiri, dengan sejurus Tok-coajut-
tong tombaknya berputar terus menusuk kedada
Diam2 Kheng Ciau sudah kerahkan tenaga dalamnya
keujung pedang, dia tindih batang pedang terus disampuk
miring, sekaligus dia punahkan damparan tenaga lawan,
bentaknya: "Lepaskan!" menyusul dengan Sun-cui-tut-jwi (mendorong
perahu menurut arus air), Ceng-kong-kiam menggelincir naik
melalui batang tombaknya, inilah tipu tepat cara pedang
mematahkan serangan tombak yang paling lihay, kalau lawan
tidak segera lepaskan tombaknya, maka jari2nya bakal
terpapas putus oleh pedang.
Sebagai jago bayangkan kelas satu, sudah tentu perwira ini
memiliki kepandaian yang lumayan tinggi, disaat jarinya
terancam, tiba2 dia rubah permainan tombaknya menjadi
Hou-bwe-gun-hoat (ilmu pentung ekor harimau) dimana dia
gentak buntut tumbaknya, segera ia kembangkan daya
melingkar dari tipu2 permainan Hou-bwe-gun-hoat itu, baru
saja pedang Kheng Ciau menabas ditengah jalan, pedangnya
sudah tersentak pergi, tajam pedangnya segera membabat
miring, "Cret", mesti tidak mengenai jari2 si perwira, tapi
pakaiannya tertabas berlobang, malah pundaknyapun tergores
luka lima dim! Ter-sipu2 bintara yang bersenjata ruyung itu menubruk
maju sambil mengayun ruyungnya, untung Kheng Ciau sempat
angkat pedangnya menangkis, tapi dari dua sampingnya dua
orang lain tahu2 merangkak tiba, seorang bergaman golok
yang lain bergaman tombak pendek, dengan jurus To-coansing-
heng pedang Kheng Ciau menabas balik, terdengar
benturan keras pula, golok dan tombak pendek kedua
penyerangnya patah dua, saking keras benturan ini, kedua
penyerang itu tertotok roboh terjengkang.
Tapi tapak tangan Kheng Ciau terasa linu kemeng, bukan
lantaran Lwekang kedua lawannya terlalu tangguh, adalah
karena kadar racun dalam badannya sudah mulai bekerja,
meski racun mulai bekerja, tapi otak Kheng Ciau masih sadar,
melihat serdadu berbondong keluar mengepung dirmya,
sungguh gusar dan penasaran Kheng Ciau dibuatnya, lambat
laun mata mulai ber-kunang2, lengan kanannyapun sudah linu
pegal tak bisa bergerak lagi, dengan kertak gigi segera ia
pindah pedang ketangan kiri, hawa murni terus dikerahkan
untuk menahan menjalarnya racun keatas dengan tangan kiri
memainkan pedang ia labrak para pengepungnya dengan
sengit, betapapun dia harus menerjang keluar untuk mencari
tahu kenapa dirinya dijadikan sasaran untuk dibunuh" Apakah
memang keinginan pihak pejabat di kota raja"
Tapi lantaran harus kerahkan hawa murni mencegah
menjalarnya racun, padang dimainkan dengan tangan kiri lagi,
sudah tentu permainannya rada kaku dan lambat, hatinya
tidak tega main bunuh kepada serdadu yang tak berdosa ini,
terpaksa dia hanya membabat kutung senjata mereka atau
berusaha menutuk Hiat-tonya saja.
Tapi karena itu tenaganya semakin terkuras, tak lama
kemudian hawa hijau sudah merambat naik, lambat laun
lengan kirinyapun terasa linu dan gerak geriknya semakin
lamban pula. Melihat keadaan orang yang sudah mulai payah, kedua
perwira itu segera membentak: "Anak keparat, kau sudah
bosan hidup ya" Lekas lempar pedang dan menyerah."
kesadaran Kheng Ciau semakin remang2, hanya satu yang
terkandung dalam pikirannya, harus menerjang keluar.
Tapi permainan pedangnya dengan tangan kiri sudah kacau
balau, kakinya sudah limbung, sedapat mungkin dia hanya
bisa membela diri mengandal kepandaian mendengar angin
membedakan senjata, tapi toh hanya sebentar saja, tiba2
terasa lututnya sakit bukan main, tanpa kuasa seketika dia
terjerembab roboh.
Kiranya bintara bergaman ruyung ilu memutar
kebelakangnya lalu membokong dari belakang, seketika tulang
lutut Kheng Ciau disabetnya retak.
Kedua musuhnya seketika bergelak tawa kegirangan, tanpa
berjanji mereka segera menubruk maju hendak meringkusnya.
Kheng Ciau sudah rebah pasrah nasib saja, sekonyong2 gelak
tawa kedua pevwira itu menjadi lolong kesakitan yang seram,
disusul badan mereka tersungkur saling tindih disampingnya.
Keruan Kheng Ciau keheranan, sekuat tenaga dia
merangkak bangun, didalam keremangan pandangan-nya,
tampak sesosok bayangan putih sedang berkelebat kian
kemari menghajar para serdadu yang mengepung-nya, maka
terdengar pula jerit tangis para serdadu yang terlambat lari.
Tapi Kheng Ciau sudah tidak kuasa bersuara untuk
mencegah sepak terjang bayangan putih itu, sebelum tenaga
habis lekas dia kerahkan hawa murni untuk melindungi
jantung, sehingga dia tidak seketika terjungkal roboh dan
pingsan. Disaat Kheng Ciau gentayangan hampir roboh, bayangan
putih itu tiba2 berkelebat dihadapannya, sekali raih orang


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memapah lengannya, dikeremangan pandangannya lapat2
Kheng Ciau melihat bayangan seorang perempuan, seketika
bergetar jantungnya, "Hah, kiranya kau!" kata2 ini sekuatnya
masih kuasa dia keluarkan, tapi suaranya lemah seperti suara
nyamuk perempuan itu tertawa cekikikan, katanya:
"Kau masih kenal aku" Terhitung kau masih punya hati."
badan Kheng Ciau segera dipanggulnya terus dibawa lari bagai
terbang, Kheng Ciau menghela napas lega, lama kelamaan
pikirannya semakin lelap terus jatuh pingsan.
Waktu Hong-lay-mo-li keprak kudanya menyusul tiba
dipenjagaan pos di depan gunung Thian-bok-san ini,
pertempuran baru saja berakhir, dilihatnya mayat
bergelimpangan, keruan Hong-lay-mo-li kaget dan curiga, Dia
yakin Kheng Ciau pernah sampai disini dan bertempur
melawan kawanan serdadu ini, tapi mayat2 yang menjadi
korban ini jelas pasti bukan perbuatan Kheng Ciau. Waktu ia
periksa benteng penjagaan tak kelihatan bayangan seorang
menu-siapun, keruan kejutnya semakin jadi korban2 itu sama
meninggal karena tenggorokannya tertusuk atau ulu hatinya
berlobang, jelas mereka tertusuk pedang sampai ajal.
Disaat Hong-lay-mo-li kebingungan tiba2 didengarnya
derap kuda yang dilarikan kencang kearah sini, tak Iama
kemudian dilihatnya seekor kuda sedang di-bedal mendatangi
dari arah lamping gunung sana.
Bahwa kuda itu tidak berlari lewat jalan raya, agaknya
sengaja hendak memutar dari benteng penjagaan disini,
tergerak hati Hong-lay-mo-li segera dia awasi dengan
seksama, segera ia kenal penunggangnya, dia bukan lain
adalah orang Nuchen yang dia ketemukan ditengah jalan dan
belakangan berada di Jian-liu-cheng bersama gadis bernama
Ah-sia itu. Agaknya laki2 itu juga tidak menduga ditempat ini bakal
kepergok dengan Hong-lay-mo-Ii, pula dilihatnya kawanan
scrdadu bergelimpangan, sekilas da melengak terus menjerit
kaget dan putar haluan, kuda terus dibedalnya lagi lebih
kencang. Hong-lay-mo-li berseru: "Tunggu dulu, aku ada omongan!"
karena pernah kecundang oleh Hong-lay-mo-!i, sudah tentu
laki2 itu tidak mau dengar seruannya sekejap saja dia sudah
berputar dari jalan pegunungan melewati benteng penjagaan
ini terus menyusup kehutan,
Terpaksa Hong-lay-mo-li cemplak kudanya terus mengejar,
bukan karena rasa permusuhannya, adalah dia hendak
bertanya dimana sekarang Bu-Iim-thian-kiau berada,
Tunggangan Hong-lay-mo-li adalah kuda pilihan dari istana,
larinya pesat luar biasa, tunggangan laki2 asing itu kuda
pilihan juga, dia lari dalam jarak yang cukup jauh lagi didalam
hutan, maka jarak mereka semakin jauh. Untung Hong-layTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
mo-li masih bisa membuntutinya terus melalui jejak2 kaki
kuda orang. Setelah melewati sebuah puncak gunung, dari sebelah
depan tiba2 terdengar suara benturan senjata keras, waktu
Hong-lay-mo-li pasangmata, dilihatnya dibawah lembah sana,
dua cahaya putih membungkus dua bayangan orang sedang
pertempur sengit, jaraknya terlalu jauh, siapa mereka, tidak
terlihat jelas.
Sementara itu laki2 itu sudah tiba dilamping bukit, dari
kejauhan dia sudah berteriak: "Adik Sia, jangan gugup, aku
tiba!" Berdegup jantung Hong-lay-mo-li, lekas iapun ke-prak
kudanya kebawah, kira2 tiba dilamping bukit, waktu ia
menegasi, yang sedang bertempur adalah laki dan perempuan
yang perempuan memang bukan lain gadis yang dinamakan
Ah-sia itu. Tapi Hong-lay-mo-li tersirap darahnya, bukan gadis Ah-sia
saja yang membuatnya kaget, adalah laki2 lawannya itu
sungguh diluar dugaannya, karena setelah dia melihat jelas,
dia bukan lain adalah suhengnya Kongsun Ki.
Gadis yang dinamakan Ah-sia itu tetap menggunakan golok
sabit, membacok membelah diselingi tusukan Hiat-to,
permainannya lincah dan aneh, tapi tetap dia bukan tandingan
Kongsun Ki, tampak sinar pedang Kongsun Ki sudah
membendung gerak gerik-nya, lambat laun gadis itu hanya
mampu menjaga diri tak mampu melawan.
Cepat sekali laki2 asing itu sudah tiba didasar lembah,
segera ia lolos senjata terus menerjang maju.
Kongsun Ki gelak2, katanya: "Ceng-sia, aku ini kan Cihumu,
maksudku baik terhadap kau, kenapa kau tidak mau dengar
nasehatku?"
Mendengar nama gadis itu bernama Ceng-sia, berpikir
Hong-lay-mo-li: "Ternyata benar dia adik Giok-bin-yau-hou,
Suheng bilang sebagai Cihunya, jadi setelah membunuh istri,
mereka benar2 sudah jadi suami istri."
Lian Ceng-sia amat gusar dan memaki: "Bangsat bajul,
manusia rendah yang tidak tahu malu, kalau tidak kubunuh
kau, sukar terlampias penasaran hatiku."
"Aku sebaliknya tak ingin melukai kau," Kongsun Ki tetap
cengar cengir, "Kenapa kau marah2, ingin membunuhku lagi,
memangnya aku tidak setimpal jadi Cihumu" Hahaha, iparku,
bersikaplah sedikit baik kepadaku, memangnya kau mampu
membunuh aku?"
Karena olok2 ini Lian Ceng-sia semakin murka, permainan
goloknya menjadi kacau, Kongsun Ki melihat titik kelemahan
ini, tiba2 jarinya mencengkram.
Kebetulan laki2 itu memburu tiba, bentaknya gusar: "Tutup
mulutmu yang kotor ini, lihat golok!" goloknya segera
memotong, sebat sekali Kongsun Ki tarik tangannya, matanya
melirik hina, katanya tertawa menyengir: "O, jadi kau ini
kiranya tunangan adik Sia" Kau bakal jadi iparku juga, kenapa
baru bertemu lantas begini garang?"
Seketika merah jengah muka Lian Ceng-sia dengan laki2
itu, sepasang golok mereka segera menari bersama, dengan
gabungan mereka berdua, jurus ilmu goloknya lebih mantap
dan ganas, mereka merangsak dengan gencar, ingin rasanya
menggorok leher Kongsun Ki.
"Adik Sia, kupandang muka cicimu, aku tidak ingin melukai
kau. Walau orang ini calon suamimu, tapi dia masih terhitung
orang luar, apa boleh buat, maaf ya, ingin aku menjajal ilmu
baruku yang berhasil kulatih kepada dia ini!" belum habis
berkata, tiba2 sebelah tangannya menepuk kedepan, golok
laki2 itu sedang tergubat oleh pedang lemas Kongsun Ki,
dalam waktu dekat tak kuasa menariknya lepas, terpaksa dia
memapak dengan pukulan tangan "Blang" Laki2 itu tergeliat
lalu sempoyongan tiga langkah, keringat seketika membanjir
membasahi badannya rona mukanyapun berubah,
Lian Ceng-sia kaget, serunya: "lh-ko, bagaimana kau?"
"Tidak apa2." sahut 1aki2 itu, dengan mengerak gigi, golok
diayun kembali ia menerjang maju pula.
"Tidak apa?" cemooh Kongsun Ki, "jiwa kecilmu ini bakal
amblas, adik Sia, carilah laki2 yang lain saja. Orang ini anak
dogol, tidak setimpal jadi pasanganmu, masih banyak laki2
yang unggul dari dia, aku boleh bantu kau memilihnya!"
Gusar dan kaget pula Lian Ceng-sia dibuatnya, golok
diputar laksana angin lesus, tanpa hiraukan keselamatan
sendiri dia cecar Kongsun Ki dengan sengit, Kongsun Ki
kembangkan ilmu pedangnya untuk menjaga diri dengan
rapat, dengan mudah dia punahkan setiap serangan golok
lawan, sebelah tangannya malah ikut main dan selulup timbul
ditengah berputarnya sinar pedang, selalu mencari
kesempatan untuk menambahkan sekali pukulan kepada si
laki2 itu. Disaat2 genting inilah Hong-lay-mo-li sudah memburu
datang, Dari kejauhan Kongsun Ki sudah melihat
kedatangannya, keruan hatinya mencelos, tapi cepat dia
berteriak: "Sumoay, kebetulan kau datangi Laki2 ini adalah
Perwira negeri Kim, lekas kau meringkusnya !"
Kalau Kongsun Ki kaget, Lian Ceng-sia dan laki2 itupun tak
kurang kagetnya, satu musuh tangguh saja mereka sudah
kewalahan, apa lagi kalau kedatangan Sumoaynya, bagaimana
mereka bisa selamat?"
Tak kira begitu lompat turun dari punggung ku-danya,
Hong-lay-mo-li lantas tertawa dingin: "Siapa sudi jadi
Sumoaymu, mulutmu manis hatimu jahat, kau masih ingin
menipu aku" Memang aku kemari hendak membekuk orang,
tapi yang akan kubekuk adalah kau!"
Dengan permainan kombinasi kebut ditangan kiri dan
pedang ditangan kanan, Hong-lay-mo-li membendung jalan
mundur Kongsun Ki, dengan jurus Sing-hay-hu-cai pedangnya
memetakan tiga kuntum kembang, dalam sekali samberan
pedangnya itu, Hian-ki-hiat, Ih-gi-hiat dan Hoan-tiau-hiat
masing2 didada, ketiak dan lutut Kongsun Ki terancam oleh
ujung pedangnya.
Ketiga Hiat-to ini sejajar dalam satu garis melintang, sekali
gebrak tiga sasaran diincarnya dengan gerakan yang gemelai
dan cepat sekali, sudah dua kali Hong lay-mo-li pernah
melabrak Suhengnya, sampai dimana taraf kepandaiannya dia
cukup tahu, dia kira dengan mengembangkan ilmu pedangnya
ini, paling tidak salah satu Hiat-toyang diincar pasti kena dia
tutuk. Tak tahunya kepandaian silat Kongsun Ki sekarang sudah
tak boleh dibanding ternpo hari, disaat2 dirinya terancam
itulah, tampak orangpun kembang-kan pedang dan tapak
tangan, ,"Wut" tapak tangannya memukul sehingga kebut
lawan ditolak pergi, disusul terdengarlah suara berdering
nyaring, dengan jurus Tay-mo-hou-yan gaya pedangnyapun
miring, dalam sekejap saling bentur tujuh kali dengan pedang
Hong-lay-mo-li, sehingga jurus Sing-hay-hu-cai Hong-lay-mo-li
kena dipatahkan pula.
Hong-lay-mo-li terkejut, batinnya: "Tak nyana dalam
beberapa bulan ini, kepandaiannya maju begini pesat!"
Sebaliknya Kongsun Ki juga kaget, pikirnya: "Tay-yan-patsek
dan dua ilmu berbisa dari keluarga Siang sudah
kuyakinkan, ternyata masih belum mampu mengalahkan
Sumoay." Keruan Lian Ceng-sia kegirangan, tak pernah dia kira
bahwa Hong-lay-mo-li membantunya malah, baru saja dia
hendak nrerangsak maju pula, tiba2 dilihatnya laki2 temannya
itu sempoyongan kebelakang dengan muka pucat pias.
Terpaksa Lian Ceng-sia memburu maju memapah dan
melindunginya. Tahu dirinya tidak akan lebih unggul melawan Sumoaynya,
apa lagi bila Lian Ceng-sia maju mengeru-but, sudah tentu dia
tak berani tinggal lama2, segera berteriak: "Sumoay,
memangnya kau sudah lupa akan hubungan seperguruan?"
mendadak Sret, sret, dua kali pedangnya menyerang gencar,
sinar pedangnya beterbangan seperti kekanan bagai kekiri,
ujung pedangnya tahu2 sudah mengincar ulu hati Sumoaynya,
karena desakan serangan gencar ini, terpaksa Hong-lay-mo-li
tarik kebutnya untuk menjaga diri, serangan Kongsun Ki hanya
gertakan saja untuk mendesak lawan membela diri, tapi begitu
Hong-lay-mo-li berhasil patahkan serangan ini, baru saja dia
hendak balas mencecar Kongsun Ki sudah lolos dari kepungan
kebutnya terus angkat langkah seribu.
Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-li, terbayang olehnya
permainan ilmu pedang Kongsun Ki barusan, yang diincar
khusus adalah ulu hati dan tenggorokan, kematian para
Berdadu dibenteng itu terang karena serangan ilmu pedang
seperti ini.. Hong-lay-mo-li jadi ragu2, ingin mengejar, tapi dia
segan meninggalkan Lian Ceng-sia dan laki2 yang terluka ini,
apa lagi banyak persoalan yang dia ingin tanya kepada
mereka. Diwaktu dia kebingungan inilah, Kongsun Ki sudah lari jauh
dan menghilang.
Waktu Hong-lay-mo-li putar balik dilihatnya Lian Ceng-sia
sedang memeluk laki2 itu, dengan mimik bingung dan gugup
berteriak2 tanyai. "lh-ko, kenapa kau" Aih, telapak tanganmu,
kenapa telapak tanganmu berubah demikian?" betapa gelisah
hatinya dapatlah didengar dari seruannya yang penuh kasih
sayang dan prihatin ini.
Sekilas Hong-lay-mo-li tertegun, segera dia sadar dan
mengerti, "Kukira dia adalah teman intim Hoa Kok-ham, tak
kira, dengan laki2 ini dia adalah sepasang kekasih."
Melihat Kongsun Ki berhasil digebah lari dan Hong-lay-mo-li
menghampiri dirinya, gadis itu jadi malu2, lekas ia turunkan
teman laki2nya itu, hanya memayangnya dengan sebelah
tangan, tangan yang lain terangkap didepan dada lalu
memberi hormat dengan sedikit membungkuk badan, katanya:
"Terima kasih akan pertolongan cici, harap tanya siapakah
nama besar cici?"
Waktu di Jian-liu-cheng mereka pernah bertempur namun
malam gelap sehingga satu sama lain tidak begitu jelas akan
raut muka masing2, kini Hong-lay-mo-li menyaru laki2, dia
merasa seperti pernah kenal, Tadi mendengar Kongsun Ki
memanggilnya sebagai Sumoay, maka dia tahu bahwa orang
dihadapannya ini adalah perempuan.
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Waktu di Jian-liu-cheng
malam itu cici sudah pernah berkenalan dengan
kepandaianmu Aku she Liu bernama ..."
Laki2 itu menjerit kaget, serunya: "Jadi kaukah Liu Lihiap
Liu Jing-yau" Tam-kongcu ada bilang kepadaku, tempo hari
aku sudah sangsi, sayang..."
"Tempo hari akulah yang harus disalahkan." ujar Hong-laymo-
li rikuh, "Tam-kong-cu yang kau maksudkan apakah Bulim-
thian-kian?"
"Ya. Aku menyebrang bersama dia. Aku bukan orang Han,
tak heran bila Liu Lihiap curiga kepadaku." karena terlalu
banyak bicara, jantungnya jadi berdetak cepat dan batuk2
keras. "Jangan kau terlalu banyak bicara, coba biar kuperiksa
luka2mu." seketika hatinya kaget dibuatnya, tampak telapak
tangan laki2 ini sudah tidak menyerupai tangan orang, seolah2
terbungkus oleh malam yang kering.
Baru sekarang Hong-lay-mo-li insaf bahwa Kongsun Ki
ternyata sudah berhasil melatih salah satu dari dua ilmu
berbisa dari keluarga Siang yaitu Hoa-hiat-to.
Periu diketahui dua ilmu beracun dari keluarga Siang itu
adalah Hu-kut-ciang dan Hoa-hiat-to, menurut tradisi keluarga
ilmu ini tidak boleh diajarkan kepada orang luar, tujuan
Kongsun Ki mengawini Siang Pek-hong adalah untuk mencuri


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belajar kedua ilmu berbisa ini.
Sejak Giok-bin-yau-hou membunuh Siang Pek-hong, maka
buku pelajaran kedua ilmu ini lantas menjadi milik Kongsun Ki.
Tapi untuk meyakinkan kedua ilmu beracun ini bahayanya
besar sekali, ayah Siang Pek-hong yaitu Siang Kian-thian
menemui ajalnya karena gagal meyakinkan Hoat-hiat-to
tingkat terakhir, semakin tinggi kepandaiannya, bahayanya
semakin besar, dengan landasan Lwekang dari aliran
murninya, cepat sekali Kongsun Ki mendapat kemajuan dalam
latihan ilmu beracun ini, tapi pada tingkat kelima, lapat2
diapun sudah merasakan gejala2 yang membahayakan badan
sendiri, maka dia tidak berani berlatih lebih lanjut.
Hoat-hiat-to hanya nama dari ajaran Lwekangnya saja yang
beracun, hakekatnya bukan golok beracun tapi adalah telapak
tangan berbisa, karena jika latihan sudah berhasil pada tingkat
tertentu, dengan tabasan telapak tangan sudah cukup ampuh
laksana bacokan golok, tempat yang kena bacokan, darahnya
seketika kering dan layu karena keracunan, maka itu
dinamakan Hoat-hiat-to.
------------ Siapakah sebenarnya Giok-bin-yau-hou, apa pula
hubungannya dengan Lian Ceng-sia dan bagaimana asal usul
mereka" Siapa yang menolong Kheng Ciau" San San atau Siang
Ceng-hong"!
Perbuatan jahat apa pula yang dilakukan Kong-sun Ki
setelah berhasil meyakinkan ilmu beracun"
(Bersambung ke bagian 15)
Bagian 15 Untung latihan Kongsun Ki baru mencapai tingkat kelima,
jikalau latihannya lebih maju pada tingkat yang lebih tinggi
lagi, tempat yang kena tabasan telapak tangannya, kadar
racunnya akan cepat sekali menjalar dalam satu jam sang
korban akan menjadi manusia kering layu, betapa ngeri
kematiannya, sungguh sukar dilukiskan.
Suhu Hong-lay-mo-li Kongsun In adalah maha guru silat
yang berkepandaian maha tinggi berpengalaman luas dan
berpengetahuan mendalam, meski dia tidak tahu cara latihan
Hoa-hiat-to, namun dia cukup paham akan seluk beluk
pukulan beracun ini, maka dia pernah memberi penjelasan
kepada Hong-lay-mo-li bagaimana untuk menolong seorang
yang menjadi korban pukulan Hoat-hiat-to.
Walau kaget, namun setelah memeriksa luka2 tangan laki2
itu, lega juga hati Hong-lay-mo-li karena latihan Kongsun Ki
belum matang, maka luka2 ini tidak sukar untuk disembuhkan,
katanya: "Untung Lwe-kangmu cukup tinggi, Hoat-hiat-to
paling hanya melukai telapak tanganmu saja, belum sampai
menjalar naik, Gunakan hawa murni dari pusar disalurkan
melalui Siau-yang-king-meh terus ke Koan-goan-hiat di-ujung
pergelangan tanganmu, beruntun berputar tiga kali, sehingga
darah baru menjebol darah mati yang membeku, Nona Sia,
mari coba kau ikut membantu." Hong-lay-mo-li dan Lian Cengsia
masing2 salurkan Lwe-kang mereka bantu memperlancar
hawa murni untuk mengobati luka-luka itu.
Lwekang mereka berdua cukup tinggi, ditambah Lwekang si
laki2 sendiri, kira2 setengah sulutan dupa, darah segar
ternyata berhasil tersalur ketelapak tangan, dengan
pedangnya Hong lay-mo-li mengiris jari tengah orang
sehingga darah beracun terdesak keluar, rumput hijau yang
ketetesan darah beracun itu seketika menguning dan layu
kering. Tak tertahan Lian Ceng-sia dan laki2 itu tersirap kaget
dan meleletkan lidah.
"Darah beracun sudah terdesak bersih, selanjutnya kau
perlu istirahat dan memulihkan tenaga, Makan-lah obat2an
yang membantu memulihkan tenaga supaya kesehatanmu
lebih sembuh, Dan lagi dalam jangka satu bulan, jangan kau
gunakan tangan kanan ini bertempur atau mengangkat benda
berat." Laki2 itu amat berterima kasih, katanya: "Liu Li-hiap,
sungguh aku tidak tahu cara bagaimana harus membalas
budimu!" "Ah, kenapa sungkan, teman baikmu Bu-lim-thian-kiau
malah pernah bantu aku mengalahkan Ki-lian lo-koay, Em, aku
sampai lupa belum tanya nama kalian."
"Aku she Jilian bernama Ceng-sia, dia ini adalah Piaukoku
she Yalu bernama Hoan-ih."
"O, kau she Jilian" jadi kau orang Liau, bukan orang Kim"
Dikalangan Kangouw ada gadis yang bergelar Giok-bin-yauhou,
namanya Liau Ceng-poh, dia... dia adalah..."
Lian Ceng-sla tahu apa yang hendak ditanyakan oleh Honglay-
mo-li, katanya dengan muka bersungut sedih: "Dia itu
adalah Toaciku, Jilian adalah she khusus bagi suku bangsa
Liau kita, gampang menarik perhatian orang, kami sendiri
tidak suka dipandang sebagai rakyat buangan dari negeri yang
sudah runtuh (negeri Liau dicaplok negeri Kim), Kebetulan
orang Han kalian ada she Lian, maka setiap kali berhadapan
dengan orang yang tidak kenal, kami lantas menggunakan she
Lian," berhenti sebentar, dia melanjutkan lebih rikuh:
"Sejak kecil aku tak pernah bertemu dengan Toaci, akupun
tahu beberapa tahun belakangan ini sepak terjangnya amat
tercela, salah satu sebab kenapa aku sampai menyelundup ke
Kanglam ini, adalah hendak mencari Toaci, Liu Lihiap, malam
itu begitu berhadapan sama aku kau lantas menyerangku, aku
tahu tentu kau mengira aku adalah Toaci. Waktu itu aku
belum kenal kau, keburukan keluarga tak enak diketahui
orang luar, maka aku tidak memberi penjelasan kepadamu."
"Banyak persoalan yang ingin ku tanya kepadamu, Cuma
Yalu-toako perlu cari tempat untuk istirahat."
"Memang banyak omongan yang perlu kubicarakan dengan
kau, marilah kau ikut ke tempat tinggalku sementara." lalu
dipapahnya Yalu Hoan-ih dan berjalan didepan menunjuk
jalan, tak lama kemudian Hong-lay-mo-li dibawa masuk
kedalam sebuah gua.
Gua ini cukup lebar dan bersih, dilantai digelar dua selimut
lebar yang tebal, agaknya mereka berdua sudah beberapa hari
menetap disini.
"Bukankah kalian bersama Hoa Tayhiap Hoa Kok-ham"
Kemana dia?" tanya Hong-lay-mo-li sesaat kemudian
"Hoa Tayhiap pergi mencari kau, dia menuju ke Ling-an."
"Adakah dia pernah bilang apa2 terhadap kau?"
"Katanya cici adalah ksatria perempuan jaman ini, dia amat
kagum terhadap cici, Dulu kalian pernah bertemu?"
"Pernah sekali, tapi belum sempat bicara."
"Sudah lama Hoa Tayhiap kenal namamu dan kagum
kepadamu, Malam itu setelah aku gebrak sama kau, akhirnya
diapun mengira pasti kau adanya, suruh aku bila kelak ketemu
lagi tiada halangannya memberitahu duduk persoalan yang
sebenarnya, supaya kau tidak salah paham lagi mengira aku
ini Toaci. Cici, coba lihat, meski kau belum pernah berhadapan
langsung dengan dia, tapi sejak lama dia sudah anggap kau
sebagai teman karibnya."
Merah muka Hong-lay-mo-Ii, katanya: "Malam itu kau ikut
dia menyelidik ke Jian-liu-cheng, adakah dia mengatakan
apa2" Umpamanya asal usul Liu Goan-ka, adakah dia
menyinggungnya?"
"Aneh kalau begitu, malam itu dia ajak aku pergi ke Jian-
Iiu-cheng, kukatakan buaya darat berulang tahun ada apanya
yang patut ditonton, katanya Chengcu she Liu ini mungkin
bukan hanya buaya darat biasa, maka dia perlu kesana
menyelidiki seluk beluknya, Cici, sekarang kau juga
menanyakan hal ini, tentunya kau ada tahu sedikit
persoalannya, sebetulnya orang macam apakah Liu Goan-kaitu?"
"Liu Goan-ka adalah Bu-lim-beng-cu daerah Kang-lam,
sudah tentu dia bukan buaya darat seperti tuan tanah
umumnya." Yalu Hoan-ih menimbrung: "Bukan saja begitu, malah
diapun bersahabat baik dengan Koksu negeri Kim, Kelak bila
pasukan besar negeri Kim menyebrang sungai, kemungkinan
dia akan bergerak dari dalam di Kanglam."
Bercekat hati Hong-lay-mo-li, tanyanya "Apa kau
mendapatkan sesuatu bukti?"
"Malam itu dia sambut dan melayani Kim Cau-gak
sedemikian rupa, tentunya Liu Lihiap juga melihatnya sendiri,
memangnya itu bukan bukti?"
Kehadiran Kim Cau-gak dalam perjamuan ulang tahun Liu
Goan-ka sudah dijelaskan kepada Hong-lay-mo-li, tapi
mendengar tuduhan Yalu Hoan-ih ini bertambah juga ganjelan
dalam hatinya. "Yalu-ciangkun, bukankah kau adalah seorang perwira dari
negeri Kim, namun dari nadamu bicara, agaknya kau bantu
Song melawan Kim malah?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Negeri Liau kita dicaplok oleh Kim, meski aku ini tidak
becus, memangnya sudi terima diperbudak oleh musuh"
Bahwa aku menjadi perwira tinggi hanya untuk mencari
kesempatan belaka, disana aku sudah cukup mendapat
kepercayaan, terus terang kedatanganku ke Kanglam kali ini,
adalah mendapat tugas rahasia dari jendral Wanyan Tho
untuk menyelidiki situasi kemiliteran disini, Haha, disinilah
kesempatanku menuntut balas, kalau pulang nanti akan
kuberikan laporan palsu, supaya pasukan Kim gagal total!"
Timbul rasa hormat dan simpatik Hong-iay-mo-li, katanya:
"Ternyata Yalu-ciang-kun ada mengemban tugas yang begitu
mulia, hari itu hampir saja aku menggagalkan urusan
besarmu, sungguh harus disesalkan."
Lalu Hong-lay-mo-li berpaling kepada Jillan Ceng-sia,
tanyanya: "Giok-bin-yau-hou adalah Toacimu, apakah kau
masih punya saudara lain?"
"Ya, aku masih punya, Ji-ci bernama Ceng-hun."
"Apa dia bergaman seruling?"
"Ya, kami bersaudara masing2 menggunakan alat senjata
yang berbeda, Toaci pakai pedang, Ji-ci pakai seruling, sedang
aku menggunakan golok bulan sabit ini, jadi kan pun pernah
bertemu dengan Ji-ciku?"
"Pernah sekali melihatnya dirumah Susoku, waktu itu dia
datang bersama Bu-lim-thian-kiau. Malam itu suheng hendak
meracun Suso, untung mendapat pertolongan mereka." lalu
dia tuturkan kejadian waktu itu, Serta bagaimana Kongsun Ki
bersekongkol dengan Giok-bin-yau-hou, akhirnya berhasil
membunuh Siang Pek-hong.
Jilian Ceng-sia tertunduk, katanya prihatin: "Toa-ciku
membunuh Susomu, aku, aku ikut bersedih dan berduka!"
"Perbuatan jahat cicimu apa sangkut pautnya dengan kau"
Aku cuma tidak paham, kalian dua kakak beradik begitu baik,
kenapa Toa-cimu justru jauh berbeda."
"Liu-cici, kau sudah menolong jiwa Ih-ko, selanjutnya aku
tidak perlu pandang kau sebagai orang luar, baiklah biar
kuceritakan riwayat hidup kami kepadamu, sekarang aku akan
mulai dengan sebuah cerita."
"Kira2 empat lima puluh tahun yang lalu, dalam negeri Kim
terdapat seorang tokoh silat yang aneh perangainya, ayahnya
adalah orang Kim, ibunya orang Song sedang istrinya adalah
orang Liau, Tatkala itu negeri Kim, Song dan Liau masing2
bercokol pada posisi negerinya masing2 dan saling gempur
dan serang, hati beliau jadi amat sedih, saking patah
semangat akhirnya dia mengundurkan diri naik keatas gunung
mengasingkan diri dari kebisingan dunia, Beruntun.dia
menerima tiga orang murid, Murid pertama orang Kim, kedua
adalah orang Song dan ketiga adalah orang Liau, ketiganya
dia pandang rata, tidak dibeda2-kan pribadi atau asal usulnya,
menurut bakat ketiga murid2nya itu, dia memberi ajaran
silatnya yang tiada taranya..."
Cerita ini Hong-lay-mo-li pernah dengar dari penuturan Bulim-
thian-kiau, cuma masih belum tahu ada sangkut paut apa
cerita ini dengan keluarga Jiliau, Maka ia bertanya: "Murid
bangsa Kim dari tokoh aneh itu adalah guru Bu-lim-thian-kiau
murid bangsa Song adalah ayah Susoku, yaitu Siau Kianthian."
"O, jadi kau sudah tahu akan cerita ini?"
"Tidak, belum jelas seluruhnya, Murid orang Liau, aku
masih belum tahu siapa dia."
"Beliau adalah ayahku."
Hong lay-mo-li merasa diluar dugaan, "O, jadi kau dan Bulim-
thian-kiau serta Susoku berasal dari satu aliran perguruan,
Ya, jadi kalian bukan orang luar."
Jilian Ceng-sia manggut2, katanya: "Ayahku belakangan
menjadi komandan tertinggi Gi-lim-kun dari negeri Liau, tahun
dimana negeri Kim mencaplok negeri Liau kita, Toaci berusia
tujuh, Ji-ci lima dan aku baru tiga tahun. Ayahku bersumpah
membela negara sampai ajal, sebelumnya dia menyingkirkan
istri dan putrinya, seorang diri dia mempertahankan serbuan
musuh diibu kota.
Pasukan Kim terlampau besar dan kuat, kota raja akhirnya
pecah dan diduduki musuh, meski ayah membekal kepandaian
sakti, betapapun seorang diri tak kuat melawan serbuah
musuh yang begitu banyaknya, harus dikasihani sehari
semalam beliau mempertahankan diri dengan mandi darah,
entah berapa ratus Busu2 negeri Kim dibunuhnya, akhirnya
beliaupun kehabisan tenaga dan gugur dibawah hujan panah
musuh." "lbu membawa kami tiga bersaudara pulang ke-kampung
halaman, jaman sedang geger, jalanan tidak aman, suatu
ketika Toaci terpisah ditengah jalan dan menghilang, Bersama
Jici kami bertiga menyembunyikan diri diatas gunung,
begitulah dari kecil ibu mengasuh dan mendidik kami dengan
banting tulang, siang belajar ilmu silat, malam mengajar kami
membaca, kamipun diperingatkan untuk tidak lupa menuntut
balas bagi keruntuhan negara, disamping tidak lupa
menemukan Toaci kembali. Kasihan beliau dihinggapi penyakit
berat, bekerja berat dan memeras hati lagi, belum lagi
dendam negara terbalas, sebelum Toaci diketemukan, pada
permulaan musim semi tahun ini beliau tak tertolong lagi dan
meninggal dunia."
"Setelah kami berdua mengebumikan ibu, kami sudah
berencana untuk turun gunung mencari cici, kebetulan
seseorang yang membawa kabar berita mengenai Toaci
datang berkunjung kerumah kita."
"Apakah orang ini adalah, adalah Siau-go-kan-kun?"
"Bukan, adalah Bu-lim-thian-kiau. Dia mendapat tahu
alamat tinggal kami dari Ih-ko."
Yalu Hoan-ih segera menimbrung pula: "Keluarga kami
merupakan sanak kadang yang masih dekat. Ayahnya adalah


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Komandan Gi-lim-kun, ayahku adalah wakiinya, Bukan hanya
untuk membalas dendam negara saja kami pura2 menyerah
dan terima diperbudak oleh musuh, sayang sejak ayah masih
hidup sampai jabatannya kupegang sekarang cita2 itu belum
terlaksana. Tempat tinggal keluarga adik Sia yang tersembunyi itu
hanya aku dan ayah saja yang tahu, setiap tahun aku pasti
beberapa kali naik kegunung menjenguk mereka, kuberitahu
apa2 yang terjadi diluaran. Tiga tahun yang lalu ayahku
meninggal, jabatannya diwariskan kepadaku, terpaksa aku
tidak bisa bergerak se-bebas dulu meninggalkan jabatan,
saudara tua sepupu Bu-lim-thian-kiau yaitu Tam To-liong
adalah atasanku, setelah aku menduduki kedudukanku, maka
akupun lantas berkenalan sama dia. Lama kelamaan kami satu
sama lain dapat mengetahui isi hati masing2, kalau aku
hendak membangun kembali negeriku, sebaliknya dia hendak
menolong negeri Kim dari jurang nista dan keruntuhan. Meski
cita2 kami berlainan tapi kami sehaluan untuk merobohkan
kedudukan Wanyan Liang."
"Sejak itu aku bersahabat kental dengan Tam-kongcu,
suatu hari kami mengobrol tentang asal usul perguruannya,
katanya dia ingin mencari saudara seperguruannya, cuma dia
belum tahu, dimana saudara seperguruannya dari orang Liau
itu, Aku sendiri pernah melihat latihan adik Sia, cuma ilmu
silatnya mendapat didikan dari ibunya, dia sendiripun tidak
jelas mengenai asal usul perguruannya, hanya tahu bahwa
dulu ayahnya mendapat ajaran dari seorang tokoh aneh,
tokoh aneh itu ada menerima tiga orang murid dari bangsa
Kim, Song dan Liau.
Mendengar uraian Tam-kongcu satu sama lain cocok, maka
aku mainkan beberapa jurus ilmu silat adik Sia yang masih
kuingat dihadapannya. Melihat beberapa jurus permainanku
itu, Tam-kongcu lantas yakin bahwa adik Sia pasti adalah
Sumoaynya, Maka aku lantas memberitahu alamat
persembunyian keluarga adik Sia."
Jilian Ceng-sia lantas melanjutkan cerita: "Hari itu, dia
datang kerumah kami dan berhadapan dulu dengan Ji-ci,
begitu melihat mukanya dia lantas berjingkat kaget, serunya:
"Kau, kau bukan Giok-bin-yau-hou?" sudah tentu Ji-ci lantas
curiga, dia balas bertanya siapa Giok-bin-you-hou, mereka
lantas bergebrak, barulah Tam-kong-cu sadar akan kekeliruannya,
Ji-ci memang mirip sekali dengan Toa-ci, lebih mirip dari
aku, Liu Lihiap hal ini kaupun sudah tahu."
"Setelah Tam-kongcu menjelaskan kesalahan paham ini,
baru kami mengetahui kabar mengenai Toa-ci, baru kami tahu
bahwa dia adalah Giok-bin-yau-hou yang busuk nama dan
perbuatannya di kalangan Kangouw, lebih celaka dia malah
angkat musuh sebagai ayah, betapa hati kami tidak amat
pedih. Maka Ji-ci meninggalkan aku seorang diri menunggu
rumah, hari kedua dia ikut Tam-kongcu turun gunung untuk
mencari Toaci,"
"O, jadi Ji-cinya inilah yang menyaru jadi Giok-bin-yau-hou
hendak mengorek keterangan Kongsuh Ki dan hubungannya
dengan Toacinya, Tak heran percakapan mereka tempo hari
satu sama lain tidak cocok sehingga suhengku merasa curiga."
demikian Hong-lay-mo-li membatin.
"Kabarnya Tam-kongcu juga berada di Kanglam, Liu Lihiap,
apa kau tahu dimana, jejaknya?" tanya Yalu Hoan-ih.
Maka Hong-Iay-mo-K lantas ceritakan apa yang dia
saksikan di Jian-liu-cheng kemaren malam.
"Sayang sekali," ujar Jilian Ceng-sia, "Ternyata Ji-ci juga
berada di Jian-liu-cheng, kalau dua tiga hari yang lalu dia
sudah datang, kami akan bisa bertemu disana."
"Ingin aku memberanikan diri bertanya sesuatu kepadamu,
cara bagaimana kau bisa berkenalan dengan Siau-go-kan-kun
Hoa Kok-ham Hoa Tayhiap" Bu-kankah Ji-cimu suruh kau
tinggal dirumah, kenapa kau bisa kemari bersama Hoa
Tayhiap?" "Sebetulnya jauh2 hari sebelum kami berkenalan dengan
Bu-lim-thian-kiau, kami sudah kenal baik dengan Hoa Tayhiap,
Hal ini harus kubicarakan lebih dulu mengenai seorang Hwesio
tua." "Hwesio tua apa?" tanya Hong-lay-mo-H heran.
"Dipuncak gunung tempat persembunyian kami itu.
terdapat sebuah kelenteng kuno, mungkin karena sudah
terlalu lama dan tiada orang yang bersembahyang, maka
kelenteng itu sudah tak terurus lagi. Belakangan datang
seorang Hwesio tua yang menghuni kelenteng ini, kabarnya
dia orang Han, Waktu kami pindah kesana, sudah lama dia
menetap dikelenteng kecil itu. Hwesio tua ini rada aneh."
"Apanya yang aneh?" tanya Hong-lay-mo-li pula.
"Selamanya dia tidak pernah keluar dari pintu, sepanjang
tahun bersamadi dikamarnya, ada seorang hwesio kecil yang
mengurus segala keperluannya, waktu kecil aku paling nakal,
sering aku bermain didalam kelenteng, tapi aku hanya tahu
adanya Hwesio tua tanpa pernah melihat mukanya, Menurut
kata Hwesio kecil beliau adalah seorang cacat, separo
badannya tak bisa bergerak.
Tapi beberapa tahun kemudian penyakitnya itu lambat laun
dapat disembuhkan ada kalanya aku dapat melihatnya juga
didalam kamarnya, tapi selama itu dia tidak pernah buka
suara, kalau bersuara paling sedang membaca mantram atau
bersembahyang, sikapnya serius dan tak mau guyon2, maka
aku tidak berani mengganggunya.
Walau dia tak bisa jalan, tapi raut mukanya selalu tampak
berpenyakitan dengan keseriusannya itu, aku jadi takut bila
berhadapan sama dia.
"Beberapa tahun kemudian, waktu itu kira2 aku berusia
empat belas, mendadak ada orang luar yang datang
menjenguknya, orang ini adalah seorang pemuda pelajar,
begitu datang dia lantas ajak Hwesio tua itu main catur,
Suseng inipun aneh tingkah laku-nya."
Hong-lay-mo-li tahu pelajar yang dimaksud tentu Hoa Kokham
adanya, Memangnya siapakah Hwesio tua itu" Bahwa
Hoa Kok-ham sering menjenguknya, tentu seorang tokoh yang
luar biasa. Demikian Hong-lay-mo-li membatin dalam hati.
"Keanehan pelajar itu, sungguh sukar dibayangkan pemuda
segede itu, tingkah lakunya justru seperti anak kecil, Waktu
main catur, tiba2 gelak tawa, tahu2 menangis gerung2, lalu
minum arak se-puas2nya dan bersenandung lagi, seperti
tertawa seperti menangis membuat orang bingung dan
keheranan. Suatu hari aku menonton disamping, mereka tidak hiraukan
kehadiranku salah satu biji catur si pelajar kena dimakan si
Hwesio tua, mendadak dia dorong biji2 ca-turnya terus berdiri
dan bertangisan dengan sedihnya, Aku jadi kasihan lekas aku
maju menolong kegawatan pertahanan biji2 caturnya, Setelah
mengawasi sejenak pelajar itu mendadak ter-bahak2 serta
memuji langkahku yang bagus, setiap kali main catur sikap si
Hwesio tidak pernah berubah, tingkah laku si pelajar yang
aneh2 itu tidak pernah menjadi perhatiannya, tapi setelah aku
bantu menjalankan dua langkah biji caturnya, kali ini dia
bersuara: "Loceng memang sudah lanjut usia, percaturan ini
memang pantas untuk dimainkan oleh kalian generasi muda!"
sekali kebut dengan lengan baju dia bikin biji2 catur kocar
kacir, tapi selera main catur si pelajar masih besar, segera dia
tarik aku untuk menemani main sama dia.
"Begitulah, sejak itu aku lantas bersahabat dengan pelajar
itu, Maka kukatakan aku suka main catur menemani dia, tapi
imbalan apa yang hendak kau berikan kepadaku" Agaknya si
pelajar keheranan, dengan tajam dia awasi aku, katanya: "Kau
tahu aku ini siapa" imbalan apa yang kau inginkan?"
kukatakan "Aku tahu kau seorang terpelajar, setiap hari ibu suruh aku
mengerjakan pelajaran kalau aku teman kau main catur,
pelajaranku terpaksa terbengkelai, begini saja, setiap kali aku
temani kau main catur, sukalah kau memberikan pelajaran
kepadaku." pelajar itu tertawa, katanya: "Pelajaran apa yang
harus kau selesaikan hari ini?" kujawab:
"lbu suruh aku membuat syair, hari ini boleh kau buatkan
dua bait syair untukku." Pelajar itu tertawa riang, katanya:
"Kukira imbalan apa yang kau minta, ternyata hanya membuat
syair, apa susahnya! Boleh nanti kubuatkan empat bait syair,
pelajaran besok boleh kau sampaikan sekalian."
Ternyata syair buatannya itu mendapat pujian dari ibu,
dikatakan aku mendapat kemajuan pesat, syairnya malah lebih
bagus dari buatan cici, Karena kesenangan segera dia hendak
uji aku, keruan merah dan malu aku dibuatnya, terpaksa aku
bicara sejujurnya, semula ibu marah marah karena aku menipunya,
tapi akhirnya ikut girang pula karena dipe-gunungan
yang sepi ini ada orang sekolahan yang pintar, maka ibu suruh
aku mengundangnya untuk makan malam Tapi beliau
berpesan supaya aku tidak membocorkan asal usul kita."
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Wah tentunya asal usul
Siau-go-kan-kun Hoa Kok-ham diketahui oleh ibumu bukan?"
"O, jadi kau sudah menduga bahwa pelajar itu adalah Siaugo-
kan-kun. Dia memang pintar sekali, malah kebalikannya,
ibuku tak berhasil mencari tahu asal usulnya, malah dia
berhasil melihat seluk beluk kami."
Tutur Jilian Ceng-sia lebih lanjut: "Malam itu dia datang
menerima undangan ibu, diluar dugaan sikap ke-gila2an
biasanya tak dia perlihatkan dihada-pan ibu dia berlaku sopan
santun dan genah, bersikap hormat sebagai anak muda
terhadap orang yang lebih tua, ibupun menghargainya sebagai
orang sekolahan mengharap petunjuknya kepada kami kakak
beradik, mereka bicara dengan asyik dan cocok sekali.
"Dikatakan oleh Hoa Kok-ham dia tidak bisa menetap
dirumah kami memberi ajaran, namun dia berjanji akan sering
datang, maka sejak hari itu kami berdua mengangkatnya
sebagai guru sekolahan, ibu lantas menghaturkan secangkir
arak kepadanya, waktu aku angkat kepala seketika berjingkat
kaget dibuatnya."
"Secara diam2 ibumu menjajal kepandaian silatnya?" tanya
Hong-lay-mo-li.
"Dengan kepandaian Kek-bu-thoan-kang ibu
mengangsurkan cangkir arak kepadanya, hendak menjajal
apakah dia bisa main silat" Aku semula tidak tahu maksud ibu,
keruan kagetku bukan main, sebelum aku sempat bersuara,
dengan seenaknya saja Hoa kok-ham menerima cangkir itu
terus ditenggaknya habis."
"Karena itu, bukankah kepandaian Lwekangnya yang tinggi
sudah dia pamerkan" Kenapa kau bilang keadaan dirinya tidak
diketahui oleh ibumu?"
"Hakikatnya dia tidak pernah pamer Lwekangnya, setelah
dia pulang baru ibu berkata: "Hampir saja aku salah tangan
melukai Hoa-sjansing, ternyata dia benar2 tidak bisa main
silat." aku kebingungan dan tanya: "Bukankah dia sudah
terima cangkir arak itu?" ibu tertawa, katanya: "Kalau dia
membekal Lwekang tingkat tinggi, begitu cangkir menyentuh
tangannya, seketika bisa menimbulkan reaksi, akupun segera
akan mengetahui.
Tapi sedikitpun aku tidak merasakan daya perlawanannya,
memangnya orang mau mempertaruhkan jiwanya sendiri, oleh
karena itu aku yakin dia benar2 tidak kenal ilmu silat."
ternyata Lwekang ibu sudah dilatihnya sedemikian rupa,
mencapai taraf yang dapat menggunakan kepandaiannya
menurut jalan pikirannya, begitu saling sentuh, tahu orang
tidak bisa main silat, seketika dia bisa menarik balik
tenaganya, Eukan saja dia mengelabui aku, ibupun kena
ditipunya mentah2."
"Lalu kapan kau mengetahui bila dia pandai main silat?"
tanya Hong-lay-mo-li.
"Pada suatu hari setelah dia selesai bercatur didalam
kelenteng, mungkin mendapat ilham apa yang menyenangkan
hatinya sampai dia lupa diri dan mencak2 dibawah pohon,
kebetulan aku sedang menangkap cengkerik dibelakang
pohon, agaknya dia tidak melihat aku, maka timbul
kenakalanku, sengaja aku lantas mempermainkan dia."
"Kau ini memang bocah nakal," kata Yalu Hoan-ih tertawa,
"Cara bagaimana kau mempermainkan dia?"
"Aku memelintir tanah liat terus kutimpukan kepadanya
secara diam2, yang kuincar adalah Hiat-to pelemas tepat
dilututnya, maksudku supaya dia jatuh terjengkang, Entah
sengaja atau tidak, tepat pada saat itu pula tiba2 kakinya
melangkah maju, sehingga timpukanku meleset, mendengar
ada suara keresekan segera dia berpaling, katanya: "Aduh,
kenapa kau begini nakal" Coba lihat betapa kotor kedua
tanganmu, masakah gadis perawan tujuh belasan seperti
bocah kecil mainan tanah!" sudah tentu aku jadi malu dan
rikuh, lekas aku lari pulang.
Mendadak dia memanggilku dan berkata kepadaku dengan
sikap sungguh2: "Nona Sia, setelah aku pergi, jikalau kau ada
kesulitan apa2, boleh kau minta bantuan kepada Hwesio tua
didalam kelenteng itu."
Aku sudah baik sekali sama dia, tak terasa rada berat juga
berpisah, lekas kutanya: "Kau hendak pergi " Kapan
berangkat, kemana" Apa kau punya rumah?" baru pertama
kali ini aku menanyakan persoalan pribadinya. Dia menjawab
dengan sedih: "Aku datang dari mana, kemana pula aku pergi,
ada rumah seperti tak berumah, empat penjuru lautan adalah
saudara." setelah mengucapkan kata2 yang aneh ini, segera
dia balik kedalam kelenteng.
Baru saja aku pemainkan dia, maka tidak enak banyak
tanya kepadanya, Akupun langsung pulang, pikirku biar besok
saja kucari dia dan mengantarnya.
"Begitu aku tiba dirumah, kebetulan ibu melihat
kedatanganku kontan dia menjerit kaget dan memaki: "Budak
kemproh, apa2an sih kau ini" Kenapa rambutmu kau bikin
sedemikian kotor?" Semula aku hanya mengira kedua
tanganku saja yang kotor, tak nyana ibu bilang rambutkupun
kotor, lekas aku lari masuk kamar mengambil kaca, memang
rambutku penuh ditaburi kotoran pasir! ibu segera menarik
muka aku didamrat habis2an: "Se-nakal2mu, masakah rambut
kepalamu kau pendam didalam pasir, siapakah yang
melaburkan pasir diatas kepalamu?" sekian lama aku
melenggong, diatas gunung kecuali Hog Kok-ham,
bahwasanya tidak pernah bertemu dengan orang lain, kontan
aku berteriak. "Pastilah Hoa-siansing" bergegas aku menuju ke kelenteng
itu untuk mencari dia, namun dia sudah pergi, sementara


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hwesio tua itu sudah semadi didalam kamarnya, menurut
Hwesio kecil katanya Hoa Kok-ham baru saja berangkat.
"Dari peristiwa inilah aku dan ibu baru sadar bahwa Hoa
Kok-ham ternyata membekal kepandaian silat tingkat tinggi,
ibu amat menyesal akan kecupatan pandangannya kenapa
waktu itu tidak dapat tahu.
Akupun di omelinya, katanya tidak pantas aku
menimpuknya dengan tanah liat, sehingga membocorkan
keadaan kami yang sebenarnya. Tapi ibu yakin dan percaya
penuh bahwa Hoa Kok-ham pasti seorang baik, dia pasti tidak
akan sembarang membicarakan keadaan kami diluaran.
"Dalam hati aku justru selalu teringat akan pesan Hoa Kokham,
dia suruh aku bila menemukan kesulitan pergi minta
bantuan Hwesio tua didalam kelenteng, Apakah maksudnya
ini" Aku bakal punya kesukaran apa" Hwesio tua itu tanpadaksa
seperti orang setengah mati setengah hidup, apa pula
yang dapat dia bantu akan kesulitanku ?"
"Setahun lebih sudah berselang, selama ini Hoa Kok-ham
tidak pernah datang lagi, Ih-ko, waktu itu kau sudah diangkat
jadi Jendral, tak pernah naik ke-gunung menjenguk kami lagi,
Tahukah kau betapa aku mengenangmu?"
"Tiga tahun aku tidak naik keatas gunung, sampai
perkenalanmu dengan Hoa Kok-hampun baru belakangan
kuketahui." demikian jawab Yalu Hoan-ih, "Ku-kira kau malah
sudah melupakan aku."
Jilian Ceng-sia melerok kepadanya, katanya: "Cis, kaupun
berpikiran demikian?"
"Akukan hanya berkelakar saja, hatimu amat senang
kepadaku, memangnya aku tidak tahu?"
Maka Jilian Ceng-sia melanjutkan ceritanya: "Setelah ibu
wafat, Bu-lim-thian-kian kembali datang mengajak Ji-ci turun
gunung yang kedua kalinya untuk mencari Toaci, jadi seorang
diri aku menjaga rumah, seorang diri aku jadi kesepian, ingin
aku pergi menemui Hwesio tua untuk ngobrol, karena Bu limthian-
kiau agaknya juga bersahabat baik sama dia."
Tergerak hati Hong-lay-mo-li, tanyanya: "Darimana kau
bisa tahu?"
"Waktu datang Bu-lim-thian-kiau menetap tiga hari didalam
kelenteng itu. Pernah secara diam2 katanya kepada Bu limthian
kiau, siapakah Hwesio tua itu" jawaban Bu-lim-thian-kiau
seperti Hoa Kok-ham, "Anak kecil jangan peduli urusan orang
lain, tapi setelah aku bersama cicimu pergi, bila kebentur
sesuatu yang kau sendiri tidak bisa membereskan, boleh kau
pergi kesana minta bantuan Hwesio tua itu." karena kata2nya
ini baru aku mulai curiga, kiranya Hwesio tua itu adalah
seorang tokoh aneh dari Bu-lim yang menyembunyikan diri
mengasingkan diri" jadi yang dimaksud bukan soal pelajaran
membuat syair segala, adalah kepandaian silat Hwesio tua itu
dapat membantu membereskan kesulitanku."
Lekas Hong-lay-mo-li bertanya: "Apa benar Hwesio tua itu
adalah tokoh kosen dari Bu-lim?"
"Kepandaian ilmu silat Hwesio tua yang sakti dan mujijat
itu, menurut hematku, mungkin masih lebih tinggi dari Bu-lim
thian-kiau dan Hoa Kok-ham!"
Terkejut Hong-lay-mo-li, tanyanya pula: "Kau pernah
melihat kepandaian silatnya."
"Bukan khusus dimainkan untuk kutonton, untuk
membicarakan hal ini, ada ceritanya pula."
"Ya, tadi kau bilang hendak ajak Hwesio tua itu ngobrol,
adalah dia menceritakan asal usul dirinya" siapakah dia
sebenarnya?" sela Hong-lay-mo-li pula.
"Beberapa kali aku berkunjung kekelenteng itu, namun dia
selalu menyekap diri dikamar samadinya, akhirnya aku jadi
bosan sendiri, Begitulah kira2 setengah bulan setelah Bu-limthian-
kiau pergi mengajak Jiciku, pada suatu malam, aku
sedang bersamadi didalam kamar melatih Lwekang, tiba2
kudengar suara genteng keresekan, semula kukira kucing
yang berada diatas, tapi tiba2 hidungku mengendus bau
wangi membuat aku ngantuk.
Aku amat kejut, dari penuturan iba aku tahu dikalangan
Kangpuw sering terjadi maling cabul pemetik kembang suka
menggunakan dupa pembius untuk menculik korbannya,
memangnya maling cabul itu sedang mengincar diriku" Lekas
aku salurkan hawa murni hawa kotor yang kuhirup tadi
kuhembus keluar, sengaja aku berbangkis dua kali pula, lalu
pura2 menggeros lebih keras.
Tak lama kemudian betul juga kudengar percakapan orang
diluar: "Betapa pandainya genduk cilik ini, buat apa harus
bertindak begini hati2?" suara seorang lain berkata pula:
"Bukan kami takut kepandaian silatnya, soalnya The-cinong
ada pesan supaya jangan melukai dia. Kalau sampai berkelahi
akibatnya bisa runyam, Nah, hayolah sekarang tiba saatnya,
gerosannya begitu keras tentu dia sudah pulas. Boleh kalian
berdua masuk dan sekap dia didalam kantong itu."
Sejak tadi aku sudah siap siaga, begitu kedua orang itu
masuk, aku lantas mencelat bangun, satu orang kupersen satu
bacokan. "Sayang aku tidak punya pengalaman bertempur dengan
musuh, aku hanya berhasil membacok putus lengan seorang
bangsat itu, orang kedua hanya luka terserempet terus kabur
keluar, segera aku mengudaknya keatas genteng, tahu2 aku
sudah dikepung tujuh delapan orang, mereka sama
berseragam Busu negeri Kim.
Ayah gugur ditangan anjing2 Kim ini, seketika
membangkitkan amarah dan semangat tempur-ku, maka golok
kumainkan dengan ganas dan telengas, dalam sekejap mata
dua orang berhasil kurobohkan,
"Dengan kegesitan badanku yang jauh lebih unggul dari
mereka, aku labrak mereka dengan sengit, saking kewalahan
akhirnya merekapun nekad dan menyerang sungguh, lama
kelamaan aku kehabisan tenaga, keringat sudah genrerobyos,
suatu ketika aku sedikit lena, seorang Busu sempat
menyelinap maju mendaratkan pukulannya, hawa murni
pelindung badanku sampai terpukul bubar, punggungku
laksana dipukul godam, genteng remuk terinjak oleh
langkahku yang sempoyongan kontan aku terjungkal jatuh
dari atas genteng, Tapi Busu itupun putus lututnya oleh
tabasan golokku, diapun terguling jatuh kebawah.
"Lekas aku mengempos, semangat, untung masih kuasa
bertahan, insaf keadaanku yang kepepet dan tidak
menguntungkan lari adalah jalan paling baik. Tapi rumahku
sudah dikepung rapat oleh musuh, di-mana2 ada orang
membokong, dengan susah payah aku terus menerjang
keluar, beruntun dua kali aku terluka pula, untung bukan
luka2 fatal. "Menghadapi cara tempurku yang nekad mengadu jiwa
akhirnya mereka menggunakan senjata rahasia menyerang
dari jarak jauh, untung tidak beracun dan merekapun tidak
berani mengincar jiwaku, sehingga aku masih kuat menerjang
keluar, Dengan sisa tenagaku golok kuputar kencang
melindungi badan, tak urung, pahaku tertimpuk panah,
dengan kertak gigi, aku terus berlari sayang karena pahaku
terluka Gin-kangku banyak terpengaruh, semakin lama mereka
mengejar semakin dekat, sementara aku sudah mulai
kehabisan tenaga, untuk lari kebawah gunung sudah tidak
mungkin lagi, "Dari pada terjatuh ketangan musuh dan terhina, lebih baik
aku bunuh diri saja, waktu aku menengadah dan golok sudah
hampir menggorok leher, tiba2 kulihat bayangan kelenteng
bobrok diatas gunung itu, seketika aku teringat akan pesan
Hoa Kok-ham, dalam keadaanku waktu itu, tanpa banyak pikir
apa benar Hwesio tua itu mampu membantu aku menggebah
Busu2 Kim ini, dengan timbulnya setitik harapan, entah
darimana datangnya tenaga, ter-sipu2 aku lari sekencang2nya
keatas gunung dan masuk kedalam kelenteng.
"Baru saja aku melangkah masuk, pengejar2ku itupun
sudah memburu tiba, Tampak sinar dian diatas meja
sembahyang kelap kelip, kulihat Hwesio tua itu sedang duduk
bersimpuh diatas kasur bundar didepan patung pemujaan,
jari2 tangannya menghitung biji2 tasbih, mulutpun komat
kamit, jadi dia membelakangi kami, dengan garang dan berkaok2
kawanan Busu itu menerjang masuk, ternyata dia tetap
duduk diam seperti tidak mendengar tak melihat.
"Keruan dingin sekujur badanku, kuduga bukan saja orang
tidak akan membantu aku malah kedatanganku kemari bakal
membuatnya celaka, Tak nyana se-konyong2 kudengar jerit,
pekik dan lolong kesakitan para Busu itu yang sama
menggelepar roboh tak bergerak lagi.
Sesaat lamanya baru aku bisa tenangkan diri dan berpaling
kesana, kulihat Busu yang re-bah didekatku bolong jidatnya,
sebutir biji tasbih ter-porot ditengah2 kedua alisnya, darah
mengalir deras, terang jiwanya takkan tertolong lagi.
Keruan saking kaget aku sampai kesima, baru sekarang aku
sadar bahwa si Hwesio tua memang benar2 seorang tokoh
kosen persilatan yang berkepandaian sakti, sungguh sukar
dibayangkan duduk tenang tanpa berpaling sekaligus dia
timpuk mati kawanan Busu itu tanpa satupun ketinggalan
hidup. Memangnya keadaanku sudah lemas lunglai, begitu melihat
kematian kawanan Busu yang mengerikan itu, lututku serasa
tak bertenaga lagi, aku meloso jatuh.
"Akhirnya bagaimana, bagaimana sikap Hwesio tua itu
kepadamu?" tak sabar sikap Hong-lay-mo-li dalam
mengajukan pertanyaan ini.
"Per-lahan2 Hwesio tua itu berpaling, suaranya
kedengarannya marah: "Didalam kelenteng bobrok dipuncak
belukar ini aku sembunyi dua puluh tahun, kalian masih tidak
memberi peluang kepadaku! Hari ini kalian mampus karena
Wanyan Liang sendiri yang mengutus kalian kemari, juga
karena ketamakan kalian mengejar harta dan benda, jangan
salahkan Hwesio tua aku ini melanggar pantangan
membunuh, sudah tentu aku keheranan mendengar kata2nya
ini, terang kawanan Busu itu hendak menangkap aku, kenapa
dia bilang mereka hendak mencari perkara kepada dirinya "
"Tengah aku melongo keheranan Hwesio tua itu sudah
memayang aku bangun, sikapnya ramah dan welas asih,
katanya lembut: "Nona Jilian, kali ini Lolap bikin kau
keserempet perkara, kawanan brandal ini adalah musuh
besarku, mungkin kau kebetulan kepergok oleh mereka. Kau
tak usah takut, luka2mu ini akan kusembuhkan, hawa murni
yang terkuraspun akan kuganti berlipat ganda! Untuk
menyatakan rasa terima kasih Lolap kepadamu."
Lalu dia jejalkan sebutir obat kemulutku, sebelah
tangannya mendempel punggungku menyalurkan segulung
hawa panas keda-lam badanku.
"Cepat sekali rasa sakit sudah lenyap dan seluruh badan
serasa mendldih, Hwesio tua segera menarik tangannya,
katanya: "Gunakan cara sama di perguruanmu manfaatkan
tenaga murni yang Lolap berikan kepadaku, untuk ini Lolap
tidak bisa membantumu lebih lanjut."
Hong-lay-mo-li lantas membatin: "Tak heran diantara tiga
bersaudara kakak beradik ini, ilmu silatnya yang paling
tangguh, kiranya dia mendapat rejeki sebesar itu dari bantuan
si Hwesio tua itu."
"Lekas aku lanjutkan samadiku mengumpulkan pula hawa
murniku yang buyar tadi, dalam waktu dekat tak sempat aku
ajak bicara dengan dia. Entah berapa lamanya setelah aku
berhasil menghimpun seluruh hawa murni dan badan terasa
segar bergairah, aku membuka mata, mayat2 itu sudah tak
kelihatan, mungkin sudah disingkirkan Segera aku
mengucapkan terima kasih kepada Hwesio tua serta menambahkan:
"Lo-suhu, aku sendiripun memikul beban dendam
negara, aku amat benci kepada penjajah bangsat Krm.
sebetulnya kawanan Busu ini tadi menggeroyok rumahku dan
hendak menangkap aku, jadi bukan musuh besarmu."
mendengar penjelasanku ini Hwesio tua mengunjuk rasa
keheranan. Mendengar sampai disini Hong-lay-mo-li sendiri pun merasa
sangat heran, batinnya: "Hwesio tua inipun sudah
mengasingkan diri di kelenteng bobrok dipuncak belukar
selama dua puluh tahun, peristiwa pencurian mestika
dikeraton negeri Kim yang diceritakan Liu Goan-ka juga terjadi
dua puluhan tahun yang lalu, Siau-go-kan-kun dan Bu-limthian-
kiau sama2 punya hubungan kental dengan Hwesio tua
ini." Berbagai persoalan cocok satu sama lainnya, se-olah2
dapat dibulatkan satu kesimpu!an: "Em, bukan mustahil
Hwesio tua ini adalah .. .. adalah..." tapi Hong-lay-mo-li belum
berani yakin benar akan kesimpulannya ini, batinnya pula:
"Lalu darimana Liu Goan-ka bisa tahu tanggal kelahiranku"
Aku harus menyelidikinya biar terang, baru bisa tahu yang
mana sebetulnya ayahku yang tulen!"
Sementara itu Jilian Ceng-sia sedang melanjutkan ceritanya
pula, terpaksa Hong-lay-mo-li tenangkan pikiran dan pasang
kuping: "Hwesio tua itu memang aneh, dengan termangu dia
mengawasiku, Maka aku tuturkan kejadian tadi lebih jelas.
Hwesio iua itu lantas tertawa getir, katanya: "Tak usah
dibedakan musuhku atau musuhmu, yang terang setelah
peristiwa tadi, jejakku sudah konangan, aku tidak bisa
menetap lebih lama lagi di kelenteng ini. Kaupun harus
berusaha turun gunung secepatnya, jangan tertunda lama2
disini" Lalu dia suruh Hwesio cilik membenahi barang2
miliknya terus turun gunung.
"Kemana tujuan Hwesio tua itu, adakah kau pernah
menanyakan?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Semula aku ingin ikut dia, tapi Hwesio tua berkata: "Tidak
leluasa kau ikut aku, banyak sekali musuh yang mengenal
Lolap, kau bisa mendapat banyak kesulitan Dalam waktu
dekat musuh terang tidak akan meluruk datang lagi, kau
belum pernah turun gunung jarang orang mengenalmu,
dengan bekal kepandaian silatmu sekarang, kalau musuh tidak
terlalu tangguh kau cukup dapat melayani, mumpung musuh
belum meluruk datang lekas kau menyingkir saja."
Karena dia tidak mau bawa aku, aku sedang kebingungan
sampai lupa tanya kepadanya, Tapi kalau dia hendak
menyingkir dari kejaran musuh, umpama kutanyakan kepadanya,
kukira dia tidak akan mau memberitahuku.
Setelah bercerita panjang lebar Jilian Ceng-sian sudah
merasa kering mulutnya, Yalu Hoan-ih segera menuang
secangkir teh, setelah diminumnya, dia melanjutkan pula


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ceritanya: "Setelah memberi beberapa patah petuah
kepadaku, Hwesio tua itu lantas ajak Hwesio kecil itu
berangkat dengan menggunakan tongkat Hwesionya sebagai
penopang badannya, Baru sekarang dapat kulihat bahwa
kedua kakinya ternyata tak mampu bergerak, dalam dua puluh
tahun ini, dengan Lwekangnya yang tinggi dia mengobati
bagian bawah badannya yang tanpa daksa, kiranya belum
sembuh seluruhnya.
Tapi dengan tongkat besinya itu dia dapat bergerak dengan
cepat dan ringan, sekali tutul badannya lantas melesat
beberapa tombak, bahwasanya kedua kakinya tak perlu
menyentuh tanah, Sekejap saja suara ketokan tongkat ditanah
dan bayangannya sudah pergi jauh dan menghilang. Hwesio
kecil itu mengintil dengan langkah seperti terbang, ternyata
ilmu Ginkangnya juga hebat.
"Setelah Hwesio tua itu pergi, akupun pulang kerumah,
dengan rasa berat dan berlinang air mata, kubakar rumah
tinggal kami. Setelah kupikir bolak balik akhirnya aku
berkeputusan turun gunung mencari Ih-ko. Tak nyana baru
saja aku tiba dilamping gunung, mendadak dari depan
mendatangi seseorang, keruan hatiku kejut dan girang bukan
main, Liu-cici, coba kau terka siapakah dia" Ternyata dia
adalah Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham."
Jilian Ceng-sia melanjutkan "Kulihat Hoa Kok-hampun
menunjukan rasa kaget dan senang, begitu bertemu dia lantas
memujiku setinggi langit, katanya dalam setahun ini ilmu
kepandaianku sudah maju berlipat ganda, sungguh harus
dipuji dan dibuat girang.
"Keruan aku geli, namun aku juga tidak menjelaskan
tentang bantuan Hwesio tua, malah kutanya dia lebih dulu.
Kemana saja dalam setahun ini, kenapa baru hari ini kembali?"
Hoa Kok-ham menjawab: "Banyak sekali tempat2 yang
kudatangi, marilah kita bicara didalam kelenteng saja."
Kujawab: "Aku tak mau pulang, Kelenteng itupun sudah
kosong." Lekas Hoa Kok-ham bertanya: "Kenapa kosong,
dimana Hwesio tua itu" Oh ya, kenapa seorang diri kau turun
gunung?" Terpaksa aku jelaskan seluk beluk persoalannya.
Hoa Kok-ham amat kecewa, katanya: "Aku sedang punya
kabar gembira untuk kusampaikan kepada Hwesio tua itu, tak
nyana dia sudah tinggal pergi."
Aku jadi ketarik dan bertanya: "Siapakah sebenarnya
Hwesio tua itu" Kabar gembira apa yang hendak kau
sampaikan kepadanya?" Hoa Kok-ham tertawa: "Nona kecil
selalu suka mencampuri urusan orang lain, persoalan-mu
sendiri belum lagi beres, lebih baik kau selesaikan saja
urusanmu sendiri, sekarang kau tidak punya rumah tidak bisa
pulang, bagaimana?" aku memangnya sedang kebingungan
oleh hal ini, maka aku berkata:
"Aku hendak ke Kayhong mencari seorang jendral dari
negeri Kim, sudikah kau antar aku kesana" Meski dia pejabat
tinggi pemerintah Kim, tapi orangnya baik."
"Hoa Kok-ham bergelak tawa, katanya: "Yang hendak kau
cari bukankah Yalu Hoan-ih" Betul, memang dia orang baik,
kalau tidak masakah kau nona kecil ini jatuh hati padanya.
Tapi perlu kuberitahu supaya tidak sia2 perjalananmu ke
Kayhong, karena sekarang dia sudah tidak berada di
Kayhong." "Ternyata Hoa Kok-ham sudah tahu akan hubunganku
dengan Ih-ko, malah diapun tahu bahwa Ih-ko waktu itu
sedang bertugas ke Kanglam sini, Katanya dia mendapat tahu
dari kisikan Bu-lim-thian-kiau, kabarnya dipuncak Thaysan
mereka pernah bertemu."
Ada satu hal didalam cerita panjang Jilian Ceng-sia ini yang
menarik perhatian Hong-lay-mo-li, yaitu kabar baik apa yang
hendak disampaikan kepada Hwesio tua itu oleh Hoa Kokham,
apakah yang dimaksud mengenai pemberian kado
kepadaku dulu" Atau mengenai pertemuan kami di Siang-kehpo
tempo hari"
Perlu diketahui kira2 setahun yang silam, Hoa Kok ham
pendekar latah pernah menyuruh pembantunya Pek-gi lo
mengantar sebuah kotak cendana sebagai kado perkenalan
kepada Hong-lay-mo.li, dimana dalam kotak itu berisi tiga
macam benda, yaitu secarik kertas yang sudah menguning
dimana ada tertera nama Liu Jing-yau dan tulisan bulan tahun
dan jam lahirnya, secuil kain sobekan yang kumal berlepotan
darah dan dua butir kacang merah, kacang merah ini adalah
barang mainannya diwaktu kecil.
Duduk persoalannya belum jelas, namun lapat2 Hong-laymo-
li sudah mendapat firasat, Hwesio tua itu tentu
mempunyai sedikit hubungan dengan dirinya.
"Begitulah, Hoa Kok-ham lantas membawaku menyebrangi
Tiangkang tiba di Kanglam, sampai pada malam itu, waktu dia
ajak aku meluruk ke Jian-liu-cheng baru aku bersua dengan
Ih-ko." demikian Ji-lian Ceng-sia mengakhiri ceritanya.
"Waktu di Jian-liu-cheng malam itu," Yalu Hoan-ih
melanjutkan, "Aku dengan adik Sia sama2 kena pukulan Liu
Goan-ka, aku sedikit terluka dalam, tapi Hoa Tay-hiap ada
memberi sebutir pil kepadaku, luka2ku tidak perlu dibuat
kuatir, Lwekang adik Sia lebih tinggi, seharusnya tidak menjadi
hambatan, tak nyana justru karena Lwekangnya baru
mencapai taraf kemajuan, tenaga murni saluran Hwesio tua
belum lagi terbaur dan senyawa dengan hawa murninya
sendiri, karena pukulan Liu Goan-ka itu, tenaga murninya jadi
putar balik, memang tidak terluka dalam, namun dia perlu
segera mencari tempat sepi untuk ber-samadi menghimpun
dan menormalkan jalan darah dan melancarkan pernapasan
kalau tidak Lwekangnya tentu bakal susut, Kebetulan aku
menemukan gua disini.
"Setelah beristirahat dan berlatih beberapa hari, syukur
adik Sia sudah berhasil menghimpun hawa murninya
dipusarnya, tak lama lagi usahanya akan berhasil dengan
gemilang, Tapi perbekalan kami sudah habis, terpaksa aku
keluar membelinya. Tak kira disaat aku keluar itulah, ternyata
Koagsun Ki juga berada disini dan menemukan gua ini,"
"Untung disaat dia datang, kebetulan aku berakhir
mengerahkan hawa murni dan menghimpunnya dipu-sar,"
demikian Jdian Ceng-sia ganti menjelaskan, "Kalau dia datang
lebih pagi sedikit, entah bagaimana akibatnya tak berani aku
membayangkan "
"Apakah yang telah terjadi dengan kematian begitu banyak
serdadu dipos penjagaan dimulut gunung itu?" demikian tanya
Yalu Hoan-ih. "Liu Li-hiap, kulihat kau berada disana, apa kau sedang
mengusut peristiwa itu?"
"Ada seorang temanku yang menemui kesulitan disana,
melihat gelagatnya ada orang membunuh para serdadu itu
dan menolong pergi temanku itu. Aku memang sedang
bingung dan jengkel karena hal ini."
Setelah mendengar penjelasan Hong-lay-mo-li, Yalu Hoanih
dan Jilian Ceng-sia sama2 yakin dan berkata bersama:
"Kalau demikian, tentu perbuatan baik Kongsun Ki."
Hong-lay-mo-li semakin mendelu, tanyanya: "Kemana
kalian selanjutnya hendak pergi?" Apa sudah berkeputusan?"
"Adik Sia sudah sembuh, besok kami akan kembali keutara,
Situasi cukup gawat, aku harus segera pulang kepangkalan
untuk memberi laporan dan mempersiapkan apa2 yang perlu
untuk membantu pihak Song. Liu Lihiap, kau sendiri
bagaimana?"
"Aku akan pergi ke Ling-an."
"Hoa Tayhiap sekarang sedang berada di Ling-an, semoga
kalian bisa bertemu di sana." kata Jilian Ceng-sia sambil
tersenyum penuh arti
"Tam-kongcu entah kemana selama berpisah ini. Liu-lihiap
jikalau kau ketemu dia tolong sampaikan kabarku, sukalah kau
sampaikan salamku kepadanya." ternyata dihadapan Yalu
Hoan ih. Bu-lim-thiau-kiau pernah nyatakan isi hatinya tentang
Hong-lay-mo-Ii.
Betapa pintar Hong-lay-mo-li, dari perkataan kedua orang
ini, lapat2 dia sudah meraba kemana juntrungan maksud
mereka, memangnya dia sendiri sedang susah dan risau
karena soal ini, cuma saja tidak enak banyak memberi
komentar tentang hal ini, dengan muka merah dia menjawab:
"Kalian adalah sahabat baikku, akan kuperhatikan permintaan
kalian, Aku sendiripun ingin menyelidiki jejak Khing Ciau,
menguntit suhengku yang murtad itu, biarlah aku pamit lebih
dulu, selamat bertemu!"
Setelah berpisah mumpung hari belum gelap, Hong-lay-moli
langsung menuju kearah kemana tadi Kongsun Ki kabur,
Tapi apakah benar Khing Ciau terjatuh ketangan Kongsun Ki"
Memang diluar tahunya bahwa Khing Ciau sekarang sudah
tertolong dan selamat, tapi seperti pula keadaan Hong-lay-moli,
hatinya sekarangpun sedang dirundung berbagai keunikan
yang sedang gejolak dalam relung hatinya.
Sekarang marilah kita ikuti keadaan Khing Ciau sejak dia
tertolong oleh seseorang dipos penjagaan dimulut Thian-boksan
itu. Sebelum jatuh pingsan lapat2 dia masih kenal
bayangan putih yang menolong dirinya adakah seorang
perempuan, seorang perempuan yang tidak dia harapkan
untuk bertemu, seketika bergetar hatinya dan kontan jatuh
pingsan. Entah berapa lama berselang, akhirnya Khing Ciau siuman
dari pingsannya, tampak sinar matahari menyilaukan mata,
bau harum kembang terhembus masuk kedalam lewat
jendela, didapatinya dirinya lebah diatas ranjang, sebuah meja
kecil dipinggir ranjang terdapat perabuan yang mengepulkan
asap wangi, didepan sana adalah sebuah meja toilet, kedua
sisi adalah pintu angin, dinding sekelilingnya dihiasi gambar2
kuno dan seni tulisan, dilihat gelagatnya itulah kamar perawan
seorang hartawan.
Khing Ciau coba gigit jarinya, sakit, terang dirinya bukan
dialam mimpi. "Eh, kenapa aku berada di-sini, tempat apakah
ini?" 1apat2 ia masih mengingat keadaan sebelum dirinya
jatuh pingsan. "Ai, apakah benar dia yang menolong aku?"
Pada saat itu, kebetulan gadis baju putih itu sedang
melangkah masuk dan berdiri didepannya, seketika Khing Ciau
berjingkrak kaget dan berteriak:
"Haya, nona Siang, ternyata kau!" memang gadis baju
putih ini bukan lain adalah Siang Ceng-hong putri kedua dari
keluarga Siang yang selalu dihindarinya,
"Khing-kongcu, kau sudah siuman," sapa Siang Ceng-hong,
"Bagaimana, merasa segar bukan?"
Khing Ciau coba menarik napas panjang, terasa sekujur
badan linu pegal, dada terasa sesak, namun dia tidak sudi
mengeluh didepan Siang Ceng-hong, hanya mengawasinya
dengan pandangan mendelong.
"Apa tidak mengenalku lagi?" goda Siang Ceng-hong
tertawa, "Siapa yang kau kira menolongmu?"
Tidak bisa tidak Khing Ciau harus menghaturkan terima
kasih: "Nona Siang, sungguh tak nyana kembali kaulah yang
menolong jiwaku."
"Mana budak Hong-lay-mo-li itu?" olok Siang Ceng-hong
dengan tertawa, "Budak itu bernama San San bukan" Kau kira
dia yang menolongmu bukan" Apa sih yang kau terima dari
kebaikannya, sehingga kau selalu merindukan dia" Tahukah
kau cara bagaimana jiwamu ini dapat tertolong?"
Bagian 16 "Nona Siang, aku harus berterima kasih akan
pertolonganmu Tapi kuharap kau tidak menjelek2kan
temanku." Siang Ceng-hong cekikikan geli, tiba2 ia ulurkan tangan,
dengan ketiga jarinya dia cekal urat nadi pergelangan tangan
Khing Ciau, Semula Khing Ciau kaget, dia ingin meronta, tapi
tidak punya tenaga.
"Jangan gugup, aku periksa penyakitmu." kata Siang Cenghong,
sesaat kemudian dia menambahkan. "Racun yang
bersemayam dalam tubuhmu teramat lihay, untung kau ada
meyakinkan Tay-yan-pat-sek yang kusuruh kau berlatih
didalam penjara rumahku dulu, meski kau pingsan, hawa
murni dalam badan tetap bekerja melindungi jantungmu,
Kalau tidak masakah jiwamu masih hidup sampai sekarang"
Kau masih ingat tidak waktu itu kusuruh kau latihan Tay-yanpat-
sek ini, kau berkukuh tidak mau, akhirnya ku-tipu kau
sehingga kau menurut dan meyakinkan dengan baik, namun
kau tidak mau terima kebaikanku, malah memakiku menipumu
meyakinkan ilmu sesat segala" sekarang tentu kau sudah insaf
akan manfaat dan kegunaan dari Tay-yan-pat-sek ini bukan"
Apa kau masih sering ngomel dan salahkan aku?"
Baru sekarang Khing Ciau sadar bahwa Tay-yan-pat-sek
Pendekar Kembar 1 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Pukulan Naga Sakti 19
^