Pendekar Latah 9

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 9


dipelintir tajam pedangnya menukik kebawah lobang, untung
dia cepat berkelit sehingga Hiat-tonya tidak tertusuk.
Dengan menggembor keras Sat-lotoa timpukan goloknya,
sigap sekali Hong-lay-mo-li mundur tida langkah, pedangnya
meng-garis miring, golok lawan yang meluncur datang dipapasnya
kutung menjadi dua. Tapi Sat-si-sam-hiong
serempak melompat mundur terus melarikan diri.
Hong-lay-mo-li ingin mendapat keterangan permusuhan
mereka dengan Hoa Kok-ham, segera dia membentak "Lari
kemana?" dengan mengembangkan Gin-kangnya, segera dia
menubruk kearah mereka.
Setelah menang Hong-lay-mo-li terlalu pandang enteng
ketiga lawannya, Diluar tahunya bahwa Sat-si-sam hiong
masih mempunyai kepandaian tunggal simpanan yang belum
lagi mereka keluarkan, cara Hong-lay-mo-li mengejar dan
menubruk ini merupakan pantangan juga bagi kaum persilatan
yang sekaligus menunjukan titik kelemahan sendiri.
Disaat badannya meluncur ditengah udara itulah, Sat-lotoa
mendadak membentak: "Mari kita adu jiwa sama dia!" tiga
bersaudara berbareng menimpukkan gelang baja mereka.
Kepandaian tunggal ini dinamakan Sam-hoan-hoat-lun (tiga
kali cara memutar roda) tampak tiga gelang baja yang kuning
kemilau itu berputar2 laksana roda terbang terus
menggelinding memapak tubrukan Hong-lay-mo-li, masing2
terbagi atas tengah dan bawah, yang atas mengepruk kepala,
yang dibawah membelenggu kaki sementara yang tengah
menerjang ulu hati. seperti biasa mereka bertempur didaratan,
masing2 menempatkan pada posisi sendiri dengan formasi
segi tiga. Tapi kalau didaratan Hong-lay-mo-li masih dapat melayani
lebih unggul, namun disaat badan terapung ditengah udara,
paling sulit untuk berkelit dari serangan, apalagi gelang baja
merupakan senjata yang berat bobotnya, jauh lebih sulit
diketuk jatuh dari senjata rahasia umumnya.
Hebat memang kepandaian Hong-lay-mo-li, pada detik2
yang menentukan itu sekaligus dia perlihatkan ilmu
ginkangnya yang tiada taranya, sekali badannya salto
tubuhnya meluncur zigzag, berbareng pedangnya dia tuding
kedepan, "Ting" kebetulan gelang baja yang diatas dia sentuh
pinggirnya, sehingga gelang membelok naik lebih tinggi, disaat
badannya berputar itu, kembali alas sepatunya menutul
kebawah, gelang baja yang menerjang kaki disentuhnya
menukik turun kebawah, sehingga badan Hong-lay-mo-li yang
terapung kedepan itu bisa menyelinap lewat dari celah2 kedua
jarak gelang yang diperlebar ini.
Tapi gelang baja yang ditengah masih meluncur datang,
baru saja Hong-lay-mo-li gerakan kebutnya, Bun Yat-hoan
sudah berseru: "Liu Lihiap, kau sudah menang, musuh tak
perlu dikejar, biar kelak aku saja yang membereskan
persoalan dengan mereka." baru saja kebut Hong-lay-mo-li
terayun, Bun Yat-hoan sudah timpukan sebatang potlot
bajanya menimpuk jatuh gelang yang ketinggalan itu.
Waktu menimpukan gelang Sat-si-sam-hiong maklum
bahwa kepandaian tunggal mereka ini belum tentu dapat
melukai Hong-lay-mo-li, tujuannya untuk merintangi musuh
saja, maka setelah gelang ditimpukan, kaki mereka tidak
berhenti terus ngacir lebih cepat, maka merekapun segan
menanggapi seruan Bun Yat-hoan.
Begitu Hong-lay-mo-li tancapkan kakinya ditanah,
dilihatnya ketiga gelang itu masih menggelinding dan berputar2
ditanah dengan suara gemuruh, dimana gelang2 itu
menggelinding ditanah meninggalkan garis lurus sedalam tiga
dim. Akhimya ketiganya membentur batu dan batang pohon
baru berhenti bergerak dan roboh, Mau tidak mau Hong-laymo-
li mencelos juga melihat kekuatan ketiga gelang ini.
Untunglah Bun Yat-hoan tolong menimpuk jatuh gelang
ketiga, meski tidak gentar, betapapun Hong-lay-mo-li pasti
akan kehabisan tenaga setahun latihannya, namun demikian
dia toh merasa lelah dan lemas, seharusnya dia ingin mencari
tempat sepi untuk ber-samadi memulihkan tenaga dan
semangatnya. Tapi keadaan tidak memberi kesetnpatan, karena masih
ada persoalan yang dia perlu bicarakan dengan Bun Yat-hoan
Tatkala itu Bun Yat-hoan sudah pungut potlotnya
menghampiri Hong-lay-mo-li. Dengan tertawa dia berkata:
"Bun-siansing, terima kasih akan bantuanmu, meski ketiga
musuh tak teringkus, senjata mereka dapat kami lucuti, haha,
kalau ketiga gelang ini dijual, terhitung kita mendapat
untung." Agaknya Bun Yat-hoan tidak merasa lucu akan
banyolannya, sikapnya dingin dan berkata tawan "Aku-pun
harus terima kasih karena kau bantu aku meng-gebah mereka
pergi, Satu lawan satu, terhitung seri dan satu sama lain tidak
hutang budi."
Melengak Hong-lay-mo-li melihat sikap dingin dan kata2nya
yang tidak simpatik ini, namun sebagai ksatria muda yang
berjiwa besar, dia tidak ambil dihati ucapan orang, katanya.
"Ya, sesama golongan sendiri adalah jamak saling bantu, ingin
aku bertanya Kepada Bun siansing, orang2 macam apakah
Sat-si-sam-hiong, dari nada perkataan mereka agaknya
hendak mencari perkara kepada pendekar latah Hoa Kok-ham,
apakah sebenarnya yang terjadi?"
Sikap Bun Yat-hoan tetap dingin dan acuh tak acuh,
ujarnya: "Aku sendiripun sedang mencari tahu persoalan yang
kau tanyakan, Liu-bengcu sebagai Liok-lim-bingcu dari utara,
kukira tidak perlu kau mencari tahu asal usul kaum persilatan
di Kang-lam ini"
Melengak dan semakin bingung Hong-lay-mo-li menghadapi
sikap Bun Yat-hoan yang tidak pantas ini, namun Bun Yathoan
sudah menambahkan lagi: "Sebaliknya aku malah ingin
bertanya juga kepada nona Liu, entah nona sudi menjawab
dan tidak. menyalahkan kekurangajaranku ini?"
"Jelas aku tidak membedakan daerah, apa yang ingin Bunsiansing
tanyakan, kalau aku tahu, pasti kujawab."
"Harap tanya, Jian-liu-cheng Liu-chengcu pernah apa
dengan nona Liu?"
"Entah untuk apa Bun-siansing ingin tahu akan hal ini?"
tanya Hong-lay-mo-li kurang senang.
"Liu-cengcu sedang mencari kau, katanya kau adalah
putrinya?"
"Benar, Liu-chengcu memang ayahku, Apakah Bunsiangsing
mendapat pesan dari beliau, maka kau hendak
membuktikan bahwa aku benar adalah putri-nya" Tapi boleh
silakan sampaikan kepada beliau, sementara ini aku tidak akan
pulang ke Jian-liu-cheng."
"Kenapa kau tidak mau pulang?" tanya Bun Yat-hoan
sangsi dan semakin curiga.
Memangnya sudah kurang senang, orang bertanya bertubi2
lagi, Hong-lay-mo-li merasa sebal dan mengerutkan alis,
katanya tawar. "Pulang atau tidak adalah urusanku sendiri,
Maaf, aku masih ada urusan, aku mohon diri lebih dulu."
Tak nyana baru saja dia berputar, tiba2 bayangan Bun Yathoan
berkelebat menghadang didepannya, "Tunggu dulu!"
serunya sambil melebarkan kedua tangan.
"Bun-siansing ada petunjuk apa?"
"Tidak berani." ujar Bun Yat-hoan sambil mengacungkan
potlotnya, "Aku sih hanya ingin mohon petunjuk Liu-bengcu
saja," "Apa sih maksudmu?" tanya Hong-lay-mo-li dengan muka
berubah. Bun Yat-hoan ngakak, katanya: "Nona Liu, sebagai Lioklim-
bingcu daerah utara, kau sudah berada di Kanglam, waktu
di Jian-liu-cheng tempo hari kau pamer kepandaian
mengalahkan banyak orang2 gagah, orang she Bun amat
kagum, Beruntung hati ini ada kesempatan, tentunya Liubingcu
tidak kikir untuk memberi petunjuk beberapa jurus
kepadaku?"
"Aku ke Kanglam bukan mengatas namai kedudukanku
sebagai Liok-lim-bingcu lima propensi utara, memang aku
tidak membawa kartu nama dan menyambangi para Bulim
cianpwe disini, sungguh harus disesalkan dan kelak pasti aku
susulkan, ilmu tutuk potlot besi Bun-sIansing amat kukagumi
aku menyerah kalah saja, Maaf aku sedang ada urusan, tak
bisa melayani kau."
Bun Yat-hoan sudah keluarkan kedua potlot besi-,nya, lekas
dia mengadang lagi, katanya: "Kau punya urusan apa yang
begini kesusu" Apapun persoalannya kau harus memberi
petunjuk dulu beberapa jurus! Aku paling benci sikap pura2
dan main sungkan segala, belum lagi jajal kepandaian, siapa
kesudian kau terima kalah."
Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam mendengar ucapan kasar
ini, hampir saja dia maki orang, sebagai ksatria wanita yang
angkuh dan tinggihati, sungguh tak tahan dia dilayani secara
kasar, katanya: "Bun-siansing begitu getol hendak jajal
kepandaianku, baik silakan memberi petunjuk. Kami cukup
saling tutul saja, kalah menang anggap sebagai permainan
saja." "Bagus! Begitu gebrak boleh kami lancarkan kepandaian
khusus masing2. Liu-bingcu, kau tidak perlu sungkan." dimana
ujung potlotnya terangkat, dengan jurus Ci-cit-thian-lam
(menuding lurus kelangit selatan), tahu2 kedua potlotnya
sudah merangsak bersama, masing2 mengincar Hun-tai, Hianki,
Khi-hay dan Ham-kok empat Hiat-to besar ditubuh Honglay-
mo-li. Hong-lay-mo-li amat kaget, bukan karena ke;incahan dan
kelihayan permainan potlot Bun -Yat-hoan, adalah karena
Hiat-to yang diincarnya ini adalah Hiat-to mematikan
dibadannya! Hong-lay-mo-li mengira orang sesama haluan
ingin menjajal kepandaian saja, paling2 hanya ingin lebih
unggul belaka, siapa nyana begitu turun tangan orang lantas
melancarkan serangan keji dan hendak mengadu jiwa.
Saking kaget timbul juga amarah Hong-lay-mo-li, ditengah
samberan bayangan potlot lawan, tiba2 sinar pedangnya
bergerak lincah dibarengan langkah kakinya yang gemelai
dengan gerakan Hong-piau~loh-hoa (Angin menderu kembang
jatuh), sepasang potlot Bun Yat-hoan boleh dikata sudah
menembus lewat dari bawah ketiaknya, namun tidak
mengenai badannya.
Cepat sekali bagai kecapung menutul air, seperti burung
walet memapak gelombang, tahu2 badannya ber-kisar
kesampisig Bun Yat-hoan, serempak Hong-lay-mo-li lancarkan
serangan balasan, dimana Ceng-kong-kiam terayun ditengah
udara, terlihatlah tiga ceplok titik2 kembang sinar pedang,
ujung pedangnya bergetar, sepertiikekiri menusuk Pek-hayTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
hiat, kekanan mengincar Yo-toh-hiat, ditengah menutuk: "Hugoh-
hiat, betapa lincah berkelebat dan terbang pulang pergi,
sungguh sulit diikuti perubahannya.
Tapi tiga Hiat-to yang diincarnya ini, dua diantaranya
adalah Hiat-to pelemas dan satu lagi untuk membuatnya tidur,
tiada satu pun yang bisa mematikan.
"Bagus!" puji Bun Yat-hoan, potlot kiri terangkat, dengan
jurus To-bak-kim-ciong (terbalik memukul lonceng emas)
terus mengetuk balik, berbareng kakinya bergerak dengan Ihsing-
hoan-wi, ganti dia yang ber-kisar kesamping, "Tang"
potlotnya dengan telak menangkis Ceng-kong-kiam lawan,
kembang api berper-cik menyilaukan mata, meski Bun Yathoan
bergerak lincah dan mematahkan serangan Hong-laymo-
li dengan tepat namun meminjam daya membal dari
benturan ini, tajam pedang Hong-lay-mo-li menggaris turun
dan "Cret", tak urung lengan baju Bun Yat-hoan tertutuk
berlobang. Menurut aturan Bun Yat-hoan sudah kalah sejurus dan
menyudahi pertandingan ini, Baru saja Hong-Iay-mo-lt hendak
mundur, tak nyana kedua potlot Bun Yat-hoan tiba2 bergerak
pula dengan angin menderu keras, laksana kilat kedua
polotnya terkembang kembali menjojoh kepada Hong-lay-moli,
jurus ini jauh lebih ganas dari yang duluan.
Karena benturan tadi telapak tangan Hong-lay-mo-li masih
terasa kemeng, saking dongkolnya kebut segera dia ayun,
pikirnya hendak membelit sebatang potlot Bun Yat-hoan, tak
nyana tenaga tidak memadai keinginan hatinya, usahanya
ternyata gagal, tahu2 sebatang potlot yang lain sudah
menutuk tiba, lekas Hong-lay-mo-li gunakan Hong-thiam-thau
meluputkan diri, "Tring" tusuk kondai yang berbentuk kupu diatas
sanggul kepalanya ternyata tersentuh jatuh oleh ujung
potlot lawan. "Baju bolong tusuk kondai jatuh, masing2 tak dirugikan
Sekali lagi, hayo diulangi." teriak Bun Yat-hoan, Kedua
potlotnya menyerang lebih gencar mengincar tiga puluh enam
Hiat-to Hong-lay-mo-li. Meski marah terpaksa Hong-lay-mo-li
melayani lebih hati2 dan menekan sabar.
Puluhan jurus kemudian, semakin tempur Bun Yat-hoan
semakin gagah dan sengit, begitu bernafsu sekali serangannya
sampai Hong-lay-mo-li kerepotan dan hanya membela diri
saja, tanpa sempat balas menyerang, sebetulnya diukur
kepandaian silat sejati Hong-lay-mo-li setingkat lebih tinggi
dari Bun Yat-hoan, soalnya baru saja dia menempur Sat-sisam
hiong, belum lagi istirahat, sudah tentu kewalahan juga
dia menghadapi rangsakan sengit lawannya"
Semula Khing Ciau mengira mereka hanya saling jajal dan
mengukur kepandaian saja, namun setelah menonton sekian
lamanya, dia merasakan gelagat yang tidak benar, keruan
hatinya gugup, teraknya:
"Kalian sama orang sendiri, kenapa begitu getol bergebrak
seperti berhadapan dengan musuh" setelah puluhan jurus
lamanya kukira cukuplah sampai sekian saja!!
Bun Yat-hoan mendengus hidung, jengeknya: "Siapa bilang
aku orang sendiri sama dia" Memangnya kau tidak terima,
boleh maju Sekalian?" Bun Yat-hoan tidak tahu asal usul Khing
Ciau, ia kira orang sekomplotan dengan Hong-lay-mo-li,
berarti sehaluan pula dengan Liu Goan-ka.
Keruan Khing Ciau dongkol dan gegetun pula, katanya
setelah melengak: "Bun Tay-hiap, kau, apa2an ucapanmu ini"
Masakah kau tidak tahu siapakah Liu Lihiap" Dia adalah Lioklim-
bingcu lima propensi utara, dia..." mendadak dia hentikan
penjelasannya karena dia sendiri masih sangsi akan jiwa dan
sepak terjang Bun Yat-hoan.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, dia siapa, mungkin aku lebih jelas dari kau, kalau kau
ingin membantu hayolah lekas maju! Kalau tidak lekas kau
enyah mencawat ekor saja" demikian ejek Bun Yat-hoan.
Sudah tentu Khing Ciau amat kaget, mau tidak mau iapun
curiga bahwa secara diam2 bukan mustahil Bun Yat-hoan ini
adalah antek kerajaan Kim.
"Baru sekarang akupun tahu bahwa Thi-pit-su-seng yang
kenamaan itu adalah Tayhiap macam apa! Sungguh tidak
pernah terpikir olehku bahwa jiwamu begini sempit,
berpandangan cupat dan kerdil, terhitung hari ini aku betul2
sudah mengenalmu dan dekat! Biarlah hari ini kita mengadu
jiwa, adik Ciau, lekas kau berangkat kalau ketemu Hoa
Tayhiap, katakan bahwa kawannya ini ternyata memang
seorang gagah perwira."
Tergerak hati Bun Yat-hoan, dia bingung akan kata2 Honglay-
mo-li, cepat sekali otaknya bekerja memikirkan berbagai
pertanyaan yang tak terjawabkan, namun sedemikian jauh dia
masih belum bisa ambil ketetapan apakah Hong-lay-mo-li
musuh atau kawan, kalau musuh hari ini harus ditumpas,
karena kelak tentu takkan ada kesempatan sebaik hari ini.
"Tengah pikiran Bun Yat-hoan bekerja, Hong-lay-mo-li
sudah merubah permainan pedangnya, dari bertahan kini dia
balas menyerang dengan gencar, tipu2-nya keji dan telengas,
sisa tenaganya dia pusatkan di-pusarnya, dibuat landasan
melontarkan jurus terakhir untuk gugur bersama musuh.
Karena dirangsak Bun Yat-hoan tak sempat peras otak lagi,
lekas diapun kembangkan kepandaian kedua potlotnya,
sebagai tokoh kosen, melihat cara tempur Hong-lay-mo-li yang
mengadu jiwa ini, dia bersikap tenang dan bertahan dengan
ketat, umpama hujan deraspun takkan tembus
pertahanannya. Karena memberondong serangan dengan sisa tenaganya,
benteng pertahanan musuh tak berhasil dibobolnya, lama
kelamaan kekuatan Hong-lay-mo-li terkuras habis dan semakin
lemas, sudah tentu keadaannya semakin menguatirkan.
Untunglah disaat Hong-lay-mo-li hendak menggigit lidah,
secara paksa menggunakan tenaga terpendam untuk
melontarkan serangan terakhir yang menentukan sementara
Khing Ciau sudah melolos pedang siap siaga. Sekonyong2
sebuah suara yang nyaring menusuk telinga berteriak
dikejauhan. "Berhenti, berhenti! Bun Tayhiap, kenapa kau bentrok
dengan Liu lihiap malah?"
Waktu Hong-lay-mo-li angkat kepala, dilihatnya seorang
laki2 yang berperawakan aneh sedang berlari mendatangi
Hong-lay-mo-li sudah kenal siapa orang ini, dia bukan laki
adalah Pek-siu-lo pembantu Hoa Kok-ham yang dulu pernah
disuruh mengantar kado ke pangkalannya.
Bun Yat-hoan tertegun oleh seruan Pek-siu-lo,
permainannya rada kendor, namun belum mau berhenti,
tanyanya: "Pek-siu-lo, mana majikanmu?"
"Kami dua saudara sedang mengemban tugas dari perintah
majikan, kami berpencar sedang mencari kalian, dan seorang
Khing-kongcu. Kebetulan kalian berada disini, lekas berhenti,
majikan ada omongan yang perlu disampaikan kepada kalian!"
Belum habis kata2nya, tampak dari arah sebelah sana
kembali berlari mendatangi seorang yang aneh pula,
perawakan dan bentuknya sama dengan Pek-siu-lo, cuma Peksiu-
lo berkulit putih, sebaliknya orang yang belakangan ini
hitam legam seperti pantat kuali, selintas pandang lantas
Hong-lay-mo-li tahu bahwa orang hitam ini tentu adik Pek-siulo
yang dinamakan Hek-siu-lo.
Kedua orang aneh ini dulu malang melintang di Kangouw,
ilmu silatnya tinggi, peduli kaum hitam atau golongan putih
banyak yang pernah dibikin pusing oleh mereka, belakangan
entah mengapa, tahu2 sudah ditundukkan oleh Siau-go-kankun
Hoa Kok-bam, selanjutnya mereka rela menjadi
pembantunya yang setia.
Hek-siu-lo berlari datang sambil mengempit satu orang,
melihat orang yang dikempit Hok-siu-lo ini Bun Yat-hoan
keheranan, karena orang itu bukan lain adalah Sat-lo-sam,
Baru sekarang pula Bun Yat-hoan melihat jelas bahwa Pek-siulo
dan Hek-siu-lo sama2 terluka, terutama luka2 dibawah Peksiu-
lo yang putih itu amat menyolok, karena darah membasahi
kulit dan pakaiannya. Tentunya mereka terluka diwakta
menempur Sat-si-sam-hiong.
Kebetulan memang kedatangan kedua orang ini, segera
Bun Yat-hoan melompat keluar kalangan, namun potlot masih
ditenteng dan mengawasi Hong-lay-mo-li dengan siaga, Honglay-
mo-li tidak hiraukan dia lagi, katanya kepada Hek-pek-siulo:
"Hm, bagus ya kawan majikanmu ini."
Hek-pek-siu-lo tidak tahu persoalannya maka mereka tak
berani banyak bicara, Kebetulan Khing Ciau maju kedepan,
tanyanya dengan heran: "Kalian hendak mencari orang she
Khing, entah siapa yang dicari?"
Dengan seksama Pek-siu-lo mengamati Khing Ciau,
tanyanya: "Siapakah nama besar tuan ini?"
"Siaute kebetulan juga she Khing, bernama tunggal Ciau!"
"Wah, kebetulan sekali," seru Pek-siu-lo tepuk tangan, "Jadi
kau inilah Khing Ciau, yah, kaulah orang yang sedang kami
cari." Bun Yat-hoan amat kaget, setelah melongo sekian
lamanya, tiba2 dia membanting kaki, teriaknya: "Jadi kau
inilah Khing-gisu yang dikejar2 penjajah Kim itu" Sungguh aku
kurang hormat, kurang hormat. Maaf bila aku orang she Bun
berbuat dan bicara kurang ajar dan kasar!"
Khing Ciau menyahut tawar: "Jiwa besar Bun Tathiap sudah
lama kukagumi, hehe, sudah amat kukagumi. Sebagai laki2
bangsa Han yang se-jati, masakah aku sudi ditindas dan hidup
dihina oleh kaum penjajah" Begitu ada kesempatan sudah
tentu harus mencurahkan segala kemampuan demi tegaknya
negara, hal ini adalah kewajiban setiap insan- yang cinta
negeri, tidak perlu Bun Tayhiap memujinya."
Pek-siu-lo keheranan, katanya tertawa: "Agaknya kalian
bertiga terjadi salah paham" untunglah sesama orang kita
sendiri, ada pertikaian apa bisa diselesaikan. Kebetulan
majikan mengutus kami untuk mencari kalian, kepada Bun
Tayhiap ada diminta pula bantuannya, tak nyana hari ini kalian
justru kumpul disini, Dan yang lebih kebetulan lagi urusan
yang harus kita selesaikan ada sangkut pautnya dengan Satlosam
yang kami ringkus ini."
"Hoa Tayhiap ada pesan apa minta kukerjakan" tanya Bun
Yat-hoan. "Sebagai tokoh besar di Kanglam dan luas pergaulannya,
Bun Tay-hiap hendak diminta bantuannya untuk menemukan
kedua orang temannya." Pek-siu-lo menjelaskan.
"Siapa kedua temannya?" tanya Bun Yat-hoan.
"Masakah Bun Tayhiap belum paham" Dua teman
dihadapanmu inilah Liu Lihiap dan Khing-kongcu."
Hong-lay-mo-li mendengus dengan kurang senang, "Perlu
apa harus minta bantuannya?"
Hati Khing Ciau tergerak, tanyanya: "Pihak penguasa
hendak mencelakai jiwaku, apakah Hoa Tayhiap sudah tahu
persoalannya, maka dia minta bantuan temannya untuk
membantu kesulitanku?"
Kata Pek-siu-lo: "Sat-losam ini adalah salah seorang anak
buah kepercayaan Gui-thaysu yang berkuasa sekarang, Entah
kenapa kalian dianggap berbuat salah kepadanya, maka GuiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
thaysu sedang berdaya upaya untuk membekuk kalian, Untuk
jelasnya biarlah Sat-losam saja yang menjelaskan."
Hek-siu-lo segera membuka tutukan Hiat-to Hek-siu-lo,
bentaknya: "Gui-Liang-seng pembesar keparat itu mengutus
kalian keluar untuk tugas apa" Lekas mengaku?"
Sat-losam tertawa dingin: "Aku hanya kagum kepada orang
yang berkepandaian lebih tinggi dari aku, kalau hari ini aku
belum terluka, belum tentu kau dapat mengalahkan aku. He,
he, kepandaianmu belum tentu lebih unggul dari aku, berani
kau pandang aku sebagai tawanan" Kau hendak mengompes
keteranganku jangan harap!"
Sat-si sam-hiong terhitung tokoh2 silat kelas satu di
Kanglam, setelah menempur Hong-lay-mo-li dan kehilangan
senjata, barulah mereka dikalahkan Hek-pek-siu-lo, tapi Hekpek-
siu-lopun sedikit cidra baru berhasil menawan Sat-losam.
Sudah tentu Sat-losam amat penasaran
"Boleh kulepas kau pulang, setelah luka2mu sembuh, kita
bertanding lagi." demikian seru Hek-siu-lo marah2 "Tapi
persoalan yang harus kuketahui harus sekarang juga kau
beritahu, memangnya kau ingin merasakan Hun-kin-joh kut
yang lihay itu?"
"Hek-siu-lo," lekas Bun Yat-hoan menyela, "Sat-samko
sebetulnya adalah sahabatku, silakan kau mun-dur, biar aku
saja yang menyelesaikan." Lalu Bun Yat-hoan tepuk pundak
Sat-losam, katanya tertawa: "Hubunganku dengan kalian
cukup intim, namun aku belum tahu bila kalian sudah terima
menghamba dan menerima perintah Gui Liang-seng, untuk ini
aku tidak salahkan kau. Hari ini sepasang potlotku yang belum
pernah kalah terhitung seri melawan kalian, sungguh aku
harus kagum akan kepandaian golok dan gelang kalian,
sekali2 aku tidak pandang kau sebagai tawanan. Kuharap
sebagai sesama sahabat kau suka bicara jujur dengan aku
supaya persoalan dapat lekas dibikin terang."
Kuatir disiksa dengan Hun-kin-joh-kut, untung Bun Yathoan
sudi menangani persoalan ini, segera Sat-losam berkata:
"Bun-toako, terima kasih kau sudi pandang Sat-losam sebagai
teman sendiri, kepandaianmu memang lebih tinggi dan orang
yang kukagumi lagi, baiklah akupun tidak perlu
menyembunyikan apa2, apa yang perlu Bun-toako ketahui,
bila aku tahu akan kujelaskan."
"Bagus, baiknya kita mulai bicara mengenai kejadian hari
ini." "Bukan kami bersaudara punya permusuhan pribadi dengan
pendekar Latah, terus terang kami mendapat perintah dari
Gui-thaysu untuk meringkus mereka kekota raja."
Hek-siu-lo tertawa dingin dan mencemooh: "Mengandal
kepandaian cakar kucing kalian berani mencari perkara kepada
majikan kita?"
Sat-losam tidak marah karena oIok2 ini, katanya menahan
sabar: "Hek-siu-lo, memang tidak salah ucapanmu Kau hanya
pembantunya kami belum bisa mengalahkan kau, apalagi
menghadapi majikan kalian, soalnya kami sendiri belum
pernah bertemu dengan Siau-go-kan-kun, disamping makan
nasi orang lain, tidak bisa tidak harus menerima perintahnya."
"Sat-losam," sela Hong-lay-mo-li yang ingin cepat2 tahu
seluk beluk persoalannya, "Soal kepandaian tidak perlu
dibicarakan, katakan dulu kenapa Gui-thaysu ingin menangkap
Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham?"
"Malah bukan Siau-go-kan-kun seorang saja yang harus
dibekuk!" kata Sat-losam.
"Masih ada aku lagi, benar tidak?" sela Khing Ciau.
"Ya, Gui-thay-su seluruhnya minta meringkus tiga orang,
yang ketiga adalah kau Liu Lihiap."
"O, tak nyana kedatanganku ke Kanglam ini juga sudah
mengejutkan Gui-thaysu, agaknya tidak kecil tugas yang
dipasrahkan oleh pembesar dorna itu kepada kalian."
"Kata Gui-thaysu, kalian bertiga datang dari utara, bukan
mustahil sebagai mata2 musuh, maka diperintahkan untuk
membekuk kalian, Kalau tidak kamipun tidak akan
sembarangan menerima perintahnya."
"Justru dia itu yang harus dicurigai sebagai mata2 yang ada
intrik dengan musuh," demikian jengek Hong-lay-mo-li.
Keruan Sat-losam terlongong mendengar kata2 Hong-laymo-
li, maklumlah semula ketiga bersaudara ini adalah rampok
besar di kalangan Kangouw, belakangan ini baru diundang
oleh Gui-thaysu dengan disogok harta dan pangkat, bukan
karena mereka kemaruk kemewahan, soalnya mereka
memang sudah bosan dalam kehidupan sebagai rampok, jadi
maksudnya hendak cuci tangan merubah haluan hidup menuju
ke jalan lurus.
Bun Yat-hoan segera menimbrung: "Apa benar Gui Liangseng
ada intrik dengan musuh, kelak pasti dapat dibikin
terang, sementara kita tak perlu urus soal ini. Siau-go-kan-kun
pendekar latah Hoa Tayhiap jelas bukan mata2, untuk ini aku
berani tanggung, Baiklah, kau lanjutkan keteranganmu."
Berkata Sat-losam lebih lanjut: "Kami bertiga hanya
bertugas meringkuk Siau-go-kan-kun. Yang bertugas
membekuk Khing-kongcu ada rombongan lain, mereka
dibawah pimpinan Ong-tayjin dari pasukan Kim-wi-kun."
Bun Yat-hoan kaget, tanyanya: "Apakah Ong Tin yang dulu
membantu Cin Kui mencelakai Gak Hui itu?"
"Nama Ong-tayjin memang adalah Ong Tin, peristiwa
kematian Gak Hui dulu baru aku dengar setelah kami berada
distana Gui-thaysu, Aku tahu sekarang dia amat dibutuhkan
tenaganya oleh kerajaan, mungkin, tidak sampai bersekongkol
dengan musuh?"
"Tidak sampai" Kau tahu siapa sebenarnya Khing-kongcu
ini" Dia adalah buronan penjajah Kim, Ong Tin membantu
kerajaan Kim hendak menawan dia, bukankah ini bukti
persekongkolannya dengan musuh?"
"Yang bertugas menangkap Khing Ciau kecuali Ong Tin,"
demikian timbrung Hong-lay-mo-li, "masih ada para anggota
bayangkara anak buah Ang-thay-kam."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Sat-losam kaget "Aku
sudah membekuk seorang bayangkara dan seorang Kim-wikun
yang hendak menawan Khing Ciau, Malah Ang-thaykam
itu bernyali lebih besar lagi, berani memalsu perintah raja
untuk menangkap Khing Ciau." lalu secara singkat dia
ceritakan kejadian tempo hari.
"Sat-losam." kata Bun Yat-hoan sungguh2, "persoalan
sudah dibikin terang, Ong Tin, Ang-thaykam dan Gui-thaysu
adalah sekomplotan, sekongkoI dengan musuh untuk
mencelakai rakyat jelata yang cinta nusa dan bangsa!"
Pucat muka Sat-losam, katanya sambil memukul dada
sendiri: "Kalau demikian, kami tiga saudara teramat ceroboh,
terima diperalat oleh Gui-thaysu, semula kami kira dengan
bekerja demi kerajaan kita sudah membina diri kejalan yang
benar, Aduh, sungguh celaka, bukankah berarti kami
membantu kejahatan pula, memusuhi rakyat patriot lagi,
sungguh malu kami berhadapan dengan sesama kawan
Kangouw."

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Syukur kalau kau sudah mengerti." ujar Bun Yat-hoan,
"kalian tertipu, asal selanjutnya tidak bantu kejahatan, kaum
persilatan pasti memaafkan kalian."
"Kalian bersaudara ditugaskan menangkap Hoa Kok-ham,
anak buah Ong Tin dan Ang-thaykam diperintahkan
menangkap Khing Ciau, lalu siapa yang ditugaskan
menangkap aku?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Untuk ini aku tidak tahu, Cuma Gui Liang-seng ada
sepucuk surat pribadi hendak disampaikan kepada Jian-Iiucheng
Liu-chengcu, kemungkinan ada hubungannya dengan
kau." jawab Sat losam.
Sungguh kejut Hong-lay-mo-li bukan main, tanya-nya: "Apa
yang tertulis dalam surat itu?"
"Suratnya berada di Toako, kami tak berani membuka
mencuri baca."
Pek-siu-lo tiba2 tertawa, selanya: "Surat itu sudah berada
ditanganku!" ternyata Pek-siu-lo seorang ahli copet, waktu
bergebrak dengan Sat-lo-toa tadi, secara diam2 dia sudah
gerayangi kantong orang tanpa disadari oleh pemiliknya
namun tadi dia cukup menempuh bahaya, karena tujuannya
hendak mencuri surat rahasia ini, maka dia kena sedikit dilukai
oleh Sat-lotoa,
Lekas Hong-lay-mo-li terima surat itu terus dibaca,
"Muridmu Kiong Ciau-bun kemaren sudah menghadap,
semuanya dimengerti dan beres, Goan-ang sehat dan gagah,
punya pambek dan ambisi besar, Liang-seng amat kagum dan
memujikan panjang umur, Bergerak dalam kalangan persilatan
demi usaha besar nan jaya, bolehlah di teruskan dan semoga
berhasil Belakangan ini didapat kabar, bahwa brandal
perempuan Hong-lay-mo-li dari utara menyelundup ke Kanglam,
gerak geriknya bakal menjadi penghalang dan merugikan
gerakan kita bersama, Goan-ang memimpin dunia persilatan,
sukalah tambah perhatian dan hati2. Jikalau dapat membekuk
dan membunuh iblis perempuan ini, membabat duri dan
meratakan jalan, usaha kita kelak akan lebih lancar dan
berhasil gemilang, Harap diperhatikan."
Setelah membaca surat ini, bukan kepalang kaget dan
gusar Hong-lay-mo-li, ada beberapa persoalan didalam surat
ini yang tidak dimengerti olehnya, umpa-manya "usaha besar
nan jaya" entah usaha apa yang dimaksud, apa pula yang
dilaporkan Kiong Ciau-bun kepada Gui L:ang-seng, juga tidak
diketahui Tapi dari nada surat ini, dapat dipastikan bahwa
hubungan Gui Liang-seng dengan Liu Goan-ka amat intim, seolah2
mereka mempunyai kerja sama didalam suatu usaha
rahasia masing2 dengan rencana yang sudah matang.
Gemerobyos keringat dingin Hong-lay-mo-li, ia bersyukur
dalam hati bahwa dirinya tidak sampai tertipu menulis surat
seperti yang diminta oleh Liu Goan-ka untuk diserahkan
kepada muridnya Kiong Ciau-bun sebagai surat kuasa untuk
mengganti jabatan dirinya dipangkalannya.
Dari samping Bun Yat-hoan ikut membaca surat ini, keruan
timbul rasa herannya, katanya: "Bukankah kau putri Liu Goanka"
Kenapa Gui Liang-seng minta Liu Goan-ka menghadapi
kau, sungguh urusan yang tak terduga."
Setelah membaca surat ini Bun Yat-hoan lebih yakin bahwa
Hong-lay-mo-li terang tidak sehaluan dengan Liu Goan-ka.
"O, kiranya begitu," teriak Pek-siu-lo tiba2 setelah dia ikut
membaca surat ini, "Tak heran majikan merasa kuatir bila Liu
Lihiap tinggal di Jian-liu-cheng."
"Apa saja yang dikatakan majikanmu?" tanya Hong-lay-moli.
"Majikan suruh kami mencari Bun-siansing, minta
bantuannya supaya memberi kabar kepadamu, supaya kau
lekas2 meninggalkan Jian-liu-cheng, jangan sampai tertipu
oleh Liu Goan-ka?"
"Dia kuatir aku tertipu apa?"
"Soal ini majikan tidak memberi penjelasan, namun pesan
yang harus disampaikan kepada Bun Tay-hiap ada ditegakkan
bahwa apapun yang dikatakan Liu Goan-ka supaya Liu Lihiap
jangan mau percaya begitu saja. Duduk persoalan bila sudah
bertemu dengan majikan, akan diterangkan secara langsung."
"O, jadi majikanmu minta aku menyelesaikan soal ini saja?"
tanya Bun Yat-hoan.
"Soal lain, Bun Tayhiap diminta melindungi Khing-kongcu
secara diam2." Pek-siu-lo menjelaskan lebih lanjut
Segera Hek-siu-lo menambahkan: "Semula kami menduga,
kapan kedua persoalan ini dapat diselesaikan. Tak nyana hari
ini baru saja kami berangkat dari Ling-an, tahu2 kalian sudah
kumpul disini."
Setelah duduk persoalannya dibikin terang, Sat-losam amat
masgul dan malu diri, katanya memukul dada sendiri: "Kami
memang patut mampus! Hek-pek-siu-lo aku Sat-losam
berwatak polos dan blak2an, terus terang, tadi kami amat
membenci kau, kini sebaliknya kami harus berterima kasih
akan pertolongan kalian." lalu dia menjura kepada Hek-peksiu-
lo. Ter-sipu2 Hek-pek-siu-lo balas hormat, kata Hek-siu-lo rada
kikuk: "Aku si hitam ini juga berangasan, sikapku tadi terlalu
kasar, kau tidak salahkan aku, aku sudah terima kasih,
masakah kau, harus berterima kasih kepadaku?"
"Jikalau aku tidak teringkus oleh kau, masakah sekarang
bisa bikin terang duduk persoalannya yang benar" Mentang2
kita ditugaskan oleh Gui-Liang-seng, secara sembrono hendak
membekuk Siau-go~kan-kun segala, mungkin jiwa kita bisa
mampus secara konyol oleh Hoa ayhiap tanpa kita sendiri
sadar telah diperalat oleh menteri dorna, Hek-toako, pertikaian
kita baiklah dibikin impas sampai disini saja, kelak bila Hek
toako ingin memberi pengajaran, setelah luka2 kami sama2
sembuh, biar aku mohon petunjuk beberapa jurus Hun-kinjoh-
kut-jiumu."
Hek-siu-lo tertawa gelak2, ujarnya: "Memang, Kim-na-jiu
yang kugunakan menghadapi Sat-samko tadi terlalu ganas,
namun pukulanmu tadipun tidak enteng, Kita sama2
merasakan kepelan masing2, perlu apa bertanding lagi" SamTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
ko, watakmu yang jujur dan polos ini justru mencocoki
seleraku, biarlah selanjutnya kita bersahabat."
Hong-lay-mo-li kembalikan ketiga gelang baja itu kepada
Sat-losam, katanya: "Sekarang kita sudah terhitung orang
sendiri, nah gelang senjata kalianpun ku-kembalikan."
Sungguh malu dan murung Sat-losam waktu menerima
gelangnya, katanya: "Terima kasih akan keluhuran budi Liu
Lihiap. sekarang juga akan kucari ke-dua saudaraku dan
kujelaskan duduk persoalannya. Kami bertiga janji pasti akan
membuat perhitungan dengan Gui Liang-seng."
Setelah Sat-losam pergi, Pek-sia-io segera bertanya kepada
Bun Yan-hoan: "Bun-Tayhiap, ada salah paham apakah kau
dengan Liu Lihiap, kini persoalan bisa dibereskan belum?"
Bun Yat-hoan amat menyesal, tiba2 dia menengadah dan
gelak ttawa tiga kali, tiba2 dia angkat kedua tangannya pergi
datang menampar pipi dan mulutnya sendiri, lalu dia menjura
kepada Hong-laymo-li, Sudah tentu Hong-lay-mo-li kaget dan
tak mengerti melihat perbuatan orang, lekas dia miringkan
badan menghin dari hormat ini, tanyanya dengan mata
terbelalak "Bun-siansing, apa maksudmu ini?"
"Baru sekarang aku mengerti bahwa Liu lihiap adalah
ksatria sejati yang berjuang demi kepentingan nusa dan
bangsa, kedatanganmu adalah untuk kerja sama melawan
serbuan musuh dari luar, betapa hatiku takkan senang,
tamparanku tadi sebagai hukuman kesalahanku sendiri yang
bersalah terhadapmu tadi."
"Bun Tayhiap, aku sendiri juga ada kesalahan, tadi akupun
mengkira kau terlalu sirik, karena aku main trobosan di
Kanglam tanpa menyampaikan kartu namaku lebih dulu."
salah paham sudah dibikin terang, maka hubungan kedua
pihak semakin erat dan akrab,
"Kalian datang dari Liong-an," ujar Bun Yat-hoan kepada
Hek pek-siu-lo, "jadi Hoa Tayhiap sudah sampai di Ling-an?"
"Ya", sahut Pek-siu-lo, "Sungguh menggelikan Gui Liangseng
mengutus anak buahnya hendak membekuk dia, tak
tahunya majikan justru sudah berada di-bawah hidungnya."
pergaulan Hoa Kok-ham amat luas, di Ling-an banyak tersebar
teman2nya dari segala tingkat, maka persekongkolan Ong Tin
dan Gui Liang-seng siang2 sudah diketahuinya.
"Cuaca sudah gelap, mumpung ada kesempatan marilah
kita masuk kekota, Bun Tay-hiap, jikalau kau tiada tugas lain,
marilah berangkat bersama," demikian ajak Pek-siu-lo.
"Sebetulnya aku tidak punya urusan, tapi sekarang aku jadi
dibebani suatu tugas berat, Liu Goan-ka adalah pimpinan
Bulim di Kanglam, kini rahasia persekongkolannya dengan
komplotan Gui Liang-seng sudah kita ketahui, kemungkinan
dia bisa menjadi musuh dalam selimut membantu kerajaan
Kim. Maka aku harus segera menyebar kabar kepada seluruh
lapisan kaum persilatan supaya mereka tidak tertipu oleh
muslihat Liu Goan-ka. Aku sendiripun akan ke Jian-liu-cheng
sekali lagi, pura2 tidak tahu seluk beluk mereka untuk
menyirapi situasi disana, Terpaksa tolong kalian sampaikan
salamku kepada majikanmu, kelak kita masih bisa berjumpa
pula." lalu sambil melambaikan tangan dia mohon diri dan
berpisah dengan orang banyak.
Baru sekarang Khing Ciau sempat tanya kepada Pek-siu-lo
mengenal keadaan Sin Gi-cik. Kata Pek-siu-lo: "Sin-ciangkun
masih menunggu panggilan raja di Ling-an, sampai sekarang
aku sendiri belum sempat bertemu sama dia, majikan sih
sudah bertemu dengan dia."
"Kukira Hoa Tayhiap berada sama dia." kata Khing Ciau.
------------------
Liu Goan-ka sudah disangsikan sebagai ayah kandungnya,
lalu siapakah ayoh Hong-Iay-mo-li yang sesungguhnya"
Apa sebab pendekar latah bentrok dengan Bu-lim-thiankiau"
Kepada pihak mana Hong-lay-mo-Ii akan membantu"
(Bersambung ke bagian 19)
Bagian 19 "Pergerakan Sin-ciangkun yang gilang gemilang sudah
menimbulkan sirik para penguasa, majikan sedang diincar oleh
komplotan Gui Liang-seng lagi, kalau mereka kumpul bersama,
bila sampai diketahui komplotan mereka tentu berabe, Maka
kami menetap disebuah kelenteng dibawah Hou-san ditepi Seouw
" Langkah mereka amat cepat, kejap lain mereka sudah
melewati Ki-sia-nia, seluruh pemandangan Se-ouw nan permai
sudah kelihatan jelas seluruhnya dari sini, Mau tidak mau
jantung Hong-lay-mo-li berdegup semakin keras, Diam2 Honglay-
mo-li berdo'a dalam hati: "Semoga Siau-go-kan-kun lebih
mencocoki hati-ku, betapapun dia adalah orang Han..." mau
tidak mau terbayang juga akan Bu-1im-thian-kiau.
Disaat ia melamun mendadak ia tersentak sadar oleh sorak
Khing Ciau yang kegirangan, didengarnya Khing Ciau berseru:
"Liu Lihiap, coba lihat betapa indah panorama Se-ouw yang
terkenal diselurah dunia ini, memang tidak bernama kosong."
ternyata tanpa disadari tatkala itu mereka sudah turun dari Kisia-
nia dan tiba ditepi Se-ouw.
Pek-siu-lo menerangkan: "Yang ini adalah So-thi dan yang
itu adalah Pek-thi (Bendungan putih), setelah bendungan
putih itu kita akan sampai di Hou-san, Marilah kita lewat
bendungan putih saja."
Waktu itu hari menjelang tengah malam, Panjang
bendungan putih ini ada empat lima li, jikalau mereka
mengembangkan Ginkang, dalam setengah sulutan dupa
mereka sudah akan tiba di ujung sana, tapi menghadapi
panorama seindah ini, Hong-lay-mo-li yang ingin segera
bertemu dengan Hoa Kok-ham, mau tidak mau harus
memperlambat langkahnya.
Disepanjang pinggiran bendungan ini ditanami pepokonan
Yang-liu, perahu menangkap ikan atau sampan pesiar hilir
mudik, titik2 sinar api kelap kelip tersebar luas dipermukaan
danau yang besar ini, Begitulah sepanjang jalan mereka
menjadi asyik dan berkelakar, membicarakan syair2 pujangga
jaman lalu yang menggambarkan keindahan pemandangan
Se-ouw. Tengah mereka ber-cakap2, tiba2 terdengar suara percikan
air yang tergayuh memecahkan kesunyian permukaan danau,
Tampak sebuah perahu pesiar yang cukup besar dan mewah
tengah mendatangi dan berlabuh diujung bendungan sana.
Terdengarlah nyanyian merdu yang membawakan syair
gubahan Liu Eng pada jaman Han, selesai nyanyiannya,
kebetulan perahupun sudah merapat didarmaga.
Mendengar suara nyanyian yang merdu, Hong-lay-mo-li
dan lain2 sedang me-reka2 siapakah orang yang begitu iseng
pesiar malam ditengah danau, maka tampak kerai tersingkap
dari dalam muncul seorang perempuan tambun yang
berbadan seperti gentong tengah berkata dengan suara
melengking merdu: "Terima kasih akan persen Toa-hwesio,
Siau-li tidak mengantar lebih jauh."
Sungguh tak terduga perempuan yang bernyanyi semerdu
itu ternyata berbadan begitu tambun dan sedang iseng
dengan seorang Hwesio. Khing Ciau dan Hong-lay-mo-li
merasa lucu dan geli sebaliknya begitu melihat Hwesio itu
seketika Hek-pek-siu-lo berubah air mukanya.
Hwesio itu berkulit hitam berbadan tinggi kekar, hidungnya
tinggi matanya celung, kelihatannya adalah padri asing, Baru
saja Hong-lay-mo-li melihat keganjilan sikap Hek-pek-siu-lo,
didengarnya Hwesio itu sudah tertawa lebar, katanya:
"Ha, kalian bersaudara juga berada di Ling-an" Kabarnya
kalian terima menjadi kacung orang Han, kenapa tidak mau
jadi kacungku saja, hm, sungguh kurangajar!" lenyap
suaranya orangnyapun sudah menubruk tiba, kedua
tangannya terpentang mencengkram kepada Hek-pek-siu-lo.
Sekali melejit dan salto Pek-siu-lo mundur tiga tombak,
Hek-siu-lo sama2 bergerak dalam gaya yang serupa,
betapapun kepandaiannya rada rendah, gerak-geriknya tidak
secepat saudara tuanya, "Bret" baju dibagian tengkuknya
sudah tercomot sobek.
Kepandaian silat Hek-pek-siu-lo sudah terhitung kelas
wahid dalam kalangan Bulim, gaya jumpalitan merekapun
aneh, merupakan kepandaian tunggal pula, tak nyana baru
segebrak saja sudah kecundang oleh si Hwesio, Keruan Honglay-
mo-li kaget. Jeritan Pek-siu-lo kedengaran amat takut: "Liu Lihiap,
cepat..." Hwesio asing itu sudah menubruk maju pula dengan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cengkraman kedua tangannya Tapi sebat sekali Hong-lay-mo-li
sudah melolos pedang, dengan gerakan Ih-sing-hoan-wi dari
Ginkangnya yang tmggi, bergerak belakang mencapai sasaran
lebih dulu mengadang didepan padri asing itu, bentaknya:
"Kepala gundul dari mana kau."
"Sret" pedangnya langsung menusuk keurat nadi penting
dikedua tangan padri asing itu.
Hong-lay-mo-li melancarkan kepandaian menusuk Hiat-to
dengan ujung pedangnya, ujung pedangnya runcing dan
tajam, namun diwaktu melancarkan kepandaian tingkat tinggi
seperti ini, bila latihannya sudah matang dan sempurna,
tusukannya boleh tidak usah merobek pakaian dan tidak
melukai kulit daging musuh, tapi telak menutuk Hiat-tonya.
Kiranya Hong-lay-mo-li tak bermaksud melukai orang,
tujuannya cuma menghalangi padri asing ini merangsak
kepada Hek-pek-siu-lo.
Tak nyana padri asing ini ternyata seorang tokoh silat juga,
begitu mendengar tusukan pedang Hosig-lay-mo-li tidak
membawa desiran angin keras, di paderi asing tahu orang
tidak berniat melukai dirinya, tujuannya hanya ingin menutuk
Hiat-tonya saja, maka dia membentak:
"Budak busuk dari mana kau, berani kurangajar, serahkan
pedangmu!" tak berkelit, kedua telapak tangannya terbalik
malah menyongsong ke depan, dimana jari2nya mencengkram
dia coba rebut pedang Hong-lay-mo-li secara kekerasan.
"Wut" telapak tangan kiri si padri asing ikut menabas,
sementara kelima jari tangan kanannya meraih kegagang
pedang, jarinya tertekuk keatas hendak menjepit urat nadi
pergelangan tangan Hong-lay-mo-li, sejurus dua gerakan ini
dilancarkan dengan keji, kalau Hong-lay-mo-li tidak lepaskan
pedangnya, lengan kanannya ini bakal tertabas kutung secara
mentah2 oleh telapak tangan orang, lebih celaka lagi jepitan
jari2nya itupun cukup menggetar putus urat nadi di-badannya
dengan kekuatan Kim-kong-ci-hoat.
Disaat2 gawat itulah, tiba2 Hong-lay-mo-li perlihatkan
kepandaian Ginkangnya tinggi, tak lepas pedang diapun tidak
melompat berkelit, dengan Hoa-pau-biau-sin (menggeser
langkah badan melayang), alas sepatunya seperti dilumuri
minyak, dipermukaan jalan tanggul yang kasar ini, ternyata
kakinya meluncur licin sejauh satu tumbak lebih, dengan
sendirinya tabasan dan cengkraman jari padri asing mengenai
tempat kosong. Hong-lay-mo-li gusar, damratnya: "Bagus, mari coba kau
rebut lagi pedangku!" dengan jurus Hmg-hun-toan-hongi
pedangnya membabat miring memapas kejari2 padri masing
yang belum sempat ditarik balik.
Kali ini Hong-lay-mo-li menyerang tidak kepalang tanggung
karena tujuan lawan terhadap dirinya barusanpun teramat
keji. Kepandaian silat padri asing inipun tidak lemah, belum
sempat dia menarik tangannya, sekaligus dia susuli dengan
jentikan jari, tujuan Hong-lay-mo-li hanya ingin memapas jari2
orang, maka serangannya tidak dilandasi kekuatan yang
berarti, "creng" pedangnya terjentik menceng oleh Kim-kongci-
lat si padri asing.
Padri asing itu bergelak tawa, serunya: "llmu pedangmu
memang baik, Lwekangnya masih kurang, lebih baik kuterima
menjadi muridku saja."
"Kepala gundul biar kau rasakan kelihayanku." jengek
Hong-lay-mo-li, segera kebut dia turunkan pula, dengan
pedang dan kebut serempak dia cecar musuhnya, dalam
sekejap mata beruntun dia merangsak delapan jurus.
Baru sekarang padri asing ini betul2 terkesiap darahnya,
Lwekang Hong-lay-mo-li ternyata tidak lebih asor dibanding
dirinya! Cepat sekali disaat sipadri terdesak mundur berulang2,
kebutan Hong-lay-mo-li sudah terkembang ditengah
udara mengepruk batok kepalanya yang gundul, meski dia
berusaha berkelit dan melompat mundur, tak urung benang2
kebut yang halus itu tetap menyerempet kulit kepalanya
sehingga meninggalkan jalus-2 merah.
Sejak datang ke Tionggoan padri asing ini belum pernah
kebentur musuh tangguh, hari ini kecundang oleh rangsakan
Hong-lay-mo-li sudah tentu berkobar amarahnya, lekas dia
bergerak dengan Ban-liong-jiau-pou (naga melingkar
menggeser langkah), sebat sekali badannya menyurut
setombak jauhnya, tahu2 kasa merahnya sudah dia
tanggalkan, bentaknya mendelik gusar:
"Budak kurangajar, berani kau menyakiti tuan besarmu,
biar kubikin kau mandi di air danau dibawah sana." dimana
kasa digentakkan, seperti segulung awan merah terus
menungkup keatas kepala, tanpa ayal Hong-lay-mo-li angkat
pedangnya, "Cret" seperti menyentuh batu atau kayu,
ternyata dia tak mampu menusuk lobang kasa orang.
Kasa padri asing inipun bukan benda mestika, hanya
terbuat dari kain biasa cuma lebih tebal, namun dilandasi
kekuatan dalamnya, ternyata kuat menahan tusukan pedang,
keruan Hong-lay-mo-li bercekat hatinya, selanjutnya diapun
tak berani pandang ringan musuhnya.
Cepat sekali Hong-lay-mo-li robah permainan pedangnya,
tampak delapan penjuru angin melulu bayangan sinar
pedangnya disertai berkelebatnya bayangan tubuhnya, Cengkong-
kiam ditangannya se-olah2 berubah menjadi ratusan
batang banyaknya, secara serempak seperti hujan badai
mencecar si padri dari berbagai penjuru, disamping itu
kebutnya ikut bekerja laksana elang terbang dilangit, seperti
harimau mengamuk.
Kebut menyerang dari atas, sementara pedang ber-gulung2
dari bawah, apalagi Ginkang Hong-lay-mo-li jauh lebih unggul,
serangannya beratus variasi lagi, seketika si padri asing
seperti terselubung oleh rangsakan gencar sehingga tak bisa
banyak berkutik.
Untunglah padri asing ini membekal kepandaian Sia-kin-im-
Iat tingkat tinggi, maka sedemikian jauh kasanya masih kuat
menahan serangan pedang dan ke-but, setiap kali senjata
lawan menyentuh kasanya, secara licin dan pas2an dengan
gerakan yang lincah dia punahkan setiap gempuran lawan,
sekaligus kerahkan tenaga balas menyerang, maka pedang
Hong-lay-mo-li tidak kuasa melobangi kasannya.
Akan tetapi, Hong-lay-mo-li lancarkan serangan gencar
bagai kilat, kebetulan pula merupakan lawan mematikan dari
ilmu yang dia yakinkan, sehingga selalu dirinya terancam
bahaya tanpa disadari sebelumnya, beberapa kali sudah
pedang Hong-lay-mo-li tahu2 sudah menusuk tiba dari arah
yang tak pernah diduga, begitu cepat dan ganas lagi, malah isi
kosong serangan ini sukar diraba pula, setiap ada lobang tentu
menyusup masuk, terpaksa padri asing ini harus tumplek
seluruh semangat dan daya pikirnya, berjaga dan waspada,
lama kelamaan keadaannya semakin payah dan terdesak
dibawah angin. Mundur lagi beberapa langkah padri asing sudah berada di
pinggir danau, Hong-lay-mo-li membatin: "Kau ingin aku
mandi, biar kubikin kau menjadi makanan ikan." baru saja dia
pergencar rangsakannya, tiba2 padri asing menghardik keras:
"Turunlah!" tiba2 dia lontarkan pukulan dahsyat laksana
gugur gunung, kiranya dia sengaja memancing Hong-lay-mo-li
kepinggir danau, baru sekarang dia menggempurnya sekuat
tenaga. Padri asing ini sudah tahu akan kelihayan Hong-lay-mo-li,
namun dia masih salah hitung, seinng dengan damparan angin
pukulan musuh Hong-lay-mo-li berputar semakin cepat, kaki
menggeser kesamping, badannya ikut doyong miring,
kelihatannya seperti hendak jatuh, maka ditengah teriakan
kaget Khing Ciau dan Hek-pek-siu-lo, tampak kebutnya
terayun, "plak" memukul bumi, sigap sekali badannya
melambung naik keudara, "sret" pedangnya menusuk lobang
kasa padri asing itu.
Ternyata karena memukul sekuat tenaga, maka landasan
tenaga diatas kasanya jadi berkurang, maka tusukan pedang
Hong-lay-mo-li tembus melobangi kasanya.
"Baik, mari kita lihat siapa lebih lihay." damprat padri asing
dengan gusar dan malu, Menyusuli tusukan pedang Hong-laymo-
li kebutnya terayun miring, namun tertolak pergi oleh
damparan pukulan angin lawan, sehingga perbawa
serangannya punah.
Waktu kedua pihak bergerak lagi, karena kasa sudah
berlobang, seperti balon kempes, maka manfaat kasa ini
sebagai senjata jauh berkurang, namun tenaga dalamnya
memang kuat luar biasa, sehingga dalam waktu debat dia
masih kuat bertahan dan melawan Hong-lay-mo-li dengan
sengit. "Liu Lihiap," Pek-siu-lo segera buka suara, "jangan kami
lama2 berada disini, maaf kami bersaudara terpaksa ikut
meramalkan suasana."
Hong-lay-mo-li tahu tujuan orang, maka dia tidak memberi
tanggapan, karena demi urusan besar, disini merupakan
daerah kota raja lagi, kalau pertempuran berlangsung terlalu
lama dan konangan oleh pihak pemerintah, tentu membawa
akibat yang tidak diinginkan.
Padri asing itu gusar, dampratnya: "Bagus, kalian berani
berpihak keluar memusuhi Hudya" Memangnya masih ada
tinggi rendah dalam pandangan kalian?"
Hek-siu-lo gusar, makinya: "Omong kosong, kau sendiri
mengagulkan diri sebagai Hoat-ong, aku sendiri mempunyai
majikan, memangnya siapa sudi kau urus?"
Pek-siu-lo justru tertawa menyengir, oloknya: "Maaf ya, kau
datang ke Tionggoan, masakah tidak tahu disini ada
peribahaya yang bilang diberi tidak membalas kurang hormat"
Kami bersaudara bukan sengaja hendak bermusuhan dengan
kau, cuma comotan-mu tadi harus kami bayar dengan
comotan pula"
Pakaian Hek-siu-lo tadi tercomot sobek oleh sipadri asing,
amarahnya masih berkobar, mendengar ucapan engkohnya
segera dia menubruk maju, teriaknya: "Benar, mari persen
kepala gundul ini dengan Hun-kin-joh-kut."
Hun-kin-joh-kut merupakan salah satu ilmu kepandaian
paling lihay dalam berbagai ragam ilmu Kin-na-jiu-hoat, kedua
saudara ini bisa seia sekata, kerja sama dengan baik sekali,
serempak mereka kembangkan kepandaianya, maka
rangsakan mereka lebih ganas dan telengas lagi.
Kasa si padri buat melawan serangan Hong-lay-mo-li, maka
si padri hanya bisa menghadapi mereka dengan sebelah
tangannya saja Hek-pek-siu-lo masing2 dikanan kiri menyerang dari dua
sayap Padri asing itu tahu kepandaian Pek-siu-lo lebih tinggi,
kuatir pertahanan ilmu Kim-ciong-cohnya tak kuat menghadapi
serangan Huti-kin-joh-kut lawan, segera dia abaikan serangan
Hek-siu-lo, "Wut" dia menggempur dulu kepada Pek-siu-lo.
Lekas Hong-lay-mo-li kebutkan kebutnya, sehingga
sebagian tenaga gempuran padri asing ini dipunahkan, namun
demikian Pek-siu-lo masih tidak kuat menahan, badannya
tergentak mundur sempoyongan beberapa langkah, sudah
tentu cengkraman jari2nya pun luput.
Sebaliknya cengkraman jari Hek-siu-lo justru mengenai
sasarannya dengan telak, namun tahu2 jari2 tangannya
seperti menyentuh batu keras, "Puk" belum lagi Hek-siu-lo
mampu mencengkram luka kulit badan sipadri, tahu2 jari
sediri terasa hampir patah tulang-nya, saking kesakitan dia
menjerit se-keras2nya, sigap sekali melompat mundur dengan
muka pucat, keadaannya lebih mengenaskan dari saudara
tuanya. Tapi padri asing ini sendiripun amat menderita, Lahirnya
dengan mudah dia mengalahkan serangan Hek-pek-siu-lo,
bahwasanya tadi dia sudah kerahkan setaker kepandaiannya,
terhadap Pek-siu-lo dia gunakan Kim-kong-ciang-lat,
sementara menghadapi cengkram Hek-siu-lo dia gunakan Kimciong-
coh, ilmu pelindung badan yang sakti, ditambah
kepandaian menutup jalan darah.
Karena dia harus menghadapi rangsakan bersama dari tiga
jurusan, sudah tentu perhatian dan kekuatannya terpencar
maka cengkraman Hek-siu-lo tadi telak mengenai Ih-khi-hiat
di ketiaknya, walau tidak terluka, hawa murnipun sudah buyar,
dalam waktu singkat dan mendesak ini tak mungkin dia bisa
menghimpunnya kembali.
Hong-lay-mo-li belum sempat menjajagi sampai dimana
taraf kepandaian dan Lwekang padri asing ini, melihat sekali
gebrak orang sudah mengalahkan Hek-pek-siu-lo, untung Peksiu-
lo mendapat bantuan kebut-nya, maka dia kira padri asing
ini belum keluarkan seluruh kepandaiannya, keruan hatinya
ikut kaget. "Sret, sret, sret" beruntun dia menyerang tiga kali secara
berantai menusuk tiga Hiat-to penting dibadan si padri, tiga
rangkai serangan pedang Hong-lay-mo-li merupakan
kepandaian tunggalnya yang ganas untuk mengambil jiwa
musuh, maka dia lancarkan dengan setaker kekuatannya.
Kalau Hong-lay-mo-li tidak menilai kepandaian musuh terlalu
tinggi, tak mungkin dia gu nakan serangan yang mematikan
ini. Sudah tentu padri asing ini benar2 merasakan pahit
getirnya, "Cret" pedang Hong-lay-mo-li kembali tembus
menusuk kasanya, saking besar tenaganya pedang masih
menyelonong kedepan menusuk kedadanya, terang padri
asing ini takkan kuat melawan lagi, sementara kakinya sudah
tepat dipinggir tanggul, disaat2 jiwanya terancam bahaya ini
memang kepandaiannya amat tinggi, tiba2 kedua kakinya
jejak tanah, badannya lantas melenting mumbul kebelakang,
Tapi bawahnya bukan daratan, tapi air danau.
Untung perahu itu berlaju belum jauh, kira2 baru sepuluh
tombak, kecuali tumbuh sayap, betapapun tinggi ilmu
Ginkangnya, jangan harap sekali lompat bisa mencapai jarak
sedemikian jauh.
Tampak padri asing itu meluncur dengan kepala dibawah
kaki diatas, terus melorot kebawah seperti hendak terjun
kedalam air, se-konyong2 kasanya yang lebar itu dia ayun
kebawah dan "Byuuk!", air muncrat, kasanya seperti memukul
benda keras, meminjam daya ritulan tenaga pukulan kasanya
badan si padri asing membal naik kesebelah depan lagi
beberapa kaki, namun tetap tak berhasil mencapai ke perahu,
untung tukang perahu segera ulurkan galahnya, padri asing
itu sekali raih dan sendal, badannya lantas mencelat naik dan
tancap kakinya diujung perahu.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan gerakan badannya yang besar dan kasar ini,
menarik galah dan lompat turun diatas perahu, namun perahu
itu sedikitpun tidak bergeming, maka dapatlah dibayangkan
kemurnian Lwe-kangnya memang cukup mengejutkan.
Setelah berdiri tegak, padri asing itu lantas tarik galah itu,
cepat sekali dia sudah dorong perahunya itu meluncur cepat
ketengah danau, sebentar saja sudah pergi jauh dan tak
kelihatan lagi.
"Sayang, sayang sekall," ujar Pek-siu-lo gegetun,
maklumlah disaat padri asing itu jumpalitan ditengah udara
tadf, bila mau Hing-lay-mo-li menyambutkan senjata
rahasianya, jiwa padri asing itu pasti mampus, paling tidak
mesti kejebur kedalam danau dan gebes2.
Musuh digebah lari bukan mengandal tenaganya sendiri,
dalam hati Hong-lay-mo-li rada malu diri, maka dia tidak
menurunkan tangan keji.
"Siapakah padri asing ini?" Tanya Hong-lay-mo-li, "dari
mana kau bisa bermusuhan dengan lawan yang tangguh ini?"
"Kepala gundul ini bernama Cutilo, asalnya orang India
bagian timur, di negerinya sana dia mengangkat diri sebagai
Hoat-ong, Belakangan dia hijrah ke Tur-fan, menjabat ketua
dibiara Kim-po-thi, disana dia sekongkol dengan para pejabat
yang berkuasa berbuat se-wenang2, raja turfan belakangan
mengangkatnya sebagai imam negara.
Terus terang kami berduapun dari bangsa india, sejak
kakek moyang kita sudah menetap di turfan beberapa
turunan, secara tradisi kita berdagang perhiasan setelah Cutilo
menduduki jabatannya sekarang, dikatakan kami sebangsa
dengan dia, maka kami harus menjadi pembantunya, dia
paksa kami mencukur rambut menjadi Hwesio. Sudah tentu
kami tidak mau diperbudak olehnya, terpaksa lari ke
Tionggoan sini."
Ternyata karena persoalan inilah akhirnya Hek-pek-siu-lo
baru mau merendahkan diri menjadi pembantu Siau-go-kankun,
karena mereka tahu kepandaian majikan mereka yang
tinggi, sekaligus mencari pelindung bila jejak mereka
konangan oleh Cutilo.
Berkata Pek-siu-lo lebih lanjut: "Bangsat itu jauh berada di
Turfan, entah karena apa tahu2 berada di-sini, sungguh
mengherankan. Menurut apa yang ku tahu Turfan ada
hubungan persahabatan dengan negeri Kim, dengan Lamsong
meski bertetangga justru rada kurang akur."
"Sayang majikan tiada disini," timbrung Hek-siu-lo, "kalau
tidak kepala gundul ini pasti dihajarnya kalang kabut."
Tiba2 tergerak hati Hong-lay-mo-li mendengar ucapan Heksiu-
lo, tanyanya: "Tempat tinggal kalian berada diatas gunung
atau dibawah gunung?"
"Kelenteng tempat tingggal kami bernama Ko-gwat-bio,
terletak dilamping bukit, nah itulah sudah kelihatan dari sini."
Hong-lay-mo-li membatin dalam hati: "Siau-go-kan-kun
berkepandaian tinggi, telingan dan matanya amat tajam
Tempat tinggalnya tidak jauh dari sini, dalam malam gulita
yang sepi ini, masakah dia tidak mendengar pertempuran dan
suara jeritan Hek-pek-siau-lo tadi" Kenapa tidak lekas dia
memburu datang?"
Semakin dipikir semakin ganjil, segera Hong-lay-mo-li
bertanya pula: "Siapa saja yang tinggal didalam biara itu?"
"Ada ketuanya Ko-gwat Siansu, seorang Hwesio kecil,
Hwesio kelana dari tempat lain dan seorang Hwesio penjual
minyak api dan dupa."
"Orang2 itu bisa main silat?"
"Hwesio cilik dan Hwesio menjual minyak dan dupa
agaknya hanya bisa main beberapa jurus ilmu Kimthau yang
biasa saja, Ko-gwat siansu sebaliknya seorang ahli, dia sering
membicarakan ilmu silat dengan majikan, pernah pula kami
lihat dia mainkan Lo-han-kun, Lwekangnya memang tidak
lemah. Bagaimana kepandaian sejati Hwesio kelana itu, kami
sih tidak tahu, namun kamipun pernah dengar dia bicara soal
ilmu silat dengan majikan, Lwekangnya lumayan juga."
Hek siu-lo heran, tanyanya: "Liu Lihiap, untuk apa kau
tanyakan ilmu silat mereka" Ko-gwat Taysu adalah teman baik
majikan, dia tidak akan bermusuhan dengan kita."
Belum lagi Hong-lay-mo-li mienjawab, Pek-siu-lo sudah
sadar dan mengerti, katanya: "Ya, kejadian ini memang rada
ganjil." "Apanya yang ganjil?"
"Orang yang pernah latihan Kunthau, gampang terjaga dan
siaga, tak mungkin tertidur pulas, Masakah pertempuran kami
yang gaduh tadi tidak membuat kaget penghuni biara itu"
Kenapa majikan kitapun tidak terlihat bayangannya?"
"Darimana kau tahu bila mereka, tidak terjaga dari
tidurnya, kalau mereka tidak mau keluar bagaimana?" debat
Hek-siu-lo. "Tidak mungkin." sahut Pek-siu-lo, "waktu Cutilo
mencengkram kami tadi, kami pernah menjerit, masakah
majikan tidak mendengar suara kami. Ginkangnya tinggi, bila
dia terjaga tentu sejak tadi sudah berada disini, Aih, kuduga
tentu ada gejala yang tidak benar disana, mungkin Ko-gwat
siansu ketimpa halangan."
Tapi Hek-siu-lo malah menggerundel: "Majikan kita
berkepandaian tinggi, dia berada didalam biara, memangnya
apa yang bakal terjadi disana?"
Namun demikian mereka masih merasa kuatir, maka
dengan Hong-lay-mo-li membuka jalan bergegas mereka lari
menuju kesana tanpa hiraukan pemandangan indah lagi,
Dibawah petunjuk Pek-siu-lo cepat sekali mereka sudah
manjat gunung, sebentar saja sudah tiba didepan Ko-gwatbio.
Hek-pek-siu-lo memang tinggal dibiara ini, namun karena
dia membawa tamu, apa lagi Hong-tay-mo-li1 adalah Bu-limbengcu
dari lima propinsi daerah utara, maka Pek-siu-lo
bekerja menurut aturan Kangouw umumnya, diambang pintu
dia berseru melapor lebih dulu:
"Liu Lihiap dan Khing-kongcu sudah tiba bersama, harap
majikan keluar menyambutnya."
Dalam waktu sesingkat ini jantung Hong-lay-mo-li
berdebar2, Pikirnya: "Aku mengharap pertemuan dengan Siaugo-
kan-kun, kenapa setiba disini aku jadi rada takut menemui
dia" Ou, apakah lantaran Bu-lim-thian-kiau" Apa yang harus
kulakukan..."
Ternyata didalam sanubari Hong-lay-mo-li yang paling
dalam, Bu-lim-thian-kiau tetap menempati posisi yang sama
dengan Siau-go-kan-kun, sungguh dia sendiri belum bisa
berkeputusan dan sulit menentukan pilihan, kepada siapa
nanti dirinya pasrahkan hidup hari depannya.
Dengan tak berkesip Hong-lay-mo-li mengawasi daun pintu,
menunggu sambutan Siau-go-kan-kun, tak nyana setelah ditunggu2
tiada terdengar suara apa2 dari dalam, Suara laporan
Pek-siu-lo menggunakan ilmu mengirim gelombang suara,
biara sekecil ini, kalau didalam ada orang tentu sudah
mendengar. Mau tidak mau Hong-lay-mo-li jadi gelisah, katanya:
"Mungkin terjadi apa2 didalam biara" Tak usah gunakan
peraturan segala, hayolah kita masuk saja."
Setelah memasuki Tay-hiong-po-tiam keadaan gelap gulita,
biasanya diatas meja sembahyang tidak pernah padam,
namun kini tidak tersulut lagi apinya, Baru saja Pek-siu-lo
keluarkan ketikan hendak menyulut api, tiba2 terasa kakinya
menyentuh sesuatu benda, dari perasaan sentuhan ini dia
dapat merasakan bahwa yang berada dibawah kakinya adalah
badan manusia. Keruan kejut Pek-siu-lo bukan main, belum lagi dia
bersuara, disebelah samping Khing Ciau sudah menjerit kaget,
ternyata diapun menendang sesosok mayat, hampir saja dia
kesandung jatuh.
Lekas2 Pek-siu-lo menyulut api, tampak yang rebah diatas
lantai adalah Hwesio kecil dan Hwesio penjual dupa dan
minyak, badan mereka sudah kaku dingin, terang bukan mati
lantaran tertutuk Hiat-tonya. Tak sempat memeriksa kematian
mereka, lekas Pek-siu-lo bawa Hong-lay-mo-li masuk
kehilangan belakang mencari- Hong-tiang Ko-gwat Siansu dan
majikannya. Baru saja mereka memasuki serambi samping yang
membelok ke kiri, tiba2 tampak sesosok bayangan terpantek
diatas lantai, sebelah kakinya sudah melangkah kedepan,
kedua tangannya terpentang bergaya seperti hendak
menubruk. Lekas Pek-siu-lo maju menyulut muka orang, ternyata
adalah Hwesio kelana itu, tidak kelihatan luka2 tapi kedua
matanya melotot bundar amat menakutkan, mati hidupnya
belum diketahui dengan membesarkan hati, Pek-siu-lo maju
meraba badan orang, terasa badan orang amat dingin seperti
es, sekali dorong Hwesio kelana ini lantas roboh tetap dengan
gayanya semula, ternyata Hwesio kelana ini pun sudah mati.
Sebenarnya Hek-pek-siu-lo dulu juga termasuk gembong
iblis yang suka membunuh orang, saat ini mau tidak mau
mengkirik juga dibuatnya, teriaknya: "Ko-gwat Siansu, Hoa
Tayhiap, Hoa Tayhiap!" sudah tentu tidak mendengar
penyahutan, Kamar Hoa Kok ham dibelakang, kebetulan
mereka harus lewat kamar semadi Hong-tiang, tanpa hiraukan
tata kesopanan lagi, segera dia dorong pintu dan melongok
kedalam. Tampak Ko-gwat Siansu tengah duduk samadi diatas
ranjangnya. Tampak alisnya turun mata terpejam, kedua tangan
terangkap didepan dada, sikapnya wajar dan tenang,
keadaannya mirip benar dengan padri2 yang bersimpuh
didalam lukisan gambar, Beramai2 Hong-lay-mo-li berempat
merubung kedepan pembaringan, namun tidak" dirasakan
sama sekali. Pek-siu-lo jadi Iega, segera dia maju menghormat
"Hongtiang Siang-jin, tamu sudah tiba, Apakah yang terjadi
dalam biara ini, apa kau tahu?"
Ko-gwat siansu tetap tak bergeming. Sejak tadi Hong-laymo-
li mengawasi Ko-gwat siansu dengan sek-sama, tiba2 ia
berteriak: "Aneh, beliau bukan samadi, Lo-siansu juga
dibinasakan orang."
Pek-siu-lo berjingkat kaget, teriaknya: "Apa" Lo-sian-su
juga dicelakai orang?" sebenarnya dengan bekal kepandaian
Pek-siu-lo, selintas pandang dia sudah tahu bahwa Ko-gwat
siansu tidak tertutuk dan terluka apa2. Hong-lay-mo-li
mengatakan dia di binasakan orang, meski tahu ilmu silat
orang amat tinggi, Pek-siu-lo tetap belum mau percaya.
Hek-siu-lo menimbrung dengan suara keras: "Lwekang Losiansu
sudah latihan puluhan tahun, betapa tinggi
kepandaiannya " Masakah bisa dicelakai begini gampang" Ai,
wah, celaka! Memang dicelakai orang!" sembari bicara Heksiu-
lo maju sambil menarik Ko-gwat Siansu, tak nyana
tangannya menyentuh badan Ko-gwat siansu yang sudah
dingin kaku, urat nadinyapun tak berdenyut lagi.
Mau tidak mau Hek-pek-siu-lo harus percaya bahwa Kogwat-
Siansu memang sudah meninggal sejak beberapa waktu
lamanya, seketika merinding dan berdiri bulu kuduk Hek-pek
siu-lo, mereka sangsi apa yang disaksikan ini berada dalam
impian buruk sesaat kemudian baru hati mereka tenang
kembali, kata Pek-siu-lo:
"Uh Lihiap, cara bagaimanakah kematiazmya" Kepandaian
Ko-gwat Siansu kira2 hampir setanding dengan majikan kami,
ingin aku tahu cara apa yang digunakan orang untuk
membunuhnya?" ternyata Pek-siu-lo masih mempunyai setitik
harapan, semoga Hong-lay-mo-li tahu bahwa orang meninggal
lantaran keracunan, sebagai ahli menggunakan racun, mereka
siap memberi pertolongan.
Hong-lay-mo-lipun tak tahu luka2 apa yang menyebabkan
kematiannya. Katanya: "Pastilah perbuatan seorang tokoh
lihay yang memililiki Lwekang tinggi dari aliran Lwekeh,
dengan kekuatan pukulan telapak tangannya menggetar putus
seluruh Ki-keng-pat-meh dibadannya, maka dari luar tidak
menunjukan gejala yang mencurigakan."
Dengan seksama Pek-sm-lo ikut memeriksa, memang Kogwat
Siansu bukan mati karena keracunan, karena betapapun
lihaynya racun yang digunakan, setelah korbannya meninggal
ditengah kedua alis dan diatas hidungnya akan bersemu
hitam, namun sikap Ko-gwat-Siansu begini tenang dan wajar,
tidak menunjukan gejala keracunan.
Dan lagi mengandal kepandaiannya yang tinggi, segala
macam racun takkan mungkin membinasakan secepat ini,
sebelum ajal pasti dia akan meronta2, masakah bisa duduk
tenang bersimpuh seperti orang samadi.
Pek-siu-lo menggumam: "Aku tak percaya tokoh mana
dalam dunia ini yang memiliki Lwekang setinggi ini, dalam
satu lintasan melayangkan tangannya saja dapat menggetar
putuskan seluruh "Ki-keng-pat-meh Ko-gwat Taysu, beliau
mati tanpa dia sendiri menyadari akan kematiannya."
Pembunuh Ko-gwat Suansu terang adalah tokoh silat yang
berkepandaian amat tinggi, sudah tentu Hong-lay-mo-li amat
menguatirkan keadaan Siau-go-kan-kun yang menghilang tak
keruan parannya, demikian juga Hek-pek-siu-lo memikirkan
hal yang sama. Bergegas mereka lari kebelakang kekamar
tinggal Soau-go-kan-kun, namun disini mereka tidak
menemukan apa2.
Disaat mereka kebingungan dan pikiran kacau, sekonyong2
terdengar kumandang gelak tawa keras yang
bergema dialas pegunungan, semakin lama gelak tawa itu
semakin tinggi menembus angkasa, jelas kedengaran gelak
tawa itu amat sedih, putus asa, marah dan menghina,
berbagai macam perasaan campur aduk dalam gelak tawanya
itu. Meski suara ini kedengaran dari tempat nan jauh, namun
kedengarannya seperti halilintar menggelegar ditengah
angkasa sampai ku-ping terasa pekak.
Keruan tergetar hati Hong-lay-mo-li, Hek-pek-siu-lo kontan
berjlngkrak girang, teriaknya: "Majikan masih hidup, eh,
kenapa dia lari kepuncak sambil gelak tawa?"
Tanpa berjanji mereka memburu keluar terus ber-lari2
kencang kearah datangnya gelak tawa itu. Belum lagi gelak
tawa itu berhenti, tiba2 terdengar pula alunan irama seruling
yang bening merdu kumandang juga dari puncak gunung,
meski gelak tawa itu kumandang keras tinggi seperti
menembus langit, namun irama seruling itu masih kedengaran
jelas dan jernih.
Seruling inipun melagukan irama yang pilu menyedihkan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

se-olah2 penasaran dan amat direndahkan, namun didalam
keadaan apa boleh buat, kedengarannya mengandung rasa
dongkol dan uring2an.
Memangnya hati mereka sedang risau dan gelisah,
mendengar irama seruling ini, semakin kacau pikiran mereka,
tak terasa mereka ikut dibuai dalam suasana duka cita.
Sedikit hati merasa tentram Hek-pek-siu-lo segera
mendekap kuping dan berteriak kejut: "ltulah seruling Bu-limthian-
kiau." Hong-lay-mo-li menjadi hambar dan hampa, seperti kaget
dan kehilangan semangat mulutnya seperti menjawab seperti
menggumam: "Benar, itulah Bu-lim-thian-kiau."
Kini setelah mendengar gelak tawa Siau-go-kan-kun,
menyusul mendengar pula irama seruling Bu-lim-thian kiau,
keduanya sama2 mengandung arti yang mendalam, seketika
dia dibuat paham dan sadar:
"Ya, sejak mula Bu-lim-thian-kiau sudah menaruh hati
kepadaku, namun dia menyangka aku sudah punya ikatan erat
dengan Siau-go-kan-kun, maka dia menyangka tak berjodoh
dengan aku dan tak berani mengajukan pinangan"
Di luar tahunya keadaan justru terbalik, dengan Siau gokan-
kun paling kami baru saling kenal namanya saja belum
pernah berhadapan secara langsung, malah hubunganku
dengan Bu-lim-thian-kiau laun lebih intim dari pada Siau-gokan-
kun." Menghadapi persoalan yang rumit dan kejadian didepan
dada ini, Hong-lay-mo-li menjadi bingung dan risau, entah
kepada siapa dirinya harus mengikat jodoh dan menentukan
pilihan " "Eh," Khing Ciau berseru heran," aneh benar mereka itu,
kenapa mereka dipuncak adu tenaga, yang satu tertawa yang
lain meniup seruling" Keduanya sama2 sedih."
Pek-siu-lo mendadak berteriak: "Tidak benar, nada gelak
tawa majikan lapat2 kurasakan mengandung nada
membunuh!"
Maka terdengarlah ditengah gelak tawa Siau-go kan-kun,
suaranya berkata: "Antar bangsa memang berbeda, Kau
sudah membunuh Ko-gwat Siansu, bagaimana juga kau ini
memang pangeran bangsa Kim!"
Kata2 ini bagai bunyi geledek yang berbunyi di-pinggir
telinga Hong-lay-mo-li, keruan tersirap darah-nya: "Bagaimana
mungkin yang membunuh Ko-gwat siansu adalah Bu-limthian-
kiau?" Terdengar Bu-lim-thian-kiau menjawab: "Seorang Iaki2
sejati kalau tidak dipercaya orang lain, buat apa harus putar
lidah berdebat" Siau-go-kan-kun, kau menuduh aku yang
membunuh, biarlah anggap memang aku yang membunuh!"
Kenapa harus pakai "anggap" kau yang membunuh?" ejek
Siau-go-kan-kun dingin, "kepandaian menutup Hiat-to
memutus urat nadi dengan Tun-yang-lo-khi, kecuali kau Bulim-
thian-kiau, siapa lagi yang mampu melakukan dikolong
langit ini?"
Semakin mencelos hati Hong-lay-mo-li mendengar ini, dia
sendiri pernah merasakan betapa lihay Tun-yang-lo-khi Bulim-
thian-kiau, Tapi dia sendiri sudah tahu akan pambek dan
jiwa serta sepak terjang Bu-lim-thian-kiau, maka tak pernah
terpikir olehnya bahwa kemungkinan Bu-lim-thian-kiau bakal
melakukan pembunuhan ini.
Terdengar nada Siau-go-kan-kun semakin marah serunya
lantang: "Hubungan kita belum intim, namun pambek masing2
sama tahu, selamanya aku mengira kau Bu-lim-thian-kiau
adalah seorang tokoh menonjol, seorang genius dari negeri
Kim, siapa tahu kau tetap adalah pangeran Kim, terhitung aku
salah berkenalan dengan kau, sejak sekarang, hubungan kita
anggap putus!" agaknya kedua pihak sudah siap bergebrak.
Se-konyong2 terdengar sebuah suara serak tua menyela:
"Hoa-tayhiap, sukalah berpikir lebih cermat sebelum
bertindak."
Itulah suara Tang-hay-liong, keruan Hong-lay-mo-li kaget
dan senang Terdengar Tang-hay-liong berkata pula: "Hoa
Tayhiap, berita adanya serbuan negeri Kim keselatan,
bukankah dia, dia yang membocorkan lebih dulu kepadamu?"
Kembali Hoa Hok-ham bergelak tawa seperti orang gila
dengan angkuhnya, Hubungan Tang-hay-liong dengan Hoa
Kok-ham cukup mendalam, namun mendengar gelak tawanya
ini, ia jadi kurang senang, katanya: "Hoa Tayhiap, kenapa
tertawa, apakah Lohu salah omong?"
"Benar, berita itu memang dia yang membocorkan lebih
dulu, Tapi untuk mengerahkan pasukan besar sedemikian
banyaknya, mereka harus menyedot serdadu dari berbagai
kabupaten, kota dan menggiring rakyat untuk bantu
mengangkut perbekalan, memangnya serbuan mereka
keselatan bisa selalu mengelabui mata kuping orang banyak"
Umpama dia tidak membocorkan berita ini lebih dulu, cepat
atau lambat aku tetap akan tahu juga! Kalau hal itu dia
lakukan tidak lebih hanya hendak menipu kepercayaanku
belaka !" "Hoa Tayhiap!" Tang-hay-liong mengerut kening.
"lni, ini... kuharap kau berpikir dengan kepala dingin,
menurut pendapatku..." nadanya dia tidak sependapat dengan
ucapan Hoa Kok-ham.
Namun Bu-lim-than-kiau sudah tidak sabar lagi, jengeknya
dingin: "Hoa Kok-ham, kupandang kau sebagai ksatria dari
Bangsa Han, siapa tahu ternyata akupun keliru berkenalan
dengan kau, Hm, hm, yang terang kau menilai orang dengan
jiwa seorang kerdil. Aku tahu besar hasratmu untuk
membunuhku, tidak lain lantaran kau merasa jelus dan iri
hati!" Lekas Tang-hay-liong menyela: "Hoa Tayhiap se-kali2
bukan orang yang berjiwa sempit, Tam-koncu, ucapanmu ini
rada berat kedengarannya" sedapat mungkin Tang-hay-liong
berusaha melerai pertikaian kedua orang.
Kembali Hoa Kok-ham gelak tawa: "Kau seorang Kuncu
(sosiawan), aku seorang Siau-jin (manusia rendah)" Hehe, kau
Kuncu ini tengah malam buta rata, apa yang kau lakukan
didalam kamar rahasia Gui Ling-seng" Sebagai pangeran dari
negri Kim, kenapa pula menjadi tamu agung dari seorang
pejabat tinggi dari negeri Song" Berani kau berkata bila kau
bukan duta rahasia Wanyen Liang" Menyelundup ke Kanglam
dengan muslihat dan rencana keji, melakukan persekongkolan
yang tak boleh dilihat orang?"
Bu-lim-thian-kiau melengak, serunya gusar: "Hoa Kok-ham,
mungkin kau melihat setan ditengah hari bolong !"
"Benar, tapi bukan disiang hari, tapi tengah malam buta
rata melihat setan! Meski gelap gulita, mataku ini belum lagi
lamur, waktu kau lari keluar dari gedung Gui Liang-seng,
meski kau terbakar menjadi abupun dapat kukenali!"
Mendengar ini Tang-hay-liong tersirap jantungnya, dia tahu
Hoa Kok-ham tidak sembarang menuduh orang tanpa bukti
dan keyakinan, maka tuduhannya terhadap Bu-lim-thian-kiau
terang boleh diparcaya, Tang-hay-liong jadi sadar, betapapun
orang adalah pangeran Kim, omongannya tidak boleh seratus
persen dipercaya maka dengan perasaan tak tenang Tanghay-
liong tidak turut bicara lagi.
Sebetulnya Hong-lay-mo-li lebih percaya dan yakin akan
perbuatan dan jiwa Bu-lim-thian-kiau.
Tak nyana Bu-lim-thian-kiau hakikatnya tidak mau memberi
penjelasan, katanya dingin: "Dihadapanku boleh kau
memfitnah se-mena2, tiada yang perlu kujelaskan kepadamu"
sebetulnya kaupun tidak perlu menggunakan tuduhanmu ini
sebagai alasan, biarlah aku bongkar rahasia isi hatimu?"
"Aku punya rahasia isi hati apa malu diketahui orang?"
"Bukan malu dilihat orang, namun tak berani diutarakan
kau hanya karena seorang perempuan, maka besar hasratmu
untuk membunuh aku Tam Ih-tiong! Kukatakan kau- jelus dan
iri bukan karena ilmu silatku, yang terang kau takut bila aku
selangkah berada dihadapanmu merebut hati sang pujaan!
Haha, Siau-go-kan-kun, Tidak salah bukan kubongkar isi
hatimu" Tapi, kau, kau..."
Berubah air muka Hoa Kok-ham, bentaknya: "Tutup
mulutmu!" kipas dibuka kembali dia berteriak "Omong kosong,
hari ini biar kau atau aku yang mampus. Sambut seranganku!"
Lekas Bu-lim-thian-kiau meniup serulingnya dengan
gerakan melintang, suaranya melengking seperti batu pecah,
se-olah2 dia hendak lampiaskan kedongkolan hatinya melalui
tiupan serulingnya Tapi tiupan nya ini hasil dari gemblengan
Tun-yang-ci-khi yang dilatihnya dengan kepandaian tinggi,
maka kebasan kipas Hoa Kok-ham kena disampuk minggir.
Sudah tentu Hoa Kok-ham semakin murka, damrat-nya:
"Dengan hawa murni menutup Hiat-to kau bunuh Ko-gwat
Siansu, tapi ingin melukai aku, jangan harap begitu
gampang!" mulut bicara sementara kipasnya tetap bergerak
dibarengan telapak tangan kiri ikut menggempur, beruntun dia
melontarkan dua kali pukulan, belum lagi tenaga pukulan
pertama punah, pukulan susulan kedua sudah melandai tiba
pula, laksana gelombang samudra saling kejar sambung
menyambung, begitu keduanya tergabung seketika berubah
segulung gelombang dahsyat, kekuatan pukulannya ini
sungguh laksana gugur-gunung.
Dengan pukulan tangan ini dia menyapu buyar hawa murni
Bu-lim-thian-kiau, begitu kipas terlempit dia gunakan sebagai
Ngo-hing-kiam, menutuk pundak dengan kipas bergerak
miring datar, kedua sisi kipasnya itu memang tumpul, tapi
dilandasi kekuatan tenaga dalamnya, bila kena terpapas,
serangan ini tidak kalah hebatnya dari senjata tajam
umumnya. Dalam mengakhiri kata2nya tadi, kipas dan pukulan telapak
tangan sudah serempak dia mainkan, secepat kilat dia sudah
menyerang tujuh delapan jurus, setiap jurus merupakan tipu2
yang mematikan.
Menghadapi rangsakan keras dan hebat ini Bu-lim-thiankiau
tidak sempat meniup serulingnya lagi, beruntun mundur
tiga langkah, dia gunakan dua jarinya menjentik, segulung
angin runcing laksana panah menerobos tanpa bersuara
ditengah dampar-pukulan Hoa Kok-ham yang dahsyat itu,
betapa kuat tenaga pukulan Hoa Kok-ham ini, ternyata tak
mampu membendung dan mematahkan tenaga jentikan jari
yang hebat ini.
Dalam gusarnya mau tidak mau Hoa Kok-ham merasa
kagum pula, batinnya: "Pan-yok-sin-ci yang hebat! Hari ini
Hoa Kok-ham benar2 kebentur musuh tangguh!"
Dengan jari Bu-lim-thian-kiau melawan pukulan telapak
tangan, seruling kontrak kipas, serulingnya itu dimainkan
selincah naga menari, laksana ular sakti mengamuk, beruntun
dia patahkan rangsakan tipu2 kipas Hoa Kok-ham yang gencar
sederas hujan badai, lama kelamaan situasi berimbang dan
terus bertahan sama kuat.
Berkata Bu-lim-thian-kiau dengan tertawa rawan: "Sejak
lama kita sama2 kagum, memang besar hasrat-ku mengadu
kepandaian, sayang sekali kali ini kita bukan mengkukur
kepandaian namun hanya untuk mengadu jiwa! Begitupun
baik, memangnya aku tahu tidak berjodoh, dapat mati demi
sicantik yang kupuja, matipun tak penasaran."
Terasa tawa rawan orang amat menusuk perasaan, Hoa
Kok-ham mau tidak mau berpikir: "Apa benar lantaran
memperebutkan Hong-lay-mo-li aku hendak membunuh dia?"
sebelum Bu-lim-thian-kiau membongkar bayangan hatinya ini,
dia sendiripun belum tahu akan rahasia hatinya sendiri, Bulim-
thian-kiau pernah muncul digedung Gui Liang-seng,
apalagi kematian Ko-gwat Siansu menambah keyakinan
kecurigaannya kepada Bu-lim-thian-kiau pula, maka dengan
nekad dia menuduh dan melabrak Bu-lim-thian-kiau mati2an
jadi apa benar didalam tujuan membunuh Bu-lim-thian-kiau
demi kepentingan umum, ada terselip pula rasa jelus dan
cemburu " Dia sendiripun susah membedakan Kenyataan kepandaian
silat Bu-lim-thian-kiau memang setanding dengan dirinya,
maka begitu timbul nafsunya membunuh, kuatir tujuannya
gagal, maka segera dia lancarkan serangan membadai dengan
seluruh tumpuan kemampuannya.
Terdengar Tang-hay-liong berkata dengan perasaan
terpukul: "Tam-kongcu pernah menanam budi kepadaku Hoa
Tayhiap, maaf kalau Losiu berpeluk tangan menonton saja,"
Maklumlah pertempuran kedua orang ini, sudah merupakan
pertandingan antar bangsa yang saling bermusuhan jadi jauh
berbeda dengan pertandingan silat umumnya di Kangouw.
Sudah tentu pernyataan Tang-hay-liong ini sama2 diluar
dugaan dan menimbulkan kesan kedua pihak yang berlainan
Siau-go-kan-kun berpikir: Meski aku tidak bermaksud minta
bantuannya, tapi Lo-cianpwe ini biasanya amat membenci
kejahatan membunuh musuh dipandangnya sebagai tugas
mulia. Tapi sekarang dia menyatakan berpeluk tangan
menonton saja, memangnya dia masih belum percaya bila Bulim-
thian-kiau adalah musuh umum dari negeri Song raya kita"
Kalau tidak, masakah dia hanya mementingkan budi
pertolongan pribadi seseorang, tanpa hiraukan dendam
negara?" Sementara Bu-limthian-kiau juga membatin: "Kukira dia
bakal melerai perselisihan ini, tak kira dua mandah peluk
tangan menonton saja. Pernyataannya tadi membuktikan
bahwa dia sudah termakan oleh hasutan Hoa Kok-ham, kalau
tidak, aku pernah menolong jiwanya, tidak pantas dia berpeluk
tangan saja! Hehe, aku berusaha mencegah kelaliman dan mencegah
serbuan Wanyen Liang keselatan, jelas perjuanganku bakal
menguntungkan kepentingan rakyat dan negara kedua pihak,
namun pambekku justru selalu menghadapi rintangan dan
kegagalan, kehadiranku disini dicurigai oleh orang2 Song,
sungguh merupakan suatu tragedi yang menyedihkan
memangnya siapa pula yang sudi menyelami dan merasakan
keluhuran tujuanku ini?" karena sedih, tanpa terasa air mata
berlinang dikelopak matanya.
Akan tetapi karena kobaran emosinya, gerakan tipu2
silahnyapun dilancarkan demikian gencar dan aneh, semakin
tempur semakin gagah dan kuat, serangan Hoa Kok-ham yang
membadai ternyata kandas ditengah jalan, selalu mendapat
rangsakan balasan yang tak kalah hebatnya pula.
Bahwa Tang-hay-liong sendiri belum berani menempatkan
dirinya pada salah satu pihak, apalagi Hong-lay-mo-li yang
tersangkut didalam persoalan ini, sudah tentu hatinya semakin


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hambar dan mendelu, apalagi setelah mendengar omongan
Bu-lim-thian-kiau yang blak2an, seketika dia terlongong, siapa
lagi perempuan yang dimaksud Bu-lun-thian-kiau kalau bukan
dirinya" malu, senang dan serba susah sanubari Hong-lay-moli,
malu karena Bu-lim-thian-kiau membongkar persoalan
secara terbuka.
Senang karena kedua tokoh puncak tinggi ini sama2 jatuh
hati dan naksir kepada dirinya, Serba susah karena
menghadapi peristiwa yang terjadi didepan matanya, dia
sendiri bingung dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan "
Meski perasaan tidak tentram, namun Hong-lay-mo-Ii
berempat tetap beranjak naik dan tiba diatas puncak. Sudah
tentu Bu-lim-thian-kiau dan Siau-go-kan-kun sama2 melihat
kedatangannya, pertempuran sedang memuncak adu jiwa,
sudah tentu kehadirannya amat menggetar sanubari mereka,
namun tiada yang berani pecah perhatian untuk menyapa
kepadanya. Dalam keadaan demikian, kedua orang ini sama2 kikuk dan
malu, meski ada kesempatan bicara, merekapun tidak akan
leluasa buka mulut.
Tanpa bersuara langsung Hong-lay-mo-li mendekati Tanghay-
liong, dari sorot mata orang, Tan-hay-liong sudah melihat
kepiluan hatinya, orang ingin minta penjelasan duduk
persoalannya kepada dirinya. Maka dengan suara lirih Tanghay-
liong berkata: "Ai, aku sendiripun tidak tahu bagaimana
seluk beluk persoalannya" Aku tidak berani bilang Bu-limthian-
kiau adalah utusan rahasia negeri Kim yang punya
tujuan jahat dan merugikan kepentingan negeri Song kita, tapi
aku percaya Siau-go-kan-kiin sekali tidak akan memfitnah
orang se-mena2."
Hong-lay-mo-li punya pikiran yang sama, cuma
kepercayaannya terhadap Bu-lim-thian-kiau lebih besar dari
Tang-hay-liong. Maka dalam keadaan yang serba runyam ini,
terpaksa dia tinggal diam, ikut peluk tangan menonton saja.
Kedua tokoh kosen ini sama keluarkan kepandaian sakti
masing2, keduanya unjuk ketrampilan, kelincahan dan
gemblengan ilmu silat yang tiada taranya.
Pukulan angin Siau-go-kan-kun berderai keempat penjuru,
menderu kencang menerbangkan batu dan pasir, enam tujuh
tombak sekitarnya angin masih bergelombang tinggi,
sebaliknya hawa murni yang tertiup keluar dari seruling Bulim-
thian-kiau tidak bersuara, namun perbawanya bisa
mencapai beberapa tombak pula, kulit badan yang tersentuh
terasa panas seperti menyentuh bara, amat mengejutkan.
Khing Ciau yang menyingkir jauh diluar gelanggang tidak
tahu pertikaian apa yang terjadi, dilembari kesetiaannya
terhadap nusa dan bangsa, melihat Siau-go-kan-kun mundur
ber-ulang2 seperti terdesak dibawah angin, segera dia
berseru:" Liu Lihiap, lekas kau turun tangan saja! Menghadapi
anjing Kim buat apa harus pegang peraturan Kangouw
segala?" Namun Hong-lay-mo-li berdiri kaku seperti patung, se-olah2
tidak mendengar seruan Khing Ciau, bahwasanya hatinya
sedang kalut dan gundah, tidak tahu apa yang harus dia
lakukan, sesaat kemudian baru dia menarik napas, namun
tetap diam saja.
Messki sedang bertempur sengit, namun panca indra Siaugo-
kan-kun amat tajam dan selalu memperhatikan situasi
sekelilingnya, sudah tentu helaan napas Hong-lay-mo-li
didengarnya juga, serasa ribuan kati yang membenam
kedalam relung hatinya. Tak urung hatinya membatin:
"Agaknya Liu Jing-yau memang kepincut terhadap Tatcu
ini, tidak bantu aku, dia malah menghela napas gegetun!"
saking kecewa, tiba2 dia gelak tawa lagi, permainan silatnya
serempak berubah, seperti orang gila dengan kalap dia
merabu dengan gencar.
Ternyata mereka sama2 kuat dan setanding, bahwa Siaugo-
kan-kun menyurut mundur tadi, bukan lantaran terdesak,
namun sengaja dia menyimpan tenaga untuk balas
memberondong dengan pukulan mematikan bagi lawan, Kini
begitu rasa congkak dan angkuhnya kumat, belum tiba saat
yang dinantikan namun dia sudah melancarkan serangan
terbuka. "Anjing Kim" makian Khing Ciau dirasakan amat menusuk
kuping dan sanubari Bu-lim-thian-kiau, saking berduka hatinya
menjadi dingin dan putus asa, bahwa gadis yang dipujanya
diam saja mendengar dirinya dicaci maki tanpa mau memberi
penjelasan, keruan hancur luluh perasaannya, setelah dia
melirik kearah Hong-lay-mo-li, mendadak pecahlah tangisnya
gerung2. Bagian 20 Sama2 memiliki kepandaian silat yang tiada taranya, yang
seorang gelak tawa, yang satu lagi bertangisan dengan
sedihnya, sudah tentu menjadi suatu adegan yang amat
kontras. Tapi siapapun tiada yang merasa lucu dan geli, Hek-peksiu-
lo dan Khing Ciau lekas mendekap telinga, meski kuping
sudah tertutup rapat, namun tawa dan tangis kedua orang ini
masih menggetar kuping mereka sampai mendengung.
Semakin tinggi nada tawanya, semakin pilu juga tangisnya,
daon pohon sama rontok, burung sama terkejut terbang kemana2.
Betapa pilu dan terketuk sanubari Hong-lay-mo-li,
hampir saja air matanya ikut bercucuran.
Mendadak Bu-lim-thian-kiau menyeka air mata, katanya
menghela napas: "Siau-go-kan-kun, kepandaian silat dan
ilmumu memang lebih unggul dari aku, takdir melahirkan kau
sebagai bangsa Han, dengan bekal apa aku harus berebutan
dengan kau" Ya, sudah-lah, permainan catur ini aku tidak bisa
melanjutkan, biar aku mengalah saja, semoga kau baik2
terhadapnya."
Mendengar ucapannya ini kuatir orang melarikan diri lekas
Khing Ciau berseru kepada Hong-lay-mo-li: "Liu Lihiap,
bangsat itu hendak lari" Lekas kau cegat dia. Eh, Liu Lihiap,
kenapakah kau?"
Dilihatnya Hong-lay-mo-li berdiri mematung dengan air
mata bercucuran, terang orang tiada maksud hendak
mencegat, se-olah2 tidak mendengar seruan Khing Ciau lagi.
Sudah tentu Khing Ciau tidak habis mengerti, namun setelah
tertegun sebentar, lapat2 diapun sudah dapat meraba
sebagian. Kalau Khing Ciau tidak paham apa arti yang dikatakan Bulim-
thian-kiau, Hong-lay-mo-li sebaliknya terketuk
sanubarinya, Bu-lim-thian-kiau menyadari dirinya terang
takkan ada harapan, maka dia rela mengundurkan diri
mengalah kepada Siau-go-kan-kun. Apa yang dia katakan,
"Takdir menentukan kau dilahirkan sebagai Bangsa Han"
merupakan titik tolak dari keputusannya, titik ini pula yang
merupakan vonis bagi dirinya pula, sehingga dia tidak akan
menang berkompetisi dengan Siau-go-kan-kun.
Sudah tentu Siau-go-kan-kun juga paham dengan apa yang
dikatakan, dasar angkuh dia malah semakin murka: "Siapa
sudi kau mengalah?" tatkala itu dia sedang menyerang gencar
dengan bernafsu, dalam waktu singkat tidak mungkin
mengendalikan diri menarik serangannya, maka terdengarlah
"plok", kipas lempit Siau go-kan-kun dengan telak mengetuk
pundak Bu-lim-thian-kiau.
Tepukan ini menggunakan Jiong-jm-hoat yang peranti
menutup jalan darah, namun Bu-lim-thian-kiau juga ahli
menggunakan kepandaian memutar balik Hiat-to, meski Hiatto
tidak tertutuk sampai buntu, tapi tepukan ini cukup
membuat badannya kesakitan, "Huuaaah!" kontan mulutnya
menyemburkan darah.
Tanpa kuasa badannya terhuyung tujuh delapan langkah,
katanya tertawa rawan: "Bagus, Siau-go-kan-kun, kau tidak
sudi berdiri jajar bersamaku dalam dunia ini, marilah maju
renggutlah jiwaku! Kau memang ga-gah, pendekar besar,
hayolah maju!" disaat dia memuntahkan darah, tanpa sadar
Hong-lay-mo-Ii menjerit kaget.
Siau-go-kan-kun berpaling, melihat mimik Hong-lay-mo-li
yang terkesima kaget, seketika diapun me-longo, Dikiranya
Hong-lay-mo-li lebih mencintai Bu-llim-thian-kiau, seketika
pedih dan pilu hatinya tidak kalah dari Bu-lim-thian-kiau!
Sudah tentu dia lebih mengetahui bahwa kepandaian Bu-limthian-
kiau tidak lebih asor dari dirinya, orang sengaja
mengalah kepada dirmya, karena putus asa dan patah hati,
sehingga dirinya bisa mengenainya.
Sebagai tokoh yang angkuh, melihat sikap dan mimik
Hong-lay-mo-li lagi, sudah tentu dia tidak sudi menamatkan
jiwa orang dalam situasi seperti ini.
Se-konyong2 terpikir olehnya: "Kalau benar Bu-Iim-thiankiau
hendak bantu Kim mencaplok Song, persoalan asmara
merupakan urusan kedua, kenapa pula dia rela aku
membunuhnya?"
Dengan sorot matanya yang dingin Bu-lim-thian-kiau
menyapu pandang kearah Hong-lay-mo-li, terakhir tertuju
pemuda, Siau-go-kan-kun, katanya dingin: "Hoa Kok-ham,
kalau kau tidak mau bunuh aku, maaf kalau aku tidak
melayanimu lebih lanjut!" habis kata2nya, maka
kumandanglah irama serulingnya ditengah alunan lagu
serulingnya yang sedih inilah Bu-lim-thian-kiau melayang
turun gunung. Dengan hambar dan seperti kehilangan apa2, Hong-lay moli
antar bayangan orang menghilang ditelan hutan, Mengawasi
bayangan orang Siau-go-kan-kun sendiripun berdiri menjublek
tak bergerak., sesaat lamanya baru pelan2 dia berpaling dan
bentrok dengan sorot mata Hong-lay-mo-li, seketika hatinya
gundah seperti gelombang pasang yang naik turun, pilu,
rawan sama mengetuk sanubarinya dan tak tertahan lagi
kesedihannya. Lekas Hek-pek-siu-lo maju menghadapi kepada majikan,
katanya: "Syukurlah dengan kepandaian sakti Cukong berhasil
mengalahkan Bu-lim-thian-kiau yang kenamaan dari negeri
Kim." "Tidak," sahut siau go-kan-kun, "Bukan aku yang
mengalahkan dia, malah dia yang mengalahkan aku! Dia,
hanya badannya saja yang terluka"
Hek-pek-siu-lo seperti mengerti tapi tidak paham, dengan
melongo mereka awasi majikannya ini. Sudah tentu mereka
takkan bisa meraba perasaan Siau-go-kan-kun saat ini" Hoa
Kok-ham sendiri merasa hatinya yang terluka, dan luka2 hati
ini jauh lebih berat dari luka2 badan Bu-lim-thian-kiau, karena
dia merasa didalam arena asmara dirinya kena dikalahkan oleh
Bu-lim-thian-kiau.
Sudah tentu Hong-lay-mo-li paham akan ucapan Hoa Kokham,
hatinyapun amat bingung, bahwasanya kepada siapakah
hati kecilnya berkiblat, soal ini masih sulit dia putuskan.
Tidak mungkin dia serahkan pilihannya kepada Siau-gokan-
kun, mengakui kemenangannya, Setelah menenangkan
hatinya, segera dia tampil kedepan, katanya: "Hoa Tayhap,
hari ini beruntung bertemu disini, terima kasih akan hadiahmu
dulu." Sinar rembulan yang remang2 membuat air muka Hoa Kokham
kelihatan pucat, dengan suara getir berkata: "Buat apa
masih menyinggung hadiah itu" Haha, haha, ai!" suaranya
pilu, tawa atau tangis sulit dibedakan!
"Hoa Tayhiap, Hoa Tayhiap..." sulit Hong-lay-mo-li
membuka kata. "Kalau tahu akan hari ini, kenapa harus ada tempo dulu" ini
kumaksudkan aku sendiri! Liu lihiap, kau sudah mendapatkan
pilihanmu, akupun hanya bisa memberi selamat saja
kepadamu Tapi maaf aku tidak bisa ikut bersuka-ria bersama
kalian, pertemuan kami hari ini kukira terlalu berkelebihan."
Hong-lay-mo-li maklum dan dapat menerima perasaan hati
Siau go-kan-kun, tapi kata2nya ini bagi pendengaran Honglay-
mo-li amat menusuk perasaan, batinnya: "Kau ingin apa
yang kulakukan" Memangnya aku harus segera sumpah setia
dan mengikat jodoh dengan kau" Kecuali kau, memangnya
aku tidak boleh punya teman karib yang sehaluan dan
sepandangan?"
Tapi didalam keadaan rawan seperti ini, sudah tentu Siaugo-
kan-kun tak bisa menggunakan otak dingin untuk
memikirkan segala tetek bengek, apakah ucapannya tadi
melukai hati orang" Yang terpikir dalam lubuk hatinya adalah:
"Hatinya sudah dia serahkan kepada orang lain, buat apa aku
tinggal lama2 disini" Menambah kedukaan hati belaka!"
setelah melirik sekali lagi kepada Hong-lay-mo-li segera dia
menghampiri Tang-hay-liong dan berkata: "Tang-wan
Cianpwe, jenazah Ko-gwat Taysu, harap tolong kau bereskan!"
Lekas Hong-lay-mo-li berteriak: "Hoa Tayhiap, harap
tunggu sebentar, ada sebuah hal ingin kutanya kepadamu."
Pakaian Hoa Kok-ham me-lambai2 tertiup angin, badannya
melesat turun laksana anak panah, dalam sekejap mata
dirinya sudah tiba ditengah gunung dari kejauhan dia kirim
suara dengan gelombang panjang:
"Aku sudah tahu apa yang ingin kau tanyakan" Ayahmu
bukan Jian-liu-cengcu Liu Goan-ka, tapi seorang Hwesio di
Tay-soat-san. Kini ilmu silatnya sudah pulih, sedang
mengembara kemana2 mencari jejakmu. Lekas atau lambat
kalian ayah beranak bakal bertemu dan kumpul pula,
Mengenai Hwesio tua ini, teman baikmu itu, mungkin tahu
lebih banyak dari aku, boleh kau tanya kepadanya saja."
Tergetar hati Hong-lay-mo-li, sejak mendengar cerita Jilian
Ceng-sia, lapat2 dia sudah merasakan bahwa Hwesio tua ini
pasti ada hubungan pribadi dengan dirinya dari mulut Hoa
Kok-ham kini dia mendapat tahu kabar ayahnya yang
sesungguhnya, sudah tentu hatinya senang dan haru, ingin
sekali tahu lebih banyak tentang keadaan ayahnya.
Kalau mau Ginkang-nya tidak lebih rendah dari Siau-gokan-
kun, tapi dalam keadaan serba runyam ini, tak enak dia
pergi mengejar Hoa Kok-ham dan tanya kepada dia.
"Cukong," tiba2 Hek-pek-siu-lo berteriak berbareng,
"Tunggulah kami!" bagai terbang ter-gesa2 merekapun
mengejar turun gunung.
Tang-hay-liong menghela napas, katanya: "Kedua orang ini
sama2 berwatak angkuh, siapa salah siapa benar masih sulit
diketahui. Liu Lihiap kaupun tak perlu bersedih, masih ada
persoalan yang harus lekas kami bereskan, Marilah kita
kebumikan dulu jenazah Ko-gwat siansu dan yang lain2."
"Sebenarnya apakah yang telah terjadi?" tanya Khing Ciau,
"Apakah benar Bu-lim-thian-kiau yang membunuh Ko-gwat


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siansu?" Hong-lay-mo-li sendiripun dirundung kecurigaan, tanyanya:
"Tangwan-cianpwe, apakah malam ini kau bersama Hoa
Tayhiap" Bagaimana peristiwa ini bisa terjadi, sukalah kau
menjelaskan."
"Marilah sambil jalan kuterangkan." ujar Tang-wan Bong
"Aku datang lebih dulu dari kalian, tapi bukan bersama Hoa
Tayhiap, Malam ini Hoa Tayhiap pergi ke gedung Gui Liangseng
mencari kabar, maksudnya sebelumnya sudah kuketahui
Liu Lihiap dia pergi kesana menyerempet bahaya demi kau."
"Apa, demi aku?" tanya Hong-lay-mo-li keheranan.
Tang-hay-liong manggut2 katanya lebih lanjut: "Dari
bantuan Li-pangcu dari Kaypang sekte selatan, Hoa Kok-ham
mendapat tahu bahwa Gui Liang-seng mengutus anak
buahnya untuk meringkus Khing-kong-cu dan kau. Segera Hoa
Tayhiap utus kedua pembantunya itu keluar kota, berusaha
menolong kalian, namun dia sendiri masih belum lega hati,
maka seorang diri langsung dia menyelundup keistana untuk
mencuri berita, bila perlu hendak meninggalkan surat
peringatan kepadanya.
Aku sendiri belum jelas bagaimana dia bisa bertemu
dengan Bu-lim-thian-kiau disana. Kami berpisah dikediaman
Li-pangcu, langsung aku menuju ke Ko-gwat-am untuk
menunggu kabar baik-nya. Ko-gwat siansu adalah teman
baikku sejak dua puluh tahun yang Ialu, tak nyata waktu aku
tiba disini dia sudah meninggal dicelakai orang!"
Hong-lay-mo-li merasakan kejanggalan dalam ceritanya ini,
tanyanya: "Jadi waktu berada diistana Gui Liang-seng, Hoa
Tayhiap melihat bayangan orang yang berkepandaian silat
tinggi itu, persoalan jadi sulit diraba, apakah benar dia Bu-limthian-
kiau, lalu siapa pula pembunuh Ko-gwat Siansu, tak
mungkin bayangan yang dia lihat diistana Gui Liang-seng itu.
Bu-lim-thian-kiau hanya satu, tidak mungkin dalam waktu
yang sama dia bisa melakukan dua urusan didua tempat yang
jauh tempatnya."
Tang-hay-liong menghela napas, katanya: "Malah
kebalikannya, jikalau benar bayangan itu adalah Bu-lim-thiankiau,
maka pembunuh Ko-gwat Siansu pasti adalah sesama
orangnya."
"Bagaimana mungkin?" Hong-lay-mo-li tak habis mengerti.
"Waktu aku tiba didepan Ko-gwat-am, mendadak kulihat
sesosok bayangan terbang bagai burung melesat keluar dari
dalam biara, sungguh memalukan, bagaimana perawakan dan
bentuk muka orang itu, sedikitpun tidak kulihat jelas. Aku tahu
jelas kepandaian Ginkang Ko-gwat Siansu terang tidak setinggi
itu, disaat aku kaget dan melongo, kebetulan Hoa Kok-ham
memburu datang, tanpa menyapa kepadaku, dia lantas lari
masuk memeriksa kedalam biara, baru saja aku hendak ikut
masuk, tahu2 Hoa Tayhiap sudah lari keluar pula, katanya:
"Semua penghuni Ko-gwat-am sudah mati seluruhnya,
kejar musuh lebih penting!" tak sempat banyak bicara segera
dia mengejar kepuncak gunung, Sudah tentu kagetku bukan
main, lekas aku masuk meneliti keadaan, bagaimana kematian
mereka kalian sendiri sudah melihat. Aku tidak tahu dengan
cara apa musuh membunuh Ko-gwat Siansu, maka aku tidak
berani menyentuhnya, biar nanti Hoa Tayhiap sendiri yang
memeriksa dan mencari jejak pembunuhnya.
Dalam waktu sesingkat itu pembunuh itu sudah menghabisi
empat jiwa orang, betapa tinggi kepandaiannya, sungguh
jarang ada didunia persilatan Kuatir Hoa Kok-ham kewalahan,
maka segera kususul naik kepuncak gunung."
Dingin perasaan Hong-lay-mo-li, batinnya: "Gelagatnya
memang Bu-lim-thian-kiau harus dicurigai. Dulu dia pernah
membuka isi hatinya kepadaku, apakah hanya ingin menipu
kepercayaanku" tak terasa mulutnya tiba2 berseru: "Em, tidak
mungkin, tidak benar!"
"Kenapa tidak benar?" tanya Tang-hay-liong."
"Kepandaian Bu-lim-thian-kiau dan Siau-go-kan-kun kira2
setanding. Kalau benar bayangan itu adalah Bu-lim thian-kiau,
dikejar dari istana Gui-Liang-seng sampai disini, seharusnya
dia menyingkir jauh dari Ko-gwat-am. Masakah ada
kesempatan masuk kedalam biara membunuh orang" Apalagi
Ko-gwat Siansu bukan tokoh sembarangan masakah mungkin
disaat dia dikejar oleh Hoa Tayhiap masih bisa bekerja begitu
leluasa!" "Menurut keadaan memang tidak mungkin, tapi Hoa
Tayhiap kenal baik Bu-lim-thian-kiau," bayangan itu melesat
keluar dari Ko-gwat-am pula, kecuali Bu-lim-thian-kiau
memangnya siapa lagi" Apalagi kepandaian menutup Hiat-to
menggetar urat nadi dengan hawa murni adalah kepandaian
tunggal Bu-lim-thian-kiau?"
"Masih ada tanda tanya, kenapa dia membunuh Ko-gwat
Siansu, kalau benar seperti yang dikatakan Hoa Kok-ham, Bulim-
thian-kiau menjadi mata2 musuh, buat apa dia membunuh
seorang beribadah yang tidak berdosa" Apakah karena dia
sahabat baik Hoa Kok-ham" Aku curiga ada orang yang
sengaja mengatur tipu daya ini menimpakan bencana kepada
Bu-lim-thian-kiau."
Tang-hay-liong menghela napas, ujarnya: "Semua
analisamu ini pernah kupikirkan, tapi aku sendiri juga melihat
bayangan itu, setelah tiba diatas gunung disana, Hoa Kok-ham
menemukan Bu-lim-thian-kiau, kejadian berlangsung dalam
waktu yang singkat, kalau bayangan hitam itu orang lain,
masakah dia bisa lari begitu pesat" Luput dari incaran Hoa
Tayhiap, masa kah tidak konangan oleh Bu-lim-thian-kiau
yang berada diatas gunung"
Untuk ini Hong-lay-mo-li tidak bisa memberi penjelasan.
Berkata Tang-hay-liong lebih lanjut: "Pendek kata kejadian
malam ini serba aneh dan misterius, Terus terang aku
sendiripun belum bisa berketetapan, maka tadi aku terima
peluk tangan saja, bukan karena dulu Bu-lim-than-kiau ada
menolong jiwaku Iho!"
Begitulah tanpa terasa mereka sudah tiba didepan Kogwat-
am, Kata Tang-hay-liong: "Marilah kita membereskan
jenazah Ko-gwat Siansu, persoalan lain kita bicarakan lebih
lanjut." lalu disulutnya sebuah obor, Hong-lay-mo-li dan Khing
Ciau mengikuti dibelakangnya.
Seperti diketahui didalam biara ini ada empat mayat orang,
Hwesio kecil dan Hwesio penjual dupa mati di Tay-hiong-potiam,
mayatnya masih menggeletak ditempatnya tak pernah
tersentuh, kata Tang-hay-liong pula: "Kedua orang ini menjadi
korban dengan penasaran."
Baru saja dia hendak memindah kedua mayat itu, dibawah
penerangan obornya, tiba2 dia bersuara heran, Khing Ciau
sedang keheranan, tiba2 didengarnya Hong-lay-mo-li berseru
kejut, kedengarannya lebih takut dan jeri dari Tang-hay-liong.
Khing Ciau memandang kearah yang dituding Hong-lay-moli,
tak terasa merinding bulu kuduknya, tanpa sadar dia
berteriak dengan gemetar: "Ada setan, ada setan!"
"Kalian melihat apa?" lekas Tang-hay-liong bertanya.
seketika diapun berdiri menjublek, karena apa yang dia lihat
jauh lebiih aneh dan mustahil dari tanda2 yang mencurigakan
dari kedua mayat ini.
Apakah yang membuat mereka kaget dan merinding"
Ternyata mayat Hwesio kelana yang tadi kaku berdiri itu kini
sudah lenyap. Berkata Hong-lay-mo-li: "Mungkinkah setelah kami berlalu,
ada orang datang serta membawa pergi jenazah Hwesio
kelana itu?"
"Coba kau tengok apakah jenazah Ko-gwat Taysu masih
ada ditempatnya?" kata Tang-hay-liong.
Sebentar Hong-lay-mo-U pergi lalu kembali, kata-nya: "Losiansu
masih berada di tempatnya tanpa disentuh orang."
dilihatnya Tang-hay-liong sedang membungkuk badan
memeriksa mayat kedua Hwesio cilik itu, maka tanyanya:
"Tang-wan-cianpwe, kau temukan apa pula" Apakah kedua
mayat inipun rada ganjil?"
Berkata Tang-hay-liong pelan2: "Memang rada ganjil,
Mereka bukan dibunuh oleh pukulan silat, tapi terbunuh oleh
racun." "Mati keracunan?" seru Hong-lay-mo-li girang, "Jadi bukan
mati karena putus urat nadinya?"
"Selamanya Losiu tidak suka menggunakan racun, tapi aku
cukup paham mengenai berbagai jenis racun yang aneh2
dikolong langit ini, kedua orang ini terkena racun A-siu-lo-hoa,
hal ini tidak perlu disangsikan lagi."
"A-si-lo-hoa?" ujar Hong-lay-mo-li, "aneh benar nama ini!
Tentunya bukan kembang yang tumbuh di-daerah Tionggoan
bukan?" "A-siu-lo dari bahasa sangsekerta, didalam ajaran Budha Asiu-
lo ini adalah gembong iblis yang bermusuhan dengan
Thian-te, maka rakyat Turfan menamakan kembang ini
sebagai Mo-kui-hoa."
"Jadi kembang ini hanya terdapat dlnegeri Tur-fan?"
"Hanya digunung Himalaya yang terletak di Turfan saja
yang ada." tutur Tang-hay-liong, "dengan bubuk kembang ini
diracik menjadi racun, bisa membunuh orang tanpa disadari
oleh korbannya ssndiri, satu jam setelah korbannya
meninggal, ditengah2 alisnya baru kelihatan tanda2 hitam.
Tapi berselang satu jam kemudian, tanda2 hitam ini akan
hilang pula. Oleh karena itu, korban2 yang terkena racun ini
sulit diketahui."
"Mari lekas kita periksa keadaan Ko-gwat Taysu, apakah
diapun terkena racun ini?" bergegas Hong-lay-mo-li
mendahului berlari masuk, setiba di kamar Hong-tiang, Honglay-
mo-li lantas menyalakan pelita, dengan seksama dia
periksa muka orang, namun tidak menemukan tanda2 hitam
yang dikatakan Tang-hay-liong.
Berkata Tang-hay-liong dibelakangnya: "Ko-gwat Siansu
memang menemui ajalnya karena getaran urat nadinya yang
putus, dalam hal ini Hoa Tayhiap memang tidak salah."
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, batinnya: "Kalau demikian,
Bu-lim-thian-kiau memang harus dicurigai."
Tang-hay-liong minta pelita minyak itu terus maju
menerangi muka orang serta memeriksa bagian2 lainnya
dengan seksama, tiba2 dia berkata: "Aku tahu latar
belakangnya sudah."
Hong-lay-mo-li keheranan, tanyanya: "Latar belakang apa
yang cianpwe temukan?"
"Coba kau lihat, Lo-siansu sudah meninggal beberapa
waktu lamanya, namun wajahnya masih segar bugar, cuma
dipinggir Thay-yang-hiatnya ada menggumpal setitik hijau,
kalau tidak diperhatikan tidak terlihat.
Dengan teliti Hong-lay-mo-li ikut memperhatikan tanyanya:
"Apakah titik hijau ini ada latar belakang apanya?"
Tang-hay-long mengeluarkan sebatang jarum perak,
langsung dia menusuk ketitik hijau disamping Thay-yang-hiat
Ko-gwat Siansu, waktu dicabut keluar ujung jarum sudah
menjadi hitam. Terkejut girang Hong-Iay-mo-Ii dibuatnya, katanya:
"Agaknya Ko-gwat Siansu juga mati keracunan" Hoa Kokham..."
"Perkataan Hoa Tayhiap tidak salah Ko-gwat siansu terkena
racun Mo-kui-hoa lebih dulu baru dipukul dengan getaran
memutus urat nadi sehingga Ki-keng-pat-mehnya pecah dan
menfggal, sayang Hoa Tayhiap hanya perhatikan Iuka2nya ini,
tanpa perhatikan luka2 racunnya ini."
"Menurut dugaanku," berkata Tang-hay-liong lebih lanjut
setelah berhenti sebentar: "Lwekang Ko-gwat Siansu amat
tangguh, meski sudah keracunan beliau belum segera mati
meski kadar racun Mo-kui-hoa amat keras. Segera dia duduk
samadi mengerahkan Lwe-kflng dan menghimpun hawa murni
untuk mengusir racun ini, sekaligus sambil menunggu Hoa
Tayhiap kembali untuk membantu.
Tak nyana sebelum Hoa Tayhiap kembali, pembunuh itu
sudah datang lebih dulu, dengan kepandaian menutup Hiat-to
memutus urat nadi membunuh dirinya Dasar Lwekangnya
memang kuat, sebelum ajal dia sudah berhasil mengumpulkan
kadar racun itu disekitar Thay-yang-hiatnya, maka darah
kental yang menghitam dibagian sini lebih banyak, dan karena
kadar racunnya sudah terpusat disini, maka tanda2 hitam
yang seharusnya kelihatan ditengah kedua alisnya tidak
terlihat lagi." sembari bicara, kembali dia menusuk kelengan
Ko-gwat Siansu dengan jarumnya, darah yang merembes
keluar ternyata memang normal.
"Betapa tinggi Lwekang Ko-gwat Siansu, sungguh sukar
dicari bandinngannya." ujar Tang-hay-liong, "Kalau dia tidak
keracunan lebih dulu, meski pembunuh itu memiliki
kepandaian menutup Hiat-to memutus urat nadi yang lihay
juga belum tentu dapat membunuhnya sedemikian gampang."
"Menurut dugaan Lo-cianpwe, pembunuhnya terdiri satu
orang atau dua orang yang berlainan?"
"Hal ini sulit kuketahui, tapi ada satu hal sudah boleh
dipastikan..."
"Hal apa?"
"Kalau bayangan hitam yang melesat keluar dari biara ini,
benar adalah Bu-lim-thian-kiau, maka orang yang
menggunakan racun pasti bukan dia, dalam waktu sesingkat
itu tidak mungkin dia bisa bekerja sekaligus menaruh racun
dan menyerang dengan pukulan sehingga beliau meninggal."
"Menutup Hiat-to dengan Lo-khi, memang kepandaian Khas
Bu-lim-thian-kiau, tapi belum tentu didalam dunia ini takkan
ada orang lain yang mempunyai kepandaian serupa."
"Yang terang pembunuh ini tentu memiliki kepandaian yang
tidak lebih asor dari Bu-lim-thian-kiau dan Hoa Tayhiap, kalau
benar memang ada orang ke-tiga, maka dia ini tentu amat
menakutkan."
Tiba2 Hong-lay-mo-li bertanya: "Hwesio kelana dari luar
daerah itu, orang macam apakah dia, apa Tangwan cianpwe
tahu?" "Dari penuturan Ko-gwat Siansu dikatakan bahwa Hwesio
ini datang dari Thian-tiok gelarannya Sukam, sudah lama
mereka bersahabat. Bagaimana asal usulnya yang lebih jelas
Pendekar Pengejar Nyawa 20 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Kekaisaran Rajawali Emas 5
^