Pendekar Pedang Kail Emas 3

Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Bagian 3


tanpa berkata lagi pedangnya sudah disabetkan kepada kedua
pergelangan tangan Sin-hiong!
Sin-hiong menghela nafas, wajahnya seperti mengatakan kenapa
terus memaksa aku"
Tubuhnya segera dimiringkan, 'katanya dalam hati:
'Apa sulitnya menghindar seranganmu"'
Gadis berbaju merah mendengus lagi, ujung pedangnya
digerakan mengejar, kemanapun Sin-hiong menghindar, ujung
pedang dia terus membuntuti, jurusnya sangathebat dan tidak ada
celahnya. Sen Sin-hiong tidak bisa banyak berpikir lagi, kakinya di putar,
tubuhnya melayang melewati beberapa orang, maksudnya dia mau
meloloskan diri dari tempat itu. Siapa tahu, baru saja tubuhnya
turun, ujung pedang gadis berbaju merah pun sudah datang
menusuk lagi, dia tidak memberi nafas sedikitpun.
Walaupun gadis berbaju merah hanya menye-rang dua jurus,
tampak dia masih belum mengerahkan seluruh kemampuannya,
melihat ini Sin-hiong tidak terasa jadi menghela nafas, dalam
hatinya berpikir:
'Ilmu silat wanita ini, rasanya tidak di bawah Ang-hoa-kui-bo'
Setelah berpikir begitu, dua jarinya menyentil sambil berteriak:
"Sekarang aku tidak ada waktu berdebat denganmu, tunggulah
setelah aku kembali dari Siauw-lim-si."
Selesai berkata, tubuhnya melesat ke depan! Baru saja tubuh dia
melesat, mendadak di depan mata ada sinar perak berkelebat,
segulung hawa dingin pedang secepat kilat mengikutinya!
Tanpa membalikkan kepala, telapak tangan Sin-hiong
menghantam ke belakang:
"Mau bertarung atau membalas dendam, tidak perlu begini
terburu-buru." Setelah berkata, dia merasa yakin kali ini pasti bisa
memukul mundur jurus pedang gadis berbaju merah, tapi jurus
pedang gadis berbaju merah ternyata lain dari pada yang lain, baru
saja telapak tangan Sin-hiong memukul, ujung pedang gadis
berbaju merah sudah hampir mengenai tangan dia yang sedang
memegang kecapi. Sin-hiong jadi tersentak!
Tapi ilmu silatnya sangat tinggi, dalam keadaan bahaya ini dia
tidak menjadi kacau, begitu lengan kanannya tidak mengenai
sasaran, tangannya segera dibalikan, tahu-tahu Kim-kau-kiam sudah
berada di tangannya.
Kecepatan gerakannya tidak bisa di bayangkan, setelah pedang
pusakanya berada di tangannya, dia menyerang dengan jurus Totha-
kim-ciong (Memukul jatuh lonceng emas), kelebatan sinar perak
langsung menyerang mengarah jalan darah Meh-bun gadis berbaju
merah itu! Dalam kerumunan penonton tentu saja ada orang yang mengerti
jurus ini, melihat kehebatan jurus pedang kedua orang ini, semua
menghela nafas, sambil berkata:
"Sungguh pertarungan yang jarang terjadi dalam kurun waktu
seratus tahun!"
Saat ini Thian-ku-nio-nio, San-lam-siang-siong dan Pangcu Huihong-
pang, pelan-pelan bergerak menghampiri, Thian-ku-nio-nio
yang tadi sudah dikalahkan oleh gadis berbaju merah, saat ini dia
mengharapkan Sin-hiong bisa mengalahkannya, hingga kekesalan
dia terbalas. Lain lagi dengan San-lam-siang-siong, mereka sudah dikalahkan
oleh Sin-hiong, di dalam hati tentu saja mengharapkan gadis
berbaju merah yang menang, maka ketika tadi gadis berbaju merah
berada diatas angin, hati mereka diam-diam merasa senang.
Gadis berbaju merah yang menusukan pedang panjangnya, tidak
menduga serangan balik Sin-hiong bisa secepat ini, dia mendengus
danberteriak: "Gerakan hebat, jurus pedang hebat!"
Sesudah itu dia menggerakan tangannya, berturut-turut
menyabetkan pedangnya tiga kali!
Maksud Sin-hiong menusukan pedangnya, adalah hendak
mendesak supaya dia mundur, siapa sangka gadis berbaju merah itu
tidak mau mengalah, selangkah pun dia tidak mau mundur,
jurusnya di gerakan semakin dahsyat, dan pedangnya bergerak
mengarah kepada bagian yang mematikan dari tubuh Sen Sin-hiong.
Sin-hiong masih muda, saat ini diapun tidak dapat menahan diri.
Tubuhnya diputar, dari depan dia membalas tiga jurus!
Wajah sigadis berbaju merah menjadi dingin seperti salju,
pedangnya seperti naga bermain, berputar di sekeliling Sin-hiong,
setiap jurusnya mematikan. Dalam sekejap mereka sudah bertarung
tujuh-delapan belas jurus!
Diam-diam Sin-hiong mengerutkan alisnya, dalam hatinya
berpikir: 'Siapa sebenarnya dia ini, kenapa begitu bertemu dengannya
langsung menyerang mati matian?"
Saat ini bulan sudah naik ke atas, puluhan orang di pekarangan
menahan nafas, hanya San-lam-siang-siong yang tidak berdiam diri,
mereka berdua pelan-pelan bergerak ke arah pintu, menjaga pintu
kalau-kalau Sin-hiong mau melarikan diri.
Sin-hiong sudah menyerang beberapa jurus, tapi masih belum
berhasil, melihat bulan sudah terbit, di dalam hati berpikir:
'Tidak peduli kau ini siapa, lebih baik kutinggalkan tempat ini.'
Dia mengayunkan Kim-kau-kiam di tangannya danberteriak:
"Nona, kita bertemu lagi di lain waktu!"
Ayunan pedangnya, kelihatannya tidak ada keistimewaan, tapi
sudah dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, terdengar suara
"Ssst!" jurus pedang gadis berbaju merah sudah ditangkis ke
samping, tubuh Sin-hiong pun sudah bergerak ke pintu keluar!
Semua orang berteriak, tapi mendadak di mulut pintu berkelebat
dua bayangan orang, San-ciat-kun dari San-lam-siang-siong sudah
menghantam ke arah kepala Sin-hiong!
"Kalian masih penasaran?" Sin-hiong tertawa
Pedang pusakanya disabetkan, dan terdengar "Sst sst!" San-ciatkun
San-lam-siang-siong sudah tinggal setengah, menjadi sepotong!
Pangcu Hui-hong-pang tergetar, dia mengira Sin-hiong mau
membunuh Lai bersaudara, maka dia berteriak:
"Jangan melukai tamuku!"
Tubuhnya meloncat ke atas, di udara dia memukul ke bawah!
Puluhan orang yang ada di dalam pekarangan, yang menjadi
tamu hanya sedikit, kebanyakan mereka adalah ketua cabang Huihong-
pang dari berbagai tempat, melihat ketuanya sudah turun
tangan, mereka pun tidak bisa menahan diri lagi, semua
mengangkat senjata, sambil berteriak mengurung Sin-hiong!
Sin-hiong menjadi marah, di dalam hati berpikir: 'Orang-orang ini
betul betul tidak tahu diuntung, aku tidak mengusik kalian, malah
kalian mencari gara-gara, he he he hari ini jika aku tidak
menunjukan beberapa jurusku, mungkin kalian tidak tahu kelihayanjurus
Kim-kau-kiam aku"
Otak berputar, baru saja dia akan mengeluar-kan jurus Kim-kaukiam
yang hebat, di depan mata berkelebat satu bayangan merah,
tubuh gadis berbaju merah sudah menerjang masuk ke dalam
kelompok orang-orang itu!
Terlihat pedangnya berkelebatan, jerit kesakit-an terdengar
dimana-mana, dalam sekejap dia sudah merobohkan tujuh-delapan
orang. Melihat demikian, bukan saja orang-orang Hui-hong-pang
terkejut, Sin-hiong sendiri pun tidak mengerti! Jelas sekali dia tadi
menyerang ingin membunuh Sin-hiong, kenapa mendadak berbalik
membantu Sin-hiong.
Jurus pedang gadis berbaju merah tidak berhenti sampai disitu,
ketika semua orang sedang bengong, kembali lima-enam orang
sudah dirobohkan olehnya!
Melihat ini, hampir saja Oey Tiong-koan muntah darah saking
marahnya, dia berteriak:
"Kalian ini sebenarnya mau apa?" Setelah berkata, berturut turut
dia melancarkan serangan dengan telapak tangannya, angin
pukulan tangannya sangat dahsyat, semua serangannya mengarah
pada jalan darah kematiannya Sin-hiong dan gadis berbaju merah
itu! Thian-ku-nio-nio pun tertegun sejenak, di dalam hati merasa ada
kejadian yang aneh sekali. Ketika dia mau bergerak membantu Oey
Tiong-koan, mendadak terdengar Sin-hiong berteriak:
"Ayo berhenti!"
Mana mungkin Oey Tiong-koan mau men-dengar perkataannya,
pukulan pertama belum selesai, telapak kedua sudah menyusul
memukul! Sin-hiong berkelebat menghindar beberapa kali, lalu membentak:
"Oey-pangcu, ayo berhenti, tidak ada seorang pun anakbuahmu
yang terluka!"
Oey Tiong-koan tertegun, saat ini kemarahan-nya sampai
matanya pun menjadi merah, walau sudah tidak menyerang lagi,
tapi dia dengan galaknya masih berkata:
"He he he, masih berani mengatakan tidak melukai orang, apa
matamu sudah buta?"
Sesudah berkata, dia menggunakan jarinya menujuk, terlihat di
tanah penuh dengan orang yang tergeletak, masing-masing
mengeluarkan suara rintihan"
"Aku mau tanya di mana luka mereka?" tanya Sin-hiong tertawa.
Pertanyaan ini sungguh aneh sekali, jika orang orang ini tidak
terluka, kenapa pada meriritih" Oey Tiong-koan tidak mengerti
kenapa Sin-hiong menanya-kan ini, setelah diam sejenak, dengan
kesalnya dia berkata:
"Jika mereka tidak terluka, mereka pasti sudah gila, begitu?"
Sin-hiong tersenyum, dia menyimpan pedangnya, lalu berjongkok
memeriksa orang yang terluka, tidak lama kemudian, dua puluh
orang lebih yang tergeletak di tanah sudah bangkit berdiri, sedikit
pun tidak ada tanda-tanda terluka.
Oey Tiong-koan bengong, Sin-hiong tertawa lagi, lalu berkata:
"Oey-pangcu, kata-kata aku tidak salah bukan! nona ini tidak
melukai satupun anakbuahmu!"
Oey Tiong-koan tidak bisa berkata apa-apa, setelah diam sejenak
dengan mengeluh berkata:
"Sudah, sudah, aku Oey Tiong-koan buat apa bercokol lagi di
dunia persilatan?"
Dia putus asa, sebab dia bisa sampai tidak tahu, apa yang telah
dilakukan oleh lawan, walaupun dia bisa duduk di kursi ketua
perkumpulan ini, sudah tidak ada artinya lagi.
Gadis berbaju merah itu berkelebat, dia tertawa dingin pada Sinhiong
dan berkata: "Hei, rupanya kau boleh juga, sekarang aku jadi penjahatnya,
kau malah jadi orang baiknya, malam ini jika tidak mengetahui siapa
yang lebih ungui, siapa pun jangan harap bisa meninggalkan tempat
ini." Sin-hiong memetik senar kecapinya, berkata: "Buat apa?"
Baru saja perkataannya berhenti, mendadak di luar pintu, masuk
satu orang, baru saja melangkah masuk ke dalam gerbang sudah
bertanya: "Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi tergetar, terlihat orang ini rambutnya acak-acakan,
wajahnya kuning, kotor oleh tanah, sorot matanya kaku, wajah
kuning, kelihatan-nya tidak seperti manusia, Sin-hiong yang melihat,
hampir saja berteriak.
Ternyata orang ini adalah Sun Cui-giok. Sejak malam itu Sen Sinhiong
pergi meninggalkan Sun Cui-giok, Ho Koan-beng dan gurunya
pun pergi, dia terus mengejar Sen Sin-hiong dari belakang, kuda
yang ditunggangi Sin-hiong adalah kuda tercepat, ditambah sengaja
menghindarinya, maka walaupun Sun Cui-giok yang sudah mengejar
semalaman, tapi bayangan Sin-hiong pun sedikit pun tidak terlihat.
Tapi dia masih tidak putus asa, sebab dia punya banyak katakata
yang ingin diutarakan, jika tidak bisa bertemu dengan Sinhiong
walaupun mengejar sampai ke ujung dunia dia tetap akan
mengejarnya, tapi disaat dia mengejar keluar, uang di tubuhnya
hanya tinggal satu dua tail tembaga saja, hari pertama dia masih
bisa lewat, tapi setelah hari kedua dia sudah tidak mampu lagi,
sepanjang jalan dia tidak makan, tidur berselimutkan langit, setelah
lewat dua hari, tubuhnya sudah tidak menyerupai orang lagi.
Sun Cui-giok beberapa kali ingin kembali lagi ke rumah, tapi
setelah dipikir-pikir, sepuluh tahun ini dia mengira Sin-hiong sudah
mati, tidak terduga Sin-hiong masih hidup dan sehat wal afiat, maka
di saat hatinya goyah, akhirnya bertekad meneruskan
pengejarannya. Permulaan satu dua hari, dia masih bisa dengan tenang mencari
menelusuri jalan, setelah hari ketiga, dia sudah tidak tahan
kelaparan dan kedinginan, di tambah hatinya sangat gelisah, maka
dengan tidak sadar pikirannya menjadi kacau, setiap dia bertemu
dengan orang langsung ditanya, "Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
orang-orang melihat pikiran-nya sedang kacau, semuanya
menganggap dia orang gila, maka dengan sembarangan saja
menggeleng-gelengkan kepala lalu pergi.
Mungkin langit kasihan melihat dia begitu rupa, sebab jika Sinhiong
berniat pergi, jangan kata dia, gadis berbaju merah itupun
tidak akan bisa menahannya, walau seluruh orang dilapangan
menghadangnya, mungkin juga tidak akan bisa menahannya, jadi
Sun Cui-giok kembali akan menemui kegagalan.
Sun Cui-giok masuk ke dalam, dengan bengong melihat pada
orang-orang, kembali berkata: "Apa kau melihat Sin-hiong?"
Keadaan di dalam pekarangan tadinya sangat tegang, begitu dia
muncul, semua orang memandang dia dengan sorot mata terkejut,
situasi yang tegang menjadi reda, semua orang bengong saling
pandang, tidak tahu siapa orang yang dia cari itu"
Sen Sin-hiong merasa terharu, di dalam hatinya berpikir:
'Demi mencari aku, dia bertekad menempuh perjalanan ribuan li,
tidak hanya itu, kelihatannya dia pun sudah meninggalkan Ho Koanbeng.'
Sesaat, Sin-hiong merasa menyesal sekali, mendadak dia maju ke
depan menarik Sun Cui-giok, berkata:
"Nona Sun, kenapa kau sampai jadi begini?"
Semua orang yang melihat, mendadak hatinya jadi terkejut, ada
orang berteriak terkejut dan berkata:
"Aah! Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong?"
Sen Sin-hiong tidak mempedulikan semua ini, setelah dia
memanggil sekali, sorot sepasang mata Sun Cui-giok masih terlihat
kosong, dia kembali bertanya:
"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi emosi, dengan keras berkata:
"Nona Sun, aku ini Sen Sin-hiong!"
Mendengar ada orang menyebut Sen Sin-hiong, otot wajahnya
menjadi kejang-kejang sesaat, dia berkata lagi:
"Kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong hanya merasa seluruh tubuhnya tergetar, melihat
keadaannya, Sun Cui-giok pasti terkena penyakit yang sulit diobati,
penyakit ini ditimbulkan oleh dirinya, dia tidak bisa menahan diri, air
mata sudah bercucuran.
Harus diketahui, sejak kecil dia sudah banyak menerima hinaan
orang sehingga sifat dia berubah jadi dingin, tapi sebenarnya di
lubuk hati dia, kasih sayang-nya seperti api membara, saat dia


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam keadaan sulit sebesar apa pun, walau ingin menangis,
mungkin dia masih bisa memaksa menahannya, hanya saja
sekarang, setelah Sun Cui-giok demi dia melepas-kan segalanya,
sampai wajahnya menjadi demikian tidak karuan, perasaan yang
sudah lama ditekannya mendadak meletus hebat seperti gunung
berapi, walaupun di sekelilingnya lebih banyak orang lagi, dia pun
tidak akan peduli, menangis sepuas-puasnya.
Gadis berbaju merah melihat kejadian ini dari samping dia salah
mengerti, mengira Sin-hiong adalah seorang yang tidak tahu
diuntung, sehingga membuat Sun Cui-giok jadi begini rupa, dia
mengangkat pedang nya dan berteriak:
"Aku akan membunuh dulu kau orang yang tidak tahu diuntung
ini, untuk menghibur hati nona ini!"
Sinar pedang begitu keluar, pedangnya dengan dahsyat sudah
datang menyabet!
Sin-hiong berdiri disana tidak bergerak, jangan dikata, saat ini.
bersama dengan Sun Cui-giok seperti sudah kehilangan
perasaannya, walaupun saat ini dia sedang dalam keadaan segar
bugar, mungkin dia pun tidak ingin melawannya!
Dia merasa sangat bersalah pada Sun Cui-giok, dulu Sun Cui-giok
pernah menolong dan membantu dia, memperhatikan dia, sekarang
ini walaupun samar-samar namanya sudah menggemparkan dunia
persilatan, tapi, dia sedikit pun tidak bisa melupakan Sun Cui-giok!
Serangan pedang gadis berbaju merah ini selain cepat juga keji,
dalam sekejap mata sudah tiba di bahu kanannya Sin-hiong.
Sin-hiong masih tidak bergerak, kelihatannya dia sudah pasrah
menerima tusukan pedang ini.
Orang-orang di dalam pekarangan semuanya berteriak terkejut,
mereka tidak sempat beraksi, sebab jurus pedang gadis berbaju
merah ini terlalu cepat, walaupun ada orang ingin mencegahnya,
mungkin juga sudah terlambat, mendadak terdengar suara robekan
kain yang keras, akhirnya gadis berbaju merah tidak tega, dia
menyabetkan pedangnya. membuat baju atas Sin-hiong menjadi
robek yang besar sekali.
Sin-hiong hanya memegang erat-erat tangan Sun Cui-giok,
sedikit pun tidak melepaskannya, saat ini di depan matanya hanya
ada Sun Cui-giok saja, walaupun langit runtuh, dia tidak akan
mengerutkan alisnya, apalagi gadis berbaju merah itu hanya
menyabetkan pedangnya.
Sekarang apapun tidak dia pedulikan, dengan tangan kiri
memegang kecapi kuno, tangan kanannya menarik Sun Cui-giok,
berlari keluar pintu.
Kali ini gadis berbaju merah tidak menghalanginya, tapi begitu
Sen Sin-hiong pergi, dia pun ikut berlari keluar pintu.
Saat ini di dalam pekarangan masih banyak orang, tapi tidak ada
satu orang pun yang mencoba menghalangi mereka, semua orang
mengantar pesilat tinggi muda itu pergi dengan sorot matanya, di
dalam hati mereka terbayang mungkin ketiga orang muda mudi ini,
sedang terlibat dalam asmara.
Sen Sin-hiong keluar dari kampung itu, hatinya terasa berat
sekali, sekarang, dia harus berusaha menyembuhkan penyakit Sun
Cui-giok, dia membawa kudanya, menaikan Sun Cui-giok ke atas
kuda, Sun Cui-giok tampak masih bengong, bolak-balik mengatakan
pertanyaan itu-itu saja, Sin-hiong tidak mempeduli kan, dia
sendirian berjalan di depan menelusuri Huang-ho.
Sekarang angin dan ombak sudah mereda, tapi karena arusnya
sangat deras, di sekitarnya masih sulit terlihat ada perahu.
Kedua orang itu berjalan sejenak, mendadak, Sin-hiong merasa
di belakannya seperti ada sesuatu, dia membalikan kepala melihat,
entah kapan, gadis berbaju merah itu sudah membuntutinya dari
bela-kang. Tadinya Sin-hiong masih membiarkan, tapi setelah berjalan
beberapa saat, gadis berbaju merah itu masih terus mengikutinya,
berjarak kurang lebih sepuluh tombak, ketika Sin-hiong
menghentikan langkahnya, gadis berbaju merah itupun ikut
berhenti, begitu Sin-hiong berjalan ke depan, dia pun ikut berjalan
lagi, seperti orang yang sedang mengawasi dia saja, selalu
membuntuti dia berjarak sepuluh tombak, tapi tidak bicara sepatah
katapun. Bulan sudah naik tinggi, bumi jadi terang benderang, di dalam
hati Sin-hiong berpikir:
'Wanita ini aneh sekali, ada urusan apa dia terus mengikuti aku?"
Gadis berbaju merah tidak bicara, Sin-hiong pun malas
menyapanya, mereka dia tidak bicara terus berjalan ke depan,
entah berapa lama, di depan mendadak ada sebuah kali yang jernih,
hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:
'Melihat keadaan nona Sun seperti ini, jika siang hari terlihat
orang, mungkin akan membuat orang menjadi curiga, aku harus
merapihkan dia terlebih dulu.'
Berpikir sampai disini, dia lalu menurunkan Sun Cui-giok dari atas
kuda, membasahi sedikit kain, seperti seorang ibu yang penuh kasih
sayang, dia membasuh wajah dan tangannya Sun Cui-giok, sambil
bertanya: "Nona Sun, apa kau merasa baikan?"
Sepasang mata Sun Cui-giok menatap ke depan, walaupun Sinhiong
ada di sampingnya, dia tetap bertanya:
"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi menggeleng-gelengkan kepala tidak bisa berbuat
apa-apa, sambil menghela nafas dia berkata:
"Hay, bagaimana ini bisa menyalahkanku?" Dia terpikir:
'Tidak seharusnya Ho Koan-beng membiarkan Sun Cui-giok
sendirian mencari dirinya, tapi... bagaimana dia bisa tahu keadaan
sebenarnya, saat ini walaupun Ho Koan-beng sangat jauh, mungkin
dia saat inipun sedang memandangi bulan sambil bersedih.
Setelah wajah Sun Cui-giok dibasuh, walaupun tampak sedikit
lebih baik, tapi tetap tidak bisa menutupi penderitaannya, Sin-hiong
berpikir: 'Malam ini lebih baik aku beristirahat disini, besok baru mencari
tabib untuk mengobatinya.'
Sorot matanya tidak sengaja menyapu, terlihat gadis berbaju
merah itupun menghentikan kudanya, berdiri disana tidak bergerak,
Sin-hiong yang melihat, di dalam hatinya berpikir:
"Orang ini mengikuti aku terus; mungkin ada niat tidak baik."
Walaupun Sin-hiong tidak takut, tapi demi Sun Cui-giok, tentu
saja tidak bisa tidak dia harus meningkatkan kewaspadaannya, dari
atas pelana dia mengambil sebuah baju dan menggantinya, lalu
bersama Sun Cui-giok menyandar ke pohon beristirahat, tidak
mempedulikan gadis berbaju merah itu lagi.
Setelah lewat beberapa saat, mendadak ter-dengar lengkingan
suara di udara, suaranya mirip sekali dengan suara seruling, hanya
saja lagunya amat memilukan, membuat orang yang mendengarnya
jadi timbul perasaan sedih.
Sin-hiong sedikit menaikan tubuh atasnya, terlihat gadis berbaju
merah itu sedang duduk di atas batang pohon, mulutnya sedang
meniup seruling, suara seruling yang memilukan itu meluncur dari
atas ke bawah. Sin-hiong menggeleng-gelengkan kepala, dalam hatinya berpikir:
'Wanita ini benar-benar aneh, sesudah meng-ikuti aku setengah
harian, tapi malah tidak mau mendekati aku, sekarang malah duduk
diatas pohon meniup seruling, apakah dia ingin bertanding dengan
kecapi kunoku?"
Dia masih berjiwa muda, keinginan untuk selalu menang masih
besar, hanya saja begitu dia melihat ke atas, bulan sudah miring ke
barat, sambil menggeleng-kan kepala, di dalam hati dia berpikir:
'Dia tidak mengganggu aku, buat apa aku mempedulikannya"
Berpikir sampai disini, lalu dia pura-pura tidak memperhatikan,
dia menyandar ke pohon seperti tertidur.
Saat membuka matanya, langit di ufuk timur sudah memutih,
buru-buru dia membopong Sun Cui-giok, ketika melihat ke atas
pohon, gadis berbaju merah kemarin malam itu entah sudah pergi
kemana" Tanpa mempedulikannya, dia membopong Sun Cui-giok naik ke
atas kuda, di jalan masih belum ada orang, maka dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh dia bisa berlari dengan
cepat. Setelah matahari terbit, Sin-hiong baru melambatkan larinya,
ketika berjalan tiba-tiba dia melihat di atas jalan ada beberapa
tulisan. Sin-hiong melihat, yang ditulis diatas jalan adalah: "Jika ingin
menyembuhkan penyakit lupa ingatan, harus mencari Ong Leng."
Sesaat dia tertegun, tidak tahu apa tujuan surat ini" tulisan itu
tidak diambil di hatinya, dia kembali pelan-pelan berjalan ke depan.
Siapa sangka, baru berjalan tidak jauh, kembali dia melihat lagi
tulisan tadi, dia adalah orang yang sangat pintar, setelah berpikir,
tidak terasa di dalam hati berkata:
'Apakah penyakit nona Sun ini disebut penyakit lupa ingatan"
Kalau begitu, hanya orang yang dipanggil Ong Leng saja yang bisa
menyembuh-kan."
Berpikir sampai disini, timbul pertanyaan berikutnya, dunia begini
luasnya, ke mana harus mencari seorang yang tidak kenal ini" Dan
siapa orang yang menulis surat ini, semua harus diselidiki dulu.
Dalam sesaat, dia menjadi ragu-ragu, sia memutuskan, lebih baik
aku berjalan kg depan dulu.
Berjalan tidak jauh, tampak di depan ada sebuah rumah, maka
dia mempercepat langkahnya, ketika dia hampir masuk ke mulut
jalan, mendadak di belakang ada suara kuda berlari, dia
membalikan kepala melihat ke belakang, tampak gadis berbaju
merah kemarin malam, entah kapan sudah kembali mengikuti dia
dari belakang. Tadinya Sin-hiong mengira dia sudah pergi, tidak di sangka dia
bisa kembali muncul disini, jika mengatakan dia berniat tidak baik,
tapi dia tidak terlihat beraksi, jika mengatakan dia berniatbaik, tapi
satu patah katapun tidak bersuara, hal ini jadi mem-buat Sin-hiong
jadi kebingungan.
Sin-hiong melihat, tapi tidak mempedulikan-nya, tiba di jalan
raya, dia lalu mencari sebuah penginapan, memesan dua kamar,
setelah mengantar Sun Cui-giok ke dalam kamar, terlihat gadis
berbaju merah itupun sudah tiba di depan penginapan.
Semua ini membuat Sin-hiong tidak tahu harus berbuat
bagaimana, terpaksa dia berpura-pura tidak melihatnya, dia mencari
meja yang jauh dan duduk disana, seorang palayan datang dan
bertanya: "Siauya ingin makan apa?"
Sin-hiong sembarangan menyahut:
"Satu porsi goreng udang saja!"
"Masih ada yang lainnya?"
"Itu saja!" kata Sin-hiong sambil menggeleng-kan kepala.
Saat ini, gadis berbaju merah sudah masuk ke dalam, pelayan itu
sambil membawa daftar makanan berjalan ke depan dia dan
bertanya: "Nona mau pesan apa?"
Gadis berbaju merah berkata tawar:
"Satu porsi goreng udang."
Pelayan tertegun, kembali bertanya:
"Masih ada yang lainnya?"
"Itu saja" kata gadis berbaju merah sambil menggelengkan
kepala Pelayan itu membelalakan matanya besar-besar, baru saja
berjalan dua langkah, dia membalikan kepala melihat pada kedua
orang itu, lalu berteriak ke dalam:
"Dua porsi udang goreng!"
Sin-hiong bingung, wanita ini terus mengikuti dirinya sejak
kemarin malam, entah ada tujuan apa, sekarang malah mesanan
makanannya juga sama dengan dirinya sendiri, jika bukan bertujuan
tertentu, pasti sengaja mempermainkan dirinya!
Pikir sampai disini, dia tidak dapat menahan diri melihat sekali
padanya, gadis berbaju merah itu pun ternyata sedang memandang
dia, diam-diam Sin-hiong mengeluh, buru-buru membalikkan
kepalanya. Pelayan itu mengantarkan dua porsi udang goreng, menaruh satu
porsi di masing-masing meja, Sin-hiong tidak menunggu pelayan
bertanya, sudah berkata:
"Satu porsi nasih putih!"
Sambil tersenyum pelayan itu berjalan ke depan gadis berbaju
merah dan berkata:
"Nona apa kau juga mau satu porsi nasi putih?"
Gadis berbaju merah itu menganggukan kepala, pelayan itu
dengan perasaan geli, pergi dari tempat itu.
Sin-hiong melihat dia selalu meniru gerakan-nya, dia tidak bisa
berbuat apa-apa, di dalam hati berkata:
'Nanti saat aku mencari tabib, apa kau juga mau mengikutinya"'
Pelayan itu sudah mengantarkan nasi putih, dia dengan cepat
hampir menghabiskan tiga mangkuk, siapa tahu saat dia menaruh
mangkuknya, gadis berbaju merah itupun baru saja menghabiskan
makannya. Sin-hiong tertegun, didalam hatinya berpikir: 'Kau masih akan
memakan dua mangkuk lagi. Saat itu dia tidak mempedulikannya
lagi, dia menaruh uang perak di atas meja, berkata pada pelayan:
"Aku tidak tahu akan tinggal berapa lama disini, tolong terima
dulu lima liang perak ini, nanti baru diperhitungkan."
Pelayan itu menyahut sekali, Sin-hiong tidak memandang lagi
pada gadis berbaju merah itu, langsung berjalan keluar pintu
penginapan. Berjalan tidak jauh, akhirnya dia tidak bisa menahan diri, dia
kembali menoleh ke belakang, benar saja, kali ini gadis berbaju
merah itu tidak meng-ikutinya, dia baru merasa tenang, dia
bertanya-tanya di sepanjang jalan, tapi tidak bisa menemukan
seorang tabib pun.
Sin-hiong merasa keheranan, akhirnya dia menghadang seorang
pejalan kaki dan bertanya:
"Mohon bertanya saudara, apakah di tempat anda ini satu tabib
pun tidak ada?"
Orang itu memperhatikan dia dari atas ke bawah, balik bertanya:
"Apakah saudara baru kali ini datang kemari?" Sin-hiong
menganggukan kepala, orang itu tertawa lalu berkata:
"Kalau begitu, aku beritahu, lima belas li dari sini ada seorang
Sai-hoa-to (Menandingi Hoa-to = tabib ternama di zaman dahulu)
tabib Ong, beliau ada disana, jika disini ada tabib pun tidak akan
ada pasiennya."
Sin-hiong terkejut, di dalam hatinya berpikir:
'Apakah tabib Ong ini adalah tabib Ong Leng itu"' Kalau begitu
tulisan di atas jalan itu benar adanya, saat itu dia berkata lagi:
"Mohon tanya tabib Ong itu, apakah namanya tabib Ong Leng?"
Wajah orang itu jadi serius, sambil melototkan matanya berkata
marah: "Jika kau sudah tahu, kenapa masih bertanya lagi, hemm...
hemm... kurang ajar?"
Sesudah berkata begitu dia menghentakan kakinya, dengan
marah meninggalkan dia.
Untung saja Sin-hiong sudah tahu tempatnya tabib Ong Leng,


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat waktu sudah tepat tengah hari, dalam hatinya berkata:
'Jarak lima belas li tidaklah terlalu jauh, masih ada waktu untuk
pulang pergi.' Keluar dari mulut kota, orang-orang di jalan tidak terlalu banyak,
dengan cepat Sin-hiong berlari, jarak lima belas li tidak lama sudah
sampai, saat dia menghentikan langkahnya, di depan mata ada
beberapa rumah.
Dia melihat sekelilingnya, di depan datang seorang tua yang
rambutnya sudah fiutih, maka dia maju ke depan dan bertanya:
"Mohon bertanya Lopek, dimana tabib Ong tinggal?"
Orang tua ini kelihatannya sudah berusia enam puluh tahun
lebih, alis putihnya menutupi kelopak mata, tapi masih sehat dan
bersemangat, dia menghentikan langkah dan berkata:
"Ada perlu apa kau mencari dia?"
Sin-hiong terhentak, terpaksa dia menjelaskan tujuannya mencari
tabib Ong, orang tua di depan ini sedikit mengangkat kepala dan
berkata: "Saudara kecil, mungkin kau tidak bisa menemui dia?"
Sin-hiong tergetar, dalam hatinya berpikir:
'Mana ada aturan seorang tabib tidak mene-rima pasien"' Saat itu
dia berkata lagi, "Aku sengaja datang kemari, karena seorang
temanku mengidap satu penyakit aneh, selain tabib Ong tidak ada
orang yang bisa menyembuhkannya, tolong tunjukan saja
rumahnya, aku sendiri akan memohon padanya, siapa tahu tabib
Ong akan menyanggupinya."
Orang tua itu mengeluh perlahan:
"Saudara kecil, kau salah paham, jujur saja aku katakan padamu,
jika hari hari biasa, dia akan menerima siapa pun, hanya sayang,
beberapa hari ini di dalam rumahnya ada masalah, saat ini apa dia
ada di rumah juga tidak tahu?"
Sin-hiong jadi tertegun, tapi dia tidak berkecil hati, berkata:
"Aku mohon bapak tunjukan saja rumahnya, hal lainnya terpaksa
melihat situasinya nanti."
Saat berkata, tampak sekali rasa gelisahnya, orang tua itu
menggeleng-gelengkan kepala, menunjuk pada satu pohon besar,
berkata: "Itu disana, hay... mungkin dia tidak ada di rumahnya?"
Sesudah berkata, pelan-pelan dia berjalan meninggalkan Sinhiong.
Kelakuan orang tua ini terasa aneh, karena Sin-hiong dalam
keadaan gelisah jadi tidak memperhati-kan, setelah berterima kasih,
dia lalu berjalan ke rumah yang ada di bawah pohon besar itu.
Rumah ini besar sekali, rumah yang paling megah di daerah ini,
ketika Sin-hiong tiba di depan pintu, terlihat pintunya sudah terbuka
lebar, di seluruh rumah kosong tidak ada satu orang pun.
Begitu Sin-hiong melihat, dengan sendirinya terpikir kata-kata
orang tua itu yang mengatakan, di rumah tabib Ong sedang ada
masalah, maka melihat keadaannya begini, di dalam hati jadi
kebingungan. Setelah Sin-hiong berpikir-pikir, tidak terasa dia membalikan
kepala melihat ke belakang, tapi orang tua tadi entah sudah pergi
kemana, kejadia ini semakin menambah kecurigaannya, dengan
penuh ragu-ragu dia melangkah masuk ke dalam.
Di belakang pintu adalah sebuah pekarangan, di dalam
pekarangan di tanam bermacam-macam bunga, waktu sudah
hampir tengah hari, bunga-bunga ini sudah sedikit kering, samarsamar
seperti meng-andung arti yang sama dengan keadaan rumah
ini. Dia tetap tidak berani bertindak^sembarangan, pelan dia
memanggil: "Di dalam ada orang?"
Suara panggilannya menembus sampai ruang-an paling
belakang, gema suaranya sampai terdengar, kelihatannya di rumah
yang amat besar ini benar-benar tidak ada satu orang pun.
Sifat Sin-hiong amat ngotot, semakin sulit masalah, dia semakin
ingin tahu. Sesudah tahu di dalam rumah tidak ada orang, dia tidak
pikir panjang lagi, dia masuk kedalam.
Siapa sangka, baru saja dia masuk ke dalam pekarangan kedua,
dia jadi tertegun.
Ternyata di sudut kanan pekarangan, berjejer dengan rapi tiga
buah peti mati yang masih baru, di atas tanah masih ada bekas abu
pembakaran kertas, di depan tiga peti mati itu masing-masing ada
plat namanya, di atasnya tertulis, mendiang istri, mendiang putra
dan pelayan. Melihat ini Sin-hiong tidak tahan jadi menghela nafas,
di dalam hati berkata:
'Ternyata di rumahnya sedang ada orang mati, tapi kenapa tidak
ada orang yang menjaganya" Hay......malah tabib Ong Leng sendiri
pun tidak terlihat, bukan-kah ini sangat aneh?"
Dia berpikir, 'merasa hal yang aneh ini tidak hanya sampai disini,
dia harus tahu, tidak mungkin di rumah tabib Ong Leng bisa ada
orang mati, dalam sehari sekali gus mati tiga orang, jadi sebab
kematian ketiga orang inipun bukan hal yang biasa"
Biasanya setelah tahu ada masalah, seharusnya segera
meninggalkan tempat itu, tapi tidak demikian dengan Sin-hiong, dia
mau menyelidikinya lebih jelas lagi.
Dia berjalan menuju ke belakang, kira-kira berjalan tiga puluh
langkah lebih, di belakang ada satu pekarangan lagi, kedua sisinya
berderet kamar, di tengah pekarangan adalah sebuah gunung
buatan, di depan gunung buatan ada sebuah kolam air mancur,
suara airnya saat ini jika terdengar orang jadi timbul perasaan aneh.
Pekarangan belakang ini seperti lebih dingin dari pada dua
pekarangan di depannya, tapi ilmu silat Sin-hiong sangat tinggi dan
orangnya pun pemberani, pelan-pelan dia naik ke atas gunung
buatan, lalu melihat ke sekeliling, tapi tidak terlihat ada tempat yang
mencurigakan, baru saja hatinya merasa aneh, mendadak terdengar
suara "Kreek!" pintu kamar sebelah kiri terbuka, suara ini datangnya
mendadak sekali, orang seperti Sin-hiong pun begitu mendengar
hatinya merasa sedikit ngeri!
Tidak lama, di dalam kamar terdengar suara "Tik tak!", pintu
kamar itu pelan-pelan membuka lebar, akhirnya muncul satu orang.
Orang ini rambutnya acak-acakan, sepasang matanya merah
darah, kaki kirinya sedikit bengkok, tangan kanannya memegang
tongkat, rupanya jelek sekali, Sin-hiong yang melihat, bagaimana
pun juga tidak percaya dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng"
Sepasang mata merah darah itu melihat ke arah Sin-hiong,
dengan suara seperti tambur rusak berkata:
"Bocah, ada keperluan apa kau datang kesini?"
Di dalam hati Sin-hiong walaupun yakin dia bukan tabib Ong
Leng, tapi dia tidak enak mengatakannya, lalu bertanya:
"Apakah betul tabib Ong tinggal disini?"
Orang itu melihat Sin-hiong, dia menunjuk dengan tongkatnya ke
pekarangan kedua, berkata:
"Sedikit pun tidak salah! Apa saat kau masuk tidak melihat
dengan jelas?"
Sin-hiong pelan-pelan turun dari gunung buatan, berkata lagi:
"Kalau begitu, mohon tanya apakah tabib Ong ada di rumah" Aku
datang dari jauh, ingin mengaju-kan satu permohonan!"
Orang aneh ini tertawa dingin:
"Mencari dia untuk mengobati penyakit" Dia sendiri sekarang pun
harus mencari orang untuk mengobati .penyakitnya, bagaimana ada
waktu membantu orang lain, bocah, kau datang tidak kebetulan!"
Sin-hiong membandingkan kata-kata orang ini dengan orang tua
tadi, dia sudah menduga masalah ini pasti ada apa-apanya, apalagi
jelas ada tiga buah peti mati baru itu"
Diam-diam dia memperhitungkan, pikirnya, 'bagaimana pun jika
tidak bisa bertemu dengan tabib Ong Leng, dia tetap harus tahu
siapa orang aneh ini,' tapi jika menanyakan langsung, mungkin
kurang sopan, maka dengan pura-pura mengeluh dia berkata:
"Aku sengaja datang kesini, tidak disangka tidak bisa bertemu
dengan tabib Ong, hay.. masalah-nya jika tidak bisa bertemu
dengan dia, penyakit temanku akan semakin parah."
Medengar ini, orang aneh itu tertawa, katanya: "Kenapa kau
banyak mengeluh, kesempatan masih ada, tapi harus menunggu
sampai malam baru bisa bertemu dengan dia, kau kembali lagi saja
nanti." Setelah Sin-hiong mendengar ini, dia seperti di malam yang gelap
gulita melihat satu sinar lampu, hatinya merasa senang, hingga lupa
menanyakan jati dirinya orang aneh itu, buru-buru dia berkata:
"Kalau begitu, malam nanti aku terpaksa datang kesini lagi."
Setelah berkata begitu, dia bersoja, pergi keluar pintu.
Baru saja dia berjalan dua langkah, mendadak orang aneh itu
berteriak: "Berhenti! Aku masih ada pertanyaan pada-mu!"
"Anda masih ada pertanyaan apa, silahkan katakan."
"Kau sungguh-sungguh datang untuk berobat pada tabib Ong
Leng?" kata orang itu dingin.
"Betul!" angguk Sin-hiong.
Bola mata orang aneh itu berputar, di dalam hatinya berpikir:
'Orang ini masih muda, tapi keberaniannya besar sekali, dia
sudah melihat tiga peti mati di depan, tapi masih berani masuk ke
dalam, mungkin dia bukan orang sembarangan."
Ketika Sin-hiong berhenti, orang itu sekali lagi memperhatikan
Sin-hiong, melihat wajah yang penuh tekad, tapi masih kekanak
kanakan, dia jadi tidak bisa memutuskan pikirannya, terpaksa
berkata: "Jika malam ini kau ingin kemari, kau harus datang lebih pagi,
jika tidak, mungkin kau tidak bisa bertemu lagi dengan dia, atau
hanya bisa menemukan mayatnya."
Mendengar ini, Sin-hiong teringat keadaan di dalam kamar,
hatinya segera mengerti, tapi wajahnya tidak menampakan apa-apa,
dia hanya tertawa dingin di dalam hati.
Setelah berkata, orang itu kembali bertanya lagi: "Apa kau sudah
tahu?" Sin-hiong menganggukan kepala, menunjuk-kan sudah tahu.
Orang aneh itu melayangkan tongkatnya: "Kalau begitu,
pergilah?"
Setelah keluar dari pintu, di dalam hati dia merasa bertambah
banyak satu masalah lagi, dalam hatinya berpikir:
"Tadinya aku tidak ingin melibatkan diri, tapi sepanjang
perjalanan justru banyak masalah yang mau tidak mau aku harus
turun tangan."
Sambil berjalan dia terus berpikir, tidak sampai waktu
menghabiskan segelas teh panas, dia sudah kembali lagi ke
penginapan, saat dia masuk ke dalam pintu, gadis berbaju merah itu
sudah tidak terlihat, tapi di meja sebelah timur, ada seorang sedang
menundukan kepalanya minum arak.
Sin-hiong melihat, ternyata dia adalah orang tua yang alisnya
putih panjang itu, tidak tahan hati dia tergerak, maka dia pun
melangkah masuk ke dalam penginapan.
Seorang pelayan melihat dia masuk, cepat-cepat berkata:
"Siauya baru datang sekarang!"
Karena hati Sin-hiong sedang ada masalah, dia menggerakan
tangannya berkata:
"Tidak perlu terburu-buru, aku tadi pergi mencari tabib Ong,
setelah setengah harian, akhirnya ada orang memberitahu, katanya
dia sudah pergi ke kota, apa kalian sudah melihat dia?"
"Hi hi hi!" pelayan itu tertawa lalu berkata, 'Siauya ini pandai
berkelakar, orang yang duduk disana itulah tabib Ong?"
Sin-hiong pura-pura terkejut dan cepatberkata:
"Aku, sungguh punya mata tidak bisa melihat Tai-san, supaya
tidak memberi kesan kurang hormat biar aku menemuinya."
Setelah berkata, baru saja dia akan melangkah maju, pelayan itu
sudah menariknya dan berkata:
"Siauya jangan terburu-buru, aku pun punya satu hal yang harus
dilaporkan!"
Sin-hiong tertegun, seperti merasakan, sesuatu telah terjadi,
pelayan itu berkata lagi:
"Nona berbaju merah yang tadi makan nasi bersama Siauya
mengatakan, dia adalah temannya Siauya, Siauya pergi karena ada
keperluan, jadi dia membawa pergi nona yang Siauya tinggalkan di
dalam kamar, dan supaya aku memberitahukan pada Siauya, dia
menunggumu di pulau Teratai!"
Tadinya semangat Sin-hiong sedang senang, tapi setelah
mendengar laporan ini, tidak tahan dia jadi tergetar, di dalam hati
berkata: 'Sudahlah, ternyata wanita jalang ini benar benar berniat buruk,
tapi, dimana pulau Teratai itu"'
Dia belum lama masuk ke dunia persilatan, terhadap masalah
dunia persilatan dia masih kurang pengetahuan, sesaat dia malah
berdiri bengong, tidak bisa berkata-kata.
Orang tua beralis panjang itu memang benar tabib Ong Leng, di
rumahnya dia sedang mendapat mala petaka, terpaksa dia minum
arak untuk meng-hilangkan duka, tapi setelah mendengar pelayan
itu menyebut pulau Teratai, mendadak dia bersuara "Iiih!" dengan
terburu-buru dia bertanya:
"Pelayan, nona yang dari pulau Teratai itu sudah berapa lama
pergi?" Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan yang ingin Sin-hiong
tanyakan, tidak diduga malah didahului olehnya, tidak tahan dia jadi
tertegun, terdengar si pelayan berkata lagi:
"Belum lama, kira-kira kurang dari empat jam!" Begitu kata-kata
ini keluar, Sin-hiong dan orang tua beralis panjang itu sama-sama
tergetar, harus diketahui, waktu empat jam buat orang biasa, tentu
saja berjalan tidak akan begitu jauh, tapi bagi orang-orang seperti
mereka, mungkin sudah puluhan li jauhnya.
Mendengar ini, Sin-hiong seperti kehilangan sesuatu, Sun Cuigiok
sudah dibawa pergi oleh sigadis berbaju merah itu, sekarang
diri sendiri sudah tidak ada keperluan mencari tabib Ong lagi, baru
saja tubuhnya mau bergerak, mendadak terpikir tabib Ong Leng
juga menanyakan pulau Teratai, di dalam hati berpikir:
'Apakah mereka saling kenal" Kenapa aku tidak menanyakan saja
alamat pulau Teratai, setelah aku menyelesaikan urusan, nanti jadi
mudah mencari-nya.
Ong Leng bengong menatap Sin-hiong, di dalam hati berkata:
'Bocah ini tadi pergi mencariku, kukira dia orang biasa yang mau
berobat, tidak di sangka dia adalah temannya lihiap berbaju merah
dari pulau Teratai, kelihatan orang ini seharusnya bukan orang
biasa?" Tapi setelah dia meneliti, tidak terlihat keistimewaan pada dari
Sin-hiong di dalam hati dia jadi putus asa, sambil menundukan
kepala dia minum tiga gelas arak lagi, hatinya pun semakin menjadi
berat. Sin-hiong berjalan mendekat, lalu bersoja:
"Mohon tanya, apakah Lopek tahu alamatnya pulau Teratai itu?"
Ong Leng tertegun, pelayan tadi jelas-jelas mengatakan dia
adalah temannya Lihiap berbaju merah, kenapa letak pulau Teratai
juga tidak tahu, bukankah ini hal yang aneh"
Setelah berpikir, dia jadi lebih yakin Sin-hiong tidak mempunyai
kepandaian apa-apa, maka dia berkata:
"Saudara kecil, pulau Teratai berada delapan belas li dari laut
Selatan, jika kau kenal dengan Lihiap berbaju merah itu, kenapa


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai nama besar pulau Teratai juga tidak tahu?"
Dua kalimat terakhir dia hanya asal berkata-kata, dia tidak
mengharapkan jawaban, setelah bicara "Glek!" kembali dia minum
araknya. Sin-hiong terkejut berkata:
"Lihiap berbaju merah" Apakah maksud Lopek wanita berbaju
merah itu adalah Lihiap berbaju merah?"
Semakin mendengar, Sai-hoa-to semakin heran, semakin
mendengar semakin merasa sehebat-hebatnya Sin-hiong paling juga
seorang yang terpelajar, dia menggeleng-gelengkan kepala:
"Rupanya kau tidak tahu, pulau Teratai sangat ternama di dunia
persilatan, walau raja langit turun ke bumi, pun harus mengalah
pada mereka, apa lagi......"
Tadinya dia mau menceritakan apa yang di alaminya, tapi melihat
wajah Sin-hiong yang bengong, dia jadi berpikir lagi:
'Apa gunanya aku menceritakan kepadanya" Maka setelah
berkata setengahnya, tiba-tiba berhenti.
Walaupun Sin-hiong sedang memikirkan masa lah Sun Cui-giok,
tapi setelah memperhatikan wajah lawan bicaranya, dia seperti
mengerti maksud tabib Ong Leng" Saat itu sambil tersenyum dia
berkata: "Terima kasih atas pemberitahuannya."
Setelah berkata begitu, dia lalu mengundurkan diri.
Tabib Ong Leng merasa masalahnya tidak bisa terpecahkan,
maka dia minum araknya segelas dan segelas lagi, minum sampai
sore hari, baru pelan-pelan bangkit berdiri, dia mengeluarkan satu
potong perak besar, berkata:
"Ini untuk pembayar arak."
"Tuan besar Ong, minuman arak ini tidak perlu dibayar sebanyak
itu?" kata pelayan dengan terkejut.
Ong Leng tidak mempedulikan, langkahnya sudah sempoyongan,
hampir tiba di depan pintu, dia mengangkat kepala ke langit
berkata: "Mungkin mayat sendiripun tidak ada orang yang mengurus, buat
apa harta di luar tubuh ini?"
Setelah berkata, dengan sempoyongan dia berjalan keluar rumah
makan. Sin-hiong menyaksikan semuanya, di dalam hati jadi merasa
lucu, setelah makan beberapa saat, lalu pergi ke kamar untuk
beristirahat. Setelah sesaat, hari sudah hampir malam, Sin-hiong bangkit dari
istirahatnya dan berjalan keluar kamar, menyuruh pelayan
mengeluarkan kudanya, setelah memberikan lima liang perak
kepada pelayan, dia lalu naik keatas kuda, pelan-pelan berjalan ke
mulut kota. Walaupun berjalan perlahan, jarak lima belas li pun tidak
memerlukan banyak waktu, dia dengan Ong Leng tidak kenal, tapi
dia khawatir orang aneh berkaki satu itu menyerang lebih dulu,
maka setelah tiba di tempat itu, dia lalu melepaskan kudanya,
seorang diri diam-diam berjalan menuju ke pohon besar itu.
Malam sudah menutupi bumi, rumah tabib Ong Leng di siang hari
saja sudah terasa dingin, di malam hari tentu saja jadi lebih angker
dan menakutkan, tidak ada orang yang menyalakan lampu, Sinhiong
melihat ke kiri dan kanan, melihat tidak ada orang, dengan
ringannya dia meloncat ke atas pohon.
Dari atas melihat ke bawah, seluruh rumah bisa dilihat dengan
jelas, Sin-hiong tidak bergerak lagi, sepasang matanya mengawasi
pekarangan ketiga itu, asal di dalam ada sedikit gerakan, tidak akan
lolos dari pengawasannya.
Waktu sudah hampir kentongan ke tujuh, mendadak dari jalan
raya ada seseorang berjalan mendekat, di atas bahu orang ini
sepertinya menggotong sesuatu benda, tapi meskipun begituj dia
tetap masih berjalan cepatsekali, sekejap saja sudah mendekat.
Sin-hiong meneliti, ternyata dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng,
benda apa yang digotong diatas bahunya" Ternyata adalah sebuah
peti mati yang baru.
Begitu Sin-hiong melihat, dia sudah tahu apa tujuannya, tapi dia
masih tetap bersembunyi tidak bergerak, di dalam hati dia sudah
ada persiapan. Setelah tabib Ong Leng tiba di depan pintu, dia baru
melambatkan langkahnya, berjalan di depan tiga peti mati di
pekarangan kedua itu, dengan sedih dia menatap lama sekali,
laluberguman: "Kalian mati masih ada orang yang mengurus mayatnya, hay---"
Mungkin aku tidak seberuntung kalian."
Sambil bicara dia menaruh peti mati itu diatas tanah, di dalam
pekarangan dia berjalan mondar-mandir sebentar, kadang melihatlihat
bulan di langit gelap, seperti sedang menunggu kedatangan
dewa kematian. Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara tongkat besi di
pekarangan belakang, wajah tabib Ong Leng berubah, kembali
bergumam "Saatnya tidak lama lagi, kalian jalanlah lebih dulu, aku segera
menyusul!"
Nada suaranya sangat memilukan, Sin-hiong yang ikut
mendengarnya di atas pohon, jadi bergejolak, di dalam hati berpikir:
'Walaupun dosa Sai-hoa-to Ong Leng harus dihukum mati, hanya
mengandalkan prilakunya, sudah cukup meringankan setengah
hukumannya. Suara "Tok tok!" pelan-pelan mendekat, tidak lama kemudian,
benar saja, orang aneh berkaki satu itu berjalan keluar dari
pekarangan belakang, sambil tertawa dia berkata:
"Ong Leng, malam ini giliranmu!"
Setelah berkata, tongkat besinya ditanjapkan ke tanah, ternyata
tongkatnya bisa menancap sampai setengahnya.
Tabib Ong Leng terdiam sejenak, berkata:
"Tunggu sebentar, aku masih ada perkataan yang mau
dibicarakan."
Wajah orang aneh berkaki satu itu, menunjuk-kan tawa yang
keji, katanya: "Katakanlah, tapi, kau masih ada waktu, asal kau mengatakan
peta rahasia itu disembunyikan oleh siapa, kita masih teman lama."
Sai-hoa-to Ong Leng tidak mempedulikannya, dia berkata lagi:
"Hiang Pu-cia, sia-sia saja siasatmu, peta ini berhubungan erat
dengan keselamatan dunia persilat-an, jangan kata aku tidak tahu,
walau tahu pun, aku tidak akan memberitahu padamu."
Sin-hiong berpikir:
"Peta apa yang dia bicarakan"' Setelah melihat prilaku tabib Ong
Leng, tidak tahan dia mengangkat jempolnya, diam-diam memuji,
'Cukup jantan tabib Ong Leng ini, tidak sia-sia malam ini aku datang
kemari." Orang aneh berkaki satu yang dipanggil Hiang Pu-cia dengan
tertawa dingin berkata:
"Kau tidak mau mengatakannya, tidak apa-apa, hanya aku
menyayangkan dirimu saja."
Sai-hoa-to Ong Leng dengan bangga berkata:
"Apa yang harus disayangkan, manusia akhir-nya pun akan mati,
hanya saja setelah aku mati, harap kau bisa memasukan mayatku
ke dalam peti mati itu, biar aku merasa puas."
Tiba-tiba Hiang Pu-cia tertawa keras, katanya: "Hanya ini
permohonanmu" Maaf, aku tidak sudi, sebaliknya setelah kau mati,
aku akan melempar-kan mayatmu ke dalam gunung untuk dimakan
oleh serigala liar."
Mendengar kata-kata dimakan serigala liar, Sin-hiong yang
bersembunyi diatas pohon, merasa kepalanya berbunyi keras,
hampir saja jatuh dari atas pohon.
Sai-hoa-to Ong Leng menegakkan tubuhnya, dengan sedih
berkata: "Julukanmu adalah Sin-tung-thian-mo (Dewa tongkat setan
langit), aku tahu diri aku tidak akan mampu bertahan lebih dari lima
jurus di bawah tongkatmu, tapi kau juga harus ingat, ketika kedua
kakimu hampir cacad tidak berguna, jika bukan karena aku, kau
juga tidak akan ada seperti hari ini, Hiang Pu-cia, apakah
permohonan terakhirku ini kau juga tidak bisa mengabulkannya?"
Dia mengatakan kata-katanya, dengan nada seperti minta
dikasihani, tapi Sin-tung-thian-mo tidak terpengaruh, wajahnya
memancarkan hawa mem-bunuh, dia berteriak:
"Sia-sia saja kau mengatakan ini, setiap hal yang aku minta,
asalkan orang tidak menyanggupinya, kau sudah tahu apa
akibatnya?"
Permohonan terakhir Sai-hoa-to Ong Leng ternyata ditolak,
dengan suara gemetar dia berkata:
"Bagus, bagus, bagus, silahkan turun tangan, orang jahat pasti
ada hukum karmanya, Hiang Pu-cia, saksikan saja olehmu nanti!"
Setelah berkata, dia mundur sedikit ke belakang, walaupun dia
tahu kemampuannya kalah dari lawan, tapi tetap akan melawan
semampunya. Sin-tung-thian-mo memutar tongkat besinya, baru saja akan
menghantam, mendadak dia berhenti, dan berkata pada dirinya
sendiri: "Siang hari tadi aku telah berjanji pada seorang anak muda,
menyuruh dia datang kemari sebelum jam sembilan untuk
menemuimu, tunggu saja sebentar lagi, seharusnya diapun sudah
datang kemari."
Mendengar ini. Tabib Ong Leng mengira, anak muda itupun
lawannya Hiang Pu-cia, yang tidak akan dibiarkan hidup, maka
dengan bencinya berkata:
"Hiang Pu-cia, kau tidak boleh membunuh orang yang tidak ada
sangkut pautnya, anak muda itu ada dendam apa denganmu?"
Dia dengan Sin-hiong tidak saling kenal, saat ini malah
mengajukan permohonan untuk meng-ampuni Sin-hiong, Sin-hiong
yang bersembunyi di atas pohon, sudah menahan diri tidak kurang
dari lima kali, sekarang mendengar ini, dia sudah tidak bisa
menahan diri lagi, pelan-pelan dia turun dari atas pohon, berdiri di
depan pintu dan berteriak:
"Mohon tanya, apa tabib Ong ada dirumah?"
Sai-hoa-to Ong Leng mendengar, wajahnya jadi berubah besar,
Sin-tung-thian-mo terta wa terkekeh-kekeh dan berkata:
"Membicarakan Coh-coh, Coh-coh segera tiba, orang yang
mengurusi mayatmu sudah tiba!"
Sin-hiong pura-pura tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah,
mendengar ada suara orang, kembali dia berteriak:
"Benar saja ada di rumah."
Setelah berkata dia berjalan masuk ke dalam.
Tabib Ong Leng melihat yang masuk adalah Sin-hiong, di dalam
hati dia menyesal sekali, pikirnya:
'Ketika di rumah makan seharusnya aku mengakui, sebelum mati
bisa menyelamatkan satu nyawa, di kehidupan mendatang juga bisa
membalaskan dendam ini.'
Hiang Pu-cia memperhatikan Sin-hiong, melihat dia memegang
kecapi kuno, sambil tertawa dia berkata:
"Bocah, kau datang tepat sekali, apakah kau bisa mengalunkan
lagu bela sungkawa?"
Sin-hiong pura-pura terkejut dan berkata:
"Aku datang kemari mencari tabib Ong untuk berobat, bukan
datang kemari untuk melantunkan lagu, kau jangan salah paham."
Sin-tung-thian-mo tertawa dingin:
"Aku menyuruh kau memetik kecapi, maka kau harus memetik
kecapinya, mengenai hal berobat, tunggu saja setelah sampai di
akhirat nanti."
Sin-hiong diam-diam menghela nafas, dua jarinya benar saja
memetik senar kecapi sambil berkata:
"Kau ingin aku memetik kecapi pun boleh, tapi harga satu lagu
lima liang perak."
Dia paling ingat pada lima liang perak, tidak peduli di tempat
apa, asalkan ada kesempatan membicarakan uang, begitu berbicara
selalu lima liang perak, tadi ketika mendengar Sin-tung-thian-mo
mengatakan memberi makan pada serigala liar, saat ini dia
mengatakan lima liang peraknya lebih keras lagi.
Tabib Ong Leng menyaksikan di pinggir, hati-nya merasa gelisah
sekali, diam-diam dia menyalahkan anak muda yang tidak tahu
keadaan bahaya, sekarang masih bisa membicarakan lima liang
perak, padahal nyawanya saja sudah tidak bisa diselamatkan, buat
apa lagi uang lima liang perak"
Sin-tung-thian-mo membentak:
"Kau mau main kecapi atau tidak?"
Sin-hiong melihat wajah galaknya, dia mundur selangkah dan
berkata: "Main, main, tapi, biar aku pikirkan dulu kira-kira memainkan
lagu apa?"
Sin-tung-thian-mo mengira dia benar-benar sedang memikirkan
lagunya, dengan sabar dia menunggu, setelah menunggu lama
masih tidak melihat dia memetik kecapi, dengan marah dia berkata:
"Bocah, kau ini sedang apa?"
Setelah berkata, dia kembali mengangkat tongkat besinya, Sinhiong
menggoyang-goyangkan tangannya:
"Tunggu, sampai saat ini masih belum terpikir-oleh ku, biar aku
tanyakan dulu pada Lopek ini."
Sin-tung-thian-mo tertawa:
"Kali ini kau menanyakan pada orang yang tepat, hei! Lo-ongkau
ingin dia memainkan lagu apa?"
Wajah Ong Leng sangat tidak enak dipandang, sepasang
matanya menatap tajam pada anak muda yang tidak tahu diri ini,
tapi semakin melihat dia semakin keheranan, semakin melihat,
semakin terkejut, akhirnya tanpa sadar dia berteriak:
"Hay! Bukankah kau adalah Kim-kau-kiam-khek yang dikabarkan
itu!" Ternyata ketika Ong Leng memperhatikan Sin-hiong, dia melihat
lengan kanannya pelan-pelan di angkat, lengan tangannya semakin
ditarik semakin panjang, akhirnya, dia melihat dari dalam kecapi
kunonya Sin-hiong mencabut Kim-kau-kiam yang menggemparkan
dunia itu! Sekarang hati tabib Ong Leng tidak tahu ada rasa manis atau
pahit, setelah berkata diikuti dengan suara gemetar dia menghela
nafas: "Aku ini orang yang mempunyai mata tapi tidak melihat gunung
Tai, hay......"
Emosinya sangat bergejolak, sehingga kata-kata berikutnya tidak
bisa diteruskan lagi, kata-kata barusan adalah kata-kata yang
dikatakan Sin-hiong di rumah makan, sekarang kembali di ucapkan
oleh dia, sebab katanya itu tidak ada yang terasa lebih tepat lagi.
"Terima kasih!" kata Sin-hiong tertawa.
Sin-tung-thian-mo tertawa dingin: "Lo-ong... selamat, kau telah
mendapatkan seorang pembantu, hemm... hemm... lalu kenapa
kalau dia Kim-kau-kiam-khek?"
Ketika berkata-kata, tongkat besinya dipegang erat-erat, jelas dia
pun tidak berani lengah. Sorot mata Sin-hiong menyapu, sambil
tertawa berkata:
"Kau hanya punya satu kaki, jika bertarung denganmu, tentu saja
akan menguntungkan aku, begini saja, aku mengalah tiga jurus


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

denganmu!"
Begitu kata-kata ini terdengar, tabib Ong Leng jadi sangat
terkejut, teriaknya:
"Siau-enghiong, jangan lakukan itu!"
Sin-hiong tidak tahu Hiang Pu-cia punya julukan Sian-tung,
bagaimana jurus tongkatnya" Dia sama sekali tidak tahu, tapi dia
sudah berkata dengan sombongnya.
Hiang Pu-cia tiba tiba tertawa terbahak bahak dan berkata:
"Kau kira sesudah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souwngo-
goat, lalu bisa memandang rendah orang sedunia" He he he,
katak dalam tempurung, bagaimana tahu betapa luasnya dunia
luar?" Sesudah berkata begitu, dia menghentakan kaki kirinya,
mengangkat tongkat, dan berkata lagi:
"Tunggu, tunggu, biar aku pikir-pikir dulu menggunakan
jurusnya?"
Sin-hiong tertawa dingin:
"Kau boleh gunakan jurus apa saja, dalam tiga jurus aku pasti
tidak akan membalas."
Walaupun berkata begitu, di dalam hati sedikit banyak ada juga
perasaan heran, pikirnya:
'Di dunia ini mana ada orang semacam ini, bertarung dengan
orang harus memikirkan dulu menggunakan jurus apa.'
Sepasang mata merah dari Hiang Pu-cia berputar, dengan tanpa
sungkannya dia berkata:
"Apa kau sudah siap belum" aku sudah siap dengan jurus
pertamaku."
Setelah itu, tongkatnya diayun lalu diputar, terdengar suara
"Weed!", dengan angin keras yang amat kuat menggulung ke arah
Sin-hiong. Sin-hiong dengan santai menghindar, tapi jurus Hiang Pu-cia
ternyata adalah jurus tipuan, ujung tongkatnya tiba-tiba menyapu
ke arah dia menghindar, kecepatan serangannya, baru pertama kali
Sin-hiong melihat sejak dia turun gunung!
Diam-diam Sin-hiong memuji, lalu berkata: "Tidak percuma dia
disebut Tongkat dewa!" Kaki melangkah dengan kebalikan 'langkah
tujuh bintang,' dengan cepat berputar ke belakang tubuh Hiang Pucia,
tapi langkahnya belum selesai, tongkatnya Hiang Pu-cia sudah
mengikutinya datang menyapu, sambil berteriak:
"Bocah, jangan lari, ini masih jurus pertama?" Dalam satu jurus
dia membuat tiga perubahan, tidak peduli Sin-hiong berputar
kemana pun, tongkat-nya juga bergerak mengikutinya, tidak
memberi Sin-hiong kesempatan menarik nafas, tabib Ong leng yang
menyaksikan sampai mencucurkan keringat dingin.
Sin-hiong pun tergetar, dia tidak menduga jurus tongkat Hiang
Pu-cia bisa sehebat ini, alisnya dikerutkan dalam-dalam, tubuhnya
jadi diam di tempat, ketika tongkat Sin-tung-thian-mo datang
menyapu, dia hanya meloncat sekali, Sin-tung-thian-mo bersuara
"Heh!" begitu ujung tongkatnya digetar-kan dia mengetarkan Sinhiong
ke udara! Melihat hal itu, tabib Ong Leng sampai berteriak, "Aduh!", begitu
melihat ke atas, terlihat Sin-hiong dua kali salto di atas udara,
tubuhnya miring turun ke bawah ke tempat asalnya dia berdiri,
sedikit pun tidak terluka.
"Inilah jurus pertama!" kata Sin-hiong tertawa. Hiang Pu-cia
terkejut, wajahnya jadi berubah hebat, di dalam hati dia berpikir:
'Sapuan tongkatku tadi walaupun tidak telak mengenai dia, tapi
di bawah getaran angin pukulan, kenapa bocah ini sedikit pun tidak
terluka" Dia membelalakan matanya besar-besar, tiba-tiba tongkatnya
dipindahkan ke tangan kiri, sambil tertawa dingin dia berkata:
"Bagus, coba terima jurus keduaku!"
Tongkatnya menyapu melintang, kali ini tidak mempedulikan lagi
jurus tipuan atau jurus asli, tampaknya seperti ingin mengadu
kekuatan. Sepasang mata Sin-hiong menyorot tajam, tanpa berkedip
mengawasi sapuan tongkat tangan kiri ini.
Ketika ujung tongkat akan mengenai baju, Sin-hiong mendadak
dia mundur selangkah ke belakang, Hiang Pu-cia memutar
tangannya, jurus sapuan ini tidak berubah, tetap masih jurus tadi,
tapi tongkat di tangannya sepertinya memanjang satu cun lebih,
dengan ganasnya menotok ke Kian-keng-hiat nya Sin-hiong!
"Jurus keduamu juga biasa saja, aku sudah merasakannya."
Langkah mundurnya tadi hanyalah gerakan tipuan, menunggu
tongkat Hiang Pu-cia tidak bisa memanjang lagi, tubuh Sin-hiong
sedikit merendah ke belakang, tongkat Hiang Pu-cia lewat dari sisi
bahunya! Berturut-turut Hiang Pu-cia menyerang dua jurus, setiap jurus
perubahannya sangat banyak, tapi semua dengan mudah dihindari
oleh Sin-hiong, walaupun dia memiliki julukan Thian-mo, saat ini
hatinya pun jadi berdebar-debar.
"Kau sudah menyerang dua jurus, jurus ketiga tidak digunakan
juga tidak apa."
"Kenapa, kau takut?"
Dengan sinis Sin-hiong berkata:
"Kau belum pantas membuat aku takut" Dua jurus pertamamu
juga hanya segitu, jurus ketiga juga akan sama begitu" mengingat
kau susah payah berlatih sampai setinggi ini, jika lewat tiga jurus,
saatnya aku membalas menyerang, mungkin kaki kirimu itu pun
akan menjadi cacad."
Dia berkata dengan enteng, tapi Sin-tung-thian-mo yang
mendengar menjadi marah besar, dan memaki:
"Bocah, jangan pandai bersilat lidah saja!"
Segera dia memutar tongkatnya, kali ini dia mengerahkan
seluruh kemampuannya, kedahsyatan-nya bagaimana" Mungkin dia
sendiri pun tidak tahu"
Dengan gesit Sin-hiong berkelebat ke belakang tubuhnya, dia
tahu ujung tongkat Hiang Pu-cia pasti berputar ke belakang, maka
tubuhnya berhenti sedetik, lalu tubuhnya meloncat keluar sejauh
tiga tombak! Benar saja, perkiraannya sedikit pun tidak salah, saat serangan
jurus ketiga Hiang Pu-cia datang menyerang, Sin-hiong sudah
berada sejauh tiga tombak.
Ketiga jurus serangan Hiang Pu-cia sudah gagal, mungkin untuk
pertama kalinya dia mengalami hal ini seumur hidupnya sesudah
bersuara "Heh!" dia berteriak keras:
"Inilah jurus ke empatku, sekarang kau sudah boleh
membalasnya!"
Dia memutar tongkatnya, angin puting beliung yang besar sudah
menerjang ke arah Sin-hiong!
Sin-hiong jadi naik pitam, dalam hatinya berpikir:
'Orang ini tidak tahu diuntung,' sekilas dia mendesak bagian kiri
Hiang Pu-cia, pedangnya menepis.
Hiang Pu-cia berputar, Sin-hiong pun ikut berputar, saat
menyerang, Sin-hiong selalu menyerang bagian kiri Hiang Pu-cia,
Sin-hiong tahu Hiang Pu-cia hanya memiliki satu kaki kiri, tentu saja
gerakannya tidak selincah dirinya, tidak sampai lima jurus, dia sudah
dibuat Sin-hiong berputar-putar kalang kabut.
Jika saat ini Sin-hiong mau merobohkan dia, setiap saat Hiang
Pu-cia bisa roboh, tapi Sin-hiong tidak mau melakukannya, ujung
pedang disabetkan teriaknya:
"Kuberi tanda di tangan kirimu."
Terlihat sinar perak berkelebat, lalu terdengar suara "Ssst!",
lengan kiri Hiang Pu-cia tahu-tahu sudah berdarah dilukainya, baju
dikirinya pun sudah disobek oleh Sin-hiong.
Sin-tung-thian-mo terkejut, tubuhnya dengan cepat melompat
mundur ke belakang.
Tabib Ong Leng meloncat menghampiri dan berkata:
"Siau-enghiong jangan bunuh dia!" Sin-hiong tertegun, tubuhnya
dimiringkan lalu bertanya:
"Entah Ong-tayhiap ada petunjuk apa?"
"Maaf Siau-enghiong jangan menyebut aku seperti itu, aku tidak
pantas dipanggil Tayhiap?"
0odwo0 Sin-hiong merasa terharu, dalam hati berkata: 'Orang ini hatinya
penuh kasih, tidak percuma dia menjadi tabib yang menolong
orang.' Ketika sedang berpikir, mendadak ada orang berkata dengan
dingin: "Tidak perlu diangkat-angkat, sebenarnya, ilmu pertabiban Ongtayhiap
di dunia ini siapa yang bisa menandinginya?"
Setelah terdengar perkataan ini, di pekarangan depan berlari
masuk dua orang!
--0o0dw0o0-- BAB 4 Seperti bayangan mengikuti bentuk
Dua orang yang datang itu adalah Lam-goat-sian-ku dan
pelayannya Ceng-ji, pada saat kedua orang itu muncul, ada satu
bayangan manusia juga bersamaan meloncat keluar ke arah yang
berlawanan. Sai-hoa-to Ong Leng berteriak:
"In-kong, In-kong......"
Lam-goat-sian-ku tertawa dingin dan berkata: "Orang-orang di
dunia persilatan semua mengatakan kita sudah kalah di tangan Kimkau-
kiam-khek, kenapa setelah melihat kita dia masih melarikan
diri?" Hati Sin-tung-thian-mo pun punya perhitungan sendiri, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun, dia menggerakan tongkatnya,
dengan tertatih-tatih pergi menghilang di kegelapan malam.
Ceng-ji berteriak:
"Sian-ku, apa kita harus mengejarnya?"
Dengan mata dingin Lam-goat-sian-ku memandang bayangan
punggung Hiang Pu-cia, katanya:
"Mengejarnya sudah pasti, tapi..."
Perkataannya berhenti sebentar, lalu berkata lagi:
"Ong-tayhiap, dimana peta itu?"
Sai-hoa-to mengeluh panjang, lalu berkata:
"Nona Ong, terus terang saja, peta rahasia itu tidak ada
ditanganku, sepuluh hari yang lalu kudengar masih muncul di Soasay,
apakah nona tidak pernah mendengar kabarnya?"
Lam-goat-sian-ku mengerutkan alis, tanyanya:
"Benarkah perkataanmu ini?"
"Kenapa nona juga tidak percaya kata-kataku, demi peta yang
tidak ada gunanya ini, aku hampir mengalami mala petaka,
keluargaku sudah musnah, malah hari ini dan untuk selanjutnya,
selain Kim-kau-kiam-khek yang menyuruh aku, walau aku harus
mati aku pun tidak akan menolaknya, siapa pun orang dunia
persilatan yang datang ingin berobat, mati pun aku tidak akan
melayaninya!"
Habis berkata, dia berjalan selangkah demi selangkah memiju
tiga buah peti mati itu, sepasang matanya berlinang air mata,
kesedihan hatinya tidak perlu diutarakan lagi.
Tadinya Lam-goat-sian-ku masih ingin ber-tanya lagi, tapi setelah
melihat keadaannya, walaupun ada pertanyaan pun sudah tidak bisa
ditanyakan lagi. Kata-kata Sai-hoa-to Ong Leng walaupun tidak enak
di dengar, dia pun tidak enak melakukan tindakan, setelah melihatlihat
waktu, dia berkala:
"Ceng-ji, lebih baik kita kejar dia dulu saja." Ceng-ji menyahut,
dalam sekejap mereka berdua pun menghilang di kegelapan malam.
Waktu sudah menunjukan tengah malam, di atas jalan raya ada
seorang penunggang kuda sedang memacu kudanya, dia adalah
Sin-hiong. Ketika berada di rumah Sai-hoa-to, tadinya dia tidak berniat
langsung pergi meninggalkan tempat itu, setelah melihat yang
datang adalah Lam-goat-sian-ku, khawatir dia mengusik masalah
lama, sehingga dirinya terganggu, maka dia lari keluar ke arah
berlawanan. Sekarang, malam begitu kelam, tapi hati Sin-hiong sedikit
bergejolak, dia teringat Sun Cui-giok, asal Lihiap berbaju merah itu
tidak berniat buruk padanya, aku pasti bisa membebaskan Sun Cuigiok.
Berlari sebentar, dia baru memperlambat kudanya, jam tiga
malam sudah lewat, jam lima pun sudah lewat, sampai hari sudah
terang dia masih tidak berhenti, sekarang ini dia hanya punya satu
tujuan.... Pergi ke kuil Siauw-lim-si di Song-san.
Saat terpikir kuil Siauw-lim-si, wajahnya tampak sinar
keangkuhan, di dalam hati dia berpikir:
'Kuil Siauw-lim-si adalah sumber ilmu silat di seluruh dunia, sejak
dahulu diagungkan oleh orang-orang dunia persilatan, hemm...
hemm... jika dua hari kemudian, seorang anak muda yang tidak
punya nama bisa mengalahkan ketua mereka, siapa yang bisa
percaya. Sepuluh tahun lalu anak muda ini masih seorang anak
yang bekerja pada orang sebagai pengambil kayu bakar, sepuluh
tahun kemudian malah bisa melakukan hal yang menggemparkan
dunia"' Dia membayangkan dan membayangkan, tidak terasa wajahnya
jadi berseri-seri.
Sepanjang perjalanan Sin-hiong tidak berhenti, dalam perjalanan
dia hanya makan sedikit, lalu kembali melanjutkan perjalanannya,
tiga hari kemudian pada tengah hari, dia sudah tiba di Mong-kin di
provinsi Ho-lam.
Mong-kin adalah sebuah kabupaten besar di Ho-lam, dengan
melakukan perjalanan seperti yang Sin-hiong lakukan sekarang,
besok di waktu ini dia sudah bisa tiba di Song-san. Hati dia sedikit
bergolak, berjalan melalui jalan raya, terlihat orang ramai berlalu
lalang, di dalam hati dia berkata: .
"Bagaimana pun hari ini aku tidak bisa tiba di Song-san, lebih
baik beristirahat dulu disini satu malam, sekalian melihat-lihat
keadaan." Harus diketahui sejak turun gunung, dia jarang berhenti dalam
melakukan perjalanan, sehingga kadang-kadang dia berjalan di
tempat yang sepi, jarang sekali tiba di kabupaten besar seperti
Mong-kin ini, maka kali ini setelah menetapkan hati, dia
menghentikan perjalanannya, melihat-lihat dimana ada tempat
untuk istirahat.
Tiba-tiba dia melihat ada dua orang hweesio tinggi besar berjalan
di depannya. Hweesio dan tosu di dunia ini banyak sekali, dua orang itu lewat
begitu saja di hadapannya, tadinya dia tidak terlalu memperhatikan,
hanya ada salah seorang di saat akan lewat, mendadak berkata:
"Bu-keng Suheng, apa kau pernah mendengar nama Kim-kaukiam-
khek?" Hati Sin-hiong tergetar, matanya segera melirik, terdengar
seorang lagi menjawab:
"Tidak pernah dengar, tapi sekarang sudah banyak
mendengarnya!"
Tadinya Sin-hiong masih ingin mendengarkan lanjutannya, tapi
kedua hweesio itu sudah berjalan jauh. Dia melakukan perjalanan
memang ingin pergi ke Siauw-lim-si, begitu mendengar percakapan
ini, dia segera tahu mungkin kedua hweesio ini akan pergi ke kuil
Siauw-lim-si.

Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia berpikir-pikir, di dalam hati berkata:
'Tidak percuma kuil Siauw-lim-si disebut perguruan besar yang
ternama, belum lagi dia tiba, mereka sudah mempersiapkan diri dan
meningkatkan kewaspadaannya,'
Dia berputar dua kali di jalan raya, lalu ber-jalan menuju sebuah
penginapan. Saat ini, saatnya makan malam, di dalam rumah makan sudah
banyak orang, ketika Sin-hiong masuk sudah tidak ada tempat
kosong lagi, pelayan rumah makan menyambutnya dan berkata:
"Siauya mau menginap?"
Sin-hiong menganggukan kepala, tadinya dia ingin makan saja,
hanya begitu melihat di ruangan makan sudah penuh orang, maka
sekalian saja dia memesan kamar dulu baru makan, maka dia
menjawab: "Boleh juga, kau carikan aku satu kamar dulu."
Pelayan itu dengan wajah berseri-seri men-jawab sambil
membawa Sin-hiong ke pekarangan belakang dan berkata:
"Aku tahu Siauya ingin makan, tapi di luar terlalu banyak orang"
Biar aku nanti mengantarnya ke dalam kamar."
Perkataannya cocok dengan keinginan Sin-hiong, saat itupun dia
pesan dua macam masakan, dan pelayan segera pergi
mengurusnya. ^.
Setelah Sin-hiong duduk, dalam hati berpikir 'Di tempat ini lebih
baik berlaku sopan sedikit, maka dia menggantungkan kecapi
kunonya diatas dinding, dengan tampangnya yang sangat tampan,
persis seperti seorang pelajar yang baru
Tidak lama, pelayan sudah mengantarkan makanan, setelah Sinhiong
selesai makan, baru saja bangkit berdiri ingin berjalan-jalan,
tiba-tiba terdengar suara kaki berjalan dan satu suara merdu yang
berkata: "Kamar yang ini saja!"
Suaranya buat pendengaran Sin-hiong terasa seperti hafal sekali,
hatinya berpikir:
'Cepat benar kedatangan mereka!' Terpaksa dia menunda
langkahnya, setelah suara kaki itu lewat di pintu kamar, diam-diam
dia membuka pintu, benar saja dia melihat Lam-goat-sian-ku dan
Ceng-ji sudah lewat dari pintunya.
Setelah kedua orang itu cukup jauh, baru dia pelan-pelan
berjalan keluar, siapa sangka baru saja sampai di mulut loteng, di
depan tiba-tiba ada seorang hweesio yang mendekat kepada Sinhiong,
sambil mengucapkan 'O-mi-to-hud' lalu berkata:
"Mohon tanya apakah Sicu marga Sen?"
Sin-hiong terkejut dan menjawab:
"Benar, aku Sen Sin-hiong, entah guru ada perlu apa?"
"Kalau begitu, Sicu ini pasti adalah Kim-kau-kiam-khek Sen Sinhiong
yang akhir-akhir ini terkenal di dunia persilatan."
Sin-hiong berpikir cepat:
"Terima kasih, sebenarnya aku tidak berani menerima sebutan
ini." Hweesio itu pelan-pelan melangkah dan berkata: "Melihat hati
Sicu yang terbuka ini, tidak perlu malu mendapat julukan Kim-kaukiam-
khek." Hweesio ini sambil berkata sambil meng-halangi jalan di mulut
loteng, tidak naik juga tidak berniat turun, jika saat ini Lam-goatsian-
ku keluar, pasti dia akan melihat Sin-hiong dan mungkin akan
menambah kerepotan.
Setelah berhenti sejenak, hweesio itu kembali berkata:
"Aku Ci-hui dari Siauw-lim-si, ada satu masalah yang ingin
dibicarakan dengan Sicu, entah Sicu ada waktu atau tidak?"
Tubuh Sin-hiong tergetar, dalam hati berpikir:
'Belum sampai di Siauw-lim-si, mereka sudah datang mencariku,
entah apa tujuan orang ini?" Saat itu dia memiringkan tubuh dan
berkata: "Di ruang makan sangat ramai, jika Taysu bersedia, bagaimana
jika berbicara di dalam kamar"
Setelah berbicara, dia mengangkat tangan mempersilahkan.
Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan, kedua orang itu lalu masuk
dan duduk di dalam kamar, mata Ci-hui Taysu memandang kecapi
kuno di atas dinding, Sin-hiong jadi waspada, pikirnya:
'Walaupun kau berniat buruk, mungkin masih belum mampu.'
Ci-hui Taysu menarik kembali sorot matanya, dengan suara
seperti mengeluh dia berkata:
"Beberapa puluh tahun yang lalu, pedang pusaka ini pernah
membuat geger di perguruan kami, saat itu aku masih kecil, tapi
tahu guru Sicu bertarung demi gengsi, sehingga kedua belah pihak
tidak bisa berdamai, mungkin Sicu pun tahu hal ini."
Sin-hiong menganggukan kepala, Ci-hui Taysu melanjutkan:
"Sicu tahu akan hal ini sangat bagus, aku datang kemari hanya
ada satu permohonan kecil."
Saat dia mengatakan ini, wajahnya tampak tenang, Sin-hiong
bertanya: "Entah apa permohonan Taysu?"
"Masalah yang sudah lewat biarkan saja lewat, entah Sicu ada
niat berdamai atau tidak, ini tergantung pikiran Sicu."
Maksud kata-katanya, mengharapkan Sin-hiong membatalkan
kepergian ke kuil Siauw-lim-si, Sin-hiong tertegun, didalam hati
pikir: 'Bagaimana bisa" Guru memperlakukan aku seperti anak sendiri,
wasiat beliau sebelum meninggal dunia, menyuruh aku mengunjungi
sembilan perguruan besar di dunia persilatan, jika kuil Siauw-lim-si
juga tidak bisa dikunjungi, perguruan lainnya tidak perlu diceritakan
lagi.' Tadinya dia ingin menolak, tapi ketika mata-nya tidak sengaja
melihat wajah Ci-hui Taysu yang penuh welas asih, walau hatinya
ada niat menolak, tapi sesaat tidak bisa mengatakannya.
Ci-hui Taysu adalah hweesio berilmu tinggi, begitu melihat wajah
Sin-hiong, dia sudah tahu kesulitannya, saat itu sambil tersenyum
dia berkata lagi:
"Perintah guru seperti perintah ayah, aku rasa di dalam hati Sicu
pasti ada kesulitan?"
"Mata Taysu tajam sekali, walaupun aku berniat
menyanggupinya, tapi perintah guru tidak bisa ditolak, terpaksa
mengecewakan niat baik Taysu."
Ci-hui Taysu berpikir sejenak, mendadak dia mengambil dua
sumpit di atas meja, satu diberikan pada Sin-hiong, Sin-hiong masih
belum tahu apa tujuannya, Ci-hui Taysu sudah berkata:
"Aku adalah kepala cabang Siauw-lim-si bagian barat, jika Sicu
tidak bisa menolak perintah guru, terpaksa aku mencoba dulu
kehebatan ilmu silat Sicu, jika Sicu menang, silahkan datang ke
Siauw-lim-si, jika kalah"......"
Sin-hiong melanjutkan:
"Itu hanya bisa menyalahkan aku belajar ilmu silat kurang mahir,
walau pergi pun tidak akan ada hasilnya, lalu buat apa pergi?"
Ci-hui Taysu menganggukan kepala:
"Hanya saja, aku sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah
menggunakan senjata, bagaimana kalau kita menggunakan sumpit
di tangan masing-masing untuk mencobanya?"
Hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:
'Akalnya bagus juga, saat itu dia sudah memegang erat
sumpitnya dan berkata:
"Jika begitu, silahkan Taysu menyerang ter-lebih dulu?"
Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan lagi, diam-diam menghirup
nafas, teriaknya, "Siap"! dia melayangkan sumpitnya, menotok ke
arah jalan darah Kian-hu-hiat Sin-hiong! '
Dua orang itu saling berhadapan, jaraknya tidak sampai empat
lima kaki, dengan ilmu silatnya, mereka bisa menewaskan lawannya,
di luar walaupun tampak beramah-ramah, tapi ketika bertarung,
malah lebih lihay dari pada menggunakan senjata yang sebenarnya.
Sin-hiong tidak berani lengah, sumpitnya menangkis lalu balik
menyerang. Siapa sangka jurus Ci-hui Taysu, kelihatannya diarahkan ke jalan
darah Kian-hu-hiat di tubuh sebelah kiri Sin-hiong, tapi ketika Sinhiong
menangkis, terlihat pergelangan tangan dia sedikit diangkat,
mendadak arahnya berubah, menotok jalan darah Kian-hu-hiat di
sebelah kanan tubuh Sin-hiong.
Sin-hiong sedikit terkejut dan berteriak:
"Jurus bagus!"
Tubuhnya merendah ke belakang, lengan kanan kembali
menangkisnya, tapi tidak memberi kesempatan Ci-hui Taysu
meneruskan serangannya, tangannya langsung menotok jalan
Hwan-sui-hiat Ci-hui Taysu.
Kecepatan jurusnya, sungguh tidak bisa dibayangkan, dalam
sekejap Sin-hiong sudah bisa balik menyerang, wajah Ci-hui Taysu
jadi berubah, sumpit di tangannya memdadak di gunakan sebagai
tongkat hweesio, secepat meteor menyapu melintang.
Jika Sin-hiong tidak segera merubah jurusnya dan menarik
tangannya, 'senjata' di tangannya ada kemungkinan akan terpukul
dan terlepas dari tangan-nya, sepasang mata Sin-hiong jadi
bersinar, otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:
'Jika aku tidak mengeluarkan kemampuanku, mungkin dia tidak
mau mengaku kalah"'
Mengambil kesempatan sumpit Ci-hui Taysu datang menyapu,
dia segera mengerahkan seluruh tenaga di lengan kanannya,
jurusnya pun berubah jadi memotong melintang, menyambut jurus
lawan. Diam-diam Ci-hui Taysu merasa senang, di dalam hati berpikir:
'Jurus pedangmu mungkin sangat hebat, tapi jika bertarung
tenaga dalam dengan aku, bukankah itu hanya mempermalukan diri
sendiri" Dia merasa yakin sebab tenaga dalamnya sudah dilatih puluhan
tahun, dibandingkan Sin-hiong berlatih sejak kecil sampai sekarang,
dia pasti menang.
Saat itupun dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya
disalurkan ke lengan kanannya, hanya terdengar sebuah suara
nyaring "Paak!", dua buah sumpit sekali bersentuhan langsung
berpisah lagi, Ci-hui Taysu bergoyang dua kali, Sin-hiong masih
duduk di tempatnya tidak bergerak, sambil tertawa dia berkata:
"Terima kasih!"
Otot di wajah Ci-hui Taysu kejang-kejang, sambil menghela nafas
panjang dia berkata:
"Sejarah puluhan tahun lalu rupanya akan terulang lagi, aku
sudah mencegah semampunya. Terima kasih Sicu tidak melukai
aku." Sesudah berkata, pelan-pelan dia bangkit berdiri, lalu berjalan
keluar pintu. Sin-hiong berdiri lalu berjalan ke pintu mengantarnya, tiba-tiba
matanya menjadi terang, di luar pintu sudah berdiri dua orang
gadis, yang satu berbaju putih yang satu lagi berbaju hijau.
Dua orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan Ceng-ji, dua orang ini
tinggal di kamar seberang sana, tadinya tidak terpikir Sin-hiong bisa
berada disini, karena tadi terdengar suara beradunya sumpit, telinga
kedua orang ini sangat tajam, dengan cepat berlari datang.
Ceng-ji menatap bayangan punggungnya Ci-hui Taysu dan
berteriak: "Sian-ku, dia nakal sekali, sekarang kembali menghina hweesio
dari Siauw-lim-si!"
Usia dia masih kecil, dan suka usil, kadang-kadang dimaki Lamgoat-
sian-ku sehingga jadi nakal, maka begitu berkata dia langsung
berkata seperti ini terhadap Sin-hiong.
Dengan kesal Lam-goat-sian-ku melihat sekali pada Sin-hiong,
lalu dengan marah berkata:
"Kau menyebarkan berita kemana-mana, bahwa kami Sian-souwngo-
goat pernah dikalahkan olehmu, hemm... hemm... malam ini
mau tidak mau aku harus mencobamu."
Setelah berkata, dia menarik Ceng-ji, dua orang itu kembali
mundur ke depan pintu kamar mereka, tapi tidak masuk ke dalam,
mereka mengambil posisi hanya mengawasi, asalkan Sin-hiong pergi
kemana, mereka pun akan mengikutinya.
Tadinya Sin-hiong ingin menjelaskan, tapi Lam-goat-sian-ku tidak
memberi dia kesempatan untuk menjelaskan, dia berjiwa muda,
begitu berpikir tidak tahan dia jadi marah dan berkata:
"Sengaja aku akan jalan-jalan keluar, aku mau lihat kalian bisa
berbuat apa padaku?"
Baru saja dia mengangkat kakinya mau melangkah keluar,
sebuah pikiran berkelebat di dalam kepalanya, tidak tahan dia
berkata pada dirinya:
"Tidak bisa, jika aku pergi, dan mereka juga ikut di belakangku,
di siang hari bolong begini, bukan-kah akan ditertawakan orang."
Dulu dia punya pengalaman dengan wanita berbaju merah, kali
ini tentu saja dia harus lebih hati hati, terpaksa dia kembali lagi ke
dalam kamar. Tadinya Sin-hiong ingin pergi melihat-lihat kota Mong-kin, tidak
di sangka malah di buat kacau oleh orang, nanti malam, Lam-goatsian-
ku masih mau mencoba dia, karena merasa kesal, maka dia
tidur di atas ranjang.
Kemarin malam, dia semalaman tidak tidur, setelah berbaring
diatas ranjang tidak terasa dia jadi tertidur lelap.
Ketika bangun, pelayan sudah mengantarkan nasi, Sin-hiong
makan sedikit, lalu diam-diam menyuruh pelayan membawa
kudanya dan menunggu dia di luar pintu, berkata:
"Aku ada urusan harus melanjutkan perjalanan, ini lima liang
perak, lebihnya buat tip saja."
Pelayan itu berulang-ulang mengucapkan terima kasih, dengan
gembira meninggalkan tempat itu.
Setelah pelayan itu pergi, Sin-hiong berjalan ke sisi jendela
melihat keluar, waktunya sudah hampir malam, lalu diam-diam dia
keluar dari jendela belakang.
Dia mengira kali ini tidak ada orang yang tahu, tapi baru saja
turun dari jendela, terdengar di belakang ada yang berteriak:
"Berhenti, kau telah mencuri barang orang?"
Sin-hiong membalikan kepala melihat, ternyata dia adalah Cengji,
tidak tahan wajahnya menjadi merah dan berkata:
"Nona Ceng, sungguh aku tidak berkata seperti itu, mohon kau
beritahu Lam-goat-sian-ku, ini salah paham yang amat besar."
Dia tidak tahu siapa nama Ceng-ji, hanya mendengar Lam-goatsian-
ku memanggil dia Ceng-ji, maka dia juga panggil dia nona
Ceng. Dengan wajah serius Ceng-ji berkata:
"Aku tidak peduli kau berkata atau tidak, aku mendapat perintah
dari Sian-ku, menjaga disini, hemm.. hem,... benar saja perkiraan
Sian-ku, kau ingin melari-kan diri melalui jendela belakang?"
Merah wajah Sin-hiong masih belum hilang, walaupun dia bukan
seorang pencuri, sekarang pun seperti menjadi orang gila, tidak
tahan di dalam hati dia jadi merasa kesal, dan berkata:
"Percaya atau tidak terserah, aku harus melanjutkan
perjalananku!"
Setelah berkata begitu, dia langsung melangkah ke depan.
Ceng-ji melihat dia mau pergi, maka berteriak:
"Kau benar-benar mau pergi?"
Sin-hiong tidak peduli lagi, Ceng-ji khawatir diri melarikan diri,


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secepat kilat mencabut pedang di punggungnya, dengan jurus Kauhu-
bun-lu (Pencari kayu bakar bertanya jalan) dia menusuk Sinhiong.
Sin-hiong sedang berjalan ke depan, merasa di belakang ada
suara senjata membelah angin, dia tahu Ceng-ji sudah menyerang,
tubuhnya mendadak mencelat ke belakang, turun di belakang Cengji,
sambil tertawa berkata:
"Nona Ceng, kau tidak mendengar kata-kataku, terpaksa aku
lumpuhkan kau sejenak."
Telapak tangan kanan secepat kilat menepuk, Ceng-ji tidak
menduga Sin-hiong bisa mundur ke belakang, ketika dia sadar dia
hanya merasa pinggang-nya kesemutan, lalu tidak bisa bergerak
lagi. Setelah Sin-hiong melumpuhkannya, khawatir Lam-goat-sian-ku
datang, buru-buru dia berlari keluar, lalu naik ke atas kudanya dan
memacu keluar kota.
Saat ini malam baru saja tiba, di jalan ramai oleh orang, dengan
susah payah Sin-hiong tiba di gerbang kota, begitu melihat ke
belakang, ribuan rumah di kota Mong-kin sudah menyalakan lampu,
kedua kaki Sin-hiong menjepit perut kuda, maka kudanya berlari
cepat ke depan.
Keluar dari Mong-kin, pejalan kaki sudah semakin sedikit, Sinhiong
terus memacu kudanya, selama lima-enam jam, sudah
puluhan li dia mening-galkan kota Mong-kin.
Dia menarik nafas lega, setelah tahu Lam-goat-sian-ku tidak akan
bisa mengejarnya lagi, dia baru memperlambat jalannya, ketika
malam sudah larut dia sudah menembus keluar dari kata Yan-si, dan
melanjutkan perjalanannya kira-kira dda jam, di depan samar-samar
tampak hutan gunung.
Sin-hiong melihat, dia merasa dia sudah tiba di lereng gunung
Song, saat itu dia menghentikan kuda-nya, melihat di pinggir
gunung ada satu titik sinar lampu, hatinya tergerak dan berkata
didalam hati: 'Sudah selarutku, orang disana masih belum tidur, biar aku ke
sana minta segelas air untuk minum"'
Setelah berpikir, maka dia melarikan kudanya kesana.
Berjalan kira-kira sepuluh tombak lebih, mendadak di tempat
yang ada lampu itu terdengar suara "Trang!" belum hilang suara itu
di sisi bayangan hutan sudah berjalan keluar sebaris hweesio kecil.
Para hweesio kecil ini datang menghampirinya, jumlahnya ada
dua puluh lebih, di tengahnya berjalan seorang hweesio berbaju
abu-abu, baru saja Sin-hiong akan menghindar, tapi sudah tidak
keburu lagi, terpaksa dia berdiri disana tidak bergerak.
Seorang hweesio berbaju putih sedang berjalan, melihat di
tengah jalan berdiri seseorang, mata tajam-nya menyapu, melihat
orang ini sedang memeluk kecapi kuno lima senar, buru-buru dia
berteriak pelan, para hweesio kecil di belakangnya segera membagi
kedua sisi lalu berhenti, hweesio berbaju abu-abu seorang diri
datang menghampiri.
Sin-hiong sedikit terkejut, di dalam hati berpikir, 'apakah dia
bertemu dengan hweesio Siauw-lim-si" Hweesio berbaju abu-abu itu
sudah merangkap kan telapaknya dan berkata:
"Apakah Sicu ini Sen-tayhiap?"
Sin-hiong pun membalas dengan bersoja:
"Betul, aku Sen Sin-hiong, tidak tahu siapa Tay-suhu ini?"
Hweesio berbaju abu-abu itu memperhatikan Sin-hiong,
wajahnya menunjukan rasa tidak percaya dan berkata:
"Aku Ci-chan, kepala cabang kuil siauw-lim-si bagian selatan, tadi
aku mendapat kabar dari Suheng Ci-hui, hari hari ini Sicu akan
datang, tapi tidak menduga datangnya begini cepat, mohon
dimaafkan tidak menyiapkan penyambutan."
Ternyata hweesio yang dipanggil Ci-chan ini sudah mendapatkan
perintah, makanya hanya berjaga-jaga saja terhadap Sin-hiong,
setelah berbicara, sorot matanya yang tajam hanya melihat Sinhiong
dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, sedikit pun tidak
ada tanda-tanda ingin bertarung.
Setelah mendengar perkataannya, Sin-hiong baru tahu tempat ini
adalah kuil cabang dari Siauw-lim-si bagian selatan, di dalam hati
dia berpikir: 'Aku sudah datang, kenapa tidak segera saja menyelesaikan
masalahnya, maka saat itu dia berkata:
"Tidak apa-apa, apakah Hong-tiang Bu-su Lo-cianpwee saat ini
ada di kuil?"
Kata kata ini tanpa tedeng aling-aling, Ci-chan taysu begitu
mendengar wajahnya jadi berubah dan berkata:
"Sekarang sudah malam, dari sini ke kuil kami berjarak puluhan
li, dan jalannya jalan gunung, walau-pun ilmu meringankan tubuh
Sicu sangat hebat, mungkin besok pagi baru bisa tiba, jika Sicu
berkenan, sementara silahkan menginap satu malam di kuil aku,
masalah Sicu dengan perguruan kami, diselesaikan besok saja,
bagaimana?"
Sin-hiong berpikir, dia merasa masuk akal, maka berkata:
"Merepotkan Taysu saja?"
Ci-chan Taysu tertawa, katanya:
"Sicu adalah orang terhormat, mau singgah di kuil kami, sudah
satu kehormatan bagi perguruan kami, mana berani berkata
merepotkan."
Setelah berkata, lalu dia berjalan di depan membawa jalan ke
kuil. Kuil ini terlihat besar sekali, ruangannya megah, patung-patung
Budhanya komplit, begitu melihat Sin-hiong berkata di dalam hati:
'Kuil Siauw-lim-si adalah kuil paling tersohor di dunia persilatan,
cabang kuil nya saja sudah demikian hebat, kuil pusatnya jangan
dikatakan lagi.'
Berpikir sampai disini, di dalam hati segera timbul perasaan
hormat. Ci-chan Taysu menempatkan Sin-hiong di sebuah kamar tamu,
kedua orang itu tidak banyak berbincang, Sin-hiong tahu Siauw-limpai
adalah perguruan beraliran lurus yang ternama, tentu saja tidak
akan mencelakakan dirinya, maka dengan tenang dia tidur.
Pagi hari, Sin-hiong sudah berpakaian rapih, mendadak di luar
pintu terdengar suara kaki berjalan yang terburu-buru, belum
sempat dia membuka pintu, sudah terdengar "Tok tok!" suara
mengetuk pintu, pintu kamar pun dibuka, Ci-chan Taysu berdiri di
depan pintu sambil memegang tongkat hweesio dengan wajah
marah. Sin-hiong melihat kemarin malam dia masih ramah, kenapa pagi
ini berbeda sekali" Tidak tahan dengan kebingungan dia bertanya:
"Taysu datang dengan muka marah begini, apakah karena aku
datang kesini?"
"Hemm!" Ci-chan Taysu marah dan berkata:
"Walaupun sifat Khu Ceng-hong aneh, tapi dia adalah orang
jujur, tidak di sangka telah mendidik seorang murid seperti ini" Aku
sungguh menyayangi-nya?"
Sin-hiong terkejut, di dalam hati berpikir: 'Kata-kata dia jelasjelas
memuji guru, tapi arti di dalam kata-katanya malah memaki
aku, apa sebabnya"'
Otak dia berputar, diam-diam di dalam hati kembali berkata:
'Sebelum guru wafat, pernah berkata sembilan perguruan besar
di dunia persilatan, walaupun masing masing menyebut dirinya
adalah aliran putih dan ilmu silat lurus, tapi tetap saja Siauw-lim-pai
yang paling jujur dan terbuka, hari ini setelah aku melihatnya,
mungkin itu tidak benar"'
Sin-hiong dengan kebingungan bertanya: "Kata-kata guru ini
sungguh membuat aku bingung, tolong katakan lebih jelas?"
Ci-chan Taysu masih marah, berkata dingin: "Orang jujur tidak
perlu secara diam-diam melakukan hal yang tidak terpuji, kau masih
mau berpura-pura?"
Begitu perkataannya habis, Sin-hiong jadi tertegun bingung,
dengan nada dingin dia berkata:
"Tay-suhu adalah seorang hweesio berilmu tinggi, jangan
sembarangan menuduh orang?"
Ci-chan Taysu bertambah marah dan berkata:
"Aku menuduhmu" He he he, kalau begitu biar aku mencoba dulu
ilmu silatmu."
Sin-hiong menghirup nafas panjang, sesaat dia tidak tahu apa
yang terjadi, melihat Ci-chan Taysu terus mengancam dia, tidak
tahan di dalam hatinya pun jadi marah, dia mengambil kecapi
kunonya, sambil tertawa dingin berkata:
"Apa aku takut padamu?"
Kemarahan Ci-chan Taysu memuncak, dia tidak bisa menahan
diri, sambil mundur ke belakang dia berteriak:
"Bagus bagus bagus, di luar tempatnya luas, kita kelapangan
rumput untuk bertarung, lihat siapa yang lebih unggul!"
Setelah berkata, dengan menenteng tongkat hweesionya, dia
langsung pergi ke lapangan.
Tadi Sin-hiong dimaki tanpa alasan, sekarang terus-menerus
didesak, walaupun kesabarannya sangat tinggi, tetap saja akhirnya
tidak bisa menahan amarahnya, tanpa berpikir panjang, dia
menegakan tubuh mengikutinya ke luar lapangan.
Saat ini di luar kuil sudah berdiri dua puluhan hweesio kecil yang
berdiri di kedua sisi lapangan, Ci-chan Taysu berdiri di tengah, Sinhiong
melihatnya seperti itu, tahu mereka sudah mempersiapkan
langkah kedua, saat itu dia tidak pedulikan keadaan, dia berjalan ke
tengah-tengah dan berteriak:
"Kalian mau maju bersama-sama, atau Tay-suhu sendiri yang
maju duluan."
Ci-chan Taysu mengangkat tongkat hweesio-nya, dengan marah
berkata: "Sombong sekali, coba terima dulu dua pukulan tongkatku!"
Setelah berkata, dia memutar tongkat-nya, "Weed!" menyapu.
Sin-hiong sadar, hari ini mau tidak mau dia harus bertarung,
ketika ini mendadak dia seperti melihat keperkasaan gurunya
sepuluh tahun yang lalu, darahnya terasa bergejolak, Kim-kau-kiam
nya pun langsung disabetkan.
Ci-chan Taysu mendengus, tongkatnya diayun-ayunkan, dalam
sekejap sudah menyerang tujuh delapan jurus!
Sin-hiong mengerahkan tenaga dalamnya dan pedangnya
digetarkan, titik-titik sinar perak laksana hujan, menebar di
sekeliling Ci-chan Taysu, inilah jurus Sin-hoan-put-ie (Berputar-putar
tidak berhenti) jurus paling lihay dari jurus Kim-kau-kiam!
Di dalam setengah bulan lebih ini, Sin-hiong belum pernah
menunjukan kehebatan jurus Kim-kau-kiam, walau bertemu dengan
pesilat yang lebih tinggi sekalipun, dia bisa dengan tenang
melumpuhkan, tapi keadaan hari ini berbeda, karena dia marah, dia
telah menggunakan jurus paling hebatnya!
Begitu jurus ini di keluarkan, Ci-chan Taysu segera merasakan di
sekelilingnya penuh dengan bayangan dingin, dia jadi terkejut, dia
membentak, dari ribuan bayangan tongkat sekarang berubah jadi
satu, dengan dahsyat menyerang Sin-hiong.
Sin-hiong tertawa dingin, pergelangan tangan-nya diputar, satu
kilatan dingin sudah menerjang ke titik saluran Koan-goan nya Cichan
Taysu dan berteriak:
"Jika Tay-suhu tidak mundur, aku tidak akan segan-segan lagi
menusuk." Segulung cahaya berkelebat di depan mata Ci-chan Taysu, tahutahu
ujung pedang Sin-hiong sudah hampir mengenai sasaran,
ketika dia terkejut, dua puluh orang hweesio kecil yang melihat dia
dalam bahaya, semua bergerak mengangkat tongkatnya, langsung
mengurung Sin-hiong di tengah.
Sin-hiong tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Tidak di sangka Siauw-lim-pai yang dikata-kan partai lurus, hari
ini ternyata bisa mengeroyok orang!"
Setelah berkata, dia menggerakan pedangnya, terdengar ".Tring
tring trang trang!", diantara dua puluh hweesio kecil itu, sudah ada
lima buah tongkat terpental ke udara.
Hati Ci-chan Taysu jadi tergetar!
Pada saat ini, terdengar ada orang mengucap-kan "O-mi-to-hud!"
lalu berkata: "Sen sicu sungguh menepati janji."
Sin-hiong mengangkat kepala melihat, terlihat Ci-hui Taysu
pelan-pelan berjalan keluar dari sisi gunung, di belakangnya, juga
ada dua puluhan hweesio kecil mengikutinya.
Sin-hiong tersenyum dan berkata:
"Tay-suhu pun datang untuk mencegah aku?"
Ci-hui Taysu merangkapkan telapaknya dan berkata:
"Maaf, aku mendapat perintah ketua, khawatir Ci-chan Sute
bukan lawannya Sicu, maka menyuruh aku menghentikan dia."
Ci-hui Taysu berkata, sambil menghampiri, ketika dia berhenti,
dua puluh orang hweesio kecil masih berjalan terus setelah
mendekati Sin-hiong baru menghentikan langkahnya.
Maka keadaannya mendadak jadi berubah.
Mata Sin-hiong menyapu, melihat hweesio yang mengurung dia
tepat ada empat puluh orang hatinya tergerak, dalam hatinya
berkata: 'Guru pernah berkata, ilmu barisan Siauw-lim-si yang disebut
barisan Lo-han namanya sangat terkenal di dunia persilatan, entah
sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah
dikalahkannya, tampak nya sekarang akan digunakan untuk
menghadapi diriku.'
Berpikir sampai disini, tidak terasa diam-diam dia menghela nafas
dan berkata: "Bagus kalau begitu, aku ingin mencoba ilmu silat terhebatnya
perguruan Siauw-lim!"
Ci-hui Taysu tersenyum, mendadak berkata pada Ci-chan Taysu:
"Hanya dengan setengah strategi menghadapi lawan, mungkin
kita masih bukan lawannya Sen-tayhiap?"
Ci-chan Taysu mundur selangkah kebelakang:
"Suheng jangan membesar-besarkan lawan, kita coba dulu saja."
Dia lalu menyiapkan tongkatnya, dua puluh orang hweesio kecil
di belakangnya pun merapat dan bersiap-siap, tidak membuang
waktu lagi, tongkatnya sudah datang menggulung.
Begitu Ci-chan Taysu bergerak, dua puluh orang hweesio kecil itu
pun ikut bergerak, dalam sekejap mata, Ci-hui Taysu dengan dua
puluh hweesio kecilnya juga dari arah berlawanan datang
menyerang. Dua pesilat tinggi dari Siauw-lim-si melakukan pengeroyokan,
ditambah empat puluh hweesio kecil, tampak seperti puluhan ribu
naga meliuk-liuk di udara.
angin pukulan yang ditimbulkan oleh tongkat sangat dahsyat,
mengurung Sin-hiong dengan bayangan tongkatnya di tengahtengah.
Sin-hiong tidak berani lengah, dia meng-gerakan pedang
pusakanya, kilatan perak berkelebat menyerang kearah Ci-chan
Taysu! Ci-chan Taysu sudah mengetahui kehebatan Sin-hiong, dia tidak
berani terlalu dekat, ketika pedang Sin-hiong menyerang, dia sedikit
mundur ke belakang, di pihak Ci-hui Taysu, dua puluh satu tongkat
dengan cepat sudah datang menggulung, menutup kekosongan.
Sin-hiong tidak terlalu mendesak, begitu kelompok Ci-chan
mundur, dia menggetarkan pedang membentuk kilatan perak ribuan
tombak, tahu-tahu menyerang ke kelompok Ci-hui Taysu!


Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya satu garakan pedangnya, tapi tampak seperti ada dua
pedang yang menyerang, begitu pedang diangkat lalu disabetkan,
hanya sekejap mata hampir seluruh hweesio itu diserang
pedangnya! "Heh!" Ci-hui Taysu berteriak, "jangan menangkis!"
Tubuhnya dimiringkan, "Weed weed!" tongkat nya menyapu dua
kali! Ci-chan Taysu pun tentu saja tidak tinggal diam, sesudah mundur
dia langsung maju lagi, kedua orang itu bersama-sama menyerang,
ditambah empat puluh hweesio kecil itu, walaupun para hweesio
kecil ini masih berusia muda, tapi dasar ilmu silat mereka sudah
kuat, menyerang bersama dengan kedua orang tua itu, sedikit pun
tidak terlihat ada celahnya, walaupun jurus pedang Sin-hiong
sangat cepat, tapi dalam waktu singkat jika ingin memukul
mundur mereka, itu adalah hal yang tidak mungkin.
Dalam sekejap, Sin-hiong sudah menyerang sebanyak empatlima
jurus.' Setiap kali jika dia melakukan serangan, empat puluh hweesio ini
mundur ke belakang, jika dia menyerang ke timur, orang-orang di
kedua sisinya datang menyerang membantu rekannya, maka walau
pun dia menyerang, tapi tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka"
Sin-hiong mengerutkan alisnya, di dalam hati berkata:
'Jika terus menerus begini, bagaimana aku bisa naik gunung.'
Ketika dia berpikir, mendadak dia mendapat satu akal, saat ini
dua puluh satu batang tongkat di pihak Ci-hui Taysu telah datang
menekan, Sin-hiong bersiul panjang, dia memutar pedangnya
membentuk gulungan angin keras, membawa senjata dua puluh
hweesio kecil itu bergeser ke samping, lalu dengan dahsyat
pedangnya menyerang Ci-hui Taysu.
Buru-buru Ci-hui Taysu menangkis dengan tongkatnya, tapi
serangan susulan kedua dan ketiga Sin-hiong sudah berturut-turut
menyerang, kecepatan serangannya sulit dibayangkan, sekarang Cihui
Taysu seperti berhadapan sendirian, Sin-hiong menyerang tiga
jurus, Ci-hui Taysu sudah didesak mundur sebanyak lima-enam
langkah. Begitu Ci-hui Taysu mundur, serangan bersama dari kedua sisi
dengan sendirinya muncul satu celah besar, Sin-hiong tidak
membiarkan mereka mengambil nafas, dia membalikan tubuh
menusukan pedangnya tujuh-delapan kali, empat puluh hweesio
disisi tubuhnya hanya merasakan kelebatan pedang, semua jadi ikut
mundur ke bel akang.
Ci-hui Taysu dan Ci-chan Taysu dengan perasaan berat
mengeluh, di dalam hati mereka, saat ini merasa sangat sedih.
Sin-hiong mengusap pedang melihat ke sekeliling, dengan
gagahnya berkata:
"Masih ada berapa banyak orang dari Siauw-lim-pai, silahkan
maju semua."
Udara dipagi hari amat segar, tapi empat puluh hweesio itu
tertekan oleh keperkasaan dia, semua orang membelalakan
matanya besar-besar, siapa pun tidak ada yang berani
mengeluarkan suara.
Tepat pada saat ini, terdengar satu orang dengan lembut
berkata: "Dua Sute kurang rajin berlatih silat, tapi Sicu pun tidak
seharusnya memandang rendah mereka."
Selesai berkata, terlihat di sebelah timur dan barat muncul dua
orang hweesio berbaju abu-abu, salah satunya berperawakan kurus
kecil, tapi yang sarunya lagi malah tinggi besar, kedua tangannya
masing-masing memegang tongkat hweesio dalam sekejap mata
sudah berada di tengah lapangan.
Sambil tertawa Sin-hiong berkata: "Betul, tapi jika aku tidak
mengatakannya, mungkin kedua Tay-suhu ini tidak akan muncul!"
Hweesio yang berperawakan kurus kecil memperhatikan Sinhiong
sekali dan dengan suara lembut berkata:
"Ilmu silat Sicu sangat hebat, sayang kemarin malam di kuil kami
hanya muncul sekelebat saja, kenapa hari ini bisa bertarung dengan
terang-terangan, apakah ini yang disebut kelakuan seorang laki-laki
sejati, datang terang-terangan, pergi dengan diam-diam!"
Maksud kata-katanya penuh dengan ejekan, tapi begitu Sin-hiong
mendengar, dia jadi teringat sikap Ci-chan Taysu tadi, di dalam hati
dia segera mengerti, ternyata ada orang yang menyamar dirinya
datang mengacau.
Sin-hiong berkata:
"Apakah ada orang yang berani menggunakan namaku datang
mengacau di kuil Siauw-lim-si?"
Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong berpikir, dia belum lama turun
gunung! Orang yang dikenalnya pun sangat terbatas, kali ini dia
datang ke kuil Siauw-lim-si, dia sendiri pun tidak memberi tahu pada
orang lain, mungkin tidak ada orang kedua tahu hal ini.
Ci-keng Taysu melihat Sin-hiong berkata berputar-putar, dia
masih mengira dia sudah mengakui-nya, maka dia berkata lagi:
"Nama sehutanku Ci-keng, ini adalah suteku yang paling besar
namanya Ci-goan, dua orang yang tadi bertarung dengan Sicu tidak
perlu aku perkenal-kan lagi, terus terang saja, walaupun ilmu silatku
di kuil Siauw-lim-si tidak seberapa" Tapi siapa pun orang kalau
berani mengacau dihadapanku, aku tentu tidak bisa membiarkan!"
Setelah berkata, tubuhnya pelan-pelan ber-gerak,
menggoyangkan dua kali tongkat hweesionya, menampakkan dia
siap bertarung.
Tadinya Sin-hiong mau menjelaskan orang yang datang kemarin
malam bukan dirinya, tapi setelah melihat kelakuan hweesio ini
walaupun lembut, tapi kata-katanya tidak enak didengar, apa lagi
setelah berkata dia menunjukan sikap siap bertarung, itu tandanya
kalau bukan menantang dirinya lalu apa lagi"
Dia menggetarkan Kim-kau-kiam, mengeluar-kan kilatan sinar
yang mencolok mata, sambil tertawa berkata:
"Jika Tay-suhu sudah berkata begitu, aku marga Sen tidak bisa
berkata apa-apa lagi, apa kalian berempat mau bersama-sama
maju?" Otot tipis di wajah Ci-keng Taysu bergerak-gerak katanya:
"Ilmu silat Sen-tayhiap sangat hebat, jadi kami tidak akan
sungkan lagi."
Dia mengatakan ini hanya untuk mengalihkan perhatian, setelah
berbicara, langsung berteriak "Maju!", empat orang hweesio besar
generasi huruf Ci, sudah bersama-sama maju menyerang!
Begitu empat orang ini bergerak, empat puluh hweesio kecil yang
berdiri di pinggir pun mengikuti-nya, hanya saja para hweesio kecil
yang tidak terlalu mendesak, tapi setiap ada kesempatan, maka
secepat kilat menyerang dengan tongkatnya.
Ci-keng Taysu berempat mengayunkan tongkat beratnya,
jurusnya dahsyat, ke empat orang itu bersama-sama menyerang,
kekuatannya entah berapa kali lipat, apa lagi ditambah empat puluh
hweesio kecil membantu nya, dengan kekuatan seperti ini, siapa
pun pesilat tinggi di dunia ini, mungkin tidak ada orang yang
mampu menghadapinya lebih dari tiga puluh jurus!
Bayangan tongkat memenuhi langit, bayangan orang
berkelebatan, empat pesilat tinggi dari Siauw-lim-si sudah
menyerang tidak kurang dari dua puluh pukulan tongkat!
Tubuh Sin-hiong sedikit gemetaran, sejak dia turun gunung,
pertarungan kali ini bisa disebut pertarungan yang paling dahsyat,
angin pukulan tongkat terasa menggetarkan, membuat bajunya
berkibar-kibar, tiba-tiba Sin-hiong berteriak, pedang pusakanya
menciptakan gulungan sinar perak yang berkilau-kilau, menutup
langit juga dengan dahsyat membalas serangan tujuh delapan jurus!
Ci-keng Taysu berempat merasa setiap kali meraka menyerang,
sepertinya selalu ditekan Sin-hiong, sinar pedang dia seperti air
raksa tumpah ke tanah, hati ke empat orang itu jadi dingin, masingmasing
sekuat tenaga menyerang lagi tujuh delapan jurus!
Empat puluh hweesio yang ikut mengurung, tadinya masih bisa
sesekali menyerangkan tongkatnya, sekarang mereka mendadak
merasa setiap serangan pedang Sin-hiong selalu ada hawa dingin
yang lewat di wajah, masing-masing jadi mengetatkan jurusnya,
begitu ke empat hweesio menyerang tujuh delapan jurus, mereka
pun ikut menyerang dua tiga jurus. .
Maka begitu ke empat puluh empat orang hweesio menyerang,
maka akan terbentuk seratus lebih bayangan tongkat menyerang
pada Sin-hiong!
Diam-diam Sin-hiong menghela nafas dingin, di dalam hatinya
berpikir: 'Melihat keadaannya, mau tidak mau aku harus melukai beberapa
orang.' Maka dia mengangkat pedangnya, jurusnya segera berubah, dia
sudah mengeluarkan jurus yang paling lihaynya dari jurus Kim-kaukiam
secara berturut-turut, terlihat sinar pedang membesar, laksana
layar langit menutup dari atas, walaupun empat puluh lebih hweesio
dari Siauw-lim-si berusaha menahan, tapi tidak bisa berbuat apaapa,
sebaliknya, saat Sin-hiong membalas menyerang, sudah ada
empat lima hweesio kecil yang terluka dan jatuh ke tanah!
"Heh!" Ci-keng Taysu berteriak, "sungguh hebat!" tanpa
menghiraukan bahaya maju menyerang!
Melihat Ci-keng Taysu tanpa mempedulikan bahaya maju
menyerang, tubuh Sin-hiong malah mundur sedikit kebelakang, dan
berturut turut menusukan pedangnya tiga kali, tiga tusukan ini
ditujukan kepada Ci-goan, Ci-hui dan Ci-chan bertiga.
Ci-keng Taysu membelalakan sepasang mata-nya, dia merasa ini
adalah kesempatan terbaik dia untuk menyerang, "Weet weet!" dia
menyapukan tongkatnya, mengarah jalan darah besar di tubuh Sinhiong
dari atas sampai bawah!
Ci-goan Taysu bertiga pun segera menggetar-kan tongkatnya,
siapa tahu belum lagi jurus mereka dilancarkan, secepat kilat Sinhiong
membalikan tubuhnya, ujung pedang dari bawah tiba-tiba
dilontarkan ke atas, gerakan ini berbalik dengan gerakan Ci-keng
Taysu, walaupun jurus Sin-hiong bergerak belakangan, tapi tiba
lebih dulu, sekali mencongkel, Ci-keng Taysu hanya merasa ada
hawa dingin menyerang, dia memutar tongkatnya, serangan Sinhiong
tidak mengendur, sekali menyabetkan pedang, tiga orang
hweesio kecil yang menyerang dari belakang kembali dilukainya
roboh ke tanah!
Hanya dalam waktu singkat, di pihak Siauw-lim-si sudah ada
delapan hweesio yang terluka dan roboh ke tanah, suara rintihannya
masuk ke dalam telinga Sin-hiong, dia mendadak merasa tidak tega,
di dalam hati berkata:
"Hay...! Tujuanku kemari hanya ingin bertemu pada ketua Siauwlim-
si, Bu-su Taysu seorang, buat apa melukai orang-orang yang
tidak berdosa?"
Berpikir sampai disini, pikirannya tergerak, maka dia memutuskan
malam ini datang kembali kemari, "Ssst sst!" dia menyabetkan
pedangnya, lalu meloncat, langsung berlari ke bawah gunung!
Siapa tahu walaupun rencananya bagus, tapi kenyataannya
orang lain tidak membiarkan dia, tepat ketika dia berhenti, terlihat
di depannya ada bayangan orang berkelebat, seorang hweesio
Jodoh Si Mata Keranjang 3 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pedang Golok Yang Menggetarkan 10
^