Pendekar Remaja 9

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


"Bangsat! Kembalikan sepatuku!" Lili berseru keras, akan tetapi Lie Siong yang merasa telah dapat membalas hinaan yang diterimanya dalam pertempuran itu, yaitu hinaan yang berupa
"pengampunan" berkali-kali dari desakan pedang, segera membawa sepatu itu dan melompat keluar dari situ.
Lili hendak mengejar, akan tetapi tanpa sepatu, kaki kirinya terasa sakit sekali menginjak lantai yang kasar. Pada saat itu, dari luar rumah kuil itu terdengar seruan Lie Siong, "Kau harus membayar penghinaan dan kesombonganmu dengan sepatumu! Tidak mudah
mendapatkan sepatu yang masih dipakai dari puteri Pendekar Bodoh yang ternyata tolol dan bodoh melebihi ayahnya dan sombong pula!"
Lili hampir menangis saking jengkelnya dan melompat keluar.
"Kubunuh kau, bangsat rendah!" makinya, akan tetapi begitu kakinya menginjak batu-batu tajam, ia mengeluh, melompat kembali ke ruang itu, duduk di atas sebuah bangku dan...
menangis! Thian Kek Hwesio lalu menghampiri Lili dan menghiburnya, "Nona Sie, mengapa kau menangis" Bukankah kau telah dapat mengusirnya?"
"Ia... manusia kurang ajar itu... ia telah membawa pergi sebuah sepatuku!" jawab Lili masih menangis.
Sesungguhnya, kejadian perampasan sepatu tadi amat cepatnya sehingga mata Thian Kek Hwesio yang tidak terlatih itu sama sekali tidak melihatnya. Kini ia memandang ke arah kaki kiri Lili dan ia berseru kaget,
"Omitohud...! Bagaimana ada laki-laki yang begitu kurang ajar" Nona Sie, betulkah kata-katamu tadi bahwa dia adalah putera Ang I Niocu" Pinceng pernah mendengar nama Ang I Niocu yang terkenal sekali."
Akan tetapi Lili tak dapat menjawab, hanya melanjutkan tangisnya. Hatinya mangkel sekali dan ingin ia dapat menusuk dada pemuda itu dengan pedangnya!
"Aku tidak tahu siapa Ang I Niocu dan siapa pula pemuda itu, akan tetapi ilmu
kepandaiannya memang hebat," tiba-tiba Lo Sian berkata. "Aku masih ingat kepada Lie Kong Sian dan agaknya pemuda itu memang patut menjadi putera Lie Kong Sian. Ilmu sitatnya tinggi dan tadi ia merampas sepatumu hanya untuk membalas penghinaan yang berkali-kali kaulakukan kepadanya."
Thian Kek Hwesio memandang heran kepada pembicara ini, "Eh, Sicu, apa rnaksudmu"
Mengapa kau menyatakan bahwa Nona Sie telah menghinanya berkali-kali?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
260 Lo Sian yang telah waras pikirannya dan memiliki pemandangan yang lebih awas dari Thian Kek Hwesio berkata tenang, "Lo-suhu, di dalam pertempuran tadi, Nona ini memang selalu menjadi pendesak dan lebih lihai kepandaiannya. Akan tetapi Nona ini sengaja tidak mau melukai dan merobohkan lawan, selalu memberi ampun dan menarik kembali serangannya pada saat pedangnya akan mengenai sasaran. Di dalam sebuah pibu, tentu saja hal ini dianggap gerakan yang amat menghina dan merendahkan lawan. Bagi seorang gagah, lebih baik dirobohkan daripada diberi ampun dan diberi kesempatan melepaskan diri dari ancaman senjata!"
Merahlah wajah Lili setelah mendengar ucapan Lo Sian ini. Tak disangkanya bahwa suhunya masih bermata setajam itu dan dapat melihat semua gerakannya! Akan tetapi, hwesio gendut itu menggeleng-geleng kepala dan menghela napas berkati-kali.
"Kalian ini orang-orang dunia persilatan benar-benar aneh sekali! Untung pinceng tak pernah mempelajari ilmu silat, karena kalau pinceng dulu mempelajarinya, entah sudah berapa kali pinceng harus berkelahi seperti binatang buas!"
Terpaksa Lili menerima pemberian Thian Kek Hwesio yaitu sepasang sepatu hwesio yang besar. Ia memotong dan menjahit lagi sepatu itu, dikecilkan untuk dapat dipakai oleh sepasang kakinya yang kecil mungil. Kemudian ia membujuk kepada Lo Sian untuk ikut dengan dia ke rumah ayah-bundanya di Shaning.
"Aku tidak kenal siapa adanya ayahmu yang bernama Pendekar Bodoh itu, akan tetapi oleh karena aku yakin bahwa dulu tentu aku pernah mengenalmu dan tahu bahwa kau adalah seorang yang mulia, maka biarlah aku ikut dengan kau, Nona."
"Suhu, mengapa kau menyebutku nona saja" Sungguh tidak enak bagiku. Sebutlah saja namaku seperti dulu, yaitu Lili!" kata Lili cemberut.
Lo Sian tersenyum. Air mukanya mulai berseri dan bercahaya seakan-akan kehidupan baru memasuki tubuhnya. Ia merasa gembira dapat melihat kejenakaan, kemanjaan, dan kegagahan nona ini, maka ia lalu menjawab,
"Baiklah, Lili, sungguhpun aku sama sekali tidak mengerti mengapa kau menyebutku Suhu, padahal kalau melihat kepandaianmu, lebih patut akulah yang menjadi muridmu!"
Demikianlah, setelah menanti sampai tiga hari akan tetapi tidak melihat kedatangan Hong Beng dan Goat Lan, Lili menjadi hilang sabar dan ia mengajak Lo Sian menuju ke Shaning kembali ke rumah orang tuanya. Di sepanjang jalan tiada hentinya ia menuturkan hal-hal yang terjadi di waktu dahulu kepada Lo Sian, namun, Sin-kai Lo Sian mendengar ini sebagai hal yang baru sama sekali dan ia tidak ingat apa-apa melainkan kematian Lie Kong Sian! Ini pun tak ia ketahui sebab-sebabnya. Lupalah ia akan nama-nama seperti Ban Sai Cinjin, Hok Ti Hwesio, Mo-kai Nyo Tiang Le dan yang lain-lain.
*** Mengapa Hong Beng dan Goat Lan yang ditunggu-tunggu oleh Lili tak juga datang menyusul ke kota Ki-ciu seperti yang mereka janjikan" Marilah kita ikuti pengalaman mereka.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, kedua orang muda ini menuju ke kota Ta-liong Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
261 untuk memenuhi undangan pibu yang diterima oleh Hong Beng dari kelima ketua dari Hektung Kai-pang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Hong Beng bersama Goat Lan sudah menuju ke tempat terbuka di mana kemarin harinya Hong Beng telah menolong Lo Sian dari keroyokan para anggauta Hek-tung Kai-pang. Ternyata ketika mereka tiba di tempat itu, di situ telah berkumpul puluhan orang pengemis anggauta Hek-tung Kai-pang dan semua orang itu telah membuat lingkaran. Di tengah-tengah lingkaran, nampak sebuah meja butut dan beberapa buah bangku butut pula. Di belakang meja, lima orang nampak menduduki lima buah bangku, duduk berjajar bagaikan arca batu. Kelima orang ini bukan lain adalah lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang yang sesungguhnya bukanlah saudara-saudara sekandung melainkan saudara-saudara angkat yang telah bersumpah sehidup semati. Selain daripada ini, mereka juga merupakan saudara seperguruan, karena kelimanya adalah murid dari Hek-tung Kai-ong, pencipta dari Hek-tung Kai-pang dan ilmu tongkat hitam yang amat lihai.
Lima orang ketua ini kesemuanya berpakaian tambal-tambalan dan usia mereka antara empat puluh sampal lima puluh tahun. Setelah mengangkat saudara menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang, mereka telah menggunakan nama baru dengan she (nama keturunan) Hek pula yaitu Hek Liong, Hek Houw, Hek Pa, Hek Kwi dan Hek Sai. Semenjak kelima saudara ini menemukan buku pelajaran silat dari guru mereka yang telah meninggal dunia, dan bersama-sama melatih lagi Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat dari kitab ini, kepandaian mereka meningkat tinggi sekali dan tiap kali ada pemilihan pengurus baru tak seorang pun dapat mengalahkan mereka! Baru menghadapi seorang di antara mereka saja sudah amat berat apalagi kalau menghadapi mereka berlima sekaligus!
Betapapun juga, Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam ini mendapat nama baik di kalangan kang-ouw. Juga Ngo-hek-pangcu (Lima Ketua Hek) ini tidak tercela namanya, karena selama memegang pimpinan, mereka berlaku adil dan juga melakukan perbuatan-perbuatan gagah.
Akan tetapi, tentu saja sebagai ketua-ketua dari perkumpulan seperti Hek-tung Kai-pang yang amat terkenal, mereka juga mempunyai keangkuhan. Ketika mereka tiba di Ta-liong dari kota raja dan mendengar bahwa anak buah mereka yaitu para kepala ranting dan cabang yang berkumpul di situ, telah dihajar oleh seorang pemuda yang membela seorang pengemis golongan lain yang datang mengacau, mereka menjadi penasaran sekali. Maka diutuslah anak buah mereka untuk menantang pibu kepada pemuda itu.
Kini, pagi-pagi sekali Ngo-hek-pangcu telah bersiap sedia menanti kedatangan orang yang ditantangnya. Melihat kedatangan dua orang muda, seorang pemuda tampan dan gagah bersama seorang gadis cantik jelita, maka kelima orang pangcu ini merasa heran dan juga diam-diam mereka merasa kagum. Inikah orangnya yang telah dapat mengocar-ngacirkan para pemimpin ranting" Hampir tak dapat dipercaya!
Namun, sebagai orang-orang kango-uw yang ulung, mereka tidak berani memperlihatkan sikap memandang rendah dan segera mereka bangun berdiri ketika melihat Hong Beng dan Goat Lan menghampiri mereka.
"Maafkan kami, sahabat muda yang gagah. Kami sebagai pengemis-pengemis hina dina dan miskin tentu saja tidak dapat menyambut kedatanganmu sebagai mana layaknya seorang tamu agung dihormati," kata Hek Liong, ketua yang paling tua di antara kelima orang itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
262 Merahlah telinga Hong Beng mendengar ucapan dan melihat sikap ini. Ia merasa betapa
"tuan rumah" ini terlalu berlebih-lebihan merendahkan diri dan mengangkatnya sebagai tamu agung. Akan tetapi Hong Beng memang berwatak sabar dan tenang, maka ia menjawab sambil menjura pula.
"Akulah yang minta maaf, Pangcu (Ketua)! Aku sebagai orang luar yang masih hijau dan bodoh, berani datang mengganggu kesenanganmu. Memang serba sukarlah kedudukanku, Pangcu. Tidak datang memenuhi panggilanmu, tentu akan mengecewakan hati Ngo-wi yang gagah, sebaliknya memenuhi undangan, berarti mengganggu rapat ini!"
Mendengar ucapan yang panjang lebar ini, serta melihat sikap pemuda yang amat tenang itu, kelima ketua itu diam-diam makin mengindahkan sikap Hong Beng. Pemuda dengan sikap seperti ini tak boleh dipandang ringan, pikir mereka.
"Dan bolehkah kiranya kami bertanya, dengan keperluan apakah Nona ini ikut datang ke sini!"
Goat Lan tersenyum dan dengan jenaka sekali ia tersenyum lalu menjura sambil menjawab,
"Ngo-wi Pangcu (Lima Tuan Ketua), aku adalah seorang perantau yang menjadi sahabat baik orang muda ini. Mendengar sahabat baikku ini mendapat undangan dari perkumpulan Hektung Kai-pang, hatiku amat tertarik sekali. Aku bersama kedua suhuku, Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, telah seringkali mengunjungi orang-orang besar di dunia kang-ouw, mengunjungi perkumpulan-perkumpulan orang gagah di dunia ini yang banyak macamnya.
Akan tetapi, sungguh aku belum pernah bertemu dengan Perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang sudah amat tersohor di empat penjuru ini!"
Goat Lan sengaja memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, karena ia mengharapkan nama-nama kedua orang gurunya dapat melemahkan hati kelima orang pangcu itu sehingga permusuhan dapat dicegah. Memang gadis yang cantik ini tepat sekali perhitungannya, karena mendengar nama kedua orang tokoh persilatan yang tinggi dan tersohor namanya ini, kelima orang pangcu itu lalu berdiri dari tempat duduk mereka dan menjura ke arah Goat Lan.
"Ah, sungguh mata kami seperti buta saja, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang di depan mata! Silakan duduk, Li-hiap (Pendekar Wanita), dan perkenalkan nama kami kelima pangcu dari Hektung Kai-pang." Kelima orang raja pengemis itu lalu memperkenalkan nama mereka seorang demi seorang. Hong Beng juga memperkenalkan nama demikian pula Goat Lan. Berbeda dengan Goat Lan, Hong Beng tidak mau menceritakan siapa gurunya dan siapa pula orang tuanya. Ia ingin melihat bagaimana sikap raja-raja pengemis itu.
Akan tetapi setelah mempersilakan kedua orang tamunya itu mengambil tempat duduk, agaknya kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu tidak mempedulikan mereka lagi dan melayani orang-orang yang mulai datang, dan diantara para pendatang baru itu, nampak pula tiga orang pengemis yang membawa tongkat berbentuk ular. Mereka ini adalah ketua-ketua dari Coa-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Ular) dari timur yang juga besar pengaruhnya. Selain tiga orang ketua Coa-tung Kaipang ini, nampak juga seorang tosu tinggi kurus, dan seorang laki-laki setengah tua yang rambutnya dikuncir panjang ke belakang dan memakai topi bundar sikapnya kasar dan berlagak. Tosu ini adalah seorang ahli silat yang bernama Beng Beng Tojin, seorang tokoh Bu-tong-san yang suka merantau. Adapun orang bertopi bundar itu adalah seorang kasar yang terkenal sebagai ahli gwa-kang (tenaga kasar) Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
263 dan ahli tiam-hoat (menotok jalan darah). Namanya Cong Tan dan julukannya It-ci-sin-kang (Si Jari Tangan Lihai).
Kelima saudara Hek yang menjadi ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menyambut kedatangan lima orang ini dengan penuh penghormatan pula, akan tetapi mereka tidak dipersilakan duduk seperti Hong Beng dan Goat Lan. Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dan keduanya merasa heran mengapa tuan rumah tidak mempedulikan mereka lagi, dan bagaimanakah dengan pibu yang diajukan oleh kelima orang ketua itu" Bagi Hong Beng dan Goat Lan, memang mereka mengharapkan agar supaya tidak terjadi salah paham atau permusuhan, akan tetapi mereka pun, terutama Hong Beng takkan merasa puas sebelum mencoba kepandaian kelima orang tokoh Hek-tung Kai-pang yang terkenal itu.
Setelah menyambut tamu-tamu yang baru datang, Hek Liong, saudara tertua dari kelima orang itu, lalu berkata dengan suara keras kepada para pemimpin Hek-tung Kai-pang yang hadir di situ.
"Kawan-kawan sekalian! Sebagaimana telah ditentukan kemarin, maka pemilihan ketua akan dilakukan hari ini. Oleh karena hari ini sudah tiba waktunya bagi kami yang sudah memenuhi tugas sebagai ketua, maka dengan ini kami menyatakan turun dari kedudukan ketua untuk menghadapi pemilihan baru. Nah, silakan kawan-kawan yang mempunyai calon untuk
mengajukan calonnya!"
Ramailah suara para anggauta perkumpulan pengemis itu setelah ketua mereka membuka rapat istimewa itu. Ternyata bahwa kelima orang tamu yang datang itu, yaitu ketiga ketua Coa-tung Kai-pang, Beng Beng Tojin, dan Cong Tan, datang atas kehendak mereka sendiri dengan maksud untuk mencoba merobohkan ketua lama untuk menduduki kedudukan ketua baru dari Hek-tung Kaiang. Semua yang hadir dengan suara bulat memilih kelima saudara Hek sebagai ketua lagi.
"Kami memilih Ngo-hek-pangcu tetap menjadi ketua kami!" seru suara para hadirin dengan serentak.
Mendengar seruan para anggauta Hektung Kai-pang ini, ketiga ketua Coatung Kai-pang itu segera berdiri dengan senyum mengejek. Mereka ini adalah ketua tingkat dua dari Coa-tung Kai-pang, dan usia mereka baru tiga puluh tahun lebih. Sikap mereka amat tinggi dan memandang rendah sedangkan mulut mereka sclalu tersenyum seolah-olah menghadapi perkumpulan yang jauh lebih kecil daripada perkumpulan mereka sendiri. Juga pakaian tambal-tambalan yang mereka pakai berbeda dengan pakaian para pemimpin Hek-tung Kaipang, karena biarpun pakaian mereka penuh tambalan, namun baik pakaian dasar maupun tambalannya amat bersih!
"Cu-wi sekalian," kata yang tertua di antara mereka, yaitu seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, "kami adalah anggauta-anggauta dewan pimpinan dari Coa-tung Kai-pang di timur yang mewakili perkumpulan kami. Kedatangan kami ini membawa maksud yang amat mulia. Menurut hasil perundingan dewan pengurus kami, maka sungguh tidak layak apabila di negeri ini terdapat terlatu banyak perkumpulan seperti yang kita sekalian dirikan. Mungkin Cu-wi sekalian sudah mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju
Kembang) dari Secuan, Lo-kai Hwekoan (Rumah Perkumpulan Pengemis Tua) dari Santung, keduanya telah menggabungkan diri dan melebur perkumpulan mereka menjadi cabang dari perkumpulan kami Coa-tung Kai-pang yang terbesar dan jaya! Oleh karena itu, maka Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
264 kedatangan kami ini merupakan wakil daripada perkumpulan kami untuk minta Cu-wi sekalian menginsyafi hal ini dan melebur perkumpulan Hek-tung Kai-pang menjadi cabang pula dari Coa-tung Kai-pang kami!"
Ucapan ini menyatakan betapa sombongnya Si Muka Hitam itu. Kalau ia dengan suara membujuk minta agar supaya Perkumpulan Tongkat Hitam itu suka menggabungkan diri dengan Perkumpulan Tongkat Ular, ini masih dapat diterima. Akan tetapi ia mempergunakan ucapan agar supaya Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam insaf dan melebur diri menjadi cabang Coa-tung Kai-pang! Sungguh tidak melihat muka para pemimpin Hek-tung Kai-pang!
Dengan wajah berubah merah, Hek Pa seorang ketiga dari kelima Ketua Hek-tung Kai-pang, bangkit berdiri dan menudingkan jari tangan kirinya kepada ketiga orang tamu itu sambil berkata,
"Orang-orang Coa-tung Kai-pang sombong amat! Siapakah yang tidak mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang dan Lo-kai Hweekoan menggabungkan diri karena kalian paksa dengan kekerasan" Dan siapa pula yang tidak mendengar bahwa Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak anggautanya yang melakukan pelanggaran dan kejahatan, tidak patut sebagai perkumpulan pengemis pendekar" Orang lain boleh kalian gertak, akan tetapi kami para pengurus Hek-tung Kai-pang tak gentar menghadapi tongkat ularmu!"
Para pengemis tongkat hitam yang berjumlah empat putuh orang lebih itu ketika mendengar ucapan Sam-pangcu (Ketua ke Tiga), serentak berseru,"Betul! Usirlah orang-orang Coa-tung Kai-pang ini!" Dan dengan tongkat hitam diangkat tinggi-tinggi mereka maju mengurung!
Akan tetapi ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu masih saja bersikap tenang bahkan kini senyum mereka melebar sombong.
"Hemm, begitukah kegagahan Hek-tung Kai-pang" Hendak mengandalkan jumlah besar
mengeroyok kami tiga orang" Alangkah rendah dan pengecutnya!"
Mendengar ejekan ini, Hek Liong lalu berdiri dan dengan gerak tangannya ia minta kepada semua anak buahnya untuk mundur. Setelah keadaan menjadi reda, ia lalu menghadapi Si Tinggi Besar itu sambil menantang,
"Dengarlah, kawan! Kami seluruh anggauta dan pengurus Hek-tung Kai-pang, tidak mau menerima usulmu untuk menggabungkan perkumpulan kami dengan perkumpulanmu. Habis, kau mau apa?"
"Hek-pangcu," kata Si Muka Hitam yang tinggi besar itu, "lupakah kau bahwa hari ini adalah hari pemilihan pengurus baru perkumpulanmu" Aku mendengar bahwa siapa yang dapat mengalahkan Hek-tung-hwat, dialah yang berhak menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang.
Nah, kami bertiga hendak mencoba-coba kelihaian Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat!"
"Bagus!" Tiba-tiba Beng Beng Tojin melangkah maju. "Inilah baru ucapan orang gagah.
Untuk apa bertengkar mulut seperti wanita" Aturan harus dijalankan dan dipegang teguh.
Kedatangan pinto juga ingin menguji kehebatan Hek-tung-hwat dan kalau pinto beruntung, pinto akan merasa senang menjadi pangcu!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
265 "Aku pun datang untuk mencoba peruntungan menjadi ketua perkumpulan ini!" tiba-tiba It-ci-sin-kang Cong Tan menyela.
Diam-diam Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dengan geli dan heran. Bagaimanakah ada orang-orang yang memperebutkan kedudukan sebagai ketua perkumpulan para pengemis"
Apakah enaknya menjadi ketua pengemis"
Adapun kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang ketika mendengar ucapan ini, lalu berdiri merupakan sebuah barisan dan Hek Liong sebagai orang tertua berkata keras,
"Bagus sekali! Kalian semua telah mendengar pilihan para pemimpin cabang bahwa kami berlima masih tetap dikehendaki memimpin Hek-tung Kai-pang. Nah, siapa yang menyatakan tidak setuju boleh maju ke muka!"
Melihat sikap kelima orang yang maju bersama ini, Beng Beng Tojin mengerutkan kening dan berkata lemah, "Apa..." Kalian berlima maju berbareng?"
Juga It-ci-sin-kang CongTan memperlihatkan rasa gentarnya. "Ah, ini tidak adil!" katanya.
Hek Liong tersenyum mengejek, "Ketahuilah bahwa kami berlima adalah saudara
seperguruan yang sudah bersumpah sehidup semati, senasib sependeritaan. Dan kalian mendengar sendiri bahwa yang diangkat menjadi pangcu adalah kami berlima, maka
andaikata seorang di antara kalian ada yang dapat mengalahkan aku masih ada empat orang saudaraku yang harus dikalahkan pula. Oleh karena itu, kami merupakan sekelompok yang tak dapat dipisah-pisahkan. Terserah siapa yang ingin merobohkan kami, boleh maju. Yang merasa takut tak usah mencari penyakit!"
Tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu tadinya memandang kepada Beng Beng Tojin dan Cong Tan dengan senyum menghina, akan tetapi tiba-tiba Si Muka Hitam itu mendapat akal baik.
Ia dan kawan-kawannya hanya tiga orang sedangkan pihak lawan ada lima orang, belum ditambah oleh para pemimpin-pemimpin cabang Hek-tung Kai-pang yang nampaknya
berpihak kepada lima orang ketua mereka. Mengapa dalam keadaan kalah tenaga ini ia tidak menarik tangan kedua orang ini"
"Ji-wi Eng-hiong," katanya kepada tosu dan orang bertopi bundar itu, "Ji-wi jauh-jauh sudah datang ke sini dan biarpun antara Ji-wi dengan kami bertiga tidak ada hubungan, namun maksud kedatangan kita di sini adalah sama. Sekarang dengan secara licik tuan rumah hendak maju berlima, mengapa kita tidak bergabung saja sehingga kita pun menjadi lima orang"
Kalau kita menang, percayalah bahwa kami bertiga tidak akan berlaku curang seperti tuan rumah dan kita kelak boleh menentukan siapa diantara kita yang cakap menjadi ketua!"
Tosu dan orang bertopi itu saling pandang, kemudian mengangguk-anggukkan kepala.
"Bagus, memang demikianlah baru adil!"
Sementara itu, kelima orang she Hek itu dapat mengerti kecerdikan pihak Coa-tung Kaipang, namun mereka tidak takut.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
266 "Baiklah, lekas kalian memperlihatkan kepandaian, banyak bicara tiada guna!" Setelah berkata demikian, dengan otomatis ia dan kawan-kawannya lalu berpencar dan membentuk sebuah barisan segi lima.
"Hayo serang!" kata Si Muka Hitam, pemuka dari pemimpin Coa-tung Kai-pang sambil menggerakkan tongkat ularnya. Beng Beng Tojin tertawa bergelak dan mengeluarkan senjatanya yang istimewa yaitu sepasang sumpit gading yang panjang dan berujung runcing, sedangkan It-ci-sin-kang Cong Tan lalu mengeluarkan senjatanya yang berupa golok. Dengan berbareng, kelima orang tamu ini menyerang pihak Hek-tung Kai-pang. Indah sekali gerakan kelima saudara Hek itu, mereka menyambut lawan-lawannya. Tubuh mereka bergerak secara teratur dan begitu tongkat hitam mereka menangkis mereka lalu menggerakkan kaki dengan gerakan yang sama dan dengan teratur sekali mereka lalu menyerang lawan di sebelah kiri masing-masing, bukan lawan yang rnenyerang tadi!
"Moi-moi," kata Hong Beng perlahan kepada Goat Lan yang duduk di sebelah kanannya,
"perhatikan baik-baik. Lima saudara Hek itu menggunakan barisan yang teratur sekali."
Goat Lan mengangguk sambil memandang penuh perhatian. "Memang dugaanmu tepat,
Koko. Mereka tidak mau melayani lawan yang menyerang, sebaliknya menyerang orang di sebelah kiri sehingga pihak lawan menjadi kacau mereka pecah perhatiannya. Lihat, benar-benar mereka lihai dan sukar dilawan! Biarpun lima orang melawan lima, namun pihak lawan selalu akan merasa terkurung dan terkeroyok!"
"Aku pernah mendengar dari Suhu tentang Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat, dan melihat pergerakan barisan mereka, kalau tidak salah mereka itu mempergunakan barisan yang hampir sama dengan Ngo-bun-tin."
"Apakah ada persamaannya dengan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Anasir)?" tanya Goat Lan sambil menonton pertempuran yang kini berjalan seru itu.
"Tidak sama," jawab Hong Beng. "Ngo-bun-tin (Barisan Lima Pintu) mempunyai lima pintu, yaitu Thian-bun (Pintu Langit), Tee-bun (Pintu Bumi), Hai-bun (Pintu Laut), Hong-bun (Pintu Angin) dan In-bun (Pintu Awan). Kedudukan mereka kuat sekali karena tiap kali seorang di antara mereka diserang dan menangkis, maka kawan di sebelah kanan atau kirinya lalu maju menyerang lawan yang menyerangnya itu, dengan demikian penyerangan lawan tak dapat diputuskan." Kedua orang muda itu lalu memperhatikan jalannya pertempuran. Ternyata bahwa Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat memang hebat sekali. Tongkat hitam di tangan kelima orang itu bergerak bagaikan seekor naga hitam yang mengamuk dan tiap kali tongkat mereka beradu dengan senjata lawan, tentu terjadi benturan yang amat keras dan jelas nampak bahwa tenaga kelima ketua Hek-tung Kai-pang itu masih menang setingkat. Kecuali apabila yang ditangkis itu golok di tangan It-ci-sin-kang Cong Tan, karena ternyata bahwa Si Jari Lihai ini benar-benar kuat sekali tenaganya. Hampir saja karena kurang hati-hati, tongkat di tangan Hek Sai saudara termuda dari lima ketua itu, terlepas dari pegangan ketika ia menangkis golok Cong Tan!
"Ngo-hek-pangcu tentu akan menang," kata Goat Lan setelah menonton pertempuran yang sudah berjalan dua puluh jurus lebih itu.
"Memang, kepandaian pihak tamu belum dapat menyamai kelihaian tuan rumah, akan tetapi kulihat Ilmu Tongkat Coa-tung-hwat tidak kalah lihai daripada Hek-tung-hwat, hanya gerakan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
267 tiga orang itu masih kurang sempurna. Mereka itu hanya tokoh-tokoh kedua saja, kalau ketua-ketua dari Coa-tung Kai-pang tentu akan hebat sekali permainan tongkatnya," kata Hong Beng.
Memang kedua orang muda ini memiliki pandangan yang amat tajam dan awas, hal ini mungkin karena kepandaian mereka masih jauh lebih tinggi tingkatnya daripada kepandaian mereka yang sedang bertempur. Tepat seperti yang mereka duga, kelima orang ketua Hektung Kai-pang mulai mendesak lawan mereka dan yang pertama kali terkena pukulan adalah It-ci-sin-kang Cong Tan. Pada satu saat yang amat tepat, yaitu ketika goloknya menyambar ke arah leher Hek Kwi, orang ke empat dari Ngo-pangcu ini lalu menangkis dan menggunaan tongkat hitamnya untuk menempel golok. Hal ini dapat terjadi oleh karena dalam tangkisan ini ia menggunakan gerakan coan (memutar) sehingga Cong Tan merasa sukar untuk menarik kembali goloknya. Pada saat itu, bagaikan telah diatur sebelumnya tongkat hitam Hek Pa te1ah meluncur dan menotok pundak Cong Tan pada jalan darah Keng-hin-hiat! Cong Tan memekik kesakitan dan merasa betapa seluruh tubuhnya terlepas dari pegangan dan sekali Hek Kwi menendang, tubuhnya terlempar keluar dari kalangan pertempuran dan tak dapat bergerak pula!
Tak lama setelah Cong Tan roboh, kembali Beng Beng Tojin menjadi korban di tangan Hek Liong, saudara yang paling lihai ilmu tongkatnya. Pada saat Hek Liong menusukkan tongkatnya ke dada tosu itu, Beng Beng Tojin lalu menggerakkan sepasang sumpit gadingnya untuk menjepit dan menggunting tongkat lawan. Jepitan sumpitnya ini amat keras, disertai tenaga lwee-kang yang hebat, akan tetapi ternyata bahwa ia masih kalah tenaga. Hek Liong membuat tongkatnya tergetar dalam tangannya dan begitu tongkat tadi bergetar keras, maka jepitan itu dengan sendirinya terlepas, akan tetapi tongkat itu masih terus bergetar di antara kedua sumpit itu sehingga Beng Beng Tosu tidak berani sembarangan menarik sumpitnya karena takut kalau-kalau ia kalah cepat dan kalau-kalau tongkat itu akan mendahuluinya dengan serangan hebat. Akan tetapi, pada saat itu, Hek Houw yang sudah menduduki Tee-bun (Pintu Bumi) dengan cepat mengirim tusukan dengan tongkatnya ke arah lambungnya.
Beng Beng Tojin menjatuhkan diri ke belakang dan "bret!" jubahnya yang lebar itu tertusuk tongkat dan robek lebar sekali, sedangkan kulit pahanya ikut pula robek dan terluka! Masih untung baginya bahwa kedua saudara Hek ini tidak bermaksud mencelakakannya dan tidak mengejarnya dengan serangan lain. Tosu ini melompat ke belakang, mengebut-ngebutkan bajunya dengan muka merah, lalu berkata, "Pinto mengaku kalah!" Kemudian tubuhnya berkelebat cepat dan lenyap dari situ!
Kini tinggallah ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang melakukan perlawanan hebat dan mati-matian. Memang betul seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi. Ilmu tongkat mereka benar-benar lihai dan ganas sekali. Tongkat berbentuk ular di tangan mereka itu nampak seakan-akan hidup dan tongkat itu seperti ular aseli yang bergerak-gerak dan gerakan amat tak terduga-duga. Namun, tadi dibantu oleh orang lain yang cukup tinggi kepandaiannya, mereka masih tak dapat mengalahkan kelima ketua Hek-tung Kai-pang, apalagi sekarang mereka yang hanya bertiga itu terkurung oleh lima orang lawannya yang tangguh. Mereka terdesak hebat, dan terkurung rapat sehingga mereka hanya dapat memutar tongkat mereka mempertahankan diri tanpa diberi kesempatan membalas serangan.
Ketika Hong Beng dan Goat Lan mengerling ke arah para anggauta Hek-tung Kai-pang, pada wajah mereka terbayang kegembiraan besar melihat kemenangan ketua mereka, akan tetapi tak seorang pun yang menggetarkan suara maupun gerakan. Wajah mereka tetap tegang dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
268 siap siaga seperti tadi sehingga diam-diam kedua orang muda ini menjadi kagum. Hal ini membuktikan pula bahwa Hek-tung Kai-pang memang betul merupakan perkumpulan yang berdisiplin baik.
Tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang sudah amat terdesak itu makin lama makin lemah gerakan tongkat mereka. Memang harus dipuji keuletan mereka karena sebegitu lama belum juga kelima orang lawan mereka dapat merobohkan mereka. Pertahanan mereka kuat sekali. Tiba-tiba Si Muka Hitam berseru keras, "Robohkan mereka!" Dan komando ini diikuti oleh gerakan mereka menuju ke arah para lawan dengan tongkat mereka dan tiba-tiba dari kepala tongkat itu menyambar keluar senjata rahasia yang berwarna hitam!
"Celaka, Koko!" seru Goat Lan yang hendak melompat, akan tetapi tiba-tiba lengannya dipegang oleh Hong Beng.
"Tenanglah, Moi-moi," kata pemuda itu. Karena amat tegang, maka Hong Beng tanpa disadarinya pula telah memegang lengan tunangannya dan ketika Goat Lan merasa betapa lengannya dipegang tak dilepaskan pula, tiba-tiba mukanya berubah merah sekali!
"Koko, lepaskan," bisiknya, "tak malukah dilihat orang?"
Barulah Hong Beng sadar bahwa semenjak tadi ia telah memegang lengan orang yang berkulit halus dan hangat itu, maka dengan muka kemerahan dan mulut tersenyum malu-malu ia lalu melepaskan lengan tunangannya. Sepasang mata mereka bertemu untuk saat pendek, karena keduanya segera melihat ke tempat orang-orang bertempur.
Ternyata bahwa dari sikap kedua orang muda tadi, Hong Beng lebih tenang dan
ketenangannya ini membuat pandangannya lebih awas daripada Goat Lan. Goat Lan yang merasa tegang dan kuatir, mengira bahwa ketua-ketua Hek-tung Kai-pang akan terkena celaka, akan tetapi Hong Beng yang melihat sikap Ngo-hek-pangcu itu maklum bahwa mereka telah siap dan tidak akan mudah diserang dengan senjata rahasia begitu saja.
Memang betul, ketika kelima orang ketua she Hek itu melihat benda-benda hitam
menyambar, serentak mereka mendekam ke bawah dan dengan gerakan yang berbareng
bagaikan telah diatur lebih dulu, tongkat-tongkat mereka menyapu ke arah kaki ketiga lawan itu.
Terdengar suara bak-buk dah terjungkallah tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu!
Tulang kaki mereka telah terpukul hebat dan biarpun tenaga lwee-kang mereka telah mencegah tulang kaki itu remuk, namun pukulan itu cukup keras sehingga untuk beberapa lama mereka takkan dapat bangun karena tulang kaki mereka terasa sakit dan linu sekali.
Senjata rahasia yang keluar dari tongkat mereka tadi adalah jarum-jarum berbisa yang amat berbahaya!
Setelah dapat berdiri lagi, ketiga orang itu lalu memungut tongkat ular yang tadi terlepas dari pegangan, kemudian mereka berkata kepada tuan rumah, "Kami telah menerima kalah, akan tetapi harap kalian siap menghadapi pembalasan ketua-ketua kami!" Setelah demikian, dengan terpincang-pincang ketiga orang itu lalu pergi dari situ.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
269 Barulah terdengar sorak-sorai dari para anggauta Hek-tung Kai-pang karena kemenangan mutlak dari ketua-ketua mereka ini. Akan tetapi Hek Liong lalu mengangkat tangan memberi tanda kepada mereka agar supaya diam.
"Kawan-kawan," katanya dengan wajah muram, "hari ini adalah hari yang sial bagi kita, tak boleh kita bersuka-ria karenanya. Ketahuilah bahwa baru tiga orang dari Coa-tung Kai-pang tadi saja sudah demikian lihai, padahal mereka itu adalah orang-orang bertingkat dua. Kalau ketua mereka yang datang, belum tentu kami berlima akan kuat menghadapinya. Sekarang karena kekalahan mereka tadi, pihak Coa-tung Kai-pang tentu tak akan tinggal diam. Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga dan betapapun juga daripada harus tunduk kepada Coa-tung Kai-pang yang jahat, lebih baik kita hancur lebur!"
"Setuju! Setuju!" terdengar jawaban para pengemis yang bersemangat gagah itu.
Kemudian, Hek Liong berpaling kepada Hong Beng dan dengan suara keren ia berkata,
"Orang muda, tadi kami tidak berani menantangmu oleh karena kami tadi untuk sementara meletakkan jabatan. Setelah sekarang kami diangkat kembali, maka menjadi kewajiban kamilah untuk menegurmu! Kau kemarin telah melukai orang-orang kami dan setelah kau melihat kelihaian kami tadi, apakah kau tidak lekas-lekas minta maaf" Ketahuilah, bahwa kami bukanlah orang-orang yang suka menaruh dendam, asal saja kau suka minta maaf, kami akan memandang muka Li-hiap murid Sin Kong Tianglo yang menjadi sahabatmu ini untuk memaafkan kau dan melupakan segala peristiwa kemarin."
Mendengar ucapan yang mengandung sedikit kebanggaan atas kemenangan tadi, Hong Beng tersenyum. Akan tetapi ia tidak menjawab, sebaliknya, ia menunjuk ke arah tubuh It-ci-sinkang Cong Tan yang masih rebah di atas tanah tak bergerak.
"Eh, Hek-pangcu, apakah kau lupa orang itu" Apakah kau akan membiarkan ia mati di situ?"
Barulah Hek Liong dan adik-adiknya teringat akan Cong Tan yang tadi telah terkena totokan, maka cepat mereka menghampiri Cong Tan.
"Pergilah kau dari sini!" kata Hek Liong sambil menepuk pundak orang itu. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa tubuh Cong Tan masih saja kaku tak dapat bergerak dengan mata melotot! Ia mengira bahwa tepukannya untuk membebaskan
totokannya sendiri tadi kurang tepat, maka ia menepuk lagi, bahkan mengurut urat pundak bekas lawan itu. Akan tetapi sia-sia belaka, tubuh Cong Tan tetap kaku tak dapat bergerak.
Lima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu menjadi terheran-heran dan seorang demi seorang mereka turun tangan untuk membebaskan Cong Tan dari pengaruh totokan. Namun percuma saja, tak seorang pun di antara mereka dapat menolong.
"Celaka!" terdengar Hek Liong berkata. "Yang terkena totokan adalah jalan darahnya Keng-hin-hiat, kalau tidak dapat dilepaskan ia akan mati dalam waktu setengah hari!"
Tiba-tiba terdengar angin menyambar dan ketika lima orang itu menengok, ternyata Goat Lan telah melompat ke tempat itu. Gadis ini amat tertarik melihat keadaan yang aneh itu, dan sebagai seorang ahli pengobatan murid Sin Kong Tianglo, tentu saja ia amat tertarik dan ingin menyaksikan dengan mata sendiri.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
270 "Ngo-wi harap mundur dan biarkan aku memeriksanya!" kata gadis ini dan kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu lalu melangkah mundur karena mereka maklum bahwa dara jelita ini adalah seorang ahli pengobatan yang amat terkenal di dunia kang-ouw.
Goat Lan segera berjongkok dan memeriksa keadaan tubuh Cong Tan yang masih kaku.
Beberapa kali ia memijit pundak yang tertotok itu dan akhirnya ia tersenyum, lalu berkata kepada para ketua yang masih merubungnya dengan muka heran.
"Ngo-wi Pangcu, ketahuilah bahwa orang ini pernah meyakinkan Ilmu Pi-ki-hu-Nat
(Menutup Hawa Melindungi Jalan Darah), akan tetapi pelajaran yang dilatihnya itu belum sempurna benar. Ia telah mempelajari ilmu itu di bagian penggunaan hawa tubuh untuk membuyarkan totokan pada jalan darah. Maka ketika tadi tertotok roboh, ia telah berusaha mengumpulkan hawa tubuhnya untuk membuka totokan itu, akan tetapi oleh karena ia belum paham betul, maka penggunaannya salah, tidak diatur bersama dengan pernapasannya. Karena itu maka sekarang hawa itu berkumpul di pundaknya, menutup jalan darahnya yang masih tertotok sehingga ketika Ngo-wi mencoba melepaskannya, tentu saja terhalang oleh hawa tubuh yang berkumpul ini!" Setelah berkata demikian, Goat Lan lalu mencabut tusuk kondenya dari perak dan dengan gerakan cepat sekali ia menusukkan ujung tusuk kondenya yang runcing itu pada pundak Cong Tan yang tertotok.
"Aduuuh...!" It-ci-sin-kang Cong Tan pulih kembali. Orang ini lalu bangun berdiri, memandang kepada Goat Lan dengan mata melotot lalu memaki,
"Perempuan kurang ajar! Kau telah melukai dan mempermainkan aku dalam keadaan aku tidak berdaya! Kau harus menebus kekurangajaranmu itu!" Sambil berkata demikian Cong Tan yang galak segera menyerang Goat Lan dengan jari tangan terbuka, menotok dada gadis itu! Goat Lan sempat melompat ke belakang sambil memandang heran.
Kelima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menjadi marah dan mendongkol sekali.
Ditolong orang tidak berterima kasih, bahkan lalu menyerang penolongnya, aturan manakah ini" Akan tetapi melihat gerakan mereka, Goat Lan tersenyum dan berkata, "Biarlah Ngo-wi Pangcu, biar ia melepaskan kemarahannya kepadaku!"
Terpaksa kelima orang she Hek itu lalu mundur, membiarkan Goat Lan menghadapi It-ci-sinkang Cong Tan yang marah-marah. Memang Cong Tan tadi merasa mendongkol dan malu sekali karena ia yang tadinya menyombongkan kepandaiannya dan hendak merebut
kedudukan pangcu dari Hek-tung Kai-pang, baru beberapa jurus saja sudah tertotok seperti arca bergelimpangan! Dan ketika Goat Lan menolongnya, ia sebetulnya sama sekali tidak mengerti bahwa dirinya ditolong dan dikiranya bahwa nona itu mempermainkannya dan sengaja melukai pundaknya, maka ia menjadi makin marah sekali. Untuk melampiaskan kemendongkolannya kepada para ketua Hek-tung Kai-pang, ia tidak berani karena merasa tidak dapat menang, maka kini ia sengaja hendak memperlihatkan kepandaiannya dengan menyerang gadis ini. Mustahil ia akan kalah menghadapi seorang gadis muda seperti ini"
"Rasakanlah pembalasan dari It-ci-sin-kang Cong Tan!" serunya sambil menyerbu Goat Lan yang berdiri dengan tenang itu. Cong Tan memang bertenaga besar, ia ahli tenaga gwa-kang dan setiap hari berlatih diri di rumahnya dengan mengangkat dan mempermainkan batu-batu besar yang beratnya ratusan kati, juga ia telah metatih jari-jari tangannya sehingga jari-jari tangan itu dapat memukul hancur batu! Yang hebat adalah dua jari tangan kanan dan kirinya, Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
271 yaitu telunjuk dan jari tengah, karena ia bersilat dengan jari-jari ini terbuka, digunakan untuk menotok jalan darah lawan!
Akan tetapi, segera ia mendapat kenyataan bahwa bertempur melawan gadis cantik jelita yang mengeluarkan bau harum seperti kembang ini, sama halnya dengan bertempur melawan bayangannya sendiri di waktu terang bulan. Ke mana juga ia menubruk dan menyerang, selalu yang tertangkap dan terpukul olehnya hanyalah angin belaka! Ia laksana seekor kerbau gila yang menyerang kain merah yang diikatkan di depan tanduknya. Menubruk sana menyerang sini, selalu mengenai angin. Goat Lan sambil tersenyum-senyum mempermainkan orang ini.
Hitung-hitung latihan, pikirnya! Tiga puluh jurus telah lewat dengan cepat dan karena setiap pukulan yang dikeluarkan oleh Cong Tan disertai tenaga gwa-kang yang besar, maka setelah menyerang tiga puluh jurus, tubuh orang ini telah basah kuyup oleh peluhnya sendiri.
Hong Beng menonton pertempuran itu dengan tersenyum simpul dan ia merasa geli melihat lagak Cong Tan, juga ia diam-diam menggelengkan kepalanya melihat kejenakaan
tunangannya yang mempermainkan orang besar itu. Adapun kelima orang ketua she Hek itu berdiri menonton sambil membelalakkan mata. Baru sekarang mereka menyaksikan gin-kang yang luar biasa lihainya. Hampir mereka tak dapat percaya betapa dengan hanya
mengandalkan keringanan tubuh nona itu dapat menghindarkan seluruh penyerangan Cong Tan.
Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dari Goat Lan dan tubuhnya lenyap dari pandangan mata lawannya. Karuan saja Cong Tan menjadi terkejut sekali. Terdengar suara tertawa di sebelah belakang dan telinganya mendapat sentilan yang keras sehingga tcrasa pedas sekali. Cepat ia mengayun kedua tangan ke belakang, memukul lawannya yang ternyata sudah berada di belakangnya itu. Akan tetapi, hanya nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu gadis itu telah berada di belakangnya pula, kini mengirim tendangan perlahan ke arah punggungnya sehingga ia merasa tulang punggungnya sakit sekali hampir patah-patah! Demikianlah, dengan mengeluarkan gin-kangnya yang paling tinggi, Goat Lan melompat-lompat dan membuat lawannya berputar mengejar angin! Akhirnya saking jengkel, pening dan lelah, It-ci-sin-kang Cong Tan Si Jari Lihai tak dapat mempertahankan dirinya lagi. Bumi yang dipijaknya serasa berputar-putar, matanya melihat ribuan bintang menari-nari dan robohlah dia bagaikan orang mabuk!
Setelah peningnya lenyap, tanpa mempedulikan suara tertawa yang riuh dari para pengemis Tongkat Hitam, It-ci-sin-kang Cong Tan lalu melompat dan berlari bagaikan seekor anjing terkena pukulan.
Kini kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu kembali menghadapi Hong Beng, dan Hek Liong berkata,
"Bagaimana, orang muda" Sebagaimana telah kukatakan tadi sebelum ada gangguan dari si sombong itu, diantara kami Hek-tung Kai-pang dan kau orang muda she Sie tidak ada permusuhan sesuatu. Akan tetapi, kau telah menghina kami dan melukai beberapa orang anggauta kami, maka kami harap kau suka minta maaf agar kami tidak terpaksa melanjutkan pertikaian kecil yang tidak ada artinya ini."
"Maaf, Pangcu," jawab Hong Beng dengan tenang sekali. "Aku bersedia minta maaf
andaikata kedatanganku ini dianggap lancang dan mencampuri urusan kalian. Akan tetapi, untuk satu hal itu, sukarlah bagiku untuk minta maaf. Ketahuilah Pangcu, kemarin ketika aku Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
272 datang ke tempat ini, aku melihat kawan-kawanmu telah mengeroyok seorang pendekar budiman sehingga tentu saja aku tidak dapat membiarkan begitu saja satu orang dikeroyok sedemikian rupa oleh kawan-kawanmu. Dalam hal ini, kawan-kawanmulah yang bersalah dan sudah sepatutnya kalau kawan-kawanmu itu yang minta maaf kepada pendekar yang sedang menderita sakit itu!"
Hek Liong mengerutkan keningnya, tanda bahwa ia tidak puas mendengar jawaban ini.
"Saudara Sie! Kami dapat menerima ucapanmu tadi. Menurut penuturan kawan-kawan kami, orang gila kemarin itu telah mengacau dan menghina kawan-kawan kami, dan dia dikeroyok oleh karena kepandaiannya lebih tinggi daripada kepandaian kawan-kawan kami. Kau sebagai orang luar, telah membantu sepihak tanpa melihat dulu sebab-sebab pertempuran. Maka sekarang, karena kau telah datang ke sini dan untuk mempertahankan nama dan kehormatan kami, kami ingin sekali menerima pelajaran darimu!"
Sambil tersenyum tenang Hong Beng bangun berdiri dari tempat duduknya. Memang inilah maksud kedatangannya, untuk mencoba kepandaian kelima orang ketua itu. Memang
mungkin juga ia mencegah pibu ini dengan memberi penjelasan dan memperkenalkan siapa adanya pengemis yang dianggap gila itu. Akan tetapi ia bersabar dulu dan sebelum memperkenalkan Lo Sian, ia hendak lebih dulu merasai bagaimana lihainya kelima orang pangcu itu.
"Pangcu," katanya dengan mulut masih tersenyum, "aku sudah datang dan menurut kata-kata orang perkenalan akan menjadi lebih erat setelah dua pihak mengadu tenaga dan mengukur kepandaian masing-masing. Sebelum kita melanjutkan percakapan kita, marilah kita main-main sebentar!"
Lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu lalu berdiri dan siap menanti di lapangan pertempuran yang tadi. Semua pengemis lalu mengurung lapangan itu dan memilih tempat duduk, dengan wajah tenang akan tetapi sinar mata gembira mereka siap menonton
pertandingan ilmu silat yang ramai! Para ketua mereka tadi telah memperlihatkan kepandaian mereka, dan pemuda yang tampan itu sudah menyaksikannya pula, akan tetapi sekarang pemuda itu berani menghadapi lima orang ketua itu, mudah saja diduga oleh para pengemis yang kesemuanya memiliki ilmu silat itu bahwa pemuda ini tentulah memiliki kepandaian tinggi!
Adapun Goat Lan yang tadipun telah menyaksikan kepandaian lima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu, merasa ragu-ragu apakah Hong Beng akan dapat menandingi mereka. Biarpun gadis ini tidak ragu-ragu lagi akan kelihaian tunangannya, akan tetapi menghadapi lima orang ketua itu pun bukanlah hal yang ringan. Betapapun juga, lima orang ketua itu telah merasa jerih kepadanya, dan kalau ia ikut mencampuri urusan ini, tentu akan berkurang kegagahan dan kejantanan Hong Beng dalam pandangan mata mereka. Maka ia diam saja, duduk sambil tersenyum manis.
"Silakan, Ngo-wi Pangcu, terserah kepada Ngo-wi apakah hendak menyerang dengan
bertangan kosong ataukah dengan senjata!" kata Hong Beng dengan sikapnya yang tenang.
"Kami adalah tuan rumah," jawab Hek Liong, "dan kau adalah tamu kami. Sudah sepatutnya kalau tuan rumah melayani kehendak tamu. Silakan kau saja yang menentukan, Sie-enghiong, kami hanya melayani saja."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
273 Hong Beng berpikir cepat. Dalam hal pibu, orang tidak boleh berlaku sungkan-sungkan, apalagi menghadapi keroyokan lima orang seperti Ngo-hengte ketua Hek-tung Kai-pang ini.
Kalau ia menghadapi mereka mengandalkan tangan kosong, biarpun ia tidak takut dan merasa yakin takkan kalah, namun selain agak sukar mengalahkan mereka, juga ia tidak dapat memperlihatkan kelihaian ilmu tongkatnya. Ia tahu bahwa kelima orang ketua Hek-tung Kaipang ini mengandalkan kehebatan ilmu tongkat mereka maka jalan yang paling tepat untuk membuat mereka tunduk betul-betul adalah mengalahkan Ilmu Tongkat Hek-tung-hwat mereka dengan ilmu tongkat pula.
Hong Beng lalu membungkuk dan mengambil sebatang cabang kering yang besarnya hanya selengan orang dan panjangnya dua kaki lebih, kemudian sambil menjura ia berkata,
"Siauwte telah mendengar tentang kehebatan Hek-tung-hwat, dan karena kebetulan sekali siauwte pernah mempelajari sedikit ilmu tongkat yang masih amat rendah, maka siauwte akan merasa gembira dan berterima kasih sekali apabila dapat menambah pengetahuan ilmu tongkat dan menerima sedikit pelajaran ilmu tongkat dari Ngo-wi untuk membuka mata siauwte!"
Hek Liong dan kawan-kawannya saling pandang dengan heran dan tersenyum. Mereka
menganggap pemuda ini terlalu lancang dan terlalu berani. Ia telah diberi kesempatan untuk memilih, mengapa memilih hendak mengadu ilmu tongkat" Pemuda ini terang mencari penyakit, pikir mereka. Hek Liong yang berpikiran adil, lalu berkata,
"Sie-enghiong, karena kau hanya memegang sebuah tongkat kayu yang kecil dan lemah, kami merasa malu untuk maju berbareng. Biarlah aku seorang saja yang mencoba dan main-main sebentar dengan ilmu tongkat itu."
Panaslah hati Hong Beng mendengar ucapan ini. Terang sekali bahwa ia dipandang ringan sekali oleh ketua ini. Maka sambil tersenyum ia berkata manis, akan tetapi mengandung tantangan,
"Pangcu, sudah kudengar tadi bahwa untuk menghadapi ketua dari Hek-tung Kai-pang, orang harus menghadapi kelimanya sekaligus. Oleh karena adanya ketentuan itu, mana siauwte berani melanggarnya" Harap saja Ngo-wi tidak berlaku sungkan-sungkan dan persilakan maju berbareng, karena bukankah siauwte dianggap sebagai tamu yang harus dilayani oleh semua tuan rumah?"
"Hemm, jangan anggap kami keterlaluan, orang muda, kau sendiri yang minta kami maju berbareng!" seru Hek Liong dengan mendongkol. Nyata sekali bahwa pemuda ini tidak mau menerima kebaikannya. Kepandaian apakah yang diandalkan sehingga anak muda ini berani bersikap sombong" Ia lalu memberi tanda kepada empat orang adiknya dan berbareng mereka mengeluarkan tongkat hitam mereka.
"Awas serangan!" seru Hek Liong dan bagaikan lima ekor ular hitam, tongkat di tangan kelima orang ketua itu lalu menyambar ke arah tubuh Hong Beng dari lima jurusan. Cepat dan kuat sekali gerakan serangan tongkat-tongkat itu sehingga angin menyambar ke arah Hong Beng dari segala jurusan.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
274 Akan tetapi, dengan memutar cabangnya, sekaligus Hong Beng telah dapat menangkis sehingga tongkat-tongkat hitam itu terpental kembali. Barulah kelima orang ketua yang tadinya memandang rendah itu menjadi terkejut sekali. Mereka merasa betapa dari cabang kecil di tangan pemuda itu yang membentur tongkat-tongkat hitam mereka, seorang demi seorang merasa betapa telapak tangan mereka seperti digurat pisau tajam rasanya!
Setelah dapat menduga bahwa pemuda itu bukanlah orang sembarangan, Hek Liong lalu berseru keras dan ia memutar-mutar tongkat hitamnya sedemikian rupa sehingga lenyaplah tongkat itu, berubah menjadi segulung sinar hitam yang mengerikan dan dahsyat sekali datangnya. Juga keempat saudaranya tidak mau kalah, mengikuti gerakan kakak mereka ini dan sebentar lagi nampaklah lima gulungan sinar hitam bagaikan lima ekor naga sakti menyerang dan mengurung tubuh Hong Beng!
"Bagus, lihai sekali Hek-tung-hwat!" terdengar pemuda itu berseru, dan belum juga habis ucapannya itu, tiba-tiba lenyaplah tubuhnya, terbungkus oleh sinar putih kehijauan dari tongkat cabangnya yang diputar secara luar biasa sekali!
Semua pengemis anggauta Hek-tung Kai-pang menahan napas dan hampir tidak percaya kepada mata sendiri. Kalau mereka sudah biasa melihat gerakan tongkat-tongkat hitam pangcu mereka, kini mereka melihat gulungan sinar yang lebih hebat lagi. Lebih panjang, lebar dan mendatangkan angin keras sehingga semua pengemis yarig duduk di atas tanah mengelilingi tempat adu kepandaian itu, merasa muka mereka tertiup oleh angin yang dingin sekali! Pakaian mereka berkibar-kibar dan yang aneh sekali adalah hawa yang keluar dari sinar putih kehijauan itu karena sebentar terasa dingin sekali dan sebentar pula terganti oleh hawa yang panas! Inilah Ngo-heng-tung-hwat yang mengeluarkan hawa-hawa Im dan Yang, ilmu tongkat warisan dari Pok Pok Sianjin yang dimainkan oleh Hong Beng dengan hebatnya, karena pemuda ini memang hendak menundukkan lima orang ketua Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam yang tadinya memandang rendah kepadanya!
Kalau tadi ketika merasakan tangkisan tongkat ranting di tangan Hong Beng, kelima orang ketua itu merasa terkejut, adalah sekarang mereka tidak saja menjadi kaget, akan tetapi merasa amat terheran-heran! Seujung rambut pun mereka tak pernah mengira bahwa pemuda itu selihai ini dan tak pernah pula bermimpi bahwa di dunia ini ada ilmu tongkat sehebat ini!
Mereka berusaha untuk memperhebat gerakan tongkat mereka, mengurung dan menyerbu bayangan Hong Beng dengan tenaga sepenuhnya, akan tetapi tiap kali tongkat mereka terbentur oleh sinar putih kehijauan itu, tongkat mereka kembali memukul diri sendiri!
Sampai empat puluh jurus lebih Hong Beng hanya mempertahankan dirinya saja, dan tidak membalas sama sekali. Akan tetapi, tetap saja lima orang lawannya tidak berdaya sama sekali dan tidak pernah dapat menyentuhnya dengan senjata mereka.
Setelah Hong Beng merasa puas memperlihatkan kehebatan Ngo-heng-tung-hwat tiba-tiba ia lalu merubah gerakan tongkatnya dan mulai mainkan Pat-kwa-tung-hwat. Lebih hebat lagilah akibatnya! Karena pemuda itu bersilat dengan gerakan kaki atau kedudukan sesuai dengan pat-kwa (segi delapan), maka kelima orang lawannya itu seakan-akan menghadapi delapan orang pemuda! Bukan mereka berlima yang mengurung, bahkan kini mereka merasa seperti terkurung oleh delapan orang! Mereka terkejut sekali dan gerakan mereka menjadi kacau balau. Nampaknya lawan muda itu berada di depan akan tetapi baru saja mau diserang, dari belakang telah menyambar angin cabang dari pemuda itu, seakan-akan pemuda itu dapat memecah dirinya menjadi delapan orang!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
275 Kini para pengemis yang menonton sudah melupakan peraturan saking kagumnya. Mereka bergerak dan memuji dengan kata-kata keras, bahkan Goat Lan sendiri setelah menyaksikan ilmu tongka tunangannya, menjadi bengong! Ia merasa bangga sekali dan diam-diam ia mengakui bahwa kalau tunangannya itu mau bermain sungguh-sungguh, sepasang tombak bambu runcing sekalipun belum tentu akan dapat mengalahkannya!
"Sie-enghiong, bukalah mata kami dengan seranganmu!" Hek Liong berkata keras karena tidak pernah melihat serangan pemuda itu. Ia merasa amat penasaran dan hendak melihat bagaimana hebatnya pemuda itu kalau menyerang.
"Maafkan, Pangcu!" terdengar Hong Beng berseru dan tersusullah seruan ini oleh teriakan kelima orang ketua itu dan terdengar suara keras. Tahu-tahu lima batang tongkat hitam itu terlepas dari pegangan masing-masing dan melayang ke atas! Mereka cepat melompat mundur, dan melihat dengan melongo betapa Hong Beng menggerakkan tongkatnya ke atas, diputar sedemikian rupa sehingga ia dapat mengelilingi kelima batang tongkat hitam itu,
"menangkap" lima batang tongkat itu dengan putaran cabangnya sehingga tongkat-tongkat itu terkumpul menjadi satu dan ketika ia mengeluarkan tangan kiri ke depan, lima tongkat hitam itu telah berada dalam pegangannya. Sambil tersenyum dan menjura, ia maju memberikan tongkat-tongkat itu kepada pemiliknya!
Untuk beberapa lama, kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu memandang pemuda ini dengan bengong, masih belum dapat mempercayai pengalaman mereka sendiri. Akan tetapi, tiba-tiba Hek Liong lalu menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda itu, diikuti oleh keempat orang adiknya! Terdengar sorak-sorai para pengemis dan kelima orang ketua itu memimpin orang-orangnya berseru ramai,
"Hidup pangcu (ketua) yang baru! Hidup Sie-pangcu yang gagah!"
Bukan main kagetnya Hong Beng mendengar ucapan ini dan melihat betapa semua pengemis berlutut mengelilingi dirinya!
"Eh-eh, apa-apaan ini" Kuharap kalian tidak main-main dengan aku!" katanya gagap dengan muka berubah merah, karena ia maklum bahwa ia telah dipilih dan diangkat oleh mereka menjadi pangcu!
Akan tetapi Hek Liong yang berlutut berkata dengan suara penuh permohonan, "Kami harap Tai-hiap jangan menolak. Dengan sejujurnya kami mengangkat Taihiap menjadi pangcu kami, karena selain Tai-hiap seorang, tidak ada orang di dunia ini yang patut menjadi pemimpin kami! Harap Tai-hiap sudi memperkenalkan diri, siapakah sebetulnya Tai-hiap ini dan murid orang sakti dari mana!"
Hong Beng menjadi serba salah. Melihat ketulusan hati mereka, untuk menolak begitu saja ia tidak tega, akan tetapi kalau diterima, bagaimana ia bisa menjadi pemimpin rombongan pengemis" Ia memandang ke arah tunangannya, dan dengan senyum lebar yang menambah keayuan dan tahu-tahu ia telah melompat kedekat Hong Beng.
"Mereka bersungguh-sungguh, tidak baik menolak maksud jujur dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang terkenal gagah dan budiman ini!" katanya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
276 Sorak-sorai gembira menyambut ucapan gadis ini dan Hong Beng merasa seakan-akan tubuhnya terbenam makin dalam lagi. Tidak ada harapan untuk keluar setelah tunangannya sendiri bahkan menghendaki dia menjadi pemimpin pengemis.
"Baiklah, baiklah, harap kalian semua suka bangun berdiri. Hal pertama yang tidak kusukai ialah agar supaya aku jangan terlalu dipuji-puji dan disanjung-sanjung. Aku bukan seorang raja, dan kalau aku mau menerima jabatan ketua, ini hanya terpaksa karena melihat kebaikan perkumpulan ini."
Semua orang berdiri dengan sikap hormat dan diam, menanti ucapan ketua baru itu selanjutnya.
"Aku maklum bahwa kalian mengharapkan bantuanku untuk menghadapi bahaya yang
mungkin datang dari pihak Coa-tung Kai-pang," kata pemuda yang cerdik ini. "Dan aku menerima pengangkatan ini hanya saja dengan beberapa macam syaratnya."
"Silakan Pangcu mengemukakan syarat-syarat itu, kami sekalian tentu saja bersedia mematuhinya, karena setiap syarat dan usul pangcu kami, merupakan perintah yang akan kami jalankan dengan taruhan nyawa kami!"
Terharulah hati Hong Beng mendengar ucapan ini. Ia menghela napas panjang dan berkata,
"Tentu kalian harus mengetahui keadaanku. Biarlah aku berterus terang kepada kalian, karena kita adalah orang-orang sendiri, orang-orang sehaluan yang bertujuan memberantas dan membasmi kejahatan! Aku, Sie Hong Beng, adalah putera dari pendekar besar Sie Cin Hai atau Pendekar Bodoh!"
Semua pengemis, terutama sekali Ngo-hengte, menahan napas dan bukan main terkejutnya serta girangnya hati mereka. Kalau tadi mereka berlima masih merasa penasaran karena kalah sedemikian mudahnya oleh pemuda ini, kini rasa penasaran itu lenyap sama sekali. Pantas saja pemuda itu lihai karena tidak tahunya dia adalah putera dari Pendekar Bodoh yang namanya telah menggemparkan kolong langit!
"Suhuku yang mengajar ilmu tongkat adalah Pok Pok Sianjin, tokoh terbesar dari barat!"
Kembali semua orang tertegun. "Nona ini tadi telah memperkenalkan diri sebagai murid-murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, akan tetapi tentu kalian belum tahu bahwa dia sebenarnya adalah puteri dari pendekar besar Kwee An di Tiang-an. Dan perlu pula kuberitahukan bahwa dia adalah... tunanganku!" Merahlah wajah Goat Lan mendengar keterangan ini. Ingin ia mencubit tunangannya itu yang dianggapnya berlebihan telah memperkenalkan dirinya pula.
"Nah, setelah kalian mengenal keadaan kami, sekarang akan kukemukakan syarat-syaratku.
Biarpun aku menerima jabatan ketua, namun tidak mungkin bagiku untuk selalu berada di tempat perkumpulan kalian ini. Aku mengangkat kelima Saudara Hek sebagai wakil. Segala sesuatu mengenai perkumpulan kuserahkan kepada mereka berlima untuk mengurus. Dan aku pun tidak mau menurut kebiasaan kalian, tidak mau memakai pakaian sebagai pengemis.
Akan tetapi, aku telah menerima jabatan ini, bersumpah hendak membela dan melindungi Hek-tung Kai-pang dan bertanggung jawab apabila ada sesuatu yang mengancam dan yang mengganggu perkumpulan kita!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
277 Ramailah sorak-sorai para pengemis mendengar kesanggupan ini. Inilah yang mereka harapkan. Dengan adanya pemuda putera Pendekar Bodoh ini menjadi ketua mereka, mereka tidak takut menghadapi penjahat yang bagaimanapun juga. Juga mereka kini tidak kuatir lagi akan serbuan atau gangguan Coa-tung Kai-pang!
Kemudian Hek Liong berkata kepada Hong Beng, "Pangcu, kami mempersilakan Pangcu dan Li-hiap untuk datang ke tempat pertemuan kita yang kita sebut Istana Pengemis untuk merayakan pengangkatan ini, juga untuk mengesahkannya!"
Beramai-ramai semua pengemis itu lalu mengiringkan Hong Beng dan Goat Lan menuju ke sebuah hutan di sebelah utara tempat itu. Hutan ini besar sekali dan ketika tiba di tengah hutan, Hong Beng dan tunangannya melihat sebuah kuil kuno yang baru saja diperbaiki.
Biarpun dari luar nampak sangat miskin, akan tetapi huruf-huruf yang dipasang di luar kuil amat gagah dan angker. Huruf-huruf itu berbunyi : Istana Pengemis HEK TUNG KAI PANG.
Ketika kedua orang muda itu diarak masuk, Hong Beng dan Goat Lan terkejut sekali karena di sebelah dalam sungguh amat berbeda dengan keadaan di luar. Di situ amat indah dan mewah. Meja dan kursi serta perabot-perabot lain terdiri dari barang-barang mahal, terukir indah dan serba baru! Benar-benar patut menjadi perabot dan isi ruang sebuah istana kaisar!


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tahulah kini Hong Beng dan Goat Lan mengapa banyak yang berhati serakah ingin
menduduki jabatan ketua dari perkumpulan pengemis ini. Tidak tahunya keadaan mereka begitu kaya raya. Memang sesungguhnya para pengemis itu yang hidupnya hanya bekerja mengemis dan juga menerima upah dari pekerjaan kasar atau membantu orang menjaga keamanan, selalu mengumpulkan hasil pekerjaan mereka dan menyerahkannya kepada pusat sehingga dapatlah dibangun isi istana yang mewah ini. Selain perabot-perabot yang indah itu, ternyata banyak pula terdapat harta simpanan yang besar jumlahnya. Setelah bercakap-cakap lebih mendalam, tahulah kedua orang muda itu bahwa harta benda itu bukannya disimpan begitu saja, akan tetapi dipergunakan untuk menolong rakyat miskin dengan jalan menderma dan lain-lain. Maka makin kagumlah mereka terhadap perkumpulan pengemis ini dan makin yakinlah hati Hong Beng bahwa menjadi ketua perkumpulan macam ini sekali-kali bukanlah hal yang merendahkan namanya! Ketika mereka duduk bercakap-cakap, masuklah pengemis-pengemis yang masih muda, yaitu anggauta-anggauta yang ditugaskan untuk mengeluarkan hidangan dan kembali Hong Beng dan Goat Lan tercengang karena hidangan yang
dikeluarkan adalah hidangan-hidangan yang mewah dan mahal, sedangkan araknyapun adalah arak Hangciu yang lezat dan harum, bukan arak sembarang arak.
Pesta berjalan dengan meriah sekali dan kedua orang muda itu mendapat kenyataan bahwa para pengemis itu makan hidangan mereka dengan cara yang amat beraturan dan sopan.
Benar-benar mengagumkan sekali!
Pada saat pesta berjalan ramai, tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara bentakan parau dan keras, "Hek-tung Kai-pang Pangcu, sambutlah kami!"
Belum lenyap gema suara itu, orangnya telah melayang masuk dan tahu-tahu di tengah ruangan itu berdiri dua orang pengemis tua yang berpakaian tambal-tambalan akan tetapi bersih sekali dan mereka memegang tongkat ular! Ternyata mereka ini adalah dua orang pengurus Coa-tung Kai-pang tingkat satu!
Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak sekali pengurus, dan pengurus yang bertingkat satu saja ada tujuh orang, dan mereka ini adalah murid dari seorang tosu tua yang menjabat Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
278 kedudukan pemimpin besar dan bernama Coa Ong Lojin. Adapun dua orang pengurus tingkat satu yang datang ini bernama Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin. Mereka ini mendapat laporan dari tiga orang pemimpir Coa-tung Kai-pang yang telah roboh di tangan Ngo-hengte dari Hek-tung Kai-pang pagi tadi. Dengan marah Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin lalu mendatangi istana pengemis di dalam hutan itu dengan maksud untuk merobohkan lima orang ketuanya.
Dengan tindakan kaki berlagak sekali dua orang tua itu sambil menggerak-gerakkan tongkat ular di tangannya menghampiri meja Hek Liong dan adik-adiknya yang duduk di sebelah kiri Hong Beng dan Goat Lan. Kim Coa Jin tertawa bergelak di depan lima orang pengurus Hektung Kai-pang itu lalu berkata,
"Pangcu-pangcu dari Hek-tung Kai-pang benar-benar tidak memandang mata kepada kami dari Coa-tung Kai-pang. Mengadakan perjamuan minum arak sedemikiah ramainya sama sekali tidak mengundang! Ha-ha, benar-benar tidak memandang mata kepada orang
segolongan Hek Liong maklum bahwa dua orang tua ini memang datang hendak membuat ribut dan melihat sikap mereka yang kasar ia tidak mau membiarkan pangcunya yang baru untuk menghadapinya, maka ia sendiri lalu berdiri bersama empat orang adiknya, menjura sebagai penghormatan sambil berkata,
"Maaf, Ji-wi datang tanpa kami ketahui sehingga tidak siang-siang mengatur penyambutan.
Silakan duduk dan minum arak kami yang murah!" Sambil berkata demikian Hek Liong lalu mengeluarkan dua buah cawan dan mengisi sendiri cawan-cawan itu sampai penuh dengan arak harum.
"Ha-ha-ha-ha!" Bhok Coa Jin tertawa bergelak, lain dengan gerakan cepat sekali ia mengulur tongkat ularnya sambil berkata, "Biarlah tongkatku mencoba dulu bagamana rasanya arakmu!" Sambil berkata demikian, sekali tongkatnya bergerak ke depan, kedua cawan arak yang disuguhkan itu terguling di atas meja dan araknya tumpah membasahi meja! Kemudian ujung tongkatnya yang berkepala ular itu meluncur memasuki mulut guci, dari mulut guci itu keluarlah uap hijau bergulung ke atas!
"Ha-ha-ha! Arakmu cukup baik!" kata Bhok Coa Jin kepada lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang itu. "Marilah kita minum arak dari guci yang telah dicoba isinya oleh tongkatku tadi!"
Tanpa diketahui oleh orang lain, Goat Lan membisikkan sesuatu kepada Hong Beng sambil memberikan tiga buah pel merah kepada tunangannya itu. Hong Beng lalu berdiri dan mendahului kelima saudara Hek itu berkata kepada dua orang tamu yang aneh ini,
"Ji-wi Lo-kai (Dua Tuan Pengemis Tua), melihat dari tongkatmu, aku dapat menduga bahwa kalian tentulah pengurus-pengurus dari Coa-tung Kai-pang! Pertunjukanmu tadi lucu sekali dan kebetulan aku adalah seorang yang paling doyan arak beruap! Marilah aku menemani kau berdua minum arak!"
Sambil berkata demikian, tanpa menanti jawaban tamunya, Hong Beng mengambil guci arak tadi dan mengisikan arak ke dalam cawan-cawan tamunya yang tadi terguling, juga ia mengisi cawannya sendiri sampai penuh. Semua orang melihat betapa arak yang keluar dari guci itu telah berwarna hijau, padahal tadinya berwarna kemerahan! Lima orang pengurus Hek-tung Kai-pang menjadi pucat karena mereka maklum bahwa arak itu telah dicampuri racun!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
279 "Arak itu beracun!" seru Hek Liong marah.
"Ha-ha-ha! Ternyata ketua dari Hek tung Kai-pang berhati pengecut! Kalah oleh orang muda berhati tabah dan gagah ini!" kata Kim Coa Jin sambil tertawa bergelak-gelak. "Siapakah pemuda ini yang menantang kami minum arak" Kami tidak sudi minum arak dengan segala orang tak ternama!"
Makin marahlah Hek Liong mendengar ucapan ini. "Bukalah matamu baik-baik karena kau berhadapan dengan pangcu kami yang baru!"
Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin melengak dengan heran. Kini mereka memandang kepada Hong Beng dengan penuh perhatian. Kemudian mereka menjura ke arah Hong Beng sebagai penghormatan yang dibalas oleh Hong Beng dengan sepatutnya.
"Tidak tahu siapakah nama Pangcu yang terhormat?" tanya Kim Coa Jin.
"Siauwte bernama Sie Hong Beng dan secara kebetulan saja siauwte dipilih menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang yang mulia. Tidak tahu siapakah Ji-wi dan ada keperluan apakah dua orang penting dari Coa-tung Kai-pang datang ke sini?"
"Hemm, kami adalah pengurus-pengurus Coa-tung Kai-pang, namaku Kim Coa Jin dan ini adalah adikku Bhok Coa Jin. Kami tidak tahu bahwa Hek-tung Kai-pang telah berganti pengurus. Bagus, bagus, kami harap saja biarpun kau masih muda, akan tetapi sudah terbuka pikiranmu untuk menggabungkan perkumpulanmu yang kecil ini kepada Coa-tung Kai-pang yang besar sehingga tak perlu ada pertikaian lagi."
"Ji-wi Lo-kai, hal itu tak mungkin dilakukan. Setiap perkumpulan mempunyai tujuan sendiri-sendiri, dan biarlah kita melakukan tugas masing-masing tanpa saling mengganggu, bukankah dengan demikian akan lebih baik lagi dan tidak ada pertikaian" Aku akan memberi nasihat kepada semua anggauta perkumpulan kami agar jangan mengganggu perkumpulanmu, dan sebaliknya aku mengharap pula dari pihakmu ada kebijaksanaan seperti itu."
Tiba-tiba Kim Coa Jin tertawa bergelak dengan suara menghina dan memandang rendah sekali.
"Pangcti, kau ternyata masih hijau seperti usiamu. Marilah kita minum arak hijau ini untuk menambah pengalamanmu. Beranikati kau?"
"Mengapa tidak berani?" kata Hong Beng yang sudah menelan tiga butir pel ang-tan pemberian tunangannya tadi. Ia percaya penuh akan kelihaian tunangannya yang paham betul akan segala macam racun dan pengobatannya, maka ketika tadi Goat Lan menyerahkan pel itu sambil berbisik bahwa itulah pel penawar dan penolak racun hijau, ia segera menelannya dan bertindak seperti yang dituturkan di atas. Kini ia mengangkat cawan araknya, diturut pula oleh dua orang tamu itu yang memandangnya dengan mata heran akan tetapi mulut tersenyum mengejek. Mereka lalu minum arak itu. Sekali tenggak saja arak hijau itu lenyap dalam perut Hong Beng.
Sekarang barulah dua orang pengemis tua itu terheran-heran. Biasanya, racun hijau yang dimasukkan di dalam arak itu amat keras. Jangankan menghabiskan secawan, baru minum beberapa tetes saja cukup untuk membakar isi perut orang dan membinasakannya seketika itu Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
280 juga. Akan tetapi, pemuda yang tampan dan tenang ini setelah minum secawan tidak kelihatan terpengaruh sama sekali, seakan-akan arak itu tidak ada apa-apanya! Mereka menjadi penasaran dan Kim Coa Jin sendiri kini memasukkan kepala tongkatnya ke dalam guci, menambah racun itu dan menuangkan isi guci ke dalam tiga cawan yang sudah kosong, memenuhinya kembali.
"Kau kuat minum secawan lagi, Pangcu?" tanyanya menantang.
Hong Beng tersenyum. "Mengapa tidak kuat" Marilah kita minum untuk kesejahteraan Hektung Kai-pang!" Kembali mereka minum dan sekali lagi Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin saling pandang dengan heran. Jangankan menjadi mabuk atau roboh binasa, merah pun tidak muka pemuda tampan itu.
"Secawan lagi, Ji-wi Lokai?" Kini Hong Beng yang menantang! Kedua orang pengemis tua itu menjadi bingung. Obat penawar yang tadinya sudah mereka telan hanya cukup kuat untuk menolak racun dua cawan arak, kalau harus minum secawan lagi, mungkin mereka takkan kuat menahan dan akan roboh binasa dengan isi perut terbakar!
"Cukup, cukup, Pangcu!" kata Kim Coa Jin sambil menggerakkan tongkat ularnya. "Sudah terbuka mata kami bahwa biarpun masih muda, ternyata kau adalah seorang yang kuat minum. Tidak tahu apakah ilmu tongkatmu sekuat tenaga minummu!"
Pada saat itu, Hek Liong melangkah maju menghadap Hong Beng dan menyerahkan sebatang tongkat hitam dengan sikap menghormat sekali. Tongkat ini baru saja ia ambil dari dalam sebuah kamar dan ternyata bahwa tongkat ini luar biasa sekali. Memang warnanya hitam seperti tongkat-tongkat yang dipegang oleh semua anggauta Hek-tung Kai-pang, akan tetapi tongkat ini mengeluarkan cahaya mengkilap dan ternyata dapat digulung.
"Tongkat ini adalah peninggalan sucouw kami Hek-tung Kai-ong. Sudah berpuluh tahun tidak ada orang yang dapat mempergunakan tongkat lemas ini, maka sekarang kami serahkan kepada Pangcu!"
Hong Beng menerima tongkat itu dengan girang dan ketika ia memegang tongkat itu, ia merasa kagum dan juga girang sekali. Ternyata bahwa senjata luar biasa ini terbuat dari logam yang amat kuat dan merupakan sebatang tongkat pusaka yang ampuh sekali. Ia segera turun dari tempat duduknya dan menghadapi dua orang tamunya itu dengan sikap tenang.
"Ji-wi Lo-kai, kami telah maklum bahwa kalian dari Coa-tung Kai-pang ingin sekali memperlebar pengaruhmu, akan tetapi caramu ini benar-benar kurang sempurna. Apa kaukira bahwa di kolong langit ini tidak ada orang-orang yang lebih pandai daripada pemimpin-pemimpin Coa-tung Kai-pang" Tanpa kusengaja, aku yang muda dan bodoh telah terpilih menjadi pemimpin Hek-tung Kai-pang, betapapun juga, aku akan membela perkumpulan ini dengan tongkat yang telah dipercayakan kepadaku. Nah, silakan Ji-wi maju mencoba kekerasan tongkat ini!"
Kim Coa Jin biarpun merasa amat kagum melihat betapa orang muda ini dapat minum racun dari tongkat ularnya tanpa akibat sesuatu, tetap saja ia masih memandang rendah kepada Hong Beng. Tak mungkin pemuda ini memiliki kepandaian silat yang dapat mengimbangi kepandaiannya sendiri. Dia dan Bhok Coa Jin adalah dua orang diantara tujuh orang Pengemis Tongkat Ular tingkat satu. Kepandaian mereka ini sudah amat tinggi, karena Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
281 mereka adalah murid-murid yang menerima pelajaran langsung dari Coa Ong Lojin, datuk dari Coa-tung Kai-pang! Mereka telah mewarisi delapan puluh bagian dari ilmu silat dan ilmu tongkat dan telah bertahun-tahun mereka merantau di seluruh permukaan bumi Tiongkok.
Oleh karena memandang rendah dan tidak ingin disebut licik, Kim Coa Jin berkata kepada Bhok Coa Jin "Sute, harap kau berdiri di pinggir saja dan biar aku sendiri yang mencoba kekuatan pangcu muda ini!" Ucapannya ini dikeluarkan dengan mulut tersenyum. Bhok Coa Jin juga tersenyum, lalu ia menancapkar tongkat ularnya di atas lantai dan duduk di atas tongkat itu! Demonstrasi kekuatan lwee-kang ini saja sudah hebat sekali, karena lantai itu amat keras namun dapat tertusuk oleh tongkat itu seakan-akan lantai itu terdiri dari tanah lumpur belaka!
"Silakan, Suheng, aku hendak menonton saja," katanya.
"Nah, Sie-pangcu, marilah kita mulai!" kata Kim Coa Jin menantang.
"Majulah Kim-lokai. Sebagai tamu kau turun tangan lebih dulu," jawab Hong Beng sambil memegang tongkat hitamnya dengan cara sembarangan saja. Ia memegang kepala tongkatnya dan tongkat itu tergantung lurus ke bawah, seperti seorang kakek yang meminjam tenaga tongkat untuk membantunya menunjang tubuhnya yang sudah lemah. Bagi orang yang tidak tahu, tentu mengira bahwa pemuda ini tidak pandai ilmu silat dan bahwa caranya memasang kuda-kuda itu tidak ada artinya sama sekali. Akan tetapi ketika Kim Coa Jin melihat cara Hong Beng memegang tongkat, hatinya tertegun. Itulah kuda-kuda yang disebut Dewa Bumi Menangkap Ular, semacam kuda-kuda yang tidak sembarang orang berani menggunakan untuk memulai sebuah pertempuran, karena kuda-kuda seperti ini amat sukar dibuka dan dikembangkan.
"Awas serangan!" serunya dan Kim Coa Jin cepat menyerang dengan hebat. Ia sengaja menyerang dengan gerakan yang paling hebat dan lihai, karena ia hendak merobohkan ketua Hek-tung Kaipang ini dengan sekali gerakan saja! Tongkat ularnya dengan cepat bagaikan anak panah terlepas dari busurnya menusuk ke arah dada Hong Beng, sedangkan tangan kirinya tidak tinggal diam, melainkan meluncur pula di belakang tongkatnya untuk mengirim pukulan susulan yang dilakukan dengan tenaga lwee-kang sehingga angin pukulan ini saja sudah cukup untuk merobohkan lawan!
Akan tetapi Hong Beng dengan gerakan Hek-hong-koan-goat (Bianglala Hitam Menutup Bulan) menggerakkan tongkat hitamnya dengan putaran cepat sekali. Ketika tongkatnya bertemu dengan tongkat ular lawannya, kedua tongkat itu menempel dan tongkat ular itu ikut pula terputar karena pemuda yang lihai ini telah menggerakkan khi-kangnya untuk
"menyedot" dan menempel senjata lawan. Karena kedua tongkat itu terputar cepat di depan mereka, otomatis pukulan tangan kiri pengemis tua itu tertolak kembali! Kim Coa Jin mengerahkan tenaganya untuk membetot kembali tongkatnya dari tempelan tongkat hitam lawannya akan tetapi ternyata tongkatnya seakan-akan telah berakar pada tongkat Hong Beng.
Ia merasa penasaran sekali dan sambil mengerahkan seluruh tenaganya ia berseru keras sekali dan tiba-tiba tubuhnya terjengkang ke belakang dan hampir saja ia jatuh ketika secara mendadak Hong Beng melepaskan tempelannya!
Bukan main kagetnya Kim Coa Jin merasai kelihaian pangcu muda dari Hek-tung Kai-pang ini. Sambil menggereng bagaikan seekor harimau terluka ia lalu menerjang maju, memutar tongkatnya dengan hebat bagaikan angin puyuh dan kini benar-benar ia mengeluarkan ilmu Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
282 tongkatnya yang lihai, karena ia sudah maklum sepenuhnya bahwa pemuda itu bukanlah orang sembarangan, melainkan murid orang pandai!
Akan tetapi Hong Beng tetap saja berlaku tenang. Dengan puas dan girang sekali ia mendapat kenyataan bahwa tongkat hitam yang lemas di tangannya itu benar-benar merupakan senjata istimewa. Biarpun tongkat itu lemas, akan tetapi dapat menerima saluran tenaga khi-kang dengan baik sekali, sehingga tidak kalah "enaknya" dipakai daripada sebatang ranting kecil!
Ia lalu mainkan Ngo-heng-tung-hwat dan melayani lawannya dengan gerakan yang membuat lawannya menjadi pening kepala. Ngo-heng-tung-hwat adalah semacam ilmu silat yang mengambil sari dari lima anasir atau lima sifat, bisa sekuat baja, selemah air, sepanas api!
Juga gerakan tubuh Hong Beng yang lincah dan gesit membuat tubuhnya lenyap dari pandangan mata, terbungkus oleh gulungan sinar tongkat yang menghitam!
Kim Coa Jin sebagai tokoh tingkat satu dari Coa-tung Kai-pang, tentu saja memiliki ilmu silat yang sudah amat tinggi, akan tetapi harus ia akui bahwa selama hidupnya, baru sekarang ia bertemu dengan tandingan yang demikian tangguhnya. Ilmu Tongkat Coa-tung-hwat bukantah ilmu silat sembarangan saja, dan mempunyai sifat-sifat tersendiri yang amat kuat dan berbahaya. Gaya Ilmu Tongkat Coa-tung-hwat ini amat ganas dan kejam serta memiliki tipu-tipu yang licik dan berbahaya sekali karena ilmu ini tercipta diantara jalan hitam, diantara orang-orang yang memiliki pikiran dan tabiat yang kurang baik. Tongkat yang berbentuk ular itu saja memiliki bagian-bagian rahasia sehingga dapat mengeluarkan senjata-senjata rahasia berupa jarum-jarum berbisa. Bahkan dari mulut ular itu, apabila dikehendaki oleh pemakainya, dapat mengeluarkan semacam uap berbisa dan berbahaya sekali.
Hong Beng sengaja tidak mau melukai Kim Coa Jin dan hanya mendesaknya dengan ilmu tongkat yang memang lebih tinggi tingkatnya. Pemuda ini biarpun masih muda dan
mempunyai darah panas namun ia memang cerdik sekali, dan ia maklum bahwa kalau ia sampai melukai orang ini, maka permusuhan antara kedua partai pengemis akan menjadi semakin mendalam. Pihak Coa-tung Kai-pang tentu akan menjadi makin sakit hati dan menaruh dendam hati yang maha berat. Ia ingin menghindarkan hal ini, maka ia hanya mendesak lawannya dengan tongkat hitamnya, berusaha untuk mengalahkan Kim Coa Jin dengan serangan-serangan yang tidak membahayakan jiwanya.
Bhok Coa Jin yang menonton pertandingan itu, menjadi marah dan penasaran sekali. Bhok Coa Jin memiliki watak yang lebih berangasan dan keras daripada suhengnya. Melihat betapa suhengnya tak dapat menangkan pemuda itu bahkan terdesak hebat sekali, tiba-tiba ia berseru keras dan membantu suhengnya menyerang Hong Beng.
"Pengemis curang, perlahan dulu!" Tiba-tiba terdengar bentakan merdu dan tahu-tahu tongkat yang diputar oleh Bhok Coa Jin itu terpental mundur karena tertangkis oleh sebatang tongkat bambu runcing yang digerakkan secara luar biasa. Bhok Coa Jin terkejut dan lebih-lebih kagetnya ketika ia melihat bahwa yang menangkis tongkatnya itu adalah nona cantik yang tadi ia lihat duduk di dekat Hong Beng.
"Bocah kurang ajar!" seru pengemis tua ini dengan marah. "Siapakah kau, berani sekali menghalangi Bhok Coa Jin?"
"Hemm, agaknya kau terlalu sombong dan menganggap diri sendiri paling hebat," Goat Lan menyindir. "Kau mau tahu siapa aku" Namaku Kwee Goat Lan dan kalau lain orang takut Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
283 mendengar namamu, aku bahkan merasa muak karena nama besarmu itu sama sekali tidak sesuai dengan sifatmu yang pengecut!"
"Kurang ajar!" Bhok Coa Jin memaki dan tongkatnya meluncur cepat mengarah tenggorokan nona itu, akan tetapi cepat sekali sepasang tongkat bambu runcing di tangan gadis itu bergerak dan menjepit tongkat ular Bhok Coa Jin sehingga tidak dapat dicabut kembali. Betapapun Bhok Coa Jin membetot tongkatnya, tetap saja tongkatnya itu bagaikan terjepit oleh dua potong besi yang kuat sekali. Barulah ia merasa amat terkejut dan heran. Bagaimana gadis muda ini dapat memiliki tenaga yang demikian hebatnya"
Juga Goat Lan merasa gemas sekali terhadap pengemis tua yang berangasan dan kasar ini. Ia sudah menggerakkan sepasang bambu runcingnya yang lihai ketika Hong Beng berkata mencegahnya,
"Lan-moi, jangan layani dia. Biarkan dia mengeroyokku agar mereka tahu kelihaian Hektung Kai-pang!" Biarpun hatinya mendongkol dan tidak puas, Goat Lan maklum akan maksud ucapan tunangannya ini dan ia melompat mundur. Ia tahu kalau ia turun tangan, maka hal ini akan mengurangi keangkeran Hek-tung Kai-pang.
Sebaliknya, diam-diam Bhok Coa Jin merasa lega melihat gadis yang lihai itu melompat mundur. Tak banyak cakap lagi ia lalu menyerbu dan menyerang Hong Beng, membantu suhengnya. Kalau sekiranya keadaan Hong Beng berbahaya apabila dikeroyok dua, tentu betapapun juga Goat Lan akan memaksa turun tangan. Akan tetapi ia maklum bahwa
menghadapi dua orang pengemis Coa-tung Kai-pang itu, tunangannya takkan kalah karena kepandaian Hong Beng masih lebih tinggi tingkatnya. Ia lalu duduk kembali dan menonton dengan sikap tenang. Sebaliknya, para anggauta Hek-tung Kai-pang merasa kuatir juga melihat betapa ketua mereka dikeroyok dua oleh lawan-lawan yang amat tangguh itu.
Menghadapi keroyokan dua orang lawan yang tak boleh dipandang ringan itu, Hong Beng memperlihatkan kehebatan ilmu tongkatnya. Ia segera merubah gerakan tongkat hitamnya dan kini ia mainkan Ilmu Tongkat Pat-kwa-tung-hwat yang gerakannya jauh lebih cepat daripada Ngo-heng-tung-hwat. Sebentar saja, seperti halnya lima saudara Hek ketika menghadapi pemuda ini, dua orang pengurus Coa-tung Kai-pang ini menjadi pening dan pandangan mata mereka menjadi kabur. Mereka merasa heran dan juga penasaran sekali karena selama hidup mereka, belum pernah mereka menyaksikan ilmu tongkat seperti itu. Ilmu Tongcat Hek-tung-hwat pernah mereka lihat, akan tetapi ilmu silat tongkat yang dimainkan oleh ketua baru dari Hek-tung Kai-pang ini benar-benar tidak mereka kenal.
Sebaliknya, bagi Hong Beng tidak mudah untuk mengalahkan kedua lawannya tanpa
menggunakan serangan kilat yang sedikitnya akan melukai mereka, maka terpaksa, biarpun ia tidak ingin melukai kedua lawan ini, ia harus memperlihatkan kepandaiannya. Sekali ia mengerahkan tenaga, maka terdengar suara keras sekali dan dua batang tongkat ular itu patah di tengah-tengah. Berbareng dengan patahnya kedua tongkat itu, dari dalam tongkat menyembur keluar banyak sekali jarum hitam ke arah Hong Beng. Akan tetapi pemuda ini dengan mudah saja lalu memukul semua sinar hitam itu dengan tongkatnya dan sebagai pembalasan, dua kali tongkatnya bergerak ke bawah dan kedua orang lawannya itu terjungkal tanpa dapat mengelak lagi!
Untung bahwa Hong Beng hanya mempergunakan sedikit tenaga, karena kalau pemuda ini berlaku kejam, biarpun kedua orang pengemis tua itu memiliki kekebalan, mereka tentu akan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
284 patah-patah tulang kakinya. Kini mereka hanya merasa kedua kaki mereka sakit sekali dan untuk beberapa lama mereka tak dapat berdiri. Mereka hanya duduk memandang dengan mata terbelalak, lebih merasa heran daripada merasa marah.
"Kau... kau siapakah" Dan ilmu sihir apakah yang kaupergunakan untuk merobohkan kami?"
Akhirnya Kim Coa Jin dapat berkata sambil merangkak mencoba bangun. Demikian pula Bhok Coa Jin dengan muka meringis menahan sakit mencoba untuk bangun berdiri.
"Sudah kukatakan bahwa namaku Sie Hong Beng dan aku telah diangkat menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang!" jawab Hong Beng sederhana. "Kalian datang dan roboh bukan karena kehendak kami, akan tetapi kalian sendiri yang mencari penyakit. Harap jangan kalian persalahkan kami."
Akan tetapi jawaban ini tidak memuaskan hati mereka, dan Hek Liong yang juga merasa tidak puas mendengar jawaban pangcunya, lalu berdiri dan berkata dengan suara lantang,
"Bukalah matamu baik-baik, kalian orang-orang Coa-tung Kai-pang! Pangcu kami adalah putera dari Pendekar Bodoh dan murid dari Pok Pok Sianjin! Dan pendekar wanita yang kalian pandang rendah ini, dia adalah tunangan pangcu kami yang gagah dan Li-hiap adalah murid dari Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu! Apakah keterangan ini masih belum cukup?"
Pucatlah muka kedua orang pengemis tua itu ketika mendengar nama-nama besar dari para pahlawan dan tokoh dunia persilatan itu. Akhirnya Kim Coa Jin menarik napas panjang dan berkata, "Dasar nasib kami yang sial, bertemu dengan keturunan Pendekar Bodoh! Buah yang jatuh takkan menggelinding jauh dari pohonnya!" Setelah berkata demikian, dengan terpincang-pincang Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin meninggalkan tempat itu.
"Tahan...!" seru Hong Beng dan tubuhnya berkelebat mendahului kedua orang itu. Ia kini berdiri menghadapi mereka sambil bertolak pinggang dan matanya memandang tajam penuh ancaman. "Apa maksud kata-katamu tadi" Apa maksudmu berkata bahwa buah takkan jatuh menggelinding jauh dari pohonnya?" Kim Coa Jin tersenyum mengejek "Watak anak takkan berbeda jauh dengan bapaknya. Suhuku pernah menceritakan bahwa Pendekar Bodoh adalah seorang yang selalu mencampuri urusan orang lain, seorang yang selalu turun tangan dan bertindak sewenang-wenang mengandalkan kepandaiannya. Dan kau agaknya tidak berbeda jauh dengan ayahmu itu!"
"Siapakah suhumu?" tanya Hong Beng.
"Suhu kami adalah pendiri dari Coa-tung Kai-pang, yang bernama Coa Ong Lojin!" Sambil berkata demikian Kim Coa Jin memandang tajam karena mengharapkan pemuda itu akan menjadi terkejut mendengar nama suhunya. Akan tetapi ternyata Hong Beng menerima keterangan ini dengan dingin saja, sungguhpun ia pernah mendengar nama orang tua yang sakti itu.
"Pernahkah suhumu bentrok dengan ayahku?"
"Belum, belum pernah. Akan tetapi Suhu telah cukup banyak mendengar dari kawan-
kawannya, dan Suhu ingin sekali bertemu dengan ayahmu untuk melihat sampai di mana sih kepandaiannya maka dia dan puteranya sesombong ini!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
285 Tiba-tiba muka Hong Beng menjadi merah sekali, tanda bahwa ia marah.
"Jahanam berlidah busuk!" makinya sehingga Goat Lan yang sudah berdiri di dekatnya menjadi terkejut, karena tak disangkanya sama sekali bahwa tunangannya yang lemah lembut dan sopan santun ini sekarang begitu marah sampai memaki orang. "Kau pandai benar memutar balik duduknya perkara! Pantas saja kau menjadi pengurus Perkumpulan Tongkat Ular karena watakmu seperti ular, lidahmu berbisa. Kalian yang datang mengacau di perkumpulan kami akan tetapi kalian yang menuduh kami suka mencampuri urusan orang lain! Memang ayahku suka mencampuri urusan orang lain, urusan orang jahat macam engkau yang suka mengganggu orang, dan hal seperti itu tentu saja ayahku dan aku takkan tinggal diam memeluk tangan!"
Hampir saja Hong Beng mengangkat tangan menjatuhkan pukulan, kalau saja Goat Lan tidak menyentuh pundak sambil memandangnya dengan senyum menghibur. Pemuda ini menjadi marah sekali karena mendengar ayahnya dicela oleh dua orang jahat seperti Kim Coa Jin dan Bhok Coa Jin.
Kedua orang pengemis dari Coa-tung Kai-pang itu lalu pergi dengan muka pucat dan tidak berani menengok lagi. Goat Lan menghibur tunangannya dengan kata-kata yang halus,
"Sudahlah, Koko, untuk apa mencurahkan kemarahan terhadap orang-orang macam itu"
Mereka sudah dikalahkan dan tentu mereka sudah merasa kapok."
"Mudah-mudahan begitu," jawab Hong Beng. "Akan tetapi aku masih merasa kuatir kalau-kalau mereka akan datang lagi bersama kawan-kawan mereka untuk mengganggu Hek-tung Kai-pang."
"Kalau begitu, lebih baik kita menanti sampai beberapa hari di sini, untuk menjaga keselamatan perkumpulan. Memang sudah menjadi kewajibanmu untuk melindunginya dari serangan orang-orang jahat. Biarlah mereka mendatangkan suhu mereka, aku pun sudah pernah mendengar nama Coa Ong Lojin yang terkenal jahat. Betapapun lihainya, kita pasti akan dapat mengalahkannya."
Demikianlah, kedua orang muda ini terpaksa menunda keberangkatan mereka dan menjaga di tempat itu bersama para pengurus Hek-tung Kai-pang sampai sepekan lamanya. Dan ini pulalah sebabnya maka mereka tidak cepat menyusul Lili dan Lo Sian yang pergi ke rumah Thian Kek Hwesio sehingga setelah menanti tiga hari lamanya, Lili menjadi hilang sabar dan mengajak bekas suhunya itu ke Shaning, ke rumah orang tuanya sebagaimana telah dituturkan di bagian depan.
*** Betapapun Lili berusaha untuk membantu ingatan Lo Sian ia tetap gagal, karena Lo Sian benar-benar tidak ingat apa-apa lagi.
"Suhu, kau bernama Lo Sian dan berjuluk Sin-kai (Pengemis Sakti), cobalah kau ingat-ingat lagi, Suhu. Aku bernama Sie Hong Li atau Lili yang dulu pernah kautolong dari tangan Bouw Hun Ti. Tidak ingatkah kau kepada suhengmu Mo-kai Nyo Tiang Le?" Untuk kesekian kalinya dalam perjalanannya menuju ke Shaning, Lili berkata kepada bekas suhunya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
286 Lo Sian hanya menggeleng kepalanya dengan wajah sedih. "Sesungguhnya, telah hampir setiap malam aku mencoba mengerahkan ingatanku, akan tetapi tidak, ada gunanya.
Ingatanku akan hal-hal yang lalu seperti sebuah gua yang hitam pekat. Memang, namamu dan juga namaku sendiri terdengar tidak asing bagi telingaku, akan tetapi aku benar-benar telah lupa. Baiklah, mulai sekarang aku bernama Lo Sian lagi dan kau bernama Lili, akan tetapi jangan kau suruh aku mengingat-ingat akan hal yang lalu. Aku tidak sanggup, anak baik."
Akan tetapi, jalan pikiran Lo Sian masih biasa dan baik sekali. Pertimbangannya masih sempurna, mencerminkan wataknya yang budiman dan gagah perkasa. Pada suatu hari, ketika mereka sedang melanjutkan perjalanan menuju ke kota Shaning mereka melihat sebuah makam yang dibangun indah sekali di pinggir jalan. Besarnya makam itu seperti rumah orang, merupakan bangunan gedung yang indah dan mahal. Lo Sian nampaknya amat tertarik dan kagum. Ia berdiri di depan makam itu sambil memandang ke dalam seperti seorang yang terpesona.
"Suhu, coba kauingat-ingat, makam siapakah ini?"
Bagaikan bicara kepada diri sendiri, Lo Sian berkata perlahan,
"Sudah pasti bukan makam Lie Kong Sian... bukan, bukan makam Lie Kong Sian!"
Lili memandang dengan terharu. "Suhu, benar-benarkah Lie-supek telah meninggal dunia?"
Lo Sian mengangguk pasti. "Memang sudah meninggal dunia dan agaknya aku akan
mengenal kalau melihat makamnya. Akan tetapi entah di mana, entah bagaimana macamnya, hanya aku merasa yakin akan mengenal makamnya. Dia sudah mati... tak salah lagi..."
Bicara tentang kematian Lie Kong Sian, Lo Sian nampaknya sedih sekali dan Lili lalu terbayang kepada pemuda tampan yang telah merampas sepatunya sehingga mukanya tak terasa pula berubah menjadi merah sekali.
"Sesungguhnya, makam siapakah begini mewah dan mendapat penghormatan sebesar ini dari rakyat?" tanya Lo Sian sambil membaca papan-papan pujian dan kain-kain berisi sajak yang bagus-bagus, juga kepada tempat hio (dupa) yang agaknya dibakari dupa setiap hari.
Lili menarik napas panjang. Kalau suhunya tidak mengenal makam ini, benar-benar ia sudah lupa segala. Siapakah yang tidak mengenal makam Jenderal Ho, pahlawan besar yang gagah perkasa dan yang telah mengorbankan nyawa untuk kejayaan negara dan bangsa"
"Suhu, masa kau tidak ingat kepada makam Jenderal Ho ini?"
Lo Sian menggeleng kepala. "Tidak, sama sekali tidak ingat lagi. Siapakah Jenderal Ho yang kausebutkan tadi?"
"Jenderal Ho adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa. Dulu ketika bala tentara Mongol menyerang pedalaman Tiongkok dan hampir saja dapat membobolkan pertahanan, Jenderal Ho inilah yang berhasil memukul musuh mundur sampai keluar dari Tembok Besar. Juga ketika terjadi pemberontakan di selatan sehingga kedudukan Kaisar sudah terjepit, kembali Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
287 Jenderal Ho dan pasukannya yang berjasa besar dan berhasil memukul hancur para
pemberontak."
"Dan bagaimana ia sampai meninggal dunia?"
"Ia gugur dalam peperangan ketika pasukan kerajaan menyerang ke timur. Biarpun ia telah terluka hebat di dalam peperangan itu, ia masih sanggup untuk memimpin pasukannya dan mengatur barisan sambil duduk di atas tandu dan ia menghembuskan napas terakhir di atas tandu itu pula! Karena jasa-jasanya terhadap negara inilah maka namanya terkenal di seluruh negeri dan semua rakyat tidak ada yang tidak mengenal namanya. Inilah makamnya. Suhu, apakah kita akan masuk untuk memberi penghormatan kepada makam Jenderal Ho yang besar" Di dalam terdapat orang yang menyediakan dupa."
Akan tetapi Lo Sian menggelengkan kepalanya dengan keras dan berkata setelah menghela napas panjang. "Tidak perlu, aku tidak suka melihat kepalsuan ini!"
Lili memandang suhunya dengan mata terbelalak. "Apa maksudmu, Suhu" Palsu" Apanya yang palsu?"
"Penghormatan ini, makam ini, semua adalah pemujaan dan pujian palsu belaka. Duduklah, Lili, dan biarlah aku membuka pikiranmu yang masih hijau menghadapi segala kepalsuan dunia." Mereka lalu duduk di atas bangku batu yang banyak terdapat di depan makam besar itu.
"Sebelum aku membentangkan pendapat dan pandanganku, lebih dulu jawablah, apakah kau pernah melihat makam-makam besar yang dihormati seperti ini untuk para perajurit-perajurit biasa yang gugur dalam peperangan membela negara?"
Lili memandang bodoh dan menggeleng kepalanya. "Belum pernah Suhu, yang dihormati selalu adalah makam orang-orang besar, menteri-menteri, jenderal-jenderal, dan panglima-panglima besar."
"Nah, itulah yang kukatakan palsu! Jenderal Ho ini dihormati, dipuji-puji karena katanya ia berjasa terhadap negara, bahwa ia telah mengorbankan nyawanya demi kepentingan negara.
Bahkan orang-orang yang katanya besar, biarpun tak usah mengorbankan nyawa dalam peperangan, tetap saja makamnya dipuji-puji, namanya dihormati dan dicatat dalam sejarah sampai ribuan tahun! Apakah jasa perajurit kecil itu kalah besarnya" Bukankah mereka itu pun mengorbankan nyawanya, bahkan maju di garis pertempuran terdepan, gugur lebih dulu daripada para pemimpinnya yang hanya mengatur siasat pertempuran dari belakang" Apakah mereka ini tidak jauh lebih berani, gagah, dan berjasa daripada jenderal-jenderal itu" Namun, bagaimana nasib mereka" Mana makam mereka" Dan bagaimana keadaan keluarga mereka yang ditinggalkan" Tak seorang pun mengingat lagi kepada mereka! Nah, inilah yang kukatakan tidak adil dan palsu! Orang hanya pandai mengingat yang besar-besar selalu melupakan yang kecil. Padahal, tanpa yang kecil-kecil, yang besar tidak ada artinya lagi.
Apakah dayanya para pembesar tanpa rakyatnya" Apakah artinya jenderal-jenderal tanpa perajurit-perajuritnya?"
Lili tertegun mendengar ucapan suhunya ini, akan tetapi sebagai anak Pendekar Bodoh yang banyak mendengar tentang filsafat, ia tidak mau menyerah begitu saja dan masih membantah,
"Akan tetapi Suhu, sebaliknya, apakah artinya perajurit-perajurit dalam barisan tanpa Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
288 pemimpin yang mengatur siasat peperangan" Apakah artinya rakyat tanpa pemimpin yang pandai?"
Lo Sian mengangguk-angguk. "Memang, ada isinya juga kata-katamu tadi. Memang
keduanya perlu sekali, keduanya merupakan dwitunggal yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Betapapun juga, lebih penting anak buahnya daripada kepalanya. Tanpa jenderal, sepasukan perajurit masih merupakan kekuatan hebat, tanpa pemimpin, rakyat masih merupakan massa yang kuat! Sebaliknya, tanpa pasukan, jenderal hanya seorang yang tak berdaya menghadapi lawan. Tanpa rakyat, pemimpin hilang sifatnya sebagai pemimpin. Oleh karena kukatakan tadi bahwa keduanya merupakan dwitunggal yang tak dapat dipisah-pisahkan, mengapa orang hanya menghormati pemimpinnya saja tanpa mengingat anak buahnya?"
Mendengar ucapan suhunya yang panjang lebar ini, diam-diam Lili merasa girang sekali, oleh karena ia kini merasa yakin bahwa biarpun telah kehilangan ingatannya dan lupa akan peristiwa yang terjadi pada waktu yang lalu, ternyata suhunya ini masih mempunyai pikiran sehat dan pandangan yang mengagumkan.
Setelah bicara panjang lebar kepada Lili, Lo Sian lalu bangkit berdiri dan menghampiri tembok yang mengelilingi makam itu. Ia mengerahkan lwee-kangnya dan dengan jari-jari telunjuknya ia mencoret-coret tembok itu, menulis beberapa buah huruf yang artinya seperti berikut,
Jenderal Ho menerima penghormatan berkat pasukannya yang gagah perkasa. Siapa yang melihat makam ini harus mengingat akan jasa dari setiap orang perajurit tak dikenal dalam pasukannya!
Biarpun ia hanya menggurat-gurat tembok yang keras itu dengan jari telunjuknya saja, namun bagaikan sepotong besi kuat, jari itu menggores tembok sampai dalam dan tulisan itu tidak dapat dihapus lagi!
Orang-orang yang lewat di tempat itu ketika melihat kejadian ini, lalu maju melihat dan mereka mengeluarkan pujian melihat kekuatan jari telunjuk kakek itu. Tiba-tiba terdengar suara amat nyaring dan keras,
"Bagus, tulisan yang gagah sekali!"
Ketika Lili dan Lo Sian menengok, ternyata di antara penonton itu muncullah seorang pemuda berpakaian sebagai seorang panglima. Orangnya masih muda, tubuhnya tegap dan mukanya tampan dan gagah. Dengan matanya yang tajam bersinar menatap Lili dan Lo Sian, orang ini menjura dengan penuh penghormatan kepada Lo Sian dan Lili.
Lili melihat dengan herannya betapa semua orang yang melihat panglima muda ini, lalu mundur sambil membungkuk-bungkuk, tanda bahwa panglima muda ini bukan orang
sembarangan dan mempunyai pengaruh yang besar. Ia merasa segan untuk membalas
penghormatan itu, akan tetapi melihat suhunya menjura dengan hormat, terpaksa ia mengangkat kedua tangan memberi hormat pula.
"Siauwte adalah Kam Liong, dan sebagai seorang panglima dari kerajaan, siauwte amat tertarik melihat tulisan Lo-enghiong itu. Tidak tahu siapakah gerangan Lo-enghiong yang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
289 bersemangat gagah dan berwatak jujur ini" Dan bolehkah kiranya siauwte mengetahui pula siapakah Siocia ini, murid ataukah puterinya?"
Ucapan Kam Liong terdengar jujur dan tegas, seperti biasa ucapan seorang perajurit, dan Lo Sian memandang kepada pemuda ini dengan mata gembira.
Ia dapat menduga bahwa pemuda ini memiliki kegagahan dan kejujuran hati. Sebagaimana para pembaca tentu masih ingat, Kam Liong ini adalah putera tunggal dari panglima besar Kam Hong Sin, dan Kam Liong pernah bertemu dan mengukur kepandaian dengan Lie Siong ketika Lie Siong menolong Lilani dan Kam Liong menjadi tamu dari keluarga bangsawan Gui.
"Terima kasih atas keramahanmu, Kam-ciangkun," kata Lo Sian, "kami hanyalah orang-orang biasa, namaku Lo Sian dan dia ini adalah muridku bernama Sie Hong Li, puteri dari pendekar Bodoh,"
"Suhu...!" Lili menegur suhunya karena ia tidak suka dirinya diperkenalkan kepada seorang pemuda asing. Akan tetapi Lo Sian berpemandangan lain. Memang tidak ada gunanya memperkenalkan diri kepada orang yang berwatak buruk, akan tetapi ia melihat pemuda ini biarpun mempunyai kedudukan tinggi, namun peramah dan sopan, maka tiada salahnya memperkenalkan diri mereka.
Mendengar nama Lo Sian, wajah Kam Liong tidak berubah, akan tetapi ketika mendengar bahwa gadis cantik jelita itu adalah puteri Pendekar Bodoh, sikapnya berubah sama sekali. Ia menjadi makin menghormat dan cepat menjura kepada mereka berdua.
"Ah, tidak tahunya siauwte berhadapan dengan puteri dari Sie Tai-hiap yang terkenal! Kalau begitu, kita bukanlah orang luar! Ayahku, Kam Hong Sin sudah kenal baik dengan ayahmu, Nona. Bolehkah aku bertanya, di mana sekarang tempat tinggal ayahmu yang terhormat?"
Terpaksa Lili menjawab, "Ayah kini tinggal di kota Shaning."
"Siauwte harap Lo-enghiong dan Nona sudilah mampir di kota raja, siauwte akan merasa gembira dan terhormat sekali dapat menjadi tuan rumah."
"Terima kasih, Kam-ciangkun. Maafkan kami tidak dapat pergi ke kota raja, karena kami hendak melanjutkan perjalanan menuju ke kota Shaning," jawab Lo Sian.
"Ah, sayang sekali siauwte tidak dapat mengawal Ji-wi (Anda berdua) ke Shaning, akan tetapi biarlah lain kali siauwte mengunjungi Sie Tai-hiap untuk menghaturkan hormat."
Maka berpisahlah mereka, Kam Liong kembali ke kota raja sedangkan Lili dan Lo Sian melanjutkan perjalanan ke kota Shaning. Di tengah perjalanan, Lo Sian berkata kepada Lili,
"Pemuda itu gagah dan baik sekali. Aku percaya dia tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi."
"Ayahnya memang berkepandaian tinggi, Suhu. Teecu pernah mendengar dari Ayah dan Ibu bahwa Kam Hong Sin adalah seorang panglima yang memiliki ilmu silat tinggi dan dulu pernah bertemu dengan kedua orang tuaku." Gadis ini sambil berjalan lalu menuturkan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
290 kepada suhunya dengan singkat tentang pengalaman orang tuanya di waktu muda, ketika bertemu dengan ayah panglima muda itu. (Hal ini dituturkan dengan jelas dan menarik dalam cerita Pendekar Bodoh).
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda yang dilarikan cepat sekali dari belakang. Seorang perwira tua yang menunggang kuda itu ketika tiba di dekat mereka lalu melompat turun dan bertanya,
"Apakah kau yang bernama Lo Sian?"
Lo Sian dan Lili menjadi heran. "Betul," jawab Lo Sian. "Ada keperluan apakah kau mencariku?"
Perwira itu menyerahkan sepucuk surat yang tertutup kepadanya sambil melirik ke arah Lili.
"Aku diperintah oleh Kam-ciangkun untuk menyerahkan surat ini kepada seorang nona yang berjalan bersama dengan orang tua yang bernama Lo Sian. Kurasa kaulah Nona itu."
Lili tidak mau menerima surat itu, dan Lo Sian yang menerimanya. Setelah memberikan surat itu, perwira ini lalu melompat ke atas kudanya kembali dan tanpa memberi kesempatan kedua orang itu bicara, ia telah membalapkan kudanya kembali. Memang demikianlah perintah komandannya, hanya menyampaikan surat lalu segera meninggalkan mereka lagi.
"Kurang ajar sekali panglima muda itu!" kata Lili dengan muka merah. "Apa maksudnya memberi surat kepadaku" Aku tidak sudi membacanya!"
"Jangan terburu nafsu, Lili. Tak baik menuduh orang sebelum melihat buktinya. Kaubacalah dulu surat ini, baru kemudian kita dapat melihat orang macam apakah adanya panglima muda she Kam itu," kata Lo Sian.
Dengan mulut cemberut dan muka merah Lili membuka sampul surat itu dengan kasar dan membaca surat yang singkat itu.
Nona Sie, Aku pernah bertemu dengan kakakmu dan karena dia menewaskan putera bangsawan, Gui Kongcu, kini dia menjadi buruan pemerintah. Aku sebagai panglima tentu saja harus melakukan tugas ini, sungguhpun aku bersimpati kepada kakakmu itu. Suruh dia berhati-hati apabila bertemu dengan perwira-perwira kerajaan.
Yang tetap menghormat
orang tuamu, Kam Liong Setelah membaca surat ini, berubahlah wajah Lili dan ia menjadi termenung. Perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh kakaknya" Yang dimaksud oleh Kam Liong ini tentulah Hong Beng, akan tetapi mengapa ketika bertemu, Hong Beng tidak bercerita sesuatu tentang pembunuhan seorang bernama Gui Kongcu"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
291 "Surat apakah itu, Lili?" Pertanyaan Lo Sian ini menyadarkan Lili dari lamunannya. Ia tidak menjawab, hanya menyerahkan surat kepada bekas suhunya. Lo Sian membacanya dan
kemudian berkata,
"Aku tidak tahu siapa kakakmu, akan tetapi dari bunyi surat ini saja dapat diambil kesimpulan bahwa pemuda she Kam itu memang benar orang baik hati."
Akan tetapi Lili tidak menjawab karena ia masih merasa heran. Apakah perwira muda itu tidak membohong"
"Teecu sendiri tidak tahu apakah isi surat ini tidak bohong, Suhu. Akan tetapi biarlah, kakakku Hong Beng mana takut menghadapi ancaman dari para perwira kerajaan" Mari kita melanjutkan perjalanan kita, Shaning tidak jauh lagi."
Dua hari kemudian pada senja hari mereka tiba di kota Lianing, hanya beberapa puluh li lagi dari kota Shaning. Di luar kota Lianing ini, di luar barisan hutan di lereng bukit terdapat banyak kuil-kuil kuno yang sudah kosong, karena sudah banyak yang rusak. Pada siang hari, banyak pelancong datang untuk melihat-lihat kuil kuno ini dan mengagumi seni ukir dan sajak-sajak kuno yang banyak ditulis di tembok kuil. Akan, tetapi pada malam harinya, tempat ini amat sunyi, karena selain gelap juga nampaknya angker menakutkan.
Kisah Bangsa Petualang 2 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 5
^