Pendekar Sakti Suling Pualam 21

Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 21


tersenyum lembut.
"Adik Goat Nio...." Tio Bun Yang, seakan tidak percaya apa
yang dilihatnya. "Adik Goat Nio, ternyata kita bertemu di alam
baka! Aku... aku gembira sekali."
"Kakak Bun Yang...." Gadis itu ternyata Siang Koan Goat
Nio. Ia menangis terisak-isak saking girangnya. "Kakak Bun
Yang...." "Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang menggenggam tangannya.
"Kenapa engkau menangis" Kini kita sudah berkumpul di alam
baka, sehalusnya engkau gembira."
"Aku... aku gembira sekali, maka menangis," sahut Siang
Koan Goat Nio, lalu mendekap dadanya.
"Adik Goat Nio...." Tio Bun Yang membelainya. "Tak
disangka kita sudah jadi arwah, namun sungguh
menggembirakan, karena kita bisa berkumpul kembali."
"Kakak Bun Yang!" Siang Koan Goat Nio memberitahukan.
"Kita belum mati...."
"Apa?" Tio Bun Yang tersentak. "Kita belum mati?"
"Cobalah gigil jari tanganmu, terasa sakit atau tidak?" ujar
Siang Koan Goat Nio.
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk, kemudian menggigit jari
tangannya. Seketika juga ia menjerit kesakitan. "Aduuuh!
Sakit sekali!"
"Itu pertanda engkau belum mati, aku pun demikian," ujar
Siang Koan Goat Nio sambil tersenyum. "Kakak Bun Yang, kita
tidak akan berpisah lagi."
"Adik Goat Nio...." Mendadak Tio Bun Yang terisak-isak
sambil memeluknya erat-erat. "Adik Goat Nio...."
"Kakak Bun Yang!" Siang Koan Goat Nio membelainya
seraya bertanya dengan lembut. "Kenapa engkau menangis?"
"Aku menangis karena girang," jawab Tio Bun Yang.
"Ternyata kita belum mati...."
"Aku yakin suatu hari engkau pasti ke mari, maka aku tetap
tabah di sini," ujar Siang Koan Goat Nio dan menambahkan.
"Aku terus menunggu, dan ternyata tidak sia-sia aku terus
menunggu, karena hari ini engkau ke mari."
"Adik Goat Nio, tuturkanlah apa yang telah terjadi atas
dirimu!" "Aku tidak begitu ingat lagi," ujar Siang Koan Goat Nio.
"Tapi aku masih ingat, ketua Kui Bin Pang adalah seorang
pemuda bernama Kwee Teng An. Beberapa tahun lalu, engkau
pernah memusnahkan ilmu silatnya."
"Dia yang memberitahukan kepadamu?"
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk dan melanjutkan.
"Ketika sampai di Tebing Selaksa Bunga, dia... ingin berbuat
kurang ajar terhadap diriku, maka aku meloncat mundur.
Setelah itu, aku tidak ingat apa yang telah terjadi."
"Apakah engkau tidak tahu kalau di belakangmu terdapat
jurang yang menganga lebar?" tanya Tio Bun Yang.
"Aku memang tidak tahu," jawab Siang Koan Goat Nio dan
melanjutkan. "Ketika aku tersadar, aku sudah berada di sini."
"Oh?" Tio Bun Yang segera memandang kc sana ke mari.
ternyata ia berada di pinggir sebuah kolam alam, yang di
sekitarnya tampak bunga liar beraneka warna. "Adik Goat Nio,
tempat apa ini?"
"Sebuah goa yang amat luas di dalam perut gunung." Siang
Koan Goat Nio memberitahukan. "Aku terus menunggu di sini,
akhirnya engkau muncul juga."
"Adik Goat Nio."." Tio Bun Yang memeluknya lagi. "Kita...
kita sudah berkumpul kembali."
"Selama-lamanya tidak akan berpisah lagi," ujar Siang Koan
Goat Nio. "Oh ya! Engkau juga terjatuh ke jurang?"
"...." tutur Tio Bun Yang dan menambahkan, "Setelah itu,
aku ke Tebing Selaksa Bunga bersama Bu Ceng Sianli dan
orang tua pincang Aku... aku terjun ke jurang."
"Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat Nio terisak-isak.
"Aku tidak menyangka, kalau engkau begitu setia terhadapku."
"Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang membelainya sambil
tersenyum lembut. "Hanya engkau yang kucintai, maka aku
harus setia kepadamu."
"Engkau terjun ke jurang demi diriku, aku... aku terharu
sekali," ujar Siang Koan Goat Nio dengan air mata berderaiderai.
"Jangan menangis, Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang
membelainya lagi. "Mimpi buruk itu telah berlalu, mulai
sekarang kita akan melewati hari- hari yang indah."
"Kakak Bun Yang," ujar Siang Koan Nio dengan suara
rendah. "Kita hidup tenang dan bahagia di pulau Hong Hoang
To, jangan mencampuri urusan rimba persilatan lagi."
"Baik." Tio Bun Yang mengangguk, tapi kemudian
keningnya berkerut.
"Ada apa, Kakak Bun Yang?" Siang Koan Goat Nio
menatapnya. "Ada sesuatu yang ler- ganjel di dalam hatimu?"
"Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang menggeleng- gelengkan
kepala. "Kita tidak mungkin bisa meninggalkan tempat ini."
"Ya." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut. "Kita berada
di dalam goa yang di dalam perut gunung, tidak mungkin kita
bisa keluar dari goa ini. Tapi...."
"Kenapa?"
"Ada keganjilan pada kolam alam itu." Siang Koan Goat Nio
memberitahukan. "Engkau muncul dari kolam itu, tentunya
aku pun keluar dari situ."
"Tidak salah." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Di dasar
telaga itu terdapat pusaran air maka kita terseret ke mari."
"Aku terus menunggu di sini, karena itu aku melihat
keganjilan kolam itu." ujar Siang Koan Goat Nio. "Pada waktu
tertentu, air kolam itu muncrat ke atas bagaikan air mancur.
Hari ini juga begitu, justru engkau muncul dari situ."
"Oh?" Tio Bun Yang tampak tertarik.
"Kadang-kadang...." Siang Koan Goat Nio memberitahukan.
"Air kolam itu berputar-putar ke dalam. Aku pernah melempar
sesuatu ke kolam itu, lalu ikut berputar-putar ke dalam."
"Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang tampak girang sekali. "Kita
bisa meninggalkan tempat ini."
"Oh?" Wajah Siang Koan Goat Nio berseri. "Bagaimana
caranya?" "Kita harus menunggu air kolam itu berputar- putar ke
dalam," jawab Tio Bun Yang menjelaskan. "Kita meloncat ke
kolam itu agar terseret pusaran air sampai ke telaga."
"Betul." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut. "Kakak
Bun Yang, kita... kita bisa meninggalkan tempat ini."
"Adik Goat Nio, disaat meloncat ke kolam itu, engkau harus
menahan nafas sambil menghimpun Giok Li Sin Kang!" pesan
Tio Bun Yang. "Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk.
"Dan juga..." pesan Tio Bun Yang lagi. "Kita pun harus
berpegangan tangan agar tidak terpisah."
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk lagi, kemudian
menundukkan kepala seraya berbisik. "Kakak Bun Yang, aku...
aku ingin cepat-cepat menikah denganmu. Sungguh!"
"Adik Goat Nio." Tio Bun Yang tersenyum lembut. "Begitu
sampai di Pulau Hong Hoang To, kita langsung menikah."
"Kakak Bun Yang,..." Siang Koan Goat Nio mendekap d;
dadanya dengan penuh rasa bahagia. "Aku... aku bahagia dan
gembira sekali."
Menteri Bun dan Kim Ih Hoat Ong terus tertawa gelak, Cap
Sah Sin Eng duduk diam, sedangkan Pancha tampak
melamun. "Hoat Ong," tanya menteri Bun heran. "Kenapa Pancha
terus melamun, apa gerangan yang telah teriadi atas dirir ya?"
"Dia..." Kim Ih Hoat Ong tertawa lagi. "Ha ha ha! Dia
sedang jatuh cirta, maka terus melamun."
"Oh?" Menteri Bun tertegun. "Dia jatuh cinta pada gadis
mana" Apakah gadis itu juga mencintainya?"
"Gadis itu memang cantik sekali, namun galak dan liar,"
sahut Ki.n Ih Hoat Ong memberitahu kan. "Gadis itu adalah Bu
Ceng Sianli."
"Hah?" Mulut menteri Bun ternganga iebar "Bu Ceng Sianli"
Kepandaiannya...."
"Yaaah.".." Kim Ih Hoat Ong menghembus nafas panjang
"Kepandaian gadis itu sungguh tinggi sekali! Kalau aku fidak
memiliki Tong Cu Siu Kang, aku past sudah mati"
"Hoat Ong tidak sanggup mengalahkannya?" tanya Menteri
Bun mendadak. "Mungkin aku sanggup mengalahkannya, tapi ratusan
jurus." jawab Kim Ih Hoat Ong jujur dan menambahkan. "AKU
harus melukainya."
"Pokoknya Hoat Ong tidak boleh melukai nya!" sela Pancha
mendadak dan melanjutkan. "Apabila aku kawin dengan dia,
tentu kekuatan kita bertambah Namun , dia kelihatan tidak
menaruh perhatian kepadaku. Aaaah...!"
"Pancha!" Kim Ih Hoat Ong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sudahlah Jangan terus memikirkan Bu Cengg Sianli, kini dia.
adalah musuhku."
"Hoat Ong ..." Kening Pancha berkerut-kerut. "Aku...."
"Sudahlah!" Kim Ih Hoat Ong menggeleng- gelengkan
kepala lagi. "Kini kita telah berhasT menawan Toan Beng Kiat
dan teman-temannya. Aku yakin Bu Ceng Sianli dan orang tua
pincang itu tidak akan tinggal diam."
'Aaaah . !" Menteri Bun menghela nafas panjang
"Seharusnya kalian menangkap Lie Tsu Seng, bukan Toan
Beng Kiat."
"Tapi aku punya suatu rencana," ujar Kim Ih Hoat Ong
sambil tertawa geiak. "Karena itu, aku yakin Lie Tsu Seng
pasti menyerahkan dirinya kepada kita! Ha ha ha...!"
"Rencana apa?" tanya Menteri Bun tertarik.
"Begini...." Kim Ih Hoat Ong memberitahukan. "Dirikan
sebuah panggung yang agak jauh dari markas Lie Tsu Seng,
kita ikat Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng
dan Lam Kiong Soat Lan di atas panggung itu. Setelah itu, kita
mengutus seseorang untuk menemui Lie Tsu Seng,
menyatakan bahwa dalam waktu tujuh hari Lie Tsu Seng
harus menyerahkan diri kepada kita. Kalau tidak, kita akan
membunuh mereka berempat, yang di atas panggung itu."
"Ha ha ha!" Menteri Bun tertawa gembira. "Sungguh
merupakan ide yang jitu sekali! Tapi alangkah baiknya kalau
kita mengutus seorang ke sana dulu, setelah itu barulah kita
mendirikan panggung tersebut."
"Ngmm!" Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut. "Usulmu
kuterima dengan baik."
"Terimakasih!" ucap Menteri Bun dan bertanya. "Kapan
kita mengutus seseorang untuk menemui Lie Tsu Seng?"
"Besok," sahut Kim Ih Hoat Ong.
"Bagus!" Menteri Bun tertawa gembira. "Setelah
panggung itu kita dirikan, aku akan mengirim pasukan
kerajaan ke sana untuk berjaga- jaga."
"Itu tidak perlu," ujar Kim Ih Hoat Ong. "Oh ya! Ada
berapa banyak pengawal di sini?"
"Kurang lebih tiga ratus pengawal," sahut Menteri Bun.
"Kalau begitu, aku cukup membutuhkan seratus
pengawal saja untuk menyertai kami." Kim Ih Hoat Ong
memberitahukan, kemudian menambahkan pula. "Pasukan
kerajaan harus ditempatkan di sini, sebab aku khawatir pihak
pemberontak akan menyerang ke mari."
"Ngmm!" Menteri Bun manggut-manggut. "Besok aku
akan mengutus seseorang ke sana."
"Ingat! Harus bilang utusan dariku, jangan bilang utusan
dari sini!" Kim Ih Hoat Ong mengingatkan. "Agar pihak
pemberontak tidak menyerang ke mari, dan seolah-olah
Menteri Bun tidak tersangkut dalam hal ini."
"Terimakasih, terimakasih!" ucap Menteri Bun. "Mari kita
bersulang lagi!"
"Mari!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Lie Tsu Seng, Bu Ceng Sianli, orang tua pincang, Yo Suan
Hiang dan lainnya duduk dengan wajah serius. KadangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kadang kening mereka berkerut-kerut, sepertinya sedang
memikirkan sesuatu.
"Heran!" gumam Lie Tsu Seng. "Kenapa pihak Kim Ih
Hoat Ong dan Menteri Bun diam saja" Mungkinkah...."
Mendadak muncul seseorang, yang memberi hormat dan
melapor. "Utusan Kim Ih Hoat Ong ingin bertemu."
"Persilakan dia masuk!" sahut Lie Tsu Seng.
"Ya." Orang itu segera pergi.
Sedangkan Lie Tsu Seng dan lainnya saling memandang,
berselang sesaat muncullah utusan Kim Ih Hoat Ong, yaitu
salah seorang pengawal menteri Bun.
"Maaf!" ucap orang itu sambil memberi hormat. "Kim Ih
Hoat Ong mengutus aku ke mari."
"Silakan duduk!" sahut Lie Tsu Seng.
"Terimakasih!" ucap orang itu lalu duduk.
"Mau apa Kim Ih Hoat Ong mengutusmu ke mari?" tanya
Lie Tsu Seng sambil menatap orang itu.
"Menyampaikan sesuatu kepada Tuan!"
"Oh?" Lie Tsu Seng menatapnya tajam. "Engkau boleh
menyampaikannya?"
"Dalam tujuh hari, apabila Tuan tidak menyerahkan diri
kepada Kim Ih Hoat Ong, maka Toan Beng Kiat dan lainnya
pasti mati." Orang itu memberitahukan.
"Apa?" Lie Tsu Seng tertegun.
"Hm!" dengus Bu Ceng Sianli. "Aku terpaksa
membunuhmu!"
"Bu Ceng Sianli," ujar orang itu. "Aku hanya diutus ke
mari. Kalau engkau membunuhku pertanda engkau pengecut."
"Apa?" Bu-Ceng Sianli melotot. "Engkau memang ingin
cari mampus! Setelah aku membunuhmu, barulah aku pergi
mencari Kim Ih Hoat Ong!"
"Sianli," ujar Lie Tsu Seng. "Jangan bertindak ceroboh,
tenanglah!"
Sebetulnya Bu Ceng Sianli sudah mau bergerak, namun
begitu mendengar teguran Lie Tsu Seng, wanita itu langsung
diam di tempat.
"Baiklah." Lie Tsu Seng manggut-manggut. "Sekarang
engkau boleh pulang, beritahukan pada Kim Ih Hoat Ong,
bahwa kami akan mempertimbangkannya!"
"Ya!" Orang itu memberi hormat, lalu meninggalkan
tenda itu. Lie Tsu Seng dan lainnya saling memandang, lama sekali


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barulah Lie Tsu Seng membuka mulut.
"Apa boleh buat aku terpaksa menyerahkan diri kepada
Kim Ih Hoal Ong."
"Tidak bisa!" Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala.
"Aku yakin mereka cuma mengancam."
"Tapi...." Lie Tsu Seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Toan Beng Kiat dan lainnya berada di tangan mereka."
"Mereka tidak mungkin membunuh Bokyong Sian Hoa,"
ujar Bu Ceng Sianli dan menambahkan. "Juga belum tentu
berani membunuh Toan Beng
Kiat, Yo Kiam Heng maupun Lam Kiong Soat Lan Itu cuma
merupakan siasat licik, agar engkau menyerahkan diri"
"Aaaah. .!" Lie Tsu Seng menggeleng geleng kan kepala.
"Aku tidak tahu harus baga.mana.''
"Begir;" ujar orang tua pincang. "Masih ada tujuh hari
kita ikuti saja permainan mereka "
'Maksudmu?" tanya Bu Ceng Sianli.
"Aku yakin itu adalah rencana Menteri Bun," jawab orang
tua pincang. "Sebab tidak mungkin Kim Ih Hoat Ong
menghendaki Lie Tsu Seng. Oleh karena itu, kita tunggu saja
apa kemauan mereka."
"Ngmm!" Bu Ceng Sianli manggut-manggut "Baiklah kita
tunggu saja bagaimana perkembangannya."
Orang yang diutus pergi menemui Lie Tsu Seng, kini
sudah kembali ke rumah Menter Bun, lalu melapor tentang itu
"Ha ha ha!' Menteri Bun tertawa gelak. "Aku yakin Lie
Tsu Seng pasti akan menyerahkan dirinya! Ha ha ha...!"
"Itu belum tentu." Kim Ih hoat Ong menggelengkan
kepala. "Sebab mereka bukan orang bodoh."
"Oh?" Menteri Bun mengerutkan kening. "Apakah
mereka akan. mengorbankan Toan Beng K iat dan lainnya?"
"Tentu tidak. Tapi ..." Kim Ih Hoal Ong melanjutkan.
"Mereka pasti tahu kita tidak akan membunuh Toat Beng Kiat
dan lainnya."
"Kalau begitu kita bunuh saja mereka," ujar Menteri Bun
tanpa berpikir.
"Menteri Pun!" Kim Ih Hoal Ong menatapnya seraya
bertanya "Er.gkau berani menanggung resikonya?"
"Aku...." Menteri Bun menghela nafas pan'ang.
"Sesuai dengan rencana semula, mulai besok panggung
itu harus didirikan dan buatkan juga empat buah tiang untuk
mengikat Toan Beng K;at dan lainnya!"
"Hoat Ong." tanya Pancha. "Auakah Sian Hoa juga harus
di kat di panggung itu?"
"Tentu." Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut. 'Agar Lie
Tsu Seng lebih yakin bahwa kita akan membunuh mereka
berempat."
"Tapi...." Pancha menggeleng gelengkan kepala.
"Tindakan itu akan menjauhkan aku dengan Bu Ceng Sianli."
"Pancha!" Kim Ih Hoat Ong mengerutkan kening. "Masih
banyak gadis lain yang cantik- cantik, tenang saia!"
Pancha menghela nafas paring. "Aku tiak pernah jatuh
cinta, baru kali ini. Hoat Ong, bagaimana kalau mereka
berempat kita lepaskan agar aku bisa mengambil hati Bu Ceng
Sianii?" "Jangan!" Kim Ih Hoat Ong menggelengkan kepala.
"Sebab tujuan kita adalah menangkap Lie Tsu Seng. Setekh
periiinp:n pemberontak itu menyerahkan diri kepada kiti,
barulah mereka berempat kita lepaskan."
"Hoat Ong ..."
"Sudahlah! Jangan memikirkan yang bukan bukan!"
tandas Kim Ih Hoat Ong. 'Perlihatkanlah kegagahan bangsa
ManchuWa, siapa tahu kelak k;ta akan berkuasa di sini."
"Aaaah ..!" Pancha menghela nafas paniang, lalu
berjalan menuju ruang batu.
Para pengawal langsung memberi hormat. Pancha
memberi syarat, salah seorang pengawal langsung membuka
pintu ruang batu. Fancha melangkah ke aalam. tampak
Bokyong Sian Hoa duduk bersandar pada dinding dengan
tangan dan kaki terikat rantai.
"Adik Sian Hoa...." Pancha mendekatinya.
"Pergi! Cepat pergi.'" bentak Bokyong Sian Hoa "Aku
benci engkau! Kalau engkau berani membunuh Beng Kiat dan
lainnya, aku past1 bersumpah mencincangmu!"
'Aaah ..!" Pancha menghela nafas pai.jang.
"Ayoh' Cepat lepaskan kami!" Bokyong Sian
Hoa menatapnya dengan penuh krbemi.ui "kenapa engkau
menyekapku di ruang balu ini, sedangkan Beng Kiat, Yo Kiam
Heng dan Lam Kiong Soat Lan berada di ruang lain?" "Sebab
engkau adikku." "Phui!" Bokyang Sian Hoa meludah. "Siapa
adikmu" Aku tidak sudi menjadi adikmu!" "Adik Sian Hoa...."
"Cepatlah tinggalkan ruang ini! Cepaaat!" bentak
Bokyong Sian Hoa sambil melotot.
Pancha mengerutkan kening, kemudian meninggalkan
ruang batu sambil menghela nafas panjang. Sesungguhnya ia
ingin menanyakan tentang Bu Ceng Sianli kepada Bokyong
Sian Hoa. namun gadis itu terus mencacinya dan
mengusirnya, maka ia terpaksa harus meninggalkan ruang itu
dengan perasaan kecewa.
-ooo0dw0oo- Bagian ke tujuh puluh sembilan
Menundukkan Kim Ih Hoat Ong
Berita tentang tertangkapnya Toan Beng Kiat, Bokyong
Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan telah sampai
di telinga pihak KayPang. Betapa terkejutnya Lim Peng Hang
dan Gouw Han Tiong ketika mendengar berita tersebut.
"Heran?" ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan
kening. "Kenapa pihak Manchuria menangkap mereka
berempat?"
"Mungkinkah itu merupakan suatu siasat busuk?" tanya
Gouw Han Tiong.
"Mungkin." Lim Peng Hang manggut-manggut.
"Kemudian muncul Bu Ceng Sianli bertanding dengan Kim Ih
Hoat Ong. Sungguh di luar dugaan kepandaian mereka
seimbang. Setelah itu muncul pula Si Pincang, dan kini mereka
berada di markas Lie Tsu Seng. Oh ya, sungguh sayang sekali
Ling Cu sudah kembali ke markasnya."
"Kita harus bagaimana?" tanya Gouw Han Tiong
mendadak. "Toan Beng Kiat adalah cucumu," sahut Lim Peng Hang.
"Maka kita harus pergi menolong mereka."
"Tapi...." Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan
kepala. "Kepandaian kita berdua tidak mampu menandingi Kim
Ih Hoat Ong itu."
"Memang." Lim Peng Hang mengangguk. "Tapi kita dan
Si Pincang tentu dapat melawan Cap Sah Sin Eng. Secara tidak
langsung kita telah membantu Bu Ceng Sianli."
"Aaaah.J" Mendadak Gouw Han Tiong menghela nafas
panjang. "Hingga k;ni tiada berita tentang Bun Yang dan Goat
Nio, entah bagaimana nasib mereka?"
"Seandainya Bun Yang berada di sini, aku yakin masalah
itu dapat diatasi." ujar Lim Peng Hang. "Tapi dia....".
"Sudah sekian lama dia dan Goat Nio tidak muncul di
sini, berarti mereka telah mati. Aaah...!" Gouw Han Tiong
menggeleng-gelengkan kepala. "Di saat kita masih dalam
kedukaan, malah muncul urusan itu pula!"
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Bun Yang...."
Di saat bersamaan, berkelebat dua sosok bayangan ke
hadapan mereka. Betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan
Gouw Han Tiong, dan Lim Peng Hang langsung membentak.
"Siapa?"
"Kakek! Kakek Gouw!" Terdengar suara sahutan.
"Haaah...?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
terbelalak, sehingga mulut mereka ternganga lebar, lama
sekali baru bersuara. "Bun Yang! Goat Nio!"
Ternyata yang muncul itu adalah Tio Bun Yang dan
Siang Koan Goat Nio. Bayangkan betapa gembiranya Lim Peng
Hang dan Gouw Han Tiong. Mereka berdua mengucek mata
seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Kakek Lim! Kakek Gouw!" panggil Siang Koan Goat Nio.
"Kami sudah kembali"
"Bun Yang...." Mata Lim Peng Hang berkaca- kaca.
"Kalian duduklah!"
"Ya, kakek." Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio
segera duduk. "Bun Yang, Goat Nio!" Gouw Han Tiong terus menatap
mereka, kemudian berkata "Ternyata kalian berdua masih
hidup, kenapa sekarang baru kembali"
"Bun Yang," tanya Lim Peng Hang dengan wajih berseriseri.
"Kenapa kami tidak menemukan kalian di dasar juang itu"
Sebetulnya kali in berdua berada di mana?"
"Kakek Lim," jawab Siang Koan Goat Nio. "Aku terjatuh
ke dalam telaga yang di dasar jurang...."
Siang Koan Goat Nio menutur tentang apa yar.g
dialaminya, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
mendengarkan dengan penuh perhatian
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut setelah
mendengar penuturan itu. "Tidak heran kalau kami tidak
menemukan kalian, ternyata kalian berada di dalam goa itu.
Kalau Bun Yang tidak terjun ke jurang, tentunya kalian tidak
akan berjumpa kembali."
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk "Kami tidak bisa
cepat-cepat meninggalkan goa itu...."
Tio Bun Yang membeiitahukan tentang air kolam yang di
dalam goa tersebut, Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
manggut-manggut
"Jadi kalian harus menunggu air kolam itu berputarputar
ke dalam, barulah kalian meloncat ke kolam itu?".
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kami terseret pusaran
air sampai di tengah telaga. Kemudian kami segera berenang
ke tepi, dan naik ke atas. Kami melihat banyak tali di situ dan
kami duga pasti kakek, ayah, ibu serta lainnya yang datang di
tempat itu."
"Betul." Lim Peng Hang tersenyum. "Kami dan pihak
Tayli turun ke dasar jurang itu Syukurlah kalian berdua masih
hidup dan kini sudah kembali!"
"Kakek, kami harus segera pulang ke pulau Hong Hoang
To," ujar Tio Bun Yang dan menambahkan. "Agar ayah, ibu
dan lainnya tidak terus berduka."
"Ya. Tapi...." Lim Peng Hang mengerutkan kening
"Ada apa, Kakek?" tanya Tio Bun Yang. "Apakah di sana
telah terjadi sesuatu?"
'Bun Yang," sahut Gouw Han Tiong, lalu menutur
tentang Kim Ih Hoat Ong yang menangkap Toan Beng Kiat
dan lainnya. "Oleh karena itu, lebih baik kita pergi
menyelamatkan mereka dulu."
"Tidak disangka pihak Manchuria mulai mengacau di
Tonggoan!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Baiklah kita harus segera pergi menyelamatkan mereka.
Kapan kita berangkat?"
"Menurut aku..." sela Gouw Han Tiong. "Kita harus ke
markas Lie Tsu Seng dulu, berunding dengan mereka. Setelah
itu, barulah kita bertindak."
"Baiklah." Tio Bun Yang mengangguk.
"Bun Yang, engkau harus berhati-hati terhadap Kim Ih
Hoat Ong, sebab kepandaiannya tinggi sekali!" pesan Lim
Peng Hang. "Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut dan bertanya.
"Kakek, kapan kita berangkat ke markas Lie Tsu Seng?"
"Besok pagi," jawab Lim Peng Hang.
Tio Bun Yang kelihatan tidak sabaran. "Bagaimana kalau
kita berangkat sekarang saja" Sebab aku khawatir...."
"Besok pagi saja," ujar Lim Peng Hang sambil
tersenyum. "Karena sekarang kalian berdua harus
beristirahat."
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang dan Siang Kon Goat Nio
mengangguk. "Oh ya!" Lim Peng Hang teringat sesuatu dan langsung
memberitahukan. "Hari itu Kim Coa Long Kun ke mari
menanyakan tentang dirimu, kemudian dia membantai seratus
penjahat. Setelah itu, tiada kabar beritanya lagi."
"Oh?" Tio Bun Yang tertegun. "Kenapa dia membantai
para penjahat itu?"
"Mungkin membalaskan dendammu," sahut Gouw Han
Tiong. "Sebab engkau dicelakai penjahat, maka dia
membunuh para penjahat itu."
"Aaaah...!". Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Dia...."
"Dia tidak berhati jahat, hanya tercekam rasa dendam
saja," ujar Gouw Han Tiong sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Pada hal dia sangat solider."
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk. "Bahkan juga
sangat setia kawan."
"Bun Yang, Goat Nio," ujar Lim Peng Hang. "Lebih baik
kalian beristirahat, sebab besok pagi kita akan berangkat ke
markas Lie Tsu Seng."
Tio Bun Yang dan Goat Nio mengangguk, lalu melangkah
ke dalam. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggutmanggut
dengan wajah berseri, kemudian Lim Peng Hang
berkata, "Sungguh di luar dugaan, ternyata mereka belum mati!
Ha ha ha...!"
"Syukurlah kini mereka sudah kembali! Cucuku dan
lainnya pasti dapat diselamatkannya." ujar Gouw Han Tiong.
-oo0dw0oo- Kening Lie Tsu Seng terus berkerut-kerut, begitu pula
yang lainnya. Sejenak kemudian barulah pemimpin
pemberontak itu berkata,
"Kini Toan Beng Kiat, Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng
dan Lam Kiong Soat Lan telah di ikat pada tiang di panggung
itu. Kalau aku tidak menyerahkan diri, mereka berempat pasti
mati." "Jangan terkena siasat mereka!" ujar Bu Ceng Sianli dan
menambahkan, "Hingga saat ini aku masih tidak percaya,
kalau mereka berani membunuh Toan Beng Kiat dan lainnya."
"Kalau begitu, kita harus bagaimana?" Lie Tsu Seng
menghela nafas panjang. "Apakah kita tinggal diam?"
"Tentu tidak," sahut Bu Ceng Sianli. "Besok adalah batas
waktu tujuh hari, kita serbu mereka."


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana mungkin kita dapat melawan mereka?"
"Kalau engkau takut mati, lebih baik pergi bersembunyi
saja," sahut Bu Ceng Sianli sambil melotot.
"Maksudku kita jangan bertindak gegabah, pikirkan dulu
secara cermat." ujar orang tua pincang. "Apabila kita
bertindak gegabah, yang bakal celaka adalah Tuan Lie."
"Aaaah...!" Keluh Bu Ceng Sianli. "Seandainya Bun Yang
berada di sini, aku yakin dia mampu mengatasi masalah ini.
Tapi dia... Sudahlah, pokoknya besok pagi kita pergi menyerbu
mereka sebab tiada jalan lain yang harus kita tempuh."
"Baik." Yo.Suan Hiang mengangguk. "Mari kita serbu
mereka pagi!"
"Aku setuju." Lie Tsu Seng manggut-manggut dan
melanjutkan, "Namun kita harus mengatur strategi, karena
ada seratus lebih pengawal Menteri Bun di sana. Oleh karena
itu, aku pun harus membawa sekitar dua ratus orang untuk
mengepung tempat itu,"
"Baik." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Aku melawan Kim
Ih Hoat Ong, Si Pincang dan lainnya melawan Cap Sah Sin
Eng. Pokoknya kita bertarung mati-matian dengan meraka."
"Ngmm!" Lie Tsu Seng manggut-manggut. "Jatuh
bangun kita bergantung pada esok. Semoga kita berhasil
menyelamatkan Toan Beng Kiat dan lainnya!"
-oo0dw0oo- Keesokan harinya Bu Ceng Sianli dan lainnya berangkat ke
tempat panggung itu, sedangkan Lie Tsu Seng memimpin dua
ratus orang menyertai mereka. Tak seberapa lama kemudian,
Bu Ceng Sianli dan lainnya sudah tiba di tempat tujuan, dan Lie Tsu
Seng langsung mengepung tempat itu.
"Ha ha ha!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak. "Sungguh
tak disangka akhi nya kalian datang juga!"
"Pendeta jelek!" sahut Bu Ceng Sianli menyindir. "Kami
orang Han bukan pengecut, sebaliknya kalian orang
Manchunci justru pengecut! Kalian cuma berani melakukan
perbuatan yang tak terpuji!"
"Oh, ya?" Kim Ih Hoat Ong tertawa lagi "Baiklah kalau
begitu mari kita bertanding melanjutkan pertandingan kita
tempo hari ! Kalau engkau kalah harus meninggalkan tempat
ini, tidak boleh mencampui urusan kami! Sebaliknya kalau aku
yang Kalah, kami pasti membebaskan Toan Beng Kiat,
Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Kiam Kiong Soat Lan.
bahkan kami pun akan segera kembali ke Manchuria'"
"Baik!" Bu Ceng Sianli manggut-manggut.
"Nona!" Panggil Pancha menqadak.
"Hmm!" dengus Bu Ceng Sianli dingin. "Engkau bukan
pemuda gagah, sepab engkau tidak berani membebaskan
mereka demi cintamu kepadaku! Engkau banci! bagaimana
mungkin aku akan tertarik kepadamu?"
"Nona Sekarang juga aku akan membebaskan mereka!"
ujar Pancha sungguh-sungguh.
"Percuma!" Bu Cerrg Sianli merggelengkan kepala.
"Karena aku dan Hoai Ong sudah ada perjanjian, kami akan
segera mulai bertanding!"
"Nona!" Pancha tampak kecewa sekali. Ia mengakui
bsnar apa yang dikatakan Bu Ceng Sianli, bahwa dirinya tidak
berani berbuat begitu demi cintanya kepada Bu Ceng Sianli
maka Ia pun merasa menyesal sekali.
"Sudahlah! Jangan banyak bicara!" tandas Bu Ceng
Sianli, lalu memandang Kim Ih Hoat Ong seraya berkata,
"Ayoh, kita mula' bertandirg! Pokoknya hari ini harus ada yang
kalah dan yang menang!"
'Baik!" Kim Ih Hoat Ong manggut-manggut.
Bu Ceng Sianli mulai menghimpun Hian Goan Sin Kang,
sedangkan Kim Ih Hoat Ong menghimpun Tong Cu Sin Kang.
Akan tetapi di saat bersamaan terdengarlah suara suling yang
amat lembut menggetarkan kalbu. Begitu mendengar suara
suling itu, berserilah waiah Bu Ceng Sianli.
"Adik Bun Yarg' Adik Bun Yang...!" serunya dengan
penuh kegembiraan
Sebaliknya Kim ih Hoat Org. Pancha dan Cap Sah Sin
Eng tampak tersentak berselang sesaat, tampak empat sosok
bayangan melayang turun di sisi Bu Ceng Sianli, yakni Iam
Peng Hang, Gouw Han Tiong, Tio Bun Yang dan Siang Koang
Goat Nio. "Kakak Sho Cui!" seru T:o Bun Yang dan
Siang Koan Goat Nio serentak dengan gembira sekali.
"Adik Bun Yang, Adik Goat Nio...!" Bu Ceng Sianli
memandang mereka dengan mata bersimbah air mata saking
girangnya. "Kalian... kalian telah berkumpul, ternyata kalian
tidak mati! Aku... aku girang sekali!"
"Kakak Siao Cui!" Tio Bun Yang tersenyum, lalu menutur
tentang kejadian yang dialaminya secara ringkas.
Bu Ceng Sianli manggut-manggut, kemudian
memperkenalkan mereka. "Pendeta jelek! Mereka adalah Lim
Peng Hang, Gouw Han Tiong ketua dan tetua Kay Pang!
Pemuda itu adalah Giok Siauw Sin Hiap Tio Bun Yang dan
gadis itu adalah Siang Koan Goat Nio calon isterinya!"
"Ha ha ha!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gelak. "Sudah
lama aku mendengar nama besar Giok Siauw Sin Hiap!
Sungguh beruntung kita bertemu di sini hari ini!"
"Sama-sama!" sahut Tio Bun Yang sambil memandang
ke arah panggung. "Mereka berempat tidak bermusuhan
dengan pihak Manchuria, kenapa kalian tangkap?"
"Karena ingin ditukarkan dengan Lie Tsu Seng!" sahut
Kim Ih Hoat Ong.
"Aku tidak menyangka...." Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Pihak Manchuria begitu licik dan pengecut!
Pada hal Hoat Ong adalah guru istana Manchuria! Bukankah
tindakan itu sangat mempermalukan Bangsa Manchuria?"
"Dalam siasat perang, tiada istilah licik!" sahut Kim Ih
Hoat Ong sungguh-sungguh. "Maka kami Bangsa Manchuria
bukan pengecut, lagi pula aku dan Bu Ceng Sianli sudah ada
suatu perjanjian, yaitu kami akan bertanding! Kalau dia kalah
harus segera pergi dari sini, kalau aku kalah harus
membebaskan mereka berempat , bahkan kami akan segera
pulang ke Manchuria!"
Tio Bun Yang manggut-manggut. "Kalau begitu, aku
akan mewakili Bu Ceng Sianli bertanding dengan Hoat Ong!"
"Ha ha ha!" Kim Ih Hoat Ong tertawa gembira. "Baik!
Aku memang ingin mencoba kepandaianmu, sebab aku dengar
kepandaianmu sangat tinggi sekali! Boleh dikatakan sebagai
pendekar nomor satu di Tionggoan!"
"Hoat Ong!" Tio Bun Yang menatapnya tajam seraya
bertanya, "Kita bertanding dengan tangan kosong atau
dengan senjata?"
"Cukup dengan tangan kosong saja!" sahut Kim Ih Hoat
Ong dan menambahkan. "Tapi harus ada yang menang dan
kalah, tidak ada istilah seri!"
"Baik!" Tio Bun Yang mengangguk. "Kita bertanding
cukup tiga jurus saja! Kalah atau menang sudah bisa
diketahui!"
"Cuma bertanding tiga jurus?" Kim Ih Hoat Ong
tertegun. "Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Itu sudah
cukup!" "He he he!" Mendadak orang tua pincang tertawa
terkekeh-kekeh. "Pendeta jelek itu sudah ciut nyalinya! He he
he...!" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan mengejek
Kim Ih Hoat Ong. "Jangan-jangan pendeta jelek itu sudah
terkencing-kencing?"
Betapa gusarnya Kim Ih Hoat Ong diejek begitu, dan
langsung membentak dengan suara mengguntur.
"Giok Siauw Sin Hiap! Mari kita mulai bertanding!"
Kim Ih Hoat Ong mulai mengerahkan Tong Cu Sin Kang,
sedangkan Tio Bun Yang mengerahkan Pan Yok Hain Thian
Sin Kang, kemudian ia pun menghimpun Kan Kun Taylo Im
Yang Sin Kang, bersiap untuk menangkis serangan Kim Ih
Hoat Ong. "Jurus pertama!" teriak Kim Ih Hoat Onp sambil
menyerang Tio Bun Yang dengan dahsyat sekali. Ia
menggunakan San Hai Ho Liu Gang Hoat dan mengeluarkan
jurus Teng Tia Jun San (Tenang Tegar Bagaikan Gunung).
Kedua lengan jubahnya melembung mengarah kepada Tio Bun
Yang. Tio Bun Yang tahu akan kehebatan Kim Ih Hoat Ong,
maka ia menangkis dengan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam
Semesta Tiada Balas).
Blam! Terdengar suara benturan keras
Tio Bun Yang termundur-mundur beberapa langkah
dengan kening berkerut kerut, Kim Ih Hoat Ongpun
termundur-mundur beberapa langkah dengan wajah pucat
pias. Betapa terkejutnya Kim Ih Hoat Ong, karena merasa
Iweekangnya berbalik menyerang dirinya sendiri, karena itu ia
pun penasaran sekali.
"Jurus kedua!" teriaknya sambil menyerang Tio Bun
Yang dengan sepenuh tenaga. Maksudnya ingin mengalahkan
Tio Bun Yang dengan jurus ini, yakni jurus San Hai Ho Liu
(Gunung Laut dan Arus Sungai), yang paling lihay dan
dahsyat. Tio Bun Yang sudah merasakan kelihayan dan
kedahsyatan ilmu pukulan tersebut. Ia pun mengerahkan Kan
Kun Taylo Im Yang Sin Kang pada puncaknya, kemudian
menangkis serangan itu dengan jurus Kan Kun Taylo Kwi Cong
(Segala-galanya Kembali Ke Alam Semesta).
Daaar! Blaaaam...! Terdengar suara seperti ledakan.
Kim Ih Hoat Ong terpental beberapa depa, sedangkan
Tio Bun Yang terhuyung-huyung ke belakang tujuh delapan
langkah. Setelah berdiri tegak, ia langsung melesat ke arah
Kim Ih Hoat Ong yang telah terkapar dengan mulut
mengeluarkan darah. Ternyata ia telah terluka parah.
"Giok Siauw Sin Hiap, engkau... engkau memang hebat
sekali. Aku... aku mengaku kalah."
"Hoat Ong...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang,
kemudian menempelkan sepasang telapak tangannya pada
punggung Kim Ih Hoat Ong, sekaligus menyalurkan Pan Yok
Hian Thian Sin Kang ke dalam tubuhnya.
Berselang beberapa saat, wajah Kim Ih Hoat Ong mulai
tampak segar. Setelah Tio Bun Yang melepaskan sepasang
telapak tangannya, Kim Ih Hoat Ong bangkit berdiri.
"Terimakasih, Giok Siauw Sin Hiap!" ucapnya.
"Kita tidak bermusuhan, kenapa harus saling
membunuh?" sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum.
"Cap Sah Sin Ceng! Cepat bebaskan mereka berempat!"
seru Kim Ih Hoat Ong.
Cap Sah Sin Ceng segera membebaskan Toan Beng Kiat,
Bokyong Sian Hoa, Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan.
"Kakak Bun Yang!" Seru Bokyong Sian Hoa dan Lam
Kiong Soat Lan serentak sambil menghampirinya. "Kakak Bun
Yang...." "Adik Sian Hoa, Soat Lan!" sahut Tio Bun Yang sambil
tersenyum. "Goat Nio!" seru kedua gadis itu.
"Sian Hoa, Soat Lan!" Siang Koan Goat Nio memandang
mereka sambil tersenyum lembut.
Sementara Toan Beng Kiat dan Yo Kiam Heng mendekati
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, lalu memberi hormat.
"Kakek! Kakek Lim!" panggil Toan Beng Kiat.
"Syukurlah -kalian telah selamat!" ujar Gouw Han Tiong
sambil tertawa gembira.
"Kakek!" Toan Beng Kiat tersenyum. "Sungguh tak
disangka, ternyata Bun Yang dan Goat Nio masih hidup!"
Gouw Han Tiong manggut-manggut. Toan Beng Kiat dan
Yo Kiam Heng menghampiri Tio Bun Yang.
"Bun Yang!" panggil mereka.
"Beng Kiat! Kiam Heng!" sahut Tio Bun Yang dengan
gembira sekali. "Kalian selamat!"
"Terimakasih atas pertolonganmu. Bun Yang!" ucap
Toan Beng Kiat dan Yo Kiam Heng.
"Sama-sama." Tio Bun Yang tersenyum.
Sementara itu, Pancha terus-menerus memandang Bu
Ceng Sianli, kemudian memberanikan diri mendekatinya, lalu
memberi hormat.
"Nona, kami akan segera kembali ke Manchuria,
bolehkah aku tahu nama Nona yang indah dan harum?"
"Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan. "Namaku Tu
Siao Cui. Engkau harus ingat baik- baik, jangan sampai lupa
lho!" "Ya, ya." Pancha mengangguk. "Seumur hidup aku tidak
akan melupakan nama Nona."
"Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa geli.
"Nona!" Pancha menatapnya dengan mata berbinarbinar.
"Kalau Nona sempat, aicu harap sudi berkunjung ke
Manchuria!"
"3*ik." Pu Ceng Sianli manggut-manggut. "Tunggu, aku
pasti ke sana!"
"Terrmakasih, Nona'" Wajah Pancha berseri- ser;. Putra
Mahkota tu tidak tahu kalau Bu Ceng Sianf-' sedang
mempermainkannya.
"Tani...," ujar Bu Ceng Sianli setengah berbisik. "Fngkau
sudah punya kekasih di Manchuria."
"Sumpah'" sahut Pancha cepat, "Aku sama seka!i tidak
punya kekasih"
"Bohong" sela Bokjong Sian Hoa mendadak. "Kekasihnya
banyak sekalii Kakak Siao Cun, jangan meladen.nya!"
"Adik Sian Hoa.. ." Pancha menggeleng-gelengkan
kepala. "Kenapa engkau begitu jahat terhadapku?"
"Engkau yang jahat! Merantaiku di ruang batu!" Bokyong
Sian Hoa memandang Tio Bun Yang seraya berkata, "Kakak
Bun yang, bunuhlah dia'"
"Dia putra pamanmu, bagaimana mungkin aku tega
membunuhnya" Lagi pula kalau aku membunuhnya, Kakak
Siao Cu pasti marah padaku."
"Betul " sahut orang tua pincang mendadak.
'"Kelihatannya Bu Ceng Sianli sudah tertarik pada Putra
Mahkota Manchuria itu! Ha ha ha...!"
Plak! Ploook! "Aduh!" jerit orang tua pincang kesakitan. Ternyata


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pipinya telah di tampar oleh Bu Ceng Sianli.
"Hmm!" dengus Bu Ceng Sianli dingin. "Sekali lagi
menggodaku, engkau past'i mampus!"
"Bun Yang yang duluan menggodamu, tidak engkau apaapakan.
Begitu aku menggodamu, engkau langsung
menamparku Sungguh tidak adil!" ujar orang tua pincang
bersungut-sungut.
"Pincang!" bentak Bu Ceng Sianli. "Engkau harus tahu,
Bun Yang adalah adikku lho!"
"Adik?" Orang tua pincang manggut-manggut sambil
menyengir. "Betul, dia adalah adikmu."
"Memang!" Bu Ceng Sianli melotot. Ia tahu kalau orang
tua pincang itu sedang menyindirnya.
"Saudara Bun Yang...." Pancha segera mendekatinya
sambil tertawa-tawa, kemudian berbisik, "Tolong bujuk
kakakmu agar mau datang dr Manchuria!"
"Baik" Tio Bun Yang mengangguk. "Aku pasti
membantumu dalam hal ini."
"Terimakasih!" Wajah Pancha berseri. "Oh ya! Aku minta
maaf kepadamu alas tindakan kami terhadap Toan Beng Kiat
dan lainnya!"
Tio Bun Yang tersenyum "Itu telah berlalu, yang penting
engkau harus mencegah ayahmu, agar tidak meminjamkan
pasukannya kepada Menteri Bun!"
"Aku pasti membantu." ujar Pancha berjanji. "Nah, kami
harus kembali kerumah Menteri Bun. Sampai jumpa!"
"Sampai jumpa, Saudara Pancha!" sahut Tio Bun Yang.
"Giok Siaw Sin Hiap!" seru Kim Ih Hoat Ong. "Kelak kita
akan berjumpa lagi, aku tidak akan melupakan budi
kebaikanmu!"
"Selamat jalan, Hoat Ong!" sahut Tio Bun Yang. Kim Ih
Hoat Ong, Pancha dan Cap Sah Sin Eng segera meninggalkan
tempat itu, diikuti oleh para pengawal Menteri Bun.
"Bun Yang, Bun Yang...!" Yo Suan Hiang melesat ke
arahnya. "Engkau dan Goat Nio...."
"Kami masih hidup, Bibi!" Tio Bun Yang tersenyum.
"Adik Bun Yang!" Tan Giok Lan tertawa gembira.
"Kakak Bun Yang...." Ma Giok Ceng menatapnya dengan
air mata berlinang. "Aku gembira sekali karena engkau sudah
berkumpul kembali dengan Kakak Goat Nio."
"Terimakasih!" ucap Siang Koan Goat Nio sambil
tersenyum, padahal sebetulnya ia tidak kenal gadis itu.
"Dia adalah Ma Giok Ceng," Tio Bun Yang
memperkenalkan.
"Oooh!" Siang Koan Goat Nio manggut-manggut.
"Ha ha ha!" Lie Tsu Seng menghampiri mereka sambil
tertawa gelak. "Bun Yang, Goat Nio! Syukurlah kalian telah
berkumpul kembali. Mulai sekarang kalian jangan berpisah
lagi!" "Ya, Paman." Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio
mengangguk. "Ayoh!" ajak Lie Tsu Seng. "Mari ke markasku!"
"Maaf!" ucap Tio Bun Yang. "Kami harus segera kembali ke
markas pusat Kay Pang, sebab kami harus akan pulang ke
pulau Hong Hoang To!"
"Bun Yang...." Lie Tsu Seng menghela nafas panjang.
"Baiklah, sampai jumpa kelak dan kuucapkan selamat bahagia
kepada kalian berdua!"
"Terimakasih, paman!" Sahut Tio Bun Yang. "Sampai
jumpa...."
-ooo0dw0ooo- Bagian ke delapan puluh
Penuh kegembiraan dan semarak suasana di Pulau
Hong Hoang To Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Tio Bun Yang, Siang
Koan Goat Nio dan lainnya telah tiba di markas pusat Kay
Pang, tampak mereka sedang
Hal 96-97 ga ada
rah. Aaaah! Hati wanita memang sulit diselami. Untung aku
tidak punya isteri, jadi tidak pusing tujuh keliling."
"Masih perjaka tuh!" Bu Ceng Sianli balas menggodanya.
"Wuah! Bukan main!" seru orang tua pincang mendadak
sambil tertawa. "Ha ha ha! Engkau pun tahu kalau aku masih
perjaka! Ha! Sungguh luar biasa!"
"Pincang!" bentak Bu Ceng Sianli.
"Ha ha ha...!" Orang tua pincang terus tertawa.
Bu Ceng Sianli diam saja dengan wajah merah padam,
sedangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tersenyumsenyum.
"Bun Yang, kapan kalian akan pulang ke pulau Hong
Hoang To?" tanya Lim Peng Hang.
"Besok pagi," Jawab Tio Bun Yang. "Kakek ikut kan?"
"Kakek pasti ikut," ujar Lim Peng Hang.
"Aku pun ikut," sela orang tua pincang. "Karena aku
harus melamar Lie Ai Ling untuk muridku."
"Oh?" Tio Bun Yang gembira sekali, kemudian bertanya
kepada Gouw Han Tiong. "Kakek Gouw juga ikut?"
"Tidak." Gouw Han Tiong tersenyum. "Aku akan pergi ke
Tayli bersama Toan Beng Kiat dan lainnya untuk
memberitahukan kabar gembira ini."
"Kakek mau ikut kami ke Tayli?" tanya Toan Beng Kiat
dengan girang. "Ng!" Gouw Han Tiong mengangguk.
"Oh ya!" ujar Lim Peng Hang berpesan. "Undang Wie Kie
dan lainnya ke Pulau Hong Hoang To, Bun Yang dan Goat Nio
akan melangsungkan pernikahan!"
"Baik." Gouw Han Tiong manggut-manggut.
"Kakak mau ikut ke Pulau Hong Hoang To?" tanya Tio
Bun Yang pada Bu Ceng Sianli.
Bu Ceng Sianli tersenyum.
"Tidak, sebab aku akan segera mengasingkan diri di
suatu tempat."
"Kakak...." Tio Bun Yang tertegun.
"Baiklah." Bu Ceng Sianli bangkit dari tempat duduknya.
"Sampai jumpa!"
Mendadak Bu Ceng Sianli melesat pergi. Seketika juga
Tio Bun Yang berteriak-teriak memanggilnya.
"Kakak! Kakak! Kakak...!"
"Percuma engkau berteriak memanggilnya," ujar orang
tua pincang sambil menghela nafas panjang. "Dia sudah jauh."
"Aaaah." keluh Tio Bun Yang. "Alangkah baiknya kalau
dia hidup tenang di Pulau Hong Hoang To!"
"Tapi sebaliknya Goat Nio pula yang tidak bisa tenang,"
sahut orang tua pincang.
"Kenapa?" tanya Tio Bun Yang.
"Karena Bu Ceng Sianli sangat mencintaimu maka sudah
barang tentu akan membuat Goat Nio tidak tenang." Orang
tua pincang memberitahukan.
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut.
"Sesungguhnya...," ujar Siang Koan Goat Nio dengan
suara rendah. "Aku tidak berkeberatan kalau Kakak Bun Yang
juga memperisterinya."
"Omong kosong!" sahut Tio Bun Yang sambil
memandangnya. "Adik Goat Nio, kenapa hari ini engkau
omong yang bukan-bukan?"
"Aku merasa kasihan dan simpati padanya," jawab Siang
Koan Goat Nio sambil menundukkan kepala.
"Adik Goat Nio...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau aku berniat begitu, tentu aku tidak terjun ke
jurang itu."
"Kakak Bun Yang, maafkan aku karena telah salah
omong!" ucap Siang Koan Goat Nio.
"Tidak apa-apa." Tio Bun Yang tersenyum.
"Aku tidak bisa menduga kira-kira Bu Ceng Sianli akan
pergi ke mana?" ujar orang tua pincang.
"Mungkinkah dia pergi menyusul Pancha?" tukas Tio Bun
Yang. "Tidak mungkin!" Orang tua pincang menggelengkan
kepala. "Aku malah percaya dia akan hidup mengasingkan diri
di suatu tempat."
"Aaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Mudah-mudahan dia bertemu pemuda yang baik!"
-oo0dw0oo- Betapa gembiranya pihak Pulau Hong Hoang To melihat
kedatangan Lim Peng Hang, orang tua pincang, Tio Bun Yang
dan Siang Koan Goat Nio. Kou Hun Bijin langsung memeluk
putrinya, sedangkan Lim Ceng Im memeluk Tio Bun Yang
erat-erat sekaligus membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Nak, engkau...." Lim Ceng Im terisak-isak saking
gembiranya. "Ibu, aku dan Goat Nio sudah pulang," ujar Tio Bun
Yang sambil tersenyum. "Ibu jangan bersedih lagi!"
"Nah, Ibu girang sekali karena kalian masih hidup. Thian
(Tuhan) memang Maha Adil!"
"Nak!" Tio Cie Hiong tersenyum-senyum
memandangnya. "Syukurlah kalian berdua sudah pulang!"
"Ayah...." Tio Bun Yang tertawa gembira. "Apa yang
Ayah katakan memang benar, menghadapi apa pun harus
tabah dan tegar."
"Ha ha ha!" Tio Cie Hiong tertawa gelak dengan penuh
kegembiraan. "Ha ha ha...!"
Sementara Sie Keng Hauw juga bersujud di hadapan
orang tua pincang dan gurunya itu pun tertawa terbahakbahak.
"Ha ha ha! Kini semuanya telah beres, jadi aku pun
sudah boleh bergurau di pulau ini!"
"Guru... " Sie Keng Hauw bangkit berdiri sambil
tersenyum, lalu berbisik-bisik. "Bun Yang dan Goat Nio sudah
pulang, kini sudah saatnya guru...."
"Guru tahu! Guru tahu!" Orang tua pincang tertawa lagi.
"Kalau tidak, untuk apa aku ke mari?"
"Terimakasih, Guru!" ucap Sie Keng Hauw.
"Nah!" seru Tio Tay Seng mendadak dengan nada
gembira. "Semuanya silakan duduk!"
Mereka yang berdiri segera duduk, setelah itu Tio Tay
Seng berseru lagi.
"Bun Yang! Tuturkanlah apa yang telah terjadi di dasar
jurang itu!"
"Aku jatuh di telaga yang di dasar jurang itu...." tutur
Tio Bun Yang sejelas-jelasnya.
Tio Tay Seng dan lainnya mendengarkan dengan mulut
ternganga lebar, kemudian seusai Tio Bun Yang menutur, Tio
Tay Seng berkata,
"Kalau kami menyelam di telaga itu, tentunya akan
bertemu kalian."
"Belum tentu," ujar Tio Bun Yang menjelaskan. "Sebab
telaga itu sangat dalam, lagi pula belum tentu akan terjadi
pusaran air di dasar telaga."
"Oooh!" Tio Tay Seng inanggul manggut. "Kenapa Gouw
Han Tiong tidak ikut ke situ?"
"Dia pergi ke Tayli bersama Toan Beng Kiat dan
lainnya," sahut Lim Peng Hang dan kemudian menutur
tentang kejadian itu. "Pihak Manchuria sudah meninggalkan
Tionggoan."
"Begitu tinggi kepandaian Kim Ih Hoat Ong",'" tanya Kou
Hun Bijin kurang percaya.
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk, "kalau aku tidak
memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang. tentu terluka oleh
pukulannya."
"Syukurlah kini urusan itu telah beres. Hanya saja...."
Lim Ceng Im menggeleng-gelengkan kepala. "Bu Ceng Sianli
tidak ikut ke mari."
"Lebih baik dia tidak ke mari." ujar orang tua pincang.
"Sebab dia sangat mencintai Bun Yang. Kalau dia berada di
sini, aku justru khawatir akan terjadi hal-hal yang tak
diinginkan."
"Itu tidak mungkin," sahut Tio Bun Yang.
"Bun Yang!" Orang tua pincang menatapnya. "Cinta bisa
membuat orang jadi buta dan nekad lho!" ujarnya.
"Paman tua!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku tetap
mempercayai Bu Ceng Sianli tidak akan begitu, sebab aku
sudah tahu bagaimana sifatnya."
"Betul." Siang Koan Goat Nio manggut-manggut. "Bu
Ceng Sianli berhati mulia, dia tidak akan begitu."
"Kalian berdua...." Orang tua pincang menggelenggelengkan
kapala. "Memang berhati polos."
"Ha ha ha! Kepolosan mereka justru menuntun mereka
ke jalan yang benar dan penuh kebahagiaan!" Terdengar
suara sahutan, kemudian melayang turun seorang padri tua.
"Omitohud...."
"Tayli Lo Ceng!" Seru Tio Tay Seng dengan gembira.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Lo Ceng,
angin apa yang meniupmu ke mari?"
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku ke mari karena
ingin minum arak kebahagiaan."
"Kepala gundul!" Kou Hun Bijin menatapnya. "Di saat
kami dilanda duka, engkau sama sekali tidak muncul! Kini
dalam suasana gembira dan semarak, engkau malah ke mari!
Dasar kepala gundul!"
"Ha ha ha! Kalau aku muncul di saat kalian di landa
duka, tentu kalian akan bertambah duka. Kini aku ke mari,
sudah pasti kalian akan bertambah gembira. Begitu pula aku.
Ya, kan" Omitohud!"
"Sudahlah! Cepat duduk!" sahut Kou Hun Bijin.
"Oh ya!" Tayli Lo Ceng memandang Si Pincang sambil
duduk. "Bukankah engkau ingin melamar Lie Ai Ling untuk
muridmu" Kenapa malah diam saja?"
"Eh?" orang tua pincang terbelalak. "Lo Ceng kok tahu?"
"Dia peramal yang tak laku," sahut Kou Hun Bijin dan
menambahkan. "Tapi kepandaiannya tinggi sekali."
"Oh, ya?" Tiba-tiba orang tua pincang teringat sesuatu.
"Lo Ceng adalah Tayli Sin Ceng?"
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil mengangguk.
"Ayahmu yang memberitahukan?"
"Ya." Orang tua pincang segera memberi hormat. "Lo
Ceng, terimalah hormatku!"
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Cepatlah ajukan
lamaranmu kepada Lie Man Chiu!"
"Ya, Lo Ceng." Orang tua pincang mengangguk. "Man
Chiu, aku melamar putrimu untuk Sie Keng Hauw muridku."
"Ha ha ha." Tio Tay Seng tertawa gelak. "Engkau tidak
melamar pun mereka akan kami nikahkan!"


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Terimakasih, Tio Tocu!" Orang tua pincang tertawa
gembira. "Ha ha ha!"
Tayli Lo Ceng memandang Tio Bun Yang dan Siang Koan
Goat Nio seraya bertanya, "Kapan kalian akan melangsungkan
pernikahan?"
"Setelah pihak Tayli ke mari," jawab Tio Bun Yang.
"Ngmm!" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, Di saat itulah
mendadak Lu Hui San bersuara.
"Lo Ceng sudah bertemu Khong Sim Ni Kouw?"
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng. "Kami sudah
bertemu." "Lo Ceng, bagaimana keadaannya?" tanya Lu Hui San.
"Dia lebih bahagia dari pada kita," Jawab Tayli Lo Ceng.
"Sebab kini dia telah berada di surga."
"Apa?" Wajah Lu hui San langsung berubah murung.
"Khong Sim Ni Kouw sudah meninggal?" "Ya." Tayli Lo Ceng
mengangguk. "Omitohud...." Di saat mereka sedang bercakapcakap,
mendadak muncul Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu.
"Kakak Ling Cu!" seru Tio Bun Yang girang. "Kakak Ling
Cu...." "Adik Bun Yang," sahut Ngo Tok Kauwcu sambil
tersenyum,. "Engkau dan Goat Nio...."
"Mereka berdua tidak jadi mati," ujar orang tua pincang,
yang bermulut usil seperti Sam Gan Sin Kay. "Sebab mereka
berdua harus melangsungkan pernikahan."
"Pincang!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Aku tidak
menyangka kalau engkau pun begitu usil. Hati-hati terhadap
Kou Hun Bijin, karena dia akan menamparmu."
"Ha ha ha!" Orang tua pincang tertawa. "Sudah dua kali
aku di tampar oleh Bu Ceng Sianli. Kalau sekarang ditampar
Kou Hun Bijin, sudah tidak jadi masalah."
"Pengemis bau!" Kou Hun Bijin melotot. "Engkau berani
menyindirku?"
"Aku tidak menyindir." Sam Gan Sin Kay tersenyum.
"Bukankah engkau pernah menamparku?"
"Kalau engkau banyak omong lagi. gigimu pasti rontok!"
ujar Kou Hun Bijin sengit
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Gigiku tidak bakal rontok, karena aku sudah ompong!"
"Dasar pengemis bau!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan.
"Sama," ujar orang tua pincang rnendadak. "Persis
seperti Bu Ceng Sianli yang suka tertawa cekikikan! Ha ha
ha...!" "Jangan-jangan mereka berdua kakak beradik!" Sam
Gan Sin Kay menyengir.
"Sayang sekali dia tidak ke mari!" Kou Hun Bijin
menghela nafas panjang dan menambahkan "Aku akan
mengangkat saudara dengan dia."
Sementara Tio Bun Yang memperkenalkan mereka
kepada Ngo Tok Kauwcu. Segeralah Ngo Tok Kauwcu
memberi hormat. Setelah itu, Tio Bun Yang pun bertanya,
"Kenapa kakak Ling Cu ke mari" Apakah sudah tahu
tentang aku dan Goat Nio?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Bu Ceng Sianli
yang memberitahukan kepadaku."
"Dia?" Tio Bun Yang tertegun. "Dia ke markasmu
memberitahukan padamu?"
"Ng!" Ngo Tok Kauwcu mengangguk lagi. "Maka aku
segera ke mari."
"Kakak Ling Cu tahu dia pergi ke mana?" tanya Tio Bun
Yang mendadak. Ngo Tok Kauwcu menggelengkan kapala.
"Setelah memberitahukan, dia langsung melesat pergi
tanpa pamit." Ngo Tok Kauwcu menghela nafas panjang.
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
Ngo Tok Kauwcu memandang Tio Bun Yang seraya
bertanya, "Kapan engkau dan Goat Nio akan melangsungkan
pernikahan?"
"Setelah pihak Tayli ke mari," Jawab Tio Bun Yang
dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut.
"Kakak Ling Cu, silakan duduk!" ucap Tio Bun Yang.
"Terimakasih!" Ngo Tok Kauwcu duduk, kemudian
bercakap-cakap dengan Siang Koan Goat Nio.
-oo0dw0oo- Tujuh hari kemudian pihak Tayli tiba di Pulau Hong Hoang
To. Betapa gembiranya mereka ketika melihat Tayli Lo Ceng,
dan mereka bersujud di hadapan padri tua itu.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum
lembut. "Bangunlah kalian!"
Mereka bangkit berdiri, lalu memberi hormat kepada
tingkatan tua pihak Pulau Hong Hoang To.
"Ha ha ha" Tio Tay Seng tertawa gembiia. "Terimakasih
atas kedatangan kalian!"
"Cie Hiong!" Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong
menghampirinya sambil tersenyum. "Kami ucapkan selamat
padamu!" "Terimakasih, terimakasih!" sahut Tio Cie Hiong.
"Kini kita sudah tenang," ujar Toan Wie Kie. "Sungguh
tak disangka, kemunculan Bun Yang dan Goat Nio justru
menyelamatkan putraku dan lainnya!"
"Kita semua harus bersyukur kepada Thian (Tuhan)
Yang Maha Adil, Bijaksana dan Pengasih," ucap Tio Cie Hiong.
Sementara itu, Gouw Han Tiong, Lim Peng Hang dan
lainnya juga sedang bercakap-cakap dengan serius sekali.
"Kami mendengar suatu berita yang sangat mengejutkan
di Tionggoan," ujar Gouw Han Tiong.
"Berita tentang apa?" tanya Lim Peng Hang tegang.
"Menteri Bun telah tewas." Gouw Han Tiong
memberitahukan.
Lim Peng Hang terbelalak. "Siapa yang membunuhnya?"
"Salah seorang menteri yang menaruh dendam
kepadanya." Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Menteri itu memfitnahnya telah bersekongkol dengan Lie Tsu
Seng, maka kaisar menurunkan perintah menghukum mati
padanya." "Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Kini pasti menteri itu yang berkuasa!" tukasnya.
"Betul." Gouw Han Tiong manggut-manggut dan
menambahkan, "Karena menteri itu adalah kawan baik
jenderal Gouw Sam Kui."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Gouw Sam
Kui pasti familimu, karena kalian bermarga Gouw."
"Sudahlah." sela Kou Hun Bijin. "Jangan terus
membicarakan itu, lebih baik membicarakan pernikahan
putriku dengan Bun Yang. Kapan mereka berdua akan
dinikahkan?"
"Bijin, kenapa engkau yang kalut?" sahut Sam Gan Sin
Kay. "Tentu. Sebab Goat Nio adalah putri kami satu-satunya,"
ujar Kou Hun Bijin.
"Sama," sahut Sam Gan Sin Kay. "Bun Yang juga anak
tunggal. Oleh karena itu, mereka berdua harus menikah
besok." "Setuju." Kou Hun Bijin tertawa gembira. "Hi hi hi! Putri
kami akan menikah besok! Hi hi hi...!"
"Kalau begitu muridku juga harus menikah dengan Lie Ai
Ling besok." sela orang tua pincang.
"Setuju. Memang sudah waktunya putriku menikah
dengan Sie Keng Hauw." sahut Lie Man Chiu.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Pokoknya pesta harus berlangsung tiga hari tiga malam!"
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.
"Setelah Bun Yang menikah dengan Goat Nio dan Sie Keng
Hauw menikah dengan Lie Ai Ling, maka kalian semua harus
berangkat ke Tayli. Karena Toan Beng Kiat akan menikah
dengan Bokyong Sian Hoa dan Yo Kiam Heng akan menikah
dengan Lam Kiong Soat Lan."
"Baik." Sahut Tio Tay Seng. "Kami semua pasti ke sana."
"Aku punya usul," ujar Tio Cie Hiong mendadak sambil
tersenyum serius.
"Usul apa?" Kou Hun Bijin tercengang.
"Kam Hay Thian dan Lu Hui San juga harus menikah
besok," sahut Tio Cie Hiong.
"Setuju!" seru yang lain sambil tertawa gembira.
Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat Nio saling
memandang, kemudian tersenyum bahagia. Begitu pula Sie
Keng Hauw, Lie Ai Ling, Kam Hay Thian dan Lu Hui San,
mereka pun tampak tersenyum bahagia.
TAMAT Pukulan Naga Sakti 12 Lambang Naga Panji Naga Sakti Karya Wo Lung Shen Amarah Pedang Bunga Iblis 1
^