Pencarian

Perjodohan Busur Kumala 2

Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Bagian 2


"Mungkin," berkata si empee Ong. "Siauw Sam Cu bilang,
pengemis itu royal sekali, dia telah diberi upah sepotong
perak." Cek Ho Ciang heran hingga ia berpikir keras.
"Apa mungkin pangcu dari Kaypang memusuhkan aku?"
pikirnya lebih jauh. Maka ia lantas tanya empee Ong itu:
"Apakah dia bukannya satu pengemis tua, yang mengenakan
sepotong baju yang banyak tambalannya, yang tambalannya
dari juiran cita pelbagai warna?"
"Bukan. Menurut Siauw Sam Cu, dialah seorang pengemis
muda yang bibirnya merah dan giginya putih bersih. Siauw
Sam Cu telah menyatakan keheranannya kepadaku, sebab
menurut ia, pengemis itu--dilihat dari
romannya-jauh terlebih bersih
dan mewah pakaiannya daripada pakaiannya putera Thio
Pek Ban si hartawan dan kecamatan Tongpeng kita ini. Maka
ia heran kenapa orang menjadi pengemis..."
Kang Lam di tempat sembunyinya girang berbareng heran.
"Dia tentulah Kim Sie Ie," pikirnya. "Halia, kalau Kim Sie Ie
datang kemari, maka kau, toahwce-shio, jikalau kau tetap
tidak tahu maju atau mundur, kau pasti bakal menjadi sial
alias apes malang! .."
Hati Cek Ho Ciang lantas menjadi lega apabila ia telah
mengetahui si pengemis bukan pangcu, atau ketua, dari
Kaypang. Hanya, di saat ia hendak menanyakan pula, justeru
ia mendapatkan air mukanya Chong Leng Siangjin berubah
sendirinya, romannya mirip orang jeri, dari itu ia menjadi
heran. Chong Leng Siangjin ini adalah jago dari partai Biteong Pay
dari Tibet, dia termasuk kelas satu, usianya sudah tujuh puluh
lebih, akan tetapi romannya seperti baru lima puluh lebih,
dengan gurunya Ho Ciang, dia terhitung satu tingkat dan
golongan. Dia sengaja diundang Ho Ciang, untuk dijadikan
tulang punggung, maka heran dia agaknya berkuatir.
"Mungkinkah Chong Leng jeri terhadap pengemis itu?"
pikirnya. Chong Leng Siangjin masih saja membulak-balik lengan
besi itu. "Apakah taysu dapat melihat sesuatu yang bisa menjadi
pemecahan keanehan ini?" tanya Ho Ciang akhirnya.
"Selama beberapa tahun ini tidak terdengar warta apa-apa
mengenai Cek Sin Cu," berkata si pendeta Tibet, "maka itu
benarkah dia telah mati kedinginan di Sungai Es?"
"Itulah ngaco belo, tak mestinya dipercaya!" kata Ho Ciang.
"Lagi-nya, siapakah telah membawa peti besi ini kemari"
Tidakkah ini luar biasa" Kecuali aku memperoleh
penjelasannya, tidak nanti aku mau sudah saja!"
Chong Leng berdiam, ia berpikir, cuma matanya terus
mengawasi lengan besi itu, yang terus ia membulak-baliknya
pergi dan pulang.
Yo Liu Ceng juga mengenali lengan besi dari Tang Thay
Ceng itu, ia tidak kalah herannya. Ia juga memikirkan, siapa si
pengemis muda yang membawanya itu. Selagi ia memikir, ia
melihat Chong Leng berdua Ho Ciang kasak-kusuk. Tadinya ia
hendak bicara, tetapi Cek Tat Sam, pangcu dari Taysan Pang
telah mendahuluinya.
"Perkara Tang Thay Ceng ini sukar dibikin jelas di dalam
sesaat ini," berkata ketua Taysan Pay itu. "Sehubungan
dengan semua ini, hari ini pun ada dua perkara baru, kaum
Keluarga Yo tidak dapat melepaskan diri dari sangkut
pautnya!" Yo Liu Ceng melengak.
"Apa maksudmu?" ia tanya. "Apa lagi sangkutannya dengan
kau?" Tat Sam menjadi gusar sekali ketika ia menyahuti:
"Sebelum aku tiba disini untuk memenuhkan janji pertemuan,
mengapa kamu telah terlebih dahulu menghina muridku"
Kenapa kamu menganiaya muridku itu?"
Yo Liu Ceng menjadi heran sekali.
"Perkara apakah itu?" ia tanya. "Bagaimana duduknya
kejadian?"
"Han Tiauw, mari kau!" memanggil Tat Sam.
Seorang gemuk maju ke depan. Kang Lam mengenali si
gemuk yang ia telah permainkan. Muka si gemuk ini bengap
dan matanya bengul, pakaiannya masih kotor dengan rumput
dan tanah. "Heran!" kata Yo Liu Ceng. "Orang telah menghajar
muridmu, apakah hubungannya itu denganku?"
"Habis, apakah aku yang telah menganiaya muridku ini?"
Tat Sam membaliki, gusarnya bertambah.
Yo Liu Ceng pun gusar, panas hatinya, ketika ia hendak
membuka pula mulutnya, Teng Kian Goan, si orang tua,
mendahului ia bicara. Orang tua ini ingin sekali perselisihan
dapat dibereskan secara damai.
"Mari kita omong dulu biar jelas!" ia datang sama tengah.
"Kita masih mempunyai ketika untuk mengurusnya dan urusan
tidak bakal menjadi terlambat." Ia menoleh kepada Cek Tat
Sam, untuk meneruskan: "Kau menyebutkan dua urusan. Ini
baru satu. Apakah itu yang satunya lagi?"
Belum lagi Tat Sam menyahuti, ia telah didului
Poanliongkoay Khouw Tay Yu si Tongkat Naga Melingkar. Dia
ini bangun berdiri sambil berlompat, dia gusar sekali. Dia kata
dengan nyaring: "Para hadirin yang terhormat! Aku mohon
menanya mengenai janji pertemuan kita ini! Aku mau tahu,
sebelum pertemuan terjadi, bolehkah salah satu pihak
mendahului mengganggu orang-orang yang datang untuk
membantui pihak lainnya, bahkan di samping menganiaya
secara diam-diam juga membunuhnya secara diam-diam
juga?" Perkataan itu membikin heran semua hadirin, hingga
mereka saling mengawasi.
"Siapakah itu yang dibunuh secara menggelap?" demikian
ada yang bertanya.
"Dialah pangcu Tio Tiat Han dari Cinsan Pay." menjawab
Tay Yu. "Dia telah dibunuh secara menggelap dalam cara
sangat hebat dan menyedihkan, ialah hidup-hidup Tio Toako
telah dicekek hingga putus jiwanya!"
Persahabatan di antara Khouw Tay Yu dan Tio Tiat Han ada
persahabatan mati dan hidup, maka juga Tay Yu menjadi
sangat gusar berbareng berduka sekali, maka itu sambil
mengucurkan air mata, matanya pun merah saking murkanya.
Kalau bisa ingin dia menyerbu Yo liu ceng untuk membeset
tubuhnya! Teng Kian Goan berbangkit.
"Tio Pangcu itu telah dibunuh orang, apakah ada yang
melihatnya sendiri?" ia bertanya.
"Yang membunuh Tio Pangcu ialah itu orang yang
menganiaya dan menghina aku," berkata muridnya Cek Tat
Sam. "Sebenarnya dia orang macam bagaimana?" Kian Goan
menegaskan. "Dia ada satu binatang cilik, yang usianya belum lagi dua
puluh tahun," menerangkan pula si gemuk itu.
"Apakah kau telah melihatnya tegas-tegas atau tidak?" lagilagi
Kian Goan bertanya. Orang tua mi mau berlaku sangat
berhati-hati. "Aku tidak melihat tegas," menyahut si gemuk.
Kang Lam di tempatnya sembunyi di atas pian-gok
bersenyum dan berkata di dalam hatinya: "Makhluk buta, tuan
kecilmu toh ada disini!"
Meski berpikir demikian, bocah ini gentar juga hatinya.
Menurut si gemuk ini menjadi benar-benar Tio Tiat Han telah
dibinasakan si orang yang tidak dikenal itu, yang sepak
terjangnya sangat terahasia. Dengan begitu, urusan menjadi
semakin hebat. Bukankah si orang rahasia itu Kim Sie Ie
adanya" "Jikalau demikian, dia belum tentu orang undangannya
Keluarga Yo," Teng Kian Goan berkata pula. "Bukankah orang
itu tidak ada disini?"
"Dia membunuh Tio Pangcu dengan cara menggelap, dia
mana berani mengasih lihat dirinya?" berseru Khouw Tay Yu.
"Maka itu aku hendak berurusan sama ini bangsat perempuan
supaya dialah yang mengganti jiwa!"
"Kurang ajar!" Yo Liu Ceng berteriak. "Kau maki siapa?"
Cee Sek Kiu pun berlompat bangun.
Khouw Tay Yu mengumbar kemarahannya, dengan tongkat
besinya ia merabu Yo Liu Ceng.
Teng Kian Goan, yang berada paling dekat di antara
mereka, mengangkat kursi dengan apa ia menalangi Liu Ceng
menangkis, maka di antara suara berisik, ringsaklah kursi itu "
kayu melawan besi! Bahkan ujung tongkat hampir mampir di
jidatnya si orang tua, yang keburu berkelit.
Cee Sek Kiu gusar bukan main, maka ia juga lantas
menerjang, melayangkan kepalannya ke muka orang. Ialah
ahli waris Ngoheng Kun dan tinjunya ini ialah yang dinamakan
"Ciongthian pauw" atau "Meriam menyerbu langit".
Khouw Tay Yu lagi menyerang, tidak sempat menarik
pulang tongkatnya, dari itu ia berkelit dengan cepat. Tidak
urung ia kalah sebat, tidak mukanya yang terhajar, hanya
pundaknya, maka ia terhuyung beberapa tindak, hampir ia
roboh. Tentu sekali ia menjadi seperti kalap.
"Aku akan adu jiwaku!" ia berteriak. Ia lantas menyerang
berulang-ulang, hingga orang mesti pada menyingkir dari
mejanya masing-masing.
Cee Sek Kiu membuat perlawanan dengan mulut bungkam,
ia berlaku gesit untuk menghalau diri dari tiap sambaran
tongkat, akan di lain pihak mencari lowongannya. Demikianlah
satu kali, ia menyerang pula, kepalannya dibuka menjadi
telapakan lebar, untuk memperlihatkan jurusnya yang
dinamakan "Thiejiauw" atau "Kuku besi", untuk menyambar
tongkat lawan, guna dirampas.
Di saat tangan Sek Kiu hampir mengenai lengan Tay Yu,
mendadak datang serangan ke arah mukanya. Sebab
hupangcu, atau ketua muda, dari Cinsan Pay, yaitu Cui Hong,
telah lantas turun tangan, hanya dia menggunai sejata rahasia
yang berupa kimehie piauw, atau piauw uang emas.
Cee Ciang Hee mendapat lihat orang membokong ayahnya
itu. Ia memang telah menjadi gusar dan hendak turun tangan
karena pihak musuh berlaku kasar. Maka ia lantas menggunai
panahnya. Bahkan ia membayar dengan bunganya sekali,
ialah dengan tiga butir pelurunya saling susul. Peluru yang
pertama membikin jatuh kimehie piauw, yang kedua mengenai
jidat Khouw Tay Yu hingga jidat itu borboran darah, dan yang
ketiga menyerang Cui Hong, hanya sebab jaraknya cukup
jauh, orang she Cui itu dapat berkelit, dengan begitu, peluru
jadi menghajar hancur pui arak di meja dekatnya,
araknya muncrat berhamburan mengenai dua sahabatnya
Cek Tat Sam, yaitu Pekma Touw Peng si Kuda Putih dan
Kimtoo Teng Bouw si Golok Emas. Karena arak masih panas
dan yang terkena mukanya, dua orang ini menjadi gusar,
keduanya berlompat ke tengah, berniat menyerang. Sambil
berlompat maju, mereka mengasih dengar seruan mereka
yang nyaring. "Aturan apa ini?" Teng Kian Goan berteriak. "Kalau orang
mau piebu, pakailah aturan! Kenapa mesti berlaku seperti
caranya buaya-buaya darat?"
Orang tua ini habis sabar sebab sedari tadi sia-sia belaka
ikhtiarnya untuk meredakan suasana.
"Baik!" berseru Khouw Tay Yu, "Semua diam, jangan
sembarang bergerak! Aku hendak membalas sakit hatinya Tio
Pangcu tetapi Cee Chungcu mau melindungi isterinya, maka
itu sekarang biarlah aku melayani Cee Chungcu untuk
memastikan menang dan kalah!"
Belum lagi Sek Kiu menyahuti, untuk menerima tantangan,
Ciang Hee telah mendahuluinya. Kata nona ini, yang maju ke
depan: "Binatang, kau tidak tepat untuk piebu dengan ayahku,
maka itu biarlah nonamu saja yang memberi pengajaran
padamu!" Khouw Tay Yu memang panas hatinya sebab si nona
memanah jidatnya, disebabkan si nona dari tingkat muda, ia
malu untuk menantangnya, sekarang si nona yang maju
sendiri, bahkan orang omong besar, menjadi ada alasan untuk
ia melayaninya. Maka ia berseru: "Baiklah! Kau majulah
bersama-sama ayahmu!"
Ciang Hee tertawa dingin. "Perlu apa tidak kau membalut
dulu jidatmu?" ia tanya.
Si nona sengaja menanya demikian, untuk menghina
musuh itu yang membuka mulut besar, untuk membuat orang
mendongkol. Menghadapi kejadian itu, Cee Sek Kiu menjadi bimbang
hatinya, la adalah tuan rumah, ia mesti memegang derajat.
Khouw Tay Yu itu benar ada pangcu dari sebuah partai tetapi
dia bukanlah orang utama dari pihak sana, ia merasa tidak
tepat ia yang melayani. Sebaliknya, kalau ia tidak turun
tangan, ia berkuatir untuk gadisnya. Mana bisa Ciang Hee
melawan pangcu itu"
Sedangnya begitu, Cui Hong lompat maju.
"Untuk menyembelih ayam buat apa memakai golok
kerbau!" katanya jumawa. "Khouw Toako, biarlah aku yang
mewakili kau menghajar budak cilik ini!"
Khouw Tay Yu melihat Cee Sek Kiu eelah mengundurkan
diri, ia terpaksa turut mundur juga, ia membiarkan Cui Hong
yang melawan Ciang Hee.
Maka dua orang itu lantas berdiri berhadapan. Senjata Cui
Hong ialah sepasang poankoan pit, alat semacam alat tulis
Tionghoa, yang kegunaannya terutama untuk menotok jalan
darah, sedang Ciang Hee menggunai busur.
"Kau tetamu, maka aku suka membiarkan kau menyerang
lebih dulu tiga jurus!" berkata si nona kepada lawannya.
Ciang Hee telah terdidik ayah dan ibunya maka juga
walaupun usianya masih muda, ia mengenal baik aturan kaum
kangouw. Tindakannya ini pun ada cara untuk memegang
derajat kaum Rimba Persilatan. Pula, karena sikapnya yang
tampan, ia mendatangkan rasa hormat dari para hadirin,
hingga tidak ada yang berani tertawa atau bersenyum untuk
mengejek padanya.
Sebagai hupangcu, ketua muda, dari satu partai, Cui Hong
pun berkenamaan, dari itu mana sudi ia diperhina, seorang


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bocah wanita" Sebenarnya ia tidak suka si nona mengalah
untuknya, tetapi si nona telah menggunai alasan aturan
kangouw itu, ia telah didesak sampai di pojok, ia menjadi tidak
bisa berbuat lain.
"Baiklah!" katanya, tertawa dingin. "Sehabisnya tiga jurus,
kau bersiaplah untuk menukar orang!"
Dengan kata-katanya ini Cui Hong mau mengatakan, di
dalam tempo tiga jurus, ia pasti akan dapat merobohkan si
nona. "Jangan banyak omong yang tidak keruan!" berkata Ciang
Hee, romannya bengis, sedang busurnya disiapkan di depan
dadanya. "Aku telah bersedia untuk menerima hadiahmu!"
Cui Hong tertawa dingin. Ia tidak menjawab lagi hanya
kedua tangannya, ialah kedua senjatanya, dipentang ke kiri
dan kanan, untuk segera menotok jalan darah kiebun hiat di
iga kiri dan kanan si nona. Gerakannya itu sebat luar biasa.
Pantas ia merasa sanggup menjatuhkan si nona dalam tempo
tiga jurus. Ciang Hee tidak menangkis serangan itu, hanya sambil
mendak ia berkelit, lincah sekali gerakannya.
"Ha, kiranya kau sangat gesit!" pikir Cui Hong, yang masih
tetap memandang enteng lawannya ini, lalu ia meneruskan
serangannya, guna menyusul si nona, guna mendesak.
Ciang Hee seperti juga telah mendapat duga akan gerakan
susulannya lawannya itu. Mendadak saja ia membuka
mulurnya meniup ke arah muka si lawan.
Senjata rahasia Keluarga Yo telah terkenal lama dalam
dunia kangouw, Cui Hong pun mengetahuinya, maka ia
menduga si nona mau menggunai senjata rahasianya itu,
mungkin bweehoa ciam, jarum "bunga bwee", maka ia lantas
mundur. Nona Cee tahu ia bakal terdesak, maka ia meniup itu. Ia
tidak menggunai senjata rahasia, ia cuma menggertak, maka
juga selagi lawan mundur, ia lompat mundur juga untuk
menggunai ketikanya yang baik akan menyingkir dari hadapan
lawan itu. "Budak cilik, kau menggunai akal licik!" kata Cui Hong
mendongkol. Ciang Hee tertawa.
"Aku telah membilang akan tidak membalas menyerang,
apakah aku telah tidak membuktikan perkataanku itu?" ia balik
menanya. Memang, kecuali membuka mulutnya, nona ini tidak
membalas menyerang.
Cui Hong mendongkol tidak kepalang. Tiba-tiba saja ia
maju dengan jurusnya yang ketiga. Ia menyerang dangan
poankoan pit kiri dengan poankoan pit kanan disiapkan untuk
susulannya. Ia mau menanti, begitu lekas si nona berkelit, pit
kanan akan membarengi menyerang dengan jalan darah
yongcoan hiat sebagai sasarannya.
Ciang Hee benar-benar cerdik. Atas serangan itu, ia tidak
berkelit nyamping atau mundur, sebaliknya, ia mendekam
dengan lincah sekali, sembari mendekam, ia mengajukan
busurnya. Maka tepat kedua senjata beradu satu dengan lain
dengan memperdengarkan suara nyaring. Justeru suara itu
mendengung, si nona lompat mundur!
Cui Hong telah menanti, ia mau berlompat, guna
menyerang. "Tahan!" Teng Kian Goan berteriak. "Tiga jurus sudah
lewat! Nona Cee, kau boleh tidak usah mengalah lebih jauh!"
Dengan sangat terpaksa, Cui Hong menarik pulang tangan
kanannya itu. Dengan begitu batallah serangannya, yang baru
setengah jalan. Seruannya Kian Goan membuatnya berhenti di
tengah jalan itu. Sebagai seorang kenamaan, ia tidak mau
membantah. Ia mengawasi Si nona, yang menunjuki sikap
jumawa. Kata Ciang Hee: "Tidak usah menukar orang! Tetap akulah
yang piebu denganmu!"
"Kau maju!" Cui Hong membentak. Ia gusar tetapi mesti
menahan hawa marah. Ia baru membuka mulutnya atau
busurnya si nona sudah bekerja dan sebiji pelurunya
menyambar ke arah nadinya.
Ciang Hee telah menggunai ilmu memanahnya dengan
peluru yang ia mewariskannya dari kakek luarnya yaitu Yo
Tiong Eng. Itulah ilmu panah yang dinamakan "Kimkiong
Sippat Ta" atau "Delapan belas jurus panah emas".
Cui Hong jauh terlebih gagah dari Ciang Hee, ia dapat
berkelit dari serangan pertama itu, akan tetapi setelah si nona
menyerang ia secara berantai, ia menjadi repot sekali.
Kang Lam menyaksikan pertempuran ramai itu, ia gembira
sekali, maka ia menyesal bukan main yang ia tidak dapat
berteriak-teriak dengan pujiannya...
Hanyalah, meski ia pandai memanah, latihannya Ciang Hee
masih belum sempurna, maka itu selewatnya lima puluh jurus,
ia menampak mulai terdesak, dan Cui Hong, dengan sepasang
poankoan pit-nya, merangsak padanya, hingga terpaksa ia
mesti mengandal pada ilmunya ringan tubuh, akan sabansaban
berlompat berkelit, setiap kali ia berkelit, baru dapat ia
membalas menyerang dengan pelurunya.
Syukur untuk Cui Hong, ia pun ada satu ahli tukang totok,
maka tahulah ia bagaimana harus melindungi jalan darahnya
dari peluru si nona. Setiap kali peluru datang, ia tangkis atau
kelit. Adalah semula tadi, ia lebih banyak berkelit sebab ia
tengah didesak.
Para penonton menjadi menonton dengan kekaguman.
Ruang pesta itu penuh dengan kursi meja, kalangan
pertempuran tak lebih dari dua tombak persegi, maka itu,
disitu Cui Hong dan Ciang Hee mesti mengadu kepandaiannya,
disitu keduanya mesti berlompat atau berkelit setiap kali salah
satu pihak memberondong atau mendesak. Jikalau sangat
terdesak, Ciang Hee terpaksa menggunai busurnya menangkis
serangan. Sementara itu, karena seringnya menyerang, peluru si nona
sudah hampir habis.
Kang Lam di tempat sembunyinya sibuk sendirinya.
Beberapa kali peluru menyasar ke arahnya, menghajar papan
alingan sembunyinya, la takut peluru nanti menyasar ke
tubuhnya sedang ia tidak mampu menangkis atau berkelit. Ia
juga memikirkan si nona, yang keteter itu...
Untuk para hadirin, menyambar-nyambarnya peluru tidak
menjadi soal. Benar mereka menonton tetapi mereka
menonton dengan waspada dan siap sedia. Sebagai penonton,
maka mereka juga jauh terlebih awas. Demikian, asal peluru
datang, mereka berkelit atau menangkis. Bahkan Cek Ho
Ciang mau membanggakan keliehayannya, ia menyambuti
peluru dengan jepitan sumpitnya, setiap peluru ia letaki
berbaris di atas meja!
Teng Kian Goan melihat Ciang Hee terdesak hebat, ia
menunggu sampai seratus jurus, ia lantas berkata nyaring:
"Kamu berdua sudah bertempur seratus jurus lebih, maka
baiklah kamu mengundurkan diri, untuk memberi ketika
kepada rombongan yang nomor dua!" la maksudkan supaya
semua orang bergilir.
Atas usul itu, Cui Hong tidak mengasih dengar suaranya
setuju atau menolak.
Ciang Hee pun tidak mau mundur. Ia hendak mentaati
pesan ibunya, yang berkata padanya: "Jangan kau merusak
nama baik Keluarga Yo!" Maka ia melanjuti perlawanannya,
masih ia menyerang dengan pelurunya, sampai mendadak ia
terkejut sendirinya. Inilah sebab ia mendapat kenyataan,
peluru tinggal dua butir lagi!
Cui Hong mengejar justeru orang kaget itu. Gerakannya si
nona menjadi ayal sendirinya. Ia kaget menampak musuhnya
datang dekat. Tapi ia mendapat akal. Ia lantas berpura-pura
terpeleset, kakinya nyerosot ke depan, selagi nyerosot, ia
menyerang ke belakang, pelurunya mengarah jalan darah
yangpek-hiat. Cui Hong bermata celi dan sebat, ia dapat menyampok
peluru itu. Tapi segera juga datang peluru yang kedua. Ia
menduga serangan ke jalan darah tayyang hiat, ke
pempilingannya, maka lekas-lekas ia tunduk.
Ciang Hee memang mengarah jalan darah di pempilingan
itu, akan tetapi ia cerdik, ia menggunai akal, selagi memanah,
ia menggeser sedikit arahnya, maka itu justeru lawannya
berkelit, pelurunya justeru mengenai tepat, kepada jidat Maka
tidak dapat ampun lagi, di jidatnya ketua muda Cin San Pang
itu lantas terlihat tapak hitam dari peluru itu, dari darah mati!
Teng Kian Goan melihat kesudahan itu, ia lantas berteriak
menanya bukankah piebu itu sudah boleh disudahi"
"Inilah pertempuran! Mana dapat pertempuran disudahi?"
berteriak Cui Hong yang sangat gusar.
Memang juga piebu itu tanpa syarat atau janji, maka kalau
satu pihak tidak sudi mengalah, tidak dapat itu dibikin habis
sampai disitu. Ciang Hee juga tidak mau mengalah, hasilnya barusan
membuat nyalinya bersemangat.
"Baiklah!" serunya, menyambut tantangan. "Jikalau kau
tidak sudi, mengaku kalah, mari kita bertempur terus!"
Mendengar itu, Sek Kiu menggeleng kepala. Biar
bagaimana, berkuatir untuk anaknya itu.
Ciang Hee menduga, setelah kemenangannya itu, lawan
pastilah akan kalah semangat. Dugaannya ini nyata keliru.
Sebaliknya, Cui Hong jadi semakin garang. Ketua muda Cinsan
Pang ini mirip dengan harimau yang terluka, yang menjadi
semakin galak dan tangguh, sepasang poankoan pit-nya
menyerang hebat tak hentinya. Maka ia lantas kena terkurung.
Syukur untuknya, karena mahirnya ilmunya enteng tubuh, ia
masih dapat berkelit-kelit dengan lincah. Cuma 'sekarang ia
terdesak hingga kalangannya menjadi ciut.
Yo Liu Ceng melihat nyata pertempuran itu, ia bergelisah.
Tidak bisa ia menteriaki puterinya menyuruh si puteri
mengaku kalah. Ia pun tidak mempunyai alasan untuk maju,
guna menggantikan tanaknya itu. Biar bagaimana, Cui Hong
ialah orang dari kelas dua, kalau ia maju, ia akan
mendatangkan tertawaan orang, ia bakal dihina. Maka ia
menjadi seperti semut di atas kwali panas, ia cemas
sendirinya. Masih ada seorang lain, yang kekuatirannya bahkan
melebihkan kekuatirannya Nyonya Cee Sek Kiu ini. Dialah
Kang Lam si bocah yang mendekam di atas papan pian-gok.
Di dalam hatinya dia berteriak celaka berulang-ulang, sebab
dia tidak bisa turun untuk membantui si nona. Di depan dia,
Ciang Hee piasih terus didesak Cui Hong, "bahkan paling
belakang sepasang poankoan pit orang she Cui itu
"mengancam hebat, yaitu poankoan pit kiri mencegah
bergeraknya busur, poankoan pit kanan siap akan
menghajar... Mendadak Kang Lam merasakan belakang lehernya seperti
tertiup angin dingin sekali, ia menjadi begitu kaget hingga ia
berteriak, lantas tubuhnya terguling jatuh dari tempatnya
sembunyi itu. Tentu saja ia menjadi sangat kaget. Tapi ia lebih
kaget, atau lebih benar, ia girang luar biasa, ketika ia
merasakan ia dapat menggeraki kaki tangannya yang
semenjak tadi seperti mati. Pula sungguh kebetulan, ketika ia
jatuh itu, Cui Hong berada di bawahnya, maka berbareng
jatuh, kakinya menjejak!
Cui Hong kaget bukan main, ia juga merasakan sakit, tanpa
merasa, ia berkaok-kaok, sedang tubuhnya mendak
sendirinya. Di dalam keadaan seperti itu, sudah ia batal
menyerang Ciang Hee, ia juga tidak sanggup membela diri. Ia
telah memikir untuk menyerang kepada "pembokongnya" itu
akan tetapi ia kalah sebat, ia baru memikir, belakang lehernya
sendiri di mana ada jalan darah thiancu hiat sudah didului
ditotok. Maka terlepaslah kedua senjatanya, maka robohlah
tubuhnya, rebah di lantai tanpa berdaya..
Dengan jatuhnya Kang Lam dari atas pian-gok, seluruh
ruang menjadi gempar.
Ciang Hee segera mengenali anak muda itu, ia heran bukan
main. "Eh, bagaimana caranya kau datang kemari?" ia tanya.
Kang Lam tertawa.
"Bukankah aku telah membilangi kau, jikalau kau
mempunyai urusan apa-apa, kau baik mencari aku?" sahutnya.
"Sekarang ini kau lagi bertempur, hatiku goncang tidak
hentinya, Maka itu aku lantas datang kemari untuk membantui
kau!" Ia mengulur keluar lidahnya, ia mengasih lihat roman
Jenaka. Nona Cee menjadi tertawa.
"Kau orang aneh!" katanya. "Kau lucu!"
Di dalam hatinya. Kang Lam tahu, si orang aneh bukannya
ia hanyalah orang yang secara diam-diam membawa ia ke
tempat pesta Hongbun Hwee itu, yang dengan mendadak
membebaskan ia dari kekangan totokan, hingga sekarang ia
bisa turun dari atas pian-gok dan dapat bergerak dengan
merdeka. Ia pun merasa aneh tidak dapat melihat si aneh itu.
Entah di mana sembunyinya dia. Diakah Kim Sie Ie" Atau
bukan" Selagi Ciang Hee dan Kang Lam memasang omong, pihak
Cek Tat Sam gusar bukan main, sampai ada yang mencaci.
Pertempuran telah menjadi berhenti sendirinya sebab Cui
Hong roboh tanpa berdaya.
"Inilah dia si binatang!" si gemuk segera mengasih dengar
suaranya, sengit. "Dia... dialah yang mencekek mati pada Tio
Pangcu!" Khouw Tay Yu menjadi sangat gusar hingga ia berlompat
maju melewati banyak kawannya.
"Bekuk dia! Tanya dia, siapa yang menitahkannya! Tanya
dia, mengapa dia datang mengacau!" demikian yang lainlainnya
mementang mulut.
Kang Lam menginsyafi keadaan, maka ia tidak melayani
lagi Ciang Hee bicara, lantas ia membungkuk untuk
mengangkat tubuhnya Cui Hong, yang ia terus lempar ke
kalangan dia itu. Ia hanya kata: "Tuan kecilmu datang ke mari
untuk memberikan bantuannya! Binatang ini tidak dapat
menahan satu totokanku, habis siapa yang harus
dipersalahkan" Apakah kamu mau melunak semua untuk
mengepung aku" Baiklah, aku tidak takut!"
Sebenarnya Kang Lam jeri tetapi Ciang Hee ada di
dampingnya, ia jadi nekat. Ia pikir: "Biarnya aku kena


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dikeroyok mereka, aku tetap menjadi seorang kosen!"
Tetapi orang banyak itu heran " " heran atas cara
datangnya, heran atas sikapnya yang tenang dan berani ini,
yang acuh tak acuh untuk suasana panas itu, yang dapat
membahayakan dia. Mereka pun heran karena bocah ini tidak
ketahuan asal-usulnya. Maka itu, tidak ada yang berani
sembarang maju kecuali Khouw Tay Yu seorang.
Cek Tat Sam dalam kesangsian-nya melotot mengawasi
muridnya. "Adakah bocah ini yang menganiaya kau?" ia tanya.
Si gemuk takut didamprat gurunya itu, dengan cerdik ia
menjawab: "Tio Pangcu pun dalam beberapa jurus saja kena
dicekek dia! Ya, ilmu totoknya liehay luar biasa!..."
Kang Lam mendengar suara si gemuk itu, ia girang bukan
main. Ia lantas mengangkat kedua tangannya kepada orang
itu, untuk memberi hormat.
"Terima kasih, engko yang baik, kau telah mengangkat
aku," katanya. "Baiklah, kalau lain kali kau berbuat salah pula
terhadapku, tidak nanti aku menghajar padamu!"
Khouw Tay Yu tidak dapat menahan sabar lagi.
"Kenapa kau membunuh secara menggelap pada Tio
Toako-ku?" ia membentak.
Sebenarnya Kang Lam sudah memikir buat menyangkal ia
membunuh Tio Tiat Han akan tetapi sesaat itu ia pikir pula;
"Orang aneh itu, dia Kim Sie le atau bukan Kim Sie Ie, dia
tetap telah berbuat baik padaku, maka itu, kenapa aku mesti
beber rahasianya" Baiklah aku mengaku saja..." Maka dengan
nyaring, ia menyahut: "Eh, sahabat, kau omong sembarang
saja! Tio Tiat Han itu bertempur secara terang-terang dengan
aku, dia telah kena aku cekek hingga binasa, kenapa kamu
membilangnya aku membokong dia" Siapa suruh dia
berkepandaian bangpak?"
"Jadinya kaulah yang liehay?" bentak Tay Yu. "Baik, mari
kau tempur aku! Mari kita pakai aturan Rimba Persilatan, kita
bertempur satu lawan satu, sampai ada yang mati dan hidup!
Para hadirin bolehlah menjadi saksi, aku bukannya hendak si
besar lawan si kecil, aku hanya hendak membalaskan sakit
hatinya Tio Toako-ku itu yang terbinasa secara menyedihkan!"
Tay Yu bukan menyebutkan bertempur untuk memutuskan
siapa menjadi jago hanya supaya ada yang mati dan hidup, itu
tandanya dia sudah bertekad mengambil jiwa si anak muda.
Ciang Hee berkuatir. Ia tahu Khouw Tay Yu ada orang
kosen kelas satu untuk wilayah Shoatang, dia beda apabila
dibanding dengan Cui Hong, akan tetapi selagi ia mau minta
ayahnya turun tangan, Kang Lam sudah menyambut
tantangannya Tay Yu sambil tertawa. Katanya: "Tukang
restoran tidak takut pada tetamunya yang perutnya gendut,
maka itu apa orang yang datang kemari untuk memberikan
bantuannya takut untuk berkelahi" Tuan, kau she apa"
Baiklah, aku akan terima pengajaran d arimu!"'
Selagi Tay Yu mengadu mulut, orang-orang undangannya
Tat Sam justeru mengerubungi si gemuk untuk minta
keterangan duduknya hal Tio Tiat Han terbinasa di tangannya
si bocah. Atas itu si gemuk, dengan aksi yang baik,
menuturkan segala apa yang dia tahu, bahkan dia melebihlebihkan,
hingga orang menjadi gusar, hingga mereka pada
berkaok-kaok mencaci.
Khouw Tay Yu juga dapat mendengar ceritanya si gemuk
itu, tetapi ia tidak memperdulikannya, justeru ia hendak
menyuruh si bocah maju. ia kembali ditanya Kang Lam: "Tuan,
kau she apa?" Sikapnya Kang Lam pun manis sekali.
"Aku she Khouw, namaku Tay Yu!" ia menyahuti terpaksa.
"Kau ingat baik-baik namaku ini! Sebentar kau boleh pergi
mengadu kepada Giamloo Ong! Nah, kau hunuslah senjatamu,
untuk kau terima binasa!"
Ketika Kang Lam berangkat dari rumah, Tan Thian Oe tidak
memberikan dia pedang, sebab dia dikuatir nanti menerbitkan
onar, dia hanya dibekali sepotong pisau belati, maka itu,
waktu dia melihat tongkatnya Khouw Tay Yu yang panjang
dan besar, dia pikir baiklah dia tidak menggunai pisaunya itu
hanya baik dia berkelahi dengan tangan kosong. Begitulah
atas kata-kata tersebut dari orang she Khouw itu, dia bersikap
ramah tamah, sembari tertawa dia berkata: "Aku ini, selama
aku tidak bertempur secara resmi, aku biasanya tidak
mempergunakan senjata. Kau pun baiklah ingat, aku dipanggil
Kang Lam. Ialah Kanglam yang indah di musim semi! Kau juga
jangan kuatir, tidak nanti aku menghajar mampus padamu,
dari itu sengaja aku menyebutkan namaku ini agar di belakang
hari dapat kau mencari aku guna menuntut balas!"
Kang Lam dapat bersikap begini karena ia mendapat
pimpinan Thian Oe yang lemah lembut, tetapi keramah
tamahannya ini justeru membangkitkan marahnya Khouw Tay
Yu, yang merasa dirinya dipermainkan.
"Ini artinya kau cari mampusmu sendiri!" bentaknya seraya
segera mengemplang dengan tongkatnya.
Diserang secara demikian. Kang Lam berkelit sambil
berlompat, sedang mulutnya berkaok: "Oh, ibu! Kau
menghendaki jiwaku!"
Gagal serangannya Tay Yu itu. hingga ia menjadi
mendongkol. Kelincahannya Kang Lam ini adalah hasil pelajaran yang ia
terima secara mencuri dari Thian Oe dan Yu Peng, di waktu
suami isteri itu berlatih. Ia cerdik, ia dapat menyangkok
dengan baik. Itulah salah satu jurus dari Pengcoan Kiamhoat,
atau ilmu Pedang Sungai Es.
Dalam gusarnya, Tay Yu menyerang pula.
Kang Lam berlaku tabah. Kembali ia berkelit dengan lincah.
Karena ia main berkelit, ia nampak lucu, hingga ada orangorang
di pihak Tat Sam yang tertawa. Hanya Tat Sam yang
bercekat hatinya, hingga dia pikir: "Benar-benar bocah ini luar
biasa. Benarkah dia liehay sekali dan sengaja datang kemari
untuk mengacau aku?"
Mukanya Khouw Tay Yu menjadi merah. Dua kali ia gagal
dan kali ini kupingnya mendengar orang riuh tertawa, la
menjadi malu, dari malu, ia menjadi penasaran. Maka ia
menyerang pula, saling susul, dengan gencar sekali.
Kang Lam tidak dapat menandingi jago tua itu, untuk
melawan terus, ia mengandal pada kelincahannya. Selalu ia
berkelit. Nyata ia berhasil menolong diri dari setiap serangan.
Maka, melihat aksinya itu, beberapa orang telah mengasih
dengar pujiannya.
Dalam sengitnya, Khouw Tay Yu menyerang terus, hingga
akhirnya dia membikin Kang Lam bingung juga, hingga ia pikir
kali ini habislah ia...
Di saat Khouw Tay Yu seperti mengamuk itu, mendadak ia
merasa lengannya sakit nyelenit seperti digigit semut, nyeri
sedikit, tetapi itu sudah cukup membuat tongkatnya nyasar.
Kang Lam tengah kaget ketika ia mendapatkan tongkat
turunnya luar biasa. Berbareng dengan itu, dengan matanya
yang celi, ia melihat air mukanya Tay Yu berubah, sedang
tubuh orang sedikit limbung. Tongkat yang liehay itu lewat di
samping pundaknya, la sangat cerdik segera ia menggunai
ketikanya, segera ia menyerang, menotok dadanya si lawan,
di jalan darah soankie hiat.
Telak totokan itu maka tubuh besar dari Tay Yu roboh
lantas bagaikan ambruknya sebuah pohon kayu yang besar.
Sebenarnya Tay Yu merasa bahwa ia mestinya telah kena
orang bokong akan tetapi ia roboh dengan mulutnya sudah
tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi.
Pihak sana kaget lantas ada yang maju, untuk mengangkat
tubuh Tay Yu, guna sekalian ditotok, untuk membebaskan dia,
tetapi usaha mereka itu tidak memberi hasil, sebab totokan
Kang Lam ada totokan ajarannya Kim Sie Ie totokan istimewa
itu tidak dimengerti oleh lain orang.
Cek Tat Sam lantas mendapat tahu Khouw Tay Yu tertotok
jalan darahnya soankie hiat, untuk menotok bebas mestinya di
lain arah, maka ia lantas mencoba menolongi.
Tapi ia gagal. Dengan tidak dibebaskan, Tay Yu menderita
hebat, begitu ia ditotok, begitu ia merasa sakit, sebagaimana
terlihat mukanya meringis-ringis, ketika ia mengeluarkan
keringat, keringatnya itu dingin sekali.
Tat Sam menjadi sangat kaget hingga ia berdiri diam.
Kang Lam menyaksikan segala usaha orang itu, ia
mengawasi dengan tenang. Kemudian ia tertawa
"Aku sudah bilang aku tidak menghendaki jiwanya, maka
itu selewatnya dua belas jam, dia bakal bebas sendirinya!
Perlu apa kamu bergelisah tidak keruan" Tapi ingat, jikalau
kamu paksa hendak menolongi dia dengan menotok kalang
kabutan, kamu nanti membikin dia binasa! Kalau itu sampai
terjadi, kamu harus bertanggung jawab sendiri, jangan kamu
persalahkan aku!"
Tat Sam menjadi gusar, hingga ia memikir untuk turun
tangan sendiri guna menghajar bocah ini, tetapi nyatanya, ia
didului lain orang.
Kang Lam melihat, yang maju ialah seorang pelajar yang
bibirnya merah dan giginya putih, yang romannya tampan,
gerak-geriknya pun halus. Dia memegang sebatang kipas.
Sambil bersenyum, dia lantas menegur: "Saudara kecil, ilmu
totokmu benar-benar luar biasa. Marilah, aku menerima
pelajaran dari kau!"
"Maaf," berkata Kang Lam, yang menghunjuk hormatnya
karena sikap orang yang manis itu, "pelajaran aku si Kang
Lam adalah pelajaran kasar. Aku mengharap kaulah,
siangkong, yang memberi petunjuk padaku."
Kang Lam berlaku hormat karena ia menyangka ia lagi
berhadapan sama seorang pelajar yang terhormat, tidak
tahunya pelajar di hadapannya ini justeru ada Touw Peng si
tukang petik bunga yang kesohor telengasnya, sedang
kipasnya itu adalah senjatanya peranti menotok jalan darah.
Untuk di lima propinsi Utara dialah salah seorang kenamaan
termasuk kelas satu. Dia melihat ilmu totok Kang Lam aneh,
dan gerakannya tapinya lambat, maka dia percaya, dia
sanggup melawannya, dari itu, dia keluar menghadapinya,
supaya dia bisa mengangkat nama di depan orang banyak.
Di antara orang-orang undangannya Yo Liu Ceng ada
seorang jago tua, Kwee Ciong Liong namanya. Ialah seorang
yang sangat membenci perbuatan busuk, maka itu melihat
Touw Peng, yang ia tahu siapa adanya, hatinya jadi panas. Ia
lompat bangun seraya berkata nyaring: "Bangsat hina dina
kenapa bercampuran sama kita disini?"
Touw Peng tidak gusar, bahkan dia tertawa.
"Kwee Looyacu!" katanya. Ia pun mengenali jago tua ini.
"Aku tidak mengganggu anak gadismu, mengapa kau tidak
keruan-keruan mengumbar adatmu?"
Ciong Liong tidak menyahuti, hanya ia menggeprak meja
keras sekali dan kumisnya yang ubanan pun seperti bangun
berdiri. "Saudara kecil, kau mundur dulu!" ia kata pada Kang Lam.
"Biarlah aku yang memberi pengajaran kepada ini penjahat
cabul!" "Tetapi ini saudara kecil telah menerima baik hendak mainmain
dengan aku!" kata Touw Peng, membelar. "Kwee
Looyacu, kau orang yang mengerti aturan, aku harap kau
tidak mengacau disini! Aku berjanji, habis ini aku nanti
melayani kau."
Kang Lam terkejut mendengar Touw Peng satu penjahat
cabul. "Dia begini tampan, kenapa dia justeru telur busuk..."
pikirnya. "Pantas kongcu sering membilang, manusia tidak
bisa dilihat dari romannya, seperti air laut tidak dapat
ditakar..."
Touw Peng berlaku sabar terhadap Kwee Ciong Liong
karena ia hendak mencegah bangkitnya kemarahan para
hadirin, sungguh berbahaya bila orang semua bergusar
padanya. Pula ia tahu, pihaknya Cek Tat Sam membenci
sangat si bocah, maka ia hendak menggunai ketikanya yang
baik Ia kata di dalam hatinya. "Bocah ini mau ditawan, supaya
pihak Tat Sam dapat menuntut balas, maka baiklah aku
mendahului merobohkan dia. Tua bangka she Kwee ini benar
liehay tetapi belum tentu dia dapat mengalahkan aku,
sebentar saja aku layani dia. Asal aku dapat menangkan dua
giliran, yang ketiga aku boleh tampik. Jikalau aku memakai
aturan, siapa bisa menentang aku?" Maka itu, ia memberi
hormat pada Kang Lam, sambil tertawa, ia berkata: "Saudara
kecil, kau majulah!"
Kang Lam membalas hormatnya. Biar ia pun membencinya,
ia tidak bisa berlaku kurang ajar. Pula Thian Oe pernah
mengajari ia: "Kalau orang menghormati kau satu kaki, kau
membalasnya satu tombak. Itu dia yang dibilang, ada
kehormatan harus dibalas." Maka ia berkata: "Aku lebih muda,
kau terlebih tua, baik kaulah yang mulai pengajaran
kepadaku."
"Kau sungkan, saudara kecil!" kata Touw Peng manis.
Hanya, belum lagi suaranya itu berhenti, kipasnya sudah
dipakai menotok, cepatnya luar biasa, bagaikan kilat
menyambar. Penyerangan itu di luar dugaan, biarnya ia bermata awas
dan gesit, Kang Lam toh kena dibokong, maka tepat jalan
darah hoatjie hiat di iga kena ditotok, hingga ia roboh seketika
juga, sampai ia tidak keburu bersuara lagi.
Ciang Hee kaget hingga ia menjerit.
Kwce Ciong Liong gusar sekali, ia menggeprak meja sambil
mendamprat. Cee Sek Kiu dan Yo liu ceng tidak kurang kagetnya, hingga
mereka berjingkrak.
Touw Peng berlaku tenang sekali, dengan halus ia menjura
ke empat penjuru.
"Inilah piebu, di dalam piebu, mesti ada yang terluka atau
terbinasa, maka itu kenapa siaute disesalkan?" katanya. Ia
tidak merasa malu bahwa ia telah membokong itu. la baru
menutup mulutnya, atau ia merasakan angin menyambar di
belakangnya, hingga ia kaget, atau segera ia mendengar
tertawanya Kang Lam yang terus berkata: "Kau benar! Kau
benar! Siaute pun berpikir sama denganmu!"
Touw Peng tengah membelakangi Kang Lam, maka ia tidak
menyangka sama sekali lawannya yang sudah pingsan terkena
totokannya itu telah mendapat pulang kebebasannya, bahkan
sekarang ialah yang dibalas dibokong. Tengah ia kaget, jalan
darahnya kianceng hiat telah tertotok hebat, bahkan ia
merasakan sangat sakit hingga ia menjerit keras, menyusul


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mana, tubuhnya roboh terguling, kesadarannya lenyap
bersama! Kembali orang menjadi kaget. Tetapi orang tidak bisa
membilang apa-apa, sebab si penjahat cabul sendiri baru saja
membilang, di dalam piebu, orang dapat terluka atau
terbinasa. Pihaknya Cek Tat Sam lantas maju untuk menyingkirkan
Touw Peng itu, untuk menolongi, kemudian-dia dapat
disadarkan akan tetapi dia terus menjadi orang bercacad
karena tulang selangkanya telah remuk, hingga tak dapat dia
menyembuhkannya pula hingga dia memperoleh kembali
kepandaiannya. Selama dipimpin oleh Hong Sek Toojin, Kang Lam berhasil
mempelajari apa yang dinamai "Tianto hiattoo", atau ilmu
membikin jalan darah jungkir balik, maka juga ketika ia kena
dibokong Touw Peng hingga ia tidak berdaya lagi, terpaksa ia
menggunai ilmunya ini yang luar biasa, benar ia telah tertotok,
ia melainkan merasai gatal, setelah itu, ia segera menggunai
akal berpura-pura roboh dengan pingsan, lalu di saat Touw
Peng beraksi, ia berlompat bangun seraya membalas
membokong juga. Tentu saja ia menyerang dengan membayar
bunganya sekalian, hingga Touw Peng menemui
kemalangannya itu, Ketika melayani si Kang Lam menghajar
musuhnya, si penjahat cabul yang bertingkah sebagai seorang
pelajar, yang telah berkelahi dengan cara main bokong.
Ketika melayani siigemuk. Kang Lam telah menggunai
tipunya ini. Si gemuk menyaksikan itu, dia bercuriga, meski
demikian, sebab dia benci Touw Peng, dia diam saja. Kalau dia
memberi kisikan, mungkin si penjahat cabul ketolongan.
Selagi semua orang heran hingga mereka saling
mengawasi, Cek Ho Ciang mengawasi Chong Leng Siangjin
dan berkata: "Bocah ini luar biasa, setahu dia murid siapa..."
Chong Leng Siangjin tidak menyahuti, dia masih membulakbalik
tangan besi. Kang Lam girang sekali. Kali ini ia menang karena
kecerdikannya sendiri.
Kwee Ciong Liong yang tua memberi hormat kepada si
anak muda seraya ia berkata: "Kau telah memusnahkan ilmu
silatnya si penjahat cabul, itulah sangat menggirangkan semua
orang! Untuk itu aku menghaturkan terima kasihku!"
"Maaf, maaf!" kata Kang Lam lekas-lekas membalas
hormat. "Binatang itu bicara tidak keruan, maka itu,
loosianseng, aku menolongi kau menghajar adat padanya!"
Ciong Liong tertawa terbahak, tangannya mengurut
kumisnya. "Kalau sebentar piebu telah berhasil, kita akan minum
bersama sehingga puas!" katanya. Itulah undangannya.
Sampai disitu Cek Tat Sam membuka jalan di antara
kawan-kawannya, ia menghampirkan Kang Lam seraya
menantang: "Kau berani atau tidak menempur lagi aku satu
giliran?" "Aku ini kalau kerja, aku kerja dari mulanya hingga
akhirnya," menyahut Kang Lam. "Maka kalau aku mengantari
Sang Budha, pasti aku akan mengantarnya sampai di Tanah
Barat! Karena aku datang untuk membantu satu pihak, tidak
ada aturan aku tidak turut bertempur Suka, suka, suka aku
melayani kau!"
Cee Sek Kiu lantas berbangkit.
"Kang Lam!" katanya. "Giliran ini kau mengalah dan
menyerahkannya padaku! Kau sudah bertempur dua kali maka
perlu kau beristirahat dulu!"
Cek Tat Sam ada orang kosen nomor satu untuk propinsi
Shoa-tang, maka itu Cee Sek Kiu berkuatir untuk itu anak
muda. Sekalipun ia sendiri, ia masih ragu-ragu dapat
mengalahkan jago Shoatang itu.
Kang Lam lagi bergembira, ia tidak mau mundur. Bahkan
dia kata: "Dua orang tadi ada bangsa kantung nasi, aku dapat
menang tanpa menggunai tenaga sedikit jua, dari itu tidaklah
perlu aku beristirahat! Sekarang ini aku masih ketagihan
bertempur! Cee Chungcu, aku datang membantu kau dengan
maksudku yang sungguh-sungguh, maka itu jangan kau
melarang aku!"
Sek Kiu kewalahan, ia menggeleng kepala.
Yo liu ceng, yang merasa heran, berkata perlahan pada
suaminya: "Kejadian hari ini luar biasa sekali, maka biarlah
Kang Lam mencoba lagi satu kali..."
Nyonya Yo ini bercuriga sekali, ia menduga mesti ada lain
orang pandai yang membantunya, hanya entahlah, siapa
orang di balik tirai itu...
Cek Tat Sam sudah lantas menghunus goloknya yang besar
dan berkilauan.
"Untuk mendapat kepastian, untuk menyaksikan
kepandaian sejati, baik kita menggunai senjata!" ia berkata.
"Kau memakai gegaman apa?"
Kang Lam tidak memikir untuk menggunai senjata, tetapi
perkataannya Tat Sam membuatnya panas. Bukankah orang
she Cek itu mau mengartikan bahwa tadi ia telah tidak
menggunai kepandaiannya ilmu silat sejati" Tengah ia
bersangsi, Cee Sek Kiu berkata kepadanya: "Kang Lam, disini
sedia delapan belas rupa senjata, pergi kau pilih salah satu
yang paling cocok untukmu!"
Kang Lam menoleh ke arah para-para senjata, mendadak ia
tertawa dan kata: "Tidak usah aku memilih lagi! Ini satu
sangat cocok untukku!" Sekali berkata begitu, ia berlompat
dua tindak seraya sebelah tangannya diulur, maka di lain saat
ia telah dapat mencabut pedangnya si kurus yang berdiri di
samping Tat Sam.
Si kurus itu muridnya Tat Sam, dia datang mendekati
gurunya untuk mengantarkan golok si guru, dia belum keburu
mundur ketika Kang Lam lompat kepadanya. Sama sekali dia
tidak menduga jelek, diapun kalah sebat, maka pedangnya
tercabut tanpa dia berdaya. Dia, seperti semua orang lainnya,
menyangka si anak muda akan memilih senjata di para-para.
Di dalam ilmu silat, dia sebenarnya lebih menang daripada ini
bocah yang sangat cerdas. Tentu sekali dia menjadi sangat
mendongkol, hanya sebab berada di depan gurunya, dia tidak
dapat mengumbar kemurkaannya. Terpaksa dia berdiri diam.
"Anak tolol!" Tat Sam mendamprat. "Mundurlah!"
Tat Sam gusar bukan kepalang, la menyangka sengaja
Kang Lam hendak menghina padanya, maka ia mengibas
goloknya hingga terdengar suara anginnya mengaung.
Ciang Hee terkejut, hatinya ciut. Hebat orang she Cek ini.
Kang Lam tidak menjadi jeri meski juga orang nampak
demikian keren. Ia ingat ketika ia dibawa si orang tidak
dikenal, samar-samar ia mendengar orang membisiki padanya:
"Kau jangan takut, kau bertempurlah dengan hati lega. Aku
tanggung namamu bakal kesohor di empat penjuru lautan!" Ia
menyangka kepada Kim Sie le. Ia pikir: "Kim Sie Ie
membantuku dengan diam-diam, aku tidak usah takut kepada
siapa juga!" Yang membikin ia bingung ialah ia harus bersilat
pedang dengan ilmu apa untuk membikin rahasianya tidak
terbuka sendirinya, sebab ia memang belum pernah belajar
pedang... "Majulah!" Tat Sam berseru sambil ia melintangi goloknya,
siap sedia. Kang Lam terkejut tanpa ia merasa, tapi ia lantas maju,
pedangnya, meluncur ke dada lawan.
Tat Sam juga kaget, sebab begitu ia membuka mulut,
begitu ia diserang, dan diserangnya dengan satu jurus dari
Pengcoan Kiamhoat, ilmu Pedang Sungai Es-ialah ilmu pedang
yang Kui Hoa Seng dan isterinya dapat menciptakan dengan
melihat alirannya sungai es. Kang Lam tidak mengerti ilmu
pedang itu tetapi telah terlalu sering ia melihatnya maka dapat
ia meniru (meniru).
Saking kagetnya, Tat Sam mundur tiga tindak. Di dalam
hatinya ia mengeluh: "Aku tidak menyangka sama sekali
bahwa dialah satu ahli pedang..."
Kang Lam mendapat hati dengan serangannya itu
meskipun ia gagal mengenai sasarannya, ia lantas menikam
pula, dengan jurus "Bintang mengambang".
Dalam kuatirnya, Cek Tat Sam terpaksa menangkis
serangan ini. Ia malu untuk main mundur saja. Hanya ia
menangkis dengan bacokan, ia bermaksud menghalau
tikaman. Kang Lam takut rahasianya terbuka, ia berkelit, dan begitu
bebas, ia menikam pula. Di dalam ini hal, kelincahan tubuhnya
membantu banyak padanya. Hanya kali ini ia menggunai
jurusnya ilmu pedang Cengshia Pay dari Siauw Ceng Hong.
Tat Sam heran. "Ah, mengapa begini campur baur ilmu silatnya bocah ini,"
pikirnya. "Heran, mengapa ia tidak melanjuti jurusnya yang
tadi?" Ia melihat, serangan yang belakangan dari si bocah
rada lambat. Kang Lam menyerang dengan jurusnya Siauw Ceng Hong
itu dengan sengaja, ia baru menyerang separuhnya saja,
tetapi karena ia ditangkis, hampir pedangnya terlepas dari
cekalannya. Syukur untuknya, jago Shoatang itu berkelahi
dengan sangat waspada, tidak berani dia sembarang
mendesak. Di dalam ilmu silat ada apa yang dinamakan "Cui Pat Sian"
atau "Delapan Dewa Mabuk", ilmu itu pernah Kang Lam
menyaksikannya dijalankan oleh Siauw Ceng Hong, pula
pernah ia mengikutinya beberapa jurus, sekarang ia kena
disampok, sudah pedangnya mental, tubuhnya pun terhuyung,
maka lantas ia meneruskan terhuyung-huyung beberapa kali,
mirip gerak-geriknya si pemabukan. Itulah jurus "Suihong
paliu", ialah "Pohon yangliu bergoyang menuruti angin".
Para hadirin menjadi heran menyaksikan bocah ini dalam
sejenak saja telah mengasih lihat ilmu silatnya yang luar biasa
itu. Selagi orang heran dan mengagumi ia, Kang Lam sendiri
menjadi bingung. Ia telah merasakan hebatnya Cek Tat Sam
ini. Kalau Tat Sam tidak kalah hati, mungkin ia sudah roboh,
baru kemudian, setindak demi setindak, Tat Sam mencoba
mendesak. Dalam kuatirnya itu, Kang Lam ingat pula Kim Sie Ie, maka
di dalam hatinya ia kata: "Kau, main-main macam apa ini"
Sekarang saatnya sudah hebat, mengapa kau masih belum
mau membantui aku?"
Cek Tat Sam kemudian menjadi bertambah besar hatinya,
di akhirnya ia mengirim satu bacokan yang hebat.
"Celaka aku!..." Kang Lam mengeluh di dalam hati.
Sekarang baru ia tahu takut.
Untuk bacokannya itu, Cek Tat Sam mengangkat
tangannya. Mendadak ia berbangkis, karena mana, turunnya
goloknya menjadi terlambat, sasarannya tidak tepat.
Melihat demikian, Tat Sam menjadi tidak berani merangsak.
Kang Lam berkelit, tapi ketika ia melihat itu, ia lantas
meneruskan menikam. Dan tepat ia mengenai lengan
lawannya itu, hingga Tat Sam merasakan sangat sakit,
goloknya terlepas.
Mau atau tidak, Cek Tat Sam mengaku kalah Kembali orang
banyak menjadi heran.
Ciang Hee girang hingga ia tertawa tak hentinya.
"Bagus!" adalah teriakannya Teng Kian Goan.
Yo Liu Ceng dan suaminya tergugu saking herannya.
Di pihak Tat Sam, orang semua berdiam, hingga tidak ada
yang lantas maju menantang.
Tat Sam menyesal, mendongkol dan bercuriga. Ketika ia
mau menyerang itu, ia merasakan hidungnya kemasukan
kutu, entah kutu apa, karena itu ia berbangkis, karena mana,
bacokannya gagal dari sasarannya. Di dalam keadaan sebagai
itu, tidak heran yang ia kena tertikam. Ia bercuriga tetapi ia
tidak dapat mencari bukti, sebagai orang kenamaan, terpaksa
ia menyerah. Siapa mau percaya kalau ia membilang orang
telah mencurangi padanya.
Cek Ho Ciang dan Chong Leng Siangjin saling mengawasi.
Chong Leng tidak ada minatnya Turun tangan, ia berkata:
"Hay Jiak Taysu, menurut pandanganku, baiklah piebu ini
disudahi sampai disini,"
"Jadi kita kena ditakuti-takuti bocah yang masih bau susu
ini?" kata Ho Ciang. "Ha! Tidakkah ini lucu?"
"Bukan begitu, taysu," berkata Chong Leng. "Kita bukan jeri
untuk bocah ini! Aku hanya mau percaya, mungkin benar
kakak seperguruanmu telah terbinasa di sungai es..."
"Meskipun demikian, setelah piebu berjalan sampai disini,
sukar untuk menghentikan," kata Ho Ciang penasaran. "Kalau
kita berhenti dan dunia kangouw mendengarnya--artinya kita
dikalahkan oleh satu bocah cilik " " kemana kita meski
menaruh muka kita?"
Chong Leng Siangjin agaknya terdesak, ia menjadi apa
boleh buat. "Baiklah," katanya, tak bersemangat. "Nah, kau cobalah
lagi satu kali, asal kau berhati-hati..."
Ho Ciang masgul sekali. Ia mengundang Chong Leng untuk
menjadi andalannya, siapa tahu pendeta dari Tibet ini justeru
menganjurkan ia menghentikan pertempuran itu, bahkan
menurut nada suaranya, dia seperti kuatir ia nanti dikalahkan
bocah itu. Dari masgul, ia menjadi mendongkol. Ia lompat
maju sambil berseru: "Mari, mari! Mari bertempur sama aku
untuk yang penghabisan kali! Jikalau aku kalah, bukan saja
urusan ini akan habis sampai disini, juga untuk selanjutnya di
dalam dunia kangouw tidak bakal ada namaku lagi!"
Kang Lam merasa lucu melihat orang gusar tidak terkira itu,
tetapi yang lainnya, mereka semua terkejut. Cek Ho Ciang itu
dalam gusarnya, masih ingat untuk mempertontonkan
kepandaiannya, maka setiap tindakan kakinya meninggalkan
tapak. Yo Liu Ceng berkepala besar, akan tetapi, melihat tapak
kaki itu, diam-diam ia mengulur lidahnya. Pula antara sepuluh
tetamu undangannya, terhitung Teng Kian Goan, semua turut
berdiam, tidak ada satu yang berani maju untuk
menggantikan si anak muda.
Kang Lam sendiri tetap tenang. Ia menghadapi si pendeta
seperti kalap itu dan bertanya dengan sabar: "Toahwesio, kau
hendak piebu dengan cara bagaimana" Silahkan kau
menyebutnya, aku si Kang Lam, aku bersedia untuk
mengiringinya."
Ho Ciang tercengang melihat orang demikian tenang,
sedikit pun tidak nampak bocah itu gentar hatinya. Ia merasa,
ilmu silat bocah ini tidak berarti, hanya kecerdikannya yang


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus dimalui. Ia jadi memandang pula sekian lama, akan
akhirnya berkata: "Tunggu sebentar' Dengan Hong Sek Toojin
kau pernah apa?"
Ia lantas ingat halnya barusan, setelah kena ditotok, bocah
ini dapat bebas dan bangun pula, hingga berbalik dia berhasil
merobohkan Touw Peng. la tahu cuma Hong Sek Toojin yang
mengerti ilmu demikian, menutup diri dari totokan. Jadi
mungkin si bocah muridnya imam itu.
Ditanya begitu, Kang Lam sebaliknya menjadi mendongkol.
Ia menjadi ingat halnya ia dipaksa Hong Sek menjadi murid.
"Pernah apa?" sahutnya keras. "Jikalau aku dapat bertemu
dengannya pasti aku akan damprat dia si tua bangka tidak
mau mampus, si siluman bangkotan!"
Kaget Ho Ciang. Itulah jawaban yang ia tidak duga.
"Kalau begitu, dia bukan muridnya Hong Sek Toojin.
Mungkinkah di kolong langit ini ada lain orang yang
mempunyai ilmu totok serupa seperti kepunyaannya imam itu"
Atau mungkin bocah ini benar-benar liehay luar biasa"
Siapakah dia" Bagaimanakah asal-usulnya" Ilmu pedangnya
yang pertama tadi, melihat pun aku belum pernah, itu bukan
ilmu silat Khongtong Pay dari Hong Sek Toojin."
Kang Lam melihat orang masih berdiam saja, ia menuding
dengan telunjuknya ke hidung orang. Ia juga maju mendekati.
"Eh, toahwesio, sebenarnya kau mau piebu atau tidak?" ia
menegaskan. Cek Ho Ciang mendongkol bukan main tapi di samping
mendongkol, ia ragu-ragu. Ia telah melirik kepada Chong Leng
Siangjin dan mendapatkan pendeta dari Tibet itu mengerutkan
kening, air mukanya menunjuk dia jeri... Mau atau tidak,
hatinya bercekat. Pikirnya pula: "Chong Leng jago kelas satu
dari Tibet, dia biasanya jumawa, kenapa sekarang, disini dia
menjadi kuncup" Mungkinkah bocah masih berbau susu ini
benar-benar liehay luar biasa?" Tapi jari tangannya Kang Lam
hampir mengenai hidungnya, terpaksa ia membuka mulutnya.
"Baiklah kita mengadu tenaga dalam," jawabnya.
"Bagaimana itu?" Kang Lam menegasi.
Cek Ho Ciang berdiam sejenak, untuk berpikir, habis itu ia
lantas membuat dua bocah bundaran di depannya, ia
menggarisnya dengan kakinya sambil ia bertindak berputaran.
Jaraknya kedua bundaran itu satu dengan lainnya kira-kira
tujuh tau delapan kaki.
Kang Lam mengawasi, ia menunjuk roman heran.
"Eh, aku tidak dapat membuat gais sebundar itu!" katanya.
Kalau aku membuatnya juga mungkin nanti menjadi seperti
telur itik"
Ciang Hee lagi berduka, mendengar kata-kata itu, ia
tertawa. Hay Jiak Toojin lantas bertindak masuk ke dalam sebuah
lingkaran di mana ia terus duduk bersila. Ia menunjuk ke arah
lingkaran yang lainnya dan kata: "Mari!"
"Apakah mengadu bersamedhi?" Kang Lam tanya.
"Bukan!" menyahut si pendeta. "Kau boleh duduk
sesukamu, hanya kita menyulut sebatang hio yang menjadi
batas temponya, siapa yang keluar lebih dulu dari
lingkarannya, dialah yang kalah."
Kang Lam menjadi heran, tetapi ia dapat berpikir: "Biar aku
tidak babaran, duduk selamanya sebarang hio rasanya aku
masih sanggup." Maka ia tanya: "Kalau kita sama-sama dapat
berduduk sampai habis sebatang hio, habis bagaimana?" Ia
teliti, ia masih menanya jelas dulu.
Air mukanya Cek Ho Ciang muram
"Kalau sampai hio menyala habis, buat apa disebut lagi?"
sahutnya kaku. "Apakah kau sangka aku mau main gila
dengan menyurangi kau'' Sanggup duduk selama sebatang hio
itu, pasti aku yang kalah'"
Kang Lam lantas saja bercokol.
"Begini duduknya?" ia menanya.
"Benar! Kita mengadu tenaga dalam, jadi ilmu lainnya tidak
usah dieoba lagi."
Senang Kang Lam dengan kata-kata itu.
"Baik!" katanya. "Toahwesio, kau jauh terlebih lemah
lembut daripada yang lainnya. Baiklah aku si Kang Lam akan
menemani kau duduk sekian lama!"
Lantas ia bersila meniru sikapnya pendeta itu.
Ketika itu sudah ada orang yang menyulut sebatang hio,
yang ditaruh di atas meja.
Kang Lam duduk dengan pikirannya terbuka. Terpisahnya
kedua bundaran ada cukup jauh, dengan begitu, mereka
berdua sama-sama merdeka. Janjinya ialah cuma mereka
tidak dapat keluar dari bundarannya masing-masing, la
menganggap, piebu semacam itu ialah piebu enteng,
gampang sekali. Ia pula percaya, dengan begitu rahasia
kepandaiannya sendiri tidak bakal terbeber. Hanya setelah
duduk diam sekian lama, ia merasakan ada tolakan angin ke
arahnya, mulai perlahan lalu menjadi berat, bahkan lantas ia
merasai dadanya sesak, bagaikan tangan si pendeta menekan
keras dadanya. Ia menjadi heran dan kaget.
"Apakah pendeta ini mengerti ilmu siluman?" ia menanya.
Cek Ho Ciang mengajak piebu macam begini pun
disebabkan ia jeri terhadap si anak muda, bukan saja ia tidak
berani mengadu senjata, ia malah tidak sudi tangan atau
tubuh mereka saling tersentuh. Artinya, supaya tubuhnya
tidak dapat ditowel atau dilanggar anak muda itu. Ia pula
pikir, bocah itu belum lenyap bau susunya, walaupun dia
benar liehay, tidak nanti tenaga dalamnya sudah mahir sekali
hingga sanggup melawan tenaga dalamnya sendiri. Demikian,
begitu piebu dimulai, ia mengerahkan tenaga dalamnya di
tangannya, dari situ ia salurkan keluar, ke lawannya itu. Inilah
saluran yang berdasarkan Pek-khong ciang, yaitu ilmu silat
"Menyerang Udara Kosong". Dengan serangan semacam ini ia
dapat melukai orang di jarak tiga tombak tanpa ia menggerak!
tangannya. Maka juga, selagi sekarang jarak mereka di dalam
satu tombak, dengan lekas tenaganya itu tiba kepada si
lawan. Kang Lam berkuatir, selagi berkuatir itu ia ingat halnya dulu
hari Tong Keng Thian menolongi ia dari gangguannya Hong
Sek Toojin. Dengan tenaga dalam dari Thiansan Pay, Keng
Thian menolak sisa tenaga dalam sesat dari Hong Sek yang
berada di tubuhnya. Tenaga dalam Thiansan Pay itu memang
mahir untuk menjaga diri, guna menangkis desakan dari luar.
Mengingat begini, lekas-lekas ia duduk tetap, pikirannya
dipusatkan, napasnya dikasih jalan dengan beraturan. Hanya
sejenak, ia tak lagi merasai dorongan yang menyesakkan dada
seperti tadi. Cek Ho Ciang berduduk sekian lama, ia tidak merasakan
ada desakan dari Kang Lam, adalah ia yang dapat menolak,
hanya sesaat kemudian, tolakannya itu terasa terhalang, la
menjadi heran. "Ah, bocah ini benar-benar mempunyai kepandaian luar
biasa," pikirnya. "Kalau begini, sungguh dia tidak dapat
dipandang ringan..."
Maka ia memusatkan pula semangatnya.
Kang Lam mengerti ilmu samedhi Thiansan Pay, untuk
mengerahkan tenaga dalam, akan tetapi ia tidak pernah
melatih diri, dari itu, tidak dapat ia melawan pendeta di
depannya itu. la lantas tidak tetap duduknya. Berulang-ulang
ia tertolak tenaga tak terlihat, yang datangnya saling susul
bagaikan gelombang saling mendampar.
"Celaka, celaka..." pikirnya. "Kim Sie Ie, oh, Kim Sie Ie,
mengapa kau masih belum muncul"..."
Selagi Kang Lam bingung Jbukan main, para hadirin tengah
mengagumi padanya. Hio telah terbakar hampir separuhnya,
pertandingan masih berlangsung tenang tetapi tegang.
Tenang sebab bukankah kedua pihak perdiam saja" Tegangsebab
lewatnya sang waktu berarti pertempuran tenaga dalam
itu berlangsung semakin dahsyat. orang heran pemuda ini
dapat bertahan terhadap pendeta itu yang berkenamaan.
Paling heran ialah Yo Liu Ceng, yang kenal baik si anak
muda. Sekarang nyonya ini berpikir: "Aku tidak sangka bocah
ini telah mendapat kemajuan begini rupa!"
Segera juga Yo Liu Ceng mendapat lihat perbedaan di
antara kedua orang itu. Sebagai ahli, ia bermata awas. Kalau
Cek Ho ieiang tetap duduk tidak bergeming, bajunya Kang
Lam memain seperti ditiup angin musim semi. Itu artinya,
tenaga dalam si pendeta telah sampai kepada si anak muda.
Jadi ternyata, anak muda itu cuma dapat membela diri, tidak
dapat dia membalas menyerang. Itu pun berarti, lama-lama, si
anak muda akan terancam bahaya. Tadinya Nyonya Cee tidak
puas terhadap bocah ini, yang ia cela banyak mulut dan
usilan, tetapi sekarang, kesannya berubah. Bukankah orang
telah berpihak padanya dan telah membantu banyak"
Bukankah ternyata, bocah itu sangat polos, dan dalam
polosnya terlihat hatinya yang putih bersih, nyalinya yang
besar" Pemuda ini nyatanya gagah dan mulia sifatnya. Karena
ini, ia menjadi berkuatir untuk keselamatannya si anak muda,
ia lebihkan kekuatirari puterinya...
Chong Leng Siangjin berlaku aneh sekali. Ia tetap masih
membulak-balik itu tangan besi, yang dibilang tangan besinya
Tang Thay Ceng. Tidak ada orang yang memperhatikan dia
sebab semua mata diarahkan kepada Cek Ho Ciang dan Kang
Lam bergantian. Adalah kemudian dengan tiba-tiba ia
bertindak menghampirkan Yo Liu Ceng, untuk mengasih
dengar suaranya yang seperti gerutuan: "Tidak salah, tidak
salah! Kematiannya Tang Thay Ceng benar terjadi di sungai es
dan kematiannya tidak ada sangkut pautnya dengan lain
orang siapa juga..."
Yo Liu Ceng heran, ia berbangkit.
"Taysu, apa katamu?" ia bertanya.
Chong Leng menyerahkan tangan besi itu
"Kau lihatlah itu beberapa liang kecil," katanya seraya
menunjuki. "Aku telah berdiam lama di Tibet dan aku
mengetahui, liang-liang seperti itu ada serangannya es.
Tangan ini benar telah dipungut dari dalam sungai es.
Menurut bukti ini, terang Tang Thay Ceng telah mati beku di
dalam sungai es."
Yo Liu Ceng girang tidak kepalang. Tidak pernah ia mimpi
bahwa pendeta asing ini, orang undangannya pihak sana,
nanti berpihak pada pihaknya.
"Kalau begitu," katanya cepat "bukankah perselisihanku
dengan pihak Hay Jiak Taysu bisa diselesaikan dengan
damai?" Kata-kata ini dikasih dengar keras juga, sengaja diarahkan
kepada Cek Ho Ciang, supaya Ho Ciang suka lantas
menghentikan piebu-nya yang luar biasa itu dengan Kang
Lam. Akan tetapi Cek Ho Ciang berpikir lain, sebab ia berada
lebih unggul, ia tinggal menanti runtuhnya lawan. Ia
mendengar tapi seperti tidak mendengar. Ia lagi mengharapharap
akan membikin Kang Lam roboh.
Kang Lam menjadi sangat cemas hati. Ia telah merasakan
tolakan keras hingga ia sukar bernapas. Sekian lama ia masih
dapat bertahan, kali ini ia rasanya gagal. Maka ia ingin
berlompat keluar kalangan, untuk menyerah kalah. Justeru itu
ia merasakan ketiaknya geli, mau tidak mau, ia menggeraki
tangannya, atau berbareng dengan itu terdengar Cek Ho
Ciang menjerit, disusul sama lompat mencelatnya tubuhnya
setinggi satu tombak. Menyusul itu, tenaga yang menolak
tubuhnya Kang Lam lenyap seketika. Ho Ciang sendiri,
seturunnya tubuhnya, terus dia tertawa tidak berhentinya,
tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti menari, lagaknya
seperti orang gila.
Para hadirin menjadi sangat heran, semua mengawasi
dengan menjublak. Siapa yang mengerti ilmu totok, semua
tahu Cek Ho Ciang telah kena tertotok urat gagunya, yang
dinamakan jalan darah "siauwyauw hiat" atau "pinggang
tertawa", hanya orang heran, ia tengah bersemedhi enak-enak
dan di hadapan begitu banyak mata- siapakah yang telah
menotok dia"
Benar Cek Ho Ciang berlompat setelah Kang Lam
menggeraki tangannya, tetapi gerakan tangan itu tidak berupa
serangan. Atau mungkinkah Kang Lam mengerti "Pengkhong
tiamhoat," yaitu ilmu "Menotok udara?" Tapi orang tahu
benar, ilmu itu ada hanya di dalam cerita. Dulu katanya cuma
Tatmo Couwsu yang mengerti itu, kemudian hilang sebagai
warisan. Kang Lam masih berbau susu, mustahil dia pandai
ilmu itu" Cek Tat Sam kaget dan heran dan gusar berbareng.
Pamannya itu kena dikalahkan seperti ia, kalah dalam cara
sangat tidak dapat dimengerti. Ia lantas lompat pada
pamannya itu, guna menotok membebaskan dari totokan yang
luar biasa itu. Ia mengerti ilmu totok. Tapi kali ini
kesudahannya lain. Kena ditotok keponakannya, 'bukan ia
tertolong dan menjadi bebas karenanya, Ho Ciang justeru
tertawa makin menjadi, sampai dia mengeluarkan air mata,
dan berjingkrakannya menjadi makin binal.
Tat Sam memeluk paman itu, untuk menghentikannya,
tetapi dia kena ditampar hingga mukanya menjadi bengap,
ketika si paman berontak, dia terlempar roboh hingga dia
mesti bangun sambil merayap...
Sampai disitu, Kang Lam mengerti apa yang telah terjadi
itu. la percaya itulah pertolongannya Kim Sie Ie terhadapnya.
Maka tertawa haha-hihi, ia bertindak kepada Ho Ciang, sambil
menunjuk, ia kata: "Kau sudah lompat keluar lebih dulu dari
bundaran, itu artinya kau kalah! Apakah kau masih tidak
puas?" Lagaknya Ho Ciang bagai orang edan akan tetapi
sebenarnya dia sadar, pikirannya waras seperti biasa.
Beberapa kali sudah dia mencoba menutup diri, guna
membebaskan diri dari totokan itu, dia tidak berhasil, maka
tahulah dia bahwa dia telah tertotok secara istimewa Dia pun
tahu, apabila dia tidak mendapat pertolongan, dia bisa tertawa
dan berjingkrak terus hingga dia habis tenaganya, lalu roboh
dan binasa. Maka itu, dia lantas mengangguk pada pemuda
lawannya itu. "Kau suka menyerah kalah, aku suka mengasih ampun
padamu," berkata Kang Lam. Selama itu ia tidak
menghiraukan semua mata ditujukan ke arahnya. Ia
menjumput sebatang sumpit dari atas meja, ia bertindak ke
belakang si pendeta untuk menotok belakang lehernya
pendeta itu. Cuma sekejab, berhentilah Ho Ciang tertawa, tidak lagi dia


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjingkrakan, bahkan sekarang dia berdiri diam dengan
napas mengorong, suatu tanda dia telah sangat letih.
Semua orang heran, semua berpikir: "Ah, benar-benar
bocah ini pandai ilmu totok Pengkhong Tiamhoat. Kalau
begitu, siapa kena ditotok dia, tidak nanti ia ketolongan
kecuali oleh dia sendiri!"
Selang sekian lama, napasnya Ho Ciang menjadi reda.
Justeru itu ia menepuk meja keras sekali sambil berseru:
"Anak haram yang membokong aku, lekas kau keluar! Anak
haram! Anak haram!"
Cacian itu hebat, lalu diulangkan, tapi sebab tidak ada yang
memberikan penyahutan dan tidak juga ada yang muncul, dia
menghampirkan para-para senjata untuk menyambar sebuah
gembolan, setelah mana dia maju dua tindak kepada Kang
Lam. Melihat demikian, Cee Sek Kiu dan Teng Kian Goan serta
beberapa orang lain, menjadi tidak senang, mereka lantas
berlompat maju, untuk berdiri menghalang di depan si anak
muda. ''Kau sudah menyerah kalah, apa kau masih hendak
mengganas?" mereka tanya. "Apakah kau tidak hendak
menghormati lagi aturan kaum kangouw" Awas jikalau kau
menurunkan tangan jahat!"
Di pihak Tat Sam pun ada yang berseru: "Hay Jiak Taysu,
jangan, jangan!"
Selagi orang sibuk itu, Cek Ho Ciang berseru nyaring,
tangannya digeraki membikin gembolannya terbang, bukan
untuk menyerang Kang Lam hanya membuatnya wuwungan
tembus. Ia merasa pasti, ia bukan tercurangkan Kang Lam,
hanya ada lain orang, yang membokong padanya, bahwa ia
bukan terserang totokan "Pengkhong tiamhiat" hanya terkena
senjata rahasia yang halus, entah barang apa. Karena ia
menduga musuh gelap itu ada di atas wuwungan, maka ia
menyerang ke wuwungan itu.
Dengan tembusnya wuwungan itu, genteng yang hancur
pada meluruk turun. Di antara itu ada serupa barang, yang
jatuh ke tangannya Kang Lam. Ketika ini anak muda
memeriksanya, itulah sebuah peles perak tinggi lima dim.
Menyusul itu di atas genting itu terdengar seruan panjang dan
nyaring, yang mendengung di tiap kuping orang.
Kang Lam terperanjat mendengar suara itu.
"Kim Sie Ie!" ia berseru. "Kim Tayhiap!"
Lantas, tanpa mencari tahu lagi apa isinya peles itu, hendak
ia lompat ke atas genteng untuk lari menyusul. Tapi Cek Ho
Ciang jauh terlebih sebat daripadanya. Habis menimpuk sama
gembolannya itu, dia ini segera berlompat, untuk naik, atau
orang banyak lantas mendengar jeritan yang menyayatkan
hati... Itulah Ho Ciang yang menjerit itu, yang tubuhnya jatuh
balik dari atas genteng di mana ia hendak molos dari liang
buatannya itu sendiri, la seperti terkena hajaran barang keras
pada kepalanya, kepalanya itu borboran darah, tubuhnya
rebah di lantai.
Di dalam keadaan seperti itu, orang mendengar suara
nyaring dari Chong Leng Siangjin: "Tok-ciu Hongkay, apakah
kau tidak niat bertemu muka sama aku?" Kata-kata ini disusul
sama bergeraknya tubuhnya untuk berlompat naik ke liang di
wuwungan itu, hingga jubahnya yang merah berkelebat
bagaikan bara. Semua itu terjadi secara sangat cepat dan mengherankan,
para hadirin menjadi pada tercengang tpapula setelah itu,
Kang Lam pun berlompat naik untuk menyusul. Sebelumnya
berlompat dia telah fterkata: "Kim Tayhiap, majikanku sangat
memikirkan kau, juga aku Si Kang Lam, maka itu kau
tunggulah aku!"
Itu waktu lantas terdengar suara bersenandung dari Kim
Sie Ie: Di antara manusia, hina menghina adalah lumrah. Untuk
apa manusia hidup terlalu lama"
Ku ingin memeluk bintang di ruang angkasa.
Membuatnya laut Tanghay aman sentosa.
Itu syair yang dulu hari, ketika Kim Sie le menghilang di
pegunungan Himalaya, ia telah meninggalkannya, dan Kang
Lam pernah mendengarnya tempo Thian Oe membacakannya
di luar kepala sambil dilagukan. Suara itu mulanya dekat, lalu
terdengarnya jauh, mungkin di luar satu lie atau lebih.
Kang Lam tidak dapat mengubar terus. Ia berdiri diam di
atas wuwungan, matanya memandang jauh. Malam itu
rembulan terang, bintang-bintang pun menggen-clang, maka
itu Kang Lam masih lihat suatu barang merah yang berlari-lariialah
Chong Leng Siangjin dengan jubah merahnya. Juga
pendeta itu lantas lenyap, seperti lenyapnya Kim Sie Ie tadi.
Bukan main berdukanya anak muda ini. Tidak dapat ia
mencari Kim Sie Ie. Tengah ia bersusah hati itu, di
belakangnya, ia mendengar suara yang halus: "Engko Kang
Lam, syukur malam ini ada kau..." Ia lantas menoleh, maka ia
melihat Ciang Hee, yang naik ke genteng bersama ibunya.
Adalah si nona, yang memanggil ia, yang suaranya
menyatakan syukurnya hatinya.
Semenjak tadi, Kang Lam sudah kegirangan bukan main.
Dengan pelbagai kemenangannya itu, ia pikir, sebentar ia bisa
bicara banyak dengan si nona, maka apamau ia telah
kehilangan Kim Sie Ie, hingga ia menjadi bungkam, tidak lagi
ia menjadi si doyan bicara.
"Engko Kang Lam, kenapa kau diam saja?" tanya Ciang Hee
tertawa. Yo Liu Ceng datang mendekati, untuk menepuk-nepuk
pundak si anak muda.
"Anak, baru beberapa tahun aku tidak melihat kau, nyata
kepandaian kau maju pesat sekali," pujinya.
Kang Lam mengasih lihat roman masgul. Meski ia doyan
bicara, ia jujur.
"Ciang Hee," katanya, perlahan, "aku tidak mau mendustai
kau, tadi aku bukannya menang dengan mengandalkan
kepandaianku sendiri hanya diam-diam aku dibantu Kim Sie
Ie." Si nona tertawa.
"Kim Sie Ie si makhluk aneh membantui kau, itulah
sungguh tidak disangka-sangka," katanya. "Biar bagaimana,
sudah terang bahwa kepandaianmu telah maju jauh."
Senang juga Kang Lam dipuji nona itu. Tapi ia hendak
membelai penolongnya.
"Bukan, Kim Sie Ie bukannya makhluk aneh," katanya. "Aku
tahu betul, hatinya Kim Sie Ie sama seperti hatiku!"
Ciang Hee tertawa geli.
"Dia dan kau rupanya bersahabatan erat sekali!" katanya.
"Ya, tadi aku seperti melihat dia mengasihkan sesuatu
kepadamu. Benarkah?"
Kang Lam lantas ingat itu peles perak, maka ia lantas
mengeluarkan peles itu dari sakunya. Di dalam situ terlihat
tiga butir obat pulung warna hijau.
"Ah, inilah Pekleng Tan dari Thiansan!" berseru Yo liu ceng,
terperanjat saking heran. "Inilah obat pemunah racun yang
dibuat dari soatlian yaitu teratai salju. Obat ini bukan cuma
dapat menghalaukan racun atau bisa tetapi juga dapat
menambah kekuatan tenaga dalam. Mungkinkah Kim Sie Ie
telah pergi ke Thiansan mencurinya" Dia mengasihkan tiga
butir ini kepada kau, itu membuktikan persahabatan kamu
berdua bukan main eratnya. Inilah yang dibilang jodoh, maka
beruntunglah kau, anak muda!"
Kang Lam menjadi girang sekali.
"Benarkah ini Pekleng Tan?" ia menegasi.
"Mustahil aku mendustai kau" kata Yo liu ceng tertawa.
"Lekas kau makan itu! Tiga butir Pekleng Tan berarti
tambahnya kepandaianmu selama tiga tahun!"
Kang Lam kegirangan hingga ia berjingkrakan.
"Kalau begitu, besok aku boleh tidak usah lekas-lekas
melakukan perjalananku!" katanya, tertawa.
Ciang Hee heran, ia mengawasi.
"Bikin perjalanan apa?" dia menanya. "Ah, tentunya kau
telah memikir, habis kau memberi bantuanmu lantas kau mau
pergi pula! Sudah beberapa tahun kita tidak bertemu, apakah
kau tidak berniat berdiam disini untuk dua hari saja?"
Kang Lam mengulur lidahnya, ia mainkan mukanya, hingga
ia nampak Jenaka.
"Nyata hatimu lebih tak sabaran daripada aku!" katanya.
"Tanpa menanya jelas lagi, baru aku mengucap sepatah kata,
kau lantas menyesali orang dan nyeruos seperti petasan
renceng!" Si nona pun memainkan mulutn ya.
"Baiklah!" katanya, agak penakaran. "Sekarang aku tanya
apa perlunya kau hendak lekas-lekas berangkat?"
"Aku mesti pergi ke Thiansan atau ke Nyenchin Dangla."
"Untuk apakah itu?"
"Aku mesti menemui Tong Ceng Thian guna meminta
Thiansan soatlian."
Mendengar itu, Ciang Hee tertawa.
"Kau memikir enak saja!" bilangnya. "Meskipun engko Tong
orang baik sekali, tidak nanti gampang-gampang dia
memberikan soatlian padamu. Sudah, sudahlah, lekas kau
makan dulu Pekleng Tan ini! Inilah obat yang didapat tanpa
dicari!" "Tidak," berkata Kang Lam. "Obat ini aku hendak
membawanya pulang, untuk diberikan enso-ku."
Ciang Hee heran, ia mengawasi.
"Enso?" katanya. "Dari mana kau dapat enso?"
"Kau belum tahu," menjawab si anak muda. "Sekarang ini
aku panggil toako kepada kongcu-ku, maka itu apakah
isterinya toako bukannya enso-ku?"
"Ya, aku ingat sekarang! Bukankah kongcu-mu itu she Tan
dan namanya Thian Oe?"
"Benar, benar! Kita telah mengangkat saudara. Dia menjadi
toako, kakak, dan aku adik."
"Aku mengerti sekarang!" kata Ciang Hee. "Kau hendak
berbuat baik pada kakak angkatmu, karena mana, kau hendak
berbuat baik juga kepada enso-mu itu. Sebenarnya, untuk itu
tak usahlah sampai kau memberikan ini obat Pekleng Tan
yang sangat sukar didapatnya."
"Kau tidak tahu, tidak dapat aku tidak memberikannya,"
Kang Lam memberi keterangan. "Tanpa soatlian, enso-ku itu
tidak bakal hidup lebih lama pula!"
Ciang Hee heran.
Yo Liu Ceng pun hendak mendengar pembicaraan itu anakanak,
yang makin lama menjadi makin tidak jelas, maka ia
tertawa dan campur bicara.
"Hayo, Kang Lam, kau bicaralah biar jelas," ia kata. "Dan
kau, anak Hee, jangan kau main tanya saja. Kita jangan
potong pembicaraannya."
Kang Lam meluluskan permintaan Yo Liu Ceng, ia
memberikan keterangannya, maka menjadi teranglah bagi
Ciang Hee dan ibunya bahwa isterinya Thian Oe telah terkena
panah beracun, karena mana Kang Lam mesti pergi mencari
teratai salju dari Thiansan. Ciang Hee menjadi mengasihani si
nyonya serta mengagumi anak muda ini.
"Kalau begitu tidak apalah kau tidak hendak makan obat ini
" berkata si nona kemudian. "Mengenai ilmu silat, yang
didapat dengan jalan latihan, aku mempunyai satu jalan.
Ayahnya Tong Keng Thian, yaitu Tong Siauw Lan, dulunya
murid kakek luarku, benar sekarang ini ilmu kepandaian kita
kalah jauh dari kepandaian keluarga Tong itu, toh asalnya
ialah sama, sama-sama dari golongan asli, maka umpama kata
kau sudi mempelajarinya, aku bersedia mengajari kau dari
bermula hingga di akhirnya."
Mendengar itu, Yo Liu Ceng, sang ibu, tertawa.
"Anak Hee, apakah kau tidak malu?" katanya. "Sekarang ini
Kang Lam jauh terlebih pandai daripada kau, maka cara
bagaimana kau hendak menerima dia sebagai muridmu?"
Selagi si nyonya mengatakan demikian, Kang Lam sendiri
sudah lantas menjura kepada si nona, dan memanggil:
"Suhu!" dan lalu menambahkan: "Kekuranganku justeru pokok
permulaannya, maka kalau kau mengajarinya dari bermula,
itulah paling bagus!"
Meskipun ia mengatakan demikian, Ciang Hee toh
menyingkirkan diri dari pemberian hormatnya Kang Lam, dan
di antara sinar rembulan, kelihatan mukanya bersemu dadu.
Justeru itu Cee Sek Kiu muncul di paseban dan sambil
mengangkat kepala berkata: "Kamu membuat apa masih
berdiam saja di atas" Lekas turun, kita harus mengantarkan
tetamu!" Yo Liu Ceng menyahuti, lalu sambil tertawa ia kata kepada
si anak muda: "Kang Lam, barusan kau telah menunjuki
kegagahanmu, mereka itu tentulah ingin bertemu denganmu,
maka mari aku ajar kau kenal dengan mereka!"
Tapi Kang Lam menampik.
"Tidak, aku tidak mau turun," katanya.
Heran Yo Liu Ceng.
"Apa" Apakah kau malu?" tanyanya.
"Bukan, bukan begitu," menyahut Kang Lam. "Aku menang
tetapi itu bukan kemenanganku, sebentar orang puji-puji
padaku, habis dimana aku mesti taruh mukaku" Apakah
kupingku tidak bakal menjadi merah" Maka itu, aku tidak mau
turun." "Sudahlah, jangan bawa adat anak kecil!" Yo Liu Ceng
membujuk. "Tidak, aku tidak mau," Kang Lam membelar. "Aku mau
cari Kim Sie Ie. Sedikitnya aku harus menemui dia."
"Dia mirip hantu, datang dan perginya tidak ketahuan,
kemana kau hendak mencari dia?"
"Kau tidak tahu tabiatnya Kim Sie Ie. Kalau dia tahu aku
bersungguh-sungguh mencari dia, ada kemungkinan diamdiam
dia menguntit aku dan akan menepuk pundakku
membuat aku kaget, akan akhirnya mentertawai aku!"
"Bagus!" kata Ciang Hee, yang turut tertawa. "Kau bicara
menarik sekali! Baiklah, aku pun akan turut padamu, untuk
mencari dia. Aku rhau lihat si pengemis aneh yang ditakuti
setiap orang, yang setiap \3rang mencacinya, tetapi kau
Mendiri, kau menghormati dan memujinya!"
Yo Liu Ceng menggeleng kepala.
"Anak-anak, kamu binal sekali!" katanya, kewalahan.
"Kamu mirip aku di waktu aku kecil. Baiklah, kamu boleh


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi. Sekarang ini hampir fajar, kalau kampai terang tanah
kamu tidak berhasil, kamu mesti lekas-lekas pulang!"
Kang Lam bicara dengan kepastian, sebenarnya di dalam
hatinya, ia ragu-ragu. la pergi bersama Ciang Hee. Dari rumah
belakang, mereka mendaki bukit, nerobos di antara rimba.
Berulang kali ia memanggil-manggil dengan suara keras. Tidak
pernah ia memperoleh jawaban, Kim Sie le tidak muncul di
hadapannya, la menjadi masgul.
"Baiklah kau simpan tenagamu," kata Ciang Hee tertawa.
"Kim Sie te sudah pergi jauh, dia tidak mendengar suaramu
ini." "Siapa tahu sekarang dia lagi ^nengikuti di belakang kita?"
kata Kang Lam, yang masih penasaran. "Dia dapat mendengar
suaraku." "Jikalau dia mengikuti di belakangmu, tanpa kau
memanggil, dia pasti akan mendapat tahu," berkata si nona
bersenyum. Kang Lam sudah berteriak-teriak hingga suaranya parau, ia
menganggap si nona benar juga, seterusnya ia tidak
memanggil-manggil lagi, tetapi di dalam hatinya ia berpikir:
"Apakah benar-benar Kim Sie Ie sudah pergi jauh hingga ia
tidak mendapat dengar panggilanku?"
Kim Sie Ie belum pergi terlalu jauh tetapi benar juga, ia
tidak mendengar suaranya si anak muda. Ketika itu ia berada
di puncak tertinggi dari bukit di telaga Tongpeng Ouw,
suaranya Kang Lam tidak sampai di sana sebab si anak muda
belum mahir tenaga dalamnya. Sebaliknya, suaranya Kim Sie
Ie bisa sampai ke tempat beradanya Kang Lam, hanya sayang,
disebabkan tiupan angin. Kang Lam tidak mendengarnya.
*** Puas Kim Sie Ie telah membantui Kang Lam, dengan jalan
apa ia permainkan Cek Ho Ciang semua, tetapi yang paling
membuatnya puas ialah ia telah memberikan tiga butir
Pekleng Tan kepada si bocah. Itulah obat yang dulu hari Tong
Keng Thian dengan perantaraan Pengcoan Thianlie
memberikannya kepadanya dengan diam-diam. Selama
beberapa tahun ini, ingin ia mengembalikan itu pada Keng
Thian, tetapi sebab ia takut menemui Pengcoan Thianlie, tidak
dapat ia menyerahkannya sendiri. Ia takut menemui Pengcoan
Thianlie sebab si nona adalah nona yang sifatnya ia kenal
paling baik, sebagaimana si nona pun mengenal dia sendiri,
tetapi nona itu telah menikah sama Tong Keng Thian. Ia
memberikan Pekleng Tan pada Kang Lam karena ia ketahui
Kang Lam hendak pergi ke Thiansan untuk mendapatkan
soatlian, teratai salju, guna menolongi isterinya Tan Thian Oe.
Di dalam hatinya, ia kata: "Aku telah menggunai obatmu
untuk menolongi sahabatmu! Haha, Tong Keng Thian, Tong
Keng Thian, dengan begini aku menjadi tidak menerima
budimu!" Masih ada lagi hal yang membuatnya Kim Sie Ie sangat
puas. Ialah ia telah membuat Kang Lam mendapat nama
besar, hingga Kang Lam berhasil merampas hatinya Ciang
Hee. Hanya di samping itu, kalau ia mengingat nasibnya
sendiri, ia menjadi masgul... Tong Keng Thian mempunyai
Pengcoan Thianlie yang gagah dan cantik, Tan Thian Oe
mempunyai Yu Peng yang gagah dan manis, dan sekarang
Kang Lam mendapatkan Cee Ciang Hee yang cantik dan
cerdas. Ia sendiri! Ia masih sebatang kara, mundar-mandir
secara tunggal, sia-sia mencari di antara lautan manusia
seorang yang dapat mengenal dirinya sebagaimana Pengcoan
Thianlie mengenalnya. Pernah satu kali bayangannya Lie Kim
Bwee berkelebat di depan matanya, la tahu, Lie Kim Bwee lagi
mencari padanya. Tapi Lie Kim Bwee itu ia pandang seperti
mega yang terbang lewat, sedang dirinya sendiri ia
umpamakan sebagai lautan besar yang bergelombang
dahsyat. Bukankah ia menjadi besar di sebuah pulau yang di
sekitarnya hanya laut tanpa ujungnya" Bukankah mega dan
laut cuma bertemu dalam pandangan saja di muka lautan"
Bukankah yang satu di atas, yang lain di bawah" Mega itu
nampaknya bergerak tetapi sebenarnya diam. Dan laut" Laut
itu kelihatannya diam tetapi sebenarnya, di dalam, goncang
terus. Mega tenang tetapi laut kacau! Mega dapat mendengar
suara laut, tetapi, mana dia mengerti rahasianya sang laut itu"
Lie Kim Bwee menjadi dewasa di bawah asuhan sangat
menyayang dari kedua orang tuanya, dia belum mengenal
sifat busuk dari dunia, dia belum pernah merasai kegetiran
penghidupan. Dialah nona yang baru saja mulai merasakan
asmara. Tapi Kim Sie Ie" Benar
Kim Sie Ie lebih tua hanya lima atau "enam tahun tetapi
pengalamannya hebat. Dia merasakan Lie Kim Bwee
memperhatikan dirinya, dia bersyukur, karenanya, dia menjadi
menyayangi si nona. Tapi dia mau menyingkir dari nona itu.
Dia ingin hidup terus dalam dunia kangouw, supaya menjadi
gelombang laut yang berombak tak hentinya. Dia merasa
berdosa kalau dia membiarkan Lie Kim Bwee menemani dia
untuk seumur hidupnya. ^ Kim Sie Ie berdiri diam di atas
puncak hingga fajar mulai me-inyingsing, hingga ia
menyaksikan Sang awan seperti mengurung bukit, la kagum
hingga tanpa merasa ia bersiul keras. Awan di atasan
kepalanya seperti kaget mendengar siulannya itu, awan itu
lantas mulai buyar, segumpal dengan segumpal...
Kapan segala apa sudah nampak nyata, maka di sana
terlihatlah sesuatu yang merah, yang berkibar-kibar bagaikan
bayangan. Itulah Rubah merah dari Chong Leng Siangjin, si
pendeta dari Tibet, yang berlalu dari medan pestanya "Cee
Sek Kiu karena dia hendak menyusul Tokciu Hongkay. Lalu,
sekejab kemudian, pendeta itu telah tiba di hadapannya.
Dengan sekonyong-konyong Kim Sie Ie tertawa lebar.
Chong Leng Siangjin mengibas tangan jubahnya, ia pun
tertawa nyaring di depan si penderita kusta atau pengemis
edan yang tangan beracun itu.
"Kenapa kau tertawa?" Kim Sie Ie menanya.
"Kau sendiri, kenapa kau tertawa?" balik tanya si pendeta.
"Aku tertawa sebab tadi kau tidak berani menempur aku!"
menjawab Kim Sie Ie. "Sekarang kau justeru menyusul aku"
Apakah itu karena kau takut nanti roboh di depannya orang
banyak?" "Aku tertawa sebab kau terancam bahaya besar tetapi kau
masih tidak mengetahuinya!" berkata si pendeta
"Aku tahu kau adalah jago nomor satu dari partai Biteong
Pay di Tibet, tidak tahunya kau pandai meramalkan juga!" Kim
Sie Ie bersenyum.
"Tentang nasibmu tidak usahlah diramalkan lagi!" berkata
si pendeta. "Kau telah ditakdirkan mesti terbinasa! Siapa suruh
di dalam dirimu ada tersimpan kitab warisannya Tokliong
Cuncia" Satu kali kau muncul maka aku kuatir nanti ada hantu
jahat yang mengintilimu untuk merampas rohmu!"
Kim Sie Ie tertawa dingin.
"Jadinya kau mengejar-ngejar rohku dan hendak merampas
jiwaku?" tanya dia. "Bagus! Bagus sekali! Memangnya aku
sudah bosan hidup! Kalau kau benar menghendakinya, tidak
ada halangannya. Nah, kau cobalah rampas!"
"Aku bukannya si hantu jahat!" berkata Chong Leng
Siangjin. "Akulah orang yang suka menolongi kau lolos dari
ancaman bahaya itu. Bukan saja aku akan membikin kau
bebas dan menjadi mendapat keselamatan, malah aku bakal
membikin kau menjadi juga tertua dari suatu partai persilatan
yang baru, ialah satu guru silat yang sejak dulu hingga
sekarang ini tak ada yang dapat melebihkannya! Maka kau
selamat atau menampak bencana terserah kepada kau
sendiri!" Kim Sie Ie menduga orang hendak bicara dari suatu hal,
tidak tahunya dari hal begini. Mengenai ini, ia dapat menebak
separuh, yang separuhnya lagi gelap seluruhnya. Ia memang
mengetahui selama beberapa tahun ini ada beberapa yang
dianggap "hantu" yang sangat liehay, dari kalangan sesat,
yang secara diam-diam lagi mencari padanya. Ia sendiri ada
dari kalangan sesat itu, tetapi ia dapat membawa dirinya.
Sebab sesat atau tidak, apabila orang keliru dan kejam, ia
susah lolos dari bahaya. Hanya si sesat lebih gampang salah
bertindak. Di dalam halnya latihan lweekang, atau tenaga
dalam, demikian juga, gampang orang tersesat. Demikian
sudah terjadi dengannya, hanya kebetulan sekali, selagi ia
menjadi korbannya kesesatan,- tengah ia rebah pingsan di
kaki Puncak Mutiara-Tong Siauw Lan telah menolongi ia
dengan bantuan tenaga dalam dari Thiansan serta lima butir
Pekleng Tan. Hanya, setelah ia sadar, meski ia tahu Siauw Lan
telah menolongnya, ia tidak ketahui bahwa ia telah dikasih
makan obat. Selagi ia tidak mengetahui, ia telah masuk ke
jalan yang benar, ia merasa bahwa kemajuannya terus
bertambah. Hal ini pun membuatnya heran.
Musuh-musuh gelap dari Kim Sie Ie ini tidak mengetahui
perubahan sudah terjadi atas dirinya Kim Sie le, mereka cuma
tahu Kim Sie le ada menyimpan kitab warisannya Tokliong
Cuncia, kitab "Tokliong Pitkip", di dalam mana katanya ada
pelajaran guna menyingkirkan akibat yang membahayakan
dari latihan sesat itu, maka mereka ingin mendapatkannya
guna menolong diri mereka sendiri. Mereka jerih untuk itu
kepercayaan bahwa tenaga dalam yang sesat bisa
membinasakan atau sedikitnya membuat mereka bercacad
seumur hidup. Mereka tidak tahu bahwa Tokliong Cuncia
sendiri justeru terbinasa karena latihannya yang sesat itu. Di
dalam kitab warisan itu ada termuat pelbagai ilmu silat yang
liehay tetapi tidak ada tentang cara pembebasan akibat jahat
itu. Kim Sie Ie menyangka Chong Leng Siangjin sebagai salah
satu hantu jahat yang hendak merampas jiwanya, sekarang
pendeta itu mengatakan justeru hendak 'membantu
melindungi dia, untuk sekalian mengangkatnya menjadi rguru
besar dari suatu partai, maka mau atau tidak ia menjadi
heran. Inilah yang membuatnya tidak mengerti.
"Kau tidak percaya?" berkata Chong Leng mengawasi
orang. "Mari aku tanya kau: Sejak dulu hingga sekarang ini, di
dalam kalangan yang tidak asli, siapakah yang ilmu silatnya
paling liehay?"
Kim Sie Ie tidak menjawab, hanya ia tertawa berkakak.
"Aku tahu kenapa kau tertawa?" berkata Chong Leng. "Apa
kau menyangka aku hendak menyebutkan Tokliong Cuncia,
gurumu itu" Kalau benar, maka tak usahlah kau dibantu pula
olehku!" "Hm!" Kim Sie Ie mengejek, terus ia tertawa. "Kalau bukan
guruku, siapakah lagi?"
"Biarnya gurumu liehay, paling banyak dia cuma dapat
membebaskan diri dari latihan sesat untuk dapat menolong
menyelamatkan dirinya," berkata Chong Leng. "Apakah kau
kira dia dapat menggabung pelajaran sesat dan sejati itu,
supaya didapatkan kepandaian tergabung itu yang melebihkan
liehaynya pelajaran sejati?"
"Kalau pelajaran itu berhasil didapatkan, itu artinya
kepandaian istimewa yang dapat menindih siapa pun di jaman
dulu dan di jaman sekarang ini!" kata Kim Sie Ie.
"Benar! Maka aku memikir untuk membikin kau menjadi
guru demikian macam itu!" kata Chong Leng. "Aku kenal
seorang dengan kepandaian seperti itu, maka apakah kau
suka turut aku pergi kepadanya guna mengangkat dia menjadi
gurumu?" Kim Sie Ie tertawa dingin.
"Kau baiklah membuat perjanjian denganku, perjanjian
mengadu kepandaian," katanya. "Jikalau dia sanggup
melayani tongkatku sampai tiga ratus jurus, baru aku suka
mengangkat dia menjadi guruku!"
"Kau memikir untuk bertempur tiga ratus jurus
dengannya?" tanya Chong Leng, yang tertawa. "Sayang dia
telah menutup mata pada tiga ratus tahun yang lampau!"
"Dari Tibet yang jauhnya laksa-an lie itu kau datang kemari
hanya untuk berguyon cara begini?" ia menegur.
"Bukan, inilah bukan guyon!" menyangkal si pendeta. "Kau
pernah mendengar namanya Kiauw Pak Beng atau tidak"
Dialah orang jaman tahun Senghoa dari ahala Beng, dialah
pemimpin dari golongan sesat di itu waktu. Ketika itu
sekalipun Hok Thian Touw, gurunya Hui Beng Siansu, leluhur
dari Thiansan Pay, pernah roboh di tangannya. Tentang dia
itu, perihal sepak terjangnya yang aneh-aneh, meski sudah
berselang ratusan tahun, sampai sekarang masih ada
ceritaannya."
'Ketika itu dia bersateru sama murid-muridnya Tayhiap Thio
Tan Hong," berkata Kim Sie Ie, "dia telah menimbulkan
gelombang dahsyat hingga dia membangkitkan amarahnya
pelbagai partai persilatan, tetapi akhirnya dia terbinasa di
ujung pedang Thio Tan Hong! Hok Thian Touw ialah
penciptadari ilmu pedang Thiansan Pay, sampai kepada Hui
Beng Siansu barulah partai itu berdiri secara resmi, inilah
semua orang tahu. Tentang ilmu silatnya Kiauw Pek Beng,
sudah lama itu lenyap dari dunia, maka itu, benarkah kau
menghendaki aku berguru kepada satu orang mampus" Bicara
terus terang, walaupun Kiauw Pek Beng hidup pula, aku tidak
sudi menyerah kepadanya!"
"Kau cuma tahu satu, tidak tahu dua!" kata pula Chong
Leng, berkukuh. "Kiauw Pak Beng tidak terbinasa di ujung
pedangnya Thio Tan Hong, dia cuma terluka parah, setelah itu
dia pergi menyingkir ke sebuah pulau di Tanghay, laut Timur.
Tidak perduli kau tunduk kepadanya atau tidak, dia tetap
orang pandai yang telah menggabungkan dua kalangan sesat
dan sejati, maka itu dia itu, untuk kau dan untuk aku,-ialah
orangorang kalangan sesat-sungguh besar faedahnya."
Karena disebut-sebutnya kalangan sesat itu, hati Kim Sie Ie
tergerak juga. "Cara bagaimana kau ketahui dia kemudian kabur ke pulau
yang kau sebutkan itu?" ia tanya. "Mengenai kejadian tiga
ratus tahun yang telah berselang itu, bagaimana caranya
maka kau dapat mendapat tahu sejelas begini?"
"Kemudian," kata Chong Leng, menerangkan, "ada seorang
saudagar yang biasa berlayar, perahunya telah menemui badai
lautan, perahunya itu terhanyut hingga di pulau itu. Ketika itu
Kiauw Pak Beng telah berusia lebih daripada seratus tahun, ia
mengetahui yang hari kematiannya sudah tak jauh lagi, maka
ia telah membuatnya sebuah peti mati dengan kayu yang
tebal yang dalamnya ia perlengkapi dengan barang-barang
wewangian pilihan. Ia ingin kalau nanti ia menutup mata,


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan bantuannya bahan wewangian itu, tubuh kasarnya
tidak sampai menjadi rusak. Kenapakah ia demikian
menyayangi tubuh kasarnya yang bau itu?"
"Dia telah berdiam terlalu lama di pulau kosong itu,
keinginannya untuk pulang ke kampung halamannya jadi
sangat keras," sahut Kim Sie Ie, yang menjawabnya demikian
karena ia mengenal baik
Kekali sifat gurunya, yaitu Tokliong Kjuncia. Gurunya itu
bertabiat atau bersifat mirip dengan sifatnya Kiauw Pak Beng
itu. "Tidak salah," Chong Leng membenarkan. "Di masa
hidupnya ia tidak bisa pulang ke Tionggoan, i ia mengharap
sesudahnya ia mati nanti ada orang yang mengangkutnya
pulang. Itu waktu ia sudah berhasil menggabungkan ilmu silat
Bari kedua golongan sejati dan pesat, hingga ia percaya ia
tidak bakal mendapat tandingan lagi baik Idahulu mau pun
sekarang. Ia hanya menyesal yang ia tidak mempunyai ahli
waris, yang dapat mewariskan ilmu kepandaiannya itu. Ia
telah berusia tinggi dan merasakan tubuhnya lemah, hingga ia
tidak 'berdaya lagi untuk mencoba mengarungi lautan guna
kembali ke kampung halamannya. Maka ia telah mengeluarkan
kata-kata: siapa dapat membawa pulang jenazahnya, dialah
muridnya, yang akan mendapatkan kepandaiannya itu. Maka
sayang, si saudagar adalah seorang dagang, dia tidak kenal
ilmu silat, bahkan dia tidak ada minatnya. Saudagar itu tinggal
bersama Kiauw Pak Beng lamanya tiga bulan, dari itu banyak
ia mendengar hal dunia persilatan, tentang orang kosennya,
tentang ilmu silat berikut perbedaan di antara golongan sesat
dan sejati. 'Dengan golongan sejati dimaksudkan kaum yang
benar. Kiauw Pak Beng telah menjelaskan kepadanya bahwa
ia telah berhasil memecahkan kesulitan pihak sesat itu. Di
dalam keadaannya itu, si saudagar toh mendengari ceritanya
Kiauw Pak Beng, hingga banyak juga yang dia ingat. Demikian
apa yang aku tuturkan ini. Dia hanya tidak mengerti
faedahnya ilmu silat itu."
Kim Sie le ketarik juga mendengar penjelasan Chong Leng
Siangjin ini, sedang pada gerak-gerik orang, ia tidak melihat
apa-apa yang dapat dicurigai. Jadi, maulah ia percaya pendeta
ini tidak hanya ngoceh belaka.
"Kemudian bagaimana dengan si saudagar?" tanya ia,
separuh percaya separuh tidak.
"Kiauw Pak Beng membantui dia membuat getek kayu,"
Chong Leng menjawab. "Di tahun kedua di musim semi, selagi
udara bagus dan angin baik, dia berlayar pulang dengan naik
geteknya itu."
Kim Sie Ie tertawa dingin.
"Dongengmu ini dikarang bagus sekali, hanya sayang ada
bagiannya yang bocor!" katanya.
"Bagian yang manakah itu?" Chong Leng tanya.
"Saudagar itu berlayar pulang," kata Kim Sie Ie, "jikalau dia
karam di tengah jalan maka kitab warisannya itu mestinya
terpendam di dasar laut, terpendam untuk selama-lamanya,
atau apabila dia beruntung dan dapat pulang dengan selamat,
aku percaya segera akan ada orang Rimba Persilatan yang
mengetahui ia mempunyai kitab wasiat itu. Ketika itu, jarak
waktu dengan lenyapnya Kiauw Pak Beng baru saja beberapa
tahun, ada kemungkinan dia membocorkan rahasianya. Maka
aneh, kenapa sampai dua ratus tahun kemudian, masih belum
ada orang yang mengetahuinya?"
"Pertanyaan kau ini masuk di akal," Chong Leng bilang.
"Hanyalah si saudagar yang berlayar itu pada akhirnya dia
tidak dapat pulang ke negerinya. Dia telah terbawa hanyut
hingga ke teluk Persia, dia lantas tinggal menetap di negara
asing itu, menikah dan memperoleh anak, hingga turunannya
dengan sendirinya menjadi orang Persia, tidak lagi ada yang
pulang negeri."
"Jikalau demikian adanya, cara bagaimana kau dapat
mengetahuinya?"
"Pada tiga puluh tahun yang lalu aku telah mendapat
undangan dari raja Nepal untuk berkunjung ke negerinya itu.
Di sana hendak diadakan suatu rapat besar kaum Budhist. Di
dalam rapat aku berkenalan sama seorang jago bangsa Persia,
maka itu sebubarnya rapat itu, aku pulang dengan berjalan
bersama-sama orang Persia itu, kita ambil jalan melewati
Afghanistan sampai di Persia. Disini terjadi suatu hal yang
kebetulan, ialah aku bertemu sama turunan si saudagar.
Keluarga itu telah lupa bahasa Tionghoa dan satu huruf
Tionghoa pun mereka tidak kenal lagi."
"Dia melupakan bahasa Tionghoa tetapi toh dia masih ingat
bahwa dialah keturunan Tionghoa!" kata Kim Sie le. "Dan dia
masih ingat bahwa leluhurnya adalah seorang saudagar
Tionghoa, yang pernah kesasar ke pulau kosong itu dimana si
leluhur bertemu sama Kiauw Pak Beng?"
"Duduknya hal ialah si saudagar mempunyai sebuah buku
catatan tentang pelayarannya dan pengalamannya di pulau
kosong itu ia telah catat dengan jelas. Ketika turunan itu
mengetahui aku berasal dari Tiongkok, dia girang bukan
kepalang."
"Karena itu dia lantas menuturkan bahwa dialah keturunan
Tionghoa dan dia telah perlihatkan kepada kau buku catatan
harian leluhurnya itu?"
"Dugaan kau ini tepat sekali. Demikian memang
kejadiannya. Maka sekarang kau tentulah percaya aku,
bukan?" kata Chong Leng.
"Kalau aku percaya kau, habis bagaimana?" Kim Sie Ie balik
bertanya. "Kiauw Pak Beng itu telah meninggalkan pesannya, siapa
dapat mengambil pulang jenazahnya, dialah muridnya yang
sah, ,murid dari berlainan jaman. Karena pesannya itu, dapat
dipercaya bahwa kitab warisannya tentang ilmu silat mestinya
ia telah simpan bersama di dalam peti matinya itu. Jikalau
tidak sesudah dia mati, .entah untuk berapa tahun, kenapa dia
masih dapat mempunyai murid?"
Kim Sie Ie tertawa dingin pula.
"Kau telah mendapat tahu rahasia ini, mengapa kau tidak
pergi sendiri ke pulau itu?" ia tanya. "Kenapa kau mengajak
aku untuk kkita memperolehnya bersama" Di antara kita
sebenarnya ada persahabatan apa?"
"Ada tiga sebabnya kenapa aku ingin bekerja sama dengan
kau," Chong Leng memberikan jawabannya. Ia seperti tidak
menghijaukan ejekan orang. "Pertama-tama ialah aku tidak
bisa berlayar, 'kau sebaliknya menjadi besar di Coato, Pulau
Ular. Nomor dua, kau sendiri ketahui baik yang ilmu silatku
bukanlah dari kalangan sejati, sedang sekarang ini aku telah
mulai melihat tanda-tandanya, maka mungkin kejadian, di
dalam tiga tahun ini, sembarang waktu aku bisa tersesat, aku
bisa mendapat bahaya. Kau sendiri, kau telah dapat
menyingkir dari bahaya kese-satan itu. Aku menduga di dalam
wasiat peninggalan gurumu mungkin ada rahasia pelajaran
untuk menyelamatkan diri itu. Tentu sekali aku tidak berani
minta pinjam kitabmu itu, hingga aku cuma dapat mengharap
kau sudi memberi petunjuk agar akupun dapat membebaskan
diri. Aku mempunyai kepercayaan, sebelum aku mendapatkan
peti matinya Kiauw Pak Beng itu tubuhku sendiri akan
mendahului masuk ke dalam peti mati..."
"Kenapa kau tahu guruku telah meninggalkan kitab
kepadaku?"
"Untuk tidak mendusta, sebenarnya aku mengetahuinya
dari Tang Thay Ceng semasa Thay Ceng masih hidup."
Kim Sie Ie tertawa, ia bagaikan orang sadar.
"Aku mengerti sekarang!" katanya. "Namanya kau datang
untuk membantu Cek Ho Ciang, sebenarnya kau bermaksud
mencari kepastian tentang mati atau hidupnya Tang Thay
Ceng." "Jikalau tidak untuk itu, mustahil aku kesudian benterok
sama Yo Liu Ceng seorang wanita?" menjawab si pendeta
terus terang. "Di masa hidupnya itu Tang Thay Ceng telah
omong padaku bahwa dia pernah pergi ke Pulau Ular dimana
dia telah mendapatkan sejilid kitab warisan gurumu, kitab
mana kemudian dia telah serahkan padamu. Menurut dia,
kitab Tokliong Pitkip adalah kitab tentang ilmu silat ciptaan
gurumu, sedang kitab warisan yang didapatkan dia, yang dia
serahkan padamu, ada untuk melawan bahaya kesesatan yang
bisa mencelakai diri sendiri."
Diam-diam Kim Sie Ie tertawa di dalam hatinya. Kitab yang
didapatkan Tang Thay Ceng itu, yang disebutkan Chong Leng
Siangjin ini, adalah catatan hari-hari dalam mana yang paling
penting ialah catatan cara untuk menghindarkan meletusnya
gunung berapi di pulau Coato itu. Gurunya menduga, kira-kira
sepuluh tahun sepeninggalnya, gunung berapi itu bakal
meledak. Jadi kitab, atau buku itu, tidak membicarakan soal
ilmu silat. Lagi pula, buku itu bukannya Tang Thay Ceng
sendiri yang menyerahkan kepadanya hanya buku dirampas
dari tangannya Thay Ceng oleh Phang Lim, kemudian Phang
Lim menyerahkannya pada Tong Siauw Lan, baru oleh Siauw
Lan, ketika secara kebetulan dia menemui ia di gunung
Himalaya, buku itu dikembalikan kepadanya. Rupanya Tang
Thay Ceng mendusta melulu dengan maksud mengabui
banyak jago dari golongan sesat untuk memusuhkan padanya.
Tapi tentang ini, ia tidak mau beber pada Chong Leng
Siangjin. Dengan dingin, ia berkata: "Jadi beginilah
maksudmu! Coba Tang Thay Ceng masih belum mati, kau
tentunya mencari Thay Ceng untuk bekerja sama dengannya!"
"Bukan!" Chong Leng menyangkal, sedang lagaknya likat.
"Aku melulu hendak mencari kepastian." la berdiam pula, baru
ia meneruskan: "Kim Sie Ie, kau jangan banyak curiga!
Sekarang kita bagaikan menjual beli, untuk kedua pihak samasama
ada kebaikannya! Kau membantu aku memecahkan
pelajaranku yang sesat, supaya aku bebas dari ancaman
bahaya, aku membantu kau mencari dan membongkar peti
matinya Kiauw Pak Beng itu Dengan begini siapa tahu di
belakang hari kau bakal menjadi guru silat yang terbesar
tanpa tandingan!"
Kim Sie Ie tertawa lebar.
"Aku menghaturkan terima kasih banyak untuk kebaikan
hatimu ini!" katanya. "Dengan begitu, apa yang aku akan
peroleh pasti bakal jauh terlebih banyak!"
"Kenapa tidak?" kata Chong Leng.
"Kau baru menyebutkan dua alasanmu. Yang satu lagi?"
"Kau bersama aku bekerja sama, dengan begitu di kolong
langit ini siapa yang dapat melawan kami" Inilah sebab yang
ketiga mengapa aku mengajak kau menggabungkan diri
denganku."
"Jadinya kau takut ada orang yang mengetahui sepak
terjangmu ini, jadi kau menghendaki aku sebagai
pembantumu!"
"Kau jangan lupa, sekarang ini ada beberapa iblis lagi
mencari kau. Maka soalnya ialah, kau memerlukan aku
sebagai pembantumu ada terlebih penting daripada kau
menjadi pembantuku!"
Kim Sie le tertawa terbahak-bahak
"Eh, bilanglah, kau mupakat atau tidak?" Chong Leng
mendesak. "Kau mau berbuat baik padaku, cara bagaimana bisa aku
tidak setuju?" jawab Kim Sie Ie. "Sekarang juga aku menolong
kau mengusir bencana kesesatan yang mengancam dirimu!"
Chong Leng mau percaya perkataan orang, ia menjadi girang.
"Apakah ada rahasianya untuk itu?" ia tanya.
"Tidak usah! Nah, kau mendekamlah!"
"Untuk apakah itu?"
"Aku hendak merangket kau tiga kali."
Pendeta itu melengak, lalu mendadak ia menjadi gusar. .
"Chong Leng Siangjin, jangan kau curiga!" Kim Sie le berkata
sebelum orang membuka bacot guna mengumbar hawa
amarahnya. "Kau belum menginsyafi liehaynya Wmu silat
guruku. Tiga rangketan Bari aku ini akan membuatnya jalan
Marahmu tersalurkan benar-benar, hingga hawa jahat, yang
sekarang mengeram dalam dirimu, yang mengeramnya secara
bertentangan, akan bubar semuanya!"
Chong Leng ragu-ragu.
"Apakah kau bukan lagi guyon?" ia menegaskan.
"Jikalau kau tidak percaya, sudahlah"
Pendeta itu kalah desak.
"Baiklah!" katanya, dan ia mendekam di batu, untuk
membiarkan kempolannya dirangket.
Kim Sie le tidak sungkan-sungkan lagi, tiga kali ia mengasih
tongkatnya naik dan turun, maka tiga kali pendeta itu merasai
rangketan hingga terdengar suaranya yang nyaring. Habis itu
ia tertawa berkakakan dan kata dengan nyaring: "Memang
benar-benar aku lagi guyon denganmu!"
Bukan main gusarnya Chong Leng hingga dadanya mau
meledak. Dia berlompat bangun, tangannya segera
mengeluarkan sepasang tongpoat, atau cecer kuningan, ketika
ia menepuk beradu senjatanya yang luar biasa itu, suaranya
nyaring menulikan telinga, habis mana, ia menyambar ke arah
orang yang dianggap sudah mempermainkan dirinya.
Kim Sie le berlompat berkelit.
"Eh, apakah kau tidak jadi bekerja sama denganku?" ia
menegaskan. "Kau gila!" mendamprat Chong
Leng dalam murkanya. "Aku berlaku baik seperti
boddhisatwa, tetapi kau permainkan aku!"
"Jikalau kau benar menjadi boddhisatwa maka akulah Sang
Budha yang maha murah hati!" Kim Sie Ie tertawa. "Aku
menghajar kau dengan tiga rangketan, aku tidak membuatnya
kau mampus, apakah itu bukannya perbuatan murah hati"
Hm! Aku Kim Sie Ie, aku biasa berjalan sendiri dan bekerja
sendiri, mana aku membutuhkan kerja sama dengan kau
bangsa manusia rendah!"
Sebenarnya Kim Sie le telah mengenal baik Chong Leng
Siangjin sebagai seorang kosen bagaikan iblis, jahat dan
kejam, dan walaupun dongengnya benar, ajakannya bekerja
sama itu tak lain tak bukan ada siasat belaka, untuk
mempergunakan tenaganya, untuk di belakang hari ia dibikin
celaka atau sedikitnya didupak. Ia tentu tidak sudi mengasih
dirinya dijadikan perkakas belaka.
Chong Leng Siangjin marah tak kepalang, ia memutar
hebat sepasang cecernya, untuk menyerang secara bengis
sekali. Kim Sie le berlaku waspada dan lincah. Ia menginsyafi


Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hebatnya serangan itu, saban-saban ia berkelit. Setelah
membebaskan diri liga kali beruntun, ia berseru: "Aku
menghajar kau tiga kali, tiga kali aku telah berkelit, maka
jikalau kau terus menerus menyerang aku, aku tidak dapat
menaruh belas kasihan lagi!"
Sepasang cecernya Chong Leng segera dirangkap rapat,
hingga suaranya nyaring sekali, lalu keduanya dikasih turun,
untuk menggempur batok kepala si penderita kusta.
Kim Sie Ie berseru: "Hari ini benar kau tidak bersalah dosa
tetapi wajahmu menyeramkan sedang cecermu berisik
menulikan kuping, kau jadi sangat menjemukan!" Lantas ia
mengangkat tongkat besinya, guna menyerang.
Bara Naga 11 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Kuda Binal Kasmaran 4
^