Pencarian

Persekutuan Pedang Sakti 3

Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong Bagian 3


Pengalaman yang dimiliki Wi Tiong hong sekarang sudah bukan seperti anak kemarin sore lagi. dengan cepat dia meningkatkan kewaspadaannya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, sementera dalam hati kecilnya dia berpikir
'Kalau toh orarg ini mempunyai dendam sakit hati dengan pendekar baju putih. mengapa aku mesti diajak kemari" Jangan jangan dia memang tidak mengandung maksud baik ?"
Tanpa terasa senyumnya didalam hati: "Hmmm, kau anggap aku akan tertipu oleh siasatmu dengan begitu saja ..
?" Seperti apa yang diduga semula, si sastrawan berbaju biru itu segera mendengus dingin dan membuka pintu ruangan sambil maju dengan langkah lebar
"Siapa yang berada di dalam ?" hardiknya keras-keras.
Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan itu, ke dua belah pintu terpentang lebar lalu tampak seorang manusia berkerudung hitam telah berdiri tegap didepan
pintu sambil menegur dengan suara dingin: "Kau datang mencari siapa'?" Suaranya dingin dan aneh sehingga sukar untuk dibedakan apakah manusia serba, hitam ini seorang lelaki ataukah seorang perempuan, tapi yang jelas tingkah lakunya nampak aneh sekali.
Sementara itu Wi Tiong hong telah berpikir kembali
"Ditengah hari bolong begini, dia sengaja menutupi wajahnya dengan kain kerudung jelas sudah kalau dia memang sengaja berlagak sok rahasia.'
"Siapa kau?" terdengar sastrawan berbaju biru itu membentak pula sambil mencorongkan sinar matanya yang tajam bagaikan sembilu.
"Hmm, benar benar sangat aneh, aku bertanya siapakah kau, malah kau bertanya pula kepadaku?"
'Kalau dilihat bahwa kau berdiam disini tentunya mengetahui bukan majikan dari rumah ini?"
"Tentu saja majikanku"
Agaknya manusia berbaju hitam itu habis sudah kesaoarannya, dia menukas:
"Tak usah berbicara yang bukan bukan pokoknya majikanku adalah pemilik rumah ini"
Apa yang dikatakan memang rasanya benar, namun kalau dipikirkan kembali sesungguhnya percuma, sama artinya tak ber...
Wi Tiong hong yang menyaksikan kedua orang itu sama sama tak mau mengalah, tapi berbicara terus tiada hentinya, diam diam menjadi keheranan, pikirnya :
"Sebenarnya apa yang terjadi"'
Terdengar sastrawan berbaju biru itu berkata lagi:
"Kalau begitu suruh majikan kalian keluar"
"Majikanku tidak berdiam disini' jawab orang berbaju hitam itu dingin.
Sastrawan berbaju biru itu mengawasi lawannya lekat lekat, kemudian berkata: "Apakah sahabat bersedia untuk membuka kain kerudung hitammu..?"
"Mengapa harus kusingkap"''
"Ingin kulihat siapakah kau sebenarnya"
"Hmm, aku yakin kau tak akan bisa mengenali diriku,"
manusia berbaju hitam itu mengejek dingin.
"Siapa tahu aku mengenali dirimu..."
Belum selesai berkata, mendadak ujung baju kanannya telah dikebaskan keluar, segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung menyambar keatas kain kerudung hitam orang itu.
Wi Tiong hong menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan kejadian tersebut, pikirnya :
"Selisih jarak kedua orang ini paling tidak mencapai lima enam depa, tapi dalam kebasan tersebut si sastrawan berbaju biru ini bisa menghasilkan tenaga serangan yang begitu hebat, dari sini dapat di simpulkan kalau tenaga dalam yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan!"
Sementara itu manusia berbaju hitam tadi telah menjengek dingin, dia mengayunkan pula tangan kirinya kedepan....
"Weesss....!'" deruan angin serangan yang maha kuat meluncur kedepan dan persis membendung datangnya angin serangan dari sastrawan berbaju biru itu. Untuk kedua kalinya Wi Tiong hong tertegun, dia tidak
menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki manusia berbaju hitam itu pun sempurna sekali.
"Bagus sekali" sastrawan berbaju biru itu berseru sambil tertawa.
Ke lima jari tangan kirinya dipentangkan dan langsung menyambar lagi kearah kain kerudung hitam diwajah manusia berbaju hitam itu . .
"Waaah, kalau ini mah namanya membetot benda dari tengah udara..." pikir Wi-Tiong hong terperanjat Sekali lagi manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, sambil merggerakkan tangai kanannya, Weeess! sebuah pukulan kembali dilontarkan untuk menyambut datangnya ancaman.
Ketika dua gulung angin serangan tersebut saling membentur satu sama lainnya meski tidak terjadi suara ledakkan apapun jua, namun Wi Tiong hong dapat merasakan datangnya angin serangan kuat yang menekan tubuhnya
Akibat dari bentrokan ini, tubuh kedua orang tersebut sama sama bergetar keras
Mencorong sinar tajam dari balik mata sastrawan berbaju biru itu, bentaknya keras keras
"Bila kau menolak untuk melepaskan kain kerudung lagi, jangan salahkan aku akan melukaimu"
'Kau ingin melukaiku" Jangan kelewat tekebur lebih dulu sebelum berbicara"
Sastrawan berbaju biru itu termenung sebentar, kemudian ia berkata lagi:
"Kau telah mergangkangi rumah ini. rasanya biar kubunuh engkau, perbuatanmu tersebut bukan termasuk suatu perbuatan yang kelewat batas!"
Perkataan itu diutarakan dengan nada mengajak berunding, karenanya suara yang terpancarpun tidak selalu keras.
"Bila aku bisa dibunuh orang setiap saat aku mungkin aku berada disini untuk menjaga rumah majikanku"
manusia berbaju hitam itu balas berkata.
Perlahan lahan sastrawan berbaju biru itu mengangkat tangan kanannya ketengah udara, tapi sesaat kemudian pelan pelan diturunkan kembali, ujarnya kemudia :
"Kalau toh kau hanya kau bertindak sebagai penjaga rumah majikanmu, cukup kau sebutkan saja siapa nama majikanmu, aku tak akan mendesakmu keterlaluan!"
Manusia berbaju hitam itu tertawa dingin. "Lebih baik menangkan aku lebih dulu!"
Ucapan mana segera disambut sastrawan berbaju biru itu dengan kerutan dahi, kemudian katanya sambil tertawa nyaring :
"Aku sudah memperingatkan dirimu, jangan salahkan bila kau sampai terluka nanti "
"Tidak kau anggap perkataan ini hanya kata kata yang tak berguna ..?"
-oo0dw0oo- Jilid 5 SASTRAWAN BERBAJU BIRU ITU mengebaskan
jubah panjangnya, lalu mengangkat tangan kanannya keatas, setelah itu bentaknya dengan mata melotot besar:
"Asal kau bersedia menerima seranganku ini, aku akan segera angkat kaki dari sini"
Begitu selesai berkata, telapak tangannya segera ditolak kedepan.
Dorongannya tidak nampak istimewa, tapi berbareng itu.. ".sreeet" desingan angin tajam bagaikan sayatan pisau tajam telah meluncur keudara dan membelah angkasa.
Wi Tiong hong amat terkejut setelah menyaksikan serangan tersebut, diam diam pikirnya.
"Aah, Siu lo to!"
Cepat cepat ia mengalihkan pandangan matanya kearah manusia berbaju hitam yang sombong dan tinggi hati itu, ternyata pada saat itulah tiba tiba ia berjumpalitan dan menyelinap masuk kedalam ruangan rumah.
"Cepat ikuti aku!" sastrawan berbaju biru itu segera membentak lirih.
Belum sempat menyusul kedalam. tiba tiba manusia berbaju hitam yang telah menyusup masuk ke dalam ruangan lebih dahulu itu sudah membentak keras:
"Lihat serangan."
Segumpul cahaya biru tiba tiba meluncur diudara dan menyambar datang.
Agaknya sastrawan berbaju biru itu sudah membuat persiapan, ujung bajunya segera dikebaskan kemuka melepaskan segulung angin serangan dahsyat yang memporak porandakan serangan senjata rahasia yang meluncur tiba.
Setelah itu ia membungkukkan badan dan memungut sebatang jarum tembaga beracun dari atas tanah, setelah diperhatikan beberapa kejap, dengan pandangan bimbang dan tak habis mengerti dia buang kembali benda itu keatas tanah. Tiba-tiba ia berpaling, ketika dilihatnya Wi Tiong hong masih tetap berdiri ditempat semula, katanya kemudian sambil menghela napas panjang:
"Nak. tempat ini adalah rumah kediaman ayahmu, mengapa kau tidak masuk bersamaku"!"
Wi Tiong hong sangat terkejut, setelah mendengar beberapa patah kata tersebut, dia jadi teringat akan sesuatu.
"Bukankah ini suaranya sipaman tanpa nama?" demikian dia berpikir.
Buru buru ia mendongakkan kepalanya, lalu berseru:
"Aiah, kau benar benar adalah paman.."
Sementara itu sastrawan berbaju biru tadi sudah meluncur masuk kedalam ruangan begitu selesai berbicara tadi, Wi Tiong hong tak berani berayal lagi, cepat-cepat dia mengikuti dibelakangnya,
Sastrawan berbaju biru itu sangat menguasai keadaan didalam ruangan itu, setelah menembusi ruangan tamu, dia masuk ke ruang tidur melalui kamar baca, setelah itu memasuki pula dapur dan kamar kamar lainnya...
Tampaknya perasaan dan pikiran orang itu sedang diliputi kerisuhan, kecuali memusatkan segenap pikiran dan perhatiannya untuk mengawasi empat arah delapan penjuru, telapak tangan kanannya disilangkan di depan dada siap menghadapi serangan yang datang secara tiba tiba, biarpun Wi Tiong hong mengikuti dibelakangnya, dia tetap membungkam diri dalam seribu bahasa.
Wi Tiong hong sendiri merasa agak terharu bercampur emosi setelah tahu kalau tempat ini adalah rumah kediaman ayahnya tapi berhubung pamannya tidak bersuara, maka diapun tak berani banyak bertanya
Ternyata setiap ruangan disapu amat bersih dan perabotnya diatur dengan rapi, walaupun demikian bisa dilihat kalau rumah itu memang sudah lama tak didiami orang, itu berarti perkataan dari manusia berbaju hitam yang mengaku sebagai penjaga rumah memang bukan bohong belaka.
Tak selang berapa saat kemudian, yang mereka jumpai tadipun entah sudah pergi kemana"
Akhirnya saat lawan berbaju biru itu menghentak hentakkan kakinya ke atas tanah, katanya sambil menghela napas
"Aaai, sayang sekali ia berhasil melarikan diri!"
Tiong hong segera menjatuhkan diri berlutut, serunya terharu:
"Oh, paman, sudah seharusnya anak Hong menduga akan kau orang tua semenjak tadi"
Belum habis ucapan tersebut diselasaikan, dia sudah menangis tersedu sedu.
Sastrawan berbaju biru itu menariknya bangun, lalu sambil tersenyum ramah dia berkata
"Jangan menangis lagi nak, selama beberapa waktu ini, kau memang sangat menderita, sekarang bangunlah, paman hendak berbicara denganmu."
"Paman, sebenarnya siapakah ayahku?" tanya Wi Tiong hong sambil menyeka air matanya.
"Ayahmu adalah Pek ih tayhiap (pendekar berbaju putih) Pui Thian jin..."
"Jadi ayah benar benar she Pui kalau begitu perkataan dari...dari manusia berjubah hitam itu benar?" seru Wi Tiong hong dengan mata terbelalak dan tubuh bergetar keras.
Sastrawan berbaju biru itu manggut2.
"Semua yang dikatakan Liong Cay thian kepadamu malam tadi sudah paman dengar, itulah sebabnya kuajak kau datang kemari."
"Jadi ayah benar benar belum mati?" tidak sampai perkataan pamannya selesai, cepat cepat Wi Tiong hong bertanya lagi.
Rasa sedih segera menyelimuti wajah sastrawan berbaju biru itu, sepasang matanya berkaca-kaca. sahutnya:
"Ayahmu sudah meninggal, lima belas tahun berselang toa suheng tewas diujung ular beracun berantai besi milik Kok Ing, pamanlah yang mengubur sendiri jenazahnya"
"Paman, siapakah Kok Ing si bajingan tua itu?" tanya Wi Tiong hong dengan air mata bercucuran
"Dia adalah Tok seh siacu yang lampau"
Melotot besar sepasang mata Wi Tiong-hong, sambil menggertak gigi menahan emosi, serunya:
"Ternyata apa yang paman ketahui. Kok Ing si bajingan tua ini sudah mati banyak tahun" kata sastrawan berbaju biru itu lebih jauh.
Tiba tiba Wi Tiong hong teringat kembali dengan perkataan manusia berbaju hitam malam itu, konon setelah ayahnya terkena pagutan ular beracun, dialah yang
menyelamatkan hidupnya dan kini bermukim dalam selat pasir beracun,
Teringat hal ini. suatu harapan segera timbul kembali dalam benaknya, sambil mengangkat kepala, katanya kemudian:
"Paman, sikakek berjubah hitam itu pernah bilang, ayahku tidak sampai tewas setelah terkena ular beracun berantai baja itu, sekarang dia hidup diselat Tok seh sia.
apakah kejadian ini sungguh atau tidak?"
"Perkataan itu tentu saja dapat paman dengar" sastrawan berbaju biru itu manggut manggut "aku rasa dibalik perkataannya itu tentu ada rencana busuk lainnya, justru karena paman kuatir kau mudah mempercayai perkataan orang, maka sengaja kuajak kau kemari dengan niat akan kuceritakan semua peristiwa yang telah berlangsung lima belas tahun berselang, dengan begitu kaupun bisa mengetahui asal usulmu yang sebenarnya"
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka kembali lagi kekamar baca, Wi Tiong hong buru buru mengikuti dibelakangnya.
Setelah menghela nspas panjang, sastrawan berbaju biru itu berkata:
"Toa suheng sudah lima belas tahun tertimpa bencana, akan tetapi segala sesuatunya didalam kamar baca ini tetap seperti sedia kala, yang mengherankan adalah manusia berbaju hitam tadi, mengapa dia bersedia menjaga dalam rumah itu serta membersihkan segala sesuatunya sampai rapi?"
Kemudian sambil berpaling kearah Wi Tiong hong ia berkata:
"Nak, duduklah kau. paman akan menceritakan dari awal sampai akhir..."
Ia sendiri segera menempati sebuah kursi.
Wi Tiong hong menurut dan duduk kemudian sambil mengangkat kepalanya tiba tiba ia bertanya:
"Paman, Liong Cay thian itu siapa?"
"Dia adalah pemimpin dari Su tok thian ong (empat raja langit beracun) yang disebut orang Tok jiu thian ong (raja langit bertangan beracun)"
Wi Tiong hong termenung sebentar kemudian berkata lagi:
"Bila apa yang dikata Liong Cay thian benar, agaknya asal usulku sudah kudengar dari penuturannya"
"Apakah sebelum pertemuan malam itu, kau telah bertemu dengannya...?" tanya sastrawan berbaju biru itu tercengang
"Peristiwa ini terjadi setelah Ban kiam Hweecu mengundang pihak Siau lim pay, Thian sat bun dan Tok seh sia mengadakan pertemuan di bukit Pit bu san, berhubung anak Hong ingin mencari paman, setelah berpisah dengan semua orang, kami saling berjumpa ditengah jalan"
"Yaa, waktu itu paman juga berada dibukit Pit bu san, hanya tidak sampai menampakkan diri, kemudian Thian Sat nio juga datang, paman selama ini mencurigai Thia-Sat nio sebagai Ji suci, secara diam diam aku telah menguntitnya berapa jauh, tapi akhirnya paman baru tahu kalau salah menduga. Oya apa yang telah dibicarakan Liong Cay thian denganmu?"
Secara ringkas Wi Tiong hong menceritakan kembali apa yang telah dialami waktu itu.
Selesai mendengar penuturan tersebut sambil manggut manggut sastrawan berbaju biru itu berkata:
"Apa yang dia katakan ada benarnya juga, sucou mu Kiang Lam san memang jebolan Bu tong pay, dia terhitung pula salah satu dari delapan pelindung hukum Ban Kiam hwee, sejak kembali dari Lam hay, dia orang tua hidup mengasingkan diri dibukit Sian soat nia, itulah sebabnya dia di juluki orang Sian soat kiam kek (jago pedang dari bukit Sian soat).
"Kebetulan pada masa itu telah muncul seorang manusia bernama Kiu tok sinkun dalam dunia persilatan, gembong iblis ini secara sengaja mencari gara gara terus dengan sembilan partai besar, kemudian meski orang itu berhasil dibinasakan oleh kekuatan gabungan sembilan partai besar dan melenyapkan Kiu tok kau dari muka bumi, namun banyak jago pilihan dari sembilan partai besar yang gugur pula dalam pertarungan tersebut akibat keracunan, hingga kini kekuatan mereka belum dapat dipulihkan kembali seperti sedia kala.
"Waktu itu, meskipun sucouw mu tak sampai mendirikan perguruan, namun setiap umat persilatan yang menyinggung nama Siau soat kiam kek pasti akan menunjukkan sikap yang menaruh hormat"
Mendengar sampai disitu, Wi Tiong hong segera berpikir:
"Rupanya sucouw adalah seorang tokoh persilatan yang dihormati umat persilatan!"
Setelah berhenti sejenak, sastrawan berbaju biru itu berkata lebih jauh.
"Tatkala meninggat pada usia tua, sucouw mu baru menerima dua orang murid, toa suheng adalah ayahmu Pui Thian jin, sedangkan sam sute adalah susiokmu yang tak becus ini..."
"Ooh. rupanya kau orang tua adalah susiok!."
"anak Hong, Eei, bukankah kau mengatakan sucouw hanya menerima dua orang murid?"
"Benar, tapi sucouw mu mempunyai seorang putri, ia dua tahun lebih muda dari pada toa suheng dan setahun lebih tua daipada paman, orang itu adalah Ibu kandung mu."
"Dia adalah ibuku....ooh, paman, kemana.. ibuku sekarang?"
"Dengarkan dulu kisah pamanmu ini" ucap sastrawan berbaju biru itu tenang, "toa suheng adalah seorang yang berbudi luhur, jujur dan berhati lurus, dia merupakan orang yang paling paman kagumi dalam hidupku kini.."
Menyinggung soal toa suhengnya,dia menjadi sedih.
setelah menghela napas katanya lebih jauh.
"Ketika toa suheng baru terjun kedunia persilatan, berhubung ia gemar mengenakan baju putih maka semua orang menyebutnya sebagai Pek ih kiam kek (jago pedang berbaju putih) disaat toa suheng dan Ji suci menikah, aku susiokmu yang tak becus ini diusir dari perguruan oleh sucouw mu."
Wi Tiong hong tidak tahu apa sebabnya pamannya sampai diusir dari perguruan oleh sucouw, tapi, tentu saja diapun merasa kurang leluasa untuk menanyakannya.
Melihat pemuda itu tak berbicara, sastrawan berbaju biru itu berkata lebih jauh:
"Waktu itu paman baru berusia delapan belas tahun, oleh sebab kulihat toa suheng, sijago pedang berbaju putih telah menjadi tenar. maka pamanpun bertekad akan menjadi seorang jago pedang berbaju biru.."
Mendengar sampai disini, kembali Wi Tiong hong berpikir:
"Tidak heran kalau sewaktu aku bertanya siapa namanya tadi, paman menjawab teman dari jago pedang berbaju putih adalah jago pedang berbaju biru"
Sementara itu sastrawan berbaju biru telah melanjutkan kembali kata katanya:
"Penyakit ini justru tlmbul dari hati. untuk menjadi sijago pedang baju biru. suatu ketika paman sedang lewat dibukit In tay san, kujumpai seorang pembesar sedang dihadang oleh sekelompok bajingan, sekeluarganya yang terdiri dari lima orang di bantai semua secara keji.
"Paman yang melihat kejadian itu segera berniat menolong, aku kejar belasan penyamun itu dan semuanya kubunuh, bahkan di atas sebatang pohon yang kukupas kulitnya kutulis bahwa pembunuh dari kawanan penyamun itu adalah jago pedang berbaju biru."
"Perbuatan pamankan tidak salah?" sela Wi Tiong hong.
"Justru salah kaprah, ternyata kawanan manusia itu bukan kawanan penyamun, melainkan sahabat sahabat dari Thian tee hwee, sedangkan pembesar tersebut merupakan seorang panglima perang yang sewaktu menjabat pangkatnya pernah membunuh pemimpin Thian tee hwee, dan sekarang mereka hendak membalaskan dendam bagi pemimpin mereka. Sebagaimana kau ketahui Thian tee hwee adalah sebuah perkumpulan penentang bangsa penjajah, organisasinya memperoleh simpatik dan
dukungan dari pelbagai pihak dalam dunia persilatan, coba bayangkan saja betapa besarnya kesalahan yang kulakukan itu."
"Tapi paman kan tidak mengetahui asal usul mereka waktu itu" Anggapanmu mereka adalah penyamun, jadi perbuatan paman juga tak bisa disalahkan."
Sastrawan berbaju biru itu segera tertawa "Itukan perkataanmu untuk membelai paman, siapa bilang setelah membunuh belasan orang paman bisa bebas merdeka"
Begitulah, didalam gusarnya sucouw segera mengusir paman dari perguruan."
"Kau perlu tahu, pada waktu itu pengaruh Thian tee hwee tersebar sampai di mana mana, begitu suhu memecat aku dari perguruan, mana mungkin aku bisa menancapkan kaki kembali dalam dunia persilatan?"
00O00dewi00O00 SETELAH menghela napas panjang, sastrawan berbaju biru itu berkata lebih jauh
"Beruntung sekali aku berjumpa dengan Thian goan cu dari Bu tong pay, dia menaruh simpatik atas musibah yang paman alami, atas petunjuknya akupun bergabung dalam perguruan Siu lobun, dan semenjak itu-lah aku tak pernah bersua lagi dengan toa suheng"
"Akhirnya?"
"Hingga lima belas tahun berselang, tanpa sengaja paman dengar kalau Kok Ing mengincar mutiara penolak pedang dan menantang toa suheng untuk bertemu dipuncak bukit Hoa san.."
"Kok Ing adalah Tok seh siacu?" tanya Wi Tiong hong
"Yaa waktu itu sipedang beracun Kok Ing terhitung pula salah seorang dari delapan pelindung hukum Ban kiam hwee, semenjak penyerbuan mereka ke Lam hay..... para jago lihay yang di tampung Ban kiam hwee dan berhasil kabur kembali kedaratan Tionggoan telah pada membubarkan diri, siapa pun tidak mengetahui nasib lainnya"
"Sungguh tak disangka ia telah menjadi Tok seh siacu pada hakekatnya semua orang tidak tahu dimanakah letak selat pasir beracun tersebut, menurut penyelidikan yang paman lakukan kemudian, ternyata pemimpin selat pasir beracun tersebut bukan Kok Ing, melainkan putri dari bajingan tua she Kok."
Sekarang Wi Tiong hong baru tahu, rupanya perempuan yang berhasil ditawan olehnya malam itu tak lain adalah putri musuh besarnya.
Sementara itu sastrawan berbaju biru itu telah melanjutkan kembali kisahnya-
"Entah darimana sibajingan tua Kok Ing bisa mendapat tahu kalau mutiara penolak pedang tersebut terjatuh ketangan sucouwmu, mungkin semasa sucouw masih hidup, meski dia mengincar benda tersebut namun tak berani mengutarakannya secara blak blakan. itulah sebabnya menanti sucou mu sudah mati tiga tahun, dia datang mencari toa suheng dan menantangnya untuk bertemu pada malam tiong ciu,
"Kebetulan berita tersebut paman dengar, tak terlukiskan rasa kagetku waktu itu, paman mengetahui jelas sekali akan kepandaian silat yang dimiliki toa suheng. sekalipun selama beberapa tahun Ini memperoleh kemajuan pesat. mustahil dia bisa menandingi kelihayan dari bajingan tua she Kok
tersebut, akhirnya setelah pikir punya pikir akhirnya paman berhasil mendapat sebuah akal bagus!"
"Akal apakah yang berhasil paman peroleh?" tanya Wi Tiong hong cepat.
"Ilmu menyaru muka dari Siu lo bun boleh dibilang tiada keduanya dalam dunia persilatan, waktu itu terpikir oleh paman untuk menyaru sebagai toa suheng dan menghadiri pertemuan dibukit Sian hoa san tersebut, kalau bisa mengalahkan bajingan tua Kok tentu lebih bagus lagi. kalau tidak paman sudah bersiap sedia akan mengajaknya untuk beradu jiwa,"
"Ooh paman. kau sangat baik" dengan terharu Wi Tiong hong berbisik, sementara air matanya bercucuran.
Sambil menahan rasa pedih didalam hatinya, sastrawan berbaju biru itu melanjutkan:
"Siapa tahu toa suheng adalah seorang manusia yang amat memegang janji, ternyata dia telah hadir jauh lebih awal daripada kehadiran paman,"
Wi Tiong hong berseru kaget, buru buru tanyanya:
"Bagaimana kemudian?"
"paman bertemu dengan toa suheng, ketika itu paman menganjurkan toa suheng agar selekasnya meninggalkan tempat itu, tapi toa suheng sendiri justru membujuk pula kepada paman agar selekasnya meninggalkan tempat itu.,"
"Apakah ayah tidak tahu kalau paman yang datang?"
"Pada mulanya toa suheng sendiripun tidak tahu siapakah paman, kemudian secara tiba tiba dia menyerbu kedepan, paman memang lebih rendah sebahu daripada toa suheng, maka dengan cepat dia mengetahui akan
penyaruan paman ini, tapi pada saat itulah bajingan tua she Kok telah keburu datang"
Wi Tiong hong tidak bisa menahan diri lagi, dia berseru tertahan.
Sastrawan berbaju biru melanjutkan:
"Waktu Itu paman menyaru sebagai suheng, otomatis paman berusaha untuk bertarung lebih dulu, mungkin paman masih berhasil mengungguli bajingan tua Kok.."
"Akhirnya ayah yang bertarung lebih dulu dengan bajingan tua she Kok itu?" tanya Wi Tiong hong.
Dengan sedih sastrawan berbaju biru itu mengangguk.
"Ya, persoalan inilah yang membuat paman menyesal hingga kini, seandainya paman tidak menuruti bentakan dari toa suheng untuk mundur, niscaya paman telah bertarung dengan bajingan tua she Kok itu."
"Aaai, hal ini bisa terjadi karena paman msmang menaruh rasa hormat dan jeri kepada toa suheng semenjak kecil dulu. begitu toa suheng menghardik "mundur kau", tanpa disadari paman telah mundur selangkah."
"Dan ayahpun bertarung melawan bajingan tua she Kok itu?"
"Berbicara soal ilmu silat, walaupun toa suheng masih kalah satu tingkat bila dibandingkan bajingan tua she Kok, tapi ilmu Kan sam ceng dari toa suheng serta sam-kiam hui huannya memiliki daya kekuatan yang hebat pula.
Sebetulnya Kam sam-ceng dari sucou mu itu bertujuan untuk menggetar lepas senjata musuh dengan tenaga dalam, siapa sangka senjata yang digunakan bajingan tua she-Kok itu adalah ular, beracun berantai besi yang bisa hidup bebas
begitu ularnya terlepas, pergelangan tangan kanan toa suheng pun segera terpagut..."
"Bagaimana selanjutnya paman?" saking kagetnya Wi Tiong hong melompat bangun.
"Paman menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan kejadian itu, aku segera meminta obat psnawar dari bajingan tua Ko, sedangkan bajingan tua Kok tidak mengetahui mana yang tulen mana yang gadungan di antara kita berdua, tentu saja dia enggan melepaskan paman dengan begitu saja, setelah menarik kembali senjata cambuk ularnya maka diapun bertarung melawan paman, alhasil ruyung ularnya kena paman tebas sampai kutung."
"Apakah paman mempergunakan pedang Jit siu kiam?"
seru Wi Tiong hong girang.
"Bersamaan dengan gerak paman itu, si bajingan tua Kok terhajar pula oleh serangan yang paman sisipkan dalam Siu lo to, siapa tahu tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna. ternyata dia berhasil melarikan diri dengan membawa luka."
"Bagaimana dengan ayahku?" seru Wi Tiong hong dengan hati berdebar keras.
Sastrawan berbaju biru itu menghela nafas panjang:
"Aaai, waktu itu suheng telah keracunan hebat, ia tak sanggup menahan dari lagi dan roboh tak sadarkan diri, paman segera menjejalkan beberapa butir pil penawar racun tedalam mulut toa suheng, kemudian membopongnya turun gunung, tapi sebelum sampai disini, toa suheng sudah tewas akibat keracunan......."
Meledak isak tangis Wi Tiong hong dia segera menubruk kedalam pelukan pamannya dan menangis tersedu sedu.
Sastrawan berbaju biru sendiripun tak dapat menahan rasa pedihnya dengan sepasang mata berkaca kaca dia menepuk bahu Wi Tiong hong lalu katanya;
"Nak, dengarkan dulu paman melanjutkan cerita.."
"Paman benarkah ayahku tak tertolong lagi?" tanya Wi Tiong hong sambil mengangkat kepalanya dari dada orang.
Secara tiba tiba paman teringat kalau toa suheng dan ji suci saling mencintai, bila paman membawa toa suheng pulang ke rumah, bukankah ji suci akan sedih sekali?"
"Lantas bagaimana?"
"Oleh karena itu paman tidak membawanya kemari.
kubopong toa suheng dan berangkat kebukit cing pian nia, ketika paman memeriksanya dengan seksama, toa suheng memang sudah keraeunan ular dan racun telah menyerang kejantung, bukan saja keempat anggota badannya telah dingin kaku, jantungnya telah berhenti pula berdetak, sekalipun ada malaikat yang datang pun tak mungkin bisa menyelamatkan jiwanya.."
"Ooh ayah. ," tak sampai kata kata itu selesai, Wi Tiong hong kembali sudah menangis tersedu.
"Ketika paman melihat toa suheng sudah tewas, terpaksa jenazahnya kutanam di atas bukit itu, kemudian baru kukunjungi tempat ini.. "
"Apakah ibuku masih belum tahu?" tanya Wi Tiong hong dengan air mata bercucuran.
"Sejak kecil paman memang swdah bergaul bersama toa suhebg pada hakekatnya paman bisa menirukan gerak gerik toa suheng dengan persis dan tepat, kenyataannya Ji suci msmang tidak mengira kalau orang yang dihadapinya bukan toa suheng melainkan penyaruan dari paman.
"Waktu itu paman telah mempersiapkan alasan yang tepat kukatakan dalam partemuan malam itu berhubung kulihat bajingan tua Kok membawa beberapa orang pembantu yang lihay dan sadar bukan tandingan orang, maka diam diam aku mengundurkan diri, tapi jelas musuh akan menyusul kemari biia dijumpai aku tidak datang memenuhi janji."
"Ketika Ji suci mendengar perkataan itu ternyata dia mempercayai seratus persen bahkan bertanya kepadaku bagaimana baiknya?"
"Akupun lantas berkata, oleh karena waktunya terdesak, maka kuanjurkan kepadanya untuk segera membereskan barang dan segera meninggalkan tempat ini, bahkan demi menghindari pengejaran musuh, kami harus menempuh perjalanan secara berpisah",
Ji suci bertanya kepadaku akan lari kemana, aku bilang sian soat nia adalah tempat kita dibesarkan. daerah sana lebih kami kenal, lebih baik mengungsi dulu ke sin soat nia.
Maka diputuskan Ji suci berangkat dengan membawa bekal, sedang paman berangkat dengan membawa serta dirimu."
"Apakah ibuku masih berdiam di Sian soat nia?" tanya Wi Tiong hong kemudian.
Sastrawan berbaju biru itu tidak menjawab. dia hanya melanjutkan kembali kisahnya:
"Paman sama sekali tidak menghantarmu ke bukit Sian soat nia, sebab paman tahu sehari bajingan tua Kok belum mampus, dia tak akan melepaskan kalian ibu dan anak berdua dengan begitu saja."
"Kau harus membalas dendam atas kematian ayahmu, maka kau harus tetap berada disamping paman. Nama aslimu adalah Pui Wi, dan paman memberi nama Wi Tiong
hong kepadamu dengan maksud agar kau selalu teringat sebagai keturunan keluarga Pui"
"Paman, sudah setengah harian lamanya kau bercerita, tapi siapakah kau orang tua yang sebenarnya?"
Sastrawan berbaju biru itu tertawa: "Bukankah dalam surat paman telah di terangkan, Put ci beng (tak tahu nama) artinya dengan Pit Ci beng!"
"Dalam surat paman diterangkan pula di saat ibu dan anak dapat bersua. saat itulah asal usulku akan menjadi jelas, dan masa itulah saatku membalas dendam, kini asal-usulku sudah jelas, tapi di manakah ibuku berada?"
Pit Ci beng mengerutkan dahinya, kemudian menjawab:
"Bukankah kau masih ingat sebelum bulan tiong ciu tahun lalu, paman telah turun gunung" Waktu itu aku pergi ke Sian soat nia untuk mencari ji suci, siapa tahu ji suci sudah tak berada dibukit Sian soat nia lagi"
Wi Tiong hong menjadi sangat gelisah:
"Lantas kemana perginya ibuku" Oya, paman, apakah ibu belum tahu kalau ayahku sudah terkena musibah?"
"Tahu, setelah kuajak kau meninggalkan Cing peng nia, untuk sementara waktu ku titipkan kau di Thi pit pang, ketika itu lo pangcu dari perkumpulan Thi pit pang Tou locianpwee belum wafat. paman seorang diri berangkat ke Sian soat nia dan memberitahu secara terus terang kepada ji suci bahwa toa suheng telah terbunuh "
"Ibuku tentu merasa sedih sekali " bisik Wi Tiong hong dengan sepasang mata basah
"Waktu itu ji suci berkata dengan sedih, Kalau begitu kutitipkan anak Wi ke pada sute, bila dia telah berusia dua puluh tahun, ajaklah dia kebukit Sian Soat nia. aku ingin
menyaksikan anak Wi membunuh musuh besarnya dengan tangan sendiri"
Berbicara sampai disitu ia berhenti sejenak, kemudian menambahkan :
"Waktu itu sebenarnya paman berencana akan membiarkan kau berkelana barang satu dua tahun dulu dalam dunia persilatan sambil mencari pengalaman, kemudian baru mengajakmu pergi ke bukit Sian Soat nia."
"Bukankah kau orang tua mengatakan kalau ibuku sudah tidak berada dibukit Sian soat nia lagi?"
"Aku pikir ji suci meninggalkan tempat tersebut karena ada urusan lain" kata Pit Ci beng setelah termenung sejenak, "tahun ini kau baru berusia sembilan belas tahun bila usiamu telah genap dua puluh tahun. ji suci pasti akan menantikan kedatangan mu dipuncak sian soat nia,"
"Itu berarti harus menanti setahun lagi" bisik Wi Tiong hong dengan nada kecewa.
Mendadak ia berseru kembali :
"Aaab, paman, bukankah kau mengatakan bajingan tua Kok telah mati?"
"Tok seh sia merupakan sebuah tempat yang amat rahasia, sedangkan Tak seh siacu sendiripun terhitung seorang manusia yang teramat rahasia dan misterius, gerak gerik mereka bukan saja tak akan diketahui orang luar, sekalipun orang orang anggota Tok seh sia sendiripun belum tentu jelas."
"Berita yang berhasil paman perolehpun tak lebih hanya berita yang terpotong potong tidak utuh, setelah melalui pertimbangan dan penyelidikan paman seharusnya bajingan tua Kok memang sudah mati banyak tahun,"
"Paman, dapatkah kau berbicara lebih jelas lagi?"
"Padahal paman sendiripun tidak begitu jelas, sampai sekarang aku malah belum mengetahui dimanakah letak sesungguhnya selat tok seh sia tersebut, menurut dugaan paman, tok she sia cu yang dahulu seharusnya sipedang beracun Kok Ing."
"Ketika dia baru kabur dari Lam hay. dijumpainya selat pasir beracun itu, sejak saat itulah dia berdiam disitu dan menyebut dirinya sebagai Tok she sicu"
"Tapi, mengapa dia tak pernah menampakkan diri dalam wajah aslinya?"
Setiap kali menampakkan diri, mengapa dia harus mendandani diri dengan jubah hitam yang besar dan kedodoran, jenggot putih yang memanjang serta membawa tongkat bambu" Hal inilah yang membuat orang merasa tidak habis mengerti"
"Siapa tahu dia memang sengaja berlagak sok misterius?"
oooOoood w000O000
"TIDAK MUNGKIN" Pit Ci beng menggelengkan kepalanya berulang kali, "aku rasa dibalik kesemuanya itu tentu ada alasannya- Malah dikemudian hari paman berhasil mendengar akan suatu rahasia ternyata bajingan tua Kok pada waktu itu bukanlah Tok seh siacu."
"Yang menjadi Tok seh siacu yang sesungguhnya ketika itu adalah putrinya yang bernama Kok Thian hiang, sedangkan dia sendiri cuma menjabat sebagai seorang pelindung hukum yang berkedudukan paling tinggi dalam selat Tok seh sia"
"Peristiwa ini terjadi pada sepuluh tahun berselang, sekarang cang hu hoat mereka telah di tukar menjadi Tok jiu thian ong Liong Cay thian, sedang bajingan tua Kok sudah banyak tahun tak pernah munculkan diri lagi itu berarti dia sudah mati.
"Tapi Liong Cay thian berulang kali mengatakan kepada anak hong, ayah belum mati. bahkan dia mengatakan kalau ayah masih berada dalam selat Tok seh sia"
Pit Ci beng tidak langsung menjawab, dia termenung sebentar kemudian baru pelan pelan mengangkat kepalanya seraya menjawab :
"Paman sendiri juga tak bisa menduga apa maksud dan tujuan Liong Cay thian dengan tindakannya itu?"


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba tiba dia bangkit berdiri dan berseru
" Nak, ayo berangkat!"
"Paman, kita hendak pergi kemana?" tanya Wi Tionghong sambil ikut bangkit.
"Paman akan mengajakmu mengunjungi tempat dimana jenasah toa suheng di kuburkan, kini kau telah tumbuh menjadi dewasa apa yang hendak paman sampaikan kepadamu juga telah kuutarakan semua kepadamu"
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak dia tutup mulut, membalikkan badan dan beranjak dari sana.
Biarpun Wi Tiong hong dapat menangkap pula kalau perkataan dari pamannya seakan belum terakhir, namun ketika di lihatnya sang paman sudah beranjak pergi, terpaksa dia harus mengikuti pula di belakangnya tanpa sempat banyak berbicara.
Dengan langkah tergesa gesa kedua orang itu meninggalkan bangunan rumah tadi menuju kearah puncak tebing.
Pit Ci beng berjalan dimuka langkahnya amat santai namun gerakan tubuhnya cepat tak terlukiskan dengan kata kata.
Semenjak kecil Wi Tiong hong memang turut bersama pamannya, jarang sekali dia melihat pamannya mendemontrasikan ilmu meringankan tubuhnya
dihadapannya, tanpa sadar dia perketat gerakan tubuhnya dan meluncur secepat terbang,dia ingin mencoba apakah kemampuannya bisa melampaui kehebatan pamannya itu.
Tapi dalam kenyataannya, sekalipun dia telah menambahi hawa murninya sedemikian rupapun, pemuda itu tetap kalah setingkat dan tak pernah berhasil menyusulnya."
Pit Ci beng bergerak terus tanpa berhenti maupun, berpaling, dalam waktu singkat ia telah tiba dipuncak tebing tersebut Tiba tiba Wi Tiong hong mendengar pamannya berseru keras:
"Nak, cepat kemari!"
Bersamaan dengan seruan tadi, bayangan biru nampak berkelebat lewat, tahu tahu dia sudah berada tiga kaki jauhnya dari posisi semula.
Wi Tiong hong menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian itu, buru buru dia mendongakkan kepalanya.
ternyata pamannya sedang membungkukan badan dan memungut secarik kertas putih dari atas tanah.
Dengan cepat Wi Tiong hong memburu kedepan, tampak olehnya pamannya sedang memegang secarik kertas
dan berdiri dengan wajah penuh amarah, ujung baju berwarna birunya berkibar tiada hentinya.
Melihat itu, Wi Tiong hong segera bertanya:
"Paman, apa sih yang kau ambil?"
Pit Ci beng menyodorkan kertas putih tersebut kepadanya-Sewaktu Wi Tiong hong membaca tulisan diatas kertas itu, terbaca olehnya beberapa huruf yang berbunyi begini.
"Ayahmu masih hidup didunia ini"
Berdebar keras jantung Wi Tiong hong sesuai membaca tulisan lagi, ia segera mengangkat kepalanya dan berseru:
"Paman, dari mana kau bisa tahu kalau disini terdapat secarik surat?"
Pit Ci beng segera menuding keatas tanah dan menyahut:
"Ditempat inilah jenasah toa suheng kukubur, mereka sengaja meletakkan surat tersebut diatas pusara, agaknya mereka memang sengaja cari gara gara dengan kita."
Berbicara sampai disitu, dia menambahkan lagi.
"Nak, berikan pedangmu itu kepadaku."
Wi Tiong Hong mencabut keluar pedangnya dan diserahkan kepada pamannya.
Setelah menerima pedang tersebut dan menancapkannya ke atas tanah, tiba2 Pit Ci beng berlutut keatas tanah dan berbisik dengan air mata bercucuran,
"Toa suheng, hari ini siaute bersama anak Wi datang menyambangi kuburanmu tapi demi membuktikan teka teki sekitar mati hidupmu terpaksa siaute akan membongkar kuburuan ini untuk membuktikan dengan mata kepala
sendiri, semoga arwah toa suheng dialam baka dapat memaafkan perbuatan kami ini".
Sementara itu, Wi Tiong hong sudah menangis tersedu sedu.
Seusai berdoa, Pit Ci beng berpaling seraya ujarnya-
"Nak, bangunlah, kita terpaksa harus berbuat demikian, sebab tanpa membongkar kuburan bagaimana mungkin kita bisa tahu toa suheng masih hidup atau sudah mati".
"Terserah keputusan paman" sahut Wi-Tiong hong dengan air mata bercucuran, Pit Ci beng tidak berbicara lagi. dia mencabut pedang tersebut dan mulai menggali disekitar kuburan tersebut.
Wi tiong Hong tidak ambil diam, dia membantu pamannya dengan menyingkirkan pasir menggunakan sepasang tangannya.
Beberapa saat kemudian, mereka telah menggali sedalam tiga depa lebih, saat itulah Pit ci beng bekerja lebih berhati hati lagi, dia membuang pedang tersebut dan bersama Wi Tiong Hong menggali dengan tangan panjang.
Ketika mencapai kedalaman empat depa dari balik pasir mereka temukan sebilah pedang panjang yang telah berkarat
Pit Ci beng mengambilnya dari tanah lalu setelah diperhatikan sekejap, ujarnya dengan penuh kesedihan :
"Nak, pedang ini adalah pedang yang selalu dibawa oleh toa suheng dimasa silam"
Sementara itu Wi Tiong hong sudah menangis tersedu dengan sikap yang menghormat sekali, dia sambut pedang tadi.
Kemudian mereka berdua melanjutkan penggaliannya.
semestinya setelah pedang itu ditemukan berarti kerangka manusianya berada disekitar sana, tapi biarpun mereka telah menggali sampai sedalam lima depa jenasahnya belum juga ditemukan
Tiba tiba Pit Ci beng menghentikan pekerjaannya sambil bangkit berdiri, katanya kemudian :
"Nak tak perlu digali lagi"
Wi Tiong hong menyeka air matanya, setitik
pengharapan kembali muncul didalam hatinya
"Paman" ia berkata sambil mengangkat muka,
"tampaknya ayah benar benar belum mati."
Sepasang mata Pit Ci beng berubah menjadi merah membara, diam diam ia menggertak gigi menahan diri, pikirnya :
"Ketika toa suheng terpagut ular beracun dan tewas, akulah yang mengubur jenasahnya ditempat ini, jelas sudah aku periksa kalau napasnya telah berhenti, bagaimana mungkin orang yang telah mati bisa hidap kembali" Sudah jelas ada orang yang mencuri jenasah toa suheng secara diam diam kemudian menyusun rencana licik untuk menipu kami"
Sekalipun dia berpikir demikian, namun perkataan tersebut tidak sampai diutarakan kepada Wi Tiong hong, dia termenung lagi berapa saat baru menjawab:
"Nak, dewasa ini sulit bagi kita untuk menentukan benar tidaknya kasus tersebut, sehingga sulit juga bagi paman untuk memberikan keterangannya, lebih baik kita kembalikan dulu pasir tersebut kedalam liang sebelum membicarakannya lebih jauh."
Selesai berkata dia segera turun tangan memasukkan kembali tanah galian kedalam liang, tak lama kemudian pekerjaan telah selesai.
Paras muka Pit Ci beng nampak serius disamping rasa sedih dan marah menghias wajahnya, dia menjura sekali lagi kearah tanah gundukan itu, malah mulutnya berkamak kemik seperti lagi berdoa.
Wi Tiong hong dapat melihat, walaupun pamannya tak berbicara, namun dalam hatinya tetap yakin kalau ayahnya telah meninggal, ini semua membuat air matanya tanpa terasa kembali bercucuran.
Selesai berdoa, Pit Ci beng bangkit berdiri dan berbisik :
"Nak, mari kita pulang "
Sekali lagi mereka berdua kembali kerumah pondokan dibawah tebing, waktu menunjukkan mendekati tengah hari, Pit Ci beng segera mengeluarkan rargsum dan di bagikan untuk mereka berdua.
Kemudian ia memanggil Wi Tiong hong masuk kekamar baca dan bertanya.
"Nak. bagaimanakah pandanganmu tentang mati hidup toa suheng?"
"Menurut pendapat anak Hong, meskipun ayah terkena racun ular waktu itu dan menurut pandangan paman racun tersebut sudah menyerang kejantung dan tak tertolong lagi namun Liong Cay thian mahir dalam menggunakan racun, siapa tahu setelah paman meninggalkan tempat itu, dia menggali kuburan dan berhasil menyelamatkan jiwa ayah"
Toh kejadian semacam ini bisa saja terjadi?"
Pit Ci beng menghela napas panjang: "Perkataanmu memang bisa juga diterima dengan akal, sebagai putra yang
berbakti, otomatis setiap orang berharap ayahnya masih ada barapan untuk hidup, tapi nak, justru disini pula letak titik kelemahanmu, ketahuilah orang persilatan yang terdiri dari berbagai manusia merupakan unsur yang berbahaya sekali bagimu, kau mesti sadar bahwa hati manusia sukar diukur.
siapa tahu kalau memang ada manusia yang bertujuan lain?"
Ada sepatah kata ingin paman sampaikan kepadamu dan kau harus mengingatnya baik baik, yakni dalam menghadapi persoalan apapun selama kau berkelana dalam dunia persilatan, harus kau pikirkan masalah tersebut dengan otak dingin, jangan sekali kali menuruti emosi, apalagi menganut sistim pukul dulu urusan belakang."
Wi Tiong hong tidak berbicara, dia cuma manggut manggut.
Kembali Pit Ci beng berkata:
"Terlepas ayahmu masih hidup ataukah sudah mati, pokoknya dalam satu tahun ini paman minta kau menggertak gigi menahan diri. anggap saja kau belum mengetahui asal usulmu yang sebenarnya, jangan banyak bertanya, pun jangan begitu percaya dengan perkataan orang lain, terutama sekali menyerempet bahaya tanpa perhitungan."
Ketika menyampaikan pesan pesan tersebut, Pit Ci beng mengutarakannya dengan wajah serius dan bersungguh sungguh.
suaranya tegas dan sama sekali tidak memberi kesempatan bagi Wi Tiong hong untuk membantah atau mencoba untuk melanggarnya.
Belum pernah Wi Tiong hong saksikan pamannya berbicara dengan wajah begitu serius dan nada suara yang
begitu tegas. untuk sesaat dia menjadi tertegun. Akhirnya Pit Ci beng berkata lagi: "Nak, paman tahu, meski kau tak berani banyak bertanya, namun hati kecilmu ingin bertanya, mengapakah aku mesti demikian" Bukankah begitu" Paman hanya bisa memberitahukan satu hal saja kepadamu.
Mulai besok, kau harus tetap kembali kerumah gubuk dibukit hwa giok san. dalam setahun ini kau mesti melatih diri dengan sebaik baiknya dan tak boleh berkelana lagi dalam dunia persilatan.
Hari yang sama pada tahun mendatang paman akan pulang kerumah dan mengajakmu bersama sama menuju bukit Sian soat nia, andaikata paman tidak muncul, kau dapat pergi sendiri kebukit Sian soat nia, pada saat itu ibu dan anak berjumpa kembali, mungkin teka tekl disekitar mati hidup toa suheng juga akan turut terungkap."
Wi Tiong hong bisa menangkap ketegasan pamannya dibalik ucapan tersebut, lagi pula nada suaranya amat mengenaskan, ini membuat hatinya tergerak,
Tidak sampai pemuda ilu membuka suara Pit Ci beng telah berkata lebih jauh:
"Nak, kemarilah kau, sekarang paman akan mewariskan serangkaian ilmu pedang kepadamu. sekembalimu ke bukit Hway giok san nanti, pergunakanhh waktu yang setahun ini sebaik baiknya untuk berlatih pedang.
Ilmu pedang tersebut bernama Siu lo cap sah si, bila berhasil dilatih hingga mencapai pada purcaknya, dalam satu gebrakan saja kau dapat melepaskan tiga belas buah serangan berantai, hingga sekarang belum pernah ada orang dalam dunia persilatan yang mampu mematahkannya, sekalipun menggunakan ilmu pedang yang terlihay sekalipun. cuma ilmu ini sukar dipelajari..."
Ketika berbicara sampai disitu tiba tiba ia menghentikan kata katanya
Sementara itu Wi Tiong hong telah berjalan menuju ke sisi pamannya dan berdiri dengan sikap menunduk Pit Ci beng memandang sekejap ke arahnya, kemudian melanjutkan kembali kata katanya.
"Ilmu silat dari perguruan Siu lo bun semestinya dilarang untuk diwariskan kepada orang luar. biarpun kau bukan anak murid Siu lo bun namun sepanjang hidup paman tak pernah beranak bini, kau adalah satu satunya bocah yang pernah kupelihara sejak kecil hingga dewasa, otomatis kau lah satu satunya keluarga paman, jadi ilmu pedang ini meski kuwariskan kepadamu, tindakan mana tak bisa dianggap telah melanggar peraturan perguruan !"
Melihat pamannya memandang begitu serius atas Siu lo cap sah si yang akan di wariskan kepadanya itu, tiba tiba saja Wi Tiong hong teringat kembali dengan kitab pusaka Bin kiam hai tiong yang dihadiahkan Ban kiam Hweecu kepadanya itu bukankah kepandaian tersebut juga termasuk ilmu pusaka dari Ban kiam hwee"
Tanpa terasa dia menyela:
"Paman, sewaktu berpisah dengan Ban kiam hweecu, ia pernah menghadiahkan sejilid kitab ilmu pedang kepadaku"
Sambil berkata dia mengambil keluar kitab mana dari sakunya dan diserahkan kepada pamannya.
Pit Ci beng hanya memandang sekejap lalu dengan wajah agak berubah katanya
"Aaah, Ban kiam kui tiong rupanya! Kepandaian rahasia tersebut hanya boleh dipelajari oleh ketua Ban kiam hwee saja, mengapa ia menghadiahkannya kepadamu?"
Merah dadu selembar wajah Wi Tiong hong
memperoleh pertanyaan tersebut, agak tersipu sipu dia berkata:
"Ban kiam hweecu tahu kalau anak Hong mempunyai dendam kesumat sedalam lautan, asal usulku belum ketahuan dan masih banyak kesulitan yang bakal kujumpai di masa mendatang, itulah sebabnya sebelum berpisah ia serahkan kitab pusaka ilmu pedang itu agar anak Hong pelajarinya, tiga tahun kemudian kitab tersebut baru kukembalikan lagi kepadanya".
Pit Ci beng manggut manggut setelah mendengar perkataan Ttu, katanya kemudian:
"Ban kiam hweecu begitu rela menyerahkan kitab pusaka rahasia yang tak pernah diwariskan kepada orang lain itu kepadamu, persahabatan seperti ini benar benar luar biasa sekali!"
Dia tak tahu kalau Ban kiam hweecu dalah seorang gadis muda tentu saja tidak mengira kalau Ban kiam hweecu telah menaruh hati kepada anak muda tersebut.
Setelah berhenti sejenak, diapun berkata lebih jauh;
"Dahulu paman pernah mendengar dari sucouw-mu yang mengatakan bahwa Ban kiam kweecu tua lihay dalam ilmu pedang, sepanjang hidupnya ia telah mengumpulkan berbagai ilmu pedang dari aliran dan partai hingga ia didunia dimana pada masa tua semua kepandaian tersebut dapat dilebur olehnya menjadi satu dan tercipta sebuah kepandaian maha sakti yang disebut Ban kiam kui tiong."
"Tapi ia sempat dibuat menyesal, karena diantara kepandaian yang berhasil dikumpulkan, masih ada dua buah kepandaian ilmu pedang yang tak sempat dilihat olehnya. sebuah adalah Hong lu kiam hoat dari Lam hay
bun, dan yang lain adalah Siu lo cap sah si dari Siu lo bun ini"
"Takkala Ban kiam hweecu membawa berbagai jago lihai mendatangi Lam hay dulu, meski hal ini disebabkan Lam hay bun memiliki sebutir mutiara penolak pedang yang merupakan tandingan utama dari ilmu pedang, alasan yang lain adalah disebabkan Hong lui kiam hoat dari Lam hay bun tersebut. kepandaian ini merupakan salah satu mestika yang diidam-idamkan Ban kian hweecu sepanjang hidupnya"
Mendengar pamannya membicarakan soal Lam hay bun, tanpa terasa Wi Tioag hong teringat kembali akan diri So Siau hui, hatinya menjadi resah dan tak karuan.
Ujarnya kemudian;
"Paman, Hong lui kiam hoat dari Lam-hay bun itu pasti lihay sekali"
Pit Ci beng tersenyum. "Konon dalam serbuan ke Lam hay tempo hari, sucou mu berhasil mendapatkan sehalaman ilmu pedang yang tidak utuh, semuanya terdiri dari tiga jurus yang di sebut Pek lek sam ceng (tiga getaran geledek), yang mana oleh sucouw mu dirubah kemudian menjadi Kan Sam ceng."
Tentu saja kepandaian ilmu pedang yang dimiliki sucou mu pada dasarnya memang cukup sempurna, tapi ketiga jarus ilmu pedang itu sesungguhnya merupakan tulang punggung dari segenap kepandaian yang paling diandalkan, Bayangkan sendiri hanya tiga jurus gerakan silat saja sudah dapat menggetarkan seluruh daratan Tionggoan, sampai dimanakah kedahsyatan dari Hong lui kiam hoat bisa kita bayangkan....."
Berbicara sampai disini dia berhenti sejenak untuk menarik napas panjang, setelah itu terusnya
"Nak, Kam sam ceng dari sucou mu sudah lama kau pelajari hanya paman kuatir bila kau mempergunakannya keluar maka identitasmu akan segera ketahuan, karenanya ketiga jurus ilmu pedang tadi sengaja kusembunyikan dibalik ilmu pedang Ji gi kiam hoat, dikemudian hari tak ada salahnya bagimu untuk mempergunakannya guna menambah keampuhanmu."
"Biar paman tak menerangkan, anak Hong juga sudah merasakan, tatkala aku betarung melawan Ban kiam hweecu tempo hari, dengan ketiga jurus ilmu pedang itulah aku berhasil mengatasi keadaan"
Pit Ci beng tertawa dan manggut manggut
"Kalau memang begitu, hal mana lebih bagus lagi, setelah kau menguasai Kan sam ceng. sama artinya kau telah mempelajari sebagian dari ilmu Hong lui kiam hoat aliran Lam hay bun, Maka di tambah dengan Siu lo cap sah si dari paman lalu mempelajari pula Ban kiam kui tiong tersebut berarti semua, aliran ilmu pedang yang ada didunia ini sudah kau pelajari. Haaah...haaaahh.... asal kau bersedia melatihnya dengan tekun setahun kemudian ilmu pedangmu akan mencapai tingkatan yang tertinggi, Nak, waktu itu kau boleh jadi tiada tandingannya lagi didunia ini!"
Berbicara sampai ke-hal yang membanggakan, tanpa rasa dia mendongakban kepalanya dan tertawa terbahak bahak, sementara air matanya bercucuran.
Wi Tiong hong sendiri pun dibuat mengucurkan air mata saking girangnya, dia melelehkan air mata karena terharu atas masa depan sendiri yang terbuka lebar.
Dengan cepat Pit Ci beng menyeka air matanya, kemudian sambil tertawa rama katanya :
"Nak, paman akan segera mewariskan rahasia ilmu pedang itu kepadamu, dengarkanlah baik baik."
Dengan cepat diapun mewariskan ilmu Siu lo cap sah si tersebut kepada anak muda tersebut, bahkan disana sini disertai penjelasan yang mendetil.
Dengan penuh perhatian Wi Tiong hong mendengarkan penjelasan itu dan menghapalkannya diluar kepala, sampai Pit Ci beng merasa Wi Tiong hong telah menguasahi semua, dia baru mengajarkan ilmu pedang tersebut secara praktek,
Tak jemu jemunya Pit Ci beng menjelaskan setiap gerakan dari ke tiga belas jurus ilmu pedang itu disamping memberi petunjuk disana sini, dua jam kemudian secara paksa Wi Tiong hong baru bisa menguasai ilmu itu, mesti banyak inti sarinya belum dikuasai sepenuhnya....
Udara makin lama semakin gelap, Pit Ci beng turun gunung untuk membeli bahan perbekelan dan telah pulang, mereka berdua lantas turun tangan membuat nasi.
Selesai bersantap, Pit Ci beng tetap mengasuh Wi Tiong hong belajar pedang diruang tengah, sedang dia sendiri memberi petunjuk tiada hentinya dari samping.
Latihan berlangsung hingga mencapai kentongan ke dua, waktu itu Wi Tiong hong sudah hampir menguasai ke tiga belas jurus serangan tersebut, kembali kekamar baca ia pun duduk bersemedi.
Malam itu lewat dengan begitu saja keesokan harinya pagi pagi sekali Wi Tiong hong telah bangun dari tidurnya.
Ketika membuka matanya, ia tidak melihat lagi bayangan tubuh pamannya, cepat cepat dia melompat bangun.
Ia menemukan secarik kertas tergeletak disisinya, ini membuat hatinya amat gelisah, cepat diambilnya surat itu dan dibaca isinya
"Anak Wi, mulai hari ini kau harus segera kembali ke bukit Hway giok san untuk menekuni ilmu pedangmu, jangan berkeliaran lagi dalam dunia persilatan untuk sementara waktu."
"Hari ini pada tahun mendatang, paman akan datang untuk mengajakmu pergi ketebing Sian soat nia, andaikata paman tidak muncul, berangkatlah sendiri kepuncak Ngo Hong, ingat! Jangan lupa" Paman telah pergi tanpa pamit, membaca ini surat tersebut tanpa terasa titik air mata bercucuran membasahi wajah Wi Tiong hong.
Mengapa paman pergi dengan begitu tergesa gesa"
demikian ia menggumam.
Dia mengangkat kepalanya memandang awan di
angkasa, sementara pesan dari pamannya yang banyak diutarakan kepadanya semalam terbayang kembali didalam benaknya.
Mendadak ia mempunyai sebuah firasat paman suruh dia pergi ke Hway giok san untuk melatih ilmu pedang dan berlagak seakan akan tidak mengetahui asal usulnya Jangan banyak bertanya, jangan percaya perkataan orang dengan begitu saja, jangan pula mengembara dalam dunia persilatan, bisa jadi pamannya telah berangkat ke selat Tok seh sia untuk mencari Liong Cay thian.
Apa yang harus dia lakukan sekarang" Sebagai putra seorang manusia, apakah dia bisa berpeluk tangan belaka
atas mati hidup ayah sendiri" Tapi dengan tegas pamannya telah berpesan dia harus kembali bukit Hway giok san.
Itu berarti pamannya pasti tahu dimanakah letak selat Tok seh sia tersebut, hanya saja kemarin dia orang tua tidak bersedia menerangkan kepadanya lantaran kuatir dia akan pergi menyerempet bahaya.
Berdasarkan kepandaian silat yang dimiliki pamannya, sudah barang tentu tiada hal diluar dugaan yang bakal terjadi, ini berarti dia harus menuruti pesan dari dia orang tua untuk pulang ke bukit Hway giok san.
Untung juga ilmu Siu lo sap sah si telah dikuasahi olehnya, tinggal bagaimana mematangkan kepandaian tersebut.
Sedang ilmu pedang Ban kiam kui tiong cuma terdiri dari delapan puluh satu gerakan, bila dilatih pun tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, ia percaya dalam tiga bulan saja semuanya sudah dapat dikuasahi.
Pamannya pun hanya menyuruh ia pulang berlatih pedang, asal ilmu pedangnya sudah terlatih, berarti dia tak usah menuruti pesan dari dia orang tua lagi.
Ditambah pula tiga bulan kemudian dia masih punya janji dengan Ban kiam hwee cu, paling tidak dia harus mengembalikan kitab pusaka tersebut kepada dirinya.
Dari cerira Ban kiam hweecu, diapun mendapat tahu kalau didalam Ban kiam hweecu terdapat seorang yang bernama Sam coat sianseng, konon orang ini menguasahi persoalan dalam dunia persilatan siapa tahu dari mulutnya ia mendapat tahu dimanakah letak Tok seh sia tersebut.
Liong Cay thian mengatakan kalau ayahnya berada diselat Tok seh sia. terlepas benar atau tidak, ia memang wajib mengunjungi selat tersebut untuk melakukan
pemeriksaan, dengan demikian, bila tahun depan bertemu dengan ibunya, diapun bisa memberi laporan yang seutuhnya kepada dia orang tua,
Berpikir sampai disitu. dia merasa jalan pemikirannya memang amat sempurna.
Begitulah, setelah menutup pintu ruangan, dia melompati pagar pekarangan menuju kebawah bukit, dari kejauhan di lihat manusia berkerudung hitam yang dijumpai kemarin sedang berjalan menuju kearahnya.
Wi Tiong hong menunggu sampai orang itu mendekat, mendadak ia menghadang jalan perginya dan menegur.
"Sobat, kau datang lagi kemari"
"Aku mendapat perintah untuk menjaga rumah ini, tentu saja aku harus kemari?"
"Kau tahu siapakah pemilik rumah ini?"
"Masa kau sendiri tidak tahu"
"Kalau begitu sobat pun sudah tahu siapakah aku?"
"Tentu saja aku tahu"
"Kalau sobat sudah tahu, ini lebih baik lagi"
Wi Tiong hong tertawa,
"Kalau sudah tahu lantas kenapa?" manusia berbaju hitam itu menjengek, "andai kata aku tidak melihat dirimu sebagai majikan kecil dari bangunan rumah ini. sejak kemarin aku sudah tak akan mengijinkan kalian masuk"
Wi Tiong hong menjadi keheranan setelah mendengar ucapan mana, tanpa terasa ia bertanya:
"Sebenarnya atas perintah siapa sobat menjaga rumah ini" Siapa sih majikanmu?"
"Aku cuma tahu menjaga rumah, soal yang lain sama sekali tidak kuketahui"
Tiba tiba Wi Tiong hong berkerut kening; kemudian setelah tertawa nyaring serunya:
"Sobat, bila kau tidak menjelaskan sampai jelas...."
"Apakah kau tak akan melepaskan aku ?" sebelum ucapan itu selesai, manusia berbaju hitam tadi telah menukas.
"Benar, aku tidak akan membiarkan orang asing mengangkangi rumah kediaman kami, kecuali kau menerangkan asal usul dari majikanmu"
"Andaikata aku tidak bersedia?"
"Tentu saja aku mempunyai akal untuk memaksamu berbicara"
Dengan tangan kiri bagaikan kaitan, secepat sambaran kilat dia serang bahu manusia berbaju hitam itu.
Manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, tiba tiba bahu kanannya direndahkan menghindari serangan lawan, kemudian tangan kanannya melepaskan sebuah serangan balasan.
Gagal dengan cengkeraman mautnya, Wi Tiong hong mendesak maju kehadapan manusia berbaju hitam itu. oleh karena bacokan lawan datangnya cepat sekali, terpaksa dia harus mengayunkan pula tangan kanannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaaammm!"
Ketika sepasang telapak tangannya sang membentur sehingga terjadi ledakan keras, manusia baju hitam itu hanya sedikit bergetar tubuh bagian atasnya, sebaliknya Wi
Tiong hong kena tergetar mundur sampai sejauh dua langkah.
Terdengar manusia berbaju bitam itu berkata dengan dingin:
"Memandang pada kedudukanmu sebagai majikan kecil rumah ini, aku tak akan turun tangan untuk melukaimu, hmm...hmm.. coba kalau berganti orang lain, saat ini dia pasti sudah terluka oleh pukulan beracunku dan hidupnya tidak akan lebih dari satu jam lagi.."
Ketika mendengar kata-kata "terluka oleh pukulan beracun" mendadak Wi Tiong hong merasakan hatinya tergerak, dengan mata melotot ia segera membentak :
"Kau adalah anggota selat Tok seh sia!"
"Tok seh sia" Huuuh manusia macam apakah mereka itu." jengek manusia berbaju bitam itu sinis.
Sekalipun Wi Tiong hong tidak bisa menyaksikan mimik wajahnya secara jelas berhubung tertutup oleh kain kerudung hitam namun didengar dari ucapannya, jelas dia sangat memandang rendah dan hina terhadap orang orang Tok seh sia.
Wi Tiong hong malah tertegun dibuatnya, ia segera berpikir :
"Aku mencurigai orang ini sebagai utusan dari Tok seh sia, tapi itupun tidak mirip bila didengar dari nada pembicaraannya lantas siapakah yang mengutus orang ini?"
"Kemarin, paman sudah menaruh curiga yang amat besar terhadap orang ini, kemudian ia tak berhasil dijumpai meski telah dicari kemana mana, setelah aku berhasil menjumpainya hari ini, tak boleh dibiarkan pergi dengan begitu saja."
Berpikir demikian, mencorong sinar tajam dari balik matanya, ia segera membentak keras keras :
"Apakah surat yang ditinggalkan didepan kuburan ayahku kemarin juga merupakan hasil perbuatanmu?"
"Ayahmu belum mati!"
Wi Tiong hong sangat emosi, kembali ia membentak :
"Kau masih juga tidak mengaku sebagai anggota Tok seh sia, bila tidak kuberi sedikit kelihayan, tentunya kau tak akan mengaku .."
"Criiing!..." ia meloloskan pedangnya dengan cekatan.
Memandang senjata lawan, manusia berbaju hitam itu mendengus dingin :
"Kau ingin bertarung melawanku?"
"Tidak usah banyak bicara. silahkan kau meloloskan senjatamu lebih dulu!" bentak Wi Tiong hong.
Manusia berbaju hitam itu mengayunkan sepasang tangannya berulang kali, kemudian berkata :
"Aku tidak lebih hanya memandang kau sebagai majikan muda rumah ini, bila ingin benar benar bertarung, jangan salahkan bila kulukai dirimu. Aku tak pernah besenjata, silahkan saja kau lancarkan seranganmu."
-oo0dw0oo- Jilid 6 Sudah tiga kali dia menyinggung bahwa kesabarannya dikarenakan "memandang kau sebagai majikan muda bangunan rumah ini".
Dengan suara dalam Wi Tiong hong segera membentak:
"Kalau toh demikian, akupun tak akan sungkan sungkan lagi !"
Pergelangan tangan kanannya diputar dan sebuah serangan maut siap dilancarkan.
Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berteriak keras.
"Pui kongcu, harap tahan dulu ......"
Tanpa terasa Wi Tiong hong menghentikan gerak serangannya seraya berpaling.
Lagi lagi muncul seorang manusia berbaju hitam yang mengerudungi wajahnya dengan kain hitam, gerakan tubuhnya sangat cepat, dalam waktu singkat telah berada di hadapannya.
Diam diam Wi Tiong hong mendengus: "Hmm, kembali komplotannya yg datang!"
Belum habis dia berpikir, manusia berbaju hitam yang datang belakangan itu sudah berkata kepada manusia berbaju hitam yang datang lebih duluan itu:
"Seng Toa ma, mengapa kau malah bertarung sendiri dengan Pui kongcu ?"
Wi Tiong hong tertegun, segera pikirnya: "Ooooh, rupanya manusia berbaju hitam yang sedang bertarung melawanku barusan adalah seorang wanita!"
Terdengar manusia berbaju hitam yang pertama itu berkata dengan suara dingin: "Seandainya aku hendak bertarung melawannya, apakah aku tidak menjagalnya sedari tadi ?"
"Sekarang kau boleh masuk" kata manusia baju hitam yang datang belakangan itu kemudian.
Manusia berbaju hitam yang pertama tadi tidak berbicara lagi, dia membalikkan badan dan siap masuk kedalam ruangan.
"Berhenti", Wi Tiong hong segera membentak, "aku sudah bilang, kalau rumah ini adalah milik keluarga Pui, siapa pun dilarang mengangkatnya".
Manusia berbaju hitam yang datang belakangan segera menjura, katanya:
"Pui kongcu jangan salah paham, Seng Toa Ma hanya mendapat perintah dari majikanku untuk menjaga bangunan rumah itu serta membersihkan sekitar tempat ini dia sama sekali tidak bermaksud untuk mengangkatnya".
"Siapakah majikan kalian?"
"Ketika majikan mendengar kedatangan kongcu sengaja aku diutus kemari untuk menyambut kedatanganmu, harap kongcu bersedia mengikuti kami"
Pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benak Wi Tiong hong, ia tak tahu berasal dari aliran manakah majikan mereka itu, maka tanyanya kembali dengan suara dalam.
"Majikan kalian berada dimana?"
"Tidak jauh letaknya dari tempat ini, di bawah gunung sudah kami sediakan kereta untuk kongcu"
Wi Tiong hong segera berpikir kembali:
"Entah siapa pun majikan mereka, aku harus pergi ke sana untuk melihat sendiri"
Maka kepada manusia berbaju hitam yang datang belakangan dia manggut manggut sahutnya:
"Baiklah, aku bersedia memenuhi permintaanmu".
Sementara pembicaraan berlangsung, manusia berbaju hitam yang datang lebih duluan tadi dalam sekejap mata itupun sudah pergi entah kemana, rupanya disaat dia sedang berbincang bincang dengan manusia berbaju hitam yang datang belakangan tadi, ia telah membalikkan badannya masuk ke dalam ruangan.
Maka kembali dia berpikir:
"Kalau toh dia cuma mendapat perintah untuk menjaga rumah ini, biarkan saja dia masuk"
Dalam pada itu, manusia berbaju hitam yang datang belakangan telah berkata lagi sambil memberi hormat:
"Silahkan Pui kongcu"
Wi Tiong hong tidak berbicara lagi, dengan langkah lebar dia berjalan menuruni bukit itu, sementara manusia berbaju hitam itu mengikuti dibelakangnya, diapun membungkam diri dalam seribu bahasa . . .
Tak selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba di mulut jalan, tiba tiba manusia berbaju hitam itu berseru:
"Pui kongcu, harap berhenti dulu"
"Ada apa?"
"Aku telah menyiapkan kereta kuda untuk kongcu"
Seraya berkata, manusia berbaju hitam itu segera menggapai ke depan.
Ketika Wi Tiong hong berpaling, ia saksikan di sisi hutan telah parkir seekor kereta kuda berwarna hitam, sewaktu kereta itu melihat gapaian tangan dari manusia berbaju hitam itu, ia segera menarik tali les kudanya dan menjalankan kereta menghampiri mereka.
Begitu tiba didepan kedua orang itu. dia menghentikan kereta, melompat turun dan dengan cepat menggulung tirai kereta tersebut.
"Pui kongcu, silahkan naik ke kereta" kembali manusia berbaju hitam itu mempersilahkan.
Wi Tiong hong tidak sungkan sungkan lagi, dia segera melompat naik ke atas kereta, disusul manusia berbaju hitam dibelakangnya, tanpa diperintah si pengemudi kereta itu segera menurunkan tirai dan menguncinya dari luar.
Setelah tirai kereta diturunkan. Wi Tiong hong baru mengetahui kalau tirai tersebut terbuat dari kulit yang sangat rapat. tak setitik cahaya pun yang bisa menyelonong masuk.
Peristiwa yang pernah dialami anak muda tersebut sudah sangat banyak, pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki Wi Tiong hong juga semakin luas, dalam sekilas pandangan saja ia sudah dapat memahami maksud lawan berbuat demikian, tak ingin dirinya mengenali jalanan yang akan dilalui.
Biasanya, orang yang gerak geriknya rahasia dan misterius, kebanyakan tidak bermaksud baik.
Sekarang dia menggembol pena wasiat Lou bun si, membawa pula mutiara penolak pedang Ing kiam cu, dua macam benda mestika yang bisa membuat mengilernya setiap umat persilatan, ditambah lagi sejilid kitab pusaka ilmu pedang Ban kiam kui tiong yang tak ternilai harganya.
Entah benda yang manapun dari ketiga macam benda mestika tersebut, tentu saja ia tak boleh kehilangan satupun diantaranya.
Bisa jadi majikan mereka telah berhasil menyelidiki persoalan ini dengan jelas serta mempunyai niat untuk
mengincarnya, maka dia sengaja dipancing kedatangannya agar bisa dikerjai, tanpa terasa Wi Tiong hong meningkatkan kewaspadaannya.
Kereta kuda itu mulai melanjutkan perjalanan, roda kereta yang berputar menimbulkan suara yang ramai, Wi Tiong hong yang duduk dalam kereta pada hakekatnya tak bisa membedakan lagi arah mata angin, ia tak tahu mereka hendak membawa dirinya kemana"
Suasana dalam ruangan kereta gelap gulita tak nampak kelima jari tangan sendiri, tapi Wi Tiong hong yang bisa melihat dalam kegelapan dapat melihat dengan jelas manusia berbaju hitam itu duduk disudut kiri ruangan sambil terkantuk kantuk.
Agaknya orang itu enggan banyak berbicara dengan dirinya, tentu saja dia kuatir kalau kebanyakan bicara dapat membocorkan sesuatu rahasia.
Wi Tiong hong juga tidak berbicara, dia tahu sekalipun pertanyaan diajukan juga tak akan berhasil persoalan sesuatu jawaban pun, bagaimanapun jua dia akan segera bertemu dengan majikan mereka, buat apalagi dia mesti banyak berbicara"
Kereta bergerak sangat cepat, mereka sudah menempuh perjalanan hampir satu jam lebih.
Sekarang kereta mulai oleng bahkan makin lama olengnya semakin menghebat, jelas kereta mereka sudah mulai meninggalkan jalan raya memasuki jalan kecil yang tak rata, bahkan bisa jadi makin kedalam suasananya makin sepi dan memencil.
Wi Tiong hong sama sekali tidak mengacuhkan keadaan tersebut. Prinsipnya, setelah sampai di situ, biar harus
masuk kesarang naga gua harimau, dia tetap akan memasukinya.
Setengah jam kembali sudah lewat, kini jalannya kereta sudah makin stabil dan tenang.
Keadaan ini jelas sekali menunjukkan bahwa kereta mereka setelah melewati jalanan sempit yang tak merata, kini mulai melewati jalan yang licin sekali. Atau dengan perkataan lain mereka sudah hampir tiba ditempat tujuan.


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benar juga, setelah menempuh perjalanan lagi beberapa saat keretapun berhenti.
Agaknya manusia berbaju hitam itu mengira Wi Tiong hong masih mengantuk, segera bisiknya lirih:
"Pui kongcu, kita sudah sampai ditempat tujuan"
"Sudah sampai ?"
"Cuma ada satu hal lagi yang terpaksa harus menyiksa kongcu sebentar"
"Soal apa ?""
'Sudah banyak tahun majikan kami tidak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan, dia tak ingin tempat tinggalnya di ketahui orang. Oleh karena itu setiap orang yang ingin masuk kemari, diharuskan menutupi wajahnya dengan kain kerudung hitam"
"Maksudmu aku harus mengenakan kain kerudung hitam ?"
"Yaa, untuk sementara waktu terpaksa kongcu harus menderita ..."
Wi Tiong hong segera berpikir: "Bagaimana pun juga ia telah mengemukakan masalah tersebut secara blak blakan, kecuali aku tidak bermaksud memasuki sarang mereka,
kalau tidak, rasanya terpaksa aku mesti menuruti keinginan mereka"
Karena perpikir demikian, diapun lantas menjawab:
"Baiklah!"
Agaknya manusia berbaju hitam itu tidak mengira kalau lawan akan mengabulkan permintaannya secepat itu, dengan gembira dia lantas berkata lagi:
"Sungguh tidak kusangka kongcu begitu luwes dan berani, benar benar tidak malu menjadi keturunan dari Pek ih tayhiap."
Sembari berkata dia mengeluarkan secarik kain hitam dari sakunya dan segera ditutupkan keatas wajah Wi Tiong hong.
Dengan cepat si kusir kereta membuka penutup tirai kereta tersebut serta menyingkapnya.
Ketika cahaya matahari memancar masuk Wi Tiong Hong merasakan pandangan matanya menjadi silau, namun berhubung secarik kain hitam menutup wajahnya maka sulit baginya untuk menyaksikan pemandangan alam disekelilingnya.
Tatkala dia mengijinkan manusia berbaju hitam itu menutupi matanya, seluruh perhatiannya dipusatkan menjadi satu, jalan darahnya dilindungi hawa murni dan telapak tangan kanannya telah menyiapkan sebuah pukulan, bila pihak lawan berani menotok jalan darahnya.
dia akan melepaskan pukulan Siu lo to nya untuk menghabisi jiwanya dalam sekali pukulan.
Sementara itu, manusia berbaju hitam itu telah berkata kembali
"Sekarang Pui kongcu sudah boleh turun dari kereta mari kubimbing kau turun."
"Tidak usah"
Sambil berkata dia melompat turun sendiri dari atas kereta. Gerak geriknya amat santai seolah olah matanya sama sekali tak dikerudungi.
Manusia berbaju hitam itu tertegun tanpa terasa sorot matanya dialihkan kewajah Wi Tiang hong serta memperhatikan dengan seksama. Ia merasa kain kerudung yang menutupi wajahnya itu cukup rapat dan sama sekali tiada yang mencurigakan.
"Sobat, mengapa kau belum berjalan" tegur Wi Tiong hong tiba tiba.
Manusia berbaju hitam itu nampak sedikit ragu, kemudian katanya lagi:
"Berjalan dari sini akan kita lalui sebuah jalan kecil. lebih baik kugandeng saja tangan kongcu"
"Tidak usah, kau boleh berjalan sendiri didepan"
Oleh karena tawarannya ditolak. terpaksa manusia berbaju hitam itu berjalan dimuka, sedang Wi Tiong hong mengikuti di belakangnya.
Manusia berbaju hitam itu sengaja mempercepat langkahnya namun dia jumpai Wi Tiong Hong masih mengikuti terus dibelakangnya seperti bayangan badan sedikitpun tidak nampak ketinggalan, hal ini membuatnya diam diam merasa kagum.
Mereka berdua berputar putar di dalam hutan sebelum menuju ke depan sebuah gedung. Mendadak manusia berbaju hitam itu menghentikan langkahnya seraya memuji:
"Pui kongcu, kepandaianmu untuk membedakan suara benar benar sangat mengagumkan, ilmu meringankan tubuhmu juga; sangat hebat"
"Kita sudah sampai ditempat tujuan ?" tanya Wi Tiong hong
"Tunggu saja sampai aku mengajak kongcu masuk ke dalam sebelum akan membukakan kain kerudungmu itu, harap kau suka bersabar sebentar"
Tidak menunggu sampai Wi Tiong hong menjawab, dia maju ke depan dan mengetuk pintu beberapa kali.
Pintu depan segera terbuka, dan manusia berbaju hitam itupun membalikkan badan sambil berkata:
"Pui kongcu, harap mengikuti aku masuk ke dalam"
Setelah meraba gagang pedangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi segala sesuatu, dengan langkah lebar Wi Tionng Hong masuk ke dalam halaman.
Setelah melalui sebuah pelataran yang luas, mereka mulai menaiki tangga batu. Saat itulah terdengar manusia berbaju hitam itu berkata:
"Nah, sudah sampai, sekarang aku akan membukakan kain kerudung hitam itu untuk kongcu!"
Wi Tiong Hong tidak menunggu sampai dia
menyelesaikan perkataannya, kain kerudung hitam itu segera dicopot sendiri, kemudian sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu, ternyata dia berdiri di tengah sebuah ruangan yang besar.
Sambil menyerahkan kain hitam itu ke tangan manusia berbaju hitam tersebut, dia bertanya:
"Mana majikan kalian?"
"Silahkan kongcu menanti sebentar disini, biar aku segera masuk untuk memberi laporan" ucap manusia berbaju hitam itu sambil membungkukkan badan memberi hormat.
Selesai berkata, bura buru dia berjalan masuk ke ruang belakang.
Menggunakan kesempatan tersebut Wi Tiong hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia merasa bangunan gedung itu terdiri dari beberapa bilik, meski menempati daerah yang amat luas namun jumlah anggota keluarganya tidak banyak, suasana amat hening dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Maka diapun berjalan menuju ke depan sebuah bangku dan duduk.
Terlihatlah seorang manusia berbaju hitam muncul dari belakangan ruangan sambil menghidangkan air teh. Setelah meletakkan cawan ke atas meja, katanya pelan:
"Silahkan Pui kongcu minum teh"
Sekalipun wajah orang ini tidak tertutup oleh kain kerudung hitam, namun wajahnya dingin dan kaku, sudah jelas mengenakan selembar topeng kulit manusia.
Diam diam Wi Tiong hong mendengus dingin, pikirnya:
"Setiap manusia yang berada dalam rumah ini hampir semuanya berlagak sok rahasia dan misterius, agaknya mereka bukan berasal dari aliran baik baik"
Atas air teh di atas meja, dia hanya memandang sekejap saja dan sama sekali tidak disentuh
Selang beberapa saat kemudian, tampak manusia berbaju hitam itu muncul kembali dalam ruangan dan berkata sambil tertawa:
"Tampaknya Pui kongcu sudah lama menunggu, majikan kami mempersilahkan kongcu bertemu diruang belakang"
Pelan pelan Wi Tiong hong bangkit berdiri, lalu ujarnya;
"Sobat, harap kau membawa jalan !"
Sekali lagi manusia berbaju hitam itu memberi hormat:
"Harap kongcu mengikuti aku"
Dengan mengikuti dibelakangnya, Wi Tiong hong diajak masuk ke ruangan belakang. Manusia berbaju hitam itu segera menyingkir ke samping sambil serunya:
"Pui kongcu. silahkan masuk"
Sambil membusungkan dada Wi Tiong hong masuk ke ruang tengah, ia jumpai di dalam ruangan terdapat sebuah meja, diatas meja telah disiapkan beberapa macam hidangan lezat serta sepoci arak wangi . . .
Selain itu tak nampak sesosok bayangan manusia pun disitu, hal mana tentu saja membuatnya ragu.
Manusia berbaju hitam itu segera mengikuti Wi Tionp hong masuk pula ke ruang dalam, tapi dengan cepat dia menuju ke belakang penyekat.
Tak selang berapa saat kemudian, dari belakang penyekat muncul seorang dayang berbaju hitam yang berusia dua puluh empat lima tahunan, dia memberi hormat kepada Wi Tiong hong sambil ujarnya :
"Berhubung kongcu datang dari tempat jauh, apalagi tengah haripun sudah lewat, majikan kami berpendapat kongcu tentu sudah lapar, sengaja majikan menitahkan kepada koki untuk menyiapkan beberapa macam hidangan, silahkan kongcu bersantap dulu"
Wi Tiong hong segera mendengar kalau dayang ini tak lain adalah manusia berbaju hitam yang datang bersama samanya tadi ia menjadi tertegun, buru buru serunya kemudian sambil menjura :
"Ooah, rupanya tadi nona yang mendampingiku, maaf."
Dayang berbaju hitam itu tertawa : "Pui kongcu tak usah sungkan, silahkan bersantap"
Wi Tiong hong kembali berpikir:
"Majikan tempat ini sangat rahasia, gerak geriknya misterius, aku tak boleh sampai terperangkap oleh siasat mereka."
Berpikir sampai disini, diapun berkata:
"Majikan kalian mengundang kedatangan ku kemari, aku pikir sudah tentu mempunyai sesuatu maksud tertentu, soal bersantap tak berani kuterima, harap nona mempersilahkan majikan kalian datang menjumpai diriku"
"Apakah kongcu curiga kalau di dalam sayur dan arak itu kami campuri racun?" tanya dayang berbaju hitam itu dengan wajah tak senang hati.
"Aku sama sekali tak kenal dengan majikan kalian, mana berani aku punya pikiran demikian?"
"Hmm. belum tentu kongcu tak berpikir demikian bukan" "
Belum habis dia berkata, tiba tiba terdengar suara langkah kaki manusia Berkumandang datang, lalu muncul seorang kakek berjubah lebar warna hitam dan memelihara jenggot putih sedada, dia muncul dari balik penyekat dengan membawa sebuah tongkat
"Hmm, ternyata memang dia!" diam diam Wi Tiong hong mendengus dingin.
Sementara itu. kakek berjenggot putih itu telah manggut manggut ke arah Wi Tiong hong sambil berkata :
"Pui kongcu telah datang dari tempat jauh, apalagi tengah hari juga sudah lewat apakah kau memandang pelayanan tuan rumah kurang sesuai?"
Wi Tiong hong tertawa dingin, setelah menjura katanya ;
"Maksud baikmu biar kuterima di dalam hati saja, Siacu ada urusan, silahkan diutarakan keluar"
Kakek berjenggot putih itu tertegun, sepasang matanya yang tajam segera mengawasi wajah Wi Tiong hong lekat lekat setelah tertawa hambar katanya :
"Aaah benar. Pui kongcu tentu menganggap aku sebagai Tok seh-siacu?"
"Memangnya kau bukan?"
Kakek berjenggot putih itu menghela napas panjang, dengan sedih ia berbisik:
"Dahulu memang benar"
Kalau dahulu benar, apakah sekarang bukan "
Diam diam Wi Tiong hong mendengus: "Hmmmm, sudah jelas kau adalah Tok seh siacu, buat apa mesti berlagak pilon ?"
Ketika kakek berjenggot putih tidak mendengar suara jawabannya, ia berkata lagi:
"Kongcu pernah bersua dengan Tok seh siacu?"
"BENAR, aku pernah bersua dengannya"
"Apakah dia juga berdandan seperti aku sekarang?"
"Betul !" jawaban dari Wi Tiong hong digin dan kaku.
Kakek berjenggot putih itu menengok sekejap ke arah meja, kemudian bertanya lagi:
"Kongcu benar benar tidak lapar?"
Sudah hampir setengah harian Wi Tiong hong tidak bersantap, sebetulnya dia sudah merasa lapar sekali, namun setelah mengetahui kalau tuan rumah adalah Tok seh Siacu yang amat mahir dalam penggunaan racun, sudah barang tentu ia tak berani bersantap lagi.
Mendengar pertanyaan mana, dia segera menjawab dingin:
"Aku tidak lapar, bila kau ada urusan silahkan diutarakan saja."
Kakek berjenggot putih itu manggut manggut:
" Yaa, aku memang tak dapat salahkan kau, siapakah manusia dalam dunia persilatan yang tidak tahu bahwa Tok seh siacu amat mahir dalam penggunaan racun, sekalipun aku berniat dengan tulus hatipun belum tentu kongcu akan percaya...."
Berbicara sampai di sini dia mengangkat kepalanya dan berkata lebih jauh:
"Harap kongcu mengikuti aku"
Ternyata di belakang ruangan itu masih terdapat ruangan lain, ketika ia selesai berbicara orang itu segera beranjak menuju keruangan tersebut.
Wi Tiong hong ikut masuk ke dalam, ruangan tersebut sangat indah dengan dekorasi yang menarik, tampaknya menyerupai sebuah ruang tinggal, dua orang dayang baju hitam yang menyoren pedang berdiri di dalam kamar dengan kesiap siagaan penuh, sewaktu melihat kakek
berjenggot putih membawa Wi Tiong hong masuk, serentak mereka memberi hormat.
Kakek berjenggot putih itu segera berpaling dan berkata:
"Kalian tak usah menanti disini lagi, boleh pergi semua"
Dua orang dayang berbaju hitam itu mengiakan dan mengundurkan diri dari ruangan.
Kakek berjenggot putih itu sendiri segera duduk pula di sebuah kursi. kemudian sambil menuding kursi di hadapannya dia berkata:
"Pui kongcu, silahkan duduk"
Wi Tiong,hong tidak sungkan sungkan lagi. ia segera duduk dihadapannya
Pelan pelan kakek berjenggot putih itu mengangkat kepalanya dan bertanya dengan lembut:
"Apakah kongcu tahu siapakah aku?"
Terhadap gerak gerik orang tersebut Wi Tiong hong merasa agak keheranan. sebab kalau didengar dari nada suaranya, sudah jelas dia adalah seorang wanita.
Setelah termenung beberapa saat, maka ia berkata kembali:
"Saudara, andaikata kau bukan Tok seh siacu yang pernah kujumpai, berarti kau adalah seorang Tok seh siacu yang lain"
"Tentu saja aku bukan Tok seh siacu yang pernah kau jumpai itu." kata si kakek berjenggot putih Wi Tiong hong berpikir kemudian:
"Menurut keterangan yang kuperoleh dari Liong Cay thian pada malam itu, Toh seh siacu mempunyai beberapa
orang duplikat, mungkin dia adalah seorang duplikatnya, hmm.. Biarpun siapa saja yang menyaru. toh sama sama sekomplotan dengan pihak Tok seh sia . . "
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia mendongakkan kepalanya dan mengamati dengan lebih seksama.
Ternyata kakek berjenggot putih itu benar benar hasil penyaruan orang, tampak orang itu pelan pelan mengangkat tangannya serta melepaskan topeng kulit manusia yang dikenakan disamping jenggot yang terurai sepanjang dada itu.
Sekarang, anak muda itu bisa melihat dengan lebih jelas lagi, benar juga dia adalah seorang wanita, tapi bukan si nona yg berhasil ditawan lalu dilepaskan kembali pada malam itu.
Dia mempunyai selembar wajah yg putih bersih dengan panca indera yang sempurna meski kelihatan cantik sayang ia nampak murung dan sedih, sorot matanya amat sayu seakan akan dia mempunyai suatu masalah yang mengganjal hatinya.
Paras mukanya memang terhitung cantik tapi sayang kerutan pada alis matanya tak dapat menutupi penderitaan serta masa remaja nya yang dimakan usia. paling tidak ia telah berusia tiga puluh tahunan.
Wi Tiong hong sedikitpun tidak merasa heran atau tertegun karena seorang kakek berjenggot putih telah berubah menjadi seorang nyonya setengah umur, sebab dia sudah mengetahui kalau kalau Tok seh siacu adalah seorang wanita.
Apalagi sebelum hal tersebut diapun sudah mempunyai gambaran bahwa Tok seh siacu mempunyai banyak
duplikat, jadi lawannya sudah pasti merupakan hasil penyaruan orang.
Berbeda sekali dengan nyonya setengah umur itu, ia menjadi tercengang ketika tidak menjumpai rasa heran diwajah Wi Tiong hong, segera tanyanya:
"Jadi kau sudah tahu kalau aku adalah orang wanita?"
"Tok seh siacu mempunyai banyak duplikat kejadian seperti ini sudah tidak terhitung suatu keanehan lagi"
"Bukankah sudah kukatakan, saat ini aku sudah bukan Tok seh siacu lagi?"
"Heeehhh . . heeehhh . . , heeehhhh . ,setelah nyonya melepaskan topengmu, sudah barang tentu kau sudah bukan Tok seh siacu lagi . . " jengek Wi Tiong hong sambil tertawa dingin.
"Kongcu, nampaknya kau masih belum percaya denganku" nyonya setengah umur itu menghela napas sedih
"aaai.. aku sengaja mengundangmu kemari karena aku mempunyai masalah sangat penting hendak dibicarakan denganmu"
"Aku telah siap mendengarkan penjelasanmu"
"Aku ingin menceritakan sebuah kisah kejadian kepadamu . . ."
Tiba tiba sepasang matanya dipenuhi oleh air mata, wajahnya kelihatan lebih menderita dan sedih.
Tanpa terasa Wi Tiong hong jadi tertegun dibuatnya.
Terdengar nyonya setengah umur itu berkata:
"Sebelum kukisah cerita tersebut, aku seharusnya menerangkan diriku lebih dulu, selama ini selalu menganggap aku sebagai Tok seh siacu, benar, lima belas
tahun berselang aku memang Tok seh siacu, tapi gara gara seseorang aku telah melarikan diri dari selat Tok seh sia."
Mendadak Wi Tiong hong merasakan hatinya
terperanjat, segera ia bertanya:
"Tahukah" kau tentang, sipedang beracun Kok Eng?"
"Dia adalah mendiang ayahku."
"Jadi kau adalah putri Kok Eng?" tiba tiba Wi Tiong hong melotot besar dan menegur dengan marah.
"Apakah ada yang tidak beres?"
"Bajingan tua Kok adalah musuh besar pembunuh ayahku, aku mempunyai dendam sedalam lautan dengannya, sayang sekali ia telah mampus"
Berubah hebat paras mukanya nyonya setengah umur itu, dengan cepat dia menyela:
"Pui kongcu, siapa yang mengatakan kesemuanya itu kepadamu" Bagaimana mungkin mendiang ayahku bisa berubah menjadi musuh besar pembunuh ayahmu?"
"Kau anggap aku tak tahu" Malam tiong ciu lima belas tahun berselang, ayahku telah tewas diujung senjata ular beruas bambu dari bajingan tua Kok!"
"Kau keliru besar" nyonya setengah umur itu menghela napas sedih, "yang dijumpai ayahmu waktu itu pada hekekatnya bukan mendiang ayahku, sebab sebelum malam Tiong ciu, mendiang ayahku sudah mati lebih dulu karena keracunan."
Wi Tiong hong merasa kejadian ini sama sekali diluar dugaannya, ia tertegun.
Terdengar nyonya setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya:
"Sedang ayahmu, sekalipun ia terkena racun ular namun tidak sampai tewas. . ."
Dari pembicaraan Liong Cay thian, Wi Tiong hong memang pernah mendengar kalau ayahnya belum mati, sekarang setelah mendengar nyonya setengah umur itupun mengatakan ayahnya belum mati tanpa terasa dia semakin percaya.
"Aaah, tidak! Aku tak boleh percaya dengan perkataannya. dia adalah anggota Tok seh sia, tentu saja apa yang dikatakan tak ubahnya seperti ucapan Liang Cay thian" demikian ia berpikir kemudian.
Sekali lagi nyonya setengah umur itu nampak keheranau setelah menyaksikan sikap tentang anak muda tersebut walaupun telah mrendengar kalau ayahnya tidak mati namun masih tetap sehat walafiat, sambil mengangkat kepala tanyanya kemudian:
"Apakah kongcu tidak percaya?"
"Perkataan dari hujin, tentu saja kupercayai"
Kedengarannya saja perkataanmu itu menarik didengar nyonya setengah umur itu tertawa,
"Aku kuatir justru di hati kecilmu belum mau percaya, itulah sebabnya sengaja kuundang kehadiranmu kemari untuk memberitahukan kejadian yang sebenarnya"
Setelab berkerut kening dia berkata lebih jauh:
"Sejak ayahku kembali dari Lam hay, dia selalu menetap di selat Tok seh sia dengan menyebut dirinya sebagaian Tok seh siacu, entah tahun kapan, tiba tiba saja dalam selat Tok seh sia telah dikunjungi banyak sekali jago persilatan, kawanan jago tersebut rata rata mahir sekali dalam menggunaan racun. . . "
Mendengar kisah itu, Wi Tiong hong segera berpikir
"Kebetulan sekali, aku memang sedang pusing lantaran tidak mengetahui keadaan Tok seh sia yang sebenarnya, bila hal itu bisa kuperoleh dari pembicaraannya, hal tersebut tentu saja jauh lebih baik lagi" Tanpa terasa diapun bertanya:
"Sebenarnya Tok seh sia itu terletak dimana?"
"Bukit Kou lou san! "
Namun setelah menyebutkan alamat tersebut. tiba tiba saja saja nyonya setengah umur itu merasa kalau salah berbicara, cepat cepat dia berkata lagi:
"Buat apa kau menanyakan soal alamat Tok seh sia"
Aaai. .sekalipun kuberitahukan kepadamu. belum tentu kau bisa menemukan letak Tok seh sia tersebut dengan mudah"
Wi Tiong hong tidak berbicara, hanya pikirnya:
"Agaknya alamat tersebut diucapkan oleh nya tanpa sengaja, hmm! Asal sudah diketahui dimana tempatnya.
masa tak bisa dicari sampai ketemu?"
Sementara dia masih termenung, terdengar nyonya setelah umur itu berkata lebih jauh:
" Oleh karena ayahku enggan diketahui asal usulnya oleh orang lain, maka di hari hari biasa dia selalu berdandan seperti ini, ketika ia menjumpai datangnya banyak orang asing diluar lembah, sebenarnya dia berniat mengusir mereka keluar dari lembah saja, siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki orang orang itu sangat lihay. lagi pula rata rata pandai mempergunakan racun. akhirnya banyak sekali diantara mereka yang tewas oleh ilmu jari beracun Thian tok ci ayahku sedang mereka yg belum mati juga berhasil ditawan oleh mendiang ayah ku"
"Waktu itu isi lembah hanya kami berdua, ayahku berpendapat dengan kedatangan rombongan pertama jago jago silat itu, tentu akan datang lagi rombongan kedua, maka orang orang yang berhasil ditawan kami tetap tahan disitu, dan dari kejadian ini lah nama Tok seh sia menjadi dikenal orang.
Kembali Wi Tiong hong berpikir:
"Itulah dia, tak heran kalau Tok seh sia hanya diketahui namanya oleh umat persilatan namun tak seorang manusia pun yang bisa menerangkan keadaan di dalam selat tersebut, rupanya mereka yang pernah memasuki selat Tok-seh sia kalau bukan tewas pasti tertawan"
"Aaaah. mau apa orang orang persilatan itu mendatangi selat Tok seh sia?" Dia hanya memikirkan masalah tersebut dalam hati dan sama sekali tidak diutarakan keluar Terdengar nyonya setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya:
"Kemudian, jumlah anggota Tok seh sia kian lama kian bertambah banyak, mendiang ayahku menjadi kerepotan setengah mati, terpaksa dia mengumumkan kepada umum bahwa dia telah mengundang seorang rekan lamanya untuk datang memangku jabatan pelindung hukum tertinggi dari Tok seh sia untuk mengurusi segala persoalan tetek bengek yang ada dalam selat."
"Padahal dandanan dari mendiang ayah ku ini selalu aku yang kenakan dan aku pula yang menyaru sebagai Tok seh siacu sedangkan dia orang tua bertukar pakaian hijau dan muncul sebagai pelindung hukum paling tinggi"
"Ooooh. rupanya begitu" diam diam Wi Tiong hong mengangguk.
Terdengar nyonya setengah umur itu berkisah lebih jauh:
"Waktu itu mendiang ayahku pernah berkata: Sepuluh tshun kemudian, Tok seh sia kami pasti bisa berdiri dalam dunia persilatan sebagai suatu kekuatan yg berdiri sendiri dan kemampuan kami pasti bisa menyaingi Ban kiam hwee.
Sayang sekali mutiara penolak pedang yang merupakan satu-satunya benda yang bisa melawan Ban kiam hwee tidak diketahui terjatuh ke tangan siapa"
Kemudian setelah termenung sebentar, dia berkata kembali:
"Musim gugur lima belas tahun berselang, sewaktu mendiang ayahku sedang membuat resep racun. tiba tiba saja beliau tewas akibat keracunan. Pada saat itu Tok jiu thian ong (raja langit bertangan racun) Liong Cay thian telah menjabat sebagai wakil pelindung hukum, otomatis diapun diangkat secara resmi menjadi pelindung hukum tertinggi."
"Suatu hari dia berkata kepadaku berita tentang mutiara penolak pedang telah berhasil diketahui olehnya, konon terjatuh ke tangan Pek ih kiam kek Pui Thian jin, murid tertua dari Sian Soat kiam kek. Sian soat kiam kek pernah bersama sama menjadi satu di antara delapan pelindung hukum Ban kiam Hwee, berarti mereka adalah kenalan."
"Bukankah hujin pernah berkata, bahwa asal usul kalian tidak pernah diketahui orang?"
"Benar, anggota selat memang jarang ada yang mengetahui asal usul dari kami berdua"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Maka diapun membawa dua orang kepercayaannya buru buru turun gunung."
Pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benak Wi Tiong hong, walaupun ia telah mendengar kisah tersebut, namun
dapatkah ia percayai perkataan tersebut dengan begitu saja"
Maka katanya kemudian dengan suara hambar :
"Menurut apa yang kuketahui, orang yg telah muncul di puncak Sian hoa san pada malam Tiong ciu lima belas tahun berselang adalah ayahmu!"
Nyonya setengah umur itu manggut mangut.
"Semua masalah besar dan kecil dalam Tok seh Sia memang selalu diselesaikan oleh sang pelindung hukum, kedudukan Siacu tak lebih hanya sebuah kedudukan kosong. Waktu itu aku hanya tahu kalau Liong Cay Thian membawa orang turun gunung, tentu saja tujuannya adalah untuk memperoleh mutiara penolak pedang"
"Bila kudengar dari pembicaraan nyonya agaknya waktu itu kau sama sekali tak tahu, baru kemudian mengetahuinya, bagaimana mungkin kau bisa tahu ?"
"Aku baru tahu setelah Liong Cay thian pulang gunung dengan membawa seseorang"
"Siapa yang telah ia bawa pulang ?" buru buru Wi Tiong hong bertanya dengan perasan bergetar.
Nyonya setengah umur itu memandang Wi Tiong hong sekejap, lalu dengan lemas serta tak bertenaga ia menyahut:
"Ayahmu!"
Wi Tiong hong segera merasakan jantungnya seolah olah akan melompat keluar, dia berteriak:
"Jadi ayahku belum mati?"
Tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan diri, berusaha untuk menenangkan kembali hatinya, diam diam ia memperingatkan diri:
"Belum tentu semua perkataannya dapat dipercaya, aku tak boleh tertipu oleh akal muslihatnya"
Melihat pemuda itu membungkam diri, Nyonya
setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya:
"Waktu itu ayahmu berada dalam keadaan tak sadarkan diri karena racun ular telah menyerang ke jantung. Aku masih ingat ketika pertama kali kujumpainya, wajahnya pucat seperti mayat, sepasang matanya terpejam rapat dan tubuhnya sama sskali tak berkutik. . "
Tiba tiba perkataannya terhenti sampai di tengah jalan, pipinya menjadi semu merah dan sepasang matanya dibasahi oleh air mata.
Walaupun Wi Tiong hong tidak mengetahui apakah perkataan itu benar atau tidak namun mendengar ayahnya telah keracunan ular, tak urung kecut juga rasa hatinya, lambat laun sepasang matanya turut menjadi basah.
"Aaah tidak mungkin!", satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya: "Ayah telah tewas karena keracunan, pamanlah yang telah mengubur jenazahnya, tapi...,kalau memang jenazah ayah telah dikubur, mengapa sewaktu kuburannya digali oleh paman bersamaku, tidak ditemukan jenazahnya di situ?"
Pelbagai ingatan segera berkecamuk di dalam benaknya, dengan perasaan sedih bercampur gusar dia mengangkat kepalanya dan berseru:
"Mendiang ayahku telah terluka oleh senjata ular beruas bambu milik ayahmu dan sudah lama tewas, seorang pamanku yang telah mengubur sendirian, sudah pasti kalian secara diam diam telah mencuri jenasah mendiang ayahku serta mengangkutnya ke selat Tok seb sia."
"Ayahmu benar benar belum mati" nyonya setengah umur itu berkata dengan sungguh hati,
"Dengarkan kisahku lebih jauh kongcu, kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya, namun aku harus menerangkan pula, meski ayahmu memang benar terluka oleh senjata ular beruas bambu. Namun bukan terluka oleh mendiang ayahku, sebab pada saat peristiwa itu terjadi, ayahku sudah satu bulan lebih meninggal dunia."
"Bagaimana aku bisa percaya?"
Nyonya setengah umur itu menghela napas sedih:
"Bila kongcu sukar dibuat percaya, tentu saja akupun tak bisa berbuat apa apa, tapi kau harus tahu, mendiang ayahku berjulukan si pedang beracun. Selama puluhan tahun belum pernah dia pergunakan senjata yang lain. Sampai saat ini pedang beracun tersebut masih berada ditanganku."
"Kedua,mendiang ayahku termasuk pula, satu di antara delapan pelindung hukum Ban kiam hwee, kepandaian silatnya masih seimbang dengan kepandaian silat sucoumu, Sian soat kiam kek, berdasarkan kemampuan yang dimiliki ayahmu waktu itu, mustahil dia bisa mengungguli mendiang ayahku."
"Ketiga, senjata ular beruas bambu merupakan senjata andalan yang membuat si Raja langit bertangan racun Liong Cay thian menjadi tersohor, hingga saat ini dia masih mempergunakan senjata tersebut, senjata itu berbentuk cambuk yang mirip ular."
"Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas, aku rasa kau pasti sudah mengerti bukan perbuatan terkutuk itu hasil perbuatan mendiang ayahku atau bukan?"
Wi Tiong hong segera teringat kembali akan
pertemuannya dengan Liong Cay thian tempo hari.
Memang benar, waktu itu dia membawa semacam senjata ruyung. oleh karena itu dia agak percaya beberapa bagian.
Sambil manggut manggut, tatapnya kemudian:
"Silahkan hujin melanjutkan kembali kisah ceritamu"
Paras muka nyonya setengah umur itu berubah agak memerah setelah menghela napas sedih lagi, dia berkata:
"Sekarang aku telah berusia hampir empat puluh tahun, di hadapan kongcu akupun tak perlu merasa malu lagi.
Ketika Liong Cay thian berhasil menawan ayahmu dan membawanya kembali ke selat Tok seh sia, meski ayahmu telah diberi obat penawar tapi berhubung sudah terlambat, racun ular itu keburu telah menyusup kedalam isi perutnya, dia tetap berada dalam keadaan yang amat kritis."
"Dapat kulihat sepasang matanya terpejam rapat rapat mukanya pucat keabu-abuan, meski demikian ia sama sekali tidak kehilangan kegagahannya sebagai Pek ih kiam kek, tak kuasa lagi timbul perasaan kagum dan sayang dalam hatiku."
Bagaimanapun juga, dia telah mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang lelaki dihadapan putra lelaki tersebut ini membuat nyonya tersebut merasa amat canggung untuk melanjutkan kata katanya, maka setelah berbicara sampai ditengah jalan, tanpa terasa ia berhenti kembali.
Kemudian setelah tertawa rawan dia berkata pula:
"Pada saat itu juga kuperintahkan kepada mereka untuk membawa ayahmu menuju ke rumah kediamanku, banyak obat mustajab penawar racun telah kuberikan, semestinya racun ular yang mengeram dalam tubuhnya telah berhasil dipunahkan, tapi aneh nya ia belum juga sadarkan diri"
"Masa racun dari ular beruas bambu itu benar benar tak bisa diobati lagi ?" tanya Wi Tiong hong penasaran.
"Tentu saja ada obatnya, obat penawar itu berada di saku Liong Cay thian, apalagi sewaktu kuberikan obat penawar racun itu kepadanya, kasiatnya masih jauh mengungguli obat penawar racun milik Liong Cay thian. oleh sebab itu tanpa terasa kejadian tersebut menimbulkan kecurigaan dalam hatiku ..."
"Sebetulnya apa yang rmenyebabkan hal ini sampai terjadi ..... ?" tanya Wi Tiong hong.
"Iulah dia, untuk menyelidiki sebab musabab sampai terjadinya peristiwanya peristiwa itu, maka akupun mengumpulkan orang orang yang ikut Liong Cay thian turun gunung dan menanyai mereka, pada mulanya, aku hanya ingin mengetahui kisah cerita sampai ayahmu keracunan, tapi begitu orang orang itu berada dalam ruangan tempat tinggalku, disangkanya rahasia mereka sudah ketahuan. sehingga dengan ketakutan mereka menyembah berulang kali. Tentu saja kejadian ini menimbulkan kecurigaanku, aku pun bertanya lebih mendalam lagi, akhirnya baru kuketahui kalau Liong Cay thian telah berhasil menciptakan sejenis racun diantara racun yang lihay sekali"
Wi Tiong hong sudah pernah mendengar tentang "racun diantara racun" dari Sah Thian yu, maka diapun tidak bertanya lebih jauh.
Terdengar nyonya setengah umur itu berkata lebih jauh:
"Racun diantara racun ini merupakan sejenis racun yang tiada obat bisa menolongnya, racun tersebut merupakan nama dari sejenis racun yang kehebatannya luar biasa, meski dibilang racun tersebut tak mungkin dipunahkan oleh obat apa pun, tak dengan teratai salju kadar racunnya bisa
dikurangi sedikit demi sedikit. Berhubung orang yang terkena racun itu pada hakekatnya sama sekali tidak merasakan apa apa, menanti racun tersebut mulai kambuh mereka baru tak sempat lagi untuk menolong diri"
"Apakah ayahku juga terkena racun diantara racunnya?"
Sekarang dia tidak menyebut lagi dengan istilah
"mendiang ayahku", ini menunjukkan kalau dia mulai percaya dengan perkataan dari nyonya setengah umur yang berulang kali menandaskan bahwa "ayahmu beum mati"


Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nyonya setengah umur itu tidak menjawab pertanyaan itu secara langsung, dia hanya melanjutkan kembali kata katanya:
"Selain mengungkapkan tentang racun di antara racun yang berhasil dikuasai Liong Cay thian, orang itupun mengakui juga sebuah intrik busuk yang amat keji, yakni mendiang ayahku telah mati diracuni oleh Liong Cay thian"
Mendengar sampai disini, diam diam Wi Tiong hong menghela napas panjang, orang yang mahir dalam ilmu racun akhirnya tewas pula karena keracunan, muugkin itulah yang dikatakan orang kuno sebagai: Barang siapa bermain api akibatnya dia akan terbakar juga.
Dalam pada itu, nyonya setengah umur itu telah meneruskan kembali kata katanya:
"Ada dua alasan yang menyebabkan Liong Cay thian membunun mendiang ayahku, ke satu, tentu saja dia mengincar seluruh harta kekayaan yang berada dalam selat Tok seh sia. Sebagai seorang wakil pelindung, andaikata mendiang ayahku tewas, secara otomatis dia akan diangkat menjadi pelindung hukum tertinggi dalam selat, berarti pula dia akan memegang pucuk pimpinan dalam Tok seh sia."
"Setelah langkah pertama tersebut, berikutnya diapun akan turun targan kepada ku, pada waktu itu diapun akan mempergunakan putrinya Liong Siang kun untuk menggantikan posisiku secara diam diam dengan mengangkatnya sebagai Tok seh siacu"
Wi Tiong hong hanya mendengarkan kisah tersebut dengan tenang, ia tidak memberi komentar apa apa.
mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Nyonya setengah umur itu berkata lagi:
"Adapun alasan yang kedua adalah untuk mendapatkan mutiara penolak pedang, pada waktu itu dia sudah memperoleh kabar tentang jejak mutiara penolak pedang tersebut, hanya secara sengaja merahasiakan berita mana, sampai mendiang ayahku telah tewas, dia baru menyamar sebagai mendiang ayah untuk pergi mencari ayahmu.
"Dalam anggapannya, bagaimanapun juga mendiang ayahku adalah sahabat lama dari suhu gurumu, dia secara langsung mengemukakan niatnya untuk mendapatkan mutiara penolak pedang tersebut, siapa sangka permintaannya ditolak mentah mentah oleh ayahku, sehingga diapun menantang ayahmu agar bertemu lagi dipuncak bukit Sian Hoa san pada malam Tiong ciu.?"
Mendengar sampai disitu, Wi Tiong bong segera berpikir:
"Tentang kejadian ini, aku memang sudah mendengarnya dari cerita paman..,"
Terdengar nyonya itu bercerita lagi :
"Konon, dalam pertarungan dipuncak Sian hoa san tersebut, pedang ayahmu berhasi membacok kutung ruyung ular milik Liong Cay thian, akan tetapi pergelangan tangannya juga terpagut oleh kepala ularnya, padahal pada
saat yang bersamaan Liong Cay thian telah melepaskan racun di antara racunnya...."
"Aku tak akan melepaskan bajingan tua itu" sumpah Wi Tiong hong sambil meng-gigit bibir menahan emosi.
Nyonya setengah umur itu menghela nafas panjang :
"Konon pada waktu itu muncul pula seorang lain yang menyaru sebagai ayahmu, urusan menjadi terbengkalai justru karena kemunculan orang ini..."
Diam diam Wi Tiong hong mendengus, pikirnya :
"Dia adalah paman, hmm... buat apa kau bicara tidak karuan" Bagaimana mungkin urusan jadi terbengkalai gara gara paman?" Nyonya setengah umur itu menghela nafas panjang.
"Aaai, racun diantara racun merupakan jenis racun tanpa wujud yang besar kecilnya kadar tergantung pada sipelepas racun tersebut. Pada waktu itu Liong Cay thian berniat untuk mendapatkan mutiara penolak pedang, tentu saja kadar racun yang digunakan sangat enteng."
"Cukup dengan tiga biji teratai salju, semua kadar racun tersebut dapat dibersihkan dari dalam tubuh, dan sebiji saja sudah dapat menyadarkan kembdli orangnya kendatipun racun ular beruas bambu harus dibebaskan dengan obat penawar racun miliknya, asal waktunya tidak tertunda, keselamatan jiwanya masih tak perlu dikuatir kan"
"Jadi maksudmu ayah tak tertolong karena waktu pengobatannya tertunda?" seru Wi Tiong hong terkejut sambil membelalakkan matanya lebar lebar.
Dengan sedih nyonya setengah umur itu mengangguk:
"Benar, meskipun ayahmu sudah terkena racun jahat, selama Liong Cay thian berada disisinya, tak mungkin
jiwanya akan terancam, siapa tahu pamanmu menjadi panik waktu itu, sebuah pukulan Siu lo to nya menghajar Liong Cay thian sehingga terluka parah.
"Andaikata ia tidak merasakan gelagat tak menguntungkan pada waktu itu sehingga melarikan diri, sudah pasti dia akan tewas diujung senjata pamanmu, tapi dengan kaburnya dia, secara otomatis menunda pula saat pengobatan dari ayahmu."
Tanpa terasa Wi Tiong hong manggut2,
"Sesungguhnya pil penawar racun dari Siu lo bun miiik pamanmu juga terhitung obat mestika yang sangat mustajab kasiatnya" nyonya setengah umur itu bercerita terus, "cuma saja, ayahmu terkena dua macam racun ketika itu, otomatis tiada kasiatnya sama sekali. mungkin dalam gugup dan paniknya pamanmu lantas mengira ayahmu telah meninggalkan. dimana jenazahnya kemudian
dikebumikan."
"Liong Cay thian yang. terluka parah, sehabis menelan pil penyambung nyawa untuk mengobati lukanya, dengan membawa dua orang anak buahnya segera menggali keluar tubuh ayahmu serta dicekoki obat penawar racun, sayang keadaan sudah terlambat."
"Tujuan Liong Cay thian waktu itu adalah mendapatkan mutiara penolak pedang, sebelum mutiara tersebut berhasil didapatkan tentu saja dia tak akan berpeluk tangan saja, dan ayahmu pun diangkut pulang ke selat Tok seh sia."
Wi Tiong hong dapat merasakan bahwas semua kisah cerita itu beraturan dan berhubungan satu sama lainnya jelas bukan hanya cerita bohong belaka, tidak tahan ia segera bertanya:
"Kalau begitu ayahku masih berada dalam selat Tok seh sia?"
"Hal ini harus kembali lagi pada pokok pembicaraan tadi, tatkala mendengar pengakuan dari anak buah Liong Cay thian tersebut, aku merasa sangat terkejut. Bayangkan saja, seorang gadis berusia dua puluh dua tahun yang belum pernah berkelana dalam dunia persilatan. bagaimana mungkin bisa melawan Liong Cay thian yang licik buas serta banyak tipu mualihatnya itu?"
Pendekar Sadis 3 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Durjana Dan Ksatria 12
^