Panji Wulung 5

Panji Wulung Karya Opa Bagian 5


kemudian dalam hatinya berpikir: "Kapan kita ini pernah
bertemu pada sebelumnya?"
Orang tua itu melambaikan tangan padanya dan berkata:
"Di belakang batu ini ada sebuah kupel kecil, mari kita
duduk di kupel itu dulu, barulah kita nanti bicara lagi!"
Ucapan orang tua itu semakin lama semakin aneh.
Touw Liong mengikuti orang tua itu memutari batu
besar aneh, seolah-olah bertemu dengan kawan lama, orang
tua itu berkata terus sambil berjalan:
"Ingatlah kau pertemuan kita yang pertama di kota Lamyang,
malam itu kau telah mengadakan penyelidikan di
tempatnya sancu muda gunung Cit-phoa-san, Pek Giok
Hwa, waktu itu aku kuatir kau akan mendapat kesulitan,
maka aku menotok jalan darah tidurmu, panji hitam yang
berada di dalam sakumu, kuambil dan kulemparkan kepada
mereka sehingga mereka ketakutan dan dengan demikian
tidak bertindak terhadapmu ...."
"Oh, jadi locianpweekah yang menolong diri boanpwee
waktu itu?" berkata Touw Liong terkejut.
Dengan acuh tak acuh orang tua itu berjalan menuju ke
sebuah kupel kuno, setelah itu ia duduk di atas bangku, dan
berkata lagi dengan seenaknya.
"Beberapa budak perempuan itu sesungguhnya juga agak
congkak, ada baiknya juga diberi peringatan sedikit kepada
mereka. Dan pertemuan kedua antara kita, ialah ketika kau
diikat di atas sebuah pohon besar, malam itu sangat
kebetulan, aku juga berada di dekat kelenteng Kui-kok-si,
dan melihat Cui Hui sedang mengejar Kim Yan,
tergeraklah pikiranku, dengan menggunakan akal agak
licin, aku sembunyi di tempat gelap, dengan akalku itu, aku
telah berhasil membingungkan Cui Hui, hingga Kim Yan
terlepas dari kejarannya, dan kau juga mendapatkan obat
pemunahnya."
Touw Liong lalu berlutut di hadapan orang tua itu,
dengan lakunya yang sangat hormat ia menjura sampai
empat kali seraya berkata.
"Budi locianpwee bagai lautan, maka terimalah hormat
boanpwee yang rendah ini."
Orang tua itu juga tidak menolak, ia menerima baik
ucapan Touw Liong. Setelah itu ia lalu membimbingnya
bangun dan bertanya.
"Kenalkah kau dengan aku ini?"
"Boanpwee adalah seorang bodoh, hingga tidak tahu
locianpwee ini sebetulnya siapa?" menjawab Touw Liong
sambil menggelengkan kepala.
"Apakah kau belum pernah dengar suhumu
menyebutkan di gunung Oey-san ada namaku si orang tua
ini?" Tiba-tiba Touw Liong ingat, siapa adanya orang tua itu,
ia lalu bangkit dari tempat duduknya dan menjawab dengan
sikap sangat hormat:
"Boanpwee tidak tahu, kalau sin-lo yang datang kemari
...." Orang tua itu melambaikan tangannya mencegah Touw
Liong melanjurkan perkataannya.
"Sudah, sudah! Kau kembali berlaku seperti anak kecil,
kau sesungguhnya terlalu banyak menggunakan peradatan,
anak! Orang banyak sangat suka menyebut aku sebagai
Anak Sakti dari Gunung Oey-san, kau telah menempel
emas di mukaku, memanggil aku Sinlo! Baiklah! Kita
sekarang bicarakan soal yang perlu saja, sebelum kau
mengajukan pertanyaan kepadaku, beritahukan dulu
padaku, apakah suhumu ada baik?"
"Terima kasih atas perhatian locianpwee, suhu baik-baik
saja!" "Waktuku tidak banyak, kita bertemu disini, juga
terhitung jodoh, kau ada kesulitan apa, kau boleh tanyakan
satu persatu, asal aku tahu aku akan beritahukan kepadamu
dengan terus terang."
Touw Liong mengucapkan terima kasih lagi kepada
orang tua itu, kemudian menanyakan satu persatu
urusannya kepada orang tua itu.
"Sewaktu locianpwee berada di kota Keng-siang telah
menerima sebuah panji warna hitam yang ternyata adalah
Panji wulung, siapakah sebetulnya yang meletakkan panji
itu di atas meja di dalam kamar boanpwee?"
"Itu adalah perbuatan dewa arak si Taysu Gila."
Touw Liong menggoyang-goyangkan kepala, ia tidak
mengerti apa sebab Taysu gila itu meletakkan Panji Wulung
untuk menakuti dirinya. Satu-satunya alasan ialah, kecuali
ia hendak menguji keberaniannya, tentunya Taysu Gila itu,
yang biasa berbuat gila-gilaan, sengaja berbuat demikian
untuk mempermainkan dirinya! Kembali ia menanyakan
soal yang kedua.
"Kotak yang oleh Lie Hui Pek diberikan kepada
boanpwee supaya diberikan kepada Lie Hui Hong, kepala
orang siapakah yang ada di dalam kotak itu?"
Anak Sakti dari Gunung Bu-san itu mengerutkan alisnya,
kemudian berkata sambil mengurut jenggotnya:
"Tentang ini ...."
Ia berpikir sejenak, kemudian berkata pula:
"Sesungguhnya batok kepada orang itu benar adalah
batok kepala Lie Hui Pek sendiri, sedangkan orang yang
memberikan kotak kepadamu itu, adalah Lie Hui Pek
tiruan." "Dengan cara bagaimana ada orang dapat menyaru
demikian sempurna" Boanpwee pernah berada bersamasama
sekian lama dengan Lie HUi Pek, tindak tanduk dan
omongan orang itu mirip benar, bahkan boleh dikata sama
benar dengan Lie Hui Pek," berkata Touw Liong terkejut.
"Ini tidak mengherankan, di dalam kitab Thay-it Cinkeng,
ada sejilid yang menguraikan tentang ilmu menyaru.
Ilmu itu sedemikian sempurnanya, jikalau orang
mempelajarinya dengan baik dan berhasil mempelajarinya,
ia dapat menyaru menjadi siapa saja yang ia inginkan,
bukan saja bentuk dan wajahnya mirip dengan orang itu,
ucapannya dan segala tingkah lakunya juga mirip dengan
orang yang ditiru.
Touw Liong terkejut, lalu menarik napas panjang, ia
terbenam dalam lamunannya sendiri. Hatinya tertarik oleh
kitab Thay-it Cin-keng, hingga bertanya-tanya kepada diri
sendiri: "Apakah ada orang yang mendapatkan kitab ilmu
menyaru itu?" Selagi masih berpikir, Anak Sakti dari
Gunung Bu-san itu balas menanya kepadanya:
"Coba kau pikir lagi, di antara orang-orang yang dahulu
pernah berhubungan denganmu, siapakah yang menanam
permusuhan besar yang tidak dapat didamaikan dengan
kau?" Touw Liong berpikir lama sekali, kemudian berkata
sambil menggeleng-gelengkan kepala:
"Di dalam segala urusan boanpwee selalu menanyakan
pikiran suhu, di dalam segala hal boanpwee selalu berlaku
toleran kepada orang yang boanpwee hadapi, baik kawan
maupun lawan, kecuali orang itu terlalu jahat dan tidak
dapat diampuni kejahatannya ...."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san menepuk tangan dan
memotong ucapan Touw Liong:
"Itulah ada satu orang yang kejahatannya tidak dapat
diampuni dan dia itu mempunyai permusuhan sangat
dalam dengan Lie Hui Pek."
Dengan nada agak curiga, Touw Liong bertanya:
"Apakah locianpwee maksudkan Burung Hantu dari
Gunung Thian-hok-san, Ko Hong?"
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepala.
Touw Liong tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepala dan
berkata: "Tidak mungkin! Waktu itu Ko Hong telah boanpwee
pukul jatuh dan terjerumus ke dalam lautan api, hal itu
telah boanpwee saksikan dengan mata kepala sendiri...."
Orang itu itu mengangkat tangannya mencegah Touw
Liong melanjutkan kata-katanya, kemudian berkata:
"Dalam segala urusan kau jangan gampang-gampang
memberi keputusan, di dalam dunia ini banyak yang 'tidak
mungkin', tetapi kadang-kadang berbalik menjadi
'mungkin'. Sekarang coba kau pikir lagi, api itu datangnya
sangat aneh, dan setelah terjadinya kebakaran itu, juga tidak
menemukan bangkainya Ko Hong, dari sini kita dapat
memastikan, bagaimana seseorang yang sudah terbakar
sedikitpun tidak terdapat bangkai atau tulangnya?"
"Oo ....!" berseru Touw Liong, dan orang tua itu berkata
pula: "Coba kau pikir dengan masak-masak, Lie Hui Pek yang
tidak membinasakan Ko Hong dengan tangan sendiri,
mengapa kebencian KoHong terhadapnya demikian hebat"
Tahukah kau, dimana sebabnya?"
Touw Liong berpikir lama sekali, barulah menjawab
pelahan-lahan: "Boanpwee masih ingat, malam itu, angin meniup
kencang, Lie Hui Pek bersama dua sahabatnya bertempur
sengit melawan Ko Hong, tetapi tidak berhasil
menjatuhkannya, sedang boanpwee telah dikeroyok oleh
tiga kawannya Ko Hong. Malam itu di pihak kita orangnya
tidak banyak, maka boanpwee khawatir apabila
pertempuran itu berlangsung lama, mungkin menimbulkan
hal-hal yang tidak diinginkan, maka boanpwee terpaksa
menggunakan tangan kejam memaksa mundur tiga
kawannya Ko Hong, kemudian membantu dan
menggantikan Lie Hui Pek melawan Ko Hong. Dan
mereka bertiga lalu melawan tiga kawannya Ko Hong.
Setelah bertempur agak lama, mungkin tiga kawannya Ko
Hong itu tidak mampu menandingi Lie Hui Pek bertiga
hingga pada kabur. Waktu boanpwee menengok kepada
mereka, Lie Hui Pek juga sudah kehilangan jejaknya, waktu
itu boanpwee masih khawatirkan ia mendapat bahaya, di
luar dugaan, perkampungan Ko-ke-chung telah terbit
kebakaran, sehingga dalam waktu yang sangat singkat
perkampungan itu menjadi lautan api."
Orang tua itu mengangguk-anggukkan kepala dan
berkata: "Ada sedikit tanda-tandanya, coba kau teruskan
keteranganmu!"
"Kemudian Lie Hui Pek unjukkan diri lagi, ia tertawa
kepada Ko Hong dan menggapaikan tangannya kepada dua
kawannya, tiga orang itu lompat turun ke pekarangan,
selanjutnya lantas timbul suara jeritan yang mengerikan
sehingga berulang-ulang ...."
"Hmmm ....!!!" Demikian orang itu itu memotong dan
berkata: "Sudah tidak jauh dari persoalan yang sebenarnya! Lie
Hui Pek telah melakukan pembunuhan besar-besaran!"
Touw Liong lalu melanjutkan keterangannya:
"Ko Hong waktu itu tampak sangat marah, sambil
menggertak gigi ia pernah berkata: 'kelak, apabila kau orang
she Lie jatuh ke tanganku, akan bakar kau sampai menjadi
abu .... ' Sehabis mengucapkan perkataannya itu, ia lalu
menggunakan gerak tipu luar biasa, goloknya menangkis
pedang boanpwee, kemudian terjun dari atas loteng!"
Ia menarik napas panjang, kemudian berkata pula:
"Oleh karena Ko Hong itu terlalu kejam dan jahat,
boanpwee takut ia akan kabur. Kalau ia sampai kabur,
entah berapa banyak orang rimba persilatan nanti yang
akan binasa di tangannya, maka boanpwee terus
mengejarnya. Entah oleh karena ia sudah bingung, atau
entah kejahatannya sudah melewati takarannya, hingga ia
lari terus menuju ke dalam lautan api, setelah ia mencebur
di lautan api, rumah-rumah di sekitarnya telah roboh,
sehingga dengan demikian Ko Hong terkubur di dalam
lautan api."
Orang tua itu mendadak berkata sambil mengetukkan
kakinya: "Apa aku kata, dengar! Oleh karena usiamu masih
terlalu muda, sehingga kau tertipu oleh akal muslihat Ko
Hong! Ko Hong telah melarikan diri dengan meminjam
tempat yang menjadi lautan api itu, mungkin ia terluka,
tetapi aku dapat memastikan bahwa waktu itu ia tidak
mati!" Terkejut Touw Liong mendengar perkataan itu,
sementara itu orang tua itu berkata pula sambil menghela
napas: "Yah, masih untung besar! Jikalau kau terus
mengejarnya, dan ia lari lebih cepat beberapa langkah, hari
ini ..... Hmmm! Keadaan waktu itu barangkali akan
berubah, orang yang luka terbakar adalah kau, sedangkan
Ko Hong sendiri dapat meloloskan diri tanpa dapat luka,
dan Lie Hui Pek sendiri mungkin akan binasa pada waktu
itu juga."
Di kalangan kang-ouw sudah tersiar luas bahwa Ko
Hong telah boanpwee desak sehingga mati kebakar, kalau
begitu kata itu tidak benar?" berkata Touw Liong sambil
menggelengkan kepala.
"Tidak peduli bagaimana caranya Ko Hong menyiarkan
kematiannya tetapi, sebenarnya waktu ia belum mati.
Sekarang aku tanya padamu, bagaimana selanjutnya
peristiwa itu?"
"Memang benar seperti apa yang locianpwee katakan,
Lie Hui Pek waktu itu melakukan pembunuhan besarbesaran,
ia telah membunuh habis seluruh rumah tangga
Ko Hong yang berjumlah tujuh puluh dua jiwa, boanpwee
tidak setuju dengan perbuatannya itu, maka setelah
mengubur semua jenasah orang-orangnya Ko Hong, lantas
berpisah dengannya, karena boanpwee anggap ia terlalu
kejam." Anak Sakti dari Gunung Bu-san pelahan-lahan bangkit
dari tempat duduknya seraya berkata:
"Benar! Lie Hui Pek telah dibunuh mati oleh Ko Hong!
Ko Hong sudah hidup kembali! Mungkin sekarang oleh
karena luka-luka terbakar di mukanya, maka sekarang ia
perlu menyaru, dengan samaran yang baru itu ia muncul
lagi di dunia Kang-ouw, mungkin ia akan menuntut balas


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terhadap orang-orang yang dahulu bersikap bermusuhan
dengannya, dan lagi .... ia pasti hendak membinasakan
kalian semua, satu persatu, maka kau seharusnya berlaku
hati-hati."
"Menurut locianpwee, bagaimana seharusnya boanpwee
bertindak ...?""
"Menolong orang dalam kesusahan adalah suatu
perbuatan mulia yang harus dilakukan oleh orang-orang
yang mengaku dirinya sebagai pendekar, hiantit seharusnya
lekas pergi ke perkampungan Hui-hong-chung, untuk
melihat keadaan Lie Hui Hong, jangan sampai keburu
disergap oleh Ko Hong. Ai ... !! Ingatlah tujuh puluh dua
jiwa! Jikalau orang mengambil tindakan membalas dendam
sakit hati, apakah kau tidak lekas-lekas mengambil tindakan
untuk mencegahnya. Setidak-tidaknya kau juga harus
berusaha untuk memberi kabar kepada Lie Hui Hong!!"
"Tetapi di tempat ini boanpwee masih ada sedikit urusan
yang masih belum diselesaikan...."
"Segala hal semua tergantung dengan jodoh, jikalau kau
ada jodoh dengan Liu tayhiap, cepat atau lambat kau akan
menemukan barang-barangnya, tetapi di depan matamu ada
tujuh puluh dua jiwa yang menantikan pertolonganmu ...."
Ucapan tujuh puluh dua jiwa itu, bagaikan tujuh puluh
dua bilah pedang tajam menusuk ulu hati Touw Liong,
hingga Touw Liong alisnya berdiri dan memberi hormat
kepada Anak Sakti dari Gunung Bu-san seraya berkata:
"Boanpwee menurut!"
"Sebaiknya kau lekas bertindak."
Ketika Touw Liong memutar tubuhnya untuk melihat di
belakangnya kabut tebal itu sudah turun, di atas puncak
Ceng-liong-kang tampak jalanannya yang sempit dan
berliku-liku, ia lalu cepat melalui jalan itu turun menuju ke
puncak Thian-ti-hong.
Ia tahu bahwa ucapan Anak Sakti dari Gunung Bu-san
tadi bukanlah suatu perkataan yang sengaja dibuat-buat dan
menakuti dirinya, bahaya yang mengancam perkampungan
Hui-liong-chung memang sebetulnya merupakan suatu hal
yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Dengan tergesa-gesa ia berjalan turun gunung, ketika ia
tiba di suatu tikungan, seorang tua yang rambut dan
jenggotnya sudah putih semua, dengan tangan membawa
tongkat berkepala naga, berdiri dengan tenang di bawah
sebuah pohon cemara.
Touw Liong terkejut ketika tampak munculnya orang tua
itu secara tiba-tiba, ia lambatkan langkah kakinya, matanya
menatap jalanan gunung yang terhalang, kemudian berkata
kepada dirinya sendiri: "Apakah itu bukan Sim Tong
locianpwee" Dimaksudkan Anak Sakti dari Gunung Busan"
Bagaimana bertindak demikian cepat, dan tahu-tahu
kini sudah berada di depanku?"
Itu adalah suatu kejadian luar biasa, betapapun cepatnya
Anak Sakti dari Gunung Bu-san tidak mungkin dalam
sekejap mata sudah berada di hadapannya dan berdiri
dengan tenang. Touw Liong merasa sangat aneh, diam-diam ia bertanya
kepada diri sendiri, apakah Anak Sakti dari Gunung Bu-san
itu sudah menjadi dewa sehingga dapat mengganti rupa"
Tetapi kemudian ia anggap bahwa pikiran ini tidak
benar, dalam dunia ini tidak seorangpun yang bisa menjadi
dewa, maka ia lalu mempercepat jalannya dan lompat
menuju di mana orang tua itu berdiri.
Orang tua itu agaknya merasa ada orang yang lari
menuju ke arahnya, lalu membuka matanya, setelah
melihat Touw Liong lalu tersenyum lemah, sambil
mengurut-urut jenggotnya yang panjang, ia bertanya kepada
Touw Liong: "Touw tayhiap, ada urusan apa kau berlaku demkian
tergesa-gesa?"
Touw Liong tercengang, ia sampai lupa memberi
hormat, berkata dengan suara terkejut:
"Bukankah locianpwee suruh boanpwee pergi ke
perkampungan Hui-liong-chung?"
Kali ini, tibalah gilirannya orang tua itu terkejut, maka
bertanya padanya:
"Aku suruh kau ke perkampungan Liong-ceng ...." Ada
urusan apa aku suruh kau ke sana?"
Touw Liong kembali tercengang, ia dibingungkan oleh
ucapan orang tua itu. Dengan perasaan tidak senang ia
berkata kepada diri sendiri: "Ada orang kata bahwa orang
yang sudah terlalu tua suka menjadi pikun, terang ia tadi
suruh aku ... bagaimana baru sekejap mata saja sudah
mungkir sendiri?"
Touw Liong sudah melihat dengan tegas bahwa orang
tua itu sebetulnya Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tadi
ditemui di puncak Ceng-liong-kang, orang tadi kata-katanya
demikian sungguh-sungguh, tetapi saat ini ia telah mungkir
semua perkataannya, sudah tentu Touw Liong merasa tidak
senang. Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Lucu sekali! Touw tayhiap, meskipun aku pernah
bertemu denganmu beberapa kali, tapi antara kita barulah
pertama kali ini melakukan pembicaraan, bagaimana kau
kata aku pernah suruh kau ke perkampungan Hui-liongchung?"
Mata Touw Liong menatap wajah orang tua itu,
kemudian berkata.
"Apakah locianpwee dari Gunung Bu-san juga ada orang
yang menyamar?"
Orang tua itu terkejut dan bertanya.
"Apa katamu"!"
Touw Liong tercengang, dalam keadaan demikian,
pikirannya kalut lagi. Ada dua Anak Sakti dari Gunung
Bu-san, mereka berdua rupanya serupa, tidak tahu mana
yang asli dan mana yang palsu. Yang asli sudah tentu Anak
Sakti dari Gunung Bu-san sendiri, sedang yang palsu,
siapakah dia" Apakah Ko Hong yang menyamar"
Berpikir tentang Ko Hong, hatinya agak bergidik, kalau
benar Ko Hong belum mati, dan ia benar-benar mengambil
sikap dan tindakan pembalasan terhadap Lie Hui Pek,
memang luas akibatnya. Saat itu ia sebetulnya tidak berani
memastikan siapakah di antara dua orang itu mana satu
yang tulen. Ketika ditanya oleh orang itu, ia terpaksa
melayani sedapat-dapatnya, sambil menunjuk puncak
gunung, ia berkata:
"Di atas puncak itu juga ada seorang tua, yang mengaku
diri sebagai kau, locianpwee, muka dan sikapnya kalian
berdua mirip satu sama lain, sehingga tak dapat dibedakan,
mana yang satu adalah ...."
Orang tua itu mengetukkan tongkatnya di atas batu,
sehingga timbul percikan api, dan berkata dengan nada
suara dingin. "Bocah, kau demikian kurang ajar, apakah di dalam
matamu masih ada aku si orang tua" Di kemudian hari,
aku hendak menanyakan sendiri kepada suhumu."
Touw Liong menjadi gugup, katanya dengan suara
gemetaran. "Ketahuilah cianpwee, bukanlah boanpwee sengaja
menimbulkan ...."
Dengan sinar mata tajam orang tua itu berkata dengan
suara bengis. "Jalan! Bocah! Mari kita naik ke atas untuk mencari
keterangan keadaan yang sebenarnya, lalu aku nanti akan
membuat perhitungan denganmu."
Orang tua itu meskipun usianya sudah lanjut, namun
gerakannya sangat gesit sekali, dengan cepat ia sudah
berlari naik ke puncak gunung.
Touw Liong tidak berani berlaku ayal, ia mengikuti di
belakangnya. Di atas puncak Ceng-liong-kang, keadaannya masih
tetap seperti biasa, sedang batu besar yang berbentuk aneh
yang berada di seberang sana masih tetap berada di tengahtengah
awan, namun kini satu bayangan manusiapun tidak
ada. Touw Liong berdiri di atas sebuah batu, dan berkata
kepada orang tua sambil menunjuk puncak gunung di
seberangnya: "Tadi, sewaktu kabut awan sedang tebal, orang tua itu
berada di seberang sana."
"Apakah ia suruh kau kesana?" tanya orang tua itu.
Touw Liong menganggukkan kepala dan menyahut
dengan sikap menghormat.
Orang tua itu melihat di puncak gunung Ceng-liong-kang
masih ada tanda-tanda basah oleh air embun, maka lalu
mengerutkan alisnya dan bertanya:
"Apa tadi ada halimun juga menutupi batu-batu di atas
tempat ini?"
Touw Liong kembali menganggukkan kepala.
"Dengan cara bagaimana kau menyeberang ke sana?"
Touw Liong menceritakan apa yang telah terjadi dengan
terus terang. Orang tua itu berkata sambil menghela napas:
"Bocah, kau bodoh sekali! Kau tidak terpeleset jatuh ke
dalam jurang benar-benar suatu kejadian yang sangat ajaib,
orang itu sesungguhnya terlalu pintar memancing kau."
Touw Liong tidak mengerti ucapan orang tua itu, maka
memandangnya dengan sikap diam. Orang tua itu berkata
pula sambil menunjuk puncak Ceng-liong-kang:
"Tidak tambah pengalaman, tidak akan tambah
kepintaran. Bocah, tahukah kau bahwa kau sekarang ini
berarti sudah dua kali menjadi manusia?"
Touw Liong cuma bisa menyahut ya, maka ia
memandang tanah dan batu-batu di atas puncak Cengliong-
kang sambil menarik napas dalam-dalam.
Orang tua itu berkata pula dengan tenang:
"Di waktu biasa, orang berkepandaian seperti yang kau
miliki sekarang ini, tempat ini tidak akan menyulitkan kau
berjalan di atasnya, sama juga berjalan di tanah datar, akan
tetapi oleh karena sangat berbahaya dan licin sekali, jikalau
tertutup oleh awan atau kabut, jalan yang panjangnya
sepuluh tombak dan apabila kakimu terpeleset dan jatuh ke
dalam jurang, kau pasti akan hancur lebur, setidak-tidaknya
tulang-tulangmu akan patah, sesungguhnya sangat
berbahaya!"
Touw Liong mengeluarkan keringat dingin, ia adalah
seorang pintar. Dari sikap orang tua itu yang sangat
memperhatikan keselamatannya, kini ia dapat memastikan
bahwa orang tua yang di hadapannya itu ialah Anak Sakti
dari Gunung Bu-san yang asli, maka ia buru-buru berlutut
dan menjura di hadapannya.
Ketika ia mengingat bagaimana ia dipermainkan oleh
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu, wajahnya
menunjukkan sikap marah.
Orang tua itu berkata pula:
"Orang tua itu benar-benar mengharapkan supaya kau
terpeleset dan terjatuh ke dalam jurang, kemudian ketika ia
melihatmu berhasil melalui jalanan yang berbahaya itu,
mungkin ia hendak menantikan kesempatan selagi kau
melangkah segera melancarkan serangan dengan tiba-tiba,
supaya kau tidak keburu menolong diri sendiri, tetapi
kemudian ternyata ia berpikir lain, ia tidak turun tangan,
entah apa yang terkandung dalam maksudnya?"
"Boanpwee percaya, ia tidak akan dapat lolos, mungkin
ia masih berada di antara tempat-tempat berbahaya di
gunung ini."
"Tempat yang sangat luas dan sangat berbahaya ini,
kalau kita cari tidak mudah, tetapi kita juga tidak boleh
membiarkan ia seenaknya saja! Baiklah! Mari kita coba
mengadakan penyelidikan!"
Dua orang itu lalu lompat melewati puncak Ceng-liongkang,
mereka telah berjanji menggunakan tanda rahasia
sebagai tanda perhubungan. Touw Liong berjalan menuju
ke kiri, orang tua itu menuju ke kanan, dengan demikian
mereka telah mengadakan penyelidikan dengan jalan
mengapit. Mereka mencari-cari di antara gerombolan
pohon dan batu-batu, Touw Liong yang berjalan menuju ke
kiri, lompat di atas sebuah batu tinggi, di sana ia
memandang jauh keadaan di sekitarnya, tepat pada saat itu,
orang tua yang mengadakan penyelidikan dari sebelah
kanan juga lompat ke atas batu, orang tua itu mengangkat
tangan kanannya melambai-lambai untuk memberi tanda
kepada Touw Liong.
Dua orang itu kembali melompat ke atas batu-batu besar
yang terdapat di tempat itu, melanjutkan penyelidikannya.
Akhirnya dua orang yang mencari dari lain jurusan itu
telah bertemu muka pula. Mereka saling memberi tanda
dengan tangan, lalu menggeleng-gelengkan kepala, sebagai
tanda bahwa penyelidikan mereka tidak berhasil, kemudian
mereka melanjutkan penyelidikannya lagi ke lain jurusan.
Tetapi, akhirnya mereka tidak berhasil juga. Orang tua
itu lebih dulu tiba di tempat penghubung dan duduk di atas
batu besar menantikan kedatangan Touw Liong, setelah
Touw Liong tiba di tempat tersebut orang tua itu berkata
sambil menarik napas.
"Sungguh aneh! Betapapun gesitnya orang itu tidak
sampai lolos dari mataku, lagi pula puncak Thian-ti-hong
ini tempatnya sangat strategis dan sangat berbahaya, di situ
hanya terdapat sebuah jalan, jikalau ia tidak lari dari sini,
mungkin masih tidak apa. Tetapi kalau ia hendak lari,
sudah tentu akan melalui jalanan Ceng-liong-kang yang
menuju ke bawah."
Selagi bicara, di antara batu-batu yang terdapat di situ
terdengar suara orang bernapas, kemudian di belakang
gerombolan batu tampak berkelebatnya bayangan putih,
seorang tua yang berambut dan berjenggot putih telah
berjalan menghampiri, lebih dulu memberi tanda kepada
Touw Liong seraya berkata:
"Bocah, kau dapat menemukan atau belum?"
"Ou!" Touw Liong berseru kaget dan membuka matanya
lebar-lebar, ia memandang orang tua itu sejenak, kemudian
memandang kepada orang tua yang duduk di atas batu
menunggu padanya.
Dua orang tua itu dandanannya sama, sikapnya juga
mirip satu sama lain, begitupun kata-kata dan suara mereka,


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh susah dibedakan mana yang asli dan mana yang
palsu. Orang tua yang duduk di atas batu tampak menggerakgerakkan
alisnya yang panjang, lalu menggerakkan
tongkatnya, kedua tangannya menginjak tanah, tongkatnya
lalu diangkat tinggi menyerang orang tua yang baru muncul
itu. Orang tua yang baru muncul tadi, dengan cepat
mengelakkan serangan tongkat lawannya kemudian
mengibaskan tongkat di tangannya dan balas menyerang
seraya membentak.
"Anak busuk! Kau masih belum maju, perlu ada duduk
di situ?" Oleh karena dua orang tua itu sama rupa sama
dandanannya dan sama pula suaranya, siapa yang asli dan
siapa yang palsu, tidak dapat dibedakan, bagaimana Touw
Liong dapat turun tangan untuk membantu"
Touw Liong merasa sangat cemas, hingga ia berdiri
bingung di situ, diam-diam dua orang tua itu sudah saling
berhantam dengan menggunakan senjata tongkat yang
sama bentuknya.
Touw Liong menyaksikan dengan seksama dua orang itu
bukan saja sama dandanannya, yang menherankan baginya
ialah kepandaian ilmu silat dan gerak tipu mereka juga
menandakan dari satu golongan, mereka sama-sama
menggunakan gerak tipu ilmu tongkat dari golongan Bu-san
yang terdiri dari delapan belas jurus, dan pertempuran itu
dilakukan dengan demikian sengit, sehingga tidak diketahui
mana yang lebih tinggi kepandaiannya.
Touw Liong dalam keadaan cemas, dalam hatinya
berpikir: "Celaka, kali ini sulit dibedakan mana yang asli
dan mana yang palsu, seandainya yang palsu itu menang,
apakah tidak akan menimbulkan buah tertawaan bagi rimba
persilatan?"
Dalam keadaan demikian, Touw Liong benar kehilangan
akal, sementara itu dua orang tua itu bertempur semakin
sengit. Lama sekali, Touw Liong tiba-tiba berseru dengan suara
nyaring: Berbareng dengan itu, orangnya juga melesat tinggi
menyerbu kepada dua orang yang sedang bertempur.
Sebelum orangnya tiba, serangannya sudah keluar lebih
dulu, ujung pedangnya menyontek dua tongkat yang sedang
beradu. Dua orang tua itu sama-sama terkejut, dengan mata
membelalak memandang Touw Liong.
Satu diantaranya membentak padanya dengan suara
keras. "Kau anak busuk ini benar-benar kurang ajar, kau tidak
mau membantu aku malah sebaliknya merintangi aku, apa
maksudmu?"
Orang tua yang satu juga membentak dengan suara yang
tidak kalah nyaring:
"Anak busuk! Apa kau sudah berkhianat" Mengapa kau
membantu orang luar?"
Touw Liong menjura kepada dua orang tua itu seraya
berkata: "Kalian berdua, di antara satu ada yang asli dan yang
palsu, maka aku harus membantu siapa" Sebelum aku
dapat memastikan siapa yang tulen di antara kalian berdua,
aku tidak akan membantu pihak yang mana, juga tidak
akan menyinggung perasaan kepada siapapun juga."
Dua orang tua itu kembali memaki-maki, yang ditujukan
kepada Touw Liong, satu di antaranya bertanya dengan
suara marah: "Anak busuk! Kau tidak memiliki kepandaian untuk
membedakan siapa yang tulen dan siapa yang palsu, apakah
kau lantas berdiri sebagai penonton?"
"Sudah tentu aku akan mencari mana yang tulen dan
mana yang palsu di antara kalian!" menjawab Touw Liong
dengan perasaan yang agak mendongkol.
Kedua orang tua itu berkata dengan berbareng:
"Dengan cara bagaimana kau hendak membedakan?"
"Sewaktu boanpwee belum turun dari gunung Kiu-hwa,
suhu pernah berkata bahwa ilmu silat Bu-san sudah
mencapai ke taraf yang tidak ada taranya, kepandaian ilmu
yang kini boanpwee miliki masih terpaut jauh sekali, akan
tetapi suhu pernah berkata, apabila boanpwee
menggunakan seluruh kekuatan tenaga untuk melawannya,
meskipun tidak dapat bertahan terlalu lama, akan tetapi
masih sanggup melawan setengah jam atau satu jam, maka
aku hendak menguji kekuatan tenaga dalam kalian dulu,
barulah aku dapat membedakan mana yang tulen dan mana
yang palsu."
Dua orang tua itu semua agaknya belum dapat
memahami maksud Touw Liong, satu di antaranya berkata
dengan suara marah:
"Anak busuk! Mari, aku akan melayani kau lebih dulu!"
Touw Liong menerima baik, lalu menggerakkan
pedangnya, dengan mengerahkan seluruh kekuatan
tenaganya di tangan kanan, pelahan-lahan tangan itu
disodorkan. Orang tua yang menantang tadi menunjukkan
sikap dan tertawa dingin, juga perlahan-lahan
menggerakkan tongkatnya. Orang tua yang lain berdiri
menonton sambil mengerutkan alisnya, ia memesan kepada
Touw Liong dengan penuh perhatian.
"Hati-hati! Kekuatan tenaga dalam orang itu tidak boleh
dipandang ringan ..."
Belum lagi menutup mulutnya, Touw Liong sudah
mengeluarkan siulan panjang, menotok tongkat lawannya,
ia tidak memberikan kesempatan kepada lawannya, untuk
menggerakkan tongkatnya, sudah lompat mundur lagi tujuh
tombak, lalu berdiri dengan sikap menghormat ia berkata:
"Ilmu kepandaian dan kekuatan tenaga dalam cianpwee
benar-benar sudah mencapai ke tingkat tinggi sekali, terima
kasih atas pelajaranmu."
Orang tua itu tampak sangat bangga, sambil
menudingkan tongkatnya ia berkata:
"Bagaimana" Kau sudah berhasil menguji atau belum"
Aku ini yang tulen ataukan yang palsu?"
Touw Liong menunjuk orang tua yang lain dan berkata:
"Harus tungguh dulu setelah boanpwee menguji
kekuatan tenaga cianpwee itu, barulah dapat
membedakan."
Bab 19 Orang tua yang lain menggeleng-gelengkan kepala dan
berkata: "Anak! Kau tidak akan dapat membedakan! Hanya
dengan menguji kekuatan tenaga dalam aku dengan orang
itu bagaimanapun juga lebih tinggi daripadamu."
"Perlu diuji dulu! Suhu pernah berkata bahwa ilmu Busan-
sin-kang, sewaktu kita menyambut ada semacam
perasaan, perasaan ini tidak dapat dirasakan oleh orang
lain, hanya ilmu dari golongan kami Kiu-hwa Thian-lek
yang dapat merasakan dan dapat memahami."
Orang tua yang habis bertempur padanya tadi, berkata
sambil tertawa dingin:
"Bocah, kau hendak main gila bagaimana?"
Dalam waktu yang sangat singkat itu, wajah orang tua
itu menunjukkan beberapa macam perubahan, semua itu
telah dapat disaksikan dan tidak dapat terlepas dari
pandangan mata Touw Liong.
Touw Liong mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya,
pelahan-lahan mengeluarkan pedangnya dan ditujukan
kepada orang tua yang satu lagi.
Orang tua itu juga pelahan-lahan mengangkat
tongkatnya. Ketika pedang dantongkat saling beradu, ketika kekuatan
tenaga Touw Liong disalurkan ke ujung pedangnya, dengan
mendadak ia merasakan bahwa kekuatan tenaga dalam
lawannya yang disalurkan di atas tongkat merasa sangat
lunak, kekuatan tenaga itu menyambut kekuatan tenaganya
sambil melakukan daya bertahan tidak seperti orang tua
yang pertama, begitu beradu lantas buru-buru melancarkan
serangan hebat!
Dalam hati Touw Liong kini mengertilah sudah, dengan
cepat ia menarik kembali pedangnya, seperti juga semula, ia
lompat mundur tujuh langkah dan memberi hormat kepada
lawannya. Orang tua yang pertama diuji olehnya lalu bertanya:
"Anak busuk! Siapa yang tulen dan siapa yang palsu?"
Touw Liong mengangkat pedangnya dan menodong
kepada orang tua yang bicara itu, katanya:
"KAU YANG PALSU!!"
Wajah orang tua itu berubah, dengan suara bengis ia
membentak: "Anak busuk! Apakah kau sudah gila!"
Touw Liong tertawa panjang, kemudian berkata:
"Aku sedikitpun belum gila, adalah kau sendiri yang
sudah kehabisan akal, sehingga menunjukkan
kepalsuanmu."
"Di mana aku menunjukkan kepalsuanku?"
"Pertama, kau tidak seharusnya lebih dulu menerima
ujianku, ini menunjukkan bahwa kau sedikitpun tidak ada
perhatian terhadap diriku. Kedua, begitu turun tangan,
engkau sudah menggunakan kekuatan tenaga sepenuhnya,
sedikitpun tidak mempertimbangkan diriku, artinya
sanggup menerima seranganmu atau tidak" Dengan
demikian kau telah mengabaikan keselamataku. Dan
ketiga, di waktu kau menanyakan aku mencoba main gila,
sikapmu menunjukkan perasaan yang tidak menentu dan
timbul banyak perubahan."
Berkata sampai disitu, ia balik menunjuk kepada orang
tua yang satu dan berkata:
"Justeru menunjukkan kebalikannya denganmu, setiap
gerakannya selalu memikirkan keselamatan diriku ...."
Orang tua yang ditegur oleh Tiauw Liong ini
mengeluarkan suara teriakan panik, kemudian berkata:
"Anak busuk! Kau telah tertipu, aku justeru ...."
Orang tua yang satu lagi berdiri dengan tenang, tidak
berkata apa-apa, ia hanya mengurut-urut jenggotnya dan
mengangguk-anggukkan kepala, dengan sinar mata yang
memuji memandang kepada Touw Liong.
Touw Liong mengeluarkan suara ketawa dingin, berkata
kepada orang tua tadi.
"Sebelum melihat peti mati, kau tidak akan
mengucurkan air mata, kalau kau benar bahwa kau adalah
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen, sekarang aku
hendak tanya kepadamu, tadi kita di tengah-tengah puncak
gunung ini bicara apa?"
Pertanyaan itu membuat orang tua itu tidak berdaya, ia
hanya mengeluarkan perkataan "Ou ...." lantas tidak dapat
menjawab lagi. Orang tua itu selagi Touw Liong agak lalai,
tiba-tiba tongkatnya digerakkan dan menyerang kepala
Touw Liong. Touw Liong dengan sigap sekali
menggerakkan pedangnya untuk menangkis serangan
tongkat tadi, orang tua tadi mengeluarkan serangan yang
kedua dan berkata dengan marah.
"Bocah she Touw, apa kau masih belum mau
menyerahkan jiwamu?"
Orang tua yang satu lagi, yang berdiri dengan tenangnya
sebagai penonton, menyodorkan tongkatnya untuk
menahan serangan orang tua tadi. Touw Liong khawatir
dua orang tua itu bertempur lagi, sehingga ia tidak dapat
membedakan mana yang tulen dan mana yang palsu, maka
buru-buru berseru.
"Locianpwee berhenti dulu! Aku masih hendak bicara!"
Dua orang tua itu masing-masing mundur setengah
tombak, kedua-duanya memandang Touw Liong dan orang
tua yang turun tangan lebih dulu tadi berkata dengan suara
bengis. "Bocah! Kau masih hendak bicara apa lagi?"
Touw Liong ada maksud hendak mengejek dan
menimbulkan kemarahannya, maka lebih dulu ia tertawa
panjang, kemudian berkata sambil menuding padanya.
"Kau inilah yang dinamakan maling berteriak maling,
tentang pembicaraanku dengan Sin-lo yang dilakukan di
tengah puncak bukit tadi, begitu aku bertanya kepadamu
kau tidak dapat menjawab. Maksudku hanya hendak
melakukan serangan fisik terhadapmu, aku hanya ingin
membuktikan kau benar-benar merasa bingung atau tidak,
sebetulnya yang tulen dan yang palsu ada hubungan apa,
tak kuduga ketika aku menanya demikian, ternyata telah
mendapatkan hasil yang tidak kuduga-duga, karena seketika
itu juga kau telah menunjukkan belangmu."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu itu bergerak
sambil menggedrukkan kakinya, kemudian berkata:
"Engkau ini benar-benar sangat licik, aku telah tertipu
olehmu!" Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen dengan cepat
lompat maju dan bertanya sambil menuding padanya:
"Kau siapa?"
"Aku" Ha ha .....! Coba kau tebak sendiri!"
"Aku tidak peduli kau siapa, tetapi dengan perbuatanmu
hari ini yang begitu tidak tahu malu, berani menyamar
diriku, dan toh masih tidak berani menunjukkan wajah
aslimu, percuma saja kau memiliki kepandaian tinggi, aku
sesungguhnya merasa turut merasa malu melihat
perbuatanmu ini."
"Aku memiliki kepandaian khusus dalam soal menyaru,
dahulu aku juga mempunyai ganjalan hati dengan orangorang
yang menganggap dirinya dari golongan baik,
sekarang aku merasa bangga dengan kepandaian ini, supaya
dengan wajah dan tingkah laku kalian melakukan perbuatan
jahat yang menggemparkan dunia, supaya orang tahu,
bagaimana kalian ...."
Berkata Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu
sambil tertawa terbahak-bahak, kemudian ia berkata pula:
"Segala perbuatanku ini juga merupakan suatu hal yang
menyenangkan bagi manusia, mengapa aku harus


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menunjukkan wajah asliku?"
Touw Liong tiba-tiba ingat sesuatu, lalu menyela dan
bertanya kepadanya:
"Kaukah yang membunuh Lie Hui Pek?"
Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Touw Liong bertanya pula:
"Apakah kau KO HONG?"
Orang tua itu menjawab dengan nada suara dingin:
"Bukan!!! Ko Hong hanya mendapatkan beberapa
kepandaian luar biasa dariku."
Touw Liong ingat bahwa Ko Hong masih belum mati,
Lie Hui Pek pasti dia yang membunuh dan orang yang
memberikan kotak kepadanya di kota Keng-siang juga pasti
adalah dia. Teringat akan diri Ko Hong, kebenciannya
meluap, maka lalu bertanya kepadanya:
"Di mana sekarang Ko Hong berada?"
"Dia" .... Setelah memberikan kotak kepadamu di kota
Keng-siang, ia kembali mengatur acara selanjutnya!"
menjawab orang tua itu sambil tertawa mengejek.
"Acara apa?"
"Ha ha ....!! Bukan lain adalah acara yang menyangkut
hutan tujuh puluh dua jiwa, hutang darah harus dibayar
dengan darah."
"Apakah ia akan membuat onar di perkampungan Huiliong-
chung?" "Bukan hanya membuat onar saja, pasti akan melakukan
pembunuhan, hendak menagih hutang terhadap
perbuatannya di gunung Thian-bok-san."
"Peristiwa di gunung Thian-bok-san dahulu, hanya
dilakukan oleh Lie Hui Pek seorang, oleh karena Lie Hui
Pek sendiri sudah binasa, mengapa masih perlu merembetrembet
kepada orang lain" Apalagi kepandaian Lie Hui
Hong saat ini sudah musnah, perbuatan itu sebetulnya agak
keterlaluan."
"Inilah yang dinamakan balas-membalas, dahulu
bagaimana Lie Hui Pek perlakukan kepadanya, sekarang
Ko Hong juga akan membalas perbuatannya terhadap
saudaranya."
Touw Liong mendadak teringat soal lain, ia lalu
bertanya: "Ko Hong hendak menyaru menjadi siapa melakukan
kejahatan di kampung Hui-liong-chung?"
"Sudah tentu menyaru menjadi kau Touw tayhiap!"
menjawab Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu itu
sambil tertawa mengejek.
Touw Liong sangat marah, ia memutar tubuh dan
memberi hormat kepada Anak Sakti dari Gunung Bu-san
yang tulen: "Boanpwee hendak jalan lebih dahulu, sekarang juga
boanpwee akan pergi ke kampung Hui-liong-chung ...."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen mencegah
seraya berkata:
"Air dari tempat jauh susah menolong api dekat, urusan
di sini masih belum selesai !" Kemudian ia bertanya sambil
menunjuk kepada Anak Sakti dari gunung Bu-san yang
palsu: "Ada maksud apa kau mendaki puncak gunung ini?"
"Dua belas jilid kitab Thay-it Cin-keng aku hanya
mendapatkan sejilid saja, masih ada sebelas jilid, kabarnya
berada di gunung Bu-san ini. Rahasia rimba persilatan,
setiap orang berusaha untuk mendapatkan, baru merasa
puas. Kedatangan kalian berdua bukankah juga lantaran
kitab itu?" demikian Anak Sakti dari gunung Bu-san yang
palsu menjawab.
"Kedatanganku ke sini hanya bermaksud pesiar saja."
"Tetapi dia, toh, bukan cuma hendak pesiar saja!"
berkata Anak Sakti dari gunung Bu-san yang palsu sambil
menunjuk Touw Liong.
"Memang benar, kedatanganku kemari hendak mencari
kitab itu," demikian Touw Liong mengakui terus terang.
"Sayang! Kitab itu sudah tidak ada di gunung Bu-san!"
"Siapa yang mendapatkan kitab itu?"
"Panji Wulung !"
"Didapatkan oleh Panji Wulung"!" tanya Touw Liong,
ketika ia teringat kepada diri nenek itu, ia agak terkejut, lalu
bertanya pula: "Apakah kau terus mengikuti kita?"
"Sejak dari kota Keng-siang, bukan saja aku mengikuti
kau, tetapi juga mengintai setan tua ini," jawab Anak Sakti
dari gunung Bu-san yang palsu sambil menunjuk kepada
yang tulen. Touw Liong kini baru mengerti, bahwa Anak Sakti dari
Gunung Bu-san yang menolong padanya dua kali,
perbuatan itu semua telah diketahui oleh Anak Sakti dari
gunung Bu-san yang palsu ini, maka tadi ia dapat mengikuti
dirinya dengan mudah sehingga tertipu olehnya. Ia tibatiba
teringat soal lain, lalu bertanya kepadanya:
"Batok kepala yang digenggam oleh Cui Hui di kuil Kuikok-
si itu batok kepala siapa?"
"Maksud Cui Hui hanya ingin merebut lambang
kepercayaan Naga Mas dari golongan pengemis, dengan
susah payah ia berusaha mencari keterangan jejak Kim
Tho, kemudian entah dengan cara bagaimana ia telah
berhasil mendapat kabar, bahwa Kim Tho telah terkurung
di gunung Kiam-ceng selama tiga puluh tahun oleh Siau Su
Hin, dan dengan berbagai akal dia telah memancing Siau
Su Hin datang ke daerah Tiong-gwan, maksudnya ialah
hendak merebut tanda kepercayaan Naga Mas dari orang
she Siau itu," demikian Anak Sakti dari gunung Bu-san
yang palsu itu memberikan keterangannya, ia berhenti
sejenak kemudian berkata pula:
"Akan tetapi, akal Cui Hui itu tidak berhasil, karena Kim
Tho bukanlah orang sembarangan. Meskipun Siau Su Hin
sudah menawan dirinya tiga puluh tahun, sayang di mana
adanya lambang kepercayaan itu Kim Tho sedikitpun tidak
mau membuka rahasia, pada akhirnya, setelah Kim Tho
mati karena tidak sanggup menahan pelbagai siksaan, Siau
Su Hin juga tidak mendapat apa-apa. Cui Hui yang masih
belum mengetahui, telah memancing dirinya datang ke
daerah Tiong-gwan, sehingga akhirnya setelah orang she
Siau itu dibinasakan, ia masih tidak mendapatkan apa-apa,
sebaliknya ia malah kehilangan salah satu dari utusannya
...." "Dari sini telah membuktikan bahwa manusia itu tidak
boleh mengandung hati jahat ....." berkata Touw Liong
sambil menghela napas.
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen memotong
perkataannya, ia bertanya kepada Anak Sakti dari Gunung
Bu-san yang palsu:
"Kau seolah-olah tahu semua tentang apa yang terjadi di
kota Lam-yang."
"Ah, kau terlalu memuji! Meskipun aku tidak
mengatakan, tetapi setidak-tidaknya apa yang telah kau
perbuat terhadap bocah ini semua tidak terlepas dari
mataku." "Baiklah! Aku sekarang mau bertanya kepadamu
beberapa soal. Jikalau kau dapat menerangkan, aku merasa
takluk terhadapmu."
"Tidak ada hal yang dapat terlepas dari mataku, tanyalah
sesukamu!"
"Hari itu ketika di kota Lam-yang, jelasnya di waktu
lohor, adik seperguruan Touw Liong mengikuti Siau Su Hin
masuk ke kuil Kui-kok-si, kemudian mengapa Siau Su Hin
terkurung dalam barisan Ngo Im Cuh-un-tim dan
menemukan ajalnya, sebaliknya adik seperguruan Touw
Liong telah menghilang tidak ketahuan jejaknya?"
"Urusan ini terlalu panjang ceritanya. Golongan
pengemis pada dewasa ini merupakan salah satu golongan
besar dalam rimba persilatan. Anak murid golongan
pengemis tersebar di mana-mana, siapa yang berhasil
memegang kekuasaan di golongan pengemis, ini berarti ia
telah berhasil menguasai dunia Kang-ouw. Kim Yan telah
terjatuh di tangan Panji Wulung, sudah tentu ia mendapat
perintah untuk menilik gerak-gerik Siau Su Hin, tetapi
sungguh kebetulan, waktu itu ia ada lain urusan sehingga
berlalu dari kampungnya. Begitu Kim Yan berlalu, lantas
Siau Su Hin terjatuh di tangan Cui Hui."
"Ouu ...! Pantas Kim Yan tega dan menurunkan tangan
keji, sehingga salah satu dari lima utusan Cui Hui terbinasa
di tangannya."
Tiga orang itu berbicara dengan asyiknya, seolah-olah
sahabat lama yang baru bertemu kembali, hingga
melupakan tadi belum lama berselang mereka pernah
bertempur mati-matian.
Touw Liong telah mengalihkan perhatiannya ke lain
soal, ia bertanya.
"Tahukah kau di mana jejak Panji Wulung sekarang?"
"Panji Wulung ..." Aku sendiri juga sedang
mencarinya!"
"Kau agaknya tahu semua apa yang sedang terjadi di
dunia Kang-ouw. Di waktu belakangan ini di dunia Kangouw
ada seorang pemuda yang mukanya mirip dengan aku,
tetapi ia pandai memainkan kecapi dan seruling, tahukah
kau siapakah orang itu?"
"Sudah tentu tahu," jawab Anak Sakti dari Gunung Busan
yang palsu sambil mengangguk-anggukkan kepala,
kemudian dengan nada suara mengejek dia berkata pula:
"Ia mirip dengan kau! Ha .... bagaimana kau tidak
berkata bahwa kau mirip dengannya" Ini sesungguhnya
sangat lucu, justeru karena kau yang mirip dengan dia,
maka aku dari dahulu mengikuti jejakmu."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen tercengang,
ia berkata dengan tidak mengerti.
"Apakah orang itu sahabat lamamu?"
"Bukan hanya sahabat lama saja, orang itu adalah suteku
..." "Sutemu?"" Touw Liong dengan alis berdiri.
"Apa yang dibuat heran" Patut disesalkan adalah
perbuatanmu sendiri ketika pertama kali bertemu muka
denganku di telaga Tong-teng-auw, kau tidak menyapa
denganku, sehingga aku merasa mendongkol dan mengikuti
kau sampai ke kota Keng-siang."
"Aku tidak kenal denganmu, mengapa harus menyapa?"
demikian Touw Liong balas menanya dengan merasa geli.
Tetapi ia juga mengerti apa sebabnya Anak Sakti dari
Gunung Bu-san yang palsu itu mengikuti jejaknya.
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu berpaling,
berkata kepda Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen.
"Sekarang kuberitahukan pdamu, apa sebab aku
menyaru dirimu! Tak lain, karena sewaktu aku berada di
bawah tembok kota Lam-yang, bocah she Touw itu pernah
mengucapkan perkataan kepada si taysu gila, bahwa orangorang
yang dihormati oleh suhunya, kau termasuk salah
satu di antaranya, maka aku lalu timbul pikiran hendak
menyaru menjadi dirimu."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen ketika
mendengar dari Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu
bahwa orang yang paling dihargai oleh Kiu-hwa Lojin
termasuk dirinya sendiri, dalam hati diam-diam merasa
senang. Touw Liong tiba-tiba teringat kepada diri Lo Yu Im,
maka ia bertanya pula:
"Bagaimana watak sutemu, dan di mana sekarang
berada?" "Sejak ia mendapatkan batu Khun-ngo-giok, ia lalu
bertekun mempelajari segala ilmu pedang yang ada dari
pelbagai golongan, ia siap-siap hendak membuat pedang
Khun-ngo-kiam."
Touw Liong menghela napas, kemudian dengan alis
berdiri dan dengan tidak terduga-duga suaranya ditarik
tinggi dan bertanya kepada Anak Sakti dari Gunung Bu-san
yang palsu: "Kau siapa?"
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang palsu ini agaknya
juga terkejut, hingga tanpa pikir lagi lalu menjawab:
"Aku adalah Si Kakek Seribu Muka...." Dengan tibatiba
ia sadar bahwa dirinya telah dijebak oleh Touw Liong,
maka kata-kata selanjutnya tidak dilanjutkan.
"Ou.... kiranya kau manusia yang pandai merubah
muka," berkata Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen
sambil tertawa panjang.
"Kau jangan berkata sembarangan, nama julukanku
adalah Si Kakek Seribu Muka," jawab Anak Sakti dari
Gunung Bu-san yang palsu dengan suara marah.
"O, kiranya kau pandai merubah muka?"
"Oleh karena aku pandai merubah muka, maka siapa
dan manusia yang bagaimana saja, setelah kulihatnya
sepintas lalu, semuanya aku bisa meniru, baik mukanya
maupun gerak-geriknya serta suaranya, aku dapat meniru
sehingga persis dengan orangnya sendiri."
"O, aku mengerti! Kau ternyata gurunya orang yang
pandai berubah, kau bisa berubah menjadi apa lagi?"
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yangpalsu merasa
bangga, tertawa cekikikan, ia hampir lupakan diri, karena
dipuji-puji oleh Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen.
Anak Sakti dari Gunung Bu-san yang tulen, juga tertawa
cekikikan dan bertanya kepadanya sambil tertawa:
"Kau pasti bisa merubah dirimu menjadi sesuatu?"
"Sesuatu apa?"
"Bajingan!" kata Anak Sakti dari Gunung Bu-san.
"Kaulah yang bajingan!" berkata Kakek Seribu Muka
dengan suara marah.
Touw Liong buru-buru menyela dan bertanya kepada Si
Kakek Seribu Muka:
"Bolehkah aku minta pertolongan padamu, tolong
sampaikan kepada sutemu, kalau mau mendapat kekayaan
boleh saja, tetapi harus dengan jalan yang selayaknya...."
Si Kakek Seribu Muka tercengang, ia bertanya:
"Kalau bicara, jangan memutar-mutar, bicaralah terus
terang!"

Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Touw Liong juga tidak marah, ia berkata dengan suara
nyaring: "Batu Khun-ngo-giok adalah milik partai Kun-lun, adik
seperguruanmu telah menipu dan mencuri milik orang lain,
bahkan perbuatannya itu membawa akibat kematiannya
pemilik batu giok itu. Perbuatan itu kurang baik. Sekarang
keturunan orang-orang partai Kun-lun sudah mulai terjun
ke dunia Kang-ouw, untuk mencari jejak adik
seperguruanmu, aku harap supaya adik seperguruanmu itu
suka mengembalikan batu giok itu kepada pemiliknya yang
asli." Kakek Seribu Muka tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Sejak dahulu kala barang pusaka atau benda tajam
selalu harus dimiliki oleh orang yang berhak atau bijaksana;
umpama saja itu kitab Thay-it-cin-keng, kau dan aku samasama
tidak ada jodoh, maka kita sama-sama tidak
dapatkan."
Anak Sakti dari Gunung Bu-san berkata dengan nada
suara dingin: "Ucapannya yang memutarbalikkan persoalan ini, benarbenar
sangat menggelikan; maksudmu apakah kau anggap
bahwa adik seperguruanmu itu seorang yang bijaksana yang
berhak memiliki barang itu?"
Kakek Seribu Muka itu tidak membantah, kepalanya
diangguk-anggukkan berulang-ulang. Anak Sakti dari
Gunung Bu-san berkata dengan nada suara marah:
"Kuberikan batas waktu tiga bulan, benda itu harus ia
antarkan ke Gunung Kun-lun-san, jikalau tidak, jangan kau
sesalkan kalau aku si orang tua sudi gawe, seumur hidup
aku paling tidak bisa melihat perbuatan rendah yang suka
merampas barang orang lain seperti itu."
Touw Liong juga berkata dengan tegas:
"Dalam urusan ini tidak perlu locianpwee turut turun
tangan, boanpwee...."
Kakek Seribu Muka berkata sambil tertawa dingin:
"Jangan sok berlagak, kau tidak tengok dirimu sendiri,
apa kau kira kau dapat mencari jejak suteku?"
Alis Touw Liong berdiri, dengan suara keras ia berkata:
"Jikalau kau berani mengatakan tempat sembunyinya,
aku hendak mencari tempat itu untuk minta keterangan
sendiri dari mulutnya."
"Bocah! Kau nanti jangan sesalkan orang lain! Adalah
kau sendiri yang hendak mengantarkan jiwa! Baiklah! Aku
boleh beritahukan padamu, tetapi ada satu syarat, setelah
kuberitahukan padamu, kau tidak boleh memberitahukan
kepada orang lain," berkata Kakek Seribu Muka dengan
nada suara dingin. Ketika ia mengucapkan perkataannya
itu, matanya melirik Anak Sakti dari Gunung Bu-san.
Anak Sakti dari Gunung Bu-san dengan sikap tidak
pandang mata tertawakan padanya, kemudian berkata:
"Jangan coba jual lagak! Siapa sudi akan barang
rampasan itu."
Kakek Seribu Muka berpaling memandang Touw Liong.
Touw Liong mengangguk-anggukkan kepalanya.
Kakek Seribu Muka mengangkat tongkatnya dan
memberi tanda kepada Anak Sakti dari Gunung Bu-san,
tetapi Anak Sakti dari Gunung Bu-san tidak
menghiraukannya, ia berpaling memandang ke arah lain.
Menggunakan kesempatan itu, Kakek Seribu Muka lantas
berkata: "Bocah, perhatikan baik-baik!"
Bersamaan dengan itu, ujung tongkatnya diputar
menotok ke suatu batu yang terletak tiga kaki di hadapan
matanya. Touw Liong semula mengerutkan alisnya, kemudian
menggumam sendiri.
Si Kakek Seribu Muka bertanya:
"Anak! Percuma saja kau menjadi seorang pintar, tekateki
muda yang kuberitahukan padamu, kau masih tidak
dapat menebak, bukankah itu sangat lucu?"
"Aku mengerti! Kau maksudkan adalah Tiam...."
berkata Touw Liong sambil mengangguk-anggukkan
kepala. Anak Sakti dari Gunung Bu-san berpaling, dengan mata
berputaran ia bertanya kepada Kakek Seribu Muka:
"Tiam.... apa?"" setelah itu matanya memandang ke
arah jauh, ia juga menggumam sendiri, kemudian berkata
pula: "Aku juga sudah mengerti! Kiranya adalah Tiam...
Cong...." Belum habis ucapannya, dari puncak di seberang sana, di
tempat rimba di puncak gunung Thian-tu-hong, tampak
berkelebat sesosok bayangan kuning, kemudian terdengar
suara kata-katanya yang dibarengi dengan suara tertawanya
yang nyaring: "Kucari kemana-mana, ternyata kudapatkan secara tak
terduga-duga, ha.... batu Khun-ngo-giok ternyata berada di
tangan orang partai Tiam-cong-pay."
Touw Liong ketika melihat berkelebatnya bayangan
kuning, mulutnya tiba-tiba mengeluarkan seruan: "Sumoy!"
kemudian orangnya juga bergerak, dengan dua kali
lompatan saja ia melesat ke puncak Thian-tu-hong.
Bab 20 Waktu itu adalah permulaan musim dingin, di waktu
pagi-pagi sekali, di tepi sungai Lok-sui, diliputi oleh kabut
dan salju tebal, di permukaan sungai tampak beberapa buah
perahu sampan. Dengan tiba-tiba, sesosok bayangan kuning lari dan
menuju ke sungai dalam waktu sekejap mata, sudah tiba di
tepi sungai. Sebelum orangnya tiba, suaranya sudah sampai lebih
dulu, dengan suara yang sangat merdu ia memanggil
sebuah perahu sampan yang terpisah kira-kira lima tombak
dari tepi sungai:
"Hai! Tukang perahu, aku minta kau supaya
seberangkan aku ke seberang sana, aku nanti akan berikan
kau upah yang cukup!"
Kemudian orang itu mengeluarkan tangannya yang putih
halus, di bawah tiupan angin dingin tangan itu melambailambai
ke arah tukang perahu.
Tukang perahu yang berada di atas perahu sampannya
tampak sangat terkejut, setelah menggumam sendiri,
beberapa saat lamanya, barulah memberi jawaban:
"Nona, perahu kita hari ini tidak bersedia berlayar, aku
hendak pulang untuk beristirahat."
Belum habis kata-katanya, tiba-tiba berkelebat bayangan
kuning, melayang ke tengah udara bagaikan sinar, dari tepi
sungai melesat ke ats perahu orang tadi.
Tukang perahu yang sedang mendayung sampannya
hanya merasakan kabur matanya, sebelum ia mengeluarkan
suara jeritan, di atas perahunya sudah berdiri seorang gadis
cantik berpakaian kuning.
Gadis berpakaian kuning itu dengan alis berdiri
membentak kepada tukang perahu:
"Lekas dayung!"
Tepat pada saat itu, di tepi sana muncul seorang muda
berbaju hijau, di atas punggungnya menyoren sebilah
pedang, ketika melihat perbuatan gadis berbaju kuning tadi,
ia berseru kepada tukang perahu:
"Tukang perahu, dayung kemari!"
Pada saat itu, perahu itu sudah berjalan kira-kira enam
tujuh tombak jauhnya, pemuda itu nampak sangat cemas,
beberapa kali kakinya digebrukkan ke atas salju yang
terdapat di tepi sungai.
Tukang perahu itu memandang pedang panjang yang
berada di atas punggung si pemuda nampaknya bergidik,
sedang gadis berbaju kuning yang berdiri di atas buritan,
pandangan matanya ditujukan ke permukaan air, kemudian
memlihat kepada pemuda baju hijau yang memandang
padanya dengan sinar mata dingin. Pemuda itu kemudian
berkata kepada diri sendiri.
"Ah... aku sudah salah mengejar orang."
Gadis yang berdiri di atas perahu, dengan nada suara
dingin berkata:
"Sungguh sial.... pagi-pagi sekali sudah dikejar-kejar
lelaki busuk yang tidak tahu malu!"
Mendengar ucapan itu, pemuda berbaju hijau itu
wajahnya merah seketika, dengan berdiri termangu-mangu
memandang gadis berbaju kuning yang berdiri di atas
perahu. JILID 8 Gadis itu dengan wajah yang dingin, matanya
memandang pemuda berbaju hijau, kemudian berkata
kepada tukang perahu dengan suara dingin.
"Mengapa kau bingung" Lekas dayung perahumu!
Apakah pedang butut seperti itu kau juga belum pernah
melihat?" "O ... Oh!" demikian tukang perahu itu menyahut
berulang-ulang, dan dengan tergopoh-gopoh mendayung
sampannya ditujukan ke tengah sungai.
Sementara itu, pemuda berbaju hijau yang berdiri di tepi
sungai, matanya terus memandang perahu yang berlayar ke
tengah sungai ....
Apa yang terjadi selama ini, semua merupakan rentetan
kejadian aneh-aneh yang belum pernah dialami
sebelumnya. Mengingat akan itu, ia telah menggumam
sendiri, "Hanya dalam waktu lima hari, telah terjadi
perubahan demikian besar, hai! Sekalipun di dalam dunia
ini ada beberapa urusan yang sangat aneh dan ajaib, tetapi
tidak seperti apa yang kualami! Semua itu merupakan
kejadian-kejadian dan hal-hal yang sungguh aneh!"
Berkata sampai di situ, tiba-tiba alisnya berdiri, dan
berkata pula: "Tidak! Dalam urusan ini sangat
mencurigakan, aku harus meneliti sampai ke dasardasarnya."
Ketika ia angkat muka, perahu sampan itu sudah hampir
tiba di tepi sana, beberapa buah perahu penangkap ikan
yang terdapat di permukaan sungai itu, sudah pada berlayar
menuju ke lain jurusan.
Pemuda berbaju hijau itu berkata sendiri dengan suara
keras: "Mengapa aku demikian bodoh" Mengapa aku tadi
tidak memikirkan untuk naik perahu sampan tadi, lagi pula
perbuatan gadis berbaju kuning itu sangat mencurigakan,
jelas bahwa suara yang kudengar di atas puncak gunung
tadi adalah suaranya Kim Yan, begitupun dandanan dan
bentuk tubuhnya tidak satu yang tidak mirip, aku
mengejarnya sehingga ke bawah kaki bukit Oey-san,
gerakan kakiku meskipun tidak lebih cepat daripadanya,
tapi di sepanjang jalan ia masih unjukkan diri, agaknya
dengan sengaja pancing aku tiba di tempat ini, tetapi
sebentar kemudian mendadak menghilang, tak diduga-duga
tadi pagi ia sengaja unjukkan diri lagi, dan pancing aku
mengikuti sampai di sini, dengan sangat liciknya ia lebih
dahulu naik keatas perahu minta diseberangkan"
Sedangkan aku?"
"Urusan yang aneh-aneh di dalam dunia ini sangat
banyak! Aku belum pernah melihat orang yang kukejar
tiba-tiba telah berubah bentuknya, ini benar-benar suatu
kejadian yang sangat aneh! Hai! Goblok! Mungkin aku
kesalahan mengejar orang sehingga tertipu oleh akal
muslihat sumoy yang sengaja membelokkan perhatianku
kepada gadis tadi itu, dia telah memancing aku turun dari
gunung Bu-san dan oleh gadis itu tadi aku dipancing
menuju kemari, sedang dia sendiri " menuju ke gunung
Thiam-cong-san, untuk mengambil batu Khun-ngo-giok ?"
Pemuda itu menepuk-nepuk jidatnya sendiri, lalu
terbenam dalam lamunannya.
Pemuda itu bukan lain daripada TOUW LIONG, setelah
berpikir sejenak kemudian berkata pula kepada dirinya
sendiri sambil menggeleng-gelengkan kepala:
"Kemungkinan yang paling besar, ia kini sudah menuju ke
gunung Tiam-cong-san, gadis berbaju kuning di atas perahu
itu sudah tentu bukanlah dia! Di lain pihak, jikalau dia
menggunakan akal, dengan meniru muslihat kakek seribu
muka yang merubah bentuk wajahnya bagaimana?"
Ia berdiri termangu-mangu di tepi sungai, pikirannya
terus bekerja. Angin dan halimun pagi meniup mukanya, sehingga
merasa dingin, tanpa disadari badannya telah menggigil.
Pada saat itu kembali ia memikirkan ke lain soal, lalu
bertanya-tanya kepada diri sendiri: "Mengapa Kim Yan
hendak menyingkirkan diriku" Apakah di kemudian hari
apabila bertemu denganku, ia bisa berubah dan pandang
aku sebagai musuh?"
Ah, itu terlalu menakutkan! Apabila benar-benar terjadi
demikian" Ia akan meruapakan suatu kejadian yang
memalukan rimba persilatan, juga merupakan suatu
kejadian dan peristiwa yang menggenaskan bagi perguruan.
Berpikir sampai di situ, Touw Liong bergidik sendiri.
Tanpa disadari matanya memandang ke depan, perahu
yang tadi membawa gadis berbaju kuning itu dengan
gerakkan yang sangat lincah lompat ke atas tepi, agaknya
dengan sengaja matanya berpaling dan memandang kepada
Touw Liong, kemudian baru berjalan menuju ke utara, di
sana terdapat sebuah perkampungan yang terdapat banyak
pohon cemara. Dengan berdiri termangu-mangu Touw Liong
memandang gadis berbaju kuning itu yang berjalan menuju
keperkampungan, sedang dalam hatinya bertanya-tanya
sendiri: "Perlukah aku menyeberang sungai" Untuk melihat
apa yang dilakukan oleh gadis itu" Apakah " aku perlu
perhatikan Ko Hong dulu" Ia benar-benar ke
perkampungan Hui-liong-chung atau tidak" Apakah aku
perlu segera pergi ke gunung Tiam-cong-san untuk
mengejar Kim Yan"
Dalam otaknya diliputi tiga pertanyaan itu, sehingga ia
tidak dapat memberi keputusan. Ia berpikir bolak-ballik,
dianggapnya bahwa tiga persoalan itu semuanya harus
dilakukan, juga harus secara hati-hati sekali.
Dalam keadaan demikian, pertama-tama sudah tentu ia


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus menyeberang sungai lebih dulu.
Teringat akan usahanya untuk menyeberang sungai,
matanya ditujukan ke permukaan air. Tidak jauh dari situ
tertampak olahnya beberapa buah perahu penangkap ikan.
Tanpa dipikirnya lebih jauh, ia lantas melayang menuju ke
beberapa buah perahu.
Perahu-perahu yang menepi di bawah pohon, tampak
lengkap dengan dayungnya, namun perahu itu nampaknya
sudah tua, di dasar perahu digenangi air sehingga mencapai
ke lutut, tampaknya perahu itu benar-benar sudah tidak ada
orang yang menggunakan, ditilik dari keadaannya,
beberapa perahu sampan itu, jelas tidak ada pemiliknya.
Touw Ling agak ragu-ragu, kemudian ia lompat ke atas
sebuah perahu lalu didayungnya sendiri, dengan cepat
perahu itu sudah menuju ke tepi seberang.
Begitu naik ke tepi, ia terus berjalan menuju ke
perkampungan itu. Tak lama kemudian, ia tiba di depan
perkampungan. Di bawah naungan pohon cemara yang
rindang, perkampungan itu ternyata merupakan sebuah
kampung yang terang.
Di depan pintu gerbang perkampungan itu ada dua buah
singa-singaan yang terbuat daripada batu.
Pintu yang dicat warna hitam tertutup rapat, di dalam
tampak sunyi sepi. Touw Liong memeriksanya sejenak,
lalu mengetuk-ngetuk pintu.
Tak lama kemudian, dari dalam terdengar suara langkah
kaki, kemudian pintu itu terbuka lebar.
Orang yang membuka pintu adalah seorang tua
berambut putih dan membawa tongkat kepala naga. Orang
tua itu badannya bongkok, tiba di depan pintu matanya
dibuka lebar memandang Touw liong kemudian lalu
berkata: "Kau mencari siapa?"
Pertanyaan itu membingungkan Touw Liong, bagaimana
ia dapat mengatakan bahwa ia sedang mencari seorang
gadis" Setelah lama dalam keadaan bingung, orang tua itu
agaknya sengaja mengejek Touw Liong, ia berkata sambil
tertawa-tawa: "Kau barangkali juga sahabat tukang minum dari Samkongcu
kita!" Touw Liong terpaksa mengiyakan sementara dalam
hatinya berpikir.
Tidak kecewa ia sebagai seorang pintar, dari ucapan
orang tua tadi, dia juga sudah dapat menduga bahwa Samkongcu
yang disebut oleh orang tua tadi, pastilah seorang
pemuda yang doyan minum dan gemar pipi licin, orang
seperti itu setiap hari kerjanya hanya makan minum dan
berfoya-foya dengan wanita-wanita, maka lalu berkata
sambi menyoja"
"Aku sebetulnya sudah lama dengar nama besar Samkongcu,
maka sengaja aku datang kemari untuk berkunjung
kepadanya."
"O ?" Berkata si orang tua sambil menganggukanggukkan
kepalanya kemudian berkata sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya:
"Menyesal sekali! Sam-kongcu kita hari ini tidak ada di
rumah." Sikap dan kata-kata orang tua itu menunjukkan
perasaannya yang tidak senang, agaknya ia ingin supaya
Touw Liong lekas berlalu.
"Pergi kemana?" bertanya Touw Liong.
"Ke kota Kai-hong."
"Sam-kongcu ini benar-benar tidak mudah
diketemukan!" berkata Touw liong dengan menunjukkan
sikap kecewa. "Aku datang dari tempat jauh datangku
tidak mudah, ternyata tidak dapat menemui Sam kongcu,
apakah di dalam perkampungan ini masih ada orang lain"
Aku ingin berjumpa dengannya sebentar, untuk
menunjukkan hormatku."
"Tuan besar telah bekerja di kota raja, Toa kongcu kita
pesiar ke Sow-ciu, Ji kongcu " Si kongcu " aku merasa
sangat menyesal, sekarang ini hanya kaum wanita yang ada
di dalam perkampungan ini, hingga kurang pantas untuk
menemui tetamu seorang pria."
Kembali Touw Liong merasa kecewa, dalam keadaan
demikian terpaksa, ia harus kembali, selagi hendak
meninggalkan perkampungan itu, dari dalam tiba-tiba
muncul seorang perempuan tua berambut putih dan
berpakaian warna hijau, perempuan tua itu mengangkat
tongkat di tangannya, berkata sambil menuding Touw
Liong: "Tunggu dulu!"
Touw Liong merandek, lalu berpaling mengawasi
perempuan tua itu, melihat sinar mata sangat tajam dari
perempuan tua itu, diam-diam ia terkejut dalam hatinya
lalu timbul pikiran aneh, ia pikir: Sepasang mata nenek ini,
seperti matanya seorang gadis berusia delapan belas tahun,
jikalau ia bukanlah seorang perempuan tua yang memiliki
kekuatan tenaga dalam sudah sangat sempurna, sehingga
bisa berbalik menjadi muda lagi, tentunya adalah gadis baju
kuning tadi yang menyamar.
Touw Liong tidak tahu bagaimana harus menjawab,
selagi ia mengamat-amati perempuan tua itu, lelaki tua tadi
sudah mengundurkan diri dan buru-buru memanggil: "Ngo
?" Perempuan itu memperdengarkan suara dari hidung,
mencegah orang tua itu melanjutkan kata-katanya.
Hati Touw Liong tergerak, dengan cepat berkata kepada
orang tua tadi.
"Toa-kongcu " Ji-kongcu " Sam " Su ?"
Tadi ketika orang tua itu mengeluarkan udapan "Ngo",
perempuan itu lantas mengeluarkan suara dari hidung,
sehingga orang tua itu tidak berani melanjutkan katakatanya,
dari sini jelaslah sudah, bahwa "Ngo" yang
dimaksud oleh orang tua tadi, kalau bukannya Ngo Wie,
pasti adalah Ngo-kow atau Ngo-kongcu. Tetapi istilah
terakhir kemungkinannya sedikit sekali, karena dengan
bentuk seorang laki-laki sudah tentu ia tidak mau
menyamar menjadi seorang perempuan:
Jikalau yang dimaksudkan tadi adalah Ngo Wie,
mengapa ia harus mencegah" Sebab Ngo Wie sudah tentu
dimaksudkan terhadap perempuan yang sudah berusia agak
lanjut. Untuk itu jelaslah sudah bahwa Ngo itu kelanjutannya
sudah tentu adalah Ngo-kow, yang berarti nona kelima,
bahkan masih gadis pula:
Setelah berpikir demikian, Touw Liong tidak lantas
membuka rahasianya, bahkan sambil tersebyum dan
memberi hormat ia berkata,
"Nyonya ada keperluan apa?"
Perempuan tua itu membalas hormat, ia berdiri di atas
undak-undakan batu; membiarkan Touw Liong berdiri di
bawah undak-undakan. Dengan sikap yang agung ia
bertanya: "Ada keperluan apa" Congsu mencari Sam-kongcu
kita?" "Aku hanya ingin belajar kenal saja."
"Siapa namamu."
Touw Liong berpikir. Nona ini jikalau gadis baju kuning
tadi yang menyamar, dia pasti mengetahui siapa adanya
aku, maka lebih baik aku berkata terus terang. Setelah
berpikir demikian, ia lalu menjawab sambil menghormat:
"Aku Touw Liong."
"O?" Demikian perempuan tua itu berkata, "Kiranya
adalah Touw tayhiap yang berkunjung, silahkan. Silahkan
masuk ke kediamanku ini."
Touw Liong masih agak ragu-ragu, ia tidak beerani
berlaku lancing masuk ke dalam perkampungan, kemudian
bertanya sambil tersenyum:
"Sam-kongcu denganmu ada hubungan apa?"
Perempuan tua itu tercengang. Ia tidak tahu bagaimana
harus berbuat, dari mulutnya hanya terdengar suara: "Ini
?" Dan dengan terbirit-birit mengundurkan diri. Orang
tua tadi menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mengejarnya
dan berkata kepada perempuan tua tadi itu sambil
membungkukkan badan:
"Ngo-kow-nio, tidak perlu main kucing-kucingan dengan
Touw siangkong ini! Adalah kurang pantas kalau Touw
siangkong masuk ke perkampungan ini?"
Waktu mengucapkan perkataan itu, orang tua itu
memberi isyarat dengan matanya kepada Touw Liong.
Perempuan tua tadi lalu membuka kedok kulit manusia
yang digunakan di mukanya, sehingga tampak wajahnya
yang cantik molek, namun tongkat yang berada di
tangannya masih tetap dipegangnya, ia menganggukkan
kepala kepada Touw Liong, kemudian dengan nada suara
dingin ia berkata:
"Orang she Touw, kau ini memang mencari gara-gara
saja. Apakah kau masih penasaran jikalau belum dikasih
pelajaran" Pagi-pagi sekali kau sudah mengikuti jejakku,
dan sekarang kau masih berani datang ke tempat
kediamanku!"
Ditinjau dari perbuatan Touw Liong tadi sebetulnya
memang kurang pantas, untuk ia sudah merencanakan
jawabannya, maka dengan tenang ia menjawab sambil
memberi hormat,
"Mana aku berani" Aku ada mempunyai berapa nyali,
bagaimana berani berlaku kurang sopan terhadap nona"
Ada beberapa hal kadang-kadang memang sangat
kebetulan, aku hanya ingin tanya saja kepada nona, asal
nona menjawab dengan terus terang, aku akan segera
undurkan diri dari sini."
Dengan wajah dan sikap yang masih tetap dingin, gadis
itu berkata, "Katakanlah!"
Touw Liong menarik napas, matanya menatap orang tua
berambut putih tadi.
Gadis itu memberi isyarat dengan tangannya kepada
orang tua, hingga orang tua itu undurkan diri.
Touw Liong bertanya dengan suara perlahan,
"Ada hubungan apa antara nona dengan adik
seperguruanku Kim Yan?"
"Tidak ada hubungan apa-apa," menjawab gadis itu
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Mengapa di atas puncak Thian-tu-hong nona pancing
aku datang kemari?"
"Orang yang unjukkan diri di puncak gunung Thian-tuhong
bukanlah aku ....."
"Apakah dia itu adik seperguruanku?"
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepala, kemudian
memandangnya sejenak dan berkata dengan nada suara
mengejek. "Apa yang dibuat heran" Kim Yan bergerak lebih cepat
daripadamu, kalian berdua kejar-kejaran dan aku mengikuti
di belakang kalian, waktu kau mengejar ia sampai di tengah
bukit, lantas kehilangan jejaknya."
Muka Touw Liong merah, tetapi lekas menyadari
persoalannya, maka lalu berkata,
"O....! Kalau begitu kau sudah menggunakan akal,
dengan menggunakan pakaian warna kuning, selagi aku
mengeja-ngejar, kau lalu pancing aku menuju ke tepi
sungai?" Gadis itu menganggukkan kepala.
Touw Liong masih belum paham, maka bertanya pula
sambil mengerutkan alisnya.
"Dengan maksud apa nona berbuat demikian?"
"Orang lelaki kebanyakan suka berlagak pintar, apa kau
anggap melakukan perjalanan ke gunung Tiam-cong-san
ada faedahnya bagimu" Apa kau kira dapat merebut batu
Khun-ngo-giok" Aku sebetulnya dengan maksud baik,
takut kau nanti mengantarkan jiwa di sana, maka aku
pancing kau datang kemari."
Touw Liong semakin tidak mengerti, sambil
mengerutkan alisnya ia berkata,
"Aku masih belum mengerti."
"Dengan terus terang kuberitahukan kepadamu, kakek
seribu muka adalah suhengku, aku berbuat demikian, ke
satu karena melaksanakan perintahnya, dan ke dua aku
benar-benar takut kau akan pergi ke gunung Tiam-cong-san
sehingga menimbulkan kericuhan, maka aku sengaja
pancing kau supaya tidak pergi ke sana."
Touw Liong mengerti bahwa nona yang berdiri sebagai
musuh itu setelah mengucapkan isi hatinya timbullah
pertanyaan yang lain, bagaimanapun bodohnya orang itu
tidak nanti akan memancing musuhnya datang ke
rumahnya sendiri.
Gadis itu agaknya dapat menebak isi hati Touw Liong,
maka lalu berkata sambil menunjuk ke gedungnya,
"Apa kau kira perkampungan ini adalah benar-benar
kediamanku?"
Touw Liong tercengang, dan gadis itu berkata pula,
"Jikalau rumahku, bagaimana aku akan memancing
serigala masuk ke dalam rumah ....."
Berkata sampai di situ, ia tertawa cekikikan, kemudian
tangannya menggapai ke dalam. Sesaat kemudian beberapa
bayangan orang, dari dalam rumah muncul empat laki-laki
berbaju hijau. Gadis itu lalu berkata pula sambil menunjuk
salah satu di antaranya yang terdapat tanda hitam di
mukanya, "Orang she Touw, kau tadi bukankah hendak mencari
Sam-kongcu?"
Touw Liong angkat muka memandang empat laki-laki
yang muncul itu satu diantaranya membawa pedang
panjang, berjalan menuju dan berdiri ke samping gadis tadi.
Gadis tadi melanjutkan pertanyaannya,
"Hari ini kau bisa datang kemari, tetapi tidak bisa pergi
lagi. Perkampungan Pak-yong-lie adalah perkampungan
hantu yang sudah terkenal. Di dalam perkampungan ini
terdapat makam, yang tidak terhitung berapa banyak
jumlahnya, dengan tambah makammu seorang, tidak


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berarti apa-apa. Sebetulnya kau juga dapat mengelakkan
kematian ini. Tukang jaga pintuku yang baik hati itu
pernah meminta berkali-kali padaku supaya melepaskan
kau, tetapi kau sendirilah yang membandel tidak mau
berlalu dari sini."
Touw Liong yang mendengar perkataan itu alisnya
berdiri, dengan suara gagah ia berkata,
"Di atas sungai, di lautan, di puncak gunung, aku si
orang she Touw pernah pergi tanpa kedok, aku justru tidak
percaya bahwa perkampunganmu yang kau sebut
perkampungan hantu ini dapat menundukkan aku. Kalau
aku benar-benar bisa terkubur di sini, aku juga merasa tidak
kecewa dengan perjalananku ini. Baiklah! Sekarang kau
boleh bertindak!"
Setelah berkata demikian, perlahan-lahan ia menghunus
pedangnya. Gadis itu berkata sambil mengangguk-anggukkan kepala,
"Aku tahu bahwa kau pernah menggempur barisan Cuhun-
tin yang dibentuk oleh Cui Hui, sudah tentu
kepandaian yang tidak berarti dari perkampungan kita ini
tidak akan dapat menggertak kau, hari ini kita tidak hendak
turun tangan denganmu ....."
"Apakah kau hendak dengan tangan kosong untuk
memberi pelajaran padaku?"
"Tidak!" jawab gadis itu sambil menggeleng-gelengkan
kepala. Touw Liong mengangguk, gadis itu berkata pula dengan
sikap yang sangat tenagng,
"Hari ini kita akan menggunakan cara lain, kita mencari
beberapa rupa permainan yang baru, jangan hanya
menggunakan tangan atau senjata tajam untuk saling
gebuk." Touw Liong kembali tercengang, dengan alis berdiri ia
bertanya, "Permainan baru apa yang kau maksudkan?"
Bab 21 Gadis itu berkata sambil menunjuk tempat laki-laki
berbaju hijau. "Mereka berempat adalah pelindung hukum
perkampungan kita. Mereka belum pernah terjun ke dunia
Kang-ouw. Tentang kepandaian dan kekuatan tenaga
dalam mereka sebetulnya masih terpaut sangat jauh dengan
kita lima saudara, tetapi mereka berempat masing-masing
memiliki kepandaian yang sangat aneh. Kau orang she
Touw, jikalau kau masih mengakui dirimu sebagai lelaki,
beranikah kau bertanding satu persatu dengan mereka?"
Dengan wajah sangat gusar, Touw Liong memandang
empat laki-laki berbaju hijau itu, dari bentuk danwajah
mereka, ia sudah mengetahui bahwa empat orang laki-laki
itu mempunyai kekuatan tenaga dalam yang cukup
sempurna, jikalau dibandingkan dengan beberapa tokoh
kuat dari rimba persilatan, mungkin berimbang
kekuatannya. Terdengar pula suara gadis tadi.
"Touw tayhiap, aku sebetulnya merasa kurang sopan,
memancing kau datang kemari, tetapi tindakan itu telah
kulakukan karena terpaksa. Toa-suheng kakek muka seribu
dan ji-suheng, semua sudah menuju ke gunung Tiam-congsan
untuk melindungi sam-suheng, sedang su-suciku juga
sudah mendengar kabar, hingga dari daerah selatan menuju
ke sana. Semua ini hanya oleh karena ucapanmu sendiri
yang sangat sembrono, sehingga sumoymu berbalik hendak
pergi ke gunung Tiam-cong, mungkin tindakan itu akan
menimbulkan huru-hara besar. Dan aku, oleh karena perlu
pulang dulu hendak mengambil beberapa rupa barang yang
diperlukan, maka aku sengaja pancing kau datang kemari.
Aku semula ingin meninggalkan kau di kota Lok-yang,
tetapi aku benci sekali terhadapmu ...."
"Benci aku ....?" bertanya Touw Liong tidak mengerti.
"Aku benci padamu, karena ucapanmu yang tidak
dipercaya. Di atas puncak gunung Thian-tu-hong kau telah
membocorkan rahasia gunung Tiam-cong-san, maka aku
pancing kau datang kemari, kuserahkan kau kepada mereka
berempat, mereka yang akan melakukan hukuman mati
terhadap dirimu."
Ucapan gadis itu seenaknya saja, dianggapnya Touw
Liong sebagai anak kecil yang tidak berdaya.
Dengan wajah serius gadis itu berkata pula,
"Touw tayhiap, marilah kita berbicara soal yang
sebenarnya, masih ada urusan penting, tidak ada waktu
untuk melayani kau, sebelum aku berlalu, aku ingin bicara
denganmu, empat pelindung keluargaku, satu persatu akan
melayani kau, kalau engkau berhasil melayani tiga dari
antaranya, kau boleh undurkan diri dari sini, tetapi jikalau
kau tidak berhasil melawan mereka, juga terpaksa kau harus
serahkan nasibmu."
Touw Liong sudah marah benar-benar, ia tertawa
terbahak-bahak dan berkata,
"Terserah kepadamu, sekalipun kau suruh mereka maju
berbareng, juga tidak akan bisa apa-apa terhadap diriku."
Gadis itu juga tertawa terbahak-bahak dan kemudian
berkata, "Mendengar perkataanmu ini, aku sudah merasa lega!
Baiklah! Silahkan Touw tayhiap lekas melayani mereka.
Maafkan aku tidak akan turut mengantar kau pulang ke
akhirat...."
Ia memandang dengan sinar mata dingin kepada Touw
Liong, kemudian alihkan pandangan matanya ke keempat
pelindungnya dan berkata kepada mereka,
"Saudara-saudara berempat, jangan berlaku gegabah. Di
dalam rimba persilatan, Touw tayhiap bukanlah seorang
yang tidak ada namanya, maka kalian harus baik-baik
melawan padanya."
Empat laki-laki itu sangat menghormat kepada gadis itu,
dengan berbareng mereka menerima baik pesan nonanya.
Gadis itu mengenakan kedok mukanya pula, lalu
mengambil tongkatnya, dan memberi isyarat kepada Touw
Liong, setelah itu ia berjalan menuju ke jalanan dalam
rimba. Ia berjalan sangat cepat sekali, sebentar saja sudah
menghilang. Touw Liong berkata sendiri, "Gadis itu .... berparas
cantik bagaikan bidadari, sayang hatinya jahat seperti ular
berbisa." Empat laki-laki itu perlahan-lahan mengembalikan
pedangnya ke dalam sarungnya masing-masing, seorang di
antaranya yang di mukanya ada tanda warna biru, maju
selangkah dan berkata dengan wajahnya yang seram,
"Touw tayhiap hendak mengaso sebentar, ataukah ingin
bertanding sekarang?"
Dengan sikap gagah Touw Liong melihat mereka
sepintas lalu, kemudian menjawab dengan menggunakan
kata-kata gadis tadi,
"Nonamu tadi berkata bahwa jalanan yang menuju ke
akhirat sangat dingin, ia suruh aku lekas berangkat,
kebaikannya itu tidak boleh kuabaikan begitu saja,
sebaiknya sekarang juga aku ingin belajar kenal dengan
kepandaian tuan-tuan berempat! Sebelum pertandingan
dimulai, bolehkan aku bertanya dulu siapa nama tuan-tuan
yang mulia?"
Seorang di antaranya yang mukanya terdapat tanda
tompel, lalu menjura dan berkata sambil menuding dirinya
sendiri, "Aku yang tidak berguna ini .... bernama Kang Yauw."
Selanjutnya ia memperkenalkan kepada Touw Liong tiga
laki-laki yang lainnya. Ia menunjuk kepada lelaki setengah
umur bermuka merah yang berdiri di sebelah kanan,
"Saudara ini adalah pelindung ke dua dari
perkampungan kita yang bernama Ouw Yan ...."
Setelah itu ia menunjuk kepada lelaki yang berdiri di
sebelah kiri, yang kupingnya bagaikan kuping tikus.
"Ini adalah saudara Kay Thay Yong, yang menjabat
sebagai pelindung hukum nomor tiga ...."
Terakhir, ia menunjuk lelaki yang berdiri di ujung kiri.
"Dan saudara ini adalah Hoo Lik Su, yang menjabat
sebagai pelindung hukum nomor empat." Kemudian ia
berkata pula sambil ketawa.
"Kita empat orang, hanya mengerti sedikit kepandaian
kasar, kalau kita pertunjukkan barang kali akan membuat
tertawaan orang lain saja, oleh karena itu, maka selama ini
belum pernah unjuk muka di dunia Kang-ouw. Hari ini
kami merasa beruntung telah bertemu dengan Touw
tayhiap, seorang berkepandaian tinggi yang sudah sangat
terkenal, maka kita minta supaya Touw tayhiap tidak segansegan
memberi pelajaran kepada kami. Baiknya Touw
tayhiap tadi sudah menerima baik permintaan nona kami,
yang hendak memberi petunjuk kepada kami empat
saudara." Touw Liong menjawab juga dengan perkataan
merendah, "Tuan Kang, kau jangan merendahkan diri, aku hanya
mendapat nama kosong belaka. Sebelum pertandingan ini
dimulai, bolehkah aku bertanya lebih dahulu, bagaimana
pertandingan ini hendak dilakukan?"
"Aku ini seorang yang tidak berguna, sejak masih muda
sekali, di dalam perguruanku aku hanya mempelajari
semacam kepandaian yang dinamakan "Bunga
beterbangan" ...."
"Bunga berterbangan?"
"Hanya mainan anak-anak yang tidak ada gunannya."
"Apakah Tuan Kang menggunakan senjata rahasia?"
"Tidak berarti apa-apa, biarlah aku yang melakukan
sedikit pertunjukan lebih dahulu, minta petunjuk Touw
tayhiap, kemudian Touw tayhiap melayani kepandaian Loji
dan Lo-sam ...."
Tidak sabar mendengar terus ocehan orang she Kang ini,
ia bertanya, "Apa yang dibuat taruhan?"
"Nona kami tadi sudah meninggalkan pesan, dalam
empat kali pertandingan, asal Touw tayhiap memenangkan
tiga kali, kami berempat segera mengantar keluar ...."
Ia tidak melanjutkan kata-katanya, siapapun dapat
mengerti maksudnya ialah jikalau Touw Liong tidak dapat
menangkan tiga kali pertandingan, ia harus menyerahkan
jiwanya. "Sungguh suatu pertaruhan yang hebat! Baiklah! Aku
lebih dulu ingin belajar kenal dengan kepandaian tuan
Kang," berkata Touw Liong.
Kang Yauw menerima baik, ia masukkan tangannya ke
dalam kantong, lalu mengeluarkan lima buah benda kecil
berbentuk bunga yang terbuat dari baja, kakinya melompat
mundur sejauh empat tombak, kemudian tangannya
bergerak ke arah Touw Liong yang ingin mengundurkan
diri ke lain jurusan.
"Touw tayhiap, awas! Aku si orang she Kang hendak
mulai dengan pertunjukanku!" demikian ia berkata.
Sepasang mata Touw Liong ditujukan kepada benda baja
yang macamnya seperti bunga, diam-diam ia mengakui
keganasannya senjata itu. Ia berpaling kepada tiga orang
lainnya, mereka bertiga pada lompat sejauh tujuh tombak,
mungkin merasa kuatir apabila serangan itu meleset akan
mengenakan diri mereka.
Tiga orang itu seandainya tidak melompat demikian
jauh, mungkin tidak akan menimbulkan perasaan apa-apa
bagi orang lain, akan tetapi karena mereka mundur sejauh
tujuh tombak lebih, hal mana segera menimbulkan
kecurigaan Touw Liong, maka ia buru-buru mengerahkan
ilmunya "Membuka Pintu Langit" siap untuk menghadapi
serangan orang she Kang itu.
Ia mengerti bahwa lima buah baja berbentuk bunga di
tangan orang she Kang itu, pasti merupakan benda sangat
ganas. Dalam pada itu, tangan Kang Yauw sudah bergerak, dan
lima buah baja berbentuk bunga itu meluncur ke arah Touw
Liong. Serangan orang she Kang itu boleh dikata cukup
kencang, tetapi tidak beda dengan serangan senjata rahasia
yang biasa, dalam waktu sangat cepat sudah berada di
hadapan mata Touw Liong.
Touw Liong yang sudah siap menghadapi senjata itu
sejak semula, hingga saat itu ia masih belum melihat
dimana keistimewaannya senjata rahasia itu. Seketika itu
pikirannya bekerja keras, karena ia merasa bahwa ada apaapa
dalam benda itu yang sangat mencurigakan, kalau mau
dikata bahwa benda baja berbentuk bunga itu adalah senjata
rahasia biasa, tidak mungkin orang she Kang itu menjadi
kesohor namanya dan dibanggakan oleh majikannya,
jikalau tidak, pastilah merupakan suatu benda yang sangat
berbisa, hanya pada saat itu belum waktunya untuk
menunjukkan sampai dimana dahsyatnya senjata itu.
Dalam keadaan demikian terjadi perubahan. Kesatu,
benda itu akan meledak karena tertahan oleh kekuatan
tenaga orang yang diserang, kedua ialah terkendali oleh
orang yang melancarkan.
Dengan timbulnya dugaan itu, maka Touw Liong tidak
berani menggunakan tangannya untuk menyampok senjata
tersebut. Tindakan yang diambil Touw Liong itu ternyata benar,
tetapi lebih baik kalau ia dapat menyambuti senjata yang
meluncur dari tangan lawannya, tetapi ketika kedua
tangannya selagi hendak menyambuti benda itu, tiba-tiba
terdengar suara aneh, benda yang berada di tengah-tengah
dan disusul oleh lainnya dengan mendadak telah meledak.
Bersamaan dengan itu lima benda itu telah
memancarkan beberapa ratus jarum halus ke empat
penjuru. Meledaknya benda baja itu menimbulkan suara peletakpeletak
berkali-kali, lalu di udara seperti hujan jarum yang
mengurung Touw Liong.
Touw Liong sangat terkejut, ia buru-buru lompat ke


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang sejauh lima tombak.
Untung baginya, karena ia sudah siap sebelum
menghadapi kejadian itu, dan kedua senjata itu meledaknya
masih sejarak tiga tombak dengannya. Senjata rahasia itu
meskipun meledak dengan tiba-tiba, tetapi Touw Liong
masih dapat menyingkir dengan cepat, dan sudah keluar
dari kalangan yang berbahaya.
Namun demikian, Touw Liong juga sudah terkejut,
hingga mukanya pucat pasi. Oleh karena ia tahu bahwa
pertandingan hari itu bukanlah pertandingan biasa, asal ada
sebuah jarum saja yang menempek di bajunya, meskipun
jarum itu tidak menembus ke dalam kulitnya, itu juga sudah
dihitung kalah. Justru karena demikian maka Touw Liong
sudah terlepas dari serangan itu, keringat dingin mengucur
deras. Touw Liong menggunakan lengan jubahnya untuk
membasuh keringat yang membasahi dahinya. Sementara
itu Kang Yauw tampak sikapnya yang dingin, dan lalu
menjura dan berkata kepada Touw Liong.
"Touw tayhiap benar-benar seorang gagah,
kepandaianmu sesungguhnya jarang ada, aku Kang Yauw
merasa takluk terhadapmu dan selanjutnya adalah
pelindung hukum kedua dari perkampungan kita yang
hendak belajar kenal dengan kepandaian Touw tayhiap."
Selagi Touw Liong belum menjawab, Ouw Yan sudah
menggulung kedua lengan bajunya, tanpa bicara apa-apa
dengan langkah lebar berjalan menuju ke pintu gerbang
kemudian memasang kuda-kuda. Kedua lengannya
diulurkan untuk menyambar dua buah singa-singaan batu
yang berada di depan pintu. Mulutnya mengeluarkan suara
bentakan, singa-singaan batu yang beratnya hampir seribu
kati itu telah diangkatnya tinggi-tinggi, kemudian ia
memutar di dalam pekarangan, setelah itu ia berjalan
kembali di tempat asalnya. Sementara itu dalam hati Touw
Liong telah berpikir bahwa Ouw Yan tentu akan
meletakkan singa-singaan batu itu ke tempatnya semula,
tetapi dugaan itu meleset!
Ouw Yan tidak meletakkan singa-singaan batu itu di
tempatnya semula, melainkan kembali mengeluarkan suara
bentakan keras, dua tangannya yang memegang kaki singasingaan
batu tadi itu terangkat dan mendorongnya sehingga
singa-singaan itu terlempar jauh setinggi setengah tombak
lebih. Perbuatan itu benar-benar sangat mengejutkan, sehingga
Touw Liong sendiri yang menyaksikan juga menahan
nafas. Mengangkat singa-singaan batu yang beratnya hampir
seribu kati dengan dibawa berputar-putaran sekian lama, itu
saja sudah cukup mengejutkan orang, apalagi setelah itu
melemparkannya ke atas setinggi setengah tombak lebih, ini
benar-benar merupakan suatu kekuatan tenaga yang luar
biasa. Hal itu belum pernah Touw Liong mendengar atau
menyaksikannya. Selagi ia masih mengagumi kekuatan
tenaga orang itu, Ouw Yan sudah menyambuti singasingaan
batu yang meluncur turun dari tengah udara,
kemudian diletakkan di tempat semula.
Sehingga saat itu Ouw Yan masih tenang-tenang saja,
seolah-olah tidak menggunakan tenaga, nafasnya juga tidak
memburu, hingga mengagumkan perasaan Touw Liong.
"Touw tayhiap, aku si orang she Ouw, hanya main-main
saja, sekarang aku ingin menyaksikan bagaimana Touw
tayhiap menggunakan tenaganya untuk melakukan
perbuatanku terhadap singa-singaan batu itu."
Ouw Yan yang mengangkat singa-singaan batu, lalu
berputar-putaran dan kemudian dilemparkan ke tengah
udara, semua itu dilakukan dengan sangat baik, dan seperti
sudah berlatih bertahun-tahun. Dalam hati, Touw Liong
diam-diam berpikir, untuk mengangkat singa-singaan batu
itu saja sudah cukup berat baginya, apalagi hendak
melemparkan ke atas setinggi setengah tombak, apabila
kurang tepat, singa-singaan batu itu salah-salah bisa
menindih atau mengenai kepalanya sendiri, bukankah itu
sangat berbahaya"
Tetapi dalam keadaan demikian, Touw Liong tidak ada
pilihan lain, ia terpaksa pasang kuda-kuda mengerahkan
seluruh kekuatan tenaganya, kepada dua lengannya,
kemudian dua tangannya memegang kaki depan singasingaan
batu, mulutnya lalu mengeluarkan suara bentakan,
singa-singaan batu itu terangkat naik melalui kepalanya.
Setelah itu ia melangkah lagi ke dalam pekarangan dan
berputar-putaran sambil mengangkat singa batu seperti apa
yang dilakukan oleh Ouw Yan.
Kang Yauw telah menyaksikan semua itu dengan mata
tanpa berkedip. Touw Liong setelah melakukan gerakan
putaran lalu kembali ke tempat semula, ia berdiri sejenak,
kemudia kedua lengannya bergerak, dan singa-singaan tadi
itu terlepas dari tangannya dan mumbul ke atas.
Touw Liong yang melakukan itu dengan sikap tenang,
singa-singaan batu itu terlempar satu tombak lebih di tengah
udara, sehingga Kang Yang yang menyaksikan itu juga
merasa kagum. Singa-singaan batu itu setelah berada di tengah udara
tampak berputaran lalu menurun lagi. Touw Liong yang
sudah siap, dengan cepat menyambutnya, kemudian
meletakkannya kembali di tempatnya semula. Setelah itu ia
kibas-kibaskan kedua tangannya sambil menarik nafas lega.
Empat pelindung hukum perkampungan itu semua
nampaknya sangat kagum akan kekuatan tenaga Touw
Liong, hingga tak satupun yang perhatikan keadaan Touw
Liong pada waktu itu, yang mukanya sudah mulai pucat
pasi. Karena saat itu Touw Liong sudah memforsir kekuatan
tenaganya, sehingga sangat kuatir akan terkalah dalam
permainannya. Semua tidak tahu bahwa Touw Liong sewaktu
melemparkan singa-singaan batu tadi ke tengah udara,
singa-singaan itu nampak berputar-putaran di tengah udara,
bagi Touw Liong ini merupakan suatu kegagalan, karena ia
tidak berhasil mengimbangi tenaganya dengan beratnya
singa itu, maka wajahnya pucat seketika, tetapi di mata
empat pelindung hukum itu, lain lagi anggapannya, mereka
menganggap bahwa Touw Liong telah mempermainkan
singa-singaan batu itu.
Berputar-putarnya singat tadi di tengah udara itu bahkan
mengagumkan mereka. Kang Yauw memberi pujian
berulang-ulang, lama sekali baru membuka suara:
"Touw tayhiap benar-benar bukan hanya nama kosong
belaka, kita empat orang sesungguhnya amat kagum. Dan
bagaimana pertandingan ketiga ini ....?"
Mata Kang Yauw berputaran, ia memandang sejauh satu
pal lebih, di sana terdapat air sungai Lok Sui yang tenang,
kemudian dengan secara tiba-tiba ia perdengarkan suara
tertawa dingin dan berkata:
"Pelindung hukum nomor tiga pekampungan kita
hendak minta pelajaran meringankan tubuh di atas air
sungai Lok Sui."
"Meringankan tubuh di atas air?" ....." bertanya Touw
Liong, agaknya tidak percaya pada pendengarannya sendiri.
Ia sesungguhnya tidak menduga, karena ilmu
kepandaian menginjak di atas air sungai hanya mendengar
saja di kalangan rimba persilatan, ia belum pernah
menyaksikan sendiri ilmu meringankan tubuh yang
sungguh tidak ada taranya itu. Ia benar-benar tidak
menduga bahwa kepandaian itu dimiliki oleh seorang yang
tugasnya hanya menjabat pelindung hukum di dalam suatu
perkampungan yang tidak pernah dikenali ini.
Meskipun saat itu dalam hatinya agak kurang percaya,
sehingga ia harus memandang orang itu dari atas ke bawah,
ia ingin menyaksikan ada apa yang agak istimewa di badan
orang itu karena kepandaian seamcam itu bukanlah setiap
orang dapat mempelajarinya. Jikalau bukan seorang yang
berbakat luar biasa, dan mengumpulkan tenaganya kepada
suatu pusat, sebab meringankan tubuhnya sedemkian rupa
tidak mungkin dapat menginjakkan kaki di atas air.
Sementara itu Kang Yauw sudah menjawab dengan
suara nyaring: "Benar!! Menginjak air dengan menggunakan ilmu
meringankan tubuh, pelindung hukum kita yang ketiga ini
mintaTouw tayhiap bertanding dengan ilmu itu."
Sungai Lo Sui itu lebarnya kira-kira duapuluh tombak.
Touw liong mengerti bagaimanapun juga ia tidak bisa
menyeberanginya, maka ia lalu menarik nafas. Kang Yauw
tertawa bangga kemudian berkata dengan tenang.
"Touw tayhiap, kita akan menunggu di sana!"
Empat orang itu berjalan menuju ke tepi sungai Lok-sui,
Touw Liong terdiam sejenak, dengan keadaan terpaksa ia
juga berjalan menuju ke sungai itu.
Perasaannya saat itu sungguh tidak enak sekali, apalagi
kalau mengingat bahwa kepandaian empat orang itu satu
lebih tinggi daripada yang lainnya, tanpa disadari ia
berjalan terus mendekati sungai itu.
Sejenak Touw Liong terkejut, kemudian dengan tiba-tiba
otaknya timbul suatu pikiran yang aneh, ia lalu memetik
sepotong ranting pohon yang panjang sejengkal tangan, lalu
dimasukkan ke dalam lengan bajunya.
00000 Hawa udara dingin, namun permukaan air sungai Loksui
tenang-tenang saja, pelindung hukum nomor tiga dari
perkampungan Pak-bong-san sudah lama berdiri di tepi
sungai, sepasang matanya memandang ke permukaan air,
sedikitpun tidak bergerak. Wajah orang itu menunjukkan
sikapnya yang licik, terhadap permainannya sendiri yang
hendak menyeberangi sungai dengan jarak dua puluh
tombak itu, agaknya ia sudah yakin benar dapat
melakukannya dengan baik. Sebaliknya dengan Touw
liong yang berdiri terpisah dengannya sejauh enam tombak,
saat itu Touw Liong tampak ragu-ragu, ia merasa sangsi
atas kepandaiannya untuk menyeberangi sungai itu. Kang
Yauw yang berdiri di tengah-tengah antara dua orang itu,
dengan nada suara mengejek berkata:
"Dalam pertandingan ini, akan dimulai oleh pelindung
hukum kita yang ketiga lebih dahulu, kemudian akan
disusul oleh Touw tayhiap."
Touw Liong memandang arah sungai Lok-sui yang lebar
itu, kemudian berkata dengan suara perlahan:
"Dengan kepandaian kalian orang-orang dari kelas dua
ini, rasanya siapapun tidak mempunyai kemampuan untuk
menyeberangi sungai itu!"
Baru saja menutup mulut, pelindung hukum nomor tiga
itu sudah melesat dan melompat sejauh tiga tombak, satu
kakinya menginjak permukaan air sungai yang terpisah tiga
tombak dari tepi, dengan gaya yang sangat ringan, kakinya
menginjak ke permukaan air, kemudian melesat lagi juga
sejauh tiga tombak.
Touw Liong yang menyaksikan itu benar-benar telah
merasa terkejut! Alisnya berdiri. Selagi tiga orang yang
lainnya tidak perhatikan gerakannya, ia telah dapat
patahkan menjadi beberapa potong kayu yang berada di
dalam lengan bajunya, ia lemparkan sebatang ke
permukaan air sungai sejauh empat tombak, dan sepotong
lagi dilemparkan sejauh delapan tombak.
Sementara itu pelindung hukum nomor tiga tadi, dengan
beberapa lompatan berulang-ulang, kini sudah tiba di tepi
seberang. Saat itu dalam otak Touw Liong penuh rasa curiga,
mengingat perbuatan sendiri yang telah melemparkan dua
potong ranting kayu di permukaan air, sehingga dalam
hatinya timbul perasaan: apakah ia tidak main gila juga"
Setelah itu, ia lantas lompat melesat sejauh empat
tombak, satu kakinya tepat menginjak potongan ranting
kayu yang berada di permukaan air.
Kemudian ia melompat lagi, pada saat ia hampir
menginjak kepada suatu ranting yang lainnya, ia sudah
melemparkan sepotong lagi ke permukaan air sejauh empat
tombak. Hanya lima kali loncatan ia sudah berhasil menyeberangi
sungai itu. Empat pelindung hukum perkampungan yang
menyaksikan itu, semuanya tercengang dan terheran-heran,
mereka benar-benar tidak percaya bahwa di dalam dunia ini
ada orang yang mampu menyeberangi sungai tanpa
memakai perahu, lebih-lebih tidak percaya kepandaian ilmu
Touw Liong dalam meringankan tubuh sudah mencapai
kepada taraf yang tidak ada tandingannya. Dua ranting
kayu yang pertama yang dilemparkan oleh Touw Liong, di
luar tahunya pelindung hukum perkampungan itu tidak
diketahui oleh empat pelindung hukum dan potonganpotongannya
selanjutnya yang dilemparkan oleh karena
telah terpisah sudah jauh, sudah tentu lebih-lebih tidak
diketahui oleh mereka, apalagi potongan yang dilemparkan
oleh Touw Liong itu tidak besar, maka dengan mudah
mengelabuhi mata empat pelindung itu. Sebaliknya dengan
Touw Liong, karena dipengaruhi oleh perbuatannya
sendiri, maka ia memperhatikan tiap gerakan pelindung
hukum ketiga tadi, di permukaan air itu tidak mendapatkan
tanda-tanda yang mencurigakan sehingga dianggapnya
pelindung hukum ketiga itu benar-benar seperti berjalan di
atas air, dan tidak main gila. Touw Liong setelah tiba di
tepi seberang, ia berpaling memandang kepada tiga orang
yang sedang berdiri tertegun, kemudian ia memberi hormat
kepada pelindung hukum ketiga yang juga berada di satu
tepi dengannya, kemudian ia berkata:
"Sekarang tuan pelindung hukum keempat, masih ingin
melakukan pertandingan apa?"
Di luar dugaan Touw Liong, pelindung hukum ketiga itu
memberi hormat kepadanya, seraya berkata:
"Aku yang rendah, disini mewakili saudara-saudara
kami dari perkampungan ini, hendak mengantar Touw
tayhiap berlalu dari sini."
Mata Touw Liong ditujukan ke permukaan air sungai,


Panji Wulung Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari tempat yang agak jauh, tampak beberapa batangan
kayu kecil mengambang di atas air, selain daripada itu tidak
tampak apa-apa lagi. Jelas bahwa pelindung hukum ketiga
tadi tidak seperti dirnya sendiri yang menggunakan batang
kayu kecil untuk injakan kakinya, hanya dalam hati Touw
Liong benar-benar masih tidak mau percaya bahwa
pelindung hukum itu dapat menyeberangi sungai selebar
dua puluh tombak itu tapa menggunakan benda buat
injakan kaki. Dengan penuh pertanyaan dalam otaknya, ia tidak
berani berlalu dengan segera, sebaliknya balas bertanya
kepada pelindung hukum ketiga itu:
"Bagaimana dengan kepandaian ilmu pelindung hukum
keempat ...?"
Pelindung hukum ketiga menjawab sambil menunjuk ke
sungai bagian bawah:
"Tempat itu dalamnya kira-kira sepuluh tombak di
bawah sungai itu airnya dingin sekali, namun pelindung
hukum kita yang keempat dapat menyelam di dalam air itu
selama tiga jam."
Bukan kepalang terkejutnya Touw Liong mendengar
keterangan itu, ia diam-diam merasa bersyukur, karena
seandainya tadi ia harus melakukan empat pertandingan, di
dalam pertandingan keempat ini, ia pasti akan kalah,
sebabnya ialah Touw Liong sedikitpun tidak pandai
berenang. Ia mengangguk-anggukkan kepala dan berkata:
"Di kemudian hari apabila ada jodoh, aku pasti hendak
belajar kenal dengan kepandaian di bawah air saudaramu
itu!" Berlalu dari sungai Lok-sui, pikiran Touw Liong masih
seperti diganduli oleh barang berat, ia masih merasa
penasaran, maka ketika berjalan lima pal jauhnya, ia
kembali ke sungai Lok-sui.
Tiba di tepi sungai yang tadi pernah diseberangi
permukaan air ternyata masih tenang, tetapi empat
pelindung hukum itu sudah tidak tampak bayangannya.
Touw Liong berjalan ke tempat yang tadi bekas diinjak
pelindung hukum ketiga, lalu melongok ke permukaan air,
air sungai itu tidak menunjukkan tanda-tanda
mencurigakan, hingga dalam hatinya berpikir: Benarkah ia
memiliki ilmu meringankan tubuh setinggi itu"
Pada saat itu dari bagian atas tampak sebuah sampan di
dayung menuju ke tengah sungai, Touw Liong acungkan
tangannya, dan tukang perahu itu menepi, setelah itu ia
lompat melesat ke atas sampan, dari dalam sakunya ia
mengeluarkan sepotong uang, kemudian diberikan kepada
tukang perahu, sambil menunjuk ke tepi seberang. Tukang
perahu itu mengerti, ia lalu mendayung perahunya dengan
mengambil jalan bekas dilalui oleh pelindung hukum ketiga
tadi. Sepanjang penyeberangan itu, Touw Liong
menundukkan kepala memperhatikan keadaan air sungai,
di dalam air itu tiba-tiba menemukan sesuatu benda yang
aneh. Kira-kira tiga kaki di dalam air, setiap sejarak tiga
tombak, di situ pasti terdapat sepotong bambu.
Touw Liong segera sadar, kiranya pelindung hukum
ketiga tadi menyeberangi sungai dengan menginjak bambu
yang sudah diletakkan lebih dahulu ke dalam sungai itu.
Bambu-bambu itu semua rata dengan permukaan air,
tetapi setelah diinjak dengan kaki pelindung hukum tadi,
bambu itu melesak ke dalam, sehingga amblas tiga kaki dari
permukaan air. Touw Liong memberi tanda kepada tukang perahu,
minta ia mencabut sebatang. Tukang perahu mendayung
sampannya kira-kira tiga tombak di tepi sungai, di tempat
yang agak dangkal ia mencabut sebatang bambu sepanjang
lima kaki, dan diberikan kepada Touw Liong.
Touw Liong dengan membawa bambu itu melompat
naik ke atas tepi kemudian lari menuju ke perkampungan.
Sebentar kemudian, ketika ia tiba di pintu gerbang
perkampungan itu, lalu mengambil selembat daun bambu
yang agak lebar, di atasnya ditulis beberapa patah kata:
KEPANDAIAN GOLONGAN PAK BONG SAN
HANYA BEGITU SAJA; KUPERINGATKAN KEPADA
KO HONG, JANGAN GEGABAH MENIMBULKAN
ONAR DI PERKAMPUNGAN WIE LIONG CEN.
Sehabis menulis, ia mengetok pintu perkampungan itu.
Orang yang membuka pintu itu masih tetap orang tua
yang semula dijumpai oleh Touw Liong. Orang tua itu
dengan perasaan terheran-heran memandang Touw Liong,
Kitab Pusaka 3 Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Legenda Kematian 6
^